Ceritasilat Novel Online

Rahasia Penunggu Kubur 2

Rahasia Penunggu Kubur Karya Maria Oktaviani Bagian 2


Si Mbok kalang-kabut Perempuan tua itu bingung, takut, dan cemas. Matanya nanar memandang tubuh nyonyanya yang bersimbah darah dan masih terus berguling-guling. Si Mbok bergegas lari ketika terdengar suara bunyi bel tamu. ltu pasti Dokter Herman, pikirnya.
"To..., tolong, Dokter!" suara si Mbok terdengar gugup.
"Ada apa" Apa yang terjadi, Mbok?" Dokter Herman heran dan memandang! wajah si Mbok
"Nyonya..., Nyonya, Dokter!" si Mbok segera menarik lengan Dokter Herman.
Ketika tiba di ruangan tengah, Dokter Herman terperangah menyaksikan keadaan tubuh Berty. Tubuh itu penuh dengan luka menganga dan bersimbah darah. Mengerikan sekali!
Berty tidak dapat lagi menahan rasa sakit dan hawa panas pada tubuhnya. Ia tidak lagi merintih-rintih dan berguling-guling, tubuhnya hanya bergerak perlahan lahan. Tak lama kemudian, gerakan itu berhenti untuk selama-lamanya! Berty tewas!
Dokter Herman tak sempat menolong Berty. Ia hanya berdiri terpaku, memandangi kematian Berty dengan sorot mata yang penuh kengerian. Tubuh Berty tidak tampak seperti tubuh manusia, melainkan seperti tubuh seekor kerbau yang baru dikuliti, dan sangat menjijikkan...!
Si Mbok menangis melihat majikannya tewas secara tragis. Ia memang tidak tahu, kalau Berty mati sebagai tumbal. Dalam linangan air mata, si Mbok memandang wajah Dokter Herman yang tampak pucat.
*** Sementara itu, di tempat lain Jaka tersenyum sinis memandangi mayat perawan, Yang baru saja selesai disetubuhinya dan kepalanya digunduli Kepala mayat itu tampak penuh dengan luka-luka lecet yang sangat mengerikan, meski tidak ada lagi darah yang membasahinya.
Tak ada perasaan takut dalam benak Jaka. la membungkus mayat itu kembali dengan kain kafan. Setelah itu dibOpong nya keluar pondok untuk dikubur kembali .
Jaka melangkah di antara makam-makam yang berjejer rapi. Tubuhnya tampak berkilat-kilat diterpa cahaya rembulan, tak ubahnya seperti tubuh setan. Andai saja ada orang yang melihatnya, pasti akan menganggap Jaka sebagai sesosok hantu yang sedang bergentayangan.
Begitu tiba di tempat kuburan yang digalinya, Jaka meletakkan mayat itu persis di samping kakinya, kemudian ia meraih cangkul yang tergeletak di atas gundukan tanah.
"Tidurlah di tempatmu yang abadi, Gadis Malang!" ujar Jaka, sambil mendorong mayat itu dengan sebelah kakinya, hingga mayat itu jatuh ke dalam liang kuburnya yang sudah menganga lebar.
Setelah itu, Jaka mulai menimbuninya dengan gumpalan-gumpalan tanah basah. Dan beberapa saat kemudian, kuburan itu pun tampak tertutup hingga menampakkan gundukan yang cukup tinggi.
Jaka memandang kuburan itu sejenak, lalu melangkah pergi. Beberapa saat kemudian, pemuda itu sudah tiba di rumah pondokannya.
Jaka mendesah berat, dipandanginya gumpalan rambut yang sudah berada di tangannya. Ah, hanya dengan rambut-rambut inilah ia dapat membangkitkan kharisma indera keenamnya.
Tangan Jaka bergetar seperti getaran
suaranya yang mulai membacakan mantera-mantera gaib.
"Sari banyu sari ning jiwa.... Jiwa ana ing jerone ati.. Sukma lara ati lalu.... Jiwa bagja awak bagja..."
Dan Jaka pun segera membakar rambut yang berada di tangannya. Tiba-tiba wajahnya mulai tampak bersinar-sinar, tampan dan sangat memikat.
Hati Jaka tidak lagi merasa pedih ketika ia melihat wajahnya di dalam cermin. "Ah, diriku tak ubahnya seperti seorang pangeran yang datang dari alam keajaiban, " bisik hatinya.
Bulan bersinar semakin terang, dan malam belum terlalu larut. Ia pun bergegas berdandan untuk mengunjungi Tante Joice.
*** 7 Rumah Tante Joice malam ini tampak penuh orang WTS berwajah cantik yang diasuh oleh Tante Joice. Mereka sedang diberi pengarahan tentang cara-cara memuaskan kaum lelaki. Pengarahan itu terhenti sejenak ketika terdengar orang mengetuk pintu.
"Ayo, masuklah, Jaka, " ujar Tante Joice seraya tersenyum, setelah membukakan pintu. Ditariknya lengan Jaka dengan lembut.
' "Ramai sekali, Tante?"
"Iya. Anak-anak lagi kumpul, " sahut Tante Joice dengan suara lembut. "Ayo,
duduklah dulu di sini. " Tante Joice menuntun Jaka, dan disuruh duduk pada salah satu kursi di antara kelima WTS itu. Tampak mereka memandang wajah Jaka dengan penuh kekaguman, Meskipun mereka sudah hafal berbagai
jenis lelaki, dari yang berwajah jelek sampai yang tampan, tapi rasanya baru kali ini mereka melihat lelaki yang begitu tampan dan memikat.
Jaka sadar kalau kharisma indera keenamnya telah memikat wanita-wanita itu. Tapi, Jaka berpura-pura tidak menyadari hal itu. Ia duduk dengan tenang. Sorot matanya dibuat sangat hampa, seperti tidak melihat apa-apa.
"Namanya Jaka!" datar sekali suara Tante Joice, tapi cukup membuat wanita wanita asuhannya tersentak kaget. Hampir serentak mereka memalingkan wajahnya ke arah wanita itu.
"Yang ini untuk saya saja, Tante!" kata salah seorang dari WTS itu, yang bernama Mince. Tampak ia melirik kembali ke arah Jaka, sambil tersenyum manis. "Saya ikhlas walaupun tidak dibayar. "
"Saya malah rela membayarnya. Tante," sahut Tini. "Kalau saya ngedapetin dia, saya rela memberi dia makan, biar saya yang kerja. Tugasnya hanya memberi kepuasan kepada diri saya. "
Mendengar penuturan Tini yang polos ini, semuanya tertawa, termasuk Tante Joice. Sedangkan Jaka hanya tersipu sambil menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Tapi apa dia bisa masak, Tin," ujar Mince di sela suara tawanya.
"Kan banyak warteg! Ngapain mesti susah-susah...?" ujar Tini seraya tertawa. "Lagi pula, aku nggak rela melihat dia kena asap. Bisa-bisa gantengnya luntur, dong...."
"Emangnya semiran...?" selak Mince sambil tertawa berderai.
Jaka tersenyum dan melirik ke arah mereka. Sikapnya dibuat lugu. Para WTS itu tak tahu kalau Jaka seorang gigolo, jika Tante Joice tidak menceritakan tentang diri pemuda tampan itu. '
"Sudah! Sudah"!" kata Tante Joice menghentikan tawa anak-anak asuhannya. "Sudah malam! Kalian nanti terlambat kerja. "
Para WTS itu tampak saling pandang satu dengan yang lain, sambil mengerutkan keningnya. Mereka memang sudah terlambat masuk kerja. Tapi mereka harus pergi karena yakin akan banyak tamu yang menunggu kehadiran mereka. _
"Selamat indehoi ya, Tante!" goda Mince sebelum beranjak pergi bersama teman temannya.
Tante Joice hanya menimpali dengan senyumnya yang kecut.
"Nanti saya mau nyarter dia, Tante!" goda Mince, sebelum menutup daun pintu. Matanya tampak melirik ke arah Jaka yang masih duduk termenung. Mince memang salah seorang WTS asuhan Tante Joice yang paling cantik, juga paling genit.
"Maafkan kelakuan mereka, Jaka!" kata Tante Joice setelah anak-anak asuhnya pergi. "Kelakuan mereka memang begitu. Tidak boleh melihat orang sedikit kelimis"
Tante Joice melangkah mendekati pintu. Lalu, ia mengunci pintu rapat-rapat, Jaka memperhatikan Tante Joice sambil mengerutkan kening. Tidak seperti biasanya wanita itu mengunci pintu di saat Jaka ada bersamanya.
Dipandangnya Jaka lekat-lekat. "Tumben kau cepetan datang kemari, Jaka. "
"Lagi sempat, Tante. "
Tante Joice memandang tajam ke arah wajah Jaka dengan sorot mata sendu. Tapi, hatinya bergolak gairah aneh. Sejak kedatangan Jaka, ia memang merasakan gejolak aneh itu. Tapi semua itu berusaha dikekangnya, karena anak-anak asuhnya belum pergi bekerja.
"Ada tugas untuk saya malam ini,
Tante?" tanya Jaka dengan suara datar. Tante Joice tidak segera menjawab pertanyaan Jaka. Ia meraih rokok dan menyalakan api. Lalu, ia menghisap dalam-dalam dan menghembuskan asapnya ke udara.
Jaka tahu apa yang sedang dirasakan Tante Joice. Ia juga tahu kalau Tante Joice
Sedang merasakan sesuatu yang sangat aneh. Hentakan nafsu birahi yang datang begitu tiba-tiba. Karena pengaruh kharisma gaib yang terpancar dari balik ketampanan wajah Jaka.
_ "Tante...," suara Jaka masih datar. "Bagaimana" Ada tugas untuk saya malam ini. "
Tante Joice kembali tersentak
"H..., tidak ada, Jaka," sahut Tante Joice dengan suara bergetar. "Malam ini, kau menemani Tante saja di rumah."
Jaka tersenyum sambil memperbaiki duduknya.
"Saya pulang saja, Tante!" ucap Jaka dengan suara lirih.
"Jaka...!" Tante Joice bangkit dari duduknya, lalu duduk di samping Jaka. Suara desah napasnya semakin memburu karena hentakan nafsu birahi.
"Tante ingin sekali tidur denganmu. Malam ini saja!" bujuk Tante Joice sambil membelai rambut Jaka yang tersisir rapi.
Lembut sekali usapannya, selembut getaran nada suaranya.
Jaka mendesah berat. Hatinya sulit meluluskan permintaan wanita itu. Karena ia tidak ingin membunuhnya. Pemuda itu selalu berharap agar Tante Joice tetap memperalatnya sebagai seorang gigolo. Bukankah itu akan sangat menguntungkan dirinya" Di samping ia memperoleh surga dunia dan setumpuk uang, juga dapat melampiaskan dendamnya kepada setiap wanita. Tapi bukankah Tante Joice juga wanita..."
"Jaka...!" suara Tante Joioe semakin terdengar berat, tertahan oleh nafsu birahi yang semakin membakar dadanya. "Belailah Tante, Jaka."
Tangan Tante Joice semakin liar, membelai bagian-bagian tubuh Jaka yang sensitif. Wanita itu sudah benar-benar tidak dapat mengendalikan perasaannya. la sudah tidak peduli lagi kalau Jaka adalah anak asuhnya sendiri.
Seperti halnya Tante Joice, Jaka pun tidak peduli kalau Tante Joice adalah wanita yang pernah menolong dan memberinya segudang kenikmatan. serta setumpuk uang. Dan yang lebih penting, Tante Joice telah memberikan tubuh-tubuh wanita itu sebagai tumbal hidup pembangkit kharisma keenamnya.
_ Tapi tanpa bantuan Tante Joice pun, Jaka sebenarnya dapat memperoleh semua itu. Asalkan ia memperoleh mayat-mayat perawan, yang dijadikannya sebagai awal pembangkit kharisma indera keenamnya.
"Jaka.... Oh...!" rintih Tante Joice ketika Jaka membalas belaian-belaian tangannya.
Jaka segera merenggut tubuh Tante Joice dengan lembut. Wanita itu hanya pasrah sambil merintih-rintih menahan gejolak yang ada di dalam dadanya. Napas mereka
pun saling memburu, menuju puncak kenikmatan....
Tetapi mereka tidak sadar, dan tidak tahu kalau ada seseorang yang mengintip perbuatan mereka dari balik gorden depan. Dialah Barly, partner kerja Tante Joice.
Kedatangan Barly sebenarnya hanya ingin menikmati kehangatan tubuh Tante Joice. Dan, itu sudah biasa dilakukannya
Tapi, malam ini, ia sudah keduluan Jaka. ia baru sadar kalau Tante Joice tidak dapat menahan hasrat yang sudah lama dipendamnya. ia tahu kalau Tante Joice sudah lama terpikat kepada Jaka.
"Ah...!" Barly mendesah berat, kemudian pergi meninggalkan tempat itu. Diam diam hatinya mulai terbakar api cemburu.
*** Jaka memandangi tubuh Tante Joice yang terbujur di atas sofa. Wanita itu tampak tertidur pulas, setelah menikmati kehangatan tubuh Jaka. Seperti biasanya wanita-wanita yang disetubuhi Jaka, selalu tertidur pulas. Persis seperti orang yang terkena obat bius. Aneh!
"Kasihan! Wanita ini akan segera mati sebagai tumbalku," gumam Jaka sambil tersenyum sinis.
Jaka segera memakai pakaiannya kembali. Kemudian, matanya kembali memandangi tubuh Tante Joice yang masih tanpa pakaian. Lalu, dikecupnya bibir wanita itu
dengan lembut . "Selamat Tinggal Tante!" desisnya sambil bangkit berdiri.
Jaka kemudian melangkah keluar._meninggalkan Tante Joice seorang diri. la segera memberhentikan taksi yang kebetulan melintas. Lalu, segera ia naik ke dalam taksi itu.
"TPU Kepah Duri, Pak!" ucap Jaka.
"TPU Kepah Duri!" sopir taksi itu tercengang, tampak matanya terbelalak lebar.
"Iya! Ada apa, Pak?" '
"Oh! Ti..., tidak...!" sahut sopir taksi gagap. Kemudian kakinya segera menginjak pedal gas.
"Aneh sekali orang ini! Hari masih gelap. tapi ia minta diantar ke TPU Kepah Duri" Bukankah tempat itu sangat jauh dari keramaian?" kata SOpir taksi dalam hati. mengamati Jaka dari balik kaca spion Takut kalau tiba-tiba Jaka menghilang....
*** Tante Joice meremas rambutnya yang tebal. Matanya masih tampak menyipit, dan keningnya berkerut. la benar-benar heran kepada dirinya. Mengapa ia dapat tertidur sangat pulas, sampai-sampai tidak mengetahui kepergian Jaka. Aneh..."!
Tante Joice merasa bingung. Ia tidak tahu kalau hari sudah siang. Ia memang tidak tahu kalau Jaka telah meninggalkan kekuatan gaib di dalam tubuhnya, sehingga ia tertidur pulas.
"Mungkin beginilah cara Jaka membuat wanita penasaran. Ia selalu meninggalkan wanita yang telah disetubuhinya .Aneh sekali sikap pemuda yang satu itu!" kata Tante Joice pada dirinya sendiri. "Tapi aku benar-benar merasa puas. Ah, pemuda tampan itu sangat perkasa seperti Hercules..!"
Tante Joice mendesah berat, kemudian merapikan ujung-ujung gaunnya yang masih acak-acakan. Ia tidak sadar kalau Mince sedang memperhatikannya sejak tadi.
"Tante...!" suara Mince datar. tapi cukup membuat Tante Joice tersentak, dan
tersipu malu. "Tante kok tidurnya pulas bener sih" Sampai-sampai lupa pakai baju"
Wajah Tante Joice bersemu merah. Sikapnya menjadi kaku dan canggung. Tapi ia segera memperbaikinya. Ia tidak mau kelihatan seperti itu di hadapan anak asuhnya.
"Kau sudah pulang?" kata Tante Joice, balik bertanya.
"Hi hi hi...!" Mince tertawa mengikik "Saya pulang sejak pagi buta. Malah saya melihat Tante tertidur pulas di atas sofa."
Tante Joice kembali tersipu, lalu melirik ke arah jam yang menempel di dinding ruangan itu. Pukul sembilan lewat lima belas menit! Hampir saja Tante Joice melompat dari tempat duduknya. la benar benar tersentak kaget.
"Lho! Kok bengong?" goda Mince masih tertawa oekikikan. "Indehoinya kelewat asyik ya, Tante" Sampai-sampai Tante ketiduran di sini."
"Tumben kau pulang ke sini?" tanya Tante Joice mengalihkan pembicaraan.
"Biasanya kau paling malas! Ada yang lain hari ini?"
Mince melangkah menghampiri induk semangnya itu, dan duduk di hadapannya.
"Tadinya sih, saya mau minta sisa," sahut Mince sambil tersenyum. "Tapi sewaktu saya datang, pemuda cakep itu sudah tidak ada lagi di sini. "
"Ah, kau!" sungut Tante Joice sambil menatap Mince dengan tajam.
Tetapi dalam hatinya, Tante Joice merasa heran juga. "Mince pulang pasti sangat pagi, tapi ia tidak melihat Jaka. Jadi, pukul berapa pemuda itu pulang" Apa mungkin dia pulang malam?" pikir Tante Joice.
"Sudah, Tante. Mandi dulu! Nanti badannya keburu bau," ujar Mince seraya beranjak pergi dan berlalu dari hadapan Tante
Joice ,yang masih bingung karena Jaka pergi tanpa pamit.
Tante Joice memandang kepergian Mince dengan hati dongkol. Kalau saja Mince bukan anak kesayangannya, pasti sudah kena semprot. Apalagi ia berani
menggodanya. Tapi, Tante Joice takut memarahi Mince. Karena Mince-lah rumah bordilnya bisa ramai. Tante Joice mendesah sebentar, lalu segera beranjak meninggalkan ruangan itu.
*** Mata Tante Joice terbelalak lebar ketika melihat tulisan pada koran yang digunakan Mince untuk membungkus pakaiannya.
"Min! Koran itu buat Tante saja, ya, " ujar Tante Joice sambil membuka bungkusan itu.
"Kok Tante buka, sih?" ujar Mince, heran. "Sudah rapi-rapi kok malah dibuka lagi! Lagian buat apa sih koran bekas itu. "
"Sorry deh, Min!" sahut Tante Joice seraya menepuk pipi Mince yang padat" "Tante lupa! Tiga hari yang lalu, Tante pasang iklan. Tante mau cek, apa sudah dimuat atau belum. "
Entah untuk apa Tante Joice berbohong. Tapi yang jelas, ada berita yang menarik di dalam koran bekas itu. Tante Joice segera melangkah, dan masuk ke dalam kamarnya. Sementara Mince hanya memandangnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Begitu tiba di dalam kamar, Tante Joice
segera menjatuhkan diri di atas tempat tidurnya. Kembali matanya terbelalak lebar ketika membaca tulisan tebal yang terdapa 'pada halaman pertama.
"Nyonya Berty Tumewu meninggal secara mengerikan, sekujur tubuhnya pecah. pecah dan hampir hangus. Diduga kematiannya disebabkan karena kesalahan minum obat. "
Bulu kuduk Tante Joice merinding seketika. Sudah dua kali ia mendengar berita seperti ini, meskipun bukan lewat surat kabar.
Pertama, tentang kematian Lisa, istri pengusaha kaya yang kesepian. Kematiannya juga persis dengan yang tertulis di dalam koran itu. Kulit tubuhnya pecah pecah dan hampir hangus. Dua bulan setelah itu, ia mendengar kematian Mirna yang hampir serupa dengan kematian Lisa.Lalu, Berty tewas dengan tubuh pecah' pecah dan hangus seperti yang dialami lisa dan Mirna.
*** Aneh sekali! Bukankah mereka itu perempuan-perempuan yang pernah ditiduri Jaka" Tapi, mengapa kematian mereka begitu serupa" Tubuhnya pecah-pecah dan hampir hangus! Ada apa sebenarnya..."
Hati Tante Joice mulai merasa takut. ingatannya mulai tertuju kepada Jaka. Ketika ia melakukan hubungan badan dengan pemuda itu, ia tidak merasakan sesuatu yang aneh. Yang dirasakannya, justru kehangatan dan kenikmatan yang tiada tara. Bahkan selama pengembaraan hidUpnya di dalam dunia seks, belum pernah ia memperoleh sentuhan kenikmatan seperti yang diberikan Jaka.
Tapi, bagaimana dengan wanita-wanita yang tewas secara mengerikan itu" Benarkah mereka salah minum obat" Kalau memang benar begitu. mengapa mereka yang salah minum obat itu justru perempuan yang pernah dikencani Jaka" Mungkinkah hanya suatu kebetulan saja" Ah...!
Tante Joice tak sanggup lagi meneruskan kecamuk pikirannya. la menyesali perbuatannya semalam. Mengapa ia hams meminta Jaka untuk memuaskannya" Kalau saja ia tidak melakukannya, mungkin ia tidak peduli dengan berita tentang kematian kematian yang mengerikan itu.
_ Tante Joice mendesah berat seraya tangannya melipat koran bekas yang usai dibacanya. Tante Joice menggigit bibirnya, sepertinya ia berusaha meredam perasaan takut yang terselip di dalam hatinya.
"Ah, siapa sebenarnya Jaka!" Tante Joice bertanya pada dirinya sendiri.
Hatinya semakin gelisah, dan bayangan Jaka selalu melintas di benaknya. Kharisma gaib milik Jaka telah membuat dirinya hanyut, lalu ia tertidur pulas siang itu.
Di dalam tidurnya, Tante Joice bermimpi seperti yang dialami korban-korban Jaka terdahulu. Mimpi tentang keindahan dan kehangatan, kemudian diakhiri dengan tindakan yang mengerikan. Tante Joice menjerit, lalu terjaga dari tidurnya.
"Aneh sekali mimpiku! " kata Tante JOice dalam hati.
Kemudian Tante Joice menatap jam
weker yang tergeletak di atas meja riasnya.
"Ah! Lama juga aku tertidur. Aneh! Aku kok jadi banyak tidur hari ini?"
Tante Joice beringsut turun dari atas tempat tidurnya. Buru buru rambutnya disisir, lalu melangkah keluar kamar. Hatinya tidak lagi gelisah memikirkan kematian kematian yang sangat mengerikan itu. Kini ia menganggap kematian itu hanya kebetuLan saja.
*** Ketika Barly datang malam itu, tampak Tante Joice sedang termenung seorang diri di dalam rumahnya. Ingatannya masih tertuju dengan ketampanan Jaka, kelembutannya, kehangatannya dan kejantanannya.
"Siapa?" tanya Tante Joice ketika mendengar suara ketukan di pintu
"Barly, Tante, " sahut Barly dari balik pintu.
"Ah...!" Tante Joice mendesah.
Tante Joice sebenarnya mengharapkan jaka.
*** :Ah, untuk apa wanita ini membohongiku" katanya dalam hati. "Bukankah tidak ada gunanya sama sekali?"
"Kenapa, Bar?" Tante Joice merasa tidak enak hatinya melihat senyum Barly yang terus mengembang.
"Oh. tidak!" sahut Barty. Lalu, matanya melirik Tante Joice. Dan, pada saat bersamaan wanita itu pun meliriknya. Pandangan mereka saling bertemu.
"Ada sesuatu yang mendorong kau datang kemari, Bar?" tanya Tante Joice seraya menatap Barly dengan sendu.
Barty tidak menimpali pertanyaan Tante Joice. Ia hanya tersenyum, meskipun hanya sebentar. "Ah, tidak biasanya wanita ini menanyakan keperluanku, " bisik hatinya.
Barly menggeser duduknya, hingga menempel pada tubuh Tante Joice. Tubuhnya
terasa hangat, sehangat dadanya yang menahan gejolak birahi. Lalu, Barly meraih lengan Tante Joice dan meremasnya.
"Aku lelah, Bar," ujar Tante Joice lirih. Ia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Barly. Tapi pemuda itu menahannya.
Tante Joice mendesah berat. Sebenarnya bukan perasaan lelah yang sedang dirasakannya, sehingga menolak kemauan Barly. Tapi bayangan Jaka-lah yang menahannya untuk tidak menuruti kemauan Barly.
"Aku sedang tidak ada hasrat, Bar!" tukas Tante Joice ketika tangan Barty semakin liar meraba-raba bagian tubuhnya yang sensitif.
Tetap Barly tidak peduli dengan kata kata Tante Joice yang bernada penolakan itu. ia terus saja dengan aksinya. Kemudian ia merenggut tubuh wanita itu. dan merebahkannya. Lalu, segera digelutinya tubuh Tante Joice dengan napas memburu.
Hati Tante Joice merasa tidak enak menolak kemauan Barly yang sudah tidak kuat menahan nafsunya itu. Dengan terpaksa, dilayaninya kemauan Barly. Tapi, ingatannya tetap tertuju kepada Jaka.
*** Gerimis mulai turun. Angin bertiup agak kencang .Terdengar derit pohon yang ditekan angin. Sedangkan di langit tampak gumpalan-gumpalan hitam. Sementara itu, Barty berusaha mencapai puncak kenikmatan. Napasnya memburu, seiring dengan tumpahnya air dari langit
*** Sejak pulang dari rumah Tante Joice. Barly merasakan keanehan pada bagian tubuhnya. Tiba-tiba, ia merasakan gatal-gatal yang amat sangat pada alat vitalnya. Aneh sekali! Sebelumnya, ia tidak pernah mengalami hal seperti ini. Karena ia sudah sering melakukan hubungan badan dengan Tante Joice.
Barly makin gelisah di dalam rumah kontrakannya. Sejak pagi, ia menggaruk garuk terus alat vitalnya. Aneh! Rasa gatal
itu tidak pernah hilang. Bahkan saking seringnya digaruk, alat vitalnya menjadi merah dan lecet-lecet.
"Aduuuh...!" rintih Barly. "Apa mungkin aku mulai ketularan penyakit kotor! "
Napas Barly mendesah-desah tak beraturan. ia benar-benar jengkel dengan rasa gatal itu. Tak henti-hentinya ia menggaruk. Namun, rasa gatal itu semakin menyiksanya. "Mungkin aku terkena penyakit kotor, " Barly bangkit dari tempat duduknya. "Aku harus segera pergi ke dokter penyakit kulit dan kelamin."
Barly bergegas menuju lemari, lalu mengambil pakaian bersih dan segera dipakainya. Setelah itu, ia segera menuju garasi dan menghidupkan mesin mobilnya. Tak lama kemudian, Barly sudah meluncur bersama mobil yang dikendarainya ke rumah dokter ahli penyakit kulit dan kelamin.
*** Dokter Spesialis penyakit kulit dan kelamin yang bernama Hartono itu tampak mengerutkan keningnya begitu memeriksa alat vital milik Barly.
"Bagaimana, Dokter?" tanya Barty cemas. "Apa benar saya terkena penyakit kotor?"
Dokter Hartono tidak segera menjawab pertanyaan pasiennya. Ia tampak memandang Barly dengan sorot matanya yang penuh selidik.
"Anda petugas kamar mayat?" tanya dokter itu dengan sorot mata yang tajam.
"Maksud, Dokter?"
"Maksud saya. Apakah pekerjaan Anda sebagai penunggu kamar mayat?"
Barty benar-benar merasa heran dengan pertanyaan Dokter Hartono. Mengapa dokter itu menganggapnya sebagai petugas kamar mayat" Aneh sekali!
"Bukan...!" jawab Barty seraya menyipitkan matanya. Barty tampak gelisah karena rasa gatal terus menyiksanya.
Dokter Hartono mengerutkan keningnya, begitu mendengar jawaban pasiennya.
kemudian ia kembali bertanya,
"Apakah Anda baru saja . Hm , maksud saya..., Anda semalam telah menggauli mayat seorang wanita?"
Hampir saja Barly melompat dari atas tempat duduknya, begitu mendengar pertanyaan Dokter Hartono. Bagaimana tidak" Dokter itu menganggap dirinya sebagai petugas penunggu kamar mayat. Dan sekarang, menduganya telah menyetubuhi mayat wanita" Aneh...l
Barly belum menjawab pertanyaan Dokter Hartono. la benar benar gugup.
"Saudara tidak perlu malu mengatakannya, " kata Dokter Hartono kemudian sambil tersenyum. la sadar, pasiennya merasa tidak enak atas pertanyaannya tadi.
"Apa sebenarnya yang terjadi pada diri saya, Dok...?" sahut Barty, balik bertanya,
Matanya memandang tajam pada watah Dokter Hartono.
Dokter Hartono kembali tersenyum. Dan, kemudian berkata, "Anda belum menjawab pertanyaan saya. .. Tapi baiklah!
Saya akan menjawab pertanyaan Saudara dulu." "
Dokter Hartono sejenak menghentikan ucapannya. Ia kemudian meraih selembar kertas yang berisikan hasil pemeriksaan laboratorium.
"Menurut hasil pemeriksaan laboratorium, pada alat kelamin Saudara kami temukan jentik-jentik sperma yang sudah mati .Dan sperma semacam itu, biasanya hanya terdapat pada orang yang sudah mati. Karena itu, saya tadi menanyakan apakah Saudara telah menyetubuhi mayat?"
Barly benar-benar terperangah dengan penjelasan Dokter Hartono. Dan ia baru sadar sekarang! Mengapa dokter itu melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang aneh kepadanya.
"Apakah ini sangat berbahaya, Dokter?" Barly benar-benar cemas. Ia tidak peduli dengan pertanyaan dokter Itu.
"Oh, tidak!" Dokter Hartono mengerutkan keningnya. "Saya memberikan suntikan Penicilyn pada tubuh Saudara. Dan.
saya akan berikan sejenis antiseptik sebagai penawarnya."
Hati Barly merasa lega begitu mendengar penjelasan dokter itu. Tapi hatinya bertanya-tanya, kenapa alat vitalnya terdapat jentik-jentik Sperma dari mayat wanita" Bukankah ia tidak pernah menggauli perempuan mati" ia mulai merasakan gatal gatal itu setelah menggauli Tante Joice"
"Mari! Saya suntik dulu," kata Dokter Hartono, membuyarkan lamunan Barly.
Barly bangkit dari tempat duduknya, lalu melangkah menuju ruang suntik. Tidak lama kemudian, ia keluar dan kembali ke tempat semula.
"Saya minta! Saudara jangan mengulangi perbuatan seperti itu lagi, " kata Dokter Hartono setelah tiba di hadapan Barly. ia
menatap wajah pasiennya lekat-lekat, seperti ingin menembus kedalaman hatinya. Hati Barly merasa tidak enak, karena dokter itu telah menganggapnya menggauli mayat perempuan. "Nanti Anda tebus obatnya!" kata Dokter Hartono sambil memberikan selembar resep kepada Barly.
"Terima kasih, Dok!" Barly menerima resep itu, lalu menjabat tangan Dokter Hartono erat-erat. "Saya permisi. "
Dokter Hartono tidak menimpalinya. Ia menatap kepergian pasiennya sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Sementara itu, selama perjalanan pulang, Barly masih terus memikirkan penyebab rasa gatal pada alat vitalnya.
"Aneh sekali! Mungkinkah ini semua karena ulah Jaka" Pemuda ganteng yang misterius itu. Bukankah aku belum pernah merasakan hal seperti ini" Meskipun aku sering menggauli Tante Joice. Bukankah sebelumnya, Jaka menggauli Tante Joice. Aneh! Siapa sebenarnya Jaka itu. " tanya Barly dalam hati.
Sesungguhnya apa yang diduga Barly memang benar. Jaka-lah yang telah menyebabkan Barty merasakan gatal-gatal pada alat vitalnya. Karena ia telah meninggalkan jentik-jentik Sperma yang mati pada alat kelamin Tante Joice.
Jaka sendiri sesungguhnya telah mati! Sinar kehidupan yang dititiskan oleh makhluk sinar merah itulah yang membuat Jaka dapat hidup. Aneh memang!
Semua itu memang tidak diketahui Barly.Bahkan pemuda itu sama sekali tidak mengetahui kalau Jaka adalah sosok hantu yang telah menewaskan Lisa, Mirna, dan
Berty sebagai tumbal dan pelampiasan dendamnya!
*** 9 Hujan turun semakin lebat. Jaka tersenyum sinis, ketika melihat para pengiring jenazah itu. Lalu pandangannya tertuju pada kuburan baru itu, yang disirami air hujan.
Ah, mengapa Desember tahun ini begitu banyak gadis-gadis mati muda" Baru selang satu malam, Jaka telah memperoleh mayat perawan. Berarti kematian Tante Joice benar-benar di ambang pintu.
Memang, apabila Jaka menggauli mayat seorang gadis lagi, maka berarti wanita yang terakhir kali berkencan dengannya pasti berada di ambang maut. Kematian akan menjemputnya begitu Jaka menyetubuhi mayat perawan itu!
Jaka tersenyum sinis. ingatannya tertuju pada Tante Joice, wanita yang telah meng
angkat dirinya menjadi seorang gigolo. Sebentar lagi wanita itu akan menghadapi kematian. "Ah kasihan sekali wanita itu, " kata
Jaka ketika sudah berada di dalam pondokannya. "Tapi wanita itu memang serakah. Dan dia akan mati karena keserakahannya sendiri."
*** Selang semalam saja, kegelisahan Tante Joice semakin bertambah parah. Bayangan Jaka selalu hadir di matanya. Dan ia semakin merindukan kehadiran Jaka.
Kerinduan itulah yang membuat Tante Joice lupa pada keanehan yang dirasakannya. Tentang mimpi yang selalu hadir dalam tidurnya. Mimpi yang selalu dialami oleh setiap wanita yang menjadi korban Jaka.
Tetapi bukan keanehan itu saja yang dirasakan Tante Joice. Ia juga merasakan kelainan pada saat melakukan hubungan badan dengan Barly. la sama sekali tidak merasakan hubungan badan itu berlangsung secara wajar. Kecuali perasaan yang aneh.
* Sejak siang hingga sore, Tante Joice mengurung diri di dalam kamar. Ingatannya
selalu tertuju kepada Jaka, dan merindukan kehadiran pemuda tampan itu.
"Tante...," ujar Mince sambil mengetuk pintu kamar Tante Joice.
"Ada apa, Sih?" sahut Tante Joice kesal, karena lamunannya buyar.
"Sorry mengganggu nih," ujar Mince dari balik pintu. "Saya mau pinjam maskaranya. Punya saya habis."
"Apa yang lainnya tidak punya?"
"Hi hi hi"," Mince tertawa mendengar jawaban Tante Joice. "Yang lain kan nggak pulang. Cuma Mince sendiri yang pulang, Kenapa sih Tante ngurung di kamar melulu?" '
"Huh! Dasar...!" rungut Tante Joice sambil beringsut turun dari tempat tidur. la melangkah mendekati pintu, dan membukanya. "Kenapa sih muka Tante kusut bener?" kata Mince ketika pintu sudah terbuka.
"Peduli amat sih kamu, Min...!" Tante Joice memandang Mince dengan tajam. "Ambil sendiri deh, maskaranya. "
Mince segera melangkah masuk, menuju cermin hias milik yang empunya kamar. Tante Joice memperhatikannya sambil mendesah berat. "Anak yang satu ini memang susah diurus!" makinya dalam hati.
"Tante kenapa sih! Ngurung di di kamar terus?" tanya Mince seraya memakai maskara pada alis dan bulu matanya. "Tante pasti deh! Lagi kena batunya...."
"Huh, sok tahu kamu!"
"Alaaah, Tante!" ucap Mince sambil berpaling dan memandang wajah Tante
Joice. "Tante lagi ingat sama Jaka terus kan?"
Tante Joice tersipu, dan segera membalikkan tubuhnya. Kemudian berbaring di tempat tidurnya. Ia tidak ingin Mince tahu perasaannya. Meskipun Mince sendiri sudah berhasil menebaknya.
"Tante nggak usah pura-pura deh! " goda Mince seraya memakai maskara di depan cermin. "Siapa sih yang nggak kesemsem kalau sudah digituin Jaka. "
"Ngawur...!" "Eh, Tante! " Mince memandang Tante Joice dengan tajam. "Saya tahu Tante sedang rindu sama dia. Tante pasti lagi ngingetin kehangatan tubuh Jaka. Iya kan?"
"Kalau iya, kenapa?" sahut Tante Joice agak sewot.
"Lho, jangan sewot gitu dong
"Iya! Kenapa?" Tante Joice memperlembut suaranya.
"Kalau Tante lagi ngerasain gituan, mendingan Tante nggak usah ngurung diri di dalam kamar. Mendingan tante nyari hiburan di luar. Nanti Tante bisa cepat tua deh, kalau ngurung diri di rumah terus."
Tante Joice diam. Ia tidak menimpali ucapan Mince. Dalam hatinya, ia membenarkan kata-kata Mince. Ia memang harus mencari hiburan di luar rumah. Bukankah
dengan menghibur diri, ia dapat melupakan Jaka. Dan, siapa tahu justru ia akan bertemu dengan pemuda idamannya itu.
"Makasih ya, maskaranya," suara Mince datar, namun cukup membuat Tante Joice tersentak. Mince segera berlalu dari hadapan Tante Joice.
Tante Joice masih berbaring di tempat tidurnya. Diliriknya jam weker yang tergeletak di atas meja. "Ah, sudah pukul delapan malam. Lama juga aku berdiam diri di kamar. "
Cepat-cepat Tante Joice bangkit dari duduknya, lalu menyambar handuk dan bergegas menuju kamar mandi. Ia ingin
membersihkan tubuhnya dan keluar rumah malam ini.
*** Barly tampak sudah bersiap-siap pergi ke rumah Tante Joice. Ia ingin menceritakan tentang keanehan yang dialaminya Tentang gatal-gatal pada alat vitalnya karena jentik-jentik sperma yang sudah mati'
Bariy sendiri yakin kalau penyebab semuanya itu adalah Jaka, pemuda misterius itu. Ia tidak pernah merasakan itu, sebelum Jaka menggauli Tante Joice. Pasti pemuda ganteng itu telah meninggalkan sperma orang mati pada tubuh Tante Joice.
Tetapi Barly sendiri tidak habis pikir. Mengapa Jaka meninggalkan sperma mati itu" Bukankah dia belum menjadi mayat" Tapi mengapa spermanya justru sperma mati" Aneh..."!
Barly tak sanggup meneruskan kecamuk pikirannya. ia segera bangkit dari tempat duduknya, dan segera menyambar jaketnya.
"Aku harus segera menceritakan semua ini kepada Tante Joice. Aku takut wanita Itu akan melakukan hubungan badan dengan pemuda aneh itu," kata Barly pada dirinya sendiri.
Cepat-cepat Barly keluar dari rumah kontrakannya, lalu menuju garasi dan mengeluarkan mobilnya dari sana. Barly tidak Ingin buang-buang waktu lagi, ia ingin cepat-cepat menceritakan apa yang telah dialaminya kepada Tante Joice.
Mobil Barly mulai melaju perlahan. Lalu, mobil itu menembus gerimis yang mulai turun.
***

Rahasia Penunggu Kubur Karya Maria Oktaviani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika gerimis turun, Jaka mulai mengayunkan cangkulnya untuk menggali kuburan gadis perawan yang baru saja dimakamkan tadi siang. Suara napas Jaka kedengaran saling memburu, hampir seirama dengan suara tirikan air hujan.
Jaka terus mengayunkan cangkulnya. Ia tidak peduli dengan mimpi buruk yang baru saja dialaminya.
Dalam mimpinya, Jaka bertemu ibunya yang sudah meninggal karena kebrutalan penduduk yang telah membakar rumahnya. Jaka melihat ibunya sedang dicekik oleh wanita-wanita yang pernah menjadi korbannya; Lisa, Mirna, dan Berty.
"Maaak...!" jerit Jaka ketika melihat kejadian itu.
Jaka segera berlari memburu ke arah ibunya. Ia ingin menolongnya. Tapi, baru saja melangkah beberapa tindak, tiba-tiba seseorang merangkul tubuhnya dari belakang. Dan, orang itu adalah lelaki tua penunggu kubur yang telah dibunuhnya.
Jaka meronta. berusaha membebaskan diri dari cekikan laki-laki tua itu. Tapi tangan laki-laki tua itu sangat kuat sekali. Jaka menjerit memanggil ibunya, tapi lehernya tersekat oleh cekikan laki-laki tua itu. Sehingga suara jeritan tak keluar dari mulutnya. Jaka hanya dapat menyaksikan tubuh ibunya yang dibantai oleh ketiga wanita itu.
Jaka berusaha memberontak, tapi cekalan tangan lelaki tua itu kuat sekali. Air mata Jaka terus meleleh, menyaksikan keadaan ibunya.
Ketiga wanita itu menggerogoti terus tubuh ibunya, persis seperti serigala-serigala yang sedang berebut bangkai kijang. Hati Jaka semakin pedih. Tiba-tiba ia melihat ada seorang wanita yang menyelamatkan ibunya. Dan, wanita itu adalah Sariti, wanita yang telah menghancurkan hidupnya.
Tetapi Jaka benar-benar terpesona melihat Sariti" Betapa sangat cantiknya gadis itu, bahkan lebih cantik dari yang sesungguhnya. Dan, Sariti berhasil menolong ibunya. Kemudian mereka pergi, entah ke mana" Begitu juga dengan lelaki tua penggali kuburan yang mencekiknya dari belakang menghilang entah ke mana"
Jaka ingin berlari memburu Sariti dan ibunya. Tapi ketika itu pula mayat-mayat perawan yang pernah disetubuhinya muncul secara tiba-tiba. Jaka terperangah melihat wajah mereka yang tampak menakutkan sekali. Menyeringai, berdesis-desis seperti ular kobra, dan memburunya.
Jaka benar-benar ketakutan. Sementara itu, Sariti membawa ibunya pergi. Jaka menjerit memanggil ibunya, tapi Sariti terus membawanya, kemudian lenyap dari pandangannya.
Jaka menangis, meratapi kepergian ibunya. Tapi mayat-mayat perawan itu memburunya. Mereka tampak sangat bernafsu untuk membunuhnya. Jaka menghindar dengan mundur ke belakang, lalu tubuhnya jatuh ke jurang yang menganga lebar dibelakangnya.
Aneh! Ketika tubuh Jaka terhempas di dasar jurang, ia tidak merasakan apa-apa. Tak ada rasa sakit. Jaka mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, tapi ia tidak dapat melihat dengan jelas.
Jaka bangkit berdiri, melangkah dengan tertatih-tatih. Dan tak berapa lama kemudian, ia menemukan sebuah gua yang sangat gelap dan pekat. Kakinya terus melangkah menembus kegelapan dalam gua itu. Tapi, Jaka tak sanggup meneruskan langkahnya. ia benar-benar tak sanggup menembus kegelapan gua. la terdiam, dan hanya mendengar desah napasnya sendiri.
Jaka melihat cahaya merah yang menerangi gua itu. Ia gelagapan, dan tak tahu
apa yang sedang terjadi. "Jaka...!" Jaka tersentak ketika namanya dipanggil seseorang. Lalu, kepalanya segera berpaling ke arah suara itu. Ia melihat makhluk sinar merah itu berada di belakangnya. Wajah dan seluruh tubuh Jaka menjadi kelihatan merah menyala.
"Jaka! Sinar kehidupanku telah berakhir," sinar merah itu tampak bergoyang goyang. "Pengembaraanmu berakhir sampai di sini! Kau harus kembali ke alammu!"
Jaka tak sempat lagi menimpali kata kata makhluk aneh itu, tiba-tiba sinar merah itu memburu dan menyambar tubuhnya. Jaka merasakan hawa panas, seperti terbakar api. Ia menjerit, dan terjaga dari tidurnya. Mulanya Jaka merasa takut dengan mimpi yang dialaminya. Tapi "perasaan itu lenyap ketika ingatannya tertuju pada mayat perawan yang baru saja dikuburkan siang tadi.
*** Jaka mengeluarkan mayat itu dari dalam petinya tatkala gerimis mulai mereda. Mayat seorang gadis yang tampak cantik. Tubuhnya tidak terbungkus oleh kain kafan, tapi dibungkus gaun putih yang tembus pandang Ah! Mayat itu benar-benar cantik sekali!
*** Jaka tersenyum sinis, memandang mayat yang sudah tergeletak di samping kakinya. Ia segera meraihnya, lalu dibawanya ke dalam pondok. Begitu sampai di sana, ia kembali melakukan kebiasaannya. Menggauli mayat itu, lalu menggunduli kepalanya.
Senyum sinis Jaka kembali mengembang. Ia segera meraih tubuh kaku yang baru saja disetubuhinya. Dan, dibopongnya ke luar pondokannya, untuk dikubur kembali.
Usai Jaka menguburkan mayat itu, ia segera kembali ke pondoknya. Lalu, berdiri di hadapan cermin kusam itu. Ia pun segera
membaca mantera gaib penggugah kharisma indera keenamnya. Setelah membakar
rambut-rambut itu, wajahnya kembali terlihat sangat tampan dan penuh daya pikat.
Jaka tersenyum, dan memandang ketampanan wajahnya di dalam cermin. Ia pun mulai menghiasi dirinya, sehingga tampak seperti seorang pangeran yang baru tiba dari alam gaib.
Malam tampak temaram oleh cahaya bulan. Bintang-bintang mulai pula menampakkan dirinya. Jaka melangkah meninggalkan rumah pondokannya, tapi tidak menuju rumah Tante Joice Karena ia tahu wanita itu akan menemui ajalnya secara mengerikan!
*** 10 Suasana bar yang semula semarak, kini sangat kacau dan panik. Semua pengunjung ngeri memandang keadaan Tante Joice yang tiba-tiba menjerit-jerit seperti orang gila. Dan, tubuhnya menggelembung-gelembung, serta benjol-benjol seperti bisul.
"Ada apa ini" Ada apa?" ujar seorang pengunjung bar yang baru saja tiba. la benar-benar heran melihat suasana yang gaduh dan kacau-balau.
"Ada orang gila mengamuk!" sahut seseorang.
"Mungkin wanita itu terlalu banyak minum!" sahut yang lain lagi.
"Bukan terlalu banyak minum. Saya yakin, wanita itu mungkin keracunan minuman. Lihat saja tubuhnya..!" selak seorang wanita yang mmandang ngeri ke arah Tante Joice.
Tante Joice menjerit-jerit terus sambil berlari ke sana kemari. Meja_meja tampak semrawut, dan acak-acakan tidak karuan. Tante Joice benar-benar tidak mampu menahan hawa panas yang semakin tinggi dan membakar tubuhnya.
Tante Joice pada mulanya tidak merasakan apa-apa Begitu tiba di bar, ia segera memesan minuman kesukaannya, Martini tanpa es. Kemudian ia menikmati minuman itu. Bahkan, ia sempat melantai dengan seorang lelaki yang cukup ganteng.
Tante Joice dapat menikmati dansa dengan lelaki itu. Kemudian ia mulai mersa gerah. Tiba-tiba tubuhnya terasa panas,
padahal AC terdapat di sekitar sudut bar itu.
"Maaf! Saya merasa capek, " kata Tante Joice sambil melepaskan pelukannya pada lelaki pasangan dansanya.
Ia segera melangkah menuju kursi tempat duduknya, sementara lelaki itu sudah tidak mempedulikannya lagi. Begitu tiba di kursinya, Tante Joice segera menenggak Martini. Ia berharap minuman itu dapat
mengusir hawa panas yang seperti membakar dadanya.
la merasa sejuk beberapa saat. Namun sesaat kemudian, kembali merasakan hawa panas. "Ah, mungkin perasaan gerah itu karena pengaruh alkohol!" pikir Tante Joice dalam hati.
Tante Joice bangkit untuk memesan Coca-cola dingin. Setelah mendapat pesanannya, kembali ia duduk di kursi. Dirasakannya rasa sejuk. Tapi, rasa sejuk itu berlangsung sesaat. Tante Joice kembali merasakan hawa panas, bahkan lebih panas lagi. Seperti dipanggang di atas bara api saja rasanya.
"Oh...! Ada apa ini. " Tante Joice mulai takut. "Mengapa tubuhku panas seperti ini?"
Tante Joice memandangi kulit tangannya yang sudah tampak bersemu merah. Agaknya, hawa panas itu telah membuatnya seperti itu. ingatannya mulai tertuju kepada mimpi yang menakutkan itu. Mimpi yang selalu hadir dalam tidurnya, sejak ia melakukan hubungan badan dengan Jaka.
Dan ingatan Tante Joice mulai tertuju kepada kematian Lisa, Mirna, dan Berty. Maka Tante Joice pun semakin ketakutan, dan mulai menyesali kecerobohannya atau mungkin keserakahannya. Mengapa ia harus memaksa Jaka untuk tidur bersamanya..."!
"Oh...!" Tante Joice mendesah, resah. Rasa panas semakin memanggang tubuhnya. Dan kulitnya makin bersemu merah.
Beberapa orang pengunjung mulai memperhatikannya. Sorot mata mereka tampak penuh rasa heran melihat keadaan Tante Joice.
"Hai! Apa yang terjadi dengan wanita itu?" kata seseorang yang sejak tadi memperhatikannya. "Aneh sekali"!"
Tante Joice tidak peduli dengan katakata orang itu. Rasa panas makin memnggang tubuhnya. Ia ingin bangkit dan pergi meninggalkan tempat itu, tapi hawa panas benar-benar menyiksanya.
Bayangn wajah Jaka hadir di pelupuk mata Tante Joice. Ia mulai sadar, kalau
yang menyebabkan semua ini adalah Jaka. Tante Joice ingin memakinya, tapi tak ada gunanya lagi.
Tante Joice tak sanggup menahan hawa panas itu. Ia bangkit dari tempat duduknya seraya tangannya menyapu botol-botol dan gelas yang terletak di atas meja, hingga jatuh ke lantai. Karuan saja suara botol dan gelas yang pecah itu membuat suasana menjadi gaduh!
"Panaaas..!" jerit Tante Joice.
Semua orang berpaling ke arah Tante Joice yang mulai berlari ke sana kemari sambil menjerit-jerit. Para pengunjung bar benar-benar heran menyaksikan keadaan Tante Joice yang seperti orang kalap itu.
Meskipun Tante Joice tahu kalau penyebabnya adalah Jaka, tapi ia tidak tahu kalau dirinya akan menjadi tumbal pembangkit kharisma indera keenam Jaka, yang berupa ketampanan dan daya pikat"
Tante Joice masih menjerit-jerit sambil berlari ke sana kemari, menabrak meja dan kursi. Ia tidak peduli dengan orang-orang
yang berjejer memperhatikannya,
"Jakaaa...!" jerit Tante Joice sambil menjatuhkan dirinya di atas lantai.
Orang-orang tampak saling pandang satu dengan yang lain ketika mendengar jeritan itu. Mereka tahu Tante Joice memanggil nama seseorang. Jaka! Siapa orang itu" Kekasihnya" Atau mungkin suaminya. pikir mereka.
Tante Joice mulai berguling-guling di atas lantai. Kini bukan hanya tangan dan tubuhnya yang benjol-benjol, tapi wajahnya yang cantik berubah menjadi sangat jelek, persis kulit kodok buduk! Dan, tentu saja keadaan itu mengundang perasaan ngeri bagi orang-orang yang melihatnya.
"Apa sudah ada yang menelepon polisi?" kata seseorang.
"Mungkin belum!" sahut yang lain.
"Biar saya yang telepon, Pak!" ujar seorang pemuda. Lalu, ia bergegas meninggalkan tempat itu.
Suasana benar-benar ricuh. Suara jerit wanita saling bersahutan, menyaksikan keadaan tubuh Tante Joice yang mengerikan itu. Benjol-benjol dan sangat menjijikkan.
Tante Joice terus berguling-guling dan merintih-rintih. Benjolan-benjolan pada kulit di seluruh tubuhnya makin bertambah besar, karena suhu tubuhnya semakin memanas.
"Aaa...!" jerit Tante Joice ketika benjolan-benjolan itu mulai memecah satu demi satu. Darah segar pun memuncrat!
Beberapa orang wanita yang menyaksikan kejadian itu memekik histeris. Mereka benar-benar ngeri dan jijik menyaksikan kejadian itu.
Tubuh Tante Joice tampak menggelepar-gelepar. Rintihannya terdengar sangat memilukan. Seluruh tubuhnya sudah bersimbah darah. Sedangkan hidung dan bibirnya tampak terkelupas kulitnya, karena benjolannya sudah pecah. Mengerikan sekali!
Beberapa saat kemudian, Tante Joice
tak mampu lagi menahan penderitaannya. Gerakan tubuhnya mulai perlahan, dan mulutnya tidak lagi mengeluarkan rintihan rintihan. Wanita itu tewas dengan cara yang mengerikan. Hampir seluruh kulit tUbuhnya terkelupas, seperti tubuh seekor kerbau yang baru dikuliti!
Orang-orang yang berada di sana, tampak memandang ngeri menyaksikan kejadian tersebut. Seperti juga tiga orang polisi yang baru saja tiba. Mereka tidak tahu penyebab kematian Tante Joice. Mereka hanya tahu kalau kematian wanita malang itu sangat mengerikan sekali.
*** Mulut Mince ternganga sedikit ketika melihat kehadiran Jaka di hadapannya. la
hampir-hampir tidak percaya melihat kedatangan pemuda tampan itu.
"Hai...!" sapa Mince dengan suara lembut, selembut senyum di bibirnya. Jaka membalas senyum itu dengan
ulasan senyumnya yang lebih lembut dan manis. Sehingga membuat hati Mince tergetar karenanya.
Jaka kembali tersenyum sambil menganggukkan kepala dengan lembut. la merapatkan tubuhnya pada tubuh Mince. Ketika itulah Mince mulai merasakan kehangatan yang tidak pernah dirasakannya.
Getaran-getaran di dalam hati Mince makin tidak menentu. la tidak sadar kalau dirinya telah terpikat oleh kharisma gaib milik Jaka, si penunggu kubur itu. Dan, Mince pun lebih mendekatkan lagi tubuhnya pada tubuh Jaka.
"Hai, Min...!" tegur Tini yang tiba-tiba muncul sambil nyengir-nyengir. Mince tersentak dan mengangkat wajahnya.
"Mimpimu kesampean juga ya, Min," goda Tini genit. Kemudian ia mendekatkan tubuhnya, membisiki telinga Mince. "Kasih tahu aku kalau sudah, ya. "
"Ah, kau!" rungut Mince dengan senyum yang mengembang.
Tini mengedipkan sebelah matanya pada Jaka. Lalu, segera berlalu sambil tersenyum genit. Jaka membalasnya dengan seulas senyuman yang manis. Setelah itu ia
140 kembali memandangi Mince, wanita yang akan menjadi tumbalnya.
"Ah...!" desah Mince sambil menepiskan wajah Jaka. la benar-benar tidak tahan melihat sorot mata Jaka yang kharismatik itu.
"Kenapa...?" tanya Jaka seraya tersenyum. "Kau tidak suka?"
"Kelewat suka. "
"Ah...!" Jaka mendesah, dan dipeluknya tubuh Mince erat-erat.
Mince membalas pelukan Jaka dengan erat pula. Ia tidak peduli lagi dengan kawan-kawannya yang memandang iri padanya. Mince sudah benar-benar terjerat oleh daya pikat gaib milik Jaka.
"Kita pindah ke kamar!" ujar Mince yang 'sudah tak mampu menahan gejolak hatinya. Ia segera menarik tangan Jaka dengan lembut. Jaka menurut saja.
Beberapa orang WTS memandang iri kepada Mince, ketika perempuan itu menggandeng tangan Jaka, dan membawanya ke dalam kamar. Begitu tiba di sana, Mince
mulai mendaki puncak kenikmatan bersama Jaka.
*** Barly berkali-kali mengetuk pintu dan memanggil nama Tante Joice. Tapi tidak ada sahutan sama sekali.
"Ke mana perginya...?" desis Barly setelah merasa yakin kalau Tante Joice tidak ada di dalam. "Ah, mungkin dia ke sana. "
Barly segera beranjak pergi. la yakin kalau Tante Joice berada di tempat bordilnya. Maka, mobilnya segera melaju menuju ke tempat itu.
Setelah tiba di rumah bordil milik Tante Joice, Barly segera turun dari mobilnya, lalu bergegas melangkah masuk. Ia mengira Tante Joice berada di situ.
"Tumben Oom Barly datang kemari?" sapa Tini ketika melihat kedatangan Barly.
Barly hanya tersenyum. "Tante Joice kemari?" tanyanya kepada
Tini. "ndak tuh!" Tini memandang tajam pada Barly
'Ke mana ya...?" Barly mengerutkan kening"Apa mungkin dia bersama Jaka. Tapi...."
"Jaka?" potong Tini.
"Kenapa...?" "Dia barusan datang kemari...."
"Jaka"!" Barly tidak percaya.
"Iya...!" tandas Tini. "Sekarang dia lagi ngamar dengan Mince. "
"Astaga!" mata Bady melotot.
"Kenapa, Oom" Ada apa dengan Jaka?" Tini mulai heran. '
Barly segera menarik lengan Tini. Dibawanya ke sudut mangan yang sepi.
"Kau tahu...," suara Barly bergetar. "Barangkali Jaka itu bukan manusia."
"Ah, masak!" Tini mengerutkan keningnya sambil memandang Barly dengan tajam. "Maksud Oom gimana sih?"
Barly mendesah berat. Setelah itu ia mulai menceritakan pengalaman yang pernah dialaminya. Tentang alat vitalnya yang tiba-tiba gatal setelah melakukan hubungan badan dengan Tante Joice. Dan, itu terjadi setelah Tante Joice digauli oleh Jaka.
"Lalu, Jaka itu siapa ya?" tanya Tini setelah mendengar cerita Barly. Keningnya masih tampak berkerut-kerut.
"Mungkin hantu atau mayat hidup," ujar Barly sambil menatap Tini dengan tajam. "Kita harus menjebaknya, Tini!"
"Lapor polisi?" Tini balas menatap.
"Tidak perlu! Kita belum punya bukti bukti yang kuat Kita tidak boleh sembrono."
"Lalu bagaimana?" Tini mengerutkan keningnya. "Apa kita harus menggerebeknya, lalu menangkapnya?"
"Tidak perlu...!" sahut Barly dengan suara yang bergetar. "Kita biarkan saja Jaka di kamar itu. Kita kunci pintunya dari luar. Aku yakin dia tidak dapat meloloskan diri. Kamar itu kan tidak berjendela, baru kita temui Tante Joice."
"Lalu, bagaimana dengan Mince?" Tini
"Ah, sudahlah. Jangan pikirkan dia dulu," Barly menyipitkan matanya. "Yang penting, kita harus dapat mengungkap siapa Jaka yang Sesungguhnya,"
Barly berniat menjebak Jaka! Setelah pemuda itu menerima kunci kamar dari tangan Tini, ia segera mengunci pintu kamar Mince. Sementara di dalam kamar, dua orang yang sedang memacu puncak kenikmatan, tak tahu kalau pintu kamarnya telah dikunci dari luar.
*** Jaka memandangi tubuh Mince yang telentang di atas tempat tidur. Mince benar benar tertidur dengan pulas. Memang begitulah keadaan setiap wanita yang selesai digaulinya.
Jaka tersenyum sinis sambil mengenakan pakaiannya kembali. Setelah itu, ia melangkah dan menarik slot kunci. Tapi ketika ia menekan dan menarik handel, temyata pintu telah terkunci.
Jaka tidak tahu kalau Barly telah mengunci pintu itu dari luar. Barly dan Tini tampak menunggu di balik pintu itu. Mereka saling memandang cemas ketika melihat handel pintu bergerak gerak.
"Ah, sial! Pintu ini terkunci," sungut Jaka sambil menghentakkan bandel pintu. "Mungkin Mince yang menguncinya. "
Cepat-cepat Jaka membalikkan tubuhnya, lalu melangkah menghampiri tas Mince.
_Jaka makin cemas. Kembali ia mendekati pintu. Kemudian handel pintu dihentakkannya dengan kasar. Tapi, pintu itu tetap tidak terbuka.
Jaka melirik jam tangannya. Ah, hari sudah hampir pagi. Jaka makin cemas, ia kembali menghentak-hentakkan handel pintu dengan kasar. hingga menimbulkan suara berderak ribut. Namun tetap saja pintu tidak bisa dibuka.
Barly dan Tini yang menunggu di balik pintu, diam dan tak berkata-kata. Mereka hanya saling memandang cemas. Barly mulai yakin, pasti ada sesuatu yang tidak beres pada diri Jaka.
Ia mulai yakin dengan apa yang menjadi perkiraannya. Jaka pasti bukan manusia! Bukankah selama ini ia selalu datang pada malam hari" Dan, selalu pergi secara misterius setelah menggauli korbannya"
Waktu terus berjalan. Jaka makin gelisah. la benar-benar takut dengan sinar matahari. Karena kharismanya tidak dapat bertahan bila terkena sinar matahari. Bahkan wujudnya yang asli akan berubah.
"Bukaaa...!" teriak Jaka sambil menggedor-gedor daun pintu. Suaranya menggema di sekitar ruangan. "Bukaaa...!"
Beberapa orang WTS berlarian ke arah
sumber suara. Mereka ingin tahu apa yang sedang terjadi. Begitu tiba di sana, mereka melihat Barly dan Tini sedang berdiri di balik daun pintu. Dan Barly segera mengisyaratkan agar mereka diam.
Jaka benar-benar kesal, tangan dan kakinya terus menggedor-gedor daun pintu. Tapi, pintu itu tetap tak terbuka. Kalau saja arah engsel pintu membuka keluar, mungkin pintu itu sudah dapat dijebolnya. Tapi sayang, engsel pintu arahnya membuka ke dalam.
Pemuda itu mulai dicekam rasa takut. ingatannya tertuju pada mimpi yang dialaminya. Mimpi bertemu ibunya yang sudah mati.
Jaka mendesah berat, dan kembali menggedor-gedor daun pintu. Tapi, tidak seorang pun yang membukakannya.
"Bukaaa...!" suara Jaka menghentak keras.
Barly memandang wajah Tini yang tampak cemas, seperti iuga wajah-wajah WTS lainnya. Mereka memang tidak mengerti, mengapa Barly mengurung pemuda ganteng itu" Kecuali Tini yang sudah tahu duduk persoalan yang sesungguhnya.
"Bukaaa...!" suara Jaka kembali menghentak, membelah kesunyian rumah bordil
itu. Untung tidak ada tamu yang menginap malam itu.
Rasa takut mencekik leher Jaka. la mengira Mince telah menjebaknya. Jaka membalikkan tubuhnya, ia ingin membantai tubuh Mince yang masih tertidur pulas itu. Namun ketika Jaka akan melakukan
niatnya, tiba-tiba ia melihat kehadiran tiga orang wanita yang telah dikenalnya; Lisa, Mirna, dan Berty.
Langkah Jaka tertahan. Matanya memandang nanar ke arah tiga sosok wanita itu. Wajah-wajah mereka tampak sangat menakutkan. Kulitnya mengelupas dengan darah di sekujur tubuhnya.
'Tidaaak...!" teriak Jaka dengan suara bergetar. Matanya memandang nanar pada wajah-wajah yang menakutkan itu.
Jaka tersentak ketika tiga 'sosok yang menakutkan itu melangkah mendekatinya. Mulut mereka menyeringai, menunjukkan gigi yang runcing-runcing. Desah napas mereka terdengar berirama, dengan pandangan mata yang memancarkan nafsu ingin membunuh.
" tidak!" Jaka melangkah mundur. Suaranya semakin bergetar.
Entah mengapa, tiba-tiba Jaka dicekam perasaan takut. Padahal, ia tidak pernah mengalami perasaan seperti itu. Selama ini. sepertinya ia telah menjalin persahabatan
dengan makhluk halus. Ia tidur seorang diri di dalam rumah pondokannya yang terselip di antara makam-makam manusia! Bahkan ia sering mendengar suara-suara rintih kesakitan para penghuni kubur, tapi Jaka tidak pernah merasa takut.
Sosok-sosok menakutkan itu terus memburu Jaka. Tangan-tangan mereka terangkat, dengan posisi ingin mencekik. Jaka benar-benar ngeri melihatnya, dan melangkah mundur. Sehingga tubuhnya membentur dinding kamar. Jaka terpojok!
Mulut-mulut wanita itu menyeringai tajam, sehingga menampakkan gigi-gigi yang runcing. Mereka benar-benar ingin membunuh Jaka, pemuda misterius yang telah membunuh mereka.
Tangan Jaka menggapai gapai dinding kamar, mencoba mencari tempat berpegangan. Sosok-sosok menakutkan itu makin dekat. Jaka benar-benar terpojok, dan tidak dapat lagi menyelamatkan diri. Dan, tangan-tangan tiga sosok yang menakutkan itu benar-benar akan mencekik dan mencabik-cabik tubuhnya.
"Tidaaak...!" jerit Jaka ketika tangan tangan wanita itu akan menjamah tubuhnya. Jaka memejamkan matanya, sepertinya siap menerima kematian.
"Oom Barly...!" kata Tini bagai merintih, ketika mendengar suara jeritan Jaka. Ia merasa khawatir dengan keadaan Mince.
Barly memandang wajah Tini, dan memberi isyarat agar tetap diam. Dalam hati, lelaki itu cemas juga dengan keadaan Mince. Tapi ia benar-benar penasaran, dan ingin mengungkapkan siapa Jaka sesungguhnya.
Sementara di dalam kamar, ketika Jaka membuka kelopak matanya, ia tidak melihat lagi sosok-sosok menakutkan itu. Wanita-wanita aneh itu sudah menghilang. Aneh!
Mata Jaka terbelalak menyaksikan itu. Napasnya mendesah-desah tidak beraturan. Ia baru sadar kalau bayangan wanita wanita itu hanya ada dalam bola matanya.
Mungkin karena ia telah mengingat mimpinya yang menyeramkan itu. Atau, mungkin sosok wanita-wanita itu memang hadir, tapi mereka sengaja hanya ingin menakut nakuti Jaka.
Dada Jaka tampak turun naik. Jaka melirik jam tangannya. Wajahnya terlihat pucat karena sebentar lagi matahari akan muncul. Maka, cepat cepat Jaka menghambur ke arah pintu. Dan tubuhnya segera dihempaskan ke pintu. Tapi, pintu itu tetap tak terbuka. Jaka semakin panik.
"Bukaaa..., buka pintuuu...!" suara Jaka menghentak keras seraya membenturkan tubuhnya pada daun pintu.
Barly tidak ambil peduli dengan teriakan Jaka. Ia hanya diam sambil memandangi wajah-wajah WTS yang tampak pucat" Mereka benar-benar cemas, takut terjadi apa apa dengan Mince.
Napas Jaka memburu tidak beraturan, seperti derap kaki kuda yang sedang berkejaran. Jaka kembali membalikkan tubuhnya. Ia ingin membantai tubuh Mince. la merasa kalau Mince telah menjebaknya.
Tapi ketika pandangannya jatuh pada tubuh wanita itu, ia tidak lagi melihat wajah Mince. Yang dilihatnya, wajah Sariti yang sedang menangis. Aneh sekali!
Jaka terbelalak heran. la memandang titik-titik air mata Sariti yang berupa darah!
"Sariti...!" panggil Jaka dengan suara lirih. Hatinya benar-benar iba melihat wanita yang sangat dicintainya itu.
Sariti terus menangis. Sepertinya ia menyesali nasib yang telah menimpa Jaka. Mengapa ia harus membenci setiap wanita..."
"Sariti...!" lirih sekali suara Jaka. la benar-benar tak tahan melihat tangis Sariti. Ia ingin melangkah mendapatkan Santi. Namun, baru saja kakinya hendak bergerak, tiba-tiba wanita itu menghilang. Kini yang dilihatnya hanya tubuh Mince yang tergolek pulas!
Jaka tidak percaya. Dipandanginya tubuh Mince lekat-lekat seperti ingin meyakinkan penglihatannya.
Jaka mendesah berat. ia kesal dengan penglihatannya. Karena yang tergolek pulas itu bukanlah wajah Sariti, kekasihnya. Tetapi wajah Mince yang akan menjadi tumbal dan pelampiasan dendamnya terhadap wanita. Fajar mulai muncul. Dan seiring dengan kemunculannya, maka lenyaplah kharisma gaib Jaka. Perlahan-lahan wajahnya yang tampan berubah menjadi sangat buruk. Wajah seorang penunggu kubur yang menyeramkan!
"Tidaaak...!" jerit Jaka setelah menyadari perubahan wujudnya. la pun segera menghambur dan merenggut tubuh Mince dengan kasar, sehingga membuat perempuan itu terjaga dari tidurnya.
"Ma...!" Mince terpekik ketika melihat wajah buruk di hadapannya. Ia tidak tahu kalau itu adalah wajah Jaka yang sesungguhnya.
"Tolong... Tolooong...!" Mince berlari menghindari tubuh Jaka. Ia tidak peduli kalau tubuhnya dalam keadaan bugil.
"Bukaaa.... Buka pintuuu..." jerit Mince begitu tiba di pintu. Tangannya menggedor-gedor dengan keras.
"Aaa...!" jerit Mince lagi. ketika Jaka merenggut tubuhnya dengan kasar. 'Tidaaak.... Jangaaan...!"
Sementara itu, wajah-wajah di balik pintu tampak cemas ketika mendengar jeritan Mince. Mereka mengkhawatirkan nasib rekannya.
"Mince, Oom...!" rintih Tini dengan suara bergetar karena mengkhawatirkan Mince.
Barly diam, namun hatinya semakin khawatir pada Mince. Dipandanginya wajah Tini dengan sorot mata yang sendu.
"Mince...!" Tini mengguncang tubuh Barly. "Kita harus segera menolongnya! Kita harus membuka pintu kamar ini, dan menyelamatkannya!"
Tini terus mengguncang-guncang tubuh Barly. la benar-benar merasa cemas akan nasib Mince. Dan, Tini pun tak sanggup lagi untuk membendung air matanya. Ia pun menangis. Sedangkan Barty tetap diam dengan kunci di tangannya.
Mereka tidak lagi mendengar jeritan Mince. Karena Jaka yang kini wajahnya telah kembali ke asalnya itu telah mencekik lehernya dari belakang. Mince meronta ronta, tapi cekikan Jaka benar-benar kuat.
Jaka terus mencekik leher Mince yang jenjang. Wanita itu berusaha melepaskan cekikan dengan meronta-ronta, tapi Jaka tidak peduli. Ia berniat membunuh Mince, karena menduga kalau Mince telah menjebaknya. Di samping itu, Jaka ingin melampiaskan dendamnya kepada setiap wanita!
Mince tak sanggup lagi melepaskan cekikan tangan Jaka. Napasnya tersengal-sengal, lalu tubuhnya lemas dan melorot ke lantai ketika Jaka melepaskan cekikannya.
Aneh! Jaka tak jadi membunuh Mince. ia malah menjauhi tubuh wanita itu. Tiba tiba Jaka menjerit-jerit dan berlarian ke sana kemari. Ia tidak mampu menahan hawa panas pada tubuhnya.
"Panaaaas... Panaaas...!" teriak Jaka
sambil menghamburkan tubuhnya pada daun pintu, sehingga menimbulkan suara berdetak keras.
Tetap Barly tetap tidak membuka pintu itu. Ia hanya diam sambil memandang wajah Tini yang tampak pucat. Begitu juga dengan wajah kawan-kawannya.
Sementara itu di dalam kamar, Jaka sudah benar-benar kepayahan menahan hawa panas pada tubuhnya. Ia tidak sanggup lagi berlarian ke sana kemari, dan tak mampu lagi menjerit. Tubuh Jaka telentang di atas lantai sambil menggeliat-geliat, seperti seekor kambing yang baru saja disembelih.
Aneh! Tubuh Jaka tidak tampak benjol-benjol seperti korbannya; Lisa, Mirna, Berty, atau Tante Joice. Mereka menemui ajal didahului rasa panas yang menyengat. lalu kulitnya benjol-benjol dan pecah satu persatu. Berbeda dengan peristiwa yang menimpa Jaka, ia tidak mengalami hal itu.
Tetapi tubuh Jaka menyusut dan berubah menjadi abu karena sinar kehidupan-nya telah lenyap ketika matahari muncul.
Sinar kehidupan itu yang membuat Jaka bertahan hidup dengan wajah buruk, dan berkesempatan membalas dendam terhadap wanita!
Agaknya mimpi Jaka benar-benar menjadi kenyataan. Makhluk bersinar merah itu telah mengambil sinar kehidupan yang pernah diberikan kepada Jaka.
*** Begitu pintu kamar Mince dibuka, Barly benar-benar ternganga menyaksikan pemandangan didalam kamar itu. Begitu juga dengan Tini dan kawan-kawannya Mereka tidak lagi melihat Jaka yang tampan, melainkan seonggok abu yang berbentuk tubuh manusia yang sedang telentang!
"Aneh sekali!" gumam Barly penuh rasa heran.
Tidak satu pun orang yang hadir di dalam kamar itu menimpali ucapan Barly. Semuanya terpaku dengan hati diliputi Perasaan takut, ngeri, dan heran.
"Minceee...!" pekik Tini tiba-tiba ketika melihat tubuh Mince tergolek di sudut kamar. Ia segera menghambur dan meme luk tubuh rekannya, dan disusul teman teman Tini yang lain.
Mereka tak tahu dengan kejadian yang telah menimpa diri Mince. Mereka hanya tahu kalau Mince menjerit-jerit minta tolong.
"Mince, Oom...!" Mince memandang wajah Barly dengan sendu sambil mendekap erat tubuh Mince yang pingsan.
'Ternyata dugaanku benar. Jaka memang bukan makhluk hidup! Dan sekarang pemuda itu sudah kembali ke alamnya," kata Barly, setengah bergumam. Sepertinya ia tidak mendengar ucapan Tini tadi.
Sorot mata Barly tampak sendu, seperti juga sorot mata Tini. Mereka sama-sama
memperhatikan Mince yang belum sadarkan diri. Hati mereka sudah tenang. Pemuda siluman yang telah banyak memakan korban nyawa itu telah kembali ke alamnya.
SELESAI Kucing Suruhan 4 The Iron Fey 1 The Iron King Karya Julie Kagawa Keponakan Penyihir 3

Cari Blog Ini