Ceritasilat Novel Online

Sekte Teratai Putih 10

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp Bagian 10


hiduplah damai dengan siapa saja."
Kawanan Ninja itu tadinya tetap saja
mengamuk meskipun Sebun Beng sudah
berseru mengajak berdamai berulang-ulang.
Bisa dimaklumi karena bahasanya berbeda.
Namun bahasa yang digunakan Liu Yok kini juga
sama dengan bahasa yang digunakan Sebun
Beng, meskipun logatnya berbeda. Tetapi kali
ini kawanan Ninja itu seperti jatuh di bawah
per-bawa yang tidak mereka kenal sendiri,
sehingga mereka menurut saja. Mereka pun
Sekte Teratai Putih 17 15 mengeloyor pergi, menyusul dua teman mereka
yang sudah kabur lebih dulu.
Sebun Beng, Wan Lui dan Sun Cu-kiok sudah
tidak heran lagi. Kalau Lui Yok bisa berkata
kepada semut dan semut itu "mengerti", apalagi
kepada sesama manusia meskipun berbeda
bangsanya dan bahasanya. Namun Wan Lui agaknya masih keberatan
membiarkan orang-orang itu pergi begitu saja.
Katanya, "Saudara Liu, aku harus menangkap
salah seorang dari mereka, untuk membongkar
sebuah komplotan dalam istana yang
membahayakan negara. Aku hanya akan
menanyainya, tidak menyiksanya."
Lucu juga, Wan Lui seorang jenderal
kesayangan Kaisar yang begitu berkuasa, kali
ini seolah-olah memohon kepada Liu Yok.
Liu Yok bertanya, "Apakah Saudara Wan
mengerti bahasa mereka, sehingga bermaksud
menanyai mereka?" "Aku akan membawanya ke istana, di antara
orang-orangku ada yang mengerti bahasa
Jepang." Sekte Teratai Putih 17 16 "Saudara Wan seorang panglima, kalau ingin
bertindak apa-apa tidak perlu minta ijin
kepadaku. Tetapi kalau aku boleh berpendapat,
sekedar berpendapat tanpa maksud menghalangi tugas-tugas Saudara Wan, janganlah sesuatu yang tidak baik itu dibalas
dengan sesuatu yang tidak baik pula, nanti
kehidupan manusia di dunia ini semakin rusak
karena orang-orang semakin tidak mempercayai. Orang-orang nanti akan saling
berhubungan yang nampaknya baik hanya
untuk saling mengintai kesempatan bagi diri
sendiri atau mencari kelengahan lawan.
Komplotan istana itu barangkali memang jahat,
tetapi jangan menghadapinya dengan cara yang
sama jahatnya, menangkap dan memaksa
bicara. Lebih baik kita percaya, setidak-tidaknya
belajar mempercayai, bahwa sesuatu yang jahat
itu takkan dapat bertahan lama, takkan bisa
bertahan cahaya kebenaran."
Wan Lui garuk-garuk kepala mendengar
"ceramah" itu. Kedengarannya terlalu ganjil dan
terlalu "jauh di langit" dibandingkan keadaan
Sekte Teratai Putih 17 17 yang sedang dihadapi Wan Lui di bumi yang
penuh kelicikan dan keserakahan serta
kekejaman ini. Tetapi toh Wan Lui ternyata
tidak berani mengabaikan nasehat itu,
meskipun sebenarnya kalau mau dia masih
sempat mengejar dan menangkap salah seorang
Ninja tadi. Bukankah Liu Yok sendiri bilang
sekedar menganjurkan dan tidak akan
menghalangi tindakannya" Toh Wan Lui tidak
beranjak dari tempatnya. Ia lebih suka duduk
dan merenungi kata-kata Liu Yok itu. Kata-kata
yang sebenarnya sesuai dengan keyakinan
agama yang dianut Wan Lui, namun sedikit
sekali dipraktekkan oleh Wan Lui karena tugastugasnya menuntut beberapa hal "praktis"
sehingga keyakinan hati-nurani terpaksa
dikesampingkan. Mereka kemudian menguburkan tubuh Thia
To-sai. Keesokan harinya, mereka melanjutkan
perjalanan. Setelah matinya Thia To-sai, mereka
jadi berempat kembali, dengan tujuan yang
belum berubah, yaitu ke tempat upacara
Sekte Teratai Putih 17 18 tahunan kaum Pek-lian-kau untuk membebaskan Nona Sun Pek-lian, adik Sun Cukiok. Sedang buat Wan Lui ada pekerjaan
sampingan, yaitu mencoba melacak jejak
sebuah komplotan yang merampas batanganbatangan emas milik pemerintah kerajaan, yang
Wan Lui yakini bahwa komplotan itu didalangi
dari istana. Meskipun Wan Lui bertekad akan
belajar menuruti anjuran Liu Yok untuk tidak
"menggunakan yang jahat untuk menandingi
yang juga jahat", tetapi tujuan yang dipikulnya
sendiri oleh Kaisar itu tidak dapat diubah.
Makin dekat ke Pegunungan Kiu-liong-san,
Wan Lui memperingatkan teman-teman
seperjalanannya, bahwa kemungkinan besar
mereka sudah diawasi orang-orang Pek-liankau.
Mereka masih saja menyelusuri jalan
pegunungan yang sepi, jarang bertemu tempat
kediaman orang. Tengah hari di hari perjalanan keempat itu,
tiba-tiba mereka menjumpai sesuatu di tengah
jalan. Sekte Teratai Putih 17 19 Yaitu dua mayat manusia yang sama-sama
berbaju hitam, tetapi baju hitam-nye berbeda
satu sama lain. Yang satu baju hitam dari ubunubun kepala sampai ke kaki* kakinya memakai
sepatu yang bagian jempolnya terbelah, jelas
itulah pakaian kaum Ninja seperti yang
semalam bertempur dengan Sebun Beng dan
Wan Lui. Mayat yang satu lagi juga berbaju
hitam namun tanpa kedok, dada baju sebelah
kirinya bersulan sekuntum teratai putih. Itulah
tanda anggota Pek-lian-kau. Melihat posisi
kedua mayat itu, agaknya mereka mati sampyuh
dalam perkelahian. Mayat mereka tergeletak
miring dan saling berhadapan. Pedang Si Ninja
menembus tubuh si anggota Pek-lian-kau,
sebaliknya lembing pendek si anggota Pek-liankau juga menembus pinggang Si Ninja. Di
sekitar mereka juga acak-acakan, seperti baru
saja ada perkelahian dahsyat antara dua
kelompok manusia, banyak tetesan darah. Di
sekitar gelanggang juga bergeletakan beberapa
boneka sepanjang sejengkal. Boneka-boneka itu
pun bisa dibagi dua golongan, sebagian boneka
Sekte Teratai Putih 17 20 rumput yang bisa dikenali khas Pek-!ian-kau.
Boneka-boneka lainnya dari kain hitam.
Liu Yok menggeleng-geleng kepala melihat
keadaan tempat itu, "Mudah-mudahan masih
tersisa cukup banyak manusia di bumi ini yang
percaya bahwa penyelesaian persoalan tidak
harus dengan senjata."
Sementara Wan Lui agaknya tertarik kepada
boneka-boneka kain hitam itu. Dipungutnya
sebuah, lalu dibolak-baliknya.
"Apa yang menarik perhatianmu, A-Lui?"
tanya Sebun Beng. "Boneka-boneka kain hitam kecil ini
diketemukan oleh anak buahku di tempat
terjadinya perampokan emas itu."
"Dugaanmu?" "Makin jelas sekarang gambarannya. Yang
merampas emas itu agaknya memang bukan
pihak Pek-lian-kau, meskipun di tempat
perampokan itu terdapat bendera Jit-goat-ki
dan Pek-lian-ki yang sengaja ditinggalkan.
Perampok-perampok itu adalah komplotan
yang menyewa tenaga dari Jepang ini.
Sekte Teratai Putih 17 21 Kebetulan kaum Ninja juga punya kemahiran
yang mirip dengan orang Pek-lian-kau, yaitu
menghidupkan boneka-boneka. Kini, antara
komplotan itu dan Pek-lian-kau agaknya
bermusuhan." "Jadi kita agaknya terlibat dalam permainan
segitiga?" "Ya. Kita adalah salah satu dari tiga pihak
yang bermain itu." "Bagaimana dengan mayat-mayat ini?"
Bagaimanapun juga, meski tidak di-anjuranjurkan oleh Liu Yok, namun Se-bun Beng dan
Wan Lui tidak tega kalau mayat sesama
manusia itu malam nanti bakal dicabik-cabik
hewan-hewan liar. Maka mereka berempat pun
mulai menggali lubang di tanah untuk
memakamkan mereka. Habis itu mereka
mencuci tangan di sebuah sungai kecil dan
mulai duduk menikmati bekal mereka.
Selagi mereka menikmati bekal, tiba-tiba dari
arah depan terlihat ada seseorang melangkah
datang. Seorang yang memakai caping,
memakai mantel, dan menjinjing pedang.
Sekte Teratai Putih 17 22 Sambil melangkah mendekat, orang yang
dari depan itu memanggil-manggil, "Paman
Beng! Kakak Yok!" Semuanya tercengang karena orang itu
ternyata adalah Auyang Hou, yang beberapa
hari yang lalu hilang begitu saja dari rumah
kediaman Kwa Cin-beng. Kini tiba-tiba muncul
secara mengejutkan di tengah pegunungan ini.
Begitu dekat, Auyang Hou tidak lupa juga
memberi hormat kepada Wan Lui dan Sun Cukiok, "Jenderal Wan! Nona Sun! Selamat ketemu
lagi!" Bagaimanapun menjemukannya Auyang Hou
sebagai pembual dan pakaian serta lagaknya
yang sok pendekar terkenal itu, namun Wan Lui
dan Sun Cu-kiok ikut menguatirkan keselamatannya juga ketika Auyang Hou hilang.
Dan kini mereka ikut senang juga ketika melihat
Auyang Hou sudah kembali.
Tegur-sapa berlangsung dengan hangat, lalu
Auyang Hou pun duduk di antara mereka.
Sambil berbicara, ia tidak melepaskan caping
lebarnya, seolah-olah menyembunyikan sosok
Sekte Teratai Putih 17 23 wajahnya terutama sorot matanya dari tatapan
menyelidik orang-orang di hadapannya.
"Kamu bikin bingung saja...." kata Sebun
Beng, seperti menyesali, tetapi juga kentara
kalau lega. "Siapa sebenarnya yang menculikmu?" "Hui-heng-si Nyo Jiok."
Tokoh nomor dua Pek-lian-kau Sekte Utara?"
"Ya." Bagaimana kamu sampai bertemu dengan
dia?" "Yah, malam itu aku kegerahan di dalam
kamar. Lalu aku keluar sebentar untuk cari
angin di belakang bukit. Tiba-tiba saja dia
muncul, hendak meringkus aku. Aku melawan,
tetapi dia menggunakan ilmu-gaib sehingga aku
pun tertangkap." Semua orang begitu lega melihat Auyang Hou
kembali dalam keadaan utuh, sehingga tak
seorang pun yang ingat, bahwa malam saat
hilangnya Auyang Hou itu cuacanya justru
begitu dingin. Sehingga pengakuan Auyang Hou
Sekte Teratai Putih 17 24

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentang "kegerahan di dalam kamar" itu agak'
ganjil, namun tidak ada yang ingat.
"Lalu kau hendak dibawa ke mana?"
"Dia tidak mengatakannya kepadaku. Tetapi
dari percakapan Nyo Jiok dengan beberapa
orang Pek-lian-kau bawahannya, aku mendengar kalau aku hendak dibawa ke Puncak
In-hong di Pegunungan Kiu-liong-san. Untuk
apa, aku tidak tahu pasti. Namun berulangkah
aku mendengar kata-kata tentang Upacara
Pengorbanan Manusia."
Keruan Sun Cu-kiok jadi gelisah karena
adiknya masih di tangan orang-orang Pek-liankau. Ia beringsut maju dan bertanya, "Saudara
Auyang apakah juga mendengar berapa hari lagi
upacara keji itu akan dilangsungkan?"
"Waduh, soal waktunya aku tidak mendengar
mereka menyebut-nyebutnya, Nona."
Kemudian Liu Yok juga bertanya, tetapi
pertanyaannya jauh menyimpang dari apa yang
sedang dibicarakan, "Adik Hou, kenapa caping
dan mantel itu kaupakai lagi" Bukankah kau
pernah berkata, bahwa benda-benda itu
Sekte Teratai Putih 17 25 membawa pengaruh buruk bagimu" Membuatmu ingin mencabut pedang untuk
menumpahkan darah?" Auyang Hou tersentak kaget, tanpa sadar
duduknya beringsut menjauhi Liu Yok, barulah
menjawab, "Sekarang.... sekarang benda-benda
ini... sudah tidak ada pengaruhnya apa-apa,
Kakak Yok. Aku memakai caping untuk
menahan panas matahari di siang hari.
Bukankah kalian berempat juga membawa
caping" Sedang mantel ini untuk selimut di
malam hari, dan pedang ini untuk berjaga-jaga
kalau ketemu hewan yang berbahaya..."
Liu Yok masih kurang puas akan jawaban itu.
Desaknya, "Bukankah benda-benda itu sudah
kaubuang dan kauinjak-injak di tempat di mana
kau berkelahi dengan orang-orang Tiong-gi
Piau-hang itu" Bagamana kau mendapatkannya
kembali?" Auyang Hou semakin gelagapan, tak
menduga Liu Yok bisa bertanya secermat itu.
Ada sesuatu yang terpancar dari diri Liu Yok
yang membuat Auyang Hou gentar. Atau lebih
Sekte Teratai Putih 17 26 tepatnya, sesuatu yang dalam diri Auyang Hou
gentar. "Aku.... mengambilnya lagi..." sahut Auyang
Hou tergagap-gagap. "Mengambilnya lagi" Katanya kau diculik
Nyo Jiok, lalu dibawa menuju ke Kiu-liong-san"
Padahal arah ke Kiu-liong-san itu tidak sama
dengan arah tempat di mana kau membuang
benda-benda itu. Apakah benar kau diculik?"
"Tentu saja aku diculik. Mana aku berani
membohongi Paman Sebun Beng, Kakak Yok,
Jenderal Wan dan lain-lain nya?" suara Auyang
Hou melengking tinggi, penasaran.
Liu Yok tidak membantah lagi karena
menghindari pertengkaran, tetapi bukan berarti
ia lalu menerima saja semua penjelasan Auyang
Hou. Nalurinya yang paling halus seolah
memberi peringatan, ada yang tidak beres
dengan Auyang Hou ini. Ternyata bukan hanya Liu Yok, melainkan
juga Sebun Beng, Wan Lui dan Sun Cu-kiok juga
merasakan sesuatu. Betapa simpang-siurnya
dan kedodorannya penjelasan Auyang Hou itu.
Sekte Teratai Putih 17 27 Toh Sebun Beng terus bertanya juga,
"Baiklah, kalian jangan bertengkar. A-Hou, aku
bertanya, kenapa sekarang kau sendirian dan
tidak lagi bersama-sama penculikmu?"
Jawaban Auyang Hou sudah dalam perkiraan
semua orang, "Ketika Nyo Jiok lengah, aku
berhasil kabur daripadanya. Tak terduga di sini
bertemu dengan Paman berempat."
"Jalan ini adalah jalan pegunungan yang
nyaris tanpa cabang atau simpangan, kau bisa
muncul di sini, kalau demikian apakah Nyo Jiok
juga membawamu lewat sini?"
Auyang Hou cuma mengangguk.
Sun Cu-kiok kembali bertanya, "Saudara
Auyang, apakah Saudara tidak mendengar
sedikit-sedikit tentang adikku Sun Pek-Iian yang
diculik itu?" Jawaban Auyang Hou benar-benar menggelisahkan, "Ya, memang adik Nona Sun
itulah salah satu korban yang direncanakan."
"A-hou!"' bentak Sebun Beng gusar, karena
jawaban itu dianggapnya tidak bijaksana dan
mengguncangkan hati Sun Cu-kiok. Namun
Sekte Teratai Putih 17 28 sudah terlanjur terluncur dari bibir, dan tak
dapat ditarik lagi. Benar juga, Sun Cu-kiok jadi gelisah, ia
makan cepat-cepat lalu berdiri me-ngebasngebaskan debu pakaiannya sambil berkata,
"Paman Sebun, Jenderal Wan, Anda berdua
sudah mendengar sendiri bahaya yang
mengancam adikku. Kita tidak boleh berlambatlambatan dalam perjalanan ini."
Ternyata Sebun Beng dan Wan Lui tidak
membantah. Mereka pun berkemas, tak lama
kemudian sudah berjalan kembali. Sebun. Beng
sempat menarik lengan Auyang Hou ke
samping, lalu berbisik dengan gusar di kuping
keponakannya itu, "Lihat, akibat kata-katamu.
Menghadapi manusia-manusia licik macam
orang-orang Pek-lian-kau haruslah tetap
tenang, namun kamu telah menghancurkan
ketenangan di hati Nona Sun dengan mulutmu
yang gegabah itu." "Tetapi memang kenyataannya begitu,
Paman..." "Diam." Sekte Teratai Putih 17 29 Ketika Pamannya menjauh daripadanya,
Auyang Hou tertawa dingin di bawah caping
bambunya sambil membatin, "Hem, memang
tugasku adalah menimbulkan kegelisahan,
kepanikan, bahkan pertengkaran dalam
rombongan kecil ini. Sambil menyelidiki
kelemahan apa yang bisa di gunakan untuk
menghancurkan kekuatan Liu Yok si pincang
yang luar biasa ini."
Demikianlah, lima orang ini berjalan terus.
Atau lebih tepatnya, Sun Cu-kiok lah yang
berjalan dengan tergesa-gesa dan keempat
orang lainnya cuma mengikutinya.
Bahkan ketika matahari mulai tenggelam dan
jalan pegunungan yang mereka lalui mulai
remang-remang, Sun Cu-kiok nampaknya belum
mau berhenti juga. Karena kasihan akan
kegelisahan gadis itu, Sebun Beng dan Wan Lui
serta Liu Yok tidak menganjurkannya berhenti,
melainkan mengikutinya saja.
Tetapi akhirnya Sun Cu-kiok sendirilah yang
mengajak berhenti. Bukan karena dirinya
sendiri, melainkan karena kasihan melihat
Sekte Teratai Putih 17 30 bagaimana Liu Yok dengan kakinya yang tidak
sempurna itu melangkah di jalanan yang terjal,
meskipun Liu Yok sendiri tidak mengheluh atau
minta dikasihani. .Karena mereka masih juga belum
menjumpai rumah seorang penduduk pun di
pegunungan sunyi itu, maka lagi-lagi mereka
harus bermalam di tempat terbuka. Kebetulan
pula di tempat itu, di balik pohon besar, ada
sebuah kolam kecil tempat hewan-hewan liar
biasa mendapatkan air minumnya. Kolam kecil
itu permukaannya penuh dengan rantingranting kering terapung dan daun-daun kering
juga, ketika ranting-ranting dan daun-daun
kering itu disingkirkan, tempat itu cukup layak
untuk membersihkan tubuh yang kotor oleh
keringat dan debu. Maka bergantianlah mereka mandi. Ketika
tiba giliran Sun Cu-kiok, gadis itu nampak raguragu menatap Liu Yok. Di bawah cahaya api
unggun yang mulai dinyalakan, tidak jelas binar
matanya itu bermaksud apa. Liu Yok yang
ditatap terguncang juga hatinya.
Sekte Teratai Putih 17 31 Beberapa saat Sun Cu-kiok ragu-ragu, sampai
akhirnya ia berkata dengan wajah jengah,
"Saudara Liu, aku juga ingin membersihkan
badan. Tetapi tempat di-balik pohon itu gelap,
aku kuatir..." "Kuatir ada harimau, serigala atau ular?"
"Tidak. Hewan-hewan besar itu tidak aku
takuti, aku sanggup membunuh seekor harimau
biarpun hanya bersenjata batu. Aku justru jijik
kalau ada semacam cacing atau lintah."
Wan Lui tertawa mendengarnya. "Jangan
kuatir, Nona Sun. Aku baru saja mandi dari
sana, dan tidak ada cacing, lintah atau
kelabang." "Syukurlah. Tetapi.... aku minta tolong
Saudara Liu.... untuk.... untuk...." Sun Cu-kiok
tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Mendadak saja ia menjadi geragapan malu.
Liu Yok sudah bisa menebak kelanjutan katakata itu, dan ia mengeluh dalam hatinya. Pasti
Sun Cu-kiok akan minta ditunggui selagi
membersihkan diri, meskipun tentu saja Liu
Yok harus menungguinya dengan Sekte Teratai Putih 17 32 membelakangi. Agaknya setelah peristiwa
kemarin, Sun Cu-kiok mempercayai Liu Yok
benar-benar pria terhormat yang sanggup
menjaga kepercayaan. Selama Sun Cu-kiok
mandi, Liu Yok disuruh tidak menoleh ya benarbenar tidak menoleh. Gara-gara itulah Sun Cukiok merasa Liu Yok yang paling pantas untuk
"tugas berat" itu.
Dan memang bagi Liu Yok, seorang pemuda
yang normal, pekerjaan itu berat. Meskipun ia
harus membelakangi Sun Cu-kiok selama Sun
Cu-kiok mandi, dan ia tidak punya mata di
punggungnya, toh angan-angannya -jadi
mengembara tak terbatas. Liu Yok yang selama
ini belajar mengendalikan angan-angan dan
pikirannya, tiba-tiba sekarang harus menghadapi kenyataan bahwa angan-angannya
sama saja dengan angan-angan lelaki-lelaki lain
kalau mendapatkan "umpan" merangsang dari
luar. Angan-angannya bergolak. Tidak ada yang
tahu, bahwa kemarin malam Liu Yok hampirhampir tidak tidur karena gelisah menenangkan
dan membersihkan kembali angan-angannya.
Sekte Teratai Putih 17 33 Selama Sun Cu-kiok mandi, Liu Yok disuruh tidak
menolah ya benar-benar tidak menoleh
Sekte Teratai Putih 17 34 Tak terduga sekarang ia akan mendapat
"tantangan" kembali.
Tetapi ia tidak tega melihat tatap mata penuh
permohonan di mata Sun Cu-kiok. Tanpa
berkata-kata, ia bangkit, mengikuti langkah Sun
Cu-kiok menghilang di balik pepohonan yang
rapat. Sebun Beng dan Wan Lui bertatapan
beberapa saat, menahan komentar dari mulut
mereka sampai mereka berdua-Liu Yok dan Sun
Cu-kiok-benar-benar lenyap dari pandangan
dan diperkirakan sudah tidak bisa mendengar


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

omongan mereka. "Tugas berat, atau mengasyikkan?" desis
Sebun Beng sambil menahan senyumnya.
"Barangkali kedua-duanya."
Sebun Beng dan Wan Lui sama-sama
menahan tertawa mereka agar tidak terdengar
oleh Sun Cu-kiok dan Liu Yok. Auyang Hou
nampaknya tidak mengacuhkan pembicaraan
itu, nampaknya saja sedang sibuk menyodornyodorkan kayu kering ke dalam api, namun
sebenarnya dia mendengarkan juga, dan sebuah
Sekte Teratai Putih 17 35 gagasan melintas lewat di benaknya. Sesuai
dengan tugas yang dibebankan oleh Nyo Jiok.
Kemudian dilihatnya Pamannya menarik
napas sambil berkata seperti orang berdoa,
"Mudah-mudahan ini akan menjadi awal
keberuntungan bagi Adikku, Sebun Giok."
Wan Lui yang sedikit banyak juga
mengetahui riwayat pahit Sebun Giok, ikut
mengangguk-angguk sambil mendu-kung, "Mudah-mudahan. Sudah cukup Bibi Giok
menderita. Juga akan menjadi suat, keberuntungan besar bagi Saudara Liu Yok
kalau menjadi menantu Guberbur di Ho-lam"
"Ah, barangkali kau berangan-angan terlalu
jauh, A-lui. Nanti kalau tidak terwujud akan
kecewa lho." "Ayah, apa salahnya berangan-angan tinggi
asal masih lurus" Kalau penglihatan mataku
tidak salah, aku melihat ada benih cinta di mata
Nona Sun kepada Liu Yok. Aku memperhatikannya." "Kalau benar, alangkah beruntungnya Liu
Yok. Dicintai seorang puteri Gubernur yang
Sekte Teratai Putih 17 36 cantik, pintar dan anak seorang berkedudukan.
Tapi apakah Gubernur Sun bisa menerima calon
menantu seperti Liu Yok" Orang dari pelosok
pedalaman yang cacad, kerjanya mencari
kayu..." "Kalau cinta Nona Sun tidak bertepuk
sebelah tangan, aku akan mendukungnya. Aku
akan ikut mempengaruhi Gubernur Sun agar
menerima Saudara Liu. bahkan aku juga akan
memohon agar Sri Baginda Kian-liong ikut
campur pula. Ternyata Sri Baginda merasa
sangat cocok dengan Liu Yok."
Sebun Beng cuma mengangguk-angguk
sambil menarik napas beberapa kali. Tiba-tiba
ada rasa haru yang bergejolak di hatinya.
Selama ini ia selalu merasa prihatin akan nasib
adik-perempuannya, biar hanya adik tiri
berlainan ibu. Kini Sebun Beng berharap bahwa
Sebun Giok pun akan memasuki masa cerah
dalam kehidupannya, terangkat martabatnya
oleh Liu Yok. Sekte Teratai Putih 17 37 Namun Sebun Beng tiba-tiba terkejut sendiri,
"Ah, aku berangan-angan terlalu jauh....'' sekali
lagi ia memperingatkan dirinya.
Sementara itu, Sun Cu-kiok dan Liu Yok
sudah kembali bergabung ke dekat perapian itu.
Sun Cu-kiok kelihatan segar dan cerah,
sementara Liu Yok nampak pendiam.
Hanya ketika melihat Auyang Hou terlalu
banyak menaruh api ke api unggun, Liu Yok
berkomentar, "Jangan di-boros-boroskan kayunya, A-hou. Api itu harus menyala sampai
pagi lho." Menjelang tengah malam, suara percakapan
sudah semakin sering diselingi suara mulut
menguap karena mengantuk. Auyang Hou
bahkan sudah mendahului terbang ke alam
mimpi dengan bersandar sebuah batu besar,
berkerudung mantelnya dan memeluk pedangnya. Capingnya tetap tidak dilepasnya
meskipun tidur. Suasana tiba-tiba menjadi tegang, ketika
terdengar suara aum harimau mendekat.
Sesuatu yang mestinya sudah mereka
Sekte Teratai Putih 17 38 perhitungkan, mengingat bahwa tempat-tempat
berair seperti kolam kecil tempat mereka mandi
itu biasanya menjadi tempat persinggahan
hewan-hewan liar untuk minum.
"Ada harimau menuju kemari...." desis Sun
Cu-kiok tegang. "Seandainya golokku masih
ada...." Tiba-tiba saja Sun Cu-kiok menghentikan
kata-katanya, lalu dengan penuh sesal
memandang Liu Yok. Seolah-olah meminta maaf
dengan sorot matanya atas kata-katanya itu.
Entah sejak kapan Sun Cu-kiok merasa perlu
belajar menenggang rasa dengan Liu Yok, dan ia
tahu kalau Liu Yok tidak suka manusia
tergantung kepada benda-benda berbau
permusuhan seperti golok dan sebagainya.
Liu Yok pun agaknya mengerti bahwa Sun
Cu-kiok menahan kata-katanya demi dia. Maka
dia pun tidak lagi "berkhotbah" panjang-lebar
melainkan hanya tersenyum ramah kepada Sun
Cu-kiok dan alangkah bahagianya Sun Cu-kiok
melihat sikap itu! Sekte Teratai Putih 17 39 Semuanya berharap agar harimau yang
terdengar suaranya itu tidak mendekat, namun
kenyataannya suara harimau itu makin
mendekat. Bahkan tidak lama kemudian
terdengar suara semak-semak gemerasak
terinjak kaki si Raja Hutan, dan dalam
kegelapan pun terlihat sepasang mata yang
mencorong dan semakin dekat.
Wan Lui sudah memungut sepotong batu
besar ke dekatnya, namun Liu Yok tenangtenang saja dan malahan berkata, "Jangan
kuatir. Mereka itu tidak akan mencaplok
penguasanya." "Penguasanya" Siapa?" tanya Sun Cu-kiok
heran. "Kita. Siapa lagi kalau bukan kita, manusia?"
jawaban Liu Yok sambil menggerogoti sepotong
daging bakar binatang buruan.
"Kemari, sobat. Kami masih ada sedikit
makanan buatmu." kata Liu Yok kepada hewan
besar itu, bahkan sambil melambai.
Harimau itu mengaum sekali lagi menggetarkan lereng-lereng pegunungan yang
Sekte Teratai Putih 17 40 sepi itu, lalu berjalan mendekati Liu Yok,
membuat setiap orang yang melihatnya jadi
tegang. Tetapi semua orang pun tercengang
ketika melihat hewan itu mendekam merapat di
samping Liu Yok dan dengan jinaknya menaruh
kepalanya di paha Liu Yok. Ia bahkan makan
daging bakar langsung dari telapak tangan Liu
Yok. Beberapa saat tidak ada yang bersuara,
masih tegang. Apalagi karena harimau itu masih
mengaum beberapa kali, meskipun masih tetap
bersikap jinak. Ketegangan pun pelan-pelan
mengendor ketika Sebun Beng mulai ikut
mengusap kepala binatang itu, dan ternyata
binatang itu tidak marah. Sun Cu-kiok juga ingin
mengusapnya, tetapi belum berani.
Begitulah, malam itu mereka lewati bersama
seekor "sahabat yang tidak diundang" yang
ternyata ikut tidur di situ semalam-malaman.
Hewan itu bahkan menyediakan tubuhnya
untuk dijadikan bantal oleh Liu Yok.
Auyang Hou sebelum tengah malam tadi
sempat tidur lebih dulu, sekarang justru bangun
Sekte Teratai Putih 17 41 Ia bahkan makan daging bakar langsung dari
telapak tangan Liu Yok. Sekte Teratai Putih 17 42 dan melek ketika semuanya tertidur. Ia ingat
akan tugas yang dibebankan Nyo Jiok
kepadanya, yaitu mencari kelemahan dari
keistimewaan Liu Yok itu. Ternyata orang-orang
Pek-lian-kau Sekte Utara lebih gentar kepada
seorang bernama Liu Yok yang tidak bisa apaapa dalam hal silat, daripada terhadap Jenderal
Wan Lui yang memimpin ratusan jagoan
tangguh yang menjadi anggota pasukan rahasia
Kaisar Kian-liong, atau terhadap Sebun Beng
yang punya nama besar sebagai pendekar.
Sambil menatap tubuh Liu Yok di seberang
api unggun yang mulai meredup sinarnya,
Auyang Hou dimasuki pikiran, "Liu Yok sedang
tidur pulas saat ini, begitu pula yang lainlainnya. Kalau aku
bacok dia dengan pedangku, rasanya tidak
memerlukan bacokan kedua untuk menghabisi
nyawanya. Lalu aku bisa pergi begitu saja tanpa
ada yang mengetahuinya..."
Sayangnya, "bantal hidup" Liu Yok itu tidak
ikut tidur, melainkan terus melek. Kadangkadang memang harimau itu meletakkan
Sekte Teratai Putih 17 43 kepalanya di tanah, di lain waktu mengangkat
kembali kepalanya untuk menatap ke
sekitarnya sambil lidahnya mengusap-usap
sekitar mulutnya seraya menggeram lirih
kadang-kadang. Auyang Hou jadi gentar. Harimau itu bukan
lagi sekedar harimau biasa di bawah pengaruh
Liu Yok yang aneh itu. Mata lelaki Auyang Hou sempat hinggap juga
ke arah Sun Cu-kiok yang sedang tidur pulas.
Gadis itu tidur miring-menghadap api unggun
yang mulai meredup seakan memang sengaja
membiarkan cahaya api menimpa wajahnya
yang cantik untuk dinikmati Auyang Hou.
Tubuhnya menggiurkan meskipun terbungkus
pakaian lelaki butut penyamarannya. Dalam
tidurnya, wajahnya mengulum senyuman
bahagia, entah apa yang membuatnya bahagia
dalam mimpinya. Darah Auyang Hou seakan berdenyut lebih
cepat, ia menelan ludahnya. Bagai manapun,
pikiran pertamanya ketika dulu bertemu
dengan gadis itu di kota Han-king, adalah
Sekte Teratai Putih 17 44 kekaguman, bahkan sempat muncul pikiran
untuk mempersuntingnya. Auyang Hou tambah terpesona ketika Sun
Cu-kiok mendesah dan menggeliat dalam
tidurnya, lalu mengubah posisi tubuhnya
sehingga bagian pinggang ke atas menelentang
menghadap langit. Agaknya enak dipandang
dengan cara tidur seperti itu.
Tiba-tiba Auyang Hou mendengar Liu Yok
mengigau dalam tidurnya. "Tidak, Nona Sun! Kita... kita belum menjadi
suami isteri yang resmi. Tidak boleh kita
lakukan ini. Tidak, Nona...."
Auyang Hou mengerutkan alisnya, agaknya
iri. Gerutunya dalam hati, Kurang ajar. Si
Pincang ini rupanya mendapat mimpi yang
mengasyikkan tentang diri Sun Cu-kiok."
Tiba-tiba Liu Yok pun geragapan bangun dari
tidurnya. Melihat ke sekitarnya, lalu mendesah
lega sebab yang dialaminya tadi ternyata
hanyalah di alam mimpi. Meskipun kalau buat


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lelaki lain mungkin malah akan menggerutu
kecewa kenapa hanya terjadi dalam mimpi.
Sekte Teratai Putih 17 45 Melihat Auyang Hou masih berjaga, Liu Yok
bertanya, "Tidak tidur, Adik Hou?"
Sejak Liu Yok berusaha mengorek
keterangan tentang caping dan mantel yang
dipakai Auyang Hou itu, Auyang Hou me rasa
kurang senang bicara panjang lebar dengan Liu
Yok. Maka kali ini pun dia hanya menjawab
pendek, "Ya." Namun Liu Yok kemudian bangkit dan
melangkah ke arah kolam kecil di balik
pepohonan, padahal saat itu adalah menjelang
dini-hari yang dinginnya bukan main. Karena
ingin tahunya, Auyang Hou tidak tahan untuk
tidak bertanya, "Ke mana, Kak?"
Liu Yok menghentikan langkah, nampak
tersipu sedikit dan serbasalah, karena Liu Yok
bukanlah orang yang sanggup berbohong. Tapi
untuk menjawab terus terang juga malu.
"Membersihkan diri." akhirnya Liu Yok cuma
menjawab samar-samar. Auyang Hou langsung menghubungkannya
dengan kata-kata Liu Yok dalam mimpinya tadi,
dan juga sikap tersipu Liu Yok ketika menjawab.
Sekte Teratai Putih 17 46 Kesimpulan Auyang Hou, Liu Yok telah
mengalami pengalaman wajar bagi lelaki-lelaki
bujangan umumnya. Mimpi basah.
Itu hal wajar bagi setiap lelaki bujangan,
namun buat Auyang Hou yang tengah dikuasai
pengaruh jahat untuk mencari kelemahan Liu
Yok, kelemahan dari bermacam-macam
keistimewaan Liu Yok yang ditakuti oleh orangorang Pek-lian-kau, maka Auyang Hou tiba-tiba
merasa mendapat setitik celah kelemahan itu.
"Hemm, kiranya Si Pincang itu juga tidak
sesetia dan sesuci yang aku duga selama ini.
Omongannya saja muluk-muluk. Ternyata
pikirannya juga sampai dikotori pengalamannya dengan wanita."
Tidak lama kemudian, terlihat Liu Yok
melangkah datang kembali, dengan wajah
murung dan kecewa sehingga Au-yang Hou
heran. Ketika Liu Yok duduk kembali dekat api
unggun itu, Auyang Hou mulai memancingmancingnya, "Tidak tidur lagi, Kak?"
Liu Yok duduk memeluk lutut dan merenungi
api unggun. Ia cuma menggeleng satu kali.
Sekte Teratai Putih 17 47 "Kakak kelihatannya kecewa?"
Liu Yok bungkam saja, dan Auyang Hou
mengartikan kebungkaman itu sebagai jawaban
"ya". "Kalau Kakak bersedia, Kakak boleh
menceritakannya kepada saya. Mungkin saya
bisa ikut membantu dengan pikiran." kata
Auyang Hou begitu sopan, sambil beringsut
mendekati Liu Yok, namun tidak terlalu dekat.
Sebab ada sesuatu dari dalam pribadi Liu Yok
yang tidak tertahankan oleh Auyang Hou, atau
lebih tepatnya, oleh sesuatu yang ada di dalam
diri Auyang Hou. Liu Yok menarik napas. Dulu adiknya ini
seakan malu mengenalnya, malu mem punyai
kakak tiri yang cacad dan bisanya hanya
mencari kayu bakar. Lalu perlahan-lahan terjadi
perubahan sikap, jadi lebih baik. Kemudian
setelah Auyang Hou diculik Nyo Jiok, dan
sekarang "di-ketemukan" kembali, Liu Yok
merasa Auyang Hou ini agak asing. Ada sesuatu
yang asing dalam diri Auyang Hou. Ketika
ditanya soal caping dan mantel saja, jawabnya
Sekte Teratai Putih 17 48 berbelit-belit tidak keruan seperti menyembunyikan sesuatu. Namun kini, ketika
Liu Yok sendiri dalam keadaan geliah, rasanya
ia membutuhkan seseorang untuk berbagi rasa.
Bagaimana pun istimewanya dan anehnya Liu
Yok, dia masih tetap manusia yang
membutuhkan sesamanya. Dan kini sesama
yang siap menampung uneg-uneg itu sudah ada
di depannya. Adik tirinya sendiri. Tidak peduli
betapa masih ada kabut tanda-tanda yang
menyelubungi adik tirinya itu. Juga tidak peduli
bahwa yang'akan dike-mukakannya kepada
Auyang Hou barangkali akan terdengar aneh,
tidak bisa diterima oleh Auyang Hou yang
tergolong "biasa".
Sahut Liu Yok, "Angan-anganku sudah
tercemar." "Oleh siapa?" tanya Auyang Hou pura-pura
tidak tahu, meskipun sebenarnya sudah tahu
karena tadi ia sudah mendengarkan igauan
mimpi Liu Yok. Ternyata Liu Yok menjawab dengan jujur,
meskipun dengan menyembunyikan nama Sun
Sekte Teratai Putih 17 49 Cu-kiok demi menjaga nama baiknya, "Selama
ini aku menjaga baik-baik angan-anganku, alam
bawah sadarku, tempat tinggal aku-ku yang
sejati, agar tetap bersih dan suci. Tiba-tiba saja
angan-angan kotor itu menyelonong masuk ke
alam bawah sadarku sehingga aku bermimpi...."
Secara tiba-tiba Liu Yok menghentikan katakatanya, agak rikuh juga, ".... sehingga...
sehingga... harus membersihkan diri."
Auyang Hou menjawab tenang,
"Aku tahu." "Kau tahu?" Auyang Hou merasa tidak ada ada perlunya
berbohong kepada Liu Yok, di depan tatap mata
Liu Yok demikian bening. Lagipula jawabannya
akan menjadi batu loncatan untuk pancinganpancingan berikutnya, "Ya. Aku tahu. Tadi
Kakak mengigau, menyebut nama seorang gadis
dan dalam, igauan itu Kakak berka?"
Liu Yok mengibaskan tangannya, menyuruh
Adiknya berhenti berbicara. "Sudahlah. Kalau
kau sudah mendengarnya, tidak perlu
kauteruskan kata-katamu. Aku akui, memang
Sekte Teratai Putih 17 50 adegan kotor itulah yang terjadi dalam angananganku..."
"Tidak perlu Kakak menyesalinya secara
berlebihan. Itu wajar saja, aku kira semua
pemuda mengalaminya. Aku juga, bahkan sudah
berkali-kali." "Tidak. Mungkin dianggap biasa buat orang
yang ingin terus hidup di dataran rendah selera
kedagingan. Tetapi itu tidak biasa buat orang
yang sedang mendaki menuju Kota Benteng
Jiwani, apalagi yang sedang menuju ke Bukit
Suci di tengah-tengah Kota itu. Yang aku alami
tadi menandakan bahwa ternyata masih ada
sampah Dataran Rendah yang mengikuti aku
sampai ke Bukit Suci..."
"Omonganmu ruwet, Kak." tukas Auyang Hou
terang-terangan. Ia memang ditugasi oleh Nyo
Jiok di bawah pengaruh sihir Nyo Jiok, untuk
menyelidiki kekuatan Liu Yok. Dan ia takkan
bisa melaporkan apa-apa kepada Nyo Jiok kalau
dia pun tidak mengerti apa yang didengarnya. Ia
benar-benar tidak mengerti apa itu "dataraYi
Sekte Teratai Putih 17 51 rendah selera kedagingan" dan "kota benteng
jiwa" dan "bukit di tengah kota segala".
"Oh, maaf..." kata Liu Yok. "Maksudku,
bukannya selama ini tidak ada hal-hal jahat
yang masuk ke dalam jiwaku. Ada. Karena mata
dan telingaku normal, banyak hal bisa masuk ke
dalam jiwa, namun dengan mudah aku bisa
mengusirnya keluar kembali. Sehingga jiwaku
seperti sebuah kota benteng yang kokoh, yang
isinya tetap terjaga bersih. Tetapi kali ini,
sesuatu 'jahat telah masuk lebih dalam dari
sekedar jiwa, sudah masuk hati-nuraniku, alam
bawah sadarku, sampai muncul dalam mimpi.
Alangkah memalukannya. Aku sadar betapa
rapuhnya aku ternyata...."
Kali ini Auyang Hou sudah agak bisa
mengerti, meskipun seumur hidupnya dia tidak
berminat kepada hal-hal semacam ini. Kali ini
terpaksa harus belajar, karena ia ditugaskan
oleh Nyo Jiok. "Tugas belajar" yang jauh dari
minatnya. "Itu hal biasa, Kak. Meskipun timbul dalam
hati kita suatu keinginan berbuat jahat, asal kita
Sekte Teratai Putih 17 52 bisa mengendalikannya dan tidak sampai
berbuat jahat, kita menang!"
"Tidak. Keinginan itu biarpun baru timbul,
kita sudah kalah. Kita bisa berbuat jahat dalam
hati dan tidak sampai berujud perbuatan,
namun itu tetap sama jahatnya dengan sudah
melakukannya. Sebab diri kita sendiri yang
sejati itu adalah yang di dalam. Pada suatu saat
suatu keinginan tidak baik mengotori jiwa kita,
itu sudah melakukan. Bukankah manusia adalah
pelita jagad?" Auyang Hou juga tidak berminat mendengarkannya, namun ia tidak bermaksud
menghentikan pembicaraan. Sebab ia berharap
nantinya dalam pembicaraan itu akan
terungkap rahasia keistimewaan Liu Yok.
"Terus bagaimana, Kak?" hanya itu yang
ditanyakan Auyang Hou sebab sesungguhnya ia
tidak bisa menangkap sepenuhnya kata-kata Liu
Yok, dan memang tidak berminat.
Kata Liu Yok, "Makin banyak kotoran dalam
jiwa kita, makin redup pelita jagad itu, dan
Sekte Teratai Putih 17 53 berarti juga makin jauh dari lukisan Sang
Pencipta Yang Maha Kuasa."
Auyang Hou mulai menangkap ujung dari
bahan pembicaraan yang dikehendakinya. Cepat
ia menyergapnya, "Oh, kalau begitu, makin
banyak kotoran dalam jiwa seseorang, makin
dia tidak berkuasa terhadap binatang, alam dan
sebagainya?" "Ah, hal-hal ajaib macam itu hanyalah hadiah
tambahan, yang kalau kurang hati-hati malahan
bisa menyeret kita ke dalam kesombongan
karena merasa bisa melakukan hal-hal yang
hebat. Yang terutama, kita dipimpin petunjukpetunjuk melalui hati-nurani kita untuk makin
lama makin kembali serupa-tetapi-tidak
setingkat dengan Sang Pencipta, karena duludulunya memang demikian. Tetapi benar juga
katamu tadi, makin banyak kotoran dalam jiwa
seseorang, makin ia tidak berkuasa terhadap
alam, binatang dan sebagainya. Jiwa seperti
kota benteng, makin banyak kotoran makin
banyak tembok pertahanannya yang ambruk
sehingga akhirnya menjadi belukar."
Sekte Teratai Putih 17 54 Auyang Hou tertawa dalam hati, "Oh, bagus,
Liu Yok. Kalau begitu aku harus membuat
kotoran dalam jiwamu semakin banyak,
sehingga kau akan semakin lemah, semakin
lemah, dan akhirnya takkan ada bedanya
dengan manusia biasa. Tanpa keistimewaan
apa-apa...." Lalu tanpa sengaja Auyang Hou melirik ke
arah Sun Cu-kiok yang masih tidur dalam posisi
yang indah itu. Posisi yang pasti akan
membangkitkan jiwa seni dari seorang
pematung barangkali. Pikirnya, "Gadis ini akan kuubah menjadi
sampah-jiwanya." Kemudian Liu Yok masih banyak berbicara
lagi, menumpahkan isi hatinya, tetapi Auyang
Hou tidak lagi mendengarkannya dengan
sungguh-sungguh, sebab sudah didapatinya apa
yang diingininya. Apalagi memang omongan Liu
Yok tidak gampang dimengerti. Istilahnya saja


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah aneh-aneh, apalagi hubungan antara
istilah-istilah aneh itu.
Sekte Teratai Putih 17 55 * * * Keesokan harinya, setelah orang-orang
dalam rombongan itu membersihkan diri,
kemudian makan pagi sekedarnya, mereka pun
melanjutkan perjalanan. Selama perjalanan, Liu Yok bersikap agak
mengambil jarak dengan Sun Cu-kiok. Kalau Sun
Cu-kiok berjalan di depan, Liu Yok sengaja
memperlambat langkahnya sehingga jadi
berada di ekor rombongan. Kalau Sun Cu-kiok
menunggu Liu Yok untuk berjalan bersamasama di belakang, Liu Yok malah melangkah
melewati Sun Cu-kiok sehingga jadi di depan.
Auyang Hou diam-diam memperhatikannya,
dan mengejek dalam hatinya, "He-he-he, Si
Pincang ini ingin menjaga Kota Benteng Jiwanya
dari sampah, tetapi aku justru akan mengirim'
banjir sampah ke dalam pikirannya. Akan
kulihat, dia nanti masih bisa aneh-aneh lagi apa
tidak." Sekte Teratai Putih 17 56 Begitulah. Untuk mewujudkan rencananya,
sekarang justru Auyang Houlah yang mencoba
mendekati Sun Cu-kiok. Mula-mula Sun Cu-kiok merasa sebal juga
didekati pemuda yang dikenalnya sebagai
pembual besar ini. Kuatir kalau diajak membual
tanpa tujuan. Namun ternyata tidak. Ternyata
Auyang Hou mampu membawakan diri dengan
baik, tidak membual sebab rupanya tahu hal itu
akan memuakkan Sun Cu-kiok. Auyang Hou
memilih bahan pembicaraan yang tepat untuk
menarik perhatian Sun Cu-kiok, yaitu "berita
samar-samar" tentang Sun Pek-lian.
Maka keduanya pun jadi bercakap-cakap
dengan asyik sambil berjalan.
"Benarkah mereka sama sekali tidak
menyebut-nyebut siapa yang akan dikorbankan
dalam upacara keji itu, Saudara Auyang?"
"Memang tidak ada penyebutan nama.
Mudah-mudahan manusia-manusia yang akan
dikorbankan tidak hanya satu, dan hendaknya
Nona Sun Pek-lian itu tidak akan ikut
dikorbankan." Sekte Teratai Putih 17 57 "A-Hou!" Sebun Beng yang berjalan beberapa
langkah di depan itu menegur keponakannya
sambil menoleh, la tidak suka Auyang Hou
menambah kegelisahan Sun Cu-kiok dengan
cerita-cerita yang belum tentu benar.
Auyang Hou tidak menyahut, tetapi Sun Cukioklah yang menyahuti Sebun Beng, "Paman
Sebun, biarlah aku mendapat sedikit
keterangan, biarpun kabur dan tidak jelas,
daripada tidak sama sekali. Kalau tidak tahu
sama sekali, justru aku akan gelisah karena
membayangkan hal-hal yang menakutkan.
Biarlah Saudara Auyang memberikan sedikit
gambaran." "Nona Sun, A-hou dibawa oleh Nyo Jiok baru
sampai di tengah jalan sudah kabur, belum
sampai ke Kiu-liong-san. Jadi dia belum tahu
bagaimana keadaan di Kui-liong-san, di tempat
berkumpulnya orang-orang Pek-lian-kau itu."
"Tetapi Saudara Auyang sudah mendengar
percakapan orang-orang Pek-lian-kau yang
berpapasan dengan Nyo Jiok tentang upacara
Sekte Teratai Putih 17 58 yang bakai diadakan. Dari percakapanpercakapan itu bisa didapat sedikit gambaran."
"Nona, gambaran itu dicampuri kesimpulankesimpulan A-hou sendiri yang barangkali bisa
meleset." "Biarlah, Paman. Daripada tidak mendengar
apa-apa." Akhirnya Sebun Beng pun memang tidak
berkuasa mencegah. Ia membiarkan Sun Cukiok mendengar apa saja dari Auyang Hou.
Kemudian Auyang Hou mengatakan sesuatu
yang menarik, "Ketika aku melarikan diri dari
cengkeraman Nyo Jiok, ada dua orang anggota
perempuan Pek-lian-kau."
"Eh, Pek-iian-kau ada perempuannya juga?"
"Tentu saja, Nona. Bukankah Pek-lian-kau itu
suatu kepercayaan" Penganutnya bermacammacam, lelaki - perempuan, tua - muda, dewasa
kanak-kanak, bisa silat atau tidak, jemaah biasa
maupun yang aktif bergerak melawan
pemerintah. Tentu saja ada pengawal-pengawal
perempuan dalam Pek-lian-kau. Bahkan
perempuan-perempuan ini lebih berbakat
Sekte Teratai Putih 17 59 dalam hal melepas guna-guna membunuh
musuh dari jarak jauh. Dukun-dukun
perempuan Pek-lian-kau ini dikenal dengan
nama Pa-siau-jin (Penyiksa Orang Kecil), karena
mereka bisa membuat orang sedesa kena
wabah, bisa membuat sawah-ladang sedesa
habis oleh hama, dan se-bagainya."
"Nampaknya Si Pembual ini jadi tahu banyak
tentang Pek-lian-kau..." pikir Sun Cu-kiok
bertambah yakin. "Saudara Au-yang, lalu
bagaimana ketika Saudara hendak melarikan
diri tetapi bertemu dengan dua anggota
perempuan Pek-lian-kau?"
"Aku melawan mereka dan merobohkan
mereka, mereka tidak sempat menggunakan
ilmu gaib mereka. Sebelum aku pergi, aku
sempat merampas kalung yang mereka pakai."
Diam-diam Sun Cu-kiok membatin, kok
Saudara Auyang ini juga belajar jadi tukang
jambret" "Kalung" Buat apa?"
"KaJung itu . adalah tanda keanggotaan
setiap laskar wanita Pek-lian-kau. Aku ambil
Sekte Teratai Putih 17 60 satu, siapa tahu barangkali bisa berguna untuk
menyelundup masuk ke Puncak In-hong di Kiuliong-san yang dijaga amat ketat."
"Saudara Auyang tadi bilang, kalung itu
hanya dipakai anggota laskar wanita Pek-liankau?"
"Ya. Kaum lelakinya memakai tanda yang
lain." "Kalau begitu, tentu kalung itu takkan ada
gunanya buat Saudara Auyang. Saudara Auyang
kan laki-laki?" "Ya, tentu saja."
"Kalau Saudara Auyang tidak keberatan, biar
kalung rampasan itu buat aku saja. Barangkali
saja setibanya di Puncak In-hong nanti aku akan
mendapat kesempatan untuk menyusup masuk,
menyelamatkan adikku, dengan menyamar
sebagai laskar wanita Pek-lian-kau."
Auyang Hou bersorak dalam hatinya, karena
memang inilah yang dikehendakinya. Tetapi ia
masih pura-pura mencemaskan Sun Cu-kiok,
"Nona, Puncak In-hong penuh dengan
penjagaan ketat. Berbahaya sekali untuk...."
Sekte Teratai Putih 17 61 Tetapi Sun Cu-kiok sudah tidak sabar, "Kalau
bukan aku yang harus mempertahankan nyawa
bagi saudaraku satu-satunya itu, lalu siapa
lagi?" Akhirnya Auyang Hou memberikan juga
kalung itu kepada Sun Cu-kiok. Sebuah kalung
perak berbentuk tertatai. Yang melihat serahterima kalung itu hanyalah Wan Lui, yang tidak
terlalu menggubrisnya. Wan Lui menganggap
hal itu tidak ada artinya untuk rencana
keseluruhan. la menganggap Sun Cu-kiok tetap
bisa "dikendalikan" biarpun sudah punya
"karcis" untuk masuk sendirian ke Puncak Inhong.
Sedang Sebun Beng dan Liu Yok yang
berjalan belasan langkah di depan mereka, tidak
tahu menahu apa yang diperbincangkan Sun Cukiok dan Wan Lui, Juga tidak melihat berpindahtangannya kalung itu, sekalipun sambil
melangkah mereka juga menoleh ke belakang
sekali-kali, melihat ke arah anggota-anggota
rombongan kecil yang jalannya terpencarpencar itu.
Sekte Teratai Putih 17 62 Auyang Hou merasa rencananya berjalan
cukup lancar, lalu katanya kepada Sun Cu-kiok
perlahan, supaya tidak didengar oleh yang lainlainnya, "Lebih baik Nona pakai kalung itu,
daripada nantinya jatuh dan hilang."
Ada semacam perbawa menyertai kata-kata
Auyang Hou, yang membuat Sun Cu-kiok
mematuhi anjuran itu. Begitulah, kalung itu
segera tergantung di leher Sun Cu-kiok,
meskipun bandulnya tersembunyi di balik
bajunya. Merasa bahwa langkah pertama dari
rencananya telah berjalan dengan sukses,
Auyang Hou tidak lagi terlalu berdekatan
dengan Sun Cu-kiok. Kuatir menimbulkan
kecurigaan Wan Lui yang selalu menganalisa
dengan cermat setiap hal-hal yang agak
berlebihan, sesuai dengan kebiasaannya sebagai
komandan rahasia di istana. Juga kuatir
menimbulkan kecurigaan Liu Yok yang agaknya
memiliki kepekaan alamiah yang tinggi
terhadap hal-hal gaib, padahal kalung yang
Auyang Hou berikan kepada Sun Cu-kiok itu
Sekte Teratai Putih 17 63 bukan lagi kalung biasa, melainkan salah satu
peralatan ilmu gaib Pek-lian-kau. Kata-kata
Auyang Hou tentang kalung yang dirampasnya
dari seorang laskar wanita Pek-lian-kau tadi
hanyalah bohong belaka. Bersambung jilid XVIII Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
Margoyoso, 16/06/2018 07:47 AM
Sekte Teratai Putih 17 64 Sekte Teratai Putih 18 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1991 Sekte Teratai Putih 18 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid XVIII *** P ERJALANAN hari itu sudah tidak mendaki
pegunungan lagi, melainkan jalanan sudah
menurun. Menurut Wan Lui, ada sebuah lembah
sempit di depan sana, dan ada beberapa rumah
penduduk yang pekerjaannya berburu binatang,
meskipun letaknya berpencaran.
Mereka menjumpai sebuah rumah milik
keluarga pemburu, berdinding tanah liat,
beratap ijuk dan dikelilingi tanam-tanaman
sayur. Pada dindingnya bergantungan kulit
hewan-hewan liar hasil buruan, di antaranya
adalah kulit rubah putih yang kalau dijual di
kota akan mahal sekali harganya.
Ketika mereka memasuki halaman rumah,
Tuan rumah sudah menyongsongnya. Tuan
rumah ialah seorang lelaki tinggi kekar,
Sekte Teratai Putih 18 2 bermata garang, ia menyambut dengan tangan
memegang senjata tombak bermata dua, senjata
khas kaum pemburu. Sikapnya menyatakan
kalau dia seorang yang tidak pernah menerima
kunjungan orang luar, dan sekarang ia
menyambut kunjungan Sebun Beng dan
rombongannya dengan sikap curiga. Sementara
ia menyongsong keluar, maka isteri dan anakanaknya hanya mengintip dari belakang pintu
dengan takut-takut. "Siapa Tuan-tuan ini?" dengan sikapnya yang
garang, Tuan rumah itu toh berusaha bersikap
sopan, sambil mengamat-amati kelima orang
tamunya. Seorang lelaki setengah tua berwajah
ramah namun bertubuh tegap, dalam pakaian
sederhana. Seorang lelaki muda namun
bersikap cukup matang dengan wajah tampan.
Seorang lagi pemuda yang kalau melangkah
akan kelihatan cacad kakinya, namun alangkah
lembut matanya dan alangkah bercahaya
wajahnya, menimbulkan rasa sejuk siapa pun
dihadapannya. Dan seorang yang berpakaian
seperti laki-laki pegunungan, tetapi jelas kalau


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekte Teratai Putih 18 3 perempuan. Serta seorang yang berdiri agak di
belakang sambil bersedakap, tangannya
membawa pedang, mantel melambai di
pundaknya, sepasang kakinya berdiri renggang
seolah hendak berkelahi. Kalau keempat orang
lainnya mencopot tudung bambu penahan
panasnya ketika berhadapan dengan Tuan
rumah, maka orang yang kelima itu sama sekali
tidak mau mencopot capingnya.
Sebun Beng-lah yang jadi juru bicara untuk
mewakili rombongannya, katanya sambil
memberi hormat. "Tuan, kami berlima ini
sedang melakukan perjalanan jauh untuk suatu
keperluan. Sekiranya Tuan cukup lapang dada
untuk memberi penampungan kepada kami
malam ini, tentu kami akan berterima kasih
sekali. Kami akan menginap di sini hanya
semalam, besok kami akan meninggalkan
tempat ini dengan meninggalkan uang ganti
rugi yang pantas." Si Tuan-rumah bertanya, "Soal uang ganti
rugi tidak penting bagi kami. Yang nomor satu
ialah, kalian bukanlah orang-orang jahat."
Sekte Teratai Putih 18 4 Liu Yok maju dan berkata, "Coba Tuan
perhatikan wajah-wajah kami, apakah benarbenar kami seperti orang jahat?"
Seperti biasa, kata-kata Liu Yok selalu
mengandung pengaruh yang besar. Sikap
garang Si Tuan-rumah itu tiba-tiba saja mencair
lenyap, lalu ia tertawa terbahak-bahak sambil
berkata, "Baik, baik. Aku percaya. Tuan-tuan
boleh menginap semalam di tempatku."
"Aku bukan Tuan...." tukas Sun Cu-kiok
mencoba mengakrabkan diri kepada Tuanrumah dengan berkelakar.
Si Tuan-rumah tercengang sebentar, namun
ketika mendengar suara Sun Cu-kiok, suara
seorang gadis, dia pun tertawa terbahak-bahak,
"Oh, iya, maaf. Marilah Tuan-tuan dan.... Nona
atau Nyonya?" "Nona." sahut Sun Cu-kiok.
"Ya. Marilah, Tuan-tuan dan Nona ini
berlindung dari embun malam di rumahku
malam ini, tetapi maaf, rumahku biarpun besar
namun di bagian dalamnya berantakan,
Sekte Teratai Putih 18 5 mungkin amat tidak memuaskan bagi Tuantuan dan Nona yang dari kota."
Sebun Beng tersenyum, "Darimana Tuan
tahu kami orang kota?"
"Maaf, tampang Tuan-tuan dan Nona ini
terlalu bersih untuk orang-orang pegunungan
semacam kami ini. Mudah dikenali."
Mereka segera masuk ke dalam rumah itu.
Memang besar dan luas. Tapi suasana pedesaan
terasa dengan kesederhanaannya yang teramat
sederhana. Tuan-rumah menunjuk ke sebuah ruangan
besar dengan bulu-bulu binatang buruan yang
tergulung bertumpuk-tumpuk di sudutnya,
sambil berkata, "Tuan-tuan berempat nanti
tidur di ruangan ini, maaf, hanya ini yang bisa
kami sediakan. Tuan-tuan boleh menggelar
bulu-bulu binatang buruan itu sebagai alas tidur
atau selimut. Sedangkan untuk tidurnya Nona
ini...." Tak terduga Sun Cu-kiok menyahut cepat,
"Tidak usah merisaukan aku. Aku juga seorang
pengembara seperti Pamanku dan KakakSekte Teratai Putih 18
6 kakakku, sudah terbiasa tidur di sembarang
tempat. Biar aku juga di sini."
Si Tuan-rumah tercengang sebentar, kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya.
Ia menduga mereka berlima itu orang
sekeluarga, kalau sudah melakukan perjalanan
bersama sekian lama, tentunya juga sudah
sering bersama-sama di tempat lain.
Karena tamu-tamunya meyakinkan sebagai
orang-orang baik, maka Tuan-rumah yang
tadinya mencurigai, sekarang jadi ramah sekali.
Bahkan menyelenggarakan pesta kecil-kecilan
dengan menyembelih ayam segala, saking
gembiranya mendapat teman-teman baru. Dan
karena ayamnya baru disembelih sore itu juga,
maka jadinya masakan lezat jadi agak malam.
Tetapi justru karena terlambat itulah maka
semua pihak jadi meningkat nafsu makannya,
masing-masing habis banyak, tidak terkecuali
Sun Cu-kiok. Mereka berbincang larut malam, kemudian
tidur. Sekte Teratai Putih 18 7 Meskipun Sun Cu-kiok tidur satu ruangan
bersama Sebun Beng berempat di ruangan
depan yang penuh dengan gulungan kulit
binatang itu, sudah tentu Sun Cu-kiok sebagai
seorang gadis sungkan kalau berdekatan
dengan keempat lelaki, meskipun mereka sudah
diakuinya di depan Tuan-rumah sebagai
"Pamanku dan Kakak-kakakku." Sebun Beng,
Wan Lui, Liu Yok dan Auyang Hou tidur
merapat di kaki tembok di satu sisi, sedangkan
Sun Cu-kiok merapat di kaki tembok di sisi
lainnya. Kelima-limanya beralas kulit binatang
yang digelar berlapis-lapis, bahkan juga bisa
dijadikan selimut. Sekejap saja mereka sudah terbang ke alam
mimpi, kecuali Auyang Hou yang sedang
memikirkan suatu rencana.
Di tempat itu tidak ada waktu, maka tidak
bisa memperkirakan waktu kecuali dengan
suara kokokan ayam liar di kejauhan. Tengah
malam rasanya sudah lewat, ketika di kejauhan
terdengar suara ayam berkokok.
Sekte Teratai Putih 18 8 Auyang Hou yang berbaring namun tidak
tidur itu perlahan-lahan membuka mata dan
memasang kuping baik-baik. Dilihatnya
Pamannya, Kakaknya, Jenderal Wan Lui dan
Nona Sun sudah pulas semua, agaknya karena
kelelahan setelah sehari berjalan. Yang
terdengar dalam rumah itu hanya desah napas
orang-orang yang tidur, bahkan terdengar
dengkur keras Si Tuan-rumah yang kadangkadang diselingi suara kerot-kerot giginya.
Auyang Hou merasa aman untuk bangun
perlahan-lahan, lalu melangkah mengendap
menuju pintu keluar. Pedangnya tidak
dibawanya. Namun, bagaimanapun hati-hatinya ia
melangkah, Sebun Beng yang bertelinga tajam
itu agaknya terbangunkan juga. Baru saja
tangan Auyang Hou menyentuh palang pintu,
Sebun Beng telah mengangkat kepalanya dan
bertanya, "Mau ke mana malam-malam larut
begini A-hou?" Sekte Teratai Putih 18 9 Auyang Hou agak terkejut, namun ia memang
sudah menyiapkan jawaban, "Mau buang air
kecil di luar, Paman."
"Tadi kau sudah dua kali buang air kecil."
"Ya, Paman. Tetapi malam ini udaranya
dingin sekali,- jadi sebentar-sebentar kepingin
kencing." Jawaban itu memang masuk akal. Udara
memang dingin sekali. Maka Sebun Beng tidak
mempersoalkan lagi. Ia menarik selimutnya ke
atas, lalu meneruskan tidurnya.
Auyang Hou menyelinap keluar. Begitu
melangkahi ambang pintu, sesaat tubuhnya
bergetar kedinginan, memang sangat dingin di
luar. Dan sangat gelap. Sebuah lampion kertas
yang digantung di atas sebatang pohon dekat
pagar halaman tidak, membantu banyak,
lampion itu bergoyang-goyang kena angin dan
membuat bayangan pepohonan juga ikut
bergoyang-goyang seram. Di kejauhan terdengar alun lolong serigala
dan aum harimau. Sekte Teratai Putih 18 10 Sambil mendekap pundak untuk menahan
dingin, Auyang Hou menjauhi bangunan rumah
itu, menyusup di antara pepohonan sayuran
mencari tempat yang sepi.
Tiba di tepi sebuah tempat yang gelap di
balik rumpun pohon sayuran, ia membersihkan
tanah dengan sepotong ranting berdaun, lalu
duduk bersila. Ia membakar selembar "hu"
(kertas kuning) sambil mengucapkan mantera
lirih. Lalu mantera itu diucapkannya berulangkah. Lolong serigala yang dikejauhan tiba-tiba
berubah nada. Nadanya mengalun tinggi dan
memanjang, menggidikkan bulu roma. Kata
orang-orang tua, kalau serigala bersuara
demikian sedang ada hantu yang lewat.
Sementara itu, getar mantera Auyang Hou
mulai mengenai sasarannya, yaitu Sun Cu-kiok.
Sun Cu-kiok yang sebelumnya memang sudah
lebih dulu "terbuka" pertahanan jiwanya sejak
menerima kalung berbentuk bunga teratai itu,
sekarang jiwanya ibarat sebuah kota
Sekte Teratai Putih 18 11 berbenteng yang di dalamnya sudah ada matamata musuh yang membukakan pintu.
Dalam tidurnya yang nyenyak tiba-tiba Sun
Cu-kiok tersenyum-senyum sendiri. Nafasnya
mendesah agak tersendat, berkeringat sedikit,
la menggeliat beberapa kali, tiba-tiba ia
terbangun. Beberapa saat ia duduk, matanya bergairah
menatap Liu Yok yang tidur meringkuk di
seberang ruangan. Suatu pengaruh aneh yang
tidak ia ketahui dari-mana datangnya,
menyusup ke dalam dirinya, membuat
darahnya mengalir lebih kencang, mendorong
niatnya untuk membaringkan diri dan memeluk
tubuh lelaki itu. Namun sejauh itu apa yang dilakukan Sun
Cu-kiok baru memandang dari seberang
ruangan, la belum melangkah mendekat dan
membaringkan diri di samping Liu Yok seperti
dorongan aneh dalam hatinya. Bahkan jauh
dalam kepribadian Sun Cu-kiok sendiri apa yang
merasa tidak enak, menentang pengaruh aneh
Sekte Teratai Putih 18 12 itu. Tetapi pengaruhnya yang aneh itu belum
juga menghilang. Sun Cu-kiok mengusap keringat di jidatnya.
Sementara itu, di luar rumah, Auyang Hou
berusaha memperkuat cengkeraman pengaruh
gaib ilmunya atas jiwa Sun Cu-kiok. Ia
keluarkan lagi selembar "hu" untuk dibakar,
dan tambah gencar membaca mantera. Lolong
serigala di kejauhan semakin menakutkan.
Kemudian Auyang Hou mengeluarkan sebuah
boneka-perempuan kecil yang panjangnya
sejengkal, yang di tubuhnya ada tulisan nama
Sun Cu-kiok. Boneka itu ditancapkan tegak di
tanah, lalu kertas jimat yang terbakar diputarputarkan di atas kepala boneka itu.
Manteranya tambah gencar mengalir dari
bibir Auyang Hou, sepalang matanya setengah
terkatup, ia masuk dalam keadaan setengah
sadar setengah siuman. Akibat gelombang kedua serangan gaib itu,
Sun Cu-kiok pun makin tenggelam dalam
pengaruh asing itu dan kepribadiannya sendiri
Sekte Teratai Putih 18 13 jadi terbelenggu, tidak mau mengambil
keputusan sendiri. Akhirnya Sun Cu-kiok pun bangkit dan
melangkah menyeberangi ruangan, mendekati
Liu Yok. Hampir-hampir sama sekali melupakan
rasa malunya, ia membaringkan diri di sebelah
Liu Yok, menyusup ke dalam selimut bulu


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

binatang yang mengerudungi Liu Yok, dan
memeluk tubuh Liu Yok. Liu Yok sedang nyenyak tidur saat itu. Ia
sudah agak berhasil membersihkan pikirannya
dari angan-angan mesum. Namun justru saat
itulah dia merasa ada sesosok tubuh yang
lembut dan hangat merapat ke tubuhnya, bau
harum menyusup ke hidungnya, dan hembusan
napas yang hangat seolah meniup-niup
tengkuknya. Ia mengira sedang bermimpi, lalu buru-buru
bangun. Dan setelah bangun ia semakin kaget
ketika mengetahui bahwa Sun Cu-kiok ternyata
sudah pindah ke sampingnya dan memeluknya
erat-erat. Sekte Teratai Putih 18 14 "Eh... eh... Nona Sun... ada apa ini?" desis Liu
Yok selirih-lirihnya, kuatir membangunkan
Sebun Beng dan Wan Lui yang tidur pulas di
sebelah lain dari tubuhnya.
Di bawah kendali ilmu gaib yang dilancarkan
Auyang Hou, Sun Cu-kiok sudah lumpuh
kepribadian aslinya sama sekali. Ia malahan
mempererat pelukannya sambil berdesis,
"Kakak Liu, aku merasa kedinginan. Dekaplah
aku..." Liu Yok benar-benar panik bukan kepalang.
Kesadarannya mengatakan bahwa Sun Cu-kiok
sedang "tidak beres". Ia paham benar
kepribadian Sun Cu-kiok yang sebenarnya
tidaklah seperti ini, bahkan berlawanan. Kalau
Sun Cu-kiok berbuat seperti ini, artinya pasti
ada yang tidak beres. Namun Liu Yok sendiri
adalah manusia biasa yang masih berkemah di
dalam darah dan daging, meskipun selama ini
Liu Yok lebih menitik-beratkan kesadarannya
kepada "manusia dalamnya yang dia yakini
adalah roh. Kali ini pengaruh kehangatan tubuh
Sun Cu-kiok dan rengekannya yang Sekte Teratai Putih 18 15 menggetarkan jiwa itu sulit ditolaknya,
meskipun Liu Yok berusaha mati-matian.
Ia tambah gugup ketika merasa tangan Sun
Cu-kiok membuka kancing-kancing bajunya.
"Jangan, Nona Sun. Ini tidak boleh..." cegah
Liu Yok terengah-engah, sambil mencoba
memegangi tangan Sun Cu-kiok agar tidak
"beraksi" lebih jauh. Suaranya masih dibuat
selirih mungkin karena kua-tir membangunkan
Sebun Beng dan Wan Lui. Namun Sun Cu-kiok benar-benar sudah
kehilangan kendali diri, "Kakak Liu, mari kita
puaskan cinta kita. Jangan kuatir. Paman Sebun
dan Jenderal Wan Lui sedang tidur pulas... atau
kalau Kakak Liu tidak mau di sini, kita cari
tempat di luar..." Liu Yok benar-benar bingung. Ia makin
cemas karena ternyata kepribadiannya seolaholah juga mulai terbelah. Ada yang menolak
ajakan itu, ada yang mengatakan "apa
salahnya?" Apalagi ketika Sun Cu-kiok
merapatkan dadanya yang lembut itu ke lengan
Liu Yok. Sekte Teratai Putih 18 16 "Nona Sun, sadarlah, bangunlah. Kau agaknya
tidak sadar..." suara Liu Yok pun mulai
terengah-engah. Waktu itu Sebun Beng sebenarnya tidak
terlalu pulas. Tidurnya sedikit terganggu ketika
Auyang Hou pergi keluar tadi. Dan ketika ia
hampir pulas kembali, tahu-tahu terjadi
"keributan" di sebelahnya. Bermula Sebun Beng
tidak habis mengerti, bagaimana Sun Cun-kiok
yang sedemikian anggun dan mengendalikan
diri itu tiba-tiba bersikap seperti perempuan
jalanan saja" Bahkan perempuan jalanan pun
takkan sedemikian bernafsu mengejar lelaki.
Semua gerak-gerik Sun Cu-kiok dan Liu Yok
serta kata-kata mereka, tidak ada yang lolos
dari kuping Sebun Beng meskipun dia purapura tetap memejamkan mata.
Tetapi ketika Sebun Beng mulai merasakan
bahwa Liu Yok hampir "bobol pertahanannya" suatu yang bisa dimaklumi karena Liu Yok pun
seorang lelaki normal-Sebun Beng tidak bisa
lagi tinggal diam dan membiarkan sesuatu yang
tak normal terjadi di dekatnya. Itulah sebabnya
Sekte Teratai Putih 18 17 Sebun Beng kemudian pura-pura menggeliat
bangun sambil menguap. "Eh, ada apa ini?" Ia pura-pura bertanya. Dan
pura-pura heran melihat Sun Cu-kiok sudah
satu selimut dengan Liu Yok.
Sebun Beng berharap tegurannya yang
cukup halus itu akan membuat Sun Cu-kiok
malu lalu balik ke tempatnya semula. Ternyata
tidak. Sun Cu-kiok tetap saja berbaring di
sebelah Liu Yok, meskipun tidak lagi memeluk
dan merengek. Bahkan ketika ia balas menatap
Sebun Beng, tatapannya membuat Sebun Beng
kaget, sebab sorot mata Sun Cu-kiok
memancarkan permusuhan dan kebencian yang
dahsyat menghanguskan ke arah
Sebun Beng. Namun naluri terdalam Sebun
Beng juga memberitahu bahwa yang
menatapnya penuh kebencian itu bukanlah
kepribadian Sun Cu-kiok yang sejati.
Berhadapan dengan perkara aneh seperti ini,
yang bukan mustahil adalah ulah orang Peklian-kau dengan sihir-sihir mereka, maka Sebun
Beng merasa paling baik kalau diserahkan
Sekte Teratai Putih 18 18 kepada "ahli"-nya saja. Ahli urusan-urusan yang
tidak masuk akal itu adalah Liu Yok. Maka
Sebun Beng segera berdesis, "Liu Yok..."
Sayangnya Liu Yok sendiri saat itu seakanakan justru sedang lumpuh, bukan lumpuh
tubuhnya namun jiwanya. Jiwanya sedang
kacau-balau oleh pertentangan dahsyat yang
baru saja berkobar di dalamnya. Dan tubuh Sun
Cu-kiok yang masih saja menempel di
sebelahnya, meski sudah tidak lagi memeluknya
erat-erat, seperti bara api yang membuat
"pertempuaran" dalam "kota jiwa" Liu Yok tak
kunjung padam. Itulah sebabnya ia tak dapat
menanggapi kemauan Sebun Beng pamannya.
Sebun Beng jadi panik juga melihat Liu Y ok
seolah-olah tidak berdaya, la ingin membangunkan Wan Lui, tetapi kuatir tindakan
seperti itu akan menyinggung Sun Cu-kiok,
bahkan kelak setelah dia "sadar".
Tiba-tiba mata Sebun Beng melihat tempat
Auyang Hou tidur tadi masih kosong, hanya
tertinggal pedangnya di tempat itu. Sebun Beng
heran bahwa orang buang air kecil saja kok
Sekte Teratai Putih 18 19 sedemikian lamanya" Jangan-jangan ada apaapanya" Jangan-jangan kepergok orang-orang
Pek-lian-kau dan disergap kembali" Tingkah
laku Sun Cu-kiok yang di luar kendali itu bisa
jadi adalah tanda dari hadirnya seorang tokoh
Pek-lian-kau di tempat itu yang sedang
mempraktekkan ilmu gaibnya.
Begitulah, beban pikiran Sebun Beng jadi
berganda. Belum selesai urusan "keributan"
antara Liu Yok dan Sun Cu-kiok, urusan
menghilangnya Auyang Hou juga menjadi
bebannya. "Eh, di mana A-Hou?" katanya, dan
kesempatan itu digunakannya untuk membangunkan Wan Lui. Begitulah, mereka
jadi bangun semuanya. Sementara itu, bagaimana pun pengaruh
asing yang menjerat Sun Cu-kiok dengan kuat
itu, tetapi kepribadian Sun Cu-kiok sendiri
bukanlah kepribadian lemah. Biarpun lemah
sekali, dalam dasar hatinya mulai timbul
perasaan heran, bagaimana segalanya ini bisa
terjadi. Sekte Teratai Putih 18 20 Sebun Beng kemudian berkata kepada Wan
Lui, "A-Lui, berjagalah sebentar di sini bersama
A-Yok dan Nona Sun. Aku akan keluar sebentar
untuk mencari A-Hou."
Wan Lui duduk menggosok-gosok matanya
yang masih mengantuk itu, ia telah tidur
demikian nyenyak sehingga tidak tahu apa yang
terjadi, juga tidak tahu kenapa Sun Cu-kiok tibatiba saja "pindah tidur" ke dekat Liu Yok.
"Ada apa ini?" "Kau di sini bersama A-yok dan Nona Sun."
Sebun Beng mengulangi kata-katanya. ".... dan
aku akan keluar mencari Auyang Hou..."
Maksud Sebun Beng, selama ia keluar, Wan
Lui harus "mengawasi" Liu Yok dan Sun Cu-kiok
agar jangan sampai melakukan tindakan
amoral. Tak terduga Wan Lui yang masih setengah
mengantuk itu belum dapat menduga maksud
Sebun Beng. Wan Lui malahan berkata. "Kalau
begitu, Ayah, biar aku pergi bersama Ayah
keluar untuk menemukan Saudara Auyang.
Sekte Teratai Putih 18 21 Ayah jangan sendirian. Aku rasa cukuplah
Saudara Liu dan Nona Sun berdua di sini..."
Sebun Beng mengeluh dalam hati karena
Wan Lui belum juga menangkap maksudnya
yang tidak mungkin dikatakannya terangterangan di hadapan Sun Cu-kiok. Wan Lui
belum diberitahu bahwa Liu Yok dan Sun Cukiok justru akan "terancam bahaya besar" kalau
dibiarkan berdua saja. Siapa menjamin iman Liu
Yok tidak akan runtuh akhirnya" Liu Yok toh
bukan seorang malaikat. Saat itulah Liu Yok ikut berbicara, "Jenderal
Wan, aku memohon kau tidak meninggalkan
aku. Kau harus menolong aku sewaktuwaktu...."
Terdengar Sun Cu-kiok menggeram sengit
mendengar permintaan Liu Yok kepada Wan
Lui itu. Mirip erang seekor kucing betina yang
sedang diamuk berahi tetapi tidak berhasil
mendapatkan jantannya. Waktu itu barulah Wan Lui dengan
ketajaman perasaannya dapat merasakan
ketidak-wajaran situasi itu, meskipun ia belum
Sekte Teratai Putih 18 22 tahu apakah yang tidak wajar itu. Kantuknya
lenyap seketika, ia pun berkata, "Baiklah. Hatihatilah berhadapan dengan ilmu gaib Pek-liankau, Ayah."
Sebun Beng cuma mengangguk. Jantungnya
berdegup kencang juga membayangkan dirinya
akan berhadapan dengan ilmu-ilmu gaib Peklian-kau. Ia teringat pengalamannya ketika
bertempur dengan empat "orang" Thian-peng
(prajurit langit) Pek-lian-kau yang ternyata
hanyalah boneka-boneka rumput belaka. Ia
hampir putus asa melawan mereka, seandainya
waktu itu Liu Yok dalam mimpinya tidak
mengucapkan, "Kalimat hanya debu". Namun
kali ini Sebun Beng tidak dapat mengandalkan
pertolongan Liu Yok, sebab Liu Yok sendiri
sedang ada masalah berat dengan dirinya
sendiri. Tetapi sejak Sebun Beng rajin membaca
buku pemberian Wan Lui itu-bukunya kaum
Thai-cin-kau jauh di dasar hatinya ada juga
tumbuh sedikit keyakinan bahwa posisinya
yang ditentukan oleh Sang Pencipta sesungguhnya lebih tinggi daripada segala
Sekte Teratai Putih 18 23 macam dewa, siluman atau roh yang dipuja
orang-orang Pek-lian-kau. Bukankah dirinya
sendiri pernah juga "melakukan" keajaiban,
meskipun ketika itu ia sendiri tidak sadar" Yaitu
di kota Han-king. Ketika itu tokoh nomor satu
Pek-lian-kau Utara, Kim-mo-long (Serigala
Berbulu

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Emas) Mo Hwe, menyatroni penginapan Sebun Beng untuk mencuri kitab,
karena disangkanya Sebun Beng sedang pergi.
Mo Hwe mengira Sebun Beng se-dang pergi,
sebab sebelumnya di warung dekat dermaga
sungai ia mengaku melihat Sebun Beng duduk
di warung, padahal pada saat yang sama Sebun
Beng sama sekali tidak pernah meninggalkan
penginapannya sejengkal pun.
Sambil membesarkan hatinya, Sebun Beng
membuka pintu dan melangkah keluar rumah.
Di luar gelap, meskipun ada sebuah lampion
yang digantungkan di atas pohon di dekat pintu
masuk halaman. Lampion itu bergerak-gerak
kena angin, menyebabkan bayanganbayangannya pun bergerak-gerak seperti
hantu-hantu yang menari-nari. Angin yang
Sekte Teratai Putih 18 24 dingin mengiris kulit menyongsong Sebun Beng
sehingga tubuhnya agak bergetar, lolong
serigala di kejauhan membuatnya meremang.
Sebun Beng ragu-ragu sejenak, tetapi suatu
aliran hangat tiba-tiba muncul dari dasar
hatinya yang terdalam, menghangatkan jiwanya
dan akhirnya juga tubuhnya, mengusir hawa
dingin yang seperti ujung-ujung tangan para
hantu yang mengusap kulitnya.
Sambil melangkah menginjak bayangan
pepohonan yang bergerak-gerak di tanah,
Sebun Beng berbicara kepada dirinya sendiri,
"Ayo, Sebun Beng, ciptaan tertinggi yang diberi
kuasa atas semua ciptaan yang jasad maupun
yang roh, ambil wewenangmu yang diberi oleh
Pencipta-mu!" Lalu dia mulai melangkah berkeliling sambil
menengok-nengok, mencari di mana Auyang
Hou berada, la tidak mau berteriak-teriak
memanggil-manggil sebab tidak mau mengganggu tidurnya Si Tuan-rumah dan anak
isterinya. Sekte Teratai Putih 18 25 Ia kelilingi halaman rumah itu satu kali,
tetapi Auyang Hou belum juga dilihatnya
jejaknya. Sebun Beng mulai gelisah. Ia
mempertajam kupingnya, barangkali akan
diketemukannya suara yang bisa memberi arah
pelacakannya. Ketika ia lewat di halaman samping, tiba-tiba
ketajaman telinganya menangkap suara
bernada rendah dan bersuara magis, kalau
didengarkan benar-benar akan terdengar
seperti mantera. Suara itu arahnya seperti dari
tengah-tengah pohon sayur di samping rumah.
"Hem, kira-kiranya benar-benar ada cecunguk Pek-lian-kau di tempat ini...."
Beberapa saat Sebun Beng menenangkan
hatinya, menghirup udara malam beberapa kali
dan menghembuskannya kuat-kuat. Lalu
membulatkan tekad dengan kata-katanya
sendiri, "Hem, biarpun cecunguk Pek-lian-kau
itu berteman pasukan gendruwo atau siluman,
aku akan melawannya."
Sekte Teratai Putih 18 26 Lalu dia melangkah menyelusup kebun sayur
itu, langsung menuju ke arah suara mantera
yang bergema itu. Di tengah-tengah kebun sayur, ia melihat ada
sesosok tubuh sedang duduk bersila, membaca
mantera sambil jari telunjuknya menggoreskan
huruf-huruf gaib .di udara kosong. Meskipun
orang itu nampaknya memakai caping, namun
dalam kegelapan Sel"un Beng sama sekali tidak
menyangka kalau orang itu adalah keponakannya sendiri, Auyang Hou. Pikirnya,
caping seperti itu toh bisa dijual dan dibuat
orang di mana-mana. Bukan Auyang Hou saja
yang memakai caping. Sebun Beng langsung membentak, "Bangsat
Pek-lian-kau, akhiri praktek ilmu jahatmu!"
Auyang Hou kaget dan melompat bangun, ia
mengenali suara pamannya. Tetapi agaknya
Pamannya belum mengenalinya karena
gelapnya malam. Beberapa saat Auyang Hou
membungkam, namun diam-diam tangannya
merogoh bendera jimat Cong-hong-ki (bendera
pemanggil angin) di balik bajunya.
Sekte Teratai Putih 18 27 Sementara itu Sebun Beng dengan geram
telah melangkah maju dan mengancam, "Sobat
dari Pek-lian-kau, jangan coba-coba melawan.
Lebih baik kaukatakan di mana keponakanku
Auyang Hou sekarang, dan cabut ilmu sihirmu
atas diri Nona Sun!"
Auyang Hou masih belum berbicara karena
kuatir suaranya dikenali oleh pamannya. Tetapi
ia tiba-tiba melompat mundur sambil
mengibaskan bendera kecil hitamnya berulangkali. Di tempat itu tiba-tiba berjangkit
angin berputar yang sangat dingin dan
gemerasak merobohkan bambu-bambu penopang pohon-pohon sayuran yang merambat. Angin berputar itu menjadi tirai
antara Sebun Beng dan Auyang Hou.
Sesaat Sebun Beng kelabakan, akhirnya
secara untung-untungan saja dia membentak,
meniru-niru Liu Yok dulu, "Hei, kalian hanya
debu!" Sebun Beng sadar, kata-kata itu begitu kuat
pengaruhnya kalau keluar dari mulut Liu Yok.
Dan Sebun Beng juga ingat, bahwa dia pernah
Sekte Teratai Putih 18 28 membentak boneka-boneka rumput yang
dijadikan "Thian-peng" itu dengan kata-kata itu,
namun tanpa hasil dan malahan para Thianpengnya mengamuk lebih hebat. Kali ini Sebun
Beng mengucapkan secara untung-untungan
dengan target hanya "mudah-mudahan ada
hasilnya". Bedanya dengan yang dulu, kalau
yang dulu Sebun Beng sekedar meniru-niru Liu
Yok tanpa tahu arti kata-katanya, kali ini Sebun
Beng mengucapkannya karena kata-kata itu
terdapat di kitab yang sering dibacanya, dan
kata-kata itu sudah meresap masuk jiwanya.
Dan hasilnya berbeda juga.
Kata-kata yang tidak sekedar keluar dari
mulut tetapi juga dari jiwanya itu disusul
dengan redanya angin jadi-jadian itu, sehingga
Auyang Hou kaget. Kaget karena menyangka
Pamannya telah "ketularan" Liu Yok dengan
segala keistimewaannya. Cepat-cepat Auyang Hou memutar tubuh dan
melarikan diri. Sambil membaca mantera, ia jadi
bisa lari lebih cepat sebab seolah-olah ada yang
menggerakkan kakinya dengan hebat.
Sekte Teratai Putih 18 29 "Jangan lari!" bentak Sebun Beng sambil
memburu. Ia agak heran juga karena melihat
mantel yang berkibar di belakang pundak orang
itu ia jadi ingat keponakannya. Orang itu dari
belakang kok mirip A-hou" Ah, tidak, bantahnya
sendiri dalam hati. "A-hou tidak mungkin
bermain-main dengan sihir model Pek-lian-kau
begini." Biarpun dalam hati digelayuti tanda tanya,
Sebun Beng tidak menghentikan langkahnya
untuk memburu. Ia sungguh tangkas, sehingga
ujung mantel "Orang Pek-lian-kau" itu masih
sempat dijambret nya dari belakang.
Mantel itu robek. Auyang Hou agaknya
ketakutan kepada sang Paman itu, sehingga
ketika mendengar suara robekan kain itu, ia tak
sadar menjerit kaget, "Paman!"
Teriakan itulah yang membuat Sebun Beng
tertegun. Ternyata memang benar itu Auyang
Hou. Beberapa saat hati Sebun Beng masygul
bukan main karena menemui kenyataan
keponakannya itu telah mulai bermain-main
dengan ilmu kaum iblis yang dibenci Sebun
Sekte Teratai Putih 18 30 Beng. Ilmu yang lebih merusak jiwa dan raga
daripada memberi manfaat yang hanya sedikit.
Ketika Sebun Beng tertegun itulah Auyang Hou
sudah kabur belasan langkah jauhnya. Tiba-tiba
Sebun Beng mengertakkan giginya dan
membulatkan tekad, "Aku harus mendapatkan
kembali keponakanku dari pengaruh ilmu
sesat." Berbarengan dengan berkobarnya tekadnya
itu, tubuhnya pun meluncur ke depan ditopang
sepasang kaki yang amat terlatih itu.
Terjadilah kejar-mengejar di malam yang
gelap itu, antara Paman dan keponakan,
menerjang pohon-pohon sayuran yang jadi
berantakan. Kemudian Auyang Hou dengan
amat tangkas melompati pagar halaman yang
terbuat dari batu dan direkat dengan tanah liat
itu. Sebun Beng pun menyusuLnya.
Melihat gerakan Auyang Hou yang secepat
angin, mampu mengimbangi dirinya itu, Sebun
Beng bukannya merasa bangga akan "kemajuan
ilmu" Si Keponakan yang dulunya tidak bisa
apa-apa itu, malah merasa tersayat hatinya.
Sekte Teratai Putih 18 31 Jelaslah Sang Keponakan bisa berlari secepat itu
bukan hasil latihan yang tekun, melainkan
dengan bantuan setan-setan.
Dalam gusarnya, kembali terluncur keluar
dari mulut Sebun Beng, "Setan-setan yang
membantunya berlari, kalian hanya debu!"
Dan Auyang Hou pun kehilangan topangan
gaibnya dalam berlari. Sekarang ia berlari
dengan kekuatan alamiahnya, maka sebentar
kemudian dia sudah roboh, dan sebelum sempat
bangkit kembali, tengkuknya sudah dicengkeram oleh Pamannya yang membentak
dengan gusar, "Bagus sekali, A-Hou! Ternyata
kau sudah bersekutu dengan roh-roh iblis!
Bahkan kau juga tega untuk mencelakai temantemanmu sendiri seperti Nona Sun Cu-kiok! Kau
hendak meruntuhkan martabatnya sebagai
wanita!" "Ampum, Paman.... ampun, Paman..." Auyang
Hou meratap-ratap ketakutan. Ketakutan
karena tak menyangka bahwa Pamannya pun
sekarang benar-benar sudah kebal terhadap
ilmu gaib Pek-lian-kau. Bukan itu saja, bahkan
Sekte Teratai Putih 18 32 juga bisa menyerang atau membuyarkan ilmu
gaib Pek-lian-kau hanya dengan kata-kata dari
mulutnya. Padahal dulunya yang bisa seperti itu
hanyalah Liu Yok. Menuruti kegusarannya, Sebun Beng rasanya
ingin menampar keponakannya itu, tetapi tibatiba ia merasa di belakangnya ada derap
langkah mendekat. Cepat-cepat ia berdiri sambil
memutar tubuh, dan dilihatnya ada dua orang
berbaju kuning dan memegang pedang sedang
bersiap-siap menyerangnya. Yang aneh adalah
wajah mereka. Wajah mereka seperti sehelai


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kertas yang semba-rangan saja dilukisi mata,
hidung serta mulut dengan sembarangan,
seperti lukisan hasil tangan seorang anak kecil
saja. Juga wajah mereka hampa dari ekspresi
apa pun. Jantung Sebun Beng berguncang, ingat
pengalamannya dulu ketika melawan empat
"Thian-peng", dan sekarang dia yakin bahwa
kedua "orang" di hadapannya itu pun hanyalah
manusia jadi-jadian alias "serdadu langit"
kiriman orang Pek-lian-kau.
Sekte Teratai Putih 18 33 Memang ada setitik kegentaran menyusup ke
dalam hati Sebun Beng, maklum yang
dihadapinya bukan manusia biasa. Tetapi dalam
hatinya ada bisikan yang mengingatkan akan
keberhasilannya belum lama tadi, maka hati
Sebun Beng pun menjadi tenang kembali. Ia
berdiri tegar menatap kedua "manusia" aneh
itu, dan siap melontarkan "Kalian hanya debu"
dari mulutnya. Mendadak ia teringat kata-kata lain dalam
kitab yang pernah dibacanya, dan timbullah niat
Sebun Beng untuk main coba-coba. Maka yang
keluar dari mulutnya pun adalah kata-kata yang
terpikir belakangan tadi, "Dari mulutku keluar
api dan kalian adalah kayu bakarnya."
Tidak terlihat api keluar dari mulut Sebun
Beng, yang terlihat sekedap uap biasa karena
dinginnya udara pegunungan malam hari itu.
Tetapi kedua "orang" seolah tersentak
langkahnya, lalu mereka roboh. Tubuh mereka
menyusut kecil sehingga berubah menjadi dua
helai kertas kuning yang digunting menjadi
orang-orangan membawa pedang, panjangnya
Sekte Teratai Putih 18 34 hanya sejengkal, dan tidak diketahui darimana
apinya, kedua lembar kertas guntingan itu
benar-benar terbakar dan berubah menjadi abu
dalam sekejap. Sebun Beng jadi tercengang sendiri akan
hasilnya. Perasaan haru dan bangga tiba-tiba
membungkus jiwanya. Tidak sia-sia selama ini
tekun membaca dan merenungkan kitab
pinjaman Wan Lui itu, sehingga banyak katakata dalam kitab itu rupanya sudah hidup
menjadi semangat yang bersatu dengan
semangatnya sendiri. Karena tidak menduga itulah Sebun Beng
jadi lengah sejenak. Kesempatan itu digunakan
oleh Auyang Hou untuk bangkit dan kabur
meninggalkan Pamannya. Derap Auyang Hou yang tergesa mengejutkan Sebun Beng. Sebun Beng segera
memutar tubuh dan mengejar, makin bulat
tekadnya untuk menyelamatkan Auyang Hou
dari cengkeraman ilmu hitam.
Namun sesosok tubuh kurus, dengan wajah
pucat melebihi mayat, tiba-tiba melompat dari
Sekte Teratai Putih 18 35 atas sebuah pohon yang tinggi. Dengan
sepasang lengannya yang kurus-kurus dan
panjang -panjang itu dia langsung menyerang
Sebun Beng dengan ganas. Tangan kiri hendak
mencakar ke mata dan tangan kanan hendak
merobek tenggorokan Sebun Beng dengan jarijarinya yang kurus dan dibengkokkan seperti
kaitan. Sebun Beng yang sedang berlari kencang,
kurang dapat mengerem larinya, maka ia pun
tidak mengerem larinya melainkan hanya
menundukkan kepala untuk menyelamatkan
mata dan tenggorokkannya. Sambil menghindar
Sebun Beng juga sekaligus membalas
menyerang dengan serudukan kepalanya
kearah perut lawan. Sambil menyeruduk, Sebun Beng sempat
merasa geli sendiri dalam hatinya akan "jurus"
yang sama sekali belum pernah dipelajarinya
itu. Toh ia lakukan terus.
Orang yang melompat turun dari pohon itu
tidak lain adalah Nyo Jiok. Tokoh nomor dua
dalam Pek-lian-kau Sekte Utara yang bergelar
Sekte Teratai Putih 18 36 Hui-heng-si (Si Mayat Terbang). Ia kaget karena
serudukan Sebun Beng itu, mau menghindari
juga sudah tidak sempat. Ia hanya menurunkan
sepasang lengannya untuk mencoba mengurangi tenaga serudukan Sebun Beng
dengan menahan ke sepasang pundak Sebun
Beng. Nyo Jiok membuat sebuah kesalahan fatal.
Sebun Beng adalah manusia bertenaga gajah,
maka Nyo Jiok yang kurus kering itu tentu saja
terpental beberapa langkah ke belakang, jatuh
ke tanah dengan pantat teposnya lebih dulu dan
pantat teposnya itu "membajak" tanah
sepanjang hampir dua meter sehingga
celananya robek. Ditambah lagi dengan isi
perutnya yang seolah-olah jadi jungkir balik tak
keruan karena serudukan tadi.
Sementara itu, Sebun Beng yang masih geli
sendiri akan "jurus kerbau"nya tadi, diam-diam
berkata kepada dirinya sendiri di dalam hati.
"Wahai Sebun Thai-hiap yang terhormat, apa
kata orang nanti kalau orang-orang tahu bahwa
Sekte Teratai Putih 18 37 Sebun Beng adalah manusia bertenaga gajah,
maka Nyo Jiok yang kurus kering itu tentu saja
terpental beberapa langkah ke belakang.
Sekte Teratai Putih 18 38 Sebun Thai-hiap telah menciptakan jurus baru
yang seperti kerbau?"
Saat yang sama, Nyo Jiok tidak ingin cepatcepat bangkit karena merasa kondisinya
berantakan saat itu. Kalau memaksakan dirinya
bangkit, ia pasti dengan gampang akan
dirobohkan kembali. Karena itu, Nyo Jiok tetap
saja duduk, bahkan ia mulai bersila dan
mulutnya mulai berkomat-kamit. Matanya
tajam waspada menatap Sebun Beng.
Dalam sekejap, kabut hitam menyelimuti
tubuh Nyo Jiok sehingga tidak terlihat lagi oleh
Sebun Beng. Sebun .Beng yang baru saja menemukan
kepercayaan diri bahwa sihir-sihir hitam tidak
berkuasa atas dirinya, tertawa dingin melihat
ulah Nyo Uiok itu. "Tuan, kalau aku tidak salah
tebak tentulah Tuan ini pimpinan nomor dua
Pek-lian-kau Pak-cong yang bergelar Hui-hengsi dan bernama Nyo Jiok?"
Karena Nyo Jiok diam saja tanpa menjawab
di belakang tirai kabut hitamnya, Sebun Beng
berkata pula, percuma dengan segala macam
Sekte Teratai Putih 18 39 ilmu hitammu itu, sobat. Tidak akan ada yang
mempan terhadapku, cobalah saja. Bahkan aku
anjurkan lebih baik kau...."
Baru saja selesai kata-kata Sebun Beng itu,
tiba-tiba dari tengah kabut hitam yang
menyelubungi itu muncul seekor ular besar
bersisik hitam yang langsung meluncur untuk
membelit Sebun Beng. Sebun Beng cepat-cepat melompat mundur,
tetapi ular besar itu terus memburunya, selain
berusaha mematukkan taring-taringnya yang
besar juga sering memutar tubuhnya untuk
menyabetkan ekornya. Geraknya yang penuh
perhitungan seperti hewan itu memahami ilmu
silat saja. Sebun Beng melawan beberapa saat, lalu
merasa bahwa tidak ada perlunya dia memeras
tenaga berkelahi dengan ular besar yang pasti
juga jadi-jadian itu. Maka dia pun mengambil
kesempatan untuk membentak dengan katakata ke-banggaannya, "Engkau hanya debu!"
Sekte Teratai Putih 18 40 Tak terduga kali ini ucapan Sebun Beng tidak
mempan. Malahan ular itu kelihatannya marah
sekali dan mengamuk semakin hebat.
Begitulah, perkelahian antara manusia dan
ular besar itu berlangsung hebat. Sebun Beng
berusaha menghindarkan dirinya dari belitannya, tetapi juga sekali-kali juga berusaha
memukul kepala ular itu dengan tangannya
yang kuat. Dan ular itu seolah-olah mengerti
juga akan bahayanya tinju Sebun Beng, sehingga
sering melakukan gerakan-gerakan licin
menghindari pukulan Sebun Beng. Demikianlah,
untuk sementara pertarungan antara manusia
dan hewan jadi-jadian itu sulit diketahui mana
yang bakal menang atau kalah.
Untuk menghadapi hewan jadi-jadian yang
aneh itu, Sebun Beng benar-benar harus
memusatkan seluruh perhatiannya kalau ingin
selamat. Dengan demikian, pikirannya untuk
Auyang Hou untuk sementara harus dialihkan
dulu untuk menghadapi lawannya ini.
Pada saat yang sama, telah terjadi perubahan
di dalam diri Sun Cu-kiok.
Sekte Teratai Putih 18 41 Dengan berhentinya Auyang Hou menyerang dengan ilmu gaib pembangki berahi, maka
pengaruh atas diri Sun Cu-kiok perlahan-lahan
mengendor juga. Begitu kesadarannya yang muncul dari
pribadinya yang asli mulai muncul dan
menguasai kembali benaknya, maka Sun Cukiok pun terkejut sendiri. Tiba-tiba saja ia
melompat menjauhi Liu Yok, lalu dengan
bingung menatap Liu Yok dan Wan Lui
bergantian sambil bertanya dengan bingung,
"Eh... kenapa aku.... lho! Tadi tidurku kan di
sana?" Waktu itu, Liu Yok belum padam benar
gelora nafsunya yang "dinyalakan" oleh ulah
Sun Cu-kiok tadi. Liu Yok tetap duduk bersila
tanpa menjawab, memejamkan mata tanpa
berani menatap ke arah Sun Cu-kiok karena
kuatir kalau membuka matanya akan sama
dengan "membuka pintu jiwa" untuk
membiarkan pengaruh merangsang itu memasuki jiwanya dan "bikin ribut" lagi. Saat
itu pun dengan susah payah Liu Yok mengusir
Sekte Teratai Putih 18 42 semua pengaruh yang sudah terlanjur masuk ke
dalam jiwanya, bahkan rasa-rasanya syarafsyaraf di permukaan kulitnya masih bisa
merasakan kelembutan dan kehangatan kulit
Sun Cu-kiok tadi, meskipun saat itu Sun Cu-kiok
sudah menjauh beberapa langkah.
Wan Lui-lah yang menjawab, bijaksana tanpa
membuat Sun Cu-kiok malu, "Nona Sun, kita
mendapat serangan gaib pihak Pek-lian-kau.
Untunglah, agaknya Ayah-mertuaku agaknya
sudah menemukan dalangnya, dan mungkin
sekarang sedang membereskannya. Maka
pengaruh itu sudah menghilang sekarang."
Betapa pun Wan Lui berusaha menutupnutupi kelakuan Sun Cu-kiok tadi, yang
menyerupai perempuan jalang, tetapi gadis itu
teringat juga sedikit. Ia tidak sepenuhnya dalam
keadaan tidak sadar ketika semuanya terjadi
tadi, hanya kesadarannya seperti kalah kuat
oleh pengaruh yang lain. Dan kini setelah
pengaruh itu lenyap, masih ada "sisa rekaman"
peristiwa tadi dalam kesadarannya.
Sekte Teratai Putih 18 43 Tiba-tiba Sun Cu-kiok melangkah ke
seberang ruangan, ke tempatnya tidur semula.
Lalu duduk dan menangis terisak-isak, agaknya
merasa malu akan apa yang dilakukannya tadi.
Wan Lui menarik napas, membiarkan saja
Sun Cu-kiok mencairkan kepepatan hatinya
lewat air matanya. Nanti setelah hatinya sedikit
tenang, barulah akan dihiburnya.


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untunglah Tuan-rumah dan keluarganya
begitu pulas tidurnya telah seharian bekerja,
sehingga mereka tidak terbangun dan minta
penjelasan apa yang terjadi di rumahnya.
Setelah isak Sun Cu-kiok mereda, barulah
Wan Lui berkata, perlahan agar tidak
membangunkan Si Tuan-rumah dan keluarganya, "Nona Sun, tidak perlu kau
menyesali dan menghukum diri sendiri, sebab
apa yang terjadi sama sekali bukanlah
kehendakmu yang sejati. Kehendakmu seolah
dibelenggu oleh pengaruh aneh tadi dan
dikesampingkan. Setiap orang yang ikut dalam
rombongan ini sudah tahu bagaimana
kepribadian Nona dan yakin tidak mungkin
Sekte Teratai Putih 18 44 Nona melakukan perbuatan-perbuatan yang
rendah. Percayalah. Kalau Nona terus-menerus
menyesali diri sendiri dan menghukum diri
sendiri, sama saja Nona sudah masuk
perangkap Pek-lian-kau. Memang itulah tujuan
mereka." Akal Sun Cu-kiok bisa menerima penjelasan
Wan Lui itu. Tetapi perasaannya belum bisa.
Perasaan seorang gadis yang bermartabat dan
menjujung kehormatannya, namun hampir saja
terjeblos ke dalam .perbuatan amoral karena
dorongan dalam dirinya sendiri.
Wan Lui berusaha memahaminya juga. Itulah
sebabnya ia kemudian tidak berbicara lagi. Ia
membiarkan kata-katanya tadi meresap pelanpelan ke dalam jiwa Sun Cu-kiok, mudahmudahan.
Ketika melihat pedang kepunyaan Auyang
Hou masih tergeletak di tempatnya tidur yang
kosong, pikiran Wan Lui tergerak. Ke mana
Auyang Hou" Dulu hilangnya diculik Nyo Jiok
dari Pek-lian-kau, lalu munculnya aneh juga di
tengah-tengah pegunungan, dan banyak kataSekte Teratai Putih 18
45 katanya yang kedengarannya tidak cocok satu
sama lain. Dan malam ini kembali menghilang
begitu saja selagi terjadi peristiwa seperti itu.
Mendadak saja Wan Lui jadi mencemaskan
Ayah-mertuanya yang juga sudah pergi dari tadi
dan belum kembali-kembali juga.
Wan Lui ingin menyusul Sebun Beng, namun
kuatir meninggalkan Liu Yok dan Sun Cu-kiok
berduaan saja di tempat itu. Bagaimana kalau
pengaruh aneh itu datang lagi" Sedangkan Liu
Yok dan Sun Cu-kiok saat itu masih dalam
keadaan rapuh pertahanan jiwanya. Liu Yok
sendiri nampak belum selesai menenteramkan
kembali "kota jiwa"nya. Wan Lui pun jadi
kebingungan sendiri. Mencemaskan mertuanya,
tetapi juga harus "mengawasi" Liu Yok dan Sun
Cu-kiok. Saat itulah baru Wan Lui teringat untuk
berdoa, sesuatu yang belakangan ini amat
jarang dilakukannya dengan sungguh-sungguh.
Bukan saja karena kesibukannya yang menyita
waktu, tetapi juga karena hidupnya yang terus
menanjak naik, makin lama makin gemilang,
Sekte Teratai Putih 18 46 sampai-sampai menjadi tangan kanannya
Kaisar Kian-liong. Namun kali ini, dalam
ketidakberdayaan, barulah dari relung jiwanya
yang terdalam naik permohonan kepada Yang
Maha Kuasa yang dipercayainya.
Pada waktu yang sama, Sebun Beng masih
bertarung dengan ular besar jadi-jadian itu.
Setelah kabut hitam tadi menyingkir, Nyo Jiok
tidak terlihat lagi, maka Sebun Beng mendapat
jawaban kenapa bentakannya seakan tidak
mempan terhadap ular itu. Tak lain karena ular
besar itu adalah perubahan rupa dari Nyo Jiok
sendiri. Dan Nyo Jiok adalah manusia,
sedangkan menurut kitab yang dibaca Sebun
Beng, manusia tidak akan dapat memerintah
sesama manusia sebab derajatnya sama. Tidak
peduli manusia yang satu adalah orang suci
yang telah menumpuk gunung kebaikan, dap
yang lain adalah penjahat yang sehari-harinya
bergaul dengan iblis dan arwah-arwah jahat.
Jadi yang dihadapinya bukan ular, melainkan
Nyo Jiok yang sedang berwujud ular.
Sekte Teratai Putih 18 47 Tetapi dalam pertempuran "normal pun
Sebun Beng tidak berkecil hati. Bahkan
beberapa kali pukulannya berhasil mengenai
tubuh ular besar itu, dan Sebun Beng yakin
kalau pukulannya itu bisa menyakiti sebab ular
itu menggeliat dan mendesis dan setiap kali
gerakannya seperti tertegun-tegun.
Semangat Sebun Beng membubung naik,
sambil bertempur, dia juga mulai "menyerang"
dengan mulutnya berupa na-sehat-nasehat,
"Sobat Nyo, buat apa kau terus-teruskan
bertingkah laku seperti ini" Sudah baik-baik
saja jadi manusia, mahluk yang bermartabat
tinggi, mahluk yang diberi hak oleh Yang Maha
Kuasa untuk mewakili-Nya memerintah bumi,
kok malah merubah diri jadi seekor ular,
binatang yang terkutuk abadi?"
Nyo Jiok tidak mendengarkan nasehat itu.
Desisannya makin kuat, serangannya makin
hebat, dan ekornya berusaha membelit
sekenanya. Agaknya dia marah, bahkan kadangkadang dia meluncur seperti sebatang tombak
yang dilontarkan. Sekte Teratai Putih 18 48 Sebun Beng pun semakin berhati-hati.
Namun semakin hebat Nyo Jiok mengamuk,
semakin kedodoran pertahanannya, dan
semakin sering pukulan Sebun Beng mengenai
tubuhnya yang bersisik dan licin itu.
Dalam keadaan unggul di atas angin, Sebun
Beng tetap saja memberi nasehat-nya,
"Sudahlah. Kita akhiri saja pertikaian kita, dan
kita mungkin akan bisa menjadi sepasang
sahabat yang baik. Buat apa bermusuhan, kalau
bisa bersahabat" Asalkan kaulepaskan keponakanku Auyang Hou dan juga Nona Sun
Pek-lian, kenapa segala permusuhan tidak bisa
dihabisi?" Namun rupanya karena terlalu asyik
"berkhotbah" ditambah lagi perasaan sudah
hampir menang, Sebun Beng jadi sedikit lengah.
Suatu kali ia berhasil menghindari patukan Nyo
Jiok, tetapi tidak berhasil menghindar ketika
dari mulut ular jadi-jadian itu tersembur kabut
hitam berbisa. Sebun Beng tidak sempat
menahan napasnya agar tidak menyedot kabut
Sekte Teratai Putih 18 49 beracun itu, ia menyedot beberapa hirupan
sebelum melompat mundur dengan kaget.
Racun yang terkandung dalam kabut hitam
itu agaknya memang amat kuat, kepala Sebun
Beng langsung terasa berkunang-kunang dan
perutnya mual. Kakinya goyah.
Dengan gusar Sebun Beng menuding ular
jadi-jadian itu, "Nyo Jiok, kau benar-benar
sudah tumpul terhadap uluran persahabatan
antar sesama manusia! Agaknya bukan cuma
tubuhmu yang bisa berubah menjadi hewan,
tetapi jiwamu pun sudah seperti hewan!"
Nyo Jiok dalam ujud jadi-jadiannya itu tentu
saja tidak bisa menjawab sebagaimana manusia.
Namun ia menggeleser bolak-balik sambil
berkali-kali mengangkat kepalanya dengan
kepongahan, seraya mendesis-desis pula,
seolah-olah ingin menyatakan kemenangannya.
Sementara itu Sebun Beng sudah berpikirpikir untuk kabur saja, karena merasa tidak
akan mampu bertempur dalam kondisi tubuh
sangat terganggu seperti itu. Tetapi agaknya
Nyo Jiok tidak akan melepaskannya begitu saja.
Sekte Teratai Putih 18 50 Sorot matanya yang tajam mengawasi gerakgerik Sebun Beng dengan waspada.
Saat itulah terjadi sesuatu yang di luar
dugaan. Dari balik semak-semak tiba-tiba
terdengar geram lembut seekor serigala.
Nampak di kegelapan itu sepasang mata yang
merah menyala. Lalu di sekitar tempat itu
terdengar suara menguik-uik yang ramai, dan
mata-mata yang merah menyala pun terlihat di
mana-mana. Mengepung tempat itu.
Sebun Beng terkesiap. Matanya yang tajam
melihat sosok-sosok hewan berkaki empat
bermoncong runcing, serigala, yang jumlahnya
puluhan ekor sudah mengurung tempat itu.
"Mampuslah aku malam ini dimakan
serigala-serigala ini..." keluh Sebun Beng dalam
hati menyadari ganasnya keroyokan hewanhewan ini. Seorang pemburu yang gagah berani
pun lebih suka ketemu sepasang harimau
dewasa daripada bertemu sekelompok hewanhewan bertubuh kecil namun sangat rakus ini.
Kalau bertemu kelompok serigala, para
pemburu biasanya akan memanjat pohon untuk
Sekte Teratai Putih 18 51 menyelamatkan diri. Sementara Sebun Beng
masih mengeluh dalam hati, "Seandainya aku
seperti Liu Yok, dapat memerintahkan hewanhewan..."
Lalu dari kegelapan melangkahlah seekor
serigala yang luar biasa besarnya, ukurannya
hampir-hampir seukuran anak lembu, agaknya
inilah pemimpinnya.Yang aneh, nampak di
bawah cahaya rembulan yang redup, bahwa
seluruh tubuh serigala besar ini ditutupi bulubulu emas. Ini benar-benar serigala istimewa,
terutama bulu-bulu di lehernya sangat tebal dan
menjurai panjang, berkilat keemasan.
Sebun Beng sudah mengeluh dalam hatinya.
Satu ular jadi-jadian saja sudah sulit dihadapi,
apalagi kalau ditambah serigala yang wujudnya
saja sudah "tidak normal" beserta gerombolannya. Bukan mustahil serigala yang
luar biasa itu pun adalah jadi-jadian dari tokoh
nomor satu Pek-lian-kau, Kim-mo-long (Serigala
Berbulu Emas) Mo Hwe, sesuai dengan
julukannya. Sekte Teratai Putih 18 52 Serigala besar itu melangkah memasuki
gelanggang, kemudian Sebun Beng menjadi
heran ketika melihat serigala besar itu tidak
membantu Nyo Jiok menghadapinya, sebaliknya
malah menggeram-Sgeram dan menunjukkan
sikap permusuhan terhadap Nyo Jiok yang
sedang berwujud ular besar bersisik hitam itu.
Ular besar itu melingkar, berdesis-desis
sambil mengangkat kepalanya tinggi-tinggi.
Mulutnya menyemburkan kabut hitam yang
makin lama makin tebal menyelubungi dirinya.
Serigala bulu emas itu tiba-tiba menggeram
dengan nada yang agak lain, agaknya semacam
"komando" kepada anak buahnya. Beberapa
ekor serigala segera menyerbu dengan ganas ke
arah ular-ular itu, dan sama sekali mengabaikan
Sebun Beng. Sebun Beng cuma berdiri termangu-mangu
melihat kejadian di luar dugaan itu. Sampai ia
tiba-tiba mengingat akan kata-kata yang pernah
Auyang Hou katakan kepadanya dulu, bahwa di
antara dua tokoh tertinggi Pek-liarvkau Utara,
yaitu antara Kim-mo-long Mo Hwe dan HuiSekte Teratai Putih 18
53 heng-si Nyo Jiok ternyata telah pecah
pertentangan terbuka. Nyo Jiok ingin merebut
kedudukan Mo Hwe sebagai Cong-cu (Ketua
Sekte) sedangkan Mo Hwe tentu saja
mempertahankannya. Waktu itu terjadilah perkelahian antara ular
besar bersisik hitam itu melawan puluhan ekor
serigala yang mengeroyoknya, dan mencoba
menggigitnya dari segala jurusan.
Sebun Beng diam-diam menilai bahwa
serigala-serigala itu adalah serigala-serigala
biasa, bukan jadi-jadian, hanya saja mereka


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tercekam pengaruh Si Serigala besar berbulu
emas yang hampir pasti adalah hewan jadijadian. Hanya serigala besar itulah yang jadijadian, sebab tidak ada serigala biasa berukuran
sebesar itu dan berbulu seperti itu.
Demikianlah, ular besar bersisik hitam itu
mengamuk di antara serigala-serigala. Sisiksisiknya yang hitam ternyata adalah perisai bagi
sekujur tubuhnya yang tak tertembus oleh
taring serigala-serigala biasa. Bahkan beberapa
ekor serigala berhasil dipatuk mampus, dan
Sekte Teratai Putih 18 54 sebagian lagi terpental kena sabetan ekor ular
raksasa itu. Meskipun demikian, karena jumlah serigala
itu pun cukup banyak, pergulatan itu tak juga
segera berakhir. Dan kawanan serigala itu
karena memang hewan-hewan asli yang tidak
bisa berpikir, mereka terus saja menggonggong
dan menerjang tanpa kenal takut ke arah si Ular
besar. Mereka hanya menurutkan pengaruh
yang ada dalam diri mereka.
Sebaliknya dengan si Ular besar yang adalah
hasil alih wujud Nyo Jiok itu. Dia manusia, dan
dapat berpikir. Nyo Jiok dapat mengenali bahwa
serigala besar berbulu emas itu adalah Kakak
seperguruannya dan Ketuanya, Mo Hwe. Selagi
ia memeras tenaga mati-matian melawan
keroyokan serigala-serigala, sementara tulangtulang tubuhnya pun masih sakit karena kena
pukulan Sebun Beng tadi, maka dilihatnya Mo
Hwe dalam ujud binatangnya itu masih enakenak di luar gelanggang, menghemat tenaganya.
Nyo Jiok berpikir, jelas dia di pihak yang
dirugikan. Karena itu, dalam pertempurannya
Sekte Teratai Putih 18 55 melawan serigala-serigala itu, Si Ular besar Nyo
Jiok pun mencari jalan untuk meloloskan diri.
Nyo Jiok makin hebat meliuk-liuk dan
menyabet-nyabetkan tubuh jejadiannya, sehingga makin banyak pula kawanan serigala
menjadi korbannya. Sambil tidak lupa terus
mewaspadai serigala emas di luar gelanggang,
dan juga mewaspadai Sebun Beng.
Suatu ketika, ular hitam itu melenting ke
angkasa, dan di tengah-tengah udara berubah
kembali ke ujud aslinya sebagai Nyo Jiok.
Tubuhnya yang kurus itu tidak langsung
meluncur turun, karena pasti akan disongsong
oleh serigala-serigala kelaparan di bawahnya,
melainkan meluncur ke ujung ranting sebuah
pohon dan langsung meluncur pergi.
Sambil tertawa, ia meninggalkan katakatanya, "Sebun Thai-hiap, maaf aku pinjam
keponakanmu untuk sementara waktu, kelak
akan kukembalikan!" Dan kepada Si Serigala Emas, Nyo Jiok
meninggalkan kata-kata pula, "Maaf aku tidak
Sekte Teratai Putih 18 56 bisa terus menemanimu bermain-main, Kakak
Mo. Ada banyak pekerjaan yang menanti aku."
Sebun Beng merasa agak pusing gara-gara
kabut beracun tadi, tetapi ia tidakakan
membiarkan Nyo Jiok pergi begitu saja. Hanya
ketika ia hendak melompat menyusul, Serigala
Bulu Emas itu juga telah mengubah diri ke
wujud aslinya, Mo Hwe, yang langsung berdiri
menghadang Sebun Beng seraya berkata,
"Tunggu sebentar, Tuan Sebun!"
Sebun Beng pun menghentikan langkahnya,
menatap Mo Hwe dengan waspada. Meskipun
Mo Hwe baru saja menolongnya dengan
kawanan serigalanya, tetapi bagaimanapun juga
Mo Hwe adalah musuh. Lagipula Sebun Beng
tidak menganggap tindakan Mo Hwe tadi
sebagai pertolongan yang ditujukan buatnya,
melainkan hanya karena permusuhan antara
kedua tokoh Pek-lian-kau Utara itu. Apalagi di
sekitarnya masih ada kawanan serigala yang
setiap saat bisa digerakkan oleh Mo Hwe untuk
menyerangnya. Sekte Teratai Putih 18 57 Dilihatnya Mo Hwe memejamkan matanya
sekejap dan mulutnya berkomat-kamit, lalu
kawanan serigala itu pun tiba-tiba bubar
sendiri. Pergi menghilang ke dalam kegelapan,
meninggalkan begitu saja kawan-kawan mereka
yang sudah menjadi bangkai.
Sebun Beng menarik napas lega. Tindakan
Mo Hwe itu bolehlah dianggap sebagai langkah
persahabatan. Pikirnya, "Baiklah aku tunggu
dan aku dengarkan apa yang hendak dikatakan
oleh Pimpinan Tertinggi Pek-lian-kau Utara ini."
Mo Hwe mulai berkata, "Tuan Sebun, malam
ini impaslah hutang-piutang antara kita."
"Hutang-piutang?" Sebun Beng heran.
"Hutang-piutang apa?"
"Dulu di Nan-king kau sudah melepaskan
diriku pergi, meskipun waktu itu kau
sebenarnya bisa menangkapku, atau meneruskan memukuli aku. Nah, sekarang
kubayar lunas hutangku itu."
Sebun Beng tersenyum, "Saudara Mo, apa
yang kulakukan itu tidak pernah aku masukkan
sebagai perhitungan hutang-piutang yang suatu
Sekte Teratai Putih 18 58 Mo Hwe mulai berkata, "Tuan Sebun, malam ini
impaslah hutang-piutang antara kita."
Sekte Teratai Putih 18 59 saat harus kutagih dirimu. Tidak. Aku belajar
melakukannya dengan senang hati, dan aku
akan banyak-banyak melakukannya lagi."
Mo Hwe termangu-mangu sejenak, namun ia
tetap berusaha agar sikap dinginnya tidak
mencair. "Keyakinanmu itu urusanmu sendiri,
Sebun Beng. Tetapi keyakinanku berbeda
dengan keyakinanmu. Bagiku hutang budi harus
dibayar, supaya kelak aku tidak segan
menghadapimu sebagai lawan!"
"Sobat Mo Hwe, sebenarnya kita bisa jadi
sahabat." "Tidak mungkin untuk saat ini. Bukankah
saat ini kau dan rombonganmu sedang mencari
tempat kami untuk mengacaukan rencana
kami?" "Perjalananku tidak bermaksud memusuhi
pihakmu. Kami hanya ingin menyelamatkan
Nona Sun Pek-lian, juga keponakanku Auyang
Hou, serta menyelamatkan perut puluhan ribu
perajurit di Propinsi Ou-lam dan keluarga
perajurit-perajurit itu."
Sekte Teratai Putih 18 60 "Apa yang kaumaksudkan dengan menyelamatkan perut perajurit-perajurit di Oulam itu?"
"Batangan-batangan emas yang kalian
rampas itu adalah gaji para perajurit di Ou-lam.
Dengan lenyapnya emas-emas itu, bukankah
berarti...." "Bukan kami yang merampas emas-emas
itu!" tukas Mo Hwe. Sebun Beng tercengang, "Bukan kali an?"
"Ya!" "Tetapi di tempat penghadangan itu
diketemukan bendera Jit-goat-ki (Bendera
Rembulan dan Matahari bendera dinasti Beng)
dan bendera Pek-lian-ki (Bendera Teratai
Putih)..." "Ada usaha dari pihak lain untuk
mengkambing-hitamkan kami!"
"Siapa pihak lain itu?" .
Pertanyaan itu membuat gigi Mo Hwe
gemertak gemas, mengingat bagaimana
pihaknya sudah "kena getahnya tetapi tidak ikut
makan nangkanya." Pihaknya pernah dihubungi
Sekte Teratai Putih 18 61 oleh orang berkedok yang mengaku bekerja di
istana Raja Manchu namun jiwanya berkobar
dengan semangat pembebasan bangsa Han.
Kelompok "patriot-patriot bangsa Han" yang
mengaku bekerja secara rahasia dalam istana
Manchu itu, mengajak Pek-lian-kau bekerja
sama merampas emas-emas milik kerajaan.
Mereka mengatur rencana, route dan
penyamaran pengiriman emas itu juga
diberitahukan kepada pihak Pek-lian-kau, dan
pihak Pek-lian-kau diminta untuk melakukan
ini-itu demi suksesnya rencana itu. Ketika itu
Mo Hwe menurut saja, la kirim orang-orangnya
yang menyamar sebagai rombongan wa-yangboneka. Tak terduga ternyata sekutu mereka,
para "patriot bangsa Han" itu mengkhianati
mereka. Komplotan istana itu menyodorkan
Pek-lian-kau hanya sebagai umpan untuk
menarik dan mengalihkan perhatian pasukanpasukan istana di bawah pimpinan Wan Lui,
kemudian komplotan "patriot bangsa Han"
itulah yang mendahului merampas emas-emas
itu. Tinggallah pihak Pek-lian-kau yang kena
Sekte Teratai Putih 18 62 getahnya. Tidak menikmati sebutir emas pun,
tetapi diuber-uber Wan Lui dan pasukan
rahasianya karena dianggap merampok emasemas itu. Mo Hwe mencoba mencari hubungan
kembali dengan komplotan "patriot bangsa
Han" dari istana itu, namun jejak mereka sudah
menghilang, sama dengan emas-emas itu. Mo
Hwe benar-benar merasa tertipu.
Namun ada satu hal yang memberinya
harapan, suatu petunjuk yang hanya sekelumit
dan diperolehnya dari Hek - wa-koai (Siluman
Gagak Hitam) Mao Pin. Petunjuk itu hanyalah
berupa keterangan bahwa "patriot bangsa Han"
yang duiu pernah menghubungi pihak Pek-liankau untuk mengajak bekerja sama itu, meskipun
tidak dikenal wajahnya karena berkerudung,
tetapi ada sebuah ciri tahi-lalat besar di
punggung tangannya. Kini berhadapan dengan Sebun Beng, mertua
Wan Lui, panglima pasukan rahasia Kaisar Kianliong, timbul niat Mo Hwe untuk memperalat
Wan Lui. Katanya kepada Sebun Beng, "Sebun
Beng, kau mau percaya atau tidak terserah
Sekte Teratai Putih 18 63 kepadamu sendiri. Tetapi aku beritahu kau
bahwa komplotan yang merampas emas-emas
itu adalah komplotan orang-orang istana
sendiri!" Mo Hwe menyangka Sebun Beng akan kaget
mendengar itu, lalu mendesak dirinya dengan
pertanyaan bertubi-tubi. Tak terduga wajah
Sdbun Beng ternyata tenang-tenang saja.
Rupanya Sebun Beng sudah banyak berbicara
dengan Wan Lu dan sedikit banyak sudah tahu
juga kalau dalam istana kerajaan pun ada
komplotan-komplotan tersembunyi yang saling
sikut di dalam istana maupun di luararu
Tertangkapnya Thia To-sai, seorang perwira
istana yang keluyuran sampai pegunungan
terpencil itu, menambah kuat dugaan Wan Lui
yang telah diberitahukannya kepada mertuanya. Bahkan tugas utama Wan Lui yang
dipikulkan oleh Kaisar Kian-liong sendiri, bukan
untuk menemukan kembali emas-emas itu,
melainkan membongkar komplotan istana itu.
Karena komplotan itu terlalu licin, maka
membongkarnya bukan langsung di dalam
Negara Kelima 2 Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Hantu Seribu Tangan 1

Cari Blog Ini