Ceritasilat Novel Online

Sekte Teratai Putih 2

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp Bagian 2


Agak lama Soh Piao dan Liu Yok harus
menunggu, barulah mendengar suara langkah
diseret di sebelah dalam tembok mendekat ke
pintu depan. Pintu tidak langsung dibuka
melainkan hanya dibuka selebar jari, hanya
cukup untuk memperlihatkan sebelah mata dari
seorang lelaki tua yang mengintip.
"Aku Soh Piao, Paman Lam...." kata Soh Piao
seakan kuatir kalau tidak dikenal lagi.
"Oh, Tuan Soh, silakan masuk...." orang tua
itu membukakan pintunya lebih lebar. "Kita
bicara di dalam saja."
Soh Piao menyelinap masuk, diikuti Liu Yok.
Orang tua itu buru-buru menutup kembali
pintunya dan memalangnya. Kemudian menatap Liu Yok yang belum dikenalnya,
sehingga Soh Piao menjelaskan, "Paman Lam,
Sekte Teratai Putih 2 52 saudara Liu Yok ini adalah keponakan Tuan
Sebun." Begitu mendengar nama itu, sikap Paman
Lam jadi lebih ramah dan hormat, meskipun
diam-diam agak heran juga melihat pakaian Liu
Yok yang begitu sederhana dan langkahnya
yang pincang. Mereka memasuki ruang depan setelah
menyeberangi halaman, di dalam langsung
dikerumuni anak-anak dan menantu-menantu
Paman Lam ditambah cucu-cucu yang masih
kecil. Mereka senang menyambut Soh Piao dan
Liu Yok, namun juga kelihatan tertekan.
"Paman, ada apa dengan kampung ini?"
tanya Soh Piao langsung. "Tuan Soh, kami mengalami sesuatu yang
aneh, namun sungkan melaporkan kepada Tuan
Sebun untuk minta pertolongan."
"Kenapa sungkan?"
"Karena Tuan Sebun sendiri sedang amat
sibuk menjelang hari pernikahan puterinya.
Selain itu juga karena persoalannya terlalu
aneh." Sekte Teratai Putih 2 53 "Aneh bagaimana" Bisa Paman ceritakan
kepadaku?" "Kemarin kampung ini kedatangan serombongan orang. Mendengar logat bicara
mereka, agaknya mereka berasal dari daerah
lain. Mereka banyak bertanya-tanya tentang
Keluarga Tuan Sebun, maka kami menjawab apa
adanya tentang kebaikan Tuan Sebun. Tetapi
agaknya orang-orang itu jadi tidak senang,
bahkan seorang yang kelihatannya adalah
pemimpin rombongannya, mengeluarkan katakata yang mengejek Tuan Sebun."
Soh Piao makin tertarik, "Bagaimana
tampang orang itu?" "Tubuhnya sebenarnya cukup tinggi, namun
jadi pendek karena bungkuk parah. Usianya
sukar ditaksir. Rambutnya awut-awutan dan
hampir menutupi seluruh wajahnya. Sepasang
matanya tajam dan jahat, hidungnya besar
sekali seperti paruh burung."
Salah seorang menantu si Paman Lam
menambah keterangan itu, "Bau badan orang
itu amat tidak enak, bahkan ada seperti bau
Sekte Teratai Putih 2 54 daging busuk. Mungkin mandinya pun setahun
sekali." Dan seorang cucu Paman Lam melengkapi
lagi keterangan itu, "Kakinya tidak memakai
sepatu karena telapak kakinya lebar sekali, jarijari kakinya panjang-panjang."
Sebelum mengabdi kepada Sebun Beng, Soh
Piao adalah seorang yang berpengalaman dalam
pengembaraan, namun kini setelah memeras
otak toh belum berhasil mengingat-ingat tokoh
macam itu. "Setelah orang itu mengejek Tuan Sebun,
terus bagaimana?" "Beberapa orang kampung ini jadi tidak
senang. Kami membela Tuan Sebun dengan
menceritakan semua kebaikan-kebaikan Tuan
Sebun." "Lalu?" "Orang bertubuh aneh itu tiba-tiba tertawa,
lalu menatap tajam-tajam ke arah anak laki-laki
Ong Heng, tanpa kata-kata, terus pergi bersama
rombongannya." Sekte Teratai Putih 2 55 "Hanya begitu saja, apa yang ditakuti"
Bukankah dia cuma mengejek Tuan Sebun, lalu
pergi dan tidak mengganggu lagi?"
Paman Lam menarik napas, "Dia mengganggu, meskipun tidak secara terangterangan. Agaknya orang aneh itu seorang
penyihir yang pandai mengirim hantu untuk
membawa penyakit." "Kenapa Paman berpendapat demikian?"
"Sebab ketika orang-orang itu sudah pergi,
anak laki-laki Ong Heng tiba-tiba sakit panas,
padahal tadinya sehat-sehat saja. Obat apa pun
yang dicoba ternyata tidak ada hasilnya, sampai
sekarang." Wajah Soh Piao yang semula tegang, tiba-tiba
mengendor lalu tertawa perlahan. Katanya. "Itu
demam biasa. Coba bawa ke tabib di kota, pasti
banyak yang bisa menyembuhkannya. Kalau
kesulitan biaya, suruh datang kepada Tuan
Sebun, pasti Tuan Sebun tetap bersedia
menolong. Beliau malah akan sedih kalau tidak
ada orang yang berani minta tolong
kepadanya." Sekte Teratai Putih 2 56 Paman Lam menggelengkan kepala. "Kami
tidak yakin tabib-tabib di Lok-yang bisa
menyembuhkan anak Ong Heng. Ini bukan sakit
biasa, ini.... kerasukan arwah jahat!"
Soh Piao masih saja kurang percaya, "Apa
iya?" "Benar, Tuan Soh. Anak itu dalam tidurnya
mengeluarkan suara yang bukan suaranya
sendiri dan berlogat daerah lain, padahal
umurnya baru tujuh tahun dan belum pernah ke
daerah lain. Ia juga terus menerus mencacimaki Tuan Sebun dan calon menantunya,
Jenderal Wan Lui." Akhirnya Soh Piao merasa heran juga.
"Paman Lam, maukah Paman mengantar aku ke
rumah saudara Ong Heng ?"
Orang tua she Lam itu ragu-ragu. Biasanya
keluar rumah di malam hari pun bukan masalah
buatnya, namun sekarang ia begitu ketakutan
keluar rumah biarpun di siang hari bolong.
Melihat keraguan orang tua itu, Soh Piao pun
tidak memaksa, "Baiklah kalau Paman
keberatan, aku tidak....."
Sekte Teratai Putih 2 57 Cepat-cepat si Paman Lam menukas,
"Bukannya keberatan, melainkan saya benarbenar jerih kalau tiba-tiba kepergok dengan
orang itu. Matanya sungguh membawa
pengaruh jahat bagi siapa pun yang ditatapnya."
"Memang dia masih berkeliaran di sekitar
sini?" "Ya. Semalam ada yang melihat cahaya api
unggun di perkampungan tua itu. Agaknya
mereka menggunakan perkampungan tua dan
kosong itu sebagai tempat berteduh."
"Bekas perkampungan Keluarga Liu?"
"Betul." Soh Piao bertukar tpandangan dengan Liu
Yok namun tidak berkata apa-apa.
"Baiklah, Paman Lam. Kalau begitu, kami
ingin melihat dulu anaknya Saudara Ong Heng."
Mereka diantarkan Paman Lam sampai ke
pintu luar. Sikap orang tua itu masih tetap
takut-takut seperti tadi. Lebih dulu ia membuka
pintu sedikit dan menjulurkan kepalanya keluar
untuk melihat ke sana ke mari, setelah itu
Sekte Teratai Putih 2 58 barulah membiarkan Soh Piao dan Liu Yok
keluar. Setelah berada di jalanan yang sepi dengan
pintu-pintu tertutup rapat di kiri kanannya, Soh
Piao bertanya kepada Liu Yok, "Adik Yok, kau
pernah melihat setan?"
Liu Yok tertawa, "Aku tidak tahu yang aku
lihat sehari-hari itu setan atau bukan."
"Percaya ada setan?"
"Percaya." "Lho, belum pernah melihat kok percaya?"
"Sebab sering melihat orang kesetanan.
Setan judi, setan arak, setan cari uang."
Mau tidak mau Soh Piao tertawa juga.
Tiba-tiba ada bayangan di tanah yang
melewati mereka. Ketika mereka mendongak,
terlihatlah seekor burung gagak yang luar biasa
besarnya melintas di atas kepala mereka.
Burung itu beberapa kali membuat putaran di
atas kepala mereka, sambil berkaok-kaok keras.
"Belum pernah aku melihat burung gagak
sebesar itu." komentar Liu Yok tanpa kesan apaapa.
Sekte Teratai Putih 2 59 Tetapi Soh Piau merasa tengkuknya
merinding. "Ya..." katanya sambil meraba
tengkuknya. Sampai di depan pintu rumah Ong Heng, Soh
Piao mengetuk-ngetuk dan memanggil-manggil
pula. Ternyata begitu lama pintu tidak
dibukakan, padahal jelas kalau di dalam rumah
ada orangnya, ada suaranya. Agaknya orang di
dalam rumah begitu ketakutan membuka pintu.
Soh Piao akhirnya tidak sabar lagi. Ia
melompati dinding halaman, lalu dari sebelah
dalam dinding dia membukakan pintu untuk Liu
Yok. Sementara si burung gagak itupun tiba-tiba
melayang turun dan hinggap di atas bubungan
rumah Ong Heng, menatap Soh Piao dan Liu Yok
dengan matanya yang berkilat-kilat. Setelah
hinggap dan menguncupkan sayap-sayapnya,
segera terlihat bahwa burung gagak ini memang
berukuran raksasa. Besar tubuhnya hampir
sama dengan besarnya tubuh seorang anak
kecil umur lima tahun kalau sedang berjongkok.
Sekte Teratai Putih 2 60 Ketika mereka mendongak, terlihatlah seekor
burung gagak yang luar biasa besarnya melintas
di atas kepala mereka. Sekte Teratai Putih 2 61 Dan sinar matanya juga istimewa. Sorotnya
begitu tajam, cerdik dan jahat.
Sekali lagi Soh Piao mengusap tengkuknya.
"Adik Yok." ia hendak berbicara kepada Liu
Yok, namun segera mulutnya membungkam
ketika melihat apa yang sedang dilakukan oleh
Liu Yok. Liu Yok sedang berdiri di halaman rumah,
matanya yang biasanya lembut, sekarang
berkilat-kilat menatap burung gagak raksasa
yang hinggap di bubungan. Burung gagak itu
tiba-tiba gelisah, berlompatan ke kiri dan kanan
sambil mengibas-ngibaskan sayapnya dan
berkaok keras-keras. Kepalanya bergerak maju
mundur seolah hendak mematuk. Ia seolah
berusaha menggentarkan Liu Yok dengan
sikapnya yang garang. Akhirnya burung itu berkaok keras sekali,
lalu terbang menghilang ke arah perbukitan.
Soh Piao menepuk pundak Liu Yok sambil
berkata dengan lega, "Syukurlah kau berhasil
mengusir hewan siluman itu."
Sekte Teratai Putih 2 62

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, itu sewajarnya karena manusia lebih
tinggi derajatnya dari hewan. Manusia lebih
tinggi dari segala mahkluk, baik yang jasad
maupun yang roh, sebab manusia mewakili
kehadiran Sang Pencipta sendiri. Bahkan lebih
tinggi dari segala macam dewa-dewi, malaikat,
setan kekuatan-kekuatan alam dan binatangbinatang. Asal manusia menempati tempatnya
yang sudah disediakan Pencipta-nya."
Kata-kata Liu Yok itu terdengar asing di
negeri Cina, negeri dengan sejuta dewa dan
sejuta berhala dan sejuta roh sembahan. Tetapi
agaknya Soh Piao pernah juga mendengar
ajaran macam itu di kawasan barat laut.
Tanyanya, "Apakah Adik Yok ini pemeluk
Agama Thai-cin-kau?"
"Aku tidak tahu apa itu Thai-cin-kau. Aku
hanya diajari seorang pembakar kayu arang
yang berdiam dekat Pek-him-nia. Namanya
Paman Go. Dia menghayati ajaran ini dan
mempraktekkannya." Sekte Teratai Putih 2 63 Kemudian Soh Piao ingat maksudnya semula
untuk mengunjungi Ong Heng. Ia kembali
mengetuk pintu sambil memanggil-manggil.
Dan rupanya karena suara burung gagak itu
sudah tidak terdengar lagi, si empunya rumah
sudah berani membukakan pintu dan
menongolkan wajahnya yang pucat dan kuyu
karena kurang tidur, dicampur tatapan mata
yang menyatakan ketegangan dan kepanikan.
"Oo, Tuan Soh, silakan masuk." kata Ong
Heng. "Dan sobat ini siapa?"
"Ini saudara Liu Yok. Keponakan Tuan
Sebun." "Oo, maafkan saya yang kurang hormat.
Silakan, silakan." Setelah mereka masuk, Ong Heng buru-buru
menutup pintu dan memalangnya kuat-kuat.
Tanya Soh Piao, "Saudara Ong, aku
mendengar anakmu sakit?"
"Benar, Tuan." "Boleh kami berdua menjenguk anakmu?"
"Silakan." Bersambung jilid III Sekte Teratai Putih 2 64 Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
PSW 10/06/2018 04:10 PM Sekte Teratai Putih 2 65 Sekte Teratai Putih 3 1 Sekte Teratai Putih 3 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid III *** D ENGAN diantarkan Ong Heng, mereka
masuk sebuah kamar dalam rumah
sederhana berdinding tanah liat itu. Kamar itu
gerah karena jendela-jendelanya ditutup rapat
semua. Seluruh anggota keluarga agaknya
berkumpul dalam kamar itu, di sekitar
pembaringan, di mana terbaring seorang anak
lelaki berumur tujuh tahun yang wajahnya
pucat, sedang tertidur. Soh Piao mendekati pembaringan dan
meraba jidat anak itu, lalu berbisik kepada Ong
Heng, "Tidak terlalu panas."
Isteri Ong Heng yang tidak kalah kuyu
dengan Ong Heng menerangkan, "Panasnya
memang tidak seberapa. Yang aneh, setiap kali
Sekte Teratai Putih 3 2 sadar dia hanya mengeluarkan kata-kata
kebencian kepada Tuan Sebun dan Jenderal
Wan dengan suara seorang lelaki dewasa
berlogat daerah lain. Dia kemasukan arwah."
"Arwah itu galak sekali, tidak dapat
ditaklukkan." sambung kakak perempuan si
Sakit. Liu Yok tiba-tiba berkata, "Roh yang di dalam
aku lebih berkuasa dari roh-roh penguasa dunia
ini...." Orang-orang menoleh kepada Liu Yok, katakata itu kedengarannya sombong sekali. Tapi
Soh Piao langsung melihat lagi ciri-ciri khas
ajaran Thai-cin-kau dalam kata-kata Liu Yok.
Agama Thai-cin-kau sudah masuk ke Cina
dari arah barat sejak abad tujuh. Kaisar Siucong dari Dinasti Tong juga pengikut agama itu.
Di Jepang, pengikut-pengikut Thai-cin-kau
dibasmi oleh Sho-gun le-haru Tokugawa (1737 1786) karena dianggap agama asing yang
membahayakan negara. Pengikut-pengikut
Thai-cin-kau Jepang banyak yang kabur ke Cina
atau Korea untuk mendapatkan kebebasan
Sekte Teratai Putih 3 3 memeluk keyakinan seraya menyebarluaskan
ajarannya sekaliannya. Di Cina tidak dibasmi
namun pengikutnya sedikit sekali.
Ketika itulah ruangan kamar itu tiba-tiba
dikejutkan suara bentakan dari mulut bocah
yang tertidur itu. Membentak Liu Yok. "Diam,
anjing pincang! Diam!"
Suaranya memang suara seorang lelaki
dewasa yang parau dan berlogat asing. Aneh
juga, anak itu tadinya tertidur pulas dan
tentunya tidak mendengar kata-kata Liu Yok,
tetapi sekarang tiba-tiba berteriak begitu
mengejutkan. Keruan orang-orang yang
berkerumun di seputar pembaringannya
berhamburan menjauh, termasuk Soh Piao yang
paling kaget karena baru kali ini dia
mengalaminya. Anak laki-laki itu duduk di pembaringannya,
membelalakkan matanya dan ada sesuatu yang
begitu jahat memandang dari belakang
matanya. Sepasang tangannya membentuk
cakar yang menegang, siap merobek siapapun
Sekte Teratai Putih 3 4 yang mendekat, air liur deras bercucuran dari
mulutnya. Ia menuding Liu Yok. "Anjing pincang, jangan
ikut campur atau kau menyesal seumur
hidupmu! Kami punya kekuatan di langit, di
bumi, di bawah bumi, di mana saja dan tidak
bisa kau lihat!" Ketenangan Liu Yok mengherankan Soh Piao
dan yang lain-lainnya. Bahkan Liu Yok bisa
tertawa ringan sambil bertanya, "Wah, rupanya
kau sudah melucuti kedokmu, ya?"
"Diam! Coba mendekat atau kami robek
tubuhmu!" anak itu mencengkeram tepi ranjang
dan menggoncang-goncang-kannya dengan
dahsyat. Sebab saat itu Liu Yok justeru mendekat ke
pembaringan, sehingga Soh Piao memperingatkan, "Hati-hati, Adik Yok."
Sementara si anak kecil itu makin kalap,
"Berhenti, jahanam! Berhenti! Aku akan
mencukil biji matamu dan mengun-nyahnya!
jangan mendekat!" Sekte Teratai Putih 3 5 Tetapi ancaman itu tidak menghentikan
langkah Liu Yok. "Hei, berhenti! Ini peringatan terakhirku!"
Tetapi Liu Yok justeru dengan sigap
menangkap pergeiangan kaki anak itu, maka
meraunglah anak itu dengan suaranya yang
aneh, "Bangsat, kau membakar kami! Kau
membakar kami! Lepaskan!"
Dan serentetan caci-maki yang membuat
pendengar-pendengarnya bergidik semua.
Namun Liu Yok tidak melepaskan pegangannya.
Entah berapa kali anak itu meneriakkan
"panas" dan "terbakar" sambil menggeliat-geliat
dan mendesis-desis dan mengeluarkan air liur.
Serangkaian caci-maki dan ancaman dilontarkan ke arah Liu Yok, namun nyatanya
tidak berhasil mengapa-apakan Liu Yok.
Beberapa kali anak itu hendak mencakar muka
Liu Yok, namun setiap kali menarik kembali
tangannya dengan gentar kalau terbentur
pandangan mata Liu Yok. Sekte Teratai Putih 3 6 Kata Liu Yok kemudian, bernada perintah
dan penuh wibawa, "Kawanan Thian-peng
(tentara langit) terkutuk, tinggalkan anak ini!"
Anak itu menjerit dan menghempaskan
punggungnya ke pembaringan, lalu memejamkan mata dan membungkam. Liu Yok
melepas pegangannya. Kedua orang tua anak itu buru-buru
menubruk, mengguncang-guncang dan memanggil-manggil namanya. Ong Heng dengan
wajah cemas menempelkan telinga ke dada
anaknya untuk menemukan detak jantungnya.
Isteri Ong Heng juga hampir saja mendamprat
Liu Yok sebagai pembunuh, namun dampratan
yang sudah siap meluncur itupun ditelan
kembali karena suaminya berkata, "Dia masih
hidup. Jantungnya berdenyut kuat dan normal,
tidak kacau seperti sebelumnya."
Liu Yok kini memegang jidat anak itu, "Ia
akan baik kembali." Soh Piao memandang peristiwa di depannya
itu dengan setengah mengerti setengah tidak.
Yang jelas pandangannya kepada Liu Yok
Sekte Teratai Putih 3 7 beranjak naik beberapa derajat. Pemuda cacat
yang bicaranya polos itu ternyata memiliki
keistimewaan yang baru ditunjukkan sekarang.
Soh Piao kemudian bertanya, "Adik Yok,
bagaimana rencana kita mengunjungi reruntuhan perkampungan leluhurmu" Jadi
atau tidak?" Sebelum Liu Yok menjawab, Ong Heng
menukas kaget, "Tuan-tuan akan pergi ke
reruntuhan Liu-keh-chung?"
"Betul. Kenapa?"
"Orang-orang jahat yang menyihir anakku itu
agaknya berteduh di tempat itu. Yang ganjil,
sudah bertahun-tahun di sekitar tempat ini
tidak ada anjing serigala, tetapi semalam di
tempat itu ada suaara serigala bersahutsahutan. Entah datang dari mana."
"Juga seekor burung gagak besar yang
beterbangan di atas kampung ini." sambung
isteri Ong Heng. Itu bukan "alamat baik." kata mertua
perempuan Ong Heng. Sekte Teratai Putih 3 8 Namun Liu Yok menjawab ringan saja,
"Langkah kita tidak boleh didekte oeh alamat
baik atau alamat buruk atau letak bintangbintang atau tingkah laku hewan-hewan. Kita
manusia adalah raja ciptaan. Kita ditetapkan
memerintah semua mahluk, bukan sebaliknya."
Isteri Ong Heng hendak membantah, namun
Ong Heng mencegahnya dengan gelengan
kepala. Masalah keyakinan memang hak pribadi
masing-masing. Kemudian Soh Piao mengulangi pertanyaannya tadi. "Adik Yok, kita jadi pergi ke
sana atau tidak?" Liu Yok mengangguk mantap. "Tentu saja.


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bahkan harus ke sana, mungkin kita bisa
berbicara dengan orang-orang di tempat itu."
Lalu berangkatlah mereka meninggal kan
rumah Ong Heng menuju ke rumah keluarga Liu
yang sudah jadi reruntuhan
Soh Piao, meskipun mahir silat, ternyata
melangkah dengan dibebani perasaan tegang
karena tidak bisa menduga bagaimana nanti
sikap orang-orang yang bakal ditemuinya di
Sekte Teratai Putih 3 9 reruntuhan perkam pungan itu. Menurut orangorang di kampung tadi, pendatang-pendatang
itu bersikap memusuhi Keluarga Sebun. Sedang
kan Liu Yok yang berjalan di samping Soh Piao,
berjalan begitu tenang dan gembira.
Tidak lama kemudian, tibalah mereka di
reruntuhan perkampungan itu, sebuah tempat
yang teduh di lereng perbukitan, penuh
ditumbuhi cemara diselang-seling dengan
kelompok-kelompok belukar. Liu Yok gembira
melihat tempat leluhurnya itu. Dibayangkan
perkampungan itu, meskipun tidak sebesar dan
semegah puri Ke luarga Sebun di Pek-him-nia
yang seolah-olah sebuah kota di atas bukit,
namun perkampungan itu nampak begitu
nyaman dan tenteram menghadap kota Lokyang dan lembah sekitarnya.
Ketika Liu Yok mulai melangkahi reruntuhan
pintu gerbang perkampungan, dia diperingatkan oleh Soh Piao, "Hati-hati, Adik
Yok." Namun langkah Liu Yok tidak terhambat
sedikit pun, "Ah, kita kan datang bukan untuk
Sekte Teratai Putih 3 10 berkelahi" Buat apa begitu berprasangka
seolah-olah ada musuh mengintai di manamana?"
"Sikap itu baik, Adik Yok. Sayangnya tidak
semua orang bersikap seperti itu. Banyak yang
justeru bersikap senang mencelakakan orang
lain, tidak peduli pihaknya benar atau salah.
Negara yang paling cinta damai pun pasti punya
angkatan perang, punya polisi, punya penjara,
benar tidak" Berhati-hati tidak ada jeleknya."
Liu Yok tidak ingin berbantah lagi.
Dan langkah kedua sahabat itu terhenti,
karena dari balik reruntuhan tiba-tiba muncul
empat orang laki-laki bersenjata. Tampang,
perawakan, usia maupun dandanan mereka
tidak sama, yang "seragam" pada diri mereka
adalah sorot mata yang penuh luapan
kebencian, bahkan terhadap orang yang belum
dikenal sekalipun. "Berhenti!" bentak yang tertua sambi!
mengacungkan pedangnya. Soh Piao dan Liu Yok berhenti. Soh Piao
sebenarnya hendak memancing orang orang itu
Sekte Teratai Putih 3 11 dalam tanya-jawab, supaya ia bisa mengetahui
siapa mereka dan apa maksud mereka datang di
sekitar kota Lok-yang, justru pada saat Keluarga
Se-bun di ambang hari yang demikian penting.
Namun Liu Yok sudah mendahului menjawab
orang-orang itu dengan sikap yang begitu
bersahabatnya "Selamat siang, saudarasaudaraku, apakah kalian baik-baik semuanya"
Apakah keluarga kalian di rumah juga baik-baik
dan sehat semuanya?"
Sikap ramah Liu Yok dibalas dengan
bentakan garang orang tadi, "Itu bukan
urusanmu! Sebutkan siapa diri kalian dan
kenapa datang ke sini!"
Kembali Lui Yok yang menjawab, "Aku
bernama Liu Yok, dari bukit Pek-him-nia di
dekat kota Se-shia. Dan temanku ini orang sini
saja, namanya Soh Piao. Sekarang sukakah
saudara-saudara memperkenalkan nama saudara-saudara?" Soh Piao tidak menaruh harapan terhadap
upaya perdamaian Liu Yok itu, namun ia diam
Sekte Teratai Putih 3 12 dulu dan membiarkan Liu Yok yang
menghadapi orang-orang itu.
Ternyata orang-orang itu memang tidak
bergeming sedikit pun terhadap keramahan Liu
Yok. Mereka tidak menggubris pertanyaan Liu
Yok dan malahan menyodorkan pertanyaan
berikut, "Dan apa maksud kedatangan kalian
kemari?" Sama seperti mereka tidak bergeming oleh
keramahan Liu Yok, begitu juga keramahan Liu
Yok tidak terpengaruh sama sekali oleh sikap
penuh permusuhan dari orang-orang itu. Kata
Liu Yok sambil tersenyum manis. "Agaknya
saudara-saudara ini lebih suka bertanya terus
daripada menjawab. Baiklah. Aku datang karena
tempat ini dulu adalah tempat leluhurku. Tetapi
aku tidak mengusir kalian, kalian boleh
berteduh di sini kalau suka."
Orang-orang bersenjata itu saling berbisik
beberapa saat, lalu orang tertua yang
memegang pedang itu bertanya, "Kau mengaku
berasal dari Se-shia. Apa hubunganmu dengan
Keluarga Sebun di Se-shia?"
Sekte Teratai Putih 3 13 "Ibuku bernama Sebun Giok. Kakak-tiri ibuku
adalah Sebun Beng di Lok-yang."
Muka orang-orang bersenjata itu memberingas, sikap bermusuhan mereka
bertambah kental. "Jadi kau adalah keponakan
Sebun Beng" Jadi calon pengantin perempuannya Jenderal Wan Lui itu adalah
saudara sepupumu?" Tiba-tiba udara di tempat itu bergetar oleh
sebuah suara yang keras, kering dan serak,
"Tahan bocah pincang itu. Yang satunya lagi
silakan pergi!" Soh Piao dan Liu Yok serempak menoleh ke
arah asal suara itu, dan mereka tercengang
melihat orangnya. Itulah seorang lelaki
bungkuk, berjubah longgar hitam, rambutnya
terurai dan menutupi sebagian besar wajahnya
namun hidungnya yang amat besar itu
menyembul di sela-sela rambutnya, sepasang
telapak kakinya yang tak bersepatu itu
kelihatan lebar dan berjari panjang-panjang,
mencengkeram dahan di mana dia "hinggap"
seperti burung. Pendek kata, orang itu sedikit
Sekte Teratai Putih 3 14 sekali persamaannya dengan manusia, sebaliknya banyak sekali persamaannya dengan
burung gagak. Setelah mendapat perintah, orang-orang
bersenjata itu melangkah maju untuk
meringkus Liu Yok. Namun orang-orang itu
bersikap hati-hati karena melihat Liu Yok
kelewat tenang, mereka menyangka Liu Yok
seorang jagoan tingkat tinggi.
Sedang Soh Piao tahu kalau Liu Yok tidak
becus silat setengah jurus pun, karena itulah
Soh Piao buru-buru menempatkan diri di depan
Liu Yok untuk melindungi. Katanya kepada
orang-orang bersenjata itu, "Kalian takkan
dapat menyentuh tamu keluarga Sebun di Lokyang ini tanpa melangkahi mayatku dulu."
Orang aneh yang nangkring di atas pohon itu
pun tertawa kembali keras-keras, dan sekarang
dia bukan cuma mirip burung gagak melainkan
presis burung gagak. Orang bisa bingung
melihatnya, yang nongkrong di pohon itu
manusia yang mirip burung gagak, ataukah
burung gagak yang mirip manusia"
Sekte Teratai Putih 3 15 Soh Piao agak bergidik, la merasakan ada
semacam hawa yang jahat menyungkup tempat
itu. Namun ia tidak akan surut dari tekadnya
untuk melindungi Liu Yok.
Diam-diam Soh Piao menyesal bahwa tadi ia
tidak membawa pedangnya, karena menyangka
keadaan begitu tenteram, lagipula ia bepergian
tidak jauh dari Lok-yang. Kini ia terpaksa
bersiap-siap untuk berkelahi dengan tangan
kosong menghadapi empat lawan bersenjata
yang belum diketahui seberapa tinggi ilmunya.
Tiba-tiba Liu Yok menepuk pundak Soh Piao
dari belakangnya, sambil berkata dengan
tenang, "Saudara Soh, biarkan aku tetap di sini
seperti kemauan mereka. Barangkali sobatsobat di tempat ini ingin berbicara banyak
dengan aku." Soh Piao garuk-garuk kepala tanpa
menjawab. Orang-orang bersenjata yang sedang
maju dengan langkah mengancam itu pun
berhenti melangkah lalu saling pandang dengan
keheran-heranan. Sekte Teratai Putih 3 16 Sementara Soh Piao berkata kepada Liu Yok,
"Adik Yok, mereka bukan teman, apalagi
saudara. Mereka beritikad jahat, buktinya sudah
kita lihat pada anaknya Ong Heng."
"Ah, masa iya" Aku percaya manusia
diciptakan untuk bersahabat dan bersaudara,
tidak terkecuali sobat-sobat di tempat ini. Lebih
baik berbicara daripada berkelahi."
"Adik Yok, orang-orang jahat ini mengundangmu bukan untuk berbicara, bahkan
mungkin kau akan disumpal mulutmu sehingga
tidak dapat berbicara. Kau akan dijadikan
sandera untuk menyusahkan Pamanmu,
barangkali kau sendiri akan disiksa. Kau mau
menyusahkan Pamanmu?"
Jawab Liu Yok kalem, "Kalau benar mereka
berniat begitu, aku akan menasehati sobatsobat ini bahwa perbuatan macam itu tidak
baik..." Soh Piao jadi kehabisan akal, "Adik Yok,
pokoknya demi tanggung jawabku terhadap
Pamanmu, aku tidak akan membiarkanmu
tinggal sendirian di sini."
Sekte Teratai Putih 3 17 "Sebaiknya Kakak pulang saja ke Lok-yang,
percuma berlama-lama di tempat ini, hanya
menimbulkan pertengkaran saja. Aku tetap
ingin di sini untuk berbincang dengan mereka.
Seandainya Kakak dapat mengalahkan mereka
pun, aku tetap ingin di sini."
Soh Piao tidak tahu lagi harus kagum
ataujengkel, mungkin juga campuran dari
kedua-duanya. Dilihatnya kebulatan tekad itu
terpancar kuat dari sepasang mata Liu Yok,
tidak mungkin sikap itu diubah lagi. Akhirnya
Soh Piao berkata kepada orang-orang
bersenjata itu, "Baiklah, karena kemauan
temanku sendiri, dia akan aku tinggalkan di sini,
bukan karena takut kepada kalian. Tetapi
perhatikan baik-baik peringatanku, seujung
rambut saja kalian menciderai temanku ini,
kami akan mengejar kalian sekalipun bersembunyi di lubang semut. Kami punya
ribuan sahabat yang siap membantu di seluruh
pelosok negeri!" Belum habis kata-kata Soh Piao, orang di atas
pohon itu kembali memperdengarkan Sekte Teratai Putih 3

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

18 tertawanya yang lebih mirip burung gagak,
katanya, "Orang she Soh, rupanya kau terlalu
bangga akan majikanmu Se-bun Beng, ya"
Ancamanmu boleh menakutkan orang lain,
tetapi tidak menakutkan aku seujung rambut
pun. Sebab aku bisa terbang di atas kepala
Sebun Beng tanpa dia sendiri mengetahuinya!"
Lalu orang itu melompat ke atas sambil
mengembangkan lengan-lengannya. Soh Piao
hampir-hampir tidak percaya ketika melihat
orang itu tidak segera jatuh ke tanah, melainkan
terus melayang-layang di udara, bahkan yang
kemudian terlihat di udara itu adalah seekor
burung gagak besar yang berkaok-kaok. Orang
itu mampu mengubah dirinya menjadi burung
gagak. Soh Piao memucat melihat demonstrasi ilmu
gaib tingkat tinggi itu. Sedang keempat orang
bersenjata itu menjanjikan wajah bangga sambil
menatap Soh Piao, seolah-olah ingin bertanya,
"Nah, bisa apa kau di depan guruku yang
berilmu demikian tinggi?"
Sekte Teratai Putih 3 19 Namun orang-orang bersenjata itu kecewa
karena tidak menemukan kesan kagum di wajah
Liu Yok. Liu Yok memang ikut menengadah
sambil memandang burung gagak jadi-jadian,
namun wajahnya justru nampak prihatin, dan
orang-orang bersenjata itu bisa mendengar
desisnya, "Sudah baik-baik jadi manusia, kenapa
senang jadi burung segala?"
Sementara itu Soh Piao sudah beranjak
meninggalkan tempat itu. Ia tahu mengukur
kemampuan sendiri, seandainya bersikeras
akan membawa Liu Yok juga belum tentu
mampu mengalahkan orang-orang berilmu gaib
itu. Lebih bijaksana kalau Sebun Beng cepat
diberitahu. Sementara Liu Yok sendiri kemudian duduk
santai di atas sebuah batu di bawah pohon, dan
berkata kepada orang-orang bersenjata yang
mengawasinya dengan tegang, "Saudarasaudara, alangkah santai dan enak pembicaraan
kita seandainya senjata-senjata itu dimasukkan
ke sarungnya." ***** Sekte Teratai Putih 3 20 Soh Piao melangkah terburu-buru ingin
segera sampai ke kota, tetapi sialnya ketika
melewati kampung tukang tenun tadi,
penduduk kampung mencegatnya, di antaranya
nampak Ong Heng. Soh Piao jadi heran karena
orang-orang ini kelihatannya bersukacita, tidak
lagi ketakutan. Begitu melihat Soh Piao, serempak mereka
menyongsong, mengerumuni dan mengajukan
pertanyaan bertubi-tubi. "Di mana Tuan Muda Liu?"
"Kenapa tidak bersama-sama Tuan Soh?"
Agar pertanyaannya tidak berkepanjangan,
Soh Piao berbohong saja, "Tuan Muda Liu
agaknya masih suka di reruntuhan perkampungan leluhurnya itu. Kenapa?"
Orang-orang pun bungkam semua. Mereka
tahu di reruntuhan itu ada orang-orang yang
menakutkan itu, kenapa Yok malah tinggal di
sana" Kenapa Soh Piao meninggalkannya"
Sebaliknya Soh Piao sendiri heran melihat
sikap orang-orang kampung itu. "Ada apa
sebenarnya?" Sekte Teratai Putih 3 21 "Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih.
Anakku sembuh," kata Ong Heng.
Soh Piao cuma mengangguk-angguk dan
berkata basa-basi karena ingin cepat
meninggalkan tempat itu, "Oooo, syukurlah.
Sekarang maafkanlah aku, aku harus cepatcepat sampai ke kota..."
Lalu ia pun menerobos kerumunan orangorang
itu dengan mendesak-desak-kan tubuhnya, kemudian ia melangkah dengan
setengah berlari sampai ke rumah Sebun Beng
di kota Lok-yang. Kedatangannya yang
bermandikan keringat dan wajahnya yang
tegang itu tentu saja mengejutkan orang-orang
seisi rumah, apalagi tidak bersama-sama Liu
Yok. "Saudara Soh, kenapa?"
"Kenapa tidak bersama Tuan Muda Liu?"
Soh Piao tidak menggubris pertanyaan
orang-orang itu, melainkan langsung bertanya,
"Di mana Tuan Sebun" Aku harus berbicara
dengannya sendiri." Sekte Teratai Putih 3 22 "Sedang di taman belakang, mengobrol
dengan Tuan Tong, sahabatnya dari se-cuan
itu." Maka Soh Piao langsung menuju ke sana.
Sebun Beng yang sedang berbincang santai
dengan sahabatnya sejak muda, Tong Gin-yan,
dikejutkan oleh kedatangan Soh Piao yang
tergopoh-gopoh. "He, kenapa, saudara Soh?"
Soh Piao tiba-tiba berlutut di depan Sebun
Beng, dan ini membuat Sebun Beng gelisah
karena sikap ini tidak lazim. Didengarnya suara
Soh Piao terengah-engah, "Tuan, saya minta
maaf, saya patut dihukum. Saya tidak dapat
mengajak Saudara Liu Yok kembali."
"Kenapa dengan dia?"
"Dia ditahan oleh sekelompok orang tak
dikenal yang sekarang berada di reruntuhan
perkampungan Liu-keh-chung."
Jantung Sebun Beng serasa berdentang,
namun ia berusaha untuk tetap tenang,
"Coba ceritakan..."
Sekte Teratai Putih 3 23 Soh Piao pun mulai menceritakannya.
Sementara dia berbicara, anggota-anggota
keluarga yang lain mulai berdatangan untuk
ikut mendengarkan, baik yang tinggal di Lokyang maupun yang dari Se-shia.
Usai Soh Piao bercerita, Sebun Giok
mengertakkan gigi dan berkata, "Aku akan
memaksa orang-orang itu dengan pedangku
untuk membebaskan anakku..."
Cepat Sebun Beng menahan pundak adik
perempuannya itu, "Jangan gegabah, Adik Giok.
Orang-orang jahat itu bukan orang-orang
sembarangan. Bukankah tadi sudah kau dengar
cerita Soh Piao bagaimana pemimpin mereka
sanggup mengubah diri menjadi burung gagak"
Kita berhadapan dengan sekelompok orang
yang tidak sekedar mengandalkan otot dan
ketrampilan berkelahi, melainkan orang-orang
yang memiliki ilmu gaib tingkat tinggi..."
"Tetapi Liu Yok adalah darah dagingku,
Kakak Beng..." sahut Sebun Giok dengan mata
berkaca-kaca. Sekte Teratai Putih 3 24 "Aku mengerti, Adik Giok. Aku pun
bertanggung jawab atas keselamatan dirinya.
Kita berangkat bersama-sama!"
Auyang Hong yang juga berada di situ, sudah
menggenggam erat gagang pedangnya meskipun belum dicabut dari sarungnya. Dari
mulutnya terluncur kata-kata gagah bak
pendekar ulung, "Ah, seandainya Paman Sebun
setuju, aku pasti sudah menyerbu ke sana dan
membuat orang-orang jahat itu mengutuk hari
kelahirannya sendiri. Pedangku ini sudah haus
darah!" Dan serentetan kata-kata dahsyat lainnya,
namun tidak ada yang memperhatikannya
sebab orang-orang sedang sibuk bersiap-siap
untuk berangkat ke reruntuhan perkampungan
Liu-keh-chung di luar kota.
Orang-orang itu belum berangkat, ketika di
atas rumah tiba-tiba terdengar suara burung
gagak berkaok-kaok. Mula-mula orang kurang
memperhatikannya, sampai Soh Piao mendengarnya dan berseru, "Itulah si burung
siluman! Burung jadi-jadian!"
Sekte Teratai Putih 3 25 Orang-orang pun berlarian ke halaman dan
melihat ke atas. Mereka melihat seekor burung
gagak besar sedang terbang berputar-putar
sambil berkaok-kaok. Beberapa orang pegawai
Sebun Beng yang mempercayai tahyul, diamdiam sudah merasa cemas dan membaca doadoa penolak malapetaka. Mereka masih percaya
kata-kata orang tua bahwa burung gagak
melambangkan kematian, kedatangannya tidak
membawa alamat baik. Sebun Beng sendiri belum tahu harus
berbuat apa, meskipun Soh Piao di sebelahnya
berkata, "Burung gagak itu jadi-jadian. Dia
sebenarnya adalah manusia yang memimpin
orang-orang jahat di reruntuhan Liu-keh-chung.
Aku lihat dia melompat ke langit dan langsung
terbang karena berubah bentuk..."
Sebun Beng masih ragu-ragu menerima katakata Soh Piao itu. Tetapi Tong Gin-yan
kemudian berkata, "Saudara Sebun, tiba-tiba
aku ingat seorang tokoh Pek-lian-kau (Agama
Teratai Putih) dari Pak-cong (sekte utara) yang
sudah lama menghilang, kabarnya untuk
Sekte Teratai Putih 3 26 mendalami ilmu jahatnya. Tidak ada yang tahu
namanya, dia hanya dikenal julukannya sebagai
Hek-wa-koai (Siluman Gagak Hitam), satu dari
empat tokoh unggulan Pek-lian-kau golongan
Pak-cong." Disebutnya "Pek-lian-kau" bagaikan sepercik
cahaya yang menerangi pikiran Sebun Beng.
Calon menantu Sebun Beng, Wang Lui, adalah
orang yang sangat dibenci oleh Pek-lian-kau,
karena dia pernah menimbulkan kerusakan
besar dalam tubuh Pek-lian-kau. Ketika itu Peklian-kau sedang mengadakan upacara tahunan
di Kuil Hong-kak-si di Hong-yang, dan dalam
upacara itu mereka hendak menyembelih
Pangeran Hong-lik (nama Pangeran Kian-liong
sebelum naik tahta) untuk dijadikan tumbal
"kebangkitan kembali Kerajaan Beng". Wang Lui
berhasil menyelamatkan Pangeran Hong Lik
dan mengacaukan Pek-lian-kau, itulah akar
dendam Pek-lian-kau terhadap Wan Lui. Kini
Pek-lian-kau agaknya telah mengundang
jagoannya yang tersembunyi, Hek-wa-koai,
untuk mengacau jalannya pernikahan Wan Lui.
Sekte Teratai Putih 3 27 Apa yang dikatakan Tong Gin-yan tentu saja
dinilai jauh lebih tinggi dari perkataan Soh Piao,
biarpun yang dikatakannya sama. Maklum,
Tong Gin-yan adalah ketua sebuah perserikatan
rahasia yang punya banyak sekali "orang bawah
tanah" di mana-mana. Ia mengetahui banyak hal
yang tidak diketahui umum.
Karena itulah Sebun Beng tidak ragu-ragu
lagi mendongak ke atas dan berteriak kepada
burung gagak itu, "Saudara Hek-wa-koai, aku
persilakan turun dan jadilah tamu yang normal!
Kita bisa ber bicara baik-baik!"
Burung gagak itu berkoak panjang seolah
menjawab seruan Sebun Beng, lalu melayang
turun dan hinggap di atas bubungan rumah.
Matanya yang bersinar jahat itu menatap orangorang di bawahnya.
Sesuatu yang terasa gaib dan jahat segera
terasa menudungi tempat itu, dan matahari
yang sudah bergeser ke barat membuat suasana
itu lebih terasa lagi. "Turunlah, sobat, dan tunjukkan ujud aslimu,
kata Sebun Beng. Sekte Teratai Putih 3

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

28 Burung gagak di atas atap itu hanya berkaok
keras sambil berlompatan ke kanan kiri, tidak
menggubris kata-kata Sebun Beng.
"Turunlah, sobat..." ulang Sebun Beng sabar.
"Bagaimana kita bisa berbicara dengan baik,
kalau kau hanya berkoak-koak saja" Kami
belum pernah belajar bicara bahasa burung
gagak." Lagi-lagi burung jadi-jadian itu cuma
berkoak dan berlompatan. Auyang Hou berteriak, "Kurang ajar siluman
ini, dia benar-benar kelewat memandang ringan
kepada kita! Ambil tangga! Biar aku sembelih
dia!" Rupanya dia ingin pamer kegagahberaniannya di depan orang banyak. Namun
karena ia belum mampu melompat ke atas
genteng, terpaksa dia menyuruh orang
mengambilkan tangga. "Kakak Hou, kenapa tidak melompat saja?"
tanya Bwe Gin-liong seolah-olah tidak sengaja.
Akibatnya ia mendapat pelototan gusar dari
Auyang Hou yang merasa dipermalukan. CepatSekte Teratai Putih 3
29 cepat Bwe Gin-liong bersembunyi ke belakang
punggung neneknya. Orang yang membawa tangga sudah datang,
dan tangga itu langsung disandarkan ke tepian
atap. Auyang hou pun bersiap-siap untuk naik.
Sebenarnya dia berharap agar ada orang yang
sungguh-sungguh mencegahnya, tetapi ternyata
tidak- ada, semuanya membiarkan tindakannya.
Auyang Hou malu untuk melangkah surut,
diapun menaiki tangga. Sebun Beng cuma berkata, "Hati-hati, A-hou."
Namun diam-diam Sebun Beng juga
menyiapkan sebutir Tiat-tan (kelereng besi)
yang siap digunakan setiap saat.
Sebelum Auyang Hou sampai di puncak
tangga, tiba-tiba burung itu berkaok begitu
nyaring dan mengejutkan, lalu terbang
menyambar ujung tangga bagian atas. Ternyata
burung itu berkekuatan raksasa, ia mendorong
ujung tangga itu sehingga tangga itupun roboh
selagi ada Auyang Hou di tengah-tengahnya.
Auyang Hou pun benar-benar menghayati
pepatah sudah jatuh tertimpa tangga".
Sekte Teratai Putih 3 30 Ketika beberapa pegawai Sebun Beng hendak
membantu membangunkan Auyang Hou,
Auyang Hou menolak untuk dibantu meskipun
pinggangnya sakit. Ia mengacungkan pedangnya
ke atas sambil tertatih-tatih berdiri, teriaknya,
"He, hewan jadi-jadian! Turunlah kemari dan
aku akan membuatmu jadi sate!"
Baru saja kata-kata itu selesai, burung itu
tiba-tiba menukik turun bagaikan kilat dengan
paruh yang tertuju ke mata Auyang Hou. Semua
yang melihat terkejut. Auyang Hou apalagi,
dengan gugup dia memiringkan tubuh kanan
untuk menghindar, sehingga tangan kanannya
yang memegang pedang itu malahan tertutup
peluangnya untuk balas menyerang.
Melihat cara Auyang Hou mengelak itu,
Sebun Beng menarik napas. Pengetahuan
beladiri yang begitu sederhana saja tidak
dipahami oleh keponakannya itu, tetapi
bualannya saja setinggi langit.
Kemudian Auyang Hou memutar pundak dan
membabat dengan pedangnya, namun burung
gagak itu terbang berputar ke sebelah kiri dan
Sekte Teratai Putih 3 31 menyambar lagi. Melihat caranya burung gagak
itu begitu cerdik memilih sudut serangannya,
yaitu memilih arah yang menyulitkan pedang
Auyang Hou, terang burung im memang lain
daripada yang lain. Kali ini ia menyerang
dengan paruh dan cakar-cakarnya sekaligus.
Paruh berhasil dihindari oleh Auyang Hou,
namun cakarnya berhasil menggores pundak
pemuda itu sehingga berdarah, ditambah
kibasan sepasang sayapnya yang bertenaga
besar sehingga Auyang Hou terjengkang.
Orang-orang kembali berseru kaget, apalagi
burung itu terus menyambar lagi ke arah
Auyang Hou dan kali ini kecillah kemungkinannya untuk menghindari. Paruh
dan kedua cakarnya sekaligus ke muka Auyang
Hou. Kali ini Sebun Beng tidak membiarkan
keponakannya kena bencana, ia menyambitkan
kelereng besinya menghantam rusuk burung
gagak itu. Burung gagak itu boleh saja bertenaga
hebat, namun kelereng besi Sebun Beng
membuatnya terpental beberapa langkah ke saSekte Teratai Putih 3
32 Kali ini Sebun Beng tidak membiarkan
keponakannya kena bencana, ia menyambitkan
kelereng besinya menghantam rusuk
burung gagak itu. Sekte Teratai Putih 3 33 mping. Burung itu rebah sesaat, dan ia harus
dua kali mengulangi lompatannya untuk dapat
berdiri tegak lalu terbang, sorot matanya
memancarkan semacam kebencian bercampur
gentar ke arah Sebun Beng sebelum terbang
menghilang di cakrawala. Auyang Hou nampak berwajah pucat, bahkan
bibirnya pun agak putih, kali ini ia tidak
menolak lagi ketika ada orang-orang yang
memapahnya bangun, la masih belum mampu
berbicara karena kaget nya.
Sebun Beng ikut mendekati dan bertanya,
"Bagaimana keadaanmu, Nak?"
Auyang Hou cuma bisa mengangguk-angguk.
"Yang penting segeralah mengobati luka-luka
di pundakmu, jangan sampai menjadi bengkak.
Siapa tahu kuku-kukunya beracun."
Sebun Beng kemudian berkata kepada Tong
Gin-yan, "Saudara Tong, maukah menemaniku
ke reruntuhan perkampungan itu sekarang?"
Tong Gin-yan mengangguk mantap tanpa
mempedulikan langit yang mulai gelap, "Dengan
senang hati, Saudara Sebun."
Sekte Teratai Putih 3 34 Sebun beng Jalu menoleh kepada Sebun Giok,
"Adik Giok..." Sebun Giok menukas sambil mengangkat
pedangnya yang masih dalam sarungnya, "Aku
ikut. Aku ibu Liu Yok."
Maka berangkatlah mereka bertiga. Tong
Gin-yan dan Sebun Giok membawa pedang,
sedangkan Sebun Beng membawa tongkat
besinya yang terkenal. ***** Tak peduli betapapun ramahnya sikap Liu
Yok, ia tetap saja diborgol. Kemudian keempat
orang bersenjata yang menungguinya itupun
membuat api unggun untuk menghangatkan
badan, sekaligus membakar daging binatang
buruan. Liu Yok sendiri lalu dibiarkan terkantukkantuk bersandar pohon. Beberapa saat orangorang itu memang heran melihat ketenangan
Liu Yok, namun kemudian tidak mempedulikannya lagi. Sekte Teratai Putih 3 35 Tiba-tiba obrolan mereka terhenti ketika
mereka mendengar suara daun kering terinjak,
mereka meraih senjata masing-masing sambil
bersiaga. Mereka sudah terbiasa hidup dalam
kecurigaan, tidak satu hari pun mereka lewati
tanpa kesiapan untuk membunuh atau dibunuh,
itulah sebabnya mereka iri melihat Liu Yok
tawanan mereka malah dapat tidur dengan
wajah yang damai. Suara langkah itu makin dekat, lalu
muncullah guru mereka, Hek-wa-koai. Kali ini
sang guru tidak meluncur turun dengan gagah
dari udara sambil berkaok-kaok, melainkan
berjalan lambat dengan ayunan lengan yang
nampaknya kesakitan. Setelah terjangkau
cahaya api, terlihatlah titik-titik darah di sudut
mulutnya, agaknya habis muntah darah
meskipun tidak banyak. Murid-muridnya yang biasanya sangat
memuja dan membanggakan guru mereka, kini
hampir-hampir tidak percaya akan pemandangan itu. Guru mereka terluka.
Terimpikan pun belum pernah.
Sekte Teratai Putih 3 36 Hek-wa-koai menggeram mengejutkan murid-muridnya, "Jangan melongo saja. Kita
tinggalkan tempat ini secepatnya.
"Bawa tawanan itu!"
"Pindah ke mana?"
"Ke tempat Pek-coa-sin (Malaikat Ular Putih)
Oh Jiang. Jalannya kalian sudah tahu bukan?"
Orang-orang itu segera bergegas. Liu Yok
dibangunkan dengan kasar lalu diseret-seret
seperti hewan mau dibawa ke pasar saja.
Sementara Hek-wa-koai melihat persiapan
orang-orang itu sambil sesekali terbatukterbatuk keras.
Beberapa saat kemudian, setelah semuanya
siap, salah seorang berkata kepada Hek-wakoai, "Kami sudah siap, Suhu."
Hek-wa-koai melambai ke arah murid nya
yang bertubuh paling kekar, "Gendong aku."
Tanpa banyak bicara, murid itu menitipkan
lembing pendeknya dan bungkusan pakaiannya
kepada temannya, lalu dia sendiri menggendong
Hek-wa-koai. Sekte Teratai Putih 3 37 Rombongan kecil itupun bergegas meninggalkan tempat itu, menembus kegelapan
malam. Api unggun dibiarkan tetap menyala.
Tidak lama setelah mereka pergi, Sebun Beng
bertiga tiba di dekat api unggun itu. Mereka
tidak menemukan apa-apa kecuali bekas-bekas
kehadiran orang-orang yang menawan Liu Yok,
seperti sisa-sisa makanan.
"Agaknya Hek-wa-koai sudah membawa
pergi orang-orangnya..." kata Tong Gin-yan
prihatin. "Tetapi aku perhitungkan belum jauh.
Aku yakin Hek-wa-koai terluka oleh sambitan
kelereng besimu tadi, Saudara Sebun."
Sebun Beng mengertakan gigi dan mengepal
tinjunya. Tokoh masyarakat Lok-yang yang
terkenal sabar ini nampak nya hatinya mulai
disentuh api amarah. "Kita kejar mereka!"
"Baik." "Aku dan Adik Giok akan mengelilingi kota
ke arah timur, Saudara Tong ke arah barat."
"Baiklah." Merekapun berpencaran menyusuri arahnya
masing-masing. Sekte Teratai Putih 3 38 Sementara itu Hek-wa-koai dan orangangnya sudah sampai ke sebuah tempat belukar
yang sama sekali jauh dari tempat kediaman
manusia. Selama perjalanannya, Hek-wa-koai
yang digendong itu tidak berbicara sama sekali,
sering napasnya tersengal-sengal. Muridmuridnya juga tidak banyak bertanya, karena
sudah tahu arah yang dituju.
Di tempat sunyi itu, anehnya terdapat juga
sebuah petak kebun tanam-tanaman obat luas,
dan di tengah-tengahnya berdiri sebuah gedung
yang megah dengan temboknya yang tinggi dan
pintunya tertutup rapat. Di depan pintunya


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tergantung dua rentengan lampion kertas yang
bergorang goyang kena angin, goyangannya
membuat bayangan pohon-pohon di sekitarnya
seolah-olah hantu menari.
Salah seorang murid Hek-wa-koai mengetuk
pintu dengan gagang goloknya.
Pintu dibuka, dan muncullah seorang lelaki
bertubuh tinggi dan gemuk yang mulutnya
masih berkomat-kamit mengunyah makanan.
Bajunya terbuka memperlihatkan dadanya yang
Sekte Teratai Putih 3 39 berbulu, ia mengenakan celana hitam dan ikat
kepala hitam. Sikapnya sama sekali tidak ramah
kepada orang-orang yang baru datang, "Kalian
datang lagi besok saja. Sekarang sudah larut
malam dan Tabib Jiang sudah tidur!"
Terus ia hendak menutup kembali, pintu itu,
namun Hek-wa-koai menggeram dari balik
punggung penggendongnya, "Bangsat, congkak
benar lagakmu. Kami tidak mencari Tabib Jiang,
kami mencari Pek-coa-sin Oh Jiang!"
Si Gemuk itu terkejut mendengar suara Hekwa-koai itu. Ia lalu menajamkan matanya untuk
mengenali siapa yang digendong, lalu tanyanya
ragu-ragu, "Paman Gurukah yang di situ?"
"Ya. Ini aku. Gurumu ada di rumah?"
Sikap tidak ramah Si Gemuk seketika
berubah menjadi sikap yang sangat hormat,
"Maafkan aku, Paman, aku tidak melihat Paman
tadi. Aku kira orang minta diobati. Silakan
masuk, Paman." Hek-wa-koai cuma menggeram dan memberi
isyarat kepada orang-orangnya untuk masuk. Si
gemuk heran ketika me lihat Liu Yok yang
Sekte Teratai Putih 3 40 diborgol dan diseret-seret itu. "Paman, siapakah
orang ini?" Sahut Hek-wa-koai, "Keponakan Sebun Beng
yang dari Se-shia." Tempat itu tidak jauh dari kota Lok-Yang di
mana nama Sebun Beng begitu disegani. Maka
Si Gemuk pun terkejut mendengar jawaban
Paman Gurunya, "Wah, Paman menculiknya?"
"Kamu takut?" Si Gemuk menggaruk-garuk perutnya, "Wah,
bagaimana ya" Yang jelas bisa mendatang
kesulitan." "Omong kosong. Kesulitan apa" Sampai saat
ini pun Sebun Beng pasti masih bingung tentang
apa yang akan dilakukan nya. Kita di atas angin,
kita yang pegang kendali, kita yang menentukan
aturan permainannya."
"Tetapi Paman kelihatannya... terluka?"
Hek-wa-koai jadi tidak sabar menghadapi Si
Gemuk yang banyak bertanya ini.
"Sudah! Panggil gurumu keluar!"
Si Gemuk membawa tamu-tamunya ke
dalam. Murid-murid Hek-wa-koai serta; Liu Yok
Sekte Teratai Putih 3 41 ditinggalkan di ruangan depan, sedang Hek-wakoai terus masuk ke ruangan yang lebih dalam.
Ia tidak digendong lagi, karena merasa malu
kalau kelihatan begitu lemah di depan saudaraseperguruannya yang bakal dijumpainya.
Ia menunggu di sebuah ruangan yang bersih
dan berbau harum. Sambil mengamat-amati
ruangan itu, Hek-wa-koai diam-diam membatin,
"Hemm, bedebah itu rupanya berusaha tampil
sebagai orang terhormat di tengah-tengah
masyarakat, rumahnya diatur begini bagus
untuk memberi kesan sebagai orang baik-baik.
He-he-he, seandainya orang-orang tahu ilmu
yang dianutnya, orang akan jauh lebih
ketakutan kepadanya daripada kepadaku. Aku
hanya suka daging mayat sebagai syarat ilmuku,
sedang dia suka makan anak-anak kecil hiduphidup..."
Selagi dia berpikir-pikir demikian, tiba-tiba
tersibaklah tirai pintu, dan muncullah seorang
yang berpenampilan sama sekali bertolak
belakang dengan Hek-wa-koai, meskipun
usianya kurang lebih sama. Hek-wa-koai
Sekte Teratai Putih 3 42 bungkuk, sedang orang ini tegap dan tampan
dalam usianya yang hampir setengah abad.
Muka Hek-wa-koai tertutup rambut yang
gembel dan berbau dan hanya hidung besarnya
yang, kelihatan, orang ini berambut tersisir rapi
dan dikuncir seperti umumnya lelaki jaman itu.
Hek-wa-koai berbau apek, orang ini wangi. Hekwa-koai berjubah hitam kedodoran dan
bertelanjang kaki memamerkan sepasang
telapak kakinya yang lebar seperti cakar
burung, orang ini berjubah putih bersulam
dengan kaki tertutup sepatu warna putih pula.
Orang ini benar-benar menimbulkan kesan
orang sesuci-sucinya. Begitu melihat Hek-wa-koai, ia tertawa dan
berkata, "Wah, malam ini aku mendapat pasien
istimewa. Sakit apa kau, Si Nomor Empat"
Tergesa-gesa mencaplok ikan sehingga durinya
melintang di tenggorokanmu" Atau menggigit
batu karena disangka roti yang empuk?"
Hek-wa-koai merasa sedang disindir. "Jangan
mengejek. Aku benar-benar membutuhkan
Sekte Teratai Putih 3 43 tempat yang aman untuk menyembuhkan
lukaku!" "Siapa yang melukaimu" Sebun Beng?"
Hek-wa-koai hanya menggeram.
Si jubah putih Pek-coa-sin Oh Jiang mengejek
melihat kebungkaman Hek-wa-koai Mao Pin.
"Baru tahu rasa sekarang, ya" Berulang kali aku
katakan bahwa kita baru akan bertindak
serempak kalau Si Nomor Satu dan Si Nomor
Dua sudah datang, jadi kita komplit berempat.
Tetapi kau sudah tidak sabaran dan
meremehkan peringatanku, kau bertindak
sendiri dan beginilah akibatnya. Rupanya kau
sudah mengira ilmumu sendiri tanpa tandingan
lagi, ya?" "Aku tidak butuh nasehat! Aku butuh tempat
istirahat dan obat!"
"Nanti kalau Sebun Beng kemari dan
menanyakanmu, harus aku jawab bagaimana?"
Mao Pin menjadi tegang sesaat, lalu berkata
dengan gusar sambil menggebrak meja, "Kalau
perlu kau boleh mempersembahkan batok
kepalaku kepadanya di atas sebuah nampan,
Sekte Teratai Putih 3 44 supaya kau mendapat hadiah besar darinya dan
boleh ikut men jilati pantatnya!"
Si Jubah Putih Oh Jiang tertawa sambil
mengelus jenggotnya, "Lho, begitu saja kok
marah" Aku kan cuma bercanda?"
"Sudah! Aku boleh menitipkan diriku di sini
atau tidak" Orang hampir mampus kok diajak
bercanda, apa kau ingin aku mampus benarbenar?"
"Ikuti aku." "Di luar ada empat muridku dan seorang
tawanan." "Suruh ikut kita sekalian."
Tuan rumah kemudian membawa orang
orang itu masuk sebuah ruang pemujaan di
hajaman belakang. Digesernya sebuah patung
dewa di tengah-tengah ruangan itu, di
belakangnya ternyata ada sebauh pintu. Tuan
rumah mendahului masuk, nampak tubuhnya
semakin lama semakin rendah, karena ia
ternyata menapaki sebuah tangga batu yang
menurun. Yang lain mengikutinya.
Sekte Teratai Putih 3 45 Mereka berjalan di sebuah lorong bawah
tanah yang suasananya sungguh berbeda
dengan di ruangan tamu tadi. Di lorong ini tidak
ada bunga-bunga harum dalam vas, melainkan
bau anyir darah yang membusuk, bahkan
sayup-sayup terdehgar suara bocah-bocah
merengek atau menangis ketakutan. Namun
suara-suara itu seperti terhalang dinding yang
tebal. Liu Yok tidak dapat menahan rasa mualnya,
segumpal air kecut dari perutnya dimuntahkannya. Namun ia tidak dapat
berhenti melangkah karena terus didorongdorong dan diseret-seret.
Sementara Hek-wa-koai Mao Pin bertanya,
"Jadi inikah tempat yang kau jadikan tempat
menyimpan bocah-bocah yang akan kau santap
dan kau jadikan bahan-bahan obatmu?"
Oh Jiang tertawa bangga. "Ya."
"Bagaimana kalau ada orang mendengar
teriakan-teriakan bocah-bocah itu dari atas
permukaan tanah" Orang lewat misalnya?"
Sekte Teratai Putih 3 46 "Di atas adalah kebun obat yang luas
kepunyaanku, tidak ada orang lewat kecuali
orang-orangku. Di Lok-yang ini aku terkenal
sebagai tabib yang berhati mulia."
"Iblis kau, Si Nomor Tiga."
Oh Jiang cuma tertawa terbahak-bahak
mendengar jawaban itu. Percakapan itu
menambah mual Liu Yok. Mereka kemudian melewati terali-terali besi
di mana di dalamnya ada anak-anak berwajah
ketakutan yang dirantai. Ketika melewati
sebuah terali kosong, Oh Jiang berkata kepada
rekannya, "Kau bisa menitipkan tawananmu di
situ." "Asal jangan kau lupa. Dia hakku."
"Jangan kuatir. Aku tidak akan memasaknya
menjadi obat atau memakannya. Aku tidak suka
merugikan teman." Liu Yok lalu dimasukkan kamar berterali
yang masih kosong itu, pintunya ditutup dan
dirantai dari luar, lalu ia ditinggalkan sendirian.
Sementara itu, setelah Oh Jiang menempatkan Mao Pin dan orang-orangnya di
Sekte Teratai Putih 3 47 sebuah tempat yang aman, Oh Jiang lalu
meninggalkan mereka. Kembali ia meninggalkan dunia bawah tanahnya untuk
tampil di dunia orang normal sebagai seorang
tokoh amat terhormat. Begitu dia keluar dari ruang pemujaan,
langsung dia disongsong oleh muridnya yang
gemuk dan suka makan itu. "Guru... Guru....
Sebun Beng..." Oh Jiang menampar mulut muridnya sambil
berkata dengan gusar, "He, bocah dungu, berapa
kali harus kukatakan agar kau mengendalikan
mulutmu" Itu bisa mencelakakan penyamaran
kita di tempat ini..."
Muridnya memprotes sambil mengusap-usap
mulutnya, "Tetapi aku tadi mendengar Guru
sendiri menyebut Sebun Beng dengan sebutan
si Sebun Beng..." "Jangan kau samakan aku dengan diri mu,
kerbau dungu! Aku bisa mengendalikan
mulutku sesuai dengan situasi, bukan seperti
kau yang bocor mulut ke mana-mana!
Masyarakat Lok-yang dan sekitarnya Sekte Teratai Putih 3 48 menghormat bedebah itu seperti menghormati
dewa, karena itu agar kita aman di sini, selalu
sebutlah nama si bedebah itu dengan hormat.
Mengerti?" Si murid cuma garuk-garuk kepala sambil
mengangguk-angguk. Sementara gurunya bertanya lagi, "Nah, kau
mau bilang apa tadi" Ada apa dengan si bedebah
Sebun Beng?"

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Beliau menunggu Guru di ruang tengah..."
"Astaga, kenapa tidak bilang dari tadi" Kalau
dia mendengar kata-kataku tadi, bagaimana?"
Oh Jiang langsung menurunkan suaranya
sehingga seperti bisikan.
Lalu ditinggalkannya muridnya sendirian,
sementara si murid berbisik-bisik sendiri, "Ada
baiknya juga mengendalikan mulut, tua bangka
keparat! Guru bedebah!"
Sementara itu Oh Jiang sudah masuk ke
ruang tengah dan melihat Sebun Beng serta
Sebun Giok duduk menunggu. Kakak beradik
tiri itu serempak bangkit ketika melihat
keluarnya si tuan rumah. Sekte Teratai Putih 3 49 Oh Jiang pun bersikap seramah-ramahnya
dan sehormat-hormatnya, meskipun sudah tahu
maksud kedatangan Sebun Beng toh tetap purapura bertanya, "Oh, kiranya Tuan Sebun dan..."
ia menatap Sebun Giok tetapi tidak berani
meliarkan mata ke tubuh nyonya yang masih
montok itu, demi martabatnya.
Cepat-cepat Sebun Beng memperkenalkan,
"Tuan Oh, ini adalah adikku Sebun Giok, dari Seshia."
Oh Jiang pun bersikap amat hormat, "Selamat
datang di Lok-yang, Nyonya."
Sebun Giok membalas hormat dengan wajah
tetap murung. "Silakan duduk," kata Oh Jiang dengan
ramah. "Kedatangan Tuan berdua dilarut malam
ini tentu mengejutkan saya. Apakah ada anggota
keluarga Sebun yang jatuh sakit" Saya bersedia
membantu sekarang juga."
"Oo, tidak. Tuan Oh, malahan aku yang minta
maaf karena barangkali telah mengganggu Tuan
Oh yang sudah beristirahat..."
Sekte Teratai Putih 3 50 "Oo, tidak, tidak. Saya belum tidur. Saya biasa
bekerja sampai larut malam, bahkan kadangkadang sampai pagi, untuk meramu obatobatan dan sebisa-bisanya mencari obat-obat
baru. Habis kalau siang hari tidak sempat,
terlalu sibuk melayani orang-orang yang
berobat." Sebun Beng memuji tanpa basa-basi, "Aku
sungguh kagum kepada Tuan Oh yang siangmalam bekerja bagi kesejahteraan sesama.
Sungguh masyarakat Lok-yang dan sekitarnya
beruntung dengan adanya orang semacam
Tuan." "Oo ya, dari tadi saya belum mengetahui
keperluan Tuan Sebun dan Nyonya Sebun
datang kemari." "Tuan Oh, kedatanganku tidak ada sangkutpautnya dengan obat-obatan. Ini tentang
seorang keponakanku yang diculik orang."
Oh Jiang pura-pura terkejut, "Hah"
Keponakan Tuan yang mana?"
Sekte Teratai Putih 3 51 "Anak tertua dari adikku ini, namanya Liu
Yok. Diculiknya di reruntuhan perkampungan
keluarga Liu." Oh Jiang menepuk pegangan kursi keraskeras sambil memperlihatkan sikap marah,
"Kurang ajar! Penculik tidak tahu diri! Tuan,
seluruh masyarakat Lok-yang dan sekitarnya
termasuk saya, berdiri di pihak Tuan!
Katakanlah apa yang bisa saya, lakukan untuk
membantu Tuan!" "Terima kasih, Tuan Oh. Sore tadi pemimpin
penculik berani datang ke rumahku untuk
menunjukkan kehebatan sihirnya, dia datang
dalam wujud seekor burung gagak besar. Dia
adalah seorang tokoh Pek-lian-kau dari Sekte
Utara yang tidak kuketahui namanya, tetapi
julukannya adalah Hek-wa-koai. Aku berhasil
melukainya dengan kelereng besiku. Kalau dia
datang kemari untuk berobat, aku mohon Tuan
menyerahkannya kepada kami..."
"Tentu! Tentu! Orang sekurang ajar itu,
seandainya Tuan tidak memintanya pun saya
Sekte Teratai Putih 3 52 akan menyerahkannya kepada Tuan. Dia takkan
lolos dari tangan saya!"
"Terima kasih, Tuan Oh. Tetapi aku mohon
agar Tuan jangan menanganinya sendiri, sebab
orang itu amat berbahaya. Lebih baik kalau
Tuan memberitahu kami saja."
"Baiklah, Tuan Sebun."
Sebun Beng lalu bangkit dari kursinya,
diikuti Sebun Giok. "Kalau begitu, Tuan Oh, biar
kami berpamitan dulu. Terima kasih atas
kesediaan kerjasama Tuan."
"Ah, jangan berkata begitu, Tuan Sebun.
Siapa orang di sekitar Lok-yang ini yang tidak
ingin membalas budi kebaikan Tuan?"
Tabib Oh Jiang dengan ramahnya mengantar
sampai ke depan pintu. Namun setelah ia
menutup pintunya kembali, dia tertawa dingin
dan menggeram, "Sebun Beng, keluargamu akan
menjadi tumbal kebangkitan kembali Pek-liankau..."
Sebun Beng sendiri, biarpun saat itu sudah
larut malam, terpaksa Sebun Beng mengkesampingkan rasa sungkannya dengan
Sekte Teratai Putih 3 53 membangunkan beberapa sahabat baik yang
dimintai keterangan. Di suatu tempat di luar kota Lok-yang, Sebun
Beng bertemu kembali dengan Tong Gin-yan
dan langsung bertanya, "Bagaimana hasil
penyelidikanmu, Saudara Tong?"
"Aku sudah menghubungi orang-orang
sindikat bawah tanah. Biasanya mereka punya
mata dan kuping di mana-mana, tetapi kali ini
mereka hanya dapat memberikan keterangan
yang nyaris tidak membantu."
"Keterangan yang bagaimana, Saudara
Tong?" Sebun Giok bertanya mendahului
kakaknya. "Beberapa orang hanya mengatakan bahwa
mereka melihat beberapa orang aneh datang ke
Lok-yang dan sekitarnya. Namun mereka
sendiri tidak terlalu menggubris. Maklum, Lokyang adalah kota ramai yang terletak di jalan
raya antar propinsi, setiap harinya ratusan
orang yang datang dan pergi, tidak mungkin
mengamati-amati mereka. Tetapi aku sudah
minta kepada kawan-kawan bawah tanah itu
Sekte Teratai Putih 3 54 untuk lebih memperhatikan orang-orang yang
ada tanda-tanda Pek-lian-kau."
"A-yok..." Sebun Giok merintih lirih
memanggil nama anaknya. Sebun Beng merangkul pundak adiknya dan
menghiburnya, "Tetaplah tabah dan kuat, Adik
Giok. A-yok akan kita ketemukan!"
"Mudah-mudahan bukan setelah jadi
mayat..." "Jangan mengutuk, Adik Giok."
Mereka lalu berjalan balik ke kota Lok-yang
dengan perasaan berat. Tong Gin-yan mencoba
meringankan beban hati kakak beradik itu
dengan berkata, "Kemungkinan besar orangorang Pek-lian-kau itu menculik A-yok hanya
untuk mengajukan suatu tuntutan kepada kita.
Mungkin dalam waktu dekat, merekalah yang
akan menghubungi kita."
Namun Sebun Giok tetap kuatir, "Tetapi
kabarnya orang-orang Pek-lian-kau adalah
penyembah-penyembah setan, mereka sering
menyembelih manusia dalam acara keagamaan
mereka..." Sekte Teratai Putih 3 55 Soal ini Tong Gin-yan tidak bisa membantah.
Bagaimana kelakuan orang-orang Pek-lian-kau
dalam menjalankan kepercayaan mereka,
memang sudah menjadi rahasia umum.
Perkara hilangnya Liu Yok ternyata tidak
menjadi penghalang untuk tetap dilangsungkannya upacara pernikahan Wan Lui
dan Sebun Hong-eng, meskipun tidak bisa
diharapkan suasana akan segembira seandainya
Liu Yok ada di antara mereka.
Upacara perkawinan dipimpin seorang imam
Agama Thai-cin-kau, sesuai dengan agama yang
dianut Wan Lui. Wan Lui tadinya adalah
pemeluk agama orang-orang Portugis yang
berpangkalan di Makao sejak tahun 1516. Untuk
perkawinannya, mestinya memanggil seorang
imam Portugis dari Makao, tetapi Kaisar Kianliong
menyatakan keberatannya yang berlandaskan politik. Sebab Wan Lui adalah
orang dekat Kaisar, orang penting dalam
pemerintahan, maka Kaisar kuatir pemberkatan
pernikahan itu akan menjadi jalan masuk buat
Portugis untuk menanamkan pengaruhnya di
Sekte Teratai Putih 3 56 istana. Wan Lui menuruti keberatan Kaisar,
maka dia pun memutuskan upacara pernikahannya akan dilakukan menurut Agama
Thai-cin-kau, yang sebenarnya serumpun
dengan agama orang-orang Portugis namun
sudah tidak tercium "bau asingnya karena
sudah masuk Cina sejak abad 7, jaman Dinasti
Tong. Bahkan Kaisar Siu-cong dari Dinasti Tong
adalah pemeluk agama itu. Thai-cin-kau jadi
tidak berbeda dengan agama-agama lain yang
datang dari luar namun sudah mempribumi,
seperti Hud-kau, Hwe-kau atau Tiau-yang-kau.
Pemeluk Thai-cin-kau amat sedikit, terbatas di
kawasan barat-laut. Maka imam Thai-cin-kau
untuk pernikahan Wan Lui itu harus
didatangkan dari Tun-hong, sebab di Lok-yang
tidak ada pemeluk Thai-cin-kau seorang pun.
Hari itu, upacara pemberkatan berlangsung
khidmat, lalu dilanjutkan dengan perjamuan.
Perjamuan itu adalah tempat bertemunya
tokoh-tokoh masyarakat kota Lok-yang dan
sekitarnya. Tokoh silat, tokoh pemerintahan
dan sebagainya. Di antaranya nampak Tabib Oh
Sekte Teratai Putih 3 57 Jiang yang bersikap sangat ramah kepada siapa
pun. Auyang Hou juga sibuk mendekati dan
memperkenalkan diri kepada orang-orang yang
dikenalnya sebagai pendekar, tanpa lupa
memperkenalkan julukannya sebagai Siau-pekhim (Beruang Putih Kecil) sambil membawabawa nama pamannya.
Sementara Bwe Gin-liong mengincar sasaran
lain. Ia melihat Gubernur Sun hadir bersama
anak-isterinya. Puteri Gubernur yang bernama
Su Pek-lian itu sungguh gadis cantik yang
menarik perhatian orang-orang. Bwe Gin-liong
yang tampan dan halus gerak-geriknya berhasil
mendekati gadis itu, mengajaknya berkenalan
dan berbincang-bincanglah mereka di satu
meja, meskipun gadis itu tetap didampingi
ibunya. Maka dari mulut Bwe Gin-liong pun
mengalihlah kalimat-kalimat dari buku-buku
yang pernah dipelajarinya secara tergesa-gesa,
untuk menunjukkan bahwa dirinya "cukup
terpelajar". Sekte Teratai Putih 3 58 Perjamuan itu dimeriahkan oleh pertunjukan
akrobat kelas satu, undangan Gubernur Sun
sebagai sumbangannya. Nenek Sebun juga hadir dalam perjamuan
itu, duduk dengan angkuh di salah satu kursi
kehormatan. Dalam diri nenek tua itu
sebenarnya sedang timbul pertentangan hebat
antara dua perasaan. Di satu pihak dia iri dan
benci melihat begitu hebat perjamuan
pernikahan anak Sebun Beng, padahal Sebun
Beng sering ia remehkan dengan sebutan "si
jongos". Di lain pihak nenek itu sadar pula
bahwa dia dihormati orang-orang karena


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dianggap sebagai Ibunya Sebun Beng, seandainya tidak, tak ada orang yang menggubrisnya.
Nenek Sebun menaruh harapan besar ketika
melihat cucu kesayangannya tengah mencoba
mendekati puteri Gubernur Sun. "Mudahmudahan kelak A-liong berhasil mencapai
kedudukan yang lebih tinggi dari Si Kacung Liu
Beng..." Dan Nenek Sebun boleh merasa lega bahwa
Liu Yok sedang diculik orang. Seandainya tidak,
Sekte Teratai Putih 3 59 alangkah malunya melihat Si Pincang itu hilirmudik di tengah-tengah perjamuan sebagai
anggota keluarga keluarga Sebun dari Se-shia.
Bahkan nenek itu berdoa mudah-mudahan
cucunya yang satu itu sudah disembelih oleh
orang-orang Pek-lian-kau.
Ketika itu, sesuai dengan adat, yang duduk di
ruang perjamuan hanyalah Si Mempelai pria
yang berjubah dan bertopi merah, dengan
hiasan kembang-kembang kain sutera merah
pula. Sedang Si Mempelai wanita berada di
ruang pengantin bersama pelayan-pelayannya.
Wan Lui yang tampan itu mukanya sampai
merah karena berulang kali menerima ajakan
minum arak dari para tetamu. Adalah hal biasa
di tempat itu, bahwa seorang pengantin pria
pada malam pertamanya justru tidak
menyentuh isterinya, sebab harus digotong ke
kamar pengantin dalam keadaan mabok.
Wang Lui dengan gembira menerima ajakan
minum dari sahabat-sahabat kembarnya, Tong
San-hong dan Tong Hai-long, masing-masing
tiga cawan. Kepada Tong Hai-long, Wan Lui
Sekte Teratai Putih 3 60 punya hubungan khusus. Kedua pemuda itu
dulunya adalah saingan asmara dalam
memperebutkan Sebun Hong-eng, dan akhirnya
Wan Lui-lah yang berhasil mempersuntingnya,
meskipun mengenal lebih belakangan. Kehadiran Tong Hai-long dalam perjamuan itu
mencairkan ganjalan masa lalu, malah kini
keduanya terikat persahabatan yang lebih erat.
Acara saling menyuguh arak antara dua
pendekar muda kenamaan itu tentu saja
menarik banyak perhatian para hadirin.
Auyang Hou tidak melewatkan peluang itu. la
cepat-cepat berdiri dari tempat duduknya untuk
mendekati kedua pendekar muda itu dengan
langkah yang gagah, jubahnya melambai. Ia
sengaja melangkah melewati tengah-tengah
ruangan yang dikosongkan dari meja dan kursi,
tempat untuk pertunjukan-pertunjukan tadi.
Dengan melewati tempat kosong, mau tak mau
perhatian orang akan tertarik kepadanya.
Tiba di dekat Wan Lui dan Tong Hai-long, ia
berkata dengan nada gagah dibuat-buat,
suaranya keras supaya didengar semua orang,
Sekte Teratai Putih 3 61 "Bagus! Bagus! Saudara Tong, siapa yang
menjadi sahabatmu akan menjadi sahabatku
juga! Kita para pendekar muda haruslah bersatu
membasmi kaum durjana! Saudara Wan, aku
pun menyuguhimu tiga cawan arak!"
Wan Lui sama sekali belum pernah mengenal
Auyang Hou. Tadi ketika melihat Auyang Hou
melangkah menyeberangi ruangan kosong di
tengah, ia menyangka Auyang Hou sebagai
seorang anggota rombongan akrobat yang akan
menyuguhkan nomor pertunjukan berikutnya,
sebab Auyang Hou melangkah dengan gaya
seorang bintang panggung. Bedanya, Auyang
Hou tidak diiringi tetabuhan gembreng dan
tambur. Namun karena Auyang Hou sudah
mendekatinya dan bersikap "kelewat sahabat"
maka Wan Lui tidak tega mengecewakan nya.
Dengan ramah ia menjawab, "Terima kasih
banyak. Saudara ini adalah.."
Jawaban Auyang Hou adalah jawaban yang
sudah dilatihnya berpuluh kali sambil melihat
bayangannya sendiri di cermin, di Se-shia, "Aku
Sekte Teratai Putih 3 62 Auyang Hou, teman-teman memberi aku
julukan Siau-pek-him yang menjadikan aku
merasa malu saja. Aku adalah keponakan dari
ayah-mertuamu, Saudara Wan. Ibuku adalah..."
Begitulah Auyang Hou panjang-lebar
menjelas-jelaskan siapa dirinya dan keluarganya, jangan sampai pendengarpendengarnya tidak tahu. Wan Lui menunggu
Auyang Hou selesai bicara sambil menganggukangguk dan pura-pura tertarik. Celakanya,
makin Wan Lui memperhatikan, makin tidak
selesai-selesai omongan Auyang Hou.
Ketika itulah seorang pengawal gubernuran
masuk tergopoh-gopoh untuk berlutut menghormat di depan Gubernur Sun, lalu
membisikkan sesuatu ke kuping Sang Gubernur.
Wajah Gubernur berubah, buru-buru dia
meninggalkan tempat duduk nya untuk
mendekati dan membisiki Wan Lui.
Adegan itu tentu saja menarik perhatian
orang-orang seisi ruangan. Semua orang
berhenti bercakap-cakap dan menatap kedua
orang itu. Sekte Teratai Putih 3 63 Kemudian Wan Lui berdiri dan berkata,
"Tuan-tuan, saya minta dengan hormat agar
Tuan-tuan mempersiapkan diri, sebab Sri
Baginda berkenan hadir di sini!"
Keruan orang-orang itu menjadi gempar.
Perjamuan itu benar-benar menjadi perjamuan
amat bermartabat karena kehadiran Kaisar
Kian-liong sendiri di situ. Benar-benar Keluarga
Sebun di Lok-yang mendapat kehormatan
besar. Sementara itu, Wan Lui, Gubernur Sun dan
Sebun Beng telah melangkah berendeng menuju
ke pintu. Orang-orang diperjamuan juga berdiri
semuanya sambil merapikan pakaian masingmasing.
Sebelum Wan Lui bertiga mencapai pintu,
dari luar malah sudah melangkah masuk
seorang pemuda berpakaian rapi namun tidak
mewah, dengan tangan memegang kipas lebar.
Diiringi dua lelaki tegap.
Orang-orang di ruangan itu tentu takkan
tahu kalau pemuda itu adalah Kaisar,
Sekte Teratai Putih 3 64 seandainya Wan Lui tidak berlutut dan berseru,
"Ban-swe! Ban-swe!"
Bersambung jilid IV Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
PSW 10/06/2018 10:13 PM Sekte Teratai Putih 3 65 Sekte Teratai Putih 4 1 Sekte Teratai Putih 4 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid IV *** B WAN-SWE" atau "Selaksa Tahun" adalah
kata penghormatan hanya buat Kaisar.
Bahkan Sebun Beng dan Gubernur Sun juga
terlambat berlutut, sebab mereka belum
mengenali wajah Kaisar Kian-liong sebelumnya.
Mereka pun menyerukan "Ban-swe".
Orang-orang di ruangan itu lebih terlambat
lagi, namun mereka berlutut juga meskipun
tidak serempak dan ikut-ikutan menyerukan
"Ban-swe". Melihat sambutan yang begitu sungguhsungguh, Kaisar Kian-liong malah bersikap
santai, "Eh, apa-apaan ini" Aku tidak datang
sebagai raja, tetapi sebagai tamu biasa untuk
Sekte Teratai Putih 4 2 mengucapkan selamat kepada seorang sahabat.
Silakan bangun semua, Tuan-tuan."
Orang-orang pun bangkit dan duduk di
kursinya, namun suasananya sudah tidak bisa
seperti semula. Semua orang jadi menahan diri.
Kemudian Wan Lui bertegur-sapa pula
dengan dua lelaki yang mengiringi Kaisar,
"Terima kasih pula atas kehadiran Saudara Im
dan Saudara Gui." Kedua orang itu bersikap sama hormatnya
kepada Wan Lui, "Kami mengucapkan selamat
untuk hari bahagiamu, Saudara Wan."
"Terima kasih."
Kedua pengiring Kaisar itu bukan orangorang sembarangan, biarpun mereka tampil
sama sederhananya dengan Kaisar. Yang
pertama berusia empat puluhan tahun, jidatnya
lebar dan pundaknya tegap, namanya Im Hosek, jabatannya di istana ialah Komandan Ci-ih
Wi-kun (Pasukan Pengawal Jubah Ungu). Yang
kedua bertubuh ramping dengan mata setajam
rajawali, bernama Gui Han-seng, Komandan Gician Si-wi (Bayangkari Pengawal Raja).
Sekte Teratai Putih 4 3 Melihat kedua orang itu datang bersamasama, Wan Lui sebenarnya merasa heran. Im
Ho-sek dan Gui Han seng adalah dua orang yang
saling tidak cocok dalam banyak hal, tidak
jarang mereka bertengkar sengit satu sama lain.
Kenapa justru mereka berdua yang diajak oleh
Kaisar" Mungkinkah dengan mengajak mereka
berdua dalam perjalanan, Kaisar hendak
merukunkan kedua pembantunya itu"
Selain itu, dalam hatinya Wan Lui
mengkhawatirkan keselamatan Kaisar selama
berada di Lok-yang itu. Saat itu kota Lok-yang
sedang kurang aman, bahkan Wan Lui sudah
mendengar kalau orang-orang Pek-lian-kau
yang anti pemeritah itu juga gentayangan di
sekitar Lok-yang. Sikap suka keluyuran dari
Kaisar Kian-liong itu dimilikinya sejak ia masih
bernama Pangeran Hong-lik. Dan agaknya
diwarisinya dari kakeknya, Kaisar Khong-hi,
yang juga suka keluyuran di istana sejak masih
disebut Pangeran Hian-hua. Juga dari ayahnya,
Kaisar Yong-ceng, ketika masih bernama
Pangeran In-ceng. Biarpun saat itu Kaisar KianSekte Teratai Putih 4
4 liong dikawal orang-orang setangguh Im Ho-sek
dan Gui Han-seng, Wan Lui tetap menganggap
kehadiran Kaisar secara terbuka di Lok-yang itu
mengundang resiko. Begitulah, Kaisar diberi tempat duduk paling
terhormat di sebelah timur dalam ruang
perjamuan itu. Setelah duduk, Kaisar lalu berkata kepada
Wan Lui, "Saudara Wan, aku membawa hadiah
yang mudah-mudahan menyenangkan hatimu,
dan juga menyenangkan hati Tuan Sebun."
"Tuanku terlalu baik kepada hamba." kata
Sebun Beng sungkan. Kaisar bertepuk tangan dua kali, maka dari
luar pun masuk dua orang lelaki kekar yang
memikul sebuah kotak besar. Kotak itu segera
diletakkan di tengah-tengah ruangan.
Para tamu sudah tidak sabar ingin melihat
apa isi kotak itu, mereka sudah membayangkan,
bingkisan dari seorang Kaisar tentu hebat
sekali. Mungkin sebentar lagi ruangan itu akan
menjadi terang benderang oleh cahaya intanpermata yang tak ternilai harganya.
Sekte Teratai Putih 4 5 "Buka," perintah Kaisar kepada kedua kuli
tadi. Kotak pun dibuka dan isinya dikeluarkan,
dan orang-orang terkejut karena isi kotak
adalah seorang manusia yang terbelenggu.
Masih lumayan kalau tampangnya menarik, ini
adalah manusia yang tidak keruan tampangnya
dan tubuhnya memancarkan bau apek karena
jarang mandi. Karena "hadiah" Kaisar ini bukan


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lain adalah Hek-wa-koai Mao Pin, tokoh Peklian-kau yang dalam beberapa hari ini
membikin pusing Keluarga Sebun.
Wan Lui tercengang karena belum
mengenalnya, "Tuanku, siapa orang ini?"
Kaisar Kian-liong menjawab kalem, "Namanya Hek-wa-koai Mao Pin, tokoh Peklian-kau golongan Pak-cong. Dulu mereka
menculik aku, sekarang aku yang menculiknya."
Para tamu pun gempar. Pek-lian-kau adalah
sebuah golongan bawah tanah yang selalu
memusuhi pemerintah Manchu dan bercita-cita
mendirikan kembali Kerajaan Beng.
Sekte Teratai Putih 4 6 Kotak pun dibuka dan isinya dikeluarkan,dan
orang-orang terkejut karena isi kotak adalah
seorang manusia yang terbelenggu.
Sekte Teratai Putih 4 7 Namun bagi Keluarga Sebun, kemunculan
orang ini punya arti yang lain. Sebab Hek-wakoai Mao Pin inilah yang menculik Liu Yok.
Orang lain yang paling terkejut dalam
ruangan itu adalah Tabib Oh Jiang. Di Lok-yang
dan sekitarnya dia dikenal sebagai seorang
tokoh terhormat, padahal dia juga pentolan
Pek-lian-kau. la kaget, sebab Mao Pin
disembunyikan di ruang bawah tanah di
rumahnya, dan tahu-tahu sekarang rekannya itu
sudah muncul sebagai tawanan di situ dalam
keadaan terbelenggu, tidakkah itu berarti kalau
kediamannya sudah diobrak-abrik oleh Kaisar
Kian-liong dan orang-orangnya"
Oh Jiang mulai berkeringat dingin, hebatlah
akibatnya kalau kedoknya terlucuti. la mulai
memutar otak untuk mencari jalan keluar
sebaik-baiknya. Sebun Giok tidak dapat mengendalikan diri.
Ia saat itu mengenakan pakaian pesta dan tentu
saja tidak membawa pedangnya, namun dia
mendekati Auyang Hou dan mencabut pedang
di pinggang Auyang Hou, lalu menerjang ke arah
Sekte Teratai Putih 4 8 Hek-wa-koai yang terbelenggu sambil menjerit,
"Manusia siluman, di mana anakku?"
Sebun Beng cepat-cepat melompat menghalangi adiknya. itu, "Adik Giok, jangan
gegabah!" "Biarkan aku membalas siluman ini!"
Tiba-tiba dari ambang pintu masuk
terdengarlah suara lunak, "Jangan membalas,
Ibu. Aku selamat." Liu Yok terpincang-pincang memasuki
ruangan, wajahnya damai dan matanya jernih.
Pakaiannya masih pakaian yang dipakai
beberapa hari yang lalu ketika ia diculik, tentu
saja sudah kusut. Wajahnya juga kusut dan
pucat, namun tidak mengurangi kedalaman
sorot matanya. Menghamburlah Sebun Giok memeluk
anaknya. Sebun Beng ikut mendekati dan
menanyakan keadaan keponakannya itu.
"Siapakah yang menolongmu, Nak?"
Dengan sikap polos Liu Yok menunjuk Kaisar
Kian-liong sambil berkata, "Sobat itulah yang
menyerbu tempatku ditawan, bersama kawanSekte Teratai Putih 4
9 kawannya membebaskan orang-orang yang
tertawan di situ." Cepat-cepat Sebun Giok menepis telunjuk Liu
Yok yang menuding Kaisar itu. "Jangan kurang
hormat, A-yok. Tahu kah kau siapa beliau?"
"Tadi sewaktu menoiongku, ia tidak
menyebut namanya." "A-yok, penolongmu adalah Sri Baginda Kianliong sendiri."
Orang-orang menyangka A-yok akan kaget
lalu kelabakan memberi hormat sambil
menyanjung puja, ternyata tidak. Ternyata Liu
Yok cuma tercengang sedikit, lalu membungkuk
sedikit tanpa berlutut sambil berkata, "Semoga
Pencipta Langit dan Bumi memberkahi Tuanku.
Terima kasih." Atas sikap itu, Kaisar Kian-liong malah
kelihatan senang. Katanya. "Aku senang
mendapat kawan sejati seorang lagi, setelah
selama ini hanya punya seorang, Wan Lui. Sobat
Liu, maukah kau duduk di sebelahku, agar kita
bertiga dapat duduk berdekatan dan berbicara
lebih akrab?" Sekte Teratai Putih 4 10 Itulah undangan luar biasa. Seorang Kaisar
mengundang seorang pemuda tak dikenal,
dengan pakaian yang begitu sederhana dan
sudah agak bau pula! Toh Liu Yok menjawab tanpa sungkan,
"Terima kasih, Tuanku."
Lalu tanpa sungkan sedikit pun, Liu Yok
menuju ke arah kursi di sebelah kursi Kaisar.
Wajahnya biasa saja, tidak menunjukkan rasa
bangga, menganggap hal biasa kalau manusia
ramah kepada manusia. Langkahnya terhambat sejenak karena
Auyang Hou menyongsongnya di tengah-tengah
ruangan lalu memeluknya, sambil berusaha
mencucurkan air matanya, Auyang Hou juga
berkata, "Oooo, Kakak Yok! Kakakku! hampir
mati aku memikir kan keselamatanmu!
Syukurlah Kakak selamat!"
Seingat Liu Yok, belum pernah adik tirinya
ini bersikap begini hangat. Di Se-shia dulu
malah sering adik ini menyuruh nya atau
membentak-bentaknya. Kini menghadapi sikap
adiknya ini, Liu Yok berpikir, "Mungkin selama
Sekte Teratai Putih 4 11 aku diculik beberapa hari, barulah muncul rasa
persaudaraannya.." la pun menepuk-nepuk pundak Auyang Hou
sambil berkata, "Sudahlah, Adikku. Bukankah
aku kembali dengan selamat?"
Bwe Gin-liong tidak mau kalah ambil bagian
dalam adegan dramatis itu. Dia pun berlari ke
tengah ruangan untuk memeluk Liu Yok dan
memamerkan air matanya. Setelah meredakan "kerinduan" kedua
adiknya, Liu Yok benar-benar menempati
kursinya di sebelah Kaisar Kian-liong sendiri.
Tanpa canggung, tanpa kurang hormat, tapi juga
tidak silau. Sementara itu Kaisar Kian-liong telah
menuding Hek-wa-koai yang terbelenggu itu,
"Orang jahat ini ternyata disembunyikan di
rumah seorang tokoh terhormat Lok-yang yang
ternyata gadungan, karena dia sebenarnya
seorang gembong Pek-lian-kau! Orang yang
kelihatannya suka mengobati, padahal suka
memakan daging anak-anak hidup-hidup...!"
Sekte Teratai Putih 4 12 Hadirin tercengkam oleh keterangan Kaisar
itu. Apalagi ketika Kaisar menyapukan
pandangannya ke wajah-wajah di ruangan itu,
begitu pula Liu Yok ikut melihat berkeliling.
"...dan orang itu hadir pula di sini dengan
berkedok sebagai seorang tamu terhormat!"
kata-kata Kaisar itu menggemparkan orangorang. Mereka saling berpandangan untuk
mencari siapa yang dimaksud.
Tabib Oh Jiang alias Pek-coa-sin (Malaikat
Ular Putih) segera mengambil keputusan bulat,
la sadar Liu Yok akan mengenali wajahnya,
maka ia tidak ingin terlambat bertindak.
Orang-orang di ruangan itu pun dikejutkan
oleh jerit Sun Pek-lian, Puteri Gubernur, sebab
Oh Jiang tiba-tiba menyergapnya. Dengan satu
tangan Oh Jiang menelikung tangan puteri
gubernur itu di punggungnya, tangan lainnya
memegang belati yang juga ujungnya
didekatkan ke leher gadis itu.
Semua orang di ruangan itu terkejut, kecuali
Kaisar Kian-liong serta Liu Yok yang memang
Sekte Teratai Putih 4 13 sebelumnya sudah tahu siapa sebenarnya orang
di balik kedok tabib terhormat itu.
"Tuan Oh, apa yang kaulakukan terhadap
puteriku?" tanya Gubernur Sun kaget.
Oh Diang terkekeh seram, wajah yang
biasanya mirip wajah dewa penuh welas asih
itu, sekarang menyeringai beringas seperti iblis
yang dahaga akan darah segar.
Kata Oh Diang, "He, orang-orang Lok-yang
yang tolol-tolol, hari ini aku berterus terang
kepada kalian, bahwa aku memang anggota
Pek-lian-kau, aku adalah seorang pecinta tanah
air bangsa Han yang rindu melihat negeri ini
terbebas dari injakan orang-orang Manchu!
Tetapi rupanya di kota ini terlalu banyak
penjilat orang Manchu!"
"Tuan Oh..." Sebun Beng melangkah
mendekati, namun langkahnya terhenti karena
Oh Diang telah berteriak, "Berhenti! Atau kau
ingin melihat leher anak perempuan ini
berlubang oleh pisauku?"
"Tuan Oh, kita bisa berbicara baik-baik..."
Sekte Teratai Putih 4 14 "Mundur lima langkah semua!" bentak Oh
Diang. Semua orang menjauhi Oh Diang dan puteri
gubernur sebagai tawanannya. Se-bun Beng
juga ikut mundur, namun dengan gerak tak
kentara ia sudah menjumput sebutir kelereng
besi dari kantongnya. Yang tidak segera mundur adalah Auyang
Hou. la pasang kuda-kuda dengan muka
diangker-angkerkan sambil menggenggam
gagang pedangnya. Karena semua orang sudah
mundur, Auyang Hou jadi kelihatan menyolok
sendiri, dadanya makin membusung.
Melihat itu, Gubernur Sun lah yang paling
kelabakan. Cepat-cepat ia menarik mundur
Auyang Hou sambil memohon, "Sobat, sudilah
mengingat keselamatan anakku."
Auyang Hou berlagak kesal ketika ditarik
mundur itu, katanya kepada Pek-coa-sin Oh
Jiang, "Untung buatmu bahwa Tuan Gubernur
mencegah aku. Kalau tidak, kau hanya akan
keluar dari ruangan ini sebagai potonganpotongan daging dan tulang!"
Sekte Teratai Putih 4 15 Ancaman seram itu pernah didengar oleh
Auyang Hou ketika dia melihat pertengkaran
antara dua jagoan di kota Se-shia, lalu sekarang
Auyang Hou menirukannya. Tak terduga Oh Jiang tidak gentar, malah
menyeringai sambil menatap tajam ke arah
Auyang Hou, "Kau menarik perhatianku sejak
semula, anak muda. Lain waktu mudahmudahan kita berjumpa lagi."
Wajah Auyang Hou kontan memucat
menghadapi ketajaman mata Oh Jiang dan
mendengar kata-katanya. Kali ini untuk
mundurnya ia tidak perlu lagi diseret-seret oleh
Gubernur Sun. Sementara itu, hati Oh Jiang sebenar nya
tegang juga. Ia sadar di ruangan itu banyak
jagoan tangguh. Yang sudah kelihatan adalah
Sebun Beng, Wan Lui, Tong Gin-yan dan anakanak kembarnya, kedua pengawal Kaisar dan
entah siapa lagi. Meskipun ia berperisaikan
puteri gubernur, namun dia sadar bahwa setitik
kelengahan saja di pihaknya akan memberi
peluang lagi lawan-lawan untuk berbalik
Sekte Teratai Putih 4 16 meringkusnya.Itulahsebabnya cengkeramannya
atas puteri gubernur tidak mengendor, sedikit
pun, matanya tajam mengawasi gerak-gerik
orang seluruh ruangan. Ruangan yang berisi begitu banyak orang,
sekarang sunyi senyap. Dicengkam ketegangan.
Lalu terdengarlah suara Oh Jiang kepada
Gubernur Sun, "He, kau orang Han yang menjadi
penjilat bangsa Man-chu! Aku memerintahkan
kau melepaskan ikatan temanku itu, dan
biarkan dia men dekat kemari!"


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gubernur Sun lebih dulu menoleh kepada
Kaisar Kian-liong. Setelah Kaisar mengangguk,
barulah Gubernur membuka ikatan-ikatan Hekwa-koai Mao Pin. Hck-wa-koai pun langsung
bergabung dengan Oh Diang.
Begitu dekat Oh Jiang Mao Pin berbisik, "Aku
minta maaf, Nomor Tiga, gara-gara aku
tempatmu diserbu dan diobrak-abrik anjinganjing Manchu."
Sahut Oh Jiang sambil tetap menatap
waspada orang-orang di sekelilingnya, "Ini
akibat ketidaksabaranmu menunggu keda
Sekte Teratai Putih 4 17 tangan Si Nomor Satu dan Si nomor Dua untuk
bertindak bersama-sama. Kau terlalu yakin
bahwa Hek-wa Pian-hoa-sut (Ilmu Merubah Diri
Cagak Hitam) mu dapat menanggulangi semua
persoalan. Nyatanya tidak. Malah bikin susah
aku." "Sekali lagi, maafkan aku."
Sementara kedua gembong Pek-lian-kau ini
berbisik-bisik, di antara orang-orang belum ada
yang berani bertindak. Sebun Beng yang sudah
sejak tadi menggenggam kelereng besi pun
belum mendapat peluang menyerang tanpa
resiko membahayakan Sun Pek-lian, sebab
kedua gembong Pek-lian-kau itu kelewat
waspada, kelewat hati-hati berlindung di balik
sandera mereka. Kemudian Oh Jiang berkata kepada
rekannya, "Sekarang, selamatkan dirimu dengan
Pian-hoa-sut dan terbanglah keluar!"
Ternyata, biarpun mereka dari golongan
sesat, ada juga rasa setia kawan mereka. Sahut
Hek-wa-koai Mao Pin dengan tegas, "Tidak, aku
Sekte Teratai Putih 4 18 tidak mau pergi sendirian. Kalau harus
mampus, kita mampus bersama!"
"Kau bawa Co-jin (Boneka Rumput)?"
Hek-wa-koai mengangguk. "Untunglah ketika
anjing-anjing Manchu tadi menangkapku,
mereka tidak mencurigai benda itu dan
membiarkannya tetap di tubuhku.
"Bagus. Di kantongku juga ada, ambillah,
kedua tanganku harus tetap menguasai gadis
ini." Hek-wa-koai mengeluarkan sebuah boneka
rumput setinggi sejengkal dari kantong bajunya
sendiri, dan ia mengeluarkan benda serupa dari
kantong Oh Jiang. Boneka-boneka itu adalah
perlengkapan sihir kaum Pek-lian-kau.
Melihat boneka-boneka itu, Wan Lui segera
dapat menebak apa yang akan diperbuat oleh
gembong-gembong Pek-lian-kau itu. Wan Lui
punya banyak pengalaman dengan itu.
Sementara Hek-wa-koai membaringkan
kedua boneka itu di lantai, di bawah tatapan
orang-orang yang belum tahu Hek-wa-koai akan
berbuat apa. Lalu mereka melihat Hek-wa-koai
Sekte Teratai Putih 4 19 mengeluarkan selembar kertas kuning bertuliskan huruf mantera, dikibaskannya
sehingg-menyala sendiri sambil mulutnya
berkomat-kamit. Di tengah-tengah ruang tertutup itu aba-tiba
terbit angin dingin entah dari-mana. Banyak
topi para hadirin tersapu jatuh, dan para wanita
menjerit kaget. Dan orang-orang seolah
bermimpi ketika melihat boneka-boneka
rumput yang terbaring itu tiba-tiba bangkit
berdiri dan membesar menjadi wujud manusia
dengan pedang di tangan mereka !
Orang-orang di ruangan itu takjub,
sementara Oh Jiang tertawa terbahak-bahak
dan dengan pongah berkata, "Tuan-tuan, jangan
kaget, ini hanya permainan kecil kami.
Permainan yang bahkan bisa dilakukan oleh
orang-orang Pek-lian-kau yang tingkatannya
paling rendah sekalipun!"
Orang-orang berpedang yang berasal dari
boneka rumput itu sudah bergerak-gerak hidup
dan menakutkan. Angin dingin menusuk kulit
Sekte Teratai Putih 4 20 yang di dalam ruangan itu pun berputar
semakin kencang. Namun di tengah-tengah peristiwa membingungkan itu, tiba-tiba Liu Yok berkata
dengan didengar semua orang, "He, segenap
tentara langit, kalian hanyalah debu tanah!"
Selesai kata-kata Liu Yok itu, angin dingin
dalam ruangan itu mendadak sirna entah ke
mana. Dua manusia jadi-jadian itu rebah ke
tanah dan kembali ke asalnya sebagai bonekaboneka rumput yang; panjangnya tidak lebih
dari sejengkal. Sirna pula kecongkakan kedua pentolan Peklian-kau itu. Wajah mereka berubah hebat. Tak
terasa Oh Jiang menggeser tubuhnya, sedikit
keluar dari belakang tubuh puteri gubernur
yang disanderanya, untuk melihat lebih jelas,
benarkah ilmunya telah dipunahkan"
Peluang yang amat tipis itu tidak disia-siakan
Sebun Beng. Lengannya terayun secepat kilat
dan berdesinglah kelereng besinya ke pundak
Oh Jiang. Sekte Teratai Putih 4 21 Oh Jiang kaget dan menggerakkan belati
untuk menangkis kelereng besi itu Berhasil,
namun karena gerakannya yang tergesa-gesa
itu maka tenaganya tidak tersalur maksimal,
baik kelereng besi maupun pisau belatinya
sama-sama mencelat dan runtuh ke tanah. Oh
Jiang sendiri terhentak dua langkah ke
belakang, menimbulkan jarak dengan puteri
Gubernur. Oh Jiang terkejut. Sekali tawanannya lepas
dari tangan, kedudukannya benar-benar
berbahaya. Karena itulah meskipun keseimbangannya belum baik benar, ia
memaksa diri untuk menyerobot maju demi
membekuk kembali tawanannya. Tetapi sekali
ini ada sesosok tubuh yang dengan gesit
menyelinap di antara dirinya dengan Puteri
Gubernur. Bayangan yang menyelinap ini
bahkan langsung hendak menangkap lengan Oh
Jiang. Orang itu adalah Tong Hai-long.
Oh Jiang dengan gusar memutar pergelangan lengannya sambil balas berusaha balik
Sekte Teratai Putih 4 22 mencengkeram lengan lainnya, bahkan tangannya yang satu "masuk gelanggang" pula.
Beberapa saat keempat lengan itu seperti
empat ekor ular yang berusaha saling membelit
dan mematuk, sampai Oh Jiang tidak sabar lagi
lalu mengaktifkan kakinya dengan sebuah
sapuan ke depan. Tak terduga Tong Hai-long
juga berpikir sama, ia juga menyapu ke depan
dengan kakinya. Dua kaki beradu kerasnya tulang kering, dan
tulang Oh Jiang yang sudah tua itu tidak dapat
menandingi tulang Tong Hai-liong. Maka Oh
Jiang pun terlompat sambil mengangkat satu
kakinya yang kesakitan. Tong Hai-long tidak memberi kesempatan
dan terus merangsek maju.
Sementara itu, Hek-wa-koai lah yang
sekarang berusaha meneruskan niat rekannya
tadi untuk meringkus kembali Sun Pek-lian Si
Puteri Gubernur guna dijadikan "tiket" keluar
dari ruangan itu. Namun Hek-wa-koai dihadang Tong Sanhong, saudara kembar Tong Hai-long.
Sekte Teratai Putih 4 23 Begitulah, perjamuan pernikahan itu jadi
"meriah" dengan terjadinya hal-hal yang sama
sekali di luar susunan acara itu. Kalau tadi para
tamu sudah disuguhi tontonan akrobat dan taritarian, lalu orang Pek-lian-kau "menyumbang
acara" mengubah boneka rumput jadi manusia
kini "tontonan" terikutnya adalah dua pasang
perkelahian sungguh-sungguh antara dua
pentolan Pek-lian-kau dengan sepasang saudara
kembar dari Tiau-im-hong.
Masih beruntung buat kedua orang Pek-liankau itu, bahwa tokoh-tokoh lain dalam ruangan
itu masih menjaga martabat dengan tidak ikut
mengeroyok. Meskipun demikian, kedua tokoh
Pek-lian-kau itu sama-sama merasa bahwa
harapan untuk keluar dari ruangan itu dengan
selamat adalah makin tipis.
Liu Yok melihat perkelahian itu dengan
wajah murung. Perkelahian itu sendiri berjalan dengan
dahsyat, karena orang-orang yang berkelahi
memiliki ketangkasan dan ketrampilan tempur
yang di atas rata-rata. Sekte Teratai Putih 4 24 Tabib Oh Diang, sesuai dengan julukannya
sebagai Malaikat Ular Putih, benar-benar hebat
dalam memperagakan kelenturan tubuhnya
yang luar biasa, seolah-olah tubuh dan bagianbagian tubuhnya hanyalah seutas tali yang tidak
bertulang dan bisa ditekuk kemana saja.
Kadang-kadang ia menghindari serangan
dengan cara meliukkan tubuh dan memunculkan serangan balasan dari sudut yang
tidak terduga. Menghadapi cara bertempur seperti itu, Tong
Hai-iong yang biasanya berangasan dan ingin
main gempur saja, sekarang harus berhati-hati.
Namun demikian serangan-serangan anak
muda ini tetap dahsyat seperti gelombang
lautan yang menerpa tak putus-putusnya. Ia
tidak segan-segan mengajak musuhnya main
keras lawan keras, dan Oh Jiang-lah yang jeri
sendiri karena tadi tulang keringnya sudah
"mencicipi" kerasnya tulang Tong Hai-long.
Sementara Hek-wa-koai Mao Pin juga
menghadapi lawan berat, Tong San-hong yang
tenang dan gigih seperti puncak gunung batu,
Sekte Teratai Putih 4 25 sesuai dengan namanya. Memang Tong Sanhong tidak kelihatan seberingas saudara
kembarnya kalau bertempur , juga tidak banyak
menyerang, namun ia kokoh luar biasa dan
segala jurus-jurus Hek-wa-koai yang kejam pun
jadi tumpul terbentur pertahanan Tong Sanhong yang rapat dan diperhitungkan baik-baik.
Dan apabila Tong San-hong balas menggempur,
maka gempurannyakan seperti puncak gunung
batu yang runtuh ke arah korbannya. Tangan
dan kakinya berat dan keras, membuat Hek-wakoai sering menyeringai kesakitan apabila
menangkisnya. Menonton kegagahan saudara kembar yang
sebaya dengannya itu, Auyang Hoi. diam-diam
merasa rendah diri. Alangkah jauh bedanya
dengan dirinya. Namun sudah tentu dia tidak
ingin menunjukkan kekagumannya. Ia berdiri
tegap bersilang tangan di tepi gelanggang
dengan wajah dingin, pura-pura tidak kagum
terhadap kehebatan Tong San-hong dan Tong
Hai-long. Sekte Teratai Putih 4 26 Namun demikian serangan-serangan anak muda
ini tetap dahsyat seperti gelombang ikutan yang
menerpa tak putus-putusnya
Sekte Teratai Putih 4 27 Yang tidak sanggup berpura-pura lebil lama
lagi adalah gembong-gembong Pek-lian-kau
yang merasakan langsung kehebatan pemuda
kembar itu. Kedua gembong itu berpikiran
sama, bahwa kalau melulu mengandalkan
daging dan tulang mereka untuk diadu keras


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan daging dan tulang anak-anak muda yang
berkelahi seperti macan-macan terluka itu,
mereka takkan menang. Menyadari hal itukedua gembong Pek-lian-kau ini mula berpikir
untuk menggunakan ilmu hitam mereka.
Tong Hai-iong yang berkelahi melawan Oh
Jiang itu mulai merasa gerakan lawannya lebih
lamban. Mula-mula Tong Hai-long menyangka
bahwa melambatnya gerakan lawan itu karena
kelelahan lawannya, ternyata ia memang cuma
benar separoh. Karena melambatnya segala
gerak-gerik Oh Jiang itu selain karena
berkurangnya tenaga, juga karena ia memecah
konsentrasinya untuk menerapkan ilmu
gaibnya. Mulutnya mulai berkomat-kbmit, dan
matanya bersinar aneh. Sekte Teratai Putih 4 28 Awalnya Tong Hai-long tidak merasakan
perubahan itu, sampai ia mulai merasa bahwa
tatapan mata Oh Jiang mulai menanamkan
pengaruh tertentu ke dalam jiwanya. Setiap kali
terjadi adu pandangan, Tong Hai-long
merasakan jiwanya terguncang lalu semangatnya merosot sedikit. Berulang kali
terjadi adu pandangan mata, dan semangat
Tong Hai-long mulai runtuh perlahan-lahan.
"Apa yang terjadi dengan diriku?" Tong Hailong heran terhadap diri sendiri. Belum pernah
ia mengalami, bahwa memulai suatu
pertempuran, lalu di tengah jalan tiba-tiba
semangatnya kedodoran. Semangatnya adalah
semangat gelombang lautan yang selalu
menggelora, bukan semangat krupuk yang kena
embun malam. Belum lagi masalah itu teratasi, sudah
muncul masalah berikutnya. Tong Hai-long tibatiba merasa di kedua pundaknya seperti
dibebani batu, dan di kupingnya ada yang terusmenerus membisikinya, "Kau pasti kalah. Kau
pasti kalah. Perlawananmu sia-sia...."
Sekte Teratai Putih 4 29 Buat orang awam, jalannya pertempuran
masih kelihatan seperti semula, tidak ada
perubahan. Namun buat jago-jago sekaliber
Sebun Beng, Tong Gin-yan, Wan Lui dan juga
jago pengawai Kaisar yang bermata tajam,
mereka mulai melihat ketidak-wajaran pertempuran antara Tong Hai-long dengan Oh
Jiang, Hanya saja, di mana letak ketidakwajarannya, mereka tidak dapat mengetahuinya.
Yang paling gelisah sudah tentu Tong Ginyang, ayah Tong Hai-long. Demi martabatnya,
tidak mungkin baginya ikut masuk gelanggang
untuk mengeroyok Oh Jiang. Namun seandainya
ia tidak tahu malu dan memberi petunjuk katakata dari luar gelanggang pun, dia tidak tahu
petunjuk apa yang akan diberikan. Masalahnya
terlalu asing buatnya. Dengan cemas Tong Gin-yan melihat semua
gerakan Tong Hai-long seolah-olah berat di
sebelah kanan, tidak seimbang, seolah-olah
anaknya itu bertempur sambil memikul sebuah
karung pasir di pundak kanannya, padahal
kenyataannya tidak kelihatan apa-apa di
Sekte Teratai Putih 4 30 pundak kanannya. Begitu pula langkah
kanannya selalu lebih berat dari langkah
kirinya, seperti ada yang membebani.
Ketika Tong Gi-yan memperhatikan lingkaran pertempuran yang satu lagi, beban
pikirannya bertambah. Dia melihat Tong Sanhong dalam menghadapi Hek-wa-koai juga
bertempur dengan ganjil. Tong Gin-yang tahu benar watak seteguh
gunung dari Tong San-hong, dan watak itu
terbawa-bawa pula kedalam cara bertempurnya, la diam dan penuh perhitungan,
tidak pernah kehilangan kecermatan biarpun
menghadap bahaya yang dahsyat. Dalam
pertempuran, ibaratnya kalau ujung pedang
musuh belum dekat benar ke kulitnya belum lah
dihiraukan benar. Nyalinya besar, serangan
sehebat apa pun dihadapinya sedingin puncak
gunung batu. Tapi melihat anaknya bertempur kali ini,
sungguh membuat Tong Gin-yan tidak habis
mengerti. Tong San-hong sering kelihatannya
begitu tergesa-gesa dan tidak cermat. Seringkah
Sekte Teratai Putih 4 31 serangan lawan masih begitu jauh, ia sudah
cepat-cepat menghindar sehingga sering salah
langkah dan sering hampir masuk perangkap
lawan. Tong Gin-yan tahu bahwa anaknya itu
juga manusia biasa yang bisa melakukan
kekeliruan atau ketidak-cermatan, tetapi Tong
San-hong melakukan kekeliruan dan ketidakcermatan yang begitu banyak dan terus
berulang dalam waktu yang pendek adalah
tidak masuk akal. Tong Gin-yan hampir tidak
percaya bahwa yang sedang berkelahi dengan
Hek-wa-koai itu adalah anaknya yang bernama
Tong San-hong. la geleng-geleng kepala melihat
anaknya tergesa-gesa menangkis sebuah
serangan yang masih jauh, sehingga tangkisannya malah luput. Lalu anaknya
menyerang, namun serangannya melenceng
begitu jauh dari sasaran, sehingga seandainya
tidak ditangkis atau dihindari pun tidak apaapa.
"Apakah A-san sedang tidak enak badan?"
demikian Tong Gin-yan bertanya-tanya dalam
hati. Sekte Teratai Putih 4 32 Ayah ini tidak mengetahui kalau Tong Sanhong pun sudah jatuh ke bawah pengaruh ilmu
gaib yang diterapkan Hek-wa-koai, meskipun
jenis ilmunya berbeda. Ketika pertempuran dimulai, Tong San-hong
sempat memperhatikan tinggi tubuh lawannya,
panjang tangan-tangannya dan panjang kakikakinya. Ia dapati lawan itu sekepala lebih
pendek darinya karena bungkuk, sedang
panjang lengan-lengannya kurang lebih sama
dengan panjang lengan-lengannya sendiri.
Demikianlah, sebagai seorang yang cermat ia
membuat perhitungan cermatnya atas anatomi
lawannya sebagai bekalnya memasuki gelanggang. Mula-mula jalannya pertempuran seperti
yang diperhitungkannya. Tong San-hong dapat
terus mendesak lawan. Tetapi lama-kelamaan
Tong San-hong merasa aneh bahwa tubuh
lawannya makin tinggi, makin besar, tangantangan dan kaki-kakinya juga bertambah
panjang sebanding dengan melarnya tubuhnya.
Sedikit demi sedikit. Perhitungan Tong SanSekte Teratai Putih 4
33 hong jadi ketinggalan jaman. Tong San-hong
memang mengetahui adanya sejenis ilmu
bernama Tho-pi-kang yang bisa membuat
lengan mulur sampai satu setengah kalinya,
namun belum pernah ia mendengar kalau ada
ilmu untuk membesarkan seluruh tubuh
sehingga seolah-olah menjadi raksasa. Toh
kenyataannya sekarang dia menghadapinya.
Hek-wa-koai yang pada pertempuran tingginya
sekepala lebih rendah dari Tong San-hong,
sekarang menjadi sekepala lebil' tinggi.
Anehnya lagi, orang-orang lain di luar
gelanggang melihat ukuran tubuh Hek-wa-kaoi
tetap seperti semula, tetap lebih pendek dari
Tong-san-hong. Jadi para penonton pun heran
melihat Tong San-hong menangkis ke atas
sambil mendongak, sedangkan lawannya hanya
memukul ke arkh pundak. Menangkis apa"
Auyang Hou yang semula kagum kepada
saudara kembar itu, sekarang diam-diam
mengejek di dalam hati, "Hem, putera-putera
kembar Ketua Hwe-liong-pang ini ternyata juga
Sekte Teratai Putih 4 34 cuma begini saja kemampuannya. Coba aku
yang di tengah gelanggang...."
Ia tidak merasakan betapa Tong San-hong
makin bingung menghadapi musuh yang
sekarang tingginya sudah setengah kali tinggi
tubuhnya, dengan wajah yang selebar tampah.
Di luar gelanggang Wan Lui berdesis kepada
Tong Gin-yan, "Paman Tong, saudara San-hong
dan Saudara Hai-long agaknya menghadapi
kesulitan." Tong Gin-yan cuma mengangguk-angguk
sambil mengelus jenggotnya, menyalurkan
kegelisahan hatinya. Yang tegang juga Sebun Beng, Kaisar Kianliong dan lain-lainnya. Kini mata yang kurang
ahli pun akan bisa melihat betapa sepasang
saudara kembar ini benar-benar dalam
kesulitan. Sampai tiba-tiba terdengar suara Liu Yok,
"Ini tidak betul. Ini tidak boleh terjadi!"
Sebun Beng dan lain-lainnya menoleh kepada
Liu Yok dengan pandang mata penuh tandatanya. "Kenapa, A-yok"' tanya Sebun Beng.
Sekte Teratai Putih 4 35 Sahut Liu Yok, "Orang-orang Pek-lian-kau itu
main keroyok!" Keruan orang-orang menjadi kaget. "Main
keroyok" Bukankah mereka satu lawan satu?"
"Tidak! Kedua orang Pek-lian-kau itu dibantu
kawan-kawan mereka!"
Sebun Beng melihat ke gelanggang, dan
melihat bahwa yang ada di gelanggang itu tetap
empat orang tadi. Tong Hai-long melawan Oh
Jiang, Tong San-hong melawan Mao Pin. Tidak
terlihat apa yang oleh Liu Yok dikatakan
"kawan-kawan mereka" itu.
Kata Sebun Beng kemudian, "A-yok, jangan
mengada-ada. Kita semua memang memprihatinkan keadaan saudara kembar itu,
dan sedang memikirkan jalan keluar yang
terbaik. Tetapi jangan mengkhayal."
Sebun Giok cepat-cepat menukas, "Kakak
Beng, aku mengenal A-yok sejak kecil. Ia akan
mengatakan persis seperti yang dilihat dan
didengarnya." "Tetapi, Adik Giok, ia mengatakan ada
pengeroyokan di tengah gelanggang. Padahal
Sekte Teratai Putih 4 36 yang tinggal di tengah gelanggang ya tetap
keempat orang tadi. Kita harus bersikap adil,
biarpun terhadap musuh. Tidak boleh menuduh
sembarangan." Liu Yok berkata, "Tetapi aku benar-benar
melihat pengeroyokan. Tabib gadungan itu
dibantu mahluk cebol yang mukanya penuh
bulu, sebesar monyet. Mahluk itu sering
melompat ke atas pundak kanan Saudara Hailong, atau memegangi lengannya atau memeluk
kaki kanannya, sehingga gerak-gerik Saudara
Hai-long sangat terganggu."
Kata-kata ini mengherankan semua orang di
sekitar gelanggang, sebab tidak seorang pun
melihat mahluk yang dikatakan Liu Yok itu.
Dan Liu Yok tetap saja melanjutkan
bicaranya tanpa menghiraukan sikap orangorang, "Saudara San-hong juga dikeroyok
seorang yang bertubuh jangkung, ada ekornya,
orang itu tangannya sebentar-sebentar mengusap ke mata Saudara San-hong."
Sekte Teratai Putih 4 37 Penjelasan Liu Yok hakekatnya malah
tambah membingungkan, sebab yang lain tidak
melihat apa yang dilihat Liu Yok.


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di saat penuh keragu-raguan itu lah Wan Lui
berkata, "Ayah, omongan Saudara Liu Yok
jangan dianggap omong kosong. Ingat, yang
dihadapi kedua saudara Tong itu adalah orangorang Pek-Iian-kau yang merupakan sahabat
mahluk-mahluk alam gaib. Aku pernah
bertempur mati-matian dengan seorang lawan
yang ternyata hanyalah orang-orangan kertas.
Aku juga pernah melihat mendiang Pangeran In
Tong menyerbu ke perkemahan Pek-lian-kau
dan melahatnya berkelahi dengan sengit sekali
dengan lawan yang tidak terlihat "
Biarpun Wan Lui sudah ikut bicara,
pendengar-pendengarnya masih setengah percaya setengah tidak. Namun Tong Gin-yan
yang sangat menguatirkan anak-anaknya,
menggunakan kesempatan itu untuk bertindak.
Dia Jalu membentak ke arah gelanggang
pertempuran, "Berhenti!"
Sekte Teratai Putih 4 38 Betapa bandelnya Oh Jiang dan Mao Pin,
bentakan Tong Gin-yan mengguncang jantung
mereka, dan memaksa mereka berlompatan
mundur. Tong Hai-long dan Tong San-hong juga
berlompatan mundur sambil mengusap
keringat mereka. Oh Jiang tertawa, dingin dan mengejek,
"Bagus. Setelah kalian mendengarkan kebohongan bocah pincang itu, kalian mencaricari alasan untuk mengeroyok kami. He-he-he,
ternyata kalian memang tidak tahu malu. Tetapi
kalau memang itu kehendak kalian, ayo, silakan
maju semua mengeroyok kami. Biar tersebar
luas beritanya pendekar-pendekar macam apa
kalian ini!" Dengan kata-kata tajam itu Oh Jiang
berusaha mengingatkan martabat orang-orang
di pihak Sebun Beng supaya tidak maju.
Sahut Tong Gin-yan, "Menurut sobat kecil Liu
Yok, kalian tidak jujur. Kalian dibantu mahlukmahluk tidak terlihat."
Serempak Oh Jiang dan Mao Pin menoleh ke
arah Liu Yok dengan pandangan kebencian dan
Sekte Teratai Putih 4 39 kemarahan. Sikap itu membuktikan bahwa
mereka mengakui tuduhan Tong Gin-yan tadi.
Namun kedua gembong Pek-lian-kau itu
ternyata tidak tahan menatap mata Liu Yok
yang jernih dan lembut tanpa rasa permusuhan
sama sekali terhadap mereka. Dari mata yang
lembut itu seperti mengalir kekuatan dahsyat
yang keluar dari ruang-terdalam jiwa Liu Yok,
sesuatu yang menyilaukan kedua tokoh Peklian-kau itu.
Kedua tokoh Pek-lian-kau itu lebih tenang
Pendekar Wanita Penyebar Bunga 5 Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen Malam Mencekam Ii 1

Cari Blog Ini