Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp Bagian 3
menghadapi Tong Gin-yan. Kata Oh Oiang
sambil tertawa mengejek, "Benar-benar
tuduhanmu ngawur, Ketua Tong. Kau sebagai
ketua sebuah perserikatan besar benar-benar
tidak tahu malu, pura-pura mempercayai
tuduhan palsu itu untuk mendapat alasan
memasuki gelangang menolong anak-anakmu.
He-he-he, mari, mari, siapa saja yang ingin
masuk ke gelanggang untuk mengeroyok kami,
silakan. Tidak usah malu-malu, juga tidak usah
membuat alasan yang mengada-ada."
Sekte Teratai Putih 4 40 Tong Gin-yan terbungkam. Urusan pengeroyokan yang dikatakan Liu Yok tadi
memang sulit dibuktikan, meskipun ia
mempercayai kejujuran Liu Yok. Sekias terpikir
oleh Tong Gin-yan, ia akan tenyuruh kedua
anaknya keluar dari gelanggang, lalu ia sendiri
yang akan masuk gelanggang untuk menghadapi kedua pentolan Pek-lian-kau itu
sekaligus, dengan demikian ia tidak mengorbankan martabatnya sebagai pendekar.
Ketika itulah Liu Yok sudah melakukan lagi
yang aneh di mata kebanyakan orang. Ia tibatiba menuding Tong Hai long dan membentak,
"Kau mahkluk cebol berbulu, enyah dari sini
dan jangan pengacau lagi!"
Semua orang pun heran. Liu Yok menuding
dan membentak ke arah Tong hai-long, namun
Tong Hai-long jelas tidak cebol dan tidak
berbulu, malahan tegap dan tampan. Entah
siapa yang dihardiknya"
Namun Tong Hai-long sendiri merasakan
suatu perubahan. Tiba-tiba ia merasa semacam
beban berat yang semula menekan pundak
Sekte Teratai Putih 4 41 kanannya, lenyap begitu saja, dan dia merasa
lega sekali. Kemudian Liu Yok menuding juga ke arah
Tong San-hong, "Dan kamu setan jangkung
berekor, enyah juga kamu!"
Tong San-hong pun merasakan perubahan.
Kabut tipis di depan mata yang mengganggu
penglihatannya, tiba-tiba saja jernih karena
kabut itu lenyap. Udara jadi begitu lega di
sekitarnya. Orang-orang tidak melihat apa-apa, namun
melihat perubahan wajah Tong Hai-long dan
Tong San-hong yang tadinya murung menjadi
cerah, mereka tahu bahwa sesuatu memang
telah terjadi. Dan orang-orang yang pernah
mendengar kisah-kisah gaib tahu bahwa
sesuatu yang terjadi itu bukan di "alam kita"
melainkan di "alam mereka".
Semangat si kembar she Tong itu kembali
berkobar, mereka siap mengganyang lawan
mereka. Namun Liu Yok berkata, "Tuan-tuan dari
Pek-lian-kau, tidakkah lebih baik Tuan-tuan
Sekte Teratai Putih 4 42 mengajak berdamai orang lain" Itu lebih baik
daripada berkelahi."
Kedua tokoh Pek-lian-kau itu bimbang.
Terhadap Liu Yok mereka marah dan benci,
namun juga tidak mengerti dan ada tercampur
sedikit rasa gentar. Ada kekuatan yang lebih
tinggi dalam diri pemuda pincang itu, kekuatan
yang lebih kuat dari dunia kelam yang mereka
serap selama ini. Namun semangat balas dendam belum sirna
dari ruangan itu, justru dari Gubernur Sun yang
tadi puterinya hampir saja menjadi korban,
"Tidak bisa! Hukum harus ditegakkan! Kalian
adalah anggota golongan pemberontak, kalian
harus ditangkap dan dihukum berat!"
Tetapi Liu Yok menggeleng-gelengkan
kepala, dengan berani dia membantah
Gubernur, "Tuan Gubernur, buat apa terus
mengingat-ingat kesalahan orang lain" Apakah
kita sendiri tidak pernah bersalah" Kalau kedua
teman dan Pek-lian-kau ini berjanji sungguhsungguh akan menghentikan kegemaran
mereka merugikan orang, kenapa tidak kita beri
Sekte Teratai Putih 4 43 kesempatan" Kenapa harus menghukum,
seolah-olah kita ini paling bersih dan paling
suci?" Itulah "tontonan" langka. Seorang bocah desa
yang begitu sederhana berani mendebat
seorang Gubernur di hadapan umum! Sebun
Beng sampai tersipu-sipu kaget, merasa tidak
enak terhadap Gubernur Sun atas kelakuan
keponakannya Wajah Gubernur Sun juga tidak keruan,
merasa agak kehilangan muka. Tetapi dia juga
tidak berani sembarangan bertindak karena
Kaisar Kian-liong sendiri bersikap sangat baik
terhadap Liu Yok. Akhirnya Gubernur berlutut di depan Kaisar
Kian-long sambil berkata, "Tuanku, hamba
mohon sudilah Tuanku memutuskan persoalan
ini." Kaisar berkata bijaksana, di satu pihak tidak
mau mengecewakan Liu Yok sebagai sahabat
barunya di lain pihak tidak boleh membuat
Gubernur Sun kehiangan muka di depan orang
sekian banyak, "Saling berdamai dan melupakan
Sekte Teratai Putih 4 44 kesalahan adalah baik, tetapi hukum,
bagaimanapun tidak sempurnanya, juga larus
ditegakkan. Kalau tidak, orang-orang akan
membuat hukum sendiri-sendiri dan hidup
seperti hewan-hewan dalam rimba. Aku
menawarkan dari sobat-sobat dari Pek-lian-kau,
menyerahlah, dan pengampunan kalian akan
dipertimbangkan." Kedua pentolan Pek-lian-kau itu melihat ke
sekeliling mereka dengan gelisah, dan mereka
mendapati diri mereka berada dalam lingkaran
orang-orang semacam Sebun Beng, Tong Ginyan, Wan Lui, Si Kembar Tong Hai-long dan
Tong San-long, kedua pengawal Kaisar yang
mestinya juga bukan manusia-manusia sembarangan melihat mata mereka yang melancarkan
rasa percaya diri yang tebal, tereka ibarat
tembok besi yang tidak mungkin dijebol dengan
kekerasan. Dan untuk menggunakan ilmu gaib
pun mereka ragu-ragu. Di ruangan itu ada Liu
Yok yang tidak becus silat sejurus pun namun
begitu gampang membuyarkan ilmu gaib
mereka hanya dengan kata kata.
Sekte Teratai Putih 4 45 Oh Jiang pun tersudut kepada sesuatu
kenyataan yang pahit namun harus diterima.
Katanya kepada Mao Pin, "Maaf, Nomor Empat,
aku akan menyerah. Aku tidak mau mati
konyol!" Mao Pin menjawab, "Aku juga menyerah saja,
supaya kau tidak kesepian di sel."
Kaisar Kian-liong mengangguk-angguk, "Bagus. Kalian akan diperlakukan baik selama
di kurungan. Masih ada tempat di negeri ini,
bagi mereka yang mau berbalik dari jalannya
yang salah." ' Gubernur Sun kurang puas, ia ingin
menggantung orang-orang itu di lapangan,
sebenarnya, tetapi Kaisar sendiri sudah
memutuskan dan ia tidak berani bertindak
bertentangan dengan keputusan itu. Ia lalu
memerintahkan pengawal-pengawalnya untuk
membelenggu dan membawa orang-orang Peklian-kau itu ke penjara.
Wan Lui memberi petunjuk kepada seorang
perwira gubernuran, "Laburkan darah hewanhewan hitam seperti anjing hitam, kucing.
Sekte Teratai Putih 4 46 hitam, ayam hitam dan sebagainya ke dinding
sel mereka. Kalau tidak, dengan ilmu gaib
mereka, orang-orang Pek-lian-kau itu akan
menganggap penjara yang bagaimana pun
rapatnya seperti tanah lapang saja."
"Baik, Panglima."
Meskipun perjamuan pernikahan sudah
terganggu oleh keributan tadi, toh diteruskan
juga sampai selesai. *** Malam harinya, ketika hampir seluruh kota
Lok-yang terlelap oleh dinginnya udara, sesok
tubuh yang sekujur tubunya terbalut pakaian
hitam kecuali sepasang matanya, melompat
kelur dari tembok belakang gedung gubernuran.
Lompatannya ringan sekali. Gedung gubernuran
itu sebenarnya terjaga ketat, karena Kaisar
Kian-liong menginap di dalamnya. penjagaan
bukan saja oleh pengawal-pengawal berseragam dari pihak gubernuran, tetapi juga
pengawal-pengawal pribadi Kaisar yang
menjaga gedung itu di sekitarnya dalam
penyamaran. Pengawal-pengawal itu ada yang
Sekte Teratai Putih 4 47 menyamar sebagai pengemis yang tidur di
emperan toko di seberang gedung gubernuran,
ada yang menyamar sebagai penjual mi pang-sit
pikulan di ujung jalan dan sebagainya. Tetapi
sosok bayangan yang melompat keluar dari
tembok belakang gubernuran itu agaknya tahu
benar di mana titik- titik penjagaan, sehingga
dia dapat menghindari tempat-tempat penjagaan. Seterusnya orang itu bergerak cepat dan
ringan di atas atap rumah-rumah penduduk,
langsung menuju ke bangunan penjara.
Tidak lama kemudian, tembok tinggi penjara
itu sudah kelihatan di depan mata. Kadangkadang nampak bayangan penjaga bersenjata
yang hilir-mudik di atas tembok.
Si Sosok Hitam itu menunggu beberapa saat
dengan mendekam di balik sebuah wuwungan
atap, sambil mengawasi sekitarnya dengan
waspada. Setelah terasa aman, dia pun
meluncur ke depan seolah-olah hendak
menabrakkan dirinya ke tembok, dan ketika
tinggal satu meter dari tembok, ia menjejak
Sekte Teratai Putih 4 48 tanah dan melambung tinggi, melewati tembok
penjara dan mendarat di sebelah dalam tembok
dengan jatuhnya yang hampir tanpa suara.
Dua orang perajurit penjaga memergokinya,
namun orang berkedok itu langsung menyambarnya seperti elang menyambar anakanak ayam. Kedua perajurit itu belum sempat
bersuara apa-apa ketika tengkuk mereka
masing-masing mendapat pukulan pinggiran
telapak tangan yang begitu cepat. Kedua
perajurit itu langsung menggelosor jatuh.
Orang itu dengan tangkas menyembunyikan
tubuh prajurt-prajurit pingsan itu ke tempat
gelap salah satu dari prajurit disandarkannya
kembali dengan jalan dipencet urat jin-tionghiatnya yang terletak diantara bibir dan hidung,
dipencet dengan jempol. Perajurit itu segera sadar kembali, dan
langsung disodori pertanyaan, "Di sel mana
kedua orang Pek-lian-kau itu dikurung?"
Prajurit itu demikian ketakutan, sehingga ia
langsung menjawab, "Barak sebelah timur,
Sekte Teratai Putih 4
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
49 lorong nomor dua, sel nomor empat dari mulut
lorong." "Mereka berdua dijadikan satu?"
"Benar." "Terima kasih. Selamat bermimpi."
Pengantar tidur buat prajurit itu bukanlah
dongeng kancil mencuri timun, melainkan
sebuah jotosan ke rahangnya.
Orang berkedok itu lalu mengendap-endap di
bawah bayangan barak-barak penjara itu,
menghindari penjaga-penjaga. Tiba di barak
timur, dia melompat ke atas atapnya dengan
ringan, lalu dicarinya sel yang dimaksud dengan
memperhitungkan arahnya dari atas genteng.
Setelah merasa tiba di atas sel yang dituju, ia
berjongkok dan membuka genteng.
Ketika ia mencopot selembar genteng
dengan hati-hati, terasa genteng itu agak licin
karena basah oleh sesuatu cairan. Orang itu
mencium bau anyirnya darah, meskipun
hidungnya tertutup selapis kedok. Orang itu
tertawa dalam hati, "Agaknya orang-orang Lokyang tahu benar caranya mencegah agar orangSekte Teratai Putih 4
50 orang Pek-Jian-kau tidak kabur dengan ilmu
gaibnya." Genteng dibuka, dan ia melihat di dalam sel
kedua tokoh Pek-lian-kau itu meringkuk tidur,
tidak diborgol. Tempat itu tidak terlalu gelap
sebab ada sedikit cahaya dari ujung lorong.
Orang berkedok itu membuka genteng lebih
banyak, sampai cukup lebar untuk dilewati
tubuhnya meluncur turun. Tanpa suara sama
sekali, sehingga tidak membangunkan tidur
kedua gembong Pek-lian-kau yang nyenyak itu.
Orang itu tidak membuang waktu, tahu-tahu
jari telunjuk dan jari tengahnya telah
dirangkapkan seperti ujung sebuah lembing,
dan ujung kedua jari itu rata, berbeda dengan
orang-orang kebanyakan di mana jari tengah
tentu lebih panjang dari jari telunjuk. Dengan
kedua jari yang dirangkapkan itulah dia
menotok urat-urat di leher Oh Jiang yang
sedang tidur. Kena telak. Oh Jiang hanya
menggelepar sedetik dan mengeluarkan suara
mengerang lembut, habis itu dia pun pindah ke
alam maut. Sekte Teratai Putih 4 51 Namun Hek-wa-koai Mao Pin agaknya
terbangun. Begitu melihat orang berkedok itu
Mao Pin terkejut, "Kau...."
Hanya itu yang sempat diucapkannya, sebab
orang berkedok itu sudah meluncurkan dua
jarinya untuk menotok ke leher Moa Pin,
agaknya orang berkedok ini hendak memperlakukan Si Siluman Gagak Hitam ini
sama dengan rekannya, Malaikat Ular Putih
yang sudah duluan berangkat ke alamnya para
malaikat dan siluman. Namun Mao Pin ternyata berhasil
menggulingkan diri ke samping sambil
berteriak, "Penjaga! Tolong! Tolong, ada
pembunuh!" Dari ujung lorong pun terdengar derap kaki
para penjaga bergerak ke tempat itu.
Orang berkedok itu kaget. Celaka kalau
sampai ia tertangkap dan kedoknya terbuka.
Lima belas pengawal masih bisa dihadapinya,
tapi bagaimana kalau seratus penjaga di tempat
itu keluar semua" Sekte Teratai Putih 4 52 Lebih celaka lagi, tujuannya datang ke situ
hanya terlaksana separuh. Ia bermaksud
membungkam selama-lamanya Oh Jiang dan
Mao Pin, ternyata yang sempat dibunuhnya
barulah Oh Jiang, sedangkan Mao Pin sempat
terbangun dan akan memberi perlawanan yang
pasti tidak ringan. Derap kaki para penjaga semakin dekat,
orang berkedok itu harus mengakui kenyataan.
Tubuhnya tiba-tiba melejit ke atas, melalui
lubang di genteng yang dibuatnya tadi. Kabur.
Sementara Mao Pin juga tidak melewatkan
kesempatan bagus untuk kabur itu. Tadinya dia
tidak bisa ke mana-mana karena seluruh
genteng dan dinding selnya dilabur darah
hewan hitam yang dijadikan "penangkal
tradisional ilmu hitamnya. Namun kini di atas
ada lubang besar. Mao Pin lalu membaca manteranya lalu melompat ke arah lubang itu.
Sesaat kemudian di kesunyian malam ada suara
burung gagak yang semakin lama semakin
menjauh. Sekte Teratai Putih 4 53 Sementara Mao Pin dengan mulus terbang ke
dalam alam bebas, Si Orang Berkedok
menghadapi kesulitan untuk pergi dari situ.
Tanda bahaya sudah berbunyi di seluruh sudut
penjara, para penjaga bangun dan bersiaga di
berbagai arah. Terdengar teriakan-teriakan mereka.
"Tuh orangnya, berlari-lari di atas atap!"
"Cegat dari atas tembok!"
"Mana tangga?" "Hei, bung, menyerahlah!"
Sudah tentu orang berkedok itu enggan
untuk dibekuk mentah-mentah, malahan ia
mempercepat larinya. Maka orang itu pun dihujani panah, baik dari
bawah atap maupun, dari tembok penjara yang
letaknya lebih tinggi dan atap-atap. Orang itu
melambung tinggi dan bersalto, melewatkan
anak-anak panah di bawahnya.
Tetapi para penjaga terus memanah. Dan
orang berkedok itu berdebar kencang ketika
melihat di antara para penjaga itu ada yang
Sekte Teratai Putih 4 54 membawa senapan buatan Portugis. Di abad
delapan belas itu, senjata itu masih merupakan
sesuatu yang dahsyat, meskipun yang dijual
negara-negara barat kepada negara-negara
timur adalah persediaan lama yang sudah
ketinggalan jaman. Waktu itu, bedil-bedil di
Cina masih yang ujungnya berbentuk terompet,
agar mudah untuk mengisikan bubuk mesiu
memadatkannya dengan kawat panjang
berujung bulat lalu pelurunya yang berbentuk
kelereng besi itu dimasukkan pula dari arah
moncong, barulah bagian belakang senapan
diberi sumbu. Sedang negara-negara Eropa di
abad delapan belas itu senapan-senapannya
sudah model baru, yang mesiu maupun
pelornya dimasukkan dari belakang dan tanpa
sumbu lagi. Ketertinggalan dalam hal
persenjataan itu memang disengaja oleh negerinegeri barat untuk melestarikan penguasaan
mereka atas negeri-negeri timur. Namun orang
berkedok itu sadar, bahwa bedil yang modelnya
sudah ketinggalan dua ratus tahun itu pun
tetaplah senjata yang berbahaya.
Sekte Teratai Putih 4 55 Orang berkedok itu membungkuk,tangannya
mencopot beberapa lembar genteng, dan
sedetik kemudian genteng-genteng itu sudah
menyambar pemegang-pemegang senapan yang
sedang sibuk mengisi senapan mereka. Mereka
pun terjungkal berjatuhan.
Demikianlah orang berkedok itu mengamuk
hebat dalam usahanya untuk meloloskan diri.
Namun karena dia hanya sendirian, betapa pun
mulai kewalahan juga, la semakin bingung
dihujani panah dari segala arah, dan suatu
ketika ada juga panah yang menyerempet
lengan atasnya. "Panah terus! Panah terus!" komandan
penjara memerintah. "Dia sudah terluka!"
"Panggil bantuan dari tangsi terdekat!"
Orang berkedok itu mendengar teriakanteriakan itu, dan sadar bahwa kalau bantuan
benar-benar datang, maka dia akan seperti ikan
masuk jaring. Karena itu semakin hebatlah
usahanya meloloskan diri. Suatu ketika dia lalu
melancarkan "hujan genteng" ke bagian yang diSekte Teratai Putih 4
56 Dan sedetik kemudian genteng-genteng itu sudah
menyambar pemegang-pemegang senapan yang
sedang sibuk mengisi senapan mereka. Mereka
pun terjungkal berjatuhan.
Sekte Teratai Putih 4 57 anggapnya makin lemah, menyusul tubuhnya
sendiri dilontarkan ke arah itu secara untunguntungan. Perajurit-perajurit di bagian itu
sedang kacau menangkis genteng-genteng,
maka berhasillah orang berkedok itu
menembus kepungan. Selanjutnya, dengan
gerakan-gerakan lompat yang cepat dan ringan,
dia menghilang ke dalam kegelapan. Sudah
tentu para prajurit tidak ada yang mengejarnya.
Biarpun sudah aman dari kejaran, orang
berkedok itu belum berani menunjukkan arah
larinya yang sebenarnya, sengaja ia memberi
arah yang menyesatkan lebih dulu. Ia ke selatan,
setelah cukup jauh barulah ia kembali
menyulundup masuk ke gedung-gubernuran di
mana Kaisar Kian-liong menginap!
*** Suasana dalam keluarga Sebun Beng di Lokyang tentu saja masih diwarnai suka cita.
Perjamuan pernikahan yang tadinya dibayangbayangi mendung kesedihan karena hilangnya
Liu Yok dan ancaman pengacau orang-orang
Pek-lian-kau, ternyata kemudian berubah
Sekte Teratai Putih 4 58 dengan kembalinya Lui Yok dan diiringkusnya
dua gembong Pek-lian-kau. Malahan pernikahan
itu sendiri memperoleh kehormatan besar
karena hadirnya Kaisar Kian-liong sendiri.
Orang-orang Lok-yang tidak henti-hentinya
membicarakan peristiwa besar itu. Si kembar
Tong San-hong dan Tong hai-long menjadi buah
bibir karena kegagahan mereka menghadapi
gembong-gembong Pek-lian-kau. Tetapi nama
Liu Yok pun mulai disebut-sebut.
Yang kelabakan adalah Auyang Hou. jauhjauh dari Se-shia dia datang ke Lok-yang untuk
"mengangkat nama" tetapi belum ada yang
menyebut-nyebut namanya. Malahan nama Lui
Yok disebut-sebut jauh lebih sering. Auyang
Hou pun memutar otak untuk menemukan cara
bagaimana agar dirinya pun ikut terkenal.
Namun sebuah berita lain menyebar di Lokyang, yaitu berita tentang pembobolan penjara
oleh seorang berkedok. Komandan penjara dengan gemetar melaporkan peristiwa itu kepada Gubernur Sun.
Namun Gubernur nampaknya malah Sekte Teratai Putih 4 59 menyembunyikan kegembiraan mendengar
kematian orang yang pernah menyandera
puterinya itu. Ia malahan menepuk-nepuk
pundak Si Komandan penjara sambil
mengatakan. "Jangan takut. Tidak apa-apa.
Cuma lain kali saja bekerja lebih baik, ya?"
Komandan itu meninggalkan gedung
gubernuran dengan perasaan heran, kenapa
Gubernur Sun yang biasanya galak itu sekarang
begitu baik hati" Ia tidak dihukum apa-apa.
Tidak dirangket, tidak diturunkan pangkatnya,
tidak dipotong gajinya. Kemudian Gubernur menghadap Kaisar
Kian-liong dan melaporkannya dengan sikap
pura-pura prihatin. Mendengar laporan itu, Kaisar menarik
napas dan berkara, "Aku merasa bahwa gerakan
kaum Pek-lian-kau yang seolah muncul kembali
di mana-mana itu bukanlah kebetulan saja.
Sepertinya terencana. Dan ulah mereka di Lokyang ini pun agaknya adalah salah satu mata
rantai rencana mereka. Buktinya, ada yang
berusaha
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membunuh mereka untuk Sekte Teratai Putih 4 60 membungkam mulut mereka, meskipun hanya
berhasil satu. Entah siapa orang berkedok itu?"
Im Ho-sek mengangguk-angguk menyetujui
kata-kata junjungannya. Sedang Gui Han-seng, pengawal Kaisar yang
satunya, berkata, "Tuanku, ijin-kanlah hamba
mengajukan pendapat."
"Silakan, Komandan Gui."
"Menurut hamba, orang berkedok itu tidak
lain adalah tokoh Pek-lian-kau yang tingkatnya
lebih tinggi. Mereka membunuh Oh Jiang agar
tidak membocorkan rahasia jaringan Pek-liankau."
Sebelum Kaisar menjawab, Im Ho-sek sudah
mengomentari, "Ah, agaknya Saudara Gui belum
kenal benar watak orang-orang Pek-lian-kau.
Biarpun mereka itu tersesat dan menyembah
setan, tetapi mereka satu sama lain terikat
sumpah untuk saling membela, terutama
golongan Pak-cong (sekte utara). Buktinya
kemarin, Mao Pin tidak mau melarikan diri
meninggalkan Oh Jiang menghadapi bahaya
sendirian. Jadi orang berkedok itu pastilah
Sekte Teratai Putih 4 61 bukan orang Pek-lian-kau, dia mungkin sekali
orang luar Pek-lian-kau yang memanfaatkan
jasa-jasa Pek-lian-kau."
"Siapa?" Gubernur Sun terkesiap.
Im Hok-sek tertawa dingin, "Saya tidak
berani menyebut nama, Tuan Gubernur. Siapa
yang berbuat, biarlah dia merasa sendiri."
Lalu matanya menatap Gui Han-seng,
sehingga Gui Han-seng menjadi gusar, "Saudara
Im, kenapa kau menatapku seperti itu" Kau
menuduh aku?" "Lho, siapa yang menuduh" Saudara Gui kok
jadi merasa sendiri?"
"Sudah! Jangan bertengkar!" Kaisar Kianliong
cepat-cepat menengahi kedua pembantunya itu. Sudah lama Kaisar prihatin akan ketidakrukunan antara kedua panglimanya itu. Kaisar
mengajak kedua-duanya dalam perjalanannya,
dengan harapan akan berhasil merukunkan
mereka, ternyata sampai saat itu kedua
panglima itu masih saja seperti anjing dan
kucing. Yang berbahaya dari permusuhan
Sekte Teratai Putih 4 62 mereka, adalah karena kedua-duanya berbeda
suku dan masing-masing dengan pandangan
sempit membanggakan sukunya masingmasing. Im Ho-sek adalah orang Manchu,
sedang Gui Han-seng adalah orang Han.
Pertikaian mereka bisa merembet jadi
pertikaian antar suku yang membuat
kekaisaran itu berantakan.
Kaisar sendiri berdarah campuran Manchu
dan Han. Sejak kakek buyutnya, Kaisar Sun-ti,
agaknya penguasa singgasana itu sudah
mengadakan politik perkawinan campuran
untuk mengikat bangsa Han dan Manchu
sebagai satu bangsa. Kakek-buyut Kian-liong,
yaitu Sun-ti, beristeri seorang wanita Han,
puteri dari Thong To-lai, melahirkan Pangeran
Hian-hua yang kelak naik tahta dengan sebutan
Kaisar Khong-hi, kakeknya Kian-liong. Jadi
mulai Kaisar Khong-hi saja sebenarnya negeri
itu sudah diperintah seorang raja yang setengah
Manchu-setengah Han. Kemudian ibu Kaisar
Kian-liong sendiri adalah juga wanita Han.
Itulah sebabnya tuding-menuding yang Sekte Teratai Putih 4 63 berdasarkan kesukaan selalu membuat Kianliong risau.
Kata Kaisar Kian-liong kemudian kepada
kedua panglimanya, "Lebih baik kalian bersiapsiap. Kita akan pergi ke penjara untuk melihat
keadaan." Bersambung jilid V Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
PSW 10/06/2018 11:13 PM Sekte Teratai Putih 4 64 Sekte Teratai Putih 5 1 Sekte Teratai Putih 5 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid V *** G UBERNUR SUN cepat menyediakan
tandu dan sepasukan prajurit untuk
mengawal, namun ternyata Kaisar Kian-liong
mengatakan lebih suka berjalan kaki dan tidak
usah dikawal saja. Niat Kaisar itu keruan membuat kebat-kebit
hati Gubernur Sun. Kalau sampai terjadi apaapa dengan Kaisar, lehernyalah yang jadi
taruhan. Dan perkara "terjadi apa-apa" ini
sangat besar kemungkinannya saat itu, sebab
orang-orang Pek-lian-kau lainnya barangkali
masih berkeliaran di sekitar kota Lok-yang,
sedangkan seluruh masyarakat Lok-yang sudah
tahu kalau Kaisar sedang ada di kota itu, karena
Kaisar telah muncul secara terbuka di pesta
Sekte Teratai Putih 5 2 pernikahan Wan Lui. Karena itulah Gubernur
Sun tetap saja memerintahkan perajuritperajuritnya berjaga di sekitar jalan-jalan yang
akan dilewati Kaisar. Ternyata Kaisar tiba di penjara dengan
selamat, tidak mengalami apa-apa di jalan.
Begitu tiba, tanpa mempedulikan acara
penyambutan yang sudah disiapkan berteletele, Kaisar langsung saja minta diantar ke sel
tempat penahanan orang-orang Pek-lian-kau. Ia
berjongkok memeriksa mayat Oh Tiang dan
memperbincangkannya dengan pembantupembantunya.
Tidak lama kemudian Wan Lui juga datang.
Panglima yang masih pengantin baru itu
tercengang ketika Kaisar sudah mendahuluinya
hadir di situ. Cepat-cepat Wan Lui berlutut, "Hamba
mohon ampun, Tuanku. Hamba terlambat tiba
di sini." Tak terduga Kaisar Kian-liong menjawabnya
dengan santai dalam nada berkelakar, "Aku
Sekte Teratai Putih 5 3 maklum. Pengantin baru bangun terlambat itu
bisa dimaklumi." Keruan wajah Wan Lui jadi merah padam.
Tanyanya, berusaha mengalihkan pembicaraan
ke pokok persoalan, "Bagaimana menurut
pendapat Tuanku?" Tetapi Kaisar masih saja berkelakar,
"Apanya yang bagaimana" Kejadian ini, atau
malam pengantinmu?" Kali ini Gubernur Sun, kedua pengawal
pribadi Kaisar serta komandan penjara ikut
tertawa. Keruan Wan Lui semakin jengah dan
kelabakan, "Maksud hamba...... apakah penelitian Tuanku sudah menunjukkan jejak ke
arah tertentu?" Kali ini Kaisar mulai lebih bersungguhsungguh, "Orang berkedok yang dilaporkan
penjaga itu tentu masuk dengan membongkar
atap." katanya sambil menunjuk ke lubang
besar di atap, "lalu membunuh Oh Jiang dengan
totokan kuat di leher, lihat bekas memar
keungu-unguan di lehernya. Namun agaknya
Sekte Teratai Putih 5 4 Mao Pin berhasil kabur dengan ilmu gaibnya,
mengubah diri menjadi burung gagak, dan
beberapa penjaga membenarkan hal ini."
Wan Lui mengangguk-angguk, sementara Gui
Han-seng yang tadi belum berkesempatan
men"smash" Im Ho-lik, sekarang mendapatkan
kesempatan itu. Katanya, "Lalu, kalau melihat
memar di leher mayat ini, pastilah
pembunuhnya memiliki jari-jari tangan yang
kuat dan terlatih. Tujuannya membunuh
rupanya untuk membungkam agar orang-orang
Pek-lian-kau tidak menunjuk siapa yang
menyuruh mereka. Bisa-bisa terbongkar
kedoknya sebagai orang dalam istana sendiri,
he-he-he..." Sambil berkata dan cengengesan, Gui Hanseng menatap Im Ho-sek.
Im Ho-sek jadi merasa, karena di kalangan
jagoan-jagoan istana, dialah yang terkenal
dengan kehebatan jari-jari tangannya. Maka
sindiran itu langsung ditanggapinya dengan
galak, "Gui Han-seng, hati-hati dengan
mulutmu! Jangan sembarangan memfitnah!"
Sekte Teratai Putih 5 5 Gui Han-seng malahan tertawa memanaskan
hati, "Lho, , lho, lho, Saudara Im kok mendadak
marah-marah, ada apa" Aku kan tidak
menyebut-nyebut namamu sedikit pun" Janganjangan Saudara Im yang merasa sendiri?"
Inilah kata-kata yang tadi digunakan Im Hosek untuk menyindir Gui Han-seng, dan
sekarang Gui Han-seng "mengembalikan"nya.
Im Ho-sek tiba-tiba merobek-robek bajunya
sehingga bertelanjang dada, kata nya, "Penjagapenjaga penjara ini melaporkan bahwa orang
berkedok itu kemarin malam lengan atasnya
terluka oleh panah, nah, lihat, apakah ada bekas
luka baru di lenganku" Lihat!"
"Sudahlah....!"
Wan Lui cepat-cepat menengahi kedua rekannya itu. "Kakak Im dan
Kakak Gui sudah terpilih dari sekian banyak
orang untuk mendampingi Sri Baginda,
mestinya kalian bisa membantu dalam tindakan
atau pikiran, bukan bersikap seperti anak-anak
kecil terus-terusan."
Im Ho-sek dan Gui Han-seng sama-sama
membungkam. Sekte Teratai Putih 5 6 Sementara Kaisar Kian-liong pun menyeringai dan menyindir, "Biarkanlah
mereka, Jenderal Wan. Mereka sudah biasa
bertengkar di tepi telingaku. Kalau mereka
berhenti bertengkar, malahan aku merasa
kesepian dan mengantuk."
Mereka kemudian kembali membicarakan
soal pembobolan penjara. Namun Wan Lui diam-diam mulai berpikir.
Pertengkaran antara Im Ho-sek dan Gui Hanseng bisa jadi hanyalah ketidaksenangan
pribadi satu sama lain antara mereka, tetapi
kemungkinan yang dikatakan Gui Han-seng itu
rasanya perlu dipikirkan juga. Yaitu adanya
orang dalam istana yang diam-diam mendalangi
kerusuhan-kerusuhan jauh di luar istana demi
maksud-maksud politik. Wan Lui jadi ingat peristiwa-peristiwa
sebelumnya. Ketika Kaisar Kian-liong belum
naik tahta dan masih disebut Pangeran Honglik, ia pernah diculik orang-orang Pek-lian-kau.
Orang Pek-lian-kau berhasil mengetahui waktu
dan arah perjalanan Pangeran Hong-lik yang
Sekte Teratai Putih 5 7 waktu itu menyamar, tak lain karena ada orang
istana sendiri yang membocorkannya ke pihak
Pek-lian-kau. Orang istana itu adalah paman
Kaisar Yong-ceng sendiri, yaitu Liong Ke-toh.
Saat itu Wan Lui terlibat langsung dalam
penyelamatan Pangeran Hong-lik, dan itulah
awal permusuhannya dengan Pek-lian-kau.
Sekarang Liong Ke-toh sudah tiada, namun
tidak mustahil ada tokoh lain dalam istana yang
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
punya maksud serupa dongan motif serupa
pula, ambisi terhadap tahta.
Yang membuat Wan Lui cemas, dalam situasi
tidak menentu itu malahan Kaisar Kian-liong
"kambuh" penyakit lamanya untuk berkeluyuran di luar istana. Dalam keadaan
biasa, kebiasaan itu mungkin baik karena bisa
mendengarkan keluhan rakyat secara langsung,
bukan keluhan rakyat yang sudah dipoles para
pejabat. Namun dalam situasi seperti itu,
kosongnya singgasana sungguh bukan hal yang
baik. Wan Lui membayangkan ada pihak
tertentu sedang menjalankan tipu "memancing
harimau meninggalkan gunung" alias Sekte Teratai Putih 5 8 memancing Kaisar meninggalkan istananya,
lalu. "Tidak!" Wan Lui berkata keras-keras sambil
mengibaskan kepalanya. Ia tidak berani
membayangkan hal-hal yang buruk, sebab
Kaisar Kian-liong bukan cuma junjungannya,
tetapi juga sahabat pribadinya.
Ketika itu mereka sedang melangkah keluar
dari kompleks penjara. Kaisar terkejut dan
menoleh kepada Wan Lui, "Apanya yang 'tidak'
itu sobatku?" Wan Lui menarik napas. "Maaf, hamba telah
mengejutkan Tuanku. Namun kalau diperkenankan, hamba mohon diijin kan
berbicara empat mata dengan Tuanku."
Kaisar menanggapi dengan serius permintaan itu. la kenal siapa Wan Lui dan tahu
pasti sesuatu yang sangat perlu dikemukakan
kalau sampai memohon seperti itu.
"Kapan kau ingin berbicara denganku?"
"Kalau bisa secepatnya, Tuanku."
Sekte Teratai Putih 5 9 "Baik. Sekarang juga kau langsung ikut aku
ke gedung gubernuran. Di sana kita bisa
berbicara." Sepanjang jalan dari gedung penjara ke
gedung gubernuran, mata Wan Lui yang tajam
melihat beberapa pengawal kaisar bertebaran
di sepanjang jalan dalam berbagai penyamaran.
Mereka menyamar cukup baik, tetapi Wan Lui
tetap bisa mengenalinya. Di pinggir jalan
nampak seorang pengemis duduk di emper toko
sambil selalu menggaruk-garuk kakinya,
tongkatnya disandarkan di sebelah tubuhnya.
Wan Lui tersenyum sendiri karena mengenali
pengemis gadungan itu sebagai pengawal istana
yang tangguh, ia adalah pemain tongkat terbaik
di seluruh Pak-khia. Beberapa langkah di
sebelahnya, ada seorang ahli nujum buta sedang
buka praktek di tepi jalan. Kembali Wan Lui
tersenyum karena tahu kalau orang itu sama
sekali tidak buta, bahkan matanya jauh lebih
awas dari orang kebanyakan, karena orang itu
dapat menyambit seekor lalat dengan jarumnya
Sekte Teratai Putih 5 10 dari jarak dua puluh langkah di suasana yang
remang-remang sekalipun. "Pengawal-pengawal yang Tuanku bawa
agaknya orang-orang pilihan semua." kata Wan
Lui sambil tetap melangkah di sebelah Kaisar.
Mereka berjalan di jalanan kota Lok-yang itu
tidak ubahnya orang lain. Tidak ada yang tahu
kalau mereka itu Kaisar, Jenderal dan dua
ajudannya. Yang tahu tentu saja hanyalah
pengawal-pengawal yang menyamar itu.
Kaisar tertawa dan menjawab Wan Lui, "Yah,
kali ini aku membawa empat puluh pengawal.
Aku berusaha menuruti usulmu, agar jika aku
keluar istana, aku membawa pengawal yang
cukup meskipun harus menyamar."
Wan Lui mengangguk-angguk, namun
berkata dalam hatinya, "Dalam keadaan biasa,
pengawalmu ini sudah cukup. Namun saat ini di
luar istana sedang banyak gejolak dan belum
diketahui seberapa besar kekuatan yang
mendukung gejolak-gejolak itu. Keluarmu dari
istana kali ini benar-benar gagabah dan terlalu
menurutkan keinginan hati. Aku khawatir kau
Sekte Teratai Putih 5 11 akan mengalami lagi kejadian tidak enak seperti
beberapa tahun yang lalu, diculik orang-orang
Pek-lian-kau." Tidak lama kemudian mereka tiba di
gubernuran dan membuat lega Gubernur Sun.
"Tuanku, hamba sudah menyediakan makan
siang buat Tuanku dan Jenderal Wan." kata
Gubernur Sun sambil berlutut.
"Terima kasih. Usai pembicaraanku dengan
Jenderal Wan, dengan senang hati aku akan
menikmati hidanganmu."
"Terserah kepada kehendak Tuanku sajalah."
"Oo ya, aku juga ingin bersantap siang
dengan sahabat baruku. Karena itu, selama aku
berbicara dengan Jenderal Wan, tolong Tuan
Sun mengundang Tuan Sebun yang kemarin di
perjamuan duduk di sebelahku, siapa
namanya?" Gubernur Sun mengerutkan jidat mengingatingat nama "orang biasa" yang tidak terkenal,
apalagi cuma seorang pemuda pelosok yang
cacad kakinya. Namun dia herran bahwa Kaisar
agaknya malah mengingat-ingat orang itu terus.
Sekte Teratai Putih 5 12 Wan Lui membantu mengingatkan, "Namanya Liu Yok."
"Iya, Liu Yok. Nah, Tuan Gubernur, siapkan
jemputan kehormatan dengan tandu. Katakan,
bahwa aku secara pribadi mengundangnya
makan siang di sini."
"Baik, Tuanku." sahut Gubernur Sun. Tetapi
dalam hatinya ia menggerutu. "Alangkah besar
kehormatan yang diterima pemuda desa itu.
Sedangkan aku sendiri yang sudah belasan
tahun jadi Gubernur tidak mendapatkan
undangan itu." Kemudian Kaisar bersama Wan Lui masuk
sebuah ruang tertutup. Im Ho-sek dan Gui Hanseng pun disuruh menunggu di luar.
"Nah, sekarang kau mau bicara apa?"
Kepada Kaisar yang juga sahabatnya, Wan
Lui tidak ragu-ragu untuk berbicara langsung
tanpa berbelit-belit, "Tuanku, hamba mengerti
benar akan kegemaran Tuanku berjalan-jalan di
luar istana dengan menyamar, namun hamba
kuatir bahwa perjalanan Tuanku kali ini akan
besar resikonya. Demi menenteramkan hati
Sekte Teratai Putih 5 13 hamba, hamba mohon Tuanku kembali ke
istana. Situasi sekarang agak menguatirkan,
Tuanku dibutuhkan di istana untuk mengendalikan keadaan."
Kaisar mengerutkan alis. "Kau anggap
sekarang ini ada orang di istana yang sedang
main gila?" "Ampun Tuanku, ini bukan kepastian namun
barulah dugaan hamba yang bisa saja meleset.
Hamba menduga beberapa gejolak di luaran itu
sebenarnya bukan rangkaian kebetulan belaka,
melainkan dikendalikan satu otak. Dan otak itu
mungkin saja justru berada di dalam istana."
Kaisar Kian-liong tidak berani mengabaikan
kata-kata jenderalnya itu. Ia tahu Wan Lui
adalah seorang yang cermat dan tidak mau
mengucapkan kata-kata yang gegabah atau
sembarangan saja. "Apakah kau sudah punya bukti, sobat?"
"Ampun Tuanku, hamba belum bisa
mendapatkan bukti. Ini hanyalah dugaan saja.
Namun hamba benar-benar cemas."
"Lalu usulmu?" Sekte Teratai Putih 5 14 "Ampun Tuanku, kembalilah secepatnya ke
istana. Kehadiran Tuanku akan membuat situasi
lebih terkendali di pusat pemerintahan, orangorang tidak akan gelisah dan kehilangan
pegangan. Ini permintaan hamba yang
pertama." Kalau yang bicara seperti itu adalah orang
lain, mungkin Kaisar sudah marah dan menolak
usul itu. Maklum, keluyuran adalah hobbynya
dan itu agaknya adalah "penyakit keturunan"
Kakek Kian-liong, Kaisar Khong-hi ketika masih
bernama Pangeran Hian-hua adalah juga
"tukang minggat" yang sering membuat
kalangan istana kelabakan. Begitu pula ayah
Kian-liong, Yong-ceng, yang bahkan sampai
mempunyai ikatan persahabatan dengan
banyak pendekar bangsa Han. Dan Kian-liong
sendiri, pengalaman buruknya diculik orangorang Pek-lian-kau dulu hanya membuatnya
bertambah hati-hati namun tidak membuatnya
jera. "Lalu permintaanmu yang kedua?"
Sekte Teratai Putih 5 15 "Tugaskan hamba mencari akar dari situasi
tak menentu ini." Kaisar tertawa perlahan, "Sobat, mana
mungkin aku tega menyuruh seorang sahabat
yang masih pengantin baru untuk tugas yang
penuh bahaya ini" Tidak. Nanti isterimu bisa
menganggap aku ini raja yang jahat, raja yang
tidak punya perasaan."
"Tuanku...." "Sekali tidak, tetap tidak. Aku memang akan
menugaskan orang untuk menyelidiki siapa
otak segala situasi ini, namun bukan kau yang
kutugaskan. Kau nikmati dulu bulan-madumu."
"Ampun Tuanku. Maksud hamba, justru pada
saat-saat bulan madu ini kami suami isteri tidak
akan menimbulkan kecurigaan orang kalau
mengadakan perjalanan jauh seolah-olah
melancong. Perjalanan kami takkan dicurigai,
orang akan mengira kami sedang berbulan
madu." "Padahal memang berbulan madu?" Kaisar
tertawa. Sekte Teratai Putih 5 16 "Maksud hamba, ya memang hamba ingin
melancong, tetapi sambil menjalankan tugas
dari Tuanku. Hamba mohon, Tuanku."
Melihat kesungguhan Wan Lui itu, Kaisar
akhirnya menyerah juga. "Baiklah. Kerjakan.
Tetapi jelaskan kepada isteri-mu, bahwa ini
bukan perintahku, melainkan kemauanmu
sendiri, jangan sampai isterimu kelak
menuduhku merusak hari-hari bahagianya."
"Isteri hamba pasti dapat mengerti, Tuanku."
Ketika itulah pintu diketuk dari luar, dan
terdengar suara Gubernur Sun, "Ampun
Tuanku, hamba hanya ingin melaporkan bahwa
Tuan Liu Yok dan adiknya sudah hadir."
"Adiknya?" Kaisar heran. Yang diundang
hanyalah Liu Yok kok adiknya juga ikut datang"
Kaisar kemudian keluar dari ruangan itu
bersama Wan Lui. Di depan pintu nampak
Gubernur Sun yang berlutut.
Kata Kaisar, "Tuan Gubernur, silakan berdiri.
Siang ini aku juga ingin mengajakmu
bersantap." Sekte Teratai Putih 5 17
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gubernur pun bangkit kegirangan, "Terima
kasih, Tuanku. Hamba berbahagia sekali bisa
melayani Tuanku dengan kedua tangan hamba
sendiri." Mereka lalu melangkah ke ruangan makan.
Kaisar berjalan paling depan, diiringi Wan Lui
dan Gubernur Sun di belakangnya berjajar,
disusul lagi dengan Im Hok-seng yang samasama berwajah cemberut dan tidak berbicara
satu sama lain. Memasuki ruang perjamuan, terlihat di
tengah-tengahnya ada meja besar dengan
makanan-makanan kelas satu di atasnya.
Hamba-hamba gubernuran yang akan melayani
perjamuan itu berdiri merapat tembok dan
mereka berlutut ketika Kaisar memasuki
ruangan. Selain itu, di ruangan itu juga sudah
ada Lui Yok dan Auyang Hou yang tidak
diundang. Mereka pun berlutut menghormat.
Belum ada yang menyapa, Auyang Hou sudah
berkata dengan lantang, "Hamba berdua
sungguh merasa bahagia mendapat undangan
Sekte Teratai Putih 5 18 Tuanku. Hamba siap mengabdi kepada Tuanku
sampai titik darah penghabisan!"
Kaisar cuma tersenyum dan melangkah
mendekati meja perjamuan.
Gubernur Sun sendiri yang menarikkan kursi
buat Kaisar, yaitu kursi sebelah timur, yang
dalam adat adalah kursi paling terhormat.
Setelah Kaisar menduduki kursinya, ia
berkata, "Silakan menduduki tempat masingmasing, saudara-saudara. Aku berharap
perjamuan ini akan berlangsung santai dan jauh
dari suasana kaku." Maka orang-orang pun berdiri dan menuju
kursinya masing-masing. Kaisar melambai kepada Wan Lui agar duduk
di sebelah kanannya, sementara Auyang Hou
tanpa ragu-ragu hendak menyerobot kursi di
sebelah kiri Kaisar. Namun Kaisar telah
melambai kepada Liu Yok dan berkata dengan
ramah, "Saudara Liu Yok, duduklah di
sebelahku." Liu Yok menerima kehormatan setinggi itu
dengan sikap biasa saja, hanya mengucapkan
Sekte Teratai Putih 5 19 terima kasih yang singkat. Tanpa rasa rendah
diri, juga tanpa rasa bangga lalu menganggap
lebih rendah yang lain-lainnya.
Tentu saja Auyang Hou agak kecewa, namun
buru-buru ia menempati kursi lain di
sebelahnya Liu Yok persis. Gubernur Sun
sebenarnya hendak menempati kursi itu,
namun terpaksa mengalah karena tidak ingin
berebutan dengan keponakan Sebun Beng itu.
Terpaksa Gubernur jadi menduduki kursi yang
lebih rendah dari Auyang Hou, hatinya
mendongkol namun ditahankan juga. Sementara Auyang Hou pun telah menduduki
kursinya dengan dada membusung dan wajah
amat bangga. Kelak kalau kembali ke Se-shia, ia
akan bisa bercerita kepada kawan-kawannya
bahwa ia dijamu oleh Kaisar. Mudah-mudahan
masih ada kawan-kawannya yang mau percaya,
sebab di antara kawan-kawannya dia dikenal
sebagai pembual dan sudah tidak banyak lagi
yang mempercayai omongannya.
Selama perjamuan itu, Kaisar banyak sekali
bertanya-tanya kepada Liu Yok tentang
Sekte Teratai Putih 5 20 berbagai masalah. Makin bicara, Kaisar makin
heran mendengar pandangan-pandangan Liu
Yok yang terdengar agak asing di kupingnya.
Antara lain pendapat bahwa manusia lebih
tinggi dari dewa. Namun buat Wan Lui yang
memeluk Thai-cin-kau, pandangan-pandangan
Liu Yok itu tidak asing lagi, hanya Wan Lui
harus mengakui bahwa Liu Yok lebih mendalam
penghayatannya. Suasana perjamuan itu tiba-tiba jadi sedikit
terganggu, karena di luar ruangan ada derap
orang yang tergesa-gesa. Kemudian terdengar
suara orang berbicara, mula-mula lirih, namun
lalu nyaring, lalu lirih lagi karena rupanya ada
yang memperingatkan kalau di dalam ruangan
ada Kaisar. Gubernur Sun menjadi mendongkol, lalu
katanya kepada Kaisar, "Ampun Tuanku, orangorang hamba yang di luar itu benar-benar tidak
tahu adat. Biarlah hamba tertibkan sebentar."
"Silakan, Tuan Sun, dan jangan cepat marah.
Barangkali ada suatu hal yang penting yang
ingin cepat-cepat dilaporkan kepadamu. Kalau
Sekte Teratai Putih 5 21 kau gampang marah, lama-lama tidak ada yang
berani melapor." "Baik, Tuanku."
Bergegas Gubernur Sun meninggalkan
ruangan itu. Di luar, dia melihat sekelompok
prajurit dan hamba gubernuran sedang
berkerumun dan tampaknya membicarakan
sesuatu. Begitu melihat Gubernur Sun keluar
ruangan, mereka bungkam serempak.
"Kalian benar-benar tidak tahu aturan!"
geram Gubernur dengan suara tertahan, supaya
Kaisar tidak mendengarnya. "Apakah kalian
tidak tahu kalau dalam ruangan itu Sri Baginda
sedang bersantap" Aku bisa menjatuhkan
hukuman berat buat kalian!"
Prajurit-prajurit dan hamba-hamba itupun
berlutut ketakutan. Seorang prajurit menjawab,
"Ampun Tuan, kami para prajurit justru
berusaha meredakan keributan dari budakbudak tidak tahu aturan itu. Mereka ngotot
hendak menghadap Tuan, tanpa mau
mendengarkan bahwa Tuan sedang menemani
Sri Baginda." Sekte Teratai Putih 5 22 Gubernur Sun lalu mengalihkan tatapannya
ke arah hamba-hamba gubernur. Salah seorang
hamba buru-buru menyahut, "Ampun, Tuan.
Hamba tidak akan berani mengganggu Tuan
seandainya Nyonya tidak memerintah kami
untuk melaporkan sesuatu yang penting."
"Apa yang akan kau katakan?"
"Kami mau melapor, bahwa puteri Tuan
telah diculik." Singkat saja laporan itu, namun hampir
membuat Gubernur Sun ambruk karena
kagetnya. "Hah" Kapan" Di mana?"
"Siang ini nona berjalan-jalan di dekat Kuil
Kong-beng-si bersama dua dayang kesayangannya. Tiba-tiba ada beberapa
pengemis menyerbu mereka. Pengemispengemis itu bukan saja sigap, tapi juga kejam,
kedua dayang langsung ditikamnya mati,
sedangkan Nona disumpal mulutnya dan
dimasukkan karung lalu dibawa pergi entah ke
mana. Demikian menurut saksi mata orangorang di sekitar tempat kejadian."
Sekte Teratai Putih 5 23 Berkunang-kunanglah mata Gubernur Sun
mendengarnya. Dia hanya punya dua puteri,
namun yang disayanginya hanya yang bungsu,
yang menurut ayahnya kalau disuruh membaca
buku-buku sastra, filsafat dan pemerintahan,
dengan harapan kelak akan diperisteri seorang
bangsawan tinggi. Sedang Si Kakak meskipun
cantik juga namun kesukaannya malah
berkelahi dan belajar silat. Bahkan ketika tahu
ayahnya tidak menyukainya, puteri sulung ini
minggat untuk berdiam bersama gurunya di
Gunung Hong-san. Setelah tenang kembali, Gubernur memerintah seorang prajurit, "Panggil Panglima
Ji kemari! Secepatnya!"
Ji Kong-kiam adalah panglima semua prajurit
yang ada di kota Lok-yang.
Prajurit yang diperintah itu pun segera
beranjak pergi. Lalu Gubernur menyuruh lagi seorang hamba
gubernuran, "Kirim seorang utusan pergi ke
Gunung Hong-san untuk memberitahu puteri
tertuaku, Cui-kiok, tentang kejadian yang
Sekte Teratai Putih 5 24 menimpa Adiknya. Katakan bahwa aku ingin
melihat bukti kegunaan ilmu yang dipelajarinya." Kemudian Gubernur pun kembali ke ruang
perjamuan, namun wajahnya yang murung itu
langsung menarik perhatian Kaisar Kian-liong
sehingga bertanya, "Ada apa, Tuan Sun?"
"Hamba mohon ampun, Tuanku. Kejadiannya
hanyalah urusan dalam keluarga hamba, yang
kalau hamba katakan akan mengganggu selera
Tuanku dan Tuan-tuan lainnya."
"Kalau bukan rahasia pribadi yang harus
disembunyikan, aku ingin mendengarnya."
Gubernur Sun menarik napas. Tiba-tiba
terlintas di pikirannya, kalau orang-orang
macam Wan Lui dan sebagainya mau
membantunya, tidakkah akan membantu
persoalannya cepat selesai" Maka Gubernur pun
menceritakan apa yang terjadi.
Orang-orang terkejut. Meskipun belum dapat
dipastikan penculik-penculik itu dari pihak
mana, namun cukup kalau untuk menduga
bahwa peristiwa ini adalah kelanjutan dari
Sekte Teratai Putih 5 25 keributan di perjamuan pernikahan Wan Lui itu.
Wan Lui bahkan sudah membayangkan bahwa
putri gubernur itu akan disembelih orang orang
Pek-lian-kau untuk dijadikan tumbal perjuangan mereka dalam menegakkan kembali
dinasti Beng.?" tanya Kaisar.
"Hamba sedang memanggil Panglima
Garnisun kemari. Hamba akan memblokir
semua pintu kota dan menangkap semua
pengemis." "Aku setuju menutup semua pintu kota dan
mengadakan pemeriksaan, tetapi tidak setuju
untuk menangkapi semua pengemis."
"Ampun Tuanku, bolehkah hamba mengetahui alasannya?"
"Pertama, Kai-pang (Serikat Pengemis)
adalah organisasi yang tersebar luas dengan
ratusan ribu anggota yang militan di manamana. Tidak baik menyakit hati mereka. Kedua,
meskipun menurut prajurit yang menculik
puterimu Itu berpakaian pengemis, belum tentu
mereka pengemis sungguh-sungguh. Aku
Sekte Teratai Putih 5 26 menduga, mungkin mereka anggota-anggota
Pek-lian-kau yang menyamar."
Gubernur Sun jadi bingung, tidak tahu harus
berbuat apa. Saat itulah Wan Lui menyodorkan
sebuah jalan keluar. "Tuan Sun, jangan kuatr
Ayah mertuaku mungkin bisa membantu, dia
sahabat baik Tho-cu (pemimpin cabang) Kaipang di kota Lok-yang Ini."
Apa boleh buat, Gubernur akhirnya hanya
bisa mengangguk-angguk, sementara dari luar
sudah terdengar derap langkah Panglima
Gamisun Ji feng-kiam. * * * Ketika selesai perjamuan dan kembali ke
rumah Keluarga Sebun bersama Liu Yok dan
Auyang Hou, Wan Lui kemudian menceritakan
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepada Sebun Beng dan seluruh keluarganya
tentang musibah yang menimpa puterl
Gubernur, Sun Pek-lian. Sekte Teratai Putih 5 27 Mendengar itu, Sebun Beng terketuk hatinya
untuk ikut bertindak. Ia merasa, musibah yang
menimpa keluarga Gubernur itu secara tidak
langsung ada sangkut-pautnya dengan Keluarga
Sebun. Keluarga Sebun mendapat menantu Wan
Lui, yang dibenci orang-orang Pek-lian-kau. Dan
karena orang-orang Pek-lian-kau gagal mengacaukan atau membalas dendam kepada
Keluarga Sebun dan Wan Lui, mereka
mengalihkan kemarahannya kepada keluarga
Gubernur. "A-lui, bagaimana pendapatmu?" tanya
Sebun Beng kemudian kepada menantunya.
Wan Lui sebenarnya tidak ingin menyembunyikan rencananya untuk pergi
menyelidiki dan mencari siapa "otak" pengacau
orang-orang Pek-lian-kau itu, sambil pura-pura
melakukan perjalanan bulan madu dengan
isterinya. Ia tidak ingin menyembunyikan itu
dari Sebun Beng. Tetapi karena di ruangan itu
ada juga Auyang Hou yang ikut mendengar,
Wan Lui tidak berani mengatakannya. Auyang
Hou Si Bocor Mulut itu mungki sekali dengan
Sekte Teratai Putih 5 28 bangga akan menceritakan kepada siapa pun
hanya untuk menunjukkan bahwa dirinya
adalah "orang penting" yang mengetahui
beberapa "rahasia penting".
Karena itulah pertanyaan mertuanya itu
hanya dijawabnya, "Karena aku diberi cuti oleh
Sri Baginda, rencananya aku akan mengajak
Adik Hong-eng untuk mengunjungi tempattempat wisata di seluruh negeri."
Sebun Beng tertawa, "Berbulan-madu,
maksudmu?" Wan Lui tersipu, demikian juga Sebun Hongeng yang ada di sebelahnya.
"Ayah sendiri merencanakan apa?" tanya
Sebun Hong-eng. Sebun Beng menjawab, "Sebagai langkah
awal, barangkali akan kulakukan usul Suamimu
tadi. Yaitu menghubungi Pemimpin Cabang Kaipang di kota ini. Mungkin dia bisa memberi
petunjuk." "Paman, apakah dia seorang tokoh terkenal?"
Auyang Hou tiba-tiba bertanya dengan
bersemangat. Sekte Teratai Putih 5 29 "Cukup terkenal untuk Propinsi Ho-lam."
"Cukup layak untuk menjadi sahabatku!"
kata Auyang Hou dengan gagah, "Aku ikut
Paman menjumpainya."
Sebun Beng berpikir, dalam pembicaraan
dengan Pemimpin Cabang Kai-pang nanti
mungkin ada hal-hal yang perlu dirahasiakan,
kurang baik kalau mengajak Auyang Hou. Maka
ia menjawab, "Jangan, A-hou. Orang itu
bertabiat aneh, dia belum tentu mau berbicara
denganku kalau kau ikut."
"Ah, mungkin malah sebaliknya, Paman Dia
akan gembira melihat aku sebagai sesama
pendekar!" Bwe Gin-liong yang juga berada dalam
ruangan itu, tiba-tiba tertawa tertahan,
membuat Auyang Hou menoleh ke arahnya
dengan gusar. Kakak beradik seibu ini memang
sulit rukun. Auyang Hou selalu mengecam Bwe
Gin-liong sebagai pemuda yang tahunya
berfoya-toya, tidak bersemangat, tidak tahan uji
dan sebagainya. Sebaliknya Bwe Gin-liong pun
Sekte Teratai Putih 5 30 menganggap kakak tirinya itu hanyalah
pembual, pemimpi besar dan sebagainya.
"Kenapa kau tertawa?" tanya Auyang Hou
gusar. "Siapa yang tertawa?" Bwe Gin-liong
mungkin, agak takut juga kepada kakak tiri yang
kalau marah sering menjitaknya itu.
"Kau mentertawai aku!" Auyang Hou sudah
bangkit dari kursinya untuk mendekati Bwe
Gin-liong, sedangkan Bwe Gin-liong pun pindah
tempat ke belakang punggung Neneknya yang
selalu menyayanginya dan membelanya.
Tentu saja Auyang Hou jadi tidak bisa
menjitak, ia cuma bisa mendamprat dengan
sengit, "Kau anak cengeng yang beraninya
hanyalah berlindung di belakang Nenek!
Padahal kemarin kau tidak berani bertindak
apa-apa ketika Puteri Gubernur disandera di
tengah perjamuan, meskipun sebelumnya kau
sudah mendekatinya dengan lagak lelaki paling
jantan di dunia, Cuh!"
"A-hou, sudahlah...." Sebun Giok mencoba
melerai anak-anaknya. Malu juga ia di depan
Sekte Teratai Putih 5 31 Sebun Beng dan keluarganya akan kelakukan
anak-anaknya. Tetapi Auyang Haou masih melampiaskan
kemarahannya, "He, anak cengeng, jangan
mimpi menjadi mantu Gubernur. Mungkinkah
Nona Sun yang cantik dan cerdas itu mau
dipersunting lelaki yang tidak bisa apa-apa,
yang cuma pintar berlagak namun nyalinya
kecil?" Panas juga Bwe Gin-liong dicaci di depan
banyak orang. Dia pun balas mencaci tanpa
keluar dari belakang punggung Neneknya, "Dan
kau sendiri sudah berbuat apa selain omongkosong, Tuan Pendekar Besar?"
Auyang Hou membalas dengan sombong.
"Setidak-tidaknya aku sudah menikmati
perjamuan pribadi Kaisar dari Gubernur!"
"Ratusan orang juga sudah mengalami itu,
ketika dalam perjamuan pernikahan."
"Bukan itu!" tukas Auyang Hou jengkel.
"Yang aku maksudkan adalah perjamuan yang
bersifat lebih pribadi, dihadiri hanya oleh
Sekte Teratai Putih 5 32 beberapa orang tertentu! Aku duduk berselisih
satu kursi denean Sri Baginda sendiri!"
"Itu karena kau menebalkan muka untuk
datang meskipun yang diundang hanyalah
Kakak Yok!" Sebun Beng dan keluarganya, termasuk Wan
Lui, hanya termangu-mangu menyaksikan
pertengkaran di depan hidung itu. Mereka tidak
ikut melerai, kuatir menyinggung perasaan
Sebun Giok. Sebun Giok sendiri habis kesabarannya. Dia
menampar Auyang Hou dan Bwe Gin-liong
bergantian, lalu berkata dengan mata berkacakaca, "Kudengar lagi sepatah kata kalian
bertengkar, kalian akan menemukan tubuhku
tergantung atau dengan ubun-ubun retak
kubenturkan tembok!"
Auyang Hou dan Bwe Gin-liong pun
bungkam, meskipun masih saling melotot.
Sementara Ciok Kim-he merangkul pundak
Ibunya. "Tenanglah, Ibu...."
Sebun Giok cuma menunduk malu.
Sekte Teratai Putih 5 33 Sebun Beng jadi terharu, lalu menghibur,
"Jangan terlalu sungkan, Adik Giok. Kita semua
adalah keluarga sendiri. Pertengkaran antara
anak-anak adalah biasa."
"Kakak Beng selalu penuh pengertian dan
berlapang dada kepada kami, tetapi itu
membuat aku merasa semakin malu."
Sebun Beng cuma mengangguk-angguk, lalu
bertanya kepada Wan Lui, "A-lui, sampai di
mana pembicaraan kita tadi?"
"Ayah bermaksud menjumpai Pemimpin
Cabang Kai-pang." "Ooo ya, betul. A-hou, biar aku pergi sendiri
menjumpainya, mengingat orang ini tabiatnya
agak aneh. Tetapi lain waktu aku akan
mengajakmu berkenalan dengan pendekarpendekar di seluruh negeri. Aku bangga
mendengar cita-citamu, dan kau patut
mendapat pergaulan yang lebih luas dan lebih
layak." Kali ini Auyang Hou cuma mengangguk dan
tidak membantah lagi, pujian pamannya
membuatnya agak membusungkan dada dan
Sekte Teratai Putih 5 34 melirik mengejek ke arah Bwee Gin-liong yang
membuang muka. Sore harinya, dengan pakaian sederhana
Sebun Beng meninggalkan rumahnya. Di jalanan
ia bertegur sapa dengan beberapa orang yang
mengenalnya. Langkah nya lalu berbelok masuk
lorong sempit dan gelap yang tanahnya sudah
diserapi air kencing sehingga jangan ditanya
lagi baunya. Di ujung dalam lorong, Sebun Beng
menjumpai sebuah lapangan kecil tempat
penjemuran dan pembakaran batu merah.
Langkahnya langsung menyeberangi lapangan
kecil itu ke arah sebuah gubuk kecil yang
menyorotkan cahaya lilin dari celah-celah
dinding papannya. Itulah tempat tinggal Kaipang Tho-cu di Lok-yang.
Namun beberapa bayangan tiba-tiba muncul
menghadang Sebun Beng. Mereka adalah
pengemis-pengemis yang bersenjata tongkat
yang ukurannya bermacam-macam. Ada yang
hampir sepanjang toya, ada yang sedang, ada
yang pendek namun sepasang.
Sekte Teratai Putih 5 35 Sebun Beng menyapa dengan ramah, "Sobatsobat, agaknya kegelapan malam membuat
kalian tidak lagi mengenali aku sebagai teman
baik golongan kalian."
Pengemis-pengemis itu agaknya mulai
mengenali Sebun Beng, sehingga sikap
permusuhan mereka dikendorkan dan digantikan sikap ramah, "Oh, kiranya Tuan
Sebun. Maafkan." "Apakah sahabatku Kam Hui-pa ada di
rumah?" tanya Sebun Beng.
Pengemis-pengemis itu menjawab ragu-ragu,
"Ada. Tetapi..."
"Kenapa?" Tiba-tiba dari dalam gubuk terdengar suara
seorang laki-laki yang serak diselingi batukbatuk, "Saudara-saudara, biarkan Tuan Sebun
masuk." Sebun Beng mengenali suara sahabatnya,
namun ia heran mendengar suara sahabatnya
itu seperti dalam keadaan tidak sehat.
Para pengemis di luar minggir dan tidak
merlghalang-halangi Sebun Beng. Malahan salah
Sekte Teratai Putih 5 36 seorang membukakan pintu gubuk. Sebun Beng
harus menundukkan kepala ketika melangkahi
ambang pintu agar kepalanya tidak terbentur. Ia
memasuki sebuah ruangan yang sederhana dan
seram sebab hanya diterangi sebatang lilin.
Udara ruangan itu sarat dengan batu obat obatan. Di sudut ada pembaringan kayu yang
sederahana, dengan seorang yang berbaring di
atasnya dan bersuara lemah menyambut Sebun
Beng, "Maaf kalau aku tidak bisa menyambutmu
secara layak, Tuan Sebun."
Sebun Beng menarik bangku lalu duduk di
sebelah pembaringan, tanyanya prihatin,
"Saudara Kam, kausakit apa?"
"Kena pukulan racun."
Sebun Beng terkejut, "Ah, sudah diobati?"
"Baru obat untuk menahan bekerjanya racun,
belum obat pemunahnya. Sudah kusuruh
seorang anak buahku minta obat pemunah
racun dari Biksu Po-tian di Siong-san. Mudahmudahan tidak terlambat kembalinya ke sini
dan membawa hasil. Kalau terlambat ya... he-hehe.... Tuan tidak akan melihat aku lagi."
Sekte Teratai Putih 5 37 Sebun Beng menarik bangku lalu duduk di
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebelah pembaringan, tanyanya prihatin,
"Saudara Kam, kausakit apa"
Sekte Teratai Putih 5 38 "Berapa lama kerjanya racun itu?"
"Tujuh hari, kata seorang anggauta kami
yang pintar urusan obat dan racun."
"Kapan Saudara mendapat luka?"
"Siang tadi." "Berbesar hatilah, masih banyak waktu.
Antara Siong-san dan Lok-yang tidak terlalu
jauh, masih terletak di satu provinsi. Apakah
orang suruhanmu itu naik kuda?"
"Benar. Aku suruh meminjam kuda dari Guru
silat Ling, sahabat baik kami."
Sebun Beng menarik napas, "Kenapa tidak
meminjam kudaku" Kalian masih menganggap
aku sebagai sahabat, bukan?"
Rupanya Sebun Beng sangat kuatir, kalaukalau dirinya karena sudah menjadi mertua dari
seorang jenderal kesayangan Kaisar, lalu temantemannya seperti Kam Hui-pa ini tidak berani
lagi berteman dengannya. Maklum, sekarang
Gubernur Propinsi Ho-lam pun bahkan bersikap
amat hormat kepadanya. Kam Hui-pa tertawa sedikit lalu terbatukbatuk. Katanya setelah batuknya reda, "Di mata
Sekte Teratai Putih 5 39 kami Tuan Sebun tetaplah sahabat baik kami.
Kalau kami tidak meminjam kuda kepada Tuan,
itu hanya karena kami tidak ingin merepotkan
Tuan. Bukankah Tuan baru saja selesai dari
sebuah peralatan besar yang makan banyak
biaya, tenaga dan pemikiran?"
"Baiklah. Siapa yang melukaimu?"
"Kim-mo-long (Serigala Bulu Emas) Mo Hwe
dari Pek-lian-kau sekte Pak-cong..."
Keruan Sebun Beng terkejut, "Jadi pentolan
utama Pek-lian-kau itu sekarang sudah berada
di sekitar Lok-yang?"
"Ya, bersama dengan tokoh lainnya, Hui-engsi ( Si Mayat Terbang ) Nyo Jiok. Mereka sudah
menculik puteri gubernur, dan yang membuat
mereka bentrok dengan kami adalah karena
mereka dalam melakukan aksinya itu
menggunakan pakaian pengemis. Tentu saja
kami pihak Serikat Pengemis merasa
keberatan." Hati Sebun Beng bergetar. Ia pernah
mendengar cerita Tong Gin-yan bahwa Pek-liankau Sekte Utara punya empat tokoh puncak
Sekte Teratai Putih 5 40 yang jarang menampakkan diri, yang pertama
adalah Serigala Bulu Emas Mo-hwe, lalu Si
Mayat Terbang Nyo lok, Malaikat Ular Putih Oh
Jiang dan Siluman Gagak Hitam Mao Pin. Sebun
Beng tidak gentar kepada ilmu silat mereka.
Namun yang harus diwaspadai adalah ilmu
hitam mereka. bahkan mereka bisa membunuh
orang dari kejauhan hanya dengan menusuknusuk sebuha boneka dengan jarum. Apa mau
dikata, permusuhan dengan Pek-lian-kau sudah
terlanjur pecah, bahkan Oh Jiang terbunuh
dalam penjara, berarti urusannya semakin
berlarut-larut. Sementara itu Kim Hui-pa bertanya,
memecahkan lamunan Sebun Beng, "Tuan
Sebun, apa maksudmu datang kemari?"
"Belum sampai kutanyakan, tapi sudah
kudapatkan jawabannya. Yaitu ingin menyelidiki jejak penculik-penculik puteri
Gubernur. Dan ternyata memang tidak jauh dari
dugaanku, yaitu orang-orang Pek-lian-kau. Jadi
aku berterima kasih juga kepadamu, Saudara
Kam." Sekte Teratai Putih 5 41 "Aku pun berterima kasih buat perhatianmu
kepadaku, Tuan Sebun."
"Saudara Kam, harap jangan tersinggung
kalau kukatakan sesuatu. Tempatmu ini kurang
memadai kalau untuk merawat sakitmu, aku
menawarkan rumahku untuk kau tempati
selama merawat lukamu."
"Terima kasih, tetapi biarlah aku di sini saja.
Supaya anak buahku tiddk kebingungan kalau
mencari aku." "Aku juga punya beberapa butir obat
penguat tubuh, sementara Saudara Kam
menunggu datangnya obat pemunah dari Siongsan, Saudara bisa makan obatku sebutir sehari.
Nanti aku menyuruh Soh Piao mengantarnya
kemari." "Sungguh aku terlalu banyak menerima
kebaikanmu, Tuan Sebun."
"Ah, jangan berkata seperti itu, Saudara Kam.
Hidup orang-orang persilatan macam kita-kita
ini berdasar apalagi kalau bukan tolongmenolong" Aku mau berpamitan dulu karena
kau harus lebih banyak beristirahat."
Sekte Teratai Putih 5 42 Demikianlah, sambil melangkah pulang ke
rumahnya, Sebun Beng diam-diam merasa
cemas bahwa bahtera rumah tangganya yang
telah berjalan tenteram sekian tahun bakal
terguncang hebat, mendapat musuh yang tidak
tanggung-tanggung, yaitu sekelompok manusia
penganut kepercayaan sesat yang fanatik dan
diselubungi kerahasiaan. Bukan lawan yang
gampang dihadapi. Setibanya di rumah, pertama-tama ia
menyuruh Soh Piao mengantarkan obat kepada
Kam Hui-pa seperti yang dijanjikan. Lalu dia
memanggil Wan Lui untuk diajaknya berbicara
empat mata di kamar buku.
"A-lui, dugaan kita ternyata tepat. Penculikpenculik itu adalah orang-orang Pek-lian-kau,
bahkan tokoh-tokoh lapisan atasnya, yaitu
Serigala Bulu Emas Mo IHwe dan Si Mayat
Terbang Nyo Jiok." Wan Lui menarik napas, terbayang kembali
pengalamannya menghadapi orang orang Peklian-kau dulu, ketika menyelamatkan Pangeran
Hong-lik. Bagaimana ia berhadapan bukan saja
Sekte Teratai Putih 5 43 dengan lawan-lawan yang kelihatan, melainkan
juga dengan lawan-lawan yang tidak kelihatan
alias mahluk-mahluk gaib.
"Rencana Ayah?"
"Rencana terperincinya aku belum tahu.
Yang jelas, aku tidak bisa berpeluk tangan. Kita
tersangkut. Karena Pek-lian-kau memusuhi
kitalah maka terjadi penculikan puteri
Gubernur itu. Mungkin aku harus kembali
berkelana di rimba persilatan untuk menemukan kembali Gadis itu."
Mendengar itu, Wan Lui tiba-tiba menunduk
dan berdesis, "Maafkan aku, Ayah. Semuanya ini
gara-gara aku." Sebun Beng menepuk pundak menantunya
itu, "Jangan mendakwa dirimu sendiri, A-lui.
Dulu kau terdorong rasa keadilanmu menolong
Pangeran Hong-lik sehingga berani memasuki
sarang Pek-lian-kau, tindakanmu itu tepat.
Seandainya aku dihadapkan masalah serupa,
aku akan berbuat demikian juga. Aku pun
takkan bisa membiarkan orang-orang Pek-liankau seenaknya saja menculik dan menyembelih
Sekte Teratai Putih 5 44 orang dengan dalih membangkitkan dinasti
Beng." "Terima kasih Ayah bisa memahami
keadaanku. Bagaimanapun juga, aku pun
terbebani untuk ikut menemukan Nona Sun."
Sebun Beng terkejut, "He, kau masih
pengantin baru. Tugasmu adalah membahagiakan isterimu."
Dengan muka merah Wan Lui menyahut,
"Membahagiakan isteri bukan di saat-saat
pengantin baru saja, Ayah, tetapi juga sampai
muka keriput dan rambut ubanan. Aku
menduga, aksi orang-orang Pek-Iian-kau ini ada
kaitannya dengan masalah lain yang sedang
merisaukan Sri Baginda juga."
"Masalah apa, kalau aku boleh tahu?"
Secara singkat Wan Lui menceritakan hasil
pembicaraan ernpat-rnatanya dengan Kaisar
Kian-liong siang tadi. Di mana akhirnya Kaisar
menugaskan Wan Lui untuk menyelidiki
gejolak-gejolak di luar istana. Penyelidikan Wan
Lui akan disamarkan seolah-olah mereka
sedang berbulan madu. Sekte Teratai Putih 5 45 Sebun Beng sebenarnya merasa berat hati. Ia
mengingatkan puterinya, sebagaimana wanitawanita lain yang memasuki babak baru
kehidupannya, menikmati hari-harinya sebagai
pengantin baru tanpa dibebani urusan berat
lain. Sekarang ia malah mendengar Wan Lui
akan mengajak isterinya melakukan perjalanan
berbahaya, menyelusuri jejak musuh-musuh
yang kejam. Selagi Sebun Beng ragu-ragu, Wan Lui
berkata, "Ayah, aku sudah membicarakan
rencana ini dengan Adik Hong-eng sore Ini, dan
dia setuju. Malah kegirangan."
Sebun Beng merasa tidak mampu untuk
mencegah lagi, "Hati-hatilah. Orang-orang Peklian-kau ahli dalam ilmu gaib, mereka juga bisa
menyerang dengan guna-guna."
"Harap ayah menenangkan diri. Bukannya
aku menyombongkan diri, tetapi aku perlu
menyelundup masuk dan mengacaukan
sekumpulan besar orang Pek-lian-kau di kuil
Hong-kak-si di Hong-yang, beberapa tahun yang
lalu. Apalagi belakangan ini, setelah aku
Sekte Teratai Putih 5 46 mendalami agamaku, aku tambah yakin bahwa
segala macam Thian-peng (serdadu langit) atau
Thian-ciang (panglima langit) atau Thian-kun
(pasukan langit) yang diandal-andalkan orangorang Pek-lian-kau itu sebenarnya di bawah
kekuasaan kita, manusia. Manusia adalah
mahluk kesayangan Sang Pencipta."
Sebun Beng cuma mengangguk-angguk.
Karena puterinya mengikuti agama suaminya,
sedikit banyak dia tahu juga tentang ajaran
Thai-cin-kau. Cuma sampai saat itu pemahaman
Sebun Beng baru sampai ada anggapan bahwa
ajaran itu cukup baik untuk membawa manusia
ke dalam tingkah-laku yang terpuji, tidak ada
bedanya dengan ajaran-ajaran lain. Namun
menghadapi masalah orang-orang Pek-lian-kau
yang sering menggunakan roh-roh orang mati,
Sebun Beng jadi merasa perlu lebih mendalami
tentang Thai-cin-kau. "Agaknya aku perlu mendalami ajaran Thaicin-kau juga."
"Apakah ayah sudah membaca buku yang
aku berikan dulu?" Sekte Teratai Putih 5 47 "Baru aku baca beberapa halaman, terus
berhenti." "Kenapa?" "Aku anggap isinya sama saja dengan bukubuku agama yang lain, kalau pun berbeda
hanyalah sedikit. Intinya kan hanya bahwa
manusia itu harus hidup dengan baik, jangan
suka merugikan orang lain, saling menyayangi...
cuma begitu bukan?" Tak terduga Wan Lui menggeleng. "Itu belum
sampai ke intinya. Intinya ialah Pemulihan
manusia ke kedudukannya yang semula sebagai
wakil Sang Pencipta untuk memerintah di atas
bumi. Memerintah mulai dari unsur-unsur alam
sampai hewan-hewan dan juga mahluk-mahluk
roh." "Lho, omonganmu kok seperti Liu Yok" Atau
kalian berdua sudah berkomplot untuk
membujuk aku masuk Agama Thai-cin-kau?"
Wan Lui tertawa mendengar kelakar itu.
"Memang keyakinanku dan keyakinan Saudara
Liu itu pada dasarnya sama. Tapi kalau kutanya
dia apakah agamanya Thai-cin-kau, dia cuma
Sekte Teratai Putih 5 48 menjawab tidak tahu. Dia hanya bilang bahwa
dia diajari oleh seorang tua pembuat arang yang
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dipanggilnya Paman Go."
"Apakah semua manusia bisa berkuasa atas
mahluk-mahluk roh, termasuk aku?"
"Hanya yang sudah pulih kedudukan
aselinya." "Caranya?" "Mengalami penciptaan ulang."
"Astaga, ruwet benar agamamu."
"Tidak, justru sangat sederhana. Ayah baca
sajalah buku yang aku berikan itu."
"Aku belum melihat kelebihannya dari bukubuku lain. Buku itu mengajarkan hal-hal yang
baik, tetapi buku lain juga."
"Baca terus saja. Kalau perlu berulangulang."
"Selain ajaran-ajaran baik, apa isinya yang
lain?" "Puisi, peraturan ibadah, riwayat beberapa
raja dan orang tertentu...."
"Lha bagian mana yang ada ilmu penangkal
sihirnya?" Sekte Teratai Putih 5 49 Wan Lui garuk-garuk kepala karena didesak
seperti itu. Dia sendiri bisa mengerti kalau
membaca kitab itu, namun belum menemukan
ungkapan yang cukup pas yang bisa dipahami
mertuanya. Bukan karena mertuanya tolol,
namun karena cara pikir kepercayaan Thai-cinkau cukup aneh.
Tiba-tiba Wan Lui menemukan cara, "Ayah
ajak saja Saudara Liu Yok. Dia itu hidup
mempraktekkan ajaran kitab-kitab itu, bahkan
lebih bersungguh-sungguh dari aku. Ayah bawa
juga bukunya untuk dibaca-baca sepanjang
jalan. Dengan membaca kitab dan memperhatikan gerak-gerik Liu Yok, ayah akan
mendapat pengertian yang lebih mendalam
daripada kalau diajari secara biasa."
Sekarang gantian Sebun Beng yang
menggaruk-garuk kepala sambil tertawa,
"Baiklah. Tak kuduga bahwa aku dalam umur
setua ini harus mulai belajar lagi."
Mertua dan menantu itu sama-sama geli.
Kemudian karena hari sudah larut malam,
mereka meninggalkan ruang itu dan tidur.
Sekte Teratai Putih 5 50 Keesokan harinya, bahkan selagi langit
belum terang benar, keluarga Sebun sudah
menampakkan kesibukan. Dua ekor kuda tegar
milik keluarga itu, sudah dibersihkan dan
dipasangi pelana oleh para pegawai Keluarga
Sebun. Itulah kuda-kuda yang akan ditunggangi
oleh Wan Lui dan Sebun Hong-eng dalam
perjalanan mereka. Suami isteri muda itu pun sudah siap.
Mereka berpakaian ringkas, pakaian perjalanan,
dan membawa bungkusan bekal seperlunya,
dan tentu saja tidak ketinggalan adalah senjatasenjata mereka. Wan Lui membawa pedang,
sedangkan isteri-nya membawa sepasang
senjata yang dilatihnya sejak kecil. Tongkat besi
seperti kepunyaan Ayahnya yang dimainkan
dengan tangan kanan, dan pedang seperti
kepunyaan ibunya yang dimainkan dengan
tangan kiri. Dandanan rambut Sebun Hong-eng
bukan lagi dandanan gadis-gadis, melainkan
dandanan rambut seorang Nyonya-muda,
rambutnya disanggul dan dia kelihatan cantik.
Pakaiannya dilengkapi mantel biru di belakang
Sekte Teratai Putih 5 51 pundak, senjata-senjatanya dibawa di pelana
kuda. Wan Lui tentu saja tidak mengenakan
seragamnya sebagai Panglima. Pakaiannya
ringkas saja, ditambah rompi bulu dan topi
bulu, dandanan khas orang-orang Liau-tong dan
Wan Lui memang berasal dari situ.
Di depan pintu rumah Keluarga Sebun
pasangan itu diantar seluruh keluarga. Karena
orang-orang semuanya, kecuali Sebun Beng,
tahunya perjalanan itu adalah perjalanan bulan
madu, maka semuanya menganggap perjalanan
itu akan penuh kegembiraan.
Setelah berpamitan dengan semuanya,
berangkatlah mereka. Belum jauh dari rumah, Wan Lui berkata
kepada isterinya, "Adik Eng, kita ke gedung
gubernuran dulu. Bagaimanapun juga kita harus
memberitahukan kepergian kita kepada Kaisar
dan Gubernur." "Apakah Gubernur juga perlu diberitahu misi
rahasia ini?" Sekte Teratai Putih 5 52 "Rasanya tidak apa-apa, karena ini
bersangkut-paut dengankeselamatan puterinya.
Asal dia juga diberitahu, makin bocor berita ini,
makin kecil kemungkinan puterinya diselamatkan, jadi dia juga harus ikut menjaga
rahasia." Di depan Gubernuran, para penjaga
menyambut dengan hormat dan membawakan
kuda suami isteri itu, sementara suami isteri itu
melangkah masuk. Tidak lama kemudian nampak Gubernur Sun
tergopoh-gopoh menyambut keluar, wajahnya
tetap disaput kesedihan, namun ia tetap
berusaha sebaik mungkin menyambut panglima
yang menjadi "orang dekaf'nya Kaisar Kianliong itu.
"Silakan duduk di dalam, Tuan dan Nyonya
Wan..." "Terima kasih, Tuan Sun. Kedatangan kami
hanya untuk berpamit dengan Sri Baginda."
"Sayang sekali Tuan Wan datang terlambat.
Tadi pagi, ketika kami sudah menyiapkan
hidangan pagi untuk Sri Baginda, tahu-tahu
Sekte Teratai Putih 5 53 kamarnya sudah kosong. Sri Baginda sudah
pergi diam-diam dengan kedua pengawalnya.
Kami jadi takut, barangkali pelayanan kami
tidak berkenan di hati Sri Baginda."
Wan Lui menyeringai dan menghibur,
"Jangan takut, Tuan Sun, memang wataknya
seperti itu. Terus terang saja, masih agak
kekanak-kanakan, kadang-kadang terlalu membawakan maunya sendiri, meskipun
kadang-kadang bisa juga bersikap bijaksana.
Jangan kuatir, aku kenal benar tabiatnya. Dia
pergi pasti bukan karena pelayanan Tuan Sun
kurang memuaskan, cuma dia barangkali
menghindari acara yang bertele-tele. Memang
begitu sifatnya." Kemudian Wan Lui secara singkat
membeberkan maksud perjalanannya, dengan
pesan bahwa terjaga rapatnya rahasia itu
bersangkut-paut dengan keselamatan puterinya. Gubernur Sun pun mengucapkan
terima kasih. Setelah itu, Wan Lui dan isterinya pun
berpamitan. Sekte Teratai Putih 5 54 Setelah menunggangi kudanya dan agak jauh
dari gedung gubernuran, barulah Wan Lui
berani menggerutu, "Celaka negeri ini, punya
seorang raja yang doyan keluyuran dan
tabiatnya masih sering kekanak-kanakan."
Sebun Hong-eng tertawa dan menyahut,
"Dan panglimanya yang selagi banyak urusan di
istana malahan pergi berbulan-madu."
Wan Lui pun tertawa. Setelah pintu kota dilewati, bertanyalah
Sebun Hong-eng, "Kita ke mana, Kakak Lui?"
"Ke Kelenteng Hong-kak-si di Hong-yang.
Meskipun kabarnya sudah beberapa tahun
tempat itu tidak lagi digunakan untuk
berkumpulnya orang-orang Pek-lian-kau, namun aku berharap di sana bisa menemukan
petunjuk-petunjuk penting."
"Tempat yang pernah Kakak ceritakan
kepadaku, sering untuk menyembelih manusia
itu?" tanya Sebun Hong-eng sambil bergidik.
"Benar, meskipun belakangan ini mereka
memindahkan upacaranya entah ke mana."
Sekte Teratai Putih 5 55 "Apakah Nona Su juga akan disembelih dan
dikorbankan?" "Ya, kalau kita terlambat menolongnya."
Kemudian yang terdengar hanyalah derap
kaki kuda sepasang kuda yang berderap dengan
kecepatan sedang. Dari belakang terlihat mantel
biru di pundak Sebun Hong-eng yang melambailambai.
* * * Sebun Beng yang akan menyusul memasuki
pengembaraan beberapa hari kemudian, tidak
bisa pergi dengan begitu saja. Ia punya
keluarga, punya rumah dan Pegawaipegawainya, dan segala sesuatunya harus diatur
sebelum ditinggalkannya. Bagaimana pun, ada
sedikit kekuatiran bahwa orang-orang Pek-liankau akan menyerang keluarganya selagi
ditinggalkannya. Untunglah keluarganya yang dari Se-shia
tidak akan buru-buru meninggalkan Lok-yang,
melainkan akan tinggal lebih lama di kota Lokyang. Nenek Sebun tentu saja lebih senang
Sekte Teratai Putih 5 56 tinggal di kota Lok-yang karena di kota itu
semua orang menghormatinya sebagai "Ibunya
Tuan besar Sebun Beng" dan "neneknya Nyonya
Jenderal Wan Lui", daripada tinggal di puncak
Pek-him-nia yang sepi. Begitu juga Sebun Giok
akan bi$a menjadi teman berbincang dan
berlatih bagi Auyang Siau-hong, isteri Sebun
Beng. Masih ada lagi Bwe Gin-liong yang senang
sekali karena akan hidup di kota besar,
dipayungi nama besar pamannya, dan mungkin
akan mendapat banyak teman-teman pesta
yang menyenangkan. Juga Ciok Kim-he yang
sudah akrab dengan anak perempuan Soh Piao
yang sebaya, namanya Soh Ling.
Selain itu, di Lok-yang ada banyak sahabat
Sebun Beng yang tanpa diminta pasti akan ikut
membantu dan mengawasi Keluarga Sebun.
Adapun tentang diri Auyang Hou, setelah
Sebun Beng merundingkan dengan Sebun Giok,
maka diambillah keputusan bahwa Auyang Hou
akan diajak. "Apakah anak itu tidak akan merepotkan
Kakak selama dalam perjalanan nanti?" tanya
Sekte Teratai Putih 5 57 Sebun Giok. Ia tahu benar watak anak keduanya
itu, jangan-jangan akan membuat jengkel
Pamannya di tengah jalan nanti"
Tetapi agaknya Sebun Beng sudah bertekad
dengan sebuah rencananya. Katanya, "Adik
Giok, aku lihat A-hou itu sebenarnya punya
semangat yang besar, hanya tidak ada yang
mengarahkan sehingga bisa membayangkan diri
sendiri. Barangkali, sambil melakukan perjalanan dengannya, aku bisa belajar
menyelami jiwanya dan mengarahkannya."
"Dia pasti akan menjengkelkan Kakak."
Tanpa basa-basi Sebun Beng menjawab, "Itu
pasti. Dan aku harus berterus terang mulai
sekarang, Adik Giok, mungkin aku akan
memarahi dan menghukum anakmu itu
beberapa kali sepanjang perjalanan. Mungkin
aku juga akan membiarkannya mengalami
beberapa peristiwa pahit. Tetapi satu hal yang
aku ingin kau mengetahuinya, Adik Giok, aku
menyayangi dia. Aku berharap pengalamannya
sepanjang perjalanan
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan membentuk wataknya ke arah yang benar. Karena itu, aku
Sekte Teratai Putih 5 58 minta kerelaanmu untuk membiarkan dia
mengikuti perjalananku."
Sebun Giok menunduk terharu. Terasa benar
betapa besar kasih sayang Kakak tirinya itu
kepadanya dan kepada anak-anaknya. Sebun
Giok merasa, bahwa selama ini ia memang
kurang memperhatikan anak-anaknya, sebab
sebagian besar waktunya hanya habis untuk
meratap dan menyesali diri. Maka anaknya pun
tumbuh tanpa pimpinan, mencari diri sendiri
yang serba kabur dan tidak pasti. Auyang Hou
menjadi seorang yang berambisi namun tidak
tepat menilai diri sendiri, penilaian yang bisa
menjerumuskannya ke dalam malapetaka. Bwe
Gin-liong yang mencari perhatian di antara
teman-temannya, dan terlanjur kehilangan
semangat untuk bekerja keras, maunya apa-apa
sudah tersedia di depan hidungnya. Ciok Kimhe, seorang gadis yang sedang mekar namun
murung dan dengan cemas menatap masa
depannya, kadang-kadang dengan iri ia melihat
teman-teman sebayanya yang dianggapnya
lebih berbahagia. Kini Sebun Giok mendengar
Sekte Teratai Putih 5 59 kesanggupan kakaknya untuk ikut mendidik
Auyang Hou langsung di lapangan kehidupan, ia
pun lega sekali. Itu pasti akan sangat berguna
bagi masa depan Auyang Hou.
Belum reda luapan rasa bahagia Sebun Giok,
ia telah mendengar Sebung Beng berkata pula,
"Aku juga akan mengajak A-yok."
"A-yok?" Sebun Giok mengira kupingnya
salah dengar. "Ya, Liu Yok. Kenapa?"
"Kakak Beng, mengajak A-hou seorang saja
mungkin Kakak akan sering kerepotan karena
sikapnya yang sering tidak terkendali, masihkah
Kakak akan menambah kerepotan dengan
membawa A-yok yang.... tidak bisa berjalan
cepat karena keadaan kakinya, dan sama sekali
tidak mampu membela diri jika diserang
orang?" Sebun Beng tersenyum, "Adik Giok, agaknya
kau kelewat meremehkan nilai anak tertuamu
itu, meskipun aku yakin bahwa kau tetap
menyayanginya. Liu Yok sama sekali bukan
Sekte Teratai Putih 5 60 manusia tidak berguna seperti sangkaanmu,
Adik Giok." "Aku juga mengerti kalau dia itu orang yang
sabar, lembut hati dan tahan menderita. Tetapi
modal itu saja apakah cukup untuk menghadapi
orang-orang Pek-lian-kau yang ganas dan
dibantu setan-setan?"
"Ya, cukup. Karena jiwanya yang bersih
itulah maka Liu Yok dianugerahi sesuatu yang
tak tertaklukkan oleh segala macam ilmu
setannya kaum Pek-lian-kau. Jadi kalau aku
mengajaknya, bukan dia yang membutuhkan
aku, melainkan akulah yang membutuhkan dia.
Ini terus terang saja."
Sebun Giok termangu-mangu mendengarnya,
masih bimbang. Tidakkah kakak tirinya itu
hanya sedang mengangkat-angkat Liu Yok
untuk sekedar menggembirakan hatinya
sebagai ibunya Liu Yok"
Tetapi agaknya Sang Kakak Tiri bersungguhsungguh, "Adik Giok, semalaman aku berbicara
dengan Wan Lui, dan kami berdua menemukan
banyak sekali kelebihan Liu Yok. Kelebihan itu
Sekte Teratai Putih 5 61 tidak harus keunggulan dalam berkelahi. Kita
sudah menyaksikan dalam perjamuan pernikahan yang lalu bahwa Liu Yok bisa
melihat apa yang tidak bisa kita lihat."
"Mahluk halus?" tanya Sebun Giok sambil
mengusap tengkuknya yang merinding.
Sebun Beng tertawa, "Entahlah apa namanya.
Yang terang, Lui Yok akan sangat membantu
aku dalam menghadapi orang-orang Pek-liankau."
"Terserahlah kepada Kakak."
Demikianlah, Sebun Beng lalu memberitahukan rencana kepergiannya itu
kepada seisi rumah. Mula-mula Auyang Hou gembira sekali ketika
mendengar bahwa ia akan diajak mengembara.
Inilah kesempatan untuk membuat kemasyhuran nama seperti yang sudah lama
dicita-citakannya. Namun dia menjadi agak
kecewa ketika mendengar kakaknya Liu Yok
juga akan diajak. Dia tidak bisa mengerti
Pamannya, buat apa kakaknya yang "tidak bisa
apa-apa" itu diajak" Apakah tidak akan
Sekte Teratai Putih 5 62 memalukan saja" Namun karena niat sang
Paman agaknya sudah tidak dapat diubah,
terpaksa Auyang Hou menerimanya juga. Tidak
apalah Liu Yok ikut, hitung-hitung sebagai
"punakawan." Pada hari yang ditetapkan, berangkatlah
mereka meninggalkan kota Lok-yang. Mereka
tidak menunggang kuda, melainkan berjalan
kaki. Keluarga Sebun di Lok yang hanya
mempunyai dua ekor kuda, dan kedua-duanya
sudah dibawa oleh Wan Lui dan Sebun Hongbeng.
Begitulah, mereka melangkah di bawah
matahari pagi meninggalkan Lok-yang. Sehari
sebelumnya, Auyang Hou sudah membeli
sebuah caping rotan, karena menurutnya itulah
"dandanan wajib" seorang pendekar pengembara. Dan kini ia melangkah tegap di
sampingPamannya sambil menjijing pedangnya.
Menurut perasannya, penampilannya sudah
cukup mengesankan sebagai pendekar.
Liu Yok yang langkahnya tidak secepat yang
lainnya, tentu saja agak ketinggalan di belakang,
Sekte Teratai Putih 5 63 terpincang-pincang menyeret kakinya. Auyang
Hou diam-diam mengharap sang Kakak itu akan
semakin ketinggalan dan semakin ketinggalan
dan syukur-syukur kalau terpisah dan tidak
usah lagi berjalan bersama-sama. la malu
berjalan bersama Liu Yok.
Ia menoleh ke belakang, melihat Liu Yok
yang sudah ketinggalan belasan langkah, lalu
dia pun mengusulkan kepada Pamannya.
"Paman, bagaimana kalau kita berjalan lebih
cepat sedikit?" Sebun Beng menjawab, "Buat apa terburuburu" Hari masih pagi."
Auyang Hou berdalih, "Kalau kita bisa
mencapai sebuah desa atau tempat menginap
lebih cepat, tentu kita bisa punya waktu
istirahat lebih lama sebelum melanjutkan
perjalanan esok harinya."
"Kau lelah?" "Aku" Lelah" Tidak, Paman. Aku sanggup
berjalan sepuluh ribu li lagi. Yang aku kasihani
adalah Kakak Yok, dia itu dan kakinya..."
Sekte Teratai Putih 5 64 Sebun Beng sebenarnya sudah tahu, bahwa
niat Auyang Hou yang sebenarnya adalah
meninggalkan Liu Yok sama sekali, dan omongkosonglah perkataannya tentang kasihan tadi.
Diam-diam dia membatin, "Mulai hari ini aku
akan mendidikmu untuk belajar melihat
kelebihan orang lain, Nak. Tanpa belajar menilai
diri sendiri dan orang lain secara jujur, kau akan
cepat celaka. Bahkan pendekar-pendekar ulung
pun harus pintar menaksir perbandingan
kekuatan antara diri sendiri dan musuh, kalau
tidak ingin cepat mampus."
Bersambung jilid VI Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
PSW 10/06/2018 03:26 PM Sekte Teratai Putih 5 65 Sekte Teratai Putih 6 1 Sekte Teratai Putih 6 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid VI *** K ARENA itulah Sebun Beng tiba-tiba saja
menuruti usul Auyang Hou tadi, "Baik,
mari kita jalan lebih cepat."
Keruan Auyang Hou kegirangan.
Sedangkan Sebun Beng lebih dulu menoleh
ke belakang dan berkata kepada Liu Yok. "Ayok, kami berdua akan berjalan lebih cepat dan
menunggu di depan, ya?"
Sejak Sebun Beng mengenal kepribadian Liu
Yok lebih dalam, ia yakin bahwa kata-kata itu
takkan menyinggung Liu Yok.
Ternyata memang Liu Yok tidak marah,
malah melambaikan tangannya sambil tersenyum ikhlas. Sekte Teratai Putih 6 2 Auyang Hou pun mulailah dengan
langkahnya yang cepat dan lebar dengan dada
membusung, seperti panglima maju ke medan
laga, la merasa bangga sendiri membayangkan
mantelnya yang berkibar-kibar di belakang
pundaknya, ah, andaikata ada gadis-gadis yang
melihatnya... Sementara Sebun Beng hanya melangkah
mengimbangi keponakannya saja.
Setelah melalui beberapa kelokan dan
tanjakan di jalan pegunungan yang sepi itu,
Auyang Hou menoleh ke belakang dan merasa
puas karena Liu Yok tidak kelihatan lagi. Di
kejauhan nampak permukaan Sungai Hong-ho
yang berkilat-kilat memantulkan cahaya
matahari, dan perahu-perahu yang terapungapung di atasnya seperti lidi saja kecilnya.
Auyang Hou mulai mandi keringat, napasnya
mulai memburu dan otot-otot betisnya mulai
terasa berdenyut-denyut. Ia ingin mengajak
Pamannya memperlambat langkah, tetapi malu
untuk mengatakannya. Dan sialnya, Pamannya
seolah-olah tidak melihat tanda-tanda Sekte Teratai Putih 6 3 kelelahannya, sang Paman itu terus saja
berjalan dengan kecepatan awal ketika Auyang
Hou mengajak berjalan cepat tadi.
Maka mulai sempoyonganlah Auyang Hou
mengikuti Pamannya, gaya pendekar-nya yang
gagah tadi sirna sedikit demi sedikit.
Bahkan akhirnya dia menyingkirkan rasa
malunya dan berkata juga, "Paman, apakah
tidak bisa berjalan lebih perlahan?"
Sebun Beng tersenyum namun tidak
memperlambat langkahnya, jawabnya santai,
"Lho, tadi kan kamu sendiri yang mengajak
berjalan cepat?" "Aku....aku tidak kuat lagi, Paman..."di selasela
napasnya akhirnya Auyang Hou
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengeluarkan pengakuan. "Kakiku... hampir....copot... rasanya...."
"Padahal kita belum sepuluh ribu li." goda
Sebun Beng. "Tolonglah, Paman."
Sebun Beng akhirnya merasa bahwa
"pelajaran" kali ini sudah cukup buat Auyang
Hou. Toh ia sudah mengaku dengan mulutnya
Sekte Teratai Putih 6 4 sendiri. Makin sering menilai dengan jujur
kepada diri sendiri, makin baik, sebab melihat
kelemahan diri sendiri dengan berani
sebenarnya juga memperkokoh diri sendiri.
Sebun Beng lalu menunjuk sebuah pohon yang
rindang dan berkata, "Baik. Kita duduk di
bawah pohon itu sambil menunggu A-yok."
Mereka pun beristirahat di bawah pohon.
Sebun Beng mengipas diri. Auyang Hou
merebahkan diri di rerumputan sambil
memperbaiki napasnya. Lalu ia duduk dan
memijit-mijit betisnya. Tadinya Auyang Hou mengira bahwa dia
akan punya waktu cukup lama beristirahat di
situ. Menunggu Liu Yok tentu lama, pikirnya,
karena jalanan di situ berkelok-kelok dan
banyak tanjakannya, lagipula Liu Yok cacat
kakinya. Tak terduga, baru sebentar rasanya dia
beristirahat, Liu Yok sudah kelihatan dari
kelokan. Langkahnya tetap seperti tadi. Di
bagian datar dia tidak mempercepat langkah, di
tanjakan juga kecepatannya tidak berkurang.
Sekte Teratai Putih 6 5 Tiba di tempat Sebun Beng dan Auyang Hou
beristirahat, Liu Yok tidak kelihatan lelah
sedikit pun meskipun berkeringat. Tanyanya
kepada Sebun Beng, "Paman lelah?"
Sebun Beng tersenyum, "Tanya adikmu."
"Adik Hou, kau lelah?"
Auyang Hou cepat bangkit dan menjawab
gagah, "Aku siap melanjutkan perjalanan lagi!"
"bahkan sepuluh ribu li!" Sebun Beng
menambahkan. Namun Auyang Hou cepat-cepat berkata,
"Tetapi tidak ada gunanya terburu-buru. Kan
lebih enak berjalan santai sambil menikmati
keindahan alam pegunungan?"
Sebun Beng bangkit, "Baik. Kita teruskan
perjalanan." Auyang Hou sebenarnya masih lelah, masih
ingin berbaring-baring di rerumputan, namun
terpaksa ikut bangkit juga. Demikianlah mereka
bertiga melanjutkan perjalanan. Sementara
Sebun Beng dan Liu Yok banyak bercakap-cakap
sambil berjalan, Auyang Hou lebih banyak bunSekte Teratai Putih 6 6 Lalu ia duduk dan memijit-mijit betisnya .
Sekte Teratai Putih 6 7 gkam untuk menghemat napas, maklum,
jalannya menanjak terus. Mereka melewati desa-desa kecil di
pegunungan yang letak rumahnya berpencaran
satu sama lain. Rumah-rumah yang kebanvakan
bertembok tanah liat dan beratap ijuk.
Ketika matahari turun ke sebelah barat dan
hanya tinggal puncak-puncak perbukitan saja
yang tersorot sinarnya, sementara lambunglambung perbukitan sudah jatuh ke bawah
bayang-bayang, Sebun Beng mendatangi sebuah
rumah pedesaan yang letaknya dikelilingi
kebun sayur-sayuran, untuk mohon tempat
bermalam. Tuan rumah ternyata ramah sekali
dan mengijinkan. Namun karena dia punya
tujuh anak yang masih kecil-kecil, rumahnya
sesak dan ia menawari Sebun Beng sebuah
bangunan kayu di belakang, tempat penyimpanan jerami dan kayu bakar yang
dindingnya hanya setinggi perut. Sebun Beng
menerimanya sambil mengucap terima kasih.
Sekte Teratai Putih 6 8 Malamnya, saat makan malam, keluarga itu
dengan ramah mengundang Sebun Beng dan
keponakan-keponakannya untuk makan malam
bersama. Dalam suasana ramah-tamah, mereka
menikmati makanan sederhana buatan Si
Nyonya rumah. Tetapi suasana ramah itu
hampir saja berantakan, ketika Auyang Hou
malahan bercerita bahwa dia pernah bersantap
bersama-sama Kaisar Kian-liong masakannya
hebat-hebat. Dalam ceritanya itu ia tidak sedikit
pun menyinggung bahwa yang diundang makan
oleh Kaisar sebenarnya hanya Liu Yok.
Untungnya, Auyang Hou segera terpengaruh
oleh kelelahan hasil perjalanannya seharian, la
segera kembali ke gudang jerami untuk tidur,
Liu Yok juga merasa lebih baik tidur lebih dulu.
Tinggallah Sebun Beng yang mengobrol sampai
jauh malam dengan Tuan rumah.
Setelah kira-kira tengah malam, barulah
Sebun Beng menyusul kedua keponakannya
untuk tidur. Auyang Hou sudah tidur amat pulas, bahkan
mendengkur keras sekali. Agaknya begitu
Sekte Teratai Putih 6 9 kelelahan. Sebun Beng tersenyun ketika
melangkah dekat tubuh keponak annya itu.
Sedangkan Liu Yok belum pulas benar. ia
masih sempat mendengar kedatangan Pamannya, ia mengangkat kepalanya dan
bertanya, "Paman?"
"Ya, aku. Tidurlah." sahut Sebun Beng sambil
membaringkan diri di atas tumpukan jerami,
dalam kegelapan. Dari tempat berbaringnya ia
bisa melihat bulan sabit di langit, karena tempat
itu memang berdinding rendah.
Sebun Beng menarik napas dalam-dalam
beberapa kali, siap menyelam ke alam bawah
sadar. Namun tiba-tiba sedikit kesadarannya
bekerja, dan ia merasakan sesuatu yang agak
berbeda di ruangan itu. "He?" tak terasa ia berseru heran, perlahan.
Lui Yok rupanya mendengarnya pula dan
bertanya dengan suara mengantuk, "Ada
apalagi, Paman?" "Tadi sore tempat ini begitu banyak nyamuk
dan semut yang aku kira akan sangat
Sekte Teratai Putih 6 10 menggangu tidur kita. Kenapa sekarang mereka
tidak ada seekor pun"*'
Lui Yok menjawab dengan suara mengantuk
dan kedengarannya sama sekali tidak
bermaksud berkelakar, "Sudah aku suruh
mereka pergi baik-baik."
Mendengar jawaban macam itu, bukannya
Sebun Beng puas lalu tidur, malahan pikirannya
hidup kembali dan ia pun sulit tidur kembali.
Keponakannya yang bernama Liu Yok itu
agaknya benar-benar istimewa. Menantunya,
Wan Lui, menganjurkan untuk memperhatikan
gerak-gerik Liu Yok sambil membaca-baca Kitab
Thai-cin-kau. Pesan yang aneh juga.
Tiba-tiba kantuk Sebun Beng lenyap.
la bangun, menyalakan lilin dari bekalnya,
lalu ditaruhnya hati-hati karena di tempat itu
banyak jerami yang mudah terbakar, lalu ia
mengeluarkan Kitab Thai-cin-kau pemberian
Wan Lui dan mulai membacanya. Ia berharap
bahwa ia langsung akan menemukan pelajaran
ilmu-ilmu yang ajaib di halaman-halamannya,
namun dia kecewa. Halaman pertama malah
Sekte Teratai Putih 6 11 bercerita tentang terciptanya alam semesta dan
terciptanya manusia. Yang agak menarik
perhatian Sebun Beng hanyalah ketika
membaca bahwa manusia dicipta menurut rupa
Penciptanya, dan diberi wewenang menguasai
semua ciptaan di bumi, yang bernyawa maupun
yang tidak. "Boleh juga..." komentar Sebun Beng
sendirian sambil tersenyum. "Buktinya Liu Yok
bisa memerintahkan nyamuk-nyamuk dan
semut-semut untuk pergi."
Tetapi kantuk Sebun Beng datang lagi, ketika
pembacaannya sampai ke kisah manusia
kehilangan kedudukannya karena ketidakpatuhannya terhadap Sang Pencipta.
Sebun Beng menguap lebar-lebar lalu
menutup buku itu. Toh dia menyelipkan sehelai
jerami untuk menandai sampai halaman berapa
ia membara kitabnya itu. Ia memasukkan buku
itu ke bungkusan bekalnya, memadamkan lilin,
lalu menggunakan bungkusan itu sebagai
bantal. Ia siap-siap tidur.
Sekte Teratai Putih 6 12 Namun mendadak ada angin dingin bertiup
agak tajam, membuat Sebun Beng bergidik dan
kantuknya buyar kembali. Lewat celah-celah
dinding papan, ia melihat empat sosok tubuh
muncul lalu suara di dekat kebun sayur di
halaman sampmg rumah petani itu, empat
sosok tubuh yang kelihatannya semuanya
membawa pedang. Naluri Sebun Beng langsung merasakan niat
jahat orang-orang itu. Bahkan ia merasakan,
sosok-sosok tubuh itu bukan sekedar orangorang berniat jahat, namun merekalah
kejahatan itu sendiri yang mempribadi. Di luar
kebiasaan, Sebun Beng yang biasanya bernyali
besar itu tiba-tiba merasakan bulu-bulu
tubuhnya tegak semua. Tetapi Sebun Beng memutuskan untuk tidak
mengikut-sertakan kedua keponakannya dalam
penanggulangannya terhadap empat orang itu.
Keponakan-keponakannya hanya akan merepotkan saja. Auyang Hou bakal merepotkan dengan segala macam lagaknya
bermain pendekar-pendekaran, padahal "isi"
Sekte Teratai Putih 6 13 nya belum seberapa. Liu Yok dianggapnya akan
merepotkan pula, sebab dia tidak mengenal
cara membela diri sedikit pun.
Tanpa suara Sebun Beng melolos tongkat
besinya dari bungkusannya melangkah keluar
dari gedung jerami itu untuk langsung
menyongsong keempat sosok bayangan itu.
Sekali lagi Sebun Beng merasa meremang,
terasa betapa malam terlalu dingin saat itu.
"Selamat malam, sobat-sobat. Kalian mencari
siapa?" sapa Sebun Beng, mencoba menerapkan
tata-krama dunia persilatan. Suaranya juga
tidak keras-keras karena kuatir mengusik tidur
si Tuan-rumah. Orang-orang itu tidak menjawab melainkan
terus melangkah mendekat.
Setelah cukup dekat untuk melihat jelas
keempat orang itu, Sebun Beng mengerutkan
alis. Karena dilihatnya tampang keempat orang
itu sama sekali tidak lumrah manusia biasa.
Kulit muka mereka pucat seperti selembar
kertas, tatapan mata mereka hampa, seperti
melihat namun nampaknya juga tidak melihat
Sekte Teratai Putih 6 14 apa-apa, bibir mereka terkatup rapat seperti
dilem. Wajah mereka seperti wajah kertas dari
sebuah jailangkung yang dilukis gambar mata,
hidung dan mulut. Maka di bawah cahaya
rembulan sabit yang temaram, suasana jadi
menyeramkan. Dua orang dari mereka tiba-tiba saja
melompat dan membabatkan pedang kearah
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebun Beng. Gerakan mereka tidak mengandung tipu-tipu silat apa pun, sekedar
cepat, ganas dan ngawur, bahkan tanpa
memperdulikan pertahanan diri sendiri.
"He, tahu aturanlah sedikit!" dengus Sebun
Beng yang mendongkol karena sapaannya tadi
tidak digubris. Tongkat besinya disapukan
mendatar, sekaligus berhasil menyapu kedua
batang pedang musuh. Dengan besarnya tenaga
yang dikerahkan, Sebun Beng pantas berharap
ia akan dapat melucuti pedang-pedang itu dari
tangan pemiliknya masing-masing. Ternyata
meleset. Kedua orang itu memang sama-sama
terpental rebah ke samping, namun dengan
Sekte Teratai Putih 6 15 pedang-pedang tetap tergenggam erat di tangan
mereka. "Boleh juga...." puji Sebun Beng.
Kata-katanya baru saja selesai, waktu dua
orang lainnya sudah menerkam bagaikan
serigala sambil menusukkan pedang-pedang
mereka. Lagi-lagi sekedar gerak yang cepat,
ganas, ngawur dan nekad. Mungkin karena agak terpengaruh kitab
yang baru saja dibacanya, Sebun Beng memutar
kencang tongkatnya di depan tubuh dengan
gerakan yang disebut Thian-te-jut-kai (Terciptanya Langit dan Bumi). Putaran
tongkatnya yang amat bertenaga itu bukan saja
menangkis, tapi merupakan pusaran tenaga
yang biasa menghisap dan menghempaskan
lawan-lawannya. Benar, begitu pedang-pedang mereka
menempel tongkat Sebun Beng, pedang-pedang
itu ikut berputar dan seolah masuk pusaran
angin yang dahsyat. Perhitungan Sebun Beng,
pastilah orang-orang itu akan melepaskan
pedangnya, sebab kalau tidak, mereka akan ikut
Sekte Teratai Putih 6 16 masuk pusaran tongkat itu dan bakal keluar
kembali dengan tulang berantakan.
Lagi-lagi perhitungan Sebun Beng meleset.
Orang-orang itu agaknya akan lebih suka kalau
tulang-tulang mereka remuk daripada melepaskan pedang-pedang mereka.
"Gila!" umpat Sebun Beng kaget melihat
kenekadan orang-orang itu. Ia jadi tidak tega
sendiri, mengingat antara ia dan orang-orang
itu tidak ada permusuhan sebelumnya,
perkelahian malam itu pun barangkali cuma
diakibatkan kesalahpahaman. Maka Sebun Beng
menghentikan jurusnya setengah jalan, agar
tidak mencelakai orang-orang itu. Jurus Thiante-jit-kai yang semestinya terdiri dari
"memutar", "melucuti", dan "meremukkan" jadi
cuma terlaksana yang bagian "memutar" saja.
"Sobat-sobat, kalau kalian tidak suka
mendengarkan kata-kataku, jangan salahkan
kalau aku bertindak kejam!" geram Sebun Beng
yang mulai jengkel. "Kita belum pernah punya
urusan apa-apa, kenapa kalian bersikap seperti
ini?" Sekte Teratai Putih 6 17 Sebun Beng hampir tidak dapat melanjutkan
omongannya, sebab pipinya hampir terserempet pedang. Kemarahan Sebun Beng pun meledak, "Baik,
rupanya kalian memang hanya bisa diajak
bicara dengan bahasa kekerasan Jangan
salahkan aku!" Maka deru tongkat Sebun Beng pun
menghebat bagaikan prahara. Pohon-po hon
sayur di sekitar arena itu pun sampai
terguncang-guncang batangnya oJeh angin dari
tongkat Sebun Beng. Empat orang aneh yang bandel itu pun
berpelantingan. Untunglah Sebun Beng masih
mengasihani mereka dan tujuannya hanya ingin
mengalahkan mereka tapi tidak membunuh
atau menciderainya. Sebun Beng melihat,
biarpun mereka roboh, pedang mereka tetap
tidak lepas dari tangan mereka, bahkan mereka
cepat-cepat bangun kembali dan menyerang
Sebun Beng membabi buta. Gaya serangan mereka sungguh tidak
menuruti aturan silat manapun juga. Tidak ada
Sekte Teratai Putih 6 18 kuda-kuda, tidak ada persiapan membela diri.
Mereka hanya melompat-lompat sambil
menyabet-nyabetkan pedang kepada Sebun
Beng. Bahkan mereka kelihatannya tidak raguragu seandainya pedang mereka mengenai
kawan sendiri. "Gila benar, aliran silat dari mana ini?" Sebun
Beng terpaksa meladeni pertarungan gila-gilaan
itu. Dan karena makin lama makin terasa
ancaman lawan-lawannya, Sebun Beng juga
merasa makin mantap untuk tidak usah
sungkan-sungkan lagi. Dia merasa tidak
bersalah lagi seandainya nanti di antara lawanlawannya ada yang remuk tulangnya kena
tongkatnya. Begitulah, karena Sebun Beng mulai "ikut
gila" menghadapi empat lawan yang gila-gilaan
itu, maka perkelahian mereka jadi sengit sekali.
Dam dalam perkara teknik-teknik silat
memang orang-orang ngawur itu kalah jauh
dibandingkan Sebun Beng. Sebun Beng lebih
mampu memanfaatkan peluang-peluang yang
Sekte Teratai Putih 6 19 ada. Maka tidak lama kemudian tongkat Sebun
Beng telah berhasil menghantam rusuk salah
seorang musuh. Hantaman yang telak sekali.
Menyangka bahwa musuh akan ambrol iganya,
Sebun Beng berdesis, "Maaf, aku terpaksa."
Orang yang kena gebuk itu mencelat keluar
dari gelanggang sejauh hampir lima meter. Dan
Sebun Beng tercengang ketika melihat orang itu
dengan sigap bangkit kembali dan masuk
kembali kc gelanggang seolah-olah tidak pernah
terjadi apa-apa dengan dirinya. Gerakannya
tetap sama cepat dan ganasnya dengan ketika
belum kena gebuk. Sebun Beng mulai dihinggapi rasa panik.
Tadi ia yakin tongkatnya kena telak ke rusuk
lawan, mestinya orang itu roboh muntah darah.
Nyatanya tidak. Sebun Beng tadi merasa
tongkatnya mengenai sesuatu yang lunak, la lalu
teringat bahwa aliran silat Thian-san-pai yang
berpusat di seberang Gurun Gobi sana punya
semacam ilmu yang disebut Bian-ciang (Telapak
Tangan Kapas), di mana orangnya bisa
membuat telapak tangannya demikian empuk
Sekte Teratai Putih 6 20 sehingga sanggup meredam kekuatan batu
gunung yang menggelinding dari atas lereng
sekali pun. Tetapi para ahli Bian-ciang pun
hanya sanggup mengempukkan telapak tangan
mereka saja, bukan bagian-bagian tubuh
lainnya. Kini menghadapi empat lawannya yang
aneh ini Sebun Beng mulai berpikir-pikir,
apakah kaum Thian-san-pai sudah berhasil
mengubah Bian-ciang menjadi Bian seng
(Tubuh Kapas)" Kalau begitu, alangkah
hebatnya. Berarti seluruh tubuh akan berhasil
meredam benturan dansyat.
Cepat Sebun Beng menenangkan guncangan
hatinya dan memusatkan pikirannya untuk
melayani keempat orang itu.
"Coba aku gebuk bagian tubuh yang lain."
pikirnya. Maka ketika orang itu menyerang lagi
dengan beringas, Sebun Beng menghindar
dengan melompat ke samping, tongkatnya
menghantam kepala lawan dengan gerakan
Tok-pi-hoa-san (Lengan Tunggal Merobohkan
Gunung). Sekte Teratai Putih 6 21 Dan tepat kena kepala orang itu. Meskipun
Sebun Beng heran karena tidak melihat darah
dan otak yang muncrat, namun ia melihat
batang tongkatnya amblas ke batok kepala
orang itu. Hasilnya tidak diragukan lagi, orang
itu terpuruk roboh. "Maaf, sobat." desis Sebun Beng. "Bukan
maksudku untuk membunuhmu, tetapi kalian
tidak memberiku pilihan lain."
Tetapi ia harus tetap waspada kepati. tiga
orang lainnya, sebab mereka tetap saja
melompat-lompat kaku dan menyerang, tidak
terpengaruh sedikit pun oleh robohnya seorang
teman mereka. Beberapa jurus berlalu, dan tiba-tiba Sebun
Beng melihat sesuatu yang membuatnya
hampir-hampir menjerit dan lari sipat kuping.
Bagaimana ia tidak gentar, kalau melihat orang
yang kepalanya remuk tadi mulai bergerakgerak lagi, lalu bangkit dan bertempur lagi" Ya,
bertempur lagi dengan kecepatan dan
keganasan yang sama sekali tidak berkurang.
Bedanya sekarang, kepala orang itu seperti
Sekte Teratai Putih 6 22 melesak ke bawah, lehernya terkulai tanpa
tulang dan ketika dibawa melompat lompat
maka kepalanya terayun-ayun lemah seperti
kepala boneka kain yang lehernya habis
dipelintir dan dibanting.
Bulu tengkuk Sebun Beng pun tegak
merinding, tubuhnya dibasahi keringat dingin.
Sadarlah ia bahwa manusia-manusia yang
dihadapinya itu adalah manusia-manusia tidak
normal semuanya. Apalagi ketika ia memperhatikan lebih cermat, umumnya
manusia biasa sehabis berlompatan sekian lama
akan terengah dan keluar keringatnya, banyak
atau sedikitnya tergantung latihan staminanya
sehari-hari, namun itu pasti buat orang normal.
Tapi kali ini kuping Sebun Beng hanya dapat
mendengar engah napasnya sendiri dan tidak
mendengar engah napas lawan-lawannya,
bahkan agaknya mereka tidak bernapas! Juga
tidak mengeluarkan keringat, tidak pernah
membuka mulut, tidak pernah berkedip! Wajah
mereka yang aneh dan mirip lukisan kasar di
atas kertas itu juga tidak pernah menunjukkan
Sekte Teratai Putih 6 23 mimik muka orang hidup umumnya seperti
marah, kaget, senang dan sebagainya. Wajah itu
lebih mati dari wajah topeng. Topeng kayu saja
kalau dibuat oleh se niman yang mahir akan
bisa memancar kan ekspresi tertentu, namun
wajah orang-orang ini jauh kalah ekspresif dari
topeng-topeng kayu sekali pun. Mata mereka
hampa saja menatap ke depan.
Sebun Beng langsung sadar siapa yang
berdiri di belakang semua itu. la sadar dirinya
sedang "dikerjai" orang-orang Pek-lian-kau
dengan ilmu gaibnya, la sadar pula, sekali pun ia
mencincang remuk tubuh lawan-lawannya,
mereka aka tetap saja bangkit dan terus
melawan. Dalam keadaan itu, Sebun Beng ingat sebuah
peristiwa dalam perjamuan pernikahan
puterinya beberapa hari yang lalu. Ketika itu Oh
Jiang dan Mao Pin mengacau pesta dengan
menyihir boneka-boneka rumput menjadi
manusia jadi-jadian, tetapi waktu itu Liu Yok
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggagalkan dengan kata-kata tertentu. Kini
Sebun Beng ingin mencoba "mantera" Liu Yok
Sekte Teratai Putih 6 24 itu. la melompat keluar dari gelanggang, lalu
menuding dengan tongkat besinya sambil
membentak, "He, ingat! Kalian ini hanyalah
debu! Kalian ini hanyalah debu!"
Tak terduga, seruan Sebun Beng malah
membuat mereka berempat beringas dan
menerjang lebih hebat. Rupanya mereka
"tersinggung" biarpun wajah mereka tetap
tanpa ekspresi. Sebun Beng makin kewalahan, dia mainkan
tongkatnya makin hebat. Tetapi setelah dia
mengepruk lagi dua kepala, pemilik-pemilik
kepala yang kena kepruk itu tetap saja
bertempur dengan gagah meskipun kepala
mereka nngsek. Sebun Beng benar-benar putus asa, akhirnya
dia berteriak keras, "A-Yoook
Liu Yoklah jalan keluarnya.
Liu Yok sendiri tetap tidur pulas, sama sekali
tidak terbangun oleh seruan pamannya itu.
Agaknya dia sedang asyik bermimpi, mulutnya
berkerot-kerot sebentar, lalu mengigau lirih,
"Kalian ini hanyalah debu."
Sekte Teratai Putih 6 25 Ketika itulah Sebun Beng tiba-tiba melihat
keempat lawannya tiba-tiba berebahan terkapar seperti ditiup angin besar, padahal
Sebun Beng tidak merasakan apa-apa. Keempat
orang itu tiba di tanah sebagai bonek-boneka
rumput yang panjangnya tidak lebih dari
sejengkal. Sebun Beng mengusap keringatnya, campuran antara keringat biasa dan keringat
dingin. Lalu melangkah masuk kembali ke
gudang jerami. Auyang Hou yang tadi
sebenarnya terjaga dan menonton pertempuran
lewat celah-celah dinding papan, buru-buru
pura-pura tidur kembali. Sedangkan Liu Yok
memang benar-benar tidur, bahkan amat pulas.
Beberapa saat Sebun Beng masih terbuka
matanya biarpun tubuhnya sudah berbaring,
menenangkan denyut jantungnya. Beberapa
saat kemudian, barulah ia tidur.
Fajar menyingsing, Sebun Beng bertiga pun
menggeliat bangun. Tempat itu masih gelap,
sebab cahaya awal fajar masih tertahan dindingdinding perbukitan.
Sekte Teratai Putih 6 26 "Ah, nyenyak sekali tidurku semalam." Kata
Auyang Hou sambil menggeliat bangun.
Sebun Beng memaksakan diri untuk
tersenyum. Ia sudah mengambil keputusan
kalau kedua keponakannya itu tidak
mengetahui tentang kejadian semalam, dia pun
tidak akan menceritakannya.
Sementara Liu Yok pun sudah bangkit duduk
dan berkata, "Tidurku juga nyenyak. Mimpiku
hebat sekali." "Mimpi apa?" tanya Sebun Beng.
Namun sebelum Liu Yok menjawab, Auyang
Hou sudah mendahuluinya, "Ah, Paman, buat
apa tanya-tanya soal mimpi Kakak Yok segala"
Kata orang-orang tua, mimpi cuma kembangnya
tidur." Sebun Beng bersikap sesantai mungkin,
"Biarlah. Sambii menunggu Tuan rumah
menyiapkan makan pagi kita, kita dengarkan
mimpi Kakakmu." Sambil menggaruk-garuk tangannya, Liu Yok
mulai berkata santai, "Aku bermimpi, tiba-tiba
saja aku punya sepasang sayap besar sehingga
Sekte Teratai Putih 6 27 bisa terbang ke langit, sampai ke sebelah
atasnya mega mega. Aku gembira beterbangan
Api Di Bukit Menoreh 14 Joko Sableng 39 Dayang Tiga Purnama Cowok Manja Merantau 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama