Ceritasilat Novel Online

Sekte Teratai Putih 5

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp Bagian 5


kawin seumur hidup. Sekarang, di tempat di
mana tak seorang, pun melihatnya, ia tidak
malu-malu menangis. Ia ingat Ibunya di Lokyang, dan membayangkan alangkah lega
seandainya bisa menumpahkan isi hatinya
kepada ibunya. Di sini ia tidak lagi malu
mengakui keterbatasannya sebagai manusia
biasa. Habis menangis, ia merasa perasaannya agak
lega, kemudian dicobanya untuk menghibur diri
sendiri, "Tidak kawin juga tidak apa-apa.
Pokoknya aku akan melakukan perbuatanperbuatan
besar sehingga kelak aku mempunyai nama besar. Buat apa kawin,
akhirnya hanya diperbudak oleh suami dan
anak-anak dan kerjanya hanya di dapur saja?"
Sekte Teratai Putih 8 16 Toh kata-kata hiburan itu terasa terlalu
mengada-ada, tetapi dia belum menemukan
kata-kata hiburan yang lain. Ia kemudian
membersihkan air matanya dan ingusnya yang
keluar sedikit. Ia melompat kembali ke pelana kudanya
dengan golok Koan-tonya, dan diulanginya lagi
kata-katanya sambil berlagak gagah, "Aku akan
melakukan perbuatan-perbuatan besar di
kolong langit. Aku tidak butuh suami."
Tiba-tiba ia melihat di bawah bukit ada
penunggang-penunggang kuda yang berkejarkejaran. Seorang penunggang kuda yang di
depan dikejar oleh dua orang penunggang kuda
lainnya. Seorang yang di depan itu nampaknya
sudah tidak berdaya atau terluka, dia
menunggangi kudanya dengan lemah sambil
memeluk leher kudanya. Sedang kedua
pengejarnya nampak bersemangat.
Dan seperti biasa, sesuai dengan wataknya
yang gegabah, Sun Cu-kiok langsung yakin
dengan kesimpulannya sendiri, "Pastilah orang
yang di depan itu hendak dirampok. Kurang
Sekte Teratai Putih 8 17 ajar, perampok-perampok itu berani beroperasi
di siang hari bolong. Hem, aku harus menolong
korban itu...." Dan kalau Sun Cu-kiok sudah mengambil
keputusan yang diembel-embeli "aku harus"
maka sesungguhnya sudah tidak ada lagi yang
bisa menghalangi dia. Apalagi saat itu jiwanya
sedang bergolak dan dikuasai tekad "melakukan
perbuatan besar", maka meluncurlah ia
bersama kudanya dari atas bukit dengan
kecepatan tinggi. Seperti biasanya, kalau
pikirannya sedang keruh, dia memacu kuda
kuingnya secara gila-gilaan, tidak peduli lereng
bukit itu tidak rata. Untung kuda itu juga sudah
terlatih. Kuda kuning Sun Cu-kiok memang
mengungguli kuda-kuda lain, termasuk yang
sedang berkejaran di kaki bukit itu. Maka tidak
lama kemudian Sun Cu-kiok sudah berhasil
menyusul mereka. "Hai perampok-perampok berani mati,
berani benar kalian menunjukkan batang
hidung di depan Thian-heng Siani (Dewi
Sekte Teratai Putih 8 18 Keadilan)?" bentak Sun Cu-kiok yang secara
spontan menemukan julukan buat dirinya
sendiri. Langsung saja dia melintangkan
kudanya di depan pengejar-pengejar, dan
memberi kesempatan kepada yang dikejar
untuk kabur semakin jauh.
Kedua pengejar itu terkejut dan menghentikan kuda. Mereka adalah dua orang
laki-laki yang sama sekali tidak bertampang
orang-orang jahat. Yang lebih tua berumur
sekitar empat puluh tahun, meskipun
berewokan, namun berewokannya rapi dan
mukanya jernih, memakai jubah panjang
berwarna biru langit yang berikat pinggang
sutera. Tangan kirinya mengendalikan kuda,
sementara tangan kanannya menggendong
sepasang tombak pendek (Siang-kek). Yang
muda berusia sekitar dua puluh lima, tampan,
berjubah biru dengan ikat pinggang sutera pula,
sebatang pedang dan sarungnya digantungkan
di pelana kudanya. Begitu melihat tampang mereka, timbul
kebimbangan Sun Cu-kiok di dalam hati, "Lho,
Sekte Teratai Putih 8 19 tampang orang-orang ini kok tidak seperti
tampang orang-orang yang menepuh Jalan
Hitam" Jangan-jangan aku salah cegat?"
Tetapi gadis itu juga sudah biasa membuat
dalih untuk membenarkan tindakannya. "Ah,
jaman sekarang banyak penjahat bertampang
orang baik-baik. Tidak mengherankan. Kalau
mereka tidak jahat, kenapa mengejar-ngejar
orang ter-luka?" Lagipula, ia sedang membutuhkan perkelahian untuk melampiaskan perasaannya
yang sedang pepat. Si penunggang kuda yang berewokan
bertanya dengan sikap yang cukup baik, "Nona
yang menamakan diri Dewi Keadilan, ada
hubungan apa antara Nona dengan orang yang
sedang kami kejar itu, sehingga Nona
membelanya?" "Aku hanya membela sesama manusia yang
lemah, yang diperlakukan sewenang-wenang
oleh penjahat-penjahat macam kalian!"
Sekte Teratai Putih 8 20 Orang berewokan itu menggeleng-gelengkan
kepala sambil menarik napas, "Wah, kacau ini.
Hitam disangka putih, putih disangka hitam...."
"Aku pasti tidak keliru!" bentak Sun Cu-kiok
sambil menerjangkan kudanya ke depan, lalu
golok Koan-tonya menyambar dalam gerak
lengkung ke atas, seolah-olah hendak membelah
tubuh Si Berewokan. Si Berewokan kaget, bukan saja oleh
hebatnya serangan itu melainkan juga oleh
watak Si "Dewi Keadilan" yang begitu gampang
turun tangan tanpa mempertimbangkan katakata orang lain. Namun dia cukup tangkas untuk
memalangkan sepasang tombak pendeknya
untuk menangkis golok Sun Cu-kiok. Hanya saja,
karena gerakannya agak tergesa-gesa, pengerahan tenaganya kurang tersalur dengar
baik, sehingga ia hampir terperosot jatuh dari
pelana kudanya. "Tunggu dulu, Nona, kita belum selesai saling
menjelaskan...."katanya sambil memperbaiki
duduknya di atas pelana. Sekte Teratai Putih 8 21 "Sudah selesai dan sudah jelas!" Suara Cukiok ngotot, menyusul gagang golok Koan-tonya
dimainkan seperti toya untul menyodok ke
pinggang Si Berewokan dengan Oh-liong-boanjiu (Naga Hitam Melilit Pohon).
Si Berewokan tidak berani menangkis Ia tahu
gadis itu tangkas dan bertenaga besar seperti
laki-laki. Lelaki berewokan itu lebih suka
melompat turun dari kuda nya.
Sun Cu-kiok masih penasaran dai hendak
menerjang lagi, tetapi kali ini dii melihat
gemerlapnya cahaya di depai matanya. Ternyata
Si Pemuda jubah Biru sudah menghadang Sun
Cu-kiok, sambil berseru, kepada rekannya yang
berewokan, "Kakak Pang, cepat kejar orang tadi.
Perempuan liar ini biar urusanku!"
"Baik!" lelaki berewokan itu menjawab
sambil melompat kembali ke atas kudanya.
Namun Sun Cu-kiok yang sangat yakin bahwa
dirinya mampu menahan dua orang itu
sekaligus, tidak membiarkan si Kakak Pang
pergi dari situ. Ia melompatkan kudanya sambil
mengayun Koan-tonya dan membentak
Sekte Teratai Putih 8 22 "Memangnya bisa kabur begitu saja dari depan
Dewi Keadilan?" Kecepatan gerakan golok Sun Cu-kiok sama
dengan ketika dulu ia mencukur A-hok si bujang
gubernuran. Jarang orang bisa lolos dari
serangan itu. Namun terdengar suara dingin Si Pemuda
Berjubah Biru, "Kau bukan Dewi Keadilan,
melainkan Siluman Betina yang suka usil urusan
orang lain!" Dan golok Sun Cu-kiok tiba-tiba seperti
membentur tembok besi tebal, terpental balik,
dan punggung golok itu hampir-hampir
mengenai jidat Sun Cu-kiok sendiri.
Ternyata pemuda berjubah biru itulah yang
menyelamatkan rekannya dengan tangkisan
pedangnya. Pemuda yang nampaknya lemahlembut itu, ternyata memiliki tenaga yang
hebat. Sun Cu-kiok pun sadar bahwa lawan tangguh
sudah di depan mata. Sekte Teratai Putih 8 23 Sementara si lelaki berewokan tadi sudah
meneruskan pengejarannya, meskipun yang
dikejar sudah lenyap di kelokan kaki bukit.
Dua hal yang membuat Sun Cu-kiok gusar
adalah lolosnya Si Berewokan, dan ucapan Si
Pemuda jubah Biru yang ter-akhir tadi, yang
menyebutnya "siluman betina".
Sun Cu-kiok melompat turun dari kudanya
dan menantang, "He, perampok, ayo turun dari
kudamu dan bertarung denganku kalau berani!"
Berulang kali dicaci sebagai perampok,
pemuda itu mendongkol juga. Pikirnya, "Siapa
orang tua dan guru gadis itu" Kenapa tidak
dididik baik-baik" Baik sikapnya maupun katakatanya yang serba gegabah itu bisa
mengacaukan banyak urusan. Biar aku beri,
hajaran sedikit kepadanya, mudah-mudahan
menjadi kebaikan buatnya di kemudian hari."
Karena itulah pemuda itu juga melompat
turun dari kuda untuk meladeni tantangan Sun
Cu-kiok. Tetapi pedangnya malah disarungkan
kembali dan ditaruh kembali di pelana kudanya.
Sekte Teratai Putih 8 24 "Hei, kita akan bertempur, kenapa kau
simpan pedangmu?" Teriak Sun Cu-kiok.
"Tanpa pedang, aku menantikan pengajaranmu, Nona."
"Sombong sekali. Tetapi aku pun punya
harga diri. Aku juga akan melawanmu dengan
tangan kosong." Lalu Sun Cu-kiok menancapkan golok Koantonya di tanah.
Begitu berhadapan, Sun Cu-kiok tidak mau
repot-repot pasang kuda-kuda dulu dan
melakukan beberapa gerak kembangan. Tidak.
Langsung saja kakinya menendang ke arah
perut, disusul punggung kepalannya hendak
mengepret ke hidung lawan dengan gerak tipu
Sia-heng-tan-pian (Tubuh Miring Menggantungkan Ruyung). Gerak Cun Cu-kiok demikian cepat. Gadis itu
yakin, salah satu dari hidung atau perut lawan
pastilah akan kena oleh tangannya atau kakinya.
Syukur kalau kedua-duanya.
Namun pemuda jubah biru itu memiringkan
tubuhnya dengan enak sambil menggerakkan
Sekte Teratai Putih 8 25 dua tangan sekaligus buat menepis tangan dan
kaki Sun Cu-kiok ke samping. Gerakannya


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu santai, tidak ngotot, toh kaki Sun Cu-kiok
tertepis ke samping hingga gadis itu
sempoyongan. Sekalian saja Sun Cu-kiok memutar tubuh
untuk menguasai keseimbangan, lalu melancarkan serangkaian tendangan berantai
Wan-yoh-tui (Tendangan Bebek) yang menjejak
bagian-bagian bawah tubuh lawan beberapa
kali berturut-turut. Lawannya melangkah
dengan enak dan tendangannya luput semua.
Sun Cu-kiok menjerit jengkel, lalu melompat
menerkam wajah Si Pemuda dengan dua tangan
terbuka hendak mencengkeram. Itulah gerakan
Kim-siam-ko-long (Kodok Emas Bermain di
Gelombang). Pemuda itu berhasil mengelak dengan gaya
yang seenaknya dan semakin menjengkelkan.
Malah sekarang kedua tangannya ditaruh di
punggung. Kata-katanya pun menjengkelkan,
"Astaga, anak perawan segalak ini, siapa lelaki
Sekte Teratai Putih 8 26 yang berani mengambilmu sebagai isteri" Bisabisa tidak menikah seumur hidup!"
Itulah kata-kata yang tepat "mengenai" isi
hati Sun Cu-kiok saat itu, sehingga
kegusarannya meluap-luap dan serangannya
semakin ganas. Namun sebenarnya pertempuran itu berjalan
tidak wajar. Bukan kedua pihak sama-sama
saling menyerang, melainkan hanya Sun Cukiok
yang menyerang dengan ganas bergelombang. Sedang lawannya, sambil
menggendong tangan hanya mengelak ke sanasini, kadang-kadang
membungkuk atau melompat, atau melangkah santai berputar ke
sisi atau ke belakang Sun Cu-kiok dan itu sudah
cukup untuk membuat semua serangan Sun Cukiok hanya menerpa angin. Kalaupun ada yang
disebut "serangan balasan", itu adalah mulut Si
Pemuda Baju Biru yang senantiasa mengkritik
Sun Cu-kio kadang-kadang bernada menasehati
seperti seorang kakek menasehati cucunya yang
nakal. Sekte Teratai Putih 8 27 Sun Cu-kiok yang selama ini bangga dengan
kehebatannya, sekarang rasanya ingin menangis saking jengkelnya. Tiba-tiba ia
melompat keluar dari gelanggang, bukan untuk
mengakhiri pertempuran, meliankan untuk
mengambil golok Koan-tonya, lalu melanjutkan
pertempuran tanpa memperdulikan lawannya
masih bertangan kosong. Di bawah cahaya matahari, kilau goloknya
yang mengkilap itu seperti puluhan helai
selendang perak yang seolah membungkus
tubuhnya dan tubuh lawannya.
"Wah, Sang Dewi Keadilan telah bertindak
tidak adil!" ejek pemuda itu sambil mengelak
mundur. "Persetan! Bukankah katamu tadi aku adalah
Siluman Betina?" sahut Sun Cu-kiok sengit
sambil memburu dengan serangan susulannya.
"Nona, permainan kita ini sudah sampai ke
tahap yang berbahaya!"
"Ini bukan main-main, ini pertempuran mati
hidup! Kalau kau penasaran, boleh ambil
pedangmu!" Sekte Teratai Putih 8 28 "Ah, kalau aku memegang pedang kan malah
semakin berbahaya" Biarlah aku tetap
bertangan kosong saja."
Sungguh mendongkol Sun Cu-kiok dibuatnya,
karena merasa diremehkan. Ia memperhebat
serangannya. Si Pemuda Baju Biru lebih berhati-hati
sekarang, sebab dia tidak ingin tubuhnya
terpotong-potong. Bahkan sekarang ia tidak
menggendong tangan lagi, melainkan sudah
menggunakan tangannya. Tapi bukan untuk
serangan berbahaya, melainkan hanya untuk
menampar punggung golok atau tangkai golok
untuk sekedar membelokkan arah golok. Tidak
sekali pun ia membalas menyerang tubuh Sun
Cu-kiok meskipun banyak kesempatan. Dan
meskipun mulutnya tidak cerewet lagi, ia masih
kelihatan santai menghadapi "mainan berbahaya"nya Sun Cu-kiok.
Tak terhindari akhirnya Sun Cu-kiok-lah
yang lebih dulu mulai kehabisan tenaganya.
Gerakannya mulai lambat dan sering tidak
cermat. Cahaya berkilauan dari goloknya yang
Sekte Teratai Putih 8 29 semula seperti kepompong raksasa yang
"membungkus" gelanggang pertempuran, sekarang mulai kendor. Namun gadis yang
keras hati itu tidak mau menyerah kalah, ia
terus memaksakan diri untuk bertempur
dengan kegusaran meluap-luap.
Sampai akhirnya golok Koan-tonya yang
berat itu benar-benar terjatuh dari tangannya.
Kedua tangannya terkulai lemah di samping
tubuhnya. Wajahnya mandi keringat, menatap
lawannya yang nampak jauh lebih segar.
"Sekarang kau boleh membunuh aku!"
tantang Sun Cu-kiok. Namun pemuda itu melangkah santai ke arah
kudanya lalu melompat naik ke atas
punggungnya. Katanya tenang, "Aku tidak
membunuh orang yang bukan musuh. Nona
bukan musuhku. Nonalah yang memusuhi kami
tanpa sebab." Sun Cu-kiok mengakui kebenaran kata-kata
orang itu dalam hatinya. Tetapi untuk
mengeluarkan pengakuan dari mulutnya,
Sekte Teratai Putih 8 30 alangkah mustahilnya. Sama dengan menyuruh
matahari terbit dari utara ke selatan.
"Nona tidak apa-apa ditinggalkan sendiri di
sini?" tanya pemuda itu, sikapnya kali ini seperti
sikap seorang kakak terhadap adik yang
disayangnya. "Soalnya aku akan terburu-buru
pergi...." Akhirnya keluar juga kata-kata yang bernada
agak bersahabat dari mulut Sun Cu-kiok,
"Selesaikan urusanmu. Aku tidak apa-apa."
Pemuda itu memacu kudanya. Di kejauhan,
sekali lagi ia menoleh ke arah Sun Cu-kiok yang
masih berdiri terma-ngu-mangu.
Sun Cu-kiok duduk berteduh di bawah
sebatang pohon rindang, memulihkan tenaganya sambil merenung. Sekarang ia mulai
mengerti kenapa gurunya di Hong-san
menyuruhnya berhati-hati berkelana di sungai
telaga, sebab banyak orang lebih pandai tetapi
tidak kentara kepandaiannya. Semula Sun Cukiok mengangcap petuah itu sebagai petuah
seorang tua yang penakut, namun sekarang ia
merasakan kebenaran nasehat itu. Contohnya
Sekte Teratai Putih 8 31 dirinya sendiri yang tidak menggubris nasehat
itu, maka dalam tempo satu hari saja ia sudah
mengalami dua kali menelan pil pahit. Pertama,
tindakan usilnya menyelidiki rombongan orang
mati pulang kampung itu akhirnya menghasilkan kegelisahan bahwa dirinya tidak
akan menikah seumur hidup. Kedua, tindakan
usilnya siang ini yang berlagak sebagai Dewi
Keadilan yang akhirnya malah mempermalukan
diri sendiri. Sementara itu, Si Pemuda Berjubah Biru tadi,
setelah memacu kudanya, akhirnya berhasil
menyusul temannya disebuah persimpangan
jalan yang tidak jauh lagi dari kota kecil.
"Bagaimana, Kakak Pang?" tanya Pemuda
Jubah Biru. "Aku kehilangan jejak, Saudara Kui Di tempat
ini banyak sekali jejak kuda-kuda dan jejak roda
kereta yang bersim-pang-siur sebab sudah
dekat sebuah kota. Kui Tek Lam, si pemuda jubah biru jadi ikut
termangu-mangu. Sekte Teratai Putih 8 32 Sementara si berewokan Pang Thian-tong
dengan geram berkata, "Ini gara-gara gadis baju
kuning yang suka cari perkara tadi, Saudara Kui.
Pasti gadis itu adalah komplotannya. Mari kita
ringkus gadis itu, dan kita paksa dia mengakui
di mana komplotannya besembunyi dan
menyiapkan penghadangan."
Namun Kui Tek-lam menggeleng, "Aku rasa
percuma, Kakak Pang. Dia itu sebenarnya gadis
yang tidak tahu apa-apa. Cuma seorang gadis
yang masih hijau pengalaman di rimba
persilatan, mungkin baru saja keluar dari pintu
perguruan dan sedang getol-getolnya untuk
menguji ilmunya." Pang Thian-tong menarik napas. "Lalu apa
yang akan kita lakukan sekarang" Buruan yang
susah payah kita buntuti dari kota Wan-seng,
sekarang lenyap begitu saja di depan hidung
kita." "Mau apa lagi" Disesali pun tidak ada
gunanya lagi. Lebih baik kita bikin kontak
dengan Kakak Oh yang berada kota kecil di
depan itu." Sekte Teratai Putih 8 33 Mereka perlahan-lahan menuju ke kota kecil
yang di depan mereka. Kota di mana kalau
malam hari banyak orang berkeluyuran di balik
kedok, sedangkan siang harinya mereka
berselubung berbagai penyamaran,
Setelah kemarinnya-hujan turun begitu
dahsyat, maka malam itu cuaca cerah, Bulan dan
bintang terapung-apung di samudera warna
biru tanpa teganggu mega yang malam itu
"libur" dulu. Agaknya setelah menumpahkan
airnya habis-habisan, langit butuh waktu untuk
mengumpulkannya lagi. Kota kecil tidak sepi seperti kemarin,
melainkan cukup ramai. Di sebuah lapangan di
selatan kota terdapat rombongan sandiwara
keliling yang sedang mengadakan pertunjukan
di sebuah panggung. Di bagian kota, lainnya,
juga ada rombongan wayang potehi unjuk
kebolehannya, sementara di lapangan lainnya
lagi ada rombongan akrobat yang sedang
bermain di bawah cahaya beberapa batang obor
panjang yang ditancapkan di tanah.
Sekte Teratai Putih 8 34 Sun Cu-kiok berjalan kaki meninggalkan
penginapannya, menuju ke lapangan di sebelah
selatan kota, untuk memenuhi surat undangan
yang diterimanya pagi tadi. Dari pimpinan
rombongan sandiwara yang menyebut dirinya
Cong-peng Oh Tong-san. Sun Cu-kiok tertarik,
karena pangkat Cong-peng itu cukup tinggi
dalam kemiliteran, juga karena si pengundang
sudah tahu kalau dia adalah puteri Gubernur di
Ho-lam yang sedang mencari adiknya.
Di bagian depan panggung sandiwara di
lapangan itu ramai dengan orang-orang yang
sedang berdesakan menonton lakon di
panggung. Ketika Sun Cu-kiok baru saja ikut


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdesakan di antara orang-orang itu, seorang
lelaki tiba-tiba mendekatinya dan langsung
bertanya, "Apakah saya berhadapan dengan
Nona Sun?" Sun Cu-kiok menjawab, "Benar."
"Pemimpin kami mohon Nona sudi
menemuinya. Jangan takut, kami bukan musuh.
"Biarpun musuh juga aku tidak takut.?" sahut
Sun Cu-kiok yang paling tidak senang kalau
Sekte Teratai Putih 8 35 dianggap takut. Maka tanpa ragu-ragu ia
mengikuti orang itu. Orang itu berjalan di depan Sun Cu-kiok,
kedua lengannya menyibak-nyibakkan orangorang yang berdesakan dengar gerakan seperti
orang menyibak air ketika sedang berenang
gaya-katak. Dan Sur Cu-kiok melihat betapa
orang-orang pur tersibak dengan mudah dan
ringan, semudah menyibakkan tirai.
Sementara itu, seorang penonton yang
tadinya berdiri tepat di belakang Sun Cu-kiok
sambil makan kwaci, diam-diam memperhatikan dialog singkat antara Sun Cukiok dan orang tadi. . Si Pemakan kwaci ini lalu
menggamit "penonton" lainnya dan membisikinya, "Gadis yang namanya Sun Cukiok itu agaknya akar menjadi sekutu
rombongan sandiwara gadungan ini...."
"Kalau begitu, dia akan ikut bertanggung
jawab untuk terlukanya Adik Cui."
"Sudah. Jangan terlalu membesar-besarkan
luka Adik Cui yang tidak begitu parah. Lebih
baik kabari Kakak Jing. Sekte Teratai Putih 8 36 "Baik. Kau?" "Aku akan mencoba mencuri dengar
percakapan mereka di belakang panggung."
"Hati-hati." Mereka berpisah tanpa gerakan menyolok.
Saat itu, Sun Cu-kiok yang mengikuti orang
itu, sudah tiba di belakang panggung yang
ditempati bangunan-bangunan kayu serba
darurat untuk anggota rombongan sandiwara.
Berbeda dengan bagian depan panggung yang
penuh penonton dan penjual makanan, maka di
bagian belakang panggung ini justru sepi. Dan
penjagaannya ketat. Tentu saja penjagaannya
tidak semenyolok penjagaan di kediaman para
pejabat tinggi, melainkan terselu-bung. Sun Cukiok dapat merasakannya. Ia sadar, bukan
kebetulan saja beberapa orang anggota
rombongan sandiwara yang duduk-duduk di
tempat itu, meskipun dengan gaya santai. Ada
yang duduk dibangku sambil menaikkan
sebelah kakinya sambil makan kacang goreng.
Yang lain lagi sedang sibuk menjahit baju
Sekte Teratai Putih 8 37 kostum sandiwara, namun dengan mata tajam
melirik ke segala arah. Kedatangan Sun Cu-kiok membuat penjagapenjaga terselubung itu mengangkat wajah
dengan waspada. Namun mereka membiarkan
saja Sun Cu-kiok lewat, sebab gadis itu berjalan
bersama seorang teman mereka. Yang sulit
mendekat sudah tentu adalah orang dari
kelompok wayang boneka yang mencoba
mencuri dengar itu. Cun Cu-kiok dibawa ke sebuah bangunan
kayu kasar yang paling besar. Pintunya ditutup
tirai kain. Pengantar Sun Cu-kiok itulah yang
masuk lebih dulu. Di dalam, ada sebuah meja dan ada tiga
orang duduk menghadap pintu. Sebatang lilin
besar menyala di atas meja.
Pengantar Sun Cu-kiok itu lalu melapor
dengan hormat, "Cong-peng, Nona Sun sudah
datang." Yang duduk di tengah adalah seorang lelaki
setengah abad yang bermuka lebar, dengan
wajah memancarkan wibawa, alis dan kumisnya
Sekte Teratai Putih 8 38 berwarna kelabu, matanya tajam. Sahutnya atas
laporan itu, "Silakan dia masuk."
Sun Cu-kiok menyibak tirai pintu dan
melangkah masuk. Melihat orang yang duduk di
tengah itu, tidak dirasakannya kesan apa pun,
kecuali merasa bahwa mata dan alis orang itu
pernah dilihatnya. Tapi melihat dua lelaki yang
duduk di kiri kanannya, Sun Cu-kiok kaget
sehingga berseru, "He, kalian!"
Karena kedua orang itu bukan lain adalah
"perampok-perampok"
yang siang tadi ditemuinya di kaki bukit di luar kota. Hanya
saja, kali ini Si Berewok tidak membawa
sepasang tombak pendeknya dan Si Pemuda
Jubah Biru juga tidak membawa pedangnya,
meskipun jubahnya tetap biru. Kedua lelaki ini
pun tercengang ketika mengenali Sun Cu-kiok.
Lelaki yang duduk di tengah telah berdiri
memberi hormat, "Aku berterima kasih bahwa
Nona Sun memenuhi undanganku tanpa
prasangka. Aku minta maaf, bahwa aku telah
bertindak kurang sopan dengan mengundang
Sekte Teratai Putih 8 39 Nona kemari, bukannya aku yang menghadap
Nona." "Tidak jadi soal."
"Silakan duduk, Nona."
Sun Cu-kiok masih was-was juga, dirinya
sedang berada di tengah-tengah lawan atau
kawan" Tetapi ia membalas hormat juga, lalu
mengambil tempat duduk sambil berkata,
"Terima kasih. Tuan mengetahui namaku, asalusulku, bahkan tujuan pengembaraanku,
sebaliknya aku sama sekali belum mengenal
tuan-tuan bertiga. Aku mohon mengetahui
nama Tuan-tuan bertiga."
"Kami tidak keberatan, Nona. Maaf kalau diri
kami sepenuhnya belum bisa diterangkan
dalam surat yang Nona terima tadi pagi. Tentu
Nona sudah membaca bahwa namaku Oh Tongsan dan berpangkat Cong-peng. Sekarang aku
tambahkan keterangan, bahwa kami ini adalah
prajurit-prajurit rahasia yang langsung di
bawah perintah Sri Baginda Kian-liong...."
Lalu Oh Tong-san memperkenalkan Si
Berewok, "Orang ini adalah Pang Thian-tong,
Sekte Teratai Putih 8 40 pangkatnya Cam-ciang. Dari pasukan yang
sama."Cam-ciang adalah pangkat militer yang
setingkat lebih rendah dari Cong-peng.
Dan tentang Si Pemuda Baju Biru, "Dan ini
adalah Cam-ciang Kui Tek-lam. Tugas kami
berempat sama." "Berempat?" Sun Cu-kiok heran, sebab ia
melihat hanya tiga orang di hadapannya.
Oh Tong-san tersenyum, "Oh ya, aku lupa
satu lagi. Masih ada satu lagi. Yai-itu Cam-ciang
Pun Po-kiao yang kemarin malam sempat
bergebrak sejurus dengan Nona. Tubuhnya
kurus dan tinggi...."
Maka terbukalah pikiran Sun Cu-kiok,
kenapa ia serasa pernah melihat mata dan alis
itu, kiranya memang sudah dilihatnya kemarin
malam. Hanya saja kemarin malam Oh Tong-san
memakai kedok ketika sedang memburu "Adik
Cui". dan ketika itu temannya yang jangkung
menyerangnya karena menyangka Sun Cu-kiok
sebagai "Adik Cui".
Diam-diam Sun Cu-kiok membatin, kalau
sampai Kaisar Kian-liong menugaskan seorang
Sekte Teratai Putih 8 41 Cong-peng dan tiga Cam-ciang dari pasukan
rahasia yang diling-kungan istana dikenal juga
sebagai Ci-ih Wi-kun (Pasukan Jubah Ungu)
yang terkenal sebagai gudangnya jago-jago
tangguh, tentunya ada urusan yang cukup
penting yang dibebankan ke pundak orangorang itu.
Kemudian Oh Tong-san berkata kepada Pang
Thian-tong dan Kui Tek-lam, "Saudara Pang dan
Saudara Kui, inilah Nona Sun Cu-kiok, puteri
Paduka Gubernur di Ho-lam."
Pang Thian-tong dan Kui Tek-lam memberi
hormat berbareng, "Kami minta maaf, Nona.
Siang tadi kami telah bersikap kurang hormat
karena belum tahu siapa Nona sebenarnya."
Sun Cu-kiok membalas hormat dengan sikap
agak canggung. Sudah jelas kalau dirinyalah
yang siang tadi bersalah karena mencari
perkara lebih dulu sebagai "Dewi Keadilan".
Namun Penyakit Sun Cu-kiok ialah tidak suka
mengakui kesalahan melalui mulutnya, meskipun dalam hati mengakuinya. Maka dalam
Sekte Teratai Putih 8 42 Pang Thian-tong dan Kui Tek-lam memberi
hormat berbareng, "Kami minta maaf, Nona.
Siang tadi kami telah bersikap kurang hormat
karena belum tahu siapa Nona sebenarnya."
Sekte Teratai Putih 8 43 jawabannya, ia menimbulkan kesan kedua belah
pihak seolah-olah sama-sama bersalah. "Ah,
tidak jadi soal. Peristiwa tadi siang adalah
kesalahpahaman antara kedua pihak. Tidak apaapa."
Kui Tek-lam diam-diam menggerutu dalam
hati, "Kesalah-pahaman antara kedua pihak
dengkulmu. Sudah terang kau yang cari perkara
dan terus mengamuk tanpa mau mendengarkan
penjelasan kami." Sementara Oh Tong-san tertawa mendengarnya, "Hei, jadi antara Nona Sun dan
Saudara Kui dan Pang ini sudah pernah
bertemu?" Sun Cu-kiok hanya mengangguk canggung.
Sementara Kui Tek-lam mengambil kesempatan untuk menyindir Sun Cu-kiok,
"Benar, Kakak Oh. Siang tadi kami salah sangka
terhadap Nona Sun, dan kami telah menuduh
Nona Sun secara membabi-buta sebagai
penjahat, kami tutup telinga terhadap
penjelasan Nona Sun, untunglah Nona Sun
Sekte Teratai Putih 8 44 berlapang dada mengasihani kami dan tidak
membunuh kami...." Keruan Sun Cu-kiok melotot jengkel kepada
Kui Tek-lam, namun ketika Oh-Tong-san
memandangnya maka gadis itu pun mengubah
sikapnya. Oh Tong-san tersenyum. Dari Kui Tek-lam ia
sudah mendengar laporan tentang kejadian
sebenarnya siang tadi. Sementara itu, Sun Cu-kiok telah bertanya
dengan penasaran kepada Oh Tong-san, "Tuan
Oh, aku ingin tahu, bagaimana Tuan bisa
mengetahui tentang diriku selengkap itu,
sedang kita belum pernah bertemu?"
"Dari orang-orangku yang kusebar di manamana, antara lain di Lok-yang. Mereka memberi
laporan kilat kepadaku bahwa Puteri Sulung
Gubernur di Ho-lam sudah turun gunung untuk
menemukan adiknya yang diculik orang-orang
Pek-lian-kau. Laporan itu lengkap dengan ciriciri Nona seperti pakaian serba kuning kuda
berbulu kuning dan golok Koan-to."
Sekte Teratai Putih 8 45 Sun Cu-kiok mengangguk-angguk katanya
dalam hati, "Sungguh, dengan memelihara
orang-orang macam ini, Kaisar Kian-liong
seolah-olah punya mata dan kuping di manamana."
"Tujuan Tuan Oh mengundang aku?" tanya
Sun Cu-kiok pula.

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Untuk mengajak bekerja sama, sebab kita
sama-sama menghadapi orang Pek-lian-kau,
biarpun dalam kepentingan yang berbeda."
Sebenarnya Oh Tong-san telah menerima
permintaan rahasia dari Ji Tong-kiam, Panglima
di Lok-yang yang juga bekas perwira dari
pasukan rahasia ini, agar diam-diam melindungi
Sun Cu-kiok yang masih suka bertindak gegabah
ini. Namun dalam pesan Ji Tong-kiam juga
ditulis tentang watak Sun Cu-kiok yang tinggi
hati, itulah sebabnya Oh Tong-san di depan Sun
Cu-kiok menghindari pemakaian kata "melindungi" dan diganti dengan "mengajak
bekerja sama" supaya Sun Cu-kiok tidak
tersinggung. Sudah tentu melindungi gadis yang
Sekte Teratai Putih 8 46 membawa kemauannya sendiri itu menjadi
beban tambahan Oh Tong-san dan kelompoknya, namun Oh Tong-san tidak sampai
hati menolak permintaan Ji Tong-kiam
sahabatnya. Sun Cu-kiok sendiri merasa bangga "diajak
kerja sama" oleh pasukan rahasia yang terkenal
dan sudah melakukan banyak pekerjaan hebat
itu, meskipun pasukan itu jarang muncul di
permukaan. Meskipun cuping hidungnya rada
kem-bang-kempis, namun ia berusaha bersikap
"Biasa". "Jadi Tuan-tuan ini juga sedang mengincar
Pek-lian-kau?" "Benar." "Kalau boleh tahu, untuk urusan apa?"
Oh Tong-san ragu-ragu sekian lama, sehingga
Sun Cu-kiok bertanya, "Tuan Oh ragu-ragu aku
bukan rekan kerjasama yang baik dan akan
membocorkan rahasia operasi Tuan?"
Oh Tong-san menjawab samar-samar, "Nona
Sun, bukannya aku tidak mempercayai Nona
sebagai rekan kerjasama yang baik, tetapi aku
Sekte Teratai Putih 8 47 kuatir bahwa Nona akan mengisyaratkannya
tanpa sengaja kepada seorang yang belum tentu
sehati dengan kita. Kalau rencana operasi ini
gagal, Nona Sun Pek-lian yang berada di
cengkeraman orang-orang Pek-lian-kau juga
terancam jiwanya." Sengaja Oh Tong-san menekankan kata-kata
ini untuk lebih "mengikat" Sun Cu-kiok agar
tidak sembarangan buka mulut kepada orang
lain. "Aku mengerti. Aku berjanji untuk lebih suka
mati daripada bicara dengan orang yang tidak
meyakinkan tentang rencana operasi Tuan...."
sahut Sun Cu-kiok mantap.
Oh Tong-san menarik napas. "Baiklah, kita
akan belajar saling mempercayai. Begini, Nona,
kami mencurigai bahwa orang-orang Pek-liankau akan kembali menghadang dan merampok
rombongan pembawa gaji tiga bulanan untuk
seluruh prajurit di Propinsi Ou-lam. Tahun lalu
mereka telah melakukannya dengan berhasil,
dan tahun ini mereka akan melakukannya lagi."
Sekte Teratai Putih 8 48 "Langsung serbu saja markas mereka!" sahut
Sun Cu-kiok beringas. "Markas orang-orang
Pek-iian-kau itu!" "Nona tahu letak markas mereka?"
Pertanyaan balik ini membuat Sun Cu-kiok
cep-klakep dan malu sendiri akan kegabahannya berbicara. Akhirnya Sun Cu-kiok malahan balas
bertanya, "Apakah Tuan Oh tahu?"
"Belum. Itulah sebabnya kami sedang
mencarinya." Kui Tek-lam tiba-tiba angkat bicara, "Siang
tadi sebenarnya kami sudah menemukan jejak
seorang yang kami curigai sebagai salah
seorang dari Cao-shia Pek-lian-kau."
"Cao-shia?" Sun Cu-kiok heran akan istilah
itu, yang artinya adalah "sandal jerami".
Kui Tek-lam menerangkannya dengan gaya
seorang guru kepada muridnya yang masih
ingusan. "Anggota Pek-lian-kau yang bertugas
sebagai kurir atau penghubung diberi julukan
Sepatu Jerami di kalangan mereka sendiri. Yang
sedang kami kejar siang tadi, ketika kami
Sekte Teratai Putih 8 49 bertemu dengan Nona, adalah seorang Cao-shia
Pek-lian-kau yang barangkali bias menyingkap
lebih banyak rencana mereka."
Kembali suaranya itu mengandung nada
menyalahkan Sun Cu-kiok meskipun tidak
terang-terangan. Sun Cu-kiok jadi sadar betapa
kegegabahannya telah menimbulkan kerusakan
dan kerugian demikian besar. Dengan
lenyapnya kembali jejak Si Sandal jerami siang
tadi, kembali mereka harus meraba-raba dalam
kegelapan mencari jejak orang-orang Pek-liakau.
Untuk "menebus dosa", Sun Cu-kiok
menawarkan sebuah usul, "Bagaimana kalau
kita amat-amati rombongan wayang boneka
itu" Mereka rombongan wayang boneka palsu,
patut dicurigai." Oh Tong-san tersenyum, "Malahan mereka
sudah lebih dulu kirim orang untuk mengintai
kami, Nona Sun. Semalam mereka mengirim
seorang Nona muda yang model rambut
maupun potongan badannya persis Nona, tetapi
Saudara Jun berhasil melukainya dengan
Sekte Teratai Putih 8 50 Telapak Pasir Besinya. Kami kejar, kami sempat
bertarung dengan kawan-kawannya."
"Lalu bagaimana akhirnya?"
"Kami berpisah tanpa menghasilkan menang
atau kalah. Tetapi aku mengambil kesimpulan
bahwa mereka bukanlah orang-orang Pek-liankau. Mereka sama sekali tidak menunjukkan
tanda-tanda ilmu gaib seperti yang menjadi ciri
Pek-lian-kau?" "Siapa tahu mereka sengaja tidak menggunakan ilmu gaib mereka untuk
menyembunyikan jejak?"
"Entahlah. Tetapi biarpun bukan orang Peklian-kau, mereka harus kita amat-amati juga.
Mereka tentu punya maksud tertentu dengan
menyamar sebagai rombongan wayang potehi."
"Mungkin mereka juga pihak yang tertarik
oleh uang gaji prajurit yang jumlahnya tidak
sedikit itu." "Belum tentu. Saat dan route pengiriman
uang itu sangat dirahasiakan. Mungkin
rombongan wayang potehi itu adalah kelompok
rimba persilatan biasa yang mengincar sasaran
Sekte Teratai Putih 8 51 lain, tidak ada sangkut pautnya dengan uang
gaji prajurit itu." "Kakak Oh, di kota kecil ini apakah kelompok
lain yang mencurigakan?"
"Ada, Saudara Kui. Yaitu sebuah rombongan
orang mati pulang kampung yang menginap di
kelenteng Seng-hud-si."
"Rombongan akrobat itu?" tanya Sun Cukiok.
Oh Tong-san tersenyum dan menjawab, "Itu
orang-orang kita juga. Sengaja rombongan ini
kupecah dua, kadang-kadang satu sama lain
sengaja bertindak tidak bersesuaian atau
bahkan seolah-olah bermusuhan. Tujuannya
untuk mengacaukan perhitungan pihak-pihak
lain yang mengamat-amati kami."
"Cerdik sekali...." puji Sun Cu-kiok dalam hati.
Kemudian supaya dirinya pun mendapat pujian,
Sun Cu-kiok dengan penuh keyakinan ingin
memamerkan prestasinya pula. "Kalau begitu,
Tuan Oh, perhatian kita sepenuhnya dipusatkan
ke rombongan wayang boneka saja, rombongan
Sekte Teratai Putih 8 52 orang mati pulang kampung itu tidak perlu
digubris!" "Kenapa"'"
"Aku sudah menyelidiki mereka, dan mereka
ternyata benar-benar orang-orang mati, tidak
pura-pura." di balik nada bangganya, Sun Cukiok menyembunyikan rasa masygulnya dalamdalam mengingat dirinya bakal "tidak menikah
seumur hidup". "Nona sudah memeriksa baik-baik?"
"Tentu saja sudah, kalau belum, mana berani
aku katakan kepada Tuan" Bahkan sudah aku
periksa hembusan napasnya, detak jantungnya,
dan ternyata tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Bahkan sudah aku kitik-kitik rusuknya juga
diam saja." Oh Tong-san tertawa. "Nona sungguh
bernyali besar." Namun dasar hari itu Sun Cu-kiok harus
ditakdirkan dipermalukan tiga kali, baru saja
dia menerima pujian Oh-Tong-san, tiba-tiba
tirai pintu tersibak, dan masuklah Jun Po-kiao
Sekte Teratai Putih 8 53 yang tinggi kurus seperti tiang bendera itu,
wajahnya tegang dan berkeringat.
"Kakak Oh...." serunya begitu masuk ke
dalam ruangan itu, namun begitu melihat Sun
Cu-kiok, dia bungkam dan tidak melanjutkan
kata-katanya. Oh Tong-san cepat-cepat berkata,
"Teruskan saja bicaramu, Saudara Jun. Nona
Sun Cu-kiok ini adalah Puteri Paduka Gubernur
di Ho-lam. Dia sekutu kita."
Jun Po-kiao pun melapor, "Kakak Oh, kuil
Seng-hud-si sudah kosong. Rombongan orang
mati pulang kampung itu sudah lenyap, juga
pendeta-pendetanya!"
Oh Tong-san mengerutkan alis kelabunya
dan melirik sekejap ke wajah Sun Cu-kiok,
seolah ingin membandingkan laporan mana
yang lebih benar" Laporan Sun Cu-kiok yang
mengatakan bahwa mayat-mayat itu adalah
mayat sungguhan, atau laporan Jun Po-kiao
yang mengabarkan mayat-mayat "sungguhan"
itu minggat semua" Sekte Teratai Putih 8 54 Sun Cu-kiok masih ngotot dengan
pendapatnya. "Kalau rombongan mayat hidup
itu berangkat, tentu sudah terdengar gembreng
dan teriakan dari pembantu dukun yang
berjalan di depan rombongan. Tetapi nyatanya
tidak terdengar suara apa-apa?"
Jun Po-kiao sudah menggerakkan bibir
hendak membantah, tetapi Oh Tong-san
menggerakkan tangan sebagai isyarat agar
bawahannya itu diam, lalu memanggil
keputusan, "Paling benar kalau kita periksa lagi
kelenteng Seng-hud-si!"
"Nona Sun mau ikut?"
"Tentu saja." Demikianlah, selagi di panggung berlangsung
pertunjukkan sandiwara yang ramai, dari
bagian belakang panggung mengendap ringan
empat sosok bayangan menuju kelenteng Senghud-si. Mereka adalah Oh Tong-san, Pang Thiantong, Kui Tek-lam dan Sun Cu-kiok. Sedang si
"tiang-bendera" Jun Po-kiao ditinggalkan di
tempat. Sekte Teratai Putih 8 55 Ketika berlari-lari bersama jago-jago
bawahan langsung Kiasar Kian-liong itu, Sun
Cu-kiok mendapat kesan betapa mereka bukan
cuma jago-jago berkelahi yang tangguh, namun
juga cermat dalam memperhitungkan setiap
langkah. Sun Cu-kiok sudah berpikir,
seandainya ia berjalan bersama mereka, akan


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih mudah menemukan jejak penculikpenculik adiknya. Cuma Sun Cu-kiok merasa
terlalu gengsi untuk bicara terang-terangan.
Mereka tiba di tujuan, lalu melompati
dinding belakang kelenteng Seng-hud-si.
Mereka melihat halaman belakang kuil itu sunyi
sepi dan gelap, juga ruangan-ruangannya, tidak
terdengar suara apa-apa. Sun Cu-kiok agak
merinding juga, membayangkan dari kegelapan
itu tiba-tiba akan muncul orang-orang bermuka
pucat yang jalannya melompat-lompat.
Cepat-cepat ia mengusir bayangan anganangannya sendiri.
Sun Cu-kiok lebih senang bergerombol
bersama, namun sayangnya Kui Tek-lam malah
mengusulkan kepada Oh Tong-san sebagai
Sekte Teratai Putih 8 56 pimpinan, "Kakak Oh, bagaimana kalau kita
berempat berpencar untuk memeriksa setiap
sudut ruangan dengan seksama?"
Dan untunglah Oh Tong-san berpendapat
lain, "Menghadapi kelompok aneh ini, kita
jangan berpencaran. Kita harus bahu membahu,
siapa tahu mereka punya ilmu gaib. Dan kita
harus segera menyalakan api."
Terang Sun Cun-kiok yang setuju paling dulu.
Mereka menyalakan puntung-puntung lilin
yang berserakan di tanah. Setelah api menyala,
mereka melihat tempat itu benar-benar kosong.
Sun Cu-kiok mengenali pendapa belakang itu
sebagai tempat di mana tadi siang dia
memeriksa mayat-mayat, dan sekarang yang
dilihatnya di situ hanyalah tikar-tikar dan kulit
kwaci yang berserakan. Begitu juga semua ruangan kosong manusia
ketika diperiksa, meskipun ada tanda-tanda
belum lama dikosongkan. "Bagaimana, Kakak Oh?" Si Brewokan Pang
Thian-tong meminta pendapat Oh Tong-san.
Sekte Teratai Putih 8 57 "Kelompok ini mencurigakan. Kita akan
mengejarnya, mudah-mudahan bisa kita
temukan jejaknya." "Maaf, Kakak Oh, aku punya pikiran lain,"
tiba-tiba si pemuda jubah biru Kui Tek-lam
berkata. Dalam kelompok pasukan rahasia Kaisar itu
memang sudah biasa bertukar pikiran atau
bahkan debat antara atasan dan bawahan
sebelum mengambil keputusan. Oh Tong-san
pun berkata, "Silakan katakan pendapatmu,
Saudara Kui." Aku khawatir ada pihak yang sedang
berusaha memecah-mecah perhatian kita ke
segala arah, sehingga kita lengah terhadap tugas
utama kita, yaitu mengamankan perjalanan
pembawa gaji prajurit itu sampai ke tujuan.
Jangan-jangan kelompok mayat gadungan itu
sengaja bertindak aneh untuk memancing kita
ke arah yang salah?"
"Lalu?" "Adalah lebih baik kalau kita mendekati saja
ke rombongan pembawa gaji prajurit itu.
Sekte Teratai Putih 8 58 Barangkali saja kita malah bisa berbalik
memasang perangkap bagi pihak-pihak yang
ingin merampoknya." Oh Tong-san mengedarkan pandangannya ke
wajah Pang Thian-tong dan Sun Cu-kiok,
meminta pendapat mereka. Pak Thian-tong berkata, "Perhitungan
Saudara Kui cukup masuk akal. Kita tidak boleh
terpancing untuk memperhati kan ini-itu
sehingga perhatian ke tugas utama mengendor."
"Pendapatmu, Nona Sun?"
"Kita tidak usah repot-repot mengejar tikus,
asal kita tunggui saja ikan asinnya nanti akan
kelihatan tikusnya sendiri yang datang
mendekat," sahut Sun Cu-kiok. Artinya dia pun
mendukung usul Kui Tek-lam tadi.
Oh Tong-san pun dengan lapang dada
menyingkirkan pertimbangannya sendiri dan
menerima usul mayoritas itu. "Baik. Besok kita
bergerak ke timur laut."
Sun Cu-kiok lalu berkata, "Aku gembira bisa
bekerja sama dengan Tuan-tuan, dan berharap
bisa melanjutkan kerjasama ini, tapi dalam
Sekte Teratai Putih 8 59 perjalanan nanti, aku akan berjalan sendiri saja
agar tidak merepotkan Tuan-tuan. Meskipun di
sepanjang perjalanan kita akan tetap tukarmenukar isyarat dan berita."
"Baik," sahut Oh Tong-san sambil mengeluarkan sebuah buku kecil dari kantong
jubahnya, diberikan kepada Sun Cu-kiok sambil
berkata. "Nona, buku kecil ini berisi cara-cara
kita bertukar isyarat atau berita selama operasi
ini. Hanya selama operasi ini. Setelah operasi ini
selesai, isi buku itu tidak ada artinya lagi. Harap
Nona menerimanya." Sun Cu-kiok menerimanya sambil mengucap
terima kasih. Kemudian mereka meninggalkan kelenteng
kosong itu ke tempatnya masing-masing. Untuk
pulang ke penginapannya, Sun Cu-kiok tinggal
melompati tembok samping kuil itu, sebab kuil
itu bersebelahan dengan penginapannya.
Esok harinya, kota kecil itu tiba-tiba menjadi
sepi kembali. Rombongan sandiwara itu tibatiba membongkar panggung dan meninggalkan
Sekte Teratai Putih 8 60 kota. Begitu pula rombongan akrobat, dan
rombongan wayang potehi. Yang membuat penduduk kota kecil
bertanya-tanya adalah lenyapnya rombongan
"orangmati pulang kampung" begitu saja. Tidak
ada yang tahu kapan dan lewat mana
berangkatnya, tahu-tahu kuil itu sudah kosong,
bahkan pendeta-pendeta kuil itu juga ikut raib
semua. * * * Jauh di sebelah utara kota kecil yang baru
saja mendadak ramai lalu mendadak sepi
kembali itu, di sebuah jalan pegunungan yang
sepi, nampak sebuah rombongan yang cukup
besar sedang merambat di jalan pegunungan
itu. Di antara lorong pepohonan.
Yang ini agaknya juga rombongan orang mati
yang sedang pulang kampung, namun dengan
cara normal, tidak melompat-lompatkan mayat
dengan bantuan seorang dukun. Tidak. Sebuah
keluarga besar agaknya, sebab dalam
Sekte Teratai Putih 8 61 rombongan itu ada lima puluh orang lelaki dan
wanita, tapi anak-anak tidak ada. Mereka semua
berpakaian berkabung, lengkap dengan topi
lancip dari kain belacu yang bagian belakangnya
"bersayap" menutupi tengkuk. Mereka mengiringi dua buah kereta lelayu yang berisi
masing-masing sebuah peti mati besar, dan
kereta-kereta itu pun diberi kelambu-kelambu
putih dan bunga-bunga kertas berwarna putih
atau biru tua. Apabila berada di tempat-tempat ramai
ataupun berpapasan dengan orang lain,
rombongan berkabung itu memperlihatkan
sikap sedih. Yang lelaki murung, menunduk dan
berulang kali menarik napas. Yang perempuan
mewek-mewek sambil menepuk-nepuk tubuh
peti mati, atau mengusap-usap mata mereka.
Tetapi jika berada di tempat sepi di mana
mereka tidak dilihat orang, mereka bersikap
biasa, tidak sedikit pun menunjukkan sikap
berkabung. Bahkan yang kaum wanitanya ikut
bercanda dan tertawanya berkakakan dengan
suara besar, teranglah kalau sebenarnya
Sekte Teratai Putih 8 62 mereka hanya wanita-wanita gadungan alias
kaum lelaki yang menyamar sebagai wanita.
Begitu juga saat rombongan itu lewat di jalan
pegunungan yang sepi itu. Sebelah kanan
pepohonan tinggi, sebelah kiri hamparan ilalang
yang setinggi dada. Tetapi pimpinan rombongan agaknya
merasakan sesuatu yang agak ganjil di tempat
itu. Biasanya di tempat macam itu tentu
terdengar suara hewan-hewan liar seperti
burung, ayam alas atau kera. Dan jika tidak
terdengar apa-apa, biasanya ada sesuatu yang
ditakuti hewan-hewan itu.
"Waspadalah," ia, memperingatkan seluruh
rombongannya. "Dekatlah dengan senjata
masing-masing." Mereka memang membawa senjata-senjata,
meskipun disembunyikan menurut caranya
masing-masing. Suara percakapan dan sendau-gurau pun
terhenti. Kini yang terdengar hanyalah
gemerisik langkah mereka di atas rerumputan
dan keriut-keriut roda kereta-kereta pembawa
Sekte Teratai Putih 8 63 jenazah yang masing-masing ditarik dua ekor
kuda. Kereta-kereta itu nampak berat sekali,
sehingga jejak rodanya cukup dalam di
permukaan tanah. Pimpinan rombongan berjalan paling depan,
sambil menatapkan matanya dengan waspada
ke sekitarnya, seolah-olah di baljk setiap helai
ilalang pun hendak diketemukannya musuh
yang bersembunyi. Namun sekian lama belum
terjadi apa-apa. Tiba-tiba kaki Si Pemimpin rombongan
menyentuh sesuatu. Ia berhenti melangkah dan
menunduk. Ternyata yang menyentuh kakinya
tadi hanyalah sebuah boneka kain sejengkal.
Sebuah boneka yang menggambarkan seorang
berpakaian ringkas serba hitam dengan pedang
yang tentu saja pedang-pedangan di tangannya.
Tetapi itu hanya sebuah boneka.
Si Pemimpin rombongan lega. Ia menyepak
boneka itu ke pinggir jalan dan melanjutkan
langkah. Meskipun dalam hati sempat heran
juga, "entah boneka anak desa mana yang hilang
di sini, jauh dari tempat tinggal manusia."
Sekte Teratai Putih 8 64 Bersambung jilid IX Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
PSW 12/06/2018 05:45 AM Sekte Teratai Putih 8 65 Sekte Teratai Putih 9 1 Sekte Teratai Putih 9 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid IX *** N AMUN beberapa langkah kemudian, ia
menjumpai lagi boneka serupa, malah
jumlahnya dua. Bersamaan itu, di bagian tengah
rombongannya terdengar seorang anak
buahnya berkomentar heran, "Lho, banyak
benar boneka di tempat ini?"
"Barangkali ada penjual boneka sedang lewat
di tempat ini, lalu bertemu binatang buas dan
lari terbirit-birit sehingga boneka-boneka
dagangannya jatuh berceceran..." seorang
lainnya mencoba menganalisa.
Saat itulah tiba-tiba boneka-boneka yang
bertebaran itu meletupkan asap tebal.
Si Pemimpin rombongan yang senantiasa
waspada itu segera meneriaki orang-orangnya,
"Semua bersiap! Mungkin asap beracun!"


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekte Teratai Putih 9 2 Dalam sekejap, orang-orang berpakaian
berkabung yang tadinya kelihatan tak ber
senjata itu, sekarang sudah nampak bersenjata
semuanya. Mereka mengambil senjata-senjata
mereka yang semula disembunyikan dalam
kereta jenazah. Si pemimpin rombongan sendiri
sekarang sudah memegang sebatang pedang.
Asap yang keluar dari boneka-boneka itu
ternyata bukan asap beracun, namun yang
terjadi berikutnya lebih mengejutkan rombongan perkabungan itu. Begitu asap buyar
tertiup angin, boneka-boneka itu pun bangkit
menjadi setinggi manusia biasa, dan bahkan
hidup. Boneka-boneka itu menjadi orang-orang
berpakaian serba hitam yang memegang
pedang, dengan wajah dingin tanpa ekspresi.
Pemimpin rombongan cepat-cepat berseru
kepada orang-orangnya, "Kita berhadapan
dengan ilmu silumannya kaum Pek-lian-kau!
Jangan gentar! Siapkan darah binatang sesuai
dengan petunjuk Jenderal Wan Lui!"
Rombongan itu memang membawa sejenis
"senjata" yang tidak lazim, yaitu beberapa ekor
Sekte Teratai Putih 9 3 ayam hitam dan burung hitam yang masih
hidup dengan sangkar-sangkar mereka digantungkan di bawah kereta. Kini, beberapa
orang terburu-buru mengambil dan menyembelih binatang-binatang itu dengan
darahnya ditampung di mangkuk-mangkuk
besar. Sementara yang lain-lainnya bersiap
menghadapi boneka-boneka yang mendadak
menjadi hidup dan bahkan menyerang dengan
ganas itu. Pertempuran sudah terjadi. Ada dua puluh
"orang" berbaju hitam-hitam yang tadinya
boneka, yang menyerang rombongan itu, dan
dihadapi dengan tegar oleh rombongan
perkabungan yang sudah siap mental
menghadapi itu. Sudah siap mental, sebab
sebelum berangkat dari Pak-khia, mereka sudah
diberi petunjuk singkat oleh Jenderal Wan Lui
tentang ilmu gaib kaum Pek-lian-kau. Bahkan
juga sudah diberitahu cara-cara menangkal ilmu
"boneka hidup" itu.
Itulah sebabnya rombongan perkabungan
yang sebetulnya hanya samaran itu, tidak
Sekte Teratai Putih 9 4 terlalu kaget lagi ketika menghadapi keampuhan "lawan-lawan" mereka yaitu
boneka-boneka hidup itu. Mereka tidak kaget
melihat tubuh yang sudah terpenggal kepalanya
namun masih bisa berlompatan menyerang.
Dan ketika darah dari ayam-ayam hitam dan
burung-burung hitam sudah selesai ditampung
di mangkuk-mangkuk besar, lalu dipercikkan ke
boneka-boneka hidup itu, maka mereka pun
rebah dan kembali asal mereka sebagai boneka.
Tidak ada korban satu pun di antara
rombongan yang sesungguhnya adalah prajuritprajurit yang sedang mengawal uang gaji
prajurit dari Ibu Kota untuk Propinsi Ou Lam
itu. Mereka hanya berkeringat sedikit.
Namun pimpinan rombongan tetap memperingatkan, "Kita jalan terus sambil tetap
waspada, senjata-senjata jangan disimpan dulu.
Darah hewan-hewan hitam di mangkuk jangan
dibuang dulu. Mungkin permainan orang-orang
Pek-lian-kau tidak berakhir sampai di sini saja.
Aku dengar mereka juga pintar mendatangkan
Sekte Teratai Putih 9 5 hujan, angin dan petir, dan mungkin mahluk
jadi-jadian yang lain."
Baru saja terkatup mulut Si Pemimpin
rombongan, tiba-tiba sesosok tubuh berpakaian
serba hitam melayang dari atas pohon,
menyerang dengan lembing secepat kilat ke
lehernya. Untunglah, bahwa orang yang dipilih
mengepalai rombongan itu pun bukan tokoh
sembarangan. Serangan mendadak itu masih
mampu dihindarkannya, bahkan membalas
membabat ke rusuk penyergap-nya.
Si Penyergap menggeliat, menegakkan
batang lembingnya ke samping tubuh untuk
menangkis, lalu membalas dengan sebuah
tendangan sabit tinggi ke arah tengkuk Si
Pimpinan rombongan. Si Pimpinan rombongan segera tahu bahwa
lawannya kali ini bukan manusia jadi-jadian
dari boneka yang dimanterai, melainkan
manusia sungguhan. Cuma gaya bertempurnya
yang lugas mengingatkan kepada gaya silat
orang-orang Jepang. Di antara mereka juga
Sekte Teratai Putih 9 6 dikenal yang disebut Yarijitsu (Ilmu Tombak)
dan Kumiuchi (Ilmu Tangan Kosong).
Sambil meladeni lawannya, Si Pemimpin
rombongan membatin, "Mungkin kaum PekIian-kau
mendatangkan anggota-anggota mereka yang dari Jepang. Kabarnya sekteagama itu memang meluas, bahkan sampai ke
negeri-negeri kepulauan selatan."
Setelah pertarungan beberapa gebrak yang
cepat dan penuh tenaga, Si Pemimpin
rombongan agaknya mulai menemukan
keunggulannya. Permainan pedangnya memiliki
lebih banyak gerak-tipu yang membingungkan
lawan, dibandingkan permainan lembing dan
tendangan kaki lawannya. Suatu kali Si Pemimpin rombongan berhasil
mendesak lawannya dengan tikaman tiga
beruntun yang cepat, Lian-cu-sam-kiam,
kemudian setelah kemungkinan menghindar
lawannya tertutup, Si Pemimpin rombongan
bermaksud mengakhiri lawannya dengan
babatan ke perut dalam gerak tipu Heng-sauSekte Teratai Putih 9 7 jian-kun (Menyapu Sebuah Pasukan) yang
mantap dan bertenaga. Tak terduga lawannya tiba-tiba hilang begitu
saja. Ya, hilang begitu saja, sehingga si
Pemimpin rombongan menjadi bingung dan
terhuyung-huyung ke depan karena terseret
oleh serangannya sendiri. Ia lalu celingukan
mencari lawannya, la menyangka lawan tadi
telah melompat demikian cepat sehingga
seolah-olah menghilang, tapi lawannya benarbenar hilang. Lawannya tidak sekedar seolaholah menghilang, namun memang benar-benar
menghilang. Anak buahnya pun ikut celingukan ke sana
ke mari. Bahkan ada yang menjenguk ke kolong
kereta namun tidak menemui apa-apa.
"Apakah yang aku hadapi barusan adalah
hantu penunggu hutan ini?" desis si Pemimpin
rombongan. Mendadak orang tadi muncul kembali, kali
ini seolah-olah ia muncul begitu saja di udara
dan langsung terjun menyergap sasaran lain,
bukan lagi Si Pimpinan rombongan.
Sekte Teratai Putih 9 8 Orang yang disergap terkejut karena tidak
menyangka, dan ia tidak dapat membela diri.
Lehernya menjadi korban ujung lembing orang
itu. Dua orang anggota rombongan lainnya
menjadi gusar, mereka serempak menyerang Si
Penyergap itu sambil berteriak, "Bangsat,
jangan kau sangka kami gentar oleh ilmu
silumanmu!" Orang berlembing itu melayani beberapa
gebrak, habis itu dia menghilang kembali.
Menghilang terang-terangan di depan hidung
lawan-lawannya. Bukannya bersembunyi atau
melompat pergi. "Semua bersiaga!" teriak Si Pimpinan
rombongan. "Saling mengawasi temannya agar
tidak kena sergapan!"
Agaknya karena memang prajurit-prajurit
terlatih, dalam menghadapi lawan aneh yang
bisa menghilang itu mereka memang agak
heran, namun tidak menjadi gugup.
Mereka melanjutkan berjalan, meskipun
celingak - celinguk, saling mengawasi temanSekte Teratai Putih 9
9 Tiba-tiba orang tadi muncul kembali, keluar
begitu saja dari udara yang semula kosong, dan
lembingnya mengincar seorang sasaran.
Sekte Teratai Putih 9 10 teman mereka kalau-kalau disergap dari arah
tidak terduga. Tetapi kali ini semua orang sudah waspada.
Maka yang diserang itu biarpun agak kaget
namun berhasil menangkis, bahkan temannya
yang disebelahnya berhasil menombak lambung
orang berlembing yang pintar menghilang itu.
Robohlah orang itu, kali ini tidak menghilang
lagi. Juga tidak berubah bentuk menjadi boneka.
Dengan demikian kedudukan jadi satu-satu.
Di pihak pengawal sudah gugur satu orang,
namun penyergap berlembing itu juga akhirnya
berhasil ditewaskan. Keberhasilan itu membuat para pengawal
berbesar hati, meskipun tetap waspada.
Tiba-tiba dari tanah muncul lagi dua orang,
berpakaian hitam-hitam ringkas seperti tadi.
Mereka muncul dari tanah dan langsung
menyergap, masing-masing satu orang. Kembali
seorang pengawal roboh kena sergapan, namun
yang lain sempat menangkis. Lagi-lagi terjadi
pertempuran singkat sebelum kedua manusia
Sekte Teratai Putih 9 11 serba hitam itu amblas kembali ke tanah, tanpa
meninggalkan bekas di tanah!
"Kita benar-benar berhadapan dengan
kawanan siluman...." desis Si Pimpinan
rombongan. "Tetapi kita akan menjalankan
tugas kita sekuat tenaga. Toh ternyata mereka
dapat dibunuh juga buktinya."
Kata-kata itu mengobarkan semangat anak
buahnya. Mereka terus melangkah perlahan
dengan waspada. Kembali dua orang tadi muncul dari tanah,
seolah-olah tanah itu bukan benda padat
melainkan benda cair saja bagi mereka.
Keduanya bersenjata pedang panjang khas
Jepang, pedang yang lebih cocok disebut
"setengah pedang setengah golok" sebab
bentuknya sempit memanjang, agak melengkung dengan tajam hanya di satu sisi.
Gagangnya panjang dan dipegangi dua tangan
sekaligus. Begitu muncul, kedua orang itu
langsung menyergap. Tetapi kali ini mereka
gagal mendapatkan korban, sebab yang diincar
sudah waspada. Terjadi pertempuran beberapa
Sekte Teratai Putih 9 12 gebrak sebelum kedua orang itu berusaha
"menyelam" kembali ke tanah. Namun yang
berhasil "menyelam" hanya seorang, yang
seorang lagi gagal karena tewas terbabat
pedang Si Pimpinan rombongan.
Sekarang kedudukan jadi dua.
"Tetap berhati-hati, barangkali mereka akan
mengunakan siasat lain."


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru selesai ujung kalimat peringatan itu,
dari dalam tanah bermunculanlah orang-orang
berbaju serba hitam itu, beberapa orang
sekaligus. Maka berkobarlah pertempuran di
tempat itu. Kali ini pihak penyergap memang
menggunakan siasat baru. Karena jumlah
mereka jauh lebih sedikit dari jumlah lawanlawan mereka, mereka menggunakan taktik
"serang dan amblas". Mereka menyergap,
bertempur sebentar, lalu amblas sebentar pula
untuk muncul di tempat lain. Demikianlah,
belasan orang itu muncul dan amblas
berpindah-pindah tempat. Namun kali ini
mereka tidak gampang mengambil korban,
Sekte Teratai Putih 9 13 sebab pihak pengawal betul-betul mewaspadakan mata mengamati setiap jengkal
tanah. Begitu melihat musuh muncul dari tanah,
langsung siapa pun yang melihatnya dulu
mnyergapnya. Lama-lama pihak pengawal mulai mapan
juga dalam pertempuran bergaya aneh itu.
Kadang-kadang mata mereka melotot mengawasi tanah dan rerumputan seperti anakanak mencari jangkerik, kadang-kadang
menengadah melihat langit seperti anak-anak
menghadang layang-layang putus benangnya.
Setelah pertempuran ganjil itu berlangsung
sekian lama, di kedua pihak sudah jatuh korban.
Ketika itulah Si Pimpinan rombongan tibatiba muncul akalnya ketika melihat banyak
pepohonan di tempat itu. Pohon-pohon itu bisa
dimanfaatkan sebagai pelindung punggung dari
sergapan yang sering tidak terduga arah
munculnya. Karena itulah dia memberi perintah kepada
anak buahnya yang masih tersisa, "Bertempur
dengan punggung merapat pohon Saling
Sekte Teratai Putih 9 14 mengawasi dan memperingatkan kalau ada
serangan dari belakang kawan kalian!"
Perintah itu dituruti oleh sisa anak buahnya.
Mereka bertempur dengan posisi satu sama lain
sedemikian rupa sehingga bisa mengawasi
kawan-kawan mereka kalau mendapat sergapan. Taktik itu kelihatannya menguntungkan
pihak pengawal, namun Pimpinan rombongan
itu kurang memperhitungkan bahwa lawanlawan mereka kali ini adalah kaum Ninja yang
di negeri sendiri dibenci kaum samurai dan
dianggap golongan siluman, kelompok orangorang yang mengabdikan seluruh hidup mereka
untuk mempelajari cara-cara bertempur yang
serba tak terduga, gabungan antara kegaiban,
kelicikan dan kecurangan.
Seorang pengawal melompat ke dekat
sebatang pohon untuk memenuhi anjuran
pemimpinnya. Tak terduga, baru saja ia hendak
menyandarkan punggung ke sebatang pohon,
pohon yang hendak disandari-nya itu lenyap
mendadak, dan tiba-tiba saja muncul seorang
Sekte Teratai Putih 9 15 Ninja yang langsung mencekiknya dengan alat
pencekik dari tali. Namun pengawal itu tidak
mau mati sendirian. Dengan sisa tenaganya ia
membalik pegangan pedangnya untuk menusuk
ke pencekiknya yang melekat di belakangnya.
Keduanya roboh bersama. Dengan demikian pohon-pohon itu pun bisa
menjadi perangkap. Di antara pepohonan itu
ternyata ada "pohon gadungan" yang
sesungguhnya adalah samaran dari para Ninja
dengan ilmu gaib mereka. Belasan pengawal
menjadi korban sia-sia. Si Pimpinan rombongan mengumpat melihat
pihaknya susut dengan cepat. Tiba-tiba ia
melompat ke arah sebatang pohon dan
membabatnya. Yang muncrat dari pohon itu
bukan getah, namun darah, kemudian tumbang
dalam ujud manusia berpakaian hitam-hitam.
Kemudian ia membabat lagi sebatang pohon
sambil berteriak, "Kau jangan berharap dapat
mengelabuhi aku dengan ilmu siluman!"
Tetapi yang jatuh ke tanah itu ternyata tetap
sebatang pohon. Sekte Teratai Putih 9 16 Malahan sebuah batu agak besar yang
tadinya setengah terkubur di tanah, mendadak
melompat ke atas dan ternyata "batu" itu tadi
adalah orang Ninja yang memang ahli dalam
berbagai penyamaran itu. Begitu melompat
bangkit dalam posisi yang lebih menguntungkan, dia langsung mengoperasikan
senjata yang disebut Kusarigama (rantai
panjang yang satu ujungnya dibanduli bola besi,
sedang ujung lainnya adalah sabit terbang).
Bola besi meluncur dan rantainya langsung
membelit pergelangan tangan Si Pemimpin
kelompok yang kalah posisi, berikut sabit
terbangnya menyusul menyambar ke arah
leher. Si Pimpinan pengawal dengan tangkas
menggulingkan diri menghindari sabit, namun
"sebatang pohon" tiba-tiba menampakkan ujud
aslinya dan membabatkan pedangnya kuatkuat. Si Pemimpin pengawal tidak dapat
menolak nasibnya, pinggangnya nyaris terpotong total pedang lawannya.
Sekte Teratai Putih 9 17 Tewasnya Si Pemimpim pengawal, ditambah
faktor keanehan cara bertempur para Ninja itu
membuat rombongan pengawal kalang-kabut
biarpun mereka berjumlah lebih banyak dan
melawan mati-matian. Akhirnya mereka habis
juga. Mereka benar-benar tidak siap sebelumnya menghadapi Ninjitsu (Ilmu Ninja)
yang beraneka ragam itu. Tetapi akibat perlawanan para pengawal itu,
delapan orang ninja juga gugur.
Setelah pertempuran selesai, ninja yang
bersenjata Kusarigama tadi berkata dari balik
kedoknya, dalam bahasa Jepang, "Musnahkan
tubuh kawan-kawan kita dan tinggalkan jejak
Pek-lian-kau, supaya semuanya ini dikira
perbuatan orang-orang Pek-lian-kau!"
Para ninja itu bekerja dengan tangkas dan
cepat. Tubuh teman-teman mereka yang tewas
ditumpuk jadi satu, lalu ditaburi semacam
bubuk kebiru-biruan yang berbau belerang
keras sekali. Sedetik kemudian, tiba-tiba
menyalalah api membungkus onggokan tubuhSekte Teratai Putih 9 18 tubuh manusia itu. Bau daging hangus
"semerbak" di tempat itu.
Sementara para ninja mengeluarkan kantong-kantong kain tebal, lalu membuka petipeti mati yang diangkut dengan dua kereta itu,
dan seperti yang sudah mereka duga, isinya
memang bukan jenazah, melainkan potonganpotongan emas dalam jumlah ribuan. Itulah
yang membuat kedua kereta itu begitu berat,
sehingga jejak rodanya cukup dalam di dalam
tanah. Kantong-kantong kain tebal itu lalu diisi
dengan potongan-potongan emas itu sehingga
penuh, satu orang menggendong satu kantong,
dan isi kedua peti mati itu ludes sudah.
Sementara jenazah-jenazah kawan-kawan
mereka sudah jadi abu karena hebatnya daya
pemusnah bubuk biru itu. Sebelum meninggalkan tempat itu, Si
Pemimpin Ninja yang bersenjata Kusari-gama
tadi mengeluarkan dua buah bendera kecil dari
bajunya, ditancapkannya di kayu kereta-kereta
itu. Sebuah bendera berwarna hitam dengan
gambar teratai di tengah-tengahnya, itulah
Sekte Teratai Putih 9 19 benderanya kaum Pek-lian-kau. Sebuah lagi
adalah bendera kuning dengan bulatan merah
di tengahnya sebagai lambang matahari, dan
bulan sabit putih disebelahnya. Itulah bendera
3it-goat-ki (Bendera Rembulan dan Matahari),
benderanya dinasti Beng yang sudah lebih dari
seratus tahun lingsir dari panggung sejarah.
Memang sudahmenjadi rahasia umum
adanya hubungan antara sekte Pek-lian-kau
dengan dinasti Beng. Kaisar pertama dinasti
Beng, Kaisar Hong-bu alias Cu Goan-ciang,
adalah seorang pentolan Pek-lian-kau. Karena
dukungan yang berintikan kaum Pek-lian-kau
melalui Pemberontakan Serban Merah maka Cu
Goan-ciang berhasil menumbangkan dinasti
Goan dan mendirikan dinasti Beng. Namun
setelah Kaisar Beng yang ke tujuh belas, Kaisar
Cong-ceng, dinasti yang didirikan melalui
Pemberontakan Serban Merah itu rontok
melalui pemberontakan Serban Kuning alias
Pemberontakan Pelangi Kuning di bawah
pimpinan Li Cu-seng. Li Cu-seng sendiri hanya
sempat berkuasa kurang dari sebulan, setelah
Sekte Teratai Putih 9 20 itu ia harus kabur terbirit-birit karena kota Pakkhia dilanda balatentara Manchu yang
mendirikan dinasti Ceng sampai saat itu.
Baru saja para ninja itu hendak berangkat
pergi, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda
mendekati tempat itu dengan cepat. Tidak ada
kesempatan untuk lari jauh.
Tetapi pimpinan ninja yang bersenjata
Kusarigama tadi, memberi contoh tindakan
kepada anak buahnya. Ia duduk bersila,
sepasang telapak tangannya tertangkup di
depan dahi, jari-jari jempol, telunjuk dan
kelingking dari tangan kiri-kanan saling
tertangkup, sementara jari tengah dan manis
berpilin selang-seling. Dalam sikap seperti itu,
ia menggumamkan mantera bernada rendah.
Sesaat kemudian, tubuhnya makin kabur dan
kemudian lenyap begitu saja, seolah-olah lebur
dengan udara di sekitarnya.
Anak buahnya meniru jejak pemimpinnya,
dan mereka pun lenyap tanpa jejak.
Itulah cara yang di kalangan ninja disebut
Kuji-kiri, sebuah cara gaib yang bisa digunakan
Sekte Teratai Putih 9 21 untuk berbagai keperluan. Misalnya untuk
menghilang, atau mengadakan kontak pikiran
dengan sesama ninja yang terpisah jarak
bermil-mil, atau juga untuk mengacaukan
pikiran musuh dari jarak jauh.
Begitulah mereka menghilang begitu saja,
menyangka tidak ada yang melihat mereka.
Yaitu seekor burung gagak besar, hampir
seukuran anak kecil, yang mengawasi mereka
dari atas sebuah pohon. Ketika suara derap kaki kuda itu sudah
semakin dekat, burung gagak besar itu
melompat ke angkasa sambil berkaok keras,
dan lenyap di balik mega.
Penunggang kuda yang datang itu ternyata
seorang gadis yang berpakaian serba kuning,
bermantel kuning, berpita rambut kuning,
kudanya yang berbulu kuning. Ia membawa
sebatang golok Koan-to. Dialah Sun Cu-kiok.
Ia terkejut melihat mayat-mayat yang
bergelimpangan di tempat itu. Meskipun Sun
Cu-kiok bertabiat agak ugal-ugalan dan suka
berkelahi, namun sesungguhnya sama sekali
Sekte Teratai Putih 9 22 belum pernah melihat orang terbunuh, apalagi
sebanyak itu. Tidak heran kalau dia menjadi
mual, lalu meludahkan air kecut yang naik dari


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam perutnya. Hampir saja dia membalikkan kudanya untuk
kabur dari tempat itu, namun ada teguran
dalam hati, "Periksa dulu, siapa tahu ada
petunjuk penculikan adikmu."
Maka dengan menahan rasa mualnya yang
lebih bersifat kejiwaan itu, ia mulai memeriksa
tempat itu, dan akhirnya menemukan dua
benda kecil yang ditinggalkan oleh para ninja
tadi. "Hem, orang Pek-iian-kau lagi...." desis Sun
Cu-kiok. Habis itu, ia naik kembali ke kudanya dan
meninggalkan tempat itu sambil membawa
kedua bendera kecil itu. Sambil berkuda, ia membatin, "Orang-orang
Pek-lian-kau benar-benar lihai. Pasukan
pengawal rahasia Kaisar itu pun berhasil
mereka kelabuhi. Tetapi lihatlah, aku yang akan
menemukan mereka lebih dulu."
Sekte Teratai Putih 9 23 Memang, percaya diri secara berlebihan yang
sudah merupakan pembawaan sejak kecil itu
susah dihilangkan hanya dengan beberapa kali
pengalaman pahit saja. * * * Kapal besar penumpang yang terapung di
atas Sungai Tiang-kang itu semakin dekat
dengan dermaga kota Han-king, sebuah kota
dermaga sungai yang cukup ramai.
Penumpang-penumpang yang berdiri di
dekat pagar geladak kapal sudah dapat melihat
wajah-wajah orang-orang di dermaga dan
tumpukan barang-barang. Baik calon-calon
penumpang baru, maupun penjemput penjemput sudah berderet-deret di dekat
dermaga itu. Sementara sebagian orang di kapal
itu juga sudah bersiap-siap turun setelah
membereskan ongkosnya dengan si juragan
kapal. Sebagian lainnya akan melanjutkan
perjalanan. Sekte Teratai Putih 9 24 Ketika kapal merapat dermaga dan
membuang jangkar, sebagian penumpang pun
turun ke daratan. Sebun Beng beserta dua
keponakannya, Lui Yok dan Au-yang Hou,
adalah di antara orang-orang yang turun itu.
"Bagaimana?" tanya Sebun Beng sambil
melangkah, kepada kedua keponakannya.
"Senang melakukan perjalanan air?"
Liu Yok tersenyum, "Senang sekali Paman.
Maklum, belum pernah. Cuma agak pusing
sedikit karena goncangan kapal."
Auyang Hou, seperti biasanya, melangkah
dengan gagah, lengkap dengan topi capingnya,
mantelnya dan pedangnya yang menurutnya
adalah dandanan wajib bagi para pendekar
pengembara. Dan Auyang Hou amat ingin
dirinya disebut pendekar. Mendengar kata-kata
kakak tirinya itu, dia mengkritik, "Ah, Kakak
Yok ini baru naik kapal di sungai yang
gelombangnya kecil saja sudah pusing. Apalagi
kalau naik kapal di laut yang gelombangnya
besar, jangan-jangan akan pingsan?"
Sekte Teratai Putih 9 25 Meninggalkan dermaga, mereka masuk ke
dalam kota Han-king. Ada seorang penumpang kapal lainnya yang
diam-diam mengikuti Sebun Beng bertiga sejak
naik kapal beberapa hari yang lalu. Dan kini
setelah Sebun Beng bertiga turun, orang ini pun
turun dan mengikutinya dari jarak puluhan
langkah di antara hilir-mudiknya orang-orang
di dermaga. Orang yang menguntit Sebun Beng ini
memang cukup aneh tampang dan pakaiannya.
Ia seorang lelaki berusia kira-kira sebaya
dengan Sebun Beng, setengah abad, rambutnya
terurai panjang dan berwarna kuning, begitu
juga alisnya, tetapi ia kelimis tanpa jenggot
maupun kumis sehingga mengingatkan orang
pada tampang para thai-kam (orang kebiri) di
istana. Sudah tampangnya aneh, dandanannya
juga menyolok. Ia memakai pakaian kuning
emas seluruhnya, dirangkapi dengan jubah
pendek sampai ke lutut yang juga kuning emas,
bahkan sepatunya juga berwarna kuning emas.
Hanya saja tampang dan dandanannya yang
Sekte Teratai Putih 9 26 istimewa itu tidak terlalu menimbulkan
persoalan, sebab orang-orang yang terbiasa
melakukan perjalanan jauh sudah terbiasa
bertemu macam-macam manusia aneh,
biasanya adalah orang-orang yang berkelana di
rimba persilatan. Begitu pula si "manusia emas"
itu, sepanjang perjalanan tidak menimbulkan
persoalan. Ia penumpang yang baik, sopan,
bahkan kadang-kadang membantu penumpang
lain yang keberatan membawa barangnya.
Namun si "manusia emas" itu keliru kalau
menyangka bahwa Sebun Beng belum merasa
dikuntit. Sebun Beng memang belum ambil
pusing terhadap si "manusia emas" ini, tetapi
dia sebagai pendekar berpengalaman sudah
merasakan sejak perjalanan di sungai, bahwa
manusia ganjil ini mengikutinya terus.
Kini setelah berada di kota Han-king yang
tidak jauh lagi dari kota Hong-yang, di mana ada
Kuil Hong-kak-si yang diperkirakan sebagai
tempat "suci" kaum Pek-lian-kau, dan Sebun
Beng masih merasa dikuntit juga oleh si
Sekte Teratai Putih 9 27 "manusia emas" ini, Sebun Beng merasa perlu
menunjukkan suatu sikap. Tiba-tiba saja Sebun Beng melambatkan
langkahnya dan berkata kepada kedua
keponakannya, "A-yok, A-hou, tunggu di sini
sebentar. Aku ada sedikit urusan."
"Urusan apa, Paman" Apakah ada musuh
yang perlu dihajar?" tanya Auyang Hou sambil
menggenggam gagang pedangnya.
Sebun Beng menepuk pundak Auyang Hou
sambil tersenyum, "Tidak ada siapa-siapa yang
perlu dihajar. Pokoknya tunggu sebentar di sini
dan jangan kemana-mana."
Lalu Sebun Beng pun menyusup di antara
orang-orang yang padat di dermaga sungai itu,
di antara para kuli-kuli dan para penumpang
kapal yang baru saja turun maupun akan naik
kapal. Langkahnya langsung ke arah "manusia
emas" itu. Orang yang membuntuti itu kaget, lalu purapura dia berhenti menawar buah-buahan dari
seorang penjual yang banyak di tempat itu. Toh
Sekte Teratai Putih 9 28 sikapnya yang mendadak itu kelihatan
canggung juga. Dan tahu-tahu Sebun Beng sudah berdiri di
sampingnya, tersenyum sambil berkata, "Mau
membeli buah-buahan, sobat?"
Orang itu menjawab tanpa melihat ke arah
Sebun Beng, sambil pura-pura memegangmegang dan memeriksa buah-buahan yang
dijual, "Benar, Tuan."
Sebun Beng menatap tajam orang itu, namun
hanya dapat melihat muka orang itu dari
samping, sebab orang itu terus berpura-pura
sibuk memilih buah-buahan. Kata Sebun Beng,
"Secara kebetulan kita bersama-sama terus
dalam perjalanan di sungai selama beberapa
hari ini. Bahkan juga sebelum bersama-sama
naik kapal di dermaga Yan-kao. Tidak tahu
apakah setelah melewati kota Han-king ini, kita
masih akan satu arah terus secara kebetulan?"
Itulah "pemberitahuan" halus dari Sebun
Beng, bahwa ia sudah merasa kalau dirinya
diikuti selama berhari-hari.
Sekte Teratai Putih 9 29 Orang yang membuntuti itu kaget, lalu pura-pura
dia berhenti menawar buah-buahan dari seorang
penjual yang banyak di tempat
Sekte Teratai Putih 9 30 Orang itu mengangkat wajahnya dan
menatap mata Sebun Beng. Tatapan matanya
mengandung semacam kekuatan gaib yang
mengguncangkan jiwa Sebun Beng yang tidak
siap menghadapi "serangan" itu. Sesaat Sebun
Beng gugup, namun tiba-tiba dia merasa dari
dalam jiwanya yang terdalam ada semacam
kekuatan yang memancar memenuhi jiwanya
dan bahkan meluap ke sikap lahiriahnya.
Jiwanya tenang kembali, dan ia balas menatap
orang itu dengan lembut sambil tersenyum
ramah. Orang itulah yang tidak tahan menatap mata
mata Sebun Beng, ia gugup sesaat lalu kembali
menunduk dan pura-pura memilih buahbuahan. Jawabnya sambil tetap menunduk,
"Jalanan umum begini ramai, apa anehnya kalau
ada orang-orang yang secara kebetulan berjalan
kesatu arah?" "Baiklah, Tuan keberatan
memberitahukan hendak ke mana Tuan saat
ini?" "sekedar berjalan-jalan."
Sementara Sebun Beng berbicara dengan
orang itu, Lui Yok dan Auyang Hou melihat dari
Sekte Teratai Putih 9 31 kejauhan. Auyang Hong mendesah tidak
sabar,"Apa yang Paman bicarakan dengan orang
itu?" "Mungkin dia itu sahabat Paman, sahut Lui
Yok sambil bersandar tembok di tepi jalan.
Sikapnya santai saja, tidak ingin kelihatan gagah
dan menarik perhatian seperti Auyang Hou.
"Ah, kalau benar dia itu sahabat taman,
kenapa baru sekarang Paman Sebun mendekatinya dan menyapanya" Padahal orang
itu sudah beberapa hari di dekat kita, di kapal,
toh sebelum ini Paman tidak menyapanya.
Barangkali Paman ketemu musuh."
Liu Yok yang selalu menjaga jiwanya dari
prasangka itu cepat membantah, "Ah, belum
tentu. Lihat, sikap mereka tidak seperti orang
yang hendak berkelahi."
Memang dari tempat Liu Yok berdiri, sikap
Sebun Beng dan "manusia emas" itu tidak
nampak seperti hendak berkelahi. Keduanya
terlihat hanya sebagai dua orang yang sedang
bersama-sama menawar buah-buahan.
Sekte Teratai Putih 9 32 Namun Auyang Hou sudah berkata, "Tidak
peduli bertemu teman atau musuh, aku harus
mendekat. Kalau Paman bertemu teman,
temannya itu tentu seorang pendekar dan aku
pantas berkenalan dengannya. Kalau Paman
bertemu musuh, aku akan membantu Paman
untuk menghajar musuhnya."
"Jangan gegabah, Adik Hou. Paman
menyuruh kita menunggu di sini tentunya....
Adik Hou!" Lui Yok sampai berteriak demikian, sebab
Auyang Hou dengan gagah dalam kostum
pendekarnya sudah melangkah mendekati
Sebun Beng. Namun ketika itulah si "manusia
emas" sudah melangkah pergi meninggalkan si
pedagang buah-buahan sambil menjinjing
sekeranjang kecil buah-buahan yang dibelinya.
"Siapa orang tadi, Paman?" Tanya Auyang
Hou. Bukannya menjawab, Sebun Beng malahan
melototi keponakannya dan balik bertanya,
"Kenapa kau tinggalkan tempatmu dan
melanggar pesanku?" Sekte Teratai Putih 9 33 Auyang Hou tertunduk di bawah tatapan
mata Pamannya, "Saya kira....Paman ada
kesulitan dengan orang tadi..lalu...
"Jalan!" Paman dan dua keponakan itu lali masuk ke
dalam kota Han-king. Hari sudah menjelang


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sore, karena itu mereka langsung saja mencari
penginapan. Dan agaknya Sebun Beng masih
jengkel kepada Auyang Hou, sehingga tidak
banyak mengajaknya bicara. Auyang Hou
merasakan hal ini dan merasa tidak enak"'
sendiri. Mereka mendapatkan sebuah penginapan.
Sehabis makan malam, Sebun Beng langsung
masuk ke kamar sewaannya sendiri untuk
menyendiri. Auyang Hou tahu, Pamannya itu
tentu akan segera menekuni kitab hitam
pemberian Wan Lui itu. Kitab agama Thai-cinkau yang bagi Auyang Hou sendiri tidak ada
menariknya sama sekali, sebab bukan kitab
pelajaran silat atau kisah kependekaran yang
menakjubkan. Namun Auyang Hou heran juga
bahwa Pamannya yang pendekar itu Sekte Teratai Putih 9 34 kelihatannya betah sekali membaca kitab itu.
Kadang-kadang berjam-jam, sambil mulutnya
komat-kamit dan tangannya bergerak-gerak
memberi tekanan kepada apa yang dibacanya.
Bercakap-cakap. dengan Lui Yok, Auyang
Hou juga kurang senang. Maklum, Liu Yok di
mata Auyang Hou bukanlah pendekar, malah
Liu Yok kelihatan tidak senang mendengar apaapa yang berbau perkelahian atau permusuhan.
Itulah sebabnya sehabis makan malam,
Auyang Hou jadi ingin keluar dari penginapan
itu untuk berjalan-jalan keluar, melihat-lihat
kota Han-king. Lebih dulu ia mendekati pintu kamar
Pamannya dan mengetuknya perlahan-lahan.
Dari dalam kamar terdengar suara
Pamannya, "Siapa?"
"Saya A-hou, Paman."
"Masuk. Pintu tidak dikunci."
Auyang Hou membuka pintu dan masuk, dan
seperti yang sudah ia duga, Pamannya sedang
duduk membaca kitab-suci Thai-cin-kau itu di
bawah penerangan sebatang lilin.
Sekte Teratai Putih 9 35 "Ada apa?" Sebun Beng mengangkat
mukanya, dan Auyang Hou melihat wajah itu
seolah bercahaya oleh rasa suka cita, berbeda
dengan tampang yang merengut ketika marah
tadi. "Kelihatannya Paman bergembira sekali?"
tanya Auyang Hou heran. "Ya, orang membaca, lalu mengerti artinya,
tentu saja gembira." sahut Sebur Beng sambil
menepuk kitab terbuka di meja.
"Eh, kau menemui aku untuk apa.?"
"Paman, saya ingin... keluar sebentar.
"Untuk apa?" "Berjalan-jalan, makan angin. Melihat-lihat
kota Han-king di malam hari."
"Bersama Kakakmu?"
"Tidak, Paman. Kakak Yok juga sedang asyik
membaca buku seperti buku yang Paman baca.
Aku akan keluar sendiri, Paman."
Sebun Beng berpikir sendiri, lalu berkata,
"Baik. Tetapi apa pun yang engkau lakukan,
engkau harus belajar bertanggung jawab sendiri
Sekte Teratai Putih 9 36 atas namamu. Tidak membawa-bawa namaku.
Itu sikap seorang pendekar sejati, paham?"
"Paham, Paman."
"Pergilah. Hati-hati. Jangan cari perkara."
Auyang Hou meninggalkan kamar Pamannya
dan menuju kamar sewaannya sendiri yang
ditempati bersama Liu Yok. Seperti biasa,
Auyang Hou memakai pakaian "kependekaran"
nya lengkap dengan caping bambunya biarpun
saat itu malam hari. Tidak lupa pedangnya.
Tidak lama kemudian, ia sudah melangkah di
jalanan kota Han-king dengan perasaan bangga,
merasa ada banyak orang yang memperhatikannya. Memperhatikan seorang
pendekar melangkah di jalanan.
Karena bulan di langit hampir bulat
sepenuhnya, maka langit cerah, sehingga kota
Han-king tetap saja ramai di malam hari,
biarpun bukan kota besar. Tempat yang paling
ramai adalah justru di luar kota, dekat dermaga
sungai. Ke sanalah ia melangkah.
Merasa ada sedikit uang di sakunya, Auyang
Hou memasuki warung. Di warung itu banyak
Sekte Teratai Putih 9 37 orang makan minum di bawah lentera. Auyang
Hou tetap saja menikmati permainan
"pendekar-pendekar"annya. Ia masuk warung
tanpa melepas capingnya, lalu memilih tempat
duduk dipojok dengan sikap dingin tanpa
menghiraukan kiri kanan. Begitulah sikap
beberapa pendekar pengembara yang pernah
dilihatnya. Kepada pelayan warung dia hanya
memesan minuman, sebab perutnya masih
kenyang sehabis makan di penginapan.
Ketika minumannya sudah diantar dan
Auyang Hou sedang mengangkat cawannya
dengan gaya anggun, tiba-tiba seorang sudah
berdiri di sampingnya. Auyang Hou sedikit
kaget dan mendongkol, melihat seorang
berpakaian warna emas dengan rambut terurai
warna emas pula, inilah orang yang sore tadi
bercakap-cakap sebentar dengan Pamannya.
Menyangka bahwa orang ini bermusuhan
dengan Pamannya, seperti prasangkanya sore
tadi, hati Auyang Hou sudah bergetar dan sesaat
timbul setitik penyesalan akan "permainan"nya
sendiri. Sekte Teratai Putih 9 38 Tetapi hati Auyang Hou menjadi lega dan
mekar kembali melihat senyum ramah orang
itu. Bahkan tanpa diminta sudah duduk di
bangku lain, semeja dengan Auyang Hou.
Kata-kata pembukaannya pun melegakan
Auyang Hou, "Sobat muda, kalau aku tidak
salah, kau adalah yang berjalan bersama-sama
dengan Pendekar Besar Sebun Beng yang aku
kagumi itu, bukan?" Nada bicara yang bernada kagum kepada
Sebun Beng itu menghapus gentar kekuatiran
Auyang Hou. Ia menjawab, "Benar, aku adalah
keponakanya yang dari Se-shia."
"Ah!" orang itu pura-pura kaget. Lalu berdiri
dari bangkunya untuk memberi hormat. "Kalau
begitu, aku telah bersikap kurang hormat.
Terimalah hormatku sekarang."
Lagak Auyang Hou pun pulih kembali, ia
hanya mengangguk sedikit dan berkata, "Ah,
jangan terlalu banyak adat. Kita kaum pendekar
rimba persilatan adalah orang-orang dengan
hati terbuka satu sama lain."
Sekte Teratai Putih 9 39 Orang itu duduk kembali, sikapnya jauh lebih
sungkan. "Sobat muda, aku akan mendapat
kehormatan besar kalau diperkenankan
mengetahui namamu. Nama seorang pendekar
muda keponakan dari Pendekar Besar Sebun
Beng." "Namaku Auyang Hou."
"Terimalah salam perkenalanku, Pendekar
Auyang." Auyang Hou mengangguk sebagai balasan
penghormatan orang itu yang bersungguhsungguh. Katanya pula, "Dan perlu aku
perkenalkan juga bahwa beberapa sobat dari
rimba persilatan di kawasan barat laut telah
memberi aku julukan Siau-pek-him (Beruang
Putih Kecil." Kembali mata orang itu terbelalak,
mengutarakan kekagumannya, "Jadi....jadi sobat
inikah yang dikenal dengan gelar Siau-pek-him
yang sudah lama menggetarkan wilayah baratlaut?"
Auyang Hou mengangguk. Sekte Teratai Putih 9 40 Sementara orang itu sebenarnya tertawa
dalam hati, sebab sebenarnya nama Auyang
Hou maupun julukan Siau-pek-him belum
pernah didengarnya sama sekali, baru kali ini.
Apalagi "sudah lama menggetarkan wilayah
barat-laut" segala yang hanyalah basa-basi
dengan tujuan tersembunyi tertentu.
Auyang Hou kemudian balas bertanya, "Dan
siapakah nama dan julukanmu, sobat?"
Orang itu menjawab, "Panggil saja aku .... Mo
Long. Soal julukan di rimba persilatan, aku
belum punya. Maklumlah, aku hanyalah orang
tidak berarti...." Auyang Hou mengangguk-angguk. "Jangan
berkecil hati, sobat Mo. Asal kau rajin berlatih
dan menimba pengalaman, kau pasti akan bisa
setingkat dengan aku kelak."
"Terima kasih, aku sungguh beruntung
mendapat suntikan semangat darimu, Sobat
Auyang...." kata Mo Long berbasa-basi, namun
dalam hatinya dia menggerutu. "Kalau kelak
ilmuku menjadi setingkat denganmu, itu berarti
Sekte Teratai Putih 9 41 aku merosot jauh dan aku lebih suka mati sama
sekali." Mereka bercakap-cakap, sambil minumminum arak dan makan-makan kacang goreng.
Mo Long terus-menerus menyanjung Auyang
Hou, sehingga Auyang Hou bukan mabuk arak
namun mabuk pujian. Sampai tibalah saatnya Mo Long mendekati
maksud tujuan yang sebenarnya pelan-pelan,
"Saudara Auyang, aku dengar-dengar dari
orang-orang lewat, bahwa di Lok-yang baru saja
ada pengacauan oleh orang-orang Pek-lian-kau.
Apa benar?" Auyang Hou tertawa dingin dan men jawab
sambil menepuk meja, "Benar. Tetapi di
hadapan si Beruang Putih Kecil, bisa apa orangorang itu" Mereka hanyalah ular cari gebuk!"
Mo Long iku-ikutan menepuk meja, "Ya,
tentu saja. Biarpun orang-orang Pek-lian-kau
terkenal pandai dalam ilmu siluman, pastilah
mereka bukan apa-apa di hadapan Keluarga
Sebun yang terkenal itu. Apakah Keluarga
Sekte Teratai Putih 9 42 Sebun punya penangkal ilmu-ilmu silumannya
kaum Pek-lian-kau?" "Tentu saja. Kalau tidak, bagaimana sampai
orang-orang Pek-lian -kau itu terbirit-birit pergi
dari kota Lok-yang dengan membawa
kekalahan?" "Kalau bioleh aku ketahui, Saudara Auyang,
ilmu gaib macam apakah yang digunakan oleh
Keluarga Sebun untuk menangkal seranganserangan gaib Pek-lian-kau?"
Auyang Hou kebingungan, harus menjawab
apa" Ia sendiri hanya pintar membual, namun
tidak tahu apa-apa. Akhirnya dia menjawab
samar-samar saja, "Tentu saja ilmu keluarga
kami adalah ilmu beraliran putih."
"Iya, aku mengerti. Tetapi ilmu putih itu kan
juga bermacam-macam" Landasannya juga
berbeda-beda, ada yang berlandaskan Hud-kau
atau To-kau atau Hwe-kau atau Thai-cin-kau?"
Auyang Hou bertambah bingung, Aku kira...
aku kira ilmu Keluarga Sebun kami adalah khas
keluarga kami sendiri, tidak bisa digolongkan ke
sana atau ke situ." Sekte Teratai Putih 9 43 Mo Long menghembuskan napas untuk
mencairkan kejengkelannya. Kemudian ia
memasang wajah ramah kembali, dan berkata,
"Aku percaya ilmu itu tentu hebat, dan aku
percaya Saudara Auyang sebagai anggota
Keluarga Sebun tentu juga mempelajari ilmuilmu gaib aliran putih keluargamu, bukan?"
"Tentu saja!" sahut Auyang Hou ne-kad.
"Itulah bekal penting, sebab saat ini aku dan
Pamanku sedang memburu orang orang Peklian-kau langsung ke sarang mereka! Tentu saja
kami berbekal ilmu yang harus dapat
menandingi ilmu-ilmu-nya orang Pek-lian-kau!"
"Umpamannya ilmu apa?"


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembali Auyang Hou kebingungan, dan
akhirnya menjawab secara ngawur saja.
"Misalnya orang-orang Pek-lian-kau melepaskan boneka-boneka yang bisa berkelahi
itu, kami tinggal membentaknya, dan manusiamanusia jadi-jadian itu akan pulih ke asalnya
sebagai boneka-boneka belaka. Demikianlah
ilmu Keluarga Sebun kami. Tetapi karena kami
tidak ingin menonjolkan diri, maka sengaja
Sekte Teratai Putih 9 44 ilmu-ilmu itu tidak diberi nama. Jadi jangan
tanyakan namanya." Maka mengertilah Mo Long bahwa ia telah
"masuk pintu yang salah" kalau ingin
mengetahui perbendaharaan ilmu keluarga
Sebun. Yang dihadapinya ternyata cuma
seorang pembual yang tidak tahu apa-apa
kecuali omong besar. Namun untuk menjaga
agar "pintu yang sudah terbuka" ini tetap
bermanfaat di kemudian hari, ia tetap bersikap
baik terhadap Auyang Hou.
"Sungguh hari ini aku berbahagia sekali bisa
berkenalan dan bercakap-cakap untuk menambah pengalamanku. Tentu akan banyak
teman-temanku yang tidak percaya kalau aku
beritahu mereka bahwa aku telah berkenalan
dengan pendekar muda yang terkenal, Auyang
Hou yang berjulukan Siau-pek-him!" sanjungnya. Auyang Hou pura-pura menggoyang tangan
dengan sungkan, "Ah, saudara Mo terlalu
memuji." Sekte Teratai Putih 9 45 "Saudara Auyang, aku percaya bahwa orangorang muda dari Keluarga Sebun pastilah hebathebat. Itulah sebabnya lain kali aku ingin
berkenalan dengan saudaramu yang.." maaf,
yang pincang kakinya"
Inilah bagian yang paling tidak disukai
Auyang Hou, bagian di mana ia harus membagi
kekaguman orang lain dengan Liu Yok. Padahal
Auyang Hou ini berjalan bersama Liu Yok saja
malu. "Ah, Liu Yok itu bukan kakak kandungku,
hanya kakak tiri. Dia justru yang paling pemalas
di antara anggota keluarga Sebun. Malas dalam
hal mencari ilmu-ilmu kesaktian. Kerjanya ya
cuma mencari kayu, menanam sayuran,
memelihara ayam." "Tetapi kenapa Pamanmu mengajaknya
melakukan perjalanan?"
"Mungkin Paman bermaksud agar dia timbul
minat terhadap ilmu-ilmu kaum lelaki seperti
ilmu silat, bukan cuma ilmunya kaum
perempuan yang cuma menanam sayuran dan
Sekte Teratai Putih 9 46 sebagainya. Namun agaknya minatnya susah
timbul. Percuma Paman mengajaknya."
"Ooo, begitu?" "Ya. Buktinya, meskipun dalam perjalanan,
dia tidak tertarik memperluas pergaulan
dengan para pendekar. Dia menghabiskan
waktu hanya dengan buku hitamnya itu."
Minat Mo Long yang hampir sirna, tiba-tiba
muncul kembali. "Buku hitam" Buku apa?"
"Ah, percuma Saudara Mo tertarik kepada
buku hitam itu. Itu cuma berisi dongengdongeng buat anak kecil yang tidak ada artinya.
Masa Saudara Mo ingin jadi anak kecil lagi?"
Mo Long menyeringai, dan berkata, "Ya,
bagaimanapun juga aku ingin berkenalan
dengan Kakak tirimu itu. Kapan Saudara Auyang
bisa memperkenalkan aku kepadanya?"
"Untuk belajar menanam sayur dan
memelihara.... "Saudara Auyang! Lihat ke mataku!
Nada suara Mo Long berubah tajam, tidak
lagi ramah dan menyanjung, melainkan
mengandung perbawa gaib yang susah dilawan.
Sekte Teratai Putih 9 47 Auyang Hou terpengaruh, ia menatap mata Mo
Long dan pertahanan jiwanya pun runtuh
dengan cepat, ia jatuh di bawah pengaruh Mo
Long. Kata Mo Long, "Saudara Auyang, besok
malam bawalah saudaramu yang pincang itu di
sini. Aku mau berkenalan dengannya."
Ada rasa gentar yang menyerbu jiwa Auyang
Hou, sehingga dia tidak punya jawaban lain
kecuali mengangguk-angguk sambil berkata,
"Ya, ya. Baik."
Sikap Mo Long pun berubah menjadi ramah
kembali. Ia memanggil Si Tukang Warung dan
membayari semua yang dimakan dan diminum
olehnya sendiri maupun oleh Auyang Hou.
Sambil berdiri dari bangkunya, ia menepuk
pundak Auyang Hou sambil berkata, "Baiklah,
kita berpisah. Malam yang menyenangkan bisa
berbincang-bincang dengan pendekar muda
yang hebat seper-dirimu, Saudara Auyang.
Jangan lupa, besok malam kita bertemu lagi di
sini bersama saudara tirimu itu."
Sekte Teratai Putih 9 48 Laiu melangkah keluar dari warung dekat
dermaga itu, sampai tubuhnya tidak kehilangan
lagi karena tidak terjangkau cahaya lilin dan
masuk ke dalam kegelapan.
Si "Manusia Emas" itu menyusup di antara
orang-orang ramai di dermaga itu. Di antara
para kuli dan pelacur dan pengemis. Tiba-tiba
kupingnya menangkap bisikan lembut, "Kakak
Mo Hwe.... Kakak Mo Hwe....."
Ternyata itulah nama aslinya, bukan Mo
Long seperti yang dikatakannya kepada Auyang
Hou. Mo Hwe menoleh untuk melihat siapa yang
memanggilnya itu, dan ia melihat di pinggir
jalan berdiri sesosok tubuh manusia bungkuk
berambut panjang gembel sampai menutupi
wajahnya, namun hidungnya sangat besar
seperti paruh burung sehingga nongol dari selasela rambutnya. Telapak kakinya yang amat
besar Itu bentuknya menyerupai kaki burung,
tanpa sepatu, sebab tidak ada sepatu yang bisa
memuat kaki macam itu. Sekte Teratai Putih 9 49 Mo Hwe mendekatinya lalu berkata tertahan,
"Kau, si Keempat?"
Hek-wa-koai (Siluman Gagak Hitam) Mao Pin
mengangguk. "Ya, ini aku, Kakak Mo."
"Ke mana saja kamu menghilang selama ini,
setelah berhasil lari dari penjara Lok-yang?"
"Panjang ceritanya, Kak. Tetapi secara
singkat bisa aku katakan bahwa Pek-lian-kau
kita dalam posisi yang tidak menguntungkan
saat ini." "Kamu belum menjawab ke mana saja
selama ini." Mao Pin memandang ke jalanan yang ramai
orang berlalu-lalang dan berkata, "Kakak Mo,
banyak dan panjang yang akan aku laporkan
kepadamu. Tidak leluasa berbicara di tempat
ini." "Baik, Mari kita cari tempat yang sepi."
Keduanya mencari tempat tepi yang agak
jauh dari dermaga. Sebuah tempat penuh ilalang
di tepi sungai yang hanya diterangi sepotong
rembulan berwadah pucat di langit.
Sekte Teratai Putih 9 50 Mo Hwe duduk di atas sebatang pohon kayu
yang roboh. Sedangkan Mo Pin tidak segera duduk,
melainkan berjalan berkeliling sambil berkomat-kamit membaca mantera seraya
sesekali menggores tanah dengan kakinya. Mo
Hwe tahu, bahwa adik seperguruannya yang
nomor empat itu sedang "memasang tirai
pelindung" untuk sekitar tempat itu. Menjaga
kalau-kalau ada orang lain yang mendekati.
Mo Hwe mendiamkan saja, sambil membatin
dalam hati, "Agaknya ada sesuatu yang dahsyat
menggores jiwa Si Nomor Empat ini, sehingga
dia yang tadinya begitu gegabah, sekarang
berhati-hati." Selesai mengelilingi tempat itu satu putaran,
barulah Mao Pin duduk di sebuah batu di
hadapan kakak seperguruannya Ini.
"Nah, sekarang berceritalah." perintah Mo
Hwe. "Kakak Mo tentu sudah ke Lok-yang."
"Tentu saja sudah. Beberapa hari setelah
kamu dan Si Nomor Tiga bertindak gegabah meSekte Teratai Putih 9
51 Selesai mengelilingi tempat itu satu putaran,
barulah Mao Pin duduk di sebuah batu di
hadapan kakak seperguruannya Ini.
Sekte Teratai Putih 9 52 ndahului rencana yang sudah aku gariskan, aku
dan Si Nomor Dua sudah berada di Lok-yang.
Kami berhasil menculik puteri Gubernur, meski
pun harus bergebrak dengan Tho-cu (pemimpin
cabang) dari Kai-pang (serikat pengemis)
setempat. Aku sungguh tidak mengerti
ketololan kalian berdua, bertindak tanpa
menunggu kami!" Mao Pin menunduk di bawah tatapan mata
berapi-api dari kakak seperguruannya yang
berjulukan Kim-mo-long (Serigala Berbulu
Emas) ini. Katanya sambil tertunduk, "Aku
minta maaf, Kak. Dan jangan salahkan Kakak Oh
Jiang, dia sudah memperingatkan aku tetapi aku
tidak menggubrisnya. Akhirnya Kakak Oh Jiang
sendiri malah menjadi korban di dalam penjara
kota Lok-yang. Aku menyesal sekali, Kak, sekali
lagi aku minta maaf."
Mo Hwe menarik napas dan menghembuskannya beberapa kali, mencoba
meredakan kejengkelannya. "Ya, sudahlah. Aku
maafkan. Sekarang apa yang mau kamu
katakan?" Sekte Teratai Putih 9 53 "Maaf kalau usulku agak keterlaluan, Kak.
Aku mohon kali ini Pek-lian-kau keluar
gelanggang saja." "Lho, keluar gelanggang bagaimana?"
"Lupakan saja batangan-batangan emas itu,
kita tidak usah ikut memperebutkannya."
Mo Hwe mengerutkan alisnya, "Kenapa"
Uang sebanyak itu akan dapat kita gunakan
sebagai dana membentuk pasukan yang besar,
untuk kebangkitan kembali Kerajaan Beng!"
"Kak, aku berpendapat, kalau kita terus
berkecimpung dalam urusan ini, sesungguhnya
kita hanyalah menjadi kambing hitam atau
permainan dari orang-orang di istana, dari
kelompok-kelompok yang bertentangan dalam
istana itu. Kita sendiri tidak akan mendapat
apa-apa kecuali kerugian."
Mo Hwe tertawa dingin, "Hem, justru
pertentangan dalam istana itulah yang kita
peralat, kita tunggangi, dan kita dapatkan
keuntungan dari mereka."
Mao Pin menggeleng-gelengkan kepala,
Sekte Teratai Putih 9 54 "Itu harapan kita, Kak. Tetapi kenyataan yang
aku lihat berbeda dengan harapan itu, Kak."
"Kenyataan apa yang kamu lihat?"
"Kita hanya diperalat, bukan memperalat.
Orang mengajak kita bekerja sama dengan kita
selama kita masih berguna bagi mereka, tetapi


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu kita tidak dianggap berguna lagi, kita
pasti akan dihabisi. Ditusuk dari belakang. Dan
orang yang mengkhianati kita itu malah akan
mendapat penghargaan dari pemerintahan
anjing-anjing Mancu, karena Pek-lian-kau kita
dianggap duri dalam daging bagi orang
Manchu." "Prasangkamu berlebihan. Orang istana yang
pernah menghubungi aku secara diam-diam itu
adalah seorang bangsa Han. Dia mengaku muak
kepada orang-orang Manchu, dan ingin
merongrong pemerintahan Manchu dari dalam.
Nah, bukankah ini menguntungkan perjuangan
kita untuk mengembalikan dinasti Beng?"
"Aku pernah mendengar dia berkata
demikian, bukankah waktu itu aku juga hadir di
sana, ketika Kakak bercakap-cakap dengan
Sekte Teratai Putih 9 55 orang dari istana itu" sahut Mao Pin. "Tetapi
justru orang itu jugalah yang membunuh Si
Nomor Tiga dalam penjara kota Lok-yang.
Bahkan aku pun akan ikut mampus, kalau tidak
cepat-cepat Pian-hoa (mengubah bentuk) dan
melarikan diri." "Benar?" "Buat apa aku membohongi Kakak?"
Percakapan terhenti karena mereka melihat
sebuah perahu nelayan merapat ke tepian
sungai. Penumpangnya agaknya seorang
nelayan dan anak laki-lakinya yang tanggung,
dengan membawa alat-alat mata pencaharian
mereka, melangkah ke jalan setapak sepanjang
tepian sungai dan pasti akan melewati tempat
Mo Hwe dan Mao Pin berbicara. Tetapi Si
Serigala Bulu Emas dan Siluman Gagak Hitam
itu tenang-tenang saja, dan nyatanya kedua
orang itu memang lewat di dekat mereka tanpa
melihat mereka sama sekali. Itulah berkat "tirai
gaib" Yang dipasang Mao Pin tadi.
Setelah kedua nelayan itu menjauh,
bertanyalah Mo Hwe, "Bagaimana kamu tahu
Sekte Teratai Putih 9 56 yang membunuh Si Nomor Tiga itu adalah juga
orang istana yang dulu menghubungi kita
menawarkan kerjasa-ma" Bukan orang itu dulu
menemui kita dengan memakai kedok, sehingga
tak terlihat wajahny"
"Begitu juga ketika dia muncul di dalam
penjara di kota Lok-yang. Namun ada bagian
tubuhnya yang tidak tertutup dan ada cirinya.
Dulu ketika dia menemui kita, aku melihat di
punggung tangannya ada tahi-lalat besar
berbulu. Tanda itu pula yang aku lihat pada diri
orang yang berusaha membunuh aku di penjara
Lok-yang. Jelas orangnya sama."
"Kamu yakin?" "Sangat yakin, Kak. Memang banyak orang
yang punya tanda tahi-lalat besar di tangannya,
namun hanya sedikit yang punya begitu banyak
persamaan potongan tubuh, sorot mata, dan
hubungan kepentingan yang berkait secara
masuk akal." Mo Hwe termangu-mangu beberapa saat.
Sementara Mao Pin berkata pula, "Dengan
demikian, kita dari pihak Pek-lian-kau ini hanya
Sekte Teratai Putih 9 57 diperalat. Diperintah berbuat begini-begitu
hanya untuk mengalihkan perhatian, untuk
menutupi apa yang akan dilakukan oieh
komplotan mereka sendiri, dan bukan mustahil
suatu saat mereka akan menusuk punggung kita
dari belakang. Si Nomor Tiga adalah
contohnya...." Mo Hwe menengadah ke langit, menatap
bulan sepotong yang pucat. Sepasang matanya
mendadak berubah warna menjadi merah
menyala seperti mata serigala, dari mulutnya
terdengar geram kemarahan seperti suara
serigala, jari-jarinya mencengkeram batang
kayu yang didudukinya sehingga berjatuhanlah
serpihan-serpihan kayu ke tanah.
Beberapa saat Mo Hwe terengah-engah
menahan gelombang kemarahannya, sebelum
akhirnya dia menjadi tenang kembali. Otaknya
menjadi "dingin" " kembali, lalu katanya, "Kalau
mereka sudah mulai mengkhianati kita, kita pun
tidak bersalah kalau balas mengkhianati
mereka. Kalau kita berhasil merampas emasemas itu, kita akan menyembunyikannya dan
Sekte Teratai Putih 9 58 menggunakannya untuk kepentingan kita
sendiri. Kita persetankan mereka!"
"Kak, lupakan saja perkara emas itu!"
Mo Hwe kaget, "Apa maksudmu" Maksudmu
kita harus keluar dari gelanggang sekarang ini,
tanpa memperoleh apa-apa setelah sekian lama
bersusah-payah memeras tenaga dan keringat?"
"Aku diam-diam mengawasi perjalanan
batang-batang emas itu meskipun dengan Pianhoa. Dan aku melihat bahwa emas-emas itu
sudah dihadang dan dirampas pihak lain."
"He?" "Benar, Kak. Komplotan istana yang
menghubungi kita itu pura-pura mengajak kita
bekerja sama, memberitahu kita arah
perjalanan rombongan pembawa emas itu dan
menyuruh kita bergerak. Akal itu tidak lain agar
kita diawasi dan diperhatikan semua pihak,
terutama oleh jago-jago pribadinya si Anjing
cilik Kian-liong. Akal itu memang kelihatan
hasilnya, sementara orang-orang kita dan
anjing-anjingnya Kian-liong saling mengawasi,
komplotan keparat orang istana yang
Sekte Teratai Putih 9 59 memperalat kita itu telah merampas emas-emas
itu. Celakanya..." Mao Pin menghentikan kata-katanya sejenak
karena Kakak seperguruannya itu menggeram
lagi seperti serigala yang marah.
"Lanjutkan kata-katamu, Nomor Empat."
perintah Mo Hwe. "Celakanya, anjing-anjingnya Kian-liong yang
tolol itu benar-benar percaya bahwa kitalah
yang merampas emas-emas itu. Sekarang
mereka sedang mengerahkan orang secara
besar-besaran untuk mengincar kita. Mereka
percaya kitalah yang melakukan perampokan,
sebab perampok-perampok itu punya ilmu yang
mirip dengan ilmu-ilmu Pek-lian-kau kita."
"He" Siapa mereka?"
"Komplotan itu agaknya menggunakan
tenaga para ninja dari negeri tetangga. Aku pun
kesulitan mengikuti jejak mereka dari udara,
sebab mereka bisa menghilang."
Mo Hwe menghembuskan napas kuat-kuat.
Mao Pin yang sudah hapal akan kebiasaan
Kakak seperguruannya itu, tahu bahwa
Sekte Teratai Putih 9 60 hembusan napas itu dapat "diterjemahkan"
sebagai kalimat, "Kita dalam kesulitan."
Beberapa saat tempat itu sunyi. Yang
terdengar hanyalah gemerisik ilalang digoyang
angin malam, gemericik air sungai yang
membentur tepian, dan keramaian dermagayang sayup-sayup di kejauhan.
"Nomor Empat, sekarang pergilah kamu ke
Hong-yang untuk menghubungi orang-orang
kita di sana, suruh mereka bubar meninggalkan
tempat itu, sebab tempat itu sudah menjadi
incaran musuh-musuh kita. Katakan, ini
perintah dari aku." "Ke mana mereka akan Kakak suruh
menyingkir?" "Pokoknya jangan jauh-jauh di Hong-yang,
tetapi jangan di Hong-yang, juga jauhi Kuil
Hang-kok-si. Sudah banyak orang tahu bahwa
kuil itu merupakan salah satu pusat kegiatan
keagamaan kita." "Lalu bagaimana dengan upacara tahunan
kita?" Sekte Teratai Putih 9 61 "Kita cari tempat lain. Para Thian-ciang
(panglima langit) dan Thian-peng (perajurit
langit) akan mengerti kesulitan kita dan
merestui." "Baik, Kak." "Oh, ya, satu lagi, bawa tawanan itu dengan
baik, jangan sampai diketahui orang."
"Tawanan?" Hek-wa-koai Mao Pin heran.
"Siapa?" "Lupa omonganku tadi" Tidak lama setelah
kau kabur dari penjara kota Lok-yang, aku dan
Si Nomor Dua...." "Ooo, iya, iya...," Mao Pin menepuk jidatnya.
"Maksud Kakak, puteri Gubernur di Ho-lam?"
"Betul." "Kakak sendiri sekarang bertujuan ke
mana?" "Aku sedang mengamat-amati Sebun Beng
dan kedua orang keponakannya. Aku
penasaran, aku pernah mengirim empat boneka
Thian-peng kepada Sebun Beng, namun tanpa
hasil. Aku sedang menyelidiki ilmu apa yang
mereka punyai." Sekte Teratai Putih 9 62 "Mungkin pengamatan Kakak harus lebih
ditujukan kepada keponakan Sebun Beng yang
pincang itu. Namanya Liu Yok. Dialah yang
menggagalkan ilmuku dan Si Nomor Tiga ketika
di Lok-yang, sehingga kami menjadi tawanan."
"Menurutmu ilmu apa yang dia punyai?"
"Bukan ilmu yang dipelajari, tetapi
barangkali semacam kemampuan alamiah."
"Baiklah. Aku perhatikan kata-katamu.
Sekarang berangkatlah."
"Baik, Kak." Mao Pin membaca mantera lalu melompat ke
udara. Tidak lama kemudian di angkasa yang
kelam terdengarlah kaok burung gagak yang
semakin menjauh. Si Serigala Berbulu Emas Mao Hwe lalu
mencari sebuah tempat yang sepi untuk
mempraktekkan sihirnya, memperkuat cengkeraman gaibnya atas jiwa Auyang Hoau
yang sudah ditanamkannya tadi. Ia merencanakan, suatu kali Auyang Hou akan
menjadi alat mutlak di tangannya yang lebih
efektif dari boneka-boneka Thian-pengnya.
Sekte Teratai Putih 9 63 Bersambung jilid X Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
PSW 12/06/2018 12:00 PM Sekte Teratai Putih 9 64 Sekte Teratai Putih 10 1 Sekte Teratai Putih 10 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid X *** A UYANG HOU bangun pagi dengan wajah
pucat dan sikap lesu, sehingga Liu Yok
bertanya, "Kenapa dengan dirimu, A-hou"
Apakah sakit?" Auyang Hou cuma menggeleng. Ia tidak sakit,
hanya semalam tidurnya sangat gelisah sebab
didatangi mimpi-mimpi yang menakutkan. Dan
sekarang ketika ia bangun, ia merasa bagian
belakang kepalanya berdenyut-denyut.
Liu Yok lalu berkata dengan penuh kasih
sayang, "Jangan mengingkari keadaan tubuhmu,
A-hou, itu tidak baik. Kalau sakit, bilang saja
kepada Paman, pasti Paman akan menunda


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keberangkatannya. Paman bukanlah seorang
yang tidak mau tahu akan keadaan
keponakannya sendiri."
Sekte Teratai Putih 10 2 Auyang Hou tidak menjawab, terlalu malas
menggerakkan bibirnya untuk menerangkan
panjang lebar. Ia hanya menarik selimutnya ke
atas sampai sebatas leher.
"Kalau begitu, biarlah aku bicara kepada
Paman." kata Liu Yok. Terpincang-pincang ia
keluar dari kamar itu. Cahaya matahari pagi sudah menimpa
pucuk-pucuk genteng penginapan di tengahtengah kota Han-king itu. Orang-orang di
penginapan yang akan melanjutkan perjalanan
hari itu, sudah melakukan segala persiapannya.
Pegawai-pegawai penginapan jadi sibuk
menjalankan perintah-perintah mereka. Ada
yang minta makanan, ada yang minta air hangat,
minta agar kuda tunggangannya dipasangi
pelana dan sebagainya. Para pelayan
menjalankannya dengan senang hati demi
membayangkan tip yang bekal diterimanya.
Liu Yok mengetuk pintu kamar Pamannya
yang bersebelahan dengan kamar yang
ditempatinya bersama Auyang Hou.
Sekte Teratai Putih 10 3 Pamannya membukakan pintu, wajahnya
nampak bercahaya dan segar. "Kenapa, A-yok?"
"Paman, A-hou kelihatannya sakit."
Alis Sebun Beng berkerut. "Kenapa" Apakah
semalam dia pulang larut, atau kebanyakan
minum arak?" "Tidak, Paman. Ketika berbicara denganku,
mulutnya tidak berbau arak."
"Atau berkelahi?"
"Kelihatannya juga tidak. Mukanya mulus,
tidak ada bekas-bekas pukulan."
"Ah, ada-ada saja anak itu. Perjalanan kita ke
Hong-yang jadi terhambat di kota ini..." gerutu
Sebun Beng. "Coba aku lihat dia."
Pagi itu sebenarnya Sebun Beng sudah
membungkus bekalnya, siap-siap meninggalkan
penginapan itu dan melanjutkan perjalanan.
Tetapi berita tentang sakitnya Auyang Hou itu
menggoyahkan rencananya. Ketika berdiri di samping pembaringan
Auyang Hou, Sebun Beng bertanya, "Apa yang
menyebabkanmu sampai seperti ini?"
Sekte Teratai Putih 10 4 Terhadap pamannya ini, Auyang Hou tidak
berani bersikap acuh tak acuh seperti terhadap
Liu Yok. Jawabnya sambil tetap berbaring,
"Barangkali aku hanya kelelahan. Paman,
setelah berjalan sekian jauh. Lagipula semalam
aku sulit tidur." "Kenapa?" "Aku hanya gelisah, Paman."
"Apa yang kamu gelisahkan?"
"Tidak apa-apa, Paman. Aku hanya sulit tidur
semalam. Kalau aku bisa beristirahat sehari
semalam lagi di kota ini, kesehatanku akan
pulih, Paman." Sebun Beng menarik napas, namun
kemudian mengangguk-angguk. "Ya, demi
pulihnya kesehatanmu."
"Maafkan aku, Paman."
"Ya, tidak apa-apa." Sebun Beng meletakkan
telapak tangannya ke jidat Au-yang Hou,
membuat Auyang Hou tiba-tiba saja menjerit.
Sebun Beng kaget dan buru-buru menarik
tangannya, "He, kenapa" Aku hanya menaruh
Sekte Teratai Putih 10 Hina Kelana 15 Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Pendekar Cengeng 9

Cari Blog Ini