Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp Bagian 7
berbalik untuk pergi. "Bukan dengan bantuan setan, tetapi
menggunakan tenaga alam semesta."
"Pokoknya tidak. Itu hanyalah istilah lain
untuk menipu aku." "He, anak muda, kalau kamu tidak mau
menerima hadiahku, seumur-umurmu kamu
hanya akan menjadi pendekar-pendekaran dan
tidak pernah menjadi pendekar sungguhan,
bahkan orang-orang di warung pun tidak akan
takut kepadamu. Bahkan suatu saat kamu akan
terjebak oleh bualanmu sendiri dan dipermalukan di depan seorang gadis."
Auyang Hou menjadi merah kupingnya dan
melangkah semakin cepat meninggalkan tempat
itu, tanpa menoleh-noleh lagi. Ternyata Si Mayat
Terbang itu sudah mendapat laporan komplit
Sekte Teratai Putih 11 57 tentang dirinya, bahkan juga peristiwa
memalukan yang dialaminya semalam. Jadi
kelirulah anggapan bahwa Si Tukang Pangsit itu
semalam "tidak mengetahui apa yang terjadi".
Auyang Hou merasa semakin malu dan ingin
cepat-cepat berlalu dari situ.
Tetapi tiba-tiba ia tertegun. Tiba-tiba ia
merasa sangat asing dengan tempat yang
dilewatinya, padahal rasanya ia melewati jalan
arah kedatangannya tadi. Ia berjalan terus dengan ragu-ragu, dan
bertambah heran ketika ternyata kembali ke
tempat semula, la mulai berkeringat dingin. Ia
ingat bahwa Pek-lian-kau, adalah gudangnya
ilmu gaib, apakah sekarang dirinya juga
terperangkap ilmu gaib"
Ia merasa belum jauh dari rumah kayu di
lereng bukit tadi, maka ia lalu menoleh dan
melihat lereng tadi seolah-olah berganti bentuk.
Makin paniklah Auyang Hou.
Apalagi ketika di udara terdengar suara
tertawa, dan suara dari Si Muka Mayat tadi
tanpa kelihatan orangnya, "Anak muda, tempat
Sekte Teratai Putih 11 58 ini sudah aku susun menjadi Lu-hun-tin
(Formasi Pengacau Sukma), penuh dengan
perangkap-perangkap gaib yang tidak kamu
duga. Jangan harap kamu keluar dari sini begitu
saja, sebelum menuruti kemauanku!"
Sekarang mengertilah Auyang Hou bahwa
tawaran "belajar ilmu" itu pun bukan tawaran
yang tulus, melainkan mengandung pamrih di
dalamnya, dan pasti bukan pamrih yang baik.
Kalau niatnya baik, kenapa begitu memaksa"
Auyang Hou masih mencoba meninggalkan
tempat itu, namun gagal. Tempat itu seperti
berubah-ubah setiap saat, bahkan di suatu
tempat muncul sebuah jurang, padahal tadinya
tidak ada. Kebingungannya ditambah teror
mental suara tawa dan kata-kata Nyo Jiok tanpa
kelihatan orangnya, yang terus-menerus
mengancam. Tiba-tiba Auyang Hou teringat suatu
pembicaraan antara Pamannya dengan Wan Lui
ketika masih di Lok-yang dulu, ketika
membicarakan tentang orang-orang Pek-liankau. Menurut yang ia dengar waktu itu, salah
Sekte Teratai Putih 11 59 satu cara memunahkan ilmu gaib Pek-lian-kau
adalah dengan percikan darah. Di situ tidak ada
darah, namun Auyang Hou nekad menggigit
ujung jarinya sendiri sehingga berdarah, untuk
dikumur dalam mulut dan disemburkan ke
sekelilingnya. Ternyata keadaan tidak berubah. Malah
terdengar Nyo Jiok mentertawakan, "Ha-ha-ha,
boleh juga akalmu, anak muda. Tetapi kau
menggunakannya pada waktu dan tempat yang
salah! Ilmu gaib yang gampang dilenyapkan
dengan semburan darah adalah ilmu gaib yang
rendah tingkatnya. Jangan kau samakan barisan
Lo-hun-tinku dengan barisan ilmu gaib
rendahan lain!" Bahkan kemudian tempat itu segera
dihembus angin yang bertiup kencang, dingin
dan berputar-putar, ada awan hitam yang turun
semakin rendah sampai di pucuk-pucuk
pepohonan. Debu dan dedaunan kering
terangkat naik, sehingga tempat itu semakin
gelap. Bahkan sayup-sayup terdengar suara
Sekte Teratai Putih 11 60 tangisan yang memilukan hati, entah darimana
asalnya. Juga suara ratapan yang sayup-sayup sampai
ke telinga Auyang Hou, "Kami mati penasaran...
kami mati penasaran..."
Tegaklah bulu roma Auyang Hou. Hampir ia
menggigit lidahnya sendiri.
Tiba-tiba kembali Auyang Hou teringat apa
yang pernah diucapkan Liu Yok kalau
menghadapi hal-hal aneh seperti itu, maka
Auyang Hou pun menirunya. Sekuatnya ia
berteriak, "Kalian hanya debu! Kalian hanya
debu!" Hasilnya, malah terdengar Nyo Jiok tertawa
terbahak-bahak dan bersuara, "Omong apa
kamu, Anak muda" Apa yang hanya debu?"
Auyang Hou makin panik. "Mantera" yang
ampuh di mulut Liu Yok ternyata tidak berarti
apa-apa di mulutnya. Karena tidak tahan lagi,
Auyang Hou yang pada dasarnya memang tidak
berkepribadian kuat itu, berteriak kuat-kuat,
"Hentikan! Hentikan! Aku menurut apa pun
yang kau minta!" Sekte Teratai Putih 11 61 "Kamu mau menurut?"
"Ya!" Awan hitam berangsur-angsur terangkat,
angin mereda, suasana menjadi cerah seperti
semula. Dan Auyang Hou melihat bahwa
memang tempat inilah yang dilewatinya tadi,
belum berubah, dan ketika dia menoleh maka
rumah kayu di lereng bukit tadi pun terlihat
lagi. Auyang Hou menarik napas. Ia sama sekali
tidak merasa lega, sebab ia merasa
kehendaknya sudah terjerat. Ia sudah terlanjur
berjanji akan menurut, dan ia tahu orang-orang
Pek-lian-kau tidak akan menganggap mainmain janjinya itu.
Ia bahkan tetap menunduk, ketika Nyo Jiok
mendekatinya dan menepuk pundak Auyang
Hou sambil berkata, "Ayolah ke rumahku, Anak
muda. Dalam waktu sepuluh hari, aku akan
menyulapmu menjadi seorang pendekar yang
dahsyat. Yang mampu meremukkan batu,
melompat tinggi, berjalan seperti angin.
Bayangkan, hanya dalam waktu sepuluh hari.
Sekte Teratai Putih 11 62 Padahal menurut cara latihan biasa akan
memakan waktu bertahun-tahun. Apa tidak
senang" Ha-ha-ha.... sepuluh hari lagi dunia
persilatan akan gempar dengan munculnya
pendekar baru yang bernama Auyang Hou yang
berjuluk... berjuluk apa, he?"
Karena Auyang Hou diam saja tanpa
menjawab, Si Tukang Pangsitlah yang
menjawab, "Siau-pek-him alias Beruang Putih
Kecil!" "Betul! Betul! Nah, calon pendekar, mari
datang ke tempatku!"
Nyo Jiok menuntun Auyang Hou. "Si calon
pendekar" menurut saja dituntun seperti
kambing. Ketika memasuki rumah kayu itu, Auyang
Hou melihat bagian dalam rumah itu hanyalah
terdiri dari sebuah ruangan tanpa penyekat
sama sekali. Ketika diperhatikan lebih cermat,
Auyang Hou juga sempat melihat bahwa
bangunan itu dibangun serba tergesa-gesa.
Kentara benar kalau rumah itu memang
Sekte Teratai Putih 11 63 dibangun khusus untuk rencana "memberi
ilmu" kepada Auyang Hou.
Auyang Hou juga heran ketika melihat dalam
ruangan itu banyak boneka-boneka berbagai
bentuk, dan berbagai bahan. Ada yang dari kain,
ada yang dari tanah liat, ada yang dari kayu,
bahkan ada yang cuma dari jerami atau rumput
kering. Bentuknya juga macam-macam. Ada
yang manusia, ada yang binatang, ada yang
setengah manusia setengah binatang, bahkan
ada pula berbentuk mahluk ganjil yang entah
apa, mungkin sekedar mahluk dalam dongeng.
Pikir Auyang Hou, "Aneh orang ini. Ilmunya
tinggi, namun agaknya dia masih suka bermainmain dengan boneka-boneka, seperti anak-anak
perempuan saja." Bersambung jilid XII. Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
PSW 12/06/2018 02:55 PM Sekte Teratai Putih 11 64 Sekte Teratai Putih 12 1 Sekte Teratai Putih 12 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid XII *** N AMUN ketika Auyang Hou sadar betapa
peranan boneka daiam ilmu-ilmu gaib
Pek-lian-kau, Auyang Hou rasanya bergidik
sendiri memandang boneka-boneka itu. Tidak
peduli betapapun lucunya bentuk bonekaboneka itu. Rasanya ada sesuatu yang hidup dan
berpribadi ikut menatapnya dari dalam mata
boneka-boneka itu. Nyo Jiok agaknya mengerti apa yang dipikir
Auyang Hou, ia menepuk-nepuk pula pundak
Auyang Hou sambil berkata, "Jangan hiraukan
boneka-boneka itu, mereka tidak akan apa-apa
kalau kamu pun tidak usil."
Itulah peringatan terselubung. Auyang Hou
cuma mengangguk mengiakan.
Sekte Teratai Putih 12 2 "Kamu akan sepuluh hari berada di tempat
ini, anak muda..." kata Nyo Jiok pula, "Aku tidak
mengawasimu, tetapi ada yang mengawasimu
meskipun kamu tidak melihatnya. Kalau kau
mencoba-coba lari, jangan salahkan kalau
terjadi apa-apa atas dirimu. Pernah ada yang
menjadi gila." Auyang Hou bergidik, dan lagi-lagi ia hanya
bisa mengangguk. Hari itu berlalu tanpa terjadi apa-apa, kecuali
Auyang Hou mendapat kuliah panjang lebar
tentang hebatnya ilmu-ilmu Pek-lian-kau.
Mula-mula Auyang Hou memang mendengarkannya dengan setengah hati, sambil
pikirannya melayang ke mana-mana, Tetapi
lama-lama ia tertarik juga oleh omongan Nyo
Jiok. Auyang Hou mulai terpengaruh dan
berpikir, "Belajar ilmu itu yang penting
tujuannya untuk kebaikan atau keburukan,
tidak perlu mempersalahkan asal-usul ilmu itu
dari golongan ini atau itu. Pokoknya asal kelak
aku sudah pandai, aku gunakan untuk membela
keadilan, menjunjung nama besar keluarga,
Sekte Teratai Putih 12 3 rasanya takkan ada yang menggugat bahwa
ilmuku berasal dari golongan jahat semacam
Pek-lian-kau. Lagipula, seandainya aku ingin
menolak toh tidak mungkin. Lebih baik
menurut, toh cuma sepuluh hari."
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan pikiran seperti itu, Auyang Hou
pasrah saja. Ketika matahari tenggelam, Si Tukang
Pangsit itu meninggalkan rumah kayu itu
sebentar, kemudian keluar dengan membawa
makanan. Habis makan, Nyo Jiok menghilang
pergi entah ke mana. "Kemana perginya... Guru Nyo tadi?" tanya
Auyang Hou kepada Si Tukang Pangsit.
"Beribadah di puncak bukit." sahut Si Tukang
Pangsit dingin. Sikapnya yang acuh tak acuh
benar-benar berbeda dengan sikapnya kemarin
malam, ketika dia menyanjung-nyanjung
Auyang Hou sebagai pendekar.
Auyang Hou menarik napas dalam-dalam. Ia
tahu nasib dirinya dalam beberapa hari itu
bakal tergantung sepenuhnya kepada kedua
orang Pek-lian-kau itu. Tiba-tiba saja dalam
Sekte Teratai Putih 12 4 hatinya berkecamuk rasa rindu yang sangat
hebat kepada ibunya, pamannya, saudarasaudaranya, bahkan terhadap Bwee Gin-liong
yang sering bertengkar dengannya.
Auyang Hou jadi sungkan mengajak
berbicara lagi kepada Si Tukang Pangsit yang
langsung saja tidur miring membelakangi
Auyang Hou. Tukang Pangsit itu segera
mendengkur, bahkan tanpa sungkan-sungkan ia
melepaskan kentutnya bertubi-tubi ke arah
Auyang Hou. Auyang Hou benar-benar
menderita, bukan saja tersiksa oleh suasana
seram di dalam rumah kayu maupun di luar,
namun juga karena sebagai orang yang gemar
bercerita, dia sekarang harus membisu sekian
lama, tidak ada yang bisa diajak bercerita.
Akhirnya kantuk pun menyerang Auyang
Hou, dan ia pun tertidur pula. Entah berapa
lama dia tidur, ketika dia bermimpi bonekaboneka dalam ruangan itu tiba-tiba menjadi
hidup semuanya dan menyerang serta
mengeroyoknya dengan ganas. Auyang Hou
menjerit-jerit ketakutan, tangannya bergerakSekte Teratai Putih 12
5 gerak menghalau di depan wajahnya, namun
halauannya itu tidak berguna. Boneka-boneka
itu terus saja menyerang dengan hebat, bahkan
ada yang berubah menjadi rasaksa. Dalam
keadaan putus asa, samar-samar Auyang Hou
seperti melihat Pamannya dan Kakak tirinya,
Liu Yok, berdiri di kejauhan sambil berpeluk
tangan menonton saja. Ia berteriak-teriak minta
tolong, namun Paman dan Kakaknya diam saja.
Dalam mimpinya, Auyang Hou sampai menaneis
dan menjerit, "Paman, Kakak Yok! Tolong aku!
Aku jera berbohong dan membual lagi! Aku
jera! Aku berjanji."
Ia terbangun dari tidurnya, ketika Nyo Jiok
membangunkannya dengan kasar. Tergagapgagap Auyang Hou bangun.
"A... ada apa?"
"Ikut aku ke puncak bukit!"
"A... apakah sekarang sudah pagi?"
"Sekarang tengah malam."
"Kenapa.... tengah malam?"
"Ini saat yang terbaik. Saat ini roh-roh alam
semesta sedang berkumpul di atas bukit, aku
Sekte Teratai Putih 12 6 merasakan benar kehadiran mereka. Ada roh
angin, roh batu, roh gunung..."
"Tidak! Aku tidak mau!" Auyang Hou
mencoba meronta, namun alangkah kokohnya
cengkeraman Nyo Jiok. Begitulah, di tengah malam yang dingin itu
Auyang Hou tanpa daya diseret ke puncak bukit,
untuk diajari mantera-mantera memanggil
kekuatan-kekuatan tertentu masuk ke dalam
tubuhnya. Nyo Jiok menyebutnya "kekuatankekuatan alam" tetapi Auyang Hou merasakan
bahwa kekuatan-kekuatan itu berpribadi.
Dan setelah mendapat contoh, tiba giliran
Auyang Hou untuk mempraktek-kannya. Di
bawah ancaman bengis Nyo -Jiok, Auyang Hou
dipaksa melakukan apa yang diajarkan.
Demikianlah, malam demi malam Auyang
Hou dibawa ke berbagai tempat, puncak
gunung, kelokan sungai, kuburan kuna, pohon
besar dan sebagainya. Makin lama Auyang Hou
makin tak berdaya melawan, bahkan agak
keranjingan juga. Sekte Teratai Putih 12 7 Hari ke tujuh, Nyo Jiok tiba-tiba berkata
kepada Auyang Hou, "Belajar suatu kepandaian
tanpa mempraktekkannya adalah percuma. Hari
ini kita cari sasaran untuk praktek."
Auyang Hou terkejut, "Maksudmu... maksudmu...." "Aku akan mencarikanmu lawan yang
setimpal untuk bertempur."
Auyang Hou berkeringat dingin. Perkara
bergaya sebagai pendekar di warung-warung
kecil memang boleh dianggap sebagai
permainan, tetapi kalau harus berkelahi
sungguh-sungguh itu soal lain. Belum pernah ia
berkelahi dengan musuh yang benar-benar
kuat, meskipun dalam buaiannya ia selalu
mengaku sudah mengalahkah si ini-itu yang
berjulukan hebat-hebat. Namun Nyo Jiok tidak memberinya
kesempatan untuk ragu-ragu. Ditariknya tangan
Auyang Hou untuk diajak menuruni bukit,
sambil berkata, "Ayo, ikut aku. Kita uji coba
sampai di mana ilmumu sekarang."
Sekte Teratai Putih 12 8 Telapak-telapak kaki Auyang Hou melangkah
dan berusaha mencengkeram tanah, sambil
mencoba berdalih, "Rasanya sudah cukup.
Bukankah dalam uji coba kemarin malam, aku
telah berhasil menumbangkan sebatang pohon
dengan sekali pukul?"
"Sekarang, cobalah tumbangkan manusia."
Auyang Hou tidak mampu menolak
kehendak "guru"nya itu.
Tiba di kaki bukit, matahari cerah bersinar,
dan mereka melangkah ke arah kota Han-king,
kota dermaga yang mempunyai seribu
kenangan bagi Auyang Hou itu. Nyo Jiok tibatiba
menghentikan langkahnya dan menjatuhkan bungkusan besar yang dipanggulnya, sambil memerintah. "Pakai itu."
"Apa?" tanya Auyang Hou.
"Mantel, caping dan pedang. Bukankah itu
pakaian kegemaranmu?" sahut Nyo Jiok.
"Bedanya sekarang kamu bukan lagi cuma
pendekar-pendekaran, tetapi pendekar sungguhan." Sekte Teratai Putih 12 9 Agak malu juga Auyang Hou ketika teringat
lagaknya yang dulu-dulu. Namun hatinya
terdorong juga untuk memakai "pakaian
pendekar"nya itu. Ia pun membuka bungkusan
itu dan memakainya, dan sekonyong-konyong ia
merasa tubuhnya dirambati getar rangsangan
yang aneh, mendadak saja ada semangat yang
berkobar-kobar untuk berkelahi. Bahkan untuk
membunuh. Keragu-raguan yang dibawanya
dari atas bukit tadi, lenyap mendadak.
Setelah mengenakan caping, mantel dan
menjinjing pedangnya, ia merasa lebih hebat,
alangkah gagahnya saat itu, dan pantaslah
rasanya untuk masuk rimba persilatan dan
mengangkat nama tinggi-tinggi. Agar julukan
Siauw-pek-him benar-benar dikenal orang,
bukan sekedar di-bualkan di hadapan seorang
tukang bakmi yang mendengarkannya sampai
mengantuk. Nyo Jiok tertawa menyeringai sambil
menatap Auyang Hou, "Kau gagah sekali, Anak
muda. Nah, berjalanlah di depan, aku puluhan
langkah di belakangmu."
Sekte Teratai Putih 12 10 "Kenapa tidak berjalan bersama-sama saja?"
"Masa seorang pendekar jalannya harus
ditemani, seperti anak kecil yang digandeng
ibunya di tengah pasar" Nah, cepatlah, cari
lawan untuk menguji ilmumu sebelum naik ke
tingkatan ilmu yang berikutnya..."
"Siapa yang harus aku lawan?"
"Siapa saja, di Han-king sebagai kota
dermaga, tentu banyak orang yang kau anggap
pantas untuk dilawan."
Auyang Hou mengangguk, rangsangan dalam
jiwanya makin kuat. Mereka pun masuk kota Han-king, tetapi
tidak dari arah dermaga. Auyang Hou berjalan
puluhan langkah di depan Nyo Jiok, Nyo Jiok
sendiri punya tampang menyeramkan, wajahnya seperti mayat, untuk menghindari diri
dari perhatian orang-orang ramai di jalanan, ia
memakai tudung bambu pula.
Karena itu, orang-orang memang lebih
tertarik kepada Auyang Hou yang melangkah
dengan gagah, sedikit dibuat-buat, dengan
mantel melambai di belakang pundaknya dan
Sekte Teratai Putih 12 11 caping menutup kepalanya dan pedang yang
dijinjingnya. Orang-orang di jalanan yang punya
perasaan tajam, merasakan adanya semacam
semangat yang menakutkan terpancar dari
tubuh Auyang Hou, sehingga mereka minggir.
Beberapa saat Auyang Hou belum
menemukan "lawan" meskipun rangsangan
dalam jiwanya terus meningkat.
Namun tidak lama kemudian, Auyang Hou
melihat ada tiga orang lelaki keluar
sempoyongan dari sebuah warung. Mereka
bertubuh tegap dan berpakaian seragam dari
sebuah Piau-hang (perusahaan pengawalan)
yang terkenal di kawasan Kang-pek (sebelah
utara Sungai Tiang-kang). Yaitu Tiong-gi Piauhang. Lambangnya ialah gambar hati berwarna
emas di baju mereka. Auyang Hou mendengar semacam suara
dalam dirinya, "Mereka bertiga adalah korbankorbanmu yang pertama."
Menuruti rangsangan jiwanya, Auyang Hou
sengaja melencengkan langkahnya sehingga
menabrak ketiga orang itu.
Sekte Teratai Putih 12 12 Dan seperti sudah ada yang mengatur, tiga
orang itu langsung marah, "He, bangsat, jalanmu
pakai mata atau tidak?"
Yang seorang lagi juga membentak,
"Memangnya kalau sudah berdandan macam
pendekar begitu, lalu seenaknya menakutnakuti orang lain?"
"Ya, jaman sekarang memang banyak orangorang tidak becus namun penuh lagak.
Berdandan aneh-aneh, lalu mengharap orang
lain ketakutan, padahal bisanya ya cuma
membual." Memang seolah-olah ada "sutradara tak
terlihat" yang mengatur kata ketiga orang itu,
sehingga kata-kata mereka seperti minyak
menyiram api, pas mengenai bagian yang
dianggap paling memalukan oleh Auyang Hou.
Dilengkapi pula dengan rangsang asing yang
dalam dirinya, Auyang Hou digiring ke suatu
sikap untuk membunuh sebagai satu-satunya
jalan. Berbarengan pula dalam angan-angan
Auyang Hou muncul sebuah adegan yang
Sekte Teratai Putih 12 13 pernah dilihatnya di kota Se-shia, adegan
pertarungan berdarah antara dua jagoan.
Auyang Hou sudah lama mendambakan suatu
kali akan meniru gaya dari seorang jagoan itu,
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan sekaranglah kesempatannya.
Maka ia pun menjiplak mentah-mentah baik
gaya maupun ucapan sang jagoan yang pernah
dilihatnya. Ia mundur selangkah lalu berdiri
dengan kaki renggang, ucapannya dingin,
"Cabut senjata kalian. Supaya aku jangan
sampai membunuh orang yang tak bersenjata."
Ketiga orang itu berhenti cengengesan,
agaknya mereka mulai merasakan sesuatu yang
gawat akan terjadi. Bahkan tiba-tiba saja
mereka merasakan sesuatu yang menyeramkan.
Tetapi ketiga lelaki itu adalah para pengawal
bayaran yang biasa melakukan perjalananperjalanan berbahaya, belasan kali mengadu
nyawa dengan perampok, karena itu mereka
juga tidak asing dengan kekerasan.
Hanya saja, sekali ini mereka merasakan ada
sesuatu yang menakutkan terpancar dari sosok
Auyang Hou. Mereka tidak takut menyabung
Sekte Teratai Putih 12 14 nyawa, tetapi taruhannya setimpal atau tidak"
Apakah setimpal taruhannya kalau menyabung
nyawa hanya karena perkara kecil, yaitu
bersenggolan di jalan yang ramai"
Karena itu, salah seorang dari ketiga
pengawal bayaran itu cepat-cepat berusaha.
mendinginkan suasana, "Ah, anak muda, buat
apa saling bunuh hanya karena perkara sepele
ini" Kalau kau anggap kata-kata kami tadi
kelewat kasar, baiklah, kami akan minta maaf.
Nah, sudah puas?" Saat itu yang menguasai Auyang Hou adalah
rangsangan aneh yang asing itu, semacam nafsu
membunuh yang tak terkendali dan membutuhkan pelampiasan. Karena itu Auyang
Hou menjawab dengan dingin, "Cabut
pedangmu, atau aku terpaksa membunuh
orang-orang tak bersenjata?"
Ketiga pengawal bayaran itu terkesiap. Salah
seorang, yang paling bera-ngasan, mendengus,
"Anak muda, kau keterlaluan dalam memojokkan kami bertiga. Masa hanya soal...."
Sekte Teratai Putih 12 15 "Kalian sudah menghina aku. Menghina Si
Beruang Putih Kecil Auyang Hou, karena itu
kalian harus mati dan tidak ada jalan lain.
Melawan atau tidak melawan."
Ketiga orang pengawal bayaran itu saling
bertukar pandang sejenak, bertukar anggukan,
lalu mereka mengambil posisi menyebar sambil
menghunus senjata-senjata mereka. Dua orang
bersenjata pedang, seorang bersenjata golok.
"Bagus, aku puas membunuh kalian kalau
kalian melawan, makin gigih makin baik...."
Auyang Hou tertawa terkekeh-kekeh seram,
meskipun kepribadian sejatinya yang tersembunyi di dalam sebenarnya heran, dari
mana ia bisa belajar tertawa seperti itu"
Sementara orang-orang di jalan sudah mulai
minggir semua, menonton dari kejauhan saja,
takut kena senjata nyasar.
Rangsangan aneh dalam diri Auyang Hou
kemudian meledak dalam tindakan. Tubuhnya
ringan saja melejit ke depan, sambil
menyabetkan pedangnya ke arah lawannya
yang berdiri di tengah. Sungguh, baik
Sekte Teratai Putih 12 16 lompatannya maupun sabetan pedangnya
belum pernah sehebat itu dilakukan oleh
Auyang Hou biarpun ia sudah sering latihan.
Kali ini tubuhnya maupun ayunan tangannya
serasa ada yang mendorong dan memperkuatnya. Lawan yang di tengah itu bersenjata golok. Ia
adalah pengawal kawakan yang berpengalaman
belasan tahun. Meskipun kaget karena hebatnya
sergapan Auyang Hou, namun dia sempat
melangkah mundur sambil menangkiskan
goloknya. Ia merasa tangannya bergetar hebat
ketika senjatanya berbenturan dengan senjata
Auyang Hou. Auyang Hou meraung buas dan terus
merangsek maju, pedangnya dikibaskan untuk
menyingkirkan golok lawannya yang masih
menghadang, lalu memperpanjang langkahnya
dengan luncuran di tanah untuk menikam ke
perut lawannya. Orang itu hendak mengulangi langkah
mundurnya, namun ia kaget sendiri karena
merasa sepasang kakinya tiba-tiba dingin dan
Sekte Teratai Putih 12 17 kaku, seolah-olah terjeblos lubang di musim
salju. Gerakan mundurnya jadi agak terhambat.
Untuk menghadapi serangan ke perutnya,
sekarang ia mau tidak mau tinggal
mengandalkan tangkis-annya. Tetapi sekali lagi
ia terkejut karena tangannya yang memegang
golok itu seolah-olah ada yang memeganginya.
Maka jeritannya adalah jeritan putus asa,
ketika ia melihat ujung pedang Auyang Hou
terus meluncur ke perutnya, bahkan menembusnya. Auyang Hou menyeringai buas, pedangnya
yang sudah terbenam di perut lawan pun
dihentakkan ke samping seperti orang
membedah kasur. Lawannya terkapar di jalanan
dengan perut terkoyak lebar, cipratan darahnya
sedikit mengenai wajah Auyang Hou, namun
dirasakan oleh Auyang Hou sebagai sebuah
kenikmatan. Dua orang pengawal bayaran lainnya
terkejut melihat rekan mereka terbantai
demikian gampang. Padahal di antara mereka
bertiga, rekan bersenjata golok itulah yang
Sekte Teratai Putih 12 18 paling senior, maka dalam posisi perlawanan
tadi Si Rekan senior di tempatkan di tengah,
sebagai semacam "koordinator" atau "pusat
komando", begitulah. Tak terduga sekarang
rekan andalan mereka itulah yang mampus
duluan, dan begitu mudahnya.
Kedua orang yang tersisa itu terbenam
kemarahan bercampur kegentaran, mereka
kebingungan harus berbuat apa. Sementara
Auyang Hou sambil menyeringai sudah
menghadapi mereka. Salah seorang pengawal bayaran itu cepat
mengambil keputusan. Serunya kepada
temannya, "Lari!"
Temannya yang sedang kehilangan pegangan
pun seolah mendapat petunjuk. Mereka berdua
segera memutar tubuh dan berlari ke arah yang
berbeda. Itulah cara berlari yang pintar, dengan
harapan seandainya musuh mengejar maka
salah seorang akan bisa lolos, jadi setidaktidaknya setiap orang memiliki setengah
peluang. Sekte Teratai Putih 12 19 Namun dihadang Auyang Hou yang tengah
buas-buasnya di bawah pengaruh aneh, peluang
keduanya tertutup sama sekali. Auyang Hou
menurut saja ketika dalam hatinya muncul
perintah agar melemparkan pedang ke arah
salah seorang musuh. Sekenanya Auyang Hou
melempar pedang, dan pedang itu meluncur
lurus dan kuat, langsung menembus punggung
salah seorang pengawal bayaran itu.
Kemudian Auyang Hou mengejar kepada
seorang lagi. Ketika ia menjejakkan kakinya ke
tanah, terkabullah cita-citanya untuk "melompat bagaikan rajawali" dengan mantel
berkibar di belakang pundaknya dan ditonton
banyak orang. Saat itulah ia benar-benar
melakukannya. Dengan kedua cengkeramannya ia menerkam sepasang pundak Si Pengawal
bayaran dari belakang, sehingga roboh
tertelungkup. Auyang Hou terus menindih,
membuka mulutnya dan menggigit urat besar di
leher korbannya. Korbannya berkelojotan
sebentar sebelum terdiam selamanya.
Sekte Teratai Putih 12 20 Dengan kedua cengkeramannya ia menerkam
sepasang pundak Si Pengawal bayaran dari
belakang, sehingga roboh tertelungkup.
Sekte Teratai Putih 12 21 Kegeraman Auyang Hou berangsur-angsur
reda, dan tiba-tiba dia terkejut sendiri ketika
melihat tiga sosok mayat bergelimpangan di
sekitarnya. Ketika itulah kepribadian sejatinya
muncul ke kesadaran, setelah sebelumnya
kesadarannya diselubungi semacam rangsangan
atau pengaruh aneh yang memimpin tindaktanduknya.
Auyang Hou lebih kaget lagi ketika
merasakan anyir darah di bibirnya. Ia meludahludah dengan gencar sambil mengusap-usap
mulutnya, bahkan tak tertahan lagi ia pun
muntah-muntah. "Apa yang terjadi" Apa yang telah
kulakukan?" ia bertanya kepada diri sendiri dan
tidak menemukan jawaban yang mantap.
Ia melihat kerumunan orang di kejauhan, ia
bangkit dan mendekati orang-orang itu, namun
orang-orang itu lari, bubar ketakutan.
"Hei, sebentar, aku hanya ingin bertanya!"
Namun tidak ada yang menghiraukannya.
Auyang Hou termangu-mangu sendirian, sampai
Nyo Jiok mendekatinya dan menepuk
Sekte Teratai Putih 12 22 pundaknya. Kata Nyo Jiok dari bawah tudung
bambu yang dipakainya untuk menyembunyikan wajah mayatnya, "Bagus,
Nak, kamu sudah melakukannya dengan hebat.
Mulai sekarang tidak akan ada lagi yang berani
meremehkan Si Beruang Putih Kecil Siau-pekhim."
Entah kenapa, setelah rangsangan aneh itu
menghilang, Auyang Hou tidak merasa bangga,
malahan masygul sekali. la menarik napas
sambil berdesis, Benarkah aku yang melakukannya?" "Ya. Berbanggalah untuk itu. Sekarang
marilah kita pulang ke bukit, akan aku tuntun
kamu ke tingkatan-tingkatan ilmu yang lebih
tinggi." "Tidak!" sahut Auyang Hou sambil
menghentikan langkahnya. Mata Nyo Jiok menatap tajam dan bengis,
katanya dengan datar, "Ayolah anak muda,
jangan berhenti melangkah, kamu memang
sudah berhasil membunuh ketiga cecunguk itu,
namun ketahuilah bahwa kamu masih terlalu
Sekte Teratai Putih 12 23 lemah untuk membangkang kemauanku. Kamu
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tahu itu." Hati Auyang Hou bergetar. Ia pun kembali
melangkah di samping Nyo Jiok dengan lesu.
Ketika melewati tubuh yang punggungnya
tertembus pedang Auyang Hou yang dilemparkan tadi, Nyo Jiok membungkuk,
mencabut pedang itu, membersihkannya
dengan robekan pakaian orang itu sendiri dan
menyodorkannya kepada Auyang Hou. "Ini
pedangmu, simpanlah kembali baik-baik."
Tanpa berkata apa-apa Auyang Hou
menerima pedang itu dan menyimpannya.
Mereka berjalan terus, dan ketika tiba di
daerah belukar di luar kota Han-king yang sepi,
mereka terkejut karena ada seseorang yang
menghadang mereka. Penghadang itu adalah Kim-mo-long (Serigala Berbulu Emas) Mo Hwe, ketua sekte
Utara Pek-lian-kau, Kakak seperguruan Huiheiig-si Nyo Jiok sendiri.
Sekte Teratai Putih 12 24 Nyo Jiok terkekeh-kekeh sambil membuka
caping bambunya, lalu membungkuk hormat,
"Selamat bertemu, Kakak."
Di luar dugaan bahwa Nyo Jiok tidak
mendapat balasan yang ramah, malahan katakata Mo Hwe seperti mengandung kegusaran
hebat ketika bertanya kepada Nyo Jiok, "Adik
Nyo, apa yang kamu lakukan atas diri bocah itu
selama aku tinggalkan sebentar untuk
menyembuhkan luka dalamku?"
Sambil bertanya, Mo Hwe juga menunjuk ke
arah Auyang Hou. Nyo Jiok menjawab sambil tetap tertawatawa, "Seperti yang dipesankan Kakak melalui
Ui Kim-liang. Eh, bagaimana dengan luka dalam
Kakak karna pukulan Si Bangsat Sebun Beng itu.
Sudah sembuh?" Nyo Jiok mencoba membelokkan pembicaraan dengan menyebut-nyebut tentang
luka dalam itu pula, namun Mo Hwe tidak
menggubrisnya dan berkata dengan gusar, "Nyo
Jiok! Kau telah berani melebihi dari yang aku
perintahkan!" Sekte Teratai Putih 12 25 "Maksud Kakak?"
"Aku memang berpesan kepada Un Kimliang, untuk menguntit dan menyelidiki Sebun
Beng dan keponakannya yang pincang itu,
sehingga mereka seolah-olah kebal dari segala
macam ilmu gaib kita. Dan aku juga berkata
kepada Un Kim-liang, bahwa kalau mau
mengetahui kelemahan Sebun Beng dan Liu
Yok, bisa dikorek melalui bocah ini..." lagi-lagi
Mo Hwe menuding Auyang Hou. "...namun tidak
dengan cara mengajarkan ilmu-ilmu kita kepada
bocah ini! Kau sudah melewati batas
perintahku, Si Nomor Dua!"
"Oh, Kakak kuatir bocah ini akan
membocorkan rahasia ilmu kita kepada orang
luar?" sahut Nyo Jiok. "Jangan kuatir, Kak. Bocah
ini akan aku ajari Sip-pat-hun-hoat-sut (Ilmu
Gaib Delapan Belas Arwah), dan Kakak akan
tahu sendiri bahwa ilmu kita akan tetap aman,
tidak bocor keluar. He-he-he..."
Keruan Mo Hwe kaget. Ilmu yang disebutkan
Nyo Jiok tadi adalah ilmu gaib tingkat tinggi
milik Pek-lian-kau golongan Utara, tetapi
Sekte Teratai Putih 12 26 keempat tokoh tertinggi Pek-lian-kau utara,
yaitu Kim-mo-long Mo Hwe, Hui-heng-si Nyo
Jiok, Pek-coa-sin Oh Jiang yang sudah almarhum
serta Hek-wa-koai Mao Pin, tidak berani
mempelajarinya meskipun mengerti teorinya.
Sebab ilmu gaib itu besar resikonya, orang bisa
menjadi gila, sebab sepenuhnya menyerahkan
diri ke bawah kendali roh-roh gaib yang
"diundang" masuk ke dalam tubuh. "Syarat"
untuk mempelajari ilmu itu ialah dengan
terlebih dahulu membunuh delapan belas
orang. Orang yang mempelajari ilmu itu
memang akan menjadi dahsyat luar biasa,
namun sekaligus juga di bawah kendali
sepenuhnya dari orang yang mengajarkannya,
meskipun dari jarak puluhan li sekalipun. Mo
Hwe paham betul makna kata-kata adik
seperguruannya tadi, "ilmu kita akan tetap
aman, tidak bocor keluar..." Artinya setelah
Auyang Hou selesai diperalat, maka dia bisa
diperintahkan untuk membunuh diri dari jarak
jauh, sebab jiwanya sepenuhnya dalam
Sekte Teratai Putih 12 27 cengkeraman orang yang mengajarkan ilmunya,
yaitu Nyo Jiok. Tetapi Mo Hwe yang sekarang sudah sedikit
berbeda dengan Mo Hwe beberapa saat yang
lalu. Semenjak pertempurannya dengan Sebun
Beng, yang berakhir dengan dilepaskannya
dirinya begitu saja oleh Sebun Beng, juga sejak
melihat "keganjilan" sikap Liu Yok kepadanya,
jiwa Mo Hwe sedikit berubah. Ia merasa dirinya
mendapat penghargaan sebagai manusia
bermartabat, dan meskipun sampai detik itu dia
masih penasaran ingin mengetahui "ilmu"
Sebun Beng dan Liu Yok, namun tanpa maksud
mencelakai mereka, juga terhadap Auyang Hou.
Itulah sebabnya hatinya meronta, tidak
menyetujui ilmu sejahat Sip-pat-hun-hoat-sut
diajarkan kepada Auyang Hou, sebab bisa
mencelakakan Auyang Hou sendiri. Sudah tentu
ia tidak dapat menyebutkan alasan yang
sebenarnya di hadapan Nyo Jiok. Ia tahu, adik
seperguruannya ini diam-diam sedang mencaricari kelemahan dirinya sebagai Cong-cu (Ketua
Sekte) untuk disebarluaskan, karena Nyo Jiok
Sekte Teratai Putih 12 28 sendiri rupanya berambisi menjadi Cong-cu
dengan menyingkirkan Mo Hwe.
"Aku melarang kau mengajarkan Sip-pathun-hoat-sut kepadanya!" kata Mo Hwe tegastegas menggunakan kedudukan nya sebagai
Cong-cu. "Ini perintahku!"
Tadinya Mo Hwe menyangka, betapa
berambisinya Si Nomor Dua ini, tentu takkan
berani menentangnya terang-terangan. Ternyata kali ini Mo Hwe keliru. Nyo Jiok malah
tertawa cengengesan, sambil bertolak pinggang
menjawab, "Tidak! Aku akan mengajarinya. Kau
mau apa?" Mo Hwe terkejut. "He, kau lupa sedang
berhadapan dengan siapa?"
"Memangnya dengan siapa?"
"Aku ketuamu, Nyo Jiok! Turuti perintahku!"
"Ha-ha-ha, Ketua apa" Mo Hwe, ketahuilah
bahwa kedudukanmu sudah berada di ujung
tanduk. Banyak anggota kita sendiri sudah tidak
puas akan kepemimpinanmu yang lemah dan
tidak menghasilkan apa-apa! Itulah sebabnya
Sekte Utara kita terus-terusan kalah di segala
Sekte Teratai Putih 12 29 bidang dari saudara-saudara dari Lam-cong
(Sekte Selatan)! Itu karena ketidak becus-anmu.
Dan puncak ketololanmu ialah ketika kau
menjalin kerjasama dengan komplotan istana
itu, kau membuat Pek-lian-kau golongan Utara
hanya sebagai umpan yang tidak memperoleh
apa-apa. Kau telah menimbulkan ketidakpuasan
anggota-anggota kita sendiri!"
Darah Mo Hwe terasa mendidih ditentang
terang-terangan seperti' itu, "Kau benar-benar
telah memberontak terang-terangan terhadap
pimpinanmu! Apa pun yang kaukatakan tentang
aku, aku masih tetap ketua yang sah. Dan
sekarang aku akan menghukummu!"
"Silakan. Kalau mampu."
Sikap Nyo Jiok yang serba menantang itu
membuat kedua tokoh puncak Pek-lian-kau
Utara itu ke posisi yang tidak mungkin
dipertemukan lagi. Mereka harus bergebrak,
yang satu harus mempertahan kan kewibawaannya sebagai ketua sekte, yang lain
menganggap mendapat kesempatan untuk
melenyapkan perintang ambisinya. Selama ini
Sekte Teratai Putih 12 30 Nyo Jiok diam-diam terus menambah ilmunya,
sampai benar-benar yakin dapat membunuh Mo
Hwe, dan niat membunuhnya itu sekarang akan
diwujudkan mumpung tidak ada anggota Peklian-kau lain yang menyaksikan.
Orang ke tiga yang berada di tempat itu
hanyalah Auyang Hou yang masih saja masygul,
dan tidak mengerti sebagian besar dari arah
pembicaraan kedua tokoh puncak Pek-lian-kau
Utara itu. Sementara kedua tokoh itu sudah bersiapsiap. Mereka sama-sama sadar, bahwa mereka
tidak mungkin menggunakan ilmu-ilmu gaib
dari "tingkat rendahan" yang pasti dengan
gampang akan dipunahkan oleh lawan yang
sudah saling mengenal, bahkan seperguruan.
Bahkan dalam ilmu-ilmu yang tingkatannya
tinggi pun keduanya sudah banyak saling
mengenal kekuatan masing-masing karena itu,
kedua belah pihak tidak berani gegabah. Kedua
belah pihak bahkan sudah siap seandainya
perkelahian nanti berjalan dengan cara
"normal", artinya perkelahian seperti orang
Sekte Teratai Putih 12 31 biasa, mengandalkan kerasnya tulang, liatnya
kulit, tajamnya mata dan trampilnya otak
menganalisa gerak lawan. Namun Nyo Jiok memutuskan untuk
mencoba tipu gaibnya yang sudah cukup lama
dipersiapkan untuk mengalahkan Kakak
seperguruannya ini, meskipun dalam perkelahian "normal" pun ia takkan gentar.
Nyo Jiok meletakkan telapak tangan kiri
tegak di depan dada, dua jari tangan kanan,
telunjuk dan jari tengah, menulis ! huruf di
udara dan tiba-tiba tubuhnya menghilang.
Tetapi menghilangnya hanya sedetik, lalu
muncul lagi dan menubruk ke arah Mo Hwe.
Mo Hwe tertawa dingin, "He-he-he-he.... Lohun-tin (Formasi Pengacau Sukma) yang
usang." Dan ia tidak bersikap apa-apa menghadapi
tubrukan Nyo Jiok itu, dan nyatanya memang
tidak terjadi apa-apa. Tubuh Nyo Jiok yang
menubruk itu seperti bayangan saja menembus
lewat tubuh Mo Hwe tanpa menimbulkan akibat
apa-apa. Sekte Teratai Putih 12 32 Dari tempat berdiri Nyo Jiok tadi kembali
muncul sesosok bayangan Nyo Jiok yang
menubruk ke arah Mo Hwe. Tetapi lagi-lagi Mo
Hwe meremehkannya dan malah menatap
waspada ke arah lain, ke arah yang tidak
kelihatan apa-apanya oleh mata biasa.
Namun ketika bayangan Nyo Jiok yang
menerkam itu sudah dekat, Mo Hwe tiba-tiba
sangat kaget, cepat-cepat ia berputar untuk
menghadapinya sambil menyilangkan tangan
untuk menangkis. Nyo Jiok tertawa terkekeh, "He-he-he,
terlambat, Kakakku yang manis..."
Memang pertahanan Mo Hwe itu terlambat.
Jotosan adik seperguruannya yang kali ini
bukan sekedar bayangan, mengenai pipi Mo
Hwe sehingga terhuyung-huyung hampir jatuh.
Sadarlah Mo Hwe bahwa Lo-hun-tin yang dilatih
adik seperguruannya ini telah ditingkatkan dan
dilatih dengan banyak kombinasi yang
sebelumnya belum dikenalnya.
Melihat Mo Hwe terhuyung, Nyo Jiok
menerjang langsung dengan tendangan ke arah
Sekte Teratai Putih 12
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
33 selangkangan dengan segenap kekuatan dan
kecepatannya, tanpa tipu bayangan gaibnya
sebab ia begitu yakin bahwa serangan "normal"
saja akan bisa menghabisi Kakak seperguruannya saat itu. Mo Hwe menggulingkan diri di tanah, sambil
menyambar tumit kaki Nyo Jiok untuk ditarik
dan dirobohkan sekalian. Nyo Jiok terkejut, ia sadar bahwa Kakak
seperguruannya sangat mahir dalam jurus
bergulingan yang disebut Koan-long-ta-kun
(Keledai Malas Bergulingan). Kalau ia yang
bukan ahlinya ikut-ikutan bergulingan, sama
saja dengan seekor harimau yang boleh garang
di darat namun pasti akan kalah kalau
bertarung dalam air dengan seekor ikan hiu. Ia
melompat tinggi melompati Kakak seperguruannya untuk menghindarkan tumitnya dari cengkeraman. sambil melayang di
udara, Nyo Jiok kembali menggoreskan huruf
gaib di udara sehingga tubuhnya lenyap tak
keruan arahnya, sebagai gantinya muncul
Sekte Teratai Putih 12 34 bayangan Nyo Jiok palsu di arah yang berbeda,
bahkan di dua tempat sekaligus.
Tetapi Mo Hwe pun tidak tinggal diam
dipermainkan demikian, la berhenti bergulingan, sambil berjongkok di tanah dia
menggores pula beberapa huruf di tanah sambil
berkemak-kemik membaca mantera. Maka
bayangan-bayangan palsu Nyo Jiok pun lenyap,
sebaliknya Nyo Jiok yang sejati meluncur turun
dari atas sebatang pohon, menerkam dengan
ganas. Mo Hwe bukannya melompat berdiri dari
jongkoknya, malah ia melentangkan tubuh di
tanah, sepasang kakinya berputar di atas tubuh
membuat gerakan Siang-liong-lo-hai (Sepasang
Naga Mengacau Lautan), sekaligus mengincar
untuk "menggunting" patah persendian lutut
Nyo Jiok. Nyo Jiok bersalto sambil menggeram sengit.
Demikianlah mereka bertarung, untuk beberapa
saat Nyo Jiok tidak lagi bisa mempraktekkan Lohun-tinnya yang membuatnya bisa menghilang,
muncul atau membuat bayangan palsu
Sekte Teratai Putih 12 35 seenaknya. Sebab goresan huruf gaib di tanah
yang dibuat Mo Hwe tadi agaknya membuat Lohun-tinnya terhambat.
Beberapa saat pertempuran berjalan
"normal" dengan ketrampilan silat. Namun
dalam pertempuran itu, Nyo Jiok berusaha
mencuri kesempatan untuk mencoba menghapus huruf buatan Mo Hwe itu dengan
telapak kakinya, sedangkan Mo Hwe melindungi
hurufnya dengan gigih. Begitulah perkelahian berjalan, campuran
antara yang gaib dan "normal".
Demikian sengitnya mereka berlaga,
sehingga mereka tidak melihat Auyang Hou
diam-diam menggeser menjauhi tempat itu,
kemudian kabur sekencang-kencangnya.
Bahkan ketika mereka melihat Auyang Hou
sudah lenyap, mereka tidak menghentikan
pertempuran. Mereka tetap saja saling labrak
dengan sengitnya. Setelah lepas dari cengkeraman Nyo Jiok,
setidak-tidaknya begitulah perasaan Auyang
Hou, Auyang Hou berpikir keras, akan
Sekte Teratai Putih 12 36 dikemanakan langkahnya lebih lanjut" Apakah
pulang ke Lok-yang, di mana Ibunya dan adikadiknya tentunya masih berada" Atau ke Seshia" Atau ke Hong-yang untuk menyusul
Pamannya, Liu Yok dan Sun Cu-kiok" Bingung
juga Auyang Hou karena selamanya dia belum
pernah mengembara seorang diri, apalagi
dengan kantong kosong tanpa bekal sama
sekali, karena tertinggal di rumah Nyo Jiok.
Auyang Hou membayangkan, kalau menuju
Hong-yang mungkin akan bertemu kembali
dengan orang-orang Pek-lian-kau, namun kalau
tidak ke sana, ia kasihan juga terhadap
Pamannya dan Kakak tirinya yang tentu
tersiksa pikirannya oleh ulahnya. Akhirnya
Auyang Hou memilih untuk menuju Hong-yang,
ia siap seandainya didamprat habis-habisan
oleh Pamannya. Begitulah, ia menujukan langkah ke Hongyang dengan kantong kosong. Untuk makannya,
dia minta sedekah di kuil-kuil.
Melama beberapa hari, Auyang Hou tidak
berani memakai pakaian kegemarannya yang
Sekte Teratai Putih 12 37 menyolok, yaitu caping, mantel dan pedang.
Benda-benda itu bahkan dibungkusnya.
Sepanjang jalan, tidak lelah-lelahnya ia
bertanya tentang seorang lelaki yang tinggi
besar berusia setengah abad, seorang pemuda
yang kakinya pincang dan seorang gadis yang
berpakaian serba kuning dan membawa golok
Koan-to. Siang hari itu, ia tiba di sebuah desa yang
tidak jauh lagi dari kota Hong-yang. Perutnya
sangat lapar, namun setelah ia berjalan keliling
kampung itu, ternyata ia tidak menjumpai kuil
yang bisa dimintai makan. Ia bingung karena
semakin kelaparan, akhirnya di berjalan ke luar
desa dan duduk berteduh di bawah sebatang
pohon, sambil berharap akan tertidur dan bisa
melupakan rasa laparnya. Tetapi mana bisa ia tidur, sedangkan
perutnya melilit-lilit terus. Apalagi, beberapa
saat kemudian bumi seolah bergetar oleh
hentak belasan ekor kuda tegar yang lewat di
tempat itu. Ada serombongan orang berkuda
lewat, dan Auyang Hou bergetar hatinya ketika
Sekte Teratai Putih 12 38 melihat orang-orang itu berseragam Piau-hang
(perusahaan ekspedisi) yang tiga orang
pengawal bayarannya pernah dibunuhnya di
Han-king. Tiong-gi Piau-hang, yang pusatnya
ada di kota Tai-beng. Ketika melihat Auyang Hou yang sedang
berbaring di pinggir jalan, seorang penunggang
kuda yang agaknya adalah pemimpin
rombongan itu, mengangkat tangan, mengisyaratkan agar rombongan berhenti. Lalu
dia sendiri menanyai Auyang Hou dari atas
kudanya, "Sobat, boleh aku tanya sedikit?"
Dengan degup jantung yang menghebat,
Auyang Hou berdiri sambil menatap gambar
hati berwarna emas di baju orang yang
bertanya itu. "Tentu saja. Mau tanya apa?"
"Apakah kau seorang pengembara?"
Auyang Hou menggeleng. "Tidak. Kebetulan
saja aku sedang dalam perjalanan untuk
menengok keluargaku di Hong-yang."
"Hem, kebetulan. Orang yang sedang kami
buru itu arahnya juga ke kota Hong-yang."
Sekte Teratai Putih 12 39 Jantung Auyang Hou berdegup makin
kencang. "Siapakah yang sedang Tuan cari?"
"Seorang yang bernama Auyang Hou dan
berjuluk Siau-pek-him, demikian ia meninggalkan namanya di telinga orang-orang
Han-king, di mana dia membunuh tiga orang
kawan kami. Apakah kau melihat atau
mendengar dia, sobat?"
Auyang Hou menekan kuat-kuat kegugupannya, dan menggeleng.
"Mungkin kau tidak mendengar namanya,
tetapi ada ciri-ciri orang itu yang gampang
dikenali. Ia memakai caping bambu, mantel,
membawa pedang, dan jalannya agak dibuatbuat seperti sedang main sandiwara. Pernah
melihat?" Tentu saja jawaban Auyang Hou Cuma
gelengan. Orang-orang Tiong-gi Piau-hang yang
hanya ingin membalas kematian teman-teman
mereka itu pun melanjutkan perjalanan. Auyang
Hou sempat menghitung dan melihat jumlah
mereka ada lima belas orang, semuanya
bertubuh kekar dan berwajah garang.
Sekte Teratai Putih 12 40 Diam-diam Auyang Hou menyesal, bahwa
ulahnya di Han-king memang benar berhasil
melambungkan namanya "Siau-pek-him" yang
selama ini didambakannya, tetapi sekaligus juga
menimbulkan masalah yang tidak kecil. Ia telah
terjeblos oleh masalah balas-membalas di rimba
persilatan. Tiba-tiba di dalam hati Auyang Hou
terdengar ada yang bersuara, "Kenapa takut"
Kamu bisa membunuh lima belas orang itu
semuanya, kalau mau. Dan namamu akan
semakin terkenal." Auyang Hou terkejut, kuatir dirinya kembali
terdorong tindakan seperti di Han-king, dia
buru-buru membantah, "Tidak. Aku tidak mau
membunuh lagi." Suara dalam hati itu terus mendesak,
"Kenapa takut membunuh" Seorang pendekar
haruslah tidak berkedip melihat muncratnya
darah, mayat yang bergelimpangan, itulah harga
yang harus dibayar untuk kemasyhuran
namamu..." "Aku tidak ingin termasyhur."
Sekte Teratai Putih 12 41 "Ah, jangan mengingkari diri sendiri. Sejak
kau masih remaja dan sering menonton jagoanjagoan berkelahi di kota Se-shia, kau sudah
punya cita-cita ini. Sekarang kesempatannya
sudah tersedia, kamu punya kemampuan,
tunggu apa lagi" Mumpung mereka belum jauh."
"Tidak! Tidak!" Auyang Hou sampai berteriak
untuk membungkam suara dalam hatinya itu.
Lalu ia bangkit mengambil bungkusannya,
dan melangkah bergegas menjauhi tempat itu.
Hatinya yang gundah membuat rasa laparnya
terlupakan. Tengah ia melangkah, tiba-tiba dirasanya ada
semacam kabut hitam tipis datang entah dari
mana, mengerudungi seluruh tubuhnya,
menyesakkan napas. Auyang Hou terkejut.
Namun kabut itu muncul hanya kurang dari
sedetik, lalu lenyap lagi dan Auyang Hou tidak
merasakan apa-apa. Tidak ada yang lebih, tidak
ada yang kurang. Beberapa langkah lagi, tiba-tiba keinginan
kuat Auyang Hou untuk kembali memakai
"pakaian kebesaran"nya seperti sudah lupa
Sekte Teratai Putih 12 42 bahwa pakaian atau dandanan macam itu bisa
menimbulkan masalah. Yang diketahuinya saat
itu hanyalah, keinginan itu sangat kuat dan
rasanya tidak tercegah lagi.
Karena itu, tiba-tiba saja dia masuk ke
tempat belukar yang sepi di pinggir jalan,
membuka bungkusannya, mengeluarkan caping
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan mantelnya untuk dipakai, dan pedangnya
dijinjing dengan tangan. Maka ketika ia berada
kembali di jalanan, ia sudah berdandan
menurut kebiasaan kegemarannya yang dulu.
Dan rangsangan yang pernah dirasakannya
di Han-king dulu, keinginan untuk berkelahi dan
membunuh yang menyala-nyala, membuat dia
lupa segala urusan yang lain.
Maka melangkahlah ia ke arah rombongan
berkuda Tiong-gi Piau-hang tadi. Langkahnya
tak disadarinya makin lama makin cepat,
sampai tak disadarinya bahwa dia sudah
berjalan sangat cepat, seperti angin dan seolaholah sepasang kakinya tidak menginjak tanah.
Auyang Hou sendiri tidak merasa apa-apa,
kecuali merasa seolah-olah menunggangi angin
Sekte Teratai Putih 12 43 dan ada yang mendorong dan mengangkat
sepasang kakinya. Maka sekali pun ia hanya berjalan kaki, dan
orang-orang yang disusulnya itu menunggang
kuda, tak lama kemudian Auyang Hou sudah
berhasil menyusulnya. Mereka sudah terlihat
puluhan langkah di depannya. Auyang Hou
mempercepat langkahnya sambil berteriak
garang, "He, kalian mencari aku"!"
Orang-orang berkuda itu menoleh, dan
terkejut ketika melihat ada yang menyusul
mereka dengan gerakan amat cepat. Apalagi
karena ciri-cirinya cocok dengan orang yang
sedang mereka cari-cari, yang membunuh tiga
teman mereka di Han-king.
Orang-orang Tiong-gi Piau-hang itu berteriak
saling memperingatkan teman-teman mereka,
lalu mereka pun berlompatan turun dari kuda,
dengan senjata-senjata sudah terhunus di
tangan masing-masing. Sikap dan pancaran
mata mereka memperlihatkan dendam kesumat
yang menyala. Sekte Teratai Putih 12 44 Auyang Hou menghentikan langkah di depan
mereka, dan bertanya dingin, "Tadi kalian
menanyakan Siau-pek-him Auyang Hou, nah,
sekarang kalian sudah menghadapinya."
Si Pemimpin rombongan agak tercengang
ketika mengenali wajah garang di bawah
bayangan caping itu adalah wajah dari
pengembara muda yang ditanyainya tadi.
Bedanya, tadi wajah itu nampak ketolol-tololan,
sekarang begitu garang dan sorot matanya
mengancam. Namun Si Pemimpin rombongan
masih ragu-ragu. Pimpinan rombongan itu adalah seorang
lelaki setengah tua, berjenggot pendek, namun
tubuhnya nampak kekar berotot. Ia sudah
memegang senjatanya yang berupa Sam-ciatkun (Ruyung Tiga Ruas) terbuat dari besi,
namun senjatanya itu masih dijinjingnya
dengan sikap santai. Katanya, "Sobat muda, aku mengenalimu
sebagai orang yang duduk di bawah pohon tadi,
dan kau mengaku sama sekali tidak mengetahui
siapa Siau-pek-him Auyang Hou. Kenapa
Sekte Teratai Putih 12 45 sekarang tiba-tiba kau mengaku-aku dirimu
sebagai manusia sialan itu?"
"Karena aku memang Siau-pek-him Auyang
Hou." "Jangan main-main lho, Nak, ini urusan
berbahaya yang menyangkut mati hidup. Kalau
benar kau adalah Siau-pek-him, kenapa tidak
bicara dari tadi?" "Karena tadi pedangku belum haus darah,
dan sekarang pedangku mulai merengek haus
darah." Agaknya sikap garang Auyang Hou masih
kurang berhasil meyakinkan rombongan Tionggi Piau-hang itu. Bahkan ada seorang anggota
rombongan yang menguap keras-keras sambil
berkata, "Sialan, dikira musuh sungguh-sungguh
yang datang, tak tahunya cuma keroco dunia
persilatan yang sekedar mau jual tampang.
Kakak Wi, tinggal saja yuk. Mendingan cari
warung untuk mengisi perut."
Orang itu terkejut, karena Auyang Hou tibatiba sudah meraung buas, melompat melewati
beberapa orang pengawal bayaran untuk
Sekte Teratai Putih 12 46 menerkam langsung ke arah orang yang
berbicara itu. Pedangnya berkelebat ganas.
Baik orang yang diserang, maupun kawankawannya benar-benar tak sempat berbuat apaapa karena cepatnya Auyang Hou bertindak.
Orang yang berbicara tadi tahu-tahu sudah
rebah dengan dada terbelah.
Si Pimpinan rombongan yang bernama Wi
Kuan-lai terkejut bercampur marah. Tidak
menyangka Auyang Hou akan bertindak
sedemikian tak kenal kompromi, hanya
mendengar omongan yang menyinggung sedikit
perasaannya saja terus main bunuh seperti itu.
"Tangkap hidup atau mati!" Wi Kuan-lai
memerintahkan anak buahnya, sedang dia
sendiri langsung menyabetkan ruyung tiga
ruasnya dengan sapuan Thai-bok-liu-soa (Badai
di Padang Pasir). Karena senjatanya terbuat
dari besi dan berat bobotnya, dan dia sendiri
pun bertenaga besar, maka gerakannya
menimbulkan deru angin yang dahsyat.
Auyang Hou memutar tubuh berikut
pedangnya, suatu tingkat ketangkasan yang
Sekte Teratai Putih 12 47 pastilah akan mengherankan orang-orang yang
tahu kehidupannya sehari-hari di Se-shia
maupun di Lok-yang. Semua orang tahu Auyang
Hou tidak setangkas itu, dan kini yang bergerak
begini tangkas pastilah Auyang Hou "yang lain".
Pedang dan ruyung tiga ruas berbenturan
dahsyat, ruas paling ujung dari ruyung Wi
Kuan-lai terpental seperti ada yang menggerakkan, melayang deras ke jidat
pemiliknya sendiri. Wi Kuan-lai jadi disibukkan oleh senjata
pegangannya sendiri, ia miringkan tubuh dan
menyambar ruas ujung itu dengan tangan
kirinya. Jadi ia memegang dua ruas ujung
dengan kedua tangannya. Namun selagi Wi Kuan-lai harus "menjinakkan" senjatanya sendiri itu, Auyang
Hou telah menerkamnya bagaikan serigala
kelaparan, dibarengi raungan buas dan ujung
pedang yang mendahului luncuran tubuhnya.
Wi Kuan-lai yang belum siap benar,tak bisa
memberi perlawanan yang memadai, ia hanya
bisa menjatuhkan diri bergulingan sehingga
Sekte Teratai Putih 12 48 pakaiannya kotor, tetapi Auyang Hou terus
memburu dengan bacokan-bacokannya yang
sengit. Para jagoan Tiong-gi Piau-hang lainnya tidak
membiarkan rekan mereka mendapat kesulitan
sendiri. Serempak tiga orang menyerobot maju
dari tiga sudut yang berbeda. Dua orang
bersenjata pedang, satu orang bersenjata
pentung besi. Meskipun sebuah Piau-hang
hanyalah suatu usaha dagang, tempat orangorang dari berbagai perguruan dan golongan
sama-sama menyewakan tenaga sebagai
pengawal perjalanan demi sesuap nasi, tetapi di
antara mereka timbul juga ikatan solidaritas
yang kuat akibat selama bertahun-tahun samasama bekerja, sama-sama mengalami susah dan
senang, tolong-menolong menghadapi bahaya di
perjalanan. Mereka sakit hati akan kematian siasia dari tiga teman mereka di Han-king, dan
sekarang bertambah satu orang lagi di sini.
Itulah sebabnya tanpa diperintah-perintah lagi,
mereka seolah berebutan ingin menghancurkan
Auyang Hou. Sekte Teratai Putih 12 49 Auyang Hou meraung dan memutar
pedangnya dengan rapat, ada tenaga gaib yang
mengaliri gerakannya sehingga dua pedang
musuh berhasil dipukul terpental sampai lepas
dari tangan pemegangnya masing-masing.
Tetapi Si Pemegang pentung besi boleh
berbangga, sebab pentung nya lolos dari
tangkisan dan agaknya bakal mengenai tengkuk
Auyang Hou. Cuma saja kegirangannya berubah menjadi
kekagetan karena pentung besinya yang tidak
tertangkis itu tiba-tiba bisa berbelok arah
dengan sendirinya dan hanya menggebuk tanah
akhirnya. Padahal tidak kelihatan ada apa-apa,
kenapa pentungnya bisa berbelok sendiri"
Apalagi ketika Auyang Hou kemudian
menikamkan pedangnya ke arahnya. Ia
melompat mundur sambil melepaskan pentung
besinya, tetapi pundaknya terluka juga.
"Teman-teman, berhati-hatilah!" serunya
sambil mendekap pundaknya. "Bocah ini
agaknya punya ilmu siluman!"
Sekte Teratai Putih 12 50 Suasana yang kental mewarnai gelanggang
itu adalah suasana dendam dan kebencian,
sehingga orang-orang Tiong-gi tiau-hang
lainnya tetap saja menyerang bertubi-tubi
meskipun sudah mendapat peringatan dari
teman mereka. Bahkan Wi Kuan-lai sendiri
sudah bangkit dan kembali bertempur.
Begitulah, Auyang Hou menghadapi keroyokan belasan orang lelaki-lelaki tangguh
yang sudah kenyang pengalaman dan
petualangan kekerasaan. Auyang Hou sendiri
boleh dibilang masih sangat hijau, tetapi
anehnya dia dapat melawan dengan sangat
dahsyat, seperti seekor harimau dikerumuni
serigala-serigala buas. Beberapa saat kemudian terdengar suara
daging robek dibarengi jeritan salah seorang
Piau-su yang terlempar keluar dari gelanggang
dengan perut bedah, korban pedang Auyang
Hou. Orang-orang Tiong-gi Piau-hang itu bertambah gusar, mereka makin bernafsu
mencincang Auyang Hou. Sekte Teratai Putih 12 51 Sebenarnya, beberapa orang Tiong-gi Piauhang yang cukup punya pengalaman tempur
akan merasakan adanya ketidakberesan dalam
pertempuran itu. Meskipun kalau ditanya apa
yang tidak beres, mereka belum tentu bisa
menjawab. Cara bertempur Auyang Hou boleh
dikata adalah cara bertempur yang kasar dan
buas, banyak gerakannya yang tidak cermat dan
membuka peluang bagi musuh tanpa bisa
dipertahankan. Peluang-peluang itu tentu saja
sering terlihat oleh ketajaman mata orangorang berpengalaman semacam Wi Kuan-lai
dan beberapa yang lain, dan sering mereka
menyerang menyerobot peluang itu anehnya,
meskipun Auyang Hou tidak dalam posisi yang
baik untuk menyelamatkan diri, toh ada-ada
saja yang terjadi, sehingga Auyang Hou jadi
terselamatkan secara aneh.
Misalnya, suatu ketika Wi Kuan-lai melihat
peluang yang sangat bagus, ketika Auyang Hou
sedang direpotkan oleh serangan dari tiga
penjuru, maka kebetulan Wi Kuan-lai berada di
sudut yang bagus untuk menyerangnya dengan
Sekte Teratai Putih 12 52 peluang besar untuk mengenainya. Wi Kuan-lai
pun bertindak, tetapi tiba-tiba saja angin
menerbangkan pasir ke arah matanya. Ketika
Wi Kuan-lai memejamkan mata sambil
memalingkan wajah, peluang itu pun luput.
Malah sebaliknya ada seorang lagi teman Wi
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kuan-lai yang tertikam roboh.
Perkara aneh lainnya, ialah sering ujung
senjata orang-orang Tiong-gi Piau-hang itu
melenceng jauh dari sasaran, padahal mereka
bukanlah anak-anak kemarin sore yang baru
belajar memegang senjata. Kadang-kadang
malahan senjata mereka melenceng demikian
jauh sampai mengancam teman sendiri,
membahayakan teman sendiri.
Sempat juga Wi Kuan-lai memikirkan
keanehan-keanehan itu, namun dalam suasana
kemarahan itu, sulitlah menghentikan pertempuran. Apalagi saat itu sudah ada tiga
orang yang menjadi korban. Darah-darah yang
tertumpah itu seperti minyak yang disiramkan
ke dalam hati para pengawal Tiong-gi Piau-hang
yang sedang menyala dengan api kemarahan.
Sekte Teratai Putih 12 53 Sementara para pengawal Tiong-gi Piauhang sebagai, manusia-manusia
53 biasa mulai berkurang tenaganya kar
kelelahan, sehingga serangan-serangan mereka
mengendor, betapa pun bernafsunya mereka
menyerang. Tetapi itu tidak berlaku buat
Auyang Hou. Auyang Hou kelihatannya tidak
kendor sedikit pun. Ia berlompatan kian kemari
dengan beringas, mengayun-ayunkan pedangnya dengan gerakan-gerakan setengah
ngawur yang tidak banyak variasinya, hanya
itu-itu saja, kadang-kadang melompat tinggi di
atas kepala lawan-lawannya dan menerkam
dengan ganas ke bawah. Wi Kuan-lai diam-diam mulai menghitung,
pihaknya bisa habis menghadapi lawan yang
aneh ini. Yang susah sekarang, bagaimana bisa
meredakan kawan-kawannya dan mengajaknya
pergi dari situ" Meskipun demikian, Wi Kuan-lai sendiri
tidak berpeluk tangan. Ia tetap bertempur, dan
Sekte Teratai Putih 12 54 tidak segan-segan membahayakan diri sendiri
dari menyelamatkan teman-temannya.
Ketika itulah dari arah kota Hong-yang tibatiba muncul tiga orang penunggang kuda, dua
laki-laki dan satu perempuan. Salah satu dari
lelaki penunggang kuda itu tampaknya agak ketinggalan di belakang, ia kelihatan masih
canggung dan belum mahir benar dalam
menunggangi kuda. Ketiga orang yang datang
itu bukan lain adalah Sebun Beng, Sun Cu-kiok
dan Liu Yok. Sebun Beng sudah beberapa hari berada di
kota Hong-yang tanpa menemukan jejak orangorang Pek-lian-kau. Rupanya pihak Pek-lian-kau
sadar kalau musuh sedang berbondongbondong
menyerbunya, maka mereka menyingkir lebih dulu karena merasa kalah
kuat. Biarpun mereka punya ilmu-ilmu gaib, toh
itu bukan jaminan bisa menanggulangi musuhmusuh yang demikian banyak dan bukan orangorang sembarangan semua. Itulah sebabnya
Sebun Beng sulit menemui jejak mereka,
malahan dia mendengar desas-desus telah
Sekte Teratai Putih 12 55 pecah permusuhan antara pihak Tiong-gi Piauhang dengan Auyang Hou. Tentu saja Sebun
Beng tidak percaya, sebab dia tahu Auyang Hou
tidak becus apa-apa, paling-paling hanya
beberapa jurus kembang pembukaan yang
indah dilihat tetapi tidak berdaya gempur.
Namun melihat betapa seriusnya Tiong-gi Piauhang
menyebar orang-orangnya untuk menemukan keponakannya itu, Sebun Beng
cemas juga. Ia menduga ada orang yang
"menyamar sebagai Auyang Hou" dan
melakukan pembunuhan di Han-king untuk
memfitnah keponakannya itu, begitulah
pemikiran Sebun Beng. Siang itu, ketika ia
berkuda berkeliling di sekitar kota Hong-yang
untuk melihat-lihat ka-lau-kalau ada petunjuk,
tiba-tiba dilihatnya ada pertempuran di jalanan.
Sebun Beng mengenali orang yang mengeroyok
itu berseragam para pengawal sewaan dari
Tiong-gi Piau-hang. Dan melihat orang yang
sedang dikeroyok itu memakai caping, mantel
dan bersenjata pedang, nampak bertempur
begitu tangkas, Sebun Beng langsung menebak
Sekte Teratai Putih 12 56 bahwa orang itulah "yang menyamar sebagai
Auyang Hou", sebab Sebun Beng yakin Auyang
Hou tidak mungkin bertempur setangkas itu.
Sebun Beng segera memacu kudanya
mendekati pertempuran, diikuti Sun Cu-kiok
dan Liu Yok. Pikirnya, "Kalau aku bisa
meringkus bajingan tengik yang menyamar
keponakanku itu dan menanyai siapa yang
menyuruhnya berbuat demikian, barangkali
banyak perkara rahasia bisa tersingkap."
Makin dekat dengan medan pertempuran itu,
makin heran Sebun Beng melihat betapa
"mirip"nya orang bercaping itu dengan
keponakannya. Sun Cu-kiok yang berkuda di sebelahnya
bertanya, "Paman Sebun, bukankah itu
keponakan Paman yang menghilang dari Hanking belasan hari yang lalu?"
Biarpun hatinya sedang tegang, Sebun Beng
sempat juga tertawa, "Hampir-hampir aku
menyangkanya demikian juga."
"Jadi menurut Paman, dia bukan keponakan
Paman?" Sekte Teratai Putih 12 57 "Pasti bukan." "Kenapa Paman begitu yakin?"
"Lihat saja mayat-mayat yang bergelimpangan itu adalah mayat-mayat para
pengawal bayaran dari Tiong-gi Piau-hang.
Mereka adalah pengawal-pengawal tangguh,
bagaimana keponakanku yang becusnya
membual itu bisa membunuh mereka, bahkan
satu orang pun takkan bisa..."
Tetapi makin dekat ke gelanggang itu, Sebun
Beng sendiri makin meragukan kesehatan
matanya sendiri, sebab setelah dekat, dia
melihat orang-orang Tiong-gi Piau-hang sedang
mengeroyok seorang pemuda yang persis
benar-benar dengan Auyang Hou. Ini bukan
cuma mirip, tetapi persis!
Liu Yok ikut berkata, "Paman, bukankah itu
Adik Hou?" Kali ini Sebun Beng tidak cepat-cepat
membantah, ia sendiri mulai bimbang. Kalau
yang sedang dikeroyok itu adalah Auyang Hou,
apa iya seorang tidak becus dalam waktu
belasan hari saja berubah demikian hebat"
Sekte Teratai Putih 12 58 Tetapi kalau bukan Auyang Hou, siapa orang
yang begitu persis melebihi saudara kembar"
Sementara Sebun Beng masih bimbang, Liu
Yok malah dengan yakin sudah berkata,
"Paman, itu A-hou. Dia sedang dikendalikan
oleh kekuatan-kekuatan jahat yang tidak
nampak." Sebun Beng kemudian berseru ke arah
elanggang, "Berhenti! Teman-teman dari Tionggi Piau-hang, berhentilah! Aku adalah Sebun
Beng, dari Lok-yang!"
Sebun Beng memang punya nama yang
cukup terkenal, dan Sebun Beng sekarang
mengharapkan kemasyhuran namanya itu akan
dapat menghentikan pertempuran.
Wi Kuan-lai dan kawan-kawannya memang
pernah mendengar nama itu. Sambil tetap
bertempur, Wi Kuan-lai membagi perintah
kepada kawan-kawannya, "Hentikan pertempuran sambil tetap saling
melindungi!" Orang-orang Tiong-gi Piau-hang itu bermaksud menurut, namun alangkah sulitnya
Sekte Teratai Putih 12 59 sebab Auyang Hou rupanya sama sekali tidak
berminat untuk menghentikannya. Ia terus saja
mengamuk dengan ganas, menerkam ke sana
kemari dengan pedangnya, dan kalau hanya
satu pihak saja yang menghentikan pertempuran maka alangkah berbahayanya
bagi yang berhenti lebih dulu itu. Akibatnya,
pertempuran memang sulit berhenti karena
keganasan Auyang Hou. Sebun Beng dengan ragu-ragu menegur
Auyang Hou, "Sobat, muda, aku mohon hentikan
dulu senjatamu!" Dan tidak digubris sama sekali oleh "sobat
muda" itu. Malah ketika itu Auyang Hou melambung
tinggi dengan gagah, mantelnya berkibar di
belakang tubuhnya, pedangnya berkilauan, dan
sedang mengejar lawan-lawannya yang sedang
mengendorkan tekanan. Liu Yok tidak tahan lagi, dia tiba-tiba
menuding Auyang Hou sambil membentak,
"Lepaskan Adikku!"
Sekte Teratai Putih 12 60 Aneh. Auyang Hou yang sedang melambung
tinggi dengan gagah seperti burung elang itu,
tiba-tiba saja ambruk ke bumi dengan gaya
konyol, persis seperti seorang yang tidak bisa
bersilat sama sekali. Inilah Auyang Hou yang
asli. Tetapi ketika itu pertempuran belum
berhenti sama sekali. Orang-orang Tiong-gi
Piau-hang belum sama sekali menghentikan
pertempuran, mereka masih dikuasai amarah
yang menyala-nyala, dan inilah yang tidak
terpikir oleh Liu Yok ketika dia bertindak.
Melihat Auyang Hou tiba-tiba saja terbanting ke
tanah, orang-orang Tiong-gi Piau-hang tidak
menyangka lain bahwa "jurus" Auyang Hou itu
adalah jurus penyerangan pula. Karena itu
orang-orang Tiong-gi Piau-hang tidak menahan
senjatanya, mereka terus saja mengayunkan
bermacam-macam senjata ke arah tubuh
Auyang Hou yang menggeletak di tanah.
Auyang Hou yang sedang kehilangan
penopang kekuatan-kekuatan dari luar dirinya
Sekte Teratai Putih 12 61 itu, cuma terbelalak ngeri melihat senjatasenjata meluncur deras ke arah tubuhnya.
"Tahan!" bentak Sebun Beng kaget.
Dan karena merasa seruannya tidak bakal
digubris, padahal dalam waktu yang hanya
sepersekian detik itu nyawa "pemuda yang
mirip Auyang Hou" itu bakal terancam, Sebun
Beng tidak punya cara lain kecuali melompat ke
tengah gelanggang dan langsung bertindak
menyelamatkan. Demikianlah kalau seorang
Sebun Beng bertindak, dengan sepasang lenganlengannya yang kuat dia berhasil menerobos
gelanggang dan membuat orang-orang Tiong-gi
Piau-hang terhuyung-huyung ke kiri dan kanan.
Lalu dia menyambar Auyang Hou untuk dibawa
keluar dari gelanggang. Muka Auyang Hou sudah pucat-pasi ketika
tiba di luar gelanggang, bibirnya yang pucat itu
terbata-bata menyebut, "Paman...."
Sebun Beng heran bukan kepalang, sebab
suara itu adalah suara keponakannya yang dia
kenal benar, begitu juga sikapnya yang
ketakutan dan gemetar itu. Lalu siapa yang tadi
Sekte Teratai Putih 12 62 mengamuk dan membantai orang-orang Tionggi Piau-hang itu" Diam-diam Sebun Beng
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merasakan ketidak-beresan di balik semuanya
itu. Sementara itu, orang-orang Tiong-gi Piauhang dengan gusar telah menghadapi Sebun
Beng. Namun Wi Kuan-lai sebagai pimpinan
mereka, tetap berusaha bertindak dengan
tertib, "Kami dari Tiong-gi Piau-hang sudah
lama mendengar nama besar Sebun Taihiap
yang terkenal adil dan berjalan di garis
kebenaran. Kami mohon dengan hormat agar
Tuan menyerahkan pembunuh itu kepada
kami." Sebun Beng tersudut dalam posisi yang serba
salah, namun menjawab juga, "Maaf, sobatsobat dari Tiong-gi Piau-hang, apa yang sudah
dilakukan oleh anak muda ini?"
"Dia sudah membunuh tiga orang rekan kami
di kota Han-king." "Oh, soal ini barangkali merupakan kesalahpahaman belaka, anak muda ini aku kenal...."
Sebun Beng tiba-tiba menjadi ragu-ragu sendiri
Sekte Teratai Putih 12 63 ketika melihat beberapa mayat orang Tiong-gi
Piau-hang yang masih bergelimpangan di situ.
Sebenarnya Sebun Beng ingin mengatakan
kalau Auyang Hou itu dikenalnya tidak mampu
bersilat, sehingga tidak juga bisa membunuh
para pengawal bayaran Tiong-gi Piau-hang yang
dikenal tangguh-tangguh itu. Namun mayat
yang bergelimpangan itu berbicara lain.
"Apa yang akan Tuan katakan?" desak Wi
Kuan-lai. "Tiga orang di Han-king dan empat
orang di tempat ini, jadi tujuh orang rekan kami
telah dibinasakan oleh pemuda yang bernama
Auyang Hou dan berjulukan Siau-pek-him, yang
sekarang berdiri di sebelah Tuan. Tuan Sebun
sebagai orang yang memahami keadilan, coba
pikir, tidak pantaskah kalau kami menuntut dia
diserahkan kepada kami?"
Bersambung jilid XIII. Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
PSW 12/06/2018 05:26 PM Sekte Teratai Putih 12 64 Sekte Teratai Putih 13 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1991 Sekte Teratai Putih 13 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid XIII *** SEBUN BENG benar-benar kebingung dan.
Saat itulah Liu Yok yang maju dan menjawab,
"Sobat-sobat, Adikku ini terpisah dari kami
belasan hari yang lalu di Han-king dan
membingungkan kami. Ketika berpisah itu,
memang dia bukan seorang yang mahir
berkelahi meskipun bercita-cita menjadi
pendekar. Mustahil dia bisa membunuh para
pengawal bayaran yang..."
Kata-kata Liu Yok ditukas oleh Wi Kuan-lai
dengan nada yang meninggi sambil menunjuk
mayat kawan-kawannya, "Lalu, siapa yang
membunuh mereka?" Berbeda dengan Sebun Beng yang gugup,
maka Liu Yok menjawab menurut keyakinannya
sendiri, biarpun terdengar ganjil di kuping para
Sekte Teratai Putih 13 2 pengawal Tiong-gi Piau-hang itu, "Sobat-sobat,
Adikku agaknya telah dipengaruhi sesuatu yang
gaib dan jahat, yang menguasai kepribadiannya
sehingga dia melakukan hal-hal itu..."
Wi Kuan-lai tertawa sinis, "Wah, kalau
memakai cara berpikirmu itu, sobat, alangkah
gampangnya menyelesaikan setiap masalah.
Berbuat saja semaunya, nanti kalau ada yang
menuntut tanggungja-wab lalu tinggal katakan
saja bahwa dia melakukan tanpa kesadaran
karena dipengaruhi sesuatu yang gaib. He-hehe, sobat, kami tidak percaya segala macam
tahayul seperti omonganmu itu, dan kami tetap
menuntut agar Auyang Hou diserahkan kepada
kami!" Ucapan tegas Wi Kuan-lai itu didukung oleh
teman-temannya yang masih marah.
Ketika Sebun Beng menoleh ke arah Auyang
Hou, maka Auyang Hou pun kembali memucat
wajahnya karena mengira Pamannya akan
memenuhi tuntutan orang-orang Tiong-gi Piauhang itu. Auyang Hou melangkah mundur
sambil menggeleng-gelengkan kepala dan berka
Sekte Teratai Putih 13 3 Kata-kata Liu Yok ditukas oleh Wi Kuan-lai
dengan nada yang meninggi sambil menunjuk
mayat kawan-kawannya, "Lalu, siapa yang
membunuh mereka?" Sekte Teratai Putih 13 4 ta, "Jangan, Paman, aku tidak mau diserahkan
kepada mereka. Aku tidak bersalah. Aku bahkan
tidak tahu dan tidak sadar ketika aku
melakukan tindakan-tindakan itu. Semuanya
gara-gara benda-benda keparat ini..."
Lalu dicopotnya caping, mantel dan
pedangnya untuk dihempaskan di tanah sambil
menginjak-injaknya. Sun Cu-kiok melihatnya dengan heran.
Antara Auyang Hou yang bertempur dengan
garang tadi dengan Auyang Hou yang tampak
sangat menyesal itu terlihat dua orang pribadi
yang sama sekali berbeda. Mau tak mau Sun Cukiok jadi agak percaya juga soal "pengaruh gaib"
seperti yang dikatakan Liu Yok tadi. Yang jadi
pertanyaan, dari mana asalnya"
Sebun Beng tidak tega hatinya melihat
keponakannya itu. Ia membayangkan betapa
pedih hati ibunya, Sebun Giok, kalau sampai
Auyang Hou diserahkan kepada orang-orang
Tiong-gi Piau-hang untuk dihukum dengan
tujuan membunuh. Akhirnya Sebun Beng
membungkuk dalam-dalam kepada orang-orang
Sekte Teratai Putih 13 5 itu, dan berkata dengan nada memohon yang
memelas, "Sobat-sobat, maafkanlah keponakanku ini. Rupanya karena keinginannya
untuk menjadi seorang jagoan ulung, dia telah
terjebak ilmu sesat oleh pihak mana yang tidak
aku ketahui, sehingga menimbulkan kerugian
jiwa di pihak Tiong-gi Piau-hang. Ijinkanlah
keponakanku ini tetap bersamaku, biarkan aku
yang menghukumnya dengan berat dan
mencoba mendidiknya dengan baik."
Berat rasanya bagi Wi Kuan-lai menampik
permohonan yang diajukan dengan bersungguh-sungguh oleh seorang yang punya
nama besar sekaliber Sebun Beng. Wi Kuan-lai
sendiri maupun orang-orang Tiong-gi Piau-hang
lainnya kalau mau jujur juga harus mengakui,
bahwa dalam pertempuran tadi ada banyak
kejanggalan. Seperti pedang yang melenceng
dari sasaran, atau pasir yang entah dari mana
tertabur ke mata orang-orang Tiong-gi Piauhang, juga cukup aneh bahwa Auyang Hou yang
gerakan pedangnya demikian sederhana dan
banyak ngawurnya, bisa menghadapi sekian
Sekte Teratai Putih 13 6 banyak orang Tiong-gi Piau-hang yang
semuanya ahli bertempur. Malahan Auyang Hou
tidak terluka sedikit pun. Maka biarpun Wi
Kuan-lai tadi sudah mengatakan "tidak
mempercayai tahayul", tetapi kejadian kejadian
aneh selama pertempuran tadi memang sulit
dijelaskan dengan akal. Menuruti akal sehatnya,
Wi Kuan-lai merasa pantas kalau urusan itu
disudahi sampai demikian saja, biarkan Sebun
Beng yang mendidik keponakannya itu. Namun
ia masih ragu-ragu, sebab ia datang
berombongan dengan teman-temannya dan
tidak bisa mengambil keputusan sendiri saja.
"Bagaimana, teman-teman?" ia menatap
teman-temannya. Banyak orang-orang Tiong-gi Piau-hang itu
masih penasaran untuk kematian teman-teman
mereka, tetapi mereka juga punya perhitungan
bahwa kalau bersikeras agaknya tidak akan
menghasilkan apa-apa. Sudah si. "kesurupan"
tadi bukan main ganasnya, masih ditambah
Sebun Beng yang juga tangguh, belum lagi Si
Gadis Baju Kuning bersenjata golok KoanSekte Teratai Putih 13
7 to yang bermata tajam itu.
Seorang yang bersenjata ruyung menatap
Auyang Hou dengan mata berapi-api penuh
dendam, namun lalu menarik napas dan
berkata, "Yah, mau bagaimana lagi" hari ini
memang takdirnya Tiong-gi Piau-hang kita
mendapat musibah besar tanpa bisa membalas."
Sebun Beng sendiri ikut merasa berat
hatinya, katanya, "Harap sobat-sobat dari
Tiong-gi Piau-hang mau memahami perasaanku
juga. Aku sadar, bahwa hari ini aku telah
bersikap tidak adil dengan mempertahankan
keponakanku, dan sikapku hari ini akan terus
menuduh dan menyiksa diriku setelah ini.
Selesai urusanku di Hong-yang, aku akan pergi
ke Thai-beng untuk mohon maaf secara pribadi
kepada pemimpin kalian, Tuan Tong Kim-eng.
Meskipun aku belum mengenal beliau secara
pribadi, namun aku pernah mendengarnya
sebab sepupu jauh beliau adalah sahabat
karibku, yaitu Ketua Hwe-liong-pang Tong Ginyan. Saat itu, aku siap menerima hukuman apa
pun yang ditentukan oleh beliau."
Sekte Teratai Putih 13 8 Sikap Sebun Beng yang begitu merendah
membuat pihak Tiong-gi Piau-hang sungkan
untuk meneruskan urusan, biarpun hati masih
panas rasanya. Mereka juga tahu bahwa
Pemimpin Tiong-gi Piau-hang yang bernama
Tong Kim-eng memang bersepupu jauh dengan
Ketua Hwe-liong-pang Tong Gin-yan yang
adalah sahabat Sebun Beng. Kakek Tong Ginyang dan Kakek Tong Kim-eng adalah kakakberadik, namanya Tong Wi-siang dan Tong Wihong.
Akhirnya Wi Kuan-Iai pun memberi hormat
kepada Sebun Beng dan berkata, "Baiklah,
urusan ini untuk sementara kami tunda. Kami
akan melapor ke Thai-beng dan mendengar
bagaimana nanti keputusan pemimpin kami.
Selamat tinggal, Tuan Sebun."
Begitulah, meskipun mengundurkan diri, Wi
Kuan-lai masih juga menggunakan kata-kata
"kami tunda" dan bukannya "kami habisi", juga
dilengkapi pula dengan kata-kata "untuk
sementara". Itu artinya urusan itu di kemudian
hari ke mungkinan besar akan ada buntutnya.
Sekte Teratai Putih 13 9 Sebun Beng menarik napas. Itulah hasil
maksimal yang bisa ia capai saat itu. Mudahmudahan kelak ia akan bisa menjelaskan
kepada Tong Kim-eng tentang persoalannya.
Kalau perlu, ia akan mengajak Tong Gin-yan
besertanya ke Thai-beng, supaya Tong Kim-eng
agak sungkan terhadap sepupu jauh ini.
Orang-orang Tiong-gi Piau-hang itu pun naik
ke kuda masing-masing dan berderap pergi,
satu dua orang masih juga menatap dengan
penuh dendam kepada Auyang Hou yang cuma
menundukkan kepala. Mayat-mayat orang yang
terbunuh Auyang Hou itu dinaikkan kuda.
Setelah orang-orang itu menjauh, Sebun
Beng menoleh kepada keponakannya itu
dengan gusar. "Bagus sekali perbuatanmu, Ahou. Kau benar-benar berhasil menjadi seorang
pendekar besar seperti cita-citamu, bahkan
langsung berhasil mencarikan musuh-musuh
buat Pamanmu ini." Auyang Hou menjawab sambil menunduk,
"Aku minta maaf, Paman. Aku benar-benar telah
melakukan tindakan tolol sehingga terjebak
Sekte Teratai Putih 13 10 oleh akal licik..." Au-yang Hou tiba-tiba
bungkam, ragu-ragu meneruskan omongannya.
"Akal licik siapa?" desak Sebun Beng.
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Auyang Hou beberapa saat cuma mainmainkan ujung bajunya, ia tidak bisa
membayangkan bagaimana dampratan Pamannya kalau sampai tahu bahwa dia telah
mempelajari ilmu dari Pek-lian-kau.
Tetapi Liu Yok membujuknya dengar lembut,
"Jujur sajalah, A-hou. Kejujuran akan sangat
membantu untuk menolongmu, dan menolong
kita semua." Ada perbawa yang lembut dan sangat
menghangatkan jiwa Auyang Hou, sehingga dia
menyahut, "Aku dijebak, lalu dipaksa untuk
mempelajari ilmu-ilmu gaib oleh tokoh nomor
dua Pek-lian-kau, namanya Nyo Jiok dan
berjulukan Hui-heng-si (Si Mayat Terbang).
Sebun Beng mengertakkan gigi dan
mengepalkan tinjunya, "Sudah aku duga. Tetapi
benarkah kau dipaksa mempelajari ilmu-ilmu
iblis itu" Jangan-jangan kau sendiri juga
Sekte Teratai Putih 13 11 menyukainya" Bukankah kau bercita-cita
menjadi jagoan ternama?"
Kali ini Auyang Hou berani mengangkat
wajahnya untuk menatap wajah Pamannya
sambil berkata, "Paman, biarpun aku seorang
pembual yang tidak becus apa-apa, tetapi masih
bisa juga membedakan yang jahat dan yang
tidak. Aku benar-benar dipaksa setelah lebih
dulu dipancing oleh seorang anggota Pek-liankau yang menyamar sebagai tukang pangsit.
Aku bahkan berusaha melarikan diri dari Nyo
Jiok, tetapi gagal. Aku harus mempelajari
ilmunya, kalau tidak, aku takkan dilepaskan..."
"Pengecut!" Sebun Beng hampir menampar
keponakannya itu, tapi Liu Yok cepat
menghalangi Pamannya. "Sudahlah, Paman,
siapakah manusia yang tidak pernah bersalah
sehingga berhak menjadi hakim bagi
sesamanya" Asalkan A-hou berjanji tidak akan
lagi mempraktekkan ilmu jahat itu, kita
maafkan kesalahannya."
Sebun Beng menurunkan tangannya pelanpelan sambil menarik napas.
Sekte Teratai Putih 13 12 Sementara Auyang Hou telah menuding
mantel, caping dan pedang yang diinjakinjaknya itu dan berkata, "Aku tidak akan
berbuat lagi. Aku juga tidak akan mengenakan
benda-benda itu lagi. Agaknya benda-benda itu
setelah dimanterai oleh Nyo Jiok membuat aku
jatuh di bawah pengaruh gaib setiap kali aku
mengenakannya..." Liu Y ok mengangguk-angguk. Ia tahu ketiga
benda itu padahal adalah benda-benda
kesayangan Auyang Hou sejak dari Se-shia.
Pernah di Se-shia Auyang Hou dipergoki sedang
memakai benda itu, dan bergaya di depan
cermin besar. Sekarang Liu Yok mendengar
Auyang Hou mengungkapkan kata-kata kebencian kepada caping, mantel dan pedang
itu, tentunya benda-benda itu memang "ada
apa-apa-nya". "Bagaimana kau bisa lolos dari Nyo
Jiok"tanya Sebun Beng nada suaranya tidak
bernada marah lagi, membuat Auyang Hou agak
lega. Sekte Teratai Putih 13 13 "Aku menggunakan kesempatan untuk
kabur, selagi Nyo Jiok berkelahi dengan Kakak
seperguruannya sendiri. Kim-mo-liong (Serigala
Berbulu Emas) Mo Hwe. Kalau tidak kabur, rencananya aku akan
diajari ilmu yang bernama Sip-pat-hun-hoat-sut
(Sihir Delapan Belas Roh), yang konon begitu
dahsyat dan penuh resiko, sehingga tokohtokoh Pek-lian-kau sendiri tidak berani
mempelajarinya meskipun tahu teorinya. Tetapi
seperti aku katakan tadi, aku tidak suka
mempelajari ilmu-ilmu laknat itu, dan aku
menggunakan kesempatan itu untuk lari."
"Eh, jadi antara Mo Hwe dan Nyo Jiok terjadi
permusuhan" Apa yang menyebabkan?" tanya
Sebun Beng heran. "Yang aku dengan dari kata-kata mereka
ketika bertengkar, Paman, agaknya Nyo Jiok
berambisi menggantikan Mo Hwe sebagai Congcu (Ketua Sekte) dan Mo Hwe mengetahuinya
sehingga tidak senang. Selain itu, agaknya Mo
Hwe tidak menyetujui Nyo Jiok mengajarkan
Sip-pat-hun-hoat-sut kepadaku."
Sekte Teratai Putih 13 14 "Rupanya takut ilmu Pek-lian-kau itu bocor
ke tangan orang luar." komentar Sun Cu-kiok.
"Padahal meskipun bocor, siapa sudi
mempelajari ilmu-ilmu yang mengerikan itu?"
komentar tambahan Sebun Beng.
Sementara itu Sun Cu-kiok melihatnya dari
sudut lain lagi, "Saudara Auyang, kami ini sudah
beberapa hari berada di Hong-yang, mengaduk
kota ini dan sekitarnya untuk mencari jejak
orang-orang Pek-lian-kau yang menculik
adikku, namun mereka seolah-olah menghilang
masuk ke bumi. Bahkan kelenteng Hong-kak-si
yang menjadi tempat keramat orang-orang Peklian-kau itu juga sudah kami teliti berulang kali,
kami intai di malam hari pula, namun belum
kami temukan. Sekarang kalau kami tanya di
mana tempat Nyo Jiok, Saudara Auyang pasti
mengetahuinya." Tak terduga Auyang Hou mengecewakannya,
sahutnya sambil menggeleng, "Maaf, Nona Sun.
Aku sudah lari meninggalkan Nyo Jiok kira-kira
tiga hari yang lalu di suatu tempat di kota HanSekte Teratai Putih 13 15 king, aku tidak tahu apakah dia masih di sana
sekarang...." Sun Cu-kiok memang kecewa sekali, tetapi
Liu Yok tiba-tiba berkata menghiburnya, "Nona
Sun, jangan kuatir. Aku punya perasaan kuat
bahwa justru orang-orang Pek-lian-kau itu yang
akan mencari kita." Dalam beberapa hati perjalanan dari Hanking ke Hong-yang, Sun Cu-kiok sudah sedikit
mengenal Liu Yok sebagai seorang aneh dan
agak istimewa. Salah satu "keanehan"nya, kalau
dia mengatakan merasakan sesuatu, maka
sesuatu yang dikatakannya itu tidak lama
kemudian akan terjadi, meski Liu Yok sendiri
tidak bisa menjelaskan kalau ditanya kenapa.
Sebun Beng kemudian berkata, "Baiklah,
anak-anak muda. Kita sudah kembali ketemu
Auyang Hou, sekarang pikiran kita bisa lebih
dipusatkan untuk mencari jejak orang-orang
Pek-lian-kau. Tetapi sekarang ini, hari hampir
sore, sebaiknya kita pulang agar tidak
mencemaskan Tuan Rumah kita."
Sekte Teratai Putih 13 16 Mereka pun lalu menuju tempat menginap,
yaitu rumah seorang sahabat Sebun Beng yang
letaknya di luar kota Hong-yang, namun tidak
jauh dari tembok kota. Orang itu sebenarnya
bukan teman Sebun Beng pada mulanya,
melainkan teman Wan "Lui, menantu Sebun
Beng. Ia adalah pensiunan Cong-peng atau
panglima kota Hong-yang yang dulu pernah
bekerjasama dengan Wan Lui membebaskan
Pangeran Hong-lik dari cengkeraman Pek-liankau. Karena itulah ketika Pangeran Hong-lik
naik tahta menjadi Kaisar Kian - liong, ia jadi
ikut "ketiban rejeki" sehingga akhirnya pensiun
dalam pangkat kemiliterannya yang cukup
tinggi. Lalu membangun sebuah rumah di luar
kota Hong-yang, sambil menikmati hari tua dan
juga tetap memelihara hubungan baik dengan
berbagai pihak. Ia pernah datang ke Lok-yang
ketika Wan Lui menikah, dan itulah saat
perkenalannya dengan Sebun Beng. Kini Sebun
Beng menginap di rumahnya.
Sebun Beng, Sun Cu-kiok dan Liu Yok
menunggangi kuda, sedang Auyang Hou
Sekte Teratai Putih 13 17 dibiarkan berjalan kaki saja. Auyang Hou tidak
berani memprotes, ia merasa begitu bersalah
dan merasa sudah cukup beruntung bahwa
Pamannya tidak menyuruhnya pergi. Namun
Liu Yok akhirnya mengajak adiknya itu
berboncengan kuda dengannya.
Tempat itu menjadi sepi sekali.
Kemudian muncullah seseorang dari balik
pepohonan di pinggir jalan, melangkah
mendekati tempat pertempuran tadi dan
langsung membungkuk mengambil caping,
mantel dan pedang Auyang Hou yang tadi telah
dibuang dan diinjak-injak oleh pemiliknya
sendiri. Ditepuk-tepuknya benda itu, sambil
tertawa dingin ia berkata, "He-he-he, kamu kira
dengan membuang benda-benda ini, terus kamu
bisa lolos dari rencanaku?"
Orang itu memakai tudung bambu, bukan
untuk menahan panas tetapi untuk menyamarkan wajahnya yang pucat seperti
mayat itu, sebab dia bukan lain adalah Nyo Jiok.
Ia menatap ke arah perginya rombongan
Sebun Beng tadi, lalu melangkah perlahanSekte Teratai Putih 13
18 lahan. Langkahnya tidak boleh cepat-cepat,
sebab di bagian dalam wajahnya masih tersisa
rasa nyeri yang belum sembuh benar, sebagai
"oleh-oleh" pertempurannya dengan Kakak
seperguruannya, Mo Hwe, beberapa hari yang
lalu. Malam hari, di dalam kamarnya di rumah
besar milik Kwa Cin-beng, pensiunan panglima
Hong-yang, Liu Yok sedang berbicara dengan
Auyang Hou. "Aku meninggalkan rombongan karena malu
terhadap Nona Sun..." kata Auyang Hou agak
kikuk. "Aku menyesal, Kak, beginilah jadinya.
Beberapa orang menjadi korbanku selagi aku
berada di bawah pengaruh jahat."
"Ya sudahlah kalau sudah menyesal, jangan
sampai kamu merasa dituduh terus-terusan,"
kata Liu Yok. "Lain kali berhati-hatilah dengan
tawaran orang, yang terlihat manis dan tidak
berbahaya sekali pun."
"Iya, Kak. Habis, orang itu menipu aku,
katanya yang diajarkan itu bukan ilmu setan,
Sekte Teratai Putih 13 19 tetapi sekedar pengetahuan menggunakan
kekuatan-kekuatan alam. Begitu katanya."
Liu Yok menggeleng-gelengkan kepala,
"Kekuatan-kekuatan jahat di angkasa itu bisa
menggunakan seribu satu macam topeng yang
menarik untuk memikat manusia-manusia
lemah iman masuk kedalam jeratnya dan di
bawah kekuasaannya. Padahal manusia itu
sebenarnya raja ciptaan, diberi kuasa oleh Sang
Pencipta untuk memerintah seluruh bumi
sebagai wakil-Nya." Sebelumnya tidak pernah Auyang Hou
memperhatikan nasehat-nasehat macam itu
dari Kakak-tirinya yang dianggap "keranjingan
agama" itu. Tetapi kali ini kata-kata Kakaknya
terasa meresap ke dalam jiwanya. Katanya
kemudian, "Baiklah, Kak, aku akan lebih
berhati-hati. Sikapku memang salah selama ini,
ingin menjadi pendekar yang termasyhur dalam
waktu singkat, padahal orang lain harus melalui
tahap demi tahap yang penuh tantangan. Aku
mulai sekarang akan minta diajari ilmu silat
Sekte Teratai Putih 13 20 oleh Paman, aku tidak malu belajar dari
permulaan meskipun harus...."
Auyang Hou menghentikan kata-katanya
ketika melihat Liu Yok menggeleng-gelengkan
kepala sambil menarik napas beberapa kali.
"Kenapa, Kak?" "Ada jalan yang ditempuh orang dan
dikiranya jalan itu jalan menuju kebahagiaan,
padahal ujungnya adalah maut."
Auyang Hou terkejut, "Apa maksudmu, Kak?"
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Buat apa mendapat kemasyhuran karena
kepintaran memukul dan melukai orang lain?"
"Jadi menurut Kakak, ilmu silat itu juga
sesuatu yang salah" Ilmu yang mengajar orang
berdisiplin, menguasai diri sendiri, bersikap
ksatria, dan mencapai tingkat tinggi dengan
cara latihan yang sewajarnya tanpa memakai
yang gaib-gaiban?" "Ya. Salah," sahut Liu Y ok tegas.
"Jadi, menurut Kakak, Paman Sebun, Nona
Sun, Wan Lui dan sebagainya itu juga salah
karena belajar silat?"
"Ya." Sekte Teratai Putih 13 21 "Kenapa?" "Karena dengan mempelajari silat berarti
mengotori pikiran. Bukankah ketika kita
mempelajarinya, kita membayangkan bahwa
kita diserang orang, bukankah ini prasangka"
Dan kita diajari cara membalasnya, bukankah
ini benih kebencian?"
"Tetapi tujuannya adalah sekedar membela
diri." "Begitu yang dikatakan para guru, dan
nyatanya tidak. Kalau seseorang sudah berlatih
sehingga mahir, jauh di dalam hatinya akan
timbul ketidak-relaan kalau hasil jerihpayahnya itu akan dibawa mati dengan begitu
saja dan dilupakan orang. Dalam hatinya akan
muncul tuntutan akan pengakuan orang lain,
menuntut orang lain mengakui kelebihannya,
entah dengan cara terang-terangan atau
terselubung. Bahkan oleh tokoh-tokoh yang
disebut rendah hati sekali pun, bukankah
kerendah-hatian akan membuatnya semakin
terkenal?" "Kalau kita diserang orang?"
Sekte Teratai Putih 13 22 "Kalau kita berada di tempat yang
sebenarnya yang ditetapkan Sang Pencipta, kita
akan terlindungi secara total. Bahkan bukan
hanya terhadap orang lain atau binatang, tetapi
juga terhadap kekuatan-kekuatan alam. Ia
takkan hangus oleh api, takkan basah oleh air.
Bahkan sebaliknya, dialah yang memerintah
kekuatan-kekuatan alam di langit dan bumi."
"Tetapi Kakak sendiri pernah babak belur
dipukuli Bwe Gin-liong."
"Itu karena aku belum sempurna. Bahkan
saat itu pikiranku masih ternoda dengan
memikirkan untuk membalas pukulannya,
biarpun dalam angan-angan saja Itu noda yang
menjijikkan." Auyang Hou mencoba mencerna kata-kata
Kakak-tirinya itu, tetapi alangkah sulitnya. Dan
ia bisa memaafkan diri sendiri kalau mendengar
bahwa Kakaknya pun mengaku belum
sempurna. Auyang Hou kemudian membaringkan diri di
kasur, terasa alangkah penatnya.
Sekte Teratai Putih 13 23 "Tetapi Kakak sendiri pernah babak belur
dipukuli Bwee Gin-liong"
Sekte Teratai Putih 13 24 Sementara itu, meskipun malam sudah larut,
ada dua orang penunggang kuda mendekati
rumah kediaman Kwa Cin-beng di luar kota
Hong-yang itu. Mereka sepasang pria dan
wanita yang masih muda, bukan lain adalah
suami isteri Wan Lui dan Sebun Hong-eng.
Karena rumah Kwa Cin-beng itu terletak di
atas sebuah bukit kecil, menghadap sebuah
lembah yang pemandangannya permai di siang
hari, maka Wan Lui dan isterinya berjalan
mendaki. Tetapi bayangan rumah di atas bukit
itu sudah kelihatan remang-remang.
"Apakah benar Ayah ada di rumah itu?"
tanya Sebun Hong-eng. "Begitulah yang aku dengar dari beberapa
anak buahku, bahkan bersama-sama dengan
puteri Gubernur Ho-lam yang sulung, Nona Sun
Cu-kiok." "Ah, gadis itu..."
"Kenapa dengan gadis itu?"
"Aku kenal dia waktu masih sama-sama kecil
dulu. Ia beberapa tahun lebih muda dari aku,
tetapi nakalnya bukan main, seperti anak lelaki
Sekte Teratai Putih 13 25 saja. Perkara memanjat pohon yang tinggi atau
mengejar layang-layang putus, ia tidak kalah
dari anak laki-laki bahkan anak laki-laki yang
lebih besar." "Puteri seorang Gubernur berlaku seperti
itu?" "Dia sering kabur dari gedung Gubernuran
yang banyak aturannya, rupanya dia bosan."
Wan Lui tertawa mendengarnya.
Ketika itulah Sebun Hong-eng menunjuk ke
langit dan berkata heran, "Eh, apa itu" Masa ada
kunang-kunang sebesar itu?"
Wan Lui ikut menatap ke arah yang ditunjuk
oleh isterinya itu, dan ia melihat ada segumpal
cahaya merah yang buram, hampir-hampir
tidak terlihat di malam yang gelap itu, namun
ketajaman mata Wan Lui dapat menangkapnya.
Cahaya buram itu berputar mengelilingi rumah
Kwa Cin-beng, seperti hendak memasuki rumah
namun ragu-ragu. Wan Lui terkesiap, "Jangan-jangan ini
serangan ilmu hitam kaum Pek-lian-kau" Kwa
Cin-beng ini dulu ikut mengerahkan pasukan
Sekte Teratai Putih 13 26 dan menumpas orang-orang Pek-lian-kau
bersama aku, bukan mustahil pihak Pek-liankau mendendamnya."
"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanya
Sebun Hong-eng cemas. 'Tidak apa-apa. Kita jalan terus sambil
memohon perlindungan Yang Maha Kuasa."
Mereka terus memajukan kudanya sambil
melihat gumpalan cahaya buram yang berputarputar itu.
Tetapi waktu Wan Lui dan Sebun Hong-eng
semakin dekat, cahaya merah buram itu tibatiba melesat ke langit dan kabur lenyap di
cakrawala. "Hem, pasti ulah Pek-lian-kau."
"Seisi rumah itu harus diperingatkan agar
berjaga-jaga." Kedua ekor kuda itu kemudian mendekati
pintu gerbang perumahan yang di kiri kanannya
digantungi lampion renteng itu. Wan Lui lalu
turun dari kuda, mendekati pintu, dan
mengetuk pintu dengan gelang tembaga yang
tergantung di daun pintu.
Sekte Teratai Putih 13 27 Setelah menunggu beberapa saat, terdengar
langkah kaki mendekati pintu, lalu pintu yang
berat itu dibuka, seorang bujang muncul di balik
pintu dan berkata dengan menunjukkan
ketidak-senangannya, "Ada apa Tuan datang
malam-malam begini?"
Wan" Lui menjawab, "Katakan kepada Tuan
Kwa Cin-beng, bahwa Wan Lui sudah datang."
"Baik," sahut bujang itu tanpa kesan apa-apa,
sambil menutup kembali pintunya, bahkan
terdengar dari luar kalau dia juga memasang
palang pintunya yang berat. Sudah beberapa
hari ini majikannya mengawaskan kepada
bujang-bujangnya agar waspada kepada setiap
orang asing, apalagi yang datang malam-malam.
Cukup lama juga Wan Lui menunggu di luar,
sampai terdengar lagi langkah-langkah bergegas di belakang pintu dibarengi
terbukanya kedua daun pintu itu lebar-lebar,
kali ini Kwa Cin-beng sendiri yang menyambut
keluar. Ia bahkan sudah mengenakan jubah
panjang untuk penyambutan resmi tamu
terhormat, ia memberi hormat dengan sangat
Sekte Teratai Putih 13 28 sungkan sambil berkata, "Selamat datang,
Jenderal Wan. Maafkan aku terlambat
menyambut dan maafkan pula sikap tidak
sopan orangku." "Tidak apa-apa, jangan terlalu sungkan.
Akulah yang minta maaf karena kedatanganku
bersama isteriku malam-malam begini tentunya
mengganggu Tuan...."
"Ah, mana bisa begitu" Aku merasa
mendapat kehormatan besar karena dalam
beberapa hari ini kedatangan tamu-tamu
terhormat. Silakan masuk, Jenderal Wan dan
Nyonya Wan." Melangkah berbareng dengan Tuan Rumah,
Wan Lui dan Sebun Hong-eng pun masuk rumah
yang luas dan besar di atas bukit itu.
Halamannya diatur rapi menjadi taman bunga,
dilengkapi pula dengan kolam-kolam yang
airnya dialirkan dari sebuah mata air di puncak
bukit. Pihak Tuan Rumah segera sibuk menyelenggarakan penyambutan, namun Wan
Lui berkata kepada Kwa Cin-beng, "Tuan Kwa,
Sekte Teratai Putih 13 29 kita ini kenalan lama, aku benar-benar tidak
mau membuat repot pihakmu seolah-olah
menyambut seorang pembesar yang bertingkah." "Ah, tidak merepotkan. Banyak bujangku di
rumah ini." Di ruang tamu yang sudah terang benderang,
Wan Lui dan Sebun Hong-eng tidak cuma
disambut oleh isteri dan anak serta menantu
Kwa Cin-beng, tetapi juga bertemu dengan
Sebun Beng, Auyang Hou, Liu Yok dan Sun Cukiok. Agaknya mereka pun sudah diberikabar
oleh Tuan Rumah akan kedatangan Wan Lui dan
isterinya. Melihat ayahnya, Sebun. Hong-eng tidak
tahan untuk tidak berlari menyongsong dan
memeluk Ayahnya itu. Sehingga Sebun Beng
tertawa sambil mengusap kepala puterinya
sambil berkata, "Astaga, Nyonya Jenderal ini
kok masih berlaku seperti anak kecil saja?"
Semua yang mendengarnya jadi tertawa. Sun
Cu-kiok yang memperhatikan adegan itu diamdiam merasa masygul juga. Ia sudah saling
Sekte Teratai Putih 13 30 mengenal dengan Sebun Hong-eng sejak masih
sama-sama menjadi gadis cilik, karena mereka
satu kota. Kini Sebun Hong-eng sudah menjadi
"Nyonya Jenderal", dan Sun Cu-kiok merasa
masygul karena ia masih percaya bahwa dirinya
masih di bawah kutukan "tidak kawin seumur
hidup" gara-gara memergoki orang mati pulang
kampung. Setelah semua orang di ruangan itu saling
menegur, mereka lalu duduk, suasana meriah
dan santai. Meskipun Wan Lui tidak ingin merusak
suasana itu, namun ia merasa wajib memberi
peringatan demi keselamatan Kwa Cin-beng
dan keluarganya. "Tuan Kwa, aku minta maaf
sebelumnya kalau kata-katanya ini juga
membuatmu kurang tenang, namun aku harus
mengatakannya agar Tuan berjaga-jaga,
sebab..." Tak terduga Kwa Cin-beng malahan tertawa
terbahak dan menukas, "Maksud Jenderal, aku
harus berjaga-jaga terhadap orang-orang Peklian-kau" Jangan kuatir, hal itu sudah aku
Sekte Teratai Putih 13 31 lakukan sejak dulu. Sampai sekarang aku tidak
pernah gentar kepada mereka. Lagipula,
bukankah Jenderal pernah mengajari aku untuk
menyiram mereka dengan darah hewan-hewan
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hitam?" "Ya, tetapi ada jenis-jenis ilmu hitam mereka
yang tidak bisa dipunahkan dengan darah
hewan saja." kata Wan Lui lalu menceritakan
apa yang dilihatnya tadi di luar rumah.
Wajah Kwa Cin-beng menegang sejenak
mendengar itu, lalu katanya, "Kalau begitu,
besok akmengundang seorang sahabatku yang
ahli du akan alam memasang jimat-jimat di
dalam rumah untuk menangkal serangan ilmu
hitam." Liu Yok yang ikut mendengar pun meng
geleng-gelengkan kepala dan hendak ikut
berkata, namun sudah didahului oleh Wan Lui,
"Tidak perlu melakukan itu, Tuan Kwa, malah
bisa tambah susah buat Tuan nantinya."
"Kenapa?" "Itu sama saja mengusir serigala dengan
memasukkan harimau ke dalam rumah,
Sekte Teratai Putih 13 32 mengadu kekuatan kegelapan dengan kekuatan
kegelapan lainnya, yang jelas kita mengundang
salah satu masuk rumah kita sebagai pelindung,
dan kita akan dikuasainya seumur hidup
dengan harus menyediakan sesaji dan sebagainya."
"Lalu?" "Belajarlah menempatkan diri sebagai
manusia dalam kedudukannya yang sebenarnya. Hanya tunduk di bawah Sang
Pencipta, dan berkedudukan di atas segala
macam roh yang disebut siluman, jin dewa atau
apa saja." Di negeri yang rakyatnya menyembah seribu
satu macam berhala itu, omongan
Wan Lui sungguh mengejutkan Kwa Cinbeng. Tetapi ia tidak berkata apa-apa lagi.
Kemudian Sebun Benglah yang bertanya
kepada menantunya, "A-lui, kau dan A-heng
sudah berangkat ke Hong-yang lebih dulu dari
kami, tetapi ketika kami tiba di sini, berputarputar kami mencarimu tanpa menemuimu. Di
Sekte Teratai Putih 13 33 mana saja kalian berdua, sehingga baru muncul
sekarang?" Wan Lui pun menjelaskan, "Memang kami
sudah tiba di Hong-yang setengah bulan yang
lalu. Dengan hati-hati aku mencoba menyelidiki
dan mencium jejak pihak Pek-lian-kau, aku kira
tidak sulit, ternyata sulitnya bukan main.
Mereka seperti lenyap begitu saja. Bahkan aku
juga sudah ke kuil Hong-kak-si yang merupakan
tempat suci Pek-lian-kau, di sana juga tidak ada
orang Pek-lian-kau yang kelihatan batang
hidungnya. Agaknya pihak Pek-lian-kau merasa
kalau tempat ini bakal diserbu besar-besaran,
lalu mereka lebih dulu menghilang dengan
menghapus semua jejak seteliti-telitinya."
"Lalu, ke mana saja kalian ini?"
"Aku sengaja mencoba melacak jalur yang
pernah aku lewati beberapa tahun yang lalu,
ketika aku menyusup dan menyamar sebagai
orang Pek-lian-kau dalam usaha menyelamatkan Sri Baginda di waktu mudanya
dulu. Jalur dari Kim-teng di dekat Pegunungan
Kiu-liong-san sampai Hong-yang. Cuma kali ini
Sekte Teratai Putih 13 34 aku melacaknya terbalik, dari Hong-yang ke
Kim-teng, lalu balik kemari lagi."
"Hasilnya?" Wan Lui menggeleng-gelengkan kepala
dengan lesu, "Betul-betul lihai orang-orang Peklian-kau itu. Mereka bisa menghilang begitu saja
tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Aku tetap
tidak menemui mereka."
Yang sangat masygul mendengar itu adalah
Sun Cu-kiok, ingat akan nasib adiknya yang jadi
semakin tidak menentu. Wan Lui melihat wajah Sun Cu-kiok dan
dapat membaca perasaannya, katanya, "Jangan
terlalu sedih, Nona Sun, kita akan terus
berusaha dengan segala upaya yang kita dapat.
Aku pun sudah memerintahkan orang-orangku
dari pasukan rahasia, untuk terus memasang
mata dan kuping di mana-mana. Kalau ada
tanda atau jejak sedikit saja, agar segera dilacak
dan dilaporkan kepadaku. Aku tidak percaya
orang-orang Pek-lian-kau itu akan bersembunyi
terus-terusan." Sekte Teratai Putih 13 35 Sun Cu-kiok hanya mengangguk sekedar
menghargai kata-kata Wan Lui itu. Ia pernah
bertemu dengan perwira-perwira pasukan
rahasia bawahan Wan Lui yang menyamar
sebagai rombongan sandiwara dan rombongan
akrobat. Sun Cu-kiok kagum akan ketangguhan
dan kerapian kerja mereka, namun kekaguman
Sun Cu-kiok itu juga ada cacadnya. Ia anggap
pasukan rahasia itu gagal menyelamatkan
rombongan pembawa batangan -batangan
emas, gaji prajurit se-Propinsi Ou-lam. Karena
itu, Sun Cu-kiok juga tidak terlalu menaruh
harapan kepada pasukan rahasia itu. Tapi sudah
tentu isi hatinya itu tidak dikemukakannya
kepada Wan Lui. Ketika itulah wajah Sebun Hong-eng tiba-tiba
memucat, lalu ia terbungkuk seperti hendak
muntah. Isteri Kwa Cin-beng yang duduk di
sebelahnya, cepat-cepat bertanya, "Kenapa,
Nyonya Wan?" Sekte Teratai Putih 13 36 Wajah Sebun Hong-eng menjadi merah
karena malu, sambil menggelengkan kepala dan
menjawab, "Tidak, tidak apa-apa."
Tetapi isteri Kwa Cin-beng tiba-tiba tertawa
pula, lalu berkata kepada Sebun Beng, "Wah,
Tuan Sebun, agaknya kami di sini harus
memberi selamat kepadamu..."
Sebun Beng tercengang. "Memberi selamat
untuk apa?" Isteri Kwa Cin-beng berkata sambil tertawa,
"Karena Tuan bakal punya cucu tidak lama lagi."
Wajah Sebun Beng berseri, namun masih
perlu minta penjelasan anak perempuannya,
"Benarkah, A-eng?"
Sebun Beng tidak mendapat jawaban sebab
anaknya hanya menunduk malu, namun ia
sudah merasa cukup dengan jawaban itu. Ia
tertawa terbahak-bahak. Kwa Cin-beng pun mengangkat cangkir
minumannya sambil berkata, "Aku mengajak
semuanya minum secangkir arak untuk
memberi selamat kepada Jenderal Wan yang
Sekte Teratai Putih 13 37 bakalan jadi Ayah, dan Tuan Sebun yang akan
menjadi seorang Kakek."
Begitulah, suasana pembicaraan tentang Peklian-kau jadi melenceng sedikit.
Sun Cu-kiok ikut minum juga, meskipun
pikirannya tidak pernah lepas dar adiknya yang
diculik orang-orang Pek-lian-kau.
Liu Yok kasihan melihat kegelisahan gadis
puteri Guberbur itu, lalu berkata, "Nona Sun,
aku punya perasaan sangat kuat bahwa adik
Nona tidak mengalami apa-apa di tengahtengah orang-orang Pek-lian-kau..."
Sun Cu-kiok pon mengangguk lesu. Ia anggap
perkataan Liu Yok itu tidak ada jaminannya
apa-apa. Jaminannya hanyalah perasaan Liu Yok
sendiri. Sementara itu, dalam benak Wan Lui muncul
persoalan baru. Setelah mengetahui perihal
kehamilan isterinya, Wan Lui jadi ragu-ragu,
apakah bijaksana mengajak isteri yang sedang
hamil muda keluyuran menempuh bahaya ke
sana kemari" Tetapi kalau Sebun Hong-eng
harus ditinggal atau dititipkan, dititipkan
Sekte Teratai Putih 13 38 kepada siapa dan di mana yang aman dari
incaran kaum Pek-lian-kau"
Begitulah, orang-orang di ruangan itu
menghadapi masalah yang sama, yaitu masalah
orang-orang Pek-lian-kau, namun dari sudut
pandangannya sendiri-sendiri. Sun Cu-kiok
memikirkan adiknya, Wan Lui memikirkan
bagaimana mengamankan isterinya.
Ketika itulah tiba-tiba seorang bujang Kwa
Cin-beng tergopoh-gopoh masuk. Saat itu sudah
hampir tengah malam, maka sikap bujang itu
tentulah tidak sewajarnya, dan hal itu menarik
perhatian orang-orang di ruangan itu.
"Ada apa?" tanya Kwa Cin-beng. Bujang itu
memberi hormat, "Tuan, soalnya barangkali
kurang penting, namun kalau tidak aku
laporkan sekarang aku kuatir besok Tuan akan
menyalahkan aku." "Katakan saja, ada apa?"
"Ikan-ikan di kolam tiba-tiba saja mati
semua. Sore tadi semuanya masih segar-segar,
tetapi baru saja aku lewat di situ dan kulihat
Sekte Teratai Putih 13 39 "Barangkali kurang penting, namun kalau tidak
aku laporkan sekarang aku kuatir besok Tuan
akan menyalahkan aku."
Sekte Teratai Putih 13 40 semuanya sudah terapung dengan perut
menghadap ke atas." Kwa Cin-beng geleng-geleng kepala dengan
kesal, "Uh, bikin kaget saja. Aku pikir ada soal
gawat apa, tidak tahunya cuma soal ikan.
Pastilah kena penyakit. Sudah, pergi sana!"
Bujang itu membalik tubuh hendak berlalu,
namun Wan Lui tiba-tiba memanggilnya,
"Tunggu!" Bujang itu menghentikan langkah dan
memutar tubuh kembali. Tanyanya heran,
"Tuan memanggil saya?"
"Benar. Aku mau tanya, kolam yang ikannya
mati semua itu mengambil air dari mana?"
"Dari mata air di atas bukit, dialirkan melalui
saluran bawah tanah."
"Air minum untuk keluarga ini?"
"Juga dari atas bukit."
Wan Lui mengangguk, lalu berkata kepada
Kwa Cin-beng dengan tegas,
"Tuan Kwa, ada baiknya seisi rumahmu
jangan terkena air atau meminum air yang
asalnya dari saluran mata air di bukit itu. Aku
Sekte Teratai Putih 13 41 kuatir ini ulah orang Pek-lian-kau, meracuni air
untuk mencelakai kita semua di sini."
Wajah Kwa Cin-beng berubah, ia menggeram
sambil meninju pahanya sendiri, "Kurang ajar!"
"Tuan Kwa harap tenang. Memang begitulah
kelakuan orang-orang Pek-lian-kau. Mereka
gagal mengguna-guna rumah ini, entah kenapa,
lalu mereka menggunakan racun. Tetapi
syukurlah, matinya ikan-ikan di kolam itu justru
lebih dulu memberitahu kita akan adanya
serangan gelap itu, sehingga kita bisa
mengambil langkah pencegahan sehingga tidak
ada korban jiwa manusia."
Kwa Cin-beng segera memerintahkan orangorangnya untuk berbuat seperti yang dikatakan
Wan Lui. Meskipun sambil menggerutu, "Berarti
untuk keperluan air besok pagi, kami harus
mengandalkan kiriman dari orang-orang desa."
Sementara itu, Sun Cu-kiok segera berdiri,
menyambar golok bertangkai panjangnya dan
melangkah keluar dari ruangan itu. Orangorang terkejut dan bertanya, "Nona Sun, mau ke
mana?" Sekte Teratai Putih 13 42 "Aku menduga orang Pek-lian-kau yang
meracuni mata-air di bukit itu belum jauh dari
mata-air itu. Mudah-mudahan aku bersama Si
Kuning masih mampu melacaknya.
Orang-orang tahu bahwa niat Sun Cu-kiok itu
tak tercegah, mereka tahu betapa gelisahnya
gadis itu memikirkan adiknya. Namun sudah
Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentu orang-orang di ruangan itu tidak tega
membiarkan Sun Cu-kiok pergi sendirian,
menyusuri malam pekat yang penuh seribu satu
kemungkinan itu. Wan Lui bangkit pula dan
berkata, "Marilah aku temani Nona."
Sebun Hong-eng juga sudah bangkit
menyambar tongkat besinya yang di dalam nya
berisi pedang, tetapi Wan Lui mencegahnya, "Aeng, kau di rumah saja. Biar aku dan Nona Sun
yang akan mencoba melihat ke mata-air di atas
bukit." Meskipun Wan Lui tidak mengatakannya,
semua orang tahu kalau ia mencemaskan
isterinya yang sedang mengandung anak
pertamanya itu. Maka Sebun Hong-eng pun menurut.
Sekte Teratai Putih 13 43 Tak lama kemudian, terdengarlah derap dua
ekor kuda di belakang rumah, menuju ke atas
bukit, menjauh. Dalam gelapnya malam, Wan Lui dan Sun Cukiok berkuda beriringan menuju ke atas bukit.
Sun Cu-kiok yang sudah bertahun-tahun
berlatih menunggang kuda di lereng-lereng
Gunung Hong-san selama berguru, kini
memperlihatkan ketangkasan berkudanya yang
luar biasa di lereng bukit di belakang rumah
Kwa Cin-beng itu. Bahkan, kalau perlu, Sun Cukiok sanggup melakukan pertempuran berkuda
di tempat yang paling sulit sekalipun.
Wan Lui yang berkuda di belakangnya itu
diam-diam kagum akan ketangkasan puteri
Pedang Dan Kitab Suci 6 Dewa Linglung 11 Iblis Gila Pembangkit Arwah Terminal Cinta Terakhir 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama