Ceritasilat Novel Online

Sekte Teratai Putih 9

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp Bagian 9


Sekte Teratai Putih 15 30 Wan Lui dan Sebun Beng kemudian dengan
gigih mengikuti jejak rumput yang terinjakinjak ke suatu arah. Namun ketika memasuki
lereng yang berbatu-batu, jejak itu jadi amat
sulit dilacak lagi. Sehingga Wan Lui dan Sebun
Beng memutuskan untuk lebih dulu kembali ke
kediaman Keluarga Kwa untuk merundingkan
tindakan lanjutan. Dalam pembicaraan itu, Wan Lui, Sebun
Beng, Sun Cu-kiok dan Liu Yok sepakat bahwa
mereka harus segera meninggalkan tempat itu
untuk menuju ke sasaran, yaitu Puncak In-hong
di Pegunungan Kiu-liong-san. Meskipun sikap
mereka terhadap Pek-lian-kau bermacammacam. Ada yang gemas dan ingin
menghancurkan, seperti Sun Cu-kiok. Ada yang
berkepala dingin seperti Sebun Beng dan Wan
Lui. Ada yang berpendapat, sebaiknya orangorang Pek-lian-kau "diajak bicara baik-baik dan
siapa tahu bisa diinsyafkan", yang punya
pendapat semacam ini, siapa lagi kalau bukan
Liu Yok" Untunglah, Sebun Beng yang paling tua
selalu dengan bijaksana berusaha menSekte Teratai Putih 15
31 jembatani tiga macam sikap itu, terutama
antara Sun Cu-kiok dan Liu Yok yang jauh sekali
perbedaan pendapatnya. Begitulah, mereka memutuskan untuk
berangkat. Tetapi muncul sebuah masalah pula,
bagaimana dengan Sebun Hong-eng yang mulai
menunjukkan tanda-tanda kehamilan" Sebun
Hong-eng sendiri bersikeras ingin ikut, namun
suami-nyalah yang keberatan karena menganggap perjalanan ke Puncak In-hong itu
adalah pertaruhan nyawa. Sebun Beng sendiri
sebagai ayah Sebun Hong-eng mendukung
pendapat Wan Lui, maka akhirnya diputuskan
bahwa Sebun Hong-eng akan tetap berada di
kediaman Kwa Cin-beng itu. Perjalanan ke
Puncak In-hong hanya akan dilakukan oleh
Sebun Beng, Wan Lui, Sun Cu-kiok dan Liu Yok.
Sun Cu-kiok sekarang tidak berani
memandang remeh keikut-sertaan Liu Yok.
Memang Liu Yok tidak mampu bersilat sedikit
pun, tetapi barangkali akan bisa diandalkan
untuk "urusan-urusan aneh".
Sekte Teratai Putih 15 32 Pembicaraan pun memasuki hal-hal terperinci tentang perjalanan itu sendiri.
"Ada jalan raya propinsi dari kota Hong-yang
sampai kota Kim-teng yang sudah dekat
Pegunungan Kiu-liong-san. Tetapi aku yakin di
sepanjang perjalanan itu sudah penuh dengan
mata-mata Pek-lian-kau yang akan mengawasi
perjalanan kita..." kata Wan Lui, diperhatikan
oleh pendengar-pendengarnya.
"Aku mengusulkan sebuah jalan yang lebih
dekat ke Pegunungan Kiu-liong-san, yaitu
menembus jalan-jalan di pegunungan mulai di
sebelah barat-daya Hong-yang. Meskipun
jalanan itu harus ditempuh dengan jalan kaki,
bukannya berkuda. Bagaimana?"
Dengan mudah usul itu disetujui.
Namun Sun Cu-kiok masih bertanya juga,
"Pihak Pek-lian-kau pun bukan orang-orang
bodoh. Kalau orang-orang mereka yang di
sepanjang jalan raya antara Hong-yang dan
Kim-teng tidak melihat lewatnya kita, dan
kemudian mereka menyelidik ke rumah Tuan
Kwa ini dan mengetahui kita sudah tidak berSekte Teratai Putih 15
33 ada di sini, tentu mereka akan curiga bahwa kita
telah mengambil jalan lain. Bagaimana?"
Wan Lui mengangguk. "Aku sudah
memikirkan itu. Sebentar malam aku akan
menghubungi orang-orangku di Hong-yang,
menyuruh mereka memilih empat orang untuk
menyamar sebagai kita berempat dan
melakukan perjalanan secara menyolok dari
Hong-yang sampai Kim-teng. Biar orang-orang
Pek-lian-kau di sepanjang perjalanan itu
melihatnya dan membuat laporan yang salah
kepada pimpinan mereka di Puncak In-hong."
"Apakah tidak berbahaya bagi mereka
berempat." Wan Lui berusaha menenteramkan hati Si
Penanya tanpa menyombongkan kemampuan
orang-orangnya. "Tidak akan berbahaya. Orangorangku yang keluar istana kali ini, aku sendiri
yang memilihnya." Kemudian Wan Lui menoleh ke arah Sun Cukiok sambil berkata, "Kalau kita ingin berhasil
mendekati puncak In-hong tanpa diketahui
musuh, aku rasa Nona Sun harus sedikit
Sekte Teratai Putih 15 34 mengubah kegemaran Nona berpakaian serba
kuning dan membawa golok Koan-to. Itu sangat
mudah dikenali." "Jenderal Wan, soal mengubah dandanan,
aku tidak keberatan. Aku akan menyamar saja
sebagai seorang laki-laki. Tetapi soal golok
Koan-to ini, aku tidak bisa meninggalkannya.
Aku harus membawanya."
Liu Yok diam-diam mengomentari dalam
hati, "Sungguh memprihatinkan. Bagaimana
seorang manusia sebagai mahluk yang termulia
bisa begitu terikat jiwanya dengan sebuah alat
membunuh seperti golok?"
Namun Liu Yok menahan mulutnya. Sekali ia
katakan, pasti akan menimbulkan pertengkaran.
Sementara itu Wan Lui akan menjawab Sun
Cu-kiok, "Maksudku, Nona Sun, bukannya aku
menyuruhmu meninggalkan senjatamu, tetapi
kita akan membawanya dengan cara lebih
tersamar. Aku pun akan membawa pedangku,
Ayah-mertuaku juga akan membawa tongkat
besinya tapi kita akan membawanya dalam
sebuah gerobak dorong yang ditutupi
Sekte Teratai Putih 15 35 rerumputan atau sayur sayuran. Kita akan
melakukan perjalanan seperti empat orang
petani yang mengangkut hasil bumi dari desa ke
desa. Sun Cu-kiok mengangguk saja agar tidak
bertele-tele lagi. Ia ingin segera berangkat,
supaya dapat secepatnya menolong adiknya
yang diculik orang-orang Pek-lian-kau.
Namun hari itu mereka belum berangkat,
mereka hanya mempersiapkan segala sesuatunya secara rahasia. Bahkan route yang
akan mereka tempuh itu dirahasiakan dari Kwa
Cin-beng. Bukannya mereka tidak mempercayai
pensiunan panglima di Hong-yang itu,
melainkan Kwa Cin-beng itu sudah agak pikun,
mulutnya bisa bocor setiap saat.
Malamnya, Wan Lui diam-diam pergi ke
dalam kota Hong-yang untuk memberikan
perintah-perintah kepada orang-orangnya dari
pasukan sandi. Keesokan harinya, mendahului matahari
yang belum terbit, berangkatlah Sebun Beng,
Wan Lui, Liu Yok dan Sun Cu-kiok meninggalkan
Sekte Teratai Putih 15 36 pintu belakang kediaman Kwa Cin-beng tanpa
ribut-ribut. Yang mengantar hanya Kwa Cinbeng dan Sebun Hong-eng. Mereka berempat
berpakaian seperti orang-orang desa, bahkan
Sun Cu-kiok juga berdandan seperti lelaki desa
dan memakai sebuah topi kain. Untunglah, di
jaman Dinasti Manchu itu kaum lelaki
menguncir rambutnya panjang, sebagai upaya
pemerintah kerajaan untuk menghapus
perbedaan antara lelaki Han dan Manchu, maka
Sun Cu-kiok pun menguncir rambutnya.
Mereka membawa sebuah gerobak dorong
satu roda di mana senjata-senjata mereka
disembunyikan di bawah tumpukan jerami yang
mereka bawa. Sulit memang untuk menyembunyikan golok Koan-to yang bertangkai sepanjang tombak itu. Namun
berhasil juga menyembunyikan senjata itu,
dengan diikat di kolong lantai gerobak, dan
tangkai panjangnya diselubungi bambu yang
diikat jadi satu dengan salah satu pegangan
pendorong gerobak. Sekte Teratai Putih 15 37 Mereka berempat, namun Liu Yok adalah
seorang yang cacad dan Sun Cu-kiok seorang
gadis, puteri gubernur pula, maka Sebun Beng
dan Wan Lui hendak membuat giliran sendiri
untuk mendorong gerobak itu. Namun Liu Yok
ternyata tidak mau sekedar jadi beban, ia mau
diikutsertakan dalam giliran mendorong
gerobak itu. Melihat sikap Liu Yok itu, Sun Cu-kiok
terpaksa juga menyatakan ingin ikut mendapat
giliran mendorong gerobak. Terpaksa, sebab
Sun Cu-kiok ini dalam hatinya sebenarnya lebih
suka berjalan lenggang-kangkung menikmati
perjalanan di pegunungan. Tetapi ia sungkan
juga terhadap Sebun Beng, Wan Lui dan Liu Yok
yang cacad. Masa dirinya yang tidak cacad,
harus kalah semangat dari Liu Yok"
Dengan demikian, masing-masing mendapat
giliran seperempat hari. Hari pertama dari perjalanan mereka, jalanjalan yang mereka tempuh masih belum berat,
masih mendatar saja. Mereka memilih jalanSekte Teratai Putih 15 38 jalan pedesaan yang sepi, makin lama makin
jauh dari kota Hong-yang.
Ketika Sun Cu-kiok mendapat giliran
mendorong gerobak, sebenarnya Wan Lui dan
Sebun Beng sungkan juga melihat puteri
gubernur itu mendorong gerobak, namun
mereka tidak lagi berkomentar apa-apa sebab
itu memang kemauan Sun Cu-kiok sendiri.
Mereka cuma berkomentar dalam hati, "Untung
gadis ini bukan puteri pingitan yang terlalu
manja. Tak terbayangkan alangkah repotnya
apabila teman seperjalanan yang satu ini
membawa adatnya sebagai puteri gubernur...."
Mereka berjalan dari matahari terbit sampai
terbenam, hanya beristirahat satu kali di tengah
hari untuk mengisi perut kenyang-kenyang.
Selama ini Sun Cu-kiok belum pernah
melakukan perjalanan berjalan kaki dengan Liu
Yok. Memang pernah mereka berdua berada di
perjalanan dari Han-king ke Hong-yang, namun
itu perjalanan berkuda, di mana Liu Yok
sekalian belajar menunggang kuda. Kini Sun Cukiok tercengang melihat Liu Yok yang pincang
Sekte Teratai Putih 15 39 itu ternyata bisa melangkah mengimbangi yang
lain-lainnya. Tidak terlalu cepat namun tidak
berhenti dan bahkan sampai sore hari tidak
nampak kelelahan. Menjelang matahari terbenam, mereka tiba
di sebuah daerah belukar yang hampir-hampir
tidak berpenghuni. Sedangkan bayangan
pegunungan yang akan mereka tempuh sampai
ke Kiu-liong-san sudah nampak di depan mata.
Dengan demikian mereka semua sama-sama
tahu bahwa mulai dengan hari kedua
perjalanan, mereka akan menempuh jalan
pegunungan yang berliku-liku dan naik turun.
Tetapi itu besok, sekarang mereka harus
mencari tempat untuk melewatkan malam.
Ternyata di tempat itu tidak ada rumah
penduduk satu pun. Terpaksalah mereka
memutuskan untuk tidur di atas pohon.


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untungnya ada sebuah mata-air kecil di
dekat situ, yang dipakai bergantian untuk
membersihkan badan. Kemudian mereka
membuat api untuk memasak makanan bekal
Sekte Teratai Putih 15 40 mereka, sebelum naik kepohon yang akan
menjadi tempat tidur masing-masing.
Sun Cu-kiok sebetulnya mengeluh dalam
hati, cuma tidak mengatakan hal itu, supaya
tidak dianggap cengeng. Yang dikeluhkan, dia
sudah membayangkan betapa semalam suntuk
dia akan tidur berdekatan dengan serangga dan
semut-semut, belum kalau ada ular yang datang.
Tetapi sebelum semuanya mulai naik pohon,
tadi Sun Cu-kiok melihat Liu Yok mendekati
pohon-pohon yang akan dipakai dan sepertinya
bicara kepada sesuatu. Ketika Sun Cu-kiok tadi
menajamkan pendengarannya untuk mendengar apa yang dikatakan Liu Yok, maka
Sun Cu-kiok tertawa geli, karena mendengar Liu
Yok saat itu berkata kepada para semut,
serangga dan hewan-hewan lainnya agar tidak
mengganggu tidur mereka. Namun Sun Cu-kiok saat itu tidak berani
mentertawakannya terang-terangan. Dilihatnya
Sebun Beng duduk di dekat api dan asyik
membaca sebuah kitab, sedang Wan Lui sedang
Sekte Teratai Putih 15 41 menggerogoti sepotong daging binatang hutan
hasil tangkapan mereka. , .. Tadi Sun Cu-kiok mentertawakan Liu Yok,
namun setelah sekarang dia tidur di atas dahan,
dia mulai merasa heran. Benar-benar tidak ada
seekor semut atau serangga atau hewan lain
yang mengganggu tidurnya! Sampai pagi! Sun
Cu-kiok bertanya-tanya dalam hati, apakah
benar-benar semut-semut, nyamuk-nyamuk
dan lain-lainnya itu menurut kepada Liu Yok"
Keesokan harinya, ketika cahaya matahari
dari arah timur mulai menyusup dedaunan,
keempat orang itu pun turun dari pohon dan
mulai bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Mereka membersihkan diri secara
bergantian di mata-air kecil itu, lalu bersamasama menikmati makanan ala kadarnya. Dan
berangkatlah mereka. "Kau mengetahui jalannya, A-lui?" tanya
Sebun Beng kepada menantunya. Ia bertanya
seperti itu, sebab jalan yang akan mereka
tempuh adalah jalan pegunungan yang berlikuliku, yang hampir-hampir . tidak ada bedanya
Sekte Teratai Putih 15 42 dengan jalan setapak para pencari kayu. Tidak
ada petunjuk jalan, tidak ada petunjuk arah, dan
barangkali juga hanya akan bertemu sedikit
orang yang bisa ditanyai atau malah tidak ada
sama sekali. Sahut Wan Lui, "Aku pernah melewati jalan
ini beberapa tahun yang lalu. Ketika itu, aku
menyamar sebagai seorang anggota Pek-liankau untuk mengikuti jejak Pangeran Hong-lik
yang ditawan orang-orang Pek-lian-kau. Aku
masih mengenali tempat-tempatnya, meskipun
tidak sampai hal sekecil-kecilnya."
Sanggah Sun Cu-kiok, "Tetapi itu kan
terjadinya sudah beberapa tahun yang lalu?"
"Ya, tetapi aku masih ingat. Meskipun waktu
itu aku berjalan dari arah sebaliknya. Dari Kimteng sampai Hong-yang. Kalau kurang percaya,
perhatikan kata-kataku, tengah hari nanti kita
akan menemui sebuah batu besar yang
bentuknya seperti katak hendak melompat."
Sun Cu-kiok tidak membantah lagi.
Mereka berjalan terus. Seperempat hari yang
pertama, yang mendorong gerobak roda satu
Sekte Teratai Putih 15 43 adalah Liu Yok, kemudian digantikan Wan Lui.
jalanan memang lebih sulit dari kemarin,
karena banyak kelokannya dan naik turun. juga
jarang sekali bertemu dengan orang, kecuali
satu dua pencari kayu atau pemburu. Di suatu
tempat, bahkan mereka menemui jejak seekor
ular raksasa. jejaknya berupa rerumputan yang
rebah memanjang. "Bagaimana seandainya kita ketemu ular
besar itu?" tak terasa Sun Cu-kiok
mengungkapkan kecemasannya.
"Kita suruh mundur atau minggir" sahut Liu
Yok ringan. "Tetapi ular besar kan bukan semut?" bantah
Sun Cu-kiok. "Ukuran tubuhnya lain, sifat dan tabiatnya
juga lain, tetapi hakekatpya sama. Mahluk
ciptaan, dan kedudukannya juga sama, yaitu di
bawah kekuasaan mahluk ciptaan yang
tertinggi. Kita." Seandainya kemarin mereka belum melihat
Liu Yok berbicara kepada semut-semut di
pohon, omongan macam itu tentu akan
Sekte Teratai Putih 15 44 terdengar menggelikan. Tetapi Sebun Beng dan
Wan Lui yang suka membaca kitab yang sama
dengan kitab yang dibaca Liu Yok, meskipun
dengan tingkat kedalaman pemahaman yang
berbeda, tidak terlalu kaget lagi mendengar
omongan Liu Yok. Sedangkan Sun Cu-kiok pun
perlahan-lahan dapat memahaminya juga.
Kira-kira tengah hari, mereka benar-benar
menjumpai sebuah batu raksasa yang
bentuknya seperti kodok hendak melompat.
"Betul tidak kataku?" tanya Wan Lui.
Orang-orang pun jadi berbesar hati itu
artinya mereka tidak berada di satu jalan yang
tidak dikenal sama sekali. Bagaimanapun juga,
alangkah sia-sia kalau sampai tersesat apalagi
hilang apalagi mati di antara lipatan-lipatan
pegunungan yang tak terkira luasnya itu.
Untuk iebih membesarkan hati orang-. orang
yang berjalan bersamanya, Wan Lui pun
kembali memamerkan pengetahuannya tentang
tempat itu, "Kalau kita berjalan terus, sebelum
malam kita akan menemui sebuah desa."
Sekte Teratai Putih 15 45 "Desa di tengah pegunungan terpencil ini?"
Sun Cu-kiok menyela dengan heran. "Desa-desa
biasanya terletak di dataran-dataran rendah."
"Ya, sebuah tempat beberapa keluarga
tinggal berkumpul, mungkin mereka berasal
dari satu keluarga, atau sengaja berdiam
berkumpul demikian untuk bisa saling
melindungi di tengah-tengah keganasan alam
atau pun menghadapi hewan-hewan buas." Wan
Lui menjelaskan seperti guru kepada muridmuridnya. Lalu berkelakar, "... sebab di antara
mereka tidak ada yang seperti Saudara Liu yang
dapat menyuruh hewan-hewan pergi hanya
dengan beberapa patah kata."
Semuanya tertawa, termasuk Liu Yok.
Suasana penuh kelakar segera muncul, dan
Sun Cu-kiok ikut-ikutan berkata kepada Liu Yok,
"Saudara Liu, tolong perintahkan cacing-cacing
yang di dalam perutku yang bergejolak...."
Ucapan Sun Cu-kiok itu mengingatkan
mereka, bahwa itulah saatnya makan.
Mereka berhenti di samping batu berbentuk
katak raksasa itu, di bawah pepohonan yang
Sekte Teratai Putih 15 46 rindang. Membuka bekal dan mulai makan
dengan lahap. Sehabis makan, mereka duduk-duduk
sebentar sambil mengobrol.
Tiba-tiba mata Wan Lui yang tajam menatap
ke kejauhan, ke arah sesosok tubuh yang sedang
melangkah dengan cepat di jalan pegunungan.
Orang itu sebentar nampak dan sebentar hilang
dari pandangan karena jalanan yang berkelakkelok dan naik turun, juga karena banyaknya
pepohonan. Yang membuat Wan Lui tertarik adalah
pakaian orang itu. Pakaiannya adalah jubah
panjang dengan ikat pinggang yang bermodel
pakaian orang kota, bahkan kota besar. Berbeda
dengan pakaian orang-orang pegunungan yang
umumnya sangat sederhana, bahkan kadang
tanpa baju untuk kaum lelakinya. Hal lain yang
menarik perhatian Wan Lui adalah caranya
orang itu melangkah di jalan pegunungan yang
sulit itu. Namun orang itu melangkah dengan
ringan dan cepat, kelihatannya seperti
Sekte Teratai Putih 15 47 melangkah di dataran saja, tanpa mengeluarkan
banyak tenaga. "Ada apa, Jenderal Wan?" tanya Sun Cu-kiok
ketika melihat Wan Lui melotot terus ke suatu
arah. Wan Lui menunjuk kepada orang itu di
kejauhan, semua ikut memperhatikannya. Baik
Sebun Beng maupun Sun Cu-kiok segera dapat
sama-sama memahami apa yang membuat Wan
Lui tertarik. Yaitu dandanan model kota besar
dari orang itu, dan ketangkasannya.
"Siapa orang itu?"
"Mungkin orang Pek-lian-kau."
"Apakah akan kita sergap di sini?"
"Jangan, Nona Sun. Anggapan bahwa orang
itu orang Pek-lian-kau kan baru kira-kira saja"
Dan seandainya benar dia orang Pek-lian-kau
dan kita menyergapnya di sini, sama saja kita
memberitahukan kedatangan kita. Biarkan
saja." Orang itu semakin dekat, dan ketika
wajahnya sudah bisa dilihat biarpun dari
Sekte Teratai Putih 15 48 kejauhan, Wan Lui dan Sun Cu-kiok sama-sama
berdesis kaget. "Nona kenal orang itu?" tanya Wan Lui.
Pertanyaan berbarengan dengan pertanyaan
Sun Cu-kiok, "Jenderal Wan kenal orang itu?"
Wan Lui agak ragu-ragu untuk menjelaskan.
Soalnya kalau harus menerangkan tentang diri
orang itu, berarti juga sedikit membocorkan
bahwa di lingkungan dalam dinding istana ada
persaingan tidak sehat antara kelompokkelompok tertentu. Wan Lui tidak ingin
kebusukan dalam istana itu diketahui orang
luar, sebab bisa merongrong kewibawaan
istana. Tetapi kalau Sun Cu-kiok tidak dijawab,
ia kuatir gadis itu tersinggung, dan akan
meretakkan kekompakan "team"nya.
Akhirnya Wan Lui cuma menjawab samarsamar, "Dia adalah seorang perwira istana, dari
kelompok Gi-cian Si-wi (Bayangkari Pengawal
Raja)." Hanya itu yang diucapkan Wan Lui, namun
ingatan Sun Cu-kiok berkembang sendiri, "Oh,
Sekte Teratai Putih 15 49 kata Ayahku, pada hari perkawinan Jenderal
Wan di Lok-yang dulu, komandan Gi-cian Si-wi
yang bernama Gui Han-seng juga hadir,
mengawal Kaisar sendiri. Betul?"
Wan Lui cuma mengangguk tanpa kata-kata
karena ia sebenarnya sangat enggan membicarakan keruwetan dalam istana.
Kemudian ia melakukan sesuatu yang
mengherankan banyak orang. Ia mengotori
telapak tangannya dengan debu, lalu diusapusapkan ke wajahnya sendiri yang tampan itu,
sehingga wajahnya menjadi kotor seperti
gelandangan. Semuanya langsung paham, Wan
Lui tidak ingin dikenali oleh orang istana yang
tiba-tiba saja dipergokinya keluyuran di daerah
terpencil itu. Sun Cu-kiok tahu, di antara orang-orang
istana sendiri sering terdapat ketidakakuran
satu sama lain. Ia menduga, mungkin orang ini
atau kelompoknya juga tidak akur dengan Wan
Lui atau kelompoknya, itulah sebabnya Wan Lui


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

emoh dipergoki. Dengan dandanan Wan Lui
saat itu dan debu di wajahnya dan topi rumput
Sekte Teratai Putih 15 50 butut di kepalanya, rasanya orang memang
tidak akan mengenalinya lagi sebagai Jenderal
yang menjadi tangan-kanan Kaisar Kian-liong
sendiri. Namun tiba-tiba Sun Cu-kiok melakukan hal
yang sama. Mengotori wajahnya sendiri dengan
tanah, sehingga Wan Lui heran. "Nona Sun,
kenapa?" "Orang yang ternyata perwira istana ini juga
pernah bertemu dengan aku, dan aku tidak
ingin dia mengenali aku..." sahut Sun Cu-kiok
sambil terus meratakan "bedak" istimewanya.
"Dia bertemu denganku di sebuah kota kecil,
namun waktu itu dia menggundul kepalanya
dan memakai jubah hwesio. Kuilnya dijadikan
tempat menginap serombongan orang mati
pulang kampung. Dan malam harinya, ketika
aku selidiki tempat itu bersama Oh Tong-san
dan beberapa perwira pasukan rahasia lainnya,
mereka sudah pergi."
Wan Lui mengangguk-angguk. Oh Tong-san
dan lain-lainnya adalah bawahan Wan Lui, dan
mereka sudah mengirim laporan kepadanya
Sekte Teratai Putih 15 51 tentang kejadian itu. Tetapi soal terlibatnya
perwira Gi-cian Si-wi yang saat itu menyamar
sebagai hwesio, baru didengarnya kali ini dari
keterangan Sun Cu-kiok. Makin kuatlah dugaan Wan Lui bahwa huruhara di luar istana itu sebenarnya dikendalikan
dari dalam istana, entah oleh tangan siapa.
Inilah yang sedang dilacak Wan Lui.
Sementara itu, orang tadi semakin dekat. Dan
nampaklah wajahnya yang seolah-olah menyala
karena kegusaran yang dipendam, entah oleh
apa. Ia melangkah tergesa-gesa, dilewatinya saja
Sebun Beng berempat yang masih duduk
beristirahat dekat batu besar, dianggapnya
mereka berempat hanyalah pencari-pencari
kayu atau pencari-pencari rumput yang tidak
perlu diperhatikan. Sebaliknya Wan Lui memperhatikan bahwa
orang itu melangkah menuju ke arah yang sama
dengan dirinya. "Hem, jalan pegunungan yang aku sangka
akan sunyi ini, ternyata tidak sesunyi yang aku
sangka...." kata Wan Lui hanya di dalam hati.
Sekte Teratai Putih 15 52 "Ada banyak pihak dengan kepentingankepentingan yang saling berkaitan, juga
memanfaatkan jalan sunyi ini."
Setelah orang itu jauh dan tak terlihat lagi
ditelan lekuk pegunungan, Sebun Beng bangkit
dari duduknya, membersihkan debu dan
rerumputan yang melekat di pakaiannya sambil
berkata, "Kita lanjutkan perjalanan, bagaimana?" 'Ya, agar kita tidak kemalaman tiba di desa:
yang aku katakan tadi." sambung Wan Lui.
Mereka pun melanjutkan perjalanan.
Menjelang sore hari, meskipun mereka masih
melewati jalan yang coraknya sama, mulai
terlihat tanda-tanda dekat pemukiman manusia.
Ada anak menunggui kambing yang makan
rumput, ada pencari kayu, ada pencari rumput,
ada bidang-bidang tanah yang digarap dan
ditanami tanaman pangan. Bahwa tempat itu jarang sekali dikunjungi
orang luar, bisa disimpulkan dari tatapan heran
dan asing dari orang-orang itu terhadap Sebun
Sekte Teratai Putih 15 53 Beng berempat. Bahkan ada anak yang berlari
ketakutan. Kemudian sampailah mereka di sebuah
tempat yang disebut "desa" tadi. Ternyata
tempat itu hanyalah sebidang lapangan kecil,
dengan belasan rumah-rumah berdinding
tanah-liat di sekitarnya. Di lapangan itu sendiri
ditambatkan ternak-ternak, gerobak-gerobak
dan sebagainya. Penduduk seluruhnya barangkali tidak akan lebih dari lima puluh
orang termasuk bayi-bayi. Di sekitar pemukiman mereka dibangun tembok tanahliat setinggi dua meter, mungkin untuk
menahan binatang-binatang buas. Ada beberapa
pintu gerbang di tembok itu, dengan pintu-pintu
dari kayu yang kuat meskipun kasar.
Kedatangan Sebun Beng berempat segera
dikerumuni orang sedesa dengan tatapan aneh
mereka. Sebun Beng menyerahkan pembicaraan
kepada Wan Lui yang agaknya paling luwes
menghadapi keadaan demikian.
Sekte Teratai Putih 15 54 Wan Lui mengangguk hormat kepada
seorang lelaki yang usianya nampak paling tua,
dan bertanya, "Bapak, siapakah kepala desa di
sini?" Lelaki yang sudah ompong itu menjawab,
"Kepala desa apa" Apa Kepala Desa itu?"
"Begini, Pak, setiap desa seperti ini kan harus
ada pemimpinnya, yang memegang kekuasaan
dan mengatur ini-itu"
"Nah, siapa?" Orang tua itu menggeleng, "Di sini kami
mengatur diri sendiri, tidak perlu diatur orang
lain. Semuanya beres. Tidak ada Kepala Desa di
sini." Wan Lui mulai memahami tata masyarakat
kecil itu. Katanya pula, "Kalau demikian, aku
dan teman-teman seperjalananku ini mohon
tempat untuk berteduh, menginap, semalam
saja. Boleh?" Ternyata kelompok manusia yang nampaknya terasing dan tertutup itu, juga
senang menolong. Sebun Beng berempat segera
Sekte Teratai Putih 15 55 mendapatkan penampungan di salah sebuah
rumah yang cukup besar. Meskipun rumah-rumah berdinding tanah
liat itu semuanya sumpeg, sebab tanpa jendela,
lagipula dapurnya di dalam rumah sehingga
jauh dari persyaratan kesehatan. Namun Tuan
rumah dan keluarganya bersikap sangat ramah,
Tetapi untuk Sebun Beng berempat, Tuan
rumah menyediakan hanya sebuah kamar
setengah terbuka di bagian belakang. Keruan
Sun Cu-kiok jadi kikuk karena dialah satusatunya perempuan dalam rombongan itu,
apakah ia mesti tidur sekamar dengan tiga
orang lelaki ini, meskipun ketiga-tiganya adalah
lelaki-lelaki berhati lurus yang menjunjung
tinggi kehormatan" Namun apa boleh buat, agaknya demikian
yang harus terjadi. Kemudian ketika Sebun Beng menanyakan
tempat untuk mandi, karena mereka berempat
merasa tubuh mereka lengket oleh keringat dan
debu, Tuan rumah menjawab bahwa penduduk
desa itu biasa mandi bersama-sama di dua buah
Sekte Teratai Putih 15 56 mata air di sekitar situ. Ada yang dipakai untuk
kaum wanita, ada yang untuk kaum lelaki.
Mendengar kata "mandi bersama-sama" saja
Sun Cu-kiok sudah mengeluh dalam hati.
Biarpun mandinya bersama-sama kaum wanita,
tapi sebagai puteri seorang Gubernur yang
merasa bermartabat tinggi, mana bisa
mempertontonkan tubuhnya ke hadapan orang
banyak" Karena itulah ketika Sebun Beng, Wan Lui
dan Liu Yok pergi ke pancuran di bagian barat,
yang untuk kaum pria, Sun Cu Kiok tetap tinggal
di rumah dengan alasan "menjaga barangbarang" namun sambil menahan rasa gatal dan
lengket di kulitnya. Tidak lama kemudian, dengan rasa iri Sun
Cu-kiok melihat Sebun Beng bertiga sudah
kembali dengan segar, membawa pakaian bekas
dicuci hari itu untuk di anginkan semalaman.
"Nona tidak ingin mandi?" tanya Sebun Beng,
"Ada pancuran khusus untuk , kaum wanita, di
lereng sebelah selatan."
Sekte Teratai Putih 15 57 Akhirnya Sun Cu-kiok tidak tahan lagi.
Dengan membawa pakaian ganti, ia menuju ke
pancuran selatan. Tekadnya, mandi bersama ya
mandi bersama, toh di sini tidak ada yang tahu
kalau aku puteri Gubernur di Ho-lam.
Cuma kali ini ia bertindak kurang cermat. Ia
lupa bahwa dirinya masih berdandan sebagai
laki-laki. Maka begitu ia muncul di mata-air
untuk kaum wanita, wanita-wanita dewasa yang
sedang mandi di situ menjerit-jerit dengan
panik dan menyambar kain sekenanya untuk ditutupkan ke tubuh mereka. Sun Cu-kiok
melongo. Sementara di antara kaum wanita ada yang
mulai memaki Sun Cu-kiok, "Lelaki kurang ajar!
Mata keranjang!" "Sudah tahu bukan di sini tempatnya, dia
pura-pura kesasar!" Bahkan ada yang mulai melemparkan batu
dan mencipratkan air. Sun Cu-kiok jadi
kebingungan mengatasi kesalah-pahaman itu. Ia
mau menjelaskan, tetapi merasa sulit.
Sekte Teratai Putih 15 58 Sementara itu, masalahnya jadi berkembang
lebih luas. Sebab jeritan kaum wanita itu
rupanya memancing datangnya kaum lelaki
dengan senjata-senjata di tangan.
"Ada apa" Kenapa menjerit-jerit?"
"Ada lelaki kurang ajar menonton kami
mandi!" "Kurang ajar! Tempat ini tenteram selama
semua orang masih menuruti aturan, tetapi
kalau ada pelanggar aturan harus kita hukum!
Jangan sampai jadi kebiasaan!"
Begitulah, si "lelaki kurang ajar" lalu
dikerumuni lelaki-lelaki desa yang beringas itu
dengan macam-macam senjata.
Sun Cu-kiok hendak melawan, tetapi ingat
bahwa kesalah-pahaman bisa makin berkobar.
Terpaksa dia menurut saja ketika digiring
beramai-ramai ke dalam desa, untuk diadili
secara adat. Rupanya lelaki yang mengintip
wanita mandi di desa itu sudah dianggap
pelanggaran sangat berat.
Ketika itu hari sudah rembang petang Di
lapangan desa sudah ditancapkan beberapa
Sekte Teratai Putih 15 59 batang obor, Sun Cu-kiok berdiri di tengahtengah dan siap diadili.
Sebun Beng bertiga pun terkejut ketika
mendengar peristiwa itu. Buru-buru mereka
keluar rumah untuk menuju kerumunan di
lapangan, rumah-rumah di desa itu memang
mengelilingi lapangan kecil itu.
"Apa yang terjadi dengan temanku ini?"
tanya Wan Lui kepada orang-orang yang
berkerumun. "Temanmu ini melakukan perbuatan yang
tidak sopan. Dia mendatangi tempat mandi
wanita-wanita kami!"
Wan Lui diam-diam merasa geli, katanya,
"Tenanglah dulu, Saudara-saudara. Temanku ini
sama sekali tidak berniat tidak sopan, sebab dia
sendiri bukan seorang lelaki tetapi seorang
wanita. Hanya agar lebih leluasa dalam
perjalanan, dia menyamar sebagai laki-laki.
Kalian tidak perlu marah-marah seperti ini."
Wan Lui menjelaskan keadaan Sun Cu-kiok


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

secara terang-terangan, sebab merasa tak ada
halangannya. Daripada tidak dijelaskan, akan
Sekte Teratai Putih 15 60 sulit menyelesaikan urusan dengan penduduk
yang merasa adatnya terlanggar itu.
Maka kemarahan penduduk pun reda setelah
mendengar penjelasan itu. Meskipun masih juga
ada yang berkata kesal, "Kurang ajar, bikin ribut
saja. Tadi aku kira ada ular besar di mata-air..."
Dan dengan demikian persoalan itu mestinya
selesai sampai di situ. Namun ternyata
masalahnya tidak sesederhana itu.
Di belakang punggung orang-orang yang
berkerumun itu, sesosok bayangan menyelinap.
Dialah perwira istana yang dilihat Wan Lui
siang tadi, yang malam itu ternyata juga
menginap di desa terpencil itu. Siang tadi, orang
ini melewati Wan Lui begitu saja karena tidak
mengenalinya, muka Wan Lui ketika itu sengaja
dikotori tanah, tapi kini di bawah cahaya obor
orang itu mengenali wajah Wan Lui. Dia
mencurigai kemunculan Wan Lui di desa
terpencil, dan orang itu berniat akan
mempersulit Wan Lui dengan mem-peralat
penduduk setempat. Sekte Teratai Putih 15 61 Karena itu, begitu kemarahan penduduk
mereda, orang ini bergerak secara sembunyisembunyi untuk membisikkan kata-kata
hasutan kepada penduduk yang umumnya lugu
itu. Maka tidak lama kemudian, dari kerumunan
bagian belakang tiba-tiba terdengar teriakan,
"Masa kami disuruh percaya begitu saja bahwa
dia perempuan?" Dan suara dari bagian lainnya, "Iya, janganjangan hanyalah kebohongan untuk menutupnutupi kejahatannya!"
Begitulah, kemarahan penduduk yang
hampir reda telah menyala kembali, orangorang pun mulai berteriak-teriak lagi menuntut
bukti bahwa Sun Cu-kiok benar-benar wanita.
Bahkan bagian depan dari kerumunan itu mulai
mendesak-desak maju. Wan Lui, Sun Cu-kiok dan rombongannya
jadi serba susah, bagaimana caranya
membuktikan" Akhirnya Wan Lui menemukan akal,
suaranya keras mengatasi suara orang-orang,
Sekte Teratai Putih 15 62 "Baiklah, Saudara-saudara! Nona Sun lepaskan
topimu dan perlihatkan rambutmu!"
Kalau cuma perkara ini, Sun Cu-kiok tidak
keberatan. Ia membuka topinya yang butut, dan
terlihatlah di bawah cahaya obor rambutnya
yang gemuk, hitam dan halus, yang tidak
dimiliki kaum pria, meskipun rambut Sun Cukiok saat itu dikelabang panjang seperti kaum
lelaki di jaman Manchu. Tak terduga, hasutan dari orang tersembunyi
itu tidak mau mundur begitu saja. Ada yang
berteriak dari kerumunan belakang, "Tidak
meyakinkan, kaum lelaki pun banyak yang
memiliki rambut seperti itu! Suruh dia buka
bajunya!" Teriakan itu segera mendapatkan dukungan
hebat. Tentu saja Sun Cu-kiok tidak sudi disuruh
melakukan "strip-tease" di tengah lapangan itu.
Wajahnya merah padam menahan kemarahan,
tetapi ia masih berusaha mempercayakan
penyelesaian di tangan Wan Lui.
Sekte Teratai Putih 15 63 Wan Lui sendiri pun merasa bahwa kelakuan
orang-orang desa itu sepertinya tidak normal,
seperti ada yang mendalangi. Masa orang yang
sore tadi masih lugu dan ramah, malam ini
menjadi seberingas dan segalak ini"
Walaupun demikian, Wan Lui masih
mencoba menyelesaikannya secara baik-baik,
"Tenanglah Saudara-saudara. Apa yang Saudara-saudara minta itu sudah keterlaluan.
Saudara-saudara berkata, kalian bertindak
begini karena mempertahankan kesusilaan,
tetapi permintaan agar Nona Sun membuka
.baju itu, apakah juga tidak melanggar
kesusilaan?" "Tidak peduli!" teriak beberapa orang di
belakang. "Pokoknya hanya dengan cara itu
kami bisa percaya!" Sun Cu-kiok tidak dapat mengendalikan diri
lagi, serunya, "Siapa yang ingin bertindak atas
diriku, silakan mulai!"
Di lapangan kecil di tengah-tengah desa itu
ada banyak barang, di antaranya gerobakgerobak. Sun Cu-kiok tidak sekedar berbicara,
Sekte Teratai Putih 15 64 tapi telapak tangannya juga menabas pegangan
sebuah gerobak sehingga patah.
Bersambung jilid XVI Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
Margoyoso, 15/06/2018 15:59 PM
Sekte Teratai Putih 15 65 Sekte Teratai Putih 16 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1991 Sekte Teratai Putih 16 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid XVI *** O RANG - ORANG terkejut melihat kekuatan
tangan gadis itu, dan mereka juga sudah
mendengar suara Sun Cu-kiok yang memang
suara seorang perempuan. Orang-orang di
deretan depan berdesakan mundur.
Sementara itu, mata Wan Lui yang tajam
melihat sesosok bayangan menyelinap lincah di
belakang kerumunan itu, bayangan itu sekalisekali berhenti untuk membisiki kata-kata
kepada orang-orang desa. Ketajaman mata Wan
Lui juga memungkinkannya untuk melihat
bahwa orang itu berpakaian model "orang
kota". Wan Lui langsung menduga kepada
perwira istana yang dilihatnya di perjalanan
siang tadi. Sekte Teratai Putih 16 2 "Biang keladi keributan inilah yang harus
dibekuk...." pikir Wan Lui, lalu katanya kepada
Sun Cu-kiok, "Nona Sun, tahan dirimu untuk
sementara waktu, aku akan membekuk biang
keladinya." Habis berkata, Wan Lui mengejutkan orangorang desa dengan gerak lompatannya di atas
kepala orang-orang itu, dan seperti seekor elang
menukik menyambar mangsanya, dia langsung
menerkam ke arah bayangan yang dicurigainya
itu. Dan setelah dekat, Wan Lui berani
memastikan bahwa orang itu memanglah
perwira istana yang dikenalnya.
Perwira itu merasakan datangnya serangan,
lalu berbaiik untuk menepiskan cengkeraman
Wan Lui seraya membalas dengan sebuah
jotosan bertenaga ke arah dada dan tendangan
ke arah selangkangan Wan Lui. Gerakannya
amat tangkas. Wan Lui membuat gerak putar di udara
sebelum mendarat, lalu ia menerjang lagi sambil
membentak, "Thia To-sai, berbulan-bulan tidak
kulihat kau bertugas di istana, tak kusangka
Sekte Teratai Putih 16 3 malah keluyuran di sini dan membuat
keributan! Kau harus mempertanggungjawabkan kelakuanmu!"
Perwira istana itu memang bernama Thia Tosai, ternyata ia memang cukup tangkas,
sehingga serangan beruntun Wan Lui dapat
dihindarinya meskipun sambil mundur terus.
Orang-orang desa pun mendapat tontonan
gratis. Untuk sementara perhatian mereka jadi
beralih ke perkelahian itu. Bahkan obor-obor
yang ditancapkan di tanah pun dipindahkan
letaknya untuk menerangi Wan Lui dan Thia
To-sai yang tengah bertarung, sehingga kedua
petarung itu sedikit banyak mendongkol juga
karena dianggap sebagai ayam aduan saja.
Belasan gebrak telah berlangsung dan Thia
To-sai mulai merasakan betapa beratnya harus
melawan Wan Lui satu lawan satu. Tangannya
terasa sakit setiap kali berbenturan dengan
tangan Wan Lui yang sekeras besi. Dia mulai
mencari akal untuk menyelamatkan diri.
Ia lalu menggunakan akalnya untuk
menghasut orang-orang desa yang lugu. Sambil
Sekte Teratai Putih 16 4 bertahan susah-payah dari banjir serangan Wan
Lui, berteriaklah ia kepada orang-orang desa,
"Saudara-saudara penduduk desa, orang ini
adalah penjahat yang tidak tahu malu.
Kawannya saja sudah terbukti melanggar
kesusilaan dengan?" Kata-katanya tak sempat selesai, sebab
sepasang kakinya telah tersapu kaki Wan Lui
dengan dahsyat sehingga jatuh terbanting.
Sebelum dia melompat bangkit, tahu-tahu
sebelah kaki Wan Lui telah menginjak dadanya,
seberat sebuah bukit batu.
Kata Wan Lui sambil tertawa dingin, "Ayo,
teruskan omonganmu, Thia To-ai. Omonganmu
yang hendak mengelabuhi orang-orang jujur
ini..." Thia To-sai menyeringai, di bawah injakan
Wan Lui. Sikapnya berubah, katanya terbatabata, "Jenderal Wan, kita bisa bicara secara
baik-baik. Kita kan sesama..."
"Cukup!" cegah Wan Lui. la tidak mau
membeberkan siapa dirinya di hadapan orangorang desa ini.
Sekte Teratai Putih 16 5 Sebelum dia melompat bangkit, tahu-tahu
sebelah kaki Wan Lui telah menginjak dadanya,
seberat sebuah bukit batu.
Sekte Teratai Putih 16 6 Toh sebutan "Jenderal Wan" yang sempat
terluncur keluar dari mulut Thia To-sai tadi
cukup mengejutkan orang-orang desa. Baru kali
ini desa mereka didatangi seorang berpangkat
tinggi yang menyamar. Mereka belum tahu
siapa Thia To-sai sebenarnya, meskipun sudah
mengenalnya dalam beberapa bulan ini.
Pertama kali Thia To-sai datang dan kepada
penduduk desa mengaku sebagai seorang
pedagang dari kota yang katanya mau menjajagi
"pemasokan hasil bumi dari desa". Orang-orang
desa yang lugu menerimanya, apalagi karena
Thia To-sai royal membagi hadiah. Meskipun
gerak-geriknya kadang-kadang agak misterius,
orang-orang desa itu sudah mengenalnya dan
agak hormat juga. Tadi ketika Thia To-sai
berteriak-teriak mohon bantuan, beberapa
lelaki kuat di desa itu yang pernah menerima
hadiahnya, sebenarnya sudah siap-siap memasuki gelanggang untuk mengeroyok Wan
Lul. Tetapi kini mereka malah ragu-ragu dan
bingung, dan akhirnya hanya jadi penonton saja.
Sekte Teratai Putih 16 7 Sementara itu, Wan Lui telah melepaskan
injakannya, menyuruh Thia To-sai untuk
bangkit dan menuju ke rumah tempat Wan Lui
berempat menginap. Dengan sendirinya urusan
Sun Cu-kiok "mengintip orang mandi" itu batal
sendiri. Orang-orang desa yang polos itu tahu
kalau urusan yang mereka hadapi ternyata
tidak sesederhana itu, ada urusan lain yang
terselubung dan tidak mereka ketahui, dan
mereka tidak berani lagi ikut campur.
Sementara itu, Sebun Beng telah melangkah
mendekati orang-orang desa dan berkata, "Nah,
Saudara-saudara, ternyata urusannya hanya


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai di sini. Kami mohon maaf, bahwa Nona
ini telah membuat Saudara-saudara terkejut.
Namun percayalah, dia benar-benar seorang
gadis." Orang-orang pun bubar. Sebenarnya ada juga
beberapa orang yang ingin tahu apa yang akan
terjadi antara Wan Lui dan Thia To-sai yang
sama-sama menghilang ke dalam rumah itu.
Tetapi tidak ada yang cukup bernyali besar
Sekte Teratai Putih 16 8 untuk mencoba mengintip pembicaraan
mereka. Sementara itu, Wan Lui ternyata tidak
membawa Thia To-sai ke dalam rumah, karena
di dalam rumah ada Tuan rumah dan
keluarganya sehingga pembicaraan tidak akan
leluasa. Ia membawa Thia To-sai menyelusup
jauh ke tengah-tengah pepohonan sayuran di
belakang rumah, sehingga Thia To-sai menjadi
ketakutan dan bertanya, "Jenderal Wan, mau
kauapakan aku?" Wan Lui tertawa sambil mendorong pundak
Thia To-sai dari belakang, katanya, "Aku bisa
saja berbuat baik dan berbuat jahat, tergantung
bagaimana jawabanmu kepadaku nanti."
Tiba di tempat yang dianggap aman untuk
pembicaraan, Wan Lui menyuruh berhenti, dan
mulai bertanya, "Saudara Thia, beberapa bulan
sudah kau menghilang dari istana. Ketika aku
tanyakan kepada Gui Han-seng komandanmu,
dia menjawab bahwa kau sedang cuti. Tetapi
mana ada cuti sampai hampir setengah tahun"
Nah, sekarang kau harus bicara terus-terang
Sekte Teratai Putih 16 9 kepadaku, apa saja yang kaulakukan selama
hampir setengah tahun di luar istana?"
Beberapa saat Thia To-sai kebingungan. Ia
tahu bahwa Wan Lui ini cerdik, tidak mungkin
dijawab dengan jawaban yang asal-asalan saja.
Karena mencoba memikirkan jawaban yang
bisa mengelabuhi Wan Lui tanpa ketahuan
itulah makanya lama sekali dia memikir
jawabannya. "He, jawab!" bentak Wan Lui. "Jangan
menyalah-gunakan kesabaranku!"
Terbata-bata akhirnya Wan Lui mendapat
jawaban juga, "Jenderal Wan, kau seorang
prajurit rahasia, tentunya mengerti peraturan
apabila seorang bawahan macam aku ini
ditugaskan melakukan tugas rahasia oleh
atasanku, Jenderal Gui."
Wan Lui tertawa dingin. "Kau mencoba
menggerakkan hatiku, agar aku tidak mengorek
keterangan dari mulutmu, dan mencoba
menggertak aku dengan nama Jenderal
atasanmu" Aku tahu banyak orang-orang di
istana yang diam-diam punya proyek rahasia di
Sekte Teratai Putih 16 10 luaran, dan barangkali juga Jenderalmu itu. Aku
tidak akan begitu usil untuk mencampuri
urusan mereka, seandainya urusan mereka
tidak membahayakan negara."
Thia To-sai tertawa dipaksakan, "Oh, he-hehe, Jenderal Wan salah sangka agaknya. Tidak.
Apa yang dilakukan Jenderal Gui di luaran
dengan mengutus aku, bukankah sesuatu yang
membahayakan negara. Benar itu."
Wan Lui menarik napas, "Sayang, Saudara
Thia. Seandainya tidak ada beberapa peristiwa
yang mencurigakan, ingin rasanya aku
mempercayaimu dan melepaskanmu pergi.
Tetapi beberapa peristiwa yang melibatkan
dirimu membuat aku tidak dapat mempercayaimu begitu saja..."
Thia To-sai berlagak penasaran karena
difitnah. Suaranya menajam, "Jenderal Wan,
jangan bicara sembarangan. Aku benar-benar
penasaran! Mana pernah aku...."
Wan Lui mengibaskan tangannya, "Jangan
ingkar. Nona Sun Cu-kiok yang berjalan
bersamaku itu mengenalimu siang tadi. Ia
Sekte Teratai Putih 16 11 mengenalimu pernah menyamar sebagai
hwesio di sebuah kota kecil, dan kuilmu
digunakan untuk menginap serombongan orang
yang menyamar sebagai orang mati pulang
kampung yang malamnya telah lenyap begitu
saja, ketika diselidiki oleh Nona Sun dan orangorang bawahanku. Apakah hanya kebetulan,
bahwa saat dan tempatnya kau menyamar
sebagai hwesio itu berdekatan dengan saat dan
tempat perampokan batang-batang emas itu
terjadi?" Thia To-sai tercenung, teringat ketika ia
menyamar sebagai hwesio di sebuah kota kecil,
ada seorang gadis berpakaian serba kuning
datang ke kuilnya dan ngotot ingin memeriksa
mayat-mayat yang "dipulangkampungkan". Dan
Thia To-sai juga mengenal, bahwa gadis itu pula
yang di tengah-tengah lapangan tadi dituduh
sebagai "lelaki hidung belang" dengan tuduhan
mengintip wanita-wanita desa yang sedang
mandi. Namun ia masih mencoba berbohong,
"Jenderal Wan, ada banyak orang yang
Sekte Teratai Putih 16 12 berwajah hampir sama. Teman seperjalananmu
yang bernama Nona Sun itu barangkali saja
salah lihat. Aku sama sekali tidak pernah
bertemu dengan dia dalam penyamaran sebagai
hwesio. Kalau aku harus menyamar sebagai
hwesio, berarti aku harus menggunduli
rambutku, dan meskipun rambutku sudah
tumbuh juga takkan sepanjang ini...."
Waktu itu memang Thia To-sai menguncir
rambutnya seperti umumnya kaum lelaki di
jaman dinasti Ceng itu. Panjang rambutnya
sampai ke pantat. Tetapi kata-kata lanjutannya tertelan
kembali, ketika Wan Lui tiba-tiba mencengkeram rambutnya, dan lepaslah
rambut palsunya yang panjang dan dikuncir itu.
Sedangkan rambut aslinya memang masih
pendek-pendek, tidak lebih panjang dari seruas
jari tangan, menandakan kalau dia pernah
mencukur gundul rambutnya.
"Nah, apa katamu sekarang, Thia To-sai?"
suara Wan Lui sekarang demikian dingin dan
Sekte Teratai Putih 16 13 tidak lagi menyebut "saudara". Hati Thia To-sai
pun tergetar. Lalu jawabannya pun semakin kedodoran,
"Jenderal Wan, waktu itu memang .... memang....
aku ditugaskan oleh Jenderal Gui untuk ikut
mengawasi secara diam-diam pengangkutan
emas itu. Mengawal tanpa kentara, begitulah."
"Thia To-sai, kauanggap aku ini anak kecil
berumur tiga tahun sehingga harus mempercayai jawaban bodohmu itu" Kekaisaran ini ada peraturannya, tidak semua
hamba-hamba kekaisaran boleh bertindak
semaunya saja karena terdorong keinginannya
sendiri, meskipun bermaksud baik sekalipun.
Tugas Jenderal Gui dan orang-orangnya,
termasuk kau, adalah menjaga keselamatan
pribadi Kaisar dan keluarganya, sesuai dengan
namanya sebagai Gi-cian Si-wi (Bayangkari
Pengawal Raja). Bukannya malah keluyuran di
luaran istana untuk melakukan pekerjaan yang
sudah dibebankan orang lain, apalagi
membohongi pihak istana dengan mengatakan
cuti. Ketahuilah, pengawalan terselubung
Sekte Teratai Putih 16 14 terhadap pengiriman batangan-batangan emas
itu dipercayakan kepadaku dan pasukanku,
bukan kepada Jenderal Guimu itu!"
"Ya... ya... harap maafkan aku, Jenderal Wan.
Aku kan hanya orang bawahan yang sekedar
menjalankan perintah Jenderal Gui. Aku akan
segera pulang ke ibu kota Pak-khia untuk
melapor ke Peng-po Ceng-tong dan menerima
hukumanku!" Thia To-sai berharap Wan Lui akan terkesan
dengan janjinya itu, tetapi ternyata Wan Lui
berkata, "Lagi-lagi kau menganggapku anak
kecil yang akan menghabiskan urusan begitu
saja kalau ditawari kembang gula...."
"Jenderal Wan...."
"Jawab, kenapa kau menghasut orang-orang
desa dan mencoba menjerumuskan kami ke
dalam kesulitan?" Thia To-sai tak mampu menjawab.
Wan Lui berkata, "Kau memang akan ke Pakkhia, tetapi dengan diantar orang-orangku.
Peng-po Ceng-tong (Kementerian Perang) akan
mendapat laporan lengkap kelakuanmu di sini."
Sekte Teratai Putih 16 15 Kemudian Wan Lui mengikat perwira istana
itu dengan tali, lalu ditaruh di kandang ternak di
belakang rumah. Ketika Wan Lui berbicara dengan Sun Cukiok. tentang hal itu, Sun Cu-kiok pun
meluangkan waktu untuk melihat tampang Thia
To-sai, dan Sun Cu-kiok langsung mengenalinya.
"Jadi inilah hwesio gadungan itu?" katanya
sambil tertawa. "Jenderal Wan, aku curiga,
jangan-jangan komplotan hwesio gadungan ini
juga bekerja-sama dengan Pek-lian-kau untuk
merampas emas-emas itu" Bayangkan, rombongan pembawa, emas itu sudah
menyamar dengan rapi, melewati route yang
dirahasiakan pula, toh masih kena juga?"'
"Biarlah kelak Peng-po Ceng-tong yang
memutuskan kesalahannya." sahut Wan Lui.
"Lalu, dia akan kita bawa sampai ke Puncak
In-hong?" "Ya, sampai ketemu anak buahku."
Sun Cu-kiok menggerutu kesal, "Ah,
menjemukan. Perjalanan kita akan berkurang
Sekte Teratai Putih 16 16 kelancarannya karena harus membawa orang
ini!" Kini Wan Lui yang tertawa. "Tidak, Nona.
Malah kita bisa menghemat tenaga."
"Maksudmu?" "Saudara Thia ini kan bisa disuruh
mendorong gerobak, jadi kita berempat bisa
berjalan dengan santai."
Sun Cu-kiok pun tertawa, sementara Thia Tosai mendongkol bukan main, tetapi tidak berani
berbicara apa-apa. Kata Sun Cu-kiok, "Dengan jasanya
mendorongkan gerobak kita sampai ke Puncak
In-hong, kelak bolehlah dia dimintakan
keringanan hukuman."
Sehabis makan malam bersama Tuan rumah,
Wan Lui tidur di luar rumah. Di bawah emperan
rumah, di atas tumpukan kayu bakar yang
dialasi tikar. Emperan rumah itu menghadap
langsung ke kandang di mana Thia To-sai
"disimpan". Rupanya Wan Lui memang
bermaksud mengawasi tawanan itu, siapa tahu
Sekte Teratai Putih 16 17 malam itu ada kaki-tangannya yang bakal turun
tangan. Desa yang terpencil di pegunungan itu tentu
saja tidak seperti di kota-kota besar. Belum


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai tengah malam, seluruh desa sudah sepi,
semua penduduknya tertidur pulas. Begitu pula
para pengembara seperti Sebun Beng berempat.
Kelelahan akibat perjalanan sehari suntuk
membuat mereka langsung nyenyak di rumah
yang sangat sederhana itu. Bahkan
Sun Cu-kiok begitu nyenyaknya sehingga
tidak lagi merasakan tubuhnya yang gatal
karena tidak mandi. Malam semakin sunyi. Hanya terdengar aum
harimau dan gonggong serigala di kejauhan.
Namun penduduk desa merasa tenteram,
mengandalkan tembok perlindungan mereka.
* * * Esok harinya, Wan Lui berempat melanjutkan perjalanan. Kali ini jumlah anggota
Sekte Teratai Putih 16 18 rombongan mereka menjadi lima orang,
ketambahan Thia To-sai. Si Tawanan itu sadar, ia tidak mungkin lari di
hadapan orang-orang semacam Wan Lui atau
Sebun Beng yang terkenal, kecuali kalau mereka
lengah. Karena itu Thia To-sai bersikap cukup
"jinak". Disuruh mendorong gerobak ya
menurut, ia lakukan tanpa mengeluh, meski
kadang begitu kelelahan sehingga Lui Yok
merasa kasihan dan menggantikannya.
Setelah cukup jauh dari desa terpencil itu,
mereka kini melewati sebuah daerah yang agak
gersang. Pohon-pohonnya sedikit, dan yang
mereka injak bukan sekedar "tanah berbatu"
tetapi "batu bertanah", sehingga cahaya
matahari yang tepat berada di puncak langit
pun memantul kembali ke atas, memeras
keringat Sebun Beng dan rombongannya.
Terutama Thia To-sai yang mendorong gerobak.
Mukanya merah dan sebentar-sebentar
mengusap wajahnya yang basah kuyup dengan
keringat. Sekte Teratai Putih 16 19 Tengah mereka melangkah lambat, tiba-tiba
mereka merasakan permukaan tanah bergetar
perlahan. Lalu sayup-sayup terdengar suara
gemuruh yang makin lama makin dekat.
Ketika itu mereka berada di sebuah jalan
pegunungan yang sempit, di sebelah mereka
adalah tebing tandus yang terjal, di sebelah
kanan adalah jurang yang dalam, di depan
jalanan menanjak. Suara gemuruh itu makin dekat, lalu batubatu kecil berhamburan rontok. Dengan
terkejut Sebun Beng melihat ada batu-batu
besar menggelundung dari atas tebing maupun
dari tanjakan jalan di depan. Ia pun berseru
memperingatkan kawan-kawannya.
Ketika itu, satu-satunya jalan untuk
menghindari batu-batu besar itu hanyalah lari
kembali ke jalan semula, meskipun itu berarti
tetap "dikejar" batu yang menggelundung itu.
Mereka berharap akan ada kelokan jalan atau
pohon atau apa saja yang akan menahan
gelundungan batu. Sekte Teratai Putih 16 20 Begitulah, mereka berlima berlari-lari
menghindari batu dengan kembali ke arah
darimana mereka datang tadi. Liu Yok yang
pincang pun ternyata dalam keadaan seperti itu
juga bisa bergerak dengan cepat.
Namun tiba-tiba dari atas tebing juga
bergelundungan batu-batu, tidak terlalu besar,
hanya sebesar kepala kerbau namun jelas akan
bikin repot kalau sampai kena kepala. Sebun
Beng dan lain-lain segera sadar, bahwa
runtuhnya batu-batu itu bukan sesuatu yang
alamiah, melainkan disengaja oleh tangantangan manusia untuk membunuh mereka.
Begitulah, sambil berlari-lari menghindari
atau menjauhi batu yang bergulir dari tanjakan
depan, mereka juga harus waspada kepada
hujan batu yang datang dari atas tebing. Sebun
Beng dan Wan Lui dengan kekuatan lengannya,
berkali-kali harus memukul terpental batu-batu
yang hampir menjatuhi mereka atau temanteman mereka. Setelah belasan kali, tangan
mereka merasa sakit juga, biarpun amat
terlatihi Sekte Teratai Putih 16 21 Selagi keadaan semakin kritis, tiba-tiba Thia
To-sai malahan tersandung sehingga jatuh
tertelungkup. Kakinya terkilir, jelas ia takkan
mampu bangkit menyelamatkan diri sendiri
kecuali ditolong orang lain. Dan Thia To-sai
sebagai orang tawanan merasa dirinya terlalu
tidak berharga untuk meminta tolong kepada
siapa pun, wajahnya memucat, bukan saja
karena kesakitan pada kakinya melainkan juga
karena takut sebentar lagi tubuhnya akan
remuk tergilas batu besar yang terus
menggelundung dari tanjakan itu.
Dan memang saat itu Sebun Beng, Wan Lui
maupun Sun Cu-kiok tidak sempat menggubris
Thia To-sai meskipun melihat apa yang dialami
orang itu. Hanya Liu Yok yang tidak tega, dia
menghentikan larinya dan berusaha membangunkan Thia To-sai.
"Terima kasih..." seringai Thia To-sai. "Tetapi
aku tidak bisa bangun, kakiku terkilir...."
Liu Yok lalu berusaha menyeret tubuh Thia
To-sai ke tempat yang kira-kira terlindung,
namun batu besar itu sudah datang semakin
Sekte Teratai Putih 16 22 dekat. Akhirnya Liu Yok nekad menelungkupkan dirinya sendiri di atas tubuh
Thia To-sai, menjadikan tubuh sendiri sebagai
perisai untuk melindungi Thia To-sai.
Sebun Beng dan lain-lainnya yang sudah
belasan langkah jauhnya, ketika menoleh
menjadi kaget melihat apa yang diperbuat Liu
Yok. "A-yok!" teriak Sebun Beng ngeri, membayangkan tubuh keponakannya itu
sedetik lagi akan terbentur keras oleh batu yang
hampir sebesar gubuk kecil itu.
"Saudara Liu!" Wan Lui dan Sun Cu-kiok pun
berteriak cemas, namun mereka tidak berdaya
melakukan apa-apa. Tetapi mereka tercengang tak percaya,
ketika melihat batu besar yang menggelundung
cepat itu tiba-tiba berhenti begitu saja. Tidak
ada batu lain yang menahannya, tidak juga ada
pohon, tidak ada yang pantas menahannya,
namun batu itu memang berhenti begitu saja
selangkah dari tubuh Liu Yok dan Thia To-sai.
Sekte Teratai Putih 16 23 Akhirnya Liu Yok nekad menelungkupkan dirinya
sendiri di atas tubuh Thia To-sai, menjadikan
tubuh sendiri menjadi perisai untuk
melindungi Thia To-sai Sekte Teratai Putih 16 24 Batu-batu yang lebih kecil, yang berjatuhan
dari atas tebing, masih berjatuhan dua tiga kali
dan setelah itu juga berhenti. Di atas tebing
terdengar derap kaki orang berlari menjauh,
namun Sebun Beng dan lain-lainnya tidak
menggubrisnya sebab mereka masih heran akan
batu besar yang tiba-tiba berhenti menggelinding itu. Batu-batu besar yang berhenti menggelinding itu masih bergoyang-goyang
sedikit, lalu menggemuruh jatuh ke dalam
jurang di samping jalan. Liu Yok bangkit, wajahnya Nampak berseriseri, sedikit pun tidak kelihatan kalau nyawanya
baru saja di pinggir jurang maut. Dia lalu
membantu bangun Thia To-sai yang wajahnya
tidak keruan. Penuh debu, memancarkan
ketakutan dan kengerian, tetapi juga heran dan
rasa syukur yang tak mampu diucapkan, kecuali
dengan bahasa mata. Sementara itu, Sebun Beng bertiga pun sudah
mendekati Liu Yok dan Thia To-sai, mengamatamati tubuh mereka sambil bertanya-tanya. Tak
Sekte Teratai Putih 16 25 terasa sikap permusuhan pun mencair, sebab
Thia To-sai juga ditanya keadaannya.
"Bagaimana denganmu, Saudara Thia?" tanya
Wan Lui. Thia To-sai menyeringai sambil mengucapannya kali ini tidak sekedar basa-basi,
melainkan benar-benar meluap dari dasar
hatinya yang tiba-tiba bergolak hangat. Hal yang
belum pernah dirasakannya.
Kepada Sebun Beng, Wan Lui dan Sun Cukiok pun dia berkata, "Terima kasih atas
perhatian kalian." Sementara itu, Sun Cu-kiok mengamat-amati
tempat bekas batu besar tadi berhenti, dan ia
tidak habis herannya ketika melihat batu itu
benar-benar berhenti tanpa ada penyebab
normal yang menjadikannya berhenti.
Sun Cu-kiok lebih heran lagi, ketika melihat
di atas tanah ada sepasang telapak kaki yang
melesak agak dalam di tanah keras itu. Sun Cukiok tidak tahu telapak kaki siapa itu. Sikap Sun
Cu-kiok yang terheran-heran menatap ke
Sekte Teratai Putih 16 26 permukaan tanah itu tak luput dari perhatian
Wan Lui. "Ada apa, Nona Sun?"
Sun Cu-kiok menunjuk ke tanah, "Jenderal
Wan, coba lihat bekas telapak kaki ini."
Bukan cuma Wan Lui, yang lain-lainnya pun
ikut merubung dan memperhatikan bekas
telapak kaki itu. Di antara mereka, yang telapak
kakinya paling besar adalah Sebun Beng,
seimbang dengan bentuk tubuhnya yang tinggi
tegap, namun ketika Sebun Beng mencoba mencocokkan ukuran kakinya dengan telapak kaki
itu, jelas bahwa telapak kaki itu satu-setengah
kali lebih besar. "Wah, orang yang memiliki telapak kaki ini
tentu bertubuh rasaksa." komentar Sebun Beng.
"Anehnya, telapak kaki ini tadi rasanya
belum ada. Bekasnya masih nampak sangat
baru." "Anehnya lagi, telapak kaki ini hanya muncul
sepasang. Di depannya maupun di belakangnya
tidak ada sambungannya. Seolah-olah ada
seorang yang terjun dari langit untuk
Sekte Teratai Putih 16 27 meninggalkan telapak kakinya di sini, setelah
itu lalu orangnya pergi kembali, lewat langit.
Seolah-olah begitu."
Tetapi mendengar kata-kata itu, Liu Yok tibatiba tersenyum sendiri. Hanya belum berkata
apa-apa. Wan Lui mencoba berdiri menurut posisi dan
arah menghadapnya telapak kaki itu dengan
menginjak bekasnya. Akhirnya ditemukan
posisi kaki kiri di depan dan kaki kanan di
belakang, posisi kuda-kuda klasik dalam
pelajaran silat. Lalu Wan Lui menjulurkan
kedua tangannya ke depan dengan telapak


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan terbuka, seolah-olah mendorong
sesuatu. Orang-orang jadi heran melihat kelakuan
Wan Lui itu. "A-lui, apa yang sedang kaulakukan?" Sebun
Beng menanyai mantunya itu.
"Ayah, bukankah seandainya orang tadi
bersikap begini, dia akan menghentikan batu
besar yang menggelundung itu?"
Sekte Teratai Putih 16 28 Sebun Beng lalu membayangkan, di tempat
berhentinya batu tadi memang pas kalau Wan
Lui berdiri di situ. Tetapi itu. hanyalah anganangan.
"Ya, A-Lui, seandainya ada seorang yang
mampu menghentikan menggelundungnya batu
besar tadi, tentu dia berdiri di tempatmu
sekarang dan posisinya juga seperti itu. Tetapi
tadi kita tidak melihat siapa-siapa yang berdiri
di situ, biarpun dari jarak belasan langkah, aku
masih yakin akan mata tuaku."
Wan Lui beranjak meninggalkan injakan
kakinya pada bekas telapak kaki raksasa itu.
Sambil menarik napas ia berkata, "Ya cuma
seandainya, Ayah." Saat itulah Liu Yok tidaK tahan untuk tidak
berbicara, "Mungkin yang menghentikan batu
besar itu adalah salah seorang sahabatku."
"Sahabatmu?" tanya Sun Cu-kiok. "Siapakah
namanya?" "Aku sendiri tidak tahu, tetapi ia sering
menjumpai aku." "Tetapi kami tidak melihat siapa-siapa."
Sekte Teratai Putih 16 29 "Ya, memang sahabatku itu enggan dilihat
sembarangan orang. Ia sering tidak kelihatan,
tetapi kekuatannya seorang diri sama dengan
kekuatan 185.000 orang perajurit yang terbaik."
Thia To-sai pusing mendengar omongan
yang dianggap tidak keruan itu, menurut
anggapannya. Namun betapapun juga ia tetap
berterima kasih kepada Liu Yok, tak peduli
betapapun "aneh"nya pemuda ini.
"Orang kalau punya kekurangan pada
dirinya, misalnya cacad, memang sering
berwatak aneh-aneh...." pikir Thia To-sai
menurut pikiran umum. Dia sendiri sebenarnya
heran akan sepasang telapak kaki raksasa itu,
dan tidak akan mampu kalau disuruh mencari
jawabannya, namun ia juga belum mau
menerima mentah-mentah pendapat Liu Yok
tentang "sahabatnya yang sering tidak
kelihatan" itu. Sudah kelewat lama Thia To-sai,
seperti kebanyakan manusia umumnya,
menetapkan pemikiran yang bisa diterima otak
sebagai batas kemungkinan. Apa-apa yang
melewati batas itu, dianggap-tidak ada.
Sekte Teratai Putih 16 30 Meskipun Thia To-sai pernah juga ketemu
orang-orang aneh, misalnya orang-orang Jepang
yang pernah menginap di kuilnya dengan
menyamar sebagai orang mati pulang kampung.
Orang-orang Jepang itu adalah kaum Ninja yang
konon bisa menghilang masuk ke tanah,
mengubah diri menjadi seperti pohon atau batu,
meringkuk dalam guci kecil dan sebagainya.
Tetapi bagi Sebun Beng, Wan Lui dan Sun Cukiok yang sudah agak terbiasa akan "keanehan"
Liu Yok, tidak berani meremehkan kata Liu Yok
itu. Kemudian berkatalah Wan Lui, "Batu-batu
yang berjatuhan dari atas tadi jelas disengaja
oleh ulah tangan-tangan manusia. Untuk
mencelakakan kita." Sebun Beng menyetujui pendapat itu, "Benar,
tadi aku juga mendengar suara derap kaki yang
menjauh setelah hujan, batunya berhenti."
"Mari kita lihat ke atas tebing, Ayah." ajak
Wan Lui kepada mertuanya. "Nona Sun, maukah
Nona tetap berada di sini sebentar?"
Sekte Teratai Putih 16 31 Meskipun tidak disebutkan oleh Wan Lui
untuk apa Sun Cu-kiok harus tetap di situ,
namun Sun Cu-kiok sendiri sudah maklum
bahwa ia haruslah tetap mengawasi Thia To-sai
sebagai tawanan. Dalam keadaan biasa, Wan Lui
tidak berani menyerahkan pengawasan Thia
To-sai kepada Sun Cu-kiok sebab kemampuan
tempur mereka seimbang, tidak ada kelebihannya Sun Cu-kiok dari tawanannya.
Namun dengan terkilirnya kaki Thia To-sai,
jelas jadi tidak seimbang lagi, Sun Cu-kiok jadi
memanggul Thia To-sai. "Baik, Jenderal Wan." sahut Sun Cu-kiok.
Wan Lui dan Sebun Beng pun segera
memanjat naik ke atas tebing untuk memeriksa.
Dugaan mereka, tidak meleset, di bagian atas
tebing itu terlihat banyak telapak kaki, bekasbekasnya berserabutan, juga terlihat batu-batu
yang dibongkar dari tanahnya tetapi belum
sempat dilemparkan. "Aneh, batu-batu yang sudah dibongkar itu
kenapa tidak digelundungkan sekali, padahal
Sekte Teratai Putih 16 32 sudah ada di bibir tebing dan tidakkah tinggal
mendorongnya saja?" "Ya. Orang-orang yang di atas tebing ini
seolah-olah tiba-tiba saja menjadi ketakutan
lalu lari begitu saja. Tidak meneruskan upaya
pembunuhan atas kita."
"Mari kita jatuhkan batu-batu itu dari bibir
tebing, agar kelak tidak mencelakakan orang
yang lewat di bawah."
Mertua dan menantu itu lalu bekerja
menyingkir-nyingkirkan batu-batu besar dari
bibir tebing. Sambil melakukan hal itu, mereka
juga mengamat-amati tanah dan rerumputan di
situ, untuk menemukan petunjuk tentang
orang-orang tadi. Ternyata tidak ada petunjuk
apa-apa kecuali jejak kaki yang menjauhi tebing
berserabutan. Sampai tiba-tiba Wan Lui menemukan
sesuatu, "Ayah, tidakkah Ayah menemukan
sesuatu yang lain daripada yang lain dari jejakjejak kaki itu?"
Rupanya otak dan mata Sebun Beng juga
tidak kalah tajamnya dari menantunya itu. Ia
Sekte Teratai Putih 16 33 mengangguk dan menyahut, "Ya. Sepatu yang
dipakai orang-orang tadi tidaklah lazim
modelnya. Sepatu itu ada belahannya yang
memisahkan jempol kaki dengan keempat jari
lainnya." "Yang memakai sepatu seperti itu, biasanya
sekelompok jagoan di Jepang yang disebut
kaum Ninja. Kelompok yang dibenci oleh kaum
Samurai sejati karena dianggap mempraktekkan ilmu sesat dan tidak
menjalankan cara hidup kesatria sejati."
"Mungkinkah yang berada di atas tebing ini
tadi adalah orang-orang Jepang" Kalau benar
mereka, ada permusuhan apa mereka dengan
kita, sehingga mereka berusaha membunuh
kita?" Wan Lui pun menjawab hanya berdasarkan
kira-kira saja, "Pek-lian-kau itu sebuah sekte
agama, sempalan dari agama Tiau-yang-kau
(Agama Penyembah Api) yang berasal dari
Persia. Baik Tiau-yang-kau maupun Pek-liankau menyebar luas ke berbagai negara. Boleh
jadi orang-orang yang menyerang kita tadi
Sekte Teratai Putih 16 34 adalah orang-orang Jepang yang menjadi
jemaah Pek-lian-kau. Mungkin mereka berada
di daratan Cina untuk ikut menghadiri upacara
besar di Puncak In-hong."
Sebun Beng mengangguk-angguk. Biarpun ia
tahu jawaban Wan Lui hanya dugaan, namun ia
tidak mengabaikannya. Wan Lui pernah
menyelundup masuk menjadi anggota Pek-liankau gadungan, sehingga cukup banyak
mengenal seluk-beluk Pek-lian-kau.
Mereka turun kembali dari atas tebing, dan
menjumpai segala sesuatu di bawah tebing
masih seperti semula. Sun Cu-kiok masih
berjaga-jaga waspada meskipun tidak kentara
atas Thia To-sai. Yang diawasi juga masih
mengurut-urut kakinya yang terkilir sambil
mencoba menggerak-gerakkannya perlahanlahan.
Sedang Liu Yok malahan duduk terkantukkantuk diusap angin pegunungan. Agaknya bagi
Liu Yok, bahaya besar yang baru saja
mengancam itu tidak membekas sedikit pun
dalam jiwanya. Hal yang sebebarnya membuat
Sekte Teratai Putih 16 35 Sun Cu-kiok maupun Thia To-sai agak iri juga,
dan heran. Ketika Sebun Beng dan Wan Lui tiba dari atas
tebing, Sun Cu-kiok langsung menyongsongnya
dengan pertanyaan, "Bagaimana" Ketemu jejak
orang-orang yang berbuat jahat itu?"
Wan Lui menggeleng, "Tidak pasti. Hanya
sebuah dugaan samar-samar."
"Kira-kira siapa?"
"Kemungkinan adalah orang-orang Pek-liankau dari Jepang."
Sun Cu-kiok heran, "orang-orang Pek-liankau" saja kok mesti ditambahi keterangan "dari
Jepang?" "Dari Jepang?" "'Ia, barangkali. Pek-lian-kau adalah sebuah
sekte agama yang tersebar-luas tidak hanya di
daratan Cina saja. Mungkin yang menggelundungkan batu-batu tadi adalah
penganut-penganut Pek-lian-kau dari Jepang."
Kenapa menduga mereka dari Jepang?"
"Ya. Karena jejak kaki mereka menunjukkan
bahwa sepatu yang mereka pakai adalah sepatu
Sekte Teratai Putih 16 36 khas kaum Ninja di Jepang. Mengingat Pek-liankau dan kaum Ninja sama-sama penggemar
ilmu gaib, bukan mustahil mereka bekerjasama, bahkan para Ninja mengambil Pek-liankau sebagai agama mereka."
Sementara itu, Thia To-sai yang sedang
duduk di tanah sambil mengurut-urut kaki itu
tiba-tiba mengangkat wajahnya ketika mendengar keterangan Wan Lui itu. Hatinya
berguncang, bergolak. Bibirnya sudah bergerakgerak hendak mengatakan sesuatu, namun tidak
jadi. Ia menyembunyikan perubahan airmukanya dengan menunduk kembali sambil
pura-pura mengurut kakinya pula.
Namun Sun Cu-kiok pun sedikit terbuka
pikirannya ketika mendengar hal yang ada
sangkut-pautnya dengan orang Jepang. Ia
teringat apa yang pernah dialaminya di sebuah
kota kecil ketika berada di penginapan yang
bersebelahan dengan sebuah kuil di mana
malam harinya dia mendengarkan orang
bercakap-cakap dalam bahasa Jepang. Dan Sun
Cu-kiok teringat sekarang bahwa Thia To-sai
Sekte Teratai Putih 16 37 inilah yang dulunya menyamar sebagai hwesio
di kuil itu. Karena itu, Sun Cu-kiok tiba-tiba menatap
tajam ke arah Thia To-sai. "Tuan Thia, agaknya
sudah tiba saatnya kau harus berterus terang
tentang hubunganmu dengan orang-orang
Jepang itu." Thia To-sai masih mencoba menghindari,
meskipun dengan geragapan, "Orang Jepang
yang mana, maksud Nona?"
"Thia To-sai, kau masih ingat hari
kedatangan rombongan yang menamakan diri
sebagai orang mati pulang kampung, yang


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menginap di kuil di mana kau menjadi hwesio
gadungan?" Soal ini Thia To-sai tidak bisa menghindari
lagi, ia cuma bungkam. Sun Cu-kiok pun mendesak, "Saat itu tentu
kau tidak tahu kalau aku menginap di
penginapan tepat di sebelah kuilmu. Malammalam aku terganggu, tidak bisa tidur, karena
dari arah kuilmu itu terdengar suara orang
Sekte Teratai Putih 16 38 bercakap-cakap dalam bahasa Jepang katakanlah, siapamereka?"
"Mereka.... memang teman-temanku."
"Siapa mereka?"
"Aku katakan pun Nona tidak akan
mengenalnya. Mereka tidak ada sangkutpautnya dengan urusan ini."
Sun Cu-kiok menjadi gemas melihat
kebandelan Thia To-sai, ia siap menampar
muka Thia To-sai namun Sebun Beng
mencegahnya, "Tak ada gunanya menyiksa
orang ini, Nona. Kalaupun dia disiksa dan
akhirnya menjawab, kemungkinan besar
jawabannya bohong. Lebih baik kita selidiki
terus. Cepat atau lambat, aku yakin, semuanya
akan tersingkap dan menjadi terang benderang." Sun Cu-kiok masih geregetan, tetapi mau tak
mau harus mengakui bahwa kata-kata Sebun
Beng itu benar. Orang yang terbiasa main intrik
semacam Thia To-sai, kalau tidak berniat bicara
jujur dari kemauannya sendiri, maka katakatanya bukan menambah penjelasan tapi ma
Sekte Teratai Putih 16 39 lah menyesatkan. Susahnya, tidak mengerti
yang mana kata-kata Thia To-sai yang benar
dan yang bohong. Bahkan seandainya kata-kata
Thia To-sai keluar di bawah ancaman pedang
pun belum tentu suatu kebenaran. Orang
macam Thia To-sai terlalu pintar berpura-pura
dan berbohong. "Saudara Thia, bagaimana dengan kakimu"
Apa bisa berjalan?" tanya Wan Lui.
Thia To-sai cuma mengangguk. Sebagai
tawanan yang posisinya lemah ia tidak ingin
banyak tingkah. Kemudian Liu Yok yang terkantuk-kantuk di
bawah pohon itu pun dibangunkan.
Namun sebelum perjalanan dilanjutkan, Sun
Cu-kiok mengusulkan, "Kita cari dulu senjatasenjata kita. Kita tidak mungkin bisa
melanjutkan perjalanan tanpa senjata-senjata
itu." Memang, tadi ketika terjadinya se-rangan
batu, masing-masing orang hanya ingat
menyelamatkan diri masing-masing tak ada
yang menggubris senjata-senjata mereka yang
Sekte Teratai Putih 16 40 disembunyikan dalam gerobak dorong roda
satu yang sekarang entah di mana.
Mendengar kata-kata Sun Cu-kiok itu, Liu
Yok mengerutkan alis karena merasa tidak
cocok dalam hatinya. Kenapa manusia tidak
dapat hidup tanpa senjata" Bukankah senjata
itu lalu menjadi berhala atau belenggu jiwa,
seperti halnya uang, obat dan sebagainya"
Namun Liu Yok diam saja. Dulu ketika ia masih
hidup dalam kesunyian di Se-shia, ia
menganggap pikiran-pikirannya sendiri itu
wajar dan mestinya di dunia luar akan banyak
orang yang berpikir seperti dirinya. Tetapi
setelah beberapa bulan di luaran, ia jadi sadar
bahwa dirinya ternyata dianggap mahluk ganjil
oleh sementara orang. Namun Liu Yok diam-diam bersyukur juga
karena ternyata pencarian senjata yang
diusulkan oleh Sun Cu-kiok itu menghasilkan
sesuatu yang mengecewakan. Pedang Wan Lui
ditemukan tinggal gagangnya saja, tidak jauh
dari gerobak roda satu yang ringsek kena
gelundungan batu besar tadi. Tongkat besi
Sekte Teratai Putih 16 41 kebanggaan Sebun Beng diketemukan dalam
bentuk huruf "L" di sela-sela beberapa buah
batu sebesar anak-anak kambing. Sun Cu-kiok
juga menemukan goloknya, tetapi dia
menimang-nimang golok kesayangan itu
dengan perasaan masygul bukan kepalang.
Maklum, gagang panjang goloknya itu masih
utuh, namun goloknya sendiri sudah pleyatpleyot tak keruan dan gumpil ujungnya.
Seandainya dibawa ke tempat tukang besi
untuk diperbaiki pun, belum tentu dalam
keseimbangannya bisa pulih seperti semula.
Kali ini Liu Yok tidak menyembunyikan
perasaan senangnya, dengan kata-kata, "Barangkali memang oleh Yang Maha Kuasa kita
disuruh untuk belajar hidup tanpa alat
pembunuh di tangan maupun di dalam jiwa
kita...." Sun Cu-kiok yang sedang masygul itu pun
melotot jengkel ke arah Liu Yok dan berkata,
"Ya, kita orang-orang yang baik hati ini sedang
berjalan tanpa senjata menuju ke sarang para
pembunuh. Kita seperti domba-domba yang
Sekte Teratai Putih 16 42 sedang menyodorkan diri ke mulut serigalaserigala kelaparan. Bukankah begitu, Saudara
Liu?" "Ah, siapa tahu kalau kita datang tanpa
senjata sambil membawa uluran tangan
persahabatan, musuh-musuh akan berubah
menjadi sahabat-sahabat?"
"Mudah-mudahan!" sahut Sun Cu-kiok
semakin jengkel sambil membanting kaki.
"Mudah-mudahan kelak arwah kita menemui
jalan yang lapang dan tidak lagi bergentayangan
penasaran!" Untuk menghindari pertengkaran, Liu Yok
kemudian memilih untuk bungkam saja.
Mereka pun melanjutkan perjalanan.
Meskipun kali ini tidak membawa gerobak lagi,
namun perjalanan tetap lambat, sebab Thia Tosai yang sakit kakinya itu tidak dapat berjalan
dengan cepat. Banyak kali Liu Yok harus
memapahnya. Ketika matahari mulai terbenam, mereka
memutuskan untuk beristirahat di sebuah
tempat terbuka yang berbatu-batu dengan
Sekte Teratai Putih 16 43 sedikit pepohonan. Pemukiman penduduk tidak
terlihat, sejau mata memandang, yang kelihatan
hanya Puncak-puncak pegunungan yang seolah
dipoles dengan cat emas karena tertimpa sinar
matahari sore. Sedangkan di bawah puncakpuncak itu, cuaca sudah menjadi gelap, karena
cahaya matahari terhalang lekuk-lekuk pegunungan. Sebun Beng dan rombongannya mengumpulkan kayu-kayu kering untuk bekal
mereka melewati malam hari nanti. Namun
karena tempat itu memang sedikit pepohonannya, maka kayu yang diperolehnya
pun sedikit. Barangkali untuk seperempat
malam saja tidak cukup. Liu Yok lalu bangkit dan berkata, "Biar aku
cari kayu yang agak jauh dari sini. Tidak lama
lagi akan kembali." "Di mana, A-yok?" tanya Sebun Beng.
"Mungkin di lereng bawah, Paman."
Sebun Beng tahu bahwa keponakannya yang
satu ini sudah terbiasa mencari kayu di lerenglereng bukit Pek-him-nia, karena itu Sebun
Sekte Teratai Putih 16 44 Beng tidak mencemaskannya. Ia cuma
berpesan, "Hati-hatilah, A-yok. Sekarang mulai
gelap, barangkali banyak ular dan serigala mulai
keluar dari sarangnya."
"Baik, Paman." Ketika Liu Yok mulai melangkah menjauhi
kelompoknya, tiba-tiba saja Sun Cu-kiok juga
bangkit dari duduknya dan berkata, "Biar aku
pergi bersama-sama Saudara Liu."
Sebun Beng, Wan Lui dan Thia To-sai
tercengang heran mendengar kata-kata Sun Cukiok itu. Bukankah gadis puteri Gubernur di Holam itu sangat tidak cocok dengan Liu Yok"
Gadis itu gemar berkelahi dan cari perkara,
sebaliknya Liu Yok justru tidak suka apa pun
yang berbau kekerasan. Dan ketidak-co-cokan
mereka seolah memuncak hari ini, dalam soal
senjata tadi. Sebun Beng dan Wan Lui jadi
cemas, jangan-jangan Sun Cu-kiok berniat
menghajar Liu Yok di tempat yang sepi,
mengingat watak gadis itu yang berangasan.
Sekte Teratai Putih 16 45 Namun Liu Yok sendiri malahan menghentikan langkah dan berkata ringan
tanpa prasangka, "Syukur kalau Nona Sun mau
menemani aku. Jadi ada yang bias diajak
bercakap-cakap." Sebun Beng hanya bisa bilang, "Baiklah,
cepatlah kembali supaya kami tidak mencemaskanmu." Liu Yok dan Sun Cu-kiok pun bergegas pergi.
Mereka menuruni lereng sampai menemui
sebuah tempat yang agak banyak pepohonannya, dengan demikian berarti juga
banyak kayu-kayu kering yang berpatahan di
tanah, yang mereka punguti satu-persatu.
"Cukuplah, Nona Sun. Mari kita kembali
kepada orang-orang di atas, nanti mereka
cemas menantikan kita."
"Sebentar...." "Ada apa, Nona?"
"Aku mendengar suara air gemericik. Mudahmudahan airnya cukup bersih."
"Kalau airnya jernih, terus kenapa?"
Sekte Teratai Putih 16 46 "Saudara Liu kan tahu sendiri, sejak kemarin
pagi aku tidak mandi sehingga tubuhku serasa
tidak enak dilekati debu. Kemarin hendak
mandi sore di desa itu saja, malah diteriaki
sebagai hidung belang dan hampir dikeroyok
orang sedesa." Jantung Liu Yok sebagai lelaki normal pun
berdegup kencang. Apakah ia akan disuruh
"menemani mandi" gadis secantik ini" Atau
setidak-tidaknya menungguinya" Astaga, betapa
berat godaan ini nantinya, sanggupkah ia
menahannya" Dan apa yang "ditakuti" nya benar-benar
terjadi. Sebab Liu Yok mendengar Sun Cu-kiok
berkata, "Saudara Liu, mari kita cari mata air
itu." Liu Yok menarik napas dalam-dalam, seolaholah seorang pesakitan yang sedang digiring ke
tiang gantungan. Tanpa berkata apa-apa dia
mengikuti saja langkah Sun Cu-kiok, sambil
berharap mudah-mudahan yang ditemui nanti
adalah mata air yang kotor, penuh daun-daun
Sekte Teratai Putih 16

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

47 kering, banyak lintahnya, keruh, sehingga
menghilangkan selera mandi gadis ini.
Kali ini doanya tidak terkabul. Yang dijumpai
adalah sebuah aliran sungai kecil yang jernih
sekali di antara batu-batu pegunungan.
Gemerciknya yang lembut seolah-olah merupakan undangan yang tak terelakkan bagi
kulit Sun Cu-kiok yang sudah gatal-gatal kena
debu. Ternyata Sun Cu-kiok sendiri ragu-ragu dan
malu. Beberapa saat dia cuma berdiri termangumangu di pinggir sungai kecil itu. Wajahnya
menunjukkan betapa inginnya dia, namun ia
sering menoleh kepada Liu Yok dengan raguragu.
Akhirnya Liu Yok sendiri yang kasihan, lalu
berkata, "Kalau Nona Sun ingin menyegarkan
diri, lakukanlah. Aku akan pergi agak jauh...."
"Jangan! Jangan pergi jauh-jauh!" cegah Sun
Cu-kiok kaget, karena saat itu cuaca agak gelap.
Tetapi setelah mencegah itu Sun Cu-kiok juga
tidak tahu harus bicara apa lagi. Ia jengah
sendiri. Sekte Teratai Putih 16 48 Lagi-lagi akhirnya Liu Yoklah yang
berprakarsa lagi, "Baiklah. Aku akan duduk di
batu di tepi sungai itu, dan membelakangi
sungai. Kalau Nona percaya kepadaku, mandilah
dengan bebas, aku tidak akan menoleh."
Sun Cu-kiok ragu-ragu menanggapi usul Liu
Yok itu. Aneh juga, tadinya dialah yang
menyatakan keinginannya untuk mandi,
sekarang setelah tiba di tempat yang dituju ia
malahan bingung. Tetapi rasa gatal di kulitnya
tidak tertahan lagi. Akhirnya ia nekad dan
berkata dalam hati, "Kalau Liu Yok berani
bersikap kurang ajar, tidak sulit bagiku untuk
mencukil kedua matanya. Toh dia tidak bisa
ilmu silat sedikit pun."
Katanya kemudian, "Baiklah, Saudara Liu.
Balikkan badanmu membelakangi sungai dan
jangan menoleh sebelum aku berpakaian
kembali." Dengan patuh Liu Yok menjalankan perintah
itu. Meskipun demikian, Sun Cu-kiok masih juga
berwajah merah ketika melepaskan pakaiannya
Sekte Teratai Putih 16 49 di balik batu besar, lalu mencebur ke air sambil
"mewaspadai" punggung Liu Yok yang ternyata
benar-benar tak bergeming seperti patung.
Sambil menggosok kulitnya, Sun Cu-kiok
berpikir juga, "Alangkah gilanya aku sehingga
melakukan ini. Tetapi Liu Yok ini agaknya
seorang yang benar-benar bisa dipercaya."
Dasar perempuan, toh kebekuan Lui Yok
yang duduk tak bergerak-gerak itu membuat
Sun Cu-kiok agak penasaran. "Apakah dia
benar-benar tidak tertarik sedikit pun
kepadaku, sehingga tidak berusaha mengintip
aku biarpun secara sembunyi-sembunyi dengan
berbagai akal" Atau karena dia takut aku
cungkil matanya?" Beginilah Sun Cu-kiok. Di satu pihak dia
senang karena Liu Yok mematuhi permintaannya, di lain pihak dia penasaran
karena Liu Yok kelewat patuh sehingga tidak
berani melirik sedikit pun.
Sementara itu, Sebun Beng bertiga sambil
menunggu kedatangan Liu Yok berdua
membakar daging binatang-binatang buruan.
Sekte Teratai Putih 16 50 Dengan lemparan kerikil-kerikil kecil, Wan Lui
berhasil mendapat beberapa ekor burung dan
kelinci liar untuk makan malam mereka.
Makanan yang pasti terasa lezat buat para
pengembara yang kelaparan.
Sambil menikmati daging bakar, mereka juga
bercakap-cakap santai. Wan Lui mencoba
mengajak Thia To-sai bercakap-cakap dengan
ramah, dia berharap pendekatan macam itu
akan lebih berguna untuk membuat Thia To-sai
membuka rahasia komplotannya, daripada
dengan gertakan dan ancaman. Wan Lui
mendapat pikiran ini ketika meiihat betapa
sikap Thia To-sai kepada Liu Yok setelah
pertolongan Liu Yok siang tadi, sikap Thia Tosai nampak lebih terbuka kepada Liu Yok
karena perasaan hutang nyawa. Maka Wan Lui
lalu mencoba meniru cara Liu Yok dalam
mendekati Thia To-sai. Ia beri Thia To-sai
daging bakar, ia ajak Thia To-sai bercakapcakap soal-soal ringan. Sementara Sebun Beng
asyik kembali dengan kitab bersampul hitam
Sekte Teratai Putih 16 51 pemberian menantunya di bawah penerangan
api, sambil menggerogoti daging bakar.
Thia To-sai nampak agak canggung meladeni
pembicaraan Wan Lui. Dan ia kelihatan makin
malam makin gelisah, seringkali sambil
menjawab pertanyaan Wan Lui matanya tidak
melihat ke arah Wan Lui melainkan malah
jelalatan memandang ke sekelilingnya dengan
gelisah. Bahkan kadang-kadang matanya
terpancang beberapa detik menatap sebatang
pohon kering belasan langkah di dekat mereka.
Sikap Thia To-sai yang seperti ketakutan
terhadap sesuatu itu terasa juga oleh Wan Lui.
Wan Lui bisa menerka sebabnya, karena dia
sudah banyak kali berurusan dengan
komplotan-komplotan rahasia yang ditanganinya. Wan Lui sendiri adalah kepala
pasukan rahasia Kaisar Kian-liong yang
beroperasi secara rahasia pula, sehingga sedikit
banyak dia mengenal beberapa kebiasaan
komplotan-komplotan rahasia macam itu. Wan
Lui tahu, Thia .To-sai ketakutan kalau-kalau
teman-temannya sekomplotan datang bukan
Sekte Teratai Putih 16 52 untuk membebaskannya melainkan untuk
"membereskan" nya. agar tidak bisa buka
mulut. Itulah sebabnya matanya jelalatan terus
seolah ingin menembus kegelapan malam dan
meneliti apa yang tersembunyi di balik
kegelapan itu. Keadaan itu justru dimanfaatkan oleh Wan
Lui untuk mencoba mengeroyok rahasia
komplotan Thia To-sai, "Saudara Thia, kau takut
akan dibunuh komplotan-mu sendiri?"
Thia To-sai menarik napas, berlagak tenang,
sambil menggeleng keras-keras sehingga
pipinya berguncang. Namun ia masih saja
jelalatan meskipun sudah tidak menyolok
seperti tadi. Wan Lui terus mendesak, "Mengaku sajalah,
Saudara Thia, jadi aku bisa merencanakan suatu
perlindungan yang amat baik bagimu. Jangan
dikira aku tidak tahu cara kerja komplotankomplotan rahasia di kolong langit ini. Mereka
tidak segan-segan melakukan pembunuhan
terhadap anggota komplotan yang tertangkap
pihak lain." Sekte Teratai Putih 16 53 Thia To-sai membungkam saja.
Wan Lui agak jengkel pula, namun berusaha
menahan diri. Ketika itulah Thia To-sai terus-terus-, an
menatap ke satu arah. Berulang-ulang.
Meskipun ia melakukannya hanya dengan sudut
matanya, tetapi tidak Jepas dari pengamatan
Wan Lui. Sehingga Wan Lui ikut menoleh ke
arah yang sama, dan astaga, yang dipelototi
Thia To-sai itu ternyata hanyalah sebatang
pohon kering bekas disambar petir yang
belasan langkah dari perapian itu. Memang
dalam kegelapan malam, pohon itu hanya berbentuk sosok hitam yang mirip manusia, tetapi
Wan Lui yakin bahwa itu hanya pohon, sebab
tadi ketika cuaca masih terang ia sudah
melihatnya. Itu pasti pohon.
"Hanya sebatang pohon, Saudara Thia.. ..."
kata Wan Lui sambil tertawa. "Tidak perlu
Saudara memelototinya seolah-olah pohon itu
seorang wanita cantik tanpa busana...."
Thia To-sai kembali cuma menarik napas.
Sudah tentu ia tidak mau menerangkan kepada
Sekte Teratai Putih 16 54 Wan Lui bahwa teman-temannya sekomplotan
adalah kaum Ninja. Golongan penganut ilmu
gaib yang bisa menyamarkan diri antara lain
sebagai pohon. Thia To-sai merasa gelisah
bahwa nyawanya sekarang diincar oleh temantemannya sendiri untuk melenyapkan bukti
komplotan rahasia di istana. Thia To-sai juga
yakin, peristiwa "hujan batu" siang tadi
bukanlah kebetulan. Bukankah Wan Lui dan
Sebun Beng setelah memeriksa ke atas tebing
lalu mengatakan bahwa jejak-jejak kaki yang
diketemukan adalah jejak sepatu yang terpisah
antara jempol kaki dan keempat jari kaki lainnya. Ialah sepatu yang biasa digunakan oleh
kaum Ninja. Pada akhirnya Thia To-sai tidak sanggup lagi
menahan ketegangan jiwanya sendirian.
Lagipula, demi keselamatannya sendiri pula, dia
merasa wajib memperingatkan Wan Lui dan
Sebun Beng. Katanya, "Jenderal Wan, tidakkah kau
perhatikan bahwa pohon itu sebenarnya telah
berpindah tempat" Tadinya ada dua puluh
Sekte Teratai Putih 16 55 langkah dari sini, sekarang tiba-tiba sudah
hanya sepuluh langkah. Ada baiknya kita
berhati-hati." Wan Lui tertawa, "Ada-ada saja, mana bisa
pohon...." Belum selesai Wan Lui berkata, sesuatu tibatiba mendesing di udara. Sebutir bola besi di
ujung seutas rantai panjang meluncur pesat
hendak menghantam belakang kepala Wan Lui.
Wan Lui dengan sigap menggulingkan
tubuhnya ke samping, sekaligus berusaha
melihat ke arah asalnya serangan itu. Ia benarbenar tercengang, ketika melihat bahwa batang
pohon hangus tadi sudah lenyap, entah ke
mana, dan di jarak belasan langkah itu ada
seorang berpakaian ringkas warna hitam
dengan kepala terbungkus kerudung hitam pula
dan hanya sepasang matanya yang kelihatan.
Orang itu memang menggendong pedang khas
Jepang di punggungnya, namun yang dimainkan
tangannya saat itu adalah senjata yang di Jepang
disebut Kusari-gama, seutas rantai panjang
yang kedua ujungnya terikat senjata-senjata
Sekte Teratai Putih 16 56 yang berbeda. Di satu ujung ada bola besi
sebesar jeruk, di ujung lain adalah sabit yang
setajam pisau cukur. Ketika Wan Lui melompat bangun, Ninja itu
dengan tangkas menarik bola besi di ujung
rantainya yang gagal melancarkan serangan
pertama tadi, dengan sentakan rantainya bola
besi itu hendak dibelitkan ke tubuh Wan Lui.
Wan Lui melompat, namun bola besi itu terus
mengejarnya dengan hebat. Diam-diam Wan Lui
agak heran juga, di ujung-ujung rantai itu ada
dua macam senjata, bola besi dan sabit, kenapa
hanya dimainkan satu ujung saja sedangkan
sabitnya hanya dipegangi saja"
Namun Wan Lui tidak sempat terhe-ranheran, sebab serangan bola besi itu demikian
gencar dan mahir, membuat Wan Lui sebentar
melompat sebentar berguling untuk menghindarinya. Rupanya memang begitulah caranya memainkan senjata yang disebut Kusari-gama


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu. Bola besi dimainkan berulangkah hanya
bertujuan untuk mengacaukan lawan, dan
Sekte Teratai Putih 16 57 setelah lawan kacau, barulah sabit di ujung yang
lain akan beraksi Ninja itu melihat Wan Lui
sudah jungkir balik di tanah berulangkali, lalu
menyangka Wan Lui sudah saatnya "ditebas"
dengan sabit di ujung rantai yang lain.
Begitulah, dibarengi sebuah bentakan dahsyat,
sabit itu pun dilemparkan mendesing langsung
ke leher Wan Lui. Namun kali ini Si Ninja masuk perangkap
Wan Lui, sebab Wan Lui tiba-tiba melejit ke
udara, menyongsong derasnya luncuran sabit
tajam itu bukan untuk menyongsongkan
lehernya melainkan untuk merenggut rantainya
dan kena! Sekuat tenaga Wan Lui lalu menyentakkan
rantai itu, agar pemegangnya tertarik mendekat
untuk dijotos. Tarikan tangan kiri Wan Lui
sudah menyiapkan jotosan itu.
Ninja itu memang terkejut, tubuhnya
terhuyung maju, tertarik, namun tiba-tiba
tubuhnya lenyap begitu saja. Seolah-olah
mencair begitu lembut dan langsung meresap
jadi satu dengan udara di sekitarnya.
Sekte Teratai Putih 16 58 Wan Lui kaget, di tangannya masih ada
Kusarigama, namun lawannya sudah lenyap
begitu saja. Sebun Beng juga ikut terheran-heran. Ia
sudah menyimpan kitab yang sedang dibacanya,
dan sekarang ia ikut celingukan waspada
mengawasi sekitarnya. Yang tidak kalah berdebarnya adalah Thia
To-sai. Ia merasa bahwa dirinyalah yang diincar
oleh para Ninja, bekas kawan-kawan
sekomplotannya ketika merampas batanganbatangan emas pemerintah dulu. Sekarang ia
yakin bahwa kawan-kawannya itu bermaksud
menghabisinya agar ia tidak bisa menjadi saksi
bagi komplotan rahasia di istana. Thia To-sai
ikut celingukan waspada, ia sudah a iu para
Ninja itu bisa menghilang dan muncul begitu
saja, bisa masuk keluar bumi, bisa mengubah
diri menjadi seperti batang pohon atau batu
besar. Baru saja Thia To-sai berpikir demikian, tibatiba di belakangnya muncul pula seorang Ninja
yang langsung hendak menghantamkan
Sekte Teratai Putih 16 59 pedangnya untuk membelah tubuh Thia To-sai.
Di belakang Thia To-sai sebenarnya adalah
tempat yang lapang, tidak ada pohon, batu atau
tempat lain yang bisa dijadikan tempat
sembunyi, toh orang itu muncul begitu saja dan
langsung menyerang. Thia To-sai tidak menyadari serangan ! itu,
sebab dia dalam posisi membelakangi, tetapi
Sebun Beng melihatnya. Dari posisi duduk,
langsung saja Sebun Beng melompati api
unggun, juga melompati kepala Thia to-sai yang
sedang duduk, sepasang telapak tangan Sebun
Beng menepuk ke atas seperti orang menepuk
nyamuk dan tahu-tahu pedang Si Ninja telah
terjepit kuat di antara sepasang telapak
tangannya, tidak bisa lagi bergerak maju
biarpun hanya seujung rambut. Menyusul
tendangan Sebun Beng membuat Si Pemegang
pedang terpental mundur sambil melepaskan
pedangnya. Sebun Beng membuang pedang rampasan
itu, lalu menubruk maju untuk membekuk
orang itu. Sekte Teratai Putih 16 60 Tetapi tangan-tangan Sebun Beng hanya
berhasil mencengkeram debu tanah, sebab
orang yang diincarnya sudah masuk ke dalam
tanah seperti gangsir saja!
Sebun Beng ternganga, mengawasi sepasang
telapak tangannya yang hanya ada segenggam
tanah dan beberapa helai rumput kering.
Thia To-sai baru mengetahui kalau
nyawanya baru saja "tamasya" pintu gerbang
keabadian, seandainya tidak diselamatkan
Sebun Beng. Maka bulatlah tekadnya bahwa dia
harus bergabung dengan Sebun Beng dan Wan
Lui, karena komplotannya sendiri ternyata telah
tega mengincar nyawanya sendiri. Meskipun
kakinya yang terkilir belum leluasa digerakkan,
namun ia bangkit juga berdiri dengan waspada,
setelah memungut pedang si ninja yang tadi
ditinggalkan masuk tanah.
Untuk memperkuat perlawanan di pihaknya,
dia berkata kepada Wan Lui dan Sebun Beng
yang masih agak bingung karena lawan-lawan
mereka hilang begitu saja. "Jenderal Wan dan
Tuan Sebun, lawan kita kali ini adalah kaum
Sekte Teratai Putih 16 61 Ninja yang ilmu gaibnya sedikit berbeda
coraknya dengan ilmu gaib Pek-lian-kau.
Mereka bisa muncul dari mana saja. Dari udara,
dari tanah, dari air kalau ada air, menyamar jadi
pohon atau batu. Kita harus berdiri dalam posisi
di mana dapat saling mengawasi dan
memperingatkan kalau ada serangan dari
belakang." Baru selesai omongan Thia To-sai, Wan Lui
telah menuding ke belakang Thia To-sai sambil
berteriak, "Belakangmu!"
Betapa pun Thia To-sai juga bukan jago
sembarangan, dengan cepat ia bereaksi. Ia
membalikkan tubuh dan melihat seorang
bersenjata pedang sedang menyerangnya.
Meskipun Thia To-sai merasa agak kaku dengan
pedang model Jepang di tangannya, pedang
yang gagangnya terlalu panjang dan mata
pedangnya agak melengkung dengan tajam
hanya disatu sisi, namun ia berhasil
menangkisnya dan bahkan membalas membabat. Sekte Teratai Putih 16 62 Si Ninja yang ini agaknya tidak gentar
terhadap permainan pedang Thia To-sai yang
kaku, Ninja ini melawan beberapa jurus.
Beberapa saat dua pedang itu gemerlapan
sambar menyambar dengan cepat dan
berbenturan keras beberapa kali. Akhirnya Thia
To-sai mendapat sedikit keunggulan karena
posisinya yang membelakangi api unggun,
sedangkan lawan menghadapinya dan menjadi
silau. Pedang Thia To-sai berhasil menggores
lengannya. Orang itu mendesis pendek, lalu
melompat mundur dan lenyap begitu saja.
Kembali ketiga orang itu, Sebun Beng, Wan
Lui dan Thia To-sai, hanya celi-ngukan waspada
tanpa seorang pun kelihatan di sekitar mereka.
Lalu terdengar kata-kata Sebun Beng "Cara
saling mengawasi dan saling memperingatkan
yang kita Praktekkan ini bisa kuat, kalau kita
mencari pelindung untuk punggung kita, entah
batu besar entah pohon..."
"Jangan !" seru Thai To-sai kaget.
"Kenapa?" Sekte Teratai Putih 16 63 "Penyerang-penyerang kita juga bisa
menyamarkan diri dalam bentuk pohon atau
batu besar...." Saat itulah Wan Lui tiba-tiba berkata dengan
tajam, "Saudara Thia kok nampaknya sudah
kenal sekali dengan mereka?"
Thia To-sai menarik napas, "Aku pernah
bekerja sama dengan mereka, nanti aku
jelaskan. Sekarang...."
Kata-kata Thia To-sai diakhiri dengan
keluhan tertahan keluh terakhirnya, sebab
ujung sebuah Yari (lembing) muncul begitu saja
dari dalam tanah tepat di bawah selangkangannya dan terus menembus naik
sampai ke perutnya. Ketika lembing itu
menyurut masuk ke dalam tanah kembali,
tubuh Thia To-sai pun rebah untuk tidak
bangun lagi. Sebun Beng dan Wan Lui terkesiap. Musuh
mereka benar-benar lebih berbahaya dari
orang-orang Pek-lian-kau. Mereka bukan saja
harus mengawasi sekitar mereka, udara sekitar
Sekte Teratai Putih 16 64 dan di atas mereka, juga permukaan tanah
tetapi juga bebatuan dan pepohonan.
Lembing tadi muncul kembali di tanah kali
ini sasarannya adalah Sebun Beng. Sebun Beng
yang senantiasa waspada itu, cepat membungkuk menyambar lembing itu, lalu
ditariknya seperti orang mencabut rumput saja.
Pada tangkai lembing berpegangan kuat
seorang lelaki berpakaian serba hitam hanya
dengan matanya yang kelihatan. Demikianlah ia
ikut tercabut dari tanah . Bersambung jilid XVII Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
Margoyoso, 15/06/2018 17:18 PM
Sekte Teratai Putih 16 65 Sekte Teratai Putih 17 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1991 Sekte Teratai Putih 17 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid XVII *** D ENGAN geram Sebun Beng menghempaskan orang itu ke tanah. Orang
itu agaknya begitu kesakitan akan hempasan
Sebun Beng tadi, sehingga tidak sempat
menggunakan ilmu menghilangnya atau
amblas-buminya. Ia menggeloser kesakitan di
tanah seperti cacing di abu panas.
Saat itu Sebun Beng sebenarnya sedang
mencemaskan Liu Yok dan Sun Cu-kiok yang
tidak juga kembali. Apakah mereka juga sudah
kepergok musuh dan sekarang sedang
mengalami kesulitan di tempat yang jauh"
Tiba-tiba Sebun Beng menjadi lega ketika
melihat dari kejauhan muncul dua sosok
bayangan di gelapnya malam. Yang seorang
adalah sosok ramping seorang gadis yang
Sekte Teratai Putih 17 2 gampang dikenali, meskipun berpakaian model
laki-laki dusun pegunungan. Yang seorang
berjalan terpincang-pincang. Merekalah Sun Cukiok dan Liu Yok, masing-masing membawa
cukup banyak kayu bakar. Melihat mereka, Sebun Beng berteriak
memperingatkan, "A-Yok, Nona Sun, jangan
mendekat, tetap di situ! Di sini berbahaya!"
Liu Yok dan Sun Cu-kiok berhenti melangkah,
meskipun heran juga melihat Sebun Beng
maupun Wan Lui hanya berdiri sambil
menyapukan pandangan ke sekitar mereka
dengan waspada namun tidak terlihat siapasiapa. Mereka percaya, sebab mereka melihat
Thia To-sai tergeletak, nampaknya sudah mati.


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hati Liu Yok tergerak "Perkenalan" nya
dengan Thia To-sai baru satu hari, namun sudah
terasa ada hubungan dari hati ke hati dengan
orang itu. Kini melihat Thia To-sai tergeletak,
Liu Yok tidak bisa tinggal diam. Ia memang
berhenti sejenak karena seruan Sebun Beng
tadi, tetapi lalu melangkah maju kembali ke
arah tubuh Thia To-sai. Sekte Teratai Putih 17 3 "Saudara Liu, berbahaya!" Sun Cu-kiok
memegang lengan, Liu Yok untuk menahan
langkahnya. Sesaat hati Liu. Yok terguncang. Baru saja ia
"menunggui" Sun Cu-klok mandi di sungai,
meskipun membelakangi namun bermacammacam pikiran mesum sempat juga 'melintas
benaknya, meskipun tidak masuk dan
menguasai pikirannya. Kini dirasanya kelembutan telapak tangan gadis itu di
lengannya, sebagai lelaki normal, Liu Yok
berdebar juga. Namun kecemasan akan Thia To-sai lebih
menguasai hatinya, ia merenggutkan lengannya
dari pegangan Sun Cu-kiok sambil berkata,
"Berbahaya atau tidak, aku harus memeriksa
orang itu." Sun Cu-kiok pun jadi nekad, "Kalau begitu,
baiklah. Aku bersamamu."
Maka keduanya pun melangkah terus
mendekati api unggun, tidak menggubris
peringatan Sebun Beng tadi.
Sekte Teratai Putih 17 4 Keruan Sebun Beng jadi kelabakan,
teriaknya, "Hati-hati. Musuh bisa muncul dari
dalam tanah, dari udara, mengubah diri jadi
pepohonan dan batu-batuan."
"Apa iya?" Begitu kata-kata Liu Yok itu diucapkan, dari
dalam tanah bermuncullan sosok-sosok tubuh
berpakaian serba hitam dengan kedok hitam
dengan berbagai senjata, begitu pula beberapa
orang yang semula "mencair dengan udara"
tiba-tiba saja bermunculan, dan beberapa buah
pohon dan batu gadungan berubah jadi
manusia. Jumlah mereka ada kira-kira dua belas orang.
Di antaranya kelihatan yang menyerang Wan
Lui dengan Kusarigama tadi, yang kehilangan
lembing oleh Sebun Beng pun ikut bersiaga.
Apa yang tidak diketahui oleh Wan Lui dan
Sebun Beng ialah, bahwa munculnya orangorang itu dari persembunyian gaib mereka
adalah di luar kehendak mereka sendiri. Begitu
Liu Yok mengucapkan perkataan "apa iya" nya
tadi, para Ninja yang bersembunyi di dalam
Sekte Teratai Putih 17 5 tanah tiba-tiba merasa seperti ditarik keluar ke
atas permukaan tanah dengan paksa, yang
menghilang tiba-tiba kehilangan selubung gaib
mereka, begitu pula yang menyamar sebagai
pohon atau batu. Percuma mereka mencoba
bertahan dengan ilmu gaib mereka, ilmu gaib
mereka tiba-tiba lumpuh tak berdaya oleh
perkataan yang keluar dari jiwa yang sangat
jernih dan tidak mengandung niat permusuhan
sama sekali. Karena kemunculan mereka yang sama
sekali tidak direncanakan itulah, maka mereka
muncul dalam posisinya sendiri-sendiri, bukan
posisi gabungan untuk mengepung lawan-lawan
mereka. Mereka celingukan saling melihat
dengan teman-teman mereka, barulah berlompatan mengatur posisi. Mereka tidak
tahu apa yang terjadi, dan kenapa ilmu gaib
mereka tiba-tiba sirna. Apalagi mereka, bahkan Liu Yok sendiri juga
tidak tahu sebabnya sampai demikian.
Sementara Sebun Beng dan Wan Lui malahan
berpikir lain. Mereka menyangka bahwa lawanSekte Teratai Putih 17
6 lawan itu memang ingin bertempur dengan cara
"normal" makanya muncul dari perlindungan
mereka. Sebun Beng dan Wan Lui tidak tahu
kalau para Ninja itu munculnya terpaksa, sebab
Ninjitsu (Ilmu Ninja) mereka mendadak buyar
berantakan tanpa diketahui sebab-sebabnya.
Tongkat besi Sebun Beng sudah lenyap siang
tadi, ketika dihujani batu, namun sekarang di
tangannya ada sebatang lembing rampasan.
Namun Sebun Beng agaknya masih tidak tega
menghujamkan ujung lembing itu ke daging
lawan, karena itu dipatahkannya ujung lembing
itu dengan tebasan telapak tangannya yang kuat
dan telak, sehingga sekarang yang di tangannya
hanyalah sebatang tongkat kayu hitam
pengganti besinya. Sementara di tangan Wan Lui ada rantai
Kusarigama yang juga rampasan. Wan Lui
pernah juga bermain senjata rantai Lian-cu-tui
(Bandul Rantai Besi) meskipun hanya dalam
latihan dengan sesama perwira, namun belum
pernah memegang senjata rantai dengan ujungujungnya yang berbeda. Bola besi di ujung yang
Sekte Teratai Putih 17 7 satu, sabit di ujung yang lainnya. Toh Wan Lui
tidak mau pusing dengan itu, ia sudah siap
memainkan hanya boJa besi disalahsatu ujung
rantai. Meskipun begitu, Sebun Beng masih
mencoba mencari jalan damai, "Sobat-sobat
yang berkedok, antara pihak kami dan pihak
kalian tidak pernah terlibat urusan permusuhan
apa pun. Tujuan kalian membunuh tawanan
kami untuk membungkam mulutnya sudah
tercapai, buat apa kita masih harus berkelahi?"
Ucapan itu sebenarnya tidak disetujui Wan
Lui. Wan Lui ingin menangkap salah satu dari
orang-orang ini untuk dikorek mulutnya
sebagai pengganti Thia To-sai yang mati.
Namun Wan Lui bungkam saja, karena tidak
ingin bertentangan secara terbuka dengan
mertuanya. Ternyata memang para Ninja itu tidak paham
sedikit pun bahasa Cina, maka tawaran damai
Sebun Beng itu tidak ubahnya angin lalu saja di
kuping mereka. Sekte Teratai Putih 17 8 Dimulai dengan aba-aba bahasa Jepang dari
pemimpin mereka, para Ninja itu mulai bersiapsiap menyerang. Sedetik kemudian dua orang
menyerang Wan Lui, mereka masing-masing
bersenjata pedang panjang yang gagangnya
dipegangi dengan dua tangan. Mereka
menyerang dari dua sudut yang berbeda.
Wan Lui bergerak tangkas, sambil
menghindar ke samping dia membandring ke
arah lambung salah seorang lawannya. Bola
besinya meluncur pesat di ujung rantai. Lawan
yang diincar itu menurunkan pedangnya
setinggi rusuk untuk menangkis. Ternyata gerak
Wan Lui yang pertama tadi hanyalah gerak tipu
belaka, sebab begitu pedang turun maka Wan
Lui menyentakkan rantai bandringnya sehingga
membelit pergelangan lawannya berikut gagang
pedangnya, terus disentakkan mendekat untuk
dijotos. Lawan terdorong ke samping, tinju Wan Lui
menghajar rusuknya sehingga orang itu pingsan
seketika. Sekte Teratai Putih 17 9 Begitulah, Wan Lui bertindak serba cepat
dan tidak tanggung-tanggung karena ia kuatir
lawan-lawannya nanti "keburu menghilang".
Wan Lui tidak tahu, bahwa saat itu seandainya
lawan-lawannya kepingin menghilang pun tidak
bisa. Dan tanpa ilmu gaib-gaiban, ketrampilan
tempur orang-orang itu sungguh bukan
tandingan Wan Lui yang amat tangguh, murid
dari Pak-k-iong Liong yang amat terkenal pada
jamannya. Apalagi para Ninja yang berhadapan dengan
Sebun Beng, yang lebih lihai dari Wan Lui
menantunya. Maka belasan orang Ninja itu tak
bisa segera memastikan kemenangan atas dua
orang lawan mereka. Sementara orang-orang itu berkelahi, Lui
Yok lewat di tengah-tengah mereka, hendak
mendekati tubuh Thia To-sai yang ingin
diperiksanya. Sun Cu-kiok yang mencemaskan
Liu Yok namun mengerti tidak akan bisa
mencegah keinginan Liu Yok, terpaksa ikut
sebagai "pengawal" di sampingnya.
Sekte Teratai Putih 17 10 Pemimpin kaum Ninja itu agaknya mulai
melihat Liu Yok dan Sun Cu-kiok sebagai
sasaran empuk yang kalau diserang barangkali
bisa mengacaukan perhatian Sebun Beng dan
Wan Lui yang demikian tangguh. Karena itu, Si
Pimpinan kelompok pun mulai memberi abaabanya dalam bahasa yang tidak dimengerti
Sebun Beng berdua. Dua orang Ninja melompat keluar dari
gelanggang pertempuran, dan langsung
menyerbu bagaikan kilat ke arah Liu Yok dan
Sun Cu-kiok sambil memekik dan mengangkat
tinggi-tinggi pedang mereka, memenuhi
perintah pimpinan mereka.
Sebun Beng dan Wan Lui terkejut,
mencemaskan keselamatan Liu Yok meskipun
Liu Yok didampingi Sun Cu-kiok yang juga
berilmu tangguh. Tetapi Sebun Beng dan Wan
Lui tidak dapat serta-merta menolong Liu Yok,
sebab lawan-lawan mereka secara bersamaan
juga memperketat serangan mereka.
Dua orang yang ditugaskan membunuh Liu
Yok itu sudah tiba di depan Liu Yok, dan pedang
Sekte Teratai Putih 17 11 mereka sudah siap menabas turun dengan
kekuatan dahsyat. Namun tiba-tiba gerakan
mereka terhenti, wajah mereka meskipun hanya
kelihatan matanya namun menampakkan air
muka kegentaran yang dahsyat, sepasang mata
mereka membelalak ketakutan menatap Liu
Yok. Lalu mereka melangkah perlahan-lahan,
dan tiba-tiba saja mereka membalikkan tubuh
lalu kabur terbirit-birit di gelapnya -malam.
Liu Yok heran, apakah wajahnya sendiri telah
berubah menjadi sangat menakutkan, sehingga
orang-orang itu kabur" Tak terasa Liu Yok
meraba wajahnya. Begitu pula Sun Cu-kiok,
sungguh-sungguh tak mengerti bahwa orangorang itu tiba-tiba berlaku demikian. Sebun
Beng juga heran, Wan Lui juga, para Ninja juga,
namun tak satu pun dari mereka punya
jawabannya. Sementara itu, di gelanggang pertempuran,
Sebun Beng dan Wan Lui semakin menguasai
lawan-lawan mereka. Semakin banyak dan
semakin sering lawan mereka yang jungkir
balik atau terbanting-banting oleh tongkat kayu
Sekte Teratai Putih 17 12 di tangan Sebun Beng atau rantai berbandul di
tangan Wan Lui atau bahkan sekedar kena kaki
mereka. Tetapi belum ada seorang pun yang
tewas. Sebun Beng dan Wan Lui setelah bergaul
sekian lama dengan Liu Yok agaknya mulai
sedikit "ketularan" watak Liu Yok yang penuh
belas kasihan. Mereka membikin babak-belur
lawan mereka namun tidak pernah mau
menggunakan kesempatan untuk "membereskan" sekalian.
Bahkan sambil bertempur, Sebun Beng juga
sudah berulang kali menyerukan "gencatan
senjata" tapi sayangnya omong annya tidak
dimengerti lawan-lawannya yang orang Jepang
itu, dan perkelahian pun berlangsung terus.
Demikianlah "duet" antara bapak mertua dan
menantu itu "juga berlangsung terus.
Sementara Liu Yok sudah memeriksa Thia


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

To-sai dan merasa amat sedih menemui bahwa
orang itu sudah ajal. Desisnya parau, "Dia mati
pada saat setitik terang kehidupan mulai
menyentuh hatinya yang selama ini dalam
kegelapan." Sekte Teratai Putih 17 13 Sun Cu-kiok tidak tahu harus menghibur
dengan kata-kata yang bagaimana, tetapi
hatinya pun tersentuh bahwa Liu Yok begitu
bersedih untuk seseorang yang baru dikenalnya
satu hari. Dalam pada itu, kawanan Ninja makin
berantakan oleh amukan Sebun Beng dan Wan
Lui. Namun Sebun Beng dan Wan Lui masih
terheran-heran juga, kenapa dalam keadaan
terdesak, kaum Ninja itu tidak menggunakan
ilmu gaib mereka untuk menghilang atau masuk
ke dalam tanah" Kenapa mereka tetap saja
meladeninya dalam pertempuran "normal"
sampai babak belur" Ketika itulah Liu Yok berdiri dan ber kata,
"Kenapa kalian senang memakai jalan
kekerasan" Lihat, satu korban sudah jatuh.
Apakah kalian menginginkan bertambahnya
korban?" Kedengarannya ganjil juga di tengah-tengah
suasana penuh nafsu kekerasan demikian ada
orang berpidato tentang perdamaian. Tapi yang
terang, semangat saling membunuh di tengahSekte Teratai Putih 17
14 tengah gelanggang pertempuran itu tiba-tiba
melorot dan kemudian buyar entah ke mana. Itu
terjadi pada kedua pihak.
Baik Wan Lui maupun Sebun Beng
mendahului melompat keluar dari gelanggang,
dan lawan-lawan mereka pun tidak merangsek
lagi. Mereka hanya saling berpandangan
kecapaian. Liu Yok kembali mengambil prakarsa,
katanya kepada kawanan Ninja itu, "Nah,
pergilah kalian. Rawat luka-lukamu dan
Memanah Burung Rajawali 19 Kisah Dua Naga Di Pasundan Karya Arief Sudjana Naga Naga Kecil 12

Cari Blog Ini