Ceritasilat Novel Online

Tamu Dari Gurun Pasir 20

Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa Bagian 20


"Menurut pikiranku yang singkat, kita yang sudah meninggalkan pusat Hong-hong-tie, dengan secara terang2an saja segera menyerbu ke barat. Kalau kita anggap tidak cukup tenaga, boleh segera mengeluarkan perintah rahasia kepada orang2 kita yang tersebar luas diberbagai daerah, supaya menyediakan tenaga" berkata Cian-lie Tui-hong.
"Tidak boleh! menurut pikiranku, buat sekarang ini kita melakukan serangan ke daerah barat, masih belum waktunya. Pertama karena orang2 Hong-lui-po meski sudah ditarik mundur dari pusatnya digunung Thay-keng-san, namun urusan paderi berkerudung itu masih belum selesai.
Bahkan menurut kabar, Pek-tok Hui-mo sudah muncul lagi di kalangan kang-ouw. Kedua, Ban-ciang Nio-nio dari Lamhong, sudah pentang sayapnya ke daerah utara. Hal ini kita orang tidak boleh tidak harus menaruh perhatian juga".
berkata Siang Ie. 179 "Apa yang kita hadapi pada dewasa ini, sudahlah nyata.
Siapapun tahu bahwa ilmu silat Tionggoan berasal dari dua aliran. Satu berasal dari Tat-mo Siansu, pendiri partai Siauw-lim-pay. Kedua berasal dari Sam-hong Cinjin, pendiri partai Bu-tong-pay. Semua perbuatan seperti orang2
dari enam partai golongan Hian-bun, merampas panji persekutuan, membakar rangon penyimpan kitab Siauwlim-sie, membunuh mati Hui-hui Taysu dan lain2nya, semua dilakukan oleh orang2 Hong-lui-po. Sebab jika mereka dapat menundukkan kedua aliran itu dan menjagoi dunia rimba persilatan, ini berarti sudah berhasil sebagian besar bagi cita2 mereka. Jika kita berhasil membasmi Hong-lui-po dan waktu yang tepat, inipun berarti memukul hancur pusat mereka. Sementara mengenai Ban-ciang Nio-nio, yang hanya mengandalkan ilmu bisanya saja, belum merupakan satu bencana besar". demikian Cian-lie Tui-hong berkata.
Menurut pendapat kedua pihak, Lim Tiang Hong
mengambil suatu keputusan.
Karena ia merasa bahwa maksud dan tujuan Honghong-tie ceburkan diri di kalangan kang-ouw, ada tiga hal yang perlu segera dibereskan:
Pertama, ialah membantu Siauw-lim-pay, mencegah maksud paderi berkerudung yang hendak merebut
kedudukan Ciang-bunjin. Kedua, mencari jejak Pek-tok Hui-mo, segera bunuh mati atau menawannya hidup2.
Ketiga, membasmi semua wanita baju merah yang
diutus oleh Ban-ciang Nio-nio, untuk menghindarkan perbuatan mereka yang hendak mengganas di dunia kangouw.
180 Sedangkan buat ia sendiri, juga ada tiga hal yang harus dikerjakan.
Pertama, mengabarkan kepada Sin-soan Cu-kat dan si Pengemis Mata Satu. bahwa Yan-jie sudah menjadi muridnya Ban-ciang Nio-nio, bahkan sudah hilang ingatannya sendiri.
Kedua, mengabarkan kepada Hong-gwat kongcu,
supaya dia waspada terhadap muriid2nya Ban-ciang Nio-nio yang hendak mencari padanya. Sebab ia pernah dengar dari mulutnya Yan-jie yang membicarakan dirinya Lok-hee Hujin. Kalau begitu, Im-san Mo-lie tentunya juga berada di Lam-hong.
Ketiga, pulang ke Hong-hong-tie untuk menengok Yu-kok Oey-eng. Adakah ia sudah kembali atau belum.
Setelah hening cukup lama, lantas mengumumkan
putusannya: Diperintahkannya kepada Cian-lie Tui-hong, untuk mencari jejak Pek-tok-Hui-mo di daerah Hwa-pak.
Diperintahkannya kepada Cong-pian Jie-lo untuk mengawasi segala tindakan anak muridnya Ban-ciang Nio-nio.
Diperintahkannya kepada Lam-hay Theng-kao supaya segera memberi kabar pada Hong-gwat Kongcu.
Diperintahkannya kepada Mo-ie Kim-kho segera
memberi kabar kepada Sia-soan Cu-kat.
Semua orang jikalau perlu, sewaktu waktu harus mengadakan perhubungan satu sama lain dengan mengirim berita menurut caranya yang istimewa. Sedang dia sendiri berdiam dikota Lok-yang, untuk mengawasi gerak gerik paderi berkerudung.
181 Setelah semua orang berlalu, ia duduk seorang diri, rupa2 pikiran mendadak timbul dalam otaknya. Ia merasa, meski ia sendiri mempunyai kepandaian tinggi bahkan boleh dikatakan melebihi manusia biasa dan baru2 ini kembali menggantikan kedudukan ayahnya sebagai ketua atau pemimpin satu partai besar, namun ia merasakan sangat kesepian.
Walaupun ia ada mempunyai ayah bunda, tapi tidak dapat berkumpul serta mengecap kebahagiaan rumah tangga. Bahkan ibunya sendiri, Lok-hee Hujin, malah berhadapan sebagai musuh,
Walaupun sudah mempunyai tunangan, tapi
tunangannya itu sifatnya sangat penasaran, suka membawa caranya sendiri, sehingga timbul perslisihan paham.
Meskipun juga mempunyai kawan, tapi satu persatu telah meninggalkan dirinya, terutama Yan-jie yang telah kehilangan sifatnya sendiri, membuat ia semakin kesal.
Sampai malam, pikirannya masih belum tentram,
sehingga melupakan kebiasaannya, yang setiap malam sebelum tidur harus melatih diri.
Dalam keadaan seperti itu, sudah tentu ia tidak dapat tidur. Tiba2 ia dengar suara baju tertiup angin yang sangat halus sekali. Meski saat itu pikiran Lim Tiang Hong sedang kusut, tapi penghidupannya dalam dunia kang-ouw selama itu, membuat ia selalu waspada. Maka ketika suara itu masuk ke dalam telinganya, ia segera mengetahui hahwa ada orang kang-ouw datang menyatroni dirinya. Dengan cepat dan gerak badan ringan sekali, dalam waktu sekejap saja ia sudah berada di atas genteng kamar.
Di atas genteng, ia segera dapat lihat dengan tegas, seorang wanita pertengahan umur, dengan menggendong 182
sebilah pedang di atas punggungnya, berdiri tegak di atas genteng.
Wanita itu ketika melihat Lim Tiang Hong, lantas unjukkan ketawa dingin, agaknya sedikitpun tidak merasa kaget atau heran.
Lim Tiang Hong tidak kenali wanita itu, tapi ia merasa bahwa wanita itu mengandung sifat misterius. Ia lalu maju menghampiri dan berkata padanya sambil memberi hormat.
"Nyonya ini siapa" Adakah kedatangan Nyonya ini sengaja hendak mencari aku si orang she Lim?"
Wanita itu tersenyum dan menjawab: "Aku In-bu Mo-kheng. Tui-hong dari partaimu telah mengatakan bahwa anak muridnya Ban-ciang Nio-nio, cuma bisa menggunakan beberapa racun binatang. Aku yang tidak berguna serta tidak tahu diri ini, ingin menggunakan pedangku Kim-chan-kiam ini, hendak minta pelajaran beberapa jurus ilmu silat Hong-hong-tie, apakah kiranya siauwhiap sudi memenuhi permintaanku ini?"
Lim Tiang Hong diam2 terperanjat. Ia tidak nyana bahwa pembicaraan mereka tadi pagi, telah didengar oleh orang lain, seketika itu ia lantas kerutkan keningnya dan menjawab: "Kalau Nyonya tidak pandang rendah, aku bersedia melayani berapa jurus saja!"
"Kalau tuan setuju, besok jam 3 malam, aku tunggu kedatangan tuan dibukit Bong-san" berkata In-bu Mo-kheng sambil ketawa terkekeh-kekeh, kemudian gerakkan badannya dan sebentar sudah menghilang.
Ketika Lim Tiang Hong balik kekamarnya, kembali dibikin terkejut, sebab di atas pembaringannya, ada sebuah terdapat tanda cap merah darah dan di atas meja dekat poci 183
teh, terdapat sebuah tengkorak kepala manusia dan dua batang tulang.
Ia lalu menyalakan lampu, mencari di sekitarnya, tapi tidak terdapat tanda2 lainnya. Orang yang meninggalkan cap dan tengkorak itu tentunya melakukan perbuatannya ketika ia sedang keluar menjumpai In-bu Mo-kheng tadi.
Karena pengalamannya dalam dunia kang-ouw masih cetek, ia tidak tahu bahwa tanda merah darah dan tengkorak serta tulang tadi adalah semacam tanda dari seorang hantu kenamaan dari golongan hitam.
Ia bikin remuk itu tengkorak dan tulang kemudian menghapus tanda merah darah di atas pembaringan. Ia tidak berani tidur lagi, hanya duduk bersemedi hingga terang tanah.
Selama satu hari itu, pikirannya digunakan untuk memikirkan dua tanda itu. Sebetulnya, ia dapat menggunakan tanda perintah Kie-lin-hu kepada orang Hong-hong-tie. Tapi buat orang2 rimba persilatan, kebanyakan ada mempunyai adat keras kepala. Walaupun menghadapi kesulitan, jarang sekali yang suka minta pertolongan lain orang, karena dengan berbuat demikian, dianggapnya melemahkan gengsinya sendiri.
Dari kota Lok-yang ke bukit Bong-san, masih
memerlukan suatu perjalanan yang cukup jauh. Ia tidak pikir, bahwa di kota Lok-yang begitu besar, apakah tidak mempunyai cukup tempat untuk mengadu kekuatan, mengapa harus memilih tempat yang agak jauh"
Sebelum malam tiba, ia sudah berangkat, hingga hampir jam dua malam, ia baru tiba di bukit termaksud.
Berada dipuncak bukit, Lm Tiang Hong baru dapat menyaksikan keangkeran dan keagungannya bukit Bong-184
san. Sayang udara agak gelap, hingga tidak dapat melihat jauh.
Angin malam meniup kencang, ia kini agaknya baru tersadar, apa sebabnya In-bu Mo-kheng mengajak bertanding di tempat ini"
Adakah ia bermaksud menjebak dirinya" Tapi karena sudah berada di tempat tersebut, apapun yang akan terjadi, ia sudah tak perdulikan lagi.
Selagi matanya mengawasi keadaan di sekitarnya, mendadak ia dapat lihat di atas sebuah batu cadas, ada terdapat sebuah tengkorak kepala manusia dan dua potong tulang serta cap tanda merah darah, persis seperti apa yang terdapat dalam kamarnya.
Karena mengira itu ada akal muslihatnya wanita yang mengajak ia bertanding itu, maka ia lantas berkata sambil ketawa nyaring: "Bagaimanapun kau hendak main gila, aku si orang she Lim sedikitpun tidak merasa takut"
Mendadak terdengar satu suara halus menyahut:
"Siauwhiap, kau sesungguhnya terlalu pandang rendah diri orang, apa kau kira In-bu Mo-kheng hendak menggunakan akal busuk untuk mencelakakan diri orang?"
Lim Tiang Hong berpaling, segera dapat lihat bahwa wanita yang menyebut nama In-bu Mo-kheng itu sudah berdiri di belakangnya sambil bersenyum. Karena barusan ia cuma perhatikan tengkorak dan tanda merah itu, hingga tidak merasa kalau ada orang berdiri di belakangnya.
Tapi, bagaimanapun juga, ia sangat kagumi ilmu meringankan tubuh wanita itu.
Menampak Lim Tiang Hong tujukan matanya ke arah batu cadas, ia juga alihkan pandangan matanya ke arah 185
tersebut. Ketika dapat lihat tiga rupa benda itu, ia juga terperanjat. "Kecuali hendak memenuhi janjimumu dengan aku, apakah siauwhiap masih ada perjanjian dengan mereka?" demikian tanyanya.
"Bagaimana macamnya rupa orang itu, aku sendiri belum pernah lihat, bagaimana berjanji dengannya?"
"Kalau begitu....".
"Sekalipun mereka hendak mencari gara2, aku juga tidak takut".
"Siauwhiap benar2 sangat mengagumkan"
"Sekarang tidak perlu kita bicarakan orang itu, Nyonya minta aku datang kemari, ingin bertanding dengan cara bagaimana?"
In-bu Mo-kheng segera menghunus pedang "Kim-chan-kiam'nya. Dalam cuaca gelap nampak berkelebatnya sinar emas. Pedang itu sangat berbeda dengan pedang pusaka lainnya. Pedang itu bentuknya mirip dengan ular sutra.
Ujung pedang terdapat sebuah lubang kecil, lapat seperti menghembuskan asap hitam.
Berbareng pada saat In-bu Mo-kheng menghunus
pedangnya, dari atas batu terdengar suara tertawa aneh, kemudian disusul oleh munculnya dua orang aneh pula.
Satu adalah itu paderi berkerudung yang ia sudah pernah lihat di gereja Siauw lim-sie, yang lain adalah seorang laki2
wajah jelek dengan perawakan pendek gemuk. Yang aneh adalah kedua lengannya sangat luar biasa panjangnya.
Orang ini bukan cuma jelek saja, bahkan sangat bengis, ia ada lebih mirip orang utan daripada manusia.
Munculnya dua orang itu mengejutkan Lim Tiang Hong dan In-bu Mo-kheng.
186 Manusia yang mirip orang utan itu lantas perdengarkan suara ketawanya yang aneh, kemudian membuka mululnya yang tebal dan lebar sambil berkata: "Kalau berdua boleh mulai, kalau bocah dari Hong-hong-tie ini masih bernyawa, yayamu nanti ingin belajar kenal ilmumu Hian-bun Khie-kang, betapakah hebatnya?"
"Kau siapa! tanda merah seperti besi bakar didalam kamar penginapan, adakah permainan kalian berdua"'' Lim Tiang Hong balas menanya.
"Hihihi, kau masih berani mengaku orang kang-ouw, mengapa tidak kenal nama 'Hong-lui Hwee-hu' dari Hong-lui-po daerah barat yang sangat kesohor" Dan itu tanda kepercayaan yang berupa tulang, seharusnya kau ketahui juga, itu ada tanda kepercayaan siapa?"
Lim Tiang Hong se-olah2 ingat sesuatu, tiba2 ia menunjuk paderi berkerudung dan berseru: "Kau adakah Pek-tok Hui-mo?"
"Kau ternyata masih dapat mengenali. Ini satu bukti bahwa pandangan matamu memang tajam. Tapi malam ini jangan pikir bisa jaga nyawamu. Gunung Bong-san ini akan merupakan tempat kuburmu. Namun, walaupun aku
datang bersama Thian-cao Suncu dari Hong-lui-po, tapi sekali2 tidak ingin merebut kemenangan dengan
mengandalkan kekuatan orang banyak. Apalagi nyonya ini yang merupakan muridnya Ban-ciang Nio-nio, sedikitpun tidak ada hubungannya dengan aku" jawab si paderi berkerudung itu sambil ketawa cekikikan.
Lim Tiang Hong mendadak dongakan kepala dan
ketawa ter-bahak2. "Kau yang sudah menjadi pecundang, masih ada muka hendak omong besar. Apa kau kira malam ini kau masih bisa berlaku banyak tingkah di hadapan tuan 187
mudamu" Sekalipun kamu berdua maju berbareng, tuan mudamu juga tidak takut".
Paderi aneh itu cuma perdengarkan suara ketawanya, tidak menjawab.
Manusia yang mirip orang utan itu kibaskan lengannya yang panjang dan berkata deagan suaranya yang aneh:
"Kau sudah mempunyai perjanjian dengan lain orang, tepati dahulu janjimu itu dengan dia. Kita tidak akan mengganggu kau".
Ini ada merupakan suatu pertandingan yang sangat berat lagi Lim Tiang Hong. Tiga orang yang ia sedang hadapi itu, semuanya merupakan lawan berat walaupun mereka tidak maju berbareng, tapi sehabis menyelesaikan yang satu, ia masih harus menghadapi lagi lawan yang lain, sesugguhnya sangat berbahaya. Namun demikian, Lim Tiang Hong tidak merasa jeri, ia segera mengeluarkan senjata seruling emasnya.
Dan mulai mengajak In-bu Mo-kheng bertanding.
In-bu Mo-kheng adalah murid kepala Ban-ciang Nio-nio. Sifatnya kejam, ganas dan angkuh. Karena mendengar ejekan si Pengemis pincang yang mengatakan bahwa murid2 Ban-ciang Nio-nio cuma mengandalkan
kepandaiannnya menggunakan racun binatang untuk merubuhkan lawannya, ia merasa terhina. Maka kali ini ia telah bertekad menggunakan pedangnya 'Kim chan-kiam'
untuk menjatuhkan Lim Tiang Hong. Dari sini kita dapat lihat bagaimana besar ambisinya nyonya itu.
Seketika itu ia sudah ulur tangan kirinya yang memakai selubung baja di lima jarinya. Dari ujung jari itu menghembuskan hawa dingin, meluncur ke badan Lim 188
Tiang Hong. Sedang pedang 'Kim-chan-kiam di tangan kanannya, juga lantas diputar menyambar kepala.
Begitu bergerak, nyonya itu sudah memperlihatkan betapa tingginya kepandaian menggunakan pedang.
Lim Tiang Hong diam2 terperanjat. Ia segera putar seruling emasnya untuk melindungi dada, kemudian dengan kecepatan bagaikan kilat ujung seruling menotol lawannya.
Dengan gerakannya yang gesit dan cepat itu, ia sudah berhasil mendesak mundur In-bu Mo-kheng.
"Benar saja tidak kecewa kau mendapat nama begitu kesohor, sekarang coba kau sambuti seranganku!" demikian Im bu Mo-kheng berikan pujiannya, kemudian melakukan serangannya lagi terhadap Lim Tiang Hong.
Setiap murid Ban-ciang Nio-nio, ada memakai selubung baja dilima jari tangan kirinya. Kalau bertempur setiap gerakannya disesuaikan dengan pedang ditangan kanannya dan enam batang senjata tajam, maka banyak orang2 kuat di dunia kang-ouw yang lelah terjungkal di tangan mereka.
Lim Tiang Hong yang menghadapi serangan aneh dari golongan sesat ini, semangatnya bangun seketika. Ia segera menggunakan ilmunya yang didapatkan dari pelajaran Hong-hong Pit-kip untuk menghadapi lawan tangguh itu.
Karena kedua pihak sama2 menggunakan senjata yang berupa emas, maka sinarnya memancarkan cahaya
gemerlapan. Pertempuran itu makin lama berjalan makin cepat dan seru, sukar dibedakan mana Lim Tiang Hong dan mana In-bu Mo-kheng.
189 Tapi Lim Tiang Hong harus menghadapi dua lawan lagi, diam2 hatinya merasa cemas. Apalagi kalau diingat bahwa baru berhadapan dengan muridnya saja masih belum mampu menjatuhkan, bagaimana kalau berhadapan dengan Ban-ciang Nio-nio sendiri"
Karena memikir demikian, maka ia lantas rubah gerak tipunya. Selain seruling, ia juga menggunakan tangan kirinya untuk melancarkan serangan dengan menggunakan tenaga dalam.
Meski In-bu Mo-kheng sudah mengeluarkan seluruh kepandaiannya, tapi ia merasa bahwa setiap serangan Lim Tiang Hong, seolah olah mengandung tekanan berat, hingga pedangnya seperti tidak terangkat lagi, jangan kata untuk menyerang.
Dalam kagetnya, ia terpaksa lompat mundur.
Lim Tiang Hong tidak mendesak, sebaliknya tarik kembali serangannya sembari berkata: "Biarlah kita akhiri sampai di sini saja! Di lain hari kalau ada jodoh, aku nanti akan datang ke Lam-hong, untuk belajar kenal lagi dengan kepandaian ilmu silat suhumu".
Di hadapan orang Hong Lui po, sudah tentu In-bu Mo-kheng tidak mau mengaku kalah. Apalagi ia belum mengeluarkan serangannya yang paling ganas. Maka ia lantas menjawab dengan suara keras: "Kita masih belum tahu siapa yang menjadi pecundang, bagaimana kau hendak mengakhiri pertandingan ini?"
Ia lantas maju lagi untuk melakukan serangannya.
Keadaan In-bu Mo-kheng saat itu berbeda dengan semula berhadapan dengan Lim Tiang Hong, rambutnya terurai dikedua pundaknya, parasnya pucat pasi, sekujur badannya seolah-olah diselubungi oleh kabut.
190 Mendadak ia mengitari Lim Tiang Hong dengan
gerakannya yang gesit dan lincah. Dalam waktu sekejapan saja sudah melancarkan serangan tidak kurang dari 12 kali.
Lim Tiang Hong merasa seperti dikurung oleh hawa dingin, sedang pedang In-bu Mo-kheng yang bentuknya seperti ulat sutra itu, sebentar2 mengeluarkan suara "ser, ser" yang menyeramkan.
Dalam keadaan tidak terjaga-jaga, Lim Tiang Hong mendadak merasa menggigil. Kini ia baru tersadar apa sebabnya In-bu Mo-kheng mengajak ia bertanding di gunung ini, sebab ilmunya yang dinamakan Han-peng hian-song-im-kang hanya ditempat dan hawa dingin seperti malam itu, baru dapat mengujukkan khasiatnya yang lebih hebat.
Tiba2, di sekitar tubuh Lim Tiang Hong diselubungi oleh sinar merah tipis yang tidak dapat dilihat oleh mata biasa dan badan Lim Tiang Hong pada saat itu seperti ada hawa panas mengalir. Ketika hawa dingin menyerbu dalam badan, ia merasa seperti tertiup angin sepoi2.
Keajaiban ini ia sendiri juga merasa heran, ia masih mengira itu ada pengaruhnya ilmu Sia-thian Cin-it Khie-kang yang melawan hawa dingin, padahal bukan. Karena pengalamannya yang sangat ganjil, membuat barang2
mujijat yang mengeram dalam tubuhnya tidak dapat kesempatan mengeluarkan khasiatnya.
Seperti apa yang sudah dituturkan di bagian pertama, ketika Lim Tiang Hong kesasar ke suatu gua di daerah gurun pasir, pernah makan sebutir nyali naga yang dinamakan "Hwee-liong-tha', sebab kala itu ia terlalu banyak minum air dari sumber gurun pasir, sehingga nyali itu tidak punya kesempatan keluarkan khasiatnya. Dan malam itu, karena tekanan hawa dingin diri luar lagi pula 191
dibantu oleh pengaruh kekuatan Sian-thian Cin-it Khie-kang, maka meledaklah kekuatan ajaib yang selama itu mengeram terus dalam tubuhnya.
Seketika semangat dan kekuatan tenaga dalamnya bertambah berlipat ganda. Senjata serulingnya terus menerobos lapisan kabut yang mengurung tubuh In-bun Mo-kheng. Tangan kirinya juga tidak tinggal diam. Dengan tenaga sepenuhnya, ia melancarkan serangan beruntun, hingga lapisan kabut yang melindungi tubuh In-bu Mo-kheng dibikin buyar.
In-bu Mo-kheng kewalahan, ia lompat mundur sejauh 8
kaki, tapi sebelum kakinya menginjak tanah, ujung seruling Lim Tiang Hong sudah mengancam lima tempat jalan darah penting dalam tububnya.
Dalam keadaan takut dan kaget, ia terpaksa mundur lagi dengan cara jumpalitan. Dalam keadaan demikian ia masih tidak lupa balas menyerang dengan senjatanya yang istimewa! tangannya hanya nampak tergetar, ujung senjatanya menyemburkan benda berkeredapan ke arah muka Lim Tiang Hong.
Tapi Lim Tiang Hong yang bermata tajam, dengan tenang menyentil dengan jari tangannya, hingga benda berkeredapan itu terpukul hancur dan sebentar kemudian lenyap diudara.
Tapi saat itu hidungnya dapat mengendus bau amis, namun ia tidak ambil perhatian, karena pada saat itu In-bu Mo-kheng sudah memandang dan berkata padanya dengan suara bengis "Malam ini nyonyamu mengaku kalah, tapi ada satu hari, aku suruh kau belajar kenal sampai di mana hebatnya kepandaian ilmu perguruuan Ban-ciang Nio-nio".
192 Sehabis berkata demikian, ia lantas putar tubuh dan menghilang dtelan kegelapan.
Lim Tiang Hong belum pernah datang ke Lam-hong, maka tidak tahu sampai dimana jahatnya bisa kuku yang digunakan oleh Ban-ciang Nio-nio itu. Begitu pula dengan Thian-cao Suncu yang berada di daerah barat, juga tidak tahu keadaan dan peraturan dunia kang-ouw, hingga dianggapnya cuma gertak sambal saja.
Hanya Pek-tok Hui-mo yang licik dan banyak
pengalamannya, sudah tahu kalau Lim Tiang Hong sudah
'kemasukan' racun yang dilancarkan oleh lawannya secara licin, maka diam2 merasa geli.
Setelah In-bu Mo-kheng berlalu, Lim Tiang Hong lalu berkata kepada mereka: "Aku si orang she Lim masih beruntung belum binasa di tangannya nyonya itu. Siapa diantara kalian berdua yang hendak turun tangan lebih dulu?"
"Tuan besarmu inilah yang ingin coba belajar kenal dengan ilmumu Sian-thian Cit-it Khie-kang" jawabnya Thiau-cao Suncu dengan jumawa.
"Itu mudah sekali!" jawab Lim Tiang Hong.
Entah bagaimana caranya bergerak, si Suncu itu tahu2
sudah berada sejarak tiga kaki di hadapannya. Dari gerakannya itu saja sudah dapat diukur bahwa manusia yang bentuknya mirip orang utan itu. Kepandaiannya ternyata jauh lebih tinggi dari dua rekannya yang lain, ialah Lan-tao dan Pak-kek kedua Suncu.
Berhadapan dengan dua lawan kuat, apalagi sehabis melakukan petempuran sengit, Lim Ti-iing Hong meski di luarnya kelihatan tenang, tapi dalam hatinya merasa tegang. Ia kerahkan kekuatan Sian-thian Cin-it Khie-193
kangnya, mendadak merasa terkejut, sebab dalam pertempuran dengan In-bu Mo-kheng tadi, ternyata sudah menggunakan banyak kekuatan tenaga dalam.
Thian-cao Suncu kelihatannya seperti orang kasar, tapi dalam pengetahuannya, sudah tentu dia tahu keadaan Lim Tiang Hong maka ia tidak memberi kesempatan padanya untuk memperbaiki kekuatannya. Begitu berada di depan si anak muda, lantas ulurkan tangannya yang panjang sambil berseru: "Sambutilah ini!"
Lalu melancarkan serangannya dengan tangan kosong.
Serangannya itu tidak mengeluarkan hembusan angin, juga tidak tertampak tanda2 nya yang hebat, tapi, serangan serupa itulah justru yang mengandung kekuatan tidak terbatas, yang tidak boleh dipandang ringan.
Maka, Lim Tiang Hong lantas menggunakan ilmunya Sam-sun Pou-hoat, dengan secara lincah dan gesit sekali ia menghindarkan serangan tersebut.
Mendadak ia merasakan sambaran angin kuat serta mengandung hawa dingin, menyerang dari samping.
Lim Tiang Hong sedang berkelit kekanan. Ia tahu jika ia berkelit lagi, Thian-cao Suncu juga pasti mengikuti dan melancarkan serangannya. Jika demikian halnya, ini berarti ia kehilangan posisi lebih dulu.
Maka, selagi sambaran angin itu hendak mengenakan balannya, ia sudah kerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya dikedua tangannya, sambil keluarkan bentakan keras dan memutar tubuhnya, ia sambuti serangan tersebut.
"Bang! bang!" Suara ledakan terdengar nyaring. Kekuatan kedua pihak saling beradu dan dua2-nya terpental mundur dua tindak.
194 Dalam hati masing2 meraaa kaget, tahu juga sampai dimana kekuatan masing2,
Thian-cao Suncu nampaknya sangat penasaran, kembali ia perdengarkan suara tawanya yang aneh, kemudian melancarkan serangannya lagi.
Kali ini ia menggunakan seluruh kekuatannya, hingga terdengar suara hembusan angin keras. Sebelum
serangannya tiba, hembusan anginnya sudah mendesak dengan hebat.
Lim Tiang Hong karena masih harus menyimpan sedikit tenaga untuk menghadapi lawannya yang kedua juga merupakan lawannya yang terkuat, maka ia tidak mau menyambuti dengan menggunakan kekerasan, sebaliknya menggunakan ilmunya Sam-sam-pou-hoat, yang terkenal lincahnya, untuk menghindarkan setiap serangan yang dilancarkan oleh lawannya.
Tapi dengan cara demikian, berarti memberi
kesempatan bagi Thian-cao Suncu untuk melancarkan serangannya dengan leluasa.
Lengannya yang panjang luar biasa bergerak-gerak bagaikan ular berbisa mengejar mangsanya. Karena gencar dan hebatnya serangan itu, hingga hembusan anginnya menimbulkan suara gemuruh.
Dalam waktu sekejapan saja, pertempuran itu sudah berlangsung seratus jurus lebih tapi sebagian besar serangan dilakukan oleh Thian-cao Suncu.
Mungkin ia anggap bahwa kepandaian Lim Tiang Hong cuma begitu saja, maka ia lantas berkata dengan sombongnya: "Kepandaian semacam ini, kau berani. Jago2
daerah Tionggoan, sudah mampus semuanya"
195 (dw-kz) Jilid ke 4 Kalau ia tidak mengeluarkan perkataan sesombong itu, barangkali ia tidak mengalami kekalahan begitu cepat dan begitu mengenaskan. Karena perkataannya yang menyakiti hati itu, telah membuat Lim Tiang Hong naik pitam. Siapa lantas menjawab sambil ketawa: "Di dalam rimba persilatan daerah Tionggoan, aku si orang she Lim meski belum terhitung apa2, tapi buat menghadapi orang2
semacam kau ini, rasanya masih cukup tenaga untuk membikin kau jatuh tidak bisa bangun lagi, kalau tidak percaya, coba sambuti seranganku ini!"
Sekonyong konyong kakinya menjejak tanah, badannya melesat tinggi ke atas dan kedua tangannya dipentang melancarkan serangan. Tapi sebelum mengenakan
sasarannya, mendadak ia rubah dan diputar demikian rupa, sehingga merupakan satu serangan secara langsung, tapi serangan yang ditujukan ke pelbagai jurusan bagian jalan darah.
Thian-cao Suncu yang mengira diserang dari depan, segera pentang tangannya yang lebar, untuk menyambuti serangan tersebut.
Tapi ia kecele, sebab Lim Tiang Hong mendadak
menghilang dari depan matanya dan sudah memutar ke belakang dirinya. Dengan kecepatan bagaikan kilat, tangaanya menepok jalan darah Hong-bwee-kiat dan Ceng-ciok-hiat.
196 Thia-cao Suncu tahu bahwa dirinya kena dikibuli oleh anak muda itu, segera putar tubuhnya dan balikkan tangannya.
Walaupun ia sudah berlaku gesit, tapi ternyata masih agak terlambat, sebab di atas pundaknya sudah kesambar oleh serangan tangan Lim Tiang Hong, sehingga dirasakan sakit dan kesemutan.
Jago dari daerah barat itu menjadi kalap. Dengan mata dan rambut berdiri serta mulut ber-teriak2, ia menerjang lawannya.
Lengan tangannya yang luar biasa panjangnya, dalam waktu sekejapan saja sudah melancarkan serangan tidak kurang dari dua puluh kali.
Menghadapi serangan secara nekat itu, Lim Tiang Hong tidak sudi menyambuti dengan kekerasan, maka terpaksa ia mundur 5-6 tindak.
Tapi Thian-cao Suncu agaknya dapat menduga maksud lawannya. Ia tidak memberi kesempatan sama sekali, terus menyerang secara kalap, sehingga beberapa kali membuat dirinya sendiri dalam keadaan sangat berbahaya.
Selagi pertempuran berlangsung dengan sengitnya, mendadak terdengar suara ledakan hebat. Kemudian disusul oleh suara jeritan dan tubuh Thian-cao Suncu yang pendek gemuk, seolah-olah balon besar mumbul ke atas setombak lebih dan kemudian meluncur turun kerumputan.
Tidak kecewa Thian-cao Suncu menjadi jago kenamaan di daerah barat, meski terjatuh dari atas setinggi satu tombak lebih, ia masih bisa menolong dirinya dengan jalan jumpalitan dan kemudian berdiri tegak lagi, tapi mulutnya telah menyemburkan darah hitam, badannya terhuyung-huyung.
197 Dengan mata mendelik ia berkata sambil menuding Lim Tiang Hong: "Bocah, kau tunggu saja! hutangmu satu kepalan tangan ini, tuan besarmu nanti akan menagih kembali".
Setelah berkata demikian, mulutnya menyemburkan darah matang lagi dan kemudian dengan badan terhuyung-huyung ia menghilang dari depan mata Lim Tiang Hong.
Setelah merubuhkan lawannya yang kedua, Lim Tiang Hong sendiri juga merasa darahnya bergolak, lekas2 ia atur kembali jalan pernapasannya, untuk memulihkan kekuatan tenaganya.
Dalam keadaan demikian, paderi berkerudung itu mendadak sudah berada di hadapannya, dengan suara seram ia berkata padanya. "Bocah, aku beritahukan padamu, bukannya aku si orang she Im hendak berlaku kejam. Karena kesatu kau adalah anaknya Ho-lok Siu-su, sudah tentu aku tidak dapat membiarkan kau hidup lebih lama lagi di dalam dunia. Dan kedua setan tua dalam gua digurun pasir itu, sudah pasti ada meninggalkan pesan apa2
terhadap kau. Maka ini berarti, kalau aku tidak bunuh mati kau, kaulah nanti yang akan membunuh mati aku".
Lim Tiang Hong membuka matanya lebar2 dan
memancarkan sinar yang menakutkan, lalu berkata dengan nada dingin: '"Kalau begitu kau inilah itu orang yang mendapat sebutan 'Manusia Buas Nomor Satu' dikolong langit itu! ayahku pernah berkata padaku, kalau aku menghadapi orang itu, ia minta aku memberi sedikit kelonggaran padanya, karena ayahku sendirilah yang hendak membereskan persoalannya denganmu. Maka selama itu, meski aku sudah menduga bahwa kau inilah mungkin ada itu orang yang dikatakan oleh suhu. namun aku masih membiarkan kau hidup sampai sekarang ini.
198 Tapi malam ini keadaannya sudah berlainan, aku terpaksa harus menjalankan tugas yang dibebankan oleh suhu, untuk membikin pembersihan terhadap perguruan".:
Kalau di waktu yang lalu, mungkin Pek-tok Hui-mo akan merasa sedikit jeri mendengar perkataan dan keterangan Lim Tiang Hong itu, tapi malam itu tidaklah demikian halnya, karena ia sudah mempelajari ilmu Tat-mo-keng dan lain2nya lagi. Selain daripada itu, ia juga sudah-menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana dengan susah payah Lim Ting Hong baru berhasil merubuhkan dua musuhnya yang tangguh. Sekalipun ia mempunyai kekuatan tenaga dalam melebihi manusia biasa, tapi sedikit banyak pasti terpengaruh juga.
Kesempatan sebaik itu, sudah tentu ia tidak akan melepaskan begitu saja, maka seketika itu ia lantas membuka kerudungnya dan berkata sambil tertawa terbahak-bahak: "Aku si orang she Im selamanya tidak suka unjukkan wajah asliku, tapi karena malam ini ada merupakan hari terakhir bagi hidupmu, maka sebelum kau meninggalkan dunia ini, biarlah kau lihat dengan seksama!
Nanti jika kau menghadap kepada Giam-lo-ong (raja akhirat), supaya dapat mengatakan bagaimana wajahnya orang she Im itu....".
Kejumawaannya ini, sesimgguhnya sangat melewati batas.
Pada saat itu, Lim Tiong Hong baru mendapat
kesempatan untuk menyaksikan wajah Pek-tok Hui-mo yang sebenarnya. Ia itu ternyata merupakan satu wajah yang menyerupai hantu! Matanyanya lebar, hidungnya melengkung, dua giginya menonjol keluar seperti caling, memang tepat kalau mendapat sebutan manusia buas.
199 Menggunakan kesempatan itu, Lim Tiang Hong telah mengatur pernapasannya. Meski hanya dalam waktu sangat singkat, tapi ia dapat merasakan bahwa saat itu sekalipun bertempur dengan manusia buas itu, belum tentu akan kalah. Namun demikian, sedapat mungkin ia coba berusaha untuk mengulur waktu, agar tenaganya pulih seluruhnya.
Tapi Pek-tok Hui-mo tidak memberi kesempatan
padanya. Mendadak ia simpan kerudungnya dan kembali berkata sambil tertawa puas: "Bocah, mari kita turun tangan! sudah kuberi kesempatan begitu lama padamu, ini merupakan suatu keuntungan besar bagimu, masih hendak menunggu apalagi?"
Lim Tiang Hong meski hatinya panas, tapi masih bisa menindas perasaannya. Hanya dengan sepasang matanya ia memandang musuhnya, siapa segan menjawabnya.
Pek-tok Hai-mo semakin menggila, sambil mendorong tangannya ia berkata: "Kalau kau masih hendak
mengatakan apa2, kau boleh ucapkan sembari bertempur, mengapa kau berdiri saja seperti patung?"
Lim Tiang Hong menggunakan ilmunya Sam-sam Pohoat, lompat menyingkir ke samping, tapi tidak membalas menyerang.
Pek-tok Hui -mo agaknya sudah dapat menduga hatinya Lim Tiang Hong, mendadak ia melompat tinggi, menyecar dengan pelbagai serangan. Sebagai seorang yang mempunyai kekuatan tenaga dalam sangat hebat dan mempunyai macam2 ilmu silat, maka setiap serangannya mengandung kekuatan tenaga yang sangat hebat.
Kini Lim Tiang Hong tidak dapat tinggal diam lagi, ia segera keluarkan seluruh kepandaiannya, balas menyerang.
Ia merasa bahwa Pek-tok Hui-mo yang sekarang, memang 200
jauh berbeda dengan Pek-tok Hui-mo yang dulu pernah ia hadapi. Bukan saja kekuatan tenaga dalamnya sudah mendapat banyak kemajuan, gerak tipu setiap serangannya juga sangat aneh dan ukar diduga, kadang2 bahkan dicampuri dengan ilmu golongan Buddha.
Setelah bertempur cukup lama, ia benar2 merasa berat, dengan tanpa dirasa, ia sudah mundur ber-ulang2.
Mendadak terdengar suaranya Pek-tok Hui-mo: "Bocah, jika kau masih menyayangi jiwamu, sekarang kita boleh hentikan pertempuran ini dan kau harus menjura di hadapanku dan mengaku aku sebagai ayahmu, selanjutnya kau harus bersumpah akan menjadi anggauta Thian-cu-kauw".
"Tak usah kau omong besar! dengan kepandaianmu seperti ini, belum tentu mampu menundukkan tuan mudamu!"
"Haha! belum mau mengalah" Coba sambuti lagi
seranganku ini!" "Ser!" Hembusan angin dingin bagaikan taufan,
menyambar badan Lim Tiang Hong. Karena kecepatannya angin itu, membuat lawannya tidak mendapat kesempatan untuk menyingkirkan diri.
"Buk!" angin taufan itu seolah olah membentur suatu benda dan kemudian buyar.
Lim Tiang Hong nampak terhuyung-huyung dan
mundur tiga tindak. Di bawah kakinya terdapat tanda bekas kaki sedalam setengah chun.
"Bocah, pukulan tadi barangkali tidak cukup keras, sekarang cobalah rasakan sekali lagi!".
201 Kembali hembusan angin yang mengandung kekuatan hebat menggulung dirinya si anak muda.
Lim Tiang Hong merasa gusar, segera kedua tangannya dikepalkan, kemudian dipentang, lalu menyambuti serangan tersebut.
Sebentar kemudian terdengar suara nyaring, lama menggema di sekitar gunung.
Lim Tiang Hong mundur dua tindak, begitu pula Pek-tok Hui-mo juga mundur dua tindak dengan wajah pucat pasi. Dalam hatinya mulai jeri. Ia sungguh tidak menduga bahwa pemuda di hadapannya itu ada mempunyai
kekuatan tenaga dalam begitu hebat.
Mendadak ia maju lagi, lalu mementang kedua
lengannya. Dalam waktu yang sangat singkat, ia sudah melancarkan serangannya sampai 18 kali.
Diantara berputarnya kepalan dan menderunya angin santer, sesosok bayangan orang nampak melesat tinggi ke atas. Bayangan itu berputaran di tengah udara bagaikan gangsing, kedua tangannya bergerak-gerak menghalau sambaran angin, sehingga serangan Pe-tok Hui-mo yang begitu hebat tidak berdaya mencapai maksudnya.
Itu adalah gerakan Lim Tiang Hong yang tengah
menghadapi Pek-tok Hui-mo yang tidak ada taranya.
Meski malam itu hawa dingin dan meresap ke tulang, tapi dua orang yang sedang bertempur sengit di puncak gunung itu, seolah-olah tidak menghiraukan hawa dingin itu.
Sang waktu berjalan tanpa dirasa dan orang ang sedang bertempur sengit itu juga tidak tahu entah berapa lama mereka bergulat secara mati2an itu.
202 Kini, di sebelah ufuk timur sudah kelihatan sinar kemerah-merahan sang surya, sudah memancarkan
sinarnya ke muka bumi, juga mulai menyinari kedua orang yang tengah bergulat antara mati dan hidup itu.
Di satu pihak adalah seorang laki2 tinggi besar dengan wajahnya yang seram buas, dilain pihak adalah seorang pemuda tampan, tapi saat itu sudah nampak pucat pasi dan letih sekali.
Setelah bertempur dalam waktu dua jam, ternyata Pek-tok Hui-mo masih belum mampu merubuhkannya, apa lagi membunuh mati Lim. Tiang Hong, nafsunya semakin berkobar.
Dalam kalapnya, ia coba melakukan serangannya yang terakhir. Serangan itu ada lebih dahsyat dan lebih hebat dari pada yang terdahuluan, sehingga tempat sekitar lima tombak persegi telah diliputi oleh angin kuat.
Di pihaknya Lim Tiang Hong, kita nampak ia berdiri tegak, rambut di kepalanya berkibar-kibar tertiup angin yang keluar dari serangan Pek tok Hui-mo, sedang di atas wajahnya yang pucat, nampak kemerah-merahan dan kedua tangannya perlahan2 diangkat sampai ke dada....


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tatkala serangan Pek-to Hui-mo yang dahsyat
menggempur padanya, mendadak ia mengeluarkan suara keras. Kedua tangannya di balik. Dari telapak tangannya meluncur keluar hawa dari Sian-thian Cin-ie Khie-kang yang dapat menghancurkan benda itu.
Bum! kedua kekuatan tenaga dalam mereka saling beradu, hingga menimbulkan ledakan sangat hebat.
Kemudian, kita lihat tubuh Pek-tok Hui-mo yang tinggi besar, nampak terpental tinggi dan jatuh sejauh kira2 satu 203
tombak. Ketika kakinya menginjak tanah, mulutnya mengeluarkan darah hitam!
Sedang di pihaknya Lim Tiang Hong, ia nampak
berputaran di tengah udara, akhirnya melayang turun sejauh kira2 satu tombak lebih, dari mulutnya pemuda itu juga mengeluarkan darah segar.
Dengan demikian, dua2nya telah terluka parah!
"Bocah, hari ini kalau bukan kau yang mampus, biarlah aku yang mati!" demikian suara Pek-tok Hui-mo berseru.
Dan badannya yang tinggi besar segera melesat ke tengah udara, kedua tangannya dipentang, kali ini ia melakukan serangannya dengan menggunakan ilmu Kana Kim-kong Sin-ciang yang sudah lama menghilang dari dunia rimba persilatan.
Lim Tiang Hong juga nampak beringas. Dengan badan menengadah ke atas, ia balas menyerang dengan ilmunya Sian-thian Cin-it Khie-kang.
Kembali terdengar suara ledakan hebat. Lim Tiing Hong segera rubuh terjengkang, mulutnya mengeluarkan darah segar. Sedang badannya Pek-tok Hui-mo juga lantas kehilangin imbangan dan jatuh terguling ke dalam rerumputan lebat!
Sian-thian Cin-it Khie-kang dan Kana Kim-kong Sian-ciang, sama2 merupakan ilmu dari golongan Hian-bun dan golongan Buddha yang sudah lama menghilang dari rimba persilaian, sama2 merupakan ilmu yang menjadi kekuatan, tidak ada taranya. Karena dari semula Lim Tiang Hong dapat didikan dasar dari golongan Hian-bun yang menggunakan kebenaran, selain daripada itu, juga banyak pengalaman mujijat, sehingga membuat dirinya menjadi seorang luar biasa meski ia pelajari ilmunya itu hanya 204
dalam waktu yang amat singkat, tapi kalau dibanding dengan Pek-tok Hui-mo, harus diakui bahwa ia masih unggul setingkat. Oleh karena ia habis menghadapi dua musuh tangguh, sehingga kekuatan tenaganya banyak berkurang, sudah tentu sangat merugikan padanya.
Sebaliknya dengan Pek-tok Hui-mo, meski kekuatan cukup sempurna, tapi dari permulaan ia telah pelajari ilmu silat dari golongan sesat yang umumnya cuma
mengutamakan keganasan. Meski ia berhasil, tapi kalau berhadapan dengan kekuatan tenaga murni dari golongan kebenaran, akhirnya harus tunduk juga. Menurut perhitungan yang wajar, ia tidak dapat memenangkan Lim Tiang Hong, tapi karena sebab2 yang tersebut di atas tadi, maka dua2nya jatuh dan terluka parah.
Angin gunung meniup sepoi-sepoi. Suasana kembali menjadi sunyi.
Tidak antara lama, badan Pek-tok Hui-mo nampak bergerak-gerak dan per-lahan-2 nampak berdiri. Dengan badan sempoyongan ia memanggil-manggil: "Lim Tiang Hong.... Lim Tiang Hong kau sudah mampus atau belum?"
Mendadak Lim Tiang Hong lompat bangun dan
menjawab sambil perdengarkan tawanya. "Iblis, tuan mudamu tidak akan mampus!"
"Hmmm! ada suatu hari kau pasti binasa di tanganku!"
"Jangan kau terkebur! siapa yang akan mati di
tanganmu nasib kita masih belum dapat ditentukan!"
Dalam keadaan tidak berdaya, kedua2nya cuma bisa saling adu mulut sambil berdiri tanpa bisa bergerak-Mendadak Pek-tok Hui-mo berseru: "Bocah, kemana ibumu" Apakah ia ke Hong-hong-tie?"
205 "Huh! bukankah kau sudah sia2kan padanya. Apa
perlunya menanyakan dia lagi?"
"Aih.... Sungguh kau ini tidak mempunyai tanggung jawab"
"Haha, manusia yang tidak mengenal keluarga sendiri semacam kau ini apa masih bisa menghela napas" Aku tanya padamu kemana istrimu pergi" Di mana putra dan putrimu sekarang berada" Kau... ternyata ada lebih kejam dan lebih buas daripada binatang srigala"
Mendadak Pek-tok Hui-mo ketawa terbahak-bahak.
"Bocah, tepat sekali apa yang kau katakan. Aku si orang she Im, sebetulnya mempunyai rumah tangga yang berbahagia, tapi sekarang menjadi berantakan, memang benar tidak ubahnya sebagai binatang....".
Lim Tiang Hong heran mendengar perkataan itu.
Tapi pada saat itu, ia telah dapat lihat bahwa iblis itu sudah pentang kedua tangannya. Dengan mata beringas, setindak demi setindak mendekati dirinya. Sedang mulutnya mengeluarkan perkataan dengan nada gemas:
"Siapa yang harus disalahkan" Ya, siapa yang harus disalahkan...." Semua adalah gara2nya kau binatang anak haram ini!"
Lim Tiang Hong terperanjat. Diam2 ia kerahkan
tenaganya, seketika ia merasakan di dadanya, ternyata ia sudah terluka parah, hingga diam2 mengeluh. Ia anggap bahwa kali ini sulit sekali terlolos dari tangannya iblis buas itu....
Tapi setiap orang yang menghadapi kematian, kadang2
timbul kekuatan yang didorong oleh keinginan hidup.
Begitulah keadaannya Lim Tiang Hong pada waktu itu.
Dengan secara tiba2 dalam otaknya timbul suatu pikiran, 206
seolah-olah ada suara yang mengisiki telinganya:
"keluarkanlah pedangmu!"
Dengan cepat ia hunus pedangnya. Dengan pedang gemerlapan yang disinari oleh matahari pagi itu, ia berkata sambil menuding Pek-tok Hui-mo: "Sekarang dirimu sudah terluka parah, tapi aku tidak akan membunuh mati kau.
Biar bagaimana, pada suatu hari aku pasti suruh kau merasakan tajamnya pedang To-liong-kiam ini".
Ketika mata Pek tok Hui-mo kebentrok dengan ujung pedang To-liong-kiam yang tajamnya luar biasa itu, dengan tidak dirasa telah mundur dua tindak. Diwajahnya terkilas suatu perasaan aneh. Itu adalah suatu sikap dan perasaan dari paduan rasa gusar dan rasa jeri. Sekejap dia nampak tercengang, kemudian dengan cara tiba2 lantas putar tubuhnya dan lari turun gunung.
Lim Tiang Hong mengeluarkan keringat dingin. Ia masukkan lagi pedangnya. Keadaannya pada waktu itu sudah letih sekali, mungkin untuk mengangkat pedang saja sudah tidak mempunyai cukup tenaga.
Pertarungan hebat yang dilakukan hampir satu malam suntuk, ini telah berakhir. Tiga musuh kuat dari dunia kangouw yang jarang mendapat tandingan, juga sudah dirubuhkan satu persatu. Tapi, kemenangan Lim Tiang Hong itu didapatkan dengan susah payah, hingga kini ia telah merupakan orang sakit yang susah bergerak! Kalau di waktu datangnya tadi ia ada begitu gesit gerakannya, kini telah berubah seperti merayap.... Baru berjalan beberapa tindak, matanya dirasakan berkunang kunang, kakinya hampir tergelincir....
Pada saat demikian itu, diantara warna hijaunya rerumputan tiba2 tertampak warna merah. Ternyata ia 207
adalah seorang wanita berpakaian merah dengan
pedangnya di punggung, siapa lari ke arahnya.
Wanita itu mengenakan pakaian yang khas buat
muridnya Ban-ciong Nio-nio, itu sudah diketahui oleh Lim Tiang Hong dan kini dalam keadaan tidak bertenaga sama sekali, sudah tentu tidak mampu menghadapinya.
Mengingat dirinya sebagai orang laki2 dan seorang pemimpin partai besar, harus ditawan oleh seorang wanita, bukankah merupakan suatu hal yang sangat memalukan"
Juga akan meninggalkan titik hitam dalam lembaran sejarah partai Hong-hong-tie, yang tidak dapat dihapus untuk selama-lamanya.
Ketika nampak wanita itu makin lama makin dekat.
Dalam keadaan cemas, kepalanya dirasakan pening dan kemudian rubuh tanpa sadarkan diri lagi....
-odwo- BARU saja Lim Tiang Hong rubuh, wanita baju merah itu sudah tiba ke puncak bukit dan memanggil padanya dengan suara nyaring. "Kongcu....!"
Kemudian dengan gerakan sangat gesit, ia meluncur dan memayang tubuh Lim Tiang Hong yang sudah tidak ingat orang lagi. Ia mengurut jalan darahnya, hingga pemuda itu perlah-lahan membuka matanya.
Ia terperanjat, ketika dapatkan dirinya berada dalam pelukan Bwee Hiang, itu pelayan ibunya ketika masih menjadi nyonya Pek-tok Hui-mo di lembah Loan-Biauw-kok.
Dalam herannya ia lantas menegur: "Enci Bwee Hiang, kau ada baik2 saja" "
208 Bwee Hiang anggukan kepala dengan wajah muram.
"Dari mulutnya In-bu Mo-kheng aku dapat dengar, bahwa kau telah bertemu dengan seorang musuh kuat yang tidak ada taranya. Oleh karena aku kuatir kau menemukan bahaya, maka malam2 aku berangkat kemari. Bagaimana dengan lukamu" Apa tidak halangan?"
Lim Tiang Hong geleng2kan kepala, diam2 ia atur pernapasannya, di bagian dada ia rasakan satu perasaan nyeri, yang hampir membuat ia pingsan lagu Ia lantas menghela napas.
Menyaksikan keadaan kongcunya Bwee Hiang segera dapat tabu bahwa pemuda ini terluka parah. Dengan tanpa sadar, air matanya mengalir keluar dan katanya dengan suara perlahan: "Kongcu, mari aku gendong kau turun gunung! untuk mencari tempat lebih dulu supaya kau dapat merawat luka2mu".
Lim Tiang Hong angggukan kepala, tapi ia menolak digendong oleh Bwee Hiang. Ia berdiri, dengan badan sempoyongan ia coba berjalan. Tapi belum berapa tindak, sudah hampir rubuh lagi hingga Bwee Hiang buru2
memayang padanya dan berkata dengan hati cemas: "Di sini toh tidak ada siapa2, apa salahnya aku gendong.
Bukankah di Loan-Biauw-kok dulu aku sudah pernah gendong kau?"
Ia-tidak tahu bahwa keadaan sekarang dan pada saat itu sudah berlainan. Dulu, ketika di lembah Loan-Biauw-kok, kekuatan dan tenaga Lim Tiang Hong masih utuh. Kalau ia mau digendong oleh Bwee Hiang, itu tidak lain daripada main sandiwara saja. Tapi kini ia sudah menjadi pemimpin satu partai besar. Kalau sampai digendong oleh seorang wanita, bukankah akan membuat buah tertawaan orang"
209 Tapi buat Bwee Hiang tidak perdulikan itu semua, ia lantas berjongkok dan paksa gendong dirinya Lim Tiang Hong, dibawa turun gunung.
Tiba di bawah gunung, matahari sudah mendoyong ke barat.
Karena akan berjalan dijalan raya, Lim Tiang Hong minta diturunkan dari gendongannya.
Bwee Hiang menurut. Setelah diturunkan dari
gendongannya, ia bimbing padanya berjalan. Karena luka2nya, perjalanan Lim Tiang Hong itu dilakukan amat berat sekali. Jalan sekian lama, baru mencapai jarak kira2
tiga li, namun napasnya sudah tersengal-sengal.
Bwee Hiang sangat gelisah, ia hendak menggendong lagi, tapi Lim Tiang Hong menolak. Dengan demikian, terpaksa melanjutkan perjalanannya seperti merayap.
Jalan tidak berapa lama, dari jauh tertampak sebuah bangunan, dari dalamnya memancarkan sinar lampu. Bwee Hiang menarik napas lega, ia lalu berkata: "Syukurlah! di depan sana ada terdapat rumah orang"
Tapi ketika sudah berada dekat, bangunan itu ternyata ada sebuah kuil. Di atas pintunya terdapat papan yang tertulis dengan huruf emas "CENG TOU AM".
Bwee Hiang mengetok pintunya. Dari dalam segera tertampak keluar seorang Bhiksuni yang masih sangat muda. Bhiksuni itu mengamat-amati Bwee Hiang sejenak, lalu berkata sambil rangkapkan kedua tangannya. "Entah ada keperluan apa siecu malam2 mengunjungi kuil kami?"
"Kita enci dan adik berdua karena kemalaman ditengah jalan, ingin minta menumpang meninap satu malam saja di kuil ini" jawab Bwee Hiang.
210 Bhiksuni ini mengawasi Lim Tiang Hong sejenak, baru berkata pula: "Harap jiewie tunggu sebentar. Nanti pinni hendak minta perkenan suhu lebih dulu"
Bhiksuni itu masuk lagi, tidak antara lama ia kembali dan berkata: "Suhu minta jiwie masuk ke dalam".
Bwee Hiang bimbang Lim Tiang Hong masuk ke
pendopo. Kuil itu tidak besar, tapi di dalamnya teratur rapi dan bersih.
Di dalam pendopo, ada duduk seorang Biksuni tua.
Ketika dua orang itu tiba didalam, Lim Tiang Hong sudah tidak kuat berdiri lagi hingga jatuh mumprah di lantai, mulutnya menyemburkan darah, hampir saja ia pingsan lagi.
Bwee Hiang tidak keburu memberi hormat kepada
Bhiksuni tua itu, ia buru2 memberi pertolongan lebih dulu kepada Lim Tiang Hong.
Bhiksuni tua itu tetap menyaksikan semua kejadian itu dengan sikap dingin, begitu pula Bhiksuni yang muda. Ia berdiri disamping laksana patung, agaknya tidak terpengaruh sama sekali perasaannya terhadap kejadian yang di hadapannya.
Bhiksuni tua itu membuka matanya. kemudian berkata dengan perlahan sambil memuji nama Buddha: "Iblis timbul dari hati, dosa dibuat oleh diri sendiri....".
Bwee Hiang dengan perasaan cemas mengurut-urut jalan darah Lim Tiang Hong, sama sekali ia tidak perhatikan perkataan Bhiksuni tua itu.
Bhiksuni tua itu kembali berkata dengan menghela napas. "Lautan sengsara tidak ada tepinya, kembalilah ke pantai..."
211 Kali ini Bwee Hiang dapat dengar dengan tegas, tiba2 ia berpaling sembari berkata: "Adikku ini terluka parah, mohon belas kasihan Amcu. tolonglah berikan tempat menginap untuk satu malam saja...."
Bhiksuni tua itu berdiri perlahan2 sambil membuat main biji tasbehnya dan berkata: "Siecu boleh mengaso sebentar.
Silahkan melanjutkan perjalananmu lagi. Dalam tempat suci ini, aku sebetulnya tidak ingin terlibat dengan segala urusan dunia kang-ouw".
Bwee Hiang melengak. "Sekarang sudah begini malam, sedang luka adikku ini ada begini parah. Apakah Amcu tidak menaruh kasihan, untuk memberi nginap satu malam saja?".
"Bukan pinni tidak kasian, juga bukan karena takut kepada itu nenek Ban-ciong, melainkan di tempat suci ini, sesungguhnya tidak boleh dikotori oleh darah".
Bwee Hiang masih hendak memohon, mendadak Lim
Tiang Hong berdiri dengan badan sempoyongan, kemudian berkata sambil ketawa panjang: "Aku Lim Tiang Hong ada satu laki2, bukan karena hendak menyingkiri musuh, juga bukan karena hendak perlindungan orang, perlu apa banyak bicara dengannya, mari jalan!"
Dengan gerak kaki sempoyongan, ia berjalan keluar.
Mendadak nampak berkelebatnya satu bayangan orang, Bhiksuni muda tadi lompat keluar dari kamarnya, kemudian menghadang di hadapan Lim Tiang Hong sambil berseru: "Lim Siauwhiap, harap suka tunggu dulu sebentar!"
Lim Tiang Hong terperanjat. Ia membuka matanya, baru dapat lihat bahwa Bhiksuni muda itu ternyata adalah Gouw Hong Ing dari Kun-lun-pay.
212 Saat itu, terdengar pula suaranya Bhiksuni tua itu sambil memuji nama Buddha. "Kiranya adalah To-liong Kongcu Lim Siauwhiap. Pinni sungguh gegabah dan sudah berlaku kurang hormat sekali!"
Setelah berdiam sejenak, ia berkata pula: "Siauwhiap bukan cuma terluka parah saja, bahkan sudah kena racun, apakah....".
Matanya mengawasi Bwee Hiang, ia tidak melanjutkan perkataannya lagi.
Gouw Hong Ing lalu perkenalkan Bhiksuni tua itu kepada Lim Tiang Hong: "Ini adalah supee-ku yang bergelar Liauw In suhu".
Lim Tiang Hong buru2 memberi hormat, tapi dicegah oleh Bhiksuni tua itu seraya berkata: ."Sekarang jangan memakai banyak peraturan, biarlah pinni periksa luka Kongcu dulu!"
Ia lalu minta Lim Tiang Hong merebahkan dirinya dipembaringan, kemudian membuka bajunya. Jamur Ciok-liong Cie-ci yang disimpan dalam saku dalamnya, mendadak tumpah keluar.
Liauw In mengambil sebuah, diendus sejenak, lalu diamat-amatinya, kemudian berkata: "O-Mie-To-Hud! jika dugaan pinni tidak keliru, ini barangkali adalah jamur Ciok-liong Cie-ci, yang pernah tersiar ramai dalam rimba persilatan?"
"Sinnie benar2 banyak pengalaman, memang betul dugaan Sin-sie".
Saat itu, Bwee Hiang dan Gouw Hong Ing repot
mengumpulkan jamur yang jatuh berserakan di lantai.
213 Liauw In dengan paras girang berkata: "Kalau ada mempunyai obat mujijat seperti ini, tak usah kuatir tidak dapat menyembuhkan luka kongcu!"
Ia segera suruh Lim Tiang Hong makan empat buah.
Kira2 beberapa menit kemudian, bhiksuni tua itu mendadak ulur tangannya. Dengan kecepatan bagaikan kilat menotoki beberapa bagian jalan darah dibadan Lim Tiang Hong.
Selesai itu, ia pimpin duduk padanya, kemudian tempelkan telapakan tangannya ke bagian-jalan darah
'Beng-bun-hiat'. Sambil duduk semedi, ia salurkan kekuatan tenaga ke dalam tubuh Lim Tiang Hong.
Karena mengeluarkan tenaga terlalu banyak, hampir saja kekuatan tenaga dalam Lim Tiang Hong termusnah seluruhnya. Untung ia telah makan rupa2 barang mujijat, hingga masih dapat bertahan. Setelah ia makan jamur mujijat itu dan diberi kekuatan tenaga dalam oleh Liauw In, kekuatan tenaga murninya yang sudah hampir buyar telah terkumpul pula, hingga dalam tempo yang sangat singkat, di atas kepalanya nampak hawa putih seperti kabut tipis. Di tengah2 kabut putih itu lapat2 tertampak selapis sinar merah.
Liauw In yang sedang menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya ketubuh Lim Tiang Hong, telah dikejutkan oleh kekuatan luar biasa dari tubuh anak muda itu, ia buru2 tarik kembali tangannya. Ketika ia membuka matanya, telah dapatkan anak muda itu masih dalam keadaan duduk bersemedi.
Liauw In diam2 telah kagumi kekuatan anak muda itu, pantas dalam usia demikian muda sudah menjagoi dunia kang-ouw.
214 Tidak antara lama lagi, Lim Tiang Hong sudah lompat bangun, kembali ia mengucapkan terima kasih kepada Liauw In, yang sudah memberi pertolongan padanya.
Bwee Hiang menyaksikan Lim Tiang Hong sudah pulih kembali kesehatannya, merasa heran dan girang. Ia menghampiri sambil berkata: "Kongcu, kau sudah sembuh betul".
Terhadap perhatiannya bekas pelayan ibunya itu, Lim Tiang Hong merasa sangat terharu. "Sudah tidak menjadi halangan, terima kasih atas perhatian enci," demikian ia menyatakan terima kasihnya.
"Kita harus mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa". demikian ia berkata, mendadak dapat lihat Liauw In dan Gouw Hong Ing mengawasi dirinya, hingga parasnya merah seketika.
Tiba-tiba Liauw In menanya padanya: "Jika dugaanku tidak keliru, nona ini barangkali adalah muridnya Ban-ciong Nio-nio dari Lam-hong?"
Bwee Hiang tidak menduga akan ditanya demikian.
Dalam kagetnya, kini ia baru ingat apa sebabnya Biksuni tua itu tadi tidak menerima Lim Tiang Hong.
"Dugaan Amcu memang benar, tapi siauwlie cuma
terhitung setengah murid saja dari padanya" demikian jawabnya.
"Apa artinya ucapanmu ini?"
"Siauwlie sebetulnya pelayan Lok-hee Hujin. Setelah hujin disia-siakan oleh Thian-cu-kauw kauwcu, lantas kabur ke Lam-hong, bekerja sama2 dengan Ban-ciong Nio-nio, untuk maksud tertentu".
215 Liauw In anggukkan kepala, ia berkata sambil menghela napas: "Dengan demikian, dunia kang-ouw yang sudah banyak urusan, akan bertambah ramai lagi"
Kemudian ia berpaling dan berkata kepada Lim Tiang Hong: "Dengan kepandaian dan kekuatan Kongcu,
bagaimana bisa terluka demikian parah" Selain dari pada itu juga sudah terkena racun paling berbisa, Kim-chan Ciong-tok dari golongan Ban-ciong Nio-nio".
Lim Tiong Hong lalu menuturkan apa yang telah terjadi atas dirinya. Sehabis menuturkan dengan perasaan agak heran ia menanya Liauw In: "Boanpwee pada saat ini sudah merasa sehat, sedikitpun tidak ada tanda2 yang aneh.
Bagaimana Amcu dapat menduga pasti kalau boanpwee kena racunnya Ban-ciong Nio-nio?"
"Jikalau orang yang kena racun itu segera mengetahui bahwa dirinya terkena racun, ini bukan terhitung suatu kepandaian luar biasa-justru inilah keistimewaannya racun Ban-ciong Nio-nio itu. Tapi bagi orang dalam atau yang tahu rahasianya, begitu lihat sudah dapat tahu"
Ia berhenti sejenak, matanya melirik ke arah Bwee Hiang, lalu berkata pula: "Barusan ketika kalian masuk ke dalam kuil ini, pinni kira kalian adalah orang2 dunia Kangouw biasa, karena gemar pipi licin. sehingga terkena racun.
Menurut penuturan kongcu tadi, pasti adalah perbuatan In-bu Mo-kheng setelah kau kalahkan. Memang dengan secara mudah sekali ia dapat melepaskan bisanya melalui mulut ular sutra yang terdapat di ujung pedangnya. Racun dari ulat Kim-chan ini, merupakan racun yang paling berbisa.
Tidak usah dimasukkan dari mulut atau langsung mengenakan tubuh, sedikit saja masuk dari lubang hidung, sudah sangat berbahaya".
216 "Apa dia terkena racun ulat Kim-chan?" tanya Bwee Hiang kaget.
Ia buru2 menghampiri Lim Tiang Hong dan mengamat-amati dengan seksama. Benar saja di atas alisnya, terdapat sinar emas, namun tidak tertampak nyata.
Meski ia bukan murid Ban-ciong Nio-nio, tapi
pengetahuan biasa dari perguruan nenek itu, sedikit banyak sudah dapat memahami. Ia tahu bahwa racun dari ulat sutra emas ini adalah yang paling jahat, jika tidak dipu-nahkan oleh orang yang memeliharanya sendiri, tidak dapat disembuhkan. Maka seketika itu airmatanya lantas mengalir bercucuran.
Sebaliknya dengan Lim Tiang Hong, ia tetap tenang2
saja, sedikitpun tidak merasa kuatir.
"Aku justru tidak percaya, apa ia bisa berbuat terhadap diriku". Demikian ia berkata.
"Dengan kekuatan dan kepandaian yang dipunyai oleh Lim Siauwhiap, sudah tentu tidak perlu merasa takut terhadap racun itu. Tapi siauwhiap juga tidak boleh abaikan begitu saja. Malam ini harap mengaso dulu. Besok pinni coba akan mencari daya upaya lagi". berkata Liauw in Suthay.
Pada saat itu, Gouw Hong Ing sudah menyediakan kamar untuk Lim Tiang Hong dan Bwee Hiang.
Malam itu dilalui tanpa kejadian apa2.
Setelah mengaso satu malam, esok paginya Lim Tiang Hong sudah pulih seperti sedia kala. Ia mencari Liauw In Suthay diruangan sembayang, Bhiksuni tua itu bersama muridnya ternyata sudah selesai sembayang pagi.
217 Melihat Lim Tiang Hong, Bhiksuni tua itu lantas berkata padanya sambil rangkapkan kedua tangannya:
"Pinni ada sedikit permintaan yang agak sulit, ingin minta bantuan kekuatan tenaga dari siauwhiap, harap siauwhiap tidak akan menolak".
"Silahkan Amcu perintahkan saja. Asal boanpwee memang ada itu kemampuan, sudah tentu bersedia membantu". jawabnya Lim Tiang Hong sambil membalas hormat.
"Kalau begitu, di sini aku ucapkan terima kasih lebih dahulu".
Kemudian ia ajak Lim Tiang Hong ke belakang kuil.
Disana terdapat sebuah lapangan. Liauw In Suthay lalu perintahkan pada muridnya mengambilkan pedang.
Gouw Hong Ing segera mengambil dua buah pedang, diberikan kepada suhunya.
Liauw In mengambil sebilah, sebilah lagi diberikan kepada Lim Tiang Hong sembari berkata: "Sudah lama pinni mendengar ilmu To-liong Kiam-hoat ciptaan Bu ceng Kiam-khek, menjagoi di dunia kang-ouw, maka pinni ingin minta siauwhiap memberi petunjuk beberapa jurus saja".
Lim Tiang Hong melengak. Ia tidak tahu apa
maksudnya Bhiksuni tua ini mendadak hendak mengadu pedang dengannya"
Kiranya Liauw In Suthay ini adalah sucie-nya Thay-hie Totiang dari Kun-lun pay. Dengan Amcu yang lama dari kuil ini, masih pernah sahabat juga setengah guru. Oleh karena ia mengagumi ilmu pedang golongan Hian-bun, Amcu itu sering datang ke kuil untuk minta pelajaran. Tapi Amcu tua itu adatnya sangat aneh. Meski dirinya mempunyai kepandaian ilmu golongan Buddha yang sudah 218
tidak ada taranya dan ilmu pedang yang sangat tinggi tapi belum pernah menginjak kaki di dunia kang-ouw, juga tidak pernah menerima murid.
Sebaliknya dengan Liauw In, Bhiksuni yang adatnya aneh itu merasa sangat suka. Bahkan datang ke gunung Kun-lun-san sendiri, minta supaya Liauw In diijinkan menjadi murid.
Ciangbunjin Kun-lun-pay, Oey-liong-cu, adalah seorang berhati lapang. Ia juga tahu benar bahwa Ceng-tou Amcu ini tinggi sekali ilmu kepandaiannya, maka dengan senang hati terima permintaannya. Belum lama Liauw In menjadi muridnya Ceng touw Amcu, sang suhu yang beradat aneh itu lantas menutup mata. Dengan demikan, hingga ia menjabat kedudukan ketua dari partai Ceng touw.
Karena ia belajar belum lama, banyak pelajaran yang tidak begitu penting, hanya dapat dipahami dari kitab peninggalan suhunya. Selain dari pada itu, ia juga jarang terjun ke dunia kang-ouw, maka tidak mendapat kesempatan untuk bertanding dengan orang2 yang termasuk golongan kuat.
Oleh karena hendak mengetahui sampai di mana tinggi kepandaiannya yang punyai maka kini setelah berjumpa dengan To-liong Kongcu yang telah menjagoi dunia Kang-aow, sudah tentu ia tidak mau lepaskan begitu saja kesempatan yang baik itu.
Sambil memegang pedang kayunya, ia mempersilahkan Lim Tiang Hong membuka serangannya lebih dulu.
Lim Tiang Hong merasa Bhiksuni tua ini, baik dari usianya maupun tingkatannya, ia sendiri terhitung tingkatan yang lebih muda, maka sambil membungkukkan badan, ia terima baik permintaan Bhiksuni itu.
219 Ia membuka serangannya dengan menggunakan tipu gerakan yang dinamakan Keng hong Ca-can atau bianglala membentang, kemudian ujung pedang menggetar dan berubah menjadi lapisan pedang yang mengurung kepala Bhiksuni itu.
Yang digunakan itu cuma pedang kayu, tapi didalam tangannya, tidak ubahnya dengan pedang pusaka. Oleh karena Bhiksuni minta padanya mengeluarkan ilmunya Toliong Keng-liong. Maka begitu membuka serangannya, ia menggunakan pembukaan diri ilmu pedang tersebut.
Liauw In Suthay menyaksikan cara pembukaan yang mengandung kekuatan serangan demikian dahsyat, diam2
juga terkejut. Meski cuma merupakan satu pertandingan persahabatan, tapi hal itu masih menyangkut nama baik golongan Ceng-tou-pay.
Maka ia harus melayani dengan sangat hati2. Pedang kain di tangannya nampak bergerak dan menotol ke tengah udara, mendadak tercipta suatu bentuk yang mirip dengan bunga teratai. Dalam waktu sekejap saja, di udara seperti beterbangan lembaran bunga teratai, menyambuti lapisan pedang yang dilancarkan oleh Lim Tiang Hong. Serangan dahsyat yang dilancarkannya, begitu masuk ke dalam gulungan bunga teratai lantas buyar tanpa meninggalkan bekas. Ilmu yang dinamakan Lian-tie-cap-jie-ka-kiam-hoat atau duabelas jurus ilmu pedang bunga teratai, adalah suatu pelajaran rahasia yang tidak diturunkan kepada siapapun kecuali murid yang akan menggantikan kedudukan ketua atau pemimpin partai Ceng tou-pay.
Dalam generasi partai tersebut, adalah generasi kesembilan, Cen Sim Loni, yang paling mahir ilmu pedang itu, Bhiksuni itu pernah menggunakan sebilah pedang bambu, menjatuhkan dua belas orang kuat dari partai Suat 220
San-pay, yang pada kala itu namanya sangat tersohor dan belum pernah menemukan tandingan di kalangan kangouw.
Duabelas jago dari Suat-san-pay itu, setiap orang mempunyai kepandaiannya sendiri2 yang dapat
mengimbangi kekuatan ketua pelbagai partai persilatan pada masa itu, hingga dalam kalangan kang-ouw, duabelas jago itu boleh mendapat gelar orang kuat nomor satu.
Liauw Im Suthay meski belum dapat mempelajari sari ilmu pedang itu sampai ke detil detilnya, sudah cukup untuk memberi kesan kepada lawannya, bagaimana hebat dahsyat dan luar biasanya ilmu pedang tersebut. Lim Tiang Hong menghadapi ilmu pedang luar biasa dari golongan Buddha ini, semangatnya terbangun seketika dan segera mengeluarkan ilmu pedang dari To-liong Keng-hong jurus kedua, yang dinamakan Kiam-ie Biauw-hoa atau bunga berterbangan dalam bayangan pedang.
Dalam waktu sekejapan saja, di udara hanya tertampak pedang berterbangan, suara mengaungnya dua bilah pedang itu menggema diudara. Semula, masih dapat dilihat bergeraknya kedua yang sedang bertanding itu, tapi pelahan2 hanya tertampak berkelebatannya pedang, tidak kelihatan bayangan orangnya.
Bwee Hiang meski tahu bahwa Lim Tiang Hong ada mempunyai kepandaian luar biasa, tapi ia belum tahu sampai di mana tingginya. Waktu itu menyaksikan dengan mata kepalanya, baru tahu bahwa kongcunya itu bukan cuma hanya bernama kosong belaka.
Gouw Ing juga sudah lihat kepandaian Lim Tiang Hong. Ia tidak heran akan kemahiran ilmu pedang pemuda itu. Sebaliknya ia merasa bangga bahwa Liauw In supeenya mampu menandingi ilmu pedang Lim Tiang Hong. Selain 221
daripada itu, ia juga merasa heran. Dengan sejujurnya, pada masa itu, memang tidak banyak jumlahnya orang yang mampu menandingi ilmu pedang To-liong Keng-hong!
Pertandingan berjalan semakin seru. Liauw In Suthay keluarkan seluruh kepandaiannya. Ia mainkan ilmu pedangnya sampai tujuh kali.
Ia merasa bahwa ilmu pedang anak muda itu
mengandung tekanan hebat. Gerak tipunya sangat aneh.
Sesungguhnya merupakan ilmu pedang yang sudah tidak ada bandingannya. Untuk menyingkirkan setiap
serangannya, kadang2 ia harus menggunakan sampai 4-5
rupa tipu serangannya. Tapi justru demikian, hingga ilmu pedangnya mendapat banyak kamajuan, Ia juga merasa bahwa anak muda itu agaknya sengaja memberi kesempatan padanya untuk menyempurnakan ilmu pedangnya 'Lim-tie-cap-jie-jie-ka Kiam-hoat'.
Setelah pertandingan itu berlangsung kira2 setengah jam, Liauw In suhthay mendadak tarik kembali pedangnya dan berkata sambil rangkapkan kedua tangannya:
"Kepandaian ilmu pedang siauwhiap benar2 bagaikan dewa yang menjelma saja, lonni tidak sanggup menandingi".
Lim Tiang Hong segera lemparkan pedangnya dan
menjawab sambil memberi hormat. "Justru boanpwee lah yang tidak sanggup menandingi ilmu pedang Amcu yang luar biasa itu".
"Tidak usah siauwhiap merendahkan diri, mari kita beromong-omong di dalam".
Mereka lalu kembali ke pendopo. Bwee Hiang yang kuatirkan dirinya Lim Tiang Hong setiba di pendopo lantas menanya kepada Liauw In Suthay. "Amcu, numpang tanya 222
apakah Amcu mempunyai daya upaya untuk
memusnahkan racun dalam tubuhnya?".
Liauw In mengawasi padanya sejenak, setelah berpikir, ia lantas menjawab: "Justru inilah yang pinni sedang pikirkan. Dengan kekuatan tenaga dalam yang Lim siauwhiap punyai, dengan bersemedi tiga hari saja-sudah cukup untuk mengeluarkan racun itu dari dalam tubuhnya: tapi bersemedi secara demikian, sedikitpun tidak boleh mendapat gangguan. Maka hal itu baik dilakukan di sini atau kah pulang ke Hong-hong-tie" Kalau dilakukan di sini memang ada baiknya, sebab lonni dapat bantu menjaga.
Tapi, keadaan dunia Kang-ouw pada dewasa ini sedang gawat. Jikalau orang2nya Ban-ciong Nio-nio atau Hong-lui-po datang mencari onar, benar2 menjadi sangat sulit".
Bwee Hiang yang mendengar keterangan itu. mendadak berseru: "Tiga hari....?"
Sebab menurut pengetahuannya, barang siapa kena racun golongan Ban-ciong Nio-nio, walaupun orang itu kuat tenaga dalamnya, sedikitnya juga harus membetulkan waktu 7x7 = 49 hari, baru dapat mengeluarkan racun dari tubuhnya dengan menggunakan kekuatan tenaga dalamnya.
Sedangkan Liauw In mengatakan cuma memperlukan waktu tiga hari saja, bagaimana ia tidak heran"
"Nona sudah terhitung orang Ban-ciong Nio-nio, sudah tentu tahu kalau racun semacam ini harus meminjam darah manusia untuk sementara waktu, untuk menunjang keluar racunnya. Tapi keadaan badan Lim siauwhiap sangat berlainan dengan orang biasa. Dalam tubuhnya seperti ada mempunyai tenaga yang mampu menahan racun.
Walaupun racun itu masuk ke dalam tubuhnya, tapi tidak menjalar sampai ke dalam darah. Kemarin pinni telah memeriksa sendiri, racun ini ternyata cuma berada disatu 223
sudut. Dengan menggunakan sedikit waktu saja, dapat menggunakan kekuatan tenaga murni dalam tubuhnya untuk mengeluarkan racun tersebut" demikian Liauw In memberikan keterangannya.
"Jika Amcu tidak keberatan, baik boanpwee rawat diri disini saja. Waktu tiga hari tidak terhitung lama. Boanpwee pikir tidak nanti bisa begitu kebetulan ada musuh yang datang ke mari". kata Lim Tiang Hong.
Liauw In suthay sebagai ketua satu partai persilatan, kepandaiannya juga sangat tinggi. Ia bukan seorang penakut. Meski ia tidak suka mencampuri urusan dunia kang-ouw, tapi terhaddap Lim Tiang Hong yang berjiwa besar dan berhati luhur, ia merasa sayang dan kagum, maka ia telah mengambil keputusan supaya Lim Tiang Hong rawat diri dalam kuilnya.
Begitulah ia segera terima baik permintaan si anak muda itu.
Karena Lim Tiang Hong tidak ingin Bwee Hiang nanti akan mendapat susah dari Lok-hee Hujin, maka ia suruh pulang lebih dahulu. Tapi Bwee Hiang sejak berkenalan dengan Lim Tiang Hong di lembah Loan-biauw-kok, sudah tertarik olehnya dan kemudian karena ia harus mengikuti jejak Lok-hee Hujin hingga satu sama lain tidak bertemu lagi. Namun demikian, tapi pikirannya tetap tidak dapat melupakan. Begitulah karena perhatiannya terhadap Lim Tiang Hong ini, dulu pernah menolong jiwanya si Pengemis Mata Satu dan selanjutnya memberi pertolongan kepada Lim Tiang Hong ketika dibikin rubuh tidak ingat orang oleh Yan-jie.
Dan kini setelah mengetahui bahwa kongcu nya itu kena racun yang paling berbisa serta perlu mendapat perawatan seksama, bagaimana ia dapat meninggalkan begitu saja"
224 "Aku bukan murid sebenarnya dari Ban-ciong Nio-nio.
Kalau aku berada disana, itu se-mata2 karena hubungannya dengan Lok-hee Hujin. Jika kongcu perlu merawat diri karena racun, bagaimana aku dapat meninggalkan begitu saja" Sekalipun hal ini nanti diketahui oleh Hujin, ia juga tidak akan sesalkan" demikian jawabnya Bwee Hiang.
Lim Tiang Hong melihat Bwee Hiang bertekad hendak menunggu padanya, ia tidak berkata apa2 lagi. Kemudian ia berpaling dan berkata kepada Liauw In suthay: "Kalau Amcu tidak keberatan, biarlah sekarang boanpwee hendak mulai".
Liauw In berbangkit, ia antar Lim Tiang Hong kesuatu kamar yang bersih dan sunyi, Ia diminta duduk diatas bantalan dan memberi tahukan padanya cara2 bagaimana harus mengeluarkan racun itu dari dalam tubuhnya. Lalu ia menutup pintu dan jendela kamar tersebut.
Mulai hari itu, Lim Tiang Hong mulai bersemedi untuk tiga hari lamsnya, sedang Liauw In Bwee Hiang dan Gouw Hong Ing, dengan bergiliran menjaga setiap hari dan malam, untuk melindungi keselamatannya.
^dw^kz^ Bab 53 WAKTU tiga hari, sebetulnya sangat pendek sekali, tapi dalam waktu yang amat singkat itu, di dunia kang-ouw ternyata telah terjadi perubahan besar!
Gunung Bongsan yang agung dan megah, karena
pertempuran mati2an antara Lim Tiang Hong dengan Pek-tok Hui-mo, telah menarik banyak perhatian orang2 kuat dari rimba persilatan
225 Orang2 Hong-hong-tie, karena mendengar kabar bahwa Lim Tiang Hong dengan seorang diri untuk menepati janji, telah bertempur dengan In-bu Mo-kheng dan Pek-tok Hui-mo secara bergiliran, sehingga kedua belah pihak terluka parah. Tapi sebegitu lama masih belum kelihatan pulang, maka segera mengutus orangnya untuk mencari jejaknya, sehingga Gin-sie-siu sendiri juga memerlukan datang ke gunung Bong-san itu.
Dari pihaknya murid2 Ban-ciong Nio-nio yang sudah lama mengandung maksud hendak menghinakan diri Lim Tiang Hong, malam itu setelah In-bu Mo-kheng kalah di tangan anak muda itu, tapi dengan diam2 telah melepaskan racun ulat sutranya, telah menduga pasti bahwa Lim liang Hong yang akan berhadapan dengan Pek-tok Hui-mo dan Chiat-cao Suncu dari Hong lui-po tentu, akan kalah atau terluka parah.
Hingga mereka itu diam2 telah mengumpulkan banyak kawan yang mengintai di sekitar gunung Bong-san dan hendak memberi pukulan terakhir apabila Lim Tiang Hong balik dari gunung tersebut.
Selain daripada itu, Thiat-cao Suncu yang kalah di tangan Lim Tiang Hong, juga memberitahukan juga hal tersebut kepada orangnya Hong-lui-po, yang bersembunyi di daerah Tionggoan, supaya mengirim orang2nya yang kuat untuk membantu Pek-tok Hui-mo. Karena dengan lenyapnya Lim Tiang Hong dari dunia, ini berarti mengurangi satu rintangan bagi maksud Hong-lui-po yang hendak menguasai rimba persilatan daerah Tionggoan.
Oleh karenanya, maka disekitar gunung Bong-san yang selama itu biasa sunyi sepi, kini telah berkumpul banyak orang kuat yang mencari jejaknya Lim Tiang Hong.
226 Tapi, meski sudah dicari diseluruh pelosok, ternyata tidak didapatkan dirinya pemuda gagah itu. Ini sangat mengherankan, karena tidak kelihatan ia turun gunung, tapi juga tidak diketemukan bangkainya. Maka itu, mereka telah mencari sampai ke daerah bawah kaki gunung....
Mari kita balik kepada Liauw In Suthay, Bwee Hiang dan Gouw Hong Ing.
Sejak Lim Tiang Hong mulai bersemedi untuk
mengeluarkan racun dari dalam tubuhnya, perasan mereka sangat tegang. Karena ini merupakan suatu hal yang sangat penting. Apabila dalam waktu tiga hari itu, Lim Tiang Hong sampai dikejutkan atau terganggu, akan merupakan penyesalan untuk selama-lamanya. Terutama Bwee Hiang, yang menaruh perhatian istimewa terhadap diri Lim Tiang Hong. Ia tahu benar kekejaman dan keganasan In-bu Mo-kheng. Ia tentu tidak mau tinggal diam, sebelum mendapat kepastian bahwa korbannya itu sudah binasa.
Kuil Ceng-tou-am terpisah tidak jauh dari gunung Bongsan. Cepat atau lambat, wanita kejam itu pasti akan dapat mencari sampai situ. Satu2nya pengharapan ialah: waktu tiga hari itu dapat dilewatkan dengan selamat.
Hari pertama dan hari kedua dilalui dengan selamat, sebentar kemudian mulai menginjak hari ketiga. Pada waktu senja dihari ketiga itu, apabila tidak terjadi apa2
maka selamatlah jiwa Lim Tiang Hong. Malam itu, adalah Gouw Hong Ing yang mendapat giliran menjaga.
Jago betina dari partai Kun-lun-pay ini, sejak kematiannya The Hong yang menjadi suheng tapi juga kekasihnya, ludeslah semua pengharapannya, maka ia lantas mensucikan diri di kuil Ceng-to-am itu. Namun demikian, ia belum pernah lupakan maksudnya hendak menuntut balas atas kematian kekasihnya. Maka meskipun 227
ia sudah sucikan diri, tapi masih belum mencukur rambutnya. Liauw In Suthay juga tahu maksudnya. Ia tidak mendesak padanya, malah memberi pelajaran banyak ilmu kepandaian keturunan Ceng-tou-pay, yang selama itu masih dirahasiahkan.
Lim Tiang Hong pernah melepas budi terhadap ia dan suhengnya, karena itu ia harus membalas budi itu dan inilah merupakan satu kesempatan yang baik baginya untuk membalas budi. Maka selama Lim Tiang Hong bersemedi itu, ia melindungi dengan sangat hati2. Malam itu, ia meronda ke depan dan ke belakang kuil. Setelah tidak ada melihat apa2 yang mencurigakan, baru balik, menjaga depan kamar Lim Tiang Hong.


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi segala sesuatu memang bisa saja terjadi. Setelah ia balik ke tempat penjagaannya, mendadak di atas kuil terdengar suara orang lewat. Dalam kagetnya, ia lantas lompat ke atas genteng dan segera dapat lihat empat wanita berbaju merah, berdiri berbaris di atas genteng.
"Kalian siapa" Apa maksud kalian datang ke sini?"
demikian ia menanyanya. Seorang diantaranya, satu wanita pertengahan umur, melayang di hadapannya dan menjawab sambil tersenyum:
"Aku adalah In-bu Mo-kheng, anak muridnya Ban-ciong Nio-nio dari Lamhong. Kedatangan kita ini adalah hendak menjumpai Amcu".
Diam2 Gouw Hong Ing terkejut, tapi ia berkata: "Sejak suhu sucikan diri, sudah tidak mencampuri urusan duniawi, juga belum pernah menemui tamu dari luar. Apabila di waktu malam seperti ini, sebetulnya bukan waktunya untuk bertamu. Jika kalian pasti hendak menjumpai padanya, harap suka datang esok hari saja!"
228 "Suhu ini benar2 pandai bicara, barangkali itu bukanlah sebabnya" berkata wanita setengah umur itu sambil ter-tawa2.
"Tidak menemui tetamu dari luar, apakah ini dapat mengganggu orang lain?"
"Kalau amcu memang tidak suka menemui tetamu luar, bolehkah kita yang masuk menjumpai padanya?"
"Dalam kuil yang mesum ini, tidak ada apa-apanya yang patut dilihat. Kalau kalian tidak ada lain urusan, silahkan pergi dari sini!"
"Terus terang kita beritahukan padamu, ada seorang pengkhianat dari golongan kita, kabarnya sudah berada di dalam kuil ini. Kita tahu benar bahwa Ceng-tou-pay selamanya tidak suka campur urusan orang lain, mengapa kini hendak ikut campur dalam pertikaian ini" Menurut pikiranku, sebaiknya suhu mengizinkan kita membawa pulang pengkhianat itu".
Gouw Hong Ing terperanjat mendengar perkataan itu.
tapi ia segera menjawab: "Meskipun Ceng-tou-pay tidak suka mencampuri urusan orang lain, tapi juga tidak mengizinkan orang luar berbuat sembarangan di tempat ini.
Di sini tidak ada murid penkhianat Ban-ciong Nio-nio seperti apa yang kau katakan. Aku minta kalian sebaiknya lekas meninggalkan tempat ini".
Wanita setengah umur itu parasnya berubah seketika, sambil perdengarkan suara ketawa dingin ia berkata:
"Budak yang pandai memutar lidah, kau berani main gila di hadapanku, In-bu Mo-kheng!"
Kemudian ia perintahkan kepada kawan2nya: "Segera geledah!"
229 Empat wanita baju merah itu, masing2 lantas
menghunus pedangnya dan terpencar menjadi dua
rombongan, maka melompat turun dari genteng dan lari menuju ke dalam kuil.
Gouw Hong Ing merasa gelisah, sambil membentak, ia gunakan pedangnya uutuk menahan bergeraknya dua wanita baju merah, tapi dua yang lainnya sudah turun ke bawah.
Tiba2 kekuatan angin menghembus keluar mendesak dua wanita itu balik kembali. Berbareng dengan itu, dari dalam pendopo terdengar suara memuji Buddha. Kemudian disusul oleh munculnya seorang Bhiksuni tua seraya berkata dengan tenang: "Kawanan penjahat dari mana, begini malam mengacau tempat suci?"
Dua wanita berbaju merah itu sudah terdorong mundur beberapa tindak oleh hembusan angin tadi, selagi hendak maju lagi, tiba2 terdengar In-bu Mo-kheng: "Kamu balik semua!"
Kemudian ia berkata kepada Bhiksuni tua itu: "Sinnie tentunya adalah amcu kuil ini, Liauw In Suthay" Aku yang rendah adalah In-bu Mo-kheng, kini hendak minta pertolongan sinnie. Karena mendapat kabar bahwa murid pengkhianat golongan kita, Bwee Hiang, dengan
menggendong To-liong Kongcu yang terluka parah, telah masuk kekuil ini. Maka mohon supaya sinni mengizinkan kita sekalian membawa pulang padanya, agar tidak membikin kotor rumah berhala amcu!".
Sambil tersenyun, Liauw In suthay menjawab:
"Bagaimana andaikata pinnie tidak mengijinkan?"
230 "Kalau demikian halnya, maka jangan sesalkan kalau murid2 Ban-ciong Nio-nio akan bertindak dengan bantuan orang2nya".
"Apa kau sudah yakin benar bahwa kau dapat mengusir pinni?"
Dengan alis berdiri In-bu Mo-kheng segera menghunus pedangnya, kemudian berkata pula sambil ketawa dingin:
"Dari pedang Kim-chan-kiam ini, mari kita lihat siapakah yang lebih unggul?"
Liauw In suthay cuma pejamkan mata dan rangkapkan kedua tangannya, tapi tidak menjawab.
Pada saat itu, dari jauh tiba2 terdengar suara siulan panjang ber ulang2.
Di waktu malam sunyi seperti itu, suara itu ke dengarannya semakin menyeramkan. Liauw In terperanjat, begitu pula dengan In-bu Mo-kheng, segera mereka alihkan pandangan matanya ke arah datangnya suara tadi.
Tidak antara lama, beberapa sosok bayangan hitam lari dengan pesatnya, sekejap saja sudah berada di depan kuil.
Mereka ternyata ada laki2 berpakaian seragam baju kulit warna merah.
Orang2 itu ketika di depan kuil dan melihat di atas genteng ada orang, lantas mengeluarkan suara tertawa yang menyeramkam kemudian lompat ke atas genteng. Dengan mata mengawasi In-bu Mo-kheng, satu diantaranya lantas berkata sambil ketawa temberang: "Murid-2 Ban-ciong Nio-nio, benar2 seperti hantu saja, ternyata sudah mendahului kita datang kemari".
"Tidak salah, nonamu memang benar sudah lebih
dahulu datang kemari. Tapi, apakah kalian kira ada 231
mempunyai cukup kekuatan untuk menghadapi Ceng-tou-pay?"
Perkataan Wanita itu benar2 sangat jahat. Ia sengaja menggunakan perkataan hendak mengadu domba orang2
Hong-lui-po dengan Bhiksuni tua itu. Supaya orang2 Hong lui-po itu bertarung dengan Liauw In dan ia sendiri dapat kesempatan untuk menyerbu ke dalam.
Rombongan orang Hong-lui-po itu dipimpin oleh Pak-kek Suncu. Diantara mereka terdapat Thio Cit, Lie Seng, si Kera Lengan Panjang dan lain2nya lagi, yang lebih dari sepuluh orang.
Adatnya Pak-kek Suncu ada sangat aneh. Walaupun dipihaknya sendiri ada mempunyai kekuatan cukup, tapi ia tak mau perduli perkataan In-bu Mo-kheng yang bersifat mengadu domba, malah dengan tindakan lebar ia menghampiri In-bu Mo-kheng sembari berkata: "Apakah ucapanmu ini benar?"
"Apa kau menanya kepada orang tawanan?"
"Jaga baik2 padanya dulu. Yang lainnya, lekas pergi geledah ke dalam!" demikian Suncu itu perintahkan orang2nya.
Dengan lantas empat atau lima orang lompat ke atas genteng menjaga In-bu Mo-kheng, sedang yang lainnya lari serambutan menuju ke dalam kuil.
Mendadak Liauw In Suthay lompat turun dan
menghadang di hadapan meieka, sambil memuji nama Buddha, Bhiksuni tua itu berkata: "Hai, manusia durhaka, kalian semua jangan bergerak! Apakah kalian kira bahwa Ceng-tou pay sudah tidak ada orangnya?"
232 Thio Cit segera pentang lima jari tangannya, dan menyerang sembari berseru: "Bangsat tua, apa kau mencari mampus?"
Kemudian terdengar suara tertahan, Thio Cit yang melakukan serangan dengan tiba2 dan bersikap garang itu, mendadak sempoyongan, mundur sampai lima tindak.
Mulut dan hidungnya mengeluarkan darah, ternyata ia sudah dibikin terpental oleh kekuatan tenaga dalam Liauw In yang mempunyai daya memukul balik kepadanya.
Beberapa kawan Thio Cit pada berseru kaget, sedang dilain pihak, kembali terdengar suara bentakan keras.
Ternyata In-bu Mo-kheng yang dijaga oleh beberapa orang Hong-lui-po, saat itu juga sudah bergerak.
Sebagai murid kepala Ban-ciong Nio-nio, di dalam dunia kang-ouw, In-bu Mo-kheng terkenal dengan kekejaman dan keganasannya hingga jarang yang berani mengganggu padanya, sudah tentu saja ia tidak mau dihina demikian rupa oleh orang2 Hong-lui-po. Maka seketika lantas menggerakan pedang ulat sutranya. Dengan secara berbareng ia melakukan dua serangan, serta merta dua orang Hong-lui-po jatuh rubuh tidak bangun lagi.
Pak-kek Suncu tidak menyangka bahwa dalam waktu sekejapan saja telah kehilangan dua jiwa orangnya sedang yang satu terluka parah. Dalam gusarnya, ia lantas ketawa ter-bahak2, kemudian berkata dengan suara keras. "Hutang uang bayar uang, hutang jiwa bayar jiwa! bereskan dulu iblis wanita ini!"
Sedang ia sendiri lantas lompat melesat ke arah Liauw In.
Li Seng dan si Kera Lengan Panjang segera menyerang berbareng kepada In-bu Mo-kheng.
233 Sejak Ban-ciong Nio-nio berserikat dengan Lok-hee Hujin, memang sudah kandung maksud hendak menguasai dunia rimba persilatan daerah Tionggoan. Kemudian mendengar kabar bahwa Hong-lui-po dari barat, sudah mulai pentang sayapnya ke daerah Tionggoan. Bagi ia, ini merupakan satu kabar yang menggirangkan sebab meski Hong-lui-po kekuatannya dan pengaruhnya sangat besar, tapi hendak menguasai rimba persilatan daerah Tionggoan, bukanlah suatu hal yang mudah.
Dan inilah saatnya bagi Ban-ciong Nio-nio untuk pentang sayapnya, kelak setelah pertempuran hebat antara pihak Hong-lui-po dan rimba persilatan daerah Tionggoan terjadi, sudah tentu kedua pihak banyak jatuh korban.
Dengan demikian, orang2 golongan Ban-ciong lantas turun tangan, untuk memungut keuntungan.
Dengan adanya maksud itu, maka untuk sementara mereka tidak mau kebentrok dengan Hong-lui-po. Barusan karena dalam keadaan sengit dan mendongkol, In-bu Mo-kheng sudah membinasakan dua orangnya Hong-lui-po, tapi kini setelah pikbrannya tenang kembali, ia baru merasa bahwa tindakannya tadi agak keterlaluan.
Dan ketika ia melihat Li Seng dan si Kera Lengan Panjang maju menyerang, ia segera geser kakinya dan berkata kepada mereka sambil tertawa: "Sekarang masih belum waktunya untuk mengadu jiwa, mengapa tidak arahkan tujuan kita kemaksud kita yang utama" Dan setelah itu kita nanti masih mempunyai kesempatan untuk membuat perhitungan, bukan?"
Li Seng yang sifatnya buas, tidak mau perdulikan itu semua, ia lantas menjawab sambil ketawa nyengir: "Apa kau ingin kabur" Jangan harap!"
234 Sehabis berkata, ia melancarkan serangannya bertubi-tubi, yang di arah semua merupakan jalan darah yang mematikan. Sedang si Kera Lengan panjang juga segera turun tangan membantu kawannya.
Dikeroyok oleh dua orang, In-bu Mo-kheng sangat gelisah. Bukan karena takut, melainkan kuatir kalau Lim Tiang Hong yang sedang terluka tertangkap oleh orang2
Hong-lui-po. Sebab ia tahu benar kekuatan dan
kepandaiannya Lim Tiang Hong. Jika pemuda itu berhasil ditawan dan dibawa ke Lam-hong, dengan diberikan racun yang dapat melupakan dirinya sendiri, ia akan merupakan satu tenaga kuat bagi golongan Ban-ciong.
Apalagi ibunya, Lok-hee Hujin dan sahabat karibnya, Yan-jie, semua berada di Lam-hong, bukankah akan merupakan satu trio yang paling baik"
Oleh karena memikirkan itu, maka ia berkelahi sambil sering2 mengawasi ke bawah.
Ia dapat lihat Pak-kek Suncu sedang menggempur Liauw In suthay dengan senjata payungnya, sedang orang2nya lagi mengawasi di sekitarnya, tapi tidak bergerak.
Malam ita rembulan memancarkan sinarnya yang terang benderang. Suasana pegunungan yang sunyi, kecuali suara beradunya senjata tajam, tidak terdengar suaia apa2 lagi.
Dalam keadaan demikian, di atas bukit mendadak muncul seorang nenek tua baju hitam. Bersama seorang wanita pertengahan umur yang berpakaian sangat heboh, keduanya dengan gerak kaki sangat ringan, lari menuju ke kuil Ceng-tou-am.
Terdengar suaranya wanita pertengahan umur itu berkata, "Benar2 aneh, mengapa kita sudah cari ubek2an 235
seantero gunung, tidak dapat menemukan kaucu dan bocah ini?"
Lalu terdengar suaranya nenek tua itu: "Kepandaian kauwcu sudah tidak ada taranya, barangkali tidak sampai mengalami kejadian apa2, tapi bocah itu, pasti sudah ditolong dan dibawa kabur oleh orang lain. Dia baru2 ini sudah menjabat kedudukan ketua Hong-hong-tie, orang bawahannya juga tidak sedikit jumlahnya!"
"Eh"! Siapa yang sedang bertempur itu?"
"Mari kita pergi lihat, mungkin bocah itu sudah dipegat orang".
Dua orang itu masing2 kerahkan seluruh kepandaiannya lari cepat, dalam waktu sekejap saja sudah berada di depan kuil.
Mereka berdua tidak turut campur tangan hanya
mengitari tembok kuil, kemudian lompat naik ke atas dinding tembok dan terus melayang turun dan masuk kependopo. Keadaan dalam kuil sunyi dan gelap, tidak tertampak lilin yang menyala.
Nenek tua bsrpakaian hitam perdengarkan suara
tertawanya yang seram, lalu berkata: "Segala ilmu mengelabui mata orang semacam ini, apa kau kira dapat mengelabui matanya aku Khiu-pan-po. Sian-nio, kau lihat, aku duga dalam kamar itu pasti ada apa2nya".
Wanita berpakaian heboh itu menyahut sambil ketawa terkekeh-kekeh: "Pandangan matamu, tentu tidak akan salah lagi!"
Cepat kakinya menotol terus meluncur ke kamar
tersebut. 236 Mendadak berkelebatan sinar gemerlapan, dua batang pedang meluncur dari dalam kegelapan, langsung menikam ke arah wanita pertengahan umur itu, berbareng dengan itu, terdengar pula suara bentakan orang: "Siapa begitu berani mati mengacau tempat suci ini?"
Wanita berpakaian heboh itu ternyata mempunyai kepandaian cukup tinggi, dalam Keadaan tidak ber-jaga2, ia masih berlaku tenang menghadapi serangan lawan dari tempat gelap itu. Hanya dengan kibaskan lengan bajunya ia menahan pedang lawannya, kemudian badannya melesat tinggi sampai 5-6 kaki, kemudian melayang turun lagi dan balas menegur: "Budak hina, kau berani membokong Sian-nio, lekas letakkan pedangmu!"
Orang yang menyerang dari tempat gelap itu adalah Bwee Hiang dan seorang Bhiksuni muda yang menjaga kamar dimana Lim Tiang Hong bersemedi.
Bwee Hiang yang dapat mengenali bahwa dua orang yang datang itu adalah Lak-chiu Sian-nio, selir kesayangannya Thian-cu-kauwcu, bersama Khiu-pan-po dari daerah Biauw-ciang, parasnya pucat seketika. Tapi pada saat itu ia sudah tidak hiraukan jiwanya sendiri, dengan suara dingin ia berkata: "Di sini adalah tempat suci Ceng-tou-am, bukannya Thian-cu-kauw, sebaiknya kau jangan banyak tingkah".
Lak-chiu Sian-nio yang terkenal kejam, buas dan ganas, ketika dimaki dengan perkataan pedas, meski dalam hati merasa mendongkol, tapi sebagai seorang kejam yang banyak akalnya, lantas perlunak budi bahasanya, sambil bersenyum ia berkata: "Bagus! kiranya kau sudah kepincuk oleh kongcumu. sehingga tidak pandang mata lagi padaku.
Lekas beritahukan padaku, dia sekarang ada dimana" Ada 237
sesuatu hal yang sangat penting, aku hendak bicarakan dengannya".
Bwee Hiang terus mengikuti Lok-hee Hujin, sudah tentu ia kenal baik wataknya si genit itu ia juga tahu kalau ia sedang dipancing olehnya. Maka ia lantas berlagak gila:
"Siapa yang kau maksudkan" Di sini kecuali Amcu dan murid2nya, tidak ada orang ketiga. Kalau kau hendak cari Amcu, carilah padanya diluar. Ia sedang bertempur dengan orang2nya Hong-lui-po!"
Lak-chiu Sian-nio juga tahu kalau berlagak bodoh, maka seketika itu lantas menjadi gusar dengan cepat ia loncat maju dan menyambar pergelangan tangannya. Bwee Hiang yang tidak menduga sama sekali, hampir saja tertangkap olehnya.
Bhiksuni muda yang disamping Bwee Hiang, dengan cepat menyerang dengan pedangnya. kalau Lak-chiu Sian-nio tidak tarik tangannya, pasti ia akan terluka.
Tapi sebagai orang yang berkepandaian cukup tinggi, ketika terancam oleh pedang Bhiksuni muda itu ia segera balikkan tangannya dia menepok ke arah pedang, sedang kakinya lantas menendang.
Bwee Hiang menggunakan kesempatan itu untuk lompat mundur lima kaki. Kemudian melancarkan serangannya dengan gerak tipunya yang paling ganas!
Lak-chiu Sian-nio agaknya dapat kenali gerak tipu serangannya Bwee Hiang, sebab ia lantas lompat mundur sembari berseru: "Budak hina, kiranya kau sudah menjadi muridnya Ban-ciong Nio-nio. Kalau begitu, Lok-hee si budak hina itu, pasti juga sudah berada disana!"
238 Bwee Hiang saat itu sudah nekat benar2, dengan pedang ia menyerang pula, tidak menghiraukan perkataan Lak-chiu Sian-nio.
Lak-chiu Sian-nio gusar sambil perdengarkan suara ketawa dingin ia lalu berkata: "Dengan kepandaian seperti ini, kau berani bertingkah di depan nyonya besarmu, kau benar sudah bosan hidup lagi".
Lalu ia kibaskan lengan bayunya, menghalau serangan pedang Bwee Hiang. Lengan baju itu mengeluarkan hembusan angin dingin, menggulung-gulung badan Bwee Hiang, hingga belum berapa jurus, Bwee Hiang sudah keteter mundur.
Bhiksuni muda itu melihat Bwee Hiang keteter, segera maju menyerang dengan pedangnya. Tapi ia lupa bahwa di sebelah sana masih ada Khiu-pan-po yang berdiri menonton.
Nenek tua itu telah menggunakan kesempatan baik itu, dengan kecepatan bagaikan kilat, menerjang ke dalam kamar. Waktu itu sudah kira2 jam 4 pagi, juga boleh dikata merupakan saat yang paling kritis. Jika pada saat itu membiarkan Khiu-pan-po memasuki kamar dan membikin kaget Lim Tiang Hong. maka tamatlah sudah riwayatnya jago muda itu.
Pada saat demikian, dari tempat gelap itu mendadak meluncur satu kekuatan dahsyat yang tidak terwujud, mendesak mundur Khiu-pan-po. Karena hebatnya desakan itu, meskipun Khiu-pan-po mempunyai kepandaian dua ilmu khie-kang, juga tidak berani berlaku gegabah. Lekas ia menyambuti dengan tangannya dan ia sendiri lantas lompat mundur.
239 Tatkala ia membuka matanya, segera dapat lihat seorang tua berjenggot putih bagaikan perak, berdiri di depan kamar. Khiu-pan-po yang hampir semuanya kenal orang2
kuat dari golongan putih maupun hitam, tapi ternyata tidak mengenali orang tua itu.
Mungkin karena suara bentakan yang ramai tadi, hingga orang2 yang bertempur di atas genteng pada lompat turun dan semua menuju kependopo. Dalam ruangan pendopo yang sempit itu kini telah penuh manusia.
Lak-chiu Sian-nio pada saat itu juga sudah tarik kembali serangannya dan berdiri di samping Khiu-pan-po.
In-bu Mo kheng yang dapat lihat Bwee Hiang berdiri di depan kamar dengan pedang terhunus, lantas berkata sambil ketawa dingin: "Bagus! kiranya kau budak hina ini bersembunyi di sini. Kalau begitu si bocah itu tentunya juga berada di sini!"
Pak-kek Suncu karena dipihaknya sendiri tambah dua tenaga kuat, hatinya semakin besar, maka ia lantas berseru dengan mata beringas: "Kalau benar bocah itu sembunyi dalam kamar ini, mari kita tangkap padanya lebih dulu!"
Li Seng dan si Kera Lengan Panjang menyahut "baik", dan kedua-duanya lantas bergerak menyerbu ke dalam kamar.
In-bu Mo-kheng segera lintangkan pedangnya sembari membentak: "Tunggu dulu! bocah itu adalah murid2 Ban-ciong yang menemukan lebih dulu, bagaimana kalian hendak turut campur tangan?"
Lak-chiu Sian-nio terhadap Lim Tiang Hong kecuali dianggap sebagai musuhnya Thian-cu-kauw, juga masih ada mempunyai permusuhan pribadi karena hubungannya dengan Lok-hee Hujin, maka ia segera maju menghampiri 240
In-bu Mo-kheng dan katanya: "Apakah murid2 Ban-ciong Nio-nio hendak menjadi pengawalnya?".
"Kalau benar bagaimana" Apakah kalian hendak
berlaku sewenang2 dengan mengandalkan jumlah orang2
kalian yang lebih banyak?"
"Jika kalian mencoba menghalangi maksud kita,
terpaksa kita berbuat demikian!"
"Haha, yang coba menghalangi maksud kalian
barangkali bukan cuma pihak kita sendiri saja"
Saat itu Li Seng dan si Kera Lengan Panjang yang coba menyerbu ke kamar setelah melewati In-bu Mo-kheng, sudah dibikin terpental sehingga jatuh bangun oleh Liauw In Suthay dan itu orang tua berjenggot putih.
Pak-kek Suncu dengan menenteng senjata payungnya, setindak demi setindak maju menghampiri. Mungkin karena ia segan barhadapan dengan kaum wanita, maka ia tujukan kakinya ke arah orang tua berjenggot putih itu.
Selagi semua mata ditujukan kepada mereka berdua, Pak-kek Suncu tiba2 keluarkan suara geraman hebat, payungnya diputar dan menyerang orang tua jenggot putih.
Tapi, sejenak setelah serbuannya itu, Pak-kek Suncu mendadak mundur lima kaki, sedang orang tua jenggot putih itu masih tetap berdiri di tempatnya tanpa bergeming.
Sebabnya karena tempatnya terlalu sempit, payung besi Pak-kek Suncu tidak dapat digunakan secara leluasa, sehingga percuma saja.
Dalam gusarnya ia lantas simpan senjata istimewanya itu dan dengan bertangan kosong ia menyerbu lagi.
241 Khiu-pan-po mendadak berkata dengan suara nyaring:
"Tunggu dulu! di sini tempatnya terlalu sempit, sedang orangnya terlalu banyak, bukan satu tempat yang tempat untuk mengadu kekuatan jika tuan2 dan nona2 suka, mari kita bertanding di luar".
In-bu Mo-kheng segera menjawab: "Murid Ban-ciong Nio-nio yang pertama setuju usulmu ini".
Setelah itu lebih dulu ia menyingkir dengan mengajak empat kawannya. Nyonya yang cerdik ini ada mempunyai perhitungan sendiri. Barusan ia berusaha untuk mencegah orang2nya Hong-lui-po supaya jangan sampai turun tangan terhadap Lim Tiang Hong, bukan karena ia hendak membela pemuda itu, melainkan ia bermaksud hendak menangkap hidup2 padanya.
Karena usul itu diajukan oleh Khiu-pan-po, Sudah tentu Pak-kek Suncu tidak dapat menolak. Ia lalu perintahkan orang2nya mengundurkan diri dalam ruangan sempit itu, menuju ke lapangan kosong, di depan kuil.
Liauw In Suthay lalu memberi pesan kepada Gouw Hong Ing bertiga: "Kamu bertiga menjaga di sini, tidak boleh berlalu. Suhumu akan menemui mereka".
Kembali ia anggukkan kepala dan bersenyum kepada orang tua jenggot putih itu, kemudian berjalan keluar.
Karena ia tidak kenal orang tua jenggot putih itu, namun ia dapat menduga bahwa orang tua itu pasti adalah sahabatnya Lim Tiang Hong. Sudah tentu ia tidak dapat memberi perintah terhadap orang luar. menyuruh menjaga disitu atau keluar untuk melayani musuh, maka ia membiarkan orang tua itu mengambil keputusan sendiri.
Pada saat itu, orang2nya Hong-lui-po dan murid2nya Ban-ciong Nio-nio sudah berdiri di tempat masing2, hanya 242
Liauw In Suthay yang cuma seorang diri berdiri di tengah2
sambil rangkapkan kedua tangannya.
In-bu Mo-kheng menimbang kekuatan masing2 pihak, ia merasa bahwa pihaknya sendiri yang paling lemah.
Sekalipun berserikat dengan Ceng-tou-pay, juga belum tentu dapat mengimbangi kekuatan Hong-lui-po. Tapi ia mempunyai senjata ampuh yang dibuat andalan, maka ia tidak kuatir. Ia berusaha untuk mengulur waktu, maka terus berdiri sambil memegang pedangnya, ia tidak mau menantang lebih dulu.
Hong-lui-po dengan jumlahnya orang yang paling banyak, bertempur dilapangan terbuka merupakan suatu hal yang menguntungkan bagi mereka. Khiu-pan-po melirik kepada Pak-kek Suncu, hingga Suncu itu lantas mengeluarkan senjata payung besinya dan terus menyerang Liauw In Suthay.
Liauw In Suthay dengan tenang menghunus pedangnya.
Tangannya bergerak seenaknya. Ujung pedang lalu memancarkan sinar yang menyerupai setangkai bunga teratai, melibat payung Pak-kek Suncu.
Pak-kek Suncu yang masih merasa penasaran karena tadi dalam ruangan sempit dengan mudah dibikin tidak berdaya oleh orang tua jenggot putih kini telah melancarkan serangannya begitu hebat. Dalam waktu sekejapan saja sudah menghujani serangan tidak kurang dari 25 kali.
Selagi Pak-kek Suncu bertempur dengan Liauw lu Suthay, Lak-chiu Sian-nio juga sudah bergerak menyerbu In-bu Mo-kheng. Dengan tanpa banyak bicara, selir Thian-cu Kauwcu ini melancarkan serangannya dengan cepat dan hebat. In-bu Mo-kheng meski merupakan murid kepala Ban Ciang Nio-nio, tapi diserang secara mendadak, ia merasa kewalahan, lupa untuk balas menyerang. Khiu-pan-po 243
dapat lihat orang2 penting sudah tertahan oleh orang pihaknya sendiri ia lantas keluarkan suara tertawanya yang aneh, kemudian secara diam2 nyelundup kekamar. Tapi ia lupa, bahwa dalam kamar sunyi itu, masih ada seorang tua jenggot putih, yang kepandaiannya tidak dapat dijajaki. Ia yang menjaga di sana, maka baru saja ia berada di pendopo, terdengar suara bentakan: "Lekas enyah dari sini!"
Satu kekuatan tenaga yang sangat dahsyat
menyerangnya, seolah olah angin puyuh menyambar padanya.
Khiu-pan-po kembali keluarkan suara ketawanya yang aneh, lalu menyambuti serangan itu dengan kekuatan tenaga dalamnya. Sebentar terdengar suara nyaring. Semua meja dan kursi dalam pendopo itu pada berterbangan, malah ada yang hancur berantakan.
Khiu-pan-po dengan rambut awut2an dan wajah
bagaikan setan, maju menyerang lagi. Sepasang tangannya bergerak dan sebentar diputar laksana titiran, menyerang musuhnya.
Orang tua jenggot putih itu dengan bajunya yang gedombrongan, sebentar dikibaskan, sebentar digunakan untuk melibat atau menyerang, mengimbangi serangan Khin-pan-po yang dilakukan secara kalap itu.
"Nenek tua, kalau mau bertempur, mari kita bertempur di luar. Di sini ada tempat berhala, bukan tempatnya bagimu untuk mengganas". berkata orang tua itu.
"Apa kau kira aku takut padamu?" sahutnya si nenek.
Dengan cepat ia ke!uar dari ruangan.
Tatkala ia berpaling, orang tua jenggot putih itu ternyata sudah membayang di belakang dirinya, yang saat itu juga sudah berada di luar pintu.
244 Pada saat itu, medan pertempuran sudah menjadi kalut keadaannya, karena orang2nya Hong-lui-po juga sudah turut campur tangan membantu pihaknya.
Dalam keadaan kalut itu, mendadak terdengar siulan aneh. Seorang nenek berambut putih, dengan tangan membawa tongkat bengkok, menyerbu dalam kalangan sembari berseru: "Apa kalian sudah gila semua?"
Sedang tongkatnya digerakkan untuk memisah In-bu Mo-kheng dan Lak-chiu Sian-nio, yang sedang bertempur sengit, hingga masinga mundur lima kaki jauhnya.
"Anak murid Ban-ciong Nio-nio tidak ada permusuhan apa2 dengan Hong-lui-po, mengapa tidak bereskan bocah itu lebih dulu, sebaliknya baku hantam sendiri?"
In-bu Mo-kheng menghampiri si nenek itu. Di
telinganya berbisik sejenak. Nenek itu lantas berkata sambil delikkan matanya: "Apa kau sedang mengimpi" Orang2
kuat dari Hong-hong-tie sebentar sudah tiba disini. Kalau mereka itu tiba, jangan kata kau hendak tawan hidup2, sedangkan hendak menjamah badannya sedikit saja sudah tidak gampang!"
Lak-chiu Sian-nio kini sudah dapat kenali bahwa orang yang baru tiba itu adalah sumoynya Ban-ciong Nio-nio, Thian-bong Lolo. Ia tahu bahwa nenek itu ada mempunyai ilmu yang dinamakan Tek-lie-thay-kek-bian-kang yang amat ganas. Karena ia tidak setuju orang2nya baku hantam sendiri, maka ia lantas berkata sambil ketawa: "Ucapan Lolo memang benar!"
Dengan tanpa permisi lagi, ia lantas bergerak dan melesat ke dalam kuil.
"Tunggu dulu! aku sudah datang kemari, mana boleh aku membiarkan kau berbuat sesuka hatimu"' berkata 245
Thian-Bong Lolo sambil ketawa terbahak-bahak kemudian ia putar longkatnya dan melayang melalui atas kepala Lak-chiu Sian-nio, sebentar sudah berada di depan kamar.
Bwee Hiang kaget bukan kepalang ketika mengetahui siapa yang datang, diam2 ia mengeluh sendiri. Ia tahu dengan kenekatan mereka bertiga, juga belum mampu menandingi kekuatan Thian-bong Lolo. Tapi dalam keadaan terpaksa, sekalipun ia sendiri tidak dapat menandingi, juga harus melawan. Maka dengan tanpa banyak bicara, ia lantas menyerang secara mendadak.
Setelah Bwee Hiang bergerak, kawannya itu Bhiksuni muda, juga sudah bergerak bantu menyerang.
Thian-bong Lolo tidak menyingkir atau berkelit, hanya menyapu dengan tongkatnya untuk menyambuti serangan mereka, hingga sebentar kemudian, dua batang pedang Bwee Hiang dan Bhiksuni muda itu sudah patah dan dua orang itu terpental hampir jatuh di tanah.
Lak-chiu Sian-nio yang menyusul kemudian sudah mendahului Thian-bong Lolo terus masuk ke dalam kamar.
Hampir berbarengan pada saat itu, sesosok bayangan langsing, dengan kecepatan bagaikan kilat, juga lari menuju ke kamar.
Bwee Hiang bertiga sangat gelisah. Dengan tanpa hiraukan keadaan sendiri, telah maju memburu, tapi sudah terlambat.
Dalam saat yang amat berbahaya itu, mendadak
meluncur keluar hembusan angin hebat dan dua tangkai bunga teratai menyerang belakang diri Lak-chiu Sian-nio, berdua, hingga kedua duanya terpaksa lompat ke samping.
Kiranya ia orang tua berjenggot putih itu dan Liauw In Suthay yang sedang bertempur sengit, mendadak dapat lihat 246
Thian-bong Lolo, Lak-chiu Sian-nio, dan In-bu Mo-kheng bertiga menyerbu ke dalam pendopo siapa meninggalkan lawannya dan lari menuju ke dalam pendopo, untuk menghalangi maksudnya Lak-chiu Sian-nio dan In Bu Mo-kheng.
Tapi hanya dengan kekuatan Liauw In Suthay dan orang tua jenggot putih itu masih belum dapat merintangi datangnya begitu banyak orang yang hendak menyerbu ke kamar tersebut.
Disitu bukan saja terdapat Pak-kek Suncu, Khiu-pan-po dan lain2nya yang sudah pada datang berkumpul di depan kamar, sedangkan empat wanita baju merah muridnya Ban-ciong Nio-nio, semua juga sudah berada di dalam pendopo.
Selain mereka, Thian-bong Lolo yang sudah memukul mundur Bwee Hiang dan kawannya, juga sudah lantas menyerbu ke dalam kamar.
Dalam keadaan sangat kritis titu, mendadak terdengar suara bentakan keras. Seorang Pengemis Pincang dengan wajahnya yang berewokan, melayang turun dari atas genteng, seolah-olah malaikat yang baru turun dari langit, dengan tongkatnya menyerang Thian-bong Lolo.
Disamping itu, dua benda berkeredapan, dengan
dibarengi oleh hembusan angin hebat menggulung Pak-kek Suncu dan Khiu-pan-po.
Lalu terdengar suara beradunya senjata yang amat nyaring, ternyata tongkatnya Thian-bong Lolo sudah beradu dengan tongkatnya Pengemis Pincang.
"Sahabat, apa kau tidak mencari keterangan dulu"
Segala manusia semacam benda rongsokan, juga ingin mencari onar dengan orang2 Hong-hong-tie, benar2 tidak tahu diri!. Lagipula, mengganggu orang dalam keadaan 247
kesusahan, apakah itu ada perbuatannya seorang gagah?"
bentak si Pengemis Pincang dengan suara keras.
Thian-bong Lolo setelah menyambuti serangan
pengemis tadi segera mengetahui bahwa ia sudah menghadapi lawan kuat, apa lagi setelah mendengar teguran pedas itu, lantas menjawab dengan seenaknya:
"Kau bangsa apa, berani merintangi tindakan nenekmu?"
"Congkoan (kepala pengurus bagian luar) Hong-hongtie, Cian-lie Tui-hong atau si Pengemis Pincang, adalah aku ini!"
Kemudian ia membentak dengan suara keras, yang ditujukan kepada orang banyak! "Kalian semua juga merupakan orang2 ternama dalam rimba persilatan.
Dengan perbuatan dan kelakuan seperti apa yang kalian unjukkan tadi, apakah tidak kuatir akan kehilangan muka!
Jika handak menguji kekuatan, kita boleh bertanding di tempat terbuka"
Pada saat itu, keadaan dalam pendopo sudah menjadi kalut. Di luar kamar, dimana Lim Tiang Hong sedang bersemedi, dengan adanya Liauw In Suthay dan itu orang tua berjenggot putih serta Mo-ie Kim-kho yang menjaga, sekalipun jumlahnya orang yang hendak datang
Kasih Diantara Remaja 8 Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai Karya Marah Rusli Sang Penebus 17

Cari Blog Ini