Ceritasilat Novel Online

Ikro 1

Ikro Karya Reza Nufa Bagian 1


REZA NUFA IKRO Demi bangsa Dalam peluk sahabat Jiwa AlIslam IKRO Oleh: Reza Nufa Copyright ? 2010 by Reza Nurul Fajri
Penerbit: AlIslam Desain sampul: Reza Nufa Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com 2 Ucapan Terima Kasih Terima kasih tak terhingga kepada Allah
Yang Maha Sempurna. Beriring salam kepada semesta alam, aku
ucap pula terima kasih kepada semua manusia yang
telah menjadi sahabatku, yang memberikan serpihan
wajah dunia yang indah. Terima kasih beriring rasa
cinta kepada kedua orang tuaku, yang memberi
pengajaran tanpa kekerasan, yang memberiku kasih
sayang tanpa keluhan. Buku ini tercipta dengan
kehadiran kalian semua, semoga bermanfaat pula
untuk semua, terutama untuk yang di ujung sana.
3 4 Daftar Isi Bab 1: Asep dan Nek Minah
7 Bab 2: Pelajaran dari lingkungan
20 Bab 3: Mendapati kelembutan hati
44 Bab 4: Ditakuti bukan dihormati
68 Bab 5: Membaca alam 74 Bab 6: Bola kasti 91 Bab 7: Pohon cabe dan pisang
99 Bab 8: Belajar bersama 105 Bab 9: Hari kelulusan 119 Bab 10: Kota Jakarta 127 Bab 11: Keluarga Jalal 143 Bab 12: Masa Orientasi Siswa
147 Bab 13: Lingkungan Sekolah
156 Bab 14: Kesempatan pulang
170 Bab 15: Si Ikat kepala putih dan si tokek
186 Bab 16: Mulai menulis 199 Bab 17: Sang anak jalanan
205 5 Bab 18: Penolakan yang manis
210 Bab 19: Wanita yang ronda?
225 Bab 20: Islam berbeda-beda
234 Bab 21: Jimat dan pemerintah
240 Bab 22: Semangat mahasiswa
247 Bab 23: Catatan-catatan 261 Bab 24: Malam renungan, siang perpisahan 271
Bab 25: Ayah, aku dan anakku
290 Bab 26: 3 hari pertama 310 Bab 27: Hidup baru 316 Bab 28: Aminah yang mulia
319 Bab 29: Yang terlewatkan 326 Bab 30: Keputusan 340 Bab 31: Perhentian terakhir
353 Bab 32: IKRO lembaran akhir
360 Bab 33: Nasib IKRO 397 Bab 34: Lidah Sang Pena 397 6 Bab 1 Asep dan Nek Minah Pada suatu sore, di sebuah pedesaan di kota
bandung, turun hujan yang sangat deras. Seorang
anak laki-laki berlari sekuat tenaga mencoba
menghindari air hujan. Kala itu jalanan sangat sepi
dan petir seakan melepas kemarahan pada bumi. Kaki
bocah itu terlalu pendek untuk melawan serbuan air
yang menghujam cepat. Secepat apapun dia berlari
pada akhirnya dia disergap oleh hujan, membuatnya
basah dan kedinginan. Ada rasa takut menggerayangi
pikirannya. Sore itu begitu sepi. Dalam ketakutannya
itu dia menerobos air hujan, tak menghiraukan
jalanan yang licin dan berlubang. langkah kaki yang
kecil memikul ketakutan yang besar, tubuh yang
sudah lemah dan kedinginan itu ingin cepat sampai
rumah. Pada akhirnya, langkah kakinya terhenti di
depan pintu sebuah rumah. meski bajunya kini
menjadi basah, dan tubuhnya yang kecil bergetar
didekap dingin, yang terpenting baginya adalah
wujud ketakutan sudah tertinggal jauh dari
punggungnya. "tok tok tok." Anak itu mengetuk pintu rumah.
"assalamu ?alaikum nek." Salam yang keluar dari
tubuhnya yang kedinginan. "nek, cepat buka pintunya
nek, dingin!" suaranya bertambah keras. Terlihat
7 wajahnya mulai pucat dan kedinginan. Dia membuka
bajunya di depan pintu, memeras baju tersebut agar
tidak terlalu basah ketika masuk rumah.
"Wa ?alaikum salam." Balas seseorang di dalam
rumah. Orang ini hendak membukakan pintu untuk si
anak kecil. Dia melangkahkan kakinya begitu
perlahan, meraba bilik rumahnya sambil mencari-cari
letak kunci yang tadi dia simpan.
Tak lama kemudian pintu rumah itu dibuka
oleh seorang perempuan. tubuhnya membungkuk
seakan memikul bebatuan, rambutnya abu-abu dan
sudah tidak menyisakan kemilau. wanita tua itu
bernama minah, umurnya 63 tahun. Dia tinggal di
sebuah rumah kecil di perkampungan yang jauh dari
kota. hidup berdua dengan seorang cucu yang sudah
dianggap sebagai anaknya sendiri.
Seraya membukakan pintu, kata-kata lembut pun
keluar dari mulut nek minah "aduh nak, kenapa kamu
tidak berteduh dulu. sampai basah dan kedinginan
seperti ini. aduh... ya sudah cepat mandi, kepalanya
dibasuh. Ada air panas di teko. pakai air hangat untuk
mandi, setelah itu jangan lupa shalat ashar."
"iya nek." jawab anak tersebut dengan singkat. Dia
bergegas mengambil teko yang berisi air panas.
Mencampurnya dengan seember air dingin yang ada
di kamar mandi. Setelah itu dia membersihkan
seluruh tubuhnya. 8 Diluar hujan begitu deras, nek minah
melanjutkan pekerjaannya menambal baju yang
sobek. Namun, ketika sekali lagi dia menengok
keluar jendela, seketika dia langsung beranjak dari
tempat duduknya dan bergegas menuju belakang
rumah. "astaghfirullah.." gumam nek minah. dia lupa bahwa
siang tadi dia menjemur pakaian, dia bangkit dari
duduknya dan pergi ke belakang rumah mengangkat
pakaiannya. Namun, apalah daya, nek minah sudah
semakin lambat dan pelupa. pakaian itu kini kembali
basah. begitu pula pakaian yang menempel di
tubuhnya, kini turut basah.
"Alhamdulillah, pakaian ini tidak terbawa angin."
ucap nek minah. Masih ada rasa syukur dalam
hatinya. Nek minah kembali merentangkan pakaianpakaian basah itu di dalam rumah. ada sebatang
bambu kering yang panjang, di atas tungku yang
baranya masih menyala merah, di bambu itu juga ada
beberapa tongkol buah jagung yang digantung dan
cangkangnya terlihat sudah sangat kering. Nek minah
mengganti pakaian basah yang menempel ditubuhnya
dengan kaus kumal yang sudah pudar warnanya. dan
mengbulung kain sarung yang sudah kusut di
pinggangnya. Lalu dia kembali ke ranjangnya,
melanjutkan pekerjaan yang sempat terhenti.
9 Tak lama berselang, si anak keluar dari
kamarnya, dengan sarung hitam dan baju koko putih.
langkah demi langkah perlahan dia mendekati nek
minah, berhati-hati menghindari tetesan air yang
jatuh dari atap. Begitu dingin udara sore itu, hingga
dia merapatkan dan menggosokkan kedua tangannya
di depan dada. Anak itu duduk dekat nek minah. "sedang apa nek?"
tanya anak tersebut membuka percakapan dengan
neneknya. "nenek sedang menambal baju yang robek." Jawab
nek minah. Anak itu memperhatikan baju yang sedang dirajut
oleh nek minah. Lalu dia sadar bawha baju itu adalah
bajunya. "itu kan bajuku nek, biar aku saja yang
lanjutkan!" Pinta anak itu. dia merasa berkewajiban
untuk memperbaikinya sendiri, meski sebenarnya dia
belum bisa merajut. Nek minah menatap anak tersebut. "tidak usah. kamu
perhatikan saja nenek ya.." ucap nek minah,
penolakan lembut keluar dari hatinya yang penuh
kasih sayang. Disaat percakapan itu berlangsung, nek minah
menyadari ada tetesan air di dalam rumahnya. musim
penghujan yang tiba setelah sekian lama kemarau,
mengingatkannya bahwa rumah yang ia tinggali kini
sudah rusak. Genteng rumahnya sudah berlubang dan
10 meneteskan air, lantai semennya retak hingga
bercampur dengan tanah yang basah, dan lagi angin
yang kencang memperjelas bunyi engsel yang
berkarat. "hhh, kenapa tidak boleh nek? padahal aku ingin
membantu." Ucap anak tersebut dengan suara yang
terdengar sangat kecewa. "oooh, jadi cucu nenek ingin membantu.. Nak, kamu
lihat tetesan air itu kan? Taruhlah ember atau baskom
dibawahnya, supaya air itu tidak mebanjiri seisi
rumah." Jawab nek minah. Dia memberi tugas baru,
berusaha untuk tidak mengecewakan anak tersebut.
Baru saja anak itu akan pergi mengambil
ember, nek minah sudah melanjutkan kata-katanya.
Dia menghentikan langkah kaki sang anak, dan
membuatnya kembali menoleh. "sekalian kamu lihat
keatas, kamu ingat-ingat dimana letak genteng yang
bocor. besok kamu ke rumah mang udin, minta
bantuannya mengganti genteng itu dengan yang baru.
Bisa tidak nak?" pinta nek minah.
"bisa nek, insyaallah.." Jawab anak itu dengan nada
datar. Anak itu masih ingin membantu neneknya
menjahit baju dengan tangannya sendiri. ada
keinginan yang besar dalam dirinya, keinginan untuk
tidak merepotkan neneknya yang sudah tua.
Anak itu kemudian pergi ke dapur untuk
mengambil ember dan baskom, diletakkannya ember
11 tersebut untuk menadah air yang jatuh dari atap.
"tokk tokk tokk" terdengar suara air yang jatuh ke
dalam ember yang kosong. Dia letakkan juga baskom
kaleng yang dia dapat dari dapur, "trong trong trong"
suara lantang yang keluar ketika air jatuh ke dalam
baskom. 2 ember dan 2 baskom menadah air yang
turun dari atap, menimbulkan suara yang beraneka
ragam, seperti nada-nada dari alat musik sungguhan.
Mereka berdua lalu terdiam, tenggelam dalam
lantunan suara hujan, bersama dentak tetesan air dan
kodok-kodok yang bersahutan dalam nyanyian alam.


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suara-suara itu memberikan ketenangan pada diri
sang anak. di saat yang sama memberi kegelisahan
pada diri sang nenek yang hawatir rumahnya diterpa
angin dan hujan. Anak itu masih memperhatikan nek minah,
lalu tiba-tiba nek minah memberinya nasihat. "nak,
kadang kala, niat baik dan kemauan tidak cukup
untuk membuahkan kebaikan. kamu harus punya
kemampuan untuk berbuat. nenek melarang kamu
menyulam, karena untuk saat ini benang ini sangat
pendek, tidak cukup untuk sebuah kesalahan. dan
jarum ini masih terlalu tajam untuk tangan kecilmu
yang nenek sayangi. Suatu saat nanti kamu pasti
menyulam bajumu sendiri, untuk sekarang kamu
cukup perhatikan saja ya."
Dari wajahnya anak itu terlihat sangat kecewa. Dia
menundukkan pandangannya, lalu berkata "iya nek,
besok-besok jika ada baju yang robek lagi nenek
12 harus mengajariku menyulam." Dia berusaha
menerima dan memahami kata-kata neneknya.
"besok-besok kamu akan nenek ajari memasukan
benang kedalam jarum." Tegas nek minah.
"hhh.." gumam anak itu.
Nama anak ini adalah asep. Dia tumbuh tanpa
kedua orang tuanya. Dia sangat beruntung dengan
keberadaan sang nenek, sehingga dia tetap menjadi
seorang anak yang cerdas. Namun, tidak adanya
sosok ayah dan ibu sering kali membuatnya minder
dalam pergaulan. Asep berumur 14 tahun, dia baru
saja naik ke kelas 3 SMP. Asep termasuk anak
berprestasi, bahkan dari kelas satu SD hingga
sekarang dia tidak pernah lepas dari ranking tiga
besar. Sambil mentautkan kain dan benang, nek minah
bertanya kepada asep. "kamu tadi belajar apa di
sekolah? Terus sepulang sekolah kemana dulu? Jam
segini kok baru pulang."
"tadi belajar bahasa indonesia nek. sepulang sekolah
tadi kan aku pulang ke rumah, tapi nenek ga ada,
terus aku main ke rumah imam. aku keasikan main,
terus waktu pulangnya aku kena hujan. Gitu nek.."
terang asep kepada nek minah.
Nek minah tersenyum menyimak cerita cucunya. Dia
bahagia memiliki seorang cucu yang sangat
13 bersemangat dalam belajar, senang membaca dan
bertanya. Nek minah lalu bertanya kepada asep
"pelajarannya ada yang sulit tidak nak? nanti nenek
bantu." Seraya memandang asep dan menghentikan
sejenak gerakan tangannya yang sedang merajut.
Asep menjawab sambil menatap nek minah. "ga ada
nek, asep sudah bisa semua." terdengar rasa percaya
diri yang besar dari ucapannya.
"bagus kalau begitu, terus belajar ya, jangan terlalu
banyak main. Memang kamu tadi main apa di rumah
imam? kok sampai lupa waktu." Tanya nek minah
seraya kembali melanjutkan pekerjaannya.
"itu loh nek, liatin semut berantem. Seru banget,
semutnya itu hebat-hebat. Tapi sebenarnya aku
kasihan juga sih." Jawab asep.
"sengaja kamu adu ya semutnya?" tanya nek minah
dengan lembut. "si imam yang ngaduin semut nek, aku cuma lihat
aja." Terang asep. Asep lalu menaikkan kedua
kakinya ke atas ranjang, kemudian duduk bersila
menghadap nek minah. "Tapi, tadi aku heran nek,
kok semut itu mau ya berantem sama temennya
sendiri? Padahal yang satu itu Cuma dicopot
antenanya itu, eh langsung gigit-gigitan." sambung
asep. 14 "ooh imam." Nek minah terdiam cukup lama, lalu
melanjutkan perkataannya. "itulah binatang nak,
mereka tidak punya akal. Gara-gara semut yang satu
itu tidak ada antenanya jadi dianggap berbeda oleh
semut yang lain, padahal dia itu masih temannya.
mereka tidak punya akal yang tinggi untuk berpikir,
makanya mereka jadi bermusuhan. Kamu tidak boleh
ngadu semut lagi ya nak, kasihan semutnya!" Tegas
nek minah. "iya nek. aku ga ngadu semut lagi.." asep terdiam
sesaat kemudian berkata "nah manusia kan punya
akal, tapi kenapa masih ada yang bermusuhan nek?
tetangga kita itu sering berantem nek."
"hus..!" nenek memandang asep dengan tatapan yang
tegas. "ga boleh ngomongin orang lain!"
"iya nek. maaf, aku lupa." Jawab asep.
"begini nak, manusia juga punya hawa nafsu seperti
binatang. akal juga jika salah digunakan maka akan
membuat perbedaan semakin banyak. Kita akan
menjadi lebih tidak berakal dari binatang jika kita
menjadikan hawa nafsu berada diatas akal. maka dari
itu Allah juga melengkapi manusia dengan perasaan.
Perasaan itu bisa berguna untuk mengendalikan akal
agar tidak dikuasai hawa nafsu, agar tidak mudah
berantem seperti semut. Paham nak?" terang nek
minah, sementara itu asep terus memperhatikan.
15 "berarti yang paling penting itu perasaan ya nek?
berarti manusia yang sering berantem itu tidak punya
perasaan ya nek?" tanya asep. Dia terlihat sangat
serius menanti jawaban dari neneknya.
Nek minah kembali melanjutkan pekerjaan
menjahitnya yang sempat terhenti tanpa dia sadari,
kemudian menjawab pertanyaan asep. "mereka punya
perasaan, tapi tidak digunakan. Perasaan itu ada di
hatimu, Gunakan hatimu, rasakanlah keberadaan
lingkunganmu. gunakan juga akalmu, itu baru
namanya manusia sejati." Dengan lembut nek minah
menasehati cucunya. "nek, yang aku tahu, hati itu tempatnya darah nek,
bukan perasaan. Aku kadang bingung yang disebut
perasaan itu ada dimana." Asep menyangkal
pendapat nek minah yang menurutnya salah, tidak
sama dengan yang dia ketahui selama ini.
Nek minah kembali menghentikan pekerjaannya, dia
menatap asep. "dalam tubuhmu itu ada jiwa, perasaan
itu bersumber dari jiwa itu. Jiwa itulah yang
membuat hatimu bisa menyadari baik dan buruk, jadi
tetap ada hubungannya dengan hati yang kamu sebut
tadi, hati itu adalah rumahnya perasaan. Nah, itu juga
sebabnya Allah memerintahkan kita memakan segala
sesuatu yang baik, agar hati kita tetap dalam keadaan
baik, dan darah yang mengalir dalam tubuh kita juga
darah yang baik." Terang nek minah.
16 Asep mulai memahami perkataan neneknya. "oooh
begitu. Nenek memang hebat, tiap kali aku bertanya
pasti nenek tahu jawabannya." Ucap asep seraya
tersenyum kepada nek minah.
"nenek hebat karena nenek ingin kamu jadi manusia
yang lebih hebat. berguna untuk lingkungan, pintar,
sabar. Bukan manusia yang mudah berkelahi seperti
semut." Ucap nek minah.
"oiya nek. aku kan tadi nanya ke bu guru dimana ibu.
Dia malahan nasehatin aku supaya terus belajar. bu
guru itu juga sudah banyak belajar kan nek? nenek
juga sudah pintar. tapi kenapa sampai sekarang nenek
ga mau cerita dimana ibuku?" tanya asep. Wajahnya
terlihat lebih serius dibanding sebelumnya.
"nenek kan sudah janji, nanti nenek akan cerita kalau
kamu sudah beres belajar. Sabarlah nak." Jawab
nenek dengan suara yang pelan.
"itu sih masih lama nek. berapa tahun lagi buat
nunggu? sekarang kan aku udah besar nek. nenek
gampang bicara seperti itu karena nenek ga tahu
gimana rasanya diledekin temen-temen! Aku sedih
nek! di kelas itu kadang mereka bisik-bisikan
ngomongin aku. Terus kalau lagi main juga mereka
sering manggil aku dengan sebutan "pungut", aku
tahu maksud mereka itu ngeledek. Kenapa yang aku
tahu cuma nama ibu dan ayahku! tapi aku ga tahu
mereka dimana?" asep berkata dengan cepat dan
penuh luapan emosi. Selama ini dia sangat ingin tahu
17 di mana kedua orang tuanya, namun tidak pernah ada
satu orang pun yang menjawab keingintahuannya itu.
"sabar nak! Kamu memang sudah besar, karena itu
harusnya kamu lebih sabar lagi! Nenek janji cerita ke
kamu, tapi bukan sekarang. Kamu selesaikan dulu
sekolahmu, nenek pasti cerita. Orang tuamu itu orang
yang baik. biarkan saja ucapan teman-temanmu itu,
jangan dihiraukan." Nek minah berkata kepada asep
dengan lemah lembut. Dia berharap agar anak itu
kembali tenang. "susah nek! aku sendirian sedangkan mereka banyak.
aku ga bisa tahan ngedenger kata-kata mereka. Ah
nenek ga ngerti sih!" asep berkata dengan suara yang
semakin pelan dan wajahnya menyampaikan pesan
kekecewaan. Mereka terdiam cukup lama. Asep terlihat
menyandarkan punggungnya ke besi tiang kelambu
yang ada di samping ranjang nenek. Sedang nenek
terus menyibukkan diri dengan jarumnya, meski
dalam hatinya juga ada gejolak yang tak bisa dia
katakan. "sini, mendekat ke nenek!" Nek minah menarik
tangan asep. Lalu mengenggam kedua telinga asep
dengan kedua tangannya. "Telingamu ini ada dua."
Ucap nek minah, lalu dia menatap kedua mata asep
dengan dalam. "dan diantara keduanya ada otak,
kamu tahu kenapa?" tanya nek minah.
18 "aku ga tahu.."asep menjawab dengan suara pelan.
"dengarkan nenek baik-baik. Allah itu Maha
Penyayang. biarkan kata-kata orang lain itu masuk
lewat satu sisi telingamu, saring kata-kata itu di
dalam otak, simpanlah kata-kata yang baik dan
buanglah perkataan yang buruk lewat sisi yang lain.
Tidak usah kamu simpan kata-kata yang buruk itu
dalam pikiranmu. Kamu coba sekarang, nenek yang
perhatikan." Jelas nek minah kepada asep.
"hhhh.. aku selalu ga bisa maksa nenek. Tapi nenek
jangan bohong, setelah aku selesai sekolah, nenek
harus cerita." Ucap asep.
"iya nenek janji. Sekarang kamu buang jauh-jauh
ucapan teman-temanmu yang tidak baik." Nek minah
melepaskan genggaman tangannya dari telinga asep,
menggerakkannya ke wajah asep, kemudian turun
menuju pundak asep. Dia mengenggam pundak asep
dengan erat. "ya udah ah nek, aku juga bukan anak kecil lagi."
Asep kembali menjauh dari neneknya. Dia tidak mau
lagi terlihat seperti anak kecil. Meskipun di umur
yang hampir 15 tahun ini tubuhnya memang masih
terlihat kecil dan kurus.
"bukan anak kecil kok nangis. itu tuh mata kamu ada
air matanya." nek minah menggoda asep. dia
menatap mata asep. Terlihat mata asep sudah sangat
berlinang air mata. Hanya saja asep punya sifat
19 seorang lelaki yang sama sekali tidak ingin terlihat
menangis. "yeee, mana air matanya? yang nenek lihat tuh air
hujan yang netes dari atap." jawab asep. Dia
mengusap wajahnya. Ada sedikit senyum tercitra dari
wajah mudanya. Sore itu hanya berdiam diri hingga malam.
Hujan memenjarakan semangat mereka, bersama
derai hujan itu ada kelelahan yang memeluk erat
kedua raga dari dua masa berbeda. Hujan deras
berlangsung untuk lama, bahkan belum berhenti
hingga nek minah dan cucunya tertidur lelap.
Bab 2 Pelajaran dari lingkungan
Keesokan harinya asep berangkat sekolah. Di
hari jum?at ini dia akan belajar tentang agama. Pagi
ini asep datang paling awal, dia kebagian piket kelas.
Asep melihat lantai kelas dalam keadaan becek sisasisa hujan kemarin. Tanpa tunggu lama dia langsung
bergegas mengepel lantai. Diambilnya seember air
dari sumur timba di samping sekolah. Celap-celup
kain pel yang bentuknya sudah menggulung seperti
rambut gembel. dorong ke timur dan barat,
menjangkau sudut-sudut ruang kelas, dengan gesit
20 tubuhnya yang kecil mengepel lantai.
akhirnya lantai itu kembali bersih.
hingga belum lama asep duduk mengistirahatkan
tubuhnya di dekat pintu, gerombolan temantemannya akhirnya tiba. asep segera memperingatkan
mereka untuk membuka alas kakinya, dia tidak mau
hasil kerjanya menjadi rusak. Meninggalkan alas kaki
seperti itu merupakan peraturan tak tertulis yang
harus mereka patuhi. jika musim hujan sudah tiba,
maka dilarang keras membawa masuk alas kaki yang
kotor ke dalam kelas. asep yang sedang kebagian
piket hari ini adalah yang paling sibuk. Alas kaki
yang membawa tanah basah itu terlihat berjejer
didekat tembok sekolah, asep merapihkan alas-alas


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kaki itu agar tidak tumpang tindih.
Bersih-bersih kelas sudah beres. Asep
tersenyum kecil lalu berjalan kembali menuju tempat
duduknya. Dia menyiapkan beberapa buku di atas
meja. Membaca kembali beberapa catatan minggu
kemarin. Hingga kemudian seseorang menyapanya.
"Hai sep.." sapaan dari seorang teman yang baru
saja datang. "eh kamu vit.." jawab asep.
"sep! kata temen-temen ada PR ya? kamu udah
ngerjain belum?" tanya vita.
21 "alhamdulillah udah vit." Terdiam sejenak. "kamu
udah juga kan?" tanya asep.
"aku kesulitan nih sep. minggu kemarin kan aku ga
masuk gara-gara sakit. Terus aku juga baru tahu
ternyata ada PR. Aku pinjam buku catatan kamu
boleh nggak sep?" pinta vita.
"nih!" memberikan salah satu buku yang ada
dihadapannya. "cari aja jawabannya disitu, di catatan
yang terbaru." Menjawab seraya memberi senyum
kepada vita. "makasih ya sep. soalnya aku juga harus nyalin
catetan yang minggu kemaren nih. Haduuh.. repot
deh, semoga aja bu guru telat." Ucap vita.
"ooh, ya udah, cepetan loh vit, bentar lagi masuk."
20 menit kemudian bu guru masuk kelas, Pagi
itu bu guru datang lebih siang dibanding biasanya.
Mungkin karena hari pertama hujan, sehingga bu
guru kesulitan melewati jalanan yang becek. Asep
dan teman-temannya memberikan salam pada bu
guru. Setelah itu mereka memulai pelajaran.
"anak-anak, PR-nya sudah dikerjakan belum?" tanya
ibu guru. "sudah bu.." bersamaan. 22 murid-murid menjawab secara "bagus, hari ini kita akan bahas PR-nya bersamasama." Tegas bu guru.
Soal demi soal dibahas. Soal ke-1 hingga ke-4
telah selesai dibahas. Sekarang giliran soal ke-5 atau
soal terakhir yang akan dibahas.
"asep!" bu guru menyebut nama asep. "jawab soal
yang nomer lima! Sebelumnya baca dulu soalnya."
Bu guru memerintahkan asep untuk menjawab
pertanyaan terakhir. "baik bu. Pertanyaannya adalah " ayat mana yang
pertama kali diwahyukan kepada nabi Muhammad?"
asep terdiam menghela nafas. "jawabannya adalah
"ayat pertama yang diterima Rasulullah adalah ayat
ke-satu surat Al-Alaq." jawab asep.
"baca ayatnya dan baca juga artinya!" perintah bu
guru. Asep menatap bukunya lebih dekat. "iqra,
Bismirabbikalladzi kholaq. Yang artinya "bacalah,
dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan."" Terang
asep. Dengan penuh percaya diri dia menjawab
pertanyaan tersebut. "terima kasih ya asep. Jawabannya benar. Bagaimana
dengan yang lain, semuanya benar kan? Atau ada
yang salah?" tanya ibu guru. Hampir semua anak
menjawab dan mereka yakin bahwa mereka benar.
Bu guru melanjutkan perkataannya "baiklah jika
23 semuanya sudah benar, sekarang ibu akan memberi
sedikit penjelasan." guru itu terdiam sejenak. "ayat
itu adalah perintah Allah kepada nabi Muhammad.
ketika itu malaikat jibril menyampaikan ayat itu
kepada Rasulullah dan langsung memerintahkan
Rasul untuk membaca ayat itu. waktu itu Rasulullah
sama sekali tidak bisa membaca. Namun kemudian
Rasulullah mulai mengikuti ucapan malaikat jibril."
Guru itu kembali terdiam sejenak. "Ayat itu adalah
bagian dari Al-Qur?an, jadi perintahnya adalah untuk
membaca Al-Qur?an. kita sebagai umat Nabi
muhammad juga harus membaca Al-Qur?an." Tegas
bu guru. "begitu ya. Berarti kita harus rajin membaca AlQur?an." Gumam asep.
"Kita harus banyak-banyak membaca Al-Qur?an dan
mengamalkan isinya." Bu guru kembali memperjelas
ucapannya. "bu, selain kita mendapat pahala. apa lagi untungnya
membaca Al-Qur?an?" tanya salah seorang anak.
Bu guru tersenyum kemudian menjawab pertanyaan
anak tersebut. "dengan membaca Al-Qur?an dan
memahami isinya, insyaallah kamu akan menjadi
orang yang pintar dan baik hati." Terang bu guru.
Soal demi soal dibahas. Bel tanda berakhirnya pelajaran pun berbunyi, di hari jum?at
seperti ini waktu sekolah memang lebih pendek,
24 dikarenakan anak laki-laki harus bergegas pulang dan
melaksanakan ibadah shalat jum?at di masjid. Anakanak itu pun berhamburan keluar kelas. namun asep
tidak langsung keluar kelas, dia menghampiri ibu
guru. seakan belum puas dengan jawaban sang guru,
asep kembali mengutarakan pertanyaan.
"bu! apa aku akan tahu dimana orang tuaku?" tanya
asep. "maksud kamu?" "yang aku tahu Al-Qur?an itu kan lengkap. Segala
macam ilmu pengetahuan bisa digali dari Al-Qur?an.
Terus jika aku membaca Al-Qur?an, apa aku bisa tau
orang tuaku ada dimana?" tanya asep.
Guru itu tahu bahwa asep adalah seorang yatim piatu.
Dia sungguh tak menyangka bahwa asep akan
menanyakan hal ini. dia tersentak seraya menatap
sosok asep, lewat matanya terlihat rasa ingin tahu
yang besar dalam diri asep. guru itu terdiam cukup
lama. "nak asep, belajarlah dengan sungguh-sungguh.
Allah punya kehendak yang kadang tidak kita
mengerti. Belajarlah, jadilah orang yang pintar dan
berguna. suatu saat nanti kamu bukan hanya akan
tahu, tapi juga akan bertemu dengan orang tuamu."
Terang sang guru, dia menatap asep agar
membuatnya mengerti. Dia juga tersenyum kepada
asep. Dia memberi sedikit kelembutan seorang ibu
kepada asep. 25 Namun dalam relungnya, guru itu menahan
kepedihan. sebagai seorang ibu, dia sangat merasa iba
kepada asep. Dia berharap kata-katanya tidak
merusak apapun dari anak yang sedang berbunga dan
menyimpan pengharapan yang tinggi ini.
"terima kasih bu." Jawab asep dengan pelan.
"hhhh.. jawabannya sama saja dengan guru yang
kemarin. Hampir sama juga dengan guru-guru yang
lalu." Pikir asep. Asep sering menanyakan keberadaan orang
tuanya kepada setiap orang yang dia kenal, namun
tidak ada satu orang pun yang menjawab. hanya
kekecewaan yang dia dapat. Bahkan Nenek yang
merawatnya dari kecil dan menjadi orang terdekatnya
juga tidak bisa memberikan jawaban.
"aku pulang dulu ya bu.
assalamu?alaikum.." salam asep.
terima kasih, "wa ?alaikumussalam.. hati-hati di jalan nak." Jawab
sang guru sambil merapihkan kembali buku-bukunya
ke dalam tas. Asep pun berjalan meninggalkan meja sang guru.
Anak-anak lain sudah sampai ke rumahnya masingmasing, asep pun bergegas untuk pulang. Tapi
kemudian ternyata ada seorang anak yang masih
berdiri tidak jauh dari pintu kelas. Asep
memperhatikan anak itu. lalu dia menyapanya.
26 "loh vita, kamu belum pulang?" asep heran melihat
vita yang masih berdiri di dekat pintu.
"maaf, aku pinjam bukunya lama. Terima kasih ya
sep, ini bukumu aku kembalikan." Ucap vita.
"oooh jadi kamu belum pulang karena mau balikin
buku. ga apa-apa kok vit, Ayo pulang!" ajak asep.
Siang itu mereka berjalan pulang berbarengan. Rumah vita memang searah dengan
rumah asep, dan hanya berjarak 50 meter dari rumah
asep. namun perbedaan antara keduanya sangat besar.
Rumah keluarga vita sangat megah, catnya berwarna
orange cerah, memiliki taman berisi bunga-bunga
yang indah, bahkan lantainya lebih bagus dari lantai
sekolah. Sedangkan rumah asep dan neneknya adalah
rumah kampung yang sederhana, dengan pondasi dari
batu bata, dinding temboknya setinggi lutut dan tidak
di cat sama sekali, sedang dinding keatasnya hanya
bilik-bilik bambu yang beberapa sisinya ditambal
kertas sisa karung semen dan koran, dapurnya pun
menempel dengan kandang ayam di belakang rumah.
Sesampainya di rumah, asep langsung
mengucap salam. namun dia tidak mendapati
jawaban dari neneknya. Akhirnya asep mencoba
langsung masuk, rumahnya memang tidak dikunci
jika di siang hari. Jam menunjukkan pukul 10.55, dia
bergegas mandi dan merapihkan diri. Sebagai
seorang muslim laki-laki, hari ini dia akan pergi
menunaikan shalat jum?at.
27 Ketika asep sudah rapih dan siap berangkat,
nenek akhirnya pulang. Terdengar suara pekikan
pintu dapur yang engselnya sudah berkarat.
"nenek darimana? Tanya asep.
"dari kebun singkong yang di seberang sungai itu."
Jawab nenek sambil berjalan masuk ke kamar mandi.
Asep keluar dari kamarnya dan mendekati pintu
kamar mandi. "nenek kan sudah tua, jangan terusterusan berkebun. kan sudah ada mang udin yang
ngurusin kebun." Ucap asep.
Nek minah memang tidak suka berdiam diri.
Dalam keadaan tubuhnya yang sudah mulai lambat
dan lemah, dia tetap saja beraktivitas yang bisa
membuatnya sangat kelelahan. Dia tetap berkebun,
meskipun selama ini hasil pendapatan dari tanah dan
sawahnya yang dikelola oleh orang lain itu sudah
cukup untuk menghidupinya.
"cucu nenek yang baik, lihatlah nenek yang sudah tua
ini. Meskipun nenek diam di dalam rumah, tetap tak
banyak yang bisa nenek lakukan. Nenek hanya ingin
tetap berguna. sekarang nenek mau tanya, kamu tadi
belajar apa di sekolah?" terang nek minah sambil
membasuh kakinya dengan air dari bak mandi.
"tapi nenek jangan kerja capek-capek! Tadi itu aku
belajar tentang Al-Qur?an nek. ya udah, aku mau
berangkat shalat dulu ya nek." ucap asep..
28 "iya nak, hati-hati. Oiya jangan lupa janji kamu yang
kemarin." Ucap nenek.
"siap!" asep menjawab dengan sigap. "wassalamu
?alaikum nek." dia melangkahkan kakinya, membuka
pintu rumahnya dan berangkat menuju masjid.
Siang itu matahari sangat panas, perjalanan
menuju masjid sekitar 2 km. Lumayan jauh, masjid
itu berada dekat jalan raya menuju kota bandung. Di
jalan menuju masjid asep bertemu dua orang teman
kampungnya yang juga menuju masjid. mereka
mengobrol dan bercanda sepanjang jalan sehingga
panas itu tidak terlalu terasa.
setelah shalat jum?at nanti dua temannya itu
berencana pergi memancing, dan mereka mengajak
asep. "sep mancing yuk, ikannya lagi banyak loh.
Kemarin saja aku dapet 20 ekor yang besar-besar."
Ucap salah seorang teman asep yang bernama imam.
"memang iya? kalian pergi mancingnya jam berapa?"
tanya asep. "jam dua gitu lah, habis shalat jum?at aku harus bantu
ibuku ngambil air bersih dulu." Ucap salah seorang
teman asep yang lain, namanya ubed.
"oooh. nanti kalian berangkatnya lewat jalan depan
rumahku kan? Nanti jangan lupa panggil aku ya, aku
mau ikut." Ucap asep.
29 "bagus deh asep ikut, jadi tambah rame. Tenang aja
nanti kami panggil kok sep." ucap ubed.
Tinggal beberapa beberapa langkah lagi akan
sampai di masjid. Dan seperti biasanya, shalat jum?at
sangatlah ramai, berbeda sekali dengan shalat subuh
atau shalat ashar yang biasanya cuma dihadiri satu
baris orang. shalat jum?at tidak ada bedanya dengan
shalat yang lain, hanya saja dalam shalat jum?at itu
ada khutbah, meski asep tidak mengerti sama sekali
apa isi khutbah tersebut. Khutbah jum?at seharusnya
menyampaikan pesan-pesan kebaikan, memberi
pengajaran kepada para laki-laki. Namun apalah
daya, asep dan sebagian besar warga kampungnya
memang tidak mengerti bahasa arab. Mereka hanya
mampu berucap amin ketika sang khotib membaca
do?a.

Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepulang shalat jum?at, asep langsung
mampir ke rumahnya mang udin. mang udin itu
biasanya pulang jum?atan paling terakhir. Asep
menunggu di depan rumah mang udin. Dia berdiri
dibawah sebuah pohon jambu air yang tengah
berbunga. Mang udin tinggal sendiri, dia hidup mandiri
dengan segala keterbatasannya. dia masih melajang
di umurnya yang sudah 36 tahun. Mang udin
seringkali membantu nek minah, bahkan nek minah
sudah menganggap dia sebagai anaknya. Mang udin
pun sudah menganggap nek minah dan asep sebagai
keluarganya. Mang udin bekerja serabutan, kadang
30 jadi kuli angkut pasir, kadang menjual buah kelapa
tua, mengolah tanah orang lain kemudian bagi hasil,
terkadang juga jadi tukang membangun rumah, dan
apapun yang bisa menghasilkan uang untuk
mencuupi kebutuhan hidupnya. Ketika malam tiba
mang udin biasa mengajari anak-anak kampung
untuk membaca Al-Qur?an dan memperdalam agama
islam. asep dan teman-tamannya juga belajar pada
mang udin. Setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya
mang udin sampai di rumahnya.
"mang, rumah nenek bocor. Nenek minta tolong
sama mamang supaya gentengnya itu diganti." Pinta
asep. Dia bangkit dari duduknya, menghindar dari
depan pintu rumah mang udin.
"genteng yang bocornya ada berapa sep? jawab mang
udin sambil merogoh sakunya.
"kemarin sih asep hitung ada 5 yang bocor." Ucap
asep. "sekarang, kamu pulang dulu saja, nanti mamang
nyusul. Eh iya sep, tapi mamang juga minta tolong
sama kamu. Di samping rumah mamang itu ada
genteng, kamu bawa 7 buah genteng yang masih
bagus ke rumah nenek ya." Pinta mang udin. Dia
kemudian masuk ke dalam rumahnya.
31 "iya mang. Jangan lama-lama ya mang, takut keburu
hujan lagi." Ucap asep. Dia melangkahkan kakinya
menuju samping rumah mang udin. Di sana ada
genteng-genteng yang di susun di tanah. Asep
mengambil 7 genteng yang masih terlihat bagus, dia
memanggul genteng tersebut di pundaknya dan
berjalan menuju rumah. Tubuhnya yang kecil terlihat
memiliki kekuatan yang besar.
*** Asep meletakkan genteng yang dibawanya di depan
rumah. "assalamu? alaikum. Nek, nenek!" asep
mengetuk pintu seraya mengucapkan salam.
"iya nak, nenek ada disamping rumah, sedang metik
cabe buat bikin sambel." Jawab nenek.
Setelah itu asep bergegas menghampiri
neneknya. Dengan sigap dia membantu nek minah
memetik cabai, bahkan asep kamudian mengambil
seember air untuk menyiram tanaman-tanaman itu.
Disiramnya tanaman itu satu demi satu.
namun tiba-tiba nenek menegurnya. "nak, menyiram
tanamannya jangan terlalu banyak!"
"kenapa nek? di siang hari kan panas, lebih bagus
kalau tanamannya bisa minum lebih banyak." Ucap
asep. "jangan terlalu banyak, secukupnya saja. segala
sesuatu itu ada takarannya, janganlah berlebihan nak.
32 Kamu kan pernah memperhatikan nenek kalau
menyiram tanaman, nenek tidak pernah banyak."
ucap nenek. Asep sering melihat neneknya menyiram tanaman,
namun dia tidak pernah memperhatikan dengan
sungguh-sungguh. Asep merasa dia sudah benar.
"tapi nek! ketika hujan turun kan airnya banyak,
malah lebih dari satu ember. pohon cabenya kok ga
apa-apa?" tanya asep.
"nak. dengarkan baik-baik. Manusia pertama adalah
nabi adam, Nabi adam turun ke bumi setelah bumi ini
tercipta. Jadi, dunia ini ada sebelum manusia ada.
Sebelum manusia ada di bumi ini, di bumi ini sudah
ada rumput, binatang, udara, air, dan yang lainnya.
Jadi, sebelum ada manusia sebenarnya bumi ini
sudah teratur, sudah ada keseimbangan diatasnya.
Ada hujan, ada banjir, ada kemarau, ada dingin, ada
panas. Naaah.. kita sebagai manusia yang merupakan
penghuni baru harusnya menggunakan akal kita
untuk menyesuaikan diri dengan bumi, jangan
merusak keteraturan yang sudah ada." Terang nek
minah. Dia terdiam sejenak, berjongkok, lalu
mencabuti rumput dahadapannya. kemudian dia
melanjutkan perkataannya. "jangan protes kepada
sungai yang meluap, kepada kemarau yang melanda,
karena dari dulu perilaku mereka memang seperti itu.
justru kita yang harus belajar memahami, belajar
selaras. Atau bahkan mungkin saja kita yang telah
33 membuat alam ini menjadi rusak." Tegas nenek
kepada asep. Asep menyimak perkataan nenek dengan sungguhsungguh. "lalu apa salahnya menyiram tanaman
dengan air yang banyak?" tanya asep.
Tangan nek minah terus mencabuti rumput. "jangan
menyiram tanaman di siang hari secara berlebihan
nanti bisa membuat daunnya layu, begitulah
pengalaman yang nenek dapat. Dan itu hanya contoh
kecil dari alam raya yang luas ini, ada banyak bagianbagian di alam ini yang harus kita mengerti." Terang
nek minah. Asep semakin termenung mendengar penjelasan dari
neneknya. "lalu, bagaimana caranya jika aku ingin
mengerti alam?" tanya asep.
"kamu harus belajar. pelajari apa alam itu, pelajari
bagaimana alam bekerja. Setelah itu barulah kamu
akan benar dalam memperlakukan alam ini." terang
nek minah. "waah. Berarti selama ini aku salah ya nek?" asep
terdiam sejenak. "terus gimana lagi nek. Aku masih
bingung, Pohon cabe ini kan bukan tulisan terus dia
juga ga bisa bicara. Apa cukup dengan kita belajar
biologi di sekolah nek?" Ucap asep.
"ya. Ilmu biologi itu salah satu alat manusia dalam
mempelajari alam. Kita ini makhluk yang sempurna
34 karena dibekali akal, dengan akal kita bisa
berperilaku seperti malaikat atau seperti setan. kita
adalah manusia, kita juga adalah bagian dari alam
dan harusnya bersesuaian dengan alam. Maka,
gunakanlah akalmu untuk mengerti alam, untuk
mengerti lingkungan di sekitarmu. Kamu harus peka
dan terus belajar." Ucap nenek.
Asep yang sedari tadi sudah berjongkok,
memasukkan kedua tangannya ke dalam ember berisi
air, dia memainkan air dengan tangannya. "nanti dulu
nek! manusia tidak akan bisa seperti malaikat!
Malaikat itu tidak berbuat salah." Ucap asep.
Nek minah tersenyum, lalu berkata "kita ini manusia,
pikiran baik dan hawa nafsu bertengkar dalam diri
kita. Yang mana yang menang maka dia yang akan
menjadi diri kita. Menurut kamu kita tidak bisa jadi
malaikat, tapi menurut kamu juga kita pasti bisa
menjadi lebih buruk dari setan, iya kan nak? Lihat,
banyak manusia yang lebih buruk dari setan. Nah,
sekarang nenek yang bertanya, jika kita bisa menjadi
lebih buruk dari setan, lalu kenapa kita tidak bisa
lebih baik dari malaikat?"
"karena malaikat tidak mungkin berbuat salah nek!"
tegas asep. "kenapa malaikat tidak mungkin berbuat salah?
Karena malaikat tidak punya proses dalam belajar,
dia diperintah dan dia patuh, dia tidak mungkin lupa
apalagi salah. Sedangkan manusia harus belajar.
35 Kesalahan manusia ketika lupa, kesalahan manusia
ketika belajar, sebenarnya bukanlah kesalahan nak,
itulah proses agar kita menjadi lebih baik dari
malaikat, itulah kemuliaan manusia yang mau
belajar, bahkan para malaikat pun memuji manusiamanusia itu. nah, yang salah itu adalah ketika kamu
tahu kebenaran namun kamu menerobosnya dengan
sengaja." "ada satu lagi nek! manusia tidak mungkin punya
sayap!" tegas asep. Nek minah tersenyum, lalu berkata "sayapnya
manusia itu ya impiannya, kamu bahkan bisa terbang
lebih tinggi dari malaikat dengan sayapmu itu."
"hmmm, begitu.." gumam asep. Dia terdiam lama
mencoba memahami perkataan neneknya. Lalu dia
berkata dengan pelan "sekarang aku mulai paham
nek. aku masih harus belajar. Terus, apa saja yang
sudah nenek pahami dari dunia ini?" tanya asep.
Nenek terdiam cukup lama. "ada beberapa yang
sudah nenek mengerti, contohnya masalah menyiram
cabe itu." nek minah tertawa seraya menghentikan
tangannya yang sedang mencabuti rumput.
"yang lain dong nek! yang cabe kan aku udah
paham." Pinta asep. "baiklah, nenek akan menceritakan bangsa ini untuk
kamu." Nek minah terdiam. Dia menghela nafas yang
36 cukup panjang. Kemudian melanjutkan perkataannya.
"bangsa ini sedang butuh bantuan. Sebagian besar
petani dan nelayan dalam keadaan miskin, orangorang yang menegakkan akhlak yang baik justru
dijauhi, satu persatu orang yang berilmu dan beramal
baik meninggal dunia, yang tersisa hanya orangorang berilmu yang malas memanfaatkan ilmunya.
tidak lama lagi bangsa ini akan hancur, nenek yakin
itu. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang sabar,
adil dan tegas, dan mampu mengerti kebutuhan
lingkungan." Nek minah kembali terdiam. "Suatu
saat nanti kamu lah yang akan menjadi pemimpin
bangsa ini." sambung nek minah seraya memberikan
senyum kepada asep. Asep merasa bingung dengan jawaban neneknya. "ah
nenek! aku sudah serius mendengarkan, nenek malah
bercanda." Ucap asep.
"nenek tidak bercanda. Memang itulah yang nenek
pahami dari bangsa ini. suatu saat nanti kamu harus
menjadi seseorang yang berguna bagi bangsa ini. jika
nanti kamu sudah mampu mengerti alam dan
lingkungan, perbaikilah lingkungan itu." Nek minah
menerangkan dengan sangat serius. Dia menatap
asep, meskipun asep terlihat mulai tidak menanggapi
ucapannya. "yah, aku masih kecil nek." jawab asep.
37 "justru karena kamu masih kecil itu, nenek mau kamu
belajar dari sekarang. Supaya nanti siap menghadapi
tiap masalah." Terang nek minah.
"begitu ya nek. pasti asyik ya nek jika aku bisa
memperbaiki alam. baiklah! mulai sekarang aku akan
belajar memahami alam, seperti yang nenek ajarkan.
Tapi aku masih bingung nek, bagaimana caranya?
Apakah cukup dengan belajar di sekolah?" Asep
mengkerutkan dahinya. "kamu harus terus belajar. Baik itu dari buku maupun
dari lingkungan. Harus peka terhadap semua
kejadian, harus kritis, punya pendapat sendiri. nanti
kamu bisa dengan sendirinya, nenek yakin kamu
bisa!" ucap nek minah. Dia berusaha meyakinkan
asep dan menanamkan semangat di hati cucunya
tersebut. "ah nenek, aku masih bingung." Ucap Asep.
"hmm.." gumam nek minah.
Asep tertawa kecil. "aku paham kok nek, tenang aja
nek, aku pasti terus belajar." Ucap asep.
Tiba-tiba nek minah menggelitik pinggang
asep membuat asep menjauh darinya. Terlihat
keakraban yang sangat indah diantara keduanya.
Kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu
rumah dan mengucapkan salam, nenek menghentikan
tawanya dan meminta asep untuk membuka pintu.
38 asep bergegas masuk ke rumah melalui pintu dapur,
menyibak asap tebal yang mengepul dari tungku,
meniti lantai semen yang kering namun selalu dingin.
Asep membuka pintu. ternyata ada mang udin
yang sedang berdiri di depan rumah. asep
mempersilahkan mang udin untuk masuk.
"nenek dimana sep?" tanya mang udin.
"di samping rumah, sebentar ya asep panggil." Jawab
asep. asep berlari kembali menuju neneknya, dia
memberi tahu kedatangan mang udin. Nek minah pun
langsung menghentikan urusan dengan cabe dan
kebun kecilnya, dia melangkahkan kakinya yang
bergetar menuju mang udin yang sudah berada di
dalam rumah. "tolong betulkan genteng yang bocor din, tanya ke
asep dimana letaknya." Pinta nenek.
Tanpa basa-basi mang udin langsung
menengadahkan pandangannya ke genteng rumah,
mencari-cari letak lubang atau retakan. genteng
rumah nek minah bisa langsung dilihat dari bawah,
tidak seperti rumah-rumah mewah yang memakai


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

internit atau sebagainya. Beberapa lubang bisa
langsung diketahui. matahari yang tengah berada
diatas ubun-ubun, suasana rumah yang gelap karena
sedikitnya cahaya yang masuk, membuat sinar
39 matahari terlihat sangat lurus, seperti pedang-pedang
terang yang menusuk genteng, menciptakan lubang
dan mendaratkan ujungnya dilantai. Terlihat
lingkaran-lingkaran cahaya kecil yang terlihat jelas di
lantai semen yang hitam. Asep pun mengikuti kegiatan mengamati
yang dilakukan oleh mang udin. Dia mengikuti
pandangan mang udin yang memperhatikan cahayacahaya yang masuk kerumah nenek. Dan baru
menyadari bahwa genteng-genteng itu berlubang.
"baiklah, memang ada 5 genteng yang harus
diperbaiki." Ucap mang udin.
"benar juga ya.. harusnya yang bocor itu yang
ditembus cahaya matahari. Kenapa selama ini aku
ga sadar ya.. bodohnya aku ini.. tapi, ada yang aneh
juga. Cahaya matahari yang masuk ke rumah
memang ada lima, tapi kenapa letaknya berbeda
dengan tetesan air yang kemarin aku lihat?
Hmmm.." pikir asep. Dalam kebingungannya, asep mulai ragu
dengan hasil penemuannya yang kemarin. asep
mengarahkan pandangannya ke salah satu genteng
yang dia yakini pernah meneteskan air. Disaat asep
serius mengingat-ingat letak genteng yang kemarin
bocor, mang udin pergi keluar rumah dan mengambil
tangga bambu untuk menjangkau atap.
40 "yang mana sep?" ucap mang udin sambil membawa
sebuah tangga bambu yang lumayan tinggi.
"yang kemarin asep lihat sih yang itu tuh mang!"
Asep mengarahkan telunjuknya ke salah satu
genteng. Sedangkan pandangannya masih saja
mencari-cari, seakan makin ragu dengan genteng
yang dia tunjuk. Mang udin menempelkan ujung bagian atas
tangganya ke bambu-bambu penahan genteng, dia
dekatkan tangga itu ke genteng yang asep maksud.
Mang udin mulai memanjat, satu demi satu anak
tangga dipijak. Dia meraih genteng yang asep tunjuk,
membersihkan genteng itu dari lumut dan mencari
lubang atau retakan. "yang ini tidak bocor sep." tegas mang udin.
"kok bisa? kemarin yang itu bocor mang. aku lihat
kok ada tetesan air di situ." Terang asep. Perasaannya
ternyata benar, dia telah menunjuk genteng yang
salah. Mang udin kemudian mengembalikan genteng itu ke
tempat semula. "yang mana lagi yang kemarin
meneteskan air?" mang udin kembali bertanya
kepada asep. "yang itu tuh mang! Tapi kayaknya bakal salah lagi
mang." Ucap asep. Kali ini dia sudah benar-benar
yakin bahwa genteng itu tidak bocor.
41 "semua yang aku lihat kemarin itu pasti bukan
genteng bocor.. yang genteng bocor itu yang di
tembus cahaya matahari.. hmm." pikir asep.
Mang udin turun dari tangganya. Dia
menggeser tangga itu mendekati genteng yang asep
tunjuk. Kemudian dia kembali mengecek genteng
tersebut. Cukup lama mang udin mengecek genteng
yang ada di tangannya. "naah. Kalau yang ini beneran bocor sep!" tegas
mang udin. Kemudian mang udin meminta asep
meniti tangga untuk memberikan genteng yang masih
bagus, sebagai ganti untuk genteng yang sudah rusak
tersebut. Asep mengambil genteng yang ada di dekatnya,
kemudian menaiki tangga. "kok bisa mang? Yang
tadi salah terus yang ini bener?" ucap asep. Dia
terlihat heran, ternyata lagi-lagi perasaannya salah.
"begini sep, kamu lihat bambu-bambu yang menahan
genteng ini." mang udin menyentuh bambu yang dia
maksud. "bambu ini menempel dengan genteng.
Kemarin, genteng-genteng yang berlubang itu
mungkin tidak langsung meneteskan air. air itu
masuk lewat lubang genteng, terus mengalir di
bambu-bambu ini." mengarahkan telunjuknya dari
genteng bolong menuju genteng yang kemarin asep
lihat. "naah. akhirnya menetes di genteng yang
kemarin kamu lihat itu. kamu paham sep?" terang
mang udin. 42 "ooh. Pantesan salah ya mang." Ucap asep. Dia
sangat senang ternyata semua itu ada penjelasannya.
Selama ini genteng rumah asep memang tidak pernah
bocor sebanyak itu, dan dia juga tidak pernah ikut
mang udin ketika membetulkan genteng. Baru kali ini
saja dia ikut membantu. Setelah itu asep menunjuk satu demi satu sisa
genteng yang menurutnya bocor. Mang udin pun
dengan cekatan memeriksa semua genteng itu.
ternyata 2 dari 5 genteng yang dia tunjuk memang
benar-benar retak, dan ketiganya langsung diganti
dengan genteng yang masih bagus. Lalu mang udin
juga mengganti 5 genteng berlubang yang
sebelumnya sudah dia temukan lewat pengamatan
cahaya matahari. "tapi tadi ada dua genteng yang benar-benar bocor
kan? Berarti ga semuanya salah ya mang?" tanya
asep. "iya ada, genteng-genteng itu sudah retak. Retakan
seperti itu tidak bisa ditemukan dengan cara
pengamatan mamang tadi, tapi bisa ditemukan jika
diperhatikan ketika hujan." Terang mang udin.
"ooh iya iya, berarti kadang-kadang air itu tidak
menetes langsung dari lubangnya ya mang, bisa saja
menetes di tempat lain yang malah jauh dari
lubangnya." Ucap asep.
"tepat!" tegas mang udin sambil menuruni tangga.
43 "mencari genteng bocor ketika hujan dengan ketika
panas terik hasilnya akan berbeda. tapi dua-duanya
bisa saja benar dan bisa juga salah." Pikir asep.
Bab 3 Mendapati kelembutan hati
"Aaasep! Aasep!" terdengar teriakan yang ramai dari
luar rumah. Teman-teman asep sudah siap dengan
peralatan memancing. Mereka membawa peralatan
pancingnya masing-masing. Teman-temannya berteriak sangat kencang seakan memanggil
seseorang yang tuli. Asep yang sudah berjanji akan
ikut, bergegas meminta ijin pada neneknya untuk
pergi memancing. "nek aku pergi mancing boleh kan nek?" tanya asep.
Dia bergegas mengambil peralatan mancingnya di
dekat kandang ayam. Nenek sedang memasak nasi. Terlihat kulitnya yang
sudah keriput masih bermain di depan tungku,
meniup api yang sring kali hendak padam. "boleh,
tapi hati-hati, kalau langitnya mendung segera
pulang, dan sebanyak apapun ikan yang mungkin
kamu dapat, pulanglah sebelum gelap." Terang nenek
44 kepada asep yang berada di luar rumah. Rumah yang
kecil memang mempermudah ketika mengobrol.
"siap nek!" tegas asep. Asep berlari membawa
peralatan mancingnya, dia mengejar teman-temannya
yang sudah bepuluh-puluh langkah di depan.
Vita juga ikut dalam rombongan memancing
itu, dan ini adalah pertama kalinya dia ikut
memancing ke sungai. Vita dan keluarganya adalah
warga pindahan dari kota. Dia sudah 2 tahun menjadi
teman asep di sekolah, dia juga sering main dengan
anak-anak kampung, bahkan tidak canggung untuk
bermain dengan anak laki-laki. Orang tuanya adalah
pemilik dari perkebunan teh yang ada di desa
sebelah. Orang tua vita sangat ramah kepada
penduduk setempat yang kebanyakan adalah
karyawannya di perkebunan teh. Orang tua vita juga
sering mengajak asep untuk main ke rumahnya,
namun asep dan teman-teman sering kali menolak
karena mereka merasa malu.
Saat mereka melewati persawahan, mereka
berhenti untuk mencari umpan. Disaat air sungai
dalam keadaan keruh seperti sekarang, umpan yang
paling tepat adalah cacing yang hidup di pinggiran
sawah yang lumpurnya tidak terlalu dalam. Ukuran
cacing ini lebih kecil dibanding cacing tanah, namun
bentuknya tetap saja panjang dan elastis layaknya
cacing yang lain. ikan-ikan pasti lebih tertarik pada
umpan ini dibanding pada umpan lain. mereka sudah
45 berpengalaman dalam memancing, jadi sudah sangat
mengerti apa saja yang harus dilakukan.
Asep dan teman-temannya langsung turun
menginjak sawah, mereka mengeruk lumpur dengan
tangan, mencari-cari makhluk kecil panjang berwarna
merah menyala. Tak jarang mereka justru mendapati
lintah yang sudah menempel di tangan atau betis
mereka. Dengan cekatan tangan-tangan itu mencari
cacing sawah, sudah cukup lama mereka mencari dan
daun talas yang digunakan untuk tempat
mengumpulkan cacing juga sudah hampir penuh.
Vita menghentikan bantuannya, dia kembali naik ke
daratan. "aaaaaah!" tiba-tiba vita menjerit.
"ada apa vit?" tanya asep. Dia langsung menghampiri
vita yang ketika itu tak jauh darinya.
"lintaaah! itu ada lintah di kaki vita!" teriak vita. Dia
terlihat sangat panik. Vita menutup matanya dengan
tangan, menendang-nendangkan kakinya dengan
harapan lintah itu akan lepas.
"hhh. kirain teh ada apa. dasar anak kota, Sama lintah
aja takut!" cemooh imam. Dia melanjutkan kegiatan
mencari cacing dan tidak menghiraukan vita.
"mana vit? coba tunjuk! nanti aku buang." Ucap
asep. Matanya mencari-cari lintah di kaki vita yang
46 terus bergerak. Dia kemudian memegang kaki vita,
dia menghentikan gerakan kaki vita yang sedang
panik itu, megarahkan pandangannya ke segala
penjuru kaki itu. "itu sep itu deket jempol! masa nggak keliatan! itu
kan gede." Teriak vita.
Tak lama kemudian asep menarik sesuatu dari selasela jempol kaki vita. "mana vit! yang ini bukan?
Coba lihat lagi nih!" Asep menunjukkan pada vita.
"iya itu sep. jauhin cepetaaan! vita bertambah panik.
Dia belumberani membuka matanya dengan penuh,
selain hanya mengintip dari sela jari tangannya.
"hahaha. ini sih bukan lintah." Asep tertawa melihat
tingkah laku vita. "Ini Cuma sisa batang padi yang
busuk. nempel di kaki kamu. Coba lihat lagi nih
jelas-jelas!" dia masih tertawa seraya berusaha
memaksa vita agar melihat benda tersebut.
"Hahahahaha.." imam
terbahak-bahak. dan ubed ikut tertawa Ketika itu vita sudah mulai tenang, namun imam
justru mengagetkannya kembali. "yang ini baru
namanya lintah!" dia menunjukkan lintah yang
menggeliat di tangan kanannya. Lintah itu begitu
gendut dan panjang. Dia mendekati vita dengan
lintah itu. Imam memang seorang anak yang nakal.
Dia senang sekali mengganggu orang lain, dia juga
47 pemalas dalam belajar. Dia lebih senang bermain dan
mengurusi ayan-ayamnya yang berjumlah puluhan.
Vita merasa sangat terganggu dengan kejailan imam,
dia menjauh dari imam seraya berteriak. "imam!
Buang jauh-jauh! jangan jail ah, aku ga suka! Awas
nanti aku bilang papa loh.." vita panik dan wajahnya
mulai memerah, terlihat bahwa dia akan menangis.
"aduuh. anak kota mah emang manja. Baru liat lintah
aja udah lapor ke papah!" ucap imam. "Hahaha.."
lagi-lagi imam tertawa dengan keras.
"udah mam ketawanya! kasihan vita tuh. mendingan
kita berangkat ke sungai yuk! aku udah ga sabar mau
mancing." Ajak asep kepada teman-temannya.
Hampir-hampir saja vita menangis akibat
kejailan si imam tersebut, namun dia masih mampu
menahan air matanya karena dia juga tidak mau
disebut cengeng. Mereka pun melanjutkan perjalanan
menuju sungai, meniti jalan sempit berumput tebal
diantara kotakan sawah. Terlihat beberapa ikan kecil
di air yang jernih dan tenang, bergerombol mencari
makan di antara pohon padi yang baru ditanam.
Setelah sampai di sungai, mereka dengan
sigap mengambil posisi di pinggir sungai. Mereka


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mulai mengisi kail dengan umpan, menahan cacingcacing yang menggeliat agar tertusuk dengan benar.
Tanpa menunggu aba-aba asep langsung melempar
pancing ke tengah sungai, disusul seteah itu imam,
48 ubed, dan teman-teman yang lain juga ikut melempar
pancing mereka. Mereka melempar saling bergantian,
menghindari resiko benang pancing yang kusut
karena saling menyilang. Layaknya para pemancing
profesional, mereka pun mulai menunggu dengan
sabar dan tidak membuat suara yang gaduh.
Tapi kemudian imam mulai berbicara. "aduh! kok
jadi sepi ya ikannya. kemarin tuh banyak." Ucap
imam. Dia menggaruk kepalanya, terlihat dia mulai
bosan menunggu ikan yang tak kunjung datang.
"sabar atuh mam, mungkin umpannya belum
kelihatan sama si ikan." Ucap asep.
"hooaaamm! banyak nyamuk! Ngantuk! ikan ga
dapet-dapet!" keluh imam.
Baru 15 menit menunggu, imam sudah mengerutu. Diantara temanteman asep yang lain imam adalah yang paling
cerewet. Ketika imam dan asep sedang mengobrol, tiba-tiba
ubed berbicara. "sepertinya ada yang kena nih
dipancingku.." lirih suara ubed. Dia merasakan ada
ikan yang sedang mencoba memakan umpannya. Dia
menunggu saat yang tepat untuk mengangkat
pancingnya, berharap ikannya tidak kabur.
"wah serius nih bed?! Akhirnya! ada ikannya. Ayo
angkat bed angkat!" imam berkata dengan penuh
semangat. Suaranya sangat keras.
49 "mam! jangan teriak keras-keras! nanti ikannya kabur
semua!" Tegur asep. Sementara itu vita hanya
memperhatikan di belakang mereka. duduk di atas
setangkai daun pisang kecil yang dia ambil sendiri di
jalan menuju sungai. "hehe. kan seneng sep!" ucap imam.
Tiba-tiba ubed mengangkat pancingnya
dengan cepat. Benar saja, setelah terangkat, ada
seekor ikan yang lumayan besar. Mereka pun mulai
bersorak, bahkan asep yang tadinya serius
memperhatikan pancing kini ikut bersorak. Seekor
ikan di ujung pancing itu diperhatikan oleh mereka
semua. Ubed melepaskan kailnya dan ikan itu
dimasukkan kedalam sebuah ember kecil bekas cat
tembok. Ikan pertama itu ternyata menjadi tiket masuk
yang berharga. Tiap kali umpan dilempar, satu ikan
kembali diangkat ke daratan. Mereka mulai memanen
buah kesabaran mereka. Tempat umpan pun terus
digilir tiap kali ada yang kehabisan. Vita yang masih
belajar memancing hanya mampu memperhatikan
dan menjaga ember yang di dalamnya ada ikan-ikan
hasil tangkapan. Dia bengong dan menjadi sasaran
nyamuk-nyamuk hutan yang kelaparan.
Vita yang kala itu menggunakan jam tangan,
mengingatkan teman-temannya bahwa waktu sudah
sore. Sudah jam 4 sore. terjadi perselisihan diantara
mereka, ada yang ingin segera pulang dan ada juga
50 yang masih ingin memancing. Imam dan ubed masih
ingin memancing, sedangkan vita dan asep sudah
ingin pulang. "ah baru jam 4, kemarin aku pulang jam 6!" ucap
imam. "aku udah janji ga bakal pulang terlalu sore." Ucap
asep. "nenekmu juga ga bakal marah atuh sep! paling
Cuma nasihatin kamu doang." Tutur imam.
"aku juga dilarang pulang terlalu sore, ayo ah pulang!
Di sini nyamuknya sudah tambah banyak, badanku
jadi bentol-bentol nih!" ucap vita sambil menggaruk
tangannya. "gateel.." lanjut vita.
"tanggung sep! sebentar lagi. umpannya belum abis
tuh! Habisin aja dulu, kan sayang kalau dibuang."
Terang ubed kepada asep. "ikannya juga ga akan habis sekarang bed, besok
pasti masih ada. Iya kan?" ucap asep.
Imam kemudian menyela seakan punya jawaban.
"gini aja, kalian berdua pulang duluan. Aku sama
ubed pulangnya nanti aja. Oke kan!" terang imam.
"kalian ga takut di sini Cuma berdua, kan sepi." Ucap
vita. Dia msih saja menggaruk-garuk tangannya.
terlihat beberapa bentolan yang sangat merah, Begitu
jelas bertahta diatas kulitnya yang putih.
51 "aku takut sama apa? Aku udah biasa mancing begini
neng! Tegas imam. Dia terdiam sejenak. "Apa
jangan-jangan kamu sama asep yang takut pulang
Cuma berdua? Jalannya kan lumayan jauh. Hehe.."
imam tertawa kecil kemudian menyambung
perkataannya. "terus ada anjing galak di deket saung.
hahaha. Awas loh digigit. Guk guk. Ih serem.." ucap
imam, dia terlihat sangat senang menakut-nakuti dua
temannya yang hendak pulang.
"ngapain juga takut. Ayo pulang ah vit! udah makin
sore nih." Ajak asep. Asep menghitung ikan yang ada
di ember. Ada 30 ikan di ember, itu sudah termasuk
yang berukuran kecil. Asep mengambil 10 ekor yang
berukuran sedang, menguntai ikan tersebut satu
persatu menggunakan ranting bambu yang kecil dan
panjang. Dia menusuk ikan tersebut dari insang
hingga tembus ke mulutnya yang besar, membuatnya
beruntai seperti buah anggur. "mam! Bed! aku sama
vita pulang duluan. Hasil mancing kita itu ikannya
ada tiga puluh, jadi aku ambil sepuluh ekor. Adil
kan?" tanya asep. "ok ok. Hati-hati dijalan ya, sore-sore gini biasanya
banyak anjing. Aku serius loh, di sawah itu tuh yang
anjingnya galak.. hiiii.." ucap imam.
Vita mulai ketakutan oleh kelakuan imam
yang menakut-nakuti. Namun Asep dan vita tetap
pulang lebih dulu, sedangkan ubed dan imam
sepertinya masih betah nongkrong menanti ikan di
samping sungai. 52 Dalam perjalanan pulang, asep menenteng
ikan yang tadi dia dapat. Dia merasakan bahwa ikan
itu terus berontak, berontak seperti ingin dilepaskan.
"ikan ini belum mati. Kasihannya dia.. mulutnya
tertusuk kail, terus dia keluar dari air, terus tak lama
lagi dia akan dimasak. Tapi, kenapa dia makan
cacing yang ada benang dan kailnya? Apa dia tidak
melihatnya? ataukah cacing itu memang terlalu
enak? ...oh iya, dia itu kan binatang. Pasti tidak bisa
berpikir.. Tapi tetap saja kasihan. Seandainya aku
bisa bicara dengan ikan, aku pasti tahu apa yang dia
rasakan sekarang." pikir asep.
Mereka berjalan mengikuti jalan yang sama
seperti ketika berangkat ke sungai. Senja pun mulai
memperlihatkan wajahnya. Merah, mega merona
dikala mentari perlahan sembunyi kepunggung
perbukitan. Sayup, Terdengar vita bernyanyi dengan
suara pelan, suara yang cukup merdu untuk melawan
teriakan jangkrik di dalam lubang-lubang. Vita sudah
tidak lagi menggunakan sandalnya, dia menenteng
sandal layaknya asep yang menenteng ikan.
Di senja itu asep pun hanyut dalam
lamunannya yang dalam. memperhatikan alam dan
kehidupan yang ada di sekitarnya, dia mencoba untuk
memahami alam. Kadang-kadang dia juga teringat
kata-kata imam, dia melihat-lihat, dan berharap
omongan imam itu adalah kebohongan.
53 Mereka mulai melewati persawahan, meniti
jalan sambil menyaksikan burung pipit yang pulang
ke sarang. Vita yang berada di belakang asep terus
bernyanyi dan merentangkan kedua tangannya,
sepertinya dia sudah menyatu dengan alunan nada
alam. begitulah gambaran anak kota yang baru
bertemu dengan persawahan.
"burung pipit itu tetap ramai, meskipun padi tidak
sedang berbuah. Apakah yang mereka makan selain
padi? Apakah mereka makan apa saja dan punya
menu makan siang, makan malam dan sarapan, yaa
seperti manusia? Ataukah mereka terus mencari padi
ke tempat lain? aaah.. lagi-lagi aku tidak bisa
mengerti. Aku bukan nabi Sulaiman yang bisa bicara
dengan segala binatang." pikir asep.
"Aaaaaaaaaaa!" suara jeritan vita. begitu kencang
suara jeritan hingga memekakan telinga, membuyarkan segala lamunan asep. Ternyata salah
satu kaki vita terperosok ke sawah, membuatnya
menjerit kaget dan panik karena takut ada lintah.
Apesnya vita, kali ini lumpur sawahnya sangat
dalam, menenggelamkan kakinya setinggi lutut. Dia
bertambah panik karena tidak mampu menarik
kakinya kembali ke daratan.
"asep!! cepat kesini, bantu aku naik.."
memanggil asep yang berada di depannya.
vita Asep berlari bergegas menghampiri vita. "nih!
pegang kuat-kuat tanganku, nanti aku tarik." asep
54 mengulurkan tangan kanannya, sedangkan tangan
kirinya masih menenteng ikan. Dia sangat yakin
mampu menarik vita meski hanya dengan sebelah
tangannya. "ayo cepat tariik!! Cepat sep!" teriak vita.
Namun belum saja asep siap untuk menarik
vita, tiba-tiba vita menarik tangan asep lebih dulu
dengan kekuatan penuh dan tanpa belas kasihan, asep
yang kala itu belum siap siaga akhirnya ikut jatuh ke
dalam lumpur. Baju dan badannya menjadi kotor
semua, terkena cipratan air sawah dan lumpur yang
pekat. Vita mengarahkan pandangannya kepada asep.
"gimana sih sep. Kamu kok malah ikutan jatuh?
Cepat naik lagi! Bantu aku sep, kakiku masuk tambah
dalam terus, jangan-jangan ini lumpur hidup,
aduuuuh. bisa mati aku. cepat sep cep.."
"aaaaaargh.. tenang dong vit!" Tiba-tiba asep
memotong perkataan vita. Dia menegur dengan suara
keras. Dia kesal dengan perilaku vita yang terus
merengek. "dasar anak kota! Makanya jangan
kebanyakan gerak, nanti malah tambah masuk tuh
kaki." Tegas asep. "itu bukan lumpur hidup! Tenang
dong!" ucap asep. "kan ada lintah sep, takuut.." ucap vita dengan manja.
55 "udah jangan takut." Perlahan asep mulai
mengeluarkan kakinya dari lumpur. "kalau jam segini
tuh lintahnya sudah tidur vit!" ucap asep. sebenarnya
asep hanya berbohong untuk membuat vita tenang.
Lintah tidak mungkin tidur jika ada kaki manusia
yang mengganggu wilayahnya. getaran-getaran air
yang di ciptakan oleh kaki vita dan mengundang
lintah-lintah itu datang mendekatinya.
"bener sep? Hhh, bagus deh, lumayan lega aku. tapi
cepet bantu aku naik sep. kakiku tambah ke dalam
nih. Ayoo.." pinta vita.
"sabaaaar! aku aja masih susah buat naik ke atas."
Ucap asep. "hhh.. ini anak kadang nyebelin juga. Untungnya
cewek, aku kasihan.. kalau cowok udah aku
tinggalin.. manja banget." Pikir asep.
Perlahan sudah mencabut kedua kakinya dari
lumpur yang lengket. dia mampu kembali
menjejakkan kakinya ke tanah. Asep membersihkan
tangannya yang berlumpur ke bajunya sendiri,
kemudian langsung mengulurkan kedua tangannya
itu untuk membantu vita. Dengan kuat dia menarik
vita keluar dari lumpur. Ketika itu dia sambi
memeriksa kaki vita dengan teliti. Dia takut vita akan
kembali panik jika ada lintah yang menempel di
kakinya. 56 "makasih sep. huuuh.. akhirnya aku lolos dari lumpur
hidup itu.." tutur vita diselingi tawa kecil.
"nggak ada yang hilang kan vit? Lain kali jangan
terlalu panik ya vit." Ucap asep.
"Eh sep, ikan kamu kemana?" tanya vita.
"hah?! ikan!" Celingak-celinguk asep mencari
ikannya. "iya vit! ikan, ikanku kemana vit? tadi
perasaan aku pegang terus." Asep kebingungan
mencari ikannya. Dia mencari di sekitarnya dan
mengingat-ingat apakah mungkin dia lupa telah
menaruh ikannya. Namun beruntung bagi asep akhirnya vita
menemukan ikan tersebut. Ikan tersebut terlempar ke
tengah sawah yang berlumpur lebih dalam dari yang
tadi. "waah... itu tuh sep, ada ditengah sawah" vita
menunjuk ke arah ikan. "Mungkin tadi dia terbang
pas kamu jatuh ke sawah itu." terang vita.
"aduuhhh.. jauh amat vit, tambah lama aja nih kita
pulang. Pusiing aku!" ucap asep. Sementara hari


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah semakin sore, muncul rasa sebal dalam diri
asep karena berhadapan dengan seorang yang
merepotkan. "maaf ya sep, aku kan ga sengaja." Ucap vita. Vita
merasa bahwa dia sudah membuat asep kesal, namun
dia juga tidak tahu harus berbuat apa lagi.
57 Asep turun lagi ke sawah, sedangkan vita
hanya diam melihat asep yang mengambil ikannya.
Cukup jauh. dan akhirnya asep mendapatkan kembali
ikannya, namun dari sepuluh ikan hasil memancing,
kini hanya tersisa satu ekor, itu pun yang sudah mati.
Sembilan ekor ikan sudah kabur, tubuh asep penuh
dengan lumpur, dan dia sangat kelelahan.
Vita kembali berujar "loh kok Cuma satu ikannya?
Ikannya pada kabur ya sep?". vita sangat menyesal
dengan segala tingkahnya yang membuat asep kesal.
"sekali lagi maaf ya, gara-gara aku semuanya jadi
kacau. kamu pasti marah ya sep? marahin aja aku
sep! ga apa-apa kok." Terang vita.
"udah lah vit, aku ga marah kok." Asep berusaha
untuk tidak meluapkan rasa kesalnya. "sekarang
kamu diem dulu ya vit!" pinta asep.
"oke aku diam. Emang ada apa sep?" tanya vita.
"diam dulu! aku mau bersihin kaki kamu yang
banyak lumpurnya. Kalau tangan kamu itu kan ga
boleh kotor." Terang asep.
Asep mengambil lintah yang ada di kaki vita
bersamaan dengan tumpukan lumpur. si penghisap
darah itu sudah sangat gendut, menggelayut malas
karena kekenyangan. Asep segera membuangnya
jauh ke tengah sawah, dia juga sempat membersihkan
sisa darah yang mengalir di betis vita, beruntung saat
itu vita tidak melihatnya.
58 "huuuh untung dia tidak lihat. Kalau lihat, bisa-bisa
tambah lama aja pulang ke rumah.. Nenek pasti
sudah khawatir.." pikir asep.
"ayo kita pulang vit!" ajak asep.
"emangnya tadi ada apa sep? kayanya serius amat!"
tanya vita. "lebih baik kamu engga tau." Ucap asep sambil
tertawa kecil. "ayo ah pulang, udah sore nih!" jelas
asep. "ah ga asik ah, pake rahasia-rahasiaan!" ucap vita.
"nanti saja aku ceritain. sudah sore nih, kita percepat
lagi jalannya yuk." Timpal asep.
Sesampainya di depan rumah vita, asep
berhenti sejenak untuk mengantar vita kedepan
gerbang rumahnya. "vit, tadinya kan ikannya ada
sepuluh ekor. Tadinya aku mau bagi lima ekor buat
aku, terus lima ekor buat kamu." Terdiam sejenak.
"Tapi ternyata cuma satu yang bisa dibawa pulang.
Ya udah nih ikannya buat kamu aja." Memberikan
ikannya ke dekat tangan vita. Kemudian melanjutkan
perkataannya "kamu kan pertama kali mancing, kamu
udah capek, kamu juga udah belepotan jatuh ke
sawah, aku ga tega kalau kamu pulang ga bawa
ikan." "oh..." jawab vita. Wajahnya tersipu malu. "padahal
kamu yang lebih capek. Makasih ya sep.." terdiam.
59 "Ternyata, kamu baiiiik banget." Tutur vita seraya
memberikan senyum yang sangat manis kepada asep.
Saat itu asep berhadap-hadapan dengan vita.
Entah mengapa, vita jadi terlihat menarik di matanya.
sangat indah untuk dilihat, melebihi keindahan pagi
di kebun teh yang terlihat dari bukit. Sangat indah,
melebihi bunga ilalang yang beterbangan ke
lelangitan alam. Wajahnya terlihat lebih merona
melebihi senja bermega, lebih berwarna melebihi
pelangi di atas telaga. Anak laki-laki ini merasakan ketertarikan
yang pertama kali kepada perempuan. Dia terkurung
ilusi, melihat vita layaknya seorang bidadari,
mendobrak hatinya, menyuguhkan secangkir rasa
bahagia yang dibagi dua. Sepertinya getar-getar cinta
telah muncul dan membuatnya tersenyum tanpa
alasan. "sep! kok malah bengong. Aku pulang dulu ya, kamu
juga pulang gih! badan kamu udah belepotan banget
tuh, pasti gatel rasanya." Tutur vita. Dia kembali
memberikan senyum manisnya kepada asep.
"oh...." asep masih bengong. "iya..." terasa sulit
untuk berkata. "Makasih.." ucap asep. ada sesuatu
yang tiba-tiba menguasai perasaannya, menguasai
otaknya, tubuhnya, hatinya, hingga lidahnya begitu
sulit untuk digerakkan. 60 Asep merasa bahagia sekali sore itu. Vita pun
mulai berjalan menjauhinya, asep masih mengintip
dari balik tembok gerbang, rambut vita yang panjang
terlihat dihembus angin, melayang-layang seperti
melambaikan rayuan, kemudian vita menolehkan
wajahnya ke arah asep, membuat asep semakin
hanyut dalam keindahan. namun tiba-tiba pintu rumah vita terbuka, asep pun
terbangun dari hayalannya. Ada suara perempuan
yang menyambut vita dari dalam rumah. "waah,
sayang kamu dapat ikan besar, tapi kok pulangnya
sendirian, dimana temen-temennya?" perkataan yang
terajut dari lidah perempuan itu. suaranya begitu
hangat menyelinap ke dasar hati. Suara itu adalah
milik ibu vita. Asep mengalihkan perhatiannya pada
sosok ibu yang sedang berbincang dengan vita.
"mah vita hebat kan bisa dapet ikan. hehe, tadi vita
mancing bareng asep, tapi asep ga mampir dulu, dia
buru-buru pulang." Tutur vita.
"ya sudah nanti ceritanya dilanjut. Sekarang kamu
cepet bersih-bersih badan, supaya ga sakit. Sini
ikannya mamah masak. taruh baju kotornya di mesin
cuci ya sayang, nanti mamah yang nyuci." Ucap ibu
vita. Dia membimbing vita untuk masuk ke dalam
rumah. "iya mah, masakin buat vita yang enak ya mah."
Ucap vita. 61 "seperti itulah ibu yang aku mau. Baik, selalu ada
ketika aku pulang ke rumah. Tapi, apa ibuku seperti
itu? Atau tidak sama sekali? Ah, kenapa lagi-lagi
pikiranku selalu mengarah ke ibu? Stop! Aku bukan
anak kecil lagi, Aku harus pulang. Ada nenek yang
menunggu.." pikir asep.
Asep melanjutkan perjalanan menuju rumah.
Setibanya di rumah, dia menatap jam dinding yang
menunjukkan jam 5 lewat 5 menit. dia bergegas pergi
ke kamar mandi, menimba air dari sumur, mencuci
sendiri bajunya yang kotor, mandi hingga bersih, dan
bergegas shalat ashar. "baru pulang jam segini nak. katanya tadi mancing,
mana ikannya?" tanya nek minah yang sedang di
kamar. sambil merapihkan rambutnya, menyisirnya
perlahan agar tidak berjatuhan.
"uuuuh! tadi sih aku dapet ikan, tapi ceritanya
panjang nek. aku capek kalau harus cerita sampe
beres. Hehe.." asep tertawa kecil. Dia menjawab
langsung dari kamarnya. "maaf ya nek aku baru
pulang, soalnya tadi ada masalah dulu." Lanjutnya.
Kamar nenek dan asep berhadap-hadapan, mereka
sering mengobrol dari kamar ke kamar.
"kamu makan dulu sana! tadi siang kamu belum
makan kan?" tanya nek minah.
"nenek lupa nih, tadi siang kan memang belum ada
makanan nek. makanya aku langsung berangkat
62 mancing." Ucap asep. Seraya kembali tertawa kecil,
kemudian senyam-senyum sendiri.
"ada apa ini, kok cucu nenek sepertinya senang
sekali?" tanya nenek.
"tidak ada apa-apa nek! aku cuma seneng tadi
mancingnya seru." Tutur asep sambil berjalan
mengambil makan. "bener nih cuma gara-gara mancing? bukan yang
lain. nenek baru kali ini lihat kamu seperti ini. Nenek
khawatir jangan-jangan kamu kesambet hantu
sungai!" nek minah tersenyum kepada asep.
"hahaha, nenek bisa aja. Ga lah nek, ga mungkin."
Ucap asep. "atau jangan-jangan, kamu kesambet hantu cewek
rumah gedong. yang disana itu tuh." Tutur nek
minah. Asep mengerutkan dahinya. "yang di mana nek? aku
ga kena hantu kok nek." ucap asep. Kemudian Dia
tersenyum karena mulai mengerti maksud
pembicaraan nenek yang sedang menyinggung ke
arah vita. "oke kalau tidak mau cerita. Nenek sudah tahu kok
kenapa kamu tiba-tiba jadi sumringah begitu." Nek
minah terdiam sejenak, dia menggulung eambutnya
kebelakang. "Nak, jangan sampai hatimu tersempitkan, mulai dari sekarang, belajar untuk
63 menempatkan segala sesuatunya dengan baik, aturlah
perasaanmu, kuasai hatimu itu!" ucap nek minah.
"hmmm" gumam asep.
"sekarang kamu sudah besar, sebentar lagi lulus
sekolah. Kamu pasti mulai lirik-lirikan perempuan
kan? Hati-hati, jaman sekarang itu pergaulan sudah
kacau. Kamu boleh pacaran, tapi berilah takaran yang
tepat." Terang nek minah kepada asep.
"caranya gimana?" ucap asep yang sedang terlentang
di ranjangnya. "Begini nak, Berikan rasa cintamu yang terbesar dan
nomer satu untuk Allah, kedua untuk Nabi
Muhammad dan orang-orang yang berjalan di jalan
Allah, ketiga untuk keluargamu, barulah kemudian
untuk orang diluar itu yang kamu sayangi. Diatur ya
nak! ingat!" tegas nenek.
"wah banyak amat nek! kalau begitu dia bisa ga
kebagian dong!" Asep tertawa kecil. Kemudian
melanjutkan perkataannya "aku Cuma becanda kok
nek. aku pasti nurut sama nenek. Tapi nek, kata
temen-temenku, cinta itu bukan paksaan, tidak bisa
dipaksakan, datang secara tiba-tiba, pokoknya cinta
itu tidak bisa diatur dan terkadang tidak masuk akal.
Jadi ga mungkin ngatur gitu nek. pasti susah." Ucap
asep. 64 "ya, itu adalah cinta antara manusia. memang benar
cinta itu tidak masuk akal, karena cinta itu letaknya
di hati, bukan di akal. Dengarkan baik-baik,
Kebenaran Cinta bukan dihakimi oleh perhitungan
benar atau salah yang ada dalam akal. cinta
merupakan perasaan yang ada dihatimu, dan
kebenarannya dinilai oleh pertimbangan baik atau
buruk yang ada dalam hati. Makanya kita seringkali
terkecoh. Cinta itu sering menerobos hal-hal yang
benar demi membela hal-hal yang dianggapnya
baik." Ucap nek minah. kemudian dia melanjutkan
"itulah yang nenek takutkan, nenek takut kamu itu
keterlaluan dalam pacaran." Ucap nenek.
"ah aku bingung nek.. bukan kah cinta itu
membahagiakan? Terus indah." Tutur asep.
"memang begitulah kalau urusan perasaan
diterjemahkan ke dalam bahasa perkataan, pasti
runyam dan membingungkan." Ucap Nek minah
seraya tertawa. "nak, nenek tidak mau kamu pacaran
atau menyukai wanita dengan berlebihan, nenek takut
kamu tersesat dan masuk jurang, belum saatnya nak.
Jika kita salah menyikapi, rasa cinta itu justru akan
membawakan pedang disaat kita butuh roti dan
makanan. Paham?" tegas nek minah.
"hmm, pelan-pelan nek aku belum paham betul!
Maksudnya diberi pedang itu aku ditusuk ya nek?
terus apa yang sekarang harus aku lakukan?" tanya
asep. Dia merasa kebingungan dengan ucapan nek
65 minah yang bertolak pemahamannya selama ini. belakang dengan "yang harus kamu lakukan sekarang adalah pergi
mengaji. Kemarin kamu sudah libur karena hujan,
kamu tertinggal satu lembar bacaan oleh yang lain.
Ayo berangkat sana, dan Jaga pandanganmu dari
perempuan!" tegas nenek.
"oke nek oke." Ucap asep seraya bangun dari
kasurnya. " Aku nanya satu lagi nek. Kalau menjaga
pandangan sih aku bisa, tapi bagaimana kalau dia
ngajak ngobrol? Apa harus aku cuekin? Kan susah
nek." lanjut asep. "mengobrol dengan baik dan ramah, tundukkan
pandanganmu, itu kuncinya." Terang nenek.
"kalau pacaran harus sesulit itu, aku memang belum


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siap pacaran ya nek?" lanjut asep. Dia terlihat masih
antusias untuk mengobrol dengan nek minah.
"belum." "sudah, cepat berangkat. kalau masih ada yang
bingung, nanti setelah pulang ngaji kamu tanya nenek
lagi." Ucap nek minah.
"iya nek, aku berangkat, assalamu ?alaikum."
"wa ?alaikum salam.." jawab nek minah. Dia
memperhatikan cucunya yang berjalan menjauh.
Cucunya yang semakin besar dan semakin pintar.
66 Asep berangkat menuju masjid untuk
menegakkan shalat maghrib berjama?ah. setelah
shalat berjama?ah, di masjid itu pula dia dan anakanak yang lain mengaji dibimbing oleh mang udin.
Belajar membaca Al-Qur?an, belajar rukun islam,
rukun iman, belajar perilaku yang sopan dan santun.
Asep adalah salah satu murid mang udin yang sudah
bagus bacaan Al-Qur?annya, asep sangat cepat dalam
menangkap pelajaran yang disampaikan, sehingga dia
lebih cepat dalam belajar dibanding teman-temannya.
Jam 7 malam, mengaji selesai dan dilanjutkan
dengan shalat isya berjama?ah kemudian pulang
beramai-ramai. Malam itu asep mengaji seperti
biasanya, lalu pulang dengan wajah ceria, dia selalu
senang jika mendapat pengetahuan baru yang
membuatnya merasa lebih pintar daripada
sebelumnya. Sesampainya di rumah, dia kembali
belajar. Kali ini giliran pelajaran sekolah yang dia
garap. Ada semangat dalam dirinya untuk terus
belajar dan belajar. Seperti itulah rutinitas asep. Dari sejak lama,
hari demi hari berganti, Senja ditelan malam, subuh
melahirkan pagi, dalam irama alam yang penuh
keseimbangan. Selama itu asep tidak pernah bosan.
Nek minah selalu mendampinginya agar disiplin,
ketika dia nakal maka nek minah akan langsung
menghukumnya dan memberinya hujan nasihat.
67 Bab 4 Ditakuti bukan dihormati Pagi itu cerah seperti biasanya. asep juga
berangkat sekolah seperti biasa, dia memakai sebuah
sepatu yang kumal dan alasnya mulai lepas, dengan
baju yang kekuningan dan terlihat kebesaran. Hari ini
adalah hari yang kurang disukai asep, karena hari ini
ada pelajaran Fisika. Guru Fisika adalah pendatang
dari kota, dia sangat galak ketika mengajar, bahkan
tak segan untuk menghukum murid-muridnya yang
nakal atau yang tidak mengerjakan PR. Asep
mempercepat langkahnya agar tidak terlambat ke
sekolah. Tak jauh di belakang asep ada vita, imam
dan teman-temannya yang sedang mengobrol.
Mereka tiba di sekolah hampir bersamaan.
Asep langsung duduk di kursinya, dia membuka-buka
lagi pelajaran minggu kemarin untuk meyakinkan diri
bahwa tidak ada tugas yang lupa dikerjakan. Ketika
semua anak sedang bermain di dalam kelas, tiba-tiba
bapak guru masuk. Dia masuk dengan wajah tanpa
senyumnya yang sangar, di tangan kanannya ada
sebuah tas hitam, dan di tangan kirinya ada penggaris
panjang yang selalu dia bawa. Seketika semua anak
pun terdiam, dibungkam suasana seram yang
mencekam. Pelajaran dimulai. Suasana terasa tegang,
tidak ada suara apapun kecuali suara guru yang
68 sedang menjelaskan. Cara belajar seperti ini sama
sekali membuat asep tidak bisa berpikir dengan
jernih. Yang ada diotaknya hanya rasa ketakutan,
bahkan dia merasa takut untuk bertanya. Rumusrumus dan lambang bertebaran begitu saja di
otaknya, mungkin hanya satu dua perkataan sang
guru yang bisa dia ingat. Itupun kata-kata bentakan
dan lelucon yang sama sekali tidak terdengar lucu.
Ketika semua pelajaran telah usai, Asep
membuka obrolan kecil dengan teman-temannya.
Mereka duduk di bangku kayu yang ada di depan
kelas. Sedang vita sudah pulang lebih dulu.
"eh! siapa yang ngerti pelajaran fisika tadi pagi?"
tanya asep. "yah sep. jangankan fisika, bahasa indonesia aja
susah.." jawab imam seraya tertawa.
Teman asep yang lain ikut menjawab "aku ga bisa
sep! susah banget, aku ga bisa konsentrasi."
Tegasnya. "sama berarti, aku juga ga ngerti. kenapa ya itu guru
galak banget?" tanya asep.
"mungkin dia lagi pengen galak sep. haha.." ucap
imam. Dia kembali tertawa sendiri.
"iiih becanda melulu si imam. aku serius nih mam.
Ya udah lah ayo pulang!" ajak asep.
69 Sekolah hari ini usai. Asep pulang membawa
beberapa baris ilmu pengetahuan, dia berjalan sambil
terus mengingat pelajaran yang tadi dia dapat,
terutama pelajaran yang belum dia mengerti.
Sesampainya di rumah, dia langsung membuka lagi
buku catatannya, dia berusaha untuk memahami
pelajaran tadi pagi. Asep duduk di lantai dan
membuka buku pelajarannya di ranjangnya. Yang
yang tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek
sehingga sangat nyaman untuk dijadikan meja.
"bagaimana sekolahnya nak?" tanya nek minah.
membuka percakapan dengan asep dari luar kamar.
Dia sedang duduk di ruang depan, beralaskan lantai
dan menyandarkan punggungnya ke dinding.
"Sepertinya kamu kesulitan?" lanjut nek minah.
"iya nek. pelajaran fisika susah nek, aku ga ngerti!"
jawab asep mengharapkan nenek bisa membantunya,
karena selama ini nenek sering kali membantu ketika
dia kesulitan dalam belajar.
"hmm.." gumam nenek. "tadinya nenek mau bantu.
Tapi kalau pelajarannya fisika nenek juga kurang
bisa." terang nek minah.
"yaaah aku kira nenek mau bantu." Asep menjawab
sambil tertawa. Terdiam sesaat lalu kembali berkata
"tapi aku juga pasti bisa! Cuma lupa aja jalannya
sedikit." Tegas asep.
70 "terus kalau kamu belum bisa, kenapa tadi tidak
nanya ke bapak gurunya?" tanya nek minah.
"iiiihh, serem nek. gurunya galak!" ucap asep dengan
suara yang keras. Bayang-bayang guru itu kembali
muncul di benaknya. "ya tapi kalau Cuma bertanya pasti tidak sampai kena
marah kaaan?" tanya nek minah.
"tetep aja serem." Asep membuka-buka bukunya.
"Ngomong-ngomong kenapa ya nek bisa ada orang
segalak itu?" tanya asep.
"mungkin dia ingin kalian belajar serius, tidak
berisik.. mungkin juga dia ingin dihormati oleh
kalian, makanya dia jadi orang galak, tapi sebenarnya
dia baik. namun caranya itu tetap saja salah." Tutur
nek minah. "boro-boro mau belajar serius, belajarnya aja tegang
begitu. ga nyaman belajarnya." Ucap asep.
"naaah! disitu ada pelajaran yang bisa kamu ambil.
Kalau nanti kamu jadi seorang guru, kamu tidak
boleh mengajar dengan galak! kasihan muridmu."
Tegas nek minah. "iya nek.. aku pasti mengajar dengan baik hati."
Jawab asep. Perbincangan itu terhenti sejenak. Nek minah
menghampiri asep di kamarnya, dia duduk di pinggir
71 ranjang asep. Sedangkan asep duduk di lantai dan
menggunakan ranjangnya sebagai meja belajar.
Kemudian nek minah mulai berbicara kembali "nak..
dengarkan baik-baik. ketika kita ditakuti bukan
berarti kita telah dihormati. Lihat yang terjadi
denganmu sekarang. Ketika di kelas kamu nurut ke
gurumu itu, tapi ketika sampai rumah kamu pasti
ngomongin guru itu. guru itu tidak menyenangkan..
iya kaan?" tegas nek minah, terdiam sesaat lalu
berkata "Itu tandanya kamu itu belum menghormati
gurumu. menjadi galak itu adalah cara yang salah
untuk mendapat rasa hormat. Kamu mengerti dengan
ucapan nenek?" tanya nek minah.
"iya nek. galak itu tidak baik." Jawab asep yeng
kemudian menghentikan kegiatan belajarnya. Dia
mengalihkan pandangannya ke arah nek minah.
"terus bagaimana caranya supaya dihormati?" tanya
asep. "berusahalah untuk jadi orang yang lembut. Pintar
berbicara dan akrab dengan semua orang." Jawab nek
minah. "apa pasti berhasil? Kadang-kadang kan anak-anak
kelas itu nakal nek. berisik banget kalau lagi di
kelas." Tanya asep yang serius memperhatikan tiap
perkataan nenek. "tegaslah sekali-sekali, ketika dibutuhkan. jangan
setiap saat!" ucap nenek.
72 "oooh.." asep menganggukan kepalanya pertanda dia
telah memahami penjelasan neneknya.
Lalu nenek melanjutkan perkataannya "satu lagi.. jika
nanti kamu hidup dalam masyarakat. Mungkin akan
ada orang yang bicaranya kasar dan sama sekali tidak
bisa dinasehati. dia tidak menghormati kamu padahal
kamu sudah lembut. Tinggalkan saja orang seperti
itu, kamu tidak boleh marah-marah!" Tegas nenek.
"yaaah. kalau kabur gitu kan ga membela harga diri
nek! masa dikasarin diem aja." Ucap asep seraya
mengerutkan dahinya. "selama itu sebatas kata-kata, kamu lebih baik
menghindar dari pertengkaran. Biarkan saja dia
menghina, tidak usah kamu balas dengan menghina
lagi. yang nanti menillai itu Allah. Allah lah yang
lebih tahu siapa yang terhormat dan siapa yang tidak.
Paham nak?" tanya nenek.
"ooh.." asep kembali menganggukkan kepalanya.
"paham nek. ya udah nek ngobrolnya. aku mau
belajar, nanti ingatanku ilang niih. tambah susah
nanti belajarnya." Pinta asep. Asep kembali
melanjutkan belajarnya. Nasehat nenek membantu
pikirannya untuk lebih tenang dan tidak lagi
memikirkan guru yang galak itu.
73 Bab 5 Membaca alam Sore itu, Matahari sudah hampir terbenam,
asep melangkahkan kakinya menuju surau. Dia shalat
maghrib berjama?ah seperti biasa. Di surau kampung
itu itu ada tiga baris jama?ah yang shalat maghrib.
Dua baris terdepan adalah orang-orang tua yang
sudah membungkuk dan batuk-batuk, di baris ketiga
merupakan anak-anak kecil yang masih senang
bergurau. Sedang para pemuda biasanya lebih senang
shalat di luar rumah dan diluar masjid. Mereka lebih
terbiasa shalat di jalan atau shalat di atas motor atau
shalat di tempat makan. Sedangkan bapak-bapak
yang belum memiliki cucu lebih suka shalat di
rumah. Ketika asep dan anak-anak yang lain tengah
mengaji, terdengar suara salam yang datang dari
depan pintu surau. Mereka serentak membalas salam
dan menatap ke arah suara tersebut, di sana ada
seorang laki-laki tua dan anak perempuan kecil yang
berkerudung. Mang udin bangun dari duduknya dan
menghampiri kedua orang itu. Ternyata kedua orang
itu adalah pak herman dan anaknya, yaitu vita.
"assalamu? alaikum ustadz." Salam dari ayah vita
kepada mang udin. 74 "wa ?alaikumussalam warahmatullah. silahkan duduk
pak." Jawab mang udin seraya mempersilahkan
duduk. Mereka kemudian duduk, beralaskan karpet
masjid yang kasar dan berlatar suasana malam yang
hening. Di tempat lain, ada anak-anak yang sedang
memperbincangkan mereka. Anak-anak itu saling
berbisik satu sama lain, menerka-nerka siapa
gerangan tamu yang datang.
Ayah vita memulai percakapan "begini ustadz.
Seperti yang juga ustadz ketahui, saya dan keluarga
saya sudah cukup lama tinggal di sini. Dan tujuan
lain saya pindah ke sini yaitu untuk menghindarkan
anak saya dari pergaulan buruk yang ada di kota,
saya ingin membuat pondasi agama yang kuat dalam
diri anak saya. sekarang sepertinya vita sudah bisa
beradaptasi dengan lingkungan, dia juga sudah punya
banyak teman, saya sangat berharap vita bisa ikut
menuntut ilmu kepada ustadz."
Mang udin menatap ayah vita, setelah itu dia berkata
"alhamdulillah. saya sangat senang ternyata masih
ada orang seperti bapak, disaat orang-orang kota itu
mulai sibuk dengan dunia, ternyata bapak mampu
mempertahankan diri untuk menjaga agama. Saya
tidak akan menolak siapapun untuk mencari ilmu,
vita bisa langsung bergabung dengan temantemannya malam ini."
75

Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ayah vita tersenyum, mengusap dadanya, lalu
menatap vita yang sedang menundukan wajahnya
"alhamdulillah. terima kasih ustadz. Semoga anak
saya mudah untuk diajari, saya titipkan anak saya
kepada anda. Jika dia nakal, tegur dia dengan cara
yang baik." Ucap ayah vita.
"amin.. insyaallah saya akan bersabar. Jadwal
mengajinya adalah setiap hari ba?da maghrib ya pak."
Terang mang udin. Obrolan itu pun berakhir. vita akan mulai
bergabung dengan asep dan anak-anak yang lain.
namun Dia masih duduk di samping ayahnya,
mungkin merasa canggung dengan suasana baru.
Meskipun dia sudah mengenal sebagian anak yang
ada di sana, dia tetap merasa sebagai seorang yang
asing. Ayah vita kemudian berkata "vita, kamu ikut gabung
ke anak-anak yang ada disana ya sayang. Kamu
sudah kenal mereka kan. Jangan nakal ya nak, jangan
ngobrol terus! belajarnya yang serius! papa pulang
dulu ya." tersenyum seraya bangkit dari tempat
duduknya. Vita mulai menegakkan wajahnya. "iya pah, vita
pasti sungguh-sungguh." Jawab vita.
"nanti pulangnya mau dijemput?" tanya ayah vita.
76 "ga usah pah! vita banyak temen kok, jadi ga bakal
takut." Ucap vita dengan tenang. Vita kemudian
berjalan mendekati kumpulan anak-anak yang sedang
memperbincangkannya, dia berusaha tetap cuek dan
tidak terlihat canggung. Kemudian ayah vita pun akhirnya pamit pulang
kepada mang udin. "ustadz, saya pulang dulu..
Terima kasih sudah mau mengajar anak saya.
assalamu ?alaikum.." ucap ayah vita kepada meng
udin. "wa ?alaikumussalam warahmatullah." Ucap mang
udin. Mang udin kembali menghampiri anak-anak
yang mulai tidak konsentrasi dalam mengaji. "anakanak mulai hari ini vita ikut mengaji di sini. Kalian
pasti sudah kenal dia." Tutur mang udin, lalu mang
udin menatap vita dan berkata "jangan malu-malu ya
vita, belajarnya yang akur dengan yang lain, saling
berbagi ilmu supaya cepet pintar." Ucap mang udin.
Malam itu vita mulai ikut mengaji di masjid
bersama anak-anak kampung yang lain. Posisi duduk
mereka membentuk lingkaran dan masing-masing
membawa Al-Qur?an, membaca dan mempelajarinya,
hingga nanti maju satu persatu dan diajari langsung
oleh mang udin. Pada pertemuan pertama itu, banyak sekali
anak yang terus memperhatikan vita. Bukan hanya
karena bajunya yang bagus, tapi juga karena AlQur?an yang vita bawa itu sangat berbeda dengan
77 yang mereka punya. Vita membawa buku kecil yang
di sampulnya tertulis judul "iqra", berbentuk huruf
arab seperti pada awal surat Al-?Alaq. berbeda sekali
dengan juz amma yang biasa digunakan asep dan
teman-teman ketika belajar mengaji.
Karena malam itu vita pun hanya duduk diam
dan tidak banyak berkata-kata. Asep dan anak-anak
yang lain hanya memperhatikan dan menyimpan rasa
penasaran terhadap buku tersebut. Satu demi satu
anak mengaji ke mang udin, dan tiba giliran vita tiba
untuk berhadapan langsung dengan guru ngajinya.
Vita maju dan membawa buku kecilnya, dia
buka buku tersebut di halaman-halaman awal. Saat
itu hampir semua anak memperhatikan apa yang ada
di dalam buku tersebut. Merongrong mencuri-curi
pandang, mereka sungguh merasa penasaran. Mereka
semua sangat serius mengawasi vita. Dan mereka pun
akhirnya melihat ternyata di dalamnya ada hurufhuruf hijaiyah yang berdiri sendiri-sendiri. Ada Alif,
ba, ta, tsa, dan seterusnya.
vita mulai mengaji, di ucapkannya satu
persatu huruf itu, beberapa anak tertawa mengetahui
isi buku tersebut ternyata hanya seperti itu, tadinya
mereka kira isinya akan sangat istimewa, ternyata
bukunya si orang kota tidak lebih hebat dari orang
kampung. Ketika vita selesai mengaji, selesailah pula
lah pelajaran yang diberikan mang udin pada malam
78 itu. Namun asep yang dari tadi menyimpan rasa ingin
tahunya, kemudian mengutarakan pertanyaannya
kepada mang udin. "mang, kenapa vita pake Qur?an
yang berbeda dengan kita?" tanya asep.
"itu bukan Al-Qur?an seperti yang kita pegang
sekarang, itu adalah salah satu cara untuk belajar
membaca Al-Qur?an." Jawab mang udin.
"lalu apa hubungannya dengan ayat pertama surat Al?Alaq, kata-katanya kan sama mang?" tanya asep.
""iqra" itu adalah bahasa arab yang artinya
"bacalah", itu adalah perintah untuk membaca. "iqra"
yang dipegang oleh vita itu adalah tata cara untuk
membaca Al-Qur?an. Sedangkan "iqra" yang ada di
surat Al-?Alaq itu adalah perintah untuk membaca
Al-Qur?an." Jawab mang udin.
"surat itu bercerita tentang apa mang? Surat itu
paling sering diajarkan di sekolah, tapi aku masih
sering merasa bingung. Nabi muhammad kan tidak
bisa membaca, kenapa dia diperintahkan untuk
membaca?" tanya asep.
"surat itu berarti bahwa Allah mengajari manusia
dengan kalam. Nih Mamang bacakan maksud dari 5
ayat pertama dari surat Al-Alaq. "bacalah, dengan
menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang
mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia
79 mengajari kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya." Nah jadi, Allah memerintahkan kita
untuk membaca Al-Qur?an, Dia juga mengajari kita
dengan perantara kalam." Terang mang udin.
Asep mengkerutkan dahinya, dia sangat serius
mencerna tiap kata yang keluar dari mulut mang
udin. "apa yang dimaksud dengan kalam?" lanjut
asep. "kalam itu adalah baca tulis. Allah menjadikan kalam
untuk mengajari umat manusia." Jawab mang udin.
"apakah boleh jika aku membaca dan menulis alam
semesta?" tanya asep, sedang anak-anak yang lain
terlihat hanya menyimak. "Al-Qur?an itu adalah kalam Allah, dia merupakan
pelajaran untuk manusia. dan alam semesta ini juga
merupakan kalam Allah. tidak ada salahnya jika kita
mau membaca alam ini. Alam ini datang dari Allah,
begitu juga Al-Qur?an, tidak ada isi diantara
keduanya yang bertentangan." Terang mang udin.
"nenek ingin agar aku peka dan memahami
lingkungan. Aku yakin Rasulullah itu adalah orang
yang sangat pintar dalam memahami lingkungan.
Dia diperintahkan oleh Allah untuk membaca
padahal dia tidak bisa membaca.. sekarang aku
mengerti! yang Allah perintahkan ketika itu bukanlah
membaca Al-Qur?an, tapi lingkungan, alam. Rasul
diperintahkan untuk membaca alam karena Rasul itu
80 kan tidak bisa baca tulis. yaa.. aku mengerti. Dalam
alam itu ada ilmu yang selaras dengan Al-Qur?an.
Karena itu kurang lengkap jika membaca Al-Qur?an
tapi tidak membaca alam sama sekali." Pikir asep.
Asep termenung cukup lama. Lalu kembali berkata
"aku ingin membaca alam dan lingkunganku. aku
ingin tahu apakah mereka baik-baik saja. Karena aku
itu sering merasa kasihan mang, jangan-jangan aku
sudah menyakiti mereka. Seperti kalau kita mancing
ikan gitu mang. kan ikannya kasihan keluar dari air
gitu. Berontak, sepertinya dia ingin kembali ke air."
Tutur asep dengan penuh semangat.
"kita memang harus membaca alam, memahaminya.
Caranya ya dengan mengikuti ajaran Al-Qur?an, pasti
alam ini akan terjaga seperti terjaganya Al-Qur?an
sampai sekarang. Namun Lihatlah sekarang alam
sudah dirusak oleh manusia, itulah tandanya bahwa
manusia sudah meninggalkan Al-Qur?an atau
mungkin tidak mempelajarinya sama sekali." Terang
mang udin. "mang udin tau dari mana alam ini sudah rusak?"
tanya asep. "mamang kan sudah lebih dulu membaca alam ini."
jawab mang udin seraya tertawa kecil. "mamang
sudah pernah berjalan ke berbagai tempat, ya
beberapa kali." Lanjut mang udin.
81 "caranya?" tanya asep, dia terlihat sangat serius
menunggu jawaban dari mang udin.
"ya belajar dari perjalanan mamang ke berbagai
tempat." Ucap mang udin.
"hmmm. Kalau desa ini gimana? desa kita ini
termasuk yang masih baik kan mang? Atau sudah
rusak juga?" tanya asep.
"banyak yang telah rusak di desa kita, bahkan
mamang sendiri bisa jadi telah rusak." Ucap mang
udin. Asep merasa kebingungan dengan jawaban mang
udin. Dahinya mengkerut dan posisi duduknya
kembali berubah, bergeser seakan ada rasa gelisah.
"kok bisa mang, apanya yang sudah rusak? Mamang
kan sehat-sehat aja." Ucap asep.
"belajarlah! setelah dewasa kamu pasti mengerti. Nah
anak-anak Sudah waktunya shalat isya, mamang mau
adzan dulu, kalian yang wudlunya sudah batal, lekas
berwudlu lagi." Tegas mang udin.
Anak-anak itu pun bergegas merapihkan
reikal mereka masing-masing, melipatnya lalu
menyusunnya di pojok belakang surau. Lalu mereka
berjalan ke arah keran-keran air di samping masjid.
Asep sendiri masih merasa bingung dengan
jawaban mang udin, dia berusaha menjawab
pertanyaan tersebut dengan pikirannya sendiri.
82 "Allahu Akbar..Allahu Akbar...." suara adzan
berkumandang lantang, keluar dari lubang pengeras
suara. "masih banyak yang membuatku bingung. Aku harus
terus belajar, aku juga harus membaca alam, agar
aku paham apa yang seharusnya aku lakukan. Tapi
tetap saja aku tidak tahu caranya? Aku kan tidak
mengerti bahasa alam." pikir asep.
Tidak pernah ada kebosanan ketika ada
sesuatu baru yang didapatkan, atau ada rasa baru
yang hadir dalam dirinya. Kabingungan adalah jalan
awal menuju pengetahuan. Kali ini asep benar-benar
merasa penasaran apa yang telah rusak di desanya,
semakin dipikirkan dia justru semakin bingung. Dia
ingin segera pulang dan menanyakan hal ini kepada
nenek. orang-orang tua tetangga masjid mulai
berdatangan, mang udin mengatur barisan anak-anak
agar lurus dan berdekatan. Vita dan anak-anak
perempuan yang lain berada di belakang anak lakilaki.
7 menit berlalu, shalat pun berakhir. Ketika
asep menoleh kebagian kirinya, asep menyadari
ternyata sedari tadi vita sedang memperhatikan dia.
Timbul rasa malu dalam dirinya karena melihat vita
yang sangat cantik malam itu. Vita yang mengaji
dengan suara lembut, menggunakan kerudung putih,
rok hitam dan baju merah jambu, membuat semua
83 orang yang ada disitu menggadaikan pandangannya
kepada sosok perempuan muda itu. terlebih lagi asep
yang memang sudah jatuh hati kepadanya. Asep ingat
kata-kata neneknya untuk selalu menjaga pandangan,
maka segeralah dia jatuhkan pandangan matanya ke
alas masjid. Dia bergegas kembali mengambil wudlu
karena hawatir pandangannya akan kembali
menenggelamkan hatinya ke dalam ilusi. Pandangan
yang menjadi jalan setan untuk menusuk hati
manusia. Shalat isya telah selesai, anak-anak
berhamburan keluar masjid, sedangkan orang-orang
tua masih khusyuk dengan pujian kepada Tuhan. Vita
yang kala itu pertama kali mengaji di masjid, baru
menyadari bahwa rumahnya adalah paling jauh dari
masjid dibanding anak-anak yang lain. Dia yang
tidak terbiasa dengan jalanan sepi dan remangremang merasa ketakutan dilangkah awal. Ketika dia
Dendam Sepasang Gembel 1 Dewa Arak 21 Dendam Tokoh Buangan Misteri Pulau Neraka 5

Cari Blog Ini