Ceritasilat Novel Online

Ikro 2

Ikro Karya Reza Nufa Bagian 2


berdiri diam di pintu masjid, asep baru saja selesai
berwudlu berjalan di hadapannya.
"eh asep! aku boleh minta tolong lagi ga?" vita tibatiba menyapa asep yang sedang berjalan di
hadapannya. Asep terdiam dan belum menoehkan
pandangannya. "ya Allah, dia ada di sini. Kenapa dia belum
pulang!? apa yang harus aku lakukan. Aku sudah
mencoba menghindar dari perempuan ini, tapi dia
yang justru terus datang lagi, datang lagi, aku jawab
jangan ucapannya? Jawab, jangan, jawab.. apakah
84 tidak apa-apa? Pasti tidak apa-apa, aku sudah besar,
aku bisa menguasai hatiku.. aaaah..susah.. dia
memang cantik dan baik." Pikir asep.
"sep kok diem aja?" ucap vita membuat darah asep
semakin mendidih. "minta tolong apa vit?" jawab asep. Dia masih
berusaha menundukkan pandangannya. Cinta dalam
hati seorang anak manusia, sedang berontak berharap
menjadi ucapan, namun akal masih mampu melawan,
mempertahankan kebenaran yang diyakini.
"sep! rumah vita kan paling jauh. terus vita kan
searah sama kamu pulangnya. anterin ya.. tolong..
aku ga ada temeen!" rayu vita dengan lembut. Entah
serunyam apa hati asep saat ini. ada suara yang
lembut membelai hatinya, begitu hangat, rasa
membumbung tinggi dan akhirnya mengalahkan akal
yang sedari tadi coba dipertahankan.
Asep terdiam cukup lama. "hmm." Dia mengaruk
kepalanya, memasang wajah yang salah tingkah.
"baiklah. Ayo pulang.." ucap asep.
"hhh.. nenek.. menjaga pandangan itu susah, tapi
aku selalu mencobanya.. menjaga hati juga susah,
apalagi kalau aku sudah lihat wajahnya.. hhh.. pasti
terbayang-bayang terus.." pikir asep.
Mereka pulang bersamaan. Jalanan desa yang
berkerikil, lampu-lampu kecil di kiri dan kanan
85 pandangan, suara-suara binatang malam yang
nyaring, menemani mereka dalam perjalanan pulang.
Krik.. krik.. krik.. suara jangkrik paling lantang
terdengar, mereka berdua tidak membuka percakapan. Asep pun diam, diam dalam rasa malu
yang masih sempat menjaga mereka dalam kebaikan.
Asep melewati dulu rumahnya dan
mengantarkan vita pulang. Sesampainya di depan
rumah vita, dia langsung menyuruh vita masuk. Dia
tidak ingin sesuatu yang aneh kembali menggerayangi pikirannya.
"terima kasih ya asep. Kalau kamu bisa, besok aku
minta anter pulang lagi ya sep. Tapi aku juga ga
maksa." Pinta vita. Asep terdiam sejenak. "oh.. insyaallah vit.." ucap
asep dengan terbata-bata.
Vita melepas senyum manis dan perlahan
menghilang dari pandangan asep. Asep segera pulang
dan sedikit berhasil mengendalikan perasaannya agar
tidak menyempit kepada seorang perempuan. Asep
memang sangat menuruti kata-kata neneknya, dia
tidak ingin mengecewakan neneknya. Dia selalu
berusaha menaati nenek, karena neneknya adalah
satu-satunya orang yang selama ini dia punya.
"assalamu ?alaikum.. nek, asep pulang." Salam asep
seraya mengetuk pintu. 86 "wa ?alaikum salam nak.. masuk saja, pintunya tidak
dikunci." Jawab nek minah.
Asep masuk ke dalam rumah, didapatinya
nenek sedang duduk di atas ranjangnya, memegang
sebuah buku. Ada sebuah koper besar di lantai, di
dalamnya ada buku-buku yang sudah lapuk.
Asep tidak masuk ke kamarnya melainkan
menghampiri nek minah. "buku apa itu nek?" tanya
asep. "ini buku bacaan nenek dulu. Sudah lama sekali."
Jawab nek minah. "waaah! pantesan nenek pinter. bukunya tebel-tebel
benget sih.." tutur asep, dia memperhatikan buku
yang neneknya pegang. Lalu kembali berucap "pasti
bacanya lama banget ya nek?" tanya asep.
"ini belum tebal nak! masih ada buku nenek yang
lebih tebal dari ini. setiap hari nenek baca buku 3
sampai 4 jam." Tutur nek minah kepada asep.
"aku mau lihat yang lebih tebel dong nek? Terus
kalau aku mau baca bukunya boleh?" pinta asep.
"bukunya sudah dimakan rayap, berlubang,
lembarannya pun sudah menempel. Sebenarnya
nenek mau memberikan buku-buku nenek ke kamu,
tapi keadaannya sudah tidak mungkin untuk dibaca,
perhatikan buku-buku di dalam koper itu, sudah
hancur." tutur nenek, terdiam sesaat menghela nafas.
87 "Sekarang kamu sudah besar, sebentar lagi lulus
SMP, nenek ingin kamu terus bertambah pintar,
buku-buku ini adalah gudang ilmu yang nenek
simpan, ternyata sampai ke tanganmu dalam keadaan
yang rusak. Sungguh sayang ya nak. di sekolah kamu
kan pasti ada perpustakaan, banyak-banyak membaca
ya nak, nenek juga dulu sangat senang membaca."
Tegas nenek. Asep memperhatikan buku-buku yang menumpuk di
dalam koper hitam yang sudah berlubang. "iya nek.
tapi nenek kok bisa punya buku sebanyak ini? dapet
dari mana nek?" tanya asep.
"ini buku nenek waktu masih muda, sampai sekarang
masih nenek simpan." Jawab nek minah.
"ooh.. nek aku mau tanya lagi. Tadi pas aku ngaji,
kata mang udin, desa kita sudah rusak. Emangnya
bener nek?" tanya asep.
"memang begitulah. Para calon penerus desa ini lebih
senang dengan kehidupan yang menipu, memperindah diri dengan pernak-pernik modern,
mereka pergi ke kota padahal di desa lebih nyaman.
Bahkan ada yang menghilangkan akhlak baik demi
mendapatkan kebahagiaan, kamu jangan ikuti hal itu,
sifat baik itu harus dipertahankan. Kebahagiaan yang
kita dapat itu harus suci." Terang nek minah.
Asep terdiam sesaat. "jadi yang rusak itu sifatnya ya?
Terus kebahagiaan suci itu apa nek?"
88 "iya nak, tingkah lakunya." Ucap nenek seraya
memasukkan kembali buku yang dia pegang ke
dalam koper. "Kebahagiaan yang suci adalah ketika
kita mendapatkan kebahagiaan tanpa melanggar
agama kita, ketika kita mendapatkan kebahagiaan
tanpa merusak nilai-nilai kebaikan yang ada dalam
lingkungan." Terang nek minah.
"terus nenek, nenek kan sudah pintar. Menurut
nenek, apa aku sudah rusak?" tanya asep.
"kamu masih bersih nak, sebersih kapas yang baru
jatuh dari pohonnya. Nenek ingin kamu terus seperti
ini, menjaga hatimu untuk yang terbaik, mempelajari
dunia ini dan membuat perubahan. Nenek ingin kamu
menjadi manusia yang berguna." Tegas nenek sambil
menggenggam kedua pundak asep.
"berguna untuk siapa lagi? Yang aku punya kan
cuma nenek." tegas asep.
Nek minah tersenyum, lalu berkata "berguna untuk
semua orang, berguna untuk lingkungan. Nenek dan
bangsa ini sangat membutuhkan kamu, kamu yang
akan meneruskan cita-cita nenek dan semua orang
yang cinta kepada bangsa ini. kamulah orang yang
bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa ini,
kamu dan teman-temanmu!" tegas nenek. "karena
itulah kamu harus pahami yang ada di buku dan yang
ada di lingkunganmu." Lanjut nek minah.
89 "baiklah nek! aku akan memperbanyak membaca
buku, akan aku baca semua buku yang ada
diperpustakaan." Ucap asep seraya tertawa dengan
ceria. "pahami juga lingkunganmu! itu yang paling penting!
Jika kamu sudah bisa melakukan itu semua, kamu
akan menjadi manusia yang dicintai penghuni bumi
dan langit." Tegas nenek.
"lagi-lagi aku harus memahami lingkungan.
Bagaimana caranya? nenek memang sering
berbicara seakan hal itu mudah. aku ini masih kecil
nek.. bagaimana caranya mengerti yang nenek
maksud. Mengerti lingkungan, membaca alam, hhh
itu pasti susah. Aku sudah pernah mencoba, tapi
tidak berhasil. Bahkan, Pelajaran biologi pun tidak
menjelaskan apa kebutuhan hidup dari seekor semut.
Apakah semut itu bisa sakit? Apakah semut itu
mengerti kata-kata manusia? ..bingung ah." Pikir
asep. Asep menatap nenek. "baik nek! aku akan menjadi
seorang yang berguna." Dia terdiam sejenak,
kemudian melanjutkan perkataannya "tapi insyaallah
ya nek.." Ucap asep.
"kamu harus yakin nak! Jangan lemah." Nenek
tersenyum melihat tingkah cucunya. Dan mereka
berdua tertawa bersama. Hari itu asep kembali
melewati pelajaran-pelajaran dari lingkungan
sekitarnya. Dalam kebingungannya itu sebenarnya
90 dia tengah belajar untuk peka terhadap
lingkungannya. Belajar untuk bertanya kepada
pikirannya tentang segala hal. Belajar untuk menjaga
segala kegiatan dan perbuatannya yang berhubungan
dengan lingkungan agar tidak membuat kerusakan.
Bab 6 Bola kasti Ketika pulang sekolah siang tadi, asep, vita
dan imam sudah berjanji akan main kasti. Ubed juga
akan diajak, siang tadi mereka tidak sempat
mengajak ubed, karena ubed memang tidaklah
bersekolah seperti tiga temannya itu.
Kasti merupakan permainan yang masih
sangat disenangi di kampung mereka. Mereka sangat
gemar memainkan permainan ini. ada dua kelompok
yang berlomba dalam permainan ini, setiap kelompok
terdiri dari beberapa orang. Ada sebuah bola dan
sebuah pemukul. juga ada pos-pos perhentian untuk
mengamankan diri dari lemparan bola, tipa pos itu
ditandai dengan sebuah ayu yang menancap atau
pepohonan. Salah satu kelompok dianggap menang
ketika bisa kembali ke tempat awal mereka memukul
bola tanpa terkena bola sama sekali di badannya.
Arena permainannya luas dan jalur larinya berbentuk
lingkaran. 91 Sore itu langit sedang cerah. Matahari hangat,
cahayanya sedikit tertutup pepohonan. Sore itu
mereka sudah berkumpul di lapangan depan sekolah.
Lapangan yang bertanah lembab dan lumayan luas.
Ada 8 orang yang ikut main, termasuk asep, vita,
imam dan ubed. Mereka kemudian membagi
kelompok bermain. Asep ternyata satu kelompok
dengan ubed, sedangkan vita satu kelompok dengan
imam. Permainan pun dimulai. Kelompok asep
mendapat giliran pertama untuk jalan. Salah satu
orang dari kelompok asep kemudian memegang
pemukul dan bersiap memukul bola. Yang menjadi
pelempar bola adalah dari pihak musuh, yang tidak
lain adalah imam. Imam bersiap untuk melempar
bola. Dia lempar bola itu, "tuiiing.." dan.. "bukk..!"
bola kasti yang terbuat gumpalan plastik itu terbang,
melayang ke atas kepala imam. Kelompok imam
berlari dengan kencang mengejar bola itu, sementara
anak yang memukul bola itu berusaha untuk lari ke
tempat perhentian pertama. Kesempatan pertama itu
berhasil dimaksimalkan oleh kelompok asep. Begitu
juga kesempatan ke-dua dan ke-tiga, mereka berhasil
memukul bola dan menghindari lemparan bola agar
tidak terkena tubuhnya. Kali ini giliran asep. Asep adalah orang
terakhir di kelompok itu, dia harus berhasil memukul
bola dan berlari ke tempat awal. Orang terakhir
92 adalah orang yang paling sulit untuk berhasil, karena
dia harus berlari lebih cepat dan sebisa mungkin
untuk tidak berhenti. Imam melempar bola. Bola itu melayang
rendah ke hadapan asep, pelan dan terarah. Asep
mengayunkan pemukulnya dengan sekuat tenaga..
syeett.. Namun ternyata asep gagal memukul bola itu.


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian dia berlari sebisanya, dia berlari agar tidak
terkena lemparan bola. Imam melempar bola itu
kepada temannya yang berdiri di jauh, mereka
mengurung asep, asep kebingungan dan akhirnya
kena. Kelompok mereka gagal melanjutkan
permainan. Asep menjadi penyebab kegagalan
timnya, dia pun terlihat sedikit kesal terhadap
kebodohannya sendiri. Kali ini giliran kelompok imam yang main.
Karena vita perempuan dan dia yang larinya paling
pelan dalam kelompok, maka dia diberi kesempatan
pertama oleh imam untuk memukul bola. Yang
menjadi pelempar bola adalah asep. Asep bersiap,
menggenggam bola itu dengan erat, kemudian
melemparnya ke arah vita. "tuiiing.." dan.. "bukk!!"
Tanpa disangka sebelumnya, vita berhasil memukul
bola hingga melewati asep, melewati lapangan
permainan, hingga menyebrangi jalan sekolah. Asep
langsung berlari mengambil bola itu, sedang vita juga
berlari menuju tempat perhentian pertama. Asep
terlalu lama mengambil bola itu sehingga vita
berhasil lolos. 93 Kemudian giliran imam yang memukul, asep
yang melempar. Asep melempar bola itu.. dan..
"bukkk!" bola itu berhasil dipukul sangat kencang
oleh imam, namun bola itu mengenai batang pohon
jambu depan sekolah, memantul ke tanah dan
berhenti beberapa meter di samping asep. Imam
langsung berlari panik, vita pun turut berlari menuju
tempat perhentian ke-dua. Asep mengambil bolanya,
dia berlari sambil melihat imam yang sedang berlari
juga. "Buuuss.." bola itu dilempar sekuat tenaga,
membelah angin, meluncur dengan kencang. Imam
yang melihat bola itu akhirnya bisa menghindarinya,
namun ternyata bola itu lurus mengarah pada vita.
"gdebukk.." bola itu tepat mengenai bagian telinga
vita, vita pun langsung terhenti.
Vita terhenti dari larinya dan berjongkok
memegang telinga. Anak-anak yang ada di sana
menghampiri vita, mereka hawatir terjadi sesuatu
yang tidak baik. Asep mulai merasa hawatir, dia takut
telah membuat vita kesakitan. Permainan yang
tadinya penuh sorak sorai yang ceria, kini berubah
menjadi bisik-bisik kehawatiran.
"kamu ga apa-apa kan vit?" tanya asep.
"Hiks..hiks.." vita menangis. Dia masih berjongkok
di tempatnya, menutup wajahnya dengan kedua
telapak tangan dan merapatkannya ke dengkul.
94 Imam yang terkesan santai kemudian datang
menghampiri mereka. "loh kok nangis sih.. sakit ya
vit?" tanya imam. "vit, sakit ya?" asep kembali bertanya. Wajahnya
penuh kebingungan. "udah main lagi sana! Aku ga apa-apa kok.." jawab
vita yang masih meneteskan air matanya.
"maaf ya vit.. aku ga sengaja." Ucap asep.
"aduuuh.. apa yang harus aku lakukan?. ga
sengaja.. tapi pasti sakit tuh vita.. hhh.. semoga aja
ga parah.. aku juga bingung mau gimana. Maaf vit
maaf.." pikir asep. Vita merasa sakit di telinganya. ada suara
mendengung dalam telinganya dan terdengar sangat
mengganggu. Dia memutuskan untuk berhenti
bermain. Anak-anak lain juga pada akhirnya turut
menghentikan permainan karena merasa sudah tidak
lagi mengasyikan. Mereka mengerumuni vita yang
sudah berpindah tempat dan sedang duduk di atas
sandalnya. "vit! aku minta maaf yaa. beneran ga sengaja viit."
Ucap asep dengan harapan vita akan segera
memaafkannya. "iya sep. ga apa-apa.." hanya itu yang vita katakan
kepada asep. 95 "kamu pulang aja ya vit, takut kenapa-kenapa. nanti
aku kena marah ibu kamu." Pinta asep.
"iya." Ucap vita dengan singkat dan pelan.
Permainan berhenti total, sore itu mereka
bubar dan kembali ke rumahnya masing-masing.
Asep yang merasa bertanggung jawab kemudian
mengantar vita pulang. Sepanjang jalan menuju
rumah vita, mereka berdua hanya diam. Asep masih
merasa bersalah, dan vita mungkin merasa kesal dan
kesakitan. Setelah mengantar vita, asep langsung
pulang ke rumahnya, dia bercerita kepada neneknya
tentang kejadian tersebut.
"nek! kalau kuping kena bola itu bisa jadi tuli ga
nek?" tanya asep yang sedang berbaring di kamarnya.
"siapa yang kena bola? Kamu?" jawab nek minah
yang juga sedang di kamarnya. Kamar asep dan nek
minah berhadapan, tidak ada pintu melainkan hanya
sebuah kain layaknya kain gorden. dan jarak kedua
kamar hanyalah satu meter, itupun hanya sebagai
jalan penghubung antara dapur dan ruang tengah.
"bukan aku nek! vita." jawab asep.
"kena bola apa? Bola tendang? Cewek kok main
bola." Ucap nek minah.
"bola kasti nek! yang kecil itu, yang dari plastik."
Terang asep. 96 "mungkin Cuma akan sakit nak, tapi tidak akan tuli."
Ucap nek minah. "huuh! lega dehh. soalnya tadi aku main kasti terus
bola yang aku lempar itu kena vita." Terang asep
kepada neneknya. "kalau main itu hati-hati nak." ucap nek minah
dengan lembut. "aku juga udah hati-hati nek. aku udah yakin bolanya
bakal kena imam. eh ternyata malah kena vita. dia
kan cewek, makanya dia nangis." Terang asep.
"meskipun waktu itu bolanya kena imam, tetap saja
harus hati-hati, tidak boleh terlalu keras melempar.
Kan sakit kalau kena." Ucap nek minah.
"hhh." Gumam asep. "iya nek asep ngerti. kalau main
lagi asep bakalan lebih hati-hati." Ucap asep. Dia
terlihat sangat menyesali perbuatannya.
"terus tadi mainnya menang apa kalah?" tanya nek
minah kepada asep. "belum ada yang menang nek! mainnya bubar. aku
masih merasa bersalah nek sama vita. Dia diem aja
pas aku minta maaf." Ucap asep.
"naah! itulah pelajarannya. Minta maaf kepada
manusia itu susah, makanya kita harus hati-hati,
jangan sampai menyakiti orang lain, apalagi teman
97 kita sendiri." Terang nek minah dengan ucapan yang
pelan dan penuh penjelasan.
"ini kan kecelakaan nek, bukan sengaja." Ucap asep.
"beda sedikit antara kecelakaan dengan kecerobohan!
kamu sengaja atau tidak sengaja, yang dirasain vita
itu kan tetep aja sakit dan kesal. Begini nak, kita
mungkin bisa menilai bahwa kita tidak sengaja, tapi
bagaimana dengan rasa sakit yang kita buat terhadap
orang lain? apa akan hilang? tidak nak, kita harus
tetap meminta maaf. Sembuhkan lagi hatinya."
Terang nek minah. Asep terdiam cukup lama, lalu berkata "iya nek. nanti
aku minta maaf lagi sama vita, sampe dia senyum
lagi pokoknya." Tutur asep. Terdengar nada malas
dalam ucapannya. "memang harus begitu! jangan malu atau malas untuk
minta maaf. Usahakan agar kita bisa mengobati
hatinya. Kecuali dia sudah mengusir kamu, barulah
berhenti minta maaf. itu sudah urusan Allah." Terang
nek minah. "kalau aku jadi vita.. pasti sekarang aku sedang
kesakitan.. hhh.. semoga dia cepat sembuh deh."
Pikir asep. Nenek terdiam, lalu melanjutkan kata-katanya "tapi,
kalau kamu yang kena bola kasti itu. kamu harus
98 cepet maafin orang yang melempar bola. Memaafkan
itu lebih baik nak." Tegas nek minah.
"pasti susah nek." jawab asep.
"mudah!" tegas nek minah. "kamu jangan berkata
sulit padahal kamu belum mencoba. Dan ingat nak!
memaafkan itu harus datang dari hati, harus dengan
tulus, dengan begitu racun yang membuat hatimu
kesal juga akan ikut keluar bersamanya." Lanjut nek
minah. hari semakin sore. Ayam dibelakang rumah
mulai berisik ingin masuk kandang. Asep menyudahi
obrolannya dengan nenek, kemudian pergi
memasukkan ayam-ayam itu ke kandangnya, dan dia
pun bergegas mandi. Hari itu ada masalah yang
cukup membuatnya malu kepada vita.
Bab 7 Pohon cabe dan pisang Pagi yang cerah di hari minggu. Kuning
sinaran mentari menyusuri lembah. menyentuh pucuk
pinus di pegunungan, lalu turun menyentuh daun teh
muda di perkebunan, menyibak kabut tebal yang
menutupi jalanan, hingga tiba di pintu rumah para
penduduk pedesaan. 99 Kala itu asep sedang mengurusi pohon cabe di
samping rumahnya. Ada kebun kecil di hadapannya.
pohon-pohon cabe, tomat, katuk, dan pepaya tumbuh
berdampingan. Pikirannya kembali merenungkan
segala yang telah dia jalani, namun tangannya tetap
mencabut rumput-rumput yang tumbuh dan
mengganggu kebunnya. "sebentar lagi aku lulus sekolah. Kemana ya aku
lanjutkan sekolah? apa nenek punya uang untuk itu
semua? Aku masih ingin sekolah tapi pasti ga
mungkin.. Apa aku akan bekerja serabutan seperti
mang udin? atau aku akan menjadi karyawan di
kebun teh? Bagaimana caranya menjadi seorang
yang berguna bagi orang lain, jika aku sendiri saja
kesulitan mengatur masa depan. Hhhh..susah.." Pikir
asep. Saat itu dia hanya sendirian. ketika dia
menengadahkan wajahnya yang berkeringat, dia
melihat pohon pisangnya yang sudah berbuah, tidak
nampak jelas karena buahnya berada di sisi yang lain.
hanya sesaat dia menatap pohon pisang itu kemudian
kembali mengacuhkannya. Asep kembali merenungi
hidupnya, bahkan mengajak berbincang pohon-pohon
yang ada di kebun di dalam pikirannya.
"wahai rumput-rumput.. apa yang kamu rasakan
ketika aku cabut dari tanah? Apakah sakit? Apakah
kamu punya anak yang akan menangis? Maaf ya aku
tidak bermaksud membunuhmu.. lagipula kamu tidak
menjadi rumput yang berguna untuk lingkungan?
100 kamu kan Cuma mengganggu tanaman lain. Apakah
yang akan terjadi jika aku terus mencabut kamu dan
teman-temanmu? Coba jawab pertanyaanku.. aku
tidak ingin merusak alam." pikir asep.
"nak! ambilkan nenek tomat, dua buah saja." Pinta
nek minah. Suara nenek dari dalam dapur memutus
lamunan asep. Asep segera memetik dua buah tomat
yang sudah memerah. Kemudian dia berlari
memberikan tomat kepada neneknya.
"iya nek, tunggu sebentar." Jawab asep. Dia berlari
kecil menyerahkan buah tomat itu kepada nenek.
Setelah itu asep kembali membersihkan lingkungannya. Kebun kecil sudah bersih, kemudian
dia membersihkan pohon-pohon pisang dari bekicot,
dan membuang daun-daunnya yang sudah kering. Dia
menarik daun-daun tersebut, lalu memotongnya
dengan parang, menumpuk daun tersebut dan
membakarnya. "wahai pohon pisang.. apa yang kamu
rasakan ketika bekicot itu memakan daunmu?
Apakah kamu rela? Dan untukmu wahai bekicot..
apakah kamu sangat lapar hingga memakan daun
yang masih muda? Kenapa tidak kamu makan saja
daun yang sudah kering? yang tidak ada getahnya.
Dan untuk kalian berdua.. coba jawab! Apakah aku
sudah benar? Aku tidak ingin ada salah paham
diantara kita, aku tidak ingin melukai kalian. Karena
aku sadar aku pun berasal dari tanah, namun kita
jarang berbincang-bincang. aku memiliki akal,
101 sedang kalian memiliki bahasa yang tidak aku
mengerti. Aku menangis, tertawa, mencoba mengerti,
sedangkan kalian diam saja.. Bagaimana aku bisa
memahami kalian!? Apa sudah benar caraku ini..
ayolah jawaab.. aku ini sedang belajar membaca
alam.." pikir asep. Nek minah tiba-tiba kembali memutus lamunan asep.
"nak! pisang itu bukannya sudah cukup tua? Tebang
saja. nanti malam takut ada kelelawar yang mampir,


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nanti kita cuma kebagian kulitnya." Perintah nek
minah kepada sep. lalu nenek kembali berkata "Hatihati nebangnya!" ucap nek minah.
"tapi nek. apa pohon pisang ini tidak merasa sakit
kalau ditebang? Asep kasihan, dia kan punya anak
yang masih kecil-kecil."ucap asep.
"kamu masih ingat perkataan nenek yang lalu, ketika
kamu menyiram pohon cabe dengan air yang terlalu
banyak." Tanya nek minah.
"ingat nek!" jawab asep seraya menatap pohon
pisang yang ada di hadapannya.
"kemari nak!" Ucap nek minah.
Asep kemudian kembali masuk ke dalam dapur dan
menghampiri nek minah. Nenek menghentikan
pekerjaannya dan mulai memberi asep nasihatnya.
"Nak, alam ini sudah terikat dengan aturannya
sendiri, mereka tidak punya akal namun mereka tidak
102 akan salah dan tidak boleh disalahkan. kita juga
bagian dari alam, dan yang membuat kita terikat
dengan aturan alam adalah akal dan hati. bijaksanalah
dalam memanfaatkan alam, pohon pisang itu tidak
akan bersedih ketika kamu menebangnya untuk kamu
makan, batangnya yang membusuk akan jadi tempat
tinggal cacing, daunnya pun akan jadi santapan
kambing, tidak ada yang sia-sia dan tidak ada yang
serakah. Naah! Jika nanti alam ini mulai rusak,
berarti ada yang salah dengan manusia." Terang nek
minah. "berarti harus memanfaatkan alam sebaik mungkin
ya nek, secukupnya aja gitu?" tanya asep.
"iya nak, jangan serakah. Karena kita tinggal di bumi
ini tidak sendirian." ucap nek minah.
"oooh.. tapi tetap aja kasihan.. parang itu kan tajam,
apa tidak sakit kalau ditebang?" pikir asep.
Nenek kembali melanjutkan perkataannya. "dengarkan ini baik-baik. ada beda antara pohon
dengan manusia. Anak pohon pisang itu akan tumbuh
dengan baik meskipun tanpa orang tua, beda dengan
manusia, manusia punya akal dan hati yang harus
dibimbing dan dikembangkan, jika tidak dibimbing
maka keduanya bisa mati atau tumbuh kearah yang
salah, dan akhirnya akan merusak alam. Makanya
nenek selalu membimbing kamu, nenek tidak ingin
kamu salah dalam menggunakan akal dan hatimu.
103 sudah cepat tebang pohon pisangnya, dia tidak akan
sedih!" tegas nek minah.
Asep menganggukkan kepalanya, lalu berkata "ooh..
aku mulai mengerti. jadi kalau aku salah
menggunakan akal maka aku bisa merusak alam ya
nek. hmm, oke oke aku paham nek." Asep berlari
keluar dapur, dia kembali memperhatikan pohon
pisang tersebut. Batangnya cukup besar, sedikit
miring ke barat. buahnya sangat banyak,
menggantung di ujung pohon seakan hendak terjatuh.
"wahai pohon pisang.. aku harus menebangmu, dan
memakan buahmu. Semoga kamu bisa terus berguna
untuk lingkunganmu, hingga serat yang terakhir.
Semoga bekicot itu masih mau pada daunmu yang
layu. Maafkan aku.. Bismillahirrahmanirrahim.."
pikir asep. Asep pun menebang pohon pisang itu,
buahnya sudah tua dan mulai menguning. Dia ayun
parangnya, tebasan demi tebasan menghujam, baja
tajam itu akhirnya membuat pohon pisang tumbang.
Asep membawa buah pisang itu ke pojok dapur, lalu
dia kembali keluar dan merapihkan batang pohon
pisang yang sudah tumbang itu. dia memotongnya
menjadi bagian-bagian pendek, menyusunnya
membentuk persegi, dengan potongan-potongan itu
dia mampu membuat pagar untuk tunas pisang yang
masih kecil. Asep telah menyelesaikan pekerjaan
kebunnya pagi itu, dia duduk beristirahat di dekat
104 pintu dapur sambil memperhatikan lingkungan di
sekitarnya. "kalau aku pikir.. Allah benar-benar hebat. Dia
menjadikan pohon pisang berbuah manis, pohon
cabe berbuah pedas, pohon teh berpucuk wangi,
pohon padi berbuah enak. Mereka semua punya
rasanya masing-masing, mereka semua punya
manfaatnya masing-masing. Padahal mereka berakar
diatas tanah yang sama dan menyerap air yang
sama-sama tawar. Hmmm... Aku juga tercipta dari
tanah, dan juga minum air, jika aku berbuah, maka
rasa apa buahku itu?" asep kembali merenung.
Semakin hari asep semakin sering merenungkan segala hal yang ada di sekitarnya.
Ketika dia bingung, sering kali dia bertanya kepada
nek minah. Nek minah juga sering kali kewalahan
meladeni pikiran anak ini yang sangat peka dan
penuh rasa ingin tahu. Bab 8 Belajar bersama Hari silih berganti, minggu ditukar minggu,
hingga bulan hampir menjadi tahun. Tidak lama lagi
Asep dan teman-temannya akan segera mengikuti
ujian nasional, kelas 3 yang penuh dengan pelajaran
yang sulit akan segera berakhir. kini tinggal satu
105 minggu lagi hingga saat ujian yang sesungguhnnya
tiba. Ujian nasional adalah pintu. pintu dari
perpustakaan yang kecil menuju perpustakaan yang
lebih besar. Pintu yang memiliki satu kunci yang
tersembunyi diantara buku-buku perpustakaan. Dari
sekian banyak tumpukan buku, harus dibaca,
dipahami, dan berharap di halaman terakhir akan
menemukan kunci pintu tersebut. Sungguh malang
orang yang tidak beruntung, membaca sekian banyak
buku, namun ternyata kunci yang dibutuhkan ada
buku terakhir yang belum dia baca. tidak sempat
dibaca karena perpustakaan itu lebih dulu runtuh,
mengubur setiap orang dan harapan yang ada di
dalamnya. Asep, vita, dan imam. Mereka bertiga akan
menghadapi ujian nasional, mereka diliputi
ketegangan, ada harapan besar agar mereka bisa
lulus, namun mereka juga diselimuti kehawatiran
menghadapi ujian, karena harus mempelajari lagi
pelajaran dari semenjak mereka mulai masuk SMP,
cukup banyak hingga menguras tenaga dan pikiran.
Hari ini asep berencana belajar bersama vita
dan imam. Mereka janji belajar di rumah vita. Asep
berjalan membawa tasnya yang berisi bermacammacam buku pelajaran, dia datang lebih awal ke
rumah vita dibanding imam.
106 "assalamu ?alaikum.." salam asep seraya mengetuk
pintu. "wa ?alaikum salam.." jawab seseorang dari dalam
rumah, lalu pintu itu terbuka. "nak asep mau belajar
bareng vita ya, mari masuk nak, sebentar ya ibu
panggil vitanya." Ucap ibu vita.
Tidak terasa hampir tiga tahun berteman
dengan vita, sudah hampir satu tahun dia mengantar
vita pulang mengaji. namun asep hanya
mengantarnya sampai gerbang rumahnya dan inilah
untuk pertama kalinya asep masuk ke dalam rumah
vita, menginjakkan kaki di lantai yang tadinya hanya
dia lihat dari balik pagar. Asep dipersilahkan
menunggu di ruangan yang sangat luas, dia bertahta
di atas sofa yang sangat empuk, di hadapannya ada
televisi yang sangat besar, tidak henti-hentinya dia
mengarahkan pandangan, seakan mencari-cari segala
hal yang belum dia kenal sebelumnya. Anak
kampung ini memang masih baru dengan hal-hal
yang berkilau dan empuk seperti yang ada di rumah
vita. "hai sep! mana imam?" sapa vita.
"eh vita, imam belum nyampe vit. Dia mungkin
masih di jalan." Ucap asep. Dia berusaha
menyingkirkan pandangannya dari vita. Vita terlihat
sangat cantik hari itu, ditambah lagi dengan keadaan
rumah yang bersih dan bercahaya, vita semakin
terlihat penuh sinar keindahan.
107 "kita belajar apa hari ini?" tanya vita.
"eh. bahasa inggris aja ya vit. Aku kan kurang ngerti
sama pelajaran itu, kalau kamu kan pinter banget."
Ucap asep yang sedang diliputi rasa aneh, berdua
dengan seseorang yang dia sukai.
"vita sih setuju aja sep. tapi kita tunggu imam dulu
ya, kasian dia kalau ketinggalan." Jawab vita.
tangannya menyalakan televisi, pandangannya mulai
teralih dari asep. Asep sangat senang ketika TV itu menyala,
karena dia sangat jarang menonton TV. dia hanya
menonton TV seminggu dua atau tiga kali, itupun
hanya pada jam-jam tertentu. biasanya asep
menonton TV di rumah imam, televisi 14 inci dengan
kualitas gambar yang kurang bagus, dan dengan
pencahayaan yang remang-remang. Yang ada di
rumah vita ini sangat berbeda, ukurannya besar,
gambarnya terang, dan suaranya juga jelas.
"vit! cari berita tentang ujian nasional ada ga?" ucap
asep yang berusaha untuk terlihat biasa dan tenang.
"biasanya sih ada, kemaren aja di berita ada yang
demo menolak ujian nasional." Jawab vita.
"kok demo, emang ujian itu apa salahnya?" tanya
asep. "kan rugi sep kalau kita ga lulus. belajarnya udah 3
tahun, kalau ga lulus bisa stress nih otak." Jawab vita,
108 sedang tangannya masih tetap menggenggam remote
dan memindah-mindah channel.
"iya juga ya. Tapi kalau ga ada ujian, nanti yang ga
belajar juga bisa lulus vit, ga adil buat yang belajar
dong." Tegas asep. Dia mulai mencairkan suasana
yang tadinya sangat terasa kaku dan aneh.
"ya ga apa-apa lah sep, kalau bisa tuh lulusin aja
semuanya." Tertawa kecil. "Yang penting kan kita
lulus karena kita belajar, kalau ada orang ya ga
belajar terus lulus juga, ya ga apa-apa lah. itu urusan
mereka." Ucap vita. "hmmm. jadi harusnya lulusin aja semuanya.
enaknya sih emang begitu. tapi di ijazahnya itu di
kasih tingkatannya vit." Terdiam sejenak.
"Contohnya yang nilainya bagus itu lulus dapet
tingkat A, yang nilai sedang dapet tingkatan B, dan
seterusnya. kan jadi adil tuh." Tutur asep.
"nah setuju tuh aku. Ngomong-ngomong mana
beritanya ya, kayanya ga ada deh sep." terang vita
yang dari tadi mencari channel berita tentang ujian
nasional. "assalamu ?alaikum.." suara seseorang dari depan
rumah. "wah kayaknya suara imam tuh vit." Ucap asep
dengan cepat. dia merasa senang akhirnya anak itu
109 datang untuk menyudahi ketegangan yang dia
rasakan karena bersama vita.
"akhirnya datang juga. dasar pemalas tuh anak."
Jawab vita seraya berjalan menuju pintu.
Vita membukakan pintu untuk imam. Siang
itu imam hanya membawa dua buah buku yang
ditenteng di tangan kirinya. Anak itu memang tidak
bersungguh-sungguh dalam belajar, dia hanya
bersemangat ketika dijanjikan hadiah oleh orang
tuanya, di usianya yang masih muda dia sudah
memikirkan uang dan uang. Dia sangat terobsesi
untuk menjadi orang kaya yang mempunyai banyak
harta benda. "silahkan masuk mam." Ucap vita kepada imam yang
sedang berdiri dekat pintu.
"asep mana vit, jadi kita berdua aja nih belajarnya?"
ucap imam. "asep udah dateng duluan, kamu telat tau mam.
Huuuh!" ledek vita kepada imam.
"oh aku telat, maaf ya. Hehe.." imam hanya tertawa
menanggapi ledekan vita yang terlihat kesal padanya.
Mereka telah berkumpul dan mulai belajar,
perlahan, juga serius. Mereka Membahas isi tiap
halaman. Salah seorang mengutarakan pertanyaan,
yang sudah mengerti memberikan jawaban. Mereka
110 berbagi dan mendapatkan jawaban. Hingga otak
mereka benar-benar jenuh, dan tanpa sadar mereka
sudah dalam posisi menonton tv sambil mengobrol.
Asep sudah duduk di lantai, bersandar ke sofa di
depan televisi. Vita duduk di atas sofa, sedangkan
imam tengkurap di lantai.
Lalu setelah itu, ibu vita tiba-tiba menghampiri
mereka dari belakang, dia membawa 3 gelas jus jeruk
dan beberapa roti isi coklat. Lalu berkata "kok pada
ngobrol, udahan ya belajarnya?" tanya ibu vita.


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Vita mengambil segelas jus yang dibawa ibunya
"udahan mah, udah puyeng nih.". lalu dia meminum
jus tersebut. "ya sudah lanjutkan aja ya ngobrolnya. Mamah masih
masak di dapur. asep, imam, ayo diminum jusnya,
jangan malu-malu." Ucap ibu vita.
"iya bu." Asep dan imam menjawab serentak. Imam
pun bangun dari posisinya, dia duduk dan meghadap
pada dua buah jus jeruk. Imam berbisik kepada asep
"cepat minum jusnya sep".
Asep berbisik juga kepada imam "kamu duluan mam,
aku malu." Ucap asep yang tidak pandai berbisik.
Suaranya terlalu keras dan terdengar oleh vita
"heh! kok bisik-bisikan, ngomongin apaan? Diminum
tuh jusnya, kalian pasti haus kan dari tadi belajar
terus?" ucap vita. Vita sadar bahwa kedua anak ini
111 merasa malu. Dia mengambil satu dari dua gelas
yang tersisa, kemudian memberikannya kepada asep.
Asep menerima dengan malu-malu dan mulai
meminumnya sedikit demi sedikit. Baru saja asep
meletakkan gelasnya kembali, ternyata imam sudah
meminum habis jusnya. "enak ya jusnya. Hehe.." ucap imam seraya tertawa
kecil. Dia mengelap bibirnya yang basah oleh jus
dengan tangan. Vita hanya tertawa kecil melihat tingkah
kedua anak kampung ini. mereka kembali ceria
setelah penat sempat menyandera pikiran mereka.
Obrolan pun berlanjut dengan lebih santai dan penuh
canda. "cita-cita kamu apa vit?" tanya asep kepada vita.
"aku mau jadi dokter, bisa ngobatin orang, bisa
nyembuhin orang, dan lain-lain. Kalau kamu mau
jadi apa?" tanya vita. Seraya meletakkan gelas jusnya
ke meja kecil di hadapannya.
"kalau aku tuh mau jadi mandor di kebun teh, pasti
seru." Jawab imam yang memotong pertanyaan vita
yang ditujukan kepada asep.
"kalau aku mau jadi orang yang berguna." Jawab
asep. 112 "ih si imam, cita-citanya ga keren. papaku aja punya
kebun teh." Vita tertawa kecil meledek imam,
sedangkan imam tetap saja cuek dengan ledekan
temannya itu. lalu vita menyambung perkataannya
"tapi sep, berguna itu kan masih umum, kamu harus
punya cita-cita yang jelas. Contohnya jadi dokter,
mandor, presiden, polisi. Gitu sep!" tegas vita.
"aku nggak begitu vit! yang penting itu berguna. Jadi
apapun aku nanti. mau jadi dokter atau polisi atau
presiden, yang terpenting itu aku ingin jadi orang
yang berguna untuk lingkunganku. jika aku jadi
presiden, maka aku ingin jadi presiden yang berguna.
Jika aku jadi dokter, maka aku ingin jadi dokter yang
berguna. Jika aku jadi polisi, maka aku ingin jadi
polisi yang berguna. Hmm keren ga?" terang asep
yang bersemangat sekali menjelaskan tujuan
hidupnya. "ooh.. aku ngerti maksud kamu. Lumayan keren sih
daripada imam." Jawab vita seraya kembali meledek
imam. Imam dengan cepat membalas ledekan vita, dia
berkata "kalau begitu, aku mau jadi mandor kebun
yang berguna aja. Hehe.. keren kan vit?" ucap imam.
"iya mam keren tuh! Nanti kamu pake baju yang
keren, dandan, terus ke kebunnya naik kuda. Pasti
banyak yang jatuh cinta tuh sama kamu." Ucap vita
membuat mereka semua tertawa.
113 "eh vit, lulus SMP nanti kamu mau lanjut ke mana?"
tanya asep kepada vita. "hmm." Terdiam cukup lama. "kayaknya aku masih
sekolah di sekitar sini sep. Setelah lulus SMA nanti
baru deh rencananya aku kembali ke kota, di sini kan
ga ada tempat kuliah yang deket." Ujar vita.
"wah, nanti kita bakalan berpisah nih. tapi aku juga
belum tau sih mau kemana. Suatu saat nanti kalau
kita ketemu, kita bakal saling kenal ga ya." Tutur
asep yang diselingi tawa kecil.
"pastilah sep! masa sih aku bisa lupa sama kalian."
Ucap vita. Disaat vita dan asep sedang mengobrol, imam
sibuk memakan roti yang tadi disuguhkan oleh ibu
vita. Tembok malunya sudah benar-benar roboh,
yang tadinya sungkan, kini perlahan menghabiskan
semua yang ada di hadapan mata.
Sore itu imam dan asep memutuskan untuk
segera pulang. Acara belajar telah selesai untuk hari
ini, mereka keluar rumah dengan menebar senyum
bahagia. Satu orang yang tersenyum karena mendapat
ilmu baru, sedang yang satu lagi tersenyum karena
memakan makanan yang enak. Pengalaman yang
suatu saat nanti mungkin akan diperbincangkan.
*** 114 "Assalamu ?alaikum.. nenek.." sahut asep seraya
mengetuk pintu rumah. "Wa ?alaikum salam.. masuk nak" jawab nek minah
dari dalam rumah. Asep lekas mencium tangan nenek. dia lalu
pergi mandi dan shalat ashar. Asep sudah disiplin
waktu tanpa merasa ada beban keterpaksaan. Selepas
menegakkan shalat ashar, dia keluar dari kamarnya
dan kembali menghampiri nenek yang sedang di
kamarnya. "nek, aku tadi dari rumah vita. Ruang tamunya itu
luas banget nek, pokoknya bagus lah. televisinya juga
besar nek, seandainya kita punya televisi seperti itu
ya nek." ujar asep dengan cepat dan bersemangat.
"rumah ini juga sudah cukup nak. satu lagi, televisi
itu banyak sisi buruknya nak. Tidak baik jika terlalu
banyak menonton tv, kita harus menyaring-nyaring
acaranya." Ucap nek minah.
"iya sih. Tapi rumahnya itu terang banget nek."
duduk di samping nenek. di pinggiran ranjang yang
sudah reyot. Lalu berkata "nek, emang tv itu buruk
kenapa?" "lihat keadaan sekitar kita nak. Anak-anak kecil yang
tadinya ramai mengaji di surau, sekarang sudah sepi.
Salah satu penyebabnya adalah televisi. Kini mereka
115 lebih senang menonton tv dan meninggalkan kegiatan
mengaji." Tutur nek minah.
"benar juga ya nek. sekarang yang ngaji itu tambah
sepi aja nek." ujar asep.
"di televisi juga ada banyak acara-acara yang tidak
mendidik ke arah yang baik. ada gosip-gosip,
lawakan-lawakan yang tidak ada habisnya. jika kamu
setiap hari menonton itu semua dan menikmatinya,
kamu bisa jadi manusia yang kehilangan kepedulian
terhadap lingkungan sekitar." Tegas nek minah.
"kenapa begitu?" tanya asep keheranan.
"Karena kebanyakan acara yang ada di televisi itu
adalah hiburan untuk para penonton, dan mata
pencaharian bagi para pembuatnya. Semakin
penonton terhibur, pembuat acara tv itu akan semakin
untung." Terdiam sesaat. "Makanya para pembuat tv
itu selalu saja memberikan hiburan-hiburan. Nah,
hiburan-hiburan itu bisa membuat penonton tv
menjadi lupa akan lingkungan sekitarnya. Jadi hanyut
dalam kesenangan. Paham tidak nak?" terang nek
minah. "aku agak paham. Tapi Apa separah itu ya nek?
berarti jaman sekarang sudah banyak orang yang ga
peduli kepada lingkungan ya nek. kan sudah banyak
yang nonton tv." Tanya asep.
116 "sudah banyak sekali. Jadi, kalau kamu sedang
menonton tv, di manapun itu, kamu harus pintarpintar memilih acara. Carilah berita-berita tentang
lingkungan, tentang alam, keadaan bangsa kita,
acara-acara yang menginspirasi kita agar semakin
bersemangat, yang pasti acara yang mengandung
pegetahuan yang baik." Terang nek minah.
"yah nenek, aku jarang nonton tv, tenang aja." Ucap
asep sambil tertawa. "terus kalau kita ga nonton tv,
apa kita pasti akan jadi orang yang peduli?" asep
kembali bertanya. "tidak juga. Pada dasarnya manusia itu punya
perasaan yang membuatnya peduli, namun ada halhal yang bisa menghapuskan rasa kepedulian itu.
Salah satunya adalah televisi." Ucap nek minah.
"selain televisi apalagi nek? kalau aku tau kan aku
bisa jaga-jaga, supaya rasa peduliku ga hilang gitu
nek." tanya asep. Asep sangat serius mendengarkan
nek minah, hingga semut yang menggerayangi
kakinya tidak dia rasa sama sekali.
"intinya hanyut dalam cinta dunia. Itulah hal yang
paling berbahaya." Jawab nek minah.
"wah kalau begitu, aku tidak boleh senang dong nek?
kok mencintai dunia itu buruk, memangnya apanya
yang salah?" asep kebingungan dengan jawaban
neneknya. 117 "cinta dunia itu menghanyutkan, bisa membuat kamu
lupa akan kewajibanmu sebagai manusia yang
beragama. Kesenangan dunia bisa membuat kita lupa
kepada orang lain. Contohnya itu hura-hura, maen
terus dan malas mengaji, segala macam makanan
dimakan, tidak peduli halal atau haram, dan lain
sebagainya. Kamu harus bentengi dirimu dengan
shalat dan harus selalu yakin bahwa Allah itu
melihatmu. Setuju!" tegas nenek.
"setuju!" jawab asep dengan bersemangat, lalu dia
kembali berkata "tapi pasti susah juga ya nek, untung
saja di kampung kita belum banyak yang persoalan
seperti itu." ujar asep.
Jam menunjukkan pukul 17.45, asep pun
pamit kepada nenek untuk berangkat mengaji.
Langkah-langkah pasti seorang anak lelaki sedang
diukir saat ini, asep kecil semakin tumbuh seiring
berjalannya waktu. Kini dia tidak melihat apapun
yang mampu menghalangi jalannya untuk terus maju.
semakin hari, dia pun semakin tenang dalam
menghadapi masalah tentang keberadaan kedua orang
tuanya. 118 Bab 9 Hari kelulusan Jam 5 pagi. asep membuka mata, dia bangkit
dari ranjang bambunya. Dengan cekatan dia
merapihkan kasur tipis yang menjadi alas tidur dan
melipat selimut kesayangannya yang tebal. Dia mulai
melangkahkan kakinya menuju kamar mandi,
kebiasaan ini sudah menjadi keseharian asep, dia
tidak harus dibangunkan oleh apapun atau siapapun
agar bisa bangun pagi. Dia sadar jika waktunya
bangun telah tiba, kemudian diambilnya segayung
air, membasuh anggota wudlu hingga rukun yang
terakhir. Setelah shalat subuh, dia memanjatkan do?a
yang lebih panjang dari biasanya. Mengharapkan
ketenangan dari Allah, mengharapkan kelulusan
diberikan kepada dia dan semua teman-temannya.
Ketika do?a telah selesai dipanjatkan. mentari
sudah mencapai lubang jendela, Ayam-ayam sudah
mulai bermain di sekitar rumah, meramaikan suasana
pagi yang istimewa. Asep pun sudah siap dengan
seragamnya, dia sudah rapih dan siap berangkat ke
sekolah. "asep, kemari nak." Nek minah memanggil asep yang
sedang berada di kamar. 119 "iya nek." asep menghampiri nenek yang sedang di
lantai ruangan depan. Dia duduk bersila di samping
nenek, seraya menggenggamkan kedua tangannya
menjadi satu. "nek, do?akan asep supaya lulus."
Lanjut asep. "sudah nenek do?akan. Kamu tidak usah tegang nak,
kamu pasti lulus." Ucap nek minah mencoba
memberi semangat kepada asep.
"bagaimana jika aku tidak lulus?" ucap asep.
"bersabar dan tetap bersyukurlah. meskipun kamu
tidak lulus, ilmu yang selama ini kamu dapat tidak
akan gugur nak. Kelulusan itu hanya penilaian yang
dilakukan oleh orang lain terhadap kamu, padahal
orang itu adalah orang asing. Kalau menurut
penilaian nenek, kamu itu sudah lulus dengan nilai
yang besar, percayalah. Jangan takut ya nak!" tutur
nek minah. "semoga aku lulus. udah nek, aku berangkat dulu!
assalamu ?alaikum." Ucap asep.
"amin. wa ?alaikum salam. hati-hati di jalan ya
nak."ucap nek minah.
Meskipun nek minah sudah memberikan
nasihat, asep tetap saja merasa tegang menghadapi
pengumuman kelulusannya. Pagi itu dia berangkat ke
sekolah bersama-sama dengan vita dan imam. Vita
dan imam, mereka berangkat lebih pagi dari
120 biasanya, dan merasakan ketegangan yang sama


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti asep. Sesampainya di sekolah, mereka dikumpulkan
di lapangan voli. Kepala sekolah dan guru-guru
memberikan sambutan dan kata-kata perpisahan.
Ketika guru-guru itu selesai dengan sambutannya
Suasana pun kembali berisik. suara-suara kepanikan
tidak bisa dibungkam, mereka berbicara seakan
tengah menghadapi perang.
Saat pegumuman itu pun tiba. Seorang guru
memanggil nomer ujian seorang anak, anak itu
perlahan maju, dia menerima sebuah amplop putih
yang hanya bertuliskan nomer ujiannya. Bergetar
tangannya menerima amplop tersebut, seakan terasa
berat menahan sebuah amplop kertas. Nomer
berikutnya dipanggil, seorang anak kembali maju dan
mengambil amplopnya. Mereka yang sudah
mendapatkan amplopnya sangat penasaran dengan isi
amplop tersebut, namun mereka belum diijinkan
membuka amplop itu hingga semua anak
mendapatkan amplopnya masing-masing. Begitu
seterusnya, sang guru membagikan amplop hingga
anak yang terakhir mengambil amplopnya.
Pak guru pun kembali menenangkan suasana,
memberikan kata-kata yang baik untuk menguasai
murid-muridnya yang sedang merasa resah.
121 "bagaimana jika aku tidak lulus? Pasti nenek
kecewa.. aku juga akan kecewa pada diriku sendiri.
Di dalam amplop ini ada masa depanku, aku tidak
mungkin gagal.. apa jadinya nanti kalau aku gagal..
aku tidak mau terus mencabuti rumput.. Aku adalah
orang yang dibutuhkan oleh lingkungan." pikir asep.
"anak-anak, di dalam amplop kalian ada
pengumuman hasil ujian. Nanti di dalamnya ada dua
kata yang di cetak besar dan dipisahkan oleh garis
miring, dua kata itu adalah lulus dan tidak lulus. Jika
yang dicoret adalah kata tidak lulus, itu berarti kalian
lulus. Tapi jika yang dicoret adalah lulus, maka
kalian dinyatakan tidak lulus. Bisa dimengerti?" ucap
pak guru tersebut. paham pak! Pahaam!" semua anak menjawab.
"baiklah! sebelum kita membuka amplop tersebut,
mari kita berdoa terlebih dahulu. Berdo?a mulai."
Ucap pak guru, Mereka lalu berdoa dengan hening
sekitar 10 detik. "selesai!" tegas pak guru. Lalu dia
kembali berkata "baik! bapak mulai aba-abanya.
Tenangkan dulu diri kalian, buka amplop tersebut
pada hitungan ke-tiga. Siap! Satu... dua... tiga...
silahkan buka!" aba-aba dari pak guru membuat
suasana kembali riuh. Asep dengan cepat membuka amplop
tersebut, ada selembar kertas yang dilipat rapih
didalamnya. Asep mengintip kertas tersebut perlahan,
122 darahnya terasa semakin mendidih, tubuhnya
berkeringat dan bergetar, dia begitu takut untuk
melihat isi dari kertas tersebut. Dan akhirnya tulisan
itu pun muncul. "Alhamdulillah! aku luluuuss.." teriak asep. Dia
segera mencari teman-temannya, namun suasananya
sangat kacau. Dia mendengar orang berbicara
dimana-mana. Namun ada yang aneh di sana,
sepertinya tidak ada wajah bahagia diantara temantemannya.
"punyaku mana?! punyaku mana?!" teriakan yang
keluar dari mulut teman-temannya.
Asep melihat kembali kertas miliknya, dia
membacanya lebih teliti, mulai dari bagian paling
atas. Dia terhenyak, ketegangan kembali menggelayut, ternyata kertas yang ada di tangannya
bukanlah miliknya. ada nama orang lain yang
tercantum disana. Kekacauan pun dimulai kembali.
Asep dan para murid yang lain merasa
kebingungan mencari kertas miliknya, mereka sibuk
dengan kepentingannya masing-masing. Berputarputar di tengah lapangan voli, sedangkan para guru
tersenyum manis menonton dari pinggir lapangan.
Mereka sepertinya sudah mengetahui apa yang
sedang terjadi. Tiba-tiba seseorang memanggilmanggil nama asep. Asep mencari sumber suara
123 tersebut, sambil mencari-cari vita untuk menyerahkan
kertas miliknya. Ketika dia menoleh ke bagian kanan, tiba-tiba
vita sudah ada di depannya. Dia kaget karena bisa
sedekat itu, namun seketika ada sesuatu yang
menenangkan hatinya. dalam keriuhan suara temantemannya, asep dan vita berbincang seakan tiada
suara lain disekitar mereka.
"asep! ini kertas punyamu." Vita menyerahkan
secarik kertas kepada asep. "selamat ya kamu lulus."
Ucap vita terdengar dengan sangat lembut,
mengalahkan teriakan yang ada disekitar mereka.
Vita lalu melanjutkan perkataaannya "tapi aku masih
harus mencari kertas punyaku. Dah asep!" Vita
sangat tergesa-gesa, dia membalikkan badannya dan
hendak melangkahkan kakinya kembali.
Namun baru saja dia mulai melangkah saat itu asep
menghentikan langkahnya. "eh tunggu vit, ini vit..
kayaknya punyamu ada di aku." Ujar asep, dia
kembali mengecek kertas yang ada di tangannya.
"Kamu lulus juga! selamat ya!" lanjut asep seraya
tersenyum kepada vita. "hah! beneran sep? alhamdulillah ya Allah. mana
kertasnya aku pengen liat?" pinta vita.
"Heh gimana, kalian lulus ga?" tiba-tiba imam datang
dari samping mereka. Membuat suasana yang tenang
124 menjadi terasa sangat ramai, bahkan lebih ramai dari
sebelumnya. Sudah banyak tawa dan sorak bahagia
orang-orang di sekitar mereka.
"Kami lulus.." jawab vita dan asep secara bersamaan.
"kamu lulus mam?" tanya asep.
"pasti atuuh, imam kan pinter!" jawab imam seraya
menunjukkan kertas kelulusannya.
Suasana gembira menyelimuti mereka,
membuang ketegangan tanpa sisa. Usaha selama tiga
tahun ini tidak berakhir sia-sia, ada hasil yang pantas
bagi mereka. Tak lama setelah itu seorang guru
kembali mengambil alih keadaan. "alhamdulillah.
untuk tahun ini, semua murid dinyatakan lulus. Dan
saya mewakili para guru, meminta maaf kepada
kalian. sebagai seorang guru kami sadar selama ini
kami penuh dengan kekurangan. Kami mohon jangan
menghujat kami baik di dunia maupun akhirat,
maafkan segala salah kami." Ucap guru tersebut.
Acara pengumuman itu pun ditutup dengan
acara doa bersama, kemudian bersalam-salaman
kepada semua yang hadir di sana. Rasa senang begitu
kental, rasa haru perpisahan juga menggelora. kala itu
semua orang hanyut dalam suasana suka kemenangan
dan duka perpisahan yang bercampur layaknya
permen aneka rasa. 125 Asep kembali ke rumahnya dengan kepala
tegak. Langkah kakinya begitu mantap, seakan ingin
memberitahu seisi alam bahwa dia telah berhasil
melewati ujian. "assalamu ?alaikum nek!" salam asep.
"wa ?alaikum salam, masuk nak!" jawab nek minah
dari dalam rumah. "aku lulus nek!" asep berlari menuju nenek. dia
dengan cepat menunjukkan kertas pengumuman yang
sedari tadi terus dia pegang.
"alhamduillah. kamu sudah bersyukur pada Allah?"
tanya nek minah. "sudah nek! hmmm. aku senaaang sekali nek." ucap
asep. "iya nenek paham. Tapi jangan pernah merasa puas
dalam belajar, kamu harus terus belajar." Tegas nek
minah yang ingin mengingatkan asep yang begitu
terlihat bahagia. "iya nek. siap!" jawab asep.
126 Bab 10 Kota Jakarta 2 minggu setelah acara perpisahan itu asep
akhirnya menerima ijazah. Dia mulai memikirkan
langkah apa yang akan dia ambil selanjutnya. Nenek
belum memberinya saran apapun, asep pun tidak
berani mengusulkan kemauannya untuk melanjutkan
sekolah kepada nenek. Dia sadar bahwa tidak ada
dana untuk membiayai sekolahnya. dia tidak
mungkin melanjutkan sekolah dengan keadaan
seperti itu. Sore itu turun hujan. Asep duduk di ranjang
bambunya, menghadapkan wajah keluar jendela.
Menangkap kegiatan-kegiatan binatang saat bulirbulir air menusuk daratan. Dia merenung dalam
kebingungannya menentukan langkah selanjutnya.
"jika aku menjadi seorang petani, apa yang mampu
aku lakukan untuk orang lain? jika aku membagibagikan hasil panen kepada tetangga, apa saat itu
aku telah menjadi berguna? Sedangkan nenek ingin
agar aku menjadi seorang yang berguna bagi
lingkunganku. aku juga ingin menjadi orang yang
berguna. aku masih ingin mencari ilmu.. ya Allah..
berikan jawaban pada pertanyaan-pertanyaanku..
akan kemana aku ini.." Pikir asep.
127 "krok.. krok.. krok.. wribik.. wribik.." suara kodok
saling menyahut. Asep mencari-cari letak si kodok. Dia
mendengar suaranya sangat nyaring, seakan kodok
itu langsung bersuara di samping telinganya, namun
dia tidak dapat melihat kodok tersebut. Dia menatap
ke arah selokan air yang sedang banjir, ke arah
lubang-lubang dan ke bawah daun-daun kopi yang
berjatuhan. "wahai kodok penghuni lubang dan selokan..
keluarlah! tunjukkan wajahmu! Aku sedang bingung.
jelaskan padaku apa yang kamu katakan. Kenapa
kau begitu berisik saat hujan begitu deras. Apakah
kamu sedang berpesta? Ataukah kamu sedang
mencerca? Tunjukkan wajahmu dan jelaskan
padaku! Tahukah kamu bahwa aku sedang bingung,
aku mau terus belajar tapi keadaannya sangat tidak
mungkin.. saat ini aku tidak mungkin berbicara pada
nenek.." pikir asep.
Seekor kodok keluar dari persembunyiannya.
Kodok itu terus mengeluarkan suara dengan lehernya
yang kembang kempis. Kodok itu semakin mendekat
ke samping rumah dan suaranya semakin berisik.
"kodok ini keluar dari sarangnya, dia menatapku
seakan peduli padaku.. Tapi apa yang kodok ini
katakan? Sepertinya dia mengerti isi pikiranku,
namun aku tidak mengerti bahasanya... tapi apa bisa
128 dia mengerti pikiranku. hey kodok! Bagaimana
caraku untuk mengerti maksudmu? Apakah aku bisa
mempelajari bahasamu? Apakah sebenarnya alam
ini memang bisa dibaca?" pikir asep.
Saat sedang serius-seriusnya asep memperhatikan kodok, tiba-tiba nenek memanggilnya. "asep. kemari nak!" ucap nek minah.
"iya nek, tunggu sebentar." Jawab asep. Asep segera
keluar dari kamarnya dan menghampiri nenek.
"kamu mau lanjut sekolah kemana? Apa kamu mau
masuk pesantren saja?" tanya nenek seakan mengerti
apa yang sedang dipikirkan asep.
"aku bingung nek." jawab asep. dia tidak berani
mengutarakan keinginannya, karena dia takut akan
membuat neneknya menjadi bingung.
"kalau kamu bingung, nenek punya saran. Kamu kan
sudah cukup besar, tidak lagi butuh nasehat-nasehat
dari nenek. Bagaimana kalau kamu melanjutkan
sekolah ke jakarta, di sana ada banyak hal yang bisa
kamu pelajari." Tutur nek minah. Pelan namun sangat
mengagetkan. Asep langsung balas berkata "tapi nek. biaya
sekolahnya?". Dia masih kebingungan dengan saran
neneknya. 129 "kamu nanti belajar yang benar! jangan kebanyakan
main! urusan biaya itu sudah nenek atur." Jawab nek
minah dengan sangat tegas.
Asep merasa heran, nenek terdengar begitu yakin
dengan kata-katanya. Dari mana nenek mendapatkan
uang, hidup mereka berdua saja sangat pas-pasan.
Namun asep menyimpan rasa penasarannya. "terus
nenek di sini tinggal sama siapa?" tanya asep.
"kamu tidak usah hawatir, warga kampung sini baikbaik. Kalau nenek sakit, pasti mereka bantu nenek.
kan ada mang udin juga yang biasa bantu nenek."
terang nek minah. "tapi jakarta itu kehidupannya kayak apa nek? apa
nanti aku ga apa-apa hidup disana?" tanya asep.


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"kamu sudah banyak belajar di sini, kamu juga sudah
besar. Sekarang waktunya untuk lebih berkembang.
Kamu bisa belajar dan mulai mengenali lingkungan
di sana. Pesan nenek, jangan biarkan lingkungan
buruk mempengaruhimu. Pengaruhilah lingkungan
itu dengan kebaikan yang kamu miliki! sekuat
mungkin!" tegas nenek.
Asep termenung. Dia melihat tantangan besar yang
akan dihadapinya. Jangankan ke kota jakarta, keluar
dari lingkungan desa saja dia jarang. Dia tidak
mengerti kenapa nenek memintanya sekolah di kota
jakarta, dia juga tidak tahu dari mana nenek
130 mendapatkan uang untuk membiayainya. Dia ingin
sekolah namun tidak ingin pergi dari rumahnya, dia
ingin terus tinggal dengan neneknya.
Keesokan harinya, asep melakukan rutinitas
pagi seperti biasa. Dia memberi makan ayam-ayam
peliharaannya dengan beberapa genggam gabah dan
menyiram tanaman dengan air yang cukup.
Tiba-tiba nenek memanggilnya. "nak, kamu siapkan
bajumu! hari ini kamu akan berangkat ke jakarta!"
tegas nek minah. "hah?!" asep sangat terkejut mendengar perkataan
neneknya. Dia berlari masuk ke dalam rumah, lalu
menghampiri neneknya yang sedang merapihkan
bajunya. "mendadak amat nek? apa semuanya sudah
dipersiapkan nek?" ucap asep.
"nenek tidak mau kamu terlalu bingung dengan ini
semua, cepat kemas baju dan semua barangbarangmu! masukan ke dalam tas, kalau tasnya
kurang besar, bungkus sisanya dengan kantong
plastik! tapi dilapis supaya tidak sobek." Tegas nek
minah. "nenek serius? Sepertinya aku belum siap nek? aku
pikir-pikir lagi, lebih baik aku belajar sama nenek
dulu, setelah aku siap baru aku berangkat ke jakarta."
Ucap asep. Asep terkejut dengan pemberitahuan
nenek yang mendadak. Tiba-tiba dia sangat tidak
131 ingin pergi dari desanya, dia tidak ingin pergi dari
sisi neneknya. Kota yang asing itu tergambar sangat
menyeramkan di pikiran asep.
"kapan kamu akan siap?" ucap nek minah dengan
suara yang keras seakan membentak. "Sampai kapanpun akan begitu jika kamu tidak yakin
dengan diri sendiri!" nenek terdiam. "Nak!
meninggalkan tempat yang kita cintai memang sulit.
Tapi jika kita hanya berdiam diri, kita tidak akan tahu
kemampuan kita yang sebenarnya. Kamu harus terus
berkembang. Sudah! Cepat kemasi barangmu, ini
tidak akan sulit. Nanti kamu diantar mang udin."
Ucap nek minah dengan tegas.
Asep terdiam lama. Dia berjalan perlahan masuk ke
dalam kamarnya, namun kemudian diam di depan
lemari bajunya. "hhh. baiklah! Aku harus yakin."
Tutur asep yang mencoba untuk meyakinkan dirinya
sendiri. "aku tidak mengerti kenapa nenek menyekolahkanku
ke jakarta.. bukankah aku lebih baik tinggal di sini..
hhh.. kota itu seperti apa ya.. tapi nenek pasti tahu
yang terbaik buatku.. sudahlah!" pikir asep.
Asep mulai merapihkan pakaiannya, memasukkannya ke dalam tas. Dia juga membawa
Al-Qur?an, beberapa buku tipis, dan tentunya ijazah
dan surat-surat penting lainnya. Inilah pilihan yang
sebenarnya dia inginkan meski dia merasa belum
132 siap. Dan pada akhirnya dia harus siap, harus
memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.
"sudah siap nak?" tanya nenek yang berdiri di pintu
kamar asep. "aku siap!" jawab asep yang sedang meyakinkan
dirinya sendiri. "Bawa uang ini!" nenek menghampiri asep yang
sedang duduk di ranjangnya. Dia memberikan
beberapa lembar uang sepuluh ribuan. "sesampainya
kamu di stasiun kota jakarta, nanti mang udin akan
menyerahkan kamu kepada seorang lelaki. Lelaki itu
seumuran dengan mang udin, nanti orang itu yang
akan membantumu di jakarta. Jangan hawatir ya nak!
nenek sudah memikirkan ini semua. ini yang terbaik
untuk kamu. ya sudah cepat berangkat, takut
ketinggalan kereta." Ucap nenek seyara menggenggam pundak asep dengan erat. Lalu dia
membangunkan asep dari duduk, membawanya
keluar kamar. Asep berjalan dengan wajah yang menunduk,
matanya menitikkan air mata. Begitu sulit baginya
untuk meninggalkan nenek dan lingkungan yang
sangat dia sukai. Nenek merangkul asep ke dalam
pelukannya, merangkul lebih erat dari sebelumnya.
Ini perpisahan yang tidak dia sukai, namun harus dia
lakukan. 133 "dalam hidup ini kita harus berani! tegakkan
wajahmu! jangan menangis! Kamu bukan anak kecil
lagi! inilah pilihan. harus diperjuangkan dengan
penuh kesungguhan. Bukankah kamu ingin menjadi
orang yang berguna? Iya kan? Jangan cengeng! cepat
berangkat!" ucap nek minah dengan sangat tegas. Dia
berjongkok di hadapan asep, menggoyang-goyangkan
badan asep agar kambali menemukan semangatnya.
Nenek juga berusaha menahan air matanya, dia tidak
mau terlihat cengeng saat ini, dia harus memberikan
semangat kepada asep. Sedang asep sendiri merasa
heran kenapa neneknya begitu tenang melepas
kepergiannya. "aku belum tahu kota nek.. aku hawatir nanti banyak
hal yang tidak menyenangkan." pikir asep.
Mang udin tiba-tiba muncul di depan pintu
yang memang dari tadi sudah terbuka. Dia
mengucapkan salam kepada asep dan nenek.
"assalamu ?alaikum.. sudah siap belum?" tanya mang
udin. "wa ?alaikum salam. sudah din. Kamu antar dia ya,
dan pastikan dia sampai ke sana." Ujar nek minah.
Seraya membimbing asep keluar dari rumah.
"iya nek, udin paham." Jawab mang udin. Mang udin
pun menggenggam pundak asep. Dia membawa asep
menjauh dari rumahnya, nenek mengikuti hingga ke
pinggir jalan desa. Terucap salam pamit dari asep
134 yang mulai melepaskan rasa takutnya. Dengan wajah
tegak dia melangkahkan kakinya menuju perpustakaan yang lebih besar, perpustakaan ilmu
yang harus dia rapihkan. Dia berusaha untuk benarbenar siap, meski terasa berat namun itu bukanlah
alasan untuk mengurungkan niat.
"tiba-tiba saja kemauanku terwujud. Tapi kenapa
ketika ini menjadi mudah, aku justru menjadi lemah.
Aaah.. ini begitu cepat, bahkan aku tidak sempat
mengabari vita, imam, ubed, mereka teman-teman
terbaikku.. tapi ini pasti akan membuatku lebih
pintar. Aku yakin!" pikir asep.
Mang udin dan asep naik ojek menuju stasiun
kereta. Setibanya di sana, mang udin bergegas
membeli tiket, sedangkan asep masih diam dalam
keramaian dan kekisruhan orang-orang yang tidak dia
kenal. Kereta yang mereka tunggu-tunggu akhirnya
tiba, ini pertama kalinya asep naik kereta api. Asep
biasanya sangat antusias terhadap sesuatu yang baru,
namun kali ini sesuatu yang baru itu tidaklah
menarik. pikirannya tiada henti memikirkan apa yang
akan terjadi selanjutnya, dia hawatir kota jakarta akan
tidak baik kepadanya. Sekitar 3 sampai 4 jam perjalanan yang
ditempuh di atas kereta, akhirnya mang udin dan asep
tiba di stasiun jakarta kota. Tempat yang sangat
asing, kereta-kereta yang berjejer, orang-orang yang
sibuk dan tergesa-gesa, suara-suara yang sangat
135 berbeda dari yang pernah asep dengar selama ini.
baru saja keluar dari pintu stasiun, asep kembali
mendapati sesuatu yang baru dalam pandangannya.
Begitu ramai kendaraan lalu-lalang. Ada klakson
yang sahut-menyahut. Biasanya asep hanya melihat
beberapa mobil perkebunan yang lewat di jalan desa,
dan mendengae suara-suara kodok di samping rumah.
Kota ini begitu ramai. "assalamu ?alaikum mang udin.." seseorang menyapa
mereka. Dengan perawakan yang besar, terlihat
agamis dengan baju kokonya yang putih dan sebuah
peci. "wa ?alaikumussalam. wah jalal! gimana kabar
antum? Sehat?" jawab mang udin. Dia langsung
menjabat tangan seseorang yang dia sebut dengan
jalal itu. "alhamdulillah sangat-sangat sehat, kabarmu? Masih
jadi guru ngaji?" tanya jalal sambil menepuk pundak
mang udin. "alhamdulillah sehat. masih mengajar anak-anak
kampung mengaji atuh. Insyaallah yang satu itu akan
terus dilakukan selama badan ini mampu." Jawab
mang udin. "asep! paman ini namanya kang jalaluddin, dia yang
akan merawatmu di sini." Tutur mang udin kepada
asep. 136 "asep sudah besar ya." Ucap jalal seraya tersenyum.
"kang. saya dan nenek titip asep ke antum. Dijaga
dan dididik ya." Ucap mang udin.
"siap mang siap! serahkan sama saya." Ujar jalal.
Suasana antara jalal dengan mang udin penuh dengan
canda, namun asep justru kebingungan melihat
keakraban mereka berdua. "oiya! ada salam dari nenek buat antum." Tutur mang
udin kepada jalal. "alaikassalam. salam balik ya buat nenek." jawab
jalal. "insyaallah. dan satu lagi. asep alergi udang, tapi
udang sungai, mungkin beda dengan udang kota.
Tapi untuk amannya, lebih baik jauhkan saja
makanan yang satu itu. Oke kang!" ucap mang udin.
"oke oke." Ucap jalal.
"ya sudah! urusan kita sudah beres. Saya pamit
pulang, jaga asep baik-baik!" ucap mang udin. Mang
udin membalas menepuk pundak jalal. Dia
mengucapkan salam perpisahan. Kala itu asep
dilingkupi perasaan takut, dia tidak mengenal orang
baru yang kini bersamanya. Namun tidak ada yang
bisa dia perbuat selain mengikuti orang tersebut.
"insyaallah. hati-hati di jalan ya mang." Ujar jalal.
137 *** Asep dibawa oleh jalal naik ke dalam sebuah
mobil angkot. Suasananya sangat panas, dan jalanan
juga macet, sekitar 3 jam perjalanan sudah ditempuh,
barulah mereka turun dari mobil tersebut. Kemudian
jalal membawa asep ke pemukiman warga yang
cukup padat. Rumah-rumah yang dindingnya saling
menempel dengan rumah tetangga. selokan yang
dihuni oleh sampah plastik dan anak nyamuk.
Banyak anak-anak kecil bermain di depan rumah
hingga ke jalan-jalan. Setelah berjalan sekitar 20 meter berjalan,
asep tiba di sebuah rumah yang tidak lain adalah
rumah jalal. Asep pun di persilahkan masuk, dia
mencoba untuk menikmati keadaan. Perlahan asep
mulai nyaman dengan jalal, dia terlihat rapih dan
sopan. Rumahnya pun sangat bagus bagi asep,
lantainya putih dan dindingnya cerah.
Asep duduk di ruang tamu, menggenggamkan
kedua tangannya diantara lututnya. ruangan itu
nyaman dan lumayan besar, ada banyak benda yang
dipajang diruangan tersebut. ada kaligrafi-kaligrafi
arab di dinding, sebuah fhoto keluarga dan ada
sepasang pedang yang dibentuk menyilang. Asep
terus memperhatikan sekelilingnya, dan berusaha
menikmati suasana. 138 "nisa! bawakan segelas air minum dan makanan ke
depan! kita kedatangan tamu." Ucap kang jalal.
"iya abi! Tunggu sebentar." Jawab seseorang dari
ruangan lain. suaranya terdengar lembut, asep mulai
menerka-nerka siapakah orang dengan suara itu, dia
memikirkan apalagi yang akan dia temukan di hari


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini. "nak asep. Ini rumah saya. mulai sekarang kamu akan
tingal di sini. Jangan sungkan-sungkan, anggap saja
rumahmu sendiri. Nanti setelah shalat dzuhur saya
ajak kamu keliling, supaya kamu lebih mengenal
rumah ini dan isinya." Tutur jalal. Melihat asep yang
hanya diam, dia kembali berkata "Nak, Gimana kabar
kampung dan nenek?".
"alhamdulillah nenek sehat." Jawab asep.
Kemudian seorang perempuan muda datang
ke ruang tamu, membawa nampan dengan dua gelas
air putih di atasnya. Dia kembali pergi, dan kembali
lagi dengan se-toples kacang goreng dan sepiring kue
bolu bakar. "silahkan diminum airnya nak. Perjalanan kamu tadi
jauh, pasti kamu sangat lelah." Ucap kang jalal.
"terima kasih om." Ucap asep. Dia lalu meminum air
yang ada di hadapannya. 139 "oya! kita belum berkenalan secara lebih jelas. Nama
saya jalaluddin, biasa dipanggil kang jalal. Kalau
kamu tersesat di daerah sini, minta ke orang supaya
diantar ke rumah kang jalal, mereka pasti bantu.
Jangan malu-malu ya nak. rumah ini rumahmu juga.
siapa nama lengkap kamu?" tanya kang jalal.
"asep ihwanudin om." Jawab asep.
"kamu jangan panggil dengan sebutan om ya!
terdengar kaku. Lebih baik panggil abi, sekarang kan
kamu sudah jadi bagian keluarga ini nak." Jalal
tersenyum kepada asep, namun asep masih bingung
dan canggung dengan keadaan yang sekarang dia
hadapi. "iya.." jawab asep dengan singkat.
"abi.. orang ini adalah orang baru saja aku kenal..
namun dia begitu ramah.. beruntungnya aku..
mungkin aku akan betah tinggal bersamanya.." pikir
asep. Asep mendapati suatu perasaan yang aneh
ketika dia harus memanggil lelaki itu dengan sebutan
abi. Hatinya begitu nyaman, tapi pikirannya masih
terus mengacau. Lingkungan ini adalah dunia baru
yang perlahan harus mulai dia pelajari.
Kang jalal berusaha membuat asep nyaman
berada di rumah barunya. Dia kemudian mengajak
asep shalat berjama?ah bersama dengan keluarganya.
140 Mengenalkan pada keluarganya, mengajaknya
berkeliling rumah, sore harinya mereka berkeliling
lingkungan sekitar rumah. Mulai tercipta hubungan
diantara asep dengan kang jalal, asep mulai membuka
diri dan tidak lagi diam.
Asep sedang duduk di beranda depan rumah.
Kemudian kang jalal keluar dari rumah dan duduk di
kursi sebelah asep. "maaf. kenapa di sini kok air
selokannya kotor ya?" tanya asep kepada jalal secara
tiba-tiba. "ooh. itu air limbah dari kamar mandi. terus
tercampur dengan sampah. Ya begitu jadinya." Jawab
kang jalal. "kenapa tidak dibersihkan?" tanya asep.
"hmmm." Jalal terdiam sejenak. "itu sudah terlalu
kotor nak. Orang-orang juga sudah terbiasa dengan
keadaan seperti itu." jawab kang jalal.
"tapi bau lingkungannya jadi kurang enak. maaf ya
abi aku banyak nanya." Ucap asep.
Kang jalal tertawa mendengar perkataan asep. "tidak
apa-apa nak. Abi senang kalau kamu terus bertanya
dan semakin banyak tahu. lingkungan ini kan banyak
orangnya, mereka itu punya banyak kegiatan dan
kadang-kadang lupa menjaga kebersihan." Terang
kang jalal. 141 "ooh. kalau di kampung, aku pasti ditegur nenek
kalau ngotorin halaman. Di sini airnya aja udah hitam
begitu." Tutur asep. Dia terdiam sesaat, lalu berkata
"mungkin lama-lama desaku juga bisa jadi begini,
orang itu kan terus bertambah. terus tambah penuh,
kebersihan tidak terjaga. pasti nanti semuanya jadi
bau seperti di kota ini." ucap asep.
"warga desa bisa saja menjaganya. mulai dari
sekarang harus membiasakan diri menjaga
kebersihan." Ucap kang jalal.
"tapi kan orang itu terus bertambah?" tanya asep.
"masalah utamanya itu bukan orang yang bertambah,
tapi tidak adanya kesadaran dan pedulian. begitu
nak!" terang kang jalal.
"oooh.. iya iya, aku paham." Ucap asep.
Asep kemudian berjalan kembali ke
kamarnya. Hari-hari pertama berlangsung dengan
lancar. Asep mampu merasa tenang dalam
lingkungan baru. Dia menjalankan rutinitas paginya
seperti biasa. Hanya saja dia sekarang jarang
bermain. Dia lebih sering membaca buku-buku yang
ada di kamarnya. Kamar asep sungguh rapih. Ada sebuah
tempat tidur yang empuk, sebuah meja belajar,
sebuah lemari baju dan sebuah kipas angin lantai. Di
atas meja belajarnya juga sudah ada banyak buku.
142 Mungkin itu buku-buku kang jalal yang memang
sudah tidak dibacanya kemudian diberikan kepada
asep. Kebanyakan dari buku-buku itu adalah buku
tentang islam, beberapa hari ini asep sudah mulai
membacanya. Kini membaca adalah rutinitas
pengganti bermain bagi asep.
Bab 11 Keluarga Jalal Keesokan harinya asep berkumpul dengan
keluarga barunya di ruang tengah. Di ruangan itu ada
sebuah aquarium berisi ikan-ikan kecil yang
berwarna-warni, kemudian ada sebuah tv berukuran
21 inci dengan merek yang terkenal dan ada sebuah
kulkas dengan dua pintu. Tidak terlalu luas namun
tertata rapih. Asep dan keluarga kang jalal sedang bersenda
gurau sambil menonton tv. Keluarga ini terbiasa
menyempatkan diri ketika ada waktu. Sang Ayah
yang sibuk bekerja, ibu yang menjaga rumah dan
sang anak yang masih sekolah. mereka sering kali
terpisah dan memanfaatkan waktu berkumpul untuk
bersenda gurau. Tiba-tiba anak perempuan kang jalal yang
bernama Chairunnisa mengutarakan pertanyaan yang
143 serius. "abi! bagaimana tentang sekolahku?" tanya
nisa kepada kang jalal. Nisa adalah seorang anak perempuan,
berwajah manis, berperilaku sangat baik dan ramah.
Dia selalu memakai kerudungnya bahkan ketika dia
di dalam rumahnya sendiri. Nisa seumuran dengan
asep, masih muda dan senang belajar.
"semalam abi sama umi sudah berunding. Kalau
saran abi dan umi, kamu sekolah di SMA yang paling
dekat ke rumah saja, supaya lebih mudah untuk
pulang. abi dan umi juga jadi tidak terlalu hawatir."
Terang kang jalal. "kalau nisa sih terserah abi sama umi. sekolah
dimana pun sama aja" tutur nisa.
Kemudian kang jalal mengaihkan pertanyaan nisa
tersebut kepada asep. "alhamdulillah kalau begitu.
kalau asep mau sekolah dimana?" tanya kang jalal.
"hmm." Asep terdiam, lalu berkata "aku bingung,
belum tau mau kemana."
"di jakarta ini ada STM, SMEA, SMA, MA, dan
jumlahnya banyak. Kamu bisa memilih salah satu,
nanti abi yang ngurusin." Ucap kang jalal.
"yang mana ya? Asep bingung." Ucap asep.
144 "bagaimana kalau kamu sekolah bareng nisa, di SMA
daerah sini. Lebih mudah jalan pulangnya." Ucap
kang jalal. "hmmm. Iya deh abi." Ucap asep.
Kang jalal atau ayah nisa, adalah seorang
pedagang kain. Dia memiliki toko di sebuah pusat
perbelanjaan modern dan berjualan dibentu oleh
seorang pegawai. dia adalah sosok lelaki yang
berwibawa, namun tetap memperlihatkan kelembutan
di hadapan anaknya. Kang jalal kembali memulai
perbincangan, kali ini menasehati asep dan nisa.
"ngomong-ngomong kalian berdua sudah ngobrol
belum? Sudah beberapa hari tapi kok masih cuekcuekan? Kalian harus akrab, supaya nanti bisa saling
bantu." Tegas kang jalal kepada asep dan nisa.
"iya abi! nanti juga akrab kok." Jawab nisa seraya
tersenyum. "kalian berdua harus akur. kalau ada masalah juga
harus cerita sama umi atau abi, jangan dipendem. umi
mau masak dulu deh, udah siang." Ucap ibu nisa,
setelah itu dia beranjak pergi dari tempat duduknya.
"iya ummi. abi. nisa udah paham kok!" ucap nisa
yang merasa malu karena terus dibicarakan.
Ibu nisa adalah seorang wanita yang cantik
dan selalu berpakaian rapih. Dia pemilik karakter
145 seorang ibu yang sejati, dia berperilaku sangat baik,
perhatian pada anaknya, pintar mengurus keluarga
dan rumahnya. Keluarga jalal adalah keluarga yang religius
ditengah kepungan setan di langit kota. Keluarga ini
adalah keluarga yang hangat di atas dinginnya tanah
jakarta. Keluarga ini adalah keluarga yang menjaga
agar hidup benar-benar penuh syukur dan rasa
bahagia. Asep sangat beruntung karena tinggal
serumah dengan sebuah keluarga yang dipenuhi
berkah. Kali ini asep merasa benar-benar nyaman
berada di sekitar mereka. Keluarga yang harmonis,
religius, dan sangat lembut memperlakukannya.
Namun dia masih mengingat dan hawatir akan
keadaan nenek, dia terus bertanya-tanya apa yang
mungkin sedang terjadi pada nenek yang hanya
tinggal seorang diri. "bagaimana ya kabar nenek.. apa dia bisa di rumah
sendirian.. oh iya.. bagaimana ayam-ayamku,
jangan-jangan nenek lupa kasih makan.. hhh.." pikir
asep. Kang Jalal kemudian berkata "besok abi dan kalian
berdua akan pergi ke sekolah kalian yang baru, kita
kesana buat daftar. Gimana, setuju?" ajak kang jalal.
"setuju!" asep dan nisa menjawab serentak.
146 Mereka pun tersenyum bahagia. asep kini
menemukan sosok ayah dan ibu yang mampu
menambal lubang kerinduannya selama ini. keluarga
ini memberi kehangatan baginya padahal baru sesaat
saja dia mengenal mereka.
Bab 12 Masa Orientasi Siswa Hari-hari berlalu, asep dan nisa sudah
semakin akrab. Pagi, siang, sore, mereka selalu
bertemu di dalam rumah. Asep pun mulai sering
menonton TV, belajar menggunakan mesin cuci,
kompor gas, dan segala macam yang tadinya belum
pernah dia miliki dan belum pernah dia pelajari.
Masa-masa liburan itu pun sudah hampir
berakhir. asep dan nisa dihadapkan pada sebuah
kebiasaan sekolah-sekolah yang ada di kota, yaitu
masa orientasi siswa. Kegiatan ini bermaksud
mengenalkan para murid baru kepada lingkungan
belajarnya yang baru. Ada acara-acara menarik yang
biasanya dilaksanakan dalam kegiatn tersebut. Nisa
sangat antusias ingin segera memulai masa-masa
belajarnya yang baru. "ummi! nisa sama asep berangkat ya." Ucap nisa
kepada ibunya. 147 "iya nak, hati-hati di jalan ya. Kalau ada masalah
SMS umi!" jawab ibu nisa. Dia sedang memasak di
dapur, sedangkan nisa dan asep sudah ada di ruang
tengah bersiap untuk berangkat.
"iya ummi. assalamu ?alaikum."
Mereka pun memulai langkah pertamanya
menuju lingkungan mereka untuk tiga tahun ke
depan. Ada rasa tegang di hati nisa karena kegiatan
ini pasti penuh dengan kejailan.
Masa orientasi siswa hari pertama. Mereka
menggunakan atribut yang bermacam-macam.
mereka menggunakan kaus kaki yang berwarna
berbeda antara kanan dan kiri, sebuah karton persegi
panjang bertuliskan nama digunakan di dada mereka,
dan atribut lainnya. Mereka dikumpulkan di sebuah
lapangan basket, diberi pengarahan kemudian dibagi
menjadi beberapa kelompok. Beruntung bagi asep
dan nisa karena mereka berdua ada dalam kelompok
yang sama. Para senior mulai memberi tugas dan
permainan-permainan. Kadang mereka tertawa,
namun kadang juga merasa malu dan tegang. Banyak
orang-orang baru yang tidak mereka kenal sama
sekali, dan itu terkadang membuat mereka canggung.
Jam 2 siang telah tiba, kegiatan orientasi Hari


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertama telah usai. Semua siswa dipulangkan, Asep
148 dan nisa yang kelelahan, berdiri di gerbang sekolah.
mereka menunggu angkot seraya menyantap es serut
untuk menyegarkan badan yang kelelahan.
"nis!" sapa asep. Dahinya mengkerut karena suasana
siang itu panas dan berdebu.
"iya sep." jawab nisa.
"apa semua sekolah di kota itu selalu begini?" tanya
asep. Seraya menyandarkan tubuhnya ke tembok
gerbang sekolah. "maksud kamu begini gimana?" nisa balik bertanya
kepada asep. "maksudku acara seperti ini! bercanda, dijailin, terus
dikasih tugas yang aneh-aneh." terang asep seraya
mengambil nafas panjang. "iya lah sep. acara seperti ini tuh selalu ada. Kenapa
emangnya? Kamu ga suka ya?" tanya nisa.
"aku heran. Kenapa kita ga langsung belajar, acara
kaya gini malah bikin capek."
"nanti juga belajar sep. Ini kan perkenalan dulu,
supaya kita punya temen, terus kita juga bisa kenal
sama sekolahan kita yang baru." Terang nisa.
"kalau teman itu nanti juga bisa kenal. Di kelas juga
kan nanti kumpul, terus nanti kenal dengan
149 sendirinya. Ini sih Cuma main-main doang, bikin
capek. Terus kita juga dikasih tugas-tugas yang aneh,
apa gunanya semua itu? Hasilnya Cuma capek kan?"
tanya asep dengan nada yang tegas.
"iya juga sih. Tapi nanti juga beres kok sep, Cuma
empat hari doang." Jawab nisa.
"kalau aja empat hari itu buat sesuatu yang lebih
berguna, pasti lebih baik. Contohnya kegiatan ramahtamah, perkenalan dengan guru-guru, pemberian
materi-materi yang baru, kalau itu capek juga
berguna. Kita jadi lebih siap buat belajar." Tegas
asep. "kita kan masih muda sep, jadi wajar kalau masih
main-main." Ucap nisa.
"kita sudah cukup besar vit, sudah tau lah mana yang
penting sama yang nggak. senior-senior itu apalagi,
mereka sudah lebih tua dari kita. Tapi kenapa mereka
masih senang dengan hal-hal yang seperti ini, aku
heran. apa gunanya gitu." Ucap asep. Dia merasa
kecewa kepada kegiatan masa orientasi siswa yang
menurutnya tidak memberi pengajaran apapun.
"terus mau gimana lagi sep? kita kan junior, jadi kita
ga bisa protes. ya udah lah, ayo kita pulang. Umi
pasti udah nungguin." Ucap nisa.
Sesampainya di rumah, mereka langsung
disambut oleh senyum manis umi. Di atas meja
150 makan sudah ada tempe goreng, sayur bayam dan
sambal goreng. Terlihat sangat menggoda, tanpa
tunggu lama asep dan nisa pun langsung santap siang.
Mereka bergegas mengambil piring dan menyantap
makanan yang tersedia, masih hangat dan menambah
selera. "wah! anak ummi sepertinya lapar sekali.
Memangnya tadi di sekolah tidak makan?" tanya ibu
nisa kepada asep dan nisa.
"ga sempet ummi, tadi tuh acaranya padet." Jawab
nisa. "ya sudah. setelah ini kalian pergi mandi ya, badan
kalian sudah bau keringat. Jangan lupa juga shalat,
terus istirahat!" tegas ibu nisa.
Tercurah perhatian yang sangat besar dari
seorang ibu kepada anak-anaknya. Asep pun merasa
sangat tersentuh dengan kebaikan ibu nisa tersebut.
Dia merasa sangat dihargai dan tidak dibeda-bedakan
dengan nisa. Pada malam harinya asep menghampiri ibu
nisa yang sedang menonton TV, sedangkan vita saat
itu tengah berdiam diri di dalam kamar. ayah nisa
belum pulang berdagang, mungkin saja tokonya
sedang ramai. Karena Jika sedang ramai, ayah hanya
pulang untuk shalat atau makan, setelah itu dia
151 biasanya kembali lagi ke toko yang tidak jauh dari
rumahnya itu. Asep duduk di dekat ibu nisa. "ummi! tadi pas asep
ke sekolah, ada anak-anak yang ngamen di pinggir
jalan. Apa mereka itu ga punya orang tua?" tanya
asep. "mereka punya orang tua, tapi mungkin orang tua
mereka tidak mampu merawatnya, atau mungkin juga
mereka itu tidak punya orang tua sama sekali." Jawab
ibu nisa. "aku kira Cuma orang-orang di kampung saja yang
hidupnya susah, ternyata di kota juga ada. malah
lebih parah. bajunya kotor-kotor banget. Apa orang
tuanya ga kasian anaknya ngamen?" tanya asep.
"pasti kasihan nak. mereka juga pengen anakanaknya sekolah, belajar dan bisa berhenti
mengamen." Jawab ibu nisa. dia terdiam sesaat, lalu
berkata "Kita ini adalah orang-orang yang beruntung,
makanya kita harus banyak-banyak bersyukur, jangan
suka mengeluh. Lihat mereka, setiap hari main di
jalan, makanannya juga dingin dan tidak sehat."
Lanjut ibu nisa. "ternyata ada yang lebih tidak beruntung dibanding
aku. Aku tidak punya ibu tapi aku masih beruntung
punya nenek. sesulit apapun aku ketika di rumah,
152 nenek tidak pernah sampai menyuruhku mencari
uang.." pikir asep. Asep terdiam, lalu kembali bertanya "mereka tinggal
di mana?". "biasanya rumah mereka itu di kolong-kolong
jembatan atau di pinggir rel kereta, di berita-berita
televisi bahkan ada yang hidup di gerobak. Mereka
itu orang-orang yang kurang beruntung." Jawab ibu
nisa. "ooh. terus ummi, kenapa tidak ada yang membantu
mereka?" tanya asep.
"semua orang kesulitan nak, termasuk juga keluarga
umi. Memang banyak juga orang kaya di jakarta ini,
tapi biasanya mereka itu pelit. orang-orang kaya itu
sebenarnya lebih miskin dibanding orang miskin."
Tegas ibu nisa. "di sini banyak gedung-gedung besar, tapi kenapa
ada yang masih hidup di kolong jembatan? Di sini
banyak orang berdasi, ada yang berjas hitam, ada
yang naik mobil sedan, tapi kenapa masih ada yang
berpakaian kotor dan mengamen di jalanan? tidak
adakah yang peduli pada mereka? Kasihan.
seandainya aku bisa bantu mereka." pikir asep.
"memangnya orang kaya itu makan apa ya ummi?
Apa ada yang lebih enak dari roti isi coklat?" tanya
asep. 153 "makanan mereka mahal-mahal nak. sekali mereka
makan itu uangnya bisa buat tiga kali kita makan."
Ucap ibu nisa. "apa mereka itu tidak takut masuk neraka? Pelit itu
kan dosa. kita kan harus berbagi." Ucap asep.
"neraka dan surga mereka itu ada di dunia. Jika
mereka kaya dan bahagia maka mereka mendapatkan
surganya. Jika mereka merugi atau bangkrut, maka
mereka menganggap itu neraka. bagi mereka itu tidak
ada neraka yang di akhirat." Jawab ibu nisa.
Asep terdiam sejenak. "apa bener begitu ummi?
Agamanya islam kan? Aku heran deh. Kalau di
kampung itu orang-orang masih mau berbagi
makanan sama yang kesusahan. aku masih sering
ngasih ikan ke tetangga. walaupun Cuma ikan
sungai." Ucap asep. "mereka itu muslim tapi mereka tidak benar-benar
menjalankan islam. Kalau di kampung itu suasananya
masih sejuk dan tenang nak, jadi hati orang-orang
kampung itu lembut. nah, Kalau di sini kan serba besi
dan tembok, jadi hati orang-orangnya juga banyak
yang keras." Jawab ibu nisa. Lalu dia tertawa seraya
memandang ke arah asep. "yah! malah bercanda. masa hatinya keras kaya
tembok." Ucap asep yang juga ikut tertawa.
154 "makanya. kita harus menjaga kepekaan hati kita
terhadap orang lain. Sekarang kita makan enak, bisa
jadi besok kita sudah tidur di kolong jembatan, kita
tidak pernah tahu rencana Allah. Kalau kita jadi
seperti mereka , kita pasti akan butuh bantuan orang
lain." tegas ibu nisa.
"hampir sama dengan yang dikatakan nenek, hati ini
bisa mati kalau tidak dijaga. Tapi kenapa di kota ini
banyak orang-orang yang hatinya keras? Apa karena
televisi? Oh iyaa.. aku ingat kata-kata nenek..
kesenangan.. kesenangan itulah yang membuat
mereka lupa pada penderitaan."
"umi, asep pamit tidur dulu ya. Ngantuk." Ucap asep.
"jangan lupa ambil wudlu dulu. terus baca doa!
supaya tidak diganggu setan." Jawab ibu nisa.
Asep pergi mengambil wudlu dan masuk ke
dalam kamarnya. Dia merebahkan tubuhnya keatas
ranjang, merenungkan kembali percakapannya
dengan ibu vita. Dia merasa sangat kasihan kepada
anak-anak jalanan tersebut, namun dia juga tidak bisa
membantu. "Ya Allah.. apa yang harus aku lakukan untuk
membantu mereka, aku sangat ingin membantu. Dan
kenapa pula Engkau membiarkan mereka dalam
kesulitan? Bukankah lebih baik jika mereka diberi
155 kemudahan? Hhh.. ternyata selama ini aku sangat
cengeng, mereka itu sangat kuat."
"Tokkeee.. tokkeee.." Terdengar suara tokek, hanya
sebentar lalu hilang kembali. tak lama kemudian
suara tokek itu kembali muncul. Asep yang kala itu
sedang berpikir merasa terganggu dengan suara
tokkek yang berisik. "huuus..!!" teriak asep. Asep mencoba menghentikan
suara tokek tersebut namun dia tidak tahu di mana
tokek itu bersembunyi. Dia mencarinya di balik
lemari namun tidak ada, dia mencari ke kolong
ranjang, namun tidak dia temukan juga. Akhirnya dia
membiarkan sang tokek bersuara. perlahan-lahan
tanpa sadar asep pun tertidur.
Bab 13 Lingkungan sekolah Baru beberapa hari asep menggunakan
seragam putih abu-abu. Dia sangat bersemangat
untuk sekolah, meskipun dia masih harus
menyesuaikan diri dengan gaya pergaulan anak kota.
Bahasa yang terdengar berbeda di telinganya, dan dia
mencoba menyesuaikan diri agar tidak terlalu terlihat
berbeda. 156 Hari ini adalah hari ke-6 dia pergi sekolah.
Pagi ini dia memulai hari layaknya di kampung
halamannya. Dia tidak pernah lupa untuk
menjalankan rutinitasnya yang dulu seperti bangun
pagi-pagi dan shalat subuh serta membaca beberapa
lembar Al-Qur?an. Bedanya kali ini dia berangkat
dan bersiap-siap bersama dengan seorang teman yang
sudah seperti saudaranya, yaitu nisa.
Suasana kelas selalu ramai, berisik, entah apa
yang orang-orang kota itu makan sehingga mereka
selalu bersemangat. Asep hanya duduk diam di
kursinya, dia tidak terlalu banyak bergaul dengan
teman-temannya. orang seperti dia pasti selalu
kesulitan untuk mendapatkan teman meskipun sudah
ikut masa orientasi siswa. Asep berbeda kelas dengan
nisa, asep duduk di kelas A sedangkan nisa di kelas
C. Namun mereka selalu berangkat dan pulang
bersama. Hari ini dia belajar bahasa indonesia.
Pelajaran apapun selalu dia ikuti dengan serius, suka
atau tidak suka bukanlah ukuran baginya untuk
berusaha, jika itu baik maka dia akan berusaha sekuat
tenaga. Waktu istirahat akhirnya tiba, Dua jam
dengan bapak guru lumayan membuat otaknya
berputar-putar. dan di hari ke-6 ini dia masih
berjalan sendirian menuju kantin, dia membeli
beberapa makanan ringan dan memakannya di dalam
kelas. 157 Saat itu dia duduk sendirian di dalam kelas,
anak-anak lain bermain di luar bersama teman-teman
barunya. Namun kemudian tiba-tiba seorang murid
masuk, dia duduk di kursinya. Murid itu hanya diam,
tidak makan apapun juga tidak membaca buku, pun
tidak berkata-kata apa-apa. Saat itu hanya ada mereka
berdua, dan berdua dengan orang yang tidak dikenal
sungguh sangat tidak nyaman bagi asep. Asep yang
sedang memakan jajanannya mencoba menawarkan
kepada anak tersebut, dia juga berharap bisa menjadi
temannya. Mereka mengobrol dalam keadaan yang berjauhan.
"eh kamu! mau ini ga?" ucap asep. Ucapan asep
terdengar sangat kaku, padahal dia sudah berusaha
sebisanya agar berbicara dengan bahasa kota. Saat itu


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

asep merasa malu, namun dia melanjutkan usahanya
agar mendapatkan teman. Inilah kesempatan baginya,
ketika orang semakin ramai maka rasa malu itu pasti
akan semakin parah. "ga ah! aku udah jajan." Jawab anak tersebut seraya
tersenyum. Entah apa yang dia rasa lucu, namun
karena senyuman itulah asep bertambah canggung.
"ooh.." ucap asep.
Selang beberapa menit anak itu memulai kembali
percakapan. "kamu kok ga main bareng tementemenmu?" tanya anak tersebut.
158 "ooh. aku belum dapet temen. sudah hampir satu
minggu." Jawab asep.
"namaku tia, nama kamu siap?" tanya anak tersebut.
"aku asep. Kamu sendiri kok ga keluar sama tementemenmu?" jawab asep. Logatnya masih terdengar
kaku. Tia pun masih sering tertawa kecil ketika asep
berbicara. "engga ah, lebih enak di sini.. lagian aku juga belum
akrab sama mereka, jadi males." Jawab tia.
"ooh.." ucap asep.
Mereka terdiam lagi, cukup lama, lalu tia kembali
berkata "kamu kan yang sering nanya sama guru ya?
kayaknya kamu itu pinter. iya kan?" tanya tia.
"ooh. itu. aku juga masih belajar kok. Yang pinter itu
justru yang tidak bertanya. Aku bertanya kan karena
belum ngerti." Jawab asep seraya tertawa kecil.
"bener sih. tapi yang diem juga bukan orang pinter
loh. Aku jarang nanya padahal aku ga pinter,
malahan terlalu sering ga ngerti kalau lagi belajar."
Ucap tia. Suasana mulai mencair. tikungan tajam sudah
jadi jalan tanpa tol tanpa hambatan. Tia adalah teman
pertama asep di kelas, langkah awal ini pasti akan
membuat mudah langkah-langkah asep untuk
159 mengenali yang lainnya. Asep akhirnya bisa punya
teman, Karena meskipun asep senang menyendiri, dia
tetap saja ingin mengenal dan akrab dengan orang
lain. dia ingin mengetahui perilaku setiap temannya,
dia sangat senang memperhatikan orang lain.
Bel masuk berbunyi dan pelajaran kembali
dimulai. Dan hari itu berlangsung dengan lancar.
*** Satu bulan kemudian asep sudah mulai
mengenali semua orang yang ada di kelasnya. Dia
sudah memiliki banyak teman mengobrol atau
berbagi pengetahuan tentang pelajaran sekolah.
Anak-anak lain pun mulai menyadari bahwa asep
adalah seorang anak yang cerdas, meskipun ada juga
yang senang menggoda asep dengan logat daerahnya.
Asep jarang sekali berbicara atau bercanda dengan
teman-temannya, namun ketika belajar dia adalah
orang yang aktif. Selalu ada pertanyaan yang asep
ajukan kepada gurunya, dan tidak pernah sekalipun
tidak mengerjakan PR-nya.
Asep terus mengamati. Di dalam kelas ini
terbentuk kelompok-kelompok pertemanan. Mereka
menjadikan diri mereka terpisah dengan kelompok
yang lain. bahkan ada satu kelompok di dalam kelas
yang selalu berisik, mereka tidak pernah serius ketika
belajar dan sering mengganggu teman-temannya
yang lain. 160 Asep tetap berdiri sendiri, tidak mengikuti
kelompok ini atau itu, karena dia menerima siapapun
yang ingin jadi temannya. Bahkan dia lebih senang
memperhatikan tingkah laku teman-temannya,
mengingatkan mereka ketika mereka salah,
membantu mereka ketika mereka kesulitan. Saat ini
dia sedang berusaha memahami lingkunagnnya dan
jadi berguna bagi lingkungannya. Asep pun
terkadang mendapat pujian-pujian karena perilakunya
yang baik, dan asep menanggapi pujian itu dengan
senyum senang, pujian itu baginya adalah tanda
bahwa dia telah berguna bagi orang lain.
Bel pelajaran hari ini berbunyi, asep dan
anak-anak yang lain merapihkan posisi duduknya dan
bersiap menyambut sang guru. Namun ada beberapa
temannya yang masih saja berisik, mereka itu adalah
kelompok dodi dan kawan-kawannya. Mereka
mengganggu asep yang sedang bersiap-siap belajar.
"heh anak kampung! Kenalan yuk? ngapain lo
sekolah ke kota? Kambing lo ada yang ngurusin ga
disono? Hahahahaha..." ucap dodi. dodi dan temantemannya tertawa sangat keras, semua orang yang
ada di kelas memperhatikan mereka.
Asep tetap melanjutkan kegiatannya dan tidak
menghiraukan ledekan anak-anak tersebut. Temanteman kelas yang lain juga hanya diam, namun dodi
tidak berhenti mengganggunya.
161 "heh! lo budeg ya? Jawab dong pertanyaan gw!
Dasar ndeso!" ucap dodi yang kemudian kembali
tertawa dengan keras. "ngomong-ngomong itu badan
lo kurus amat, lo kurang vitamin ya?" ujar dodi.
Semua orang yang ada di kelas mendengar
ucapan dodi yang sangat keras. Sebagian dari mereka
ada yang ikut tertawa, namun ada juga yang diam dan
tidak melakukan apa-apa. "biarkan sep.. biarkan saja.. sabar.. biar masuk
telinga kiri tapi langsung keluarkan ke telinga kanan.
Tidak usah pusing dengan hal-hal demikian, ada hal
yang lebih penting untuk dipikirkan." pikir asep.
Akhirnya guru datang dan mengakhiri
keributan tersebut. Ketika bel pulang sudah berbunyi,
asep bertemu dengan nisa di depan pintu kelas. nisa
menawarkan kepada asep sesuatu yang baru. Dia
mengajak asep pulang sekolah naik metro mini, asep
yang penasaran langsung setuju, dan hari ini mereka
berencana pulang naik metro mini.
Bel pulang berbunyi, asep menemui nisa di
depan pintu kelasnya. Mereka berjalan bersama
menuju jalan raya, kemudian menunggu metro mini.
5 menit, 10 menit, 15 menit, dan akhirnya metro mini
yang dinanti-nanti datang. Kendaraan itu penuh
sesak, bau yang menyengat keluar menusuk
penciuman, entah dari mana asal bau itu, sungguh
mengherankan bagi asep karena semua orang terlihat
162 cuek, padahal dia sudah puyeng mencium bau
tersebut. Baru beberapa menit mereka berada di atas
metro mini. metro mini itu kemudian berhenti untuk
menurunkan penumpang. Metro mini itu mulai
berjalan kembali, pak sopir mengemudikannya
dengan kencang. namun selang beberapa menit metro
mini itu kembali berhenti, kali ini untuk menaikkan
penumpang. Begitu panas dan tidak nyaman ketika
kendaraan itu berhenti. Dan kemudian metro mini itu
kembali dipacu, baru saja beberapa detik berjalan,
tiba-tiba metro mini itu ditempel dari samping oleh
metro mini yang lain, dan lagi-lagi metro mini yang
ditumpangi asep itu harus berhenti. kemudian
terdengar percakapan antara pengemudi metro mini
tersebut dengan seorang kernet dari metro mini yang
lain. "woy setan! Sewa gw lo bawa!" teriak seorang
kernet. "mana nyet! Bukannya lo tadi udah narik!" balas
pengemudi metro mini. "belum bangsat! Cepet pindahin tu penumpang!
Macem-macem lo ma gw!" ucap kernet tersebut.
"dasar! Kenapa ga bilang dari tadi!" ucap pengemudi
metro mini. 163 Setelah pertengkaran mulut itu penumpang
dipaksa turun dan pindah ke metro mini yang lain,
kali ini bahkan lebih berdesak-desakan dibanding
sebelumnya. Sebagian orang memilih untuk tidak
naik kembali. Asep tidak mengerti apa yang terjadi,
dia melihat nisa yang tetap tenang sehingga
membuatnya tidak terlalu ambil pusing.
Ketika asep sudah sampai di dalam kamarnya,
dia memikirkan apa yang tadi terjadi di atas metro
mini. "aah.. kasur ini empuk sekali.. hmm.. metro mini
yang tadi itu tidak menyenangkan, panas, kebutkebutan, dan supirnya galak. Apa semuanya seperti
itu ya. kenapa bahasa mereka begitu kasar ya? Apa
mereka selalu seperti itu setiap hari? Aku yang baru
denger sekali saja sudah kepikiran gini, gimana
kalau tiap hari.. apa mereka sudah biasa? Apakah
mereka tidak pernah belajar sopan santun? ...Kalau
di desa itu orangnya sopan-sopan, tidak seperti di
sini, banyak yang kasar. Sepertinya aku tidak cocok
tinggal di sini.." pikir asep.
"tokkee.. tokkeee" Suara tokek yang kemarin
kembali terdengar, asep bangkit dari ranjangnya dan
mencari tokek tersebut. Dia memeriksa kembali
belakang lemari, kolong ranjang, di ventilasi udara,
tapi tetap tidak dia temukan. Tidak lama kemudian
suara tokek itu berhenti.
164 "..tokeknya juga aneh, ada suaranya doang.. hiih.."
pikir asep. *** Sebulan semenjak kejadian tersebut Asep
kambali mendapat masalah di sekolah. Anak-anak
nakal itu kembali berulah. Kali ini mereka tidak
mengganggu orang lain, melainkan menonton video
porno ketika jam istirahat. Mereka berkerumun
berebut celah penglihatan ke arah sebuah ponsel.
menonton video porno memang sering dilakukan
oleh mereka, bahkan sering kali anak-anak
perempuan juga ikut menonton tanpa merasa risih
berdesak-desakan. kala itu asep dan beberapa orang
hanya diam memperhatikan mereka. Namun Asep
sadar bahwa perbuatan yang dilakukan temantemannya itu salah, dan dia merasa ikut merasa
bersalah jika membiarkan kegiatan itu terjadi tanpa
berbuat apa-apa. Dia pun menegur mereka.
"dod! kamu liat video porno ya?" tegur asep.
"emang kenapa? Lo mau ikutan nonton? Bentar ya
gantian, tempatnya udah sempit nih." Ucap dodi.
"ga ada gunanya nonton yang kayak begitu dod!
Merusak diri sendiri." Ucap asep.
"terus apa urusan lo!? gw suka kok nonton bokep! Lo
ga suka! Hah! Ganggu gw aja lo!" bentak dodi. Dia
165 menatap asep dengan tajam. Badannya yang besar
membuatnya terlihat sangat seram.
"aku Cuma mengingatkan, kalau mau lanjut terus sih
terserah." Ucap asep. Asep kemudian kembali ke
tampat duduknya. Dia merasa kaget ketika dibentak
oleh dodi. Badan dodi yang besar memang
menyeramkan, berbeda dengan asep yang kecil dan
kurus. "oow. baru berapa minggu lo di sini, udah jadi ustad
aja lo!" teriak dodi. Sedangkan asep kala itu tetap
melangkah menjauhi dodi dan teman-temannya.
Tak lama setelah itu teman-teman yang
tadinya ikut menonton mulai pergi menjauh dari dodi
dan kembali ke tempat duduk mereka masingmasing. Dodi hanya menonton video tersebut dengan
kelompoknya, dan akhirnya mengakhiri kegiatan
buruknya tersebut. Namun kemudian dodi beranjak dari tampat
duduknya dan menghampiri asep yang sedang
membaca buku. "jebb! gduprakk!" Tiba-tiba dodi
menghantam wajah asep dengan kepalan tangannya
yang besar. Menghujam tepat di rahang asep dan
membuatnya terpelanting dari kursi. teman-teman
yang melihat kejadian tersebut mendekati dodi dan
asep. Kemudian Mereka menahan dodi agar tidak
melanjutkan perbuatannya, namun dodi masih sempat
Rukas Angel 2 Rajawali Emas 09 Keranda Maut Perenggut Nyawa Pendekar Mata Keranjang 7

Cari Blog Ini