Ceritasilat Novel Online

Ikro 4

Ikro Karya Reza Nufa Bagian 4


berharap ada seseorang di depan rumah tersebut, agar
dia tidak usah menghadapi rasa malu ketika
mengetuk pintu. Dia berjalan dengan perlahan,
semakin dekat jantungnya terasa berdebar lebih
keras. Adalah aneh baginya pergi ke rumah seorang
perempuan sendirian, tanpa tujuan yang jelas selain
alasan rasa cinta. Sesampainya di depan rumah vita, asep
berdiri di dekat tembok pagar. Dia menyandarkan
tubuhnya, seakan sedang mengumpulkan semangat.
"oke.. sekarang aku sudah di sini.. terus apalagi
yang harus aku lakukan? Kalau aku ketuk pintu nanti
siapa yang keluar dari rumahnya.. gimana kalau
yang buka itu ayahnya, aku malu.. mau bicara apa
aku.. aaarrghh.. bingung! kenapa aku ke sini?
Kenapa pula kok jadi susah begini rasanya.. dia
Cuma temen biasa, kenapa malu? Boleh kan kalau
temen menanyakan kabar? ..Tapi kok rasanya aneh..
dia itu cantik, aku suka dia. Hhhh.. tapi keluarganya
251 kaya.. aku malu.. ini sulit, lebih baik aku berangkat
ke jakarta.. vita mungkin sudah tidak peduli masa
lalu itu." Pikir asep.
Pada akhirnya asep tidak punya keberanian
untuk mengetuk pintu. Wajahnya menunduk, dia
kalah oleh keadaan yang menghakiminya dengan
tidak adil. Kenangan masa lalu yang masih teringat
indah kini harus mulai dia lupakan. layaknya dia
melupakan keinginan untuk menemukan ibunya.
Langkah kembali dijejak, dia memutuskan berangkat
menuju jakarta. *** Ketika sampai di atas kereta, ternyata tidak
ada tempat duduk yang tersisa untuk asep. Dia harus
berdiri seperti sebagian penumpang yang lainnya.
Kali ini kereta sangat penuh, ada banyak jenis orang
berkumpul dalam kereta, berisik dan tidak teratur.
Asep diam dalam gerbong yang panjang, di
sampingnya ada seorang nenek yang juga sedang
berdiri, sedang di hadapannya ada seorang lelaki
muda yang sepertinya bukan orang indonesia.
Lelaki itu bertubuh tinggi, dengan janggut
yang dicukur tipis dan hidung yang mancung.
Sepertinya dia adalah orang india atau orang arab
yang sedang berlibur di indonesia. Asep memikirkan
lelaki itu ketika kemudian lelaki itu mempersilahkan
si nenek yang berdiri untuk duduk. Dan kini lelaki itu
252 berdiri dekat dengan asep, asep ingin bertanya
kepada lelaki itu untuk menyingkirkan prasangka
aneh dalam otaknya. Dia sangat penasaran dengan
orang yang dia lihat itu, terlebih lagi dia sudah
mendengar laki-laki itu berbicara dalam bahasa
indonesia. Baru saja asep hendak bertanya kepada lelaki itu,
asep justru mendapat sapaan lebih dulu dari lelaki itu.
"assalamu ?alaikum.." sapa lelaki tersebut.
"wa ?alaikumussalam.." jawab asep. Mereka
mengobrol sedang tubuhnya menghadap ke dinding
kereta. Tangannya mereka menggenggam besi rak
barang yang ada di atas kepala mereka. Kala itu
mereka berdekatan sehingga tetap mudah berbincang
meski suasana kereta sedang ramai.
"mau kemana?" tanya lelaki tersebut.
"ke jakarta." jawab asep
"siapa nama ente? Perkenalkan, saya rajesh!" ucap
lelaki tersebut. "saya asep! maaf ya dari tadi saya memperhatikan
abang." Ucap asep. "tidak masalah, jangan panggil abang dong! Saya
masih muda kok! memang sedikit aneh melihat orang
berpenampilan seperti saya. Makanya, saya juga
253 selalu berusaha untuk akrab kepada siapa saja.
Termasuk ente!" Ujar rajesh.
"kok lancar pake bahasa indonesia? Emang asalnya
dari mana? "saya dari kecil tinggal di indonesia, Cuma orang tua
saya itu keturunan india.
"ooh.. terus sekarang mau kemana?" tanya asep.
"saya kuliah di jakarta. ente sendiri ngapain ke
jakarta?" tanya rajesh.
"sekolah. kuliahnya di mana? Boleh ga saya nanyananya tentang mahasiswa?
"di universitas islam di jakarta. Mau tanya apa? kalau
bisa, pasti saya jawab." Ujar rajesh.
"kalau mahasiswa demo itu kenapa sering anarkis?"
tanya asep. "mahasiswa demo anarkis? Tidak semua mahasiswa
seperti itu, ada juga yang berdemo dengan tertib.
Keadaan di lapangan terkadang membuat mahasiswa
terpancing kemudian meluapkan amarahnya.
Mahasiswa kan selalu bersemangat!" tutur rajesh.
"ooh.. aneh aja. saya saja yang anak SMA ga suka
yang namanya kekerasan, tapi kenapa mereka yang
254 sudah mahasiswa justru memakai kekerasan, bakar
ban di jalan dan lain sebagainya." Ucap asep.
"mahasiswa itu harus berani. Tidak boleh lembek!"
Ujar rajesh. "tapi kalau menurut saya sih, berani yang seperti itu
tidak akan menghasilkan apa-apa. Yang ada Cuma
capek! yang ngedengerin mereka teriak-teriak juga
cuma pagar DPR atau cuma polisi. Jangan marah ya
bang, ini cuma pendapat aja loh." Ucap asep seraya
tersenyum. "santai saja lah! Saya bukan pemarah. Gini,
mahasiswa juga sering mengirim surat terlebih
dahulu, namun biasanya tidak ada tanggapan.
Makanya mereka turun ke jalan." Tutur rajesh.
"ooh.. mungkin suratnya ga nyampe tuh, hehe. terus
kalau lagi di kampus itu mahasiswa ngapain aja?
Yang saya tahu mahasiswa itu cuma tukang demo."
Ucap asep. "mahasiswa juga belajar, juga berorganisasi, kamu
tidak punya saudara yang kuliah?" tanya rajesh.
"iya. Pengen tahu aja nih gimana kegiatannya kalau
kuliah." Ucap asep. "di dalam kampus itu ada organisasi-organisasi yang
menarik. Ada juga badan yang bertindak seperti DPR
255 dan presiden di negara ini, ada partai juga, dan
sebagainya. Pokoknya lengkap." Tutur rajesh.
"jadi kampus itu seperti sebuah negara mini ya?
Terus jadi tempat belajar berpolitik juga?" tanya
asep. "iya, di kampus juga ada pemilu, seringkali
pemilunya juga sering ribut seperti pemilu presiden
indonesia. Yaa, mirip banget lah, ada kampanyenya
juga." Tutur rajesh.
loh kok ribut? Emang apa untungnya kalau menang?
Apa ada gajinya juga?" tanya asep keheranan.
"saya kurang tahu. mungkin seperti itu. yang pasti
ada lah untungnya, mungkin nilai kuliahnya bisa jadi
lebih baik karena lebih dikenal. Atau jadi lebih
mudah dapat beasiswa." Ucap rajesh.
Asep terdiam sejenak, lalu berkata "kalau mahasiswa
juga masih senang ribut dengan temannya sendiri,
lalu apa bedanya dengan yang di DPR sana? Kan
sama-sama suka ribut."
Rajesh tertawa mendengar ucapan asep. Setelah itu
dia berkata "waduh, bedanya apa ya? Mungkin beda
umurnya." Ujar rajesh, dia kembali tertawa kecil.
"kalau memang bener mahasiswa suka ribut gitu,
berarti mahasiswa itu sama aja kayak anggota DPR.
256 Ribut membela kepentingannya masing-masing."
Ucap asep. "tidak sesimple itu." ucap rajesh.
Asep kembali terdiam. Kereta berhenti di sebuah
stasiun, beberapa stasiun lagi akan sampai di stasiun
tujuan asep. "mungkin juga aku yang salah dalam
berpendapat. Tapi yang aku lihat sih memang seperti
itu. mungkin mahasiswa itu juga sedang belajar untuk
menjadi anggota DPR ya? Jadi yang contoh itu
DPR?" ucap asep. "mungkin begitu. saya juga tidak terlalu aktif ikut
organisasi di kampus. saya lebih senang belajar di
kelas dan diskusi." Tutur rajesh.
Cukup lama mereka mengobrol, tak terasa
kereta sudah mulai kosong. Sebagian penumpang
sudah mulai turun, ada pula yang naik tapi tidak
terlalu banyak. Namun Mereka berdua masih belum
mendapatkan tempat duduk. Asep pun terus
menanyakan hal-hal yang selama ini dia kenali
tantang mahasiswa. Stasiun demi stasiun terlewati hingga
akhirnya sampai di kota jakarta. Mereka turun
bersama dan berpisah ketika di pintu keluar stasiun.
Asep sangat senang mendapat pengetahuan baru hari
itu, dia bergegas naik angkot menuju rumah.
257 Ketika di dalam angkot menuju rumah,
angkot tersebut lagi-lagi harus merayap di atas
jalanan. asep duduk dengan sabar, lalu dia melihat
seorang lelaki yang dibopong oleh polisi. Orang itu
terlihat berdarah-darah, bajunya sobek dan wajahnya
pun hancur sudah. Sementara di belakang orang itu
ada banyak orang yang masih berusaha untuk
memukulnya. Memukul wajah yang sudah hancur itu.
asep terus memperhatikan kejadian mengerikan yang
sering dia lihat di TV itu, kejadian penghakiman oleh
masyarakat kepada pelaku kejahatan. Ternyata lebih
seram jika melihat secara langsung.
"Ya Allah.. kenapa mereka itu bernafsu sekali dalam
menyakiti? Sungguh kasihan orang itu. mungkin dia
hanya mencuri sebungkus roti atau sebuah alas kaki.
Mungkin dia merasa lapar, mungkin juga di
rumahnya ada anak isterinya yang sedang kelaparan.
Tubuhnya pasti kesakitan.. tapi kenapa juga dia
mencuri, harusnya dia mencari pekerjaan yang baik.
Hhh, aku bingung. Mereka itu mencuri, padahal
mereka dilengkapi akal untuk berusaha. Mereka itu
semua manusia, tapi begitu kejam. Mereka
menghakimi kejahatan dengan kejahatan yang lebih
jahat. Hhh.." Pikir asep.
*** Sesampainya di rumah dia langsung masuk ke
dalam kamarnya, merebahkan tubuhnya di atas lantai
yang dingin. beberapa jam yang lalu dia masih
258 merasakan sejuknya suasana desa, hangatnya nasihat
dari neneknya. Kini dia sudah kembali terkurung di
kamar betonnya, tergeletak di lantai keramik, ditiup
angin yang kasar dari kipas listrik.
"kalau memang benar mahasiswa seperti tadi itu..
maka mahasiswa itu tidak ada bedanya dengan
anggota DPR. Mereka ribut, cekcok, membela
kepentingan partainya masing-masing.. Hmmm..
berarti ada siklus para pemimpin yang senang ribut
di negeri ini.. mahasiswa itu kan para penerus,
bagaimana jadinya kalau mereka juga belajar untuk
ribut.. siapa yang mikirin anak jalanan yang
kelaparan.. hhh kacau balau.. aku juga tidak bisa
apa-apa, aku masih terlalu kecil untuk masalah ini..
tapi mereka itu lebih kecil dari aku." Pikir asep.
Asep mengeluarkan buku catatannya dari tas,
kemudian menulis beberapa hal penting hari ini.
"gunakan ilmu untuk menyelesaikan masalah, jangan
mudah menghakimi." "mahasiswa harus berhenti mencontoh sesuatu yang
tidak baik, mereka harus lebih baik dari yang
sekarang menjadi pemimpin bangsa. jika mereka
ikut-ikutan senang berebut kekuasaan, bukan bekerja
sama memperbaiki keadaan bangsa, maka siapa yang
sebenarnya pantas berdemo atau didemo? Suatu saat
aku akan kuliah, aku akan menjadi mahasiswa dan
mencoba memperbaiki itu semua."
259 "oh iya.. penjahat yang tadi juga butuh bantuan."
Pikir asep. "penjahat itu punya kebutuhan. Mereka mencuri
bukan untuk memperkaya diri, mereka hanya mencari
makan. Mencari makan dengan cara yang memang
salah dan resikonya dapat hukuman. Masalah
utamanya adalah banyaknya koruptor yang
memperkaya diri, tidak peduli pada rakyat kecil yang
butuh makan. Jadi, yang salah paling besar bukanlah
pencuri di jalanan, tapi pencuri berdasi yang resmi.
Mereka pintar namun tidak mau membantu yang
bodoh. Suatu saat nanti aku akan jadi pejabat,
semoga aku bisa mengobati ini semua. Untuk
sekarang aku belum mampu. Aku masih harus belajar
semaksimal mungkin."
itulah beberapa hal dia catat. Dia telah
kembali ke kota, semakin banyak pengetahuan dan
permasalahan yang dia temukan. Permasalahan yang
semakin menumpuk di buku catatannya. Semakin
hari semakin banyak, hanya terselesaiakan beberapa
masalah kecil di kehidupan pribadinya.


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

260 Bab 23 Catatan-catatan seiring waktu berlalu, ada banyak hal yang
mengisi ruangnya. Asep terus mencatat hal-hal
penting. Dia selalu berusaha untuk lebih memahami
lingkungannya. Semakin banyak catatan yang asep
buat, buku kecil itu pun hampir penuh.
"kriminalitas semakin meningkat, bahkan sudah
semakin berkembang dan kejam. Para pelakunya
sudah tidak segan-segan lagi membunuh, menghancurkan ciptaan Tuhan. Sangat disayangkan
karena kebanyakan yang menjadi korban justru
adalah orang-orang yang pas-pasan, yang tidak punya
kunci rumah, atau jendelanya tidak pakai teralis.
Ketika orang-orang pas-pasan itu menjadi korban
pencurian, maka bisa jadi mereka akan berubah
menjadi pencuri baru yag lebih kejam. Manusia
mudah berubah karena rasa sakit. Manusia penuh
dengan rasa dendam. Manusia sangat ingin bahagia.
Ketika banyak penjahat berkeliaran, maka semua hal
dalam lingkungan akan semakin patut untuk
dicurigai. Seorang yang bertanya jalan akan dicurigai
sebagai tukang gendam. Seorang yang membelikan
es krim akan dicurigai sebagai penculik. Seorang
asing yang butuh bantuan akan dicurigai sebagai
penipu. Akan ada banyak kecurigaan. Kemudian
manusia akan lebih mengasingkan dirinya, tidak
saling membantu. Televisi dan berita di semua media
261 masa akan membuat hal-hal ini menjadi biasa,
menjadi semakin akrab di telinga. Mutilasi yang
tadinya terdengar sangat menyeramkan kini telah
menjadi biasa. Bangsa yang dulu dikenal ramah suatu
saat nanti akan dikenal sebagai bangsa pemarah.
Masalah ini sangat besar, aku harus menjadi seorang
presiden, seorang ustadz sekaligus seorang rakyat,
agar manusia-manusia yang butuh makan itu tidak
bertindak nekat." "ada gerombolan manusia primitif di bangsa ini,
bahkan mereka yang mengaku elit. Mereka
meletakkan kebenaran sebagai hak golongan. Melihat
perkara dari satu pihak, menghakimi seakan paling
benar. Mereka mengelompokkan diri. Geng, partai,
tukang pukul yang membela anggotanya yang
disakiti kelompok lain. mereka tidak peduli siapa
yang salah, karena mereka berada disisi golongan,
bukan disisi kebenaran. Aku harus memperbaiki pola
pikir mereka. aku harus menjadi orang yang kaya,
aku bangun sebuah perpustakaan di tiap desa. Ada
banyak buku-buku tentang kebaikan, tentang cara
pandang, tentang menghargai pendapat, tentang
manusia dan hak orang lain, tentang cara berdiskusi.
Aku akan membuat manusia-manusia itu menjadi
lebih manusiawi. Ini memang sulit, tapi ini tidak
mustahil!" "para remaja pemalas sangat senang dengan dunia
dunia hiburan. Sebenarnya mereka merasa puas
dengan sebungkus kacang dan sebatang rokok,
262 mereka menyetop perkembangan otak dengan
berlama-lama dalam kesia-siaan. Mereka hidup
dalam kebebasan dan semangat yang bodoh. mereka
marah ketika budaya bangsa dicontek bangsa lain,
tapi justru tidak marah ketika bangsa dikotori oleh
budaya buruk bangsa lain. mereka bodoh! mereka
contek habis sek bebas, gaul bebas, tontonan bebas,
baju bebas, serba bebas. Ini masalah yang besar, remaja bangsa ini salah
mencontek. Mereka mencontek amerika yang
rakyatnya sudah kaya. Rakyat amerika bisa membeli
rok mini tanpa ngutang, mereka bisa membiayai bayi
tanpa harus berhenti belajar, mereka bisa berobat
AIDS tanpa harus mencuri. Tapi beda dengan remaja
bangsa yang masih miskin ini. mereka merengek
pada orang tua, minta HP terbaru, minta baju terbaru,
mereka hamil diluar nikah, ada pembunuhan, aborsi,
pencurian demi penghargaan cinta, dsb. Pada
akhirnya yang miskin akan semakin miskin dan yang
kaya tidak pernah peduli. Aku harus merubah sistem
pendidikan di bangsa ini. kurangi kekakuan antara
guru dan murid, kurangi sifat mencolok yang
dimunculkan si kaya, perbanyak nasihat-nasihat
dalam tiap pelajaran, bahkan dalam pelajaran
matematika. Jangan terlalu banyak soal-soal baku
yang membuat otak menjadi kotak, membuat hati
menjadi mati. perbanyak tugas membaca, beri
mereka buku wajib. Buku tentang kebaikan, tentang
kebebasan yang baik, tentang cara bergaul dan
memberi. Itulah yang dibutuhkan bangsa ini."
263 "bangsa ini sangat indah, ada banyak makhluk untuk
berbagi di dalamnya. Ada potensi besar di dalam
bangsa ini, Seekor semut pun masih bisa hidup di
tengah beton dan aspal, entah bagaimana cara dia
membuat lubang. Aku sangat bahagia bisa dilahirkan di sini, bangsa
yang sangat kaya. Namun Kebahagiaan ini dipeluk
erat kesedihan. Entah kenapa semakin hari keadaan
bangsa ini justru semakin memburuk. Apakah aku
yang salah memahami mereka, atau mereka yang
tidak memahami dirinya. Pemimpin tidak punya
leher, sedangkan rakyat masih memujanya.
Pendidikan selalu diukur angka, mereka puas dengan
Index prestasi 3,99, sedang lupa pada akhlak yang
mulia, lupa pada lingkungan sekitarnya, pada
akhirnya mereka hanya menjadi orang pintar yang
mengeruk harta, pemeras rakyat jelata.
Orang-orang pintar di bangsa ini pun sebenarnya
tengah dibodohi oleh orang-orang yang lebih pintar
dari bangsa lain, mereka merasa untung padahal
tengah bangkrut. Bangsa ini mencaplok sistem yang
membatasi perkembangan, memberi peraturan dan
perjanjian yang merugikan. Entahlah, aku belum
yakin. Tapi nanti aku akan paham tentang semua ini.
aku akan menjadi orang yang pintar! Tunggu aku
bangsaku, suatu saat nanti aku yang akan
memimpinmu!" 264 "ada banyak penegak hukum yang melanggar hukum.
Hukum menjadi mainan di tangan mereka. dijadikan
alat pemeras dan pembodoh rakyat yang tidak
berpendidikan. Jaksa dan polisi sama saja dengan
partai, grup, golongan, yang mengelompokan diri
dalam sebuah badan resmi. Mereka sama sekali tidak
membela kebenaran, mereka tidak berada disisi
kebenaran, mereka berada di sisi golongan. Mereka
itu orang-orang bodoh dalam kepintarannya. Mereka
itu orang-orang yang tidak bernorma dalam
agamanya. Masalah ini lebih rumit dibanding dengan
masalah kriminalitas. Karena masaah ini halus meski
kasar, tersusun rapih meski tidak terarsipkan. Suatu
saat nanti aku akan menjadi pemimpin bangsa ini.
akan kubuat sumpah jabatan yang baru. Setiap
penegak hukum akan bersumpah bahwa dia siap
dipenggal jika mempermainkan keadilan, siap dihujat
dalam pengadilan Tuhan, siap masuk neraka. Meski
hukuman mati itu tidak mengobati secara langsung,
setidaknya aku akan mengurangi para pemeran setan
di atas sandiwara bangsa ini."
"bangsa ini selalu dididik untuk menjadi pengemis,
Sampai-sampai pemerintah pun sangat senang
menyantuni rakyat dengan dasar kemalasan. Rakyat
yang masih bodoh dan miskin tidak akan menjadi
lebih baik dengan uang 300 ribu rupiah. Justru
mereka akan semakin tidak malu untuk mengaku
sebagai miskin, merengek-rengek di kaki penguasa.
Masalah ini mungkin tidak sesimpel yang terlihat.
Para penguasa bangsa ini sepertinya memang sengaja
265 membuat rakyat tetap miskin dan bodoh, agar mereka
mudah memperdaya rakyat yang perutnya sedang
lapar, agar mereka tetap duduk diatas dan menginjak
rakyat tanpa dihakimi sebagai penjahat oleh rakyat,
rakyat yang masih bodoh. Aku harus membuat
sebuah tempat yang bisa mendidik rakyat menjadi
lebih baik. Aku akan buat sebuah stasiun televisi
yang khusus mengenalkan tentang pemerintah,
perkembangan bangsa, kelebihan dan kekurangan
yang sedang dihadapi pemerintah. karena pers
sekarang juga dimiliki oleh para penguasa, maka
tidak heran jika ada subjektifitas dalam tiap
pembawaan berita mereka. aku harus membuat
komite khusus untuk mengenalkan bangsa ini dan
pemerintahannya kepada rakyat."
"PSSI adalah contoh lain bentuk pembelaan yang
berlebihan terhadap golongan. Sama dengan polisi,
kejaksaan, bahkan terkadang juga agama. Setiap
individu yang katanya memiliki kebebasan berbicara
sepertiya lebih senang membunuh nuraninya dan
menjadi antek pemimpin serakah. Semuanya karena
uang. Demokrasi atau kebebasan bicara tidak
mungkin tercipta jika mulut yang hendak bicara
masih terancam tidak bisa makan, terancam terkena
PHK atau kriminalisasi. Aku harus memberhentikan
semua petinggi yang sama sekali tidak punya visi
yang kuat, yang tidak punya misi untuk memperbaiki
masalah, yang justru senang menyembunyikan
masalah dan duduk ditempat aman yang kotor. Akan
aku ganti mereka dengan orang-orang yang merasa
266 cukup dengan harta. Punya keberanian, tidak usah
terlalu pintar bicara, tapi pintar bekerja. Pemimpin
yang punya rasa sebagai yang dipimpin, bukan
pemimpin yang selalu merasa berhak untuk dibela,
bukan pemimpin yang cengeng dan alergi dengan
teguran. Pemimpin yang baik akan membuat orangorang yang di pimpin itu merasa nyaman untuk
berbicara, mengemukakan pendapat, bahkan menegur." "neraca alam semesta sudah tidak seimbang.
Dihitung dengan metode apapun pasti akan sulit
untuk mencapai titik keseimbangan. Karena ada satu
variabel yang terbaru, yang tidak mampu
menyesuaikan dengan yang lain. variabel itu adalah
manusia, manusia yang tidak mampu menyeimbangkan hati dan akalnya, hingga tidak
selaras dengan alam. Entahlah. Masalah ini akan sulit
untuk dicarikan jalan keluar, harus ada kesadaran dari
tiap individu. Dan memberikan kesadaran itu tidak
mudah jika manusia justru menutup jalannya."
"Prof. Dr. Ir. SH. MA. MM. Lc. Phd. Dan lain
sebagainya gelar berderet. Memberi kebanggaan
tersendiri bagi pemiliknya. Namun kebanyakan dari
mereka sama saja dengan orang bodoh lainnya.
Mereka pintar, mereka disegani, namun kepintarannya yang besar itu sama sekali tidak
membuat bangsa ini jadi pintar dan disegani oleh
bangsa lain. ilmu mereka banyak, namun tidak mau
berbuat banyak, hanyut dalam kebanggaan diri. Aku
267 tidak butuh semua gelar itu. karena aku adalah
muhammad ali, lantang dan berani meski sendiri.
Karena aku adalah mahatma ghandi, bijak dan penuh
keyakinan meski dalam tekanan. Aku tidak butuh
penghargaan orang lain, aku tidak peduli pesimisme
orang lain terhadapku. Aku yakin, suatu saat nanti
aku akan jadi orang yang berbuat banyak. Aku akan
berdiskusi dengan khomeini. Aku akan berdiskusi
dengan rockefeller. Aku yakin aku akan jadi seorang
yang besar, aku mampu merubah bangsa ini dengan
kebaikan itu sendiri, bahkan aku bisa merubah dunia
ini. Catatan ini takkan hilang. Ingat ini sep! ingat
semangat ini!" "Bank syari?ah hanya beda dalam halal dan haram.
Sedang kontribusinya untuk lingkungan tidak terasa,
atau mungkin aku yang tidak tahu, tapi bisa jadi
mereka sama saja dengan yang lainnya, mencari
keuntungan pribadi. Harus ada semangat islam dalam
Bank konvensional, dan hilangkan Bank islam yang
bersemangat kapitalis. Hapuskan sistem bunga yang
membuat perekonomian naik turun tanpa kepastian.
Lebih baik lagi jika aku hapuskan jual beli "uang" di
bursa saham, yang membuat uang menjalar di kabel
dan udara, tak pernah menyentuh tanah. padahal
orang miskin itu pasti mainnya di tanah."


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"papua, oh papua. Korban jargon "budaya". Mereka
dibiarkan terbelakang dengan alih-alih menjaga ciri
khas daerah dan kekayaan budaya indonesia. Mereka
menari telanjang dada, perut buncit, berkubang
268 dengan kebodohan. Mereka dibiarkan! Atas nama
"kebudayaan yang dijaga". Aku harus hadirkan
pengetahuan di sana, aku akan berikan penerangan
juga, aku akan menghargai mereka yang cinta akan
bangsanya. Tunggu aku wahai papuaku."
Semakin hari asep semakin yakin dengan
tujuan hidupnya. Dia bersungguh-sungguh untuk
mewujudkan impiannya itu. meski dia terkadang
merasa kesepian dalam pergaulannya, karena
pemikirannya itu belum terjangkau oleh temantemannya. Dia sering mencari teman diskusi atau
teman berbagi cerita, namun kebanyakan temannya
enggan. Ada kesepian dalam kebenaran, karena
keburukan sudah berbentuk keramaian.
"ada banyak hal indah di dunia ini, ada banyak
harapan. Hati sungguh mudah menangkap warna
cinta. Namun akan sulit ketika harus menerjemahkannya ke dalam bahasa perbuatan.
Karena itu, lebih baik simpan rasa cinta dalam hati,
terjemahkan semampunya dalam perbuatan. Daripada
diucapkan dengan lidah namun justru tidak mampu
membuktikannya sama sekali. Hanya menjadikan
hidup semakin terkekang dalam rasa sayang yang
sempit, pun jadi mudah menyakiti orang lain. ucapan
sering membuat sebuah batasan atau ikatan, maka
kurangilah berbicara, biarkan segala kebaikan
tercerminkan dalam perbuatan, tersimpan dalam hati
setiap orang yang menyadari."
269 "bangsa ini punya potensi. Dia besar. Dia surga
dunia. Seorang arab pasti menyangka telah di surga
jika dia melihat tanah bangsa ini. Lihatlah betapa
kaya tanah bangsa ini, hanya saja ada segelintir orang
yang serakah. betapa rakyatnya cinta perdamaian,
hanya saja ada segelintir orang yang merusaknya.
Betapa perbedaan telah menjadi perhiasan yang
indah, hanya saja ada segelintir orang yang
menodainya. Betapa banyak manusia jenius, hanya
saja ada segelintir orang yang membuat mereka tidak
betah. "Segelintir orang" itu adalah orang yang sama.
Betapa aku yakin bahwa bangsa ini akan menjadi
hebat kembali, meski aku belum siap menghadapi
segelintir orang itu. karena mereka terorganisir dan
kuat, wajah mereka tersembunyi, dan tangan mereka
menggenggam belati. aku sendirian saat ini, aku
harus membangun kekuatan untuk mengalahkan
mereka. mereka itu kegelapan."
"bangsa ini punya semangat, bangsa ini punya jati
diri, bangsa ini kaya sumber daya alam. Bangsa ini
bukanlah pengecut. Besar-kecil bangsa ini, kuatlemah bangsa ini, Semua tergantung siapa yang
memimpin, karena pada dasarnya bangsa ini mudah
untuk diarahkan. Rakyatnya murah senyum dan
berbaur dalam perbedaan, alamnya kaya hingga
rumputpun tumbuh di samping trotoar. Bangsa ini
butuh gebrakan semangat! Jika semua tidur, maka
aku yang masih terbangun. Aku akan bangkitkan
bangsa ini!" 270 "Bangsa ini adalah seorang pemuda yang overweight.
pekerjaannya hanya makan, kini untuk berjalan saja
kesulitan. Sedangkan tetangganya adalah bocah kecil
yang lincah, mereka bermain, belajar, dan sesekali
menjaili bangsa ini. pemuda ini terlalu gendut hingga
tak bisa berlari mengejar lincahnya bocah yang nakal.
Pemuda ini punya banyak makanan di kulkas, juga
punya banyak lahan di belakang rumah. Sekarang dia
harus sadar, cukup sudah makan makanan instan dari
kulkas! Sekarang saatnya dia berkebun, gunakan
tenaganya, barulah dia makan. Dia harus Bergerak!
Bergerak! Agar tubuhnya menjadi atletis dan kuat.
Agar dihormati, punya harga diri. Bahkan seekor
harimau pun akan bersembunyi menatap matanya."
Bab 24 Malam renungan, siang perpisahan
Malam itu asep baru saja selesai belajar.
Buku-buku masih berserakan dan dia sudah mulai
mengantuk. Dia memutuskan untuk mengambil air
wudlu dan bersiap-siap tidur. Setelah selesai bersuci
asep kemudian membaringkan tubuhnya keatas
tempat peristirahatan. meluruskan kakinya, menghadapkan wajahnya ke atap rumah. Lalu
menjalankan kebiasaannya ketika hendak tidur, yaitu
merenungi hidupnya secara lebih mendalam.
271 "badan ini semakin tua.. tidak lama lagi lulus,
setelah itu mungkin kuliah atau mungkin kerja.. tapi
harus merawat nenek dulu.. aku tidak bisa
membiarkan dia sendirian dalam masa tuanya.. tapi
sampai kapan? Hhh.. harus memikirkan ini semua..
tapi kali ini jawabannya belum aku temukan..
semakin lama aku di sini, semakin merasakan
perbedaan yang banyak antara kota dengan desa..
aku juga menemukan masalah yang banyak dan tidak
terselesaikan.. masalah-masalah itu jika dikumpulkan maka pasti membuatku sangat pusing..
kapan aku bisa menyelesaikan masalah-masalah itu..
..sebenarnya sumber utamanya adalah tidak adanya
kepedulian.. menyepelekan permasalahan karena
hanyut dalam kesenangan dunia.. yaa persis lah
seperti yang diucapkan nenek.. ..persis juga dengan
yang diucapkan ummi, hati orang-orang itu mulai
keras.. mulai lupa dengan asalnya sebagai manusia,
kini mulai berubah menjadi setan.. yaa itulah
masalahnya.. hati itulah kunci masalahnya.. banyak
orang pintar dan kaya namun tidak menggunakan
hatinya dengan benar.. hatinya penuh dengki..
hatinya mulai ditanggalkan.. iya betul.. hati ini
adalah indera ke-enam yang dimiliki manusia..
Lewat hati inilah aku bisa mengenal Tuhanku.. lewat
hati ini aku bisa merasakan keberadaan manusia
lain.. lewat hati ini aku bisa merasakan kepedulian..
bukan hanya aku, tapi seluruh manusia.. lewat hati,
manusia bisa membedakan baik-buruk.. hati ini
harus terus digunakan sep! Hhh.. tubuh ini sama
sekali tidak berguna kalau hati ini tidak digunakan..
272 meskipun sepi sekali rasanya tubuh ini, namun, aku
yakin suatu saat keramaian akan menyambutku.
Iyaa.. keramaian yang indah.. bagianku ada di
surga." pikir asep. Asep membuka kembali buku catatannya. Dia
menulis beberapa baris catatan.
"hati itu tidak butuh aktivasi, tapi dia bisa mati.
Harus dijaga, harus diasah agar peka. Harus ditempa
agar kuat menjalani penderitaan, agar paham
penderitaan yang dirasa orang lain. Hati harus banyak
berdo?a agar tidak lupa pada penciptanya. Hati itu
ada, namun kebanyakan orang melupakannya. Aku
belum mampu memperbaiki permasalahan ini, ini
diluar kemampuanku. Seorang ustadz pun pasti
kesulitan mengobati hati seorang manusia jika orang
tersebut tidak punya kemauan yang kuat untuk
menemukan hatinya kembali. Kebanyakan hati
manusia telah dikuasai oleh hawa nafsunya sendiri."
"aku harus menjadi pemimpin bangsa ini agar
mampu merubahnya menjadi lebih baik. setidaknya
agar bangsa ini tidak bodoh dan serakah, seperti
lalat yang tenggelam dalam semangkuk susu. Jika
aku bisa jadi pemimpin bangsa ini, biarlah aku
terlihat dzalim di mata rakyatku yang bodoh, yang
pasti aku ini baik dan tidak membodohi mereka."
pikir asep. 273 Asep menutup buku catatannya, membaringkan
tubuhnya di peristirahatan, memanjatkan do?a kepada
penciptanya lalu dia tertidur dengan nyenyak malam
itu. *** Satu huruf dari seribu rumusan, mampu
dibaca namun sukar digunakan. Satu kata dari seribu
pembahasan, mampu dimengerti namun sukar
dituliskan. Cahaya yang berangkat dari timur hijrah
ke barat, menemani seorang yang mencari
pengetahuan dari penglihatan.
Telah banyak yang asep pelajari semasa
sekolahnya, sekarang dia menghadapi hari perpisahan
dengan perpustakaan tersebut. Dia akan menyambut
gudang ilmu yang lebih besar, yaitu alam semesta.
Tidak ada batasan akan hal yang bisa dia baca,
kecuali membaca rupa Sang Pencipta. Ujian nasional
sudah lewat, kelulusan sudah didapat, namun ada lagi
satu kebiasaan baru yang dia dapat dari warga kota,
yaitu acara perpisahan sekolah.
Pesta perpisahan sekolah itu disiapkan dengan
rapih. Semua siswa yang lulus pada hari itu akan
tampil dengan pakaian yang rapih pula. Mereka akan
diperlakukan layaknya orang yang sudah sukses
besar, ada kebahagiaan, rasa haru dan bangga akan
kelulusan yang didapat. Laki-laki akan menggunakan
celana hitam panjang, kemeja putih berdasi dan
274 dibalut dengan jas hitam yang gagah. Perempuan
akan menggunakan baju yang lebih bervariasi,
mereka hanya diharuskan untuk memakai baju
kebaya, dengan warna dan gaya yang bisa mereka
pilih sendiri. Asep duduk di samping kang jalal yang sedang
duduk di beranda depan rumah. "abi! asep sama nisa
kan ada perpisahan sekolah. Nah terus harus pake jas
sama sepatu hitam yang kaya punya abi itu.
sebenarnya aku malu ngomong ini sama abi, tapi aku
juga bingung." tutur asep.
"gampang. bisa diatur. Kamu pake aja sepatu sama
jas abi, ada tuh di lemari jarang abi pake, digantung
terus. Tapi mungkin sedikit kebesaran." Ucap kang
jalal. Asep tersenyum. "beneran ada abi? ga apa-apa deh
kebesaran juga, yang penting kan aku pake." Ucap
asep seraya tersenyum. Dia sangat senang ternyata
tidak harus membeli atau meminjam ke orang lain.
"coba kamu minta tolong sama ummi, biar nanti
ummi yang ambil jasnya." Ucap kang jalal.
"siap! tapi nanti aja deh, kayaknya umi lagi serius
masak. terima kasih ya abi." Ujar asep. Selesailah
persiapan asep untuk menyambut hari penting itu.
*** 275 3 hari kemudian. hari yang ditunggu ahirnya
tiba. nisa hari itu terlihat cantik, dengan balutan
kebaya putih dan kerudung yang ditata dengan rapih,
terlihat bercahaya dan bersih. Asep juga terlihat lebih
gagah dibanding biasanya, meskipun terlihat sedikit
janggal dengan jasnya yang kebesaran. Saat itu sudah
mulai terlihat kedewasaan di tubuhnya, dia berdiri
lebih tegap, berjalan lebih tenang, dengan mata tajam
yang sedikit tenggelam di bawah alisnya.
Untaian acara diikuti oleh asep dan temantemannya, hingga tiba pada acara akhir. Asep duduk
sendirian mengistirahatkan badannya yang kelelahan,
sedang nisa dan teman-temannya yang lain sibuk
berbincang kata-kata perpisahan. Saat itu asep
memperhatikan sekelilingnya. Dia melihat tia yang
sedang berbincang-bincang dengan teman-temannya.
Dia ketika itu menggunakan kebaya putih dengan
rambut yang rambut yang ditata sangat rapih. Dia
terlihat paling mrncolok diantara perempuan lain
yang ada di sana. Asep memperhatikan tia. Dia
melihat tia seakan telah tersihir oleh kecantikan
wanita itu. "hmm.. hari ini dia terlihat berbeda, dia cantik..
senyumnya juga terlihat sangat manis.. hmmmmm..
kayaknya aku bisa beneran suka nih ma dia.." pikir
asep. Entah warna dari mana yang tiba-tiba hinggap
di tubuh tia sehingga dia memancarkan keindahan
276 yang membuat asep terlena. Entah bidadari surga
mana yang sempat-sempatnya bermain dengan
manusia, dia berbincang di ruang sana dan tertangkap
oleh mata seorang pria muda. Entah model dari mana
yang kabur dari catwalknya, menampakkan tubuh
indahnya pada seorang pemuda yang sedang kesepian
di sudut hatinya. Asep terus memandang tia,
menatap seakan kehilangan kesadarannya.
namun asep kembali mampu berpikir dan


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merenungkan apa sebenarnya yang dia rasakan itu.
apakah itu nyata atau kah lagi-lagi hanya ilusi.
Seperti halnya padanya ketika melihat vita.
"dia itu cantik... iya dia itu cantik! aaaahh.. jenis
pikiran bodoh apa ini.. dengar asep, dia bukan siapasiapa! Hanya seorang wanita yang terlihat cantik
karena nafsumu! Kuasai diri asep! ...tapi dia beneran
cantik juga sih... senyumnya beneran manis..
aaaaaah ga biasanya aku kayak gini.. aku harus
pergi dari suasana ini!" pikir asep.
Asep menundukkan pandangannya. Dia
mencoba kembali menenangkan diri. Dia mencoba
keluar dari dirinya yang sedang hanyut dalam rupa
indah seorang wanita. Dia mengamati perasaan itu
dengan pikiran yang jernih, mencoba menguasai hal
yang sedang terjadi. Asep tetap tertunduk, mencoba
berpikir sejernih mungkin.
277 "sekarang, apa pentingnya lama-lama liatin dia?
Dia bukan siapa-siapa, hanya gadis muda.. lalu apa
anehnya dengan seorang gadis muda.. ga ada yang
aneh.. dia cantik? Terus apa pentingnya cantik?
Jangan menyempitkan hati.. jangan bermain
perasaan.. belum saatnya.. kuasai dirimu.. jangan
tumpulkan pikiran.. berpikir.. berpikir.. jangan
sempitkan hati.. jangan sempitkan hati.. masih
banyak yang harus dibaca dan dimengerti.. iya
benar.. benar.. jodohku sudah Tuhan siapkan,
jodohku sudah ada, entah sekarang dia sedang
memasak, atau sedang tiduran, atau sedang apa
saja.. dia ada, di sana. yang pasti belum saatnya aku
pikirkan.." pikir asep.
Asep tersenyum sendiri. "mungkin ini yang sering dilihat anak-anak muda
jaman sekarang.. begitu indah.. pantesan banyak
banget yang pacaran.. kecantikan seorang wanita
memang membuat hati meronta, ingin rasa
memeluknya, ingin memiiki dia seutuhnya.. tia.. dia
cantik tapi saat ini kecantikan itu bukan hakku.. aku
bukan pemuda lemah yang bisa begitu saja terlena!
Iya.. aku bukan lelaki lemah!" pikir asep.
"aku bukan mereka! tiap ada yang cantik.. ganteng..
baik.. tertarik.. cinta.. terus pacaran.. berduaan..
pandang-pandangan.. pegangan.. sampe tiduran..
bosen.. berantem.. nangis.. terus putusan.. ketemu
lagi yang baik.. pacaran lagi.. pegangan lagi.. liat
278 yang lebih manis.. ganti yang baru.. putusin yang
udah butut.. hhhh.. untungnya aku ini tidak sebodoh
mereka.. aku bukan mereka! buang-buang masa
muda dengan hal itu.. aku bisa mengendalikan diri..
hhh.. benar sep.. ga ada gunanya hidup kaya gitu..
bikin sempit hati! ..suatu saat nanti akan ku rengkuh
cinta yang suci, bahkan bidadari surga akan iri
kepada isteriku. Akan ku curahkan semua kasih
sayang yang kutabung dari sekarang." pikir asep.
Sore harinya dia pulang ke rumah, namun dia
tidak bersama nisa. Mungkin nisa pergi main dengan
teman-temannya. Beberapa bulan belakangan mereka
memang sudah jarang pulang bersama. Mungkin
sudah merasa dewasa dan tak lagi butuh teman di
jalan. *** "assalmu ?alaikum ummi." Salam asep.
ibu nisa yang sedang menyetrika baju di ruangan
tengah. "wa ?alikum salam warahmatullah. masuk
nak. gimana acaranya? lancar?" tanya ibu nisa.
Asep berjalan masuk ke dalam rumah. "alhamdulillah
lancar umi. hhh. capek." Ucap asep seraya masuk ke
dalam kamarnya. "nisanya mana?" tanya ibu nisa.
279 "dia tadi pergi sama temen-temennya, dia juga ga
bilang mau kemana." Ujar asep. Dia meletakkan
tasnya di lantai dekat meja belajar.
"mmm.." gumam ibu nisa.
"abi belum pulang ummi?" tanya asep.
"tadi dia pulang sebentar, terus berangkat lagi." Ucap
ibu nisa. Ibu nisa menghentikan pekerjaan menyetrikanya. dia mengambil telepon genggam
yang ada di kamarnya, kemudian menelepon nisa.
Asep yang sedang berada di kamar dapat mendengar
suara ibu nisa yang sedang menelpon nisa sambil
berjalan ke ruang depan. "assalamu ?alaikum nisa!" Ucap ibu nisa kepada nisa.
"wa ?alaikum salam ummi." Jawab nisa.
"kamu di mana nak?" tanya ibu nisa dengan suara
yang lembut. "aku pergi jalan sama temen. Umi Aku janji ga
pulang malem, boleh ya? Ok ok." Pinta nisa. Dia tahu
bahwa ibunya sedang hawatir padanya.
"kamu perginya ke mana? Hati-hati." Ucap ibu nisa.
280 "iya ummi. nisa pergi ke rumah temen, sama tementemen cewek kok, mereka baik-baik semua." Ucap
nisa. "jangan lupa makan ya nak. Awas jangan lupa
waktu!" Ucap ibu nisa.
"iya ibukuu! assalamu ?alaikum." Ucap nisa.
"wa ?alaikum salam warahmatullah." Ucap ibu nisa.
Telepon itu pun berakhir. Suasana di rumah kembali
sunyi. Asep sedang duduk dilantai kamarnya yang
lumayan dingin, dia tekan juga tombol kipas angin di
posisi 2. Kemudian dia mengambil buku catatannya
lalau nulis beberapa hal penting yang dia temukan
hari ini. "berusahalah sekuat mungkin mengendalikan hawa
nafsu. Ketika memandang seseorang, kendalikan diri,
jangan terlalu lama memandang jika dirasa akan
terlena. memang lebih baik menunduk dari awal."
"seorang ibu hawatir kepada anaknya melebihi rasa
hawatir anak itu terhadap dirinya sendiri, karena ibu
sudah lebih pintar dari anak dan dia juga lebih
penyayang, setiap ibu harusnya seperti itu. menemani
kemanapun si anak pergi. Dalam artian bahwa ibu
harus selalu perhatian agar anak tidak merasa
sendirian ketika dalam kesulitan. Karena itulah
281 seorang ibu baiknya mempunyai pendidikan yang
bagus, juga memiliki hati yang lembut."
itulah beberapa catatannya hari ini.
"ibu.. seorang ibu itu memang baik, namun kadang
kala ada anak yang bodoh, tidak sopan kepada
ibunya.. mungkin anak itu rusak karena lingkungan
teman-temannya yang tidak baik.. hhhmmm... nenek..
aku rindu nenek.. sudah 4 bulan aku belum pulang..
aku harus pulang. Sekarang aku lulus nek, nilaiku
juga bagus.. oh iya, lebih baik aku tunjukkan buku
catatanku.. bagaimana ya pendapatnya. Semoga dia
bangga padaku." pikir asep.
Cukup sudah meredakan lelah. Asep bangkit untuk
menegakkan shalat ashar. Dia berjalan menuju kamar
mandi, membasuh saraf-saraf wajahnya yang tegang,
membasuh hatinya yang sempat goyah.
*** Malam telah kembali menyelimuti. Asep
sedang membaca buku di dalam kamar krtika tibatiba nisa mengetuk pintu dan memanggilnya.
"aseeep.. ada telepon dari temenmu nih." Ucap nisa.
Asep bergegas bangun dari duduknya. Dia membuka
pintu. Nisa pun langsung menyerahkan telepon
genggamnya kepada asep. 282 "halo.. maaf ini siapa?" tanya asep. Asep bersandar
ke tiang pintu. Sedangkan nisa kembali ke kamarnya.
"ini farhan sep!" ucap seseorang diujung lain telepon
itu. "ooh farhan. Ada apa han?" tanya asep.
"gini loh sep. ada yang ngajakin aku main ke dufan,
tapi aku ga ada temen yang akrab. Kamu ikut ya
sep!" pinta farhan. "hmm.." gumam asep. Asep terdiam, Dia tidak
memberikan jawaban apapun.
"yah! pasti mikirnya lama. Jangan kebanyakan mikir
sep. ayo ikut lah. Nanti aku yang bayar masuknya.
Kita kesana naik motorku aja. Oke oke, ikut yaa.
Sekali-sekali hiburan sep, jangan belajar melulu.
kamu pasti belum pernah ke dufan kan? hehe" Ucap
farhan seraya tertawa. Asep terdiam sejenak, lalu memberikan jawabannya
"iya deh, aku ikut." ucap asep singkat.
"sip! Besok jam sepuluhan aku ke rumah kamu sep."
tegas farhan. "hah! Emang besok kesananya?" tanya asep kaget.
"besok sep. udah ah jangan dipikirin lagi. Kamu
cukup pake baju, soal dana aku yang urusin. Anggap
283 aja ini acara perpisahan kita. Di sana pasti lebih seru
sep." ucap farhan. "oo.. oke deh, besok aku tunggu. makasih han." Ucap
asep. *** Matahari begitu cerah. Asep sudah siap
dengan penampilan yang lumayan rapih. Terdengar
suara klakson motor farhan. Asep pun bergegas pamit
kepada kang jalal dan isterinya. Dia menemui farhan
yang sama sekali tidak turun dari motornya.
Setibanya di dufan, farhan tidak buang-buang
waktu. Dia bergegas mengajak asep membeli tiket
dan masuk. Sesampainya di dalam, farhan kemudian
membawa asep ke dekat pintu antrian sebuah
wahana. Farhan menggenggam handphone-nya
seraya mengarahkan pandangannya ke segala
penjuru, dia mencari seseorang yang kemarin
mengajaknya datang. "nyari siapa han?" tanya asep.
"tia sama temennya sep. kemarin aku janjian sama
dia di sini, katanya dia sebentar lagi nyampe." Ucap
farhan. "hah! Tia? Kamu kenapa ga bilang kalau kamu main
ke sini sama tia?" tanya asep.
284 "karena kalau aku bilang pasti kamu tambah mikir
lagi sep. Haha. Udah tenang aja, emang kenapa sih
dengan tia? dia juga ga bakal ngigit kok." Ucap
farhan. "haduuuh.. kenapa harus tia lagi. Bisa repot lagi nih
otak.. semoga bisa mengendalikan diri.. harus bisa,
Amin." Pikir asep. Dari kejauhan samar-samar terlihat seorang
perempuan melambaikan tangannya. Dia menatap
lurus ke arah asep dan farhan. Perempuan itu
menghampiri asep. Semakin dekat semakin jelas
bahwa perempuan itu adalah tia. tia datang bersama
seorang temannya yang juga merupakan teman
sekelas asep dan farhan, namanya dian. Mereka
langsung menyapa asep dan farhan.
"maaf ya kami telat. Ga pada sebel kan? Hehe." Ucap
tia. "sebel banget lah. Dari tadi nunggu, katanya udah
deket, tapi lama banget datangnya. Bikin esmosi aja,
hehe.." Ucap farhan yang diselingi canda.
"terus kita mulai dari mana nih?" tanya tia. Dia
terlihat sangat cantik hari itu. dengan kaus berwarna
krem dan celana pendek yang terlihat santai,
rambutnya dia biarkan terurai.
"langsung aja kita naik yang ini dulu." Ucap dian.
Saat itu mereka tengah berada di depan wahana yang
285 bernama "pontang-panting". Mereka pun langsung
masuk antrian. Perlahan kekakuan pun mulai mencair. Canda
dan tawa memenuhi tiap obrolan mereka. cukup lama
mereka mengantri, hingga giliran mereka untuk naik
wahana tersebut akhirnya tiba. wahana tersebut
berbentuk seperti cangkir-cangkir besar yang bisa
dinaiki. Asep duduk di samping farhan, di sisi lain
cangkir itu atau di hadapan mereka, ada tia dan dian
yang juga duduk berdampingan.
Wahana mulai dijalankan. Cangkir itu
berputar dengan cepat dan semakin cepat. Terlihat
ada wajah-wajah yang ketakutan, ada pula yang
justru terlihat sangat senang. Farhan yang biasanya
sangat pendiam jika di dalam kelas, kali ini dia
berteriak keras. Tia juga berteriak, wajahnya terlihat
lebih cantik dari biasanya, ada aura keceriaan yang
terpancar. Sedangkan asep yang juga sangat senang,
tetap berusaha untuk tidak memandang tia, dia tidak
mau kembali tersilaukan oleh kecantikan tia.
Sang operator dengan piawai berinteraksi
dengan para pengunjung. Putaran demi putaran
dimainkan. Hingga saatnya usai. Mereka turun dari
wahana itu dengan ceria, meskipun terasa sedikit
pegal di leher mereka. mereka melanjutkan langkah
kaki mereka menuju wahana berikutnya.
"apakah salah jika aku mengagumi kebaikan
seseorang? ..tidak. lalu apakah salah jika aku
286

Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengagumi kecantikan seseorang? ..hmm.. tia sangat
cantik, dia juga baik. Apakah aku salah jika
mengaguminya? Yang tidak boleh itu kan melanggar
aturan agama.. sungguh, Tanganku ini tidak
menjamahnya, mataku ini tidak memandangnya,
mulutku ini tidak menciumnya, lidahku ini tidak
merayunya.. hanya hatiku ini yang mengaguminya..
kagum kepada ciptaan Tuhan yang sangat indah.
Entahlah.. perasaan ini sedikit berbeda dengan
perasaan ketika bertemu dengan vita.. aaarrgh,
susah sekali untuk tidak tergoda. Wanita itu
menggoda meskipun mereka diam.. mereka
menggoda." Pikir asep.
Kali ini mereka mengantri untuk naik sebuah
wahana yang bernama "kora-kora". Bentuknya
adalah perahu yang besar layaknya perahu sungguhan
yang ada di lautan. Perahu ini diayunkan di udara,
menciptakan ketegangan seperti hendak jatuh dari
ketinggian. Giliran mereka tiba. farhan masuk lebih dulu,
disusul asep, kemudian tia, lalu dian. Mereka duduk
berdampingan dalam satu baris. Asep yang baru
pertama kali duduk sedekat itu dengan perempuan
merasakan panik yang teramat sangat di dalam
hatinya. Ada sedikit penolakan dalam dirinya, namun
ada pula sebagian kacil hatinya yang justru bergetar
merasakan kebahagiaan. Hatinya kembali diterkam
cinta, cinta yang berusaha dipungkiri oleh
penjaganya. Ketika wahana itu mulai dijalankan,
287 mereka semua menjerit. tia bahkan sampai histeris,
dia menggenggamkan tangannya ke tangan asep.
"tangan tia.. aduuuh.. tolong lepaskan ti.." pikir
asep. Asep sibuk dalam pikirannya sendiri. Hatinya
bahkan melayang lebih tinggi dibanding wahana itu.
melayang merasakan sesuatu yang baru dia temukan.
Menemukan kecintaan terhadap keindahan perhiasan
dunia, yaitu wanita. Namun dia tetap berusaha
menguasai dirinya yang sebenarnya sudah terlena.
Sesaat setelah wahana itu berhenti. Tia menyadari
bahwa tangannya sudah menggenggam lengan asep.
Dia langsung menarik kembali tangannya,
menundukkan pandangannya seraya berkata "maaf
sep.. aku tadi megang kamu.".
Asep terdiam mendengar ucapan tia. Ucapan itu
terdengar sangat menyejukkan. Sangat lembut
membelai ke relung hati terdalam. Asep semakin
terbang dalam lamunannya. Dia kembali sadar ketika
farhan menegurnya untuk segera turun. Asep
beranjak dari duduknya seraya membalas ucapan tia,
"ga apa-apa ti." Ucap asep. Dia masih menundukkan
pandangannya, tak berani untuk memandang tia.
Wahana demi wahana mereka naiki. Hari itu
benar-benar menjadi hari yang sangat menyenangkan. Mengugguratkan sebuah cerita manis
yang suatu saat nanti mungkin akan kembali
288 diperbincangkan. Mereka membawa pulang sejuta
senyuman yang tersimpan dalam hati mereka. hari itu
adalah perpisahan yang indah.
*** Asep sudah kembali pulang. Dia mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan. Namun
pikirannya masih enggan mengambil jeda untuk
diam. Dia masih terus memikirkan banyak hal.
"perpisahan yang indah.. hhh.. farhan sangat baik.
tia juga sangat baik meskipun dia bukan muslimah.
Aku yakin bahwa hatinya sudah berkerudung,
hatinya lebih lembut dibanding orang-orang yang
berkerudung namun hatinya munafik. Semoga Allah
menentukan jodoh yang baik untukku.. terima kasih
ya Allah, Engkau telah memberikan rasa cinta
manusia ketika saatnya untuk berpisah. Perpisahan
ini adalah kebaikan. Jika semakin lama aku dekat
dia, aku pasti bisa benar-benar terlena." Pikir asep.
Dia mengambil buku catatannya. Lalu menulis
beberapa baris temuannya hari ini, diaduk dengan
beberapa pengetahuannya yang lalu.
"rasa sayang itu meluap-luap dalam hati, ia ingin
tercurah. Namun batasi rasa itu, biarkan dia mengalir
dengan lembut, jangan sampai menerjang norma.
Jangan pula lidah berucap cinta ketika jiwa ini masih
muda, karena hati belum mengerti arti kasih yang
tanpa pamrih. Aku belum mampu mengasihi tanpa
289 pamrih, namun aku masih terus belajar. Suatu saat
nanti aku pasti paham, aku akan curahkan kasih tanpa
pamrih, layaknya ibu yang merawat anaknya, tanpa
keluhan tanpa rasa terpaksa. Akan aku hapus tipuan
yang berjubah ajaran kasih sayang, yang selalu
mengharap imbalan." Asep meletakkan kembali buku catatannya.
kemudian tertidur. Menghampiri mimpi-mimpi yang
sudah menanti jiwanya untuk menari.
Bab 25 Ayah, aku dan anakku Hari ini adalah 17 agustus. Di hari
kemerdekaan ini banyak sekali anak-anak sekolah
yang berkumpul di lapangan sepak bola, atau
lapangan yang besar. Mereka akan melaksanakan
upacara bendera sebagai bentuk penghormatan
kepada jasa para pahlawan.
Hari ini biasanya diisi oleh perlombaanperlombaan yang menarik. Ada canda dan tawa di
setiap sudut kota hingga pedesaan. Mereka
bercambur-baur. Pada hari itu semua orang merasa
bangga pada bangsanya yang merengkuh kemerdekaan lewat perjuangan.
290 Asep berdiam diri di kamarnya. Dari pagi
hingga sore menjelang dia sama sekali tidak keluar
dari kamarnya. Nisa yang baru pulang dari acara
perlombaan di sekitar rumahnya merasa aneh dengan
perilaku asep. Dia lalu menegur asep.
Nisa mengetuk pintu kamar asep. Lalu berkata "sep!
kok di kamar terus, kamu ga ikut panjat pinang?"
Asep membuka pintu kamarnya. "kenapa kamu
bahagia nis?" tanya asep.
"harusnya aku yang nanya. Kenapa kamu
kelihatannya sedih?" nisa balik bertanya kepada asep.
Asep sangat murung. Di wajahnya terpendam
kesedihan yang sepertinya hendak meledak. "aku
mau cerita sesuatu sama kamu nis!" ucap asep.
"Cerita aja langsung." Jawab nisa.
Asep menarik nafas sangat dalam. dia kembali ke
tempat ranjangnya, dia duduk dipinggir ranjang dan
memandang nisa yang berdiri dekat pintu, lalu
berucap "apa yang kamu pahami tentang
kemerdekaan? Proklamasi? perjuangan?"
Nisa terdiam sejenak. Dia heran dengan tingkah laku
asep. Di tahun-tahun sebelumnya asep masih
merayakan 17 agustus-an seperti biasa, namun kali
ini asep terlihat berbeda. "aku tidak begitu paham
sep. mungkin perjuangan itu kan jalannya sep, terus
proklamasi itu pernyataan resminya." Ucap nisa.
291 "setelah merdeka seperti sekarang ini, kenapa
?perjuangan? kita terhenti, justru hanya ?pernyataan?nya saja yang kita banggakan?" ucap
asep. "maksud kamu sep?" tanya nisa kebingungan.
"aku sedih nis. Kali ini aku melihat upacara bendera
hanya sebagai rutinitas yang tidak bermakna. Selama
ini kita hormat pada sebuah kain merah putih, bukan
pada arti merah putih itu. Aku melihat perayaan
kemerdekaan hanya hiburan bagi yang dibodohi para
penguasa. Aku sedih karena di luar sana mereka
tertawa tanpa sadar mereka semua dibodohi." Asep
terdiam sejenak, dia menghela nafas, "aku ingin
kalian semua sadar. Aku ingin kalian semua
merasakan yang aku rasakan. Tidakkah kamu hawatir
pada bangsa ini nis? Tidakkah kamu melihat
kerusakan yang semakin besar?" sambung asep.
"aku..." nisa bingung harus menjawab apa. Dia hanya
terdiam. "aku mengajakmu nis. Mari kita berpikir dengan luas.
Jangan lagi mempersempit hati kita hanya untuk
seorang pacar, perluaslah nis, cintai bangsa ini.
pahami bangsa ini yang tengah menjerit. Apa kamu
tidak dengar suaranya yang keras?"
"sep.. di negara ini sudah ada pemerintah yang
mengatur. Pemerintah juga pasti sudah berusaha
sebaik mungkin. Bangsa ini besar sep, sulit untuk
292 membangunnya. Aku juga sedih seperti kamu, tapi
apa yang bisa kita lakukan?" Ucap nisa.
"berhenti merayakan agustus-an! berhenti hormat
pada merah putih! Jika itu semua hanya semangat
buatan. Berhenti memilih pemimpin yang asing. Nis!
Apa kamu pernah mendengar seorang presiden
berkata bahwa bangsa ini sulit untuk dibangun?
Tidak nis, tidak ada seorang presiden pun yang
berkata seperti itu. kenapa? Karena sebenarnya
mereka sadar bangsa ini bisa dibangun, hanya saja
mereka tidak mau. Kamu lihat nis! Ngurusin sungai
saja bangsa ini kelabakan. apa masuk akal? Orangorang pintar seperti mereka tidak mampu membuat
sungai lebih dalam dan menyudahi banjir tiap tahun,
apa itu masuk akal nis!? Mereka bukannya tidak
mampu, bukan kesulitan, mereka hanya tidak mau!!
Di luar sana masih banyak yang kesulitan mencari
makan!" ucap asep dengan emosi yang membludak.
Tertumpah sudah tekanan pikiran yang sejak lama
tertahan. lanjut dia berkata "mungkin tidak banyak
yang bisa kita perbuat sekarang. Tapi aku ingin kita
semua sadar bahwa kita masih dalam peperangan."
Mereka berdua terdiam. Nisa
memandang asep yang sedang menunduk.
terus "aku paham sep.." ucap nisa.
"maaf jika kata-kataku terdengar kasar. Aku hanya
merasa sangat asing di dunia ini. kenapa hanya
sedikit orang yang berpikir sepertiku? Ya sudah nis.
293 Terima kasih sudah mau mendengar ocehanku."
Ucap asep. "aku bangga padamu sep. teruskan perjuanganmu.
Aku pasti selalu mendukung." Ucap nisa.
"ini perjuangan kita nis. Bukan cuma aku. Semua
penghuni bangsa ini harus mulai bangun dan
berjuang kembali." Ucap asep.
"iya sep.. maksudku seperti itu." jawab nisa.
"generasi tua sudah sulit untuk diandalkan. Kita
siapkan kursi roda yang nyaman untuk mereka.
sekarang saatnya kita yang memimpin. Kita yang
punya kesadaran!" ucap asep.
"ya sudah sep, aku mau kembali ke kamar. Mungkin
aku juga butuh sedikit ketenangan, karena tiba-tiba
aku merasa bingung." Ucap nisa.
Nisa menjauh dari kamar asep. Dia masuk ke
dalam kamarnya. Merebahkan tubuhnya di atas
ranjang empuk, sedangkan pikirannya melayang. Dia
mendapat sesuatu yang sangat besar dalam hatinya
yang selama ini tertutupi, yaitu kesadaran akan
lingkungan sekitar yang lama dia lupakan.
*** Sehari setelah hari kemerdekaan. Esok pagi
Asep hendak pulang ke kampung, dia memikirkan
apa saja yang akan dia bawa besok pagi. Dia
294 berencana untuk tinggal bersama nenek dalam waktu
yang cukup lama. Dia masih bingung akan kuliah
atau bekerja. Asep membawa satu tas berisi baju, beberapa
buku dan tidak lupa buku catatannya. Dia
merapihkan kamarnya, berusaha agar memberi kesan
baik pada keluarga yang telah merawatnya. Setelah
semuanya beres, dia merebahkan dirinya diatas
ranjang. Namun dia mengeluarkan kembali buu
catatannya dari dalam tas, dia membaca semua isi
catatannya selama ini. dia ingat-ingat hal telah terjadi
kepadanya selama ini. "sudah banyak yang aku jalani di sini, besok aku
kembali pulang.. sudah banyak juga yang
terlewatkan olehku.. sudah beberapa bulan ini aku


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belum pulang.. nanti berapa lama ya aku di rumah..
aku tidak akan selamanya di sana. Aku masih ingin
belajar.." pikir asep.
Satu jam dia terus berpikir. segala macam hal
berputar di otaknya, hingga akhirnya dia merasa
sangat mengantuk. "tokkee.. tokkeee.." Baru saja dia akan menutup
matanya, suara si tokek muncul. Asep menyempatkan
diri untuk menyapa temannya itu.
"hai tokek.. bagaimana kabarmu? Besok aku pulang,
jaga kamarku yaa.. mungkin aku pulang cukup lama.
295 Ya udah lah aku ngantuk nih.. aku tidur duluan ah..
dah tokek..." Pikir asep.
Asep meletakkan begitu saja buku catatannya
di samping tubuhnya yang lelah. Baru beberapa
menit rasanya dia tertidur, tiba-tiba dia sudah
terbangun lagi di sebuah tempat yang sangat luas,
seperti tidak memiliki batas atau dinding. Tempat itu
berwarna putih, dia hanya berdiri sendiri disana.
Tidak lama kemudian muncul seorang lelaki
tua yang berjalan membungkuk, berbaju compangcamping, rambutnya sudah putih dan menyisakan
beberapa helai saja, matanya merah dan berair, kulit
wajahnya terlihat sangat kendur, tangannya bergetar
dan ujung jarinya meneteskan darah. sepertinya orang
tua itu sudah berumur ratusan tahun dan sangat
tersiksa. Asep ingin membantunya untuk berjalan
namun dia tidak dapat menggerakkan badannya, dia
tidak bisa apa-apa kecuali berkata dalam hatinya.
"Siapa orang tua ini? kasihan sekali dia." Ucap
asep. Tiba-tiba ada suara yang menjawab. "aku adalah
orang tuamu. Aku belum tua, aku tidak mau
mengalah padamu.. lihatlah tubuhku yang masih
kuat.. lihatlah mataku yang masih jeli.. lihatlah aku
yang masih gagah.. sejak kapan kau ada di depanku,
bukankah kau anakku? kembalilah kebelakangku,
kau tidak pantas berada di sini.."
296 Asep merasa heran dengan keadaan yang dia
alami. Baru saja dia merenungkan kata-kata orang tua
tersebut, si orang tua sudah berjalan lagi dan mulai
menjauh. Kemudian asep melihat lagi seseorang yang
mendekati dirinya, semakin dekat dan semakin dekat.
Kali ini seorang pemuda berbaju rapih dan berwajah
sangat bersih. Namun pemuda itu berjalan
membungkuk, dia mengelap ceceran darah yang tadi
menetes dari jari si orang tua. Asep merasa heran
dengan perbuatan anak tersebut. Dia pun kembali
berkata dalam hatinya. "siapa pemuda ini? apa yang dia lakukan? Kenapa
dia mengelap darah orang tua itu?" ucap asep.
Lagi-lagi ada suara yang menjawab. "kenapa engkau
tidak mengenali dirimu sendiri? Aku adalah engkau..
berapa lama lagi aku bisa mengejar orang tua itu?
aku lelah harus mengejarnya sambil mengelap
darah.. tidak, tidak bisa terus seperti ini.. sungguh
orang tua yang egois.. dia tidak pernah mau
mengerti kepedulianku."
Asep merasa bingung dengan jawaban
pemuda tersebut. Dia mencoba mencerna perkataan si
pemuda. Namun tiba-tiba pemuda itu pun mulai
berjalan kembali, dia menjauh dari asep.
Kemudian ada lagi yang mendekat. Ada
seorang anak laki-laki kecil, berumur sekitar 15
297 tahun, tidak memakai baju, berwajah tampan dan
bersinar. Namun anehnya, bocah itu berjalan
membungkuk dan tangannya menjuntai ke bawah.
asep makin bingung dengan keadaan yang dilihat dan
dialaminya. Kemudian suara asing itu kembali
berucap. "siapa lagi anak ini? wajahnya tampan, dia juga
sudah besar. Tapi apa yang dia lakukan? apakah dia
membungkuk? Ataukah dia merangkak? Kenapa dia
tidak berjalan dengan tegak? Kenapa pula dia tidak
memakai baju?" ucap asep.
Kemudian suara yang ada dalam hatinya kembali
menjawab. "hai ayah.. apa yang kau lakukan di sini?
Kenapa kau tidak berjalan di depanku? Lalu, apa itu
merangkak ayah? Apa itu membungkuk? Bukankah
aku sudah berjalan sepertimu?"
Asep sangat bingung karena mendapat
jawaban seperti itu. dia kebingungan dan tiba-tiba
anak itu pun melanjutkan perjalanannya. Ketika asep
merasa bingung, tiba-tiba terdengar suara tanpa
wujud sama sekali, dan suara itu sangat keras.
"bangun nak!" "Nenek!" asep berteriak.
Tiba-tiba asep terbangun dari tidur, ternyata
yang tadi terjadi padanya hanyalah sebuah mimpi.
Mimpi yang sangat tidak dia mengerti. Tanpa
298 menunggu lama, asep yang merasa bingung
kemudian meraih buku catatannya lalu menulis
mimpi itu. dia tulis sebisa mungkin yang dia ingat.
"mimpi apa itu.. hhmm, mungkin aku terlalu banyak
membaca buku.. nenek.. tadi itu nenek yang
memanggilku.. aku benar-benar rindu pada nenek.."
pikir asep. Jam menunjukkan pukul 3 dini hari, asep
memutuskan untuk shalat malam dan berdoa. Dia
meneruskan dengan membaca Al-Qur?an hingga
waktu shalat subuh tiba, dan pagi pun
menyambutnya. *** Pagi yang cerah menyambut asep. Jam 7 pagi
dia sudah siap untuk berangkat. Dia kemudian keluar
dari kamarnya dan pamitan kepada keluarga jalal
yang waktu itu sedang berkumpul di depan TV. Asep
membawa sepatunya keluar dari rumah lalu dia
kembali mengkampiri keluarga jalal.
"Abi! Ummi! asep pulang dulu." Ucap asep.
"kapan kamu kembali ke sini?" tanya kang jalal.
"aku kurang tahu, mungkin agak lama." Jawab asep.
Kang jalal menepuk pundak asep. "hati-hati di jalan
ya nak, titip salam buat nenek." ucap kang jalal.
299 "abi. ummi. terima kasih untuk selama ini. asep juga
minta maaf udah ngerepotin. insyaallah kita akan
ketemu lagi, semoga." Ucap asep.
Asep mencium tangan kedua orang tua itu, dia
sangat berterima kasih. Keluarga yang hangat yang
telah membantunya untuk tumbuh. Ada kesedihan
dalam diri asep karena harus berpisah, namun
memang ada hal yang lebih penting yang harus dia
lakukan. "kamu harus kembali ke sini, harus kuliah. jangan
malas!" ucap ibu nisa.
"iya ummi. Insyaallah asep kembali. Cuma belum tau
kapan." Ujar asep. "ya sudah, cek dulu barang-barangnya nak, takut ada
yang ketinggalan." Ucap ibu nisa.
"sudah asep cek berkali-kali. ya udah. Abi. ummi.
asep pamit. Ngomong-ngomong nisa di mana? Asep
belum pamit ke dia." Ucap asep.
"dia ada di kamar. Mungkin lagi tiduran." Ucap ibu
nisa. Asep meninggalkan ayah dan ibu nisa. Dia
menuju kamar nisa, mengetuk pintu kamar tersebut
dan pamit kepada nisa. "nis! nisa. aku pamit mau
pulang nis." Ucap asep dengan suara yang sedikit
keras. 300 Nisa terdiam tak menjawab, lalu tak lama kemudian
suaranya muncul "iya asep.. kalau mau pulang,
pulang aja.. hati-hati di jalan." Ucap nisa.
Asep kembali mengetuk pintu beberapa kali. "kamu
ga mau buka pintu dulu? Aku pulangnya lama loh "
ucap asep. "nggak sep! aku lagi ga bisa diganggu." Ucap nisa.
"ooh. ya udah. aku pulang ya. aku minta maaf kalau
aku punya salah, semoga aku bisa balik lagi ke sini."
Tutur asep. Nisa berkata dengan pelan namun tegas "kamu harus
balik lagi sep!" dia sangat sedih karena tidak mau
kehilangan teman nonton TV-nya, teman belajar,
teman mengobrol, teman satu rumah yang sangat
berharga. "yey maksa! gimana kalau kereta yang aku naikin
tabrakan?" asep terdiam sejenak, dia tertawa kecil
lalu melanjutkan kata-katanya "insyaallah aku balik
lagi. Jangan nakal kamu nis, harus hormat sama abi
dan ummi!" lanjut asep.
"iya pak ustad! ya udah pulang sana." Ucap nisa.
Setelaj itu Asep melangkahkan kakinya keluar
dari rumah tersebut. Di depan rumah dia berhenti
sejenak dan menatap kembali rumah itu.
301 "tidak terasa, tiga tahun aku tinggal di rumah ini.
sebenarnya aku senang tinggal di sini, tapi aku harus
kembali tinggal di kampung, di sana ada nenek.. aku
tidak sabar untuk cerita-cerita sama nenek..
banyaaak sekali yang akan ku ceritakan." pikir asep.
Di bagian lain rumah itu ada nisa yang sedang
bersedih. dia merasa sedih karena kehilangan
saudaranya. Mereka memang sudah seperti adik dan
kakak, sehingga nisa sangat merasakan sekali
perpisahan itu, terlebih lagi dia tidak tahu kapan asep
akan berkumpul kembali dengan keluarganya.
Asep menghela nafas dalam-dalam, menghirup wangi rumah tersebut. Kemudian dia
melangkahkan kakinya di pekarangan kecil rumah
itu. lalu dia menjauh, dia menjauh menuju perjalanan
panjang yang kembali dia tempuh. Dia bersabar
dalam sebuah angkot yang merayap dalam
kemacetan, tersenyum dalam kereta yang menyajikan
pemandangan alam. Berjam-jam dia lewati hingga tibalah dia
dipersimpangan jalan menuju desa. Ada pangkalan
ojek di sana, dia bergegas naik salah satu ojek.
Tersisa seorang tukang ojek, motornya pun sudah tua.
Akhirnya Berangkatlah asep menuju neneknya, di
atas sebuah motor, menutup matanya seakan
menghayati alam raya. "waaaw.. ademnyaaa.. selamat datang kembali
asep.. inilah rumah.. kali ini aku akan lama di sini..
302 nenek lagi apa ya? Dia pasti ga nyangka sekarang
aku pulang.." pikir asep.
Tinggal beberapa meter menuju rumah nenek.
Terdengar suara adzan berkumandang, asep bangun
dari lamunannya dan meminta agar tukang ojek itu
mempercepat motornya. Beberapa detik kemudian
tibalah dia di rumah lamanya, dia kembali menghirup
udara yang lama dia rindukan. Namun ada yang aneh,
lingkungan itu sangat sepi, tidak ada seorang pun di
jalan. Dia berjalan menuju rumahnya.
"assalamu ?alaikum nek, asep pulang nek!" ucap
asep. Asep sudah tidak sabar ingin bertemu dengan
neneknya. Namun pintu itu belum juga di buka, dia
tidak berani menerobos masuk pintu yang terkunci.
"kenapa nenek tidak membalas salam? apa dia
sedang ke kebun? Hhh.. kemana ya.. oh iya.. aku
tanya mang udin ah.." Pikir asep.
Asep berlari menuju rumah mang udin,
meninggalkan tasnya yang berat di depan rumah nek
minah. di rumah mang udin ada beberapa orang yang
sedang merokok di pekarangannya, dan ada lebih
banyak orang lagi yang di dalam rumah, namun
semuanya orang tua. 303 "ada apa ini? kok rame gini.. wah jangan-jangan
mang udin nikah nih.. hebat deh.. lagian dia udah
tua.. hihiihii.. nenek pasti ada di sini." pikir asep.
"Nenek.. nenek.. asep pulang nek.." teriak asep
sambil bergegas mendekat.
Tiba-tiba dari rumah itu ada seorang
perempuan yang menyambut asep. Semakin dekat,
dan makin jelaslah bahwa perempuan itu adalah
ibunya vita. Kali ini ibu vita memakai kerudung, itu
tidak seperti biasanya. Namun dia terlihat lebih rapih
dan cantik dengan kerudung itu.
Ibu vita menghampiri asep. "asep, kamu baru pulang
ya nak? main ke rumah tante yuk, ada vita loh, dia
nanyain kamu terus tuh." Ucap ibu vita.
"wah ada vita! alhamdulillah.. akhirnya bisa ketemu
juga, yes!" pikir asep.
Asep terdiam sejenak. Lalu berkata "beneran ada
vita? Waah! tapi aku lagi nyari nenek dulu, rumahku
dikunci. nanti aku pasti main ke vita!" Ucap asep.
"nak asep. aduh ibu bingung mau mulai dari mana."
Ujar ibu vita. "ada apa? Kok bingung?" tanya asep. Pandangan
asep melihat ke sekeliling rumah. Dia mencari sosok


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nenek yang dia rindukan. Pikirannya juga masih
menerka-nerka ada apa di rumah mang udin.
304 "ibu ga tahu harus ngomong gimana ke kamu." Ucap
ibu vita. Tiba-tiba sebuah keranda mayat dibopong
keluar dari rumah mang udin. Asep kaget melihat hal
itu, dia menanyakan hal itu kepada ibu vita. Asep
sangat kaget. Banyak hal yang berkecamuk dalam
otaknya, apa yang terjadi dengan guru ngajinya
tersebut. Mang udin yang selama ini membantu dia
dan neneknya, mang udin yang telah mengajari
banyak ilmu kepadanya. "siapa yang meninggal? Kenapa mang udin?!" tanya
asep dengan suara yang keras.
Ibu vita terdiam cukup lama. "itu.." ucap ibu vita.
Asep hendak berlari mengejar keranda mayat itu,
namun ibu vita menghentikannya. Dia menarik asep
agar tidak mendekat ke sana.
"itu siapa!?" asep berteriak keras sekali kepada ibu
vita. dia ingin segera tahu apa yang sebenarnya
tengah terjadi. Banyak hal yang berkecamuk dalam
hatinya. Ibu vita memegang kedua pundak asep yang tegap.
Lalu ibu vita berkata "itu nenek!" begitu pelan
namun menghancurkan seluruh kekuatan, melemahkan sekujur tubuh asep.
305 "nenek..! yang berbaring di sana itu nenek.. nenek..
ga mungkin nenek.. beberapa bulan lalu nenek masih
sehat.." pikir asep.
Asep semakin tidak terkendali. Dia membentak
dengan suara yang keras "jawab yang jujur! jangan
main-main!" Ibu vita menangis di hadapan asep. "ibu sudah jujur.
hanya itu yang bisa ibu katakan. sabarlah nak,
tenangkan dirimu." Ucap ibu vita. dia terus menangis
di hadapan asep. Dia mencoba menenangkan asep,
namun justru dia sendiri tidak dapat menahan
kesedihan yang memberontak di dalam hatinya.
Asep terdiam. Entah apa yang dia pikirkan,
terlalu rumit, terlalu sulit dipercaya, dia termenung.
Berdiri di jalan desa, kosong sudah pikirannya. Deru
angin sampaikan pesan kepiluan, menusuk pada
pendengaran yang lemah. lolongan hatinya menjauh
dan makin hilang, bersembunyi dari ramainya
sapaan. Tak peduli siapa tersenyum di depan, tak
peduli siapa memeluk dari belakang, asep telah
hanyut dalam kesedihannya. Tubuhnya terasa lemas,
kemudian asep kehilangan kesadaran. Dia jatuh
lunglai ke atas kerikil jalanan, tak mampu menahan
badai batin yang menerpa sangat kencang.
Beberapa jam kemudian asep sadar kembali,
Kemudian mang udin menghampirinya. "asep.. sudah
bangun nak. sabar yaa. ini takdir. kamu pasti paham
306 tentang itu. Kamu makan dulu ya nak!" ucap mang
udin. Asep tetap diam, dia tidak berbicara sepatah kata
pun. "Ya Allah.. cobaan macam apa yang kau berikan
padaku.. belum cukupkah kau ambil kedua orang
tuaku? Aku masih ingin bertemu dengan nenek..
kembalikan dia Ya Allah!" pikir asep.
"kenapa kamu diam nak? jawab pertanyaan mamang.
Mamang jadi takut kalau melihat kamu seperti ini.
ayo! mamang antar kamu ke makam nenek. Kita
doakan dia. kamu jangan terlalu bersedih." Ajak
mang udin. "nenek.. wahai nenek.. kenapa engkau pergi saat aku
ingin melihatmu bangga padaku. Aku lulus nek..
nilaiku bagus.. aku juga punya banyak cerita.. aku
belum percaya semua ini nyata.. aku ingin bangun
dari mimpi ini.. nenek.. panggil aku seperti tadi
malam.. seperti tadi malam nek! ..bangunkan aku
dari mimpi yang menyedihkan ini.. bangunkan aku
nek.." pikir asep. Mang udin kemudian membimbing langkah
asep, dia membawanya ke depan kuburan neneknya.
Secara perlahan asep mulai bisa tenang, dia mulai
menyadari bahwa neneknya telah benar-benar pergi.
Asep adalah seorang yang tidak mau larut dalam
kesedihan, namun cobaan kali ini memang sangatlah
307 berat. Seorang wanita yang merawatnya dari kecil,
ketika dia masih belajar bicara sampai dia besar
seperti sekarang, wanita itu telah berbaring di bawah
tanah. Terkubur raganya, terasingkan jiwanya dari
dunia. Mang udin melihat asep sangat tenang
berdiam diri di depan kubur, kemudian memutuskan
untuk pulang lebih dulu. Dia meninggalkan asep
sendirian di tanah kuburan neneknya yang masih
basah. terlihat beberapa kelopak bunga, sebuah nisan
menjulang di dekat kepala asep. nisan nek minah,
Nenek yang telah lama merawatnya.
"ya udah mamang pulang dulu ya sep, kamu jangan
terlalu bersedih! nenekmu disana pasti mendapat
tempat yang baik. nanti kamu pulang ke rumah
mamang aja ya. Kamu belum makan dari tadi siang.
mamang hawatir." Ucap mang udin.
Mang udin pun meninggalkan asep. Asep
terus meneteskan air mata meski bibirnya tak
berbicara, hatinya terus bergoncang meski tubuhnya
diam. Matahari hendak ditelan malam, senja
menyapanya dalam kesendirian, menumpahkan
merah sewarna darah ke tanah pekuburan.
"aku tidak boleh larut dalam kesedihan.. aku pasti
bisa melewati cobaan ini..aaaaarrgghh.. apakah aku
bisa.. sepertinya aku tidak bisaa.. aku tidak bisa.. ini
terlalu berat untuk ku hadapi.. apakah aku harus ikut
mati.. nenek.. aku tidak bisa nek.." pikir asep.
308 Hari semakin sore, gelap mulai menyapa.
Asep berjalan pulang, tubuhnya ingin terus melawan
kesedihan itu. ketika itu dia tidak langsung ke rumah
mang udin, dia kembali ke rumah nenek dulu untuk
mengambil tas yang tadi dia tinggalkan. Dia berusaha
untuk menenangkan dirinya dan perlahan menghapus
air matanya. Dia pun tiba di depan pintu rumah. Terlihat
pintu rumah yang sudah berlubang-lubang kecil
dimakan rayap. Gagangnya sudah hampir lepas
menjuntai ke bawah. Asep yang sedang menatap
pintu itu tiba-tiba menangis. Dia menangis lebih haru
dibanding sebelumnya. Dia tak kuasa menahan
kesedihan, ada ingatan masa lalu yang terbayang di
hadapan matanya, rumah itu membuatnya merasakan
sesuatu yang kini tiada. Rumah itu adalah
kebahagiaan yang pernah dia rasakan, dan kini
membuatnya sangat kesakitan.
Asep sama sekali tidak menyentuh tasnya, dia
sudah lupa akan tas itu. asep menyandarkan
keningnya ke daun pintu yang tertutup, menekuk
punggungnya hingga membungkuk. Sementara
matanya terus meneteskan air mata, dia
membiarkannya mengalir, mengalir dan tidak habishabis.
"neneeeek.. seandainya aku bisa.. aku ingin
menjerit.. aku pun ingin menyusulmu ke sana.." pikir
asep. 309 Bab 26 3 hari pertama Asep telah kehilangan neneknya. Mang udin
yang mendapati asep dalam keadaan buruk kemudian
membawa asep ke rumahnya. Mang udin
membiarkan asep merenungkan kenyataan yang ada
karena asep juga terlihat tenang baginya. dia yakin
orang seperti asep pasti akan cepat bangkit kembali.
Hari pertama asep lewati tanpa berbicara pada
seorang pun, dia masih tetap membisu. dia mengisi
do?anya dengan semua hal yang ingin dia katakan
kepada neneknya, dia berharap Tuhan menyampaikan
kata-katanya kepada nenek.
Hari ke-2 setelah kematian nenek. Asep
duduk di sebuah kamar di rumah mang udin,
sedangkan pikirannya melayang ke negeri yang tidak
dikenal. Dia masih belum berbicara, menutup rapat
mulutnya dengan segumpal pilu yang lengket. Asep
hanya berdiam diri dalam ruangan, ketika waktu
makan datang maka mang udin yang akan mengantar
sepiring nasi dan lauk kepada asep. Terkadang asep
memakannya, namun dia lebih sering tidak makan.
Mang udin masih menganggap wajar hal ini,
dia membiarkan asep mengobati dirinya sendiri, dia
yakin asep sudah dewasa. Namun mang udin terus
mengawasi asep, dia menjaga jangan sampai asep
berbuat sesuatu yang melebihi batas. Asep itu masih
310 seorang pemuda yang jiwanya labil, dia masih mudah
tergoncang. Mang udin juga sebenarnya sangat
bersedih, namun dia sudah mampu mengendalikan
dirinya. Hari ke-3 setelah kematian nenek. Asep
mengeluarkan suara pertamanya. Saat dia keluar dari
kamarnya, mang udin yang saat itu sedang berada di
ruang tengah. Mang udin sangat senang melihat asep
akhirnya bergerak. "mang aku pamit mau pulang."
Ucap asep. Mang udin bangun dari duduknya, dia menghampiri
asep yang sedang berjalan keluar rumah. "kamu mau
ke rumah nenek? Kenapa tidak di sini saja, di sana
kamu Cuma sendirian." ucap mang udin.
"ga apa-apa mang. aku sudah besar, aku juga ga mau
ngerepotin." Ucap asep dengan pelan.
"ya sudah kalau memang itu mau kamu. Tapi inget,
jaga diri dan tetep ibadah pada Allah. yang sabar ya
nak ya!" ucap mang udin. Dia lalu mengambil sebuah
kunci di atas meja kayu. Dia memberikan kunci itu
kepada asep. "iya mang." Asep berusaha menyembunyikan
kesedihannya, dia tidak mau merepotkan mang udin.
Dia pun akhirya kembali ke rumah nenek. Membawa
tasnya yang berisi baju dan buku, di sepanjang jalan
menuju rumah dia berusaha untuk tidak terlihat
murung. Meskipun dalam hatinya dia masih sangat
311 bersedih. Dan kesedihan kali ini akan sangat sulit
untuk dia hapuskan. Setelah dia sampai di depan rumah, dia
membuka pintu dengan sangat perlahan. Dia berdiri
sejenak, dan terlihat sangat ragu ketika
melangkahkan kakinya untuk masuk. Dia merasakan
sekali nostalgianya dengan sang rumah, saksi bisu
masa lalu, yang juga semakin rapuh dan berdebu.
Asep melangkahkan kakinya menuju kamar
nenek, dia kemudian duduk di atas ranjang,
mengusap kasur tipis itu dengan kedua tangannya.
Terasa sentuhan balasan yang sangat dingin, tercium
rasa kerinduan yang pedih. Kemudian dia
menjatuhkan tubuhnya ke ranjang, sehingga dia
tertidur menyamping, menatap kosong ke depan
hingga dia beristirahat di sana.
*** Keesokan harinya. Mang udin datang untuk
membawakan makanan, dia memanggil asep namun
asep sama sekali tidak menjawab. Mang udin
menganggap bahwa asep sedang tidur, kemudian dia
meninggalkan sebungkus makanan itu di depan pintu,
dia pun kembali pulang. Asep yang mendengar
panggilan mang udin tetap diam, dia masih tidak bisa
untuk menggerakkan lidahnya. Terasa berat baginya,
seperti ada kunci yang sulit untuk terbuka.
312 Tak lama setelah mang udin pergi. Ada
sesseorang yang kembali memanggil asep dari luar
rumah. "Asep! ini aku. buka pintunya sep! aku mau
ngobrol." Ucap orang tersebut.
"Itu vita.." pikir asep.
"Asep. jangan mengurung diri begini sep! aku mau
ketemu sama kamu sep." ucap vita.
"siapa yang kamu cari vit, di sini ga ada siapasiapa.." pikir asep.
Vita terdiam di depan pintu rumah. Dia terdiam
cukup lama menunggu jawaban dari asep. Lalu dia
kembali berkata "baik! kalau kamu memang lagi ga
mau ngobrol. Besok aku ke sini lagi. besok itu
terakhir aku di sini, lusa aku udah mulai kuliah di
kota." Ucap vita. "terserah kamu vit.." pikir asep.
*** Keesokan harinya. Asep mengeluarkan
barang-barang yang ada di tasnya. Dia mulai
merapihkan rumah, dia menyimpan bajunya ke dalam
lemari, dia mengeluarkan buku-buku

Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menyimpannya di atas meja. Kemudian dia melihat
buku catatannya. Dia terdiam lama melihat buku itu.
buku yang tidak sempat dibaca oleh neneknya. Asep
kemudian membuka lagi buku itu, dia mulai
membaca langkah awalnya ketika memulai buku itu.
313 namun yang muncul hanyalah kilasan-kilasan masa
lalu tentang neneknya. Buku itu sama sekali sudah
tidak berarti baginya. Tak lama kemudian vita kembali mengunjungi asep. Dia melihat bungkusan nasi yang
kemarin masih ada di depan pintu, tidak bergerak
sama sekali. "assalamu ?alaikum asep. kamu ada di
dalam kan? Aku mau ngobrol, buka sep pintunya!"
ucap vita dengan harapan kali ini asep akan
membalas panggilannya. "anak itu datang lagi.. mau apa sih dia!?" pikir
asep. Asep tidak menghiraukan vita, dia tetap diam.
Vita yang sangat ingin mengobrol dengan asep
kemudian mencari cara untuk masuk. Kemudian dia
mencoba masuk lewat pintu dapur. Dan ternyata
pintu itu memang tidak dikunci, mungkin asep belum
sempat masuk ke dapur atau memang lupa
menguncinya. Vita kemudian membuka tirai tiap kamar, hingga dia
menemukan asep yang sedang duduk bengong di
sebuah ranjang reyot, asep hanya diam menatap
kosong ke depan. Lalu vita membentak asep "jadi
begini kegiatan kamu sehari-hari!". Suaranya cukup
keras sehingga asep seketika itu juga menoleh
kepadanya. 314 Asep menatap vita, dia membalas ucapan vita dengan
bentakan yang labih keras "siapa suruh kamu
masuk!!" Vita terdiam cukup lama, matanya mulai berlinang
air mata. Siapa sangka seorang asep yang tadinya
lembut dan penuh semangat kini menjadi seorang
lelaki yang begitu kasar. Vita berteriak "dasar anak
kampung! Kamu boleh sedih, tapi jangan begini.
Kamu bahkan ga makan dari kemarin! Kamu mau
mati!" dia berusaha untuk tetap membentak asep
meski kata-katanya diselingi cegukan-cegukan kecil
tangisannya sendiri. "apa urusanmu!? Aku ga peduli mati!" jawab asep
dengan suara yang keras. Vita tersentak. dia terdiam cukup lama. Lalu dia
kembali berbicara "ya sudah lah. aku juga capek.
terserah kamu sep. aku kecewa sama kamu." Vita
berlari meninggalkan asep. Dia sepertinya benarbenar kecewa, dia tidak menyangka asep akan
memperlakukannya seperti itu. asep yang ini sangat
berbeda, dia tidak seperti dulu.
"jangan kembali lagi!" teriak asep.
Asep sangat kacau. dia kemudian melemparkan buku
catatannya keluar dari kamar. Entah kemana buku itu
melayang, dia sama sekali sudah tidak peduli. Masa
lalu itu sudah tidak lagi penting. Sudah tidak penting
lagi baginya membantu orang lain yang tidak peduli
315 pada dirinya sendiri. Sekarang asep hanya ingin
sendiri dan tidak diganggu oleh siapapun.
Bab 27 Hidup baru Bulan demi bulan asep lalui, tahun pun silih
berganti. kini asep hidup layaknya warga kampung
yang lain, berkebun dan memelihara ternak. dia
merawat kebun nenek yang di seberang sungai,
namun dia lebih banyak berdiam di rumah, merawat
kebun kecil dan ayamnya. Asep masih menyimpan kesedihan yang
mendalam, setiap satu bulan sekali dia pasti pergi ke
kuburan nenek untuk membersikannya. Dia masih
sering melihat bayangan nenek yang memeluknya,
dia masih berbicara kepada pohon cabai dan kodok
berharap mendapatkan jawaban kekosongan hariharinya, dia tidak mampu lepas dari kesedihan.
Di umurnya yang sudah mennyentuh usia dua
puluhan, rahangnya mulai ditumbuhi janggut tipis,
baju-bajunya mulai kusam, rumah yang ditinggali
sudah makin rusak, namun dia sama sekali tidak
peduli. Dia tetap hidup dengan segala yang ada
disekelilingnya, dia tidak merubah apapun yang ada
di rumah itu. 316 *** Asep sedang mencangkul di kebun kecil
samping rumah. Saat itu sangat sunyi, hanya suara
cangkul yang beradu dengan tanah dan beberapa ekor
burung walet yang menontonnya dari atas atap
rumah. tiba-tiba ada suara motor yang berhenti di
depan rumahnya. Setelah itu ada suara panggilan yang
terdengar tidak asing baginya, memanggilnya dengan
pelan. "Assalamu ?alaikum.. nak asep."
Asep menghentikan pekerjaannya. "wa ?alaikum
salam warahmatullah." Jawab asep. Asep meletakkan
cangkulnya, menghampiri orang tersebut lewat
samping rumah, melangkah pelan sambil mengusap
keringat dengan handuk kecil di tangan kirinya.
"abi!" sahut asep.
Kang jalal kaget melihat asep yang justru
muncul dari samping rumah, dia juga merasa asing
melihat asep. Asep terlihat sangat kumal, tidak
bercahaya seperti dulu. Wajahnya terlihat lebih tua
dari umurnya. Asep kemudian mempersilahkan kang jalal
untuk masuk. Dia mempersilahkan duduk dan
memberi kang jalal sepiring kecil goreng singkong
yang sudah dingin dan segelas air putih yang sedikit
berbau asap kayu bakar. Kang jalal sudah terlihat
317 lebih tua, di wajahnya mulai tergambar rona
kelemahan. "gimana kabar kamu sep?" tanya kang jalal.
"alhamdulillah baik abi. kalau abi?" ucap asep. Asep
duduk bersandar di dekat pintu kamarnya, sedangkan
kang jalal duduk di ruang tengah. Mereka mengobrol
berjauhan. "alhamdulillah baik juga. Maaf ya abi baru sempet
nengokin kamu. abi sibuk. kamu kenapa masih di
sini? kenapa tidak kuliah? Di sana nisa nungguin
kamu terus." Tutur kang jalal.
"aku sudah malas kuliah, ini hidupku yang baru."
Ucap asep. Kang jalal meneguk air dari gelas. Lalu berkata
"kamu mau terus seperti ini? kamu kemana kan ilmu
yang selama ini kamu dapat?"
"aku sudah tenang seperti ini, aku tidak butuh apaapa lagi." Ujar asep.
Kang jalal terdiam sejenak, dia menyandarkan
tubuhnya ke dinding rumah. "nenek pasti kecewa
sama kamu. jika dia melihatmu seperti ini, dia pasti
menangis. kamu mau tahu cerita tentang nenek?
Kamu pasti belum tahu masa mudanya?" ujar kang
jalal. "untuk apa abi? apa masih penting?" ucap asep.
318 "cukup dengarkan. Abi merasa harus menceritakan
ini." tutur kang jalal.
Bab 28 Aminah yang mulia Mungkin sekitar 33-an tahun yang lalu.
Waktu itu aku masih seorang anak kecil yang
berkeliaran di jalanan ibu kota. Tidak punya orang
tua yang jelas, aku mengemis kepada setiap orang
yang berbaju rapih. Hingga suatu ketika seorang
wanita muda memungutku dari jalanan dan
merawatku di rumahnya. Entah mengapa, saat itu
aku percaya saja padanya, aku yakin bahwa dia itu
bermaksud baik, kata-katanya lembut dan penuh
kasih sayang. Dia sangat baik, setiap hari aku diberi
nasihat, aku diberi makanan sehat, aku hidup
berkecukupan. Tahun demi tahun aku lewati
dengannya, aku makin kagum kepada dia. Dia yang
tidak pernah mengeluh meski tubuhnya sangat kecil,
dia terus bekerja. Dia mengajariku caranya bergaul,
belajar dari orang lain, berusaha, dan dia menjawab
semua pertanyaan yang aku berikan. Wanita itu
begitu pintar.. Sepertinya dia bekerja sebagai seorang
penulis, karena setiap hari dia pasti menulis. namun
319 aku tidak pernah tahu apa yang dia tulis, aku tidak
pernah membacanya, aku juga tidak tahu buku apa
saja yang sudah dia buat. Dia juga sering membaca,
bahkan sangat-sangat sering, dan dia juga
mengajariku membaca, itulah mungkin saat-saat
yang paling indah dalam hidupku.. ketika aku duduk
di hadapannya saat dia mengeja huruf demi huruf
untuk mengajariku. Dia hidup berdua denganku, hanya berdua.
yang aku tahu, dia itu tidak bersuami, aku tidak
pernah melihat seorang lelaki pun di rumah kami.
Aku terus tumbuh dalam bimbingannya, dia
mengajariku berdagang, dia mengajariku mengatur
uang. Saat itu umurku masih muda, mungkin sekitar
15 tahun, dia mengusirku dari rumah, dia
memasukkan aku ke sebuah pesantren. Aku sangat
sedih, namun aku terus belajar semampuku.
Beberapa bulan sekali aku akan mengunjunginya,
bercerita pengalamanku padanya, bertanya segala
hal yang mengganggu pikiranku.
Ketika umurku sudah lumayan dewasa,
sekitar 20 tahun. Dia mengatakan padaku bahwa dia
akan pindah ke desa, dia akan meninggalkan kota
untuk selamanya. Dia memberikan rumahnya ke
padaku, memberikan aku sejumlah uang untuk
membuka usaha. Dia sangat berharap agar aku bisa
berguna bagi lingkunganku, aku pun sangat ingin
320 membuatnya bangga. Namun ternyata yang ku
mampu hanya sebatas menjadi penjual kain.
Kemudian Dia pergi ke desa dengan seorang
anak bayi yang tidak ku tahu namanya, anak itu
bahkan belum bisa bicara. Entah kenapa dia
memutuskan untuk pindah, aku pun tidak tahu dan
tidak pernah mencari tahu. Aku tidak berani untuk
mengganggu keputusannya, meskipun saat itu aku
sedih. Ketika dia sudah pindah ke desa, Aku selalu
ingin mengunjunginya, namun dia seringkali
melarangku, dia melarangku untuk bertemu
dengannya, entah karena apa. Mungkin Cuma 2 atau
3 kali aku bertemu dengannya di kampung, itupun di
rumah pak RT. Di pertemuan terakhir itu dia berpesan
padaku. Bahwa kelak dia akan menyerahkan seorang
anak laki-laki kecil kepadaku, dia meminta aku agar
merawatnya, menjaganya, membimbingnya. Dia juga
telah menyiapkan biaya untuk pendidikan anak
tersebut, sepertinya dia sudah merencanakan itu
dengan rapih. Saat anak itu benar-benar diserahkan
padaku, aku sungguh takjub pada anak itu. Dia
sangat cepat belajar, dia cerdas, dia jarang
mengeluh, sepertinya wanita itu menurunkan semua
ilmunya pada anak kecil itu. Aku pun berusaha agar
321 anak itu tetap pada jalurnya, bersemangat dalam
belajar dan rajin beribadah.
Aku sangat kagum kepada wanita tersebut.
Dia sangat kuat, dia sangat sabar. Dia itu manusia
yang mulia di mataku, di hatiku, aku tidak
membayangkan apa jadinya diriku jika tidak ada dia,
aku pasti hanya jadi seonggok muntah di samping
tempat sampah. Saat yang paling membuatku sedih, ya..
benar.. itulah saat yang paling sedih dalam hidupku.
Waktu itu aku mendengar kabar bahwa dia
meninggal dunia. Aku sangat sedih, aku menangis
dalam do?aku. Seandainya saja waktu itu aku hanya
sendirian di rumah, aku pasti sudah meraung-raung
seperti bocah, dan nyatanya, aku memang menangis
sangat kencang dalam hatiku.
Dia itu sangat baik. Entah berapa kali harus
ku katakan, dia itu sangat baik, sangat-sangat baik.
Dia sekarang pasti sudah duduk di tempat yang
terbaik, penuh cahaya dan wewangian. Aku pun
sudah membuang kesedihanku, aku tidak egois, dia
memang akan lebih bahagia di sana, aku yakin. Dia
sudah lelah dengan dunia, dia pasti merasa asing
dengan dunia ini, dunia yang menyisakan sedikit
cahaya. Di hadapanku sekarang, sedang duduk


Ikro Karya Reza Nufa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang anak yang jadi harapannya di dunia. Wanita
itu sangat ingin agar anak ini menjadi orang yang
322 berguna, agar anak ini tidak hanyut dalam
kesenangan ataupun kesedihan, agar anak ini
berguna bagi orang lain. Dia ingin anak ini menjadi
cahaya bagi dunia, bagi bangsa ini khususnya. Dia
ingin agar anak ini meneruskan kerja kerasnya,
bahkan ingin agar anak ini lebih baik dari dia.
Aku tahu, karena aku pernah jadi anaknya..
Itulah dia, Dia itu ibuku, namanya aminah.
aminah yang mulia.. Kang jalal menyudahi ceritanya, kemudian
menghapus air mata di pipinya. Tak jauh dari kang
jalal ada asep yang sedang menangis. Dia menangis
tersedu-sedu, tangisan yang sangat haru, bahkan akan
membuat orang yang melihatnya ikut bersedih.
Tangisan itu menguras hatinya yang tenggelam,
mengeluarkan air mata yang sudah lama memelihara
duri-duri tajam. Segala jenis rasa berkecamuk dalam
dirinya, dia berusaha untuk bangkit, bangkit yang
benar-benar bangkit. "nenek.. maafkan aku.. atas kebodohan.. yang telah
aku perbuat.. maaf.." ucap asep dengan suara yang
lirih. Asep berusaha menghentikan tangisannya.
Sementara itu dalam hatinya ada rasa bangga
bercampur sedih tentang sang nenek. Dia tidak
menyangka bahwa neneknya lebih baik dari
perkiraannya selama ini. dia tidak menyangka bahwa
nenek punya harapan yang besar terhadap dirinya.
323 Asep lalu bertanya kepada kang jalal "abi. Siapa
ibuku?" Kang jalal terdiam sejenak, lalu menjawab "abi tidak
tahu pasti siapa ibumu. Dulu nenek pernah cerita
bahwa kamu itu diambil dari jalanan juga, sama
seperti abi." Ketika asep sedang merenungi
kehidupannya, kang jalal kembali berbicara "nak, ada
beberapa hal lagi yang ingin abi katakan." Ucap kang
jalal. Asep menghapus air matanya. "apa itu abi?" tanya
asep. "sebenarnya ada dua hal yang ingin abi katakan."
Kang jalal terdiam sejenak. Lalu melanjutkan
perkataannya "yang pertama. Ketika nenek pindah ke
desa, dia menitipkan sejumlah uang kepada abi. Uang
itu untuk kamu nak, untuk biaya hidup kamu." Ucap
kang jalal. Lalu kang jalal menyodorkan sebuah kartu
ATM. "di dalam tabungan itu mungkin masih ada
uang sekitar 15 juta. Itu uangmu. Gunakan sebaik
mungkin." Tutur kang jalal.
"abi serius? Uang nenek sebanyak itu?" tanya asep
tidak percaya. Nenek yang selama ini hidup dalam
keterbatasan, ternyata telah membuat rencana
untuknya. Nek minah telah mempersiapkan segala
sesuatunya untuk asep, sulit bagi asep untuk
menerima kenyataan yang penuh kejutan itu.
324 "iya, itu uangmu nak! Tadinya uang itu untuk biaya
sekolah dan kuliah. Tapi sekarang itu terserah kamu.
Abi yakin kamu sudah tahu apa yang terbaik
untukmu." ucap kang jalal. Lalu kang jalal kembali
berkata "dan hal yang ke-dua adalah. Abi ingin
bertanya padamu nak. apakah kamu mau menikah
dengan nisa? Dia sudah dewasa dan sangat patuh
pada agama. Dia menyerahkan masalah pendamping
hidupnya kepada abi. karena itu abi tidak mau anak
kesayangan abi jatuh ke orang yang salah." Tutur
kang jalal. Asep sangat terkejut mendengar perkataan kang jalal.
Begitu tiba-tiba. dia terdiam cukup lama. "apa abi
tidak salah bicara? Abi.. Nisa itu sudah seperti
saudaraku sendiri." Ucap asep.
"Pikirkanlah dulu! Ini nomer abi! Disitu juga ada
nomer pin ATM yang tadi. Tenang saja nak, tidak
usah terburu-buru. Pikirkan ini baik-baik." ucap kang
jalal seraya menyerahkan secarik kertas berisi nomer
telepon dan nomer pin ATM. Lalu dia melanjutkan
perkataannya "berpikirlah dengan matang! Abi tidak
memaksa, itu hanya tawaran. Toh jodoh sudah ada
ditentukan oleh Allah." ucap kang jalal.
"aku bukanlah orang yang pintar dalam hal agama.
Dan aku tidak mungkin menikahi seorang yang sudah
seperti saudariku sendiri.. ini tidak mungkin. Tapi
akan kemana aku setelah ini, akan kemana aku
melangkah? Apa lagi yang akan aku cari dalam
hidup ini?" Pikir asep.
325 "abi.. Aku pikir-pikir dulu, sekarang aku masih
bingung." Jawab asep.
"baiklah. Abi tunggu kabarnya ya nak. Ya sudah abi
hendak pulang lagi ya nak. Di jakarta abi sedang
sibuk." Ujar kang jalal.
Kang jalal pun akhirnya kembali ke jakarta.
Meninggalkan asep yang baru saja sadar dari penjara
kesedihan. Bab 29 Yang terlewatkan Pagi hadir dengan cerah. Asep bangun dengan
semangat baru yang tertanam dalam dirinya. Telah
lama dia kehilangan senyumnya, pagi ini dia
menemukan kembali senyum itu. senyum yang dulu
pernah hilang di balik sebuah kesedihan. kesedihan
yang menenggelamkannya ke arus yang dalam.
sekarang dia tengah mencoba menemukan kembali
jalan hidupnya. "apa yang harus aku lakukan sekarang? Terlalu
banyak yang sudah terlewat dan terlupakan. Dari
mana akan ku mulai lagi hidup ini? ...iya.. aku ingat..
dulu aku adalah seorang pemuda yang berusaha
menjadi berguna. Itu yang nenek inginkan.. itu juga
yang memang harus aku lakukan sebagai manusia..
326 namun bagaimana caranya aku bisa jadi berguna
jika aku terus seperti ini? hhh.. terlalu banyak orang
yeng kesulitan di lingkunganku ini. sepertinya aku
harus benar-benar menjadi orang yang pintar agar
mampu mengangkat orang lain dari lumpur
kebodohan. Sepertinya aku harus menjadi orang
yang kaya agar mampu melepaskan orang lain dari
jerat kemiskinan. Dan aku yakin! aku harus menjadi
orang kaya yang pintar agar mampu menyelesaikan
permasalahan itu dengan benar." Pikir asep.
Asep mengambil kartu ATM yang diberikan oleh
kang jalal. "apa yang bisa aku lakukan dengan uang ini? oiya!
Buku catatanku!" pikir asep.
Asep mengambil koper nek minah
berada di kolong ranjang. Seingatnya dia
memasukkan buku cacatan itu ke dalam
tersebut, namun dia lupa. Kala itu dia
melemparkan buku itu keluar rumah.
yang telah koper telah Asep membuka koper itu dan mengeluarkan
semua isinya. Ada banyak buku-buku besar yang
sudah berdebu dan berlubang, namun buku
catatannya tidak ada sama sekali.
"hhh.. buku catatan itu tidak ada.. entahlah, mungkin
aku lupa menyimpannya. Sudah terlalu lama aku
membiarkan diri ini hilang kesadaran.. terlalu lama
aku melupakan duniaku sendiri.." pikir asep.
327 asep termenung di atas ranjang nek minah. Dia
terdiam cukup lama, mengingat-ingat kembali masa
lalu yang belum cukup lama, namun masa lalu itu
sudah terkubur sangat dalam di dalam pikirannya.
"..vita, bagaimana kabarnya? Mungkinkah dia sudah
menikah dan punya keluarga yang bahagia. Imam, di
mana dia? rumahnya dekat tapi aku sudah lama
tidak menjumpainya.. apakah dia masih ada di
rumahnya? Hhh.. betapa bodoh diri ini! kenapa aku
bisa bodoh seperti ini.. aaarrgh.. aku harus
memperbaiki ini semua.. banyak pekerjaan yang
harus ku lakukan.. di jakarta ada abi sudah
menunggu kabar dariku.. apa aku pergi saja ke
jakarta, menikah dengan nisa, aku catat lagi segala
permasalahan lingkunganku, lalu aku selesaikan
semampuku.." Asep berpikir sambil merapihkan buku-buku yang
tadi dia keluarkan dari koper.
"..aku akan membuka sebuah toko buku di sana.. aku
bisa mencari uang sambil terus belajar dan
mendapat ilmu.. aku juga bisa mengajari beberapa
anak jalanan untuk membaca.. suatu saat nanti aku
pasti menjadi orang yang benar-benar kuat dan bisa
berbuat banyak! ..aku sudah terlalu tua untuk kuliah..
..pasti tidak harus menjadi seorang presiden jika
ingin membuat perubahan.. sekarang pun aku bisa!
iya aku yakin tentang hal itu.. sekarang pun aku bisa
membuat perubahan!" pikir asep.
328 Asep bangkit dari duduknya. Dia mengambil tas,
memasukkan beberapa buah baju yang masih layak
pakai, dan dia merapihkan dirinya. Dia telah siap
untuk kembali ke jakarta. Meneruskan tujuan hidup
yang selama ini terlupakan. Dia rapihkan rumah ne
minah, karena akan dia tinggalkan untuk waktu yang
lama. Setelah itu dia mulai melangkahkan kakinya keuar
dari rumah. Dia tatap rumah itu dari jalan desa.
Cukup lama dia berdiri di sana, menatap dengan
senyum harapan untuk menjejakkan lagi kakinya
menuju kehidupan. "aku harus pergi ke rumah imam dan vita dulu..
harus memperbaiki hubungan yang sempat terputus..
iya, bagaimana pun mereka itu adalah teman.. hhh..
sudah seperti apa ya mereka?" Pikir asep.
*** "Assalamu ?alaikum.." salam asep. Dia berdiri di
depan rumah imam. Rumah yang telah banyak
berubah. Rumahnya lebih bagus, ada pekarangan
yang rapih dengan bunga-bunga kecil yang berwarnawarni. Asep merasa asing dengan rumah itu, namun
dia yakin bahwa itu adalah rumah imam.
"wa ?alaikum salam." Jawab seseorang di dalam
rumah. 329 Tak lama kemudian ada seorang wanita membuka
pintu. Wanita itu adalah ibu imam, asep masih
mengingat wajahnya dengan jelas.
"imamnya ada bu?" tanya asep.
"imam baru saja berangkat kerja ke kebun teh. Sore
nanti dia baru pulang. Ke mana saja kamu sep? baru
kelihatan lagi?" ucap ibu imam.
"saya di rumah aja kok.. ya sudah, terima kasih ya
bu. Saya susul dia ke kebun teh deh." Ucap asep.
"ke sana saja. Sekarang imam sudah jadi mandor
kebun, jadi tidak terlalu sibuk." Ucap ibu imam.
"mandor? ..alhamdulillah.. ternyata imam jadi
mandor kebun. Kalau tidak salah memang itulah
cita-citanya.. hmm.. dia berhasil!" pikir asep.
Asep melanjutkan kembali langkahnya. Kali ini dia
menuju rumah vita. dia sangat berharap vita ada di
rumah. Berharap dia bisa mengobrol dan meminta
maaf karena pernah berlaku kasar kepada vita.
*** "assalamu ?alaikum.." salam asep. Dia berdiri di
depan rumah vita. berbeda dengan rumah imam yang
rapih dan lebih baik. Rumah vita justru terlihat tidak
terawat. Rumput-rumput di halaman depan terlihat
sudah lebat. Tidak ada bunga dan kupu-kupu yang
330 dulu sering terlihat. Kini suasananya berubah menjadi
sangat dingin. "wa ?alaikum salam.." jawab ibu vita dari dalam
rumah. Setelah itu pintu mulai terbuka. Terbuka
dengan sangat perlahan, seakan pintu itu begitu berat
untuk digerakkan. Mulai terlihat sosok ibu vita.
wajahnya kehilangan cahaya, dia terllihat begitu
Frankenstein 3 Pendekar Rajawali Sakti 10 Pengantin Berdarah Api Di Bukit Menoreh 4

Cari Blog Ini