Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 5
berkeliaran! Mukanya kurus penuh keriput menandakan usia tua, tapi
rambutnya yang panjang itu masih hitam mulus.
Ia tiduran di jalan kecil itu hingga samasekali menghalangi
jalan yang hendak dilewati kedua pertapa.
Melihat si jembel itu, Keng Kong Tosu membentak,
"Hei, pengemis tua! Pergilah jangan menghalangi jalan kami."
Mendengar bentakan ini, pengemis jembel itu memalingkan
mukanya yang tadi sebagian tertutup tangan dan lengannya, dan
terkejutlah Keng Kong Tosu melihat wajah itu, karena benar-benar
menyerupai setan! Matanya lebar memandangnya dan sepasang mata
itu berputar-putar aneh mengerikan, sedangkan mulutnya yang
berbibir merah sekali itu menyeringai menakutkan. Ini bukanlah
wajah seorang biasa yang sehat!
Kwi Kai Tosu dapa menduga bahwa jembel tua yang tinggi besar
itu tentu berotak miring, karena sinar mata orang waras tidak
demikian! Maka ia mencegah Keng Kong Tosu mengganggu orang itu
lebih jauh. "Kita lompati saja dia!" katanya
Tapi kata-katanya ini bahkan membuat orang gila itu menjadi
marah, walaupun ia sama sekali tidak bergerak untuk bangun, hanya
tubuhnya yang tadinya miring kini menjadi telentang memandang ke
langit dengan matanya yang merah jelalatan. Bibirnya masih tetap
menyeringai, tapi sama sekali ia tidak melihat kepada dua tosu itu.
Kini tangan kanannya mengambil batu-batu kecil dan ia bawa batubatu itu di depan matanya, dipandangi sambil tertawa ha-ha hi-hi,
lalu batu-batu itu diciuminya!
Kwi Kai Hoatsu tertawa geli dan berkata, "Kau tidak mau pergi,
baiklah, kami pergi!" Ia lalu menggerakkan tubuh hendak meloncati
gembel gila itu. Tapi tiba-tiba si jembel menggerakkan kakinya yang panjang
dan ia melonjorkan kedua kakinya ke udara sambil tertawa ha-ha hihi! Gerakan ini seperti tidak disengaja, tapi kebetulan sekali ujung
kakinya bergerak sedemikian rupa merupakan tendangan-tendangan
mau kea rah perut dan dada Kwi Kai Hoatsu yang sedang meloncat,
hingga pendeta itu terkejut sekali lalu meloncat kembali ke tempat
semula! Ia hendak marah, tapi melihat betapa si jembel itu
mempermainkan kedua kakinya ke atas bagaikanlaku seorang kanakkanak sambil tertawa, ia mengurungkan marahnya karena tahu bahwa
orang gila itu tidak sengaja menggunakan kaki untuk menghalanghalanginya ketika meloncat tadi. Setelah memandang kepada Keng
Kong Tosu sambil tersenyum untuk menghilangkan kekesalan hatinya,
Kwi Kai Hoatsu kembali meloncat, kini tinggi sekali agar jangan
sampai melanggar kedua kaki orang gilaitu.
Tapi tiba-tiba orang gila itu berseru girang, "Ada burung
besar! Ada burung besar! Suaranya serak dan besar sekali, sedangkan
tangannya lalu melempar batu-batu kecl itu ke atas!
Kwi Kai Hoatsu yang sedang melayang diatas terkejut sekali
karena batu-batu kecil itu menyambar ke arah jalan-jalan darah di
kedua kaki dan kedua pundaknya! Cepat sekali ia poksai
berjumpalitan untuk menghindarkan batu-batu itu dan kembali
meloncat turun di sebelah Keng Kong Tosu. Kini wajahnya berubah
merah dan ia marah sekali karena tahu bahwa orang gila itu sengaja
mempermainkannya. "Bangsat gila, bangun kau!" Bentaknya, tapi orang gila itu
tidak mengindahkannya dan tertawa ha-ha hi-hi sambil bergulingan
di atas tanah. "Coba lihat, kau mau bangun tidak!" kata Kwi Kai Hoatsu sambil
menggunakan ujung kaki mengorek-ngorek tanah hingga debu tebal
mengepul ke arah muka dan tubuh, orang gila itu tetap tidak mau
bangun dan membiarkan muka dan tubuhnya berleporan debu tebal dan
kotor. Tiba-tiba kedua mata yang merah dari si jembel itu memandang
ke arah sepasang pedang Pek Liong Pokiam dan Ouw Liong Pokiam
yang dipegang oleh kedua tosu itu, dan matanya memancarkan sinar
yang ganjil dan terkejut. Sejak melihat kedua pedang itu, ia tidak
mau melepaskan pandangan matanya dari kedua pedang itu lagi.
Kemudian ia bangun berdiri dan tubuhnya benar-benar tinggi besar
hingga kedua tosu itu hanya sampai dibawah lehernya. Urat-urat di
tubuhnya melingkar-lingkar bagaikan belut dan rambutnya yang
panjang terurai ke depan dan belakang. Sungguh ia mengerikan
sekali. "Kau manusia kurang ajar! Siapakah kau yang berani
mengganggu kami?" Kwi Kai Hoatsu menahan napsu marahnya dan
bertanya, karena ia kuatir kalau-kalau orang ini adalah tokoh
kang-ouw yang ternama dan tidak ia kenal.
Si gila itu tertawa bekakakan."Aku siapa! Siapa aku. Coba kau
katakan aku siapa? Aku sendiri sering bertanya-tanya siapakah aku
ini! Aku adalah aku dan habis perkara. Kau sudah tahu bahwa aku
ini aku, mengapa pakai bertanya-tanya lagi?" Dan ia lalu tertawa
ha-ha hi-hi tak karuan. Kwi Kai Hoatsu dan Keng Kong Tosu kini percaya betul bahwa
mereka sedang menghadapi orang gila.
"Kau pergilah dan jangan mengganggu kami. Ketahuilah, aku
adalah Kwi Kai Hoatsu dan tidak boleh dibuat permainan. Kau
pergilah!" Suara Kwi Kai Hoatsu berpengaruh sekali ketika ia
memerintah ini. Aneh sekali, tiba-tiba sikap si gila itu menjadi penurut. Ia
menundukkan kepala sebagai seorang kanak-kanak yang ketakutan
sekali mendengar perintah ini, lalu keluar jawaban dari mulutnya,
"Aku tidak kenal segala Hoatsu, tapi baiklah aku akan pergi, jangan
kau ganggu aku. Tapi. tapi. kedua pedang itu. berikan padaku!"
"Kurang ajar! Pedang ini pedang kami, kau tidak boleh
memintanya!" "Bohong!" tiba-tiba terdengar teriakan Sin Wan yang sementara
itu sudah datang mendeka. "Pedang itu pedang kami yang mereka
rampas!" Orang gila itu tertawa keras. "Nah, nah! Kalau begitu harus
dikembalikan kepada orang-orang muda ini. Kembalikanlah dulu,
nanti aku pergi!" Ia mendesak Kwi Kai Hoatsu yang kini sudah habis
sabarnya lagi. Ia maju dan mengirim pukulan keras ke dada orang
gila itu untuk mendorongnya ke pinggir. Pukulan itu mengenai dada
si gila dengan tepat sekali, tapi aneh sekali, si otak miring itu
tidak roboh, bahkan menyeringai sambil berkata berkalikali,"Jangan pukul aku. jangan pukul aku..!" kemudian terdengar
pula suara ketawanya yang menggema di hutan itu.
Bukan main terkejutnya Kwi Kai Hoatsu. Dorongnya tadi
sedikitnya mengandung tenaga lima ratus kati, tapi si gila itu
tidak terpental bahkan sedikitpun tidak memperlihatkan rasa sakit!
Juga Keng Kong Tosu dan kedua anak muda yang berdiri di situ
menjadi bengong terheran.
"Kau ingin mampus!" teriak Kwi Kai Hoatsu yang segera
mengayun hudtimnya menyambar ke arah leher si gila itu. Ujung
hudtim itu menotok ke arah leher dan tepat mengenai jalan darah,
tapi lagi-lagi Kwi Kai Hoatsu terkejut sampai pucat mukanya,
karena jangankan roboh, berkejab mata juga tidak si gila yang aneh
itu. Hanya kali ini ia memandang Kwi Kai Hoatsu dengan mata heran
dan berkata,"Kenapa berkali-kali kau pukul aku?"
Kwi Kai Hoatsu tidak menjawab, tapi dengan gemas sekali lalu
pencet tekanan di gagang hudtimnya dan dari tengah bulu hudtim itu
melayang keluar tujuh buah jarum kecil yang menyambar ke arah
leher dan dada si gila! Giok Ciu hampir berteriak ngeri karena
merasa bahwa kali ini si gila pasti akan mampus! Juga Sin Wan
merasa kuatir sekali. Tapi si jembel gila itu tidak menjadi gugup. Ia moncongkan
bibirnya yang merah seperti darah itu lalu meniup dan sekalian
jarum-jarum kecil yang terkenal kelihaiannya itu runtuh ke bawah
semua tak berdaya! Kini Kwi Kai Hoatsu benar-benar terkejut dan maklum bahwa
gila atau tidak, orang tinggi besar di depan ini bukanlah sembarang
orang dan memiliki ilmu yang tinggi! Ia lalu berkemak-kemik dan
menggunakan ilmu sihirnya, karena tak mungkin orang ini dapat
bertahan menghadapi ilmu hoatlek. Setelah tenaganya terkumpul, ia
menggerakkan kedua tangan ke depan dan dengan suara yang sangat
berpengaruh ia membentak,"Kau rebahlah!"
Si jembel itu cepat membarengi bentakan Kwi Kai Hoatsu dan
berseru lebih keras lagi dengan suaranya yag serak dan besar, "Mari
kita sama-sama rebah!" dan aneh sekali Kwi Kai Hoatsu tak dapat
mempertahankan tenaga gaib yang memaksanya untuk menggulingkan
diri, hingga lalu rebah di tanah!
Kwi Kai Hoatsu jengkel dan marah mendengar betapa Sin Wan
dan Giok Ciu terkekeh melihat pemandangan lucu itu, bahkan Keng
Kong Tosu sendiri yang menganggap kawannya sedang main gila,
berkata, "Suheng, apa penyakit otak si gila itu menular padamu?"
Tapi Kwi Kai Hoatsu juga berbareng merasa terkejut dan jerih,
karena entah dengan ilmu apa, si gila telah berhasil menampar
kembali tenaga gaibnya hingga senjata makan tuan! Melihat Kwi Kai
Hoatsu bangun si gila juga ikut bangun sambil tertawa menyeringai.
"Sobat, sebenarnya kau siapakah dan apa maksudmu menggangu
kami?" Kwi Kai Hoatsu bertanya,
"Kau sudah tahu, aku ya aku, dan siapa menganggu kalian?
Kaulah yang mengganggu mereka, maka pulangkanlah pedang mereka
itu!" "Kau sungguh keterlaluan!" Keng Kong Tosu membentak marah dan
ia lalu menggerakkan pedang pendeknya untuk menyerang. Tapi tibatiba ia terkejut sekali karena sekali berkelebat saja si gila itu
telah lenyap dari pandangannya dan tahu-tahu suara ketawanya
yang ha-ha hi-hi telah terdengar di belakang telinganya! Ia
membalikkan tubuh dan menyerang lagi bertubi-tubi, tapi sia-sia,
karena gerakan si gila yang tak teratur itu sungguh cepat sekali
dan membingungkannya. Jilid VIII Melihat kawannya dipermainkan, Kwi Kai Hoatsu juga lalu
menggerakkan tongkat dan kebutan hudtimnya untuk menyerang,
hingga sebentar saja orang gila itu dikeroyok oleh kedua tosu yang
bersenjata dan lihai itu. Tapi kesudahannya sungguh-sungguh
membuat Sin Wan dan Giok Ciu diam-diam dan tak terasa saling
berpegangan tangan dan menahan napas! Dengan tangan kosong,orang
gila itu melayani kedua tosu itu dan saban saban ada kesempatan, ia
menggunakan kedua telapak tangannya yang kotor dan bau itu untuk
diusapkan di muka kedua lawannya, hingga setelah kena diusap
beberapa kali, muka Kwi Kai Hoatsu dan Kang Keng Tosu menjadi
kotor dan hitam! Tentu saja perbuatan si gila ini tampak lucu sekali
dan merupakan hal yang sangat menghina kedua tokoh itu.
Ah,kalau saja ada kawan-kawan mereka melihat hal ini, alangkah
akan malunya! Dipermainkan sedemikian rupa oleh seorang gila yang
bertangan kosong, sedangkan mereka mengeroyok berdua!
Sebaliknya Sin Wan dan Giok Ciu merasa kagum karena tak
mereka sangka di dunia ini banyak sekali orang-orang pandai.
Mereka taksir bahwa kepandaian orang yang seperti gila itu
setidak-tidaknya setingkat dengan kepandaian guru mereka, Bu Beng
Sianjin! Maka timbul harapan di dalam hati mereka, karena agaknya
orang gila itu membantu mereka untuk merampas kembali kedua
pokiam mereka. Sementara itu, karena makin lama makin sering tangan si gila
itu mengusap muka mereka, Kwi Kai Hoatsu dan Keng Kong Tosu merasa
geli dan ngeri. Kalau saja si gila ini bermaksud jahat, tentu sudah
tadi-tadi mereka menjadi mayat! Maka mereka lalu meloncat pergi
dengan maksud kabur. Tapi alangkah terkejut mereka ketika tahutahu si gila telah menghadang di depan pula!
"Sebenarnya kau mau apakah?" teriak Kwi Kai Hoatsu dengan
gemas sekali. "Pedang mereka.. pedang mereka.. kembalikan!" kata si gila
sambil melanjutkan gerakan-gerakan silatnya yang luar biasa
anehnya dan yang selama hidupnya belum pernah dilihat oleh kedua
tosu itu. "Kau mau pedang ini? Nah, terimalah!" Kwi Kai Hoatsu lalu
sambitkan Pek Liong Pokiam ke arah si gila itu yang disambut
dengan mudahnya oleh orang gembel itu. Juga Keng Kong Tosu lalu
sambitkan Ouw Liong Pokiam ke arah lawannya. Kini si gila itu
menggunakan Pek Liong Pokiam untuk menerima luncuran Ouw Liong
Pokiam. Ketika pedang hitam itu meluncur dan hendak menancap di
dadanya, ia menggunakan pedang putih untuk menempel pedang hitam
hingga kedua pedang menempel lalu diputar sedemikian rupa dengan
cepat sekali hingga pedang hitam terputar-putar di sekeliling
pedang putih dengan ujung saling tempel!
"Bukankah itu gerakan Naga Sakti Putar Ekor yang diajarkan
oleh suhu?" Tiba-tiba Giok Ciu berbisik sambil menekan tangan Sin
Wan. "Memang betul, agaknya orang itupun kenal ilmu silat kita.
Mari kita hampiri dia."
Si Gila itu masih memutar-mutar pedang itu ketika Sin Wan dan
Giok Ciu tiba di situ dan kedua anak muda itu tanpa ragu-ragu lagi
lalu menjatuhkan diri berlutut di depan orang itu. Si gila sambil
memutar-mutar pedang melihat kea rah depan di mana Kwi Kai Hoatsu
dan Keng Kong Tosu berlari-lari cepat meninggalkan orang yang
aneh dan membuat mereka jerih dan ketakutan itu, karena selama
hidup belum pernah mereka bertemu denga orang yang seaneh dan
sehebat itu kepandaiannya! Mereka merasa beruntung tidak terbunuh
olehnya. "Mereka itu kutu-kutu busuk!" si gila berkata berulang-ulang.
Kemudian ia melihat kedua anak muda yang berlutut di depannya,
maka iapun berlutut dan melihat-lihat tanah di depan Sin Wan dan
Giok Ciu. "Eh, eh, kalian sedang mencari apakah? Apa sedang mengintai
jangkerik?" maka iapun lalu mencari-cari dan menyingkap-nyingkap
rumput di situ! Sin Wan dan Giok Ciu saling melirik.
"Locianpwe, teecu berdua menghaturkan banyak-banyak terima
Kasih atas pertolongan locianpwe kepada kami," kata Sin Wan dengan
suara menghormat. Orang aneh itu bangun berdiri dan sekali sentak dengan
sebelah tangannya, tubuh Sin Wan terangkat naik hingga anak muda
itu terpaksa berdiri."Kau berdirilah, tak enak bicara sambil
berlutut!"katanya kepada Giok Ciu yang segera berdiri. Mereka
berdua berdiri dengan sikap hormat sekali.
"Siapakah yang tolong siapa? Mereka merampas pedangmu dan
aku ambilkan itu dari mereka untukmu!"
"Locianpwe sudilah kiranya memberitahukan teecu berdua nama
yang mulia dari locianpwe agar teecu berdua tak mudah melupakan
budi locianpwe ini."
"Bicaramu sulit dimengerti," kata si gila setelah memeras otak
memikir-mikir untuk memahami kata-kata Sin Wan."Namaku ya aku,
dannama kalian siapa akupun tak perlu tahu. Nah, ini terima
pedangmu!" Dengan tak acuh ia angsurkan kedua pedang itu yang disambut
oleh Sin Wan dan Giok Ciu dengan girang sekali dan membungkukkan
tubuh. "Pedang ini baik sekali, sayang kalau terjatuh di tangan
mereka. Lain kali jangan sampai kena dirampas orang pula!"
Tiba-tiba saja suara si gila ini terdengar terang dan waras.
"Mohon petunjuk dari locianpwe, karena teecu berdua memang
masih dangkal pengetahuan," kata Sin Wan.
Orang tinggi besar itu tertawa lalu tiba-tiba ia berjungkir
balik, kedua tangannya di bawah dan kedua kaki di atas! Dalam
keadaan begini, agaknya orang itu meraa lebih enak, lalu tertawa
Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ha-ha hi-hi dan berkata. "Petunjuk apakah? Kalau kalian bisa meniru kepandaianku ini,
tak mungkin dua imam itu mampu merampas pedangmu!"
Hampir saja Giok Ciu tertawa geli, karena apakah susahnya
untuk berdiri dengan kaki di atas seperti itu? Jangankan dengan
kedua tangan, biar dengan sebelah tanganpun ia sanggup
melakukannya dengan mudah sekali. Tapi Sin Wan segera berkata.
"Locianpwe, kenalkah locianpwe kepada suhu kami? Suhu di sebut
Bu Beng Sianjin! Kenalkah locianpwe padanya?"
Sepasang mata yang berada di bawah itu berputar-putar cepat,
tanda bahwa otaknya yang telah hampir beku itu dikerjakan keras.
"Bu Beng.? Bu beng..? Ah, aku kenal.. aku kenal.!"
Tiba-tiba ia berseru keras sekali.
"Heh..! dan tahu-tahu tubuhnya yang tadi berdiri terbalik itu
membal ke atas tinggi sekali! Di atas masih terdengar suaranya
"Bu.. Beng.?" Dan sekali lagi di atas ia berseru "Heh.!" Tahutahu tubuh yang masih berada di atas itu mencelat jauh dan lenyap
dari pandangan mata kedua anak muda itu.
Sin Wan dan Giok Ciu bengong Mereka terkejut, heran, dan kagum
sekali melihat kehebatan orang gila itu! Sin Wan menghela napas dan
berkata, "Ah, sungguh di dunia ini banyak orang-orang berilmu tinggi,
hingga jika dibandingkan, kita ini bukan apa-apa."
"Tadi ketika ia berdiri jungkir balik, ia bilang bahwa kalau
kita bisa menirunya, maka kedua tosu itu takkan mungkin dapat
merampas pedang kita. Apakah maksudnya, koko? Apakah artinya
kepandaian jungkir balik macam itu?"
"Aku juga sedang memikirkan itu, moi-moi. Memang kelihatannya
itu bukan kepandaian yang berarti, tapi kau ingatkah ketika ia
meloncat ke atas tadi? Ia mempergunakan bentakan dalam dada dan
tahu-tahu tubuhnya telah mumbul ke atas tinggi sekali, bahkan di
ataspun ia dapat gunakan tenaga mujijat itu untuk melesat pergi
jauh sekali! Kurasa ia melatih lweekang dan ginkang yang tinggi
dengan cara bersamadhi sambil berdiri jungkir balik!"
Giok Ciu mengangguk-angguk."Mungkin juga, bukankah suhu juga
sering bersamadhi dengan cara yang aneh-aneh?"
Maka teringatlah Sin Wan. "Agaknya orang aneh tadi kenal
kepada suhu, tapi mungkin juga tidak, karena sikapnya sungguhsungguhaneh hingga aku hampir percaya bahwa ia benar-benar gila!
Giok Ciu, kita harus akui bahwa kepandaian kita masih dangkal
sekali. Baru menghadapi dua orang saudara Cin Cin Hoatsu saja kita
hampir mengalami bencana, apalagi kalau harus menghadapi Cin Cin
Hoatsu yang lihai. Memang sebenarnya pelajaran kita belum tamat
dan dahulu kita terpaksa berpisah dari suhu. Kurasa lebih sempurna
lagi kalau kita sekarang kembali dulu dan mohon kepada suhu untuk
memberi pelajaran selanjutnya kepada kita sampai tamat. Setelah
itu, barulah kita berdua pergi mencari Cin Cin Hoatsu. Bagaimana
pendapatmu, moi-moi?"
Sebenarnya, gadis itu ingin lekas-lekas mencari musuh
besarnya dan membalas dendam, tapi setelah dipikir-pikir bahwa
kata-kata Sin Wan betul, pula mengingat betapa baru saja mereka
gagal melawan Kwi Kai Hoatsu dan Keng Kong Tosu ia lalu menyetujui
ajakan Sin Wan. Maka mereka lalu kembali dan menuju ke Kam-hongsan untuk mencari suhu mereka dan minta pimpinan lebih jauh.
Ketika mereka tiba di kaki bukit Kam-hong-san, Sin Wan tidak
lupa untuk mampir di kampungnya. Penduduk kampung dengan gembira
ria menyambut pemuda pemudi itu dan memaksa mereka bermalam di
situ. Sin Wan didesak untuk menceritakan pengalamannya dan ketika
mendengar bahwa pembunuh-pembunuh Kang-lam Ciu-hiap dan ibu Sin
Wan telah dapat terbalas dan dibinasakan, mereka bersorak-sorak
girn dan merasa puas sekali, karena ini berarti bukan hanya
pembalasan sakit hati kedua orang itu, tapi juga pembalasan sakit
hati para orang-orang yang dulu dengan gagah menolong Kang-lam
Ciu-hiap tapi juga terbunuh oleh para kaki tangan kaisar itu.
Pada keesokan harinya Sin Wan dan Giok Ciu menengok makam
Kang-lam Ciu-hiap dan ibu Sin Wan, dimana pemuda itu
bersembahyang denga hati terharu. Ia merasa berterima Kasih kepada
orang-orang kampung yang ternyata merawat makam itu dengan baikbaik hingga rumputnya terbabat rapid an tampaknya bersih.
Kemudia mereka berdua mendaki bukit Kam-hong-san untuk
mencari suhu mereka. Di sepanjang jalan, pemandangan-pemandangan
di gunung yang telah mereka kenal baik itu membua mereka terharu
dan membongkar kenangan-kenangan lama.
Ketika mereka tiba di sumur naga tempat pertapaan suhu
mereka, dari jauh mereka sudah melihat Bu Beng Sian-jin duduk di
pinggir sumur seorang diri! Alangkah girang hati mereka dan cepatcepat mereka berlari lalu menjatuhkan diri berlutut sambil
menyebut, "Suhu.!"
"Kalian sudah kembali? Berhasilkah usahamu?" kakek yang
kurus kering dengan rambut putih panjang terurai ke belakang itu
bertanya halus. Sin Wan dan Giok Ciu lalu menuturkan pengalaman mereka
bergantian, betapa mereka telah berhasil membunuh Suma-cianbu dan
Siauw-san Ngo-sinto, tapi betapa mereka hampir celaka di tangan
Kwi Kai Hoatsu dan Keng Kong Tosu kalau saja tidak ditolong oleh
seorang aneh yang adatnya seperti orang gila.
Bu Beng Sianjin mendengarkan dengan penuh perhatian dan
ketika mendengar tentang orang-orang aneh itu, ia tertarik sekali.
"Coba ceritakan, bagaimana rupa orang itu?" Sin Wan lalu melukiskan
keadaan orang gila yang sakti itu sedapat mungkin.
Kakek itu mengangguk-angguk."Hem, hm, tinggi sekali dan
besar, rambut hitam, mukanya hitam, matanya bundar dan besar? Ya,
ya, tak salah lagi, dialah itu."
"Siapakah orang itu, suhu? Ketika teecu menanyakan namanya,
ia hanya menjawab bahwa dia adalah dia, sama sekali tidak menyebut
nama, entah lupa entah memang tidak punya nama. Ketika teecu
menyebut nama suhu, ia kelihatan seperti orang mengingat-ingat dan
lalu pergi." "Muridku, dia tidak mau dikenal untuk apa pusing-pusing dan
memaksa-maksa? Dia adalah seorang gagah perkasa yang beradat keras
dan jujur, tapi malang sekali ia menerima ilmu silat dari mahlukmahluk halus, ia berguru kepada iblis sendiri, maka ilmu silatnya
demikian lihai, tapi untuk kepandaian itu ia harus mengorbankan
jiwanya karena ia menjadi gila! Maka muridku, sekarang tidak boleh
terlalu mengandalkan kepandaian lahir untuk berlaku sewenangwenang atau menyombong. Ketahuilah bahwa segala kepandaian itu
hanya milik pinjaman saja dan akan lenyap dan musna bersama raga
kita. Maka selagi masih hidup harus dapat mempergunakan segala
macam kepandaian yang dimiliki untuk mengerjakan sesuatu yang
berguna bagi orang-orang lain, melakukan perbuatan-perbuatan baik
demi perikemanusian dan dengan demikian maka takkan percumalah
orang mengejar ilmu. Kalau mengejar ilmu dengan susah payah untuk
kemudian dipergunakan hanya untuk kepentingan diri sendiri saja,
untuk menyenangkan diri sendiri tanpa memikirkan kesulitan dan
kesengsaraan orang lain, maka kau berarti lebih gila daripada
orangyang sebenar-benarnya gila! Mengertikah kalian?"
Sin Wan dan Giok Ciu mengangguk-angguk menyatakan bahwa
mereka mengerti akan petuah ini.
"Kalian tadi mengatakan bahwa kalian dikalahkan oleh dua
orang tosu yang memiliki hoatsut? Apakah sebenarnya hoatsut?
Bukan kepandaian yang mengherankan, karena sebenarnya orang yang
menggunakan ilmu sihir bukanlah karena mereka memang mempunyai
tenaga yang berlebihan, tapi mereka justeru menggunakan kelemahan
lawan untuk menjatuhkannya. Ketahuilah bahwa alam ini digerakkan
oleh kesatuan tenaga maha hebat dan di dalam tiap tubuh manusia
terdapat sebagian daripada kesatuan tenaga dan dengan tenaga
inilah maka segala hal mungkin dilakukan oleh manusia. Galilah dan
carilah tenaga ini, maka kalian akan kuat menghadapi segala macam
hoatsut dari orang-orang jahat!"
Demikianlah, semenjak saat itu Sin Wan dan Giok Ciu mendapat
gemblengan ilmu batin yang hebat dari suhu mereka dan mendapat
latihan lweekang yang lebih tinggi. Juga di bawah pimpinan orang
tua yang aneh itu mereka menyempurnakan latihan mereka dalam hal
ilmu pedang Pek-liong Kiam-sut dan Ouw-liong Kiam-sut.
Tapi berbeda dengan dulu, kini mereka berlatih di udara
terbuka, karena Bu Beng Lojin bersamadhi diluar sumur dan berkata
untuk berlatih lweekang yang tinggi dan berlatih napas, maka lebih
baik bagi kedua orang murid itu untuk bersamadhi di udara terbuka.
Setahun telah berlalu dengan cepat sekali semenjak Sin Wan
dan Giok Ciu kembali ke Kam-hong-san untuk mempertinggi ilmu
silat mereka. Di dalam waktu setahun itu, mereka mendapat kemajuan
pesat sekali. Hubungan mereka tetap mesra dan saling cinta,
walaupun kini mereka dasarkan cinta mereka lebih mendalam, tanpa
dikotori napsu. Namun ,betapapun mereka telah menerima gemblengan
ilmu batin, jiwa muda mereka selalu dipanaskan oleh darah muda
hingga mereka tetap bersemangat dan penuh hasrat hidup yang
bernyala-nyala. Suhu mereka juga tahu akan eratnya hubungan kedua muridnya dan
kakek yang aneh ini sering kali diam-diam menghela napas seakanakan menderita sesuatu yang menyedihkan. Ia pernah panggil
menghadap kedua muridnya dan berkata dengan perlahan dan tenang,
tapi cukup mengejutkan hati kedua anak muda itu.
"Sin Wan dan Giok Ciu! Aku telah maklum sedalam-dalamnya apa
yang terkandung dalam hatimu berdua, memang demikianlah
seharusnya perasaan dua orang yang sudah terikat jodoh. Hanya
pesanku, murid-muridku, jika kalian telah berhasil membalas sakit
hati orang tuamu, maka sebelum kalian menjadi suami isteri, kalian
harus membawa kembali kedua pokiam itu dan menyimpannya kembali
ke dalam gua naga di dalam sumur. Karena kedua pokiam itu sudah
cukup membersihkan karat mereka dengan darah orang-orang jahat,
dan adalah menjadi pantangan besar bagi kedua pedang pusaka itu
untuk dimiliki oleh sepasang suami isteri!"
Tentu saja Sin Wan dan Giok Ciu saling pandang dengan muka
berubah karena hati mereka terguncang, tapi mereka tak berani
membantah, hanya berlutut dan menyanggupi kehendak suhu mereka.
Bu Beng Lojin menghela napas lagi dan berkata," Sin Wan dan Giok
Ciu, hal jodoh adalah kehendak Tuhan, asal saja kalian selalu ingat
bahwa sepasang suami isteri sama sekali tidak boleh memiliki kedua
pedang itu!" Pada suatu pagi, Sin Wan dan Giok Ciu berjalan-jalan di
lereng-lereng bukit Kam-hong-san. Mereka menikmati tamasya alam
yang indah dan yang membuat mereka teringat akan peristiwaperistiwa dulu. Bagi mereka, tempat ini merupakan tempat takkan
dapat dilupa seumur hidup, karena disinilah mereka pertama kali
bertemu. "Koko, kurasa sekarang sudah tiba waktunya bagi kita untuk
berpamit kepada suhu dan pergi mencari musuh besarku," kata Giok
Ciu. "Kurasakan begitu, moi-moi. Baiklah kita tanyakan saja kepada
suhu, karena suhu sakti dan waspada."
Tiba-tiba Giok Ciu menunding ke bawah bukit dan
berseru,"Koko, lihat!"
Dari bawah lereng tampak bayangan orang berlari-lari cepat
sekali ke atas bukit, dan ternyata ilmu lari cepat orang itu boleh
juga, hingga sebentar saja ia telah datang dekat dengan kedua anak
muda itu. "Gak Bin Tong!" Giok Ciu berseru heran. Juga Sin Wan heran
melihat datanya pemuda muka putih yang berlari-lari ke atas
dengan wajah ketakutan itu.
"Aduh, kebetulan sekali, tolonglah aku, saudara Bun! Kwie
lihiap, tolonglah aku!"
"Ada apakah, saudara Gak?" Sin Wan bertanya dengan heran, tapi
jawaban pertanyaannya itu terdengar olehnya ketika dari bawah
muncul bayangan banyak orang yang berlari-lari cepat sekali
mengejar ke atas. "Siapakah mereka yang mengejarmu?" tanya Sin Wan.
"Siapa lagi kalau bukan anjing-anjing istana!" jawab Gak Bin
Tong. "Mereka hendak membunuhku. Tolonglah, saudara Sin Wan yang
baik!" Setelah berkata demikian, orang she Gak itu lalu melarikan
diri di belakang Sin Wan dan Giok Ciu, agaknya ia takut sekali.
Giok Ciu yang masih merasa marah karena sikap Gak Bin Tong
yang dulu telah mengacaukan perhubungannya dengan Sin Wan,
berkata kurang senang. "Bukankah kau seorang gagah yang memiliki kepandaian tinggi?
Mengapa harus berlari-lari terhadap mereka? Mengapa tak kau lawan
dengan pedangmu?" kata-kata ini jelas sekali menyatakan bahwa ia
enggan untuk membantu, tapi Gak Bin Tong berkata dengan suara
memohon. "Kwie lihiap, mereka lihai sekali, bukan lawanku!"
Giok Ciu memandang Sin Wan dan berkata perlahan,"Koko,
kurasa tak baik kita ikut campur urusan ini. Bukan urusan kita dan
tidak ada sangkut pautnya dengan kita."
"Bukan demikian, moi-moi. Biarpun andaikata kita tidak
membantu saudara Gak, sudah sepatutnya kita halau pergi pahlawanpahlawan kaisar itu. Mereka bukanlah manusia-manusia baik dan
perlu diusir. Pula, saudara Gak pernah melepas budi kepada kita,
masakan sekarang kita tidak mau menolongnya? Jangankan dia
sendiri, bahkan siapa saja yang dikejar-kejar pengawal kraton dan
hendak dibunuhnya, harus kita tolong bukan?"
Alasan-alasan yang dimajukan Sin Wan ini kuat sekali hingga
Giok Ciu tak dapat membantah lagi sementara itu, pengejar-pengejar
Gak Bin Tong telah tiba di situ dan ternyata mereka terdiri dari
tujuh orang pahlawan-pahlawan kelas satu. Di antara mereka
terdapat orang-orang yang pernah mengeroyok sin Wan dan Giok Ciu,
maka begitu melihat kedua orang muda itu, mereka berteriak.
"Betul saja, binatang she Gak itu telah bersekutu dengan
orang pemberontak ini. Hayo tangkap ketiga-tiganya!" Mereka itu
menjadi tabah karena di antara mereka terdapat jagoan-jagoan yang
berilmu tinggi, maka segera mereka mengurung dan menyerbu dengan
senjata di tangan. Gak Bin Tong menangkis serangan seorang pengawal dengan
pedangnya dan Sin Wan bersama Giok Ciu memutar sepasang pokiam
mereka melayani pengeroyok yang lain.
Sin Wan dan Giok Ciu pada saat itu bukanlah Sin Wan dan Giok
Ciu pada waktu setahun yang lalu. Kepandaian mereka telah maju
pesat dan didorong oleh tenaga batin dan lweekang mereka yang
tinggi,otomatis ilmu pedang mereka juga maju hebat. Dulu ketika
ilmu pedang mereka belum matang saja sudah sukar sekali dilawan,
maka kini setelah kepandaian mereka matang dan mendekati
kesempurnaan, tak dapat ditaksir kelihaiannya. Para pengeroyok itu
hanya melihat sinar panjang hitam dan putih berputar-putar
mengelilingi mereka dan mendengar sambaran pedang itu tapi hampir
tak dapat mengikuti gerakan kedua anak muda yang menyambarnyambar bagaikan sepasang naga sakti. Baru beberapa gebrakan saja
terdengar jeritan-jeritan mengaduh dari para pengeroyok yang kena
pukul atau tending. Masih untung bagi mereka bahwa Sin Wan dan
Giok Ciu tidak mau menewaskan jiwa orang, maka mereka hanya kena
pukulan yang biarpun cukup hebat hingga membuat mereka tak
berdaya, namun tak sampai membahayakan keselamatan jiwa mereka.
Setelah masing-masing menjatuhkan dua orang, Sin Wan
membentak, "Hayo pergilah kalian kalau sayang jiwa!"
Para pengeroyok yang belum terluka mendengar bentakan ini
segera menarik kembali senjata mereka dan sambil membantu kawankawan yang terluka, mereka meninggalkan lereng itu dengan jalan
terpincang-pincang, Gak Bin Tong menjura kepada dua orang anak
muda itu, "Terima Kasih banyak atas pertolongan jiwi. Kalau tidak
tertolong oleh kalian, tentu Gak Bin Tong hari ini tinggal namanya
saja. Sungguh merasa kagum sekali melihat kehebatan kalian, baru
beberapa bulan saja berpisah. Sungguh membuat aku takluk dan
Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tunduk" Sambil tiada habisnya memuji-muji,pemuda muka putih itu menjura
dengan hormatnya. Terpaksa Sin Wan balas menjura, sedangkan Giok Ciu
memalingkan muka tak mengacuhkannya.
"Sudahlah, saudara Gak. Sebetulnya, mengapakah kau dikejarkejar oleh mereka itu?" tanya Sin Wan.
Gak Bin Tong menghela napas panjang sebelum menjawab.
"Kau tahu sendiri, saudara Sin Wan, bahwa biarpun aku tinggal
di kota raja dan menjadi keluarga pembesar, namun aku berbeda
dengan mereka. Aku bukanlah seorang pengawal, dan aku tidak
mencampuri urusan mereka. Karena itulah maka mereka itu diam-diam
membenciku.Kemudian datanglah hari celaka bagiku, ketika ada
seorang membuka rahasiaku dan mengatakan bahwa dulu aku pernah
menolong kalian!" Terkejutlah Sin Wan mendengar ini.
"Heran sekali, siapa yang dapat mengetahui hal itu?"
"Siapa lagi kalau bukan. Suma siocia!"
Mendengar nama ini disebut-sebut sepasang mata Giok Ciu
memancarkan sinar ketika ia memandang kepada pemuda muka putih
itu. "Jangan kau sebut-sebut nama orang itu disini!" bentaknya
dengan tiba-tiba dan marah hingga tidak hanya Gak Bin Tong, tapi
juga Sin Wan juga merasa terkejut dan heran. Tapi gadis itu tanpa
perdulikan mereka, lalu memutar tubuhnya dan pergi dari situ.
"Saudara Gak, sekarang keadaan sudah aman dan kau boleh pergi
tanpa kuatir lagi," kata Sin Wan yang sebenarnya bermaksud
mengusir dengan halus, karena sesungguhnya, iapun tidak suka
kepada pemuda ini. Gak Bin Tong memandangnya dengan wajah kaget. "Pergi? Ke
mana, saudara Bun? Lindungilah aku dan tolonglah untuk dua atau
tiga hari lagi. Aku tahu bahwa mereka itu masih penasaran dan
mereka tidak mengejarku hanya karena ada kau dan Kwie lihiap di
sini. Mereka tentu menanti di kaki bukit dan kalau melihat aku
turun seorang diri, celakalah aku!"
"Habis, apa yang kau kehendaki, saudara Gak?"
"Ijinkanlah aku tinggal di tempatmu barang tiga hari. Biarlah,
aku akan tidur di atas tanah saja, asal dekat dengan engkau hingga
anjing-anjing itu takkan dapat menggangguku."
Sin Wan ragu-ragu. "Tapi suhu telah pesan bahwa orang luar
tidak boleh memasuki dan tinggal di puncak dimana kami bertiga
tinggal,"katanya. "Suhumu?" mata pemuda muka putih itu berseri-seri,"biarkan aku
memohon padanya, biarlah kalau beliau marah, aku yang bertanggung
jawab dan sedia dihukum."
Setelah didesak-desak dengan alasan bahwa kalau dipaksa turun
tentu akan mati terbunuh oleh pahlawan-pahlawan Kaisar, akhirnya
Sin Wan dengan apa boleh buat mengabulkan permintaan Gak Bin Tong
dan membawa pemuda itu kepada suhunya.
Bu Beng Lojin sedang duduk seorang diri di atas sebuah batu
ketika Sin Wan menghadap diikuti oleh Gak Bin Tong di belakangnya.
Giok Ciu tidak tampak di situ. Sin Wan berlutut di depan suhunya
dan Gak Bin Tong dengan hormat sekali juga berlutut.
"Suhu!" Sin Wan memanggil karena kakek tua itu diam saja
seolah-olah tidak melihat mereka. Mendengar panggilan muridnya, ia
menggerakkan kepala memandang dengan matanya yang tua.
"Eh, Sin Wan, kau datang dengan siapakah?"
Gak Bin Tong buru-buru mengangguk-angguk kepala lu
berkata,"Mohon beribu ampun, locianpwe, teecu Gak Bin Tong datang
menghadap. Karena di kejar-kejar dan hendak di bunuh oleh pengawal
kaisar, maka teecu lari ke sini dan mohon perlindungan locianpwe
yang mulia." Bu Beng Lojin mengerutkan alisnya lalu berkata dengan suara
yang berpengaruh,"Coba kau angkat mukamu!"
Gak Bin Tong tak dapat membantah, lalu angkat mukanya dan
memandang kepada kakek tua yang aneh itu. Bu Beng Lojin ketika
melihat wajah Gak Bin Tong tiba-tiba entah mengapa, menjadi
berubah mukanya dan ia mengangguk-angguk dan menghela napas,
panjang berulang-ulang. Mendengar ini, Sin Wan memandang gurunya
dan kagetlah ia karena gurunya tampak seakan-akan bersedih sekali.
"Sin Wan, kaukah yang membawanya masuk ke tempat kita?"
"Benar, suhu, karena tak dapat teecu biarkan saja dia
terancam maut kalau turun gunung."
"Locianpwe, mohon jangan persalahkan saudara Sin Wan,
sebenarnya teecu lah yang mendesaknya dan.."
"Sudahlah, sudahlah.. kau, orang she Gak, kau pergilah ke
rimba itu, aku ingin bicara berdua dengan Sin Wan."
Gak Bin Tong dengan takut-takut mengundurkan diri dan pergi
ke rimba yang berada tak jauh dari situ, lalu duduk dibawah
sebatang pohon besar sambil termenung memikirkan nasibnya.
"Sin Wan, kau panggil Giok Ciu ke sini," kata Bu Beng Lojin.
Sin Wan lalu berdiri dan setelah menahan naps, ia segera
memanggil, "Giok Ciu!" Suaranya ini tidak keras, tapi nyaring sekali.
Anehnya, biarpun ia memanggil tidak keras, suaranya seakan-akan
memenuhi dan menjalar-jalar di seluruh pucak, hingga terdengar
sampai dimana-mana, bahkan Gak Bin Tong yang duduk jauh di dalam
rimba itu juga mendengarnya!
Sin Wan lalu berlutut kembali dan tak lama kemudian, benar
saja, sesosok bayangan berkelebat cepat dan tahu-tahu Giok Ciu
telah berada disitu dan berlutut di depan suhunya.
"Sin Wan dan Giok Ciu, kini sudah tiba saatnya bahwa aku harus
berpisah dengan kalian. Kalau ada jodoh, sepuluh tahun kemudian
kita bertiga dapat bertemu pula di puncak ini. Sekarang kepandaian
kalian sudah cukup tinggi hingga aku tidak usah merasa ragu-ragu
melepaskan kalian. Asal kalian mempergunakan kepandaian itu
dengan benar, maka agaknya di dunia ini hanya ada beberapa orang
saja yang dapat menandingi kalian. Murid-muridku, harapanku tak
lain mudah-mudahan segala petuahku selama kalian berada di sini
takkan kalian lupakan. Pula, pesanku terakhir ini supaya diingat
benar-benar, yakni sekali lagi kutegaskan, Pedang pusaka Pek Liong
Pokiam dan Ouw Liong Pokiam tak boleh dimiliki oleh sepasang suami
isteri, maka jika kalian melangsungkan perjodohan, kedua pusaka itu
harus disimpan kembali ke dalam gua naga. Ingatlah benar-benar ini,
karena kalau tidak, kalian akan mendapat bencana besar. Nah
sekarang aku mau pergi."
"Suhu, tunggu!" tiba-tiba Giok Ciu berseru dengan suara
terharu. Entah mengapa, gadis ini merasa terharu sekali pada saat
suhunya hendak meninggalkannya.
"ada apakah, Giok Ciu?" tanyanya dengan suara mengandung iba.
"Suhu." gadis itu menahan isaknya,"teecu.. mohon doa restu
agar. teguh iman dan kuat hati, suhu"
Bu Beng Lojin tersenyum. Ia menggerakkan tangannya dan
menaruh telapak tangannya di atas kepala Giok Ciu, mengusap rambut
muridnya lalu berkata bagaikan seorang kakek kepada cucunya, "Giok
Ciu, segala apa akan berjalan baik asalkan kau ingat selalu bahwa
kebahagiaan itu letaknya di dalam diri sendiri. Alangkah mudahnya
mencari kebahagiaan asal kau telah mengenal diri sendiri dan dapat
melihat betapa kebahagiaan menanti-nantimu di situ. Selanjutnya..
terserah kepadamu sendiri, muridku. Nah, Giok Ciu, Sin Wan, selamat
berpisah!" Baru saja habis kata-katanya ini, tubuhnya telah
melayang ke bawah gunung, diikuti oleh pandang mata Sin Wan yang
mengerutkan pelupuk mata dan Giok Ciu yang mengalirkan air mata.
Setelah agak lama suhunya pergi, Sin Wa memandang Giok Ciu
yang masih berdiri bengong ke arah ke mana suhunya turun gunung
tadi. Pipi gadis itu masih basah air mata sedangkan wajahnya agak
kepucat-pucatan, maka terbitlah hati yang sangat iba dan sayang
dalam dada Sin Wan. Ia dekati kekasihnya itu dan memegang kedua
pundaknya dari belakang dengan mesra.
"Giok Ciu, jangan kau bersedih. Bukankah masih ada aku di
sampingmu?" Giok Ciu merasa terhibur juga, ia memalingkan muka memandang
kepada Sin Wan dan wajahnya mulai berseri kembali, dan bibirnya
tersenyum, seakan-akan matahari mulai terbit mengusir kabut di
waktu pagi. "Koko di manakah perginya manusia she Gak itu?"
Sin Wan tersenyum. "Mengapa kau agaknya benci sekali padanya,
moi-moi?" "Ah, ia bukan orang baik-baik. Jika dekat dengan ia, aku
merasa seakan-akan dekat dengan seekor serigala berkedok muka
domba." "Sudahlah jangan pikirkan soal dia. Dia tadi disuruh pergi ke
rimba itu oleh suhu, biarlah ia berlindung di tempat kita untuk
beberapa hari lamanya. Kitapun harus menyelesaikan latihan
lweekang yang terakhir, moi-moi, sesuai dengan perintah suhu.
Kurasa dalam tiga empat hari lagi aku akan berhasil. Bagaimana
dengan kau, moi-moi?"
"Akupun sudah mendekati hasil baik. Api dalam tubuh terasa
makin hangat dan gerakan-gerakan tenaga dalam tubuh makin besar
hingga dapat kugerakkan ke seluruh bagian tubuh."
"Bagus sekali kalau begitu. Biarlah kita berlatih tiga hari
lagi, kemudian kita turun gunung melakukan tugas kita. Jangan
ambil peduli orang she Gak itu."
Mereka lalu pergi melatih diri, pertama-tama bersama-sama
melatih ilmu silat, kemudian mereka bersamadhi di tempat masingmasing. Seperti biasa, semenjak mendapat latihan di udara terbuka
oleh suhu mereka, masing-masing telah memilih tempat latihan
sendiri, Sin Wan memilih tempat di bawah sebatang pohon liu dimana
terdapat sebuah batu hitam besar yang dipakai sebagai tempat duduk
bersamadhi sedangkan Giok Ciu memilih tempat di dalam hutan pohon
siong yang banyak ditumbuhi kembang-kembang yang harum baunya. Ia
selalu merasa tenteram jika bersamadhi di situ, karena selain bau
bunga dan rumput menyegarkan pernapasannya, juga suara burungburung di atas pohon merupakan nyanyian indah yang tambah
menyempurnakan samadhinya.
Ketika hari telah menjelang senja, Giok Ciu masih tenggelam
dalam samadhinya. Tubuhnya bersila di atas rumput, diam tak
bergerak sedikitpun bagaikan patung seorang dewi. Wajahnya yang
cantic jelita tampak bercahaya dan bibirnya serta kedua pipinya
berwarna kemerah-merahan. Pada saat demikian itu ia tidak hanya
tampak cantik, tapi juga agung sekali.
Tiba-tiba Giok Ciu merasa seakan-akan tersendal turun dari
atas dan ia sadar kembali. Otomatis sepasang matanya menatap ke
depan dan bertemu pandalah ia dengan sepasang mata yang telah lama
sekali memandangnya dengan kagum dan terpesona. Agaknya
pandangan mata inilah yang membuat ia terganggu dari samadhinya.
Ketika gadis itu memperhatikan ternyata bahwa yang memandanginya
itu adalah mata Gak Bin Tong yang duduk di depannya sambil
tersenyum-senyum mengambil hati!
"Kwie socia, alangkah suci, agung dan cantik jelita kau!
Melihat kau bersamadhi seperti ini, aku teringat akan patung Dewi
Kwan Im di See-coan, Kwie-siocia.."
Giok Ciu merasa tidak senang sekali dan memandang tajam.
"Sudah lamakah kau duduk di sini?" tanyanya dengan suara
dingin. "Sudah sejak tadi, siocia aku mengagumi kecantikanmu,
keindahan bentuk tubuhmu, keagungan yang bersinar keluar dari
wajahmu" "Tutup mulut! Orang she Gak, kau sungguh kurang ajar sekali.
Apa perlumu datang kesini menggangu samadhiku?"
Tiba-tiba Gak Bin Tong berlutut! Ya pemuda muka putih itu
berlutut di depan Giok Ciu hingga gadis itu tercengang sekali dan
heran. Ia tidak tahu harus berbuat apa dan menyangka bahwa tibatiba pemuda itu menjadi gila. Memang pada saat itu Gak Bin Tong
telah gila, gila asmara! Ia berlutut di depan kaki Giok Ciu yang
masih bersih sambil berkata dengan suara merayu,
"Kwie-siocia, tidak tahukah kau. aku.. aku mengagumimu,
aku.ah, kau kuanggap sebagai seorang dewi yang suci murni, dewi
pujaan hatiku. Siocia, aku aku cinta padamu, dengan sepenuh jiwa
dan hatiku." Giok Ciu menjerit kecil dan tiba-tiba ia meloncat dan bangun
berdiri. Ia marah dan malu sekali mendengar ucapan itu hingga ia
merasa betapa kedua tangannya menggigil dan dadanya berdebar.
"Orang she Gak! Kau benar-benar tak tahu diri dan kurang ajar
sekali! Kau. kau telah menghinaku dengan pernyatamu itu..!
karena marahnya, gadis itu tak dapat melanjutkan kata-katanya,
bahkan dari kedua matanya mengalirlah air mata!
Gak Bin Tong dengan nekad melanjutkan kata-katanya, "Nona
Giok Ciu.. aku. aku cinta padamu! Aku tahu bahwa kau mempunyai
hubungan yang erat dengan saudara Sin Wan, tapi. tapi tidak
tahukah kau bahwa saudara Sin Wan itu telah menjadi. suami yang
tidak syah dari nona Suma Li Lian?"
Terbelalak mata Giok Ciu yang bening itu mendengar kata-kata
ini. "Bangsat bermulut ajahat! Kau harus dibasmi dari muka bumi
ini!" Giok Ciu mencabut Ouw Liong Pokiam dan menyerang pemuda itu
yang segera meloncat dan berkelit cepat.
"Nona Giok Ciu. Percayalah padaku"
"Bangsat keji!" Giok Ciu makin marah dan mengirim seranganserangan maut. Kalau bukan Gak Bin Tong yang di serang seperti itu,
tentu sukar untuk menyelamatkan diri, tapi pemuda she gak inipun
memiliki ilmu silat yang cukup tinggi, maka dalam tiga empat jurus
saja Giok Ciu yang sedang marah itu belum dapat merobohkannya.
Akan tetapi, segera keadaan pemuda itu berbahaya sekali karena Giok
Ciu dapat mengendalikan marahnya dan menggerakkan pedangnya
secara lihai sekali! Pada saat yang sangat berbahaya, tiba-tiba Sin Wan muncul dan
berseru, "Moi-moi, tahan pedangmu!"
Tapi Giok Ciu tidak memperdulikan seruan Sin Wan, bahkan
memperhebat serangannya hingga Gak Bin Tong sibuk sekali
berloncatan menghindarkan diri.
"Moi-moi, segala hal bisa diurus, jangan menggunakan
kekerasan." Tapi tetap saja gadis yang sudah panas dan naik darah itu
tidak mau menghentikan serangannya hingga Sin Wan terpaksa
mencabut Pek Liong Pokiamnya dan menangkis sebuah tusukan Giok
Ciu yang mengarah tenggorokan Gak Bin Tong yang sudah kepepet
sekali keadaannya. "Kau mau membela dia?" kata Giok Ciu gemas sekali dan dengan
ganasnya ia mengirim serangan lagi ke arah Gak Bin Tong. Sin Wan
menangkiskan lagi dan berserulah dia.
"Moi-moi, lupakah kau akan pesan suhu? Jangan sembarangan
membunuh orang!" Lemaslah tangan Giok Ciu mendengar peringatan ini. Ia
memandang kepada Sin Wan dengan gemas, kemudia ia membentak
kepada Gak Bin Tong. "Bangsat rendah, kau tidak lekas pergi?"
Gak Bin Tong menjura kepada mereka, lalu meloncat pergi sambil
berkata,"Lihatlah saja, kelak akan terbuka matamu." Dan secepat
mungkin ia lari turun gunung, diikuti pandang mata marah dari
Giok Ciu dan keheranan dari Sin Wan.
"Moi-moi apakah salahnya maka kau hendak membunuhnya?" tanya
Sin Wan. "Dia. Dia." Giok Ciu hendak mengatakan bahwa pemuda muka
Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
putih itu menuduh Sin Wan menjadi suami tidak syah dari Suma Li
Lian, tapi kata-kata ini ditelannya kembali, sebaliknya ia berkata,
"Dia datang dan mengganggu ketika sedang bersamadhi, bahkan ia
berkata kurang ajar!"
Sin Wan menghela napas karena ia dapat menduga bahwa pemuda
itu tentu lupa akan kesopanan melihat Giok Ciu duduk bersamadhi
karena ia sendiripun pernah melihat betapa ayu dan agung gadis itu
tampaknya jika sedang bersamadhi. Maka ia menghela napas panjang.
"Sudahlah, moi-moi, untuk apa memperdulikan orang seperti dia?
Dia sekarang sudah pergi, lebih baik kita mencurahkan perhatian
kita kepada latihan-latihan kita, karena kita menghadapi urusan
besar." "Siapa memperhatikan dia?" jawab Giok Ciu karena sesungguhnya
ia sama sekali tidak perhatikan Gak Bin Tong, tapi yang mengganggu
pikirannya ialah kata-kata pemuda muka putih tadi. Ia yakin dan
pasti bahwa orang she Gak itu tentu membohong, namun masih saja
ada rasa tidak enak dan tidak senang di dalam hatinya.
Selama tiga hari semenjak peristiwa itu, di tempat terpisah,
Giok Ciu dan Sin Wan mengerahkan seluruh perhatian untuk berlatih
hingga pelajaran latihan lweekang terakhir telah mereka lalui
dengan hasil baik. Pada hari keempatnya, Giok Ciu berdiri dari
tempat siulian di bawah pohon siong itu, dan melemaskan kedua kaki
dengan berjalan-jalan ke lereng puncak. Kedua kakinya terasa agak
kaku dan perutnya lapar sekali. Ia tahu bahwa di sebuah hutan
terdapat pohon-pohon buah yang lezat buahnya dan tempat ini telah
merupakan "gudang makanan" bagi kedua anak muda itu serta guru
mereka. Ketika Giok Ciu tengah makan buah yang baru saja dipetiknya
dan rasanya segar dan enak sekali, tiba-tiba ia menunda makannya
karena pada saat itu ia mendengar suara wanita menangis dan
memaki-maki. Ia segera meloncat dan lari cepat menuju ke arah suara
itu yang ternyata datang dari arah bawah. Ia menuruni lereng itu
dengan cepatnya dan alangkah marahnya ketika melihat betapa empat
orang laki-laki menarik-narik seorang wanita muda keluar dari
sebuah tandu! Ia tidak melihat jelas wajah wanita itu, hanya tahu
bahwa wanita itu menggendong seorang anak kecil yang menangis
keras. Agaknya keempat orang laki-laki itu tadinya adalah tukangtukang pikul tandu yang kini hendak berbuat jahat.
"Bangsat-bangsat keji!" Giok Ciu berseru keras dan tahu-tahu
keempat laki-laki tiggi besar dan bertubuh kuat itu melihat
bayangan berkelebat cepat dan sebelum mereka dapat melihat tegas,
bayangan itu telah tiba dan tahu-tahu seorang demi seorang, mereka
terlempar ke dalam jurang yang sangat curam di dekat situ! Keempat
orang itu mengalami kematian tanpa mengetahui siapa yang membunuh
mereka dan dengan cara bagaimana.
Setelah menggunakan kegesitan dan ketangkasannya melemparlempar keempat orang itu bagaikan melemparkan rumput-rumput saja,
Giok Ciu lalu bertindak maju dan menyingkap kain sutera penutup
tandu. Tiba-tiba tangannya yang pegang tandu itu gemetar dan
dadanya berdebar keras, karena wanita muda yang ditolongnya itu
bukan lain ialah nona Suma Li Lian!
Suma Li Lian ketika melihat bahwa yang menolongnya adalah Kwi
Giok Ciu, gadis pendekar yang perkasa dan yang pernah dilihatnya
dulu, tampak gembira sekali dan segera ia keluar dari tandu sambil
memondong anak kecil itu.
"Kwie Lihiap! Kaukah itu? Sukurlah dan banyak-banyak terima
kasih, lihiap, karena kau ternyata telah menolong jiwaku dari
ancaman empat binatang keparat tadi."
Giok Ciu terima pernyataan terima kasih itu dengan senyum
dingin saja. "Siapakah mereka itu dan hendak kemanakah kau sampai
tersesat di gunung ini?" tanyanya.
"Kwie Lihiap, aku sengaja menyewa tandu ini untuk mendaki
bukit ini. Aku telah membayar mahal sekali kepada empat orang itu.
Siapa tahu, sampai ditempat ini mereka agaknya mengandung maksud
buruk terhadap diriku. Untuk sekali kau keburu datang!"
"Hmm, dengan maksud apakah kau mendaki bukit ini?" tanya Giok
Ciu dengan sikapnya yang masih dingin.
Tiba-tiba Li Lian menangis sambil mendekap anak perempuan
yang usianya kurang lebih enam bulan itu di dadanya!
"Eh, mengapa tiba-tiba kau menangis?" tanya Giok Ciu.
"Lihiap, kau.. kau tolonglah, lihiap. Aku sedang mencari
ayah anak ini, dan dia dulu pernah memberi tahu padaku bahwa jika
aku hendak mencari padanya aku harus mendaki bukit Kam-hong-san
ini" Makin keras debar jantung Giok Ciu dan ia kini merasa betapa
kedua kakinya menggigil, tapi sedapat mungkin ia menahan dan
menindas perasaan ini. "Siapa siapakah ayah anak ini dan. Dan
ini anak siapakah.?" Tanyanya gagap.
"Ini adalah anakku, lihiap, dan ayahnya. adalah Bun Sin
Wan.." Biarpun tadi dengan kuatir sekali di dalam dada Giok Ciu
telah ada yang menduga akan hal ini, naun keluarnya pernyataan
dari bibir Suma Li Lian sendiri itu membuat ia merasa seakan-akan
bumi yang dipinjaknya bergoyang-goyang hingga kedua matanya
menjadi gelap dan kepalanya pening. Ia terhuyung-huyung, tapi
segera ia mengerahkan tenaga batinnya untuk menekan perasaannya.
Setelah mengatur napas beberapa lama, barulah ia tenang kembali
dan kegelapan yang menyelimuti dirinya berangsur-angsur lenyap.
Ia lalu memandang wajah yang cantik tapi agak pucat dihadapannya
itu, dan sedapat mungkin ia menekan suaranya hingga tidak
terdengar ketus. "Nona Suma, tidak salahkan pendengaranku tadi bahwa ayah
anakmu ini adalah Bun Sin Wan?" tanyanya.
Suma Li Lian memandang Giok Ciu dengan sinar mata penasaran
hingga mata yang bening bagaikan mata burung Hong itu memancarkan
cahaya. "Kwi Lihiap, biarpun aku bukan seorang wanita gagah seperti
engkau, namun tetap mempunyai kesetiaan dan kejujuran dalam hal
ini. Kalau bukan kanda Sin Wan yang menjadi suamiku, untuk apakah
aku mengatakan bahwa dia adalah ayah anakku ini?" Dan setelah
berkata demikian ia memandang Giok Ciu dengan sikap menantang.
"Kau bohong!" teriak Giok Ciu marah sekali. "Kau sengaja
memfitnah orang! Kau perempuan hina yang harus mampus!" Dengan
pedang terhunus di tangan, Giok Ciu mengancam.
Tapi Suma Li Lian tidak takut, bahkan tetap tersenyum tenang,
"Kwie Lihiap, mungkin kau mencinta kanda Sin Wan dan karenanya
menjadi sakit hati kepadaku. Tapi jangan kau sebut aku pembohong
karena aku sama sekali tidak bohong padamu. Anak ini adalah anak
kanda Sin Wan dan aku! Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja hal
ini kepadanya sendiri. Bukankah ia ada di sini?"
"Suma Li Lian! Kalau kau memfitnah, jangan anggap aku
keterlaluan kalau aku akan cincang hancur tubuhmu! Bun Sin Wan
selalu bersamaku dan kami tak pernah berpisah. Bagaimana kau dapat
berkata bahwa anak ini adalah anaknya?" Kini Giok Ciu berubah
pucat sekali dan bibirnya terasa kering. Sinar matanya seakan-akan
memohon kepada Li Lian supaya menarik kembali kata-kata tuduhan
tadi. Tapi kata-kata yang keluar dari mulut Li Lian yang tenang
itu bagaikan sebilah pisau berbisa yang mengiris-iris jantungnya.
"Kwie Lihiap, memang benar kata-katamu itu, dan akupun hanya
sekali saja bertemu dengan kanda Sin Wan. Tapi pertemuan yang
sekali itu telah mengikat kami menjadi suami isteri dan bukti yang
terutama ialah anak kami ini. Ingatkah kau ketika Sin Wan pergi
seorang diri hendak mencegat ayahku? Bukankah waktu itu kau tidak
ikut dan tinggal di dalam kelenteng? Nah, pada waktu itu, larut
tengah malam menjelang fajar, pada waktu itulah kami bertemu, atau
lebih tepat, kanda Sin Wan menemuiku. Ia memasuki kamarku dan
menyatakan cintanya padaku. Pada saat itulah kami menjadi suami
isteri." Giok Ciu maju dan memegang erat lengan Li Lian. "Kau.. kau.
katakanlah sebetulnya, apakah kau tidak bohong? Apakah hal ini
terjadi betul-betul? Mengapa kau tidak berteriak pada waktu itu?"
Suma Li Lian menundukkan muka dengan wajah memerah, "Aku
tidak membohong, lihiap. Demi kehormatanku, demi Thian Yang Maha
Kuasa, aku tidak membohong. Biarpun aku tidak dapat melihat
wajahnya pada waktu itu dan keadaan gelap, namun aku dapat
mengenal suaranya dan iapun mengaku bahwa ia adalah kanda Sin Wan
sendiri. Dan aku. aku tentu akan berteriak minta tolong, kalau
saja dia bukan kanda Sin Wan..aku, aku cinta padanya, lihiap. Aku
cinta kepada musuh ayahku!! Sekarang, sekarang.. aku merasa malu
dan hina sekali, tapi apa boleh buat anak ini telah terlahir
dan perlu bertemu dengan ayahnya" Maka menangislah Li Lian
tersedu-sedu dan Giok Ciu melepaskan pegagannya pada lengan tangan
ibu muda itu, dan gadis itu berdiri termenung seakan-akan
semangatnya telah meninggalkan tubuhnya. Ia tidak measa betapa air
matanya mengalir turun dari sepasang matanya yang suram, tidak
tahu betapa wajahnya pada saat itu lebih menyerupai seorang mayat
hidup! Kemudian ia teringat sesuatu. "Benarkah kau telah
mengkhianati seorang she Gak dan mengatakan kepada para pahlawan
bahwa dia ini mempunyai hubungan dengan kami?"
"Benar, lihiap. Aku benci sekali kepadanya. Telah beberapa kali
ia bersikap tak patut terhadapku, maka aku segera mengadukan dia
dan sepanjang yang kudengar, ia dikejar-kejar oleh para pengawal
kaisar. Lihiap, sekarang kau tologlah aku, dimanakah adanya kanda
Sin Wan?" "Kau hendak bertemu padanya? Boleh! Memang kau harus bertemu
padanya, kau harus bertemu sekarang juga! Hayo, kuantar kau!!""
Kemudian Giok Ciu mengajak Suma Li Lian naik ke lereng bukit itu.
Ibu muda itu naik dengan sukar sekali, tapi Giok Ciu tidak
memperdulikannya, bahkan berjalan mendahuluinya dengan tindakan
bagaikan orang mabok. Sin Wan yang baru saja sadar dari siulian, menyambut
kedatangan Giok Ciu dengan senyum gembira. Tapi ia kaget sekali
melihat wajah gadis itu. Ia segera maju hendak memegang tangan Giok
Ciu, tapi gadis itu berkelit cepat dan memandangnya penuh
kebencian. Nyata sekali betapa Giok Ciu menahan-nahan nafsunya
hendak menyerang Sin Wan.
"Moi-moi. Kau kenapakah??" Sin Wan cemas sekali melihat
keadaan Giok Ciu yang disangkanya sakit atau telah terjadi hal
yang hebat. Tapi Giok Ciu hanya menggigit bibir dan memandangnya dengan
mata yang kini mulai digenangi air mata! Pada saat itu terdengar
suara kaki orang menaiki jalan naik itu dengan susah payah. Sin
Wan cepat memandang dan terkejutlah ia ketika melihat betapa Suma
Li Lian sambil menggendong anak kecil sedang mendaki dengan napas
terengah-engah karena sangat kelelahan!
Sebagai seorang berbudi halus, melihat keadaan Li Lian, Sin Wan
tidak tega mendiamkannya saja, maka cepat ia maju dan mengulurkan
tanggannya untuk membantu gadis itu menaiki sebuah batu. Tapi tak
disangkanya sama sekali, ketika Suma Li Lian telah berdiri tetap
didepannya, wanita itu segera menubruk dan memeluknya sambil
berbisik tercampur isa. "Kanda Sin Wan alangkah banyak derita kualami dalam
mencari engkau" maka terdengarlah tangis mengharukan dibarengi
dengan pekik tangis bayi dalam gendongan ibunya itu. Sin Wan
mendengar sebutan Li Lian padanya itu menjadi heran sekali. Ia
mengangkat-angkat kedua alis matanya dan memandang dengan muka
bodoh. Tak dapat ia berlaku kasar untuk mencegah pelukan Li Lian,
karena ia tahu betapa gadis itu sangat lelah dan juga ia takut
kalau-kalau anak dalam gendogan itu akan terjatuh.
"Suma-siocia, kau tenanglah, jangan peluk-peluk aku seperti
ini. Duduklah dan mari kita bicara baik-baik," katanya dengan
halus. "Koko.. kenapa kau masih sebut aku siocia? Lihat.. lihatlah!
Ini adalah anakmu! Anak kami, terlahir lima bulan yang lalu!
Koko. ternyata jodoh kita tak dapat direnggut putus demikian saja,
lihat anak ini belum kuberi nama, sengaja kubawa kepadamu, kepada
ayahnya untuk menimangnya dan memberinya nama."
Kalau ada geledek menyambar barangkali Sin Wan takkan
sekaget ketika mendengar kata-kata Suma Li Lian ini. Ia merasa
seakan-akan seluruh rambut dikepala dan tubuhnya berdiri dan
meremang. Ia takut kalau-kalau wanita ini telah menjadi gila1 Tak
terasa pula ia mundur beberapa langkah dengan napas terengahengah, lalu katanya,
"Suma-siocia, apakah yang kau maksudkan dengan semua ini? Kau
telah menjadi gila atau akukah yang sedang mimpi?" Kemudia Sin Wan
berpaling kepada Giok Ciu yang masih memandangnya seperti tadi,
bahkan kini di sudut bibir gadis itu membayang senyum menghina.
"Moi-moi, agaknya kau lebih tahu tentang hal ini. Coba
terangkan, apakah artinya semua ini? Mengapa kau bawa Suma-siocia
ke sini dan anak ini anak siapakah?"
Tiba-tiba Giok Ciu menggunakan jari telunjuk menunding
mukanya. "Siapa sudi kau sebut moi-moi? Laki-laki rendah, laki-laki
hinda, laki-laki pengecut! Tak tahu malu, sudah berani berbuat
tidak berani bertanggung jawab, bahkan masih berpura-pura bodoh
pula sekarang! Sungguh tak kusangka sama sekali! Kau.. orang yang
tadinya kuanggap semulia-mulianya orang, yang kusangka sejantanjantannya diantara sekalian yang jantan, tak tahunya hanyalah
seorang hina dina!" "Moi-moi tahan mulutmu!" bentak Sin Wan dengan marah sekali
dan wajahnya memucat. "Tidak! Aku hendak bicara terus, kau mau apa? Lihat, mulai saat
ini aku Kwie Giok Ciu tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan
seorang rendah bernama Bun Sin Wan!" Sambil berkata demikian gadis
itu mencabut suling pemberian Sin Wan dulu dan mematahkan suling
itu ke dalam tangan, lalu dua potong patahan suling itu ia remasremas sampai hancur lebur sambil tertawa bekakakan
"Moi-moi, diamlah!" Sin Wan membentak lagi dengan keras sekali
karena ia merasa ngeri melihat betapa gadis itu berdongak sambil
tertawa yang sangat aneh bunyinya dan pada saat itu ia tampak
seperti mayat sedang tertawa menyeramkan.
Giok Ciu melempar-lemparkan hancuran suling itu ke atas dan
angin gunung membawa bubukan itu bertebaran ke mana-mana,"Ha, ha,
ha! Lihatlah, lihatlah, hai bunga dan pohon! Lihatlah betapa citacita itu telah lebur, telah cerai berai dan musna terbawa angin.
Lihatlah betapa semua telah hancur, telah hancur..... sekarang tidak
ada apa-apa lagi...... hancur lebur..... habis.........." Dan kembali ia
tertawa menyeramkan, tapi suara ketawanya itu berangsur-angsur
menjadi isak tangis sedih. Lalu Giok Ciu lari dari situ dengan cepat
sekali sambil membawa suara tangisnya makin menjauh.
"Moi-moi......!" Sin Wan juga lari mengejar, tapi tiba-tiba Giok
Ciu mencabut pedang Ouw Liong Pokiam dan membalikkan tubuh dengan
pedang hitam itu melintang di dada. Sikapnya garang sekali dan ia
membentak, "Bangsat rendah! Kau mau apa? Jangan halang-halangi pergiku,
kembalilah kepada isteri dan anakmu! Awas, satu tindak saja kau
melangkah maju, aku akan mengadu jiwa denganmu!"
Tadinya Sin Wan hendak nekad maju, tapi ia pikir lagi bahwa
Giok Ciu sedang panas hati dan mata gelap, maka tidak baik kalau
dipaksa dan mungkin akan terjadi pertempuran mati-matian dan ia
anggap ini bukanlah penyelesaian yang baik. Maka ia hanya
memandang gadis itu dengan wajah sedih, lalu berkata,
"Baiklah, moi-moi. Kau menuduh aku yang bukan-bukan tanpa
memberi kesempatan dan ketika kepadaku untuk membela diri!"
Tapi Giok Ciu tidak memberi kesempatan kepadanya untuk bicara
terus karena gadis itu telah membalikkan tubuhnya dan lari ke
Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bawah gunung dengan cepat sekali dan Ouw Liong Pokiam di
tangannya berkilau-kilau ditimpa sinar matahari! Akhirnya Sin Wan
membalikkan tubuhnya setelah bayangan gadis itu tidak tampak lagi
dan ia teringat kembali akan Suma Li Lian, maka dengan kertak gigi
karena gemas, ia lari kembali ke tempat gadis bangsawan itu.
Ia melihat betapa gadis itu berdiri sambil menyusui anak itu,
maka wajah Sin Wan memerah. Ia memalingkan mukanya dan dalam
keadaan malu dan jengah melihat betapa Li Lian di hadapannya tanpa
malu-malu menyusui anak itu, timbullah keheranan besar dalam hati
Sin Wan. Li Lian telah mempunyai anak dan mengaku bahwa anak itu
adalah anaknya pula! Li Lian mengaku bahwa dia adalah suaminya!
Sungguh gila, gila dan lucu.
Sambil berdiri membelakangi Li Lian, Sin Wan berkata, "Sumasiocia, kalau kau sudah selesai menyusui anak itu, katakanlah agar
kita bisa bicara dengan baik."
Beberapa lamanya mereka berdiri dalam keadaan demikian. Li
Lian berdiri menyusui anaknya sambil memandang tubuh belakang Sin
Wan dengan mata sayu dan agak terheran melihat sikap pemuda itu,
sedangkan Sin Wan berdiri memangku kedua lengan sambil memeras
otaknya mengapa timbul perkara aneh dan gila ini!
Tak lama kemudian terdengar Li Lian berkata kepadanya,
"Kanda Sin Wan, sungguh aku tidak mengerti akan sikapmu. Kau
adalah seorang pemuda gagah perkasa dan berbudi tinggi. Benarbenarkah kau tidak mau mempertanggung jawabkan perbuatanmu
sendiri?" Sin Wan kertak giginya dengan marah dan gemas sekali. "Sudah
selesaikah kau menyusul anakmu?" bentaknya.
"Sudah, biarpun aku tidak mengerti mengapa kau pura-pura
tidak bisa melihat anakmu sendiri menyusu di dada ibunya!" jawab Li
Lian penasaran. Bagaikan kilat cepatnya Sin Wan meloncat sambil membalikkan
tubuh dan ia berdiri di depan Li Lian. Gatal-gatal tangannya
hendak menampar perempuan ini, tapi melihat betapa sepasang mata
yang bening dan wajah yang ayu itu tampak sangat agung
memandangnya tanpa rasa takut sedikitpun juga, ia menjadi lemas.
"Nona Suma, sekarang kau katakanlah yang sebenarnya. Mengapa
kau lakukan hal keedan-edanan ini?Apakah salahku kepadamu maka
kau memfitnah padaku?" Tiba-tiba Sin Wan menjadi pucat dan kedua
matanya bersinar-sinar. Ia lalu tertawa dan berkata kepada Li Lian
yang terheran-heran. "Ha, ha, ha! Kau perempuan licin! Sungguh kau cerdik dan lihai!
Kini aku tahu, tentu kau lakukan ini untuk membalas dendammu
karena aku telah membunuh ayahmu bukan? Ha, ha, ha! Benar-benar
kau hebat dan lihai! Dengan tenaga kau tak mungkin dapat membalas,
kini kau membalas, dengan akal jahatmu. Tapi hasil muslihatmu ini
ternyata lebih hebat dan sakit rasanya daripada kalau kau membalas
dengan pukulan maut! Ah, mengapa Giok Ciu tidak menginsafi hal
ini........?" "Koko Sin Wan! Jangan kau ngaco belo tidak karuan......." Dan
tiba-tiba Li Lian menangis sedih. "Aku.... mengapa pula aku harus
membalas dendam? Bukankah aku sudah menjadi isterimu? Koko,
biarpun kau hendak berlaku pengecut dan mengingkari janji dan
membodohi semua orang, tapi kau tidak dapat menipu Thian Yang Maha
Agung! Inilah buktinya! Lihatlah anak ini, inilah hasil pertemuan
kita dulu! Atau kau pura-pura lupa ketika kau memasuki kamarku
pada pagi hari dulu itu? Koko, kau tahu bahwa aku..... aku mencinta
padamu, kalau tidak demikian halnya, mungkinkah aku sudi
melayanimu sedangkan aku tahu bahwa kau adalah musuh ayahku? Aku
telah korbankan ayahku, korbankan namaku, korbankan perasaanku
untuk membalas cintamu, tapi mungkinkah seorang pemuda gagah
perkasa dan berbudi seperti engkau ini mempunyai hati palsu? Ah,
tak mungkin! Aku takkan percaya! Wajahmu tak mungkin palsu tapi.....
mengapa sikapmu begini terhadapku, koko......" dan dengan sangat
sedihnya Li Lian menangis dan menutupi mukanya sehingga ia tidak
melihat betapa Sin Wan mendengarkan ucapannya dengan wajah makin
terheran dan mata makin lebar terbelalak.
Sin Wan benar-benar tak berdaya karena herannya. Setelah
menggunakan lidahnya membasahi bibirnya yang kering, ia akhirnya
berkata dengan halus, "Nanti dulu, nona, tenanglah dulu. Coba kau ceritakan padaku
tentang pagi hari itu, pada waktu mana kau bilang aku memasuki
kamarmu. Coba ceritakanlah hal itu dengan terus terang."
Suma Li Lian memandangnya heran dan seakan-akan tak percaya
akan apa yang didengarnya dari mulut pemuda itu. Akhirnya ia
menghela napas dan berkata,"Baiklah kalau kau kehendaki itu. Dulu
ketika mendengar bahwa kau mencari-cari ayahku untuk kau bunuh,
hatiku hancur dan sedih sekali, karena sesungguhnya aku tidak suka
melihat kau membunuh ayah. Pertama-tama memang sebagai seorang
anak tentu saja aku tidak rela kalau ayah dibunuh orang, kedua, di
lubuk hatiku aku sangat tertarik dan suka kepadamu yang biarpun
menjadi musuh ayahku, namun kau telah berlaku sopan dan jujur
terhadapku, bahkan kau telah membela aku dari kemarahan Kwie
lihiap. Semenjak itulah maka timbul rasa cinta di dalam hatiku.
Malam ketika kau pergi itu aku tak dapat tidur. Menjelang fajar,
aku melihat bayangan orang memasuki kamarku dari jendela. Karena
lampu telah padam, maka aku tak dapat mengenal mukamu, hanya dapat
menduga karena potongan tubuhmu kukenal baik dan bayangan itu
potongan tubuhnya memang sama dengan engkau. Kemudian kau
membuka suara memanggilku, maka aku tidak ragu-ragu lagi bahwa
kaulah yang datang. Kau menyatakan cintamu tanpa banyak kata dan
aku......... aku tak berdaya menolakmu karena..... memang aku cinta
padamu....! Ah, kanda Sin Wan, perlukah hal ini disebut-sebut lagi? Atau apakah
ketika itu kau hanya pura-pura saja dan sengaja mempermainkan
aku?" Tiba-tiba Sin Wan mengangkat tangan dan meramkan mata karena
ia sedang memikir keras. "Nanti dulu..... ketika hal itu terjadi,
yakni ketika bayangan itu memasuki kamarmu, apakah waktu itu
sudah terdengar ayam berkokok?"
Suma Li Lian mengingat-ingat lalu berkata tetap," Belum,
koko, karena aku ingat betul bahwa setelah kau pergi meninggalkan
aku, barulah aku mendengar suara ayam berkoko memasuki jendela
kamarku yang terbuka karena kau agaknya lupa menutup kembali."
Sin Wan mengangguk-angguk,"Hmm, aku tahu sekarang mengapa
kau dulu ketika hendak berpisah dengan aku, mengucapkan kata-kata
yang tak kumengerti sama sekali, yakni kau sesalkan aku yang tidak
ingat akan kejadian pagi itu. Kini aku mengerti. Ketahuilah, Sumasiocia, Pada saat itu aku masih belum kembali ke kelenteng, dan
datangku ke kelenteng adalah pada waktu matahari telah naik
tinggi! Pada saat ada orang memasuki kamarmu itu aku tengah
mencegat seorang diri di hutan, mencegat kendaraan ayahmu!"
Jilid IX Kini wajah suma Li Lian menjadi pucat sekali, dan ia lalu
berkata dengan suara yang hampir tidak kedengaran, "Apa........?
Kalau begitu........ siapakah....... siapakah........?" ia lalu menggunakan
kedua tangan menutupi mukanya yang pucat dan terlihat oleh Sin
Wan betapa sepuluh jari itu menggigil hingga timbul hati iba di
dalam hatinya terhadap nasib gadis yang malang ini.
"Siocia, biarpun tidak ada bukti, namun aku berani pastikan
bahwa yang menganggu engkau tentu bukan lain orang ialah Gak Bin
Tong!" "Apa katamu?" Li Lian berteriak keras.
Sin Wang mengangguk-angguk, "Kau tentu tidak mengetahui
bahwa pada malam itu, pemuda muka putih itu bermalam di kelenteng.
Ia memiliki ilmu silat yang tinggi juga dan tentang potongan tubuh,
memang ia sama dengan aku agaknya. Pula, ia memang terkenal sangat
cerdik dan licin, juga aku tahu bahwa ia mempunyai adat yang
buruk, maka sudah pasti ia meniru-niru suaraku untuk mengelabui
engkau!"" Mendengar kata-kata ini, tiba-tiba Li Lian berteriak dan roboh
pingsan! Sin Wan cepat sekali menyambar tubuh nona itu, lalu mengambil
anak kecil dari gendongan Li Lian dan merebahkan tubuh itu
perlahan di atas rumput. Anak itu menangis keras dan Sin Wan
terpaksa gendong anak itu sambil mengayun-ayunnya di dalam
lengannya. Ia merasa kasihan sekali melihat Li Lian dan di dalam
hati ia bersumpah hendak membunuh Gak Bin Tong manusia keparat
itu! Ketika Li Lian sadar dari pingsannya, ia menangis menggerunggerung dan memukul-mukul kepala sendiri. Rambutnya menjadi awutawutan dan berkali-kali ia mengeluh, "Ya Tahun, Engkau tidak adil!
Sungguh tidak adil!! Mengapa aku harus menderita semua ini? Koko
Sin Wan, biarpun perbuatanku itu rendah dan hina, tapi agaknya aku
masih sanggup mempertahankan hidupku bahkan sanggup mencapai
kebahagiaan jika kiranya engkaulah orang itu! Tidak kusangka.......
dia itu..... Gak Bin Tong keparat, manusia iblis terkutuk..... aduh,
aduh.... nasib diriku..... dosa apakah yang telah kuperbuat maka
terhukum sehebat ini........? Gak Bin Tong, kau....... kau....... bangsat!!
Tunggu, aku harus bunuh kau untuk perbuatanmu yang terkutuk itu!"
Tiba-tiba Suma Li Lian, gadis bangsawan cantik jelita yang biasanya
halus itu, menjadi liar dan ganas. Rambutnya awut-awutan, matanya
yang bening terputar-putar dan mulutnya mengeluarkan busa! Ia
lalu lari turun gunung, tersaruk-saruk, jatuh dan bangun lagi,
terus lari sambil memaki-maki nama Gak Bin Tong seakan-akan
pemuda muka putih itu telah berada di depannya dan sedang dikejarkejarnya untuk dibunuh!
Sin Wan kaget melihat bahwa Suma Li Lian agaknya telah
berubah pikiran dan menjadi gila! Ia hendak mengejar, tapi tibatiba anak perempuan yang baru berusia lima bulan dan berada di
dalam gendongannya itu menangis keras! Ia menjadi serba salah,
karena dengan cara kikuk dan kaku sekali ia menggendong anak kecil
itu dan tidak berani lari sambil menggendong. Untuk tinggalkan
anak itu iapun tidak tega. Lagi pula, untuk apa ia mengejar Li
Lian? Maka akhirnya ia hanya berdiri bingung sambil memandang
anak yang menangis keras di dalam pelukannya itu.
Setelah ditimang-timang beberapa lama tapi anak itu tidak
juga mau diam seakan-akan menangisi ibunya yang lari pergi
meninggalkannya, Sin Wan menjadi bingung sekali. Kemudia ia
meletakkan anak itu di atas rumput kering, lalu ia meloncat
memetik buah yang telah masak. Setelah ia memberi makan anak itu
dengan buah, diamlah tangis anak itu hingga Sin Wan yang tadinya
bingung sekali sampai mengeluarkan peluh dingin di dahinya, kini
tersenyum girang karena anak itu makan buah sambil tertawa-tawa
lucu! Sin Wan memutar-mutar otaknya. Mengapa ia harus mengalami
peristiwa yang aneh dan membingungkan ini? Kala teringat kepada
Giok Ciu, ia merasa sedih sekali dan hatinya terasa perih, apalagi
kalau mengingat beapa gadis kekasihnya itu telah menghancurkan
suling pengikat jodoh mereka! Kalau teringat kepada Li Lian,
hatinya terharu dan ia merasa kasihan sekali akan nasib gadis
cantik itu. Ayahnya telah terbunuh olehnya, sedangkan ia sendiri
mengalami nasib memalukan dan yang menghancurkan namanya dan
nama keluarganya. Teringat akah hal ini, memuncaklah kegemasan
Sin Wan kepada Gak Bin Tong! Kemudia ia teringat kembali kepada
anak Li Lian yag ditinggalkan oleh ibunya ini. Apa yang harus ia
lakukan? Memelihara anak ini? Ah, ia tak sanggup dan juga tidak
mau. Habis bagaimana? Tiba-tiba ia teringat akan kampung ibunya. Wajahnya menjadi
terang, dan ia lalu angkat anak itu dalam dukungannya dan
berangkatlah ia turun gunung menuju ke perkampungan ibu dan
kakeknya. Kedatangannya disambut girang oleh para penduduk
kampung, tapi alangkah heran mereka ketika melihat bahwa pemuda
pahlawan mereka itu datang sambil mendukung seorang anak
perempuan yang masih bayi!
Dengan singkat Sin Wan menuturkan riwayat anak kecil itu,
tentu saja tanpa membongkar-bongkar rahasia ibu anak itu, kemudian
ia menyerahkan anak itu kepada seorang janda she Thio untuk
dirawat. Kepada janda itu Sin Wan memberi beberapa potong emas
sebagai bekal membiayai pemeliharaan anak itu. Kemudian, ia pun
pergi hendak mencari Giok Ciu. Ia piker bahwa gadis itu tentu pergi
mencari musuh besarnya, yakni Cin Cin Hoatsu. Asal saja ia pergi
mencari pendeta Tibet itu, banyak harapan ia akan bertemu dengan
Giok Ciu. Ia ingin sekali segera bertemu dengan gadis itu
menjelaskan segala hal tapi apa boleh buat, ia harus bersabar,
karena ia tak tahu jurusan mana yang diambil oleh gadis itu!
Beberapa hari kemudian ketika Sin Wan tiba di luar sebuah
kampung, ia melihat bayangan seorang yang dikenalnya baik, karena
dari belakang ia kenal bahwa orang itu adalah Kwi Kai Hoatsu!
Pertapa lihai itu sedang keluar dari kampung itu dan berlari keras
sekali. Sin Wan juga merasa penasaran dan marah karena pernah
terjatuh dalam tangan imam dari Tibet ini segera mengejar. Juga,
selain hendak membalas kekalahan dulu, iapun tahu bahwa ini adalah
saudara seperguruan dari Cin Cin Hoatsu, maka kalau mungkin ia
hendak mendapat keterangan tentang musuh besar itu dari Kwi Kai
Hoatsu. Karena kepandaiannya memang tinggi, Kwi Kai Hoatsu segera
tahu bahwa dirinya dikejar orang, maka segera ia "tancap gas" dan
membalap sekerasnya! Tapi Sin Wan telah mempunyai ginkang yang
mendekati puncak kesempurnaan, maka ia tidak tertinggal, bahkan
lambat laun tapi pasti, ia makin dekat dengan pendeta yang
dikejarnya itu. Diam-diam ketika menengok, Kwi Kai Hoatsu terkejut
sekali melihat betapa orang yang mengejarnya itu makin dekat. Ia
tidak menyangka sama sekali bahwa pengejarnya demikian lihai.
Tadinya ia menyangka bahwa yang mengejarnya hanyalah orang biasa
saja, maka ia hendak mempermainkannya, tidak tahunya, setelah
mengerahkan tenaga larinya, ternyata jarak antara ia dan
pengejarnya itu makin dekat saja.
Karena marah dan penasaran, ketika tiba di tempat sunyi dan
kanan kiri hanya terdapat sawah kosong, ia berhenti dan menanti
dengan mata melotot. Tapi ketika pengejarnya dengan cepat sekali
telah tiba di depannya, ia memandang pemuda tampan yang sedang
tersenyum di depannya itu dengan heran, karena ia mengenal pemuda
ini. "Eh, ternyata engkaukah ini?" katanya dengan senyum sindir
karena ia hendak tetapkan hati sendiri dengan memandang rendah
pemuda itu. Tak mungkin pemuda ini dapat memiliki kepandaian yang
lebih tinggi darinya karena biarpun andaikata pemuda ini belajar
lagi, namun waktunya hanya setahun dan dalam masa waktu sependek
itu tak mungkin pemuda ini akan dapat melawan kepandaian lweekang
dan hoatsut yang telah dipelajarinya berpuluh tahun lamanya.
Sin Wan menjawab dengan tenang,"Ya, akulah!"
Pertapa itu memandang ke kanan kiri, seakan-akan hendak
mencari-cari apakah pemuda ini berteman, karena kalau gadis yang
lihai dulu itu ikut datang, maka mereka berdua merupakan lawan
yang berat juga. Hatinya merasa lega ketika mendapat kenyataan
bahwa Sin Wan memang hanya seorang diri saja.
"Anak muda, apa maksudmu mengejarku? Apakah pelajaran yang
kau terima dulu itu belum membikin kau merasa kapok?"
Sin Wan tersenyum mengejek."Maksudmu, engkau atau akukah yang
menerima pelajaran dan merasa kapok? Kwi Kai Hoatsu, sesungguhnya
antara kita tidak terdapat sesuatu permusuhan yang menyebabkan
kita saling membenci, kecuali barangkali sifat-sifat sombong dan
tidak mau kalah dari kita masing-masing. Aku mengejarmu bukanlah
dengan niat hendak mengajak kau bertempur, kecuali kalau kau
sendiri yang memaksaku!"
Kwi Kat Hoatsu memandang kepada Sin Wan dengan heran. "Kalau
bukan untuk bertempur, mengapa kau mengejarku?"
Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sin Wan tersenyum sabar. "Aku hanya ingin bertanya di
manakah gerangan adanya Cin Cin Hoatsu pada waktu ini?"
Tiba-tiba Kwi Kai Hoatsu tertawa besar. "Enak saja kau bicara.
Kau mencari saudaraku itu untuk mengajak berkelahi dan mengadu
jiwa, bukan? Dan kau katakan bahwa kita tidak ada permusuhan?"
"Memang saudaramu itu musuh besarku. Ia telah membunuh mati
suhuku, yakni Hui-houw Kwie Cu Ek, maka aku harus membalas dendam
ini. Bukankah ini suatu hal yang lajim dan pantas?"
"Anak muda, jangan banyak ribut. Dengan kepandaianmu
serendah ini mana kau dapat melawan Cin Cin Hoatsu? Kau boleh
mencoba-coba kepandaianmu padaku, coba kulihat apakah kau cukup
pantas untuk bertanding melawan saudaraku itu!" Sambil berkata
demikian Kwi Kai Hoatsu mencabut keluar tongkar ular dan
hudtimnya yang terkenal lihai itu dan mendahului menyerang.
Sin Wan juga telah mencabut keluar Pek Liong Pokiam dan
melayani tosu itu. Ketika tongkat ularnya beradu dengan pedang
pusaka berwarna putih itu, terkejutlah si tosu, karena dari
bentrokan kedua senjata ini saja ia tahu betapa hebat tenaga
lweekang pemuda itu! Sungguh luar biasa betapa dalam waktu setahun
saja tenaga lweekang pemuda itu yang dulu jauh dibawahnya, kini
boleh dikata telah mencapai kedudukan setingkat dengan dia, kalau
tidak lebih tinggi malah! Karena inilah maka ia menjadi jerih.
Memang, dalam hal ilmu silat, setahun yang lalupun ilmu pedang
Pek-liong Kiam-sut telah membuat tosu itu sibuk, hanya pada waktu
itu lweekangnya masih menang jauh hingga ia berhasil merobohkan
Sin Wan. Maka, kini setelah pemuda itu mendapat gemblengan khusus
dari Bu Beng Lojin dalam hal tenaga lweekang dan batin, tentu saja
kepandaian pemuda itu jauh lebih hebat lagi.
Sin Wan juga merasa betapa sampokan-sampokan senjata
lawannya tak terasa berat lagi baginya, hingga ia menjadi girang
dan mendesak hebat dengan sinar pedang. Dulu ia merasa betapa dari
tongkat ular itu keluar bau amis yang memuakkan, tapi sekarang ia
dapat melawan hawa itu dengan mengatur napasnya dan mengusir
hawa jahat yang menyerang mulut dan hidungnya dengan tiupan
napas. Setelah bertempur tiga puluh jurus lebih. Ia berhasil
membabat putus kebutan lawannya hingga tosu itu berseru kaget.
Kalau saja Sin Wan berlaku kejam, agaknya ia akan berhasil
membunuh Kwi Kai Hoatsu, tapi pemuda itu tidak bermaksud
membunuhnya, hanya ingin mengalahkannya saja sebagai pembalasan
tahun lalu. Maka cepat sekali pedangnya mengurung dan maksudnya
hendak membuat senjata lawan terlepas dari pegangan.
Kwi Kai Hoatsu yang tidak tahu akan kehendak pemuda itu dan
menyangka bahwa Sin Wan tentu akan mendesak dan membunuhnya,
menjadi sibuk sekali dan tiba-tiba ia berseru keras sambil mencabut
keluar sabuk sutera hitam yang dulu digunakan untuk merampas
pedang Sin Wan. Kini agaknya iapun hendak menggunakan lagi
senjata luar biasa itu. Sambil membentak keras dan mengerahkan
tenaga ilmu hitamnya, ia menggerakkan tangan kiri dan sutera hitam
itu bagaikan ular yang hidup menyambar pedang Sin Wan. Pemuda ini
girang sekali melihat senjata aneh ini dikeluarkan, karena ia
memang hendak mencoba kelihaian senjata yang dulu pernah merampas
pedangnya. Ia berlaku tabah dan bahkan membiarkan senjatanya
dibelit benda itu. Setelah ujung Pek Liong Pokiam terlibat erat,ia
lalu mengerahkan tenaga dalamnya untuk menolak serangan pengaruh
bentakan lawan dan membarengi menggunakan lweekangnya untuk
menggerakkan pedang itu. Terdengarlah suara kain robek dan
ternyata sutera hitam yang sangat diandalkan oleh Kwi Kai Hoatsu
telah terputus oleh pedang Pek Liong Pokiam!
Kwi Kai Hoatsu menjerit kaget karena ia tahu bahwa kini ia
akan tewas dalam tangan pemuda yang konsen ini, maka tanpa malumalu lagi ia lalu meloncat jauh untuk melarikan diri. Tapi Sin Wan
segera meloncat pula mengejar sambil berseru.
"Kwi Kai Hoatsu! Nanti dulu, jangan kau pergi sebelum memberi
tahu padaku tempat tinggal Cin Cin Hoatsu!" tapi tosu tidak
memperdulikan teriakannya dan lari makin cepat. Sin Wan terus saja
mengejar dengan lebih cepat. Biarpun ilmu lari cepat dari tosu itu
sudah cukup tinggi, tapi mana ia dapat melawan Sin Wan yang selain
mendapat didikan seorang suci dan berilmu tinggi, juga lteha makan
buah-buah mujijat yang membersihkan darahnya dan membuat
tubuhnya menjadi ringan. Lambat laun jarak antara mereka makin
dekat. Tapi, ketika Kwi Kai Hoatsu tiba di dalam sebuah hutan dan Sin
Wan telah dekat benar dengannya, tiba-tiba tosu itu mengeluarkan
sebuah benda dan membantingnya ke belakang. Benda itu pecah dan
mengeluarkan asap hitam tebal bergulung-gulung di belakangnya dan
membuat ia lenyap dari pandangan mata pengejarnya.
Sin Wan merasa terkejut dan cepat ia membelokkan arah jalannya
agar jangan sampai menerjang asap hitam itu karena ia menduga
tentu asap itu adalah asap berbisa yang berbahaya. Tapi, ternyata
tosu itu telah dapat melenyapkan diri di belakang tabir asap itu
karena tanpa diketahui oleh Sin Wan ke mana arah yang ditempuh
imam itu. Sin Wan merasa penasaran dan kecewa sekali mengapa tidak ia
robohkan saja imam jahat itu tadi agar dapat ia paksa untuk
mengaku dimana tempat tinggal Cin Cin Hoatsu. Kini ia kehilangan
pegangan dan tidak tahu harus mencari keman. Tapi ia pikir bahwa
keadaan Giok Ciu juga sama dengan dia sendiri yakni tidak
mempunyai tujuan yang tetap dalam mencari musuh besarnya. Maka
besar kemungkinan gadis itu akan mencari di kota raja, karena di
situlah pusat para pembatu kaisar berkumpul dan disitu pula akan
dapat dicari keterangan tentang musuh besar itu. Karena pikiran
ini, maka Sin Wan segera menuju ke kota raja.
Pikiran Sin Wan yang berotak cerdas ini memang tidak keliru.
Giok Ciu dengan hati sedih dan kalbu hancur lari turun dari Kamhong-san. Gadis itu berlari-lari sambil tiada hentinya menangis.
Kini ia tidak pedulikan segala apa dan tujuan hidupnya hanya satu,
yakni mencari Cin Cin Hoatsu dan membunuh orang yang telah
membunuh ayahnya itu. Ia merasa bingung sekali karena tidak tahu
harus mencari kemana, maka ia lalu menuju ke kotaraja, karena
teringat bahwa selain dari tempat itu, agaknya sukar untuk mencari
tahu tempat tinggal pendeta Tibet itu. Karena sedihnya, ia tidak
mau berhenti berlari dan lupa makan lupa tidur. Setelah sehari
semalam lari cepat tanpa berhenti sedikitpun, ia tiba di kota Anglen dan karena merasa kepalanya pening sekali dan tubuhnya panas,
terpaksa ia mencari sebuah rumah penginapan dan minta sebuah
kamar. Begitu tutup pintu kamar dan merebahkan diri di atas
pembaringan, ia jatuh pingsan. Ternyata karena mendapat serangan
dari dalam dan luar, gadis itu tidak kuat menahan lagi. Dari dalam
ia mendapat pukulan hebat sekali karena hatinya merasa hancur
dikecewakan oleh kenyataan betapa Sin Wan, pemuda kekasihnya dan
orang satu-satunya di dunia ini yang dicintanya dan dijadikan
sandaran hidupnya telah mencemarkan kesucian ikatan jodoh mereka
dan ternyata pemuda itu telah melakukan perbuatan yang hina dina
dan yang tak mungkin dapat ia maafkan lagi. Dari luar ia mendapat
serangan penyakit panas yang tentu akan dapat dilawan oleh
kekuatan tubuhnya kalau saja ia tidak memaksa tubuhnya berlari
terus-menerus sehari semalam tanpa mengaso dan tanpa makan.
Akhirnya tubuhnya tak kuat bertahan lagi dan jatuh sakit!
Setelah sadar dari pingsannya, Giok Ciu merasakan tubuhnya
sangat lemah dan kepalanya pusing sekali. Juga tubuhnya terasa
panas seakan-akan ada api yang membakar tubuhnya dari dalam. Ia
maklum bahwa gangguan kesehatan ini terjadi karena kesalahannya
sendiri, terjadi karena kacaunya keadaan hati dan pikirannya, juga
karena ia tidak memperhatikan pemeliharaan tubuhnya. Ia teringat
betapa suhunya, Bu Beng Lojin yang sakti itu, pernah berkata
demikian, "Alam telah mempunyai hukum-hukum tertentu dan siapa saaja
yang tidak menyesuaikan dirinya dengan hukum alam, pasti akan
mengalami bencana dan hukuman. Siapa yang melanggar hukum alam,
pasti akan terhukum dan menderita, sesuai dengan ketentuanketentuan hukum alam itu sendiri. Sebagai contoh, sebuah daripada
hukum-hukum alam itu ialah hukum kesehatan, misalnya ketentuan
bahwa manusia harus makan pada saat tubuhnya membutuhkan
makanan, harus beristirahat pada waktu tubh lelah dan membutuhkan
istirahat. Kalau kita paksakan diri dan melanggar ketentuan hukum
ini, tak dapat tidak pasti akan menderita hukumannya, yakni
mendapat sakti! Penyakit bukan datang dari luar, tapi terjadi
karena pelanggaran hukum itu tadilah! Demikian pula dengan
hukuman-hukuman yang lain, yang kesemuanya terjadi karena
pelanggaran-pelanggaran hukum alam yang kita lakukan sendiri,
bagaimana macamnya hukuman dan penderitaan itu. Maka hati-hatilah
menghadapi percobaan dalam hidupmu, karena sekali kau salah
tindak, bukan orang lain yang akan menerima hukumannya tapi kau
sendiri. Inilah keadilan alam!"
Mengingat akan semua nasihat-nasihat dan petuah-petuah
suhunya yang sangat berharga, agak terobatlah luka di hati Giok
Ciu. Ia menjadi tenang, walaupun rasa bencinya kepada Sin Wan masih
menghebat. Ia lalu turun dari pembaringan dengan perlahan dan
memanggil pelayan. Ketika pelayan datang, ia minta dibelikan
makanan dan makan dengan hati-hati, kemudian ia memerintahkan
pelayan untuk membeli obat pelawan panas dan setelah merawat diri
baik-baik dan membantu pekerjaan obat itu dengan bersamadhi dan
mengatur napas, maka dua hari kemudian sembuhlah ia. Setelah
merasa sembuh betul, barulah ia melanjutkan perjalanannya.
Malam hari berikutnya ia bermalam di sebuah kota kecil, di
dalam sebuah hotel. Menjelang tengah malam, ia terjaga dari
tidurnya oleh suara kaki orang yang dengan hati-hati sekali
berjalan di atas hotel itu! Giok Ciu dengan telinga terlatih dan
tajam, dapat menduga bahwa yang berjalan di atas genteng itu
hanyalah seorang yang memiliki kepandaian yang tidak seberapa
tinggi. Namun tindakan orang itu cukup mencurigakan dan karena
menduga akan terjadinya kejahatan, Giok Ciu segera berganti
pakaian dan meloncat keluar dari jendela, terus melayang naik ke
wuwungan rumah. Ia melihat bayangan hitam meloncat dan berlari-lari di atas
genteng rumah di depan maka ia segera mengejarnya. Giok Ciu sengaja
mengikuti orang itu untuk melihat apakah yang hendak dilakukan
olehnya. Ternyata setelah berputar-putar di atas rumah-rumah
orang, bayangan hitam itu meloncat turun ke dalam sebuah rumah.
Giok Ciu cepat mengejar dan meloncat turun pula. Ia melihat betapa
bayangan hitam itu menggunakan goloknya membuka jendela sebuah
kamar dan meloncat masuk. Terdengar teriakan tertahan dan suara
laki-laki yang kasar membentak, "Diam kalau tak ingin mampus!"
Giok Ciu marah sekali karena teriakan itu adalah teriakan
seorang wanita. Ia dapat menduga bahwa bayangan hitam itu tentulah
seorang penjahat. Kalau bukan jai-hoat-cat atau Penjahat Pemetik
Bunga, tentulah seorang pencuri atau perampok! Maka ia segera
membentak dari luar jendela,
"Bangsat hina yang berada di dalam kamar orang. Ayo lekas kau
keluar kalau tidak ingin kepalamu kutabas putus!"
Dari dalam kamar terdengar seruan marah dan heran dan pada
saat selanjutnya bayangan hitam itu meloncat keluar dari dalam
kamar sambil memutar-mutarkan goloknya ketika melalui jendela
agar jangan sampai disergap musuh. Tapi Giok Ciu hanya tertawa
menyindir sambil bertolak pinggang dan menanti di atas genteng.
Ketika penjahat itu telah berada di atas genteng, ia heran sekali
melihat di bawah sinar bulan bahwa yang mengganggunya hanyalah
seorang dara berpakaian serba hitam yang cantik sekali. Dalam
pakaiannya yang hitam itu, Giok Ciu tampak cantik dan gagah,
sedangkan kulit muka dan kedua tangannya tampak putih sekali.
Bayangan hitam itu ternyata seorang laki-laki yang masih
muda dan mempunyai sepasang mata bangsat yang liar. Kini,
menghadapi Giok Ciu, ia menyeringai dan berkata,
"Aduh, nona yang cantik seperti bidadari! Apa kehendakmu maka
kau memanggil aku kemari?"
Giok Ciu marah sekali mendengar kata-kata orang ini
mengandung kekurangjaran. Ia berkata dingin,"Kau mencari celaka
sendiri! Tadinya kusangka kau hanya seorang penjahat rendah yang
patut dikasihani dan diberi ampun dengan menerima peringatan
keras saja, tidak tahunya kau seorang yang lancang mulut pula!
Untuk kelancanganmu ini, kau harus meninggalkan sebelah
tanganmu!" Marahlah orang itu dan ia lalu menerjang dengan goloknya
setelah berseru,"Bagus! Perlihatkan kepandainmu, nona cilik!"
Tapi Giok Ciu dengan sekali sabet saja telah membuat golok
penjahat itu terbabat putus, kemudian cepat bagaikan kilat Ouw liong Pokiam berkelebat dan ebelum kuasa menghilangkan kagetnya
karena goloknya terbabat putus, tahu-tahu orang itu merasa tangan
kirinya perih dan dingin. Ketika ia melihat, ternyata tangannya
sebelah kiri telah terpotong pula pada sebatas pergelangan tangan
itu! Ia membelalakan mata dan lari sambil berteriak-teriak, "Aduh.
aduh tolong.. suhu. Tolong suhu.!"
Demikian tajamnya Ouw-liong Pokiam sehingga hamper saja
penjahat itu tidak merasa bahwa tangan kirinya telah terbabat
putus! Giok Ciu merasa puas telah memberi pelajaran kepada penjahat
itu, tapi begitu mendengar penjahat itu menyebut-nyebut gurunya,
ia segera mengejar. Kalau penjahat itu mempunyai seorang guru di
kota ini, maka gurunya tentu bukan serorang baik-baik pula dan
perlu dan dibasmi agar jangan merupakan pengganggu dan pengacau
rakyat di kota itu. Penjahat itu, terus menuju ke sebuah rumah yang tinggi
gentengnya sambil terus berteriak-teriak minta tolong kepada
gurunya. Tiba-tiba dari dalam rumah itu melayang keluar bayangan
seorang yang mempunyai gerakan gesit sekali. Giok Ciu siap dengan
pedangnya karena dari gerakan orang itu ia dapat menduga bahwa
lawannya ini tentu seorang yang memiliki kepandaian tinggi juga.
Ketika bayangan orang itu tiba di depannya dan membentak
nyaring, Giok Ciu merasa terkejut berbareng girang karena ternyata
bahwa orang itu bukan lain ialah Keng Kong Tosu!
"Ha, jadi kaukah guru penjahat itu? Pantas saja muridnya
jahat, tidak tahunya gurunya seorang penjahat besar!"
Keng Kong Tosu lebih kaget lagi ketika melihat bahwa orang
yang melukai dan mengejar muridnya bukanlain adalah gadis lihai
yang dulu pernah bertempur dengannya! Ia masih ingat betapa lebih
setahun yang lalu gadis itu telah memiliki kepandaian tinggi,
apalagi sekarang, maka diam-diam ia merasa jerih juga. Akan tetapi,
karena lawan itu telah berada disitu, pula ia dapat mengharapkan
bantuan tiga murid lain yang berada di bawah ia lalu membentak,
"Pemberontak perempuan, tidak tahunya kaukah yang lagi-lagi
menghina kami dan melukai muridku? Kau agaknya telah bosan
hidup!" "Jangan banyak cakap, kau majulah tosu palsu!" Giok Ciu lalu
menyerang hebat dengan pokiamnya, hingga Keng Kong Tosu buru-buru
meloncat dan mengeluarkan pedang pendek dan hudtimnya yang
digerakkan secara istimewa untuk menangkis dan balas menyerang. Ia
berlaku hati-hati sekali karena dulu pernah merasakan kelihaian
dari pendekar ini dan pernah dilukai pundaknya oleh pedang pusaka
yang ampuh itu. Tapi baru saja bertempur beberapa jurus, makin kuncup dan
jerih hati tosu itu karena ia mendapat kenyataan bahwa tenaga
lweekang dan permainan pedang dara itu kini telah maju hebat
sekali! Ia lalu bersuit nyaring untuk memanggil murid-muridnya
dan sambil membentak keras ia mengeluarkan senjata-senjata rahasia
jarum hitam dari dalam kebutannya. Jarum-jarum itu jumlahnya
lebih dari sepuluh batang dan kecil sekali sehingga ketika
Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyambar di dalam gelap itu, sama sekali tidak tampak. Tetapi Giok
Ciu memiliki tenaga pendengaran, yang halus sekali dapat menangkap
angina gerakan hudtim itu maka ia dapat menduga bahwa dari
gerakan itu tentu keluar senjata rahasia. Ia lalu menggunakan
pedangnya yang diputar dalam gerak tipu Naga Hitam Menutup Gua
untuk melindungi tubuhnya dan benar saja, terdengar suara tringtring nyaring sekali ketika jarum-jarum itu terpukul oleh
pedangnya. Pada saat itu, dari bawah meloncat naik tiga bayangan yang juga
memiliki gerakan gesit. Mereka ini adalah murid-murid Keng Kong
Tosu yang tadi sibuk menolong sute mereka yang terbabat tangannya
oleh pedang Giok Ciu. Kini mereka mendengar tanda siutan suhu
mereka, ketiga orang itupun mengambil senjata masing-masing dan
naik untuk membantu Keng Kong Tosu.
Sekali-kali Keng Kong Tosu berseru keras dan asap hitam
menyambar kearah tubuh Giok Ciu. Tapi Giok Ciu sekarang bukanlah
dara setahun yang lalu, yang takut akan segala ilmu hitam dan
senjata-senjata mujijat. Ia telah memiliki tenaga lweekang dan
tenaga batin yang kuat sekali dan membuatnya waspada dan tenang.
Melihat datangnya asap hitam yang berbau busuk itu, ia lalu
menggunakan mulutnya meniup ke depan dari atas ke bawah. Tenaga
tiupan ini demikian besar sehingga asap itu tertiup berbalik, dan
kini bahkan menyerang Keng Kong Tosu dan murid-muridnya! Tosu
sesat itu cepta menggunakan kebutannya diputar untuk mendatangkan
angina mengusir asap itu, juga dua orang muridnya meloncat
menyingkir, tapi seorang murid tidak menyangka sama sekali akan
tiupan Giok Ciu maka ia terserang oleh asap hitam itu. Ia kena sedot
asap itu sehingga terbatuk-batuk dan tubuhnya lalu terguling roboh
di atas genteng! Keng Kong Tosu terkejut dan marah sekali. Ia cepat
mengeluarkan obat pemunah dan memasukkan obat itu ke dalam mulut
muridnya. Seorang murid lain lalu memondong tubuh kawannya itu
dan meloncat ke bawah sedangkan gurunya dan seorang kawannya
yang masih berada disitu lalu maju mengeroyok gadis yang lihai itu.
Giok Ciu memutar pokiamnya dan memainkan ilmu pedang Ouwliog Kiam-sut yang luar biasa dan ganas. Sebentar saja sinar
pedangnya yang hitam dan membuat ia lenyap dari pandangan mata
kedua lawannya, telah mengurung dan mendesak kedua lawannya. Pada
saat itu murid yang tadi menolong kawannya terkena asap berbisa
dari suhunya sendiri, telah naik pula dan maju mengeroyok dengan
pedangnya. Tapi Giok Ciu tidak takut, bahkan tertawa menyindir.
"Keng Kong Tosu, tosu busuk! Kau agaknya hendak mampus sambil
membawa dua orang pengiring!"
Keng Kong Tosu marah sekali, tapi ia tidak berdaya, maka ia
lalu berkelahi dengan nekad dan mati-matian! Pada saat itu, tampak
berkelebat bayangan putih dan sebuah sinar putih yang terang
sekali meluncur dan menyerbu ke dalam kalangan pertempuran serta
langsung membantu Giok Ciu.
"Moi-moi, mari kita musnahkan manusia jahat ini!" terdengar
seruan Sin Wan dengan suara gembira karena tanpa dinyana ia dapat
bertemu dengan gadis itu di tempat ini!
Tapi Giok Ciu menjawab marah. "Siapa butuh pertolonganmu?
Jangan kau ikut mencampuri urusanku!"
Sin Wan merasa mendongkol juga mendengar betapa keng Kong
Tosu dan kedua muridnya sengaja memperdengarkan suara ketawa
untuk menghinanya. Ia merasa betapa gadis itu merendahkannya
dimuka musuh-musuhnya, maka dengan suara dingin ia berkata,
"Siapa yang hendak membantu engkau? Akupun mempunyai sedikit
urusan dengan tosu jahanam ini!" Sambil berkata demikian, Sin Wan
lalu menggunakan pedangnya yang bersinar putih menyerang hebat
dengan tipu Naga Putih Menembus Awan. Gerakannya hebat dan cepat
sekali sehingga Keng Kong Tosu menjadi terkejut dan cepat berkelit.
Tapi pada saat itu Giok Ciu yang tidak mau "didului" Sin Wan,
segera menyerangnya dengan gerakan Naga Hitam Terjun ke Laut!
Sementara itu, Sin Wan sudah merubah gerakannya dan kini menyabet
dengan tipu Naga Putih Sabetkan Ekor!
Mana bisa Keng Kong Tosu mempertahankan dirinya terhadap
serangan-serangan dari kedua anak muda yang mengeluarkan tiputipu terlihai dari Pek-liong Kiam-sut dan Ouw-liong Kiam-sut!
Biarpun ia menggunakan pedang pendek dan hudtimnya untuk menjaga
diri, tak urung kedua pedang lawan itu dengan berbareng telah
menusuk tembus dada dan lambungnya sehingga tanpa dapat berteriak
lagi Keng Kong Tosu roboh tak bernyawa pula! Giok Ciu merasa
penasaran karena lagi-lagi ia tak dapat mendahului Sin Wan dan
boleh dikata tosu jahanam itu terbunuh oleh mereka berdua dengan
berbareng! Dalam gemasnya ia hendak menyerang kedua murid Keng
Kong Tosu yang berdiri terkejut dan kesima, tetapi Sin Wan menegur,
"Jangan, Giok Ciu, jangan bunuh mereka!"
"Peduli apa kau dengan urusanku sendiri?" bentak gadis tiu
dan melanjutkan serangannya kepada dua orang murid tosu yang
telah mati itu. Tapi tiba-tiba sinar putih berkelebat cepat dan
pedang Sin Wan telah menangkis Ouw-liong Pokiam.
"Moi-moi, ingatlah pesan suhu. Jangan sembarangan membunuh
orang, kalau tidak terpaksa dan mempunyai asalan yang kuat! Sudah
cukup kita bunuh Keng Kong yang memang jahat, jangan ganggu
muridnya." Giok Ciu mencibirkan mulutnya,"Cih, pandai benar bermain
mulut, bisa saja berpura-pura alim dan suci, coba kau pandang
mukamu sendiri. Tak malu menyebut-nyebut orang lain jahat!"
"Moi-moi, dengarlah dulu keteranganku.."
"Siapa sudai mendengarkan kata-katamu yang palsu!" Dengan
ucapan ini Giok Ciu lalu meloncat pergi. Sin Wan tidak mengejarnya
karena ia maklum bahwa gadis itu benar-benar telah membencinya
dan tak mungkin mau diajak berbicara. Kalaupun ia dapat memberi
Manusia Harimau Merantau Lagi 3 Wiro Sableng 159 Bayi Satu Suro Pulang 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama