Ceritasilat Novel Online

Ksatria Putri Tionggoan 4

Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso Bagian 4


Penyerang Misterius itu sangat gesit dan lincah. Tohokantohokan tombak panjangnya dapat dihindarinya dengan hanya
memutar-mutar kepala dan sedikit badannya tanpa harus
menyeret kaki. Lalu sesekali ia melompat-lompat seperti kera.
Bao Ling sudah meningkatkan serangannya dengan
menggunakan jurus-jurus maut. Tongkat Naga merupakan salah
satu jurus andalannya. Tombaknya jadi lebih bertenaga, seperti
mengandung kekuatan bertenaga dalam yang tersalur melalui
lengannya yang kokoh. Tombaknya bergerak sangat cepat dari
tangan kanan ke tangan kiri. Sesekali menggantung di
badannya, berputar untuk beberapa saat sebelum gagang
tombaknya mengarah menonjok ke dada lawannya tersebut.
Lelaki misterius itu terentak ke belakang.
Namun ia masih dapat menahan limbung tubuhnya dengan
berdiri seimbang pada sepasang kakinya yang tegap. Bao Ling
tidak ingin melepaskan peluang saat melihat musuhnya terdesak
- mengendurkan pertahanan karena menahan sakit akibat
tohokan gagang tombaknya barusan. Dilemparkannya
tombaknya ke atas kepalanya. Tombaknya memutar serupa
255 propeler dan melayang di udara. Sekedip mata tombaknya
sudah berada kembali di tangannya. Dan tanpa membuangbuang waktu lagi karena refleks telah mengecoh mata dan
perhatian lawannya, ia melemparkan tombak tersebut dengan
sekuat tenaga. Tombaknya bergerak secepat kilat, lurus dan
terarah menghantam kembali ke dada lawannya itu.
Sepasang mata si Penyerang Misterius itu membeliak lewat
celah pada sampurnya. Dan ia terlongong dengan mulut
menganga saat tombak Bao Ling sudah menancap di dada
kirinya. Darah tampak mengucur dari dadanya bersamaan
dengan ambruknya tubuhnya yang melimbung. Ia pun terempas
jatuh ke tanah. Menelentang mati dengan tombak yang masih
menghunus di dada kirinya.
Bao Ling mendekat. Mencabut tombaknya dari jasad lelaki yang menyerangnya
secara misterius tersebut. Setelah itu ia membungkuk, duduk
melutut di sisi mayat lelaki itu. Disibaknya sampur yang
menutupi wajah lelaki yang sudah dilumpuhkannya itu kemudian.
Dan alangkah terkejutnya ia saat melihat wajah si Penyerang
Misterius yang sudah memucat itu.
"Zhung Pao Ling?!"
Bao Ling menahan napasnya.
Dahinya mengerut. Sama sekali tidak menyangka kalau si
256 Penyerang Misterius tersebut adalah salah satu pemimpin
prajurit intelijen Istana Da-du yang sudah dikenalnya lama.
Tetapi, untuk apa Zhung Pao Ling ingin membunuhnya?!
Bukankah mereka sama-sama prajurit Yuan, yang mengabdi
dan berjuang untuk Kaisar Yuan Ren Zhan?! tanyanya
membatin. Sesaat Bao Ling menggeleng sebelum menutup kelopak mata
mayat sahabat seperjuangannya itu dengan sekali sapuan
telapak tangan. Tak ada bukti yang dapat menunjukkan siapa
dalang sebenarnya dari usaha pembunuhan dirinya setelah
tubuh jenazah diperiksa sebentar tadi. Ia berdiri. Menghela
napas panjang. Ah, konspirasi apa lagi yang akan terjadi untuk menggulingkan
kekuasaan Kaisar Yuan Ren Zhan?!
Bao Ling membatin getir sebelum melompati punggung kudanya
tanpa menapaki sanggurdi, dan memacu langkah hewan
bertenaga serta bernapas kuat itu dengan gebahan sepasang
tumitnya pada perut kuda. Ia mesti cepat-cepat ke pos
pengawasan Tembok Besar. Menyampaikan maklumat Kaisar
Yuan Ren Zhan untuk Fa Mulan yang dimutasikan di sana
setelah kemenangan gemilangnya atas penumpasan
pemberontakan Han di Tung Shao.
Mumpung masih ada waktu. 257 Bab 25 Adakah cinta sedendang napas
yang ditiup selafaz embus angin?
keteguhan ini menjadikanku batu
mati dirangsa pewaka pada malam-malam sepi dan langit yang tanpa binar
- Fa Mulan Refleksi Nyanyian Cinta *** Fa Mulan menghela napas panjang.
Dinikmatinya udara yang melingkar hangat di paru-parunya.
Angin yang berembus lembut setelah melewati lembah-lembah
dan bukit-bukit beriklim basah nun jauh di sana telah pula
membasuh sekujur tubuhnya dengan nyaman. Seperti selubung
selendang satin yang terbuat dari kepompong ulat sutra.
Menyenangkan sekali. Jarang-jarang ia memiliki banyak waktu luang untuk berlehaleha. Melepas sejenak penat akibat maharana yang amat
meresahkan dan melelahkan. Seminggu belakangan ini ia tidak
pernah diganggu lagi dengan ulah kaum nomad dan beberapa
jasus misterius yang hendak melompat serta melewati Tembok
Besar. 258 Diam-diam ia selalu bersyukur untuk itu.
Betapa sejuk dan damainya Tionggoan tanpa perang. Betapa
indahnya alam yang merupakan anugerah langit untuk
kehidupan beraneka ragam makhluk hidup beranak-pinak kalau
saja dunia tempat berpijak ini tidak dirundung maharana. Andai
saja suasana dunia terus seteduh begini!
Ia ingin semua nadir ulah manusia lekas berlalu. Ia ingin dunia
menjadi sebuah rumah tangga raksasa, di mana semua manusia
saling bersaudara di bawah naungan dan perlindungan kaisar
dan permaisuri sebagai orangtua yang bijak.
Tetapi apakah ia terlalu naif menyikapi semua itu? Sementara
nyaris semua pemimpin di tanah Tionggoan ini seperti tidak
peduli atas sikap mereka yang loba. Semuanya berlomba-lomba
merebut kekuasaan. Saling menjatuhkan satu sama lainnya
sehingga pertumpahan darah menjadi satu-satunya alternatif
dalam mewujudkan ambisi mereka. Lalu pada akhirnya pedang
dan tombak menjadi wahana, penopang cita ambigu yang telah
mematikan nurani. Syak wasangka dan intrik menjadi lafaz para
pangeran di Istana. Saudara sedarah akan saling membunuh
demi Kursi Tunggal Sang Naga. Tidak ada lagi keharmonisan
dan keselarasan. "Kapan Tionggoan dapat damai sejahtera?"
Suatu waktu semasa wamil dulu, ia pernah membuncahkan
259 keresahannya kepada Chien Po. Ia tidak pernah dapat
memendam perasaannya yang galau terhadap ulah batil
beberapa penguasa Istana.
"Hah, kapan? Kapan katamu?"
"Memangnya kenapa?"
"Hei, sadar tidak, Mulan. Kita ini hanya prajurit wamil. Huh, tahu
apa kita tentang politik Istana?"
"Kalau efek perbuatan batil mereka berimbas kepada kita
sebagai rakyat kecil, bukankah hal itu akan menjadi urusan kita
juga? Ya, urusan kita. Urusan saya, juga urusan kamu."
"Saya mengerti. Tapi, kontribusi apa yang dapat kita lakukan
terhadap perbaikan dan pengembangan negara ke arah yang
lebih baik? Apa yang dapat dilakukan jongos Yuan seperti kita
ini? Sudahlah, Mulan. Sekarang, kerja kita hanya bertempur. Itu
saja. Jangan berpikir macam-macam. Dan, ingat! Jangan
bertingkah macam-macam."
"Tapi kalau kebatilan dibiarkan berkembang di Tionggoan,
rakyatlah yang akan semakin menderita. Rakyat jugalah yang
akan semakin sengsara. Bencana perang dan kelaparan di
mana-mana. Rakyat tidak punya tempat berteduh lagi. Dunia jadi
seperti neraka." "Neraka? Hahaha. Jangankan neraka, surga pun dapat mereka
buat. Itulah predestinasi bagi putra langit."
260 "Kamu picik!" "Hahaha. Jadi, harus bagaimana lagi? Bukankah absoluditas
ada di tangan mereka?"
"Memangnya kamu tidak punya hati, Chien Po?!"
"Hahaha." "Kenapa tertawa?"
"Kamu lucu!" "Lucu kenapa?!"
"Yah, lucu." "Kamu aneh." "Bukan saya yang aneh. Tapi kamulah yang aneh, Mulan."
"Saya? Kenapa saya?!"
"Iya. Pikir dengan otak, Mulan. Bagaimana kamu dapat
memperbaiki Tionggoan kalau kamu tidak sadar dengan
keterbatasan diri kamu itu?"
"Memangnya...."
"Kamu itu perempuan."
"Memangnya kenapa kalau saya perempuan?! Apa perempuan
tidak bisa berbakti dan mengabdi untuk negara?!" tuntut Fa
Mulan tersinggung. "Apa perempuan demikian lemah sehingga
harus terpinggirkan oleh laki-laki?!"
"Hahaha. Saya tidak merendahkan kaummu."
"Tapi, saya tidak bisa menerima hal tersebut yang, bahkan
261 sudah meluri. Pendiskreditan kaum perempuan terus menerus
dan sepanjang masa merupakan dosa besar bagi saya. Dan
camkam satu hal, Chien Po! Perempuan tercipta setara dengan
laki-laki. Semuanya, baik laki-laki maupun perempuan mulanya
fitrah. Namun dalam perjalanan hidup mereka, para laki-laki
menganggap diri mereka 'lebih' di atas kaum yang lainnya. "
"Mungkin, mungkin, Mulan. Tapi, dalam kenyataannya lakilakilah yang selalu memegang peranan penting dalam berbagai
bentuk pemerintahan. Kepala rumah tangga, contohnya. Untuk
tampuk pimpinan kemiliteran, dan bahkan kaisar sebagai tokoh
tertinggi pemerintahan."
"Ka-kamu...." "Hahaha...." "Lantas, bagaimana dengan Kaisar Wu Zetian pada Dinasti Tang
dulu?! Apakah beliau bukan perempuan?!"
"Wu Zetian?" "Ya, Wu Zetian."
Wu Zetian yang dimaksud Fa Mulan adalah kaisar perempuan
pertama di Tionggoan. Naiknya perempuan itu sebagai kaisar
menggantikan mendiang suaminya penuh dengan intrik dan
darah. Sepeninggal suaminya, Kaisar Taizong, Wu Zetian pun
memimpin Tionggoan dengan kekuasaannya yang dianggap
absolut oleh lawan-lawan politiknya. Ia dianggap kejam dan
262 tiran. Menghalalkan segala cara untuk menyingkirkan lawanlawan politiknya yang menghalangi ia menduduki takhta di Kursi
Tunggal Sang Naga sebagai kaisar Dinasti Tang.
"Wu Zetian memiliki posisi yang berbeda dengan kamu, Mulan,"
sahut Chien Po menanggapi ulasan Fa Mulan tentang kaisar
perempuan pertama di Tionggoan itu.
"Berbeda bagaimana? Toh kami sama-sama perempuan!"
"Saya tahu. Tapi ingat, Wu Zetian adalah permaisuri utama
Kaisar Taizong. Beliau dekat dengan puncak kekuasaan Dinasti
Tang. Beliau juga sudah turun-temurun hidup di dalam
lingkungan Istana sebagai perempuan yang terlahir dalam
keluarga berdarah biru. Kehidupan beliau tidak dapat dilepaskan
dari politik Istana. Jadi kamu jangan samakan beliau dengan
kamu." "Tapi...." "Maaf. Bukannya saya mengecilkan arti keberadaan kamu. Tapi,
berhasil masuk ke Kamp Utara ini dengan menyamarkan
identitas diri saja rasanya sudah lebih dari cukup. Jadi, jangan
berpikir yang muluk-muluk lagi untuk dapat memperbaiki politik
kisruh Tionggoan. Lagipula, hal itu bukan urusan kita. Jenderaljenderal di Ibukota Da-du saja mungkin acuh tak acuh terhadap
persoalan negara. Beberapa di antara mereka malah hidup
berfoya-foya di atas penderitaan rakyat."
263 "Makanya saya...."
"Makanya apa? Makanya kamu ingin menjadi pahlawan
Tionggoan? Menjadi figur penyelamat rakyat yang tertindas oleh
kezaliman penguasa batil? Lalu, memimpin Tionggoan dengan
bijaksana? Begitu?" "Kalau iya, memangnya kenapa?"
"Hah, apa kamu mau bersaing dengan pangeran-pangeran di
Istana Da-du untuk menggantikan Kaisar Yuan Ren Zhan bila
mangkat kelak?" "Hei, siapa bilang begitu?!"
"Hahaha." "Ka-kamu...." "Maaf. Jangan marah, Mulan. Tapi sebagai seorang perempuan,
apa yang menjadi cita-cita luhur kamu itu mungkin hanyalah
fatamorgana." "Tapi kalau bukan kita yang peduli terhadap nasib bangsa, harus
siapa lagi?! Memangnya mengharap arwah para leluhur yang
sudah berada di alam baka?! Untuk persoalan besar negara,
bukannya sok pahlawan, tapi saya tidak ingin bakhil moral.
Sebisa mungkin saya akan mengkontribusikan tenaga dan
pikiran saya untuk perbaikan tatanan politik Yuan. Apa pun
bentuknya. Sebab nasib rakyat harus lebih baik dari sekarang.
Mereka harus hidup makmur dan sejahtera."
264 "Hahaha." "Ah, sudahlah, Chien Po! Kamu bukannya memotivasi saya,
malah menjatuhkan semangat."
Fa Mulan terjaga dari kenangan silam masa lalunya ketika angin
sepoi menampar-nampar pipinya. Ia tersenyum tanpa sadar.
Setiap petang, ia memang selalu mengangin-anginkan dirinya.
Berdiri di atas Tembok Besar setelah lebih memilih keluar dari
tenda ketimbang baringan seperti yang dilakukan oleh banyak
prajurit - yang jarang memiliki cukup waktu tidur. Biasanya ia
akan berdiri lama sampai gemintang mulai menampakkan diri,
serta satu-dua di antara basir bintang tersebut berkelap-kelip
seperti mata flamboyan sang penggoda yang tengah mengedip
ke arahnya. Tetapi bukan semata hal itu sebenarnya. Namun lebih pada
memori masa kanak-kanaknya yang sarat dengan kenangan.
Ingatannya terseret jauh ke belakang. Ada lelaki tua bersorot
mata teduh yang senantiasa menemani malam-malamnya
menjelang tidur. Membelai-belai pipinya dengan telapak
tangannya yang ringsing. Menghadiahinya seperangkat cerita


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan dongeng sebelum ia benar-benar terpulas, dan bertemu
tokoh-tokoh berhati baik di langit lewat mimpi-mimpinya yang
indah. Namun setiap kali ia terbangun, semua mimpi indahnya itu akan
265 menjelma menjadi mimpi buruk yang melantakkan hati kecilnya.
Seorang ibu bernama Fa Li adalah mimpi buruk itu.
"Mulan...." Dulu ia selalu diantipati oleh ibu kandungnya sendiri. Ia dianggap
biang petaka seorang ibu yang mendambakan mendapat
seorang anak lelaki penerus marga Fa. Ia dianggap iblis kecil
yang memangsa janin laki-laki yang dikandungnya.
"Dia iblis yang memangsa janin laki-laki kita, Fa Zhou!"
"Kamu terlalu percaya pada ramalan Peramal Tua itu, Fa Li!"
"Percaya atau tidak percaya, anak perempuan ini merupakan
jelmaan iblis yang menghancurkan impian kita untuk memiliki
anak laki-laki!" "Saya tidak percaya dengan omong kosong itu. Tidak peduli dia
laki-laki atau perempuan, yang penting dia adalah anak kita.
Darah daging kita!" "Kamu naif, Fa Zhou! Lihatlah, apa yang dibawa oleh jelmaan
iblis itu dalam keluarga kita. Sejak kelahirannya, dusun kita
mengalami musibah bencana alam berturut-turut. Prahara
datang silih berganti tanpa henti. Apakah itu bukan merupakan
bukti kalau bayi jelmaan iblis ini bukan biang prahara bencana
bagi kita semua?!" "Kamu sudah keterlaluan! Dia bayi kita! Anak kita! Darah daging
kita! Tega-teganya kamu bilang kalau Mulan adalah anak
266 jelmaan iblis!" "Memang iya. Dia menyebabkan saya tidak akan dapat
melahirkan anak lagi. Iblis itu sudah bersemayam di rahim saya!"
Ketika itu Fa Zhou ayahnya sangat terpukul dengan keputusan
ibunya yang tidak pernah menganggap Fa Mulan sebagai anak
sahih, yang terlahir dari rahimnya sendiri. Yang menganggap Fa
Mulan sebagai anak yang berasal dari darah dan dagingnya
sendiri! Maka sejak saat itu, ayahnyalah yang menjadi ibu dan ayah bagi
dirinya. Selama bertahun-tahun menginjak pertumbuhan masa
kanak-kanaknya, perempuan itu tidak pernah mau merawatnya.
Ia masih saja terus mengutuk seorang Fa Mulan sebagai
jelmaan iblis. Sampai-sampai ia terlantar, dan merasa tidak
memiliki seorang ibu lagi.
Sampai sekarang ia merasa sangat sedih bila mengingat
kenangan pahit hidupnya semasa kanak-kanak itu. Meski
sekarang Ibu Fa Li tidak mengantipatinya sesarkastis dulu, tetapi
ia masih melihat sisa-sisa kekecewaan di wajah perempuan tua
itu, sebab tidak pernah dapat melahirkan seorang anak laki-laki.
Laki-laki yang dianggap jauh lebih mulia dibandingkan
perempuan. Karena hanya laki-lakilah yang dapat meneruskan
kelangsungan marga Fa. Tetapi bukan pilihannya untuk terlahir sebagai seorang
267 perempuan. Juga sebaliknya, memilih untuk dilahirkan sebagai
laki-laki. Toh hal tersebut sudah menjadi keputusan langit. Lalu,
apakah predestinasi itu akan dikutuknya sebagai sebuah
ketidakadilan?! Kenapa ibu kandungnya sendiri berlaku tidak adil
padanya hanya lantaran ia terlahir sebagai seorang
perempuan?! Sebegitu tinggi dan mahalkah harkat seorang lakilaki sehingga kaum itu disanjung setinggi langit?!
Fa Mulan menggeleng. Bibirnya bergetar kemu. Ada rasa sakit
yang mengaduk-aduk hatinya sehingga membilurkan luka lama
yang sampai sekarang masih meruyak batinnya.
"Fa Mulan!" Lamunan Fa Mulan buyar seketika oleh sebuah panggilan tegas
yang merunut namanya lengkap. Ia berbalik, melempar secuil
senyum sebagai balasan dan tanggapan menutupi reaksi
keterkejutannya. Shang Weng sedari tadi telah berdiri di
belakangnya tanpa disadarinya. Entah sudah berapa lama.
"Kamu tidak apa-apa?"
Gadis berpipi sehalus pauh dilayang itu mengangguk. Ia
berdeham sebelum membuka suara.
"Atau, apa kamu sakit?"
Fa Mulan menggeleng. "Tidak, Kapten Shang. Maaf, saya tidak
menyadari kehadiran Anda," tuturnya sedikit jengah.
"Hm, tidak apa-apa," balas Shang Weng. "Kamu tidak
268 beristirahat di dalam tenda?"
"Tidak. Saya belum dapat tidur. Lagipula, kalau sehari-harian di
dalam tenda rasanya pengap sekali. Makanya, saya lebih
memilih berada di luar tenda untuk mengangin-anginkan diri,"
jelas Fa Mulan sembari mengelus-elus gagang pedang Mushunya. "Eh, Kapten Shang sendiri belum beristirahat di dalam
tenda?" "Belum." "Oo." "Kamu tadi sedang memikirkan apa?" tanya Shang Weng,
menyeret kalimatnya ke topik inti sembari melangkah
menyenderi dinding bahu Tembok Besar. Menyejajari tubuh Fa
Mulan yang juga sudah memunggungi dinding bahu Tembok
Besar yang sudah berlumut.
"Tidak ada." "Jangan bohong. Saya tahu seorang Fa Mulan tidak akan
semurung tadi kalau tidak ada masalah," cecar Shang Weng.
"Apakah wajah saya tadi sekeruh air cucian...."
"Mulan," Shang Weng menghela napas, seperti menyesali
tindakan pura-pura gadis yang telah lama dikasihinya itu. "Kalau
ada masalah, saya harap kamu mau berbagi."
"Tapi saya memang tidak mempunyai masalah, Kapten Shang."
"Semua orang pasti memiliki masalah. Tinggal bagaimana
269 mereka menghadapinya. Saya ingin kamu jujur. Kamu boleh
bercerita apa saja kepada saya. Saya siap membantu sebisa
mungkin." "Saya tidak ingin menyusahkan orang lain."
"Justru, saya tidak ingin melihat kamu susah."
"Tapi...." "Kamu tidak percaya sama saya, Mulan?"
"Bukan begitu."
"Lalu?" "Saya tidak ingin melibatkan orang lain dalam kesulitan saya,"
Fa Mulan mengibaskan tangannya dengan lembut. "Lagipula,
saya dapat menyelesaikan masalah pribadi saya sendiri. Tidak
perlu bantuan orang lain. Ah, sudahlah, Kapten Shang. Lebih
baik jangan membicarakan hal-hal pribadi. Mungkin lebih baik
kalau kita berkonsentrasi saja pada urusan negara. Hm, saya
harap tidak akan terjadi apa-apa pada saat Festival Barongsai di
Ibukota Da-du minggu depan."
"Jangan mengalihkan pembicaraan."
"Tapi...." "Mulan, saya harap kamu dapat menerima saya bukan hanya
sebatas atasan." "Maaf...." "Mulan...." 270 "Saya kira, sebaiknya saya beristirahat...."
"Tunggu, Mulan!" Shang Weng tergopoh, mengurungkan niat
gadis yang sangat dicintainya itu untuk melangkah pergi. "Saya
harap hubungan kita ini dapat lebih dari sebatas teman. Sa-saya
mencintai kamu!" Fa Mulan kembali mengibaskan tangan.
Ditekuknya wajah lebih dalam ke ceruk dada. Sesaat
memejamkan mata dan menggigit bibir sebelum mengembuskan
napas keras-keras. Sungguh. Saat ini ia tidak ingin membahas
soal-soal pribadi. Ia tidak ingin menanggapi kalimat cinta yang
berungkali diucapkan oleh pemuda atasannya tersebut. Rasanya
masih belum pantas dan terlalu dini memikirkan hal-hal yang
berhubungan dengan hati. "Sudahlah, Kapten Shang. Saya...."
"Maafkan saya, Mulan."
"Maaf untuk apa?"
"Untuk sikap saya yang kekanak-kanakan di Tung Shao tempo
hari. Saya sadari kalau saya memang terlalu cemburu terhadap
hubungan pertemanan kamu dengan Bao Ling."
Fa Mulan kali ini menarik napas.
Sekali lagi memejamkan matanya sebelum mengembuskan
udara kuat-kuat dari dalam paru-parunya. Tak sadar ada
senyum bernada sinis yang menyembul di pelepah bibirnya.
271 "Saya sudah memaafkan Kapten Shang sejak saat itu. Jadi...."
"Mulan," Shang Weng meluruskan punggungnya, menjauh
sedepa dari senderannya di dinding bahu Tembok Besar.
Disentuhnya lembut sisi kanan bahu Fa Mulan, seolah
mencetuskan penyesalan yang dalam lewat getaran nadi di
telapak tangannya. "Ti-tidak. Saya tahu kamu masih membenci
saya sejak kejadian itu. Kamu masih membenci sikap sarkastis
saya. Tapi sungguh, semua saya lakukan karena saya sangat
mencintai kamu." "Maaf, Kapten Shang," Fa Mulan mengangkat telapak tangannya
di hadapan Shang Weng. "Tolong jangan membicarakan hal-hal
pribadi lagi!" "Mulan...." "Jangan mendesak, Kapten Shang. Saya tidak ingin, justru
karena kekerasan hati Kapten Shang, membuat saya jadi tidak
pernah akan memaafkan Kapten Shang lagi."
"Tapi...." "Tolong, Kapten Shang!" Fa Mulan mendesis dengan rahang
yang mengeras. "Tolong hargai keputusan saya untuk tidak mau
membahas masalah-masalah pribadi!"
Fa Mulan menatap tajam ke sepasang mata yang tampak
tengah memohon itu. Terus terang, ia paling benci melihat kerapuhan seorang satria.
272 Ia paling tidak suka melihat laki-laki yang menitikkan airmata
cengeng. Terlebih ketika tangis itu tercurah untuk sesuatu yang
bernama cinta. Mungkin ia terlalu naif mengartikan ketulusan Shang Weng.
Disadarinya hal itu sebagai bagian dari pergolakan batin. Di satu
pihak, ia memang mencintai pemuda itu. Tetapi di pihak lain, ia
telah dibentuk dan dikukuhkan oleh keadaan untuk senantiasa
bersikap tegar serta mengenyahkan romantisme-romantisme
cengeng begitu. Sebab ia mesti menjadi Fa Mulan yang
tangguh. Yang sanggup menghadapi terjangan badai dan topan
tanpa bantuan orang lain - terlebih-lebih kepada makhluk yang
bernama laki-laki! Bukannya perempuan yang hanya dapat
meratapi nasibnya yang tertindas oleh kultur turun-temurun
ribuan tahun lampau! Ya, Dewata! Fa Mulan menggigit bibir keras-keras.
Apakah ia telah demikian berdosa telah menyakiti pemuda yang
sesungguhnya dicintainya itu?! Bukankah ia telah bertindak
apatis, dan tidak jujur terhadap nuraninya sendiri?!
Bukankah kejujuran harus dijunjung setinggi langit?! Bukankah
kejujuran mesti ditaruh pada tempat teratas?! Lalu, kenapa ia
harus berbohong dan menampik cinta pemuda itu?! Bukankah
apa yang telah dilakukannya itu sama juga dengan menorehkan
273 mata pedang di hatinya sendiri sehingga bergelimang darah?!
Ia menggeleng, masih menggigit keras pelepah bibirnya
sehingga nyaris berdarah. Sungguh. Ia tidak ingin berada di
dalam dilematisasi ini! Shang Weng menundukkan kepala.
Ia sudah berputus asa. Tidak ada hal yang lebih baik ketimbang
mundur perlahan meskipun hatinya terluka parah. Mungkin itulah
satu-satunya jalan yang mesti ditempuhnya agar tidak ada yang
lebih terluka lagi. Bagaimanapun, ia tidak bisa memaksakan
kehendak cintanya pada gadis yang tidak mencintainya!
"Baiklah, Mulan. Mulai hari ini saya tidak akan mengganggu
kamu lagi. Saya akan berusaha sekuat mungkin untuk
melupakan kamu. Melupakan gadis yang paling saya cintai!"
Lalu pemuda itu memutar tumit.
Melangkah dengan gontai menuju tendanya di bawah kaki
Tembok Besar. Sekali lagi hatinya terkoyak oleh kekerasan dan
keteguhan hati gadis yang dikasihinya itu. Mungkin ia memang
bukan terlahir untuknya. Matanya perlahan membasah.
"Kapten Shang!"
Shang Weng menghentikan langkahnya. Ia hanya berhenti di
salah satu titik binar panggilan Fa Mulan tadi. Tidak menoleh.
Dan hanya mematung dengan kepala yang masih terkulai lemas.
"Maafkan saya!"
274 "Tidak ada yang perlu dimaafkan. Kamu tidak bersalah."
"Tapi, saya telah menyakiti hati Anda, Kapten Shang."
"Itu karena kesalahan saya sendiri. Terlalu mengharap dan
mencintai gadis yang sama sekali tidak mencintai saya."
"Kapten Shang...."
"Saya yang salah, Mulan. Maafkan saya yang terlalu mencintai
kamu!" "Sa-saya...." "Sudahlah, Mulan. Saya harap hubungan kita ini tetap terjalin
seperti biasa. Saya harap kamu jangan menyimpan benci
terhadap sikap sarkastis saya yang selalu ingin memaksakan
kehendak cinta saya. Anggap saja semua itu hanya masa lalu."
Terdengar derap langkah kaki yang berlari kecil di belakangnya,
dan berhenti pada satu titik tepat sedepa dari punggungnya.
"Sa-saya sebenarnya juga cinta Anda, Kapten Shang!"
Ada gemuruh yang mendebum di hatinya. Shang Weng
memutar tubuhnya, dan sertamerta merangkul gadis di
hadapannya. Dirasakannya pipinya yang membasah oleh titik
airmata gadis yang dikasihinya itu.
Mereka masih berangkulan ketika selaksa gemintang sudah
bertabur di langit kelam. Di bawah kaki-kaki Tembok Besar,
unggun-unggun jingga tampak bermekaran seperti yang-liu di
penghujung musim. Gemeratak abnus dan kayu-kayu bakar
275 mengiramai nada hati mereka yang sedang bernyanyi.
Cinta dan maharana memang hanya sebatas maya.
Bab 26 Pada langit bergemintang swara datang mendenting dari hati
memantul pada tubir-tubir Tembok Besar
apakah salah bila cinta ini meranggas?


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belum sempat kutebas kebas gemuruh
kala ia sudah mengoyak keping hati ini
asmara, asmara jangan datang menyergapku
saat Tionggoan masih terluka
- Fa Mulan Nyanyian Asmara di Tembok Besar
*** "Kenapa tertawa?"
Shang Weng mengatupkan bibir. Berusaha menahan tawa yang
masih meruap dari kerongkongannya. Gadis yang baru saja
mengungkapkan perasaan hatinya itu mematung di hadapan.
Seperti tidak percaya atas keterusterangannya barusan, ia
mengulaikan kepala sebagai reaksi jengah keterkejutan. Sama
sekali tidak menyangka dapat mengungkapkan isi hatinya. Entah
276 dorongan kekuatan gaib mana yang mendesak-desaknya untuk
berkata jujur. Jujur terhadap rasa cintanya kepada pemuda
bermata elang itu, yang sudah lama dipendamnya semasa wamil
dulu. "Tidak apa-apa," jawab Shang Weng tersipu.
Fa Mulan masih tidak berani menatap wajah Shang Weng yang
menyumringah. Bahkan ketika pemuda itu menggandeng
tangannya untuk turun dari Tembok Besar dan masuk ke dalam
tendanya, ia masih serasa bermimpi. Apakah ini emansipatif dan
afeksiliasi yang kali pertama dilakukan seorang perempuan
selama ditabukan ribuan tahun lamanya?!
Sungguh. Ia merasa ajaib dengan kejadian barusan!
"Jangan bohong. Pasti ada apa-apa kalau Anda tertawa begitu,
Kapten Shang." "Sungguh. Tidak ada apa-apa," elak Shang Weng sembari
menggayutkan sepasang tangannya yang kokoh di bahu Fa
Mulan. Sesekali telapak tangannya menghapus titik-titik airmata
yang masih basir menempel di pipi gadis satria itu.
"Tidak ada apa-apa?" cecar Fa Mulan, sekilas melirik Shang
Weng yang masih menatapnya dengan lembut. "Kalau tidak apaapa kenapa Anda tertawa?"
"Itu karena...."
277 "Karena apa?" "Hm, saya pikir...."
"Anda pikir apa?!"
"Sa-saya pikir...."
Shang Weng tergeragap, menggantungkan kalimatnya sehingga
tak rampung. Sesaat menekuk wajahnya dengan menunduk,
berusaha menyembunyikan senyumnya yang sipu. Sementara
itu Fa Mulan masih berusaha mencecar pemimpin tertinggi di
Kamp Utara tersebut dengan beragam pertanyaan bernada
penasaran. "Pikir apa, Kapten Shang?!"
Tawa Shang Weng kembali meledak. Kali ini ia sudah tidak
mampu membendung sesuatu yang menggelitik di hatinya.
Gadis satria itu ternyata juga terdiri dari daging dan darah!
"Saya pikir seorang Fa Mulan yang perkasa pantang
mengeluarkan airmata."
"Hah, Anda meledek saya, Kapten Shang?!" jerit Fa Mulan,
tanpa sadar menepuk-nepuk lembut dada Shang Weng. "Anda
jahat, ya?!" "Bukan...." Fa Mulan memberengutkan bibir.
Sedikit merasa jengah atas sikap Shang Weng yang gurau. Ia
melototkan mata menggambarkan protes. Tetapi pemuda itu
278 malah membahanakan tawanya sehingga tenda tempat mereka
bernaung seolah hendak runtuh.
"Habis, tadi saya tidak melihat Fa Mulan yang tegar dan
perkasa. Tapi Fa Mulan yang gemulai, menangis layaknya
gadis-gadis lain." "Anda sudah keterlaluan, Kapten Shang!"
"Saya tidak peduli apakah saya keterlaluan atau tidak. Yang
pasti saya merasa sudah menang."
"Menang?! Menang kenapa?!"
"Menang karena berhasil membuat seorang gadis satria yang
heroik di Tung Shao sampai menangis berlinang air bah!"
"An-Anda...." Shang Weng belum melepaskan tangannya yang menyandar di
bahu Fa Mulan. Tawanya sudah menjelma menjadi senyum. Ia
menatap lekat-lekat wajah yang menyumringah jengah di
hadapannya. Yang kini menunduk entah karena digolak rasa
apa di hatinya. "Tolong jangan panggil saya dengan nama Kapten lagi."
"Memangnya kenapa?"
"Kamu sudah menjadi milik saya."
"Saya tidak mau bersikap kurang ajar terhadap atasan saya atas
alasan apa pun. Apa kata prajurit-prajurit lainnya bila
menyaksikan tindakan saya yang tidak santun begitu pada Anda.
279 Maaf, saya tidak bisa memberi contoh yang kurang baik pada
prajurit-prajurit lainnya."
"Saya adalah kekasih kamu. Begitu pula sebaliknya, kamu
adalah kekasih saya. Jadi kamu memiliki legitimasi untuk itu."
"Siapa bilang begitu?" Fa Mulan kembali melototkan mata.
"Kalau saya cinta Anda, itu belum tentu berarti saya harus
menjadi milik Anda, Kapten Shang. Jadi...."
"Tapi kamu sangat berarti bagi saya, Mulan. Saya ingin kita lalui
hari-hari yang panjang ini bersama-sama. Saya ingin menikahi
kamu!" Fa Mulan terkesiap. Sesaat seperti terentak oleh permintaan Shang Weng yang tulus
untuk menikahinya. Namun diwajarkannya sikap dengan
tersenyum. Seolah tidak terpengaruh oleh kalimat indah selantun
litani dari svargaloka tersebut.
"Saya belum siap," tolaknya. "Masih banyak hal yang perlu kita
lakukan selain urusan pribadi. Kaisar Yuan Ren Zhan masih
membutuhkan kita sebagai abdi negara. Untuk saat ini, yang
saya pikirkan hanya masalah negara. Lagipula, saya tidak dapat
hidup tenang kalau keadaan negara terus dirongrong perang."
"Tapi sampai kapan, Mulan?!" protes Shang Weng, melepas
tangannya dari bahu Fa Mulan. "Apa kamu lupa kalau suatu saat
kita semua akan tua?!"
280 "Tentu saja semua orang akan menjadi tua. Saya juga tahu
kalau tidak ada seorang pun yang dapat luput dari hukum alam
tersebut. Tapi, alangkah bahagianya kalau dunia ini tenang
tenteram tanpa perang. Sebagai prajurit, saya bertanggung
jawab moral memikirkan masalah-masalah negara. Bukankah
memerangi semua masalah keamanan negara merupakan
tanggung-jawab semua warga? Terus terang, saya tidak dapat
lepas tangan menyaksikan kekacauan-kekacauan yang terjadi.
Saya tidak akan pernah dapat hidup tenang seandainya lari dari
tanggung-jawab. Jadi, saya harap Anda bisa paham keputusan
saya untuk tidak memberikan jawaban saat ini."
"Saya salut dengan keputusan kamu. Tapi, kapan kamu dapat
memikirkan diri kamu sendiri?"
"Saya bahagia apabila negara kita tenteram, Kapten Shang."
"Tapi tidak mesti sampai sebegitu ekstrimnya mengorbankan
diri, Mulan!" "Mati untuk negara pun saya rela."
"Kamu keras kepala!"
"Mungkin. Tapi saya rasa apa yang saya korbankan belum ada
apa-apanya bagi negara."
Shang Weng mendengus. "Kepentingan negara dan
kepentingan pribadi dapat berjalan seiring, Mulan."
"Tidak mudah membagi dua kepentingan sekaligus secara adil
281 dan berimbang, Kapten Shang."
"Tapi...." Fa Mulan bangkit berdiri dari duduknya.
Sosoknya membayang sebesar gergasi di dinding kulit kempa
lembu tenda disorot cahaya penerangan lampu minyak ketika ia
sudah menjarak tiga kaki dari meja. Dijauhinya Shang Weng
yang masih duduk dengan rupa gelisah di meja kayu persegi
tendanya. Kali ini ia memang harus menampik akumulatif cinta pemuda itu.
Pernikahan merupakan momen indah yang masih serupa anganangan di benaknya. Sungguh. Ia memang belum siap untuk
menerima hal yang mengawang-awang tersebut meski cetusan
akur darinya hanya sebatas menganggukkan kepala.
"Maafkan saya, Kapten Shang. Biarlah semua itu kita serahkan
kepada Dewata di langit."
Shang Weng mengangguk getas.
Kalimat sanggahan yang hendak keluar dari tenggorokannya
mendadak membeku di bibir. Angannya untuk membangun
rumah tangga dengan gadis itu terempas jatuh ke tanah.
Mungkin ia perlu belajar untuk bersabar. Menunggu sampai hati
gadis itu terenyuh. Dan menerima utuh kehadiran dirinya.
Sebab maharana memang masih merisaukan hati gadis itu.
Patriotismenya jadi tertantang. Memang benar. Bangsa ini
282 memerlukan kepedulian. Jauh di atas kepentingan-kepentingan
pribadi. "Maaf kalau saya tadi sedikit memaksa," ujar Shang Weng lirih.
"Semua saya lakukan karena saya sangat mencintai kamu."
"Tidak apa-apa, Kapten Shang," balas Fa Mulan, berbalik dari
tatapannya yang terawang pada dinding kulit kempa lembu
tenda. Seperti menyadari dirinya telah larut dalam kubangan
durja, ia pun menyeret langkahnya dan duduk kembali di
belakang meja. "Saya dapat memafhumi tindakan Anda yang
progresif." Shang Weng mencondongkan badannya lebih dekat ke arah Fa
Mulan. Ditatapnya lamat lekuk garis wajah gadis itu yang kini
menjingga keperakan ditimpa sinar lampu minyak. Ketegasan
pada raut belia itu telah menggambarkan serangkaian
perjalanan panjang yang telah dilaluinya. Juga pahit getir
kenangan yang semakin mendewasakannya.
"Saya tidak perlu mendengar kalimat maafmu, Mulan."
"Kenapa?" "Saya tidak merasa kamu pernah berbuat salah terhadap saya."
"Tapi, saya selalu membuat Anda gusar."
"Itu karena kesalahan saya sendiri."
"Kalau bukan permintaan maaf, lantas saya harus berbuat apa
untuk menebus kesalahan saya kepada Anda, Kapten Shang?"
283 "Hei, untuk apa minta maaf kalau kamu tidak pernah berbuat
salah sama saya." "Lalu...." "Saya cuma minta kamu jangan memanggil saya lagi dengan
Kapten." "Saya tidak bisa!"
"Harus bisa! Ini perintah!"
"Dipenggal pun saya tidak akan pernah mau."
"Kenapa?" "Karena Anda adalah atasan saya."
"Hei, siapa juga yang bilang kalau saya ini merupakan bawahan
kamu." "Justru karena itu saya harus tetap memanggil Anda dengan
Kapten. Kecuali...."
"Kecuali apa?" "Kecuali saya yang Kapten, dan Anda yang Asisten."
"Hah?! Jadi, kamu bermaksud menggantikan posisi saya?"
"Memangnya kenapa kalau iya?"
"Hei, berarti kamu bermaksud makar ya?"
"Bukan makar. Tapi merebut kekuasaan dari tangan Anda."
"Hah, bernyali sekali!"
"Apa salah? Memangnya, hanya Anda yang dapat menduduki
jabatan posisi atas?"
284 "Kalau begitu, saya memiliki alasan kuat untuk memenggal
kepalamu!" "Hah, sebegitu kejamnya?"
"Ya, masih lebih baik kalau cuma kepala kamu yang dipenggal. "
"Memangnya...."
"Tentu saja. Kalau hukuman untuk kamu itu 'harus segera
menikahi saya', apa kamu mau?"
Fa Mulan terkikik. Suram suasana serupa mendung tadi kini disaput senyum dan
tawa. Shang Weng mengurai kalimat jenaka. Membiarkan gadis
yang dikasihinya terbahak untuk sesaat.
"Hah, memangnya kita ini sedang membahas masalah apa?
Memangnya Anda ini Sang Kaisar yang ingin saya kudeta apa?"
Mereka masih tertawa ketika terdengar derap-derap kuda yang
menderas mengarah ke tenda, memecah kesunyian malam di
Tembok Besar. Fa Mulan berdiri. Menyeret langkahnya ke ujung
tenda. Menyibak salah satu daun tenda sebelum melongokkan
kepala keluar. Dilihatnya lima prajurit jaga tengah mendekati
sang Penunggang Kuda. "Maaf mengganggu istirahat kalian," sahut sang Penunggang
Kuda. "Saya Prajurit Kurir Bao Ling. Datang membawa
maklumat atas nama Kaisar Yuan Ren Zhan!"
285 Bab 27 Inikah maklumat yang mengguntur dari langit
serta titah setajam pedang
dari mulut Sang Dewa? Jika darah sebagai tumbalnya
dan airmata imbalannya apa jadinya semesta? - Bao Ling Refleksi Maklumat *** Fa Mulan mengusap wajah. Diamatinya wajah penasaran Bao Ling yang mengabarinya
perihal undangan Istana Da-du kepadanya, sesaat setelah
Shang Weng pamit keluar dan kembali untuk beristirahat ke
dalam tendanya. "Anda harus menghadiri undangan dari pihak Istana Da-du itu,
Asisten Fa." "Saya merasa tidak punya korelasi apa-apa terhadap acara kabir
Kaisar Yuan Ren Zhan tersebut, Bao Ling."
"Justru karena kontribusi Anda yang besarlah sehingga Kaisar


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yuan Ren Zhan, melalui Jenderal Gau Ming bersikeras
menghadirkan Anda pada Festival Barongsai nanti."
286 "Untuk apa?" "Saya tidak berani berasumsi. Tapi kalau bukan sebagai bentuk
ungkapan terima kasih Istana Da-du kepada Anda, apa lagi yang
mendasari sampai pihak Istana Da-du mengeluarkan maklumat
untuk memanggil Anda?"
"Pihak Istana Da-du terlalu membesar-besarkan kemenangan
kita atas pemberontak Han di Tung Shao. Padahal, pertempuran
sama sekali belum berakhir. Mereka hanya terdesak mundur.
Nah, suatu saat kalau mereka merasa sudah kuat, pasti mereka
akan menyerang Ibukota Da-du kembali. Makanya, saya tidak
ingin mengambil kesimpulan kalau kita ini sudah menang. Dan
tidak perlu dirayakan secara besar-besaran begitu."
"Asisten Fa...."
Fa Mulan mengangkat sebelah tangannya ke hadapan Bao Ling
yang masih membujuk dengan wajah cemas. Amanat Jenderal
Gau Ming atas nama Kaisar Yuan Ren Zhan mesti dipatuhinya
sebagai sebuah keputusan mutlak. Sebagai prajurit Yuan, ia
tahu sanksi apa yang akan dijatuhkan kepadanya apabila gagal
menjalankan perintah tersebut.
"Sudahlah, Bao Ling," Fa Mulan menyalib sembari mengibaskan
tangannya yang menggantung di udara tadi. "Sampaikan saja
terima kasih saya yang sebesar-besarnya untuk pihak Istana Dadu."
287 Bao Ling tercengang dengan wajah lesi. "Tapi, mana boleh Anda
tak mengacuhkan amanat yang merupakan maklumat Kaisar
Yuan Ren Zhan, Asisten Fa?!"
Fa Mulan menghela napas panjang.
Euforia kemenangan atas pemberontak Han di Tung Shao
menggamangkan hatinya. Bukan atas sanksi hukuman yang
kelak dijatuhkan kepadanya bila menolak hadir pada Festival
Barongsai tersebut. Bukan pula terhadap sebentuk
pembangkangan yang melalaikan maklumat penguasa tertinggi
Tionggoan. Namun lebih dari semua itu.
Lebih dari semua itu. Bahwa perjuangan yang belum rampung
dan maharana yang terus-menerus merundung tanah Tionggoan
merupakan hal yang masih menggalaukan hati. Sukses
penangkalan musuh belum pantas dianggap sebagai sebuah
kemenangan. Segalanya masih membabur.
"Asisten Fa...."
"Sampaikan saja pesan saya itu."
"Ta-tapi, Anda tidak bisa semudah itu menampik undangan atas
nama Kaisar Yuan Ren Zhan, Asisten Fa. An-Anda tahu sanksi
apa yang akan dijatuhkan kepada Anda bila menolak!"
"Bao Ling, tolong. Saya tahu ini berat. Tapi, saya juga punya
alasan untuk tidak mengikuti undangan pihak Istana Da-du."
288 "Tapi, ini perintah, Asisten Fa!"
Fa Mulan menggigit bibir.
Inilah otoriterisasi tiran yang berlangsung turun-temurun.
Berlangsung berabad-abad lamanya. Pemaksaan kehendak atas
nama kekuasaan telah menyebabkan tanah Tionggoan
menelangsa. Rakyat tertindas dan menjadi korban maharana
yang menggembur. "Apa saya akan dipancung hanya lantaran hal itu?" Fa Mulan
terbahak. "Apa saya akan dipenggal hanya karena tidak
mengikuti keinginan Kaisar Yuan Ren Zhan untuk menghadiri
acara kabir tersebut? Naif, naif sekali!"
Bao Ling menelan ludahnya dengan susah-payah.
Ia masih menunduk, tak berani menatap nanar pada kedalaman
sepasang manik mata bagus Fa Mulan. Hanya takzim
mendengarkan desisan satu-satunya gadis yang berani menyaru
menjadi laki-laki dan bergabung sebagai prajurit di Dinasti Yuan.
"Saya tidak berani berasumsi, Asisten Fa. Tapi...."
"Bukannya saya menolak undangan dari pihak Istana Da-du
tersebut, Bao Ling. Tapi, ada kalanya saya memang harus
menentang kehendak yang tidak sesuai dengan nurani saya.
Bukankah lebih baik kalau biaya pesta kemenangan yang besar
itu dibagi-bagikan untuk rakyat? Kaisar Yuan Ren Zhan bisa
membeli beras yang sangat banyak untuk kemudian dibagi289
bagikan kepada rakyat miskin di dusun-dusun. Bukannya
menghambur-hamburkan harta negara untuk Festival Barongsai
yang tidak terlalu membawa faedah apa-apa bagi kepentingan
rakyat, kecuali kepentingan politis semata."
"Ya, ya. Saya mengerti penolakan Anda, Asisten Fa. Tapi,
bukankah tidak ada salahnya bila Anda menghadiri acara
tersebut? Formalitas saja."
"Itulah yang tidak saya inginkan, Bao Ling. Menghadiri acara
tersebut sama juga berarti saya menyetujui tindakan euforia
Kaisar Yuan Ren Zhan. Lagipula, saya memang tidak ingin
dianggap tokoh sentral keberhasilan Yuan menumpas
pemberontakan Han." "Tapi...." "Keberhasilan kita menggagalkan pemberontakan Han itu tidak
terlepas dari andil banyak pihak. Semua yang terlibat di dalam
pertempuran Tung Shao memiliki jasa yang sama. Tidak ada
yang lebih, dan tidak ada yang kurang. Bagaimana tanggapan
orang-orang yang sudah turut bertempur dan berjasa dalam
kemenangan Yuan apabila, Fa Mulan seorang dirilah yang
dianggap kunci utama keberhasilan tersebut. Bukankah itu akan
menyakiti hati mereka? Bukankah hal itu merupakan
ketidakadilan bagi mereka? Nah, itulah salah satu alasan
mengapa saya enggan menghadiri Festival Barongsai itu, Bao
290 Ling." Sesaat Bao Ling tidak tahu harus bagaimana lagi menanggapi
kekerasan hati Fa Mulan yang menolak mengikuti undangan dari
pihak Istana Da-du tersebut. Seumur hidupnya, ia belum pernah
menemui gadis setegar Fa Mulan. Gadis itu tak gentar meski
kelak menerima sanksi yang paling buruk sekalipun.
Idealismenya yang sekokoh karang itu memang patut dijadikan
teladan. Tetapi mengabaikan maklumat Kaisar Yuan Ren Zhan
sama juga dengan bunuh diri. Entah kapan, seperti menunggu
kelamnya sang malam, maka kematian pun tak dapat
dihindarkan. "Asisten Fa...."
"Maaf, Bao Ling. Saya sudah menyusahkanmu. Tapi, saya tetap
memilih tinggal di sini demi keamanan Tionggoan. Masih banyak
hal yang perlu saya lakukan di sini ketimbang mengikuti Festival
Barongsai. Di sini, saya bisa berkontemplasi. Saya tidak mau
memandang enteng musuh yang sudah mundur ke barak
mereka." "Tapi, perbatasan Tembok Besar ini sudah dibentengi dengan
prajurit dari Divisi Kavaleri Fo Liong, Asisten Fa. Anda jangan
terlalu mencemaskan soal musuh yang bakal kembali. Kekuatan
mereka sekarang sama sekali tidak sebanding dengan kekuatan
divisi kita yang baru."
291 "Saya tidak ingin takabur dengan kekuatan armada perang kita
yang canggih. Karenanya, saya dan Kapten Shang Weng tetap
mawas. Mungkin ada hal-hal yang luput dari perhatian.
Barangkali mereka tengah menyusun taktik dan strategi baru
untuk dapat menaklukkan Ibukota Da-du. Entahlah."
Bao Ling diam menyimak. Dinalarinya inti kalimat yang barusan dikemukakan oleh Fa
Mulan. Tak sadar ia mengangguk mengakuri. Mereka memang
tidak boleh lengah barang sekedip mata pun. Kekuatan musuh
tidak dapat ditakar dengan melihat armada perangnya. Hal itu
telah terbukti di Tung Shao. Ketika prajurit Yuan terdesak oleh
pasukan pemberontak Han, Fa Mulan yang sedang memimpin di
garda depan sudah tidak memiliki kekuatan apa-apa lagi secara
logis dengan kekuatan besar musuh. Toh pada akhirnya juga ia
dapat memenangkan pertempuran berkat strateginya yang
gemilang. "Maaf, Asisten Fa. Saya tidak mengintervensi kehendak Anda.
Tapi, saya tidak tahu harus berbuat apa atas maklumat Kaisar
tersebut. Tentu saja keputusan Anda itu akan berefek buruk bagi
penegakan kedisiplinan dalam militer. Maaf sekali lagi. Tindakan
Anda itu akan dianggap pembangkangan!"
Fa Mulan mengusap wajah. "Saya tahu konsekuensi apa yang
akan saya dapat jika menolak menghadiri undangan dari pihak
292 Istana Da-du tersebut. Saya tahu. Sebagai prajurit, saya akan
mempertanggung-jawabkan tindakan saya yang dianggap
pembangkangan ini!" "Asisten Fa...."
"Jangan khawatir, Bao Ling. Saya tidak akan melibatkan kamu.
Kalau Kaisar Yuan Ren Zhan gusar dan murka soal ini, maka
saya akan menyerahkan kepala saya dengan sukarela untuk
dipenggal algojo Istana. Saya tidak akan melarikan diri. Saya
siap mati untuk itu!"
"Ta-tapi...." "Sudahlah, Bao Ling. Saya rela mati demi kebenaran. Mudahmudahan kematian saya - bila dijatuhi hukuman penggal di
kemudian hari karena dianggap membangkang, kelak dapat
membuka mata hati Kaisar Yuan Ren Zhan supaya dapat
melihat lebih jernih penderitaan-penderitaan rakyat. Saya siap
menjadi tumbal demi kemakmuran di Tionggoan ini."
"Saya tidak berani berasumsi hukuman itu pasti dijatuhkan pada
diri Anda, Asisten Fa. Saya menilai tidak ada alasan yang tepat
kalau Kaisar Yuan Ren Zhan mengambil keputusan keliru itu.
Rasanya terlalu mahal mengorbankan seorang patriot hanya
lantaran dia indisipliner - tidak menghadiri undangan yang
ditujukan kepadanya atas nama Sang Kaisar. Saya harap Kaisar
akan mempertimbangkan hal itu bila Anda tetap bersikeras
293 dengan keputusan Anda yang semula itu, Asisten Fa."
"Yah, saya harap juga begitu. Bagaimanapun, Kaisar Yuan Ren
Zhan jauh lebih bijak dibandingkan dengan Kaisar Yuan Ren
Xie, ayahandanya." "Betul, Asisten Fa."
"Yah, mudah-mudahan saja ada pengampunan buat saya.
Paling tidak, kalau Kaisar Yuan Ren Zhan pun menghukum
saya, mudah-mudahan hukuman itu hanya sebatas sanksi
administratif saja. Itu pun kalau beliau mengingat jasa-jasa saya
di Tung Shao." "Ya. Saya yakin Kaisar Yuan Ren Zhan pasti bertindak bijak.
Hm, kalau begitu, saya tidak akan mendesak Anda lagi untuk
menghadiri undangan Istana Da-du itu, Asisten Fa."
"Terima kasih atas pengertianmu, Bao Ling."
Bao Ling mengangguk. Kali ini ia benar-benar mengakuri semua tindakan tegas Fa
Mulan. Dan tidak dapat membujuk dan memaksa gadis itu lagi
untuk menghadiri Festival Barongsai yang akan diselenggarakan
di kawasan Istana Ibukota Da-du.
"Hm, kalau begitu, saya mohon pamit."
"Eh, tunggu," panggil Fa Mulan, menghentikan niat Bao Ling
yang hendak beranjak dari kursinya. "Udara semakin dingin. Hm,
sebentar. Saya akan menyeduhkan arak untuk kamu."
294 "Tidak usah repot-repot, Asisten Fa."
"Tidak. Cuma arak kampung."
Fa Mulan bergerak setelah terpaku beberapa lama di belakang
meja tendanya. Dijawilnya dua cawan kecil yang menelungkup di
atas meja. Membaliknya dengan sebuah gerakan tak lazim.
Seperti menjentik, cawan tersebut terdorong mengarah tepat di
depan Bao Ling. Lalu diangkatnya teko kecil yang terbuat dari
tembikar itu dengan sebelah tangannya. Sementara tangannya
yang lain menelapak di tengah badan teko. Dengan
menggunakan tenaga dalam yang tersalur melalui telapak
tangan kanannya, cairan arak yang hendak diseduhkannya
untuk Bao Ling memancar keluar dan tepat tak luput dari bibir
cawan tanpa harus dituangkan sebagaimana lazimnya.
"Hebat. Rupanya ilmu Telapak Fa masih sehebat dulu," puji Bao
Ling kagum. "Saya salut."
Fa Mulan tersenyum. "Tidak juga. Di waktu-waktu luang begini,
biasanya saya selalu menyempatkan diri untuk melatih ilmu-ilmu
beladiri yang sudah saya pelajari dahulu. Mungkin saja saya
dapat mengomposisikaannya dengan beberapa ilmu silat
lainnya." Bao Ling tersenyum, mengangguk-anggukkan kepalanya di akhir
kalimat Fa Mulan. Ia terkenang masa-masa pelatihan semasa
wamil dulu. Fa Mulan adalah salah satu prajurit wamil Kamp
295 Utara yang paling tekun dan disiplin. Tubuhnya yang terbilang
kecil merupakan sebuah keterbatasan. Untuk itulah ia setiap hari
melatih fisiknya seperti tanpa lelah. Ia pun berlatih jauh lebih
banyak dari porsi latihan prajurit lainnya. Ia akan berusaha
melakukan apa yang gagal dilakukannya dalam sebuah simulasi.
Ia mengenyahkan keterbatasan fisiknya itu menjadi suatu
kelebihan. Dalam kurun waktu tak terbatas, ia menyiangi dirinya dengan
tempaan-tempaan keras dan penderitaan-penderitaan yang satir
menyakitkan. Namun selayaknya fenomena agrarisis, maka
ketika masa tunas telah tumbuh, gadis itu telah menjelma
menjadi salah satu pemimpin para prajurit di Kamp Utara.
Kemenangan atas pemberontak Han di Tung Shao juga menjadi
salah satu bukti keberhasilannya yang gilang gemilang.
Tentu saja semua itu tidak dapat diraih semudah membalik
telapak tangan. Keberhasilan tersebut memang dibangun dari
hasil kerja keras. Semangatnya yang pantang menyerah juga
telah membentuknya menjadi prajurit paling tangguh di antara
semua prajurit yang ada di Tionggoan!
"Anda masih seperti yang dulu, Asisten Fa. Ulet dan tekun.
Pantas saja kalau hanya dalam beberapa tahun kungfu Anda
sudah dapat disejajarkan dengan pesilat-pesilat tangguh di
Tionggoan." 296 "Kamu terlalu melebih-lebihkan."
"Tapi kenyataannya...."
Fa Mulan terbahak. "Sudahlah, Bao Ling. Menjadi pesilat
tangguh bukan cita-cita saya. Lagipula, saya mempelajari
beragam dan menciptakan beberapa ilmu silat hanya sebatas
beladiri saja. Tidak bermaksud apa-apa. Kalau kamu
menyanjung-nyanjung saya terus, nanti saya bisa menjadi
pongah." "Tapi, Anda memang hebat. Ilmu silat Anda juga merupakan
salah satu unsur kekuatan seorang Fa Mulan, patriot Yuan di


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tung Shao. Bukankah begitu, Asisten Fa?"
"Aduh, Bao Ling. Kekuatan itu tidak dapat ditakar dengan
ketangguhan dan kebolehan ilmu silat yang dimiliki seseorang.
Seseorang yang dianggap tangguh dan satria, tidak hanya
semata-mata lantaran dia memiliki kemampuan serta
keterampilan beladiri yang lihai dan baik. Sebenarnya banyak
faktor yang membentuk seseorang menjadi satria."
"Tapi, kalau bukan faktor kekuatan fisik seperti ilmu silat dan
beladiri yang baik, memangnya seorang yang dianggap tangguh
dan satria tersebut harus mengandalkan apa?"
Fa Mulan tersenyum. "Nah, kamu mulai seperti Yao."
"Yao?" Bao Ling mengerutkan dahinya. Ia teringat prajurit
mantan wamil seangkatannya di Kamp Utara tersebut.
297 "Memangnya ada apa dengan Yao, Asisten Fa?"
Fa Mulan meneguk araknya. "Yao dulu selalu mengandalkan
kekuatan fisik. Salah satu kelebihan Yao adalah postur tubuhnya
yang besar, kekar, dan tegap. Tapi, tahukah kamu, hal itu sama
sekali tidak menjamin dia dapat mengalahkan lawannya yang
bertubuh jauh lebih kecil darinya."
"Maksud Asisten Fa?"
"Yao pernah bertarung dengan saya di Tung Shao."
"Dan Asisten Fa dapat mengalahkannya?"
"Benar. Tapi, hal itu bukan karena saya memiliki kemampuan
beladiri lebih dari dia. Kami sesungguhnya memiliki ilmu silat
yang setara meski berbeda aliran. Namun pada kenyataannya,
dia tidak dapat mengalahkan saya dalam pertarungan di Tung
Shao tempo hari karena dia semata-mata mengandalkan
kekuatan otot. Bukan disertai kekuatan otak."
Bao Ling mengangguk-angguk mafhum.
Ia tahu Yao memang memiliki tubuh sebesar beruang. Kekuatan
fisiknya sungguh luar biasa. Kemam puan beladiri gulat
Mongolnya juga sangat berbahaya. Ia dapat meremukkan
tulang-tulang lawan hanya dengan satu telikungan.
"Yao mengandalkan kekuatan fisiknya semata-mata. Selain
sebagai sebuah kelebihan, hal itu juga merupakan kelemahan
Yao." 298 "Kelemahan?" "Ya, kelemahan. Karena menganggap lebih kuat dari lawannya,
maka dia akan merangsek terus-menerus tanpa menyadari
kalau energi dari tenaga besarnya tersebut suatu waktu dapat
habis. Biasanya, lawan yang cerdik akan memanfaatkan hal itu
sebagai senjata taktik. Lawan akan berkelit dan mengelak terus
sampai tenaga besar orang seperti Yao itu terkuras. Jika sudah
begitu, maka lawan dapat dengan mudah mengalahkan
petarung seperti Yao, yang hanya mengandalkan kekuatan fisik.
Jadi intinya, kekuatan fisik itu dapat menjadi bumerang."
"Jadi maksud Asisten Fa, adalah lebih baik memadukan
kekuatan otot atau fisik itu dengan kekuatan otak?"
"Benar. Karena kekuatan fisik itu memiliki keterbatasan yang bila
sampai pada titik tertentu akan mengalami penurunan drastis.
Sementara kekuatan otak itu nyaris tak terbatas. Kekuatan otak
tersebut dapat hadir dalam keadaan paling genting sekalipun.
Yah, seperti saat prajurit kita terdesak oleh pasukan
pemberontak Han di Tung Shao tempo hari. Berkat ide taktik
kamuflase dengan ribuan kuda tanpa penunggang, kita akhirnya
dapat memukul mundur musuh yang menyemut di Tung Shao.
Kekuatan otak itu di sini termasuk kecerdikan, strategi, taktik,
gagasan maupun ide, dan banyak hal lain yang dapat
dipergunakan sebagai senjata pamungkas seseorang dalam
299 sebuah pertarungan."
"Wah, Anda benar-benar lihai, Asisten Fa."
Fa Mulan terbahak. "Ah, sudahlah, Bao Ling. Jangan memuji
saya lagi. Saya tidak ingin menjadi pongah. Karena pongah juga
merupakan salah satu bumerang bagi seorang pesilat dan
petarung." Bao Ling turut terbahak. Sesaat diamatinya wajah tirus gadis seangkatannya semasa
wamil dulu dengan rona kagum sebelum meneguk araknya.
Sayang ia belum memiliki keberanian untuk mengungkapkan isi
hatinya kepada gadis manis itu.
Bab 28 Adakah yang lebih khidmat dari indah yang-liu
yang mengembang di bawah naungan layar biru
dan pada gerai bulir-bulir embun pagi?
Majas apa gerangan yang dapat melamur ranggas maharana
dan pada sekumpulan pedang-pedang mengilap
Bersuaralah satria biar tubir-tubir karang dan lembah-lembah nan menghijau
300 menyampaikan jawaban darimu
untuk menguak enigma tak bertepi
- Bao Ling Elegi Enigma *** "Lengan seragam kamu sobek, kenapa?"
Fa Mulan menangkap sobekan sebesar jari kelingking di lengan
kanan seragam Bao Ling dengan ekor matanya saat pemuda itu
tengah menenggak araknya. Senyum pemuda itu melamur di
akhir pertanyaan Fa Mulan. Ia kembali teringat pada
penyerangan misterius terhadapnya dalam perjalanan ke pos
pengawasan Tembok Besar ini. Saat bertarung, lengan
seragamnya sobek. Mungkin tersangkut ranting pepohonan saat
ia bersalto dan bergulingan di tanah menghindari sabetan
pedang penyerangnya. Entahlah. Mungkin juga lesatan anak
panah yang mendesing di dekat tubuhnya ketika diserang
pedanuh dari semak-belukar hutan.
"Saya dihadang oleh beberapa orang di hutan Hwa saat hendak
kemari." Fa Mulan membelalak kaget. "Kamu tidak apa-apa?!"
"Saya tidak apa-apa. Orang yang menghadang saya ternyata
salah satu prajurit Istana," jelas Bao Ling, mengernyitkan
keningnya karena masih penasaran dengan gelimun maksud
301 pembunuhan dirinya. Tak sadar ia menggeleng. Semuanya
masih serupa enigma di benaknya. "Namanya Zhung Pao Ling!"
"Zhung Pao Ling?!"
"Dia adalah Kepala Intelijen Yuan. Dia merupakan salah satu
orang kepercayaan Jenderal Gau Ming. Saya tidak tahu apa
maksud dia mencoba membunuh saya di hutan Hwa."
"Masalah pribadi?"
Bao Ling menggeleng. "Bukan. Meski sering bertemu di Istana
Da-du, tapi saya tidak terlalu akrab dengan Zhung Pao Ling.
Mungkin karena saya dan dia menjalani tugas-tugas yang
berbeda. Jadi, saya rasa bukan karena masalah pribadi.
Lagipula, saya tidak pernah merasa pernah menyinggung
ataupun menyakiti hatinya."
"Aneh," desis Fa Mulan dengan sepasang alis yang nyaris
bertaut. "Benar-benar aneh."
Bao Ling menghela napas. "Justru itulah yang meresahkan saya,
Asisten Fa. Mungkin ada konspirasi yang berkembang di dalam
Istana untuk mengganggu stabilitas Yuan."
"Maksudmu...." "Saya tidak berani berasumsi. Tapi kalau benar, maka saya lebih
berpraduga kalau hal tersebut didalangi oleh pihak jasus yang
sudah memasuki lingkungan Istana," rekanya, lalu
mengembuskan napasnya dengankeras, ekspresi kegalauannya
302 perihal peristiwa miris yang dialaminya di hutan Hwa.
"Tapi, bukankah Zhung Pao Ling merupakan prajurit
kepercayaan Jenderal Gau Ming?" tanya Fa Mulan penuh
selidik. "Jangan-jangan...."
Bao Ling mengelus-elus dagunya dengan dahi mengerut.
"Benar. Tapi, saya sama sekali tidak pernah berasumsi kalau
aktor instabilator itu adalah Jenderal Gau Ming. Mana mungkin
beliau yang sudah menjadi bagian dari keluarga besar Istana
Da-du itu dapat membangkang begitu? Bukankah beliau sudah
bersusah-payah bahu-membahu membangun Kekaisaran Yuan
sejak ayahanda Kaisar Yuan Ren Zhan berkuasa dulu?
Menciptakan instabilator dalam Kekaisaran Yuan itu sama juga
berarti beliau meruntuhkan rumah tangganya sendiri yang telah
dibangunnya dengan susah-payah. Bukankah begitu, Asisten
Fa?" "Tentu, tentu," Fa Mulan mengangguk-angguk, mengakuri dalih
keyakinan Bao Ling terhadap Jenderal Gau Ming yang sudah
lama mengabdi untuk Istana. "Meski saya jarang berada di
Istana, tapi saya tahu dedikasi macam apa yang dimiliki Jenderal
Gau Ming. Tidak mungkin beliau yang melakukan semua
rencana busuk tersebut meskipun ada indikasi semacam itu
yang mengarah kepada beliau."
"Saya justru khawatir jasus musuh sudah demikian jauh masuk
303 ke Istana, sehingga keselamatan Kaisar Yuan Ren Zhan dan
beberapa petinggi militer lainnya tidak dapat terjamin dengan
baik lagi. Saya harus menyampaikan kasus ini secepatnya
kepada Jenderal Gau Ming setiba di Istana Da-du nanti," tambah
Bao Ling, lebih kepada dirinya sendiri ketimbang kepada lawan
bicaranya. "Ya, saya rasa kamu harus secepatnya kembali ke Istana,"
desak Fa Mulan, turut merasa khawatir dengan perkembangan
terakhir di Istana Da-du. "Situasi Istana pasti tidak kondusif.
Bahaya dapat mengancam kapan saja. Di balik keberhasilan
Yuan, ternyata kemenangan tersebut menyimpan banyak
kelemahan serta hal-hal yang tidak terduga. Mungkin hal itu
masih luput dan belum diketahui oleh pejabat intelijen kita.
Euforia kemenangan Yuan atas pemberontakan Han membuat
pejabat militer kita lengah. Yuan sebetulnya masih di ambang
bahaya!" "Betul, Asisten Fa," akur Bao Ling, menganguk-anggukkan
kepalanya keras. "Makanya, paling tidak Anda bisa berandil
menyelamatkan negara kembali dengan menghadiri acara
Festival Barongsai tersebut," lanjutnya meminta.
Fa Mulan menimbang-nimbang. "Saya belum dapat memberikan
jawaban sekarang. Tapi, saya pasti akan mengambil keputusan
bila negara dalam bahaya. Mungkin saya akan menyusul kamu
304 nanti ke Ibukota Da-du."
"Terima kasih, Asisten Fa," sahut Bao Ling dengan mata
berbinar-binar. "Istana memang sangat membutuhkan atensi
Anda." Fa Mulan mengangguk. "Sayang kemenangan kita direcoki oleh
euforia. Itu salah satu kelemahan dalam maharana. Musuh
dapat menyusun kekuatan baru. Buktinya, Zhung Pao Ling yang
loyal pun dapat berubah. Otak Zhung Pao Ling bahkan sudah
dirasuki oleh niat jahat pihak musuh. Dan pasti dia telah bekerja
sama dengan pihak lawan yang hendak menjatuhkan
Kekaisaran Yuan." "Saya kira memang begitu, Asisten Fa," yakin Bao Ling.
"Apakah Han Chen Tjing dan Jenderal Shan-Yu dalang semua
itu, Bao Ling?" tanya Fa Mulan, lebih pada mempertegas orangorang yang sedari tadi telah dianggapnya dalang dari konspirasi
instabilator di Istana Da-du.
"Boleh jadi. Tapi tidak semudah itu menyuap seorang prajurit
kepercayaan yang sudah mengabdi belasan tahun untuk Istana
Da-du. Kecuali ada hal-hal yang sama sekali di luar dugaan
kita," jawab Bao Ling lugas.
"Lantas, kenapa hanya kamu yang dijadikan target
pembunuhan?" tanya Fa Mulan penasaran.
Bao Ling mengedikkan bahunya. "Entahlah. Saya tidak paham.
305 Tapi mungkin ini ada kaitannya dengan Anda, Asisten Fa."
Fa Mulan terlonjak. "Saya?!" tanyanya, sesaat berdiri dari
bangkunya tanpa sadar. Tidak lama kemudian ia duduk kembali
dengan dahi yang mengerut.
Bao Ling mengangguk. "Ya."
"Korelasinya apa?" cecar Fa Mulan gelisah.
"Mungkin saja mereka tidak ingin Anda menghadiri acara
Festival Barongsai tersebut. Sebagai Prajurit Kurir, saya
merupakan kunci penyampaian maklumat Istana Da-du kepada
Anda. Jadi, membinasakan saya merupakan tindakan penting
untuk menggagalkan kehadiran Anda di Istana Da-du pada
acara Festival Barongsai nanti," jelas Bao Ling, kali ini tidak
terlalu yakin dengan prediksinya.
Fa Mulan menyentuh cawannya namun tidak meminum araknya.
Hanya spontanitas keterkejutannya. "Kenapa?!"
Bao Ling menggerakkan kedua bahunya. "Karena mereka, entah
siapa, ingin melamur simbol kemenangan Yuan. Kalau boleh,
melenyapkan simbol itu untuk selama-lamanya."
"Maksudmu...." "Sebenarnya, pembunuhan itu ditargetkan kepada Anda, Asisten
Fa. Sementara saya hanyalah imbas dari rencana jahat mereka."
"Tapi, kita semua memang menjadi target pembunuhan. Itu
konsekuensi kita sebagai prajurit, bukan?"
306 "Benar. Tapi, konspirasi misterius tersebut tidak semudah apa
yang Anda bayangkan, Asisten Fa. Rencana pembunuhan itu
sarat dengan muatan politis. Mengungkap siapa biang rencana
inferior tersebut tidaklah semudah menyibak cadar. Dalam
maharana, seperti yang Anda utarakan dulu sewaktu di Tung
Shao bahwa, kawan dapat berubah menjadi lawan. Dan begitu
pula sebaliknya, lawan dapat menjelma menjadi kawan."
"Hm, kalau begitu, ini pasti ada kaitannya dengan pejabat tinggi
Istana Da-du. Atau paling tidak, petinggi-petinggi militer Yuan."
"Tepat. Kalau bukan begitu, mana mungkin orang-orang seperti
Zhung Pao Ling dapat berubah menjadi serigala. Kawan menjadi
lawan." "Dan kalau saya mati misalnya, maka mereka telah
melenyapkan salah satu simbol kemenangan Yuan di Tung
Shao. Bukankah begitu prediksi skenario dari rencana musuh,
Bao Ling?" "Tepat." "Tapi, seperti yang telah saya katakan sebelumnya,
kemenangan kita di Tung Shao itu andil kolektif. Bukan tindakan
gagah berani orang per orang."
"Saya mengerti, Asisten Fa. Tapi ini semua menyangkut politik
yang pelik, dan mungkin jauh dari segala prakiraan kita. Kadangkadang simbol itu lebih penting dibandingkan sejumlah kekuatan
307

Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bala militer. Buktinya, Divisi Kavaleri Fo Liong sangat ditakuti
oleh kaum pemberontak karena melihat eksistensi keefektifan
divisi baru Yuan tersebut, yang dapat melumpuhkan banyak
musuh di dalam sebuah pertempuran. Padahal, Divisi Kavaleri
Fo Liong hanya terdiri dari beberapa ribu prajurit saja. Nah, Anda
bisa bandingkan dengan jumlah prajurit dari Divisi Infanteri atau
Divisi Kavaleri Danuh yang memiliki prajurit bahkan sampai
hampir setengah juta orang - sebelum banyak yang gugur dalam
pertempuran melawan pemberontak Han."
Fa Mulan menjentikkan jarinya. "Saya sependapat soal itu.
Dalam hal ini, bukan berarti Divisi Kavaleri Fo Liong tidak
memiliki kelemahan. Hanya saja, mereka belum menemukan
taktik dan cara untuk melumpuhkan armada tempur baru Yuan
tersebut," ulasnya yakin.
"Ya. Itulah sebabnya mereka memilih untuk mundur karena
dikalahkan oleh rasa gentar yang majas. Padahal, belum tentu
kekuatan militer Yuan - Divisi Kavaleri Fo Liong - sekuat praduga
mereka. Itulah yang saya katakan simbol, Asisten Fa. Simbol itu
dapat berupa jargon, kisah patriotisme dan ketangguhan, dan
banyak lagi hal lainnya. Ya, termasuk Anda. Anda adalah simbol
kemenangan Yuan atas kubu pemberontak. Khususnya untuk
pertempuran di Tung Shao," papar Bao Ling setelah
menyimpulkan penyebab mundurnya musuh dari zona tempur di
308 Tung Shao beberapa bulan lalu.
"Saya sama sekali tidak ingin menjadi simbol, Bao Ling. Apalah
arti sebuah pengakuan bagi saya. Padahal, apa yang saya
lakukan itu semata-mata hanya untuk menyelamatkan negara
dari ambang bahaya. Jadi, selain atas nama negara dan rakyat,
tidak ada inisiatif dan motivasi apa-apa lagi yang
melatarbelakangi niat saya melakukan aksi-aksi - yang bagi
kalian adalah tindakan patriotik dan fenomenal - tersebut.
Semua itu hanya bela negara. Lagipula, saya ini prajurit yang
berkewajiban membela negara, bukan? Hei, apa saya mesti
berpangku tangan melihat negara kita diserang?"
"Saya mengerti, Asisten Fa. Tapi dalam Kenyataannya, simbol
kemenangan itu sudah demikian melekat pada diri Anda.
Sekarang, Anda sudah menghadapi dilematisasi. Musuh Anda
sudah berada di mana-mana. Anda sekarang mesti waspada.
Ingat, kawan bisa menjadi lawan. Demikian pula sebaliknya,"
tutur Bao Ling sembari mempermainkan jemari tangannya di
atas meja, mengusap tetesan arak yang sedikit meluber dari
bibir cawannya. "Hm, tapi saya yakin kalau seorang Fa Mulan
dapat mengatasi semua itu dengan ketangguhannya," lanjutnya,
lalu tersenyum di akhir kalimatnya.
Fa Mulan menyembulkan senyumnya mendengar pujian Bao
Ling. "Tapi, sampai di mana batas kemampuan seorang Fa
309 Mulan, Bao Ling? Apa memangnya Fa Mulan terlahir berbeda
dengan manusia-manusia lainnya? Apa memangnya Fa Mulan
memiliki otot besi dan tulang baja sehingga sekokoh karang. Hei,
kamu pikir saya ini pemberani apa? Fa Mulan juga memiliki rasa
gentar. Dalam pertempuran, Fa Mulan juga takut ditikam dengan
pedang," ujarnya panjang-lebar. "Yang pasti, Fa Mulan itu tidak
setangguh pradugamu."
"Tapi...." "Sudahlah, Bao Ling. Saya ini prajurit murni. Bukan siapa-siapa.
Kalau mereka menganggap saya ini simbol kemenangan Yuan,
ya terserahlah. Tapi yang pasti saya merasa tetap sebagai
prajurit biasa." Bao Ling terdiam, mencerna semua kalimat bijak yang
disampaikan Fa Mulan dengan kesungguhan yang berasal dari
palung hati. Sesaat dipejamkannya mata. Menikmati keindahan
batin tak terkira dari seorang perempuan satria.
Ia semakin jatuh hati padanya.
"Maaf, Asisten Fa. Mungkin saya harus pamit. Sudah jauh larut
malam," pamit Bao Ling, berdiri lalu melangkah keluar tenda
sebelum sekali lagi menatap sepasang mata telaga gadis yang
diam-diam dicintainya itu.
310 Bab 29 Kaki-kaki kecilnya lincah menari
elok tubuhnya mengirama ditabuh rebana
namun merdu urung mengurai senyum sang jelita
Gerangan apa puan nan rupawan berdurja
dalam kemilau intan permata
dan mahkota bermute berlian
adakah cinta semekar yang-liu di istana naga?
- Bao Ling Elegi Putri Yuan Ren Xie *** Pangeran Yuan Ren Qing memasuki balairung Istana Pangeran
dengan rupa gerun. Suhu udara di Kiangsu yang mulai
mendingin di penghujung musim semi malah menggerahkannya.
Rencananya nyaris terbongkar. Untung jasus yang
didelegasikannya untuk membunuh Bao Ling meninggal
langsung saat pertarungan di sebuah hutan dalam perjalanan
menuju pos pengawasan Tembok Besar. Kalau tidak, jasus yang
tertawan dapat membuka mulut. Dan akibatnya, ia tahu sanksi
apa yang akan dilakukan oleh Kakanda Kaisar Yuan Ren Zhan
kepadanya. Hukum pancung!
Dihelanya napas galau. Selama ini ia memang belum dapat menemukan orang-orang
311 yang tangguh. Strateginya untuk merebut kekuasaan dari tangan
kakaknya agaknya mesti dipikirkan matang-matang. Jangan
sampai rencananya itu terbongkar sebelum ia dapat menduduki
Kursi Tunggal Sang Naga di Istana Da-du.
Apalagi setelah meledaknya pemberontakan Han pimpinan Han
Chen Tjing di Tung Shao dan perbatasan Tembok Besar,
Kakanda Kaisar Yuan Ren Zhan jadi lebih mawas dan hati-hati.
Tentu pengawalan Istana Da-du akan semakin diperketat
dengan hadirnya prajurit-prajurit dan pengawal-pengawal
tangguh. Untuk itulah ia mesti bersikap sabar, menunggu perkembangan
berikutnya. Menurut data intelijen Yuan, jasus-jasus Han yang
dikoordinir oleh mantan Jenderal Shan-Yu telah menyusup ke
dalam Istana Da-du untuk membunuh Kaisar Yuan Ren Zhan. Ia
berpikir, ada baiknya dua pihak itu saling menghancurkan
sebelum ia mengambil alih kekuasaan dari tangan kaisar.
Hal itu jauh lebih mudah ketimbang ia harus mengkudeta
kakaknya tersebut. Lagipula, kekuatan militer pengikutnya belum
menunjukkan eksistensi dapat mengalahkan militer sahih Yuan
pimpinan Jenderal Gau Ming dan Perdana Menteri Shu Yong.
Selain itu, militer Yuan telah memiliki beberapa prajurit
berdedikasi tinggi seperti Fa Mulan dan Shang Weng yang
berasal dari Kamp Utara. Kehebatan kedua orang itu telah ia
312 dengar jauh-jauh hari sesaat sebelum kemenangan gemilang
mereka menggagalkan pemberontakan Han di Tung Shao.
Saat ini ia memang harus bekerja keras bila hendak menduduki
takhta tertinggi di Tionggoan. Satu-satunya cara yang paling
tepat agar memuluskan langkahnya ke puncak kekuasaan
adalah, menyingkirkan satu per satu orang-orang kepercayaan
Kakanda Kaisar Yuan Ren Zhan. Salah satunya adalah Perdana
Menteri Shu Yong dan Prajurit Kurir Bao Ling yang cerdas.
Sebab mereka merupakan kekuatan utama Kakanda Kaisar
Yuan Ren Zhan. Sementara itu, Jenderal Gau Ming sendiri belum dapat dianggap
berbahaya karena eksistensi militer Yuan yang dipimpinnya
selama ini mengalami pasang-surut. Keberhasilan menumpas
pemberontakan Han pun bukan karena andil orang tua itu. Jadi
jika menilik sepak terjangnya, jenderal tua itu memang bukan
merupakan kendala besar kendati ia sangat terbantu oleh
kecerdikan Fa Mulan di garda depan pertempuran.
Ia duduk di salah satu kursi.
Menggabruk tanpa sadar meja kecil persegi di sampingnya
sampai cawan perak yang berisi teh hijau di sana atasnya
meriak nyaris tumpah. Beberapa pengikutnya yang sedari
terdiam terlonjak kaget. Mereka masih berdiri dengan sikap
menundukkan kepala. 313 "Tidak becus! Semuanya tidak becus!"
Pangeran Yuan Ren Qing menatap satu per satu wajah yang
menekuk itu. Belum ada yang berani angkat suara untuk
mengemukakan sanggahan atas amarah pemimpin mereka
tersebut. Zhung Pao Ling gagal mengeksekusi Bao Ling yang
menjadi target pelumpuhan kaki-tangan Kaisar Yuan Ren Zhan.
Ia malah terbunuh dalam insiden pertarungan itu.
"Kalian yang berjumlah puluhan orang tidak dapat mengalahkan
satu orang?! Hah, kalau menangani hal-hal kecil seperti itu saja
tidak bisa, bagaimana mungkin kalian dapat membantu saya
mengambil alih kekuasaan dari tangan Kaisar Jumawa itu?! Huh,
benar-benar tidak becus. Apa keistimewaan Prajurit Kurir Bao
Ling sehingga kalian seperti mati kutu begitu?!" geram Pangeran
Yuan Ren Qing, menggabruk meja sekali lagi. "Saya kecewa
terhadap kalian! Sangat kecewa!"
Seorang pendekar berikat kepala bulu domba tampak maju satu
kaki dari tempatnya mematung tadi. Ia mengepalkan tangannya
ke depan, menghormat dengan mimik ragu.
"Maafkan kami, Yang Mulia" tuturnya. "Tapi kami sama sekali
tidak menyangka kalau ilmu silat Bao Ling setangguh itu."
"Saya tidak ingin mendengar alasan ketidakmampuan kalian
menaklukkan orang kepercayaan Jenderal Gau Ming itu!"
sembur Pangeran Yuan Ren Qing, sontak berdiri dari duduknya.
314 Menyeret kakinya dengan langkah berat, mendekati pendekar
yang mendalih atas kegagalan mereka membunuh Bao Ling.
"Saya tidak mau tahu bagaimana dan apa cara kalian
menghadapi orang itu. Yang saya inginkan hanya satu.
Enyahkan orang itu!"
Pendekar itu terdiam, kembali menundukkan kepala setelah
sesaat mengangkat muka ketika mengurai alasan barusan. Ia
mundur kembali pada barisan yang menjajar rapi di hadapan
sang Pemimpin. Enam pendekar lainnya yang berseragam
merah bata tampak kikuk. Sesaat bahkan seolah menahan
napas yang keluar dari lubang hidung mereka.
Pangeran Yuan Ren Qing berjalan kembali menuju kursinya
setelah mengibaskan jubahnya dengan satu entakan keras jelas merupakan aplikasi kemarahannya yang belum surut dari
ubun-ubun. "Kalian tahu, apa akibatnya seandainya Zhung Pao Ling tidak
mati tapi tertawan?!" gusarnya setelah duduk kembali di
kursinya. "Apa jadinya seandainya dia membuka mulut?! Apa
kalian semua ingin dipenggal?! Rencana kita kacau! Kacau! Bao
Ling pasti akan mencari tahu, untuk apa Zhung Pao Ling hendak
membunuhnya! Sekarang dia pasti akan mencari siapa dalang
yang menyuruh Zhung Pao Ling membunuhnya! Hal tersebut
pasti akan dilaporkannya kepada Jenderal Gau Ming. Lalu,
315 sebentar lagi pasti berita tersebut akan sampai dan terdengar di
telinga KaisarJumawa itu."
Suasana senyap menyelubungi ruang pertemuan pangeran. Dari
sinilah awal mula mufakat mereka untuk menghabisi satu per
satu prajurit-prajurit berdedikasi Sang Kaisar. Rencana tersebut
sudah dianggap matang setelah konsentrasi Kaisar Yuan Ren
Zhan dan beberapa atase militernya terburai oleh
pemberontakan Han yang terjadi di Tung Shao serta beberapa
kaum nomad Mongol di perbatasan Tembok Besar.
Dibiarkannya kekuatan Yuan dan kubu pemberontak Han beradu
sehingga melemah. Dengan begitu, ia dapat memanfaatkan
situasi tersebut sebagai taktik titik lemahnya kekuatan Kaisar
Yuan Ren Zhan. Pangeran Yuan Ren Qing ingin mengail di air keruh!
Namun ada sesuatu yang tidak disangka-sangkanya. Jauh dari
prakiraannya yang semula. Pertempuran di Tung Shao ternyata
dimenangkan oleh pasukan Yuan berkat kecerdikan Fa Mulan.
Sementara itu kekuatan Yuan juga berangsur menguat berkat
bantuan pihak Barat yang menjual meriam-meriam mereka
kepada Kaisar Yuan Ren Zhan. Hal tersebut memang tidak
lepas dari andil besar Perdana Menteri Shu Yong yang berhasil
melobi salah seorang atase militer Inggris di London, Sir Arthur
Jonathan. Berkat andil perdana menteri Yuan itu pulalah, militer
316 Yuan memiliki pasukan dari divisi baru yang sangat tangguh dan
ampuh menaklukkan pemberontak Han.
Kendati demikian, rencana Pangeran Yuan Ren Qing untuk
merebut takhta dari tangan kakak kandungnya masih tetap akan
dilaksanakan. Apa pun yang terjadi. Kegagalan beberapa hari
lalu saat jasusnya gagal mengeksekusi mati Bao Ling, tidak
mempengaruhi niat dan ambisinya. Ia tetap akan menggulingkan
kepemimpinan Kakanda Kaisar Yuan Ren Zhan secara
klandestin. Beberapa saat lamanya Pangeran Yuan Ren Qing memangu
dengan benak yang terbebat masalah. Bawahan dan
pengikutnya, pesilat-pesilat Kiangsu yang vulgar dan batil masih
juga mematung. Dan tak sepatah kata pun meluncur dari bibir
salah satu di antara mereka.
"Ah, sudahlah, Wu Kuo!" seru Pangeran Yuan Ren Qing kepada
pemimpin pendekarnya, kali ini lebih melunak. "Bawalah orangorangmu untuk kembali melakukan rencana kita. Saya harap
kalian tidak akan gagal lagi!"
Wu Kuo yang bertaucang dengan bandana bulu domba itu maju
sedepa dari tempatnya berdiri. Tangannya kembali terangkat
dan mengatup di depan wajahnya. Kali ini pula sikapnya sedikit
lebih tegas dan tegap setelah sedari tadi berdiri dengan lunglai.
"Siap, Yang Mulia. Hamba akan melaksanakan amanat Yang
317 Mulia dengan sebaik-baiknya. Demi kejayaan kita semua!"
Pangeran Yuan Ren Qing mengangguk tanpa memandang ke
arah pesilat-pesilatnya, eksekutor rencana pelbagai
pembunuhan pengabdi-pengabdi tangguh Kaisar Yuan Ren
Zhan. Ia hanya menggerakkan tangannya mengaba sebagai
tanda supaya mereka boleh pergi meninggalkan balairung.
*** "Ayah!" Pangeran Yuan Ren Qing terlonjak dari lamunannya. Entah
sudah berapa lama ia duduk menyendiri dan terpatung di
kursinya sampai suara lembut putrinya itu menyapa dari arah
bingkai pintu balairung pangeran.
"A Xie," balasnya lemah terhadap gadis remaja yang melangkah
setengah berlari ke arahnya. "Apa yang Ayah pikirkan?"


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oh, tidak ada apa-apa."
Putri Yuan Ren Xie kini telah menggelayut manja di bahu
ayahnya. "A Xie tidak percaya. Ayah pasti sedang banyak
masalah. Ayo, ceritakan. Mungkin A Xie bisa kasih solusi."
Pangeran Yuan Ren Qing tersenyum.
Binar amarah mendadak melenyap saat menatap keteduhan di
mata putri tunggalnya tersebut. Gadis itu merupakan satusatunya pelipur lara kala ia tengah dirundung galau. Diciuminya
dahi gadis yang baru menginjak usia enam belas itu dengan
318 penuh kasih sayang sesaat sebelum sepasang tangan gemulai
putrinya tersebut memijiti pundaknya.
"Anak kecil tahu apa masalah orangtua?" elak Pangeran Yuan
Ren Qing, membiarkan dirinya dipijat. "Anak kecil jangan suka
mencampuri urusan orangtua. Anak kecil seharusnya hanya
bermain, bukan?" "Ah, Ayah! Ayah selalu begitu! Ayah selalu menganggap A Xie
anak kecil!" ujar Putri Yuan Ren Xie dengan mulut manyun,
pura-pura sewot. "Kapan Ayah dapat menganggap A Xie
dewasa?!" Pangeran Yuan Ren Qing tertawa.
"Sedang memikirkan persoalan apa, Ayah?" cecar Putri Yuan
Ren Xie sembari memijit-mijit pundak serta menumbuk-numbuk
lembut punggung ayahnya. "Persoalan Istana, ya?"
Pangeran Yuan Ren Qing berdeham. "Ah, anak kecil tahu apa
soal Istana?" "Tentu saja A Xie harus tahu," elak Putri Yuan Ren Xie lincah. "A
Xie putri Ayah, bukan?"
"Iya. Siapa bilang Putri Yuan Ren Xie bukan anak Ayah?"
"Makanya...." "Makanya kamu nyinyir ingin tahu, ya?"
Putri Yuan Ren Xie menghentikan pijitannya seolah memerotes
kalimat ayahnya barusan. "Ayah jahat! Ayah suka
319 mempermainkan A Xie!"
Lelaki tua dengan pelipis yang ditumbuhi uban tersebut sontak
merangkul tubuh putri tunggalnya. Menariknya kembali berdiri di
sisinya setelah gadis itu protes dan pura-pura hendak beranjak
menjauhinya. "Kamu marah sama Ayah, ya?"
"Habis, Ayah selalu mempermainkan A Xie!"
"Baik, baik. Ayah janji tidak akan mempermainkan kamu lagi,"
bujuk Pangeran Yuan Ren Qing. "Ayah senantiasa akan
membahagiakan kamu."
Putri Yuan Ren Xie tersenyum dengan rupa menang, memeluk
ayahnya yang sudah melingkarkan sepasang tangan
dipinggulnya. "Jadi, Ayah berjanji akan memberikan dan mengabulkan apa
saja yang A Xie minta?"
"Ya. Apa saja," angguk Pangeran Yuan Ren Qing, masih
menyembulkan senyum. "Apa yang tidak pernah Ayah berikan
kepada kamu?" "Ah, Ayah pasti bohong!"
"Bohong apa?" tanya Pangeran Yuan Ren Qing dengan suara
separuh tertawa, membelai-belai janggutnya yang sedikit
melingkar di bawah dagunya seperti ekor bekisar. "Sekarang,
kamu minta apa? Bilang saja. Hm, pasti akan Ayah penuhi."
320 "Benar, Ayah?!" Putri Yuan Ren Xie bertanya, antusias dengan
dengan mata membola. Pangeran Yuan Ren Qing mengangguk keras. "Iya, benar. Untuk
kamu, apa saja akan Ayah berikan."
"Benar Ayah tidak akan bohong?" tanya Putri Yuan Ren Xie,
mencecar. Alisnya bergerak naik-turun. Seulas senyum nakal
mengembang di bibirnya. "Ayah berjanji. Nah, apa yang ingin kamu minta?"
Putri Yuan Ren Zhan mempererat pelukan pada bahu ayahnya.
Bibirnya dicondongkan, mendekat dan nyaris menyentuh telinga
kiri salah seorang adik kandung Kaisar Yuan Ren Zhan.
"A Xie ingin ke Ibukota Da-du menyaksikan Festival Barongsai,
Ayah," bisiknya manja.
Pangeran Yuan Ren Qing membeliak. Senyumnya melamur
perlahan. Dipandanginya lamat wajah ayu di hadapannya - buah
hatinya yang paling berharga. Satu-satunya penerus atas
seluruh aset dan pengharapan yang telah dicita-citakannya sejak
lama. Tampuk tertinggi kepemimpinan Tionggoan akan berada
di tangannya, dan segala penerus yang berasal dari darahdagingnya sendiri!
"Tapi, tidak aman berada di Ibukota Da-du pada saat-saat
seperti ini, A Xie!" tolaknya lembut. "Di sini kamu tenang...."
"Tapi Ayah sudah berjanji!" protes Putri Yuan Ren Qing, turun
321 dari pangkuan ayahnya. "Ayah tidak boleh mengingkari janji
Ayah tadi!" "A Xie...." Putri Yuan Ren Xie mengentakkan kakinya. "Ayah bohong!"
"Bukan begitu...."
"Bukan begitu bagaimana?! A Xie kecewa sama Ayah!"
Pangeran Yuan Ren Qing masih berusaha membujuk.
Dicobanya menggapai pergelangan pipih Putri Yuan Ren Xie,
namun gadis itu mengentak keras tangannya kala telapak
tangan tua itu telah menggenggam jemarinya. Dihindarinya
cekalan tangan Pangeran Yuan Ren Qing dengan melangkah
mundur sedepa sehingga lelaki tua itu hampir tersuruk dari
kursinya. "Ayah melarang kamu ke Ibukota Da-du semata-mata demi
keselamatan kamu, A Xie," urai Pangeran Yuan Ren Qing
setelah membenarkan duduknya yang sedikit melorot dari ke
kursinya. "Bukannya Ayah mengingkari janji. Bukannya Ayah
mengekang hidup kamu."
"Tapi, Ayah tidak adil!"
"Ayah akan mengabulkan apa saja permintaan kamu asal jangan
permintaanmu untuk menyaksikan Festival Barongsai di Ibukota
Da-du itu." "Kenapa?! A Xie bisa jaga diri. A Xie bukan anak kecil lagi,
322 Ayah!" "Semua suku bangsa di Tionggoan akan menghadiri Festival
Barongsai tersebut, A Xie. Sangat tidak menutup kemungkinan
akan terjadi kekacauan di sana-sini. Lagipula, pihak musuh khususnya kaum pemberontak Han - pasti masih akan terus
merongrong Istana. Jadi, sangat tidak aman bila kamu hadir di
sana. Apalagi kamu adalah Putri, bangsawan Yuan yang dapat
dijadikan sasaran empuk penjahat."
"Jangan mengurai dalih, Ayah!"
"A Xie, tolong dengar Ayah. Sekali ini saja. Ayah sangat sayang
sama kamu. Ayah tidak membatasi kebebasanmu. Tapi, situasi
dan kondisi di Ibukota Da-du memang tidak aman - riskan dari
bahaya. Setiap saat dapat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Setiap saat dapat terjadi pertempuran. Ayah hanya
mengkhawatirkan keselamatan kamu jika tetap bersikeras
berangkat ke Ibukota Da-du."
"A Xie tidak peduli!" umpat Putri Yuan Ren Xie, bersikeras
dengan keputusannya untuk berangkat ke Ibukota Da-du.
"Pokoknya, A Xie harus pergi!"
"Ayah harap kamu dapat mengerti, A Xie."
"A Xie juga berharap Ayah dapat menepati janji Ayah tadi!"
"A Xie...." "Ayah jahat! Ayah pembohong!"
323 "A Xie...." "Tidak peduli Ayah izinkan atau tidak, A Xie tetap akan pergi!"
"A Xie!" bentak Pangeran Yuan Ren Qing, sudah tidak mampu
membendung kesabarannya. "Jangan keras kepala!"
Putri Yuan Ren Xie menderaikan airmata karena kesal dengan
ultimatum ayahnya yang tetap bersikeras melarangnya
menyaksikan pesta akbar Festival Barongsai di kawasan Istana,
di Ibukota Da-du beberapa hari lagi. Ia berlari keluar dari
balairung tanpa menghiraukan panggilan ayahnya lagi sesaat
setelah menggabruk daun pintu.
Pangeran Yuan Ren Qing menghela napas panjang.
Menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai bentuk
keresahannya. Putri tunggalnya itu memang keras kepala.
Mungkin ia sudah salah mendidik selama ini. Afeksi yang
berlebihan darinya semasa kanak-kanak sampai sekarang
terhadap putrinya telah membentuk sosoknya menjadi gadis
manja. *** Ada suara gerit menyentuh ubin. Perlahan pintu terkuak
bersamaan terobosan sinar benderang matahari siang yang
menerangi kamar pekat Putri Yuan Ren Xie.
"Makanan untuk Putri."
"Saya tidak mau makan!"
324 "Ada apa, Putri? Apa Putri sakit?"
Selantun suara lembut bertanya dalam nada prihatin sesaat
setelah Putri Yuan Ren Xie menengkurap di atas tempat tidur,
menelungkupkan kepalanya berbantal sepasang punggung
tangan yang terlipat di bawah dahi. Tampak seorang gadis
dayang mendekat setelah mematung sebentar di bawah bingkai
pintu, dan masuk ke kamar Sang Putri yang tidak terkunci.
"Sudah, sudah. Pergi sana. Jangan ganggu saya lagi!"
"Tapi...." "Pergi, pergi!"
Gadis dayang itu mundur setindak setelah mematuhi perintah
Putri Yuan Ren Xie. Nampan yang berisi makanan lezat di
tangannya nyaris jatuh karena guntur amarah tersebut. Watak
fluktuasi putri tunggal Pangeran Yuan Ren Qing itu memang
kerap meresahkannya - bukan sekali ini saja, tetapi hal inferior
tersebut bahkan sudah menjadi ritual harian. Namun demikian,
sedini mungkin dipahaminya karakter Sang Putri sebagai bentuk
hakiki hieraki. Iklim itu telah terbentuk turun-temurun di dalam
lingkungan monarki Istana. Sebagai gadis yang terlahir dari
kalangan jelata, disadarinya benar hal itu sebagai bagian dari
takdir. Takdir yang telah membawa kehidupannya ke Istana. Dan
mengabdi sebagai salah seorang dayang.
Hari ini dayang dapur Istana dibuat kelimpungan oleh ulah Sang
325 Putri. Menu makanan yang sudah tersaji untuknya di ruang
makan Istana tak sesumpit pun disentuhnya. Putri Tong Fha
akhirnya memerintahkan agar dayang dapur segera menyajikan
makanan baru untuk dihidangkan di dalam kamar putri
tunggalnya tersebut. Karena setiap begitu - mangkir di ruang
makan, ia tahu kalau Putri Yuan Ren Xie sedang marah.
Putri Yuan Ren Xie kembali menguraikan airmata. Ia belum
dapat menerima keputusan tegas ayahnya yang melarangnya ke
Ibukota Da-du untuk menyaksikan Festival Barongsai.
Amarahnya dilimpahkan kepada Fang Mei yang sudah
menyertainya sejak masa kanak-kanak. Gadis sebaya Sang
Putri itu sudah menjadi salah satu kerabat paling dekat.
Mengawal, merawat, dan tumbuh bersama-sama di dalam
lingkungan Istana Pangeran selama sekian belas tahun.
"Tapi, Anda belum makan. Saya khawatir Anda bisa jatuh sakit,"
sahut Fang Mei dalam nada memelas.
"Apa pedulimu kalau saya sakit?!" bentak Putri Yuan Ren Xie
dengan suara paruh tangis. "Ayah saja tidak peduli terhadap
saya lagi!" "Tapi...." "Ayah jahat! Ayah sudah tidak sayang lagi terhadap saya! Ayah
melarang saya menghadiri Festival Barongsai di Ibukota Da-du.
Padahal, Ayah sudah berjanji akan mengabulkan apa saja
326 permintaan saya sebelumnya," keluh Putri Yuan Ren Xie. "Tapi,
tiba-tiba saja Ayah mengingkari janjinya ketika mengetahui
permintaan saya tersebut adalah main ke Istana Da-du."
Fang Mei sudah memberanikan diri melangkah.
Dengan separo menjinjit dan hati-hati, diletakkannya nampan
makanan Putri Yuan Ren Xie di atas meja kamar setelah
menggeser sebuah lampu minyak berkanopi lampion merah ke
tepi. Diletakkannya satu per satu mangkuk dan piring yang berisi
nasi putih, juga sayur-mayur serta beberapa lauk-pauk yang
tampak masih mengepulkan asap.
Putri Tong Fha memerintahkannya agar menyajikan makanan
baru bagi Sang Putri setelah gadis itu tidak hadir makan siang
bersama di ruang makan Istana Kiangsu tadi. Aroma lezat kaki
babi kecap dan bebek peking serta sayur asin tumis kesukaan
Sang Putri menyeruak di seputar kamar. Namun Putri Yuan Ren
Xie tak bergeming meski perutnya sebetulnya sudah lapar. Ia
masih saja sesenggukan di atas ranjangnya.
Setelah selesai meletakkan semua makanan itu ke atas meja,
Fang Mei melangkah lebih dekat ke arah Putri Yuan Ren Zhan
yang masih tidur menengkurap. Ia duduk di gigir ranjang Sang
Putri dengan sikap kikuk. Sesaat tidak tahu harus berbuat apa.
Dipilin-pilinnya bilah-bilah rambut yang menjuntai di bahu
sebagai reaksi keresahannya, sampai ia mampu mengumpulkan
327 keberanian untuk mengajak Putri Yuan Ren Xie berdialog. Ia
harus bersabar untuk itu. Kalau tidak, Putri Yuan Ren Xie pasti
akan mengamuk dan sungguh-sungguh mengusirnya.
Ditunggunya amarah Putri Yuan Ren Xie mereda. Dengan begitu
ia dapat membujuk supaya Sang Putri mau makan seperti wantiwanti Putri Tong Fha kepadanya.
"Yang Mulia mungkin lagi banyak masalah sehingga tidak dapat
mengambil keputusan mengizinkan Putri ke Ibukota Da-du.
Kalau masalah beliau sudah berkurang dan satu per satu
teratasi, Putri dapat pelan-pelan kembali membujuk Yang Mulia.
Barangkali beliau dapat berubah pikiran, dan mengizinkan Putri
main ke Istana Da-du," ujar Fang Mei setelah merasa cukup
memiliki keberanian untuk memulai percakapan.
"Saya kecewa terhadap Ayah!" balas Putri Yuan Ren Xie, masih
tidur menengkurap sembari sesekali menyeka airmatanya
dengan punggung tangan. "Sangat kecewa!"
"Iya. Tapi, Putri jangan sampai bersedih begitu," bujuk Fang Mei
lembut. "Besok Putri dapat kembali membujuk-bujuk Yang Mulia.
Bilang, Putri tidak akan apa-apa selama bersama saya. Saya
pasti menemani Putri ke Ibukota Da-du jika diizinkan oleh Yang
Mulia." "Tapi...." "Sudahlah, Putri. Putri lebih baik makan dulu. Makanan untuk
328 Putri nanti keburu dingin."
"Saya tidak lapar!"
"Tapi kalau tidak makan, Putri bisa sakit."
"Ayah pasti lebih senang kalau saya sakit!"


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Putri jangan ngomong begitu."
"Kalau tidak begitu, kenapa Ayah mengingkari janjinya?! Pasti
Ayah tidak sayang sama saya lagi. Kalau saya sakit, Ayah pasti
tidak akan peduli! Saya benci Ayah! Saya benci!"
"Putri...." "Jangan ganggu saya lagi!" sergah Putri Yuan Ren Xie pedas.
"Kalau perlu makan saja makanan itu!"
Fang Mei menghela napas panjang.
Disikapinya dengan bijak sifat Putri Yuan Ren Zhan yang masih
kekanak-kanakan. Untuk itulah ia tidak segera pergi
meninggalkan kamar anak majikannya - seperti yang
diperintahkannya sedari tadi. Ia tetap bersabar. Menunggu
sampai amarah Sang Putri mereda, dan mau menyentuh
hidangan yang telah disajikannya di atas meja.
Dalam seribu degupan jantung makanan yang sudah disiapkan
juru masak Istana Kiangsu itu pasti akan membasi, pikirnya. Dan
sudah merupakan kewajibannya untuk mengganti makanan
tersebut dengan masakan yang baru. Dapur Istana Kiangsu
akan menjadi tempat yang paling sibuk karenanya. Sepanjang
329 hari dapur Istana Kiangsu terus mengepulkan asap. Berkarungkarung beras dan ribuan pon daging asap serta sayur-mayur
berkualitas baik harus disuplai untuk memenuhi kebutuhan para
rani dan puak bangsawan di Istana Kiangsu.
Namun dalam kenyataan sehari-hari, makanan tersebut tidak
selamanya habis. Banyak makanan-makanan untuk keluarga
Istana Kiangsu itu malah mubazir dan dibuang percuma.
Beberapa di antaranya menjadi makanan untuk hewan piaraan anjing-anjing - anak-anak pejabat negara di Istana Kiangsu.
Fang Mei kembali menghela napas panjang. Pikirannnya
menerawang jauh dan terpatri pada satu titik nadir. Sebenarnya,
jatah bahan mentah makanan dalam sehari untuk keluarga
Istana Kiangsu itu bahkan dapat menghidupi rakyat miskin di
beberapa puluh dusun kecil.
Kadang-kadang, ia menitikkan airmata bila mengingat basir
kelimpahan yang tersia-siakan itu jika, menghubung-hubungkan
dengan nasib melarat keluarganya di kampung dulu. Sesaat
kenangan membawanya ke sebuah dusun kecil di mana ia
dilahirkan oleh sepasang petani miskin. Kehidupan keras alam
pedesaan telah membawanya kemari, masuk sebagai hamba di
Istana Kiangsu. Banyak di antara orangtua memiliki cita-cita sederhana namun
merupakan keinginan tertinggi untuk menghindari kemiskinan
330 buat anak-anak mereka kelak. Bagi keluarga yang beruntung
memiliki akses masuk ke Istana Kiangsu, anak laki-laki
merupakan pilihan yang tepat untuk menjadi kasim. Mereka
bahkan rela mengorbankan anak-anaknya untuk dikebiri agar
terhindar dari malapetaka busung lapar yang, selalu menjadi
momok paling menakutkan di dusun suatu waktu. Selain itu,
menjadi pegawai kekaisaran merupakan kebanggaan meskipun hanya sebagai kasim yang bertugas mengurus segala
keperluan rumah-tangga Sang Pangeran dan para garwanya.
Ia adalah salah satu anak dari keluarga yang beruntung.
Kurang lebih dua belas tahun yang lalu, orangtuanya menitipkan
ia kepada salah satu kerabatnya yang memiliki akses sebagai
dayang-dayang di Istana Kiangsu. Ketika itu Pangeran Yuan
Ren Qing dan Putri Tong Fha baru saja dikaruniai seorang putri.
Untuk mengurus dan merawat sang Bayi, Putri Tong Fha
memerlukan lebih banyak dayang-dayang yang dapat
meringankan beban tugasnya sebagai ibu muda kala itu. Di
samping itu, putrinya pasti memerlukan teman bermain. Maka
nasib membawanya masuk ke dalam Istana Kiangsu. Saat itu
pula, ia terpilih sebagai salah satu dayang kanak-kanak yang
bertugas menemani Putri Yuan Ren Xie bermain-main.
"Putri...." Putri Yuan Ren Xie masih membisu.
331 Hanya sesekali terdengar isaknya yang lirih. Fang Mei masih
takzim menunggu. Sesekali mengarahkan ekor matanya ke arah
munjungan makanan yang sama sekali belum tersentuh.
Sebentar lagi makanan sarat gizi tersebut akan memubazir dan
dibuang ke ruang sampah dapur. Mendadak hatinya menggiris.
"Saya mohon Anda mau mencicipi makanan di atas meja, Putri,"
bujuk Fang Mei dengan suara sember. "Biar sedikit saja.
Sebentar lagi makanan itu pasti jadi basi."
Putri Yuan Ren Xie membalik tubuhnya dari menengkurap ke
menelentang. Airmatanya masih basir menempeli pipinya yang
tembam. Fang Mei menyambut sepasang mata berair tersebut
dengan menyembulkan senyum separo paksa.
"Ayolah, Putri. Anda harus makan sedikit saja."
"Saya tidak berselera makan, A Mei."
"Tapi kalau Anda sakit karena tidak makan, maka saya pasti
akan dihukum oleh Yang Mulia - ayahanda Anda, Putri."
"Kalau saya sakit, itu bukan karena kesalahan kamu. Tapi
karena kesalahan Ayah."
"Tapi, mana boleh Anda...."
"Sudahlah, A Mei. Keluarlah. Bawalah makanan itu kembali ke
dapur. Biarkan saya sendiri di sini. Saya tidak ingin diganggu."
"Tapi...." "A Mei!" 332 "Putri...." "Ada apa lagi?!"
"Saya tidak ingin Putri bersedih terus-menerus seperti itu."
"Saya sakit hati dan kecewa terhadap kekerasan hati Ayah, A
Mei." "Mungkin Yang Mulia punya alasan yang kuat sehingga tidak
mengizinkan Anda berangkat ke Ibukota Da-du."
"Tapi, Ayah memang otoriter!"
Putri Yuan Ren Xie bangkit dari menelentang, duduk bersila di
atas kasur tataminya. Ditentangnya mata Fang Mei dengan mata
menyorot protes. Ia tidak senang gadis dayang itu malah
membela-bela ayahnya. Selama ini, meski ia mendapatkan
semua fasilitas yang dibutuhkan dan diinginkan dari ayahnya,
tetapi ia selalu merasa tidak puas. Ia selalu merasa ada yang
kurang. Sejak kecil, ia hanya dekat dengan Fang Mei - dayang-dayang
yang sampai saat ini menemaninya. Ayahnya terlalu sibuk
dengan urusan politik negara. Sementara itu, ibunya pun ikutikutan sibuk dengan protokoler kenegaraan sehingga melupakan
satu hal yang paling mendasar bagi dirinya. Kasih sayang.
Afeksi mereka dicetuskan dalam sebentuk pemberian materi
yang tidak pernah memuaskan batinnya. Emosinya melabil. Dan
membentuknya menjadi gadis remaja yang manja dan tidak
333 mandiri. "Mungkin bukan maksud Yang Mulia mengekang-ngekang hidup
Anda, Putri. Barangkali hanya alasan keselamatan Anda
semata," papar Fang Mei sembari menundukkan kepalanya,
tidak berani bersitatap dengan sepasang mata yang menggurat
gusar di hadapannya. "Tionggoan baru saja usai dari
pemberontakan. Ibukota Da-du masih belum stabil benar.
Apalagi, saya dengar Festival Barongsai itu diikuti oleh ribuan
peserta dari berbagai negeri. Jadi sangatlah riskan kalau Putri
hadir di sana tanpa pengawalan ekstra ketat."
Putri Yuan Ren Xie mengibaskan tangannya. "Huh, tahu apa
kamu tentang Ayah, A Mei?!"
"Maaf, Putri. Saya hanya...."
"Jangan bawel!"
"Tapi...." Putri Yuan Ren Xie tiba-tiba berdiri dengan mata berbinar-binar.
"Sudahlah, A Mei. Malam ini kita akan pergi diam-diam ke
Ibukota Da-du. Sekarang kamu siap-siap saja. Bawa bekal
secukupnya. Awas, jangan sampai ketahuan!" sahutnya
antusias, mendadak mendapat gagasan untuk kabur dari Istana
Kiangsu sesaat setelah melangkah sedepa dari gigir ranjang.
Fang Mei melototkan mata.
"A-apa, Putri?!" tanyanya berbisik, lalu turut berdiri dan
334 mengekori Putri Yuan Ren Xie. "Ki-kita akan diam-diam pergi ke
Ibukota Da-du?!" "Iya!" jawab Putri Yuan Ren Xie, juga dalam nada berbisik.
"Ssstt... jangan berisik. Kita akan kabur dari sini. Ingat, jangan
sampai ketahuan." "Ta-tapi, bagaimana caranya, Putri?!"
"Gampang. Kalau sudah gelap, kita akan menelusup keluar
gerbang...." "Tapi, kita bakal ketahuan. Banyak prajurit pengawal gerbang
yang menjaga pintu keluar-masuk Istana. Saya khawatir...."
"Sudahlah. Jangan bawel lagi. Nanti malam kita menyamar
sebagai prajurit. Curi beberapa seragam prajurit di ruang ganti.
Juga dua ekor kuda di istal belakang Istana. Setelah berhasil
keluar dari gerbang, maka kita akan menyamar lagi sebagai
rakyat jelata." "Ta-tapi...." "Sstt! Kerjakan saja apa yang saya perintahkan! Ayo, tunggu apa
lagi?! Lekas siapkan bekal kamu. Jangan khawatir soal sangu.
Saya memiliki banyak simpanan uang emas. Jadi kita tidak bakal
kelaparan selama di dalam perjalanan nantinya."
Fang Mei mengangguk dengan wajah lesi.
Sesaat hatinya menggamang dan tidak tahu harus berbuat apa,
kecuali hanya mengakuri semua kalimat Putri Yuan Ren Xie
335 yang serba mendadak serta sangat mengejutkan.
Hendak kabur ke Ibukota Da-du.
*** "Putri Yuan Ren Xie!"
Putri Yuan Ren Xie tersentak oleh sebuah suara yang
menyapanya dari belakang. Ia terundur tanpa sadar sehingga
tumitnya menginjak dedaunan yang mengerontang di tanah saat
sudah hampir keluar dari gerbang Istana. Fang Mei menahan
limbungan tubuh Sang Putri. Setelah itu ia lekas maju ke depan
seolah-olah menutupi tubuh Putri Yuan Ren Xie dari segala
mara bahaya yang mengancam.
"Tzeba Dalan?!" tanyanya dengan nada desis, mengerutkan
keningnya saat lapat-lapat dari jarak tak seberapa menangkap
sosok yang sudah dikenalinya sejak lama - seorang pemuda
peranakan Mongol yang sudah berasimilasi dengan Tionggoan.
"Untuk apa kamu berada di tempat ini?! Bukankah tempat kamu
berada di ruang dapur Istana?"
Lelaki bertubuh tegap dan berkulit sedikit gelap itu tetap diam.
Matanya yang tajam hanya menatap sesekali pada Fang Mei
yang berseragam prajurit. Selanjutnya ia mematrikan
pandangannya kembali pada wajah lesi Putri Yuan Ren Xie juga dengan pakaian prajurit - yang belum surut benar dari
keterkejutannya. 336 "Ada apa, Tzeba?!" cecar Fang Mei sinis, tidak senang pemuda
itu menghalangi niat mereka untuk kabur. Namun diam-diam
disyukurinya karena ternyata orang yang menghadang langkah
mereka keluar dari gerbang Istana Kiangsu itu hanyalah seorang
juru masak Istana. "Anda hendak ke mana, Putri?!" tanya Tzeba Dalan tanpa
bergeming dari tempatnya berdiri. Ia tak mengacuhkan
pertanyaan Fang Mei. Kalimatnya terfokus pada Sang Putri yang
sama sekali tidak mengenalinya.
"Bukan urusan kamu, Tzeba!" bentak Fang Mei, berusaha
menggeser tubuh tegap lelaki berperawakan dingin itu dengan
satu dorongan tangan. "Tapi akan menjadi urusan Istana Kiangsu bila sampai kalian
pergi diam-diam!" tuntut Tzeba Dalan, bersikeras untuk tidak
menggeserkan badannya meskipun Fang Mei telah
mendorongnya dengan sekuat tenaga tadi.
"Tahu apa kamu tentang Istana, Tzeba!" salak Fang Mei, sudah
tidak dapat mengendalikan kesabarannya. Samar-samar
didengarnya bunyi lembut gong para prajurit jaga yang
berkeliling di sekitar Istana Kiangsu. "Tolong minggir sekarang
juga. Ingat, jangan macam-macam. Ini bukan urusanmu!"
"Tindakan kalian sangat riskan," sahut Tzeba Dalan, masih
berusaha mementangi jalan kedua gadis itu. "Bagaimana kalau
337 sampai terjadi apa-apa dengan kalian di luar?!"
Putri Yuan Ren Xie sudah tidak dapat mengendalikan emosinya.
Diayunkannya telapak tangan kanannya, bermaksud menampar
pipi pemuda yang masih ngotot mencegah tindakan mereka hendak kabur ke Ibukota Da-du tanpa seizin Pangeran Yuan
Ren Qing tersebut. Namun sigap Tzeba Dalan mengelak,
melengoskan kepalanya sehingga tamparan itu luput dari
pipinya. "Kurang ajar!" semprot Putri Yuan Ren Xie dengan telapak
tangan yang masih menggantung di udara. "Kamu pikir siapa
kamu?! Kamu tahu sedang berhadapan dengan siapa?!"
Santun Tzeba Dalan menghormat. Dikepalkannya sepasang
telapak tangannya ke depan, sesegera mungkin meredakan
amarah Sang Putri dengan menunjukkan sikap penyesalan.
"Maaf, maafkan saya, Putri," ujarnya. "Saya tidak bermaksud
melawan Putri. Tapi, saya hanya khawatir dengan keselamatan
Putri. Di luar sangat berbahaya. Banyak musuh yang mengincar
nyawa puak Istana, termasuk Anda. Maaf, tindakan kurang
santun saya tadi hanyalah untuk mencegah supaya hal-hal yang
tidak diinginkan itu jangan sampai terjadi pada diri Putri."
"Keselamatan kami bukan urusan kamu, Tzeba," timpal Fang
Mei ragu. Ia sedikit termakan kalimat-kalimat subtil Tzeba Dalan
barusan. Memang sangat berbahaya berada di dunia luar.
338 Apalagi perjalanan ke Ibukota Da-du merupakan tindakan
Sang Penjaga Hati 8 Animorphs - 26 Pertarungan Di Planet Iskoort Puyeng Juga Ni Pala 2

Cari Blog Ini