Ceritasilat Novel Online

Ksatria Putri Tionggoan 5

Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso Bagian 5


gegabah terlebih tanpa pengawalan. "Kamu tidak akan dihukum
penggal kalau besok Yang Mulia sudah tahu tentang pelarian
kami ini. Kamu hanya juru masak Istana Kiangsu. Tidak ada
hubungannya dengan pelarian kami ini. Kecuali jika kamu
membocorkan masalah ini kepada Yang Mulia. Jadi, kalau kamu
tidak ingin terlibat dalam masalah, tolong jangan memberitahu
soal ini kepada Yang Mulia!"
"Tapi keselamatan Putri merupakan kewajiban semua insan
Istana Kiangsu, A Mei. Tidak peduli apakah dia seorang tukang
masak sekalipun seperti saya ini."
"Sudahlah, Tzeba. Jangan sok pahlawan!" sergah Fang Mei
sinis. "Kamu dan saya adalah dayang dari kalangan jelata.
Jangan pernah bermimpi untuk menjadi puak bangsawan hanya
dengan menjadi jasus pihak Istana Kiangsu."
"Saya hanya semata-mata memikirkan keselamatan Putri. Tidak
ada hal lain yang melatarbelakangi niat saya menghalangi
tindakan kalian, A Mei. Terlebih-lebih seperti sangkamu tadi."
Putri Yuan Ren Xie maju setindak, menyejajari tubuh Fang Mei
yang melangkah mendekati pemuda di hadapannya barusan.
Ditatapnya mata elang yang memancarkan sorot kesungguhan.
Tzeba Dalan memang bermaksud baik. Sayang tindakannya
tersebut terlalu represif. Sehingga ia jelas dapat dianggap
339 membangkang - salah satu tindakan yang paling fundamental di
dalam tatanan kekaisaran. Akibatnya ia dapat dijatuhi sanksi
hukuman yang paling berat pula. Pancung!
"Siapa pun kamu, terima kasih karena kamu sudah memikirkan
keselamatan kami," sahut Putri Yuan Ren Xin tanpa disangkasangka.
Amarah gadis itu berubah menjadi simpati. Kendati begitu, ia
tetap bersikeras untuk meninggalkan Istana Kiangsu. Dan kabur
ke Ibukota Da-du untuk menyaksikan Festival Barongsai yang
akbar. "Tapi, kami harus tetap pergi. Mohon kamu jangan menghalangi
langkah kami lagi. Pangeran Yuan Ren Qing, ayah saya sendiri
saja tidak dapat melarang saya. Terlebih-lebih orang lain. Jadi,
saya harap kamu dapat memaklumi tindakan kami ini!" pintanya
tegas. Tzeba Dalan tergugu. Entah harus berbuat apa untuk
menggebah keinginan Putri Yuan Ren Xie yang tetap bersikeras
meninggalkan Istana Kiangsu secara diam-diam. Ia tahu maksud
dan tujuan Putri Yuan Ren Xie ke Ibukota Da-du meskipun tidak
pernah mendengar secara langsung dari siapa pun. Festival
Barongsai yang sebentar lagi akan diadakan di Ibukota Da-du
memang telah menyedot perhatian banyak orang. Pesta akbar
itu sarat dengan nuansa politis Istana. Merupakan lambang
340 kemenangan Yuan atas musuh-musuh Tionggoan. Untuk tujuan
itu pulalah Putri Yuan Ren Xie bersikukuh tetap berangkat ke
Ibukota Da-du meskipun Pangeran Yuan Ren Qing sama sekali
tak mengizinkannya. Meski hanya bertugas sebagai juru masak di Istana Kiangsu,
tetapi ia mengetahui dan memahami situasi politik yang
berkembang saat ini di Tionggoan. Di mana-mana tengah
bergejolak pemberontakan. Perang telah meranggas, dan
menyengsarakan rakyat jelata. Ia sadar suatu ketika maharana
dapat menghancurkan kesatuan negeri tua ini. Dan bila tiba
saatnya, nyawa manusia pun tak ada harganya sama sekali.
Gerakan-gerakan dan kumpulan-kumpulan klandestin akan
merajalela. Kisruh di mana-mana. Semua orang saling berebut
kekuasaan. Ambisi telah membakar jiwa-jiwa yang ambigu.
Sehingga setiap jengkal ranah Tionggoan bakal dilumuri darah
anak-anak manusia sendiri.
Ia gamang. "Saya mohon urungkan niat Anda itu, Putri!" pinta Tzeba Dalan
sekali lagi dengan rupa baur. "Semua ini demi kebaikan Putri
sendiri!" Putri Yuan Ren Xie tak menggubris. Dilangkahkannya kakinya,
gegas menghindari pentangan tangan Tzeba Dalan yang mulai
mengarah kasar. Fang Mei melototkan matanya sebelum satu
341 tendangannya melayang ke arah wajah pemuda itu. Spontan ia
melakukan penyerangan ketika melihat Putri Yuan Ren Xie
mendapat kesulitan. Namun sekali lagi pemuda itu sigap,
menepis tendangan cangkul Fang Mei dengan punggung
tangannya. "Kamu akan dipenggal, tahu!" teriak Fang Mei, masih
melancarkan satu-dua pukulan ke arah Tzeba Dalan agar dapat
keluar dari gerbang belakang Istana Kiangsu.
Pemuda yang berbulang khatifah gelap tersebut hanya
menangkis, tidak membalas atau melancarkan pukulan. Fang
Mei mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menaklukkan juru
masak Istana Kiangsu itu. Tetapi pukulannya kopong
menghantam angin. Rupanya perkelahian mereka tersebut menggaduh. Desau duel
dan tangkisan pukulan yang bertenaga itu terdengar oleh
beberapa prajurit jaga yang tengah meronda, mengelilingi Istana
Kiangsu di sebelah barat bangunan balairung. Mereka
menghentikan langkah sejenak, menyimak suara gaduh itu
dengan telinga menegak, lalu sepakat untuk menuju ke arah
asal suara riuh tersebut.
Putri Yuan Ren Xie tergeragap ketika menangkap sebias sinar
lentera di kegelapan malam. Juga ketika daun telinganya yang
cangut mendengar derap-derap yang menderas, langkah
342 serombongan prajurit jaga berpakaian gelap tidak jauh dari
tempat ia berdiri sekarang.
Seharusnya ia sudah berada di luar gerbang belakang Istana
Kiangsu seandainya juru masak peranakan Mongol itu tidak
menghalang-halangi rencananya. Kini segalanya merunyam.
Prajurit-prajurit jaga itu sudah mengarah kemari. Dan pasti
sebentar lagi rencana yang telah disiasatinya dengan rapi sejak
siang hari tadi akan hancur berantakan. Semuanya gara-gara
orang yang bernama Tzeba Dalan itu. Ia sudah menggagalkan
impiannya dapat hadir di Ibukota Da-du menyaksikan Festival
Barongsai. Airmatanya sudah menitik.
"Ayo, cepat sembunyi di belakang," ujar Tzeba Dalan,
menghentikan pertarungannya dengan Fang Mei. Dituntunnya
kedua gadis itu sesegera mungkin ke rerimbunan belukar di
bawah batang-batang cemara udang samping tembok Istana
Kiangsu. "Tidak jauh dari sini, di sebelah timur tembok ini, ada
lubang kecil yang dapat kalian lalui. Lubang itu adalah goronggorong air yang sudah tidak terpakai. Tidak jauh. Setelah itu
kalian dapat keluar dari Istana Kiangsu ini dengan selamat tanpa
diketahui oleh prajurit jaga. Seandainya tadi kalian bersikeras
hendak melewati gerbang belakang, kalian pasti dapat
tertangkap. Gerbang belakang sudah diawasi oleh prajurit jaga.
Rupanya ada perubahan dalam sistem keamanan di Istana
343 Kiangsu ini yang belum kalian ketahui. Yang dulunya tidak
terjaga, kini sudah diawasi. Jadi, lubang itu adalah satu-satunya
jalan yang dapat mengantar kalian keluar tanpa diketahui. Nah,
cepat. Tunggu apa lagi?"
Putri Yuan Ren Xie dan Fang Mei langsung merunduk dan
setengah merayap, melata seperti ular di tanah. Mereka
bergerak menjauhi Tzeba Dalan dengan benak baur. Tidak lama
berselang pemuda itu telah berhadapan dengan prajurit-prajurit
jaga. Kedua gadis itu terus merangkak tanpa sempat berpikir
tindakan aneh Tzeba Dalan barusan, yang membebaskan
mereka dan malah menunjukkan jalan tikus untuk dapat keluar
dari Istana Kiangsu dengan aman.
"Tadi kami mendengar ada suara gaduh. Sepertinya suara
perkelahian," samar dari kejauhan Putri Yuan Ren Xie dan Fang
Mei menangkap pembicaraan itu. Mereka sudah masuk ke
dalam lubang yang gelap dan lembap.
"Perkelahian?" ulang Tzeba Dalan, berakting seolah-olah tidak
yakin dengan kalimat yang didengarnya barusan.
Seorang prajurit jaga menimpali. "Ya. Juga teriakan."
"Tidak ada orang lain di sini selain saya," tegas Tzeba Dalan,
meyakinkan lima orang prajurit jaga yang tengah
menginterogasinya. Ia berusaha bersikap wajar dengan
tersenyum seperti tidak pernah terjadi apa-apa di tempatnya
344 berdiri. "Tapi, kami mendengar suara gaduh yang berasal dari sini,"
sanggah seorang prajurit yang memegang lentera.
Tzeba Dalan mengurai dalih. "Mungkin bukan berasal dari sini."
"Sedang apa kamu di sini, Tzeba?" tanya prajurit yang
memegang lentera. Wajahnya yang berminyak di bawah caping
mengilap ditimpa sinar jingga lentera. Alisnya nyaris bertaut.
Mematrikan pandangannya pada sekujur tubuh Tzeba Dalan,
lalu memainkan gotri matanya menelusuri ujung sepatu sampai
ujung rambut pemuda berkulit kecoklat-coklatan itu.
"Oh, tidak. Saya hanya latihan wushu," bohong Tzeba Dalan,
masih mewajarkan sikapnya dengan mengurai alasan secepat
lesatan anak panah yang melintas di memori kepalanya.
"Sumpek di dapur setiap hari. Jadi jika ada waktu luang,
biasanya saya membugarkan otot-otot saya di sini dengan
melatih jurus-jurus dasar."
"Oh, pantas. Kami sangka ada perkelahian. Rupanya kamu
hanya berlatih wushu," ujar prajurit lainnya yang bertubuh agam.
Tzeba Dalan kembali mengurai senyum. "Benar. Saya hanya
berlatih wushu." "Syukurlah tidak ada apa-apa," sahut prajurit yang memegang
lentera. "Kalau begitu, kami pamit dulu."
"Eh, tunggu. Kalian ada arak tidak?" seru Tzeba Dalan,
345 menahan langkah kelima prajurit tersebut yang sudah
menjauhinya setindak. "Ada," jawab kelima prajurit jaga itu nyaris bersamaan.
"Memangnya kamu mau minum, ya?" tanya salah satu prajurit
jaga tersebut, melangkah mundur setindak kembali. Mendekati
Tzeba Dalan yang tengah mengangguk.
"Iya," jawab Tzeba Dalan cepat-cepat di akhir anggukannya. "Itu
kalau ada." "Ada, ada!" seru prajurit bertubuh agam, juga menyeret
sepasang kakinya yang tegap melangkah mendekati pemuda
yang bertugas sebagai koki di Istana Kiangsu. "Tapi, cuma arak
kampung. Tidak seperti arak di ruang dapur, pasti lezat karena
merupakan arak untuk keluarga Istana Kiangsu."
Ketiga prajurit lainnya turut melangkah.
Tzeba Dalan tersenyum. "Memang. Tapi mana boleh saya
menyentuhnya barang seteguk saja. Hei, saya tidak mau
mengambil risiko kena penggal karena berani mencicipi arak
lezat Istana Kiangsu yang hanya dapat disuguhkan untuk
Pangeran Yuan Ren Qhing dan kerabat-kerabat beliau,"
sahutnya setengah bergurau, menggambarkan kalimat penggal
tadi dengan menaruh telapak tangan kanannya di pangkal leher.
Kelima prajurit jaga itu terbahak. "Hahaha...."
"Makanya, saya ingin menumpang minum sama kalian," ujar
346 Tzeba Dalan lagi, mengulur-ulur waktu agar Putri Yuan Ren Xie
dan Fang Mei sudah berhasil keluar Istana Kiangsu melalui
lubang tikus yang telah ditunjukkannya.
"Oh, boleh, boleh. Tapi, nanti sebentar lagi. Sudah hampir
waktunya pergantian tugas dan rotasi jaga. Setelah itu kita akan
minum-minum bersama sampai puas di dalam binara jaga.
Jangan bilang kami ini tidak menghargai jasa-jasamu. Kalau
bukan karena kamu, dapat dari mana makanan lezat yang setiap
hari disuguhkan kepada kami? Semua itu berkat olahan dan
masakan kamu yang lihai."
"Ah, kalian terlalu melebih-lebihkan. Apalah artinya seorang
Tzeba Dalan. Bukankah begitu?"
"Hahaha. Hm, kami akan menghubungi kamu lagi di sini. Nah,
teruskanlah latihanmu itu," urai prajurit yang memegang lentera
tersebut setelah meredakan tawanya.
Kelima prajurit jaga itu melangkah. Mereka kembali bertugas
meronda, mengelilingi halaman Istana Kiangsu yang asri.
Tidak lama kemudian terdengar derau-derau dari gerakan
pukulan. Tzeba Dalan kembali berakting, pura-pura meneruskan
latihan wushunya ketika prajurit-prajurit jaga yang sudah
dikenalnya itu mulai menjauhinya.
Ia tersenyum ketika prajurit-prajurit jaga tersebut telah menirus
dari matanya. 347 Taktiknya untuk mengulur-ulur waktu berhasil meluputkan Putri
Yuan Ren Xie dan Fang Mei dari perhatian para prajurit jaga.
Semoga mereka berdua dapat sampai ke tempat tujuan dengan
selamat, harapnya cemas. Bab 30 Rembulan memutih dalam tirai-tirainya yang patah
cahyanya melamur disaput lentera merah
yang menyala menggelimun tanpa bayang-bayang
Malam memekat oleh sunyi gulita
hanya sesekali terdengar parau gong dari kejauhan
juga lolongan anjing yang giris
seketika tangis langit pun pecah
basah bumi seiring gelegar guntur
menggiriskan dingin pada nyawa-nyawa yang melayang
dan Dewata yang meratap - Bao Ling Elegi Malam *** Bao Ling sudah memacu kudanya menuju ke Ibukota Da-du
dengan benak baur. Ia memang tidak berhasil membawa Fa
Mulan ikut serta dalam Festival Barongsai seperti yang
348 diamanatkan oleh Istana. Tetapi ia sadar kalau keadaan
memang tidak memungkinkan lagi. Gadis itu memiliki alasan
yang kuat untuk tidak menghadiri pesta akbar yang
diselenggarakan oleh Kaisar Yuan Ren Zhan tersebut.
"Sampaikan saja manuskrip ini untuk Jenderal Gau Ming. Saya
sudah menulis semua permintaan maaf saya. Juga alasan
tentang kemangkiran saya pada Festival Barongsai nanti.
Memang saya harus memutuskan, apakah saya tetap di sini,
atau ke Ibukota Da-du. Tapi saya sudah menimbang-nimbang
dengan matang, mungkin ada baiknya untuk sementara saya
masih harus berada di sini. Meski kelihatan aman, tapi
pengawasan perbatasan Tembok Besar ini tidak boleh
diabaikan. Masih banyak jasus musuh yang berusaha masuk
melalui jalan strategis di sini. Jika tidak terjadi apa-apa, saya


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan menyusul kemudian. Berangkatlah kamu duluan. Semoga
Festival Barongsai itu dapat berlangsung dengan aman."
Perkaranya memang bukan soal keinginan hati untuk mengikuti
atau mangkir, gerutunya dalam hati ketika gadis itu
menyerahkan manuskrip yang telah ditulisnya sesaat sebelum ia
berangkat pagi dini hari tadi. Namun ada hal-hal yang belum
disadari pihak Istana Da-du, yang pada kenyataannya sudah
terlihat oleh Fa Mulan sebagai prajurit garda depan dalam
sebuah pertempuran. Intuisinya yang tajam merupakan proses
349 dari asimilasi sebagai prajurit yang berhadapan langsung
dengan musuh. Fa Mulan adalah gadis dengan sosok yang berbeda.
Kehadirannya sebagai prajurit Yuan di Kamp Utara merupakan
bagian tak terpisahkan dari situasi yang tidak menentu di
Tionggoan. Rongrongan musuh di perbatasan dan juga gejolakgejolak yang bermuasal dari Istana sendiri telah membawa gadis
itu ke dalam maharana. Ia pun menyusup ke Kamp Utara
setelah menyamar sebagai laki-laki. Mematuhi keharusan wamil
bagi setiap anggota keluarga yang ada di Tionggoan menggantikan posisi ayahya yang sudah tua dan pincang.
"Penyamaran saya di Kamp Utara bukan semata-mata karena
menggantikan ayah saya yang sudah tua, Bao Ling!"
"Tapi apa pun alasannya, sangat tidak realistis kalau kamu
mengemban dan memikul semua tanggung jawab yang
mahaberat ini, Mulan."
"Saat negara sedang di ambang bahaya, realistis atau tidak,
bagi saya itu hal yang sangat relatif. Kamu pikir perempuan tidak
bisa mengaplikasikan loyalitas kebangsaannya untuk membela
negaranya sendiri?" "Bukan begitu. Namun, tanggung jawab itu sudah menjadi
kewajiban kaum laki-laki! Perang adalah dunia laki-laki.
Melibatkan perempuan atau anak-anak adalah dosa besar."
350 "Itulah leluri yang sudah mendarah daging di Tionggoan ini.
Perempuan selalu berada pada strata kedua. Kalau begini terusmenerus, apa jadinya bangsa kita yang senantiasa dikungkung
oleh pranata gender?"
"Masalahnya ini perang, Mulan! Bukan soal kaummu yang
terpinggirkan!" "Perang atau bukan, apa bedanya?"
"Kamu keras kepala, Mulan!"
"Mungkin. Tapi tidak sekeras iklim hakam antara laki-laki dan
perempuan yang kalian ciptakan sendiri turun-temurun. Saya
sedih dengan situasi yang menyudutkan begini. Ketika saya
berhasil melumpuhkan beberapa musuh-musuh di perbatasan,
yang ada dalam pikiran saya adalah, ini sudah merupakan tugas
dan telah menjadi tanggung jawab saya sebagai prajurit. Saya
tidak pernah berpikir bahwa, yang melumpuhkan lawan-lawan di
perbatasan adalah Fa Mulan - seorang perempuan yang
notabene terpinggirkan. Tapi apa yang ada di dalam pikiran
kalian ternyata sangat bertolak belakang dengan apa yang
mengisi benak saya pada waktu itu. Dan ketika kalian
mengetahui bahwa, Fa Mulan ternyata adalah seorang
perempuan yang menyamar sebagai laki-laki, maka dia harus
mendapat hukuman penggal! Hah, kenapa?! Kenapa kalian tidak
pernah adil menyikapi ini semua! Kenapa kalian tidak pernah
351 melihat duduk persoalannya dengan mata hati dan nurani? Apa
salah perempuan sehingga meskipun mereka berkorban demi
negara, namun tetap akan dipenggal karena dianggap
melanggar tatanan yang telah kalian buat dan sepakati."
*** Memang, ketika itu penyamaran Fa Mulan sebagai laki-laki
akhirnya terbongkar juga. Saat itu Fa Mulan terluka parah
setelah bertempur mempertahankan daerah perbatasan Tembok
Besar dengan beberapa ratus kaum nomad Mongol, seminggu
setelah dimutasikan dari Tung Shao ke Tembok Besar untuk
membantu prajurit Divisi Infanteri yang telah bertugas di sana.
Ketika dalam masa perawatan itulah identitas Fa Mulan
terbongkar. Tabib yang tengah memeriksanya melaporkan
kepada Shang Weng bahwa Fa Mulan ternyata seorang
perempuan. Seketika itu pula Shang Weng murka luar biasa.
Ternyata selama ini militer Kamp Utara telah kecolongan. Sudah
barang tentu hal itu merupakan aib dan coreng malu untuk
sebuah barak yang dianggap suri teladan. Barak yang memiliki
reputasi gemilang - dengan ribuan perwira dan prajuritnya yang
berdisiplin tinggi di antara seluruh jajaran kemiliteran Tionggoan.
Shang Weng menanggung malu.
Waktu itu pula, ia langsung menghunuskan pedangnya ke arah
leher Fa Mulan yang saat itu terkulai lemah berlutut di tanah.
352 Chien Po yang melihatnya langsung turun tangan. Prajurit
bertubuh besar itu langsung mengayunkan toyanya, menangkis
mata pedang yang hendak menebas kepala Fa Mulan.
Yao turun membantu. Ia menghalau beberapa pengawal Shang
Weng yang hendak membantu menyerang.
"Kalian semua pembangkang!" teriak gusar Shang Weng pada
waktu itu. "Tidak ada maksud kami untuk melawan Anda, terlebih-lebih
membangkang seperti yang Anda tuduhkan kepada kami,
Kapten Shang!" bantah Chien Po, masih sigap melindungi Fa
Mulan dari bahaya saat itu.
"Betul, Kapten Shang. Apa yang dikatakan Chien Po memang
benar. Kami hanya menunjukkan solidaritas, membantu saudara
kami - Fa Mulan - yang terkulai lemah. Dia sedang terluka parah,
Kapten Shang. Seharusnya kita membantunya. Bukannya
bertindak yurisdikasi ketika segalanya masih belum jelas benar
duduk-perkaranya," tambah Yao menentang.
"Apanya yang tidak jelas?! Jelas-jelas perempuan ini telah
mencoreng nama baik militer Kamp Utara ini!"
"Nama baik?! Sebegitu tinggikah nilai nama baik di mata Anda
sehingga rela mengorbankan nyawa prajurit loyal Anda, Kapten
Shang?!" tanya Chien Po sinis.
"Jangan membela perempuan ini lagi kalau kalian tidak ingin
353 dihukum karena dianggap makar!"
Waktu itu pula ia memberanikan dirinya menantang Shang
Weng. Ia tidak peduli seandainya ia pun dihukum penggal
karena dianggap membangkang atau makar. Yang pasti, ia tidak
dapat membiarkan gadis yang tengah sekarat itu dibantai tanpa
musabab jelas. "Fa Mulan tidak bersalah! Apa hanya lantaran dia perempuan
sehingga harus dibunuh?!" imbuhnya, turut menentang pada
waktu itu. "Jangan ikut campur, Bao Ling!"
"Maaf atas kelancangan saya, Kapten Shang. Tapi, tolong
sarungkan pedang Anda kembali! Urungkan niat Anda itu. Fa
Mulan bukan musuh yang harus Anda hadapi dengan pedang
yang terhunus. Kalau Anda ingin membunuh gadis ini, silakan
langkahi mayat saya dulu!" tantangnya lagi.
"Ya, benar. Langkahi mayat kami dulu," timpal Chien Po dan
Yao bersamaan. "Kalian...." Pada saat itu perkelahian tidak dapat dihindarkan. Bao Ling
berduel dengan Shang Weng, dan Chien Po serta Yao
menghadapi prajurit-prajurit pengawal Shang Weng. Beberapa
puluh prajurit wamil yang simpati terhadap Fa Mulan - termasuk
prajurit yang bertugas sebagai juru masak barak - juga turut
354 bertarung dengan prajurit-prajurit pengawal Kamp Utara.
Namun upaya tersebut sia-sia belaka, sekalipun Bao Ling dapat
mengalahkan Shang Weng setelah bertarung cukup lama.
Sementara itu Chien Po dan Yao tidak berkutik menghadapi
serangan dan keroyokan ratusan prajurit pengawal yang
termasuk bagian dari Divisi Infanteri. Begitu pula dengan prajurit
wamil simpatisan Fa Mulan. Mereka ditangkap. Dan bersama Fa
Mulan dimasukkan ke dalam tenda tahanan selama beberapa
hari. Ia sendiri melarikan diri dari Kamp Utara. Untuk sementara
bersembunyi di sebuah dusun dekat barak, sampai menunggu
situasi mengkondusif sebelum melakukan rencana pembebasan
Fa Mulan. Selama beberapa hari ia mengintai Kamp Utara.
Suatu hari Shang Weng mendadak mengambil keputusan yang
kontroversial. Ia membebaskan Fa Mulan beserta semua prajurit
wamil yang ditawannya tempo hari meski mereka semua tetap
dalam pengawasan ketat prajurit pengawal Divisi Infanteri.
"Untuk kasus manipulasi identitas diri Fa Mulan, akan saya
serahkan sepenuhnya kepada atase militer pusat," alasan Shang
Weng waktu itu kepada prajurit-prajurit wamil simpatisan Fa
Mulan. "Merekalah yang akan memutuskan, apakah Fa Mulan
bersalah atau tidak. Apakah dia akan mendapat dispensasi
pengampunan atau tidak - bila divonis bersalah. Kita tunggu saja
355 dengan sabar keputusan dari atase militer Yuan di Ibukota Dadu."
Dalih itu memang meredakan amarahnya sehingga ia pulang
kembali ke barak setelah lari dan bersembunyi beberapa hari di
sebuah dusun. Begitu pula dengan para prajurit wamil
simpatisan Fa Mulan. Mereka menunggu amar dari atase militer
Yuan di Ibukota Da-du. Apakah Fa Mulan mendapat
pengampunan atau tidak. Fa Mulan sendiri apatis kalau atase militer Yuan akan bermurah
hati memberikan pengampunan. Ia tahu bagaimana keras dan
tegasnya hukum kemiliteran Yuan. Ia pasrah. Tetapi tidak sedikit
pun momok sanksi hukuman pancung itu menggentarkannya.
Ia memang tidak takut mati!
"Saya pantas dipenggal, Kapten Shang! Saya harap Anda
jangan membuang-buang waktu lagi. Saya siap mati sekarang.
Saya tidak akan menyesal. Saya bangga mati demi membela
negara dan keluarga saya. Jadi, hunuskanlah pedang Anda
sekarang, Kapten Shang," ujar Fa Mulan tanpa merasa gentar
pada waktu itu. "Saya tidak memiliki legitimasi untuk menghakimi kamu, Mulan."
"Anda adalah pemimpin tertinggi di Kamp Utara. Anda berhak
mengeksekusi saya. Saya memang telah bersalah menipu
militer Yuan." 356 "Saya tidak bisa putuskan kamu bersalah atau tidak. Semua
keputusan serta sanksi yang akan dijatuhkan atas perbuatan
manipulasi identitas diri kamu itu ada di tangan atase militer di
Ibukota Da-du. Saya minta maaf atas sikap vulgar saya terhadap
kamu tempo hari. Saat itu saya tidak dapat menahan diri. Saya
emosi. Tidak seharusnya saya bersikap sekasar itu terhadap
kamu." "Percuma mengulur-ulur waktu. Toh pada saatnya nanti, kepala
saya akan dipenggal!"
"Mulan...." "Anda jangan menanggung beban perasaan bersalah hanya
karena membunuh seorang Fa Mulan. Apalah artinya seorang
Fa Mulan yang telah menyebabkan nama baik militer Yuan rusak
dan tercoreng malu!"
"Jangan mendesak saya untuk mengambil keputusan sepihak,
Mulan!" "Saya hanya tidak ingin dipermainkan oleh ajal, Kapten Shang.
Kalau saya memang harus mati hari ini, segeralah bunuh saya.
Kalau Anda dan atase militer Yuan mengulur-ulur waktu, hal itu
sama saja dengan menyiksa dan membunuh saya perlahanlahan. Hal tersebut jauh lebih menyakitkan ketimbang Anda
membunuh saya sekarang."
"Sa-saya tidak ingin kamu mati, Mulan! Saya akan berusaha
357 memperjuangkan nasib kamu di hadapan pejabat-pejabat militer
itu. Saya...." "Kenapa?! Bukankah saya ini biang perusak nama baik militer
Kamp Utara?! Kenapa hidup saya perlu Anda pertahankan?
Bukankah lebih baik kalau saya mati saja agar...."
"Jangan menyiksa saya lagi dengan pertanyaan-pertanyaanmu
itu, Mulan. Saya sudah cukup menderita selama ini. Ah, saya
tidak tahu mengapa harus berhadapan dengan dilematisasi
seperti ini!" "Maaf, karena sayalah sehingga Anda...."
"Tidak. Jangan salahkan dirimu. Sekarang, jangan menyalahkan
siapa-siapa." "Tapi saya sudah pasrah."
"Kamu tidak boleh menyerah!"
"Saya tidak pernah merasa kalah. Kematian saya kelak di ujung
golok algojo Istana Da-du merupakan kemenangan. Saya hanya
dikalahkan oleh ironi bangsa ini. Kalah karena terlahir di dalam
zaman yang tidak tepat, di mana perempuan tidak pernah
mendapat tempat yang layak di tanah kelahirannya sendiri. Di
mana perempuan harus dipenggal karena dianggap melampaui
batas kodrati yang telah digariskan oleh artifak leluri laki-laki."
"Tapi kamu tetap berjasa bagi Yuan."
"Saya tidak pernah berharap dan berpamrih ketika
358 melaksanakan tugas-tugas serta kewajiban-kewajiban yang
sudah menjadi tanggung jawab seorang prajurit."
"Tapi, atase militer Yuan di Ibukota Da-du mesti jeli melihat serta
mempertimbangkan jasa-jasamu itu."
"Saya tidak bisa mempengaruhi keputusan para atase militer
dengan memaparkan jasa-jasa baik yang pernah saya lakukan
untuk negeri ini, agar saya dapat bebas dari tuntutan hukum.
Saya hanya berharap mereka dapat bertindak bijak dan obyektif
menyikapi kasus saya ini."
Shang Weng memang memperjuangkan nasib Fa Mulan di
markas besar militer Yuan, di hadapan puluhan petinggi militer
dan panglima perang yang akan memutuskan sanksi hukuman
untuk gadis itu. Namun seperti yang telah diduganya, para atase
militer Yuan tetap bersikeras untuk menjatuhkan hukuman
pancung kepada Fa Mulan sebagai kata sepakat pertemuan
militer akbar tersebut. "Ma-maafkan saya, Mulan!"
"Tidak apa-apa. Lakukan saja perintah para atase militer Yuan
itu, Kapten Shang." "Am-ampuni saya, Mulan. Eksekusi akan dilakukan tujuh hari
lagi. Saya bersedia melakukan apa saja untukmu sebelum...."
"Laki-laki pantang mengeluarkan airmata, Kapten Shang.
Jangan menangis lagi. Fa Mulan tidak perlu ditangisi. Inilah
359 bentuk kemenangan saya yang paling gemilang, menghadapi
kematian dengan tenang dan tegar!"
Bab 31 Walaupun aku terlahir sebagai anak perempuan

Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi tekadku melebihi seorang anak laki-laki
Ayah, Putrimu menggantikanmu ke medan perang
dan tak akan kembali tanpa kemenangan
- Fa Mulan Surat untuk Ayah *** Shang Weng memutuskan untuk menjatuhkan sanksi sesuai
hukum kemiliteran setelah melakukan serangkaian pertemuan
militer dengan para atase militer Yuan di Ibukota Da-du.
Penyusupan dan penyamaran Fa Mulan di Kamp Utara sebagai
laki-laki tersebut merupakan pukulan yang amat berat bagi
militer Yuan. Nama baik militer Yuan tercoreng karena
kecolongan oleh kasus sepele tetapi berdampak besar bagi
kredibilitas dalam kemiliteran. Karenanya, tindakan Fa Mulan 360
yang dilakukannya semata-mata untuk menggantikan ayahnya
yang sudah tua dan pincang - dapat dianggap subversif. Untuk
itulah ia dijatuhi hukuman penggal!
Namun keajaiban itu datang sesaat sebelum golok algojo Istana
Da-du hendak memisahkan kepala Fa Mulan dari badannya.
Kaisar Yuan Ren Zhan, melalui ia - salah seorang prajurit wamil
Kamp Utara yang lari ke Ibukota Da-du dan berhasil menembus
koneksitas Istana untuk meminta permohonan pengampunan
bagi Fa Mulan, tiba-tiba mengeluarkan maklumat untuk
mengampuni tindakan Fa Mulan yang merupakan aib dalam
kemiliteran Yuan. Dan pada akhirnya, maklumat tersebut sampai kini menjadi
enigma tak terjawab di kalangan militer Yuan. Entah karena
alasan apa sehingga Kaisar Yuan Ren Zhang sampai
mengeluarkan maklumat yang berstempel Istana Da-du dan
ditandatanganinya sendiri.
Barangkali tindakan Kaisar Yuan Ren Zhan itu merupakan
reformasisasi pengaruh Negeri Barat, yang erat kaitannya
dengan rintisan bilateral politik luar negeri terobosan Perdana
Menteri Shu Yong. Tindakan tersebut membawa iklim baru
dalam tatanan kenegaraan yang kacau-balau warisan penguasapenguasa masa lalu.
Kendati pada akhirnya gadis itu tidak jadi dipancung, tetapi ia 361
sebagai sahabat terbaik Fa Mulan - merasa Shang Weng
sebagai pemimpin tertinggi di Kamp Utara tidak becus
mengantisipasi hal terburuk dari kasus penyamaran identitas Fa
Mulan tersebut. Ia menilai Shang Weng tidak adil.
Ia tidak dapat memberikan argumen yang tepat kepada jenderaljenderal di markas besar militer Yuan di Ibukota Da-du. Ia tidak
berusaha semaksimal mungkin meyakinkan pejabat-pejabat
militer di Istana bahwa sesungguhnya Fa Mulan tidak bersalah.
Apa yang telah diperbuat gadis itu - manipulasi identitas diri dan
tuduhan indisipliner - tidak sebanding dengan hukuman yang
dijatuhkan militer Yuan kepadanya.
Shang Weng seperti buta. Ia tidak dapat melihat betapa berjasanya gadis prajurit wamil
tersebut yang, bahkan berani mengorbankan nyawanya suatu
ketika pada sebuah pertempuran kecil dengan kaum nomad
Mongol di perbatasan Tembok Besar. Fa Mulan nyaris tewas
dengan sebilah anak panah yang menancap di dadanya.
"Anda tidak adil, Kapten Shang!" makinya pada waktu itu,
sebelum eksekusi penggal kepala dilakukan terhadap Fa Mulan
tujuh hari kemudian. "Kamu pikir saya tidak sedih?! Saya juga sedih, Bao Ling! Hati
saya juga sakit. Lebih sakit dan perih daripada yang kamu
362 rasakan." "Sampai hati Kapten Shang berdarah-darah pun, Fa Mulan tetap
akan dipenggal!" "Saya sudah berusaha menyelamatkan gadis itu. Tapi...."
"Tapi apa?!" "Saya tidak bisa melawan keputusan para jenderal di Ibukota
Da-du!" "Saya tidak ingin mendengar dalih murahan begitu, Kapten
Shang!" "Jangan kurang ajar!"
"Saya kecewa terhadap kepemimpinan Anda, Kapten Shang!"
"Kamu indisiplener! Kamu akan dipenggal!"
"Lebih baik saya mati bersama Fa Mulan daripada tetap loyal
kepada seorang pemimpin yang, sama sekali tidak memiliki
tanggung jawab terhadap nasib bawahannya."
"Hal itu di luar kehendak saya."
"Tapi kehendak untuk melenyapkan nyawa gadis itu sungguh
keterlaluan! Di mana nurani para jenderal yang tahunya hanya
memerintah di belakang meja itu?!"
"Hukuman itu telah menjadi sanksi dalam kemiliteran. Saya
harap kita semua dapat berlapang dada menerima keputusan
pahit untuk Fa Mulan itu, Bao Ling."
"Tapi keputusan itu tidak adil! Bagaimana mungkin Fa Mulan
363 dapat menerima sanksi seberat itu - hukuman mati, sementara
apa yang telah dilakukannya hanyalah untuk menggantikan
posisi kewajiban militer ayahnya - yang sudah tua dan pincang.
Dia bukan penjahat perang, Kapten Shang! Kenapa harus
dihukum pancung?!" "Senang atau tidak, sanksi itu telah menjadi amar yang harus
dipatuhi oleh siapa pun juga. Tidak terkecuali dia adalah jenderal
sekalipun. Bagaimana wibawa hukum nantinya kalau ada sikap
diskriminatif untuk Fa Mulan. Apa kata orang nanti tentang
keadilan?" "Sia-sia saja semua pengorbanannya selama ini di sini! Tidak
ada penghargaan apa pun atas jasa-jasanya, yang bahkan
mempertaruhkan nyawanya saat mempertahankan Tembok
Besar dari serangan kaum nomad Mongol lalu."
"Saya tahu bagaimana besarnya loyalitas Fa Mulan terhadap
Yuan. Saya sadar, karena itu pulalah dia terkena anak panah
dan nyaris tewas di tangan Mongol. Tapi, bukannya saya tidak
peduli dengan jiwa patriotisme dia itu. Bukan. Tapi saya
memang tidak memiliki wewenang lagi untuk menggagalkan
eksekusi penggal itu, Bao Ling!"
"Kejam...." "Maafkan saya. Saya telah berusaha semampu saya. Tapi...."
"Kalau semua pejabat militer Yuan seolah tidak memiliki nurani,
364 bagaimana jadinya loyalitas prajurit Yuan kelak?! Kasus Fa
Mulan adalah salah satu bukti kalau para pejabat militer kita di
Ibukota Da-du sudah majal nurani. Tidak ada kepekaan hati
mereka lagi untuk melihat sisi-sisi lain dari kebenaran, apa pun
bentuknya." "Saya menyesal, Bao Ling. Tapi...."
"Maafkan saya, Kapten Shang! Saya tidak bermaksud
menyudutkan Anda di dalam posisi ini. Tapi saya hanya iba
kepada Fa Mulan. Dia prajurit yang sagat loyal, bahkan melebihi
semua prajurit yang ada di Kamp Utara ini! Dia gadis yang baik,
Kapten Shang! Dia...."
"Sudahlah, Bao Ling. Saya turut prihatin atas hukuman yang...."
"Ta-tapi, Anda harus bertindak! Sebagai pemimpin Kamp Utara
ini, Anda memiliki legitimasi untuk menggagalkan hukuman
pancung itu, Kapten Shang!"
"Ma-maafkan saya, Bao Ling! Atase militer telah memutuskan
untuk tetap menjatuhkan hukuman penggal kepada Fa Mulan!"
"Tapi mana boleh...."
"Saya juga sakit hati, Bao Ling. Tolong, jangan salahkan saya
lagi dalam hal ini!"
"Ja-jadi...." "Sa-saya menyesal...."
"Huh, kalau sudah begini, membunuh seorang Shang Weng
365 Shang pun tidak akan dapat menolong Fa Mulan dari kematian!"
"Saya...." "Ti-tidak! Tidak! Tidak! Fa Mulan tidak boleh mati! Fa Mulan tidak
boleh mati, Kapten Shang!"
Kala itu ia menangis. Ia meratapi nasib malang Fa Mulan. Namun Shang Weng sama
sekali tidak bergeming dengan permohonannya agar berusaha
membebaskan Fa Mulan dari hukuman pancung tersebut.
Komandan atas seluruh militer wamil di Tung Shao itu hanya
menangis. Pemimpin Kamp Utara itu sama sekali tidak berkutik
dengan keputusan getir yang, diamanatkan para jenderal
kepadanya untuk mengeksekusi Fa Mulan pada hari dan waktu
yang telah ditentukan. Juga ketika Chien Po dan Yao berlutut
memohon, pemuda itu pun hanya menundukkan kepalanya tidak
berdaya, dan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia benar-benar
kecewa terhadap Shang Weng.
Maka pada suatu malam ia kembali melarikan diri dari Kamp
Utara menuju ke Ibukota Da-du. Ia harus membebaskan Fa
Mulan dari kezaliman pejabat-pejabat militer di Ibukota Da-du. Ia
akan mencoba memohon langsung kepada Kaisar Yuan Ren
Zhan agar dapat membebaskan Fa Mulan dari sanksi hukuman
pancung. 366 Tetapi upayanya tersebut seolah menggantang asap untuk
menghidupkan api pada bara arang yang telah padam.
*** Tidak ada satu pun pejabat militer yang sudi menerimanya. Ia
hanya dipandang dengan sebelah mata dan dianggap prajurit
berkasta rendah. Gengsi militer Yuan ternyata lebih tinggi dari
langit ketujuh. Semua petinggi militer dan jenderal
memandangnya rendah. Namun ia tetap bersikeras dan
berusaha mencari cara untuk dapat meluputkan Fa Mulan dari
hukuman pancung. "Kembalilah ke barak, Anak Muda!" sahut Jenderal Gau Ming
saat ia berhasil masuk ke markas besar militer Yuan secara
diam-diam. Ditemuinya jenderal tua itu dan mengungkapkan
semua kejadian miris yang menimpa Fa Mulan di Kamp Utara.
"Mustahil kamu dapat bertemu dengan Kaisar Yuan Ren Zhan!
Istana terlalu keramat untuk kamu masuki hanya untuk menyampaikan berita sesepele itu."
"Maaf, Jenderal Gau! Ini bukan persoalan sepele. Hidup-mati Fa
Mulan merupakan tanggung jawab militer Yuan. Anda yang
mewakili militer Yuan tidak dapat lepas tangan begitu saja. Dan
hanya mengetukkan palu amanat tanpa melihat dudukperkaranya. Saya mohon Anda dapat bertindak bijak
menanggapi kasus Fa Mulan tersebut. Anda dapat menimbang
367 kasus itu dengan seksama! Fa Mulan bukan penjahat perang!
Dia tidak pantas diganjar hukuman mati!"
"Lancang benar kamu!"
"Maaf, Jenderal Gau! Saya tidak bermaksud apa-apa kecuali
meminta atase militer Yuan mengambil keputusan benar!"
"Apa lagi?! Bukankah vonis telah dijatuhkan?!"
"Vonis itu tidak adil, Jenderal Gau!"
"Berani benar kamu menentang amar yang telah disepakati oleh
seluruh atase militer Yuan!"
"Saya tidak berani! Tapi, mohon. Mohon tinjau kembali
keputusan untuk mengeksekusi Fa Mulan, Jenderal Gau."
"Tinjau kembali?! Kamu pikir amar yang telah diputuskan itu
main-main?! Keputusan itu telah bulat, Anak Muda! Sudahlah.
Jangan mengganggu kami yang tengah sibuk di markas besar
militer Yuan ini. Keputusan penggal kepala untuk prajurit wamil
Fa Mulan itu sah dan tidak cacat hukum! Atau, apa kamu
menyangsikan kalau keputusan itu cacat hukum barangkali?!"
"Saya tidak berani berkesimpulan begitu. Tapi, rasa-rasanya apa
yang telah menjadi amar para atase militer Yuan itu tidak
sebanding dengan apa yang telah dilakukan Fa Mulan. Gadis itu
tidak bermaksud makar dengan memanipulasi identitas dirinya
saat mendaftar sebagai prajurit wamil. Gadis itu hanya ingin
menggantikan posisi ayahnya yang sudah tua dan pincang. Itu
368 saja. Tidak ada maksud lain. Dia juga bukan jasus, dan tidak
pernah terbukti bekerja untuk pihak musuh."
"Untungnya Fa Mulan bukan jasus musuh. Nah, bagaimana
seandainya dia adalah jasus musuh?! Bukankah dia akan
menjadi orang yang paling berbahaya di Kamp Utara?!"
"Tapi, kenyataannya Fa Mulan memang bukan orang yang
bekerja untuk pihak musuh!"
"Saya tidak perlu mendengar jawaban atau penegasan kamu,
bahwa Fa Mulan bukan jasus musuh! Kami semua sudah tahu
kalau dia memang bukan jasus musuh! Saya hanya ingin
mendengar jawaban kamu, bagaimana seandainya gadis itu
adalah jasus musuh. Tahu tidak, kasus manipulasi identitas diri
yang Fa Mulan lakukan itu merupakan preseden buruk bagi
militer Yuan. Terus terang, kasus tersebut telah membuat
kalang-kabut semua atase militer Yuan. Seharusnya hal itu tidak
boleh terjadi. Lagipula, bukan hanya Fa Mulan yang akan
dikenai sanksi atas kasus itu. Tapi banyak pihak yang terkait di
dalamnya. Salah satunya adalah Inspektur Tang Zhien Zen,
salah seorang pejabat militer yang paling bertanggung jawab
dalam perekrutan calon prajurit wamil pada waktu itu. Dia pun
dapat dijatuhi hukuman mati atas keteledorannya tersebut."
"Mungkin itu salah satu kesalahan besar yang pernah dilakukan
Fa Mulan. Tapi apakah tidak ada pengampunan untuknya,
369 Jenderal Gau?" "Atase militer telah menimbang dengan matang persoalan
manipulasi identitas diri yang terjadi di Kamp Utara. Memang
tidak ada hal yang dapat meringankan hukuman untuk Fa
Mulan." "Tapi...." "Keluarlah, Anak Muda. Kamu hanya mengganggu aktivitas kami
di sini!" "Tunggu, Jenderal Gau!"
"Ada apa lagi?!"
"Saya Bao Ling, putra pertama Bao Nang! Saya akan melakukan
apa saja demi menyelamatkan Fa Mulan dari jazam penggal!"
"Cukup! Pengawal, tangkap dia!"
"Jenderal Gau...."
Kala itu ia ditawan oleh prajurit pengawal Jenderal Gau Ming. Ia
dijebloskan ke dalam penjara di markas besar militer Yuan
karena dianggap indisipliner. Menyelinap masuk ke dalam
markas besar militer Yuan tanpa izin. Di dalam penjara, ia
menemukan ide cemerlang untuk dapat membebaskan Fa
Mulan. Koneksitas dengan pihak Istana!
Sebuah siasat yang sering ditempuh oleh ayahnya sewaktu
berusaha mengelitkan ia dari kewajiban militer. Pejabat-pejabat
370

Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

negara memang masih banyak yang kemaruk oleh gemerlap
harta dunia.... Bab 32 Tak ada derap kuda para pengelana
pada sunyi gorong-gorong malam
dan muram labirin batu untuk menjelajahi negeri berantah
Maka bersuaralah para penyeru
dari deru parau notasi pada jakun
menembusi tabir lorong cadas
lalu mengumpul pada suatu tempat
yang jauh dari riuh di mana maharana telah berangus pebijak
dengan kobar api dan nestapa tanpa gigir
- Bao Ling Elegi Kelana *** Bicara dengan gadis itu, ia serasa berhadapan dengan sesosok
teguh berpendirian keras. Masalah gender adalah persoalan
yang paling hakiki dalam hidupnya. Fa Mulan memang idealis.
Dan ia bahkan bersedia mati untuk memperjuangkan cita-cita
luhurnya tersebut. Kebenaran seperti bayang yang terpantul dari
371 cermin nurani sisi hatinya.
"Tidak ada yang salah, Mulan. Tapi, kalau hal itu sudah menjadi
predestinasi, apa yang harus kamu tuntut lagi?"
"Hei, Dewata tidak pernah memaklumatkan hakam untuk
memilah-milah anak-anak manusia di dunia ini!"
"Tapi kenyataannya...."
"Kenyataannya hal itu dibuat-buat. Jangan menyinggungnyinggung nama langit untuk mengukuhkan hakam sebagai
pembenaran kalian." "Pembenaran untuk kebaikan itu sahih, Mulan."
"Tapi sahih yang kalian putuskan adalah dosa besar bagi
kemanusiaan dan peradaban!"
"Kadang-kadang, ada kalanya cita-cita harus dibarengi dengan
pengorbanan. Berkorban di satu pihak untuk meraih
kemenangan di pihak lainnya."
"Lelucon yang bagus."
"Ini bukan lelucon. Tapi memang begitu adanya. Sesuatu yang
luhur dan murni harus didapatkan dengan segenap
pengorbanan. Negara yang makmur tidak dibangun begitu saja.
Banyak nyawa dan darah menjadi pondasi negara yang kuat
tersebut. Tembok Besar, misalnya. Bangunan fenomenal
kebanggaan rakyat Tionggoan itu telah mengorbankan demikian
banyak nyawa sebelum dapat menjulang dan menjalar dengan
372 gagah di Semenanjung Kuning ini. Entah berapa juta nyawa
dikorbankan agar dapat membangun Tembok Besar itu, Mulan.
Dan kamu lihat, pengorbanan itu ternyata tidak sia-sia, bukan?
Nah, itulah yang kerap melandasi pola pikir pejabat-pejabat
negara. Kamu tidak dapat menyalahkan hal tersebut sebagai
sesuatu yang naif. Terlebih-lebih lelucon!"
"Saya tidak sependapat. Akar sejarah yang pengkar, yang
dibenarkan secara sahih turun-temurun oleh kaisar-kaisar
terdahulu, akan merajut benang merah masa lalu yang suram di
masa sekarang. Kalau sudah begitu, maka yang terjadi
kemudian adalah maharana yang tak kunjung reda. Di manamana ada perang. Perebutan kekuasaan. Intrik Istana. Apakah
hal yang sangat menyengsarakan rakyat itu dapat dianggap
suatu kebenaran?" "Kalau hal itu merupakan bagian dari pengorbanan, yang
bertujuan demi pengembangan negara ke arah yang lebih baik paling tidak demi anak-cucu kita di kemudian hari, maka saya
tidak dapat menyalahkan tindakan anarkisitas itu sebagai
sebuah dosa besar." "Huh, absurditas ambisi pribadi yang menghalalkan segala cara
untuk dapat mencapai tujuan puncak kekuasaan! Sungguh
sebuah keputusan yang ironis!"
"Itu khidmat yang dapat diperoleh dari serangkaian
373 pengorbanan. Baik atau buruk, merugikan ataupun
menguntungkan, semuanya berpulang pada pribadi masingmasing manusia."
"Oya? Jadi, kamu setuju hal itu dijadikan landasan bagi negara
kita ini?" "Sebegitu pentingkah artikulasi itu bagi kita, Mulan?"
"Berarti atau tidak, toh kita harus peduli terhadap nasib bangsa
ini, bukan?" "Tentu. Itulah tujuan kita menjadi prajurit wamil. Tapi, bukan
berarti kita harus mencampuri semua hal. Ada hal-hal lain yang
memang tidak memerlukan partisipan kita."
"Kenapa kamu bisa bilang begitu?"
"Masing-masing individu mempunyai tugas dan tanggung jawab
sendiri-sendiri. Kaisar adalah kaisar. Jenderal adalah jenderal.
Prajurit adalah prajurit. Petani adalah petani. Kalau tugas dan
tanggung jawab tersebut saling bersilangan, maka fungsi
individu itu akan kacau-balau. Lalu, pada akhirnya negara akan
mengalami instabilitas politik. Negara tidak memiliki tatanan
yang kuat karena masing-masing individu rancu dengan tugas
dan tanggung jawab mereka masing-masing."
"Rasanya terlau picik bila kamu menilai aspirasi dan kepedulian
kita sebagai rakyat yang menggugah kepemimpinan seorang
kepala negara sebagai sesuatu yang balau."
374 "Kenapa?" "Justru, saya melihat hal tersebut sebagai tiranisasi yang
membelenggu aspirasi rakyat. Itu pembodohan buat rakyat.
Pemilah-milahan dan pengkotak-kotakan individu ke dalam
tugas dan fungsinya masing-masing merupakan politisasi para
pengusa lalim. Rakyat dibiarkan berjalan pada pola yang telah
ditentukan. Kaisar tetap kaisar. Jenderal tetap jenderal. Prajurit
tetap prajurit. Petani tetap petani. Dan kalau sudah terstigma
begitu, seorang kaisar akan memenggal kepala seorang petani
yang sesungguhnya berpotensi menjadi kaisar dibandingkan
kaisar penguasa yang diuntungkan stigma tersebut."
"Politik Istana itu rumit, Mulan. Bila kita terlampau jauh
mencampuri, maka yang terjadi adalah kekisruhan. Semuanya
akan membabur. Bukannya solusi pemecahan suatu masalah."
"Ini presedensi yang salah. Tujuan negara - perang misalnya adalah semata-mata demi rakyat. Bukan demi segelintir orang.
Bukan hanya untuk kepentingan kalangan Istana dan kroninya.
Pada Kenyataannya, justru yang terjadi adalah sebaliknya.
Banyak di antara penguasa negeri menggunakan militer dan
perang untuk mempertahankan aset-aset serta kekayaan
mereka sendiri. Bahkan untuk merampas harta-benda dan tanah
orang lain." "Itu hanya presensi batil segelintir Sang Penguasa Tionggoan.
375 Tapi sesungguhnya keputusan negara adalah stempel sahih dan
kebenaran - karena kaisar adalah keturunan Dewata dan Naga
dari langit. Mereka adalah totemis. Namun keputusan itu pada
akhirnya membabur bila terlampau direcoki oleh absolutisme
rakyat yang pluralis. Nah, kalau sudah begitu, maka kekisruhan
akan menjadi-jadi. Rakyat akan jadi tiran. Dan pemerintah
adalah boneka yang setiap saat dikendalikan untuk menjalankan
misi pluralistis tersebut."
"Hei, bukan sebaliknya?! Amanat rakyat tidaklah seinferior
sangkamu, Bao Ling. Absolutisme dan tirani dapat terjadi karena
adanya penyalahgunaan wewenang di dalam roda
pemerintahan. Penyelewengan dari asas-asas hakiki langit bahwa kaisar adalah keturunan Dewata dan Naga di langit serta
analisis totemis itu - justru membawa kaidah tersebut sangat
melenceng jauh dari tatanan moralitas dan kebenaran itu
sendiri." "Tapi, dalam kenyataannya rakyat akan menjadi anarkis dan
tiran saat tidak terpenuhinya keinginan-keinginan mereka yang
ambigu. Kerusuhan, penjarahan, dan banyak hal merusak
lainnya lagi ketika mereka menjelma menjadi serigala yang
memangsa kaumnya sendiri."
"Lalu, siapa yang salah kalau sudah begitu?! Seharusnya
pejabat-pejabat negara berintrospeksi. Bukannya malah
376 menggunakan kelebihan dan kekuatan mereka - militer dan bala
prajurit - untuk balas memukul, bahkan memusnahkan rakyat
tersebut - yang kelaparan dan tidak puas terhadap
kepemimpinan mereka?! Bukankah kesalahan itu bermuasal dari
kalangan Istana?! Apakah bukan karena tindakan tak bermoral
pejabat-pejabat negara yang batil dan korup itu?! Mereka
merampok dan mencuri harta-benda rakyat, Bao Ling! Dan
mestikah rakyat yang disalahkan apabila mereka berbalik
membobol gudang-gudang beras, dan mencuri berton-ton beras
negara karena sebutir nasi pun sudah menjadi barang yang
langka di negeri ini?! Apakah salah bila mereka kelapara karena
ulah jahat pejabat-pejabat korup itu?!"
"Rasanya tidak etis membenarkan tindakan anarkis hanya atas
nama perut rakyat yang kelaparan!"
"Terlebih tidak etis lagi tindakan pejabat-pejabat negara yang
batil itu terhadap apa yang telah mereka lakukan kepada rakyat.
Korupsi telah menyebabkan rakyat merana. Lumbung-lumbung
padi habis digerogoti oleh tikus-tikus koruptor itu. Rakyat
semakin miskin." "Saya kira, tak ada satu pun negara yang makmur apabila
tengah dirundung maharana. Itu bagian dari konsekuensi
perang." "Siapa bilang tidak begitu?! Perang adalah salah satu bentuk
377 tiran dan absolutisme babur dari penguasa-penguasa batil
sebuah negara. Lalu yang terjadi adalah kekacauan dan
bencana. Rakyat kelaparan. Semuanya terberangus hanya oleh
satu kata. Ambisi!" "Hahaha...." "Kenapa tertawa?"
"Saya sama sekali tidak menyangka kalau seorang Fa Mulan
bisa seidealis begitu."
"Idealis atau bukan, yang saya tahu, saya hanya
mengungkapkan kenyataan yang saya lihat dengan mata dan
kepala saya sendiri."
"Tapi, kamu cerdas, Mulan."
"Cerdas? Kamu keliru. Saya tidak cerdas. Seperti yang telah
saya katakan tadi, semua hal itu merupakan kejadian riil dan
kasat yang dapat kita saksikan setiap hari. Jadi apa yang saya
ketahui hanyalah mualamat. Semua juga rakyat tahu kalau
kebanyakan pejabat negara itu kotor. Bukankah begitu, Bao
Ling?" "Saya tidak berani berasumsi dengan mengatakan sependapat."
"Kenapa?" "Semuanya relatif. Hati manusia tidak dapat ditebak. Hitam dan
putih sisi hati hanya dipisahkan oleh segaris tipis nurani. Siapa
yang tahu kalau Kaisar Yuan Ren Zhan yang kita anggap baik
378 dan bijak - sehingga kita rela mengorbankan jiwa dan raga
menjadi prajurit wamil di era kepemimpinan beliau sekarang suatu saat kelak, entahlah, dapat lebih kejam ketimbang
ayahandanya - mendiang Kaisar Yuan Ren Xing?"
"Justru karena itulah diperlukan masukan-masukan dari suara
rakyat. Agar kaidah tetap terjaga, dan Sang Kaisar tidak lari dari
norma-norma kebajikan."
"Nah, itulah yang sulit, Mulan."
"Sulit bagaimana?"
"Kamu tahu, kenapa rakyat Tionggoan diharuskan menjalani
kewajiban militer?" "Tentu saja saya tahu."
"Apa itu?" "Untuk apa kamu tanyakan hal itu?"
"Sebagai prajurit kita harus memiliki banyak wawasan."
"Itu sudah pasti. Tapi, sebagai prajurit pun kita mesti memiliki
gagasan. Bukan hanya wawasan."
"Gagasan? Untuk apa?"
"Karena itulah aspirasi. Itulah suara kita. Suara rakyat."
"Kalau begitu, intisari wamil itu untuk apa?"
"Wamil ada karena ada masalah. Masalahnya adalah, karena
Tionggoan terus-menerus dirongrong oleh pemberontakanpemberontakan di daerah perbatasan. Militer Yuan kesulitan
379 menghadapi mereka. Negara di ambang bahaya. Itulah
sebabnya Kaisar Yuan Ren Zhan segera mengeluarkan
maklumat agar rakyat Tionggoan harus mengikuti wamil.
Bukankah begitu, Bao Ling?"
"Akar masalahnya memang di situ. Tapi...."
"Tapi apa?" "Tapi tahukah kamu kalau musuh-musuh yang menyerang di
daerah perbatasan itu - di luar pemberontakan kaum nomad
Mongol - juga merupakan rakyat Tionggoan sendiri!"
"Maksudmu, pasukan pemberontak Han?"
"Siapa lagi? Bukankan mereka merupakan salah satu suku
bangsa Tionggoan juga?"
"Maksudmu, berarti...."
"Berarti Kaisar Yuan Ren Zhan ditentang oleh rakyatnya sendiri.
Jadi kalau direnungi, jangankan menjadikan rakyat sebagai
parameter pengendali kekuasaan, tapi mengakui secara
aklamasi Sang Penguasa itu sebagai satu-satunya pemimpin
tertinggi mereka saja sangat jauh dari harapan. Lantas,
bagaimana mungkin Kaisar Yuan Ren Zhan dapat menjadi
stigma, dan bersatu dengan rakyatnya? Nah, bukankah hal itu
termasuk di dalam absolutisme pluralis rakyat?"
"Kamu menyalahkan rakyat lagi?"
"Saya tidak mengatakan begitu."
380 "Lalu?" "Saya mengatakan bahwa, rakyat pun dapat menjadi serigala.
Rakyat tidak selamanya dapat dianggap suara kebenaran. Saya
tidak mendiskreditkan rakyat dalam hal ini. Tapi kadang-kadang
rakyat dapat menjadi tiran, melebihi kaisar yang paling lalim
sekalipun." "Kamu terlalu dangkal menilai rakyat, Bao Ling!"
"Tapi kenyataannya...."
"Kenyataannya rakyat tidak begitu. Pasukan pemberontak Han
memang merupakan salah satu suku bangsa di Tionggoan.
Mereka sama dengan kita. Tapi, kamu mesti melihat inti
permasalahannya. Belum tentu ketidakpuasan mereka - yang
kamu anggap absolutisme pluralis dan tiran itu - disebabkan oleh
ambigu kolektif - sekelompok orang yang bernama rakyat - untuk
menggulung pemerintahan yang sah. Meskipun saya belum tahu
pasal yang sebenarnya, tapi saya kira ada hal-hal lain yang
melatarbelakangi anarkisme mereka itu."
"Apa itu, Mulan?"
"Yah, mungkin saja mereka terpengaruh dan termakan oleh


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seseorang yang dianggap figur. Figur yang dapat mengubah
falsafah pandang mereka terhadap pemerintahan yang sudah
ada. Nah, setelah terindoktrinasi, mereka akan menyatukan kata
sepakat untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah - meskipun
381 mereka sebenarnya tidak tahu jelas sosok Sang Penguasa
Tionggoan, dan keliru menilai pemimpin mereka yang sekarang.
Bisa pula mereka telah termakan isu, pembodohan yang
dianggap sebuah kebenaran."
"Boleh jadi. Tapi apakah semudah itu mengubah pikiran yang
sederhana rakyat menjadi sebuah bentuk anarkisme?"
"Apa pun dapat terjadi, Bao Ling. Janji dan iming-iming adalah
majas yang paling berbahaya. Majas tersebut dapat membius
kesadaran manusia. Yah, itulah salah satu bentuk kekhilafan
makhluk hidup yang bernama manusia."
"Maksudmu, mereka dipengaruhi oleh seseorang untuk
melakukan pemberontakan?"
"Itu merupakan satu-satunya alasan yang paling masuk akal."
"Masuk akal. Tapi, siapa?"
"Tentu saja lawan-lawan politik Kaisar Yuan Ren Zhan. Manusiamanusia yang penuh dengan ambisi majas. Manusia-manusia
serigala berbulu domba. Manusia-manusia yang senantiasa
diliputi angkara. Penebar maharana. Biang bencana."
"Sedari dulu, puncak kekuasaan dan Kursi Tunggal Sang Naga
selalu menjadi obyek pertumpahan darah. Kaisar demi kaisar
akan dijatuhkan secara bergantian. Begitu seterusnya. Kalau
sudah begitu, maka mana ada klemensi dalam lingkungan
Istana?!" 382 "Dan kalau begitu seterusnya, bagaimana rakyat Tionggoan
dapat hidup tenang?"
"Ah, saya juga resah, Mulan. Sejarah kelam Tionggoan seolah
tak ada habis-habisnya. Dari masa ke masa, perang dan
kezaliman sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
negeri ini." "Manusia memang terlalu dangkal menyikapi anugerah yang
telah diberikan oleh Dewata di langit. Alam yang berlimpah-ruah
dengan keanekaragaman isinya telah memenuhi segala
kebutuhan manusia. Biji-bijian tumbuh menjadi makanan. Hujan.
Air. Matahari. Semuanya itu adalah karunia mahabesar yang tak
dapat diucapkan dengan kata-kata. Tapi, coba lihat keegoisan
manusia. Mereka tidak pernah merasa puas dengan apa yang
telah diberikan alam pada mereka. Tetap saja mereka menjazam
sesamanya. Membunuh. Merampok. Merampas.
Memusnahkan." "Manusia memang bodoh, Mulan. Manusia selalu ingin
menguasai seluruh alam ini. Padahal, apalah arti manusia
dibandingkan keagungan Dewata di langit?"
"Ya, benar. Apalah artinya manusia dibandingkan keagungan
Dewata di langit? Sebagai makhluk yang paling sempurna
dibandingkan makhluk-makhluk hidup lainnya, manusia menjadi
pondik. Superioritas menjadikan manusia lupa bahwa, mereka
383 sebenarnya tidak memiliki nilai dan arti apa-apa dibandingkan
Sang Pencipta. Kesombongan telah meruntuhkan peradaban
manusia. Maharana dan genosida telah menghancurkan
kehidupan manusia itu sendiri. Manusia telah menggali makam
untuk dirinya sendiri, jauh sebelum ajal menjemput."
"Kadang-kadang saya sendiri pun merasa terlibat dalam dosa
besar manusia itu, Mulan?"
"Maksudmu...." "Yah, apa bedanya kita dengan manusia-manusia pembatil itu?
Kita ini prajurit. Kita membunuh. Saling memusnahkan."
"Mempertahankan sesuatu untuk kebenaran bukan tindakan
yang salah, Bao Ling. Hal itu merupakan radiah, sifat alami
manusia yang telah menjadi bagian dari predestinasi kala
diturunkan dari langit. Dalam sebuah pertempuran, kemenangan
itu tidak mesti diraih dengan jalan membunuh atau saling
memusnahkan. Diplomasi merupakan salah satu cara yang
paling efektif tanpa harus menumpahkan darah sesama.
Menaklukkan satu musuh dengan kesadaran kontemplasi dan
budi pekerti adalah kemenangan yang paling gilang gemilang.
Jauh lebih berharga daripada menaklukkan satu juta laskar
prajurit dengan pedang dan tombak."
"Tapi dalam kenyataanya, maharana selalu memakan banyak
korban. Tidak terkecuali rakyat kecil yang sama sekali tidak
384 terlibat dalam peperangan. Tidak memilah-milah apakah mereka
itu prajurit atau bukan. Anak kecil, perempuan, dan orang tua.
Semuanya pasti menjadi korban kebiadaban perang."
"Untuk itulah rakyat membutuhkan pemimpin yang baik.
Tionggoan memerlukan kaisar yang dapat bertindak adil dan
bijaksana. Kaisar yang senantiasa berpedoman pada hati nurani,
Bao Ling. Sebab, kaisar yang memiliki naluri kinasih melihat
matra maharana itu dari sisi dan sudut pandang berbeda. Tujuan
perang bukan untuk saling memusnahkan. Tapi semata adalah
hal radiah untuk mempertahankan negara, dan pencapaian
sebuah cita-cita luhur bangsa. Apabila perang sudah mengarah
ke genosida dan penghancuran, maka hal tersebut tidak lain
disebabkan oleh bahang ambisi pribadi sang Pemimpin. Kalau
sudah begitu maka perang tidak lagi murni sebagai radiah.
Perang tidak lagi merupakan aksi untuk mencapai cita-cita luhur
bangsa. Perang akan menjadi neraka paling bengis untuk
manusia!" "Ya, memang benar. Kalau sudah begitu pula, maka para
pemimpin atau kaisar suatu negara akan bertingkah lalim.
Bertindak sewenang-wenang dengan yurisditikasi pribadi
mereka. Pemerintahan menjadi absolut. Dan pada akhirnya
militer dan bala prajurit menjadi bidak-bidak penegas kekuasaan
mereka." 385 "Sayang rakyat kita masih tercerai-berai. Kekuatan menjadi
lemah karena kurangnya persatuan. Dan sampai sekarang
masyarakat Tionggoan enggan bersatu. Suku-suku bangsa
saling menonjolkan superioritas mereka. Saling membanggakan
kelebihan dan keberadaan mereka. Suku-suku bangsa saling
mengkasta-kastakan sehingga di antara mereka sendiri tercipta
jurang pemisah yang sangat lebar. Itulah sebabnya Tionggoan
tidak pernah lepas dari absolutisme kaisar-kaisar pelalim.
Karena mereka tahu rakyat dapat dengan mudah diadu domba.
Rakyat mudah dipecah belah. Dan kalau rakyat sudah terburai,
maka sang Penguasa Batil tersebut akan dengan mudah
memainkan kemudi pemerintahan seenak hati mereka. Rakyat
menjadi miniatur, obyek permainan sang Penguasa Lalim
tersebut. Bukankah begitu, Bao Ling?"
"Wah, kamu benar-benar prajurit sejati, Mulan!"
Fa Mulan tersenyum sembari mengibaskan tangannya. Lalu ia
meninju pelan dada Bao Ling. Pemuda bertubuh jangkung itu
tertawa. "Kamu keliru menilai saya, Bao Ling. Saya bukan prajurit sejati.
Saya hanya prajurit wamil biasa," ujar Fa Mulan setelah
meredakan tawanya. "Tapi buktinya...."
"Buktinya apa, heh?"
386 "Buktinya Fa Mulan...."
"Sudah, sudah. Jangan menyanjung-nyanjung lagi. Tidak ada
kelebihan apa-apa pada diri seorang manusia biasa bernama Fa
Mulan. Buktinya, saya belum dapat membendung maharana di
Tionggoan ini. Saya belum berandil apa-apa, sama sekali."
"Tapi...." "Tapi apa lagi, heh?"
"Tapi kamu memang hebat!"
"Hebat apanya?"
"Ya, hebat." "Hebat itu hanya sebentuk pengakuan. Begitu pula dengan kata
sejati tadi. Sama sekali tak memiliki makna tanpa aplikasi. Atensi
itu dapat berbentuk apa saja. Baik dukungan moral atau moril,
juga sumbangsih tenaga maupun pikiran. Semua orang bisa
mendapat pengakuan hebat atau sejati. Tapi, tidak semua orang
dapat benar-benar dikatakan hebat dan sejati, apabila tidak
memiliki kapabilitas dan kesungguhan untuk berkorban tanpa
pamrih. Berkorban tanpa pamrih, itulah bentuk atensi yang dapat
dikategorikan sebagai hebat yang sejati, dan sejati yang sejati."
"Wah, kamu benar-benar luar biasa, Mulan!"
"Nah, kamu mulai lagi...."
"Buktinya...." "Proyeksi gendermu itu bikin sakit hati, Bao Ling."
387 "Maaf. Saya tidak menyangka semua kalimat saya telah melukai
hati kamu, Mulan. Bukan maksud saya begitu. Tapi, kenapa
kamu tidak pernah mau menerima realita hidup bahwa, kaum
perempuan memang selalu berada di posisi kedua setelah lakilaki."
"Tentu saja. Saya sudah terluka sejak lama, bahkan sejak saya
baru dilahirkan. Semua itu lantaran posesif gender."
"Dan yang kamu maksud sudah terluka sejak baru dilahirkan
pasti berhubungan dengan ibumu yang bernama Fa Li itu. Betul,
bukan?" "Siapa lagi yang saya maksud? Entah, sudah berapa ribu kali hal
menyakitkan hati itu saya ceritakan kepada orang yang mau
mendengarkan keluhan saya."
"Hahaha. Itulah sepenggal lara dari seorang Fa Mulan, yang
mesti dituangkan dalam sebentuk kisah miris."
"Jangan meledek. Sakit hati dapat terbawa sampai mati. Jadi,
jangan sepelekan ungkapan hati saya tersebut. Seandainya
kamu terlahir sebagai seorang Fa Mulan, tentulah kamu dapat
merasakan getir sebagaimana yang saya rasakan sampai
sekarang." "Hahaha. Maaf, maaf. Namun seandainya saya memang terlahir
sebagai seorang Fa Mulan, maka saya tidak pernah akan
sanggup menanggung derita-derita tersebut. Saya tidak setegar
388 seorang Fa Mulan yang sesungguhnya. Fa Mulan yang
sesungguhnya itu adalah, kamu!"
"Sudahlah. Sesungguhnya saya tidak ingin mengingat-ingat
masa kecil saya yang menyakitkan itu lagi."
"Hm, saya masih ingat, dan tidak akan pernah lupa keluhkesahmu itu, Mulan."
"Yah, terima kasih. Kadang-kadang, dengan menceritakan
tiranisasi Ibu terhadap saya, saya merasa lebih lapang. Hati
saya jadi lebih tenang. Saya memang butuh sahabat untuk
berbagi. Inafeksi Ibu terhadap saya sungguh di luar batas nalar
hanya karena saya perempuan. Seandainya saya terlahir
sebagai laki-laki, tentulah Ibu tidak akan sejahat begitu terhadap
saya!" "Saya prihatin soal itu."
"Ya, sepatutnya semua orang harus prihatin. Inharmonisasi
antara manusia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, yang
terentang karena gender telah menyebabkan penderitaan salah
satu makhluk hidup ciptaan Sang Khalik itu sendiri, Bao Ling.
Padahal, sejak di dalam kandungan sampai terlahir, manusia
tidak pernah dapat menentukan akan dapat terlahir sebagai apa.
Mereka tidak pernah dapat memilih, apakah akan terlahir
sebagai laki-laki ataupun perempuan. Tapi kenapa pengkotakkotakan dan pemilah-milahan itu justru lahir dari manusia
389 sendiri?! Bukankah manusia semuanya sama?! Huh, andai saja
tidak ada genderisasi, pasti Ibu akan menjadi ibu yang
sesungguhnya untuk saya. Pasti Ibu akan menjadi ibu sejati bagi
saya putri tunggalnya. Pasti Ibu tidak pernah mengutuk saya,
dan mengatakan saya sebagai anak jelmaan iblis yang
memangsa janin laki-laki yang dikandungnya selama sembilan
bulan. Pasti Ibu tidak pernah memaki-maki saya dengan kalimat
menyakitkan kala saya mendapat menstruasi pertama: Mulan,
kenapa kamu bukan laki-laki sehingga tidak merepotkan Ibu?!'.
Seharusnya Ibu dengan bijak menjelaskan fenomena yang
terjadi bila seorang anak perempuan mulai menginjak usia akilbalig. Bukannya malah menambah kepanikan saya dengan
memarahi saya habis-habisan, yang pada waktu itu nyaris
pingsan karena menganggap vagina saya mengucurkan darah
secara tiba-tiba. Saya sakit hati. Sungguh sakit hati!"
"Saya paham penderitaan kamu itu, Mulan."
"Sudahlah, Bao Ling. Jangan bicara soal gender lagi. Jangan
memuji saya lagi. Jangan pula menganggap saya hebat atau
sejati lagi. Hebat dan sejati itu memerlukan pembuktian.
Bagaimana mungkin saya dapat kamu katakan hebat atau sejati
kalau saya sendiri belum pernah mengaplikasikan sesuatu yang
berguna bagi bangsa ini."
"Buktinya...." 390 "Bukti apa lagi?!"
"Buktinya kamu sudah berkorban, menyusup dan menyamar
menjadi laki-laki menggantikan posisi ayah kamu sebagai prajurit
wamil. Bukankah semua hal itu kamu lakukan demi keluarga dan
negara?" "Apa bedanya saya dengan kalian semua? Toh kita masuk
menjadi prajurit wamil memang mewakili keluarga masingmasing dan untuk membela negara, bukan?"
"Iya, memang benar. Tapi, apa yang kamu lakukan itu berbeda
dengan kami semua." "Karena saya perempuan?"
"Salah satu alasannya memang begitu."
"Nah, kamu mulai lagi...."
"Mulai apa?" "Saya tidak suka kamu jadi orang yang primordialis begitu!"
"Siapa yang primordialis?"
"Tidak peduli kamu atau siapa. Yang pasti primordialis itu tidak
ada bedanya dengan makhluk batil yang hadir sebagai
pengganggu dalam peradaban manusia."
"Maaf...." "Untuk apa minta maaf? Kalau begitu, kamu malah
mempertegas primordialistis itu sebagai wujud kasatmata dalam
dirimu." 391 "Tapi, saya sama sekali tidak bermaksud menyinggungnyinggung soal perbedaan dan gender. Beda maksud saya
adalah, seorang Fa Mulan memang prajurit tangguh yang
memiliki kapabilitas juang melebihi kami semua - kaum laki-laki."
"Jangan mengelak. Apa bedanya pengakuan yang menyanjung,
tapi akhirnya mengarah ke persoalan gender?"
"Hahaha. Lalu, saya harus ngomong apa untuk mengungkapkan
kelebihan dan kehebatan kamu itu, Mulan?"
"Ingat, saya bukan orang hebat. Dan saya tidak butuh
pengakuan. Jadi, kamu tidak usah repot dan bingung mencari
artikulasi untuk mengungkapkan kelebihan dan kehebatan saya."
"Hahaha. Kamu ini gadis yang aneh."


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aneh apa? Saya kira tidak ada yang aneh dalam diri saya.
Sudahlah, Bao Ling. Kamu dan saya itu sama. Kita ini samasama prajurit wamil. Saat ini, lepaskanlah persoalan gender,
apakah saya perempuan atau bukan. Yang pasti, sekarang saya
adalah prajurit wamil di Kamp Utara ini. Tidak peduli perempuan
atau laki-laki!" "Tapi, kamu tetap seorang perempuan di mata saya."
"Jangan mempermainkan saya lagi, Bao Ling."
"Siapa yang mempermainkan kamu?"
"Kamu...." "Maaf...." 392 "Sudahlah." "Tapi, saya hanya jujur menyuarakan suara hati saya."
"Simpati yang berlebihan pada sesuatu yang dianggap istimewa
merupakan senjata bumerang, yang suatu waktu dapat
memakan tuannya sendiri. Jadi, hati-hatilah dalam
berkesimpulan kalau tidak ingin terluka suatu saat."
"Tapi saya tidak salah menilai kamu, bukan?"
"Apa yang kamu ketahui tentang saya? Jangan terlalu percaya
diri, Bao Ling. Apa yang kamu ketahui tentang seorang Fa Mulan
tidaklah lebih sebatas kulit. Tidak ada seorang pun di dunia ini
yang dapat membaca isi hati orang lain."
"Kamu selalu mengelak. Tidak senang dipuji. Tidak senang
disanjung. Rendah hati dan tidak sombong. Bukankah hal itu
sudah menggambarkan kesempurnaan kamu, Mulan?"
"Tidak ada manusia yang sempurna."
"Pengecualian untuk kamu."
"Fa Mulan bukan Dewata."
"Fa Mulan memang bukan Dewata. Tapi, Fa Mulan adalah
Dewata yang menitis ke dalam tubuh manusia."
"Kamu pikir Fa Mulan adalah Dewata yang mahasempurna
apa?" "Tapi paling tidak, tidak ada yang setara dengan seorang Fa
Mulan yang...." 393 "Cukup. Hentikan proyeksi gendermu."
"Hahaha...." "Uh, kamu sama saja piciknya dengan para atase militer Yuan.
Tidak ada bedanya dengan pandangan mereka terhadap
perempuan. Hanya aplikasinya saja yang berbeda."
"Hei, saya tidak sejahat mereka! Jadi, jangan samakan saya
dengan petinggi-petinggi militer yang kerjanya hanya
memerintah di belakang meja tersebut."
"Apa bedanya kamu dengan mereka?"
"Saya ini tidak menentang lintas gender. Jangankan menjadi
prajurit, menjadi jenderal pun kalau kamu - perempuan - mampu
kenapa tidak? Kalau perempuan lebih mampu dibandingkan lakilaki, bahkan menjadi kaisar sekalipun bagi saya tidak ada
masalah. Bukannya malah dijatuhi hukuman penggal seperti
yang pernah mereka ingin lakukan terhadap kamu."
"Jangan mengungkit masa lalu. Mengubah tatanan yang sudah
meleluri tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh waktu
yang sangat panjang untuk itu. Mungkin seratus tahun, dua ratus
tahun, atau seribu tahun lamanya lagi. Ah, entahlah!"
"Justru itulah Tionggoan memerlukan orang-orang yang seperti
kamu, Mulan." "Kenapa harus saya?"
"Karena orang seperti kamu merupakan sosok perombak kultur
394 yang telah mendarah-daging di Tionggoan ini."
"Saya hanya menyuarakan nurani. Saya bukan sosok sentrum
yang dapat mengubah wajah lama Tionggoan menjadi baru.
Untuk mewujudkan hal itu diperlukan tanggung jawab moral dari
banyak pihak. Bukan sosok individu orang per orang."
"Selama ini saya belum melihat ada sosok yang tepat mengubah
wajah lama Tionggoan itu selain kamu."
"Saya bukan pahlawan, Bao Ling. Fa Mulan hanyalah seorang
prajurit wamil biasa. Prajurit wamil yang ingin melihat pembaruan
di negerinya sendiri. Negeri tanah kelahirannya."
"Cita-cita luhur kamu itu saja sudah lebih dari cukup mewakili
sosok kepahlawanan di negeri ini. Panglima-panglima dan
jenderal-jenderal di Ibukota Da-du saja mungkin tidak pernah
berpikir searif kamu. Huh, mana ada yang memiliki rasa
patriotisme tanpa batas seperti kamu? Mereka semuanya hanya
tahu memerintah tanpa aplikasi."
"Membangun negeri ideal selayaknya menjadi tanggung jawab
moral setiap orang. Bukan hanya tugas para panglima dan
jenderal atau petinggi-petinggi militer saja. Jadi, apa yang telah
menjadi cita-cita saya tersebut sama sekali tidak dapat dikatakan
istimewa. Terlebih-lebih kalau saya dianggap pahlawan karena
itu. Apa yang saya lakukan tidak lebih dari pangabekti terhadap
negara." 395 "Selayaknya, pahlawan sejati tidak pernah mau menggemborgemborkan dirinya sebagai pahlawan, meskipun pada
kenyataanya dedikasi yang telah diaplikasikannya selama ini
telah menegaskan kalau mereka memang merupakan
pahlawan." "Tentu saja. Sebab, pahlawan itu tidak dinilai semata-mata dari
sejumlah kontak fisik dan pertempuran-pertempuran heroik yang
dilakukannya sebagai aksi bela negara. Tapi, ada hal-hal lain di
luar dari itu. Orangtua kita masing-masing juga merupakan
pahlawan bagi keluarga. Petani merupakan pahlawan agraria.
Nahkoda merupakan pahlawan maritim dan navigasi galiung di
lautan. Dan masih banyak lagi pahlawan-pahlawan tanpa nama
dan tanpa tanda jasa. Jadi, pahlawan sejati itu merupakan
sebentuk pengabdian. Pengabdian tanpa pamrih yang dilakukan
oleh sebagian orang dalam jabatan dan tugas yang berbedabeda."
"Kalau begitu, kamu adalah manusia sempurna. Manusia yang
seolah-olah terlahir semata-mata untuk muamalah."
"Sekali lagi saya tegaskan. Saya bukan Dewata, Dewata yang
penuh dengan kinasih. Saya hanyalah manusia biasa yang tidak
luput dari cela dan ketidaksempurnaan. Manusia tidak ada yang
sempurna." "Tapi, bukankah moralitas yang selama ini telah kamu tunjukkan
396 merupakan bentuk pengukuhan kesempurnaan itu?"
"Siapa saja dapat mengaplikasikan kebajikan. Itu gaung
moralitas yang selayaknya diwujudkan semua orang sehingga
dunia ini dapat menjadi damai. Saya Fa Mulan, tidak pernah
menganggap diri sendiri sebagai saka guru yang menggethoktularkan moralitas."
"Tapi...." "Moralitas merupakan gaung nurani yang bersih. Kebaikan akan
membawa dan membuahkan kebaikan. Demikian pula
sebaliknya dengan kejahatan. Saya hanya belajar dari fenomena
alam. Apa yang kita tanam, maka itulah yang akan kita tuai
kelak. Jadi, hal itu bukan kesempurnaan. Hanya langit dan
Dewatalah yang dapat menyandang predikat sempurna itu, Bao
Ling. Bukannya Fa Mulan yang hanya seorang prajurit biasa."
"Tapi...." "Tidak ada seorang manusia pun yang lebih tinggi dan sempurna
dibandingkan manusia lainnya. Strata dan jabatan kekuasaan,
kasta dan bentuk-bentuk penggolongan, juga kilau gemerlap
permata dan harta yang dimiliki seseorang; bukanlah alat untuk
mempertegas nilai lebih manusia di atas manusia lainnya.
Justru, harkat dan martabat manusia itu dapat diperoleh berkat
aplikasi kebajikan dan moralitas yang telah mereka tunjukkan
selama ini." 397 Ia mengangguk-angguk waktu itu. Rasanya tidak ada lagi
kesangsian untuk mengatakan kalau gadis itu memang
predestinasi yang diturunkan dari langit untuk ranah babur
Tionggoan. Bao Ling melambatkan laju kudanya.
Sinar jingga matahari senja yang masih belum tenggelam benar
ke horizon barat nun jauh di sana, menyorotnya dari arah yang
berlawanan, dari balik rimbun dedaunan di rimba hutan. Lintas
kenangan lamanya bersama Fa Mulan - semasa wamil - surut
seketika oleh koyakan bias pada kornea matanya. Gadis itu
melamur dari benaknya. Sejenak dikerjap-kerjapkannya pelupuk mata karena direcok
silau. Diputuskannya untuk beristirahat setelah merasa arteri
nadinya memacu adrenalin dan denyar darah dengan siklus
yang cukup tinggi. Ia tidak dapat memaksakan tubuhnya terus
untuk bekerja. Bolak-balik antara Ibukota Da-du ke pos
pengawasan Tembok Besar memang sangat meletihkan.
Apalagi ia langsung berangkat pulang setibanya sejenak di
tenda Fa Mulan dua malam kemarin.
Ia turun untuk mengaso sebentar. Dikaitkannya tali kekang
kudanya pada sebatang pohon mahoni di hutan Hwa. Setelah itu
ia pun duduk di tanah, dan menyandarkan punggungnya yang
penat di sebatang pohon. Empat malam yang lalu di hutan inilah
398 ia diserang oleh Zhung Pao Ling. Namun hari ini ia tidak
menemui hambatan lagi. Tak satu pun terlihat jasus yang
hendak menghabisi nyawanya. Namun demikian, ia tidak
mengendurkan konsentrasinya. Ia tetap waspada terhadap
serangan musuh sewaktu-waktu.
Setelah merasa lebih segar nanti, ia akan kembali melanjutkan
perjalanannya ke Istana Da-du. Menyampaikan peristiwa miris
pencobaan pembunuhan dirinya kepada Jenderal Gau Ming.
Bab 33 Adakah impian seindah magnolia yang datang dari palung hati
dan mekar serupa tunas kebenaran
lalu tumbuh menyeribu di tanah kerontang ini?
Oh, magnolia yang malang Taman yang bergulma sungguh tak lagi merona
sehingga benih indah kebajikan enggan tumbuh
serupa tangkai dan kelopakmu yang rapuh di ranah masif
- Bao Ling Elegi Magnolia *** Ada suara derap kuda yang menderas di gendang telinganya.
Bao Ling menegakkan kepala, meluruskan punggungnya yang
399 sedari tadi menyandar pada sebatang mahoni, mawas
mengawasi ke arah suara riuh itu dengan sepasang mata
sipitnya yang semakin menyipit. Istirahatnya terganggu.
Padahal, belum lagi lama ia mengaso. Sendi-sendinya yang
ngilu pun belum lagi normal dari kebas. Sehabis menikmati bekal
makanannya, ia pun rileks menyemedi. Satu bakpao berisi
daging babi cincang yang dihabiskannya sesaat tadi membuai
lambung di perutnya, dan mengundang kantuk yang sesekali
membelai-belai kelopak matanya.
Ia berdiri. Melangkah tiga tindak dalam gerak gingkang sebelum
melompat ke atas sebatang dahan pohon dengan tubuh
seringan bulbul. Disembunyikannya dirinya di balik dedaunan
sembari mengawasi si Penunggang Kuda yang melaju lambat di
bawahnya. Tak lama berselang, di belakang kuda pertama tadi tampak
menyusul seekor kuda berwarna kelabu. Si Penunggang Kuda
pertama tampak menelengkan kepala, dan menghentikan laju
kudanya saat ia melihat kuda Bao Ling yang menyampir di
sebatang pohon. Si Penunggang Kuda itu melompat turun.
Diikuti oleh si Penunggang Kuda kedua. Mereka berdua
mendekati kuda tanpa pemilik itu dengan langkah hati-hati.
Bao Ling menyongsong si Penunggang Kuda tersebut setelah
tidak berfirasat buruk. Apalagi ia tidak melihat ada senjata yang
400 dibawa oleh kedua si Penunggang Kuda itu. Ia pun melompat
turun. Dan berdiri di hadapan kedua si Penunggang Kuda
tersebut dengan seburai dedaunan kering yang merontok dari
pokoknya. "Saya Bao Ling. Maaf, Anda-Anda ini siapa?" tanya Bao Ling
santun saat kakinya mendarat di tanah.
Sesaat kedua si Penunggang Kuda itu tampak terkejut kala Bao
Ling tiba-tiba sudah berdiri di hadapan mereka setelah melesat
menukik turun dari atas seperti walet.
"Oh, kami ini hanya kafilah yang kebetulan lewat," jawab salah
satu di antara mereka yang bertubuh agak jangkung dalam nada
alto. Bao Ling terkesiap. Ternyata kedua si Penunggang Kuda itu adalah perempuan.
Tetapi dari kejauhan tadi mereka tampak seperti laki-laki.
Mungkin mereka menyamarkan diri dengan berpakaian laki-laki
supaya tidak diperkosa atau dirampok di tengah perjalanan, pikir
Bao Ling. "Sebenarnya kami ingin ke Ibukota Da-du. Tapi tiba-tiba saja
kami tersesat, dan entah sudah berada di hutan ini," tambah si
Penunggang Kuda kedua yang tampak lebih mungil dan halus.
"Oh, begitu," Bao Ling mengangguk-anggukkan kepala. "Ini
hutan Hwa. Kurang lebih sebelas mil, bila berjalan lurus dari
401 arah Barat ke Selatan, Anda-Anda sudah dapat menemukan
Ibukota Da-du." "Oya?" Si Penunggang Pertama bertubuh tinggi itu seperti
terlonjak kegirangan. "Jadi, kita sudah hampir tiba di Ibukota Dadu, Putri...."
Si Penunggang Kuda kedua tampak kelimpungan, dan
mengerjap-ngerjapkan matanya seolah mengaba. Ada sesuatu
yang mereka sembunyikan. Dan menutupi hal itu dari orang lain.
Terlebih-lebih orang asing yang baru mereka temui di dalam
perjalanan. "Oh, maaf - Nona Sun!" ralat si Penunggang Kuda pertama tadi.
"Sebenarnya kalian siapa?" tanya Bao Ling sedikit mendesak.
"Dan apa tujuan Anda semua ke Ibukota Da-du?"
"Oh, tujuan kami sebenarnya ingin menyaksikan Festival
Barongsai di Ibukota Da-du," jawab si Penunggang Kuda kedua
dengan suara lembut. "Ya, hanya itu tujuan kami."
"Hanya itu?!" cecar Bao Ling, mengulang kalimat yang
disampaikan oleh salah satu dari kedua gadis tersebut. Ia tidak
percaya. Sudah jelas ada yang mereka sembunyikan,
gumamnya dalam hati. Si Penunggang Kedua itu kembali menjawab. "Benar, benar.
Memang benar kalau hanya itu tujuan kami menuju ke Ibukota
Da-du. Hm, kalau Anda sendiri...."
402 Bao Ling mengangkat kedua tangannya di depan wajah, dan
menghormat sebagaimana lazimnya. "Saya Bao Ling. Prajurit
Kurir Yuan dari markas besar militer Yuan di Ibukota Da-du.
Saya dalam perjalanan pulang menuju ke Ibukota Da-du setelah
semalam berada di pos pengawasan Tembok Besar. Saya
mendapat tugas dari salah seorang atase militer Yuan untuk


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyampaikan pesan dan undangan kepada pimpinan prajurit
bernama Fa Mulan di pos pengawasan Tembok Besar agar
dapat menghadiri Festival Barongsai."
"Jadi, Anda salah seorang prajurit dari Istana Da-du?!" tanya si
Penunggang Kuda pertama, lagi-lagi seperti melonjak
kegirangan. "Putri...."
"Diam, Tong Xiu Ni!" tegur si Penunggang Kuda kedua dengan
rupa tidak senang. "Kamu jangan ceriwis!"
"Tapi...." "Hm, maafkan kami, Prajurit Bao. Tong Xiu Ni memang...."
"Aduh, Putri! Putri tidak usah takut lagi," bisik si Penunggang
Kuda pertama tadi di dekat telinga si Penunggang Kedua
dengan membentuk sepasang telapak tangannya menjadi
corong. "Bukankah dia adalah prajurit Yuan? Jadi, dia itu tidak
akan mencelakai kita!"
Si Penunggang Kuda kedua itu menyanggah, juga dengan suara
berbisik. "Masalahnya bukan dia itu prajurit Yuan atau bukan, A
403 Mei! Masalahnya, bagaimana kalau dia melaporkan kepada
Ayah keberadaan kita di Ibukota Da-du nantinya. Huh, bodoh
sekali kamu ini!" "Tapi...." "Sudahlah, A Mei. Pokoknya, kita harus tetap menyamar.
Jangan panggil saya Putri lagi. Sekarang, nama saya adalah
Sun Erl Lan. Dan kamu Tong Xiu Ni. Ingat, jangan kelepasan
lagi!" "Tapi...." Bao Ling tergelitik melihat tingkah kedua gadis bertampang
kumal itu. Mereka pasti bukan orang biasa. Penampilan
sederhana mereka terlalu dibuat-buat. Mungkin anak gadis
saudagar kaya di kota lain yang menyamar sebagai rakyat biasa,
dan tersasar di dalam perjalanan menuju Ibukota Da-du.
"Kalau tidak salah menilai, Anda-Anda pastilah bukan rakyat
biasa," tebak Bao Ling akhirnya.
"O-oh, bukan!" dusta si Penunggang Kuda kedua yang ternyata
adalah Putri Yuan Ren Xie, yang kabur dari Istana Kiangsu
tanpa seizin ayahnya - Pangeran Yuan Ren Qing. "Benar kami
cuma kafilah yang tersesat."
"Iya. Betul, betul. Kami ini hanya rakyat biasa," tambah si
Penunggang Kuda pertama yang sebenarnya adalah Fang Mei,
salah satu dayang setia Putri Yuan Ren Xie. "Kami hanya ingin
404 menghadiri Festival Barongsai. Tidak ada yang salah, bukan?"
"Tentu saja tidak," jawab Bao Ling sembari menahan tawanya
yang hendak menyeruak melihat tingkah gugup kedua gadis itu.
Dan hal itu menambah keyakinannya kalau mereka itu memang
bukan orang biasa. "Tapi yang salah adalah cara berpakaian
kalian yang kelihatan aneh."
"Aneh bagaimana?" tuntut Putri Yuan Ren Xie dengan rupa tidak
senang. "Memangnya...."
Bao Ling terbahak. "Rakyat biasa tidak mungkin memakai tusuk
konde bermute berlian di rambutnya."
Putri Yuan Ren Xie tergeragap. Ia memang lupa melepas
sesuatu di atas kepalanya setelah menyamar dari prajurit Yuan
menjadi rakyat jelata. "Hah, ja-jadi...."
"Jadi pasti kalian ini bukan orang biasa. Kalian pasti sedang
menyamar sebagai rakyat biasa. Hm, mungkin kalian dari
kalangan kedaton." "Tapi, kami memang betul rakyat biasa," sanggah Fang Mei,
berusaha meyakinkan Bao Ling. "Soal tusuk konde bermute
berlian, apa tidak boleh rakyat biasa memiliki barang berharga
seperti itu?" "Ya, boleh-boleh saja. Tapi tusuk konde itu bukan barang
berharga biasa. Bukan barang berharga yang dapat dengan
mudah diperoleh dan dibeli di sembarang tempat. Tusuk konde
405 itu berbatang giok dan bermata berlian. Pada batang tusuk
konde itu terdapat vinyet berukir naga - Liong. Kalau bukan
kerabat Istana, Anda pasti salah satu anak gadis dari puak
bangsawan. Betul, bukan?"
Putri Yuan Ren Xie masih berusaha membantah. "Bukan...."
Bao Ling mengibaskan tangannya. "Sudahlah. Tidak usah
berbohong lagi. Hidup-mati saya untuk Istana. Jadi, saya paham
betul ciri-ciri gadis puak bangsawan meskipun mereka
menyamar dengan balutan pakaian kesat-goni sekalipun agar
menggambarkan kepapaan khas rakyat-rakyat kecil pada
umumnya. Kalian terlalu sekar untuk menjadi jelata," ujarnya
ringan dengan suara bercampur tawa. "Ya, tidak apa-apa kalau
kalian masih merahasiakan identitas diri kalian yang
sesungguhnya. Mungkin kalian memiliki alasan untuk itu.
Lagipula, toh saya tidak dapat memaksa. Oya, karena kita
sejurusan, bagaimana kalau sekalian saya antar kalian sampai
ke Ibukota Da-du?" Putri Yuan Ren Xie menundukkan kepala, menyembunyikan
kegugupannya - tidak berani bersitatap mata dengan Bao Ling.
Diam-diam diakuinya kalau prajurit Yuan itu merupakan prajurit
yang cerdas. Matanya jeli menangkap perhiasan rambut yang
digunakannya. Padahal, jarak pemuda itu dengannya tidak dapat
dikatakan dekat. Namun ia dapat melihat detil benda sekecil itu
406 di atas kepalanya. Dan mengemukakan argumen yang tepat
mengenai tusuk kondenya yang merupakan salah satu hartabenda Istana.
Fang Mei yang sedari tadi hanya terdiam kini angkat suara.
"Boleh, boleh. Nah, kebetulan Anda juga akan ke Ibukota Da-du,
bukan? Berarti kita sejurusan. Bukankah begitu, Prajurit Bao?"
"Ya, betul. Kalau Anda-Anda tidak keberatan, saya bersedia
menjadi petunjuk jalan bagi kalian," tawar Bao Ling ramah.
"Lagipula, berjalan tanpa pengawalan di dalam hutan ini sangat
riskan dari bahaya. Apalagi, kalian adalah perempuan."
Putri Yuan Ren Xie membeliakkan matanya, melotot sebagai
tanda protes atas saran Fang Mei yang secara tidak langsung
menerima tawaran Bao Ling. Fang Mei tergeragap ditatap nanar
begitu. Ditundukkannya kepala sebagai reaksi gugupnya.
"Tapi, kami dapat berangkat sendiri. Terima kasih atas tawaran
Anda, Prajurit Bao," tolak Putri Yuan Ren Xie, masih bersikeras
menyembunyikan identitas dirinya. "Kami dapat jaga diri baikbaik."
"Betul, Prajurit Bao. Lagipula, jarak ke Ibukota Da-du tidak jauh
lagi," sahut Fang Mei menambahi, jelas untuk menutupi rasa
bersalahnya terhadap Putri Yuan Ren Xie.
Bao Ling belum menyerah. "Tapi...."
"Kami adalah kafilah yang tersesat. Jangan terlalu
407 mengkhawatirkan kami," dusta Putri Yuan Ren Xie agar ia dapat
terbebas dari uluran tulus Bao Ling yang ingin mengawalnya ke
Ibukota Da-du. "Kami sudah mengelana mengelilingi banyak
negeri. Pedoman kami hanya gemintang di langit. Tersesat
sedikit tidak apa. Kami sudah terbiasa."
"Kalian bukan kafilah," sanggah Bao Ling. "Untuk apa kalian
menutupi identitas diri kalian? Bukannya saya mendesak agar
kalian berterus terang, tapi saya hanya prihatin kalau terjadi apaapa dengan keselamatan kalian selama dalam perjalanan."
"Maaf, Prajurit Bao," ujar Putri Yuan Ren Xie dengan wajah
kecut, mulai tidak senang didesak-desak begitu. "Permisi. Kami
berangkat duluan!" Putri Yuan Ren Xie menunggangi kudanya secepat kilat. Fang
Mei sontak mengikuti, menunggangi kudanya setelah putri
tunggal Pangeran Yuan Ren Qing - buah hati perkawinannya
dengan istri pertamanya - itu sudah berada di atas punggung
kuda. "Nona!" teriak Bao Ling, berusaha menahan langkah kedua
gadis itu dengan serentetan teriakan meyakinkan. "Jangan
takabur! Di dalam hutan ini banyak jebakan musuh yang belum
aktif. Empat hari yang lalu, saya nyaris terbunuh oleh jebakanjebakan musuh. Juga serangan misterius musuh di tengah hutan
Hwa ini!" 408 Peringatan itu tak ditanggapi oleh Putri Yuan Ren Xie. Ia tetap
bersikeras berangkat tanpa pengawalan Bao Ling. Dipacunya
langkah kuda tanpa memedulikan nasehat salah satu prajurit
Yuan yang masih berdiri dengan wajah penasaran itu.
"Putri," tegur Fang Mei lembut setelah kuda mereka telah
melangkah, membelah keheningan di dalam hutan Hwa. "Apa
tidak sebaiknya kita dikawal oleh Prajurit Bao saja?"
"Tidak boleh! Kalau dia ikut menyertai kita, maka rahasia kita
akan terbongkar," tolak Putri Yuan Ren Xie, menarik keras tali
kekang untuk mempercepat langkah kudanya. "Lagipula, belum
tentu dia itu prajurit Yuan. Kalau musuh bagaimana?! Huh, saya
tidak ingin jadi obyek perampokan. Salah-salah nanti diperkosa
oleh orang yang tidak kita kenal itu!"
Fang Mei menyejajari langkah kuda Putri Yuan Ren Xie. "Tapi,
dia kelihatannya orang baik-baik, Putri."
"Kamu jangan sok yakin. Jangan menebak sifat orang hanya
melihat dari penampilan luarnya saja."
"Tapi, apa yang dikatakan prajurit Bao tadi mungkin ada
benarnya, Putri. Di dalam hutan sesepi ini, pembatil dapat
melakukan apa saja. Merampok, memperkosa, dan...."
"Jangan ngawur! Kamu sudah dikibuli oleh perilaku seseorang
yang belum tentu baik. Jangan terkecoh kalau tidak ingin celaka.
Kelihatannya dia memang baik. Ramah. Tapi, belum tentu niat
409 baiknya tadi itu berangkat tanpa pamrih. Jangan-jangan ada
maksud lain yang menyelubungi tawaran manisnya untuk
mengawal kita sampai di Ibukota Da-du. Jangan-jangan ada niat
jahat yang melatarbelakangi kebaikannya itu. Mana kamu tahu
kalau seandainya dia itu musang berbulu domba."
"Tapi, sebentar lagi gelap. Saya khawatir tidak ada dusun di
sekitar hutan ini untuk tempat kita menginap nantinya...."
"Sudahlah, A Mei. Jangan menyesal dan merasa tidak enak hati
begitu. Bukankah Ibukota Da-du sudah dekat? Jadi, apa yang
kamu risaukan lagi?"
"Tapi...." "Di Ibukota Da-du nanti kita tetap menyamar. Dan, awas! Kamu
jangan sampai kelepasan ngomong lagi. Kalau sampai pihak
Istana mengetahui keberadaan kita, maka kita pasti dideportasi
dari Ibukota Da-du. Saya tidak ingin batal menyaksikan Festival
Barongsai terbesar sepanjang sejarah Tionggoan gara-gara
penyamaran kita terbongkar, A Mei. Ayah pasti sudah
memerintahkan semua prajuritnya untuk mencari kita. Jadi,
tolong camkan kata-kata saya," pesan Putri Yuan Ren Xie
mewanti-wanti sembari melepas tusuk konde yang masih
menancap di rambutnya - salah satu bentuk keteledorannya
yang nyaris melantakkan keinginannya untuk menyaksikan
Festival Barongsai di Istana Da-du.
410 Ia menghela napas panjang. Untung prajurit Yuan tadi tidak
terlampau menginterogasinya, ujarnya dalam hati. Untung
prajurit kurir Yuan yang bernama Bao Ling tadi bukan gandek.
Untung pemuda itu bukan salah satu dari orang-orang suruhan
ayahnya. Kalau tidak, mereka tidak bakal dapat menyaksikan
Festival Barongsai yang fenomenal itu!
Fang Mei mengangguk takzim dengan rupa ganar. Tidak
memiliki perbendaharaan kalimat untuk menyanggah lagi kecuali
manut mengakuri semua pesan-pesan tegas Putri Yuan Ren Xie
yang serupa tetitah. Bab 34 Damaiku terpecah-pecah di antara sesamaku
dibahang hasutan biram laknat
yang ketawa serupa pewaka
oh, mestikah gulma merangsa rebung
sehingga setiap pucuk indah dari rerimbun
akan merontok serupa tunas yang mati
Datanglah dewiku ajaklah aku keluar dari taman anominitas ini
terbang meninggalkan segala murka
dan absoludisme di tanah babur ini
411 - Bao Ling Dewiku nan Agung *** Kedua gadis itu tampak menyusuri alur setapak di dalam hutan
Hwa. Cahaya rembulan yang patah-patah, serta basir gemintang
menjadi lampu dan penerang jalan mereka. Sunyi mengepulkan
birama natural dan teratur. Seperti nada rekwin yang keluar di
antara jajaran log yang tinggi dan raksasa. Jenjang kaki-kaki
kuda yang lelah masih pula menapak pada tanah yang lodoh.
"Putri...." "Ada apa lagi?!"
"Bukankah lebih baik kalau prajurit Bao menyertai kita?"
"Jangan merengek-rengek seperti anak kecil lagi, A Mei!"
"Tapi Putri...."
"Untuk apa kamu bersikeras ingin pemuda itu menyertai kita?!"
"Saya hanya khawatir keselamatan Anda, Putri."
"Kekhawatiran kamu itu sangat tidak beralasan, A Mei.
Bukankah kita sudah menyamar sebagai rakyat biasa? Heh,
jangan pikir kalau para perompak mau merampok rakyat jelata
yang tidak punya apa-apa."
"Bukan begitu masalahnya, Putri."
"Jadi masalahnya apa?!"
412 "Maaf, Putri. Rasanya muskil Putri dapat menyembunyikan
identitas Putri yang sebenarnya."
"Kenapa?!" "Bagaimanapun, Putri tetap puak bangsawan Istana. Ada
spesifikasi fisik dan tingkah laku yang tidak mungkin Putri ubah
hanya dalam semalam. Salah satu contoh adalah, tusuk konde
yang sempat terbaca oleh Prajurit Bao Ling tadi. Dan semuanya
itu merupakan bukti bahwa, Putri tetap Putri. Putri Yuan Ren Xie,
putri tunggal Pangeran Yuan Ren Qing dari Istana Kiangsu."
"Ka-kamu...." "Maaf, Putri. Saya hanya bicara apa adanya."
"Saya menyesal kamu ikut, A Mei!"
"Putri...." "Sudah, sudah! Kalau kamu memang tidak berniat ikut dan tidak
tulus mengawal saya, silakan pergi dan kembali ke Istana
Kiangsu. Saya tidak akan marah dan menghukum kamu!"
"Bu-bukan begitu, Putri!"
"Bukan begitu bagaimana?!"
Fang Mei meneteskan airmata. "Saya akan setia kepada Putri,
apapun yang terjadi! Saya bersumpah akan senantiasa
menyertai Putri sampai kapan pun juga!"
Putri Yuan Ren Xie mengibaskan tangannya. "Sudahlah, A Mei.
Pulanglah. Biar saya sendiri saja yang akan ke Ibukota Da-du,"


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

413 sahutnya ketus, lalu menarik keras tali kekang kudanya. "Pergi,
pergi!" "Putri!" teriak Fang Mei sembari berusaha menyejajari kuda Putri
Yuan Ren Xie yang sudah melaju kencang di depan. "Maafkan
saya, Putri!" Putri Yuan Ren Xie tak menggubris permintaan maaf Fang Mei
meski mata gadis itu memerah karena tangis. Ia terus memacu
kudanya dengan langkah seribu. Fang Mei masih berusaha
mengejar, tidak menuruti perintah Putri Yuan Ren Xie yang
mengusirnya untuk pulang kembali ke Istana Kiangsu.
Airmatanya masih bergulir.
Selama ini ia tidak pernah dikasari begitu oleh Putri Yuan Ren
Xie. Selama ini pula Putri Yuan Ren Xie tidak pernah
menganggapnya bedinde. Ia adalah dayang yang lebih dari
sekedar dayang. Ia adalah pengasuh sebaya, sahabat, sekaligus
saudara bagi Putri Yuan Ren Xie. Namun entah setan apa yang
merasuki badannya, malam ini gadis itu angot dan sarkastis. Ia
sedih. Sedih sekali. Tetapi ia tidak pernah akan meninggalkan Putri Yuan Ren Xie.
Gadis itu adalah segalanya. Ia bahkan rela mengorbankan
nyawanya demi melindungi Putri Yuan Ren Xie, seperti juga
sumpah keluarganya yang akan mengabdi dan berbakti sampai
mati untuk Istana Kiangsu. Keluarga Fang berhutang jasa pada
414 Istana Kiangsu. Dan mereka merasa tidak akan pernah sanggup
membayar hutang jasa itu sampai kapan pun juga. Karenanya,
mengorbankan nyawa untuk mahardika dan totemis Istana
merupakan syahid. Ada suara yang menggelegar dari langit. Semantung malam
hanya mengirim angin yang menderau kencang tanpa hujan.
Udara yang melandai mendesaukan dedaunan dan
mendesahkan rerumputan di bahu jalan setapak yang mereka
lalui. Lalu tiap sebentar angin menerbangkan rambut Sang Putri
yang mayang. Tetapi seperti tidak peduli dengan gelegar heban
dari langit serupa aum gergasi, gadis totem itu tetap melarikan
kudanya dengan kecepatan penuh.
Fang Mei menggigit bibir.
Ia tidak boleh membiarkan Putri Yuan Ren Xie didera amarah
sehingga alpa dengan keselamatan dirinya sendiri. Hutan bukan
tempat yang ramah untuk melakukan perjalanan panjang. Ia
sedih karena Putri Yuan Ren Xie lebih menurutkan kata hatinya
ketimbang rasionalitas akal sehat.
Dan satu semantung kembali menggelegar bersamaan dengan
sebuah lesatan benda pipih berpangkal bulu angsa yang
menyundak dada kuda Putri Yuan Ren Xie. Kuda yang
ditunggangi Putri Yuan Ren Xie ambruk ke tanah setelah
meringkik kesakitan. Darah hewan naas itu mengucur deras
415 pada cupu sebesar kelingking yang masih terancapi sebilah
anak panah. Sang Putri terjerembab menyusur tanah. Kepalanya
terbentur tanah yang lambuk.
"Awas, Putri!" Fang Mei membeliak. Ia menjerit kalut. Putri Yuan Ren Xie di ambang bahaya. Sontak
ia melompat seperti terbang dari punggung kudanya.
Menyambut tubuh Sang Putri yang terpelanting dan mengaduh
kesakitan di tanah. Ditamenginya tubuh Putri Yuan Ren Xie
dengan badannya sendiri dari lesatan-lesatan anak panah.
Sebilah anak panah melesat di atas kepalanya sebelum
menancap pada sebatang mahoni.
Terdengar sebuah dentingan garing di sela-sela derap langkah
kuda yang menderas. Fang Mei mengangkat kepalanya setelah
merunduk memeluk Putri Yuan Ren Xie yang limbung. Dilihatnya
pemuda yang ditemuinya di tengah hutan Hwa tadi tengah
mengayun-ayunkan tombaknya, menghalau lesatan-lesatan
anak panah yang mengarah ke tubuh mereka.
Bao Ling! serunya dalam hati.
Ia menghela napas panjang. Dewata masih menolong Putri
Yuan Ren Xie dan dirinya!
"Nona, cepat bersembunyi di balik pepohonan!" teriak Bao Ling
kepada kedua gadis yang merunduk, lalu melata saat ia
416 menjatuhkan pandangannya di tanah.
Seraya menghalau anak-anak panah yang masih dilesatkan dari
balik rimbun dedaunan di atas pepohonan, ia memutar-mutar
kudanya melingkari kedua gadis itu yang tengah merayap ke
tempat persembunyian. Fang Mei menaati perintah Bao Ling agar mereka segera
menyembunyikan diri di balik pepohonan. Dibopongnya tubuh
Putri Yuan Ren Xie yang terkulai lemas ke arah sebuah pohon
berpokok lebat. Memeluk erat-erat tubuh Sang Putri. Tetap
menamengi tubuh gadis itu dengan badannya meskipun ia
sudah berada di balik batang pohon. Salah satu tembakan anak
panah parewa itu memang tidak mengenai tubuh Putri Yuan Ren
Xie. Namun anak panah itu membunuh kudanya.
Mengempaskan Sang Putri dari punggung kuda yang
terjerembab mati. Kepala Sang Putri terbentur keras di tanah. Ia
belum sadar dari pingsan.
Fang Mei kembali meneteskan airmata. Badannya menggigil
ketakutan. Ia prihatin atas kondisi Putri Yuan Ren Xie yang
belum siuman. Ia bertanggung jawab penuh atas keselamatan
Sang Putri. "Putri! Putri!" desis Fang Mei dengan suara tangis. "Sadar, Putri!
Sadar!" Sementara itu Bao Ling masih berusaha menghalau anak-anak
417 panah yang dilesatkan dari dalam kegelapan hutan Hwa. Ia terus
memutar-mutarkan tombaknya ke segala arah seperti propeler
tanpa beranjak dari punggung kudanya. Melihat banyaknya anak
panah yang dilesatkan, ia dapat menerka kalau para parewa
yang menyerangnya itu kali ini berjumlah banyak orang. Lesatan
anak-anak panah mereka gencar mengarah dari segala arah.
Dan belum satu pun yang mencoba keluar bertarung
dengannya. Beberapa hari yang lalu ketika berangkat menuju ke pos
pengawasan Tembok Besar ia juga sempat diserang. Namun
tidak sebanyak penyerangnya malam ini di hutan Hwa.
Pemimpin parewa yang menyerangnya beberapa hari lalu di
tempat yang sama adalah Zhung Pao Ling. Salah seorang
prajurit intelijen kepercayaan Jenderal Gau Ming.
Tetapi pemuda handal itu tewas di tangannya, dan menutup
misteri dalang di balik usaha pembunuhan dirinya. Ia yakin
parewa yang menyerangnya malam ini pastilah para suro dalang
yang sama. Mereka pasti kembali berusaha membunuhnya.
Dan ketika kedua gadis yang ditemuinya di tengah hutan Hwa
tadi itu melewati jalan setapak ini, mereka diserang oleh para
suro yang hendak mencabut nyawanya. Malam yang temaram
dan balam telah melamurkan mata mereka, menyerang
membabi-buta tanpa mengetahui detil sosok musuh yang
418 hendak disasarnya. Masih menangkis anak-anak panah yang sudah mulai berkurang
melesat ke arahnya, Bao Ling tiba-tiba melompat dari atas
punggung kudanya. Ia berguling seperti trenggiling ketika
tubuhnya mendarat di tanah, dan menghilang di balik gegulma.
Sesaat ia seolah-olah menghilang.
Namun tidak lama kemudian ia muncul serupa halimun yang
menggelimun di pucuk sebatang mahoni. Lantas ia melompat
dari satu dahan pohon ke dahan pohon lainnya.
Di atas ketinggian pepohonan itulah matanya yang nanar
berusaha menelusuri dan mencari tempat musuh-musuhnya
bersembunyi. Tetapi malap malam mengaburkan segalanya
sehingga sejauh mata memandang hanya tampak rerimbun
daun yang membentuk bayang musuh majasi.
Tetapi bahang amarah yang menggelegak seperti lahar
kepundan dalam diri sang parewa mengenyahkan ketenangan
batin yang selama ini menjadi salah satu senjata paling ampuh
untuk seorang pesilat. Ia keluar dari tempat persembunyiannya
di balik sebatang mahoni, tidak jauh dari tempat kedua gadis itu
meringkuk sembunyi. Enam orang pemuda berseragam senada tampak mengitari area
sekitar kudanya berada. Sesekali melangkah gingkang dan
menebas-nebas rerumpun gulma dengan golok mereka. Bao
419 Ling masih mengintip di atas dahan pohon. Membiarkan para
parewa itu menyabet-nyabet angin, sesekali mematahkan
reranting pepohonan. "Cepat keluar kamu bangsat!"
Salah seorang pemuda berpakaian lain dibandingkan seragam
keenam pemuda yang keluar lebih dahulu tadi terdengar
berteriak cupar. Ia baru keluar dari tempat persembunyiaannya
dengan air muka cua, tidak sabar ingin memusnahkan
musuhnya. "Ayo, pengecut! Kenapa, hah?! Takut?!"
Bao Ling tidak menggubris kalimat-kalimat sarkastis yang
diteriakkan oleh pemuda yang bertaucang itu. Ia tidak
terpengaruh kalimat-kalimatnya yang memancing emosi. Ia
masih menunggu situasi yang tepat untuk balas menyerang dari
balik kegelapan. Ia pun masih membiarkan para parewa itu
menghabiskan tenaga mereka sendiri dengan meletupkan
amarah, menebas-nebas gegulma dan dedaunan di dalam hutan
Hwa. Tetapi sesuatu seperti menyentaknya saat seorang parewa itu
mendekati tempat persembunyian gadis yang ditemuinya di
tengah hutan tadi. Ia dapat mengendus bahaya ketika golok
parewa itu mengayun hendak menebas gegulma tempat
persembunyian kedua gadis itu. Menyadari nyawa kedua gadis
420 itu di ujung tanduk, ia pun menampakkan dirinya setelah
berteriak lantang. Sontak menghentikan tebasan golok parewa
itu. "Saya di sini!"
Bao Ling mendarat di tanah.
Ia berdiri dengan sikap menantang, menenteng tombaknya di
bahu. Pemuda bertaucang yang tampaknya sebagai pemimpin
parewa itu memicingkan matanya menahan geram yang
berkecamuk di hatinya. "Kalian siapa?!" tanya Bao Ling tegas tetapi tenang tanpa umbar
amarah. "Untuk apa kalian menginginkan nyawa saya?!"
Pemuda itu mengempaskan kucirnya ke belakang punggung
setelah mengayun dan menyampir di dadanya tadi. Gerahamnya
Blackstone Affair 2 Siluman Ular Putih 10 Misteri Dewa Langit Kisah Si Naga Langit 4

Cari Blog Ini