Omen 4 Malam Karnaval Berdarah Karya Lexie Xu Bagian 5
pemilik daya ingat fotografis. Kalau sampai tidak diingat
olehnya, berarti nasibku sudah malang banget. "Yah, tapi
325 Isi-Omen4.indd 325 memang lakon lo nggak ada penting-pentingnya sih. Lo
mau kabur pun, nggak akan ada orang yang sadar."
Cewek ini menyebalkan banget. Tapi kalau kita mau
mencari pendapat yang jujur, dia memang selalu bisa
diandalkan. "Iya deh, lakon gue memang loser banget."
"Makanya, jadi cowok jangan mendua." Hmm, ini
hanya pendapatku, atau dia memang sedang menyindir?
ku? "Ya udah, cabut dulu sana. Nanti kalo ada yang
nyariin lo, gue bilang aja lo lagi ke WC."
"Eh, jangan. Nanti reputasi gue sebagai flower boy ter?
cemar dong." Erika tampak seperti kepingin muntah. "Kalo gitu, gue
bilang lo lagi di WC sambil bertaburan bunga deh."
"Jangan, kesannya gue udah mati," protesku. "Udah?
lah, bilang gue lagi ada urusan keluarga aja."
"Memangnya lo punya keluarga, Niel?"
"Sial, lo kira gue muncul dari batu?" omelku. "Pokok?
nya lo lindungi imej gue ya. Gue cabut dulu."
Aku meninggalkan Erika yang tidak peduli sedikit pun
dengan kepergianku. Ya deh, aku memang tidak penting.
Tapi tetap saja, misi yang kuemban saat ini luar biasa
penting. Soalnya, misi ini menyangkut hidup dan mati?
ku. Rima, ada di mana kamu sekarang?
326 Isi-Omen4.indd 326 Rima SEBENARNYA aku tidak sedang menjalankan misi bunuh
diri. Yah, mungkin aku memang sedikit kepingin melaku?
kan?nya. Habis, rasanya benar-benar seperti ditonjok saat
menyaksikan adegan romantis Daniel dan Valeria di
pojok?an karnaval. Oke, "ditonjok" mungkin kata yang
terlalu manis dan kurang mendekati perasaanku saat ini.
Lebih tepat lagi kalau kukatakan, rasanya seperti dipukuli
hingga babak-belur, dimutilasi, lalu sisa-sisa tubuhku
dipanggang dan dibagi-bagikan sebagai sate ke seluruh
karnaval. Mungkin semua kata-kata itu terdengar lebay, tapi se?
benarnya tidak kok. Aku memang merasa sesakit itu.
Cowok itu sudah berkali-kali membuatku percaya bahwa
dia menyukaiku, bahwa aku punya harapan?meski
hanya sedikit?untuk membuatnya lebih dari sekadar
menyukaiku, bahwa aku lebih istimewa daripada cewekcewek lain?termasuk Valeria yang cantik dan sempurna.
Dan setiap kali harapan itu selalu kandas. Cowok itu
tidak segan-segan memamerkan perasaannya pada Valeria
327 Isi-Omen4.indd 327 ke seluruh dunia, dan itu membuat perasaanku jadi tidak
berharga dan tidak penting sama sekali.
Seperti itulah aku menganggap diriku juga?tidak
berharga dan tidak penting sama sekali.
Untuk menyingkirkan perasaan yang menyesakkan ini,
aku pun berpikir. Mumpung sekarang semua perhatian
sedang tertuju pada kisah cinta segitiga superromantis
ini, pasti si pelaku, siapa juga orangnya, akan bertindak
lagi. Berhubung semua orang sedang berkumpul di sini,
rasa cemasku tertuju pada Putri yang tidak kelihatan
sedari tadi. "Putri di mana?" tanyaku pada Aya.
"Nggak tau." Aya mengangkat bahu. "Habis nonton
insiden Welly, dia bilang dia ada urusan. Lo tau sendiri
si Putri, selalu belagak misterius. Lebih ngebetein lagi,
gue kan sempet BBM dia, nanyain dia ada di mana, tapi
dibaca aja nggak." Waduh, gawat! Aku memandangi geng cewek yang
berbaris rapi di depan kerumunan, bagaikan cewek-cewek
populer dalam film yang mengira seluruh dunia adalah
milik mereka. Tidak ada Nikki di antara mereka. "Kita
harus cari dia, Ya. Sekarang juga."
Aya juga menyadari betapa rapuhnya kondisi Putri saat
ini. "Oke." Kami pun memisahkan diri dari kerumunan. Aku juga
tahu, tindakan ini bukannya tidak berbahaya. Kalau Putri
aman-aman saja, berarti kami akan jadi target berikutnya.
Tapi aku tidak mungkin mengesampingkan kemungkinan
Putri sedang berada dalam bahaya. Dan oke, seharusnya
aku meninggalkan pesan pada Erika, atau lebih baik lagi
pada Ajun Inspektur Lukas, tapi aku tidak ingin me?
328 Isi-Omen4.indd 328 lakukannya. Seperti kataku tadi, di dalam sudut hati?ku, aku
memang sedang kepingin melakukan misi bunuh diri.
Untungnya Aya juga tidak berpikir untuk melapor.
Tentu saja, dia punya alasan pribadi untuk melakukan?
nya, yaitu karena dia ingin melindungi identitas lain
yang harus dia rahasiakan. Padahal sebenarnya dia tidak
perlu melakukannya. Meski keanggotaannya sebagai
anggota The Judges terbongkar, identitasnya sebagai si
Makelar akan tetap aman selama tidak ditemukan buktibukti tentangnya. Tapi aku tidak akan memberitahunya
soal itu. Kalau ada apa-apa, Aya akan aman karena
sasaran utama dalam kasus ini adalah aku dan Putri?
atau setidaknya itulah yang kusimpulkan dari surat-surat
ancaman yang kami terima.
"Di mana sih si Putri?" gumam Aya sambil menekannekan ponselnya lalu mendengarkan dengan sia-sia.
"Mana suasana makin sepi. Serem banget sih!"
Berhubung Aya yang pemberani yang mengucapkan
hal itu, aku segera memperhatikan sekeliling kami de?
ngan serius. Memang benar kata Aya. Semakin menjauh
dari kerumunan, semakin sedikit orang-orang yang ber?
keliaran di sekitar kami. Di setiap stan hanya ada lima
atau enam orang, dan setengah dari jumlah itu adalah
penjaganya. Mana mereka semua juga melongokkan
leher, berusaha mencari tahu apa yang sedang diributkan
orang-orang. Oke, biasanya Valeria paling pandai dalam hal me?
nyem?bunyikan diri. Tapi hari ini dia juga membuktikan
bahwa, kalau dia mau, dia bisa membuat dirinya menjadi
pusat perhatian. Cewek itu benar-benar tak punya ke?
kurangan sedikit pun. 329 Isi-Omen4.indd 329 Mana bisa aku bersaing dengannya? Aku benar-benar
cewek supergoblok. Rasanya agak mengerikan berjalan di karnaval yang
sepi. Detail-detail yang biasa ada dalam karnaval men?
dadak terasa menakutkan. Lagu karnaval yang sayupsayup terdengar di speaker yang sudah pecah, suara ke?
tawa boneka badut yang sudah tua dengan cat
ter?ke?lupas, senyum manis dan tatapan kosong manekin
yang mengenakan kostum pelayan seksi di depan stan
minum?an. Semuanya terasa begitu... mati.
"Aya?" Mendadak kusadari aku hanya sendirian. Aku tahu,
aku punya kebiasaan berjalan lebih cepat dibandingkan
manu?sia normal?dan aku juga tahu Aya gampang di?
pancing dengan duit atau berlian?tapi masa kami ter?
pisah begitu cepat? Saat menengok ke belakang, aku
me?nyadari aku sudah mengambil beberapa belokan, tapi
entah di belokan mana aku dan Aya terpisah.
Astaga, kenapa kesendirian ini rasanya mengerikan
banget? "Ri-ma." Panggilan itu diucapkan dengan nada setengah ber?
nyanyi, seolah-olah pemanggilnya akrab denganku. Ke?
nyataan?nya, pemilik suara itu bukanlah orang yang
akrab denganku. Saat aku berpaling, kutemukan Nikki,
me?natapku dengan senyum yang nyaris membelah wajah?
nya. Astaga, muka cewek ini nyeremin banget!
"Tumben sendirian. Biasanya bareng Daniel."
Bagian kecil dari otakku yang masih bekerja mengata?
kan bahwa cewek ini ingin memancing kemarahanku
dengan mengingatkanku pada Daniel dan kelakuannya
330 Isi-Omen4.indd 330 yang brengsek. Sayangnya, dia tidak terlalu berhasil. Yep,
memang ada sesuatu yang menghunjam hatiku saat
nama Daniel disebut-sebut. Tapi saat ini aku juga di?
penuhi ketakutan, ketegangan, dan rasa waswas, sampaisampai rasanya lambungku dipenuhi oleh ususku yang
diikat ketat membentuk simpul pita. Saking takutnya,
rasanya aku mau muntah. Jadi, meski memang aku ma?
sih sakit hati pada Daniel, andai cowok itu ada di sini,
aku tetap akan memohon-mohon dia untuk menye?lamat?
kanku dari cewek mengerikan ini. "Kami kan bukan
kembar siam, jadi nggak perlu selalu bersama-sama."
"Yah, tadinya gue kira kalian, ehm, pacaran gitu?"
Aku berusaha menyunggingkan senyum kalem, tapi
berhubung aku lagi takut dan tegang, senyumku terasa
aneh dan menyeramkan. Yah, sama-sama deh. Aku dan
Nikki sama-sama pemilik senyum menyeramkan. Bagian
kecil dari otakku yang masih bekerja memerintahkanku
untuk mundur perlahan-lahan. Jaga jarak dengan si
cewek seram, dan siap-siap melarikan diri kalau bisa.
"Nggak usah berkhayal yang nggak-nggak, Nikki. Nggak
bagus untuk kesehatan jiwamu."
Nikki membalas senyumku dengan senyum yang lebih
lebar lagi, seolah-olah kami sedang berada dalam Kontes
Senyum Terseram Sedunia. "Daripada mikirin jiwa gue,
lebih baik lo mikirin jiwa lo sendiri."
Berusaha tak mencolok, aku beringsut mundur lagi.
"Kenapa? Kamu mau mencelakaiku seperti kamu men?
celakai teman-temanmu?"
"Aduh!" Nikki meletakkan kedua tangannya di atas
rong?ga jantungnya. "Sakit hati gue dituduh melakukan
hal seperti itu pada temen-temen gue sendiri. Meski
331 Isi-Omen4.indd 331 harus gue tegaskan sekali lagi, bagi gue, mereka bukan
temen-temen gue yang sebenarnya. Biar begitu, gue
nggak akan tega bikin malu mereka dengan mendandani
mereka sampai sejelek itu deh."
Kuperhatikan, Nikki sama sekali tidak menyebutnyebut soal mencelakai. Jadi, mungkin dia tidak tega
merias wajah teman-teman ceweknya (atau siapa pun
mereka baginya, karena dia sudah menegaskan dua kali
bahwa cewek-cewek itu bukan temannya), tapi mungkin
dia tidak keberatan mencabut nyawa mereka. Cewek ini
benar-benar licin?dan sangat berbahaya. Gawat, rasanya
aku makin mual saja. "Jadi, apa maksud kata-katamu
tadi? Apa kamu tau ada orang yang kepingin celakain
aku?" "Nah, ini jawaban yang lebih sesuai harapan. Kan
gini-gini gue peduli sama elo, Rim."
"Oh, begitu." Seraya menelan rasa takut, aku bertanya
dengan tampang sambil lalu, sementara kakiku me?
langkah mundur lagi, "Jadi menurutmu, siapa yang ingin
celakain aku?" "Seseorang yang deket sama elo. Seseorang yang lo
percaya." Kupaksakan otakku untuk bekerja. Sepertinya dia
berniat mengadu domba aku dengan salah satu temanku.
Siapa yang dia inginkan? Valeria? Erika? Atau janganjangan malah Daniel? "Rasanya nggak ada orang yang
ter?lalu deket denganku dan benar-benar kupercaya
deh." "Itu pernyataan yang bagus, kalo lo memang jujur.
Sayangnya, lo emang punya orang-orang yang dekat
sekali sama elo dan sangat lo percaya." Dia diam sejenak,
332 Isi-Omen4.indd 332 lalu menambahkan dengan suara rendah penuh se?
kongkol, "Seperti Daniel, misalnya."
Mungkin aku harus berlagak terpancing supaya dia
tidak memperhatikan gerakanku yang siap ngacir. "Ke?
napa memangnya Daniel?"
"Masa lo nggak bisa menduga? Dari dulu dia suka
sekali sama Valeria. Sekarang, setelah Valeria putus sama
cowoknya, dia bisa jadian dengan Valeria lagi. Tapi
kemungkinan besar Valeria nggak akan menerimanya.
Karena elo." "Karena aku?" Seolah-olah aku pihak ketiga yang
menyebalkan dalam cerita-cerita sinetron. "Kenapa aku
dibawa-bawa dalam urusan mereka?"
Nikki tertawa, dan astagaaa, cara ketawanya mengeri?
kan banget! Kepalanya didongakkan sementara mulutnya
terbuka lebar, menampilkan gigi-gigi yang sepertinya
lebih banyak gigi taring ketimbang gigi jenis lain. "Lo
ini naif atau goblok? Semua orang juga tau lo naksir
berat sama Daniel. Kenapa harus ditutup-tutupi lagi?"
Wajahku memanas mendengar celaan Nikki yang
terang-terangan itu, tapi aku tak punya waktu untuk ber?
sikap malu-malu kucing. Jarak di antara aku dan Nikki
sudah cukup lebar. Mungkin sudah waktunya aku meng?
ambil langkah seribu. Mumpung cewek itu sedang ber?
pidato dengan penuh semangat.
Meski pidatonya serasa menancapkan banyak pisau ke
jantungku. "Meskipun Valeria udah jomblo lagi, dia nggak akan
mau pacaran dengan Daniel. Soalnya, yah, lo tau Valeria,
si anak sok suci yang berusaha bersikap setia kawan.
Mana mungkin dia mau ngerebut cowok itu dari elo?
333 Isi-Omen4.indd 333 Padahal kan kalo begini namanya bukan ngerebut. Kan
Daniel sendiri yang menyodorkan dirinya buat Valeria.
Penghalangnya cuma satu, yaitu elo. Jadi kalo lo lenyap,
Daniel bisa jadian dengan Valeria."
"Jadi Daniel akan berusaha lenyapin aku?"
Omen 4 Malam Karnaval Berdarah Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Begitulah." Lagi-lagi Nikki mengangkat bahu. "Ke?
nyata?an memang kejam banget. Tapi jangan khawatir,
gue akan bantuin lo, Rim. Elo kan udah nolongin gue,
jadi gue akan nolongin elo juga..."
"Nggak perlu, makasih."
Dengan ucapan itu, aku pun berbalik dan ngacir se?
cepat-cepatnya. Sayangnya, gara-gara Nikki menutupi
arah kedatanganku, kini aku malah berlari ke arah yang
se?baliknya?dan itu berarti aku makin terpisah dari Aya.
Tapi tak apa, yang penting aku bisa melarikan diri dari
cewek mengerikan ini. Omong-omong, apa kalian tahu, begini-begini aku
punya kemampuan lari yang lumayan tinggi? Makanya,
terus terang saja, aku rada pede aku bisa meloloskan diri.
Jadi jantungku rasanya mencelus ke dalam tanah saat
aku mendengar suara Nikki dekat di telingaku.
"Benar-benar nggak sopan!"
Aku menoleh, sedikit saja, dan mendapati Nikki
sedang berlari di sebelahku. Demi semua hantu yang gen?
ta?yang?an di atas atap, kolong tempat tidur, dan dalam
selimut?kecepatan cewek ini benar-benar menakutkan!
Meskipun aku cukup cepat, dia lebih cepat lagi karena
sang?gup menyusulku. Dan yang lebih mengerikan,
kusadari tangannya sedang memegang sebilah belati!
"Mana mungkin aku masih mikirin sopan santun?" ucap?
ku terengah-engah. "Kamu mau menyerangku begitu!"
334 Isi-Omen4.indd 334 "Justru ini akibat lo nggak sopan sama gue! Kebaikan
gue ada batasnya, tau?"
Terdengar suara wushh diiringi gerakan belati yang
begitu cepat ke arahku, dan aku tak punya pilihan lain
se?lain menjatuhkan diri kalau tidak ingin ditusuk.
Sayang?nya, belati itu sempat menyayat lenganku, mem?
buat tubuhku sejenak lumpuh oleh kesakitan. Saat aku
akhirnya bisa bergerak lagi, tahu-tahu saja aku sudah me?
mandangi belati yang teracung ke depan mukaku,
meneteskan darahku sendiri ke atas hidungku.
"Sekarang lo tawananku," ucap Nikki dengan suara
dingin. "Bangun, dan jadi saksi gue. Lo akan lihat, katakata gue nggak salah. Daniel pasti akan celakain elo."
"Nggak mungkin," gelengku tegas. "Seperti apa pun
kondisinya, Daniel nggak akan melakukan hal sejahat
itu." "Mungkin saja." Nikki menyeringai dengan mulut se?
lebar-lebarnya bagaikan iblis. "Dia hanya butuh sedikit
dorongan, dan gue sendiri yang akan ngasih dorongan
itu." Sepertinya rencana ini tidak bakalan menyenangkan
untukku maupun untuk Daniel.
Aku mendengar langkah kaki mendekat. Langkah yang
sebenarnya tak bakalan terdengar kalau saja aku tidak
berbaring di lantai berlapis semen. Aku ingin menoleh,
tapi acungan belati tepat di depan wajah menahanku
untuk menggerakkan kepala. Orang yang baru datang itu
berjongkok di sampingku, lalu mengulurkan saputangan
berbau tajam yang ditekan ke hidungku.
Kloroform! "Salam kenal, Rima." Kesadaranku direnggut larutan
335 Isi-Omen4.indd 335 kimia itu, namun lamat-lamat aku masih bisa mendengar
suara si pendatang baru. Suara itu terdengar familier.
Terlalu familier. Tapi, tidak mungkin orang itu dia. "Maaf,
aku harus melakukan ini pada hari pertama pertemuan
kita." Lalu dia menambahkan dengan nada senyum yang
terdengar begitu dingin dan mengerikan. "Dan mungkin
juga hari terakhir pertemuan kita."
Saat itu aku langsung tahu.
Mereka akan membunuhku. 336 Isi-Omen4.indd 336 Daniel BRENGSEK, ke mana sih sebenarnya Rima?
Aku berlari ke sana kemari bagai kesetanan. Habis, aku
sama sekali tidak punya bayangan ke mana Rima pergi.
Jadilah aku hanya berlari-lari mengelilingi karnaval sam?
bil melongok-longok dengan menjulurkan leher
sepanjang mungkin. Terkadang aku menyusuri gang kecil
di antara tenda-tenda, hanya karena curiga Rima mung?
kin berada di sana. Parahnya, Rima termasuk makhluk
yang paling sulit dicari di dunia ini. Aku tidak tahu
kenapa, tapi terkadang keberadaannya tidak bisa di?
deteksi, seolah dia semacam hantu tak terlihat. Jadi aku
harus benar-benar menajamkan mata saat mencarinya.
Namun, seberapa pun kerasnya aku mencoba, aku tidak
bisa menemukan dirinya. "Daniel!" Sesaat aku merasa lega saat melihat Aya, tapi kelegaan
itu sirna saat melihat kepanikan di wajahnya. "Aya, Rima
mana?" "Gue nggak tau," sahutnya. "Kami terpisah tadi waktu
jalan-jalan." 337 Isi-Omen4.indd 337 "Ngapain kalian jalan-jalan?" tanyaku dengan suara
lebih keras daripada yang kumaksud. Sumpah, aku tidak
ber?maksud membentak Aya, tapi saat ini aku merasa me?
reka berdua sudah melakukan hal yang teramat bodoh.
"Kami..." Sesaat Aya terbata-bata. "Kami nyariin Putri.
Dia hilang juga." "Siapa yang hilang?"
Kami berdua menoleh dan mendapati Putri meng?
hampiri kami. "Ke mana aja lo?" tanya Aya histeris. "Lo tau nggak,
gue sama Rima khawatir banget?"
Oke, sekarang aku yang kebingungan. Bukannya aku
tidak tahu bahwa Putri, Aya, dan Rima sama-sama ter?
gabung dalam organisasi rahasia The Judges. Tetapi, ba?
nyak orang lain juga bergabung dengan The Judges?ter?
masuk aku?tapi mereka bertiga menguarkan keakraban
yang jauh melebihi hubungan dengan anggota-anggota
lain, seolah hubungan mereka sedekat Erika dan Valeria.
Padahal mereka jarang kelihatan bersama-sama. Bahkan
pertama kalinya aku melihat Rima bersama-sama Aya
adalah pada saat karnaval ini.
"Aku punya urusan lain yang lebih mendesak, jadi
tadi aku pergi dari karnaval..."
"Yah, bilang dulu dong sama kami!" sergah Aya.
"Sejak kapan aku harus melapor padamu?" Putri me?
lirik Aya, yang tampak jengkel setengah mati tapi tidak
bisa membalas. "Jadi, gimana perkembangan terakhir?"
"Rima hilang, gara-gara nyariin elo!" kata Aya dengan
muka sengit penuh tuduhan.
"Kenapa kamu nggak jagain dia baik-baik?" balas Putri
tak kalah jutek. 338 Isi-Omen4.indd 338 "Oke, kalo kalian mau berantem berdua, berantem
aja," ucapku sambil berjalan meninggalkan mereka. "Gue
mau cari Rima!" "Gue ikut!" Aya mencengkeram lengan bajuku. "Dan
arahnya bukan ke situ, tapi ke sana." Cewek itu me?
nuding ke arah yang berlawanan dengan yang kutuju.
"Tadi kami terpisah di situ."
"Kenapa kalian bisa terpisah?" tanyaku seraya berjalan
ke arah yang ditunjuknya, sementara Aya dan Putri ber?
jalan di kedua sisiku. Dalam kesempatan lain aku bakal?
an hepi dikawal dua cewek jagoan yang keren-keren, tapi
saat ini pikiranku terlalu dipenuhi kecemasan terhadap
nasib Rima. "Tadi, eh, ada yang manggil gue," kata Aya dengan
wa?jah malu. "Mereka mau bicara soal bisnis." Bisnis?
Bisnis apa? "Gue manggil-manggil Rima supaya nungguin
gue, tapi dia ngeluyur pergi. Gue pikir gue cuma se?
bentar, jadi..." "Kamu ninggalin Rima gara-gara duit?" bentak Putri.
Kali ini Aya tidak sanggup membela diri, melainkan
jelas-jelas tampak merasa bersalah, sampai-sampai terlihat
begitu menyedihkan. "Sudahlah, nggak usah saling menyalahkan lagi," kata?
ku menengahi. "Sekarang yang penting kita temukan
Rima sama-sama, oke?"
"Sekarang aja lo perhatian, Niel," Aya mendumel,
"pada?hal tadinya..."
"Tadinya kenapa?" tanya Putri sambil melirikku de?
ngan tampang curiga bercampur tidak senang. Oke, ke?
napa sekarang aku yang diserang?
339 Isi-Omen4.indd 339 "Tadinya dia mau nyari kesempatan lantaran Valeria
putus dengan Leslie!"
"Apa?!" Kini Putri benar-benar memelototiku. "Beraniberaninya kamu mempermainkan mereka berdua!"
Lho? Kenapa kini mereka juga bersikap seolah-olah
Valeria adalah konco yang harus mereka lindungi? Apa
aku yang selama ini kuper dan tidak menyadari ke?akrab?
an mereka? "Itu cuma akting," kataku, menyadari bahwa aku bakal?
an dipermak habis-habisan kalau aku tidak mengatakan
hal yang sebenarnya. "Gue dan Val sama-sama nerima
surat yang aneh, jadi..."
"Surat apa?" todong Putri.
"Sambil cerita, mendingan kita sambil nyari Rima,"
usulku. Maka seraya berjalan cepat, aku menceritakan surat
yang kudapatkan dari genggaman Welly dan e-mail yang
diterima Val. Putri dan Aya sama sekali tidak menyela,
se?mentara wajah mereka menyiratkan bahwa mereka
berpikir keras. "Semua ini benar-benar aneh!" akhirnya Aya berko?
mentar saat aku menyelesaikan ceritaku. "Surat-surat dari
Kelompok Gila Anti-Judges..."
"Radikal," ralat Putri.
"Radikal, gila, apa bedanya?" tukas Aya. "Lalu badutbadut menggelepar di mana-mana, dan sekarang suratsurat cinta palsu..."
"Menurutku sebaiknya kita berpatokan pada surat-surat
yang kita terima," tegas Putri. "Orang-orang ini jelas-jelas
udah melakukan banyak upaya untuk mengancam kita,
baik dengan surat-surat maupun dengan badut-badut
340 Isi-Omen4.indd 340 meng?gelepar," Putri melirik Aya dengan jengkel, "maksud?
ku, korban-korban yang bergelimpangan. Surat-surat
cinta hanyalah salah satu upaya itu."
"Buat apa?" tanyaku bingung.
"Jelas," tampang Putri jelas-jelas mencerminkan peng?
hinaan pada kecerdasanku, "untuk misahin elo dari
Rima." "You?re next," gumam Aya. "Kata-kata itu ditujukan
pada Rima." Kata-kata itu benar-benar memukulku. Kenyataan itu
begitu sederhana, tapi aku malah terpancing dengan ber?
pikir yang rumit-rumit, mengira diriku sedang dimani?
pulasi. Tidak heran Putri memandang rendah padaku.
"Sekarang aku akan mengembalikan kata-katamu,
Daniel Yusman. Nggak ada gunanya saling menyalahkan,
meski yang kamu salahkan adalah diri sendiri. Yang
penting, kita harus menemukan Rima," mata cewek itu
ber?kilat-kilat saat melanjutkan, "meskipun kita harus
meng?gunakan cara kekerasan."
"Gue suka cara kekerasan," kata Aya menyeringai.
"Apa rencana lo?" tanyaku pada Putri.
"Aku tidak punya rencana," sahut Putri tenang. "Aku
hanya ingin menangkap salah satu dari cewek sialan itu
dan menginterogasinya habis-habisan, kalau perlu aku
akan menyiksa mereka."
"Terakhir kali gue lihat," laporku, "Cecil dan tementemen?nya masih bergerombol di dekat Val dan Leslie,
sementara Nikki nggak ada di mana-mana..."
"Lihat ini!" seru Aya.
Kami semua mengerubungi sebuah titik tempat Aya
menunjuk. Ada tetesan berwarna merah membentuk se?
341 Isi-Omen4.indd 341 buah garis pendek. Aku membungkuk dan mencoleknya.
"Sepertinya darah, dan masih segar!"
Sial, sekarang aku sudah mau ikut-ikutan histeris.
"Nggak ada waktu lagi," kata Putri sambil berlari. "Kita
cari Cecil!" Dalam sekejap, kami bertiga sudah tiba di kerumunan
yang barusan bubar. Erika dan Val masih ada di sana,
namun Viktor dan Leslie tidak terlihat. Tak lama kemudi?
an kami berhasil menemukan geng cewek yang di?
maksud, berkat bodi Amir yang menjulang di tengahtengah mereka.
Tapi tidak ada Cecil di antara mereka.
Aku dan Aya langsung menderap ke arah mereka.
"Mir, lo tau di mana Cecil?" tanyaku setengah me?
nodong. "Nggak tau," geleng Amir sambil berpaling ke arah
cewek-cewek lain. "Kalian tau Cecil di mana nggak?"
"Nggak tuh," sahut salah satu dari cewek-cewek itu
dengan tampang merajuk. "Kenapa sih nyariin Cecil
terus, Niel? Apa kami nggak cukup cantik?"
"Heh, dengar!" Aya mendorong cewek yang tadinya
ber?usaha menggelayut di lenganku itu. "Ini bukan waktu?
nya bergenit-genit. Kami mau nyariin Cecil karena mau
mukulin cewek itu! Cepet katakan di mana dia! Kalo
nggak, giliran kalian yang gue pukul!"
Sodokan Aya membuatku sadar bahwa aku harus ikut
bersandiwara. Buru-buru aku memasang tampang
gaharku, hal yang tidak terlalu sulit karena sekarang aku
lagi emosi banget. Cewek-cewek itu langsung meng?
keret.
Omen 4 Malam Karnaval Berdarah Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Udah, kalian jangan becanda lagi," Amir ikut men?
342 Isi-Omen4.indd 342 dukung dengan suaranya yang hari ini supersuram,
meski matanya yang tadinya sayu kini mulai menyorot
ingin tahu. "Kalo ada yang tau Cecil ada di mana, cepet
kasih tau." "Kata Cecil tadi dia mau ke toilet," kata cewek yang
tadi menggelayutiku dengan tampang ketakutan. "Mung?
kin dia ke toilet yang di deket pintu masuk, soalnya dia
tadi berjalan ke arah loket..."
Aku tidak mendengarkan sisa ucapannya lagi, me?lain?
kan langsung melesat menuju toilet di dekat loket ma?
suk, yang tak lain adalah TKP insiden pertama. Tempat
itu sudah tidak dinyatakan sebagai TKP sehingga orangorang bisa menggunakannya lagi. Jadi, saat aku melabrak
ke dalam toilet cewek, tak urung banyak yang jejeritan,
bahkan ada yang memekik, "Mesummmm!"
Tapi setidaknya aku tidak menemukan Cecil?atau
Rima?di dalam sana. Aku tidak tahu harus merasa se?
nang ataukah kecewa. Saat aku keluar dari toilet, Aya menghampiriku dengan
napas ngos-ngosan. "Gimana? Ada nggak?"
"Nggak," gelengku. "Nggak ada Cecil maupun Rima.
Itu berarti," aku menoleh ke pintu dengan putus asa,
"me?reka udah keluar dari karnaval."
"Daniel!" Terheran-heran aku menyadari panggilan itu berasal
dari Winda si penjaga loket. "Napa, Win?"
"Ada cewek nitipin surat cinta buat elo."
Meski ini bukannya kejadian yang tak pernah kualami,
perasaanku langsung dihinggapi firasat buruk. Kuterima
amplop berwarna pink itu. "Thanks, Win. Tadi lihat
Rima, Cecil, atau Nikki?"
343 Isi-Omen4.indd 343 "Gue nggak kenal Cecil atau Nikki, tapi yang jelas gue
nggak melihat Rima."
"Cewek yang nyerahin surat ini?"
"Cantik, rambut panjang dan dicat, pake baju serba?
hitam kayak yang dipake kebanyakan orang itu." Sial,
aku lupa, cewek-cewek di geng itu punya ciri-ciri yang
mirip-mirip semuanya. Kenapa sih mereka tidak lebih
unik sedikit? "Tapi dia cuma sendirian sih."
Brengsek! Pupuslah harapan terakhirku. "Oke deh.
Thanks sekali lagi, Win."
"Hari ini banyak orang yang surat-suratan ya," komen?tar
Aya sambil ikut melongok saat aku mengeluarkan surat dari
amplop pink yang menguarkan bau parfum tajam.
Dear Daniel, Congrats! Semua keinginanmu akan menjadi kenyataan
malam ini. Tunggu aku di komidi putar satu jam setelah
karnaval tutup. Sendirian.
Love, Your guardian angel "What the h...?" sembur Aya dengan suara tak senang.
"Guardian angel?"
"Ada apa?" Lagi-lagi Putri muncul mendadak dengan tampang
dingin?nya. Kali ini dia bersama Erika dan Val. Dengan
gaya arogan dan superpede, Putri merebut surat itu dari
tanganku, lalu ketiga cewek itu membacanya bersamasama.
344 Isi-Omen4.indd 344 "Oh God," bisik Val. "Kita harus gimana?"
"Mau gimana lagi?" cetus Erika. "Biar aja si Daniel yang
ketemu sama si angel sendirian, sementara kita ngumpet di
sekitarnya. Memangnya gue sudi diusir pulang?"
Tapi Putri hanya menaikkan salah satu alis saat dia
selesai membaca surat itu. "Guardian angel?"
Oke, kenapa lagi-lagi yang diributkan adalah kata-kata
tersebut? "Kenapa dengan guardian angel, Put?"
"Nggak, cuma..." Apa ini hanya imajinasiku, ataukah
Putri berusaha keras untuk tidak menoleh pada Aya?
"Ngingetin sama pengalaman pribadi aja kok." Sebelum
aku sempat bertanya-tanya lagi, Putri menatap kami se?
mua dengan sorot mata tajam. "Kamu dapet ini dari
mana?" "Winda, si penjaga loket," sahutku. "Dan dia nggak
lihat Rima. Dia nggak kenal Cecil ataupun Nikki, jadi
kita nggak bisa nanya-nanya soal itu."
"Begitu," Putri tepekur sejenak. "Jadi, apa rencana
kita? Kalau kita semua ngumpet di sekitar karnaval, ke?
mungkinan besar kita akan ketahuan, dan itu akan
ngebahayain keselamatan Rima."
"Ya, tapi mana mungkin kita serahkan nasib Rima
pada si goblok ini?" tanya Erika sambil menudingku.
"Bukan?nya gara-gara dia si Rima diculik?"
Erika memang cewek paling menyebalkan yang pernah
lahir di dunia ini. Cewek itu selalu blakblakan meng?
utara?kan pendapatnya. Kata-katanya tidak pernah di?
poles, melainkan selalu jujur dan apa adanya, tanpa
me?medulikan sopan santun dan perasaan pendengarnya.
Tapi, justru karena itulah aku jadi menghargai pendapat?
nya. Tidak semua orang menganggap kebenaran itu
345 Isi-Omen4.indd 345 cukup berharga untuk dikatakan. Mereka lebih suka me?
nyelubungi dengan pujian atau hiburan yang, apa pun
alasannya, intinya adalah "kebenaran tidak sepenting
rasa senangmu". Kalau Erika sih "peduli amat elo seneng
atau kagak, mau tonjok silakan aja, jangan takut ya kalo
gue bales". Menyebalkan, tapi kita butuh seseorang
dalam hidup kita untuk selalu memberitahu kita ke?
nyataan yang ada. Hanya saja, aku rada berharap seandainya saja orang
yang dimaksud tidak punya tampang sengak seperti
Erika. "Memang benar." Putri menatapku dengan tak senang.
Oke, jadi aku tidak hanya punya satu orang di dalam
hidup?ku yang suka mengutarakan kebenaran, melainkan
dua?atau tiga, kalau melihat tampang Aya yang juga
dipenuhi tuduhan. "Kita nggak bisa menggantungkan
diri pada Daniel. Tapi kita juga tidak boleh ngebahayain
Rima. Jadi, satu-satunya jalan adalah..."
Sesaat yang ada hanyalah keheningan, seolah-olah
semua sedang sibuk memeras otak. Lalu terdengar suara
pelan Valeria, "Kita semua menunggu di luar, dan masuk
saat si pelaku sedang sibuk bicara dengan Daniel."
Putri mengangguk. "Tepat seperti itu yang ada dalam
pikiranku." Dia menoleh pada Aya, yang membalas anggukannya,
lalu pada Erika, yang mengangguk setuju juga. Lalu dia
berpaling padaku. "Daniel?"
"Sebenernya gue yakin bisa handle ini seorang diri."
Ucap?anku mendapat balasan berupa hunjaman sorot
mata tak senang dari segala arah. Kurasa ini pertama kali?
nya aku dikelilingi begitu banyak cewek-cewek cantik
346 Isi-Omen4.indd 346 dan tak ada satu pun yang memandangku dengan tatap?
an memuja. "Tapi karena nggak ada yang setuju, ya
udah gue ikut suara mayoritas aja."
"Bagus, jadi semua sepakat," kata Putri tanpa me?
nyinggung soal pendapatku yang beda sendiri dan se?
perti?nya tak berharga untuk diungkit-ungkit lagi. "Kalau
begitu, untuk sisa malam ini, sebaiknya kita semua ber?
usaha beraktivitas seperti biasa. Tapi jangan dekati ko?
midi putar. Demi keselamatan Rima, jangan sampe ren?
cana malam ini dibatalkan. Juga, jangan pernah
sen?diri?an. Termasuk kamu, Daniel."
Sebelum aku sempat membantah, Putri sudah meng?
angkat tangannya untuk menyuruhku menutup mulut.
Terpaksa aku menelan semua bujuk rayu yang tadinya
ingin kuucapkan. "Oke."
"Sekarang kita bubar," kata Putri, tapi dia hanya ber?
geming di tempat sambil menatap kepergian Erika dan
Val. Sementara itu, Aya juga tidak beranjak, melainkan
memandangi Putri dengan penuh rasa ingin tahu. "Oke,
Daniel. Sekarang kita cuma bertiga. Ayo, kita jalan ber?
tiga. Usahakan untuk nggak kelihatan mencurigakan."
Permintaan yang agak sulit, karena dalam kondisi nor?
mal, aku tidak mungkin jalan-jalan bareng Putri Badai.
"Sekarang aku akan ngasih kamu sebuah tugas yang
amat sangat penting. Dan kamu harus janji untuk nge?
lakuin itu, apa pun risikonya."
Cewek itu terus memandangi sekeliling kami dan tidak
menoleh ke arahku sama sekali, seolah-olah ucapan itu
tidak terlalu penting untuk didengarkan. Tapi aku tahu,
permintaannya itu penting sekali. "Tugas apa?"
"Saat kamu ketemu dengan orang yang mengaku
347 Isi-Omen4.indd 347 guardian angel ini, ikuti saja permainan mereka. Yakinkan
mereka bahwa kamu percaya mereka, kamu ada di pihak
mereka. Tambahkan sedikit sentuhan berupa akting raguragu atau apalah, terserah kamu. Pokoknya, jangan sam?
pai mereka curiga." "Lalu? Gimana caranya kita membebaskan Rima?"
"Percayakan soal itu padaku dan Aya. Saat kamu meng?
alihkan perhatian mereka, aku dan Aya akan bertindak
cepat. Aku juga yakin, Erika dan Val sanggup jadi backup kami. Saat kami menolong Rima, kamu akan ber?
tindak seolah-olah kamu melawan kami, padahal se?
benarnya kamu memberi celah bagi kami."
Aku sangat tidak suka rencana ini. Aku lebih suka
kami bertindak sekarang juga, mencari tempat persem?
bunyian para pelaku dan menolong Rima secepat mung?
kin. "Memangnya kenapa sih gue harus ngelakuin akting
kayak gini?" "Karena aku percaya," sahut Putri muram, "kali ini
lawan yang kita hadapi lebih dari yang kelihatan."
348 Isi-Omen4.indd 348 Rima PERLAHAN-LAHAN aku tersadar. Dan mendapati diriku
sedang diseret. Bukan diseret sebenarnya. Mereka?ya benar, ada dua
orang?mengangkat kedua tanganku di atas bahu me?
reka, dan kakiku dibiarkan terseret-seret di lantai. Awal?
nya lantainya agak lunak, lalu kakiku membentur pinggir?
an besi, kemudian turun ke tanah berumput. Ah, ini di
lapangan parkir. Sepertinya aku diturunkan dari sebuah
mobil berukuran cukup besar, mungkin sejenis SUV.
Aku berusaha membuka mata, tapi sepertinya, meski
kesadaranku mulai pulih, tubuhku masih tidak mau me?
nerima perintah dari otakku. Aku tidak bisa bergerak,
mataku bahkan tak bisa kubuka. Yang bisa kulakukan
hanya?lah mendengarkan, merasakan, dan berpikir.
Setidaknya otakku sudah mulai bisa berfungsi.
Bunyi-bunyi khas karnaval mulai tertangkap oleh
telinga?ku. Oke, jadi kami kembali ke karnaval. Hal yang
sebenarnya rada tidak masuk akal. Maksudku, jelek-jelek
begini, semua orang di sekolah kami mengenalku sebagai
ketua OSIS. Kenapa aku dibawa ke dalam karnaval lagi?
349 Isi-Omen4.indd 349 Memangnya mereka tidak takut membuat orang-orang
curiga, dengan mengangkut-angkut aku yang, omongomong, terlihat seperti setengah teler? Apalagi mereka
kan bukan teman-temanku?maksudku, orang-orang yang
biasa bersamaku, secara aku memang terlihat seperti
orang yang tidak punya teman. Intinya, ini seharusnya
pe?mandangan yang aneh, mencolok, dan sangat men?
curigakan, bukan? Kenapa mereka berani mengambil
risiko itu? Lebih parah lagi, kenapa tidak ada yang menolongku?
Apa tak ada yang benar-benar memedulikanku?
Tunggu dulu. Sepertinya tidak ada orang di sekitar
kami. Meski lagu-lagu karnaval terdengar, tidak ada
tanda-tanda kehidupan. Tidak ada teriakan-teriakan, tidak
ada suara langkah, tidak ada bunyi-bunyian aktivitas.
Oh ya, mereka melakukan semua ini saat karnaval
sudah ditutup. Mereka pastinya tidak membawaku masuk melalui
pintu masuk biasa, karena aku dibawa menerjang semaksemak dan pohon sebelum akhirnya tiba di tempat
terbuka lagi. Lagu-lagu karnaval semakin dekat, ditambah
dengan suara tawa badut di kejauhan dan suara burung
beo yang jelas-jelas adalah rekaman. Semua bunyibunyian dengan keceriaan palsu itu membuatku merasa
tertekan. Jelas, perasaanku saat ini sedang amat sangat tidak
ceria. Kami menaiki beberapa anak tangga, lalu tiba di lantai
yang berputar. Komidi putar. Aku dibawa ke tengahtengah lantai, sampai punggungku menekan poros di
te?ngah. Kedua tanganku diikat dengan tali yang seperti?
350 Isi-Omen4.indd 350 nya terhubung pada tiang. Rasanya seperti boneka mario?
net yang digerakkan dengan tali. Hanya saja, aku tidak
digerakkan. Aku adalah boneka marionet yang akan
dieksekusi dan dilenyapkan dari jalan cerita. Dan yang
mengesalkan adalah, aku sama sekali tidak bisa berbuat
apa-apa. Salah satu sisi tubuhku menabrak dinding poros ko?
midi putar saat sisi yang satu sedang diikat, membuatku
tersentak dan membuka mata. Bayangan pada cermin
yang menempel pada poros komidi putar itu membuatku
ingin menjerit histeris saking takutnya.
Bayangan itu adalah aku yang mengenakan riasan
badut yang kacau-balau. Satu-satunya yang kurang
hanyalah tomat yang disumpal ke hidungku.
Tanpa kusadari, isakan lolos dari mulutku.
"Jangan nangis. Sebentar lagi semuanya akan berakhir.
Dan pada akhirnya, lo akan tau siapa sebenarnya pen?
Omen 4 Malam Karnaval Berdarah Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jahat dalam cerita ini."
Suara familier itu lagi. Dengan susah payah, aku berhasil menoleh.
Dan mataku langsung berserobok dengan sepasang
mata sipit yang menatapku dengan sinar mata lembut,
nyaris dipenuhi belas kasihan yang tulus.
"Halo, Rima." Erika tersenyum padaku. "Akhirnya lo
sadar juga." 351 Isi-Omen4.indd 351 Daniel TERNYATA tidak melakukan apa-apa adalah pekerjaan
yang sangat sulit. Rasanya aku sudah gatal banget, kepingin mengintai
komidi putar atau berputar-putar mencari-cari pintu lain
yang digunakan untuk mengeluarkan Rima dari karnaval.
Kemungkinan besar mereka akan menggunakan pintu itu
lagi untuk memasukkan Rima, kan?
Tetapi, aku tahu semua tindakan itu terlalu berisiko.
Seperti kata Putri, ada kemungkinan pelakunya tidak
hanya Cecil dan/atau Nikki. Bisa-bisa lantaran ingin
cepat-cepat menyelamatkan Rima, kami malah mem?
bahayakan nyawanya. Tidak, aku tidak bisa mengambil
risiko itu. Setelah berkali-kali mengecewakan Rima, bah?
kan karena keteledorankulah sekarang dia diculik, aku
tidak boleh melakukan kesalahan lagi.
Untuk menyibukkan pikiran, aku pun mengajak Amir
nong?krong bareng. Cowok itu kelihatan tidak terlalu ke?
pingin lagi menebar pesona pada cewek-cewek geng
tersebut. Pastinya kecentilannya lenyap bersamaan
352 Isi-Omen4.indd 352 dengan perginya Welly. Ke rumah sakit, maksudku,
bukannya ke alam apalah. Amit-amit.
Aku benar-benar berharap Welly bisa selamat.
"Gue juga," sahut Amir di sebelahku, menyadarkanku
bahwa aku sudah mengucapkan pikiranku yang terakhir
itu keras-keras. "Tumben nggak bareng-bareng Rima,
Niel." Kalau menuruti keinginan hati, aku sudah siap mem?
buka mulut dan ngomong sampai berbusa, mencurahkan
isi hatiku soal Rima yang diculik lantaran aku sok pintar.
Tapi lalu aku menyadari bahwa ada konflik kepentingan
di sini. Amir dekat dengan geng cewek itu, dan siapa
tahu selain Nikki dan/atau Cecil, masih ada kom?plotan
mereka dalam geng itu. Jadi aku pun membatal?kan
niatku. "Dia sedang ada urusan lain."
"Oh gitu." Amir diam seraya mengamatiku. "Kalian
sepertinya tau banyak soal masalah ini ya."
"Ya, soalnya kami kan ikut dalam penyelidikan polisi,"
sahutku tanpa mengungkapkan banyak hal.
"Cerita-cerita juga dong sama gue. Siapa tau gue bisa
mem?bantu." "Sori, Mir," gelengku. "Ini masih dalam penyelidikan.
Lebih sedikit yang lo tau, lebih aman buat lo."
"Lebih aman buat gue, atau lo memang kepingin
nyimpen semua rahasia buat lo bagi ke temen-temen
deket lo sekarang?" Mendadak saja Amir naik darah.
Dengan kesal dia melempar botol minumannya, sengaja
me?ngenai tong sampah besi hingga botol pecah. "Me?
mangnya lo kira semua ini salah siapa? Seandainya saja
kita bertiga waktu itu, mungkin semua ini nggak akan
terjadi!" 353 Isi-Omen4.indd 353 "Gue tau, Mir." Bertolak belakang dengan suara Amir
yang berang dan penuh tuduhan, suaraku pelan dan
penuh rasa bersalah. Ya, Amir pantas marah padaku,
meski dia tidak tahu alasannya. Dia tidak tahu bahwa
aku?lah yang menyodorkan informasi palsu pada Welly,
yang kemudian diteruskan pada para pelaku. Dan sebagai
akibat dari informasi palsu itu, Welly pun menjadi kor?
ban berikutnya. "Lo nggak perlu nyalahin gue lagi. Gue
tau kok, kejadian Welly adalah salah gue."
Selama beberapa saat kami hanya bisa berdiam-diam?
an. "Sejak kapan kita jadi terpecah-belah begini, Niel?"
Aku tidak menyahutinya. Amir bangkit berdiri, lalu
berjalan menjauh selama beberapa langkah.
"Gue akui, Niel, memang sulit temenan sama elo."
Ucapan Amir itu sama sekali tidak terduga, membuat?
ku ternganga memandangi punggungnya yang bulat.
"Lo ganteng, tajir, jago berantem, populer. Dan meski
lo hobi nggak naik kelas, lo sebenernya pinter. Kalo
nggak, nggak mungkin lo bisa ngasih gue dan Welly triktrik supaya kita bertiga nggak terkalahkan saat main
poker. Gue sama Welly kecipratan populer berkat main
sama elo. Dan meskipun kami nggak lemah, tapi tanpa
elo, kami cuma preman-preman biasa. Jujur aja, susah
banget untuk nggak ngiri sama elo, Niel."
Lagi-lagi aku tidak menyahut. Habis, aku tidak me?
nyangka mereka memiliki pikiran seperti itu. Maksudku,
Amir yang selalu bijak dan welas asih saja bisa berpikir
begitu, apalagi Welly yang lebih emosional.
"Cewek-cewek hebat deket sama elo. Erika, Valeria,
bahkan Rima yang bukan sekadar makhluk halus biasa."
354 Isi-Omen4.indd 354 Wajahnya tampak risi saat dia berpaling. "Maksud gue,
itu semacam pujian lho. Habis, lo tau, Rima kan punya
kekuatan super." Membicarakan Rima membuatku tersenyum. Aku tahu,
Rima tidak benar-benar punya kekuatan super, tapi
cewek itu memang punya kemampuan yang luar biasa.
"Ya, memang dia hebat banget."
Amir mengamatiku. "Lo bener-bener jatuh cinta sama
Rima ya, Niel? Itu sebabnya lo mendadak rajin, nggak
cuma dalam soal OSIS, tapi juga di kelas."
Selama beberapa saat aku diam saja. "Gue nggak mau
ngomongin ini sama orang lain, Mir. Orang pertama
yang tau harus Rima dulu."
"Kalo gitu cepet ngomong sama dia!" seru Amir seraya
memukul bahuku keras-keras sebagai tanda dukungan.
"Sekarang juga!"
Seandainya saja aku bisa. "Nggak segampang itu,
Mir." "Kenapa?" tanya Amir heran. "Memangnya lo takut
ditolak? Yang bener aja! Sejak kapan lo ditolak cewek?
Selain Valeria maksud gue. Hehehe." Sial, tampang suram
itu mendadak terkekeh. Rupanya meski lagi sedih, dia
tetap tidak akan melewatkan kesempatan untuk me?
nertawai?ku. "Tapi tetep aja, selain Valeria, siapa yang
pernah nolak elo? Apalagi Rima, yang jelas-jelas suka
banget sama elo." "Justru itu, Mir." Aku menghela napas. "Rima memang
pernah suka sama gue, tapi selama ini gue udah banyak
ngecewain dia. Terutama soal... Val. Dan adegan terakhir
itu makin memperparah."
"Yep, gue juga heran kenapa lo tau-tau balik lagi sama
355 Isi-Omen4.indd 355 Val, Niel," ucap Amir. "Tapi itu karena gue kenal elo sih.
Orang-orang lain sepertinya nggak terlalu heran. Olla
dan Ollie bilang semua orang memang ngirain Rima
cuma salah satu cewek yang lo mainin aja."
Tuduhan itu membuat jantungku serasa ditikam, tapi
aku berusaha mengalihkan topik. "Olla dan Ollie?"
"Itu lho, si kembar." Saat melihat tampangku masih
saja blo?on, Amir berdecak. "Si kembar yang ada di
dalam geng cewek itu! Masa lo nggak perhatiin sih?"
"Nggak." Tapi ini menjelaskan kenapa aku selalu ber?
pikir muka cewek-cewek dalam geng itu mirip-mirip.
Rupanya memang ada kembar di antara mereka. "Me?
mang?nya apa lagi kata Olla dan Ollie?"
"Ah, sudahlah, Niel. Ngapain lo dengerin omongan
jelek orang tentang lo? Lagian mereka sama sekali nggak
kenal elo. Apa hak mereka kepo sama urusan lo..."
"Mir," aku menyela dengan tajam, "apa kata me?reka?"
Wajah Amir mendadak tampak risi. "Mereka bilang, lo
meng?injak dua perahu. Kalo lo memang serius mau
ngerebut Val dari pacarnya, seharusnya lo singkirkan
Rima dari hidup lo. Kalo nggak, Rima akan terusmenerus menghantui lo dan cewek yang lo suka..." Suara
Amir menghilang sebelum akhirnya dia berkata perlahan,
"Mereka bilang, seharusnya lo bunuh Rima aja."
Mendadak aku tahu, apa yang harus kulakukan malam
ini. Jadi, seperti inilah akhirnya.
*** Karnaval akhirnya tutup juga. Aku menyaksikan satu per
356 Isi-Omen4.indd 356 satu temanku pulang?Erika, Val, Putri, dan Aya. Me?
nurut Val, Leslie dan Viktor juga sudah pulang jauh se?
belum jam tutup karnaval. Ajun Inspektur Lukas me?
ngumpulkan orang-orangnya dan pamit. Ketidakhadiran
Rima tak luput dari perhatiannya.
"Lho, Rima mana?"
Suaraku terdengar mantap sekaligus murung saat me?
nyahut, "Dia pulang duluan karena nggak enak badan."
"Oh, begitu." Tatapan Ajun Inspektur Lukas terasa
tajam, curiga, dan rada mengancam. "Kamu akan ngasih
tau saya kan, bahwa ada sesuatu yang perlu saya ke?
tahui?" "Ya, Pak," sahutku tanpa berkedip.
"Oke. Saya tunggu."
Apa maksudnya dengan "saya tunggu"? Apa beliau
sudah mengira-ngira bahwa memang ada sesuatu yang
terjadi? "Ingat, Niel. Jangan sampai salah langkah. Buatlah ke?
putusan sebijak mungkin, oke?"
Aku tidak pernah mengaitkan diriku dengan kata
"bijak". Seumur-umur, keputusan yang kulakukan biasa?
nya berdasarkan senang atau tidak senang, berbahaya
atau membosankan, menguntungkan atau merugikan.
Intinya, egois banget deh. Namun kali ini keputusanku
akan menentukan nasib Rima.
"Pak Ajun, saya sedang bingung ngerjain PR bahasa
Indonesia," ucapku mendadak. "Mau bantuin?"
"PR apa?" tanya Ajun Inspektur Lukas, mendadak was?
was. "Mengarang. Tentang surat-surat yang membuat se?
orang cewek jatuh ke tangan penjahat. Tapi saya harus
357 Isi-Omen4.indd 357 pergi sekarang, Pak. Mungkin Bapak bisa tanya Erika. Dia
juga lagi disuruh ngerjain PR yang sama."
Lihai juga aku, bisa mengalihkan tanggung jawab yang
tak menyenangkan ini pada Erika. Tapi tak apalah, Erika
dan Ajun Inspektur Lukas kan dekat banget. Bukan ber?
arti aku iri lho. (Oke, aku memang iri, tidak usah di?
bahas lagi.) "Oke kalau begitu. Saya akan hubungi Erika saja. Hatihati, Daniel."
Akhirnya, karnaval kosong juga setelah setengah jam
sejak pengunjung mulai diusir-usir. Masih ada setengah
jam sebelum waktu pertemuan. Mungkin tidak seharus?nya
aku langsung cabut ke tempat janjian, tapi aku su?dah tidak
sabar lagi. Aku ingin bertemu Rima sekarang juga. Aku
ingin tahu apa dia baik-baik saja. Aku ingin...
Langkahku terhenti tak jauh dari komidi putar saat
aku melihat sosok Rima. Buru-buru aku menyembunyikan
diri sebelum akhirnya mengintip kegiatan yang sedang
berlangsung di situ. Rupanya Rima sedang diikat di
bagian tengah komidi putar. Rasanya sedih melihat
betapa lemahnya Rima?sepertinya dia dibius?karena
tubuh?nya terlihat tak bertenaga. Dan dia siap mengamuk
melihat orang-orang yang sudah membuatnya menderita.
Tentu saja, aku tidak boleh menuruti emosiku dan harus
bertindak hati-hati. Demi keselamatan Rima.
Seperti dugaan Putri, orang-orang yang terlibat dalam
urusan ini lebih banyak dari yang kami kira. Setidaknya
ada tiga, dari yang kulihat...
Tunggu dulu. Cewek berambut jabrik yang berpasangan
dengan cewek berambut panjang dan berkacamata yang
sedang mengikat Rima, jangan-jangan... Erika dan Val?
358 Isi-Omen4.indd 358 Omaygaaat! Ini tidak mungkin! Aku pasti sudah salah
lihat! Tidak mungkin mereka dalang semua ini!
Tapi wajah cewek berambut jabrik itu jelas-jelas Erika.
Aku tahu, aku melihatnya dari jarak lebih dari lima belas
meter?mungkin dua puluh, tapi mana mungkin aku
tidak bisa mengenali tampang sobatku sendiri? Sementara
wajah cewek yang mirip Val itu tidak begitu kelihatan,
tapi dari gerak-geriknya yang anggun, aku cukup yakin
dia memang Val. Lalu mendadak semua fakta terbayang olehku. Erika
dan Val yang dari awal membenci OSIS dan The Judges,
namun tidak keberatan saat disuruh ikut menjaga
keamanan di karnaval. Sebagai akibatnya, mereka sama
sekali tidak sanggup menghentikan semua insiden ini,
padahal mereka begitu awas. Saat aku dan Rima me?
rencanakan jebakan tanpa memberitahu mereka, muncul
dua orang yang masuk perangkap tapi masih bisa kabur,
menandakan kemampuan yang luar biasa. Tak lama
setelah kejadian itu, mereka berdua muncul dengan tam?
pang tak bersalah (kenapa mereka tidak nongol saat
Rima nyaris diserang salah satu pelaku?). Lalu e-mail
yang Val tunjukkan padaku, surat yang dikirim padaku,
mem?buat kami melakukan sandiwara tolol yang meng?
akibatkan Rima diculik...
Omaygaaat! Tidak mungkin. Ini tidak mungkin. Tidak
Omen 4 Malam Karnaval Berdarah Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mung?kin Erika dan Val tega mencelakai cewek-cewek me?
nyebalkan namun lemah. Tidak mungkin mereka men?
culik Rima, bahkan sampai melukainya. Tidak mungkin
mereka begitu jahat. Ataukah aku yang selama ini tidak mengenal me?
reka? 359 Isi-Omen4.indd 359 Mendadak sebuah adegan di masa lalu terulang lagi.
Adegan saat Erika pernah dituduh melakukan kejahatan,
dan aku percaya begitu saja. Saat dia meminta bantu?an?
ku, aku malah ingin menyerahkannya pada pihak ber?
wajib. Kenangan itu selalu terpatri dalam ingatanku,
kenangan yang tak pernah gagal membuatku malu dan
menyesal, kenangan yang membuatku semakin berusaha
menjadi sahabat yang baik.
Jadi, tidak mungkin Erika dan Val tega melakukan
semua ini. Meskipun semua fakta menunjukkan bahwa
mereka pelakunya, aku yakin, pasti ada penjelasan lain.
Bulu kudukku merinding. Memang ada penjelasan lain.
Mereka memang ingin aku melihat semua ini. Adegan
persiapan ini adalah pertunjukan yang mereka sajikan
untukku. Semua ini demi membuatku mengira Erika dan
Val adalah musuh The Judges, bahwa mereka adalah bagi?
an dari orang-orang yang mengaku bernama Kelompok
Radikal Anti-Judges itu. Sehingga, ketika pada saatnya
aku harus memilih, aku akan memilih untuk berpihak
pada Kelompok Radikal Anti-Judges karena, yah, aku
tidak pernah berhenti mencintai Valeria.
Kata-kata Putri terngiang-ngiang di telingaku. "Ikuti
saja permainan mereka. Yakinkan mereka bahwa kamu per?
caya mereka, kamu ada di pihak mereka."
Oke, aku tahu apa yang harus kuperbuat.
Aku berjalan menuju komidi putar dengan langkah
ter?atur yang semakin lama semakin cepat?tanda aku
tidak sabar lagi untuk mendatangi komidi putar, se?
hingga mereka tak menduga aku sudah berada di sana
selama beberapa saat. 360 Isi-Omen4.indd 360 "Val!" aku berseru dengan nada terkejut. "Erika?"
Sesuai dugaanku, dua sosok yang kupanggil itu tampak
tidak terkejut mendengar suaraku. Meski begitu, kedua?
nya langsung melarikan diri, seolah-olah tidak ingin ter?
lihat olehku. Seolah-olah mereka memang harus me?
lindungi identitas mereka sebagai anggota Kelompok
Radikal Anti-Judges. Namun, bagi orang-orang yang kenal
Erika, tindakan ini justru semakin menegaskan bahwa
semua ini hanyalah sandiwara. Erika tidak pernah melari?
kan diri. Erika menantang balik.
Salah satu di antara mereka menyalakan komidi putar
yang langsung bergerak, otomatis melebarkan jarak di
antara aku dan dua cewek yang kabur itu.
Itu sebabnya mereka mengadakan pertemuan ini di
komidi putar. "Erika, tunggu! Val!"
Seraya belagak memanggil-manggil, aku mengerling
pada Rima. Omaygat! Sakit banget hatiku melihat Rima
diperlakukan seperti itu. Kedua tangannya terikat dan
di?gantung dengan punggung menempel pada poros
tengah komidi putar. Rambutnya menutupi hampir
seluruh wajahnya, tapi dari celah yang tersisa, aku bisa
me?lihat wajahnya sudah dirias dengan mengerikan. Mata?
nya dicoret dengan eye shadow warna hijau tua, pipinya
berhias bulatan berwarna oranye, dan bibirnya diberi
pulasan lipstik cokelat gelap yang melewati bibir. Yang
membuatku makin berang, di lengan kiri kemejanya ter?
dapat sayatan berhias darah. Memang luka itu sudah
diperban (mungkin takut Rima kehabisan darah sebelum
tujuan mereka tercapai), tapi tetap saja kemarahanku
berkobar-kobar. 361 Isi-Omen4.indd 361 "Kamu salah lihat, Daniel Yusman."
Aku menoleh pada orang ketiga yang sedari tadi tidak
menarik perhatianku karena memang tidak ada yang bisa
dilihat. Berbeda dengan dua cewek tadi yang tidak ber?
usaha menutupi identitas mereka?meski kemudian
kabur terbirit-birit saat aku memanggil-manggil?cewek
yang ini sepertinya takut banget dikenali. Dia mengena?
kan kostum serbahitam yang dipakai oleh lebih dari
separuh pengunjung karnaval malam ini, dengan mulut
ditutupi masker. Satu-satunya yang terlihat hanyalah
matanya yang lebar, mengingatkanku pada cewek-cewek
geng tersebut. "Mereka bukan Erika Guruh dan Valeria Guntur. Ja?
ngan salah sangka. Sekarang kamu akan berurusan de?
nganku, Daniel Yusman."
Sambil menahan kemarahanku, kupelototi cewek yang
terus-terusan memanggilku "Daniel Yusman" dengan
suara tak jelas lantaran dibekap masker. Kusadari dia juga
sengaja bicara dengan bahasa yang lebih formal dan
nada datar supaya aku tidak bisa mengenali cara bicara?
nya yang biasa. Trik yang cukup pintar, karena saat ini
aku memang tidak punya bayangan siapakah cewek itu.
"Memangnya lo mau ngapain Rima?"
"Sabar dulu. Biar aku jelaskan semuanya."
Aku melirik Rima, memastikan dia tidak menderita
selama cewek bermasker ini memberikan penjelasan yang
sepertinya bakalan memakan waktu banyak. Untunglah,
sepertinya ikatan pada tangan dan kakinya tidak cukup
erat untuk melukainya. Oke, aku akan bersabar barang
lima atau sepuluh menit dulu.
"Oke, gue dengerin penjelasan lo."
362 Isi-Omen4.indd 362 Cewek itu diam sejenak, seolah-olah meragukan ke?
benar?an kata-kataku, tapi lalu memutuskan untuk me?
mercayaiku. "Begini, Daniel. Seperti yang kamu tau, se?
kolah ini sekolah yang korup, menjijikkan, nggak mutu.
Segala macam murid diterima, asal sanggup ngasih
sumbangan besar. Contohnya saja kamu."
Aku menaikkan sebelah alisku, dan cewek itu tertawa
kecil. "Jangan tersinggung, aku kan cuma mengatakan ke?
nyata?an. Akui saja deh, seandainya orangtua kamu nggak
tajir, kamu nggak akan bisa masuk ke sekolah ini dengan
nilai rapormu yang hancur banget itu, kan?"
"Lalu?" tanyaku bete karena mendadak dihina-dina.
"Lo mau gue keluar dari sekolah?"
"Ah, yang sudah terjadi, ya terjadilah." Cewek itu me?
ngibaskan tangan. "Lagi pula, belakangan ini kamu
mulai menampakkan potensimu. Ternyata kamu memang
cukup pintar." Cewek itu menatapku seolah-olah mengharapkan puji?
an?nya dibalas dengan ucapan terima kasih. Enak saja.
Makna tersirat dari ucapan dia kan, "Kalo lo masih
goblok, lo ikut merusak mutu sekolah kita." Sialan.
Zaman sekarang semangat "terimalah temanmu apa ada?
nya" memang sudah langka.
Menyadari aku tidak akan mengatakan apa-apa, dia
pun mengangkat bahu dan melanjutkan, "Akar semua
masa?lah itu adalah organisasi rahasia bernama The
Judges. Aku yakin kamu pernah mendengar nama organi?
sasi ini. Kemungkinan malah kamu salah satu anggota?
nya. Bener nggak?" 363 Isi-Omen4.indd 363 Awalnya aku ingin membantah, tapi lalu aku teringat
kata-kata Putri. "Bener."
"Bagus! Kamu lulus ujian." Sial, dia sudah tahu jawab?an?
nya rupanya. Untung saja aku jujur. Untuk kali berikut?nya,
aku juga tidak boleh berbohong sama sekali. "Se?bagai
anggota, kamu tentunya sadar bahwa keputusan-keputusan
The Judges bukan berdasarkan keinginan anggota ter?
banyak, tetapi berdasarkan keinginan ketua The Judges
alias sang Hakim Tertinggi. Posisi yang saat ini dipegang
oleh Putri Badai. Padahal siapa sih Putri Badai itu? Hanya
cewek yang nggak istimewa dari keluarga nggak istimewa,
dengan kemampuan yang nggak istimewa juga. Kenapa dia
yang mengatur sekolah ini? Kenapa dia yang harus punya
kekuasaan sebesar itu?"
Omaygaaat! Apa aku tidak salah dengar? Semua kejadi?
an berdarah yang mengerikan ini terjadi cuma lantaran
orang-orang iri pada Putri Badai?
"Itu sebabnya kami membentuk organisasi untuk me?
lawan The Judges. Dan kelompok kami tidak main-main.
Kami didukung oleh para orangtua murid yang nggak
mau diatur oleh The Judges. Nama organisasi kami
adalah Kelompok Radikal Anti-Judges." Cewek itu tampak
bangga sekali saat mengumumkan nama yang sama
sekali tidak keren itu. "Tujuan kami adalah meng?hancur?
kan The Judges. Seperti yang kamu tahu, pilar The
Judges saat ini hanya ada dua. Yang satu adalah Putri
Badai, yang satu lagi..."
"Rima Hujan," jawabku pelan seraya berpaling pada
Rima. Jantungku nyaris berhenti berdetak saat menyadari Rima
membalas tatapanku. 364 Isi-Omen4.indd 364 Dia sudah sadar. "Betul sekali." Tampaknya si cewek terlalu asyik
ngobrol, sampai-sampai tidak menyadari kondisi baru
Rima. "Berkat potensi dan posisi yang kamu dapatkan
baru-baru ini, kami memutuskan untuk merekrutmu.
Kami yakin, kamu pasti juga memiliki banyak ketidak?
puasan, sama seperti kami, dan kami yakin kamu pasti
sudah memikirkan pilihan itu. Bagaimanapun, beberapa
temanmu ada di pihak kami." Maksudnya tentu adalah
Erika dan Val. "Kamu nggak akan sendirian. Bahkan,
kamu akan berkenalan dengan banyak orang yang jauh
lebih baik daripada budak-budak The Judges. Bagaimana
menurutmu, Daniel? Kamu mau bergabung dengan
kami?" Inilah saatnya. Aktingku tidak boleh gagal. Aku harus
meyakinkan dia bahwa aku akan menyeberang ke pihak?
nya. Sesuatu mengalir dari keningku, jatuh ke bawah mata?
ku. Astaga, tanpa kusadari, aku keringatan begini. Seperti?
nya aku lebih tegang daripada yang kuduga.
Kuusap keringatku, lalu berkata, "Kapan gue harus
ngasih jawaban?" "Sekarang juga."
Aku menyunggingkan senyum tak senang. "Pilihan yang
sulit begini, gue nggak dikasih waktu buat mikir?"
"Untuk apa pikir-pikir lagi?" tukas cewek itu mulai tak
sabar. "Bukannya semuanya sudah jelas? Kamu mau me?
lawan The Judges atau tidak, hanya itu yang perlu kamu
pertimbangkan." Aku diam sejenak. "Mau deh. Gue juga nggak sudi jadi
budak The Judges." 365 Isi-Omen4.indd 365 "Kalo begitu, buktikan."
Cewek itu menyodorkan belati yang sedari tadi di?
pegang?nya. Belati itu tampak bersih berkilau, tapi aku
cukup yakin benda inilah yang digunakan untuk melukai
Nina, Ida, Welly, juga luka di lengan Rima. Aku ragu
sejenak, lalu menerima belati itu. Secara otomatis, aku
membalikkan tubuh dan menghadap Rima.
Selama satu detik yang sangat lama, kami berdua ber?
tatapan. "Sudah waktunya untuk menyingkirkan dia, Daniel."
Cewek itu melangkah menjauhiku dan mendekati Rima.
Lagu It?s a Small World After All mendengung dengan suara
pecah, namun aku tetap bisa mendengar suaranya yang
datar, jelas, dan tajam. "Gara-gara dia, kita semua men?
derita di bawah kediktatoran The Judges. Dia harus di?
lenyapkan. Kalau tidak, kamu yang paling rugi. Seandai?nya
dia mati, kamu yang akan mengambil kedudukannya.
Kamu akan menjadi orang paling berkuasa di seluruh
sekolah. Kamu akan mengalahkan orang yang selama ini
selalu berada di atasmu, Erika Guruh. Kamu tidak perlu
diperbudak lagi oleh The Judges, dan kamu takkan dicap
pengkhianat lagi oleh teman-temanmu. Bukan itu saja.
Asal dia mati, kamu juga bisa bersama cewek yang sudah
lama kamu inginkan. Cewek yang selama ini meng?hindari?
mu karena pertemanan antara dia dan Rima. Bunuh dia,
Daniel, dan Valeria Guntur akan jadi milik?mu."
Aku menelan ludah, memikirkan setiap kemungkinan.
Aku tidak bisa menyerangnya. Cewek itu terlalu dekat
de?ngan Rima. Kalau aku sampai membuatnya marah,
Rima yang bakalan celaka. Aku juga tidak bisa mem?
bebaskan Rima dengan sekali tebas. Sepertinya tali yang
366 Isi-Omen4.indd 366 digunakan untuk mengikatnya terlalu tebal untuk di?
potong belati ini. Jadi hanya ada satu hal yang bisa ku?
lakukan. Aku mengangkat belatiku, lalu berkata pada Rima de?
ngan penuh sesal, "Maaf, Rima"
Aku bergerak merangsek ke depan tepat pada saat
Rima menutup matanya rapat-rapat. Sesaat dadaku terasa
sakit, menyadari bahwa Rima percaya aku akan betulbetul melukainya. Sebegitu tipiskah kepercayaannya pada?
ku? Ataukah aku yang sudah terlalu sering mengecewa?
kannya? Tapi tidak ada waktu untuk memikirkan semua
itu. Yang lebih penting adalah mengalihkan perhatian si
cewek jahat
Omen 4 Malam Karnaval Berdarah Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebatang panah meluncur di antara aku dan Rima, tak
jauh dari depan wajahku, membuat langkahku terhenti.
Aku menoleh dan melihat Putri Badai berdiri tak jauh
dari kami, lengkap dengan busur di tangan dan tabung
anak panah di punggung bak Katnis Everdeen yang lagi
jutek-juteknya (kuduga lenyapnya dia tadi adalah karena
dia pulang untuk mengambil busur dan tabung anak
panah itu). Aku tidak tahu harus lega karena dia muncul
tepat pada waktunya, ataukah jengkel karena dia nyaris
memanahku. Belum lagi aku sempat bereaksi, terdengar suara riang,
"Halo," dan Aya muncul dari belakang si cewek jahat.
Saking kagetnya, si cewek jahat tidak sempat melakukan
sesuatu terhadap Rima, melainkan langsung menyerang
Aya dengan belati?seperti dugaanku, cewek itu memang
sudah bersiap-siap melukai Rima kalau aku tidak me?
lakukannya. Tapi, Aya menangkisnya dengan sebuah
tongkat. 367 Isi-Omen4.indd 367 "Eits, hati-hati dong dengan belati lo!" cetus Aya de?
ngan tampang tak senang. "Tau nggak, jaket gue ini
harga?nya dua ratus ribu?"
"Jaket dua ratus ribu itu jaket murahan, tau?" balas si
cewek jahat seraya mengangkat belati dan menusuk
muka Aya, namun sekali lagi ditangkis oleh Aya.
"Itu omongan anak manja," cibir Aya. "Coba lo sendiri
yang kerja, sanggup nggak dapetin dua ratus ribu dalam
waktu seminggu?" "Buat apa kerja kalo bisa minta?"
"Orang kayak beginian yang bikin gue sebel! Sekarang
gue nggak segan-segan lagi deh ngehajar elo!"
"Ide bagus!" kata Putri Badai yang meloncat naik ke
atas komidi putar. "Sini kubantu."
Aku tidak memperhatikan mereka lagi dan mulai me?
lepaskan ikatan tali dari tubuh Rima. "Rima, lo nggak
apa-apa?" Rima tidak menyahut, melainkan hanya menatapku.
Aku sudah terbiasa ditatap oleh cewek, tapi cuma Rimalah yang selalu berhasil bikin aku merasa risi dan degdegan dipandangi begitu. Aku berusaha me?nyibukkan
diri dan berkutat dengan tali-temali yang mulai terurai
dengan konsentrasi yang agak-agak ber?lebih?an, seraya
menghindari tatap mata dengan Rima.
"Cukup," akhirnya Rima berkata saat kedua tangannya
terbebas dari ikatan. "Sisanya biar aku sendiri saja."
"Rima" Aku kembali menahan tubuhnya yang nyaris
tersungkur saat kulepaskan. "Lo masih lemah gitu. Biar
gue aja." "Nggak," gelengnya penuh tekad. "Aku bisa sendiri."
Ouch. Rasanya menyakitkan banget waktu menyadari
368 Isi-Omen4.indd 368 Rima tidak ingin disentuh olehku lagi. Sepertinya aku
harus tahu diri. Meski begitu, aku tidak bisa mundur be?
gitu saja. Sambil menahan perasaan yang kacau-balau
dan keinginan untuk membantu, aku berjongkok di
dekat?nya, memperhatikannya berjuang sendirian melepas?
kan ikatan tali itu dengan tangan gemetar. Berkali-kali
aku membuka mulut, berharap bisa menjelaskan semua
tindakanku, tapi akhirnya aku kembali mengatupkan mu?
lut?ku. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk berkoarkoar.
Dari ujung mataku, aku bisa melihat pengejaran yang
dilakukan oleh Aya dan Putri terhadap si cewek jahat.
Men?dengar teriakan frustrasi Aya, aku bisa menduga si
cewek jahat tidak membalas menyerang, melainkan ber?
usaha melarikan diri. Yah, kurasa dia tak bakalan me?
nang melawan Aya sekaligus Putri Badai. Namun aneh?
nya, cewek itu tidak turun dari komidi putar, melainkan
terus berputar-putar. "Akhirnya!" Kudengar seruan Aya. "Dia cabut juga!"
Aku melihat si cewek jahat meloncat turun dari ko?
midi putar. Putri dan Aya segera mengejar. Namun,
belum sempat mereka meloncat turun dari komidi putar,
si cewek jahat sudah mendorong sebuah tong di tengah
jalan. Bau bensin tiba-tiba mengusik hidung kami. Ku?
perhatikan cairan itu jatuh ke parit kecil yang menge?
lilingi komidi putar?parit yang sepertinya sudah disiap?
kan untuk keperluan ini. "Bye!" ucap si cewek jahat seraya mengeluarkan sebuah
pe?mantik dan menyalakan api. Pemantik itu dijatuh?kan?
nya begitu saja ke atas bensin yang menyebar. Mendadak
saja, komidi putar sudah dikelilingi kobaran api. Listrik
369 Isi-Omen4.indd 369 langsung terputus, membuat komidi berhenti berputar.
Lidah api menari-nari di depan kami. Panasnya yang
begitu dekat terasa membakar diriku, membuatku oto?
matis memeluk Rima supaya bisa melindunginya.
"Kita harus cepat turun!" teriak Aya yang mendekat
bersama Putri Badai. "Atapnya udah mulai kebakar. Bisabisa nanti runtuh dan menimpa kita!"
"Ini Ajun Inspektur Lukas!" Terdengar suara keras dari
mikrofon di luar. "Ayo, loncat keluar! Kami akan me?
nyambut kalian dengan selimut basah! Erika, Val, kalian
mau ke mana? Hei, kembali!" Sepertinya Erika dan Val
berusaha menyelesaikan tugas kami dengan mengejar si
cewek jahat, sementara Ajun Inspektur Lukas tidak bisa
me?larang mereka karena harus menyelamatkan kami.
"Dasar anak-anak bengal. Oke, Daniel, Rima, Putri, Aria,
ayo keluar! Jangan takut! Kami akan membantu kali?
an!" "Aku duluan!" kata Putri tegas seraya menahan Aya
yang sudah siap meloncat. "Kalo aku sukses, kalian baru
turun, oke?" "Jangan, Put!" seru Aya. "Lo terlalu penting. Biar gue
yang duluan..." "Jangan membantah!" bentak Putri. "Tunggu di sini
dan jaga Rima, mengerti?"
Putri memang pemimpin sejati. Dia tidak pernah takut
menentang bahaya, bahkan mendahului semua orang
dalam melakukannya. Aku bisa melihat Aya menelan
kata-katanya dan mengangguk. "Hati-hati ya!"
Putri mengangguk, lalu meloncat tanpa ragu. Dari selasela lidah api, aku bisa melihat Putri tidak lolos dari api
yang menempel pada tubuhnya, tetapi api itu langsung
370 Isi-Omen4.indd 370 padam saat beberapa polisi membekapnya dengan seli?
mut basah. "Giliran gue," Aya berkata padaku. "Jaga Rima ya!"
Aku mengangguk. Aya meloncat. Seperti Putri, dia juga terkena api yang
langsung dipadamkan oleh selimut basah dari para polisi
yang menyambutnya. "Ayo, Rim!" Aku mengangkat Rima berdiri. "Giliran
lo." "Nggak bisa," bisik Rima. "Aku belum bisa meloncat.
Kamu duluan aja, Niel."
Tubuhku menegang. "Harus bisa. Dan gue akan loncat
setelah elo." Rima menggeleng. "Nggak ada waktu lagi. Sekarang ini
aku bahkan belum bisa berdiri sendiri, Niel. Sepertinya
tubuhku masih lumpuh." Dia mendorongku lemah.
"Kamu loncat duluan aja. Nanti kalo aku udah bisa, aku
akan nyusul." Rima jelas-jelas berbohong. Dia tak sanggup berdiri
dan dia tidak akan bisa menyusulku. Tanpa banyak
bicara, aku membopongnya. Saat aku menunduk me?
natap?nya, aku bisa melihat wajahnya yang shock dan
ke?takutan. "Kamu mau apa?"
"Tentu dong, bawa elo keluar dari sini."
"Nggak mungkin bisa!" serunya panik. "Kamu nggak
mungkin bisa menggendongku sambil meloncat. Bisa-bisa
kamu jatuh di tengah-tengah selokan dan..."
"Terpanggang?" Kurasakan tubuhnya tersentak saat
men??dengarku mengucapkan kata itu. "Tenang aja, itu
baru kejadian kalo elo berat banget. Kenyataannya elo
371 Isi-Omen4.indd 371 ringan begini, Rim. Lagian, lo meremehkan kekuatan gue
banget sih." "Bukan begitu, tapi..." Rima mendorongku dengan
harap?an bisa turun dari boponganku, tapi tentu saja
usahanya sia-sia. "Aku betul-betul bisa sendiri kok. Aku
hanya butuh waktu sedikit..."
"Justru waktu itu yang kita nggak punya," sahutku
sambil membawanya menghindar dari sebuah balok yang
jatuh dari atap. "Sebentar lagi tempat ini runtuh. Lo
nggak mau ngabisin waktu dengan berdebat sama gue,
kan?" "Plis, Niel." Rima memandangiku dengan tatapan me?
mohon. "Aku nggak mau terjadi sesuatu padamu, garagara aku..."
"Sama, gue juga nggak akan maafin diri gue kalo ter?
jadi sesuatu sama elo," sahutku tegas.
Rima menghela napas frustrasi. "Dasar bodoh. Aku
tahu kamu setia kawan, tapi..."
"Ini bukan setia kawan, Rim. Ini cinta. Kalo lo kenapakenapa di sini, gue bakalan merana seumur hidup. Maka?
nya lo jangan ngebacot lagi. Kalo lo terus-terusan me?
repet, bisa-bisa kita berdua mati konyol di sini. Lo mau
kita mati berdua di sini?"
Oke, ini benar-benar memalukan, mengutarakan cinta
pada saat kami seharusnya menyelamatkan diri. Hanya
orang bodoh sok romantis yang akan menyemburkan
ucapan semacam itu ketika nyawa lagi di ujung tanduk
begini. Yah, apa daya, aku takut tidak ada kesempatan
lagi. Tapi begitu kata-kata itu meninggalkan mulutku,
aku langsung tengsin berat. Jadi untuk menutupi sikap
salah tingkahku, aku pura-pura membentaknya.
372 Isi-Omen4.indd 372 Untungnya Rima tidak bergidik atau muntah men?
dengar kata-kataku, melainkan terperangah seolah-olah
aku baru saja mengatakan sesuatu yang indah dan me?
nyenangkan. Suaranya terdengar takjub saat menjawab
pelan, "Nggak mau. Aku nggak mau kita mati bareng di
sini." "Iya, gue juga nggak mau. Jadi jangan buang-buang
waktu lagi. Pegang erat-erat ya!"
Rima tidak menyahut, melainkan langsung men?cengke?
ramku erat-erat. Aku membetulkan posisi Rima dalam
boponganku?rambutnya yang panjang kupindahkan ke
antara tubuhku dan tubuhnya, karena benda itu pastinya
akan menjadi sasaran empuk api bila dibiarkan begitu
saja. Setelah aku mengambil ancang-ancang, kami me?
nerobos api. Tuhan, tolong izinkan kami selamat.
373 Isi-Omen4.indd 373 Rima KURASAKAN api menelan kami. Lidah api menjilat-jilat,
seolah-olah ingin menggapaiku, tapi tubuh Daniel yang
besar melindungiku. Namun kedua kakiku yang tidak
terlindung serasa dipanggang, membuatku menjerit ke?
sakitan?jeritanku menyatu dengan teriakan Daniel.
Rasanya seolah-olah kami sedang menuju ke neraka
bersama-sama. Lalu mendadak seluruh dunia terasa gelap
dan sejuk. Selama beberapa detik aku kebingungan, lalu kusadari
apa yang terjadi. Rupanya para polisi sudah menyelimuti
kami dengan selimut besar dan basah. Bahkan kedua
kakiku dibalut dengan handuk basah yang menyegar?
kan. Sekarang rasanya seolah-olah diangkat ke surga. Ter?
utama karena saat ini aku berada dalam bopongan
Daniel. Oke, ini mulai terasa tidak menyenangkan. Bahkan,
sebenarnya, ini memalukan. Semua orang memandangi
kami, tapi Daniel masih saja tidak menunjukkan tandatanda ingin menurunkanku. Malahan, dia hanya me?
374 Isi-Omen4.indd 374 mandangiku dengan sorot mata tajam, seakan baru saja
memerangi dewa kematian (kalau dipikir-pikir, mungkin
memang begitu). "Lo nggak apa-apa?" tanyanya dengan suara serak dan
rambut berjuntai di depan wajah.
Astaga, cowok ini benar-benar ganteng! Selama sedetik,
aku hanya bisa memandanginya dengan muka blo?on.
Lalu, cepat-cepat aku menggeleng. "Kamu?"
Dia tersenyum. "Ya. Thanks God."
"Daniel." Ajun Inspektur mendekat, dan Daniel men?
dongak padanya. "Sekarang kalian sudah selamat. Jadi
kamu boleh turunkan Rima."
"Eh, sori." Seolah-olah baru menyadari posisi kami, dia
segera menurunkanku. Tidak secepat biasanya, mem?buat?
ku menyadari pasti seluruh tubuhnya juga sakit. Semen?
tara kakiku, ajaibnya, tidak apa-apa. Memang sepatuku
rada hangus, tapi hanya itu luka yang kuderita. Yang
lebih penting adalah, tanganku baik-baik saja, jadi aku
bisa menghapus riasan mengerikan yang menempel di
mukaku. Duh, semoga tidak ada yang ilfil melihatku
dalam kondisi menyeramkan begini.
Ajun Inspektur Lukas tersenyum dan menepuk bahu
Daniel. "Kamu benar-benar pahlawan, Nak."
Daniel tampak salah tingkah seolah-olah jarang men?
dapatkan pujian semacam itu. "Eh, hm, Putri dan Aya
baik-baik saja?" "Kami baik-baik saja." Putri dan Aya mendekat. Kedua?
nya mengenakan jaket polisi untuk menutupi pakaian
yang compang-camping akibat terbakar. "Thanks, Niel,
udah bantu nyelamatin Rima."
Daniel tampak kebingungan, seolah-olah pujian dan
375 Isi-Omen4.indd 375
Omen 4 Malam Karnaval Berdarah Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ucapan terima kasih dari segala penjuru terasa aneh dan
tidak wajar baginya. Dia betul-betul pahlawan yang sa?
ngat rendah hati. "Eh, gimana hasil pengejaran Erika
dan Val?" "Tadi saya sudah menyuruh orang untuk menyusul
mereka," ucap Ajun Inspektur Lukas. Wajahnya berubah
jengkel sekaligus khawatir. "Seharusnya mereka sudah
balik. Toh si pelaku tidak akan bisa ke mana-mana
Nah, itu dia mereka."
Kami semua menoleh ke arah yang ditunjuk Ajun Ins?
pektur Lukas, dan melihat Erika serta Val sedang me?
nyeret-nyeret seorang cewek berpakaian serbahitam
dengan masker di wajah. Ya, meskipun tadi aku hanya
me?lihatnya sekilas, aku sadar cewek inilah yang me?
nawan?ku. Kelihatannya dia masih belum menyerah dan
meronta-ronta sekuat tenaga, padahal upayanya jelas siasia. Selain dikawal oleh Erika dan Valeria yang jago bela
diri, di belakang juga masih ada dua cowok bertampang
garang alias Viktor dan Leslie.
"Kalian!" seru Daniel tercengang. "Gue kira"
"Lo kira kami berantem?" Leslie memandangi Valeria
dari belakang, sementara yang bersangkutan hanya me?
nahan senyum. "Sori, men. Not a chance. Mau diadu domba
seperti apa pun, gue nggak akan ngelepasin dia."
"Dan nggak mungkin tukang ojek gue ini gue suruh
pulang," kata Erika sambil menunjuk ke belakang, ke
arah Viktor yang memandanginya dengan tampang ma?
sam sekaligus geli. "Nggak lucu kalo nanti gue kudu
pulang jalan kaki." Kukira Daniel akan bete karena ditipu, tapi rupanya
cowok itu sama sekali tidak keberatan. "Ya baguslah kalo
376 Isi-Omen4.indd 376 kalian baik-baik aja. Eh, kalian ketemu dua cewek lain?
nya?" "Dua cewek apa?" tanya Erika bingung, lalu berpaling
pada Valeria yang menggeleng.
"Kami nggak melihat siapa-siapa kecuali yang satu
ini." Daniel tampak bingung, sementara aku bungkam saja.
Ya, aku juga tahu ada dua cewek lainnya, dan aku me?
ngerti kebingungan Daniel. Kalau Erika, Valeria, dan dua
cowok itu tidak melihat siapa-siapa lagi, berarti cewek ini
sengaja lari menjauhi komplotannya. Barangkali untuk
memberi waktu bagi komplotannya supaya bisa me?
larikan diri? Rasanya agak terlalu mulia untuk ukuran
pen?jahat. Dan karenanya, rada tidak masuk akal.
Dua orang polisi menyambut Erika dan Valeria untuk
mengambil alih tawanan dan memborgol cewek yang
diserahkan pada mereka itu.
"Lepasin gue! Lepasin gue!"
Aku menyadari perubahan wajah Daniel saat men?
dengar suara itu. "Bukan dia."
"Apa?" Semua langsung menoleh pada Daniel.
"Bukan dia yang tadi berhadapan dengan kita di ko?
midi putar," ucap Daniel sambil mengamati cewek yang
mengenakan kostum serupa dengan cewek di atas komidi
putar. "Ya, ukuran badannya sama, pakaiannya sama,
dan matanya, sialan, pake eyeshadow dan eyeliner yang
sama juga! Tapi sumpah deh, suaranya nggak sama. Gue
yakin banget. Mana cewek yang tadi lebih pinter dan
lebih tenang. Dia berusaha keras menjaga supaya suara?
nya tetep datar dan nggak ketauan suara aslinya.
Sementara yang ini histeris dan cempreng banget!"
377 Isi-Omen4.indd 377 Aya dan Putri yang juga sempat berhadapan dengan
cewek yang disebut Daniel, memandangi cewek di depan
kami itu dengan penuh minat.
"Gue nggak melihat bedanya," sahut Aya bingung.
"Aku juga," tambah Putri.
"Tapi orangnya bukan dia!" kata Daniel berkeras.
"Ah, susah-susah amat." Erika melepaskan masker itu
dan tampaklah wajah Cecil yang saat ini sama sekali
tidak cantik, melainkan tampak liar, nyalang, dan
histeris. "Oh, elo toh, Cil. Lo tadi yang berantem sama
Aya dan Putri?" Cecil sama sekali tidak tampak takut saat kedoknya
ter?buka. Malahan dia mendengus dan berkata, "Dua
cewek itu nggak ada apa-apanya."
"Oh, jadi karena itu tadi lo lari-lari ketakutan menge?
lilingi komidi putar?" tanya Aya dengan tampang polos.
"Itu kan cuma pancingan supaya gue bisa turun di
tempat yang tepat." "Tempat kamu menyimpan bensin dan menyalakan
api," kata Ajun Inspektur Lukas.
Cecil mengangguk. "Ya, biar gue bisa kabur."
"Setelah kabur, memangnya apa rencana lo?" tanya
Daniel. Cecil memandangi Daniel dengan nanar. Sama sekali
tidak ada bekas-bekas pemujaan seperti yang ditampakkan?
nya beberapa saat lalu. Rupanya dia hanya pura-pura
naksir Daniel. Untunglah. "Hah?"
"Masa elo nggak ada rencana apa-apa untuk melarikan
diri dari tempat ini?" desak Daniel. "Naik mobil apa,
pergi ke mana, apa elo akan bergabung dengan komplot?
an lo atau nggak." 378 Isi-Omen4.indd 378 "Gue nggak punya komplotan," sahut Cecil. "Semua
ini rencana gue seorang diri."
Pengakuannya itu membuat semua orang terpe?
rangah. "Ah, yang bener?" tanya Erika memecah keheningan.
"Lo nggak mungkin secerdik itu!"
"Dasar Erika Guruh, selalu menyangka elo sendiri yang
paling pinter," Cecil mencibir. "Kenyataannya, lo juga
dibikin bingung sama gue, kan?"
"Memangnya kenapa elo mau melakukan semua ini?"
tanya Val bingung. "Karena gue udah muak!" teriak Cecil mendadak. "Gue
muak sama Nina dan Ida yang sok cakep, yang selalu
ber?t?ingkah seolah-olah mereka paling populer di antara
kami." Aku bisa merasakan mulutku, bersama dengan mulut
orang-orang lain, ternganga lebar.
"Jadi semua ini cuma gara-gara elo merasa lebih cakep
dari mereka?" tanya Aya, berusaha menyimpulkan katakata Cecil.
"Jelas!" Cecil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Waktu kami sedang pedekate sama Daniel, Daniel cuma
perhatiin gue kan, dan bukan mereka?"
"Lho, kenapa libatin gue?" gerutu Daniel. "Dan gue
nggak perhatiin elo kok. Tapi kalo ini cuma balas den?
dam sama temen-temen lo, kenapa Welly juga jadi kor?
ban?" "Karena karena dia juga nyuekin gue!" Oke, aku
men?deteksi cewek ini sempat tergagap. Mungkin jawaban
pertama memang sungguhan, tapi jawaban kedua rada
mengada-ada. "Berbeda dengan Amir yang baik sama
379 Isi-Omen4.indd 379 gue, Welly lebih suka sama Ida. Dasar cowok jelek. Siapa
juga yang peduli dia ada atau nggak?"
Daniel tampak bete berat mendengar temannya dikatakatai, tapi dia tidak menyanggahnya. "Lalu kenapa lo
nawan Rima? Apa lo nggak takut dikutuk Rima?"
Mendengar ucapan Daniel, Cecil melangkah mundur
seolah-olah berusaha menjaga jarak denganku.
"Soal itu..." Selama beberapa saat, dia terbata-bata lagi.
"Gue cuma melakukan keinginan semua orang. Rima...
Rima nggak seharusnya jadi ketua OSIS. Dia kan nggak
populer. Memangnya siapa yang mau milih dia jadi
ketua OSIS? Pasti ada kecurangan..."
"Kamu salah," sela Putri dingin. "Nggak ada kecurang?
an sama sekali. Rima menang karena dia dipercaya me?
miliki kemampuan khusus. Terbukti, bahkan kamu pun
percaya soal itu, kan?"
Cecil hanya membuka dan menutup mulutnya, namun
tidak bisa membalas ucapan Putri.
"Jelas bukan dia pelakunya," kata Putri sambil me?
mandangi Ajun Inspektur Lukas. "Mungkin dia memang
sengaja dikorbankan oleh para pelaku yang sebenar?
nya." "Nggak, semuanya pekerjaan gue kok!" Oke, entah
kenapa, cewek ini benar-benar berkeras bahwa dialah
pelakunya. Seolah-olah pengakuan itu menyangkut hidup
dan matinya. "Gue udah ngaku begini, kalian mau apa
lagi? Bukti? Gue bisa nunjukin kalian gimana caranya
gue permak Nina, Ida, dan Welly! Gue nggak sebodoh
yang kalian kira, tau? Gue jauh lebih pinter!"
Uh-oh. Melihat mata nyalang dan mendengar jeritanjeritan histeris itu, aku langsung punya firasat buruk.
380 Isi-Omen4.indd 380 Tetapi, aku tidak pernah menyangka cewek itu begitu
nekat. Dengan sekuat tenaga, dia merenggut dirinya dari
pegangan dua orang polisi dan mulai berlari terbirit-birit
dengan tangan masih diborgol. Sebagian besar dari kami
adalah pelari yang lumayan cepat, tapi kali ini, di luar
dugaan kami, cewek ini berhasil berada di depan kami
semua. Mungkin ini sisa-sisa kekuatan terakhir dari pen?
jahat yang menolak masuk penjara.
Tentu saja, dengan begitu banyak orang yang me?ngejar?
nya, cepat atau lambat dia tersusul juga?terutama oleh
Erika dan Valeria yang berada di deretan terdepan para
pengejar. Tampaknya Cecil juga menyadari hal itu. De?
ngan putus asa dia mulai mendorong benda-benda yang
ditemuinya ke belakang: gerobak berondong jagung,
boneka badut, gentong hiasan. Erika yang sudah ber?
pengalaman dalam adegan kejar-kejaran (baik sebagai
yang dikejar maupun yang mengejar) menghindari
semua itu dengan lincah bak anak sirkus jago akrobat.
Tetapi Valeria mulai kewalahan menghindari semua itu.
Kecepatannya melambat seiring dengan gerakannya
untuk menghindari benda-benda yang dilemparkan Cecil
padanya. Bukan hanya aku, melainkan Putri dan Aya?beserta
Leslie?juga meningkatkan kecepatan lari kami.
Semoga kami tidak telat. Oh, gawat! Cecil mendorong salah satu gapura ke arah
Erika dan Val. Gapura-gapura memang tersebar di seluruh
karnaval, sebagian berada dalam jarak yang lumayan
dekat. Kalau sampai didorong, gapura-gapura itu akan
menimbulkan efek saling menimpa, dan gapura terakhir
pastinya akan mendapat hibahan berat yang menjadikan?
381 Isi-Omen4.indd 381 nya sangat berbahaya. Yang tidak kalah berbahaya adalah
bagian atas gapura-gapura itu berhias banyak bohlam
yang langsung pecah begitu gapura-gapura itu ber?bentur?
an. Erika berhasil meloncat ke pinggir, menghindari area
bawah gapura yang mulai dipenuhi hujan pecahan kaca.
Tetapi Valeria malah tersandung dan terjatuh, menjadi?
kannya sasaran empuk untuk gabungan tiga gapura yang
roboh dan siap menindihnya.
Celaka! Aku tidak pernah berlari secepat ini untuk menyambut
maut, dengan kaki yang terluka pula. Di saat kita perlu
menyelamatkan seseorang yang penting, rasa sakit sama
sekali bukan halangan untuk bertindak secepatnya.
Sekuat tenaga aku menggunakan seluruh tubuhku untuk
menahan bagian atas gapura yang nyaris menimpa
Valeria. Tak perlu kujelaskan, kalau sendirian saja, aku
pasti bakalan ikut tertimpa bersama-sama Valeria. Apalagi
kini aku bisa merasakan kakiku yang terluka parah
semakin sakit dan kehilangan sebagian besar kekuatan?
nya. Tetapi, di sampingku ada Putri dan Aya yang juga
tiba nyaris bersamaan dengan diriku. Mungkin saja me?
reka malah tiba lebih dulu, tapi aku tidak memperhatikan?
nya karena terlalu sibuk menyelamatkan Valeria. Pecahan
kaca berjatuhan mengenai tubuh kami, beberapa me?
nancap ke dalam daging kami?termasuk beberapa yang
nyelip di antara telapak tangan dan bahu?menimbulkan
rasa perih yang membuat air mataku otomatis terbit.
Gawatnya, saat aku mencuri pandang ke arah Valeria,
kulihat seluruh tubuhnya berlumuran darah. Sebagian
karena jatuh, sisanya adalah akibat tersayat pecahan
382 Isi-Omen4.indd 382 kaca. Sepertinya dia mengalami kesulitan untuk bangkit
berdiri. "Cepat!" Aku mendengar Putri berteriak di sampingku,
dan orang yang dia teriaki adalah Leslie yang baru tiba
di dekat kami. "Bawa Valeria menyingkir dari sini!"
Tanpa banyak bacot, Leslie segera melakukan perintah?
nya. Begitu Valeria menyingkir, barulah aku merasa lega,
meski sulit bagiku untuk melepaskan gapura itu tanpa
mem?buatnya menimpaku atau teman-temanku.
"Rima, lo juga pergi." Mendadak saja Daniel sudah
berada di sampingku, mengambil alih beban yang nyaris
meremukkanku. "Biar kami aja."
"Kami" yang dimaksud, selain Daniel, adalah Viktor
dan Ajun Inspektur Lukas. Perlahan-lahan aku me?
nyingkir dari bawah gapura, dan tak lama kemudian ga?
pura itu berhasil mendarat di tanah tanpa menimbulkan
korban lagi. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Putri pada Valeria yang
sedang dibopong Leslie. "Nggak," geleng Valeria. "Cuma luka-luka kecil. Thanks
ya, dan maaf udah ngerepotin kalian semua."
Lega melihat Valeria ternyata selamat dan baik-baik
saja, aku pun mulai celingak-celinguk, mencari si pe?
Omen 4 Malam Karnaval Berdarah Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nyebab semua keonaran ini, dan melihatnya tepat pada
saat Erika menonjok mukanya.
"Ouch!" kata Daniel di sampingku. "Patah tuh hidung?
nya." "Udah layak dan sepantasnya," sahut Aya dengan suara
keji. "Sebelumnya dia juga udah kena tendang. Rasain!"
"Oke," kata Ajun Inspektur Lukas sambil menyambut
Erika dan tawanannya. "Cukup sudah. Kamu akan kami
383 Isi-Omen4.indd 383 tangkap dengan tuntutan sebagai penyebab semua ke?
celakaan yang terjadi di karnaval dua malam ini. Puas?"
Cecil tidak menyahut?mungkin karena sibuk me?
nutupi hidungnya yang patah dan berdarah-darah?dan
pasrah saja saat para polisi menggiringnya pergi.
"Nah, kalian jangan pulang dulu ya," kata Ajun Ins?
pektur Lukas. "Petugas paramedis sudah siap merawat
kali?an. Tadi sempat saya panggil waktu tahu Rima
diculik. Sekarang kami pergi dulu."
Dengan satu isyarat kecil dari Ajun Inspektur Lukas,
mobil ambulans langsung mendekat, sementara para
petugas paramedis segera menyerbu kami.
"Dasar polisi jahat," gerutu Erika sambil menghampiri
Valeria yang dikerubungi dua petugas paramedis. "Kita
sama sekali nggak dikasih hadiah atas jasa-jasa kita.
Begini deh, yang namanya habis manis sepah dibuang.
Luka-luka lo gimana, Val?"
"Nggak ada luka besar yang berarti," salah satu para?
medis yang menyahut. "Tapi kalau nggak diobati se?
cepatnya, luka-luka ini bisa menjadi serius."
"Makasih banyak ya, Sus," ucap Valeria pada para?
medis, sementara matanya memandangi Cecil yang
sedang dimasukkan ke mobil polisi. "Aneh ya. Kok se?
perti?nya dia begitu kepingin dianggap jadi penyebab
satu-satunya semua kejadian ini?"
"Mungkin karena dia diancam?" duga Leslie.
"Ah, yang pasti dia bakalan masuk penjara," tukas
Erika. "Oknum kayak gitu nggak layak dibiarin kelayapan
dengan bebas. Gila, bisa-bisanya kabur di saat-saat ter?
akhir." "Tetap saja, gue merasa kasus ini masih menggantung."
384 Isi-Omen4.indd 384 Valeria menghela napas. "Semoga saja perasaan gue
salah. Semoga dengan ditangkapnya Cecil, nggak akan
ada kejadian buruk yang terjadi lagi."
"Itu sih harapan yang terlalu berlebihan." Erika
nyengir. "Mana mungkin nggak akan ada hal buruk yang
terjadi lagi? Lupa ya, kalo sekolah kita sekolah yang
dikutuk?" "Maksud gue, selama karnaval berjalan," tukas Valeria.
"Kan cuma tinggal sehari gini lho."
"Oh, kalo itu sih mungkin terjadi. Kemungkinan
kecil." Erika menyeringai saat Valeria mendelik padanya.
"Yah, santai ajalah. Apa pun yang terjadi, kita pasti bisa
mengatasi semuanya, meski dengan berlumuran darah
dan luka di mana-mana..."
"Kecuali elo," kata Aya sirik, memandangi Erika yang
memang minim luka-luka dibanding kami-kami semua,
dan merupakan cewek satu-satunya yang tidak dikelilingi
petugas paramedis. "Yah, namanya juga jagoan." Erika mengangkat tangan?
nya dan mengamati otot-ototnya dengan tampang bang?
ga. "Yang beginian nggak bisa didapat dari latihan, tapi
harus rajin terjun ke lapangan, tau?"
"Iya deh, lo memang jagoan" Valeria tertawa. "Kalo
gue sih nggak mungkin bisa selamat kalo nggak ditolong?
in lo sama dua cewek hebat ini. Makasih ya. Tanpa
kalian, mung?kin gue nggak bisa hepi-hepi di sini bareng
kalian." Seraya berkata begitu, Valeria menatap kami dengan
kehangatan dan rasa syukur yang membuat aku, Putri,
dan Aya salah tingkah. Tapi lalu terdengar suara yang
mem?buat bulu kudukku merinding.
385 Isi-Omen4.indd 385 "Jangan berterima kasih pada mereka. Mereka hanya
menjalankan tugas." Kami semua berpaling ke arah suara itu, dan menemu?
kan?astaga?Nikki dalam balutan seragam paramedis.
Sepertinya dari tadi cewek itu berkeliaran di dekat kami,
namun tak seorang pun menyadarinya.
Cewek ini benar-benar menakutkan.
"Ngapain lo nyelip di sini pake kostum suster seksi?"
teriak Erika, sementara kami semua langsung bersiaga.
"Be?rani taruhan, lo otak dari semua kejadian yang me?
libat?kan badut-badutan keparat ini!"
"Waduh, tuduhan yang jahat banget." Nikki me?nge?
rucut?kan bibir, namun tidak terlihat sakit hati. "Dan
sangat nggak berdasar. Bukannya Cecil udah ngaku?"
"Siapa yang bilang Cecil ngaku?" sergah Aya.
"Nggak perlu dikasih tau." Nikki mengedikkan bahu
ke arah mobil polisi. "Tadi gue lihat dia digiring masuk
ke mobil polisi dengan tangan diborgol. Kesimpulannya
gampang banget, kan?"
"Sejak kapan kamu ada di sini?" tanya Putri dengan
suara tajam menusuk. "Sedari tadi," ucap Nikki sambil memasang senyum
sok kalem?senyum pura-pura yang tidak lebar dan
sangat berbeda dengan senyum aslinya yang mengerikan.
"Sejak mendapat telepon dari Ajun Inspektur Lukas. Kan
malam ini gue lagi jadi paramedis sukarelawan. Kalian
bisa ngecek data staf di rumah sakit kok. Kita kan sudah
dewasa. Sudah waktunya melakukan kebaikan dan bukan?
nya membuang-buang waktu untuk bersenang-senang."
Aku tertegun. Saat bicara dengan gaya formal, cara
bicaranya mengingatkanku pada cewek yang menawanku.
386 Isi-Omen4.indd 386 Memang sih, saat itu mulut cewek itu ditutupi masker,
sehingga suaranya terdengar tak jelas. Tapi rasanya tidak
mungkin salah. Cecil sama sekali tidak membuatku ingat
pada cewek itu, tetapi Nikki benar-benar mirip dengan
penawanku itu. Aku berpaling pada Daniel yang memandang Nikki
de?ngan tatapan tajam dan berang. Jelas cowok itu juga
me?nyadarinya. "Tunggu dulu!" Valeria tiba-tiba menyela. "Tadi lo bi?
lang mereka," tatapannya beralih pada aku, Putri, dan
Aya, "hanya menjalankan tugas. Tugas apa?"
Aduh! Kami benar-benar berada dalam kesulitan
besar. "Tugas dari bokap lo, tentu saja. Memangnya lo nggak
tau, bokap lo membayar Rima dan Aya untuk bersekolah
di sini agar bisa membantu Putri, alias si Hakim Ter?
tinggi, buat mengawasi dan ngendaliin elo?"
"A... apa?" Kali ini mulut Valeria ternganga lebar. "Di?
bayar?" Dia menoleh padaku. "Beneran?"
Aku ingin sekali memberitahu Valeria bahwa aku
memang sangat mengaguminya dan, tidak peduli dibayar
atau tidak, aku tetap ingin berteman dengannya. Tetapi,
satu hal yang tidak bisa kumungkiri, aku memang di?
bayar oleh ayahnya. Rumah yang kini kami tinggali
adalah milik ayah Valeria. Aku bisa pindah dari sekolah
negeri ke SMA Harapan Nusantara, semua itu berkat
campur tangan ayah Valeria. Pertemananku yang dekat
dengan Putri dan Aya, karena kami semua memang
anak-anak asuh ayah Valeria.
Jadi, aku harus bilang apa? "Maafkan aku."
387 Isi-Omen4.indd 387 Dadaku dicekam rasa sakit saat menyadari tatapan
Valeria yang terluka. "Gue kira lo bener-bener mau temenan sama gue,
Rim," ucapnya dengan suara gemetar.
Oh Tuhan. Sekarang dia benci padaku.
Aku berpaling, dan menemukan Daniel sedang me?
mandangku dengan tatapan yang sulit kuartikan.
Kurasa dia juga sudah jijik padaku.
"Sekarang mata lo udah terbuka kan, Valeria? Mereka
bukan teman-teman lo yang sebenarnya. Lebih baik elo
temenan sama gue aja. Asal tau aja, gue ada di pihak
yang baik dan tulus."
"Tulus apanya?" tukas Daniel dengan suara dingin
yang jarang kudengar darinya. "Berani taruhan, elo orang
yang tadi nawan Rima. Dan elo juga orang yang ngatur
ada dua orang yang mirip Erika dan Val yang ngebantu
elo, supaya lo bisa mengadudomba kami semua."
"Aduh, jangan nuduh sembarangan gitu dong, Niel."
Suara Nikki terdengar merayu saat bicara dengan Daniel.
"Nggak mungkin dong, gue melakukan hal seperti itu.
Lagian, yang udah lewat jangan dibahas lagi. Toh apa
pun yang direncanakan Cecil, semuanya udah gagal,
kan?" "Tapi nggak bikin lo patah semangat untuk meng?
adudomba kami," sahut Daniel. "Lo tau dari mana soal
bokap Val?" "Ah, sang narasumber minta gue ngerahasiain iden?
titasnya." Nikki menggoyang-goyangkan jarinya. "Tapi
gue juga baru tau beberapa saat lalu, waktu Cecil ke?
tangkep. Kasian ya Cecil. Coba dia tau soal ini dari awal.
Kan dia nggak perlu susah payah melakukan semua ini.
388 Isi-Omen4.indd 388 Tapi nggak percuma juga sih usahanya. Kalo bukan
karena dia nyaris celakain Val, kedok kalian bertiga
nggak akan terbuka. Maksud gue, andai gue kasih tau
info ini pun, mereka selalu bisa mengelak karena nggak
ada bukti." Sesaat dia menyunggingkan senyum lebarnya
yang nyaris membelah wajahnya menjadi dua, tetapi lalu
dia memperbaiki sikap. "Eh, tapi bukan berarti gue
kepingin memecah-belah kalian lho. Itu kan kemauan
Cecil. Yang gue mau cuma temenan sama elo, Val, juga
Erika." "Mungkin gue harus berterima kasih karena elo udah
ngasih tau gue info yang penting," ucap Valeria rendah.
"Tapi itu nggak bikin gue kepingin temenan sama elo."
"Bener, bener," sahut Erika penuh semangat. "Mimpi
aja sana!" "Nggak usah buru-buru mutusin." Lagi-lagi Nikki me?
nyunggingkan senyum mengerikan. "Pikirin dulu aja. Oh
ya, Erika, ada temen gue yang mau say hello sama elo."
"Nggak berminat," tolak Erika. "Nggak peduli temen
lo semacam X-Men atau Avengers..."
"Halo, Erika." Suara itu terdengar lembut dan manis, namun tak sa?
lah lagi, suara itu persis seperti suara cewek yang disapa?
nya. Erika yang biasanya tidak pernah gentar meng?
hadapi apa pun, tampak seperti disambar petir.
Seorang cewek lain yang mengenakan pakaian para?
medis mendekati kami, dan aku bisa melihat wajahnya
yang serupa dengan Erika. Tidak salah lagi, cewek inilah
yang tadi mengikatku. Tetapi dia sama sekali tidak me?
noleh padaku, seolah-olah dia tidak mengenaliku sama
sekali. 389 Isi-Omen4.indd 389 "Eliza," bisik Erika. "Kapan kapan lo keluar dari pen?
jara?" "Nggak penting," senyum Eliza Guruh, adik kembar
Erika. "Yang lebih penting adalah, gue kepingin kasih
tau elo, Ka. Gue udah maafin elo, dan gue harap elo
juga udah maafin gue. Apa pun yang pernah terjadi di
antara kita, itu semua masa lalu. Orangtua kita juga
udah nggak marah sama elo, Ka. Mereka mau lo kembali
ke rumah kita lagi. Mau nggak?"
Erika terpana mendengar ucapan Eliza. Berbagai emosi
berkelebat di wajah cewek yang memang selalu blak?
blakan itu. Rasa tak percaya, takut, sedih, juga harapharap cemas. Mendadak kusadari, meski tangguh luar
biasa, Erika hanyalah anak berusia tujuh belas tahun
yang masih membutuhkan keluarga.
"Pasti lo shock banget ya," kata Eliza prihatin. "Sori,
gue nggak bermaksud tiba-tiba seperti ini. Tapi sekarang
gue menjadi sukarelawan untuk tim paramedis, dan tautau aja malam ini gue ditugaskan ke sini. Jadi kita
ketemu dadakan begini deh. Mungkin lo butuh waktu
untuk mikirin semua ini. Yah, take your time, sis. Kami
sebagai keluarga lo, akan selalu nungguin kepulangan
elo." "Kita harus pergi sekarang." Nikki menyentuh lengan
Eliza. "Coba dipikirkan baik-baik ya, Valeria, Erika. Kami
benar-benar ingin kalian bergabung dengan kami. Kita
akan menghancurkan The Judges bersama-sama. Pasti
menyenangkan." Kenapa Eliza bisa dipenjara? Baca kisahnya dalam OMEN buku pertama, karya
Lexie Xu. 390 Isi-Omen4.indd 390 Dengan kata-kata itu, keduanya pun meninggalkan
kami. "Apa dia baru aja mengaku sebagai Kelompok Radikal
Anti-Judges?" tanya Aya.
"Dia nggak mengakui apa-apa," geram Putri, "selain
menegaskan tujuan mereka. Benar-benar licik."
Aku tidak mengucapkan apa-apa, melainkan hanya
memandangi Valeria dan Erika yang tampak terpukul.
Yah, meski baru saja lolos dari kematian, perasaanku sen?
diri tidak begitu senang. Otak kasus ini tidak tertangkap,
misi rahasia kami terbongkar, kami terancam dimusuhi
Valeria, dan kini kami bertambah musuh baru yaitu adik
kembar Erika.
Omen 4 Malam Karnaval Berdarah Karya Lexie Xu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ayo kita pulang," kata Leslie sambil merangkul
Valeria. "Nggak apa-apa, Val. Kita akan selesaikan masa?
lah?nya satu-satu." Rasanya ada kata-kata tak terucap mengambang di
udara. Sekalian kita pindahan juga.
Aduh. Aku merasakan tatapan Leslie dan Viktor, tatapan
maklum yang membuatku kepingin menangis. Habis,
me?reka tidak terlihat marah atau merendahkanku. Na?
mun aku juga tahu, mereka tidak akan membelaku kalau
Valeria dan Erika memutuskan untuk membenciku
selamanya?hal yang kemungkinan besar akan terjadi,
berhubung kedua cewek itu sama sekali tidak mau
memandang ke arahku lagi. Bahkan, saat mereka pergi
pun, mereka tidak pamit padaku.
Rasanya kesepian banget. "Sial," ucap Aya muram. "Kita ketauan, dan ketau?an?
nya dengan cara yang nggak enak banget."
391 Isi-Omen4.indd 391 "Seharusnya kita menjelaskan tadi," Putri menghela
napas. "Tapi aku terlalu shock dengan kemunculan
Nikki. Dan bisa-bisanya dia tau rahasia kita. Dia tau dari
mana ya?" "Itu nggak penting lagi," kataku sedih. "Kalian inget
kan pesan Mr. Guntur?"
"Ya," angguk Putri. "Misi dibatalkan kalau sampai
Valeria tau hubungan kita dengan Mr. Guntur."
"Ini berarti, semua yang kita lakukan selama ini siasia," kata Aya sambil memukul sesuatu yang tak kasat?
mata. "Sial! Berapa banyak waktu yang udah gue inves
untuk mereka?" "Lebih gawat lagi, kita sudah mengecewakan Mr.
Guntur," ucap Putri perlahan.
"Menurut lo, dia akan suruh kita balikin duitnya?"
tanya Aya cemas. "Tentu nggak, kita kan anak-anak asuhnya yang ter?
baik," tandas Putri. "Hanya saja, aku takut setelah ini
beliau nggak akan memercayakan tugas-tugas penting
pada kita lagi. Yah, sudahlah. Aku akan mengutip katakata Leslie tadi. Kita akan selesaikan masalahnya satusatu. Aya, kamu nggak perlu berbuat apa-apa dan cukup
menunggu saja. Mungkin mereka butuh jasa si Makelar
untuk pindahan. Rima, kamu pulang ke rumah, gunakan
segala cara untuk menghalangi mereka pindah rumah.
Kalau perlu, ceritakan semuanya. Sementara aku, aku
akan melapor pada Mr. Guntur. Good luck semuanya."
Kami saling melambai. Aya dan Putri segera pergi ke
arah masing-masing. Aku masih berdiri sebentar, me?
nunggu mereka lenyap dari pandangan, lalu berbalik dan
menghadap Daniel. Cowok itu sedang bersandar pada
392 Isi-Omen4.indd 392 sebatang pohon di tepi jalan, menatapku lekat-lekat de?
ngan sorot mata intens. Seolah-olah hanya dengan
tatapan itu, dia bisa menahanku di tempat.
Dan memang, aku takkan ke mana-mana tanpa bicara
dengannya dulu. Tanpa menjelaskan kenapa aku melaku?
kan semua ini. Tanpa berusaha untuk menghapus rasa
jijik yang dia rasakan padaku?sedikit pun tak apa.
Mendadak saja, kusadari, perasaan Daniel sangat pen?
ting untukku. Aku tahu, aku pernah bilang tak peduli
apa pun yang dia rasakan, aku tidak mau dekat-dekat
dengannya lagi. Tapi aku salah. Saat dia pergi dengan
Valeria, aku merasa setengah jiwaku dibawa pergi, dan
hidupku tak bakalan sama lagi. Namun, saat dia tetap
bersamaku meski lautan api mengepung kami, saat itulah
aku berpikir aku betul-betul bahagia.
Karena itu, tidak apa dia pernah mencintai Valeria.
Tidak apa dia tetap mencintainya sekarang. Asal dia
tidak benci padaku. Asal dia tetap suka padaku. Asal dia
mau bersamaku. Sebagai teman pun tidak apa. Aku mem?
butuh?kannya, aku sangat membutuhkannya. Mungkin,
dalam perjalanan hidup kami, suatu hari dia akan me?
lupa?kan Valeria dan mencintaiku. Tapi saat ini, aku akan
menerima perasaannya, seberapa pun kecilnya. Karena
tanpa dia, aku tidak bisa bahagia.
"Daniel," ucapku untuk memulai pidatoku, tapi lalu
aku tidak tahu harus mengatakan apa. Aku takut setiap
kata yang kuucapkan akan membuat situasi bertambah
buruk. Semua pembelaan diri yang sudah berada di
ujung mulutku pasti akan terdengar bodoh dan lemah,
mem?buatku terlihat seperti orang tak berguna, dan mung?
kin malah akan menambah rasa bencinya padaku.
393 Isi-Omen4.indd 393 Perlahan-lahan, cowok itu berjalan mendekatiku. Mata?
nya tetap terpaku padaku, membuat kakiku terasa lung?
lai. Lalu dia mengangkat tangan. Spontan aku me?mejam?
kan mataku erat-erat, siap menerima tamparan atau apa
sajalah. Karena, apa lagi yang akan dilakukan orang ter?
hadap orang sebodoh dan selemah diriku?
Tapi lalu aku merasakan Daniel meraihku ke dalam
pelukannya. "Lo akan selalu punya gue, Rim," bisiknya. "Gue akan
selalu berada di pihak lo. Selamanya."
Selamanya. Pertama kalinya dalam hidupku, aku tahu aku akan
baik-baik saja. Dan aku tidak akan pernah kesepian lagi.
394 Isi-Omen4.indd 394 Baca kisah seru Erika Guruh dan
Valeria Guntur di buku pertama
serial OMEN! GRAMEDIA penerbit buku utama
Isi-Omen4.indd 395 Isi-Omen4.indd 396 Erika dan Valeria mengungkap
kejadian-kejadian aneh perihal tujuh
lukisan horor karya Rima Hujan.
GRAMEDIA penerbit buku utama
Isi-Omen4.indd 397 Isi-Omen4.indd 398 Erika, Valeria, dan Rima menyelidiki
organisasi rahasia di sekolah mereka.
GRAMEDIA penerbit buku utama
Isi-Omen4.indd 399 Isi-Omen4.indd 398 Isi-Omen4.indd 6 OMEN #4 File 4 : Kasus perusakan wajah anggota OSIS SMA Harapan Nusantara
di malam karnaval. Tertuduh: Kelompok Radikal Anti-Judges. Tidak diketahui siapa sebenarnya
anggota kelompok yang namanya jelek banget ini, meski kami
punya dugaan kuat: Erika Guruh dan Valeria Guntur, dua
anggota The Judges yang membelot lantaran tidak menyetujui
kebijakan-kebijakan OSIS. Tambahan lagi, mereka berdua adalah
kombinasi paling mematikan di sekolah kami yang sanggup
melawan Putri Badai si Hakim Tertinggi, yang punya sekutu
berupa ketua OSIS yang punya kemampuan misterius dan
wakilnya yang berandalan, alias kami berdua.
Fakta-fakta: Putri Badai menerima surat-surat ancaman untuk membubarkan
susunan keanggotaan OSIS dengan tuduhan pemungutan
suaranya dimanipulasi. Saat Putri menolak menanggapi mereka,
kami menemukan mayat binatang diletakkan di ruang OSIS.
Lebih parahnya lagi, di acara pertama yang dilakukan oleh OSIS,
mereka mulai mengincar anggota-anggota OSIS yang populer.
Satu per satu ditemukan dalam kondisi pingsan,
dengan tubuh penuh luka dan wajah yang
dirusak. Misi kami: Menemukan pelaku sebenarnya sebelum
persahabatan kami hancur untuk
selamanya. Penyidik Kasus, Rima Hujan & Daniel Yusman
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Kompas Gramedia Building Blok I, Lantai 5 Jl. Palmerah Barat 29-37 Jakarta 10270 www.gramediapustakautama.com
omen 4 malam karnaval berdarah.indd 1
Kisah Dokter Cinta 3 Pendekar Rajawali Sakti 88 Topeng Setan Winnetou Kepala Suku Apache 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama