Ceritasilat Novel Online

Cinta Dan Tipu Muslihat 5

Cinta Dan Tipu Muslihat Karya Widi Widayat Bagian 5


Ia berhenti sejenak. Kemudian.
"Sayang kita belum mendengar kabar berita tentang pamanmu Darmo Saroyo dan Darmo Gati, masih hidup atau sudah mati. Kalau saja masih hidup. mereka akan menjadi tenaga amat penting dalam pertahanan Pati. Akan tetapi kalau sudah gugur ...."
Kata-kata Ali Ngumar terputus. Ia tadi akan berkata, apabila dua orang itu sudah gugur. Kadipaten Pati kehilangan dua orang ahli perang. Tetapi Sarini masih terlalu muda diajak membicarakan soal itu.
Ali Ngumar segera mengalihkan pembicaraannya, katanya.
"Tetapi hem... keadaan sudah amat mendesak. Seyogyanya malam ini juga kita bergerak dan langsung menuju Muria, untuk memotong gerakan musuh."
Sarini mengiakan. Seluruh penghuni bukit segera berkumpul lalu bergerak pergi. Ali Ngumar dan Sarini menunggang kuda sebagai pelopor di muka. Sedang anak buahnya mengikuti di belakang.
Dalam perjalanan ini tiba-tiba saja Ali Ngumar terkenang kepada beberapa peristiwa yang telah terjadi sejak pergi dari Muria. Lalu teringat pula kepada isterinya. Betapa penting dan berharganya Rasa Wulan alias ladrang Kuning. isterinya, ikut serta menyumbang kan tenaga membela Pati, melawan Mataram.
Teringat hal itu ia menghela napas panjang. Sarini menjadi kaget dan berpaling. Akan tetapi ketika melihat gurunya merenung-renung. ia tidak berani membuka mulut.
Bagaimanapun. peristiwa itu sudah jauh berlalu. Bagi Ali Ngumar terasa amat sulit untuk memberi penjelasan kepada isterinya. dan lebih lagi isterinya itu sekarang perangainya sudah jauh berobah. Mungkinkah isterinya masih mau mendengarkan penjelasannya? Dan mungkinkah isterinya mau mendengar?
Untung ia seorang tokoh sakti dan namanya amat terkenal, ia cepat menyadari tugas yang harus dilakukan. Ia mengangkat kepala lalu memandang jauh ke depan. Sesaat kemudian ia memalingkan muka ke belakang. Melihat anak buah Sarini begitu taat dan patuh mengikuti pemimpinnya, diam-diam ia menjadi kagum akan kepandaian Sarini memimpin.
"Sarini! Apakah ketika lolos dari Mayong kau tidak berkawan dengan siapapun?" tanyanya kemudian.
"Tidak!" sahut Sarini.
"Keadaan pada waktu itu kacau dan sulit sekali. Waktu itu yang terpikir dalam benak murid. hanya mencari selamat "
"Jadi engkau tidak melihat pamanmu Darmo Saroyo maupun pamanmu Darmo Gati?"
Gadis lincah itu hanya menggelengkan kepala. Dan lagi-lagi Ali Ngumar menghela napas panjang.
Ketika pagi tiba mereka telah tiba di kaki Gunung Muria. Ali Ngumar terkesiap ketika melihat terjadinya kesibukan di kaki gunung tersebut.
"Musuh?" tanyanya dalam hati.
Ali Ngumar segera memberi isyarat anak buah Sarini berhenti dan menyembunyikan diri.
"Sarini!" katanya.
"Akan aku tinjau dulu siapakah mereka. Engkau harus berhati-hati dan bersiap-siap menjaga segala kemungkinan."
"Tetapi. apakah tidak kita serbu saja mereka itu?" tanya Sarini.
"Hush!" bentak gurunya.
"Kita tidak boleh bertindak serampangan. Bukankah kita akan rugi kalau mereka itu kawan sendiri?"
"Tetapi bagaimana kalau guru terjebak?"
Ali Ngumar tersenyum, "Jika ternyata mereka lawan, segera akan aku beri penandaan dengan siulan panjang."
Sarini mengangguk tanda mengerti. Ali Ngumar segera bergerak mendekati. Setelah jaraknya menjadi dekat, ia melihat kesibukan luar biasa. Orang-orang itu sedang mengatur tempat perlindungan dan kubu pertahanan. dari karung pasir, batu dan balok kayu. Melihat itu hatinya menjadi lega. Jelaslah bahwa mereka itu bukan lawan. Meskipun demikian mereka masih ragu. Lalu pasukan siapakah yang sedang bertahan di tempat ini? Kalau pasukan Pati pasti mempunyai tanda umbul-umbul maupun panji yang sudah ia kenal. Di samping itu juga akan dikibarkan bendera.
Ali Ngumar mendekat maju lagi. Matahari yang mulai terbit di timur. menimbulkan bayang-bawang yang samar.
"Hai. siapakah engkau?" tiba-tiba terdengar bentakan keras.
Ali Ngumar tidak menyahut, malah bertanya.
"Apakah kalian ini pasukan Kadipaten Pati?"
"Bukan!" sahut orang itu.
"Kami pasukan Hajar Wilis.
"Hai!" seru Ali Ngumar terkejut berbareng gembira.
"Apakah saudara Wasi Jaladara sudah datang?"
Lama tiada jawaban. dan mereka. Orang-orang yang semula tampak mendadak malah menghilang menyembunyikan diri di tempat perlindungan.
Kemudian seseorang yang agaknya menjadi pemimpin bertanya,
"Siapakah tuan ini. dan mengapa pula bertanya tentang beliau? Sejak beberapa hari lalu pergi dan sampai sekarang belum kembali. Kyai berpesan. akan menghadiri undangan Ki Ali Ngumar di pulau Bawean. Dan sampai sekarang juga belum kembali."
"Akulah Ali Ngumar. Lekas bukakan pintu!" perintahnya.
Sarini diam-diam sudah mengikuti gurunya. Sesudah mendengar bahwa orang orang ini bukan musuh. ia memberi isyarat agar anak buahnya maju mendekat.
Gerakan itu telah menimbulkan kecurigaan orang dalam kubu pertahanan. Mereka khawatir kalau mereka yang datang ini pasukan Mataram yang menyamar.
"Kami bergerak ke mari atas perintah bapa Wasi Jaladara. Tanpa perintah bapa Wasi. maaf kami tak berani menerima tamu."jawaban dari kubu pertahanan.
Sarini menjadi marah. Wilayah gunung Muria ini tempat tinggal gurunya, tetapi mengapa sekarang orang berani menolak? Tanpa pikir panjang lagi ia sudah melesat melayang lewat pagar pertahanan. Beberapa saat kemudian terdengar suara "plak" disusul robohnya tubuh orang. Sesaat kemudian Sarini bertindak lebih lanjut, telah membuka pintu pertahanan.
Ali Ngumar tertegun. Ia tak menduga Sarini berbuat selancang itu. Buru-buru Ali Ngumar masuk ke dalam sambil menghampiri orang yang baru saja dirobohkan oleh Sarini.
Orang itu berusaha bangkit. Tetapi bantingan Sarini yang cukup keras, membuat orang itu tidak kuasa untuk bangkit.
Untuk mencegah terjadinya salah paham. Ali Ngumar membantu berdiri lalu memberi penjelasan bahwa dirinya memang Ali Ngumar yang berdiam di pinggang Muria. Dan ia juga menerangkan, bahwa dirinya telah bertemu dengan Wasi Jaladara di Pulau Bawean. Melihat kesungguhan Ali Ngumar barulah orang itu percaya. Ia mengundang kawan-kawannya untuk mendengarkan penjelasan Ali Ngumar. Dan oleh gamblangnya keterangan Ali Ngumar. akhirnya mereka percaya.
Sekarang baru diketahui bahwa pimpinan kubu pertahanan ini bernama Rapingun salah seorang murid Wasi Jaladara. Namun sebenarnya ia hanya pemimpin kedua. sebab pemimpin yang pertama bernama Wirodigdoyo tetapi menyertai kepergian Wasi Jaladara yang sampai sekarang belum pulang.
Wirodigdoyo bekas tamtama Bupati lasem. Ketika Lasem dipukul Mataram dan jatuh. Wirodigdoyo bersama sisa pasukan Lasem melarikan diri. kemudian menggabungkan diri dengan Hajar wilis.
Akhirnya Ali Ngumar dan yang lain diterima dengan baik. Sesudah mengaso sejenak. kemudian Ali Ngumar menceritakan apa yang sudah terjadi di Bawean. Bahwa Ali Ngumar yang di Bawean itu palsu, sedang orang yang bertanggung jawab bernama Swara Manis. Mendengar ini semua anak buah wasi Jaladara menjadi marah. dan bersumpah akan membalas dendam kepada Swara Manis.
Hari itu Ali Ngumar. Sarini dan anak buahnya dapat mengaso dengan tenang. Tetapi begitu sore tiba. mereka dikejutkan oleh suara menggelegar di luar kubu. Getarannya seperti gempa bumi dan belum juga hilang getarannya sudah disusul oleh suara menggelegar lagi yang beruntun. lalu debu mengepul beterbangan.
Wajah semua orang pucat. Bahkan Sarini yang lincah itupun kuncup nyali.
"Tenang dan jangan bingung." hibur Ali Ngumar.
"Dentuman meriam sepuluh kali tadi. jelas merupakan percobaan yang dilakukan pasukan Mataram. Agaknya
mereka baru saja tiba. Dan tembakan meriam tadi bermaksud untuk meruntuhkan semangat pejoang Kadipaten Pati. Jangan khawatir, malam ini takkan terjadi apa-apa."
Tetapi bagaimanapun Rapingun gelisah. Kemudian mengusulkan agar malam ini juga pindah kubu pertahanan ke pinggang Muria. Ia merasa tidak yakin. balok kayu. batu maupun karung pasir sanggup bertahan oleh peluru meriam.
Anak buahnya mendukung usul tersebut. Sebaliknya tubuh Ali Ngumar gemetar menahan rasa marah. Menurut pendapatnya. orang bernama Rapingun ini seorang pemimpin yang pengecut tidak bertanggung jawab. Dan pemimpin macam itu malah akan menyebabkan surutnya semangat prajurit. Ini tidak boleh terjadi. Sayangnya ia tidak mempunyai kekuasaan atas pasukan ini. Untuk itu ia harus mencari jalan keluar agar semangat pasukan tidak padam.
"Sari!" katanya.
"Berapakah anak buahmu yang tak takut bahaya?"
Sarini kaget. Tetapi hanya sejenak, kemudian ia berlagak.
"Sebagai seorang Ratu... ."
Ucapannya tiba-tiba terhenti. ketika melihat Ali Ngumar' mendelik.
"Ada berapa?" desak gurunya.
"Mungkin lebih duapuluh orang."
Ali Ngumar tersenyum. Lalu ia memalingkan muka kepada Rapingun dan berkata.
"Harap kau jaga baikbaik tempat ini. Aku bersama muridku akan menyelidiki musuh."
"Apa maksud bapa?" Sarini kaget.
"Kita perlu menyelidik keadaan musuh."
Tiba-tiba saja hati dara ini tercekat. Ngeri juga
membayangkan bahaya yang mengancam. Pasukan Mataram itu berjumlah besar, bersenjata meriam dan senapan. Salah-salah tubuhnya ditembus peluru dan nyawa melayang
Namun ia malu kepada anak buahnya, apabila takut berhadapan bahaya. Katanya kemudian,
"Baiklah bapa, memang tidak ada perlunya kita gentar dan takut hanya mendengar dentuman meriam itu. Nantikan hasilnya nanti kalau Ratu... eh aku sudah menyelidik ke sana. Meriam-meriam itu dalam waktu singkat akan sudah dapat kuangkut ke tempat ini."
Rapingun terdiam mendengar bualan gadis itu. Dalam hati masih tetap gentar dan tak percaya. Namun demikian ia tak dapat berbuat lain kecuali mengangguk.
Ali Ngumar, Sarini dan pasukan pilihannya segera berangkat menyelidik. Begitu mereka pergi, Rapingun cepat-cepat memerintahkan agar pintu ditutup rapat.
Kubu pertahanan itu menjadi sepi. semua orang gelisah dan khawatir apabila musuh menyerang tibatiba. Ternyata sepuluh kali dentuman meriam tadi, benar-benar memadamkan seorangat pasukan Wasi Jaladara.
Mereka menunggu lama. tetapi Ali Ngumar dan rombongannya belum juga muncul kembali. Hal itu menggelisahkan mereka. dan Rapingun berjalan mondar-mandir di tengah ruang markas besar, ia ingin menenteramkan hati, tetapi tetap gelisah.
Tiba-tiba ia terkejut mendengar suara gaduh dan teriakan anak buahnya. Cepat-cepat Rapingun memburu keluar diikuti puluhan orang anak buahnya. Begitu tiba di luar. ia terbelalak. Anak buahnya sudah kacaubalau. beberapa orang roboh di tanah dan mengerang kesakitan.
Rapingun sangat terkejut. Lalu ia melihat seorang pemuda sedang mengamuk.jelas pemuda itu bermaksud menerobos masuk ke dalam kubu, tetapi pasukannya
melarang. Akibatnya terjadilah perkelahian. Rapingun kaget berbareng kagum. Sebab pemuda itu gagah, tangkas dan berilmu tinggi. Hingga semua yang mengeroyok dapat dipatahkan.
Sebelum Rapingun sempat bertitidak, pemuda itu sudah menghampiri kemudian bertanya.
"Apakah saudara yang memimpin pasukan ini?"
Rapingun mundur selangkah, jawabnya.
"Benar. Apa maksud saudara datang kemari malam begini?"
"Aku Swara Manis. orang kepercayaan Tumenggung Wiroguno," sahutnya mantap.
"Oh... kiranya tuan seorang utusan Panglima Mataram?" Rapingun terkesiap. Maaf atas sambutan kami yang kurang pantas. Kemudian apakah maksud tuan malam ini?"
Sekalipun dalam menjawab ini Rapingun tampak menghormat. namun jelas tidak senang. Sebaliknya Swara manis tidak marah, malah ketawa keras, lalu katanya.
"Pasukan Mataram yang berjumlah besar di bawah pimpinan Bendara Kliwon Prawiromantri , telah berkubu di kaki Gunung Muria ini tentunya saudara sudah mendengar juga adanya penandaan meriam yang sudah kami lepaskan tadi."
Swara Manis berhenti dan mencari kesan. Sejenak kemudian baru meneruskan.
"Kecuali hal itu. perlu aku sampaikan berita penting untuk sudara. Pemimpin Saudara.
Wasi Jaladara telah dibunuh secara keji oleh siasat licik dan busuk oleh kilat Buwono alias Ali Ngumar. Atas meninggalnya Wasi Jaladara. berarti pasukan ini sudah tiada pimpinan lagi. Hemm. ketahuilah bahwa kota Pati juga sudah diambang kehancuran! Sekarang, sekalipun saudara tidak mencita-citakan jabatan dan pangkat tinggi dari Ingkang Sinuwun Sultan Agung, namun karena saudara seorang pemimpin tentu
mempunyai pandangan luas. Sudah tentu saudara tidak ingin mengorbankan ratusan jiwa manusia yang tak berdosa ini."
Rapingun tercengang. Belum lama berselang Ali Ngumar datang di tempat ini dan memberi keterangan, bertemu Wasi Jaladara di Pulau Bawean. Mengapa sekarang pemuda utusan Tumenggung Mataram ini menerangkan kebalikannya? Menerangkan Wasi Jaladara sudah mati dibunuh? Ia menjadi pusing. Dan celakanya ia seorang pemimpin yang berpandangan sempit dan berpikiran tidak rangkap. Gampang mengambil kesimpulan tanpa ingat lagi, siapa yang diajak bicara. Ia hanya berpikir. kalau Ali Ngumar sudah bertemu dengan Wasi Jaladara. mengapa tidak datang bersama?
"Hem, apakah tidak mungkin yang telah terjadi, seperti yang sudah diterangkan pemuda ini?" kata hatinya.
"Ali Ngumar membunuh bapa Wasi Jaladara, kemudian bergegas datang ke mari. untuk mengambil alih pimpinan pasukan Wilis ini."
Hampir saja Rapingun terpengaruh. Untung di lain saat teringat. bahwa Ali Ngumar dan Wasi Jaladara merupakan sahabat yang sama-sama menentang Mataram. Mungkinkah dua orang sahabat erat seperti itu bisa saling bunuh? Hampir saja ia menerangkan bahwa beberapa saat yang lalu. baru saja Ali Ngumar datang ke kubu ini. Tetapi hal itu tak jadi dikemukakan. Kalau saja ia memberitahukan kehadiran Ali Ngumar, kiranya keadaan akan menjadi lain. Swara Manis akan kaget setengah mati. dan akan cepat-cepat meninggalkan tempat ini karena ketakutan.
"Tetapi paman Ali Ngumar dan guruku tidak bermusuhan." katanya.
"Mengapa saudara menuduh paman Ali Ngumar sudah membunuh guruku?"
Dasar seorang pemuda licin. Swara Manis tidak kekurangan akal. Jawabnya.
"Hem... lupakah engkau bahwa Gunung Muria ini tempat tinggal Ali Ngumar?
Lupakah saudara. tindakan ini menyebabkan Ali Ngumar tidak senang? Hemm... dalamnya laut masih bisa diukur. tetapi hati manusia? Ketahuilah bahwa undangan Ali Ngumar kepada semua orangsakti agar hadir ke Pulau Bawean itu, tidak lain mempunyai maksud untuk menumpas semua yang hadir." Dan karena Wasi Jaladara keras kepala. maka Ali Ngumar tidak segan membunuhnya."
Swara Manis berhenti lagi sejenak mencari kesan. Kemudian ia melanjutkan.
"Di samping itu. lupakah engkau akan nama yang mashur Wasi Jaladara? Hemm diam-diam Ali Ngumar sakit hati. Ia tidak senang dirinya disaingi. Untuk melenyapkan Wasi Jaladara. tiada jalan lain kecuali menjebakuya di Pulau Bawean..."
Sebagai salah seorang murid. tentu saja Rapingun menjadi sedih mendengar berita ini. Tetapi di samping sedih, iapun marah sekali. Dalam hatinya bertekad untuk membalaskan sakit hati. Maka wajah yang semula pucat itu berobah merah pertanda marah.
Swara manis selalu memperhatikan Rapingun. Melihat siasatnya sudah berhasil, Swara Manis maju selangkah lagi sambil berkata ramah.
"Menurut hematku, kita harus mau melihat kenyataan. Pati sudah diambang kekalahan. karena itu jalan yang paling baik dan selamat. kalau menyambut pasukan Mataram itu dengan baik. Dengan jalan itu. berarti menghindarkan diri dari bahaya."
Swara manis sudah menggunakan kesempatan baik. Akan tetapi sekarang tergelincir. Karena tergesa, ucapannya itu menimbulkan keraguan Rapingun maupun anak buahnya. Sejak Wasi Jaladara masih berdiam di Wilis, sulah seorang penentang Mataram yang gigih. Begitu mendengar Pati akan dipukul Mataram. cepat cepat meninggalkan Mataram dan menggerakkan anakbuahnya. Kepada anak buahnya Wasi Jaladara selalu menanamkan pendapat. bahwa Adipati Pragola mempunyai hak yang sama dengan Sultan Agung. Sebab sama sama menerima hadiah dari Sultan Hadiwijoyo Raja Pajang. Adipati Pragola keturunan Ki Penjawi sedang Sultan Agung keturunan Ki Pemanahan.
Rapingun menundukkan kepala untuk menimbang. Sebelum Rapingun dapat memutuskan. beberapa orang kepala kelompok pasukan sudah tidak sabar lagi. Mereka melompat ke depan sambil mencabut senjata. Teriaknya.
"Kalau menyuruh kami menyambut pasukan Mataram dengan baik. rasakan dulu hulu golok ini!"
"Tahan!" seru Rapingun mencegah. Akan tetapi sudah terlambat. Hujan bacokan telah ditujukan kepada Swara Manis.
Namun Swara Manis hanya tersenyum atas serangan itu. Kemudian disusul oleh suara ketawanya. dan melesatlah tubuh pemuda itu sambil menggerakkan tangannya. Dalam waktu singkat, beberapa orang itu sudah menjerit kemudian disusul tubuhnya roboh.
Yang menyerang Swara Manis tadi hanya para kepala kelompok. Kepandaian mereka biasa saja. dan bukan tandingan Swara Manis. Oleh sebab itu dalam segebrakan saja. Swara Manis dapat mengalahkan mereka.
Akan tetapi apa yang dilakukan Swara Manis. sempat menimbulkan kemarahan yang lain. Beberapa orang sudah maju mengeroyok. Untung Rapingun cepat dapat mencegah, sehingga korban lebih lanjut dapat dicegah.
Swara Manis menebarkan pandang matanya sambil tersenyum, kemudian berkata, ditunjukan kepada Rapingun.
"Aku tahu saudara seorang pemimpin pasukan yang bijaksana. Apabila saudara mau menuruti nasihatku. bukan saja berjasa besar, tetapi pangkat dan kekayaan ."
'Tuan yakin bahwa aku ini seorang yang gila pangkat
dan kekayaan?" putus Rapingun marah.
"Ah... tetapi selamat dan tidaknya pasukan di sini, tergantung keputusan saudara seorang," ancam Swara Manis.
Akhirnya Swara Manis berhasil mempengaruhi Rapingun. Sebab pemimpin yang kurang bertanggung-jawab ini kemudian berpendapat bahwa nasihat ini benar. Betapa dahsyat suara meriam pasukan Mataram tadi, dan dapat menimbulkan guncangan keras. Apabila sepuluh meriam itu ditembakkan bersama. niscaya kubu pertahanan ini hancur dalam sekejap, dan semua orang di dalamnya mati.
Swara Manis dapat menangkap keraguan Rapingun, cepat berkata.
"Semua ini tergantung saudara sendiri."
"Tetapi tak mungkin tuan dapat mempengaruhi kami untuk tunduk kepada Mataram." sahut Rapingun tegas.
"Heh-heh-heh." Swara manis terkekeh.
"Maksudku datang ke mari, demi keselamatan kalian... ."
"lalu bagaimana maksud tuan?"
"Ketahuilah bahwa Bendara Kliwon Prawiromantri sudah memutuskan untuk menghancurkan pertahanan saudara ini." Swara Manis menerangkan.
Swara Manis berhenti mencari kesan. Setelah semua orang berdiam diri, ia melanjutkan,
"Apabila saudara-saudara belum bersedia tunduk kepada Mataram, tidak apa. Namun aku nasihatkan agar secepatnya kalian meninggalkan tempat ini supaya terhindar dari malapetaka."
Sejak tadi Rapingun memang sudah berpikir untuk mundur. Anjuran dan ancaman Swara Manis ini kemudian berhasil mempengaruhi Rapingun, lalu mengajak semua anak buah agar meninggalkan tempat.
Hebat benar langkah dan tindakan Swara Manis
yang licin itu. Tanpa mengucurkan darah setetes-pun. telah berhasil merebut pertahanan penting bagi Kadipaten Pati. Mundurnya pasukan Wilis ini. berarti memperlicin gerakan pasukan Mataram untuk menghancurkan Kadipaten Pati dari belakang.
Membayangkan kadipaten Pati akan dapat dikalahkan dengan gampang ini, Swara Manis tersenyum. Kembali dalam benakuya terbayang kedudukkan tinggi. dan hadiah putri dari Raja. Sesudah Pati dikalahkan, dirinya akan menjadi seorang Bupati, beristeri seorang puteri bangsawan. dan hidup bahagia.
Bukan secara kebetulan Swara Manis muncul di tempat ini. Seperti diketahui. sesudah Swara Manis berhasil melarikan perahu milik Ndara Menggung bersama Mariam. kemudian menuju Mayong. Ternyata saat itu Mayong telah berhasil diduduki pasukan Mataram, sedang kota Kudus tinggal menunggu saat jatuh di tangan Mataram.
"Tumenggung Wiroguno memang seorang panglima yang gemilang. Dalam usaha merebut Mayong. ia tidak menggantungkan hasil Swara Manis seorang. Begitu mendengar laporan mata-mata, bahwa gerakan Swara Manis terhalang. ia segera memerintahkan Kliwon Prawiromantri. menggerakkan pasukan dalam jumlah besar menuju Mayong. Akibatnya Mayong dapat diduduki tanpa perlawanan yang berarti.
Menghadapnya Swara Manis amat kebetulan. Kliwon Prawiromantri segera memerintahkan agar Swara Manis menghadap Tumenggung Wiroguno. Dalam pembicaraan itu kemudian disinggung-singgung tentang Ali Ngumnr. yang dipandang oleh 'Tumenggung Wiroguno sebagai orang berbahaya. Pengaruhnya luas sekali dan hal ini bisa menyulitkan gerakan pasukan Mataram mengalahkan Pati.
Dalam hal ini Swara Manis cepat dapat menanggapi. Ia minta ijin agar menggunakan siasat adu domba.
Tumenggung Wiroguno setuju. Kemudian Swara Manis menggunakan Dasamuka agar menyamar sebagai Ali Ngumar, mengundang tokoh-tokoh sakti ke Pulau Bawean. Karena nama Ali Ngumar memang terkenal, maka orang menjadi terpengaruh dan datang ke Bawean.
Hampir saja rencana Suara Manis berhasil. andaikata tidak terbentur oleh kekerasan hati Wasi Jaladara dan munculnya si Bongkok Baskara. Kegagalannya di Pulau Bawean. membuat Swara Manis geram berbareng sedih. Cepat-cepat Swara Manis menghadap Tumenggung Wiroguno. yang sudah berhasil menduduki Kudus. Kesempatan ini dipergunakan lagi oleh Swara Manis untuk dapat menunjukkan jasa. Ia memberikan saran. untuk memukul Pati dengan mudah. harus dilakukan serangan dari dua jurusan. Sebagian pasukan langsung menuju Pati dan yang lain bergerak lewat kaki Muria untuk menggunting dari belakang. Saran inipun disetujui oleh 'Tumenggung Wiroguno. Swara Manis diperintahkan membantu Kliwon Prawiromantri, menyerang lewat kaki Muria.
Sebelum datang ke kubu pertahanan ini. Swara Manis memang kaget melihat dibangunnya pertahanan. Semula Swara Manis menduga yang membangun pertahanan itu Ali Ngumar. Akan tetapi setelah ia menyelidiki. diketahuinya bahwa pasukan yang membuat pertahanan di kaki Muria, Pasukan Ki Hajar Wilis. Untuk menghancurkan semangat pasukan Wilis. kemudian Swara Manis memerintahkan untuk menembakkan sepuluh meriam secara berganti, ditujukan ke Gunung Muria. Pameran kekuatan itu memang dapat meruntuhkan semangat Rapingun. Kalau saja tidak dicegah oleh Ali Ngumar, pemimpin yang tidak bertanggung-jawab ini sudah mengundurkan pasukannya. Usaha Ali Ngumar mencegah berhasil. namun kemudian Rapingun dapat dipengaruhi oleh Swara Manis.
Memang agaknya bintang Swara Manis sedang cemerlang. Kehadiran Swara Manis di kubu pertahanan ini, justru Ali Ngumar dan Sarini sedang pergi menyelidik ke kubu pertahanan Mataram.
Rapingun menekurkan kepalanya. Ia sedih mendengar kabar gurunya telah dibunuh mati oleh Ali Ngumar. Apa yang akan dilakukan sekarang. tanpa kehadiran gurunya? Untuk itu ia menerima saran Swara Manis.
ia mengundurkan pasukan. dan apabila keadaan berbahaya, lebih baik membubarkan pasukan kemudian pulang ke Wilis.
Tak lama kemudian datanglah seorang pimpinan kelompok yang melaporkan, bahwa persiapan sudah selesai dilakukan. Rapingun bangkit kemudian akan memerintahkan pasukannya segera berangkat. Tetapi belum juga perintah itu diucapkan. tiba-tiba di luar terdengar ribut-ribut. Belum juga ia sempat berbuat sesuatu, sudah terdengar teriakan nyaring,
"Hai! Apakah kamu semua ini sudah menjadi gila dan buta? Pasukan musuh sudah datang dan hampir menyerbu Pati. Tetapi mengapa kamu belum juga bersiap diri? Huh, kurangajar. Mengapa tidak seorangpun menjaga pintu yang terbuka? Hai... mana Rapingun?"
Rapingun kaget berbareng lega. Suara itu ia kenal benar, suara Wirodigdoyo. Ia cepat melompat dan keluar. Di pihak lain Swara Manis berdebar gelisah. Siapa kah yang baru datang ini dan marah-marah? Iapun kemudian mengikuti Rapingun keluar untuk mengetahui siapa yang datang.
"Kakang Wiro. syukurlah segera tiba." seru Rapingun sambil menghampiri.
"Persoalan yang aku hadapi sekarang, membuat aku bingung!"
Wirodigdoyo sudah hampir membuka mulut. bertanya kepada Rapingun. Tetapi tiba-tiba pandang matanya tertumbuk kepada Swara Manis. Urung bertanya Wirodigdoyo sudah mencaci maki.
"Bangsat busuk! Apa kerjamu di sini?"
Swara manis berusaha menenangkan hati. kemudian menyahut halus,
"Hendaknya engkau mau mengerti akan saranku yang baik. Rapingun tadi sudah setuju kepada saranku agar mengosongkan kubu pertahanan ini. menghindarkan diri dari kehancuran oleh pasukan Mataram yang besar jumlahnya. Sekarang engkau datang. apakah akan mencegah rencana pengosongan ini?"
Wirodigdoyo menatap wakilnya dengan tajam. Ia belum percaya keterangan Swara Manis. lalu bertanya,
"Rapingun! Benarkah keterangan orang ini?"
"Benar!" sahut Rapingun jujur.
Bukan kepalang kemarahan wiradigdoyo. Bentaknya.
"Adi Rapingun. Sudahkah engkau lupa akan pesan bapa Resi Wasi jaladara ketika menyuruh membangun pertahanan di sini? Bukankah Bapa sudah memesan dengan tegas. kita harus mempertahankan Kadipaten Pati sampai titik darah penghabisan? Hemm, apakah engkau tidak menyadari bahwa bobolnya pertahanan di tempat ini. berarti membuka pintu kehancuran Pati?"
Rapingun bungkam seribu bahasa. Sesungguhnya ia telah sadar akan hal itu. Sebab maksudnya mundur tadi, bukan lain hanya ingin mencari selamat. Akan tetapi bagaimanapun ia merasa bersalah. ia kemudian menjawab dengan pasrah,
"Karena yang bertanggungjawab seluruh pasukan ini kakang Wiro. maka kamipun tunduk kepada perintah kakang."
"Hemm, mengapa sesempit itu cara berpikirmu?" tegur Wirodigdoyo.
"Hemm. sedikit saja aku datang terlambat, kita akan menderita kerugian besar."
Rapingun yang merasa bersalah menundukkan kepalanya. Tetapi Swara Manis malah ketawa gelak gelak. kemudian berkata.
"Menurut pendapatku, ucapan saudara tidak tepat."
"Apa?! ?" "Hemm. walaupun saudara tidak terlambat datang ke mari, tetapi kubu pertahanan ini akan tetap jatuh ke tangan pasukan Mataram."
Wirodigdoyo tambah marah. Betapun saktinya Swara Manis, kalau menghadapi keroyokan ratusan orang, tidak mungkin sanggup melawan.
"Hemm. aku sudah lama mendengar cerita orang." kata Wirodigdoyo.
"Bahwa pemuda bernama Swara Manis dan ibunya, telah mendapat gemblengan ilmu kesaktian dari Ki Hajar Saptabumi. Huh-huh, tetapi biasanya cerita itu dilebihkan dan tidak cocok dengan kenyataan yang ada. Dalam kesempatan ini inginlah aku mencoba. benarkah kabar yang tersiar luas dalam masyarakat itu?"
Wajah Swara manis mendadak merah. Ia paling benci kepada orang yang berani menyindir hubungan gelap ibunya dengan Ki Hajar Saptabumi. Saking marahnya ia tidak kuasa lagi mengendalikan diri, lalu menantang.
"Hemm... engkau menantang aku?"
Sebagai jawaban Wirodigdoyo telah mencabut sepasang senjatanya. Senjata itu aneh. Pada mulanya tampak seperti dua lembar kain hitam. Tetapi setelah dikibaskan, ternyata merupakan sepasang sarung tangan yang panjangnya hampir menutup seluruh lengan. Yang hebat. dari sarung tangan itu tampak kuku-kuku tajam yang panjang sekali.
Melihat senjata aneh itu, Swara Manis terkesiap. Ia segera teringat akan pesan kakek gurunya. Ki Hajar Saptabumi. Bahwa senjata seperti itu. dalam masyarakat dikenal dengan nama Cakar Garuda. Ujung kuku itu bukan saja tajam. tetapi juga menembus kulit dan daging. Akibatnya orang yang terluka oleh senjata ini. bisa menderita luka parah dan lumpuh. Senjata Cakar Garuda ini. merupakan warisan dari tokoh sakti yang hidup puluhan tahun lalu, bernama Kigede Waringin Sungsang.
Untung juga Swara Manis selalu percaya akan kesaktiannya sendiri. Ia tak gentar berhadapan dengan senjata aneh tersebut. justru menurut pendapatnya ilmu kesaktian ajaran kakek gurunya. jarang tandingan. Dengan modal keyakinan itu, ia segera merentangkan senjata kipasnya. Ia berputar sejenak untuk membuat lingkaran-lingkaran kecil.
Wirodigdoyo ketawa dingin. Tanpa menunggu lawan berdiri tegak. ia menyerang dengan dahsyat. Tangan kiri menyerang bagian atas. tangan kanan menyerang bagian bawah. Tetapi dengan tangkas Swara Manis sudah menghindar dengan mudah. Tetapi sebagai seorang pemuda yang cerdik dan licik. ia segera ingat akan bahaya. Kalau dirinya terlibat dalam perkelahian ini, kemudian teman-teman Wirodigdoyo datang. dirinya sulit menyelamatkan diri. Oleh sebab itu ia harus cepat cepat dapat mengalahkan lawan. Untuk itu kemudian Swara Manis menyerang secara cepat dengan kipasnja. menyendok pinggang.
Sayangnya wirodigdoyo tak mau menghindar malah menggerakkan tangan kiri untuk mencakar senjata lawan. Ke lima batang jari yang semula tampak lemas itu begitu digerakkan menjadi kaku seperti baja.
Melihat lawan sembrono. Swara Manis cepat membalikkan kipasnya. kemudian dengan tangkai kipas ia menyodok siku lengan. Akan tetapi lagi-lagi lawan tak mau menghindar, malah maju selangkah dan memukul. Swara Manis heran atas gaya permainan lawan yang aneh. Ia tidak berani sembrono. Separo tubuh bagian atas menyurut ke belakang untuk menghindari serangan lawan. namun sebaliknya sodokan tangkai kipas tetap menyerang. dan dalam hati menduga. lengan lawan akan segera lunglai.
Tetapi kemudian Swara Manis tidak kepalang kagetnya. Ternyata sodokannya yang tepat tidak menimbulkan akibat apa-apa. Malah kemudian kuku yang tajam seperti pisau belati itu sudah mencakar mukanya. Dalam gugupnya. Swara Manis menggunakan ilmu andalannya.
"Jathayu Nandang Papa". Begitu tubuh merendah. kaki menyurut ke belakang. Lalu dengan sebat luar biasa. ia sudah menyerang punggung lawan.
Namun lagi-lagi Wirodigdoyo membela diri secara aneh. Tahu punggungnya terancam bahaya tidak menghindar. hanya menggerakkan tangan ke belakang. Dua belah tangan yang bergerak berbareng membuat sepuluh jari tangan menyerang. Menyebabkan usaha Swara Manis gagal lagi.
Swara Manis tambah heran dan penasaran. Jelas bahwa serangannya tadi secara tepat mengenai sasaran. Tetapi mengapa lawan tidak menderita oleh serangannya? Sekarang pemuda ini menjadi sadar. Bahwa sarung tangan Wirodigdoyo ini. kebal terhadap senjata. Untuk mengalahkan lawan yang ulet itu, tidak ada jalan lain kecuali menggunakan tipu muslihat.
Ia tahu. Karena Wirodigdoyo menjadi kebal oleh senjata lawan, tidak menghiraukan setiap serangan. Menyadari hal itu tiba-tiba saja ia miringkan tubuh ke kiri namun tiba-tiba dirinya jatuh ke arah kanan. dan kemudian tubuh terhuyung-huyung seperti mabuk. Kemudian begitu tubuhnya jatuh lagi. sebelah tangannya bertahan ke tanah dan kaki kanan secepat kilat sudah menendang lengan lawan.
Wirodigdoyo tertawa dingin. Tanpa menghindarkan diri ia menerkam betis lawan dengan sepasang tangannya. Swara Manis gembira perhitungannya tepat. Begitu menarik kaki, tubuhnya membalik lalu menggelinding dua tombak jauhnya. Sesudah itu secara tiba-tiba ia sudah meloncat bangun, lalu menerjang lawan membalas serangan.
Wirodigdoyo yang merasa dilindungi oleh senjata ampuh. tidak menghiraukan serangan itu. Ia malah menyongsong memukul kepala lawan. Padahal inilah saat
yang ditunggu oleh Swara Manis. Di saat Wirodigdoyo memukul, dadanya terbuka. Maka secepat kilat ia merendahkan tubuh dan senjatanya sudah menyerang dada lawan.
"Robohlah!" Wirodigdoyo yang ingin cepat menang sudah salah perhitungan. Ia mengandalkan lengan yang dilindungi senjata itu kebal serangan lawan. Akibatnya ia terpancing oleh siasat lawan, yang disusul serangan tak terduga. Akibatnya dada Wirodigdoyo tidak dapat menghindar. Begitu dada kena pukulan. kepalanya pening, mata berkunang-kunang dan kaki lemas. Ia kemudian roboh terguling, sesudah lebih dahulu muntah darah segar.
Rapingun dan semua anak buah pucat seketika. Tetapi sebaliknya. menggunakan kesempatan ini, Swara Manis mempengaruhi,
"Bukan aku tadi sudah berkata. sekalipun engkau datang lebih cepat. namun kubu pertahanan ini akan tetapjatuh ke pihak Mataram?"
Walaupun muntah darah dan roboh. tetapi Wirodigdoyo tidak pingsan. Ia berusaha bangkit, tetapi ia kesakitan. Ia tidak dapat berbuat lain kecuali menghela napas mendengar ejekan Swara Manis.
Dengan berhasil dikalahkannya Wirodigdoyo, Swara Manis merasa pasti bahwa seluruh pasukan ini akan tunduk dan menyerah. Oleh sebab itu ia segera mendesak kepada Rapingun, agar segera berangkat untuk mundur.
Rapingun yang masih terpengaruh oleh peristiwa yang baru terjadi. tampak ragu-ragu. Melihat ini Wirodigdoyo waspada. lalu berteriak,
"Rapingun !! Tak lama lagi bapa Wasi Jaladara akan datang. Engkau jangan terpengaruh... tipu muslihat bangsat..."
"Buk!" Wirodigdoyo tidak sempat menyelesaikan ucapannya. karena Swara Manis yang marah sudah meloncat dan menendang. Akibatnya tubuh Wirodigdoyo terpental beberapa tombak jauhnya. tubuh terbanting
dan jiwapun melayang. Menyaksikan kekejaman itu, marahlah seluruh pasukan Wilis ini. Akan tetapi karena merasa tak sanggup melawan. mereka tidak berani bergerak. Yang paling sulit kedudukannya pada saat sekarang. hanya Rapingun. Sebagai wakil pemimpin seharusnya bertindak. memimpin pasukan untuk mengeroyok. Namun nyatanya pemimpin yang tidak bertanggung jawab ini hanya mematung.
"Hai Rapingun! jika engkau tidak lekas memerintahkan untuk mundur, jangan menyesal apabila aku bertindak lebih keras kepadamu!" ancam Swara Manis.
Rapingun mengangkat kepala lalu melayangkan pandang matanya kepada anak buah. Ia dapat menangkap kemarahan anak buah. tetapi dirinya sendiri ketakutan. Untung. ia cepat sadar, Ia teringat akan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. dan dalam keadaan seperti ini tidak mungkin dirinya bersikap diam.
"Tuan Swara Manis ."
Ucapan Rapingun ini terputus oleh kata-kata Swara Manis yang cerdik itu.
"Rapingun! Bukankah engkau bermaksud mengulur waktu? Hemm, aku kuatir sebelum bala bantuan datang. jiwamu sudah melayang."
Ancaman itu mempengaruhi jiwa Rapingun yang kerdil. Sebagai akibatnya wajah Rapingun tiba-tiba pucat. dan tubuhnya terhuyung ke belakang. Tetapi sebelum tubuhnya roboh. ia merasakan kesiur angin dari belakang. Ia mencoba menghindar dan berhasil. Kemudian di tempat itu sudah muncul seorang laki-laki tinggi besar.
"Bapa datang... bapa Wasi sudah datang... ." teriak pasukan gegap-gempita, karena mereka gembira dan merasa tertolong.
Memang Wasi Jaladara datang tepat pada saat berbahaya. Kedatangannya bukan sendirian. tetapi malah berbareng dengan beberapa tokoh lain. Begitu datang Wasi Jaladara mendelik dan membentak,
"Bagus. si bangsat busuk berani kurangajar di sini."
Hati Swara Manis gentar. namun tidak lekas gugup Sambil tersenyum berkata.
"Saya gembira tuan datang. Saya datang dengan maksud bertemu dengan tuan, sebagai utusan Bandara Kliwon Prawiromantri. untuk menyampaikan tantangan perang. Harap tuan ketahui apabila pagi tiba, pasukan Mataram akan menyerang kubu pertahanan ini. Untuk menjaga tuduhan yang tidak pada tempatnya, maka sebelum kami menyerang, lebih dahulu memberi tahu kepada pihak tuan."
Sebenarnya saja. melihat hadirnya Swara Manis di tempat ini, Wasi Jaladara sudah mempersiapkan senjatanya untuk menghajar pemuda itu. Tetapi setelah mendengar ucapan pemuda itu. ia tertegun. Dalam tata kesopanan. seorang utusan harus dihormati. sekalipun kedudukannya sebagai musuh.
Inilah hasil kecerdikan otak Swara Manis. Tidak menunggu jawaban Wasi Jaladara ia sudah melangkah cepat meninggalkan tempat itu. Wasi Jaladara membiarkan orang itu pergi. orang yang lainpun tidak bertindak.
Beberapa saat kemudian, Swara Manis menjadi terkejut mendengar pekik menyeramkan. Ia memalingkan muka. tetapi karena gelap dan tak melihat. ia berseru.
"Hai, berani bersuara mengapa tidak berani menunjukkan muka?"
Belum lagi lenyap suara tantangannya, mendadak seorang bertubuh bongkok telah melesat ke depan Swara Manis.
"Huh. Swara Manis! Ucapanmu memang manis dan memikat orang. hingga cocok dengan namamu Swara Manis. Huh, orang lain dapat membiarkan engkau pergi, tetapi aku tidak. Bagaimanapun engkau harus kembali, dan berdiam di kubu, pertahanan Wilis beberapa hari lamanya."
Wajah Swara Manis pucat. Ia memalingkan muka dan melihat Wasi Jaladara. tanyanya,
"Paman Wasi. Apakah artinya semua ini?"
"Engkau tanya kepadaku?" sahut Wasi Jaladara sambil melompat menyerang.
"Hutang jiwa harus bayar dengan jiwa!"
Swara manis menghindar ke samping. Tetapi mendadak dari arah belakang serangkum angin dirigin menyambar. Tahu-tahu ikat kepalanya sudah lepas jatuh ke tanah. Swara Manis yang kaget melompat ke samping. Saat itu terdengar seruan Wasi Jaladara yang angker.
"Tunggu! Aku sendiri yang akan membalaskan sakit hati Wirodigdoyo!"
Ternyata yang menyerang dari belakang tadi, bukan lain Prayoga. pemuda yang tergila-gila kepada Mariam. puteri Ali Ngumar.
"'Tapi paman. tunggu dulu," katanya.
"Berilah kesempatan kepadaku. Aku hendak bertanya tentang mbakyu Mariam."
Semua orang sudah siap dengan senjata masingymasing. Swara Manis sudah terkurung rapat di tengah, tidak mungkin dapat melarikan diri lagi. Akan tetapi ia seorang cerdik. dalam bahaya tidak kekurangan akal jawabnya kemudian.
"Saudara yang baik. jika engkau ingin bertanya tentang mbakyumu, mengapa menyerang dari belakang?"
Sebagai pemuda jujur dan tak pandai bicara. Prayoga tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Sebab dirinya merasa. perbuatannya menyerang dari belakang memang tidak pantas dan pengecut.
Swara Manis ketawa. Kemudian katanya lagi.
"Tuan Wasi Jaladara. ketahuilah dengan maksud baik aku datang kemari. sebagai utusan Bendara Kliwon Prawiromantri untuk menyampaikan tantangan perang. Akan tetapi ternyata sekarang aku sudah dikurung seperti seorang tawanan. Apakah kalian tidak malu kalau peristiwa ini kemudian tersiar secara luas?"
Wasi Jaladara yang jujur tak dapat menyangkal kata-kata pemuda itu. Tetapi sebelum sempat membuka mulut. si Bongkok Baskara telah melangkah maju dan menuding Swara Manis.
"Hai Swara Manis! Di depanku engkau jangan mimpi dapat menggunakan lidahmu yang tak bertulang! Saudara Wasi Jaladara dan anak Prayoga yang jujur, gampang terpengaruh oleh ucapanmu yang manis. Tetapi huh. berhadapan dengan si Bongkok yang buruk seperti aku ini. jangan harap engkau dapat mempergunakan kepandaianmu bicara dan tipu muslihatmu. Huh. pendek kata. jika engkau ingin meninggalkan tempat ini. engkau harus minta ijin dahulu kepada diriku!"
Swara Manis sadar akan bahaya. tetapi berusaha menenangkan diri. jawabnya.
"Tuan-tuan. sudilah kalian memberi tempat yang agak luas. Agar aku mendapat kesempatan minta pelajaran kepada tokoh Nusakambangan yang termasyhur ini."
Semua orang segera mundur membentuk lingkaran. Sambil membusungkan dada. kemudian ia menantang,
"Hai bongkok. Apa yang kau minta, jika tetap menghalangi kepergianku ?"
Baskara tertawa dingin. Mendadak Swara Manis melesat ke depan dan menyerang dengan kipasnya. Serangan kipas itu cepat tidak terduga. Akan tetapi celakanya. Baskara hanya ketawa mengejek. Secepat kilat Baskara memutarkan tubuh dan srat ......serangan Swara Manis tepat menikam punuk pada punggung. Swara Manis gembira sekali. menduga lawan akan segera roboh. Tusukannya diperkeras. dengan maksud lawan segera dapat dikalahkan.
"Aduh..." tiba-tiba Swara Manis sendiri yang
mengeluh. Ketika tangkai kipas baja itu menyentuh daging punuk. ternyata seperti menusuk segulung kapas yang lunak. Yang lebih mengejutkan lagi, mendadak saja ia merasakan tubuhnya seperti didorong ke depan hampir terjerembab.
Cepat-cepat ia mengendurkan tangan. dengan maksud meloncat mundur. Celakanya Baskara sudah mendahului dengan tamparan. Sekalipun saat itu Swara Manis sudah bergerak ke belakang. tidak urung siku lengannya tertampar. Seketika ia merasakan siku kesemutan dan sakit bukan main.
Swara Manis sadar tak mungkin dapat menang melawan Baskara. Ia harus mencari kesempatan untuk lolos. Menggunakan kesempatan di saat orang-orang lengah. ia sudah meloncat melarikan diri.
"Jangan biarkan bangsat busuk itu lolos!" teriak Baskara sambil melompat mengejar.
"Jangan khawatir! 'Tak mungkin bocah ini dapat lolos!" terdengar suara orang menyahut dari luar " kubu pertahanan. Menyusul kemudian sesosok tubuh terlempar ke dalam kubu. Ternyata orang itu bukan lain Swara Manis.
Pada saat orang masih heran. muncullah seorang gadis sambil tertawa, dan di tangannya masih dipegang senjata bandringan.
"Sarini! teriak Prayoga.
"Kakang Prayoga!" sahut gadis itu sambil tertawa.
"Engkau tidak mati terbunuh pasukan Mataram?"
"Ha, Sarini! Malam ini jasamu besar sekali!" seru Baskara sambil menginjak tubuh Swara Manis.
Sarini berjingkrak kaget. Ia mengenal bahwa si Bongkok ketika ikut gurunya. seorang kakek bisu. Tetapi mengapa sekarang dapat bicara? Untung sebelum gadis ini membuka mulut. Ali Ngumarpun sudah datang sambil berseru.
"Adi Jaladara! lekaslah atur siasat untuk menghadapi serbuan Mataram."
Sebagai hasil penyelidikannya. ia tadi dapat melihat kubu musuh diatur rapi dan rapat. Melihat dari semua itu, jelas jumlah pasukan musuh lebih besar. Namun yang membuat Ali Ngumar dan Sarini heran dan penasaran, mengapa tidak berhasil menemukan meriam yang sore tadi sudah dipergunakan menembak. Di sembunyikan di manakah senjata berbahaya itu? Karena telah lama dicari tak juga ketemu. akhirnya mereka pulang kembali ke kubu pertahanan Rapingun.
Akan tetapi begitu tiba. Ali Ngumar dan Sarini menjadi heran. Sebab suasana kubu itu berlainan dengan ketika mereka pergi. Ali Ngumar segera memerintahkan agar Sarini mendahului masuk. Tepat pada saat itu Swara Manis meloncat dan berusaha melarikan diri. Tanpa banyak bicara Sarini sudah mengayunkan bandringannya. Ia menggunakan ilmu bandringan ajaran Jim Cing-cing Goling.
Merasakan sambaran angin. Swara Manis menekuk tubuh menghindari serangan. Wut... bandringan Sarini menyambar angin dan tubuh Swara Manis melambung ke atas. Tetapi celakanya, Sarini sekarang bukan Sarini yang dulu. Ilmu bandringan ajaran Jim Cing-cing Goling dapat bergerak aneh. Sarini menyentakkan tangan ke bawah, sehingga bola bandringan melayang ke atas dan buk... tubuh Swara Manis terhantam.
Sekarang keberanian Swara Manis punah. setelah melihat munculnya Ali Ngumar. Segala harapan dapat lolos tertiup angin.


Cinta Dan Tipu Muslihat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi dasar pemuda gemblengan dan licin. Dalam bahaya tidak segera menunjukkan kelemahan. Ia masih berharap. dengan memberi alasan sebagai utusan Panglima Mataram. dirinya masih akan dapat lolos dari kematian.
Tetapi sebaliknya. begitu melihat hadirnya Swara Manis di tempat ini, Ali Ngumar menjadi bimbang. Sebab dengan hadirnya pemuda ini. berarti pula anak tunggalnya tentu hadir pula di tengah pasukan Mataram. Untung ia seorang tokoh sakti yang sudah banyak makan garam. walaupun berhadapan dengan urusan keluarga, ia dapat menahan diri.
Hadirnya Swara Manis ini merupakan hal yang kebetulan juga. Dari mulut pemuda ini, ia akan memperoleh keterangan tentang Dasamuka yang sudah menyamar sebagai dirinya, Namun sebagai seorang pejuang sejati yang tidak mencari keuntungan pribadi. ia tidak mau mendahulukan kepentingan diri. Saat sekarang ini selamat dan tidaknya Pati. tergantung bisa dan tidaknya pasukan Mataram dihalau. Oleh karena itu ia menghampiri Wasi Jaladara, lalu menceritakan hasil penyelidikannya. Pasukan Mataram dalam jumlah besar. dipimpin oleh seorang panglima berpengalaman dan pandai bersiasat. Akibatnya walaupun sudah cukup lama menyelidik. tidak juga berhasil menemukan di mana meriam itu disimpan.
Mendengar cerita itu. tiba-tiba saja Wasi Jaladara berkata,
"Kakang Ali. memang kita harus mengakui Kadipaten Pati saat sekarang ini terancam oleh bahaya. Sekalipun demikian kita tidak boleh patah seorangat dan menyerah kepada musuh. Kita harus melawan sampai darah penghabisan. Tetapi untuk kepentingan itu. aku minta engkau mengambil alih pimpinan pasukan ini, dan aku bersumpah akan selalu patuh dan taat atas perintahmu."
Tanpa menunggu jawaban Ali Ngumar, ia telah mencopot lencana tanda pimpinan dari lengan bajunya, lalu diserahkan kepada Ali Ngumar. Katanya,
"Inilah lencana tanda kekuasaan perguruan Wilis. Harapanku kakang Ali sedia menerima dengan senang hati."
Ali Ngumar terharu. Tidak disangka sama sekali, wasi Jaladara akan menyerahkan pimpinan kepada dirinya. Jawabnya kemudian.
"Adi Wasi, kita harus sadar musuh sudah di depan hidung kita. Hendaknya penyerahan itu ditunda. dan tetaplah engkau sebagai pemimpin."
Wasi Jaladara ingin membantah. Tetapi tiba-tiba Baskara sudah mencampuri. Katanya.
"Pernyataan Ki Ali Ngumar benar dan tepat. Sekarang kita sedang menghadapi perang besar. Dan sekarang, sebagai Panglima perang engkau harus memberi hukuman setimpal kepada bangsat pengkhianat ini."
Diam-diam Swara Manis menyadari keadaan. Sekarang ini dirinya dalam kekuasaan para pejuang yang gigih menentang Mataram. bukan untuk mencari jasa dan pangkat. Kalau dirinya meratap minta ampun, dirinya hanya akan dicaci-maki dan dihina. Daripada mati konyol, ia memilih mati sebagai orang gagah.
"Hai Baskara. mengapa engkau sibuk? Bikin saja 0rang itu lemas tidak bertenaga dan tak dapat berkutik sama sekali. Nanti setelah masalah penting selesai kita bicarakan. baru ada kesempatan memikirkan orang itu," kata Ali Ngumar.
Baskara menurut anjuran Ali Ngumar. Ia segera bekerja. Dalam waktu singkat, Swara Manis telah menggeletak tak berdaya sama sekali.
Semua orang mengerumuni Rapingun. Orang ini segera menceritakan semua yang telah dilakukan Swara Manis. Dan diam-diam semua orang bersyukur, bahwa kehadiran mereka di kubu pertahanan ini belum terlambat.
Wasi Jaladara segera memberi perintah memperkuat kubu pertahanan. Dibantu anak buah Sarini. mereka kemudian bekerja giat walaupun malam hari. Di samping kesibukan orang memperkokoh kubu pertahanan. sebagian orang merawat jenazah Wirodigdoyo. kemudian dikuburkan dengan penghormatan semua tokoh sakti.
"Hemm." Wasi Jaladara mendehem. kemudian berkata,
"Kalau murid keturunan Kigede Waringin Sungsang mengetahui gugurnya Wirodigdoyo. aku tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi."
Masih sambil meghela napas sedih. Wasi Jaladara mengambil sepasang sarung tangan yang kebal senjata itu dan diberikan kepada Prayoga. Katanya,
"Anak, sarung tangan ini kebal senjata. Sebelum diserahkan kembali kepada ahli warisnya, untuk sementara engkau manfaatkan dahulu dan simpanlah baik-baik."
Pilihan Wasi Jaladara memang beralasan. Ia melihat Prayoga seorang pemuda jujur, dan hanya mempunyai sebatang pedang. Dalam keadaan perang seperti sekarang ini. senjata milik Wirodigdoyo itu amat berguna. Jelas Wasi Jaladara bermaksud baik, akan sama sekali tidak pernah dipikirkan. bahwa oleh penyerahan benda tersebut, kemudian hari akan muncul berbagai macam kesulitan yang harus dihadapi oleh Prayoga.
Walaupun senang. tetapi Prayoga tidak berani gegabah. Ia menatap gurunya. dan sesudah gurunya mengangguk, baru pemuda ini menerima penyerahan senjata aneh yang kebal senjata tajam itu.
Sesudah itu Wasi Jaladara menugaskan dua orang anak buahnya. untuk pergi dan menyelidiki di mana meriam musuh itu disimpan.
Ali Ngumar yang tak kuasa lagi menahan hati. segera bertanya tentang hasil perkelahiannya melawan perempuan aneh di atas perahu itu. Akan tetapi Wasi Jaladara berusaha menghindar dengan menjawab.
"Sudahlah. jangan mengungkat lagi peristiwa itu. Ah. yang mengherankan, apakah sebabnya perempuan itu ganas sekali?"
Akan tetapi Ali Nglimar yang ingin memperoleh kepastian dugaannya, mendesak,
"Apakah engkau tahu siapakah sesungguhnya nama wanita aneh itu?"
Wasi Jaladara menundukkan kepalanya. Kemudian terdengar menyahut,
"laut di tempat itu dalam, sehingga perahu tak dapat membuang sauh. Sekalipun begitu tidak kurang akal, kami tidak pergi tetapi hanya berputaran di tempat tersebut. Yang membuat kami heran dan khawatir, mengapa sangat lama engkau tak juga muncul."
*** CINTA DAN TIPU MUSLIHAT Oleh : Widi Widayat Jilid : V *** BASKARA mengerti. bahwa Wasi Jaladara tak
pandai bercerita. Karena itu ia segera maju dan menawarkan diri. Katanya.
"Ijinkanlah aku mewakili saudara Jaladara untuk bercerita."
Setelah mendapat ijin, Baskara segera bercerita.
"Karena sudah menunggu lama dan saudara tak juga muncul. kami menjadi amat gelisah. Adi Jaladara mondar-mandir di geladak. dan yang lain duduk. Tiba tiba terdengar suara aneh dari jauh. Nadanya halus tetapi nyaring sekali. Kami semua heran karena sebatas mata memandang tidak tampak sebuahpun perahu."
Baskara menelan ludah. Kemudian.
"Beberapa saat kemudian suara aneh itu sudah berobah seperti suara orang merintih. Akan tetapi yang aneh nadanya melengking tinggi dan tajam, menusuk-nusuk anak telinga. Jelas bahwa orang yang bersuara itu. yang sudah sempurna tenaga dalamnya, dari heran. kami menjadi tegang dan gelisah."
Mereka yang mendengar berdiam diri. Semua ingin mendengar cerita itu tanpa terputus. Dan Baskara, sesudah batuk-batuk lalu meneruskan.
"Dugaan itu ternyata benar. Tak lama kemudian tampak setitik benda mengapung di laut. Tetapi benda itu meluncur cepat sekali ke arah kami. Sedang suara rintihan yang sudah kami dengar semakin menjadi nyata."
"Mengapa orang itu merintih? Dan apa saja yang dirintihkan orang itu?" tanya Ali Ngumar.
"Sayang sekali aku tidak kenal sastra." sahut Baskara.
"Meskipun begitu masihjelas aku ingat rintihannya itu. karena seakan orang itu sedang nembang dan lagunya Maskumambang. ."
"Oh..." Ali Ngumar kaget.
"Apakah syair dari tembang Maskumambang itu begini?"
Ngumar lalu nembang Maskumambang. Lirih.
"Duh duh aduh. cilaka temen wak mami.
Urip nandang papa. Urip wis prasasat mati. Pangeran nyuwun ngapura."
(Duhai, sungguh celaka sekali diriku. Hidupku sengsara, seakan-akan sudah mati. Ya Tuhan, hamba mohon ampun.).
"Hai benar ..." Baskara melengak.
"Apa sebabnya kau tahu?"
Baskara mengamati Ali Ngumar menyelidik. Ketika melihat Ali Ngumar tidak menjawab malah termenung-menung. Baskara bertanya.
"Saudara Ali. bukankah wanita itu masih... ."
Ucapan Baskara terputus oleh suara di belakang mereka. Ternyata Swara Manis sudah menerobos ke luar tanpa halangan.
Pada saat itu semua perhatian orang. tertuju kepada Baskara yang bercerita. Hingga mereka lengah, dan tidak menyadari Swara Manis telah pulih kekuatannya. Begitu dapat bergerak, pemuda itu sudah berusaha lolos.
Hampir berbareng, Baskara, Ali Ngumar dan Wasi Jaladara telah melesat menghadang Swara Manis. 'Tiba-tiba Swara manis menggerakkan tangan. Dari lengan baju berhamburan pisau kecil ke arah tiga tokoh tersebut. Kesempatan di saat orang menghindar. pemuda itu sudah lenyap di gelap malam.
Pencarian dan pengejaran dilakukan dengan teliti. Tetapi mereka tidak dapat menemukan pemuda yang licin seperti belut itu. Membuat semua orang kalang kabut dan sibuk mencari.
Baskara menduga bahwa Swara Manis belum berhasil ke luar dari kubu. Ia kemudian minta kepada Wasi Jaladara, agar seluruh penjuru kubu diteliti sekali lagi. Kemudian, seorang diri Iapun berusaha mencari.
Akan tetapi Swara Manis sudah lenyap. usaha semua orang tidak berhasil. Baskara yang paling mendongkol dan menyesal. Kalau saja ia tadi membelenggu Swara Manis. tentu pemuda itu takkan dapat lolos.
Di saat orang sibuk mencari Swara Manis. dua orang anak buah Wasi Jaladara yang ditugaskan menyelidik, kembali dengan tangan hampa. Ali Ngumar mengerutkan alis. Mengingat meriam itu sangat berbahaya, dan menentukan kalah dan menangnya perang. ia segera memberi perintah kepada dua orang muridnya. Perintahnya.
"Prayoga dan Sarini! Pergilah kamu berdua menyelidiki kubu musuh. Jika sampai terang tanah kamu belum berhasil menemukan meriam itu, tentu kubu pertahanan ini tak dapat dipertahankan lagi. Hemm, tugas ini amat penting. Pergi sekarang dan hati-hati."
Prayoga dan Sarini mengiakan. kemudian mereka pergi melaksanakan tugas.
Setelah dua orang muda itu pergi. mereka kembali ke dalam markas. Sesudah duduk Baskara meneruskan ceritanya.
"Hemm... ternyata setelah jaraknya menjadi dekat. benda hitam di permukaan laut itu, seorang wanita yang menyeramkan ."
Karena Wasi Jaladara tidak memperhatikan. sudah berseru keras.
"Hai wanita itu bukan manusia. tetapi bangsa siluman jahat..."
Baskara yang yakin wanita itu manusia sakti buruburu mencegah. Katanya,
"Adi. engkau jangan sembarangan ngomong..."
Akan tetapi rupanya wanita itu telah mendengar apa yang dikatakan Wasi Jaladara. Sepasang matanya memancarkan sinar berapi. Membuat semua orang yang melihat seram dan bergidik. Karena sepasang mata itu mengintip di sela-sela rambut panjang yang hampir menutup seluruh muka.
"Kalau bukan bangsa siluman. tak mungkin mempunyai mata yang menakutkan seperti itu," kata Wasi Jaladara seenak sendiri.
Tiba-tiba wanita itu melesat ke tempat Wasi Jaladara. Gerakannya luar biasa sekali, sehingga tidak menimbulkan suara sedikitpun. Sebaliknya Wasi Jaladara yang berangasan tambah marah dan membentak.
"Hai. kau mati apa? Marah?!"
Wanita itu ketawa seram. Rambut panjang yang menutup wajahnya tiba-tiba bergerak naik turun. Si Bengkok Baskara kaget. Ia tahu bahwa gerakan rambut itu membuktikan, si pemilik telah dapat menguasai tenaga sakti secara sempurna. Untuk menjaga sesuatu yang tidak diinginkan, Baskara cepat-cepat memberi penjelasan. Katanya.
"Saudaraku ini memang suka berkelakar, saya menghimbau agar sampeyan (engkau) tidak menjadi tersinggung dan marah."
"Hih-hik, tetapi orang bermulut besar tentu mempunyai kepandaian juga." sahut wanita itu sambil menyapukan pandang matanya ke sekeliling. Ketika pandang matanya tertuju kepada Prayoga. tiba-tiba saja wanita itu mendesis, lalu menghampiri.
Sejak wanita itu muncul di perahu, semua orange
sudah siap-siaga diam-diam. Melihat wanita itu memancarkan sinar mata tak bersahabat dan menghampiri. Prayoga segera memutarkan pedangnya menggunakan jurus Nawa-prahara untuk melindungi diri.
Pada mulanya wanita itu menghampiri Prayoga dengan perlahan. Tetapi ketika melihat pemuda itu memutar pedangnya. tiba-tiba saja wanita itu malah menerjang.
Prayoga kaget tidak terkira. Gerakannya tadi hanya untuk berjaga diri. Tidak pernah menduga, wanita itu akan menerjang. Prayoga menjadi ragu. Wajahnya yang menyeramkan. gerakannya yang ringan seperti setan. membuat Prayoga agak kurang percaya kalau yang dihadapi sekarang ini manusia. Namun yang membuatnya ia ragu. mungkinkah ada siluman muncul pada siang hari?
Sejak mendapat tambahan tenaga sakti dari Ndara Menggung di pulau kosong waktu itu. ditambah pula dengan pengalaman berkelahi. telah membantu penyempurnaan ilmu pedangnya. Maka gerak yang semula hanya berjaga diri itu, tiba-tiba saja berobah menjadi menyerang. Gerakannya luwes. mantap dan cepat. Andaikata lawan mampu menghindar, ia masih menyediakan perobahan gerak yang tak terduga.
Namun apa yang terjadi sekarang ini benar-benar membuatnya melongo sendiri. Wanita aneh itu dapat bergerak lebih gesit. Begitu pedangnya membabat. wanita itu menyondongkan tubuh ke depan dengan gaya yang aneh dan indah.
Memang titik kelemahan jurus Nawa-prahara pada bahu kiri. Karena itu Prayoga telah berusaha menutup kelemahan dengan gerakan tangan kiri. Tetapi yang mengherankan, wanita itu seolah-olah tidak menghiraukan gerakan lawan. Wanita itu tetap menyerang bahu kiri. Mau tak mau Prayoga menarik pedang sambil menyurut mundur. Namun tak urung pemuda itu mengeluh dalam hati. Sebab sekalipun dapat menghindar. angin dari tangan lawan seperti pisau tajamnya. membu at Prayoga kesakitan.
Hal ini benar-benar membuat Prayoga kaget berbareng heran. 'Tamparan wanita tadi nampaknya hanya perlahan. tetapi akibatnya hebat sekali. Andaikata pundaknya sampai terkena langsung. tulang pundaknya pasti remuk. Teringat ini diam-diam tengkuk Prayoga meremang.
Namun celakanya perempuan itu sudah menerjang lagi. Dari jarak yang dekat. menyebabkan Prayoga tambah seram dan bergidik. Sinar mata perempuan itu mencorong seperti dapat menjenguk isi dadanya. Namun yang aneh. mengapa ada sesuatu yang memikat dari sepasang mata wanita ini? Mengapa gerak mata wanita ini mirip sekali dengan gerak mata. Mariam yang digandrungi? Teringat kepada Mariam. tiba-tiba saja ia tertegun. Tetapi justru kelengahannya yang hanya sejenak ini sempat membuatnya rugi. Tahu-tahu kelima jari wanita itu telah mencengkeram dadanya.
Semangat Prayoga serasa terbang. Ia menjadi gelagapan. tetapi untuk menghindar sudah tidak mungkin lagi. Dalam keadaan terpaksa dan terdesak ini. ia tidak dapat berbuat lain kecuali hanya berusaha mengerahkan tenaga sakti untuk melindungi dada yang terancam bahaya.
Untung sekali bahwa dalam saat berbahaya itu,
"Wasi Jaladara cepat bertindak menolong. Tongkatnya terayun cepat sekali menyerang wanita itu. Sebagai akibatnya jari tangan yang sudah hampir dapat mencenpkeram dada itu ditarik. kemudian menampar tongkat Wasi Jaladara. Memang benar Prayoga terlepas dari bahaya maut. Namun demikian pemuda ini merasakan dadanya sesak. hingga memaksa dirinya untuk mundur. Karena saat itu dekat dengan tepi geladak. hampir saja ia tercebur ke laut.
Wanita aneh itu ketawa dirigin. lalu meloncat ke samping hingga pukulan kedua dari Wasi Jaladara mengenakan tempat kosong. Wasi Jaladara segera berusaha menarik kembali senjatanya. Tetapi karena tadi menyerang secara bernafsu, agak lambat juga dalam usahanya menarik ini.
Kelemahan yang hanya sekejab ini tidak disia-siakan oleh lawan. Dengan kesebatan luar biasa. tahu-tahu ujung tongkat Wasi Jaladara sudah berhasil diinjak oleh wanita aneh itu. Wasi Jaladara meledak kemarahannya. Perbuatan ini ia anggap gila-gilaan. ia mengerahkan tenaga untuk menarik tongkatnya. Tetapi celakanya kerk-krek... tongkat yang diinjak wanita itu malah melesak ke dalam papan geladak. Wasi Jaladara tambah penasaran, ia mengerahkan tenaga sambil berteriak.
Wasi Jaladara mendengus-dengus dalam usaha mengerahkan tenaganya. Namun celakanya tongkat itu tidak dapat ditarik. dan tetap diinjak wanita itu. Malah yang lebih gila lagi. injakan itu kemudian seperti mengalirkan tenaga aneh yang tiba-tiba menyerang tangannya. Tangan Wasi Jaladara tiba-tiba seperti disengat oleh ribuan lebah, sehingga lengannya menjadi lemas.
"Celaka!" Wasi Jaladara mengeluh kaget. dan melepaskan tongkatnya. kemudian meloncat mundur. Sebab apabila ia nekat mempertahankan tongkatnya, tentu akan tambah celaka dan menderita luka parah.
Peristiwa itu membuat semua orang yang hadir terperanjat dan pucat. Kalau tokoh sakti Wasi Jaladara saja dengan gampang dapat dikalahkan. siapa lagi yang dapat menandingi?
"Huh... jika aku tidak ingat. bahwa engkau hendak menolong sahabatmu, apakah aku dapat mengampuni perbuatanmu yang curang tadi?" ancam wanita itu.
Wasi Jaladara terengah-engah. ia tidak dapat menjawab. justru apa yang diucapkan wanita itu benar. Dalam usahanya menyelamatkan Prayoga, ia tadi sudah menyerang secara curang.
Untung di tempat ini hadir Si Bongkok Baskara. ia segera maju dan berkata.
"Sesungguhnya kami tidak kenal sampeyan. Bolehkah saya bertanya maksud kehadiran sampeyan sekarang ini??"
Sepasang mata yang mencorong itu menatap Baskara dengan tajam. Ditatap seperti ini, diam-diam hati Baskara tercekat juga. Ia merasa yakin, wanita ini sulit diukur lagi sampai di mana ketinggian ilmunya.
Sesudah menatap beberapa saat kepada Baskara. wanita itu menjawab dengan nada dingin.
"Hem benar. Aku memang tidak kenal dengan kalian. Akan tetapi ketahuilah bahwa di perahu ini terdapat seorang yang mempunyai hubungan erat dengan orang yang paling aku benci. Huh... manusia itu jika tidak disingkirkan. akan menimbulkan bahaya bagi masyarakat."
"Siapa yang sampeyan maksud?" Baskara tercekat.
"Dia!" sahutnya sambil menuding Prayoga.
Bukan main kagetnya Prayoga. Ia seorang anak yatim piatu. tiada sanak dan tiada kadang. Sejak kecil dirinya hidup menderita. dan kalau tidak ditolong Ali Ngumar. ia tak dapat menggambarkan nasibnya. Tetapi mengapa sekarang dirinya disebut mempunyai hubungan dengan seseorang yang amat dibenci wanita itu? Merasa tidak bersalah, ia membela diri,
"Bibi, hendaknya bibi tidak salah terka kepada diriku."
"Hi-hi-hik..." wanita itu ketawa, tetapi nadanya menyeramkan. Mendadak saja ia sudah menerjang ke arah Prayoga. dan tidak bisa lain Prayoga harus membela diri menggunakan ilmu ajaran Ali Ngumar.
Saat itu Wasi Jaladara telah berhasil menarik
tongkatnya, yang sudah melesak ke geladak. Dengan garang ia segera menyerang wanita itu lagi. Akibatnya sekarang wanita ini diKeroyok dari depan dan belakang. Sekalipun demikian wanita ini tidak gentar. Bagai bayangan setan. tubuhnya berkelebatan gesit sekali di sela sabetan pedang dan sambaran tongkat.
Yang mengagumkan semua orang. gerakan wanita ini tidak menimbulkan suara. Di samping itu. baik Wasi Jaladara maupun Prayoga seperti dikurung oleh angin yang sangat kuat dan membuat napas sesak.
Si Bongkok Baskara secara cermat memperhatikan gerak-gerik wanita itu. Tetapi walaupun sakti dan luas pengalaman. ia tak juga dapat menebak aliran perguruan wanita aneh ini.
Hanya dalam beberapa gebrak saja.
Wasi Jaladara dan Prayoga sudah sibuk sekali dalam membela diri, dan kesulitan dalam usahanya membalas. Melihat keadaan yang berbahaya itu. Baskara sudah bersiap diri untuk membantu. Akan tetapi belum juga bergerak, tiba-tiba terdengar suara orang berseru,
"Hai... Ali Ngumar... ."
Pada saat itu Ali Ngumar dan Janmo Mino memang muncul di permukaan laut. Karena itu anak perahu yang melihat segera berteriak. Baskara cepat berpaling. dan ia sempat melihat munculnya Ali Ngumar dan Janmo Mino di permukaan air. Ia menjadi gembira. Kalau Ali Ngumar sudah datang, dirinya tidak perlu lagi turun tangan.
Namun sebelum Baskara sempat berteriak memanggil Ali Ngumar, mendadak Janmo Mino dan Ali Ngumar kembali menyelam. Baskara tidak tahu apa sebabnya, karena memang tidak melihat si Gurita raksasa yang sudah membelit Janmo Mino.
Mendadak wanita aneh itu mendorongkan dua tangannya ke arah Prayoga dan Wasi Jaladara. hingga dua orang ini terlempar mundur. Secepat kilat tubuh
wanita itu sudah melenting ke arah awak perahu yang tadi berteriak. lalu menghardik.
"Hai... siapa yang tadi berteriak menyebut nama Ali Ngumar?"
"Aku." sahut awak perahu itu jujur.
Mendengar wanita aneh itu besar perhatiannya kepada Ali Ngumar. si Bongkok Baskara cepat dapat menduga, tentu perempuan ini mempunyai hubungan erat dengan Ali Ngumar. Untuk itu ia cepat-cepat maju dan menerangkan.
"Memang tuan Ali Ngumar tadi turun dan menyelam ke laut ini untuk menyelidiki keadaan. Tadi akupun sudah melihat dia muncul di permukaan air. Tetapi entah sebabnya, tiba-tiba ia menyelam lagi."
Tiba-tiba wanita aneh itu ketawa, lalu mengejek,
"Hemm... apa sebabnya dia tidak berani berjumpa dengan aku?"
Baskara heran tetapi tidak berani bertanya. Kemudian tampak wanita itu menundukkan kepala termenung-menung. Dalam keadaan seperti itu. hilang segala sifatnya yang menyeramkan dan bertangan ganas. Baskara keheranan. Mengapa sebabnya wanita itu tiba-nba termenung?
Tanpa menghiraukan semua orang. wanita itu sudah melesat dan dengan gerakan indah sekali. mencebur laut. Dalam waktu singkat. wanita itu sudah tidak tampak lagi, dan membuat semua orang semakin heran.
Sesudah wanita aneh itu pergi dan ditunggu beberapa lama, Ali Ngumar dan janmo Mino belum juga muncul kembali, Wasi Jaladara segera memerintahkan. awak perahu melanjutkan perjalanan. Sebab di samping khawatir wanita aneh itu muncul lagi. ia juga khawatir kepada anak buahnya yang membuat kubu pertahanan di kaki Muria. Ternyata kekhawatiran Wasi Jaladara beralasan. Mereka tiba di kubu pertananan.
Karena semua orang asyik mendengarkan cerita Baskara. tanpa terasa malam sudah berganti fajar. Mereka kemudian ingat akan ancaman Suara Manis. Bahwa apabila pagi tiba. pasukan Mataram yang besar jumlahnya akan menyerang. Menghadapi ancaman itu. tanpa kenal lelah Wasi Jaladara memimpin anak buahnya untuk mempertahankan Pati.
Sesudah menghela napas panjang. kemudian terdengar Ali Ngumar berkata,
"Hem Baskara dugaan-mu memang tepat. wanita itu tidak lain memang isteriku."
Baskara mengerutkan alis, lalu berkata.
"Tetapi kalau benar. dia Rasa Wulan alias ladrang Kuning. mengapa ilmu tata kelahinya jauh bedanya dengan sampeyan?"
Ali Ngumar segera menuturkan apa yang selama ini dipikirkan. dan hasilnya menyelidik laut karang. Sesudah itu. ia berkata pula,
"Aku menduga bahwa selama lebih kurang duabelas tahun ini. ia dengan tekun meyakinkan ilmu sakti warisan nenek Naga Gini. Dengan keberhasilannya itu, sekarang dia bukan tandingan-ku lagi...
Ali Ngumar menghela napas panjang, dan Baskara berseru tertahan.
"Ah celaka... dahulu dia meninggalkan pondok dikuasai oleh hati penasaran dan dendam kepada dirimu. Padahal hem... aku pernah mendengar, orang yang berhasil meyakinkan ilmu sakti warisan nenek Naga Gini. akan berubah menjadi seorang yang ganas dan berhati dingin. Hem... sebenarnya semakin tinggi kepandaian orang, semakin tenang dan sabarlah orang yang bersangkutan. Tetapi sebaliknya semakin tinggi orang memiliki ilmu nenek Naga Gini. akan men jadi semakin ganaslah sifat orang itu hem ......"
"Ya benar." kata Ali Ngumar,
"karena waktu itu dia pergi dengan hati penasaran dan marah, maka sesudah berhasil meyakinkan ilmu nenek Naga Gini, benih
kebencian. dendam dan penasaran itu semakin berkembang subur dalam tubuhnya. Ah mungkin dia akan sanggup mencincang diriku. memotong motong tubuhku, dan meminum darahku pula... ."
Ali Ngumar berhenti dan menghela napas panjang. Sejenak kemudian terusnya,
"Sekalipun yang menjadi biang keladi kesalah-fahaman ini manusia terkutuk Dasamuka. tetapi untuk memberi penjelasan kepada ladrang Kuning. rasanya sulit sekali. Hem... agakuya itulah sebabnya yang menjadi penyebab. selalu menentang semua tindakanku. Hem... dan ia sengaja menyuruh Mariam supaya selalu mengikuti Swara Manis... ."
"Apa katamu? Apa yang terjadi dengan Mariam?"
Baskara berjingkrak kaget.
Atas desakan Baskara ini. mau tidak mau Ali Ngumar menceritakan apa yang sudah terjadi.
Baskara menghela napas. dan tiba-tiba saja membantingkan kakinya.
"Lalu lalu ke mana Mariam sekarang ini?"
Tidak mengherankan kiranya kalau Baskara menjadi getun dan sangat menyesal. Bertahun-tahun lamanya ia menyamar sebagai bujang bongkok dan bisu. dan pergaulannya dengan Mariam. Prayoga dan Sarini amat erat. Sejak dulu Baskara yang tak pernah kawin dan merasakan punya anak. sudah menganggap tiga orang muda itu anaknya sendiri. Dan sebaliknya, tiga orang muda itupun amat sayang kepada dirinya. Tidak mengherankan kiranya. Baskara menjadi kaget mendengar Mariam telah tergila-gila kepada Swara Manis yang amat dibencinya itu.
Sesudah bermenung beberapa saat lamanya, Ali Ngumar menghela napas panjang, lalu ujarnya,
"Hem... kalau saja Swara Manis masih di sini, kita dapat bertanya kepada orang itu."
"Ah...ah..." Baskara terengah-engah menahan marah.
"Kalau aku tahu persoalan itu. tidak mungkin aku membiarkan dia lolos..."
Di saat dua orang ini sedang bergelut dengan perasaan yang memikirkan keluarga Ali Ngumar. tiba-tiba Wasi Jaladara datang dan bertanya apakah Prayoga dan Sarini sudah kembali. Ali Ngumar terperanjat. Sekarang baru teringat dua orang muridnya itu pergi kekubu pertahanan musuh. Hari sudah hampir pagi mengapa dua orang muda itu belum juga kembali? 'Tidak urung Ali Ngumar khawatirjuga.
Baskara segera menawarkan diri untuk menyusul Prayoga dan Sarini. Namun belum lama pergi ia sudah kembali sambil melapor.
"Heran! Mengapa aku tak dapat menemukan jejak dua orang anak itu? Di sana aku melihat pasukan Mataram tidur nyenyak. Dengan begitu jelas, apa yang dikatakan Swara Manis bohong belaka. Ah ah yang membuat aku heran mengapa, tak kutemukan meriam dan markas Panglima Perang Mataram?"
Ali Ngumar menghela napas. lalu menyahut.
"Baik Tumenggung Wiroguno maupun wakilnya Prawiromantri. memang terkenal cerdik bersiasat. Akan tetapi sekalipun begitu. kita tidak perlu gentar menghadapinya."
Tetapi si Bongkok Baskara berpendapat lain. berkata.
"Namun agakuya otak pemuda busuk Swara Manis itulah yang mengatur siasat... ."
"Ya. dia memang hebat..." sahut Ali Ngumar.
"Masih muda tetapi sangat cerdik di samping banyak tipu muslihatnya. Sayang dia tersesat jalan... ."
Kita tinggalkan mereka, dan kita ikuti kepergian Prayoga dan Sarini. yang sudah hampir pagi belum juga kembali. Sesudah memperoleh tugas, dua orang muda ini dengan gerak cepat menuju kubu Mataram. Saat itu langit tertutup oleh mendung. Karena gelap dan khawatir terpisah, maka dua orang muda itu bergandengan tangan.
Dalam perjalanan ini tidak putusnya Sarini menuturkan pengalamannya. Lalu ia menceritakan juga, dirinya yang diangkat oleh anak buahnya sebagai Ratu Penyamun.
Pada mulanya dibiarkan saja Sarini ceriwis bercerita. Tetapi sesudah jarakuya menjadi dekat. Prayoga melarang karena berbahaya. Celakanya Sarini masih tetap ceriwis. Setelah Prayoga tak menanggapi. gadis ini ngambek. Katanya tak senang,
"Huh-huh... tidak boleh bicara... aku akan diam ."
Prayoga hanya ketawa mendengar nada suara Sarini yang jengkel. Tetapi Sarini yang memang ceriwis, lupa larangan Prayoga. Lalu ia bertanya lagi,
"Kakang. bolehkah aku bertanya kepadamu? Sekali saja, tidak lebih."
Khawatir gadis ini marah. Prayoga mengiakan. Akan tetapi kemudian yang didengar bukan pertanyaan, melainkan suara ketawa cekikikan.
"Hai, mengapa engkau cekikikan?" tegur Prayoga.
"Kakang. mana sekarang peniti kupu-kupu yang pernah diberikan mbakyu Mariam kepadamu?"
"Tetapi mengapa engkau ketawa?"
Sarini tidak menyahut dan mengulang pertanyaan,
"Tetapi mana sekarang peniti kupu-kupu pemberian mbakyu Mariam itu?"
Prayoga berjingkrak kaget. Tukar menukar tanda pengikat janji itu hanya empat mata. Tetapi mengapa Sarini tahu juga? Tetapi karena seorang pemuda lugu, ia kemudian menduga. tentu Sarini ketika itu mengintip. Karena menduga demikian, kemudian ia hanya berpesan.
"Sarini... engkau harus pandai merahasiakan hal ini. jangan diketahui guru. Sebab... aku takut guru marah... ."
Sarini cekikikan. Dalam hati gadis ini geli. Apabila ada kesempatan, ia akan menunjukkan benda pemberian Prayoga waktu itu. sebagai tanda mata. Ia ingin melihat. bagaimana sikap Prayoga apabila tahu benda itu di tangannya.
Semakin dekat jaraknya dengan kubu pertahanan Mataram. mereka semakin berhati-hati. Tiba-tiba Sarini berbisik ke telinga Prayoga, dan pemuda inipun kemudian menggunakan tangan untuk meraba tanah.
"Benar. Bukankah ini bekas roda kereta meriam?" katanya.
"Aku menduga begitu."
"Guru pernah memerintahkan kepada diriku, supaya menebus dosa kesalahanku dengan jasa. Jika aku malam ini dapat merusak sepuluh pucuk meriam musuh, berarti malam ini aku sudah dapat menebus dosa itu," katanya gembira.
Sarini heran lalu menanyakan apa kesalahannya. Tetapi Prayoga tidak mau bercerita, dan minta agar Sarini mau bersabar pada waktu lain.
"Huh, jika engkau tak mau menceritakan. sudahlah. Aku tidak. sudi lagi berteman dengan engkau!" ancam gadis itu.
Ancaman itu memaksa Prayoga menceritakan apa yang sudah terjadi. Bahwa dirinya telah bersalah, mengajarkan ilmu pedang Kala Prahara kepada Ndara Menggung.
Kakak beradik perguruan itu kemudian dengan teliti dan hati-hati, meraba-raba di tempat gelap untuk dapat mengikuti jejak roda kereta meriam. Pada mulanya bekas roda kereta itu mudah sekali diikuti. Akan tetapi makin lama bekas roda kereta itu berjumlah banyak dan ruwet. Saling silang tidak kamari, sehingga kesulitan menurutkan bekas itu, ke mana harus dituju dan diikuti.
Tak lama kemudian mereka melihat dua orang prajurit mondar-mandir di depan kubu. dalam keadaan siaga. Padahal sesuai dengan dugaan mereka. kereta itupun menuju ke sana. Sesudah saling memberi isyarat. mereka lalu menyelinap. Dengan mudah dan dalam waktu singkat. mereka telah berhasil melumpuhkan prajurit itu. Mereka kemudian berjingkat menghampiri rumah yang dituju. Sarini masuk ke dalam. tetapi sebentar kemudian gadis itu keluar sambil mengumpat.
"Kakang mengapa kau kurangajar kepadaku? Huh... apa sebabnya engkau menyuruh aku menonton pemandangan macam begitu?"
Prayoga kaget. Ia tak menyahut. lalu menerobos masuk. Setiba di dalam. ia menyeringai. Bukan meriam yang tampak, akan tetapi delapan prajurit yang tidur terlentang, dan... mereka telanjang bulat. Itulah yang menyebabkan Sarini marah dan mengumpat caci kepada Prayoga.
Prayoga keheranan. lalu kemana meriam itu. justru bekas roda kereta masuk ke tempat ini? Untung Prayoga tak cepat menyerah. Ia memeriksa dengan teliti, dan tiba-tiba ia berjingkrak. ia melihat benda hitam bulat dan panjang. Tetapi karena tidak tahu. lalu ia memberi isyarat kepada Sarini untuk mendapat kepastian. Celakanya Sarini ngambek. Ia merasa malu melihat pemandangan seperti itu. Prayoga terpaksa ke luar lalu menghampiri dan berbisik.
"Sarini kita sedang melaksanakan tugas amat penting. Mengapa hanya melihat pemandangan seperti itu. kau sudah mundur teratur?"
Sarini yang salah-paham dan menduga Prayoga ugal-ugalan. mengancam,
"Huh. jika engkau berani menghina aku. tentu akan aku laporkan kepada guru."
Prayoga tak melayani Sarini lalu membujuk.
"Sarini, maafkan aku. Aku tidak tahu sama sekali kalau dalam kubu terdapat pemandangan seperti itu. Namun jika engkau mau teliti. di dalamnya terdapat benda yang kita cari. Di sana ada benda yang hitam, bulat dan panjang. Mungkinkah itu yang disebut guru dengan nama meriam? Untuk mendapat kepastian, aku minta tolong kepadamu."
Penjelasan Prayoga itu kuasa membuat Sarini tidak marah lagi. Namun tetap mogok. Lalu seorang diri masuk dengan hati-hati. Prayoga menghunus pedang dengan maksud membunuh delapan prajurit itu. Namun maksudnya itu diurungkan. lalu menyimpan pedang dan mematahkan dahan pohon. Dengan kayu itu ia kemudian melumpuhkan semua prajurit. Sesudah itu, kemudian baru meneliti benda yang mencurigakan itu.
ia menghela napas. Tak heran kalau anak buah Wasi Jaladara tak berhasil menemukan sebuah meriam. Ternyata meriam itu disembunyikan dalam lubang, di atasnya ditutup dengan papan kayu. Dengan hati-hati Prayoga membuka papan itu. Dengan sebat Prayoga segera menggulingkan meriam. tersebut. sedang bubuk mesiu dibuang ke luar rumah. Kemudian sesudah berhasil mengobrak-abrik isi kubu tersebut, dengan hati puas ia keluar lagi.
Sayang... otak Prayoga tidak cerdik dan lugu. Pemuda ini mengira, apabila sudah digulingkan. meriam itu sudah rusak dan bungkam. Sebagai akibat ketidak tahuannya ini. menyusul peristiwa tidak terduga-duga.
Setiba di luar ia menjadi heran. Sarini tak tampak batang hidungnya lagi. ia telah memanggil adik seperguruannya. tetapi gadis itu tidak menyahut dan tidak muncul. Prayoga amat gelisah. Kalau Sarini sampai celaka di tangan musuh. bagaimanakah mungkin dirinya dapat mempertanggungjawabkan di depan gurunya?
Sekarang ia menghadapi dua tugas yang sama beratnya. Tetapi menurut pikirannya lebih penting mencari sepuluh meriam itu dulu. baru kemudian mencari
Sarini. Di saat sedang mencari. di mana gerangan meriam lain di sembunyikan, mendadak ia melihat seorang prajurit roboh di tanah. ia menduga prajurit itu hasil perbuatan Sarini. Ada tanda-tanda yang ditinggalkan oleh Sarini. kemudian ia menyusuri. Akhirnya ia sampai di luar kubu pertahanan. tetapi anehnya Sarini tak pernah menjawab panggilannya.
Di saat Prayoga sibuk mencari meriam dan adik seperguruannya ini, sesungguhnya Baskara masuk pula dalam kubu pertahanan. Namun karena Prayoga di bagian selatan dan si Bongkok disebelah utara, mereka tidak sempat bertemu.
Akibat terlalu lama tak juga dapat menemukan Sarini. ia menjadi amat gelisah. Ia menyesali diri sendiri, mengapa tidak pandai menjaga keselamatan Sarini. Di samping itu kalau malam ini dirinya tak berhasil melumpuhkan seluruh meriam, berarti Pati terancam bahaya.
Teringat tugas penting itu, ia bergegas masuk kembali ke dalam kubu pertahanan. ia segera meneliti keadaan. Setiap menemukan bekas roda kereta. segera disusuri dengan tekun. Namun yang membuat pemuda ini heran. setiap menemukan meriam, mengapa penjaganya selalu tidur lelap?
Dalam waktu tidak lama. sudah berhasil menggulingkan sembilan meriam dan membuang bubuk mesiunya. Sekarang tinggal mencari satu lagi, dan selesailah tugas itu. Lalu perhatiannya, tinggal ditujukan pada adik seperguruannya.
Tetapi ketika dirinya mendekati rumah ke sepuluh. ia berhati-hati karena nampak berlainan dengan yang lain. Di saat ia berhenti sejenak untuk berpikir. tiba-tiba angin serangan melanda dari depan. Prayoga kaget. Karena tak keburu berkelit, ia gunakan ilmu tata kelahi "Jathayu Nandang Papa". Ia melenting ke samping. Kemudian menggunakan dahan kayu untuk membalas
menyerang. Penyerang itu terguling di tanah sambil berteriak.
"Ah... Swara Manis. Apa sebabnya engkau menyerang aku? Haya... celaka. Ini namanya membakar ubi kayu dengan batang kayu ubi... ."
Prayoga kenal dengan suara ini. Dialah Rajiman, yang pernah datang ke Muria. Prayoga berdiam diri. sebaliknya Rajiman takut setengah mati. karena menduga orang yang telah ia serang itu Swara Manis. Padahal ia sudah kenal benar watak Swara Manis yang berwatak kejam dan bertangan keji. Untuk itu kemudian ia berusaha mengambil hati,
"Kakang Swara Manis. Ah seranganmu tadi cepat sekali. Kalau aku tidak sempat menghindar. mungkin aku sudah mampus... ."
Prayoga tetap berdiam diri dan tidak membuka mulut. Rajiman makin ketakutan tiada penyahutan. Katanya lagi,
"Kakang Swara Manis. aku tadi sudah menjenguk kekasihmu Mariam. Ahh kasihan... semalam ia tidak tidur. karena engkau tidak pulang. Kakang ke mana sajakah engkau malam ini?"
Prayoga terkejut seperti dipagut ular. Benarkah gadis yang digandrungi itu tidak mau menggubris dirinya lagi. malah tergila-gila kepada Swara Manis? Ia menjadi masgul sekali. Dan tiba-tiba saja tubuhnya melesat ke depan dan... plak... tangannya menampar Rajiman.
Rajiman yang tak pernah menduga akan ditampar, dan tidak mau mendengarkan laporannya menjadi kaget setengah mati. ia dalam keadaan tidak siaga, akibatnya dua buah gigi rontok dan bibirnya pecah.
"Kakang Swara Manis... mengapa engkau marah ?" ratapnya.
Tetapi ratapannya terputus karena tahu-tahu tengkuknya sudah dicengkeram kuat sekali, ia berusaha memberontak tapi sia-sia. dan rasa sakit makin bertambah.
"Kakang... mengapa kau..ini?" ratap Rajiman.
"Jangan ngoceh seperti orang gila!" bentak Prayoga.
"Siapa sudi menjadi Swara Manis si keparat busuk itu? Hayo. lekas katakan. Di mana Mariam sekarang?"
"Kau... kau..." Rajiman ketakutan.
Prayoga memperkeras cengkeramannya. untuk memaksa Rajiman menunjukkan tempat tinggal Mariam. Karena terpaksa. Rajiman sedia menunjukkan, tetapi minta dilepaskan.
"Tidak bisa!" bentak Prayoga.
"Sesudah sampai di tempat Mariam, aku baru sedia melepaskan engkau. Huh. tetapi jika engkau berani menipu, awas!"
Rajiman terpaksa tunduk karena takut. Mereka segera melangkah melalui jalan yang lika-liku. sehingga Prayoga menjadi bingung.
Tiba-tiba teringat belum berhasil menemukan meriam ke sepuluh. Katanya kemudian,
"Kembali!" "Ke mana?" tanya Rajiman.
"Ke tempat tadi!"
Rajiman terpaksa menurut. Begitu tiba di tempat yang dituju. jari tangan Prayoga mencekik leher Rajiman hingga pingsan. Sesudah itu Prayoga masuk ke dalam dan benar, berhasil menemukan meriam kesepuluh. Hati pemuda ini menjadi lega setelah berhasil menggulingkan meriam dan membuang bubuk mesiu. Menurut perasaannya dengan berbuat begitu, meriam sudah rusak. kemudian dengan hati lega, Prayoga menyeret Rajiman agar menunjukkan tempat Mariam.
Diam-diam Prayoga heran. Dalam perjalanan ini ia tidak pernah bertemu dengan seorang prajuritpun berjaga. Karena heran. kemudian bertanya,
"Mengapa tidak seorangpun prajurit berjaga dan meronda?"
"Kubu pertahanan ini diatur menurut petunjuk Ki Hajar Saptabumi." Rajiman menjelaskan.
"Orang luar yang berani masuk .. kemari tentu akan bingung takkan dapat keluar lagi. Paling-paling hanya orang sakti saja yang sanggup masuk ke kubu pertahanan ini."
Prayoga terperanjat. Karena kurang pengalaman ia tidak mengerti maksud keterangan Rajiman itu. Andaikata yang mendapat keterangan ini Ali Ngumar ataupun Baskara. tentu segera tahu bahwa kubu pertahanan ini diatur sesuai dengan ilmu Jala Sutra. dan ilmu ini tidak bedanya dengan ilmu sihir dan ilmu hitam yang lain untuk membuat orang bingung.
Tak lama kemudian Rajiman menerangkan, sudah sampai di tempat tujuan. Tetapi Prayoga tak segera mau melepaskan. karena rumah itu kosong. Merasa ditipu Prayoga marah dan mencekik lebih keras. Sudah tentu Rajiman kesakitan setengah mati.
Rajiman diseret masuk ke dalam rumah. Didalamnya memang terdapat penerangan dan alat rumah tangga. Tetapi tidak seorangpun nampak ada orang. Kemudian Prayoga melihat adanya sebuah tempat tidur. Melihat itu Prayoga dapat menduga. kiranya benar rumah ini tempat tinggal Mariam. Ia mendekati pembaringan dan meraba-raba. Masih terasa hangat. jelas belum lama berselang dipergunakan orang untuk tidur.
"Hem... lekas katakan. Benarkah ini tempat Mariam?" tanya Prayoga.
"Ya." Rajiman menyahut.
"Mariam di sini karena ikut kakang Swara Manis. Akan tetapi sayangnya sudah dua hari ini kakang Swara Manis pergi. membuat Mariam sedih dan bingung. Tiap hari ia hanya termenung jelas memikirkan. . ."
"Jangan ngelantur?" bentak Prayoga.
Rajiman ketakutan. Kemudian berkata lagi.
"Aku, berkata sebenarnya. Gadis itu amat mencintai kakang
Swara Manis. Beberapa kali ia datang kepada Bendara Kliwon Prawiromantri dan bertanya. ke mana kakang Swara Manis pergi. Dan karena dua hari tidak pulang. gadis itu menyatakan akan menyusul kakang Swara Manis... ."
Rajiman berhenti sejenak. Setelah Prayoga membentak lagi. ia meneruskan.
"Tetapi tugas yang dipikulkan ke pundak kakang Suara Manis penting. berat dan rahasia. Bendara Kliwon Prawiromantri tak bersedia memberitahukan. Akibatnya gadis itu marah dan mengamuk."
Prayoga tidak terkejut. Ia sudah kenal watak kakak seperguruannya yang manja. Lalu berkata.
"Huh, setiap orang sudah tahu perbuatan Suara Manis yang busuk. Antara lain membuat onar di Pulau Bawean."
"Ya, sekembalinya dari Bawean, kakang Swara Manis usul kepada Tumenggung wiroguno. Untuk mempercepat jatuhnya Pati. harus digunakan beberapa siasat. Selama bergerak menuju Pati ini. Mariam tidak mau berpisah dengan kakang Swara Manis... auh... ."
Cekikan yang keras membuat Rajiman pingsan, tetapi tidak mati. Keterangan Rajiman dianggap sudah cukup. dan percaya Mariam di dalam kubu pertahanan ini. Ia berkeras dapat bertemu dengan Mariam, dan maksudnya akan bertanya tentang benda tanda pertunangan yang pernah ia terima.
Malam sudah hampir mendekati fajar. Udara dingin, langit gelap dan kabut yang tebal menambah gelapnya keadaan. Ia tak menyerah oleh keadaan dan menyelidik terus. Tetapi akibat kabut yang tebal, membu-at pandangannya tak dapat melihat dalam jarak oua tombak saja.
Pengaruh kabut tebal. membuat Prayoga lupa jalan yang tadi dilalui. Ia melangkah terus menurutkan gerak kaki. Namun hasilnya ia hanya berputaran dan


Cinta Dan Tipu Muslihat Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali ke tempat semula. Ia mendongkol dan penasaran. Lalu melangkah hati-hati sambil mengamati keadaan. Terpikir kemudian untuk dapat bergerak bebas dirinya harus mendapat seorang penunjuk jalan.
Celakanya ia tidak bertemu seorangpun prajurit .Tiba-tiba dilihatnya sebuah rumah darurat tanpa penjaga. Ia menerobos masuk. ia ingin menangkap seorang prajurit dijadikan penunjuk jalan.
Namun begitu masuk ia kaget setengah mati. karena telinganya yang peka mendengar desir senjata rahasia menyerang dirinya. Dalam gugupnya. ia menggunakan ilmu "Jathayu Nandang Papa". Menekuk tubuh ke belakang. hingga dua tangan menyentuh tanah. Dan puluhan benda putih berdesir menyambar di atas tubuhnya. Tetapi sebelum sempat bangkit, ia sudah merasakan angin serangan yang amat kuat. Dalam keadaan seperti itu tidak mungkin dapat menangkis. Untuk menyelamatkan diri terpaksa bergulingan ke luar rumah.
Keadaan gelap oleh kabut tebal. Ia tak dapat melihat apa-apa. Mendadak saja gagasannya melayang memikirkan Mariam yang dicintai. Mengapa Mariam malah mencintai Swara Manis yang jelas seorang musuh? Bukankah dengan perbuatannya itu berarti berkhianat kepada orang tuanya sendiri?
Untung ia cepat sadar akan keadaan. Kalau tidak dirinya tentu celaka. Ketika melihat berkelebatnya bayangan orang, ia bersiap diri. Dugaan Prayoga tepat. Begitu tiba, orang itu sudah menyerang. Samar-samar ia melihat orang itu bertubuh kurus kecil dengan pakaian kedodoran. Ia menghindar ke samping. kemudian ingin pergi dan tidak ingin terlibat dalam perkelahian. Baginya yang penting sekarang. secepatnya harus dapat menemukan seorang penunjuk jalan, lalu diajak mencari Sarini.
Namun orang itu tak mau melepaskan. Orang itu miringkan tubuh lalu mencabut senjata berbentuk bundar seperti saringan pasir, warnanya hitam pekat. Begitu digerakkan, senjata itu menyambar ke arah kepala. Prayoga sadar. jika kepalanya tertangkap akan celaka. Ia menghunus pedang dan diputar.
'Tring... benturan senjata terdengar nyaring. Prayoga kaget merasa dilanda oleh tenaga dahsyat sekali. Buru-buru ia mengerahkan tenaga.
Krak... ia berhasil menindih senjata lawan, tetapi dirinya sendiri menderita rugi besar. Pedang pemberian gurunya sudah patah menjadi dua.
Prayoga terkejut bukan main. Ia melesat ke samping. Namun sambaran angin pukulan masih tetap melanda. Hanya saja serangan orang itu ngawur. agakuya tak dapat melihat dimana kedudukan Prayoga.
"Apakah ada mata-mata musuh menyelundup ke mari?" terdengar orang bertanya.
"Ya... entah sekarang dia di mana. Huh... kabut ini kabut keparat. Kalau tidak terhalang kabut. aku tentu sudah berhasil menangkap orang itu, hidup atau mati!" jawab yang lain.
Prayoga menahan napas agar tidak diketahui tempatnya bersembunyi. Kemudian terdengar orang itu berkata lagi.
"0 ya, aku ingin mendengar kabar. Bagaimanakah dengan budak perempuan bernama Sarini itu?"
"Hem ....budak perempuan itu mulutnya tajam sekali!" sahut orang yang baru datang itu.
"Kalau tidak dicegah Bendara Kliwon. huh... tentu sudah aku cabut nyawanya ! "
Prayoga kaget sekali mendengar pembicaraan mereka itu, dan ia mengeluh dalam hati,
"Celaka! Jadi Sarini sudah ke tangkap? Hemm... bocah lancang. Dia tentu tidak telaten menunggu aku, kemudian ngeloyor pergi dan mengacau..."
Sebagai kakak perguruannya, sudah tentu ia tak tega dan tak dapat berpeluk tangan. Maka tanpa banyak pikir, ia sudah melangkah maju. Untung pedangnya hanya patah bagian ujungnya, masih cukup panjang sebagai senjata. Menghadapi lawan tangguh ini, kemudian ia teringat kepada ilmu pedang ajaran Ndara Menggung. Ilmu pedang ini berasal dari ajaran Kigede Jamus. guru Darmo Saroyo. Ilmu pedang ini memang aneh. karena harus menggunakan pedang pendek. dan sudah tentu pedang yang patah ujungnya ini tepat digunakan untuk ilmu pedang itu. Sejak menerima ajaran dari Ndara Menggung, ilmu pedang itu belum pernah ia gunakan menghadapi lawan.
Secara hati-hati ia berjingkat maju. Ketika jaraknya tinggal beberapa langkah lagi. ia segera menerjang dua orang lawan sekaligus. Tetapi di luar dugaan. dua lawan itu malah maju menyongsong.
Begitu merapat. Prayoga kaget bukan main. Ternyata dua orang lawan itu bukan prajurit biasa, tetapi tokoh sakti Gondang Jagad dan Lintang Trenggono, yang pernah berkelahi di panggung pertandingan di Mayong. menghadapi Sarini. Kemudian dirinya sendiri menderita luka berat dalam pertandingan.
Menyadari ketangguhan lawan. Prayoga menjadi ragu melawan dengan pedang patah. Secepat kilat ia sudah melompat mundur lagi. lalu menyembunyikan diri.
"Huh, tikus clurut! Mengapa bersembunyi?" teriak Gondang Jagad.
Akibat pernah menderita luka, menyebabkan Prayoga takut menghadapi. Tidak disadari sama sekali bahwa dirinya sekarang, sesudah memperoleh gemblengan Ndara Menggung. telah berobah menjadi tokoh muda yang tangguh.
Yang terpikir saat ini, agar secepatnya dapat lolos kemudian lapor kepada gurunya. Namun sesaat kemudian pikirannya berobah dan mencaci-maki dirinya sendiri. Adik seperguruannya ditangkap musuh dan dalam bahaya, mengapa dirinya tidak lekas menolong dan menjadi seorang pengecut?
Berpikir demikian ia sudah akan menerjang maju. Tetapi ternyata kalah dulu. Lawan sudah menerjang dengan pukulan dahsyat. Dengan pedang patah ujungnya Prayoga tak berdaya memberi perlawanan. Ia terdesak hebat. Masih untung dalam keadaan sulit ini. ia teringat kepada senjata Wirodigdoyo. Cepat-cepat ia menghindar. dan secepatnya pula memakai sepasang sarung tangan kebal senjata itu. Ketika itu Gondang Jagad dan Lintang Trenggono menyerang dari arah kiri dan kalian. Yang seorang menghantam ke atas. dan yang lain menyerang ke bawah. Adanya serangan berbareng seperti ini, Prayoga menjadi bingung. Bukannya bingung dalam menghadapi lawan. tetapi bingung cara menggunakan senjata aneh itu. Akibat belum pernah berlatih. ia hanya bergerak untung-untungan. Ia menggerakkan sepasang sarung tangan seperti menggerakkan pedang menggunakan ilmu pedang Kala Prahara.
Wut.... wut... tahu-tahu salah satu kuku panjang itu berhasil mengait tikar lawan. buru-buru ia akan menarik. tetapi sebaliknya lawan juga menarik. Ketika lepas. Prayoga terhuyung ke belakang. Ia kaget sekali. tetapi ketika memandang lawan, ia lebih terkejut lagi. Perlawanan yang ngawur tadi menyebabkan lawan hampar merosot jatuh dari tikar tempat duduknya.
Pengalaman itu memberi kepercayaan diri sendiri. Ia mulai lagi melawan dengan ilmu pedang Kala Prahara. Makin lama ia semakin merobah gerak. Kadang seperti menggunakan golok. tangan kosong dan ilmu pedang. Sebagai akibat cara melawan yang aneka ragam itu. membuat Gondang Jagad dan Lintang Trenggono kelabakan. Seharusnya mereka malu sendiri. tokoh sakti yang terkenal berkelahi mengeroyok anak ingusan.
Makin dapat melawan dengan baik. keberaniannya semakin menyala-nyala. Semangat pun berkobar dan perlawanannyapun menjadi semakin mantap. Di pihak lain, karena sudah mengeroyok dua belum juga dapat
mengalahkan lawan. mereka menjadi geram sekali. Kemudian mereka berdua melancarkan serangan serangan lebih ganas.
Gondang Jagad merapat maju kemudian menghantamkan senjata ke kepala Prayoga. Namun karena tak dapat melihat jelas. serangannya ngawur. Akibatnya begitu menyerang ia malah kaget. karena rusuk sebelah kanan malah terancam. Maka digunakannya senjata untuk menangkis dan berbareng itu tangan kiri menghantam dada. Akibat tidak sempat menghindar. Prayoga mengendapkan tubuh. Pikirnya sekalipun terpukul. asal bukan bagian yang berbahaya. Di samping itu Prayoga juga melihat. bahwa dalam menyerang ini, kaki lawan lalu dilontarkan ke atas. Hingga serangan Gondang Jagad luput, malah tokoh itu sendiri terlempar ke atas.
Begitu terlempar ke atas, ia berjungkir balik lalu turun ke tanah. Tetapi ternyata Prayoga sudah melesat ke udara, lalu berjumpalitan dan langsung melancarkan serangan.
Gondang Jagad ingin menangkis. tetapi karena saat itu dirinya sedang meluncur dari udara. kedudukannya tidak sekuat apabila diatas tanah. Menyadari hal itu ia urung menangkis lalu mengeliat ke samping. Celakanya Prayoga tak mau memberi kesempatan, Sekali sarung tangan "Cakar Garuda" menjulur. siku tangan Gondang Jagad terpukul tepat sekali. Saat itu juga lengan Gondang Jagad lunglai. dan senjatanya lepas.
Saat itu Prayoga seperti keranjingan setan. Begitu tikar Gondang Jagad lepas sudah disambut dengan tendangan kaki. Tikar segera terlempar dan secara kebetulan melayang ke arah Lintang Trenggono.
Tetapi justru oleh hasil serangannya yang menggunakan tiga macam ilmu sekaligus. menyebabkan Prayoga heran sendiri. Di saat jungkir balik di udara, ia menggunakan ilmu "Jathayu Nandang Papa". Lalu ia
menyerang Gondang Jagad menggunakan ilmu pedang Kala Prahara, dan ketika menendang menggunakan ilmu ajaran Ndara Menggung, bernama "Bima Krodha".
Saking heran Prayoga menjadi terlonggong-longgong. Gondang Jagad yang banyak pengalaman. tidak menyia-nyiakan kesempatan. Secepat kilat ia sudah menyerang. menyebabkan Prayoga gelagapan lalu menggunakan ilmu "Jathayu Nandang Papa", dan dapat terhindar dari bahaya.
Gondang Jagad yang sudah terluka. gerakannya agak lambat. Betis Gondang Jagad berhasil dikait "Cakar Garuda" hingga robek dan berdarah. Sebelum Gondang Jagad sadar akan bahaya. Prayoga telah menggunakan kekuatannya untuk menghantam. akibatnya lawan roboh di tanah. Tidak menunggu lawan sempat bangun. dengan geram Prayoga sudah menendang sekuat tenaga. ke arah pinggang. Akibatnya Gondang Jagad pingsan.
Lintang Trenggono amat marah. ia segera menyerang secara kalap. Karena oleh bantuan fajar yang menyingsing. ia dapat melihat lawan secara jelas. Celakanya perkelahian yang menimbulkan suara gaduh itu, membangunkan para prajurit. Tetapi yang membuat Prayoga heran. tidak seorangpun prajurit itu yang datang ke tempat perkelahian.
Prayoga menjadi gelisah. Timbul dugaan bahwa tempat ini tempat panglima. sehingga prajurit tidak sembarangan berani datang. Bagaimanapun sekarang ini hanya seorang diri. Manakah mungkin dirinya sanggup melawan prajurit Mataram yang tak terhitung jumlahnya?
Terpikir demikian. ia memperhebat serangannya. Apabila dirinya sudah dapat mengalahkan lintang 'Trenggono. masih akan dapat menyelamatkan diri dari bahaya. Sayang Lintang Trenggono melawan dengan hatihati. Hingga serangan-serangan Prayoga yang bertubi-tubi selalu berhasil digagalkan. Maka kemudian dengan menggeram keras. ia melenting setombak tingginya. Di saat meluncur ke bawah "Gakar Garuda" bergerak cepat mencakar pinggang lawan.
Lintang Trenggono menamparkan tangannya ke belakang untuk menangkis. 'Tetapi kali ini salah hitung. Serangan Prayoga kali ini menggunakan ilmu pedang Kala Prahara jurus terakhir yang disebut "Prahara panglebur jagad". Jurus itu paling berbahaya. dan gerak perubahannya tidak terduga-duga. Maka begitu Prayoga meluruskan lengan. lima jari Cakar Garuda itu berubah kaku seperti pedang pendek. Dalam usaha menghindari tamparan lawan, Prayoga miringkan tubuh dan berbareng tangannya menyambar dengan kepercayaan, serangannya pasti berhasil.
Akan tetapi mendadak terdengar suara dentum meriam yang menggelegar dahsyat. Prayoga terkejut sekali. Dan belum juga hilang rasa kagetnya. menyusul lagi dentuman meriam yang kedua, ketiga dan seterusnya sampai kesepuluh .
Keringat dingin membasahi tubuh Prayoga. Bukankah semalam sepuluh meriam itu sudah digulingkan dan bubuk mesiunya sudah ia buang? Tetapi mengapa sekarang meriam itu masih dapat meletus seperti guntur? Tidak disadari sama sekali bahwa apa yang suda dilakukan membuang tenaga sia-sia. Bubuk mesiu jumlahnya amat banyak, dan meriam tidak rusak hanya karena digulingkan.
Akibat dipengaruhi oleh peristiwa tak terduga dan mengguncangkan hatinya itu. menyebabkan gerakan Prayoga menjadi lambat. Kesempatan ini digunakan oleh Lintang Trenggono untuk berputar tubuh. Menyusul sebuah benda hitam menyambar mukanya. Saat itu juga mata berkunang kunang, sempoyongan, lalu roboh tak sadarkan diri.
*** Prayoga tak ingat lagi berapa lama ia pingsan.
Pertama kali sadar. kepalanya dirasakan seperti mau pecah. dada sakit dan sesak. Dalam usaha mengurangi derita itu, ia ingin menghela napas panjang. Tetapi huk... sulit. karena mulut telah tersumbat. Dan sesudah pikirannya pulih kembali. tahulah sekarang. dirinya telah diikat kaki dan tangannya pada sebatang tiang kayu. Menyadari keadaan. kemudian ia mengumpulkan tenaga untuk memutuskan belenggu.
Setelah terkumpul segera dikerahkan... tetapi aduh... tali tidak putus malah kaki dan tangannya sakit sekali. Prayoga menjadi sangat menyesal. Akibat goncangan perasaan oleh letusan meriam tadi pagi. menyebabkan dirinya dapat dirobohkan Lintang Trenggono. Pikirnya segera melayang kepada sepuluh meriam. yang semalam menurut pikirannya telah berhasil dirusak. Tetapi apa sebabnya begitu pagi tiba sudah dapat meletus lagi? Berarti usahanya semalam gagal total. Bukan saja tak berhasil membungkam meriam Mataram, juga tak tahu ke mana sekarang adik seperguruannya. Betapa menyedihkan kalau Sarini juga mengalami ditawan seperti dirinya.
Kemudian ia teringat pula kepada gurunya. Betapa saat ini gelisah dan khawatir. dirinya dan Sarini tidak kembali. lebih dari itu. sepuluh meriam yang meletus tadi ke mana diarahkan?
"Celaka!" Ia mengeluh dalam hati. Tentunya kubu pertahanan Wasi Jaladara berantakan kalau sasaran ditujukan ke sana.
Ia amat sedih menghadapi kenyataan sepahit ini. Lalu ia termenung-menang. Tiba-tiba ia terkesiap. karena telinganya yang terlatih menangkap suara orang seorang merintih. siapakah orang itu. dan apakah bernasib sama dengan dirinya? Sayang tempat ini gelap sekali hingga tidak dapat melihat apa-apa. Tetapi dari suara rintihan yang ia dengar. jelas tidak jauh letaknya. Rintihan itu amat ia perhatikan. Mendadak jantungnya berdebar, karena nada rintihan itu mirip suara Sarini.
"Sarini!" maksudnya berteriak. tetapi tak, dapat keluar karena mulutnya disumbat dengan kayu bentuknya seperti bola. Menduga Sarini juga dibelenggu dan ditawan seperti dirinya. semangat pemuda ini menyala. Secepatnya harus dapat menolong diri sendiri. kemudian dapat menolong adik seperguruannya.
Lebih dahulu ia harus dapat mengeluarkan sumbat kayu pada mulutnya, agar dapat bicara. lalu ia membuka mulut lebar-lebar sambil mendorong kayu sumbat itu keluar. Sulit juga untuk melakukan ini.
Tetapi ditolong oleh semangat yang menyala nyala. akhirnya kayu tersebut sampai di ambang mulut. Sambil mengerahkan tenaga pada kerongkongan, kemudian ia menyebul sekuat tenaga. Ah... pada akhirnya usahanya berhasil. Bola kayu itu dapat terlempar keluar dari mulut.
Begitu mulutnya bebas. ia segera memanggil Sarini,
"Hai Sarini! Apa yang terjadi dengan kau?"
Tetapi jawaban yang didengar hanya suara ah uh tidak bedanya orang bisu. Jelas sekali. Sarinipun disumbat mulutnya hingga tidak dapat membuka mulut. Karena dirinya tadi berhasil dengan membuka mulut lebar-lebar, mengumpulkan tenaga di kerongkongan kemudian menyebul, ia kemudian memberi nasihat,
"Sarini! Bukalah mulutmu lebar-lebar. Kumpulkan tenaga di kerongkongan, lalu sembur keluar bola kayu itu."
Rasa pada mulutnya sudah tidak keruan, karena terlalu lama diisi oleh benda keras. Mendengar nasihat kakak seprguruannya ini iapun menurut. Tetapi memang sulit. Berkali-kali berusaha bola kayu itu tak juga dapat disebul keluar, hingga Sarini tetap ah uh dan hampir menangis.
"Sarini! Jangan cemas!" hiburnya.
"Tunggu sebentar!! Beri waktu untuk dapat melepaskan kaki dan tanganku dulu. Kemudian aku menolong engkau."
Prayoga kemudian bekerja keras, mengerahkan tenaga ke kakinya. Kemudian ia meronta.
Krak krak...!! patahlah tiang kayu yang mengikat dirinya. 'Tetapi celaka... karena tiang pengikat patah. dirinya jatuh menelungkup. Cepat-cepat ia berusaha bangun. tetapi kesulitan karena tangan dan kakinya masih terikat erat. Saat itu tiba-tiba ia merasa menyentuh benda yang lunak. Dan saat itu pula ia mendengar suara uh dari arah atas.
Ah... tahulah ia sekarang. Jelas benda lunak yang tersentuh itu tentu kaki Sarini.
"Sarini, sabarlah!" katanya gembira.
"Biar kugigit dulu pengikat kakimu, dan agar kakimu bebas."
Sesudah mulai menggigit tali yang mengikat kaki Sarini. baru sadarlah ia bahwa tali pengikat tersebut terbuat dari otot kerbau. Pantas saja kuat bukan main. Dalam menggigitpun, ia terpaksa harus hati-hati agar giginya tidak sakit dan tidak pula menggigit kaki Sarini.
Akhirnya usaha Prayoga inipun berhasil. Tetapi celaka. Begitu bebas. Sarini yang gembira menendang-nendang kakinya. Kalau saja Prayoga tidak awas, sudah menjadi korban tendangan Sarini.
"Sarini, ah... jangan menendang begitu!" teriak Prayoga memperingatkan.
Sarini sadar keadaan, kemudian menghentikan gerakan kakinya.
Prayoga masih menggeletak di tanah tak dapat bergerak. Sesudah istirahat sejenak. kemudian Prayoga mengerahkan tenaga untuk dapat bangkit.
Tetapi karena kaki tangan masih terikat erat pada kayu. ia kesulitan. Namun ia tidak putus asa. Setiap gagal segera dicoba kembali.
Kemudian Prayoga memperoleh akal. sesudah ber kali-kali gagal. Untuk dapat bangkit. satu-satunya jalan harus meloncat.
Ah... tetapi bagaimana dapat meloncat justru kaki dan tangan terikat erat pada kayu?
Akhirnya ia menemukan akal. Ia bergulingan beberapa saat. sampai tak dapat berguling lagi. Sesudah sampai pada batas tempat tahanan. menggunakan jari tangannya ia dapat merambat dengan sulit. kemudian dapat berdiri. Akan tetapi karena kaki dan tangan terikat kayu. begitu berdiri sudah terjerembab ke depan dan ia kaget setengah mati. Ia berusaha mencegah, namun sudah tidak dapat menahan diri.
Ngok... tubuhnya secara tak sengaja menubruk tubuh Sarini yang masih berdiri terikat pada tiang kayu. Yang tidak terduga-duga, tubrukan Prayoga itu kuasa membuat Sarini kelabakan setengah mati. Apa sebabnya? karena ujung hidung Prayoga tepat mencium pipi Sarini. dan sebaliknya ujung hidung Sarini mencium pipi Prayoga. Hingga secara tak sengaja. mereka sudah berciuman dengan hidung.
Bagi Prayoga yang seluruh cinta dan perhatiannya tertuju kepada Mariam. peristiwa ini tidak menimbulkan akibat apa-apa. Akan tetapi sebaliknya bagi Sarini, sebagai seorang gadis dewasa. peristiwa itu merupakan hal baru. Sekalipun pergaulannya dengan Prayoga erat sekali tidak bedanya saudara kandung. namun pergaulan itu selama ini selalu dibatasi oleh tata kesopanan. Kalau sekarang tubuhnya rapat dan berciuman pula, tentu saja hati Sarini menjadi tak keruan. Tiba-tiba saja jantungnya berdetak keras, darah terasa mengalir lebih cepat dan rasa tubuh seperti meriang.
Prayoga yang tak memikirkan apa-apa. gembira sekali secara tak sengaja dapat merapatkan tubuhnya dengan Sarini. Dengan begitu, dirinya akan dapat menolong adik seperguruannya ini.
Secara hati-hati agar tidak terjerembab roboh, ia
membungkuk, lalu menyusuri lengan Sarini dengan mulut. dengan maksud untuk dapat menggigit putus tali yang mengikat lengan gadis itu.
Perbuatan Prayoga bagaimanapun menyebabkan Sarini semakin meriang tidak keruan. Ia dara yang masih suci. dan tubuhnya belum pernah dijamah oleh pria. dan apa lagi lengannya dijilat-jilat seperti itu. Namun karena menyadari maksud kakak seperguruan ini akan menolong dirinya, perasaan itu ditahan walaupun sebenarnya sulit ditahan... .
Oleh kesungguhan dan ketekunan Prayoga. akhirnya. berhasil jugalah pemuda ini menggigit putus tali pengikat tangan Sarini. Akan tetapi begitu tangan bebas dan saking tak kuasa menahan perasaan meriang dalam dadanya. ia segera mendorong tubuh Prayoga hingga terbanting di tanah.
"Hai Sarini!" Prayoga kaget sekali.
"Apa sebabnya engkau mendorong aku hingga jatuh begini?"
Sarini belum dapat membuka mulut. dan sedang menggunakan jari tangannya untuk mengambil penyumbat pada mulutnya. Begitu berhasil membebaskan mulutnya, saat itu gadis ini juga sadar telah berbuat salah. Akan tetapi sayang gadis ini memang keras kepala. Sekalipun bersalah tak mau mengaku, malah kemudian menyemprot,
"Tapi ih... mengapa engaku tadi... ih engkau tadi... ."
Maksudnya "mengapa mencium aku", tetapi gadis ini malu sendiri dan ucapannya tidak jelas. Dan sesudah kaki dan tangannya bebas. ia tidak memperdulikan
Prayoga yang masih terikat, tetapi ia menggerakkan kaki dan tangannya agar darahnya lancar kembali, sesudah lama terbelenggu. .
"Sarini! Cepat buka tali pengikat pada tangan dan kakiku ini!" hardik Prayoga. memerintah. Pemuda ini mendongkol sekali, mengapa begitu tertolong, Sarini tidak segera memperhatikan dirinya.
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 19 Pendekar Rajawali Sakti 107 Titisan Anak Setan Badai Awan Angin 21

Cari Blog Ini