Ceritasilat Novel Online

Ajal Sang Penyebar Maut 2

Ajal Sang Penyebar Maut Karya Arman Arroisi Bagian 2


tokoh atau kekuatan yang berdiri di belakang niereka.
Tatkala Jaka melangkah masuk ke dalam pasar, kian nyata
bahwa yang ditemuinya tidak keliru. Penjual cendol itu presis
seperti yang dilukiskan dalam surat, seorang pria separuh
baya dengan sebelah mata agak menyipit.
Sudah tinggal dua langkah lagi Jaka tambah mendekati orang
itu. Dan pada waktu ia mulai lu rnembuka suara, tiba-tiba
kepala penjual cendol itu tersentak keatas, lalu terkulai di
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
57 lehernya. Punggungnya menyender ke dinding batu di
belakangnya. Jaka mengerti apa artinya gerakan aneh yang
belum sempat menarik perhatian orang lain itu. Ada orang
kosen yang membokong dengan senjata rahasia kecil dan
telah menewaskan si penjual cendol.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
58 Sebenarnya Jaka dapat menangkap kelebatan sesosok tubuh
yang berjalan cepat, menyelinap di antara manusia yang
tengah lalu-lalang di pasar. Dan Jaka percaya pasti dapat
mengejar serta menangkap pembokong tersebut.
Namun jika hal itu dilakukannya saat ini, ia kuatir bakal
mengundang kecurigaan orang. Hal ini bisa sangat berbahaya
bagi langkah-langkah berikutnya.
Karena itu, dengan seolah-olah tidak terpengaruh oleh
kejadian tersebut, Jaka meneruskan jalannya menuju ke pusat
keramaian di pasar, lalu membaurkan diri dengan masyarakat
yang sedang berbelanja. Dan pada waktu bebe-rapa lama
kemudian orang-orang di pasar ribut setelah mengetahui
penjual cendol yang mangkal di pojok meninggal secara
mendadak, Jaka sudah berada di hutan lagi untuk segera
mendaki bukit kecil di sebelahnya dan memasuki gua tempat
ia menyembunyikan Karbala.
Siang itu dihabiskan Jaka dengan berburu guna menambah
persediaan bekalnya, sambil merintang-rintang waktu untuk
merencanakan tindakan yang sepatutnya diambil agar tidak
didahului oleh lawan yang agaknya telah mencium
gerakannya. Yang masih membingungkan Jaka, siapa
gerangan pembokong itu? Dan pihak manakah dia? Yang
jelas, Jaka tidak menaruh curiga kepada gerombolan Keris
Bersilang, sebab mereka nampaknya tenang-tenang saja.
Kini ia sedang mempertimbangkan, apakah usaha
menghubungi kontak akan dilanjutkan-nya kepada agen yang
kedua? Yaitu penjual jagung bakar yang di tempat
dagangannya tersedia lima jagung yang hangus? Bila ditinjau
dari segi keamanan, tentu saja siang ini menghubungi kontak
adalah tidak bijaksana. Namun di-pandang dari perlunya
melakukan tindakan secepat-cepatnya supaya tidak tertinggal
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
59 oleh usaha busuk musuh, Jaka harus segera mengadakan
kontak dengan agen kedua.
Berdasar kesimpulan tersebut maka Jaka mengeraskan hati
untuk pergi lagi memasuki Desa Bagus Kuning. Antara bakda
Dzuhur hingga kurang lebih jam tiga, ia harus menemukan
penjual jagung bakar yang mangkal di dekat pos jaga
menjelang pintu gerbang untuk memasuki pasar Bagus
Kuning. Keadaan pasar siang itu tidak sepadat tadi pagi. Kegiatan
yang masih tersisa hanyalah jual-beli biasa, terutama barangbarang keperluan rumah tangga atau pakaian dan pecahbelah, bukan kebutuhan sehari-hari yang sudah diselesaikan
waktu paginya. Kalaupun masih ada penjual makanan,
kebanyakan yang sudah matang berupa jajan-jajan atau buahbuahan. Antara lain pedagang kacang goreng dan kacang
rebus, penjual jagung bakar dan jagung godok.
Di muka penjual jagung yang harus dihubunginya, terdapat
tiga orang pembeli yang sedang dilayani. Dua orang
perempuan dan seorang anak kecil. Sesudah mereka pergi,
menjelang Jaka mendekati penjual jagung bakar itu, seorang
anak muda berpakaian putih bersih, umurnya sekitar tujuh
belas tahun, menyerobot lebih dulu dan membeli tiga buah
jagung yang baru saja dibakar setengah masak.
Setelah menyerahkan uang, anak muda itu cepat-cepat
berlalu, bagaikan ada yang tengah mengejarnya. Karena
setelah itu tidak ada lagi yang membeli, Jaka lalu buru-buru
mengambil kesempatan. Astaga! Penjual jagung bakar tersebut tanpa disadari Jaka
lantaran tadi ia memperhatikan ke arah lain untuk melihat-lihat
apakah aman atau tidak, ternyata sekarang telah bernasib
sama seperti penjual cendol. Barangkali, oh tidak, malah ia
yakin, anak muda tadi yang punya pekerjaan. Dialah yang
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
60 membunuh si penjual jagung bakar. Dan Jaka menduga,
tindakan itu dilakukannya sambil menjatuhkan uang
pembayaran. Anak muda dari mana dia? Umurnya baru sekitar tujuh belas
tahun, tetapi sudah memiliki kelengkapan yang sempurna
untuk menjadi pembunuh berdarah dingin. Ilmunya, luar dan
dalam, cukup tinggi. Keberaniannya mergadakan aksi di siang
hari bolong dalam keadaan yang begitu terbuka, terang
membuktikan betapa ia percaya pada kemampuannya. Lalu
ketenangannya dalam menghabisi nyawa manusia menunjukkan bahwa pekerjaan itu sudah biasa dilakukannya.
Sayang! Umur semuda itu, ilmu selihai itu, keberanian setinggi
itu, dan sikap setenang itu, telah diselewengkannya di jalan
yang sesat. Coba andaikata dia membaktikan diri bagi
kepentingan negara atau bangsa, bukankah ia akan dapat
memberikan jasa yang besar guna menolong kedaulatan
negara agar tidak runtuh oleh makar jahat musuh-musuhnya?
Lantas, seandainya ia binasa dalam menjalankan tugas mulia,
di dunia namanya harum dan dikenang sebagai pehlawan, di
akhirat ia akan disambut oleh para malaikat untuk langsung
masuk ke dalam surga yang telah dijanjikan bagi mereka yang
gugur membela bangsa dan negara.
Jaka sungguh merasa berduka. Pertama, karena dua orang
agen yang akan dihubungi telah dihabisi lawan. Yang kedua,
ia sangat sedih memikirkan betapa iklim pergolakan yang tidak
menentu ini telah melahirkan pembunuh-pem-bunuh dengan
segala kepentingan dan dalih masing-masing. Apakah
kehidupan hanya akan terus berlangsung dengan
membanjirnya perilaku kekerasan dan kekejaman? Apakah
bumi harus hidup oleh kematian?
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
61 4 PENDEKAR MUDA Jaka Pratama dengan lunglai kembali ke gua persembunyiannya. la merasa lebih tenang bergaul dengan
kudanya. la lebih suka berbincang-bincang dengan Karbala,
sebab ia lebih bebas, mengemukakan seluruh isi hatinya.
Binatang itu cuma mendengarkan, tanpa sikap pura-pura yang
pada manusia sulit untuk menebak kebenarannya.
Selepas shalat Maghrib ia berbisik kepada kuda itu, "Karbala,
sahabatku. Apa yang mesti kulakukan?"
Karbala hanya memandang lurus. la menggeleng-geleng,
namun Jaka tidak mampu menangkap isyarat apa yang
diberikannya. Jaka terdesak, ingin tahu, sebetulnya hingga ke
mama tingkat herpikir seekor hinatang yang cerdas macam
Karbala? Apakah ia dapat merasakan seperti yang diranakan
manusia, hanya ia tidak bisa mengutarakannya dengan katakata? ia sering menyakaikan Karbala tampak sedih, panik,
takut, malahan marah. la sering melihat Karbala begitu
kehilangan dan rindu jika berpisah lama dengan dirinya.
Mungkin jugakah Karbala mampu berpikir seperti manusia?
Bukankah ia kadang-kadang dapat menentukan jalan keluar
dari kesulitan yang dihadapi bersama? Bahkan pada saat ia
sendiri tidak tahu jalan keluar itu?
"Ah, Karbala, sayang engkau tidak bisa berbicara. Boleh jadi
jika engkau mempunyai kesanggupan selengkap manusia,
yang pantas jadi pemimpin adalah kuda, dan bukan makhluk
yang bernama manusia. Sebab, pada Karbala, Jaka tidak
melihat nafsu mementingkan diri sendiri. Karbala tidak pernah
serakah. Ia makan seperlu-nya. Ia minum seperlunya. Ia tidak
takut kehabisan bahan pangan atau minuman sehingga harus
mengumpulkan dan menimbun sebanyak-banyaknya seperti
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
62 yang dilakukan oleh manusia. Ia mengambil sekadarnya.
Lebihnya dibiarkan untuk yang lain.
"Karbala," bisik Jaka seterusnya. "Agaknya aku masih harus
coba-coba karena tidak ada yang bisa kuperbuat selain cobacoba. Rupanya kehidupan sekarang telah dipenuhi dengan
teka-teki, sehingga manusia tidak dapat memahami hidupnya
sendiri. Buat apa ia hidup. Akan kemana ia pergi nanti. Kami,
manusia, lebih celaka daripadamu, Karbala, akibat ketamakan
dan hawa nafsu. Seharusnya kami lebih baik dari-padamu
lantaran kami mempunyai rongga otak yang lebih luas dan
daya pikir yang lebih cerdas. Namun, semehtara hawa
nafsumu hanya sebatas kebutuhanmu, kami, manusia, telah
melampaui garis itu. Kami bahkan memperkosa akal untuk
memperturutkan keinginan hawa nafsu. Inilah yang membuat
kami binasa dalam pertarungan, persaingan, dan kedengkian.
Oh, Karbala, seandainya manusia adalah kuda dan kuda
adalah manusia, barangkali kehidupan akan lebih baik dari
yang kita alami hari ini."
Anehnya, Karbala manggut-manggut,
menggelengkan kepala. dan sekali-sekali "Engkau paham, Karbala? Tapi kami tidak boleh putus asa,
bukan, sebagaimana Tuhan juga tidak putus asa mengirimkan
para Nabi dan orang-orang suci, untuk menata kembali
keadaan dunia yang porak-peranda ini. Demi itulah, Karbala,
jika perlu aku bersedia mengorbankan diri sendiri."
Sesudah mencurahkan seluruh isi hatinya kepada Karbala,
rasanya puaslah jiwa Jaka, ter-bebas dari beban yang sering
menyiksa malam-malamnya menjelang terpulas tidur. Karena
itu ia kini sudah dapat mengambil keputusan. Apa-pun yang
bakal terjadi, ia harus menghubungi agen ketiga, si penjaga
bajigur yang kaki kirinya agak terpincang-pincang. Ia harus
melindungi nyawanya supaya tidak menjadi korban keganasan
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
63 musuh berikutnya. Lebih dari itu, ia harus bisa memergoki dan
menangkap pem-bunuh itu untuk mengorek keterangan serta
asal-usulnya. "Karbala, sekali lagi engkau mesti bersabar untuk tetap
bersembunyi di sini. Itu lebih baik, Karbala, daripada engkau
akan bertemu dengan ulah manusia yang sering kali tidak
mempunyai lagi kemanusiaannya. Aku pergi dulu, ya!"
Lalu Jaka pun keluar menyelinap dari gua yang di pintunya
bergantungan akar-akar besar dan dedaunan rimbun. Ia harus
menyibak-nyibak dengan susah payah sebelum dapat
bernapas dengan lega di luarnya.
Tiba di hutan, malam telah menyembunyikan keindahan alam
di dalam kegelapan tanpa purnama. Bulan sudah
menggelinding tinggal separo. Biasnya lebih banyak
menimbulkan bayang-bayang tanpa bentuk.
Ia tidak menjumpai halangan hingga ke batas desa, selain
perasaan pepat menghadapi semua kemungkinan yang dapat
terjadi sewaktu-waktu. Menurut jadwal, jika sudah di atas jam
tujuh ia harus menunggu si penjaja bajigur di dekat rumah Pak
Lurah, yang kebetulan malam itu tampak sangat sepi. Ke
mana mereka pergi, bajingan-bajingan Keris Bersilang itu?
"Wedang santan, wedang santan," tiba-tiba Jaka mendengar
penjaja bajigur menawarkan jualannya.
Dari kejauhan, dalam samar-samar cahaya lampu yang lolos
dari rumah-rumah penduduk, ia melihat seorang laki-laki
jangkung berjalan ter-pincakig-pincang menuju ke tempat ia
duduk menunggu. Jaka kembali terperanjat seketika, tatkala mendadak penjaja
pincang itu terjatuh sebelum separo jalan ke arahnya. Kali ini
Jaka tidak mau diperbodoh. In harus mengejar dan
menangkap bayangan yang melayang dan pohon sawo itu.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
64 Pasti dia pembunuhnya. Siapakah dia sebenarnya? Kelompok
manakah yang berdiri di belakangnya?
Jaka tidak mau dihantui bermacam-macam praduga dan
sangka-sangka. la hams mendapatkan kejelasan dari
serangkaian pembunuhan yang terang-terangan merintangi
gerakannya. la harus menjawab tantangan itu dengan
tindakan yang lebih cekatan dan bijaksana. Artinya, ia tidak
boleh melibatkan hatinya dalam pengarui, emosi atau balas
dendam. la harus murni semata-mata demi perjuangan. Sebab
emosi atau dendam hanya akan membuat tindakannya serampangan dan tanpa perhitungan. Karena itu, seraya
menggumamkan bismillah tiga kali, ia cepat melayang,
menyusul bayangan itu dengan mengerahkan puncak ilmu
ringan tubuhnya. Bayangan itu cukup gesit melompati
gundukkan demi gundukan, dan sekali-kali melayang ke pucuk
pepohonan. Andaikata Jaka tidak memiliki kecepatan tiga kali
lipat, ia pasti sudah kehilangan jejak.
Malam memang cukup pekat untuk menyembunyikan
bayangan yang mengenakan pakaian serba hitam itu, seperti


Ajal Sang Penyebar Maut Karya Arman Arroisi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang dipakai Jaka. Dan tentunya kegelapan yang sama
menghilangkan bayangan Jaka pada orang yang dikejarnya,
sehingga nampaknya ia mulai bergerak ayal-ayalan, tidak
seburu-buru sebelumnya. Mungkin ia menyangka Jaka tidak
mengejarnya, sebab baik dari pakaian maupun gerakannya,
Jaka hampir tidak menimbulkan kecurigaan sedikit pun.
Kemahiran ilmu dalamnya telah melampaui puncak tertinggi
dari yang dapat dikuasai oleh orang biasa, sehingga
pergeseran tubuhnya dengan udara malam atau dengan
benda-benda lain nyaris tidak menyebabkan bunyi sama
sekali. Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
65 Karena itulah bayangan tadi sangat terperanjat tatkala
mendadak sesosok tubuh berpakaian serba hitam melompat
turun di mukanya. "Siapa engkau, merintangi jalanku?" tanya bayangan tersebut.
"Aku yang harus bertanya kepadamu, Saudara Muda.
Siapakah engkau, selalu menjegal rencana kerjaku?" balas
Jaka membalikkan pertanyaan pembunuh itu.
"Pantas!" gumam orang muda itu, yang mukanya ditutup
topeng. Lantaran ucapan itu tidak ada hubungannya dengan
pertanyaan yang dikemukakannya, Jaka jadi penasaran dan
kebingungan. "Apanya yang pantas? Kekejamanmu membunuh manusia seperti membunuh binatang saja?"
"Cocok!" gumam pendekar muda itu kembali tanpa
memperhatikan pertanyaan dan kutukan dari Jaka Pratama.
"Apa-apaan engkau ini, Saudara Muda, pertanyaanku sama
sekali tidak kau jawab. Engkau malah ngomong semaumu
sendiri. Siapakah engkau sebenarnya? Atas suruhan siapa
engkau melakukan semua ini?" cecar Jaka mendesak anak
muda itu untuk menjawab, namun masih tetap dengan sikap
lemah lembut dan air muka yang ramah.
"Persis!" lagi-lagi
semaunya. bayangan bertopeng itu bergumam "Dengan cara apa aku mesti mengorek keterangan darimu?"
ucap Jaka mengeras bahna kedongkolannya.
"Keterangan apa? Malah saya yang sebetulnya ingin minta.
penjelasan dari Tuan. Sebab masih banyak perkara gelap
yang belum saya ketahui rahasianya," jawah pembunuh itu
dengan nada wajar, tanpa kesan kurang ajar seperti tadi, atau
tekanan dingin sebagai pemnunuh.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
66 "Aneh. Bukankah engkau yang telah membunuh si penjual
cendol tadi pagi, si pedagang jagung bakar tadi siang, dan si
penjaja bajigur harusan?" hardik Jaka kian mendongkol.
"Betul," jawah anak rnuda itu makin tenang.
"Jadi, mengapa kau bunuh mereka, padahal ketiga orang itu
amat penitng bagiku?" tanya Jaka.
"Justru hal itulah yang ingin saya tanyakan kepadamu"
Jaka tambah tidak mengerti di samping makin geregetan.
"Maksudmu?" "Maksud saya, apakah Tuan tahu sebabnya, mengapa saya
disuruh membunuh ketiga orang itu?" sahut si pembunuh
menjengkelkan. "Jangan membuat teka-teki, anak muda. Sebetulnya apa
maumu dengan jawaban ber-putar-putar itu?" damprat Jaka
Pratama hampir habis persediaan kesabarannya.
"Tuan kenapa naik pitam? Saya bertanya sungguh-sungguh.
Mengapa sebenarnya saya disuruh membunuh mereka?"
jawab anak muda itu masih tetap dengan ketegarannya.
"Duh Gusti, apa yang mesti saya lakukan terhadap anak ini,"
akhirnya Jaka mengeluh lan-taran kesalnya. Kalau ia menuruti
hawa nafsu-nya, sudah pasti anak itu tak kan berberita lagi.
Namun ia menganggap terlalu gegabah bila hams
mencelakakannya. Terlalu mudah dan tak kan menghasilkan
apa-apa. "Betul-betulkah Tuan tidak tahu, atau cuma berlagak pilon?"
tanya anak muda itu, juga mulai menampakkan tanda kesal.
"Baiklah, aku akan mencoba menganggap engkau tidak mainmain. Jawab dulu pertanyaanku. Siapakah engkau?" akhirnya
Jaka mengalah. Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
67 "Untuk menerangkan siapa saya, apakah Tuan cukup
mempunyai kesabaran buat mendengarkan cerita saya?" ucap
anak muda itu. Kini nadanya melemah. Kedengarannya ada
semacam rasa sedih di dalamnya.
"Aku memang sedang dikejar waktu. Tetapi untuk
membuangnya sekadar satu jam dua jam, barangkali masih
bisa dimaafkan, daripada rahasiamu tiduk terbongkar," sahut
Jaka terpaksa. "Sebetulnya tidak ada rahasia di antara kita. mungkin hanya
kesalahpahaman belaka," tegas anak muda itu.
Lalu ia pun segera membuka topeng yang menutupi wajahnya.
"Apakah Tuan ingat, mirip siapakah wajah saya?" tanya anak
muda itu seraya mendekatkan dirinya lebih ke muka.
Jaka melihat seorang pemuda remaja, berusia menjelang
tujuh belas tahun dengan roman yang tampan dan lembut.
Alisnya hitam tebal, hampir bertaut di antara keduanya. Rasarasanya ia ingat akan seseorang, namun ia ragu-ragu.
"Lupakanlah tebakan ini. Nanti Tuan juga akan ingat terhadap
seseorang yang wajahnya mirip saya."
"Sudahlah, soal itu kita bicarakan nanti. Sekarang mulailah
engkau menceritakan tentang dirimu. Dan jangan coba-coba
bersiasat, sebab aku tidak sehalus yang kaubayangkan. Aku
juga bisa berlaku keras," ucap Jaka sedikit mengancam.
"Saya. pun tahu, Tuan. Kalau tidak, tak kan Tuan diberi
julukan Santri Putih Bertangan Besi," sahut si pemuda agak
gentar. Jaka terperanjat. Ternyata anak muda ini mengenal
julukannya, padahal ia sudah lebih dari dua tahun tidak
muncu] di kalangan persilatan. Bahkan juga tidak di
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
68 lingkungan dunia pengetahuan itu? ramai. Dari mana ia memperoleh "Tuan heran, mengapa saya bisa mengenali Tuan?" tanya
anak muda itu bangga. Jaka diam. Ia tak mau memperlihatkan keheranannya.
"Ah, berarti Tuan telah kalah dari saya satu penggal. Apa pula
pendapat Tuan kalau saya bisa mengatakan bahwa Tuan
sedang mendapat tugas untuk mengusut kasak-kusuk kaum
pemberontak yang tengah berusaha menunggangi keresahan
para pengikut Syeh Siti Jenar guna membebaskan diri dari
kekuasaan Demak?" Jaka tambah tersudut. Betul-betul ibarat main watur ia sudah
hampir kena bunuh. Lawan sudah mengetahui identitas
dirinya, sedangkan ia masih buta sama sekali.
"Itulah sebabnya Tuan mesti bersedia kerja sama dengan
saya," ujar pembantai muda itu langsung menusuk ke pusat
tujuannya. "Oh, jadi itu kehendakmu?" jawab Jaka manggut-manggut. Ia
kini ingin mengorek rahasia yang sebenarnya di balik semua
peristiwa ini. Jadi sebaiknya ia temskan sikap mengalahnya.
"Baiklah, soal itu bisa kita atur belakangan."
Kaluu begitu, Tuan ikutilah saya. Di suatu tempat nanti Tuan
akan saya beritahu siapa saya sebenarnya." Ujar pemuda itu
seraya melayang tanpa pamit lagi.
Hati Jaka sebetulnya amat mendongkol. Masakan ia
dipermainkan begini hanya untuk mengetahui siapa anak
muda itu? Sepenting itukah dirinya sehingga buat mengetahui
riwayatnya saja ia mesti berlelah-lelah mengekor dibelakangnya. Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
69 Awas, tahu rasa nanti jika ia hendak mempermainkannya.
Dengan pikiran seperti itulah Jaka Pratama kemudian
melayang mengikuti bayangan si pemuda.
Anehnya, setelah berputar-putar di luar Desa Baos Wangi,
Jaka akhirnya dibawa memasuki desa itu kembali. Dan
yang lebih aneh lagi, ternyata yang dituju anak muda itu
justru rumah Ki Lurah Brajanala yang sekarang dijadikan
sarang kaum pembangkang Keris Bersilang.
Namun mereka talak menuju ke bangunan utama yang
kelihatan amat sepi, melainkan ke sebuah rumah gubuk
dekat kandang kerbau. Tanpa ragu-ragu atau minta permisi, anak muda itu
segera masuk ke dalam gubuk dan mempersilakan Jaka
melalui isyarat tangannya agar melakukan yang sarna.
Artinya, gubuk itu adalah tempat tinggal anak muda yang
misterius tersebut. Hal ini membikin rasa ingin tahu Jaka
kian membesar. Ada hubungan apakah antara si pemuda
dengan para pembangkang? Jaka sadar, risiko dari perbuatannya ini bisa merupakan
tindakan gegabah seandainya kedatangannya ke dalam
gubuk sudah direncanakan sebagai jebakan. Tapi telah
kepalang. Jika identitasnya sudah dikenali, apa lagi yang
mesti dikuatirkan? Ia cuma berharap, mudah-mudahan
apabila ternyata nanti ia dikepung oleh komplotan Keris
Bersilang, kemampuannya dalam ilmu bela diri dan
kedigjayaannya dalam ilmu
jaya-kawijayan dapat menyelamatkan dirinya untuk meneruskan perjuangan
yang sedang dituntut oleh Kerajaan atas setiap para
kawulanya. Ia tidak mau mati sia-sia di tempat ini.
"Silakan duduk, Tuan, di mana saja," ucap anak muda
itu. Ia maksudkan dengan di mana saja karena keadaan
di dalam gubuk memang memungkinkan untuk duduk di
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
70 mana saja atau untuk tidak bisa duduk di mana saja.
Sebab tidak ada tempat duduk yang pantas diduduki,
dan tidak ada tempat yang tidak pantas diduduki.
Jaka tersenyum geli dan agak lega melihat perubahan
sikap anak muda itu yang kini menjadi ramah dan
sopan. Namun Jaka harus tetap waspada, siapa tahu
perubahan sikap yang mendadak itu justru merupakan
isyarat tentang rencana untuk menjebaknya!?
"Tuan ingin minum?" tanya anak muda itu menawarkan.
Ketika Jaka menggeleng, anak muda itu bertanya pula,
"Mau makan? Saya masih punya persediaan makan
malam." "Tidak, terima kasih," sahut Jaka berusaha menahan
diri dari ketidaksabarannya. Lewat jawaban pendek itu
sebenarnya ia menginginkan agar si pemuda segera
memenuhi janjinya, menceritakan siapa dia sehetulnya.
Karena makin lama Jaka teringat akan wajah dan
pembawaan seseorang yang amat dekat dengannya tiap
kali ia memperhatikan anak muda tersebut dengan
saksama. "Saya tahu Tuan sudah tidak sabar menunggu cerita saya.
Dan saya tahu Tuan mulai teringat akan seseorang,
walaupun masih samar-samar," ucap anak muda itu
menebak dengan jitu. Jaka bagaikan ditelanjangi oleh anak
kemarin. Tapi Jaka senang dan kagum akan berhagai macam bakat
yang dimiliki anak muda tersebut. Susunan tulang-tulang di
badannya amat sempurna untuk menjadi pesilat yang
tangguh. Ketenangan dan kesabarannya menghadapi suatu
persoalan adalah modal untuk dapat mendalami ilmu
kanuragan secara tuntas. Napasnya yang panjang
merupakan benih yang subur guna mempelajari ilmu tenaga
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
71 dalam yang ampuh. Kelincahannya yang alamiah sudah
menunjukkan tanda-tanda yang baik buat dikuasainya
ilmu ringan tubuh. Oh, mudah-mudahan anak muda ini
tumbuh di dalam lingkungan kaum putih pada jalan yang
bersih supaya kelak tidak menjadi sumber malapetaka
terhadap masyarakat luas.
"Baiklah, Tuan, saya akan memulai cerita atau riwayat
hidup saya, semoga ada gunanya buat Tuan dan buat
saya," kata si anak muda dengan sungguh-sungguh.
Setelah berhenti sebentar untuk menarik napas panjang, ia
pun kemudian melanjutkan penuturannya: "Saya dilahirkan
oleh seorang ibu yang berusia empat belas tahun dari tetesan
darah ayah yang berumur delapan belas tahun."
Hingga di sini Jaka Pratama masih belum mampu menduga
ke arah mana anak muda itu hendak bercerita. Ia dilahirkan
oleh seorang ibu yang berusia empat belas tahun. Berarti
waktu menikah perempuan itu belum lebih dari tiga belas
tahun, dengan suami yang berumur sekitar tujuh belas tahun.
Apa anehnya? Untuk penduduk kampung, perkawinan yang
lebih awal dari itu banyak juga dilakukan orang.
"Tatkala terjadi geger Majapahit, yaitu peristiwa huru-hara


Ajal Sang Penyebar Maut Karya Arman Arroisi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjelang pecahnya perang melawan Prabu Girindrawardhana dari negeri Keling, ibu saya terbunuh dan
saya terpisah dari ayah saya. Sejak itu saya dipelihara oleh
seorang resi yang baik hati, Panembahan Gede Dalem,
tanpa teringat jelas seperti apa ayah saya," cerita si anak
muda selanjutnya. Pada bagian ini, Jaka merasa ikut tergetar memandangi
pemuda itu yang tiba-tiba berwajah duka.
"Tetapi ketika saya sudah berusia empat belas tahun,
Panembahan Gede Dalem yang telah membekali saya
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
72 dengan berbagai ilmu, mengungkapkan rahasia masa silam
saya. Dari beliau saya tahu hahwa ayah saya saat itu sedang
bergabung dengan gerakan almarhum Tumenggung
Wirayuda, bekas panglima pasukan istimewa Majapahit,
Macan Ireng, yakni dalam usaha hendak merebut
kembali kejayaan wangsa Raden Wijaya, cikal bakal
raja terakhir Prabu Brawijaya yang kala itu telah
menyerah kepada Raja Girindrawardhana."
Jaka tersentak. Tumenggung Wirayuda adalah ayahandanya.
la ingin segera mengetahui siapa ayah anak muda ini.
Namun si pemuda sudah keburu meneruskan riwayatnya.
"Maka dengan kelancangan saya tanpa seijin restu
Panembahan Gede Dalem, saya minggat turun gunung
untuk mencari ayah saya. Ternyata beliau telah gugur
sehagai pahlawan, tumbal kehancuran total keagungan
Majapahit. Saya pun luntang-lantung tanpa tujuan selama
kurang lebih satu tahun penuh."
Jaka mulai mencoba mengira-ngira. Ia hendak memhuka mulut
untuk bertanya, tapi anak muda itu kembali memotongnya.
"Dalam keadaan putus asa dan terlunta-lunta, tanpa
mengetahui apa yang sebaiknya saya kerjakan, seorang tua
yang bijaksana, bangsawan Majapahit, putra Adipati
Wilwatikta dari Tuban, mengajak saya untuk ngenger
kepadanya dan bergabung menjadi santrinya. Tentu saja
tawaran itu saya terima dengan sukacita, karena nama besar
bangsawan itu sangat termasyhur dan sering disebut-sebut
dengan penuh kehormatan oleh resi Panembahan Gede
Dalem. Orang tua yang baik hati itu adalah Sunan
Kalijaga." "Hem," Jaka hanya sempat menggumam, sebab,
sebagaimana sebelumnya, seolah-olah anak muda itu
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
73 tidak mau pertanyaan. ceritanya dipenggalpenggal dengan "Maka alangkah gembiranya hati saya manakala
akhirnya saya dipercaya oleh Ki Wiryoprakoso untuk
berangkat dari pesantren atas izin Kanjeng Sunan
Kalijaga untuk melaksanakan tugas saya yang pertama,
yaitu membantu missi rahasia yang sedang dilakukan
oleh Tuan, Raden Mas Jaka Pratama."
"Jadi . . . ?" lagi-lagi niat bertanya pada Jaka tersekat di
tengah jalan. Karena lagi-lagi anak muda itu sudah
memotongnya sebelum ia selesai menyampaikan apa
yang ingin diketahuinya. "Atas petunjuk dan bantuan tiga agen Demak di Bagus
Kuning, terdiri atas penjual cendol, pedagang jagung, dan
penjaja bajigur, saya dapat diterima bekerja oleh Ki Lurah
Brajanala almarhum, yaitu sebagai tukang kebun dan
penggembala ternaknya. Saya memang sengaja di selundupkan lebih dulu ke Desa Bagus Kuning sebelum
Tuan tiba di sini, untuk mempersiapkan segala sesuatu
yang diperlukan seandainya terjadi perubahan situasi."
"Tapi . . . ?" Jaka lupa bahwa anak muda itu tidak perlu
ditanya. Ia pasti akan memberi penjelasan terhadap yang
ingin ditanyakannya. Maka ia pun memotong ucapannya
hanya samPai pada kata "tapi."
Tapi di sini anak muda itu malah diam lama, seakan-akan
memberi kesempatan kepada Jaka untuk bertanya, hingga
Jaka nyaris tidak sabar lagi. Begitu kelihatan tanda-tanda
Jaka hendak bertanya, si pemuda segera melanjutkan
ceritanya. "Karena kesibukan saya bekerja di kebun dan menggembala
ternak, saya belum pernah bertemu muka dengan ketiga
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
74 agen tersebut. Lagipula memang saya dilarang mengadakan kontak dengan mereka. Sampai pada suatu
hari, seorang anggota Santri Pitulas yang sudah lebih lama
menggabungkan diri sebagai anak buah almarhum Ki
Brajanala, yang saat itu sudah enam belas hari dibunuh
oleh Raka Jinangkar, memberi perintah kepada saya
menjelang ia meloloskan diri dari perangkap yang
direncanakan oleh gerombolan Keris Bersilang, bahwa
saya harus membunuh si penjual cendol, si pedagang
jagung, dan si penjaja bajigur apabila Tuan telah muncul
dan sedang akan menghubungi mereka, supaya
kecurigaan tidak jatuh kepada saya, karena kerahasiaan dan
tenaga saya masih diperlukan di Desa Bagus Kuning."
Kembali anak muda tersebut diam untuk beberapa
lamanya, seperti amat menyesal terhadap apa yang telah
dilakukannya. "Saya tidak habis mengerti, mengapa saya harus
membunuh ketiga agen itu? Apakah perbuatan saya ini tidak
keliru? Atau, apakah mungkin anggota Santri Pitulas
yang menyampaikan perintah itu ternyata seorang pengkhianat yang sengaja hendak mengacau gerakan kita dari
dalam? Kalau demikian, mengapa tidak turun berita agar
saya tidak lagi mempercayai petunjuk Santri Pitulas itu?
Malah berita terakhir yang saya terima dari agen yang
kemudian saya hunuh, justru saya harus mengikuti petunjuk dari anggota Santri Pitulas tersebut dan tidak
kepada yang lain, sampai kedatangan Tuan."
Ketika anak muda itu diam agak lama, Jaka nyelonong
bertanya, "Apa aku boleh membantumu?"
"Dalam hal apa?" Tentu saja harus, bukankah kita satu
golongan?" tanya si anak muda keheranan.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
75 "Maksudku aku ingin membantumu dengan beberapa
pertanyaan, karena aku pun harus menyimpan
kecurigaan kepada siapa saja, termasuk kepadamu," sahut
Jaka. Tatkala Jaka mengungkapkan hal ini, yang terbetik dalam
pikiran Jaka adalah, jangan-jangan malah anak muda ini
yang pengkhianat. Namun melihat penampilan dan
sikapnya, rasanya mustahil. Jika benar, mengapa tidak
ada kontak bahwa ia harus berhubungan dengan pemuda
ini? Agaknya si anak muda mengerti apa yang tengah
dipikirkan oleh Jaka. 'Fiba-tiba ia merogoh kantong
bajunya dan mengeluarkan secarik kain hijau kecil dengan
tulisan Allah dalam huruf Arab di atasnya.
"Apakah benda ini yang ingin Tuan tanyakan?"
Jaka agak malu, merasa kebimbangannya dengan
telak telah ditebak anak muda itu. Sungguh seorang
pemuda yang peka dn cepat tanggap. Memang benda
kecil tipis itu yang menjadi tanda, apakah orang
bersangkutan betul-betul agen Demak atau bukan,
selain beberapa kata sandi yang tadi telah dijawah
dengan tepat oleh si anak muda pada waktu mereka
sedang berlompatan menuju ke gubuk ini.
"Tidak, bukan mengelak. itu yang "Jadi, masalah apa? menceritakan semuanya?"
paling penting," Bukankah ujar saya Jaka sudah "Belum." "Maksud Tuan?" Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
76 "Siapa namamu? Sungguh tidak adil jika engkau telah
mengetahui siapa aku, tetapi aku belum tahu siapa
engkau," sahut Jaka mencoba mencairkan ketegangan
dengan agak berseloroh. "Riwayat saya kan sudah Tuan ketahui," bantah anak
muda itu. "Namun apa kausebutkan?" gunanya kalau namarnu tidak "Oh iya. Nama saya Pandu Nayarana."
"Apa barangkali ayahmu adalah . . ."
"Betul. Ayah saya adalah almarhum Raden Pandu
Dewabrata, abang angkat Raden Mas Jaka Pratama,"
potong anak muda itu sambil menunduk, menyembunyikan air matanya.
"Oh, anak muda," teriak Jaka terharu seraya bangkit, lalu
memeluk Pandu Nayarana dengan "Ngger, jadi engkau putra
Kangmas Pandu!" Jaka Pratama masih sempat teringat sebentar akan
hubungannya yang sangat akrab dan tulus dengan Pandu
Dewabrata. Baru hari ini ia mengerti kenapa Kangmas Pandu
dulu sering termenung sendirian tiap kali berada di luar
penglihatannya. Rupanya saat itu ia sedang mengenangkan
anak satu-satunya yang hilang tanpa ketahuan rimbanya.
Namun kesempatan itu tidak berlangsung cukup panjang
untuk melantur di dalam rasa sedih, karena tiba-tiba terdengar
grabak-grubuk langkah kaki kuda yang dipacu buru-buru.
Jaka cepat keluar. Hampir tidak tertangkap mata telanjang, ia
melayang ke wuwungan rumah Ki Lurah sambil berbisik
sebelumnya: "Tenanglah engkau di situ, aku akan melindungimu dari atas."
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
77 Pandu Nayarana menjawab dalam nada amat kagum, "Terima
kasih, Paman." Ternyata yang datang adalah anggota Santri Pitulas yang dua
hari lewat berhasil meloloskan diri dari kepungan para
bajingan Keris Bersilang. Ia menuntun seekor kuda di samping
yang di-tungganginya. Tanpa turun dari punggung kuda-nya ia
berteriak : "Pandu. Larilah engkau dengan Jaka. Di kuda ini ada peta.
Pelajarilah. Jejakmu tercium oleh Raka Jinangkar. Pergilah
kalian ke bulatan hijau dalam peta itu. Dua hari Iagi, pukul
sembilan malam kalian harus tiba di sana.
Tanpa menunggu sepatah jawaban pun ia secepat mungkin
menerbangkan tunggangannya ke dalam bayangan malam.
Jaka segera turun, disambut oleh Pandu dengan
mempersilakannya naik kuda bersama-sama. Jaka menggeleng. Ia memberi. isyarat singkat agar Pandu
mengikutinya dengan naik kuda. Mula-mula Pandu heran,
mengira Jaka bercanda. Masak kaki manusia dapat berpacu
dengan lari seekor kuda. Terbukti keheranannya herubah
menjadi setengah tidak percaya tatkala kudanya tidak mampu
mengejar kecepatan ilmu ringan tubuh paman angkatnya,
Jaka Pratama. Betapapun, situasi mungkin telah begitu gawat, terbukti dari
suara gelegar serombongan pengendara kuda yang
tertangkap oleh pendengaran tajam Jaka Pratama yang
menggunakan aji Wasis Rungu. Agaknya mereka tengah
berpacu menuju rumah Ki Lurah. Namun Jaka yakin, buat
sementara waktu mereka belum akan dapat mengejarnya.
Karena itu, meskipun terpaksa harus bergegas-gegas, Jaka
menuntun Pandu Nayarana menuju ke tempat persembunyiannya di dalam gua sebelah atas hutan Setan


Ajal Sang Penyebar Maut Karya Arman Arroisi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
78 Gundul. Ia harus menjemput Karbala, baru melenyapkan diri
dari tempat itu. Untunglah gelap kian hitam dan tiba-tiba hujan tercurah
dengan lebat tanpa tanda mendung dari siangnya, sehingga
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
79 Jaka Pratama dan Pandu Narayan bisa dengan leluasa
meninggalkan wilayah desa Bagus Kuning.
"kurang ajar! Cecurut itu sudah menyingkir!" ungkap Raka
Jinangkar yang kebetuan belum sampai kebasahan.
"Hujan keparat. Akan sulit kalian menapaki jejak mereka.
Sudahlah. Kita bersenang-senang saja malam ini. Panggil
tayuban meskipun bumi tenggelam dalam hujan. Cepat!"
Hanya suara air yang mencuat di tengah malam buta yang
dingin dan kuyup itu, mengisyaratkan keputusasasaan atas
kegagalan dan rintangan yang kian membengkak.
"Besok kalian gerebek sekujur desa. Siapa pun yang
kedapatan mencurigakan, seret ke tengah hutan, dan habisi di
sana. Kita tidak boleh memberi hati lagi kepada lawan. Cara
sopan tidak bakal mematangkan buah. Dengar?"
Raka Jinangkar masih terus mencak-mencak sampai akhirnya,
sekitar pukul tiga, rombongan tayuban datang, dilengkapi
dengan dua orang ronggeng muda yang cantik-cantik. Karena
terguyur hujan, gadis-gadis tayuban dan kedua ronggeng yang
kebasahan itu disuruh membuka pakaian dan menggantinya di
depan mata Raka Jinangkar sendirian, sementara para
lelakinya serta seluruh anak buahnya diperintahkan
menyingkir. 5 KIAI DOLAH PEKIH Memang, jika manusia telah bergelimang dengan lumpur, ia
pasti tidak akan mampu keluar dari kubangan itu tanpa
berlumurkan lumpur, kecuali sesudah diguyur air pencuci.
Begitu pula bila manusia telah bergaul dengan dosa. Maksiat
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
80 yang satu akan mengantarkannya kepada maksiat yang lain,
dan biasanya dengan porsi dosa yang lebih besar. Karena itu
mereka yang bijak tentu tak kan berani mencoba-coba
berkenalan dengan dosa, betapapun kecilnya, kalau tidak
ingin terjerumus ke dalam lembah nista. Para wali telah
mengajarkan kepada Jaka Pratama, bahwa perbuatan yang
paling mulia untuk menjadi orang suci adalah jangan
mendekatkan diri dengan dosa. Melakukan kebaikan boleh
ditunda, tetapi menghindari dosa harus seketika itu
dilaksanakan. Tidak ada "nanti" buat menolak maksiat. Yang
ada "sekarang" juga. Itulah sebabnya dalam menyampaikan
larangan-Nya melalui Kitab Suci Alquran, Tuhan berfirman:
"Jangan kamu mendekati perzinaan," lantaran semua
keburukan bermula dari dekat-dekat atau coba-coba.
Sungguh bersyukur Jaka Pratama, sepanjang perjalanan
hidupnya ia selalu berusaha untuk menjadi orang baik,
walaupun barangkali belum jadi orang baik. Niat inilah yang
membebaskan Jaka dari siksaan batin berupa buruk sangka,
dengki atau iri hati. Tetapi niat ini pula yang sering kali
membuatnya dengan mudah terjebak ke dalam perangkap
musuh, karena ia sama sekali menolak untuk berburuk sangka
kepada niat orang, betapapun kemungkinan busuk telah
dibayangkan sebelumnya. Namun sikap polos begitu bukan selalu merugikan. Kadangkadang dengan kejujuran dan kebersihan hatinya itulah ia
dapat menaklukkan kekasaran lawan. Bahkan tidak jarang,
dari sifat itu ia dengan cepat memperoleh sahabat yang tulus
dan akrab. Seperti yang kini dialaminya dengan Pandu
Nayarana, putra Pandu Dewabrata almarhum. Kepada
ayahnya Jaka begitu erat dan sejiwa, malah melebihi
hubungan persaudaraan biasa, andaikata Jaka mempunyai
Pik atau abang kandung. Kini, putranya yang baru menjelang
genap tujuh belas tahun, tanpa disangka-sangka sudah
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
81 mempercayai dirinya sebagai seorang paman. Sudah tentu
anggapan ini melahirkan anggapan yang sama pada Jaka. Ia
berjanji dengan sepenuh hati, akan mendidik dan
menggembleng Pandu Nayarana sebagai kemenakan sendiri.
Bahkan akan diperlakukannya sejajar dengan anak kandung,
walaupun jika benar anak kandung, berarti ketika Pandu
Nayarana dilahirkan, ia adalah seorang ayah yang berumur
tujuh tahun. Selepas melewati malam kemarin yang tegang,
Jaka dan Pandu melanjutkan perjalanan sesuai dengan
petunjuk peta menuju ke utara. Sebentar malam, jam
sembilan, mereka akan ditemui oleh rekan Santri Pitulas yang
telah menolong mereka, di suatu desa kecil, Wonorejo, kurang
lebih enam hari berkuda sebelum bandar pelabuhan Jepara.
Yang sebenarnya, Pandu pun belum jelas, seperti apa orang
yang menolongnya itu. Menurut keterangan dari peta yang
dibawa Pandu, mereka harus menunggu di langgar Kiai Dolah
Pekih, satu-satunya ulama yang tidak terpengaruh oleh ajaran
klenik Syeh Lemah Abang di wilayah itu. Dalam shalat Isya,
Jaka dan Pandu sempat menjalankan jamaah bersama lima
orang makmum lainnya. Tiga orang putra kiai sendiri, yang
dua orang adalah pendatang yafg barn tiba menjelang waktu
Ashar tadi siang. Selesai mengerjakan sembahyang bersama, seperti hari-hari
sebelumnya, Kiai Dolah Pekih, meskipun kadang-kadang
hanya didengarkan oleh ketiga putranya, selalu memberikan
wejangan-wejangan tentang agama. Dalam santapan
rohaninya kali ini kiai tua yang jalannya sudah harus ditopang
tongkat itu menyampaikan keprihatinannya terhadap segala
kekejaman yang kian meningkat.
"Manusia telah buta. Bukan matanya, melainkan hatinya. Oleh
sebab itu hati mereka hanya tersisa sebagai gumpalan darah
atau daging semata, seperti hati babi atau anjing. Hati
manusia sudah kehilangan rasa iba, rasa ham, sebab hidup
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
82 telandikerudungi dosa-dosa. Dosalah yang mematikan hati.
Telinga pun jadi budek, tidak mampu mendengarkan ratap
tangis dan jerit pilu janda-janda beranak banyak yang
suaminya dibantai demi kekuasaan, demi pang-kat, demi
kekayaan. Telinga mereka tidak lagi mempunyai kepekaan
untuk meneruskan suara-suara Iolongan ketakutan kepada
hati, karena telinga tidak sedikit pun bisa mendengar, sementara pintu hati telah tertutup rapat-rapat."
Jaka dan Pandu menunduk, membenarkan wejangan yang
singkat namun berkesan itu. Begitu pula ketiga putra Kiai,
mereka bahkan menangis pelan, dengan mata basah dan
wajah merah. Yang aneh kedua pendatang baru itu. Mereka
nampak sangat gelisah. Barangkali merasa tersentuh oleh
ucapan Kiai yang bersumber dari salah satu ayat Surat Al Haji.
Memang ayat ini pendek, tetapi lugas dan dalam
pengertiannya. "Oleh sebab itu di dalam surat Al Hujarat kita
diperingatkan agar jangan gegabah mempercayai berita yang
dibawa oleh orang fasik, yakni orang yang selalu durhaka
kepada hukum-hukum Tuhan. Kalau kepada Tuhan mereka
berani berdusta, apalagi kepada manusia, bukan? Jika datang
kabar-kabar burung atau desas-desus dari kaum fasik,
hendaknya diyakini dulu benar-tidaknya, jangan tergesa-gesa
mengambil ke-putusan atau tindakan. Karena dengan keputusan atau tindakan yang ceroboh engkau bakal
mendatangkan kerugian dan bencana kepada orang-orang
yang tidak berdosa. Kamu akan menyesal dan sesal itu tak
kan ada guna-nya." Jaka dan Pandu tambah menunduk. Ketiga putra Kiai kian
terisak. Dan kedua pendatang makin gelisah.
"Tidak ingatkah kalian betapa Alquran mengatakan bahwa
boleh jadi pada sesuatu yang kamu benci terdapat kebaikan
bagi kamu, dan pada sesuatu yang kamu senangi malah terBuku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
83 simpan keburukan yang mengancam kamu? Tidak percayakah
kalian kepada firman Tuhan ini sehingga terus-menerus
mengumbar permusuhan satu sama lain? Apakah kalian
sampai hati memakan bangkai saudara sendiri? Tentu saja
tidak. Tetapi mengapa kalian masih juga saling membenci dan
mencaci-maki? Sungguh, jika tidak bertobat, kalian termasuk
golongan yang rugi."
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
84 Tatkala Kiai menutup wejangannya dengan kalimat-kalimat di
atas, tiba-tiba kedua pendatang baru itu keluar dari langgar
dan menghilang tanpa jejak. Kiai tersenyum, Jaka dan
Pandu kebingungan. Ada apa sebenarnya?
Sesudah bersalam-salaman, Kiai Dolah Pekih mempersilakan Jaka dan Pandu singgah di rumahnya
yang sederhana, bersebelahan dengan langgar. Mereka
diajak makan bersama oleh Kiai dan ketiga anaknya.
Anehnya umur mereka hampir sama satu dengan lainnya.
Dalam berbincang-bincang setelah selesai makan, Jaka
bertanya: "Apakah Kiai tidak menerima suatu pesan,
tentang seseorang yang akan datang kemari, misalnya?"
Kiai meletakkan jari telunjuknya di depan bibir: "Sssst,
mengapa kautanyakan orang yang akan datang, dan
tidak orang yang sedang datang?"
Jaka tersentak. Ia kaget bercampur kagum akan
ketinggian ilmu Pangrungu Kiai Dolah Pekih. Ia sudah
bisa menangkap suara langkah orang beberapa detik
sebelum pendengaran Jaka menangkapnya.
"Ada apa, Paman?" tanya Pandu keheranan.
"Seseorang sedang mengendap-endap kemari," jawab
Jaka. Pandu jadi mengkerut. Ia merasa seperti bocah kecil
yang tidak tahu apa-apa dibandingkan dengan kelihaian
orang-orang kosen itu. Tatkala Jaka mengindera bunyi gemerisik sosok itu
melompat ke genteng, Kiai langsung berteriak dengan
sopan : "Silakan masuk melalui pintu depan. Kita tidak lucu lagi
kalau setua ini main kucing-kucingan?"
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
85 Yang berasa di genteng tidak menjawab. Ia malah melompat
turun dan suaranya makin jauh ketika orang itu tergesa-gesa
menghilang. "Siapakah dia Kiai? Mengapa tiba-tiba melarikan diri?" tanya
Jaka makin tidak mengerti, apalagi Pandu.
"Engkau menanyakan dia, apa engkau tidak lebih tertarik
kepada bunyi tapak kaki tiga orang yang sedang melangkah
kemari? Satu orang diantaranya berkaki pincang, yang satu
lagi jangkung?" "Apa?" Jaka terbeliak. Bunyi langkah itu kini baru tertangkap
oleh aji Wasis Rungu Jaka. Tentang yang satu pincang, Jaka
tidak heran karena suara langkahnya memang berat sebelah.
Tetapi bagaimana menebak bahwa yang satu jangkung?
"Kau dengar bunyi langkah orang yang jangkung itu?"
tanya Kiai itu seolah mengetahui apa yang dikagumi
oleh Jaka. "Selalu terlambat satu atau dua detik
dibandingkan dengan yang lain."
Jaka mengangguk cerah kepada Kiai Dolah Pakih. Ia
mengucapkan terima kasih melalui anggukannya itu,
sebab ia mendapat pengetahuan baru untuk mengetahui apakah orang itu jangkung atau pendek
dari langkah kakinya. Memang orang jangkung yang
panjang adalah kakinya. Karena itu, pijakan kakinya
pasti lebih lama jaraknya daripada yang pendek.
Pandu Nayarana dan ketiga putra Kiai cuma diam saja,
tidak berusaha melibatkan diri dalam pembicaraan antara
Kiai dan Jaka, menyadari bahwa ilmu mereka masih
kalah jauh. Mereka tidak mendengar suara apa-apa
kecuali desiran angin malam yang dingin.
"Nah, sekarang ada kejadian menarik. Coba jelaskan apa
yang menurut pendapatmu, barangkali sama dengan
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
86 pendapatku, sebagai kejadian yang menarik?" tanya Kiai
Dolah Pekih kepada Jaka. Pendekar muda itu mengerti bahwa Kiai sedang
menguji kemampuannya. Jaka menegakkan daun
kupingnya dan berusaha meningkatkan daya dengarnya.
"Dua orang asing tiba-tiba melompat menghadang
perjalanan ketiga orang tadi," jawab Jaka sedikit ragu-ragu.
"Betul," ujar Kiai membenarkan. "Lalu ...?"
"Mungkin mereka sedang sapa-menyapa atau berunding,
karena tidak ada bunyi langkah yang ditapakkan, berarti
mereka berdiri diam di tempat masing-masing."
"Cocok." "Yang dua orang nampaknya lantas pergi menghindar
dengan buru-buru. Sedang yang tiga orang melanjutkan
perjalanan sambil berpencaran, saling berjauhan satu
sama lain." "Bagus," sambut Kiai gembira. "Engkau memang patut
menjadi pendekar sejati."
"Mengapa mereka berjauh-jauhan, Kiai?" tanya Jaka
mengalihkan diri dari pujian yang membuat wajahnya


Ajal Sang Penyebar Maut Karya Arman Arroisi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merah padam tadi. "Sebentar lagi juga engkau akan memperoleh jawabannya," ucap Kiai tanpa mengacuhkan pertanyaan
Jaka. "Bagaimana? Sudah bisa mengira-ngira?"
"Ya, Ya. Kini saya paham," ujar Jaka riang. "Rupanya
barusan mereka diberi tahu ada musuh yang
menghadang di tengah jalan. Yang dikuatirkan itu ternyata
memang benar." "Maksudmu?" tanya Kiai.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
87 "Musuh itu tersebut." sudah menghalang-halangi ketiga orang "Berapa jumlahnya?"
"Yang maju ke depan baru satu orang," sahut Jaka.
"Itulah yang tadi hendak mengintip dari genteng. Adapun
kedua orang yang kaukatakan berunding dengan mereka,
adalah dua pendatang yang beberapa waktu berselang ikut
bersembahyang Isya bersama kita."
Pandu Nayarana kian kagum kepada paman angkatnya.
Demikian pula ketiga orang putra Kiai Dolah Pekih. Umur
ksatria yang sudah mereka kenal julukannya itu, Santri
Putih Bertangan Besi, tidak terpaut jauh dari usia
mereka, namun kepandaiannya hampir berimbang
dengan ayah mereka. Hebat!
"Apa lagi yang kaudengar?" tanya Kiai tidak sabar.
"Tidakkah kita perlu menolong ketiga orang itu, Kiai?"
tanya Jaka dengan cemas. "Mengapa?" "Sebab, di samping seorang musuh yang maju berterangterang, saya mendengar ada empat orang lainnya yang
sekarang mengepung dari segala jurusan."
"Betul dugaanmu. Tapi engkau tak perlu kuatir. Tinggal
beberapa detik lagi sudah pukul sembilan, bukan? Nah,
pada saat itu mereka bertiga akan memperoleh bantuan
dari seorang pendekar yang cukup tangguh."
Namun Jaka tidak bisa menghibur diri untuk tidak merasa
waswas. Dari bunyi pertempuran yang kini mulai
berkecamuk, jelas sekali betapa ketiga orang itu berada di
bawah angin. Mereka sangat kerepotan menghadapi
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
88 serbuan gencar yang menyambar-nyambar dari semua
arah oleh kelima lawarinya.
Orang yang pincang rupanya dikepung oleh dua orang,
begitu juga yang jangkung. Agaknya hanya si pendek
yang bertempur satu lawan satu dengan penyelusup yang
belum lama tadi bermaksud menguping pembicaraan
Jaka dan Kiai Dolah Pekih dari genteng.
Tetapi persis apa yang diperkirakan oleh Kiai Dolah Pekih,
beberapa saat menjelang pukul sembilan tepat,
terdengar bunyi telapak kaki kuda menjejak bumi
bagaikan sembrani sedang melesat dengan cepatnya.
Begitu mendekati arena pertempuran, si pengendara
kuda melompat dari tunggangannya, dan langsung terjun
ke dalam kancah pertarungan. Kehadirannya membangkitkan semangat juang ketiga orang yang hampir
terdesak hebat itu, sehingga dalam beberapa gebrakan
mereka telah lolos dari posisi terjepit.
Jaka sangat gembira. Apalagi ketika kemudian ia mendengar
dari kacaunya pijakan-pijakan kaki yang tertangkap oleh aji
Wasis Rungunya, bahwa kelima orang penghadang tadi
tergesa-gesa menyelamatkan diri, Jaka sungguh amat lega.
Mereka telah hertempur dengan dahsyat, namun penghabisannya tidak seorang pun yang tewas. Meskipun
Jaka tidak dapat membayangkan, bagaimana seandainya
keadaan terjadi kebalikannya, bila kelima penjahat tersebut
yang memegang kartu di atas meja. Mungkin, jika
kedatangan si penunggang kuda terlambat beberapa menit
saja, sudah akan jatuh korban yang gugur di pihak ketiga
orang yang dihadang itu. Karena situasi sudah terdengar tenang, Jaka bermaksud
menanyakan, siapakah orang-orang itu, baik yang dihadang
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
89 maupun yang menghadang, dan juga siapakah pengendara
kuda yang ilmunya cukup tinggi itu.
"Sebentar lagi kalian akan mengetahui persoalannya.
Tunggu saja, mereka mulai berjalan kemari," ujar Kiai
memotong rasa ingin tahu Jaka.
Mereka tidak perlu lama-lama menunggu. Sebab keempat
orang tersebut kini telah berdiri di ambang pintu.
"Ayo, masuk, tidak usah segan-segan," ujar Dolah Pekih
dari tempatnya duduk. Yang muncul mula-mula adalah si penunggang kuda yang
cekatan itu. Pandu segera menandainya sebagai agen
Santri Pitulas yang juga menjadi anggota Keris Bersilang,
selain agen yang satu yang telah menolongnya dan
sering dihubunginya, tetapi belum cukup jelas dikenalnya.
Yaitu yang menjadi anggota Ki Lurah Brajanala.
Ketika sesudah itu tiga orang lainnya masuk ke dalam
rumah Kiai Dolah Pekih, Pandu dan Jaka terbelalak heran.
Bukankah mereka si penjual cendol, si pedagang jagung,
dan si penjaja bajigur? Bukankah mereka sudah
terbunuh? Pandu sampai mengucak-ngucak matanya,
curiga kalau-kalau pandangannya sudah tidak wara.s
Namun tidak. Mereka memang ketiga agen di Desa Bagus
Kuning yang telah dibantainya satu demi satu. Oh, Gusti,
mengapa begini kesudahannya?
"Hahaha , kalian heran?" tanya Kiai Dolah Pekih
sembari tertawa geli menyaksikan keheranan Jaka dan
Pandu. "Baiklah, dengarkan dengan saksama, akan
kuberikan penjelasan seperlunya."
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
90 Keempat orang yang haru datang tadi dipersilakan
makan malam dulu, sementara Kiai Dolah Pekih mulai
mengutarakan penuturannya.
"Beberapa hari sebelum engkau memasuki Desa Bagus
Kuning, telah terjadi perebutan kekuasaan di situ dengan
terbunuhnya Ki Lurah Brajanala dan anaknya. Yang berdiri
dibelakang kerusuhan itu adalah seorang pendektir tua yang
menyamar sebagai Syeh Lemah Kobar.
nya dia adalah Wong Pamungkas ucap Kiai ditujukan kepada Jaka Pratama.
yang Jaka menggeram, "Hem. "Hatinya mengutuk. Kapan ia
akan dapat menghabisi biang kerok penyebar maut itu?
"Setelah itu ia rupanya dapat mencium mata rantai
gerakan rahasia kita, walaupun tidak seluruihnya. la telah
banyak melakukan kekeliruan yang sangat merugikan
dirinya dengan mengandalkan surat yang dicurinya dari
kamu. Karena nama-nama yang harus dicurigai dan
dihuhungi bercampur aduk jadi satu. Maka bila tidak
memegang surat yang lain, yang kausimpan dan berisi
kode-kode tertentu untuk menandai mana kawan mana
lawan, pastilah akan mengalami
kesulitan dan kekacauan. Hanya kebetulan, ia menemukan identitas
ketiga agen itu pada surat tersebut, dan sekali itu
tebakannya tepat. Karenanya ia menyuruh beberapa
tangan kanannya untuk menculik penjual cendol,
pedagang jagung, dan penjaja bajigur, yaitu mereka yang
sedang makan bersama itu."
"Maksud Kiai, yang saya bunuh di Bagus Kuning bukan
agen-agen yang asli?" tanya Pandu agak lega.
"Betul," jawab Kiai.
"Saya, kok, belum paham, Kiai," sela Jaka.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
91 Mereka tadinya diculik oleh para tangan kanan Wong
Pamungkas," ujar Kiai Dolah Pekih.
"Lalu?" tanya Jaka jadi tidak sabar.
"Karena Wong Pamungkas ragu-ragu, mereka tidak dibunuh,
hanya disembunyikan dalam kerangkeng dengan penjagaan
ketat oleh anak buah Keris Bersilang. Tempat ketiga agen
yang diculik itu digantikan oleh orang-orang Wong
Pamungkas yang agak mirip atau dirias sedemikian rupa
agar memper dengan aslinya. Bukankah Wong Pamungkas
sangat ahli dalam masalah itu?"
Jaka mengangguk. Ia teringat bagaimana Wong Pamungkas
begitu banyak menmbulkan malapetaka dengan kepandaiannya menyamar jadi orang lain.
"Hal ini dapat kami ketahui. Maka kami atur agar hari itu
gerombolan Keris Bersilang bepergian semua dengan cara
memancing mereka melalui berita yang didesas-desuskan oleh
Atma Sanjaya, agen Santri Pitulas yang sedang makan itu,
bahwa musuh sedang mengamuk di Desa Ambarsari. Nah,
sementara Atma Sanjaya melakukan penipuannya, agen lain
memerintahkan kepada Pandu Nayarana supaya membunuh ketiga agen palsu itu tiap kali engkau hendak
melakukan kontak dengan mereka. Sesudah itu Atma
Sanjaya cepat-cepat kembali untuk membebaskan ketiga
agen kita tersebut."
Jaka dan Pandu kini baru merasa puas sesudah mendengar
cerita yang sebenarnya. Biar tuntas sekalian, Jaka pun
menanyakan tentang dua pendatang yang buru-buru pergi
tadi sore, serta seorang lainnya yang nekat menyatroni
rumah Kiai Dolah Pekih lewat genteng beberapa saat
yang lalu. Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
92 "Oh. Iya," jawab Kiai. "Dua pendatang yang ikut jamaah
tadi adalah santi-santri pengikut Syeh Lemah Abang
dari aliran yang tidak menyeleweng terhadap syariat
Islam. Jumlah mereka tidak banyak, sehingga terpaksa
terbawa-babawa ke dalam pengaruh para pemberontak yang
jumlahnya lebih besar dan kebanyakan merupakan
penganut aliran klenik yang sesat. Dengan saya
membacakan dan terangkan ayat-ayat Alquran, rupanya
mereka insyaf akan kesalahannya, sehingga mereka
menunggu kehadiran ketiga agen kita itu untuk memberi
tahu bahwa mereka akan dicegat oleh serombongan
kawan-kawan kedua pendatang tersebut, yang dipimpin
oleh orang yang mencoba menguping Dembicaraan kita
dari genteng tadi," ujar Kiai menutup penjelasannya.
Selesai makan bersama, keempat orang yang baru tiba itu
lantas menggabungkan diri dalam pembicaraan dengan
Kiai, Jaka, dan Pandu. Ketiga orang itu dengan bangga
mengisahkan riwayat pembebasan mereka dari kerangkeng gerombolan Keris Bersilang atas bantuan
Atma Sanjaya, dan bagaimana Raka Jinangkar seperti
kebakaran jenggot sesudah menyadari mereka telah
dikibuli mentah-mentah. "Kami bertiga mempunyai nama yang hampir mirip. Ilarjo,
Ilarno, dan Hargo," ucap ketiga orang penjual cendol,
pedagang jagung, dan penjaja hajigur itu. "Kami bertiga
memang Penduduk asli Desa Bagus Kuning. Tapi kebetulan kami tidak mempunyai tanggungan keluarga atau
saudara, termasuk famili yang jauh sekalipun. Itulah
sebabnya kami nekat bersedia menjadi penghubung
kekuasaan Demak, dan tidak terpengaruh untuk mengikuti
aliran klenik dari sebagian besar penganut paham Syeh
Lemah Abang, atau yang dikenal dengan sebutan kaum
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
93 'abangan', diambil dari nama suci pepunden kami, Syeh
Lemah Abang." "Maaf," ujar Jaka ditujukan kepada Kiai Dolah Pekih.
"Bolehkah saya bertanya tentang sesuatu yang mungkin
dapat . menyinggung perasaan Kiai?"


Ajal Sang Penyebar Maut Karya Arman Arroisi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Silahkan," sahut Kiai.
"Di manakah kedudukan Kiai dalam gerakan rahasia ini?''
lanjut Jaka menahan rasa malu.
"Nah, ini yang sebetulnya hendak aku jelaskan," sahut
Kiai seraya tertawa. "Seperti kalian ketahui, Wonorejo ini
jaraknya hanya enam hari berkuda dari Jepara. Dan desa
ini adalah desa pertama yang tidak condong kepada
pemberontak, walaupun masih berada dalam kawasan
pengaruh Pajang, sesudah beberapa desa di atasnya
semua mendukung usaha pembangkangan.
Aku mendapat tugas langsung dari senapati Demak, Sunan
Kalijaga untuk mengatur rencana pembasmian pemberontakan, terutama agar pekerjaan serta persiapan di Jepara tidak terganggu oleh sabotase kaum
penjegal. mengingat dalam beberapa waktu mendatang sebuah armada laut akan dikirimkan untuk
memerangi kaum Peringgi dari Portugis yang mengancam
keselamatan Tanah Melayu dan Samudera Pasai. Armada
itu akan dikepalai oleh putra Sultan sendiri, Laksamana
Dipati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang Lor"
Tengah mereka dengan tekun mendengarkan penjelasan
Kiai Dolah Pekih, tiba-tiba kedengaran seekor kuda
dipacu mendekat. Berdasarkan kebiasaan, Jaka sudah
hendak melompat keluar untuk melakukan penjagan
seperlunya. Tetapi Dolan Pekih mencegah. Yang lainlain bengong saja karena belum mendengar apa-apa.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
94 "Tenanglah. Dia bukan lawan kita." kata Kiai. Beberapa
saat kemudian barulah Sanjaya mendengar bunyi kuda
dipacu. "Dari mana Kiai tahu hahwa penunggang kuda itu
bukan musuh? - tanya Atma Sanjaya yang sama
herannya seperti Pandu Nayarana serta lain-lainnya,
sesudah mereka mendengar derap kuda itu.
Kiai menjawab seraya tersenyum, "Dalam kesaktian,
kalian harangkali lebih tinggi dari aku. Dalam kesigapan,
aku tak kan mampu mengimbangi Jaka Pratama. Tetapi
pengalaman dan ketenangan berada di pihakku. Begitu
pula penglihatan dan pendengaran. Sebab melihat itu
tidak saja dengan mata kasar, tetapi harus diimbangi
dengan mata batin. Demikian pula halnya dengan daya
dengar. Kepekaan melacak bunyi dan membedabedakannya harus didukung oleh ketajaman rasa,
karsa, dan kejujuran."
Jaka dan Pandu saling herpandangan, pertanda bahwa
mereka merasa telah memperoleh pengetahuan dan
gemblengan baru yang pasti akan sangat berguna.
Sesudah diam sebentar, Kiai melanjutkan, "Jaka,
bagaimana kesanmu terhadap derap kuda itu? Ragu-ragu
atau lempang dan langsung?
Jaka tidak perlu berpikir sebab ia sudah sempat
mengamati bunyi tapak-tapak kuda tersebut. Ia
menjawab pasti, "Sepanjang pendengaran saya, ia
langsung kemari tanpa bimbang atau membelak-belok."
"Itulah yang menunjukkan bahwa ia bukan musuh. Ia
kan sendirian. Kalau musuh tentu akan turun dari
kudanya, dan datang mengendap-endap kemari.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
95 Semua yang hadir baru bisa memahami apa yang
dimaksudkan oleh Kiai Dolah Pekih. Mereka memuji
ketajaman prarasa Kiai dalam hati masing-masing.
Dan pada waktu akhirnya penunggang kuda itu
dipersilakan masuk, Atma Sanjaya menyambut hangat :
"Dimas Praja," teriaknya gembira. "Pandu, inilah anggota
Santri Pitulas yang kaubilang belum kaukenal rupanya
tapi sudah berulang kali berhubungan dengannya."
"Jadi, Kangmas yang lebih dulu bergabung dengan Ki
Lurah Brajanala sebelum saya datang?" tanya Pandu
menegaskan. "Betul, Dik Pandu," jawab santri itu. Nama lengkapnya
Praja Karana. Ia termasuk anggota Santri Pitulas termuda,
namun tugasnya cukup berat.
Jaka Pratama, meskipun dialah dulu yang memimpin
pasukan Santri Pitulas yang kini telah berkembang pesat
dan makin tersohor namanya, karena sudah dua tahun
lebih terpisah hubungan dengan Glagah Wangi, rasanya
sangat ketinggalan jauh sehingga banyak yang tidak
dikenalnya sebah mereka anggota-anggota baru, dan
banyak pula yang tidak mengenalnya kecuali julukannya
yang harum, Santri Putih Bertangan Besi.
"Baiklah, karena semua yang ditunggu sudah datang, kita
mulai saja memhicarakan tugastugas yang harus kalian
laksanakan," ujar Kiai Dolah Pekih memotong tatakrama
mereka, mengingat waktu sangat terbatas.
Setelah semuanya mengambil tempat di tikar mengelilingi
Kiai Dulah Pekih, barulah orang tua y a n g s u d a h t i d a k
b e r i s t e r i s e m e n j a k e m p a t t a h u n lalu. karena
meninggal dunia itu mengungkapkan pengarahannya :
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
96 Tugas saya menghimpun dan memimpin kalian cukup
sampai di sini. Karena untuk selanjutnya semua
wewenang itu akan kulimpahkan kepada yang lebih muda
sesuai dengan petunjuk dari pusat, yaitu kepada Ananda
Jaka Pratama alias Santri Putih Bertangan Besi."
Demi mendengar ucapan tersebut Jaka mengangkat
kepalanya, sementara yang lain kelihatan berwajah cerah
menandakan bahwa mereka puas bakal dipimpin oleh
tenaga muda yang berpengalaman, apalagi pernah
menjabat ketua pasukan Santri Pitulas pada masa
bujangannya dulu. "Kepada Jaka Pratama aku menitipkan ketiga anakku
yang lahir kembar ini, karena mereka juga termasuk
anggota yang harus kaumanfaatkan tenaganya. Sedangkan aku akan mengawasi dari jauh, dan pasti akan
membantumu sewaktu-waktu. Yang jelas, tempat ini mesti
segera kita tinggalkan, sebab kurasa sudah tidak aman
lagi. Bukan kita takut, melainkan demi menjaga
kerahasiaan dan keberhasilan tugas kita."
"Boleh saya bertanya, Kiai?" tanya Jaka memotong.
"Silakan." "Sebenarnya tugas apa yang harus saya laksanakan?"
Kiai tidak menjawab. Ia mengambil secarik kertas dari
kantung bajunya. "Tugas itu tercantum jelas dalam kertas
ini," katanya seraya menyerahkannya kepada Jaka.
"Ingat, Jaka," ujar Kiai seterusnya. "Masih ada beberapa
orang lagi anak buahmu yang akan bergabung
belakangan. Semua tercantum namanya di kertas itu,
dan anggaplah catatan pada kertas yang berhasil
dirampas oleh para penjahat dari tanganmu beberapa
waktu yang lalu sebagai tidak ada lagi, karena memang
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
97 rencana telah kita rombak kembali sehubungan dengan
terjadinya musibah itu. Pada catatan yang baru ini,
selain kaudapati sejumlah nama para anggota dan
calon-calon anak buahmu lengkap dengan perincian
tugas masing-masing sepanjang keadaan memungkinkan,
juga bisa kaujumpai ciri-ciri khusus pada mereka untuk
kamu cocokkan kebenarannya."
"Terima kasih, Kiai," sahut Jaka terharu. Ia tidak hanya
bangga diserahi kepercayaan memimpin tugas suci ini,
namun juga sangat berterima kasih terhadap para wali
yang masih menganggapnya sebagai orang sendiri.
"Nah, berangkatlah malam ini juga. Sekitar dua jam
berjalan dari sini, ada belokan sungai pertama yang
kalian jumpai, telah kusediakan enam ekor kuda untuk
Harjo, Harno, dan Hargo, serta buat ketiga anakku,
Kembar Ula, Kemb . ar Wusta dan Kembar Sugra. Jalanlah
berpencar, paling banyak bertiga atau berdua-dua. Besok
subuh aku masih akan menemuimu di sebuah surau
terbengkalai yang terletak satu jam berkuda sebelum
memasuki Desa Tirto Waringin. Aku menunggu kalian
disana sebagai batu ujian terakhir, apakah kalian dapat
mengemban tugas berat in: atau tidak."
Sesudah menyampaikan pesan-pesan tersebut, Kiai
Dolah Pekih segera berpamitan untuk berangkat Iebih
dulu. Dengan ketiga putra kembarnya ia berpelukan
lama, karena baru malam inilah ayah dan anak saling
berpisah. Mata ketiga kembar masih merah dan basah tatkala Kiai
Dolah Pekih sudah tidak nampak lagi bayangannya.
Jaka kemudian mengambil alih pimpinan dan berkata :
"Yang jalan kaki bertolak di depan. Saya rasa Paman
Harjo, Harno, dan Hargo lebih baik berangkat bertiga,
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
98 disusul oleh Dinda Kembar, juga bertiga dengan selang
waktu lima menit, agar dapat saling melindungi dan
berhubungan setiap saat. Setelah seperempat jam,
silakan Dimas Atma Sanjaya dan Praja Karana berangkat
dengan naik kuda. Diperkirakan dalam satu jam dapat
menyusul yang. telah berangkat lebih dulu dengan jalan
kaki, sehingga setengah jam kemudian sudah tiba di
belokan sungai yang kita tuju sebelum para pejalan
kaki sampai di sana. Sedangkan saya dan Nanda
Pandu Nayarana akan menyusul setengah jam setelah
Dimas Atma dan Praja berangkat, untuk menjaga agar
kami dapat mengawasi di bagian belakang. Insya Allah
akan saya usahakan agar kami tiba di belokan sungai itu
tepat pada waktunya."
Semua yang mendengarkan petunjuk ini menganggukangguk kagum terhadap kerapian dan kecermatan Jaka
Pratama di, dalam mengatur rencana keberangkatan
mereka. Apabila tidak ada halangan berarti, pasti
ketepatan waktunya terjaga dan keselamatan mereka
terjamin. Karena itu, ketika kemudian berturut - turut
mereka melaksanakan giliran masing-masing, tersembul
keyakinan yang kukuh akan keberhasilan gerakan mereka,
yaitu melindungi keamanan bandar Jepara dari
rongrongan kaum separatis yang hendak menggagalkan
missi angkatan laut Demak untuk menghadapi armada
Peringgi , di samping melacak dan menghancurkan biang
keladi penyebar pembangkangan.
Setelah semuanya berangkat seperti yang direncanakan,
Jaka segera menggamit tangan Pandu muda, dan
mengajaknya menaiki kuda mereka sebelum saat yang
ditetapkan tiba. Ketika Pandu memandang heran, seolah
mempertanyakan mengapa Jaka melakukan hal yang
seperti itu, padahal ia sendiri yang telah mengatur
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
99 pembagian isyarat waktunya, ksatria itu menjawab dengan "Ssst, ada yang akan kuperlihatkan kepadamu."
Tanpa banyak bertanya lagi Pandu lalu me lompat ke
punggung kudanya setelah Jaka duduk di atas Karbala.
Yang aneh, Jaka bukannya memacu Karbala dengan
cepat, melainkan membawanya berputar-putar mengitari
danau kecil di ujung jalan.
Sekali putaran, Jaka tiba-tiba menghentikan kudanya
sampai Pandu terkejut dan hampir menerjang kuda
Jaka. Sebelum Pandu mengerti apa tujuannya, Jaka
sekonyong-konyong menggebah Karbala dan memacunya dengan kencang selama beberapa menit.
Setelah itu ia berhenti mendadak. Pandu, walaupun
masih tetap kebingungan, namun dengan patuh dan
cekatan menuruti apa yang dikerjakan pemimpinnya itu.
Sampai ia tak tahan lagi dan bertanya bingung:
"Sedang apa-apaan Paman Jaka ini?" ucap Pandu
mendongkol. "Ssst, tenang saja. Sebentar lagi engkau juga akan tahu
sendiri," sahut Jaka masih dengan gayanya yang kalem.
"Apa kita tidak harus menyusul buru-buru?" bantah Pandu
tidak puas. " Masih tersedia waktu untuk melihat tontonan yang bagus,"
jawab Jaka seenaknya. "Tontonan apa?"


Ajal Sang Penyebar Maut Karya Arman Arroisi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita akan menonton orang yang sedang menonton kita.
Ada dua orang," sahut Jaka dengan suara rendah namun
bernada nyaring, maksudnya supaya bagi yang dekat
terdengar biasa, tetapi buat orang jauh tertangkap nyata.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
100 Mendadak Pandu terperanjat tatkala ia hendak
menanyakan masalah itu lebih lanjut kepada Jaka, karena
terdengar suara ketus menyahut dari suatu tempat yang
cukup jauh: "Tidak perlu kalian tonton. Kami bukan barang tontonan."
Suara itu membuat Jaka pucat pasi, padahal tadinya ia
kelihatan berseri-seri, malah hendak tertawa terbahakbahak. Mengapa begitu ganjil sikap Jaka?
"Kurang ajar," gumam Jaka dalam hati. Ternyata putri
lurah Janur Kemukus."
Gumam Jaka tersebut kian mengeras pada saat
penciumannya mengendus bau wangi kembang melati
yang menusuk hidung. Pandu baru sadar dan bertanya :
"Bau hunga melati? Sedap betul. Kembang dari mana
yang begini harum?" "Jangan omong semaumu, bocah cilik. Kukemplang
nanti kepalamu," bukan Jaka yang menjawab pertanyaan
Pandu, melainkan suara tadi yang naik pitam, suara
seorang gadis. Pandu masih muda. Jadi ia cepat marah :
"Sayang, kedengarannya engkau seorang gadis."
"Kalau aku lelaki mau apa? Aku lebih suka
perempuan, tahu?" suara itu menjawab lagi.
jadi "Sudahlah, kita sudah kepergok, lebih baik pergi saja,"
seseorang lainnya kedengaran mencegah. Kini suara
seorang pemuda, yang begitu pelannya sehingga Pandu
tidak mendengarnya. Hanya dengan kepekaan aji Wasis
Rungu saja Jaka dapat menangkap suara yang le mbut
dan sabar itu. Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
101 Agaknya si gadis tidak berusaha menolak. Namun,
sebelum berlalu dari tempat itu, ia berteriak nyaring :
"Hai, anak muda, jangan merasa diri tampan, ya. Aku
kemari bukan tertarik kepadamu. Aku hanya mau
membantu pekerjaan Santri Putih Bertangan Besi, dan
bukan membantu kamu. "
Lalu sesaat berikutnya, kedengaran suara dua ekor kuda
(dilarikan menjauh dengan meninggalkan dentaman kakikakinya di hati Jaka sampai ksatria muda itu berdebardebar memikirkan sepak terjang gadis itu, yang pernah
ditolongnya di Bagus Kuning, namun ia belum tahu apa
tujuan gadis itu yang sebenarnya.
"Siapa mereka, Paman?" tanya Pandu kian heran.
Jaka juga sama tidak mengertinya. Ia cuma menyahut,
"Yang jelas belum berbuat buruk kepada kita."
"Jika mereka merencanakan jebakan?"
"Kita sanggup menghadapinya," jawab Jaka tenang.
"Kalau mereka banyak teman?" tanya Pandu mendesak. Ia
betul-betul kuatir, jangan-jangan kedua orang itu
mempunyai beberapa kawan yang jahat. Bila benar,
bukankah tugas mereka bakal menghadapi hambatan
yang amat berbahaya? Kembali Jaka memperlihatkan ketenangannya. Ia malah
bertanya pelan: "Pandu memperhatikan langit yang makin terang?"
"Ya. Udara cerah, sehingga langit tambah bersih," jawab
Pandu. "Apa ada margasatwa beterbangan terkejut?"
tergebah dan burung-burung Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
102 "Saya lihat tidak ada, dari tadi," jawab Pandu masih belum
paham. "Artinya tidak ada yang membuat mereka ketakutan. Dan
itu bisa diterjemahkan bahwa mereka memang hanya
berkuda, berdua saja, tidak disertai sejumlah anak buah
atau orang-orangnya," sahut Jaka menjelaskan keterangannya. Pandu kini tahu maksud paman angkatnya itu. Dan ia
berterima kasih telah memperoleh pengetahuan baru.
Terbukti kemudian perhitungan Jaka tidak meleset. Tepat
pada waktunya, Jaka dan Pandu telah berkumpul dengan
para anggota yang lain di belokan sungai yang dijanjikan.
Kedelapan orang yang sudah tiba lebih dahulu telah
menunggu kedatangan Jaka dan Pandu dengan hati
berdebar-debar. Mereka tidak sempat bertanya-tanya
tentang perjalanan masing-masing, karena Jaka langsung
membagi tugas: "Kita ditunggu Kiai di Desa Tirto Waringin pada waktu
Shubuh besok. Berarti kesempatan untuk berleha-leha
tidak ada sama sekali. Kita harus bergerak buru-buru.
Saya berpendapat, kalau Dimas Kembar bertiga
mengetahui jalan yang lebih singkat ke sana, sebaiknya
rombongan ini kita bagi menjadi tiga kelompok. Masingmasing dipimpin oleh seorang Kembar. Bagaimana
pikiran Dimas sekalian?"
Kembar Ula yang segera menjawab, mewakili kedua
saudaranya : "Barangkali begitulah yang diinginkan romo kami. Sebab
jalan yang biasa ditempuh orang umum memakan waktu
lama, hingga siang besok baru tiba di tempat tujuan.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
103 Sedangkan sebetulnya ada tiga jurusan jalan pintas yang
mungkin hanya kami sekeluarga yang mengetahuinya."
Sungguh aneh dan menakjubkan firasat yang dipunyai
Jaka Pratama, seolah-olah ia sudah tahu bahwa
perjalanan ke Desa Tirto Waringin dapat ditempuh
dengan empat macam jalan, yang satu jalan biasa,
sedangkan ketiga lainnya merupakan jalan pintas. Boleh
jadi keputusan yang diambil Jaka ini adalah yang
dimaksudkan sebagai batu ujian oleh Kiai Dolah Pekih.
Andaikata masih banyak lagi ujian berikutnya, berarti Jaka
telah lulus melewati ujian permulaan.
Oleh Jaka, rombongan itu diatur menjadi kelompok
pertama, dipimpin oleh Kembar yang bernama Ula,
terdiri atas Harjo dan Atma Sanjaya. Rombongan kedua
beranggotakan Kembar yang bernama Wusta, Harno, dan
Praja Karana. Sedangkan yang ketiga adalah Kembar
termuda, Sugra, bersama Hargo dan Pandu Nayarana.
Adapun Jaka sendiri, dengan berpedoman gambaran
selintas mengenai ketiga jalan pintas tersebut, akan
bertindak selaku pengawas, yang akan diusahakannya
agar ia dapat mondar-mandir menemui ketiga rombongan
itu, sampai mereka tiba dengan selamat di Tirto
Waringain. Untuk giliran pertama Jaka akan mengikuti rombongan
Kembar Ula, yang segera bertolak menempuh jurusan
jalan yang dituntun oleh putra tertua Kiai Dolah Pekih
tersebut. Demikian pula kedua kelompok lainnya.
Selama setengah jam Jaka mengiringkan kelompok ini.
Memang mereka harus melewati perjalanan yang cukup
sulit, namun terkesan oleh Jaka bahwa arah yang dilalui
betul-hetul potong kompas. Maka dengan lega hati Jaka
me misahkan diri dari rombongan itu, dan beralih
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
104 menuju rombongan ketiga yang dipimpin oleh putra
bungsu Kiai Kembar Sugra. Untuk perjalanan bolak-balik
tersebut ternyata Karbala mampu membuktikan kelincahan dan kecerdasannya. Si gagah itu benar-henar
merupakan kuda andalan yang tidak rugi jika dipertahankan keselamatannya dengan segala daya upaya.
6 LIONG HITAM DARI HAINAN Memang nampaknya sudah menjadi hukum alam bahwa
perjuangan mencapai cita-cita kebaikan tidak akan
pernah sepi dari halangan dan godaan. Tepat sekali apa
yang pernah diucapkan oleh Nabi saw., bahwa jalan
menuju surga selalu dipenuhi dengan kesulitan dan
ancaman, sementara jalan menuju ke neraka dihiasi
dengan keindahan dan kenikmatan.
Buktinya, tatkala Jaka dan kelompoknya tengah
berusaha mati-matian untuk mengamankan berlangsungnya pekerjaan di Jepara dalam rangka
mempersiapkan armada yang tangguh guna memerangi
angkatan laut Peringgi, yang menurut berita terakhir
sudah mulai mengepung dan menggempur Samudera
Pasai, sekelompok bajingan yang diperkuat dengan
beberapa pendekar hitam yang licik dan tinggi ilmunya
sedang merencanakan usaha sabotase dan penghancuran
terhadap armada Demak yang hakal dipimpin oleh putra
Sultan, Pangeran Sabrang Lor.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
105 "Bagaimana usulmu, Saudara Liem?" tanya seorang
laki-laki jangkung yang memimpin pertemuan di sebuah
rumah yang terletak di Pecinan bandar Jepara itu.
Yang ditanya, bermata sipit dengan rambut berkuncir di
kepalanya, menjelaskan, "Oweh sudah kasih tahu,
heberapa peralatan yang diperlukan untuk memperbaiki
kapal-kapal itu dipesan kepada misanan oweh, Liem
Goan Phok." "Maksudmu, yang akan dikirimkan nanti alat-alat yang
rapuh dan sudah tua-tua?" tanya anggota rapat yang
lain, seorang pria kekar dengan sepasang mata burung
gagak. "Sudah. Tidak mungkin. Sebab tukang-tukang yang
ditugaskan mengerjakan perbaikan kapal-kapal itu tidak
hanya ahli dalam bidang mereka, tetapi juga sangat setia
kepada Sultan," jawab Liem, yang julukannya dikenal di
kalangan para jagoan sebagai Liong Hitam dari Hainan.
"Mereka tidak bisa ditipu, apalagi disuap. Mereka amat
teliti." "Jadi apa rencanamu, Saudara Liem?" tanya pemimpin
rapat. "Kuli-kuli yang membawa barang-barang pesanan itu
saja yang kita ganti," jawab Babah Liem.
"Bagus. Aku setuju," sambut pemimpin rapat, si
jangkung yang mukanya selalu bertopeng. "Bagaimana
pendapat Saudara-Saudara yang lain?"
Ia mengarahkan pertanyaan itu kepada para peserta
rapat yang terdiri atas berbagai golongan, sejumlah dua
belas orang. Dengan serempak mereka menjawab: "Setuju!"
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
106 "Tapi bagaimana pendapat misanmu itu? Apa ia
bersedia menukar kuli-kulinya dengan menyerahkannya kepada kita?" tanya si jangkung.
"Itulah kesulitan oweh. misanan oweh itu orangnya jujur
dan beragama Islam. Susah diajak kerja yang katanya
kotor-kotor," sahut Babah Liem murung.
"Hahaha.. ," gembira. "Babah gampang. Yang pengirimannya ke mana!" tiba-tiba pemimpin rapat tertawa
Liem tidak perlu bingung. Soal itu
penting kita tahu kapan saat-saat
kawasan pelabuhan, dan melalui jalan
"Apa maksudmu hendak menghabisi nyawa Liem Goan
Phok?" tanya Babah Liem cemas. Betapapun jahatnya si
Liong Hitam dari Hainan, tetapi rasa bersaudara masih
dijunjung tinggi olehnya. Apalagi Liem Goan Phoklah yang
mula-mula menolongnya ketika ia dikejar-kejar serdadu
Demak akibat perbuatan cabulnya hendak memperkosa
seorang gadis kampung. Untung perkosaan itu belum
terjadi, hingga usaha Liem Goan Phok menyelamatkan
nyawanya tidak begitu mengalami hambatan.
"Goblok kalau aku me mb unuh saud ar a misanmu itu.
Dia malah harus kita pelihara dan kita baik-baiki. Yang
kita garap kuli-kulinya," jawab si jangkung.
"Syukurlah," ucap Babah Liem lega.
"Seperti kemarin malam, setelah selesai rapat ini, semua
harus kembali ke pos masing-masing. Besok kita
berkumpul pada jam yang sama, di pos dua belas.
Tugas Babah Liem yang harus dilaporkan besok malam
adalah menyelidiki rencana pengiriman perlengkapan
berikutnya, ucapan dan melalui jalan mana. Dalam
rapat besok supaya sudah bisa kita tentukan rencana
Buku Koleksi : Awie Dermawan


Ajal Sang Penyebar Maut Karya Arman Arroisi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

PDF e-book oleh Kolektor E-Book
107 yang matang untuk memulai gerakan ke dalam kawasan
pelabuhan Jepara," ujar si jangkung menutup pertemuan
malam itu. Lalu, dengan gerakan yang cepat dan ahli mereka
menyelinap keluar dari rumah itu, yakni rumah kosong di
daerah Pecinan kepunyaan saudagar Liem Goan Phok,
yang buat sementara waktu ditempati oleh saudara
misannya, Liong Hitam dari Hainan, atau nama sehariharinya Liem Hoat Nyan.
Paginya, kota Jepara telah hidup semenjak matahari
mulai berangkat naik. Pasar Jepara yang sibuk
menandakan kehidupan masyarakatnya yang serba
tercukupi kebutuhannya. Mereka tidak cuma mampu
menjual, tetapi juga mampu membeli. Kesanggupan untuk
berjual-beli itulah yang meramaikan kegiatan pasar.
Yang termasyhur dari kota Jepara adalah barangbarang ukiran hasil keterampilan para ahli ukir setempat.
Tidak dapat dimungkiri, keahlian penduduk pribumi dalam
pekerjaan ukir-mengukir berasal dari negeri Cina yang
diwariskan oleh Kiai Telingsing kepada para santrinya.
Dan Kiai Telingsing yang bijaksana serta taat beribadah
itu adalah seorang babah muslim yang nama aslinya The
Sun Ging. Jadi tidak terlalu mengherankan ialah di kota
Jepara suasana kehidupan yang harmonis dan membaur
antara penduduk asli dengan para pendatang dari
negeri Cina sudah berlangsung demikian akrab dan
alamiah. Di Pecinan, misalnya, bisa ditemukan dalam
berbagai kegiatan, betapa orang-orang bermata sipit
dengan kulit tubuh yang berwarna pucat bekerja bahumembahu dengan penduduk bermata bundar yang berkulit
seperti buah sawo menjelang masak. Bau-bauan pun
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
108 campur aduk antara keringat bawang putih yang kecut
dengan bau jengkol dan petai busuk.
Jarak dari pasar ke pelabuhan sebetulnya tidak berapa
jauh. Tetapi tidak seperti biasanya, hari-hari terakhir ini
penjagaan untuk memasuki daerah pelabuhan diperketat
hingga beberapa kali lipat.
Tidak ada yang lebih sibuk hari itu kecuali taoke kaya
Liem Goam Phok. Ia harus me nyediakan bahan-bahan
yang diperlukan untuk menyelesaikan perbaikan sepuluh
kapal yang akan segera berlayar menuju Malaka dan
Samudera Pasai. Untuk itu ia mengangkat beberapa tangan kanan,
dipimpin oleh saudara misannya yang pandai dan
cekatan, Liem Hoat Nyan. Laki-laki setengah umur yang
bahasa Jawanya masih berantakan ini tampaknya
memang biasa-biasa saja. Namun dari matanya yang
tajam dan pundaknya yang tegap, orang dapat mengukur
kecerdasan dan kekuatannya. Itulah yang membuat
Babah Liem Goan Phok , sangat percaya kepadanya
dalam segala urusan. Pagi itu ia dipanggil babah taoke di tengah kesibukannya
melayani para langganan yang sedang menaksir barangbarang kelontongnya.
"Hoat Nyan, untuk mengantarkan papan-papan nanti
malam, engkau harus pilih betul kuli-kuli yang dapat
dipercaya. Jangan sampai ada orang jahat masuk. Kalau
tidak, kita semua bakal celaka," ujar Babah Liem dengan
keras. "Koh Goan Phok tidak usah kuatir. Selama ini oweh kan
tidak pernah salah?" sahut Hoat Nyan atau yang diamBuku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
109 diam di kalangan gerakan rahasia dikenal dengan julukan
Liong Hitam dari Hainan. "Kamu tahu, apa taruhannya jika kita kebobolan orangorang jahat?"
Hoat Nyan segera menggeserkan jari telunjuknya ke
leher, "Mati." "Bukan hanya kita, tetapi seluruh keluarga kita. Sebab
yang akan diperbaiki adalah kapal-kapal perang dan
menyangkut nasib Kerajaan Demak," lanjut Liem Goan
Phok. "Kita harus memahami, kalau sampai ada usaha
busuk menjegal pekerjaan itu, jelas wibawa Kerajaan
Demak akan hancur." "Oweh paham, Koh. Jangan kuatir," sahut Hoat Nyan. Ia
sebenarnya tengah dilanda kecemasan di hatinya.
Dari pembicaraan singkat itu bisa diketahui betapa hatihatinya Babah Liem mengurus pesanan angkatan laut
Demak tersebut. Itulah yang membuat pihak penguasa
sangat mempercayainya, dan merasa tidak perlu untuk
ikut campur memeriksa atau meneliti secara ketat, kecuali
sekadar kewaspadaan rutin saja.
Dan hal ini pula yang sedang diperbincangkan oleh Kiai
Dolah Pekih dengan Jaka Pratama beserta seluruh anak
buahnya, yakni sesudah mereka dengan selamat dapat
berkumpul di Desa Tirta Waringin, setelah melalui
perjalanan malam yang menegangkan.
"Jadi, apa keberatan Romo Kiai?" tanya Jaka tentang
ganjalan perasaan yang membebani hati Kiai Dolah
Pekih. Sambil mengerutkan kening Kiai menjawab, "Barangkali
karena terlalu dikejar oleh waktu dan kurangnya
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
110 punggawa yang dibutuhkan, Pangeran Sabrang Lor tidak
berapa hati-hati dalam menyelesaikan persiapan untuk
pemberangkatan armadanya."
"Sembrono?" desak Jaka tidak sabar.
"Bukan, bukan sembrono. Hanya kurang cermat."
"Misalnya?" "Dalam memilih tenaga pekerja, termasuk kuli-kuli, beliau
tidak memerintahkan untuk melakukan penelitian yang
saksama, umpamanya asal-usul, latar belakang, dan riwayat
maaa lalu mereka. Buat pekerjaan sepenting itu mestinya
harus ditelusuri hingga kepada yang sekecilkecilnya." Jawab
Kiai Dolah Pekih. "Benar juga pendapat."ucap Jaka menguatkan. la makin
hormat terhadap kebijakan orang tua yang cermat itu.
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?"
" Sebetulnya aku kuatir, kalau-kalau rencanaku dianggap
terialu jauh melampaui wewenang tugas yang kita terima.
Namun aku berpikir, sepanjang missi kita adalah
menyelamatkan keberangkatan armada Demak agar tidak
terkendala kelancarannya, maka betapapun kelak Pangeran
Sabrang Lor menyalahkan kita, masih ada hak untuk
membela diri buat kita."
Ttba-tiba Pandu, anggota termuda, menyela pembicaraan
mereka, ''Kiai tidak usah ragu-ragu. Bagi kejayaan angkatan
laut Demak menghadapit tentara kafir Peringgi, berkorban
nyawa pun tidak sia-sia. Maksud saya, sampai pun misalnya
nanti kita dituduh bersalah oleh Pangeran dan dijatuhi
hukuman mati, saya rela, Kiai."
"Hahaha ," sambut Kiai dengan tertawa menandakan
kegembiraannya. "Yang kita butuhkan memang tekad
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
111 semacam itu. Jadi kalian rela,
diikrarkan oleh Pandu Nayarana?"
sebagaimana yang Semua serempak menyetujui ikrar itu. Nlereka berpendapat,
apalah artinya tetap hidup apabila Kerajaan yang mereka
khidmati runtuh kewibawaannya? Nyawa mereka sebagai
pribadi-pribadi kawula Demak tidak akan ada maknanya
tanpa didasari kebesaran Kerajaan yang mereka junjung.
"Kalau begitu, dengarkan rencanaku baik-baik, jangan
sampai ada yang salah melakukannya. Setiap orang akan
mendapat tugas yang cukup berat dan herhahaya.
Tantangannya adalah nyawa kalian."
Lalu dengan bisik-bisik Kiai memhentangkan siasat yang
telah dirancangnya. Semua mendengarkan dengan teliti
dan mencatat yang kirakira perlu serta tidak mengundang
risiko bahaya seandainya catatan itu jatuh ke tangan
musuh. Sesudah mereka memahami tugas masing-masing, Kiai
Ialu herpesan, "Kalian boleh memacu kuda secepat
mungkin untuk tiba di kampung Cuplak sebelum petang.
Dari sana, sesudah pertemuan kita yang terakhir, kalian
harus masuk ke Jepara dengan jalan kaki."
Berbareng saatnya tatkala mereka menjawab setuju, pada
saat itu pula seseorang menyerbu masuk dengan
menghamhurkan hau wangi, sementara seorang lainnya
berjaga-jaga di luar. Tentu saja semua yang berada di dalam ruangan itu
terperanjat, mengingat tempat pertemuan itu sudah sangat
dirahasiakan. Yang nampak tenang hanya Kiai Dolah
Pekih. Hingga orang bisa curiga, bahwa kedatangan kedua
penyerbu itu memang sudah diharapkannya, atau setidak-tidaknya telah diketahui sebelumnya.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
112 "Kalian ternyata amat teledor. Andaikata yang masuk bukan
saya, tidakkah kalian sudah tewas semuanya?" damprat si
penyerbu, seorang gadis cantik berusia sekitar tujuh belas
tahun. Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
113 "Karena yang masuk engkau, maka engkaulah yang akan
habis di sini," tiba-tiba Pandu menjawab, sebelum ada yang
bisa mencegahnya. la sudah keburu merentangkan tangannya
hendak meringkus gadis itu, sebab suara yang didengar dari
gadis itu, bau yang menyebar dari gadis itu, mengingatkannya
akan suara centil yang pernah mendampratnyakemarin malam
dengan nada kurang ajar. "Hem, agaknya engkau mau berkenalan dengan majikan
cantikmu ini, ya," sahut si gadis seraya menghindar dengan
sigap. "Ayo, kita bertempur di luar."
Tanpa menunggu jawaban lagi, gadis manis yang masih
remaja itu segera melompat keluar. Ia tegak dengan sikap
tempur yang kukuh, menandakan kemampuan berkelahinya
yang memadai. Di sebelahnya juga berdiri dalam sikap yang
sama seorang anak muda berusia sebaya.
Pandu, sebagai pemuda yang sedang panas-panasnya, tanpa
meminta izin lagi, telah bersiap hendak melayang keluar
ruangan, tetapi Kiai sudah bergerak mendahuluinya.
Di luar Kiai langsung menghardik, namun dengan suara
bernada orang tua terhadap cucunya yang nakal, "Genduk
ayu, kelakuanmu kok masih grabak-grubuk begitu. Kamu
kira aku tidak tahu siapa engkau? Kita tengah dikejar
waktu. Jangan memperlarnbat urusan. Serahkan kepadaku
surat itu." Gadis itu mendadak kelabakan. Ia seperti pencuri
tertangkap tangan. Waktu ia hampir kehilangan
keseimbangan, Jaka muncul pula dari dalam, menyusulnya. "Maksud saya hanya ingin ," ucap gadis itu terpotong di
tengah. Karena Jaka sekonyong-konyong memutus
kalimatnya dengan berkata:
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
114 "Itulah sebabnya engkau tidak kuringkus tadi malam. Sebab
aku tahu engkau tidak bermaksud buruk," ucap Jaka.
Kiai menoleh, memandangi Jaka. Orang tua itu berkata,
"Jadi engkau pun mengetahui apa yang dilakukannya tadi
malam?" Pertanyaan ini lebih menunjukkan kekaguman Kiai akan
kecerdasan dan kelihaian Jaka daripada sekedar
keheranan. Gadis itu lebih-lebih lagi. Ia tidak cuma
kagum, melainkan tidak percaya, dan kini bahkan
memuja-muja Jaka, seolah-olah malaikat yang tahu
segala-galanya. "Engkau telah mempertaruhkan jiwamu untuk merebut
surat itu dari tangan dua orang anak buah Keris
Bersilang, tadi malam, ketika burung merpati yang
membawa surat itu menuju kemari dipanah oleh kedua
orang itu. Engkau berhasil merebutnya setelah membunuh
mereka dengan mengorbankan lengan kirimu yang tersabet pedang, dan pinggang kanan kawanmu itu yang
keserempet tombak. Betul, bukan?" ucap
Jaka selanjutnya. "Oh, maafkan kebodohan saya yang menganggap TuanTuan sebagai orang-orang teledor yang tidak tahu apaapa," jawab gadis itu kian gelagapan, dengan wajah
makin pucat karena rasa malunya. Namun toh ia senang,
sebab ternyata kegegabahannya dipuji oleh orang yang
dipujanya, Jaka Pratama. "Inilah surat itu," sahut si gadis sembari mengeluarkan
secarik kertas tergulung kecil kepada Kiai Dolah Pekih.
"Kau tahu, Genduk manis, surat inilah yang kami
tunggu-tunggu," jawab Kiai gembira, membikin si gadis
kian bangga dengan perbuatannya. Ia melirik tajam ke
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
115 arah Pandu, tatkala anak muda itu mengawasinya
dengan roman kecut di muka pintu.
"Ayo, kita masuk kembali," ujar Kiai seterusnya. "Dan
kau, Genduk, juga kawanmu itu, karena kalian berdua
sudah banyak tahu urusan kami, kepalang basah, kalian
kuterima jadi anggota kami."
"Kiai!" Pandu memekik kecil, memprotes keputusan
Kiai. Ia kurang senang terhadap gadis itu.


Ajal Sang Penyebar Maut Karya Arman Arroisi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudahlah, nanti engkau akan menyetujui keputusanku
ini, kalau sudah kuceritakan siapa dia dan kawannya itu,
serta mengapa mereka kuangkat jadi anak buah kita,"
sahut Kiai dengan tegas. Andaikata gadis itu diam saja, di belakang hari tak kan ada
persoalan apa-apa dengan Pandu.
Tetapi dasar gadis centil, mendengar ucapan Kiai yang
membelanya, ia mencibirkan bibir seraya mengejek Pandu,
"He! Tak tahu malu. Huh!"
Akibatnya Pandu jadi tambah geram dan menyimpan
dendam kepadanya. Untunglah pemuda itu bisa
mengendalikan diri dan herjanji akan memperhitungkan
dendam itu kelak, jika sudah ada kesempatan yang baik.
Sesampai di dalam, di depan seluruh anak buahnya,
termasuk Jaka dan kedua pendatang tidak diundang tadi,
Kiai berbicara dengan suara pelan namun menekan,
menunjukkan betapa pentingnya perkara yang sedang
dihadapi. "Surat ini datang dari Jepara, dari agen kita yang bekerja
sebagai mandor pada Babah Liem Goan Phok. Ada
gerakan-gerakan mencurigakan dari saudara misan Babah
Liem, yang bernama Liem Hoat Nyan."
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
116 Kiai diam sebentar, membuat yang lain kian tegang.
Agaknya ia sedang berpikir, apakah urusan itu perlu
dibentangkan seluruhnya atau tidak. Sesudah ia yakin
akan pendiriannya, barulah ia melanjutkan :
"Gerakan macam mana yang tengah direncanakan,
belum dapat tercium dengan jelas. Tapi sejak semalam,
banyak orang asing yang mencurigakan berdatangan ke
kota Jepara. Padahal nanti malam ada pengiriman
bahan-bahan perlengkapan yang amat penting untuk
mempersiapkan sepuluh kapal yang tangguh guna
mengimbangi kekuatan angkatan laut Peringgi di perairan
Malaka dan Samudera Pasai. Jadi, yang harus kita jaga
adalah keselamatan pengiriman bahan-bahan perlengkapan tersebut."
"Hem, - Jaka menggumam. Ia tidak habis pikir, masih ada
saja pengkhianat yang rela mengorbankan nasib bangsa
dan negara hanya untuk kepentingan harta dan kedudukan.
"Siapakah kira-kira yang berdiri di belakang semua gerakan
busuk ini?" tanya Pandu yang tidak kuat menahan gejolak
perasaannya. "Tidak usah Kiai yang menerangkan. Saya bisa menebak,"
potong si gadis menimbrung, membikin Pandu mendadak
uring-uringan lagi. Biarpun tidak terucapkan secara lisan,
tetapi kentara sekali dari wajahnya yang berubah asam.
"Aku tidak bertanya kepadarnu," potong Pandu
"Tapi aku bisa menjawab. Aku percaya, tokoh di
belakang layar adalah Syeh Lemah Kobar. Dia juga yang
membiayai gerombolan sakit hati Keris Bersilang," ucap si
gadis tanpa dapat dibendung oleh kegeraman Pandu.
Buku Koleksi : Awie Dermawan
PDF e-book oleh Kolektor E-Book
117 Kiai tertawa geli memperhatikan ulah kedua remaja yang
sebetulnya serasi untuk berjodoh, namun
selalu hertabrakan dengan sengketa remeh-remeh.
"Dugaanrnu cukup beralasan, Genduk," ujar Kiai. Tanpa
disadarinya, ucapan ini dianggap tidak bijaksana oleh
Pandu, karena seakan-akan Kiai membela si gadis, padahal
dia orang baru. Pandu malah menganggap Kiai telah
menyepelekan anggota lama, yakni dia sendiri.
"Apakah kalian tahu, siapa sebenarnya Liem Hoat Nyan?"
tanya kiai kepada yang hadir.
"Yang jelas bukan adik kandung Babah Liem," jawab si
gadis mendahului yang lain. Dengan genitnya ia kembali
melirik ke arah Pandu, seperti menyatakan kelebihannya
dibandingkan dengan anak muda itu. Pandu melengos
dengan benci, dan si gadis tertawa mengikik.
"Betul. Tapi siapa dia sebenarnya?" tanya Kiai belum
puas. Jaka, yang dari tadi diam, menyahut, "Melihat gelagat dan
sepak terjangnya selama ini, Liem Hoat Nyan adalah
Liong Hitam dari Hainan, yang kabarnya dulu pernah
dikejar-kejar tentara Demak. Dan saya yakin, Babah Liem
Goan Phok tidak tahu sama sekali bahwa saudara misannya
itu adalah anak buah Wong Pamungkas."
Memperjuangkan Harta 1 Ikro Karya Reza Nufa Misteri Bayangan Setan 9

Cari Blog Ini