Ceritasilat Novel Online

Bulan Dan Bintang 1

Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli Bagian 1


?Bulan dan Bintang By: thelapislazuli PROLOG Menjadi anak sulung di keluarga Trisdiantoro membuat Radith memiliki tanggung jawab lebih. Namun, dirinya merasa beruntung karena keluarganya bukan seperti
yang banyak digambarkan masyarakat di film maupun di novel. Keluarga Trisdiantoro memanglah keluarga terpandang dengan keadaan ekonomi di atas rata-rata.
Namun, keluarga ini tidak mengenal istilah perjodohan. Radith bebas memilih dengan siapa dirinya akan menghabiskan masa tuanya dalam ikatan sah di depan
agama dan hukum. Meski dirinya bebas memilih, dengan latar terpandang untuk keluarganya, Radith susah menemukan cinta sejatinya. Semua masih melihat fisik,
harta dan tahta dirinya. Apakah dirinya harus jelek dan miskin dulu untuk mencari cinta sejati? Kapan wanita melihat dirinya, bukan harta dan keluarganya?
Neona merupakan gadis dengan pemikiran berbeda. Ia memilih menjalankan semuanya secara sederhana. Ia sadar, dirinya tidak cantik dan tidak bertubuh layaknya
model. Maka sejak lama Neona menutup mata serta hatinya untuk pria tampan, rupawan dan hartawan. Bagi Neona, jatuh cinta pada pria yang seperti itu hanya
akan membuat drama dan konflik hidup. Ia hanya menginginkan kebahagiaan sederhana dan cinta yang tulus.
Keduanya dipertemukan karena mata pelajaran Matematika. Mata pelajaran yang menjadi sumber nafkah Neona, karena kini ia menjadi seorang guru honorer untuk
pelajaran Matematika. Bagaimana perjalanan sebuah takdir ini? Benarkah jika takdir sudah berbicara, berlari sejauh apapun tidak akan bisa?
*** BAB 1 Hari ini ada yang berbeda di meja makan keluarga Trisdiantoro. Makanan yang disajikan begitu beraneka dan jumlahnya cukup banyak. Radith yang baru selesai
mandi menghampiri meja makan dan memperhatikan Bundanya yang sejak tadi sibuk bersama Mbok Lastri, pembantu mereka.
"Bunda, ini ada apa sih? Makan malam kita kok heboh banget?" Radith mengabsen semua makanan di meja makannya. Ada semur daging, sate ayam, capcay dsb.
"Loh kamu gimana sih Mas? Kan si Reno baru terima raport. Hasilnya bagus-bagus. Terutama matematikanya. Jadi hari ini sekalian syukuran gitu deh. " Bunda
menjawab namun tangannya sibuk mengatur mangkuk berisi es kopyor.
"Hah Reno bisa matematika? Bunda manggil berapa orang buat jadi guru les nya Reno?" Radith menganga tak percaya. Ia memperhatikan Bundanya dengan seksama.
Radith terkejut mendengar nilai matematika adiknya bagus. Selama ini nilai mata pelajaran itu memprihatinkan dan meresahkan semua orang di rumah ini. Dirinya
pernah diminta untuk mengajarkan Reno, namun setelah dicoba, Radith justru kesal dan emosi saat mengajar Reno. Meskipun demikian, Radith jadi paham mengapa
Bundanya menyiapkan pesta makan malam hari ini. Tentu untuk menghargai kerja keras Reno.
"Berapa guru les? Jahat banget sih Mas nanyanya!" suara Reno terdengar sengit dengan pertanyaan kakaknya yang merendahkan kemampuannya.
"Eh ini dia anaknya! Ren, bagaimana tuh ceritanya, nilai matematika kamu bisa bagus? Kok ngga cerita sama Mas? Les dimana Ren?" Radith penasaran dengan
pencapaian adiknya. "Makanya jangan sibuk di bengkel mulu Mas. Reno cuma ikut jam tambahan aja kok. Jadi di sekolah Reno ada guru matematika, muda dan enak banget deh kalau
ngajar. Ide kepala sekolah buat adain klinik mata pelajaran gitu. Ya, Reno ambil matematika. Lihat, hasilnya lebih dari ekspektasi." Reno tampak berbangga
menceritakan kisah suksesnya dalam meraih nilai matematika. Radith sebenarnya ikut senang, setidaknya beban orang tuanya yang mengkhawatirkan prestasi
adiknya ini berkurang. "Nah, Ayah sudah turun, yuk kita mulai makan malamnya. Ini semua pesenannya Reno. Jadi, harus habis yaa Ren!" Bunda memperingati, Radith tersenyum geli
melihat ekspresi Reno yang seakan tidak pernah merasa kenyang. Ini berlebihan, tapi Radith tahu, Reno memang jago makan.
Setelah makan malam bersama, keluarga Trisdiantoro berkumpul dan bercengkrama. Radith menceritakan keadaan bisnis yang sedang ia jalankan bersama dengan
teman-temannya. Sedangkan Reno sibuk membahas guru matematika yang menurutnya menakjubkan itu. Ini mencuri perhatian Radith ternyata.
"Ayah, Bunda, kalau semester depan ini Reno minta Bu Neona ngajar privat Reno di rumah boleh ngga? Biar semakin maksimal gitu belajarnya." Reno meminta
pendapat Bunda dan Ayah. "Loh, guru kamu perempuan ya Ren? Ibu-ibu gitu ya?" Radith menyela anggukan kedua orang tuanya.
"Enak aja ibu-ibu.. Bu Neona masih single tahu. Dia baik, ramah dan yaa manis sih meski agak gemuk dan tinggi besar." Reno menerangkan, sedangkan Radith
mencibir. Ia hafal dengan sifat adiknya yang sering seenaknya menilai wanita dari fisiknya.
"Mas Radith nanya-nanya Bu Neona kenapa? Mau kepo ya?" Reno melihat ada ketertarikan di mata Radith terhadap ceritanya terkait guru matematikanya.
"Ngga kok, cuma takjub aja. Ada yaa orang yang sabar dan tabah buat ngajarin kamu sampai bisa lagi. Ini keren sih." Radith mengungkapkan penilaiannya.
Jujur ia kagum pada sosok yang diceritakan Reno ini. Adiknya yang bebal dan susah konsentrasi ini berhasil diajarkan oleh seorang guru single, seperti
apakah sosoknya? Radith mulai penasaran.
"Kalau mau lihat orangnya, kamu temenin Reno aja Dith, besok dia mau ngasih kado ke rumah gurunya. Ya, ucapan terima kasih dari Bunda." Reno mengangguk
dan Radith pun setuju. Setidaknya ia bisa berterima kasih pada seseorang yang meringankan bebannya dalam mengajarkan Reno matematika.
****** Sementara itu di kediaman Neona, ia bersama Ibu, dan Bapaknya sedang menikmati makan malam bersama. Mereka membicarakan banyak hal. Termasuk pengalaman
Neona yang baru satu semester mengajar di salah satu SMA negeri di Ibu Kota.
"Jadi mereka banyak yang minta kamu ngajar privat Na? Ya, kalau kamu mau ambil harus inget sama waktu buat diri sendiri. Jangan keasyikkan ngajar, cari
pasangan hidup juga. Mas Lendra sudah mau punya anak 2 tuh." Ibu memberikan petuah yang akhir-akhir ini memang sering Neona dengar dan itu memuakkan dirinya.
Di usia seperempat abad ini, Neona dihadapkan kenyataan dirinya kesepian karena semua sahabatnya sudah memiliki keluarga. Fenomena nikah muda semakin menjamur
dan Neona sepertinya memiliki syarat dan ketentuannya sendiri.
"Iya Bu, tenang saja. Jodoh kan sudah diatur. Nanti kalau ada waktunya ya datang. Iya ngga Pak?"
"Kamu itu, kalau dinasihatin pasti jawabnya begitu mulu deh. Minta bela Bapak juga." Ibu merengut dengan jawaban putri bungsunya ini.
"Yang dibilang Ibumu benar loh Na, yang dijawab sama Neona juga benar kok Bu." Bapak tampak ambil jalan tengah. Ia tahu pembahasan jodoh ini akan menjadi
perbincangan sensitif yang justru nantinya membuat perang antar dua wanita di rumah ini.
"Kan! Bapak sok netral deh, kesel Ibu. Oh iya, Pak anaknya Bu Aminah abis lamaran loh. Biasa deh, anaknya pejabat yaa dijodohin sama anaknya pembisnis.
Kita ngga punya sih yaa Pak, temen siapa gitu yang punya anak biar kita jodohin sama Neona." Ibu masih membahas perihal jodoh yang membuat Neona menarik
nafas panjang dan dalam. "Bu, kalaupun ada, Neona ngga mau dijodoh-jodohin. Neona mau ketemu sendiri. Lagipula Neona maunya dapet pria yang sederhana tapi yaa membawa kebahagiaan.
Yang mau nerima Neona apa adanya, apalagi lihat deh, fisik Neona kalau mau ditanding sama para artis atau para anak pejabat ya kalah."
Neona memang sadar akan keberadaan dirinya yang menurutnya jauh dari definisi cantik. Sebenarnya Neona adalah gadis manis meskipun perawakan tubuhnya tinggi
dan besar. Ia memiliki rambut ikal, hidung tak mancung dan pipi yang tembam. Ya, jauh dari definisi putri kecantikkan bukan? Tapi sejuah ini Neona sebenarnya
tidak minder dalam bergaul. Ia memiliki banyak teman dan prestasi akademiknya pun patut diacungkan jempol. Meski demikian, Neona memang tidak terlalu fokus
dalam urusan hatinya. Baginya menemukan pria yang tidak memandang fisik adalah hal yang mustahil. Ia memang memiliki sejumlah sahabat pria yang bahkan
sudah menikah, dan sejauh ini semua sahabat prianya memang memilih wanita dengan standar model cantik Indonesia.
"Kamu jangan minder gitu dong Na, masa anak Bapak minderan. Neona cerdas, baik dan ramah. Harusnya kamu primadona, apalagi kemampuan otak kamu tuh modal
buat anak kamu nanti. Anak Bapak ini yaa bibit unggul." Bapak menghentikan perkataan Neona. Bapak tahu, putrinya ini selalu menjadikan alasan fisik untuk
tidak percaya diri. Neona memeluk sang Bapak yang sebenarnya selalu membela dirinya. Bapak adalah sosok pria yang bersahaja dan bertanggung jawab pada keluarga. Neona memang
bukan putri pejabat atau pembisnis, namun dengan memiliki Bapak dan Ibu seperti ini, Neona hidup dengan tidak kekurangan kasih sayang dari kedua orang
tuanya. Ia pun berharap, kelak dirinya tidak mendapatkan pria dari kalangan yang jauh dari keluarganya.
"Pak, Bu. Makasih yaa sudah memberikan kehidupan dan memberikan Neona kasih sayang sebanyak ini. Maafin Neona yaa Bu, belum bisa nikah kayak yang Ibu mauin.
Tapi doain Neona, biar ketemu jodoh yang terbaik. Jangan nikah cepet ya cepet juga cerainya. Astafirullah." Neona bergerak mendekati Ibu dan Bapak. Memeluk
kedua orang tua yang menjadi rule model nya dalam berkeluarga nanti.
Ibu memeluk Neona dan malam itu pun penuh dengan canda tawa penuh cinta kasih. Begitulah keluarga Neona, sederhana namun hangat dan penuh cinta. Dalam
hatinya Neona penasaran, akankah dirinya bertemu dan bisa memiliki sang pria yang ia syaratkan ini? Semoga saja, pria sederhana penuh cinta itu benar adanya.
Ini bukan keinginan mulukkan?
*** Bab 2 "Mas Radiiiith!! Ayoooo kita ke rumah Bu Neona!" suara Reno menghancurkan ketenangan pagi di kediaman keluarga Trisdiantoro.
"Berisik banget sih Ren! Ini juga lagi siap-siap. Kamu yang bawa mobil kan?" Radith menjawab panggilan adiknya lantas pergi ke halaman samping untuk berpamitan
dan mencium tangan Bunda dan Ayah.
"Enggak! Reno belum selesai ngurus SIM A Mas, jadi Mas aja yang nyetir." Reno sudah masuk dan duduk di bangku penumpang. Radith yang sudah menduga kecerdikan
adiknya ini hanya pasrah dan masuk duduk di kursi pengemudi. Mereka pun berangkat menuju alamat yang dimiliki Reno dari petugas TU.
"Ren, kamu belum punya SIM A, tapi kalau pacaran sama Nadhira bawa mobil?" Radith tampak belum ikhlas dengan ulah adiknya yang jelas ia hanya menggunakan
tameng tak ber SIM, demi santai-santai dan mendendangkan lagu dari audio mobil Radith.
"Kalau pacaran ya bedalah yaa... gengsi kali ngga bawa mobil. Nadhira mana mau naik motor, bisa ngambek dia. Kasian juga kan panas gitu." Reno tampak asyik
memperhatikan jalan. Radith berdecak kesal mendengar jawaban adiknya. Bagi Radith, wanita manja yang cuma karena motor saja ngambek, adalah tipe wanita yang sangat ia jauhi.
Beruntung, meski ia sudah berusia 28 tahun, dirinya belum pernah terjerat oleh wanita matre macam pacar adiknya itu. Bahkan Radith belum pernah pacaran
dengan siapapun. Dulu, saat dirinya baru selesai kuliah S2 dari Amerika, Bunda mencoba mengenalkan Radith dengan anak para koleganya, namun tidak satupun
menarik perhatiannya. Ia bertekad mencari sendiri tanpa paksaan dari siapapun.
****** Neona di Minggu pagi adalah sosok ibu rumah tangga yang bahkan lebih sibuk dari Ibunya. Dirinya yang bertugas menyiapkan sarapan, membersihkan pekarangan,
mencuci pakaian dan seperti saat ini, ia baru saja selesai menjemur semua pakaian dan berniat menguras kolam gurame milik Bapaknya di halaman belakang.
Saat Neona akan mengambil selang air, sebuah mobil berhenti di depan pagar rumahnya.
"Siapa yang bertamu hari Minggu?" Neona bergumam, ia tahu bahwa selama ini Bapaknya yang pegawai BUMN itu tidak pernah mempunyai tamu bermobil Toyota Crown
Royal Saloon seperti yang sedang berhenti di depan rumahnya saat ini. Begitupun dengan Ibunya yang menjadi ibu rumah tangga tulen. Teman Neona? Seperti
yang sudah dibilang, karena status sudah berubah, jam main pun berubah.
"Assalammualaikum Bu Neona..."
Sesosok remaja berdiri di depan pagar rumah Neona. Neona yang berada tidak jauh mendekat dan memastikan siapa yang datang. Tamu itu menyebut namanya.
"Waalaikum salam.. loh Reno kamu ada perlu apa ke rumah Ibu?" Neona kaget dengan kedatangan murid spesialnya ini. Ia menyebutnya demikian karena Reno adalah
murid dengan nilai Matematika terendah satu sekolah yang akhirnya dijadikan tantangan oleh Kepala sekolah untuk dirinya di awal masa mengajarnya ini.
"Saya mau bertamu Bu, boleh kan Bu?" Reno tersenyum ramah dan senyum itu dibalas Neona yang bergegas membukakan pagar dan menyilahkan Reno masuk.
"Bu, saya ke sini bersama kakak saya, Mas Radith. Dia boleh masukkan Bu?" Neona melirik sekilas pada sosok yang dikenalkan Reno pada dirinya. Ia pun mengangguk
dan menyilahkan tamunya ini masuk.
"Loh ada tamu, ini siapa Na?" Ibu keluar dari rumah dan menyapa tamu Neona. Reno merasakan canggung karena ia bertamu ke rumah gurunya. Untung saja, dirinya
membawa serta kakaknya yang setidaknya ia harapkan bisa mencairkan suasana. Radith yang melihat Reno tak segera menjawab pertanyaan wanita yang ia prediksi
sebagai ibu dari guru adiknya ini pun inisiatif untuk menjawab.
"Saya Radith Bu, kakak dari murid anak Ibu. Saya menemani adik saya, Reno." Ibu tersenyum ramah dan menyilahkan tamunya ini duduk, sedangkan Neona menyiapkan
minuman dan hidangan. Diam-diam Radith memperhatikan sosok Neona yang menurutnya lembut, gesit meski agak tertutup.
"Jadi kenapa kamu ke rumah Ibu, Reno?" Neona bertanya langsung, setelah semuanya duduk di ruang tamu.
"Eng.. sebenarnya saya mau ngasih ini Bu, titipan dari Bunda. Bunda dan saya mengucapkan terima kasih. Ini bukan gratifikasi kok Bu. Kan saya ngasih hadiahnya
setelah semua nilai sudah dicetak di rapot." Reno harus mengatakan itu, karena bedasarkan pesan Ayahnya, memberi hadiah pada pengajar adalah isu sensitif
yang bisa menimbulkan permasalahan salah paham dan sebagainya.
"Mengajar bagi saya adalah kebahagiaan, membuat murid saya pandai adalah kewajiban dan membuat murid saya sukses adalah kehormatan. Jadi bagi saya, kamu
sukses itu lebih dari apapun. Jadi kado ini saya anggap berlebihan." Neona menolak secara halus. Melihat tanggapan Neona, jiwa Radith pun bereaksi. Dalam
hatinya, Radith kagum dengan jawaban Neona tadi. Baginya baru kali ini, ia melihat wanita yang begitu mendedikasikan diri pada pekerjaannya.
"Hmm.. maaf kalau saya boleh bicara, sebagai kakaknya Reno dan perwakilan keluarga, saya mau menyampaikan kalau ini hanya ucapan terima kasih tanpa maksud
apa-apa. Kami akan bahagia jika ini diterima dengan baik." Radith memberikan senyuman terbaiknya.
Neona yang memandang Radith sekilas sempat terpukau dengan senyum itu. Namun sedetik kemudian, Neona menepis kekagumannya itu. Ia menilai sosok Radith
adalah spesies pria yang paling harus dihindari. Pria tampan, memiliki badan atletis, bermobil dan yaa sudah dipastikan tipe ini dikejar oleh banyak wanita.
Setelah Reno memaksa Neona dengan wajah memelas dan berbagai macam alasan, akhirnya Neona menerimanya. Ia hanya takut ini dimasukkan dalam delik gratifikasi.
Ia tidak mau, karir awalnya sebagai guru matematika yang baru seumur jagung ini hancur karena sebuah kado dari seorang murid.
"Baiklah saya terima. Tapi tolong jangan dibiasakan ya, saya mengajar karena itu tugas saya. Kamu murid saya, jadi kamu tanggung jawab saya." Neona menatap
Reno dengan tegas, ia sempat melirik sosok Radith yang tampak memperhatikan dirinya juga.
"Iya Bu, saya janji. Oh iya, sebenarnya saya juga mau minta Ibu jadi guru privat saya Bu. Ayo Bu bantu saya. Biar di kelas 12 nanti beban saya tidak begitu
berat." Reno kembali mengeluarkan jurus maut dalam merajuk. Tadi ia berhasil membuat gurunya ini menerima kado, masa kali ini tidak?
Neona berpikir sejenak. Dirinya memang sedang menabung untuk membeli motor. Sepertinya tawaran ini tidak boleh ia tolak. Selain itu, jika nilai Reno semakin
baik, prestasi dirinya sebagai guru semakin cemerlang di mata kepsek dan teman sejawatnya.
"Sebelumnya, saya terima kasih atas tawarannya. Saya tidak keberatan untuk memberikan kamu les privat. Mungkin penyesuaian jadwal saja yaa.. Kamu bisa
simpan ini nomor saya untuk penyesuaian jadwalnya. Kalau kamu memang serius untuk les sama saya." Neona memberikan nomornya, Reno tampak senang dengan
persetujuan Neona. Radith yang sejak tadi hanya memperhatikan interaksi adiknya ikut merasa senang dengan persetujuan Neona. Bahkan Radith merasa, bahwa
dirinya bisa lebih bahagia dari Reno, setidaknya kesempatan bertemu guru ini akan lebih banyak. Eh?
****** Setelah Reno dan Radith pulang, Neona kembali melanjutkan aktivitasnya. Sementara itu, di dalam perjalanan, Reno yang sedang bersenandung, memperhatikan
ekspresi wajah kakaknya yang mendadak menjadi cerah. Bukannya yang harusnya bahagia itu dirinya? Kan Neona mau mengajar dirinya secara privat dan akhirnya
mau menerima kado darinya?
"Ren, Bu Neona itu kalau ngajar di kelas gimana?" suara Radith menjawab penasaran Reno atas ekspresi wajah Radith yang mendadak ceria.
"Wait... Mas nanyain Bu Neona kenapa? Naksir ya?" Reno menebak dengan mudahnya. Ia begitu kenal dengan sosok Bintang Raditya Trisdiantoro di sampingnya
ini. "Mas cuma nanya Ren, kenapa langsung dituduh naksir gitu sih?" Radith merasa dirinya salah bertanya dengan adik yang memang mengenal dirinya dengan baik.
Meski mereka berbeda 11 tahun, tapi Radith dan Reno adalah sepasang kakak beradik yang super kompak dan saling menyayangi.
"Hmm..nanyanya kelihatan modus banget sih Mas. Bu Neona itu pinter banget, dan kalau ngajar baik, enak dan sabar. Makanya Reno jadi pinter karena diajar
sama Bu Neona." Reno masih memperhatikan ekspresi wajah sang kakak.
Radith tersenyum, entah ide dari mana, dirinya membayangkan Neona adalah sosok wanita yang kelak menjadi ibu bagi anak-anaknya. Sosok perempuan yang cerdas,
sabar dan baik. Sosok istri idaman bukan? Tunggu! Kenapa sejauh ini dirinya berpikir? Radith menggelengkan kepala dengan keras.
"Mas, kenapa jadi senyum-senyum terus geleng-geleng gitu sih? Beneran naksir sama Bu Neona yaa?" Reno sudah paham, pasti ada hal lain yang dirasakan oleh
Radith. "Eh tapi, guru kamu sudah punya pacar belum Ren? Atau calon suami gitu?" Padahal Radith yang bertanya, tapi Radith juga yang tidak suka atas pertanyaan
itu. "Wahduuh.. ngga tahu kalau itu Mas, Reno bukan tukang gossip. Cuma yang Reno tahu, Bu Neona suka pulang bareng dan deket sama Pak Yolly, guru kesenian.
Mas ngaku deh, naksir ya?" Reno memperhatikan ekspresi kesal di wajah Radith. Dasar aneh. Radith mengangguk lemah, dan Reno tersenyum lebar.
"Tuuuh kan! Jadi cinta pada pandangan pertama Mas? Ihiy! Eh Mas mau dibantu sama Reno ngga buat deket sama Bu Neona?" Radith tampak kaget dan tak sengaja
menginjak pedal rem secara mendadak.
"Kalau reaksinya sampai mau bikin Reno mati karena jantungan sih, so pasti naksir pada pandangan pertama nih. Ngaku Mas! Reno kenal Mas Radith kayak apa."
Reno mengelus dada karena kekagetan yang diciptakan oleh Radith.
"Kamu mau bantu apa memangnya?" Alih-alih membenarkan dugaan Reno, Radith justru bertanya apa yang akan dibantu oleh Reno. Lagian ini terlalu cepat, bukan?
"Ya kan, Bu Neona guru privat Reno. Nanti Mas deketin saja setelah Reno selesai belajar. Misalkan nganter balik dsb. Ish Mas culun banget sih! Makanya
Mas, pacaran! Sudah usia 28, cara pdkt aja nanya Reno." Reno mencebik kesal melihat keluguan kakaknya yang memang tak pernah mendekati wanita manapun.
Meski Reno tahu betul, kakaknya ini idola semua wanita.
"Baiklah, kita lihat bagaimana respon guru matematika kamu itu dulu. Jangan buru-buru dan nyata juga. Nanti Mas ketahuan suka lagi. Meski ya, Mas ngga
yakin sih, guru kamu bakal nolak Mas." Radith tahu, pesonanya amat kuat untuk ditolak seorang wanita.
"Tuh kan suka! Akhirnya ngaku kan. Eh tapi bisa saja Bu Neona nolak Mas. Kalau Mas bukan tipenya ya ditolak, atau kalau Mas Radith kalah cepet buat lamar
Bu Neona, yaa pasti ditolak. Lagian Pak Yolly ganteng juga Mas, jago main biola sama piano gitu, cuma kalau sudah nge-band sama anak-anak juga keren. Bisa
ngelukis, pokoknya paket lengkap guru kesenian deh." Reno tidak menakuti Radith, ia mencoba memaparkan fakta pada sang kakak.
Mendengar Reno memuji-muji sosok Yolly yang kemungkinan akan menjadi saingan untuk mendapatkan perhatian Neona, Radith pun merasakan ada yang panas di
dalam dirinya. Astaga, padahal ia baru saja bertemu dengan Neona. Bahkan ia tidak yakin jika Neona mengingat namanya, mengingat Neona tidak acuh dengan
keberadaan Radith tadi. "Bukannya dukung kakak sendiri, malah bagusin orang lain. Lagian kalau main alat musik, Mas juga bisa. Meski cuma gitar doang sih." Radith bersungut dan
Reno tertawa terbahak-bahak. Bagi Reno ini mengejutkan namun menyenangkan. Bagaimana bisa guru matematikanya jadi perhatian baru kakaknya yang selama ini
tidak peduli dengan perempuan manapun?
"Ia dibantuin kook Mas! Semangat dong! Ini kita bilang Bunda ngga?" Reno menahan tawa karena ekspresi Radith yang menurutnya ekspersi cemburu seorang pria
(?) "Ngga usah! Bunda ngga usah tahu yaa, biarin Mas yang deketin guru kamu aja. Kalau Bunda tahu, nanti rusuh, Yang ada Neonanya ngga mau ngajar kamu lagi."
Reno mengangguk dan setuju dengan alasan Radith.
***** Kini Neona sedang beristirahat di ruang keluarga setelah menyelesaikan semua aktivitas bersih-bersih rumah. Ibu pun menghampiri anak bungsu kesayangannya
yang sedang duduk sambil mengelap keringat dengan handuk kecil.
"Eh Na, kakak dari murid kamu yang tadi itu ganteng ya?" Ibu duduk di samping Neona dan bertanya dengan semangat.
"Iya ganteng." Neona menjawab dengan acuh. Ia sudah paham, Ibunya akan selalu begini ketika melihat kaum adam ada di rumah ini. Siapapun itu. Bahkan pernah,
seorang sales rice cooker yang berwajah tampan, dibahas oleh sang Ibu karena kedapatan berinteraksi dengan Neona.
"Kamu ngga kenalan lebih itu sama kakaknya murid kamu? Kan siapa tahu Na." Sang Ibu tampak semakin semangat.
"Astaga Bu, pasti begitu deh ujung-ujungnya. Justru tipe yang kayak gitu Neona hindarin. Liat deh, tampan, badan atletis, tajir juga. Wah kalau dikumpulin,
wanita yang ngejar bisa se-GBK. Terus Neona harus bersaing dengan wanita yang pastinya cantik, kaya, anaknya si pejabat ini itu? Neona ngga mau kayak gitu
Bu. Maunya yang sederhana aja. Neona sederhana, ya dapatnya pria sederhana dengan cinta tulus yang ngga usah dikejar si ini itu." Neona justru menceramahi
Ibu yang tampak mengelus dada. Ini jawaban yang selalu diberikan oleh Neona. Ia paham, putri bungsunya ini mencari jodoh yang sesuai dengan kriterianya,
namun terkadang sang ibu bertanya dalam hati, Mengapa Neona terlalu memandang rendah dirinya?
*** Bab 3 Liburan semester berakhir. Reno pun kembali beraktivitas di sekolah. Kini kesibukkannya bertambah. Reno yang memang sejak kelas X mengikuti ekstrakurikuler
Basket, kini bertambah kesibukkannya dengan mengikuti klinik matematika dan les privat bersama Neona.
Saat ini, Reno bersama murid lainnya sedang menikmati istirahat makan siang. Reno yang duduk berhadapan dengan Nadhira-sang pacar, nampak memperhatikan
dua pasang manusia yang sedang berbincang di meja tak jauh dari mereka.
"Jadi semester ini kamu nambah murid les privat? Siapa namanya Na?" Pria dengan rahang tegas dan hidung mancung, bertanya lembut pada wanita di depannya.
Bahkan ia tampak memberikan perhatian lebih pada wanita itu dibandingkan semangkuk soto di depannya.
"Namanya Moreno, anak XI MIA 2 Kak. Aku heran sebenarnya, kenapa dia masih minta les privat, padahal dia sudah ikut klinik mata pelajaran yang diadain
2x sepekan." Neona menjawab dengan wajah yang tampak berpikir. Pria itu terkekeh melihat ekspresi wajah Neona.
Neona memang baru mengajar di sekolah ini, namun pria di depannya itu dan dirinya sudah saling mengenal sejak mereka masih menjadi mahasiswa. Sejak saat
mereka dipertemukan pada acara festival budaya di Kampus, Neona tahu bahwa pria yang saat ini menjadi guru kesenian di sekolah, tempatnya mengajar kini
adalah mahasiswa penerima beasiswa penuh karena bakat dan prestasinya dalam bermusik. Keluarganya bukan berasal dari kalangan atas, hanya pegawai perusahaan
yang sama dengan strata ekonomi keluarga Neona. Dari informasi itu, Neona menganggap pria ini adalah sosok yang sederhana dan bersahaja, tentu saja itu
masuk dalam kriteria pria idamannya. Namun, paras sang guru kesenian ini lah yang membuat hatinya meragu. Silahkan katakan Neona pengecut, namun kenyataan
tentang barisan fans guru ini sangatlah banyak. Mereka terdiri dari semua siswi di sekolah. Belum lagi, ada dua guru yang tampaknya sedang menjadikan sang
pria target hati mereka. Bu Sandra, guru Biologi dan Bu Dini, guru BK.
Meskipun, Neona merasa sudah tahu banyak informasi tentangnya, sebenarnya ada satu hal penting yang tidak diketahui oleh Neona mengenai kakak senior yang
menjadi rekan sejawatnya kini. Terlepas dari semua informasi dasar yang dikumpulkan Neona, ia tak tahu bahwa ada perasaan yang sama yang dimiliki sang
pria itu pada dirinya. Neona dan guru kesenian tampan itu menikmati makan siang dalam tawa. Melihat pandangan Neona dan guru itu yang saling memuji satu sama lain, membuat Reno
menjadi was-was. Reno teringat pada janjinya pada Mas Radith. Meski ia masih belum bisa memastikan seberapa jauh keseriusan kakaknya terhadap guru matematikanya
ini, namun pemandangan ini membuat Reno merasa rencananya berada dalam mode terancam.
"Nad, aku mau ke Bu Neona dulu ya, mau ngingetin kalau sore ini aku mulai privat sama beliau." Reno meminta izin pada pacar cantiknya itu.
"Okey Ren, aku tunggu sini saja yaa.." Nadhira mengizinkan Reno dengan senyuman manis.
"Ehmm.. maaf menganggu, Bu Neona, Pak Yolly." Neona dan Yolly pun menghentikan interaksi mereka dan menoleh ke arah suara yang menginterupsi mereka. Sikap
professional kembali ditunjukkan oleh keduanya.
"Eh iya, ada apa Reno?" Neona bertanya.
"Saya cuma mau ngingetin Ibu, kalau hari ini saya mulai les privat sama Ibu. Jam 5 di rumah saya. Alamatnya yang sudah saya kasih itu ya Bu." Reno melempar
senyum puas. Ia yakin, kehadirannya mengganggu interaksi dua gurunya itu. Ini terbukti dari pandangan Yolly yang tampak tidak suka dengan kehadiran Reno,
dan salah tingkah di sisi yang lainnya. Neona mengangguk dan Reno pamit untuk kembali ke mejanya. Tugas mengganggu Neona dan Yolly sukses, begitu pikirnya.
Setelah meninggalkan meja kedua gurunya, Reno mengirimkan pesan kepada kakaknya.
Mas, mendingan jemput aja Bu Neona. Daripada dia nyasar ke rumah. Sekalian buat pdkt. Bilang aja disuruh Bunda buat jemput.
Radith senyum-senyum saat membaca pesan singkat dari adiknya. Ia bergegas membersihkan tubuhnya dari cipratan oli. Bengkel ini memang bisnis yang ia bangun
dengan modal yang bersumber dari uang tabungannya sendiri. Ini hobi dan cita-citanya sejak menjadi mahasiswa baru jurusan Teknik Mesin. Di bengkel ini
Radith turun langsung bersama para montir untuk mengerjakan perbaikkan mesin, modifikasi ataupun masalah lainnya.
"Yooo gw cabut dulu yaa, mau balik ke rumah terus ada urusan nih. Kalau ada apa-apa kabarin gue aja ya." Radith pamit pada Satrio, sahabat sekaligus partner
bisnis ini. "Okeey Dith, hati-hati di jalan!" Satrio tampak heran dengan wajah Radith yang berbeda dari biasanya. Satrio berspekulasi saat melihat ekspresi bahagia
dan berseri-seri dari wajah Radith. Mungkinkah urusan itu berhubungan dengan perempuan? Bahkan tanpa sadar, Satrio berdoa, semoga Radith segera menemukan
cinta yang selama ini dicarinya dan mengakhir masa lajangnya.
****** Jam pelajaran sudah selesai sejak pukul 3 sore. Kini Neona sedang merapikan buku-buku PR para murid di mejanya. Ia menunggu jam 4 dengan membuat soal latihan.
Nenoa memprediksikan, jika perjalanan yang ia tempuh hanya menghabiskan waktu kurang lebih 1 jam, jadi dirinya tidak harus menunggu di rumah muridnya terlalu
lama. Dirinya agak tidak nyaman di tempat baru.
"Sore Bu Neona, Maaf saya mau menyampaikan pesan. Kalau yang menjemput Ibu sudah di depan." Pak Slamet, satpam sekolah menginterupsi pekerjaan Neona.
"Siapa Pak yang jemput saya?" Neona bingung, sepertinya ia belum memesan ojek on-line seperti yang ia niatkan tadi.
Pak Slamet menggeleng dan hanya meminta Bu Neona mengeceknya sendiri ke pos satpam, karena orang yang menjemput Neona, menunggunya di sana. Neona pun mengikuti
Pak Slamet. "Selamat sore, dengan Bu Neona? Saya Radith. Kakaknya Reno. Saya ke sini untuk menjemput Ibu." Radith memberikan senyum terbaiknya, berharap wanita di
depannya ini sedikit memberikan senyum untuknya.
"Kakaknya Reno?" Neona mengerutkan kening. Dari sekian hal yang ingin ia tanyakan, justru perkataan itu yang ia lontarkan. Hal ini ini membuat Radith sedih.
Ada kesan wanita di depannya ini tidak kenal dengan dirinya.
"Iya, saya kakaknya Reno yang waktu itu datang ke rumah Ibu bersama Reno." Radith mengingatkan Neona dengan senyum getir.
"Bukan itu maksud saya, saya ingat Anda yang datang bersama Reno. Baik saya ralat pertanyaan saya, mengapa saya harus dijemput oleh Anda?" Neona mengoreksi
pertanyaannya dan itu melegakan Radith. Setidaknya Neona tidak melupakan dirinya, seperti yang ia takutkan.
"Iyaaa, tidak ada masalahkan kalau saya menjemput?" Radith tidak mau menggunakan alasan yang diidekan oleh Reno. Baginya, memang dirinya mau menjemput
Neona. Neona tampak berpikir. Saat itu, hal lain yang Radith tahu tentang Neona, bahwa Neona bukanlah tipikal wanita yang mudah untuk diambil hatinya. Ini terbukti


Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari kasus kado dan kini masalah dijemput.
"Hmm.. saya menilai ini agak berlebihan sebenarnya. Saya biasa kemana-mana dengan angkutan umum atau transportasi on-line. Tapi jika Anda sudah menjemput
saya. Saya ucapkan terima kasih dan saya menghargainya dengan ikut bersama Anda. Saya harap ini tidak merepotkan dan saya izin merapikan meja dulu. Kalau
Anda menunggu tidak masalahkan?" Neona menggunakan bahasa se-formal mungkin. Bagaimanapun Kakak Reno adalah wali muridnya.
Radith mengangguk. Neona kembali ke ruang guru. Radith merasa bahasa mereka masih sangat kaku dan formal. Bagaimana bisa melakukan pdkt dengan bahasa yang
seperti ini? Radith pun merutukki dirinya yang juga masih menyapa Neona dengan sapaan Bu, seperti adiknya. 'Mengapa pdkt lebih sulit daripada mekanika
fluida -mata kuliah pembunuh saat ia kuliah dulu-?' pikir Radith.
Saat sedang memikirkan banyak hal tentang bagaimana cara melakukan pendekatan pada wanita yang mencuri perhatiannya ini, Radith melihat sosok Neona sudah
berada di depannya kembali dengan tas kecil dan tas berisi buku-buku.
"Sudah selesai? Ayo kita ke mobil." Radith tampak membimbing Neona untuk menuju mobilnya. Ia berharap Neona sedikit mendekat pada dirinya. Meski kenyataannya
Neona menjaga jaraknya dengan sangat baik. Radith harus berpuas dengan keadaan itu. Neona dan Radith masuk ke dalam mobil. Di saat mobil mulai meninggalkan
parkiran, suasana canggung mengudara di antara mereka.
"Ehem.. Bu Neona, ngajar matematika sejak kapan?" Radith mengalah pada gengsinya dan menyelamatkan suasana canggung di dalam mobilnya ini.
"Baru satu semester kemarin. Oh iya, maaf sebelumnya. Sepertinya saya belum setua itu untuk dipanggil Bu, jadi mungkin Anda bisa memanggil saya Neona saja."
Neona tampak tak nyaman dengan sapaan Radith, karena ia tahu, pasti Radith berusia lebih tua dari dirinya. Radith tersenyum senang dan melirik sekilas
pada sosok wanita yang sebenarnya manis di sampingnya itu.
"Well, berarti kamu juga bisa manggil saya dengan tidak menggunakan kata Anda kan? Soalnya kita bukan rekan bisnis. Haha, panggil saja Radith, atau Mas
Radith kayak Reno." Radith tersenyum. Baru saja, ia mempermasalahkan cara mereka berinteraksi, eh Neona sudah menyilahkan panggilan nama tanpa tambahan
"Bu". Radith yakin akan berhasil mendekati Neona, meski dalam waktu lama dan proses yang panjang.
"Baiklah, saya panggil Mas Radith saja ya." Neona tersenyum tipis. Ia merasa canggung berada hanya berdua dengan pria yang ia kenal tidak lebih dari sekedar
kakak dari muridnya. Ia berjanji dalam hati untuk menegur Reno yang terkenal berlebihan dalam hal berterima kasih. Seperti masalah kado, dan sekarang penjemputan.
Mendengar sapaan "Mas Radith" dari bibir Neona, membuat Radith mengulum senyumnya. Dalam hatinya menghangat mendengar sosok di sampingnya memanggil dirinya
dengan sapaan Mas. Ia tahu itu sudah biasa di keluarganya, namun terasa berbeda jika Neona yang memanggilnya. 'Pertanda apakah ini?' tanya Radith dalam
hati. "Nah kita sudah sampai. Ini rumah kami." Mobil Radith masuk ke sebuah garasi yang bahkan bisa seluas setengah rumah Neona. Neona tampak minder dengan keadaan
itu. Bayangkan, di garasi itu bukan hanya ada 1-2 mobil, tapi berjejer 4 mobil mewah yang sudah dipastikan harganya lebih mahal dari rumah Neona. Seketika
nyali Neona menjadi ciut dan ia menjadi kikuk.
Radith yang melihat kekikukkan dari Neona justru tertegun. Biasanya wanita yang melihat koleksi mobil Ayah dan dirinya, akan langsung bertanya ini dan
itu, tapi Neona justru merasa tak nyaman dengan ini semua ini.
"Kamu kenapa Na?" Radith membiasakan dirinya untuk memanggil Neona dengan sapaan tanpa embel-embel "Bu" lagi.
"Ngga apa-apa Mas." Neona memilih menunduk. Ia merasa seperti kehilangan arah. Ini baru garasi rumah muridnya, bagaimana dengan keadaan rumahnya. Neona
tidak pernah suka bertamu ke rumah sebesar ini sejak dulu. Ia punya sejuta spekulasi pada keluarga hartawan seperti ini sejak dulu.
"Ayo kita masuk." Radith menarik dan menggenggam tangan Neona dengan senyum lembut. Neona tak sadar, tangan yang biasanya tidak pernah digenggam pria manapun
kecuali sang Bapak dan Mas Lendra-kakaknya, kini sudah berada dalam telapak hangat milik Radith yang bahkan ia genggam dengan sangat erat. Radith yang
merasa tangannya digenggam erat merasa kaget namun senang di sisi lainnya. Setidaknya saat ini dirinya dan Neona terlihat seperti sepasang kekasih yang
sedang mendatangi orang tua untuk berkenalan. Membayangkannya saja, Radith sudah bahagia. 'Semoga ini benar terjadi ya, Na.' doa Radith dalam hati.
"Assalammualaikum, Bunda... Reno! Radith sama Neona sudah sampai" suara Radith menggema di ruang tamu, sosok adiknya berlari dari arah ruang keluarga.
"Loh Bu Neona sudah dateng dan bareng sama Mas Radith! Bundaaaa! Bu Neona sudah dateng!" suara Reno membuat Neona sadar dari kubangan pikirannya. Sudah
berapa lama ia tenggelam dalam penilaian keluarga Radith yang jelas merupakan keluarga kalangan atas ini? Meskipun demikian Neona belum menyadari, ada
yang senyum-senyum karena tangannya semakin digenggam erat olehnya seolah butuh penguatan dan perlindungan.
"Wah ini toh guru matematika super hebat yang bikin Reno bisa matematika? Tadi Bunda pikir yang dateng itu Mas Radith sama pacarnya. Habisnya kalian keliatan
serasi ya, sampai pegangan tangan segala." Suara Bunda Radithlah yang akhirnya menyadarkan Neona. Ia malu dan reflek melepas tangan Radith dengan cepat.
Ia memalingkan muka. Bunda tertawa-tawa dan Radith tersenyum, meski kesal karena genggaman Neona harus terpelas.
"Eh, maaf Mas, saya tidak sengaja." Neona berkata lirih. Radith mengulum senyumnya.
"Santai saja, ngga ada yang salah kok." Radith berbisik di telinga Neona. Interaksi mereka tidak luput dari penglihatan Bunda dan Reno.
Bunda hanya tersenyum melihat ekspresi guru Reno yang menurutnya lucu. Jauh di dalam hati, Bunda berharap, suatu hari Radith datang bersama Neona bergandengan
seperti tadi, bukan karena mengantarkan Neona sebagai guru Reno, melainkan sebagai calon dari menantunya. Reno yang melihat pun ikut tertawa tanpa suara.
Reno mengakui, bahwa perkataan Bundanya benar, Mas Radith terlihat serasi dengan Bu Neona.
Kecanggungan itu berakhir, di saat Reno mengajak Neona menuju ruang keluarga Trisidantoro. Mereka memutuskan untuk belajar di sana. Bunda kembali ke dapur,
sedangkan Radith memperhatikan adiknya dari lantai dua. Ia memperhatikan Neona yang mengajar dengan sabar dan penuh senyum. Sungguh beda dengan Neona yang
tadi di mobil yang begitu formal dan kaku pada dirinya. Saat itu juga, Radith merasa iri dan ingin menggantikan posisi Reno di sana.
Satu setengah jam berlalu. Waktu les Reno selesai. Bunda Reno mengajak Neona beribadah bersama di ruangan khusus yang digunakan keluarga ini untuk shalat
berjamaah. Karena Ayah belum pulang, Bunda meminta Radith yang memimpin ibadah kali ini.
Neona yang baru kali ini di-imami sholat oleh selain Bapak dan para imam sholat berjamaah di masjid, terkesima dengan suara Radith yang begitu menenangkan
dan menyejukkan hatinya. Ia mengakui, sosok Radith punya pesona yang besar. Siapapun pasti akan tertarik, bahkan tak terkecuali dirinya. Hanya saja dengan
apa yang Radith punya, melihat darimana Radith berasal, membuat pesona itu justru redup di mata Neona. Pria jenis ini adalah pria yang harus ia hindari.
Harus! Dalam doanya, Radith diam-diam menyebutkan nama Neona. Ia tahu semua ini bahkan terjadi tiba-tiba dan begitu cepat. Namun dalam dirinya, Radith yakin dan
ingin Neonalah yang menjadi makmumnya sampai ia menutup mata. Bunda yang berada di samping Neona pun diam-diam memperhatikan sosok guru Reno yang sederhana
dan baik ini. Sebagai seorang wanita dan Bunda, ia mempunyai feeling jika putra sulungnya menaruh hati pada Neona. Hal ini membuat Bunda merasa bahagia.
Akhirnya doa agar hati anaknya dibuka untuk melihat seorang wanita, sepertinya menemui jalannya.
"Bu Neona, makan malam dulu yuk, nanti pulangnya diantar sama Mas Radith aja.." Reno melontarkan ide yang disambut senyum dari Bunda dan kedipan mata syarat
makna dari Radith. Neona pun kaget dengan sikap berlebihan muridnya ini.
"Eh ngga usah Ren, Ibu sudah banyak merepotkan. Tadi dijemput, terus makan malam, dan nanti dianter juga. Itu merepotkan dan berlebihan Reno" Neona mencoba
menegur sikap Reno yang semakin berlebihan.
"Ngga apa-apa Neona, anggap saja ini ucapan terima kasih kami. Reno itu pernah hampir tidak naik kelas waktu kelas 10 dulu karena ngga bisa matematika.
Kakaknya sampai emosi kalau ngajarin dia. Cuma kamu yang bisa, ngajarin dan bikin dia ngga sekedar bisa. Jadi anggap semua ini ucapan terima kasih kami
yang besar karena itu perubahan besar untuk Reno juga." Bunda berhasil membuat Neona mengangguk dan kini sudah duduk di depan Radith di samping Bunda.
Bunda juga berhasil membuat Neona memanggil dirinya Bunda. Hal ini membuat Radith ikut-ikutan mengubah sapaan saya-kamu menjadi aku-kamu pada Neona. 'Pelan-pelan
Dith' bisik bathinnya. "Na, boleh ambilin ayamnya ngga? Tolong taruh di piring aku ya. Sama tempe depan Bunda ke siniin juga ya." Radith sengaja membuat Neona melayani dirinya.
Bunda senyum-senyum ke arah Reno. Ia paham bahwa Radith sedang dalam usaha mencuri perhatian dan hati sang guru adiknya. 'Ini moment manis' batin Bunda.
Neona dengan sabar dan telaten memenuhi permintaan Radith. Ia merasa, sudah terlalu merepotkan keluarga berlebihan ini. Maka membantu Radith mengambilkan
ini itu, bahkan belum bisa mengimbangi kebaikkan keluarga Reno. Radith yang memperhatikan Neona justru berharap adegan ini akan terus ia saksikan sampai
akhir hidupnya nanti, karena kini Radith berharap Neona yang akan menjadi istrinya kelak. Bilang Radith belebihan, tapi ini memang kali pertama Radith
merasakan hatinya berbunga-bunga.
"Uhuk uhukk...." Reno tersedak, dan mengambil minum secara cepat.
"Kamu kalau lagi makan, pelan-pelan. Pasti mau ngomong deh, makanya keselek." Bunda tampak kesal karena hafal kelakuan putra bungsunya ini.
"Bunda tahu saja sih. Reno cuma mau komentar, ngeliat Bu Neona sama Mas Radith kok kayak suami istri gitu ya, lihat deh Bunda.." Kini giliran Radith yang
tersedak. Neona tampak kaget dan melolot ke arah Reno. Bagaimana bisa muridnya ini kini berani meledek dirinya?. Untung ini di rumah Reno, kalau ini di
sekolah, Neona akan memberikan hukuman pada si murid tengil nan berlebihan itu. Bunda justru tertawa lebar melihat Radith dan Neona yang salah tingkah.
Dalam hatinya mengamini ucapan Reno atas hubungan Radith dan Neona.
***** "Nah, sekarang Mas Radith anterin Neona yaa sampai ke rumah. Kamu hati-hati Mas di jalan, jangan ngebut. Neona makasih ya, sudah mengajarkan Reno hari
ini." Bunda mengambut tangan Neona dan Radith bergantian saat mereka pamit akan.
"Terima kasih juga Bunda. Maaf kalau saya merepotkan. Saya pulang dulu Bunda, Reno." Neona pamit dan mengikuti Radith menuju mobil yang tadi mengantarnya
ke sini. Gerbang tinggi itu terbuka, mobil hitam itu keluar dan kini mereka sudah berada di jalanan Ibu Kota yang padat. Neona merasa les privat ini berlebihan
dalam hal fasilitasnya. Namun ia butuh hasil penilaian atas tantangan dari Pak Dedi-Sang Kepsek dan uang untuk membeli motor. Sehingga apapun bercandaan
yang tadi ia dapatkan, ia terima dengan baik tanpa dimasukkan ke hati.
"Maaf ya, Reno kalau bercanda memang suka kebangetan." Radith menoleh ke arah Neona yang sejak tadi hanya melihat ke arah luar jendela. Ia takut bercandaan
di rumahnya membuat guru Reno ini tidak nyaman.
"Tidak masalah Mas, Toh semuakan hanya bercandaan kan ya..?" jawab Neona yang membuat Radith tersenyum kecut. Radith merasa sedikit kecewa. Bayangkan,
Radith menganggap perkataan Reno adalah doa yang harus ia amini, sedangkan Neona menganggapnya hanyalah gurauan.
"Nah ini rumah saya Mas, eh sudah tahu ya? Oh iya sudah pernah nganterin Reno. Pantesan tadi belok-beloknya luwes" Neona baru sadar Radith cukup hafal
dengan arah rumahnya. Radith tersenyum dan membuka pintunya saat Neona sudah turun dari mobilnya.
"Loh Mas mau kemana?" Neona yang sudah keluar dari mobil mengikuti Radith yang sudah sampai ke depan gerbang Neona duluan.
"Mau masuk ke dalam, masa aku nganter kamu sampai di depan rumah saja?" Radith memberikan senyuman dan tatapan yang mengintimidasi meski penuh kelembutan.
Ini membuat Neona tidak bisa menolak dan hanya pasrah membuka pagar dan menyilahkan Radith masuk. Neona membayangkan Ibunya pasti akan heboh dengan keberadaan
Radith di rumah ini. "Eeeh... anak Ibu sudah pulang, loh dianter sama siapa ini namanya Nak? Maaf ibu lupa, Kamu kakaknya muridnya Neona kan ya?" Orang yang tadi baru Neona
khawatirkan, kini sudah menyambut kedatangannya dan langsung tampak begitu bersemangat. Tak jauh berbeda dengan Ibu, Radith juga tampak antusias. Ia mencium
tangan Ibu Neona. "Saya Radith Tante. Tadi Neona baru selesai ngajar adik saya, jadi saya yang antar." Ibu mengangguk dan tersenyum. Neona sendiri jengah dengan tatapan
Ibunya yang seakan lebih senang dengan kehadiran Radith daripada kepulangan dirinya.
"Manggilnya Ibu saja, saya lebih suka dipanggil Ibu dari Tante. Eh Kalau begitu, masuk dulu yuk." Neona merapalkan doa bahwa Radith punya kesibukkan dan
menolak masuk. Radith tersenyum ke arah Neona, Bundanya dan Ibu Neona sudah sama-sama meminta dipanggil lebih dari sekedar Tante. 'Ini pertanda baik Bung!'
teriak batin Radith. "Baik Bu, terima kasih sudah diizinkan masuk. Maaf ya Bu, ini malam-malam." Rapalan doa Neona, tidak dikabulkan. Radith tampak sudah mengikuti Ibu dan
bahkan keberadaan Neona seakan tidak kasat mata.
"Pak, ini Radith, kakak dari muridnya Neona. Dia nganterin Neona pulang ke rumah." Ibu memperkenalkan Radith pada suaminya yang sedang sedang menekuni
sebuah buku yang membahas cara mengelola peternakan.
"Saya Radith Om. Kakak dari muridnya Neona." Radith mengulurkan tangan dan di sambut dengan ramah oleh Bapak.
"Saya Bapaknya Neona. Kamu panggilnya Bapak saja jangan Om. Saya merasa aneh kalau jadi mendengar kata "om". Konotasinya jadi kayak om-om ganjen. Terima
kasih sudah mengantar putri kami ya.. Kamu tidak capek Nak?" Bapak menyapa dengan ramah, bahkan mereka jadi tertawa karena pembahasan panggilan "om".
Radith merasa kedua orang tua Neona lebih ramah dan menerima dari Neona terhadap dirinya. Buktinya Neona justru izin masuk ke kamar untuk mengganti pakaian
dan menyibukkan diri di sana. Sebenarnya ini bukan masalah, karena Radith justru asyik berbincang tentang peternakan dengan Bapaknya Neona.
"Wah, sayangnya sudah larut nih Pak, Radith izin pamit yaa.." Radith melihat jam tangannya. Hari ini cukup baginya. Di luar targetnya, Radith mendapatkan
izin memanggil kedua orang tua Neona dengan Bapak dan Ibu dan penerimaan mereka bahkan lebih baik daripada Neona. Radith berpikir untuk mengubah strateginya,
karena wanita yang menjadi targetnya ini unik. Kebahagiaannya bertambah saat Neona keluar dan mengantar Radith ke depan.
"Kamu masuk saja, udara malam ngga bagus. Terima kasih ya, sudah ngizinin aku masuk ke dalam dan kenalan sama Bapak dan Ibu." Radith tersenyum pada Neona
yang dibalas senyum tipis oleh perempuan itu. Di dalam pikiran Neona, ia sudah membayangkan setelah Radith pulang, dirinya akan disibukkan pertanyaan kedua
orang tuanya tentang sosok di depannya ini.
"Aku pulang ya, kamu istirahat." Meski kecewa dengan ekspresi datar dari Neona, namun ia tetap menunjukkan perhatiannya dengan mengelus puncak kepala Neona
saat berpamitan. "Ehh.. iya, terima kasih sudah mengantarkan saya Mas. Hati-hati ya Mas di jalan. Jangan ngebut." Neona terkaget dengan apa yang ia ucapkan. Ini pasti efek
dari tangan Radith yang mengusap kepalanya, pikir Neona.
"Siap Na, biar selamat dan bisa mengantar jemput kamu lagi. Oke ngga usah ditanggapi karena aku mau pulang sekarang. Bye Na! " Radith melempar senyum jahil
ke arah Neona, lalu menutup kaca dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah Neona.
"Dasar pria rupawan-hartawan tukang tebar pesona!" Neona berteriak saat ia menutup pagar dan masuk ke dalam rumahnya.
*** BAB 4 Sudah dua pekan sejak Reno menjadikan Neona sebagai guru privatnya. Kini Neona jadi lebih akrab dengan keluarga Reno, terutama dengan Radith yang selalu
setia menjemputnya di sekolah dan mengantarnya ke rumah. Ibu selalu menanyakan pendapat Neona tentang Radith, meski Radith memang sangat baik pada diri
dan keluarganya, Neona tidak tertarik untuk mencari informasi apapun tentang pria tampan itu. Ia memang tidak tertarik pada pria hartawan dan rupawan.
Entah karena sosok Radith yang begitu sempurna sehingga Neona enggan mendekat, atau karena sosok yang sedang melukis di depannya saat ini.
"Kak Yolly, ini melukisnya sudah selesai belum? Pegel.." Neona mengeluh. Sudah hampir sejam dirinya mematung karena sedang menjadi objek gambar dari Yolly.
Meski awalnya menolak, namun Neona akhirnya setuju menjadi objek lukis dari guru kesenian ini. Toh, Neona memang belum pernah memiliki lukisan yang bergambar
dirinya. Apalagi pelukisnya adalah pria yang mencuri perhatiannya sejak lama.
"Sabar dong Na, sebentar lagi jadi kok.." Yolly tersenyum melihat wajah Neona yang sudah cemberut. Ia senang melihat sosok Neona sedekat dan seintens ini.
Baginya, Neona cantik dengan caranya sendiri. Memang tubuh Neona tidak selangsing wanita lainnya, bahkan cenderung besar. Namun itu tidak mengurangi kecantikan
yang terpancar dari mata Neona karena hatinya.
"Nah,.. sudah jadi!" Yolly tersenyum puas pada lukisan yang barus saja selesai. Neona mendekat dan terpekik bahagia. Ia melihat lukisan yang begitu indah
dan sosok yang ada di kanvas begitu sama dengan dirinya. Tanpa sadar Neona memeluk Yolly dengan erat. Yolly tersentak kaget namun tak memberikan penolakan.
Ia membalas pelukkan wanita yang sudah mencuri hatinya sejak ia bekerja sama di festival budaya 3 tahun lalu. Saat itu, Neona memang seorang staff, namun
karena semangat dan keceriaan Neona, Yolly si sang ketua panitia justru memperhatikan Neona lebih jauh.
"Kamu habis ini mau langsung pulang, Na?" kini Yolly dan Neona sedang berjalan beriringan di koridor sekolah yang memang sudah sepi. Tampak senyum yang
mengembang dari keduanya.
"Iya, ini lagi request ojek on-line." Neona menjawab namun ia tak mau melihat sosok tampan di sebelahnya. Ia memalingkan wajah, karena masih malu jika
mengingat dirinya memeluk Yolly dengan erat dan lama.
"Kamu pulang bareng sama aku aja yaa, aku anterin." Yolly tampak tak menunggu jawaban Neona, sehingga ia menarik tangan Neona dan mengajaknya pulang bersama
naik motor. Neona tampak susah karena tangannya masih membawa lukisan Yolly dan hari ini ia menggunakan rok. Yolly tampak sabar membantu Neona dan itu
membuat pipi Neona semakin memerah dengan perlakuan Yolly. Setelah yakin Neona sudah berada di posisi nyaman, mereka pun segera meninggalkan parkiran motor
yang sudah sepi di sore itu.
Tak butuh waktu yang lama, kini mereka sudah sampai di rumah Neona. Namun sayang, Yolly menolak untuk masuk. Padahal Neona berharap Yolly mau berkenalan
dengan kedua orang tuanya. Beralasan tidak enak mengganggu tamu yang sudah duluan datang, Yolly pun pamit untuk kembali ke rumahnya dan Neona pun masuk
ke dalam rumah dengan rasa kecewa.
"Nah, ini Neona baru pulang. Tadi Radith jemput kamu, tapi di sekolah sudah ngga ada orang. Kamu kemana dulu, Na?" Ibu langsung menginterogasi kepulangan
Neona. 'Pertama, jadi motor itu dan tamu yang diasumsikan Kak Yolly itu Radith? Kedua, tadi ibu bilang apa? Sejak kapan Radith jadi menjemput setiap hari?' tanya
Neona dalam hati. "Tadi Neona di ruang kesenian. Mengurus lukisan, yang Neona pesan dari temen." Neona menjawab dan menyalami kedua orang tuanya. Ia memandang Radith sekilas.
Radith sendiri sibuk memperhatikan lukisan di tangan Neona. Ia geram dengan ekspresi bahagia yang ditunjukkan oieh Neona saat menunjukkan lukisan itu.
Kalau saja Reno tidak cerita dengan siapa Neona sedang dekat, Radith pasti akan menganggap lukisan itu biasa. 'ini pasti dari guru kesenian itu.' Batin Radith.
"Kamu pulang sama siapa tadi? Kok lama banget masuk rumahnya?" Bapak bertanya pada Neona yang tampak ingin segera masuk ke kamar.
"Sama temen Neona Pak, Kak Yolly." Neona menjawab dengan senyum, yang sukses membuat Radith mengepalkan tangannya geram. Sudah memberikan lukisan, kini
guru itu berhasil mengantarkan pulang. Bahkan Radith membutuhkan kedok les adiknya untuk mengantarkan Neona.
"Temen yang nganterin kok ngga mau masuk dulu sih?" Neona sadar, suara Ibunya bernada ketus. Ibunya sepertinya mencoba membandingkan perilaku Yolly dengan
Radith yang entah sejak kapan semudah itu mengambil perhatian kedua orang tuanya.
"Kak Yolly mau mampir, cuma tadi ngeliat ada motor, jadi dia bilang ngga mau ganggu tamu." Neona mencoba bernada biasa dan berkata jujur.
"Oh temen kamu bener sih. Ibu sama Bapak kan sedang menerima tamu penting. Makasih loh Nak Radith, mau main ke rumah." Ibu melempar senyum ke arah Radith.
Neona benarkan? Kedua orang tuanya sudah sangat suka terhadap Radith, sedangkan Radith yang mendengarkan perkataan Ibu, hanya bisa tersenyum bangga. Keadaan
itu membuat Neona jengah dan izin untuk masuk ke kamar.
Lama Neona di kamar, padahal ia sudah selesai mandi dan berganti pakaian. Ia hanya malas bertemu dengan Radith dan kedua orang tuanya. Kini ia sedang asyik
mengamati lukisan dari Yolly. Pria yang mencuri hatinya sejak lama. Pria sederhana yang sejauh ini masuk ke dalam kriteria seorang Neona. Meskipun, secara
rupa dan fisik, Yolly akan menjadi tantangan untuk batin Neona. Bayangkan saja, Yolly dengan fisik yang sempurna, bakat melukis dan kelihaian bermain alat
musiknya jelas menggoda jiwa kaum hawa. Pertanyaannya wanita mana yang tidak memohon untuk bersanding dengannya?
"Naaa.. makan malam yuuk, bareng sama Radith juga." Ibu mengetuk dan menyuruh Neona untuk keluar. Mau tidak mau, Neona menurut. Karena membatah orang tua
memang bukan style Neona.
"Sini... Na, itu Radithnya diambilin dong! Ayo itu nasi, sayur sama lauk-lauknya." Ibu terlihat sangat antusias, Radith tampak bahagia karena diterima
dengan tangan terbuka oleh keluarga Neona. Sedangkan Neona yang enggan dengan kehadiran Radith, tetap melaksanakan permintaan Ibunya dengan baik.
"Makasih yaa.." suara Radith terdengar lembut dan menyejukkan. Tunggu? Ini pujian Neona untuk Radithkah? Neona hanya tersenyum lantas mengambil makanan
dalam piringnya. "Radith, maaf ya, kami kalau makan yaa biasa saja kayak gini."
Radith menghentikan mengunyah saat mendengar Bapak mengatakan hal yang sebenarnya membuat dirinya jengah. Banyak orang menilai, status sosial akan mempengaruhi
semua hal. Padahal, meskipun keluarga Radith kaya raya, kesederhanaan dan kasih sayang adalah hal yang utama bagi diri dan keluarganya.
"Pak, saya di rumah juga makan kayak gini kok. Ngga ada yang beda. Bahkan di sini makan saya jadi istimewa. Soalnya makan bareng sama Bapak, Ibu dan Neona."
Radith tersenyum kepada Neona yang ternyata sibuk menilai Radith sebagai penjilat ulung.
Entah mengapa, Neona merasa dirinya harus hati-hati dengan pesona orang tampan, kaya dan sempurna seperti Radith ini. 'Pasti ada apa-apanya', kata Neona
dalam hatinya. Makan malam selesai, Neona tampak tidak memberikan kesempatan untuk Radith mendekati dirinya. Ia memilih kembali ke kamar dengan alasan ada tugas siswa
yang harus ia periksa. Radith pasrah dan pamit untuk pulang. Ibu menyuruh Neona mengantar Radith.
"Terima kasih buat makan malamnya. Lain kali, kalau aku jemput ke sekolah mau ya?" Radith memasang helm dan tersenyum ke arah Neona. Entah sudah berapa
banyak senyum yang ia keluarkan, namun tak satu pun dibalas oleh Neona.
"Sama-sama.. hati-hati Mas pulangnya. Kalau bisa bilang Reno, PR nya jangan lupa dikerjain." Neona tersenyum tipis pada Radith. Akhirnya, Radith melihat
balasan senyum Neona meski sangat samar. Hatinya sedikit kesal, karena wanita di depannya justru mengingat adiknya bukan pada dirinya yang sejak tadi berjuang
untuk mendapat sedikit perhatian. Radith melajukan motornya dengan perasaan yang campur aduk. Baru kali ini ia menemukan wanita yang terlalu menjaga diri
dari pesonanya. Ia heran dengan kelakuan Neona yang super dingin ini. Benarkan Yolly adalah alasan Neona tidak melihat dirinya? Atau ada alasan yang lain?
****** "Jadi, Neona sama Yolly itu temen se kampus dulunya, Ren?" Radith tampak memperhatikan adiknya yang sedang membaca majalah dengan santai. Ia menceritakan
perihal lukisan dan kedekatan Neona dengan Yolly.
"Yang Reno tahu gitu sih Mas. Lagian kenapa Mas ngga tanya sendiri sih sama Bu Neona?" Reno mengambil keripik singkong di depannya.
"Gimana mau nanya, dia aja dingin banget sama Mas. Heran deh Ren, bahkan Mas iri sama kamu yang bisa deket sama Neona. Mas sebenarnya yakin, kalau Neona
itu baik, penyayang dan ramah. Tapi ngga tahu kenapa begitu banget ya sama Mas." Radith menghembuskan nafasnya kasar.
Reno menutup majalah dan memandang wajah Masnya yang begitu kusut. Sebenarnya Reno mau tertawa terbahak, karena selama ia hidup, baru kali ini melihat
kakaknya bertingkah seperti abg labil yang baru mengenal cinta.
"Mau Reno cariin informasinya Mas? Kayak misalkan... Pandangan Bu Neona tentang Mas gitu dsb? Lagian kalian kalau se mobil ngapain sih? Bukannya itu bisa
jadi saat-saat pdkt?" Reno menahan keinginannya untuk tertawa dan fokus menanggapi kakaknya ini.
"Apa yang bisa diharapkan dari perbincangan dua orang yang masih menyebutkan dirinya dengan sapaan 'saya' terus kita malah ngomongin kamu. Padahal Mas
ngga nanya. Lagian bosan dan malas juga Mas ngomongin kamu terus." Radith cemberut dan membuat Reno tertawa terbahak-bahak.
Meski kesal karena ditertawakan, Radith tetap meminta Reno untuk menjadi mak comblang yang membantu dirinya untuk mendekati Neona.
"Mas, ini sudah 2017, kenapa masih pake Mak Comblang? Lagian, pria se-tampan dan se-keren Mas, kok bisa kalah mental gitu sama gurunya Reno?" Reno bercedak
heran. "Bantuin Mas dong Ren.. Kamu adiknya Mas, bukan sih?" Radith memilih tidak menjitak Reno karena pengejekkannya. Baginya Reno adalah sat-satunya kunci agar
dirinya dan Neona bisa lebih dekat.
"Okey, Reno bantu ya Mas." Reno berjanji dan akhirnya ia melihat ada binar bahagia di wajah Radith karena janjinya itu. 'Dasar dewasa labil! Sudah 28 tahun,
deketin cewe minta sama yang usia 17 tahun.' Ejek Reno dalam hati.
*** BAB 5 "Selamat siang Bu Neona, kata Adi saya dipanggil Ibu, ada apa ya?" Suara seorang remaja menginterupsi pekerjaan Neona. Neona pun mengalihkan pandangan
dari laptopnya ke sosok remaja tampan di depannya. Ia menyuruh muridnya itu untuk duduk di kursi depan mejanya.
"Oh iya Ren, jadi begini. Setelah kamu ikut kelas klinik matematika dan les privat dengan saya selama sebulan ini, saya rasa kamu justru pantas mengikuti
seleksi olimpiade matematika tingkat sekolah yang akan diadakan 3 pekan lagi. Kamu harus tahu, bahwa kamu itu cerdas dan bisa matematika loh. Saya bisa
lihat itu dari cara dan kecepatan kamu menangkap materi dari saya." Neona akhirnya mengatakan ide yang sejak pagi ia pikirkan kepada Reno.
Reno takjub dan tidak percaya. Apa yang baru didengarnya itu sontak membuat jantungnya terasa berhenti berdetak. Bagaimana bisa seorang Langit Moreno Trisdiantoro
yang hampir tidak naik kelas karena matematika, justru kini dikatakan pantas mengikuti seleksi olimpiade?7
"Ibu serius memilih saya? Jangan saya Bu. Saya ngga mau sekolah ini malu." Reno menunduk malu, membayangkan nama sekolahnya hancur karena dirinya mengikuti
seleksi yang ia anggap hanya akan diikuti oleh orang-orang cerdas macam kakaknya.
"Kamu ngga percaya sama diri kamu sendiri? Bahkan saya percaya sama kamu dengan senang hati akan membantu jika kamu mau. Saya harap kamu mempertimbangkan
kepercayaan orang lain pada dirimu, jadi kamu bisa melihat kemampuan diri kamu sendiri." Neona memang bisa melihat bakat dan minat dari Reno. Meski awalnya
ia hanya menjalankan tantangan kepala sekolah, namun setelah melihat bagaimana kecepatan Reno dalam menerima materi, ia yakin Reno bisa lebih dari sekedar
bisa. "Saya berterima kasih banyak pada Bu Neona yang membuat saya bisa matematika bahkan ibu percaya dengan saya yang bahkan tidak percaya dengan kemampuan
saya sendiri ini. Akan saya pertimbangkan Bu, secepatnya saya kabarkan pada Ibu." Reno tampak akan mempertimbangkan ide yang Neona sampaikan siang ini.
Neona tersenyum puas. Semoga Reno benar mempertimbangkan masukkan yang ia berikan. Neona percaya Reno memiliki semua yang dibutuhkan oleh seorang calon
olimpian. Bukan sekedar penguasaan materi, namun juga mental.
Setelah menunggu dua hari, Reno akhirnya mengatakan bahwa ia mau mencoba tawaran dari Neona. Reno mengatakannya saat mereka akan memulai sesi privat di
ruang keluarga Reno. Bunda tampak kaget dan bahagia dengan keputusan Reno sore itu.
"Bunda lihat kamu lulus nilai matematika saja, sudah mau syukuran. Apalagi kamu malah sampai jadi kandidat peserta olimpiade matematika. Wah ini sih harus
di adain pesta apa gimana?" Bunda tampak bersemangat dan heboh.
"Bunda ngga usah berlebihan deh, ini baru mau seleksi. Lagian belum tentu juga lolos kan?" Reno malu dengan sikap Bundanya yang membuat Neona tersenyum-senyum.
Kini Neona tahu, sikap berlebihan Reno ternyata turun dari sang Bunda.
"Kamu harus yakin lolos. Saya yang akan membimbing kamu." Neona berkata pada Reno. Reno pun tersenyum dan mengangguk mantap tanda setuju.
Bunda refleks memeluk Neona. Ia merasa bahwa Neona lebih dari sekedar guru bagi Reno. Bagi Bunda, Neona sudah melakukan hal besar dalam hidup putra bungsunya.
Mengubah Reno dari yang tidak bisa hingga bisa bahkan menjadi percaya diri dan berprestasi, meski ini baru akan mengikuti seleksi.
"Bunda ngapain sih lama banget peluk Bu Neonanya? Ada yang cemburu tahu..." Reno menggoda Bunda dan Neona yang sedang berpelukkan. Ia sadar sejak tadi
ada sosok kakaknya yang memperhatikan interaksi Bunda dan Neona dari ujung ruang keluarga.
"Siapa yang cemburu? Kamu yang mau meluk Bu Neona?" Bunda memicingkan mata. Neona melolot galak pada Reno yang ternyata tengil kalau sudah berada di rumah.
"Bukan Reno Bun.. Tuh! Ada yang dari tadi di ujung ruangan ini. Sini kali Mas! Jangan di situ mulu." Semua menoleh ke arah Radith yang mendekat ke mereka
dengan tangan yang sibuk menggaruk kepalanya. Radith merasa adiknya sudah membuat dirinya kikuk apalagi tatapan Neona semakin dingin padanya.


Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ehem.. Kamu hebat Na, sudah membimbing Reno sejauh ini. Terima kasih ya." Radith yang sudah mendengar semua kehebohan Bundanya hanya berani memuji Neona
seperti itu. "Bukan saya yang hebat, Mas. Reno yang hebat dan saya hanya membantu." Jawab Neona sopan. Baik Radith dan Reno menghela nafas. Benarkan? Neona masih begitu
formal pada Radith. "Ya sudah, sekarang Reno belajar dulu. Mas, kamu naik sana ke atas. Jangan ganggu adiknya. Biar Bunda siapin makan malam super special buat kita semua."
Bunda kini melangkah ke arah dapur, Radith kembali ke kamar dan Reno memulai pelajarannya.
Setelah satu setengah jam berlalu, Reno tampak sudah agak lelah mendapat materi-materi dari Neona. Maka Neona pun menghentikan sesi privatnya sore itu.
"Oke, jadi hari ini pembahasan dan latihan soal dari saya sampai di sini dulu. Beberapa soal yang bisa kamu gunain buat latihan sudah saya siapkan. Kamu
hanya perlu latihan untuk mengatur kecepatan dan ketelitian kamu. Sebelumnya ada yang mau kamu ditanyain ngga sama Ibu?" Neona menutup sesi privat dengan
Reno. "Kalau soal matematika kayaknya ngga ada sih Bu. Saya juga baru beli buku latihan soal, jadi saya punya banyak stok latihan soal, jadi nanti kalau saya
mentok, yaa nanya sama Ibu. Tapi saya punya pertanyaan buat Ibu. Boleh saya tanya ngga Bu?" Reno menutup buku-bukunya.
"Ya, silahkan Reno. Kamu mau tanya apa?" Neona merapikan buku ke dalam tas nya.
"Hmm.. Ibu sama Pak Yolly pacaran ya Bu?" Reno bertanya tanpa basa-basi. Neona sontak menghentikan kegiatan merapikan bukunya dan menatap muridnya dengan
tatapan serius. "Kamu kok nanyanya hal begitu?" Neona menampilkan wajah yang tidak suka. Reno tahu bahwa ini isu yang sensitif, apalagi Neona adalah gurunya.
"Maaf Bu, bukan maksud saya usil. Daripada saya mendengar gossip yang engga-engga mending nanya sama Ibu kan? Lagian Ibu kan sudah saya anggap jadi guru
yang dekat sekaligus favorit, selama bisa langsung nanya, kenapa harus dengar gossip." Reno menjawab dengan santai.
Neona menyetujui perkataan Reno dan sebenarnya memuji keberanian Reno. Selain itu Neona sebenarnya ingin tahu gossip apa yang tersiar di kalangan siswa
mengenai dirinya. Ini jelas membahayakan dirinya. Apalagi status Neona masihlah guru baru.
"Ngga ada hubungan apa-apa sebenarnya Ren. Cuma yaa, kami memang cuma teman dekat." Neona menjawab jujur.
"Karena kalian pernah satu kampus?" Reno bertanya lagi.
Neona jadi semakin penasaran tentang seberapa jauh para muridnya mencari informasi tentang Neona dan Yolly.
"Iya, Pak Yolly adalah senior Ibu, meski kita beda jurusan. Berdasarkan gossip teman-teman kamu, apalagi yang terjadi di antara kami?" Neona mulai menginterogasi
balik. "Ya, yang Reno dengar sih Ibu pernah pulang bareng sama Pak Yolly, terus bawa lukisan gitu. Pak Yolly ngelukis buat ibu ya?" Reno jelas tahu ini dari Radith.
Neona mengerutkan dahi karena ia bingung. Siapa murid yang melihat mereka? Bukankah saat mereka pulang semua sudah sepi?
"Well, saya ngga tahu kalau kalian sebegitu tahunya tentang kami. Cuma semua saya anggap wajar. Seorang teman mengantar pulang dan memberikan lukisan sebagai
hadiah." Neona berusaha menormalkan eskpresi wajahnya saat ingat lukisan dari Yolly itu.
"Hmm.. sebenarnya anak-anak tahu ya karena Pak Yolly itu guru idaman Bu. Banyak fansnya. Jadi wajar kalau kehidupannya di-kepo-?in." Reno mengerti bahwa
Neona mulai curiga dengan keterangannya. Neona yang mendengar penjelasan Reno, kini paham. Yolly memang sosok idaman kaum hawa bahkan para murid perempuannya
yang berpaut umur. "Oh iya, Pak Yolly guru idaman yaa, wah Ibu bisa kena cekal nih karena dekat-dekat dengan idola para remaja." Neona mencoba mencairkan suasana dengan tertawa
membayangkan dirinya menjadi korban hujatan para abg labil itu.
Radith yang keluar kamar terkejut melihat Neona bisa tertawa lepas dengan adiknya. Ada sedikit rasa iri lagi dalam hatinya. Mengapa adiknya bisa membuat
Neona tertawa, sedangkan dirinya tidak?
"Lagian Bu, kenapa sih dekatnya sama yang punya banyak fans? Kan jadi saingan pasti banyak begitu. Kenapa ngga sama yang lagi ngedeketin dan fokus sama
ibu aja gitu?" Reno memulai misinya membantu Radith dan perkataannya membuat Neona berhenti tertawa bahkan kini menautkan alisnya.
"Ya, saya terlanjur dekatnya sama yang banyak fans, saya bisa apa Ren? Lagian saya juga belum bertemu dengan yang seseorang yang ngedeketin dan fokus sama
saya. Saya kan ngga cantik. Mana ada pria zaman sekarang yang cari wanita dari otaknya? Pasti fisik nomor satu kan?" Neona mengutarakan pandangannya. Ia
tahu Reno bahkan memilih pacar seorang perempuan tercantik dan terseksi di sekolah yang juga menjabat menjadi ketua ekstrakurikuler modern dance.
"Mayoritas sih Bu, tapi bukan berarti ngga ada yang ngeliat wanita dari kecerdasannya. Lagian ada kok yang lagi deketin Ibu, perhatian sama Ibu dan ngga
seperti yang ibu bilang." Reno menatap mata sang guru.
"Hah siapa maksud kamu, Ren?" Neona kaget, murid yang biasanya tengil di rumah, kali ini berbicara dengan nada yang serius.
"Mas Radith." Saut Reno. Neona yang mendengarnya kaget. Bagaimana bisa? Sosok pria sempurna itu melihat dirinya yang sederhana, jauh dari kata cantik dan
seksi. "Iya Ren? Kamu sudah selesai les nya? Makan yuk laper." Radith tampak cuek melewati Reno dan Neona. Dirinya tahu, apa yang dibicarakan adiknya itu. Namun
ia memilih bersikap dingin untuk melihat reaksi Neona.
Neona melihat Radith lalu Reno. Jadi tadi Reno menjawab pertanyaannya atau memanggil kakaknya ini? Saat ia akan memperjelas pertanyaan itu, Reno sudah
beranjak mengejar kakaknya dan kini Neona terpaku di tempat.
'Apa maksud Reno? Benarkah yang ia katakan? Jadi alasan Radith sering menyempatkan diri berbincang dengan kedua orang tuanya, mengantar dan menjemputnya
karena ada hal lain? Ini pantas dianalisis tidak sih? Kalau tadi Reno bukan menjawab pertanyaannya, berarti Neona sempat berbesar rasa dengan Radith?'
Semua tanya ini berputar di kelapa Neona.
Makan malam di rumah keluarga Trisdiantoro kali ini membawa aura kecanggungan sendiri bagi Neona. Biasanya dirinya tidak seperti ini bahkan ia tak acuh
dengan keberadaan Radith. Namun sejak perbincangan dengan Reno tadi, matanya justru menjadi awas dengan apa yang dilakukan Radith. Sebenarnya tidak ada
yang berubah. Radith tetap lembut bahkan Reno tetap tengil dan Bunda tetap bersemangat dan heboh seperti biasanya. Tapi entahlah, Neona kini merasa dirinya
menjadi salah tingkah. Aura kecanggungan semakin terasa ketika dirinya dan Radith berada di dalam mobil. Sejak keluar dari rumah Radiht, Neona terus berusaha menanamkan beberapa
hal dalam dirinya. Pertama, bahwa ucapan Reno itu salah, ia hanya memanggil kakaknya. Kedua, jelas sudah tidak mungkin Radith memilih wanita seperti dirinya.
Ketiga, Radith dengan semua yang dimilikinya adalah spesies pria yang paling harus dihindari.
"Kamu lagi mikir apa Na? Dari tadi kayaknya berat banget mikirnya?" Suasana sunyi itu akhirnya dipecah oleh suara dalam dari sang pengemudi mobil. Radith
merasa penasaran dengan perubahan sikap Neona yang kini berubah kikuk pada dirinya. Sejujurnya ia lebih suka melihat ekspresi kikuk daripada keacuhan Neona
selama ini. "Ah.. ngga kok Mas. Aku cuma lagi mikir aja, latihan yang sesuai buat Reno itu kayak apa. Seleksinya kan dua pekan lagi." Neona tidak bohong namun, jelas
itu bukan yang jadi prioritas pikirannya saat ini. Radith yang mendengarkannya sedikit kecewa. Lagi-lagi Reno yang ada di pikiran Neona.
"Kamu perhatian banget sama Reno yaa.. saya yang cuma kakaknya Reno saja senang kalau Reno diperhatiin kayak gitu, apalagi Reno. Dia beruntung banget."
Radith berkata agak ketus.
"Saya gurunya Mas, saya hanya bertanggung jawab dengan janji saya pada diri dan pada Reno." Neona menjawab dengan nada datar.
"Kamu tahu ngga, kadang saya punya keinginan bodoh. Saya mau jadi Reno saat ini juga, kalau itu bisa bikin saya dapat perhatian sebesar itu dari kamu."
Radith berkata dengan mata fokus ke jalanan dan membuat Neona membeku di tempat duduknya.
*** Bab 6 Akhir pekan kali ini, di rumah Bapak dan Ibu kedatangan Lendra dan Lala yang menginap dan membawa serta anak pertama mereka yang bernama Fakhri. Kedatangan
Mas Lendra dan keluarga setidaknya menghibur Neona yang uring-uringan sejak mendengar perkataan dari Radith di mobil.
Neona tidak memperjelas maksud pernyataan Radith yang saat itu membuatnya tersenyum dan memalingkan pandangannya ke arah luar jendela. Radith juga tidak
mencoba mengklarifikasi maksud dari perkataannya. Padahal saat itu, Neona sedang sibuk mengenyahkan ingatan atas perbincangan anehnya dengan Reno. Eh,
justru ditambah dengan perkataan Radith. Bahkan mengingatnya saja sudah membuat dada Neona bergemuruh.
"Kamu kenapa, Dek? Geleng-geleng kepala terus senyum-senyum. Lagi kasmaran apa kerasukan?" Jiwa Neona kembali ke ruang keluarganya. Sudah pasti ini suara
dari kakak sulungnya. "Mas Lendra kenapa sih? Ganggu aja! Siapa coba yang kasmaran? Pake doain Nana kerasukkan lagi! Ngeselin banget sih." Neona kesal dengan kakaknya yang sudah
menjadi seorang ayah, namun masih senang menggodanya.
"Kok ngatain sih? Mas nanya woy! Wah fix nih! Nana lagi kasmaran yaa?" Lendra tertawa jahil dan semakin semangat menggoda adiknya. Baru kali ini ia melihat
adiknya uring-uringan tanpa alasan. Neona merengut dan merajuk ke arah ke Ibu, seperti meminta pembelaan.
"Ini apa sih, ndusel-ndusel Ibu? Mas kamu bener kali tuh. Sudah mau dilamar masih begitu saja kelakuannya." Kan! Ibu bukannya membela Neona, malah semakin
memancing setan kepo di dalam diri Mas Lendra untuk bangkit.
"Waduuuh mau dilamar sama siapa Na? Bu, Nana mau dilamar sama siapa? Kok Lendra ngga tahu?" Lendra tampak meminta penjelasan dari sang Ibu dan Neona.
"Orangnya sih sudah sering datang ke sini. Tapi dicuekkin tuh sama adikmu. Kasih tahulah Len, usianya itu loh. Lagian yang mau ngelamar Neona itu anaknya
sopan, baik dan yaa ganteng." Adu Ibu pada Lendra dan melirik sebal ke arah Neona.
"Ibu Bohoong! Mas Lendra jangan percaya Ibu! Mana ada yang datang dan deketin Neona. Ngga ada!" Neona tak terima dengan perkataan Ibu. Otaknya pun menyuruh
Neona berkesimpulan bahwa orang yang dimaksud Ibu adalah Radith. Siapa lagi coba, orang yang akhir-akhir ini datang ke rumahnya dan terus dipuji-puji oleh
Ibu? "Kalau kamu bilang ngga ada, si Radith itu siapa? Dateng ke sini, nganterin kamu, ngobrol sama Bapak sama Ibu, yaa makan malam bareng juga sama kita."
Loh suara Bapak menginterupsi mereka semua.
"Kan! Ayo cerita siapa itu Radith?? Orangnya kayak apa? Kayaknya Mas harus man to man nih sama orangnya. Secara dia mau melamar adik kesayangan Mas." Lendra
masih sibuk mengoceh dan Ibu antusias menanggapinya. Mereka memang bukti buah tak jatuh jauh dari pohonnya.
Neona? Dirinya justru semakin tenggelam dalam pemikirannya. Pertama, Obrolannya dengan Reno, kedua, perkataan Radith, ketiga perkataan Ibu dan Bapaknya
ini. "Bapak sama Mas Radith kalau ngobrol, ngomongin apa aja sih?" Neona memberanikan diri bertanya pada Bapak yang lebih asyik membaca Koran daripada bergosip
seperti Lendra dan Ibu. "Kamu baru nanya sekarang tentang apa yang kita obrolin? Kenapa ngga nanya sama Radith saja?" Bapak balik bertanya dan Neona diam tak menanggapi.
"Kamu kenapa sih, Na? Radith itu baik. Dia mau berkenalan dengan kamu. Dia ngajak ngobrol Bapak juga ngga modus. Kami membahas hobi otomotif, main catur
dan bahas tentang peternakan juga. Ya, meski si Radith ngga tahu banyak tentang ternak, tapi dia pendengar yang baik." Kini Bapak yang memberikan penilaiannya
tentang Radith. Mendengar Bapak menjelaskan apa yang dilakukan Radith, membuat Neona sedikit merasa bersalah. Selama ini dirinya menaruh banyak curiga pada Radith. Padahal
Radith sudah sangat perhatian pada Bapaknya. Sejak Lendra menikah, Bapak kesepian. Namun yaa, kalau dipikir ulang, sejak Radith sering main menemuin Bapaknya
itu, kini sang Bapak lebih bahagia seakan sosok Radith menggantikan Lendra.
"Si Nana ngelamun lagi kan? Mas gregetan dan kepo deh jadinya. Pak, kalau si Radith itu dateng kabarin dong yaaa.. Mau ngobrol juga nih Lendra sama dia."
Lendra lagi-lagi menghancurkan lamunan Neona.
"Nanti juga dateng kok Len, kemarin sih bilangnya gitu sama Bapak." Bapak menyeruput kopinya. Neona mendelik. Apa yang mau dilakukan Radith di akhir pekan
ini bersama keluarganya? Bagaimana nanti dia harus bersikap di depan Radith?
"Mau ngapain Pak? Kok Mas Radith ke rumah?" Pertanyaan Neona tak terjawab karena orang yang ia tanyakan sudah berada di depan rumahnya. Ibu yang memang
selalu antusias dengan kedatangan Radith membukakan pintu.
"Assalammualaikum.." suara Radith yang menenangkan jiwa itu terdengar merdu di telinga Neona. Ternyata suara merdu Radith berefek pada degup jantungnya.
Ini aneh. Sebelumnya tak pernah begini. Ini tanda apa?
"Waalaikum.. Loh! Bintang?!!! Ini Bintang kan? Lah, Tang apa kabar Lo?" Semua terkaget saat Lendra memanggil nama Radith dengan sapaan "Bintang" dan justru
menanyakkan kabar, seakan mereka sudah saling mengenal.
"Sailendra? Demi apa ini Lo, Ndra?" Radith pun tersenyum dan sontak memeluk Lendra dengan erat. Neona dan Ibu bertukar pandang. Ada apa ini?
"Bu, Pak ini Bintang temen Lendra di kuliah dulu. Kita beda jurusan tapi pernah satu proyek gitu. Ah ini mah bibit unggul, mahasiswa Teknik Mesin terganteng
dan terpintar, ya ngga jauh sih dari Lendra. Eh tunggu deh! Ini Radith yang dimaksud Bapak sama Ibu?" Lendra menggaruk kepala, melemparkan pandangan pada
semua orang. Bapak dan Ibu mengangguk, dan Radith tampak menerka-nerka apa yang sedang terjadi.
"Panggilan Gue kalau di keluarga memang Radith, Ndra. Tapi ya kalau di kalangan temen-temen baru pada manggil Bintang." Radith mencoba menjelaskan permasalahan
nama panggilannya pada Lendra.
"Oh iya, Gue inget, nama Lo itu Bintang Radithya yaa?" Lendra memastikkan ingatannya dan Radith mengangguk.
Mereka kini sudah duduk bersama di ruang keluarga. Radith agak kaget dengan keberadaannya saat ini. Ia berpikir dirinya hanya akan berbincang dengan Bapak.
Namun siapa sangka kakak dari Neona adalah teman kuliahnya dulu. Mereka bukan sahabat, tapi ya kenal karena proyek dosen.
"Wah, baru tadi pagi Gue penasaran setengah mati sama yang namanya Radith, ternyata temen sendiri." Lendra menyeletuk.
"Loh kenapa penasaran sama Gue, Ndra?" Radith meletakkan gelas berisi sirup yang sudah ia tengguk sebagian.
"Iya, tadi lagi bahas tentang Neona, terus... Auuw! Dek, kenapa dicubit sih?" Lendra mengusap tanganya dan memberikan lengannya yang memerah pada Lala
dengan manjanya. Lala tertawa melihat kelakuan suaminya itu. Meskipun kelakuan Lendra demikian, Lala sangat mencintai pria yang sudah membuat dirinya melahirkan
Fakhri ke dunia dan mengandung buah cinta mereka lagi.
"Na! kamu tuh yaa, main nyubit-nyubit aja sih. Kelakuannya kayak bocah. Malu sama calon suami ih." Ibu memang terlalu dan selalu bersemangat kala menggoda
Neona. Perkataan itu sontak membuat wajah Neona memerah dan Radith menjadi kikuk. meskipun, di dalam hatinya, Radith bersorak gembira saat mendengar sebutan
"calon suami" dari mulut Ibu. Radith mulai paham apa yang sedang dibicarakan keluarga ini sebelum ia datang. Radith pun berniat menggoda Neona. Kapan lagi
bisa menggoda perempuan kaku ini, kalau tidak saat ini?
"Makasih ya Bu sudah mengakui status Radith. Sayangnya belum diakuin sama yang mau jadi calon saya." Radith melemparkan senyum menggoda. Wajah Neona memerah
karena malu dan kesal melihat kelakuan Radith yang semakin menyebalkan namun menggemaskan. Eh?
"Wah kalau calonnya yang ini sih, Lendra setuju banget. Tapi sorry nih Tang, Neona ini pinter di sekolah doang. Kalau soal cinta dia yaa gitu lemot bin
oon." Lendra mendapatkan cubitan baru dari Neona.
"Nyubit mulu sih dari tadi. Pindah samping Bintang sana, Dek! Eh gue panggilnya Radith apa Bintang ya?" Lendra mendorong Neona yang pasrah kini berada
di samping Radith. "Terserah Ndra, pokoknya yang nyaman aja buat Lo. Tapi kalau mau manggil gue adik ipar juga boleh banget kok. Gue seneng." Radith tampak senang melihat
Neona melotot tajam ke arahnya. Neona sangat ingin mencubit Radith seperti ia mencubit Lendra tadi.
Ibu yang sejak tadi hanya tertawa-tawa melihat kelakuan anak muda di depannya kini mengajak Bapak untuk ke kamar. Sedangkan sama seperti Ibu, Lala pun
mengajak suaminya ke kamar. Entah apa yang mereka lakukan di pagi menjelang siang ini. Yang jelas, kini Neona hanya bersama Radith di ruang keluarga.
"Ternyata dunia sempit yaa.." Radith menyerongkan badannya agar dirinya dapat melihat Neona yang sejak tadi tidak mau melihat dirinya. Ia tahu, kini Neona
sedang kesal dengan bercandaan yang dilontarkannya sejak tadi.
"Iya dunia ini sempit, soalnya badan saya kegedean." Neona menanggapi dengan wajah cemberut. Ia cukup sensitif saat mendengar kata sempit. Ia sadar ukuran
tubuhnya yang jauh dari definisi mungil itu.
"Loh kok jadi sensi begitu sih? Aku kan cuma komentar tentang dunia yang ternyata mempertemukan aku sama Lendra. Aku kaget dan senang ternyata Lendra kakak
kamu." Radith bingung dengan sikap Neona yang tampak susah bersahabat dengan dirinya.
"Saya ngga suka bahas sempit. Saya cukup sadar, badan saya ini besar." Neona mengutarakan hal yang ia rasakan.
"Kalau badan kamu besar memangnya kenapa? Lagian badan kamu besarkan yaa karena keturunan dari keluarga kamu. Terus ada masalah?" Radith bertanya dengan
ekspresi bingung. "Yaa, jadi wanita betubuh besar kayak saya ini kan ngga mudah, Mas. Wanita itu selalu didefinisikan sebagai makhluk indah yang bertubuh tinggi semampai
dengan paras cantik, terus saya yang seperti ini? Jelas bukan definisi cantiknya seorang wanita, kan?" Neona mengutarakan pandangannya selama ini. Ia sebenarnya
tidak peduli dengan bentuk tubuh yang memang keturunan dari keluarganya ini, namun saat membahas kata "sempit" ia selalu teringat bahwa dirinya mendapat
bully-an dari teman-temannya dahulu dan itu menyakitkan untuk diingat.
"Kalau menurut aku, cantik itu dari bagaimana seorang wanita menempatkan dirinya dengan menjaga martabatnya sih. Cantik itu datang dari hati." Komentar
Radith. "Omong kosong! Mana ada pria liat perempuan dari hati? Memangnya hatinya kelihatan? Enggakan? Apalagi kayak Mas Radith yang ganteng gini. Mana mungkin
sih, ngga lihat wanita dari fisiknya duluan?" Radith kaget dengan suara Neona yang meninggi. Namun ia sadar detik berikutnya. Tunggu tadi Neona mengatakan
apa? Dirinya ganteng? "Kamu ngakuin aku ganteng Na?" Radith justru membahas perkataan Neona yang jujur membuat hatinya berbunga-bunga.
Neona kaget dengan pertanyaan itu. Sumpah ia tidak sadar mengatakan hal itu. Ia terbawa emosi dengan pernyataan Radith tadi.
"Ngga usah ditepis, yang keceplosan memang yang jujur dan benar kok. Makasih yaa pujiannya." Radith memberikan senyum termanisnya, sedangkan Neona membuang
pandangannya ke arah lain. Pipinya memanas seketika.
"Na, boleh lihat ke sini ngga. Aku mau ngomong, tapi rasanya ngga enak banget kalau ngga diperhatiin." Radith meminta dengan nada sedikit merajuk. Neona
menoleh dan memperhatikan wajah Radith.
"Aku memang dikaruniain wajah yang tampan, mungkin juga beruntung karena lahir menjadi putra dari Ayah, namun aku adalah aku. Seorang Radith yang punya
prinsip sendiri. Ya, ngga ikhlas sih kalau disamain sama orang lain. Aku memang pria, tapi ngga mau juga disama ratain sama pria lain. Memangnya kamu mau
disamain sama wanita di luaran sana? Engga kan? Aku dari dulu tidak pernah melihat wanita dari fisik. Kalau aku begitu, sudah dari dulu aku punya pacar.
Kalau mau lihat yang dari cantiknya saja, mungkin saat ini aku sudah punya barisan para mantan Na. Tapi coba kamu tanya sama Lendra, siapa pacar aku? Ngga
ada. Aku punya kriteria sendiri dan itu bukan tentang fisik. Well, kita memang melihat fisik di awal, tapi kalau itu yang jadi patokan, aku ngga yakin
itu akan jadi pegangan kuat saat waktu yang mengujinya. Cinta ngga sebatas ketertarikan fisik Na. Ada hal lain yang jauh lebih penting." Radith menjelaskan
semua hal yang menjadi pandangannya selama ini. Ia tak mau, gadis di depannya menganggap dirinya sama dengan pria di luaran sana.
Neona terdiam mendengar penjelasan Radith. Bagi Neona, Radith tetaplah seorang pria yang tidak mungkin jika tidak melihat wanita dari segi fisik. Lagipula
alasan lain yang membuat dirinya menghindar dari Radith adalah karena status sosial Neona yang jauh dengan Radith. Neona tidak mau punya hubungan apapun
dengan Radith. Dirinya tidak mau terjebak drama kehidupan kalangan atas yang senang mempermainkan cinta dengan ambisi dan uang. Ia mau hidup sederhana
dan bahagia dengan cinta yang murni dan tulus.
Keduanya bungkam dan tenggelam dalam pemikiran masing-masing. Radith kini mengerti mengapa Neona menghindari dirinya dan menepis semua pesonanya. Menurut
Radith, Neona belum percaya pada dirinya sendiri dan yang terparah adalah Neona memberikan penilaian secara umum pada setiap orang dan teguh pada pemikirannya.
"Eh, kalian tuh ngobrol pake bahasa kalbu apa gimana sih? Saling diam-diam saja dari tadi. Pada pindah tuh biar kalian punya waktu ngobrol malah diem-dieman."
Lendra keluar dari kamar dan mendapati dua insan yang saling bungkam di ruang keluarganya.
"Mas Lendra ngapain sih? Lagian siapa yang suruh pada pindah? Sini aja!" Neona menolehkan kepalanya pada Lendra yang datang dengan tujuan mengajak mereka
berdua makan siang bersama. Radith hanya menanggapi ocehan Lendra dan tetap aktif ikut berbincang dan tertawa dengan Ibu dan Bapak.
Setelah Radith berada di mobil yang ia kendarai menuju rumah, dirinya sibuk memikirkan percakapannya tadi dengan Neona. Sebenarnya, ada hal yang menyenangkan
hati Radith dari perbincangaan itu. Meskipun tadi dirinya berselisih paham dengan Neona, ini pertama kalinya untuk Radith bisa berbincang hal lain selain
tentang Reno dengan Neona.
Kini Radith paham dan berniat menantang dirinya. Menantang untuk membuat Neona mengenal dirinya secara utuh dan mengubah semua pandangan salah wanita itu
terhadap dirinya. 'Iya, Neona harus tahu siapa Bintang Radithya Trisdiantoro yang sebenarnya.' Tekad Radith dalam hatinya.
*** BAB 7 "Kamu beneran ngga apa-apa kalau ngebelanjain aku ini itu kayak gini?" Tanya seorang perempuan dengan gaya manjanya. Sang pria mengangguk dan mengeratkan
rangkulan di bahu sang kekasih.
"Ya, hitung-hitung sebagai permintaan maaf aku ke kamu. Akhir-akhir ini kan aku sibuk banget sama pelatihan matematika." sang pria memberikan senyum terbaik
yang membuat siapapun pasti memaafkannya saat ini juga, terlebih dengan fasilitas belanja yang seperti ini.
"Makasih yaaa Reno sayaaang!" pekik perempuan itu yang kini sudah masuk ke salah satu toko pakaian favorit. Bagi Reno, menyenangkan hati perempuan itu
hal yang mudah. Salah satunya dengan membelanjakan Nadhira apapun yang ia mau.?
Saat sedang menemani Nadhira berbelanja, Reno melihat sosok yang ia kenal. Karena Reno ingin memastikannya, dirinya pun meminta izin pada Nadhira dengan
mengatakan bahwa dirinya akan pergi ke toilet. Reno segera mengikuti sepasang manusia yang tampak akrab dan mesra itu.?
Pengintaiannya berhenti di sebuah kedai es krim yang dipilih keduanya. Saat pasangan itu duduk, Reno baru memastikan, bahwa ia tak salah lihat. Jelas itu
adalah Bu Neona dan Pak Yolly. Jadi kedekatan mereka memang nyata adanya? Hati Reno pun mendadak was-was mengingat beberapa hari belakangan ini Radith
semakin selalu menanyakkan apapun tentang Neona padanya. Reno kembali menghampiri Nadhira yang tampak sudah menemukan dress keinginannya dan ia berencana
mengajak Nadhira ke kedai es krim, tempat dimana dua guru mereka berada. Untungnya Nadhira setuju dengan ajakan Reno.?
"Kamu tahu banget sih, siang-siang gini habis capek belanja enaknya makan es krim." Nadhira merangkul lengan Reno dengan manjanya. Sedangkan Reno hanya
tersenyum melihat tingkah pacar cantiknya ini.?
"Eh, Ren.. liat deh! Itu bukannya Pak Yolly sama Bu Neona?" Nadhira menarik lengan Reno, yang otomatis membuat Reno mengalihkan pandangannya. Ini yang
Reno mau. Menangkap basah kedua gurunya secara langsung dengan membawa saksi lain selain dirinya.
"Bu Neona? Pak Yolly? Waaah kalian sedang kencan yaa?" Nadhira mendatangi meja kedua gurunya. Neona yang sedang menyuap es krim cokelat, tersedak mendengar
pertanyaan Nadhira. Segera ia meraih botol mineral di tas nya.?
"Wah Bu Neona sampai tersedak. Hai ibu! Saya boleh gabung di sini kan?" Reno tahu bahwa guru yang sudah mencuri perhatian kakaknya ini salah tingkah. Sama
seperti Neona, Yolly hanya bisa diam dan menyilahkan sepasang muridnya untuk duduk bersama. Ada aura kecanggungan di meja mereka.?
"Kalau saya sama Reno kan memang pacaran, jadi kalau kalian apa? Mau nikah ya Pak, Bu?" Nadhira memulai investigasinya pada Neona dan Yolly.
Neona melotot dan Yolly tertawa. Sedangkan Reno kaget dengan todongan pertanyaan dari Nadhira, meski dalam hatinya mendukung kelakuan pacarnya yang terkenal
biang gossip di sekolah. "Ya, bisa dibilang demikian. Masa kalian saja yang bisa senang-senang berduaan. Kami juga dong." Yolly menjawab dengan santai, namun tidak dengan hati
Neona.? Setelah pembicaraan random dengan Reno, perkataan Radith, desakkan keluarga, kini pria yang biasanya ia kenal tanpa modus dan pendiam, justru ikut menggoda
yang membuat pipi Neona memanas.?
"Ohhh.. jadi kalian pacaran? Waaah.. selamat ya! Kalian memang serasi sih." Nadhira menyimpulkan sendiri perkataan guru keseniannya lantas menyuap es krim
strawberry dan sibuk menanyakan ini itu pada pasangan guru di depannya.?
Yolly menanggapi dengan santai namun membuat Neona salah tingkah. Apalagi Neona melihat Reno yang sejak tadi hanya diam dan memperhatikannya. Neona melihat
ada tatapan yang sulit diartikan yang diberikan Reno pada dirinya. Entahlah, sejak perbincangan random mereka, hubungan Neona dan Reno memang agak sedikit
canggung.? Penderitaan bagi Neona akhirnya berakhir saat Nadhira pamit untuk pulang duluan. Kini tinggal dirinya yang berjalan disamping Yolly menuju parkiran dan
akan segera pulang.? "Omongan aku tadi sama anak-anak jangan dimasukkin hati ya? Kamu kan tahu kelakuan mereka kayak apa. Suka kepo. Kalau yang kepo, dikasih berita yang mereka
mau, mereka semangat jadinya." Yolly mencoba mengklarifikasi perkataannya tadi.
"Tapi karena Kakak jawab kayak tadi justru malah ada gossip di sekolah nantinya." Neona mendengus kesal. Setelah hatinya diajak marathon dengan setiap
jawaban Yolly. Ternyata semua itu adalah omongan kosong. Ia kecewa lebih tepatnya.?
"Kalau jadi gossip kenapa? Kamu ngga suka yaa, kelihatan dekat sama aku?" Yolly memancing reaksi wanita yang sebenarnya sukses mencuri hatinya sejak dahulu
ini.? "Bukan begitu, gossip itu bikin hubungan profesionalitas kita dipertanyakan. Aku kan baru di sana. Ngga enak, masa baru masuk sudah punya hubungan sama
guru di sana." Mendengar jawaban Neona, Yolly justru tersenyum.?
"Jadi kalau deket sama akunya suka kan? Terlepas dari penilaian orang-orang di sekolah?" Neona tersentak dengan pertanyaan Yolly. Pertanyaan apa lagi ini?
Ia pun mengambil ide mengalihkan pembicaraan. Yolly sebenarnya tahu usaha pengalihan itu, namun ia tampak tak mau memaksa Neona, sehingga ia pun terpaksa
melewatkan pertanyaan pentingnya itu. Meskipun di dalam hati, Yolly bertanya, ?aku harus sampai kapan seperti ini, Neona??.
******? "Ya menurut Reno sih, memang Mas Radith harus gerak cepat. Bu Neona memang ngga bilang kalau dirinya pacaran sama Pak Yolly, cuma bisa aja kan yang kayak
gitu tiba-tiba ngelamar terus semuanya terlambat. Mas mau kayak gitu?" Sesampainya di rumah, Reno menghampiri Radith yang sedang duduk santai di dalam
kamarnya.? "Terus.. Mas harus apa Ren? Kamu tahu sendiri guru kamu bahkan lebih care sama kamu daripada Mas." Radith mendengus kesal setelah mendapat laporan dari
sang adik. "Jangan cemburu alay gitu kenapa sih Mas!? Makanya lebih agresif deketinnya. Kalau cuma nganterin sama jemput Bu Neona mah, Mang Darman juga bisa. Ngajak
makan siang bareng mungkin? Ajak jalan?" Reno tahu kalau kakaknya ini bodoh urusan mendekati perempuan. Lihat saja, masa sudah lebih dari sebulan, pdkt
nya hanya sebatas antar-jemput?
Radith mendengus kesal sekali lagi saat mendengar Reno menasihati dirinya seakan Renolah sang penakluk wanita sejati. Meskipun memang harus diakui, Reno
selalu lebih luwes mendekati perempuan daripada dirinya.?
"Mas sudah datang ke rumahnya, pdkt sama orang tuanya dan bahkan kakaknya temen Mas pas kuliah, masa ya kurang?" Mendengar jawaban Radith, Reno terbahak.?
"Mas, yang benerlah hahaha Mau dapetin hatinya siapa? Neona apa keluarganya? Well, dapetin hati keluarga sang pujaan memang penting. Tapi kalau hati sang


Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pujaan saja ngga Mas dapetin, Mas mau ngapain? Yang ada itu, dapatein hatinya Bu Neona dulu Mas." Reno masih tertawa.
Radith mengiyakan pernyataan Reno di dalam hatinya. Ia sadar, bahwa semua usahanya untuk dekat dengan keluarga Neona akan sia-sia jika Neona tak pernah
mau melihat dirinya. Radith harus melakukan sesuatu yang lebih untuk mendekatkan dirinya dengan Neona. Namun dirinya bingung, apa yang harus dilakukannya.?
"Ren, bantuin Mas dong, ini harus bagaimana ya?" Radith tampak frutasi dengan keadaannya ini.?
"Duuh, orang pinter tetap bodoh yaa kalau sudah berhadapan sama cinta? Percuma S2 jauh-jauh ke Amerika, kalau deketin perempuan masih nanya sama anak SMA
Kelas 2. Hmm.. apa yaa? Reno ngga punya ide, Mas. Dulu sih sama Nadhira yaa Reno ajak makan siang bareng, terus jalan pas sabtu gitu-gitu Mas. Tapi kalau
Bu Neona, yaa ngga tahu ya Reno." Reno mencoba memberikan gambaran pada kakaknya.?
Perbicangan Radith dan Reno tidak memberikan ide cerah apapun untuk Radith. Hingga akhirnya, Radith memutuskan untuk berkonsultasi pada seseorang yang
ia anggap tepat. Hanya orang inilah yang diyakini Radith bisa menolongnya. ?Semoga usaha ku tidak sia-sia ya, Na. Aku akan berjuang untuk rasa ini padamu.
Aku janji.? Ucap Radith dalam hatinya.
*** BAB 8 Suasana Jumat malam di kediaman Neona tampak sepi hingga keluarga Lendra datang. Celotehan lucu dari Fakhri sanggup membuat semua orang di rumah itu tertawa
dengan lepas dan bahagia. Saat Ibu, Bapak dan Lendra sibuk bermain dengan Fakhri, Lala dan Neona justru berbincang di dalam kamar Lendra. Mereka memang
sudah biasa saling berbagi cerita. Hal ini yang membuat Neona sayang pada sang kakak ipar. Baginya, Lala adalah sosok kakak perempuan yang selalu ia idamkan
selama ini. Begitupun Lala. Sebagai anak tunggal, dirinya selalu merasa kesepian. Sejak ia menjadi istri dari Lendra, hidupnya semakin bahagia karena memiliki
suami dan adik ipar seperti Neona.
"Mba Lala kandungannya gimana?" Neona tampak memperhatikan perut sang kakak ipar yang masih tampak rata.
"Ah sehat kok sayang. Kamu bagaimana keadaannya? Betah ngajar di sekolah itu? Cerita-cerita dong sama Mba." Lala duduk di samping Neona.
Neona sangat senang dengan keadaan seperti ini. Saat dimana dirinya bisa curhat dengan Lala tanpa ada kakaknya yang usil itu. Mungkin sedikit cerita dengan
Lala, akan membuat beban di kepalanya akan sedikit berkurang.
"Aku sebenarnya happy banget di sekolah Mba. Sampai ada kejadian yang nguras pikiran aku akhir-akhir ini. Hmm.. Neona boleh curhatkan ya? Tapi jangan kasih
tahu Mas Lendra ya. Dia usil banget soalnya." Neona tampak ragu-ragu mau membagi beban di kepalanya pada Lala.
Lala pun tertawa melihat wajah kesal dari Neona saat menyebut nama Lendra. Suaminya memang senang menggoda adiknya. Lala sangat tahu, semua itu adalah
bentuk kasih sayang serta perhatian Lendra pada Neona. Lendra memang pria usil yang menggemaskan tapi juga sosok yang sangat penyayang dan perhatian. Bahkan
Lala jatuh cinta dengan Lendra karena semua sikap usil namun penyayangnya itu.
"Jadi tuh, ada dua orang yang akhir-akhir ini mengganggu pikiran Neona. Pertama itu Kak Yolly. Dulu, dia senior aku di kampus yang sekarang jadi guru kesenian
di sekolah yang sama kayak aku. Yang kedua yaa kakak dari muridku, temennya Mas Lendra yang waktu itu dateng." Neona menatap kakak iparnya.
"Lalu? Mereka berdua kenapa, Na?" Lala tampak antusias mendengar curhatan adiknya ini.
"Iya.. mereka sering ngomong hal yang bersifat ambigu gitu deh. Gara-gara itu, sekarang di sekolah lagi banyak gossip tentang aku sama Kak Yolly, terus
yaa kalau sama Mas Radith jadi canggung gitu sih Mba." Neona menghela nafas kasar, seakan bebannya akan hilang bersama dengan nafasnya yang ia keluarkan.
"Sekarang Mba nanya, kamu-nya sendiri, seneng ngga sama keambiguan mereka? Jangan mau cuma dibaper-in loh Na. Semuanya itu harus ditanyain. Kalau cuma
ngelempar kalimat-kalimat surga tanpa bukti mah, anggap semuanya bercanda dan jangan dimasukkin ke hati. Nanti yang sakit kita sendiri." Lala menyampaikan
nasihat penting untuk Neona. Lala teringat keadaan saat ini yang sedang marak perdebatan antara para korban baper dengan pelaku php. Lala tidak mau adik
iparnya ini menjadi korban kebaperan karena dibodohi perasaan dan percaya pada ucapan manis beracun para pelaku php.
Neona mengangguk. Ia baru sadar, mungkin saja dirinya mulai terjangkit virus anak muda masa kini. Virus baper yang sengaja disebar oleh pria-pria tak bertanggung
jawab kepada para wanita yang lebih percaya dengan perasaannya daripada kenyataan.
"Tapi terlepas dari keambiguan mereka. Pandangan kamu sendiri tentang Radith sama siapa tadi? Yolly ya? Nah, itu gimana Na?" Lala tampak penasaran apalagi
kini Neona diam seakan meresapi nasihatnya tadi.
"Mereka tuh sosok pria dengan pribadi mereka masing-masing sih ya Mba. Kalau menurut Neona, Kak Yolly itu secara fisik jangan ditanyalah ya, tampan dan
dia juga guru kesenian favorit semua siswi Mba. Kak Yolly itu pria sederhana, ramah dan baik. Kalau Mas Radith.. Neona takut sama dia." Neona mengusap
wajahnya pelan. "Takut kenapa sama Radith Na?" Lala mendekatkan duduknya pada Neona.
"Mas Radith itu adalah tipikal pria yang paling Neona hindarin sebenarnya. Sosok sempurna secara fisik dan didukung sama kekuatan harta dan jabatan dari
keluarganya. Sudah pasti Mba, yang kayak gitu hidupnya ribet. Penuh intrik, konspirasi dan drama dalam hidupnya." Neona menghebuskan nafas dan Lala menggelengkan
kepalanya. "Sudah pasti? Kamu tahu dari mana? Kamu sudah kenal Radith sejauh apa memangnya?" Lala mencoba meluruskan pemikiran Neona. Ini tidak boleh dibiarkan. Menilai
orang yang bahkan tidak dikenal dengan baik.
"Ya, mayoritas begitu sih Mba. Apalagi Mas Radith berasal dari keluarga kaya raya yang hobinya jodoh-jodohin anak mereka sama anaknya rekan bisnis ini
itu Mba. Lagi pula, kalau dipikir, tipikal yang kayak Mas Radith ngga mungkin juga milih orang kayak Neona." Neona berkata dengan yakin.
"Menurut Mba, kamu terlalu memakai pemikiran kamu sendiri Na. Radith memang dari keluarga kaya, tapi belum tentu keluarganya kayak yang kamu bilang tadi.
Kamu jangan samain A sama B. Itu ngga adil loh. Tunggu, tadi kamu bilang apa? Ngga mungkin Radith milih kamu? Emang kamu kayak apa, Na? Kalau Radith, justru
milih wanita kayak kamu?" Lala bertanya dengan nada menantang pada Neona.
"Itu nihil Mba. Mas Radith itu di Langit, sedangkan aku lebih memilih tinggal bahagia di Bumi. Aku memilih hidup sederhana, tanpa mau ikut campur dalam
drama kehidupan kalangan atas. Aku suka takut aja, kalangan atas itu memaknai cinta dengan egois. Mereka mencampurkan ambisi, kekayaan dengan cinta. Hasilnya
perjodohan, pernikahan bisnis dsb." Neona masih teguh dengan pemikirannya.
"ckckck kamu kebanyakan nonton sinetron apa gimana sih Na? Na, hidup ngga selamanya seburuk dengan apa yang kita bayangin. Apalagi kalau kamu sudah kenal
sama yang namanya cinta. Cinta yang bikin Mba sama Mas kamu bisa bersatu kayak sekarang. Mba sama Mas berjuang bareng. Lihat, sekarang kami hidup bahagiakan?"
Lala mencoba membuka pemikiran Neona.
Lala mengambil contoh kasus dari dirinya yang merupakan seorang tunggal dari seorang pembisnis tekstil di Indonesia. Sejak kecil dirinya dijodohi dengan
anak teman Mamanya, namun cinta dan hatinya memilih Lendra, dan begitupun Lendra. Mereka berjuang mendapatkan restu, hingga mereka bahagia seperti hari
ini. "Mba.. ini beda ceritanya. Kalian sepakat berjuang bareng karena kalian memang saling cinta. Kalau di sini, dari awal, aku yang memilih menghindar. Aku
ngga mau susah-susah berjuang kalau dari awal bisa milih sesuatu yang sederhana. Lagian, ngga mungkin juga orang kaya-tampan-terpandang mau milih perempuan
yang jauh dari cantik kayak aku ini kan?" Neona tetap keras kepala. Bahkan kini ia mengeluarkan keyakinan, bahwa tidak mungkin pria hartawan dan rupawan
akan memilih wanita seperti dirinya.
"Siapa bilang kamu ngga cantik sih? Kamu jangan minder gitu, Na. Kamu cantik. Semua wanita cantik berdasarkan apa yang ia pikirkan. Sekarang Mba mau nanya,
seandainya nih ya dengan apapun keadaan kamu, ada orang hartawan-rupawan kayak Radith aja contohnya, dia milih kamu, kamu mau ngga sama Radith?" Lala bertanya
to the point. "Mana mungkin sih Mba? Mana pantes aku yang kayak begini dampingin sosok pangeran kayak Mas Radith? Yang ada, aku diracun para wanita yang terobsesi sama
dia. Ih ogah! Aku mau hidup yang ngga kayak drama televisi." Lala terbahak dan menggelengkan kepalanya. Kenapa adik suaminya ini senang sekali berpanduan
pada agedan sinetron sih?
"Kan Mba bilang seandainya Na, Ayolah kita hanya berandai. Kalau ngga terjadi ya ngga apa, kalau kejadian ya Alhamdulillah. Jadi kalau Radith memilih kamu
karena memang dia cinta kamu, kamu mau ngga kasih kesempatan buat Radith?"Lala memaksa Neona untuk menjawab. Neona sendiri menautkan alisnya dan tampak
berpikir. "Ini harus banget dijawab Mba?" Neona tampak ragu dan Lala mengangguk mantap.
"Hemm... kan ini konteksnya seandainya. Dengan mempertimbangkan kemungkinan yang sangat kecil. Ya, mungkin aku mau kasih kesempatan buat Mas Radith. Meski
aku agak sangsi dengan itu. Orang kayak Mas Radith pasti sudah dijodohin ngga sih Mba?" Neona bertanya balik.
"Mana Mba tahu, kamu tanyalah sama Radith dong, dia dijodohin apa ngga. Eh Intinya mau nih sama Radith?" Lala memastikan jawaban Neona.
"Seandainya kan ya? Kalau seandainya dia kayak yang Mba Lala bilang, Ya aku mau, dengan catatan no drama ala sinetron juga dari keluarganya. Sebenarnya
secara kepribadian, Mas Radith itu baik dan sopan kok." Neona harus mengakui, bahwa diluar praduganya terhadap sosok dan latar kehidupan Radith, ia adalah
sosok pria idaman wanita.
Lala tersenyum menang. Ia tahu, Neona hanya takut dengan apa yang ia bayangkan. Sehingga dirinya menutup diri dan hatinya. Meski Lala tak tahu bagaiman
perasaan Neona pada Yolly, namun ia yakin bahwa Radith mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk memenangkan hati Neona. Hanya jika Neona sudah tidak
takut dengan pemikirannya sendiri.
"Sayaaang!! Kamu di dalam? Kok lama banget ngobrolnya... aku nungguin di luar sampai kering nih." Suara Lendra menginterupsi obrolan dua wanita ini. Saat
Lendra membuka pintu, obrolan itu berhenti mendadak. Neona tampak kesal, curhatannya diinterupsi oleh kakaknya yang super manja pada Lala. Demi kerahasiannya
terjaga, Neona mengalah untuk menyudahi dan keluar dari kamar kakaknya itu.
Neona kembali ke kamar dan memang kini hatinya terasa lega. Meskipun entah mengapa, setelah perbincangan tadi, kini bayangan Radith justru memenuhi kepalanya.
Pasti efek khayalan tentang jika Radith memilihnya. Jelas tidak mungkinkan? Neona pun menghempaskan diri ke kasur dan tak lama ia sudah pergi ke alam mimpinya.
***** "Jadi istriku yang cantik ini sudah bisa dapet informasi apa saja, hmm?" Setelah Neona keluar dari kamarnya, Lendra bertanya sambil memeluk Lala dari samping
dan memberikan kecupan-kecupan di pipi istri yang begitu ia cintainya ini.
"Kamu ya Mas, bikin aku kayak agen rahasia, tahu ngga? Untung tadi Neona ngga curiga sama aku. Duh dosa nih, bongkar curhatan orang." Lala menatap suami
tampannya itu dengan tatapan kesal.
"Kan suruhan suami kamu, Sayang. Kamu lebih dosa lagi kalau ngga mau ngelajanin permintaan suami. Lagian ini buat kebaikkan Neona juga kok. Percaya deh.
Kenapa aku mau bantu Radith? Karena aku yakin dia yang bisa jaga dan jadi pendamping baik bagi Neona." Lendra mengeratkan pelukkannya, Lala pun membalas
pelukkan suaminya itu. Ia tidak peduli urusan dosa yang baru ia bahas. Baginya pun, kebahagiaan Neona menjadi pemikirinnya juga.
Lala pun menceritakan semuanya pada Lendra yang tampak serius mendengarkan. Lendra dan Lala tampak berpikir hal-hal yang bisa dilakukan untuk mendekatkan
dua manusia ini. Lendra memang sepakat membantu Radith, setelah Radith mencertikan semua kondisi dan meminta bantuannya. Sedangkan Lala, ia sangat mendukung
suaminya untuk mendekatkan adik dan teman semasa kuliahnya dahulu.
***** "Jadi Gue harus gimana ya, Ndra?" Radith meresap kopi yang ia pesan. Kini ia berada di sebuah coffee shop dekat dengan kantor Lendra.
"Menurut Gue, Lo harus menghancurkan pemikiran Neona dulu tentang Lo. Setelah itu, baru pemikirannya terhadap keluarga orang kaya yang banyak drama itu.
Kalau pemikiran itu ngga hancur, dia ngga bakal buka hati. Nanti yang ada dia milih orang lain, yang menurut dirinya sesuai sama pandangannya." Lendra
meresap kopinya juga. "Gue sudah pernah coba waktu itu. Kita ngobrolin tentang definisi cantik. Neona nuduh Gue kalau milih cewe karena fisik. Well, Gue bilang fisik memang
dilihat, cuma ya buat diawal. Setelahnya ngga bakal ngaruh buat Gue. Neona tampaknya ngga percaya. Apalagi cerita dari Lo barusan. Tambah tahu deh Gue,
kalau adek Lo punya banyak pendapatnya sendiri tentang Gue." Radith tampak kesal dan geram dengan berbagai macam pandangan Neona yang merupakan penyebab
kenapa dirinya begitu susah mendekati gadis itu. Meski demikian, sisi kelelakian Radth justru menantang dirinya untuk dapat memperjuangkan Neona.
"Gue bakal buktiin sama Lo, Ndra. Kalau Gue ini pantas menjadi pendamping adik Lo." Radith berucap mantap. Lendra kaget lalu tersenyum lebar pada temannya
ini. Ia mendukung penuh usaha Radith.
"Gue siap bantu Lo kok, Dith. Inget Dith, Lo sudah ngantongin restu seorang Sailendra Andrusha Bagaskara. Jadi jangan nyerah cuma karena pemikiran aneh-aneh
Adek gue itu yaa.." Lendra memberikan semangat pada temannya ini. Ia ingin, Radith berhasil mengubah cara pandang Neona yang menurutnya tidak masuk akal
itu. Radith mengangguk mantap. Ia merasa bahagia mendapat dukungan serta restu dari Lendra. Selang satu menit, Radith justru teringat perkataan Reno, yang mengatakan
semua restu akan sia-sia jika Radith tidak mendapatkan hati Neona. Radith pun berpikir sejenak dan memutuskan suatu rencana.
Setelah Lendra yang dibantu Lala membantunya, kini saatnya Bunda dan Reno yang membantu Radith. Setelah berpamitan dengan Lendra, Radith kembali ke bengkel untuk melakukan kegiatan yang merupakan hobi dan bisnisnya itu.
*** Bab 9 Waktu persiapan selama tiga pekan untuk seleksi olimpiade tingkat sekolah pun habis. Hari ini adalah saat dimana Reno akan bersaing memperebutkan posisi
delegasi sekolahnya. Ada dua tempat yang tersedia. Sedangkan ada 10 calon kandidat yang mengikuti tes.
Pagi ini Reno diantarkan oleh Bunda dan Radith ke sekolah. Hari ini tidak ada kegiatan belajar di sekolah. Siswa yang tidak mengikuti seleksi belajar di
rumah. Alasan Bunda mengantarkan Reno karena dirinya sangat ingin mendukung langsung putra bungsunya, sedangkan Radith ia ingin memanfaatkan kesempatan
ini untuk mengejar hati Neona.?
?"Ren, Bunda tunggu di Kantin ya. Bunda mau nyari camilan dulu. Nanti kalau sudah selesai hubungin Bunda saja."
Reno mengangguk, ia memasukki ruangan ujian. Sebelumnya ia melihat Neona berdiri di depan pintu ruang seleksinya. Wajah Neona cukup tegang meski ia memberikan
senyuman tulus pada Reno. Saat itu, Reno sadar, bahwa wajah gurunya ini manis dan mempunyai jeratan pesonanya tersendiri. ?Pantas saja, Mas Radith berjuang
setengah mati untuk mendapatkan Bu Neona.? Gumam Reno dalam hati.
"Hai, Na! Kita ketemu lagi." Radith yang mengantar adiknya sampai depan kelas pun menyapa Neona dengan senyuman manis.
Awalnya Radith sempat beradu pendapat dengan Reno. Adiknya itu tidak mau diantar sampai ke depan kelas, Reno merasa dirinya seperti anak TK. Namun setelah
Reno tahu alasan di balik itu permintaan kakaknya itu, maka dengan wajah yang setengah ditekuk, Reno mempersilahkan Radith untuk mengantarnya. Meski akibatnya
adalah Reno mendapatkan tatapan ejekkan dari semua teman-temannya.?
"Oh, hai Mas Radith!" Ucap Neona penuh semangat. Dirinya begitu excited menjawab sapaan Radith. Dua alasan ini yang sebenarnya ada di kepala Neona. Pertama,
Neona mau memberikan semangat pada Reno. Kedua, matanya tersihir melihat senyum dari Radith yang terlihat sangat tampan dengan kaos v-neck ketatnya pagi
ini.? "Hmm, kamu sudah sarapan belum, Na? Mau temenin aku sarapan, ngga? Atau kamu lagi sibuk karena ada tugas?" Radith merapalkan doa agar sosok di depannya
hanya menjawab kata iya. "Saya bukan panitia, jadi tidak ada tugas di sini. Hari ini pun datang ke sekolah, karena mau memberikan semangat pada murid-murid, terutama Reno." Lagi-lagi
Radith harus menahan cemburu pada adiknya yang begitu mendapat perhatian Neona. Tapi saat itu tidaklah penting.?
"Jadi? Bisa dan mau menemani aku sarapan?" tanya Radith memastikan.
"Boleh Mas. Mau ke kantin sekarang?" Neona melangkahkan kaki ke arah kantin. Dengan segera Radith menahan tangan itu. Ia tahu ada Bunda di sana, akan menjadi
sarapan penuh celotehan Bundanya kalau mereka ke sana.?
"Kita makannya di luar. Kalau sudah selesai sarapan, kita balik ke sini lagi. Pengumumannya langsung hari ini kan?" Radith mengajak Neona berjalan ke parkiran
depan. Neona mengangguk tanpa banyak menolak seperti biasanya. Di dalam kepalanya kini penuh ingatan akan pertanyaan Lala tentang pengandainya hati Radith terhadap
dirinya. Entah mengapa, Neona justru mempertanyakan posibilitasnya saat ini. Mungkinkah Radith yang begitu tampan dan kaya ini melihat dirinya??
"Kita sarapan di sini, ngga apa-apa ya? Ini restoran punya temen aku. Temennya Lendra juga." Kini mereka sudah berada di sebuah restoran yang menyediakan
menu makan pagi hingga malam. Neona mengangguk dan menempatkan dirinya di depan Radith. Mereka memilih menu sarapan dengan aura kecanggungan mulai mengudara.?
"Na, terima kasih banyak yaa." Suara pemecah kecanggungan itu pun terdengar.?
"Eh, kenapa Mas? Kok tiba-tiba bilang terima kasih?" Neona menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dan memperhatikan sosok di depannya dengan seksama.?
"Karena sudah mau mengajarkan Reno. Sejak tadi pagi, kami sekeluarga tuh masih ngga nyangka, kalau Reno mau ngikutin seleksi olimpiade matematika. Dan
semua itu karena kamu." Radith menatap Neona dalam, hingga yang ditatap merasa malu. Baru kali Neona mendapatkan tatapan sedalam dan seintens itu.?
"Sama-sama Mas. Sebenarnya seperti yang saya bilang, semua itu usaha Reno. Saya cuma membantu." Neona tersenyum lebar untuk pertama kalinya di depan Radith
dan membuat Radith merasa terbang ke langit ke tujuh.?
"Satu lagi Na, makasih juga mau nemenin aku sarapan. Kita tuh belum pernah makan siang sama makan malam bareng yang cuma berdua doang ya?" Radith pura-pura
berpikir keras. Neona pun tertawa melihat ekspresi wajah Radith. Ternyata sosok Radith tak jauh beda dengan Lendra, jika seperti itu.
"Aku seneng banget ngeliat kamu tersenyum dan tertawa kayak gitu. Bikin hatiku adem." Radith menghentikan kepura-purannya dan melontarkan pujian pada wanita
di depannya ini. Bluush Tanpa disuruh, pipi Neona kini memerah. Ia sudah menanamkan pada otaknya bahwa perkataan ini adalah jenis gombalan pria-pria php yang sering memakan
korban. Namun kali ini tubuhnya mengkhianati otaknya.?
"Na, jangan nunduk gitu dong. Aku kan ngga lagi marahin kamu. Eh iya, ada hal yang penting nih. Kalau ngomong sama aku, jangan pake sapaan ?saya? gitu.
Bisa ngga, Na?" Radith akhirnya mengungkapkan permintaannya. Neona tampak berpikir. Dirinya baru menyadari, bahwa selama ini bahasa yang ia gunakan masih
sangat formal dengan Radith.?
"Oh baiklah Mas.. nanti Neona coba yaa." Neona mencoba mengganti kata ?saya? dengan menyebut namanya sendiri.
"Tuh bisa.. kamu lebih baik nyebut nama atau ya nyebut kata ?aku? juga ngga apa-apa." Radith tersenyum dan mulai menghabiskan menu sarapannya, begitupun
dengan Neona.? Selesai dengan sarapan mereka, kini keduanya sudah berada di mobil dengan arah kembali ke sekolah. Neona tampak tak tenang dan melirik jamnya berkali-kali.
Radith menyadari dan menoleh ke arah Neona.?
"Kamu kenapa, Na? Ada kerjaan ya sebenarnya?" Radith menoleh ke arah Neona.
"Ngga ada kerjaan kok Mas. Hem,.. sebentar lagi waktu pengerjaan soal selesai, terus 1 jam lagi pengumumannya Mas. Aku jadi ikut deg-deg-an." Radith tersenyum
mendengar Neona yang memenuhi janji untuk mengubah kata sapaan saya menjadi aku.
"Kamu jangan tegang begitu. Kita berdoa bersama buat usahanya Reno, ya." Tangan Radith mengelus punggung tangan Neona dan akhirnya menyelipkan jarinya
di sela-sela jari Neona dan menggenggamnya untuk mengalirkan ketenangan. Meski itu artinya dirinya harus menyetir dengan satu tangan. Neona sebenarnya
tersentak dengan perlakuan Radith. Namun lagi-lagi tubuhnya mengkhianati otaknya dan merasa nyaman dengan perlakuan Radith. Tangannya masih dalam genggaman
hangat Radith. Ia berusaha terlihat tak sadar dan menikmatinya. Rasa tegangnya hilang dan berganti dengan rasa nyaman.
Radith yang sempat takut adanya penolakkan dari Neona, kini tersenyum lebar. Kini tangan kirinya menggenggam erat tangan wanita yang telah mencuri dunianya.
Meski ini bukan kali pertama tangannya menggenggam tangan Neona, namun kali ini rasanya kini jauh lebih bahagia.?
*****? "Looh daritadi kamu sama Neona toh! Pantesan Bunda cariin ngga ketemu." Bunda mendekat ke arah Neona dan Radith yang duduk di bangku taman. Reno sudah
bergabung dan sedang menikmati makanan yang dibelikan oleh Radith.?
"Bunda dari kantin? Selama Reno ngerjain soal, Bunda di kantin?" Reno mengunyah sambil memperhatikan Bundanya itu.?
"Iyaa, Bunda kan ngobrol kali Ren, sama pedagang-pedagang di sana. Mereka cerita kelakuan kamu yang suka ngutang ya ternyata! Ckckckc malu-maluin." Bunda
berdecak sebal dengan kelakuan Reno.
"Ngutang? Astaga, Bun! Reno mah cuma ambil dulu, tapi sorenya langsung bayar kok." Reno membela diri.
"Ya, meski gitu sama aja, namanya kamu ngutangkan sama mereka. Eh tapi mereka ramah-ramah ya Ren. Lucu lagi anaknya Mba Nani. Tadi Bunda gendong-gendong
Semoga Bunda cepet punya cucu yaa." Bunda tampak sumringah dengan pengalamannya berbincang dengan para pedagan kantin itu.?
"Kalau mau cucu, mintanya sama Mas Radith Bun.. jangan sama Reno. Kuliah aja belum." Reno menyeruput minuman sodanya.?
Radith tersenyum menggoda Neona yang sejak tadi sibuk menatap kagum pada sosok Bunda. Bagi Neona, Bunda yang merupakan istri seorang pemilik perusahaan
yang hartawan dan terpandang itu justru begitu bersahaja dan sederhana. Neona sendiri tak banyak mengenal pedangan kantin seperti Bunda. Apakah keluarga
Radith adalah pengecualian dari pandangannya terhadap keluarga kalangan atas selama ini? Tanpa sadar Neona tersenyum melihat Bunda.?
"Hey, kamu kok senyum kayak gitu, kenapa? Seneng sama permintaan Bunda ya?" Radith mengembalikan kesadaran Neona dan Neona mengerutkan kening.?
"Permintaan Bunda? Permintaan apa?" Neona seakan baru kembali dari tempat yang jauh dan tidak tahu apa-apa.
"Iya Bu, tadi Bunda kan bilang mau cucu. Terus aku nyuruh minta sama Mas Radith, eh Ibu senyum-senyum. Ngebayangin sama Mas Radith ya Bu?" Reno benar-benar
tengilkan? Pipi Neona memerah. Bunda terbahak dan tampak mendukung ucapan putra bungsunya. Neona mencoba melirik Radith yang tampak terkekeh.?
"Kamu kalau lagi malu, lucu gitu mukanya." Radith memuji dan membuat Neona mendengus serta menengguk air mineralnya dengan segera. Berharap hawa panasnya
segera hilang.? "Kamu kok malah ikutan ngeledekin Neona sih Dith, kasian pipinya sampai merah gitu kok." Bunda merangkul Neona dengan penuh kasih sayang. Entah mengapa
sejak bertemu dengan Neona, Bunda melupakan keinginannya yang mustahil untuk memiliki seorang anak perempuan dan kini ia berharap Neona adalah jawaban
atas keinginannya. ?Semoga Neona lah yang menjadi anak menantuku ya Allah.? Doa Bunda dalam hati.?
Keakraban mereka terbangun dengan sangat baik. Neona bahkan merasa bukan menjadi orang asing diantara keluarga Reno. Ia ikut tertawa mendengar Bunda dan
Reno yang sering berdebat dengan gayanya masing-masing. Hingga akhirnya sebuah pengumuman terdengar dari pengeras suara. Waktu penetapan siapa perwakilan
Jingga Dalam Elegi 1 Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra Raja Silat 18

Cari Blog Ini