Ceritasilat Novel Online

Bulan Dan Bintang 3

Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli Bagian 3


menyenangi pemandangan ini.?
"Mas, jangan godain Neona mulu kenapa sih. Untung di sini ngga ada Reno. Makin habis deh aku. Kalian kenapa sih hobi banget godain aku?" Neona menutup
pipi dengan tangannya. Kelakuannya mirip anak abg.?
"Karena kamu memang menggemaskan. Lagian kamu harus terbiasa dong. Kan Reno memang calon adik ipar kamu." Radith terkekeh melihat wajah Neona yang cemberut.
Sejak mereka saling mengetahui hati masing-masing, Neona memang lebih ekspresif.?
"Ngomong-ngomong tentang Reno, Mas sudah ngomong yang soal Nadhira?" Neona teringat tentang kejadian dirinya bertemu dengan Nadhira dan Sandi.?
"Mereka sudah putus Na, yaa setelah kita ketemuan itu, aku bilang sama Reno. Terus setelahnya Reno bilang mereka sudah putus. Meski aku ngga tahu bagaimana
putusnya dan yaa yang aku bilang. Itu urusan Reno." Neona mengangguk setuju dengan pendapat Radith.
"Semoga aja masalah kayak gitu, ngga ganggu konsentrasi Reno ya Mas, tingkat kesulitan olimpiade kan semakin tinggi menuju nasional." Neona meresap teh
yang ia buat untuk dirinya sendiri.?
"Kamu tahu banyak tentang olimpiade nasional, kamu dulu ikut ya Na?" Radith mengambil pisang goreng yang disajikan Ibu.?
"Iya Mas, dulu aku anak osn Matematika. Sama yaa sama Reno? Kalau Mas dulu SMA-Kuliahnya gimana?" Neona rasa dirinya memang belum mengenal masa lalu Radith.
Meski ada yang bilang tidak penting masa lalu, tapi bukankah ada hari ini karena ada kemarin?
"Aku sejak SD sampe lulus S2 ngga begitu banyak teman sebenarnya. Aku hobinya baca buku dan serius dalam belajar. Jauh banget dari Reno. Makanya pas dulu
Reno ngga bisa matematika, aku emosi. Aku ngerasa dulu aku belajar mati-matian terus bisa, kenapa Reno ngga bisa. Meski sejak kamu yang ngajar, yaa Reno
bahkan lebih hebat prestasinya dari aku." Radith bercerita sambil mengenang masa mudanya dulu.
"Selama sekolah dulu, Mas ngga punya sahabat gitu?" Neon sangat antusias dengan perbincangan ini.?
"Kita lagi bahas masa lalu ya?" Radith tersenyum dan Neona mengangguk. Radith pun mendekatkan dirinya pada Neona.?
"Seperti yang aku bilang, aku terlalu lurus jadi anak sekolahan. Sampai ngga pernah tertarik sama lawan jenis. Sahabat lawan jenis juga ngga ada. Palingan
beberapa anak temennya Bunda. Tapi itu teman biasa, bukan sahabatan juga. Dulu Bunda pernah uring-uringan, dia takut kalau Mas ini homo." Neona sontak
tertawa mendengar cerita Radith yang diikuti dengan ekspresi suram dari wajah tampan tunangannya itu.?
"Aku pikir ngga ada loh orang yang ngga punya mantan di jaman sekarang. Eh ada yaa ternyata." Neona tersenyum ke arah Radith.
"Ada dong. Kamu juga begitu bukannya? Eh kamu belum cerita loh sama aku dulu kamu gimana? Coba cerita dong Na?" Radith merasa saatnya mengenal Neona lebih dalam.?
"Aku dari dulu hobinya belajar Mas. Punya sahabat cuma 2. Yang pertama sahabatan sejak SD, namanya Tika dan yang kedua sejak SMA, namanya Rissa. Mereka
sudah nikah semua. Tika ikut suami yang sekarang tugas di Kalimantan, dan Rissa tinggal di Bali ngikut suami. Waktu kuliah aku sibuk sama kompetisi, urusan
kepanitiaan dan yaa kuliah, jadi ngga suka main. Begitu lulus, ada kesempatan buat jadi guru honorer, yaa aku ambil Mas." ?Radith kembali tersenyum bangga,
mendapati dirinya adalah pria pertama dalam hidup Neona. Sama dengan Neona, ia tidak bisa menutupi senyum atas kenyataan dirinya adalah wanita pertama
dalam hidup Radith. Meski dirinya masih curiga, masa tidak ada wanita yang menyukai tunangannya ini? Atau masa ada wanita yang tidak pernah singgah pada
hati pria ini?? "Kamu lagi mikir apa Na?" Radith melihat kerutan di dahi Neona, tepat setelah wanita ini tersenyum pada dirinya.?
"Engga apa-apa kok. Aku cuma mikirin, Mas ngga bakal ngajak aku jauh-jauh dari keluarga kan? Kayak Tika sama Rissa gitu?" Radith mengeleng. Jelas dia memiliki
bisnis di kota ini, keluarganya juga di sini. Tidak ada alasan baginya untuk membawa Neona pergi jauh bukan?
"Ngga kok, lagian semuanya ada di sini bukan? Atau mungkin kamu ngga berencana S2 di luar negeri? Kan lagi banyak tuh yang kayak gitu?" Neona menggeleng.
Sekolah tinggiku akan terjadi kalau nanti dapat izin suami saja Mas.?
"Mas ngizinin kok. Mas dukung apapun yang jadi mimpi kamu. Mas bakal bangga banget punya istri yang cerdas dan berpendidikan tinggi. Itu makna kecantikan
yang Mas cari selama ini." Mendengar jawaban Radith, hati Neona menghangat. Ia membayangkan sosok di depannya benar akan menjadi suaminya di masa depan.
Ia berharap agar semuanya berjalan dengan baik sesuai dengan doa-doa yang ia panjatkan.?
"Makasih ya Mas.. Neona sayang Mas." Radith yang lebih sering mengatakan kata cinta dan sayang, hatinya berbuncah mendengar kata yang diberikan Neona.
Sayang mereka berada di rumah Neona yang penuh mata-mata mengawasi. Jika tidak, sudah pasti Radith memberikan kecupan terima kasih dengan sebuah pelukkan
erat. "Aku juga sayang kamu, Na. Bulannya Bintang. Benarkan arti nama Neona itu bulan?" Neona mengangguk cepat.
Neona bahkan baru sadar, jika Radith memiliki nama Bintang dalam nama lengkapnya. Sebuah ketetapan takdirkah bahwa bintang dan bulan itu bersama?
Karena waktu semakin malam, Radith berpamitan pada Neona dan kedua orang tuanya. Ia tidak harus menunggu malam minggu untuk bermain ke rumah Neona. Kerja
yang fleksibel membuatnya mudah berkunjung ke rumah Neona. Ia tahu, rumah itu akan selalu menyambutnya dengan hangat, seperti saat ia akan pulang ke rumah.?
"Hati-hati di jalan yaa calon menantu Ibu. Jangan bosen main ke sini."?
"Oh jelas ngga bakal bosen kok Bu. Kan nanti kalau sudah resmi, ini rumah Radith juga." Radith dan Ibu saling melempar senyum, sedangkan Neona sudah memerah
malu mendengar dan membayangkan dirinya dengan Radith di masa depan. Sang Bapak hanya geleng-geleng kepala dengan kelakuan putrinya. Ini mirip dengan Ibunya
dulu. Jadi sifat malu-malu kucing ini bisa nurun juga ya?
*****? Setelah kemarin Neona merasakan obrolan terpanjangnya dengan Radith, hari ini ia kembali ke rutinitas sekolah. Mengajar dan kini jam makan siang. Neona
selalu memilih kantin siswa untuk memanjakan lidahnya dengan aneka pilihan makanan, dibandingkan menu kantin guru.
"Na, aku boleh duduk di sini?" suara pria yang sudah lama tak pernah ditemui Neona, kini tiba-tiba menginterupsi kunyahannya.?
"Eh, Pak Yolly. SIlahkan saja, ini meja kantin kok bebas." Neona tampak cuek dan kembali menekuni pecelnya. Sejak Yolly menikah, dirinya memutuskan untuk
memanggil Yolly dengan sapaan Pak, seperti pada yang lain.?
"Saya dengar kamu sudah tunangan dengan kakaknya Moreno ya?" Suara pria itu begitu lirih, membuat Neona memalingkan pandangan dari piringnya. Ia juga sadar,
bahwa Yolly menggunakan sapaan formal padanya sekarang.?
"Iya Pak, saya bertunangan dengan Mas Radith. Sebenernya saya cukup takjub dengan sekolah ini. Mengapa secepat itu gossip beredar ya.." Neona heran dengan
apapun di sekolah ini. Mengapa seakan semua hal menjadi pengetahuan umum.
"Saya tahu dari Nadhira." Yolly menjawab singkat dan meresap air mineral yang tadi ia beli. Neona mendengar nama itu dan mencoba mencari benang merah,
mengapa muridnya sampai tahu berita itu.?
"Oh iya! Nadhira sekarang calon adik ipar Bapak ya?" Neona memang pengingat ulung. Ia ingat, Nadhira meninggalkan Reno karena dijodohkan dengan adik dari
pria di depannya ini kan?
Yolly diam tak menjawab. Hanya keheningan yang tercipta di antaranya. Neona sebenarnya risih dengan keberadaan mereka berdua. Bagaimanapun kini status
Yolly adalah suami orang. Meski Sandra sedang tidak ada, namun ingat dengan status sekolah ini yang penuh pengetahuan bukan?
"Kamu tahu Sandi calon Nadhira?" Yolly terkejut dengan pertanyaan Neona. Neona mengangguk.?
"Saya ketemu Nadhira. Ya, saya juga yang meminta dia memutuskan pada cinta yang mana ia memilih. Ternyata bukan pada Reno. Lagipula, saya baru tahu, keluarga
Bapak senang dengan perjodohan ya.." Neona mengutarakan apa yang ada dipikirannya. Yolly masih tersenyum masam. Ia tahu bahwa salah jika kini dirinya berada
sedekat ini dengan Neona. Ia tahu bahwa dirinya adalah suami Sandra, itu artinya hanya boleh Sandra yang ada di relung hati dan pikirannya bukan? Namun,
bolehkah Yolly mengaku salah dan bodoh, karena sampai detik ini dirinya masih menyebut nama Neona dalam doanya. Untuk apa? Entahlah, hanya Yolly dan Tuhan
yang tahu.? "Pak, saya duluan. Ada kelas sehabis ini." Neona yang merasa ditatap intens oleh suami dari Sandralina Harun ini pun memutuskan untuk pergi. Ia harus menyelamatkan
nama baiknya. Tidak terhormat baginya jika dia yang berstatus tunangan kakak dari muridnya, terlihat akrab dengan suami orang yang ditinggal istrinya pelatihan.
"Oh iya, silahkan.. semangat ngajarnya!" Yolly merasa dirinya bernostalgia. Dulu, kata itu selalu ia ucapkan pada Neona. Neona yang mendengarnya hanya
tersenyum tipis. Ia tahu dulu kalimat sederhana itu mampu membuat dirinya bersemangat hingga malam hari. Namun hari ini, dirinya semakin yakin, bahwa semua
tentang Yolly sudah tidak ada yang membekas. Dirinya hanya memikirkan Radith seorang.?
*** BAB 20 "Mas, nama kamu itu kan Bintang Radithya. Yang aku tahu, arti nama Radithya itu mahatari, benar ngga?" Neona bertanya random, saat mereka sedang bersantai
di ruang keluarga Trisdiantoro, seusai mengajar Reno.
"Yaps benar, Sayang. Kamu pernah dengar Aldebaran, Rigel, Pistol Star, Betelgeuse, Antares dkk?" Radith kini duduk tegap menghadap Neona.?
"Itu nama-nama Bintang di semesta. Benar?" tanya Neona.
"Pintar! Nah dari sekian bintang di semesta ini, orang tuaku memilih Matahari sebagai simbol bintang yang menerangi keluarga Trisidiantoro. Keluargaku
tinggal di galaksi bimasakti dan bintang di tata surya ini adalah matahari. Jadilah mereka memilih nama Bintang Matahari, yang mereka paduin sama bahasa
sangsekerta, jadi Radithya." Radith menjelaskan pertanyaan yang menurutnya unik. Seumur hidupnya, baru Neona yang membahas arti namanya.?
"Kalau nama kamu, Jyotika Neona itu artinya Cahaya Bulan kan ya?" Radith tersenyum senang, karena dirinya juga tahu arti nama tunangannya ini.
"Mas tepat sekali! Calon suami Neona ini cerdas sekali sih." Neona tersenyum ke arah Radith. Mendengar Neona menyebut ?calon suami?, membuat jantung Radith
terasa mau meloncat ke luar.
"Berarti dari nama, kita sudah jodoh ya? Bulan dan Bintang." Radith bertanya.
"Kalau dari arti nama Mas, Radithya itu Matahari. Matahari yang karena sinarnya membuat Bulan bercahaya. Matahari dengan sinarnya membuat Bulan tak sendiri
di langit yang gelap. Matahari yang seakan pergi meninggalkan Bulan di malam hari justru sebenarnya tidak pernah meninggalkan sedikitpun." Neona sukses
membuat Radith tersenyum lebar dengan dada penuh gemuruh. Ia senang dengan filosofi yang baru dikemukan Neona.?
"Mulai sekarang, aku berjanji akan selalu berada di sampingmu, entah menjadi Matahari yang sinarnya dipantulkan hingga Bulan bercahaya atau menjadi Bintang
yang berkelip indah menemani Bulan di malam hari. Aku dan kamu adalah satu, Na. Berjanjilah selalu ada di sampingku, apapun keadaannya. Karena aku hanya
mau berjuang denganmu." Radith mengutarakan permintaannya pada wanita yang dalam tiga bulan lagi ini menjadi istrinya. Ia berharap semesta memberikan restu
untuk menetapkan takdirnya bersama Neona.?
"Mas, Neona berjanji untuk selalu ada di samping Mas. Apapun keadaannya, kita berjuang bersama ya." Neona mengusap air mata harunya. Sampai detik ini,
dirinya masih belum percaya, bahwa cintanya kini milik pria yang bahkan pernah ia tuduh dengan semua spekulasi yang ada di dalam kepalanya.?
Radith memeluk Neona dengan penuh kasih sayang, hingga suara gaduh mengganggu kemesraan mereka.?
"Jadi, kalau ngga ada Bunda peluk-pelukkan gini ya? Ya ampun Mas, Mba.. Sabar kali! Kan sebentar lagi sah." Reno dengan kripiknya kini duduk di sofa dekat
dengan sepasang manusia yang saling mencintai itu. Reno hanya senang melihat Radith kikuk dan wajah malu sang Ibu gurunya.
"Ngga usah garuk-garuk tengguk juga Mas, Reno tahu itu ngga gatel. Mba Neona juga, ngga usah sok-sok memalingkan muka gitu. Reno sudah lihat kalian berpelukkan
kok." Reno masih setia menggoda Radith dan Neona.?
"Renoooo!!!" teriak Radith dan Neona kompak. Mereka sudah kesal dengan kelakuan Reno.?
"Ngga usah teriak-teriak Mas, Mba. Reno ngga budek. Lagian Reno bener kan ya? Oh iya, Reno lagi latihan nyebut Bu Neona dengan sapaan Mba Neona loh, meski
rasanya aneh yaa" Reno terbahak, sedangkan Radith dan Neona yang mendengarnya tersenyum bahagia.?
"Tuh kan, sekalinya dipanggil Mba Neona, jadi lupa mau marah sama Reno." Reno kembali berkomentar.?
"Ren, kamu kok usil banget sih. Kamu cari pacar kek sana. Biar ngga gangguin kita mulu." Radith tampak kesal dengan kelakuan adiknya, yang dinilainya semakin usil dengan hubungannya dengan Neona.?
"Giliran sudah dapat Mba Neona, gini ya? Dulu aja.. apa-apa ?Ren.. Mas harus apa? atau ?Ren.. ini gini gitu?. Benar-benar kacang lupa kulit!" Reno pura-pura
mendengus kesal. "Jadi, dulu Mas Radith segitu ganggunkamu ya Ren? Kapan-kapan ceritain ya, Mas kamu ini ngapain aja." Neona menuntut Reno untuk menceritakkan semua hal
tentang Radith, yang tentu saja, membuat Radith marah-marah tak setuju.?
"Ren, mau seleksi olimpiade, jangan macem-macem. Banyak amal, yang baik sama kakak sendiri. Jangan gitulah." Radith masih merajuk agar Reno menutup mulutnya.?
"Oh iya, ngomong-ngomong tentang olimpiade, pelatihan di tingkat kota gimana Ren? Enak ngga pelatihnya?" Neona mengubah tema pembicaraan.?
"Engga enak. Reno tidur pas dijelasin. Cuma pinjem catatan Clarissa saja. Mending diajar Mba atau Pak Leon." Reno menjelaskan apa yang ia rasakan selama
ini.? "Jangan jumawa kamu Ren. Orang ngajarin ya didengerin kali." Radith menegur adiknya. Dibanding dirinya, Reno memang lebih sering membanggakan dirinya.?
"Untung Clarissa baik ya sama kamu. Kalau dia pelit, kamu ngga dapet apa-apa dong dari pelatihan itu? Bener kata Mas Radith, kamu harusnya tetap dengerin
Ren. Mba bilang apa? Kamu harus tetap rendah hati." Neona mendukung Radith. Ia juga merasa Reno punya sifat jumawa yang takutnya akan membuatnya gagal.?
Reno hanya mengangguk, berharap dua sejoli ini berhenti menasihatinya. Radith dan Neona bisa berubah menjadi sosok kakek dan nenek yang bahkan lebih cerewet
dari Ayah dan Bundanya. Meski jadi korban kecerewatan Neona dan Radith, Reno bersyukur melihat kebahagiaan di mata Radith saat ini.
******? Hari ini Neona kembali mengajar Reno di rumahnya. Ia memang masih selalu mengajari Reno, meski sebenarnya itu adalah ekstra pelatihan yang diminta Reno.
Reno memang seperi ketagihan dengan Matematika, apalagi seleksinya hanya tinggal menghitung hari.?
"Mba, Matematika tuh kayak narkoba ya? Bikin nagih." Reno sudah selesai mengerjakan semua soal yang diberikan Neona. Sesi latihan ekstra ini sudah selesai.?
"Ya begitulah.. makanya jangan nolak matematika dulu. Matematika tuh asyik Ren. Bahkan kalau narkoba kan mematikan saraf otak, kalau matematika ya sebaliknya.
Logika kamu juga lebih hidup bukan?" Neona mengungkapkan apa yang menjadi pandangannya. Namun Reno menangkap hal lain.?
"Iya Mba, saking berlogikanya, Reno ngga ngerasa patah hati saat putus dari Nadhira." Neona merasa kata-katanya salah, meski di sisi lain, ia merasa penasaran
bagaimana Reno memutuskan Nadhira.
"Serius kamu? Jadi putus sama Nadhira yang kamu bilang wanita tercantik di sekolahan, ngga bikin kamu patah hati?" Reno menggeleng keras, dan Neona mengerutkan
dahinya tak percaya.? "Buat apa merasa patah sama orang yang ngga pantas. Nadhira ngga pantas jadi Reno. Dia ngga cukup cinta dengan Reno, makanya pas ada perjodohan ya dia
terima. Lagian selama ini, Nadhira ngga nerima Reno apa adanya kok. Dia mana mau kalau Reno ngga bawa mobil dan jalan-jalan ke mall. Kalau Mas Radith aja
bisa nemuin wanita sederhana kayak Mba, masa Reno mau kalah." Mendengar jawaban bijak Reno, Neona tersenyum bangga. Ternyata calon adik iparnya ini cukup
dewasa dalam mengambil sikap. Pantas tidak ada yang berubah dari Reno setelah putus dengan Nadhira, ternyata pemahamannya cukup dalam akan cinta.?
"Apanih yang ngga mau kalah dari Mas? Kamu mau ngambil hati Neona, Ren?" Suara Radith tiba-tiba memenuhi ruang keluarga tempat Neona dan Reno membahas
soal-soal.? "Kan orang gila! Mana mungkin sih Mas Reno cukup bahagia, Bu Neona bakal jadi kakak ipar Reno, jadi mana mungkin Reno begitu. Reno ngga mau kalah buat
dapetin cinta sejati kayak Mas Radith." Radith mengusap rambut Reno dengan gemas, setelah dirinya mendapat tatapan horror dari sang tunangan.?
"Ren, kamu kapan selesainya sih? Ada yang mau Mas omongin sama Neona nih." Radith sudah bergabung dengan adik dan tunangannya itu.?
"Sabar, ini juga sudah selesai kok Mas. Mba, Reno masukkin buku dulu deh ke kamar ya, tuh Mas Radith rese mau ngomongkan. Kalau Mas Radith macem-macem
cubit aja Mba." Reno merapikkan semua bukunya dan kini berjalan ke arah kamarnya.
"Mas mau ngomong apa?" Neona menggeser duduknya dan menghadap Radith.?
"Tentang persiapan pernikahan kita, Sayang. Sudah tinggal dua bulan lebih dikit loh." Radith mengingatkan. Sebenarnya semua sudah diurus rapi oleh Ibu
dan Bunda. Mereka memang sangat kompak. Radith dan Neona bahkan tidak merasa sibuk.?
"Eh iya juga ya Mas, ini kita yang mau nikah, kenapa yang rame orang tua kita ya? Aku senang semuanya mendukung, cuma pingin ikut ribet juga." Neona menanggapi
Radith.? Neona tak habis pikir, ternyata Ibunya sudah punya tabungan khusus pernikahannya. Bunda dan Ibu sempat berdebat tentang dana pernikahan yang ingin ditanggung 100% oleh keluarga Radith, namun Ibu menolak keras. Iya tidak mau ada istilah mentang-mentang dapet besan kaya. Meski itu tidak diungkapkan langsung, namun
sepertinya Bunda mengerti perasaan seperti itu.?
"Besok kita ke WO ya, milih desain undangan. Kalau gedung, katering, dekorasi, sama mas kawin sudah selesai diurus sama Bunda, Ibu dan Lendra dibantu sama
Ayah dan Bapak juga. Urusan kita tinggal foto pre-wed, milih undangan itu aja sama fitting baju terakhir." Radith mengingatkan semuanya.?
"Kalau semuanya sudah selesai, terus Mas mau ngomongin apanya?" Neona bertanya.?
"Masa kamu ngga engeh, ada hal penting yang belum diurus sama keluarga kita dan memang harus kita yang urus." Radith menatap serius ke Neona. Neona mencoba
melist semua hal, namun ia tidak menemukan clue apapun akan hal itu.?
"Apa sih Mas, Neona rasa semuanya sudah beres deh." Neona menggaruk kepalanya dan menunjukkan ekspresi bingung.?
"Kamu ngegemesin banget kalau lagi bingung kayak gitu. Yakin ngga tahu? Sini Mas bisikkin" Radith memajukkan wajahnya ke arah telinga Neona. Nafasnya Radith
yang terasa di kulit Neona membuat dirinya meremang. Kontak fisik mereka selama ini hanyalah bergandengan tangan dan berpelukkan di saat tertentu.?
"Ini tentang proyek penciptaan Radith dan Neona junior, Sayangku." Radith berbisik dan membuat Neona tersentak kaget.
"Mas Radith!! Ih, jangan mesum!" Neona teriak dan memukul Radith dengan bantal sofa.?
"Loh kok mesum? Kamu memang ngga boleh lupa bagian itu. Itu bagian penting, Neona sayang. Jadi kamu mau bulan madu kemana?" Radith menepis pukulan bantal
dan kembali bertanya pada wanita yang sudah memerah wajahnya.?
"Wajah kamu memerah kayak gitu kenapa, hmm? Sudah membayangkan ya?" Radith terkekeh, dan Neona mendengus kesal.?
"Well, maaf-maaf aku bercanda. Oke, sekarang serius. Kamu mau kemana buat bulan madu kita? Keluar negeri atau kemana?" Radith bertanya dan Neona berpikir.?
"Aku ikut Mas saja. Aku ngga punya destinasi impian. Buat aku, kemanapun perginya kalau bersama Mas akan membuat semua tempat menjadi destinasi impianku."
Jawab Neona.? "Jadi sekarang sudah bisa gombalin Mas? Bagus juga gombalannya. Mas seneng dengernya." Radith terkekeh dan Neona melolot kesal.?
"Ya sudah, kalau kamu minta Mas yang milih, Mas sudah netapin, kita akan kemana. Kamu ngga boleh protes ya Na." Radith tersenyum penuh misteri.?
"Kita mau kemana memangnya?" Neona jadi penasaran.
"Rahasia Sayangku." Radith mengacak rambut Neona dengan gemas. Neona tampak merajuk untuk mengetahui tempat mana yang akan dipilih Radith.?
"Mesra-mesraan teruuus yaAllah, kuatkan hati Langit Moreno ini. Semoga dirinya segera diberikan bidadari baik hati yang menemani hari-hari sepi ini. "
Reno merapalkan doa dengan kencang, mengganggu Radith dan Neona yang sedang bercanda dengan penuh cinta.
"Tumben berdoanya bidadari baik hati. Sudah sakit sama yang cantik ya?" Radith mengejek adiknya dan Neona tertawa keras.
"Cantik ngga penting. Buktinya Mas Radith nyari yang bukan karena fisik, dapetnya paket lengkap kayak Mba Neona." Reno berlalu menuju dapur.?
"Oh tentu, Bintang Radithya tidak pernah salah pilih, Langit Moreno!" Radith membalas perkataan adiknya dengan sombong dan bangga. Neona yang melihat interaksi
ini pun tertawa bahagia. Neona tidak pernah menyesal, mengiyakan tawaran les privat dari Reno waktu itu. Jika akhirnya sang kakak adalah calon suaminya.?
*** BAB 21 Reno mengikuti seleksi tingkat Provinsi pekan lalu. Pengumumannya memang tidak langsung seperti dua seleksi sebelumnya. Pengumuman ini akan mengambil waktu
sepekan. Hal ini dikarenakan, siswa yang lolos dari seleksi tingkat provinsi akan menjadi delegasi provinsi dan akan ditandingkan di acara final, tingkat
nasional.? Neona sudah sangat bangga dengan pencapaian Reno saat ini. Dirinya pun semakin sibuk dengan persiapan pernikahannya. Semua ia jalani dengan
suka cita. Tak terasa, semester genap akan segera berakhir. Bagi Neona, semester ini sungguh memberikan warna dalam hidupnya. Mulai dari mendapat tantangan dari Pak
Dedi terkait Reno dan matematika, Reno menjadi murid privatnya, gossip tentang dirinya dan Pak Yolly, Pernikahan Pak Yolly dan kini ia sedang mempersiapkan
pernikahannya dengan Radith, sosok yang tak pernah ia bayangkan selama ini.?
"Mba Neona, mau nikah dua bulan lagi ya?" Suara seorang wanita paruh baya menginturpsi lamunan Neona.?
"Eh iya Bu Indah. Undangannya segera ya Bu." Neona menjawab pertanyaan Bu Indah, guru Kimia.?
"Calonnya Mba itu, kakaknya Moreno ya? Ya ampun ganteng bangetkan orangnya?" Bu Indah masih bertanya.
Neona sudah kebal dengan setiap orang yang memuji ketampanan calon suaminya itu. Awalnya ini yang sangat ia hindari, namun semakin ke sini, Neona sudah
semakin terbiasa.? "Iya Bu, Kakaknya Moreno." Neona tersenyum dan tidak berniat menanggapi soal gantengnya Radith. Itu sudah jangan ditanya dan dijawab.?
"Beruntung banget sih Mba Neona, bisa dapetin anaknya Pak Abimanyu. Padahal keponakkan cantik Ibu yang dulu satu kampus pas kuliah S1 saja ngga dipilih
sama Bintang." Kini giliran Bu Laras, guru Sejarah yang tiba-tiba ikut nimbrung pembicaraan.
Sebenarnya Neona tidak begitu suka suasana rumpi seperti ini. Namun, ia harus tetap ramah dan sopan pada guru-guru seniornya ini. Lagipula, apa maksudnya
menekankan kata cantik tadi.?
"Wah keponakkan Ibu siapa namanya?" Bu Indah menanggapi.?
"Namanya Irish. Pasti Neona tahu kan ya? Bintang ceritakan tentang Irish? Ibu saja kenal Bintang, karena dulu Bintang diajak main ke rumah, dan kebetulan
ibu ada di sana." Bu Laras terus memberondong pertanyaan yang membuat Neona sedikit kesal.
Pertama, guru satu ini memang terkenal tukang rumpi dan menyebalkan. Kedua, mengapa dirinya tidak tahu siapa itu Iris??
"Ah, sepertinya Bintang belum cerita semuanya ya? Wah patut dipertanyakan tuh Mba, masa sudah mau nikah belum saling terbuk.."?
"Maaf Bu Laras, kelas kesenian di XI Sosial 3 sudah selesai. Saya rasa, kini giliran jamnya Ibu." Suara lain menginterupsi mulut Bu Laras. Bu Laras tampak
kesal karena ucapannya terpotong, langsung berlalu, menuju mejanya dan membawa bahan ajarnya.?
"Jangan dengerin orang lain, Na. Fokus sama apa yang sudah menjadi tujuan kamu. Gangguan pra-nikah itu biasa." Nasihat Yolly pada Neona.?
"Iya, Terima kasih Pak. Saya permisi, karena ada kelas di XI MIA 2." Neona hanya mengucapkan terima kasih, lalu berlalu. Yolly membuang nafasnya kasar.
Meski sudah sudah berbulan-bulan pernikahannya dengan Sandra berlangsung, nyatanya hati Yolly masih memilih Neona. Bahkan dirinya begitu terpukul dengan
berita pernikahan Neona. Mendengar Bu Laras memojokkan Neona seperti tadi, membuat Yolly menggeram dan masih ingin melindungin Neona. Baginya, Neona ?masih
menjadi prioritasnya. Ini salah?
******? "Bu, Ibu lagi berantem sama Mas Radith ya?" Reno mendekati Neona di jam makan siang. Sudah tiga hari ini, Neona tidak tampak bersama Radith. Yang Reno
tahu dari Radith, Sejak senin sore, Neona menolak jemputan Radith dan memilih menggunakan ojek on-line. Di mata Reno pun, Neona sedang tidak dalam mood
yang baik. Ia terlihat tidak semangat mengajar di kelas. Entah apa yang ada di dalam pikirannya.?
"Kamu disuruh sama Mas Radith buat tanya?" Neona bertanya balik.
"Engga kok. Lagian kalau sampai Mas Radith masih nanya lewat Reno, berarti hubungan kalian belum berhasil. Komunikasi kalian masih buruk." Reno menjawab
dengan santai. Neona merasa tertohok dengan perkataan Reno.?
Nyatanya memang begitu. Sejak Neona mendengar Bu Laras, berkata tentang keponakkan cantiknya, Neona justru tak pernah bertanya pada Radith. Karena Neona
pernah bertanya dulu, dan menurutnya bertanya tidak usah dilakukan dua kali. Kalau saat itu Radith tidak cerita, berarti Neona menganggapnya tidak ada.
Namun kalau ia mendapatkan info lain dari orang lain, berarti Radith menutupinya.
"Bu, saya benar ya? Ibu lagi ada masalah komunikasi sama Mas Radith?" Reno bertanya dan membuat Neona sadar dari lamunannya.?
"Bukan urusan penting Reno. Kamu tidak usah khawatir." Neona menjawab sekenanya.?
"Kalau bukan urusan penting, Ibu tidak perlu menghindar dari Mas Radith. Reno tahu, sejak kalian berpacaran, baik Ibu dan Mas Radith bagaikan tak terpisahkan.
Kalau tiba-tiba Ibu menghindar dari Mas Radith, pasti ada apa-apa. Jadi ada apa Bu? Mungkin Reno bisa membantu?" Reno masih penasaran dengan perubahan
sikap Ibu gurunya ini.? "Tidak ada apa-apa Reno. Kamu jangan pikirkan Ibu. Kamu lebih baik, pikirkan dan berdoa atas hasil seleksi kamu yang sebentar lagi keluar." Neona mengalihkan
topic.? "Kalau Ibu ngga ada apa-apa. Ibu tahu kalau akhir pekan depan, Bunda sama Ayah ngadain garden party buat anniv pernikahan mereka?" Reno masih bertanya.
Ia tersenyum miring, karena melihat wajah Neona yang sepertinya tidak tahu apa-apa. Ini sudah pasti, ada masalah antara Mas Radith dan Neona. Reno di sini
bertanya atas kemauannya setelah mendapat pertanyaan Bunda yang mempertanyakan "Mas, kamu kok ngga jemput Neona?" kemarin sore.?
"Belum ada yang ngasih tahu Ibu. Mungkin Ibu tidak diundang." Neona menjawab asal. Dalam hatinya semakin dongkol. Bagaimana bisa, acara sepenting itu,
Radith tidak memberi tahu dirinya. Apakah yang selama ini iya takutkan akan terjadi? Bahwa sebenarnya Radith memiliki cinta terpendam yang tidak tersampaikan?
Dan cinta terpendamnya bukan dirinya.?
"Bu, Ibu bercanda? Ibu bilang tidak diundang? Ibu itu calonnya Mas Radith, Mantu pertama Bunda dan Ayah, mana mungkin tidak diundang. Ini ngga mungkin.
Bukan Ibu yang tidak diundang. Tapi komunikasi Ibu dan Mas Radith sedang ada masalah." Reno geram dengan jawaban konyol Neona. Mana mungkin Neona tidak
diundang, bahkan tujuang sang Bunda merayakan ulang tahun pernikahannya karena ingin mengenalkan Neona di depan para kolega bisnis dan teman-teman arisannya.?
"Reno, ini sekolah jadi tolong bahas hal-hal yang terkait belajar dan mengajar." Neona kembali mengalihkan pembicaraan. Rasanya ia ingin berlari dan menangis
saat ini juga. "Baiklah, maafkan saya Bu, jika membahas masalah keluarga di sini. Saya hanya tidak mau kehilangan kakak ipar seperti Ibu. Percayalah Bu, Mas Radith tidak
akan tahu apa kesalahannya jika Ibu tidak mengatakannya. Saya dulu dengan Nadhira pisah karena kami sudah saling acuh dan tidak ada komunikasi. Jadi kami
memilih pisah. Saya tidak mau jika Ibu dan Mas Radith seperti itu. Saya permisi ya Bu. Maaf jika membahas hal seperti ini di sini." Reno pamit meninggalkan
Neona yang termenung di kursinya. Ia takjub dengan kedewasaan yang dimiliki Reno. Secara usia, Reno memang jauh darinya, namun Reno memang sudah memahami
beberapa prinsip berhubungan, bahkan lebih baik dari dirinya.?
*** BAB 22 Ini sudah lima hari sejak Neona menolak tawaran antar jemput dari Radith. Radith sebenarnya tahu ada yang salah dengan hubungannya dengan Neona kali ini.
Ia mencoba untuk tidak menghubungi dan memaksa Neona bercerita, karena Radith mau membangun keterbukaan di antara mereka. Sudah saatnya Neona belajar mengkomunikasikan
semuanya, bukan membiarkan semuanya berjalan sesuai dengan spekulasinya.
"Mas, kamu sama Neona lagi berantem ya?" Suara lembut Bunda mengganggu lamunan Radith yang kini sedang duduk di balkon rumah menikmati hujan yang turun.
"Biasa Bun, namanya hubungan. Masalah itu bukannya yang bikin hubungan semakin kuat?" Radith menatap sang Bunda.
"Masalah apa sih Dith, kalau Bunda boleh tahu? Kalian kan sudah mau nikah, jangan begini dong Dith. Kalian jangan berantem apalagi sampai berpikiran menyudahi
semuanya ya? Ayo diselesaikan baik-baik." Bunda merasa khawatir dengan hubungan sang putra sulungnya.
"Masalah komunikasi Bun. Radith cuma mau, Neona terbuka sama Radith. Bukan menghindar dengan asumsi liar yang terus dia tanam di kepalanya. Radith sebenarnya
juga tersiksa sudah lima hari ngga ketemu Neona. Cuma tahu kabar dari Reno, itu pun kata Reno, Neona ngga dalam keadaan baik." Terang Radith dengan wajah


Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

frustasi yang bercampur dengan kesal dan khawatir.
"Dith, cinta saja ngga cukup buat bangun rumah tangga. Kalian mau masuk ke fase terpenting dalam hidup seorang manusia. Menemukan pasangan hidup dan akan
memulai babak baru dalam hidup. Kalian butuh penyesuaian satu sama lain. Kalau ada yang beda, jangan dihindari. Tapi dicari solusi dari perbedaan yang
ada." Bunda memberikan nasihat dengan ekspresi yang tenang dan bersahaja.
Radith memeluk sang Bunda. Ia merasa semua yang dikatakan Bunda adalah kebenaran. Persamaan rasa cinta antara dirinya dan Neona saja tidak cukup untuk
menyiapkan diri menuju bahtera rumah tangga. Ia pun berniat untuk datang ke rumah Neona esok hari.
Sementara di rumah Neona, sang Ibu mendekati putri bungsunya yang akhir-akhir ini sering menyendiri di dalam kamarnya.
"Na, Ibu boleh masuk?" Ibu mengetuk pelan pintu kamar Neona. Tak berapa lama, pintu kamar dibuka oleh Neona. Ibu berdecak heran melihat penampilan Neona
yang bisa dikatakan buruk. Mata sembab, rambut kusut dan tissue yang bertebaran di sekitar kasur dan meja.
"Kamu kenapa Na? Ayo coba cerita sama Ibu." Sang ibu duduk di tepian kasur tempat Neona duduk sambil memeluk boneka beruang dari Radith.
"Kamu ada masalah apa sama Radith? Kalau kamu mau cerita, Ibu siap dengerin kok. Kamu kan biasanya curhat-curhat tuh sama Ibu. Ayo dong!" Ibu masih membujuk
Neona membuka mulut dan suaranya.
"Ih, calon pengantin jaman now tuh kalau ada masalah tuh malah ngurung diri di kamar ya? Bukan diselesaiin. Heran Ibu. Trend macam apa itu?" Ibu memancing
sang anak untuk mendelik dan tersenyum kesal.
"Nah gitu dong, Ibu ngomong direspon." Ibu mendekatkan dirinya ke arah Neona. Neona pun meletakkan kepala di paha sang Ibu.
"Ibu, kenapa jadi alay gitu sih bahasanya. Kayak murid Neona aja bahasanya. Bikin malu." Neona mengusap bekas air matanya. Sang Ibu mengusap rambut hitam
milik Neona. "Yang alay itu kamu. Mau jadi manten, malah nangis-nangis. Ini pasti ribut sama Radith deh. Radith ngapain kamu Na?" Ibu bertanya to the point.
"Mas Radith ngga jujur sama Neona. Dulu dia bilang ngga ada perempuan yang pernah deket sama dia. Tapi Bu Laras, guru di sekolah cerita, keponakkannya
itu sahabat Mas Radith. Setiap hari Bu, Neona malah ditunjukkin foto-foto keponakkannya sama Mas Radith. Mas Radith juga diem aja, ngeliat Neona ngambek.
Dimana-mana dibujuk kek." Neona meluapkan semua kekesalannya.
"Kamu itu loh. Kalau ada berita dari orang lain, tanyain dulu sama orangnya. Coba dengerin apa kata orangnya. Jangan asal ambil kesimpulan. Mana jiwa ilmiah
yang selalu kamu banggain di depan semua orang? Kalau masalah kayak gini aja, kamu larutin berhari-hari. Menurut Ibu, Radith ngga bohong. Mungkin saja,
dia ngga cerita karena perempuan itu ngga penting buat Radith." Ibu mencoba menjelaskan dan mengingatkan Neona. Sebagai wanita yang melahirkan Neona, Ibu
tahu dan paham perilaku Neona yang suka mengasumsikan apa-apa atas dasar informasi yang diterima inderanya. Bukan mencari kebenaran dengan bertanya dan
mencari bukti. "Tapi Bu Laras menjelaskan semuanya dengan foto-foto Ibu. Itu sudah jelas bikin Neona berkesimpulan kalau Mas Radith memang ngga jujur dan nutupin sesuatu."
Neona masih kekeh dengan kesimpulannya.
"Na, inget. Kamu mau jadi istri orang. Bukan seperti ini menyelesaikan masalah. Ini baru masalah kecil, kalau menurut Ibu. Rumah tangga ngga sesederhana
main masak-masakkan pas kamu kecil. Kamu harus berperan aktif juga dalam hubungan. Tanyain semuanya sama Radith. Diskusi bukan saling menuduh. Ibu ngga
mau ikut campur, kalian sudah besar. Ibu merestui kamu menikah bukan karena Ibu mau kamu segera pergi dari rumah, tapi Ibu mau kamu masuk fase dewasa baru
dalam hidup kamu. Inget Na, penglihatan kita terbatas untuk melihat kebenaran yang ada di baliknya." Ibu mengusap rambut Neona lagi. Kini Neona merenung.
Apa yang dikatakan Ibunya adalah benar. Neona memeluk Ibunya dengan erat dan mengucapkan banyak terima kasih.
Setelah Ibu keluar dari kamar Neona, sang Ibu mengambil telepon genggamnya lalu mencari nama dalam kontaknya dan memanggil nomor orang tersebut.
"Halo Mba Lina.. Gimana Mba? Radithnya sudah ditanya? Aku baru selesai nanya sama Neona nih. Masalah salah paham dan ngga saling terbuka ternyata. Neona
sudah aku nasihatin kok Mba." Ibu menceritakan apapun yang tadi ia bicarakan dengan Neona.
"Halo Tris, makasih ya sudah ngabarin kabar Neona. Tapi Neona sehat-sehat aja kan? Haduh aku kangen loh sama Neona. Radith juga murung di rumah." Bunda
menjawab telepon dari Ibu dengan ekspresi senang. Sejak Radith tak pernah menjemput Neona, Bunda adalah orang yang paling khawatir, hingga bekerja sama
dengan Ibu untuk saling menanyai kabar anak-anak mereka.
"Yaaa begitu Mba, Neona memang anaknya keras. Suka merasa pikirannya benar. Maafin Neona ya Mba, kalau nantinya Radith harus sabar ngadepin Neona." Ibu
meminta maaf atas kelakuan Neona, yang menurutnya keterlaluan.
"Ngga apa-apa Tris, sudah jadi tanggung jawab Radith buat bimbing Neona. Lagian Neona juga sudah yang terbaik untuk Radith. Mau kayak apalagi yang Radith
cari? Neona sudah yang terbaik. Jadi Neona apa kabar Tris?" Bunda bertanya lagi. Jujur ia hanya ingin tahu keadaan calon menantunya itu.
"Neonanya nangis sih tadi Mba. Cuma bagusnya dia masih mau makan. Ngga alay kayak abg." Ibu agak mengeluarkan candaannya dan Bunda pun tertawa.
"Semoga Neona dan Radith segera berbicara dan masalahnya segera selesai ya Tris. Oh iy, pekan depan aku ngadain pesta ulang tahun pernikahan, kamu datang
ya.. Harusnya Radith sudah kasih tahu Neona, tapi mengingat hubungan mereka lagi seperti ini, aku kabarin ke kamu dulu ya Tris. Kamu harus datang pokoknya."
Bunda berkata dengan nada merajuk dan memaksa. Ibu tertawa dan berjanji untuk datang.
Setelah mereka berbincang-bincang hal lain. Sambungan telepon mereka pun berakhir. Ada hal yang disyukuri Ibu terkait Radith dan keluarganya. Awalnya saat
Ibu tahu Radith adalah anak keluarga konglomerat, dirinya sedikit tidak yakin. Sedikit banyak, pemikiran Neona mempengaruhi dirinya. Namun melihat bagaimana
Bunda bersikap dan bahkan kini menjadi temannya, membuat Ibu semakin yakin melepas putrinya untuk hidup bersama Radith.?
*** Bab 23 Sabtu pagi kali ini tidak ramai seperti biasanya, karena Lendra dan keluarganya sedang berlibur ke luar kota. Jadilah Neona menjadi sebatang kara tengah
sibuk membersihkan ini itu di rumahnya. Ibu dan Bapak ada kondangan, sehingga setelah selesai bersih-bersih, dirinya memilih duduk sendiri di ruang keluarga.
Didekapan Neona, terdapat boneka teddy bear pemberian Radith yang tengah ia peluk dengan erat.
Tak berapa lama berselang, suara mesin mobil terdengar lalu mati di depan pagar rumahnya. Firasat Neona, sang pengemudi mobil adalah pria yang sedang sangat
ia rindukan. Benar saja, sesosok pria dengan badan atletis keluar dari mobil dan memencet bel rumah Neona.
Neona tidak bisa membohongi dirinya, bahwa ia menahan rindu yang teramat pada calon suaminya itu. Ia pun berlari ke arah depan dengan tangan yang masih
membawa boneka pemberian sang tunangan, seakan lupa dengan marah yang menjadi alasannya untuk menjauh dari Radith.
"Assalammualaikum, Naa... ini Mas Radith." Radith tetap berteriak, padahal bel sudah ia pencet. Ia merasa was-was karena tidak menemukan ada mobil Bapak
dan Mobil Lendra yang biasanya terparkir rapi saat akhir pekan seperti ini.
"Waalaikumsalam, masuk, Mas." Sosok Neona dengan boneka teddy di tangan kanannya membuat Radith sontak mengulum senyum.
Bagaimana bisa, wanita yang akhir-akhir ini menghindari dirinya dengan aksi menolak dijemput dan tidak menjawab semua panggilan teleponnya, kini berada
di depannya dengan tampang super kusut namun membawa boneka pemberiannya.
"Hai Na, kamu sehat-sehat aja kan?" Radith kini sudah masuk ke dalam rumah Neona. Duduk di sofa ruang keluarga dan Neona sudah duduk di depannya. Hati
Neona berbuncah bahagia bisa bertemu dengan Radith hari ini. Satu sisi jiwanya merutuki aksi ngambeknya itu.
"Mas Radith.." Neona memanggil nama Radith dengan ragu-ragu.
"iya, Na?" Radith memandangi wanita yang sudah menjungkir balikkan hidupnya itu.
"Neona kangen. Mau peluk." Neona berkata itu dengan cepat. Karena setelah itu, ia membenamkan wajahnya dalam pelukkan boneka teddy. Radith yang mendengarnya
kaget dan bahagia di sisi lainnya. Kalau ngambeknya Neona membuat dirinya lebih ekspresif seperti ini, Radith tak menyesal, meski tak mau mengalaminya
lagi. "Kalau kangen, kenapa meluknya boneka? Katanya mau peluk, sini dong, Na." suara Radith terdengar menahan tawa dan justru membuat Neona semakin malu. Dirinya
tak mau menatap Radith. Dia yang menjalankan aksi ngambek tanpa penjelasan, tapi dia juga yang mengatakkan bahwa dirinya kangen. Ini memalukkan. 'Dasar
Wanita!' rutuk Neona pada dirinya sendiri.
"Hey, kok makin erat meluk si teddy. Enak banget ya jadi dia. Lebih sering dia, kamu peluk daripada aku. Sini dong, Na." Radith mendekat ke arah Neona.
Dari aroma parfum yang semakin kuat, Neona tahu, bahwa jarak Radith dan dirinya semakin dekat. Hingga pemandangan di depan mata Neona hanya tinggal kaos
biru navy. Itu pakaian Radith. Teddy yang menutupi wajahnya sudah diambil Radith yang kini sudah memeluk Neona dengan erat.
Neona meletakkan wajah di dada bidang Radith, dan Radith meletakkan kepalanya di puncak kepala Neona. Untuk beberapa saat, mereka diam dengan keadaan ini.
Mereka melepaskan semua emosi yang mereka pendam selama ini. Merasakan kehadiran satu sama lain. Meyakinkan bahwa jiwa mereka saling merindukkan.
Hingga akhirnya Neona mengendurkan pelukkan Radith. Matanya memandang wajah tampan milik calon suaminya itu.
"Masih kangen, hmm?" Radith menurunkan pandangan dan matanya difokuskan untuk menatap wanita yang ia sangat cintai ini. Neona memeluk Radith sekali lagi.
Ia merasa bersalah, sudah menuduh macam-macam tanpa bertanya dulu. Ia mengakui, bahwa dirinya sudah terlalu kekanakkan. Reno dan Ibu nya benar. Neona yang salah.
"Maa.. ma mafin aku ya Mas." Neona berkata lirih dan terbata disela-sela pelukkannya.
"Sssts... Jangan minta maaf, atas kesalahan yang ngga aku ketahuin. Kamu harus cerita dulu, apa yang kamu lakuin, aku nilai dulu itu salah apa ngga, baru
aku maafin kalau itu memang salah." Bisik Radith di telinga Neona.
Neona kini melepas pelukkan Radith dan duduk agak berjarak, karena ia mau menjelaskan semua hal. Semua yang dikatakan Bu Laras, semua bukti-bukti yang
ditunjukkan padanya. Radith mendengarkan dengan seksama tanpa menyela perkataan Neona.
"Hmm... Well, Mas maafin kamu, yang ngga mau nanya sama Mas dulu. Kedua Mas maafin kamu yang sudah bikin Mas rindu setengah mati karena kamu menjauhi Mas
tiba-tiba. Tapi Mas juga minta maaf, karena ngga menceritakan ini sama kamu. Mas ngerasa Irish cuma teman baik Mas. Tidak ada hal yang spesial. Memang
dulu kami sering dijodohkan, namun hati Mas tidak memilih dia sama sekali. Kami masih berteman biasa sampai saat ini." Radith menjelaskan semua hal pada
Neona. Dalam dirinya ia ingin tertawa dengan tingkah Neona. Radith jelas tak akan marah, meski ia kesal. Karena ini masalah konyol.
"Masa sih teman biasa. Kata orang, pria wanita bersahabatan itu bohong." Neona masih mendebat Radith. Ia masih belum percaya apa yang dikatakan oleh Radith.
"Foto-foto Mas sama Irish tuh mesra banget ya, kita aja belum pernah foto kayak gitu." Neona mengungkap perasaan cemburunya. Radith tersenyum lebar. Akhirnya
dirinya bisa menemukan ekspresi cemburu dari wanita spesialnya ini.
"Kalau kita mau foto-foto mesra, ayo deh. Jangan nunggu pre-wedding gimana? Lagian gini-gini. Irish itu sudah jadi istri temen aku Na. Kamu inget aku pernah
cerita tentang Satrio? Partner bisnis aku di Bengkel? Itu dia suami Irish. Makanya kalau diprovokasi nanya dulu sama Mas. Kamu mau lihat foto aslinya?"
Radith mengeluarkan handphone dan membuka galeri foto dari media penyimpan data yang ada di handphone-nya.
Folder : Collage's Life dibuka oleh Radith.
Radith menunjukkan semua foto aslinya. Sebenarnya foto-foto itu berisikan 3 orang, dimana Irish berada di antara Satrio dan Radith. Foto Radith dan Irish
di Golden Brigde pun aslinya ber 3. Ada Satrio yang memang kuliah di sana juga. Jadi semua adalah provokasi Bu Laras yang entah apa maksudnya.
"Jadi, sekarang kamu percaya sama Mas kan, Na? Gini deh, kalau ngga percaya, kita ke rumah Satrio aja sekarang, gimana? Biar kamu kenalan sama Irishnya.
Biar ngga salah paham. Lagian aku heran, apasih tujuan Bu Laras, ngasih foto-foto ini. Mas memang kenal dia pas dulu Irish ulang tahun. Ngadain pesta di
rumahnya terus ya, Mas dateng sama Satrio. Irish sama Satrio sudah berpacaran sejak kami masih tingkat 2. Sebelum ke Amerika mereka menikah." Radith menjelaskan
semuanya, bahkan kini ia menggoda Neona yang bersemu malu. Neona mengutuk semua asumsi yang tumbuh subur di kepalanya. Ia mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana
bisa, ia menghindar dari Radith selama sekian hari, hingga dirinya harus menangis setiap malam, hanya untuk hal yang bersifat isu belaka. 'Bu Laras ini
siapa sih?' tanya Neona dalam hati.
"Percaya kok Mas, maafin Neona yaa.." Neona memberikan ekspresi menyesalnya, dan itu membuat Radith gemas. Astaga bahkan kini ia malu melihat wajah Radith.
"Iya, maafin Mas juga, kamu belum Mas kenalin ke teman-teman Mas. Kapan-kapan kita main ke Bengkel ya? Kamu kenalan sama semua orang di sana. Toh kamu
kan bentar lagi jadi Nyonya Bintang Radithya, kamu itu Bu Bosnya." Radith mengacak rambut Neona dengan gemas. Ia juga punya andil salah dalam kasus ini.
Ia belum mengenalkan Neona dengan para teman-temannya.
"Jadi sudah ngga marah sama Mas?" Radith menatap Neona dengan senyum yang sangat dirindukan Neona.
"Ngga! Marah sama Mas itu hal terbodoh di muka bumi ini. Aku nyesel." Neona berkata jujur. Terserah Radith mau menggodanya atau tidak, baginya jujur akan perasaannya adalah yang terbaik.
"Aku juga nyesel biarin kamu selama ini. Aku minta maaf, ngga langsung ngejar-ngejar penjelasan dari kamu. Mas mau melatih calon istri Mas ini, untuk terbuka
dan mengkomunikasikan semuanya. Meski ya, Mas juga ngga tahan sama rindunya sih. Makanya akhirnya Mas datang hari ini. Ngga nyangka yang ngambek rindu
juga." Radith terkekeh, dan Neona kesal melihat ekspresi wajah Radith yang memang selalu membuat dirinya kesal dan senang di waktu bersamaan.
"Jangan godain Neona mulu aaah! Sudah, masalah ini tutup ya. Kesimpulannya Neona yang salah dan Neona janji ngga bakal ngulanginnya lagi." Neona menghentikan
tawa Radith. "Kamu ngga salah, Sayang. Semuanya butuh penyesuaian. Kita harus begini biar semakin kenal satu sama lain. Benar?" Radith tersenyum lembut dan Neona mengangguk.
"Eh Mas, aku belum bikinin minum. Astaga.. tunggu ya." Neona bahkan baru ingat, dirinya belum membuatkan apa-apa karena hal pertama yang ia rasakan saat
bertemu Radith adalah melepas rindunya. Radith mengangguk dan menyilahkan Neona ke dapur.
Saat Neona sedang serius mengaduk teh manis kesukaan Radith, tiba-tiba Radith berlari ke dapur. Neona diangkat dan dipeluk erat oleh Radith.
"Makasih yaa Na! Makasih, Sayang!" Radith hanya mengatakkan itu dengan terus memeluk Neona erat.
"Makasih? Makasih apa Mas? Astaga Mas.. aku sesek nafas" Neona sudah mulai merasa sesak, akibat Radith memeluknya dengan sangat erat.
"Ini tentang Reno, Na. Renoo.." Radith mengendurkan pelukkannya dan Neona kini sudah mulai bisa bernafas. Ia melepaskan pelukkan Radith dan menangkap wajah
Radith. "Reno kenapa Mas?" Neona bertanya khawatir dan bingung.
"Reno lolos jadi perwakilan Provinsi. Dia wakil provinsi buat OSN cabang matematika." Radith melengkapi informasi yang sejak tadi ia katakan terpotong-potong
karena saking bahagianya. Kini giliran Neona yang memeluk Radith. Bagaimana pun, itu membuat Neona merasa berhasil menjadi seorang guru.
"Kita ke rumah aku sekarang ya.. Bunda yang minta." Radith mengatakan permintaan Bunda tadi di telepon yang langsung disambut anggukan oleh Neona. Dirinya
bergegas ke kamar, mengecek handphonenya yang ternyata memang sudah ramai. Menjadi ramai karena hanya Reno yang lolos dalam olimpiade itu. Sedangkan Clarissa
yang selalu diprediksi akan menjadi juara OSN justru tak lolos.
"Neonaaaa sayangkuuu!! SIni nak!" suara Bunda menggema di seluruh ruangan. Ayah bahkan sampai menutup telinganya. Kini Radith dan Neona sudah sampai di
Rumah Radith. Bunda adalah orang yang paling bahagia hari itu. Pertama, anak bungsunya menjadi wakil provinisi untuk olimpiade mata pelajaran yang pernah
membuatnya hampir tidak naik kelas. Kedua, Neona sudah bergandengan mesra dengan Radith.
"Makasih ya Sayang, makasih banget. Bunda sayang banget sama kamu. Bunda kangen loh sama kamu. Sudah lama kamu ngga main ke rumah ini. Kamu ngga ribut
sama Radith kan? Radith ngga jahat kan?" Bunda membuat Neona bingung mau jawab yang mana duluan.
"Bunda, Neona bingung itu, jangan ditanya begitu banget kenapa?" Radith merajuk membela Neona karena sang tunangannya itu memang terlihat bingung dengan
kelakuan Bundanya. "Haduuh, soalnya Bunda baru seneng banget denger Reno lolos, terus kalian sudah dateng berdua lagi." Bunda melepas pelukkannya dan mengajak Neona duduk
di sofa ruang tamu. "Renonya mana Bun? Kok ngga ada?" Radith mencari sosok adiknya.
"Masih di kamar. DIa lagi telepon temennya." Bunda menjawab. Radith dan Neona saling pandang hingga sosok Reno datang.
"Ini dia, my dearest brother! Mas bangga Dek! Mas bangga!" Radith memeluk Reno, hingga Reno sesak nafas.
"Duuh, mau mati! Mba Neona kalau dipeluk sama Mas Radith mau mati juga ngga?" Reno melempar pertanyaan yang membuat pipi Neona merah padam, mengingat dirinya
memang tadi dipeluk oleh Radith sampai sesak nafas.
"Mba Neona diam terus pipinya memerah, sudah pasti jawabannya iya." Reno masih menggoda sang guru.
"Reno, kamu itu loh. Bukannya makasih sama Neona, malah digodain gitu. Lihat itu Mba kamu mukanya jadi merah begitu." Bunda menengahi keadaan yang selalu
diciptakan Reno. "Eh iya, maaf-maaf. Makasih ya Mba. Berkat Mba, sekarang Reno bahkan final OSN. YaAllah dulu mikirnya yang penting matematika lulus. Ini sampai ke OSN.
Makasih ya Mba." Reno mengucapkan terima kasihnya pada Neona.
"Terima kasihnya ngga usah sambil peluk ya Ren, Neona punya Mas." Ucap Radith dengan protektif.
"DIsah-in dulu Radith, baru itu milik kamu." Suara Ayah justru menginterupsi kedua kakak beradik ini.
"Tuh denger Mas. Sebelum sah, Mba Neona belum milik Mas. Ya sudah deh Mba, Reno cium tangan aja ya. Kayak murid sama guru di sekolah." Reno mengambil tangan
Neona, Bunda dan Neona tersenyum geli.
"Gaya nyium tangan kamu bukan kayak siswa sama guru. Tapi kayak pangeran ke tuan puteri gitu sih. Awas kamu ya Ren!" Radith dengan kecemburuannya membuat
Neona mendekat dan mengelus lengan kekar milik Radith.
Mereka makan siang bersama dengan suasana bahagia. Reno masih saja bercerita tentang ketidak nyangkaannya bisa lolos sampai tahap nasional. Reno juga menceritakkan
ketidak percayaannya tentang Clarissa yang tidak lolos. Ia tampak sedih, bagaimana pun Clarsissa banyak membantu dirinya. Bahkan sudah dipastikan satu
sekolah lebih mendukung Clarissa untuk lolos daripada dirinya.
"Itu yang Mba bilang sama kamu Ren. Di olimpiade semua hal bisa terjadi. Ngga ada yang jagoan, sebelum diputuskan sebagai juaranya. Semua bisa terjadi.
Persiapan yang oke, bisa hancur karena kondisi jiwa di hari H. Kamu makanya jangan jumawa. Tetap konsentrasi. Semua akan lebih berat, tapi bukan berarti
jadi takut dan minder." Neona memberikan nasihat pada murid sekaligus calon adik iparnya ini.
"Dengarin Neona tuh Ren. Jumawa sama usilnya dikurangin. Banyakkin amal, biar bisa menang. Kalau kamu juara OSN, Mas kasih mobil Porsche Macan punya Mas.
Neona ngga suka sama mobil itu soalnya." Radith masih ingat, betapa Neona kesal dengan mobil mewah itu.
"Aku ngga pernah bilang ngga suka kok. Cuma itu mewah banget Mas." Neona membela diri.
"Bener ya Mas, itu mobil buat Reno. Eh terus, Mas mau beli mobil lagi?" Reno bertanya.
"Yups, mobil keluarga. Mas kan sebentar lagi punya keluarga, jadi sudah saatnya punya mobil yang oke buat keluarga." Radith melirik Neona yang tersipu
malu mendengar kata keluarga dari mulut Radith.
"Eh iya, pekan depan, Bunda sama Ayah mau ulang tahun pernikahan ke 30 tahun. Kamu sudah tahu dari Radith kan, Na?" Bunda bertanya pada Neona.
"Sudah tahu dari Reno kok Bunda." Neona menjawab dengan jujur.
"Iyaaa... habisnya kan kita baru berantem, jadi nya Radith belum sempet ngomong, Baikkan aja baru tadi pagi, Bun." Radith bahkan baru ingat, dirinya belum
memberi tahu hal itu pada Neona.
"Kalian mau menikah, jangan kebanyakkan berantem seperti itu. Semua harus diomongin. Radith, kamu sebagai calon kepala rumah tangga, juga jangan lepas
tangan begitu. Bagaimana pun keadaannya kamu yang pegang kendali, bimbing Neona dengan baik. Neona juga harus terbuka sama Radith. Pria tidak akan tahu
apa salahnya,kalau kamu tidak ingatkan." Ayah memberikan nasihat pada Radith dan Neona.
Meski Neona tidak begitu dekat dengan Ayah, namun Neona sangat menghormati Ayah seperti orang tua kandungnya. Radith dan Neona pun mengangguk nurut dengan
nasihat sang Ayah. Bagaimanapun, masalah pra nikah itu belum ada sekuku hitamnya masalah kehidupan berumah tangga yang sebenarnya, bukan?
'Semoga kamu memang Bulan yang selalu menemani Bintang di angkasa ini. Bahkan di dalam keadaan gelap sekalipun.' Doa Radith dalam hati.
'Semoga kamu adalah Bintang terang yang menemaniku dalam pekatnya malam, dan juga Matahari yang memberikanku cahaya, sehingga aku bisa bersinar di tengah
pekatnya malam.' Doa Neona dalam hati.
*** BAB 24 Setelah pengumuman seleksi tingkat provinsi, kini Reno menjalani pelatihan di tingkat provinsi. Neona dan Radith sudah kembali menjadi pasangan romantis
seperti biasanya. Ibu, Bapak, Mas Lendra dan Mba Lala tertawa terbahak-bahak saat mendengar kisah Neona tentang alasan mengapa dirinya mendiamkan dan menjauhi
Radith selama itu. "Uluuh uluuh.. adik Mas, yang kata cerdas ini ternyata oon ya! Irish kan memang istrinya Satrio! Mereka pacaran sejak kuliah, sejagad kampus juga tahu.
Wahahaha Neonaa Neonaa...." Lendra masih memegangi perutnya. Ia masih tidak percaya adiknya ini marah, pada hal yang belum ia tahu kebenarannya. Bahkan
Lendra tahu kisah cinta Irish-Satrio saat mereka masih menjadi mahasiswa dulu.
"Ya, mana tahu kalau bahkan Irish sudah nikah. Bu Laras ngga bilang. Malah ngasih foto-foto yang ternyata dia crop." Neona mendengus kesal.
"Kan sudah Mba bilang, semuanya ditanya dulu Na. Jangan percaya sama asumsi diri. Mba percaya, Radith tuh sayang banget sama kamu kok. Lihat deh, caranya
memperlakukan kamu, Radith sudah mentok sama kamu, Tinggal kamunya, percaya ngga sama Radith." Mba Lala memberikan nasihatnya juga.
Neona memang harus mengakui, semua perkataan Mba Lala itu benar. Jangankan Mba Lala yang hanya melihat, Neona yang menjalaninya saja, tahu dan yakin, cinta
Radith untuk dirinya begitu besar. Bahkan terkadang Neona suka merasa malu, karena ia belum tahu, secinta apa dia pada Radith. Iya kah ia memiliki cinta
yang besar untuk Radith? Seberapa besarnya?
Obrolan di akhir pekan dengan judul Neona dan dramanya harus berakhir, karena hari semakin malam, dan esok mereka semua diundang menghadiri pesta ulang
tahun pernikahan Abimanyu Trisdiantoro dan Herlina Trisdiantoro. Pasangan calon besan keluarga Bagaskara yang terakhir.
******* "Hai Sayang! Kamu cantik hari ini." Radith memuji penampilan Neona. Sejak bersama Radith, Neona memang semakin merawat diri. Setidaknya meski tubuhnya
tinggi dan besar, iya tetap menjaga penampilannya dengan olah raga dan melakukan perawatan wajah dan rambut.
"Mas juga selalu tampan." Neona memuji sang calon suami yang memang tidak pernah terlihat jelek. Dalam hatinya, Neona penasaran bagaimana tampilan Radith
saat ia baru bangun tidur. Apakah masih tampan seperti ini? Atau semakin tampan?
"Kamu mikir apa, hmm? kebiasaan mikir deh. Nanti dahi kamu cepet keriput loh." Radith mengusap dahi Neona yang berkerut.
"Ah, engga mikirin apa-apa. Cuma mikir, Mas kapan jeleknya sih? Kenapa selalu tampan, kapan pun dan dimana pun? Aku heran. Minder juga. Kayaknya baru kita
deh, pasangan yang cowonya tampan, cewenya gede kayak raksasa gini." Ekspresi wajah Neona malu. Sejak sampai di rumah Radith dan memperhatikan wanita-wanita
yang diduganya sebagai anak dari teman-teman Bunda dan Ayah, dirinya merasa minder.
"Hey, dengerin aku. Sudah berapa kali aku bilang. Aku mencintai kamu karena itu kamu. Fisik ini akan menua dan rusak, Sayang. Kamu dengan apa yang ada
di dalam dirimulah yang abadi. Aku cinta kamu apapun yang terjadi. Kamu tidak punya kekurangan yang harus aku terima, karena kamu sempurna untuk aku."
Radith menangkup pipi Neona dan memandangnya penuh dengan cinta. Neona bahagia bisa menemukan dan dicintai pria seperti ini.
"Eheem.. yang ulang tahun pernikahan itu Bunda sama Ayah ya, kenapa Mas sama Mba yang mesra-mesraan di sini. Bikin mata panas aja sih!" Reno datang menganggu
adegan romantis Neona dan Radith.
"Loh, ada Clarissa. Hai Sa, kamu diundang Reno ya?" Neona menangkap sosok Clarissa di balik tubuh Reno.
"E.. eh... iya Bu, Reno yang paksa saya buat ikut. Padahal saya ngga mau. Saya malu Bu." Clarissa tampak kikuk dan asing dalam keadaannya saat ini. Neona
melihat sosok Clarissa benar mirip dengan dirinya. Clarissa adalah tipe wanita tangguh, yang meski ia tidak lolos, ia tetap ceria dan berlapang dada. Bahkan
yang ia tahu dari Reno, Clarissa tetap mau menemani Reno belajar.
"Kenapa malu Clarissa? Kamu bisa bareng sama Ibu kok." Neona tersenyum manis dan lembut ke arah siswi yang tidak pernah peduli dengan kerasnya dunia pergossipan
sekolah. Clarissa hanya fokus belajar dan belajar.
"Kalau kamu sama Clarissa, aku sama siapa? Sudah biarin aja, Clarissa tanggung jawab Reno, kamu sama aku." Radith menarik tangan Neona, menggenggamnya
dengan erat. Sungguh posesif dan protektifnya pria ini.
"Emang dasar kakak posesif alay! Semua aja dicemburuin. Yuk Sa, kan Gue sudah bilang, kamu bareng aku. Kita ambil minum dulu." Reno mengajak Clarissa menjauh
dari Radith dan Neona. Saat Radith dan Neona sedang menikmati kue kecil, seseorang menepuk bahu Radith.
"Dith, Hei!" "Eh.. Wey Yoo! Thanks ya sudah dateng. Sama istrikan?" Radith menyambut Satrio dengan pelukkan persahabatan.
"Iya, ini Irish. Rish, sini. Kemarin katanya mau lihat calonnya Radith." Satrio memanggil seorang wanita yang sedang menggandeng seorang putri kecil. Satrio
sendiri sedang menggandeng anak lelaki yang diduga usianya lebih tua dari putri kecil itu.
"Hai, Dith! Bagaimana kabar Lo? Kata Mas Rio, kamu mau nikah? Kenalin dong sama calonnya." Wanita bertubuh model dengan kulit putih itu pun mendekat ke
arah Neona dan Radith. Radith merasa ini waktu yang pas untuk mengenalkan sosok Irish yang membuat Neona marah dan mendiaminya sekian hari.
"Yoi nih Rish. Ya ngga mau kalah dong gue sama lo berdua. Ini calon gue. Na, ini Irish sama Satrio, suaminya. Ini anak-anak mereka." Radith menyilahkan
Neona berkenalan dengan dua sahabatnya itu. Sejak kuliah, Radith memang dijodohkan dengan Irish, hingga sempat membuat Satrio minder, namun setelah Radith
memastikan bahwa dirinya tidak menganggap Irish lebih dari teman, Satrio baru percaya diri. Ternyata Irish pun memiliki cinta yang sma dengan Satrio, dan
sering terganggu dengan gossip antara dirinya dengan Radith.
"Astaga, calon Lo oke banget ya. Gue denger ini guru adek Lo ya? Modus Lo bagus juga ya Dith. Pantesan daridulu ngga mau ngajarin Reno, biar Reno punya
guru les ya, terus Lo modusin?" Irish membuat Neona tertawa terbahak. Ia teringat betapa banyak modus yang dilakukan Radith dulu.
Irish akhirnya memilih mengobrol dengan Neona. Neona juga merasa Irish adalah wanita cantik yang baik dan ramah, Ia tidak harus cemburu seperti kemarin,
jika tahu wanita bak model ini sangat mencintai Satrio. Hidup susah pernah mereka lalui. Pertentangan pernah mereka lalui. Menikah di usia muda dan berada
di negeri lain adalah tantangan tersendiri untuk mereka. Irish menceritakan semuanya pada Neona. Neona merasa memiliki punya teman barunya. Tadinya ia
mau bertanya, hubungan Irish dengan Bu Laras si sumber gossip. Tapi ia merasa itu tidak perlu. Toh, kini tahu kebenaran tentang siapa Irish untuk Radith.
Sementara Neona sibuk berbincang dengan Irish, Radith juga bercengkrama dengan Satrio. Ia membahas rencana pengrekrutan montir baru. Hal ini terkait dengan
rencana mereka mempeluas bengkel dan menambah jenis service pada bengkel mereka.
Acara ulang tahun pernikahan Abimanyu dan Herlina yang tidak lain adalah Ayah dan Bunda Radith dan Reno, berlangsung meriah. Banyak teman dan kolega bisnis
dari Ayah Radith. Beberapa dari mereka membawa serta anak-anak mereka, yang juga teman-teman Radith. Neona sempat was-was adanya adegan mirip sinetron
atau novel yakni datangnya seorang wanita model yang memeluk calon suaminya dengan niat merebut, karena obsesinya.
Nyatanya sampai acaranya selesai, bayangan buruk itu tidak ada. Neona mulai berpikir untuk tidak selalu berpikir buruk. Apalagi berpikir buruk karena terlalu
banyak membaca atau menonton hasil karangan manusia, seperti novel dan sinetron.
"Na, terima kasih ya sudah dateng acara ulang tahun pernikahan Bunda sama Ayah." Kini Radith sedang berdiri di samping Neona. Mereka berada di balkon halaman
belakang. Sisa-sisa pesta masih terlihat.
"Sama-sama Mas. Bunda sama Ayah kan sebentar lagi jadi orang tuaku juga. Semoga kita juga bisa merayakan ulang tahun seperti mereka yaa.. Bahkan sampai
ulang tahun emas dan lebih." Neona mengucapkan keinginannya tulus. Membuat senyum di bibir Radith terbit.
"Berjanjilah untuk selalu ada di samping aku Na. Apapun yang terjadi. Berjanjilah untuk terus berjuang bersamaku. Jangan pergi, karena kamu yang aku mau."
Radith menggenggam tangan Neona dan mengecup punggung tangan Neona dengan penuh kasih sayang.


Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku berjanji pada Mas, akan selalu ada di samping Mas, dengan apapun keadaanya. Bimbing aku untuk menjadi wanita, istri dan seorang Ibu yang baik ya Mas."
Neona mengusap lengan Radith. Dalam beberapa saat, mereka saling memandang dan berjanji dalam hati mereka masing-masing. Mereka terus berdoa, takdir yang
datang pada mereka adalah apa yang selama ini mereka inginkan.?
*** BAB 25 Sudah dua pekan berlalu setelah pengumuman Reno lolos menjadi wakil provinsi untuk ajang OSN yang akan diadakan sepekan lagi di Surabaya. Pekan ini sebenarnya
adalah pekan Ujian Akhir Sekolah. Namun, Reno mendapatkan dispensasi dan dirinya sedang di karantina untuk menjalani pelatihan intensif selama satu pekan
ini. Radith merasa senang dengan keadaannya ini. Ketidak hadiran Reno diantara dirinya dan Neona membuat Radith menyusun rencana manis untuk sang tunangan.
Apalagi, Neona akan ikut mendampingi Reno selama bertanding di tahap nasional nanti.
"Na, kamu bakal nemenin Reno 3 hari di Surabaya? Kok jadi Reno enak banget sih. Sama kamu mulu." Radith mengajukkan protesnya. Ia merasa dari awal, Reno
selalu mempunyai posisi lebih dekat dengan Neona.
"Mas cemburu? YaAllah Mas, Reno kan adik kamu. Justru kamu seneng dong, aku deket sama adik kamu. Ini juga tugas dari Pak Dedi, karena dari awal Reno itu
murid yang dititipin beliau untuk aku." Neona menahan tawa melihat sikap Radith yang sebenarnya menggemaskan ini.
"Iya, aku cemburu. Suka ngga suka kalau kamu deket banget sama Reno. Dari awal, Reno gampang banget bikin kamu ketawa. Aku sama Reno menarikkan siapa Na?"
Radith masih dalam mode bermanja-manjaannya. Sebenarnya ia merasa geli dengan kelakuannya, tapi ia senang bermode seperti ini. Toh Neona tidak keberatan.
2 "Mas kalau cemburu lucu ya. Aku kan cintanya sama Mas, aku juga mau nikahnya sama Mas." Neona memberikan tatapan serius pada calon suaminya yang pada akhirnya
ia ketahui protektif dan sedikit posesif.
"Mas ikut aja yaa, nemenin Reno juga. Jadi biarin Reno yang ujian, kita jalan-jalan Na. Gimana?" Radith memberikan tawaran ide yang langsung ditolak Neona.
"Katanya mau ada rekrutmen pegawai baru. Kalau Mas ke Surabaya, kasihan Mas Satrio dong." Neona mengingatkan dan Radith menepuk jidat kesal.
"Ya sudah, kalau begitu, akhir pekan ini aku ada hal special buat kamu. Sebelum kamu berangkat ke Surabaya, pokoknya kita harus kencan." Radith masih merajuk
dan bernegosiasi dengan Neona, yang kini terkikik dengan kata kencan yang tadi Radith sebutkan.
"Kok malah ketawa sih, pokoknya mau ya, akhir pekan ini kita kencan. Tidak ada pilihan tidak ya Na." Radith membuat ekspresi serius di wajahnya.
"Iya siap, Masku sayang. Neona ikut kemana Mas mau." Neona tertawa dan Radith akhirnya selesai merajuk. Mereka menuju sebuah mall untuk sekedar makan es
krim bersama, di kedai langganan Neona. Jadwal UAS di sekolah, membuat Neona pulang jauh lebih awal. Hal ini sangatlah menyenangkan. No Reno dan pulang
lebih cepat. Heaven happens in The Earth.
***** Seusai mengawas siswa, Neona kembali ke ruang guru. Setelah ini, ia sudah berjanji untuk menemani Bunda pergi belanja. Radith sudah dalam perjalanan untuk
menjemputnya. "Jadi, isu Bu Sandra sama Pak Yolly mau cerai benar ya? Sayang ya, padahal masih seumur jagung usia pernikahannya." Ucap seorang guru diujung ruangan.
"Denger-dengernya sih, Pak Yollynya masih cinta sama cinta pertamanya. Mereka dijodohin sih. Makanya begitu. Kasian yaa.." tanggap guru di depannya.
Dua guru yang dikenal Neona sebagai guru Bahasa dan guru sejarah itu, sibuk bergosip dengan suara yang cukup kencang. Bisa-bisanya saat semua guru belum
kembali, mereka bergosip di sini. Padahal ini institusi pendidikan, tapi yang namanya tukan gossip akan tetap ada dimana-mana.
Neona sayang, Mas sudah sampai yaa..
Sebuah pesan dari Mas Radith membuat Neona mengabaikan dua guru yang sedang bergosip itu. Ia merapikan dokumen, mengambil beberapa buku dan kertas ujian
siswa untuk ia koreksi di rumah.
Saat Neona akan keluar dari ruangan ia berpapasan dengan Bu Laras. Sejak ia tahu kebenaran dari Radith tentang Irish, Bu Laras tampak tak pernah memanas-manasinya
seperti dulu, namun herannya dia kini bersikap tidak bersahabat.
Neona hanya melempar senyum hormat sebelum akhirnya menghampiri mobil Radith. Baginya, Bu Laras adalah soal ujian tentang komunikasi dalam hubungannya
dengan Radith yang akhirnya ia lalui dengan baik.
"Hai sayang, bagaimana hari ini? Everything is fine?" Radith menyambut Neona yang masuk ke dalam mobilnya.
"Yaps, semua baik-baik saja. Palingan di sekolah tuh semakin banyak gossip Mas. Aku heran, padahal ini sekolah, tapi kenapa tetap aja ya, tukang gossip
itu ada." Neona dan Radith memang biasa bertukar cerita tentang apa yang mereka alami seharian ini.
"Orang lain itu, memang hobinya menilai dan berkomentar. Mereka ngga tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ya, macam mencoba menjadi Tuhan bagi manusia yang
lain." Radith memberikan tanggapan pada cerita Neona.
"Memangnya lagi ada gossip apa, Na?" Radith bertanya.
"Masa katanya, Pak Yolly sama Bu Sandra mau cerai dan parahnya yang ngegosip bilang, kalau alasan perceraiannya mereka karena Pak Yolly masih cinta sama
perempuan lain." Neona menceritakan semuanya. Mendengar itu, rahang Radith mengeras. Ia tak suka jika nama Yolly disebut-sebut. Apalagi ini kasusnya sepertinya
menyangkut calon istrinya.
"Kamu percaya gossip itu?" Radith menahan emosinya. Neona melihat adanya perubahan ekspresi dari wajah Radith.
"Aku percaya sama gossip? Bukan aku banget. Aku ngga urus. Itu bukan urusan aku." Neona menjawab dengan nada serius dan meyakinkan.
"Kalau tentang alasannya Yolly mau cerai, kamu percaya?" Radith sudah tidak bisa menaham emosinya, ia tampak menatap tajam Neona. Baru kali ini Neona melihat
ada kilatan emosi dari tatapan Radith.
"Mas, kalau yang kamu khawatirin adalah perasaan Pak Yolly ke aku, itu ngga masuk akal. Aku sudah tidak peduli dengan pria itu. Mas harusnya percaya sama
aku. Kita ngga boleh ribut karena masalah orang lain. Kalau Pak Yolly masih punya hati sama aku, itu bukan peduliku. Bukan urusanku. Karena yang harus
aku pastikan dan aku jaga adalah perasaan aku terhadap Mas, begitupun sebaliknya." Neona menjelaskan dengan suara lembut. Ia berharap ketegangan di wajah
Radith mengendur. Ternyata berhasil. Tatapan Radith melembut dan ia menghela nafasnya.
"Maafin Mas yaa, Na. Mas ngga kontrol emosi tadi. Mas cuma takut, dia ngambil kamu dari Mas. Mas ngga mau itu terjadi Na. Mas percaya hati dan pikiran
kamu ke Mas, tapi Mas takut, pria macam Yolly ini bisa berlaku yang tidak-tidak." Radith mengungkapkan alasan ia marah tadi. Ia mengakui, ada rasa cemburu
dalam hatinya, namun ia marah karena rasa takut akan hal buruk menimpa Neona.
"Mas, aku akan baik-baik saja kok. Selama kita bersama. Kita sudah berjanji bukan?" Neona mengelus lengan Radith yang tampak menegang karena menahan emosinya
tadi. "Iya, Sayang. Maafin aku yaa" Radith mengusap rambut Neona, dan tersenyum ke arah wanita yang selalu berhasil memperbaiki moodnya.
"Iya, maafin Neona juga, karena bawa-bawa gossip murah itu ke perbincangan kita." Neona menatap lembut dan penuh cinta ke arah Radith.
"Eh, iya.. aku hampir lupa. Itu di belakang ada paper bag. Pokoknya kamu harus pakai pas sabtu nanti kita kencan ya? Pokoknya harus." Radith menunjukkan
paper bag berwarna merah di kursi penumpang. Paper bag itu diambil Nenoa dan saat hendak dibuka, Radith melarangnya.
"Bukanya nanti saja kalau kamu sudah di kamar. Okey?" Radith membiarkan paper bag nya tertutup kembali.
"Okey Mas calon suami." Neona tertawa begitupun Radith.
"Kapan sih kata calon itu hilang? Lama banget ya perasaan." Radith mengeluh dan membuat Neona memukul lengan Radith.
"Nanti kalau kata calon nya ilang, statusnya selamanya loh. Nanti bosen." Neona berkomentar.
"Bosen? Mas jamin tidak ada kata bosen, selama hidup aku sama kamu." Radith menatap Neona.
"Jangan gombal, sudah semua akan waktunya, kita harus sabar. Sama-sama menyiapkan diri dan terus berdoa semoga semuanya lancar." Neona menggenggam tangan
Radith. Meski Radith jadi harus menyetir dengan sebelah tangan, ia tak memasalahkannya. Karena baginya, genggaman Neona adalah udara baru bagi hidupnya.
*** Bab 26 "Ada yang mau kencan rupanya... Pantesan dari pagi sudah heboh banget." Suara Lendra memenuhi ruang keluarga di Sabtu pagi ini. Radith baru saja datang
dan sedang menunggu Neona.
"Soalnya pekan depan, Neona ke Surabaya ngurus Reno yang mau OSN di sana. Jadi jalan-jalan dulu." Radith menjawab ledekkan Lendra.
"Mau kencan kemana sih Dith? Pagi banget jalannya. Jangan macem-macem, kalian belum sah." Lendra mengingatkan, meski ia sangat yakin Radith bisa menjaga
Neona dengan baik. "Siap calon kakak iparku, calon adik iparmu ini tidak akan macem-macem, sebelum ijab-sah berkumandang. Kalau kemananya, rahasia dong Ndra. Neona aja ngga
tahu." Radith tersenyum penuh rahasia.
"Iyee iyee.. Gue percaya deh." Lendra menjawab dan tidak berapa lama, Neona keluar dari kamarnya dengan pakaian ter feminim yang pernah di lihat semua
orang. Sebuah dress berwarna merah muda, dengan hiasan pita di pinggang, sepatu senada dan juga topi yang sedang dipegang Neona menambah kesan manis pada
dirinya kini. Mata Radith tak berkedip dan seulas senyum terbit dari bibirnya. Lendra melongo. Begitupun Ibu, Bapak dan Mba Lala yang baru bergabung dari halaman belakang.
"Ini Neona anak Ibu? Kamu ngga kesambet kan Na? Sejak kapan suka warna pink-pink begitu?" Ibu berkomentar yang mengundang gelak tawa semua kecuali Neona.
"Tuh kan, ini tuh ngga pantes buat Neona. Aku ganti aja ya Mas." Neona mengeluh, Ia sebenarnya sudah protes sejak membuka isi paper bag yang diberikan
Radith. Dirinya dan warna pink adalah hal yang tak akan cocok. Apalagi saat Radith memintanya untuk memakai di hari ini. Awalnya Neona menolak dengan keras,
meski akhirnya ia mencair dengan kelembutan Radith yang memintanya dengan sepenuh hati.
"Jangan Na, itu cantik dan cocok kok. Kalau kamu ganti, nanti ngga sama kayak Mas bajunya." Radith menanggapi keluhan Neona dengan lembut.
"Lah iya, Gue baru sadar, Lo pake kemeja warna pink juga. Aih pasangan abg alay juga kalian yaa.. Eh tapi kok bagus sih. Lalaku sayang, kapan-kapan kita
begitu juga ya.." Lendra menatap istrinya yang menggeleng-gelengkan kepala dengan ekspresi tak setuju dan membuat Lendra cemberut.
"Katanya alay, tapi mau juga. Ikut-ikut aja sih Mas. Ngga kreatif." Neona sewot.
"Ini yang bikin Ibu bilang kamu ngga pantes sama warna begitu. Kamu terlalu galak tahu ngga Na. Wanita itu, kalau pakai warna begini yang ayu, kalem dan
lemah lembut gitu." Ibu memberikan komentar yang selalu membuat semua orang tertawa. Radith bahkan baru sadar, Neona bukanlah tipikal wanita yang kalem
dan ayu, meski ia tidak melihat ada sisi bar-bar dalam diri Neona. Semua berkadar pas di mata Radith kalau menyangkut tentang Neona.
"Ya sudah, Bu, Pak, Ndra, La, Radith izin pergi sama Neona dulu. Kami ngga sampai malam kok." Radith memutuskan untuk izin pamit, saat ia melihat ada gelagat
Neona yang mau membalas komentar Ibu. Bisa tidak jalan-jalan ini pikirnya.
"Oh baiklah, hati-hati ya Nak Radith." Bapak mewakilkan izin yang lain. Rencana hari ini bahkan sudah dibicarakan Radith dari jauh-jauh hari.
"Inget Na, jadi wanita yang kalem. Hati-hati ya Na, Dith." Ibu memberikan pesannya.
Lendra dan Lala juga tampak memberikan izin dan senyum pada pasangan yang pernah membuat mereka turun tangan. Untungnya dunia sempit. Sehingga Lendra bisa
membantu pria yang kini sudah menjadi calon pendamping adikknya ini. Lala pun tersenyum karena ikut andil dalam hubungan pasangan romantis itu.
***** "Mas ini mau kemana sih? Kok ke luar kota?" Neona tampak memperhatikan jalanan. Sejak mereka meninggalkan rumah, Neona selalu penasaran kemana Radith akan
membawa dirinya. Ia membahas semua hal, mulai dari mengapa pakaian mereka senada dsb.
"Katanya kamu, kamu ikut kemana aku mau? Ayolah Sayang, aku ngga ajak kamu yang aneh-aneh kok. Kamu pasti suka. Sudah ya, kamu duduk manis, tunggu kejutan
Mas." Radith tampak tidak mau membuka sedikitpun rencananya. Neona akhirnya menurut dengan ucapan Radith dan memilih menikmati pemandangan yang menghijau
di sisi jalan. Setelah 3, mereka sampai di tempat yang dimaksud Radith.
"Taman Bunga? Kita ke sini?" Neona tampak bingung. Bahkan ketika Radith mengeluarkan banyak perlengkapan di bagasi mobilnya.
"Kita mau piknik Mas?" Neona bertanya lagi. Radith bukan menjawab Neona justru menelepon seseorang dan membuat Neona kesal karena diacuhkan.
"Bapak Bintang Radithya Trisdiantoro, saya bertanya pada Anda, ada perlu apa kita ke tempat ini?" Neona mengubah bahasanya menjadi mode formal. Radith
mengulum senyum. Ia pernah sangat kesal dengan sapaan Anda yang dialamatkan Neona pada dirinya.
"Ibu Jyotika Neona Bagaskara, hari ini kita akan menghabiskan waktu di sini berdua, dengan agenda piknik. Semua sudah saya siapkan, jadi Ibu tenang saja
ya" Radith menggunakan bahasa formal yang membuat mulutnya pegal. Asli, dia tak pernah berbicara se formal itu.
Neona lalu tertawa dengan logat dan ekspresi dari Radith. Baginya, Radith adalah sosok penuh kejutan dan perencaan yang matang. Lihat, untuk sekedar mengajaknya
berpiknik, Radith memikirkan semua hal, sampai baju yang dianggap alay oleh Lendra pun ia siapkan.
"Yasudah sini keranjangnya aku yang bawa Mas." Neona meminta keranjang besar yang dibawa Radith.
"Nope. Ini aku yang bawa. Kamu cukup bawa tangan Mas dalam genggamanmu saja ya." Radith memberikan tangannya, dan disambut Neona. Jadilah mereka kini berjalan
beriringan, dengan Neona yang memeluk lengan kanan Radith. Mereka sangat serasi. Semua orang melihat ke arah mereka. Untungnya Radith membawa kaca mata
hitam yang sengaja ia beli berpasangan dengan yang kini di gunakan Neona. Sehingga mereka tak perlu merasa risih.
"Kita duduk di sana ya.." Radith menunjukkan sebuah tempat yang teduh namun tidak ada yang menggunakannya. Melihat ke sekililing, Neona yakin, tempat itu
sudah di booking oleh Radith. Tempat piknik keluarga ini cukup ramai, meski pemandangan taman bunga masih mendominasi.
Mereka sudah duduk di atas tikar yang dibawa Radith. Neona heran dengan semua persiapan yang Radith lakukan. Bahkan ia sedikit kesal, saat tahu semua ini
tidak ada campur tangannya.
"Kenapa ngga bilang kalau mau piknik? Aku kan juga mau masak buat Mas." Neona protes.
"Kamu kan sudah bisaa masakkin Mas, jadi sekarang gantian Mas yang masakkin ya. Nih cobain semua Mas yang masak." Radith membuka rantang-rantang makanannya.
"Serius Mas yang masak? Ini Mas atau Bunda?" Neona penasaran.
"Kamu meragukan kemampuan Mas? Selama sekolah di Amerika, Mas jadi pekerja di salah satu restoran gitu, Na. Jadi Mas ngga buta soal dapur." Radith menjelaskan
dengan tangan kanan yang sudah memotong ayam kecap menjadi potongan yang lebih kecil.
"Coba buka mulutnya, sini Mas yang suapin. Aaa" Radith memberikan suapannya seperti pada anak kecil. Neona merasa malu namun senang di saat yang bersamaan.
Pipinya memerah dan ia membuka mulutnya. Semua pandangan orang tidak dipedulikkan oleh Radith dan Neona.
"Gantian aku yang suapin, sini Mas." Neona mengambil potongan kentang yang memasukkan ke mulut Radith. Radith tersenyum bahagia, begitu pun Neona. Makanan
yang Radith bawa cukup banyak, dan semua mereka makan. Perjalanan 3 jam dan macet yang terjadi, cukup membuat keduanya kelaparan.
"Mas, ide piknik kayak gini dari siapa?" Neona bertanya hal yang menurutnya luar biasa.
"Idenya dari Ayah. Kata Ayah, dulu beliau ngajak Bunda piknik. Tapi mereka seru. Mereka pikniknya di pematang sawah." Radith tertawa begitupun Neona.
"Romantis banget sih! Kok kita ngga ke sawah?" Neona bertanya lagi.
"Sawah siapa Na? Mas ngga mau kalau kita jatuh, terus pikniknya malah gagal. Kalau sama-sama sawah juga, kita ngga kreatif. Masa sama kayak Ayah sama Bunda."
Radith menjelaskan dan Neona mengangguk.
"Makasih ya Mas. Neona suka semuanya! Terima kasih atas kado-kadonya ini. Ini berlebihan, cuma kayaknya Mas sama Keluarga Mas, memang senang berlebihan
yaa, jadi Neona sudah menerimanya, justru mensyukurinya." Neona meletakkan kepalanya di lengan Radith. Radith justru merangkul bahu.
"Untung wangi yaa, jadi enak ndusel-ndusel kayak gini." Neona berkomentar.
"Bahasa kamu itu loh.. hahaha" Radith tertawa keras, ia menciumi puncuk kepala Neona menghirup aroma harus sampo yang digunakan Neona.
"Kita mau jalan-jalan?" Radith menggeser kepalanya hingga bisa memandang wajah Neona.
"Ayooo, ayo kita jalan-jalan." Neona berseru dan ia sudah bergerak menarik-narik tangan Radith seperti anak kecil.
"Jangan lupa topinya, nanti panas." Radith mengingatkan Neona. Semua perlengkapan piknik mereka titip.
"Air mancurnya cantik, kita foto di situ yuk." Neona masih menarik tangan Radith, dan Radith dengan semangat mengikuti langkah Neona. Dalam hatinya, ia
membenarkan pendapat Lendra, jika mereka seperti pasangan abg alay yang sedang kasmaran. Tapi siapa yang peduli itu?
"Kita selfie aja yuk Na.." Radith mengeluarkan ponselnya dan mendekatkan wajahnya ke Neona. Karena Neona tinggi, dirinya tak susah menyesuaikan tinggi
mereka. "Kenapa ngga minta orang, biar pemandangan kayak gininya kelihatan semuanya?" Neona merajuk, karena sejak tadi Radith dan dirinya hanya melakukan selfie.
"Ya sudah, kita cari orang yang mau ambil foto kita dulu yaa." Radith meninggalkan Neona dan meminta seorang anak muda untuk mengambil gambarnya.
"Na, kamu sini." Radith meminta Neona berdiri tepat di depannya. Neona mau protes, namun tidak dilakukannya.
"Sudah siap?" kata orang yang dipilih Radith untuk mengambil gambarnya.
"Tunggu Mas," Radith menjawab, kini ia mendekat ke arah Neona, saling bertatapan dan dalam hitungan detik, Radith sudah memeluk Neona dengan erat. Sedetik
Neona kaget, namun tersadar dan akhirnya memeluk Radith dengan erat.
Pria yang memegang ponsel Radith sibuk mengambil foto dengan beberapa angle. Hingga akhirnya Radith mengusaikan moment indah itu. Mereka melanjutkan berkeliling
dengan tangan yang saling bergandeng, saling melempar senyum dan tertawa. Mereka seperti pasangan yang baru tahu indah dan manisnya cinta. Iya, mereka
memang baru tahu rasanya seperti apa.
"Sudah lelah? Mau pulang?" Radith bertanya pada Neona yang sudah tampak lelah meski tetap bersemangat.
"Mas.. kita pindah tempat aja yuk.. Jangan di sini. Neona takut." Neona celingak celinguk, membuat Radith mengikuti pandangan Neona.
"Kamu kenapa Na? Ya sudah yuk kita pulang, pasti kamu capek." Radith mengusap punggung Neona.
"Neona ngga capek Mas, cuma daritadi aku ngerasa ada orang yang ngikutin kita deh.. Mas, ngga ngerasa apa?" Neona menatap Radith yang tampak santai. Ia
tahu, Radith adalah sosok yang cuek untuk hal yang menurutnya tak penting, berbeda dengan dirinya yang selalu detail akan sesuatu.
"Ya sudah, daripada kamu takut kayak gitu, kita pulang yuk. Kamu kecapean itu. Jadi berhalusinasi. Yuk pulang." Radith berdiri dari bangku taman, dan diikuti
Neona yang masih melihat ke kanan kiri. Tangannya menggenggam erat tangan Radith. Membuat Radith mengelus punggung tangan Neona dengan ibu jarinya.
Setelah mengambil perlengkapan piknik yang dititipkan ke petugas, Radith dan Neona menuju tempat parkir. Saat mereka akan sampai ke mobil, seorang pria
dengan tinggi lebih pendek dari Radith mendekat. Neona yang melihat pria itu, menahan langkahnya dan membuat Radith berhenti.
"Mas, orang itu yang dari tadi aku lihat. Dia yang ngikutin kita Mas. Jangan deket-deket deh. Dia mencurigakan." Neona membisikkan dengan suara sepelan
mungkin. Jujur, jantungnya berdegung kencang. Radith menggeleng dan melanjutkan langkahnya.
Hanya tinggal 5 langkah, sang pria itu pun bersuara.
"Dith, semuanya sudah lengkap. Sudah gue cetak juga. Nih gue cetak kilat dengan editing kilat juga. Tapi action photo emang hasilnya lebih cakep sih. Jadi
ngga susah. Semuanya di sini ya bro." Pria itu memberikan amplop cokelat dan sebuah keping CD pada Radit. Neona yang melihatnya bingung dan melemparkan
ekspresi tanya pada Radith.
"Makasih Ren, ah punya temen fotografer professional kayak lo gue seneng banget dah. Semua sudah gue transfer yaa." Radith menjawab ucapan pria misterius
itu. Neona semakin bingung. Mereka saling mengetahui nama satu sama lain, 'siapa pria ini?'
"Na, sini.. Ini Rendi. Temannya Mas. Dia sekampus sama Mas. Bahkan se jurusan sama Mas Lendra. Dia daritadi ngikutin kita, karena memang dia lagi Mas suruh
ambil foto kita, secara langsung. Makanya dia bilang action photo. Maaf ya membuat kamu takut." Radith menjawab semua tanya dari Neona.
"Hai, adiknya Sailendra ya? Saya Rendi." pria misterius itu mengulurkan tangan, dan disambut oleh Neona.
"Dilihat aja dulu Dith, hasilnya." Rendi menyilahkan Radith membuka amplop yang ia berikan. Sebagai fotografer professional yang dibayar mahal oleh Radith,
mengeluarkan hasil foto indah dengan secepat kilat bukanlah hal yang sukar.
Radith membuka amplop yang diberikan Rendi. Baik Neona maupun Radith tak dapat menutup mulut akibat kekaguman atas hasil foto ini. Bahkan setelah melihat
ini, Neona sudah tidak mau melakukan sesi pre-wedding lagi.
Foto Neona yang mendusel dada Radith, menyuapi dan disuapi, berlari dengan mengandeng tangan Radith, foto mereka sedang selfie yang difoto lagi dengan
kamera professional membuat semuanya menjadi luar biasa. Ternyata fotonya yang sedang berpelukkan di air mancur juga ada di sana. Kesan pengabadian moment
yang natural sangat terpancar dari jepretan Rendi. Mas yang mengambil gambar dengan ponsel Radith pun ikut masuk, meski dengan efek blur, membuat fokus
tetap pada mereka. "Kamu suka?" Radith menatap Neona yang kini sudah berada di dalam mobil menuju kembali ke rumah.
"Sangat suka... jadi baju kita samaan ini, tempatnya harus di taman bunga itu ada alasannya? Dan alasannya karena ini?" Neona mencoba menghubungkan semuanya.
Radith mengangguk. "Kamu kan pernah bilang kalau kita ngga pernah foto mesra, pas dulu lagi ngambek. Jadi Mas mikirnya ini momentnya. Kalau foto pre-wedding kan paket dari
acara pernikahan kita dan itu sudah biasa, yaa Mas maunya ada yang spesial dari Mas buat kamu. Kebetulan Mas kenal baik sama Rendi. Jadinya Mas minta tolong
dia. Ternyata kamu awas juga yaa, sampai tahu diikuti si Rendi. Padahal Rendi pernah kerja jadi paparazi di luar negeri loh. Makanya action photonya keren
banget kan? " Radith menjelaskan semuanya.
"Berarti aku kalau jadi artis. Bakal insecure banget kali yaa.. soalnya instingku tajem gitu, Ada yang ngikutin yaa sadar banget." Neona berkomentar dan
Radith tertawa. "Bu Neona memang paling hebat deh. Calon istrinya Pak Bintang." Radith berkelakar bangga dan Neona hanya bisa menepuk lengan Radith dengan sayang.
"Senin aku berangkat ke Surabaya, Mas jangan nyusul ya. Doain Reno menang di sana. Okey Mas ku sayang?" Neona teringat bahwa dua hari lagi dirinya akan
berangkat menemani Reno. "Iya, siap Nyonya! Karena kita sudah berkencan, makanya aku ikhlas kamu sama Reno selama 3 hari di Surabaya. Eh tapi Reno sama Kamu barengan selama 3 hari,
kok lama banget sih?" Radith tetap protes.
"Ngga lama, nanti kalau kita sudah sah, kita seumur hidup bareng terus." Neona menghentikan protes Radith dan kecemburuannya kalau sudah mengangkut Reno.
"Aamiin yaAllah. Semoga semuanya lancar ya Na.." Radith menyelipkan jemari di tangan Neona. Neona mengamini doa Radith. Mereka pun kembali ke rumah dengan
suasana hati bahagia dan penuh cinta, layaknya mereka siap dengan apapun yang terjadi di depan mereka nanti.
*** BAB 27 Siang hari di Bandara Juanda, Surabaya. Neona, Reno beserta kontingen Jakarta lainnya sudah disambut oleh panitia Olimpiade Sains Nasional. Hotel tempat
menginap kontingen dan guru pendamping ternyata dipisah.
"Kamu jangan maksain untuk belajar lagi. Kalau sudah yakin, lebih baik untuk istirahat. Seorang olimpian butuh konsentrasi dan jangan lupa beribadah malam
ya Ren." Neona memberikan pesan pada Reno sebelum mereka memasukki bis yang berbeda.
"Siap kakak iparku. Jangan lupa telepon Mas Radith, biar dia ngga ganggu Reno ya Bu." Reno mengingatkan Neona.
"Ah benar juga! Oke.. Sampai bertemu di pembukaan nanti sore Ren!" Neona melambaikan tangannya ke arah Reno. Dirinya bersama para guru lainnya tiba di
hotel yang dipilihkan panitia untuk para guru.
Tanpa menunggu lagi, saat Neona sudah sampai ke dalam kamar, dirinya meraih ponsel dan menghubungi Radith.
"Assalammualaikum Naa.." Radith dengan segap menjawab telepon Neoan pada deringan pertama.
"Waalaiakum salam Mas, Neona mau ngabarin, ini sudah sampai kamar hotel ya, Reno sama aku beda hotel, jadi ketemuannya pas lagi acaranya saja. Mas lagi
ngapain sekarang?" Neona tersenyum mendengar suara Radith di seberang sana.
"Ah syukurlah kamu sudah di Hotel. Jangan lupa makan ya Na. Mas baru selesai nyeleksi calon montir-montir baru. Ngga nyangka deh, ternyata yang daftar
banyak." Radith menjelaskan.
"Bengkelnya Mas kan terkenal, montirnya aja minimal D3. Gimana ngga dicari para jobseekers. Ya sudah, semangat ya Mas. Jangan lupa makan juga. Teleponnya
Neona tutup yaa" Sebenarnya Neona berat memutuskan sambungan itu.
"Okey Sayang.. nanti malam, Mas telepon kamu ya. Salam buat Reno. Jangan jumawa, bilangin." Radith menutup telepon dengan berat hati, namun proses seleksi
montir hari ini cukup menguras perhatiannya.
Sore ini OSN akan dibuka resmi oleh Sekertaris Jenderal Kemendikbud. Semua peserta dari Sabang sampai Merauke hadir di aula terbesar di Kota Surabaya.
Neona memperhatikan semua peserta dan berdoa dalam hati semoga mental Reno tidak terganggu dan turun dengan wajah peserta lain. Sebenarnya dalam hati,
Neona tertawa geli. Wajah Reno lebih cocok tampil sebagai anak basket yang dipuja wanita, atau anak band yang diteriaki para fansnya dibandingkan berada
di antara para siswa-siswi berkacamata tebal.
Selesai acara pembukaan dan ramah tamah, semua kontingen dan pendamping diantar kembali ke hotel masing-masing. Semua rangkaian seleksi akan dilakukan
esok hari. Sebelum berpisah menuju hotel masing-masing, Neona menghampiri Reno yang tampak sedang menerima telepon. Neona pun menunggu dalam jarak yang cukup dekat
sehingga ia bisa mendengarkan apa yang Reno katakan.
"Aku mau balik ke hotel. Besok baru mulai rangkaian seleksinya. Aku janji, aku pasti pulang dengan medali emas. Aku janji sama kamu."
"....." "Siap, makasih ya Ris! Tunggu berita kemenangan gue! Inget perjanjian kita! Bye My lovely rival.." Reno pun menutup sambungan teleponnya dengan senyum.
"Eheem... jadi siapa itu Ris, sang Lovely Rival? Clarissa kan?" tebak Neona yang membuat Reno kaget dan salah tingkah.
"Si Ibu mau tahu aja.. Namanya juga taruhan Bu. Biar greget tandingnya. Ibu sudah telepon Mas Radith? Reno ngga mau diganggu Mas Radith loh Bu." Reno mengalihkan
topic pembicaraan dan Neona pun tertawa.
"Bisa banget kamu belokkin pembicaraan. Mas Radith sudah Ibu telepon. Tadi Mas Radith pesen, kamu jangan jumawa." Neona menyampaikan pesannya. Reno merengut
meski ia mengatakan salam balik untuk Mas Radith. Neona lucu melihat keadaan ini. Padahal Radith dan Reno adalah saudara kandung, namun justru seakan Neonalah
yang berada di tengah mereka.
Setelah jam menunjukkan pukul 9, semua peserta dan pendamping peserta diantar menggunakan bis menuju penginapan masing-masing. Neona berdoa semoga hasil
terbaik yang bisa dicapai Reno besok hari. Telepon dari Radith menjadi pengantar tidur Neona malam ini. Ia bersyukur dengan perjalanannya menjadi guru
sejauh ini. Bukan hanya uang dan pengalaman, bahkan Allah mengirimkan pria seperti Radith untuknya.
****** Hari seleksi dimulai. Sejak tadi pagi, Neona berkomukasi dengan Bunda tentang keadaan Reno. Reno terlihat begitu sempurna dengan pancaran kepercayaan diri
dan ketenangannya yang tinggi. Neona yakin. Akan didiknya ini akan tampil prima dalam seleksi ini.
"Na, pokoknya kabarin ya, kalau ada berita terbaru dari Reno. Dia sengaja ngga mau terima telepon katanya sejak di Surabaya. Bunda jadi khawatir." Bunda
berpesan pada Neona. 'Pantas kemarin Radith menitip pesan padanya. Tidak mau terima telepon? Bukannya Reno kemarin menelepon Clarissa? Ada apa antara mereka?' Neona sibuk dengan


Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertanyaannya dalam hatinya.
"Siap Bunda, nanti Neona kabarin yaa. Bunda sudah sarapan kan? Jangan lupa susu sama vitaminnya diminum ya Bunda." Neona mengingatkan calon ibu mertuanya
yang akhir-akhir ini mengalami gangguan kesehatan pada tulang punggungnya.
"Sudah Sayangku, Bunda sudah minum kok. Radith sudah telepon kamu kan ya? Dia hari ini berangkat pagi-pagi banget. Bengkel lagi ramai soalnya." Bunda tersenyum
dan hatinya bahagia diperhatikan oleh Neona.
"Sudah kok Bunda, sebelum telepon Bunda, Mas Radith sudah menelepon Neona duluan. Okey Bunda, nanti kita sambung lagi ya.. Neona mau ke tempat seleksi
dulu. Dadah Bunda." Neona menutup sambungan telepon dan kini ia sudah berada di sekitaran gedung kampus yang digunakan panitia untuk melakukkan seleksi
Tes tertulis dilakukan selama empat jam. Saat Keluar dari ruangan, wajah Reno tidak tampak kusut dan tidak pula mengeluh apa-apa. Justru senyum lebar yang
ia tunjukkan. "Kamu kenapa senyum-senyum begitu, Ren?" Neona heran melihat kelakuan calon adik iparnya ini.
"Soalnya semuanya lancar Bu, Alhamdulillah. Berkat soal-soal susah dari Ibu, sama buku catatan dari Rissa, semuanya lancar jaya." Reno dalam mode banyak
bicara kembali. "Ya sudah, sekarang makan siang dan sholat. Sehabis ini masih ada sesi presentasi. Ini bagian terabstrak yang harus kamu taklukin Reno." Neona mengingatkan.
Reno mengangguk dan kembali bergabung dengan peserta lain. Reno tahu, dirinya yang tampan banyak menarik perhatian para peserta wanita. Namun dalam hatinya
hanya ada satu tekad. Ia harus menang di olimpiade ini karena ada seorang wanita yang sedang ingin ia raih hatinya. Iya, Reno harus menang.
Sesi presentasi sudah dilewati dan Reno segera meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang. Tindakan Reno tak luput dari pandangan Neona. Hingga saat,
Neona akan menanyakan, ponselnya sendiri bordering. Tanda telepon masuk dari sang calon suami.
"Assalammualaikum Mas calon suami.." Neona menjawab telepon dengan semburat merah di pipinya.
"Waalaikkum salam calon istriku. YaAllah, hati Mas adem denger kamu manggil kayak gitu, Na. Kamu di sana bagaimana? Reno sudah selesai tes nya?" Radith
bertanya dengan senyum yang lebar dan tatapan godaan dari sang Bunda.
"Sudah Mas, eh Mas.. tadi pagi kata Bunda, Reno ngga mau terima telepon. Tapi sekarang Reno lagi telepon orang. Lagi telepon Bunda bukan, Mas?" tanya Neona.
"Telepon Bunda? Ini Bunda samping Mas. Bunda ngga lagi terima telepon dari siapa-siapa." Jawab Radith.
Neona berpikir, bahwa Reno dan Clarissa memang ada hal yang berbeda. Biarkan saja, toh itu pertanda baik untuk Reno. Neona dan Radith berbincang seputar
bengkel dan proses seleksi Reno. Pengumuman pemenang akan diadakan besok siang, sekaligus proses penutupannya. Radith dan Bunda yang mendengarnya pun menengang.
Bagaimana pun, itu adalah hal yang paling sacral dalam perjuangan Reno. Mereka memang sudah sangat bangga dengan pencapaian Reno, namun melihat bagaimana
Reno berlatih keras dalam olimpiade ini, membuat Bunda dan Radith berharap Reno mendapatkan juara terbaik.
******* Hari terakhir di Surabaya. Sejak pagi Neona sudah merasakan mules dan tegang akan hasil yang akan segera diketahui bersama. Semua peserta dan pendamping
sudah memenuhi aula tempat pengumuman sejak pukul 9 pagi. Tepat pukul 9. acara dibuka. Hingga pembacaan pemenang olimpiade menjadi agenda terpentingnya.
Dimulai dari mata pelajaran Fisika, Kimia, Biologi dan kini saatnya Matematika. Tangan Neona terasa dingin dan nafasnya terasa terhenti.
Pemenang 15 perunggu sudah dibacakan.0 perak juga demikian. Hingga pembacaan 5 pemenang medali emas.
'Pemenang Olimpiade Sains Nasional, cabang Matematika untuk kategori The Absolute Winner jatuh pada Langit Moreno Trisidiantoro dari DKI Jakarta.' 1
Pengumuman itu disambut sorak sorai seluruh tim kontingen DKI Jakarta. Neona sendiri terloncat dari kursinya. Ia merasa selama ini kepercayaannya pada
diri Reno tidaklah salah. Hari ini buktinya. Ia mengambil ponsel untuk mengabadikan moment terbaik dalam hidup Reno. Sebuah medali emas, sudah berkalung
di leher Reno, lengkap dengan kalung bunga dan berbagai macam hadiah dari sponsor. Reno berlari ke arah Neona mencium tangan Neona dan berfoto bersama.
Neona pun langsung memencet telepon Bunda untuk memberikan kabar ini. Tak berapa lama telepon itu diangkat. Saat Neona mau mengatakan kabar baik ini, suara
isakkan Bunda justru yang terdengar.
"Bundaa.. Bunda kenapa? Bunda, ini Reno juara 1 OSN Matematika. Hallo?" Neona merasa tidak ada tanggapan dari seberang.
"Hallo Mba Neona, ini Lastri Mba, Nyonya pingsan. Soalnya Den Radith masuk rumah sakit Mba. Bengkelnya kebakaran. Ini Tuan sudah mau siap-siap ke Rumah
sakit." Keterangan Mbok Lastri, pembantu keluarga Trisdiantoro membuat Neona jatuh terduduk. Reno kaget bukan kepalang.
"Bu.. Ibu kenapa? Tadi kata Bunda apa Bu? Mas Radith, Ayah juga bilang apa?" Reno memberondong pertanyaan pada Neona. Mendengar nama Radith disebut, membuat
tangis Neona pecah. Adegan tangis Neona menjadi perhatian banyak orang. Reno menjadi serba salah. Ia masih harus berfoto sana sini, namun keadaan guru sekaligus kakak iparnya
membutuhkannya. "Bu, Ibu kenapa?" Reno mendesak Neona untuk bercerita.
"Mas.. Mas Radith.." Neona mencoba menahan tangis yang berubah menjadi isakkannya.
"Iya, Mas Radith kenapa Bu?" Reno mengeritkan dahi, ia menduga ada hal buruk yang terjadi.
"Dia di rumah sakit Ren, Bengkel kebakaran.." tangis Neona pecah. Ia sudah berada dipelukkan Bu Ratna, sesame pendamping siswa yang sejak Neona jatuh terduduk
sudah membantunya. "Astafirullah.. waduh, terus bagaimana ini Bu? Ya sudah, kita ambil penerbangan tercepat. Kita ngga usah ikut rombongan gimana, Bu?" Reno bergegas merapikan
semua hal, meminta izin pada ketua rombongan kontingen dan meminta bantuan panitia untuk mengantarkan mereka ke bandara.
Neona sudah tidak bisa berpikir jernih dan hanya mengikuti apa yang Reno lakukan. Dalam pikirannya saat ini hanyalah Radith. Pria yang awalnya paling ia
hindari, namun sekarang menjadi pria yang sangat ia cintai dan sayangi. Neona kembali menangis di dalam pesawat.?'Mas, kamu harus tunggu aku. Aku sekarang
pulang dan akan segera di samping kamu. Aku cinta sama Mas.' Rapal Neona dalam hati dengan air mata yang tak kunjung berhenti membasahi pipinya.
*** Bab 28 Pekan ini adalah pembagian hasil belajar siswa di sekolah tempat Neona mengajar. Karena Neona bukanlah wali kelas, maka kini ia berada di dalam ruang inap
kelas VVIP atas nama Bintang Radithya Trisdiantoro. Keadaan Radith cukup membuat Neona pingsang saat pertama kali mengetahuinya. Sekujur tubuh dan wajahnya
penuh dengan luka bakar. Bahkan yang terparahnya sudah sepekan dari kejadian itu, Radith belum juga sadar.
"Mas.. Neona di sini Mas. Ayo bangun, Sayang. Neona ngga bisa ngeliat Mas kayak gini terus." Neona menggenggam tangan Radith yang tampak tak merespon apapun.
Nafasnya masih begitu teratur dan ini membuat hati Neona seperti teriris. Ia memang pernah ingin melihat wajah Radith saat tertidur, namun bukan tidur
yang seperti ini yang Neona inginkan. Luka bakar di bagian pelipis Radith ditutup dengan perban, begitupun di bagian tubuh lainnya.
"Na.." Suara Bunda menginterupsi tangisan Neona.
"Bunda.." Neona beranjak dan memeluk Bunda dengan erat. Bunda menahan tangisnya melihat air mata Neona yang terus turun. Keadaan Radith di rumah sakit
ini, membuat keluarga Neona ikut menjaga Radith. Kemarin, yang menjaga Radith bahkan Ibu dan Bunda.
"Kamu jangan nangis terus ya, Sayang. Kita berdoa sama-sama buat Radith. Radith pasti kembali sama kita kok." Bunda mengelus punggung Neona. Neona tahu,
hal yang membuatnya tenang adalah pelukkan. Meski pelukkan terbaik yang ia butuhkan kini menjadi sumber kelemahannya.
"Hasil belajar Reno memuaskan, Bunda?" Neona mencoba mengalihkan kesedihannya.
Neona sebenarnya merasa kasihan dengan Reno. Saat semua usahanya berbuah kemenangan, musibah Radith justru menarik semua perhatian keluarganya. Wajah murung
dan sedih pun ditampakkan oleh Reno. Neona berjanji untuk menghibur muridnya itu.
"Sudah pasti Na.. semua nilai Reno terbaik di kelas. Ia mendapat peringkat di kelas. Tadi Bunda dipanggil Pak Dedi buat nerima hadiah dari sekolah. Makasih
yaa Sayang. Makasih karena kamu sudah membuat Reno menjadi seperti ini. Bunda sayang kamu." Bunda memeluk sayang calon menantu idamannya itu. Bunda berharap,
apa yang telah dituliskan di takdir adalah apa yang ia inginkan sekarang. Menginginkan Radith dan Neona hidup bahagia bersama.
Tok tok tok... Suara ketukkan pintu membuat perbincangan Neona dan Bunda terhenti. Sosok Satrio berada di pintu dengan wajah sangat lelah dan kusut. Sejak kejadian kebakaran.
Satrio menjadi orang yang bolak balik mengurus kasus ini ke kantor polisi.
"Bunda, Neona.. Rio mau bicara penting. Sebaiknya kita berbicara dimana ya Bun, Na?" Satrio membawa berkas-berkas dari kepolisian. Bunda tampak berpikir
dan meminta Satrio membahas penting itu di ruangan itu saja. Toh, tidak ada yang menjaga Radith, karena Reno belum datang.
"Baiklah Bunda dan Neona. Setelah dilakukan pemeriksaan di TKP, kebakaran yang terjadi khusus di ruangan Radith di bengkel, bukan karena hubungan arus
pendek. Ini disebabkan oleh kesengajaan. Seseorang membuat rekayasa pada instalasi listrik dan sistem pemadam kebakaran di ruangan Radith. Ini hasil pemeriksaan
dan penyelidiikan dari kepolisian lengkap dengan tersangkanya.
Bunda menangis keras, dan tidak mau membuka dokumen yang diserahkan Satrio. Hingga Neona membuka lembaran demi lembaran yang menjelaskan kronologi kebakaran
yang diciptakan sang pelaku. Hingga mata Neona membesar saat membaca nama sang pelaku.
"Sandi? Ini Sandi Pratama kan?!" Neona berseru. Bahkan Satrio dan Bunda kaget dan memandang Neona dengan heran.
"Kamu kenal sama montir baru kami, Na?" tanya Satrio.
"Iya, dia ini calon suami dari mantannya Reno Bun. Dia juga adik dari guru kesenian di sekolah Reno." Neona mencoba menjelaskan kesempitan dunia yang terjadi
ini. "Tunggu.. kenapa semua berhubungan dengan Reno, tapi yang jadi sasarannya Radith?" Bunda bertanya hal yang sama dengan apa yang Neona tanyakan dalam hati,
"Mas Rio. Kenapa Sandi bisa diterima jadi montir di bengkel?" tanya Neona.
"Karena dia mengerti mesin, Na. Mas menganggap dia layak jadi montir di tempat kami. Meski ternyata dia pembunuh!" Satrio mengepalkan tangannya.
"Mas Radith tahu tentang Sandi yang diterima jadi montir ini? Apakah background Sandi yang berjurusan Teknik Elektro tidak membuat kalian berpikir 2x saat
menerimanya?" Neona ingat, Santi menyebutkan jurusannya saat dulu ia bertemu di restoran bersama Nadhira.
"Montir di bengkel semua lewat acc Radith, Na. Bahkan Radith ikut ngasih test. Kami tidak memikirkan background. Karena bagi kami, skill lebih utama."
Satrio menjelaskan prinsipnya dengan Radith dalam menyeleksi para montirnya itu. Meski ia menyesal, jika tahu akan begini jadinya.
"Sebenarnya ngga salah dalam penerimaan kalian. Cuma kenapa Sandi ngelakuin itu sama Mas Radith yaa?" Neona bertanya dan Satrio menggeleng.
"Bahkan dia masih bungkam seribu bahasa saat ditanya sama pihak kepolisian." Satrio menerangkan apa yang tadi ia saksikan. Bahwa mantan montir pembunuh
itu hanya diam saat ia ditanyai motif perbuatannya.
"Na, kita harus ketemu sama pelaku ini. Bunda mau tanya langsung sama dia, apa maksudnya mau bunuh Radith begini. Ini jelas kasus pembunuhan. Semua akses
keluar dari ruangan Radith sengaja dikunci. " Bunda membuka berkas-berkas kronologi yang dibawa oleh Satrio.
"Siapa yang mau bunuh Mas Radith, Bun?" Reno masuk tiba-tiba.
"Reno, kamu masuk kenapa ngga ketuk pintu dulu sih? Sini duduk." Bunda menyuruh putra bungsu kebanggaannya itu untuk duduk di samping Satrio. Satrio menjelaskan
semuanya dari awal. "Bangsat! Sudah mengambil Nadhira dari hidup Gue, sekarang Mas Radith dibuat hampir meninggal! Keparat!" Reno jelas berbeda dengan Radith. Reno memang
lebih bisa mengekspresikan kemarahaannya.
"Reno, jaga ucapan kamu! Ada apa ini?" suara Ayah menginterupsi. Bunda menghampiri sang suami dan memintanya duduk bersama dengan yang lain. Ayah yang
sama dengan Radith hanya bisa mengeraskan rahang dan mengepalkan tangan.
"Kita ke kantor polisi sekarang Bun. Biarin Reno sama Neona jaga Radith saja. Ini urusan kita sebagai orang tua. Dia sudah berani membuat anak kita hampir
meninggal." Ayah sudah berkeputusan. Bunda, Neona dan Reno hanya mengangguk menurut.
Ayah, Bunda dan Satrio sudah pergi menuju kantor polisi. Sedangkan kini Neona dan Reno duduk di sofa ruang inap Radith. Radith tampak belum ingin bangun
dari tidurnya. Neona jadi teringat saat dulu ia di rumah sakit bersama Radith. Membuatnya tenang, namun sekarang, justru Radithlah yang membuat Neona hampir
lupa caranya bernafas. "Mba, jangan nangis lagi. Mas Radith ngga suka liat Mba nangis." Reno menegur Neona yang sudah mulai kembali menangis.
"Mba takut Ren.. Mba takut. Mas Radith akan bangun kan? Pasti bangun kan?" Neona kembali terisak.
"Mba percaya takdir kan? Kalau Mas Radith memang ditetapkan untuk bersama dengan Mba, dia pasti bangun kok. Makanya kita semua harus berdoa. Mba jangan
lelah doain Mas Radith." Reno memberikan tissue kepada guru yang selalu ia panggil Mba saat sudah tidak di sekolah itu.
"Ren, Mba minta maaf ya, harusnya kita lagi merayakan kemenanganmu, tapi keadaannya jadi begini. Kamu jangan sedih ya Ren. Kamu tetap murid terbaik Mba
kok." Neona memberikan senyumnya.
"Mba, Reno juga ngga mau berpesta, kalau Mas Radith lagi begitu kondisinya. Lagian kalau kemarin melihat Reno sedih bukan karena ngga ada yang ngerayain
kemenangan Reno. Tapi Reno sedih. Sedih ngeliat Mas Radith yang kayak begini, dan juga..." ucapan Reno terhenti.
"Dan juga?" Neona bertanya.
"Reno boleh curhat ya, Mba?" Reno meminta izin.
"Silahkan Ren, anggap Mba juga kakak kamu." Neona menggeser duduknya agar lebih mendekat ke arah Reno.
"Mba memang kakak Reno juga. Sejak kalian jadian, Mba itu kakak Reno juga kok. Hmm.. Reno kemarin sedih dan kecewa karena kemenangan Reno terasa sia-sia,
Mba. Inget waktu Mba dengar Reno telepon Clarissa? Reno sama dia lagi taruhan Mba. Kalau Reno menang dan bawa medali emas, Dia mau jadi pacar Reno. Tapi
apa nyatanya? Clarissa menghilang tepat di saat Reno kabarin kalau Reno menang. Bahkan yang menyakitkan, Clarissa sudah pindah rumah tepat di hari Reno
berangkat ke Surabaya dan Reno ngga tahu, Clarissa dimana sekarang. Yang terparah, Reno tahu Clarissa pindah sekolah. Buat apa Reno menang OSN, Mba? Buat
apa?" Reno menerangkan dengan wajah frustasi. Ia kesal dan marah dengan Clarissa, gadis yang sudah mencuri hatinya dengan cara yang tidak pernah ia antisipasi.
"Kamu cinta sama Clarissa, Ren?" Neona menghela nafas dalam dan bertanya. Ternyata masalah Reno memang menyesakkan dada.
"Sangat Mba.. Meski aku bukan kayak Mas Radith yang langsung bisa serius, tapi aku yakin Clarissa adalah pilihanku jauh sebelum hari ini. Sejak dia mengatakkan
kita rival, sebenarnya hati ini sudah memilihnya." Reno menjawab pertanyaan Neona dengan mata yang berkaca-kaca. Neona mengusap kepala Reno dengan kasih
sayang. "Reno. Sama kayak kata kamu. Kalau Clarissa sudah menjadi takdir kamu. Ia pasti akan bersama kamu. Cinta tahu jalan pulangnya Ren. Kamu harus percaya itu.
Kita cari bareng ya, kalau Mas kamu sudah sehat, bagaimana?" Neona menawarkan solusi. Ia prihatin dengan keadaan yang menimpa Reno. Meskipun dirinya sendiri
sedang sedih melihat keadaan Radith.
Hari itu masih sama seperti kemarin. Radith masih senang tidur dalam tenang. Neona pamit untuk pulang. Reno menatap Neona dengan sedih. Bagaimanapun Reno
tahu, Neona begitu mencintai Radith dan hal itu sama dengan Radith pada Neona. Hati kecil Reno menangis. Mengapa dua orang yang saling mencintai diuji
seperti ini? Lalu, ia teringat pada dirinya yang terkena ujian saat dirinya belum tahu, apakah wanita pilihannya punya rasa yang sama atau tidak dengannya.
****** Hari ini Neona kembali ke rumah sakit. Ia tidak lelah menunggu keajaiban Allah untuk membuat Radith kembali sadar. Hari ini ia memakai parfum lebih banyak
dari biasanya. Entah ide dari mana, ia ingin Radith mengetahui keberadaannya. Ia ingin Radith bangun dari tidur tampannya selama ini. Sudah hampir dua
pekan sejak kejadian itu, Radith belum juga sadar. Parahnya, sang pelaku juga belum mau mengatakan apa-apa tentang motif perbuatannya. Entah apa yang direncanakan,
Neona sudah tidak peduli. Ia lebih ingin Radithnya kembali.
"Mas, hari ini Neona dateng lagi. Mas pasti tahu kan? Mas, kapan bangun Mas? Hari gelap tanpa matahari, Mas. Malam sepi tanpa bintang. Neona butuh matahari
dan bintang biar hidup Neona kembali bersinar. Neona hanya tahu matahari dan bintang Neona itu bernama Bintang Radithya. Jadi karena nama Mas itu, hanya
Mas yang bisa membuat Neona bahagia." Neona menggenggam tangan Radith. Ia kembali terisak dalam monolog yang setiap hari ia ucapkan. Bunda dan Ibu yang
mendengarkan Neona hanya bisa mengusap punggung Neona. Mereka semua mendoakan yang terbaik untuk Radith dan Neona.
"Bu, Bun, Mas Radith denger Neona kan? Kenapa Mas Radith ngga mau bangun?" Neona terisak memeluk Ibu. Ibu memeluk erat sang putri bungsungnya. Ia tahu,
setiap malam Neona menangis sambil memeluk boneka teddy pemberian Radith. Ibu juga merasakan sakit yang dirasakan oleh Neona. Bunda memeluk Neona, jadilah
kini merela saling memeluk. Memberikan kekuatan satu sama lain.
"Naa.." "Iyaa?" Neona menjawab dan menaikkan wajahnya menatap Bunda dan Ibu. Dua wanita itu menggelengkan kepala. Karena bukan mereka yang memanggil.
Neona berbalik menoleh ke arah ranjang Radith. Memastikan apa yang ia dengar. Ternyata itu memang suara Radith. Radith sadar!
"Mas.. sudah jangan ngomong dulu. Aku panggil dokter sama suster dulu ya." Neona memencet tombol pemanggil dokter dan suster. Bunda dan Ibu berpelukkan
sambil mengucapkan rasa syukur.
Tak berapa lama, dokter dan suster datang memeriksa kedaan Radith, dan mengatakan semuanya akan segera membaik. Radith akan segera pulih jika meminum obat
beristirahat yang cukup. "Mas, kamu belum makan selama ini. Neona suapin yaa.." Neona mengajak ngombrol Radith yang tampak melamun.
"Mas..?" Neona mencoba mengembalikkan perhatian Radith pada dirinya.
"Pergi kamu! Kamu ngga usah di sini! Aku sudah bukan Radith yang dulu. Lihat wajah dan tubuhku sudah buruk rupa!" Suara Radith yang masih parau, tetap
terdengar dengan nada tinggi. Neona kaget. Bunda dan Ibu pun menghampiri ranjang Radith.
"Bundaa!! Suruh Neona pergi! Aku ngga mau ketemu Neona! Bilang Radithnya sudah mati. Ini hanyalah pria buruk rupa!" Radith masih berteriak-teriak mengusir
Neona. Tentu hal ini membuat hati Neona mencelos. Neona sama sekali tak pernah peduli dengan luka di tubuh Radith. Baginya, kesadaran Radith lebih utama
daripada keadaan penampilan pria yang dicintainya ini. Neona merasa sedih dan sakit ketika Radith tak mau menatap dirinya. Bunda dan Ibu pun membawa Neona
menjauh dari ranjang. "Mas, Neona akan pulang sekarang. Tapi seperti janji Neona sama Mas. Neona akan selalu ada di samping Mas, apapun keadaannya. Bahkan saat Mas melarang,
aku tetap di samping, Mas. Aku adalah Bulan yang sampai kapapun ditakdirkan bersinar karena cahaya matahari dan ditemani bintang di malam gelap." Neona
berlari meninggal ruangan Radith dengan isakkan. Ia menabrak Reno yang baru datang bersama Ayah.
Ibu ikut berpamitan pada keluarga Trisdiantoro dan menyusul Neona. Bunda memeluk Radith yang terisak saat melihat wanita yang sangat ia cintainya itu menangis
pergi. Ia memang masih merasakan rasa sakit karena luka bakarnya, tapi hatinya lebih sakit, karena ia telah membuat Neona menangis. Radith hanya tidak
sanggup menerima bayangan dirinya yang terpantul cermin di depan ranjangnya. Iya kah Neona masih mau menikahi pria yang berpenampilan seperti dia saat
ini? "Radith, Ayah bahagia dan bersyukur kamu sudah sadar. Tapi Ayah menyesal, jika kamu sadar lantas menyakiti wanita yang setia menunggui kamu, menangisi
kamu pagi, siang, dan malam. Apakah Ayah pernah mengajarkanmu untuk melakukkan hal seperti itu?" Ayah berbicara dengan nada serius.
Saat ini, Radith dikeliling Bunda, Ayah dan Reno. Mereka semua kaget dengan perbuatan Radith yang membuat Neona menangis dan akhirnya pergi.
"Yah, maaf kalau membuat Ayah kecewa. Tapi yang Radith lakuin sudah benar. Radith bahkan mau bilang ke Ayah, Radith mau pernikahan Radith dibatalin aja
Yah, Bun." Radith mengatakkannya dengan hati pedih. Layaknya teriris pisau lalu dibasuh dengan larutan asam.
"Radith, kamu sudah gila?! Apa yang terjadi sama otak kamu Hah!?" Ayah berteriak marah. Selama ini Ayah tidak pernah seperti ini. Ia tahu, kejiwaaan Radith
masih terguncang paska insiden, tapi bukan berarti Radith bisa memutuskan ide bodoh seperti itu.
"Ayah,.. sudah Ayah, istighfar." Bunda menahan tangan suaminya dan memberikan usapan pada lengan dan punggungnya.
"Mas! Jangan mengambil keputusan bodoh. Mas sedang tidak stabil." Reno juga kesal dengan ucapan Radith, namun ia tak berhak marah, karena Ayah sudah mengeluarkan
kemarahannya. "Kamu bilang Mas bodoh? Oh jadi kamu sudah merasa pandai? Mas tahu apa yang terbaik. Mas sudah mantap untuk memutuskan rencana pernikahan ini. Kalau Ayah
tidak mau, nanti Radith yang bilang. Semua biaya yang sudah keluar, Radith ganti." Radith mengatakan dengan nada yang tak kalah tinggi dengan Ayah.
'Ini terbaik buat kamu Na. Kamu ngga berhak hidup bersama pria buruk rupa seperti aku. Pasti akan pria yang lebih dari aku. Meski aku ngga yakin, bisa
menemukan wanita seperti kamu selain kamu.' Ucap Radith dalam hati.
"Kamu sudah tidak waras, Radith! Untung kamu masih di rumah sakit. Kalau tidak, Ayah gampar kamu." Ayah sudah mengeluarkan semua emosinya. Kini Reno pun
ikut memegangi Ayah. Radith tampak tidak peduli. Ia memalingkan wajah dan menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya. Ia menangis tanpa suara. Bagaimanapun,
Neona adalah dunianya. Neona adalah takdir yang selalu Radith pinta pada Allah untuk menjadi pendampingnya. Namun keadaan ini, membuat Radith berpikir untuk mundur demi kebaikkan, meskipun rasanya sesakit ini.
*** BAB 29 Sejak kejadian pengusiran Neona oleh Radith, Neona hanya bisa memantau keadaan Radith melalui Bunda. Ia tahu bahwa hari ini Radith keluar dari rumah sakit.
Ia sangat ingin datang ke rumah Radith, namun semua orang menghalanginya. Hingga akhirnya ia menghubungi Reno untuk minta ditemani ke kantor polisi. Saat
Radith tak mau menemuinya, bukan berarti cinta Neona berhenti. Baginya, mengungkap apa motif pria jahanam yang membuat Radithnya hampir mati dan kini mengusir
dirinya karena penampakkan akibat kejadian itu, menjadi hal yang utama.
"Mba yakin mau ketemu sama pelaku kejahatannya Mas Radith?" Reno membawa mobil Porsche milik Radith yang sudah menjadi miliknya.
"Yakin Ren. Kata Mas Rio, dia masih belum mau ngaku kan? Lagian kamu ngga penasaran sama motif perbuatannya? Dia itu calon suaminya Nadhira loh Ren." Neona
mengingatkan Reno, yang tampak tidak peduli dengan mantan pacarnya itu.
Maka setelah menembus kemacetan jalan raya siang itu, Neona dan Reno sudah berada di lapas, tempat Sandi ditahan sementara. Neona meminta izin kepada kepala
lapas untuk bertemu dengan Sandi dan pertemuan mereka didampingi oleh polisi yang memang sedang memegang kasus Sandi.
"Hai San.. sudah lama kita tak bertemu. Masih ingat saya?" Neona menyapa pria yang sudah merenggut kebahagiaanya.
Pria itu tak bergeming dan membuat Reno mengepalkan tangannya. Harusnya pria ini menderita dan mati, karena sudah membuat Radith hampir mati, dan merenggut
kebahagiaan Radith dan Neona.
"Sandi.. saya hanya ingin tahu, mengapa kamu melakukan itu? Apa salah Radith?" Neona bertanya langsung. Ia sudah tak tahan menahan tangisnya. Pria di depannya
ini yang membuat Radith mengusir dirinya, dengan mengatakan dirinya sudah menjadi pria buruk rupa.
"Semua karena Kamu!" Sandi berteriak, dan mengundang reaksi dari sang polisi untung menenangkan. Reno dan Neona shock mendengarkannya.
"Apa maksud Lo bangsat?!" Reno mengeluarkan umpatan kasarnya. Neona menegur Reno.
"Karena Kamu, Sandra tersiksa. Aku mencintai Sandra yang justru memilih untuk dijodohkan dengan Yolly. Dengan alasan usiaku jauh lebih muda dari Sandra.
Aku mencintai Sandra yang memilih pria yang hatinya masih berisi olehmu! Sandra tersiksa dalam pernikahannya dan semua karena Kamu, Neona!" Sandi masih
menjelaskan dengan nada tinggi.
"Aku berkedok menerima perjodohan dengan Nadhira. Hanya untuk mengetahui dirimu dan keluarga Trisdiantoro. Tadinya aku ingin membuatmu tersiksa langsung,
tapi rasanya itu terlalu mudah, maka aku memilih Radithlah sebagai korbannya. Aku berhasil bukan? Kamu pasti batal nikah dengan Radith bukan?" Sandi tersenyum
licik. Neona menangis dan Reno sudah berdiri ingin menghajar Sandi. Reno jelas tahu, pria pembunuh ini sudah berhasil mencapai tujuannya. Radith berniat
Sang Petaka 2 Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say Pendekar Pemanah Rajawali 33

Cari Blog Ini