Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong Bagian 1
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
0 Dituturkan oleh : Tong Hong
Jilid ke 1
(I) PROPINSI Ceng Hai (Koko Nor) adalah sebuah propinsi yang
terletak agak ke sebelah barat dari Tiongkok daratan. Propinsi
ini boleh dikata dikelilingi oleh daerah gurun pasir, seperti
daerah-daerah Mongolia, Tibet dan sebagainya, sehingga tak heran
bila suhu disitu mendekati suhu di gurun pasir, kering dan panas.
Kala itu tahun Keng Liak yang kesebelas. Dikaki gunung Pat Wan
Khek La-san, yang terletak dipropinsi Koko Nor, tampak dua orang
yang sedang menunggang kuda. Yang seorang memakai jubah
merah, yang lazim dipakai oleh pendeta. Dikepalanya juga memakai
topi yang berwarna merah. Badannya tinggi besar, bila dipandang
dengan saksama, tahulah kita, bahwa dia adalah seorang Lhama
dari golongan merah yang berkedudukan di Tibet.
Sedangkan yang seorang lagi memakai pakaian hijau. Kerlingan
matanya sangat tajam, perawakan sedang dan tampaknya amat
cantik. Dia adalah seorang wanita Han, umurnya lebih kurang 7-18
tahun, bila dibandingkan dengan kawan seperjalanannya, dia lebih
muda kira-kira 20 tahun, Pada saat itu hawa amat panasnya,
sehingga menyebabkan kedua orang itu jadi mandi keringat. Lhama
baju merah itu ternyata sangat pandai dalam hal menunggang kuda,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
1 tetapi bila dibandingkan dengan si-nona muda yang manis itu,
masih kalah jauh.
Si-nona ternyata adalah seorang yang senang bersenda gurau,
sedangkan Lhama itu mengikutinya dari belakang dengan wajah
yang berseri-seri.
Setelah berjalan sesaat lagi, tiba-tiba dikejauhan ada yang
menjual tiamkua, dengan riangnya nona itu lalu berkata, "Supek,
tiamkua itu sangat harum baunya." Setelah berkata demikian, nona
itu sudah lantas memajukan kudanya kearah itu dengan cepat
sekali, menyebabkan si Lhama jadi tertinggal jauh dibelakangnya.
(tiamkua adalah semacam semangka, tetapi bentuknya jauh lebih
kecil, rasanya manis dan banyak airnya).
"A Fong, mengapa engkau meninggalkan aku?" teriak Lhama itu
dalam bahasa Tionghoa yang agak kaku.
Sedangkan nona yang dipanggil A Fong itu sudah lantas
menjawab: "Supek, cepat kemari! Mari kita mengadu kecepatan,
siapa yang terlambat, dia tidak dapat tiamkua." Setelah berkata
demikian, kudanya dikasih maju lebih cepat lagi, sehingga membuat
si Lhama jadi keripotan sendiri.
Jarak antara tukang tiamkua dengan mereka masih berada 5-60
meter jauhnya. Sedangkan si Lhama telah tertinggal 2-30 meter dari
si-gadis. Akhirnya Lhama itu jadi habis sabar, dia lantas lompat dari atas
kuda, dengan membentangkan ilmu mengentengi tubuh tingkat
tinggi, yaitu ilmu "Pat Po Kan Shan" atau "Delapan langkah
mengejar tonggeret", bagaikan terbang dia mengejar A Fong.
Sedangkan kuda tunggangannya mengikuti dari belakang.
Sesaat kemudian, Lhama itu telah berada dimuka A Fong,
kemudian ia menarik les kuda yang ditunggangi si-nona. Kuda itu
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
2 sangat dengar kata, dengan mendadak ia hentikan larinya. Pada saat
itu mereka hampir sampai ditempat penjual tiamkua.
"Bagaimana ? Masih belum tundukkah engkau akan kelihayan
Supekmu ?" tanya di Lhama dengan roman puas.
"Supek, sepasang kakimu memang sangat lihay, tetapi itu bukan
berarti kemenangan untukmu". Demikian kata A Fong.
"Apa katamu ? Engkau hendak mempermainkan aku ?" tanya
Lhama itu dengan roman heran.
"Oh sekali-kali tidak, tadi bukankah sedang mengadu kuda ?"
"Betul"
"Kita tokh bukan sedang mengadu lari, betul tidak ?"
"Tidak salah."
"Nah itulah, coba kau lihat kudamu, dia sedang kencing dijalan,
bukankah lebih lambat dari kudaku?"
Ang Ie Lhama menjadi masgul ketika mendengar perkataan itu,
setelah berpikir sejenak, tiba-tiba sambil tertawa dia berkata :
"Sekali lagi engkau menganggap aku sebagai bahan lelucon. Hai
nona kecil, kau kira aku tidak berani memberitahukan perbuatanmu
kepada ayahmu ? Akan kusuruh ayahmu menghajar engkau, supaya
lain kali engkau tidak berani lagi untuk mempermainkan aku."
"Supek, engkau sudah kalah masih hendak memukul orang,
mana ada peraturan demikian. Sudahlah kita tidak usah
membicarakan soal itu, kini aku hendak membeli tiamkua!" Kata
Ouw Fong dengan nakalnya sambil lompat turun dari kudanya.
Sipenjual tiamkua itu melihat kedua orang ini, yang satunya
adalah seorang Lhama dan seorangnya lagi adalah seorang nona
cantik. Bila dikatakan sebagai ayah dan anak tidak miripnya dan
kalau dikatakan sebagai kekasihpun idem.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
3 Maka cepat-cepat sipenjual tiamkua menawarkan dagangannya:
"Kouwnio (nona), tiamkuaku ini sangat manis dan wangi sekali."
katanya. "Baru didatangi dari Ha-mid. Aku jual harga pasti 2,7 tail
sebuah." Katanya menyatakan bahwa ia adalah berasal dari Kwansee.
"Engkau sungguh pendusta, dari sini pergi ke Ha-mid, paling
sedikit memakan waktu 8-10 hari, apalagi diwaktu panas begini,
aku tanggung sebelum tiamkua itu tiba disini, sudah pada busuk
semua !" Kata Ang Ie Lhama dengan memperdengarkan tertawa
besarnya. "Bila engkau berdusta, setelah makan kami tidak akan
membayarnya. Malah aku akan menuntutmu kemudian diserahkan
kepada yang berwajib, jangan engkau sembarang membohongi
tamu asing!" Kata A Fong tidak mau ketinggalan.
Sipenjual tiamkua itu menjawab dengan tenangnya: "Yang
berwajib ? An belum pernah mendengar perkataan itu. Baiklah, An
tidak akan menjual barang ini kepada kalian. Juga setelah kamu
mengetahui barang ini bukan tiamkua yang wangi serta manis
rasanya, untuk apa membelinya ? Jangan memakai yang berwajib
untuk mengagetkan orang !"
"Bila engkau tidak mau menjualnya, aku malah sebaliknya
semakin kepingin untuk membelinya !" Kata A Fong.
"Kalau demikian halnya, silahkan kau menyerahkan uang
terlebih dahulu !"
"Sabar, habis makan baru kami bayar. Dan bila barang palsu,
kami tidak akan membayarnya !"
Penjual tiamkua itu jadi berteriak : "Tidak bisa, uang dulu baru
barang. Ini adalah peraturanku !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
4 "Betulkah ? Kalau peraturanku ialah barang dulu baru kemudian
dibayar !"
"Kalau demikian aku tidak akan menjual barangku ini
kepadamu!"
"Malah aku sebaliknya, ingin sekali membelinya." Setelah
berkata demikian, A Fong menggunakan gerakan "Ya Houw Cay Ko"
atau "Orang hutan memetik buah", mengambil sebuah tiamkua
yang kemudian terus dicobai. Tiba-tiba saja ia memuntahkannya
lagi sambil berkata:
"Tiamkua mentah dijual, mana asam, mana pahit, nah! engkau
sekarang hendak berbuat apa terhadapku ? !"
Sipenjual tiamkua begitu melihat kelakuan si-nona itu, ia
menjadi gusar sekali.
"An berjualan disini hampir sepuluh tahun belum pernah bersua
dengan pembeli semacam ini. Baiklah, kini silahkan engkau
menyerahkan uang seratus tail untuk mengganti kerugian itu,
engkau sudah memakan barangnya, sekarang keluarkan uangnya!"
Ang Ie Lhama melihat mereka ribut, baru saja hendak
memisahkan. Sekonyong-konyong dia melihat si-tukang tiamkua
hendak memeras si-nona maka dia lalu membentak: "Tiamkua
mentahmu mana berharga seratus tail perak. Engkau tidak bedanya
dengan seorang pemeras!"
Sipenjual tiamkua tidak mengatakan suatu apa lagi, lantas
mengangkat sebuah cu-tiauw (pikulan buluh) dengan menggunakan tipu "Tok Pek Hoa San" atau "Membela gunung Hoa dengan
tangan tunggal", diarahkan ke kepala Lhama baju merah. Dengan
membalikan tubuhnya si Lhama mengegoskan serangan itu.
Sedang A Fong lantas berkata: "Supek orang ini serahkan saja
kepadaku!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
5 Ternyata A Fong telah setengah bahkan lebih mengikuti
Supeknya, disepanjang jalan ia hanya berjumpa dengan gunung,
sungai, lembah ngarai, telaga dan binatang buas dll. Dijalan jurusan
Ceng Hai jarang sekali bertemu dengan orang yang berlalu lintas
disitu. A Fong adalah seorang yang nakal, cerdik dan suka meribut.
Kali ini ia jadi gatal tangannya. Maka ia lalu membentak: "Kawan,
kita sebagai seorang yang berkelana didalam kalangan sungai
telaga, tentunya mengenal budi, sedangkan dibawah golok tidak
akan kau jumpai keadaan serupa itu bukan ? Cay-hee
(membahasakan diri) she Ouw, bernama tunggal Fong."
"Ayahku adalah seorang tokoh dari Kong Tong Pay yang
bernama Ouw Lun dan bergelar Giok Kie Lien. Sedangkan Taysu ini
adalah Thian Go Sian-su, gelarannya adalah Siauw Bian Hud, nama
asalnya adalah Laliat-touw.
Beliau adalah seorang Lhama yang menjadi Ciang Bun dari See
Cong Kun Lun Thian Ouw Pay, berkawan baik dengan ayahku, aku
mengikutinya untuk belajar seperangkap Thian Ouw Kiam Hoat,
tetapi beliau tidak mau kupanggil Suhu, maka terpaksa aku
memanggilnya Supek, tetapi sebenarnya ia adalah guruku. Hai
kawan, sekarang silahkan engkau memberi tahu namamu !"
Thian Go Sian-su Laliat-touw melihat kenakalan Ouw Fong,
disamping mendongkol juga ia merasa lucu.
Sedangkan sipenjual tiamkua itu ketika mendengar nama Giok
Kie Lien dan Siauw Bian Hud berdua, hatinya jadi berdebar, tetapi
ia tidak mau memperlihatkan kelemahannya didepan lawan, maka
dia lantas membentak : "An tidak akan merubah she atau nama, An
adalah salah satu dari Kwan-see Liok-pouw. Hai anak kecil, kau
rupanya mengerti juga peraturan dari kalangan sungai telaga. Baik
kita mengikuti peraturan itu saja. Nah silahkan mulai!" (An =
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
6 membahasakan diri sendiri, sebutan "Aku" dari penduduk Tiongkok
bagian utara).
"Gelaranmu sangat enak didengar, aku tidak akan melukaimu,
aku akan memakai ini untuk mengiringimu!"
Setelah berkata temikian dia lalu membuka angkin putihnya, lalu
disabetkan kearah Yam-kee Pouw.
Sedangkan Yam-kee Pouw juga tidak mau kalah, ia lantas
memutarkan cu-tiauw-nya dengan menggunakan gerakan "Hoat In
Cian Jit" atau "Menyingkap mega memandang matahari",
disodokkan kearah bahu kanan Ouw Fong.
Mendapat serangan ini, Ouw Fong tetap tenang sehulu angkin
yang lebarnya 3-4 kaki, kini digulung menjadi sebuah pian
(cambuk) panjang, dimainkan cepat sekali. Kemudian diarahkan ke
cu-tiauw-nya Yam-kee Pouw untuk dilibat dengan menggunakan
gaya "Koay Bong Pan Sian" atau "Ular sawah bergulingan".
Melihat ini, Yam-kee Pouw jadi tertawa dingin dengan
sekonyong-konyong gerakannya jadi berubah, pikulannya
disodokkan kemuka, serangan ini sangat hebat. Ternyata ia
menggunakan tipu pedang yang bernama "Thiat Cie Tu Jut" atau
"Pedati yang menonjol", tetapi kini dia menggunakan pikulan
sebagai gantinya pedang.
Sedangkan angkin Ouw Fong tidak keburu ditarik kembali, maka
dia mengerahkan tenaga tangan kanannya, guna menyambuti
serangan lawan. Maka terjadilah suatu bentrokan yang amat
membisingkan telinga.
Tangan Yam-kee Pouw jadi pedas dan nyeri, badannya jadi
oleng. Setelah sesaat lamanya kemudian badannya baru bisa berdiri
tetap lagi.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
7 Sedangkan Ouw Fong jatuh 5-6 tindak jauhnya. Tetapi dengan
cepat ia bangun pula, kemudian memainkan angkinnya dengan
cepat sekali, yang tampak hanya sebuah sinar putih yang
melindungi tubuhnya.
"Dasar anak kecil yang suka mencari setori. Masih berani lagi
memandang rendah lawan dan sedikitpun tidak mempunyai
kesabaran. Bila ia tidak memandang rendah pada lawan, siangsiang ia sudah dapat mengalahkan lawannya dengan menggunakan
Im Yang Pian !" Kata Laliat-touw dalam hatinya.
Ternyata Im Yang Pian adalah ilmu cambuk yang paling
diandalkan dari partai Thian Ouw, semuanya dibagi dalam seratus
enam puluh gerakan, satu sama lain mempunyai hubungan yang
erat sekali. Bisa dilemaskan dan juga bisa pula dipergunakan
sebagai cambuk dan kalau dilempangkan (dikakukan) dapat diganti
sebagai gantinya golok, pedang dan pentungan. Yang paling
istimewa ialah jika satu waktu lupa membawa cambuk, dapat
memakai barang apa saja yang sifatnya lemas untuk menggantikan
cambuk. Pada mulanya Yam-kee Pouw tidak memandang sebelah mata
kepada Ouw Fong, ia mengira dengan sekali pukul saja, lawannya
sudah dapat dijatuhkan. Tidak sangka nona itu bukan saja tidak
menderita luka, malah sebaliknya menyerang dengan dahsyatnya,
makin lama makin hebat. Karenanya, ia jadi tidak bisa main ayalayalan lagi. Dengan mengandalkan pengalamannya selama dua
puluh tahun, dia baru bisa bertahan sampai saat itu.
Sedangkan Ouw Fong yang walaupun ilmu silatnya lebih tinggi
setingkat dari lawannya, tetapi ia masih kurang pengalaman, walau
ia lincah dalam melakukan penyerangan, tapi ia tidak bisa
merobohkan lawannya seketika.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
8 Ouw Fong menjadi gelisah sendiri, karena bila untuk pertama
kali bertempur dengan orang lain telah dikalahkan lawan, sungguh
memalukan. Mungkin nanti Supeknya akan mentertawakannya.
Maka kemudian ia memperhebat serangannya, membuat Yam-kee
Pouw jadi repot untuk menghindari dan menangkis serangan
tersebut. Dengan demikian pula, sepuluh jurus lagi telah dilewatkan. Pada
saat itu, Ouw Fong telah habis menjalankan ilmu Im Yang Pian-nya.
Bila menurut aturan, ia harus melompat keluar dari kalangan, baru
kemudian memulai lagi menjalankan ilmu itu dari mula. Tetapi bila
seorang yang memainkannya telah mencapai tingkat sempurna, ia
boleh tidak usah melompat keluar dari kalangan. Namun harus
menggunakan tangan kiri memegang cambuk dengan
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggunakan posisi "Coan Hoa" atau "Menembusi bunga", "Bian
Hoa" atau "Menghindari bunga", memaksa lawan untuk tidak
mendahului melakukan penyerangan. Sedangkan orang itu lalu
menggunakan kembali gerakan pertama dari Im Yang Pian yang
bernama "Liu Cian Hee San" atau "Air terjun mengalir kebawah
gunung". Tetapi kepandaian Ouw Fong belum sampai tingkat
demikian, maka ia lantas mundur, sedangkan bagian dada dan
bagian punggungnya jadi lowong. Dengan menggunakan
kesempatan ini, dengan beruntun Yam-kee Pouw menyerang
dengan menggunakan tipu "Tok Pek Hoa San" atau "Membelah
gunung Hoa dengan tangan tunggal", "U Liong Cut Tong" atau "Ular
naga keluar dari goa" dan "Hoat Cauw Sin Coa" atau "Menyingkap
rumput mencari ular", diarahkan kebagian kepala, dada dan
punggung Ouw Fong, serangan ini amat dahsyat serta cepat sekali.
Serangan ini membuat Ouw Fong jadi sangat terperanjat, untuk
mengubah gerakan sudah tidak mungkin, maka terpaksa ia harus
melompat kebelakang.
Sedangkan Yam-kee Pouw dengan tertawa dingin berkata :
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
9 "Hai anak kecil, engkau mau kemana ?" Setelah itu dengan
pikulannya ia menghantam Ouw Fong.
"Engkau kira aku takut kepadamu ?!" Kata Ouw Fong sambil
membalikkan badannya.
Kali ini ia tidak menggunakan angkin (ikat pinggang) lagi tetapi
ia menggunakan pedang sambil membentangkan ilmu Thian Ouw
Kiam Hoat. Demikianlah mereka jadi bertempur dengan serunya.
Dengan menggunakan tipu "Peh Lo Heng Kang" atau "Halimun
putih melintang sungai", Yam-kee Pouw memajukan pikulannya
pula. Tetapi dengan mudah dapat diegoskan oleh Ouw Fong. Bila
yang satu menyerang, yang satunya lagi menghindari. Sepuluh
jurus lagi telah dilewatkan.
Tiba-tiba Ouw Fong berpikir: "Senjata lawan ini adalah sebuah
pikulan buluh, bila ditabas dengan pedang, pasti akan terpotong !"
Setelah berpikir demikian, permainan pedangnya diperhebat,
setindak demi setindak ia mendekati lawan guna menabas pikulan
lawan. Yam-kee Pouw juga bukan anak kemarin, ia lantas menginsyafi
itu. Ia menunggu ketika Ouw Fong menabas kepadanya, dibagian
dadanya Ouw Fong jadi lowong. Maka dengan cepat Yam-kee Pouw
menggunakan gerakan "Couw Tiong Kiong" atau "Berjalan diistana
tengah" ia menyodokkan pikulannya itu kearah dada lawan. Siapa
tahu gerakan Ouw Fong ternyata sangat lincah, dengan mudahnya
ia dapat menghindari serangan itu.
Masih saja mereka bertempur, belum tahu siapa yang lebih
kosen dan siapa yang lebih lemah. Masing-masing mengarahkan
serangan ketempat kelemahan lawannya.
Tiba-tiba Ouw Fong membentak : "Kena !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
10 Bertepatan dengan itu, tiba-tiba terdengar beradunya senjata
dan muncratnya lelatu api keempat penjuru. Ouw Fong merasakan
telapak tangannya sangat sakit dan nyeri sekali, sukar untuk
ditahan, hampir saja pedangnya itu terlepas dari tangannya.
Pada saat itu Yam-kee Pouw
telah menyerang pula dengan
menggunakan posisi "Ie Seng Cay
Touw" atau "Bintang berpindah
kedudukan" serangannya ini
menggunakan tenaga sepenuhnya
dan sangat ganas. Tetapi serangan
tersebut dapat dihindari oleh Ouw
Fong, sehingga pikula itu melesak
dalam dahan pohon. Sebelum
Yam-kee Pouw berhasil mencabut
pikulannya, tiba-tiba dari atas
Sebelum Yam-kee Pouw berhasil mencabut pikulannya, Tiba-tiba
pohon melesat sebuah bayangan,
dari atas pohon melesat sebuah bayangan dan jatuhnya persis
diatas pikulan itu
dengan kaki yang ditangkapkan.
Jatuhnya persis diatas pikulan itu
dan sebuah sinar pedang menyambar kearah tenggorokan Yam-kee
Pouw, orang itu ternyata adalah Ouvv Fong.
Yam-kee Pouw jadi berteriak, kemudian dengan menggunakan
gaya "Membalikkan bawang", ia melompat kebelakang, gerakannya
itu sangat cepat. Tetapi gerakan lawannya terlebih cepat lagi. Maka
ujung pedang tetap dekat pada tenggorokkannya!
Yam-kee Pouw dengan mengandalkan pikulannya itu telah
berhasil mengalahkan beberapa tokoh Kang-ouw. Siapa sangka kini
ia jatuh ditangan seorang nona yang belum ternama. Wajahnya
menjadi merah, kemudian dengan suara tajam ia berkata : "Cepat
bunuh aku, cepat!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
11 "Eh, kau hendak mati, malah aku sebaliknya, aku mengingini
engkau tetap hidup !" Kata Ouw Fong dengan tertawa.
"Engkau kira dengan menggunakan
mengalahkan aku, itu tak terhitung gagah!"
akal bulus bisa "Engkau kira dengan menggunakan tenagamu yang besar itu
dapat menghina aku? Jangan mimpi kawan !" Balik ejek Ouw Fong.
Setelah mengejek demikian ia berpaling kepada Laliat-touw dan
berkata lagi: "Supek," katanya, "orang ini aku serahkan kepadamu
untuk diberi pengajaran, supaya lebih tahu adat!"
Yam-kee Pouw mana bisa menerima hinaan semacam ini,
hatinya jadi marah. Hampir saja ia jatuh pingsan, tenggorokkannya
dimajukan keujung pedang si-nona.
Disebelah sana Laliat-touw tiba-tiba berkata : "Baik, aku
datang!"
Setelah berkata demikian ia mengayunkan tangan kirinya, tiga
buah Lian-cu melayang dengan cepatnya, berbareng dengan itu,
terdengarlah suara bentrokkan. Dan pedang Ouw Fong itupun jatuh
kesebelah samping, kejadian ini tentu saja membuat Ouw Fong
bersama dengan Yam-kee Pouw menjadi terperanjat.
Pada saat itu Laliat-touw telah tiba dihadapan mereka. Dengan
rupa yang ringan ia lalu mendorong Yam-kee Pouw, hingga yang
disebut belakangan jadi mundur beberapa tindak.
"Saudara Yam-kee, kami dengan kau tidak mempunyai dendam
apapun, untuk apa kau harus berbuat nekad?" Kata Laliat-touw
sambil tertawa. "Sutitlieku ini memang adalah anak yang nakal,
harap engkau sudi memaafkannya !"
Wajah Yam-kee Pouw jadi makin merah, dengan tiada
mengatakan suatu apa, ia lantas mengeloyor pergi, sampaipun
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
12 barang dagangannya ia tinggalkan begitu saja, sesaat kemudian
lenyap dari pandangan mata.
Ouw Fong lalu memonyongkan mulutnya, ia juga tidak
mengatakan suatu apa. Sesudah menyarungkan pedangnya, ia
lantas naik keatas kuda. Kemudian dengan gemas ia memecut
kudanya, sehingga membuat kuda itu lari kedepan dengan
cepatnya. Kini tinggallah Laliat-touw seorang, setelah berdiam sesaat,
cepat-cepat ia naik keatas kuda untuk mengejar Ouw Fong.
Ia memang telah mengetahui adat Ouw Fong, maka lantas ia
berteriak "A Fong, berhenti dulu. Aku akan menceritakan engkau
sebuah kisah See Cong !"
Betul saja, Ouw Fong jadi menahan kudanya, sambil berpaling ia
berkata : "Siapa yang kesudian mendengar ceritamu! Bukankah
yang akan kau ceritakan ialah bagaimana membantu lawan dan
menghina orang sendiri ?!"
"Engkau jangan salah mengerti, kita tidak boleh menghina
kepada Kwan-see Liok An!"
"Siapa enam jago dari Kwan-see itu ?"
"Biar sebentar sambil berjalan aku akan menceritakan halikhwal Kwan-see L.iok An itu kepadamu !"
Begitulah sambil berjalan Laliat-touw menceritakan tentang diri
ke-enam jago dari Kwan-see itu.
Ternyata orang yang disebut enam jago dari Kwan-see, terdiri
dari enam saudara. Yang tertua ialah Yam-kee Liong bergelar Lee
Teng Giam Loo atau Giam Loo Ong yang berkepala botak. Ini
disebabkan kepalanya yang botak. Yang kedua bernama Yam-kee
Hong, disebabkan mukanya yang hitam itu bagaikan pantat kuali, ia
jadi diberi gelaran Hek Sie Sin atau Dewa muka hitam. Lo-sam atau
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
13 yang ketiga ialah Yam-kee Houw, kelakuannya sangat kasar,
disamping itu ia bersenjatakan sebuah Tong-cui, gelarannya Ho Li
Tay Cong atau kutu besar didalam api. Ke-empat adalah Yam-kee
Lien, diantara enam jago, hanya ia seorang yang pernah bersekolah,
genggamannya adalah sepasang pedang panjang, ia bergelar Siang
Kiam Siu Cay atau Seorang pelajar yang menggenggam sepasang
pedang, sedangkan Sin Cie Pay Cu Yam-kee Pouw adalah yang
kelima. Dan yang bungsu ialah Yam-kee Kouw, ia sangat mahir
dalam ilmu mengentengi tubuh, menggunkan Kong-ca, bergelar
Cui Hong Ma atau kuda mengejar angin.
Keenam bersaudara ini masing-masing mempunyai
keistimewaan sendiri-sendiri, mereka telah lama malang melintang
di Kwan-see, merampok dan menyolong itulah pekerjaan mereka
sehari-hari. Sehingga membuat pembesar setempat jadi sangat
gusar akan kelakuka mereka, tetapi para pembesar setempat
kebanyakan nafsu untuk naik pangkat besar, tetapi kemampuan
kurang, bahkan boleh dikatakan sama sekali tidak becus.
Demikianlah Laliat-touw memberi penjelasan kepada Ouw Fong.
Sedangkan Ouw Fong tidak meributkan pula.
Hari telah senja, matahari hampir tenggelam, ditaksir mereka
telah mendekati See-leng.
Disepanjang jalan mereka telah menikmati matahari terbenam
didataran tinggi, disepanjang jalan mereka juga membicarakan
soal-soal jang menyangkut dengan keadaan dikalangan Kang-ouw.
Sekonyong-konyong dari jauh terlihat tiga orang penunggang
kuda jang sedang lari mendatangi. Orang-orang yang terdapat
diatasnya ternjata mempunjai suatu kepandaian menunggang kuda
yang amat bagus. Sesaat kemudian, mereka telah melewati Ouw
Fong berdua. Diantaranya terdapat seorang berpakaian seorang
saudagar kaya, tampaknya mereka hendak memburu sesuatu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
14 Kejadian ini membuat Ouw Fong menjadi kaget, ia lalu menanya
kepada Laliat-touw dengan suara perlahan : "Mereka bertiga untuk
apa keluar kota dikala senja ? Aku rasa mereka pasti adalah orangorang dari kalangan Kang-ouw, Supek, kau kenal kepada mereka ?!"
Laliat-touw hanya menggoyang-goyangkan kepalanya tanpa
berkata suatu apa. Ia bagaikan sedang memikirkan sesuatu apa.
Melihat ini, Ouw Fong tidak menanyakan apa-apa lagi.
Mereka terus memajukan kudanya kemuka, kini jarak ke Seeleng makin dekat, lebih kurang hanya tinggal 10 lie saja (satu lie =
576 meter).
Tiba-tiba dari kejauhan tampak abu menjulang tinggi, dibarengi
dengan terdengar derapan kuda. Ketika mereka berpaling tampak
oleh mereka tiga penunggang sedang mendatangi. Dengan roman
heran Ouw Fong lalu bertanua: "Supek, kau lihat, mereka balik lagi.
Lebih baik kita menghadang ditengah jalan !"
"Datang lagi gilanya !" kata Laliat-touw dalam hati. Sedangkan
dimulutnya ia berkata: "Walaupun teknik ketiga penunggang kuda
ini bagus, tetapi tidak seindah yang terdahulu !"
"Apa lain lagi?" .
Rupanya ketiga penunggang kuda itu belum begitu ahli, badan
mereka masih suka oleng. Dua ekor jalan dimuka, sedangkan yang
seekor lagi mengikuti dari belakang.
Ketika Ouw Fong hendak menyingkir kesamping, sudah tidak
keburu. Kedua penunggang itu lalu mengapitnya, kemudian
meninggalkannya. Sedangkan kuda Ouw Fong yang karena kaget,
ia lantas mengangkat kaki depannya, baiknya Ouw Fong sangat
pandai dalam hal menunggang kuda, bila tidak ia pasti akan jatuh
terjungkal.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
15 Sedangkan kuda putih yang ditunggang oleh Laliat-touw lantas
saja menjadi binal yang kemudian hendak mengejar kepada ketiga
kuda yang berada didepan. Baiknya Laliat-touw cepat-cepat
menahannya, bila tidak entahlah
Ketiga orang yang berada dimuka itu, salah seorang diantaranya
memakai sebuah baju yang berwarna hijau, sedangkan yang
keduanya memakai pakaian merah muda atau tepatnya dadu.
Mereka semua pada berpaling kebelakang, ketika mengetahui
bahwa tidak terjadi suatu apa, mereka lantas memajukan kudanya
kemuka dengan cepatnya.
Ouw Fong lalu menghampir Supeknya. "Ketiga orang ini
sungguh tidak tahu aturan!" Katanya.
"Engkau tahu siapa mereka?" Tanya Laliat-touw.
"Dalam keadaan yang samar-smar ini, aku tidak dapat
mengenalinya!"
"Salah satu diantaranya adalah Cangba Khan!"
"Apa ? Cangba Khan ?"
"Coba kau perhatikan, bukankah dipunggungnya terdapat
sebuah Tay Kim Can ?" (Tay Kim Can = adalah sebuah senjata yang
ujungnya berbentuk bulan sabit). Kata Laliat-touw. "Di See Cong
hanya ia seorang yang menggunakan senjata itu!"
"Tahulah aku, apa sebabnya yang dua itu memakai jubah merah.
Mereka mungkin sedang menghadapi suatu persoalan yang pelik!"
"A Fong, aku harap engkau jangan banyak omong. Pemimpin
besar kita dari agama merah, tidak mungkin bisa berhadapan
dengan orang-orang dari kalangan rimba persilatan. Mungkin kini
agama merah sedang berurusan dengan agama kuning !" Setelah
berkata demikian Laliat-touw meneruskannya: "Kami dari agama
merah, telah sering menerima penghinaan dari si-bangsat Siang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
16 Cieh. Bila Cangba Khan karena soal ini datang kemari, malam ini
aku harus menemuinya!"
Ketika pada malam harinya mereka tiba dikota Ong Tiong,
ternyata kota itu telah bermandikan lampu. Mereka lalu mencari
hotel. Setelah makan malam Laliat-touw lantas bertanya kepada
pemilik hotel perihal ketiga orang Ang Ie Lhama itu apakah mereka
menginap disitu ?
Pemilik hotel sambil menggeleng-gelengkan kepalanya berkata:
"Tidak, hotel ini semuanya berjumlah 10 kamar lebih, di loteng
kedua tinggal seorang tambatkan kuda, ia adalah orang Islam;
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dikamar nomor dua ditempati oleh seorang pendeta kelana dari
Mongolia. Kamar nomor tiga telah ditempati oleh seorang nona;
sedangkan kamar nomor 4, 5, 6, telah disewa oleh saudagarsaudagar, mereka semuanya berjumlah 7-8 orang, semuanya
saudagar garam "
"Yang kutanyakan kepadamu adalah ketiga Ang Ie Lhama,
engkau jangan ngelantur dalam memberikan keterangan!" Potong
Laliat-touw.
"Dihotel kami tidak ada orang yang kau maksudkan!"
"Ditempat ini ada berapa hotel ?"
"Ditempat kecil ini, hanya terdapat sebuah rumah penginapan,
yaitu disini !"
"Terima kasih akan kesediaan memberikan keterangan ini!"
Malam itu, Laliat-touw lalu mengitari kota Ong Tiong itu, tetapi
hasilnya nihil.
Sedangkan Ouw Fong lantas menghiburnya: "Sudahlah Supek,
mungkin tadi engkau salah lihat ? Mungkin matamu sudah lamur!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
17 "Tidak mungkin, Tay Kim Can itu adalah suatu tanda dari Kouwcu. Tidak mungkin salah" (Kouw-cu = pemimpin dalam suatu
agama). "Kalau demikian halnya, baik besok kita mencari dikota See-leng.
Pasti kita dapat menemui beliau !" Sedangkm didalam hatinya ia
berkata: "Lebih baik tidak berjumpa, bila tidak tiada orang akan
menemani aku untuk bermain !"
"Kouw-cu demikian tergesa-gesa, mungkin ada satu urusan yang
akan diberesi. Cuma entah persoalan apa yang dihadapinya?" Kata
Laliat-touw lagi.
Melihat ini, Ouw Fong menghibur pula.
Pada keesokan harinya, setelah sarapan pagi, mereka mendengar
si-pemilik losmen sedang mengguman: "Pendeta kelana itu dasar
sialan, sudah tiga hari berdiam disini, tidak mau membayar sewa
kamar. Diusir tidak mau pergi, sedangkan makannya mau yang
enak- saja !"
Pemilik hotel itu ketika melihat ada Ouw dan La mendatangi, ia
lantas menghentikan ocehannya.
Oleh Ouw Fong dan Laliat-touw lantas tampak ada seorang
paderi gemuk, potongan badannya hampir tidak berbeda dengan
Laliat-touw. Pakaiannya sangat indah, ditaksir ia bukan berasal dari
seorang paderi kelana yang miskin.
Saat itu si-paderi sedang duduk diatas kursi, dengan tiada hentihentinya menteriaki jongos, supaya menyediakan arak dan daging.
Sedangkan si-pemilik hotel berdiri dari kejauhan. Dengan senyum
tawar ia memberi penjelasan:
"Tay-su harus mengetahui, bahwa hotel kami berkapital kecil,
tolong Tay-su.."
Paderi gemuk itu lantas membentak:
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
18 "Dasar tidak tahu aturan. Bila tidak ada urusan yang terlebih
penting, akan kumusnahkan hotel ini!"
Sedangkan si-pemilik hotel tidak menghiraukan perkataan sipaderi, ia terus berkata: "Bila tuan pergi sekarang, aku hanya dapat
menyesali diriku, lain tidak. Bila engkau berdiam disini.."
Si-paderi jadi
membentak lagi:
berjingkrak
bahna gusarnya, kemudian "Aku lagi menunggu beberapa orang kawan, begitu mereka tiba,
hutangku pasti akan aku lunasi. Cepat kau ambilkan sebotol arak,
bila tidak akan kupukul kau!"
Si-pemilik hotel jadi menangis dengan sedihnya diatas lantai.
Siauw Bian Hud adalah seorang pengasih, setelah melihat
kejadian itu, ia lantas maju kemuka.
"Aku kira waktu keluar rumah Tay-su tentu lupa membawa
uang." Katanya "Kebetulan aku ada uang lebih, silahkan Tay-su
memakainya."
Setelah itu, ia lalu mengeluarkan selempeng uang perak, baru
kemudian ia berkata kepada si-pemilik hotel: "Saudara." katanya
"sekarang sudah dibayar engkau hendak apa lagi ?"
Si paderi gemuk etelah memperhatikan Laliat-touw sebentar
sambil merangkap tangan ia berkata "Tay-su terima kasih" katanya
kemudia, "aku bukan omong kosong, baru uang 10 atau 20 ribu tail
perak tidak kupandang sebelah mata, cuma aku tidak perlu
membicarakan itu. Uang yang kau pinjamkan kepadaku, satu atau
dua bulan lagi akan kuganti dengan 1o lipat dari jumlah yang
sekarang. Numpang tanya gelaran Tay-su dan engkau hendak pergi
kemana ?"
"Soal uang adalah urusan kecil. Pintoo bergelar Thian Go, berasal
dari partai Thian Ouw yang berkedudukan di Tibet."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
19 Mendapat keterangan ini, paderi gemuk jadi terpeianjat.
"Engkau adalah pemimpin dari partai Thian Ouw Thian Go Tay-su.
Maafkan aku yang banyak mulut, Tay-su datang kemari untuk apa?"
"Pintoo sedang menemani nona ini untuk pergi ke Peking, guna
bermain disana !"
"Benarkah perkataan Tay-su itu ?"
"Aku sebagai seorang yang taat pada agama, untuk apa
membohongimu ?"
Rupanya paderi gemuk itu belum puas dengan jawaban yang
diberikan oleh Laliat-touw, ia lantas menanya lagi: "Benarkah
engkau Siauw Bian Hud ? Dan benarkah engkau hendak pergi ke
Peking?" (Siauw Bian Hud = Buddha yang selalu berseri).
"Betul. Bisakah aku mengetahui siapa gelaran Tay-su ?" Balik
tanya Laliat-touw.
"Bila engkau hendak pergi ke Peking, untuk apa menanyakan
gelaranku?! Uangmu juga aku tidak mau lagi, aku hendak meminta
petunjukmu dalam beberapa jurus !"
Setelah berkata demikian, lempengan emas yang berada diatas
meja ditancapkan kedalam meja. Meja itu terbuat dari kayu Pek
Yong yang bersifat keras. Kali ini paderi gemuk mengeluarkan
Lwee-kangnya untuk mencoba tenaga dan kepandaian Laliat-touw.
Oow Fong kebetulan sudah hendak menghantam si-paderi
gemuk yang tiada tahu aturan itu, tetapi ketika ia mengetahui
bahwa si-pendeta mempunyai suatu kepandaian bathin (Lweekang) yang telah mencapai tingkat tinggi, ia jadi mundur
sendirinya.
Sedangkan Laliat-touw sambil tertawa besar berkata:
"Kepandaian Tay-su sungguh tinggi, tak dapat aku menandingimu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
20 Hai pemilik hotel, selempeng perak ini, adalah untuk sewa kamar
dan makan kami selama diam disini, ambillah !"
Setelah berkata demikian, ia lalu menepok meja, lempengan
perak yang sudah melesak kedalam meja itu, aneh, lempengan
perak itu keluar pula dan malah terlontar dan jatuhnya persis diatas
meja kasir.
Si-pemilik hotel menjadi girang sekali.
Setelah itu Laliat-touw lalu melambaikan tangannya kepada Ouw
Fong sambil berkata : "Mari kita meneruskan perjalanan kita !"
Ouw Fong lantas mengiakan.
Mereka berdua lalu melanjutkan perjalanannya ke See-leng.
"Supek, kenapa tidak kau pukul saja paderi yang tiada tahu
aturan itu ? Biar ia tahu rasa!" Tanya Ouw Fong ditengah jalan.
"Nona, kau selamanya mau mencari setori saja. Bila kita turuti
kemauannya hati kita, dalam setahun tak habismya kita mesti
bertempur. Kini kita kan sedang bertamasya, urusan kecil tidak
usah kita besarkan!"
"Aku agak curiga kepada paderi gemuk itu. Mengapa ia begitu
teliti menanyai keadaan kita ?"
"Sudahlah, kita tidak usah pusingkan urusan itu lagi."
Pada tengah harinya, mereka telah tiba di See-leng. Walaupun
mereka telah mencari sampai 3-4 jam lamanya, mereka tidak juga
dapat mencari jejak Cangba Khan.
Maka terpaksa mereka meninggalkan
melanjutkan perjalanan mereka pula.
See-leng untuk Disepanjang jalan Ouw Fong selalu bertanya ini dan itu.
Saat itu hawa sangat panas, kedua orang itu setelah melakukan
perjalanan setengah hari lamanya, orang berikut kudanya sudah
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
21 payah bermandikan keringat. Maka mereka lantas meneduh
dibawah sebuah pohon besar.
Dijalan tersebut terdapat banyak sekali orang yang berlalu lintas.
Ada kereta kalde, ada kereta kuda dan lain-lain, pendek kata
jalanan disitu sangat ramai.
Kota itu bernama Lo Ya-cie, adalah sebuah kota yang letaknya
paling timur dari propinsi Ceng Hai, bila jalan lebih kurang 10 lie
lagi, orang akan sampai diperbatasan Kam-siok.
Kedua orang itu terus mengasoh sambil memakan tiamkua yang
baru dibeli tadi. Tiba-tiba dari belakang pohon besar itu terdengar
orang bernyanyi, bunyinya begini:
Satu dua tiga;
Salju dipuncak gunung;
Empat lima enam;
Diatas tanah tiada tapak kaki;
Bulan tujuh dan delapan;
Paling enak melakukan perjalanan;
Bulan sebelas;
Kulit pohon pada merekah;
Wahai orang yang melakukan perjalanan;
Engkau harus ingat dan waspada !
Bunyi nyanyian itu sangat menusuk pendengaran, tiba-tiba
terdengar suara lain:
"Apa maksud nyanyian saudara itu ? Aku tidak mengerti."
"Ini adalah lagu rakyat Ceng Hai (Koko Nor), yang mengatakan,
bahwa setiap orang yang melakukan perjalanan di Ceng Hai, dalam
setahun, hanya bulan tujuh dan delapan dapat melakukan
perjalanan, selebihnya bila tidak kelewat dingin, tentu sehari suntuk
akan turun hujan, mengertikah kau?" Tanya orang tadi yang
menyanyikan lagu itu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
22 "Engkau sungguh seorang yang pandai, coba kau terka aku lebih
cepat atau paderi itu yang lebih cepat?"
"Dalam hal ini aku tidak dapat memastikannya. Sebaliknya kita
pergi kesana untuk melihatnya !"
Ketika Ouw Fong asyik mencuri dengar percakapan itu,
tampaklah olehnya, dari balik pohon keluar dua orang. Yang
seorang kira-kira berumur 30 tahun, berwajah putih dan tidak
berjenggot, memakai baju panjang yang berwarna hijau, berpakaian
secara orang pelajar. Yang satunya lagi adalah seorang yang
berumur lebih kurang 17 tahun, juga memakai baju hijau, sedang
memikul buku, ia rupanya menjadi kacung dari orang pelajar itu.
Sambil berjalan si-pelajar menggoyang-goyangkan kipasnya.
Dari mulutnya tetap mengeluarkan nyanyian, bagaikan seorang
yang mabok. Sedangkan si-kacung sambil mendengar, ia terus saja
memuji menyampaikan rasa kagumnya.
Demikianlah dengan beriringan mereka lewat dimuka Ouw
Fong. Sedangkan Ouw Fong dari tadi mendengarkan nyanyian itu
dengan seksama. Tibaa saja suara nyanyian itu berhenti. Ouw Fong
lantas berpaling untuk melihat si-pelajar. Sedangkan si-pelajar juga
rupanya sedang memperhatikan dirinya. Empat mata bentrok. Sipelajar lalu menghentikan langkahnya, kemudian ia berdiri antara
5-6 tindak jauhnya dari tempat Ouw Fong.
Satu dua tiga;
Salju dipuncak gunung;
Empat lima enam;
Diatas tanah tiada tapak kaki;
Bulan tujuh dan delapan;
Paling enak melakukan perjalanan;
Bulan sebelas; ,
Kulit pohon pada merekah;
Wahai orang yang dikasihi;
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
23 Ternyata engkau berada disini!
Sambil menyanyi ia terus pandang nona kita, sehingga Ouw
Fong jadi malu, ia lantas menundukkan kepalanya.
Sikacung sambil tertawa berkata kepada si-pelajar :
"Sie-ko, sekali lagi engkau tertarik kepada seorang nona !"
"Didataran tinggi, sungguh susah menemui burung Hong !"
(yang dimaksud dengan burung Hong itu, ialah nona cantik).
Setelah berkata demikian, ia lantas menyanyi pula:
Wahai orang yang dikasihi;
Aku hendak bertanya kepadamu;
Maukah engkau datang kemari ?
Bila engkau merasa malu;
Aku tidak berkeberatan untuk kesana;
A, A, Untuk menemani aku didalam kesunyian dan kedinginan
Setelah bernyanyi demikian, ia lantas tertawa besar.
Ouw Fong ketika melihat kedua orang ini, yang macamnya
seperti seorang yang kegila-gilaan. Nyatalah sekarang mereka
sedang menggoda dirinya, mukanya jadi bertambah merah. Ketika
ia melihat Supeknya, ternyata orang tua itu sedang tidur nyenyak
sekali. Ouw Fong jadi berpikir: "Memang sedan kemarin rasa
mendongkolku masih belum hilang, kebetulan hari ini aku bersua
dengan kedua manusia ini. Akan kupukul dulu mereka, baru
kemudian kuberitahukan kepada Supek!
Setelah mengambil keputusan ini, ia lantas berdiri dan kemudian
sambil tertawa dia berkata: "Tay-siok (Paman), nyanyianmu
sungguh sangat enak didengar, bisakah engkau menyanyikan sekali
lagi ?" Sambil berkata demikian, sebelah tangannya dimasukkan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
24 ketempat senjata Thiat Lian Cu. (Thiat Lian Cu = Bunga
padma/teratai besi).
Mendengar ini, orang pelajar itu jadi tertawa berkakakan, sambil
menggoyang-goyangkan tangannya, ia berkata: "Nona, laguku
banyak sekali, ada satu yang bernama "Hong Hong Ie Hui" atau
"Burung Hong terbang" adalah yang terenak, apakah engkau suka
mendengarnya ?"
"Suka, suka!" jawab Ouw Fong dengan cepat.
Si-pelajar sudah lantas mementangkan mulutnya, baru saja
hendak mulai menarik suara, tiba-tiba didepan matanya melesat
beberapa benda yang bersinar, sekumpulan Thiat Lian Cu menuju
rongga mulutnya. Yang dibarengi oleh bentakan Ouw Fong: "Hai
orang hutan, silahkan engkau memakan semangkok gulai Thiat
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lian Cu-ku, supaya kelak suaramu jadi lebih merdu!"
Tapi si-pelajar diam ditempatnya yang semula. Sedikitpun tidak
bergerak. Baru ketika Thiat Lian Cu telah berada dikira-kira 5 dim
lagi mengenai tubuhnya, ia lantas mengibaskan baju panjangnya,
entah dengan menggunakan cara bagaimana, tahu-tahu semua
Thiat Lian Cu telah berada dalam tangannya !
Hati Ouw Fong jadi semakin panas, ya lantas mencabut
pedangnya, kemudian membentak:
"Kembalikan Thiat Lian Cu-ku. Baru kemudian kita bertempur
300 jurus !"
"Maaf, aku tidak bisa mengembalikannya. Nona engkau,
sungguh gagah. Silahkan nona melawan kacungku ini, karena pada
saat ini aku tidak mempunyai tempo untuk itu !" Setelah berkata,
demikian, ia lantas sudah hendak melangkah pergi.
Tetapi telah keburu dicegah oleh Ouw Fong. Maka terpaksa sipelajar berkata lagi: "Nona, lebih baik kita memakai aturan!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
25 "Orang semacam engkau ini mana bisa tahu aturan !"
Si-kacung sudah lantas turut campur:
"Baru pertama kali aku melihat seorang nona yang gemar
berkelahi!".
Saat itu si-pelajar telah berkata : "Bila engkau mau berkelahi
dengan aku, ada satu syarat yang harus kau penuhi."
"Apa syaratnya?" Tanya Ouw Fong dengan heran.
"Ciumlah aku!" Jawab pelajar itu sambil cengar-cengir.
Saat itu juga muka Ouw Fong menjadi merah, ia tidak dapat pula
untuk mengendalikan gusarnya, pedangnya lantas ditusukkan.
Tetapi serangan ini, yang dengan mudahnya dapat dihindari oleh
pemuda pelajar itu. Melihat serangannya yang pertama gagal, Ouw
Fong menyerang kembali.
Melihat serangan ini, pemuda pelajar itu lantas berkata:
"Sungguh ganas !" Kembali ia menyingkir dua langkah kebelakang.
Sedangkan Ouw Fong jadi semakin panas, ia lalu menyerang
pula. Kali ini ia menggunakan "Thian Ouw Cap Pe Co" atau
"Delapan belas gerakan dari Thian Ouw", serangannya itu satu
sama lain mempunyai hubungan sama lain yang erat sekali.
Sehingga memaksa si-pelajar sebentar harus menyingkir ketimur
dan sebentar lagi ia harus mengegos kebarat. Namun begitu, ia
masih sempat berkata: "Baik kita berdamai saja, aku menyanyi, bila
engkau tidak suka mendengarnya, boleh tutup kupingmu, untuk
apa sampai memukul orang ? Bila engkau menganggap itu semua
kesalahanku, aku tokh sudah mempersilahkanmu untuk melakukan
penyerangan kepada diriku sampai sepuluh jurus !"
"Betul! Orang telah mengaku salah, Fong-jie, jangan turun
tangan lagi." Entah dari kapan, Laliat-touw telah berdiri dibelakang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
26 Ouw Fong, sambil menarik Ouw Fong ia lantas berbisik : "Lihat
sebelah sana !"
Begitu melihat, ia lantas menampak, didepan pohon berdiri 3
orang, ada yang jangkung, ada pula yang cebol. Di tangan mereka
masing-masing memegang sebilah golok dan semuanya sedang
memandang kepada Ouw Fong.
"Sie-te, jangan kau bermain dengan nona kecil itu, mari kita
pergi!" kata salah seorang diantaranya.
"Ya" jawab si-pelajar. Setelah itu ia lalu berkata kepada Ouw
Fong, "Nona sampai jumpa pula !"
Sesaat kemudian mereka telah berjalan jauh sekali.
Ouw Fong jadi termangu-mangu karenanya.
"Kwan-see Liok An semuanya sudah datang, untuk apa berkelahi
lagi ?" demikian kata Laliat-touw.
Dengan gemasnya Ouw Fong berkata "Pelajar itu sangat jahat, ia
menghina aku !"
"Sudahlah, pelajar di Peking lebih jahat lagi"
ooOoo Disebelah barat kota Peking (Pakkhia) terdapat sebuah tempat
yang ramai sekali, bernama Sam Kee Tiam (Toko tiga).
Tempat ini merupakan inti untuk pergi ke propinsi sebelah barat
dari daratan Tiongkok. Setiap hari banyak pelancong yang datang
kesitu. Mulai dari saudagar, opas, sampai ke menteri, paderi,
pendeta dan sebagainya.
Walaupun tempat ini kecil, tetapi sangat makmur. Losmen dan
rumah makanlah yang paling banyak terdapat disitu. Diantaranya
yang paling banyak tetamunya dan terkenal ialah Ce Siang Louw.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
27 Bila orang sudah pernah pergi kesana, pasti akan mengetahui nama
ini. Karena mereka pasti telah mencobakan sate kambing istimewa
serta Soat Tiauw-ciu atau arak burung rajawali sal ju dari See Cong
yang wangi.
Pada suatu pagi, ada dua orang tamu yang memasuki Ce Siang
Louw dengan tergesa-gesa. Yang kesatu adalah seorang tua yangb
berjenggut hijau dan bermuka merah, umurnya ditaksir lenih
kurang 50 tahun; Yang seorang lagi bermuka putih dan tak
berjenggut, ia adalah seorang pemuda yang bertubuh kecil,
umurnya lebih kurang 23 tahun.
Kedua orang tersebut belum membuka suara, si-jongos telah
satu-persatu memperkenalkan makanannya. Tidak terasa mereka
jadi tertawa. Tiba-tiba si-orang tua berkata "Kami adalah tetamu,
Kami mau makan barang apa yang bisa dimakan, kau sembarang
menyediakan sate kambing atau sate babi, tetapi jangan sediakan
arak!"
Orang tersebut memakai dialek In-lam maka dengan susah
payah akhirnya si-jongos baru bisa memahami maksud orang itu.
Dengan membuka lebar-lebar matanya ia lalu berkata : "Khek- jin
(tuan tamu) datang kesini bukan untuk mencicipi sate kambing dan
Soat Tiauw ?"
"Kau tuli ? Setelah kenyang, kami masih hendak melakukan
perjalanan." kata orang muda sambil tertawa.
Si-jongos lantas mengiakan dan kemudian berlalu.
Tidak lama kemudian, si-jongos telah menyediakan nasi dan
sayurnya. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
28 Kedua orang itu melahap dengan nafsunya. Tak lama kemudian,
semua barang yang disediakan, telah pindah kedalam perut kedua
orang itu.
Ketika si-orang tua hendak membayar, tiba-tiba masuk lebih
kurang sepuluh orang. Mereka lalu mengetok meja dan memanggil
jongos supaya lekas menyediakan daging dan arak.
Si-jongos jadi bingung, tiba-tiba seorang diantaranya, yang
rupanya menjadi pemimpin dari rombongan itu berkata :
"Hai jongos, engkau jangan memandang rendah orang, apa kau
kira kami tidak dapat membayar harga Soat Tiauw ? Cepat bawa
kemari!"
Baru saja si-jongos hendak menjelaskan, tiba-tiba ia telah kena
digaplok oleh lelaki yang kasar itu, kemudian katanya: "Apa engkau
tidak lihat kami adalah dari Eng Seng Piauw-kie, kamu yang
berjualan dikota tidak kenalkah engkau kepada Ku Jie-ya Kim Po
Cu? Mengapa engkau ini hanya mengantarkan sate kambing, mana
Soat Tiauwnya ?"
Sedang si-jongos memaksakan diri untuk tersenyum, kemudian
baru berkata:
"Jie-ya, Soat Tiauw itu .."
"Diam ! Lekas sediakan !"
"Sudah kami terangkan bahwa Soat Tiauw itu masih "
Tiba-tiba sebelum suara jongos itu habis diucapkan, terdengar
suara "plok", si-jongos ditampar sekali lagi. Sehingga ia harus
mundur sepuluh tindak lebih, kemudian ia tidak dapat
mempertahankan dirinya lagi, jatuh ketanah. Giginya rontok tiga
buah, dari mulutnya mengalir darah segar.
Sedangkan kuasa rumah makan itu melihat keadaan demikian ia
lantas berkata: "Ku Jie-ya, maafkan kami. Hari ini kami tidak bisa
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
29 menyediakan Soat Tiauw kesukaan tuan, karena barangnya belum
tiba .."
"Sudah jangan banyak omong, lekas sediakan arak!"
"Entah tuan suka arak yang macam apa?"
Orang itu tidak lantas menjawab, matanya ia sapukan keseluruh
ruangan rumah makan. Tiba-tiba tangannya menunjuk ke suatu
sudut sambil berkata: "Sungguh bagus perbuatanmu. Engkau bilang
Soat Tiuaw sekarang sudah habis, bukankah itu Soat Tiauw?"
Hati kuasa rumah makan itu jadi dak dik duk tak keruan, dengan
tertawa pahit ia lalu berkata : "Harap Jie-ya jangan marah, barang
tersebut hanya tinggal segelas dan telah dipesan lebih dulu oleh Taysu itu."
Orang tersebut lantas memperhatikan ke meja itu. Maka
tampaklah olehnya, yang satu adalah seorang Lhama gemuk dan
satunya lagi adalah seorang nona. Ternyata mereka berdua adalah
Laliat-touw dan Ouw Fong.
Orang tinggi besar itu lalu tertawa, kemudian ia berpaling
kekuasa rumah makan itu dan berkata: "Engkau boleh menukar
Soat Tiauw itu dengan dua cawan arak !"
"Aku rasa tidak bisa dilakukan dengan demikian saja .."
"Kenapa tidak? Apakah aku tidak akan membayar barangmu itu?
Lekas pergi!"
Setelah berkata demikian, orang tersebut lantas mendorong
kuasa rumah makan itu, sehingga orang yang disebut belakangan
bagaikan melesatnya anak panah jatuh dikaki Laliat-touw.
Ouw Fong menjadi sangat gusar.
Sedangkan Laliat-touw lantas mengangkat sikuasa itu, yang
ternyata telah jatuh pingsan. Baru setelah diurut ia menjadi sadar
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
30 kembali. Maka sambil menangis kuasa itu berkata: "Tay-su
tolonglah aku!"
Sedangkan orang yang dipanggil Ku Jie-ya telah datang
menghampiri. Tetapi setelah tiba didepan Ouw Fong ia jadi berhenti
sejenak, kemudian dengan menyengir ia berkata: "Aha, rupanya
nona kecil ini sungguh tidak dapat dicela. Apakah kalde gemuk ini
engkongmu ? Sungguh seperti sekuntum bunga yang harus berada
diantara kotoran kerbau." Setelah berkata demikian, ia lantas
mengulurkan tangannya untuk meraba wajah Ouw Fong. Tidak
sangka, sebelum tangannya sampai ketempat sasaran, segelas Soat
Tiouw melayang kemukanya. Disamping itu terdengar pula orang
membentak : "Soat Tiauw ini aku serahkan kepadamu !" Kemudian
terlihat muka orang itu jadi penuh dengan Soat Tiauw.
Sedangkan Ouw Fong dengan tidak menunggu sampai orang itu
bersiaga, telah menyerang dada lawan, maka tak ampun lagi orang
tersebut terpental sampai beberapa tindak. Bila saja orang itu tidak
mempunyai kepandaian yang tinggi, ia pasti akan cacad seumur
hidupnya. Laliat-touw menjadi sangat marah ketika mendengar ejekan
orang, tetapi sebelum sempat dia umbar marahnya, dia melihat
orang tersebut telah kena dihajar oleh Ouw Fong, maka sedapat
mungkin dia tetap sabarkan diri.
"Mulutmu saja yang besar, kali ini engkau jatuh ditangan Ouw
Kouw-nio, jangan harap engkau dapat main gila lagi !" bentak Ouw
Fong. Sedangkan orang tersebut setelah kena dipukul jatuh, cepatcepat bangun kembali. Dia berdiam di Peking selama sepuluh tahun
lebih, belum pernah dijatuhkan orang secara begitu, maka dia lantas
membentak: "Hai orang liulan, kamu dari mana ? Sampai berani
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
31 menghina kami dari Eng Seng Piauw-kie, baik, baik bila hari ini aku
tidak bikin mampus padamu, jangan panggil aku Kim Po Cu lagi!"
Setelah berkata demikian, dia lalu menghadang di pintu,
kemudian membentak lagi: "Kalde, lekas beritahu namamu !"
"Bajingan, jangan engkau jual lagak disini. Sekarang aku hendak
bertanya kepadamu, kenapa engkau tidak berani melawan Ouw
Kouw-nio ?" Kata Siauw Bian Hud seraya tertawa dingin.
Ku Piauw menjadi amat gusar, dengan mengeluarkan suara
keras dia menerkam. Sedangkan Laliat-touw tidak dapat
mengendalikan sabarnya pula, tangan kanannya dia sanggahkan
kearah lawan. Sedang tangan kirinya dengan menggunakan
gerakan "Liu Cian Hee San" atau "Air terjun turun gunung"
mengarahkan jalan darah Ku Piauw. Ku Piauw juga bukan seorang
yang lemah, setelah mengegoskan serangan, dia kemudian
melompat kepinggir sebelah kanan badan Laliat-touw dengan
menggunakan tipu "Heng In Toan Hong" atau "Awan melintang
mematahkan puncak gunung", diarahkan kebahu sebelah kanan
Laliat-touw.
"Aku mau lihat bisakah engkau membunuhku dengan serangan
itu ?" ejek Laliat-touw. Sehabis mengejek begitu dia tidak minggir
kesamping atau mundur kebelakang, diam saja ditempatnya untuk
menantikan serangan lawan.
Begitu serangan Ku Piauw hampir mengenai sasaran, tiba-tiba
lawannya dengan mengenakan ujung bajunya untuk memusnahkan
serangan itu.
Ku Piauw adalah seorang kawakan, maka dia lantas menginsyafi
bahwa lawannya mempunyai kepandaian asli dan tinggi. Maka
sebelum tangannya kena dikebut dia cepat-cepat menarik kembali
serangannya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
32 Tetapi Laliat-touw dapat berlaku lebih cepat lagi, kaki kirinya
dimajukan kemuka, sedangkan bajunya lantas dikibaskan kedepan,
serangan itu bukan saja sangat cepat pun dahsyat sekali.
Ku Piauw adalah murid dari Kwan-see Tay Thiat Lian (rantai besi
besar, nama gelaran) Ang Liong, pengalamannya sangat luas,
kepandaiannya juga tidak lemah. Maka ketika mendapat serangan
itu, walaupun dia tahu dia bukan menjadi tandingan lawan, tetapi
dia memaksakan diri untuk menangkis serangan itu dengan Ang
Kee Kun atau pukulan dari keluarga Ang, yang menyebabkan dia
jadi menjerit dan terpental, rasa nyeri dan panas sampai menusuknusuk hatinya.
Kali ini Laliat-touw memang tidak mau mencelakai jiwa Ku
Piauw, dia hanya menggunakan 3-4 dari tenaga aslinya untuk
menggempur siorang she-Ku.
Sedangkan Ku Piauw menyalahkan maksud orang, dia menjadi
gusar sekali, kemudian dia meneriaki kawanmya: "Saudara-saudara
dari keluarga Lok, mari kita keroyok kepala kalde ini!"
Setelah berkata demikian, dia lantas mencabut sebuah Thiat Lian
(rantai besi). Thiat Lian ini panjangnya lebih kurang 1 meter.
Biasanya dilibatkan dipinggang dengan memakai kaitan baja yang
dikaitkan satu sama lain.
Bila kaitan itu dibuka, maka orang segera dapat menggunakan
rantai besi itu. Ini adalah suatu kepandaian khusus dari Kwan-see
Ang Liong.
Sedangkan saudara dari keluarga Lok adalah: Lok Kang, Lok Ho
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan Lok Hai. Mereka adalah penjahat besar dari Pam-see. Kali ini
mereka diundang oleh Eng Seng Piauw-kie untuk bantu
mengantarkan suatu barang yang amat berharga.
Maka ketika mendengar Ku Piauw meneriaki mereka, mereka
lantas maju dengan serentak sambil mencabut senjata masingPendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
33 masing. Senjata mereka semuanya sama, ialah sepasang kapak.
Pembantu Ku Piauw lainnya juga maju untuk mengerubuti Laliattouw.
Laliat-touw mengetahui, bahwa segerombolan orang ini, pasti
bukan orang baik-baik, dia lantas mengambil keputusan untuk
memberi pengajaran kepada mereka, supaya dikelak kemudian hari
mereka tidak berani lagi sembarang menghina orang.
Laliat-touw
lantas mencabut pedangnya,
kemudian membentangkan ilmu Thian Ouw Kiam Hoat melawan musuhnya
itu. Kepandaian orang-orang dari keluarga Lok berada diatas
kebiasaan Ku Piauw, ditambah pula pembantu Ku Piauw, bila dilihat
posisi mereka pada saat itu, Laliat-touw pasti akan mengalami
kekalahan.
Tetapi keadaan memang suka berada diluar dugaan manusia,
pedang Laliat-touw itu ternyata sangat dahsyat. Dia dengan
menggunakan kepandaian menunjuk ketimur menghantam
kebarat, Kiam Hoatnya kian lama kian hebat permainannya. Sampai
akhirnya hanya segulung sinar putih yang melindungi tubuhnya,
sehingga senjata lawan tidak bisa mendekati tubuhnya, apalagi
melukainya !
Sesaat kemudian, Ouw Fong melihat cara berkelahi Supeknya, ia
jadi amat khawatir kalau paman gurunya itu kena dicelakai oleh
musuhnya, maka ia lantas melontarkan beberapa buah Hui-to,
diarahkan ke Ku Piauw dan ketiga saudara Lok.
Sedangkan orang tua dan pemuda yang duduk disebelah
belakang, waktu itu si-pemuda sedang meraba pedangnya
sedangkan si-orang tua lantas mengisiki, supaya pemuda itu jangan
membantu pihak manapun. Kemudian orang tua itu kembali
mengisiki si-pemuda dan tampaklah kini diwajah si-pemuda
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
34 menunjukkan roman yang sangat terperanjat. Dia lantas
memandang kearah Laliat-touw, dia bagaikan menaruh simpati
kepada ilmu pedang Lhama gemuk itu. Sesaat kemudian ia
berpaling kearah Ouw Fong sambil melontarkan senyuman manis.
Kembali hati Ouw Fong jadi panas, pikirnya : "Bila kelakuan
orang ini seperti Ku Piauw, akan aku hadiahkan dia tiga batang
pedang terbang !
Dilain pihak Ku Piauw karena mengira posisinya lebih
menguntungkan dari pihak lawan, maka dengan sombongnya dia
berkata : "Tay-su tumpang tanya dimana tempat tinggalmu dan apa
gelaranmu? Supaya sebentar bila telah kami antarkan kesorga kami
dapat memperingati kematianmu!" Setelah berkata demikian, Ku
Piauw lantas tertawa berkakahan. "Untuk apa saudara Ku
menanyakan hal-ikhwal kalde gemuk ini?!" Sela Lok Hai.
Setelah berkata demikian, Lok Hai lalu menggempur pula
dengan menggunakan kedua kapaknya.
Setelah membiarkan serangan itu lewat, Laliat-touw lalu
berkata: "Terima kasih atas kemuliaanmu, aku tidak perlu akan
pertolonganmu."
Setelah berkata demikian, ilmu pedangnya lantas berubah, ia
lantas membentangkan "Nu Kang Cap Pe Co" atau "Sungai
mengamuk dalam delapan belas gerakan".
Ilmu "Nu Kang Cap Pe Co" ini adalah ilmu pedang tunggal dari
ilmu Thian Ouw Pay, bisa digunakan dalam gerakan cepat ataupun
perlahan, gerakannya satu sama lain saling berhubungan.
Bila telah selesai memainkan seperangkap, dengan segera dapat
dimulai dengan seperangkap lainnya, dengan perubahan yang tiada
taranya. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
35 Ilmu pedang ini makanya diberi nama "Nu Kang Cap Pe Co" atau
"Sungai mengamuk dalam delapan belas gerakan", adalah untuk
melukiskan, bahwa permainan pedang tersebut seperti gelombang
sungai yang sedang mengamuk, sebentar keatas dan sebentar
kebawah. Lok Hai tidak mengetahui kehebatan serangan itu, sambil
berkelahi ia terus mengejek. Tetapi tiba-tiba dari belakang terasa
ada angin dingin menyamber. Entah dari kapan Laliat-touw telah
berada dibelakangnya. Dengan menggunakan gerakan "Heng Tu
Soat San" atau "Melintasi gunung salju" Laliat-touw mengarahkan
pedangnya kebawah kening lawan.
Lok Hay menjadi sangat terperanjat, cepat-cepat ia
menghindarkan diri dengan menggunakan "Hoan Sin Pek San" atau
"Membaliki tubuh menindihi gunung" ia balik menyerang ke bahu
Laliat-touw.
Todak tahunya serangan Laliat-touw tadi adalah sebagai tipu
belaka, kini ketika ujung kapak hampir mengenainya, ia lantas
mengulurkan tangannya, sehingga menyebabkan sebuah kapak
terlepas dari tangan pemiliknya dan mengenai seorang pembantu
Ku Piauw, tak ampun pula ia lantas binasa.
Laliat-touw tidak berhenti sampai disitu, dengan menggunakan
gerakan "Heng Kok Hui Eng" atau "Burung Eng melintasi lembah
ngarai", ia menerjang Lok Ho, yang menyebabkan Lok Ho jadi jatuh
ketanah dan tangannya ketusuk pedang Laliat-touw. Tipu "Heng
Kok Hui Eng" ini dipergunakan lagi oleh Laliat-touw, kali ini yang
menjadi sasaran ialah para pembantu Ku Piauw, beruntun tiga kali
ia menyerang, setiap serangan mesti membawa suatu mangsa.
Dalam sekejap mata saja Laliat-touw telah berhasil mengalahkan
enam lawan, maka kemudian dengan wajah berseri-seri ia berkata:
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
36 "Apakah tadi, Ku Jie-ya tidak perlu mengantarkan aku ke See Cong
Thian Ouw pula, percayakah engkau sekarang ? !"
Mendengar ini, Ku Piauw menjadi sangat terperanjat, ia tidak
menyangka bahwa "Thian Ouw Kie Hiap" atau "Orang gagah dari
Thian Ouw" bisa muncul di Tionggoan (dataran Tiongkok).
Sedangkan si-orang tua dan pemuda yang duduk disebelah
belakang itupun jadi terkejut.
Si-pemuda tak hentinya menatap Ouw Fong. Sedangkan Ouw
Fong karena melihat Supeknya telah unggul dalam pertarungan itu,
ia jadi berlegah hatinya. Disamping itu, ia jadi sangat mendongkol
akan kelakuan pemuda yang tidak tahu adat itu. Ia lantas
mengangkat tangan kirinya, melontarkan sebuah Hui To (golok
terbang) sambil membentak: "Lihat golok !"
Mendapat serangan ini, pemuda itu hanya tertawa saja, sambil
berdiri ia mengangkat tangan kirinya untuk menyambuti Hui To itu
dan kemudian dimasukkan kedalam bajunya.
Melihat ini, Ouw Fong jadi semakin panas hatinya, kemudian
dengan gemasnya ia berkata: "Engkau selain kurang ajar, masih
berani menyolong golok terbangku lagi!"
"A, A engkau jangan sembarang memfitnah orang. Bukankah
tadi golok terbangmu ini engkau yang memberikan kepadaku ?
Maka aku tidak ada lain jalan, selain menerimanya !"
Suara pemuda itu amat halus. Seperti suara seorang nona.
Ouw Fong sangat benci kepada suara yang seperli banci itu,
sedikitpun tidak bersemangat. Maka ia lalu membentak lagi
"Apakah engkau tetap tidak mau mengembalikan barangku?"
"Tidak akan kukembalikan, selain bila engkau ....... dia yang
memintanya!" Pemuda itu lalu menunjuk kearah Laliat-touw.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
37 Oow Fong menjadi sangat gusar, dengan tidak mengatakan suatu
apa, ia lantas memukul pemuda itu.
"Nona kecil, tidak malukah engkau pada siang hari memukul
orang ?" Ejek si-pemuda seraya mengegoskan diri dari serangan
Ouw Fong. Muka Ouw Fong menjadi merah padam, ketika melihat
serangannya yang pertama tidak membawa hasil, kembali
menyerang pula. .......
Sedangkan si-pemuda sambil tertawa telah berkata kembali:
"Bila aku mengiringi untuk bertempur, semua orang yang
berada disini akan mentertawai aku, bahwa aku menghina wanita!"
Setelah berkata demikian, ia kembali mengegosi serangan si-nona.
Pada saat itu Laliat-touw telah berada diatas angin, tetapi begitu
ia melihat keadaan Ouw Fong, ia jadi sibuk. Entah keponakan
muridnya itu akan menang atau kalah. Maka cepat-cepat ia
membentangkan "Nu Kang Cap Pe Co" untuk menggempur Ku
Piauw. Didesak begitu, mau tak mau Ku Piauw harus menghindari
kesamping, kemudian ia menyabetkan Thiat Lian-nya ke kepala
Laliat-touw dengan menggunakan ilmu "Tok Pek Hoa San" atau'
"Membela burung Hoa dengan tangan tunggal". Laliat-touw dengan
mudahnya dapat mengegoskan serangan itu. Saat itu telah
mendatangi beberapa pembantu Ku Piauw. Dengan cepat Laliattouw membalikkan tubuhnya, kemudian membentak : "Kena !"
Tiga orang pembantu Ku Piauw telah kena ditotok jalan
darahnya, seperti seekor ular mereka jadi pada jatuh ke tanah dan
tak bisa bangun pula.
Lok Kong ketika melihat Lok Ho luka, ia menjadi gusar sekali, ia
lalu menerjang dengan tangan kanannya sambil menggunakan
gerakan "Iyi Ho Souw Thian" atau "Obor membakar langit"
sedangkan tangan kirinya ia menggunakan "Sin Liong Jut Hai" atau
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
38 "Ular naga sakti keluar dari segara" kedua kapaknya diarahkan ke
kedua bahu Laliat-touw.
Ku Piauw dan Lok Hai tidak mau ketinggalan, mereka masingmasing menyerang bagian pinggang dan begian bawah Laliat- touw.
Demikianlah Laliat-touw sekaligus diserang dari ketiga jurusan.
Tetapi ia tetap tenang. Dengan menggunakan "Cun Ma Hun Sie"
atau "Kuda pusaka membagi jebros" pedangnya ditabaskan ke jari
tangan kesebelah kiri Lok Kang. Lok Kang lantas menarik tangan
kirinya, sedangkan tangan kanannya dimajukan untuk mengampak
bahu kiri Laliat-touw. Maka tampaklah sekarang, bahwa Laliattouw mengangkat tangan kanannya, kemudian diarahkan
kedadanya lawan. Lok Kang tidak berani menyambutkan serangan
ini, cepat-cepat ia mengegoskan kesamping. Laliat-touw dengan
menggunakan kesempatan ini melompat keluar dari kalangan
pertempuran, gerakan itu sangat cepat yang membuat kapak Lok
Kang dan senjata rantai besi menyerang tempat kosong."
Tiba-tiba Laliat-touw menyerang pula, dengan serangan tunggal
terus mendesak Ku Piauw, membuat Ku Piauw mau tak mau harus
mundur kebelakang. Laliat-touw melihat satu musuhnya telah
mundur, ia lantas menyerang lawannya yang seorangnya lagi. Yaitu
Lok Hai dengan menggunakan gerakan "Kang Tee Jin Liong" atau
"Didasar segara adalah tempat peraduan ular naga"." Dan tiba-tiba
terdengarlah suara bentrokan yang amat keras, menyebabkan
kapak Lok Hai kembali terlepas dari cekalannya. Tangannya jadi
sangat panas dan nyeri sekali yang membuat ia jadi tidak berani
maju lagi.
Sedangkan hati Lok Kang jadi amat panas, dengan tidak
memperdulikan jiwanya lagi, ia lantas menyerang Laliat-touw
dengan sekenanya. Sedangkan Ku Piauw menginsyafi, bila mereka
melawan terus mereka tidak akan untuk dalam posisi selanjutnya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
39 Karenanya ia menteriaki kawan-kawannya: "Angin kencang,
berhenti!" (perkataan angin kencang adalah bahasa rahasia dari
kalangan Kang-ouw ataupun dari kalangan Hek-to (kalangan
hitam/penjahat) yang berarti mundur).
Setelah berteriak demikian, Ku Piauw sudah hendak mengangkat
langkah seribu.
Sedangkan Lok Kang karena melihat kedua saudara mudanya
kena dilukai oleh lawannya, ia tidak memperdulikan peringatan
kawannya itu, dengan gemasnya ia kembali menyerang dengan
kedua buah kapaknya dengan masing-masing menggunakan tipu
"Lui Cin Koan Hok" atau "Jarum menembusi kayu" dan "Thiat Sauw
Heng Kang" atau "Rantai besi melintang sungai" dengan serangan
itu dilakukan dengan cepat.
Sedangkan Laliat-touw dengan mudahnya mengegos serangan
tersebut, kemudian membentak: "Hendak lari kemana?"
Tiga buah Lian Cu melayang, menuju ketiga jalan darah Ku
Piauw. Sedangkan Ku Piauw ketika mengetahui dibelakangnya
menyamber angin dingin, cepat-cepat ia mengegoskan diri
kesamping. Ia berhasil menghindari dua buah Lian Cu sedangkan
yang satu lagi nancap kepaha kirinya. Dengan tidak memperdulikan
rasa sakit, ia terus saja lari menuju ketempat dimana kudanya
diikat. Setelah naik keatas kuda, dengan tidak memperdulikan
sesuatu apa, ia lantas mengaburkan kudanya..
(II) Sambil menyanggah kedua kapak Lok Kang, Laliat-touw
membentak: "Apakah engkau sudah kepingin pulang kesorga ?!"
Lok Kang tetap bungkem dalam seribu basa, ia perhebat
permainan kapaknya. Diantara ketiga saudara Lok, kepandaian Lok
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
40 Kanglah yang tertinggi. Dari semula Laliat-touw telah merasa
sayang kalau kepandaian Lok Kang musnah, maka ia tidak turunkan
tangan jahat. Tetapi rupanya Lok Kang sudah tidak menghiraukan
keselamatan dirinya, ia mendesak hebat sekali.
Tapi Laliat-touw tetap berlaku tenang. Ketika ia melirik ke Ouw
Fong, entah dari kapan, si-nona telah bertempur dengan seorang
pemuda dengan seru sekali. Kedua pedang mereka saling bentrok
dan mengeluarkan suara yang memekakkan telinga. Kepandaian
pemuda itu ternyata lebih tinggi dua tingkat dari Ouw Fong, bila
melihat sepak-terjangnya, ia selalu mentertawakan Ouw Fong.
Sesudah bertempur empat lima jurus lagi, Laliat-touw rupanya
sudah tidak sabar, ia lantas menggempur dengan dahsyatnya.
Tiba-tiba terdengar Lok Kang membentak, tangan kirinya ia
majukan dengan menggunakan tipu "To Ciang Cie Min" atau "Golok
dan senjata api mengeluarkan suara", sedangkan tangan kanannya
dia pakai untuk melindungi dadanya. Tetapi begitu dekat dengan
lawannya, tiba-tiba tangan kanannya ia majukan pula, diarahkan
kejalan darah "Piet Cin Hiat"-nya Laliat-touw, serangan tersebut
dilakukan dengan sepenuh tenaga.
Laliat-touw ketika melihat dirinya hendak ditotok, ia lantas
menggunakan gerakan "Houw Cong Po" atau "Langkah matian
menerjang" ia egoskan diri, kemudian mendekati pinggir sebelah
kiri lawannya.
Saat itu Lok Kang telah menyerang pula dengan menggunakan
"Cie Bok Ciang Po", sedangkan kapak kanannya ia pakai untuk
melindungi tubuhnya.
Tidak sangka. Begitu Laliat-touw mengegos, ia bisa membarengi
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan menggunakan angin dari Eng Ciang atau Tang bertanda,
dengan cepat sekali mengena, dada Lok Kang. Baiknya Laliat-touw
tidak menggunakan sepenuh tenaga.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
41 Maka terdengarlah siulan tajam dan Lok Kang. Badannya
mundur kebelakang. Ia merasai bahwa hatinya disamping gatal juga
merasa nyeri sekali, ia lantas bisa menginsyafi, bahwa lawannya
bersimpati padanya, bila tidak, ia pasti akan tewas pada saat itu
juga. Namun begitu, Lok Kang adalah seorang jang bandel. Maka
ketika rasa sakitnya sudah agak hilang, ia menerjang kembali.
Malah kali ini terjangannya makin gila, ia rupanya sudah tidak
memperdulikan jiwanya pula.
Melihat ini, Laliat-touw tetap berlaku tenang. Baru ketika kapak
itu telah mendekati tubuhnyn cepat-cepat melompat ke atas, dalam
keadaan demikian ia lantas membentak: "Kena!"
Lok Kang lalu mengangkat kepalanya, maka tampaklah olehnya
tiga buah Lian Cu dengan kecepatan luar biasa menyambar dirinya,
ia lantas memutarkan kapaknya dengan cepat sekali, sehingga
ketika Lian Cu itu dapat dipukul dan jatuh, tiba-tiba ia merasakan
ada yang menepuk dari belakang. Cepat-cepat ia putarkan kapaknya
kearah itu. Tetapi hanya jengekan Laliat-touw saja yang terdengar.
Dia jadi makin panas, ketika ia membalikkan tubuhnya
tampaklah olehnya, bahwa kedua saudara mudanya beserta
keempat pembantu Ku Piauw sedang merintih-rintih. Sedangkan
Ku Piauw sendiri tidak tampak mata hidungnya lagi, sedangkan
pembantunya Ku Piauw yang lainnya juga entah pada bersembunyi
dimana? Mungkin mereka telah mengambil langkah seribu.
Sedangkan dibawah tembok terlihat sepasang pemuda dan
pemudi sedang bertanding dengan dahsyatnya. Disampingnya
tampak menonton seorang tua dengan wajah jang beseri-seri.
Lok Kang lalu berpaling kelain arah, maka kini tampaklah kuasa
rumah makan itu, empat mata beradu dan saking kagetnja, sikuasa
hotel itu jatuh pingsan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
42 Lok Kang kembali merasa bahwa dibelakangnya ditepuk orang
kembali. Tetapi ketika ia berpaling, tidak tampak barang sebuah
bayangan orang.
Lok Kang menjadi cemas sekali. Selama hidupnya, baru pertama
kali ia melihat lawannya menggunakan ilmu "Kui Fu Sin" atau
"Setan mendekati tubuh" itu. Maka ia lantas berteriak: "Thian Ouw
Kie Hiap, dimanakah kau ? Untuk apa main sembunyi-sembunyi
begitu ?!"
Mendadak dibelakangnya terdengar jawaban : "Aku disini, mari,
mari !"
Lok Kang cepat-cepat membalikkan tubuhnya, tetapi ia tidak
menampak orang yang menjawabnya tadi. Keringat dinginnya
lantas mengucur dengan derasnya.
Begitulah, Lok Kang jadi melompat dan membalikkan tubuhnya
kian kemari, sampai akhirnya ia jadi merasa cape sendiri. Tetapi
walau bagaimanapun ia tetap tidak dapat melihat Laliat-touw,
biarpun suaranya berada dibelakang.
Hingga akhirnya ia jadi mati kutu, maka ia berteriak kembali:
"Thian Ouw Kie Hiap, hari ini aku kalah ditanganmu, cepat bunuh
aku!"
Sekonyong-konyong dari atas terlihatlah Laliat-touw melayang
turun dengan ringannya, sambil memberi hormat ia berkata :
"Sudah lama aku mendengar nama saudara Lok Kang yang
masyhur itu, tidak sangka hari ini bisa bersua disini. Kamu sekalian
telah lama menetap di San See, entah urusan apa yang membuat
kalian bisa berada disini ?"
"Kami bertiga saudara, karena ada suatu urusan penting yang
hendak diurus, tetapi tidak sangka disini semuanya jatuh
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
43 ditanganmu seorang. Kini bila hendak membunuh kami silahkan!"
Jawab Lok Kang.
"Aku dengan kamu tidak saling bermusuhan, untuk apa aku
membunuh kepadamu ?"
"Bila demikian halnya baiklah. Tetapi kejadian hari ini takkan
kulupakan selama hidupku. Nah sampai bersua pula kelak, kami
akan "membalas budi" ini!"
"Silakan!"
Untuk sementara baik kita tinggalkan dulu Lok Kang yang
memayang kedua saudaranya untuk meninggalkan rumah makan
itu. Kini mari kita menilik kepada Laliat-touw. Tadi ia memang
menggunakan ilmu "Kui Fu Sin", ilmu ini adalah kepandaian tingkat
tinggi dari cabang Kun Lun. Ilmu ini mengandalkan kepada ilmu
entengi tubuh, tentu saja tidak boleh diabaikan ilmu silatnya. Ilmu
ini adalah khusus membuat orang menjadi pusing sendirinya,
dengan menggunakan kesempatan itu, orang itu akan mudah
dibunuh atau dicelakai. Ilmu "Kui Fu Sin" ini hanya bisa digunakan
bila sedang berhadapan dengan seorang saja. Tetapi bila sedang
menghadapi musuh yang banyak sekali, ilmu ini tidak berguna
sama sekali.
Ilmu "Kui Fu Sin" bersifat sedikit kejam karenanya dari Ilmu "Kui
Lun mengadakan pantangan, bila tidak sedang menghadapi musuh
yang jahat atau yang lebih kosen, sekali-kali tidak diperkenankan
menggunakan ilmu ini. Tadi Laliat-touw menggunakan ilmu ini
semata-mata hanya untuk menakut-nakuti Lok Kang, sehingga
membuat Lok Kang menjadi mati kutu.
Kini mari kita menilik kepada Ouw Fong yang sedang melawan
seorang pemuda. Pemuda itu rupanya sedang mempermainkan
Ouw Fong, sehingga wajah Ouw Fong jadi merah padam.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
44 "Kurcaci, bila engkau mempunyai kepandaian, lekas keluarkan !
Jangan hanya bisa menghindari saja !?" Ouw Fong membentak.
"Baiklah, disebelah sana sudah selesai bertempur. Kepandaian
Suhumu sungguh lihay, dalam beberapa jurus saja ia sudah bisa
mengalahkan sekalian lawannya. Nah sambutlah !" Kata pemuda itu
sambil tersenyum.
Setelah berkata demikian, sekonyong-konyong permainan
pedangnya jadi berubah, serangannyapun hebat sekali. Sedangkan
Ouw Fong lantas membentangkan Kun Lun Kiam Hoat untuk
mengimbangkan posisi lawan.
Pada saat itu, hati Ouw Fong jadi sangat mendongkol Maka ia
lantas membentangkan ilmu "Nu Kang Cap Pe Co", tetapi si-pemuda
tetap tenang-tenang saja.
Begitulah, setelah lewat 3-40 jurus, napas Ouw Fong mulai
memburu. Bertepatan dengan itu, si-pemuda menilang dengan
menggunakan "Peng Ho Cek Sieh" atau "Sungai es merekah"
diarahkan kedada Ouw Fong. Baru saja Ouw Fong hendak
memunahkan serangan itu dengan menggunakan "Ci Hong To Jut"
atau "Puncak gunung menjukang tinggi" Siapa tahu ketika pedang
pemuda itu hampir mengenai tubuhnya, tiba-tiba ia merubah
gerakannya dengan menggunakan tipu "Oey Eng Lok Cia" atau
"Burung kenari jatih dari tangan", serangannya kali ini diarahkan
ke ulu hati Ouw Fong.
Hati Ouw Fong mulai kebat-kebit, cepat-cepat ia menarik
pedangnya untuk melindungi bagian tengah dadanya, tetapi
serangan pemuda itu dengan sekonyong-konyong berubah kembali,
dengan menggunakan gerakan "Sian Hong Sie Liu" atau "Badai
mempermainkan pohon Liu", diarahkan kepada sebelah kanan dada
Ouw Fong. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
45 Serangan itu membuat Ouw Fong jadi mundur dua langkah.
Sedangkan si-pemuda rupanya tidak mau memberi ketika, ia lantas
susulkan pula dengan serangan yang bernama "Hong Hong Tiam
Touw" atau "Burung Hong memanggutkan kepalanya", pedangnya
diarahkan ke kepala Ouw Fong.
Serangan ini begitu dahsyat, tetapi Ouw Fong juga bukan
seorang yang lemah. Maka ia lantas melompat keatas dan kemudian
melontarkan tiga buah golok terbang yang diarahkan ke
tenggorokan si-pemuda.
"Kalau tidak bisa menangkan lawan, ya sudah saja. Untuk apa
engkau menyerang dengan Am-gie ?" Kata si-pemuda sambil
tertawa besar.
Setelah berkata demikian, tangan kanannya lantas menangkap
dua buah, ketika ia hendak menangkap pisau terbang yang ketiga,
tiba-tiba ia mendengar Ouw Fong membentak: "Kena!"
Sekumpulan Lian Cu diarahkan kepadanya, pemuda itu bagaikan
sedang dihujani oleh hujan arak, ia diserang dari empat penjuru. Sipemuda tidak menyangka Ouw Fong bisa menggunakan dua macam
Am-bie. Untuk menangkap satu saja sudah tidak mungkin, untuk
menangkis dengan pedangnya idem. Maka terpaksa ia harus
melompat, sambil berlompat badannya terus berputar, dengan
demikian, ia baru bisa menghindari diri.
Pada saat itu Ouw Fong sudah hendak memajukan dirinya pula,
tetapi telah kena dicegah oleh Laliat-touw.
"Ouw Fong tahan dulu, serahkan saja pemuda itu kepadaku !"
Cegahnya Laliat-touw.
Ouw Fong yang mengira benar bahwa perkataan Supeknya itu,
sudah lantas berkata dengan perlahan: "Supek, kepandaiannya
kurcaci itu tidak bisa dicela, aku harap engkau jangan melukakan
dia!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
46 Didalam hati Laliat-touw mentertawakan kelakuan muridnya
itu. Tetapi ia tidak kentarakan pada lahirnya, sambil maju kemudian
ia berkata: "Saudara kecil, bukankah engkau Cin Tiong Lie Hiap
Ciam Giok Lan ? Pinto adalah Thian Go, baik-baik sajakah Leng-su
selama ini ?" (Leng-su = Guru yang mulia).
Pemuda itu menjadi sangat terperanjat, ia cepat-cepat
mengumpat dibelakang si-orangtua itu, sambil memanggil "Supek".
Sedangkan orangtua itu lantas tertawa berkakakan, kemudian
berkata : "Cayhe adalah Thio Ta Yung, ini adalah Sutit-lieku, yang
bernama Ciam Giok Lan." (Sutit-lie = keponakan perempuan).
Sambil tertawa Laliat-touw berkata: "Bukankah saudara
bergelar Kim Goan Tiauw (Rajawali bermata emas) ?"
"Ya, cuma gelaran itu adalah pemberian kawan-kawan dari
kalangan Kang-ouw." Sehabis berkata demikian Thio Ta Yung
berpaling kearah Ciam Giok Lan. "A Lan, cepat engkau beri hormat
kepada Thian Ouw Loo Cian-pwee !" Katanya seraya menunjuk
kearah Laliat-touw.
"Loo Cian-pwee, harap engkau sudi memaafkan kelancangan
tadi terhadap muridmu !" Kata Ciam Giok Lan sambil memberi
hormat. "Tidak mengapa!" Setelah berkata demikian Laliat-touw
berpaling kearah Ouw Fong. "A Fong, mari sini," katanya "Lekas kau
beri hormat kepada Thio Loo Cian-pwee!" Setelah habis
menjalankan peradatan, Ouw Fong lalu diperkenalkan dengan
"pemuda" itu. Keduanya jadi merasa tidak enak.
Sambil tertawa besar, Laliat-touw berkata :
"Thio Tay-hiap. Ciam Lie-hiap, sedari dulu cabangku dengan
cabang dari Bu Liang Pay mempunyai hubungan sangat erat sekali
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
47 Sampai akhirnya Sian Couw (membahasakan leluhur sendiri)
dengan Kwie Pay (partai yang mulia) Couw-su Biauw Ceng Sin Nie
mengadakan suatu perserikatan setiap sepuluh tahun sekali, secara
bergilir mengadakan suatu temuan di Kun Leng San atau di Bu
Liang San. Bagaiman bila pada tahun yang akan datang dibulan lima
kia adakan pertemuan secara kecil-kecilan saja?"
Thio Ta Yung menjadi sangat gembira, kemudian ia menjawab :
"Sungguh suatu penawaran yang diluar dugaan. Aku kira disini
bukan tempat untuk kita bercakap-cakap, mari kita mencari tempat
lain !"
Keempat orang itu lalu melemparkan selempeng uang perak.
Sesaat kemudian mereka telah tiba di sebuah rumah makan yang
bernama Ceng Sing Louw, disitu adalah suatu tempat suci. Mereka
berempat lalu mengadakan perjamuan.
Ketika mereka sedang pesan makanan, Thio Ta Yung bertanya
kepada Laliat-touw:
"Tay-su berdua kenapa berada disini ?"
Laliat-touw lantas menjelaskan: "Nona Ouw ini adalah anak dari
pemimpin kalangan Bu-lim di Pakkhia yang bernama Ouw Lun.
Pada beberapa tahun yang lalu Ouw Loo Eng-hiong datang ke Tibet
untuk pesiar. Dia juga menyambangi para Ciang-bun (ahli waris)
dari perbagai partai yang berada di See Cong.
Dan rupanya sudah takdir, pikiranku dengan pikiran Ouw Loo
Eng-hiong bersamaan. Dengan demikian kami menjadi Ho-peng.
Sesudah dua bulan lebih ia tinggal denganku, baru ia berpamitan.
Tetapi ia meninggalkan nona Ouw untuk dijadikan muridku. Biar
bagaimanapun aku tetap berkeras menolak permintaannya itu,
sampai akhirnya kami mendapat kata sepakat. Bahwa Ouw
Kouwnio tidak memanggil aku guru, tetapi memanggil Supek saja.
Begitulah" setelah lewat dua tahun, aku lalu mengantarkan nona
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
48 Ouw untuk pulang ke rumah orang tuanya dan akhirnya sampai
disini!"
Mendengar perkataan paman gurunya, wajah Ouw Fong jadi
bersemu merah. Kemudian ia berkata : "Thio Loo Cian-pwee, coba
kau pikir. Yang mengajarku adalah Ciang-bun dari partai Thian
Ouw. Tetapi guruku selalu memanggil nona, nona saja. Dan aku
sendiri tidak diperkenankan memanggil beliau Suhu. Bila nanti ada
orang yang bertanya kepadaku, aku harus menjawab bagaimana ?
Tidak berpartai, tidak berguru dan mungkin nanti orang akan
mengatakan aku ini baru keluar dari hutan!"
Mendengar ini Thia Ta Yung jadi tertawa, baru kemudian ia
berkata: "Perkataan nona Ouw itu memang beralasan. Begini saja,
aku akan membujuk kepada Thian Go Tay-su untuk menerimamu
menjadi muridnya yang sesungguhnya. Bila ia masih tidak mau
juga, dilain tahun ketika kedua partai ini sedang mengadakan
pertemuan, aku akan membantumu, bagaimana?"
"Terima kasih, aku merasa bersyukur alas kesudian Loo Cianpwee membantu diriku!" Kata Ouw Fong dengan roman berseriseri. Setelah berkata demikian, ia lantas menyembah dihadapan
Thio Ta Yung. Si orang she-Thio lantas membangunkannya,
kemudian sambil tertawa berkata kepada Laliat-touw : "Bila aku
mempunyai seorang murid yang cerdas dan lincah seperti ini, aku
akan merasa bangga sekali. Entah bagaimana dengan kau ?"
"Dia masih mempunyai seorang ayah yang mempunyai
kedudukan didalam masyarakat, siapa yang berani menerimanya
sebagai murid ? Ouw Loo Eng-hiong adalah tokoh yang masyhur di
kalangan sungao telaga. Kawan-kawan dari kalangan Bu-lim
semuanya pada menaruh simpati kepadanya. Karenanya aku tidak
berani menerima puterinya untuk dijadikan muridku!" kata Laliattouw sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
49 "Supek betulkah engkau tidak mau menerimaku sebagai
muridmu ?"
"Betul!"
"Bila demikian halnya, baiklah. Aku tidak sudi bangun!"
Sehabis berkata demikian Ouw Fong lantas menyembah
Supeknya. Yang membuat Laliat-touw jadi kerepotan sendiri. Dia
terus berusaha untuk membangunkan Ouw Fong, tapi mana Ouw
Fong mau bangun. Disamping itu Thio Ta Yung dan Ciam Giok Lan
memihak kepada Ouw Fong, sehingga akhirnya Laliat-touw jadi
kehilangan akal dan berkata : "Baiklah! Tetapi mesti mendapat
persetujuan dari Leng-cun dulu." (Leng-cun = panggilan hormat
untuk ayah seseorang).
Mendapat jawaban ini, Ouw Fong lantas menganggukkan
kepalanya sampai tiga kali, kemudian sambil berdiri ia berteriak :
"Suhu, Suhu, Suhu !"
Semuanya jadi tertawa besar.
Lewat sesaat kemudian, Ciam Giok Lan menarik tangan Ouw
Fong, kemudian sambil tertawa dia berkata: "Masih marahkah
engkau kepadaku ?"
"Siapa suruh engkau berpakaian seperti pria ?"
Sehabis itu Ouw Fong dan Ciam Giok Lan jadi tertawa
berkakakan.
Tiba-tiba Thio Ta Yung menghela nafas dan berkata "Cabang
Tay-su sudah lima kali tidak pernah menghadiri pertemuan. Tidak
tahu karena peristiwa apa partai kalian memisahkan diri dengan
partai kami dari Bu Liang. Siauwtee datang kemari adalah karena
urusan dari suhengku, In Hweshio !"
Mendengar itu Laliat-touw jadi heran dan bertanya : "Tay-hiap,
kenapa In Hweeshio?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
50 Mendapat pertanyaan itu, wajah Thio Ta Yung jadi merah
padam, kemudian dia berkata : "Bukankah Tay-su sudah pernah
bertemu dengan In Li Kim Kong Cu Hwie Jit ?" (In Li Kim Kong =
Kim Kong didalam mega, nama gelaran orang).
"Betul ! Aku sudah beberapa kali bertemu dengannya." Jawab
Laliat-touw.
"Karena beliaulah kami jadi datang ke See Tiong. Kami dari Bu
Liang Pay merasa pernah berbuat kesalahan kepadanya!" Ta Yung
menerangkan.
Mendengar perkataan itu, Laliat-touw jadi terperanjat,
kemudian dia bertanya : "Apa yang telah terjadi ?"
"Ini semua disebabkan oleh In Hweeshio. Tay-su, bila dikatakan,
kami sungguh merasa malu sekali, juga bukan dengan satu dua
patah kata bila menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Tay-su,
kami dari Bu Liang Pay telah bersumpah, bahwa dilain tahun, ketika
diadakan pertemuan antara kita kedua golongan, kami pasti sudah
akan dapat menawan murid murtad In Hweeshio. Bila tidak, kami
dari partai Bu Liang sudah tidak mempunyai muka lagi untuk
menghadiri pertemuan itu. Tay-su, karena urusan ini amat
mendesak, maka pertemuan kita kali ini kita sudahi sampai disini
dulu. Sekarang kami hendak pamit, kita akan bertemu dilain tahun
bulan lima. Kejadian In Hweeshio bila telah sampai waktunya,
dengan sendirinya kalian tentu akan dapat mengetahuinya."
Pada saat itu matahari telah hampir tenggelam diufuk barat,
Thio, Ciam, La dan Ouw lalu mengambil jalan masing-masing.
Urusan apakah yang diburu oleh Thio Ta Yung dan Ciam Giok
Lan, untuk sementara baik kita tunda dulu. Kini baik kita mengikuti
perjalanan Laliat-touw dan Ouw Fong, tidak lama kemudian mereka
telah sampai ditempat yang dituju, yaitu kota Pakkhia.
ooOoo Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
51 Giok Kie Lien Ouw Lun yang bukan saja menjadi pemimpin dari
rimba persilatan dari kota Pakkhia, namun iapun adalah seorang
jago kawakan dari partai Kong Tong. Disamping itu, leluhurnya
dalam tiga turunan terus-menerus memangku jabatan penting
dalam pemerintahan sebagai menteri sipil.
Didalam kota Pakkhia nama Ouw Lun sangat disegani.
Sampaipun ketika bangsa Boan Ciu berhasil menjajah Tiongkok, ia
masih sangat dimalui.
Ouw Lun adalah seorang patriot yang cinta pada tanah air.
Walaupun dalam lahirnya ia tidak mengadakan perlawanan
terhadap kaum penjajah, tapi bathinnya lain. Orang-orang buronan
pemerintah pada saat itu sering berdiam didalam rumahnya.
Disamping itu ia mempunyai kepandaian yang tinggi, sehingga para
Eng Jiauw atau kuku garuda (alat-alat negara) juga agak jeri
menghadapinya. Orang dari kalangan Bu-lim memberikannya
gelaran "Giok Kie Lien", yaitu gelaran Lu Cun Gie dalam cerita "Sui
Hu Toan".
Ouw Lun mempunyai seorang putera dan seorang puteri. Ouw
Fong adalah puterinya. Sedangkan puteranya bernama Ouw Cong,
sejak kecil Ouw Cong gemar membaca buku-buku dan sajak-sajak,
disamping cerdas iapun seorang yang berwajah cakap, tapi ia tidak
gemar akan ilmu silat, juga tidak hendak menjadi orang berpangkat.
Sepanjang hari Ouw Cong selalu bergaul dengan pemuda-pemuda
yang sealiran dengannya, bersajak sambil minum arak. Sehingga
orang-orang di Pakkhia pada mengetahui sepak-terjangnya.
Malam itu ketika Laliat-touw bersama Ouw Fong tiba di rumah
keluarga Ouw, Ouw Cong belum lagi kembali. Sedang Ouw Lun
yang begitu mendengar laporan Kee-teng (pesuruh), tanpa terasa ia
jadi sangat gembira, ia cepat-cepat keluar menyambutnya. Dari jauh
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
52 Ouw Lun sudah berkata: "Maafkan saya yang menyambutnya agak
terlambat, silakan duduk!"
Laliat-touw segera menyatakan terima kasihnya, setelah bercakap-cakap sebentar, kedua orang itu lantas menuju keruang
tamu. Walaupun Laliat-touw telah beberapa kali datang kekota
Pakkhia, namun selamanya ia berdiam didalam rumah berhala.
Belum pernah mengunjungi tempat yang demikian mewah dan
megahnya, sampaipun ruang tamu dihias demikian indahnya,
disana-sini digantungi lukisan yang indah-menarik, sungguh suatu
dekorasi yang amat menawan. Rumah itu dibagi dalam tiga bagian.
Dipintu bagian depan tampak digantungi sebuah papan, diatasnya
ditulis "Cek Hai Kee Sin" empat, huruf yang besar. Tulisan itu
berasal dari zaman Beng Seng Couw.
Setelah kedua orang itu saling merendah diri, Ouw Fong lantas
pergi keruang belakang untuk menukar pakaian. Sedangkan Ouw
Lun lantas memerintah Kee-teng guna menyediakan meja
perjamuan. Setelah Laliat-touw selesai mencuci muka, Ouw Lun
segera bertanya tentang kisah perjalanan si Lhama baju merah dari
Tibet ke Pakkhia.
Laliat-touw segera menuturkan segala peristiwa yang ia alami
dengan jelas sekali.
Ouw Lun yang telah lama berkelana didalam kalangan Kangouw, ketika mengetahui Ouw Fong pernah berperang tanding
melawan salah seorang dari Kwan-see Liok-an, perasaannya jadi tak
enak, disamping itu hatinyapun agak terhibur juga, karena Ouw
Fong sebagai orang yang masih hijau telah berhasil menjatuhkan
seorang jago yang berkepandaian tinggi. Setelah menatap wajah
Laliat-touw untuk beberapa saat lamanya, ia lalu berkata : "Puteriku
memang seorang anak yang nakal, dibawah pimpinan Tay-su ia
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
53 baru bisa mempunyai kepandaian yang demikian. Bila saudara tidak
merasa berkeberatan, sudilah kiranya saudara tinggal dirumahku
yang sempit ini untuk beberapa hari lamanya. Sekali lagi saya
mengucapkan banyak terima kasih."
Mendengar perkataan itu Laliat-touw segera berkata: "Ini semua
berkat kepintaran puterimu. Saudara tidak perlu mengucapkan
kata-kata yang bersifat pujian itu, saya tidak berani menerimanya."
"Dikala puteriku pertama kali datang ke See Cong, ia hanya
mempunyai kepandaian yang tidak berarti. Tapi kini ia telah bisa
mengalahkan Yam-kee Pouw. Maka kepandaiannya itu bila
dibandingkan dengan yang dahulu, ia telah maju beberapa ratus kali
lipat. Ini semua adalah berkat didikan Tay-su. Sudah sepatutnya,
saya sebagai orang tuanya menyampaikan rasa syukur dan banyak
terima kasih kepada Tay-su !" Kata Ouw Lun dengan wajah berseriseri.
Laliat-touw sudah segera merendah diri. Sekonyong-konyong
Ouw Lun berkata lagi: "Dulu dengan sangat saya meminta supaya
Tay-su sudi menerima puteriku sebagai muridmu, tapi engkau
temyata berkeras tidak mau menerimanya. Sekarang sekali lagi aku
majukan permohonan itu, bila Tay-su masih menolaknya, itu tidak
cengli dan kami sendiri tidak mempunyai muka pula untuk
menemui kawan-kawan dari kalangan Kang-ouw."
Laliat-touwtidak menjawab, hanya dari mulutnya saja
tersungging suatu senyuman yang berarti. Melihat itu Ouw Lun
lantas berkata kembali : "Bila saudara merasa puteriku sangat
nakal, maka ."
Sebelum habis Ouw Lun mengucapkan perkataannya, tiba-tiba
dari ruang belakang terdengar suara tertawa Ouw Fong yang
ternyata kini telah menukar pakaian yang indah serta menarik
perhatian orang yang melihatnya. Wajahnya tampak jadi
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
54 bertambah cantik setelah memberi hormat kepada Ouw Lun, ia
lantas memberi hormat kepada Laliat-touw seraya berkata. "Suhu,
hari ini sang Dewi Malam bersinar gemilang, bagaimana bila kita
melatih dalam beberapa juius?"
Dengan roman heran Ouw Lun bertanya : "Apa ?"
"Mungkin Thia-thia belum tahu, bahwa puterimu telah
mempunyai guru !" Menjelaskan Ouw Fong sambil tersenyum.
Sedangkan Laliat-touw jadi tertawa berkakahan. Ia lantas
menuturkan cara bagaimana ia bertemu Thio Ta Yung, sehingga
akhirnya ia menerima Ouw Fong menjadi muridnya.
Mendengar keterangan itu Ouw Lun jadi sangat gembira. Ia
lantas memberi hormat guna menyampaikan rasa suka citanya.
Kemudian dengan wajah bersungguh-sungguh ia berkata kepada
Ouw Fong: "A Fong, seterusnya engkau harus mendengar kata-kata
gurumu, dan harus rajin serta belajar dengan sungguh-sungguh.
Disamping itu aku melarang engkau berlaku congkak dan menodai
nama perguruanmu, mengerti kau ?"
"Guruku adalah Siauw Bian Hud, ia tidak akan memukulku, tidak
akan memakiku, cuma selalu membikin aku jadi mendongkol, Suhu,
betul tidak perkataanku itu ?" Kata Ouw Fong tanpa menghiraukan
nasehat ayahnya.
Mendengar pertanyaan muridnya yang nakal itu, Laliat-touw
hanya tertawa besar, sedangkan Ouw Lun hanya bisa menggoyanggoyangkan kepalanya, ia dengan Laliat-touw berpenyakit sama,
yaitu bohwat (tak berdaya) menghadapi kenakalan Ouw Fong.
Tak lama kemudian perjamuan dimulailah. Ketiga orang makan
minum dengan gembiranya, disamping itu mereka membicarakan
soal-soa dan kejadian-kejadian di kalangan sungai telaga dan
kemudian sampai membicarakan ilmu silat. Sekonyong-konyong
Ouw Fong bertanya : "Ayah puterimu hari ini dengan resmi telah
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
55 mengangkat guru, Mengapa Cong-koko tidak tampak mata
hidungnya ?"
"Sudah 3 hari ia belum kembali!"
"Mengapa engkau tidak menyuruh orang mencarinya ?"
"Betul, ia memang seharusnya menjumpai Tay-su."
Laliat-touw segera mencegah : "Tidak usah, putera saudara
ternyata gemar bersajak, seperti juga aku yang gemar akan ilmu
silat. Untuk apa kita menghalangi kesenangannya itu ?"
Dalam pada itu tiba-tiba dari luar masuk seorang pesuruh dan
melaporkan: "Tuan muda kembali !" Dan tampaklah dikening Ouw
Cong pecah, seluruh tubuhnya penuh dengan noda-noda darah,
bajunya compang-camping tidak keruan. Mukanya pucat-pasi dan
napasnya memburu. Ia dipayang oleh 2 orang pemuda yang
kemudian membaringkannya di atas kursi panjang.
Melihat keadaan puteranya itu Ouw Lun jadi sangat terperanjat,
pikirnya: "Ouw Cong adalah seorang yang bertubuh lemah,
mengapa ia mendadak bisa berkelahi dengan orang ?" Maka cepatcepat ia mengambil obat untuk mencegah darah mengalir terus.
Luka yang diderita Ouw Cong banyak sekali, bila dihitung dari
kepala sampai ke tumit, luka-lukanya itu kira-kira tersebar di 2-30
tempat. Keadaan luka itu tampaknya amat berbahaya sehingga
membuat Ouw Cong jadi tak sadarkan diri lagi. Ouw Fong ketika
melihat keadaan kakaknya itu segera berteriak: "Siapa yang berani
melukai kakakku?"
Salah seorang dari kedua orang pemuda yang mengantarkan
Ouw Cong, yang juga pada mandi darah segera menjawab: "Tadi
ketika kami berada di loteng sebuah rumah makan, ketika kami
sedang asyik memperbincangkan perbedaan antara puisi lama
dengan puisi baru, sekonyong-konyong ada lebih kurang sepuluh
orang yang tinggi besar naik juga keatas. Mereka rupanya telah
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
56 pada mabok. Kemudian mereka memerintahkan supaya saudara
Cong jangan berisik, sebab menurut kata mereka, kami telah
membikin kacau pembicaraan mereka. Kemudian mereka hendak
mengusir Cong-heng dari loteng itu. Saudara Cong tentu saja tidak
mau diperlakukan demikian, sehingga timbullah percekcokan.
Tetapi mereka semuanya bangsa biadab, memukul Cong-heng
sampai demikian.
"Tahukah kalian siapa mereka itu ?" Tanya Ouw Lun kemudian
sambil mengerutkan alisnya.
"Kami memang pernah menanyakan itu, akan tetapi mereka
tidak sudi menjawabnya, sampai satu waktu Cong-heng berkata
begini: "Kamu tahu siapa ayahku ?" Orang itu sambil tertawa
mengejek lantas berkata: "Meskipun ayahmu Giok Kie Lien, kami
masih hendak menghajarnya juga. Walaupun kami berdua
mencegah Cong-heng, tapi sia-sia belaka." Jawab salah seorang
diantaranya.
Mendengar ini Ouw Lun jadi terdiam, sesaat kemudian ia baru
bertanya: "Kenalkah kamu dengan wajah-wajah mereka?"
Mendapat pertanyaan itu kedua pemuda tersebut jadi terdiam
sejenak, kemudian mereka melukiskan wajah orang-orang yang
menganiaya Ouw Cong dengan jelas sekali.
"Sungguh aneh, orang-orang itu rupany bukan jagoan dari kota
Pakkhia. Mereka mengapa bisa mengenali diriku? Disamping itu
juga mengenal Cong-jie sebagai puteraku ?"
Ouw Fong lantas menyambungi pembicaraan ayahnya itu: "Kita
dengan mereka tokh tidak bermusuhan ?"
Walaupun Ouw Lun telah berpikir pulang pergi, tapi ia masih
juga tidak bisa memecahkan teka-teki itu, sehingga hatinya
disamping mendongkolpun menjadi marah sekali.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
57
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Laliat-touw adalah seorang yang ahli dalam hal mengobati
penyakit ataupun luka-luka. Dari dalam jubahnya ia mengeluarkan
sebungkus pil dan sebungkus obat bubuk, kemudian berkata: "Anak
Fong lekas ambil air hangat kemari!"
Sesaat kemudian Ouw Fong telah kembali kesitu sambil
membawa sebaskom air hangat. Laliat-touw segera menuangkan
obat bubuk itu kedalam air hangat, kemudian dengan hati-hati
sekali ia mencuci luka Ouw Cong itu. Tak lama kemudian kulit Ouw
Cong tampaknya mau merapat lagi. Melihat keadaan yang demikian
Laliat-touw lantas berkata: "Selesai!" Ia lalu memerintah Ouw Fong
mengambil kain pembalut. Setelah selesai membalut, ia lalu berkata
kembali: "Dua tiga hari lagi luka ini pasti akan merapat lagi. Dan
lewat pula beberapa hari, asal saja tidak keluar darah lagi, ia pasti
akan sembuh seperti sedia kala." Sehabis berkata demikian guru
Ouw Fong ini memasukkan dua butir pil kemulut Ouw Cong,
kemudian meminumkan pemuda itu.
Sesaat kemudian Ouw Cong telah siuman dari pingsannya, lalu
memandang keempat penjuru, sekonyong-konyong
ia memperlihatkan wajah yang gembira. Tapi ia tidak kuasa untuk
bercakap-cakap.
Ouw Lun yang melihat kepandaian Laliat-touw dalam hal
pengobatan demikian menakjubkan, ia sangat bersyukur sekali. Ia
lantas memerintahkan pesuruhnya untuk membawa Ouw Cong
kekamarnya.
Kedua pemuda yang mengantarkan Ouw Cong, ketika
mengetahui keadaan Ouw Cong sudah tidak begitu
mengkhawatirkan, mereka segera berpamitan.
Baru sekarang Ouw Lun sadar, ia lantas mengambil 100 tahil
emas, kemudian berkata : "Kalau boleh Loo-hu bertanya, siapakah
nama kalian ? Disamping itu Loo-hu tidak bisa membalas budi
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
58 saudara berdua, maka silahkan ambillah ini sebagai rasa terima
kasih dari Loo-hu."
Kedua orang pemuda itu, yang seorang she-Tan dan yang lainnya
she-Lie. Mereka ketika mendengar Ouw Lun berkata demikian,
seger berkata dengan suara yang hampir bersamaan : "Cong-heng
adalah kawan kami, maka sudah seharusnya kami berbuat
demikian. Sudah bagus paman tidak memarahi kami, mana kami
berani mengharapkan balas jawa pula."
Walaupun didesak terus, tapi mereka tetap tidak mau menerima
uang pemberian Ouw Lun. Sehingga akhimya Ouw Lun juga tidak
mau memaksa terlebih jauh. Membiarkan mereka berdua berlalu
dari situ.
Dalam pada itu Ouw Fong sehabis mengantarkan Ouw Cong
sampai kekamarnya, begitu keluar ia segera berkata: "Ayah, Suhu,
mari kita cari orang yang melukai Cong koko, guna menuntut
balas!"
Ouw Lun adalah seorang yang kawakan dari dalam kalangan
Kang-ouw, ia menginsyafi bahwa orang menganiya diri Ouw Cong
mesti ada sebabnya. Mungkin mereka sengaja hendak memancing
dirinya supaya keluar dari gedungnya, di tengah jalan mereka akan
menghadangnya dan mungkin ? kalau bisa ? mereka akan
membunuhnya. Disamping itu iapun menginsyafi, bahwa dikota
Pakkhia ia sangat disegani, maka bila orang sudah berani
menganiaya puteranya, pasti ada udang dibalik batu. Dalam pada
itu ia telah memeriksa luka Ouw Cong lantas mengetahui, bahwa
orang yang melukai Ouw Cong pasti mengerti ilmu silat yang tinggi.
Otaknya terus berputar namun ia tetap menemui jalan buntu.
Setelah berdiam sebentar, Ouw Lun segera mendapat suatu
pikiran dan berkata : "Aku rasa musuh kita telah lari jauh. La Taysu juga baru sampai kemari, maka silahkan mengaso. Anak Fong
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
59 lekas kau ajak gurumu pergi ke ruang tamu. Dan kau sendiri lekas
pergi mengaso. Urusan ini baik kita bicarakan besok pagi." Sehabis
berkata demikian ia lantas merangkap sepasang tangannya dan
menyilahkan Laliat-touw guna ikut diri Ouw Fong.
Sebetulnya Ouw Fong masih ada beberapa perkataan yang
hendak diucapkan disitu, tapi ia telah dituntun oleh gurunya yang
sambil berkata : "Memang betul, kita seharusnya siang-siang
mengaso, Besok baru mencari musih !"
Setelah melewati beberapa tikungan, sampailah mereka ke
sebuah ruang tamu, Laliat-touw sudah lantas menutup pintu dan
tidur. Sedangkan Ouw Fong yang melihat ayah beserta gurunya seperti
juga tidak memusingkan peristiwa Ouw Cong tadi, maka hatinya
jadi agak kecewa bercampur gusar. Tapi ia tak berdaya, maka
akhirnya iapun merapatkan pintu kamarnya dan naik keatas
pembaringan.
Tapi biar bagaimanapun hatinya seperti juga digantungi oleh
sebuah batu yang amat berat.
Kentongan telah terdengar dipukul 3 kali, menyatakan hari telah
tengah malam, keadaan disekitar tempat itu sudah sunyi senyap.
Hanya suara binatang malam yang sedang berdendang ria.
Sekonyong-konyong terdengar suara seperti jatuhnya sehelai daun
dimalam yang sesunyi itu, suara yang bagaimana kecil sekalipun
dapat didengar dengan jelas. Tak lama kemudian diluar jendela
terdengar langkah kaki, seperti juga musang yang sedang berjalan
diatas genting.
"Bukankah sekarang musuh yang sedang menyerang rumahku?"
pikir Ouw Fong. Maka kemudian ia turun dari pembaringan,
kemudian mencabut pedangnya dan dengan lincahnya ia menuju
kedepan jendela. Kemudian dengan perlahan-lahan ia mendorong
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
60 pintu jendela yang disusul kemudian dengan melompatnya sang
tubuh. Keadaan disekitarnya tetap sunyi. Jangan kata ada orang,
sedangkan bayangannyapun tak tampak. Disitu hanya terdapat
seekor kucing tua yang sedang mengeluarjan suara yang
menyedihkan. Melihat itu diam-diam Ouw Fong merasa lucu. Ouw
Fong kembali ke kamarnya. Setelah berpikir sejenak tiba-tiba ia
rupanya baru menginsyafi, cepat-cepat ia menuju ke kamar Laliattouw, kemudian ia mencongkel jendela dengan hati-hati sekali,
sehingga tidak mengeluarkan suara sema sekali. Sedang Ouw Fong
mengangguk-anggukan kepalanya dan berkata : "Tidak salah
dugaanku!" Kemudian ia mendorong pintu, yang ternyata tidak
dikunci. Setelah pintu jendela itu terbuka, ketika melihat kedalam
dibawah penerangan cahaya rembulan, diatas pembaringan
ternyata tidak ditiduri orang.
"Suhu, seorang diri engkau hendak melakukan pembalasan
dendam itu, sampaipun muridmu tidak kau hiraukan lagi." Kkata
Ouw Fong kemudian.
ooOoo Adapun Laliat-touw, sekeluarnya dari dalam rumah keluarga
Ouw, ia lantas membentangkan ginkang Tee Cong Sut. Sesaat
kemudian ia telah sampai di sebuah rumah besar, dimuka pintu
terdapat 2 buah Teng Liong atau lentera. Disitu juga digantungi
sebuah bendera yang bertulisan "Eng Seng Piauw-kie".
Temyata Laliat-touw telah dapat memastikan bahwa siapa
sebenamya yang telah melukai Ouw Cong itu. Tapi ia tidak mau
mengutarakan perasaannya itu kepada Ouw Lun yang kala itu
sedang kacau pikirannya. Walaupun dalam lahirnya ia tidak beri
reaksi apa-apa, tetapi hatinya sangat gusar. Dan sebagai seorang
laki-laki yang berani berbuat tentu akan berani menanggung segala
akibatnya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
61 Orang-orang dari Eng Seng Piauw-kie karena urusannya,
mereka jadi melukai Ouw Cong. Bila perkara itu tidak dapat dibikin
beres, itu akan menjatuhkan pamor Ouw Lun. Maka ia berencana
hendak menangkap seorang atau 2 orang dari Eng Seng Piauw-kie
yang bertanggung jawab atas perkara Ouw Cong. Laliat-touw
bermaksud hendak menggunakan seorang atau dua orang yang
telah ditangkapnya itu sebagai barang tanggungan, kemudian
perlahan-lahan baru berdamai dengan pihak Eng Seng Piauw-kie.
Begitulah, Laliat-touw setelah memperhatikan keadaan di
sekitarnya, ia lantas menampak disitu terdapat sebuah pohon besar,
sungguh suatu tempat yang baik guna dipakai sebagai batu
loncatan. Maka ia lantas melompat keatas pohon tersebut dengan
gerakan yang amat lincah dan indah sekali. Dari sana ia
memandang keadaan di sekelilingnya, maka tampaklah olehnya
bahwa keadaan didalam pekarang itu sunyi-senyap, rupa-rupanya
semua penghuni rumah itu telah pada tidur. Hanya dibangunan
bagian luar yang jauh letaknya masih terdapat sinar lampu,
sedangkan bangunan lainnya semuanya telah gelap gulita. Sehingga
bangunan yang masih terang itu menjadi pusat perhatian dari
Laliat-touw.
Laliat-touw segera melompat turun dari pohon, dengan tiga atau
empat kali "Ta Cong Po" atau "Langkah lebar-lebar", ia sebentar saja
telah sampai ditempat yang dituju. Kemudian dengan gaya "To
Coan Kim Kouw" atau "Membalikan gaetan emas", ia lantas
memandang kedalam jendela. Ternyata rumah itu adalah ruang
dapur, didalamnya terdapat 2 orang koki yang sedang bercakapcakap sambil minum teh. Yang seorang terdengar sedang
menggumam: "Mereka berpesta lama benar, sampai begini malam
belum juga selesai, masih tidak mau pada pulang, dan masih mau
minta air panas lagi. Lao-sam, kita sungguh payah sekali ini !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
62 Orang yang dipanggil Lao-sam segera mencegahnya : "Lao Thio,
kau tahu siapa yang datang kali ini ? Engkau jangan omong keraskeras, bisa-bisa kita jadi celaka !"
Dengan roman tidak puas Lao Thio lantas berkata : "Aku tidak
perduli mereka siapa, walaupun utusan dari atas langit, aku juga
tidak mau ambil pusing. Pada saat ini kita seharusnya sudah mesti
tidur !"
"Jangan marah, kali ini rupanya engkau tidak mendapat
kangtauw, betulkah?" Kata Lao-sam sambil tertawa.
Mendengar ejekan kawannya itu Lao Thio segera
memperdengarkan suara dari hidungnya. Dan kala itu Lao-sam
telah berkata lagi : "Sebentar lagi kita pasti akan menjadi orang
kaya. Bila Kie Tay-jin sering datang kemari, kita yang menjadi orang
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 4 Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling Pedang Naga Kemala 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama