Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong Bagian 3
biarlah sesudah kami mengadakan perundingan baru memberikan
jawaban."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
5 "Silakan!" kata Laliatt-ouw sambil tersenyum.
Kwan-see Liok An lantas mundur kira-kira 2 meter jauhnya.
Kemudian mereka mengadakan perundingan. Yu To yang bersifat
mau menang sendiri, walaupun kala itu ia sedang terluka, tapi ia
tetap berkeras untuk mengusulkan supaya Kwan-see Liok An
memakai kekerasan menghadapi mereka. Sesaat kemudian Liok An
lantas bertindak maju, Yam-kee Liong sudah lantas berkata: "Taysu, Cung To-cu, kalian adalah pemimpin dari masing-masing
golongan, maka bila saudara tidak berkeberatan, kami hendak
menyaksikan kepandaian saudara berdua, kesatu untuk menambah
pengalaman, kedua supaya kawan-kawan dari kalangan Kang-ouw
tidak mentertawai kami."
Laliat-touw lantas memaklumi perkataan itu, bila saja diantara
mereka terjadi suatu pertempuran, mereka mengharap dia supaya
agak shejie untuk melakukan penyerangan, supaya mereka tidak
kehilangan muka.. Maka kemudian sambil tersenyum ia berkata:
"Yam-kee Liok-hiap kelewat merendah diri, kami mana mempunyai
kepandaian yang berarti. Sekarang begini saja, kita mengadakan
dua pertandingan, yang pertama kita mengadu kepandaian sastera
dan lainnya kita mengadu kepandaian silat. Kita tidak perlu
memakai senjata. Dengan cara ini kita jadi tidak merusak
perhubungan kita bukan? Tapi entah bagaimana pendapat saudara
sekalian ?"
(Yang dimaksud mengadu kepandaian sastera, bukan dalam arti
yang sebenarnya, tapi sebenarnya ialah hendak mengadu
kepandaian Lwee-kang).
"Bagus!, Bila kami kalah, saudara sekalian boleh mengambil
sembilan bagian dari barang-barang berharga itu. Tetapi bila kami
menang, kita sebaiknya menjalankan peraturan Kang-ouw!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
6 Setelah itu Laliat-touw dan Yam-kee Liong masing-masing
merangkap sepasang kepalan dan berkata : "Kita tak boleh
mengingkari apa yang telah diucapkan tadi !"
Laliat-touw menginsyafi, bahwa bila saja ia kalah dalam salah
satu pertandingan, pasti akan terjadi pertumpahan darah yang
hebat, maka ia lantas berkata: "Terlebih dahulu kita mengadu Lweekang, siapa diantara saudara yang hendak memberikan
pengajaran?" Sehabis berkata demikian, ia lantas mencabut
pedangnya yang kemudian dilemparkan dengan jatuh didepan
Kwan-see Liok An.
Yam-kee Hong juga mencabut pedangnya, kemudian diletakkan
ditanah. Menurut aturan dari dalam kalangan Kang-ouw, jiwa
Laliat-touw yang kalah, Yam-kee Hong boleh memakai pedangnya
untuk menganiayai Laliat-touw, mau dibunuh atau dilukainya.
Diantara Liok An Lwee-kang Yam-kee Hong-lah yang paling baik,
maka ia juga yang menerima tantangan Laliat-touw.
Yam-kee Hong lalu mencari 6 buah batu licin, 3 buah batu
ditimbun jadi satu, sehingga 6 buah batu itu menjadi dua timbun.
Batu itu adalah batu yang termasyhur yaitu batu Hoa Kong Yam
yang terdapat di Koko Nor, yang terkenal dengan kekerasannya.
Setiap timbunan tingginya lebih kurang 1 depa, kemudian Yam-kee
Hong berkata : "Silakan Tay-su memberi petunjuk!" Sehabis
berkata demikian, ia lantas menarik napas, mengumpulkannya di
Tan-tian (pusar). Kemudian dengan perlahan-lahan ia mendorong
kepada timbunan batu yang sebelah kanan. Setelah tangannya
berjarak antara 2 dim dari tumpukan batu itu, ia lantas menarik
pulang tangan tersebut, kemudian berkata : "Aku mengambil batu
yang paling bawah."
Ketika orang banyak mengangkat batu yang pertama dan kedua,
maka tampaklah pada batu yang ketiga telah terbelah menjadi 6
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
7 potong. Kepandaian Lwee-kang ini sungguh jarang didapat.
Kemudian Yam-kee Hong menuju. kesebelah kiri, dimana
tumpukkan batu yang satu lagi berada. Lalu kembali ia
mengerahkan tenaganya, setelah jarak antara tangannya itu dengan
batu berada di tempay kira-kira empat depa, ia lantas berkata: "Aku
memilih yang tengah !"
Sehabis berkata demikian, ia lantas memukulkan tangannya
kearah itu, angin dari pukulan itu membuat batu yang berada
ditengah jadi melayang keluar lebih kurang sampai 2 depa,
kemudian terdengar "Takkk", batu yang sebelah atas menimpah
batu yang satunya lagi.
"Sungguh suatu kepandaian yang menakjubkan !" puji orang
banyak setelah menyaksikan kejadian itu.
Sedang Laliat-touw hanya tersenyum-senyum saja, kemudian
baru berkata: "Kepandaian Yam Jie-ko sungguh bagus sekali.
Dengan Pek Hong Ciang saudara telah berhasil mengeluarkan batu
yang berada ditengah."
Dalam pada itu Yam-kee Hong telah berkata: "Sekarang silakan
Tay-su mulai."
Laliat-touw segera berkata: "Pin-too bermaksud memainkan
"Hiem Kian Cui Cioo" atau "Menghancurkan batu di depan dada",
harap saudara sekalian tidak mentertawakannya.". Sehabis berkata
demikian ia lantas berbaring ditanah, kemudian memanggil Eng Sie
Goan untuk tolong meletakkan 3 buah batu keatas dadanya, lalu
katanya : "Aku juga memilih yang tengah!" Kemudian ia
memejamkan matanya, seperti seorang yang sedang tidur nyenyak.
Ia tidak tampak menggerakkan tenaga dalamnya, sesaat kemudian
Laliat-touw berkata lagi: "Selesai!"
Ketika orang banyak memindahkan batu, maka tampaklah batu
yang tengah telah pecah menjadi sepuluh buah. Melihat ini
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
8 semuanya jadi pada memuji dalam hati. Sedang Laliat-touw sambil
tertawa berkata : "Bagaimana ?"
Walaupun Lwee-kang Yam-kee Hong sudah mencapai tingkat
tinggi, tapi mau atau tidak ia harus menyerah kalah. Dalam pada itu
Yam-kee Liong telah berkata: "Dalam jurus ini kamu mengaku
kalah, tapi jie-tee telah memamerkan 2 buah kepandaian, sedang
Tay-su baru sebuah, itu tidak adil."
"Silakan saudara sekalian melihat kebawah !" kata Laliat-touw
sambil tertawa berkakahan.
Ketika publik memperhatikannya, tanpa terasa mereka jadi
terperanjat. Ternyata Laliat-touw yang diam-diam menggerakkan
Lwee-kang, selain berhasil memecahkan batu juga karena panas
badannya, membuat tumpukan salju yang telah membeku menjadi
es itu jadi mencair kembali.
Yam-kee Liok An jadi pada membentangkan matanya lebarlebar. Walau mereka telah lama berkelana didalam kalangan Kangouw dan luas pengalamannya, tapi baru kali ini mereka
menyaksikan orang dengan suhu badannya berhasil mencairkan
salju yang telah membeku menjadi es, Lwee-kang semacam ini
sungguh jarang dijumpai.
Laliat-touw lantas mengambil kembali pedangnya, kemudian
berkata: "Sekarang kita mengadu Am-gie." Sehabis berkata
demikian ia lantas mengacungkan pedangnya, kemudian baru
menyambungi perkataannya: "Siapa diantara saudara yang
bersedia memberikan pengajaran ?"
Kwan-see Liok An jadi saling pandang satu dengan lain-lainnya.
Tapi tiada seorang dari mereka yang berani memajukan diri. Harus
diketahui bahwa Kwan-see Liok An adalah jago-jago yang mahir
dalam menggunakan senjata pedang dan golok, mengenai amgie
atau senjata gelap, walau mereka bisa, tapi tidak begitu pandai.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
9 Tiba-tiba dari belakang ada orang yang berteriak : "Serahkan
padaku!"
Orang itu tak lain tak bukan adalah Yu To Hweeshio. Temyata
ilmu silat Yu To Hoo-siang masih menang setingkat bila
dibandingkan dengan Kwan-see Liok An, diantara sekian kelompok
orang, hanya ia seorang yang dapat menandingi kepandaian Laliattouw. Tapi kini ia sedang terluka didalam, sehingga mau atau tidak
gerakan badannya tidak selincah semula, jadi untuk mengadu Ginkang, senjata, Lwee-kang tidak menguntungkan bagi dirinya, tapi
untuk adu melepaskan senjata rahasia masih dapat dilakukannya.
Pada kala itu Yu To Hweeshio telah berjalan maju, kemudian
mencabut goloknya dan diletakkan ditanah.
"Kalau boleh saya bertanya, siapakah gerangan gelaran saudara
yang terhormat?" Tanya Laliat-touw.
"Siauw-seng adalah Thiat Kiok Hweeshio!"
"Saudara ternyata adalah Yu To Tay-su, sungguh beruntung aku
bisa bertemu denganmu. Kedatangan engkau kemari tentunya
untuk membantu Kwan-see Liok An, bukan?"
"Betul, bila tidak untuk apa aku mencabut pedangmu ?"
Laliat-touw lantas memandang Yu To sesaat lagi, kemudian baru
berkata: "Aku lihat engkau telah kena dicelakai oleh orang secara
gelap, sebaiknya kita tidak mengadu kepandaian saja."
"Oleh sebab itulah aku baru hendak melawanmu !" kata Yu To
sambil tersenyum mengejek.
Mendengar perkataan itu, Laliat-touw jadi berpikir, Hweeshio
itu sungguh sombong, maka kemudian ia berkata : "Apakah engkau
tidak akan menyesal ? Sekarang engkau sedang terluka, sebaiknya
kita ambil jalan tengah saja." Setelah berkata demikian Laliat-touw
lantas melompat sampai 20 depa lebih, kemudian berteriak: "Bila
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
10 seseorang mengadu amgie, harus menyerang dengan tepat dan lain
sebagainya. Tapi kini Tay-su ternyata sedang terluka, maka Pin-too
baik berdiam disini sebagai bulan-bulan, walau saudara menyerang
dengan cara bagaimana, aku pasti tidak bergerak dari sini."
Yu To merasa dirinya dihina oleh Lhama baju merah itu, ia jadi
sangat marah, maka segera membentak: "Engkau sangat menghina
diriku!"
Setelah berkata demikian, ia lantas mengeluarkan Tok Cie Lie,
lalu meminta kepada Liok An seperti Hui-to, Toan Kian, Kim Cian
Piauw, Thiat Lian Cu dan sebagainya, sehingga menjadi setimbun.
Mula pertama ia mengambil Hui-to, Toan Kian dan Kim Cian Piauw
yang dengan menggunakan pelbagai cara ditimpukkan kearah
Laliat-touw. Sedang Laliat-touw hanya dengan menggerakkan
kedua tangannya menyambuti segala macam senjata itu, sedang
senjata yang tidak keburu ditangkapnya, ia hanya menggerakkan
pinggulnya sedikt, dan loloslah senjata rahasia itu.
Melihat ini Yu To jadi semakin Khek-kie (mendongkol), dengan
nafsunya ia lantas meraup Thiat Lian Cu, kemudian dengan
menggunakan gerakan "Hujan memenuhi cakrawala", sepuluh
Thiat Lian Cu diarahkan kepelbagai anggota tubuh lawan, sehingga
tampaknya biar bagaimanapun Laliat-touw tidak akan lolos dari
serangan yang dahsyat itu, kecuali kalau ia meninggalkan tempat
dia berdiri atau melompat kesisi. Yu To walaupun sedang terluka,
tapi tenaga dan caranya membidik ternyata masih sangat hebat.
Yang aneh Laliat-touw masih tetap berdiri ditempatnya yang
semula, maka kini tampaklah kesembilan belas Thiat Lian Cu telah
mulai satu per satu menyentuh tubuh si Lhama baju merah, yang
membuat baju siapa jadi berlubang akibat toblosan senjata rahasia
itu, sehingga bajunya hampir dapat disamakan dengan sarang
tawon. Tapi yang lebih aneh lagi Laliat-touw tetap berdiri disitu,
jangankan jatuh, bergerakpun tidak. Tak lama kemudian belasan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
11 Thiat Lian Cu itu perlahan-lahan jatuh ke tanah dan bertumpuk
diatas es tanpa mengeluarkan suara.
Orang banyak yang melihat kejadian ini pada berteriak "bagus",
mereka mengira bahwa Laliat-touw menggunakan ilmu "Thiatpouw-san" atau "ilmu weduk baju besi" Yu To sendiri jadi sangat
terperanjat. Ternyata Laliat-touw diam menggerakkan Lweekangnya, sehingga ototnya jadi ciut, membuat ia seperti juga
berkulit besi dan berurat tembaga, yang membuat Thiat Lian Cu
tidak dapat menembusi tubuhnya. Kemudian ia menggerakkan
ambekannya, Thiat Lian Cu jadi pada jatuh kebawah. Ini adalah
suatu ilmu bathin yang tiada taranya, didalam gelanggang
pertempuran itu, hanya Eng Sie Goan seorang yang dapat melihat
tegas kejadian itu, sehingga ia jadi sangat memuji.
"Masih ada lagi? Lekas lemparkan kemari!" tantang Laliat-touw
lagi. Yu To lantas mengambil lagi 3 buah Tok Cie Lie, tapi ia tidak tahu
Laliat-touw menggunakan ilmu apa, namun bila ilmu weduk "Kim
Ciong Co" atau "Thiat Po San" yang walaupun bisa menahan
masuknya senjata Thian Lian Cu, tapi tidak bisa menahan Tok Cie
Lie. Setelah menjuju dengan tepat, ia lantas menggoyangkan tangan
kirinya, maka melayanglah tiga buah senjata gelap itu dengan
cepatnya. Dalam pada itu Laliat-touw telah menggerakkan
tangannya dan terbanglah 3 buah Hui-to yang terus menuju ketiga
Tok Cie Lie itu dan memukul jatuh ke-3 senjata gelap yang
dilepaskan oleh Yu To.
Melihat itu Yu To lantas berteriak: "Engkau tidak boleh
menggunakan senjata rahasia untuk memukul jatuh senjata yang
kulempari, bila tidak engkau terhitung dipihak yang kalah."
"Tentu saja, tapi itu kan Hui-tomu sendiri ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
12 Diam-diam Yu To menjadi sangat gembira, maka ia lantas
melempari lagi sampai 2 kali. Pada kali ini Laliat-touw tidak balas
menyerang. Ia hanya tetap berdiam disini sehingga ketika kelima
Tok Cie Lie itu telah mendekati tubuh, lantas mengibaskan sepasang
lengan jubahnya, kemudian membentak: "Diam! Kelima senjata
gelap itu seperti juga anak kecil yang dengar kata, ia jadi berbaris
ditengah udara dan dalam pada itu Laliat-touw telah membentak
lagi : "Turun!" maka turunlah kelima senjata rahasia yang beracun
itu. Tak dapat disangkal pula bahwa kali inipun kemenangan berada
ditangan Laliat-touw. Yang membuat Yu lo dan Kwan-see Liok An
jadi pada membentangkan matanya lebar-lebar pun mereka jadi
masygul sekali.
"Sekarang mari kita mengadu Gin-kang !" tantang Laliat- touw
lagi. Yam-kee Hong dengan cepat telah berkata : "Apakah ini
termasuk acara terakhir dalam hal mengadu sastera ?"
"Betul!"
"Tak usahlah, untuk acara inipun kami mengaku kalah, tapi kami
hendak mengajukan satu syarat." kata Yam-kec Liong.
"Apa syaratnya ?" Tanya Laliat-touw cepat.
Yam-kee Liong lantas menjelaskan: "Dalam hal sastera kami
tidak bisa memenangi saudara, tapi dalam hal mengadu ilmu silat
masih belum ketahuan, maka yang menjadi syarat kami kini, ialah
bahwa bila kami bertempur, kami selalu maju dengan serentak!"
Mendengar syarat itu Laliat-touw jadi berpikir: "Asal saja
mereka dapat dikalahkan dengan hati puas, maka aku tidak
khawatir kelak akan dibikin pusing oleh mereka." Sehabis berpikir
demikian, ia lantas berkata: "Baik, mari kita main!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
13 Dalam pada itu Yam-kee Liong telah berkata: "Kami belum
pernah melihat kepandaian Eng Cong To-cu, maka kami hendak
bermain-main dengan saudara Eng."
Temyata Yam-kee Liong berpikir bahwa kini mereka telah jatuh
ditangan Laliat-touw, maka ia menginsyafi bahwa bila mereka
sekali lagi turun tangan melawan Laliat-touw, mereka pasti akan
menemui kekalahan lagi. Dan bila mereka turun tangan dengan Eng
Sie Goan, maka untuk menang masih banyak. Yam-kee Liong kira
bahwa kepandaian Eng Sie Goan tentu berada dibawah kepandaian
Laliat-touw.
Sedang Eng Sie Goan yang memang sedang mendongkol hatinya
karena kelakuan Kvvan-see Liok An tadi, segera berkata : "Baik,
silahkan Sie-wie maju dengan serentak !"
Dalam pada itu Laliat-touw telah berkata : "Saudara-saudara
Yam-kee, sebetulnya kalian telah merusak aturan dari dalam
kalangan Kang-ouw, tapi tidak mengapa, silakan kalian bermainmain dengan Cong To-cu. Tapi ada syaratnya bila saudara sekalian
hanya bisa bertanding seimbang dengan saudara Eng, maka kalian
harus menyerahkan barang itu sebanyak sembilan bagian kepada
kami"
"Bagaimana baru terhitung bertanding seimbang? tanya Yamkee Liong.
Eng Sie Goan sudah mendahului: "Kita boleh mengambil
ketetapan sebanyak 50 jurus, didalam lima puluh jurus itu bila
saudara-saudara tidak bisa mengalahkan aku dan aku sendiri tidak
bisa menjatuhkan saudara-saudara, itu terhitung kita bertanding
seimbang."
"Bila kami yang menang ?" tanya Yam-kee Liong lagi.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
14 Laliat-touw segera menjawab: "Kita bertanding sastera dan ilmu
silat, masing-masing menang sekali, maka kita boleh mengadu
kekuatan masing-masing."
"Lebih baik kita bagi paroh saja!" Yam-kee Hong mengusulkan.
Mendengar ini Eng Sie Goan telah berkata: "Bila aku kalah,
sebutirpun aku tak mau, mari, untuk apa kita mengadu lidah
disini?"
Mendengar perkataan itu Sie An atau empat jago jadi sangat
gembira, mereka lantas mengelilingi Sie Goan, Sambil
merangkapkan sepasang kepalannya Yam-kee Liong berkata :
"Silakan."
Dalam pada itu Laliat-touw telah berteriak : "Yu To Tay-su, mari
kita yang menjadi wasitnya."
Disamping itu sudah terdengar Yam-kee Liong, Yam-kee Hong,
Yam-kee Lien dan Yam-kee Houw berempat telah berseru : "Pukul!"
Demikianlah suatu pertempuran dahsyat telah dimulai.
Eng Sie Goan adalah seorang yang bergelar Kan Thian Lui, ia
juga adalah seorang yang mendapat pelajaran lurus dari Tiang Cie
Cin-jin dari Coan Pak Beng-san. Kepandaian silatnya sangat tinggi,
bila dibandingkan dengan Laliat-touw, kepandaian mereka
berimbang. Kali ini ia lantas membentangkan "Seng Ie Ngo Heng
Kun", gerakannya selainnya cepatpun tepat sekali.
Sie An juga tidak berani berlaku ayal, mereka lantas
membentangkan ilmu tunggal dari keluarga Yam untuk
menghadapi lawan. Harus diketahui bahwa "kepandaian keempat
orang itu sebetulnya memang tidak lemah, disamping itu mereka
seakan dapat menyatukan perasaan mereka.
Dalam pada itu Eng Sie Goan selalu menggunakan taktik
menunjuk ketimur memukul kebarat dan menunjuk keselatan dan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
15 memukul keutara, sehingga serangannya sukar diduga dan
gerakannyapun cepat sekali. Dengan demikian, dalam waktu yang
singkat masing-masing tidak dapat mengetahui kelemahan lawan.
Demikianlah pertempuran berjalan dengan serunya, setelah lewat
sesaat masih juga belum ada yang menang ataupun kalah.
Dalam pada itu Laliat-touw telah berkata: "Ini adalah jurus yang
ketiga puluh, masih ada 20 puluh jurus!"
Sedangkan Yu To Hoo-siang yang sambil melihat-lihatpun
memberi komentar: "Serangan Cong To-cu walaupun cepat, tapi
tidak ganas. ah, betul, ini adalah jurus "Tok Liong Cut Tong" atau
"Ular naga beracun memasuki gua" dipakai bagus sekali, dan ini
sudah jurus ketiga puluh empat. Ah! Yam Lao-toa agak lalai, dengan
menggunakan "Beng Houw Hui San" atau "Macan buas pulang
kegunung" dapat menyerang ke Pie Cin Hiat-nya.. dan mengapa
Lao-sam, tidak bagus ! Ia memakai salah gerakan "Lie Miauw Siang
Su" atau "Musang panjang pohon", seharusnya memakai "Hoay
Tiong Po Guat" atau "memeluk rembulan", mengapa? Terbalik bila
Lao-jie keburu untuk menggunakan gerakan "Tan Hong Cauw
Yang" atau "Tan Hong memandang matahari terbit", sudah gerakan
yang ketiga puluh delapan."
Dalam pada itu Laliat-touw sedang berpikir: "Tampaknya
mereka tidak berada disebelah bawah Eng Sie Goan."
Demikianlah pertempuran itu telah sampai pada jurus yang
keempat puluh, waktu itu masih belum diketahui siapa yang lebih
unggul dan siapa yang lebih lemah. Walaupun gerakan Eng Sie Goan
cepat dan setiap serangannya sukar diduga terlebih dahulu, tapi ia
tidak bisa menjatuhkan lawannya. Pada saat itu dipihak Kwan-see
Sie An telah mulai gelisah, karena kian lama kian mendekati
gerakan yang ditentukan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
16 "Seorang laki-laki harus menepati janjinya!" demikian terdengar
Laliat-touw berkata sambil tertawa.
"Masih ada lima jurus lagi." Yu To bilang.
Dalam pada itu ia melihat Yam-kee Hong berada didalam posisi
yang berbahaya. Ternyata Yam-kee Hong setelah masuk ke posisi
Tiongkiong atau istana tengah, ia terus menyerang dengan
menggunakan gerakan "Gin Peng Ca Poh atau "Pot perak pecah",
diarahkan kepinggang Eng Sie Goan, angin pukulan itu hebat sekali.
Tapi Kan Thian Lui berlaku terlebih cepat lagi, dengan mudahnya ia
menyingkirkan serangan itu, sambil membalikkan tubuhnya,
tangan kirinya diputar sambil tangan kanannya membarengi
memukul kebagian belakang Yam-kee Hong. Gerakannya itu cepat
luar biasa, tampaknya akan mengenai sasaran. Melihat keadaan
yang demikian, Yu To rupanya sudah tidak dapat mengendalikan
diri lantas berteriak untuk memperingati: "Lao-jie lekas lompat
keatas!"
Dalam pada itu Laliat-touw juga berteriak: "Sampai disitu saja!"
Laliat-touw berteriak demikian, sebab ia takut Kan Thian Lui
kelepasan tangan melukai lawan.
Eng Sie Goan walaupun sedang bertempur, tapi matanya
dipasang keempat penjuru, sedang telinganya memperhatikan
suara keadaan sekelilingnya, sehingga ia mendengar tegas
peringatan kawannya itu. Bertepatan dengan itu badan Yam-kee
Hong telah maju sambil majukan kepalan kirinya untuk
menggempur Eng Sie Goan.
Eng Sie Goan yang tidak menyangka bahwa lawannya bisa
berlaku demikian, maka ia jadi menyambutinya dan terdengarlah
"Bukkkk" dibarengi mundurnya Yam-kee Hong sampai semeter
lebih dan ia rupanya sudah tidak dapat menguasai keseimbangan
tubuhnya, maka jatuhlah ketanah. Dalam pada itu Eng Sie Goan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
17 merasa tangannya sakit sekali, kemudian ia juga mundur beberapa
tindak. Baru saja ia dapat menguasai keseimbangan tubuhnya, Yam-kee
Liong telah menyerangnya dari belakang, kemudian menjotos Sie
Goan. Melihat dirinya diserang; cepat-cepat si-orang she Eng
membaliki tubuhnya dan balas menyerang bahu kiri Yam-kee
Liong. Dalam pada itu Yam-kee Lien telah menyerang dengan
menggunakan pukulan "Pek Kong Koan Jit" atau "Pelangi putih
menembusi matahari", serangan ini selain hebatpun sangat
berbahaya. Melihat ini, Sie Goan cepat-cepat menarik serangannya,
kemudian sambil menggerakkan tenaga dalamnya menyambuti
serangan Yam-kee Liong itu, bukan hanya tangan kirinya yang
menyanggahi, tapi tangan kanannya pun bekerja, sehingga
terdengarlah suara "Poookkk"
dan bahu Yam-kee Lien kena
diserang, yang membuat
orang yang kena diserang itu
jadi terpental. Namun Sie
Goan sendiri jadi tidak bisa
berdiri tegak. Melihat keadaan
yang demikian, Yam-kee Liong
jadi sangat gembira, ia tidak
mau menyia-nyiakan kesempatan sebaik itu, maka ia
lantas maju pula sambil
mengirimkan pukulan.
Melihat dirinya diserang, ia lantas membungkuk sambil kemudian
menggunakan gerakan "Kiat Lie Kiat Sie" atau "Menghindari tenaga
membuyarkan pengaruh", tangan kirinya segera menangkap kepalan
kanannya Yam-kee Liong dan terdengarlah suara "Bukkkk" dengan disusul
jatuhnya tubuh Yam-kee Liong.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
Kepandaian
Sie Goan sungguh sangat tinggi, walau
dalam keadaan demikian, tapi
gerakannya tidak menjadi
kacau. Melihat dirinya di18
serang, ia lantas membungkuk sambil kemudian menggunakan
gerakan "Kiat Lie Kiat Sie" atau "Menghindari tenaga membuyarkan
pengaruh", tangan kirinya segera menangkap kepalan kanannya
Yam-kee Liong dan terdengarlah suara "Bukkkk" dengan disusul
jatuhnya tubuh Yam-kee Liong.
Dalam pada itu Eng Sie Goan telah memuntahkan darah segar,
ini adalah akibat dari pukulan Yam-kee Liong, yang membuat ia jadi
terluka didalam.
Bertepatan dengan itu terdengarlah teriakan dari Yu To dan
Laliat-touw dengan suara yang hampir berbareng. Luka keempat
orang itu ringan-ringan saja, maka dengan cepatnya mereka dapat
bangun kembali.
"Ujian selesai ! Liok-kee Heng-tee bagaimana pendapat kalian ?"
demikian terdengar Laliat-touw berkata.
Mendengar pertanyaan itu, wajah Yam-kee Liong jadi berubah
merah, kemudian katanya : "Kami sudah tidak mempunyai
perkataan apa-apa yang hendak diucapkan disini, kalian boleh
mengambil sembilan bagian dari barang ini!" Setelah berkata
demikian, ia lantas meletakkan bungkusan besar. Dalam pada itu
Sie Goan telah bersiul. Tiba-tiba dari hutan alang-alang itu keluar
lebih kurang 7 orang yang berpakaian sebagai seorang saudagar
garam, mereka tampak menuntun kira-kira sepuluh ekor kuda.
Melihat ini Yu To lantas berkata: "Kamu orang-orang Sam Tiam
Hwee ternyata telah lama mengikuti aku."
Ternyata ke-7 orang itu sejak di Hong Tiong telah bermalam
sehotel dengan Yu To, karenanya mereka mengenal satu sama lain.
Ternyata orang-orang dari Sam Tiam Hwee yang diam dikota
Hong Tiong itu sedang menunggu pemimpinnya, mereka semuanya
menyamar sebagai saudagar. Begitu Eng Sie Goan dan Laliat-touw
datang kesitu, mereka lantas dipimpin untuk mengejar kereta Eng
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
19 Seng Piauw-kie, mereka hendak turun , tangan di Jit Guat-san. Tapi
tidak sangka mereka agak terlambat, sehingga telah didahului oleh
Kwan-see Liok An dan Yu To. Ketika mereka sampai dihutan alangalang, bertemu dengan Bulun-touw yang kala bertanding, sehingga
masing-masing pihak jadi terperanjat. Ternyata Laliat-touw belum
pernah bertemu muka dengan Bulun-touw, walau mereka samasama penganut dari Agama Merah. Tapi biar bagaimana tokh
sebabnya mengapa Bulun-touw berlaku demikian tergesa-gesa ?
Ketika Laliat-touw mengetahui bahwa pemimpin agamanya
sedang menghadapi bahaya maut, ia lantas menuju kesana dan
kebetulan bertemu dengan Kwan-see Liok An yang sedang
bernyanyi. Kemudian sebagaimana telah diketahui, terjadilah suatu
pertandingan yang menarik hati.
Sekarang mari kita menilik kepada Laliat-touw dan Bulun-touw
yang telah berhasil menyelesaikan urusan besar, mereka cepatcepat pergi menolongi Cangba Khan. Cangba Khan walau terluka
parah, tapi tidak membahayakan jiwanya, dengan mengandalkan
ilmunya, setelah lewat setengah bulan lagi, lukanya itu akan
sembuh seperti sedia kala.
Bulun-touw lantas memayang pemimpinnya, Laliat-touw segera
memberi hormat. Sudah lama Cangba Khan mendengar bahwa
didalam Agama Merah ada seorang Tay-hiap, akan tetapi Laliattouw karena tidak suka dengan soal-soal Agama, maka ia hanya
datang setahun sekali ketika diadakan pertemuan besar, karenanya
mereka jadi jarang bertemu muka.
Cangba Khan tidak bisa banyak omong, ia hanya
menganggukkan
kepalanya saja, untuk menyatakan
kegembiraannya.
Dalam pada itu Bulun-touw telah menolongi La-sie Pa yang tadi
telah dibikin pingsan oleh pukulan Yu To itu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
20 Laliat-touw lantas menguruti nadimya, sehingga tak lama
kemudian La-sie Pa jadi tersedar kembali dan dapat menggerakkan
tubuhnya seperti sedia kala. Laliat-touw juga tidak mengenal La-sie
Pa, tapi ia begitu melihat pemuda itu, hatinya sudah jadi tertarik
dengan wajahnya yang simpatik itu. Ketika ia menanyakan perihal
pemuda itu, La-sie Pa ternyata adalah murid akuan dari gurunya
sendiri, disamping itu iapun murid dari Suhengnya, yaitu Cu Hwie
Jit, hatinya jadi bertambah gembira. Hubungan mereka berdua
ternyata sangat rumitnya, bila diterangkan disini tentunya akan
mengganggu jalan cerita yang semula, maka perihal mereka akan
kami tuturkan di bab lain dari cerita ini.
Dalam pada itu Sam Tiam Hwee telah selesai mengumpulkan
barang-barang berharga itu, dipisahkan menjadi sepuluh kantong
besar. Kwan-see Liok An dan Yu To Hoo-siang samping merasa
gusar, mendongkolpun menyesal sekali, tapi apa yang hendak
dikata, untuk melawan mereka tidak ungkulan, maka daripada tidak
dapat, mereka terpaksa mengambil sebagian yang menjadi milik
mereka, kemudian berlalu.
Dalam pada itu Eng Sie Goan mengambil sebuah kelinci kecil
yang terbuat dari batu kumala yang kemudian menyerahkannya
kepada Laliat-touw sambil berkata : "Silakan Tay-su mengambil
barang ini sebagai tanda mata !"
"Mana boleh begitu." kata Laliat-touw.
Sambil tertawa Eng Sie Goan berkata : "Benda ini boleh Tay-su
buat memain, mengapa tidak?!"
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi Laliat-touw tetap berkeras. Daiam pada itu Bulun-touw
telah memayang Cangba Khan yang hendak melihat benda-benda
pusaka itu. Begitu tiba, Cangba Khan lantas mengambil kelinci
kumala itu, yang kemudian menyerahkannya kepada Laliat-touw,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
21 maka dengan demikian Laliat-touw mau atau tidak harus
mengambilnya juga.
Setelah itu Laliat-touw lalu memperkenalkan Sie Goan kepada
Cangba Khan. Cangba Khan segera melepaskan seutas Cu-su yang
berwarna merah, yang kemudian digantungkan ke leher Sie Goan.
Melihat ini Laliat-touw berkata : "Eng Cong To-cu, mulai dari saat
ini saudara adalah tuan penolong kami. Bila kau memakai benda ini,
dimana engkau sampai disuatu kuil/tempat Agama Merah, saudara
tentu akan diterima sebagai tamu yang terhormat!"
Dalam pertempuran kali ini, pihak Eng Seng Piauw-kielah yang
paling menderita. Yang luka berat seperti Cie Yen, Ang Hoat dan
yang lukanya agak ringan seperti Siem Wie Beng, Ku Piauw, Tan
Eng Hong, Ciak Kim Tong, Cian Jut Piauw, Thio Pa dan lain-lain
pembantunya. Diantara Sam Lok, Lao-jie dan Lao-sam yang terluka
paling berat. Hanya Lok Kang yang agak mendingan, ia ternyata
sudah bisa berjalan. Dan diantara keempat bayangkari, Lu Jut Hai
seorang yang telah tewas. Sedangkan Tiauw Tat Nian, Tan Hui telah
menderita luka parah; dalam pada itu Thio Tek Seng telah ditolongi
oleh Laliat-touw.
Sungguh tepat Laliat-touw digelari sebagai "Siauw Bi Hud",
karena hatinya ternyata welas-asih. Dari belakangnya ia
menurunkan bungkusannya, kemudian dari dalamnya ia
mengeluarkan sebungkus obat bubuk yang berwarna merah.
Setelah itu ia lalu berkata kepada Lok Kang: "Lok-kee Heng-tee,
sejak dulupun orang telah mengatakan bahwa bila tidak berkelahi
tidak akan kenal satu sama lain. Maka baik kini kita melupakan
ganjalan kita di Sam-kee Tiam dulu. Rupa-rupanya kedua adik
saudara itu telah kena dilukai oleh racun "Ya Ooy Su" yang hanya
terdapat di Mongolia itu. Lekas borehi dengan obat bubuk ini dan
mereka harus mengasoh selama tiga bulan, niscaya akan sembuh."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
22 Biasanya Lok Kang adalah seorang yang suka membunuh orang
tanpa berkesip, tapi melihat kebaikan Laliat-touw itu, hatinya jadi
tergerak. Setelah mengucapkan terima kasihnya, Lok Kang lalu
mengobati luka kedua saudaranya, dengan obat pemberian Laliattouw.
Dalam pada itu orang-orang dari Eng Seng Piauw-kie yang masih
dapat berjalan adalah Tang Eng Ho, Ciak Kim Tong, Cian Jut Kiauw
dan lainnya, mereka lantas mengangkat orang-orang yang luka
berat dan orang yang terluka ringan, tapi tak dapat berjalan keatas
kereta besar. Kemudian mereka mencari 3 orang yang lukanya agak
ringan untuk mengendalikan kuda, kemudian mereka berlalu dari
situ. Mataharipun sudah membenamkan diri diufuk barat. Hanya
mayat-mayat bergelimpangan yang tinggal digunung matahari
rembulan itu.
Melihat keadaan itu Laliat-touw jadi menghela napas, dalam
pada itu Sie Goan telah berkata: "Mari kita berlalu dari sini untuk
melindungi barang-barang pusaka itu memasuki wilayah Tibet."
Setelah melakukan perjalanan selama sebulan, Laliat-touw dkk.
telah melewati berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus puncak
gunung dan berjalan terus didalam angin dan tumpukan es. Setelah
melewati Pat Wan Khek La-san dan melintasi kali Pengcu yang telah
membeku itu, maka akhirnya tibalah mereka digunung Tangkula,
sebuah pegunungan yang penuh dengan tebing-tebing yang curam
dan sukar ditempuh.
Gunung Tangkula ini adalah sebuah jalan tembusan antara Ceng
Hai, See Cong dan See Kong.
Dalam pada itu Laliat-touw memberi penjelasan: "Setelah keluar
dari mulut gunung Tangkula ini, kita segera tiba di perbatasan
Tibet."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
23 Eng Sie Goan dan lainnya belum pernah pergi ketempat atau
kedataran tinggi semacam ini, sehingga semua dirasakannya amat
menyegarkan, sehingga mereka jadi amat gembira. Diantara
mereka hanya Laliat-touw seorang yang mengetahui jelas keadaan
disitu, karena ia telah melewati berulangkali jalan itu ketika ia
hendak pergi ke Tiongkok daratan. Disepanjang jalan ia terus
memberikan keterangan, ini adalah puncak Hok-ci dan itu adalah
tebing Ang In, ketika menjelaskan sampai disitu lantas ia
memberikan keterangan lebih lanjut : "Tempat semacam ini,
puncaknya menjulang tinggi, sehingga hawa disana amat
dinginnya, sampaipun binatang tidak berani meninggalinya, apalagi
manusia!"
Sedang Eng Sie Goan yang sambil mengiyakan, lantas kepala
menengadah keatas, tiba-tiba ia berteriak : "Engkau lihat ini tempat
apa?"
Orang banyak ketika dengan mengikuti isyarat Sie Goan itu
lantas menampak bahwa diatas puncak Hok-ci terdapat asap, tapi
keadaan itu tak berjalan lama, karena tak lama kemudian asap itu
telah buyar kena ditiup angin.
"Ditempat yang demikian ini bisa menampak asap semacam itu,
rupanya tempat ini kalau bukannya ditempati oleh Yauw-koay
(jejadian), tentunya ditinggali oleh orang luar biasa." kata Laliattouw.
"Mari kita naik keatas, apa sebenarnya yang terdapat disana ?"
Ajak Sie Goan.
Setelah memandang pula sampai beberapa saat lamanya,
barulah Laliat-touw berkata: "Betul, mari kita kesana."
Sejak berangkat dari Jit Guan-san, ketujuh orang Sam Tiam
Hwee karena tidak tahan serangan hawa dingin maka ketika sampai
di Tatsiliekouw, Eng Sie Goan lantas memerintahkan supaya
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
24 mereka kembali. Dengan demikian mereka mendahului pergi ke
Kam Siok. Kini Laliat-touw dan Sie Goan yang hendak naik keatas gunung.
Masing-masing merasa gembira sekali. Sebaliknya dengan Cangba
Khan yang selalu memikirkan urusan Agama Merah dengan Agama
Kuning, maka lantas ia berkata : "Kamu saja yang naik kesana, aku
hendak kembali ke Tibet"
Laliat-touw juga tidak memaksanya, karena ia tahu dari sini
sampai ke Tibet bagian belakang di sepanjang jalan terdapat banyak
sekali kuil-kuil Agama Merah, maka hatinya jadi agak tenteram.
Sedangkan La-sie Pa adalah seorang yang masih muda yang
selalu ingin melihat keanehan dunia, maka ia berkeras hendak
mengikut Laliat-touw naik keatas gunung. Cangba Khan tak kuasa
untuk memaksakan kembali, maka ia membiarkan kemauan sipemuda.
Demikianlah, Cangba Khan lantas berpisah dengan orang banyak
dan dengan diiringi oleh Bulun-touw, ia kembali ke Tibet.
Sekarang mari kita menilik kepada Laliat-touw, Eng Sie Goan
dan La-sie Pa bertiga, mereka setelah mengantarkan Cangba Khan,
lantas mulai memanjat keatas gunung. Awan yang terdapat
dipuncak Ang In Leng selalu berwarna merah, karenanya puncak itu
diberi nama Puncak Mega Merah. Puncak ini tingginya lebih kurang
20 kilo-meter, orang biasa jangan harap bisa mencapai puncak yang
tertinggi, kalaupun bisa, mereka harus memakan waktu selama 3
hari lebih. Tapi berlainan dengan ketiga orang ini, kepandaian
mengentengi tubuh mereka telah mencapai tingkat tinggi, maka
ketika dibentangkan, yang tampak hanyalah tiga buah bayangan
orang yang lari saling susul, sehingga dari jauh tampaknya seperti
Hui-eng atau Belibis terbang.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
25 Dalam pada itu La-sie Pa sangat gembira, karena ia telah bisa
mengikuti orang-orang yang berkepandaian tinggi, maka kemudian
ia membentangkan ilmu "Siauw Pit Hoan Cang" atau "Merayap
ditembok dengan saling ganti tangan". Setelah mereka melakukan
perjalanan lebih kurang 3 jam, mereka telah berhasil naik sampai
kepinggang gunung.
Eng Sie Goan adalah seorang yang dibesarkan diderah Kang-lam,
baru kali ini ia menikmati pemandangan panorama tinggi,
disepanjang jalan ia selalu menikmati panorama indah. Selain awan
yang berwarna merah itu, dikejauhan tampak sebuah puncak
gunung yang seakan- ditutupi oleh topi es. Pada saat itu matahari
hampir membenamkan diri, tumpukan salju yang terkena sinar itu
jadi mengeluarkan cahaya yang berkilau-kilauan. Melihat
pemandangan ini Eng Sie Goan lantas memuji, katanya : "Sungguh
menarik panorama disini."
Mendengar ini Laliat-touw lantas berkata: "Kita tunggu sebentar
lagi untuk melihat sang Surya membenamkan dirinya, itu adalah
pemandangan yang sangat indah dan menarik sekali."
Ketiga orang masih saja meneruskan perjalanannya, sampai
ketika hari telah senja, sekonyong-konyong La-sie Pa berteriak :
"Lihat!"
Ketika ketiga orang itu menengadahkan kepala, maka tampaklah
keadaan disitu bagaikan lukisan saja. Bola matahari yang berwarna
merah itu, perlaha-lahan menyembunyikan diri ke ufuk barat,
sedangkan puncak-puncak gunung yang terkenan cahaya itu,
membuat selingkar pelangi, kemudian perlahan-lahan berubah
menjadi warna merah, sehingga bila dibandingkan dengan hasil
karya pelukis kenamaan keadaan itu lebih menarik dan lebih hidup
lagi. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
26 Kembali Eng Sie Goan memuji, sehingga jadi tertegun dengan
keadaan yang demikian. Tak lama kemudian bola merah itu telah
bersembunyi dibalik gunung, tapi masih ada sinar yang tertinggal
didalam lembah yang berwarna merah, itupun suatu pemandangan
yang bercorak lain pula dan patut dipuji serta dinikmati.
Demikianlah tak lama kemudian ketiga orang itu telah tiba di
Hong In Hong, tampak keadaan disitu sunyi senyap dan tidak
terdapat bayangan seorang manusiapun, dalam pada itu asap yang
mengepul tadi sudah hilang. Melihat keadaan ini ketiga orang itu
jadi sangat heran, disamping itu hari kian lama kian menjadi gelap
juga, maka terpaksa mereka mencari sebuah gua untuk bermalam.
Sedang Laliat-touw lantas membuat api unggun diluar gua itu.
Setengah-malaman Laliat-touw tidak dapat tidur, ketika melihat
kepada Eng Sie Goan dan La-sie Pa, mereka rupa-rupanya sudah
tidur nyenyak dan dibuai oleh mimpi yang indah.
Perlahan-lahan Laliat-touw bangun, pikirnya: "Pemandangan
dataran tinggi diwaktu malam sangat indah, sekarang aku tidak
dapat tidur, mengapa tidak keluar untuk melihatnya. Sehabis
berpikir demikian, ia lantas memakai baju dengan menggenggam
sebilah pedang ia lantas keluar dari gua itu. maka tampaklah
olehnya sang Dewi Malam yang sedang bulat itu, memandang
puncak-puncak gunung yang bagaikan sedang bertumpuk dan
berbaris itu, hatinya jadi merasa lega. Tiba-tiba dari kejauhan
tampak sebuah titik putih dari samping gunung yang jauh itu terus
lari keatas gunung dengan cepat sekali.
Dibawah sinar sang rembulan, titik putih itu seperti seorang
manusia, juga bagaikan seekor binatang buas. Tindakannya cepat
sekali dan kian lama kian mendekat dan kian besar.
Laliat-touw bukan saja seorang yang berkepandaian tinggi, tapi
iapun seorang yang bernyali besar, maka ia lantas mengumpat di
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
27 belakang sebuah pohon besar. Ketika ia menegaskan, titik putih itu
ternyata adalah seorang tua yang berpakaian serba putih dan
berjenggot panjang serta putih pula. Matanya sangat bersinar,
kemudian ia duduk diatas sebuah batu dan menengadah
menghadapi cahaya bulan, lalu mengeluarkan teriakan yang aneh
dan tak lama kemudian terdengar pula gema dari suara itu.
Laliat-touw adalah seorang yang telah berpengalaman, begitu
melihat ia lantas mengetahui bahwa kepandaian orang tua itu sudah
hampir mencapai tingkat sempurna, maka ia tidak berani
memperlihatkan dirinya, hanya terus menyaksikannya dari
belakang pohon itu.
Orang tua itu setelah duduk diam sebentar, perlahan-lahan
membentangkan kedua bahunya, kemudian menarik napas dan
terdengarlah suara keretekan tulang, lalu sambil memandang
rembulan ia mengeluarkan teriakan aneh lagi, kedua kepalannya
dirangkapkan dan kemudian kembali dibentangkan, seakan-akan
ada angin yang keluar dari akibat bentangan tangan orang tua itu,
sehingga pohon-pohon disekitamya pada rontok daunnya dan
batang-batang pohon itupun turut bergerak-gerak.
Melihat keadaan ini Laliat-touw jadi terperanjat sekali, ia
mengetahui bahwa orang tua itu sedang melatih Lwee-kang tingkat
tinggi yang diberi nama "Tay In Kong".
Walaupun Laliat-touw telah pernah mendengar nama Tay In
Kong itu, tapi ia belum pernah melihatnya, berkat latihan selama 40
tahun, sehingga ia tidak mengeluarkan suara barang sedikit.
Orang tua itu kembali duduk bersemadhi, menggerakkan hawa
aslinya, keadaan yang demikian itu berjalan lebih kurang 5-6 kali,
tiba-tiba wajahnya menunjukkan roman puas.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
28 Lewat pula sejenak, tiba-tiba wajahnya jadi berubah, sambil
melompat ia membentak: "Siauw-cu dari mana berani mengintai
orang belajar?"
Sebelum suara itu habis diucapkan, orangnya telah sampai dan
turunnya persis ditempat dimana Laliat-touw, berada, kemudian
mengirimkan sebuah pukulan yang dahsyat.
Laliat-touw yang tidak menyangka dan tidak bersiaga, sebelum
keburu menangkis, pukulan lawan sudah hampir mengenai
tubuhnya. Dengan mengluarkan terakan panjang Laliat-touw
melompat kebelakang, tapi tak urung ia kena angin pukulan lawan,
mukanya terasa sakit dan nyeri sekali.
Laliat-touw adalah seorang ahli waris dari satu partai, disamping
itu ia sangat kenal dengan sifat dan keadaan dataran tinggi, walau
mendapat pukulan itu, tapi hatinya tidak menjadi gentar karenanya.
Sedang si-orang tua yang melihat serangannya gagal, ia tidak
mengejar, tapi membentak: "Siapa kau? Dapat menghindari dari
seranganku ini, rupanya engkau mempunyai kepandaian yang
berarti !"
Diam-diam tangan kiri Laliat-touw telah menyiapkan serenceng
Lian Cu, tangannya dipakai meraba pedang, setelah itu ia baru
menjawab : "Tee-cu adalah Laliat-touw, hari ini kebetulan lewat
disini, tumpang tanya siapakah gerangan nama Loo-cian-pwee ?"
"Katamu engkau kebetulan lewat disini, engkau kira aku anak
kecil yang dapat kau bohongi dengan begitu saja, aku rasa
kedatanganmu kemari ialah hendak mencuri lihat aku melatih silat.
Sekarang aku hendak tanya kau, siapa yang suruh engkau datang
kemari ?" tanya orang tua itu tanpa memperdulikan pertanyaan
Laliat-touw.
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Laliat-touw yang melihat orang tua itu berlaku demikian
congkaknya, hatinya jadi sangat mendongkol. Walaupun ilmu
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
29 silatnya kalah jauh bila dibandingkan dengan orang tua itu, tapi ia
sedikitnya adalah Ciang-bun atau ahli waris dari satu partai. Kini
ketika melihat si-orang tua berlaku demikian jumawa, maka ia balas
menjawab dengan suara lantang : "Sebagai salah seorang murid
Buddha, larangan pertama ialah membohong. Maksud kedatangan
kami kemari ialah hendak melihat panorama disini, kenapa tidak
boleh ? Untuk apa aku membohongimu ?"
Mendengar perkataan itu, orang tua itu menjadi sangat gusar,
lalu bentaknya : "Lhama yang bermaksud kurang baik, rasakan
pukulanku !" sehabis membentak demikian ia lantas memukul lagi.
Kali ini Laliat-touw telah bersiap siaga terlebih dulu, maka
dengan mudahnya ia berhasil mengegoskan serangan itu. Tapi
rupanya orang tua itu jadi semakin mendongkol, kembali ia
melakukan penyerangan untuk ketiga kalinya. Dalam pada itu
Laliat-tiuw telah mengangkat tangannya dan melayanglah
segumpalan Lian Cu, kemudian membentak : "Jaga!"
Tapi serangan itu rupanya dianggap sepi oleh orang tua itu,
dengan mengebutkan kedua belah ujung bajunya, membikin Lian
Cu itu jadi pada terpencar keempat penjuru, sesudah itu ia malah
membentak: "Lhama, engkau rupanya sudah bosan hidup !" Setelah
berkata demikian, ia lantas empos semangatnya dan terdengarlah
tulang-tulangnya berbunyi "keretek, keretek". Setelah itu badannya
lantas melompat keatas, dari tengah udara itu ia melakukan
penyerangan dan mengeluarkan angin yang amat kencang yang
terus diarahkan kebahu Laliat-touw.
Laliat-touw yang melihat dirinya diserang begitu hebat, ia tidak
berani berlaku lambat, ia juga tidak berani menyambutinya, dengan
menggunakan gaya "Sie Siung Ciauw Hoan In", ia melompat
kebelakang sampai beberapa meter dan kemudian terdengar suara
"Buuukkkkk", bagian dadanya terasa ditimpali oleh tiang raksasa
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
30 daa sakit rasanya. Maka Laliat- touw cepat menggerakkan "Cin Hian
Lwee-kang", sehingga ia masih dapat mempertahankan diri, tapi
biar bagaimanapun dadanya tetap terasa sakit. Baiknya ia
mempunyai kepandaian tinggi, bila manusia biasa yang menerima
pukulan itu, akan jadi gepenglah orang itu.
Ternyata orang tua itu berhati sangat kejam, ia tadi menyerang
dengan menggunakan ilmu pukulan yang sedang dilatihnya itu. Ia
hendak menggunakan Laliat-touw sebagai barang percobaan.
Ketika ia menggempur dan tepat mengenai sasaran, tapi Laliattouw tidak jatuh karenanya, ia jadi mengeluarkan seruan aneh. Ia
insyaf bahwa Tay In Kong-nya belum lagi mencapai taraf
kesempurnaan, hanya baru sampai ketaraf yang keempat atau
kelima. Tapi bila Laliat-touw tidak menggunakan Cin Hian Lwee-kang
untuk menghadapi ilmu itu, kemungkinan besar ia telah menemui
ajalnya atau sedikitnya terluka berat.
Si-orang tua yang melihat lawannya mempunyai kepandaian
yang boleh juga, hatinya jadi murka. Maka ia lantas majukan pula
tubuhnya dan menyerang lagi. Laliat-touw yang beruntun telah
merasai bagaimana hebatnya pukulan orang tua itu, yang membuat
dia hampir saja mengantarkan jiwanya secara cuma-cuma. Ia
menginsyafi bahwa bila mengadu kekuatan tangan ia pasti akan
kalah. Maka ia lantas mencabut pedangnya, ia tidak lagi main egos
atau menyingkir, hanya membentangkan ilmu pedang dari. Thian
Ouw, dengan demikian terjadilah suatu pertempuran yang maha
seru. Disamping itu Laliat-touw yang mengetahui bahwa Tay In Kong
Lao-jin itu sangat dahsyat, pedangnya ia mainkan demikian rupa,
sehingga bagaikan ular naga yang sedang berpesiar dan menarinya
burung Cendrawasih, pedangnya seakan-akan mengelilingi tubuh
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
31 Lao-jin itu. Dengan demikian orang ua itu tidak diberi kesempatan
untuk mengeluarkan Tay In Kong-nya. Namun begitu pukulan
orang tua itu ternyata liehay juga. Setelah bertempur kira-kira
sepuluh jurus, perlahan-lahan orang tua itu mulai berada diatas
angin. Ia hanya mengandalkan sepasang tangannya yang terdiri
dari darah dan daging itu dapat melawan Thian Ouw Kiam Hoat dan
berada diatas angin lagi, dapat dibayangkan betapa hebatnya
kepandaian orang tua itu.
Setelah lewat sesaat, Laojin itu merubah permainan dan
memakai gaya "Co Coan Hoan Chiu" atau "Menembusi tangan
bunga dari sebelah kiri", sambil menginjak Tiongkiong ia
menyerang kebagian atas, serangan itu dilakukan dengan, cepat
sekali. Mendapat serangan ini Laliat-touw lantas menabaskan
pedangnya, sehingga memaksa orang tua itu mau atau tidak harus
melompat kesebelah pinggir, kemudian dengan menggunakan
gerakan "Thiat Sao Heng Kang" atau "Kunci besi melintangi
sungai", ia lantas menyerang lagi, serangan yang kali ini dilakukan
begitu cepat dan begitu bersemangat, sehingga Laliat-touw
mengeluarkan perkataan "Oohhhh" dan tidak keburu menarik
pedangnya, maka terpaksa ia melompat ke belakang.
Serangan itu membawa angin yang sangat kencang dan juga
hanya kurang kira-kira 5 dim lagi dari pinggang Laliat-touw.
Baiknya Laliat-touw yang begitu mengeluarkan suara "Ohhh",
lantas mundur sambil bergulingan diatas salju sambil bergulingan
begitu ia lantas menggunakan gerakan "Kun Tong Kiam" untuk
memunahkan serangan itu malah Lma.' dian ia masih dapat balik
menyerang.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
32 Tiba-tiba orang tua itu melompat sampai semeter lebih
kemudian membentak : "Kau orang dari Ang Hoa Pay? Lekas
katakan !"
Sambil membentak orang tua itu memandang Laliat touw
dengan sorot mata yang amat tajam. Sedang sambil melompat
bangun berkata: "Pin-too adalah murid dan ahli waris partai Ang
Hoa, yaitu Sin Liong Cu suhu."
Mendapat jawaban ini wajah sio-rang tua lantas berubah, lalu
sambil tertawa berkakakan ia berkata : "Mengapa engkau tidak
memberi hormat kepada Susiokmu, aku adalah Ang Hoa Tay-hiap
Touw-lun-tu."
Ternyata sejak kecil Laliat-touw telah mengikuti Sin Liong Cu
belajar silat, sampai setelah berumur lebih kurang 30 tahun, ia baru
masuk kedalam partai Thian Ouw dan belajar silat dibawah
pimpinan Goan Hian Siansu.
"Harap Susiok suka memaafkan kelancanganku tadi !" kata
Laliat-touw sambil memberi hormat.
"Engkau ternyata adalah murid Sin Liong Cu, bagus, sekarang
rasakan tendanganku." bentak Touw-lun-tu.
Siang-siang Laliat-touw telah bersiaga akan sepakan itu, maka ia
lantas melompat sampai semeter lebih, namun begitu ia masih tetap
kena disepak oleh paman gurunya itu, sakitnya bukan kepalang.
Dalam pada itu Touw-lun-tu telah membentak lagi: "Aku hendak
ambil jiwamu dulu, setelah itu baru gurumu, Sin Liong Cu!" Sehabis
berkata demikian, ia lantas mencabut Kie-cie-to-nya.
Dikala mudanya Touw-lun-tu adalah saudara seperguruan dari
Sin Liong Cu. Tapi ia berkelakuan jahat, dengan mengandalkan
kepandaian yang tinggi, ia telah membuat onar kesana-kemari. Ia
tidak menghiraukan nasehat dan petunjuk-petunjuk dari Sin Liong
Cu, sang Suheng maupun gurunya Kim Hong Cu, gurunya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
33 Sampai kemudian Kim Hong Cu meninggal dunia, Sin Liong Culah yang menggantikan kedudukan gurunya untuk menjadi Ciangbun atau ahli waris dari partai Ang Hoa. Touw-lun-tu yang mengira
kepandaiannya telah cukup tinggi, segera mengajak Suhengnya
untuk berperang tanding dengannya. Tapi setelah lewat seratus
jurus, ia dapat dikalahkan Suhengnya, maka ia bersumpah bahwa
dikelak kemudian hari ia pasti akan datang membalas dendam.
Begitulah sepuluh tahun kemudian Touw-lun-tu datang pula
kegunung Himalaya mencari Sin Liong Cu untuk diajak bertanding
pula, tapi kembali ia menderita kalah. Dan kembali Touw-lun-tu
bersumpah, sumpahnya kali ini ialah bahwa pada suatu hari ia pasti
akan mencari Sin Liong Cu pula untuk dibunuhnya.
Mengenai peristiwa ini Laliat-touw telah mengetahui dengan
jelas, sehingga ia berhasil menghindari sepakan maut dari
Susioknya itu.
Laliat-touw karena menginsyafi bahwa ia tidak akan unggulan
melawan Touw-lun-tu, maka disamping menyanggah dan
menghindari serangan Susioknya, iapun tak putusnya memanggil
Eng Sie Goan. Tak lama kemudian terdengar sambutan dari Sie
Goan : "Aku telah lama menyaksikan pertandinganmu, bila saja
Susiokmu sudah tidak mengakui keponakan muridnya lagi, mari
kita gempur dia !" sehabis berkata demikian ia lantas mencabut Ngo
Heng Lun, lalu sambil membentak ia menerjang ke Touw-lun-tu.
Touw-lun-tu yang melihat mendadak muncul lagi seorang
lawan, sambil memperdengarkan tertawa dingin telah membentak: "Akan kubunuh kamu!" Setelah berkata demikian,
senjatanya dimainkan lebih hebat, lebih cepat dan lebih ganas dari
semula. Touw-lun-tu adalah seorang yang bersifat congkak, sehingga ia
tidak memandang mata kepada kedua orang itu. Namun tidak dapat
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
34 disangkal bahwa Touw-lun-tu berkepandaian tinggi, sehingga
begitu ia membentangkan ilmu silatnya, membuat La dan Eng
berdua jadi tidak berdaya. Mereka, hanya bisa mempertahankan
diri sambil mengeluarkan ilmu simpanan yang paling mereka
andalkan untuk melawan si-orangtua. Maka biar bagaimana tinggi
kepandaian orang tua itu tapi ia tetap tidak dapat menembusi
tembok tembaga dan dinding besi itu.
Dalam pada itu La-sie Pa tidak berani membantui, ia hanya dari
kejauhan menyiapkan senjata gelap untuk menjaga segala
kemungkinan, tapi ketika ia melihat Touw-lun-tu tidak bisa
menembusi dinding besi dan tembok tembaga dari kawankawannya, hatinya jadi agak terhibur.
Dalam pada itu Touw-lun-tu telah membentangkan ilmu golok
bunga merah, sehingga setiap serangan selalu membawa desiran
angin yang amat kencang, tapi sebegitu lama ia belum juga dapat
menjatuhkan lawanmya. Yang membuat hatinya jadi sangat
mendongkol bercampur dengan perasaan gusar kemudian
bentaknya: "Siapa yang menggunakan Ngo Heng Lun itu?"
Eng Sie Goan tidak menjawab, ia hanya merubah gerak
permainan Ngo Heng Lunnya jadi serangan Liu Cian Hee Eng atau
"Air terjun kebawah", ia menggunakan ilmu yang paling diandalkan
dari Beng-san yang terus diarahkan ke pinggang Touw-lun-tu itu.
Pada saat itu Touw-lun-tu sedang menyerang Laliat-touw
dengan hebatnya. Laliat-touw dengan mengibaskan pedangnya
menyanggah serangan paman gurunya, tapi tak urung ia dipaksa
mundur sampai beberapa tindak, sehingga tangannya pecah dan
berdarah. Namun rupanya Touw-lun-tu belum merasa puas,
kembali ia menyerang sampai tiga kali.
Mendapat serangan itu Laliat-touw terpaksa melompat, tapi
Touw-lun-tu telah menyerang pula dengan menggunakan gaya
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
35 "Cang Liong Siang Thian" atau "Ular naga terbang kelangit". Dalam
keadaan yang amat kritis itu, serangan Ngo Heng Lun dan Eng Sie
Goan itupun tibalah. Sedangkan Touw-lun-tu yang sedang
mengangkat goloknya, rupanya tidak begitu menghiraukan
serangan Sie Goan itu, sehingga orang yang disebut belakangan,
merasa gembira, karena ia mengira bahwa serangannya akan
membawa hasil. Tapi sekonyong-konyong daging Touw-lun-tu
seakan-akan bisa ciut, sehingga gagallah serangan Sie Goan itu.
Melihat serangannya gagal, Sie Goan cepat-cepat merubah
gerakannya. Tapi dengan adanya serangan Sie Goan itu, Laliattouw jadi terlepas dari bahaya maut.
Dalam pada itu Laliat-touw telah melompat beberapa meter dari
kalangan pertempuran itu, kemudian malah membentak: "Pukul !"
Setelah membentak begitu, ia lantas melontarkan sekelompok Lian
Cu dengan menggunakan
gerakan "Boan Thian Ciu Ie" atau
"Hujan arak disemua penjuru",
menyerang kepelbagai jalan
darah Touw-lun-tu.
Melihat dirinya diserang,
Touw-lun-tu lantas mainkan
goloknya demikian rupa dan
ketika baru saja ia hendak meng
halau senjata-senjata gelap itu,
sekonyong-konyong Ngo Heng
Lun telah tiba didekatnya. Touwlun-tu tidak menyangga bahwa
Siauw-cu dari Beng-san itu bisa
Betepatan dengan terpentalnya Sie Goan, tiba-tiba terdengar
"Breeettt", bahu kiri Touw-lun-tu telah kena ditusuk oleh pedang.
berlaku demikian cepat sehingga
untuk menangkis dengan goloknya sudah tidak keburu sehingga
mau atau tidak ia harus melompat beberapa meter jauhnya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
36 Berbareng dengan itu, tiba-tiba terdengar "Breeettt", bahu kiri
Touw-lun-tu telah kena ditusuk oleh pedang.
Ternyata Laliat-touw berpendapat: "Bila mereka hendak menang
melawan si-orang tua, harus melayaninya dengan gerak cepat."
Sehingga dengan mengandali ilmu mengentengi tubuh yang telah
mencapai tingkat tinggi, berbareng dengan melepaskan Lian Cu,
badannya terus mengikuti jalan Amgie itu maju. Sebetulnya bila
Touw-lun-tu hanya mengegoskan serangan Sie Goan dan tidak
balas menyerang, masih tidak mengapa, tapi ia rupanya sangat
membenci kepada Sie Goan, sehingga akhirnya ia tidak bisa
menghindari serangan Laliat-touw.
Mendapat serangan itu Touw-lun-tu jadi menjerit keras, tanpa
memalingkan kepalanya pula ia lantas menyepakkan kaki
kanannya, yang membuat Laliat-touw jadi tak dapat mengegoskan
serangan tersebut dan terpental sampai beberapa meter jauhnya.
Sebetulnya bila Touw-lun-tu tidak berlaku congkak, untuk
melawan Houw-pwee ia sudah tidak mempunyai muka, apa lagi kini
ia telah kena ditusuk pedang. Kejadian ini belum pernah ia alami
selama sepuluh tahun belakangan ini. Maka hatinya jadi
mendongkol dan gusar, sehingga ia tidak bersemangat untuk
melanjutkan pertempuran dan pergi.
Sie Goan dan Laliat-touw yang telah kena dibikin terpental
sampai beberapa meter, mereka tidak terluka berat. Dalam pada itu
La-sie Pa yang melihat pertempuran jago-jago dari kalangan Kangouw, bila dibandingkan dengan yang di Jit Guat-san, pertempuran
kali ini lebih hebat dan lebih menarik, sehingga saking gembiranya
ia berkata: "Ternyata asap yang terdapat disini berasal dari tempat
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tinggalnya Loo-cian-pwee itu, sungguh hebat."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
37 "Kita jangan turun gunung dulu, aku hendak mencari Su-siok
untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya." kata Laliat-touw
dengan wajah muram.
Ternyata Laliat-touw yang mengetahui bahwa sifat Touw-lun-tu
demikian kejam dan lalim, ia tidak hendak bermusuhan dengan Susioknya.
Sie Goan dan La-sie Pa lantas mengiakan.
Demikianlah ketiga orang itu lantas menyalakan api unggun, tapi
mereka tidak berani tidur untuk menunggu kehadiran sang fajar
guna mencari Touw-lun-tu.
Pada keesokan harinya setelah mereka makan sarapan pagi, pada
kala itu angin bertiup dengan kencangnya, sehingga ada salju yang
terbang keatas dengan bergelombang-gelombang dan cuacapun
amat buruknya.
Sie Goan yang tak biasa berdiam ditempai dingin, kini walaupun
ia telah menutupi badannya dengan mantel, tapi tak urung giginya
jadi pada beradu juga. Baiknya ia mernpunjai Lwee-kang yang
tinggi, maka dengan demikian ia masih dapat mempertahankan
diri. Ketiga orang itu setelah berjalan sebentar, tibalah mereka di
sebuah puncak bukit kecil yang ditutupi oleh salju, sehingga seakanakan bukit kecil itu memakai badju putih.
Sie Goan yang belum pernah melihat puncak salju, ia jadi merasa
aneh dan tertarik sekali. Sedang Laliat-touw yang kaya akan bahanbahan cerita sudah lantas bercerita: "Ini adalah puncak salju yang
diberi nama "Boen Seng Hong", konon kabarnya pada zaman Tong
Tay-cong, Boen Seng Kong-cu dengan mengikuti Lie To cong pergi
ke Tibet. Pada saat itu ia telah dinikahkan dengan raja kami yang
bernama Siong-can-kong-po. Boen Seng Kong-cu ketika melewati
tempat ini, begitu melihat puncak mega merah jadi merasa tertarik
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
38 sekali, sehingga ia lantas memanjat keatas gunung, ia hendak
melihat-lihat bagaimana keadaan diatas puncak gunung dan
akhirnya sampailah ia dipuncak salju kecil ini. Tapi akhirnya ia tak
tahan akan hawa dingin yang memaksa ia harus turun kembali.
Sedangkan puncak salju kecil ini karena sudah pernah didatangi
oleh Boen Seng Kong-cu, kami orang-orang Tibet karena ingin
memperingatinya, lantas "memanggil puncak ini sebagai Boen Seng
Hong atau puncak Boen Seng (Kong-cu)."
La-sie Pa yang paling gemar mendengar cerita lantas bertanya.
"Ia bagaimana bisa sampai kemari ?"
"Itu aku juga kurang jelas. Konon kabarnya selain Boen Seng
Kong-cu yang pernah datang kemari tiada orang lain yang sampai
berhasil kemari. Tapi nyatanya kini, berikut dengan Su-siok, telah
ada 4 orang yang datang kesini !" kata Laliat-touw sambil
tersenyum.
Mendengar keterangan ini, La-sie Pa jadi berpikir sebentar, tapi
mendadak ia mendapat suatu pikiran, namun ia tidak
mengatakannya kepada kedua orang temannya.
Demikianlah ketiga orang itu terus mencari berputar-putar di
dekat Ang In Leng sehingga sehari penuh, namun orang yang dicari
masih juga belum dapat ditemukan. Maka mereka terpaksa mencari
gua untuk melewati sang malam.
Malam itu mereka dapat tidur dengan nyenyak sekali. Dalam
pada itu La-sie Pa masih memikirkan cerita siang tadi, hatinya selalu
berkata, bila ada seorang wanita bak bidadari berdiri diatas puncak
salju, dengan ditiup angin yang sepoi-sepoi basa itu, sehingga
rambutnya yang ikal mayang itu berterbangan dengan disertai
berkibarnya pakaiannya yang berwarna putih itu, Oi betapa
menariknya!
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
39 La-sie Pa karena memikirkan kejadian itu, ia jadi tidak bisa tidur.
Maka kemudian ia jadi berpikir, puncak salju ini mesti ada
keanehannya atau mungkin Bun Seng Kong-cu meninggalkan
benda-benda peringatan dan kala itu kawan-kawannya sedang tidur
nyenyak, mengapa ia tidak pergi kesana.
Dengan mengandalkan ilmu mengentengi tubuh yang telah
mencapai tingkat tinggi itu, tak sampai setengah jam ia telah sampai
dikaki Bun Seng Hong. Mulailah ia memanjat keatas, puncak itu
walaupun tidak berapa tinggi, tapi sangat licin sehingga tak mudah
untuk orang biasa naik keatas.
La-sie Pa telah beberapa kali terpeleset, sehingga ia nyaris jatuh
kejurang yang dalam. Baiknya ia mempunyai kelincahan tubuh,
sehingga tidak membuatnya jadi terjun kebawah, namun begitu ia
juga mengeluarkan keringat dingin saking terkejutnya.
Demikianlah setelah bersusah payah, akhirnya tiba juga ia
ditempat yang dituju. Begitu menengadah ia jadi terperanjat sekali,
ia seakan-akan berada di alam mimpi, hatinya jadi memukul keras,
sehingga ia hampir tidak mempercayai apa yang berada
dihadapannya.
Ternyata diatas puncak itu terdapat dua orang wanita, keduanya
memakai pakaian putih dengan dihiasi oleh rambut mereka yang
ikal-mayang, diantara siliran angin yang sepoi-sepoi basa, rambut
itu bergerak kesana kemari dan sangat indah dipandang, sesuai
dengan apa yang dilamuni tadi.
Dibawah cahaya sang Dewi Malam, kedua wanita ini bergerak
dengan tak hentinya. Dalam pada itu La-sie Pa tidak berani
sembarang bergerak. Kedua wanita itu ternyata sedang mengadu
pedang, mereka masing-masing memakai pedang panjang dan
bertempur dengan dahsyatnya, tapi tipu-tipu serangan mereka
tidak keji. Sampai kemudian yang tampak hanyalah dua titiran
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
40 putih yang kian lama dimainkan kian bertambah cepat, sehingga
akhirnya kedua badan wanita yang berpakaian putih itu lenyap
karena diselimuti oleh titiran pedang itu. Dan tak lama kemudian
titiran seakan-akan bersatu.
Tapi keadaan itu tidak berjalan lama, karena beberapa saat
kemudian, perlahan-lahan titiran itu memecah menjadi 2 pula. Dan
tampaklah kini salah seorang dari mereka menyerang kepada
kawannya yang agak jangkung, sehingga membuat orang yang
disebut belakangan terpaksa mundur dua tindak. Namun sipemudi
rupanya belum puas dengan apa yang telah dicapainya itu, kembali
ia menyerang dengan serangan berantai sampai 3 kali, sehingga
pemudi yang agak jangkung itu mau atau tidak harus mundur lagi.
Wanita yang besaran walaupun berada dibawah angin, tapi
permainan pedang, kelincahan tubuh dan penjagaannya tidak
berada dibawah pemudi yang satu lagi. Melihat ini diam-diam Lasie Pa jadi merasa kagum bercampur terkejut.
Demikianlah kedua wanita itu saling gempur dan saling sanggah,
tapi wanita yang agak kecilan yang lebih sering melakukan
penyerangan. Setelah lewat kira-kira sepemakan nasi, wanita yang
agak kecil itu menujukan pedangnya kejalan Tiong-kiong atau
istana-tengah dan sekonyong-konyong dinaikkan keatas, setelah
berjalan setengah, tiba-tiba pedangnya ditusukkan, serangan itu
cepat luar biasa, melihat ini La-sie Pa kembali jadi terkejut, hatinya
jadi berpikir: "Ini bukankah ilmu dari partai Thian Ouw dan salah
satu dari ilmu "Nu Kang Cap Pe Co" yang bernama "Peh Lian To Sie"
atau Bunga teratai putih menyiarkan bau harum ?"
Mendapat setangan ini wanita yang agak tinggi jadi mundur
kebelakang, kemudian dengan mengeluarkan teriakan halus
pedangnya dimajukan sambil menggunakan gaya Peh Lo Heng
Kang" atau "Halimun melintasi sungai"? dikibaskan kekiri-kanan,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
41 maka dengan demikian ia berhasil mematahkan serangan pemudi
satunya lagi, malah kemudian ia membarengi dengan
menggunakan "Peng Ho To Shia" atau "Sungai es mengalir turun",
ditusukan ke dada nona yang satu lagi sampai ketika ujung
pedangnya berjarak kira-kira 5 dim, gerakannya mendadak berubah
lagi, maka dengan demikian beruntun ia telah menyerang 3 kali,
membuat La-sie Pa pusing. Otaknya segera bekerja keras, tapi ia
tetap tidak bisa mengetahui hal-ikhwal ilmu pedang itu dan mereka
sebetulnya dari partai mana?
Dalam pada itu wanita yang bertubuh agak kecil lantas memuji:
"Bagus!" sambil berkata demikian ia lantas mengegos, kemudian
balas menyerang dengan menggunakan "Eng Ciang" atau "Tangan
bertanda", ia menyerang kemuka pemudi yang bertubuh agak
jangkung, yang tadinya lagi menyerang menggunakan pedang,
sehingga ia tidak keburu menghindari diri, bahu kirinya kena
dipukul. Disamping itu ia tidak menyangka bahwa kawannya
rupanya belum puas dengan hasil pukulannya itu, kembali
membentak: "Awas !" Sehabis membentak begitu, ia lantas
menyerang pula sambil mengerahkan kebelakang hati wanita yang
agak jangkung itu. Tapi yang diserang kini rupanya telah bersiaga,
ia lantas menabaskan pedangnya sambil membentak: "Lihat
pedang!" Serangan itu lebih cepat pula bila dibandingkan dengan
wanita yang agak kecil, sehingga bila ia hendak memenangi atau
dapat memukul lawannya, ia harus menanggung akibatnya, yaitu
tusukan pedang. Tapi rupanya wanita yang kecilan itu rela
mendapat tusukan pedang pemudi yang besaran, sehingga ia tetap
majukan pukulannya tanpa menghiraukan pedang wanita yang
berada dihadapannya.
La-sie Pa yang melihat keadaan itu, ia mengetahui bahwa bila
serangan itu tetap diteruskan, keduanya pasti akan terluka. Maka
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
42 tanpa terasa ia jadi mengeluarkan teriakan "Oohhhh". Karena ia
menyangka bahwa kedua wanita itu akan mengalami bencana.
Siapa tahu wanita yang agak tinggi hanya menabas ikat pinggang
kawannya, dalam pada itu wanita yang agak kecil itu hanya meraba
bebokong temannya dan disusul dengan suara tertawa besar dari
mereka berdua. Dalam pada itu dari jauh terdengar suara "Oohhhh"
"Oohhhh" "Oohhhh", ternyata itu adalah suara gema yang
diucapkan La-sie Pa tadi, karena tempat itu sangat sunyinya,
sehingga suara itu bergema berulang-ulang.
Kedua wanita itu ketika mendengar suara "Ooohhhh" itu,
menjadi sangat terperanjat, mereka menginsyafi bahwa disekitar
tempat itu pasti terdapat seseorang. Dari atas puncak itu mereka
menampak sebuah bayangan yang sedang bergerak. Maka mereka
lantas menghampiri dimana La-sie Pa bersembunyi, kemudian
membentak: "Siapa kau ? Mengapa engkau bersembunyi disitu,
hendak belajar mencuri ilmu silat orang lainkah ?"
Dalam pada itu La-sie Pa telah berdiri tegak, kemudian baru
berkata : "Cayhee adalah La-sie Pa, karena ". Tapi ia tidak
dapat meneruskan perkataan, karena ia melihat bahwa kedua
wanita cantik itu sedang mengawasinya.
Dalam pada itu wanita yang agak kecil itu lantas mengangkat
tangannya sambil memaki: "Rupanya engkau bukan orang baikbaik, rasai kepalanku !" .
La-sie Pa cepat-cepat mendongko untuk menghindan serangan
tersebut. Tetapi ia tidak menyangka bahwa serangan itu dilakukan
demikian cepat, tapi biar bagaimana La-sie Pa tidak mau
menangkis, karena ia takut terjadi salah sangka. Maka ia hanya
main mundur saja. Sedangkan wanita itu yang melihat serangannya
dua-duanya menemui kegagalan, kemudian sambil menyerang ia
membentak: "Rupanya engkau hendak mencuri lihat latihan kami!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
43 Setelah berkata demikian, ia lantas meneriaki wanita yang agak
besaran itu : "Cie-cie, mari kita gempur ia !"
Dalam pada itu wanita satunya itu agaknya lagi bimbang,
kemudian ia berkata: "Tunggu dulu, mari kita tanya biar jelas!"
Setelah berkata demikian ia menghadang La-sie Pa.
Dalam pada itu La-sie Pa yang selalu main egos, telah berkata :
"Nanti dulu, aku La-sie Pa ada perkataan yang hendak diucapkan
disini."
Sedangkan pada waktu itu wanita yang agak kecil yang telah
mengira bahwa ia adalah seorang jahat, ia tidak memperdulikan
perkataan pemuda itu. Serangan dipercepatkannya dengan gaya
"Gin Peng Ca Po" ia menyerang, serangan itu cepat luar biasa.
Sedangkan La-sie Pa tidak berani menyanggahnya, tapi untuk
mengegoskan dirinya sudah tidak keburu, maka terpaksa ia
menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya melompat kebelakang.
Gerakannya itu cepat sekali tetapi tidak sangka bahwa tubuh wanita
itu dapat bergerak terlebih cepat pula, begitu badanya maju
kemuka, kaki kirinya lantas dikaitkan, sehingga La-sie Pa dapat
dikaitnya dan badannya otomatis menjadi oleng dan kemudian
jatuh kebelakang.
Berbareng dengan itu terdengar suara "Oohhh" yang lembut, Lasie Pa merasa bahwa ia menindihi semacam barang yang lembut
dan halus, disamping itu juga bau harum menyerang hidungnya, tak
terasa dihatinya menyerang suatu nikmat yang tak terkatakan.
Sebelum ia tahu barang apa yang ia tindih itu, tiba-tiba "Poookkkk"
telinganya terasa panas dan sakit dan berbareng dengan itu ia sudah
kena didorong orang, maka kembali ia terpental sampai semeter
lebih. Ternyata ketika ia jatuh tadi, kebetulan menimpah badan wanita
yang besaran dan dada siwanita menempel kebelakang La-sie Pa.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
44 Sehingga membuat wanita itu menjadi malu, risau dan entah
bercampur dengan perasaan apa lagi, sehingga tanpa disadari ia
lantas menampar kuping La-sie Pa. Dalam pada itu si-wanita yang
agak besar itu telah membentak: "Moy- moy mari kita tangkap dia!"
Dalam pada itu La-sie Pa telah melompat bangun, sambil
melompat ia berteriak: "Jie-wie Kouw-nio, harap dengar
keteranganku !"
Dalam pada itu wanita yang agak kecil itu telah mendahului
berkata: "Untuk apa engkau banyak ribut pula, engkau juga bukan
seorang yang tidak mengerti ilmu silat, biar kita bicara dengan kaki
dan tangan saja!"
Sedangkan La-sie Pa tetap tidak bersemangat untuk bertanding,
maka ketiga orang itu seperti juga kucing yang mengejar tikus, terus
berkejaran dipuncak tertinggi Bun Hong itu.
Sekonyong-konyong La-sie Pa mendapat suatu akal, ia lantas
berteriak : "Bila kamu berkehendak demikian baiklah, asal saja
dalam lima kali lingkaran kamu bisa menyentuh bajuku, aku akan
berlutut dihadapan kamu dan rela diapakan juga. Tetapi bila tidak
dapat, kamu harus menjawab dua pertanyaanku !" Mendengar
perkataan itu wanita yang agak kecil itu mengeluarkan suara
jengekan, kemudian baru berkata: "Baik, encie mari kita mulai!
Jangan kasi Siauw-cu ini lolos!" Demikianlah kedua wanita itu
lantas melompat kekiri dan kekanan, kemudian masing-masing
mengejar La-sie Pa.
Lengan La-sie Pa sambil mengeluarkan suara tertawa lantas
membentangkan ilmu mengentengi tubuh tingkat tinggi, sehingga
ia bisa menoblos diantara keempat tangan yang putih halus itu.
Sampai suatu saat ia seakan-akan dapat ditangkap, tetapi kemudian
dengan gerakan yang licin sekali ia meloloskan diri.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
45 Tiba-tiba La-sie Pa berkata: "Engkau mengetahui "Nu Kang Cap
Pe Co", engkau kira aku tidak bisa menggunakan ilmu mengentengi
tubuh dari partai Thian Ouw ?"
Mendengar perkataan itu, wanita jang agak kecil itu jadi terkejut,
dan gerakannya jadi agak ayal, sehingga dengan mudahnya La-sie
Pa lewat disisi tangannya.
Sedang wanita yang agak besar cepat-cepat menghadang, tapi
sudah tidak keburu. Harus diketahui bahwa ginkang La-sie Pa
adalah mendapat pelajaran asli dari seorang jago.
Setelah lewat lima lingkaran ternyata kedua wanita itu tidak
dapat menyentuh baju La-sie Pa, maka dengan sendirinya mereka
lantas menghentikan serangannya. Dengan roman heran mereka
lantas memperhatikan pemuda kita. Las-sie Pa hany tersenyumsenyum saja, baru kemudian berkata : "Harap nona berdua jangan
menyangka buruk kepadaku, aku bukan orang jahat!"
Pada saat itu kedua wanita itupun telah mulai percaya. Dalam
pada itu wanita yang agak kecil sudah memandang lagi kepada Lasie Pa dengan sorot mata yang tajam dan bertepatan dengan itu Lasie Pa juga memandangnya, akibatnya empat mata bentrok, tanpa
terasa badannya jadi menggigil dan wajahnya jadi panas, entah
perasaan apa yang sedang menghinggapi dirinya pada saat itu.
Cepat-cepat La-sie Pa memalingkan mukanya dan memandang
kepada wanita yang agak besaran, tetapi kembali badannya terasa
panas, ia rupanya sudah pernah melihat dan kenal dengan wanita
itu, tetapi entah dimana. Sedangkan wanita itupun menjadi bingung
dan tergerak hatinya, disamping itu badannyapun jadi menggigil, ia
merasa bahwa orang Tibet ini mempunyai hubungan yang rapat
dengannya, bahkan terasa paling dekat dengan dirinya.
Sekonyong-konyong wanita yang agak kecil itu berkata : "Apa
yang engkau maui ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
46 La-sie Pa bagaikan orang baru tersadar dari mimpinya, ia cepatcepat menjawab : "Aku, aku hendak bertanya siapakah nama
kalian?"
Mendengar pertanyaan ini wanita yang agak besar sekonyongkonyong mengangkat alisnya, mengenai perasaannya tadi ia sendiri
tidak mengerti mengapa ia bisa berperasaan demikian.
"Aku adalah Ciam Giok Lam", katanya sambil menundukkan
kepala. Sedangakan wanita yang agak kecil itu menyintih perbuatan
kawannya tadi, "Aku adalah Cie Lie Sie"
Pada saat itu kedua wanita itu telah mempercayai bahwa La-sie
Pa memang betul bukan seorang jahat.
"Kenapa engkau bisa sampai kemari ?" Tanya Cie Lie Sie.
Ternyata Cie Lie Sie melihat La-sie Pa dengan seorang diri naik
kepuncak yang tinggi itu, ia tentunya mempunyai kepandaian silat
yang boleh dibanggakan, kemudian ia menyebut-nyebut "Nu Kang
Cap Pe Co", ini membuktikan bahwa ia dengan dirinya berasal dari
satu partai.
Dalam pada itu La-sie Pa telah berkata:
"Laliat-touw adalah Su-hengku, juga menjadi Su-siokku!"
Mendengar keterangan ini Cie Lie Sie jadi bertanya: "Mengapa
bisa begitu?"
"Sejak kecil aku telah mengikuti Cu Hwie Jit Tay-hiap belajar
silat, ia adalah guruku." La-sie Pa menjelaskan.
Mendengar ini wajah Ciam Giok Lan jadi berubah, kemudian ia
bertanya :
"Cu Hwie Jit ? Dimana ia ?"
"Aku juga tidak tahu jelas!" jawab La-sie Pa.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
47 Mendengar ini Ciam Giok Lan bertanya lagi: "Kenapa ?"
"Ketika aku berumur empat belas tahun, Suhu mengantarkan
aku untuk belajar silat kepada Su-siok-couw Goan Hian Sian-su, Susiok-couw baik kepadaku, sehingga "Nu Kang Cap Pe Co"
diturunkan kepadaku seluruhnya, dengan adanya peristiwa ini
Goan Cin Su-kong jadi tidak senang, ia lantas memaki Suhu sampai
dua hari. Konon kabarnya Su-kong dan Su-siok-couw mempunyai
sedikit ganjelan, sehingga Su-kong jadi tidak senang." jawab La-sie
Pa. "Kemudian bagaimana ?"
La-sie Pa lantas menyambung penuturannya: "Kemudian Goan
Hian Su-siok-couw mengantarkan aku pergi ketempat pemimpin
Agama Merah Cangba Khan untuk belajar silat disana. Aku hanya
setengah tahun mengikuti Su-siok-couw !"
Mendengar ini Cie Lie Sie berkata : "Ini mungkin disebabkan oleh
karena Suhu hendak menghindari ganjelan mereka supaya tidak
semakin mendalam, betul tidak ?" Mendengar perkataan itu La-sie
Pa hanya menganggukkan kepalanya, kemudian dengan roman
heran ia berkata :
"Kau. Kau adalah muridnya Goan Hian Su-siok-couw ?"
Mendengar pertanyaan ini, mendadak wajah Cie Lie Sie jadi
berubah, kemudian dengari suara terputus-putus ia berkata :
"Dapat juga dikatakan begitu!"
Dalam pada itu Ciam Giok Lan telah berkata :
"Sejak Cu Tay-hiap mengantarkan engkau ke tempat Goan Hian
Sian-su, engkau tentunya jarang bertemu lagi dengannya bukan ?"
"Betul aku tidak jelas mengenai keadaan beliau sekarang. Ketika
Su-siok-couw mengantarkan aku ketempat Cangba Khan, itu telah
disetujui oleh guruku."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
48 Tiba-tiba Ciam Giok Lan teringat sesuatu, sehingga wajahnya
jadi bersemu merah, kemudian bertanya dengan suara perlahan:
"Aku.. Kalau boleh aku tahu berapa usiamu sekarang ?"
"20 tahun."
"Ooohhh," setelah berkata demikian, Ciam Giok Lan hanya
menganggukkan kepalanya.
La-sie Pa yang begitu mendengar dirinya ditanya demikian,
disamping merasa tidak enak juga ia menjadi heran, karena selama
hidupnya ia jarang berbicara dengan kaum wanita. Pikirnya: "Kamu
sudah cukup menanyai diriku, sekarang aku hendak bertanya!"
Walaupun hatinya hendak berbuat demikian, namun mulutnya
tetap terkancing.
Demikianlah ketiga orang itu jadi terdiam sejenak, masingmasing mempunyai pikiran sendiri-sendiri. Sekonyong-konyong
dari puncak gunung terdengar suara yang tajam yang berbunyi:
"Anak-anak, masih pada berlatihkah ?"
Sebelum suara itu habis terdengar, sudah tampak orangnya, ia
ternyata adalah seorang nenek tua yang berambut putih. Melihat ini
La-sie Pa jadi terkejut.
"Sungguh hebat ilmu silat nenek ini!" pikir hatinya.
Mata nenek itu ternyata sangat tajam sekali, yang begitu melihat
La-sie Pa sambil menunjukkan roman heran ia membentak : "Siapa
kau ? Apa maksudmu datang kemari ? !"
Suaranya sangat bersemangat, tidak seperti suara seorang nenek
tua. La-sie Pa yang melihat wajahnya lantas mengira-ngira bahwa
usia nenek itu sedikitnya telah diatas 60 tahun.
Sedangkan Cie Lie Sie lantas menuturkan apa yang telah terjadi.
Sedangkan si nenek jadi mengeluarkan suara "Oohh" dan kemudian
melambaikan tangannya kepada La-sie Pa dan berkata:
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
49 "Kemari kau, aku ada perkataan yang hendak dikatakan
kepadamu !"
La-sie Pa lantas maju dua tindak, ia tidak tahu siapa nenek tua
ini dan ia juga tidak berani bertanya.
Dalam pada itu si-nenek telah bertanya: "Laliat-touw sekarang
berada dimana ?"
Setelah memberi hormat ia lantas berkata : "Ia berada didalam
gua sebelah depan."
Mendengar perkataan itu mendadak mata si-nenek jadi
bercahaya, kemudian dengan suara yang terputus-putus ia berkaca:
"Dikala ia lahir aku pernah melihatnya. Ah ! Itu adalah
kejadian pada empat puluh tahun yang lalu. Tapi setelah itu ia tidak
pernah bertemu denganku lagi, aku hendak melihat-lihat
wajahnya!"
Setelah berkata demikian nenek itu jadi terdiam sejenak,
kemudian sambil menghela napas panjang ia berkata lagi:
"Anak, lekas kau bawa ia untuk menemuiku !"
"Bagaimana ini ? Tiga orang wanita, muncul berbareng ditengah
malam, sungguh aneh. Melihat rupa mereka, mereka rnempunyai
corak yang berlainan satu sama lain. Nenek tua ini hendak
berjumpa dengan Su-heng; sedangkan nona Ciam terus saja
menanyai perihal Cu Hwie Jit Su-hu; dan Cie Lie Sie Kouw-nio ini
terus saja ingin mengetahui perihal Su-couw. Mereka tentu
mempunyai suatu kesukaran."
La-sie Pa adalah seorang yang jujur, ia tidak suka menanyai
rahasia orang. Dalam pada itu si-nenek telah bertanya lagi:
"Sekarang aku hendak bertanya, kamu kali ini naik ke gunung ini
benar tidak dikarenakan melihat asap yang terdapat diatas gunung
ini ataukah ada sebab lain ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
50 Dengan roman sungguh-sungguh La-sie Pa berkata : "Kami
murid-murid dari Agama Merah belum pernah berdusta."
Mendengar ini Lo-po-cu (nenek itu) berkata: "Bagus, lekas kau
panggil Laliat-touw, kami tunggu disini!"
Cepat-cepat La-sie Pa turun dari puncak itu dan balik ke gua
dimana mereka tinggal. Pada kala itu telah tengah malam, didalam
gua itu kedua orang sedang tidur dengan nyenyaknya. La-sie Pa
lantas membangunkan mereka. Dengan roman yang masih
mengantuk Laliat-touw dan Eng Sie Goan lantas duduk.
Ketika mendengar penuturan La-sie Pa mereka menunjukan
roman yang terkejut, sedang Laliat-touw yang mendenagr Lo-po-cu
hendak mencarinya, ia menjadi bertambah heran, rasa kantuknya
hilang seketika.
Dengan tidak berayal lagi mereka lantas mengikuti La-sie Pa dan
naik ke Bun Seng Hong.
Tampaklah oleh mereka bahwa tanah diatas puncak itu kosong
melompong, tak ada sebuah bayanganpun yang terdapat disitu,
kemana ketiga wanita itu ? Pertanyaan itu walau telah dipikir
pulang pergi oleh La-sie Pa, tapi tetap tak dijawab jua.
Sekonyong-konyong Laliat-touw berkata: "Apa ini ?"
Diatas segumpal batu es terdapat sebuah tanda panah,
dipinggirnya ditulis dengan bahasa Tibet yang bunyinya. "Kemari !"
Demikianlah dengan mengikuti tanda panah itu mereka tiba
dipinggir lembah, disana terdapat sebuah tanda panah. La-sie Pa
lantas berkata: "Ini adalah tanda dari nenek tua itu, mari kita ikuti!"
Laliat-touw lantas menganggukkan kepalanya, kemudian
dengan mengikuti tanda panah itu sampailah rnereka k esebuah
jalan kecil yang ditumbuhi rumput yang panjang, mereka lantas
menggunakan "Hoat Co Sin Coa" atau "Mengungkap rumput
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
51 mencari ular', demikianlah mereka berjalan terus sampai lebih
kurang sepuluh meter.
Tiba-tiba mereka menampak sebuah sungai es, dikedua sisinya
telah membeku dan hanya bagian tengahnia yang masih tampak
mengalir air. Disisi sebelah kiri sungai itu terdapat batu yang ditulis
dengan beberapa bahasa bahasa Tibet. Laliat-touw lantas membaca:
"Jalan ikuti kali!"
"Nenek itu sungguh aneh sekali, Taysu kau tahu siapa dia ?"
Laliat-touw yang setelah berpikir sejenak lantas menjawab :
"Sudah tentu, ia adalah seorang yang luar biasa dari daerah ini, tapi
siapa ia, aku juga tidak tahu !"
Mendengar perkataan itu Eng Sie Goan bertanya lagi : "Dan
kedua wanita itu ?"
"Satu diantaranya adalah seorang nona bangsa Tibet, katanya ia
adalah murid dari Goan Hian Su-cow, bernama Cie Lie Sie" La-sie
Pa mendahului.
Laliat-touw sambil menggoyang-goyangkan kepalanya berkata :
"Aku belum pernah mendengar bahwa Su-hu mempunyai seorang
murid wanita !"
"Yang satu adalah seorang nona bangsa Han, bernama Ciam
Giok Lan!" La-sie Pa menerangkan lagi.
Mendengar perkataan itu Laliat-touw jadi agak terperanjat,
kemudian berkata: "Mengapa engkau tidak mengatakan dari tadi?"
"Bukankah ia adalah Cin Tiong Lie-hiap Ciam Giok Lan?" Tanya
Sie Goan. "Betul, tetapi mengapa ia bisa berada disini ?" Demikianlah
Laliat-touw yang kemudian lantas menuturkan kejadian di Sam-kee
Tiam dan perihal Thio Ta Yung dan Ciam Giok Lan yang hendak
mencari In Hweeshio.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
52 Begitulah ketiga orang itu terus maju, sesaat kemudian
sampailah mereka kehulu sungai dan disana tampak sebuah air
terjun yang lebar, tingginya lebih kurang sepuluh meter, lebarnya
kira-kira sampai lima meter, disamping itu airnya sangat deras,
sehingga seperti sebuah kain putih yang sedang digantung.
Ketiga orang itu yang melihat pemandangan indah serta aneh
itu, hati mereka menjadi lapang. Disitu sudah tidak tampak lagi
tanda-tanda panah yang ditinggalkan si-nenek tadi.
"Nenek itu sungguh beradat aneh sekali, apakah harus
menembusi air terjun ini ?" Gumam Sie Goan.
Laliat-touw lantas memeriksa dinding yang terdapat dike- i dua
belah air terjun itu, kemudian ia maju terlebih dekat pula dan
berdiri diatas sebuah batu yang menonjol dari permukaan air itu.
Setelah berdiri sejenak sekonyong-konyong ia berteriak : "Mari,
kamu lekas kemari!"
Dari atas batu itu ia lantas mengangkat sebungkus barang,
ketika dibuka didalamnya terdapat tiga buah kain minyak. Sambil
tertawa Laliat-touw berkata: "Nenek itu memanggil kita supaya
masuk kedalam. Sungguh suatu kejadian seperti didalam cerita See
Yu saja!"
Demikianlah ketiga orang itu dengan membungkus diri mereka
dengan kain minyak, lantas menerjang air terjun itu, air yang
gemuruh dan besar itu menindihi mereka, sehingga mereka seakanakan digencet oleh batu raksasa yang beratnya ratusan kilo dan
suara air itu memekakkan telinga. Bila saja kepandaian ketiga orang
ini belum mencapai tingkat tinggi, mereka pasti akan hanyut
dibawa oleh air.
Sesaat kemudian ketiga orang itu telah berhasil menembusi air
terjun. Begitu sampai rata-rata mereka pada mengeluarkan
perkataan "Iieee" untuk menyatakan keheranan mereka.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
53 Ternyata begitu mereka masuk lantas tampak oleh mereka
bahwa disitu terdapat sawah yang subur, disamping terdapat
pohon-pohon kayu dan pohon-pohon bunga tumbuh dengan
suburnya, bila dibandingkan dengan keadaan diluar yang demikian
dinginnya, bedanya seperti langit dan bumi.
Tidak jauh dari situ terdapat sebuah rumah batu kecil yang
diterangi oleh lampu. Kedua wanita mud itu dengan wajah yang
berseri-seri sedang berdiri didepan pintu, mereka ternyata telah
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyalin pakaian masing-masing. La-sie Pa yang dengan sudut
matanya memandang mereka, terasa olehnya bahwa kecantikan
mereka berdua itu seakan-akan tidak dapat dilukiskan dengan katakata. Sambil tertawa Ciam Giok Lan berkata: "Laliat-touw Tay-su,
kau baik, silahkah masuk!"
Ketiga orang itu setelah mengucapkan terima kasihnya lantas
memasuki rumah itu. Rumah tersebut tidak begitu besar, tetapi
sangat bersih. Ditengah-tengah ruangan terdapat sebuah meja,
didepan meja terdapat sebuah meja sembahyang yang ditutupi oleh
kain hijau. Nenek itu tampak sedang duduk disebuah kursi yang
terletak dipinggir meja. Orang banyak setelah menjalankan
penghormatan lantas pada ambil tempat duduk. Sedang Cie Lie Sie
yang dengan wajah yang berseri-seri lantas menuangkan enam
cangkir teh. Dalam pada itu si-nenek yang sambil tertawa telah
berkata, "Harap saudara-saudara tidak mentertawai tempat yang
kotor serta sempit ini!"
"Kami yang sedang melakukan perjalanan suatu waktu lewat
disini, karena tertarik, kami jadi mendaki sampai ke tempat ini,
harap Cianpwee suka memaafkan kelancangan kami tadi!"
Si-nenek hanya tersenyum tapi tidak berkata.
Dalam pada itu Laliat-touw telah berkata : "Lo Thay-thay dengan
seorang diri engkau tinggal di tempat demikian, kau pasti adalah
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
54 seorang Loo-cian-pwee yang berkepandaian tingggi. Dengan
memberanikan diri Pin-too hendak bertanya, siapakah gerangan
nama engkau yang mulia ? Untuk apa mencari aku ?"
Nenek itu dengan teliti memandang kepada Laliat-touw, hatinya
ada semacam perasaan nikmat yang tak terkatakan, ia terus berlaku
demikian. Sedangkan Laliat-touw sambil tertawa telah berkata kembali :
"Ciam Lie-hiap ini, Pin-too telah mengenalnya. Loo-cian-pwee
anggap saja kami sebagai seorang sendiri, tidak usah shejie-shejie!"
Tapi nenek itu tetap tidak menghiraukan kata Laliat-touw.
Sesaat kemudian sekonyong-konyong nenek itu lantas melompat
bangun, sebentar saja dan entah dengan menggunakan gerakan
apa, ia telah berhasil meraba kebelakang pangkal telinga Laliattouw, kejadian ini membuat semua orang menjadi terperanjat,
sedang Laliat-touw berkata dalam hatinya:
"Sungguh cepat gerakan nenek tua ini!"
"Betul dia!" Gumam nenek itu.
Sedang Laliat-touw sudah tidak dapat menahan sabarnya. pula,
ia lantas berkata: "Loo-cian-pwee, bila engkau tidak sudi
memperkenalkan diri, sudahlah. Tetapi mengapa engkau masih
hendak menghina orang ? !"
Nenek itu masih tetap tidak menjawab, ia hanya membuka
tutupan meja sembahyang dan tampaklah sebuah lukisan seorang
tua yang berambut putih, disamping itu matanya seakan-akan
bersinar. Orang itu tak lain tak bukan adalah pembangun partai
Thian Ouw Goan Hian Sian-su!
Laliat-touw ketika melihat gambar gurunya, hatinya jadi agak
terperanjat, cepat-cepat ia memberi hormat. Sedangkan La-sie Pa
sebagai murid akuan juga lantas menyembah disebelah Laliat-touw.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
55 Orang banyak yang melihat kejadian ini disamping merasa anehpun
jadi terkejut.
"Goan Hian Sian-su apamu ?" Tanya si-nenek kemudian.
"Beliau adalah guruku!" jawab Laliat-touw.
Nenek itu sambil mengangguk-anggukan kepalanya berkata lagi:
"Coba kau raba belakang telingamu, disitu terdapat sebuah tahi
lalat!"
Begitu Laliat-touw meraba, ternyata memang ada, maka dengan
menunjukkan roman heran ia berkata: "Loo-cian-Pwee, tahi lalat ini
sebelumnya aku tidak mengetahuinya, kenapa engkau bisa tahu ?
Apakah. ?"
Sebelum Laliat-touw habis mengucapkan kata-katanya, ia telah
dipotong oleh si-nenek: "Anak, Goan Hian Sian-su adalah ayahmu !
Aku adalah bibimu, Ho Sim Leng ?"
Mendengar keterangan ini Laliat-touw jadi terdiam. Orang
banyakpun rata-rata jadi sangat terperanjat, karena kejadian ini
diluar dugaan mereka dan susah dipercaya. Sambil menghela napas
nenek itu meneruskan perkataannya: "Anak duduklah, biar
sebentar aku akan menuturkan kisahmu ini. Ini adalah kejadian
pada 40 tahun yang lalu."
Untuk terlebih terang, baik kita meninjau kebelakang sedikit
pada 40 tahun yang lalu.
(V) Pada empat puluh tahun yang lalu, partai Kun Lun dan partai Bu
Liang membuka pertemuan besar di See Cong Kun Lun San. Orangorang yang mewakili partai Bu Liang adalah Sim Jie Sin-nie, sebagai
ketua rombongan yang juga menjadi ahli waris dari partai tersebut,
selanjutnya adik seperguruannya yang bernama Biauw Giok SinPendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
56 nie, Biauw Kong Sin-nie juga diikuti oleh Ho Sim Leng, Ho Giauw
Leng dan In Hweeshio.
Pada saat itu In Hweeshio baru berumur tiga belas tahun, Ho Sim
Leng dan Ho Biauw Leng adalah saudara sekandung dan kala itu
Thio Ta Yung belum lagi masuk kepintu perguruan tersebut.
Dari pihak Kun Lun diwakili oleh In Liong Sian-su, sebagai ketua
rombongan yang juga menjadi ahli waris dari partai tersebut,
dengan membawa muridnya Goan Cin, disamping itu ia masih
mempunyai dua orang murid Thian Hong dan Thian Tie.
Dalam pada itu Goan Hian masih muda remaja, ia baru berumur
28 tahun, belum lagi mempunyai murid.
Pertemuan itu sangat ramainya, setelah tiga bulan pertemuan ini
baru bubar. Ho Biauw Leng pada saat itu baru berumur 20 tahun,
masih muda dan lincah, mendengar orang banyak bicarakan soalsoal dikalangan Kang-ouw dan mengeritik orang, kejadian-kejadian
dikalangan Kang-ouw, hatinya jadi sangat gembira. Ketika sampai
pada cara mengadu pedang, maka tampillah Goan Hian dengan Ho
Biauw Leng untuk mengadu ilmu pedang. Sejak mulanya mereka
telah mempunyai hubungan yang erat, tetapi biar bagaimanapun
Goan Hian adalah seorang Hweeshio. Didalam pertemuan inilah
Goan Hian dengan Ho Biauw Leng timbul suatu peristiwa yang telah
melewati batas dari perhubungan antara kawan.
Pada mulanya peristiwa itu tidak diketahui oleh umum, tetapi
kemudian telah diketahui oleh Goan Cin dan Ho Sim Leng. Goan Cin
lalu mencari Goan Hian untuk membicarakan soal itu dengan empat
mata, didalam pembicaraan itulah ia lantas memaki adik
seperguruannya; Ho Sim Leng pun tidak mau ketinggalan, ia maki
habis-habisan. Tapi apa yang mau dikata, nasi sudah menjadi
bubur, walau mereka gusar, tetapi tidak berdaya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
57 Setelah pertemuan bubar, Ho Biauw Leng ternyata telah
mengandung, ia lantas tinggal dikaki gunung Kun Lun dan Ho Sim
Leng menemani adiknya itu dengan memberi alasan bahwa mereka
hendak menyelidiki Kun Lun Kiam-hoat, mereka meminta supaya
Sim Jie Sin-nie supaya pulang dahulu, mereka akan menyusul
kemudian. Dalam pada itu Goan Hian juga pamitan dengan gurunya
untuk berkelana didalam kalangan Kang-ouw.
Delapan bulan kemudian, anak itupun lahirlah, ia adalah Laliattouw yang sekarang. Setelah kira-kira Laliat-touw berumur 1 tahun,
tiba-tiba Goan Hian lantas kembali, ia lantas berundingkan anaknya
itu dengan Ho Biauw Leng dan bermaksud supaya mengantarkan
Laliat-touw untuk belajar silat dengan Sin Liong Cu dari partai
bunga merah dipegunungan Himalaya. Maka mulai saat itu Ho Sim
Leng tidak pernah bertemu lagi dengan Laliat-touw.
Sedangkan sejak perginya Goan Hian dengan membawa Laliattouw itu, tiba-tiba Ho Biauw Lengpun telah lenyap dari pandangan
mata Ho Sim Leng. Ia hanya meninggalkan surat untuk encienya
bahwa untuk selanjutnya ia tidak akan memperlihatkan wajahnya
didepan umum dan kemudian ia mengharap supaya ia bisa tolong
memperhatikan sepak terjang anaknya.
Pada saat itu hati Ho Sim Leng jadi remuk redam, maka ia tidak
mau pulang ke In-lam, tetapi pergi kebagian tengah Tibet, yaitu
Kelihai (Thian Ouw) dan menetap disana, untuk menantikan
sampai keponakannya menjadi dewasa.
Setelah berdiam di Thian Ouw selama sepuluh tahun, pada suatu
hari tiba-tiba datang Goan Hian yang telah berkelana sepuluh
tahun. Pada saat itu Sim Jie Sin-nie telah mengundurkan diri dan diganti
oleh Biauw Giok Sin-nie. Ia yang begitu mengetahui kehilangan Ho
Biauw Leng lantas memerintah orang untuk mencari keempat
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
58 penjuru, kemudian dengan seorang diri ia naik ke Kun Lun San
untuk bertanya kepada Liong In Sian-su. Diantara mereka berdua
hampir saja terjadi suatu pertempuran, tapi untungnya Goan Cin
keburu mencegahnya sehingga akhirnya tidak terjadi suatu apa.
Tak lama kemudian Liong In Sian-su pun mengundurkan diri
dengan diganti oleh Goan Cin Sian-su sebagai ahli waris.
Pada suatu hari tiba-tiba Goan Hian balik ke Thian Ouw dengan
membawa seorang wanita, katanya anak itu adalah seorang yang
yatim piatu, ia menyerahkannya kepada Ho Sim Leng untuk
dipelihara, anak itu adalah Cie Lie Sie. Mulai saat itu Goan Hian
tidak lagi berkelana, ia terus menetap di Thian Ouw yang bersamasama dengan Ho Sim Leng memperdalam ilmu pedang.
Berdasarkan penyelidikannya selama ia berkelana didalam
kalangan Kang-ouw, ia lantas menciptakan sebuah Kiam-hoat
tunggal, tetapi belum mendapat nama yang sesuai dengan ilmu
pedang itu.
Setelah lewat pula beberapa bulan, tiba-tiba Goan Cin datang
kesitu, maksudnya ialah hendak mengajak Goan Hian pulang ke
Kun Lun San dan tidak boleh menginjakan kakinya ke See-Cong
pula. Tetapi Goan Hian masih tetap berkeras, sehingga akibatnya
antara kedua saudara ini terjadi cekcok yang diakhiri dengan
pertempuran. Pertempuran itu berjalan hingga tiga hari tiga malam
dan akhirnya Goan Hian kena ditusuk oleh Goan Cin. Dan Goan Cin
dalam pada itu berkata : "Sebaiknya kita membagi surat yang
diwarisi oleh guru !"
Goan Hian menginsyafi bahwa Suhengnya sengaja hendak
mengusir dirinya dari pintu perguruan itu. Maka dihadapan tokohtokoh dari partai Kun Lun ia lantas menyatakan bahwa dirinya telah
tidak mempunyai hubungan dengan partai tersebut. Kemudian
Goan Hian mencari Ho Sim Leng dan rumah gubuknya Ho Sim Leng
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
59 itu lantas dirubah menjadi Thian Ouw Sie, kemudian ilmu pedang
yang diciptakan itu diberi nama Thian Ouw Kiam-hoat.
Peristiwa ini orang-orang dari kalangan Kang-ouw tidak
mengetahuinya, yang mereka ketahui ialah perpisahan kedua
saudara seperguruan ini ialah disebabkan olehnya adanya
pertikaian didalamnya.
Ho Sim Leng karena tidak leluasa tinggal didalam rumah berhala
itu, ia lantas membawa Cie Lie Sie pergi ke Bun Seng Hong.
Sebentar saja kembali lewat sepuluh tahun, dalam pada itu
perihal Ho Biauw Leng belum lagi terdengar.
Lewat lagi beberapa tahun pada kala itu Cie Lie Sie telah
mencapai umur 17 tahun, sedang Laliat-touw telah menjadi orang
yang berumur 40 tahun.
Kemudian Goan Hian Sian-su telah menerima cucu muridnya,
orang itu tak lain tak bukan adalah La-sie Pa. Dalam pada itu Cu
Hwie Jie karena selalu berkecimpungan di Tionggoan, ia jarang
sekali pulang ke gunung, karena ia jadi menyerahkan La-sie Pa
kepada Goan Hian untuk dididik.
Setengah tahun kemudian, La-sie Pa diserahkan kepada
pemimpin Agama Merah, yaitu Cangba Khan sehingga sampai
sekarang. Tak lama kemudian Goan Hian betul-betul menerima seorang
murid, yaitu anaknya sendiri Laliat-touw. Ternyata Goan Hian Siansu karena hendak mengharumkan nama perguruannya, dengan
menggunakan pelbagai daya upaya, mengambil kembali Laliat-touw
dari tangan Sin Liong Cu yang pada saat itu Laliat-touw adalah
seorang Lhama muda yang berkepandaian tinggi.
Goan Hian lalu menurunkan apa yang ia pernah pelajari dan
pengalamannya kepada Laliat-touw, tetapi ia tidak memberi
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
60 tahukan bahwa ia sebenarnya adalah ayah kandung dari muridnya
itu. Kemudian Goan Hian Sian-su mengangkat Laliat-touw sebagai
ahli warisnya, tetapi dalam upacara pengangkatannya itu tiada
seorang dari partai Kun Lun yang datang memberi selamat.
Ho Sim Leng sudah beberapa kali hendak mencari Laliat-touw
dan hendak menjelaskan perhubungan itu, tetapi ia tidak sampai
hati. Maka ia lantas memaksakan diri untuk terus mengajari Cie Lie
Sie yang ia sudah anggap sebagai anaknya sendiri.
Demikian Ho Sim Leng mengakhiri ceritanya.
Baru sekarang Lalilat-touw mengetahui asal-usul dirinya, tanpa
terasa jadi mengucurkan air mata, saking terharunya. Ia lantas
berpaykui (menyembah) dihadapan lukisan Goan Hian sampai 9
kali. Setelah itu berlutut dihadapan Ho Sim Leng seraya memanggil:
"Bibi."
Dalam pada itu mata Cie Lie Sie juga mengembang air mata,
sambil menarik tangan Laliat-touw berkata : "Piauw-ko!"
Sedang Eng Sie Goan, La-sie Pa juga ikut merasa terharu setelah
selesai mendengar penuturan itu.
Yang paling aneh adalah diri Ciam Giok Lan yang telah
mengucurkan air matanya disuatu sudut.
"Hati wanita sungguh sukar diduga !" Pikir La-sie Pa. Kala itu
mendadak Eng Sie Goan telah berkata : "Bagus, bila partai Kun Lun
bisa memperbaiki hubungannya dengan Bu Liang Pay, niscaya itu
akan menguntungkan kedua belah pihak!"
"Mudah-mudahan bisa demikian." kata Sim Leng cepat.
"Tahun depan partaiku, Thian Ouw Pay, pasti akan ikut beserta
dalam pertemuan itu." Laliat-touw bilang. Baru saja Laliat-touw
berkata demikian, dari kejauhan terdengar suara yang tajam,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
61 didalam pegunungan yang sunyi-senyap itu suara tersebut dapat
didengar nyata sekali.
Mendengar suara itu Ho Sim Leng telah melompat bangun
seraya berkata : "Touw-lun-tu datang lagi untuk mengajak aku
bertanding !"
Suara itu atau lebih tepatnya teriakan itu kian lama kian
bertambah dekat, sehingga akhirnya berhenti didepan pintu.
Bersamaan dengan itu terdengar orang membentak : "Nenek Ho,
engkau kira kau takut kepadamu ?! Lekas keluar untuk menerima
pukulanku !"
"Orang tua aneh itu sungguh tidak tahu aturan, setelah diusir
oleh suhengnya keluat Tembok Besar dan pada 10 hari yang lalu ia
datang kemari serta pernah bertanding denganku selama 3 malam,
tapi belum diketahui siapa yang berkempandaian lebih tinggi.
Orang ini mempunyai kepandaian yang tinggi, bila kamu bertemu
dengannya harus berlaku hati-hati!"
"Kami sudah pernah bertemu dengannya, malah pernah
Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertempur lagi." Demikian Laliat-touw menjelaskan. Kemudian ia
lantas menceritakan kejadian yang dialaminya pada beberapa
malam yang lalu.
Baru saja Laliat-touw selesai bercerita, tiba-tiba terdengar suara
gaduh dan ternyata pintu besar dari rumah itu telah kena
dirubuhkan.
Touw-lun-tu dengan gerakan yang lincah telah berhasil masuk
keruang dalam. Begitu masuk ia lantas menyerang Laliat-touw
sambil berteriak: "Ternyata engkau bersembunyi disini!"
Cepat-cepat Laliat-touw mengegoskan serangan itu, tapi
rupanya sudah agak terlambat. Bersamaan waktunya dengan itu
terdengar bentakan Sim Leng: "Laliat-touw, lekas mundur !" Begitu
suaranya sampai, orangnyapun tibalah, kemudian dengan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
62 kecepatan luar biasa ia sanggahkan serangan Touw-lun-tu yang
ditujukan kediri Laliat-touw, yang membuat kedua orang itu
masing-masing jadi mundur kebelakang.
"Engkau yang tidak mau mengakui ia sebagai keponakan
muridmu masih tidak mengapa, untuk apa engkau hendak
mencelakainya ?"
Laliat-touw sambil merangkapkan sepasang tangannya telah
berkata: "Su-siok, Tee-cu menerima salah!"
"Nyalimu sungguh besar sehingga berani melukai Su-siokmu,
rupanya ada latar belakangnya." kata Touw-lun-tu sambil tertawa
dingin. "Tee-cu tidak berani, aku datang kemari ialah hendak mencari
engkau untuk menerima salah dan meminta maaf." Sehabis berkata
demikian ia lantas menceritakan bagaimana ia mencari Touw-luntu sehingga akhirnya ia sampai ketempat kediaman Sim Leng.
"Bagus, kau tahu apa dosanya kalau seseorang melukai
Susioknya ?" kata Touw-lun-tu sambil tertawa dingin.
"Tee-cu tidak tahu." kata Laliat-touw.
"Lekas buntungkan tangan kananmu!" bentak Touw-lun-tu.
Perkataan itu membuat wajah orang yang mendengarkannya
jadi berubah seketika itu juga.
Tiba-tiba terdengar Ho Sim Leng yang sambil tertawa besar
berkata : "Lao-koay, kau sungguh tidak tahu malu, setelah diusir
dari pintu perguruanmu, kini engkau hendak berlaku seperti Tiangpwee lagi ! La-ji, jangan kau akui dia sebagai Susiokmu !"
"Ini adalah urusan kami, engkau tidak perlu turut campur !" kata
Touw-lun-tu dengan gusarnya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
63 Mendengar itu Sim Leng jadi sangat marah, segera balas
membentak: "Lao-koay, setelah engkau berani masuk kedalam
rumahku ini, aku berhak mencampuri segala perbuatanmu!"
Touw-lun-tu segera mencabut goloknya. Dalam pada itu Sim
Leng juga sudah tidak dapat menahan sabarnya lagi, kembali
membentak: "Lao-koay, mari kita bertempur aku hendak melihat
berapa tinggi kepandaianmu sehingga berani berlaku begitu
jumawa." Sehabis berkata demikian, ia lantas meneriaki Laliattouw: "La-jie, lekas keluarkan senjatamu!" Setelah itu, ia segera
mencabut pedangnya. Sedang Laliat-touw sebetulnya tidak mau
bermusuhan dengan Touw-lun-tu, tapi si-orang she Touw itu
mendesaknya sampai melewati batas, maka akhirnya ia juga
mencabut pedang panjangnya.
"Aku juga ada bagian!" Bentak Sie Goan. Sehabis membentak
begitu, ia lantas mengeluarkan Ngo Heng Lun-nya.
Gentar juga Touw-lun-tu ketika melihat keadaan itu, disamping
itu ia juga bukan seorang yang tolol yang tidak dapat melihat
gelagat, maka sambil memperdengarkan teriakan aneh berkata:
"Kamu hendak mengandalkan orang banyak untuk mengerubuti
aku ?"
"Betul, siapa suruh engkau selalu mencari musuh?" kata Sim
Leng sambil tersenyum mengejek. Sehabis berkata demikian, ia
lantas mengibaskan pedangnya untuk mulai menyerang.
"Tahan !" teriak Touw-lun-tu agak gugup. Kemudian sambil
tersenyum mewah ia berkata: "Hai nenek she Ho bila engkau
seorang pemberani, jangan kau pergi dari sini tak lama lagi aku
pasti akan datang pula kemari" Sambil berkata ia terus mundur,
ketika sampai dipinggir pintu tubuhnya lantas melompat keluar dan
membentangkan ginkangnya, dilain saat ia telah lenyap dari
pandangan orang banyak.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
64 Kala itu fajar sudah mulai menyingsing, karena masih banyak
tugas yang harus diselesaikannya, Sie Goan segera berpamitan
dengan orang banyak.
Laliat-touw karena ingin tahu lebih banyak mengenai riwayat
hidup ibunya, maka ia masih tetap berdiam di rumah Sim Leng
sampai beberapa hari lagi.
Pada suatu hari, ketika Laliat-touw tersadar dari tidur siangnya,
mendadak ia mendengar dikebun terdengar suara beradunya
senjata. Cepat-cepat Laliat-touw pergi kesana, terlihat olehnya
bahwa bibinya tengah bertempur dengan La-sie Pa. Ternyata Sim
Leng hendak menjajal kepandaian Sutit-nya yang baru bertemu itu.
Sedang Ciam dan Cie berdua menonton dari sebelah samping.
"Coba kau mainkan Sin Hoa Kiam Hoat dari Kun Lun-san!"
Sumpah Sepasang Harimau 2 Fear Street - Malam Mencekam Ii Silent Night Cermin Alam Gaib 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama