Ceritasilat Novel Online

Pendekar Dataran Tinggi 4

Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong Bagian 4


Demikian terdengar Sim Leng berkata.
"Tolong Su-ie-po memberi petunjuk!" kata La-sie Pa.
"Kita adalah orang sendiri, buat apa berlaku begitu shejie." kata
Sim Leng seraya tersenyum.
"Betul." Timbrung Cie Lie Sie, yang juga sambil tersenyum.
Wajah La-sie Pa segera berubah menjadi merah, kemudian ia
mencabut pedang panjangnya, yang langsung ditusukkan kearah
bahu kiri Sim Leng. Tapi ketika sampai setengah jalan, mendadak
serangannya berubah, tujuannya tidak lagi kebahu kiri si-nenek Ho,
tapi sebaliknya kebahu kanannya, cepat serta hebat serangan itu.
Ketika serangan tersebut hampir mengenai diri sasaran, terlihat
tubuh Sim Leng bergerak sedikit dan entah ia menggunakan
gerakan apa, mendadak terdengar suara "Trang", berbareng
dengan itu pedang La-sie Pa hampir terlepas dari genggamannya,
yang memaksa La-sie Pa mundur 2 langkah.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
65 "Kini kau sambutlah 2 buah seranganku !" Sim Leng bilang.
Sehabis berkata demikian, ia segera menyerang, tapi gerakannya
sengaja ia perlahankan. La-sie Pa segera mengenali gerakan itu,
yaitu gerakan "Heng Kang Hui Touw" atau "Melintasi kanal" dari
Sin Hoa Kiam Hoat, maka cepat-cepat ia melompat kesamping guna
mengegoskan serangan tersebut. Tapi tidak sangka Sim Leng
menggunakan serangan berantai, yaitu gerakan "Sam Hoan Touw
Guat" atau "Tiga buah gelang, merebut rembulan", yang ditujukan
ketiga bagian tubuh La-sie Pa didalam waktu yang hampir
bersamaan.
Walaupun La-sie Pa mengenali ilmu yang digunakan oleh Sim
Leng, tapi karena dilakukan dengan cepat sekali, baru saja ia hendak
mengegoskan serangan yang pertama, mendadak sudah terdengar
bentakan Sim Leng : "Kena !", sehabis membentak begitu ia
menarik kembali serangannya.
Ketika La-sie Pa melihat dirinya sendiri, tampaklah olehnya
bahwa baju diatas bahunya terdapat sebuah lubang, kalau saja Sim
Leng bersungguh-sungguh menyerang padanya, bila tidak mati,
sedikit Sie Pa akan terluka parah.
"Bibi, Kiam Hoatmu ternyata lebih cepat bila dibandingkan
dengan permainan ayahku !" Teriak Laliat-touw.
Sim Leng hanya tersenyum tak berkata.
"Sudah berapa lama kau belajar ilmu pedang dengan Cu Hwie
Jit?" Tanya Sim Leng setelah lewat sesaat kemudian kepada La-sie
Pa. "Sepuluh tahun." jawab Sie Pa.
"Dengan Su-siok-couwmu ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
66 "Setengah tahun." jawab pemuda Tibet itu, kemudian ia
menambahkan. "Su-siok-couw telah menurunkan seluruh ilmu Nu
Kang Cap Pe Co kepadaku."
Mendengar itu Sim Leng jadi tersenyum kemudian berkata
"Coba kau pertunjukkan ilmu Nu Kang Cap Pe Co kepadaku !"
"Sendiri ?" Tanya La-sie Pa.
Sim Leng menganggukkan kepalanya.
Sie Pa juga tidak berlaku shejie lagi, ia segera memperlihatkan
ilmu yang pernah ia pelajari dihadapan Sim Leng dan lain-lainnya.
Baru saja La-sie Pa mainkan tiga jurus, mendadak ada seorang
melompat masuk kedalam kalangan sambil berteriak: "Mari aku
menemanimu untuk main pedang!"
Orang itu tak lain daripada Cie Lie Sie, begitu sampai, ia juga
segera membentangkan ilmu Nu Kang Cap Pe Co. Tapi setiap
gerakannya selalu menyerang kebagian yang berbahaya dari tubuh
La-sie Pa.
Sebaliknya dengan pemuda Tibet itu, siapa terus main mundur
saja, sampai akhirnya ia jadi ngempet ditembok.
"Anak tolol, lekas berhenti!" Bentak Sim Leng. Tapi bentakan itu
tidak dihiraukan oleh nona Cie. .
Pada saat itu Cie Lie Sie telah membentak: "Su-ko, mengapa
engkau berdiam diri saja ?"
La-sie Pa tidak menjawab dan juga tidak balas menyerang.
"Bila engkau masih tidak mau turun tangan, aku juga tidak
berlaku shejie lagi." kata Cie Lie Sie lagi.
Sie Pa tetap tidak balas menyerang, sebab ia telah terpesona akan
kecantikan si-nona.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
67 "Su-ko tolol!" Ejek Cie Lie Sie.
Sehabis mengejek begitu, ia
benar-benar menyerang La-sie
Pa dengan menggunakan
gerakan "Heng Kok Hui Yan"
atau "Burung belibis terbang
melewati lembah."
Sie Pa hanya menyanggah
serangan tersebut, tapi tidak
balas menyerang, sebaliknya ia
jadi berdiri terbengong dibawah
tembok tersebut.
Sehabis mengejek begitu, Cie Lie Sie benar-benar menyerang La-sie Pa
dengan menggunakan gerakan "Heng Kok Hui Yan" atau "Burung belibis
terbang melewati lembah."
"Siapa yang suruh
kesitu?" Bentak Sim Leng.
kau Entah mengapa, ketika ditanya oleh Gie-bu atau ibu angkatnya, wajah Cie Lie Sie jadi
berubah menjadi merah dan jawabnya dengan gugup: "Aku
Aku."
"Lekas kau minta maaf kepada Su-komu !" Perintah Sim Leng.
"Ini semua salahku, sekali-kali tak dapat disalahkan kepada Sumoy, karena " Karena apa, Sie Pa sendiri tidak tahu.
Laliat-touw dapat melihat tegas perubahan wajah orang, tanpa
terasa hatinya jadi merasa lucu, cepat-cepat ia menghampiri mereka
seraaya berkata : "Sudahlah, sungguh seperti adat ana-anak saja"
sehabis berkata demikiam ia lantas menepuk bahu La-sie Pa
kemudiam berkata kepada Cie Lie Sie : "Gerakan Heng Kok Hui Engmu sungguh hebat !"
Dalam pada itu Sim Leng sambil tersenyum telah bertanya
kepada La-sie Pa : "Tadi kenapa engkau tidak balas menyerang ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
68 Setelah berdiam untuk beberapa saat lamanya, Sie Pa baru
menjawab : "Karena, karena aku suka padanya." Tapi kemudian ia
tahu bahwa dirinya telah kelepasan omong segera berkata lagi.
"Aku, aku juga tidak tahu."
Sim Leng ketika melihat keadaan mereka, hatinya jadi mengerti
8-9 bagian, yang membuat ia jadi sangat gembira "Aku lihat engkau
telah mempunyai dasar untuk mempelajari ilmu pedang, mulai
besok, engkau boleh ikut belajar silat, pagi belajar Lwee-kang,
tengah hari melatih Kiam Su. Tapi sekali-kali jangan kau lupakan,
orang belajar silat sama halnya kapal yang dibawa oleh arus air,
sedikit tidak boleh mandek atau alpa. Mengerti kau ?"
"Ya, teecu mengerti, akan teecu ingat pesan itu sampai diakhir
hayatku." Sie Pa bilang.
Dengan tidak mengatakan sesuatu apa, Sim Leng sudah segera
berlalu dari situ.
Dibawah penilikan Ho Sim Leng, kepandaian La-sie Pa maju
sangat pesat. Pada suatu hari, dengan seorang diri ia melatih
gerakan "Sam Hoan Touw Guat", setelah ia berlatih untuk beberapa
saat lamanya. ia masih juga belum puas, sebab masih ada beberapa
gerakan yang belum dipahaminya benar-benar. Mendadak
dibelakangnya terdengar suara yang merdu serta halus: "Adik Lasie Pa, lebih baik kau mengasoh dulu, aku bawakan teh untukmu."
Ketika Sie Pa berpaling, ternyata yang berkata demikian adalah
Ciam Giok Lan, cepat-cepat ia berkata: "Oh, kau, Ciam Cie-cie!"
Sehabis berkata demikian, cepat-cepat ia menyambuti teh-ouw,
sambil duduk ditanah ia lantas minum teh itu. Sedang Ciam Giok
Lan duduk disampingnya.
"Mengapa selama beberapa hari ini Ciam Cie-cie selalu
menanyakan riwayatku saja ? Segala ayah bundaku, saudarasaudaraku. Aku sendiri juga tidak tahu mengenai itu ?" pikir La-sie
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
69 Pa sambil minum teh. Tapi baru saja ia berpikir sampai disitu,
mendadak Ciam Giok Lan telah bertanya : "Adik, coba katakan
padaku, apakah engkau mempunyai seorang kawan she Uy ?"
"Nah datang lagi." kata hati La-sie Pa.
"Tidak ada, berapa umurnya ?" Tanya La-sie Pa setelah berpikir
sebentar. "20 tahun." kata Giok Lan sambil tersenyum.
"Apa maksud Ciam Cie-cie menanyakan itu?"
Ditanya begitu wajah Ciam Giok Lan jadi bersemu merah, lalu
sambil tersenyum berkata: "Hanya untuk main-main saja"
"Apa bagusnya dibuat memain!" kata La-sie Pa dengan terus
terang. Ditanya begitu disudut mata Giok Lan mendadak berubah
menjadi merah, melihat keadaan itu Sie Pa segera berkata:
"Memang sangat menarik, patut untuk buat main-main! Cie-cie,
kau hendak menanyakan apa lagi?" .
Ciam Giok Lan tetap menundukkan kepalanya tanpa berkata.
Melihat keadaan itu La-sie Pa jadi cemas, lalu sambil memaksakan
diri untuk tersenyum ia berkata: "Cie-cie, harap kau jangan marah,
memang aku yang salah!"
Mendengar perkataan itu, tanpa terasa Giok Lan jadi tertawa dan
berkata: "Siapa yang marah terhadapmu ?" Sehabis berkata
demikian, ia lantas menggeser tubuhnya menjauhi diri si-pemuda,
kemudian kembali menundukkan kepalanya.
La-sie Pa adalah seorang yang paling takut berhadapan dengan
wanita, kini ketika melihat keadaan Giok Lan, hatinya segera
berkata: "Mungkinkah ia .. Ah ! Tidak mungkin, bukankah ia
telah melihat hubungan antara aku dengan Cie Moy-moy? Tapi, hati
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
70 seorang wanita sungguh sukar diduga. Entah apa yang sedang
dipikirkannya ?"
Tak lama kemudian, mendadak Giok Lan berlalu dari situ. Cepatcepat Sie Pa memanggil: "Jangan kau pergi. Cie-cie."
"Ya, aku kembali." jawab Giok Lan. Ketika Giok Lan balik lagi
kesitu, ditangannya tampak memegang sebuah benda. Kemudian ia
duduk diatas tanah, sedang tangannya tak hentinya mengusap-usap
benda itu. Sesaat kemudian ia melemparkannya keatas udara,
kemudian disambutnya lagi. Perbuatan itu dilakukannya berulangulang, kemudian ia bertanya : "Baguskah permainan ini ?"
"Sungguh bagus dan menarik !" jawab La-sie Pa cepat. Pada
suatu ketika, mendadak Giok Lan jadi kelepasan tangan, benda itu
jatuh dihadapan Sie Pa. Cepat-cepat pemuda Tibet ini
memungutnya, seraya berkata : "Ciam Cie-cie, dari mana kau
mendapat kelinci kumala ini ?"
"Coba kau terka !" kata Giok Lan sambil tersenyum.
"Mana aku bisa menerkanya. Tapi, rasanya aku pernah melihat
benda semacam ini, tapi entah dimana ."
Mendengar perkataan itu, Giok Lan segera memandang wajah sipemuda dengan penuh harapan dan berkata : "Dimana ? Lekas kau
katakan !"
"Ya, aku ingat sekarang, dulu ketika di Jit Goat-san Cangba Khan
menyerahkan sebuah kelinci kumala kepada Laliat-touw Su-siok.
Benda itu sama benar rupa serta bentuknya dengan kelinci
kumalamu ini."
"Adik, mari kau ikut aku!" Ajak Giok Lan
"Kemana?" tanya La-sie Pa heran.
"Mencari Su-siokmu untuk melihat kelinci kumala!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
71 "Tak ingatkah engkau bahwa kemarin pagi La Su-siok telah
berlalu dari sini? Kita hendak mencari kemana?" kata Sie Pa sambil
tertawa besar.
Wajah Ciam Giok Lan segera berubah jadi bersemu merah,
sesaat kemudian ia baru berkata: "Ya, aku tadi melupakannya."
Ternyata Laliat-touw setelah berdiam dirumah bibinya itu, ia
telah mengetahui banyak perihal diri ibunya. Kemudian ia karena
selalu teringat akan diri Cangba Khan yang hendak menghadapi
utusan kerajaan Ceng yang hendak meribut di Tibet. Karenanya ia
jadi tak dapat berdiam terlebih lama disitu, segera turun gunung
dan pergi ke Lhasa, ibu kota Tibet.
"Ciam Cie-cie, Su-siok-po mengatakan padaku, bahwa tak lama
lagi ia akan menurunkan Bu Liang Kiam Hoat kepadaku. Menurut
dugaanku, Bu Liang Kiam Hoat kalian tentunya sangat hebat." kata
La-sie Pa.
"Bu Liang Kiam Hoatnya Su-kouw-bu memang sangat hebat, dan
jarang menemui tandingan, kau harus giat untuk mempelajarinya."
"Tentu, tapi, aku sekarang hendak melihatnya, Ciam Cie- cie,
maukah engkau mengajarkan sedikit kepadaku ?"
Hati Giok Lan pada saat itu sangat risau, sehingga jawabannya
jadi ngawur: "Kau harus baik-baik mempelajarinya, Kiam Hoatnya
In Su-siok sangat hebat!"
"Kau kenapa, Ciam Cie-cie ?" Tanya Sie Pa heran.
"Oh, maaf, hari ini aku karena kurang enak badan, jadi tidak
dapat melatih ilmu pedang!"
"Apa yang sedang dipikirkan oleh Ciam Cie-cie?" Pikir La-sie Pa.
Kemudian baru saja hendak bertanya, mendadak dibelakangnya
terdengar orang tertawa besar sambil berkata : "Tampaknya kalian
senang bermain disini."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
72 Ketika La-sie Pa dan Ciam Giok Lan berpaling, orang yang
berkata demikian ternyata adalah Cie Lie Sie.
"Setelah Ciam Cie-cie tidak enak badan, untuk apa engkau masih
memaksanya guna menunjukkan Bu Liang Kiam Hoat?" Tanya Lie
Sie pada La-sie Pa.
Ditanya begitu wajah pemuda Tibet itu berubah menjadi merah,
kemudian berkata: "Rupanya engkau tadi mencuri dengar
percakapan kami!"
"Oh ah, mana aku berani berbuat demikian." kata Lie Sie
sambil tersenyum. Kemudian sambil tetap bersenyum nona Cie ini
berkata kepada Giok Lan: "Cie-cie, bolehkah aku melihat kelinci
kumala tadi ?"
"Ini adalah barang pusaka dari keluargaku, tidak dapat
sembarang diperlihatkan kepada orang luar, maaf!"
"Tentu saja, aku adalah orang luar, mana mempunyai rejeki
baik." kata Lie Sie seraya memaksakan dirinya untuk tersenyum.
Kemudian sambil berpaling kearah La-sie Pa ia berkata: "Su-ko,
rejekimu sungguh besar!" Sehabis berkata demikian, sambil
menutup mukanya dengan kedua belah telapak tangannya, ia


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlalu dari situ.
Melihat itu Giok Lan jadi menghela napas, ia tahu bahwa Lie Sie
telah salah paham, dan salah paham ini tak dapat dijelaskan dengan
2 atau 3 patah kata saja. Kemudian terpikir oleh Giok Lan, bahwa
orang yang sedang dicarinya sampai saat itu masih belum juga
diketemukannya, hatinya jadi merasa pedih, maka kemudian tanpa
mengatakan suatu apa, ia juga berlalu dari tempat itu.
Kini tinggallah La-sie Pa seorang diri, yang terus berdiri bengong
disitu. "Makhluk yang paling aneh didalam dunia ini, adalah
wanita!" Gumamnya perlahan. Sehabis berkata demikian, perlahanlahan ia melangkah masuk kedalam rumah Sim Leng.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
73 ===================================
BARU SAMPAI SINI
===================================
Pada keesokan harinya, ketika La-sie Pa melewati ruang tamu, ia
melihat diatas meja terletak sepucuk surat. Ketika diperhatikannya,
ia segera berteriak: "Ciam Cie-cie telah pergi."
(VI) Ternyata Ciam Giok Lan tidak kerasan untuk tinggal terlebih
lama disitu. Begitu fajar menyingsing, ia segera menukar pakaian
menyamar sebagai seorang laki-laki. Setelah meninggalkan surat,
nona Ciam segera berlalu dari situ. Giok Lan hendak mencari Susioknya, Thio Ta Yung, setelah berhasil mencarinya, ia boleh
bersama Su-sioknya ini mencari Cu Hwie Jit. Bila saja berhasil
menemui si-orang she Cu ini, riwayat hidupnya akan jelas dengan
sendirinya, dengan demikian pula salah paham yang kemarin akan
bisa diselesaikan.
Giok Lan terus berjalan menyusuri jalan pegunungan, tapi
hatinya tidak tertarik akan pemandangan pegunungan yang indah
itu, sebab hatinya sedang risau. Masih terbayang olehnya akan
kejadian pada 2 tahun yang lalu, sebelum wafat Biauw Kong Sinnie, gurunya, pernah berkata begini: "Lan-ji, kau sebetulnya bukan
she Ciam, tapi she Uy. Pada 18 tahun yang lalu dipropinsi Hokkian
aku berjumpa dengan Tay-hiap Cu Hwie Jit, ia kala itu
menggendong 2 orang anak kecil, yang seorang adalah engkau,
sedang yang seorang lagi ialah adikmu. Pada saat itu Cu Tay-hiap
tengah dikejar-kejar oleh Eng-jiauw, sedang tubuhnya telah
menderita luka berat. Dengan mendapat bantuanku, akhirnya kami
dapat membunuh dan mengusir para Eng-jiauw atau Kuku garuda
itu. Kata Cu Tay-hiap, bahwa ia hendak pergi ke Kun Lun-san, pada
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
74 saat itu dirinya dibebani oleh tugas yang maha berat dan amat
penting. Kedua orang anak itu sekali-kali tak dapat jatuh ketangan
alat negara, karena maksud terutama para alat negara mengejarnya
ialah disebabkan karena hendak menangkap kedua anak itu. Demi
keselamatan kalian, ia lantas menyerahkan engkau kepadaku dan
meminta kepadaku supaya membawamu keatas Bu Liang-san. Kami
berjanji bahwa pada 20 tahun kemudian aku akan membawamu
naik ke Kun Lun-san guna dijumpakan dengan adikmu. Kemudian
Cu Tay-hiap menyerahkan 2 buah kelinci pusaka beserta sebuah
surat wasiat kepadaku dan mengatakan bahwa surat wasiat beserta
2 buah kelinci kumala itu adalah warisan yang masih tertinggal dari
keluargamu. Cu Tay-hiap mempercayai diriku guna menyimpankan
barang-barang tersebut. Sehabis berbuat demikian, Cu Tay-hiap
segera pergi dari situ sambil membawa adikmu. Sedangkan aku
juga lantas pergi ke Bu Liang-san guna menemui Su-couwmu dan
menjelaskan perihal yang sehenarnya. Memang sudah lama kita,
antara Kun Lun dan Bu Liang dua partai selalu mempunyai
hubungan yang akrab, maka bila seorang kawan sedang mendapat
kesusahan, sudah seharusnya kami membantunya. Demikianlah,
Couw-sumu kemudian mengalungi sebuah kelinci kumala yang
betina dilehermu, sedang kelinci kumala yang jantan beserta surat
wasiat dari keluargamu disimpannya, disamping itu shemu lantas
diganti menjadi she Ciam" Berpikir sampai disini, tanpa terasa air
mata Ciam Giok Lan jadi menetes membasahi pipinya yang montok
manis itu. Sedangkan gurunya sehabis bercerita sampai disitu
sudah lantas menghembuskan napasnya yang terakhir.
Begitulah, dengan pikiran yang tak menentu Giok Lan terus
berjalan kemuka. Setelah berjalan kira-kira setengah hari lamanya,
disamping merasa lapar iapun menjadi haus, tapi ia tidak
memperdulikannya. Kemudian teringat lagi olennya, bahwa pada
musim semi ditahun ini, secara diam-diam Su-sioknya, In Hweeshio
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
75 naik keatas gunung Bu Liang dan mencuri kelinci kumala jantan
beserta surat wasiat. Kepandaian silatnya ternyata sangat tinggi dan
tidak berada dibawah kepandaian Su-kouw Giok Lan, Biauw Giok
Sin-nie. Maka tak heran, bahwa tiada seorangpun yang tahu bahwa
barang tersebut telah dicuri oleh In Hweeshio. Baru pada hari ketiga
orang-orang dari cabangnya ribut perihal kehilangan kedua benda
itu. Setelah orang banyak mengadakan penyelidikan yang cermat,
akhirnya mereka berhasil juga siapa sebenarnya yang mencuri
kedua benda itu. Dan Biauw Giok Su-kouw sudah lantas
mengutarakan dugaannya, bahwa setelah berhasil mencuri kedua
macam barang itu, In Su-sioknya pasti akan menyerahkan kepada
pemerintah penjajahan, Boan Ciu. Tapi dengan begitu, pertama
akan merusak nama baik dari partai Bu Liang, kedua akan merusak
meretakkan hubungan baik diantara cabang Kun Lun dan Bu Liang
yang telah dipupuk sekian lama. Maka kemudian Biauw Giok Sinnie menyuruh 4 orang mencari In Hweeshio dan mengatakan
bahwa sebelum kedua partai, Kun Lun dan Bu Liang, mengadakan
pertemuan pada bulan lima, mereka mesti telah berhasil
menangkap murid murtad itu dan disamping itu harus merebut
kembali kelinci kumala serta surat wasiat itu.
Karena urusan itulah, Ciam Giok Lan jadi ikut Thio Ta Yung dan
terus menjelajahi Hoo-pak, tapi sebegitu jauh mereka tetap tidak
berhasil menemui jejak In Hweeshio. Kemudian ketika mereka
mulai masuk kepropinsi Koko Nor (Ceng Hai), mereka mendapat
kabar bahwa In Hweeshio telah pergi ke Tibet, maka mereka segera
menyusul kesana. Tapi begitu sampai keperbatasan Koko Nor,
mereka pergi dulu ke Bun Seng Hong guna menjenguk Ho Sim Leng,
tidak sangka disitu Giok Lan bertemu dengan La-sie Pa.
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa ia jadi menghela napas. Lalu
pikirnya lagi: "Mengapa aku bisa menganggap La-sie Pa adalah
adikku ? Mungkinkah ia adalah adikku yang sebenarnya. Tapi ah .
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
76 sebelum bertemu dengan Cu Tay-hiap, tak berani aku memutuskan
nya."
Giok Lan terus melanjutkan perjalanan dengan pikiran yang
amat kacau. Tak sampai sehari, ia tiba disebuah tempat yang
dipanggil Bengkah, tempat ini telah termasuk perbatasan wilayah
Tibet, jarak antara tempat itu dengan Lhasa hanya beberapa ratus
lie lagi. Bengkah adalah sebuah kota kecil yang terletak disebuah tanah
pegunungan, walaupun disitu tidak begitu banyak penduduknya,
tapi tempat ini sangat ternama, termasyhur karena tempat
penghasil burung merak. Bulu burung merak terkenal sebagai suatu
barang perhiasan yang mahal harganya, sedang nyalinya dapat
dipergunakan sebagai bahan obat. Ketika Ciam Giok Lan sampai di
Bengkah, waktu itu telah lewat tengah hari, ia disamping merasa
laparpun haus sekali, akhirnya ia duduk dibawah sebuah pohon
yang tumbuh disebuah tebing. Disitu ia mengisi perutnya dengan
makanan kering yang dibekalnya sambil mengasoh. Dari situ bila
seseorang hendak pergi terus ke Lhasa, harus melewati sebuah
jembatan besi, jembatan itu tidak besar, letaknya 200 lie diatas
sungai yang berair deras, sehingga seseorang yang melewati
jembatan itu, harus berlaku hati".
Tiba-tiba Giok Lan melihat, diujung jembatan yang terletak
ditebing yang ada dihadapannya. sedang berlari-lari 2 orang,
tindakan mereka sangat cepat dan gerakan mereka lincah sekali,
maka sekali melihat saja orang sudah mengetahui bahwa kedua
orang itu adalah orang-orang yang berkepandaian tinggi, terutama
dalam hal ilmu mengentengi tubuh. Orang yang berlari sebelah
depan ternyata berkepala botak, maka tak dapat disangsikan lagi
bahwa orang itu adalah seorang Hweeshio.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
77 Dibelakangnya mengikuti seorang, yang sambil mengejar terus
berteriak, yang begitu sampai ditepi jembatan, orang itu telah
membentangkan Teng Peng Hoan Puh atau Menginjak kapu-kapu
menukar langkah, ialah suatu ilmu entengi tubuh tingkat atas, entah
kemudian ia menggunakan gerakan apa lagi, sebab tahu-tahu ia
telah berhasil melewati jembatan itu, orang itu berpakaian seperti
Too-su (imam).
Adapun Hweeshio yang ada disebelah depan terus lari kemuka,
sedang si Too-jin terus mengejarnya dari sebelah belakang. Sampai
pada suatu waktu Too-su itu membentak : "Kau hendak lari
kemana?" Sehabis membentak demikian Too-su itu menerkam
berbareng mencengkeram kediri si Hweeshio, berbareng dengan itu
terdengarlah suara "Brreeet", ternyata jubah belakang Hweeshio itu
telah koyak sebagian.
Tapi Hweeshio itu terus saja kabur dan dikejar oleh si Too-jin.
Demikianlah kedua orang itu saling kejar dan makin lama makin
mendekati tempat Giok Lan mengasoh. Ketika nona Ciam itu
memperhatikan dengan saksama, diam-diam ia jadi terperanjat
sekali: "Nampaknya Hweeshio itu seperti Su-siok-ku, In Hweeshio!"
Ketika Giok Lan memperhatikan Too-jin yang mengejar diri Susiok, siapa bertubuh kurus dan memakai jubah yang telah compang,
tampangnya seperti seorang yang baru baik sakit, kurus dan pucat.
"Tampaknya Gin-kang Too-su sakit ini berada diatas kepandaian In
Su-siok !" kata nona Cam dalam hati.
In Hweeshio terus saja lari menuju ketempat Ciam Giok Lan,
keadaan itu tentu saja membuat si-nona jadi sangat terkejut, ia
segera meloncat keatas pohon dan bersembunyi dibalik daun yang
rindang. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
78 In Hweeshio begitu sampai didekat pohon tersebut, mendadak
menghentikan langkahnya dan membentak: "Too-su liar, kau kira
aku takut kepadamu!"
"In Hoo-siang, rupanya tulang kepalamu sudah gatal.?? kata Toosu itu sambil tersenyum.
"Setelah engkau mengetahui siapa aku, mau mengapa engkau
mengejar terus ?"
"Walau mataku tertutup, dengan hanya mendengar langkahmu
saja aku sudah dapat mengenalimu. Gin-kangmu sungguh hebat,
aku rasa Biauw Giok Sin-nie tak dapat menandingimu." kata Toojin itu lagi sambil tetap tersenyum.
In Hoo-siang segera memandang Too-su itu untuk beberapa saat
lamanya, kemudian bertanya : "Kau. siapa kau ?"
"Itu tak perlu kau tahu, lebih baik kembalikan saja nyali burung
merak yang telah kau curi itu."
"Apakah burung merak yang terdapat di Bengkah ini semuanya
kepunyaanmu ?" bentak In Hweeshio.
"Boleh juga dikatakan demikian. Bila aku sedang menangkap
burung merak disini, orang-orang dari kolong langit ini takkan
berani datang kemari."
"Sungguh sombong kau !" bentak In Hoo-siang lagi. Sehabis
membentak begitu ia segera menyerang Too-su kurus itu dengan
menggunakan gerakan "Pek Kong Koan Jit" atau Pelangi putih
menembusi matahari".
"Pukulan semacam ini masih berani dipertunjukkan
hadapanku." ejek si Too-su. Too-su itu tidak mengegoskan serangan
tersebut, tapi menunggu ketika serangan tersebut hampir mengenai
dirinya, baru tampak ia mengegoskan sedikit badannya, dengan
begitu serangan In Hweeshio jadi mengenai tempat kosong.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
79 Kejadian itu membuat si-kepala botak jadi sangat marah, ia sudah
segera membalikkan tangannya dan terus dihantamkan kekepala si
Too-su. Tapi lagi-lagi imam itu dapat mengegoskan serangan
tersebut dengan mudahnya.
Melihat serangannya selalu dapat digagalkan dengan begitu
mudahnya oleh Too-su tersebut, In Hweeshio segera mengeluarkan
ilmunya yang paling diandalkannya, yaitu ilmu Kiu Siang Ciang.
Ilmu Kiu Siang Cian ini mempunyai sembilan jurus, setiap jurusnya
ada sembilan perubahan, itulah sebabnya dinamakan sebagai "Kiu
Siang" atau "Sembilan pasang".
Hebat permainan In Hweeshio kali ini, setiap serangannya selalu
didahului oleh angin kencang, bila orang biasa terkena angin
pukulan itu saja sudah cukup untuk menderita luka.
"Ilmu ini agak mendingan sedikit, dulu pada lima puluh tahun
yang lalu si-nenek Sim Jie juga pernah melawanku dengan memakai
ilmu ini." kata Too-jin itu sambil tersenyum mengejek.
In Hweeshio tidak memperdulikan ejekan orang, ia terus
menyerang dengan hebatnya.
"Sesudah itu engkau harus menggunakan gerakan Couw Coa Jie
Kouw atau Ular busuk masuk keselokan" kata imam itu sambil
tersenyum. Dan betul saja kini In Hweeshio menyerang dirinya
dengan mengunakan ilmu yang disebutkan Too-su itu.
Ciam Giok Lan yang menyaksikan pertempuran itu dari atas
pohon, begitu mendengar Too-su itu telah mengetahui lebih dulu
serangan In Hweeshio jadi sangat terperanjat, pikirnya. "Too-su ini
seenaknya saja merubah nama yang terdapat ilmu Kiu Siang Ciang
itu. Tadi gerakan yang disebut sebagai Couw Coa Ji Kouw, bukankah
gerakan yang kelima yang bernama Ciang Liong Cut Hai atlu Ular
naga keluar dari dalam laut. Rupanya kepandaian Too-su itu jauh
lebih tinggi dari kepandaian In Su-siok. Sambil berpikir begitu, nona
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
80 Ciam ini terus memperhatikan pertempuran yang sedang
berlangsung itu.
Pertandingan antara kedua orang itu semakin lama jadi semakin
seru dan hebat, sampai pada suatu waktu terdengar Too-jin itu
membentak: "Kena!" Berbareng dengan itu In Kweeshio merasa
kepalanya jadi tujuh keliling, baiknya ia seorang yang
berkepandaian tinggi, jadi dapat mempertahankan diri tak sampai
jatuh. Namun begitu ia harus melompat mundur sampai beberapa
meter jauhnya. Ketika ia meraba kepalanya, ternyata masih utuh !
Melihat itu Too-jin kurus tersebut jadi tertawa berkakahan,
kemudian berkata: "Sungguh tak malu kau digelari sebagai seorang
kepala besi. Lebih baik kau kembalikan nyali merak itu kepadaku !"
In Hoo-siang tidak menjawab pertanyaan itu, pikimya, walaupun
ia kalah dalam pukulan, tapi dalam hal menggunakan pedang ia
belum tentu dapat dikalahkan. Maka kemudian ia mencabut pedang
panjangnya, maksudnya hendak melawan Too-jin itu dengan
menggunakan Bu Liang Kiam Hoat.
"Tak malukah engkau, setelah kena dikalahkan masih hendaki
melawan ?" ejek Too-jin itu.
"Bila engkau dapat mengalahkan aku lagi, akan kukembalikan
nyali burung merak itu kepadamu." jawab In Hweeshio.
"Sungguh tebal mukamu. Tapi baiklah, rupanya bila tidak
kupertunjukkan suatu permainan lagi, hatimu masih belum rela


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menyerah kalah." Sehabis berkata demikian, Too-su itu
mematahkan sebuah ranting, kemudian berkata "Sebelum aku
melawanmu, kau lihat dulu bagaimana gerakan Ceng Hong Po Ceku
ini!" Sehabis berkata demikian Too-jin itu segera menggerakkan
tangan, yang aneh ialah ranting itu menoblosi batang pohon yang
besar dan membuat pohon besar itu jadi bergoyang-goyang sampai
beberapa kali.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
81 "Sungguh hebat tenaga dalam Too-su ini." kata Tiiaml Giok Lan
dalam hati.
Sedang In Hoo-siang ketika melihat kejadian jadi mengeluarkan
keringat dingin saking terkejut, nyalinya jadi ciut seketika, yang
membuatnya jadi tidak bertingkah lagi, segera mengeluarkan nyali
burung merak dan diletakkan di tanah. Kemudian tanpa
mengatakan suatu apa ia segera berlalu dari situ.
Too-su itu tidak mengejarnya. "Bila lain kali kau berani datang
mencuri lagi, takkan kuampuni jiwamu." katanya kemudian sambil
memungut nyali tersebut. Kemudian ia mencium benda itu, setelah
dibungkus, lalu dimasukkan kedalam jubahnya seraya berkata:
"Budak yang berada diatas pohon, turunlah!"
Ciam Giok Lan jadi sangat terperanjat, ia segera menyiapkan 3
buah Thiat Lian Cu.
"Kau turunlah, apakah aku harus naik keatas untuk
mengundangmu turun. Mari, mari, aku mengundangmu untuk ikut
menyicipi nyali merak."
Ciam Giok Lan melihat pertempuran yang dilakukan oleh Toosu itu dengan In Hoo-siang, lantas mengetahui bahwa imam itu
bukan seorang jahat, tapi sebelum turun ia bertanya: "Kalau boleh
saya bertanya, siapakah gerangan nama Loo-cian-pwee yang
mulia?"
"Kau tidak perlu bertanya, budak yang menyamar sebagai lakilaki. Biauw Giok Sin-nie apamu ?" Tanya Too-jin itu.
Pertanyaan itu lagi-agi membuat Giok Lan jadi sangat
terperanjat. Pikirnya: "Too-su tua ini seperti juga dewa, baik aku
berterus terang saja kepadanya, tapi sebelumnya aku hendak tahu
siapa dia?" Sehabis berpikir demikian, ia segerai bertanya:
"Sebelum Loo-cian-pwee menjawab pertanyaanku tadi, aku takkan
menjawab pertanyaanmu."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
82 "Kau sungguh cerdik, budak. Baiklah, aku tak bernama. Orangorang pada memanggilku sebagai Ceng Cin-jin, maka aku lantas
menamakan diriku sebagai Ceng Cin-jin juga."
Perkataan itu membuat Giok Lan sekali lagi jadi terperanjat, tak
ia sangka orang gaib dari kalangan Kang-ouw yang sering
dibicarakan orang kini muncul dihadapannya.
Menurut urutan, Ceng Cin-ji terlebih tinggi 3 tingkat dari Giok
Lan. Mengenai umurnya, nona ini kurang begitu tahu, yang ia tahu
ialah bahwa Sim Jie Sin-nie masih memanggil Cian-pwee kepada
imam kurus ini.
"Biauw Giok Sin-nie adalah Su-kouw-bu saya, sedang guruku
adalah Biauw Kong Sin-nie." Giok Lan menjelaskan sambil
menyembah.
"Bila demikian halnya, In Hweeshio adalah Su-siokmu, mengapa
tadi engkau tidak membantunya ?" kata Ceng Cin-jin seraya
membangunkan si-nona.
Giok Lan karena melihat Ceng Cin-jin tidak bermaksud jahat
juga tidak menunjukan roman bermusuhannya dengannya, secara
ringkas ia lalu menceritakan perihal In Hoo-siang.
"Mengapa tadi engkau tidak menangkapnya ?" tanya Ceng Cinjin setelah mendengar penjelasan non Ciam.
"Saya tak berani"
"Mengapa ?"
"Sebab ia adalah Su-siokku." Menerangkan si-nona.
"Bukan karena engkau tak dapat melawannya?" Tanya Ceng Cinjin.
"Andai kata aku bisa memenangkannya, aku juga tak berani
berlaku demikian." kata Giok Lan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
83 Setelah memandang wajah Giok Lan untuk seketika lamanya,
tiba-tiba Ceng Cin-jin tertawa terbahak-bahak dan berkata: "Kau
pasti akan mempunyai kesempatan yang semacam itu, nah sampai
bertemu lagi." Sehabis berkata demikian, tubuhnya berkelebat dan
dilain saat telah lenyap dari pandangan Giok Lan.
Giok Lan juga segera melanjutkan perjalanannya. Tak sampai
sehari, nona ini telah sampai di Lhasa. Kebetulan pada waktu itu
adalah tahun baru, setiap keluarga ditempat tersebut pada
bergembira menyambut datangnya tahun baru. Giok Lan sebagai
seorang yang baru pertama kali datang ke Tibet, ia jadi sangat
tertarik akan keadaan itu. Tampak oleh Giok Lan bahwa semua
orang yang ada dikota itu berpakaian serba baru dan bila bertemu
satu sama lain selalu bersalaman sambil mengatakan Kongheedieliat (selamat tahun baru, semoga kau berbahagia ditahun
mendatang, bahasa Tibet).
Perempuan laki-laki, tua muda maupun Lhama-Lhama, baik
Lhama dari Agama Kuning maupun Lhama dari Agama Merah,
semuanya berpakaian baru dan wajah mereka terus berseri!
Malah ada sekelompok pemuda yang sambil menggotong tahang
air terus bergurau dijalan. Kejadian itu membuat nona Ciam jadi
sangat heran. Mendadak beberapa orang diantara kelompok
pemuda itu yang berlari-lari menghampiri Giok Lan, dan setelah
berbicara dengan logat mereka, salah seorang diantaranya lantas
menyiram si-nona, tak ampun lagi tubuh Giok Lan jadi basah kuyup.
Keadaan itu tentu saja membuat si-nona jadi sangat marah, ia
segera majukan diri dan mencengkeram seorang pemuda yang
berdiri paling depan, kemudian membantingnya keras-keras.
Perbuatan Giok Lan membikin sekalian pemuda itu jadi bengong,
tapi kemudian mereka mengurung nona Ciam. Salah seorang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
84 diantara mereka berkata kepada Giok Lan dalam bahasa Tibet, yang
bagaimana hendak menanyakan sebabnya.
Nona Ciam yang tidak mengerti bahasa itu dan disamping itu
kini dirinya telah disiram sehingga seluruh pakaiannya jadi basahkuyup, ia takut penyamarannya diketahui, maka akhirnya ia hanya
berdiam diri saja sambil mengawasi sekalian pemuda Tibet itu
dengan roman gusar.
Adapun pemuda yang kena dibanting oleh Giok Lan tadi, begitu
bangun, segera menerkam Giok Lan, yang diikuti oleh pemuda
lainnya, dengan begitu kini Giok Lan jadi dikeroyok oleh sekalian
pemuda Tibet itu. Giok Lan segera membentangkan ilmu silatnya,
tak heran sebentar saja, beberapa orang diantara kelompok pemuda
itu, yang ternyata tidak paham silat ? kena dibikin bengap dan
keluar kecap Tapi siapa sangka, semakin lama semakin banyak
pemuda yang mengerubuti diri nona Ciam. Sambil bertempur
mereka terus berteriak-teriak, bagai hendak menangkap Giok Lan.
Didalam keadaan kacau itu, mendadak menerobos masuk
seorang pemuda yang berpakaian hijau. Giok Lan ketika melihat
datang seorang lawan lagi, ia segera menyambuti kedatangan
pemuda itu dengan sebuah pukulan. Tapi ternyata kepandaian sipemuda baju hijau juga tidak lemah, dengan gerakan "Yap Tie Touw
Toh" atau "Mencuri buah Toh di- bawah daun", pemuda itu
menyanggah serangan si-nona, sedang telapak tangan kirinya
dijujukan kediri Giok Lan.
Keadaan itu membuat Giok Lan jadi terperanjat sekali, ia segera
melompat mundur.
Adapun si-pemuda berbaju hijau ketika melihat serangannya
tidak mengenai sasaran, ia tidak melanjutkan serangannya, dan
hendak mengatakan sesuatu. Tapi Giok Lan tidak mau menyianyiakan kesempatan itu, siapa sudah segera menotolkan kakinya
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
85 dan menyerang kejalan darah Tiong Hu Hiat-nya pemuda itu
dengan kecepatan luar biasa.
Sambil mengeluarkan teriakan heran pemuda berbaju hijau
melompat kesamping seraya membentak: "Tahan!" Pemuda itu
membentak dengan menggunakan bahasa Tionghoa.
Dalam pada itu, ketika pemuda yang lainnya, yang tadi
mengerubuti dirinya, telah pada mundur, rupanya mereka
membiarkan si pemuda bertempur dengan "pemuda" kita itu.
Melihat ini Giok Lan mengetahui bahwa pemuda berbaju hijau
rupanya pemimpin mereka. Maka kemudian ia balas membentak.
"Kalian bangsa biadab, tanpa sebab menyiramku !" Sehabis berkata
demikian segera hendak mulai menyerang lagi.
"Tahan Khek-koan, aku ada
omongan yang hendak diucapkan
disini !" cegah si-pemuda berbaju
hijau. Mana Giok Lan mau mendengar cegahan itu, ia mulai
melakukan serangan baru.
"Kau kira aku takut padamu ?"
kata si-pemuda, yang rupanya
jadi sangat mendongkol kepada
orang yang tidak bisa diajak
berdamai itu.
Dengan demikian, terjadi lagi
suatu pertempuran yang dahsyat.
Masing-masing mengeluarkan
ilmu simpanan untuk mengalahkan lawannya. Tapi biarpun pertempuran telah
berlangsung kira-kira sepuluh jurus, namun masih belum dapat
Masing-masing mengeluarkan ilmu simpanan untuk mengalahkan
lawannya. Tapi biarpun pertempuran telah berlangsung kira-kira
sepuluh jurus, namun masih belum dapat dipastikan siapa yang lebih
unggul dan siapa yang bakal kalah.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
86 dipastikan siapa yang lebih unggul dan siapa yang bakal kalah. Pada
saat itu Ciam Giok Lan telah mengenal ilmu dari cabang mana yang
dipergunakan oleh si-pemuda. Sedangkan pemuda berbaju hijau itu
juga telah mengenali ilmu yang digunakan oleh Giok Lan, yang
berasal dari partai Bu Liang itu. Sampai akhirnya si-pemuda
rupanya sudah tidak dapat menahan sabar, ia segera melompat
keluar gelanggang pertempuran seraya bertanya : "Khek-koan,
bukankah engkau seorang dari Bu Liang-Pay ?"
"Kau ?" Balas tanya si-nona.
"Orang sendiri." kata si-pemuda seraya tertawa berkakahan.
"Bagus, menyambut kedatangan orang sendiri dengan air!" kata
si-nona agak sabar.
"Memang harus begitu !" kata pemuda itu dengan roman
sungguh-sungguh.
Tercekat juga hati nona Ciam ketika mendengar perkataan itu.
Dalam pada itu si-pemuda berbaju hijau telah menggerak-gerakan
tangannya dan mengucapkan beberapa perkataan Tibet kepada
kelompok pemuda yang tadi mengerubuti diri Giok Lan, dilain saat,
sekalian pemuda itu pada bubar. "Namaku Jie Ho, kalau boleh aku
mengetahui, siapa namamu ?" Pemuda itu memperkenalkan diri.
"Aku she Ciam." jawab Giok Lan, yang hanya menyebutkan she
saja. "Bila saudara tidak menampik, mari kita bercakap-cakap di
dalam rumahku yang kotor itu."
Ternyata orang Tibet paling ramah terhadap tetamu, bila
seorang menampik undangan mereka untuk mampir, itu akan
merupakan suatu hinaan bagi mereka, sedapat mungkin mereka
akan memaksa tamunya itu mau mampir kerumah mereka, Giok
Lan pernah mendengar kebiasaan mereka ini, ia tidak
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
87 menampiknya, sambil mengucapkan terima kasih ia masuk
kedalam rumah si-pemuda.
Jie Ho kemudian mengeluarkan seperangkap pakaian dan minta
kepada Giok Lan untuk menukar pakaiannya. Tentu saja Giok Lan
tidak mau menukarnya, siapa hanya menggunakan pakaian panjang
menutupi badannya.
Pada saat itu Jie Ho telah menyediakan makanan dan arak.
Makanan yang disediakannya itu mempunyai suatu rasa khas.
Jie Ho ternyata seorang yang suka bercakap-cakap, tanpa ditanya
ia telah menceritakan perihal adat istiadat rakyat Tibet, kehidupan
sehari-hari mereka dan lain sebagainya. Baru kemudian Giok Lan
mengetahui, maksud sekalian pemuda itu menyiram dirinya adalah
untuk menyatakan persahabatan mereka pada tamu asing diwaktu
mereka mengadakan perayaan tahun baru, tanpa terasa si-nona jadi
menyesali dirinya yang sudah berlaku begitu ceroboh.
"Rupanya engkau pernah datang ke Tiongguan ?" Tanya Giok
Lan kemudian.
Ditanya begitu Jie Ho jadi tertawa, sehingga giginya yang putih
itu nampak nyata. "Betul, malah sudah 2 kali. Pertama pada 8 tahun
yang lalu, aku ikut Suhu untuk memberesi suatu urusan. Sedang
yang kedua kali ialah kira-kira lima tahun yang lalu, kira-kira ada
setahun aku berdiam disana. Aku pernah bertemu dengan orangorang yang aneh, ada Hweeshio, Niekouw, pedagang, penjahat dan
sebagainya, mereka semua adalah kawan Suhuku."
"Siapa gurumu ?"
"Guruku adalah Kun Lun Tay-hiap Cu Hwie Jit." Jie Ho
menerangkan.
Keterangan itu membuat Giok Lan jadi sangat gembira.
"Betulkah? Dimana beliau?" Tanya nona Ciam cepat.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
88 "Baik kutuiurkan sedikit perihal diriku. Kami 2 orang bersaudara
berasal sebagai anak gembala kambing. Umur adikku lebih muda 2
tahun dariku, umurku sekarang 20 tahun. Kami berdua saudara
dilahirkan dikota Lhasa ini, pada 10 tahun yang lalu mendadak
datang seorang Tionghoa ketempat kami biasa mengangon
kambing, yaitu sebuah bukit yang berjarak 30 lie dari Lhasa. Orang
itu begitu datang kesitu lantas mendirikan sebuah rumah batu
dibawah lembah dari gunung itu, dengan begitu ia jadi menempati
tanah leluhur kami. Kejadian itu tentu saja membuat kami kurang
senang, maka pada suatu ketika, aku bersama ayahku pergi kesana
guna membereskan soal tanah itu. Orang Tionghoa itu berani
mengeluarkan sejumlah uang guna membeli tanah leluhurku itu.
Kami ayah anak sangat miskin sekali, maka kami lantas menerima
uangnya itu, seterusnya orang itu tinggal disitu untuk beberapa saat
lamanya." Baru saja Jie Ho bercerita sampai disitu, telah dipotong
oleh Giok Lan: "Orang itukah yang kemudian menjadi guru
saudara?"
"Betul." jawab Jie Ho singkat.
"Kini ia berada dimana ?"
"Aku juga tidak tahu."
Giok Lan yang mengetahui bila ia bertanya terlebih jauh juga
takkan ada hasilnya, maka ia jadi berdiam diri.
Pada saat itu ada seorang tamu yang datang kesitu untuk


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberi selamat tahun baru kepada Jie Ho, maka Giok Lan segera
berpamitan. Jie Ho juga tidak menahannya terlebih jauh, hanya
katanya : "Tanganku selalu terbuka untuk kedatanganmu,
saudara!"
Sehari penuh Giok Lan mengitari kota Lhasa mencari Thio Ta
Yung dan Cu Hwie Jit, tapi hasilnya nihil. "Baik besok aku mencari
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
89 mereka diluar kota." pikirnya. Malam itu, nona Ciam lantas
menginap disebuah hotel kelas satu.
Pada keesokan harinya, Giok Lan mencari diluar kota l.hasa, tapi
yang dicari masih tetap tidak dapat dijumpai. Pikirnya : "Su-siok
bilang ia pasti akan pergi ke Lhasa untuk mencari Cu Hwie Jit
berbareng untuk menghadapi In Hweeshio. Tapi nyatanya, sampai
sekarang masih tak tampak batang hidungnya." Namun begitu ia
tidak menjadi putus asa, terus mencari.
Lhasa adalah ibu kota Tibet, kota ini dalam bahasa Tibet berarti
Sin-tee atau tanah suci. Semenjak beribu tahun yang lalu, Lhasa
tetap menjadi pusat dari Agama Buddha, asap hio terus mengepul
sepanjang tahun. Hawa di Lhasa amat sejuk, sepanjang tahun boleh
dikata bisa terlihat sinar matahari, itulah sebabtlya mengapa kota
ini disebut juga sebagai Jit Kwong Shia atau kota sinar matahari.
Giok Lan mencari terus sampai senja, kemudian kembali
kehotelnya dengan tangan hampa. Terlihat sekarang bahwa
dihalaman hotel itu terdapat banyak kereta kuda, amat ramai- nya.
Ketika ia melihat kearah hotel lain, keadaan disitupun sama halnya.
Sedang dijalan banyak terlihat orang yang berlalu lintas, ada yang
hendak mengurus suatu urusan penting dan ada pula orang yang
jalan perlahan. Pokoknya keadaan disitu ramai sekali.
Diantara sekian banyak orang itu, mendadak terlihat Jie Ho yang
sedang berjalan dengan seorang pemuda, Giok Lan segera
memanggilnya. Jie Ho segera menghampiri Giok Lan dengan roman
berseri-seri, kemudian ia memperkenalkan pemuda yang jalan
bersamanya, yang tak lain daripada adik kandungnya, Sie Ho. Sie
Ho ternyata seorang pemuda cekatan dan romannya menyerupai
kakaknya. "Mengapa hari ini mendadak bisa jadi begitu ramai ?" tanya Giok
Lan. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
90 "Sie Ho, urusan itu baik kau saja yang mengerjakannya, aku
hendak menemani saudara ini." kata Jie Ho kepada adiknya. Setelah
itu ia berpaling kearah Giok Lan dan berkata : "Mari kita mencari
tempat untuk bercakap-cakap."
Kedua orang itu segera menuju kesebuah warung teh. "Baik
sambil bercakap-cakap kita menikmati Biepa." kata Jie Ho setelah
masing-masing mengambil tempat duduk.
Tak lama kemudian Biepa yang dipesan telah diantcri. "Mari,
silakan dimakan." Jie Ho menyilakan.
Biepa adalah semacam makanan bergempal dan hijau warnanya.
Giok Lan segera mengerat sedikit, lalu dicobainya. Begitu
makanan itu berada dimulutnya, ia segera mengerutkan alisnya,
rasanya memuakkan, tapi nona Ciam paksakan diri untuk
menelannya.
"Biepa adalah makanan sehari-hari dari kami, orang See Cong,
seperti juga nasi dari orang bagian selatan dan gandum bagi orang
dari bagian barat." Menerangkan Jie Ho.
Setelah lewat sesaat lamanya, mendadak Jie Ho berkata: "Lusa
adalah hari "Mo Lang Cian Bouw", tahukah engkau ?" Sehabis
berkata demikian, pemuda ini tersenyum, kemudian ia menjelaskan
"Mo Lang Cian Bouw adalah bahasa Tibet, yang berarti orang-orang
akan berkumpul untuk mendapatkan berkah. Setiap tahun di
musim semi kami di Tibet mengadakan dua kali perayaan semacam
itu. Yang pertamaka kali yaitu pada Che-sie (tanggal 4 bulan 1)
sampai tanggal 23 bulan yang itu baru selesai, ini disebut sebagai
perayaan besar. Yang kedua ialah mulau bulan 2 tanggal 18 sampai
dengan tanggal 30 dibulan itu, ini disebut sebagai Siauw Toan Co,
atau perayaan pertemuan kecil, dalam bahasa Tibetnya disebut se
bagai Congtik. Sehabis menerangkan, Jie Ho segera minum teh,
kemudian melanjutkan : "Mereka adalah orang-orang yang datang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
91 dari luar daerah ini, maksud kedatangan mereka kemari untuk
menghadiri Tay Toan Co atau perayaan pertemuan agung guna
mendapat berkah."
"Apakah diantaranya terdapat orang Tionghoa?" Tanya Giok
Lan. "Sangat banyak."
Mendadak Giok Lan mendapat suatu pikiran, ia bermaksud
hendak bertanya kepada Jie Ho perihal Thio Su-siok-nya, mungkin
pemuda ini mengetahuinya. Tapi baru saja ia hendak membuka
mulut, mendadak diluar terdengar ribut-ribut dan tak lama
antaranya tampak masuk banyak orang, sebentar saja bangkubangku yang terdapat didalam warung teh itu sudah penuh semua.
Orang-orang yang baru masuk itu tidak terdiri segolongan orang
saja, diantaranya terdapat Lhama jubah kuning, orang-orang
pribumi dari Tibet, bahkan terdapat orang-orang yang berpakaian
seragam sebagai tentara dari kerajaan Boan, disamping itu juga
terdapat orang-orang Han. Mereka begitu masuk terus berteriakteriak, minta cepat-cepat disediakan Biepa.
Ada seorang Hweeshio, seorang Han, duduk dibagian tengah dari
ruang itu, rupanya dialah yang menjadi pemimpin dari rombongan
itu. Dengan sekali melihat saja Giok Lan telah mengetahui dari
golongan mana mereka itu.
Hweeshio gemuk itu terus memandang kearah Giok Lan sambil
menunjukkan roman curiga. Nona Ciam segera memberi isyarat
kepada Jie Ho supaya berlalu dari situ.
Setelah keluar dari warung teh itu, Jie Ho karena ada urusan jadi
tak dapat menemani Giok Lan terlebih lama. Giok Lan kembali
kehotelnya seorang diri. Pada saat itu matahari telah condong ke
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
92 sebelah barat. Banyak rumah dikota itu telah menyalakan lampu
gantung mereka.
Didalam perjalanan kembali kehotelnya. mendadak dibelakang
Giok Lan terdengar derapan kuda, cepat-cepat nona Ciam
menyingkir kesamping. Terlihat kemudian olehnya bahwa ada lebih
kurang 10 orang penunggang kuda, yang melarikan kuda mereka
dengan cepat sekali, dipimpin oleh seorang Lhama berjubah kuning
Sedang orang-orang yang mengikuti berpakaian seragam tentara,
pakaian tentara kerajaan Boan-ciu. Seperti juga angin cepatnya
mereka menuju keistana Potala.
"Menurut kata Laliat-touw Tay-su. pihak kerajaan Ceng
mengirimkan seorang yang bernama Kie Pak Nian bersama
beberapa bayangkari kelas satu guna melindungi The Ceng Ong
dalam perjalanannya ke Tibet. Kalau tak salah dugaanku. rupanya
barusan lewat adalah mereka." pikir Giok Lan samnbil berkata
Ketika nona Ciam sampai dihotelnya. disitu temyata telah
memasang lampu dan seluruh kamar telah terisi penuh dengan
tamu-tamu yang berasal dari beberapa golongan, ada yang dari
golongan Han, Boan Beng, Hwie, Kiang dan sebagainya. Baru saja
Giok Lan melangkah masuk kedalam hotel itu. mendadak ada yang
panggil: "Ciam Lie Kie Lao-heng, akhimya aku dapat juga
mencarimu." Orang yang memanggil temyata adalah La-sie Pa.
yang membuat hati Ciam Giok Lan jadi agak tercekat.
"Disini banyak orang, baik kita bercakap-cakap didalam kamar."
kata La-sie Pa kemudian dengan suara perlahan.
Kedua orang itu lantas masuk kedalam kamar Giok lan yang
terletak diatas loteng. "Kau mengapa bisa datang kemari ? Mana Cie
Moy-moy" Tanya Giok Lan setelah mengunci pintu kamar.
"Ini semua memang gara-gara Cie Moy-moy. Setelah engkau
pergi. Su-ie Po lantas maki padanya, rupanya Cie Moy-moy sebab
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
93 begitu dimaki, besoknya ia minggat. Aku menyangka ia akan pergi
kemari, maka siang malam aku melakukan perjalanan guna
mengejarnya, sampai akhimya sampai kesini, tapi aku tetap tak
dapat menemui jejaknya. Kemudian ketika aku sampai kemari, dari
keterangan pengusaha hotel ini yang memang sahabatku, aku lantas
menduga bahwa orang yang bernama Lie Kie adalah engkau dan
nyata dugaanku itu tidak meleset."
"Bila demikian Ci Moy-moy pergi kemana ? Mari kita pergi
mencarinya" kata Giok Lan agak cemas.
"Tak usahlah, ia rupanya tidak berada dikota Lhasa. Sedang Suie Po juga turun gunung, aku percaya tak lama lagi beliau pasti akan
berhasil menemui si-anak nakal itu." berkata sampai disini, pemuda
she La ini berhenti sebentar, kemudian sambil tersenyum ia
meneruskan perkaatannya: "Sungguh senang aku bisa bertemu
denganmu disini!??
Ketika mendengar perkataan si-pemuda yang terakhir itu, tanpa
terasa wajah si-nona jadi berubah merah dan segera menundukkan
kepalanya.
Pada saat itu mendadak La-sie Pa berkata dengan sungguhsungguh : "Didalam beberapa hari ini banyak alat-alat negara dari
kerajaan Ceng yang menyamar sebagai rakyat jelata datang kemari.
Pagi tadi aku bertemu dengan Bu-lun-touw, menurut keterangannya kini Cangba Khan Kiauw-cu telah pergi ke Cu-sie di istana
Potala." bercerita sampai disitu Sie Pa berhenti sebentar.
(Cu-sie adalah tempat berdiam Lhama-Lhama yang tinggi
derajatnya. Sedangkan tempat kediaman/rumah berhala LhamaLhama biasa disebut Kuatha dan dinamakan juga sebagai Kuathan)
"Kabarnya Dalai Hok-hud dan Pan-khen Hok-hud (pemimpin
seluruh agama yang ada di Tibet) telah beberapa kali mengadakan
rapat rahasia, mungkin mereka tengah memikirkan cara bagaimana
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
94 menghadapi kami." kata La-sie Pa lagi setelah berdiam beberapa
saat lamanya.
"Tempat apakah Istana Potala itu ?" Tanya Giok Lan.
"Istana Potala adalah sebuah tempat khusus untuk mengurus
soal-soal kenegaraan Tibet, Dalai dan Pan-khen sering berdiam
disitu !"
"Mari aku beri tahu kau sebuah kejadian." kata Giok Lan, lalu ia
menceritakan kejadian-kejadian yang telah dialaminya.
Adapun maksud yang sebenarnya dari La-sie Pa, ialah mencari
Cie Lie Sie dan hendak membantu Cangba Khan dalam pertikaian
antara Agama Merah dan Agama Kuning.
Demikianlah kedua orang itu setelah bercakap-cakap untuk
sesaat lamanya, baru berpisah dan berjanji besok mereka hendak
mengeliling kota Lhasa guna mencari beberapa orang. Adapun
orang-orang yang mereka hendak cari banyak juga, Cie Lie Sie, Thia
Ta Yung, Cu Hwie Jit, Laliat-touw dan masih ada seorang lagi, yaitu
In Hweeshio.
Malam itu, La-sie Pa menginap dirumah kawannya, yaitu orang
dari Agama Merah.
Pada keesokan harinya, adalah Cia-gwce Che-sah (tanggal tiga
bulan satu), ketika Giok Lan mendorong jendela memandang
keluar, tampaklah olehnya bahwa dijalan telah penuh oleh manusia,
ada Ang Kiauw Lhama dan Uy Kiauw Lhama, disamping itu juga
terdapat orang" yang sengaja datang kesitu, seperti dari Koko Nor,
Mongolia, Hwee-kiang, See-kong dan sebagainya, diantara mereka
ada petani, penggembala dan pedagang.
Sebuah kota Lhasa yang kecil telah dibanjiri oleh orang sebanyak
lebih kurang lima laksa jiwa, maka tak heran, di- mana3 tempat
yang tampak hanyalah orang.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
95 Ketika melihat keadaan itu, Giok Lan jadi berpikir: "Mereka
sungguh harus dikasihan, mana mereka tahu bahwa besok pada
hari ketika diadakan perayaan, mungkin akan terjadi suatu
pertumpahan darah!" Selagi nona Ciam berpikir demikian,
mendadak tampak ada serombongan orang yang sedang menuju
keistana Potala. Orang- yang duduk diatas kuda tampaknya pada
lesu dan kebanyakan lengah atau kepala mereka dibalut oleh kain
putih, seperti tentara yang kalah perang. Mereka ini, ternyata
adalah rombongan Eng Seng Piauw Kie yang telah menderita
kekalahan di Jit Goat-san.
Ternyata Eng Seng Piauw Kie setelah menderita kekalahan,
mereka buru-buru pergi ke Tibet, untuk memberitahukan kejadian
itu kepada Kie Pak Nian sekalian minta bantuannya guna
membalaskan sakit hati mereka. Pada waktu itu luka Cie Yen telah
berangsur sembuh dan sudah dapat berjalan. Sedangkan Liok Kang
setelah menderita kekalahan besar, tidak berani ikut lagi, hanya
membawa kedua adiknya yang sedang menderita luka pulang ke
San See. Maka rombongan Eng Seng Piauw Kie kini hanya
berjumlah 11 orang dan ditambah oleh mayat Lu Jut Hai.
Tak lama kemudian, La-sie Pa telah datang. Mereka, Giok Lan
dan Sie Pa, lantas pergi keluar kota untuk mencari orang yang
mereka maksud. Sambil berjalan mereka terus bercakap-cakap. Lasie Pa kemudian secara singkat menceritakan sebab musabab
permusuhan antara agama merah dengan agama kuning.
Ternyata pada permulaan dinasti Beng, adalah seorang Lhama
dari Ceng Hai bernama Cong-khek-pa, dia mendirikan sebuah
Agama baru yang pada mulanya bernama Khek-lu. Tapi karena
Lhama dan Agama Khek-lu ini seluruhnya berpakaian jubah kuning
dan topi kuning, maka akhirnya mereka dipanggil Uy-Kiauw atau
Agama Kuning. Pengaruh Agama Kuning ini semakin lama semakin
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
96 luas, sehingga akhirnya Agama Merah jadi terdesak ke bagian
belakang Tibet.
SeteIah Cong-khek-pa mati, digantikan oleh kedua muridnya,
seorang bernama Dalai Lhama, yang konon kabarnya adalah titisan
dari Dewi Kwan Im; yang seorang lagi bernama Pan-khen Lhama,
menurut cerita Lhama ini adalah titisan dari Kim Kong. Menurut
kepercayaan orang disana, setiap kedua Lhama ini wafat, mereka
pasti akan menitis pula, maka mulai saat itu, Uy Kiauw selalu
dikepalai oleh Dalai dan Pan-khen berdua.
Kian lama pengaruh Agama Kuning ini kian meluas, sebaliknya
dengan Agama Merah, yang semakin merosot pamornya. Ketika
sampai pada saat dimana Kaisar Keng Liak duduk diatas singgasana
kerajaan Beng, waktu itu yang memerintah di Tibet ialah titisan
yang ke-5 dari Dalai Lhama dan titisan yang ke-4 dari Pan-khen
Lhama. Titisan Dalai Lhama kali ini karena masih sangat muda, maka
segala urusan pemerintahan diserahkan kepada Lhama besar Siang
Cieh, yang telah dipercayainya untuk menjadi Tie-pa (orang yang
mewakili Hok-hud atau Buddha hidup untuk mengatur urusan
negara). Lhama besar Siang Cieh ini ternyata seorang pengkhianat,
ia meminta Keng Liak untuk mengirimkan tentara guna
membantunya untuk memberi bantuan kepada Tibet.
Tindakan Siang Cieh ini diketahui oleh Ang Kiauw Kiauw-cu, ia
lantas menentangnya, sehingga kedua pihak timbul suatu
bentrokan, tapi karena kekuasaan Siang Cieh besar, sehingga
akhirnya Cangba Khan jadi agak terdesak.
Bertepatan dengan itu, kedudukan Pan-khen diturunkan


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setingkat. Karena tidak puas, diam-diam Pan-khen Lhama
mengirimkan utusan untuk minta bantuan dari Keng Liak, guna
membantu dirinya menghadapi kekuasaan Siang Cieh. Kejadian itu
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
97 membuat Keng Liak jadi sangat gembira, ia menganggap itulah
kesempatan untuk merembeskan kekuasaannya ke Tibet. Maka ia
lantas menjalankan politik pecah belahnya. Kaisar ini lantas
mengirimkan Teh Ceng Ong sebagai utusan resminya, yang
dilindungi oleh Kie Pak Nian.
Setelah mendengar cerita La-sie Pa, barulah Giok Lan
mengetahui duduk hal yang sebenarnya mengenai permusuhan
antara Agama Merah dan Agama Kuning, serta situasi Tibet pada
saat itu. "Pendiri Ang Kiauw ialah Lian Hoa Seng Tay-su, siapa selalu
menganjurkan perdamaian diantara sesama manusia, tapi Cangba
Khan mengetahui, bahwa menghadapi Siang Cieh tidak dapat
dengan jalan damai!"
Demikianlah, sambil berjalan mereka terus bercakap-cakap,
tanpa merasa mereka telah masuk pula kedalam kota. Mendadak
mereka melihat diantara rombongan orang tengah lari mendatangi
seorang Hweeshio, sungguh mengherankan, orang yang demikian
banyak bagaikan memberi jalan kepada paderi itu.
"Hweshio itu memiliki tenaga dalam yang tinggi, ia memakai
tenaga dalam untuk membuyarkan orang !" kata La-sie Pa perlahan.
"Dia adalah In Hweshio" kata Ciam Giok Lan.
Waktu itu Hweshio tersebut telah lenyap diantara rombongan
orang itu.
"Enci Ciam, aku khawatir terhadap Cangba Khan, seorang diri ia
masuk kedalam mulut harimau, maka bahaya pasti mengancamnya
pada setiap waktu. Bagaimana bila sebentra malam kita pergim ke
Istana Potala guna melihat-lihat keadaan ?" kata La-sie Pa perlahan.
"Baiklah !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
98 Pada malam itu, setelah lewat kentongan ketiga, Ciam Giok Lan
dan La-sie Pa berdua pergi ke Istana Potala sambil membentangkan
Gin-kang mereka. Istana Potala itu dibangun disisi gunung Potala,
istana itu ada 13 tingkat dan kabarnya genting-gentingnya dibuat
dari emas.
Tak lama kemudian kedua orang itu telah sampai didepan istana,
tampak oleh mereka bahwa didalam istana itu terang benderang,
menandakan didalamnya tengah diadakan suatu pesta yang meriah.
Didepan pintu gerbang tampak berdiri serombongan Lhama,
rupanya mereka sedang berdiam disitu.
"Enci Ciam, mari ikut aku !" kata La-sie Pa letelah memandang
sebentar. Kedua orang itu terus mengambil jalan mutar sehingga akhirnya
mereka sampai ditembok belakang dari istana itu.
Giok Lan ketika melihat keadaan tembok itu, tanpa terasa ia jadi
mengerutkan alisnya. Tinggi tembok itu ternyata lebih dari 3000
depa, disitu tidak terdapat jendela ataupun pintu, maka rasanya tak
mungkin rasanya untuk naik keatas. "Mari kita balik lagi kedepan !"
ajak nona ini kemudian.
"Dibagian depan banyak orang, kita tidak dapat memukul
rumput mengejutkan ular!" kata La-sie Pa cepat. Kedua orang ini
lantas memutari tembok belakang itu, tapi mereka tetap tak
menemui jalan untuk naik keatas.
Selagi mereka mencari akal supaya dapat naik keatas, mendadak
tak jauh dari situ, ada sekelompok Lhama yang tengah mendatangi,
sedang Lhama yang berjalan paling muka, yang rupanya telah
melihat Giok Lan dan Sie Pa lantas membentak : "Siapa yang berada
didepan ?!" Tapi belum lagi Lhama itu selesai membentak,
mendadak muncul sebuah bayangan hitam. Bayangan itu begitu
muncul tubuhnya bergerak dengan lincahnya, sedang tangannya
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
99 juga tak ketinggalan digerakkan, dilain saat ke-9 Lhama itu telah
kena ditotok jalan darahnya dan segera jatuh tanpa dapat berkutik
lagi. Sedang bahu Giok Lan dan La-sie Pa mendadak telah ditepak oleh
orang itu. Begitu berpaling La-sie Pa segera memanggil : "Suhu !"
"Jangan ribut, mari ikut aku !" kata orang Itu perlahan. Orang ini
pasti adalah Cu Hwie Jit In-jin, tak disangka aku bisa menjumpainya
disini. Ah! Silat orang ini sungguh sangat liehay, sampaipun kami
tak berasa telah diikuti olehnya."
Dibawah penerangan sang Dewi Malam Giok Lan dapat melihat
tegas wajah Hwie Jit yang agung itu, ditambah pula dengan tiga
baris jenggot yang tumbuh didagunya, sehingga nampaknya sangat
gagah dan bersemangat.
"Ciam Lie-hiap, katanya engkau hendak mencari guruku, nah
inilah orangnya." Demikian La-sie Pa pada nona Ciam Giok Lan
segera menyembah, sambil menangis berkata: "Terimalah hormat
Siauw-lie ini, In-jin!"
Cu Hwie Jit segera membangunkannya, setelah memandangnya
untuk beberapa saat lamanya, baru berkata: "Kau Pasti adalah
Fong-jie, silakan. Sekarang karena keadaan tak mengijinkan, maka
baik kita bicara urusan itu sebentar lagi, mari ikut aku !"
Cu Hwie Jit kemudian memandang keatas tembok, ia segera
menemukan ditembok itu terdapat bagian yang menonjol. "Tunggu
aku disini, aku akan naik keatas." katanya kemudian. Sehabis
berkata demikian, ia segera menggunakan gerakan "Siauw Pit Hoan
Ciang" atau "Menukar telapak merayap ditembok", tubuhnya
bagaikan cicak, kaki dan tangannya dipakai berbareng, begitu
kakinya bertemu dengan bagian yang menonjol dari tembok itu, ia
segera, menjejakkan kakinya, tubuh siapa segera melayang keatas
dan dilain saat telah berhasil mencapai atas tembok itu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
100 La-sie Pa yang melihat bahwa Ciam Giok Lan memanggil
gurunya sebagai In-jin, disamping itu mendengar bahwa Cu Hwie
Jit memanggil nona Ciam sebagai Fong-jie, hatinya jadi sangat
heran, tapi ia tak sempat bertanya.
Dalam pada itu Cu Hwie Jit telah mengulurkan tambangnya, Lasie Pa segera berkata terhadap si-nona: "Kau ikut dirimu dengan
tambang ini, aku akan naik bersamamu !"
Giok Lan yang telah berhasil menjumpai Cu Hwie Jit hatinya jadi
sangat senang, sambil tersenyum ia menjawab : "Baik." Lalu ia
mengikat pinggangnya dengan tambang itu, Hwie Jit segera
menariknya, ketika tubuh nona itu kira-kira tinggal 5 atau 6 meter
dari atas tembok, Hwie Jit lantas menyentak tambang dan dilain
saat tubuh Giok Lan telah berada diatas tembok.
Sedang La-sie Pa tampak masih terus merayap diatas tembok,
setelah merayap sebentar, begitu kakinya bertemu dengan bagian
tembok yang agak menonjol, ia segera menjejakkan sepasang
kakinya sambil menggunakan gerakan "It Hoo Ciong Thian" atau
"Bango menerjang keangkasa raya", kemudian jatuh kembali
dibagian tembok yang menonjol dan kembali ia menjejakkan
kakinya, demikianlah perbuatannya itu diulangi sampai 5 kali,
sehingga akhirnya ia juga dapat mencapai atas tembok.
Diam-diam Hwie Jit kagumi kepandaian pemuda ini. Kepandaian
yang digunakan oleh La-sie Pa tadi adalah hasil daripada keuletan
belajar dibawah asuhan yang teliti dari Ho Sim Leng, walau tidak
lama, tapi pemuda ini telah memperoleh kemajuan yang amat pesat.
"Thio Tay-hiap dan Laliat-touw Su-tee masuk dari depan istana,
maksud kedatangan kami kemari ialah untuk menolong Cangba
Khan." kata Hwie Jit sambil merayap keatas genting istana.
"Kenapa Cangba Khan Kiauw-cu?" tanya Sie Pa cepat.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
101 "Dia telah kena ditangkap oleh Eng Jiauw-sun dan ditahan
didalam kamar rahasia, kabarnya tak lama lagi ia akan dibawa ke
Pakkhia." menerangkan Hwie Jit.
"Mungkin ia telah bentrok dengan Agama Merah, betulkah ?"
tanya Giok Lan.
"Betul, itulah sebabnya kami hendak menolongnya, mengenai
urusan In Hweshio baik kita kebelakangkan dulu !" Hwie Jit bilang.
"In Su-siok juga berada disini !" kata Giok Lan cepat.
Perkataan itu membuat Hwie Jit jadi sangat terkejut, segera
bertanya: "Bukankah ia berada di Bengkah sedang menangkap
merak ?"
Secara ringkas Giok Lan menerangkan yang pernah dilihatnya.
"Jangan bersuara!" kata Hwie Jit mendadak.
Tampak kemudian dibawah penerangan lampu yang terdapat
disana-sini, maklum di istana itu tengah diadakan pesta. Hwie Jit
segera menepuk sebuah genting emas, yang disusul dengan
terbukanya sebuah lubang untuk turun. Ternyata dulu Hwie Jit
pernah ikut gurunya dan menjadi tamu terhormat dari Dalai dan
Pan-khen Lhama, karenanya ia jadi mengetahui adanya jalan
rahasia ini.
Ketiga orang ini lantas memandang kebawah, ternyata kamar
yang ada dibawah mereka adalah sebuah ruang penyimpan kitab,
disitu ada 2 orang Lhama yang sedang main catur, disamping
mereka berdiri kira-kira sepuluh orang Lhama, mereka rupanya
tengah menonton permainan catur lawannya, mungkin sedang
asyiknya, mereka jadi tidak mendengar suara yang keluar dari
ketukan Hwie Jit tadi.
"Mari kita turun !" ajak Hwie Jit.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
102 Ketiga orang itu segera melompat turun dan jatuh di lantai tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun. Kemudian mereka mengendapendap keluar dari ruang kamar itu, tanpa disadari oleh sekalian
Lhama itu. Ini tak heran, sebab bukan saja kamar itu lebar tapi
penerangannya tidak cukup dan disamping itu perhatian sekalian
Lhama itu rupanya dicurahkan seluruhnya kepapan Tio-kie atau
catur itu.
Dengan mudahnya ketiga orang itu berhasil mencapai tingkat
loteng yang kedua belas dan akhimya tanpa susah payah mereka
sampai di loteng tingkat yang kedelapan.
"Ditingkat ini ada kawan kita, mereka akan menyambut kita dari
dalam!" kata Hwie Jit perlahan. Ketiga orang itu segera memandang
kedalam kamar, terlihat oleh mereka disitu terdapat sekelompok
Lhama, tanpa bersuara, tubuh Hwie Jit berkelebat dan dengan
kecepatan luar biasa serta dengan kelincahan tubuh, sebentar saja,
belasan Lhama yang berada disitu telah berhasil ditotoknya, yang
membuat mereka jadi terkulai jatuh dan tak dapat berkutik lagi.
Hwie Jit mencengkeram salah seorang diantaranya, kemudian
bertanya perlahan sambil menggunakan bahasa Tibet: "Bila engkau
masih menyayangi jiwamu, lekas bawa aku ke Bun Cu Yan!"
Tapi Lhama itu hanya memandang padanya tanpa berkata.
Keadaan itu membuat Hwie Jit jadi sangat marah, bermula ia totok
dulu urat gagu Lhama itu, kemudian baru menepuk bahunya
dengan perlahan, yang membuat Lhama itu saking kesakitan jadi
mengeluarkan keringat dingin. Baru pada saat itu ia insyaf akan
keliehayan orang, segera menunjuk kedepan. Sambil menuntun
Lhama itu, Hwie Jit terus maju kedepan. Tak lama kemudian
mereka sampai didepan sebuah ruang besar atau Yan, yang diatas
pintu ruang itu tertulis tiga buah huruf besar: "Bun Cu Yan",
ditengah ruang itu terukir sebuah lukisan patung dari Bun Cu
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
103 Pouw-sat. Dikedua sisinya tertera tulisan-tulisan yang
menceritakan riwayat Bun Cu Pouw-sat, ukiran-ukiran mana dibuat
demikian halus dan teliti. Tanpa terasa Giok Lan jadi memujinya.
Hwie Jit dengan menggunakan tangan kirinya mendorong pintu
kamar itu, yang ternyata tidak dikunci. Didalamnya tampak gelap,
Hwie Jit kemudian memanggil perlahan : "Sie Ho, aku datang!"
Giok Lan begitu mendengar nama Sie Ho, jadi merasa aneh, tapi
didalam keadaan demikian, ia tidak mau menanyakan sebabnya.
Hwie Jit setelah memanggil nama Sie Ho sampai 2 kali, tapi tetap
tidak ada jawaban, diam-diam ia jadi menyebut celaka, segera
mengeluarkan batu api dan terus diadunya sehingga menimbulkan
cahaya, ketika ia memandang keseluruh ruang itu, seorangpun tiada
disitu. (VII) Adapun Thio Ta Yung dan Laliat-touw yang masuk dari pintu
istana itu, begitu masuk, mereka lantas berpisah dan berjanji akan
bertemu di loteng tingkat ke delapan guna sekalian berkumpul
dengan Hwie Jit. Waktu itu Laliat-touw telah menukar pakaian
dengan jubah kuning, karena ia sering masuk kedalam istana, jadi
mengetahui betul jalan yang terdapat disitu, sehingga sambil
berlenggang-lenggok menyamar sebagai Lhama dari Agama Kuning
terus masuk kedalam istana. Setingkat demi setingkat dilalui
dengan mudahnya tanpa ada orang yang mencurigai dirinya. Ketika
ia sampai ditingkat yang kelima, disitu tampak terang benderang
dan berkumpul banyak orang. Laliat-touw segera bersembunyi
disebuah sudut dan memikirkan cara untuk terus naik sampai
ketingkat yang kedelapan.
Mendadak dibelakangnya terdengar langkah kaki, Laliat-touw
tidak mau memukul rumput mengejutkan ular, ketika ia
menengadah, disebuah liang penglari tergantung sebuah lampu
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
104 besar yang terbuat dari kaca yang agak tebal, ia tahu bahwa lampu
itu hanya digunakan pada hari-hari yang tertentu, dengan demikian
jarang dipakai. Maka ia segera membentangkan ginkang melompat
dan bersembunyi didalam lampu.
Disebelah kemudian terdengar ada seorang berkata: "Hari ini Kie
Toa-ko telah dimaki habis-habisan oleh Ong-yo! Mereka kini tengah
berapat dengan Lhama besar, bila tidak ada hadiah, memerlukan
ketajaman lidah. Sungguh tidak dinyana bahwa kamu dari pihak
Eng Seng Piauw Kie begitu tidak berguna, sehingga jatuh ditangan
Kwan-see Liok An." Yang berkata demikian adalah seorang
Hweeshio, ia adalah seorang bayangkari kelas satu, yang juga
menjadi saudara seperguruan dari Kie Pak Nian, mereka adalah
sama-sama murid murtad dari cabang Siauw Lim. Gelar Hweeshio
itu adalah Goan Kong Hoo-siang.
"Masih ada lagi Cangba Klian dan tiga orang lainnya, mereka
bukan saja berjumlah banyak, tapi rata-rata mereka berkepandaian
tinggi. Kemudian ditambah pula dengan datangnya Thian Ouw Kiehiap Laliat-touw dan Eng Sie Goan, mana dapat kami melawan
mereka?" yang berkata demikiari ternyata adalah salah seorang dari
Eng Siauw Piauw Kie.
"Bagaimana dengan Cangba Khan ?" demikian terdengar Siem
Wie Beng berkata, yang coba mengalihkan pembicaraan.
"Yang pasti kami takkan melepaskannya. Dia adalah salah
seorang yang mencegat rombongan Piauw itu, maka itu harus
dihukum sesuai dengan perbuatannya." kata Goan Kong Hweeshio
sambil tertawa mengejek.
"Bila aku bertemu lagi dengan orang-orang yang pernah
mencegat Piauw, maka akan kuhantam mereka" terdengar Ku
Piauw menimbrung.


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
105 "Setelah terjadi peristiwa di Sam Kee Tiam dan di Got-san,
apakah engkau masih mempunyai muka untuk jadi orang." ejek
Goan Kong Hweeshio.
Mendengar perkataan itu, tanpa terasa wajah si-orang she Ku
berubah menjadi merah, ia segera bungkem. Dalam pada itu Ang
Hoat telah berkata : "Sudahlah, kita tidak usah ribut"
Baru saja si-orang she Ang berkata sampai disitu, mendadak
diluar terdengar orang tertawa aneh, berbareng dengan itu
terdengar ejekan orang: "Memang kalian semuanya gentong nasi,
yang kerjanya selalu menyombongkan diri saja, sedang
melakukannya tidak mampu."
Dibawah penerangan lampu, terlihat ada sebuah bayangan yang
berkelebat, orang yang baru datang itu ternyata adalah Kim Goan
Tiauw atau si-rajawali bermata emas Thio Ta Yung.
"Mari kita menangkap penjahat." teriak 2 orang Sie-wie dengan
suara yang hampir berbareng. Kemudian mereka menerjang Ta
Yung. Melihat terkaman itu, Ta Yung lantas memperdengarkan tertawa
dingin, kemudian mengibaskan sepasang tangannya, berbareng
mana terlihat kedua Sie-wie itu terpental sampai semeter lebih.
"Hanya sebegitu sajakah kepandaian Sie-wie dari keraton?" ejek Ta
Yung. "Siapa kau? Aku selamanya tidak mau membunuh kurcaci yang
tak bernama." bentak Goan Kong dengan marahnya sambil
mencabut sepasang golok.
"Goan Kong Hweeshio, Cay-hee adalah Kim Goan Tiau,
walaupun aku menginsyafi bahwa kepandaianku masih sangat
rendah, tapi aku hendak minta pengajaran dari kamu, para Sie-wie,
Loo-ya!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
106 "Kim Goan Tiauw, hari ini aku hendak membikin kau tahu
kelihayan kami !" teriak Goan Kong Hweshio. Sehabis berteriak
begitu, ia segera menerjang Ta Yung.
Si-orang she-Thio segera mencabut pedangnya, baru saja hendak
menangkis serangan itu, mendadak dari atas melompat turun
seorang Lhama berjubah kuning yang begitu turun terus
mengarahkan pedang panjangnya kearah golok Goan Kong
Hweeshio, yang diakhiri kedua pihak harus mundur sampai semeter
lebih. Dalam pada itu Lhama itu telah menanggalkan pakaiannya,
sehingga kini nampak ia memakai jubah merah dan segera
membentak : "Aku adalah Laliat-touw, salah seorang pencegat di Jie
Goat-san dulu, siapa yang mau maju ?"
"Laliat-touw, sungguh besar nyalimu sehingga berani mencegat
barang antaran kerajaan. Jaga !" Bentak Goan Hweeshio yang
rupanya tak mau kalah. Sehabis membentak demikian, ia segera
menerjang diri Laliat-touw.
Laliat-touw tidak berani memandang ringan lawannya, siapa
cepat-cepat mengegos kesamping, kemudian balas menyerang.
Dengan demikian diantara kedua orang itu terjadi suatu perang
tanding yang seruh.
Kala itu Tan Cie Yen sambil menggenggam sepotong Kim Liong
Jiauw (sepotong lagi masih tertinggal di Jie Goat-san) terus
menerjang ke diri Ta Yung. Sehingga didalam ruang itu terjadi
suatu pertempuran dahsyat yang dilakukan oleh 2 pasang orang,
mereka saling berusaha untuk membunuh lawan masing-masing.
Didalam waktu singkat, 5-6 jurus telah dilalui.
Tan Cie Yen setelah bertempur 60 jurus, mendadak kepalanya
pusing dan matanya berkunang-kunang, maklum ia baru sembuh
dari lukanya, maka cepat-cepat ia berteriak: "Kemari Siem Jie-ko !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
107 Pada saat itu Kim Goan Tiauw telah menggunakan tipu "Hong Cian
Lok Hoa" atau "Gulungan angin membikin rontok daun",
nampaknya tak lama lagi jiwa Cie Yen melayang dibawah pedang
Ta Yung. Sambil mengiakan, Wie Beng segera menceburkan diri kedalam
medan pertempuran dan langsung mengarahkan Poan Koan Pitnya
kejalan darah Pie Cin Hiat-nya Ta Yung. Kemudian terdengar suara
"Traangg", berbareng dengan itu dari atas melompat turun sebuah
bayangan orang yang begitu turun lantas membentak, halus suara
bentakan itu: "Tak malu 2 orang mengerubuti seorang !" Orang itu
ternyata adalah Ciam Giok Lan. Ia disuruh Hwie Jit untuk mencari
Sie Ho di loteng sebelah bawah.
"Kim Liong Sin Jiauw, aku tak mau membunuhmu, lekas Pergi!"
bentak Ta Yung kemudian.
Tan Cie Yen setelah menderita kekalahan, kini datang lagi
kekalahan baru, maka ia merasa sangat malu, maka akhimya
dengan suara keras ia berkata: "Siem Jie-ko, mulai dari saat ini aku
serahkan pimpinan Eng Seng Piauw Kie kepadamu." Sehabis
berkata demikian, Cie Yen segera turun ke bawah loteng dan dilain
saat tubuhnya telah lenyap dari pandangan orang banyak.
Perbuatan Cie Yen itu bukan jadi membuat orang-orang dari Eng
Seng Piauw Kie jadi terperanjat, tapi juga berada diluar dugaan para
Sie-wie. Siem Wie Beng yang hendak mendapat pahala, segera meneriaki
kawannya: "Saudara-saudara dari Piauw Kie, inilah saatnya untuk
kita mendirikan jasa !"
Ang Hoat, Ku Piauw dan lain-lainnya ketika mendengar
perkataan "jasa", hati mereka jadi tergerak, maka tanpa
menghiraukan aturan dari kalangan Kang-ouw lagi mereka maju
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
108 dengan serentak, mengerubuti Ta Yung. Tapi si-orang she Thio
tidak menjadi gentar karenanya.
Dalam pada itu Goan Kong Hoo-siang telah meneriaki para Siewie: "Kalian mengapa berdiam disitu saja, apakah hendak
menunggu perintah dari Ong-ya dulu baru turun tangan ?"
Para Sie-wie ketika mendengar perkataan "Ong-ya", dengan
serentak mereka menerjang Laliat-touw.
Laliat-touw sebaliknya dari gentar malah tertawa besar,
kemudian berkata: "Memang seharusnya begitu, ini baru
menyerupai dengan sifat kalian, yang suka menghina yang sedikit
dengan mengandalkan jumlah banyak!"
Kemudian didalam ruang loteng itu terjadi suatu pertempuran
yang tak seimbang, jumlah banyak mengerubuti yang sedikit.
Dilain ruang, yaitu ruang dari tingkat yang keenam dari istana,
terdapat The Ceng Ong dan Siang Cieh yang sedang berunding.
Mereka berbicara dengan sungguh-sungguh, entah masalah apa
yang tengah dibicarakannya. Tapi mendadak pembicaraan itu
terhalang dengan adanya suara ribut-ribut diloteng tingkat yang
kelima, Ceng Ong segera berkata kepada Pak Nian: "Kie Tong-tay,
coba kau turun kebawah apa yang sedang terjadi disana?"
Sehabis mengiakan, tubuh Pak Nian segera berkelebat dan dilain
saat telah lenyap dari ruang itu.
Sedangkan pertempuran di loteng tingkat yang kelima masih
berlangsung terus dengan serah dan kalut Ciam Giok Lan yang
melawan Wie Beng, walaupun telah berjalan kira-kira 60 jurus, tapi
belum diketahui siapa yang dapat memperoleh kemenangan. Pada
suatu ketika mendadak Giok Lan membentang Bu Liang Kiam Hoat
nya, menyerang dengan seranga berantai, yang diarahkan kebagian
tenggorokan, bahu dan dada Wie Beng. Tapi Wie Beng juga
bukannya seorang yang lemah, sambil berteriak, "Bagus!" ia
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
109 majukan sedikit Poan Koan Pitnya, berbareng dengan itu tubuhnya
segera berkelebat. Malah kemudian balas menyerang dengan
menggunakan "Thiat Kie To Cu" atau "Pedati besi yang menonjol"
Poan Koan Pitnya diarahkan ke jalan darah Tay Yang Hiatnya Giok
Lan. Giok Lan cepat-cepat menarik kembali pedangnya, kemudian
setelah berhasil mengegoskan serangan Wie Beng, sambil
menggunakan gerakan "Tok Pek Hoa San" atau "Membelah gunung
Hoa dengan tangan tunggal", pedangnya dari atas terus disabetkan
kebawah. Wie Beng tidak menyangka bahwa lawannya dapat
merubah serangan dengan demikian cepat, yang memaksa ia harus
mandekkan tubuh, guna menghindari ujung pedang lawan. Tidak
sangka bahwa Giok Lan telah berhasil mendekati tubuhnya, yang
segera mengirimkan pukulan dari telapak tangan kirinya, maka tak
ampun lagi si-orang she Siem ini jadi kena dihantam, namun dasar
ia seorang kosen, masih dapat ia melompat keluar kalangan.
Giok Lan yang melihat serangannya berhasil, tidak mau memberi
hati, segera mengejar. Pada saat itu sekonyong-konyong Siem Wie
Beng menggerakkan tangannya dan membentak:
"Jaga!"
Giok Lan yang pada saat itu telah dekat dengan tubuh si-orang
she Siem, mendadak dirinya disamber oleh 6 buah peluru cepatcepat ia sabetkan pedangnya kesana-kemari, sehingga ke-6 peluru
itu jadi terpental keempat penjuru dan meledak.
Baru saja Giok Lan berhenti lagi2 6 buah peluru mnyambar
kedirinya, 3 buah menyambar lebih dulu dan kemudian menyusul 3
buah lagi. Didalam terkejutnya, nona Ciam masih sempat
menghalau tiga buah peluru yang berada di bagian muka, tapi tak
keburu untuknya guna menangkis 3 buah yang Iainnya. Maka cepatcepat ia mandekkan tubuhnya, dengan demikian ia dapat
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
110 membiarkan lewat 2 peluru lagi, sisanya yang sebuah kena
menyentuh bahunya dan meledak.
Giok Lan segera merasa bahunya jadi sangat nyeri dan bagian
baju yang berada disitu jadi koyak.
"Rupanya engkau belum tahu keliehayanku ?!" ejek Wie Beng
sambil tertawa berkakahan. Sehabis mengejek demikian, Poan Koan
Pitnya dimajukan lagi, menyerang kekiri dan kanan tubuh Giok Lan
didalam waktu yang hampir bersamaan.
Giok Lan cepat-cepat menggunakan gerakan "Lee Hee Ta Teng"
atau "Ikan gabus meletik", melompat kebelakang. Kemudian
bentaknya: "Lihat pedang!", sambil menggunakan gaya "Peh In
Cang Kouw" atau "Awan putih membuat anjing", dengan begitu
nona Ciam jadi berhasil mematahkan serangan lawan. Diantara
mereka segera terjadi suatu pertempuran dahsyat dan posisi
mereka masih sama kuat. Hanya karena pada saat itu bahu Giok Lan
telah terluka, sehingga setelah pertempuran berjalan sepuluh jurus
lagi, permainannya tampak jadi sangat kalut.
Dilain pihak Ta Yung juga dikerubuti oleh Ang Hoat, Ku Piauw,
Thio Pa, Ciak Kim Tong, Tang Eng Ho, Cian Jut Piauw enam Piauwsu kenamaan, tapi karena ke-6 Piauw-su itu sebagian besar baru
sembuh dari luka, maka walau mereka berjumlah banyak, tapi tak
berdaya menghadapi Bu Liang Kiam Hoat-nya Ta Yung. Malah tak
lama kemudian terdengar Thio Pa berteriak, jatuh dan tak bangun
lagi. Dikelompok lain Laliat-touw sedang seru-serunya bertempur
dengan Goan Kong Hweeshio ditambah dengan 7 Sie-wie
kenamaan. Walaupun Thiat Ouw Kiam Hoatnya Laliat-touw sangat
hebat, tapi didalam waktu singkat ia tak dapat menjatuhkan
lawannya dan begitu pula sebaliknya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
111 Dari luar mendadak tampak masuk Jie Ho, begitu melihat Giok
Lan yang dalam keadaan luka sedang bertempur dengan Siem Wie
Beng, ia jadi sangat terperanjat dan berteriak: "Saudara Ciam, Jie
Ho datang!" sehabis membentak begitu, sambil membawa cambuk
gembala kambingnya ia hendak menerjang kearah Wie Beng, tapi
telah keburu dicegah oleh Ta Yung : "Ji Ho, lekas kau bantu
Susiokmu, Siauw-cu dari Piauw Kie ini biar serahka padaku !"
Memang tetap gelaran Ta Yung sebagai Kim Goan Tiauw atau sirajawali bermata emas, ia mempunyai penglihatan yang tajam,
walaupun didalam tempat gelap ia masih dapat mengenali benda
jarum dan sebangsanya, tak usah dikata lagi senjata gelap. Amgie
atau senjata gelap yang bagaimana juga takkan lolos dari
pandangannya. Tadi ketika ia melihat Wie Beng secara pengecut
melukai orang dengan amgie, ia jadi sangat benci dan bermaksud
menamatkan riwayat orang keji itu.
Waktu itu Kim Goan Tiauw yang masih dikerubuti olek ke-5
Piawsu, memainkan pedangnya dengan sedemikian rupa dan tak
lama kemudian terlihat Ciak Kim Tong dan Cian Jut Piauw telah
kena tertusuk dan jatuh. Dalam pada itu Ta Yung telah membentak:
"Sekalian Siauw-cu dari Eng Seng Piauw Kie dengarlah. Kami, orang
gagah dari Bu Liang, Thian Ouw dan Thian Ouw telah berkumpul
disini semua. Maksud kedatangan kami kemari ialah hendak
membikin perhitungan dengan Kie Pak Nian dan sekali-kali kami
tidak bermaksud untuk menyusahkan kalian. Maka siapa yang
cerdik, lekas berlalu dari sini."
Perkataan itu membuat hati Ang Hoat, Ku Piauw, Tang Eng Ho
jadi tergerak. Sebab mereka melihat bahwa selain Cong Piauw
Tauw-nya telah berlalu, Thio Pa telah menjadi seorang yang cacat,
Ciak dan Cian berdiam telah menderita luka parah, disamping itu
mereka menampak para Sie-wie selalu membuat kelompok sendiri.
Maka akhirnya tanpa berkata suatu apa, mereka membalikkan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
112 tubuh dan berlalu dari situ dan Siem Wie Beng tak dapat mencegah
kepergian ketiga orang itu.
Ta Yung tidak mengejarnya, hanya terus menghampiri Wie Beng
seraya membentak: "Sin Tan Poan Koan, namamu ternyata kosong
belaka dan engkau juga seorang yang pengecut, nah sambutlah
seranganku ini!"
"Aku hendak adu jiwa denganmu !" Bentak Wie Beng. Dengan
begitu kini diantara kedua orang itu terjadi suatu pertempuran
hebat. Sedang Ciam Giok Lan telah mundur kebelakang untuk
mengobati lukanya.
Laliat-touw setelah mendapat bantuan dari Jie Ho, bebannya jadi
agak ringan, ia segera membentangkan ilmu "Nu Kang Cap Pe Co",
pedangnya dengan hebat dan cepat berkelebat kesana kemari. Goan
Kong Hoo-siang yang hendak mendapat pahala, pada suatu ketika
ia menyerang dengan menggunakan "Siang Liong Cut Hai" atau
"Sepasang ular naga keluar dari lautan", inilah suatu serangan yang
paling diandalkannya seumur hidupnya. Sepasang goloknya
digerakan demikian rupa, sehingga golok yang satu menyerang
kebagian bahu dan golok yang lainnya menyerang kebagian
pinggang. Melihat itu, Laliat-touw hanya memperdengarkan tertawa
dinginnya, lalu mengangkat sedikit ujung pedangnya, berbareng
dengan itu ia membentangkan ke-5 jari tangannya, dan terus
menotok kejalan darah yang penting dari tubuh Goan Kong
Hweeshio. Goan Kong Hoo-siang ketika melihat datangnya serangan
dahsyat ini, hendak menarik kembali serangannya sudah tidak
keburu, maka cepat-cepat ia melompat mundur. Baru saja ia berdiri
tetap, tapi bayangan Laliat-touw telah berkelebaL di- aepannya,
yang lagi2 memaksa paderi itu harus mundur. Ketiga Sie-wie ketika
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

113 melihat kawannya kena didesak, lantas mengurus diri Laliat-touw
sambil menyerang dengan bergantian, tapi mereka tetap tak dapat
menjatuhkan Laliat-touw.
Dipihak sana Jie Ho dengan menggunakan cambuk gembala
kambingnya melawan tiga orang musuh, walaupun per- mainannya
cukup bagus, tapi kepandaiannya masih terbatas, sehingga
nampaknya ia akan kena dijatuhkan oleh lawannya.
"Jie Ho, kubantu kau !" teriak Giok Lan. Ternyata luka nona Ciam
tidak parah, setelah membalutnya, ia merasa tak ada apa-apa yang
harus dikhawatirkan pula. Sambil mainkan pedang panjangnya,
nona ini menceburkan diri kedalam gelanggang pertempuran.
Dengan demikian pertempuran didalam gelanggang itu, 2 lawan 3,
jadi berimbang.
Bertepatan dengan itu, mendadak melompat turun Kie Pak Nian,
yang begitu turun, lantas menyapukan matanya keempat penjuru.
"Orang gagah dari manakah yang berani mengacau ditempat suci
ini?" Bentaknya kemudian.
"Aku Laliat-touw, kau apakan Cangba Khan ? Lekas katakan !"
"Apakah kamu hendak merampas persakitan
pengawasanku?" kata Pak Nian lagi sambil mengejek.
dibawah Dalam pada itu Wie Beng telah berteriak: "Dia adalah salah
seorang yang ikut merampas Piauw !" baru saja habis si-orang she
Siem berkata, dirinya telah diserang Ta Yung dan berbareng
terdengar suara "Pok, pok", ternyata bahu kanan dan kiri Wie Beng
telah tertusuk, yang membuatnya mau atau tidak harus melompat
mundur kebelakang. Begitu menjejakkan kembali kakinya ditanah,
orang she Siem ini segera menggerakkan tangannya, berbareng
mana terlihat terbang melayang 9 buah peluru. Ternyata Wie Beng
hendak memakai sistim dari kekalahan mmeperoleh kemenangan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
114 "Ilmu picisan begini masih berani diperlihatkan dihadapanku !"
ejek Ta Yung. Kemudian ia menggerakkan sepasang telapak
tangannya, yang membuat 6 buah peluru itu jadi balik asal, sedang
3 peluru lagi telah kena ditangkapnya.
"Terima kasih atas pemberianmu yang amat berharga ini, Sin
Tan Poan Koan!" kata Ta Yung sambil memasukkan ketiga peluru
itu kedalam kantong senjata gelapnya sendiri. Sedangkan ke-6
peluru yang telah kena dipukul balik itu langsung menuju ke-6 jalan
darah penting dari pemiliknya sendiri.
Siem Wie Beng walaupun seorang yang amat pandai melepaskan
senjata gelap, tapi ia tidak begitu bisa untuk mengegoskannya,
sebab gerak tubuhnya yang tidak begitu lincah. Maka tak heran,
begitu melihat peluru itu balik menyerang dirinya, ia jadi berteriak
kaget, nampak tak lama lagi Wie Beng pasti terkena diserang oleh
pelurunya sendiri. Tapi mendadak berkelebat sebuah bayangan
hitam, yang telah berhasil memukul jatuh ke-6 peluru tersebut,
orang itu adalah Kie Pak Nian. Dengan demikian pula Wie Beng jadi
terhindar dari bahaya.
Bertepatan dengan itu, disebelah belakang mendadak terdengar
orang berteriak menyedihkan, ketika Pak Nian berpaling, terlihatlah
olehnya bahwa seorang Sie-wie yang bernama Tang Eg Pang telah
kena dilukai oleh Laliat-touw. Ternyata si-orang she Tang yang
tidak mengetahui keliehayan lawan, seorang diri ia berani
bertempur dengan Laliat-touw, tapi didalam waktu yang amat
singkat ia telah kena dilukai oleh pedang Lhama dari Agama Merah
itu. "Berhenti! Aku ada perkataan yang hendak diucapkan disini."
kata Pak Nian kemudian dengan congkaknya.
Dalam pada itu Laliat-tomv juga segera berteriak: "Jie Ho dan
Ciam Lie-hiap, harap berhenti dulu !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
115 Maka kini kedua belah pihak jadi berhadap-hadapan satu sama
lain. "Memang aku bermaksud hendak mencari kalian. Tapi tidak
sangka kalian berani datang kemari, maka kini jangan harap kalian
berlalu dari sini dengan begitu saja!"
"Hai orang she Kie, lekas lepaskan Cangba Khan, setelah itu kami
juga takkan menarik panjang urusan ini." bentak Laliat-touw.
Dalam pada itu Thio Ta Yung turut membentak : "Pak Nian
dengarlah, dulu kau telah menghasut In Hweeshio, sehingga
akhirnya si-murid murtad itu jadi menghianati partainya. Maka kini
lekas kau serahkan In Hweeshio, bila tidak, hmmmm."
Mendengar ancaman itu, Pak Nian jadi tertawa besar, kemudian
berkata: "Sungguh lucu, setelah merampas barang pemerintah,
masih berani datang kemari untuk minta orang lagi !" ejek Kie Pak
Nian. Baru saja si-orang she Kie habis berkata, Kim Goan Tiauw yang
bermata tajam segera berteriak: "Nah itu dia In Hweeshio !"
Ketika orang banyak memandang kearah yang ditunjuk oleh Ta
Yung, mereka melihat ada sebuah bayangan berkelebat, cepat
gerakan bayangan itu, sebentar saja telah lenyap dari pandangan
orang banyak.
"Hendak lari kemana kau murid murtad!" bentak Ta Yung.
Sehabis membentak demikian, ia segera mengejarnya. Tapi telah
kena dihalangi oleh sepasang tangan Kie Pak Nian, yang sambil
diam-diam mengerahkan tenaga dalamnya. "Kau hendak lari
kemana, Kim Goan Tiauw ?" Bentaknya kemudian, sambil
memukulkan sepasang tangannya kearah Ta Yung.
Si-orang she Thio segera mengibaskan kedua telapak tangannya,
dengan demikian kedua angin pukulan itu jadi bentrok, yang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
116 membuat Ta Yung jadi mundur 3 sampai 4 langkah kebelakang. Tak
terkecuali dengan Pak Nian, tubuhnya oleng tak menentu, bagaikan
hendak rubuh.
"Nanti setelah aku berhasil menangkap murid murtad itu, baru
melayanimu." kata Ta Yung kemudian kearah Pak Nian, setelah itu
ia segera membentangkan Ginkangnya untuk berlalu dari situ. Tapi
Ang Tiauw Hwie dan Ang Tiauw Nian, yang juga menjadi
bayangkari, dengan secara berani mati mencegatnya sambil
membentak: "Kau hendak lari kemana, bangsat ?!"
Ta Yung tidak menjawab, ia kembali menggerakkan sepasang
tangannya, yang membuat kedua saudara Ang itu jadi mundur
sampai 10 langkah lebih dan kemudian jatuh terguling.
(Bersambung)
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
117 Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
0 PENDEKAR-PENDEKAR
DATARAN TINGGI
(Ko Goan Kie Hiap)
Dituturkan oleh : tong hong
CETAKAN PERTAMA
U.P. MERAPI 1961
JAKARTA Image Sources : Awie Dermawan
Rewrite/Edited : yoza
EYD-Version @ August, 2018, Kolektor E-Book
Dituturkan oleh : Tong Hong
Jilid ke 3
K IE PAK NIAN ketika melihat orang-orang bawahannya begitu
tidak berguna, hatinya jadi mendongkol dan marah sekali,
segera membentak: "Saudara, mari kita tangkap bangsat
perampas Piauw !" Sehabis membentak, ia segera menerjang
kerombongan musuh, yang diikuti oleh Goan Kong Hweeshio dan
lain-lainnya.
Dipihak Laliat-touw juga tidak tinggal diam, mereka sambut
lawan-lawannya dengan gigihnya.
Giok Lan sambil bertempur sambil mengharapkan supaya Cu
Hwie Jit dan La-sie Pa lekas datang kesitu, tapi yang ditunggu tak
kunjung datang, yang membuat ia jadi agak cemas. "Mungkinkah
ada kejadian yang diluar dugaan yang menimpah diri mereka?"
Pikir Giok Lan. Sehabis berpikir demikian, nona ini segera berteriak:
"Laliat-touw Tay-su, tolong lindungi aku!"
Laliat-touw yang mengetahui akan maksud nona Ciam ini,
segera berkata: "Lekas kau cari mereka!" Sehabis berkata demikian,
ia mainkan pedangnya demikian rupa, membuat sebuah jalan
darah, guna melindungi Giok Lan maju kedepan. Selagi Kie Pak Nian
hendak mengejar, tiba-tiba didepan mereka mendatangi seorang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
1 Lhama yang membawa sebuah Sian-thiang besar, orang itu tak lain
daripada Siang Cieh. Melihat ini Pak Nian jadi sangat girang dan
berkata: "Siang Cieh Toa Lhama, tolong kau beresi Siauw-cu itu!"
Tanpa berkata suatu apa Giok Lan sudah segera menyerang
Lhama itu dengan menggunakan gaya "Ngo Houw Sin Yo" atau
"Macan lapar menangkap kambing". Tapi kepandaian Siang Cieh
jauh lebih tinggi dari kepandaian si-nona. Sambil memiringkan
sedikit tubuhnya, guna memberi lewat serangan nona itu,
membarengi menyerang dengan Sian-thiang yang disertai oleh
suatu tenaga yang membesar, memaksa nona Ciam harus mundur
kebelakang. Tapi Siang Cieh rupanya tidak mau memberi hati, siapa
sudah lantas menyusulkan serangan yang berikutnya, yang lagi-lagi
memaksa Giok Lan mundur, dengan demikian keadaan si-nona jadi
sangat berbahaya.
Didalam keadaan kritis ini, mendadak di tangga loteng terdengar
orang membentak: "Aku mendatangi !" Baru saja suara itu habis
diucapkan, telah terlihat ada sebuah bayangan yang berkelebat
disitu. Bayangan itu ternyata adalah Cu Hwie Jit. Baru saja Hwie Jit
berhasil berdiri tetap, mendadak ada sebuah Sian-thiang yang
memukul kepalanya. Tapi orang she Cu ini tidak mengegoskan
serangan itu, malah kedua tangannya dicengkeramkan kebagian
perut lawan seraya mengerahkan tenaga dalamnya. Dilain saat
tubuh Siang Cieh yang tinggi besar itu telah kena diangkatnya dan
terus dibanting, yang membuat Siang Cieh jadi tujuh keliling, untuk
sesaat lamanya ia masih belum dapat bangun. Kejadian itu
membuat orang banyak jadi terbengong-bengong, saking heran dan
takjubnya.
Dalam pada itu Cu Hwie Jit telah membentak: "Kie Pak Nian,
kemari kau !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
2 Hati Pak Nian pada saat itu agak bimbang, sebab tidak ia sangka
bahwa Hwie Jit bisa datang pada waktu yang demikian, bila dilihat
dari rupanya, si-orang she Cu ini mesti sehaluan dengan La, Thio
dan lainnya.
"Bagaimana ? Apakah Kie Tong-tay tidak berani menemui aku
si-orang tua ?" kata Cu Hwie Jit sambil tersenyum mengejek.
Sambil tertawa berkakakan Kie Pak Nian melompat naik, lalu
sambil memberi hormat berkata: "Cu Hwie Jit, sudah lama kita tidak
berjumpa. Aku kira engkau masih tetap berdiam di Kun Lun San
untuk menjadi "babu susu", tak kusangka bahwa hari ini engkau
bisa datang kemari!"
"Tugasku kini telah selesai, maka lantas mencarimu guna
membikin perhitungan." kata Hwie Jit sambil membalas hormat
orang. Sehabis berkata demikian, segera membesarkan matanya
dan membentak: "Dendam 20 tahun yang lalu biar bagaimana
harus dibalas. Tapi, bila kini engkau mau melepaskan Cangba Khan
adn Jie Ho, aku akan melupakan dendam itu."
"Hmmm, kau omong seenakmu saja!" Ejek Pak Nian.
"Apakah engkau masih hendak bertempur lagi denganku ?"
tanya Hwie Jit.
"Betul." Jawab Pak Nian sombong.
Hwie Jit tidak berkata lagi, hanya memandang kesekelilingnya,
terlihat olehnya bahwa kala itu Laliat-touw belum bisa melepaskan
diri dari kurungan musuh dan disamping itu Ciam Giok Lan kini
sedang mengobati lukanya. Maka bila mereka hendak
menembuskan kurungan lawan, harus menangkap salah seorang
pemimpin mereka. "Aku memerlukan Pak Nian untuk
menyelamatkan jiwa rombonganku." pikir Hwie Jit. Sehabis
berpikir demikian, Hwie Jit segera mencabut pedangnya dan
membentak: "Hai orang she Kie, mulailah !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
3 Ketika itu Pak Nian juga telah mencabut Hui Hong Kiam atau
pedang burung cendrawasihnya, kemudian dikibas-kibasnya.
Pada saat itu, sambil tertawa dingin Hwie Jit telah berkata lagi:
"Kie Pak Nian, rupanya engkau masih mengandalkan Hui Hong
Kiammu itu mencari makan. Mari, mari! Aku akan menyambuti
seranganmu itu dengan tangan kosong. Orang lain boleh takut
terhadap pedangmu itu, tapi aku tidak!" Sehabis berkata demikian,
Hwie Jit memasukkan pedangnya kedalam sarungnya.
Diejek begitu Pak Nian jadi sangat marah dan membentak :
"Kusir tua, baik aku mengadu kepalan denganmu !" Kemudian
iapun menyarungkan pedangnya dan mulai memajukan kepalannya
menyerang kedada Hwie Jit.
Cu Hwie Jit tidak mengegoskan serangan itu, hanya
menyilangkan tangannya, maksudnya ialah hendak menyambuti
kekerasan dengan kekerasan. Kie Pak Nian yang mengetahui
keliehayan gerakan itu, jadi batal menyerang, tubuhnya segera
melesat kepinggir, lalu merubah gerakannya, dengan menggunakan
ilmu pukulan tingkat atas dari Siauw Lim ia kembali menyerang
Hwie Jit. Tapi si-orang she Cu itu juga tidak mau memperlihatkan
kelemahannya. Dengan demikian diantara kedua orang itu terjadi
suatu pertempuran yang dahsyat.
Kala itu mendadak dari tangga loteng terdengar seruan orang
dan berbareng dengan itu terlihat ada 2 orang yang saling kejar.
Yang seorang adalah La-sie Pa dan seorangnya lagi adalah seorang
wanita yang ternyata adalah puterinya The Ceng Ong, yang
bernama The Hwie Cu. Sedang Tlie Ceng Ong yang belum pernah
melihat pertempuran jago-jago dari kalangan Kang-ouw, didorong
oleh perasaan tertariknya, ia jadi berdiri ditangga loteng untuk
menyaksikannya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
4 Dilain pihak pertempuran antara Cu Hwie Jit dengan Kie Pak
Nian telah berlangsung sebanyak 7-80 jurus, tapi masih belum
dapat dipastikan siapa yang akan menang dan siapa yang bakal
kalah. Yang tampak hanyalah 2 bayangan yang berkelebat kesana
kemari dengan cepatnya, sehingga sukar dibedakan mana Cu Hwie
Jit dan mana Pak Nian. Pertempuran masih berlangsung terus,
setelah lewat lagi kira-kira 30 jurus lamanya, mendadak Pak Nian
berhasil mencelat sampai kebelakang Hwie Jit dan terus


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengirimkan sebuah serangan yang hebat yang diarahkan ke bahu
kiri Hwie Jit.
Ketika Hwie Jit hendak mengegoskan serangan itu sudah tidak
keburu, karena sebelum ia berhasil mengegoskan diri bahu kirinya
telah kena dihantam dengan telaknya.
Pak Nian mengira dengan pukulannya itu ia akan berhasil
menewaskan Hwie Jit, tapi tidak sangka, walaupun betul ia berhasil
menghantam pundak kiri lawan, tapi mendadak telapak tangannya.
terasa sakit dan nyeri sekali. Dalam pada itu Hwie Jit juga tak dapat
berdiri tetap, tapi setelah tubuhnya oleng beberapa kali, ia dapat
menguasai keadaan tubuhnya lagi, dengan demikian dirinya jadi tak
sampai terjatuh, hanya dibahu kirinya jadi bengkak.
Kemudian kedua orang itu mencabut pedang masing-masing,
bersiap-siap untuk mulai menyerang. Namun mendadak terlihat
seorang melompat seraya mengempit seseorang, dibelakangnya
tampak mengejar seorang pemuda cakap, yang tak lain daripada
The Hwie Cu, itu puteri The Ceng Ong yang menyamar sebagai lakilaki Sambil mengejar, nona The berteriak "Lekas lepaskan ayahku!"
Sedang orang yang dikejar yang tak lain daripada La-sie Pa, tidak
memperdulikan teriakan nona itu.
"Kalian berhenti, The Ceng Ong berada disini!" bentak La-sie Pa
kemudian. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
5 Kejadian itu berada diluar
dugaan orang banyak tanpa
berjanji mereka serentak berhenti menyerang, beratusratus pasang mata ditujukan
kediri La-sie Pa. Bila pada saat
itu pemuda she La ini hendak
mengambil jiwa The Ceng Ong
akan semudah orang yang
meniup debu. Orang banyak
tidak mengetahui
siapa gerangan pemuda ini, hanya
mengetahui bahwa dia pasti
adalah seorang jago yang
"Kalian berhenti, The Ceng Ong berada disini!" bentak La-sie Pa kemudian.
berkepandaian tinggi dari
kalangan Bu Lim dan yang
nyata kini ialah bahwa The Ceng Ong telah kena ditangkap olehnya.
Wajah Kie Pak Nian jadi berubah pucat-pasi, sedang keringat
dingin tak hentinya mengucur membasahi sekudiur tubuhnya. Tadi
perhatiannya hanya dipusatkan kediri Hwie Jit saja, jadi melupakan
keselamatan The Ceng Ong. Andai kata nanti Ceng Ong mendapat
sesuatu bencana, dirinya sebagai seorang kepala bayangkari atau
Sie-wie Tong-tay juga takkan luput dari hukuman. Maka kemudi m
si-orang she Kie ini sambil membentak menerjang La-sie. Pa,
maksudnya sambil menggempur La-sie Pa terus merebut The Ceng
Ong dari tangan pemuda itu.
Begitu melihat datangnya serangan itu. La-sie Pa segera
mengangkat tangan kirinya guna menyanggah serangan Pak Nian
sedang lengan kanannya terus mengempit The Ceng Ong, malah
diperkencang. Bersamaan waktunya dengan itu, Hwie Jit dapat
bertindak terlebih cepat dari Pak Nian, sambil menubruk Pak Nian,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
6 sepasang telapak tangannya dirapatkan dan terdengar "Buukkkk",
berbareng dengan itu Pak Nian jadi terpental sampai 2 meter
jauhnya, disamping itu Hwie Jit juga terpaksa mundur beberapa
langkah. Laliat-touw, Ciam Giok Lan, Jie Ho segera maju dan masingberdiri dibelakang serta kiri dan kanan La-sie Pa, guna menjaga
supaya para Sie-wie tidak dapat berbuat suatu apa terhadap La-sie
Pa. Begitu kena dikempit, The Ceng Ong jadi kesakitan dan
napasnyapun memburu, dan merintih-rintih minta dikasihani.
"Kie Pak Nian, bila engkau masih mengingini jiwa The Ceng Ong,
kau harus meluluskan dua syarat yang akan kuajukan ini." bentak
La-sie Pa.
Walau dihati Pak Nian sangat cemas, tapi tidak ia tunjukkan
perasaannya itu, malah kemudian balas bertanya:'! "Siapa kau ?"
"Aku adalah seorang Bu Beng Siauw-pwee, tidak usah tahu!" ejek
La-sie Pa.
"Hmmm. Apakah menangkap seorang yang lemah termasuk
salah satu aturan dari kalangan Kang-ouw ?" tanya Pak Nian agak
mendongkol, sebab pertanyaannya yang terdahulu tidak diacuhkan
oleh lawannya.
"Hai orang she Kie, apakah seumur hidupmu engkau juga
menjunjung tinggi aturan dari kalangan Kang-ouw ?" balik tanya
Sie Pa. Ditanya demikian, Pak Nian jadi agak gugup, kemudian ia
memaksakan diri untuk berkata : "Sudahlah, baik kita menyelesaikan dengan prinsip keadilan."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
7 "Hhhh, orang bangsa kamu semuanya yang tahunya
mencelakakan rakyat serta memerasnya, mana tahu keadilan
segala!" ejek La-sie Pa lagi.
Diejek begitu Pak Nian jadi mati kutu. Pikirnia : "Kalau sekarang
aku menerjang dia, andaikata terlebih dahulu Ong-ya telah
dicelakainya, biar aku menangpun tidak berguna." Pada biasanya
Kie Pak Nian adalah seorang banyak tipu muslihatnya, tapi didalam
keadaan demikian, ia jadi habis daya, tak ada jalan lain selain
menyetujui kedua syarat yang akan diajukan oleh lawannya.
Dalam pada itu La-sie Pa telah bertanya: "Bagaimana ?"
"Coba kau sebutkan syaratnya!" kata Pak Nian pada akhirnya.
"Pertama, kau harus melepaskan Cangba Khan dan Jie Ho dan
dikala kami keluar dari keraton ini, engkau tidak boleh coba-coba
untuk menghadang!" berkata sampai disitu La-sie Pa sengaja
berhenti berkata.
Pak Nian yang telah agak gugup sudah lantas bertanya : "Apa
syarat yang kedua?"
"Yang kedua ialah engkau harus mencuci tangan dan tidak boleh
berkelana didalam kalangan Kang-ouw lagi!"
"Itu tak mungkin !" kata Pak Nian cepat ketika mendengar syarat
yang kedua.
The Hwie Cu ketika mendengar Pak Nian coba menolak syarat
kedua yang diajukan oleh lawannya, segera berkata : "Kie Tong-tay,
yang utama harus menolongi ayahku dulu."
"Syarat itu tidak adil, biar kepalaku harus putuspun, takkan mau
aku meluluskan syarat kedua mereka itu, itu berarti melemahkan
posisi kita."
"Apakah engkau hendak melalui sebuah pertempuran yang
menentukan?" sela Cu Hwie Jit.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
8 "Kira-kira begitulah!" kata Pak Nian.
"Bagus, aku akan bikin kau mati dengan mata meram! Begini
saja, sekarang kita tukar The Ceng Ong dengan Cangba Khan dan
Jie Ho, setelah itu kita akan tetap berdiam disini untuk bertempur
dengan kalian sampai 2000 jurus, bagaimana?" Hwie Jit
menambahkan.
"Bila kalian pihakmu yang kalah, harus menuruti syarat yang
telah kuajukan tadi!" timbrung La-sie Pa.
Pak Nian menundukkan kepala tanpa berkata. Andaikata kedua
pihak saling menukar orang, yang pasti adalah dipihak lawan akan
bertambah 2 orang gagah, sedang dipihaknya hanyalah The Ceng
Ong yang tidak bisa silat. Sampai akhirnya Pak Nian memandang
kearah The Ceng Ong, yang telah pingsan didalam kempitan La-sie
Pa. "Bagaimana Pak Nian, kau jangan main ulur waktu, bila engkau
masih tetap tidak mau memutuskan, kami juga tidak akan berlaku
sungkan lagi terhadap The Ceng Ong." kata Hwie Jit.
"Maksud kedatangan kami yang sebenamya kemari ialah untuk
menolong Cangba Khan dan Jie Ho, bila engkau mau meluluskan
Istana Pulau Es 15 Lupus Makhluk Manis Dalam Bis Darah Asmara Gila 1

Cari Blog Ini