Ceritasilat Novel Online

Pusaka Dalam Kuburan 1

Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji Bagian 1


Pusaka Dalam Kuburan 1 Pusaka Dalam Kuburan Diceritakan oleh : Siau Dji Silat Pustaka 1961 Image Sources : Awie Dermawan
Rewrite/Edited : yoza EYD-Version @ August, 2018, Kolektor E-Book
Pusaka Dalam Kuburan 2 Pusaka Dalam Kuburan Oleh : Siau Dji G UNUNG Thian-peng-san yang terletak diwilayah propinsi
Kang-soh dan berdekatan dengan kota Soh-ciu, adalah sebuah
gunung yang tersohor akan keindahan alamnya yang permai.
Walau tidak seindah dan sebesar "Ngo-gak" atau lima gunung
raksasa lainnya, tapi karena letaknya berdekatan dengan laut,
iklimnya sangat sejuk dan nyaman. Maka gunung yang indah
permai itu selalu menjadi tempat pariwisata para pengunjungnya.
Pada waktu itu adalah musim semi, cuaca sangat terang, hawa
udarapun sangat nyaman. Maka berbondong-bondonglah para
pelancong yang mendaki gunung pada hari itu, ada yang dudukduduk, dan ada yang berdiri, pun ada yang berjalan perlahan-lahan
bersenandung sambil menikmati keindahan alam disekitarnya, arus
manusiapun semakin membanjir datang, hingga ramainya susah
dilukiskan. Mendadak dari bawah gunung sana ada tiga orang pengemis
berjalan naik dengan tergesa-gesa.
Ketiga pengemis itu masing-masing mencekal sebuah tongkat
panjangnya kira-kira 4-45 kaki, dipinggangnya masing-masing
tergantung sebuah keranjang rotan, sedang punggungnya
menggemblok tiga helai karung, berpakaian compang-camping.
Mereka berjalan keatas gunung dengan mata celingukan
kekanan-kekiri mengamati para pelancong, bila ada yang
Pusaka Dalam Kuburan 3 membelakangi, mereka tak segan-segan memutar kemuka untuk
dilihat dari dekat. Melihat pakaian mereka yang begitu kotor dan bertingkah laku
kurang ajar, ada pelancong yang berdarah tinggi hendak
memakinya, tapi buru-buru dicegah oleh mereka yang mengetahui
kelihayan ketiga pengemis itu, sebahknya mereka menunjuk sikap
yang menghormat. Agaknya ada apa-apa yang sedang pengemis-pengemis itu cari
diantara pelancong. Meski ketiga pengemis itu mengunjukkan
wajah bengis, tapi hanya memandang saja lantas berlalu, juga tidak
minta sedekah pada para pelancong, dan terus langsung naik keatas
gunung. Tak berapa lama, ketiga pengemis itu sudah sampai di puncak
Thian-peng-san. Setelah mencari suatu tempat yang sepi dan jarang
dikunjungi orang, disitu mereka berkasak-kusuk, kelihatannya ada
sesuatu rahasia yang sedang dirundingkan.
"Lo-ji, Lo-sam, banjingan tengik itu terang tidak didepan gunung
sana, kukira dia sudah menyelundup kebelakang gunung," kata satu
diantaranya yang tinggi besar.
"Betul," kedua pengemis yang lain menyahut berbareng. "Jangan
kita sampai diperdayai tipu muslihatnya, sebaliknya dia enak
mendapatkan hasilnya. Walaupun belum kita ketahui benda apakah
itu? Tetapi kurasa tentu berguna bagi kita. Mari kita lekas pergi!"
Sehabis bicara, sekali bergerak, dengan gesit dalam sekejap mata
saja mereka sudah lari jauh laksana terbang, tongkat ditangan
masing-masing saban-saban diketukkan batu gunung hingga
mengeluarkan suara yang gemerincing dan mengeluarkan bunga
Pusaka Dalam Kuburan 4 api. Maka dari itu dapatlah diketahui bahwa tongkat sebesar lengan
tangan itu dibuat dari besi.
Sebentar saja mereka sudah sampai dibelakang gunung, setelah
membelok kekiri, mereka tenis lari menuju sebuah rimba lebat.
Begitu sampai, segera mereka berpencaran, bukan saja gerak-gerik
mereka sangat cekatan, juga seperti sudah direncanakan terlebih
dahulu. Setelah berpencar mengitari sekeliling, kemudian mereka balik
kembali sambil menggerutu.
"Bajingan kecil itu belum datang, mari kita beristirahat disini
dulu sambil menanti!" kata sipengemis pertama tadi.
Tak jauh dari tempat mereka berduduk terdapat sebuah kuburan
kuno. Walaupun telah lama, akan tetapi kelihatannya batu-batunya
masih kuat, disamping itu, diantara batu-batu itu sudah penuh
tumbuh dengan rumputrumput liar. Berpuluh-puluh
arca dan kuda-kudaan disekitarnya yang terbuat
dari batu gunung, telah runtuh semua menjadi kepingan batu kecil, dan disanalah mereka berpencar
mencari tempat duduk diatas
Tiba-tiba dari jauh terdengar suara beradunya senjata, lalu tertampak dua orang
batu-batu itu. sambil bertempur sedang mendatangi..
Tidak lama mereka berduduk, tiba-tiba dari jauh terdengar suara orang mendatangi
beramai-ramai, mendengar itu, mereka saling pandangan dengan
sikap tegang. Pusaka Dalam Kuburan 5 Maka tampaklah seorang To-su dan seorang Thau-to (hwesio
piara rambut) yang memegang sepasang golok sedang bertempur
sambil mendatangi. Melirikpun tidak kepada ketiga pengemis itu
walau mereka sudah berdekatan.
Dengan mengebutkan lengan bajunya yang panjang, Tosu atau
iman itu menangkis serangan golok lawannya sambil membentak:
"Thau-to bangsat! Sekarang sudah sampai tempatnya, bagaimana
kalau kau dulu yang masuk?"
Dengan menyeringai si-Thau-to menjawab: "Imam bangsat,
jangan kau menyesal nanti!"
Dan sekali badannya bergerak, tahu-tahu sudah sampai
dipinggir kuburan kuno itu. Sambil menggerakkan sepasang
goloknya, dia berjalan mengitari kuburan, dimana sinar goloknya
berkelebat, rumput disekitarnyapun beterbangan. Ketika ia sampai
pada tempatnya semula, maka rumput-rumput liar disekitar
kuburan itu telah terbabat habis semuanya.
Dengan perbuatannya tadi, Thau-to itu bukan saja memperlihatkan goloknya yang tajam, juga telah mendemonstrasikan ilmu
permainan goloknya yang mahir.
Setelah itu. dengan teliti ia memeriksa batu-batu kuburan itu.
Nampak setiap keping batu dibangun sedemikian rapi, rapat dan
kokoh, maka hendak ia menggunakan ujung goloknya untuk
mencungkil batu-batu kuburan itu.
"Hou-thau Heng-cia, tempat ini adalah tempat kami tiga saudara
bercokol, kau adalah orang yang beribadat, lekaslah pergi dari sini,
jangan turut campur segala urusan tetek bengek" demikian tiba-tiba
pengemis yang tinggi besar tadi berseru.
Pusaka Dalam Kuburan 6 Sewaktu datang tadi, Hou-thau Heng-cia sebetulnya sudah
melihat kehadiran mereka bertiga, tetapi karena sangat
mengandalkan sepasang goloknya, yang sudah lama malangmelintang di dunia kangouw dan belum pernah mendapat
tandingan, ditambah kemahirannya melepas senjata rahasia yang
boleh dikatakan seratus kali lepas seratus kali kena, selamanya ia
sangat congkak dan terkebur, maka tiga pengemis itu mana
dipandang sebelah mata olehnya?
Demi mendengar salah seorang pengemis itu membuka suara,
sambil melototkan matanya, ia memandang acuh tak acuh.
"O, kiranya siapa, tak tahunya Thian-peng Sam-kay (tiga
pengemis dari Thian-peng) Ong Kau Cu, Tan Tiat dan Leng Hong
Cu!" Sahutnya sambil tertawa terkekeh-kekeh dengan congkaknya.
Habis berkata, tanpa menghiraukan lagi pada mereka bertiga,
terus ia mengerjakan goloknya mencungkil batu-batu kuburan tadi.
Pengemis yang menegur pada si Thua-to tadi adalah tertua dari
Thian-peng Sam-kay, Ong Kau Cu. Melihat si Thua-to begitu
memandang rendah pada mereka, hawa amarahnya segera meluapluap, ia memberi isyarat kepada kedua kawannya Tan Tiat dan Leng
Hong Cu untuk mengawasi gerak-gerik siimam.
Imam yang sinar matanya menunjukkan sifat-sifat jahat itu,
sejak datangnya tadi hanya berdiri dipinggiran sambil
menggendong tangan dibebokongnya, sikapnya tenang-tenang saja.
Dilain saat, tiba-tiba Ong Kau Cu melepaskan keranjang rotan
yang tergantung dipinggangnya. "Hou-thau Heng-cia, rupanya arak
suguhan kau tak mau, tapi inginkan arak cekokan (artinya minta
dipaksa)! Baiklah, cuma jangan kau menyesal!" katanya kemudian
mengejek. Pusaka Dalam Kuburan 7 Mendengar itu, tertawa saja Hou-thau Heng-cia. masih tak hentihentinya ia mencungkili batu-batu kuburan, rupanya ia tengah
mencari jalan masuk kedalam kuburan itu. Walau diancam Ong Kau
Cu, sedikitpun ia tidak gentar.
Dilain pihak, dengan memperdengarkan jengekkannya, Ong Kau
Cu sekonyong-konyong melemparkan keranjangnya ketanah,
berbareng ia bersiul panjang.
Mendadak, keranjang itu bergerak-gerak dan menggelindinggelinding di tanah, sedang keranjangnya Tan Tiat dan Leng Hong
Cu tiada apa-apa tahu-tahu pun turut bergerak-gerak juga. Tibatiba pula suara siulan Ong Kau Cu dari nada panjang berubah
menjadi pendek, cepat dan keras; sekonyong-konyong keranjang itu
menjeplak membuka sendiri dan dari dalamnya meluncur keluar
seekor ular yang bentuknya sangat aneh. Aneh karena ular itu
panjangnya kira-kira tiga kaki, warnanya merah berlorek putih,
ekornya terdapat sebuah kail, sedang kepalanya besar tapi ceper
(gepeng). Begitu berada ditanah, ular itu segera melingkar dengan
kepalanya menegak kearah Hou-thau Heng-cia, lidahnya dikeluarmasukkan, sinar matanya sangat galak.
Atas ancaman itu, sedikitpun Hou-thau Heng-cia tidak ambil
peduli, sebaliknya katanya: "Ong Kau Cu, inikah barang andalanmu
itu? Akan kucoba-coba sampai dimana kelihayan ?soat-li-angbwe?mu ini !"
"Soat-li-ang-bwe" atau mundu didalam salju, adalah nama ular
kecil itu. Binatang yang ganas dan sangat berbisa itu ternyata
mempunyai nama yang begitu indah.
Pusaka Dalam Kuburan 8 Dan berbareng dengan habisnya perkataan si Thau-to, siulan
Ong Kau Cu pun tiba-tiba meruncing, sedang tangannya menyentil
sebutir daging merah kearah punggung si Thau-to. Ketika daging
itu berada ditengah udara, ularpun mendadak melejit maju
mengejar kearah si Thau-to sambil mengeluarkan lidahnya yang
merah dan taringnya yang putih merah itu hingga tampaknya
cukup menakutkan. Si Thau-to yang sedang sibuk mencari jalan untuk masuk
kedalam kuburan, ketika mendengar berkesiurnya angin dingin
dipunggung ia tahu ular yang datang menyerang, maka senjata
rahasia yang siang2 sudah siap sedia, tanpa membalikkan badan
lagi ia sambitkan kebelakang untuk memapaki siular ditengah
udara. Maka secepat kilat, lima senjata rahasia, tiga tiat-lian-cu (biji
terate besi) didepan, dua liu-yap-to (pisau kecil) dibelakang
menyambar susul-menyusul.
Tapi ular itu ternyata lain dari yang lain, sebab, dalam 72 jenis
ular berbisa, ular ini menduduki tempat keenam, maka dapatlah
dibayangkan betapa lihaynya, ditambah sudah dilatih beberapa
tahun oleh Ong Kau Cu sedemikian rupa. Maka sewaktu melihat
senjata rahasia datang menyerang, walau badannya masih
mengapung ditengah udara, tapi dengan tangkas dan gesit tiba-tiba
binatang itu bisa menjatuhkan badannya ketanah, hingga tiga buah
?tiat-lian-cu? dengan mudah dapat dihindarkannya.
Tapi kepandaian Hou-thau Heng-cia melepas senjata rahasia
sudah jarang dicari tandingan dikolong langit, dengan sekali
bergerak ia dapat melepas lima macam senjata rahasia dengan
sekaligus, untuk menyerang tempat-tempat penting diatas badan
manusia. Kali ini ia hanya melepas dua macam saja, tapi cara
Pusaka Dalam Kuburan 9 melepaskannya tadi mengandung perubahan yang sukar diduga
oleh sang lawan, walau bagaimana tinggi kepandaiannya, kalau tak
dapat menangkap intisari perubahan itu, janganlah harap dapat
menghindarinya. Demikian juga halnya dengan ??soat-li-ang-bwe", ular aneh itu,
walaupun badannya kecil, gesit dan tangkas, juga hanya dapat
menghindari ketiga ?tiat-lian-cu? itu saja.
Maka bertepatan dengan sampainya tubuh ular itu ketanah, dua
bilah ?liu-yap-to? yang tipis laksana kertas itu seperti barang berjiwa
saja, tiba-tiba menekuk kebawah dan dengan cepat menyambar
siular. Tahu bahaya sedang mengancam, cepat ular itu melejitkan
badannya kedepan, tetapi agak terlambat, berbareng dengan suara
?liu-yap-to? membentur tanah, ekornya yang berkail itu sudah putus
kira2 tiga dim, darah muncrat berceceran kemana-mana, bau
amispun segera menyerang hidung.
Melihat barang peliharaannya yang disayang laksana jiwanya itu,
hanya sekali gebrak saja dengan mudah telah dilukai oleh lawannya,
hati Ong Kau Cu marah tidak kepalang. Dengan menggereng geram,
segera ia berdiri siap hendak menyerang Thau-to.
"Toako, tahan!" terdengar Tan Tiat dan Leng Hong Cu berseru
mencegah. "Biarlah dia juga merasakan kelihayan kami punya
dulu!" Lalu kedua orang itu berbareng menggaplok keranjangnya
masing-masing, maka terdengarlah segera suara mengkokok dari
dalam keranjang itu. Mulut merekapun segera mengeluarkan suara
serupa, pada saat lain, tahu-tahu dua ekor kodok buduk yang
berwarna ungu sebesar kelinci, loncat keluar dari dalam keranjang
Pusaka Dalam Kuburan 10 sambil berkokok terus. Dan sekali loncat, jauhnya dua-tiga tombak,
tahu-tahu berada dihadapan si Thau-to.
Dalam hati, diam-diam Hou-thau Heng-cia mentertawai Thianpeng Sam-kay yang namanya begitu terkenal, tak tahunya hanya
pandai mengandelkan binatang-binatang berbisa saja.
Dan melihat kodok buduk itu, tahulah ia bahwa itulah sejenis


Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kodok yang sukar didapatkan yang hidupnya dirawa-rawa dalam
lembah pegunungan yang sangat dalam dan jarang terkena sinar
matahari diwilayah Kui-ciu, daerah Biau. Dengan susah payah
Thian-peng Sam-kay juga hanya dapat menangkap dua ekor saja.
Kodok buduk ini disamping sangat berbisa, pun sangat
bermanfaat bagi manusia, sebab dengan racun yang ada pada kodok
itu, dapat pula dibuat mengobati orang yang terkena racun jahat
lainnya. Jadi dengan racun untuk memunahkan racun.
Dilain pihak, Hou-thau Heng-cia yang kelihatannya tidak ambil
pusing itu, diam-diam sebenarnya sudah siap-siap dengan
muslihatnya untuk menangkap sepasang kodok buduk yang sangat
sukar didapatkan itu. Tengah Hou-thau Heng-cia memperhitungkan cara-cara
menangkap kodok itu, sekonyong-konyong dari atas pohon diatas
kepalanya terdengar suara tertawa dan percakapan orang. "Cici,
kedua makluk ini sangat jelek, ular itupun berbau busuk, biarlah
kubunuhnya semua!" Tapi segera terdengar suara seorang gadis menyahut: "Kedua
makluk itu sangat berguna, tangkaplah saja, jangan kau bunuh!"
"Baiklah!" seru seorang anak kecil.
Mendengar tanya-jawab kaka-beradik yang tiba-tiba itu, kelima
orang yang hadir disitu menjadi sangat terkejut. Berbareng mereka
Pusaka Dalam Kuburan 11 menengadah memandang keatas, maka terlihatlah diatas dahan
pohon cemara tua yang besar itu, duduk dua orang, yang seorang
adalah gadis jelita berpakaian hijau muda dan yang lain adalah
seorang anak kecil yang kira-kira berumur tiga-belasan tahun,
keduanya sedang enak-enak bercakap-cakap.
Diam Hou-thau Heng-cia bercekat demi melihat kedua kakak
beradik ini munculnya begitu mendadak tanpa diketahui sejak
kapan datangnya. Maka dapatlah dibayangkan betapa ilmu ginkang
(ringan tubuh) kedua orang ini yang mengejutkan sebagai ukuran
ilmu kepandaian mereka. Ditambah dengan percakapan mereka
yang begitu wajar, seenaknya saja katanya hendak menangkap
kedua ekor kodok itu, tentu mereka mempunyai kepandaian lihay
untuk menangkapnya. Sedang ia sendiri ragu-ragu apakah dirinya
sanggup menundukkan dan menangkap binatang-binatang itu.
Maka sambil menganggukkan kepala, segera ia berkata pada
kedua bocah itu: "Baiklah silahkan kalian berdua turun tangan!"
Sementara itu, Tosu yang sejak tadi menyepi saja, demi melihat
munculnya kedua kakak-beradik itu, wajahnya rada berubah.
dengan hormat ia bertanya: "Apakah kalian juga mendengar kabar
itu dan sengaja datang kemari? Apakah ibumu juga datang?"
Kedua orang yang ditanya itu hanya melirik sekali dan tidak
menghiraukan atas pertanyaan yang diajukan siimam itu.
"Binatang, kiranya kalian berada disini!" dengan garangnya tibatiba Thian-peng Sam-kay membentak berbareng.
"Ya, kakekmu cilik ini berada disini, kau mau apa?" tiba-tiba
dengan jenaka sianak kecil itu menjawab.
Dalam pada itu, Ong Kau Cu bertiga menjadi lupa mencari setori
lagi pada Hou-thau Heng-cia. Sebab pikirnya, mereka juga samaPusaka Dalam Kuburan
12 sama datang hendak berikhtiar mencari jalan masuk kedalam
kuburan itu. Sedang untuk mencari jalan masuk itu bukanlah suatu
hal yang mudah, dan dalam waktu yang singkat tak mungkin
mereka dapat mencapai maksudnya itu.
Karena itu, maka segera ia maju mengambil ularnya dan
dimasukkan kembali kedalam keranjang. Lalu serunya: "Ayo,
maju!" ? Segera ia mendahului mengangkat tongkatnya terus
menghantam kedahan pohon itu, maka terdengarlah "Blak-bluk"
berulang-ulang, tongkat ketiga pengemis itu saling berganti
menghantami pohon yang tak berdosa itu.
Kiranya selama beberapa hari ini, Tan Tiat dan Leng Hong Cu
selalu digoda dan dipermainkan oleh anak nakal itu kini dapat
dipergoki diatas pohon, tentu saja serentak mereka mengikuti
tindakan Ong Kau Cu dan mengangkat tongkat mereka memukuli
pohon Siong yang besar itu hingga hampir roboh.
Sebaliknya dua anak yang berada diatas pohon itu. sedikitpun
tidak menghiraukan bahaya yang mengancam mereka. Malahan
sibocah lelaki itu mengeluarkan sebuah benda kehitam-hitaman,
ketika sekali tangannya bergerak, maka berkelebatlah sinar ungu
beterbangan, nyata itulah sebuah jaring berduri. Tatkala itu sianak
berduduk diatas pohon yang tingginya lebih 2 tombak, tapi dengan
sekali bergerak saja dua kodok dengan mudah sudah masuk
kedalam jaringnya dan memperdengarkan suaranya yang berkaokkaok.
Tengah anak itu kegirangan atas hasilnya itu, tiba-tiba dari
samping terdengar orang membentak: "Awas!" Berbareng dengan
berkelebatnya bayangan orang, secepat kilat dan dengan
tangkasnya seorang telah membabat putus jaring yang berisikan
kodok itu. Dan dengan sekali tangkap iapun berseru: "Terima
Pusaka Dalam Kuburan 13 kasih!" Lalu tubuh orang itu cepat sekali melayang pergi jauh dan
menyelinap ke semak-semak hutan.
Melihat hasil yang sudah didepan mata itu mendadak direbut
orang lain, dengan amat gusar anak lelaki itu kontan mengayun
tangannya, maka meluncurlah tiga am-gi atau senjata rahasia
laksana panah terlepas dari busurnya secepat kilat menyambar
kearah bayangan orang tadi. Begitu cepat am-gi itu meluncur,
namun orang itu lebih cepat lagi larinya, dalam sekejap saja
bayangan orang itu sudah tak kelihatan lagi, entah kemana
perginya. Selagi ia hendak turun, saat itulah pohon cemara besar itu telah
dihantam roboh oleh Thian-peng-sam-kay.
"Wi-te, awas!" terdengar sigadis berseru gugup.
Anak lelaki itu juga sudah merasa akan robohnya pohon itu, ia
lihat bayangan orang tadi dengan enak-enak merat dengan
membawa hasilnya, dikejarpun sudah kasip. Maka kedongkolan
hatinya itu semua ia tumplekkan atas diri Thian-peng-sam-kay.
Sekali enjot badan, dengan sigap ia sudah tancapkan kakinya
ditanah, setelah menyimpan jalanya yang putus tadi, tangannya
merogoh pinggang dan mengeluarkan sebuah cambuk yang aneh,
karena cambuk itu berduri seperti sisik ikan.
"Kutu busuk, berani kamu merintangi pekerjaan kakekmu kecil
ini!" demikian dampratnya setelah turun dari pohon yang dipukul
roboh itu. Sebetulnya Thian-peng San-kay bertiga adalah orang yang sudah
kenamaan dan selamanya bersimaharajalela didaerah tersebut.
Mereka hanya bicokok picisan, luarnya saja mereka itu pengemis,
Pusaka Dalam Kuburan 14 tak tahunya segala kejahatan apa saja mereka lakukan selama
mereka bercokol disitu. Belakangan ini, sebab dikalangan kangouw ada terdengar desasdesus yang mengatakan bahwa dibelakang puncak Thian-peng-san
ini ada sebuah kuburan kuno, asal dapat mencari jalan rahasianya
dan masuk kedalam kuburan itu akan mendapatkan suatu barang
pusaka yang sangat bermanfaat.
Tentang manfaat apakah itu? Tak seorangpun yang tahu!
Kalau menurut kabar ceritanya, ada yang mengatakan bahwa
dalam kuburan itu, terdapat sehelai baju kutang pusaka yang
terbuat dari sesuatu bahan yang tak mempan senjata tajam. Ada
yang mengatakan bahwa didalam kuburan ada beberapa bilah
pedang pusaka peninggalan dari dinasti Han, dan banyak lagi kabar
cerita yang sangat sukar dipercaya.
Sebagaimana sudah ketahui, Thian-peng-sam-kay adalah orangorang setempat, maka mengenai letak keadaan gunung situ mereka
sangat paham. Dengan sendirinya, begitu mendengar kabar, segera
mereka meneliti keadaan berbagai tempat diatas gunung.
Maka berpuluh-puluh kuburan kuno diatas gunung Thian-pengsan dalam tempo setengah tahun hampir semuanya telah mereka
orak-arik, hanya tinggal satu itu saja yang bangunannya paling
besar dan kokoh yang belum mereka kutiki.
Dan kalau desas-desus itu benar, maka nyatalah kalau yang
dicari dan diperebutkan itu tentu berada pada kuburan yang
terakhir ini, terbukti dengan segala daya-upaya untuk menemukan
pintu rahasianya saja begitu sukar.
Dari itu, selama beberapa hari ini tampak dalam kota Soh-ciu
banyak berkumpul tokoh2 silat dari berbagai tempat dan cabang.
Pusaka Dalam Kuburan 15 Melihat itu, diam-diam hati Thian-peng-sam-kay sangat gelisah
dan serba salah, mereka kuatir barang-barang terpendam itu
keburu didapatkan orang lain. Karena itulah dalam beberapa hari
belakang ini, gerak-gerik mereka selalu tidak meninggalkan Thianpeng-san dan sekitarnya.
Dalam tiga hari paling belakang ini, mereka merasa belakang
mereka selalu dibuntuti orang dan digoda dengan timpukantimpukan tanah liat atau kotoran-kotoran yang berbau busuk. Tapi
sebegitu jauh mereka tak pernah melihat sitangan jail itu, sebab
kepandaian Ginkang atau ringan tubuh orang itu sangat tinggi.
Mereka tak berdaya sama sekali, hanya pernah sekali melihat
bayangan orangnya saja yang tampaknya pendek-kecil.
Belakangan karena sudah tidak tahan lagi oleh godaan-godaan
sitangan jail itu, mereka berseru menantang bertempur diatas
Thian-peng-san untuk menentukan siapa diantara mereka yang
unggul atau asor. Tapi sudah mereka cari disegala pelosok gunung toh tidak
ketemu, sedang bayangan orangnyapun tidak mereka lihat lagi.
Maka mereka segera langsung menuju ke kuburan kuno ini, siapa
tahu bukan sitangan jail yang muncul, sebaliknya dua gembong
persilatan yang sukar dilayani, yakni Hou-thau Heng-cia dan Cingling-cu yang telah datang.
Dan sesudah ular dan kodok mereka dikeluarkan, barulah
sitangan jail alias sianak lelaki itu memperlihatkan diri bersama
sigadis. Sebagaimana sudah diterangkan didepan, setelah mengeluarkan
cambuknya, yaitu cambuk yang dinamakan ?Liong-lin-pian? atau
cambuk sisik naga, bocah itu segera maju merangsak Leng Hong Cu
Pusaka Dalam Kuburan 16 dengan sabetannya yang dahsyat. Tadi, waktu bocah itu loncat
turun, karena sangka orang hendak melarikan diri, maka Leng
Hong Cu lantas maju menyambut. Pikirnya kalau keras lawan keras,
tentu sibocah tak dapat menandinginya, maka sambil
memperdengarkan jengekan dari hidungnya. ia mengangkat
tongkat besinya untuk menangkis serangan lawan, berbareng ia
menyentak kebawah untuk menindih senjata lawan. Dilain pihak,
tangan kirinyapun digerakkan dengan tipu ?Tok-pi-hoa-san? atau
dengan tangan tunggal membelah gunung Hoa San, untuk
menghantam batok kepala sibocah. Pikirnya dengan serangan kilat
dan tak terduga itu, tentu ia akan merobohkan bocah itu yang dalam
beberapa hari ini selalu menggoda mereka.
Tapi seribu satu kali tidak ia duga bahwa kepandaian sibocah ini
sebetulnya jauh diatas kepandaiannya.
Sebab siang-siang bocah itu sudah dapat menangkap isi hati dan
muslihatnya itu, ketika melihat musuh menyerang dengan keji,
maka pikirnya, biarlah tipumu ini kubalas dengan tipu pula. Dengan
ketetapannya itu, ia pura-pura seperti kalah tenaga, dan ?Liong-linpian?nya dibiarkan saja tertekan kebawah untuk menjalankan
tipunya. Melihat itu, hati Leng Hong Cu sangat girang, sambil unjuk
senyum, ia bermaksud memberi tekanan terlebih hebat pada
lawannya, diluar dugaan tiba-tiba saja senyum simpul diwajahnya
itu, berubah pucat dan kaget, karena sekonyong-konyong terdengar
sianak lelaki itu tertawa besar, berbareng mengerahkan tenaganya
pada tangan kanan terus menyentak keatas sekuatnya. Seketika
Leng Hong Cu merasakan tangannya tergetar linu, sedang tongkat
besi yang dipegangnya pada saat lain tanpa disadarinya telah
terbang keatas dan tepat membentur tangan kirinya yang pada
Pusaka Dalam Kuburan 17 waktu itu tengah menurun mengarah batok kepala sibocah itu.
Maka "krak!" ? lima jari tanngan-kirinya telah terkemplang remuk,
sakitnya bukan buatan. Selagi ia kesakitan cambuk sianak telah
datang pula mengarah pinggangnya. "Aduh!" tanpa ampun lagi,
Leng Hong Cu berteriak ngeri, badaimya roboh terguling ditanah
terus tak berkutik lagi, nyata ia telah mendapat luka yang tidak
ringan. Hal ini terjadi hanya dalam sekejap mata saja, tidak lebih
dari dua gebrakan, Leng Hong Cu sudah menderita luka parah.
Menyaksikan peristiwa yang tak terduga itu, hati Ong Kau Cu
dan Tan Tiat menjadi ciut, ditambah sekarang mereka telah kenal
lihaynya cambuk ?Liong-lin-pian?. Cambuk itu beserta dua senjata
lainnya, yaitu, pedang dan golok Teng- jiau-kiam dan Thian-liongto, mereka kenal sebagai tiga buah senjata terampuh dari dunia
persilatan. Dengan sendirinya hati mereka gentar menghadapinya.
Sebenarnya Teng-jiau-kiam adalah kepunyaan Thian-mokongcu Kongsun Yan. Sedang Thian-liong-to adalah kepunyaan
Heng Ping Jian, itu Ciang-bun-jin atau ketua dari Thian-liong-pay.
Menurut kabar, Liong-lin-pian ini adalah kepunyaan seorang
pendekar wanita yang beradat aneh dan telah lama mengasingkan
diri di Hun-lam. Dikalangan Kangouw terkenal dengan nama
julukan Sam-hoa-nio-cu Kiong Siang Lan. Dan Mengapa hari ini bisa
mendadak muncul disini? Tiba-tiba ia ingat pertanyaan Ceng-leng-cu tentang kedua bocah
itu. Sebab tadi ia begitu marah hingga tak sempat memikirkan arti
perkataan itu, kini tak dapat diragukan lagi bahwa sigadis dan anak
lelaki yang berada didepan mata ini tentu anak-anak Sam-hoa-niocu. Memikir sampai disini tak terasa keringat dinginnya membasahi
jidatnya. Pusaka Dalam Kuburan 18 Sementara itu, sianak kecil sangat geli melihat tingkah laku
kedua orang yang serba salah, maju tidak mundurpun tidak.
"Sudah takut pada kelihayan kakek kecilmu ini, bukan!"
demikian segera sibocah mengolok-olok. "Nah, lekas berlutut minta
ampun dan panggil kakek-moyang padaku, nanti kuampuni jiwa
anjingmu. Eh, cici, maukah kau dipanggil nenek-moyang kedua
kutu busuk ini!" "Ah, bengal!" kata sigadis tertawa sambil menutupi mulutnya
karena geli. Dari tanya jawab itu, dapatlah diketahui bahwa mereka tidak
memandang sebelah mata pada Ong Kau Cu dan Tan Tiat. Tentu
saja kedua orang itu tak mau manda saja menerima hinaan-hinaan
itu. Serentak kedua orang ini mengangkat tongkat besi masingmasing terus menerjang dari kanan kiri sambil memperdengarkan
gerengannya. Kalau menurut kepandaian ilmu silatnya, diantara Thian-pengsam-kay memang Leng Hong Cu yang terhitung paling rendah.
Dilain pihak memang benar dugaan Ong Kau Cu, bocah itu
adalah anak kesayangan Sam-hoa-nio-cu Kiong Siang Lan yang
bernama Say Wi. Tadi sekali bergebrak ia mendapat lawan yang
empuk, maka demikian juga pikirannya pada dua anak ini, ia
memandang sepele saja kedua musuhnya ini.
Melihat tongkat dari kanan kiri secepat kilat datang menyerang,
sedikitpun Say Wi tidak gentar, sebaliknya dengan tenang ia
mengulurkan tangan kiri untuk menyambut tongkat Ong Kauw Cu,
sedang tangan kanan menggerakkan cambuk Liong-lin-pian untuk
menangkis serangan Leng Hong Cu.
Pusaka Dalam Kuburan 19 Hati Ong Kau Cu sangat girang melihat bocah itu berani hendak


Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkap tongkatnya. "Kau cari mampus sendiri!" katanya dalam
hati. Dalam pada itu, tiba-tiba terkilas suatu tipu muslihat keji dalam
pikirannya. Pada saat itu, tongkat yang sebetulnya meluncur begitu cepat,
tiba-tiba dikendorkan, sedang Say Wi yang kurang pengalaman
menghadapi musuh, tidak tahu bahwa itu hanyalah tipu belaka.
Sebaliknya ia mengabaikan serangan musuh ini, begitu tongkat
tertangkap serentak ia menarik sekuat tenaga. Sementara itu,
cambuknya yang sudah dapat melibat tongkat Tan Tiat, pikirnya
sekali gentak saja tentu kedua tongkat kedua orang itu akan
terpental. Mana tahu, begitu ia menarik, kedua orang masih erat
memegangnya. "Cici, lekas!" dalam gugupnya, segera ia berteriak minta tolong,
sedang pada waktu itu kedua tangannya terpentang lebar, dadanya
terbuka, maka dalam saat-saat yang genting dan gugup, terang tak
sempat ia berkelit. Dilain pihak, sigadis yang berdiri dipinggiran juga sudah melihat
bahaya yang mengancam adiknya. Tapi belum lagi ia bertindak,
tibas suatu bayangan hijau berkelebat. Siimam yang pernah
menanyakan ibunya tadi sudah mendahului maju. Gerakannya
begitu ringan dan tangkas, hanya sekejap saja, tahu-tahu tubuhnya
sudah menyela diantara Ong Kau Cu dan Tan Tiat. Dan begitu
tangannya dipentang. maka "plok! plok!" telapak tangan mereka
bertiga saling beradu dengan tenaga raksasa yang hebat sekali.
Pusaka Dalam Kuburan 20 Segera Ong Kau Cu dan Tan Tiat berdua merasa betapa tangan
mereka tergetar, tubuh mereka terhuyung-huyung kebelakang 3-4
langkah barulah bisa berdiri tegak.
"Terima kasih, tojin hidung kerbau!" terdengar Say Wi berseru,
setelah itu, kembali ia menggerakkan cambuknya merangsak maju.
Tadi dengan menggunakan "Ceng-ling-ciang-hoat" dan
memusatkan tenaga lwekang yang dikerahkan hingga kekuatan
pukulan itu menjadi berlipat ganda hebatnya, dengan demikian
Ceng-ling-cu telah mewakili Say Wi menyambut serangan yang
berbahaya itu. Ong Kau Cu dan Tan Tiat terpaksa menyambut juga tangkisan
itu yang tidak mereka duga. Waktu tubuh mereka tergetar mundur
tadi, sebetulnya sudah mendapat luka dalam yang berat. Maka bila
melihat cambuk Liong-lin-pian sibocah datang menyerang pula,
baru mereka hendak angkat tongkat untuk menangkis, terasa
dadanya sakit seperti diiris-iris. Dan sekali mereka berlaku lambat,
tak ampun lagi paha mereka sudah mendapat luka yang
memanjang, dan darahpun terus mengalir keluar.
Cambuk Liong-ling-pian ini terbuat dari baja asli, diatasnya
terdapat sisik yang dinamakan sisik naga, tajamnya luar biasa,
apabila sisik-sisik itu dengan sesuka sipemakai dapat dibuka
tutupkan, barang siapa terkena sabetan cambuk ini. dagingnya
tentu akan tercecel-cecel. Demikian juga dengan Ong dan Tan dua
orang. Dengan berteriak kesakitan keduanya cepat tutul tongkat
mereka ke tanah, sekuat tenaga mereka terus melejit mundur
kebelakang. Say Wi sudah benci kedua orang ini tujuh turunan, melihat
mereka mundur, lantas hendak ia mengejar, tapi mendadak terasa
Pusaka Dalam Kuburan 21 pinggangnya sakit seperti digigit semut, sepintas lalu terasa linu
terus hilang, badannya tak kuasa lagi terus mendeprok ketanah.
"Wi-te, kau kenapa?" tanya sigadis kakak Say Wi yang bernama
Say Ing itu. Tatkala mana ia sedang menghaturkan terima kasih
pada Ceng-ling-cu dan tiba-tiba melihat adiknya jatuh terduduk
ditanah, segera ia maju menanya.
"Tidak apa-apa, hanya tiba-tiba pinggangku terasa sakit linu
nyeri, terus jatuh terduduk!" jawab Say Wi sambil berdiri.
Say Ing melihat wajah sang adik biasa saja dan tidak menunjukan
sesuatu yang mencurigakan, hatinya merasa lega.
"Ha, adik cilik, kau bilang apa?" tiba-tiba Ceng-ling-cu berseru
kaget. "Tak tahu kenapa, tadi mendadak pinggangku terasa linu nyeri,
terus terjatuh duduk" jawab Say Wi, dalam hati sibocah ini sudah
bersimpati pada siimam yang sudi menolongnya dalam bahaya
maut tadi. "Adik cilik, jangan kau anggap aku tak tahu adat dan suka banyak
urusan. Coba kau singkap bajumu biar aku lihat!" kata Ceng-ling-cu
dengan sungguh-sungguh. Mendengar perkataan yang mengandung arti itu, dengan pucat
segera Say Ing bertanya. "Ceng-ling Totiang, apakah Wi-te
terbokong orang?" "Coba lihat dulu baru bisa diketahui!" sahut Ceng-ling-cu.
Dalam pada itu, Say Wi sudah menyingkap bajunya, mendadak
Ceng-ling-cu dan Say Ing berteriak tertahan.
Ternyata pada pinggang Say Wi nampak bengkak sebesar telor
yang berwarna hijau, tengah-tengahnya berlubang kecil
Pusaka Dalam Kuburan 22 mengeluarkan darah hitam, bersama dengan itu Say Wi mengeluh
kepalanya terasa pening. "Ceng-ling Totiang, am-gi (senjata rahasia) apakah ini?" tanya
Say Ing. "Entahlah, aku juga tidak tahu, tapi melihat gelagatnya, am-gi ini
mengandung bisa," sahut Ceng-ling-cu.
Mendengar mengandung bisa, segera Say Ing ulur tangan
menutuk "thi-bak" "ciang-mui" dan "tay-heng", tiga jalan darah
terpenting dipinggang adiknya.
"Dengan ibumu aku pernah bertemu beberapa kali, maka
menurut pendapatku, lekas kau bawa adikmu pada ibumu, mungkin
masih ada harapan tertolong. Kalau terlambat tentu sukar diobati!"
kata Ceng-ling-cu sambil geleng-geleng kepala.
Setelah mengucap terima kasih, tidak ayal lagi segera sigadis
pondong Say Wi terus berlalu. Gerakannya begitu enteng dan gesit,
sebentar saja sudah jauh tak kelihatan
Dalam waktu itu, Hou-thau Heng-cia masih menggunakan
goloknya untuk mencungkil batu-batu kuburan untuk mencari
pintu rahasianya, tetapi hasilnya tetap nihil.
Sesudah Say Ing dan adiknya pergi jauh, tiba-tiba ia menoleh.
Sambil tertawa, dingin ia berseru: "Ceng-ling-cu, terhadap kaum
siaupwe (angkatan muda) saja kau sampai hati menurunkan tangan
keji!" Mendengar ejekkan itu, seketika muka Ceng-ling-cu berubah
hebat, sekali tangannya diayun, keluarlah sinar hijau berkeredepan
meluncur laksana, bintang jatuh. Tidak ayal lagi Hou-thau Heng-cia
memutar goloknya untuk menangkis.
Pusaka Dalam Kuburan 23 Tetapi ia kecele, sinar hijau itu tidak menyambar kearahnya.
Sebaliknya menyambar kearah Leng Hong Cu yang sedang
bergulingan ditanah, setelah sadar dari pingsannya. Sungguh celaka
baginya, diwaktu tidak bersiap sedia, sinar hijau itu dengan cepat
sudah menyambar datang. Tanpa ampun lagi, terdengarlah Leng
Hong Cu menjerit ngeri, tubuhnya telah ditembusi beberapa batang
?Ceng-ling-ciam?, itu jarum beracun kepunyaan Ceng-ling-cu yang
badannya tak bergerak lagi, jiwanya sudah melayang menghadap
Giam-lo-ong. Ceng-ling-cu ini dikalangan Kangouw terkenal dengan nama
julukan ?Sam-coat-cin-thian-he? atau dengan tiga macam keahlian
menggetarkan jagat. ?Sam-coat? yang dimaksud, yaitu: Ceng-lingciam, jarum yang sudah direndam selama empat puluh sembilan
hari dalam bermacam-macam bisa. Ceng-ling-ciang, ilmu pukulan
telapak tangan yang maha dahsyat denga mengerahkan lwekang
sewaktu ia bertempur. Ceng-ling-kiam, ilmu pedang yang telah
malang melintang beberapa tahun di kang-ouw dan jarang
mendapat tandingan. Dengan ketiga kepandaian inilah Ceng-lingcu sudah menggetarkan dunia persilatan.
Dalam pada itu, Ceng-ling-cu tertawa geli melihat tingkah laku
Hou-thau Heng-cia yang kucu tadi, katanya sambil tertawa : "Houthau Heng-cia, nyata kau sangat hati-hati menjaga diri, hahahaha"
demikian ejeknya. "Ceng-ling-ciamku ini mana dapat mencelakai
dirimu!" Tadi Hou-thau Heng-cia dan Ceng-ling-cu saling bertemu
ditengah jalan, tapi karena berselisih paham, mereka lantas
bertempur dan sama-sama mendatangi kuburan itu, masingmasing memang saling curiga. Tadi ketika ia melirik dan melihat
luka Say Wi berlubang kecil kehijau-hijauan, nyata karena terkena
Pusaka Dalam Kuburan 24 Ceng-ling-ciam. Semula ia melihat Ceng-ling-cu menolong Say Wi
mengalahkan Thian-peng-sam-kay, tapi belakangan malah
menurunkan tangan jahat membokong Say Wi dengan jarum
berbisanya, dari sini dapatlah dibayangkan betapa kejinya imam itu.
Kini mendengar dirinya diejek, hati Hou-than Heng-cia sangat
mendongkol. "Boleh coba kau sambitkan padaku, tak nanti aku
takut!" segera ia menantang.
Sambil berkata demikian, ia duga tentu Ceng-ling-cu tidak lantas
menyerang, sebab itu, maka ia agak lalai menjaga diri.
Tak tersangka martabat Ceng-ling-cu yang jahat dan banyak tipu
muslihat keji itu. Maksudnya turun gunung kali ini justeru ingin
mendapatkan pusaka dalam kuburan itu tak peduli barang apa,
duganya tentu ada gunanya untuk memperdalam ilmu silatnya. Bila
sudah dapat, ia akan mencari tempat tersembunyi buat melatih diri
beberapa tahun, dan bila sudah tamat berlatih, pada waktu itu siapa
lagi yang ia takuti? Maka sebelum ia turun gunung, ia sudah
membekal beratus-ratus jarum Ceng-ling-ciam yang beracun, ia
berniat melukai atau bila perlu membunuh saingannya.
Tadi dengan perbuatannya pukul mundur Thian-peng Sam-kay
dan membokong Say Wi, maksudnya juga untuk mengusir dan
mengurangi musuhnya saja.
Dilain pihak, Hou-thau Heng-cia yang juga mengincar barang
dalam kuburan itu, dengan sendirinya menjadi saingan beratnya,
tentu saja tak dibiarkannya berada disitu?
Maka begitu melihat Hou-thau Heng-cia lalai menjaga diri,
segera lengan bajunya mengebas, segera berpuluh-puluh Ceng-lingciam berbareng melayang keluar, bermula hanya kelihatan secomot
saja, tapi segera Ceng-ling-cu maju dua tindak seraya mengebaskan
Pusaka Dalam Kuburan 25 lengan bajunya pula untuk memberi dorongan lebih keras kepada
jarum-jarumnya itu. Maka bertebaranlah jarum-jarum itu menjadi
sinar hijau mengurung keatas kepala Hou-thau Heng-cia.
Baru saja perkataan Hou-thau Heng-cia tadi habis diucapkan,
tahu-tahu Ceng-ling-cu menyerang dengan jarumnya yang
berjumlah besar. Ditambah Hou-thau Heng-cia berlaku lengah,
sudah tentu tak sempat lagi ia menggunakan goloknya untuk
menangkis. Masih mujur baginya, dengan ilmu silatnya yang tinggi
itu, dalam detik-detik yang berbahaya, sekuat tenaga goloknya
diketukan dibatu kuburan, tubuhnya lantas berjumpalitan
kebelakang beberapa tombak jauhnya. Dan sedang hatinya merasa
lega dapat terhindar dari ancaman maut itu, tahu-tahu Ceng-lingcu sudah menyusul maju dan menubruk kearahnya dengan pukulan
yang dahsyat. Melihat serangan yang hebat itu, sedang dirinya belum siap
sedia, tak ada lain jalan untuk menghindari pukulan ini, terpaksa
Hou-thau Heng-cia berjumpalitan lagi kebelakang hingga tiga
tombak jauhnya. Siapa tahu, kali ini Ceng-ling-cu hanya gertak sambal saja, sebab
pukulannya itu ternyata tidak jadi diteruskan.
Tahu dirinya tertipu, dalam marah dan malunya, begitu
badannya berdiri tegak pula, Hou-thau Heng-cia segera mengayun
tangannya balas menyerang. Lima buah Liu-yap-to gemerdepan
menyambar ketubuh Ceng-ling-cu. Segera setelah melepas amginya itu, tangannya terus merogoh pula kedalam bajunya untuk
mengeluarkan sebuah benda kehitaman sebesar buah tho terus
dilempar ke udara, lalu dengan punggung goloknya ia menyampok
benda itu, hingga meluncur laksana bintang menyerang kearah
Ceng-ling-cu secepat kilat.
Pusaka Dalam Kuburan 26 Tapi Ceng-ling-cu yang siang-siang sudah siap waspada itu, demi
melihat lima buah Liu-yap-to menyambar datang belum sampai
dekat, tahu-tahu sudah terpental jauh oleh kekuatan hantaman
Ceng-ling-cu. Tapi begitu Liu-yap-to terpental lantas disusul bola
hitam yang melayang datang secepat kilat.
Sebenarnya Ceng-ling-cu yang banyak tipu dayanya itu siangsiang sudah mengatur siasat untuk menghadapi Hou-thau Hengcia. Kelihayan Ceng-ling-ciamnya bukan tergantung pada racun
jarum itu saja, tapi juga tergantung pada "waktu" melepaskannya.
Diwaktu lawan menyangka ia akan melepas, ia justeru sebaliknya.
Tapi bila lawan menyangka ia tidak akan melepas dan berlaku alpa,
pada saat itulah Ceng-ling-ciam lantas membrondong keluar
menyerang. Sungguh sangat sukar diduga !
Tadi dengan angin pukulannya ia telah sampok jatuh lima Liuyap-to, lalu disusul bola hitam bagai bintang menyambar. Walau ia
tahu bola itu lihay, tapi masih ia mengulurkan tangan kanannya
untuk meraup bola hitam itu. Sedang tangan kiri berbareng diayun
pula, maka serumpun Ceng-ling-ciam bagaikan kilat cepatnya
menghambur kedepan. Bola hitam itu, waktu dilepas tadi disampok dengan punggung
golok, karena benturan itu pesawat rahasia didalamnya telah
tersentuh, jika sang lawan tidak hati-hati menangkis hingga bola itu
meledak, senjata rahasia didalamnya tentu akan menyambar keluar
melukai musuh. Melihat Ceng-ling-cu berani menangkap bolanya itu, hati Houthau Heng-ciu kegirangan, hingga ?ia tidak menduga kalau Cengling-cu memakai siasat jahatnya. Pada detik-detik yang sangat
genting itu matanya mendadak silau karena berpuluh-puluh sinar
hijau berkelebat kemukanya.
Pusaka Dalam Kuburan 27 Cepat ia memutar goloknya untuk menangkis, tapi tiba-tiba
pahanya merasa linu nyeri, ternyata telah ditembusi dua batang
jarum Ceng-ling-ciam. Mengetahui jarum ini mengandung bisa
yang dalam tempo tiga jam dapat menamatkan jiwanya, hatinya
menjadi ciut sendirinya. mana ia berani melawan pula. Cepat ia
menutup jalan darahnya terus kabur sekencang-kencangnya.
Tak lama setelah Hou-thau Heng-ciu berlalu, mendadak di
belakang Ceng-ling-cu tiba-tiba berkelebat tiga bayangan orang.
Sebetulnya sejak tadi ia sudah mengetahui ketiga orang itu
mendekam didalam semak-semak rumput. Kini mendengar suara
mereka keluar dari persembunyiannya. Kontan tangan kanannya
menyambit kebelakang sonder menoleh, maka sebuah bola hitam
melayang keluar dengan kecepatan yang susah diukur. "Darr!"
meledaklah bola hitam itu ditengah udara sedang senjata rahasia
didalamnya yang berupa jarum-jarum halus dalam jumlah besar
berhamburan keluar. Ketiga orang itu mimpipun tidak menyangka gerakan Ceng-lingcu bisa begitu cepat. Mereka datang juga karena mendengar desasdesus tentang kuburan kuno itu, dengan Ceng-ling-cu sebetulnya
mereka adalah sahabat kekal. Siapa tahu Ceng-ling-cu bisa berlaku
begitu keji terhadap mereka. Maka belum mereka sempat membuka
suara atau sudah menemui ajalnya terlebih dahulu.
Sambil tertawa iblis Ceng-ling-cu memandang kearah tiga mayat
itu, ia lihat hari sudah hampir lohor. Nyata dalam waktu kuranglebih dua jam, diantara 9 orang yang datang, ada yang terluka, ada
yang mati dan ada yang terusir pergi olehnya. Melihat keadaan itu,
hatinya merasa sangat puas. Tapi ia masih ingat orang yang


Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membawa pedang dan merebut kodoknya. Thian-peng Sam-kay
dengan gerakannya yang enteng dan tangkas itu, tampaknya juga
Pusaka Dalam Kuburan 28 seorang lawan yang tangguh baginya. Tapi orang itu muncul hanya
merebut sepasang kodok lantas berlalu, dan hingga kini tak
kelihatan lagi bayangannya, sangkanya orang itu hanya bertujuan
merebut kodok itu saja. Sudah tentu ia tidak menaruh hati pada
orang yang tak jelas itu. Sekarang sekeliling sudah tiada kelihatan
bayangan orang, dengan bebas segera ia mulai meneliti dan
memeriksa kuburan kuno itu.
Tadi setiap sela-sela batu kuburan itu sudah hampir semuanya
dikorek dan diperiksa oleh Hou-thau Heng-ciu, tapi tidak
menemukan pintu rahasianya, Melihat gelagatnya dari bangunan
kuburan yang sangat kokoh ini, tentu kabar cerita itu, tak bisa salah
lagi. Tapi meski ia periksa lagi, sedikitpun tak mendapatkan tandatanda yang mencurigakan. Tiba-tiba pikirnya: "Lebih baik aku
bersembunyi dulu, biar orang lain yang berjerih-payah mencari
pintunya, setelah menemukan segera dengan Ceng-ling-ciam aku
merobohkannya, bukankan itu lebih baik ?"
Setelah tetapkan maksud jahat itu segera ia loncat keatas sebuah
pohon Siong besar yang berdekatan dan berdaun rimbun. Pikirnya
orang dibawah tentu takkan memperhatikan kalau diatas pohon ada
orang sembunyi. Tengah hatinya senang, tiba-tiba ia mendengar
ada suara orang menggeros keras bagaikan guntur mengguruh.
Biar kepandaian Ceng-ling-cu tinggi, tapi sedikitpun ia tak
mendengar bahwa sejak tadi diatas pohon sudah ada orang lain
disitu. Karuan kagetnya bukan alang-kepalang. Ternyata diatas
suatu dahan yang besar sejauh 2-3 meter dari dirinya, seorang
pengemis tua sedang menggeros, tapi matanya melolor dan lagi
tertawa aneh kepadanya. Ia lihat pada punggung sipengemis tua itu menggemblok 9 helai
karung, hatinya bertambah terkejut karenanya.
Pusaka Dalam Kuburan 29 Kiranya pengemis didaerah Kang-soh dan Ciat-kang, tinggi atau
rendah tingkatan mereka tergantung pada banyaknya karung yang
mereka gendong dipunggung. Thian-peng Sam-kay masing-masing
hanya menggendong 3 helai karung saja, sebaliknya pengemis tua
ini menggendong 9 helai karung, nyata tingkatan sudah mencapai
yang paling tinggi, tentu saja bikin dia terkejut.
Dalam gugupnya secepat kilat ia patahkan sebatang dahan pohon
terus dihantamkan kearah sipengemis, sedang badannyapun lantas
loncat turun ketanah. Dan baru saja kakinya menginjak tanah, sipengemispun dengan
cepat menyusul loncat turun, katanya dengan tertawa dingin:
"Kepandaianmu memang tidak dapat dicela!"
Baru sekarang Ceng-ling-cu bisa melihat jelas wajah pengemis
itu yang kotor, tapi herannya sepasang tangannya putih bersih
laksana batu giok. Tahulah sudah bahwa dirinya sekarang sedang
berhadapan dengan lawan tangguh. Orang ini ternyata adalah guru
Thian-peng Sam-kay yang bernama Giok-chiu-kay Go Bok
sipengemis bertangan kumala.
"Terang perang tanding tak dapat dihindarkan lagi, mengapa
aku tidak turun tangan lebih dulu?" Demikian Ceng-ling-cu
berpikir. Segera lengan baju kiri ia gerakkan, tahu-tahu sebilah pedang
Ceng-khong-kiam sudah dicabut keluar, dengan tipu Ling-coa-dosin atau ular mengulur lidah, beruntun tiga kali susul menyusul ia
menusuk kearah leher dada dan pinggang si pengemis tua.
Ceng-ling-cu yang jahat dan banyak tipu muslihat itu ciptaan
ilmu pedangnya juga sangat keji dan ganas. Dengan caranya
menyembunyikan pedang dalam lengan baju biasanya orang sangat
Pusaka Dalam Kuburan 30 sukar menduga, apalagi sekali gebrak segera lontarkan tipu
mematikan, beruntun menyerang saling susul dalam waktu yang
singkat. Tapi Giok-chiu-kay Go Bok yang tingkatannya sudah mencapai
menggendong 9 helai karung itu, diantara pengemiss didaerah Sohciu, kepandaiannya sangat sukar dicari keduanya. Mana bisa ia
takut pada serangan yang bertubi-tubi itu? Hanya sekali jumpalitan
kebelakang, dengan sebat ia sudah dapat menghindarkan seranganserangan itu.
Hati Ceng-ling-cu diam-diam berdetak keras melihat kelihayan
Giok-chiu-kay ini, namanya yang sudah lama tenar itu memang
bukan omong kosong. Selain menggunakan amgi, rasanya sangat
sukar dirinya hendak memperoleh kemenangan. Oleh karena itu,
tiba-tiba ia melintangkan pedang didepan dadanya sambil katanya
tertawa: "Giok-chiu-kay, sudah lama aku mendengar bahwa kau
sudah mengundurkan diri, kini mengapa tiba-tiba kau muncul
disini untuk mencari penyakit?"
"Hei, imam busuk, bukankah kau ini orang yang beribadat? tapi
kau toh suka membunuh, apalagi kami para pengemis nasi?" kata
Giok-chiu-kay sambil menjengek. Nyata jawabannya menyimpang
dari pertanyaan orang. Sebetulnya Ceng-ling-cu tengah memancing Giok-chiu-kay
bicara untuk membuyarkan perhatiannya dan secara mendadak
hendak merobohkannya dengan jarumnya yang jahat itu. Melihat
mata orang berjelilatan dan berkata tak putus-putusnya, ia menjadi
girang. "Lo-kiau-hua (pengemis tua), perkataanmu itu memang
beralasan juga, baiklah aku mengalah saja!" katanya sambil
memutar tubuh dan simpan kembali Ceng-khong-kiam terus
berlalu. Pusaka Dalam Kuburan 31 Apakah Ceng-ling-cu betul-betul mau berlalu begitu saja? Tentu
tidak! Diwaktu menyimpan pedang dalam lengan bajunya, secomot
Ceng-ling-ciam tidak kurang dari 20 batang sudah dijepit diantara
jari-jarinya. Dengan tidak menoleh ia melangkah kedepan sambil
menggoyangkan tangan dan berseru: "Giok-chiu-kay, bertemu lagi
lain kali!" Baru beberapa tindak Ceng-ling-cu melangkah pergi, mendadak ia membalik tubuh
terus menghamburkan serangan jarun berbisa kearah Giok-chiu-kay Go Bok.
Ia tunggu sedang Giokchiu-kay perdengarkan gelak
tertawanya dalam keadaan tanpa bersiap siaga, mendadak tangannya mengayun kebelakang, tahutahu
sinar hijau berhamburan saling susul kearah Giok-chiu-kay. Setelah melepas jarum, segera Ceng-ling-cu membalikkan badan. Dengan cara serangan
Boan--thian-si-kim-khi atau hujan mata uang memenuhi langit
yang sangat diandalkan dan selamanya tak pernah gagal itu, ia pikir
musuh tentu sudah roboh. Tak terduga tiba-tiba matanya menjadi
silau karena berkelebatnya sinar hijau yang ternyata jarumjarumnya sendiri yang ia sambitkan tadi berbalik menyambar
datang dari berbagai penjuru didorong oleh suatu tenaga yang maha
dasyat yang menindih ke dadanya.
Jarum-jarum yang kecil halus itu berjumlah besar, sudah pasti
tak bisa ditangkis dengan sekali tiup atau kebasan saja. Apalagi
Giok-chiu-kay memukul kembali jarum-jarum itu dengan ilmu ?Pekkong-ciang?nya yang lihay dan berkekuatan besar.
Pusaka Dalam Kuburan 32 Tak dinyana orang yang selama hidupnya banyak melakukan
kejahatan akhirnya juga terjatuh pada tipu muslihat orang lain.
Dalam kagetnya tergopoh-gopoh Ceng-ling-cu hendak berkelit. Tapi
Giok-chiu-kay sudah menduga akan itu. Sedari kecil ia sudah
mempelajari Pek-kong-ciang dan Giok-sa-ciang (pukulan pasir
kumala), kekuatannya sudah terlatih selama sepuluh tahun lebih.
Hanya kekuatan Pek-kong-ciang saja sudah sangat mengejutkan,
apalagi pukulan telapak tangan yang ia hantamkan untuk
menangkis serangan jarum-jarum tadi masih diselingi dengan
tenaga Giok-sa-ciang. Giok-sa-ciang itu lihaynya melebihi Thi-sat-ciang (pukulan pasir
besi) dan Cu-sa-ciang (pukulan pasir batu kawi). Diwaktu pukulan
ini dilontarkan, kekuatannya sangat lemah, dan tidak berasa, tapi
bila pukulan itu sudah mendekati sasarannya, baru mendadak
pukulan itu diperkeras dan kekuatan angin pukulan itu laksana
gunung ambruk saja. Walau latihannya belum mencapai taraf yang
paling tinggi, tapi untuk mematahkan sebatang pohon besar saja
bukan soal yang sukar bagi Giok-chiu-kay.
Dengan tenaga pukulan telapak tangan yang dipukulkan
berbareng tadi berpuluh-puluh Ceng-ling-ciam dipaksa membal
kembali. Sewaktu Ceng-ling-cu membalikkan badan, jarum-jarum
itu hanya terpaut 2-3 kaki saja jauhnya, jika ia waspada, tentu masih
sempat ia berkelit. Tetapi sangkanya serangan ?Boan-thian-si-kimchi? yang sangat mahir itu, saban digunakan tentu mengenai
sasarannya. Dengan anggapan itu, ia malah hendak membuka suara
buat menyindir. Tak terduga senjata telah makan tuan sendiri,
mendadak terasa pada dua tempat didadanya linu nyeri sakitnya
bukan buatan, sepuluh lebih Ceng-ling-ciam sudah bersarang
ditubuhnya Pusaka Dalam Kuburan 33 Dalam terkejut, gugup, takut dan kesakitan itu, segera ia
berusaha melarikan diri. Siapa tahu sekali enjot saja Giok-chiu-kay
sudah menyandaknya sambil mengkerahkan sepasang telapak
tangannya kepunggung Ceng-ling-cu. Terpaksa Ceng-ling-cu
membalikkan badan menangkis pukulan itu dengan dua telapak
tangannya juga. "Plak! plok!" empat tangan saling bertemu, Cengling-cu sendiri terhuyung-huyung kebelakang beberapa tindak.
Tahu racun Ceng-ling-ciam bekerjanya sangat cepat, walau ia
sendiri punya obat pemunahnya, tapi jika sudah terlambat juga tak
berguna. Maka dalam gugup dan takutnya ia menjadi berubah
pengecut, sambil gemetaran ia minta ampun: "Giok-chiu-kay, dulu
kita tidak bermusuhan, sekarang kita tak saling dendam, apakah
kau begitu tega menurunkan tangan jahat padaku?" Demikian
dengan tidak malu-malu lagi ia minta ampun dan lupa kalau dirinya
sendiri tadi juga berlaku kejam menurunkan tangan jahat pada
seorang anak kecil. "Untuk mengampuni jiwa anjingmu itu gampang, asal semua
Ceng-ling-ciam yang ada padamu kau tinggalkan seluruhnya!" kata
Giok-chiu-kay. Ceng-ling-cu sangat berat dan tidak rela menyerahkan jarumjarumnya itu, tapi apa boleh buat, sedang dirinya masih dibawah
cengkeraman Giok-chiu-kay, karena itu tiga ratus lebih batang
Ceng-ling-ciam ia keluarkan dan serahkan kepada Giok-chiu-kay.
Dengan rasa penasaran ia bertanya: "Buat apakah Giok-chiu-kay
yang namanya begitu tenar dan berkepandaian tinggi masih
inginkan jarum-jarum ini?"
"Hahahaha! Sama dengan maksud Totiang tadi, sembunyi diatas
pohon, datang satu hantam satu, datang dua bunuh dua, sampai
tidak ada yang berani datang lagi, baru aku bisa aman sentausa
Pusaka Dalam Kuburan 34 masuk kedalam kuburan mendapatkan barang pusaka itu!"
demikian Giok-chiu-kay menjelaskan sambil terbahak-bahak.
Mendengar itu, Ceng-ling-cu bergidik sendirinya, pikirnya
rencana yang kuatur sedemikian rapi, akhirnya sebaliknya
digunakan orang lain, ternyata iapun dapat membade isi hatiku
mengumpet diatas pohon itu.
Dilain saat, setelah menyambuti Ceng-ling-ciam yang berjumlah
banyak itu, sambil bersenyum Giok-chiu-kay berseru: "Totiang!
Kunasihatkan padamu, jangan kau datang lagi kesini, hilangkanlah
pikiranmu hendak mendapatkan barang itu. Soal menggunakan
senjata rahasia, dapat aku menyombongkan diri seratus kali aku
lebih pintar dari kau!"
Kembali kita bercerita tentang Say Ing yang menggendong pergi
adiknya, Say Wi, sepanjang jalan ia terus berlari tak berani berayal.
Selang tak lama mereka tiba disebuah kota Bok-to. Wajah Say Wi
kelihatan layu tak bersemangat, lukanya bengkak dan menjalar luas,
sebagian dagingnya sudah menghijau dan bernanah, tempat luka
terasa kaku kebal tak terasa sakit, sebaliknya mata merasa ngantuk
dan ingin tidur. Baru pertama kali ini Say Ing berkelana di kang-ouw,
pengalamannya sangat cetek, sedikitpun ia tidak tahu menahu
tentang racun jahat apakah yang telah menjalar di tubuh adiknya
itu? Dilihat keadaan adiknya. ia hanya tahu racun itu bisa
menyebabkan orang ingin tidur, sembarangan saja lantas ia
mencari penginapan, lalu menidurkan Say Wi diatas pembaringan
dan memanggil jongos untuk mengambil setahang air dingin.
Dengan bertubi-tubi ia usapi kemuka adiknya.
Pusaka Dalam Kuburan 35 Say Wi hanya merasa sangat letih dan ngantuk, tapi di matanya
ia pejamkan, segera diguyang air dingin. Tidak mau Say Ing
membiarkan Say Wi tidur. Selang tak lama Say Wi benar-benar
tidak tahan lagi, maka katanya memohon. "Cici yang baik, biarlah
aku tidur barang sebentar, aku sangat letih!"
"Wi-te, tak boleh kau tidur, bila kau tidur, mungkin takkan
bangun kembali!" dengan sungguh-sungguh Say Ing berkata.
"Tidak bangun lagi aku juga rela!" jawab Say Wi dengan
kemalas-malasan. "Omong kosong! Apa kau tidak mau hidup?" demikian Say Ing.
"Tidak hidup, kenapa mesti takut?" dalam keadaan samar-samar
Say Wi mengigau. Sedang kelopak matanya terasa berat sekali ingin
menutup saja. Say Ing menjadi gugup, bingung dan cemas. "Hai, pelayan!"
dalam gugupnya ia memanggil.
Pelayan segera datang, ketika melihat dalam kamar basah
semua, ia menjadi tertegun.
"Pelayan, dalam kota sini apakah ada tabib pandai? Semua
panggillah kemari, Lekas!" kata Say Ing.
Segera si-pelayan pergi. Selang tak lama ia kembali dengan
membawa lima-enam tabib, sesudah satu persatu memeriksa nadi
Say Wi, semua hanya bergoyang kepala. "Nona, lekas kau mengatur
persiapan. Kasihan anak masih kecil harus meninggal dalam
perantauan!" kata satu diantaranya yang usil mulut.
Say Ing yang sedang dirundung malang itu, hatinya sangat
gelisah, ditambah mendengar perkataan yang tidak berarahparannya itu, mana bisa ia menahan amarahnya.
Pusaka Dalam Kuburan 36 Begitu tangannya diayunkan, "plok!" tangannya sudah mampir
dipipi si-tabib. Pukulan itu walau hanya pakai satu bagian tenaganya, tetapi
mana si-tabib kuat menahan? Dua gignya rompal seketika pipinya
bengkak besar bagaikan kue serabi. Melihat sigadis begitu garang,
segera tabib itu menerobos keluar dan lari pergi tanpa mmtu
bayaran .... Sekali lagi Say Ing menyuruh pelayan hotel mencan tabib lain.
Tapi pelayan berkata : "Semua tabib dalam kota ini, tadi sudah


Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang kemari!" "Tidak ada, juga harus dicari sampai ada !", damperat sigadis
gusar. Terpaksa sipelayan berjalan keluar sambil mengomel.
"Semua tabib sudah kupanggil datang, kemana lagi harus
kucari? Kecuali ada orang yang mendadak bisa menjadi tabib!"
Kebetulan ocehannya itu dapat terdengar oleh Say Ing, karuan
sigadis marah-marah terus mengejar dan mendepak, hingga
sipelayan terpental jatuh sampai diruang besar dan menumbuk
meja-kursi hingga berantakan, mukanya babak-belur dan hidung
bengkak. Maka ramailah suasana dalam ruangan besar itu dengan para
tetamu menjadi kacau balau. Dalam kekacauan itu tiba-tiba dari
depan pintu penginapan terdengar suara kelinting-kelinting, diikuti
suara seruan seorang: "Tukang mengobati segala penyakit yang
sukar sembuh, terutama pandai mengobati pinggang bengkak yang
sudah menghijau, dan selalu pejamkan mata ingin tidur!" ? Itulah
suara tabib pengembara yang berkeliling kesegala pelosok untuk
mengobati orang sakit. Pusaka Dalam Kuburan 37 Tergerak hati Say Ing mendengar itu, serunya dengan keras :
"Hai tabib pengembara, leas kemari, disini ada orang sakit, boleh
kau periksa!" Maka tampaklah dari luar masuk seorang sambil berjalan
dengan lenggat-lenggot, seperti lagaknya orang diatas panggung
sandiwara. Meski hatinga tengah kacau tapi melihat macam sitabib
pengembara itu, tak terasa Say Ing tertawa geli. Tabib itu berbadan
sedang, berpakaian serba biru yang layak dipakai seorang tabib,
hanya pakaiannya itu terlalu panjang hingga menyentuh tanah.
Tangan kiri membawa peti obat, sedang tangan kanan mencekal
sebuah kelintingan yang terbuat dari tembaga, semuanya itu serba
baru. Malahan tabib ilu memakai kaca mata hitam yang bundar besar
sampai menutupi separuh mukanya, sedan kumisnya yang panjang
lentik turut bergerak-gerak waktu ia bicara. Diatas kepalanya
memakai sebuah kopiah ?belah semangka? kelihatannya sangat lucu.
Sambil celingukan ia bertanya: "Siapakah yang panggil cayhe?
Aku yang rendah adalah tabib kenamaan dari Soh-ciu, segala
penyakit bila kuobati tanggung seratus persen akan sembuh!"
"Aku yang memanggil," sahut Say Ing. diam-diam ia berpikir
dalam hati: "Mungkin dijagat ini hanya aku yang gegabah mencari
tabib, seperti kau ini."
Mengetahui Say Ing yang memanggil, tabib itu mendekati,
dengan kaca matanya setengah merosot sampai diujung hidung, ia
mengulur kepalanya mengamat-amati sigadis sambil bertanya:
"Orang yang sakit adalah nona?" Hampir-hampir hidung si-tabib
menyentuh pipinya, lekas-lekas Say Ing mundur selangkah, hatinya
dongkol dan geli, sahutnya: "Bukan, sisakit ada didalam kamar!"
Pusaka Dalam Kuburan 38 "Oh," tabib itu menyahut, dan setelah membetulkan baju, ia
berkata: "Silahkan nona mengunjuk jalan didepan, cayhe mengikuti
dibelakang!" Say Ing membawa si-tabib kedalam kamarnya. Melihat Say Wi
tidur dengan nyenyaknya, sigadis sangat terkenyut. Sebaliknya sitabib tenang-tenang saja. "Jangan kuatir, jangan kuatir, kutanggung
sakit adikmu ini nanti akan sembuh!"
Demi mendengar perkataan itu, heranlah Say Ing, tanyanya:
"Darimana kau mendapat tahu dia adalah adikku?" Si-tabib
tertegun sejenak, tapi sampai tertawa-tawa ia lantas menyahut:
"Nona begini cantik molek, bocah inipun cakap dan mirip, maka
sekali tebak saja tentu betul. Mari biar kuperiksa nadinya dulu!" ?
Lalu duduk dipinggir pembaringan memegang pergelangan tangan
Say Wi sambil berlagak berpikir sedang sebelah tangannya
mengusap-usap kumisnya dibuat bermain.
Say Ing duduk dipinggiran mengawasi gerak-gerik sitabib yang
aneh ini. Mendadak penglihatannya rada kabur, samar-samar
kumis sitabib seperti terlepas karena tidak berhati-hati. Tetapi
rupanya dengan cepat telah ditempelkan pula, menyaksikan itu
jantungnya berdetak keras pikirnya: "Masa dikolong langit ini ada
kejadian yang begini aneh?" pikirnya. Apakah si-tabib ini adalah
orang yang membokong Say Wi pagi tadi? Dengan menyamar jadi
tabib ia datang pula hendak mempercepat kematian Say Wi?
Mendadak ia ingat pesan ibunya sewaktu hendak meninggalkan
rumah. Ibunya memperingatkan, bahwa musuhnya dikalangan
Kang-ouw sangat banyak. Tak berani pada yang besar, mungkin
mencari gara-gara pada yang kecil. Sebab itu disuruh selalu
waspada dan berhati-hati.
Pusaka Dalam Kuburan 39 Pula tingkah laku tabib ini sangat mencurigakan, tidak salah lagi
tentang musuh ayah-bundanya yang dulu-dulu, demikian ia
menduga. Memikir sampai disitu, hatinya makin kebat-kebit. Sekali
ulur ia merebut tangan Say Wi yang tengah diperiksanya itu sambil
membentak : "Siapa kau ?"
Mendengar pertanyaan itu, melengaklah si-tabib pengembara
itu, sahutnya sambil angkat kepala : "Cayhe sungguh adalah tabib
kenamaan dari kota Soh-ciu ini"
"Hu-suo (omong kosong)" damperat Say Ing dengan gusar.
"Apa ? Hu-shuo kau bilang ?" tanya si-tabib sambil goyang
kepala, "Bukan, bukan, Hu-shuo adalah obat untuk mengobati
perempuan yang datang bulan tidak cocok. Anak ini adalah lelaki,
mana boleh memakai Hu-shuo"
Sigadis menjadi dongkol dan geli, orang bilang "hu-suo??
maksudnya omong kosong disangka "Hu-shuo" nama obat, hingga
mengeluarkan perkataan yang tidak patut didengar.
Sementara itu, dalam hatinya ia berpikir: "Apakah memang
penglihatanku tadi yang kabur?" Maka sambil waspada ia
mengeluarkan senjatanya yang lain dari yang lain, yaitu berupa
sebuah cakar seperti cakar garuda yang terbuat dari tembaga murni
yang merupakan juga sebuah bandulan, sebab dibelakang cakar itu
diikat dengan rantai baja yang halus. Sambil mengamat-amati sitabib apa yang sedang diperbuatnya.
Dilain pihak, sitabib menundukkan kepala dengan tekunnya
memeriksa perdarahan dan luka pada pinggang Say Wi dengan
teliti. "Sudah, dapat ditolong!" katanya sesaat kemudian sambil
tangannya memukul meja. Lalu mengambil peti obatnya dan dari
dalam peti itu ia mengeluarkan sekeping daging yang kelihatannya
Pusaka Dalam Kuburan 40 kemerah-merahan seperti daging sapi busuk, terus akan
ditempelkan pada luka Say Wi.
"Apakah ini?" tanya Say Ing segera.
Itu waktu sebelah tangan si-tabib masih enak-enak memainkan
kumisnya, tak terduga, belum ia membuka mulut, tahu-tahu
sebelah kumisnya yang lentik itu telah meninggalkan bibirnya kirakira setengah dim, tapi sitabib
masih belum menyadari. Kali ini, Say Ing
sudah melihat dengan jelas,
masakan kumis bisa "jalanjalan?"
Maka sambil membentak "Serr!" begitu
cakar baja itu diayunkan terus melayang mengarah Melihat gerak-gerik sitabib palsu yang mencurigakan itu, kontan Say Ing timpukan
cakar baja ke muka orang ..
kepala si-tabib. Tahu rahasia samarannya sudah konangan, cepat "tabib" itu
berkelit sambil mencopot kumis satunya lagi yang sudah terang
palsu belaka. Tapi ia sedikit terlambat, kopiahnya sudah tercakar
jatuh dan cakar baja masih terus meluncur kebawah dengan cepat
mengarah dada si-tabib. Terpaksa sitabib mengegos kesamping
menghindari serangan itu, seraya berseru: "Berhenti, berhenti dulu,
jangan nona turun tangan, luka adikmu selain aku sukar
mengobati!" Mana Say Ing mau mendengarkan obrolan itu, daripada
berhenti, sebaliknya serangamnya diperhebat, beruntun tiga kali
susul menyusul ia menyerang. Tiba-tiba "berebet" baju si-tabib
tercakar sobek. Dan karena baju luarnya sobek, maka tampaklah
baju dalamnya yang ringkas sebagai pakaian jago silat. Terang
Pusaka Dalam Kuburan 41 sudah bahwa si-tabib adalah orang Kangouw juga. Karena itu
amarah sigadis makin meluap-luap, dengan cakar baja yang
berantai, yang kira2 3 meter panjangnya itu, ditambah gerak
tipunya yang sangat aneh dan menakjubkan, pula ruangan dalam
kamarpun sangat sempit, maka pikirnya si-tabib tentu sukar
menghindarkan serangannya yang gencar itu. Dalam sekejap saja,
7-8 jurus telah berlalu, dalam pada itu, berturut-turut terdengar
baju si-tabib yang longgar besar itu sobek lagi. Namun betapa
dahsyatnya cakar baja itu dilancarkan, sedikitpun tiada faedahnya,
sebab selama itu sedikitpun tak dapat melukainya.
Juga orang itu hanya berkelit kekanan-kiri dengan lincahnya,
sekalipun tak pernah ia balas menyerang. Walau dalam kamar
sangat sempit, sedang cakar baja beterbangan bagai alap-alap
didalam kamar, tetapi orang itu bagaikan belut saja dengan gesitnya
menerobos kesana-sini, selalu ia dapat berkelit.
Melihat serangannya selalu gagal, kuatir orang akan lolos, gerak
serangannya segera dipercepat dan hebat hingga membawa angin
yang menderu-deru. Namun bagaimanapun Say Ing tumplek
seluruh kepandaiannya, tetap si-tabib palsu berlincahan kian
kemari, laksana seekor kupu-kupu beterbangan diatas kuntum
didalam kamar, Malah sempat pula ia berkata: "Akh, jangan kau
mengulur waktu dan menunda aku memberi obat pada adikmu,
kalau jiwa adikmu tak ketolongan, kan kapiran!"
Bertepatan dengan itu, tangannya lantas diayunkan, kepingan
daging tadi dengan cepat meluncur kearah Say Wi. Dengan cakar
bajanya hendak Say Ing menyampok jatuh daging itu tetapi luput.
"Plok", daging itu dengan tepat menempel pada luka dipinggang Say
Wi. . Pusaka Dalam Kuburan 42 Dalam gugupnya segera Say Ing menerjang maju hendak meraup
daging itu. Siapa tahu sekali ia berlaku lalai mendadak terasa
tangannya tergetar, disusul suatu tenaga yang maha hebat menarik
dirinya kesamping hingga ia menyelonong kedepan tiga tindak,
setelah ditegasi temyata cakar bajanya telah tertangkap si-tabib.
"Itu obat luar dan ini obat dalam, tak boleh kurang!" kata orang
itu, seraya mengulurkan tangan mengambil sebuah buli-buli dari
dalam petinya, begitu tangannya bergerak, sambil mengerahkan
lwekangnya, maka obat dalam bulie itu seperti seutas tali meluncur
keluar dan tepat pula masuk kedalam mulutnya Say Wi.
Karena Say Ing tengah sekuat tenaga menghadapi tarikan rantai
cakar bajanya, sangat sukar ia hendak merintangi perbuatan sitabib.
Pula ia mengenal jurus tipu yang digunakan sang lawan tadi adalah
semacam ilmu kepandaian yang dinamakan "Cwi Cian" atau panah
air. Ilmu ini sangat disegani dikalangan Kangouw. Hatinya makin
bercekat, disamping itu melihat tingkah laku lawannya yang begitu
tenang dan menyebalkan, terang tidak memandang sebelah mata
pada dirinya, hatinya tambah merasa muak. "Siapakah kau
sebenarnya?" tanyanya segera dengan gusar.
"Sungguh aku adalah tabib sakti dari Soh-ciu, sedikitpun tidak
salah!" kata orang itu sambil lepaskan tarikannya tadi.
Merasa cakar bajanya dilepas, dengan cepat Say Ing maju
merangsang pula, dengan jari telunjuk dan jari tengah dari tangan
kiri secepat kilat ia menyerang sepasang mata si-tabib palsu. Tapi
dengan mengegos kesamping, orang itu menghindarkan tusukan
itu. Sementara Say Ing terus mengayun senjatanya mengarah muka
orang. Rupanya orang itu tidak menyangka bahwa Say Ing dapat
menggunakan senjatanya sedemikian mahir dan hebatnya. Dalam
saat-saat yang genting itu, cepat-cepat kepalanya ditengadahkan
Pusaka Dalam Kuburan 43 sambil tubuhnya dicondongkan kebelakang. Maka cakar baja itu
terbang lewat diatas mukanya sambil membawa samberan angin,
tetapi walau cepat ia berkelit, tidak urung kaca mata hitamnya
sudah kena tersampok jatuh.
"Celaka, terbukalah sudah kedokku!" kata orang itu sambil
melompat kesamping. Melihat serangannya hampir berhasil, maka segera Say Ing maju
menyusul, sedang tangan kirinya dari menusuk dirubah
menggablok kearah dada orang, dilain pihak cakarnyapun dari
samping secepat kilat menyambar mengarah pinggang. Setelah
serangannya itu dilancarkan, baru sempat ia melihat orang itu
sudah tidak berkaca mata lagi. Dan sekali pandang, hatinya terkejut,
serangannyapun menjadi lambat dan ditarik kembali, takut orang
itu berbalik menubruk padanya, maka kakinya dienjot terus
mundur kebelakang sambil tegurnya: "Apakah maksud
perbuatanmu ini?" Walau pertanyaan itu ia ucapkan dengan nada yang gusar tetapi
dalam lubuk hatinya diam-diam berkata: "Ahh, di jagat ini masa ada
orang yang sedemikian tampan dan gagahnya?"
Kiranya sesudah kaca mata si-tabib palsu tercakar jatuh, maka
tertampaklah wajah asli orang itu adalah seorang pemuda ganteng.
Berwajah cakap bersih, hidung bangir dan sepasang alisnya lentik
hitam, sedang sepasang matanya memancarkan sinar terang.
Sungguh beda sekali dengan tadi sewaktu mengenakan pakaian
tabib dan berkaca mata yang kelihatannya sangat lucu. Sebagai
gadis yang sedang mencapai masa remajanya, sesaat Say Ing
menjadi termangu-mangu. Pusaka Dalam Kuburan 44 Maka pemuda itu sambil tertawa membungkukkan badan
memberi hormat seraya katanya: "Nona sungguh bermata sangat
jeli, dengan menyamar cayhe datang kemari, masih tak terluput dari
mata nona yang sangat awas ini!" ? Perkataan itu mengingatkan
Say Ing pada kumis orang yang bisa "jalan-jalan" tadi, saking
gelinya ia tertawa terkikih-kikih.
"Mengapa kau harus menyamar?" tanyanya kemudian dengan
likat hingga selebar wajahnya kemerah-merahan.
"Baru saja aku hendak berkata, tetapi Say-kohnio telah bertanya
terlebih dahulu!" kata orang itu sambil tersenyum.
"Kau tahu aku she Say?" tanya Say Ing terkejut.
"Tahu, siang-siang aku sudah tahu, bukankah nona she Say dan
bernama Ing?" ujar pemuda itu dengan lagaknya yang tengik.
Say Ing merasa bahwa orang ini begitu tampan, cerdas dan
pandai, diantara mukanya tampak pula tanda-tanda yang bersifat
gagah, sedang mulutnyapun pandai berkata-kata. Tidak dapat
disangkal lagi, diam-diam dalam hatinya sudah menaruh hati pada


Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang ini. "Obat yang kugunakan mengobati adikmu ini, adalah hasilnya
merebut dari tangan adikmu sendiri. Maka itu selain menyamar,
tidak ada jalan lain lagi untuk aku bertindak," kata orang itu tibatiba.
Seketika Say Ing merasa heran atas perkataan itu, tetapi
memang ia seorang gadis yang pandai dan cerdas, setelah berpikir
sejenak, maka tahulah ia bahwa orang ini adalah orang yang begitu
muncul terus merebut kodok buduk dari tangan Say Wi diatas
Thian-peng-san itu. Pusaka Dalam Kuburan 45 "Oh, jadi kau juga mendengar desas-desus tentang kuburan kuno
itu bukan?" tanya Say Ing kemudian.
Tapi pemuda itu tidak menjawab, sebaliknya tangannya
menunjuk kearah pembaringan, katanya: "Lihatlah adikmu sudah
siuman !" Say Ing menoleh, dilihatnya memang Say Wi sudah membuka
mata perlahan-lahan dan membentangkan mulutnya lebar-lebar
sedang menguap. Hatinya sangat gembira seraya mendekati
pembaringan. Sekonyong-konyong ia mendengar dibelakangnya
ada angin berkesiur. Segera ia berpaling, tampak pemuda itu
menerobos keluar dari jendela dan sudah berdiri diatas atap sambil
menggapai padanya. Ingin Say Ing keluar mengejar dan tanya asal-usul orang, tetapi
segera ia urungkan niatnya itu. Sebab, kesatu, gerak badan orang
itu begitu sebat dan ringan laksana asap yang segera menghilang.
Kedua: Say Wi baru sembuh dari penyakitnya, perlu ada orang yang
merawat. Karena itu ia hanya berdiri termangu-mangu didepan
jendela memandang keatap dihadapannya itu.
Sebetulnya, pemuda itu sudah tidak kelihatan bayangannya.
Tetapi Say Ing masih melamun, pikirannya melayang-layang.
Sebentar-bentar melihat orang itu sedang unjuk senyum simpul
padanya, dan terbayang pula waktu dia menyamar jadi tabib yang
gerak-gerik dan tingkah-polahnya yang menimbulkan tertawa
orang. Dan sewaktu orang masuk ke hotel, terus mendekati
mengamati dirinya hingga hidung orang hampir-hampir mencium
pipinya. Memikir sampai disini. wajahnya terasa panas dan jengah
sendirinya. Seketika lamunannya itu buyar setelah tiba-tiba
mendengar panggilan Say Wi. Dan jika tidak, boleh jadi ia akan
berdiri terus didepan jendela seharian lamanya.
Pusaka Dalam Kuburan 46 Dalam pada itu, setelah siuman, Say Wi meributkan mulutnya
berbau amis, segera ia mengambil air untuk kumur. Dilihat pula
pada daging kodok busuk yang melekat pada pinggang Say Wi
sudah berubah warna hitam. Sedang warna hijau sekeliling luka
itupun telah hilang sama sekali. Kiranya bisanya sudah tersedot
habis oleh daging kodok buduk itu.
Sesudah kumur dan tidak amis pula, baru Say Wi bertanya pada
kakaknya : "Cici, tempat apakah ini ?. Siapa pula yang telah
mengobati aku ?" "Seseorang yang berkepandaian tinggi!" jawab Say Ing sambil
terlongo-longo. "Siapakah dia? Eh, Cici, kenapa kau seperti orang gendeng?"
tanya Say Wi dengan heran.
Mendengar pertanyaan itu, Say Ing tersenyum-senyum, dan
makin terbayanglah muka sipemuda yang tampan itu. Tak terasa
lagi hatinya makin terpincut. "Mana orang bisa tidak menjadi
gendeng karenanya?" jawab Say ling tanpa merasa.
Melihat mata cicinya memandang lurus kedepan. ketempat yang
jauh seperti orang yang kesurupan. Say Wi menjadi takut. Serunya:
"Cici, sebetulnya siapakah yang datang tadi?"
"Kalau dikata, aku juga tidak tahu, orang itu tidak meninggalkan
nama terus berlalu. Wi-te. jika kau melihat dia, juga kau akan suka
padanya!" demikian jawab Say Ing kemalu-maluan.
Sambil tertawa geli Say Wi menggoda: "Jika dia menjadi Cihuku,
tentu aku suka kepadanya!"
Merahlah selebar muka Say Ing mendengar godaan itu. "Hus,
kau selalu ngaco!" omelnya. Padahal dalam hatinya berkata: "Jika
betul apa yang kau katakan itu.."
Pusaka Dalam Kuburan 47 Sementara itu. Say Wi merasa semangatnya sudah segar
kembali. Segera ia melompat bangun seraya katanya. "Cici, kau
tidak tahu nama orang itu, tetapi sedikitnya tahu ia datang dari
mana dan hendak pergi kemana?"
Perkataan itu telah mengingatkan Say Ing pada suatu hal, dengan
menepuk tangan kegirangan ia berseru: "Betul, kita pergi
kekuburan kuno itu untuk mencarinya. Jika ia memang bertujuan
mencari pusaka dalam kuburan itu, tentu ia berada disekitar sana!"
Waktu itu hari sudah mulai petang. Tetapi ini tidak menjadi
suatu halangan bagi mereka berdua. Say Ing yang sudah rindu betul
pada pemuda yang tidak dikenal namanya itu. Sekali bilang
berangkat, segera berangkat, tak dapat ditunda-tunda. Sedang Say
Wi yang juga berhasrat betul melihat dan menemui orang itu.
Lebih-lebih tidak sabar lagi. Buru-buru mereka berdua makan
malam dan sesudah memberi persen pada pelayan hotel, terus
bergegas-gegas menuju Thian- peng-san.
Berselang kira-kira setengah jam dalam perjalanan itu. mereka
tiba dilereng gunung Thian-peng-san. Waktu itu haripun telah
petang, nun di langit sang bulan purnama sudah memancarkan
sinarnya yang terang benderang bagaikan perak berkilauan dan
hutan-hutan yang kehitam-hitaman diselimuti suasana malam.
Kedua kakak beradik ini terus langsung menuju kepinggir kuburan
itu, dengan tidak menghiraukan pula keindahan alam sekelilingnya
yang cantik permai karena sinar bulan purnama itu.
Sekonyong-konyong Say Wi berseru kaget: "Heh, mengapa
begini banyak mayat !"
"Eh, kuburan kuno inipun telah dibongkar orang?" juga Say Ing
berseru heran. Pusaka Dalam Kuburan 48 Temyata hanya selang setengah harian itu mereka meninggalkan
tempat itu. Disekeliling kuburan situ sudah tambah lagi beberapa
mayat orang-orang Kang-ouw yang terbinasa dan bergelimpangan
malang melintang. Batu nisan yang berada didepan kuburan itu
juga telah roboh, dua buah bata sudah dikorek keluar, hingga
memperlihatkan lubang besar yang sangat gelap dan hawa dingin
menghembus keluar dari dalamnya.
Dengan teliti Say Wi memeriksa bangkai-bangkai itu, tampak
lukanya berlubang kecil seperti tertusuk jarum, sedang
sekelilingnya berwarna hijau sebesar telapak tangan. Satu demi satu
korban-korban itu diperiksanya, tapi keadaannya serupa. Sama
dengan luka pada pinggangnya tadi pagi.
Sebagaimana diketahui, bahwa tujuan kakak beradik datang pula
kekuburan itu, maksudnya ingin mencari pemuda tabib palsu itu.
Tetapi setelah ditunggu-tunggu hingga lama, orang itu tak kunjung
datang, hingga tak sabar lagi mereka menanti. Maka itu setelah
memberi pesan pada Say Wi supaya jangan berkeliaran kelain
tempat. Segera Say Ing menggunakan ilmu ringan tubuhnya berlarilari keempat penjuru mencari orang itu sambil mulutnya berkaokkaok memanggil orang yang tidak diketahui namanya.
Tapi meski ia mencari ubek-ubekan hingga suaranya serak,
jangan kata orangnya, bahkan bayangannya saja tidak kelihatan.
Hatinya makin merasa kesal dan masgul. Dilihat dari jauh tampak
Say Wi sangat dengar kata, sedari tadi bocah itu berdiri di depan
kuburan dan lagi membungkukkan badan sambil menjengukkan
kepala melihat kearah dalam lubang, seperti ada sesuatu yang
menarik perhatiannya. Mengapa tidak kupanggil saja ia dan
mencari bersama? Demikian pikirnya dalam hati. Waktu ia hendak
Pusaka Dalam Kuburan 49 membuka suara memanggil, sekonyong-konyong diatas pohon
sebelah kanan kedengaran ada suara orang tertawa.
Mendengar nada suara yang cukup dikenal itu, Say Ing
dongakkan kepala memandang kearah datangnya suara itu.
Ternyata pada sebatang dahan dari sebuah pohon yang besar,
tampak orang yang tengah dicarinya itu, sedang enak-enakan
nongkrong dan tertawa-tawa sambil melambai-lambaikan tangan
kearahnya. "Ah, kau ini, orang mencari kau ubek-ubekan, mengapa kau
tidak bersuara sejak tadi?" omel Say Ing. Terus ia mengempos
semangat dan enjot tubuhnya keatas dahan itu dan duduk
berendeng disisi pemuda itu.
Untuk menjual lagak dihadapan pujaan hatinya itu, tadi ia
menggunakan gerak "Koan-im-seng-thian" atau Dewi Koan Im naik
kelangit, yang mahir dan sudah mencapai kesempurnaannya itu.
"Ginkang (ringan tubuh) nona Ing sudah mencapai tingkat
tinggi. Tadi nona tak bisa salahkan padaku, sebab nona hanya
memanggil "Hai-hai", sedang itu bukan namaku, namaku yang asli
adalah So Chiu Si" Maka mereka lantas pasang omong dengan asyiknya, makin
lama makin mesra hingga Say Ing lupa daratan, sampai adiknya Say
Wi yang sementara itu ditinggalkannya dipekuburan kuno itu
dilupakan. Namun gerak-gerik sibocah itu ternyata tidak pernah
meninggalkan perhatiannya So Chiu Si. Sembari bicara dengan Say
Ing, ia melihat Say Wi sedang melongak-longok kedalam lubang
kuburan dan terus mendekati, agaknya bocah ini ingin sekali
mengetahui apa yang berada didalam kuburan itu. Namun ia tinggal
Pusaka Dalam Kuburan 50 diam saja, sebab tujuannya memang ingin memperalat kedua taci
beradik ini sebagai umpan.
Kiranya So Chiu Si ini adalah anak murid seorang jagoan suku
Biau yang terkenal ganas dan jahat dikalangan Hek-to, asalnya So
Chiu Si adalah anak seorang Han pencari obat-obatan, ketika masih
bayi, waktu orang tuanya memyari obat-obatan kepegunungan
daerah Biau, kedua orang tuanya telah menjadi korban keganasan
gurunya itu. Sebenarnya mula-mula iapun takkan terluput dari
kematian, tapi rupanya nasibnya masih mujur, tiba-tiba bakal
gurunya itu tak tega turun tangan, malahan terus membawanya
kerumah dan merawatnya hingga dewasa serta diajari ilmu silat
yang tinggi. Tapi karena dihidupkan dalam lingkungan orang-orang
jahat, maka tindak-tanduknya juga menyerupai sang guru, meski
wajahnya tampan, namun jiwanya bejat.
Kedatangannya ke Soh-ciu ini juga berhubung mendengar akan
berita pusaka didalam kuburan itu. Dan hari pertama, ia telah
melihat Say Ing berdua, ia menjadi kesemsem akan kecantikan
sigadis dan diam-diam mengawasi gerak-gerik orang. Ketika Say Wi
dapat menjaring kedua kodok buduk, tiba-tiba pikirannya tergerak
akan manfaat kedua ekor binatang itu, mendadak ia berhasil
menyerobot kodok-kodok itu dan dibawa lari, tapi kemudian ia
memutar kembali dan bersembunyi disemak pohon. Maka segala
kejadian tentang diam-diam Ceng-ling-cu mencelakai Say Wi dan
mengusir pergi Hou-thau Heng-cia, tapi kemudian keok dihajar oleh
Giok-chiu-kay Go Bok, semua kejadian itu disaksikannya dengan
jelas. Kemudian ia menyusul kekota Bok-to dan pura-pura
menyamar sebagai tabib untuk mengobati Say Wi dengan kasiat
kodok buduk yang direbutnya itu. terutama perbuatannya ini
hendak memikat hatinya Say Ing.
Pusaka Dalam Kuburan 51 Habis itu, ketika ia tinggalkan kembali lagi ketempat kuburan
kuno itu, keadaannya persis seperti waktu Say Ing berdua datang
tadi. Yaitu disekitar situ sudah bergelimpangan banyak mayat.
Mula-mula ia juga ingin memasuki kuburan untuk menyelidiki, tapi
segera teringat bahwa disitu tentu tersembunyi seorang jagoan
tinggi, kalau bukan Giok-chiu-kay Go Bok, tentu seorang jago lain
yang lebih lihay, kalau ia gegabah masuk begitu saja, boleh jadi akan
segera dirobohkan orang. Maka ia ambil keputusan sembunyi diatas
pohon untuk melihat gelagat, hingga akhirnya datanglah Say Ing
berdua. Ia lihat Say Wi longak-longok kelubang kuburan dan ingin
masuk, ia menjadi girang, ia pikir bila didalam kuburan itu sudah
ada orangnya, tentu segera akan dilawan Say Wi yang ilmu silatnya
juga tidak rendah, dan tentu akan kedengaran suaranya.
Betul juga, dasar hati kanak-kanak, tidak lama Say Wi tak tahan
oleh rasa ingin tahu, pula tidak sadar kalau Giok-chiu-kay Go Bok
pernah sembunyi disekitar situ, kini tentu sudah masuk kedalam
kuburan itu. Segera ia siapkan Liong-lin-pian ditangan terus
menerobos masuk. Sungguh tidak kepalang senangnya So Chiu Si, ia menunggu
dengan sabar. Tapi aneh bin heran, sudah lama Say Wi tidak
kelihatan keluar, pula tiada sesuatu suara yang terdengar. Maka dari
senang So Chiu Si menjadi kaget, jangan-jangan bocah itu telah
dicelakai orang didalam yang berkepandaian maha hebat. Kalau
dirinya juga gegabah masuk, boleh jadi juga akan menghantarkan
nyawa, ada lebih baik sigadis didepannya ini juga ditipu supaya
masuk kekuburan itu. Jagat ini masakan kekurangan gadis cantik.
dengan modal tampangku yang ganteng, apa kuatir tidak dapat
memincuk orang?. Pusaka Dalam Kuburan 52 Dengan keputusan itu, segera ia pura-pura berseru kaget: "He,
dimanakah adikmu, kenapa tak kelihatan ?"
Karena itu, barulah Say Ing tersadar, lekas-lekas ia mencarinya,
tapi tiada suatu bayanganpun kelihatan. Ia berseru memanggil, juga
tiada sahutan. "Celaka, jangan-jangan adikmu telah memasuki kuburan kuno
itu?" seru So Chiu Si sambil melompat turun.
Segera Say Ing pun berpendapat demikian, ia menjadi kuatirkan
keselamatan adik lelaki yang sangat disayang ibundanya itu, ia
berseru kuatir: "Biar aku memeriksanya kedalam kuburan!"
Chiu Si pura-pura mencegah, tapi cepat Say Ing sudah melesat
kedepan kuburan itu, sembari siapkan cakar bajanya ditangan,
sedikit ia mendak, terus ia menerobos kedalam lubang kuburan itu.
Tentu saja So Chiu Si bergirang, ia coba pasang kuping
mendengarkan. Tapi suara tindakan Say Ing hanya dua-tiga tombak
jauhnya lantas lenyap. Hati Chiu Si terkesiap, masakan kuburan
kuno itu dalamnya hanya seluas itu? Jika begitu, pusaka apa yang
tersimpan didalamnya? Imam Tanpa Bayangan 2 Animorphs - Alternamorphs 2 The Next Passage Hina Kelana 27

Cari Blog Ini