Ceritasilat Novel Online

Sabuk Kencana 7

Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung Bagian 7


Mengungkap soal putri kesayangannya Lie Wan Hiang, seketika itu juga bayangan gadis yang lincah dan cantik tadi berkelebat dalam Lie Kie Hwie, disusul pikirnya lebih jauh :
"Kemungkinan besar kedudukan orang anak itu sudah mulai melakukan perjalanan turun gunung, sekalipun ilmu silat yang mereka pelajari sangat lihay namun sama sekali tiada pengalaman dalam dunia persilatan, bukankah keadaan mereka tetap terancam bahaya ?"
Berpikir demikian, tanpa terasa kesedihan serta kedukaan yang untuk sementara telah tersingkir dari benaknya muncul kembali.
Sambil ber-cakap2 kedua orang itu berjalan terus kedepan, akhirnya tanpa terasa sampailah disuatu persimpangan jalan raya.
Si Kakek Huncwee dari gunung Bong-san angkat kepala memandang sekejap sang surya yarg sudah berada ditengah angkasa.
"Hian-te!" katanya. "Selama beberapa hari belakangan kita selalu dirundung kesedihan serta kemurungan yang membosankan, rasanya sulit untuk mendapatkan kegembiraan seperti hari ini. Bagaimana kalau menggunakan kesempatan baik ini kita minum sepuasnya dirumah makan Coei-Sian-Loo dalam kota Kay-Hong ?"
Sekilas cahaya terang berkelebat diatas raut wajah Cian-Liong Poocu yang kurus, ia mengangguk perlahan tanda setuju, sementara sikapnya masih kelihatan masgul.
Dalam seperminum teh kemudian, kedua orang jago tua dalam dunia persilatan inipun telah meneguk beberapa cawan arak dalam rumah makan Goei sian Law.
Sekalipun selama ini Bong-san Yenshu menikmati araknya, namun huncweenya yang berwarna hitam pekat itu tiada hentinya mengepulkan asap hitam yang tebal.
Sedangkan Cian-Liong-Poocu telah meneguk kering tiga cawan arak, ketika sumpitnya hendak menjepit sepotong daging kedalam mulutnya, mendadak terasa desiran angin berhembus lewat, sesosok bayangan merah berkelebat lewat dari arah depan.
Walaupun kaget, Poocu dari benteng Cian Liong-Poo ini tidak sampai jadi gugup, dengan cepat ia tunjukkan gerakan refleks yang manis dan mengagumkan. Badannya bergeser sedikit kesamping membiarkan bayangan merah tadi dengan membawa desiran angin tajam menyambar lewat dari sisi telinganya.
Traak.. diiringi suara nyaring, benda itu menancap diatas tiang loteng hingga tembus tiga coen dalamnya.
Pada saat yang bersamaan Bong-san Yen shu mengenjotkan badannya melayang ketengah udara, tampak bayangan abu-abu berkelebat lewat seolah-olah seperti seekor burung Walet menembusi awan dia terobos keluar dari jendela, kemudian dengan jurus "Toa Bong-ceng-ci" atau Rajawali Raksasa pentang Sayap mumbul lima depa tingginya keatas atap rumah makan.
Dengan gerakan tubuhnya yang cepat laksana kilat itu, semestinya dia berhasil menyandak pembokong tersebut, siapa tahu tatkala tubuhnya telah berdiri diatas atap rumah, tak terlihat sesosok bayangan manusiapun disitu, suasana tetap sunyi senyap.
Jago tua ini berseru tertahan, ia tercengang dan tidak habis mengerti akan kecepatan gerakan musuh. Akhirnya dengan hati berat ia menerobos kembali keruangan menggunakan gerakan burung walet pulang sarang.
Dalam pada itu cian Liong Poocu Lie Kie-Hwee telah mencabut keluar senjata rahasia tadi dari atas tiang, benda tadi dibungkus dengan sapu tangan, sedang matanya melototi senjata tadi dengan wajah ter-mangu2.
Si kakek huncwee dari gunung Bong-san segera ikut memandang senjata rahasia itu dengan seksama, terlihatlah bahwa senjata itu kecil mungil terbuat dari emas dan berbentuk bunga To merah, air mukanya kontan berubah hebat serunya.
"Bukankah senjata rahasia itu adalah senjata rahasia beracun milik To-Bin-Yauw-Hoo atau si siluman Rase berwajah buah To? Entah disebabkan persoalan apa sehingga hian-te mengikat tali permusuhan dengan perempuan itu ?" Lie Kie Hwie menghela napas sedih.
"Aaaai kalau dibicarakan sangat panjang ceritanya, Toako. Rupanya malam ini siauw-te tak bisa loloskan diri dari kematian lagi, seandainya aku mati, aku berharap toako suka menjaga Wan-jieku bagaikan terhadap putri kandung sendiri. Agar sukmaku yang berada dialam baka bisa tenteram dan berlega hati."
Mimpipun Bong-san Yen-shu tidak mengira kalau para gembong iblis yang lihay sama2 sedang bergolak. Diam2 pikirnya dalam hati:
"Sebenarnya apa yang hendak dilakukan iblis-iblis keparat itu ? hendak mereka ubah dunia kangouw yang telah lama berada dalam ketenangan serta ketentraman ini jadi apa?"
Meskipun pada hari2 biasa dia hadapi setiap masalah dengan wajah riang, tak urung saat ini alisnya berkerut juga.
"Hiante," ujarnya kemudian. "Kau tak usah murung dan bersedih hati, sekalipun To Bin Yauw-Hoo adalah manusia yang sangat lihay, tidak nanti dia berani mendatangi perkampungan Pa-In-san-cung kita untuk bikin onar."
Lie Kie Hwie tersenyum sedih, per-lahan2 ia bungkus senjata rahasia "Toan Hun To Hoa" atau bunga To pencabut nyawa itu dengan sebungkus kertas, setelah itu dimasukkan kedalam kantung senjata rahasianya.
Dengan adanya peristiwa tersebut, kedua orang itu tiada napsu untuk melanjutkan santapannya, setelah meneguk beberapa cawan arak lagi mereka segera bereskan rekening dan berlalu dari rumah makan Coei-sian-Loo tersebut.
Dalam perjalanan kembali kedalam perkampungan, tiada hentinya si kakek huncwee dari gunung Bong-san menanyakan asal mula terikatnya dendam permusuhan dengan To Bin-Hoo, namun cian Liong Poocu cuma menghela napas panjang belaka, sepatah katapun tidak diucapkan keluar.
Begitulah akhirnya kedua orang itu kembali ke perkampungan Pa-In-san-cung dengan mulut membungkam, tatkala masuk kedalam ruang tamu secara mendadak mereka temukan disitu telah bertambah dengan dua orang tamu, seorang adalah nikouw tua sedang yang lain adalah kakek berwajah gagah.
Nikouw tua itu memakai baju rahib berwarna hijau, kakinya memakai kaus putih dan sepatu terbuat dari kain, sebuah tasbeh terkalung diatas lehernya.
Dipandang dari raut wajahnya yang alim dan penuh welas kasih, siapapun akan segera mengenali si Nikouw itu sebagai soat-san sin-nie yang menduduki urutan kedua dalam Oe-Lwee-Ngo-Khie atau lima manusia aneh dari kolong langit, atau bukan lain adalah guru dari Tonghong Beng Coe, nyonya perkampungan tersebut.
Sebaliknya si kakek tua yang hadir disamping rahib tadi memakai jubah yang sangat lebar, wajahnya berwarna merah padam, sikapnya ayal2an dan sebuah cupu2 kuno terbuat dari tembaga tergantung pada pinggangnya, dia adalah "Thian-Hoe-Cioe sian" atau si dewa mabok dari istana langit, orang keempat dalam Oe-Lwee-Ngo-Khie.
Kedua orang tokoh sakti dari dunia persilatan ini sudah banyak tahun tidak munculkan diri didepan keramaian, sungguh tak nyana ini hari mereka telah muncul secara berbareng, tidak aneh burung kucicak berkicau tiada hentinya pagi tadi.
Kedua orang tokoh sakti tersebut duduk di atas kursi kebesaran, sementara si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng serta siauw-Bin Loo-sat Poei Hong mendampingi dikedua belah sisinya.
Buru-buru Bong-san Yen-shu tarik kembali sikap ugal2annya, dengan penuh rasa hormat ber-sama2 "Cian-Liong Poocu" Lie Kie Hwie maju kedepan menjura seraya membahasakan diri sebagai Boanpwee.
Sudah tentu pembicaraan yang kemudian berlangsung hanya berkisar mengenai iblis2 berkerudung hitam belaka.
Setelah menganalisa dari sebutan "Hiong Hoen", "Lee-Pok" serta "Yoe-Leng" yang tertera diatas dada tiap gembong iblis itu, mereka semua sama2 berpendapat bahwasanya iblis-iblis itu semua tentu dikendalikan oleh suatu perkumpulan beraliran sesat.
Tapi perkumpulan sesat apakah yang mengendalikan mereka ? Siapapun tidak tahu. Cuma saja mereka semua berpendapat ada ke
JILID 10 HAL. 46 S/Dw 47 HILANG
sedangkan Kakek huncwee dari gunung Bong san tetap tinggal diruang tengah bermain catur dengan Hoo Thian Heng.
Dalam kepandaian bermain catur, kedua orang itu sebenarnya seimbang tetapi malam ini pikiran Bong-san Yen-shu sedang kalut, dalam tiga babak ia menderita kekalahan terus.
Siauw-Bin Loo-sat Poei Hong yang mengikuti jalannya permainan catur itu disamping dengan cepat dapat menemukan ketidak beresan pada diri jago tua itu. Maka sambil tersenyum segera serunya:
"Cianpwee, kalau dalam hatimu masih ada urusan lebih baik permainan catur ini disudahi saja, pergilah beristirahat."
"Cianpwee persoalan apakah yang mengganjel hatimu?" Hoo Thian Heng ikut menimbrung dari samping sambil menggulung kertas papan catur. "Dapatkah kau utarakan keluar agar boanpwee sekalian bisa ikut menyumbangkan sedikit tenaga kami."
Seraya mengelus jenggotnya yang terurai ke bawah, Bong-san Yen Shu termenung sejenak, akhirnya diapun menceritakan kejadian siang tadi dirumah makan Coei-sian-Loo, dimana Lie Kie Howie telah diserang oleh senjata Toan Hun-To-Hoa dari To-Bin Yauw-Hoo... selesai mendengar kisah itu, "siauw-Bin-Loo-sat" Poei Hong berseru tertahan.
"Aduuuh celaka engkoh Hong, cepat tengok kekamar Lie Thayhiap, mungkin pada saat ini dia sudah tidak berada didalam kamarnya."
Hoo Thian Heng terkesiap, ia berseru tertahan kemudian berkelebat menuju ke kamar tamu yang ada disebelah belakang.
Pintu kamar masih terkunci rapat, maka pemuda itu berputar kejendela belakang, disitu ia temukan "cian-Liong Poocu" Lie Kie Howie sudah tak berada ditempatnya, bahkan ia sudah pergi sambil menggembol senjata tajam.
Buru-buru ia loncat masuk kedalam ruangan kemudian bukakan pintu kamar, dimana Bong-san Yen-Shu serta Siauw-Bin Loo-sat telah menunggu.
"Hujien, dugaanmu tepat sekali," puji Hoo Thian Heng dengan penuh rasa kagum.
"Hmm, siapa yang sudi mendengarkan rayuanmu," sela Poei Hong sambil mendepak kakinya keatas tanah. "Ayoh cepat berangkat mencari jejaknya, jangan sampai terlambat daripada Lie Thayhiap keburu menjumpai bahaya maut."
"Mari kita tentukan tiga puluh li disekeliling kota Kay-Hong sebagai daerah pencarian, aku akan lari kearah Timur sedang tiga arah lainnya kuserahkan kepada kamu berdua siapa yang lebih dahulu ketemu jejaknya segera beritahu yang lain. Akur?"
Begitu selesai berkata, badannya laksana kilat telah meluncur keluar dari ruangan dan berkelebat pergi.
Sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng serta wanita iblis berwajah riang Poei Hong tak berani bertindak ayal lagi, segera mereka enjotkan badan bagaikan burung walet yang terbang keangkasa dengan gesit dan ringan memulai pencariannya.
Untuk sementara waktu kita tinggalkan dahulu Bong-san Yen-Shu bertiga dengan pencariannya. Mari kita balik menceritakan keadaan "cian-Liong Poocu" Lie Kie Howie.
Sejak diserang oleh senjata rahasia Bunga To pencabut nyawa siang tadi dirumah makan "Coei-sian-Loo", kendati hatinya keras bagaikan baja, tak urung dalam hati merasa kaget campur bergidik juga.
Menggunakan kesempatan dikala Bong-san Yen-shu pergi mengejar musuh, dengan menggunakan ilmu sinkang "Thay-Ching-sin-kang" aliran Kun-Lun Pay ia hisap senjata rahasia itu kedalam genggaman.
Siapa sangka begitu senjata rahasia tadi tertera didepan matanya, bagaikan terpagut kala berbisa seketika itu juga air mukanya berubah hebat, seluruh tubuh gemetar keras.
Delapan belas tahun berselang, setiap jago Bu-lim dalam dunia persilatan tentu akan bergidik setiap kali bertemu dengan senjata rahasia "Toan-Hun To-Hoa" atau bunga To pencabut nyawa ini sebab tak pernah ada seorang jagopun berhasil lolos dari ujung senjata rahasia itu dalam keadaan selamat, senjata rahasia "Toan-Hoen-To-Hoa" sudah dipandangnya sebagai lencana atau tanda perintah pencabutan nyawa. Namun bukan karena alasan ini Lie Kie Howie merasa ngeri dan bergidik.
Yang membuat dia gelisah dan tidak tenteram adalah pemilik dari senjata rahasia itu sendiri, setelah ini hari jejaknya ditemukan, Lie Kie Howie sadar, bahwa keselamatan serta keamanannya mulai terancam setiap saat.
Apalagi diujung senjata rahasia "Toan-Hoen To-Hoa" yang kecil mungil itu terikat secarik saputangan berwarna merah dan diatas sapu tangan itu tertera tulisan yang berbunyi demikian :
"Kentongan kedua malam nanti kutunggu kehadiranmu didalam hutan bunga To sebelah selatan kota."
Peristiwa yang tidak menguntungkan terjadi berulang kali, bukan saja istri kesayangannya binasa ditangan orang, kini "To-Bin-Yauw-Hoo" Hoan So So pun datang mencari ribut seketika itu juga membuat Lie Kie Hwie salah satu dari tiga jago pedang terbesar abad ini jadi murung, risau dan kesal tidak karuan.
Dia sama sekali tidak jeri akan kelihayan ilmu silat yang dimiliki To-Bin-Yauw-Hoo atau beracunnya senjata rahasia iblis perempuan itu, sebaliknya adalah dikarenakan pada masa silam antara dia dengan perempuan itu pernah terjalin hubungan yang luar biasa, ia tidak ingin orang lain ikut mengetahui peristiwa lama yang telah dipendam dalam hati kecilnya selama puluhan tahun.
Kecuali suhunya Hoei Hay Siangjien dari partai Kun-lun yang mengetahui jelas duduknya perkara ini, boleh dibilang dikolong langit tiada manusia kedua yang tahu.
Selama ini dia selalu pendam tingkah pola keromantisannya semasa masih muda dulu ke dasar hatinya.
Kiranya "Cian-Liong-Poocu" Lie Kie Hwie pada masa mudanya bernama Lie Hong, dia adalah murid kesayangan dari Hoei Hay Siangjien, sang ketua dari partai Kun-lun.
Pada usia dua puluh tahun, bukan saja ilmu meringankan tubuh serta ilmu pedangnya berhasil melampaui keberhasilan jago2 seangkatnya, diapun merupakan seorang manusia kosen dari angkatan muda.
Hoei Hay Siangjien punya ambisi besar untuk menciptakan muridnya sebagai bunga aneh dalam dunia persilatan, dia merasa bahwa kalau cuma dididik ilmu silat melulu tanpa ada pengalaman adalah percuma, maka suatu hari diperintahkannya Lie Hong untuk turun gunung cari pengalaman dengan pesan dua tahun kemudian harus kembali kegunung Kun-lun untuk meneruskan pendidikannya.
Siapa tahu belum lama Lie Hong turun gunung ia telah berjumpa dengan siluman Rase berwajah bunga To, Hoan so so.
Pada waktu itu bukan saja Lie Hong punya roman yang ganteng dan menawan hati, dia pun gagah dan kosen, tentu saja siluman Rase yang sudah tersohor akan kecabulannya itu tidak mau melepaskan dirinya dengan begitu saja.
Hoan so so sadar, menggaet pemuda dari kalangan lurus adalah jauh lebih sukar dari pada merayu jago2 dari kalangan Liok-lim, maka dibuatnya satu rencana yang licik dan licin.
Mula-mula ia bersihkan dahulu wajahnya dari make-up yang tebal serta tanggalkan pakaian yang mentereng, kemudian memakai baju sederhana dan menggeletak ditepi jalan pura-pura menderita luka.
Sebelumnya ia telah menyelidiki dahulu jalan mana yang akan dilewati Lie Hong dalam kelananya, dan ternyata siasat menyiksa diri ini berhasil mengelabuhi Lie Hong si pemuda ingusan.
Coba bayangkan saja, seorang pemuda ingusan yang baru turun gunung dan belum punya pengalaman, mana ia tahu akan kelicikan orang lain ?
Tidak sampai berapa lama, dengan suatu tindakan yang lembut penuh kehalusan To Bin Yauw Hoo berhasil menjerumuskan si burung angsa ini kedalam kualinya dan perlahan-lahan menikmati keperjakaan pemuda itu.
Mungkin inilah yang dinamakan takdir? perempuan itu benar2 pandai main cinta, sehingga membuat pendekar muda ini mencintai dirinya sampai mendekati setengah gila.
Seandainya dalam keadaan seperti ini, dia dapat melepaskan diri dari jalan yang sesat dan kembali kejalan yang benar, tidak berbuat jahat tidak berbuat cabul lagi, peristiwa ini tentu merupakan suatu kejadian yang indah dan berharga.
Pepatah kuno mengatakan sungai dan gunung bisa dirubah, watak manusia susah dirubah, lama kelamaan siluman Rase berwajah bunga To inipun mulai memperlihatkan ekor rasenya.
Selama ini Lie Hong betul2 berhasil dikelabuhi, tapi tidak lama kemudian rahasia penyamaran perempuan yang dicintainya ini terbongkar dan diapun berhasil mengetahui raut wajah sebenarnya siluman rase ini.
Betapa hancur lebur hatinya ketika itu, ia tidak mengira perempuan yang digaulinya selama ini sebenarnya adalah perempuan cabul. Tapi dengan wataknya yang luhur dan berbudi Lie Hong tidak tega membalas dendam, terpaksa segala penderitaannya ditekan didalam hati, bahkan seringkali dia berusaha menasehati Hoan so so agar bertobat dan kembali ke-jalan yang benar.
Siapa tahu To-Bin Yauw Hoo tidak pernah menggubris nasehatnya, ia masih tetap berbuat menurut kehendak hatinya.
Perempuan ini benar2 sangat licik dan kejam, dengan menggunakan titik kelemahan Lie Hong yang berbudi luhur seringkali dia pancing pemuda itu untuk melakukan kesalahan dan perbuatan yang terkutuk, namun untung pemuda ini cepat menyadari akan kesalahannya. Dipihak lain sejak murid kesayangannya turun gunung, hingga beberapa tahun lamanya Hoei Hay siangjien tak pernah mendapatkan kabar berita mengenai pemuda she Lie ini, jejaknya bagaikan batu yang tenggelam ditengah samudra.
Dua tahun telah lewat dengan cepat sedang Lie Hong belum juga kembali kegunung Kun-lun untuk meneruskan pendidikannya. Apa boleh buat akhirnya terpaksa Hoei Hay siangjien turun gunung untuk mencari sendiri jejak muridnya.
Dunia begitu luas, mencari seseorang di-tengah2 keluasan jagad yang tiada ujungnya sama halnya seperti mencari jarum didasar samudra.
Tapi Hoei Hay siangjien tidak putus asa, dengan susah payah ia mencari dan menyelidiki terus. Akhirnya jerih payah tokoh sakti ini mendapatkan hasil, dari seseorang ia mendengar bahwa dalam rangkulan To-Bin-Yauw-Hoo memang terdapat seorang pemuda yang bernama Lie Hong.
Betapa gusar dan malunya Hoei Hay siangjien mendengar berita itu, ia tidak menyangka kalau murid kesayangannya tidak tahan uji dan terperosok kelembah kehinaan.
Dalam keadaan gusar hweesio tua ini ada maksud memusnahkan ilmu silat Lie Hong dan menjatuhi hukuman sesuai dengan peraturan perguruan, namun disaat lain ia menyadari akan tabiat muridnya yang jujur dan berbudi luhur, ia duga muridnya tentu sudah terkena siasat licik siluman rase berwajah bunga To tersebut.
Hasil dari penyelidikannya secara diam2 membuktikan bahwa dugaannya sama sekali tidak meleset, siangjien ini berhasil mengetahui bahwa muridnya tidak pernah melakukan kejahatan, ia masih sanggup mempertahankan budinya yang luhur dan jujur.
Menghadapi kenyataan seperti ini Hoei Hay siangjien tak bisa berbuat lain kecuali menghela napas panjang, akhirnya diam2 ia bawa pulang muridnya keatas gunung Kun-lun dan mengganti namanya jadi Lie Kie Howie.
Kejadian yang menimpa diri Lie Kie Howie dirahasiakan terus oleh Hoei Hay siangjien, selama lima tahun lamanya ia larang muridnya meninggalkan gunung Kun-lun barang setindak pun.
Kemudian sebanyak beberapa kali To-Bin Yauw-Hoo mendatangi gunung Kun-lun dan melukai banyak sekali anak murid perguruan tersebut, namun setiap kali ia berhasil digebah pergi oleh Hoei Hay siangjien.
Beberapa waktu kemudian tiba2 jejak To-Bin Yauw-Hoo lenyap dari peredaran dunia persilatan, saat itulah Lie Kie Howie baru diijinkan turun gunung.
Dengan penderitaannya selama lima tahun, ilmu silat yang ia miliki memperoleh kemajuan luar biasa, dalam waktu singkat nama besarnya telah menggemparkan dunia persilatan dan iapun berhasil merebut kedudukan sebagai salah satu diantara tiga jagoan pedang terbesar abad itu.
Dalam suatu perjumpaan yang sama sekali tak terduga, ia berkenalan dengan si burung hong hijau Thio see, dalam percintaan yang kemudian berlangsung akhirnya menikahlah sepasang muda mudi itu. Mereka saling cinta mencintai, sayang menyayangi, dan kemudian membeli tanah luas dibawah gunung In-Boe-san dimana didirikan benteng Cian Liong-Poo. Hiduplah Lie Kie Howie sepasang suami istri dengan penuh kebahagiaan disitu.
Sungguh tak nyana bencana masih juga mengintai jagoan pedang ini, dalam pertempuran yang terjadi dalam perkampungan Kiok-it-san cung, istri kesayangannya burung hong hijau Thio see keracunan dan mati.
Belum lama istrinya dikubur kembali To-Bin Yauw-Hoo menemukan jejaknya, sebagai seorang kenamaan dalam Bu-lim, Lie Kie Hwie tidak ingin namanya hancur dalam waktu yang singkat.
Karena itulah kendati dihadapan sahabat karibnya sendiri Bong-san Yen Shu, dia tidak ingin mengungkap kejadian tadi sehingga merosotkan nama serta martabatnya.
Begitulah, dengan alasan kepalanya pening dia kembali kedalam kamar tidurnya, disitulah ia sorenkan pedangnya kepinggang, mengunci pintu, memadamkan lampu dan bagaikan seekor burung elang melayang keluar dari jendela belakang, dalam sekejap saja tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan.
Menanti Kakek huncwee dari gunung Bong san, Hoo Thian Heng serta Poei Hong menaruh curiga, kentongan ketiga sudah lewat dan Lie Kie Hwie sudah lama berlalu.
Siauw-Bin-Loo-sat Poei Hong langsung berlari menuju kearah Barat dan Selatan kota, ia temukan kurang lebih lima li disebelah Selatan kota terbentang sebuah hutan bunga To yang lebat, suasananya sunyi senyap dan dirasakan sebagai suatu tempat pertemuan yang paling bagus. Hati kaum wanita memang jauh lebih teliti, dengan bakatnya yang cerdik ia keliling didalam hutan bunga To itu sampai beberapa kali, sementara matanya dengan seksama memeriksa keadaan disekelilingnya bila mana berjumpa dengan hal2 yang mencurigakan.
Begitulah dalam suatu kesempatan mendadak ia temukan sebuah tanah lapang seluas beberapa puluh tombak ditengah hutan Bunga To itu.
Diatas bidang tanah yang cukup luas, secara lapat2 tampak sebilah pedang yang memancarkan cahaya berkilauan terkena cahaya rembulan menggeletak diatas tanah.
Pedang itu sangat dikenal olehnya, tanpa sadar si Wanita iblis berwajah riang ini berseru tertahan, dengan cepat ia melayang ke atas tanah.
Setelah pedang itu dipungut dan diperiksa dengan seksama, maka dengan cepat dia dapat membuktikan bahwa pedang itu bukan lain adalah milik Cian-Liong-Poocu Lie Kie Hwie, kontan hatinya terperanjat.
Kemudian dengan meminjam cahaya rembulan seluruh permukaan tanah diperiksa dengan teliti, ditemuinya kecuali bekas telapak kaki yang kacau seperti bekas terjadinya suatu pertempuran sengit, terdapat pula noda darah berceceran disana.
Dari balik rerumputan ditengah tanah lapang tadi, ditemukan pula secarik kain bekas gaun yang berwarna merah, kain itu ditebas robek dari gaun To Bin Yauw Hoo.
Dengan bukti2 tersebut sudah cukuplah jelas menerangkan bahwa Lie Kie Hwie kalau bukan tertawan, tentulah sudah mengalami nasib yang jelek.
Suitan nyaring berkumandang ditengah kesunyian, bagaikan seekor burung Hong, Poei Hong melayang keangkasa menembusi hutan lebat dan cepat2 kembali ke perkampungan Pa-In-san-cung, ia duga si kakek huncwee dari gunung Bong-san serta engko Hengnya tentu sudah balik.
Siapa sangka belum sempat ia masuk kedalam perkampungan, mendadak terdengar suara bentrokan senjata tajam berkumandang tiada hentinya dari balik gedung, diiringi suara jengekan serta tertawa seram yang mengerikan.
Mimpipun perempuan ini tidak menduga kalau kawanan iblis melancarkan serangan kembali kedalam perkampungannya, hawa gusar kontan meluap, dalam dua tiga kali loncatan ia melayang masuk kedalam ruangan dengan suatu gerakan yang cepat sekali.
Dalam pada itu pertarungan telah berlangsung dengan serunya, Bong-san Yen-shu mendapat tandingan seorang gembong iblis berkerudung hitam yang berperawakan kecil pendek, mereka saling serang menyerang dengan gencarnya.
Walaupun suasana diliputi ketegangan, orang tua itu masih tiada hentinya hahahihhi tertawa menggoda, dihadapan soat-san sin-nie serta Thian-Hoe-Cioe-sian dia mempermainkan musuhnya habis2an, kalau bukan meraba pahanya, mencubit pantatnya, setiap kali ada kesempatan tangannya selalu menyambar ke-arah kain kerudung orang untuk mengintip raut wajahnya.
Tetapi manusia berkerudung itupun bukan manusia lemah yang gampang dipermainkan, setiap kali kakek huncwee dari gunung Bong-san ini hendak menyingkap kain kerudungnya dengan gerakan yang tepat dan manis selalu berhasil melepaskan diri.
-000dOw000- Bab 16 DALAM PADA itu tatkala sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng menjumpai istrinya pulang dengan langkah tergopoh-gopoh sambil tangannya mencekal sebilah pedang suatu ingatan jelek berkelebat dalam benaknya, cepat2 ia menghampiri kesisinya sambil menegur: "Bagaimana berita tentang Lie cianpwee?"
Poei Hong menghela napas sedih, secara garis besarnya dia menceritakan apa yang dilihatnya dalam hutan bunga To serta bagaimana akhirnya ia jumpai pedang itu menggeletak ditanah.
Mendengar penuturan tersebut Hoo Thian Heng menghela napas sedih, ia tidak menyangka kalau persoalan tersebut bisa berubah jadi kacau dan tidak karuan macam begitu.
Dan kini musuh tangguh berada didepan mata, tidak sempat lagi baginya untuk berpikir panjang.
-0000dw0000- Jilid : 11 SEMENTARA itu jeritan ngeri yang menyayatkan bati berkumandang dari tengah kalangan, disusul robohnya seseorang keatas tanah.
Dengan hati terperanjat, Hoo Thian Heng berdua menoleh ke tengah kalangan, namun sewaktu dijumpainya orang yang roboh adalah manusia berkerudung yang memakai kode "Yoe Leng" nomor tujuh, merekapun untuk sementara waktu bisa berlega hati.
Kiranya "Yoe-Leng" nomor tujuh yang menyaksikan pihak lawan mempermainkan dirinya terus menerus dengan andalkan kelincahan serta kegesitan gerak tubuhnya, bahkan mulutnya ber-kaok2 mengejek dan tangannya gerayang sana gerayang sini menggoda dirinya, lama kelamaan jadi mendongkol dan kheki sehingga giginya menggerutuk tiada hentinya.
Kendati dia punya perawakan yang pendek kecil, ilmu silatnya telah mencapai taraf yang sangat tinggi terutama sekali permainan ilmu pedangnya. Sesudah dipermainkan berulang kali, sebagai seorang tokoh kalangan hitam yang berangasan dan tak bisa menahan diri lama kelamaan tentu saja tidak tahan.
Cahaya buas seketika memancar keluar dari balik matanya, pedang digetar keluar dan dengan memakai jurus ular bisa memagut bagaikan seekor ular gesit senjatanya berputar tiga lingkaran ditengah udara kemudian menyusup masuk lewat depan dada langsung mengancam jalan darah Koan-Goan, Tan-Thian serta Kie-To pada tubuh kakek huncwee tersebut.
"Serahkan jiwamu !" bentaknya keras.
Rupanya si kakek huncwee dari gunung Bong-san tidak mengira kalau pihak lawan bisa mengeluarkan jurus serangan seaneh ini, menyaksikan datangnya ancaman yang sangat mengerikan ini hatinya terperanjat juga.
Kalau mengikuti tabiatnya dia akan menyahut dengan ucapan "Belum tentu", namun situasi tidak mengijinkan ia berteriak demikian sebab jiwanya benar benar terancam dan tidak mungkin lagi baginya untuk meloloskan diri dengan jalan melompat kesamping.
Untung kakek tua ini memiliki pengalaman yang sangat luas, walaupun berhadapan dengan maut tidak sampai gugup dibuatnya. Cepat2 ia tarik napas dalam2 dan menarik lambungnya kedalam.
Dengan jalan begini walaupun secara nyaris tusukan lawan berhasil dihindari tak urung jubah bagian dadanya kena disambar juga.
"Breet..." muncul sebuah robekan sepanjang dua coen diatas baju bagian dadanya, membuat raut wajahnya yang persegi empat langsung berubah jadi merah padam.
Hawa gusarnya segera berkobar, dalam marahnya huncwee besi yang ada ditangan segera menyapu kemuka.
Wesss... laksana kilat pergelangannya menyapu keluar dengan jurus "Boe-Yauw-Yen-Bong" atau Kabut mengitar asap membumbung, inilah jurus serangan mematikan yang paling diandalkan oleh Bong-san Yen-Shu.
Traang... ditengah bentrokan nyaring, pedang manusia berkerudung itu kena dihajar sampai terpental beberapa depa jauhnya.
Dengan terpentalnya pedang lawan maka terbukalah pintu kelemahan ditubuh manusia berkerudung itu.
Bong-san Yen-Shu tak mau sia2kan kesempatan tadi dengan percuma, sambil tertawa ter-bahak2 huncweenya disapu keluar dengan memakai jurus "To coan-seng-it" atau Bintang berputar langit berpindah. Diiringi desiran angin tajam langsung menghantam jalan darah Hian-Kie-Hiat ditubuh "Yoe-Leng" nomor tujuh.
Melihat datangnya serangan mematikan yang begitu dahsyat, manusia berkerudung itu terkesiap. Saking kagetnya sukmanya terasa melayang tinggalkan raga. la sadar bahwa sulit bagi dirinya untuk lolos dari serangan tersebut, maka bahunya lantas direndahkan kebawah diikuti pinggangnya menekuk kebelakang, ia bermaksud meloloskan diri dari ancaman musuh terhadap jalan darah mematikannya.
Siapa sangka dengan perbuatannya ini justru dia sudah salah perhitungan, sebab perawakannya memang kecil lagi pendek dengan merendahnya sang tubuh dengan sendirinya jalan darah Hian-Kie-Hiat berhasil dihindari, namun justru karena itu batok kepalanya malahan disajikan kedepan mata lawan.
Kreetaak... huncwee baja dari Bong-san Yen-Shu dengan telak menghajar jalan darah Thian-Teng-Hiat lawan, jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma berkumandang memenuhi angkasa, sukmanya seketika melayang tinggalkan raganya untuk laporan didepan raja Akhirat.
Kalau ditulis kejadian itu rasanya memang berlangsung amat lambat, padahal dalam kenyataan cepatnya luar biasa.
Pada saat itulah dari pihak lawan segera melayang keluar tujuh sosok bayangan manusia, dari kode yang terlihat diatas dada mereka jelas tertera tulisan "Lee-Pok" nomor satu sampai tujuh.
Siauw-Bin-Loo-sat Poei Hong tertawa dingin, dengan cepat matanya menyapu kearah posisi lawan, disitu ia saksikan kecuali hadir tiga orang "Hiong-Hoen", tujuh orang "Lee-pok" serta dua puluh dua orang "Yoe-leng" masih hadir pula dua manusia aneh tanpa kode.
Yang satu punya perawakan badan yang bulat dan gemuk seperti Bligo, jenggot hitam terurai sepanjang dada.
Sedangkan yang lainnya adalah makhluk berambut putih, berwajah seperti bunga mawar, berpunggung bungkuk serta membawa sebuah tongkat Kioe-Tauw-Koay-Tung atau tongkat panjang berkepala burung, waktu itu dengan mata yang tajam sedang mengawasi dirinya tak berkedip.
Belum sempat Poei Hong putar otak memikirkan siapakah kedua orang makhluk aneh itu, "Lee-pok" nomor satu telah tertawa dingin sambil menjengek:
"Telah lama kudengar orang berkata bahwa dalam perkampungan Pek-In-san-cung bersembunyi naga sakti serta harimau ganas, setelah ini hari berjumpa sendiri aku baru tahu kalau kabar berita yang tersiar ditempat luaran ternyata bukan kabar angin belaka. Hmm sungguh tak nyana manusia2 yang bergabung dalam Oe-Lwee-Nao-Khie lima manusia aneh dari kolong langit pun hadir disini. Heeh...heeh..." setelah tertawa dingin terusnya lebih jauh:
"Dalam perkumpulan kami terdapat semacam barisan yang disebut "Ham-Hoen-Chiet Lee-Tin" atau barisan tujuh iblis penghancur sukma, aku ingin mengundang Thian-Hoe-Cioe-sian yang tersohor akan kelihayannya didalam dunia persilatan untuk men-coba2 barisan ini, entah beranikah saudara menjajalnya?"
Mendengar tantangan itu sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng mengayunkan seruling kumalanya ketengah udara, belum sempat ia loncat masuk kedalam barisan "Thian Hoe Cioe-sian" Lauw Bong Ling sudah ayun cupu2 tembaganya sambil tertawa ter-bahak2.
"Haah..haah....haah...saudara cilik, bukankah orang lain menantang loo-kokomu untuk bergebrak ? lebih baik tunggu saja sampai ronde berikutnya untuk main2 sepak bola."
Baru saja ia menyelesaikan kata2nya, makhluk aneh berbentuk bola yang gemuk lagi pendek dalam barisan lawan telah mendengus dingin.
Kendati cupu2 araknya masih dicekal dalam genggaman, Thian-Hoe-Cioe-sian melangkah masuk kedalam kalangan pertempuran dengan langkah gontai dan sempoyongan, dia sama sekali tidak menggubris atas dengusan dingin orang.
Sementara itu "Lee-pok" nomor satu telah mempersiapkan diri, tampak cahaya ke-biru2an berkelebat kemuka, Poan-Koan-Pitnya yang telah direndam dalam cairan racun sudah membabat kemuka dengan dahsyat, disusul senjata lain seperti senjata pit, dua bilah pedang, sepasang roda emas Siang Jiet-Gwat-Kiem-Loen, Bok-Hie baja serta pemukulnya serentak memenuhi angkasa.
Desiran angin tajam berdesiran disekeliling badan, dibawah serbuan kalap para iblis kalangan hitam dengan senjata masing2 yang aneh, kendati Si Dewa Mabok masih tetap mempertahankan sikap maboknya, namun dalam hati ia sama sekali tidak berani bertindak gegabah.
Ilmu langkah "Ciong-Meh-poh" benar2 merupakan suatu ilmu langkah yang luar biasa, ditambah lagi si dewa mabok ini menyerang dengan andalkan ilmu telapak Bodhie-ciang, kekuatannya semakin menjadi. Setiap serangan yang ia lancarkan pasti berhasil memaksa ketujuh iblis itu mundur kebelakang dengan hati jeri.
Menyaksikan kejadian ini soat-san-sin-Nie yang nonton dari sisi kalangan diam2 mengangguk, dia menganggap kepandaian sakti semacam ini sudah banyak tahun lenyap dari kalangan dunia persilatan namun ternyata hawa murni dari sahabat karibnya si dewa Mabok telah peroleh kemajuan yang sangat pesat, tidak malu ia jadi ahli waris dari Thian Yang Coei shu atau si kakek pemabok dari ujung langit, seorang tokoh maha sakti jaman berselang.
Teringat akan ahli waris, diam2 soat-san sin-Nie menghela napas sedih.
Alasannya Tonghong Beng Coe si murid kesayangannya kendati memiliki tulang serta bakat yang sangat bagus untuk belajar silat dan ada kemungkinan bisa menciptakan dia sebagai sekuntum bunga aneh dalam dunia kangouw, tapi sayang sekarang dia telah jadi ahli melahirkan anak, sepanjang tahun perutnya bunting terus menerus, boleh dibilang ilmu silat telah tak berguna sama sekali baginya...
Sementara ia berpikir sampai disitu, situasi dalam barisan Tujuh iblis Penghancur sukma telah mengalami perubahan besar, suasana mulai diliputi ketegangan, tidak kedengaran lagi suara gelak tertawa dari Thian-Hoe Cioe-sian berkumandang keluar.
Haruslah diketahui barisan "Ham-Hoen-Chiet Ciat-ok-Tin" ini merupakan pecahan dari ilmu barisan chiet-seng-Tin-Hoat atau barisan tujuh bintang yang tercantum dalam kitab pusaka "Yoe-Leng Pit-Kip" bagian tengah, oleh Yoe-Leng sin-koen ilmu barisan tersebut diajarkan kepada tujuh orang "Lee-pok" tersebut dengan tujuan untuk digunakan menghadapi jago2 lihay dunia persilatan sebangsa Oe-Lwee-Ngo-Khie dan lain2nya.
Barisan tersebut betul2 hebat dan lihay, sekalipun usia Thian-Hoe cioe-Sian sudah mencapai delapan puluh tahun lebih, dan ilmu sakti Sian-Thian-Koen-Goan-Ie-Kie-Kang yang dilatihnya telah mencapai taraf puncak kesempurnaan, namun bila ingin lolos dan barisan dalam waktu singkat bukanlah suatu pekerjaan gampang. Diam2 siauw-Bin-Loo-sat Poei Hong menguatirkan keselamatan si kakek tua itu.
Dalam pada itu si dewa Mabok yang berada didalam barisanpun diam2 sudah merasa tercekat hatinya setelah menyaksikan gempuran2 hawa sakti sian-Thian-Koen-Goan-Ie-Kie-Kang serta ilmu telapak Bodhie-ciangnya sama sekali tidak berhasil membobol pertahanan lawan, kendati angin pukulan menggulung, menyapu, menerjang kekiri dan kekanan dengan dahsyatnya.
Namun bagaimanapun juga dia adalah seorang tokoh silat maha sakti abad itu, sekalipun dia terkurung rapat dalam barisan orang pikirannya sama sekali tidak jadi kalut, dengan hati yang mantap otaknya berputar terus mencari akal untuk merobohkan lawan.
Dalam barisan "Ham-Hoen-Chiet-Ok-Tin" ini, "Lee-pok" nomor satulah yang pegang peranan penting sebagai sumbu berputarnya barisan itu, dan dia pula yang menjadi otak serta pegang komando bagi rekan2 lainnya.
Apabila seseorang terserang maka dalam waktu singkat keenam bilah senjata tajam lainnya segera akan membentuk selapis tembok cahaya yang kuat untuk membendung serangan lawan, sedangkan orang yang terserang dengan menggunakan kesempatan tadi menghindar tepat dibelakang sang penyerang, dalam posisi seperti ini kendati jurus serangannya sangat lihay pun percuma belaka.
Oleh sebab itulah tidak aneh kalau serangan telapak Bodhie-ciang dari si Dewa Mabok yang begitu lihay dan punya pengaruh besar sama sekali tidak berhasil meng-apa2kan pihak lawan.
Sebaliknya pihak musuh bisa menyerang diri dewa mabok ini setiap saat dengan menggunakan jurus serangan yang terlihay dan tersakti dengan kekuatan terbesar, membuat jago tua kita mau tak mau selalu harus waspada dan hati2.
Kalau cuma barisan itu saja tentu masih mendingan, yang lebih menjengkelkan lagi, entah usul dari siapa ternyata diujung jubah hitam setiap Lee-Pok itu telah ditaburi oleh obat pemabok dalam kadar yang tinggi, dibawah getaran pakaian yang kencang bubuk obat pemabok itu beterbangan memenuhi angkasa membuat suasana berubah jadi ke-kuning2an dan tubuh Cioe sian terkurung rapat.
Dengan begitu situasi berubah semakin kritis, Hoo Thian Heng yang semula masih tenang sekarang ikut merasa tegang.
Tujuh orang "Lee-pok" dengan tujuh macam senjata tajam yang berbeda secara bergilir menyerang lawannya, setiap kali dibalas dengan serangan, mereka segera berkelit kebelakang lawan, dengan begitu situasipun lantas berubah, posisi si dewa mabok semakin terjepit dan dengusan serta tertawa dingin mulai berkumandang tiada hentinya.
Menyaksikan situasi itu tiga orang "Hiong Hoen" yang berdiri disisi kalangan jadi kegirangan setengah mati, mereka anggap dalam pertempuran malam ini nama besar perkumpulan Yoe-Leng Kauw pasti akan cemerlang kembali dalam dunia persilatan.
Dengan cahaya mata bengis ketiga orang Hiong-Hoen itu palingkan wajahnya dan menyapu per-lahan2 wajah soat-san sin-nie, siauw Bin Loo-sat, Lan-It-Suseng serta Bong-san Yen-Shu.
Pikirnya didalam hati: "Malam ini kalau kalian ingin loloskan diri dari sini dalam keadaan selamat...Hmm kecuali rembulan muncul dari Barat dan sang surya lenyap di Timur."
Cara berpikir orang ini terlalu pagi dikemukakan, bukankah begitu? Sebab secara tiba2 situasi dalam barisan "Ham-Hoen-Chiet-Ciat Ok-Tin" atau tujuh iblis penghancur sukma telah mengalami perubahan besar, kejadian anehpun berlangsung berulang kali.
Dari balik kabut kuning yang tebal secara mendadak memancar sekilas cahaya putih yang menyilaukan mata, diiringi suara desiran tajam cahaya tadi langsung menyambar batok kepala tujuh orang iblis tersebut.
Ang-Hoat-Tauwto dari Ceng-Hay yang menempatkan diri sebagai "Lee-Pok" nomor tujuh tatkala menyaksikan enam orang iblis lainnya segera mengundurkan diri ter-gopoh2, dengan andalkan kepandaian silatnya yang dimiliki segera menghadang kedepan.
Ia menganggap semburan arak dari setan pemabok ini tidak nanti bisa melukai orang, paling banter badannya cuma basah kuyup belaka oleh semprotan tadi.
Sungguh cepat datangnya sambaran kilat putih itu, baru saja ingatan tersebut berkelebat lewat dalam benaknya, semburan arak lawan telah tiba diatas batok kepalanya.
Diiringi suara gemersikan yang amat nyaring, asap hijau tiba2 mengepul diatas batok kepala Ang-Hoat Tauw-to diikuti berkobarnya api membakar rambut iblis itu.
"Lee-Pok" nomor tujuh mendengus berat, sambil menjerit kesakitan dan me-raung2 sekarat badannya bergulingan diatas tanah.
Kiranya Thian-Hoe Cioe-sian telah menemukan betapa keji dan jahatnya barisan "Ham-Hoen-Chiet-Lee-Tin" ini, ia sadar bukan pekerjaan yang gampang untuk menghancurkan barisan tersebut, apalagi setelah melihat pihak musuh main curang dengan menyebarkan bubuk obat pemabok ketengah udara, dia segera mendengus dingin.
Untuk sementara waktu tekanan pukulannya dikurangi, hawa murni dipusatkan seluruhnya dalam perut dan arak yang berada dalam lambung dibakar sehingga mencapai suhu panas yang tertinggi, setelah itu ia sembur keluar arak panas tadi dengan ilmu sakti Sian-Thian-Koen-Goan-It-Kie-Kangnya.
Semburan arak mendidih ini boleh dikata menyerupai hantaman martil seberat ribuan kati, kendati Ang-Hoat Tauwto dari wilayah Ceng-Hay ini berhasil melatih ilmu kebal, tak urung kepalanya dibikin pusing juga sehingga matanya ber-kunang2.
Dasar dia memang lagi apes, dengusan berat baru bergema diangkasa kain hitam kerudung mukanya mendadak terbakar, api berkobar dengan hebatnya membakar apa saja yang ada disitu.
Tidak ampun lagi kulit kepalanya hangus terbakar, rambutnya yang merah dan tebal itupun terbakar ludas tak berbekas, dalam sekejap mata dia jadi gundul kelimis dengan luka2 terbakar mencuak di-mana2.
Bayangkan saja betapa sakit dan menderitanya "Lee-Pok" nomor tujuh waktu itu, ia men-jerit2 dan me-raung2 kesakitan.
"Omitohud," Soat-san Sin-Nie segera merangkap tangannya memuji keagungan sang Buddha setelah menyaksikan peristiwa yang mengerikan itu.
Sementara Thian-Hoe Cioe-Sian dengan langkah sempoyongan dan tanpa menjumpai hadangan telah keluar dari barisan tersebut.
Seketika barisan Ham-Hoen-Chiet-Lee-Tin jadi kacau balau tidak karuan, para iblis sama2 mengerti bahwa musuh tangguh itu tak dapat dikurung lagi, maka dengan wajah penuh rasa kaget dan terkesiap sama2 menolong Lee-Pok nomor tujuh dan memadamkan api yang membakar badannya, kemudian kembali ketempat semula.
"Oouw... sungguh lihay barisan Ham-Hoen-chiet-Lee ok Tin tersebut," Gerutu Thian-Hoe Cioe-Sian Lauw Bong Ling sambil menenteng Cupu2 tembaganya. "Hampir saja aku tak dapat berjumpa muka lagi dengan sahabat lama."
"Ilmu kepandaian menyembur arak bagaikan kilat dari sahabat benar2 telah mencapai puncak kesempurnaan bahkan tepat dan jitu cara penggunaannya," Puji soat-san Sin-nie dengan wajah penuh welas kasih. "seandainya harus berganti pin-nie yang menghadapi mereka, belum tentu aku bisa keluar dari barisan itu dalam keadaan selamat."
Baru saja ucapan itu selesai diutarakan, mendadak terdengar suara gelak tertawa menggema dari tengah kalangan disusul munculnya seorang nenek tua berambut putih.
"Apa gunanya kalian berdua saling memuji dan saling merendah ? dianggapnya perbuatan kamu berdua patut dipuji? Hmm padahal menurut pengamatanku beberapa macam kepandaian silat yang dimiliki Oe-Lwee-Nao-Khie belum tentu bisa digunakan untuk menjagoi dunia persilatan."
Ia merandek sejenak, kemudian sambil goyangkan kepala sambungnya lebih jauh:
"Sekalipun aku si nenek tua tidak memiliki kepandaian silat yang mengejutkan hati, namun dalam ilmu tongkat sedikit banyak masih punya sedikit simpanan, hey Nikouw siluman, apakah kau sudi melayani aku sebanyak beberapa gebrakan untuk melepaskan otot2 badanku yang telah kaku ?"
"Omintohud, telah lama pin-nie dengar nama besar dari Pek-Hoat-Ang-Gan-Tuo-Pwee Lolo yang berasal dari Hoe-song, kendati sudah lama aku punya minat untuk menyambangi dirimu sayang tiada ketika yang bagus untuk saling berjumpa. Dan sekarang secara tiba2 Loo-loo muncul ditengah daratan Tionggoan, entah apa maksud kedatanganmu ? hanya pesiar belaka ataukah ada..."
Belum habis nikouw itu menyelesaikan kata2nya si Popo bungkuk berambut putih berwajah cantik yang paling benci kalau mendengar ada orang menyebut dirinya dengan sebutan Bungkuk telah berubah air mukanya, dengan wajah penuh kegusaran dia menukas:
"Siluman nikouw, buat apa banyak cingcong yang tak berguna ? kau pingin ikut campur dalam urusan aku si nenek tua ? Hmm ayoh cepat masuk kedalam gelanggang dan mari kita tentukan siapa yang menang dan siapa kalah diantara kita."
Bukan saja sikapnya kasar bahkan nada ucapannya amat menusuk pendengaran siapapun juga.
Jumawa sekali sikap nenek tua dari wilayah Hoe-Song atau Jepang ini, Siauw-Bin Loo-sat Poei Hong jadi tidak tahan, telah siap turun tangan untuk menjajal kepandaian sang nenek.
Mendadak...terdengar suara gelak tertawa yang amat nyaring bergema dari ujung pohon bambu disisi kalangan disusul seseorang berseru.
"Ciss kau tak usah banyak lagak disini, justru karena kau adalah manusia yang kurang beradab maka sengaja sin-nie berlaku sungkan dan ramah terhadap dirimu, aku lihat lebih baik kau jangan tak tahu diri dan berlagak sok terus menerus."
Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, tampak sesosok bayangan manusia melayang turun dari atas ranting pohon Liuw, kemudian selangkah demi selangkah berjalan masuk menuju ketengah lapangan.
Kakek huncwee dari gunung bong-san sekalian segera menoleh kearah orang itu, tampak orang yang berbicara tadi berdandan sebagai seorang sastrawan, jubahnya berwarna putih dan ditangannya memegang sebuah Teh-koan bikinan Kang-say.
Suatu ingatan tiba2 berkelebat dalam benak Hoo Thian Heng sastrawan berbaju biru itu, ia segera teringat siapakah orang yang baru datang sehingga tanpa sadar ia berseru tertahan.
"Aaah mungkinkah dia adalah Pa-Gak-Teh-Khek ?"
Sedikitpun tidak salah, orang yang baru saja munculkan diri ini bukan lain adalah "Pa-Gak-Teh-Khek" atau si jago minum teh dari gunung Pa-Gak, Louw Poet Thong, seketika itu juga ilmu langkah "Leng Hie Poh" atau langkah melayang yang diperlihatkan mengejutkan hati para gembong iblis yang hadir disitu.
Harus diketahui, ilmu meringankan tubuh tingkat yang tertinggi adalah "Leng-Khong-Hie-Pouw" atau jalan menyebrang ditengah udara, meskipun tidak gampang untuk mencapai hingga taraf sebegitu tinggi, namun beberapa orang jago baik dari kalangan Hek-to maupun kalangan Pek-to yang hadir dalam kalangan dewasa ini telah berhasil mencapai hingga taraf tersebut, maka tidak begitu mengherankan.
Hanya ilmu gin-kang "Leng-Hie-Poh" saja yang mungkin didalam dunia persilatan dewasa itu cuma si jago minum teh ini saja yang berhasil mempelajarinya.
Apa sebabnya ? sebab kalau ilmu gin-kang "Leng-Khong-Hie-Touw" yang paling diutamakan adalah penggabungan tenaga murni pada suatu tempat yang kemudian diolah menjadi suatu tenaga dorongan yang maha besar, asalkan seseorang berhasil melatih tenaga lwekangnya hingga mencapai tingkat yang sempurna kemudian berhasil mengumpulkan tenaga murni tadi pada suatu tempat sehingga dapat diolah jadi suatu tenaga meluncur yang dahsyat, tidak susah orang itu menguasai ilmu meringankan tubuh tadi.
Sebaliknya kalau ilmu gin-kang "Leng Hie-Poh" lain daripada yang lain, seandainya diantara selangkangan orang itu tidak dapat mengatur tenaga dorongan yang tepat sehingga seseorang dapat naik turun sekehendak hatinya, kendati tenaga dalamnya berhasil mencapai pada taraf yang bagaimana juga percuma.
Lalu apa sebabnya diantara lima manusia aneh dari kolong langit, hanya Pa-Gak-Teh-Khek si jago minum teh dari gunung Pa-Gak seorang saja yang berhasil melatih ilmu tersebut ?
Sebenarnya jawabannya aneh dan janggal, karena kepandaian tadi justru berhasil dia kuasai berhubung tenaga minum tehnya yang kuat.
Haruslah diketahui air teh yang dia minum bukanlah air teh biasa, daun teh yang dia gunakan adalah daun teh yang khusus hanya dihasilkan diatas gunung Pa-Gak-san belaka kemudian diseduh dengan air sungai Yang-cu-Kang dengan cara penyeduhan yang sangat rahasia.
Bila seseorang minum air teh semacam ini terus menerus selama enam puluh tahun maka lama kelamaan dari antara selangkangan bisa muncul deruan angin yang lama kelamaan bisa diatur sebagai tenaga dorongan dalam ilmu meringankan tubuhnya.
Kalau dikatakan sukar sebenarnya cara itu tidak begitu memusingkan kepala, tapi kalau dilaksanakan barulah akan dirasakan banyak kesukaran2nya.
Oleh sebab itulah ilmu gin-kang "Leng-Hie-Poh" dari Louw Poet Thong hanya dia seorang saja yang bisa mempelajari.
Dalam pada itu dengan langkah yang enteng selangkah demi selangkah Pa-Gak-Teh-Khek Louw Poet Thong berjalan masuk ketengah gelanggang, dia angkat Teh-Koan bikinan Kang-saynya lebih dulu untuk meneguk setegukan air teh, kemudian mengangguk kepada soat-san-sin-Nie serta Thian-Hoe-Cioe-sian sekalian dan akhirnya seraya menjura kearah Popo bungkuk berambut putih berwajah cantik tadi serunya:
"Hey POPO bungkuk, antara kami lima manusia aneh dari kolong langit dengan dirimu sama sekali tak pernah terikat dendam permusuhan ataupun sakit hati apapun, kenapa kau sekarang muncul sebagai kaki tangan kawanan iblis ? apabila kedatanganmu kedaratan kami adalah untuk menikmati keindahan alam serta mengadakan kontak serta hubungan dengan rakyat kami, sebagai tuan rumah kami lima manusia aneh dengan senang hati akan menyambut kedatanganmu sebagai tamu agung, tapi kalau kau ada maksud merusak masyarakat bangsa Han kami, membantu sampah masyarakat bikin onar diwilayah kami... Hmm terpaksa kami akan gebuk anjing mengusir setiap pengacau dari sini..."
Sungguh tajam nada ucapan tersebut membuat popo bungkuk yang telah saksikan sendiri betapa hebatnya ilmu gin-kang "Leng-Hie-Poh" tersebut harus berpikir tiga kali sebelum bertindak.
"Hiong-Hoen" nomor satu Pek-si-Tok-shu atau kakek seratus bangkai takut kalau salah seorang pembantunya yang diundang dengan susah payah ini terpengaruh oleh kata2 lihay pihak lawan sehingga urungkan niatnya untuk membantu, maka buru2 ia tertawa dingin seraya berseru:
"Popo bukankah jauh2 kau datang dari wilayah Hoe-song (Jepang) ke daratan Tionggoan adalah ingin menjajal kepandaian silat dunia persilatan sini ? inilah kesempatan yang paling baik bagimu untuk turun tangan lagi pula kau harus tahu ilmu langkah Leng-Hie-Poh yang didemonstrasikan siluman teh barusan bukanlah kepandaian silat yang sebenarnya, apa yang kau lihat cuma suatu ilmu sihir yang melamurkan mata belaka... Aku berani menjamin, asal Popo mau turun tangan maka tidak sampai belasan gebrakan pihak lawan sudah akan mencicipi gebukan tongkat saktimu."
Meskipun ucapan ini terlalu tidak masuk di-akal dan kedengarannya lucu, namun Popo bungkuk ini mempercayainya seratus persen, segera pikirnya dalam hati:
"Aaah, ucapannya sedikitpun tidak salah, mustahil beberapa lembar tulang pay-kutnya yang kurus itu sanggup menahan beberapa gebukan tongkatku yang keras dan hebat."
Berpikir sampai disitu dia lantas tertawa nyaring, sambil anggukkan kepala sang badan dengan maju kedepan.
Kemudian toyanya berputar mengemplang kepala musuh dengan jurus "Sou-Hoa-Kay-Teng" atau Bunga salju menutupi kepala, meskipun suatu jurus serangan yang sederhana namun dalam permainannya benar2 hebat, desiran angin tajam men-deru2 bukan saja hebat bagaikan gempuran gunung bahkan beberapa puluh tombak sekeliling tubuhnya telah terkurung dalam bayangan tongkat saktinya.
Siapa sangka bukan saja pihak lawan tak terkurung bahkan sambil tertawa ter-bahak2 tiba2 badannya mumbul ketengah udara kemudian melepaskan satu tendangan kilat membuat rambut putih nenek bongkok itu terurai dan badannya maju beberapa langkah kemuka dengan sempoyongan, hampir saja ia jatuh mencium tanah. Hatinya kontan jadi terkesiap.
Kiranya Pa-Gak-Teh-Khek telah mengetahui betapa dahsyatnya tongkat nenek bongkok yarg besar dan beratnya mencapai ratusan kati itu, ia pikir tongkatnya saja begitu besar tentu tenaganya luar biasa pula. Maka ia tidak sudi adu keras lawan keras dengan lawan, menggunakan kelebihannya ia berusaha mempecundangi kelemahan lawan.
Begitu badannya sudah berada ditengah udara, dengan mengepas jatuhnya kemplangan tongkat musuh ia kirim satu tendangan kilat.
Tendangan ini merupakan tendangan tanpa bayangan yang merupakan ilmu sakti dalam dunia persilatan, meskipun ringan tendangan tersebut namun kekuatan yang digunakan tepat pada saatnya ini bukan saja membuat pergelangan nenek bungkuk itu jadi kaku dan linu bahkan hampir2 saja badannya jatuh terjengkang ketanah.
Selama hidup belum pernah nenek tua ini menderita kerugian sebesar ini, merah padamlah selembar pipinya yang mulai kisut, dari balik biji matanya yang bening terpancar keluar sorot mata penuh kegusaran. Dia mendengus dingin, dengan jurus "Yang-Koan-Thian-sioe" atau Angkat kepala memandang langit tongkatnya laksana titiran angin puyuh menyapu keluar, angin pukulan laksana gempuran taupan seketika menyapu ketubuh lawan.
Pa-Gak-Teh-Khek tidak layani gempuran musuh, badannya terus menerus berkelebat kesana kemari menghindarkan diri dari serangan, sebentar tubuhnya bagaikan cecak merayap, sebentar lagi bagaikan ikan belut menyusup membuat nenek bungkuk berambut putih ini jadi kheki dan mendongkol sekali.
Justru yang paling keterlaluan, tabiat ke-kanak2an si jago minum teh dari gunung Pa-Gak ini belum hilang, kalau bukan dia tendang punggung sang nenek yang bungkuk tentu menyiram rambutnya yang telah beruban dengan air teh, gelak tertawa suara olok2an terus menerus berkumandang memenuhi angkasa.
Tingkah pola si jago minum teh dari gunung Pa-Gak yang kocak ini tentu saja membuat siauw-Bin Loo-sat jadi ter-pingkal2, Bong-san Yen-shu serta Thian Hoe Cioe-sian tertawa ter-bahak2, Hoo Thian Heng memegang perutnya karena sakit dan soat-san sin Nie tersenyum simpul.
Gabungan tertawa itu segera berubah jadi ber-puluh2 batang anak panah tajam yang se-akan2 menembusi ulu hati dua orang mahluk aneh serta puluhan orang manusia berkerudung itu, keringat dingin mengucur keluar membasahi tubuh mereka.
Gelak tertawa tadi segera menyadarkan kembali nenek tua itu dari kegusarannya, per-lahan2 ia jadi tenang kembali, dengan wataknya yang dingin dan tinggi hati mana ia pernah dihina orang secara begitu? suara tertawa sedih yang tinggi melengking bagaikan jeritan kuntilanak bergema menembusi kesunyian malam, di antara kelebatan rambut putihnya tahu2 ia sudah berlalu dari situ dan lenyap dibalik kegelapan.
Seperginya nenek bongkok tadi si jago minum teh dari gunung pa Gak segera tertawa ter-bahak2, ia melayang turun lagi keatas permukaan tanah.
Mendadak tampak sesosok gulungan bulat seperti bola bergelinding tiba, sambil tertawa seram makhluk aneh berbentuk bola tadi telah muncul ditengah kalangan, ditangannya ia mencekal sebilah pedang lemas berwarna perak yang aneh sekali bentuknya.
"Keparat cilik," ia berseru menantang. "Apabila kau punya nyali, ayoh hadapilah aku si orang tua."
Nama busuk Jiak-Kioe-Kiam-Khek atau pendekar bola daging Kioe Ek sudah lama mendengung dalam dunia persilatan jauh sebelum lima manusia aneh dari kolong langit turun gunung berkelana.
Kendati bentuk tubuh orangnya sangat aneh namun sebetulnya dia bukanlah manusia yang gampang dilawan. Hanya saja Pa-Gak-Teh ini adalah manusia berwatak keras didalam lunak diluar, tentu saja ia jadi naik pitam setelah mendengar tantangan tersebut. Dengan alis berkerut sahutnya:
"Bilamana cianpwee memang bermaksud memberi petunjuk. Nah, silahkan turun tangan."
Tinggi badan Jiak-Kioe-Kiam-Khek ini tidak mencapai empat depa, bukan saja kepalanya besar kakinya pendek dan pinggangnya kasar seperti gentong, kepalanya gundul kelimis sampai bersinar, membuat bentuknya sangat menggelikan hati siapapun jua.
Dalam pada itu terdengar Kioe Ek tertawa seram sekali, tujuannya muncul didaratan Tiong-goan kali ini sebenarnya hendak mencari Lam Hay-siang-in si pedagang kosen dari Lam-Hay untuk membalas dendam sakit hati pada masa yang silam.
Siapa sangka jejak kedua orang rasul sakti itu sudah lama lenyap dari keramaian dunia persilatan, ber-bulan2 lamanya ia mencari namun tiada kabar berita yang didapat, akhirnya dipuncak gunung Bauw-Hong-san dalam wilayah Kie-Gak ia telah berjumpa dengan tiga orang "Hiong-Hoen" tersebut.
Pada saat itu luka dalam yang diderita "Hiong-Hoen" nomor tiga yaitu Han-Peng-Tok shu telah sembuh, atas anjuran "Hiong-Hoen" nomor satu berangkatlah dia bersama rombongan menuju ke perkampungan Pek-In-san-cung untuk mencari balas terhadap diri anak murid dua orang tokoh maha sakti itu.
Ditengah perjalanan kembali mereka berjumpa dengan Popo bungkuk berambut putih berwajah cantik yang datang dari negeri Hoe-song (Jepang) maka semakin kuatlah rombongan mereka.
Menurut kemampuan ilmu silat yang dimiliki nenek bungkuk itu, sebenarnya ia jauh lebih kosen dari pada lima manusia aneh Oe-Lwee-Ngo-Khie, sayang seribu kali sayang secara kebetulan ia telah berjumpa dengan ilmu langkah Leng-Hie-Poh serta tendangan "Boe Im-Tui" dari si jago minum teh, maka konyollah dia dan harus menelan kekalahan yang tragis.
Dalam pada itu Jiak-Kioe-Kiam-Khek telah diliputi penuh kegusaran, diam2 napsu membunuh telah berkobar dalam dadanya, saat ini ia tidak berlaku sungkan lagi, tangannya bergetar, seketika itu juga dari ujung pedangnya memancar keluar ber-puluh2 jalur cahaya putih yang tajam dimana tubuh Pa-Gak-Teh-Khek segera terkurung dalam desiran serta babatan dahsyat.


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari permulaan tadi si jago minum teh dari gunung Pa-Gak-san sudah melihat akan kehebatan ilmu pedang yang dimiliki musuh, kewaspadaan telah dipertingkat dan ia layani musuhnya sangat hati2.
Sambil mencekal Teh-koannya, jagoan tua ini mondar mandir berkelebat kesana kemari untuk mengajak pihak musuh main petak.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Louw Poet Thong betul2 luar biasa, bukan saja ia dapat meloloskan diri dari setiap serangan bahkan memaksa Jiak-Kioe-Kiam-Khek harus berubah air muka saking dongkol dan mangkelnya.
"Breeet..." tiba2 terdengar suara baju tersambar robek, tahu2 jubah putih yang dikenakan si jago minum teh dari gunung pa-Gak-san tersambar ujung senjata lawan hingga terkutung separuh.
Makhluk aneh berbentuk bola daging ini betul2 luar biasa, tampak bagaikan segumpal asap hijau ber-sama2 pedangnya ia bergelinding kesana kemari sambil setiap kali berusaha mencari kelemahan orang untuk mengirim serangan mematikan.
Menjumpai betapa keji dan buasnya gembong iblis ini, diam2 dalam hati kecil Pa-Gak-Teh-Khek timbul rasa gusar juga, pikirnya didalam hati: "Kau anggap aku Lauw Poet Thong benar2 jeri terhadap dirimu ?"
Karena marah maka mulailah si jago minum teh dari gunung Pa Gak-san ini mencari kesempatan untuk mengirim satu tendangan tanpa bayangan yang sudah tersohor akan kelihayannya.
Dukkk... suatu saat, mendadak ia kirim satu tendangan kemuka.
Tendangan ini bukan saja tanpa bersuara tanpa bayangan, bahkan arah yang diancampun tepat dan diluar dugaan.
Mahluk aneh berbadan bola daging itu tidak menyangka kalau pihak lawan bisa bertindak begitu, baru saja terdengar desiran angin tajam menyambar lewat, tahu2 punggungnya yang tebal sudah termakan oleh tendangan kilat lawan.
Haruslah diketahui dalam tendangannya barusan Pa Gak Teh Khek si jago minum teh dari gunung Pa Gak san telah mengerahkan segenap tenaganya yaag disertai hawa sakti Kim-Kong sinkang ke ujung kakinya, maka bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan tersebut.
"Bruuk....." ditengah suara bentrokan yang keras, tidak ampun lagi tubuh Jiak Kioe Khek yang bulat berisi bagaikan bola daging itu tertendang mencelat sampai mumbul dua tombak tingginya ketengah udara.
JILID 11 HAL. 36 S/D 37 HILANG
.... diatas batok kepala lawan membuat Jiak Kioe Kiam-Khek segera merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan hampir saja tidak sanggup bangun.
Bagaimanapun juga dia masih cukup kosen, laksana kilat badannya bergelinding diatas tanah dan loncat balik ketempat semula.
Bunga pedang segera tersebar memenuhi angkasa, jurus serangan yang dilancarkan semakin aneh dan dahsyat.
Dalam pada itu Pa-Gak Teh-Khek sendiripun tidak memperoleh banyak keuntungan dari tendangan keras lawan keras tersebut, secara lapat2 ia rasakan ujung kakinya jadi sakit sehingga sepasang alisnya segera berkerut kencang2.
Sepasang tangannya segera bertolak pinggang dengan memakai ilmu "Boe-Im-Hoei-Kiak" atau Kaki Terbang tanpa Bayangan yang terdiri dari seratus gerakan, sepasang kakinya mengirim tendangan kilat berantai.
Jiak-Kioe Kiam-Khek mandah tubuhnya dibuat bal2an oleh pihak lawan tanpa mengurangi daya pental tubrukannya, ia selalu saja bergelinding kesana kemari sambil melepaskan babatan pedang yang dahsyat dan rapat....
Pa-Gak Teh-Khek yang harus mengirim tendangan berantai tiada hentinya setelah bergebrak beberapa puluh jurus keringat mulai mengucur keluar membasahi keningnya, kembali ia membumbung dua tombak tingginya ketengah udara.
Jiak-Kioe Kiam-Khek tidak mau kasih kesempatan bagi lawannya untuk mengatur pernapasan, sambil menempel permukaan tanah dia meluncur kemuka dan berkelejit keangkasa membawa desiran angin tajam yang maha dahsyat...
Sementara itu Siauw-Bin Loo-sat Poei Hong yang menonton jalannya pertarungan dari sisi kalangan jadi kuatir bagi keselamatan orang tua itu, kepada Hoo Thian Heng segera bisiknya:
"Engkoh Heng, makhluk aneh ini sukar sekali dilawan, bilamana kita mengulur waktu lebih lama lagi jangan2 Pa-Gak Teh-Khek cianpwee akan kehabisan tenaga dan terluka ditangan siluman tersebut. Aku lihat ilmu pukulan yang bagaimana lihaypun sukar untuk menjebolkan kekebalan badannya yang tahan ditendang maupun digebuk kecuali ilmu jari Kan-Koen-Ciemu."
Hoo Thian Heng mengangguk, ia segera ambil keluar seruling kumala serta kipas emasnya, kemudian kepada jago minum teh dari gunung Pa-Gak yang masih berada ditengah udara serunya:
"Cianpwee seandainya kau sudah tiada kegembiraan untuk bermain bola lagi, mari turunlah kebawah untuk minum beberapa cawan air teh, serahkan saja siluman bola daging itu kepadaku agar boanpweepun bisa ikut bermain sepak bola."
Menggunakan kesempatan dikala makhluk bola daging itu sedang bergelinding datang .... sreeet seruling kumalanya dibabat keluar dengan jurus "Kang-shia-Lok-Bwee" atau bunga Bwee berguguran dikota sungai.
Pedang lemas lawan segera tertotok telak diikuti pergelangan kanannya menekan kebawah, serentetan cahaya emas bagaikan gulungan ombak ditengah hembusan taupan menghantar kedepan membuat tubuh bola daging itu tergulung dan mencelat sejauh beberapa tombak.
Hoo Thian Heng tidak berhenti sampai disitu saja, kembali tubuhnya berkelebat ke muka menyongsong datangnya serangan pedang lawan yang aneh, maka berlangsunglah suatu pertempuran sengit antara dua orang jago lihay ini.
Kioe Ek tidak menyangka kalau pemuda sastrawan yang berada dihadapannya telah dididik oleh si pedagang kosen dari Lam-hay sehingga begitu lihay dan kosen, diam2 alisnya berkerut, pikirnya:
"Muridnya saja sudah begini lihay, bisa dibayangkan betapa sulitnya memusuhi sang guru. Aaai... rupanya selama hidup aku tak akan berhasil lagi untuk membalas sakit hatiku pada masa silam."
Runtuhlah semangat makhluk aneh ini karena kecewa dan putus asa.
Kendati begitu, pedang lemas berwarna peraknya tidak berhenti menyerang bahkan jurus2 serangan yang dilontarkan semakin dahsyat, pikirnya didalam hati:
"Apabila pada malam ini aku tak bisa meringkus seorang bocah macam ini, sehingga kejadian ini sampai tersiar didalam dunia persilatan, apakah aku masih punya muka untuk berjumpa dengan orang ?"
Berpikir sampai disitu, gerakan pedang ditangannya berputar semakin gencar.
Tampaklah seluruh angkasa penuh dengan kibaran bunga2 pedang serta cahaya emas yang berkilauan, pertarungan kian lama kian bertambah sengit.
Diam2 Siauw-Bin-Loo-sat melirik sekejap kesekeliling kalangan, ia lihat Pa-Gak-Teh-Khek sedang ber-cakap2 dengan Soat-san Sin-Nie serta Thian-Hoe Cioe-sian sedang para iblis lainnya pusatkan seluruh perhatian ketengah kalangan, diam2 hatinya jadi gelisah sehingga men-depak2kan kakinya ketanah.
"Sungguh tolol manusia ini," pikirnya didalam hati. "Kenapa ilmu jari sakti Kan-Goan-cienya belum juga dipergunakan?"
Rupanya si kakek huncwee dari gunung Bong san dapat ikut merasakan kegelisahan orang, dengan suara lirih segera hiburnya:
"Janganlah ribut atau berisik sehingga memecahkan perhatiannya, Thian Heng Hian-tit bukanlah seorang manusia tolol, dia tentu sudah punya rencana masuk dalam hatinya, hanya kekejutan saja yang akan dialami tanpa menjumpai bahaya."
Sementara itu si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng telah mengeluarkan ilmu langkah Chiet-Ciat-Thay Na-It untuk melayani musuhnya.
Ia berputar mengelilingi tubuh Jiak-Kioe Kiam Khek dari laut Timur ini sembari setiap saat menyerang dengan kipas emas serta seruling kumalanya, serangkaian ilmu seruling serta ilmu kipas ajaran si Pedagang Kosen dari Lam-Hay dimainkan sedemikian rupa sampai menunjukkan kehebatan yang tak terhingga.
Meskipun demikian ia belum berhasil juga menembusi benteng pertahanan hawa pedang lawan.
Si anak muda ini tahu bahwa makhluk berbentuk bola daging ini adalah bekas panglima yang kalah ditangan suhunya, dengan kemunculannya kembali dalam dunia persilatan bisa diduga bahwa ilmu pedangnya pasti sudah peroleh kemajuan yang amat pesat.
Dengan wataknya yang sombong dan tinggi hati ia tidak mau segera keluarkan ilmu jari sakti Koan-Goan-Cienya untuk merobohkan musuh, dalam hati si anak muda itu tetap berharap agar bisa mengalahkan lawannya hanya dengan mengandalkan ilmu seruling serta ilmu kipasnya.
Siapa sangka ilmu pedang aliran Laut Timur ini betul2 aneh dan sakti, kendati ia sudah kerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya belum juga mendapatkan hasil yang diinginkan. Maka ia lantas berpikir:
"Seandainya makhluk aneh ini tidak bergebrak lebih dahulu melawan jago minum teh dari gunung Pa-Gak-san sehingga banyak sekali tenaga murninya terbuang, belum tentu aku pribadi bisa melayani serangannya sampai ratusan jurus. Aai... buat apa aku harus menuruti adat yang sama sekali tidak menguntungkan ?"
Setelah ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, ambisi yang semula menyelimuti dadanya pun berangsur menghilang, ia bisa bertempur lebih mantap dan seksama sehingga dalam sekejap mata dua ratus jurus telah lewat.
Makin bertarung Kioe Ek si jago pedang bola daging dari laut Timur ini semakin terperanjat, ia tercengang bilamana kenyataan membuktikan bahwa tenaga lweekang dari bocah muda ini jauh lebih dahsyat daripada Pa-Gak-Teh Khek.
Air muka tiga orang manusia "Hiong-Hoen" dibalik kerudung hitamnya pun berangsur berubah jadi hijau membesi, mereka menduga serbuannya malam ini bakal menderita kekalahan total lagi.
Mendadak tampak "Hiong-Hoen" nomor satu ber-bisik2 disisi telinga "Hiong Hoen" nomor dua serta "Hiong Hoen" nomor tiga, diikuti kedua orang itu mengangguk, dari balik matanya memancar keluar cahaya buas yang menggidikkan hati.
Siauw-Bin Loo-sat cukup waspada, sejak pengalaman pahitnya tempo dulu perempuan ini jauh lebih cerdik dan hati2, menyaksikan ketiga orang gembong iblis itu ber-bisik2 merencanakan siasat busuk, dengan cepat ia kirim kisikan kepada Oe Lwee sam Khie.
Mendapat laporan, sepasang mata Pa Gak Teh Khek segera mengincer ketiga manusia laknat itu dan mengawasi setiap gerak geriknya tanpa berkedip.
Sementara itu pertarungan yang berlangsung ditengah kalangan telah mencari pada taraf penentuan antara mati dan hidup. Suatu ketika Jiak Kioe Kiam Khek manusia berbentuk bola daging itu kerutkan dahinya mendadak tergetar dan sentilan pedang lemas berwarna ke-perak2an itu sehingga berbunyi aneh, cahaya perak tersebar keempat penjuru, bagaikan gulungan ombak dahsyat ditengah samudra dengan ganasnya menerjang datang dan membobol pertahanan kipas serta seruling sastrawan berbaju biru.
Hoo Thian Heng cepat mengegos kesamping diikuti seruling kumalanya meluncur keluar.
"Kena !" Tiba2 ia membentak keras.
Ilmu jari Kun Goan cie dengan berubah jadi desiran angin tajam laksana kilat menyerang tubuh Jiak Kioe Kiam Khek.
Dikala desiran angin tajam itu menderu ke muka, babatan pedang lemas lawan telah tiba didepan mata, buru2 pemuda she Hoo mengegos namun sayang kendati gerakannya cepat tak urung lengan kirinya kena tersambar juga sehingga terluka dan darah segar muncrat membasahi tubuhnya.
Cepat2 ia tutup jalan darah diseluruh tubuhnya, lalu melayang mundur kebelakang.
Pada saat yang bersamaan tadi Jiak Kioe Kiam Khek sedang menyerang dengan jurus mematikan "Hay Kouw seksan" atau samudra mengering batu menembusi pertahanan lawannya, tiba-tiba melihat datangnya sesosok bayangan putih dengan cepat dia melepaskan satu babatan kemuka.
Seruling kumala tersebut dengan sebat kena dipukul pental namun dengan adanya hadangan tadi maka babatan pedangnya yang mengancam bagian penting musuhpun meleset.
Ia tidak mau membuang kesempatan dengan percuma untuk melukai musuh, sang pergelangan segera menekan kebawah dan pedangnya langsung didorong kemuka.
Baru saja ujung pedangnya menempel di atas lengan kiri musuh, serentetan desiran angin tajam telah menembusi dadanya.
Kendati gembong iblis ini memiliki tenaga lweekang yang amat sempurna, tak urung separuh badannya jadi kaku juga termakan serangan tadi, ia terkesiap. Sambil bersuit nyaring badannya segera melayang pergi dari situ.
Dalam pada itu tampak bayangan manusia berkelebat dalam kalangan, suara suitan berkumandang saling susul menyusul, dalam sekejap mata tiga puluhan orang berkerudung hitam itu telah mengundurkan diri semua dari sana.
Kiranya tiga manusia yang menyebut dirinya sebagai "Hiong Hoen" itu telah menyadari bahwa usahanya untuk membalas dendam pada malam itu kembali akan menemui kegagalan, maka direncanakanlah suatu siasat busuk.
Ia titahkan Hiong Hoen nomor satu dengan melindungi anak buahnya mengundurkan diri lebih dahulu dari sana, kemudian oleh "Hiong Hoen" nomor dua serta "Hiong Hoen" nomor tiga secara serentak loncat ketengah udara dan menyebarkan obat bubuk beracun "sam-Poh Toan-Hoen" atau tiga langkah Pencabut nyawa keseluruh angkasa.
Seandainya rencana busuk ini bisa berjalan dengan lancar, maka sekalipun para jago memiliki ilmu silat yang bagaimana tinggipun tak akan lolos dari bahaya maut.
Untung Siauw-Bin Loo-sat Poei Hong berhasil memecahkan siasat busuk lawan, baru saja "Hiong Hoen" nomor dua dan "Hiong Hoen" nomor tiga mumbul ketengah udara, laksana kilat Pa-Gak-Teh-Khek telah mencelat ke angkasa dan mengirim dua buah tendangan kilat.
Dukk... Dukk... dengan telak kedua orang gembong iblis itu kena tertendang hingga mencelat dua tombak jauhnya dari tempat semula.
"Hiong Hoen" nomor dua dan "Hiong Hoen" nomor tiga menjerit kesakitan, darah panas bergolak dalam rongga dadanya, hampir saja mereka muntah darah segar, dengan hati terkesiap kedua orang iblis ini buru2 melarikan diri.
Suara siutan bergema kian lama kian menjauh dan akhirnya lenyap dari pandangan, dalam waktu yang amat singkat kawanan iblis itu sudah mengundurkan diri semua.
Rembulan memancarkan cahayanya ditengah awan, para jago yang hadir dalam perkampungan Pek In-san-cung dengan hati lega sama2 masuk kedalam ruangan.
Siauw-Bin Loo-sat Poei Hong segera menitahkan pelayannya Siauw-Coei untuk mengambil dua stel jubah luar, satu diberikan kepada si jago minum teh dari gunung Pa-Gak san dan yang lain untuk Hoo Thian Heng.
Seraya membalutkan luka dilengan si anak muda itu, Poei Hong mengomel terus tiada hentinya dengan wajah kheki:
"Hm, penyakit jumawamu kembali kau perlihatkan, bukankah pepatah kuno sering mengatakan: Tahu keadaan sendiri tahu keadaan lawan, maka seratus kali bertempur seratus kali akan menang, kenapa kau layani terus gembong iblis itu bertarung tanpa mengeluarkan ilmu simpanan ? seandainya kau kurang cermat hingga babatan pedang itu berganti tempat, coba katakan, bagaimanakah pertanggungan jawabmu terhadap aku, adik Coe serta anak2mu."
Hoo Thian Heng menginsyafi betapa cinta dan sayangnya sang istri terhadap dirinya, timbul rasa menyesal dalam hati kecilnya, buru2 ia berbisik lirih:
"Ucapan hujien sedikitpun tidak salah, lain kali Siauw-seng tidak berani berbuat gegabah lagi."
Habis berkata ia perlihatkan muka setan sehingga membuat isterinya Siauw-Bin Loo-sat tertawa cekikikan.
Keesokan harinya soat-san sin-nie, Thian Hoe Cioe-sian serta Pa-Gak Teh-Khek sama2 berangkat menuju kearah selatan sedang si kakek huncwee dari gunung Bong-san dengan membawa dua pucuk surat rahasia dari Hoo Thian Heng serta Poei Hong berangkat ke lembah Leng-in-Kok yang terletak digunung Tay Liang-san untuk melaporkan situasi dalam Bu lim dewasa ini kepada Boe-Lim jie-seng.
Setelah para jago berangkat semua, Hoo Thian Heng yang masih menguatirkan terus mati hidupnya "Cian Liong Poocu" Lie Kie Hwie, segera berangkat sendiri menuju kehutan bunga To untuk melakukan pemeriksaan yang seksama, dari hasil penyelidikan yang diperoleh ia menganggap bahwa kemungkinan Lie Kie Hwie ditawan musuh jauh lebih besar dari pada dibunuh.
Maka setelah berunding dengan kedua orang isterinya, ia mengambil keputusan untuk terjunkan diri kedalam dunia persilatan sambil secara diam2 mencari tahu jejak To-Bin Yauw-Hoo atau siluman Rase berwajah bunga To Hoan so-so dan berusaha menolong Lie Kie Hwie sang Poocu dari benteng cian Liong Poo lolos dari mara bahaya.
Untuk ber-jaga2 dan menghindarkan diri dari segala hal yang tidak diinginkan terutama sekali atas kembalinya para iblis untuk bikin keonaran, Tonghong Beng Coe dengan membawa putranya pindah ke gedung sebelah Timur dimana Poei Hong mendapat tugas untuk menjaga serta melindungi keselamatannya.
Beberapa hari kemudian para jago menemukan bahwasanya perkampungan Pek-In-san cung yang pernah dibuat kumpul para orang gagah berada dalam keadaan sunyi senyap, pintu besar tertutup rapat dan tiada sesosok bayangan manusiapun terlihat berlalu lalang di sana kecuali tiga lima orang pelayan yang mendapat tugas untuk menjaga keamanan perkampungan tersebut.
Apa sebenarnya yang terjadi ? tiada seorang manusiapun yang tahu, mereka hanya men-duga2 saja apa yang telah menimpa di perkampungan itu.
-000dOw000- Bab 17 BULAN empat telah tiba, ditengah musim panas yang hangat tumbuhan tampak rimbun dan menghijau dimana2, pohon Liu bergoyang tertiup angin, bunga beraneka warna menyiarkan bau harum yang semerbak.
Saat itu lohor telah menjelang, diatas jalan raya yang menghubungkan propinsi ouw-lam dengan Kioe-cioe tampak muncul dua orang penunggang kuda, diatas kuda duduklah sepasang muda-mudi yang ganteng dan cantik jelita, usia mereka sangat muda dan kuda tunggangan merekapun merupakan sepasang kuda jempolan yang jarang ditemui dikolong langit.
Gadis cantik, pemuda gagah ditambah pula dengan sepasang kuda jempolan, sepanjang ...
JILID 11 HAL. 54 S/D 55 HfLANG
.... Ouw-Lam merupakan bukit yang membujur sampai be-ratus2 kilometer panjangnya, bukit yang membentang disebelah Barat merupakan yang tertinggi dan berhubungan dengan dataran tinggi In Lam serta Koei-cioe, sedangkan sebelah utara berhubungan dengan dataran rendah yang mana terdapat telaga Tong-Teng ouw, pemandangan alamnya indah sedang tanahnya subur. Arah yang dituju kedua orang muda mudi ini bukan lain adalah telaga Tong Teng ouw.
Dari suhunya bukan saja mereka memperoleh sepasang kuda Giok Say-Goe yang dapat melakukan perjalanan seribu li dalam sehari, merekapun dapatkan dua macam benda mustika yang jauh lebih berharga, yakni selembar ikat pinggang kumala serta sebilah pedang pendek.
Pedang itu panjangnya ada satu depa lebih empat coen, warnanya merah darah dan cahaya pedang akan mencapai dua depa jauhnya apabila diputar diangkasa, karena merupakan senjata penakluk iblis dari sakyamuni pada masa yang silam maka pedang itu dinamakan pedang Muni Kiam.
Sebaliknya ikat pinggang kumala tersebut walaupun cuma sepertiga dari ikat pinggang milik Siauw Bin Loo sat namun memancarkan cahaya yang cemerlang bahkan secara lapat2 menyiarkan bau harum yang semerbak.
Menurut kabar yang tersiar katanya ikat pinggang itu bisa digunakan untuk memunahkan pelbagai macam racun, sebab ikat pinggang tadi telah direndam dengan kayu harum liur naga serta Lan si berusia ribuan tahun selama enam puluh tahun lebih oleh pouwsat tua tadi, tidak aneh kalau benda ini merupakan benda mustika.
Menurut keadaan yang umum, pedang mustika harus dihadiahkan untuk pendekar dan ikat pinggang untuk gadis cantik, tetapi berhubung nona Wan Hiang begitu menyukai pedang Muni Kiam sedang Gong Yu tidak ingin menampik permintaannya maka akhirnya pedang itu didapatkan Wan Hiang sedang Gong Yu membawa ikat pinggang.
Begitulah perjalanan dilakukan dengan penuh riang gembira, tiada kegentaran atau rasa takut menyelimuti wajah mereka.
Hari ini mereka telah memasuki kota Siang Hiang, kendati sang surya belum condong ke barat, namun berhubung Gong Yu takut adik Wan Hiang-nya lelah maka ia usulkan untuk beristirahat disebuah rumah penginapan.
Tatkala sang pelayan menjumpai kehadiran dua orang tamu agung itu, buru2 ia maju menarik tali les sambil bongkokkan badan berseru: "silahkan khek-koan beristirahat dalam penginapan kami."
Menyaksikan lagak tengik jongos itu kontan Lie Wan Hiang kerutkan alisnya, Teeer... pergelangannya bergetar dan cambuk tadi langsung membabat tubuh pelayan tersebut.
Pelayan itu jadi terperanjat, buru2 ia lepaskan tali les kuda itu sambil merangkak bangun dari atas tanah, pikirnya dalam hati sambil menatap wajah nona itu dengan sinar mata mendelong:
"Kenapa orang2 yang menginap dalam rumah penginapan ini pada hari belakang selalu saja manusia buas ? sehingga gadis cantik macam diapun begitu galak."
Belum habis ia berpikir, sang pemuda yang mendampingi gadis itu telah melayang turun dari kudanya.
"Kenapa berdiri mendelong terus disitu? ayoh cepat bawa kuda ini kekandang dan kasih makan sampai kenyang."
Serentetan suara yang merdu bagaikan kicauan burung nuri berkumandang memecahkan kesunyian, begitu empuk dan enak suaranya sampai membuat badan jadi syurr-syuuran.
Dengan rasa takut pelayan itu buru2 maju dengan badan sempoyongan, melihat pelayan itu takut kembali nona manis itu tertawa cekikikan.
Sang pelayan tidak berani tinggal lebih lama lagi disitu, buru2 ia tuntun kedua ekor kuda tadi dan segera berlalu.
"Aaaa adik Wan terlalu dimanjakan suhunya sehingga tabiatnya jadi jelek," pikir Gong Yu dalam hatinya. "Dengan watak seperti ini mana ia dapat melakukan perjalanan dalam dunia persilatan?" Maka ia lantas berseru: "Adik Wan.."
Lie Wan Hiang berpaling sambil melotot, Gong Yu jadi keder dan segera telan kembali perkataan yang hendak meluncur keluar itu.
Akhirnya dengan mulut membungkam kedua orang itu berjalan menuju keruang dalam, di mana si pengusaha penginapan sedang asyik membaca buku cerita "See-Yoe", saking tegangnya dia membaca sampai suara ribut2 diluar tak terdengar olehnya.
Melihat sikap pengurus rumah perginapan itu, Lie Wan Hiang semakin dongkol, tidak tanggung2 lagi cambuknya segera diayun kemuka.
Teeer Teeer... dua cambukan dahsyat merobek buku tamu yang ada diatas meja hingga berhamburan keangkasa.
Pengurus itu jadi kaget, buru2 ia bangun berdiri seraya menjura:
"Ooouw... kiranya Lie-hiap telah berkunjung kerumah penginapan kami, tempat kami merupakan rumah penginapan kelas satu, kamarnya paling bersih dan harganya murah."
Senang hati Wan Hiang melihat sikap ramah pengurus rumah penginapan ini, timbul rasa simpatik dalam hatinya maka ia lantas tersenyum dan mengangguk, cambukpun tidak diayun kembali.
Dengan dipimpin pengurus rumah penginapan itu masuklah mereka menuju kekamar sebelah utara, ruangan itu bersih cuma kurang menyenangkan, maka Gong Yu kembali berpikir: "Wan-moay pasti tak akan senang dengan kamar ini."
Siapa tahu dugaannya ternyata meleset, bukankah menampik nona itu malah berseru memuji, dengan sendirinya Gong Yu tidak berani komentar lagi.
Demikianlah setelah cuci muka dengan air panas masing2 lantas naik kepembaringan untuk beristirahat.
Dikala Gong Yu hampir terlelap dalam tidurnya, mendadak Wan Hiang loncat bangun sambil menghantam dada pemuda itu berulang kali, serunya manja:
"Engkoh jahat, apa kau sudah lupa dengan pesan suhu? bukankah beliau suruh kau baik2 merawat diriku? kenapa kau bikin aku saban hari harus marah, dongkol dan menahan lapar?"
"Aduuh... hampir saja aku lupa..." seru Gong Yu tertahan, belum selesai ia berseru, suara gerutu gadis itu sudah datang ber-tubi2.
Gong Yu tak bisa berbuat lain kecuali tertawa kemudian merangkul pinggangnya, ditarik dan dipeluk erat2, sepasang bibirnya langsung ditempelkan keatas bibir gadis itu.
"Ehmm..." Lie Wan Hiang menggeliat kegirangan, mulutpun lantas membungkam dalam seribu bahasa.
Ketika kedua orang itu keluar dari kamarnya, malam telah tiba, sang pelayan jauh2 segera menyingkir ketika melihat gadis itu menampakkan diri.
Lie Wan Hiang berdua langsung menuju ke hadapan pengurus penginapan, terdengar nona itu berseru:
"Hey...rumah makan mana yang terbaik dalam kota siang-Hiang ini ?"
"Ooh...soal ini ..." sambil garuk2 kepala untuk beberapa saat lamanya pengurus rumah penginapan itu tak sanggup menjawab.
Gong Yu tahu kesulitan orang, maka dari samping dia cepat2 kasih kisikan: "Nah, katakanlah rumah makan dari propinsi manakah yang paling bagus ?"
Wan Hiang gemas karena pemuda itu banyak usil mulut, ia kerling sekejap kearahnya dengan mata melotot.
Gong Yu tersenyum, ia tidak berbicara lagi.
Dalam pada itu sang pengurus berpikir sebentar lalu menjawab:
"Banyak orang menyukai masakan dari propinsi Su-Chwan, bagaimana menurut pendapat nona ?"
Lie Wan Hiang memang belum pernah mencicipi masakan Su-Chwan maka mendengar perkataan tersebut ia segera bersorak kegirangan, sedikit ujung kakinya menutul permukaan tanah bagaikan seekor burung walet ia sudah loncat keluar dari ruangan tersebut.
Melihat kelihayan orang, sang pelayan menjulurkan lidahnya seraya berseru didalam hati:
"Aduuh mak, untung aku tidak sampai bikin onar dihadapannya...."
Dengan membawa Lie Wan Hiang, berangkatlah Gong Yu menuju kerumah makan "Siok Jie", dimana ia pesan lima macam sayur dan satu macam kuah.
Sayur2 itu semuanya pakai merica, sudah tentu Lie Wan Hiang dibikin kepedasan sampai air matapun ikut meleleh keluar.
"Ehm...sayur su-chwan benar2 paling sedap dikolong langit," Terdengar ia memuji tiada hentinya.
"Dimana letak kesedapannya ?"
"Sebab mengandung lima macam sari yang lezat."
Gong Yu mengangguk perlahan, kemudian berpaling kelain arah, mendadak ia saksikan sepasang mata sedang mengintip mereka berdua, rupanya orang itu sedang memperhatikan gerak gerik mereka dan raut wajah orang tadi terasa sangat dikenal olehnya, cuma untuk beberapa saat ia tak dapat memperoleh jawaban siapakah dia, tanpa terasa pemuda kita mendengus dingin.
Lie Wan Hiang yang mendengar dengusan tersebut segera menyalahkan artinya, dia mengira Gong Yu sedang mangkel terhadap dirinya, air mukanya kontan berubah, sambil bangkit berdiri segera lari turun kebawah loteng.
-00d0000w00- Jilid : 12 GONG YU salah mengartikan sikap si gadis itu, dikiranya Lie Wan Hiang telah menemukan suatu kejadian yang mencurigakan hati, buru2 ia bereskan rekening dan menyusul keluar, namun tatkala ia tiba diluar bayangan nona itu sudah lenyap tak berbekas.
Hatinya jadi gelisah, dengan kecepatan paling tinggi ia kembali kerumah penginapan namun disitu tak dijumpai seorang manusiapun hal ini membuat Gong Yu semakin gelisah.
Sekarang dia baru mengerti apa sebabnya gadis itu berlalu, tentu Wan Hiang mendongkol terhadap dirinya.
Ia lantas mendepakkan kakinya keatas tanah dan bergumam tiada hentinya.
"Wan-moay, kau telah salah paham tadi. Sewaktu ada dirumah makan aku bukan lagi mendengus karena marah terhadap dirimu, aku mendengus karena menemukan ada orang sedang mengawasi gerak gerik kita berdua ..."
Baru saja ia menyelesaikan kata katanya, mendadak terdengar gelak tertawa berkumandang dari atas tiang penglari, begitu mendadak munculnya suara itu membuat Gong Yu jadi amat terperanjat.
Namun dengan cepat ia dapat kenali suara siapakah gelak tertawa barusan, segera ia bersorak kegirangan.
"Adik Wan," serunya. Bagaikan selembar daun kering Lie Wan Hiang melayang turun keatas tanah tanpa mengeluarkan sedikit suarapun.
Dengan cepat Gong Yu menyongsong kedatangan dara itu dan iapun segera menceritakan apa yang dilihatnya sewaktu ada dirumah makan "Siok Jie" tadi.
Mendengar penuturan tersebut sepasang alis Lie Wan Hiang kontan melentik, dengan mata melotot dan bibir mencibir ia cabut keluar pedang pendeknya dari sarung, cahaya merah yang tajam segera berkilauan menerangi seluruh ruangan.
"Hmmm barang siapa yang berani mencari gara2 dengan kita berdua, silahkan dia rasakan bagaimana tajamnya pedang Muni Kiam ini..."
"Budak ingusan, jangan omong besar."
Serentetan suara yang amat dingin berkumandang masuk dari luar jendela kamar.
Mendengar suara itu, sepasang muda mudi ini membentak berbareng kemudian dengan kerahkan ilmu meringankan tubuh "Cia Hong Leng Im" atau menunggang angin membonceng awan laksana kilat mereka melayang keluar dari ruangan kamar.
Siapa sangka pihak lawanpun bukan manusia sembarangan, dalam sekejap mata itu pula jejak2nya telah lenyap tak berbekas, ia tidak pergi jauh sebaliknya cuma bersembunyi ditempat kegelapan saja.
Melihat jejak musuhnya lenyap, Lie Wan Hiang semakin naik pitam, dalam hati ia bersumpah akan membacok tubuh orang itu sebanyak tiga kali bila kecandak nanti.
Bibirnya dicibirkan tinggi2, sekali enjot badan ia loncat keatas atap dan dari situ dia periksa keadaan disekelilingnya tampak sesosok bayangan manusia bagaikan gulungan asap sedang berlari menuju kearah pagoda Jie It Teng dibawah sorotan sinar rembulan.
Jarak orang itu sudah mencapai ratusan tombak dari mereka berdua, namun Lie Wan Hiang tidak mau menyudahi begitu saja ia bersuit nyaring, disusul berkelebatnya sesosok bayangan hijau menuju kearah depan.
Sebenarnya Gong Yu ingin menghalangi niat dara tersebut namun tidak sempat lagi karena gadis itu sudah keburu pergi.
Ia sadar betapa licik dan berbahayanya dunia persilatan, diatas manusia masih ada manusia, takut sampai terjadi apa2 atas diri dara itu, maka buru2 ia mengejar.
Dalam pada itu orang yang berlari didepan tidak langsung bersembunyi dibalik hutan yang membentang dihadapan mereka, sebaliknya malah sengaja ambil jalan besar untuk berlari tiada hentinya, kendati Wan Hiang tiada berpengalaman segera sadarlah dia bahwa dibalik perbuatan orang itu pasti terselip siasat licik.
Dasarnya ia memang memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna, begitu ingatan tadi berkelebat dalam benaknya sang badan lantas bergerak makin cepat hingga jaraknya tinggal lima puluh tombak.
Mendadak orang yang berada didepan itu menoleh, tatkala dijumpainya sang nona mengejar laksana titiran bintang dilangit, ia jadi terperanjat, tenaganya dikempos dan gerak larinya semakin cepat.
Tampaklah jarak diatara kedua orang itu makin lama semakin dekat, alis orang itu berkerut semakin kencang. Mendadak ia loncat ke samping, seraya putar badan sepasang telapaknya didorong kemuka berbareng memakai jurus "Sian-Coan-Kan-Koen" atau Memutar balik dunia.
Angin pukulan men-deru2 bagaikan gulungan ombak ditengah samudra, tidak ampun lagi segera melanda bayangan tubuh sang gadis yang sedang mengejar dari belakang.
Lie Wan Hiang membentak nyaring, sepasang kakinya menjejak tanah dan segera loncat lima depa ketengah angkasa, setelah membiarkan angin pukulan menyambar lewat dari bawah kakinya pedang Muni-Kiam yang memancarkan cahaya tajam segera membelah angkasa mengancam tubuh lawan.
Merasakan datangnya ancaman, orang itu tertegun diikuti ia berseru kaget, cepat2 badannya dibuang kebelakang kemudian dengan gerakan "Yan chin Cap-Pwee-Hoan" atau Yan-Chin bersalto delapan belas kali.... Pluuung.. badannya tercebur kedalam sungai. Memandang air sungai yang mengalir deras Lie Wan Hiang meludah ketanah dan berseru: "Hemm sekarang buktinya, siapa yang tekebur dan omong besar?" Belum habis ia berseru, Gong Yu telah menyusul datang seraya memperingatkan. "Adik Wan, kita terkena siasat memancing harimau turun gunung..,."
Pada saat itulah dari tempat kejauhan terdengar suara ringkikan kuda berkumandang datang.
Lie Wan Hiang jadi kheki bercampur mendongkol, dengan gemas ia melotot sekejap ke arah Gong Yu kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun ia putar badan dan lari balik melalui jalan semula.
Jarak antara telaga Jiet-It-Teng sampai kota siang-Hiang paling sedikit ada tiga puluh lie jauhnya, sekalipun mereka berdua memiliki sayappun tak mungkin bisa sampai ditempat tujuan dalam sekejap mata.
Mendengar kedua ekor kuda jempolannya meringkik tiada hentinya, Lie Wan Hiang merasa sangat gelisah, lebih-lebih Gong Yu yang bertanggung jawab atas keselamatan adiknya serta kedua ekor kuda tadi, ilmu meringankan tubuh menunggang angin membonceng mega dikerahkan sampai pada puncaknya hingga hanya nampak dua titik cahaya kilat meluncur ditengah jalan.
Belum sempat mereka masuk kedalam kota, terdengar suara ringkikan kuda mereka telah berkumandang lagi dari tempat kejauhan, kali ini suara itu berasal dari arah Barat-daya.
Mendengar itu sepasang muda-mudi inipun berputar arah, dengan memecahkan diri jadi dua bagian mereka mengapung dari dua arah yang berlawanan.
Kiranya orang yang mencuri kuda jempolan milik Gong Yu berdua bukan lain adalah Kiong-Lay sam Kiat atau tiga manusia gagah dari partai Kiong Lang yang sudah tersohor dalam dunia persilatan.
Orang yang munculkan diri untuk memancing pergi Gong Yu berdua bukan lain adalah Kun-Keon-Ciang si telapak jagad Poei seng, sedangkan orang yang turun tangan mencuri kedua ekor kuda jempolan itu sudah tentu bukan lain adalah Boe-Tek-sin-Koen atau si kepalan sakti tanpa tandingan Tie Kong Cuan serta In-Tiong-Gan atau si walet ditengah mega Khong It Hoei.
Seperti diketahui Kiong-Lay sam Kiat bukanlah manusia bangsa kurcaci yang suka mencuri barang milik orang lain, tapi apa sebabnya untuk kali ini mereka telah melakukan perbuatan yang sangat memalukan itu?
Dibalik peristiwa itu sebenarnya terselip suatu kejadian yang maha besar.
In-Tiong-Gau atau si burung walet ditengah mega Khong It Hoei adalah keponakan dari It Bok cinjien itu ciangbunjien dari partai Kiong-Lay-Pay bukan saja punya tabiat yang jelek dan licik, diapun gemar sekali akan pipi licin alias perempuan.
Nasehat dari suhengnya Sin-Koen Bu-Tek-Tie Keng Cuan serta Kan Keen-Ciang Poei-seng sama sekali tidak digubris, sebaliknya mereka yang jadi suhengnya tidak berani bertindak terlalu berlebihan mengingat betapa sayangnya suhu mereka pada masa yang lampau. Sekalipun begitu, belum pernah sute mereka ini melakukan perbuatan jahat yang menyolok mata.
Suatu ketika kedua orang suhengnya menemukan bahwasanya Khong It Hoei telah mempolesi ujung senjata Poan-Koan-Pitnya dengan racun, mereka anggap perbuatan itu bukanlah tindakan seorang pendekar sejati.
Sudah tentu Khong It Hoei lantas mengajukan alasan2nya yang dirasakan masuk diakal untuk menangkis semua tuduhan suhengnya. Sin-Koen-Bu-Tek maupun Kan Koen ciang tidak pandai berbicara, kendati dalam hati merasa ada sesuatu yang tidak beres dibalik kejadian itu namun merekapun tak dapat mengutarakan dimanakah letak ketidak benaran perbuatan sutenya ini maka terpaksa mereka biarkan kejadian itu lewat dengan begitu saja.
Beberapa tahun kemudian, karena suatu urusan Khong It Hoei si burung walet ditengah mega ini harus berangkat ke Propinsi siam-say utara, pada suatu kesempatan ia berkenalan dengan Mo Yoe Yauw isteri Im-Yang-sioe su dan jatuh cinta, secara diam2 maka dilangsungkannya suatu hubungan cinta gelap tanpa sepengetahuan siapapun juga.
Akhirnya atas bujukan Mo Yoe Yauw yang setiap hari merayu dan melelehkan hati pemuda itu, masuklah Khong It Hoei jadi anggota perkumpulan Im-Yang-Kauw.
Im-Yang siusu In Tiong Kian sendiri adalah seorang manusia yang berambisi besar, sekalipun isterinya main serong dengan manusia dari partai Kiong-Lay Pay ini, namun ia tetap berlagak pilon, namun secara diam2 ia berusaha untuk menarik Kiong-lay sam-kiat masuk jadi anggota perkumpulannya.
Dan terakhir dalam suatu pertempuran sengit diatas tebing Pek Yan Gay, sang ketua dari perkumpulan Im- yang Kauw ini kena dihantam Siauw Bin Loo-sat hingga terjungkel ke dalam jurang yang sangat dalam.
Janda Im-yang Kauwcu, Mo You Yauw lah yang pegang tampuk pimpinan atas seluruh anggota perkumpulan lm Yang Kauw, menggunakan kesempatan yang sangat baik ini Khong It Hoei segera berangkat kegunung im-san, dimana secara bebas dan tanpa takut apapun melanjutkan hubungan cinta dengan Mo Yen Yauw.
Kejadian ini berlangsung dua tahun lamanya tanpa mengalami sesuatu apapun mendadak suatu malam in Tiong Kian munculkan diri dalam kamar mereka, kemunculannya yang secara mendadak ini bukan saja mengejutkan sepasang kekasih yang sedang menikmati sorganya dunia bahkan yang lebih mengejutkan lagi adalah kemunculannya yang lain daripada yang lain, bukan saja hanya dia memakai sebuah mantel hitam yang memancarkan cahaya gemerlapan, dari sepasang matanya pun menyorot keluar sinar hijau yang menggidikkan hati.
Dalam kesempatan itu In Tiong Kian sama sekali tidak membinasakan Khong It Hoei yang "Melalap" istrinya itu, sebagai gantinya dia ajukan syarat yaitu memerintahkan dia untuk berusaha menarik kedua orang suhengnya, si kepalan sakti tanpa bayangan Tio Keng Cuan serta si telapak jagat Poei Seng masuk jadi anggota perkumpulan.
Dalam keadaan demikian tentu saja Khong It Hoei menyanggupi syarat tadi, malam itu juga dia pulang kegunung Kiong Lay, dimana dengan gertak sambal ia paksa Tie Keng Cuan serta Poei Seng untuk menyanggupi masuk jadi anggota perkumpulan im Yang Kauw.
Dengan kembalinya in Tiong Kian maka semua kekuasaan atas perkumpulan im yang Kauw pun jatuh kembali ketangannya, dari markas besarnya digunung Im san dipindah semua kekuatannya kedalam gua setan Yoe Leng Keei Hoe ditengah tebing Pek Yan Gay berada digunung Im Boe san dalam bilangan propinsi Koei-cioe, perkumpulan lm-yang Kauw ....
JILID 12 HAL. 14 S/D 15 HILANG
...maka secara diam2 ia campurkan racun jahat yang dibawanya itu kedalam air minum mereka.
Menanti Tie Keng Cuan serta Poe seng menyadari dirinya kena diracuni oleh sutenya yang keji, keadaan sudah terlambat.
Dalam keadaan begitu, sekali lagi Khong It Hoei bersandiwara dengan alasan2 yang dirasakannya masuk diakal, ia berkata:
"Suheng berdua harap maapkan perbuatan siauwte, aku berbuat demikian adalah disebabkan dirikupun kena diracuni mereka. Asal suheng berdua mau berangkat sendiri ke perkumpulan Yoe-Leng-Kauw dan menjelaskan sendiri didepan Kauwcu, aku rasa dia tidak nanti akan paksa kalian untuk menuruti kemauannya dengan berbuat begitu bukan saja racun yang mengeram dalam tubuh kalian bisa dipunahkan akupun bisa ikut selamat pula dari bencana kematian."
Setelah mendengar perkataan tersebut Tie Keng Cuan serta Poei seng dua orang tak bisa berkata lagi kecuali menghela napas dan mengikuti sutenya berangkat keselatan.
Ditengah perjalanan Tie Keng Cuan telah bersinggah dirumah seorang sahabat lamanya, itu Khong It Hoei tidak senang hati namun dalam hati ia lantas berpikir:
"Dengan susah payah aku baru berhasil memancing dua orang tua bangka ini turun gunung, kenapa aku tidak bersabar beberapa hari daripada karena urusan kecil mengakibatkan kegagalan dari rencana ini?"
Maka ia pun bersabar diri dan mengikuti terus kemauan suheng2nya. Ketika mereka memasuki wilayah ouw lam, jejak Gong Yu serta Lie Wan Hiang yang menunggang kuda jempolan segera ditemukan mereka.
Suatu ingatan berkelebat dalam benak Khong It Hoei, pikirnya didalam hati.
"Kenapa aku tidak berusaha merampas kedua ekor dua jempolan itu untuk dihadiahkan kepada Yoe-Leng-sin-Koen In Tiong Kian serta kekasih Piauw-Biauw-Hujien Yo Yau?"
Ketika ia sampaikan maksud hatinya ini kepada kedua orang suhengnya, mula2 Tie Keng Guan serta Poei Seng tidak setuju, maka Khong It Hoei segera membentangkan rencana-nya.
Dia bilang seandainya kedua orang suhengnya mau membantu dia untuk merampas kedua kuda jempolan tadi sebagai kado, maka dihadapan Yoe Leng siu-Keeh nanti bisa berbicara lebih leluasa, dikatakan perbuatan macam itupun bukan pekerjaan membakar api membunuh orang, lagi pula binatang ajaib semacam itu tidak pantas ditunggangi bocah umur belasan, dari pada mereka kehilangan jiwa lebih baik kedua ekor kudanya dirampas saja. Bukan saja perbuatan ini sama artinya menyelamatkan jiwa kedua orang muda mudi itu bahkan sekali panah dapat dua burung.
Mendengar penjelasan itu dan dirasakan masuk diakal, maka kedua orang itu tidak menampik setelah tiba dikota Siang Hiang, dengan susah payah akhirnya ditemukan juga rumah penginapan yang dihuni Gong Yu serta Lie Wan Hiang.
Siapa tahu ilmu meringankan tubuh yang diperlihatkan Lie Wan Hiang tanpa sengaja tadi telah mempertingkat kewaspadaan Kiong-Lay Sam Kiat, sebagai jagoan lihay tentu saja mereka mengerti sampai dimanakah taraf kepandaian yang dimiliki pihak lawan.
Karena itu maka akhirnya dibuatlah satu siasat, yaitu Kan-Keen-Ciang Poei-seng mendapat tugas memancing perginya musuh dan Khong It Hoei serta Tie Keng Cuan mendapat tugas mencuri kuda.
Seperti telah diketahui dalam kejar mengejar tersebut hampir saja Poei seng si telapak jagad modar diujung pedang Lie Wan Hiang kalau bukan dia secara kebetulan tercebur ke dalam sungai, sedang kedua ekor kuda tadi adalah kuda mustika, Khong It Hoei serta Tie Koan Cuan harus mengeluarkan banyak tenaga baru berhasil melarikan kedua ekor kuda itu menuju To-Hoa Peng.
Siapa tahu kuda itu meringkik terus sepanjang perjalanan, hal ini menggusarkan Khong It Hoei yang segera mencambuki kuda itu se-jadi2nya, atas kejadian itu sang kuda bukannya lari menuruti jalan yang benar sebaliknya malah lari menuju kearah jembatan baru.
Pada ketika itulah secara lapat2 terdengar suara suitan nyaring berkumandang datang dari kejauhan, begitu mendengar suitan tadi sang kuda meringkik panjang tiada hentinya.
Dengan hati kaget buru2 Khong It Hoei berpaling kearah berasalnya suara tadi, dibawah sorot sinar rembulan tampaklah sesosok bayangan manusia laksana sambaran kilat sedang meluncur datang.
Buru2 ia cambuk kuda itu sekeras-kerasnya, bukan jalan lurus yang diambil sebaliknya dilarikan kuda2 itu kebawah kaki gunung Hong san.
Sin Koen Bu-Tek si kepalan sakti tanpa bayangan Tie Keng Cuanmerasa amat bersedih hati, ia tidak mengira kalau nama besarnya yang dipupuk dengan susah payah selama ini harus hancur berantakan ditangan sutenya.
Belum habis ia berpikir, tampak sesosok bayangan manusia laksana sambaran kilat melayang turun dihadapan kedua ekor kuda tersebut, orang itu adalah seorang pemuda berbaju hijau.
Dengan pandangan tajam itu menyapu sekejap wajah kedua orang itu kemudian berseru:
"Oouw..... aku kira siapa yang sedang mengajak bergurau kami berdua, tak tahunya adalah Kiong Lay Sam Kiat cianpwee."
Merah jengah selembar wajah Tie Keng cuan, dengan cepat ia melayang turun dari kudanya, lalu dengan pandangan gusar ia melototi Khong It Hoei sekejap tegurnya: "Sute, kenapa kau belum juga menyerahkan kembali kuda itu kepada diri siauw-hiap?"
Menyaksikan kelihayan orang, diam2 si setan gantung putih Khong It Hoei pun merasa terperanjat, ia terkenal dalam dunia persilatan sebagai jago yang lihay dalam ilmu meringankan tubuh, namun bila harus dibandingkan dengan pemuda ini jelas dia masih ketinggalan satu tingkatan.
Bagaimanapun juga dia adalah manusia licik yang banyak akal, mendengar teguran suhengnya dia lantas tertawa ter-bahak2.
"Haaah....haa....toako, bukankah tadi kita sudah berjanji hanya hendak menjajal kepandaian silat yang dimiliki siauwhiap ini saja?"
"Kapan aku pernah mengucapkan kata2 seperti itu?" Pikir Tie Keng Cuan dalam hati.
Sebelum benaknya sempat berputar lebih jauh, siadik seperguruan yang licik dan banyak akal itu telah berkata lebih jauh.
"Tak usah diragukan lagi ilmu kepalan yang dimiliki siauwhiap ini pasti lihaynya luar biasa. Toako, aku rasa kaupun tak perlu berlagak sungkan lagi."
Sin Koen Boe Tek menyadari bahwasanya sang sute kembali sedang mengatur permainan namun dihadapan orang luar dia merasa kurang leluasa untuk menegur, lagi pula dalam situasi yang serba kikuk ini memang hanya bertanding ilmu silat saja yang dapat menolong dia lepaskan diri dari rasa malu.
Jagoan yang berhati jujur ini terpaksa harus keraskan kepala pura2 berlagak pilon, ia tersenyum hambar.
Gong Yu bukanlah anak muda yang goblok dengan otaknya yang encer dia lantas mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi didepan matanya, dengan tanpa sadar timbul pula rasa antipatiknya terhadap si kepalan sakti tanpa bayangan dan membenci si setan gantung putih Khong It Hoei.
Ia tersenyum manis, kemudian menyahut:
"Cianpwee, kau tak usah berlaku sungkan2 lagi, Cayhe Gong Yu bisa memperoleh beberapa petunjuk ilmu kepalan sakti dari cianpwe sepanjang hidup akan selalu merasa bangga, nah silahkan."
Sembari berkata ia pusatkan seluruh tenaganya keatas pusar, kemudian berdiri tegak bagaikan batu karang ditengah, diantara berkibarnya ujung baju pemuda ini kelihatan keren dan gagah.
Sebaliknya Tie Keng Cuan sendirian menaruh rasa simpatik terhadap pemuda itu, namun berada dalam keadaan yang serba sulit bagaikan menunggang diatas punggung harimau, terpaksa ia elus jenggotnya yang terurai sepanjang dada dan mengangguk. "Kalau begitu loolappun tidak akan berlaku sungkan2 lagi."
Kepalannya didorong kemuka, desiran angin tajam segera memancar keempat penjuru.
Karena takut pemuda she Gong ini tidak sanggup menyambut datangnya serangannya, maka dalam penyerangannya barusan dia cuma menggunakan lima bagian tenaga saja.
Siapa sangka pihak lawan sama sekali tidak mengeluarkan kepalannya untuk melawan, tampak ia cuma mengebaskan telapaknya kedepan angin pukulannya sendiri yang begitu dahsyat seketika lenyap tak berbekas.
Sekarang Tie Keng Cuan baru mengerti bahwasanya pemuda tersebut memiliki ilmu silat yang maha dahsyat, tanpa terasa memancing pula kegembiraannya untuk melayani musuh, ia tertawa ter-bahak2, angin pukulan semakin dahsyat mengurung tubuh musuh, bagaikan hembusan taupan menggulung dan menghantam tiada hentinya.
JILID 12 HAL. 24 S/D 25 HILANG
"Sekalipun kepandaian silat yang dimiliki keparat cilik itu sangat lihay, akhirnya kecundang juga ditangan aku si orang tua haaah ... haaah .... haaah ...."
Belum habis ia berbangga diri, mendadak terdengar gelak tertawa yang nyaring berkumandang datang dari atas pohon besar dihadapannya.
Pendekar Pemanah Rajawali 10 Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata Serikat Candu Iblis 2

Cari Blog Ini