Ceritasilat Novel Online

Selamat Datang Cinta 3

Selamat Datang Cinta Karya Mawarmay Bagian 3


ini sebenarnya namun entah jika bersama sang ibu seolah kosa kata yang telah terangkai hilang lenyap tanpa tersisa.
"Kamu sudah memberitahu temanmu kalau kamu udah pindah."
"Sudah, Bu." Amira menjawab dengan jujur, dia memang sudah mengatakan hal ini kepada Nirmala. Karena hal ini pula yang dia gunakan sebagai alasan untuk
menghindari Nirmala. Amira yakin jika dia pergi bersama dengan Nirmala maka kemungkinan sangat kecil dia tidak akan bertemu dengan Dinan. Dia sedang tidak ingin bertemu dengan
Dinan, entah karena alasan apa tidak yang penting Ting di dalam hatinya dia meyakini bahwa dia harus sedikit menjauh dari Dinan. Karena bagi Amira, Dinan
berbahaya untuk di dekati saat ini.
*** 19. Menjauh ~~> Bukan jarak atau waktu yang memisahkan, namun pikiran yang menjauhkan dengan tanpa mampu dia gambarkan.
--- Waktu berjalan tanpa ada yang mampu mencegah, dia terlewatkan begitu saja tanpa ada yang menyadari. Waktu libur telah terganti dengan kepadatan kegiatan
yang sudah dijadwalkan. Begitu pula dengan Amir, jika libur telah meninggalkannya berarti aktivitas sedang kembali menyapa.2
Ada banyak hal yang kadang tidak terduga, dan ada banyak hal pula yang terasa. Dan dengan pergantian tahun yang baru, Amira kembali menata hidup yang baru.
Dia sudah memutuskan dan apa yang menjadi keputusan tidak akan dia ubah tanpa pemikiran panjang.
Amira melangkahkan kaki menuju teras, dia duduk di kursi seraya mengenakan sepatunya. Di hari pertama dia masuk, dia harus datang pagi untuk mengikuti
upacara dan rapat semester dua. Dengan tekat yang sudah dia tetapkan Amira dengan tegas berjalan menuju langkah pertamanya.
Jarak rumah yang ditinggali Amira kini jauh lebih dekat dengan sekolah, sehingga kini dia tak perlu lagi menunggu kendaraan umum. Dia tinggal berjalan
keluar perumahan masuk gang sudah sampai di dekat gerbang samping sekolah.
Amira menenteng tas tangannya yang berisi buku-buku tebal, buku laporan wirausaha anak kelas sebelas. Amira melangkah memasuki gerbang samping, di sana
sudah ada beberapa guru yang berdiri. Gerbang samping sangat dekat dengan parkir sepeda motor untuk staf dan guru, sedang parkir mobil ada di dekat pintu
depan. "Assalamualaikum," salam Amira saat melihat Kamil dan Mitra sedang bercengkrama.
"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh. Bagaimana kabarnya Bu?" Mitra lebih dulu menyapa, Amira menjawab seperlunya kemudian pamit untuk ke kantor
lebih dulu. Amira melangkah dengan pelan, dia sesekali berpapasan dengan murid dan saling menyapa dengan isyarat. Amira menghela napas, dia cukup lelah berjalan. Mungkin
ini dikarenakan sudah hampir dua pekan dia kurang jalan jadi kurang olahraga. Dia berhenti di dekat toilet dari dia berdiri dia bisa melihat Dinan yang
ada di koridor seberang sedang berbicara dengan beberapa siswa. Dan ada sesuatu yang tertangkap mata Amira, salah satu dari anak didiknya itu memberikan
sebuah bingkisan kepada Dinan dan juga sebuah kertas yang mungkin bisa dilihat sebuah undangan.
Amira menghela napas, entah mengapa dia merasa gelisah? Padahal dia sudah mewanti-wanti dirinya sendiri untuk tetap bertahan dengan keputusan yang sudah
dia ambil. Amira menunduk untuk menetralkan emosi yang sepertinya sedang merayunya, dia tidak ingin melakukan hal konyol yang akan mampu mengecewakan diri
sendiri terlebih lagi mampu mempermalukan dirinya.
Setelah mengambil napas, Amira mendongak namun dia terkejut saat tiba-tiba Dinan sudah ada di depannya. Takut jika itu sebuah halusinasi dia segera menoleh
ke arah kiri, koridor seberang. Namun sudah tidak ada siapa-siapa. Dia jadi berpikir apa dia terlalu lama menetralkan pikiran sehingga dia tidak sadar
jika Dinan sudah berjalan menuju tempatnya berdiri.
"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh," kata Dinan membuat Amira mau tak mau menjawab.
"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh." Amira mengeratkan genggaman tangannya. Dia belum siap untuk membicarakan banyak hal.
"Bagaimana kabarnya?" Amira mendongak untuk menatap Dinan kemudian dia mencoba bersikap biasa.
"Alhamdulillah baik. Pak Dinan?" Amira mencoba tersenyum dengan santai meski terlihat jelas bahwa senyumnya berubah menjadi ringisan.
"Saya baik." Dinan memasukkan tangannya ke dalam saku celana kemudian mengamati Amira dengan intens.
"Saya permisi dulu," kata Amira berjalan lebih dahulu menuju arah kanan. Dia akan masuk ke dalam kantor untuk meletakkan barang-barang yang dia bawa.
"Sudah cukup rasanya kamu menghindar," kata Dinan membuat Amira berhenti sejenak, kemudian dia menatap ke sekeliling saat dia menoleh ke belakang Dinan
sudah berlalu, lelaki itu sudah ada di halaman bersama beberapa siswa yang sedang mempersiapkan keperluan upacara.
Amira menghela napas, dia lalu berjalan membiarkan segala ucapan Dinan menghilang bersama dengan tiupan sang angin. Amira meletakan barangnya.
"Kamu kemana saja, aku rindu tahu." Nirmala datang sambil memeluknya, sudah bukan rahasia lagi jika dua guru itu sangat dekat.
"Maaf Mbak, saya baru pindah jadi radak ribet." Nirmala mengurai pelukan kemudian dia menatap Amira dengan intens.
"Aku ngerti kok." Nirmala meletakan tasnya.
"Sudah bertemu Dinan?" Amira mengangguk kemudian nampak senyum di bibir Nirmala.
"Ya sudah, dia emang ngomong apa?" Amira merapikan jilbabnya kemudian menoleh ke arah Nirmala.
"Tidak ada," jawab Amira santai, memang dia sudah memutuskan untuk melupakan pembicaraan dengan diamankan bukan?2
"Kok gak ada sih." Nirmala mengerut dengan sebal.
"Sudah bel, ayo keluar!" Nirmala mengajak Amira untuk mengikuti upacara bendera. Amira hanya diam mengikuti langkah Nirmala.
--- Sepekan sudah kegiatan belajar mengajar berjalan kondusif seperti biasa, ini sudah menjadi tanda bahwa semester dua telah menyapa dan berjalan bersama.
Amira kembali rutinitas berangkat siang, dan dengan seperti ini jarak antara Dinan dan Amira kembali terbentang oleh keadaan.
Amira melangkah memasuki gerbang samping dengan tergesa-gesa, karena dia datang sedikit terlambat. Bukan tanpa sebab, dia terlambat jelas ada sebabnya
dan sebabnya adalah dia harus belanja beberapa bahan pokok untuk ujian praktek pertama di semester dua.
Amira menenteng dua kresek besar, dia berjalan langsung menuju ke arah gedung belakang tempat kelas ketrampilan berada. Dia berhenti sejenak saat ada kantung
plastik yang hendak lepas dari tangannya. Dia diam di koridor untuk membenahi posisi tangannya. Namun tanpa dia duga kresek itu langsung diangkat oleh
sosok yang ingin sekali dia jauhi--Dinan.
"Pak, saya bisa sendiri." Dinan menoleh ke arah Amira yang mengejar langkahnya.
"Jangan membantah jika tidak ingin jadi pusat perhatian." Dinan tetap melangkahkan kakinya, sedang Amira terdiam sejenak sebelum kembali mengikuti langkah
lebar Dinan. "Terima kasih," kata Amira saat Dinan meletakkan belanjaan di atas meja guru. Dinan hanya mengangguk kemudian berbincang dengan Rina.
Amira mengambil beberapa wadah dengan batuan ketua kelompok. Kemudian dia membagi beberapa bahan dengan cekatan. Dia tidak menghiraukan kehadiran Dinan
dan juga bisik-bisik dari beberapa anak didiknya yang seperti biasa selalu ingin update tentang guru favoritnya.
"Baiklah anak-anak, hari ini kalian memasak dan akan dicicipi oleh pak Dinan jadi kalian harus menyiapkan pleating yang menarik dan cita rasa yang mampu
merayu lidah pak Dinan." Amira sedikit terkejut dengan hal yang diucapkan oleh Rina namun dia lebih terkejut lagi dengan antusias anak-anak yang meningkat
lebih dari seratus persen.
"Jangan lupa SOP saat memasuki ruang praktek." Amira mengingatkan ketika anak-anak mulai berjalan sesuai kelompok.
"Yang gak bawa peralatan dan seragam praktek bisa absen ke Bu Rina dulu," kata Amira mengikuti anak-anaknya menuju ruangan yang ada di samping.
Amira memastikan ruangan siap digunakan, dia mengecek beberapa tabung elpiji kemudian melihat kebersihan tempat dan juga barang-barang yang dibawa setiap
kelompok. "Kita harus masak enak, biar menonjol di depan pak Dinan."
"Iya, kan kata pak Dinan dia cari calon istri yang pintar masak."
"Bener, siapa tahu diantara kita yang terpilih."
"Emang kalian mau?"
"Kenapa enggak? Pak Dinan mapan, tampan, beriman. Apa lagi yang kurang?"
"Ingat umur." "Umur gak jadi patokan. Lihat Rosulullah menikah dengan Khadijah diusia muda dan jaraknya jauh. Begitu pula dengan Aisyah."
"Iya." "Terserah, tapi jangan kecewa berlebih kalau terhempas."
Amira sebenarnya tidak ingin mendengar perbincangan anak didiknya namun mau bagaimana lagi, telinga Amira terlalu peka untuk tidak mendengarkan.
"Sudah, jangan banyak ngobrol nanti keasinan." Amira mendekati anak-anak yang sedang ngobrol.
"Yah, jangan dong Bu Mira." Amira terkekeh geli.
"Sudah lanjutkan," kata Amira kemudian mengambil oprone di laci. Amira mengenakan dengan mata yang masih mengikuti gerakan anak-anaknya.
"Perencanaan dikumpulkan ya!" Amira sedikit berteriak karena jika dia berkata dengan pelan percuma, tak akan didengar.
"Ini Bu," kata Julia memberikan buku berukuran folio.
"Terima kasih." Amira mengambilnya kemudian dia duduk di kursi. Dia mengamati gerakan anak didiknya dalam diam.
Setelah Amira melihat tumpukan buku diam mencari bulpoin untuk memberi tanda tangan. Namun dia tak menemukan di sakunya. Dia membuka laci namun juga tak
ada satupun wujud bulpoin. Amira menghela napas kemudian dia melangkah keluar untuk mengambil bulpoin di ruang perencanaan.9
Amira mengerut heran saat di ruangan itu hanya melihat Dinan yang sedang memegang celemek dua warna di tangan kirinya dan ponsel di tangan kanan. Amira
masuk dengan mengucapkan salam.
"Assalamualaikum." Amira segera masuk saat Dinan menoleh sambil menjawab salam.
"Anak-anak udah mulai?" Amira hanya menjawab dengan lirih. Amira mencari bolpoin di dalam tas namun dia tak jua menemukan dia berdiri dengan tegak sambil
berpikir, dia mulai mengingat di mana dia menaruh bulpoin.
"Cari apa?" Amira menoleh ke arah Dinan.
"Bulpoin." Amira menjawab dengan wajah kesal. Dia sebenarnya sudah sangat lelah.
Amira merasakan tangannya disentuh kemudian dia merasakan ada benda kecil terselip di telapak tangan. Dia menunduk kemudian menoleh ke arah Dinan yang
sedang menatapnya datar. "Saya punya sendiri," kata Amira.
"Tapi saya lihat kamu kebingungan mencari," kata Dinan memasukkan ponselnya ke dalam saku.
"Tapi saya bisa berusaha." Amira hendak memberikan kembali bulpoin Dinan.
"Tidak perlu. Ambil saja!" Dinan mengatakan dengan santai.
"Pak," panggil Misye yang ada di depan pintu, entah sejak kapan guru bahasa Inggris itu berdiri di sana.
"Masuk, Bu!" "Gak deh, malas melepas sepatunya." Misye mengatakan dengan tenang dan terselip nada manja di dalamnya.2
"Tadi bu Rina bilang sudah ditunggu pak Dinan." Amira menatap dua guru itu bergantian dia tidak mengerti hal apa yang terjadi.
"Iya, ini." Dinan memberikan celemek kepada Misye hal ini membuat Amira semakin bingung.
"Dlo, Bu Mira tidak menunggu anak-anak." Dinan menatap Amira yang nampak salah tingkah.
"Ini mau ke sana."
"Saya diberi tugas untuk membantu penilaian." Dinan mengatakan itu kepada Amira, namun Amira seolah tak perduli dia hanya mengangguk kemudian berjalan
keluar ruangan. Tak lupa dia menoleh ke belakang dan dia melihat Dinan menutup pintu dan berjalan mengikuti langkahnya bersama dengan Misye.
*** 20. Tekad Bukan sekedar kekecewaan yang menakutkan. Namun, pikiran yang ada pada diri sendiri jauh lebih menakutkan dibandingkan dengan segala kejadian.
--- Amira duduk di sebuah kafe yang ada di dekat universitas tempat dia dulu belajar, bukan tanpa sebab dia bisa terdampar di tempat yang sudah lama tidak
dia kunjungi. Amira berada di tempat ramai itu disebabkan sebuah pesan dari Luluk sepekan yang lalu. Awalnya dia tak acuh namun akhirnya dia memberanikan
diri untuk menanggapi. Amira menyesap coklat panas pesanannya. Dia sesekali membaca buku resep yang ada di depannya. Dia ingin memodifikasi sebuah resep untuk bahan uji coba
di rumah. Rumah, dia jadi ingat bahwa ibunya hari ini pamit untuk pergi ke rumah sang kakak. Karena sudah genap sebulan ibunya tinggal di kota ini. Amira
menghela napas, dia merasa ada sesuatu yang berbeda yang dia rasakan.
Dengan pelan Amira memasukkan kembali buku yang dia baca ke dalam tas, dia kembali memainkan cangkir di depannya. Dia mulai berpikir, cara termudah untuk
memukul mundur Dinan. Dia sudah bertekad untuk tidak memiliki hubungan apapun dengan lawan jenis.
"Wah, sebuah kebetulan yang sangat menakjubkan." Amira mendongak dan melihat Fatih dengan santai duduk di depannya.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Amira menyuarakan pemikirannya.
"Tadi abis ketemu teman, terus mampir kemari." Amira mengangguk tanda mengerti.
"Kamu tidak sedang menguntit saya, bukan?" Amira dengan cepat mengubah raut wajahnya menjadi curiga.
"Tidak." Jawab Fatih tegas. Kemudian dia melambaikan tangan untuk memesan minuman.
"Saya sepertinya belum mengizinkan untuk duduk." Amira berkata dengan nada sinis.
"Tapi sayangnya, aku tidak butuh izin itu." Amira mendengus pelan dan kembali sibuk dengan cangkirnya. Mulai dari mengetuk jari telunjuk ke cangkir hingga
meraba-raba bibir cangkir.
"Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Menunggu teman." Amira menjawab dengan santai. Dia sebenarnya bukan tidak suka dengan kehadiran Fatih hanya saja dia merasa tak nyaman entah karena alasan
apa. "Sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku sampaikan." Fatih nampak memasang wajah serius setelah dia hanya diam beberapa saat setelah kopi yang dia pesan
datang. "Sepenting apa?"
"Ini sangat penting bagiku." Amira mengangguk kemudian dia mempersilahkan Fatih untuk bicara dengan isyarat tangannya.
"Aku ingin serius denganmu. Aku sudah pernah bilang bukan bahwa aku sudah memperhatikan kami sejak lama." Amira menggerakkan tangannya dengan refleks hingga
mampu menggeser cangkir yang masih berisi separuh coklat.
"Serius dalam artian apa?" Amira bertekad untuk membasmi siapa saja lelaki yang ada di depannya. Dia tidak perduli dan pandang bulu. Baginya, lelaki memiliki
tujuan pernikahan yang sama dan hal itu membuat Amira sadar bahwa dia belum menemukan sosok lelaki yang cocok dengan pemikirannya.
"Berhubungan, aku akui aku sudah jatuh pada pesona seorang wanita sederhana dan pendiam seperti dirimu, Amira." Amira tersenyum dengan mengangkat satu
sudut bibirnya. "Apa tujuan hubungan itu?" Amira bisa melihat wajah terkejut di ekspresi Fatih. Dia meyakini itu karena pada hakikatnya jika seorang wanita dilamar pasti
akan salah tingkah dan merasa deg-degan, namun tidak dengan wanita di depannya. Karena Amira memperlihatkan wajah santai dan sinisnya.
"Membuat hubungan yang nyata. Kamu tahu bukan maksudku, aku yakin sekali bahwa kamu tahu." Amira mengaguk.
"Saya mengerti, tapi boleh dijelaskan tujuannya. Karena saya pernah mengalami kegagalan dalam pernikahan hanya karena memiliki prinsip yang tidak sama."
Kembali lagi Amira melihat wajah terkejut di ekspresi Fatih.
YOU'LL ALSO LIKE 2? Selamat Datang, Halal! (Selesai) by mawarmay
2? Selamat Datang, Halal! (Selesai)By mawarmay
69.2K 5.9K Direvisi bertahap. Bercerita tentang sebuah perpisahan yang disebabkan oleh sebuah ketakutan yang menyelimuti. Hingga dipertemukan kembali dalam keadaan yang berbeda dan
jalan yang sama. Jodoh tidak tertukar, begitulah banyak orang berkata. Dan memang benar adanya, meskipun mencoba berkelit dengan segudang alasan namun asa tetap terikat
pada keduanya sehingga mampu menghela mereka menuju satu ikatan pernikahan.
wanita adalah tulang rusuk lelaki. maka tak ada istilah tulang rusuk yang tertukar selama ini.
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: "Berwasiatlah untuk berbuat baik kepada kaum wanita, karena sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang
rusuk (yang bengkok), dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atas, maka jika kamu meluruskannya (berarti) kamu mematahkannya,
dan kalau kamu membiarkannya maka dia akan terus bengkok, maka berwasiatlah (untuk berbuat baik) kepada kaum wanita"
(HR al-Bukhari dan Muslim).
?Mawarmay? Kediri, 12 Desember 2017 M
Selasa, 23 Robi'ul Awal 1439 H
Selesai pada tanggal 21 Februari 2018.
Senandung Nada Untuk Aqila by diannovitaoctavia
Senandung Nada Untuk AqilaBy diannovitaoctavia
34.2K 2K "Apa kabar denganmu Aqila, semoga kau jauh lebih baik, aku selalu mendoakanmu dalam langkah hijrahmu, aku selalu berahap kita dipertemukan diruang takdir
yang membuat kita terikat dalam kehalalan, tunggu aku qil, aku akan segera mengkhitbahmu setelah lulus S2 ini " abyan.
Sambil memandangi foto masa masa smp dulu.
RASA by mawarmay RASABy mawarmay 2.5K 167 Aku selalu memanggilmu dari jarak yang kita miliki.
Aku selalu memandangmu dari waktu kebersamaan yang kita miliki.
Meski bibir dan mata ini selalu tertuju padamu, tapi ada yang lebih mecandu dibanding dua itu. Yaitu HATIKU.
kau bagai candu untuk penawar rinduku, namun aku tak bisa mendekatkan jarak diantara kita.
Aku dan kamu, terbentang jarak tak kasat mata.
Meski aku bisa mendengar suara tawamu.
Meski aku bisa melihat senyummu.
Namun, aku tak pernah mampu menggapaimu.
"Mencintai memiliki cinta di hati. Tanpa memaksa memiliki cinta di raga."
Cover cantik dari @booksieqeuun
Kediri, 06 Juni 2017 Hijabers And Rock N Roll by molidasudirman
Hijabers And Rock N RollBy molidasudirman
6.3K 306 Arsyila Azahra Raesha,wanita cantik 17 tahun.
Muhammad Daffa Rafid Rafa'ah.cowok ganteng berusia 17 tahun, troublemaker yang hidupnya dipenuhi dengan dunia bebas.
================== "Kamu cantik juga,manis lagi."ucap lelaki yg kini sudah ada di hadapannya.
"maaf,aku permisi dulu."ucap gadis itu sambil menundukkan kepalanya.
"eitss,kamu mau kemana."ucap cowok itu sambil menarik tangan gadis itu.
"saya mohon lepasin tangan saya."ucap gadis itu berusaha melepaskan tangannya.
"Gue heran deh sama lo,banyak cewek-cewek yg deketin gue,tapi baru kali ini gue lihat cewek kaya lo. lo itu seharusnya senang bisa ketemu sama gue."ucap
balik cowok itu. "maaf,sekali lagi saya mohon lepasin tangan saya,kita itu bukan muhrim."ucap balik gadis itu.
"Iya,nih gue lepasin.
"terima kasih,assalamualaikum."ucap gadis itu sambil meninggalkan nya.
"cuek banget sih jadi cewek,sok jual mahal lagi,gue harus buat lo jatuh cinta sama gue lihat ajah nanti"gumam cowok itu sambil tersenyum miring.
~penasaran?,yuk di baca ajah!
~di follow yah.(hehehe){:-)
Cinta Di Langit Kairo [Completed] ? by FirhanSyahreza
Cinta Di Langit Kairo [Completed] ?By FirhanSyahreza
7K 1.5K Warning : Cerita Ini Di Private Acak Harap Follow Terlebih Dahulu
[Completed / Remaja 13th+]
[2nd Story On Wattpad] [Dulunya 'Love In Kairo']
Namanya Ibrahim Adhitama atau yang sering dipanggil Ibrahim oleh semua orang. Ia adalah seorang putra dari Ustad Malik, pemilik pesantren Al-Huda. Selain
itu, ia juga baik, ramah, tampan yang selama ini menjadi idaman dipesantren itu. Setelah lulus dari pesantren, Ibrahim memutuskan kuliah di Kairo dan ia
berpamitan pada keluarganya untuk pergi kesana. Di Kairo, Ibrahim tinggal bersama Reza, teman baiknya waktu dipesantren dulu yang sekarang menetap di Kairo.
Selama di Kairo Ibrahim dicintai oleh dua wanita yaitu Yasmin dan Dinda.
Siapakah yang akan Ibrahim pilih diantara dua wanita yang mencintainya yaitu Yasmin atau Dinda ?
#370 in Spiritual/Rohani - 15 November 2017
#351 in Spiritual/Rohani - 6 Desember 2017
#261 in Spiritual/Rohani - 23 Desember 2017
LT[1] Panggil Aku Az-Zahra by Deemagination
LT[1] Panggil Aku Az-ZahraBy Deemagination
16.4K 683 La Tahzan 1 : Panggil Aku Az-Zahra TAMAT [3/3]
some chapters are private mode . Please follow first.
??? "aku bermimpi memakai gaun pengantin berwarna putih yang lebar di hari pernikahanku. Semua keluarga hadir dan berbahagia, kecuali Ummi", ujar Zahra.
Sembari meneteskan air mata, umi tersenyum dan berkata; " menurutmu, apa tafsir mimpi itu nak?"
Copyright ? 2016 by deemagine
All right reserved. No part of this publication maybe reproduced, distributed, or transmited in any form by any means, including photocopying, recording,
or other electronic or mechanical methods, without the prior written permission of the author.
Plagiarism isn't allowed.
[PS :: Menerima promote story bergenre spiritual]
"Kamu pernah gagal?" Amira mengangguk dengan santai, walau kalau boleh jujur dia sedang menahan gejolak rasa sakit teriris-iris di dalam dadanya.
"Maaf aku tidak tahu akan hal itu," kata Fatih dengan ekspresi menyesal.
"Tidak masalah." Amira masih mempertahankan perannya sebagai wanita ketus dan datar.
"Memang setiap orang memiliki jatah untuk sebuah kegagalan, akan tetapi hal itu bukan akhir dari segalanya." Amira menatap Fatih kemudian dia hanya mengangguk,
dia hanya berpikir bahwa Fatih tidak pernah ada pada posisi dirinya jadi wajar jika Fatih tidak tahu sejauh apa dia meratapi takdirnya.
"Aku mungkin tidak tahu seberapa dalam sakit yang kamu rasakan, tapi aku yakin dibalik rasa sakit itu pasti ada kebahagiaan yang sedang menanti dan aku
juga yakin bahwa kamu semakin dewasa dan tangguh dengan tetap bertahan walau kegagalan menimpamu. Aku hanya manusia biasa, mungkin aku tidak akan sanggup
dengan sebuah kegagalan itu jika dia menyapaku aku salut dengan keteguhan hatimu hal itu membuatku semakin terpesona padamu." Amira sedikit melunturkan
wajahnya, dia tidak menduga jika Fatih memiliki pemikiran sedewasa itu. Dia pikir Fatih akan melakukan tindakan angkat bendera untuk menyerah namun ternyata
tidak lelaki itu masih teguh pada pendirian.
"Kalau boleh tahu, apa penyebab kegagalan?" Amira menatap Fatih kemudian dia menyesap coklat yang ada di cangkir. Dia diam menikmati coklat yang sudah
tak lagi panas, dia mencoba memberanikan diri untuk bersuara, dia yakin Fatih sosok yang baik.
"Seperti yang sudah saya bilang. Kami tidak memiliki prinsip yang sama." Amira meletakan cangkirnya, kemudian dia menatap Fatih lekat-lekat.
"Saya memiliki ekspektasi yang sangat besar dengan pernikahan, tapi hal itu bukan berarti saya ingin hanya ada kebahagiaan tanpa ada kesedihan itu mustahil.


Selamat Datang Cinta Karya Mawarmay di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku hanya memiliki prinsip-prinsip yang harus ada pada pondasi niat dalam melangsungkan pernikahan." Fatih mengangguk.
"Seperti cinta maksudnya?" Amira menatap Fatih kemudian dia menunduk. Membicarakan soal cinta dia jadi mengingat Dinan. Dia tidak bodoh walau sejauh apa
dia mengelak, Amira sadar bahwa dia sudah jatuh cinta pada sosok sederhana yang menawarkan perlindungan. Namun sekali lagi, untuk melangkah bersama Dinan
dia tidak bisa dan mungkin tidak mampu.
"Saya bukan pemuja cinta, karena saya memiliki pemikiran bahwa cinta bisa datang dengan berjalannya waktu. Karena cinta itu hanya sebatas beberapa hal
yang konsisten seperti pesona jasmani, sikap baik, suka menolong dan takdir. Dengan segala itu pasti akan dengan mudah cinta itu akan hadir." Fatih mengangguk,
dia juga meyakini akan hal itu. Dia jadi ingat sang adik yang menikah karena insiden, berawal dari sebuah rasa prustasi karena putus cinta hingga membuat
dia buta mata dan melakukan kesalahan yang berimbas dengan lahirnya seorang anak.
"Kalau prinsip yang kamu agungkan?" Amira tersenyum tipis.
"Prinsip yang aku agungkan adalah prinsip yang mendasari sebuah langkah menuju pernikahan." Amira menyandarkan tubuhnya, dia memejamkan mata sejenak namun
ingatan langsung membawanya menuju kenangan singkat bersama Dinan.
'Selamat datang, Cinta!' kata Amira di dalam hati, namun selain kaya itu dia juga kembali mengucapkan sebuah kalimat yang membuat kata cinta itu harus
berjuang dengan keras. 'Tapi maaf aku tak mampu menyambutmu.'
"Secara spesifik, apa yang mendasari?" Amira menatap Fatih.
"Niat." Singkat, ya kata singkat itu yang menjadi prinsip Amira, hingga membuat kegagalan menyapanya dua tahun yang lalu. Kegagalan dalam menyongsong pernikahan,
karena perbedaan niat diantara keduanya. Dan bisa jadi itu adalah bukti bahwa keduanya tidak berjodoh.
"Membicarakan tentang niat seseorang menikah, aku jadi ingat adiku." Amira menatap wajah Fatih heran karena di wajah ramah itu nampak kekecewaan.
"Ada apa dengan niat dan adik kamu?'' Fatih menghela napas.
"Dia pernah patah hati karena sebuah rasa bernama cinta," kata Fatih mulai bercerita. Dia tidak yakin menceritakan semua ini namun dia ingin mengubah sudut
pandang Amira. "Saya tidak yakin untuk bercerita, karena ini bisa dibilang aib keluarga." Amira hanya menaikan bahu. Dia seolah tak perduli padahal dia setengah mati
menanti cerita itu. "Intinya adik saya patah hati dan melakukan sebuah kesalahan dengan menghamili anak gadis orang. Dan Noah yang dia niatkan awal karena tanggungjawab tapi
beberapa bulan terakhir aku melihat kelanggengannya. Sama seperti yang kamu pikir tentang cinta yang akan hadir dengan berjalannya waktu niat sebuah pernikahan
itu bisa berubah dengan berjalannya waktu juga." Amira tersenyum dengan mengangkat satu sudut bibirnya??sinis.
"Intinya?" Fatih tergagap dengan pertanyaan Amira dengan suara yang menurutnya cukup menciutkan nyalinya.
"Bagaimana kalau kita menikah dengan niat yang ada pada diri kita masing-masing." Amira berdecak kemudian dia menaruh uang lima puluh ribuan di atas meja.
Dia mengambil ponselnya dan memasukan ke dalam kantong dia berdiri.
"Ternyata kita juga memiliki prinsip yang berbeda. Jadi jangan berharap untuk melangkah lebih jauh." Amira meninggalkan Fatih begitu saja, dia tidak perduli
dengan ekspresi terkejut Fatih, bahkan dia seolah melupakan tujuan awal dia datang kemari. Amira mengeluarkan ponselnya kemudian dia mendapati pesan bahwa
Luluk berhalangan datang karena anaknya yang tiba-tiba demam. Dia berdecak kesal dia tidak menduga jika orang yang dia tunggu sudah menggagalkan kesempatan
yang sudah dengan baik hati dia berikan.
"Sudah selesai?" Amira menoleh terkejut menatap sosok yang berdiri tak jauh darinya. Dia yang awalnya hendak menyeberang menjadi mundur dua langkah. Dia
mencerna segala keadaan dia menoleh ke kafe kemudian mengamati segala arah.
Bagaiman bisa Dinan ada di depannya?
*** 21. Dilamar _Jika kamu mengaku sebagai orang berjenis kelamin laki-laki, jangan hanya berani mendekati tapi datangi langsung dan minta izin untuk menghalali._
--- Amira masih membereskan buku saat pak Roni salah satu petugas kebersihan memberitahu bahwa ruangan akan dikunci. Amira segera keluar ruangan sebelumnya
dia sudah meminta maaf terlebih dahulu karena menyebabkan pak Roni harus menunggunya.
"Maaf ya Pak," kata Amira sekali lagi setelah keduanya berjalan menuju gerbang.
"Gak papa Bu, ini sudah jadi tugas saya." Amira meringis tak enak. Kemudian dia izin untuk pulang lebih dahulu karena pak Roni bilang bahwa dia akan mengecek
kamar mandi, takut masih ada sanyo yang menyala.
Amira keluar melalui gerbang samping, dia berjalan sambil kembali mengulas pikiran. Dia ingat sore itu saat dia tidak sengaja bertemu Dinan, kembali dia
katakan tidak sengaja namun hal itu membuat dia sedikit janggal. Jika mengingat kembali bahwa dia sering sekali bertemu dengan Dinan secara tidak sengaja
setiap kali dia berjalan bebas di sekitar tempat tinggal lamanya.
Amira kadang dilanda gelisah sendiri, dia menduga bahwa Dinan adalah sosok di balik mobil merah itu namun kadang dia menampik karena secara jelas mobil
milik Dinan berwarna hitam. Amira kembali melangkah sambil menganalisis segala kemungkinan, dia merasa tidak yakin dengan sosok Dinan namun ada kalanya
dia merasa bahwa Dinan adalah lelaki yang baik dan dia adalah lelaki yang begitu menyayangi keluarga.
Ingatan Amira pada pembicaraan dengan Dinan sore itu, meski sudah sebulan berlalu namun keduanya masih memilih diam dengan pemikiran yang berbeda.
"Apa yang Pak Dinan lakukan di sini?" Amira menatap Dinan dengan bingung.
"Tidak ada." Dinan menjawab dengan tegas kemudian menunjuk arah mobil yang dia parkir. Amira mengerutkan keningnya bingung.
"Maksudnya?" "Mobil saya di sana. Mari saya antar pulang." Dinan berjalan lebih dahulu tanpa menghiraukan tanggapan Amira. Sehingga mau tidak mau Amira mengikuti langkah
Dinan. Sepanjang perjalanan keduanya masih diliputi oleh kediaman, karena tak ada salah satu yang ingin memutus pemikiran masing-masing. Hingga mobil terparkir
rapi di depan rumah Amira yang baru.
"Tidak ingin turun?" Amira tergagap kemudian dia tersadar bahwa dia sudah ada di depan rumah.
"Tunggu dulu, dari mana pak Dinan tahu rumah saya?" Amira menatap lekat Dinan, dia berharap bahwa Dinan adalah orang yang ada di dalam mobil merah yang
selama ini terus mengintainya. Karena dengan begitu dia bisa dengan mudah memukul mundur Dinan dari daftar sosok yang akan dia jadikan sandaran.
"Dari Nirmala." Amira menoleh cepat, kemudian dia menghela napas seolah hal yang diucapkan oleh Dinan adalah sesuatu yang sangat mengecewakan.
"Mengapa?" Amira menoleh kemudian dia menggelengkan kepalanya. Amira melepas sabuk kemudian merapikan pakaiannya.
"Apa yang aku katakan di malam itu kamu anggap lelucon?" Dinan berkata dengan nada datar, Amira bisa melihat mata lelaki itu masih fokus ke depan tak sedikitpun
menoleh ke arahnya. "Tidak, sama sekali tidak." Amira menjawab dengan ragu.
"Lalu?" Amira melihat Dinan menoleh empat puluh lima derajat sehingga Dinan bisa melihat dirinya dari sudut matanya.
"Tidak ada. Lalu apa lagi?" Nada suara Amira datar hal itu mengusik pendengaran Dinan.
"Apa yang terjadi?" Amira dan Dinan saling menatap satu sama lain, entah mengapa Amira tak sanggup lagi berkata-kata dia seolah kehilangan semua rangkaian
kalimat yang sudah dia rancang, dia ingin memukul mundur Dinan seperti saat tadi dia menyerang Fatih, namun dia tidak mampu.
Amira membuang pandangan kemudian dia kembali menoleh ke arah Dinan yang melihatnya dengan sorot mata curiga.
"Saya tidak bisa menjelaskan," kata Amira membuat Dinan diam, karena dia juga tidak tahu seperti apa yang ingin dia dengar.
"Kamu tahu, saya sudah menemui kakakmu." Amira menoleh dengan cepat, seolah hal yang dia rencana tiba-tiba ada di depan mata.
"Itu yang tak bisa saya jelaskan. Bagaimana bisa pak Dinan menemui Abang padahal secara pasti kita tidak memiliki hubungan yang mengharuskan pak Dinan
dekat dengan keluarga saya." Dinan menatap Amira tidak suka.
"Maksudnya?" "Iya, kita hanya sekedar rekan kerja tidak lebih. Jadi itu menjadi janggal jika pak Dinan menemui Abang saya."
"Berarti kamu pikir ucapan saya hanya sebuah banyolan?" Dinan bertanya dengan nada sinis, Amira menetap Dinan lekat kemudian kembali membuang muka.
"Itu yang tidak saya suka dari seorang lelaki," kata Amira dengan wajah nanar, dia menaikan volume suaranya.
"Saya tidak suka lelaki bekerja dengan logikanya, tidak sama sekali memikirkan perasaan orang lain. Ini hidup saya, saya yang memiliki hak untuk memilih."
Amira mengeluarkan suara yang tak mampu dia luapkan di depan sang kakak.
"Saya seorang wanita yang ingin dimengerti keinginannya buka diatur untuk berjalan sesuai dengan harapan lelaki. Lelaki memang seorang pemimpin bagi wanita
tapi wanita juga memiliki hak untuk mengeluarkan aspirasi." Dinan menghela napas, dia tahu akan seperti ini jika menghadapi seorang wanita dengan rasa
ketakutan atas pikirannya.
"Saya tidak ingin diatur berlebihan, tidak ingin dicurigai, tidak ingin dipojokan. Saya ingin ikut andil dalam memilih masa depan saya, apa itu salah?"
Amira berkata dengan nada lemah dan tak lama terdengar isakan. Dinan menghela napas dia bingung menghadapi wanita dengan segala pemikirannya yang rumit.
Amira merasakan tubuhnya masuk ke dalam dekapan hangat, dia tahu saat ini Dinan tengah memeluknya. Amira hanya diam saat dia merasakan kenyamanan dengan
belaian lembut di punggungnya. Dia merasa terlindungi saat ini, dia terlindungi jika dia bersama dengan Dinan namun dia masih merasakan keraguan yang mendalam.29
'Selamat datang, cinta! Tapi maaf aku tak bisa mengekspresikanmu.'
"Mari kita menikah!" Amira segera melepas pelukannya, masih terhitung belum ada satu jam dia sudah mendapatkan dua ajakan sakral yang membuat dia ketakutan.
"Hai, jangan takut," kata Dinan menggenggam tangan Amira.
"Jangan katakan itu atau aku akan menjauhi pak Dinan." Amira berkata dengan tegas.
"Ada apa? Apa yang salah?"
"Kalimat ajakan Bapak yang salah." Amira berseru dengan tegas, dia melihat Dinan nampak putus asa tapi semua itu tidak mengurangi keputusan Amira.
"Ada apa? Bukankah wanita membutuhkan komitmen. Dan aku memberikannya kepadaku dengan niat ibadah kepada Allah Amira." Amira menoleh cepat ke arah Dinan,
dia melihat kekesalan di mata Dinan. Dia juga melihat keseriusan dalam ucapan itu.
Amira tersadar satu hal, dia berhenti mengingat kejadian sore itu. Dia diam di pinggir jalan. Dia menemukan satu alasan kuat untuk mencintai Dinan, yaitu
niat dia menikah karena Allah. Tapi semua itu belum cukup baginya, dia menghela napas panjang. Kejadian satu bulan yang lalu sungguh mengusik dirinya.
Bagaimana tidak setelah Amira mendengar niatan Dinan dengan tegas Amira mengatakan bahwa dia menolak Dinan.
"Maaf pak Dinan tapi saya tidak bisa." Begitulah rentetan kalimat yang keluar dari bibir Amira sebelum dia meninggalkan Dinan seorang diri di dalam mobil.
Amira tidak menyadari jika kini dia sudah ada di depan rumahnya, dia memukul kepalanya karena terlalu asik dengan pikiran yang membuatnya mengganjal.4
"Mengapa tak segera masuk?" Amira menoleh dengan cepat dan dia kembali merasa terkejut dengan kehadiran Dinan yang sudah berdiri tak jauh dari gerbang
rumahnya. "Apa yang pak Dinan lakukan?" Itu kalimat yang dikeluarkan Amira setelah sadar dari rasa terkejut. Itu pula kalimat pertama setelah hampir sebulan tak
ada tegur sapa diantara keduanya.
"Saya?" Amira mengangguk.
"Saya berdiri mengamati hal konyol yang kamu lakukan." Amira meringis mendengar ucapan Dinan.
"Bukan itu, bagaimana bisa pak Dinan di sini?" Amira meralat ucapannya.
"Saya, tadi saya berjalan kaki." Amira berdecak gemas dengan keluguan yang sedang diperankan oleh lelaki sederhana di depannya.
"Jelas bukan itu maksud saya," kata Amira.
"Pak Dinan bukan penguntit itu kan?" Amira menatap Dinan dengan wajah curiga.
"Penguntit?" "Iya, yang selama ini memata-matai saya." Amira menilai ekspresi wah Dinan. Namun bukan merasa terpojokkan atau gugup yang dia dapat melainkan wajah datar.
"Orang itu masih mengikuti kamu?" Dinan balik bertanya kepada Amira, hal itu membuat Amira semakin yakin bahwa bukan Dinan orang yang ada di dalam mobil
merah. "Iya," kata Amira tidak yakin. Dinan terdiam kemudian dia mengedarkan pandangannya, sehingga dia menemui sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari rumah
Amira. "Apa mobilnya berwarna merah?" Amira menatap Dinan.
"Iya, warnanya merah." Amira melihat Dinan dengan sorot mata kagum juga ada rasa yang membuncah di dalam dadanya.
"Kamu bisa melihat di arah jam empat." Amira segera menoleh.
"Jangan terlalu ketara, bisa membuat curiga."
"Eh, maaf." Kata Amira pelan kemudian dia mencoba menengok ke arah yang ditunjuk Dinan dengan pura-pura sambil mengatakan sesuatu kepada Dinan. Dan benar
matanya melihat mobil merah itu.
"Itu mobilnya," kata Amira pelan. Dinan mengangguk.
"Baiklah, segera masuk." Dinan berkata dengan nada perintah yang tak bisa dibantah.
"Tapi...." Dinan menatap Amira dengan tajam. Hal itu mempengaruhi Amira terbukti dengan Amira yang merasa kesusahan membuka kunci pagar.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Farid mendekati Dinan.
"Ini, menyapa rekan kerja." Amira menoleh ke asal suara. Dia melihat lelaki menyapa Dinan.
"Pak Faris." Amira menyapa lelaki itu sambil mengangguk.
"Oh, kalian mengajar di tempat yang sama ya. Saya lupa." Faris berkata sambil menoleh ke arah Dinan dan Amira bergantian.
"Iya," kata Dinan dan Amira bersamaan.
"Wah berarti lain waktu kita juga akan menjadi rekan kerja juga, Amira." Faris berkata dengan senyum ramah.
"Iya, jika dia tidak berubah pikiran." Amira menatap wajah Dinan, dia tak mengerti arah pembicaraan.
"Jadi dia," kata Faris tak dilanjutkan saat melihat mata Dinan.
"Baiklah, cepat masuk." Dinan mengatakan ke arah Amira.
"Ayo!" Dinan menarik tangan Faris untuk meninggalkan Amira.
*** 22. Mundur ~~> Mundur belum tentu kalah. Bisa jadi mundur adalah kekuatan untuk menggempur tembok pertahanan dengan tenaga yang lebih besar.
--- Amira duduk dengan tenang, sudah lama sekali rasanya dia tidak mengikuti acara semacam ini. Dia sering absen tiap kali ada rapat dinas, bukan untuk menghindari
namun karena memang ada tugas lain yang mencegah dia datang. Seolah, alam tengah merencanakan.
"Mira, nanti makan bareng ya abis ini." Nirmala menoleh ke belakang.
"Iya," jawab Amira pelan. Dia sadar, merenggangkannya hubungan dia dan Dinan membuat merenggut pula hubungan Amira dengan Nirmala.
Amira tahu, jika pada diri Nirmala ada sesuatu yang tak biasa. Nirmala yang ceria dan banyak bicara seolah bertransformasi menjadi Nirmala yang ceria namun
tak banyak bicara. Amira belum sempat berbincang banyak dengan Nirmala, karena kini Nirmala seolah memiliki kesibukan yang berlebihan.
Amira kembali diam, dia masih mengamati guru-guru yang nampak serius memandang ke depan. Hingga matanya tertuju pada punggung lebar dan tegak seorang,
Ardinan Nawwaf. Dia menghela napas, jika ditanya soal hati dia akan berkata dengan tegas bahwa dia telah jatuh hati pada sosok yang menawarkan perlindungan
untuknya. Namun, jika ditanya kesiapan. Dia juga akan menjawab dengan tegas bahwa dia tidak siap melangkah bersama Dinan.
Rapat usai setelah menarik kesimpulan bahwa akan ada pembentukan panitia ujian tengah semester. Amira tidak memikirkan banyak hal karena dia beranggapan
bahwa dia tidak akan berkecimpung di dalamnya sebab itu bukan dunianya, dia lebih suka menjadi guru yang biasa.
Amira merapikan meja, kemudian dia mendongak saat melihat siku yang berada di mejanya.
"Ada apa?" tanya Amira menatap wajah lesu Nirmala.
"Lapar. Tadi belum sempat sarapan." Amira mengangguk kemudian dia memasukkan buku ke dalam tas tangan yang dia taruh kolong meja.
"Mau makan sekarang?" Amira menawarkan kepada Nirmala.
"Pingin. Tapi makan di warung sebelah jalan ya," kata Nirmala meminta dengan wajah melas.
"Kenapa tidak di kantin?" Amira menatap curiga Nirmala.
"Bosen dengan menunya." Amira mengaguk tanda setuju, dia tidak ingin membuat persepsi yang akan membuat banyak kata terbuang sia-sia.
Nirmala dan Amira berjalan menuju gerbang depan, keduanya masih saling diam tidak ada yang membuka suara.
"Mau kemana?" tanya Dinan yang berjalan di belakang keduanya.
"Mau cari makan." Amira melihat Dinan mengangguk kemudian berjalan cepat menuju mobilnya.
"Dinan si sederhana." Nirmala mengatakan itu dengan suara lirih, namun tidak membuat Amira tak mendengar.
"Kenapa Mbak?" tanya Nirmala.
"Lelaki itu pemikirannya sederhana sekali. Udah dua bulan bunda ada di luar kota tapi tak sedikit Dinan berubah. Dinan tetap Dinan dan dunianya." Nirmala
berkata dengan mata lesu, dia sebenarnya sedikit prihatin dengan kisah Dinan. Dia tahu segalanya namun di depan Amira dia seolah, tuli, buta dan bisu tentang
hubungan keduanya. "Memangnya ibu pak Dinan kerja apa?" Amira menatap ragu.
"Enggak kerja, tapi bunda memang sudah ada rencana untuk tinggal di sana. Dulu rumah bunda asli kan di sana. Kalau rumah yang ditempati itu kan rumah Dinan."
Amira kembali mengangguk.
Keduanya diam saat memasuki rumah makan sederhana yang ada di dekat sekolah. Kemudian keduanya duduk saling berhadapan dan disibukkan dengan berbagai menu
pilihan. YOU'LL ALSO LIKE 2. Rahasiaku by mawarmay 2. RahasiakuBy mawarmay 462 93 Hubungan akan berjalan dengan lancar jika dua orang yang terikat saling menyokong dan berjalan beriringan.
Lalu, apa yang akan terjadi? jika hubungan jarak jauh yang kata orang rawan akan penghianatan tak mampu dia perjuangkan.
Inilah kisah seorang istri yang harus rela menunggu kedatangan suaminya setiap waktu.
Bukan sekedar kedatangan, akan tetapi juga sebuah kabar yang setiap detik jarum jam berputar dia tunggu.
Pondasi terbesar yang dia miliki adalah kepercayaan, jika pondasi yang dia bangun kokoh mulai meluruh maka akan hancur sudah bangunan megah yang sudah
berjalan hampir dua tahun.
Inilah kisah perjuangan seorang istri untuk teguh menggenggam tangan surganya.
Kediri, 11 Maret 2018 -----> Mawarmay Shirazhar [END] by anthiw
Shirazhar [END]By anthiw 112K 8.3K [?BAPER] Fazhar hanyalah ilalang di padang rumput yang luas. Sementara Shira bagaikan tetesan embun yang menenangkan. Mereka sama-sama menunggu pagi. Karena di
waktu pagi lah, mereka bertemu.
?Some chapter on privated. Follow untuk membaca.
Copyright 2014 ? Reupload on July, 2017
Hijabers And Rock N Roll by molidasudirman
Hijabers And Rock N RollBy molidasudirman
6.3K 306 Arsyila Azahra Raesha,wanita cantik 17 tahun.
Muhammad Daffa Rafid Rafa'ah.cowok ganteng berusia 17 tahun, troublemaker yang hidupnya dipenuhi dengan dunia bebas.
================== "Kamu cantik juga,manis lagi."ucap lelaki yg kini sudah ada di hadapannya.
"maaf,aku permisi dulu."ucap gadis itu sambil menundukkan kepalanya.
"eitss,kamu mau kemana."ucap cowok itu sambil menarik tangan gadis itu.
"saya mohon lepasin tangan saya."ucap gadis itu berusaha melepaskan tangannya.
"Gue heran deh sama lo,banyak cewek-cewek yg deketin gue,tapi baru kali ini gue lihat cewek kaya lo. lo itu seharusnya senang bisa ketemu sama gue."ucap
balik cowok itu. "maaf,sekali lagi saya mohon lepasin tangan saya,kita itu bukan muhrim."ucap balik gadis itu.
"Iya,nih gue lepasin.
"terima kasih,assalamualaikum."ucap gadis itu sambil meninggalkan nya.
"cuek banget sih jadi cewek,sok jual mahal lagi,gue harus buat lo jatuh cinta sama gue lihat ajah nanti"gumam cowok itu sambil tersenyum miring.
~penasaran?,yuk di baca ajah!
~di follow yah.(hehehe){:-)
J.O.D.O.H by Aishakhiftya
J.O.D.O.HBy Aishakhiftya 9.5K 547 Jodoh??? Jika berbicara masalah jodoh, tak ada yang pernah tau. Karena jodoh adalah hal yang telah tertulis di Lauh Mahfudz.
Seperti halnya Ibra, lelaki tampan nan Sholeh ini. Saat ia berencana akan menjadikan Khadijah sebagai istrinya, takdir berkata lain. Takdir dan jawaban
dari Allah mengarahkannya pada jodoh yang tak terduga. Mampukah Ibra menjadi Imam yang baik untuk istrinya? Istri yang masih jauh dari kata Sholeha, tapi
beriman teguh. Istri yang belum menutup auratnya tapi percaya pada Allah dan nabinya. Mampukah Ibra menumbuhkan rasa cinta karena Allah di antara mereka???
Goresan tinta hidupku by DindaRamanaPutri
Goresan tinta hidupkuBy DindaRamanaPutri
1.1K 44 Farheen Areta Naisha Zayaan
Seorang akhwat yang tomboy, dengan rasa ingin tahu yang tinggi, nekat, dan pintar, sedang berjuang untuk menuju jalan kebenaran. " Hidup itu adalah
belajar, yah psti ada ujiannya, tpi yg terpenting siapi bekal untuk ujian itu, agar ujiannya dpat terselesaikan dengan lancar".....
Muhammad Rafa Azka Putra Ikhwan dingin, cuek, dan populer akan kepintarannya dan akhlaqnya, seorang ketua rohis yang berwibawa dan tegas, digemari kaum perempuan di sekolahnya.
"Aku memang memendam rasa cinta padamu, namun rasa cintaku lebih besar untuk Tuhan dan Agamaku, aku berjuang untuk mendapatkanmu melalui perbaikan akhlaqku,
bukan kata2 gombal yang keluar dari mulutku"....
Mau tau kisah selengkapnya??? kisah perjalanan remaja muslim pencari kebenaran dan remaja muslim yang sedang menempah dirinya untuk menjadi tonggak
bangsa dan agamanya..... yuk langsung dibaca aja..
jangan lupa vote dan komennya ya...
cerita pertama, jadi msih abal-abal????
Senandung Nada Untuk Aqila by diannovitaoctavia
Senandung Nada Untuk AqilaBy diannovitaoctavia
34.2K 2K "Apa kabar denganmu Aqila, semoga kau jauh lebih baik, aku selalu mendoakanmu dalam langkah hijrahmu, aku selalu berahap kita dipertemukan diruang takdir
yang membuat kita terikat dalam kehalalan, tunggu aku qil, aku akan segera mengkhitbahmu setelah lulus S2 ini " abyan.
Sambil memandangi foto masa masa smp dulu.
"Kamu mau makan apa?" tanya Nirmala tanpa mengalihkan matanya dari selembar kertas daftar menu.
"Paket ayam kremes dan teh manis hangat." Nirmala mengangguk kemudian memberi tanda centang pada kertas yang sudah disediakan.
Setelah kertas pesanan diambil oleh pramusaji Nirmala mengeluarkan ponselnya.
"Bagaimana kalau kita mau tanya jawab?" Amira menatap Nirmala heran. "Begini kita saling tanya jawab begitu. Sebenarnya aku penasaran dengan hal yang terjadi
antara kamu dan Dinan."
Amira terkekeh, dia pikir Nirmala sudah tahu semuanya dari Dinan. Karena keduanya adalah saudara namun jika mengingat Dinan yang nampak tak banyak bicara
bisa jadi Nirmala tidak tahu apapun.
"Bagaimana?" "Apa untungnya buat saya?" Amira bertanya dengan nada tak minat.
"Kamu boleh tanya apa saja dan tentang siapa saja kepadaku. Aku janji akan jawab dengan jujur." Amira nampak menimang sebelum dia menjawab.
"Baiklah," kata Amira membuat Nirmala terpekik senang.


Selamat Datang Cinta Karya Mawarmay di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku duluan," kata Nirmala antusias. Amira hanya mengangguk tanda setuju.
"Ada hubungan apa antara kamu dan Dinan?" Amira menggelangkan kepalanya.
"Jawabannya?" "Tidak ada hubungan. Hanya rekan kerja." Amira mengangguk Rama kepada Pramuka saji yang mengantarkan minum.
"Kamu yakin?" "Et, hanya satu pertanyaan." Amira menatap Nirmala penuh kemenangan.
"Tapi itu belum jelas." Nirmala masih mencoba menego. Namun Amira teguh pada pendirian dia menggelengkan kepalanya tanda tak setuju.
"Baiklah," kata Nirmala akhirnya pasrah.
"Ceritakan hal yang membuat mbak murung?"
"Ditinggal kawin gebetan." Amira tersedak mendengarnya.
"Maksudnya?" "Satu pertanyaan." Nirmala membalikan kata Amira dengan tersenyum tipis.
"Baiklah, giliran mbak."
"Apa Dinan pernah melamar kamu?" Amira menatap wajah Nirmala kemudian mengangguk.
"Demi apa? Tapi kenapa kalian tidak memiliki hubungan?"
"Ya, karena kami memang tidak berkomitmen." Amira menyingkirkan gelas yang ada di depannya. Sebenarnya dia tidak nyaman mengingat semua ini tapi harus
bagaimana lagi dari pada mereka berdua hanya diam tanpa ada pokok pembicaraan.
"Jadi kamu menolak Dinan?" Amira hanya menaikan kedua bahunya tidak perduli.
"Ya Allah, pantas saja itu anak frustasi." Nirmala berkata dengan nada terkekeh geli. Dia tidak menyangka jika Dinan akan ditolak oleh Amira.
"Baiklah, kini giliran kamu," kata Nirmala. Amira menatap Nirmala dengan penuh selidik.
"Siapa lelaki yang Mbak Mala maksud?" Amira kembali meneliti wajah Nirmala.
"Lelaki yang mana?" tanya Nirmala santai.
"Yang meninggalkan Mbak?"
"Oh, gebetan?" Amira mengangguk.
"Nanti kamu juga kenal kalau dia sudah ngajar di sekolah kita."
"Jawaban macam apa itu." Amira tidak terima.
"Itu jawaban konkrit. Kalau kamu tidak berubah pikiran dan membiarkan Dinan mundur bertato kamu akan mengenalnya namun kalau kamu berubah pikiran kamu
tak mengenalnya kecuali dia mah menikahiku." Tepat ucapan Nirmala berakhir tepat juga Pramuka saji mengantarkan makanan. Sehingga Amira tidak bisa mengajukan
pertanyaan yang membuat dia bingung.3
Amira akan tetap berkecimpung dalam pikirannya. Berubah pikiran? Amira yakin itu tidak akan dia lakukan dalam waktu dekat karena baginya pernikahan itu
sakral jadi membutuhkan persiapan supaya terhindar dari satu kata yang membuat dia ketakutan, kegagalan.
Amira tahu bahwa setiap orang memiliki kegagalan tertentu dalam beberapa bidang berbeda namun dia juga tak ingin menepis bahwa kegagalan dalam sebelum
pernikahan itu meninggalkan bekas yang tak bisa dilupakan begitu saja, apa lagi dengan catatan sang mantan yang lebih dulu menikah setelah berpisah dengan
dirinya. Amira jadi berpikir apa jadinya jika kegagalan itu disebabkan oleh sebuah penghianatan? Mungkin dia akan jauh lebih takut melangkah lebih dari
saat ini. Dia benci penghianatan oleh sebab itu dia selalu menghindari sikap berkhianat. Namun untuk cintanya kepada sosok sederhana ini berbeda, dia rela
berkhianat untuk menjaga ketentraman hatinya.
--- Waktu berjalan tanpa mampu dicegah untuk berhenti sejenak menunggu seseorang mempersiapkan diri menghadapi hal yang ada di depan. Begitu pula dengan Amira,
dia tidak bisa menghentikan waktu untuk membuat dia yakin melangkah maju saat Dinan menawarkan hubungan didasarkan pada hal yang benar.
Amira menaruh map di atas mejanya kemudian dia keluar dari ruang perencanaan. Dia ingin melihat anak-anaknya prektek di ruang pengelolaan makanan. Dia
merasa tertekan dengan segala yang menimpanya akhir-akhir ini. Awal tahun yang harusnya dia buat untuk perancangan masa depan harus dia ubah dengan memikirkan
kesiapan-kesiapan menghadapi Dinan dan lamaran.
"Bu, katanya pak Dinan mau pindah itu benar ya?" Amira menoleh ke salah satu anak didiknya yang sedang duduk di sampingnya.
"Siapa yang bilang?" Titis menggelengkan kepalanya.
"Kata anak-anak lain." Amira mengerutkan keningnya.
"Maaf saya kurang tahu." Amira berkata dengan tidak yakin. Dia tidak tahu sama sekali tentang Dinan dan kepindahan. Soalnya selama ini dia tidak pernah
mendengar berita itu. Apa dia terlalu sibuk dengan perasaannya sendiri sehingga dia melupakan sekitarnya.
"Berarti belum positif mungkin." Amira hanya mengangguk dia kembali disibukan dengan pikirannya.
Amira beranjak dari duduknya kemudian mendekati Bu Rina yang sedang memberi beberapa penjelasan. Dia berdiri di samping salah satu kelompok untuk melihat
hasil riasan kue yang dibuat.
"Katanya pak Dinan pindah karena mau nikah."
"Jangan gosip."
"Beneran, dia bakal nikah di luar kota jadi akan tinggal di luar kota."
"Tapi ada gosip juga kalau pak Dinan bakal jadi dosen di universitas Kota."
"Terus yang benar mana?"
"Jangan percaya gosip. Ingatkan gosip hoak yang menceritakan tentang hubungan pak Dinan dan Bu Mira?"
"Iya, aku kira itu benar tapi sampai saat ini gak terbukti.
Amira menghela napas, dia sungguh tak nyaman dengan pembicaraan anak didiknya. Dia segera berjalan menuju depan dan mengambil duduk.
"Kata anak-anak? kok pak Dinan mau pindah?" Rina duduk di sebelah Amira.
"Saya juga kurang paham, Bu." Rina menoleh ke arah Amira.
"Saya kira kalian dekat dan memiliki hubungan." Rina mengamati wajah Amira yang datar, dia jadi tidak yakin.
"Sama dengan Bu Rina, hubungan kami rekan kerja."
"Bukan diam-diam mau menikah kan. Nanti takutnya pak Dinan yang ngalah keluar dari yayasan supaya bisa menikah dengan Bu Mira." Amira? tersenyum tipis
sambil menggelengkan kepalanya.
"Enggak kok, Bu." Rina mengangguk kemudian dia berdiri dari duduknya karena ada yang memanggil. Amira menghela napas panjang. Dia sungguh merasa tak dianggap,
entah perasaan seperti apa yang menghantam hatinya tapi dia tidak nyaman.
Hari ini Amira bersikap berbeda, jika biasanya Amira akan membantu anak-anak membereskan ruangan hari ini tidak. Dia memilih pulang lebih dahulu dengan
tujuan supaya hatinya tenang. Namun sepertinya tidak karena baru saja dia keluar dari gerbang samping, dia mendengar suara klakson mobil dan saat menoleh
dia melihat dengan jelas sosok yang sedang dia hindari membuka kaca mobilnya.
"Ada yang ingin saya bicarakan, bisa masuk!"
*** 23. Waktu Di Dunia ini tidak ada yang berkuasa atas waktu kecuali diri sendiri. Tapi siapa juga yang bisa melepas waktu jika dia adalah penentuan. Waktu adalah
satu dari sekian kekuasaan Allah atas diri manusia.
--- Amira hanya diam sepanjang perjalanan, dia tidak tahu hendak kemana Dinan membawanya pergi. Karena sejak mengucapkan permintaannya Dinan seolah diam dan
berenang bersama pikiran dan spikulasi sendiri.
Amira tahu jika jalan ini menuju sebuah kawasan yang sangat dia kenal, tempat di mana dia dan Dinan tidak sengaja bertemu. Amira terdiam saat Dinan membawanya
menuju sebuah rumah makan yang bergaya klasik, sangat cocok untuk tongkrongan berbagai usia. Amira mengamati Dinan yang hanya berdiam diri setelah mesin
mobil dimatikan. "Maaf, bisakah kamu menunggu aku sebentar di sini. Aku ada urusan mendadak." Amira menatap tak percaya perkataan Dinan.
"Jangan khawatir, mobil aku parkir di sini jadi aku tidak akan meninggalkan kamu." Amira masih belum juga mengeluarkan suaranya.
"Aku ada bertemu salah satu dewan di universitas Kota. Ini mendesak." Amira hanya tersenyum tipis, dia tidak yakin namun entah mengapa melihat wajah Dinan
yang seperti tidak tega meninggalkan sendiri membawa rasa bahagia sendiri.
"Saya akan menunggu," kata Amira membuat wajah Dinan berubah menjadi tenang.
"Jangan pergi sebelum saya datang," kata Dinan tegas dan Amira hanya mengangguk tanda setuju.
"Apa?" tanya Amira saat melihat tangan Dinan mengatung.
"Ponsel." Amira heran namun dia masih mengeluarkan ponselnya dan meletakkan di atas telapak tangan Dinan.
Amira mengamati hal yang dilakukan oleh Dinan, Dinan nampak mengetik sesuatu di ponsel kemudian terdengar suara nada dering dari ponsel Dinan.
"Hubungi saya jika ada apa-apa, jika saya terlalu lama tau kamu mulai bosan." Dinan melepas sabuk pengaman kemudian menyodorkan ponsel Amira.
Keduanya masuk ke dalam rumah makan dan memilih tempat duduk, Dinan akan memastikan bahwa tempat yang ditempati oleh Amira nyaman dan tidak akan membuat
bosan. Dinan juga meminta Amira untuk memesan makanan dan minuman. Dinan juga meninggalkan tabletnya supaya Amira tidak diam sambil menunggu. Dan hal kecil
itu mengusik kembali ketenangan Amira.
Amira membuka tablet Dinan setelah lelaki itu berpamitan untuk pergi, dia tidak membuka hal-hal yang berbau privasi. Namun entah mengapa dia merasa tertarik
dengan sebuah icon yang tertulis galeri. Dengan yakin dia menekan layar kemudian terpampang folder yang amat banyak. Amira heran dengan penulisan folder
yang begitu jelas. Ah, lelaki dengan pikirannya.
Amira hanya melihat beberapa contoh berkas dan beberapa foto Nirmala di galeri tablet Dinan. Dia menghela napas bosan, tidak ada yang menarik dari tablet
yang dia pegang. Amira mengedarkan pandangannya namun dia tidak menemukan satu orangpun yang dia kenal.
Amira melihat malas segelas jus berwarna merah keunguan di depannya, tadi dia memesan jus buah naga tanpa gula dan susu. Dia mengamati jus itu dalam diam,
dia heran pada dirinya sendiri. Apa yang membuatnya dengan mudah meng'iya'kan ajakan Dinan. Mengapa dia selalu tidak bisa menolak.
Jangan bodoh Amira, kamu sudah jatuh pada pesona lelaki sederhana itu. Hati Amira menjawab semua keraguan yang menghinggapi pikirannya.
Amira harus mengakui bahwa dia menyukai lelaki sederhana itu, namun dia juga tidak bisa memungkiri bahwa dia juga tidak mampu melangkah maju bersama dengan
lelaki sederhana itu. Sederhananya, Amira merasa tidak cocok.
Amira menoleh ke arah pintu berharap sosok yang dia tunggu segera datang, namun dia justru dikejutkan dengan kehadiran lelaki yang selama ini begitu dia
hindari, Farhat. Mantan terakhirnya itu nampak tersenyum ke arah sebelah kanan dan saat Amira menoleh dia dikejutkan dengan sesuatu yang tidak pernah dia
duga. YOU'LL ALSO LIKE Cinta Di Langit Kairo [Completed] ? by FirhanSyahreza
Cinta Di Langit Kairo [Completed] ?By FirhanSyahreza
7K 1.5K Warning : Cerita Ini Di Private Acak Harap Follow Terlebih Dahulu
[Completed / Remaja 13th+]
[2nd Story On Wattpad] [Dulunya 'Love In Kairo']
Namanya Ibrahim Adhitama atau yang sering dipanggil Ibrahim oleh semua orang. Ia adalah seorang putra dari Ustad Malik, pemilik pesantren Al-Huda. Selain
itu, ia juga baik, ramah, tampan yang selama ini menjadi idaman dipesantren itu. Setelah lulus dari pesantren, Ibrahim memutuskan kuliah di Kairo dan ia
berpamitan pada keluarganya untuk pergi kesana. Di Kairo, Ibrahim tinggal bersama Reza, teman baiknya waktu dipesantren dulu yang sekarang menetap di Kairo.
Selama di Kairo Ibrahim dicintai oleh dua wanita yaitu Yasmin dan Dinda.
Siapakah yang akan Ibrahim pilih diantara dua wanita yang mencintainya yaitu Yasmin atau Dinda ?
#370 in Spiritual/Rohani - 15 November 2017
#351 in Spiritual/Rohani - 6 Desember 2017
#261 in Spiritual/Rohani - 23 Desember 2017
Halal untuk Calon Imam [END] [PROSES PENERBITAN] by Cahaya-Senja
Halal untuk Calon Imam [END] [PROSES PENERBI...By Cahaya-Senja
154K 13.5K [PROSES PENERBITAN] [PART MASIH LENGKAP. FOLLOW UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP]
Barang murah itu cepat laku, itu artinya, seorang jomblo merupakan barang mahal.
Hijrah memang tidak mudah, akan selalu ada orang yang menentang bahkan tidak sedikit yang mencibir. Semua itu proses. Di mana kita akan memilih menjadi
pecundang atau pemenang di jalan Allah.
Ini cerita tentang.... Bagaimana 'gue' berubah menjadi 'aku'.
Tentang gue yang selalu memakai pakaian press body menjadi aku yang memakai jilbab dan khimar.
Tentang para sahabat yang selalu bersama dalam satu payung saat hujan dan ketika reda.
Tentang calon imam yang diinginkan para muslimah.
Goresan tinta hidupku by DindaRamanaPutri
Goresan tinta hidupkuBy DindaRamanaPutri
1.1K 44 Farheen Areta Naisha Zayaan
Seorang akhwat yang tomboy, dengan rasa ingin tahu yang tinggi, nekat, dan pintar, sedang berjuang untuk menuju jalan kebenaran. " Hidup itu adalah
belajar, yah psti ada ujiannya, tpi yg terpenting siapi bekal untuk ujian itu, agar ujiannya dpat terselesaikan dengan lancar".....
Muhammad Rafa Azka Putra Ikhwan dingin, cuek, dan populer akan kepintarannya dan akhlaqnya, seorang ketua rohis yang berwibawa dan tegas, digemari kaum perempuan di sekolahnya.
"Aku memang memendam rasa cinta padamu, namun rasa cintaku lebih besar untuk Tuhan dan Agamaku, aku berjuang untuk mendapatkanmu melalui perbaikan akhlaqku,
bukan kata2 gombal yang keluar dari mulutku"....
Mau tau kisah selengkapnya??? kisah perjalanan remaja muslim pencari kebenaran dan remaja muslim yang sedang menempah dirinya untuk menjadi tonggak
bangsa dan agamanya..... yuk langsung dibaca aja..
jangan lupa vote dan komennya ya...
cerita pertama, jadi msih abal-abal????
Tabir Mutiara! by Nrndhsr14
Tabir Mutiara!By Nrndhsr14
1.9K 96 Seorang gadis yang selalu menunggu kehadiran seorang pria yang tak kunjung tiba, Seorang remaja yang tak bosan menanti kedatangan seorang lelaki yang tak
pernah muncul, dan seorang wanita yang tak henti menyambut angan tentang seorang Pujaan!
Duo Baper by fhateiliya Duo BaperBy fhateiliya 4.7K 337 Hijabers And Rock N Roll by molidasudirman
Hijabers And Rock N RollBy molidasudirman
6.3K 306 Arsyila Azahra Raesha,wanita cantik 17 tahun.
Muhammad Daffa Rafid Rafa'ah.cowok ganteng berusia 17 tahun, troublemaker yang hidupnya dipenuhi dengan dunia bebas.
================== "Kamu cantik juga,manis lagi."ucap lelaki yg kini sudah ada di hadapannya.
"maaf,aku permisi dulu."ucap gadis itu sambil menundukkan kepalanya.
"eitss,kamu mau kemana."ucap cowok itu sambil menarik tangan gadis itu.
"saya mohon lepasin tangan saya."ucap gadis itu berusaha melepaskan tangannya.
"Gue heran deh sama lo,banyak cewek-cewek yg deketin gue,tapi baru kali ini gue lihat cewek kaya lo. lo itu seharusnya senang bisa ketemu sama gue."ucap
balik cowok itu. "maaf,sekali lagi saya mohon lepasin tangan saya,kita itu bukan muhrim."ucap balik gadis itu.
"Iya,nih gue lepasin.
"terima kasih,assalamualaikum."ucap gadis itu sambil meninggalkan nya.
"cuek banget sih jadi cewek,sok jual mahal lagi,gue harus buat lo jatuh cinta sama gue lihat ajah nanti"gumam cowok itu sambil tersenyum miring.
~penasaran?,yuk di baca ajah!
~di follow yah.(hehehe){:-)
Fatih, satu nama yang sudah dia kenal dengan baik. Iya, meski Fatih beberapa bulan lalu melamarnya dan berujung penolakan selang beberapa hari Fatih menemui
Amira dan meminta untuk tidak berubah. Dan jadilah antara dirinya dan Fatih menjalin sebuah hubungan pertemanan seperti biasa.
Setelah menjalani kehidupan seperti biasa, saling bertegur sapa dan beberapa kali dia juga sempat minum kopi bersama dengan Fatih, namun fakta bahwa Fatih
mengenal Farhat membuat dia merasa ada sesuatu yang mengganjal. Apa semua ini adalah sebuah kesengajaan? Tapi, Amira masih ingat wajah terkejut Fatih saat
dia mengatakan bahwa pernah mengalami kegagalan.
"Ada hubungan apa diantara keduanya?" Amira menghela napas kemudian dia menyeruput jus yang ada di depannya. Awalnya dia ingin tidak terpengaruh dengan
apa yang dia lihat namun entah karena apa dia merasa sangat ingin tahu, dan demi menuntaskan keingintahuannya dia harus bertanya secara langsung.
Amira berpikir jika dia tidak mungkin menghampiri keduanya karena dia seorang perempuan terlebih salah satu diantaranya adalah mantan. Amira terdiam kemudian
dia memiliki cara untuk melihat reaksi keduanya. Amira berdiri tegak, berusaha memiliki ekspresi bosan sambil mengedarkan pandangannya berharap matanya
bertemu dengan mata Fatih. Supaya lelaki itu menyadari kehadirannya.
Amira mencoba untuk yang kali kedua namun Amira masih melihat Fatih dan Farhat nampak berbicara dengan serius. Amira jadi penasaran apa yang keduanya bicarakan.
Saat Amira sudah lelah, dia hendak berpikir cara lain namun tanpa dia duga kursi di depannya tergeser.
"Aku berpikir kita jodoh," kata Fatih membuat Amira mendongak. Dan dia terkejut saat Fatih dan Farhat sudah berdiri di depannya.
"Amira," panggil Farhat lirih namun masih di dengar oleh Fatih dan juga Amira.
Amira menaikan satu sudut bibirnya, entah keberanian dari mana namun dia merasa tak lagi rendah di depan mantan terakhirnya.
"Iya, saya belum ganti nama." Amira menjawab dengan santai, seolah dia tengah melempar candaan pada sosok yang berdiri kaku di depannya.
"Kalian saling kenal?" tanya Fatih sedikit heran.
"Iya," kata Farhat. Sedang Amira seolah tak perduli dengan pertanyaan Fatih.
"Boleh kami bergabung?" Amira menoleh ke Fatih kemudian ke arah pintu.
"Silahkan," kata Amira dengan santai, dia mencoba tak perduli dengan keberadaan Farhat.
"Wah suatu kebetulan yang menakjubkan, kamu mengenal adikku." Amira hampir tersedak jika dia bernapas. Amira menatap Farhat dan Fatih bergantian kemudian
dia mengeluarkan senyum miringnya.
"Jadi kalian berdua saudara?"
"Iya, dia adikku. Yang pernah aku kenalkan kepadamu." Amira menatap Fatih.2
"Jadi dia adikmu yang gagal menikah dan kamu menyalahkan sosok perempuan yang menggagalkan pernikahan hanya karena perbedaan prinsip?" Amira melipat kedua
tangannya di atas meja. "Ya begitulah, aku tidak tega menyalahkan lelaki lempeng satu ini." Amira mengangguk kemudian tersenyum. Dia banyak tersenyum dalam hitingan beberapa menit
belakangan ini. Tapi yang disayangkan bukan senyum bahagia namun senyum penuh luka.
"Ya, lelaki ini terlalu lempeng. Wajar jika lelaki ini ditinggalkan oleh kekasihnya." Amira menyahut dengan santai. Fatih menangkap aura tak enak melingkupi
adik dan wanita yang dia sukai.
"Oh ya, kalian kenal di mana?" Amira mengangkat satu sudut bibirnya.
"Bagaimana kalau kamu tanyakan adikmu." Amira melempar pertanyaan itu kepada Farhat yang hanya diam saja.
"Dulu dia junior di kampus," jawab Farhat saat menyadari Fatih menunggu jawaban darinya.
"Junior?" Amira tertawa pongah. "Iya, dia adalah seniorku." Fatih menaruh curiga dengan penekanan kata Amira ucapkan.
"Mengapa aku tidak percaya?" kata Fatih membuat Farhat menegang dan Amira tersenyum penuh kemenangan.
"Jika kamu tidak percaya saya tidak memiliki jawaban, tanyakan langsung pada lelaki itu," kata Amira dengan santai, dia kembali meminum jus buah naga yang
di depannya. Dia menikmati setiap tegukan dari buah yang terasa sedikit berlendir.
Farhat tergagap, kemudian dia menghela napas.
"Aku harus bilang apa?"
"Kamu butuh bantuan untuk menjawab," kata Amira melihat Dinan yang berdiri di dekat tiang. Lelaki itu nampak hanya diam saja.
"Saya cukup terkejut jika kamu adalah kakak dari lelaki ini. Tapi bukan sebuah keterlambatan bukan untuk saya mengenalkan diri. Saya adalah Amira mantan
calon adik ipar kamu." Amira menarik tas yang dia taruh di meja saat melihat Dinan berjalan mendekat. Waktu yang tepat, batin Amira.
"Saya permisi," kata Amira menaruh uang lima puluh ribuan di atas meja meninggalkan dua lelaki yang nampak terkejut. Fatih menatap sang adik tidak percaya
sedang Farhat menatap penuh penyesalan ke arah Amira yang mengikuti langkah Dinan. Lelaki yang sama dengan beberapa bulan yang lalu bertemu dengannya di
market.2 "Bagaimana rasanya?" Amira menatap Dinan saat dia sudah duduk rapi.
"Apanya?" "Menekan sang mantan." Amira menatap Dinan tidak percaya, dia yakin Dinan belum mengetahui masa lalunya namun bagaimana bisa lelaki itu menanyakan hal
seperti itu. "Dari mana?" "Tidak perlu tahu, yang perlu kamu ucapkan bahwa sekarang kamu lega." Dinan menyalakan mesin mobilnya. Amira diam tak bersuara, dia sungguh tidak menduga
akan seperti ini. Dia tak tahu harus bagaimana menghadapi lelaki yang ternyata tak sederhana dugaannya.
"Sebentar lagi magrib kita sholat dulu sebelum cari tempat makan lagi." Amira mengangguk kepalanya, dia masih bertahan pada kediamannya. Dia sungguh telah
jatuh pada lelaki di sampingnya namun sungguh disayangkan dia jatuh pada waktu yang tidak tepat. Mungkin benar kata Nirmala. Dia butuh spikolog untuk bangun
dari terpuruk. Dia butuh sembuh untuk berani menggenggam balik tangan yang sudah menggenggam tangannya.
*** 24. Takdir (end) _Orang bilang happy ending identik dengan bertemunya dua sejoli dalam sebuah hubungan halal. Namun happy ending versi saya adalah di mana dua insan saling
mengerti dan memahami keadaan dan saling pengertian. Walau keputusannya adalah sebuah perpisahan._
--- Amira meletakan sendok kemudian dia menyapu bibirnya dengan tisu, bertanda bahwa dia sudah selesai makan.
Tadi setelah sholat di sebuah masjid besar dekat swalayan, dia dan Dinan memutuskan tuntun makan mie ayam di langganan Dinan yang ternyata juga tempat
biasa Amira makan mie ayam.
"Sudah selesai?" Amira mengangguk sebagai jawaban.
"Baiklah, saya bayar dulu baru cari tempat untuk bicara." Dinan beranjak dari duduknya kemudian mendekati seorang ibu-ibu berusia sekitar awal empat puluhan.
Amira bisa melihat keakraban Dinan dengan wanita itu sebagai bukti bahwa Dinan sering kemari.
Amira tidak heran karena saat Dinan beraktivitas di sekolah dia hanya membutuhkan beberapa menit untuk membelokkan mobilnya ke kanan saat perjalanan pulang,
yang artinya kawasan ini tidak dilewati oleh Dinan namun sangat dekat dengan jalan pulang Dinan.
"Ayo!" Dinan mengajak Amira, Amira menggangguk kemudian berdiri dari duduk nyaman.
Keduanya berjalan menuju sebuah kedai kopi yang nampaknya baru buka, karena ada beberapa anak muda yang masih menata kursi dan beberapa membersihkan meja.
Dinan memberi kode kepada Amira untuk memilih meja. Amira suka sendiri dan Amira suka sunyi jadi dia memilih duduk di sebuah gazebo kecil di paling ujung.
"Mau minum apa?" Dinan memberikan kertas pesanan kepada Amira.
"Pak Dinan maniak teh, ya?" Amira menatap Dinan dengan tanda tanya, karena dia sering menjumpai Dinan minum minuman dari pucuk daun pilihan itu.
"Tidak maniak hanya suka," jawab Dinan sambil membenarkan posisi duduknya.
Amira mengangguk kemudian dia memilih teh tarik dan kripik pisang coklat untuk dirinya.
"Emang rasa teh tawar itu menyegarkan tenggorokan. Tapi lebih nikmat lagi kalau teh itu diberi bunga melati." Dinan menatap Amira saja, dia tidak ingin


Selamat Datang Cinta Karya Mawarmay di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menanggapi. Karena dia tahu jika dia menganggapnya maka apa yang akan dia sampaikan tidak akan pernah sampai.
"Pak Dinan udah pernah mencoba teh kelopak bunga mawar?" Amira tidak mendapatkan jawaban dari Dinan dia menjadi salah tingkah.
"Kita kemari bukan untuk membahas hal itu," kata Dinan dengan masih setia menatap Amira, hal itu membuat Amira merasakan jantungnya berdetak tidak teratur
juga merasa perutnya seolah diremas-remas. Amira membuang muka dia salah tingkah.
"Kalau pak Dinan masih membicarakan yang kemarin lebih baik, jangan!" Amira mencoba menetralkan rasa yang menyelimuti. Dia mencoba tetap teguh pada pendirian.
"Kita perlu meluruskan semuanya," kata Dinan membuat Amira menghela napas kemudian membuang muka.
"Saya rasa tidak ada yang perlu diluruskan," kata Amira terpancing emosi, dia tidak ingin membicarakan hal ini setelah hal yang terjadi di warung makan
tadi. Dia sudah cukup menguras perasaan saat mengetahui bahwa Fatih adalah kakak dari seorang Farhat.
"Dengarkan saya," kata Dinan dengan tegas, namun hal itu malah memicu mendidihnya emosi Amira.
"Pak Dinan yang harusnya mendengarkan saya." Amira menatap Dinan datar, dia menghela napas.
"Baiklah, bagaimana kalau kita win to win. Jadi saya mendengar segala ucapan kamu dan nanti kamu juga mendengar segala penjelasan saya." Amira ingin tersenyum
sebenarnya mendengar negosiasi dari Dinan. See, Dinan dan Nirmala. Like brother like sister.
YOU'LL ALSO LIKE 2? Selamat Datang, Halal! (Selesai) by mawarmay
2? Selamat Datang, Halal! (Selesai)By mawarmay
69.2K 5.9K Direvisi bertahap. Bercerita tentang sebuah perpisahan yang disebabkan oleh sebuah ketakutan yang menyelimuti. Hingga dipertemukan kembali dalam keadaan yang berbeda dan
jalan yang sama. Jodoh tidak tertukar, begitulah banyak orang berkata. Dan memang benar adanya, meskipun mencoba berkelit dengan segudang alasan namun asa tetap terikat
pada keduanya sehingga mampu menghela mereka menuju satu ikatan pernikahan.
wanita adalah tulang rusuk lelaki. maka tak ada istilah tulang rusuk yang tertukar selama ini.
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: "Berwasiatlah untuk berbuat baik kepada kaum wanita, karena sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang
rusuk (yang bengkok), dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atas, maka jika kamu meluruskannya (berarti) kamu mematahkannya,
dan kalau kamu membiarkannya maka dia akan terus bengkok, maka berwasiatlah (untuk berbuat baik) kepada kaum wanita"
(HR al-Bukhari dan Muslim).
?Mawarmay? Kediri, 12 Desember 2017 M
Selasa, 23 Robi'ul Awal 1439 H
Selesai pada tanggal 21 Februari 2018.
Halal untuk Calon Imam [END] [PROSES PENERBITAN] by Cahaya-Senja
Halal untuk Calon Imam [END] [PROSES PENERBI...By Cahaya-Senja
154K 13.5K [PROSES PENERBITAN] [PART MASIH LENGKAP. FOLLOW UNTUK MEMBACA CERITA LENGKAP]
Barang murah itu cepat laku, itu artinya, seorang jomblo merupakan barang mahal.
Hijrah memang tidak mudah, akan selalu ada orang yang menentang bahkan tidak sedikit yang mencibir. Semua itu proses. Di mana kita akan memilih menjadi
pecundang atau pemenang di jalan Allah.
Ini cerita tentang.... Bagaimana 'gue' berubah menjadi 'aku'.
Tentang gue yang selalu memakai pakaian press body menjadi aku yang memakai jilbab dan khimar.
Tentang para sahabat yang selalu bersama dalam satu payung saat hujan dan ketika reda.
Tentang calon imam yang diinginkan para muslimah.
LT[1] Panggil Aku Az-Zahra by Deemagination
LT[1] Panggil Aku Az-ZahraBy Deemagination
16.4K 683 La Tahzan 1 : Panggil Aku Az-Zahra TAMAT [3/3]
some chapters are private mode . Please follow first.
??? "aku bermimpi memakai gaun pengantin berwarna putih yang lebar di hari pernikahanku. Semua keluarga hadir dan berbahagia, kecuali Ummi", ujar Zahra.
Sembari meneteskan air mata, umi tersenyum dan berkata; " menurutmu, apa tafsir mimpi itu nak?"
Copyright ? 2016 by deemagine
All right reserved. No part of this publication maybe reproduced, distributed, or transmited in any form by any means, including photocopying, recording,
or other electronic or mechanical methods, without the prior written permission of the author.
Plagiarism isn't allowed.
[PS :: Menerima promote story bergenre spiritual]
Duo Baper by fhateiliya Duo BaperBy fhateiliya 4.7K 337 Selamat Tinggal, Kamu! by mawarmay
Selamat Tinggal, Kamu!By mawarmay
2.9K 191 Tentang perubahan yang mampu mengubah banyak hal. Mulai dari penampilan, pergaulan, ucapan, pola pikir dan masih banyak lainnya.
Seseorang pernah mengatakan padaku, bahwa perubahan itu harus dengan niat yang benar, bukan karena alasan yang tidak diterima. Seperti demi orang lain
contohnya. Inilah kisahku, kisah seorang gadis belia yang mencoba mengubah dirinya. Bukankah manusia harus berubah? Berubah menjadi lebih baik setiap berputar waktu.
Allah Ta'ala berfirman, ?????????????? ???????? ????????????? ??????? ??????????? ????????? ??? ???????????
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (QS.
Al-Mu'minun: 115). -mawarmay- Kediri, 12 Januari 2018 Cinta Dalam Doa by coretan_finis
Cinta Dalam DoaBy coretan_finis
9.2K 512 "Karena nyatanya cinta akan kalah dengan doa."
"Baiklah," kata Amira dengan cepat.
"Apa yang ingin kamu katakan." Amira membenarkan posisi duduknya.
"Sebenarnya saya suka di dekat pak Dinan, saya merasa dilindungi. Selain itu saya juga merasa nyaman dan senang. Kalau ditanya apa saya suka sama pak Dinan?
Jawabannya iya saya suka sama pak Dinan." Amira memberi jeda, dia ingin melihat ekspresi wajah Dinan. Sungguh dia tidak pernah sekalipun dengan mudah mengakui
perasaannya seperti hal yang dia lakukan saat ini. Sungguh kalau bisa dia saat ini ingin sekali mengubur diri sendiri.
"Terus?" Dinan masih menampakkan wajah datarnya.
"Tunggu sebentar, terima kasih," kata Amira kepada seorang yang menghidangkan pesanan. Dia meminum teh tariknya kemudian kembali menghadap ke arah Dinan.
"Bahkan kalau saya bilang saya cinta sama pak Dinan, itu memang benar adanya. Saya bukan remaja labil lagi, jadi saya tahu benar perasaan saya tapi semua
itu tidak cukup. Tidak cukup untuk membuat saya memilih pak Dinan di dalam waktu dekat." Amira menunduk, dia merasa tertikam ulu hatinya mengatakan ini.
Tetapi, dia harus melakukan semuanya karena dia tak ingin ada kesalahpahaman.
"Sekali lagi saya katakan, saya cinta sama pak Dinan tapi saya gak bisa. Saya takut, saya takut dengan....dengan...." Amira tak mampu mengungkapkan dia
malah menangis. "Hai, jangan menangis." Dinan jadi salah tingkah, dia merasa konyol dengan segala ucapan Amira. Dia hanya merasa heran bagaimana dengan mudah perempuan
itu mengungkapkan semuanya, sedang dirinya. Dia memerlukan waktu yang lama.
"Saya gak bisa pak, saya takut. Mungkin benar bahwa saya terlihat sehat tapi saya juga menyadari bahwa saya tidak sehat." Amira berkata ditengah isakan.
"Baiklah, menangislah!" Dinan berkata dengan santai, dia mengeluarkan sapu tangan kemudian memberikan kepada Amira.
Amira menatap Dinan tidak percaya, sungguh dia merasa aneh. Dia tidak jadi menangis malah terkekeh.
"Ada apa?" Dinan memasang wajah heran, karena perempuan yang tadi dilarang menangis malah tersedu-sedu tapi disuruh menangis malah tertawa. Sungguh perempuan
dengan segala hal yang menurutnya tidak bisa ditebak.
"Lucu tau, Pak. Dimana-mana itu dilarang menangis, ini malah disuruh menangis." Dinan hanya mengangkat sudut bibirnya.
"Tadi saat saya minta kamu jangan menangis kamu menangis. Jadi saya pikir mungkin kamu perlu menangis untuk meluangkan semuanya." Amira menatap Dinan tidak
percaya, mungkin bagi seseorang hal itu sangat mengesalkan namun bagi Amira itu adalah pemikiran yang sangat romantis.
"Jadi diam bukan? Berarti benar kata teman-teman saya. Kalau perempuan itu unik dan ribet."
Amira merenggut saat dia mendengar kata ribet disebut, namun dia tidak mengelak ya karena memang benar adanya kalau perempuan itu sangat ribet bin mulek.
"Masih ada yang diungkapkan lagi, karena sebentar lagi isya," kata Dinan.
"Pak, apa lamaran bapak bisa ditangguhkan?" Amira bertanya dengan tidak yakin.
"Maksudnya?" Amira bingung mengungkapkan, tapi jika dia tidak mencoba bagaiman dia bisa tahu hasilnya.
"Saya berniat ke psikolog supaya sembuh. Jadi, apa lamaran bapak bisa ditangguhkan?" Dinan tersenyum namun senyumnya bukan senyum yang menenangkan melainkan
sebaliknya, begitu pikir Amira sehingga dia sudah bisa menebak.
"Saya memang bisa menerima tangguhan itu, tapi saya tidak bisa menebak takdir. Kamu tahu saya lelaki dewasa. Tahun depan saya sudah tiga puluh tahun, jadi
tidak menutup kemungkinan bahwa ibu saya akan meminta saya menikah. Jadi kamu tahu jawabannya." Amira meringis.
"Jadi kamu tidak bisa menerima lamaran saya?" Amira menatap Dinan kemudian dia menggelengkan kepalanya. Dia tidak bisa, dia merasa takut entah takut kehilangan
atau takut melangkah. "Saya tidak siap menikah, Pak." Dinan mengangguk.
"Kamu tidak siap menikah dan saya harus segera menikah. Jadi kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama." Dinan berkata dengan tenang, meski getir tak
bisa dia elakan. Karena pada kenyataannya ditolak itu sudah mendarah daging menjadi sebuah luka untuk siapa saja.
"Apa pak Dinan bakal membenci saya?" Dinan menatap wajah ketakutan Amira, dia tidak menyangka jika Amira sesensitif itu.
"Mengapa kamu berpikir demikian?" Dinan bertanya dengan nada lembut.
"Karena setelah melakukan pembatalan pernikahan, semua membenci saya. Saya baru saja menata hidup saya, tapi semuanya akan berantakan jika semua membenci
saya. Apa Mbak Mala dan Pak Doni juga akan membenci saya? Apa anak-anak yang tahu bahwa saya menolak Pak Dinan juga akan membenci saya?"
"Hai, don't worry! Semuanya baik-baik saja. Semua itu tidak akan terjadi, saya yang akan menjamin itu." Amira menatap Dinan dengan penuh rasa penasaran.
"Pak Dinan yakin?" Amira menatap Dinan, dia sudah terlalu percaya pada lelaki itu karena sepanjang kedekatan dengan lelaki itu, dia tidak pernah merasa
dilukai. "Iya, Nirmala akan tetap menjadi sahabat yang baik bagi kamu. Dan semua anak tidak akan pernah tahu masalah ini." Amira menatap Dinan tengah binar rasa
syukur. "Terima kasih, Pak." Dinan tersenyum menenangkan. Dinan tahu jika rasa takut itu bisa menyerang siapa saja termasuk Amira yang selama ini mencoba terlihat
tegar walau sebenarnya psikisnya tidak baik.
"Pak Dinan benar tidak membenci dan menjauhi saya?" Amira merasa dirinya egois tapi kadang dia juga ingin egois dan merasakan kenyamanan dari pada dia
baik namun keraguan dan ketakutan menyelimuti.
"Sekarang giliran kamu mendengarkan saya," kata Dinan.
"Tapi saya tanya belum dijawab."
"Dengarkan, ini yang akan saya ucapkan nanti di dalamnya ada jawaban." Dinan menatap Amira yang sedang mengelap wajahnya dengan sapu tangan.
"Saya akan pindah," kata Dinan membuat Amira menatapnya dengan cepat, kemudian dia tersenyum masam dia jadi ingat pembicaraan anak-anak tadi.
"Jadi itu bukan sekedar gosip?"
"Apa?" "Ya fakta bahwa pak Dinan akan resign."
"Itu benar. Oleh sebab itu saya tidak menunggu lama. Sebenarnya saya ingin menunggu lebih lama supaya kamu nyaman dengan saya, lalu baru saya akan melamar
kamu. Tapi sekali lagi takdir tidak sejalan, jadi saya terburu waktu sehingga saya melamar kamu saat saya yakin kamu masih belum siap."
Amira menunduk, dia merasa bahwa ketakutannya membawa dampak sangat besar namun dia memiliki kelegaan tersendiri tentang semua ini, paling tidak dia jadi
lebih terbuka. "Saya tidak bisa menunggu lebih lama, Amira. Jadi jika saat ini kamu menolak saya maka itu akan saya anggap benar-benar sebuah penolakan tidak perduli
bahwa cinta saya kepada kamu bersambut. Karena saya memiliki prinsip bahwa cinta itu sesuatu yang mudah namun juga sulit. Mungkin saya kecewa tapi saya
akan menyembuhkan dengan saya sadar diri." Amira menatap Dinan. Ada rasa lega mendengar ucapan Dinan.
"Kita sama-sama dewasa, kita bukan dua remaja lagi jadi saat kamu menolak saya. Maka saya akan mundur dan membiarkan takdir yang menentukan jalan cerita
selanjutnya. Kamu paham bukan maksud saya?" kata Dinan.
"Saya paham. Terima kasih untuk semuanya." Dinan tersenyum sambil mengangguk.
"Saya hanya memberi saran, mungkin kamu tidak perlu ke psikiater. Cukup kamu mendalami agama dengan baik. Maaf tidak ada maksud, tapi jika kita lebih mendekatkan
diri kepada Allah. Insya Allah, Allah akan memberikan ketenangan." Amira menatap Dinan dengan senyum indah yang sudah sangat lama tak pernah dia lakukan.
"Benar, mengapa saya tidak terpikir akan hal itu."
"Kalau kamu terpikir akan hal itu mungkin kamu akan menerima lamaran saya." Amira mengangguk dengan yakin.
"Baiklah, semuanya clear. Jadi kita tetap sebagai rekan kerja hingga sebulan kedepan." Amira mengaguk sambil menjabat tangan Dinan yang sudah ada di depannya.
Begitulah kenyataan yang ada, kadang sesuatu yang manusia rencanakan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Namun siapa yang bisa menduga akan hal itu,
jawabannya jelas tidak ada karena takdir itu mutlak rahasia Allah.
End. Meteor Kupu Kupu Dan Pedang 3 Dewa Arak 53 Penjarah Perawan Mencari Seikat Seruni 1

Cari Blog Ini