Ceritasilat Novel Online

Seruling Haus Darah 5

Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung Bagian 5


"Bagus ! Rupanya kau benar-benar kepala batu !" katanya kemudian dengan suara yang tawar. "Kalau tak diberi hajaran, mungkin kau masih akan bandel terus menerus! Nah, terimalah ini !" tahu-tahu Han Han melihat jari telunjuk pengemis itu ada di depan mukanya, dan keningnya telah kena ditotok oleh pengemis itu. Si bocah merasakan seluruh tubuhnya kesemutan, lalu semacam hawa panas yang membakar dirinya menerjang di dadanya, sehingga dia jadi bergulingan di tanah dengan butir keringat dingin membanjiri kening serta tubuhnya. Namun, biarpun dia tersiksa oleh totokan pengemis itu, tokh dia tak mengeluarkan suara rintihan, hanya matanya tetap mendelik pada pengemis itu, bibirnya digigit keras-keras untuk menahan perasaan yang menyiksa itu.
Melihat kebandelan si-bocah, pengemis gunung itu ketawa dingin, namun hatinya mengakui juga kekerasan hati si bocan.
Dia jadi kagum. Tadi dia telah menotok jalan darah Ma Kie-hiatnya Han Han, suatu jalan darah yang menyebabkan golakan hawa Yang, hawa panas, ditubuh si bocah.
"Bagaimana ? Apakah kau tetap tak mau membuka,mulut ?" bentak si-pengemis.
Han Han mendongkol sekali pada pengemis ini, lebih-lebih dia menyiksa begitu macam. Dia jadi mempunyai perasaan, bahwa pengemis ini jahat sekali. Maka itu, saking mendokolnya, juga saking menahan sakit, dia jadi memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya, sampai bibir bawahnya itu berdarah! Butir-butir keringat mengucur di kening dan di tubuhnya.
Si pengemis ketawa dingin, dia mengulurkan tangannya lagi, menotok jalan darah Yang-lohiatnya si bocah. Inilah hebat, dengan tertotoknya jalan darah itu, maka jalan darah Thay-yang-hiatnya si bocah terbuka, sehingga hawa panas itu jadi menerjang menerobos masuk menjalari tubuhnya, si bocah jadi tersiksa benar, dia seperti dibakar oleh perapian, butir-butir keringat sebesar biji kacang mengalir keluar. Dari muiutnya terdengar suara 'aaah', 'uhh' yang perlahan sekali, dia bukannya merintih, tapi saking menahan perasaan yang menyiksa dirinya itu, si-bocah tak menyadarinya telah mengeluarkaa suara kesakitan. Akhirnya, ketika hawa panas itu bergolak lebih hebat, menerjang kearah jalan darah Su Tie-hiatnya, dia jadi tak dapat menahannya lagi, biar bagaimana dia hanya seorang bocah biasa, yang tak pernah mempelajari ilmu silat maupun Lwee-kang, maka dengan dibukanya jalan darah Yang-lo-hiatnya itu, semua hawa kotor itu seperti juga dilepaskan bebas menerobos kearah jantungnya. Si bocah jadi jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Kay-san Jie-sian-cie ketawa mengekeh, dia mengambil buli-buli araknya yang ada di dekat pohon, lalu dituangkan menyiram muka si bocah.
Karena siraman arak itu, maka Han Hati jadi tersadar. Waktu dia membuka matanya, perasaan panas yang menerjang di dirinya masih bergolak menyiksa sekali. Dia mengeluarkan keluhan.
"Bu ..... bunuhlah aku ! Janganlah kau menyiksa aku begini macam !" teriak si bocah dengan suara tergetar menahan perasaan sakit.
Pengemis gunung itu ketawa rnengejek.
"Kau mau mampus !" tanyanya mengejek, "Enak benar kau bicara !! Hu ! Hu ! Kay-san Jie-sian-cie tak pernah membiarkan orang hukunannya mati dengan enak ..... "kalau kau masih tetap membandel dan berkepala batu, aku akan menghadiahkan kau hukuman yang lebih enak lagi."
Si bocah she Han itu sudah tak tahan akibat totokan si pengemis pada Yang-lo-hiatnya, yang menyebabkan terbukanya jalan darah Thay-yang-hiatnya, dia jadi melompat dan berjingkrak-jingkrak untuk mengurangi hawa panas yang menggolak di dadanya itu. Muiutnya tak hentinya mengeluarkan suara ha, ha, hu, hu, dan keadaan si bocah harus dikasihani,
Kay-san Jie-sian-cie mendengus melihat kebandelan si bocah,
"Nih kuhadiahkan lagi kau perasaan yang enak menyegarkan ! " dan dia menotok So-lay-hiatnya Han Han.
Begitu jalan darah So-Iay-hiatnya kena ditotok oleh si pengemis lagi, perasaan panas itu bercampur baur dengan hawa dingin yang merangsek ke jalan darah Thay-yang-hiatnya juga. Inilah hebat, dia hanya seorang bocah, mana kuat dia menahan serangan dua hawa Im dan Yang, dingin dan panas, secara berbareng, yang menerobos ke jalan darah Thay-yang-hiatnya? Sedangkan seorang jago silat yang kosan, kalau jalan. darah Thay-yang-hiatnya dibuka dan ditotok kedua jalan darah Yang-lo-hiat dan So-lay hiat yang dapat menimbulkan golakan hawa dingin dan panas, tentu akan semaput dan mati. Maka si bocah sambil berjingkrak-jingkrak dengan mata melotot dan mulut bersuara haha, huhu, akhirnya dia rubuh setelah berteriak;
"Pergemis edan ..... pengemis siluman .....!" seterusnya dia tak sadarkan diri.
Si pengemis mendengus, dia murka karena bukannya si bocah menyerah oleh siksaan itu, malah sebelum pingsan dia masih sempat memaki dirinya dengan sebutan pengemis edan dan pengemis siluman. Kay-san Jie-sian-cie jadi mengawasi si bocah yang pingsan tak bergerak, muka Han Han telah berubah kehijau-hijauan, karena, kedua hawa murni Im dan Yang yang berarti di dalam dirinya bergolak menerjang-nerjang ke jalan darah Thay-yang-hiatnya. Sekali saja jalan darah itu kena ditembusi dan menerobos kejalan It-hiatnya, maka biarpun dia berteman dewa dan memakan obat dewa, jiwa si bocah tak mungkin dapat ditolong lagi,
Kay-san Jie-sian-cie sendiri memahami itu, dia juga telah melihat bahwa Han Han tak mengerti ilmu silat. Tapi melihat kebandelan si bocah, dia jadi mendongkol, sebab selama dia berada di-Kay-pang, belum pernah ada orang yang berani menentangnya, biarpun Pang-coe dari Kay-pang sendiri, dia juga mengindahkannya. Tapi bocah ini, biarpun telah disiksa setengah mati, dia malah memakinya, inilah hebat. Pengemis gunung itu jadi ingin melihat sampai di mana kebandelan bocah itu. Maka itu, dibiarkannya tubuh Han Han menggeletak pingsan, tak ditolongnya.
Lama juga si-pengemis menunggu sadarnya si bocah she Han itu sambil sebentar-sebentar meneguk arak didalam buli-bulinya. Sekali-sekali dia melirik ke arah Han Han yang masih menggeletak pingsan di sampingnya.
Sesaat lamanya, perlahan-lahan tampak si bocah menggerak-gerakkan tangannya, lalu dengan mengeluarkan jeritan yang menyayatkan. dia melompat, bergerak kesana-kemari sambil menjerit-jerit menahan hawa panas dan dingin yang bergabung bergolak didirinya, kemudian dia rubuh lagi dan jatuh pingsan pula, Mukanya kehitam-hitaman semu hijau, nyata jiwa si bocah telah sekarat kalau tak cepat ditolong, maka jiwanya itu akan sulit untuk dilindungi lagi dari tangan Giam-lo-ong.
Kay-san Jie-siau-cie mendengus, dia duduk dan memandang wajah si-bocah yang telah kehitam-hitaman itu,
Sebetulnya dia juga iba melihat keadaan si bocah, hatinya tergerak, sebab biar bagaimana, biarpun adatnya aneh, namun dia sebetulnya seorang pendekar yang. berbudi, yang sering menolong yang lemah dan menghajar si kuat tapi penindas. Namun disebabkan kejelusan dan kepenasarannya melihat kebandelan dan ketabahan si bocah, pengemis gunung ini malah jadi mendongkol dan mau mencoba sampai di mana kebandelan bocah itu. Diangkatnya tangannya, dituangkan arak dari dalam buli-buli itu kemuka Han Han, sehingga ketika tersiram oleh cairan yang menyiarkan bau keras memabokkan itu, si bocah jadi tersadar. Namun, begitu dia membuka matanya, bocah itu merasakan tubuhnya sangat dingin sekali, seperti juga dirinya direndam dilautan es. Tubuhnya menggigil dan giginya bercatrukan. Namun, dia tetap tak mengeluarkan suara rintihan, dia hanya menggigit bibirnya keras-keras, matanya mendelik pada si pengemis penuh dendam. Dia sudah tak bisa bersuara untuk memaki pengemis itu lagi.
Kay-sao Jie-san-cie mendengus.
"Bagaimana? Apakah kau tetap membandel terus?" tanyanya si-pengemis agak lunak. "Asal kau mau membuka mulut meminta ampun kepadaku, maka kau akan kubebaskan dari siksaan itu !"
Namun, bukannya si bocah meminta ampun, dia malah memejamkan matanya dan membuang muka ke arah lain. Giginya masih bercatrukan karena menahan hawa dingin yang bukan main, yang bergolak di dirinya, tubuhnya juga menggigil.
Melihat kebandelan si bocah, si-pengemis Kay san Jie-sian-cie sebetulnya tadi ingin menolongnya, namun dia jadi membatalkan maksudnya.
"Baiklah ! Rupanya kau benar-benar berkepala batu!" katanya sengit. "Aku ingin lihat, kau dapat bertahan sampai di mana!" maka si pengemis lalu duduk di tempatnya semula, meneguk araknya dan tak memperdulikan si bocah lagi.
Yang kasihan adalah Han Han. Dia jadi menggigil terus menerus kedinginan, karena hawa Im bergolak hebat menerjang ke jalan darah Ie-hiatnya. Kalau saja serangan hawa Im itu telah dapat menerobos Thay-yang-hiat dan dapat masuk ke Ie-hiatnya, jangan harap bocah itu dapat hidup terus. Lebih-lebih sekarang hawa Yang juga bergolak berbareng dengan hawa Im itu, maka siksaan yang diderita oleh si bocah benar-benar hebat.
Kay-san Jie-sian-cie sendiri heran melihat kekuatan hati dan kebandelan si bocah. Dia jadi tak mengerti dan sering-sering mengawasi Han Han. Di dalam hatinya! mau tak mau dia harus mengakui ketabahan bocah itu.
"Tulang yang baik .....!" bisik hati kccilnya. "Bocah semacam inilah kalau mendapat bimbingan yang hebat, dia tentu akan menjadi seorang jago yang tiada taranya di bumi ! Akh, sebetulnya dia di bawah pengawasan Tiang-loo mana ? Cung Tiang-loo selalu berlaku keras pada anak buahnya, tentu si bocah kalau menjadi anak buah Cung Tiang-loo, dia tak mungkin berani berlaku kurang ajar padaku, sedangkan Sah Tiang-loo juga selalu mendidik anak buahnya dengan penuh kesabaran dan budi pekerti, sehingga tak mungkin kalau bocah ini menjadi anak buah Sah-Tiang-loo tak mengenal kesopanan kepada tingkatan yang lebih tinggi .....! Lalu, kalau bukan Cung atau Sah Tiang loo, jadi si-bocah ini anak buah siapa?"
Kay-san Jie-sian-cie benar-benar bingung, memikirkan asal usul si bocah yang luar biasa ini, dia jadi tak habis pikir. Berulang kali dia melirik pada si bocah yang masih menggigil kedinginan menderita disebabkan serangan hawa Im. Achirnya Kay-san Jie-sian-cie tak tega, dia bangkit berdiri menghampiri si bocah akan membebaskan dari totokannya yang tadi.
Namun, baru saja dia melangkah satu langkah, di sampingnya, dari balik semak-semak, terdengar kata-kata : "Omitohoed ! Omitohoed! Bermurah hatilah pada seorang bocah yang tak berdaya apa-apa!"
Cepat-cepat Kay-san Jie-sian-cie menoleh dengan terkejut, karena ssbagai orang berkepandaian tinggi, dia tak mengetahui kehadiran orang itu. Dilihatnya yang mengucapkan nama Buddha itu seorang laki-laki tua berjanggut putih, dia berpakaian seperti seorang pendeta, kepalanya juga gundul.
Hanya, baju kebesarannya. itu digambar dengan bermacam-macam bunga, sehingga walaupun dia berpakaian seorang Hwe-sio, tokh orang akan tahu bahwa dia hanya seorang Hwe-sio gadungan yang luar biasa.
Tampaknya orang itu telah menghampiri mendekati Han Han, dia menggeleng-gelengkan kepalanya waktu melihat keadaan si bocah dan menyebut nama sang Buddha, diulurkan tangannya untuk menotok jalan darah Thay-yang-hiat si bocah untuk membendung hawa Im dan Yang yang sedang berusaha menerobos jaian darah itu, kemudian setelah si bocah terhindar dari kematian, dia memutar tubuhnya menghadapi si pengemis gunung.
Tadi waktu melihat si Hwee-shio yang berpakaian luar biasa itu, muka si pengemis gunung telah berubah pucat, dia teringat pada seseorang waktu melihat lukisan-lukisan bunga yang terdapat di baju si pendeta.
"Kay-sian Jie-sian-cie!" tegur pendeta itu sabar. "Sie-coe terlalu kejam menyiksa bocah ini melampaui batas ! Apakah Sioe-coe tak dapat turun tangan agak ringan sedikit kepada bocah yang tak berdosa itu ?!"
Muka Kay-sian Jie-sian-cie jadi bero-bah lagi, dia membungkukkan tubuhnya un?tuk memberi hormat kepada si-pendeta.
"Apakah aku sedang berhadapan dengan Jiauw Pie Jielay Khu Sin Hoo Loo-cian-pwee ?!" tanya si pengemis dengan suara menghormat.
Pendeta itu menyebut nama sang Buddha lagi, dia mengangguk sabar wajahnya welas asih.
"Ya ..... Pin-ceng memang she Khu dan bernama Sin Hoo !" sahutnya dengan suara yang sabar. "Apakah kesalahan bocah itu sehingga dia harus menjalani hukuman yang begitu berat ?"
Kembali Kay-sian Jie-sian-cie membungkukkan tubuhnya memberi hormat kepada Jiauw Pie Jielay atau si Buddha berlengan seribu.
"Siauw-kay memang telah terlalu menuruti dan mengumbar kemendongkolan hati!" sahut si pengemis cepat. Siauw-kay ialah si pengemis kecil. "Siauw-kay memang menyesal telah menyiksa bocah itu melampaui batas ..... tapi Loo-cianpwee ..... dia terlalu kurang ajar sekali, karena walaupun dalam satu Pang, tokh kepada orang yang tingkatannya lebih tinggi, dia tak mau berlaku hormat sedikitpun ..... !!"
"Sian-chay ! Sian-chay !" memuji si pendeta yang mempunyai julukan Buddha berlengan seribu itu. "Tapi walaupun dia mempunyai kesalahan yang bagaimana besarpun, Pin-ceng kira tak sepantasnya Sioe-coe membuka jalan darah Yang-lo-hiat dan So-lay-hiatnya, karena jangankan bocah itu yang tak mempunyai kepadaian apa-apa seandainya Sie-coe sendiri kalau dibuka kedua jalan darah itu pada diri Sie-coe, kau tentu akan menemui kematianmu .....!!"
Muka Kay-sian Jie-sian-cie jadi berubah pucat. Dia takut pendeta itu nanti menotok kedua jalan darahnya itu.
"Ya, ya Siauw-kay memang bersalah !" sahutnya cepat.
''Hmm ..... !" mendengus Hwee-shio itu.
"Pergilah Sie-coe, biarlah tinggalkan bocah itu kepada Pineceng, agar aku dapat memberikan pengobatan dan rawatan padanya ! Mudah-mudahan jiwanya masih dapat tertolong!"
Cepat-cepat Kay-san Jie-sian-cie menjura.
"Terima kasih Loo-cian-pwee ..... untuk seterusnya Siauw-kay tak berani sembarangan menyiksa orang ! katanya cepat, kemudian setelah menjura sekali lagi, dia memutar tubuh untuk berlalu.
Kay san Jie-sian-cie begitu jeri pada si Hwee-shio, karena dia mengenali bahwa pendeta itu sebetulnya memang bernama she Khu dan bernama Sin Hoo. Dia bergelar Jiauw Pie Jielay, si Buddha berlengan seribu. Dialah salah satu di antara ketujuh jago yang menguasai daratan Tiong-goan, kepandaiannya hanya sukar diukur. Maka itu, karena mengenal kelihaian orang, Kay-san Jie sian-cie jadi jeri sekali pada Hwee-shio itu.
Satelah melihat Kay-san Jie-sian-cie berlalu, Khu Sin Hoo membalikkan tubuhnya, berjongkok di dekat si bocah. Tadi waktu pendeta she Khu itu menotok jalan darahnya menutup peredaran hawa Im dan Yang, si bocah jatuh pingsan lagi.
Khu Sin Hoo Jauw Pie Jielay mengawasi wajah si bocah, dilihatnya semua hijau masih belum lenyap dari wajah Han Han, dia jadi menarik napas dan meraba nadi si bocah. Sesaat kemudian, tampak, dia menggeleng-gelengkaa kepalanya. Hatinya mencelos.
"Aeh ..... Kay san Jie-sian-cie sangat kejam !" gumamnya. "Walaupun tadi aku keburu menghentikan peredaran jalan darah yang membawa arus Im dan Yang namun jiwa bocah ini sulit untuk diselamatkan. Kemungkinan kecil dia dapat hidup terus ..... barang kali dia hanya dapat hidup selama tiga bulan lagi, nanti setelah pergolakan hawa Im dan Yang mengaduk isi perutnya, dia akan menemui kematiannya ..... !" Akhh, kasihan bocah ini ....." dan Khu Sin Hoo menarik napas lagi. Dia mengurut jalan darah Jwan-sie-hiatnya si bocah, sehingga perlahan-lahan Han Han tersadar. Waktu dia membuka matanya, dirasakan tubuhnya lemas sekali, dia memandang sekelilingnya dengan pandangan mata heran.
"Too-tiang ..... kemana pengemis siluman itu ! " tanya si-bocah ketika tak didapatkan Kay-san Jie-sian-cie di situ. Dia menatap si Hwee-shio.
Si Hwee-shio tersenyum sabar, wajahnya welas asih, dia mengusap kepala si bocah.
"Pengemis siluman itu telah Pin-ceng usir ..... kau tak usah takut lagi nak!" hiburnya ramah. "Siapakah namamu ?"
Mendengar si Hwee-shio yang menjadi penolongnya, cepat-cepat Han Han bangkit berdiri, tapi dia telah rubuh lagi, karena dirasakan kedua kakinya lemas sekali. Untung saja Khu Sin Hoo cepat-cepat menyanggahnya, sehingga dia tak sampai terbanting.
"Jangan bergerak dulu nak ..... istirahatlah, kau masih lemah ..... " hibur Khu Sin Hoo dengan suara yang sabar.
Han Han jadi terharu. Dia memang seorang anak yang perasa, kalau orang berlaku keras dan kasar padanya, dia akan lebih keras lagi. Bila mati, dia takkan menyerah. Tapi kalau orang memperlakukan dirinya dengan lemah lembut, maka walaupun dia harus mengorbankan jiwanya. pasti dia akan mendengar kata-kata orang itu. Apa lagi sekarang ayah. dan ibunya telah gila dan entah berada di mana, mendengar suara si Hwee-shio yang penuh kasih-sayang, hati si bocah jadi sedih, tanpa disadari, dari pelupuk matanya menitik air mata.
Khu Sin Hoo jadi terkejut melihat si bocah menangis, dia meugusap-usap kepala si bocah, hati orang tua itu jadi terharu, karena dia tahu, kalau si bocah tak menemui pengobatan yang tepat, paling lama jiwanya hanya dapat bertahan tiga bulan lagi.
"Jangan menangis nak ..... !" katanya dengan penuh kasih-sayang. "Jangan menangis ..... tak ada orang yang berani menghina dirimu lagi ! Pinceng akan membelamu!!"
Hwee-shio itu sebetulnya bermaksud untuk menghibur Han Han, namun tak tahunya Han Han jadi menangis lebih keras lagi. Hati si bocah jadi terharu berterima kasih pada pendeta ini.
"Entah bagaimana aku harus membalas budi Too-tiang. ..... " kata si-bocah sesambatan di antara isak tangisnya. "Too-tiang begitu baik padaku .....!! Biarlah, kalau nanti aku sudah dewasa, aku akan membalas budi Too-tiang itu .....!!"
"Ya, ya, ya ..... pasti kau akan mempunyai kepandaian yang tinggi dan tak mungkin ada yang berani menghinamu lagi!" hibur si Hwee-shio, pada hal hati Khu Sin Hoo jadi seperti tersayat, sebab dia tabu, asal si bocah tak memperoleh pengobatan yang jitu, dia paling lama hidup hanya tiga bulan lagi. Tak lebih dari itu. Hampir saja orang tua she Khu itu menitikan air mata, tapi dia berusaha untuk membendungnya. Khu Sin Hoo sendiri heran, merupakan seorang jago yang luar biasa, itu yang pantang menyerah pada kesengsaraan yang selalu dihadapi penuh keriangan, juga lawan maupun kawan jeri padanya. Namun sekarang, menghadapi Han Han, timbul rasa kasih sayangnya pada bocah ini !
Han Han berusaha untuk bangun lagi, dia lalu berlutut di hadapan Khu Sin Hoo. Hal ini membikin,si Hwee-shio jadi repot untuk membangunkannya.
"Jangan banyak peradatan! Jangan banyak peradatan!" seru Khu Sin Hoo. "Bangunlah .....!!"
Han Han duduk kembali setelah memanggutkan kepalanya tiga kali.
"Siapa namamu nak ?" taaya Khu Sin Hoo setelah melihat goncangan hati si bocah agak tenang.
"Aku she Han dan bernama tunggal Han menerangkan si bocah. "Siapakah nama Too-tiang yang mulia, agar aku dapat mengingatnya budi Too-tiang itu?"
Jangan berkata begitu Han-jie .....!" kata Khu Sin Hoo cepat. "Pertolonganku itu tak berarti apa-apa .....! Oya, mengapa kau bisa sampai mengalami hal demikian macam ?"
Ditanya begitu, Han Han jadi menundukkan kepalanya, wajahnya jadi muram. Dia lalu menuturkan apa yang telah dialami oleh keluarganya.
"Akh ..... rupanya Gin Tiok Su-seng dan yang lain-lainnya telah datang ke daerah ini juga .....!" gumam Hwee-shio itu setelah mendengar cerita Han Han. Dia menarik napas lagi. "Kasihan nasibmu, nak ..... jadi sekarang kau mau menuju ke mana ?"
Hen Han menggelengkan kepalanya.
"Sementara ini aku belum mempunyai tujuan Too-tiang !" jawabnya. "Entahlah ..... aku juga tak tahu harus pergi kemana !"
Khu Sin Hoo memandang hiba pada si bocah.
"Kalau begitu kau ikut bersamaku saja!" katanya menawarkan. "Kau setuju bukan?"
Cepat-cepat Han Han menekuk lutut berlutut di hadapan Khu Sin Hoo lagi dengan gembira.
Terima kasih Too-tiang ..... entah bagaimana membalas budi Too-tiang yang maha besar ini .....!!" katanya.
Khu Sin Hoo cepat-cepat membanguni si bocah, kemudian dengan bergandengan tangan seorang bocah cilik yang baru berusia sepuluh tahun dengan Hwee-shio yang sudah lanjut usianya, seorang tokoh silat yang luar biasa, meninggalkan tempat itu .....!
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 13 KHU SIN HOO Jiauw Pie Jilay mengajak Han Han bermalam di Sian-lie-chung, kampung bidadari, yang terletak di tepi sungai Sui-ho. Mereka menginap di sebuah penginapan kecil yang terdapat di kampung itu, juga Khu Sin Hoo membelikan Han Han beberapa perangkat pakaian.
Telah dua hari mereka melakukan perjalanan, dan selama itu Khu Sin Hoo tak melihat adanya tanda-tanda serangan hawa Im-yang di tubuh bocah itu kumat kembali, walaupun wajahnya masih bersemu kehijau-hijauan.
Tapi menjelang tengah malam, di saat Kho Sin Hoo mau tidur setelah bersemedi, hatinya jadi mencelos waktu melihat tubuh si bocah mengigil seperti orang kedinginan. Han Han tidur di pembaringan di seberang, sehingga dia dapat melihat getaran tubuh bocah itu, walaupun dia tak mendengar suara rintihan si bocah.
Cepat-cepat Khu Sin Ho menghampiri, dia memegang tubuh si bocah dan dia jadi terkejut, semangatnya terbang. Tubuh si bocah panas seperti api, tapi dia menggigil seperti orang kedinginan, Khu Sin Hoo telah tahu, inilah gelagat jelek, hawa Im dan Yang sedang mengamuk di dalam diri si bocah itu, Hwee-shio itu jadi terharu melihat kekuatan hati si bocah yang tak merintih waktu mengalami penderitaan semacam itu.
"Han-jie .....!" terluncur dari bibir Khu Sin Hoo nama Han Han, dia mengawasi muka Han Han yarg bersemu hitam.
Han Han membalikkan tubuhnya, bibirnya tergetar menahan serangan hawa Im yang dingin, padahal dirinya panas seperti serangan api, dibakar oleh api neraka, karena hawa Yang juga sedang mengamuk dirinya. Namun, walaupun begitu, walaupun sedang mengalami penderitaan yang hebat, si-bocah berusaha untuk tersenyum dengan bibir yang tergetar.
"Too-tiang ..... aku tak apa-apa, Too-tiang .....!" katanya dengan suara yang tergetar menggigil dan agak susah. "Pergilah Too-tiang tidur, besok juga hawa dingin akan lenyap .....!!"
Hati Khu Sin Hoo jadi terharu, dia jadi menitikan butir-butir air mata. Orang tua she Khu itu tak dapat menahan gejolak hatinya. Dipeluknya si bocah sambil mengerahkan tenaga Lwee-kangnya, untuk mengurangi serangan hawa dingin diperutnya, "Apa yang kau rasakan, Han-jie?" tegurnya penuh kekuatiran,
"Perutku ..... perutku seperti kejang dingin sekali, Too-tiang .....!" sahut si-bocah dengan suara yang susah, matanya sayu sekali dan bibirnya tergetar seperti orang kedinginan,
Khu Sin Hoo tak banyak bertanya lagi, dia duduk bersila di pembaringan si bocah kemudian tangannya ditempelkan pada perut Han Han, dikerahkan tenaga Lwee-kang Cit Ciat Tie Mo Tin Lwee-keh', suatu ilmu tenaga dalam yang paling lihai, paling nomor satu .di dalam dunia persilatan, sehingga berangsur-angsur Han Han merasakan semacam hawa hangat murni menerobos masuk keperutnya dan perlahan hawa-hawa dingin yang menyiksa itu buyar dari perutnya,
"Bagaimana perasaanmu Han-jie ?" tanya Khu Sin Ho setelah berselang satu jam lebih,
"Agak lebih baik, Too-tiang .....!" sahut si bocah sambil menatap Hwee-shio itu dengan tatapan mata berterima kasih, '"Ach, aku hanya merepotkan Too-tiang saja !"
Khu Sin Hoo mengulap-ulapkan tangannya memerintahkan supaya Han Han tak bicara dan dia mengerahkan tenaga 'Cit Ciat Tie Mo Tin Lwee-keh', lalu setelah berselang satu jam lagi, barulah Han Han dapat tertidur.
Khu Sin Hoo kembali kepembaringannya, dia jadi kasihan pada nasib si bocah. Juga dia jadi mendongkol pada Kay-san Jie-sian-cie yang telah begitu kejam menurunkan tangan telengas pada si bocah. Menurut mustinya, kalau orang terluka di dalam, sebagai seorang jago nomor wahid, Khu Sin Hoo seharusnya dapat menyembuhkannya. Lebih-lebih dengan menggunakan 'Cit Ciat Tie Mo Tin Lwee-keh', walaupun orang terluka parah, dia pasti akan dapat menyembuhkannya. Namun bedanya, Han Han telah terbuka kedua jalan darahnya yang terpenting, maka sulit bagi orang she Khu itu untuk mengirimkan tenaga murni pada si bocah. Karena kalau dia memaksa terus mengirimkan tenaga murni, pintu dari Thay-yang-hiat si bocah yang memang sudah terbuka itu akan kebanjiran hawa murni ini dan akan menerobos masuk ke It-hiatnya, akibatnya akan hebat, bocah itu akan meninggal. Maka dari itu, Khu Sin hoo tak berdaya untuk mengobati si bocah.
Sampai kentongan ketiga, dia tak dapat tertidur nyenyak, karena orang tua she Khu itu telah memutar otak untuk mencari jalan keluar bagi penyembuhan si-bocah. Terlambat saja pengobatan untuk bocah itu, maka jiwa si-bocah sulit untuk ditarik pulang dari genggaman tangan Giam-lo ong, si raja akherat. Dia jadi sering melirik Han Han yang sedang tertidur dan berulang kali Khu Sin Hoo menarik napas. Sampai mendekati fajar, dia masih tak dapat menemukan jalan untuk mengobati luka si bocah.
Namun, ketika dia mendengar suara kokok ayam yang pertama, tiba-tiba di kepalanya berkelebat suatu ingatan. Dia ingat seseorang, sehingga dia melompat duduk sambil menepuk pahanya.
"Ha, benar !" serunya kegirangan. "Dia pasti akan dapat mengobati Han-jie !!" tapi, sesaat kemudian wajahnya jadi berubah murung kembali. "Tapi ..... apakah dia mau menolong Han-jie ? Sifatnya begitu aneh, selalu angin-anginan, sehingga sulit untuk diminta pertolongannya, lagi pula kalau memang dia sedang gembira, baru dia mau mengobati orang, sedangkan kalau dia sedang mendongko1, biarpun orang itu mati di depannya, tak nanti dia akan menolongnya ! Akh ..... bagaimana ini harus kupecahkan ?!" dan Khu Sin Hoo jadi memutar otak lagi.
Ternyata orang yang diingatnya itu adalah Yan Hoa Piek, salah seorang tokoh jago silat di antara ketujuh jago luar biasa itu. Karena, selain mempunyai gelaran Tok Sian Sia atau si-katak berbisa, orang-orang juga memberikan gelaran Tok-beng-lan-sin-she pada Yan Hoa Piek, karena dia mengerti obat-obatan dan sangat lihai sekali dalam pengobatannya. Setiap penyakit tak ada yang tak sembuh di bawah pengobatannya itu. Maka dari itu dia sampai mendapat gelaran Tok-beng-lan-shian-she atau tabib pemulih jiwa. Dan memang kenyataannya, kalau sedang gembira, Yan Hoa Piek memang sering merolong orang, sering mengobati laki-laki orang, tapi kalau dia tak mau, walaupun orang menangis darah di depan mukanya, dia tak nantinya turun tangan menolongnya.' Itulah suatu keanehan sifat Yan Hoa Piek. Malah yang meragukan Kbu Sin Hoo ialah, mereka sebagai jago-jago dari ketujuh jago luar biasa yang selalu memperebutkan gelar untuk jago nomor satu, maka kalau dia sampai memohon-mohon pertolongan Yan Hoa Piek, pamor Khu Sin Hoo akan merosot. Lagi pula itupun kalau memang orang she Yan itu bersedia untuk menolongnya, tapi kalau seandainya dia tak mau menolongnya. Khu Sin Hoo terang tak dapat memaksanya, karena kepandaian mereka berimbang, sama-sama kosen.
Sampai terang tanah Khu Sin Hoo masih tak menemukan jalan keluar untuk menolong Han Han, Akhirnya, orang tua she Khu itu jadi tak tidur semalaman, dia jadi mengambil keputusan untuk melihat gelagat saja. Kalau memang masih dilindungi Thian, maka si bocah pasti tertolong dan walaupun nantiuya tak bisa tertolong juga ..... itu memang; sudah nasibnya Han Han ..... !
Berpikir begitu, Khu Sin Hoo jadi menarik napas dalam-dalam, hatinya sangat iba memikirkan keselamatan Han Han. Walaupun mereka baru bertemu, namun Khu Sin Hoo sangat menyayangi si bocah, seperti juga rasa cinta seorang ayah terhadap puteranya ..... ! Entah mengapa, dia menyukai bocah itu. Cuman sayangnya, dia telah bersumpah tak akan mengambil murid, maka tak mungkin dia akan mengangkat si bocah menjadi muridnya. Dia tak bisa melanggar sumpahnya itu.
Siang harinya, Khu Sin Hoo mengajak Han Han menyeberangi sungai Sui-ho, menyewa perahu Coa Wie Sie. Waktu menyewa perahu orang she Coa itu, di dalam perahu sudah ada dua orang lainnya yang bermaksud menyeberangi sungai Sui-ho itu juga. Mereka duduk membelakangi, sehingga Khu Sin Hoo tak dapat melihat wajah kedua orang itu.
Tapi karena sedang berduka memikirkan luka Han Han, maka Khu Sin Hoo tak mau memperdulikan kedua orang itu, dia duduk di dekat buritan.
Waktu perahu meluncur perlahan-lahan menyusuri sungai Sui-ho itu, Khu Sin Hoo menatap air sungai dengan tatapan mata yang bingung, dia melihat buih-buih air yang banyak ditimbulkan oleh geseran badan perahu, dia jadi teringat pada penghidupan manusia yang menyerupai buih-buih air sungai itu. Lahir, dewasa, lalu tua dan mati, seperti juga air buih itu yaag akhiraya pecah dan leayap ..... manusia juga akhiraya akan mati, dikubur dan menjadi tanah kembali ..... lenyap seperti buih-buih air sungai itu!
Mengingat semua itu, Khu Sin Hoo jadi menarik napas, perasaan yang mengganjel dihatinya agak lenyap sedikit. Dia mulai dapat menguasai dirinya .....!
Perahu Coa Wie Sie masih meluncur terus menyusuri sungai Sui-ho, tapi di saat sampai di tengah sungai, dari arah timur tampak mendatangi dua buah perahu yang bentuknya, berukuran kecil dengan di ujung buritannya menyerupai kepala naga. Perahu itu meluacur dengan kecepatan penuh, sehingga dalam waktu yang singkat telah mendatangi kearah perahu Coa Wie Sie.
Melihat cepatnya perahu itu yang meluncur ke arahnya, Coa Wie Sie jadi gugup, cepat-cepat dia menuju kearah kepala perahunya dan berteriak. "Hei ..... hati-hati !! Jangan jalan secara berendeng begitu, kita akan saling bertubrukan !!" gugup sekali tampaknya juragan perahu ini.
Tapi tak ada penyahutan dari kedua perahu itu dan tampaknya orang-orang di kedua perahu berkepala naga itu seperti tak melayani peringatan Coa Wie Sie, karena kedua perahu itu masih meluncur dengan kecepatan penuh ..... !!
Itulah hebat, kalau sampai terjadi tabrakan, maka kedua kendaraan air itu akan mengalami kerusakan dan bisa karam. Hal itu menggugupkan sekali Coa Wie Sie, dia sampai berteriak-teriak sekuat tenaganya.
Tampak di perahu sebelah kanan dari perahu itu muncul seorang laki-laki dengan muka dipenuhi cabang berewok yang kasar, di pinggangnya tersoren sebatang golok yang besar. Wajahnya bengis menyeramkan. Dia tertawa keras.
"Thian-san Sian-eng .....!" teriaknya nyaring. "Mengapa kalian seperti nona-nona Kang-lam saja ? Mengapa sekarang kalian tak mempunyai nyali untuk menemui kami?" dan kedua perahu itu masih meluncur semakin mendekat. "Kalau kau tetap tak mau mengunjukkan diri, maka terpaksa kami akan menabrak perahu kamu itu agar karam .....!!"
Mendengar ancaman itu, kedua orang yang selalu duduk membelakangi buritan, terdengar mendengus. Dan disebabkan dengusannya itu, Khu Sin Hoo jadi melirik, tapi tetap saja dia tak bisa melihat wajah orang.
Coa Wie Sie yang jadi lebih gugup, dia sampai berjingkrak ketakutan. Lebih-lebih ketika kedua perahu itu sudah mendekati, terlihat di ujung dari kepala perahu itu diperlengkapi dengan tiga ujung besi yang menyerupai besi jangkar, maka kalau sampai perahu itu bertabrakan, yang akan menderita kerugian adalah pihak Coa Wie Sie, karena perahunya akan ketabrak karam. Yang lebih hebat lagi, tepian sungai Sui-ho terpisah cukup jauh, sehingga kalau sampai terjadi tabrakan itu, mereka akan kelelap di dasar sungai .....!
Khu Sin Hoo jadi melirik kedua orang duduk membelakangi buritan. Tentu kedua orang itu yang sedang dicari oleh kedua perahu itu. Khu Sin Hoo jadi ingin mengetahui, siapa sebetulnya kedua orang itu yang dipanggil sebagai Thian Sian-seng.
Sedangkan kedua perahu itu telah meluncur semakin dekat keperahu Coa Wie Sie, dengan tiba-tiba kedua orang yang duduk membelakangi buritan itu berdiri, mereka melompat kekepala perahu.
"Kalian dari pihak Mo-in-shia terlalu mendesak kami!" teriak salah seorang di antara mereka. "Baiklah ! Biarlah hari ini kami adu jiwa dengan kalian !"
Lelaki yang ada di kepala perahu yang baru mendatangi itu kembali tertawa.
"Hmm ..... rupanya kalian memang Enghiong-enghiong yang gagah berani !" ejeknya. "Bagus ..... ! kami pihak Mo-in-shia memang tak ingin menyeret-nyeret orang yang tak bersalah. Hai juragan perahu, dekatkan perahu kemari, kau dan penumpangmu yang lain tak akan kami ganggu seujung rambutpun!"
Kedua orang itu, Thian-san Sian-seng, jadi mendengus lagi. Dia mengibaskan tangannya kepada Coa Wie Sie.
"Dekatkanlah perahumu pada perahunya ..... kami tak ingin disebabkan kami kalian mengalami celaka !" setelah berkata begitu, dia menoleh kearah Khu Sin Hoo, sehingga Khu Sin Hoo dapat melihat wajahnya. Ternyata dia seorang anak muda yang baru berusia di antara duapuluh empat tahun, potongan mukanya bersegi empat, tampan sekali, tubuhnya juga gagah, ketika melihat Khu Sin Hoo hanya seorang tua yang kurus kering itu, dan juga Han Han seorang bocah yang tampaknya ketolol-tololan, dia jadi tak memperhatikannya lagi.
Coa Wie Sie juga tak berani membantah perintah dari anak muda itu, dia mendekatkan perahunya kearah mana perahu yang tadi dipanggil oleh anak muda itu sebagai Mo-in-shia itu. Perlahan-lahan perahu saling merapat dan di kala badan perahu terpisah tiga tombak, dari kedua perahu berkepala naga itu berlompatan lima sosok tubuh keperahu Coa Wie Sie. Gerakaan mereka ringan sekali, karena waktu mereka
hinggap di perahu orang she Coa itu, perahu tak tergoncang. Semua ini menunjukkan kelihaian Gin-kang mereka, ilmu entengkan tubuh mereka.
Kelima orang yang baru mendatangi itu ternyata berpakaian sama, berwarna serba kuning dan celana hijau. Wajah mereka semuanya ditumbuhi janggut yang kasar sekali. Orang yang tadi pertama muncul di ujung perahu, yang ikut melompat ke-perahu Coa Wie Sie, telah majukan dirinya menghadapi kedua penumpang perahu Coa Wie Sie, lalu matanya menyapu seisi perahu, mereka memandang sambil lalu pada Khu Sin Hoo, lalu tak memperhatikannya lagi. Dia telah ketawa dingin pada si anak muda yang dipanggilnya Thian-san Sian-eng itu.
"Bagaimana ..... apakah kau tetap tak mau menemui ketua kami? " tegur orang bermuka berewok kasar itu.
Kawannya anak muda itu, yang ternyata seorang anak muda juga, mungkin usianya lebih tua satu-dua tahun dari kawannya, telah ketawa dingin.
"Bukankah telah berulang kali kami katakan, bahwa kami masih mempunyai sedikit urusan, maka dengan sangat menyesal kami tak dapat memenuhi panggilan ketua kalian ! " dia menyahuti, "Lain waktu kalau memang kami melalui daerah kamu ini, kami pasti akan mengunjuk hormat pada ketua kalian ! "
Lelaki berewok itu tersenyum dingin, sedangkan keempat kawannya yang lain, yang rata-rata mempunyai muka bengis juga, jadi tak enak dilihat.
"Thian-san Sian-eng.....! " bentak laki-laki berewok kasar tersebut.."Apakah kau benar-benar tak mau memberi muka pada ketua kami?"
Salah seorang di antara kedua anak muda itu, yang lebih mada usianya, telah mendengus dia berkata dingin "Kami dari pihak Pek Bwee Kauw belum pernah mengganggu pihak kalian, mengapa hari ini kalian mau mempersulit diri kami ? " tegurnya, nyata dia tak senang akan sikap orang.
Laki-laki berewok kasar itu ketawa dingin, "Pek Bwee Kauw boleh menjagoi daratan,, tapi di air, jangan harap kalian dapat meloloskan diri dari kami!" katanya tawar.
"Jadi kalian pihak Mo-in-shia benar-benar mau membentur Pek Bwee Kauw?" tegur salah seorang Thian-san Sian-eng, suaranya sudah.mulai panas dan suasana mulai tegang.
"Mana berani kami melanggar pihak Pek Bwee Kauw ?" katanya dengan suara mengejek. "Tapi kalau pihak Pek Bwee Kauw juga bermaksud untuk mengembangkan saya p dan menguasai pihak kami, maka kalian jangan harap bisa melakukannya ..... Hu ! Kalian boleh lihai di daratan, tapi di atas air ini, kami ingin melihat kekosenan orang-orangnya Pek Bwee Kauw!"
Muka Thian-san Sian-eng jadi berubah, mereka mengerutkan sepasang alis mereka.
"Cioe Wie ! " bentak salah seorang di antara mereka. "Walaupun pihak kalian dari Mo-in-shia menguasai perairan di sini, kami dari pihak Pek Bwee Kauw belum tentu jeri pada kalian ! Hmm.....jangan kalian coba-coba menyentuh pihak Pek Bwee Kauw, karena sekali saja kau berbuat kesalahan, Hu ! Hu ! Biarpun kalian lari ke-ujung lautan, tetap saja jiwa kamu akan kami kejar.....Pek Bwee Kauw belum pernah mau menyelesaikan persoalan habis begitu saja !"
Laki-laki berewok .yang dipanggil Cioe Wie atu mendengus, mukanya berubah jadi tambah bengis,
"Baik !" serunya "Jadi kalian benar-benar tak mau memberi muka pada ketua kami ! Aku, orang she Cioe, belum pernah memaksa atau melakukan kejahatan pada masyarakat, Mo-in-shia selalu berbuat kebaikan, tapi kalau menang kau memaksa juga, maka terpaksa kami harus menyeret kalian menghadap ketua kami !!"
"Boleh saja kalau memang kalian mempunyai kemampuan untuk melakukan hal itu !!" menyahuti salah seorang Thian-san Sian-eng tawar. "Kami tak bentrok dengan Mo-in-shia, tapi kalau terpaksa, hmm, hmm, walaupun kaisar, akan kami tentang juga !!"
Muka Cioe Wie jadi berubah hebat, dia berseru nyaring menggeledek, lalu mencabut golok yang tersoren di pinggangnya.
"Bagus l" serunya murka. "Jadi kau benar-benar tak melihat gelagat !! Lihatlah!" dan dia menunjuk kearah kedua perahunya, di mana tampak- berpuluh-puluh anak buahnya sebagian tak berpakaian sedangkan yang sebagian lagi mementang panah, siap untuk dilepaskan. "Begitu aku memberikan perintah, maka orang-orang kami itu akan terjun ke dalam air dan membor perahu ini, seumpama kalian pandai berenang, tokh, kalian tak mungkin lolos dari panah-panah kami itu!"
Wajah Thian-san Sian-eng jadi berubah. Mereka juga harus mengakui, betapa hebat kesudahannya kalau sampai perahu yang ditumpangi mereka itu dibor oleh orang-orang Mo-in-shia. Mereka memang dapat berenang, namun biar bagaimana kalau dihujani oleh panah-panah, mereka tentu tak mungkin dapat menghindari anak-anak panah itu. Lebih-lebih mereka mengetahui bahwa panah-panah dari orang-orangnya Mo-in-shia itu semuanyai beracun.
"Bagaimana ? Apakah kau tetap tak mau memberi muka kepada ketua kami?" tegur Cioe Wie waktu melihat orang bersangsi.. "Bukankah lebih baik kalau kalian mengikuti kami menghadap pada ketua kami ? "
Salah seorang Thian-san Sian-eng ketawa dingin, walaupun hati mereka agak jeri, namun mereka mendongkol orang memperlakukan mereka demikian macam. Makas seketika itu juga mereka mengambil keputusan untuk mengadu jiwa, untuk bertempur mati-matian melawan orang-orangnya Mo-in-shia. itu. Maka dari itu, di kala melihat orang mencabut goloknya, salah seorang Thian-san Sian-eng tersenyum mengejek.
"Apakah kalian menduga orang-orang Pek Bwee Kauw takut mati ?" serunya. "Lihatlah .....! " dan tahu-tahu 'Sreett !'. dia mencabut pedang, yang dilintangkan di depan dadanya. Perbuatannya itu diikuti oleh kawannya yang seorang lagi. Mereka jadi saling pandang dengan tatapan yang bermusuhan, memancarkan cahaya mata membunuh.
Khu Sin Hoo yang melihat itu jadi menarik napas.
"Akh..... dari tahun ketahun semakin banyak jago-jago muda yang bermunculan .....namun umumnya mereka sangat ceroboh serta berangasan sekali!" pikir Khu Sin Hoo Jiauw Pie Jielay. Dia jadi mengawasi, dilihatnya Cioe Wie membolang-balingkan goloknya. Keempat kawannya juga telah mencabut golok mereka masing-masing.
"Hari ini, karena terpaksa Mo-in-shia harus membinasakan orang l" seru si berewok itu. "Nah, jagalah seranganku !!" dia bukan hanya memperingatkan, karena tangannya telah bergerak dengan cepat, goloknya berkelebat menyambar ke arah Thian-san Sian-eng yang lebih tua itu. Cioe Wie menyerang dengan tipu 'Kan-tee Poat-cong" atau 'mencabut bawang ditanah kering!' Serangannya itu cukup hebat, karena goloknya itu mengarah keleher anak muda itu.
Kedua anak muda ita memisahkan diri yang seorang yang mudaan, telah melompat untuk melayani keempat kawannya Cioe Wie. Thian-san Sian-eng menggunakan ilmu pedang Tee Coan Liok Kiam-hoat atau enam ilmu pedang lingkaran bumi. Hebat gerakan kedua anak muda itu, karena setiap pedangnya berkelebat, maka jiwa salah seorang itu pasti terancam, sehingga kelima orang yang mengurungnya itu jadi agak terdesak.
Cioe Wie sendiri di saat goloknya kena ditangkis oleh Thian-san Sian-eng yang tuaan itu, dia menarik pulang goloknya, lalu dengan mengeluarkan bentakan, dia menyerang lagi dengan menggunakan jurus 'Seng Heng Touw Coan' atau Bintang- melintang dan berputar, goloknya menyambar ke dada anak muda itu.
Melihat datangnya serangan itu, si pemuda menangkis, lalu dia berteriak kepada kawannya yang lebih muda itu: "Sung Ming Soe-tee ..... kalau memang perlu, marilah kita membuka jalan darah !!"
Anak muda yang dipanggil Sung Ming mengangguk sambil mengayunkan pedangnya.
"Begitupun baik, Auw-yang Soe-heng !!" teriaknya. Dan dengan mengeluarkan seruan, dia menggerakkan pedangnya dengan jurus 'Pay-san-to-hay' atau 'merubuhkan gunung untuk menguruk lautan', pedangnya seperti juga runtuhnya gunung, yang berkelebat-kelebat dengan kecepatan yang sulit dilihat oleh mata, berkelebat kearah keempat kawannya Coe Wie, terdengar berulang kali benturan senjata tajam mereka, lalu tampak mereka saling berlompatan menjauhkan diri, kemudian setelah masing-masing melihat senjata mereka, kembali mereka menerjang maju dan saling tempur lagi.
Anak muda yang satunya lagi, Auw-yang, juga menggerakkan pedangnya dengan cepat. Dia tak mau kalah dengan Soe-teenya itu, dengan cepat, dia serang Cioe Wie dengan tiga serangan berantai, masing-masing bernama 'Hwa Liong Tiam Ceng' atau melukis Naga menitik matanya', lalu disusul oleh 'Loan Yauw Ca-lioe' atau 'membungkukan pinggang menancap Yang-liu, dan yang terakhir dia menyerang dengan Lian-hoan-toat-beng-kiam' atau Berantai merampas jiwa. Serangannya yang ketiga inilah yang paling hebat, karena pedangnya itu seperti juga telah berubah menjadi puluhan batang pedang dan mengincar setiap bagian penting dan berbahaya di tubuh Cioe Wie.
Cioe Wie sendiri jadi terkesiap melihat hebatnya anak muda itu. Dia memang sudah mendengar kehebatan Auw-yang tapi dia tak menduganya bahwa anak muda itu dapat menyerang berantai semacam itu. Maka itu, dia tak tak berani berayal, dengan cepat dia memutar goloknya, sehingga dia dapat menangkis serangan-serangan anak muda itu, kemudian, melompat mundur.
"Thian-san Sian-eng ..... !" serunya.
"Apakah kau benar-benar memilih jalan kematian?" tegurnya dengan suara mengguntur. "Apakah kau benar-benar mau mengambil jalan damai dengan pihak Mo-in-shia.
Anak muda itu sebetulnya bernama Auw-yang Boen, dia ketawa dingin mendengar pertanyaan orang.
"Hmmm ..... walaupun orang-orang Pek Bwee Kauw terkurung oleh lautan pedang dan golok, tapi mereka tentu tak akan menyerah pada manusia-manusia semacam kau !!" katanya dengan suara menghina. "Majulah, aku juga tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi! Jiwamu pasti akan kukirim keakherat !!"
"Jangan kau bicara terkebur, Thian-san Sian-eng ..... !" bentak Cioe Wie. "Hari ini adalah hari kematianmu, walaupun kau dapat lolos dari tangan kami, tapi apakah kau dapat lolos dari panah beracun kami ?"
"Tak guna kita banyak bicara." seru Auw-yang Boen dengan suara yang keras. "Majulah !!" dan dia sendiri telah menerjang Cioe Wie. Pedangnya ditusukkan keperut orang, sehingga Cioe Wie terpaksa harus menangkisnya. Suara dua senjaa itu bentrok terdengar nyaring. Kemudian Auw yang Boen telah membarengi menyerang lagi dengan jurus 'To Say Kim-chee' atau 'Menyawer uang emas' pedangnya bergerak cepat sekali.
Berulang kali Cioe Wie terpaksa harus menangkis serangan orang. Dia tahu Thian-san Sian-eng lihai, tak boleh dibuat main, maka itu, tanpa berayal lagi dia mengangkat goloknya tinggi-tinggi untuk menangkis, kemudian tangan kirinya diulap-ulapkan dua kali. Terlihat beberapa orang terjun ke dalam air, itulah anak buah Cioe Wie yang telah bersiap-siap. Mereka menyelam ke dalam air dan menuju keperahu dengan maksud membor bagian perahu itu. Inilah hebat, kalau sampai perahu itu kena dibor tentu mereka yang ada di perahu ini akan ikut karam. Sedangkan kalau mereka pandai berenang, mereka tak mungkin lolos dari panah beracun orang-orang Mo-in-shia itu. Disebabkan itu, Auw-yang Boen dan Sung Ming jadi nekad, mereka bermaksud untuk menawan Cioe Wie, karena dalam anggapan mereka, memenangkan perang harus merubuhkan panglimanya terlebih dulu. Maka itu, dengan seruan yang panjang, Auw-yang Boen dan Sun Ming mengerahkan ilmu pedang Liau Hoan Toat Beng Kiam mereka, menyerang sscara berantai pada orang-orang Cioe Wie, sehingga mereka jadi terdesak hebat. Yang benar-benar kewalahan adalah Cioe Wie, sebab dia bertempur seorang diri melawan Auw-yang Boen, maka itu, di kala orang menyerang dia secara berantai, maka dia jadi kelabakan juga.
"Sung Ming Soe-tee---!" seru Auw-yang Boen pada adiknya pada suatu ketika. "Mari kita tangkap orang she Cioe ini !!" dan pedangnya lebih gencar lagi menyerang Cioe Wie, sehingga benar-benar Cioe Wie keripuhan.
Tapi, biar bagaimana Cioe Wie tetap seorang jago yang cukup kosen, dia tak menjadi gugup disebabkan keadaannya itu. Dia memutar goloknya untuk melindungi tubuhnya dari serangan pedang Auw-yang Boen, sehingga terdengar berulang kali suara benturan senjata tajam mereka. Kemudian dia melompat keburitan sambil berteriak; "Angin kencang .....!" itulah kata-kata sandi untuk mereka, yang artinya kabur.
Auw-yang Boen dan Sung Ming jadi gugup melihat orang akan kabur. Kalau sampai Cioe Wie dan kawan-kawannya terlepas dari tangan mereka, maka akibatnya akan hebat bagi mereka. Maka dari itu, dengan menjejakkan kaki, mereka melesat kearah buritan, namun mereka agak terlambat, karena Cioe Wie dengan kawan-kawannya telah mengenjotkan tubuh mereka, melompat keperahu mereka.
Auw-yang Boen dan Sung Ming jadi mengeluh, kalau sampai orang-orang Mo-in-shia itu terlepas, mereka bisa celaka.
Khu Sin Hoo yang menyaksikan sejak tadi jalannya pertempuran antara Thian-san Sian-seng dan Cioe Wie serta kawan-kawannya itu, jadi menggeleng-gelengkan kepala. Walaupun kalau dilihat sepintas lalu orang-orang itu mempunyai kepandaian ilmu silat yang cukup lumayan, tapi tak ada sarinya, mereka hanya baru mempelajari kulitnya saja .....! Waktu melihat Cioe Wie mau melarikan diri, Khu Sin Hoo juga jadi berkuatir. Karena biar bagaima, kalau sampai orang she Cioe itu terlepas, mereka bisa celaka. Perahu yang mereka tumpangi ini akan tenggelam karam dibor oleh orang-orangnya Cioe Wie. Maka itu, cepat-cepat Kho-Sin Hoo melompat ke arah buritan, gerakannya gesit sekali, sehingga orang-orang yang ada di situ tak dapat melihat tegas. Lalu dengan mengeluarkan bentakan "Tahan !" dia mengulurkan tangannya menjambret punggung Cioe Wie.
Cioe Wie mengetahui datangnya serangan itu dari samberan angin, namun ketika dia belum tahu apa-apa, tak terduga punggungnya sudah kena dicengkeram oleh Kho Sin Hoo sampai orang she Cioe itu mengeluarkan seruan tertahan. Lebih-lebih ketika dia merasakan dua jalan darahnya tertotok, yaitu Jwan-ma-hiat serta Khie-keng-hiatnya, seketika itn juga semangatnya lenyap dan tubuhnya jadi lemas di dalam cengkeraman Khu Sin Hoo.
Pada saat itu Khu Sin Hoo sendiri telah turun di buritan lagi dengan di tangannya menenteng Cioe Wie.
''Perintahkan orang-orangmu untuk 'menyingkir!" perintah Khu Sin Hoo dengan suara yang berwibawa. "Nanti Pin-ceng melepaskan kau dalam keadaan selamat !"
Cioe Wie mendelikkan matanya pada orang yang telah menawannya, dilihatnya bahwa orang itu adalah Hwee-shio yang menjadi penumpang kapal Coa Wie Sie itu juga. Dia jadi mendongkol dan matanya mendelik bertambah lebar.
Anak buah Cioe Wie jadi terkejut melihat pimpinan mereka kena ditawan musuh, mereka jadi berseru-seru murka dan akan meluruk ke kapal Coa Wie Sie, sehingga jurangan kapal itu jadi ketakutan sekali dan bersembunyi di belakang tiang layar. Apa lagi waktu dilihatnya anak buah Cioe Wie telah mementang gendewa dengan anak panah ditujukan kearah kapalnya, tubuh orang she Coa yang menjadi juragan perahu itu jadi menggigil saking ketakutannya.
Khu Sin Hoo telah meletakkan Cioe Wie di lantai perahu, tapi Cioe Wie tetap tak dapat bergerak, karena dua jalan darah penting yang berada di tubuhnya telah ditotok oleh Hwee-shio itu. Itulah yang membikin hati Cioe Wie jadi mendongkol dan murka, sahingga dia jadi mengawasi Hwee-shio itu dengan mata mendelik lebar.
Khu Sin Hoo telah merangkapkan tangannya sambil menyebut nama sang Buddha.
"Perintahkantah anak buah Sie-coe mundur menjauhi perahu kami !" kata Khu Sin Hoo sabar. "Nanti Sie-coe pasti kami lepaskan dalam keadaan selamatl"
Cioe Wie tak menyahuti, dia melotot kepada si Hwee-shio. Sedangkan Thian San Sian-eng telah menghampiri mereka dan memberi hormat pada Khu Sin Hoo.
"Terima kasih atas bantuan Loo-cianpwec .....!" kata mereka hampir berbareng dan memberi hormat kepada Khu Sin Hoo.
Khu Sin Hoo merangkapkan tangannya membalas pemberian hormat orang. Dan ketawa sabar.
"Tak ada yang perlu diucapkan terima kasih !" kata si Hwee-shio. "Semua ini kulakukan hanyalah untuk keselamatanku juga ..... tak ada sangkut pautnya dengan kalian !"
Muka Thian-san Siang-eng jadi berubah merah, tapi mereka tak marah dan tak berani berlaku ceroboh, karena tadi mereka telah melihat kegesitan orang, yang diduganya tentunya berkepandain tinggi sekali. Mereka menyingkir ketepi perahu.
Khu Sin Hoo telah menuju ke buritan perahu, dia mengnadapi kawannya Cioe Wie.
"Dengarlah!!" teriakuya dengan suara yang n yaring. "Kawan kalian berada di tangan kami, maka jika kalian melakukan suatu tindakan yang merugikan kami, jiwa kawanmu itu tak terjamin lagi jiwanya !! Menyingkirlah, berilah kami jalan!!"
Kawan-kawan Cioe Wie yang berada di kedua perahu berkepala naga itu jadi gaduh, mereka ada yang memaki-maki si Hwee-shio, ada juga yang kasak-kusuk merundingkan sesuatu. Tapi nyatanya, kedua perahu itu kemudian menyingkir ke tengah, memberi jalan kepada perahu Coa Wie Sie. Jiauw Pie Jielay Khu Sin Hoo melambaikan tangannya memanggil juragan perahu she Coa itu, yang menghampiri dengan tubuh menggigil, Khu Sin Hoo memerintahkan padanya untuk menjalankan perahunya.
Coa Wie Sie mengiyakan, dia lalu mengemudikan perahunya lewat di samping kedua perahu lawan yang telah menghadang perjalaaan mereka. Tubuh Coa Wie Sie jadi lebih gemetar waktu dia melirik dan kebetulan melihat pandangan orang-orang yang ada di atas kedua perahu itu yang garang luar biasa. Dia sampai menundukkan kepala tak berani menatap lagi.
Khu Sin Hoo sendiri telah kembali duduk di samping Han Han. Dia tak memperdulikan Thian-san Sian-eng, itu sepasang pendekar dari gunung Thian-san.
Auw-yang Boen dan Sung Ming kakak beradik seperguruan itu juga salah tingkah. Sebetulnya mereka ingin menyatakan terima kasih mereka sekali lagi pada Khu Sin Hoo karena secara tak langsung Hwee-shio tua itu telah menyelamatkan jiwa mereka. Tapi melihat sikap Hwee-shio itu yang dingin dan wajahnya yang murung, mereka jadi tak berani menghampiri. Akhirnya mereka duduk di dalam tenda.
Perahu meluncur terus, sedangkan kedua perahu Mo-in-shia mengikuti dari belakang dalam jarak tertentu. Khu Sin Hoo melihat itu, dia memerintahkan Coa Wie Sie untuk mempercepat jalannya perahu. Dengan kegugupan menguasai dirinya, Coa Wie Sie mengiyakan, lalu menambah kecepatan jalannya kendaraan air ini .....!
Setelah berjalan agak jauh juga, akhirnya Khu Sin Hoo menggapekan tangannya pada Thian-san Sian-eng.
"Kemari kalian !!" pauggilnya.
Cepat-cepat Thian-san Sian-eng menghampiri, mereka menjura pada Hwee-shio itu.
"Ada perintah apakah To-tiang ?" tanya mereka hampir berbareng.
Khu Sin Hoo memang paling aneh sifatnya, kalau dia tak senang dengan seseorang walaupun orang itu menegurnya dengan cara yang sopan dan manis, tokh dia tetap tak menyenangi orang itu. Maka itu, waktu mendengar pertanyaan Thian-san Sian-eng, dia hanya mendengus. Orang tua she Khu ini tadi telah mendengar kedua anak muda itu bicara terlalu takabur, padahal kenyataannya kepandaian mereka tak seberapa.
"Tadi kalian menyebut-nyebut tentang Pek Bwee Kauw !" katanya dengan suara yang dingin. "Kalian pernah apa dengan Thio See Ciang, itu Kauw-coe dari Pek Bwee Kauw ?!"
Mendengar ditanyakannya Thio See Ciang cepat-cepat Auw-yang Boen dan Sung Ming memberi hormat.
"Kami adalah bawahan Thio Kauw-coe .....!" mereka menyahuti. "Apakah Loo-cianpwee sahabat dari Thio Kauw-coe ?" mereka tetap memanggil Loo-cianpwee, sebab mereka melihat, selain usia Hwee-shio itu sudah lanjut benar, juga kepandaiannya sangat tinggi sekali. Mereka menyaksikan kepandaian Hwee-shio itu tadi waktu mencekuk Cioe Wie.
Khu Sin Hoo telah mendengus.
"Hu! Hu! Apakah Thio See Ciang pantas menjadi sahabatku ?" si Hwee-shio menggumam seorang diri, suaranya tawar.
Auw-yang Boen dan Su Ming jadi melengak. Tadi orang telah membela mereka, karena itu mereka menduga paling sedikit Hwee-shio ini tentu sahabat Kauw-coe mereka. Tapi nyatanya sekarang kalau didengar dari nada suaranya, si Hwee-shio sangat meremehkan Kauw-coe mereka itu. Mereka benar-benar jadi bingung.
"Too-tiang ..... " panggil mereka.
Tapi belum lagi perkataan mereka itu selesai diucapkan, Khu Sin Hoo telah memotongnya : "Sebetulnya mengapa di antara kalian dengan orang-orang Mo-in-shia itu sampai tcrjadi bentrokan?"
"Semua ini disebabkan orang-orang Mo-in-shia gila hormat!" menerangkan Auw-yang Boen. "Kami kebetulan lewat di daerah mereka, dan mereka telah meminta agar kami mengunjuk hormat pada ketuanya namun disebabkan cara mereka kasar, Boan-pwee berdua telah menolaknya. Mereka jadi marah dan memusuhi Boan-pwee berdua."
Khu Sin Hoo ketawa dingin.
"Mo-in-shia memang bukan suatu perkumpulan yang baik!" katanya perlahan. "Tapi Pek Bwee Kauw juga tak dapat disebut sebuah perkumpulan yang baik, karena aku sendiri sering mendengar tentang kekejaman orang-orang Pek Bwee Kauw yang sering mengganggu ketenangan masyarakar. Di sini, kebetulan kita berjumpa, aku si-Hwee-shio miskin ingin menasehati, agar setibanya di daratan, kuminta kalian kembali ke jalan yang benar, tinggalkanlah perkumpulan Pek Bwee Kauw yang kotor itu. Kulihat dari wajah kalian, kamu berdua masih muda sekali. Maka dari itu, kalau sampai kalian terjatuh ke dalam tangan Pek Bwee Kauw dan menjadi anak buahnya, maka hal itu bukanlah akan meajadi bahan tertawaan orang-orang Kang-ouw !"
Auw-yang Boen dan Su Ming jadi tak tenang, karena si Hwes-shio sangat cerewet dan memberi nasehat-nasehat yang dirasakan tak perlu oleh orang she Auw-yang dan Su Ming. Yang membikin hati mereka mendongkol ialah tentang peaghinaan kepada Kauw-coe mereka sendiri. Maka dari itu, Auw-yang Boen telah membungkukan tubuhnya memberi hormat kepada Khu Sin Hoo.
"Too-tiang telah menolong kami, hal itu tentu takkan kami lupakan ..... tapi sekarang, kalau memang Loocian-pwee mengeluarkan sekali lagi kata-kata menghina terhadap Kauw-coe kami, dengan sangat menyesal kami harus mengatakan kepada Too-tiang, walaupun kaisar dan lautan golok, kami takkan mundur, biarlah kami menebus segalanya dengan jiwa kami !!"
"Jadi apa maksud kalian ?" tegur Khu Sin Hoo dingin, sambil melirik pada Cioe Wie yang masih menggeletak tak berdaya, karena jalan darahnya tetap membeku akibat totokan dari Khu Sin Hoo. Perahu Coa Wie Sie juga masih meluncur terus, diikuti oleh Mo-in-shia dalam jarak tertentu.
Auw-yang Boen ketawa dingin.
"Bagi kami mati adalah biasa .....!" katanya agak berani. "Maka dari itu, kalau ada orang yang berani menghina perkumpulan kami atau Kauw-coe kami, biarpun mati, kami akan mernbelanya sampai titik darah kami yang penghabisan!!''
Mendengar perkataan Auw-yang Boen yang bersemangat itu, Khu Sin Hoo tersenyum tawar.
"Hebat! Hebat !!" katanya dengan suara mengejek ..... "Kalian baru merupakan dua orang bocah bau pupuk, untuk apa bicara begitu sombong di hadapanku ?! "
Wajah Thian-san Siang-eng jadi berubah hebat, dari pucat lalu berubah menjadi merah padam lagi,
"'Siapakah Sian-soe sebenarnya ? " tegur Sang-Ming mendongkol.
"Apakah kau benar-benar ingin mengetahui namaku ? " tanya si Hwee-shio sambil ketawa. Sung-Ming mengangguk..
"Yar ..... katakanlah, mungkin kalau memang Sian-soe keberatan, memang tak menjadi soal, tapi semua ini pasti akan kami laporkan kepada Kauw-coe kami!"
"Bagus!" seru Khu Sin Hoo keras. "Aku, memang ingin sekali-sekali dapat bertemu dengan Thio See Ciang, agar aku bisa menghajarnya, agar lain kali kalau dia memilih anak buah lebih hati-hati dan memilih orang yang sopan, tahu etiket ..... ! "
Auw-yang Boen jadi menegerutkan sepasang alisnya.
''Bolehkah Boan-pwee mengetahui namai Sian-soe yang besar ?" tanyanya,
"Hmmm ..... nama besar ! Nama besar !! Apa gunanya nama besar kalau dalam kenyataannya kita tak mempunyai kepandaian yang tinggi ? Untuk apa semua itu ?!"
Auw-yang Boen dan Sung Ming jadi tambah mendongkol. Biar bagaimana mereka adalah anggota Pek Bwee Kauw, maka biar Hwee-shio itu telah menolong mereka secata lak langsung, tapi kalau Hwee-shio ini berani menghina Kauw-coenya, mereka tentu akan bertempur menerjang Hwee-shio itu.
Melihat kelakuan kedua anak muda itu, kembali Khu Sin Hoo ketawa ewa.
"Orang-orang di dunia persilatan memanggilku dengan sebutan si Khu tua ..... sedangkan namaku Sin Hoo ..... !" menerangkan Sin Hoo dengan suara yang perlahan. Sikapnya tenang luar biasa.
"Khu ..... Khu Sin Hoo?" tanya Auw-yang Boen dan Sung Ming terkejut. Walaupun mereka belum pernah bertemu dengan Khu Sin Hoo, tapi mengandalkan cerita-cerita yang didengar dari orang-orang angkatan yang lebih tinggi dari mereka, mereka mengetahui kepandaian Khu Sin Hoo sukar diukur. Mereka jadi menatap bengong pada Hwee-shio tua itu, lalu beralih pada Han Han yang juga sedang mengawasi mereka, kemudian mereka memandang Khu Sin Hoo lagi,
Jiauw Pie Jie Lay Khu Sin Hoo telah ketawa tawar.
"Pergilah kalian mengasoh ..... aku tak mau diganggu lagi!" katanya dingin, dia mengibaskan lengan bajunya yang kebesaran, sehingga serangkum angin serangan menerjang Auw-yang Boen dan Sung Ming, membuat kedua anak muda yang bergelar Thian-san Sian-eng jadi terhuyung ke belakang beberapa tindak. Mereka jadi kagum cara mengirim angin serangan, .meminjam tenaga luar hal itu jarang sekali dapat dilakukan oleh jago-jago silat, kafan ssumpa-manya mereka belum mengetahui dan bisa mengendalikan hawa murni yang berpusat di Tan-tian- ..... Thian-san Sian-eng jadi tak berani berayal lagi, mereka mengundurkan diri dan duduk di tempat asalnya yang membelakangi buritan.
Ssbetulnyi nasib kedua orang Pek Bwee Kauw itu masih baik, karena kalau saja Han Han mengetahui bahwa Kauw-coe dan Pek Bwee Kauw itulah yang menyebabkan ayah dan ibunya menjadi gila, maka siang-siang jiwa mereka pasti akan terbunuh di situ juga oleh Khu Sin Hoo. Untung saja si bocah hanya mengetahui bahwa orang yang mendatangi rumahnya adalah Kim-see Hui Hong, Bo Tho, Jie Su-ok dan Giok Hok-shia. Sebab itulah, walaupun Khu Sin Hoo mengetahui jeleknya perkumpulan Pek Bwee Kauw yang sering main hakim sendiri dan sangat telengas sekali, namun dia tak membunuh orang Pek Bwee Kauw itu, dalam anggapannya mereka tentu tak mengetahui segala apa yang dilakukan oleh Kouw-coe mereka sendiri !! Itulah nasib baik dari Thian-san Sian-eng ..... !
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
(Bersambung) JILID VI PADA saat itu perahu masih meluncur terus dengan diikuti oleh dua perahunya orang-orang Mo-in-shia, biarpun menguntit terus, tokh kedua perahu Mo-in-shia tak berani datang dekat, mereka hanya mengikuti dari jarak yang cukup jauh.
Coa Wie Sie. si juragan perahu masih dag-dig-dug hatinya, dia sering melirik ke arah kedua perahu orang-orang Mo-in-shia yang masih membuntuti perahunya dalam jarak tertentu, Juragan perahu tersebut jadi gelisah sekali, dia takut terjadi pertempuran sehingga adanya pertumpahan darah di perahunya, hal ini akan membuatnya berabe, lagi pula dia takut nanti dirinya raenjadi sasaran kemarahan orang-orang Mo-in-shia tersebut. Keringat dingin membanjiri kening dan tubuh juragan perahu she Cioe tersebut.
Dan pemimpin orang-orang, Mo-in-shia, Ciu Wie, yang tertawan oleh Khu Sin Hoo meringkuk tak dapat bergerak, karena jalan darahnya ditotok oleh Hwee-shio itu. Matanya mendelik ke arah Khu Sin Hoo berulang kali dia memperdengarkan suara dengusannya.
Thian-san Sian-eng yang melihat orang selalu mendengus sambil mendelik, jadi ketawa mengejek,
"Lihatlah Soe-heng !!" kata Song Ming sambil menunjuk Cioe Wie, dia ketawa mengejek, "Tadi dia galak luar biasa, sekarang mati kutu seperti kerbau yang akan disembelih, selalu mendengus ..... !"
Auw-yang Boen juga ketawa sambil memandang dengan pandangan menghina kepada Cioe Wie.
"Ya," dia menyahuti, "Sekarang Mo-in-shia baru memperoleh pelajaran, bahwa orang-orang Pek Bwee Kauw tak dapat diremehkan ..... !"
Dan, Thian-san Sian-eng ini ketawa mengejek dengan berulang kali mengeluarkan suara ejekan.
Mata Cioe Wie jadi semakin melotot, dia meludah ke arah kedua anak muda itu. Namun disebabkan jarak mereka cukup jauh, sehingga ludah itu tak dapat mengenai Auw-yang Boen dan Sung Ming.
Tetapi hal ini telah membikin Thian-san Sian-eng jadi murka. Mereka tak mau orang menghina dengan ludahnya itu. Lebih-lebih Auw-yang Boen yang sifatnya agak berangasan, dia berdiri menghampiri Cioe Wie.
"Orang sbe Cioe, apakah kau minta dihajar?" bentaknya dengan suara yang keras. "Apakah kau kira kami orang-orang Pek Bwee Kauw tak berani membikin kepala terpisah dari tubuhmu yang tak ada harganya itu ?! Hmm! Janganlah membikin Auw-yang Siauw-yamu jadi murka, sekali perasaannya tersingguug, maka kepalamu itu tak mungkin dapat nempel terus di lehermu !!" Siauw-ya ialah tuan muda.
Cioe Wie ketawa mengejek. Matanya mendelik lebar.
"Apakah kau duga orang-orang Mo-in-shia jeri pada kematian ?!" katanya dengan suara yang aseran. "Kalau memang kau mau bunuh, bunuhlah !!"
"Hmm ..... tak mudah untukmu mampus begitu saja !" menyahuti Auw-yang Boen sambil ketawa mendecih, ternyata dia sangat meremehkan tawanannya itu. "Walau pun kau mampus, tokh belum tentu kau dapat ! Kalau kami mau, kau tak bisa menjadi memedi ! Kami akan memutuskan seluruh urat-urat jalan darah terpenting ditubuhmu, maka untuk seterusnya, selain ilmu silatmu punah, juga kau akan menjadi si manusia bercacajang tak ada gunanya !" Hebat ancaman Auw-yang Boen, tapi Cioe Wie benar-benar tak jeri pada anak muda ini. Dia malahan mendengus menghina anak muda she Auw-yang tersebut, kemudian memalingkan wajahnya tak mau memperdulikan jago Thian-san ini.
Auw-yang Boen jadi mendongkol melihat sikap orang yang tak mau memperdulikannya itu, dia mengayunkan kakinya menyepak punggung orang she Cioe itu.
"Bangsat! Apakah kau benar-benar mau mampus ?" bentaknya gusar, dia bukan hanya menyepak saja, tangannya juga bergerak menampar wajah orang she Cioe yang menjadi tawanannya.
"Plaakkkk!" tangan Auwyang Boen bersarang di pipi Cioe Wie, sehingga menggusarkan orang she Cioe tersebut. Dia meludahi muka Auwyang Boen, karena jarak mereka sangat dekat sekali, maka dengan tepat ludah itu mengenai muka Auwyang Boen.
Anak muda she Auwyang tersebut jadi gelagapan untuk sesaat lamanya, namun di saat dia tersadar apa yang terjadi dia jadi sangat murka sekali.
"Sreettt!" dia mencabut pedangnya, yang sudah lantas terhunus di tangannya.
"Bangsat! Kau benar-benar minta Toaya, tuan besarmu, untuk menghabiskan jiwa anjingmu ini, heh?!" bentaknya gusar.
Cioe Wie mendengus, dia tak meladeni, hanya membuang pandangannya ke arah lain seperti juga tak mengacuhkan anak muda she Auwyang itu.
Hal tersebut menggusarkan Auwyang Boen dia sampai berjingkrak bahna gusarnya. Kemudian diayunkan pedangnya untuk menabas kepala tawanannya itu, karena dia sudah mata gelap ......


Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat itu, Khu Sin Hoo berseru gusar, dia mencelat dan tahu-tahu pedang anak muda she Auwyang telah dapat direbutnya dan 'plaakkk'! pipi Auwyang Boen telah kena ditamparnya cukup keras, sehingga tubuh Auwyang Boen terhuyung beberapa langkah.
"Kau ..... kau ..... " Auwyang Boen ingin memaki pendeta yang telah merebut pedang dan menampar pipinya. Walaupun betul tadi Hwee-shio ini yang telah menolong keselamatan mereka dari tangan orang-orangnya Mo-in-shia, tapi sebab pipinya ditampar begitu macam dan lagi pula pedangnya telah dapat direbut oleh Khu Sin Hoo sehingga anak muda yang cepat naik darah ini murka sekali.
"Hmm bocah! Dengan seenak perutmu kau menyiksa seorang tawananku .....! bentak Khu Sin Hoo. "Apakah kau mencari mati ?"
Menatap mata Khu Sin Hoo yang bersinar tajam, makian yang telah sampai ditenggorokkannya jadi ditelan kembali oleh anak muda she Auwyang tersebut dia jadi keder.
"Loo-cian-pwee .....!" achirnya dia berkata juga. "Orang ini sangat kurang ajar sekali, maka kami rasa dengan memperlakukan padanya dengan cara ini, seharusnya dia musti mengucapkan terima kasihnya kepada kita. Tapi tokh, orang Mo-in-shia ini benar-benar tak mengenal aturan, dia malah telah meludahi Boan-pwee ! Dan hal ini kukira telah keterlaluan, lagi pula orang she Cioe dari Mo-in-shia ini telah bosan hidup, dia sangat kurang ajar sekali."
Khu Sin Hoo mendengus dingin, sikapnya tawar sekali,
"Hmm ..... biarpun dia berlaku kurang ajar yang melampaui batas, tapi kau tak berhak untuk menyiksanya ! Pinceng yang menawannya, sehingga dia menjadi tawanan Pinceng. Kalau memang kau masih bermaksud ingin menyiksanya, maka kau harus menghadapiku terlebih dulu !!" angker sekali wajah Hwee-shio ini, dia menatap muka orang tajam sekali.
Melihat pancaran mata Hwee-shio itu yang bersinar. Auwyang Boen jadi jeri. Hatinya telah keder lebih dulu, apa lagi tadi Khu Sin Hoo telah memperkenalkan dirinya, sehingga Auwyang Boen mengetahui bahwa pendeta aneh ini berkepandaian tinggi sekali, sangat kosen, sehingga sukat untuk diukur kelihaian si-Hwee-shio.
"Maafkanlah kalau memang perbuatan Boan-pwee tadi telah melancangkan Sian-soe .....!!" kata Auwyang Boen agak lunak, karena dia agak keder untuk berhadapan dengan orang lihai ini. "Tapi ..... "
"Tadi Pinceng telah membuka mulut mengeluarkan kata-kata yang menjamin keselamatan orang tawanan Pinceng itu, maka kalau sampai terjadi sesuatu yang tak diinginkan, mau ditaruh di mana mukaku ini ?!" kata Khu Sin Hoo mendongkol, dia memotong perkataan anak muda itu. "Nah, ambillah pedangmu ini !" dau Khu Sin Hoo mengembalikan pedang Auwyang Boen yang tadi dapat direbutnya.
Auwyang Boen menyambut pedangnya itu, dia baru saja mau membuka mulut untuk mendebat perkataan Hwee-shio itu, tiba-tiba terdengar orang-orang Mo-in-shia yang berada di dalam kedua kapal di belakang kapal Coa Wie Sie bersorak keras sekali, tampaknya mereka kegirangan, teriakan mereka juga menggemuruh.
Semua orang yang berada di dalam perahunya Coa Wie Sie jadi heran, mereka menoleh. Termasuk Khu Sin Hoo, yang juga menoleh sambil mengerutkan sepasang alisnya.
Waktu semua mata ditujukan pada kedua kapal orang-orangnya Mo-in-shia, wajah semua orang yang berada di dalam perahunya Coa Wie Sie jadi berobah pucat, malah Auwyang Boen sendiri sampai mengeluarkan seruan kaget, tubuhnya agak tergetar.
Apa yang dilihat oleh orang-orang itu ?!
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 14 DIANTARA gemuruhnya sorak-sorai orang-orang Mo-in-shia yang ada di kedua kapal yang mengikuti kapal Coa Wie Sie, tampak meluncur mendatangi sebuah kapal yang besar dari jurusan muka. Kapal itu diperlengkapi oleh tiga layar dan di puncak tiang layarnya, berkibar sehelai bendera, dimana terlukis sebuah tengkorak manusia dan dibawah tengkorak itu, terlukis sepasang pedang yang berwarna merah. Kapal itu meluncur mendatangi bagaikan sebuah bayangan gunung yang menjulang tinggi.
Coa Wie Sie sendiri jadi gemetar ketakutan, wajahnya pucat pasi. Dia takut perahunya ketabrak oleh kapal itu, perahunya pasti akan hancur berantakan.
Thian-san Sian-eng sendiri jadi pucat wajah mereka waktu melihat kapal itu.
"Mo-in-shia !!" mereka berseru tertahan hampir berbareng. '
Hanya Khu Sin Hoo yang menatap kedatangan kapal besar itu sambil mengerutkan alisnya, dia mendengus, lalu tanpa memperdulikan semua orang yang berobah wajahnya menjadi pucat, si-Hwee-shio kembali kedekat Han Han.
"Telah datang kawan-kawannya orang she Cioe yang kita tawan itu!" bisik Khu Sin Hoo pada Han Han. "Kalau nanti terjadi suatu partempuran, kuminta kau menyingkir agak jauh .....!!"
"Lihaikah orang-orang yang sedang mendatangi itu, Sian-soe?" tanya Han Han sambil memandang ke arah kapal besar yang sedang meluncur mendatangi, bagaikan sebuah gunung raksasa yang bergeser akan menguruk perahunya Coa Wie Sie.
Khu Sin Hoo ketawa tawar.
"Walaupun mereka lihai, belum tentu mereka dapat menghinamu, Han-jie !!" katanya kemudian sambil mengusap-usap kepala si bocah.
"Sian-soe ..... !" tergetar suara si bocah Han ini, karena hatinya terharu melihat si Hwee-shio begitu menyayangi dirinya.
Khu Sin Hoo tersenyum lembut, penuh kasih-sayang.
"Kau jangan takut ..... tak nantinya ada orang yang dapat mengalahkan diriku'!" katanya cepat, dia duga si-bocah sedang ketakutan melihat datangnya kapal besar itu. "Selama ada aku di sisimu, maka kau jangan kuatir nanti diganggu orang seujung rambutmupun !!"
Air mata Han Han jadi menitik melihat kasih-sayang Hwee-shio ini kepada dirinya.
"Kau sangat baik sekali, Sian-soe ..... !" katanya dengan suara yang perlahan. "Entah bagaimana nanti aku harus membalas budimu ini ?!"
Kembali Khu Sin Hoo ketawa tawar.
"Kukira hal itu tak perlu dibicarakan Han-jie !' kata Hwee-shio tersebut tawar. "Budi dan dendam selalu bermunculan di dalam dunia ini, maka kalau memang seseorang tak menaruh dendam pada seorang lawannya, tentu akan menaruh budi pada seorang kawannya ! Semuanya memang harus begitu Han-jie, tak budi, tak dendam, semuanya sama, kosong tak ada artinya .....! Siapa yang dapat melenyapkan kedua perasaan tersebut, orang itu akan bahagia ..... "
Han Han mengangguk-anggukkan kepalanya, dia mengerti apa maksud perkataan Hwee-shio itu. Dia sebagai seorang bocah cilik yang masih berusia muda sekali, baru berusia sepuluh tahun, telah hidup terlunta-lunta, karena ayah dan ibunya telah gila dan keempat murid ayahnya juga telah gila pula. Malah, di hati seorang bocah yang masih suci ini, tersembunyi sebuah dendam yang menyala, akan menimbulkan kobaran api kekacauan dan kekeruhan nantinya.! Memang perkataan Khu Sin Hoo benar, manusia yang dapat menghindarkan diri dari dua perasaan yang disebut dendam dan budi itu, maka hidup orang itu akan bahagia sekali, beruntung dalam penghidupannya yang tenang.
Pada saat itu kapal yang besar yang meluncur perlahan sekali sudah semakin mendekat, orang-orang Mo-in-shia yang berada di kedua perahu telah mendekatkan kendaraan air mereka itu pada kapal besar yang baru datang dan seorang demi seorang tampak, pindah kekapal besar tersebut.
Wajah Thian-san Sian-eng semakin lama jadi semakin pucat dan tak enak dipandang. Tangan mereka tampak meraba gagang pedang yang dicekalnya erat-erat, siap untuk menjaga segala kemungkinan. Mata mereka dipentaug lebar-lebar kearah kapal besar yang baru mendatangi itu, sikap mereka gelisah sekali.
Dari kapal besar itu tiba-tiba keluar seorang laki-laki bertubuh pendek kecil, kepalanya botak, hanya di bagian samping kepalanya yang botak itu ditumbuhi oleh beberapa helai rambut yang berwarna kuning. Gerakannya mantep sekali, menyatakan kesempurnaan ilmu si kate itu.
"Hian-san Sian-eng !!" terdengar orang itu, si-kate berteriak nyaring sekali, karena suaranya itu disertai oleh emposan tenaga dalamnya, Lwee-kangnya. "Kami dari pihak Mo-in-shia telah secara baik-baik mengundang kalian untuk mengunjuk hormat pada ketua kami, namun kalian malah telah sesumbar dan membusungkan dada serta menghina ketua kami dengan mulut kalian yang kotor itu! Hmmm ..... hari ini, sebelum kalian menangis darah, kami dari Mo-in-shia tak mungkin akan memberi pengampunan bagi kalian !"
Thian-san Sian-eng yang sejak tadi telah gelisah, jadi tambah tak tenang waktu melihat si kate, karena mereka mengetahui bahwa si-kate adalah Miauw, Siu, wakil dari ketua Mo-in-shia yang mempunyai kepandaian yang luar biasa tingginya, si kate terkenal kosen, sebab dia pernah menjatuhkan tiga orang Hwee-shio penjaga Tat-mo-tong di kuil Siauw-liem-sie. Di sebabkan hal itu, si kate dengan cepat dikenal di dalam rimba persilatan, namanya menjulang cepat sekali, banyak kawan maupun lawan yang jeri padanya. Dia juga terkenal dengan pukulan geledeknya, sebab telapak tangannya yang lebih besar dari umumnya kalau dibandingkan dengan ukuran tubuhnya yang kate, dapat menghajar pecah sepotong besi yang cukup tebal.
"Kau tentu orang she Miauw, bukan ?" tegurnya sambil tertawa tawar. "Kami memang sudah mendengar nama besarmu itu! E Tapi sekarang, walaupun kalian mengandalkan jumlah yang banyak, kami orang-orang Pek Bwe Kauw tak akan mundur satu langkah pun H Majulah, marilah kita bertempur untuk menentukan siapa yang dapat berdiri di permukaan sungai ini!!"
Si-kate, yang memang Miauw Siu, ketawa mengejek.
"Kalian dua orang bocah yang tak punya guna berani menantangku ?" tegurnya menghina. "Walaupun kau berlatih lagi sepuluh tahun, belum tentu kau dapat menyentuh bajuku! Hmm, lebih baik kau pulang saja menyusu lagi pada ibumu !!"
Wajah Sung Ming jadi merah padam, dia jadi murka sekali. Nyata orang tak pandang sebelah mata pada mereka berdua, padahal Thian-san Sian-eng mempunyai nama yang cukup besar di dalam kalangan Kang-ouw, maka sekarang, di kala orang memandang hina pada mereka, tubuh Sung-Ming jadi gemetar menahan kegusarannya.
"Jangan terkebur orang she Miauw!!" Sung Ming balas meneriaki si kate.. "Mungkin juga kepandaianmu setan botak lebih tinggi dari kami satu tingkat, tapi tokh kami tak takut! Kematian biasa bagi orang-orang Pek Bwee Kauw!! Nah, majulah, marilah kita bertempur sampai salah seorang di antara kita ada yang mampus !"
"Hmmm ..... Hmmm ..... apakah aku pasti bertempur dengan seorang bocah yang masih ada bau pupuknya?!" kata si kate mengejek. "Sudah kukatakan tadi, baiknya kau kembali saja kerumahmu dan mintalah pada ibumu itu untuk menyusu !!" dan Miauw Siu ketawa besar, sampai tubuhnya yang pendek itu tergoncang keras.
Muka Sung Ming jadi merah padam saking murkanya. karena pulang-balik orang telah menghinanya begitu macam. Begitu juga dengan Auwyang Boen, dia gusar sekali, sampai mementangkan mata-matanya lebar mendelik pada si kate itu. Walaupun Thian san Siang-eng ini mengetahui bahwa mereka bukan tandingan'Miauw Siu, dan kepandaian mereka masih kalah beberapa tingkat dari si kate ini. tapi tokh mereka jadi murka sekali, karena mereka diremehkan oleh si kate dan tak dipandang sebelah mata.
"Hai kate gundul ..... kalau memang kau mempunyai kepandaian, jangan kau pentang bacot saja di situ! Majulah. kami tak jeri pada setan penasaran botak semacam kau !" seru Auwyang Boen gusar. "Sekarang kau merupakan setan botak kate, nanti kami bikin kau menjadi setan tanpa kepala !" dan sengaja Auwyang Boen ketawa, dia sengaja ingin membikin hati orang panas.
Benar saja, wajah Miauw Siu jadi merah padam, tubuhnya yang pendek agak menggigil menahan kegusarannya. Dengan murka, dia menjejakkan kakinya mencelat dari kapal itu kearah perahu Coa Wie Sie.
"Bocah kurang ajar !" teriak si kate di kala tubuhnya melambung di tengah udara. "Akan kurobek mulut kotormu itu !" dan berbareng dengan habisnya perkataan si kate itu, tubuhnya sudah hinggap di buritan perahu Coa Wie Sie, matanya yang besar itu menyapu semua orang yang ada di perahu Coa Wie Sie.
Hebat gerakan si kate ini, tubuhnya sangat gesit dan lincah, juga lompatannya tadi sangat enteng sekali, menyatakan ilmu entengi tubuhnya telah mencapai kesempurnaannya. Malah yang lebih hebat lagi, jarak antara kapal besar itu dengan perahu Coa Wie Sie terpisah dalam jarak yang cukup jauh, yaitu sepuluh tombak lebih, tapi tokh si kate ini masih dapat hinggap di perahu orang she Coa dalam keadaan selamat, malah waktu dia hinggap, tampaknya enteng sekali.
Thian-san Sian-eng melihat kehebatan orang, mereka jadi berdiri bimbang. Nyata mereka jeri pada si kate ini.
"Hmmm .....!" saat itu si kate telah mendengus dengan suara yang dingin. "Sekarang biarpun kalian minta jalan hidup, tokh aku tak akan memberikannya! Bersiap-siaplah uutuk mampus, bocah bau !!"
Thian-san Sian-eng dari jeri jadi nekad, mereka juga bermaksud mengepungnya.
Biarpun kepandaian si kate tinggi dan dia kosen, tapi tokh dia cuman sendirian, sedangkan Thian-san Sian-eng berdua, dengan jalan mengeroyoknya, tentu si kate pasti akan dapat dirubuhkannya !
Si kate ketawa dingin melihat orang menjublek mematung saja berdiam diri.
"Cabutlah senjatamu !!" bentaknya dengan suara yang nyaring.
Thian-san Sian-eng tersadar mendengar bentakan si kate itu, dengan serentak mereka .mencabut pedang mereka masing-masing, mereka juga bersiap-siap untuk menyerang Miauw Siu.
Miauw Siu menyapu dengan matanya kepada orang-orang yang ada di perahu ini, matanya berkilat tajam. Kemudian, dia menghadapi Thian-san Sian-eng lagi.
"Hmmm majulah !'' bentak Miauw Siu lagi. "Mengapa kalian berdiri seperti patung saja ? !"
Thian-san Sian-eng jadi tambah mendongkol, dengan mengeluarkan seruan gusar, Auwyang Boen menusuk si kate dengan pedangnya. Sang Ming juga meniru perbuatan Soe-hengnya, pedangnya juga berkelebat menyerang si-kate dengan jurus ?Gie-san Tin-hay' atau 'memindahkan gunung dan membalikkan samudera'.
Melihat orang menyerang tanpa sungkan-sungkan; lagi, si kate ketawa pula, dengan gerakan yang sebat, dia melejit ke kiri, lalu tahu-tahu kakinya melayang menendang tangan Auwyang Boen dengan gerakan 'Tho-hoa-to' atau gerakan 'tendangan menyapu daun', sedangkan tangan kanannya merabuh tangan Sung Ming dengan jurus 'Wa Hun Keng Wei' atau 'Sinar surya membuyarkan uap', dia bermaksud untuk merebut pedang orang.
Auwyang Boen yang melibat orang menyerang dengan cara begitu, cepat-cepat dia menyingkir dari tendangan kaki si kate, lalu memutar pedangnya untuk melindungi tubuhnya. Sedangkan Sung Ming sendiri telah melompat ke samping, pedangnya ditarik kembali, kemudian disabetkan kearah tangan si kate, bermaksud untuk menabas patus tangan orang.
Si kate Miauw Siu ketawa dingin, dia bukannya melancarkan serangannya lagi, melainkan tubuhnya mencelat pesat sekali kearah Cioe Wie, kawannya yang tertawan. Memang tadi dia sengaja memancing Thian-san Sian-eng dengan serangannya, dia telah memperhitungkannya dengan menggunakan saat Auwyang Boen dan Sung Ming mengelakkan serangan, dia akan menolong kawannya yang tertawan itu.
Auwyang Boen dan Sung Ming jadi terkejut melihat kelakuan orang, mereka sampai mengeluarkan seruan. Cepat-cepat mereka menjejakkan kakinya untuk mengejar guna menghalangi maksud orang. Sebab, begitu Cioe Wie terbebaskan, habislah mereka, orang-orang Mo-in-shia akan lebih ganas lagi, perahu yang mereka tumpangi ini bisa dibikin bobol karam.
Pada saat itu Miauw Siu telah sampai di sisi Cioe Wie, dia mengulurkan tangannya untuk membebaskan totokan orang. Thian-san Sian-eng yang sedang melayang di udara, jadi mengeluh melihat itu, karena mereka terlambat menghalangi perbuatan si kate yang gesit luar biasa itu, mereka jadi gugup dan kalau sampai si kate bisa membebaskan totokan pada diri Cioe Wie. Habislah mereka. Saking gugupnya Auwyang Boen dan Sung Ming sampai mengeluarkan seruan, sedangkan jarak mereka dengan si kate masih terpisah lima tombak!
Cioe Wei sendiri sedang kegirangan melihat kedatangan si kate botak itu, sebab dia yakin dirinya akan dibebaskan dari tangan musuhnya itu. Dia jadi lebih girang lagi waktu Miauw Siu telah berada di hadapannya dan sedang mengulurkan tangannya untuk membebaskan totokan di dirinya.
"Miauw Loo-keh ! !" kata Cioe Wie girang. "Akhirnya kau datang juga untuk menolongi Siauw-jin ! !"
Miauw Siu hanya mendengus saja, dia mengulurkan tangannya untuk membebaskan totokan pada diri Coe Wie.
Namun ..... baru saja tangannya hampir menyentuh tubuh orang she Cioe itu, serangkum tenaga yang kuat sekali, menyerang dirinya.
Miauw Siu sampai mengeluarkan seruan tertahan, kalau dia meneruskan tangannya, punggungnya akan terserang, sedangkan tenaga serangan itu kuat sekali, maka si kate tak berani main-main, terpaksa dia menarik pulang tangannya, yang tadi diulurkan untuk membebaskan totokan pada diri Cioe Wie lalu diputar untuk menangkis serangan di belakangnya.
"Dukkk !" terdengar suara yang keras sekali, karena tangan si kate telah menangkis tangan si penyerang. Beruntun dengan itu, terdengar suara "Kreeekkk !" yang keras, ternyata lantai perahu yang diinjak oleh Miauw Siu telah pecah, karena kerasnya tekanan tenaga serangan dan kuatnya si kate menangkis, sehingga tubuhnya melesak di lantai perahu itu.
Miauw Siu cepat-cepat menarik pulang tangannya dan tubuhnya mencelat menjauhi, untuk menjaga segala kemungkinan. Dia juga heran, karena dia memperoleh kenyataan orang yang menyerangnya itu sangat lihai sekali. Siapakah dia?
Waktu telah dapat berdiri tetap, Miauw Siu mendelik mementang matanya lebar-lebar. Di hadapannya berdiri seorang Hwee-shio yang tadi duduk di pojok perahu itu. Se dangkan saat itu Thian-san Sian-eng telah sampai di situ juga.
"Siapa kau, kerbau gundul ?" bentak Miauw Siu murka, karena dia kena dihalangi oleh Hwee-shio itu dan menggagalkan rencananya.
Hwee-shio itu ketawa dingin.
"Hmmm ..... kalau aku kerbau gundulnya, maka kau anak kerbau gundulnya!" dia menyahuti. Mata si Hwee-shio bersinar tajam. "Orang ini adalah tawananku, maka kalau memang kau mau merebut orang dari tanganku, kau dapat merubuhkan Pin-ceng dulu!!"
Wajah si-kate Miauw Siu jadi berubah merah padam, dia mengkerutkan sepasang alisnya. Walaupun dia sangat murka, tokh dia tak berani sembarangan bergerak, karena dia tahu Hwee-shio ini lihai sekali.
"Siapakah nama besar Sian-soe ?" tegurnya. "Kami kira, antara Sian-soe dengan kami dari pihak Mo-in-shia belum pernah saling berhubungan, dan juga tak pernah bermusuhan ..... mengapa Sian-soe menawan orang kami ini ?!"
Hwee-shio itu ketawa dingin.
"Hmmm ..... aku si paderi miskin paling tak mau usil dengan urusan orang lain !" katanya dingin. "Tapi orang itu ..... di kala dia kalah bertempur dengan mereka ini ..... " dan Hwee-shio itu menunjuk Thian-san Sian-eng. "dia malah akan menggunakan akal busuk; akan membobolkan perahu kami ini dan akan menghujankan kami dengan panah-panah beracun !! Apakah orang-orang semacam dia ini patut diberi hidup ?"
Miauw Siu, si kate gundul menoleh sekilas pada Cioe Wie, kawannya yang masih menggeletak tertotok itu, kemudian dia menoleh kepada Thian-san Sian-eng. Si-kate ini mendengus, barulah dia menghadapi si-Hwee-shio lagi.
"Sian-soe ..... " kata si-kate kemudian. "Kukira dengan Sian-soe Mo-in shia tak pernah ada sangkutan, maka kalau tokh Cioe Wie mau mengambil tindakan begitu, kukira Sian-soe tak mungkin terseret-seret ..... "
"Kepalamu gundul, kate!!" bentak Hwee-shio itu, yang ternyata Khu Sin Hoo, dengan suara yang mengejek. "Apakah kau kira dengan karamnya kapal ini dan dihujani akan panah beracun, aku si paderi miskin tak akan mampus?! Hu ! Hu! Lidahmu benar-benar tak bertulang .....!!
Wajah Miauw Siu jadi berubah, matanya mencilak memain.
"Jadi apa mau Sian-soe?" tegurnya tak senang.
"Hmmm ..... aku mengingini kalian tetap meninggalkan kawannmu itu untuk tanggungan, sampai kami mendarat nanti!!" menyahuti Khu Sin Hoo dingin.
Wajah si-kate gundul itu jadi berobah merah, nyata dia gusar sekali.
"Apakah Sian-soe benar-benar tak ingin memberi muka padaku?" tanyanya keras.
Mendengar pertanyaan orang, Khu Sin Hoo , jadi ketawa keras, sampai tubuhnya tergoncang.
"Apakah orang semacam, kau kate gundul, perlu diberi muka dan dihormati ? " katanya mengejek. "Biasanya.....si kate adalah penipu, si kate adalah licik, si kate adalah....."
"Tahan.....!!" bentak Miauw Siu gusar dia tak tahan mendengar perkataan si-Hwee-shio, malah saking gusarnya dia sampai berjingkrak. "Kau adalah orang beribadat mau apa kau mengeluarkan kata-kata yang dapat melukai perasaan orang?"
"Hmm..... walaupun Loo-lap seorang paderi, tapi Loo-lap tak terikat dengan segala peraturan, maka itu, kalau memang kenyataannya itu licik, Loo-lap berhak untuk mengatakannya bahwa si-kate gundul ini licik dan seorang penipu besar.....! " menyahuti Khu Sin Hoo sambil mendengus mengejek.
Miauw Siu jadi gusar benar, dia mengeluarkan suara bentakkan, tubuhnya mencelat, kedua tangannya diulurkan untuk menyerang dia menyerang dengan bengis sekali.
Khu Sin Hoo melihat cara menyerang orang, dia ketawa mengejek.
"Hmmm. ..... permainan bangpak semacam ini mau dipertunjukan di hadapanku?" katanya sambil mengibaskan lengan jubahnya yang kebesaran, serangkum angin menyerang Miauw Siu.
Hebat kesudahannya ! Miauw Siu merasakan serangkum tenaga serangan yang tak kelihatan, yang kuat sekali, mendesak dirinya, hati si kate ini jadi mencelos, ia berusaha untuk mengelakkan namun berhubung tubuhnya sedang berada di udara, maka dengan tak ampun lagi, serangan tenaga yang kuat dari Khu Sin Hoo telah menghajar dirinya..... ia mengeluarkan jeritan kaget dan tubuhnya yang pendek cebol itu melayang lalu kecebur di-sungai, sampai air sungai muncrat naik ke atas!
Orang-orang Mo-in-shia melihat hal ini sampai mengeluarkan seruan kaget, sedangkan Thian-san Sian-eng bersorak mengejek.
Khu Sin Hoo menoleh menatap Thian-san Sian-eng sambil mengerutkan sepasang alisnya, kemudian dia memutar tubuhnya dan kembali ketempatnya di samping Han Han.
Pada saat itu Miauw Siu telah ditolong oleh orang-orangnya, dia naik keperahunya dengan tubuh basah kuyup. Wajalmya merah padam, matanya mendelik, menyatakan dia sangat murka sekali. Tetapi dia tak berani melompat ke kapal Coa Wie Sie, sebab dia sekarang mengetahui, Khu Sin Hoo lihai sekali. Dengan mengibaskan lengan bajunya, si kate memerintahkan orang-orangnya untuk menjalankan perahunya. Dalam waktu yang singkat perahu itu telah menjauh dari perahu Coa Wie Sie dan akhirnya kapal-kapal orang Mo-in-shia meninggalkan tempat tersebut.
Coa Wie Sie dan anak-anak kapal jadi menarik napas lega, juragan perahu tersebut memerintahkan anak buahnya untuk menjalankan perahu mereka lagi.
Thian-san Sian-eng juga telah duduk pada tempatnya semula.
Sedang perahu meluncur pesat tanpa rintangan lagi, tiba-tiba Han Han berdiri dan menghampiri Cioe Wie. Dia berjongkok di samping orang she Cioe itu.
"Loo-pek .....!" kata si bocah ramah.
"Mengapa kau tak duduk saja?!" Han bertanya begitu, sebab dia melihat orang sejak tadi hanya meringkuk saja.
Cioe Wie mendongkol bukan main, dia duga si bocah ingin mempermainkannya, maka itu, waktu dia ditanya begitu, dia hanya mendengus.
Han Han heran melihat sikap orang, tapi tokh dia bertanya lagi: "Apakah disebabkan tadi Loo-pek bertempur terus menerus maka kau lelah sekali.....?"
"Hmmm bocah bau ! Mau apa kau banyak bicara ?! Aku orang she Cioe telah jatuh di dalam tangan kalian, tapi jangan harap aku akan menghiba-hiba minta ampun.....! Kalau mau bunuh, bunuhlah!"
Han Han heran, dia jadi melengak.
"Heh..... siapa yang mau membunuh Loo-pek ?" tanyanya bingung. "Sudahlah Loo-pek, tak guna kita saling bermusuhan .....bukanlah lebih baik kita mengikat tali persahabatan.....bukankah ada pepatah yang mengatakan, semakin banyak sahabat, semakin bahagia hidup manusia...... Kurasa, antara Loo-pek dengan Jie-wie Gie-soe (kedua orang gagah) itu tak mempunyai ganjelan hati yang tak dapat diselesaikan, bukan?!"
Cioe Wie tak mau melayani bocah she Han itu, dia hanya mendengus dan mengawasi dengan mata mendelik.
Biar Han Han tabah, tokh melihat mata Cioe Wie yang begitu bengis, dia jadi keder juga. Cspat-cepat dia menghampiri Khu Sin Hoo.
"Tay-soe .....kasihan orang itu !" kata si bocah sambil menatap wajah Khu Sin Hoo. "Bisakah Tay-soe menolongnya dari penderitaannya itu ?"
Khu Sin H o tersenyum, wajahnya ramah sekali.
"Ya, ya, Han-jie.....!!" katanya cepat.
"Kukira di antara aku dengan dia tak ada permusuhan, maka karena ini adalah permintaanmu, mau aku membebaskannya .....!!" Sehabis berkata, benar saja Khu Sin Hoo berdiri dari duduknya dan menghampiri Cioe Wie.
Thian-san Sian-eng mendengar perkataan Khu Sin Hoo, mereka jadi terkejut. Malah Auwyang Boen. telah melompat berdiri dan menghampiri paderi itu yang sedang menghampiri orang tawanannya itu.
"Sian-soe ..... kuharap Sian-soe jangan membebaskan orang she Cioe ini dulu, sebab begitu orang she Cioe ini memperoleh kebebasannya, kita bisa berabe.....!!"
Khu Sin Hoo mendelik pada Auwyang Boen.
"Kalau memang aku membebaskan juga orang itu, kau mau apa ?" bentak nya aseran.
Wajah Thian-san Sian-eng, Auwyang Boen jadi berubah. Dia jeri melihat orang mendelik padanya, maka dari itu cepat2 dia menjura.
"Kalau memang Sian-soe ingin membebaskan juga, ya terserah pada Sian-soe saja .....!!" katanya dengan suara yang tawar.
Kemudian dia memutar tubuhnya dan kembali ketempatnya.
Khu Sin Hoo hanya mendengus melihat wajah Auwyang Boen, dia tahu orang penasaran. Tapi dia tak mau memperdulikannya. Sekali menepuk punggung Cioe Wie, maka orang she Cioe itu telah terbebaskan dari totokannya.
"Orang she Cioe..... kali ini karena memandang muka anak Han, mau aku membebaskanmu, namun kalau memang kau berbuat sesuatu yang membahayakan kami, maka aku terpaksa harus turun tangan ! Sebetulnya antara kau dan Loo-lap tak ada ganjelan apa-apa..... juga terhadap orang-orang Pek Bwee Kauw itu Loo-lap tak mempunyai hubungan sesuatu apapun, maka kalau memang tak membahayakan dan mengganggu diri Loo-lap, aku tak mau ikut campur urusan kalian !!"
Cioe Wie tak menyahuti, dia juga tak mengucapkan terima kasih, hanya bangkit berdiri dengan mata mendelik. Kemudian dia memutar tubuhnya kepada Han Han, katanya dingin : "Bocah, kau telah melepas budi padaku, maka pada suatu kali, aku pasti akan membalas budimu itu, sebab aku si orang she Cioe tak pernah menghabiskan antara budi dan dendam begitu saja !!"
Khu Sin Hoo hanya ketawa dingin saja, karena ia tahu, perkataan Cioe Wie itu ditujukan untuk dirinya dan Thian-san Siamg-eng, Cioe Wie mau maksudkan dia tidak akan melupakan budi kebaikan Han Han yang telah meminta kebebasan dirinya pada Sin Hoo, juga dia tak akan melupakan dendamnya pada Khu Sin Hoo dan Tkian-san Sian-eng, karena orang telah merubuhkannya !!"
Perahu meluncur terus, sampai akhirnya menepi dengan selamat.
Khu Sin Hoo mengajak Han Han turun dari perahu itu, begitu juga Cioe Wie yang telah melompat mendarat begitu perahu sudah mendekat pada tepian. Orang she Cioe itu sudah lantas kabur.
Thian-san Sian-eng turun belakangan, mereka agak mendongkol pada Khu Sin Hoo yang telah membebaskan Cioe Wie.
Sedangkan si paderi Khu Sin Hoo telah mengajak Han Han kesebuah rumah penginapan. Mereka bermalam di situ.
Pada tengah malamnya, penyakit si bocah kumat kembali, dia seperti orang kedinginan, tubuhnya menggigil dan giginya berkerat-kerot nyaring menahan perasaan dinginnya itu. Dia sampai dua kali tak sadarkan diri.
Menyaksikan penderitaan si bocah itu, Khu Sin Hoo berduka sekali, Dia tak dapat memberikan pertolongan kepada bocah itu dia hanya dapat menolong bocah itu dengan menotok jalan darah Cioe-kie-hiatnya untuk membikin bocah itu tertidur pulas agar penderitaannya berkurang.
Sedang Han Han tertotok pulas. Sin Hoo mengawasi wajah bocah itu yang sudah berobah biru gelap, mukanya juga perok sekali, di samping tubuhnya yang kurus sekali, Berulang kali Kho Sin Hoo menghela napas duka.
""Usianya masih demikian muda, tapi dia harus mengalami penderitaan sampai demikian macam..... "pikir paderi she Khu ini. "Hmmm..... semua ini gara-gara pengemis busuk yang tak mengenal perikemanusiaan.....!!"
Lama Sin Hoo mengawasi wajah Han Han dia merasa iba pada penderitaan bocah itu. Achirnya, dia menuju kepembaringan dan duduk bersemedi di situ.
Tetapi, belum lagi dia duduk bersemedi sepasangan hio, terdengar suara rintihan bocah itu. Rupanya disebabkan penderitaan hawa dingin dan panas, im dan yang, yang mengaduk di dalam tubuhnya, totokan Khu Sin Hoo pada jalan darah Cioe-kie-hiat si bocah tak membawa paedah banyak.
Si paderi jadi terkejut, dia sampai melompat turun dari pembaringannya dan menghampiri Han Han. Dipenksanya keadaan bocah itu. Dia heran luar biasa, karena biasanya kalau dia menotok jalan darah itu akan terbuka dengan sendirinya selama dua belas jam, tapi anehnya sekarang bocah ini walaupun ditotok perlahan jalan darahnya itu telah dapat terbuka dengan sendirinya hanya selama sepemasangan hio, Hal ini membingungkan Khu Sin Hoo, dia sampai memeriksanya berulang kali.
Pada saat itu Han Han masih merintih terus dengan gigi berkerot-kerot, wajahnya berubah-rubah, sebentar merah padam, sebentar lagi berubah menjadi ungu-gelap. Dia sangat menderita sekali.
Sin Hoo jadi putus asa melihat keadaan bocah mi.
"Apakah dia tak bisa tertolong lagi ? " gumamnya dengan "suara-berduka. "Apakah memang sudah nasibnya harus mati muda?!" dan karena mempunyai pikiran begitu, dan disebabkan hatinya berduka sekali, maka dia jadi mengawasi wajah bocah ini dengan air mata berlinang.
Tiba-tiba Han Han membuka matanya, dilihatnya keadaan paderi itu. Hati bocah she Han ini jadi terharu. Dengan menahan perasaan dingin dan panas yang mengamuk ditubuhnya, dia mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan si Hwe-shio.
"Tay-soe.....kau jangan terlalu memikirkanku ! " katanya dengan suara yang perlahan. "Aku tahu, semua ini mungkin sudah nasibku, sehingga keadaanku jadi begini macam ! Tapi.....kukira dalam beberapa hari, penyakitku ini akan sembuh..... !" dan si bocah berusaha untuk tersenyum, walaupun dengan bibir tergetar. Dia bermaksud untuk menghibur si paderi yang baik hati ini.
Tapi, bukannya terhibur hati Sin Hoo malah jadi tambah berduka. Hatinya seperti tersayat-sayat mendengar perkataan bocah itu.
"Ya.....kau pasti akan sembuh !!" dia menyahuti cepat. "Loolap akan mencarikan obat untukmu !" Dan, setelah berkata begitu, dia membalikkan tubuhnya dan berjalan kejendela, membuka daun jendela kamar itu, mengawasi kekelaman malam dengan air mata yang berlinang. Tadi dia mengatakan bahwa si bocah akan sembuh, ini hanya untuk menghibur hati Han Han. Padahal, paderi she Khu ini sudah mengetahui, umur si-bocah tak akan lebih dari satu bulan lagi. Tadinya dia memang menduga bahwa usia bocah itu dapat bertahan selama tiga bulan, tapi setelah melihat keadaan si bocah she Han yang semakin memburuk, maka dia mengetahui, jarak waktu sisa umur bocah itu kian pendek, Han Han mungkin dapat bertahan kurang lebih satu bulan.....!
Han Han sendiri berusaha menguasai diri untuk tak mengeluarkan suara rintihannya. Dia tak mau membikin paderi itu tambah berduka. Namun karena hawa dingin dan panas itu, Im dan Yang, yang mengaduk di dirinya semakin hebat, akhirnya dia masih juga mengeluarkan suara rintihan .....wajahnya semakin berubah ungu-gelap.
Mendekati menjelang fajar, barulah hawa dingin dan panas yang mengamuk di tubuh bocah itu agak mereda, sehingga Han Han dapat tertidur.
Malam itu Khu Sin Hoo tak tidur, dia memikirkan keadaan bocah she Han itu. Tapi, di kala dia mau naik kepembaringan di hatinya telah mengambil suatu keputusan yang pasti, biar bagaimana dia akan meminta pertolongan Yan Hoa Piek, itu jago yang bergelar 'Tok Sian Sia' atau 'Si katak berbisa?. Karena hanya Yan Hoa Piek-lah yang mengerti ilmu pengobatan, dan mungkin hanya dia yang dapat menyembuhkan Han Han.
"Biarlah ! Biar bagaimana akan kupaksa si katak beracun itu untuk mengobati Han-jie .....soal hina dan merasa rendah dan hancurnya namaku disebabkan mengemis pada si katak beracun itu tak menjadi soal.....itu urusan kedua, asal Han-jie dapat tertolong.....! Namun .....di mana aku harus memcari orang she Yan itu?" Dan, Jiauw Pie Jielay jadi memutar otak terus, sehingga dia tak dapat tertidur ......
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 15 MENJELANG lohor Jiauw Pie Jielay mengajak Han Han mengelilingi dusun itu untuk menyenangi hati si bocah, Juga si paderi membelikan satu perangkat pakaian baru untuk Han Han, sehingga si bocah she Han jadi terharu melihat kecintaan si Hwee-shio terhadap dirinya. Dia menghaturkan terima kasih berulang kali.
Khu Sin Hoo juga mengajak Han Han ketempat- hiburan, agar hati si bocah gembira. Ketika mereka sedang berada di jalan Ciong-yan, tiba-tiba dari depan mereka mendatangi seorang tabib kampung yang sedang berjalan dengan dituntun seorang bocah, karena dia memang seorang tabib yang sudah tua rentah, dan kalau tak dibantu oleh si bocah itu yang menuntun tangannya, mungkin dia akan rubuh terguling ...... Sambil berjalan selangkah-selangkah, mulutnya berteriak: ''Tabib dewa penyembuh penyakit aneh dan luar biasa ! Tabib dewa penyembuh penyakit yang sudah lama mengendap di tubuh !! Tabib dewa....." dan tiba-tiba si kakek tabib yang sudah tua itu tak meneruskan perkataannya, karena dia telah melihat'Jiauw Pie Jie-lay Khu Sin Hoo dan Han Han yang mendatangi padanya. Diawasinya wajah Han Han, sepasang alisnya berkerut.
"Penyakit yang luar biasa ....." pendengaran Sin Hoo yang tajam dapat mendengar perkataan si tabib waktu dia dan Han Han lewat di dekatnya. "Penyakit yang aneh luar biasa sekali ! Aha .....kalau tak menemui obat yang sesuai, tak mungkin bocah itu dapat tertolong."
Khu Sin Hoo jadi terkejut, dia sampai melonjak. Karena sebagai seorang Kang-ouw yang berpengalaman dan berpandangan luas, maka dia mengerti bahwa perkataan tabib itu ditujukan untuk dirinya. Maka dari itu, cepat-cepat dia menarik Han Han menghampiri si tabib tua itu. Jiauw Pie Jie-lay merangkapkan kedua tangannya.
"Sin-she.....benar perkataanmu tadi!
Kalau tak menemui obat yang sesuai, jiwa cucu Loo-lap ini tentu tak mungkin dapat disembuhkan!!" kata Khu Sin Hoo sambil memandang wajah tabib itu. Wajahnya luar biasa, sebab matanya sipit seperti mata tikus, kupingnya lebar seperti kuping babi, mulutnya lebar seperti paso dan hidungnya pesek melesek. "Dapatkah Sin-she menyembuhkan penyakit cucuku ini
Tabib itu ketawa tawar. "Apa susahnya menyembuhkan penyakit yang sedang di derita oleh cucumu itu ?" tanyanya dengan suara yang dingin. "Asal kau berani memenuhi syarat yang akan kukatakan, mungkin cucumu itu akan tertolong !!"
"Syarat-syarat apakah yang Sin-she minta?" tanya Jiauw Pie Jielay, dia melihat lagak orang yang luar biasa, maka mau dia menduga tabib ini adalah seorang yang berkepandaian tinggi yang sedang menyamar menjadi seorang tabib.
"Syarat-syarat yang akan kuminta tak berat !!" menyahuti tabib itu dengan suara yang tetap dingin, lalu dia menoleh pada bocah yang berusia tujuh tabun, yang.menuntunnya. "Bukankah begitu Tie-jie ?"
Si bocah yang dipanggil Tie-jie, anak ayam, mengangguk membenarkan perkataannya si-tabib itu.
"Benar Sin-she.....!" dia malah menyahuti.
"Sebutkanlah syaratmu itu Sin-she, kalau memang dapat kulakukan, aku pasti akan melaksanakannya dan memenuhi syarat-syarat yang kau ajukan itu !!" kata Khu Sin Hoo cepat.
"Hmmm. ..... apakah perkataanmu dapat dipercaya ?!" tegur si tabib sambil nyureng mengawasi wajah Khu Sin Hoo.
Jiauw Pie Jie-lay jadi mendongkol, biasanya dia paling tak senang orang tak pandang mata padanya, dia memang aseran, maka sudah sering orang yang mengeluarkan kata-kata tak enak di telinganya itu disiksa setengah mati oleh paderi ini. Namun karena sekarang dia sedang berduka disebabkan penyakit yang diderita oleh Han Han, sehingga dia membutuhkan pertolongan tabib itu, maka mau dia berlaku sabar.
"Seumur hidupku belum pernah kulanggar janjiku !! Kalau memang aku tak menepati janji dan kesanggupanku pada syarat-syaratmu itu, kau boleh mentertawakan aku sebagai seorang yang hina-dina!!"
Tabib itu ketawa mengejek.
"Hu, hu, bicara memang enak." katanya "Tapi kalau sampai terjadi hal itu, paling-paling kau mengangkat bahu dan mengatakan tak tahu ! Lagi pula kulihat kau berkepandaian tinggi, maka mustahil kau tak dapat mengobati psnyakit bocah yang menjadi cucumu itu?! Bukankah dalam bidang Pengobatan tak begitu sulit ? "
Sin Hoo mengawasi orang dengan terkejut dia jadi menduga-duga, siapakan tabib itu? Yang membikin bingung Sin Hoo ialah, mengapa orang dapat mengetahui dia paham ilmu silat?!
"Loo-lap tak mengerti dalam bidang pengobatan, maka dari itu tak dapat Loo-lap mengobati penyakit cucuku ini !!" menerangkan Khu Sin Hoo cepat. "Dan kuminta shinshe menolong selembar jiwa cucuku ini !"
Malah begitu habis berkata, Jiauw Pie Jie-lay menjura pada tabib itu, padahal sebelumnya, tak pernah dia menghormati seorang manusiapun di atas permukaan bumi ini!! Maka, hebatlah Khu Sin Hoo ini, sebab dia rela mengorbankan harga diri dan kehormatannya, asal tabib itu mau menolong panderitaan Han Han yang disebabkan oleh pengemis Kay-pang yang menyiksa bocah ini melampaui batas pada beberapa hari yang lalu.....!! Padahal, pada sebelumnya, dia merupakan seorang tokoh persilatan yang dihormati oleh orang-orang rimba persilatan, sebab kepandaian silatnya yang sukar diukur. Dia juga tinggi hati dan tak gampang-gampang mau mengalah pada orang lain. Tapi sekarang, demi Han Han, dia telah memperlakukan si tabib begitu hormat.
Pembunuhan Di Sungai Nil 4 Lima Sekawan 01 Di Pulau Harta The Order Of Phoenix 4

Cari Blog Ini