Ceritasilat Novel Online

Si Angin Puyuh 10

Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Hong In Lui Tian Karya Gan Kh Bagian 10


Kerugian Lian Tin san kaget katanya; "Nona kenapa kau harus ikut mengadu air keruh ini?" mengadu air keruh berarti turut campur urusan tetek bengek ini.
Nyo Sugi sendiri juga menjadi was was katanya: "Nona apa maksudmu?''
Kedua belah pihak sama keheranan dan melengak akan sikap In tiong yan tapi kedua belah pihak sementara memang berhenti bertempur.
"Samwi Toako," ujar In-tiong yan, "aku ingin merundingkan suatu urusan dengan kalian."
"Urusan apa?" tanya Nyo Su gi.
"Pertempuran kalian cukup ramai dan sengit, akupun senang menonton tapi akhirnya aku menjadi kegatalan. Maka siIahkan kalian istirahat sebentar biarlah akupun menjajal dan bermain beberapa gebrak. Ingin aku mohon petunjuk dengan si elang hitam yang kenamaan di Kangouw ini."
Baru sekarang Nyo Su-gi berlega hati bahwa ternyata orang membantu pada pihaknya karena mereka senang tapi juga dirundung rasa heran, dalam hati sama membatin: "Coba kulihat cara bagaimana Lian Tinsan menghadapinya!" maka merekapun tidak bersuara lagi dan mundur kepinggir.
"Nona," seru Lian Tinsan, "Kenapa bicaramu plintat plintut tidak bisa dipercaya?"
"Dalam hal apa aku tidak menepati janji?" tanya In-tiong-yan.
Kata Lian Tinsan, "Tadi kau katakan kau dengan pihak Ceng-liong-pang tak ada sangkut paut apa-apa, kenapa kau sekarang hendak bantu mereka mencari permusuhan dengan aku?"
"Memang aku tidak kenal dengan mereka," demikian sahut In-tiong-yan, "Tapi aku toh juga tidak kenal dengan kau! Apakah kau dapat menyebutkan nama dan she ku?"
"Bukankah tadi kau mengatakan cuma menonton dan berpeluk tangan saja?"
"Tadi aku cuma mengatakan, asal kalian tidak sampai melibatkan diriku, aku tidak akan menghalangi tugas kalian. Kan tidak pernah aku mengatakan menonton berpeluk tangan?"
Lian Tin-san berpikir, memang dia tak pernah mengatakan cara demikian, hanya dirinya yang beranggapan demikian, maka berkerut alisnya katanya: "Apa pula bedanya?"
"Sudah tentu berbeda sangat jauh," ujar In tiong yan tertawa, "Pertama. Orang orangmu pernah berbuat kurang ajar terhadap aku memang kau sudah minta ampun dan akupun sudah menghukum mereka, tapi aku toh tidak melulusi untuk menarik panjang urusan ini, demikian juga rasa dongkolku belum lagi terlampias. Kedua. Aku hanya ingin jajal kepandaianmu, bukan sengaja mau merintangi urusan tugasmu. Bila kau dapat kalahkan aku silahkan nanti kalian lanjutkan pertempuran, aku tidak perduli, bila kau tidak mampu kalahkan aku paling banyak cara tiga lima puluh jurus saja, tidak akan menghambat pekerjaanmu!"
Lian Tin-san menjadi berang, pikirnya: "Kalau musuh kuat tidak kuhadapi mana bisa kubiarkan budak busuk macam kau bertingkah dihadapannya?" Meski hatinya marah sebetulnya ia tak berani bertempur lagi lawan In-tiong-yan sebanyak tiga lima puluh jurus soalnya ia sendiri tahu tenaganya sudah banyak terkuras, seumpama dia dapat mengalahkan In-tiong-yan, gebrak selanjutnya pasti tak mampu melawan Su tay-kim-kong dari Ceng liong pang itu.
Mendadak tergerak hati Lian Tin-san segera ia kendalikan kemarahan hatinya, tertawa tak tertawa mulutnya terbahak bahak, ujarnya: "Kau sangka aku tak tahu asal usulmu, marilah kita bertaruh saja."
In tiong-yan melengak, tanyanya, "Bertaruh bagaimana?"
"Kita batasi lima jurus saja. Dalam lima jurus ini aku pasti dapat rnengetahui asal usulmu!"
"Bila kau tidak tahu bagaimana?"
"Kami guru dan murid segera menghindarkan diri perkara itu pun tak perlu kita urus lagi. Tapi kalau aku bisa menyebutkan asal usulmu, kau tak boleh ikut campur dalam hal ini." Ternyata Lian Tin-san memang banyak pengalaman dan luas pengetahuannya sekali pandang lantas ia tahu dari aliran mana permainan silat orang, ia membatasi lima jurus, menurut dugaannya sudah cukup berkelebihan.
"Baik,'' sahut In-tiong-yan, "Jadilah taruhan ini, tapi kali ini aku harus menggunakan senjata lho?"
"Sret" ia lolos pedangnya.
"Nanti dulu!" seru Lian Tin san.
"Apa pula yang perlu kau katakan?"
"Para sahabat dari Ceng Liong-pang, muridku berhantam satu lawan satu dengan saudara kalian dia masih terhitung Siaupweku, harap kalian menepati aturan Kangouw jangan menggunakan kesempatan ini main kerubut terhadap muridku itu!"
Nyo Su gi menjadi gusar, dampratnya, "Kau terlalu menghina orang! Kami berempat masa sudi mengerubut muridmu yang bagus ini? Baiklah kalau hatimu takut, perlu kami tegaskan lebih dulu, bila kau terkalahkan oleh Lihiap ini kami pun tak akan turun tangan lagi mengambil keuntungan."
In tiong yan tertawa geli, ujarnya, "Wah kalian terlalu mengagulkan aku kalau begitu." Lalu ia berpaling kepada Lian Tin san serta sambungnya tertawa, "Nah ketiga belah pihak sudah sama aku. Awas, hati hatilah kau, aku hendak mulai. Nih jurus pertama."
"Sret", tahu ujung pedangnya sudah masuk kedepan, ujung pedangnya bergetar memancarkan tabir sinar pedang yang tajam, cara dan gaya tusukannya sangat aneh dan hebat, Lian Tinsan terkejut, "Ilmu pedang dari aliran manakah ini?" meski ia berhasil memunahkan jurus serangan ini, tapi dia tak bisa menebak asal usul ilmu pedang lawan.
Kiranya pelajaran ilmu pedang In tiong yan hasil dari bibinya yaitu puteri Minghui. Ilmu pedang pelajaran Minghui ini hasil dari pelajaran Ting-hui Sinni. Ilmu pedang dari aliran agama Ting hui Sinni ini selamanya belum pernah muncul di kalangan Kangouw, mana mungkin Lian Tinsan bisa tahu asal usulnya?
Sementara itu secepat kilat jurus kedua dari serangan In tiong yan sudah menyusul tiba. Jurus kedua ini justru ia ubah dari pu kulan Bik-lek ciang kepandaian khusus Hong thian lui itu pada jurus ilmu pedangnya. Pernah beberapa kali ia bergebrak dengan Hong-thian lui, waktu berada di Hou keh-ceng ia sering pula menemani dan mengobrol soal ilmu silat dengan Hong-thian lui maka ia dapat mengombinasikan ilmu pukulan Bi lekciang pada permainan jurus pedangnya. Jurus gubahan dari ilmu pukulan menjadi jurus tipu pedang meski hanya mendapatkan gayanya saja dan belum memperoleh intisarinya namun demikian sudah dapat mengelabui mata seorang ahli macam si Elang hitam Lian Tinsan.
Benar juga Lian Tin san kena terjebak kontan ia menjerit tanpa banyak pikir, "Jurus ketiga dan selanjutnya tidak perlu dilancarkan lagi. Aku sudah tahu asal usulmu!"
"Baik, coba kau terangkan sejelasnya, bagaimana asal usulku!"
Dengan bangga dan membusungkan dada Lian Tin san berkata, "Kau orang she Cin bukan? Bi lekciang Cin Hou-siau itu ayahmu atau gurumu?" Sebenarnya nama Cin Hou-siau memang cukup tenar dan cemerlang tapi diwaktu usianya menanjak ia lantas mengundurkan diri jarang kelana di Kangouw, orang yang pernah melihatnya juga cuma sedikit saja, apalagi orang yang mengetahui seluk beluk keluarganya lebih jarang pula Lian Tin san hanya tahu bahwa beliau adalah seorang tokoh lihay dalam bidang pukulan Bi ciang tapi tidak tahu sebetulnya orang punya berapa putera dan puteri. Melihat In tiong-yan dapat mengubah pukulan Bilek-ciang kedalam permainan ilmu pedangnya ia merasa bukan saja sebagai murid mungkin genduk ini adalah putrinya Cin Hou-siau.
Terdengar In-tiong-yan terloroh loroh serunya: "Cin Hou-siau nama ini memang pernah kudengar, tapi belum pernah melihat atau bertemu. Entah kau punya dendam permusuhan apakah dengan dia kenapa begitu kejinya kau menyumpahinya?"
Lian Tinsan melengak tanyanya: "Siapa bilang aku menyumpahinya?"
"Ayahku sudah lama mati tadi kau katakan beliau adalah ayahku, bukankah kau menyumpahinya supaya lekas mati?"
Terdengar Nyo Sugi menyela dengan suara datar dan tawar: "Kiranya si Elang hitam yang bernama besar dan tenar itu berpandangan begitu cupat! Biar kuberi tahu pada kau, Cin Hou siau Lunghiong cuma punya seorang putra sedang putrinya masih belum lagi lahir! Memang dikampung halamannya beliau membuka Bu-koan (perguruan silat) ada beberapa banyak murid muridnya. Tapi selamanya tidak menerima murid perempuan. Apakah soal yang seperti ini tidak kau ketahui?''
Tiada pernah terjadi dalam kolong langit ini bila orang tuanya masih hidup, putra atau putrinya berani mengatakan beliau sudah mati. Maka seumpama Lian Tin san tidak percaya pada keterangan Nyo Sugi, tidak bisa tidak ia harus percaya akan ucapan In-tiong-yan. Mau tidak mau ia harus memeras otak berpikir kembali, waktu In-tiong yan melancarkan jurus kedua tadi, meski seperti galian dari Bi-lek ciang, tapi tidak dilandasi macam pukulan Bi lek ciang yang perlu menggunakan tenaga dalam yang ampuh, maka dapatlah dikata cuma persis kulitnya saja. "Celaka sedikit kelalaianku, aku masuk jebakan genduk licik ini.'' bahwasanya Lian Tin san belum terkalahkan dalam permainan jurus, tapi sudah kalah muka keruan merah padam selebar mukanya.
In tiong yan menggoda tertawa, "Tebakanmu tiada punya dasar dan kurang disitu, sudah mengaku kalah saja?"
"Kau baru bermain dua jurus, kan masih ada sisa tiga jurus lagi," demikian ujar Lian Tin san menebalkan muka, karena kehilangan muka dan harga diri, pada bicaranya tidak berani keras-keras dan ketus lagi.
"Baiklah,'' ujar In-tiong yan, "Perhatikan baik baik. Jurus ketiga dimulai!"
Seiring dengan peringatan ''sreet" kembali ujung pedangnya sudah nyelonong ke-depan. Lekas lekas Lian Tinsan mengebutkan lengan bajunya untuk menyampok ujung pedang, In-tiong-yan mendadak putar balik sebaliknya gagang pedang menyodok kedepan maka terdengarlah suara cras kontan In tiong yan tergentak mundur tiga langkah, sebaliknya ikat pinggang LianTin-san kena tersodok putus.
Seketika berubah air muka Lian Tin-san katanya: "Apa sebutanmu terhadap Liong-siang Hoat ong? Apa hubunganmu dengan Cohaptoh ?"
Kiranya justru yang digunakan In tiong-yan kali ini adalah ilmu gulat yang paling digemari oleh para Busu Mongol, dengan gagang pedang mewakili tangannya, sodokan dan caranya menyengkelit tadi adalah gaya dari ilmu gulat yang dinamakan To panlan-sek. Kalau ganti orang lain dengan sodokan tadi pasti bisa menyengkelit tubuh lawan, karena itu meski Lian Tin-san membekal kepandaian silat yang tinggi, soalnya ia mimpi juga tidak menduga bahwa In-tiong yan juga mahir melancarkan jurus-jurus ilmu gumul dalam permainan ilmu pedangnya, maka sebelum ia siaga tahu tahu ikat pinggangnya sudah kena disodok putus untung celananya tidak kedodoran.
Tapi yang mengejutkan hati Lian Tin-san bukan karena kerugian kecil yang dideritanya ini, adalah ilmu pedangnya yang belum pernah dilihat atau ada di Tionggoan, sebaliknya justru permainan tunggal dari bangsa Mongol.
Cohaptoh adalah pegulat kelas tinggi yang paling disegani di Mongol. Sedang Liong-siang Hoatong adalah jago silat tiada tandingan dikolong langit, sebagai Koksu (imam negara) Mongol. Dari Jing-bau-khek Lian Tin san ada mendapat kabar bahwa tokoh dari Mongol ini saat mana berada di Tiong-goan maka begitu melihat permainan pedang In-tiong-yan ini mendadak teringat ia akan mereka, maka beralasanlah perkataannya itu.
Dengan tawar In tiong-yan menyahut; "Cohaptoh adalah kacung dirumahku, buat apa kau tanyakan dia??"
Tergetar hati Lian Tin-san, tanyanya pula: "Lalu Liong-siang Hoat-ong??"
In-tiong-yan terkekeh-kekeh, katanya : "Bila kulihat dia lantas kupanggil Hwesio gede, kalau hatiku sedang murung dan sedang malas tak kugubris juga tidak menjadi soal. Kau bertanya demikian melit, apa kau punya hubungan dengan mereka? Tapi jangan sekali-sekali kau mencari tahu asal usulku dari mereka seumpama kalian sahabat karib, mereka-pun belum tentu bernyali begitu besar berani menjelaskan kepada kau."
Mendengar ucapan In tiong yan terakhir ini, seketika pucat pasi muka Lian Tin-san, seperti jago yang kalah diadu, segera ia berteriak: "Teng-ngo mari kita pulang!"
"Kan masih ada dua jurus lagi apa kau tidak saksikan lebih lanjut?" demikian olok In tiong yan.
Lian Tin-san tertawa getir, katanya: "Anggaplah aku kalah dalam taruhan ini. Harap nona suka maafkan kecerobohanku. Perkara ini kami guru dan murid tidak akan ikut campur lagi!"
Menurut perhitungan Lian Tin-san setelah ia selesai mengerjakan tugasnya ini, segera ia hendak menyusul ke Lou-keh-ceng. Minta bantuan sute Jin-bau khek yaitu pemilik Lou kek ceng Lou Jin cin sebagai perantara supaya bisa memperkenalkan dirinya kepada Liong siang Hoatong. Kini setelah tahu siapa adanya In tiong yan, meski masih dirundung berbagai kecurigaan tak habis, karena sebagai tuan puteri dari bangsa Mongol kenapa membantu Su tay kim kong dari Ceng liong pang, tapi mana ia berani melawan dengan In tiong yan lagi.
Cukup hanya menggunakan tipu jurus In tiong yan berhasil menggebuk lari si Elang hitam guru dan murid yang kenamaan di Kangouw tidaklah heran kalau Su tay kim kong sama dibuat melongo dan terkejut.
Nyo dan Pek dua orang dari Su tay kim-kong memang punya pengalaman dan pengetahuan yang luas tapi mengenai dunia persilatan di Mongol mereka terlalu asing. Sedang Lo dan Ong dua orang masih muda yang baru beberapa tahun muncul dalam Bulim lebih tidak perlu dikatakan pula. Pada sepuluh tahun yang lalu Liong siang Hoatong pernah datang sekali ke Tionggoan. Para pendekar kelas tinggi dari Tionggoan kecuali beberapa orang tokoh yang benar benar kenamaan dan lihay kepandaiannya masih banyak yang belum pernah dengar namanya, lebih pula mereka tidak tahu bahwa Liong-siang Hoatong sebagai Koksu dari Mongol.
Dalam hati Nyo Sugi membatin, ''Julukan Liong-siang Hoatong ini cukup aneh mungkin sebagai Kaucu dari suatu aliran agama sesat? Entah tokoh macam apa pula orang she Co itu ? Aneh, begitu mendengar nama nama mereka lantas kelihatan Lian Tin san ketakutan dibuatnya. Naga naganya dia sudah mengetahui asal usul nona cantik ini, cuma tidak berani mengetahuinya, apakah sebabnya?"
Nama Cohaptoh orang Mongol disangka orang she Co orang Han. Di luar tahunya bahwa dalam bahasa Mongol, "Cohaptoh" merupakan suatu huruf yang tereja tiga nada berlainan, maksudnya yaitu gagah berani.
Bagaimana juga Su tay kim kong tidak akan mereka secara cepat meski mereka dirundung curiga sebagai lazimnya tersipu sipu mereka menyatakan banyak terima kasih kepada In tiong yan.
"Orang yang sering keluar dari pintu sudah seharusnya saling bantu membantu," demikian ujar In tiong yan. "Kalian meluangkan sebuah kamar kepadaku sampai sekarang aku belum lagi sempat menyatakan terima kasih kepada kalian."
"itulah urusan kecil kenapa diambil dalam hati," lekas Lo Hou wi menjawab.
Adalah Nyo Sugi tergerak hatinya, pikirnya: "Ilmu silatnya begitu tinggi bukan mustahil percakapan kami semalam sudah dicuri dengar olehnya."
Benar juga belum lagi ia selesai berpikir lantas terdengar In tiong yan berkata sambil tersenyum penuh arti; "Kalian selamanya aku belum pernah berkenalan dengan kalian tapi toh kalian tidak curiga kepadaku malah memberikan kamar kepadaku. Kalau kalian anggap soal kecil adalah aku tidak bisa tidak merasa terima kasih dan haru akan kepercayaan kalian kepadaku."
Ucapannya mengandung arti lain yang cukup mengerti. Su tay kim kong maklum bahwa pembicaraan mereka malam itu terang sudah dapat didengar olehnya, seketika mereka menjadi risi dan kikuk dan tertawa menyengir.
Kata Nyo Sugi: "Terima kasih akan bantuan nona menggebuk lari musuh. Harap maafkan akan kelancangan pertanyaan kami siapakah nama harum nona?"
In tiong yan tidak lantas menjawab pertanyaan ini sebaliknya ia balas bertanya: "Bukankah kalian berempat sedang mencari seorang yang bernama Geng Tian Geng kongcu?" Nyo Sugi berpikir: "Urusan sudah kebeber, apa perlunya kami main sembunyi terhadap dia maka segera ia menjawab: "Benar apakah nona kenal dengan Geng kongcu?"
"Tidak terhitung sahabat karib," demikian sahut In tiong yan. "Tapi bila kalian ketemu dia katanya pernah bertemu dengan seorang seperti aku pasti dia akan teringat siapa aku sebenarnya." secara tidak langsung ia mau katakan boleh kalian tanyakan namaku kepada pemuda bernama Geng Tian itu.
"Soalnya apakah kami dapat menemukan dia. Apakah nona tahu kabar beritanya?" kata Nyo Sugi pula.
"Kemana tujuan kalian untuk mencarinya?"
"Pangcu kami suruh kita kerumah Lu Tangwan mencari berita lebih dulu konon kabarnya dia pernah bertandang kerumah keluarga Lu."
"Itulah terjadi pada satu bulan yang lalu. Dimana dia sekarang aku tahu pasti. Tapi bila kalian mencarinya dirumah Lu Tang wan dapat kupastikan tidak akan bisa menemukannya."
"Harap nona suka memberi petunjuk."
"Lu Tang wan sudah mengikat permusuhan dengan Lou Jin cin, Lou Jin cin memang tak perlu ditakuti tapi orang dibelakangnya yang perlu dipikirkan maka mau tidak mau Lu Tang wan harus sembunyi sementara waktu, kalau kalian mau tahu jejak Lu Tang wan kalian harus cari dulu putrinya. Beberapa hari yang lalu putrinya menuju ke arah ibu inangnya untuk menyembunyikan diri pula tahuku tempat itu termasuk bilangan Ting tau sebelah utara dimana ada sebuah lurah dalam pegunungan Hong kong san, Soal apakah nama lurah itu aku tidak tahu!"
In tiong yan mendapat tahu soal ini sebelum ia berpisah dengan Lu Giok-yau. Soalnya waktu sangat mendesak mereka tergesa-gesa untuk berpisah maka ia bicara terlalu singkat maka ia terlupakan memberi tahu nama lurah itu kepada In tiong yan. Dan karena In tiong yan sudah mendengar pembicaraan mereka, tahu bahwa Pangcu mereka adalah bekas anak buah ayah Geng Tian maka dengan lega ia berani memberi tahu hal ini pada mereka.
Mendapatkan sumber penyelidikan itu sudah tentu Nyo Su gi berempat sangat senang katanya: "Diatas Hong kong-san cuma terdapat beberapa keluarga, cukup gampang buat mencarinya, terima kasih akan petunjuk nona ini." selanjutnya beramai ramai mereka menyatakan pula terima kasih lalu sambil berpisah.
Justru tidak diketahui oleh Su-tay kim-kong bila mana mereka langsung menuju ke rumah Lu Tang-wan tanpa susah payah mereka dapat bertemu dengan Geng Tian sekarang, karena harus berputar satu lingkaran pergi kelurah yang disebutkan itu mencari putri Lu Tang-wan maka mereka jadi kehilangan kesempatan bertemu dengan Geng Tian.
O^~dwkz^hendra~^O DALAM pada itu, setelah berhasil lolos dari mara bahaya di Lou-keh ceng bersama Ling Hou, Cin Hou siau, Sip It-sian tidak ketinggalan Hong-tian lui, Hek-swan hong dan Geng Tian bertiga ikut pula, langsung pulang kerumah Lu Tang-wan. Ia tahu bahwa putrinya sudah berhasil lolos lebih dulu, maka harapannya setelah sampai di rumah, ia dapat bertemu dengan puterinya.
Melihat suaminya pulang membawa sedemikian banyak tamu, malah Hong Tian lui ada diantaranya Lu hujin menjadi kaget dan girang pula, tapi juga tak habis curiganya, sambil menyambut dan melayani para tamunya ia bertanya kepada suaminya; "Dimanakah kalian bersama? Para tamu ini adalah....."
"Kalau dibicarakan cukup panjang," sahut Lu Tang-wan. "Mari kukenalkan lebih dulu. Kedua orang ini adalah Ling Toako dan Cin Toako yang sering kukatakan kepadamu dan yang ini adalah maling sakti nomor satu diseluruh jagat Sip It-sian." Selanjutnya satu persatu ia perkenalkan juga Hek-swan hong dan Geng Tian.
Geng Tian berkata dengan tertawa; "Aku sudah bertemu dengan bibi, masih kuingat ada seorang Khu toako entah apakah masih berada disini?"
"Memang!" sahut Lu hujin, "Yang kau maksud adalah keponakanku yang bernama Khu Tay-seng kemarin baru saja pulang, mungkin besok datang pula kemari."
Sengaja Ling Hou menjura sekali lagi kepada Lu hujin serta berkata: "Selama berada disini anakku banyak mendapat perawatan dari Han-sio (ipar budiman), aku sebagai orang tuanya merasa berhutang budi dan banyak terima kasih!"
Lu hujin menjadi kikuk, sahutnya sambil tertawa dibuat buat, "Mana, mana, kukuatirkan putramu menyalahkan pelayananku kurang cermat, maka ia tinggal pergi begitu cepat, untung sekarang kalian pulang bersama, legalah hatiku."
Ia pura-pura kelihatan senang, bahwasanya dalam hati ia menggerutu kepada suaminya: "Mereka adalah orang orang kangouw yang sering terlibat dengan hukum, setiap orang yang sering berhubungan kental dengan mereka bukan mustahil kena bencana, sebaliknya kau bawa gerombolan orang orang liar ini pulang kerumah."
Sebagai seorang suami yang tahu sifat dan kekuatiran isterinya, suara sang istri tidak memperlihatkan rasa kurang puasnya, cepat Lu Tang-wan berkata: "Perjalananku sekarang ini diluar dugaan mengalami suatu peristiwa yang hampir saja merenggut jiwaku, untung ada Ling dan Cin toako memberi pertolongan dengan cepat kalau tidak mungkin aku sudah menemui ajalnya ditengah jalan dan tak bisa pulang menemui engkau lagi."
"Benar?" ujar Lu-hujin, "katanya kau merawat luka-lukanya dirumah Ling-toako, siapakah yang melukai kau ? Apakah sudah sembuh seluruhnya ?"
"Sudah lama sembuh, siapa orang yang melukai diriku sampai sekarang belum diketahui. Peristiwa ini pelan-pelan akan kuceritakan kepadamu dilain saat," demikian sahut Lu Tang-wan, mendadak ia merasa seperti heran, lalu tanyanya : "Dari mana kau bisa tahu bahwa aku merawat luka-lukaku dirumah Ling-toako ?"
Sekilas Lu-hujin pandang kearah Cin Hou-siau, mulutnya ragu ragu bicara : "Ini, ini . . . ." sesaat ia menjadi serba sulit, entah cara bagaimana ia harus bicara dihadapan sekian banyak orang. Ternyata ia anggap putrinya minggat bersama Cin Liong-hwi.
Ling Hou tertawa, katanya : "Semua urusan yang tidak begitu penting baiknya dibicarakan lain waktu saja. Sekarang tibalah saatnya kau tanya soal putrimu!"
Sebetulnya memang Lu Tang wan sudah ingin menanyakan putrinya sejak tadi. Soalnya mereka baru saja tiba dan para tamu belum dilayani sebagaimana mustinya, adalah jamak kalau mereka harus basa basi sekadarnya bersama istrinya. Setelah mendengar ucapan Ling Hou dengen tertawa baru berkata : "Terima kasih akan perhatian kalian ayah dan anak kepada putriku. Sebelum duduk perkaranya dibikin terang, mungkin Thiat-wi Hiantit jauh lebih gelisah daripada aku." Lalu ia berpaling kepada istrinya serta bertanya : "Apakah Yau ji sudah pulang kerumah ?"
"Apakah kau sudah tahu ?" balas tanya Lu hujin.
"Maksudmu soal Yau-ji meninggalkan rumah ?" Lu Tang wan menegas. "Memang aku tahu dia pernah pergi ke Lou keh ceng, kusangka sekarang sudah pulang kerumah !"
"Apa pula yang telah kau ketahui?"
Lu Tang-wan tertegun, ia menjadi heran, tanyanya lagi : "Masih ada apa ?"
Mendadak Lu hujin menekuk dengkul menjura kepada Cin Hou-siau, katanya : "Cin-lung-hiong, harap maaf sebelumnya akan kelancanganku. Aku mau bertanya, apakah kau punya seorang putra yang bernama Liong-hwi ?"
Rada tercekat hati Cin Hou-siau, pikirnya : "Mungkinkah bocah celaka itu pernah kemari?" segera ia menyahut: "Benar putraku memang bernama Liong-hwi. Dari mana hianso bisa tahu ?"
Benar juga terdengar Lu-hujin melanjutkan : "Dua hari yang lalu putramu baru datang kemari dia mengatakan ..."
"Apa katanya ?" cepat Cin Hou-siau mendesak.
Lu-hujin melanjutkan : "Dia berkata mendapat perintah dari ayahnya kemari untuk memberi kabar. Dari mulutnyalah baru aku tahu soal ayah Yau-ji merawat luka-lukanya dirumah kalian."
Cin Hoa-siau menjadi jengkel katanya, "Bocah keparat itu berani kemari membual!"
Lu-hujin pura-pura terkejut katanya : "Apakah bukan kau yang suruh putramu kemari ?"
Sip It-sian segera campur bicara bujuknya : "Cin-twako tidak perlu naik darah, dia memberi kabar kemari kan juga soal baik."
Lu Tang-wan seperti terdebar katanya : "Sip-twako, katamu putriku tertolong oleh seseorang, mungkinkah orang itu Liong-hwi adanya?"
Sahut Sip It-sian, "Waktu itu aku hanya mendengar suaranya tidak melihat bentuk orangnya. Tapi menurut keadaan dan situasi waktu itu bila mereka pergi ke Lou-keh ceng bersama, bila nona Lu kena tertawan musuh, adalah jamak kalau Liong-hwi harus menolonginya keluar!" Ia kuatir akan watak Cin Hou Siau yang berangasan pikirnya : "Bila dia tahu duduk perkara sesungguhnya, mustahil putranya itu tidak dipukulnya sampai mampus."
Ling Hou bersifat jujur dan bijaksana, segala urusan selalu ia terpikir kearah kebaikan, setelah mendengar penuturan Sip It-sian, cepat iapun campur bicara : "Benar, keadaannya pastilah begitu. Entah darimana keponakan Liong-hwi mendapat tahu bahwa putraku tertawan di Lou-keh-ceng, maka ia kemari mengajak nona Lu untuk menolongnya, Cin twako, Seumpama ia membual dan mengada ada, kaupun tak perlu terlalu menyalahkan dia!"
Sebaliknya Cin Hou siau tidak berani begitu saja mempercayai putranya, dengan sikap dingin ia memperhatikan, mendadak dilihatnya wajah Lu hujin menunjuk rasa hina dan senyum sinis yang memualkan, terbayang pula olehnya pandangan matanya yang aneh waktu menatap dirinya tadi, semakin besar rasa kecurigaannya itu.
"Bocah keparat itu terang tahu bahwa luka luka Lu Tang-wan sudah hampir sembuh dan segera bakal pulang ke rumah, kenapa ia memburu datang kemari memberi kabar? Jing-bau khek itu sudah menekannya menjadi muridnya, mana mungkin mandah melepaskannya pergi begitu saja?" segala persoalan yang tidak terjawab ini menjadi ganjalan disanubari Cin Hoa-siau samar samar ia merasakan persoalan ini rada ganjil.
Dilain pihak Lu Tang wan juga sedang berpikir: "Orang yang menolong Yau ji itu jika benar adalah Liong hwi, seumpama mereka tidak tahu peristiwa yang terjadi di Lou-keh ceng semalam seharusnya Yau-ji sudah mengajakku pulang kerumah."
Karena belum mengetahui kabar berita dan jejak Lu Giok-yau berdua, perjamuan yang akan diadakan malam itu menjadi kurang meriah.
Setelah perjamuan bubar dan mengantar tamunya masuk istirahat, Lu Tang wan suami istri pulang kedalam kamarnya, Lu Tang-wan berkata : "Kelihatannya masih ada urusan apa yang masih belum kau katakan, ya bukan ?"
"Benar," sahut Lu hujin. "Dihadapan sekian banyak tamu masa enak kuucapkan ?"
Sebagai Orang berpengalaman dalam tata kehidupan hati Lu Tang-wan sudah menebak beberapa bagian, katanya ; "Coba kau terangkan sekarang !"
"Menurut pendapatmu, bagaimana karakter Cin Liong-hwi itu?"
"Soal karakter dan ilmu silatnya kurang sebanding sama Ling Tiat-wi!''
"Tapi paras mukanya jauh lebih cakap dari Ling Tiat wi, apalagi mulutnya yang bawel itu pandai mengoceh !"
Berdetak jantung Lu Tang wan, katanya : "Apakah Yau-ji telah tertipu olehnya ??"
"Keburukan rumah tangga sendiri pantang diketahui orang luar. Dihadapan sekian banyak tamu tak enak kukatakan. Ketahuilah Yau-ji telah minggat bersama bocah itu!"
"Haaah !" seru Lu Tang wan terperanjat. "Bukan secara terang-terangan ia mengajak Yau-ji untuk membantunya?"
"Sebelumnya memang sudah direncanakan, kusuruh Yau-ji dan Tay-seng pergi ke rumahnya menyambut kau pulang siapa tahu malam itu secara diam-diam mereka berdua mengeluyur pergi tanpa pamit, tulisanpun Yau-ji tidak meninggalkan untuk aku !"
Sedapat mungkin Lu Tang-wan menghibur diri, katanya : "Mungkin Yau-ji takut kau rintangi, maka secara diam-diam mengajaknya meluruk ke Lou-keh-ceng ? Yau-jie jelas jatuh hati kepada Ling Tiat-wi, hal ini aku tahu Cin Liong-hwi adalah sutenya, dalam keadaan terdesak untuk menolongnya adalah jamak kalau mereka memburu waktu kesana janganlah kau menilai mereka terlalu buruk !"
Tapi terdengar Lu-hujin tertawa dingin katanya : "Anggapan Cin Liong-hwi dan Ling Tiat-wi berhubungan begitu kental laksana saudara sepupu layaknya? ketahuilah begitu sampai disini lantas ia mengobral mulutnya menjelek-jelekkan nama baik suhengnya !"
Lu Tang-wan menjadi heran dan curiga katanya : "Apa saja yang dia katakan ?"
"Katanya Tiat-wi sudah kepincut pada seorang putri bangsa Mongol, sekarang sudah menyerah pada Mongol, dan siap berangkat ke Holin menjadi menantu raja di sana."
"Putri Mongol mana yang dimaksudkan ?"
"Siluman perempuan yang bergelar In-tiong-yan yang suka menimbulkan geger di kalangan persilatan beberapa tahun belakangan ini. Betapa waktu yang lalu kabarnya masih berada di Lou-keh-ceng."
Lu Tang-wan bergelak tertawa, ujarnya : "Mana ada kejadian itu, aku ada di. . . . " lekas-lekas Lu-hujin mendesiskan mulutnya, katanya menukas : "Perlahan sedikit, suaramu mungkin didengar oleh mereka !"
Mana suami istri ini tahu diatas atap kamar mereka Sip It-sian sedang mendekam mencuri dengar percakapan mereka, soalnya Sip It-sian sendiri merasa kurang tentram karena persoalan Cin Liong-hwi, ingin ia mengetahui apa saja yang telah dikatakan Cin Liong-hwi kepada Lu-hujin. Ia melihat sikap dan air muka Lu-hujin yang kurang wajar tadi, maka sengaja ia datang untuk mencuri dengar pembicaraan mereka.
Dengan suara lirih Lu Tang-Wan berkata : "Mana ada kejadian itu ? Waktu di Lou-keh ceng aku sendiripun pernah melihat In-tiong-yan itu !"
"Sudah tentu aku tahu bahwa ucapannya itu bodong belaka, kalau tidak masa Ling Tiat-wi bisa pulang bersama kau ? kuceritakan kepada kau supaya kau tahu bahwa Cin Liong-hwi itu membual dan membuat laporan palsu untuk menipu Putri kita," bahwasanya yang membuat dan memberi laporan palsu masih ada Khu Thay-seng seorang, namun hal ini ia tutupi keadaan suaminya.
Sungguh kejut dan gusar pula Lu Tang-wan dibuatnya, katanya : "Keparat ini berani berbuat tidak senonoh terhadap puteri kami? Dihadapan Ling-twako dan ayahnya aku pernah menyinggung soal perkawinan Tiat wi dan Yau ji keparat inilah juga aku."
Lu hujin mandah tertawa dan mengejek, katanya, "Begitu bocah ini datang lantas aku tahu maksudnya yang tidak baik. Sepasang matanya yang kurang ajar ini selalu menatap Yau-ji dengan jelalatan, mana dapat mengelabui aku? Maka kuutus Tay seng seraya ikut mereka menyambut kau siapa duga mereka minggat pada tengah malam tanpa setahuku."
Lu Tang-wan menjadi gelisah, katanya: "Bagaimana baiknya Cin Hau siau menanam budi besar telah menolong jiwaku, bila anak itu benar salah melakukan perbuatan terkutuk menodai nama baik kita, betapapun aku tidak bisa bertindak terhadapnya."
"Jadi putri kita mandah kena rugi begitu saja?"
"Meskipun Yau ji tidak mengenal betapa culasnya hati manusia, tapi dia seorang yang mengerti tata krama dan pandai menjaga diri kemungkinan dia tidak akan melakukan perbuatan yang terkutuk dengan bocah keparat itu!" ucapan ini tidak lebih untuk menghibur hatinya sendiri.
"Semoga begituIah!" jengek Lu hujin dingin; "bahwasanya aku memang tidak setuju kau jodohkan Yauji dengan Ling Tiat wi. Sekarang terjadi peristiwa yang memalukan ini, maka betapa juga putri kita tidak mungkin dinikahkan kepada keluarga Ling. Coba kau pikir keluarga Ling dan Cin punya hubungan kental sejak nenek moyang mereka, bila Yau ji menikah dan masuk keluarga Ling, setiap hari harus bersua dengan bocah she Cin itu. Apakah tidak malu?"
Entah berapa banyak Lu Tang wan pernah menghadapi persoalan besar kecil yang cukup rumit, namun belum pernah terjadi peristiwa seperti halnya terjadi sekarang ini yang cukup membuatnya serba runyam, hatinya gundah dan gugup, katanya: "Sekarang yang terpenting segera mencari Yau-ji kembali, soal perkawinan kita bicarakan kelak !"
"Soal ini tidak boleh tersiar keluar. Besok panggil Tay seng kemari dia ikut bantu mencari !"
Lu Tang wan kehilangan pegangan terpaksa menyahut sejadinya. Tanpa disadari olehnya justru sang istri sudah punya pegangan dalam penyelesaian soal ini.
Kata Lu hujin pula, "kau pulang bersama sekian banyak tamu, adakah orang luar yang tahu??"
"Semua orang Lou keh ceng tahu, kenapa?" kata Lu Tang wan geregetan.
"Lou Jin cin adalah begal besar yang sudah cuci tangan, apa yang diucapkan pihak pemerintah belum tentu mau percaya, lebih baik kau berusaha mengantar para tamumu pulang secepatnya. Kelak bila diusut, masa kita bisa mungkir??"
Lu Tang wan menjadi gusar, katanya: "Jiwaku ini toh mereka yang tolong, masa aku tega mengeluarkan kata kataku?"
"Kau punya keluarga, punya harta benda, punya istri punya anak kau mau berlaku nekad sendiri demi kesetiaan kawan tanpa kau hiraukan keluarga, harta benda dan anak istrimu ?"
Sebaliknya Lu Tang wan membatin: "Putrimu sudah pergi dan yang kau pikirkan melulu kepentinganmu sendiri." tapi ia tidak berani membuat ribut dengan istrinya, bila sampai bertengkar bukan mustahil suara mereka bakal terdengar oleh para tamu.
Lu hujin berkata pula, "Betapa jerih payah kita untuk mengumpulkan kejayaan ini, kau sendiri tempo hari pernah bilang, dunia kangouw penuh bahaya kejahatan, kau sendiri sudah tidak mau lagi keluntang-kelantung diluar, kecuali kau antar para tamumu pulang, hidup selanjutnya baru bisa aman sentosa."
"Cobalah kau tidak cerewet lagi," sentak Lu Tangwan lagi mendongkol. "Cobalah beri waktu untuk aku berpikir," dalam hati ia membatin, "Ai kenapa semakin lama ia tak dapat melihat gelagat dan suasana, siapa tidak mendambakan hidup sentosa dan sejahtera tapi bila melakukan perbuatan terkutuk terhadap sahabat sendiri, masa aku Lu Tangwan masih ada muka bertemu dengan para kawan?"
Sip It-sian mendekam diatap rumah, mencuri dengar sampai disini ia berpikir, "Dugaanku ternyata betul. Istrinya tidak senang akan kedatangan para tamu yang tidak diundang ini. Tapi tidak perlu heran, perempuan mana yang tidak pernah takut mendengar nama "Pelarian". Demi sahabat dan keluarganya, kita tidak seharusnya merembet dan bikin susah mereka." lalu berpikir pula: "Urusan Liong hwi sementara ini terpaksa harus dirahasiakan terhadap Cin toako dan Ling-toako."
Hari kedua pagi pagi benar, mendadak Cin Hou siau beramai-ramai menemui Lu Tangwan dan mohon diri bersama, keruan saja Lu Tang wan terperanjat, batinnya: "Apakah perkataan ibu Yau ji semalam dapat didengar oleh mereka ?" dengan ngotot ia menahan para tamunya.
Dengan suara lirih Cin Hou-siau berkata, "Hong hiantit mendapatkan satu jilid Ping-hoat, kita harus membantunya menyerahkan kepada kepala pimpinan laskar pergerakan dalam waktu sesingkat mungkin. Maka setelah dipikirkan secara masak, terpaksa kami harus segera mohon diri kepadamu. Toh waktu masih panjang, kelak kami masih bisa datang kemari." Ternyata Cin Hou-siau beramai memang mendapat nasehat dari Sip It sian, sehingga mereka berkeputusan untuk segera meninggalkan rumah Lu Tang-wan ini. Alasan yang dikemukakan ini memang tepat.
Memang alasan tepat dan keperluan memang penting, Lu Tang-wan sendiri mengetahui pula persoalan Ping-hoat itu, hatinya curiga tapi toh ia kewalahan menahan tamu tamunya, akhirnya ia berkata; "Kalau begitu, Tiat-wi Hiantit sementara biar tinggal di sini saja, luka lukanya kan belum sembuh seluruhnya?"
Ling Hou berkata; "Terima kasih atas kebaikan Lu toako, penyakit anakku sudah kuperiksa rasanya tidak bakal kambuh lagi. Gurunya minta segera ia pulang untuk mengurus Bukoannya di kampung jejak sutenya itu juga perlu bantuan untuk ikut mencari."
Melihat sikap Ling Hou banyak lebih kaku dan dingin dari kemarin, Lu Tang-wan jadi lebih sedih dan terketuk perasaannya. Tapi pikiran lain lantas berkelebat dalam benaknya, ia sendiri belum punya keputusan akan menikahkan putrinya kepada Hong thian lui, istrinyapun ingin agar para tamunya ini lekas-lekas meninggalkan rumah, apa boleh buat.
Lu Tang wan mengantar para tamunya sampai kepintu depan, Khu tay seng melangkah masuk dari pintu belakang.
Segera Lu hujin membawa masuk kekamar dalam katanya berbisik: "Piaomoaymu sudah ada beritanya."
Khu Tay seng kegirangan, "Berita apa?" tanyanya.
"Ternyata mereka pergi ke Lou keh ceng."
Khu Tay-seng terkejut benar, katanya kemudian: "Piauwmoay begitu besar nyalinya, berani dia meluruk kesana untuk menolong bocah itu!! Ah!! Ilmu silat Lou Jin cin bukan kepalang lihaynya apakah Piauwmoay kena tertawan oleh Lou keh ceng?"
"Bukan begitu," Lu hujin menjelaskan, "Kabarnya mereka sudah berhasil meloloskan diri, apakah kau melihat para tamu yang diantar Kohtiomu? Diantara mereka ada ayah Ling Tiat wi dan ayah bocah she Cin itu!!"
Dengan ringkas segera ia beritahukan tentang Cin, Ling dan lain lain yang membuat keributan di Lou-keh ceng, serta Sip-it sian melihat Lu Giok-yau pula dimana akhirnya Khu Tay seng berkata: "Piauwmoay tidak berani pulang, darimana bisa tahu kemana mereka melarikan diri?"
"Ada sebuah sumber penyelidikan, coba kau susul dia kesana."
"Dimana tempat itu??" tanya Khu Tay-seng tersipu-sipu.
Tutur Lu hujin: "Hari itu Cin Liong hwi berbohong mendapat pesan ayahnya memberi kabar kemari kuduga iapun tidak berani pulang. Aku jelas akan wataknya Piauw-moaymu, betapapun besar nyalinya tak akan berani keluyuran dengan seorang laki-laki sembarangan. Mungkin dia masih belum tahu bahwa Ling Tiat hwi sudah tertolong keluar oleh ayahnya tapi dia menyirapi berita. Cobalah kau susul kerumah ibu inangnya, kecuali aku ibu inangnya ini paling sayang padanya setelah lolos dari Lou keh-ceng tiada tempat lagi untuk meneduh pasti ia menuju kerumah inangnya itu."
Setelah perundingan rahasia antara bibi dan keponakan ini selesai Lu Tang wan baru masuk kedalam, segera Khu Tay-seng menghadapi sekedarnya, lalu bergegas tinggal pergi. Apa yang menjadi perundingan mereka tadi sekecap pun tidak disampaikan kepada Lu Tang-wan.
O^~dwkz^hendra~^O Setelah meninggalkan rumah keluarga Lu, Ling Hou dan rombongannya menempuh perjalanan dengan langkah cepat, masing-masing memikirkan urusannya sendiri, terutama Ling Hou kelihatan rada murung dan kesal.
Segera Cin Hou siau membujuknya : "Pernikahan ini, bilamana jadi itulah baik kalau batalpun tidak menjadi soal. Bukan aku suka menggagalkan muridku, ilmu silat dan martabat Tiat-wi sukar dicari keduanya, seorang laki-laki kenapa kuatir tidak bisa memperoleh seorang isteri yang cantik dan bijaksana ?"
"Bukan aku menyayangkan pernikahan yang belum menentu ini." demikian Ling Hou menjelaskan. "Aku menyayangkan tindakan Lu-toako seorang laki-laki, seorang enghiong yang gagah perkasa, kenapa berkuping lemah. Ai, aku mengajukan pinangan untuk anak Wi, mungkin tindakanku rada ceroboh."
Perkataan "kuping lemah" yang dimaksud adalah takut bini, segala sesuatunya percaya akan obrolan sang istri.
Sip It-sian tertawa, selanya : "Belum tentu Lu Tang-wan itu selalu tunduk pada ucapan istrinya. Yang terang istrinya tidak senang hati terhadap kita, sehingga kita sendiri yang tak enak tinggal terlalu lama dirumahnya, semalam waktu kucuri dengar percakapan mereka kelihatannya Lu Tang-wan sangat menyetujui Tiat-wi, bocah itu belum tentu soal pernikahan ini tiada harapan."
"Kalau tidak mendapat simpatik dari sang mertua, menantu ini tidak jadi saja, soal pernikahan Tiat-wi, selanjutnya akupun tidak perlu menyinggungnya pula kepadanya !"
Tidak enak bagi Hong-thian lui untuk ikut membicarakan persoalan perkawinannya, dasar sifatnya yang keras kepala dan tinggi hati ia merasa ucapan ayahnya sangat benar dan mencocoki seleranya. Sekonyong-konyong bayangan Lu Giok-yau berkelebat dalam benaknya, tanpa merasa sekujur badannya terasa bergidik.
"Selama beberapa hari beberapa malam tanpa mengenal lelah dan tidur, makan tidak bisa tidur Giok yau meladeni aku, merawat lukanya sampai sembuh. Apakah lantaran sedikit perselisihan dengan ibunya lantas aku tidak mau hiraukan dia lagi ?" Terpikir pula oleh Hong tian-lui, "Giok yau adalah Giok-yau, ibunya adalah ibunya, lain ibu lain anak. Kalau bibi Lu tidak senang kepadaku, apa sangkut pautnya dengan dia ? Yang terang dia kan suka kepadaku . . ." teringat akan kelakuan Giok yau yang begitu mesra dan prihatin terhadap dirinya selama ia sakit, teringat akan sikap dan rasa berat serta mata yang berkaca kaca karena cinta kasihnya . . . sama-sama itu, cukup jelas membuktikan betapa murni cintanya terhadap dirinya. Serta merta jantung Hong Thian lui berdegup dengan amat kerasnya, lapat-lapat ia merasakan pula ucapan ayahnya yang tidak bisa diterima akan kebenarannya.
Ling Hou tidak suka memperbincangkan persoalan Lu Tang-wan suami istri. Segera ia putar haluan dan ajak bicara kepada Hek swan-hong dan Geng Tian, katanya : "Hong hiantit, Geng hiantit, bila kalian berdua tidak ada urusan lain yang penting, kuharap kalian suka mampir ke rumahku barang beberapa hari? Anak anak muda sulit mendapat sahabat karib yang sehaluan dan setujuan, berilah kesempatan kepada putraku untuk mendapat pengalaman lebih banyak dari kalian ?"
"Memang aku ingin berkumpul beberapa hari lagi dengan Tiat-wi, tapi aku harus segera menuju Tayloh untuk menemui Liok pangcu dari Kaypang untuk memberikan laporanku dalam perjalanan ke Liang san tempo hari, dan yang terpenting menyerahkan Pinghoat itu kepada beliau supaya beliau suka memberikan keputusannya. Terpaksa harus ditunda lain kesempatan untuk menyambangi paman ?"
Ling Hou tahu betapa penting tugasnya itu maka ia berkata tertawa; "Kalau begitu aku pun tidak akan paksa kau !"
Mendadak Hong thian lui angkat bicara: "Yah, aku ingin ikut Hong toako pergi ke Taytoh untuk melihat lihat dan mencari pengalaman bagaimana pendapatmu?"
"Bukannya tidak baik, kuatirku pengalamanmu terlalu cetek, badanmu belum sehat seluruhnya, begitu berada di ibu kota negeri Kim segala sesuatunya perlu kewaspadaan yang berlebihan, apakah kau tidak membebani orang lain ?"
Hong thian lui tertawa, katanya : "Toh bukan seorang saja yang pergi ada pula Hong toako yang akan memberi petunjuk kepadaku, lukaku sudah delapan puluh persen sembuh, luka luka luar yang belum sembuh ini tidak bakal mempengaruhi diriku. Perjalanan ke Taytoh dari sini paling cepat memakan waktu satu bulan. Dalam jangka sebulan masa takkan sembuh seluruhnya?"
"Liok pangcu adalah sahabat lama yang sudah tak pernah jumpa beberapa tahun," demikian Cin Hou-siau ikut menimbrung. "Dengan kesempatan ini biarlah Tiat wi ikut menyambangi dia sekaligus menyampai salam dari kita."
Hong thian-lui berjingkrak kegirangan, serunya: "Saudara Geng, kau bagaimana?"
"Aku justru punya urusan lain. Mungkin aku tidak bisa ikut kalian pergi ke Taytoh bersama!" demikian sahut Geng Tian, lalu ia berpaling dan katanya pula : "Sam-wi Locianpwe, aku tanya, apakah kau tahu seorang pangcu Ceng-liong-pang yang bernama Liong Jiang-poh ?"
"Kau kenal dengan Liong pangcu ?" tanya Cin hou-siau.
"Beliau adalah bekas bawahan ayahku!" demikian sahut Geng Tian. "Siautit sendiri belum pernah ketemu dengan beliau, entahlah dimana letak kedudukan Ceng-liong-pang itu."
Kata Cin Hou-siau: "Aku kenal dengan Liong Jiang-poh itu, tapi sudah sekian tahun aku tidak kelana didunia kang-ouw, entah dimana markas besar Ceng-liong-pang itu !"
Sekarang Sip It-sian campur bicara : "Berita tentang Ceng-liong-pang aku pernah dengar sedikit, semula markas besarnya didirikan di Hu-gu-san, konon kabarnya tahun yang lalu sudah hijrah ke Ki-lian-san."
"Wah ! pindah sedemikian jauhnya !" seru Cin Hou-siau.
Perlu diketahui Hu-gu-san terletak di Tiong-ciu wilayah Holam, sebaliknya Ki-lian-san terletak di Kam-siok daerah barat laut, jarak kedua gunung ini terpaut beberapa ribu li jauhnya, sebab Cin Hou-siau tahu bahwa Ceng Liong-pang merupakah satu perkumpulan rahasia yang melawan kerajaan Kim, dengan memindahkan markas besarnya ke Ki-liansan berarti mempersukar segala pergerakan dan fasilitas maka ia mengajukan pertanyaan yang mengherankan itu.
Sip It-sian menjelaskan : "Justeru karena rahasia Ceng-liong pang sudah diketahui oleh pihak kerajaan Kim. Komandan Gi-lim-kun dari kerajaan Kim yang bernama Wanyen Tiang-ci hendak mengirim pasukannya untuk menumpas mereka, begitu mendapat kabar ini, Liong Ciau tahu bahwa Hu-gu-san tidak mungkin kuat untuk bercokol Iebih lama pula, maka jauh-jauh mereka pindah ke Ki-lian-san, disana mereka hendak menyusun kekuatan pula!!"
"Beritamu ternyata cukup aktuil. Rahasia yang sangat penting ini, darimana kau dapat dengar?" Cin Hou-siau bertanya sambil bergurau.
Sip It sian tertawa, tuturnya : "Kalau dibicarakan berita rahasia ini aku jauh lebih dulu mendapat tahu dari Liong Jiang poh sendiri. Gundik kelima dari Ciangkun yang bercokol di Aiciu mempunyai serenteng Ya-bing-cun seharga puluhan laksa tail perak yang dibeli dari seorang pedagang dari Persia. Mendapat kisikan dari seorang ahli sebetulnya aku berniat mencuri serenteng mutiara itu tidak kuduga belum lagi rentengan mutiara itu berhasil kucuri justru surat perintah Wanyen Tiang ci kepada panglima di Ai-ciu itu berhasil kucomot!"
Cin Hou siau bergelak tertawa, serunya, "Hasilmu ini jauh lebih berharga dari nilai serenteng Ya-bing-cu itu!"
"Secepatnya aku segera mengirim berita ini ke Hu ga-san," demikian Sip It sian melanjutkan. "Tatkala itu memang Liong Jiang-poh sudah mendapat sedikit berita, tapi tidak sejelas seperti yang kuperoleh. Setelah melihat surat rahasia itu baru dia berkepastian untuk memindahkan tempat tinggal markas besarnya itu. Tapi waktu itu hanya diputuskan untuk pindah tempat dan belum mendapat kepastian tempatnya. Baru belakangan ini aku mendapat tahu mereka sudah pindah ke Ki liansan.
O^~dwkz^hendra~^O Jilid 19 "Dan bulan yang lalu aku bertemu dengan Nyo Sugi, tertua dari anak buahnya yang mendapat gelar Su-tay-kim-kong, katanya Liong-jiang-poh sangat kangen kepadaku, minta aku suka mertamu kesana."
Geng Tian menjadi girang, katanya, "Kiranya Sip lociang punya hubungan begitu kental dengan Liong-pangcu, kalau sudi kesana bersama Wanpwe itulah bagus sekali."
Sip It-sian tertawa, ujarnya; "Aku masih punya urusan jual beli besar yang perlu segera kulaksanakan. Undangan Liong-pangcu terpaksa harus kutundakan setengah tahun lagi baru bisa kupikirkan. Lote, dihadapan Liong pangcu harap kau suka sampaikan salamku kepadanya."
Geng Tian ingin tahu lebih banyak mengenai seluk beluk Ceng-liong-pang ini, maka ia bertanya lebih lanjut: "Aku hanya tahu Ceng-liong-pang mempunyai seorang pangcu entah masih punya tokoh tokoh penting siapa lagi?"
"Umpamanya yang kusebut sebagai Su-tay-kim-kong itu tadi," sahut Sip It-sian, lalu ia jelaskan nama, raut wajah serta usia dari Su-tay kim kong itu satu persatu kepada Geng Tian. Setelah semua bicara jelas, beramai ramai mereka ambil perpisahan di tengah jalan.
Geng Tian ingin selekasnya menemui Liong Jiang-poh. Maka malam hari ia menempuh perjalanan. Hari itu ia tiba disebuah kota kecil, dalam kota kecil itu hanya terdapat sebuah penginapan, baru saja Geng Tian menuju kerumah penginapan itu, tahu-tahu didepan pintu kelihatan segerombolan petugas hukum yang menunggang kuda sedang mengepung rumah penginapan itu. Agaknya rumah penginapan itu seperti ada menyembunyikan seorang gembong penjahat yang sedang diburu oleh para opas itu.
Didepan penginapan ini terdapat sebuah warung minuman, lekas-lekas Geng Tian masuk kedalam dan sembunyi disana, sembari menikmati air teh dengan seksama ia memperhatikan kejadian didepan itu.
Tatkala itu sebagian petugas opas itu sudah meluruk masuk kedalam, mereka mulai mengadakan razia dengan segala kegaduhan, tidak luput pemilik rumah penginapan itu menjadi sasaran berbagai pertanyaan dan ancaman. Dari tempat duduknya didalam warung kecil itu Geng Tian dapat mendengarkan dengan jelas sekali.
Mendadak terdengar sebuah bentakan nyaring, sebuah suara serak berteriak, "Ong losan kau tahu apa dosamu?" Geng Tian tak melihat orang berada disebelah dalam, dalam hati ia membatin: "Orang itu pasti kepala opas karena mendengar sikapnya yang begitu garang ternyata tidak lebih seorang penyakitan yarg diluar kelihatan kuat sebenarnya dalamnya sudah keropos. Hai, didengar dari nada nada katanya, kelihatannya belum lama ia pernah terluka dalam. Kalau penginapan itu benar ada sembunyi sebangsa perampok yang berkepandaian tinggi, kepala opas macam dia mana melaksanakan tugasnya!"
Selanjutnya terdengar pula suara Ong lo-san yang gemetar, "Hamba membuka rumah penginapan ini dengan modal kecil, selamanya bekerja untuk ketentuan ketentuan yang ada entah dosa apa sebenarnya yang telah kami perbuat ?''
Kepala opas itu membentak: "Coba buka matamu lebar-lebar lihat siapa aku? Huh, hmm kenal tidak? Dengan mata kepalaku sendiri kulihat kau menyembunyikan bangsat bangsat pelarian dari Ceng-liong-pang, berani kau mungkir dan main debat apa segala?" Ternyata penginapan ini adalah tempat dimana In-tiong-yan dan Su-tay-kim-kong tempo hari menginap, dan kepala opas ini tidak lain tak bukan adalah orang yang dilukai oleh In tiong-yan malam itu.
Kini setelah luka lukanya rada sembuh tahu bahwa orang orang Ceng liong pang itu pasti sudah tiada didalam penginapan itu, sengaja ia datang untuk mencari gara gara melampiaskan kemendongkolan hatinya dan tak lupa tentunya ia sudah memeras sipemilik rumah penginapan demi keuntungan kantongnya.
Mendengar nama Ceng liong pang, Geng Tian menjadi girang dan terkejut pula pikirnya: "Bila pemilik rumah penginapan ini punya hubungan erat dengan Ceng liong pang bagaimana juga aku tak bisa berpeluk tangan!"
Terdengar sipemilik penginapan itu sedang berkata: "Harap Tayjin suka periksa dengan adil, sesuai dengan fungsi sebagai penginapan adalah jamak kalau aku menerima para tamu dari luar daerah, hari itu aku hanya tahu kedatangan empat orang tamu seperti lazimnya orang orang yang melakukan perjalanan jauh mana hamba tahu dia dari pihak Ceng liong pang atau Ui liong pang?"
Kepala opas itu menyeringai dingin jengeknya; "Apa benar kau tidak tahu asal usul mereka? Lalu siluman perempuan baju hitam itu kau juga tidak tahu siapa dia?"
Geng Tian semakin heran pikirnya: "Pihak Ceng liong pang yang datang ada empat orang? Dua hari yang lalu Sip Lo cianpwe ada bilang tentang Suthay kim kong apakah mereka ini yang dimaksud? Masa bisa begitu kebetulan? Aku sedang mencari tahu berita mereka bila hal ini benar benar aku tak perlu susah lagi mencari kemana mana. Tapi siapa pula siluman perempuan baju hitam itu?"
Baru hilang pikirnya terdengar kembali pemilik rumah penginapan itu menyambung lagi dengan suara terputus putus; "Aku...aku... aku lebih tidak tahu soal dia." kiranya saking ketakutan badan gemetar suaranya tenggelam ditenggorokan.
Kepala opas agaknya semakin mendapat angin jengeknya lagi, "Bila kau tidak hubungan erat dengan dia mana kau sudi memberikan tempat kepada seorang muda belia yang kelenteng kelenteng diluaran seorang diri? Hmm malah kudengar kau ada menumpah barang barang curiannya! Hayo bicara terus terang dihadapan hukum jangan kau main mungkir lagi!"
Gigi pemilik penginapan berkerutukan saking ketakutan sahutnya: "Mana....mana ada..... kejadian itu. Mana ada kejadian itu......!"
"Berani mungkir lagi?" bentak kepala opas, "Emas yang melong melong dan perak yang gemerlapan ada orang yang menjadi saksi bahwa begal perempuan itu mencerahkan kau!"
Mendengar tekanan opas itu semakin garang mau tak mau Geng Tian berpikir, "Entah siapakah siluman perempuan baju hitam itu. Tapi toh ia berada sama orang orang Ceng liong pang, terang dia adalah kaum pendekar yang mengamalkan bhaktinya. Tidak mungkin orang orang Ceng liong pang itu ada menyembunyikan harta curian apa segala dalam penginapan ini, jelas adalah fitnah belaka dari para opas itu untuk memeras. Hm mungkin para cecurut hukum ini akan menggunakan kompresnya, sudah saatnya aku turun tangan."
Baru saja Geng Tian hendak menerjang kesana melabrak para opas itu diluar dugaan percakapan dalam rumah penginapan itu mendadak menjadi sirap dan tak terdengar lagi. Sebagai seorang yang pernah melatih kepandaian senjata rahasia ia menegakkan telinganya untuk mendengarkan dengan cermat samar samar didengarnya suara tawa kesenangan dari kepala opas itu.
Dan tamu yang duduk di meja sebelah terdengar sedang berbisik bisik kata salah seorang: "Menurut hematmu apakah benar Ong lo san ketiban rejeki nomplok?"
Seorang yang lain menyahut, "Mana mungkin ada kejadian itu. Ong losan seorang yang takut kena perkara kalau hanya tanpa akan persenan kecil mungkin jadi menerima hasil rampokan kuduga dia mana berani?"
"Kenapa ia tidak membela diri?" Cepat kawannya ini angkat pundak katanya tertawa: "Kau tanya aku mana aku tahu? Pendek kata aku percaya akan kebersihan hati Ong losan.''
Geng Tian juga menjadi serba salah pikirnya, "Kenapa kepala opas itu berubah lunak dan tidak mengompresnya lebih lanjut, tidak terdengar suara siksaan?"
Ternyata pemilik penginapan itu mendadak memperoleh ilham teringat olehnya akan sebuah pepatah yang berkata, menghabiskan harta benda untuk membendung malapetaka pikirnya: "Mungkin dia tahu bahwa nona itu ada memberi aku sebutir kacang emas sangkanya entah berapa banyak persen yang kuperoleh. Ah, sebetulnya sebutir kacang emas itu taju." Segera ia keluarkan kacang emas itu lalu disesepkan ketangan kepala opas serta memberi keterangan seperlunya ditambah lagi dengan seluruh uang kontan yang ada didalam lacinya. Mengingat penginapan kecil yang tidak mungkin diperasnya lebih lanjut, kepala opas itu akhirnya menerima hasil yang cukup.
Setelah menerima uang sogokan kepala opas itu pura pura membentak pula dengan suara garang: "Jadi kau benar benar tidak tahu kemana larinya perampok itu ?"
"Hamba benar benar tidak tahu," sahut pemilik penginapan setelah sogokannya berhasil hatinya menjadi besar dan bangkit pula nyalinya suaranyapun lebih tenang dan keras.
Kepala opas itu berkata lantang, "Baik kuberi ampun kau kali ini. Sebaliknya para tamu dalam penginapan ini perlu diperiksa hayo giring semua kekantor untuk diperiksa."
Begitu perintah itu dikeluarkan suasana penginapan menjadi ribut akhirnya pemilik penginapan itu pula yang turun tangan mohon keringanan. setiap tamu semuanya mengeluarkan uang sangunya buat menyogok kepala opas itu baru urusan tidak berkepanjangan.
Setelah tiba dan bikin gaduh dipenginapan itu setengah harian meski hasilnya tidak memuaskan tapi hitung hitung ada hasil juga, paling mereka sudah melaksanakan tugas walau tidak semestinya, mereka bisa pulang memberikan laporan kepada atasan. Maka dibawah pimpinan kepala opas itu mereka segera mengundurkan diri pulang kekota.
Setelah rombongan opas sudah jauh, bergegas Geng Tian memasuki penginapan itu.
Dengan sikap lesu pemilik penginapan maju menyambut tamunya dalam hati ia merasa heran pikirnya: "Apakah dia tidak tahu kejadian tadi kenapa tidak takut kena urusan?" maka selanjutnya ia bekerja lebih cermat ditanyakan nama pekerjaan datang dari mana dan lain lain keterangan kepada Geng Tian.
Geng Tian tertawa katanya: "Opas tadi takkan datang lagi. Kau legakan saja hatimu. Aku seorang pedagang tulen uang sewa kamar tidak akan kulunasi seluruhnya."
Walau pemilik penginginapan ini rada was was dan bimbang tapi ia bisa berpikir panjang bagaimana juga usaha dagang ini masih harus dilanjutkan terpaksa ia terima pemintaan Geng tian, memberinya sebuah kamar besar paling bagus.
Dengan suaranya yang sember seperti biasanya pemilik penginapan bertanya: "Apakah kamar ini memuaskan?''
"Bagus, cukup memuaskan!" sahut Geng Tian dengan suara kalem. Waktu berkata tiba tiba ia menutup pintu kamar rapat rapat.
Karuan pemilik penginapan terkejut setengah mati serunya; "Tuan kau....kau apa yang kau lakukan?"
"Tidak apa apa mari kita mengobrol sebentar. Silahkan duduk!" jarinya yang kecil menggatel sebuah kursi lalu diletakkan di-hadapannya. Kursi dalam penginapan itu terbuat dari kayu jati yang berat dan tebal meski tidak seberat bahan besi tapi melulu digantol dan dijinjing dengan sebuah jari kecil saja orang biasa mana mampu melakukan.
Pemilik penginapan semakin kejut tapi lantas ia berpikir: "Harta yang kumiliki sekarang tinggal barang perabot dan bahan pakaian seumpama dia seorang garong harta apalagi yang dapat kuberikan kepadanya?" maka tanpa sangsi lagi segera mendeprok duduk dengan hati hati ia bertanya; "Tuan ada petunjuk apa? Baru saja aku mengalami kesulitan keadaan yang morat marit ini belum lagi dapat pekerjaan."
"Justru aku ingin bicara soal ini," kata Geng Tian, "Bagianmu tidak kecil bukan?"
"Tidak, tidak menjadi soal!" sahutnya tergugup.
"Aku bukan orang yang suka gegares dengan rakus kau tak usah takut," ujar Geng Tian pula. "Dalam dunia ini mana ada kucing yang tidak suka makan amis, rombongan opas sekarang serigala itu berkunjung kedalam penginapan masakan tidak kena dirugikan?"
Pemilik penginapan menghela napas ujarnya; "Harap tuan suka maklum, aku sudah terima uang kamar dari beberapa tamu aku jadi bingung kemana besok aku harus cari uang untuk membeli beras buat mereka makan?" secara tidak langsung ia bermaksud: "Uang sewa kamarmu lebih baik bayar dulu?"
Geng Tian tersenyum lebar katanya, "Tak perlu kuatir, nah terimalah selembar cekku ini anggaplah pembayaran sewa kamarku ini. Ambilah!"
Dia mengusahakan penginapannya ini selama puluhan tahun belum pernah menerima pembayaran dari tamunya dengan cek, setelah menerima dan diteliti seketika itu mulutnya terbuka lebar dan terkejut melongo. Kiranya itulah sebuah cek dengan tarikan uang sebesar lima ratus tail.
"Kau kuatir kalau cekku ini palsu?" Geng Tian menegas, "Cobalah kau periksa cek keluaran dari bank Thong ki liong diseluruh kota kota besar dalam wilayah besar dalam lima provensi daerah Utara ini dapat ditukarkan dengan uang kontan."
Bank Thong ki liong berpusat di Taytoh disetiap kota kota besar yang tersebar diberbagai propensi daerah utara ada didirikan berbagai cabang merupakan usaha perbankan yang terbesar pada jaman itu. Meski pemilik penginapan belum pernah menerima cek dengan nilai sebegitu besar nilainya tapi banyak diantara para tamunya yang menginap pernah ia melihat cek yang bernilai puluhan tail uang perak setelah diteliti cap bentuk dan tanda gambarnya memang bukan palsu mau tidak mau ia harus percaya akan ketulenan cek ditangannya itu.
Saking kaget dan takutnya dengan gemetar pemilik penginapan menyodorkan kembali cek itu, katanya: "Tuan, jangan kau membuat aku celaka tidak berani menerima cekmu ini!"
Geng Tian tertawa katanya: "Kau kuatir kalau cekku ini hasil curian?"
"Tidak, tidak sewa kamarmu tidak dibayar begini banyak." sebenarnyalah memang ia kuatir kalau cek itu hasil rampokan.
"Legakan hatimu!" ujar Geng Tian sambil mendorongnya pelan pelan. "Kau terima saja!" lalu dikeluarkan pula beberapa tail uang receh.
Sudah tentu pemilik penginapan itu sambil takut dan tak berani menerima. Terpaksa Geng Tian sesapkan cek dan uang receh itu kedalam sakunya, katanya tertawa : "Mari duduk dan dengarkan, kau punya sanak kadang tidak?"


Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Hong In Lui Tian Karya Gan Kh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku orang tua sebatang kara, tiada punya istri dan putra putri dan tidak punya sanak famili pula. Cuma seorang keponakan bekerja dikota Ai-seng yang jauh dari sini, beberapa tahun belum tentu jumpa sekali."
"Apakah keponakanmu dapat dipercaya ?"
"Keponakanku seorang jujur dan polos cuma kurang berbakti pada leluhur, sudah likuran tahun usianya masih belum menikah!" melihat bicara Geng Tian sopan santun dan kenal peradatan rasa gugup dan takut hatinya lambat laun menjadi berkurang. Namun dalam hati ia bertanya-tanya untuk apa Geng Tian menanyakan urusan keluarganya serta tetek bengek lainnya.
Geng Tian tertawa lebar, ujarnya, "Aku kuatir kau kehabisan uang kontan maka kuberi uang receh tadi sebagai sangu diperjalanan. Dalam satu dua hari ini kau harus menjual penginapanmu ini, pergilah kekota Ai-seng dan dirikan pula sebuah penginapan di-sana yang lebih mewah dan mentereng, suruhlah keponakanmu menjadi pembantu di Ai-seng kau tidak perlu kena diperas oleh para opas lagi, lima ratus tail uang perak sebagai modal cukup berkelebihan bukan?''
"Cukup! Dengan dua ratus tail uang perak cukup untuk mendirikan sebuah penginapan yang mewah. Tapi..''
"Kelebihannya dapat kau gunakan sebagai perongkosan mengawinkan keponakanmu."
Pemilik penginapan jadi berpikir, "aku cukup punya alasan setelah diperas oleh para opas itu untuk menghentikan usahaku dan pindah ketempat lain, tanggung tidak menimbulkan curiga orang lain." Maka ia segera berkata: "Terima kasih banyak pada siang-kong yang telah memberikan segala bantuan ini, tapi aku orang tua sungguh tidak berani menerima hadiah ini tanpa berjasa. Entah Siangkong punya pesan atau petunjuk apa silahkan katakan saja.''
"Memang aku punya sebuah persoalan yang akan kutanyakan kepada kau!"
Pemilik penginapan menjadi gugup pula katanya; "Entah apakah orang tua macam aku ini dapat memberikan bantuan."
"Kau tidak usah takut, aku cuma tanya beberapa patah kata saja dan tidak akan kukatakan kepada orang lain. Empat orang tamu yang menginap dipenginapanmu malam itu, mereka ada pernah bicara apa dengan kau??"
"Semula mereka minta dua kamar besar kelas satu, tapi akhirnya yang sebuah di-antaranya diberikan kepada seorang gadis remaja berpakaian serba hitam, malam itu aku orang tua tiada mempunyai kesempatan untuk bicara dengan mereka."
Geng Tian membatin: "Naga-naganya pemilik penginapan ini ada tiada sangkut pautnya dengan pihak Ceng-liong-pang," maka ia berkata: "Kalau begitu coba kau tuturkan kejadian malam itu sejelasnya!!"
Setelah mendengar peristiwa malam itu, Geng Tian bertanya: "Apakah kau tahu kemana mereka melanjutkan perjalanannya??"
"Sejujurnya aku orang tua tidak tahu sama sekali!"
"Kau takut aku dari petugas pemerintah yang berpakaian preman??"
"Siangkong begitu baik terhadapku. Kalau petugas dari kalangan pemerintah, mana kenal aturan? Malam itu begitu gugup dan takut aku dibuatnya, sehingga aku bersembunyi di-kolong meja, bagaimana akhirnya akupun tak berani tanya kepada mereka!"
Geng Tian menjadi kecewa, sedang ia berpikir, "Anggap saja kelima ratus tail uangku itu sebagai sumbangan untuk menolongnya."
Tiba-tiba pemilik rumah penginapan berseru sambil menepuk pahanya: "Hah teringat olehku sekarang!"
"Teringat apa?" tanya Geng Tian kegirangan.
"Kudengar gadis berpakaian hitam itu ada menyebut nama seorang Enghiong dari ciatkang timur, dia suruh keempat laki-laki itu pergi mencari putrinya."
"Siapakah Lo-enghiong yang dimaksudkan itu?"
"Seperti bernama Lu Tang-wan kalau tidak salah !"
Kiranya nama besar Lu Tang-wan sudah begitu tenar, ratusan li dalam daerah di-sekeliling rumahnya tiada seorang yang tidak kenal akan kebesaran namanya. Setelah para opas itu pergi pemilik penginapan masih ketakutan dan repot mengumpulkan perabot rumah makannya yang bercerai berai dan banyak rusak itu, sudah tentu ia tiada minat untuk para tamunya bicara, setelah mendengar In-tiong yan menyinggung nama Lu Tang-wan, baru ia ada perhatian. Soalnya dia merasa waswas dan kuatir maka ia tidak berani bicara secara tegas, sebelum menyebut nama Lu Tang-wan malah harus ditambah dengan kata kata ''seperti'' dan akhirnya ditambah pula dengan "kalau tidak salah".
Geng Tian menjadi sadar batinnya: "Tak salah lagi gadis berpakaian hitam itu pasti In tiong yan adanya. Dari mulut Hong thian lui, ia tahu Lu Tangwan pernah melindungi aku di masa lalu maka dia suruh Suthay kim kong pergi kerumah keluarga Lu untuk mencari berita tentang diriku. Tapi kenapa tidak dikatakan untuk mencari Lu Tangwan justru disuruh mencari putrinya? Apakah mungkin In tiong yan sudah tahu bahwa Lu Giok yau tidak bakal pulang kerumahnya?" soal ini ia hanya dapat meraba sebagian saja dan sebagian lainnya salah terkaan. Yang jelas bahwa Suthay-kim kong sebenarnya memang mendapat perintah dari pangcu untuk mencari Lu Tangwan.
Kata Geng Tian: "Coba kau ingat ingat lagi apa pula yang mereka perbincangkan?"
"Agaknya gadis itu ada pula menyebut nama sebuah tempat kalau tidak salah bernama ....bernama Hong hong san!"
Geng Tian mengerutkan keningnya, katanya: "Agaknya Lu Tangwan tidak tinggal di Hong hong san bukan?" demikian ia menirukan logat sipemilik penginapan.
Pemilik penginapan itu berkata; "Hong hong san terletak diperbatasan antara keresidenan Ceng tian dan Ui wan, merupakan gugusan sebuah pegunungan kecil yang belukar hanya ada beberapa keluarga yang bertempat tinggal disana. Masa mudaku dulu aku pernah berkelana menjual dagangan kecil kecilan mengembara sampai keplosok plosok." Sampai disini ia berhenti seperti mengingat-ingat lalu sambungnya; "Tatkala itu aku pun rada heran keluarga Lu tidak tinggal di Hong hong san? Tapi kenapa perempuan itu suruh mereka pergi menyusul ke Hong hong san? Maka waktu kau tanya padaku tadi akupun belum berani memberi penjelasan kalau salah mungkin kau akan mencurigai aku tidak bicara sejujurnya." Akhirnya ia memang sudah bicara secara jujur.
Diam diam Geng Tian menjadi geli, batinnya; "Kalau siang siang sudah tahu lebih baik aku tetap tinggal dirumah keluarga Lu, meski dibenci oleh istri Lu Tangwan sekarang jadi berabe harus putar balik lagi mengejar mereka."
Setelah mendapat keterangan yang diinginkan, Geng Tian mengantar pemilik rumah penginapan keluar dari kamarnya. Dengan tenang dan nyenyak dia tidur semalam suntuk. Hari kedua pagi pagi benar ia sudah melakukan perjalanan menelusuri jalan yang sudah dilalui waktu datang kemarin.
O^~dwkz^hendra~^O Sejak berada dirumah ibu inangnya Lu Giok yau merasa kesepian tahu tahu empat hari telah berlalu, maklum ibu inang Lu Giok yau itu sudah berusia lanjut dan berbadan lemah lagi kebetulan waktu Lu Giok yau tiba penyakit asmanya sedang kambuh!
Putra dan mantunya sedang repot menuai padi disawah ladang mereka diatas gunung, Lu Giok yau menjadi rikuh untuk mengganggu mereka terpaksa ia beralasan untuk menyambangi ibu inangnya dalam hati ia sudah memperhitungkan setelah penyakit ibu inangnya rada sembuh baru ia akan memberi penjelasan. Tak terduga tepat pada hari keempat piaukonya sudah menyusul datang.
Lu Giok yau pun sudah kangen akan keadaan keluarganya melihat datangnya sang Piauko sudah tentu ia merasa senang tapi pun rada heran dan curiga tanyanya: "Piauko dari mana kau bisa tahu aku berada di sini?"
"Paman ada bilang katanya ada orang melihat kau melarikan diri dari Lou keh ceng tunggu punya tunggu kau belum lagi pulang kerumah maka beliau suruh aku mencari tahu," demikian Kho Tay seng memberi penjelasan.
"Hah ayah sudah pulang?" seru Lu Giok yau kegirangan. "Beliau tidak kurang sesuatu apa bukan!"
"Luka luka sudah sembuh kembali tepat pada malam itu melarikan diri dari Lou keh Ceng itu bersama beberapa orang teman temannya beliau membuat keributan dan menggegerkan Lou keh ceng Ling Tiat wi juga berhasil tertolong keluar."
Hampir saja Lu Giok yau berjingkrak kegirangan katanya: "Kenapa dia tidak kemari bersama kau?"
"Ling toako hanya tinggal semalam esok harinya lantas berangkat lagi secara tergesa-gesa."
Lu Giok yau menjadi lemah dan kecewa tanyanya: "Kenapa?" dalam hati ia membatin, "Mungkin karena peristiwa tempo hari itu ia masih rada sirik terhadap ibu. Kan seharusnya tunggu aku pulang."
"Aku tidak tahu," sahut Kho Tay seng dengan angkat pundak. "Aku pernah bujuk dia supaya tunggu kau pulang tapi mukanya masam tak mau bicara."
"Sungguh mengherankan kenapa dia uring uringan dan agaknya marah padaku?"
"Menurut dugaanku justru sebaliknya, bukan dia marah atau uring uringan adalah dia sendiri yang malu menemui kau." dengan kata katanya ini sengaja ia hendak mengatakan bahwa Ling Tiat wi sudah ingkar janji dan memberikan cintanya kepada orang lain.
"Kan dia tidak pernah berbuat kesalahan terhadapku soal dia gendak dengan In-tiong yan apa segala kan merupakan kabar angin atau issue orang lain belaka."
"Apakah kau sudah jelas duduk perkaranya waktu berada di Lou Keh ceng tempo hari ?"
Soalnya asal usul In tiong yan merupakan suatu rahasia, maka Lu Giok yau segan membicarakan soal ini kepada Piaukonya, apalagi soal pertemuan dengan In tiong yan maka ia menyahut tegas; "Tak perlu cari tahu lagi aku percaya kepadanya."
"Baik sekali kalau percaya," sahut Khu Tay seng. "Maaf kalau tadi aku banyak mulut!" Sebenarnya Khu Tay seng kuatir bila bualannya diketahui Lu Giok yau.
"Setelah ayah pulang apakah orang orang Lou-keh ceng ada meluruk datang cari perkara?"
"Tidak!" "Kalau tahu begitu, siang-siang aku sudah pulang, ai!! Piauko, apa yang sedang kau pikirkan; marilah kami pamit pada ibu inang!"
"Piauwmoay!" Tiba-tiba Khu Tay-seng berkata. "Cuma kau seorang yang tinggal di sini?''
"Putera dan mantunya sedang bekerja diladang, saat ini belum pulang."
"Bukan anak dan mantunya yang kumaksud."
"Maksudmu bocah she Cin itu?"
Mendengar orang menyebut Cin Liong-hwi dengan sebutan kasar "bocah she Cin," Khu Tay seng menjadi tertawa senang, ujarnya: "Benar, malam itu bukankah kau kabur bersama dia ke Lou keh-ceng?? Kenapa kalian bertengkar?"
"Bocah keparat itu bukan orang baik-baik, selanjutnya jangan singgung keparat itu."
Khu Tay seng mengiakan. Hatinya merasa senang dan takut, pikirnya: "Ling Tiat wi bocah itu sudah pergi, dan sibocah Cin Liong-hwi itu juga sudah tidak memperoleh simpatik dari piauwmoay, dengan hilangnya kedua penghalang ini, harapanku jadi lebih besar. Cuma rencana sudah kuatur itu menjadi gagal total, entah bagaimana aku mempertanggung jawabkan persoalan ini."
Begitulah Lu Giok yau ajak Khu Tay-seng masuk kedalam gubuk. Ternyata penyakit asma ibu inangnya masih kumat dan rebah diatas ranjang. Waktu Khu Tay seng tiba tadi kebetulan ia sudah tertidur, sekarang kebetulan ia sudah siuman.
Mendengar suara pembicaraan mereka, dengan bersanggah tongkatnya ibu inangnya merangkang terus keluar dengan gentayangan katanya: "Piausiauya kaupun datang. Kenapa tidak menginap semalam saja, sekarang juga hendak berangkat?!"
"Ayah sudah kembali, beliau suruh aku pulang," demikian Lu Giok-yau memberikan alasannya. "Beberapa hari lagi biar kami datang kemari."
"Ai aku selalu mengharap kedatangan kaIian, sungguh berat rasanya kalian tinggalkan," demikian keluh ibu Inang.
Mendadak Khu Tay seng menyela: "Ibu inang begitu sayang kepada kau, engkau boleh tinggal dua hari lagi disini biar aku kembali memberi lapor kepada Ih-tio."
Lu Giok yau menjadi heran: "Piauko, bukankah tadi kau katakan ayahku sangat mengharap kedatanganku?"
Khu Tay seng jadi tergagap, sahutnya: "Ini kupikir bila beliau tahu kau berada di rumah ibu inang sini, pasti beliau berlega hati, pulang dua hari rada terlambat kukira tidak mengapa."
"Tidak!" kata Lu Giok-yau tegas, "sebaliknya aku sangat kangen kepada ayah. Bukankah luka lukanya baru saja sembuh?"
Dan soal yang paling ingin diketahui adalah berita mengenai diri Hong-thian lui, cuma hal ini tak enak ia utarakan.
Melihat betapa bakti Lu Giok-yau terhadap ayahnya, ibu inang menjadi rikuh untuk menahannya lagi, katanya: "Kalau begitu, kau boleh pulang dulu, kalau senggang kemari lagi nanti!"
Lu Giok yau mengiakan, lalu sambungnya: "Kau orang tua harus banyak istirahat dan jangan banyak pikiran, setiba dikota akan kucarikan tabib kemari untuk memeriksa penyakitmu!"
Ibu inang batuk-batuk, katanya sambil tertawa: "Penyakitku ringan begini masa perlu diperiksa tabib segala, cukup makan ramuan obat-obatan rumput saja pasti sembuh."
Setelah Lu Giok-yau pamit pada ibu inangnya, segera ia pulang bersama sang piauko. Sepanjang jalan ini Khu Tay-teng selalu celingak celinguk; air mukanya masam kelihatannya hatinya kurang tentram.
Lu Giok yau berjalan didepan, saban saban ia berpaling kebelakang, melihat roman muka Khu Tay-seng yang ganjil itu ia menjadi heran, tanyanya: "Piauwko, apa yang sedang kau amati??"
Khu Tay seng tak sempat menyembunyikan tingkah lakunya yang kurang wajar, ia jadi gelagapan, sahutnya mengada ada. "Oh! oh! tidak apa-apa, sudah lama aku tak pernah masuk desa, melihat-lihat pemandangan saja."
Lu Giok yau tertawa geli, ujarnya: "Gugusan bukit yang gundul plontos dalam lurah sempit begini ada pemandangan apa yang enak dinikmati?"
Untuk pulang kedalam kota dari rumah ibu inang Lu Giok-yau memang harus lewat sebuah bukit yang jarang pepohonan, lembah didalam lurah ini kira kira sepanjang empat lima li.
Belum lama mereka berjalan tiba tiba tampak beberapa orang yang gerak geriknya sangat mencurigakan Lu Giok yau terkejut, pikirnya: "Daerah yang tandus dan belukar rumput alang alang begini, untuk apa orang-orang itu main sembunyi-sembunyi disana, apakah mereka itu kawanan perampok?"
Belum lagi lenyap pikirannya, orang itu sudah menerobos beramai ramai mencegat ditengah jalan. Kiranya mereka adalah serombongan pasukan tentara negeri, yang lebih mengejutkan lagi setiap orangnya menghunus senjata tajam ada pula yang memasang busur dan panah seperti sedang menghadapi musuh besar.
Dalam kejap lain mereka sudah terkepung ditengah jalan oleh pasukan negeri itu. Segera muncul seorang perwira yang membentak kepada mereka: "Mana Cin Liong hwi bocah itu?"
Khu Tay Seng jadi berdiri melongo seperti jago keok selang sesaat baru ia sempat menenangkan gejolak hatinya sahutnya tercekat: "Bahwasanya Cin Liong hwi tidak pernah datang kemari. Aku menjemput Piauwmoayku pulang tiada sangkut pautnya dengan keparat Cin Liong hwi itu, harap Koau tiang (komandan) suka memberi jalan untuk pulang."
Perwira itu tertawa dingin jengeknya: "Oo, jadi kau main main dengan kami? Apa yang pernah kau laporkan kepada kami ?" Lu Giok yau tercengang katanya: "Piauko, apakah kau kenal mereka? Apa pula yang kau laporkan?"
"Ti....tidak!" sahut Khu Tay seng sambil berkedip kedip memberi isyarat kepada Perwira itu.
Tapi perwira tidak perduli, langsung ia mencercah: "Apa berani bilang tidak? Bukankah kau memberi lapor kepadaku supaya kita meluruk kemari membekuk Cin Liong hwi anak Cin Hou siau itu turunan kawanan bandit dari Liang san? Hm sekarang bocah itu tidak kelihatan lantas kau mau mungkir, masa seenak udelmu sendiri kau hendak lepas dari pertanggungan jawab dari laporan palsumu! Hayo bekuk bocah ini!"
Ternyata Khu Tay seng menyangka Cin Liong hwi bersama Piaumoaynya melarikan diri dan menginap dirumah ibu inangnya, dia anggap Cin dan Ling dua orang ini sebagai musuh asmaranya demi menjebol penghalang ini tak segan segan ia masuk kebalai kota memberi lapor kepada residen untuk menangkap Cin Liong hwi, perwira ini adalah salah seorang anak buah Wanyen Tiang-ci yang dimutasikan ke keresidenan sini menjabat komandan tertinggi.
Sebelumnya ia sudah berjanji dengan perwira ini cuma meringkus Cin Liong hwi seorang sedang dia bersama piaumoay pura pura melawan dan berhasil melarikan diri. Tidak terduga melihat buronannya tidak ada, perwira ini main garang sekarang dirinya malah dijadikan sasaran untuk menemukan jejak Cin Liong hwi itu, yang lebih celaka rahasia dirinya memberi laporan telah dibocorkan didepan Giok yau.
Sudah tentu terkejut Lu Giok yau bukan main seketika ia menjerit kaget: "Apa? Piauko kau... bagaimana bisa melakukan perbuatan rendah ini?" meski ia sangat benci terhadap pribadi Cin Liong hwi tapi Khu Tay seng sekongkol dengan pasukan pemerintah, perbuatannya ini berarti jauh lebih jahat.
Sementara itu pasukan tentara sudah beramai ramai menyerbu maju. Khu Tay seng serba salah apakah melawan atau tidak namun tangan tentara itu sudah beramai ramai mencengkeram ke berbagai tubuhnya sekuat tenaga ia berontak tapi sekali ketok dari perwira itu berhasil memukulnya jatuh kontan ia diringkus dan dibelenggu.
Beberapa tentara yang lain memburu ke arah Giok yau salah seorang diantaranya cengar cengir katanya, "Gendak ini cukup rupawan!" dan seorang yang lain menanggap: "Jangan kesusu gendak ini adalah putri Lu Tang wan. Kita harus mendengar petunjuk Congping dulu."
Maka terdengar perwira itu berseru: "Peduli Lu Tangwan atau setan ringkus saja!"
Lu Giok yau jadi naik pitam pedang dilolos keluar bentaknya: "Kalau tidak diberi hajaran rupanya kalian anggap nonamu gampang dibuat permainan." ... Sret, sret sret ! cukup tiga kali tebasan pedangnya kontan beberapa orang terjungkel roboh bergelundungan. Untung ia masih punya rasa kasihan tak mau main bunuh cukup ia tutuk berbagai jalan darah mereka dengan ujung pedangnya.
Perwira itu menjadi gusar, bentaknya ; "Budak yang kejam, biar kau rasakan kelihayanku!" perwira ini adalah salah seorang anak buah Wanyen Tiangci yang gagah berani ilmu silatnya sangat tinggi, senjatanya merupakan sebilah golok baja yang besar dan berat. Lu Giok-yau dapat mengembangkan kelincahan tubuhnya dengan gerak pedangnya yang tangkas dan gesit, tapi ia tidak mampu menembus pertahanan musuh, setiap kali pedangnya kebentur dengan senjata berat lawan, pergelangan tangannya tergetar sakit dan senjata sendiri hampir terpental lepas.
Tiba2 dari pasukan pemerintah itu berjalan keluar dua orang laki laki tua dan muda yang berpakaian preman. Begitu tiba digelanggang pertempuran, siorang tua itu lantas bergelak tertawa, serunya: "Nona ini adalah keponakanku, harap Koantiang suka memandang mukaku, biar dia kubawa pulang diserahkan kepada bapanya supaya diberi hajaran."
Orang tua ini bukan lain adalah Teng-cu Lou-keh-ceng Lou Jin cin.
Perwira itu lantas tertawa: "Tidak pandang muka Hwesio harus pandang Budha jadi Lou cengcu adalah sahabat Lu Tang wan, baik kupandang muka Lou-cengcu kubebaskan dia dari persoalan ini!"
Lalu ia sentakkan goloknya mendesak mundur Lu Giok-yau serta katanya pula : "Lou-cengcu menanggung kau, lekas ucapkan terima kasih dan ikut Lo-cengcu pulang.''
Lu Giok-yau menjadi gusar makinya, "Lou Jin cin kau ini musang berbulu ayam, sekali gagal kau ingin mencelakai aku lagi ? lebih baik aku mati ditanganmu. Jika aku mati pasti ayah menuntut balas bagi aku!''
"Aduh kenapa kau berkata demikian," Lou Jin-cin menarik suaranya, "mau ditolong malah mentung."
Lu Giok-yau menjengek dingin, ujarnya: "Kau ini anjing galak yang selalu ingin menggigit orang tanpa menunjukkan gigimu?"
Perwira itu mencak mencak gusar timbrungnya: "Budak liar ini tidak tahu diuntung berani ia kurang ajar terhadap orang tua, kuserahkan dia pada kau orang tua untuk membereskannya.''
Lou Jin cin mengiakan lalu bersama pemuda itu ia maju lebih lanjut, katanya : "Keponakanku yang baik, agaknya kau masih marah karena peristiwa malam itu, Hehe, soalnya Cin Liong-hwi bocah keparat itu datang bersama kau, mana aku tahu bahwa kawanmu itu seorang manusia berhati binatang kenapa pula kau salahkan aku. Tapi meski begitu paling tidak aku juga punya kesalahan tidak becus melindungi kau, hari ini aku sengaja menyusul kemari bersama putraku ini, supaya ayahmu tidak terlalu berkuatir."
Sembari berkata ia beranjak maju lebih dekat sampai dihadapan Lu Giok yau, Lu Giok-yau diam saja tiba-tiba ujung pedangnya menyelonong maju menusuk ke tenggorokan orang bentaknya : "Cin Liong hwi bukan orang baik-baik, tapi kau jauh lebih jahat dari dia! Anggapan aku gampang kau tipu!"
Lou Jin cin angkat tangannya menjentik.
"Treng!" Ceng kong-kiam Giok yau diselentik mental kesamping dengan sikap tawa tidak tertawa mulutnya mengoceh lagi : "Kau tidak tahu kebaikan, masa aku harus berpandangan seperti bocah ingusan. Kalau kau ingin berkelahi biarlah anakku ini mengiringi kehendakmu. Hehe, kalian belum pernah ketemu, kalau tidak berkelahi tentu tidak akan kenal, hayolah kalian belajar kenal dengan adu kepandaian silat!"
Ternyata setelah mendapat laporan rahasia Khu Tay seng sebagai keturunan bandit bandit Liang-an tentu kepandaian Cin Liong hwi cukup lihay kuatir dirinya tidak mengatasi maka sengaja ia undang Lou Jin-cin dan putranya untuk membantu.
Putra Lou Jin cin ini bernama Lou Ing hou, kebetulan malam itu ia sedang keluar, maka Lu Giok yau belum pernah melihatnya.
Lou Ing hou cengar cengir katanya: "Adik she Lu aku mohon petunjuk barang beberapa jurus, harap adik suka berbelas kasihan?"
Alis Lu Giok-yau menegak, biji matanya mendelik, makinya: "Tidak tahu malu siapa adikmu, ketahuilah pedangku ini tidak punya mata dan tidak tahu belas kasihan!"
"Sret" beruntun ia tebaskan pedangnya tiga kali.
"Ai tidak kenal belas kasihan," goda Lou Ing hou; "baiklah engkohmu goblok ini rela kau tabas sekali saja!" dimulut ia bicara, tiba-tiba ia kembangkan kepandaian Khong-jin-jiat pek to, dengan bertangan kosong ia berusaha merampas pedang Lu Giok yau.
Tiba tiba tubuhnya berkelebat kesamping kanan; kedua jarinya dirangkapkan tahu-tahu menyelonong hendak menyolok kedua biji mata Lu Giok-yau.
Terdengar Lou Jin cin pura pura mengomeli putranya: ''Berlatih dengan adikmu jangan terlalu main kekerasan dan gunakan tipu tipu ganas!''
Lou Ing hou lantas tertawa, sahutnya: "Legakan hatimu ayah! Aku hanya main main saja dengan adik keluarga lu, masa aku tega melukainya!"
Sudah tentu Lu Giok yau tidak mau percaya akan ucapannya, disaat musuh menyerang dengan jurus Ji liong-jiang-cu (dua naga berebutan mutiara), dengan cepat ia gunakan jurus Hong tiam-thau (burung Hong menunduk) untuk berkelit berbareng melancarkan serangan balasan Ceng-kong kiam ikut berputar terbawa gerakan badannya, dengan tipu To kwa cu lian (menggantung kerai mutiara), pedangnya menukik kebawah membabat dengkul Lou Ing-hou, bentaknya: "Bagus! Coba kau main main dengan aku!"
Gerak serangan balasan ini tepat sekali, tipu serangannya ganas pula, tapi karena dari bertahan balik menyerang, meski kekuatan serangannya cukup dahsyat dan cepat, maka pertahanannya menjadi kendor. Cepat Lou Ing hou menunjukkan permainan silatnya yang tangkas dengan gaya menekuk pinggang menusuk dahan liu, ia biarkan ujung pedang musuh menyambar lewat dibawah pinggangnya berbareng telapak tangannya membacok pergelangan tangan Giok-yau.
Untung gerak-gerik Lu Giok yau cukup lincah dan gesit, segera ia mendakkan tubuhnya, ujung pedang lantas dijengkitkan keatas memapak maju, sementara tubuhnya berputar sambil menggeser kedudukan kesebelah samping. Walaupun ia cukup cepat merubah permainan silatnya, tidak urung lengan kirinya merasa kesemutan keserempet ujung jari lawan.
Terpaksa Lou Ing-hou harus juga menarik tangannya dan memutar tubuh pula, maka serangan Lu Giok-yau dengan jurus Ki-hwe-liau-thian jadi menusuk tempat kosong.
"Nona Lu!" seru Lou Ing-hou tertawa, "Jurus pedangmu kiranya cukup ganas. Kami hanya jajal kepandaian belaka, jangan kau anggap adu jiwa lho!!"
Melihat Lu Giok-yau dipermainkan sampai mencak-mencak oleh Lou Ing hou, pasukan tentara itu semuanya pada tertawa dan bertepuk tangan seolah-olah mereka nonton pertunjukan yang menggelikan. Malah perwira itu lantas berseru memuji; "Lou-siheng hebat benar kepandaianmu!!''
Lu Giok-yau masih cukup tabah, pedangnya dimainkan untuk membela diri, kadang-kadang ia balas menyerang satu dua jurus soalnya kepandaian Lou Ing hou memang jauh lebih matang dari dirinya, apalagi Kim-na-jiu-hoat yang dimainkannya cukup hebat, puluhan jurus kemudian keadaan Lu Giok-yau semakin parah, ia terdesak dibawah angin...
Melihat orang cengar cengir mempermainkan dirinya Lu Giok-yau semakin sengit, dalam jengkelnya dia berpikir, "Betapapun aku pantang menyerah, mandah dipermainkan oleh keparat ini!" segera ia kertak gigi, baru saja ia hendak melancarkan satu dua jurus serangan yang nekad untuk gugur bersama sementara dalam hati ia menimang nimang, "bila seranganku kali inipun gagal untuk tidak berhasil melukai lawan sedikitpun, lebih baik aku bunuh diri saja."
Lu Giok-yau tahu bahwa kepandaiannya terpaut jauh dibandingkan lawannya. Adalah diluar tahunya, bahwa kelihatannya sikap Lou Ing hou seperti acuh tak acuh mempermainkan dirinya, sebenarnya dia sudah mengembangkan seluruh kemampuannya cuma ia pandai berpura-purakan bermuka-muka untuk mengelabui lawan saja.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar derap tapal kuda yang ramai, tampak empat ekor kuda tinggi perkasa sedang dibedal kemari secepat angin terbang seorang yang menunggang dipaling depan bertubuh tinggi kekar segera berteriak dari kejauhan: "Apakah nona Lu Giok-yau adanya?"
Sebenarnya Lu Giok-yau sedang menusukkan pedangnya, mendengar teriakan itu ia menjadi heran pikirnya: "Siapakah dia? dari mana dia tahu namaku?"
Sedikit perhatiannya terpencar, tahu kedua jari Lou Ing-hou menyelonong maju menggatol pergelangan tangan, cepat Lu Giok-yau berkelit kesamping namun gagang pedangnya sudah terjepit oleh jari-jari lawan, dan sekali sendal Ceng kong-kiam ditangannya kontan terbang ketengah udara.
Namun tepat pada saat itu pula terdengarlah suara senjata rahasia menyamber datang dari kejauhan. Dua butir batu kerikil tahu2 sudah menyamber datang kearah mereka.
"Ting'', sebutir diantaranya tepat sekali membentur Ceng kong-kiam itu terpental balik pula ketanah dan persis jatuh didepan kaki Lu Giok yau. Tanpa ayal dan membuang waktu atau tenaga gampang sekali Lu Giok-yau dapat menjemput pula pedangnya.
Sementara sebutir kerikil yang lain melesat kearah Lou Ing-hou, tenaga sambitan yang menyerang Lou Ing hou ini ternyata jauh lebih kuat karena dilandasi tenaga dalam yang hebat, batu ini terbang mengeluarkan desiran angin yang keras seperti suitan melengking.
Kepandaian Lou Ing hou walaupun tidak sematang latihan ayahnya namun diapun seorang ahli dalam bidang persilatan yang cukup berpengalaman luas begitu mendengar samberan angin senjata rahasia ini lantas ia tahu bahwa Lwekang orang yang menyambitkan senjata rahasia ini jauh lebih tinggi dari dirinya tak berani ia menyambut dengan kekerasan cepat ia menerungkup kedepan sebelah badan atasnya hampir saja menyentuh tanah untung ia bisa bertindak dengan cepat krikil itu menyambar lewat dari atas kepalanya.
Ternyata keempat orang penunggang kuda yang mendatangi ini bukan lain adalah Sutay kim kong dari Ceng liong pang itu. Kedua butir batu krikil itu adalah hasil sambitan Nyo Sugi itu tertua dari Sutay kim kong.
Cara sambitan kedua krikil itu teramat menakjubkan terutama krikil yang mementalkan balikkan Ceng kong kiam itu, sambitannya boleh dikata sangat aneh dan tenaga yang digunakan pun tepat. Semua pasukan pemerintah jadi melongo kesima. Sampai Lou Jin cin sendiri juga merasa takjub dan tergetar hatinya.
Adalah perwira itu yang menghardik gusar: "Brandal dari mana kalian berani membuat keributan disini? Lihat panah!" semua pasukannya menjadi tersentak sadar beramai ramai mereka pasang busur dan melepaskan anak panah, kontan Sutay-kim-kong disambut dengan hujan panah.
Dalam pada itu jarak mereka sudah cukup dekat, gesit sekali Su-tay kim kong turun dari atas kudanya. Kedua telapak Nyo Sugi dimainkan dengan dilandasi tenaga dalamnya yang hebat, seketika angin menderu berputar disekitar badannya. Demikian juga Pek Kian bu, Lou Hou wi dan Ong Beng-im sama putar senjatanya masing-masing menyampok jatuh anak panah yang menyerang mereka. Mereka maju terus menerjang kearah pasukan pemerintah. Tunggangan mereka adalah kuda perang yang sudah terlatih, cepat mereka lari masuk kedalam hutan. Maka panah panah pasukan pemerintah ini tiada satupun yang mengenai mereka.
"Yang datang apakah Su-tay-kim-kong dari Ceng liong pang?" demikian bentak Lou Jin- cin. Ternyata pengalaman Lou Jin-cin memang cukup luas meski ia belum pernah jumpa dengan mereka, tapi melihat usia keempat orang ini dan senjata yang digunakan serta kepandaian silat mereka yang begitu lihay seperti apa yang pernah dia dengar dari penuturan sementara kaum persilatan, lantas dia dapat menebak dengan jitu akan asal usul mereka.
Lou Jin-cin bicara dengan sembunyi di-antara kerumunan pasukan pemerintah sehingga Nyo Su gi tidak melihat siapa orangnya yang angkat bicara, apalagi ia sedang repot menangkis dan menyampok berjatuhan anak anak panah yang menghujani dirinya.
Cuma terasa suara orang ini cukup keras seperti gembreng ditalu, dapat menekan suara keributan para tentara pemerintah yang bertempur sambil berkaok kaok kedengarannya menusuk kuping, tanpa terasa tercekat hatinya, batinnya, "Sungguh tak nyana dalam pasukan pemerintah ada seorang tokoh selihay ini, aku harus hati hati!"
Seiring dengan pikirannya ini tiba tiba ia mengembangkan kedua tangannya meraup kedepan. Tepat sekali ia menangkap dua tumbak yang menyambar dari depan, terus diputar dan disambitkan kembali. Kontan terdengar jeritan yang mengerikan, dua tentara yang berada paling depan seketika roboh terpantek ditanah dadanya tertembus tombak, senjata makan tuan.
Pasukan yang lain menjadi ketakutan, dan lari serabutan berpencar keempat penjuru.
Terdengar Nyo Su gi balas membentak, "Benar, inilah kami Suthay kim kong dari Ceng liong pang yang meluruk kemari hendak memberantas gerombolan setan dan menundukkan kaum iblis."
Perwira itu menjadi terkejut, kiranya ia pun sudah menerima perintah rahasia Wanyen Tiang cin yaitu perintah untuk menggasak dan menggerebek kaum pemberontak dari Ceng liong pang memang sudah lama ia dengar. Dalam hati ia jadi berpikir: "Mereka adalah pentolan bandit yang jauh lebih penting untuk diringkus dibanding keturunan bangsat dari gerombolan Liangsan ini!"
Waktu Nyo Sugi berhasil membobol jalan berdarah sementara Lau Hou wi sudah menerjang tiba dihadapan perwira itu teriaknya: "Jika mengejar musuh panah dulu kudanya, menangkap gerombolan ringkus dulu pentolannya!"
Loji Pek Kian bu saat mana sedang dikepung empat orang opsir rendah pedang panjangnya sementara sudah berhasil menusuk roboh dua lawannya jelas dalam sekejap tentu dia bisa menerjang keluar kepungan.
Terdengar perwira tinggi itu membentak, "Pemberontak kurang ajar, jangan kalian bertingkah!" golok besarnya lantas membacok turun dari atas kepala dengan jurus Tok pi hoa san.
Lou Hou wi mandah tertawa lebar serunya; "Sikapmu memang kelihatan gagah dan kereng entah bagaimana kepandaian silatmu sejati!"
Senjata yang digunakan Lo Hou wi adalah golok baja biasa dibanding golok yang digunakan perwira tinggi itu jauh lebih pendek dan ringan begitu golok besar dan kecil saling bentur, "Trang!" Lelatu api berpercikan. Semula perwira tinggi itu menyangka sekali bacok saja cukup kuat untuk melepaskan golok kecil lawan, tak nyana begitu kedua senjata saling bentrok bukan saja golok kecil lawan tidak terlepas sebaliknya pergelangan tangannya sendiri yang kesakitan.
Namun tercekat juga hati Lo Hou wi batinnya: "Tenaga anjing perwira ini cukup hebat. Jumlah musuh terlalu banyak. Pertempuran harus gerak cepat untuk mencapai kemenangan total." maka goloknya lantas dimainkan secepat angin seperti kitiran. Menyambar nyambar laksana kilat sekaligus dalam satu kali sedotan napas ia melancarkan tujuh sampai delapan belas jurus serangan kilat berantai, golok besar perwira tinggi itu seolah olah tidak mampu lagi melindungi pemiliknya.
Setelah menusuk roboh dua opsir rendah yang mengeroyoknya dua orang opsir yang lain tidak berani lagi menyerang Pek kian bu dengan cepat mereka mundur, Pek kian bu jadi punya peluang menerjang langsung kedepan seraya berseru: "Benar meringkus bandit harus membekuk pentolannya lebih dulu!" sreet! pedangnya kontan ditusukkan ke jalan darah Hong hu hiat dipunggung perwira tinggi itu benar benar dia melaksanakan kata katanya.
Si perwira tinggi jadi terkepung dan diancam dua senjata dari depan dan belakang disaat siperwira tinggi hampir tertutuk pedang Pek kian bu mendadak Lou Jin cin membentak maju: "Biar aku belajar kenal dengan Su tay kim kong." kejap suaranya badannya pun sudah menubruk tiba tepat sekali kedatangannya.
Berlainan dengan watak Pek kian bu, setiap kali Lo Hau wi bertempur melawan musuh selain mesti berlaku gagah berani dan pantang mundur tapi dalam hal pengalaman memang Pek kian bu jauh lebih luas maka ia lebih tenang dan mantap begitu mendengar adanya sergapan dari belakang lantas dia tahu kedatangan lawan tangguh tusukan pedangnya sebenarnya bisa melukai perwira tinggi itu terpaksa ia harus cepat cepat memutar balik untuk membela diri lebih dulu, yang penting diri sendiri selamat tanpa mengejar kemenangan lebih dulu.
Justru permainan membalik pedang Pek kian bu ini merupakan ilmu pedang yang cukup ampuh dan hebat sekali dalam mempertahankan diri terkandung pula tipu balas menyerang yang teramat cepat cuma sayang kali ini kebentur dengan Lou Jin cin. Kepintaran Lou Jin cin justru melancarkan Kim na jiu hoat, gerak geriknya jauh lebih cekatan dari padanya. Justru membalik pedang yang bertujuan melukai musuh justru dia sendirilah yang dipercundangi oleh lawan.
Terdengar Lou Jin cin tertawa ujarnya, "Kiranya Sip hun kiam dari keluarga Pek. Jadi saudara adalah Loji Pek Kianbu dari Suthay kim kong bukan?"
Sembari bicara tahu tahu tangannya sudah mencengkeram jari jari tangan lawan. Sebenarnya Pek Kianbu juga pandai mendengarkan suara membedakan senjata rahasia, soalnya punggungnya tidak punya mata sekali bentrok dengan lawan besar, betapapun ia jauh lebih lemah dari pada bertempur secara berhadapan.
Sesaat setelah ia merasakan rangsakan musuh telah tiba, seketika pergelangan tangannya terasa panas dan pedas kesakitan.
Untung gerak perubahan permainannya cukup gesit jadi pergelangan tangannya tidak sampai tercengkeram oleh musuh.
Menggunakan gaya Ouw wi seng menekuk badan memutar tubuh dengan sebuah kakinya dijadikan poros pemutaran badannya, "Sreet sreet" beruntun tiga kali pedangnya membabat dan membacok kearah musuh demi menjaga jiwa maka permainan pedangnya ini kelihatan cukup hebat.
Sebagai seorang tokoh persilatan mata dan kuping pendengaran Lou Jin cin sudah tentu amat tajam, sewaktu waktu ia bersiaga menjaga bila Nyo Sugi itu pentolan dari Su tay kim kong yang berkepandaian paling tinggi juga menyerbu kearah dirinya. Melihat tabasan berantai lawan dilancarkan cukup tangkas dan ganas pula betapapun ia tidak berani terlalu mendesak dan nekad. Namun demikian tak urung ujung pedang Pek Kian Bu sedikit mampu menyentuh ujung bajunya, karuan hatinya menjadi amat gugup dan was was.
"Toako lekas kemari!!" demikian teriak Pek Kian Bu.
Tapi Nyo Sugi sendiri sementara itu sedang repot sehingga tidak sempat melayani teriakannya, adalah Lo Hou wi yang segera meninggalkan perwira tinggi itu, tanpa melukai lawan segera ia bergegas menubruk datang untuk menolong saudara tuanya, beruntun secepat kilat goloknya membacok bergantian kearah atas dan tengah badan Lou Jin cin.
"Hebat! Cukup cepat!'' demikian puji Lou Jin cin. "inilah Ngohou-toan-bun-to dari keluarga To di Jiang-chiu bukan? Konon kabarnya ilmu golok dari keluarga To ini sudah lenyap dan putus turunan sungguh tidak kuduga hari ini aku dapat menyaksikan malah berkenalan secara langsung, sungguh beruntung lohu hari ini!''
Sementara mulutnya mengoceh sepasang tangannya masih melancarkan Kim na-jiu-hoat dengan jurus Jiu hwi-ngo-hian (jari memetik lima senar) sekaligus dengan cara yang gampang ia punahkan sejurus tujuh kembangan dari serangan golok Lo Hou wi yang teramat rumit itu.
Lo Hou wi terkejut batinnya: "Siapakah orang ini? Begitu gampang dan enak saja ia berhasil memunahkan serangan ilmu golokku? Naga-naganya kepandaian silat orang ini tak disebelah bawah si Elang Hitam Lian Tin-san." bahwasanya ia tidak tahu sebenarnya Lou Jin-cin sendiri mengeluarkan sekemampuan dan kepandaiannya untuk menyelamatkan dirinya dari gempuran musuh.
Walaupun Pek Kian-bu dirangsang ketegangan untuk melawan musuh, namun serta dia mendengar pujian Lou Jin cin akan Ngo hou-toan bun-to ini, mau tidak mau tergerak hatinya, pikirnya: "Ternyata Samte memang mengelabuhi aku, aneh, dari mana ia berhasil mempelajari ilmu golok yang sudah lenyap dan putus turunan ini?" demikian ia bertanya dalam hati.
Dengan sepasang kepelan tangannya Lou Jin cin harus menghadapi golok dan pedang kedua musuhnya meski belum terdesak dibawah angin, lambat laun ia mulai kerepotan juga. Beberapa jurus kemudian dalam suatu kesempatan tiba-tiba ia mencelat keluar dari arena pertempuran, wuut!!'' tahu tahu segulung angin menyamber diatas kepala, entah kapan ternyata tangannya sudah memegang seutas pecut panjang, dimana ia putar pecutnya dengan angin menderu-deru langsung memecut kearah Pek dan Lou berdua. Ternyata senjata pecutnya yang lemas ini bila tidak digunakan suka dilibatkan dipinggang sebagai sabuk.
Dengan mengunakan senjata keadaan Lou Jin cin jauh lebih enak, sekilas pandang dapatlah dilihat dalam gebrak-gebrak selanjutnya ia sudah dapat menempatkan dirinya dalam posisi yang menguntungkan, serangan senjatanya bertubi-tubi menghujani kedua musuhnya sehingga lawan berloncatan mencak mencak seperti monyet joget.
Cara permainan pecutnya ini jauh berbeda dengan ilmu pecut umumnya, begitu dia kembangkan ilmu pecutnya, laksana lengan seperti jari jari senjatanya begitu hidup seperti kepala ular pula, bergerak lincah dan gesit mematuk dan menusuk bergantian, dan yang paling berbahaya pula dapat melibat senjata lawan.
Seolah olah lengan manusia yang bisa mulur sampai setombak lebih, dapat menutuk, memukul, memecut, membetot, membelit, menyapu dan menotok banyak ragam perobahan serangannya. Secara tidak langsung dengan pecutnya yang panjang dan lemas ini seolah-olah ia dapat melancarkan ilmu Kim-na-jiu hoatnya yang hebat dan lihay itu.
Dengan pecut lemas melancarkan permainan Kim-na-jiu hoat adalah ilmu tunggal dari perguruan Lou Jin-cin. Sudah tentu Lo dan Pek dua lawan mudanya ini belum pernah menyaksikan atau menghadapi langsung permainan silat yang lucu dan aneh ini, meski ilmu golok Lou Hou wi amat cepat dan lihay, walau ilmu pedang Pek Kian-bu cukup tinggi pula soalnya mereka tidak tahu bagaimana untuk menghadapi permainan musuh yang aneh ini, maka seringkali golok dan pedang mereka kena terbungkus dan hampir tidak bisa berkutik oleh rangsekan sinar pecut lawan yang gesit.
Lou Jin cin terbahak-bahak serunya: "Su-tay kim-kong dari Ceng-liong-pang kiranya juga cuma begini saja kepandaiannya!'' tengah ia mengumbar mulutnya, tiba-tiba terasa segulung angin keras menerpa kearah mukanya. Kiranya Nyo Su-gi sudah berkesempatan menyerbu kearah dirinya, belum lagi orangnya sampai, tenaga pukulan Bik gong ciangnya sudah dilancarkan dari kejauhan.
Lekas-lekas Lou Jin cin menggentakkan pecutnya, laksana naga hidup tiba-tiba pecutnya menyambar turun terus melecut kearah kedua kaki Nyo Sugi, seraya serunya: "Apakah yang datang ini adalah Nyo Tayhiap dari tertua Suthay-kim-kong? He, he, Tiat-cian-kay-pi Nyo Sugi memang tidak bernama kosong, lohu tadi berlaku tekebur mengobras mulut sekarang terpaksa harus kujilat kembali ludahku!"
Telapak besi Nyo Sugi segera menekan turun menjepit kearah ujung pecut musuh, berbareng kakinya sebat sekali menggeser maju terus menyerbu dengan serangan gencar. Tiba tiba ujung pecut Lou Jin cin itu seperti kepala ular bisa mendongak keatas mematuk kearah jalan darah dipergelangan tangannya. Cepat cepat Nyo Sugi berkelit kesamping dengan telapak tangannya ia membacok miring kearah ujung pecut. Sementara disebelah sampingnya Lou Hou wi juga beruntun membacok tiga kali sedang Pek Kianbu juga tidak mau ketinggalan menusukkan pedangnya pula dengan kekuatan gabungan mereka barulah berhasil mendesak mundur Lou Jin cin, mau tak mau ia menarik mundur pecutnya untuk menangkis dan melindungi dirinya terlebih dahulu.
Bersama kedua saudara angkatnya Nyo Sugi baru berhasil memukul mundur Lou Jin cin mau tidak mau dalam hati ia mengeluh dan rada kecewa bentaknya: "Apakah kau Lou Jin cin cengcu dari Lou keh ceng?"
Lou Jin cin mendongak sambil bergelak tawa ujarnya: "Nyo tayhiap tidak malu diangkat sebagai pentolan dari Su tay kim-kong, pengalaman dan pengetahuanmu cukup luar sekilas pandang saja lantas dapat mengelabui asal usul lohu. Benar memang akulah Lou Jin cin dari Lou keh ceng."
"Lou cengcu!" demikian seru Nyo Sugi, "Kau pun terhitung seorang tokoh dalam dunia persilatan kenapa kau bantu kelaliman dan menjadi kaki tangan bangsa penjajah untuk menindak kawan segolongan?"
"Sejak lama aku sudah tutup pintu dan menyimpan senjata tak pernah berkecimpung dalam Bulim, masa kau belum tahu?"
O^~dwkz^hendra~^O Jilid 20 Pek Kian-bu menjengek dingin selanya : "Tutup pintu simpan senjata apa segala. Yang terang kau sekarang bantu pasukan pemerintah penjajah, apakah ini yang dinamakan tutup pintu simpan senjata ?"
"Aku cuma kemari menyambut keponakan perempuanku ini!" demikian Lou Jin-cin membela diri dan mengada-ada. "Asal kalian tak menganggap dalam air keruh ini aku orang she Lou tidak suka cari perkara dengan Ceng-liong-pang kalian !" ia tahu bahwa Su-tay kim kong tidak akan mau menyudahi persoalan ini demikian saja, dasar pintar bermuka-muka dan bermulut manis, ia mengadu-ngadu dengan alasan kekeluargaan yang lepas dari persoalan atau aturan Kangouw.
Lo Houw-hwi menjadi gusar, bentaknya, "Kau bangsat tua ini memang bukan orang baik-baik. Toako perlu apa kau putar lidah membujuk manusia rendah ini !"
Lou Jin-cin mendengus gusar serunya : "Benar memang aku bukan sehaluan dan segolongan dengan kalian dari Ceng-liong-pang. Kan Nyo-tayhiap sendiri tadi yang mengagulkan diriku. Terima kasih !"
Si perwira tinggi itu juga berkesempatan membuka suara katanya : "Tepat, Su-tay-kim-kong dari Ceng-liong-pang sebenarnya merupakan buronan dari pemerintah pusat, lekas kau bantu ringkus mereka jasamu tentu tidak kecil !" Ia kuatir Lou Jin-cin suka mengikat persahabatan dengan musuh, maka setelah mendengar Lou Jin-cin menjelaskan pendiriannya, sengaja ia mengumpak dengan pahala dari pemerintah untuk memperuncing situasi.
Sebetulnya tanpa dipesan juga Lou Jin-cin akan bekerja sekuat tenaga, senjata pecutnya sudah dimainkan dengan seluruh kemampuannya, sedemikian kuat tenaga yang ia kerahkan sehingga senjatanya mengeluarkan angin menderu-deru, pasir dan debu beterbangan.
Pasukan pemerintah yang mengepung disekelilingnya sama terdesak mundur sempoyongan, tiada satupun yang mampu mendesak maju untuk membantu. Mendengar orang menyinggung Lu Giok-yau, Lo Hou-wi lantas tersentak sadar, cepat ia berseru : "Nyo toako, betapapun jangan sampai nona Lu kena terjatuh ditangan musuh !"
"Site, sudah bantu kesana," demikian seru Nyo Su-gi, sambil melirik kearah sana tapi segera pula ia berseru terkejut : "Hah, celaka. Site mungkin bukan menjadi lawan mereka, Pek-loji lekas kau kesana bantu dia." ternyata setelah berhasil mendesak mundur Lu Giok-yau, Lou Ing-hou lantas memapak maju ke arah Ong Beng-im yang menyerbu datang. Sedang si perwira tinggi mengganti kedudukannya melawan Lu Giok-yau.
Kepandaian silat Lou Ing hou setingkat alias sama kuat lawan Ong Beng-im, namun Lou Ing hou mendapat bantuan dari pasukan pemerintah yang mengepung diluar kalangan, meski kepandaian mereka rendah betapapun tusukan-tusukan dan hantaman-hantaman tombak dan bacokan golok mereka merupakan ancaman juga bagi Ong Beng-im. Bukan saja Ong Beng-im harus melayani Kim na-jiu-hoat Lou Ing-hou yang banyak ragamnya itu sekali tempo ia harus pula menyelamatkan diri dari samberan anak panah musuh, maka tidak perlu dibuat heran dalam gebrakan selanjutnya ia semakin terdesak kerepotan, berulang kali ia menghadapi ancaman elmaut.
Dasar Pek Kian-bu memang rada jeri menghadapi Lou Jin-cin, menjadi kebetulan malah ia disuruh membantu Ong Beng-im. Tapi justru Lou Jin-cin tidak mau melepas dirinya, disaat ia bersikap hendak menerjang keluar dari kepungan, sekonyong-konyong ujung pecut Lou Jin-cin melingkar menyelubungi seluruh badannya.
Diam-diam Nyo Su-gi kerahkan seluruh tenaga dalamnya, setelah tangannya mengincar tepat tiba-tiba sebelah tangannya terayun membacok miring, jurus Tiat ciang-kay-pi memang bukan alang kepalang hebatnya. Meskipun pecut lemas Lou Jin-cin terbuat dari baja tulen yang gemblengan, seketika kena disampok mental kesamping oleh pukulan telapak tangannya.
Namun permainan pecut Lou Jin-cin memang sangat menakjubkan, begitu aneh dan lihay pula, begitu terpental sekalian ia menyendal terus mengayun kebawah dan kaki "plak" tepat sekali mengenai punggung telapak tangan Pek Kian-bu. Cuma karena sudah terkena dorongan pukulan tangan besi Nyo Su-gi sehingga tenaganya sudah banyak berkurang, meski dengan telak mengenai punggung tangan Pek Kian-bu permainan tiga gelombang lingkaran selanjutnya menjadi sukar dimanfaatkan. Sementara itu meski punggung tangan kena kesambet, tapi Pek Kian-bu berhasil juga menjebol keluar.
Pedang Kunang Kunang 12 Pendekar Naga Putih 12 Kelabang Hitam Lembah Nirmala 20

Cari Blog Ini