Ceritasilat Novel Online

Si Angin Puyuh 7

Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Hong In Lui Tian Karya Gan Kh Bagian 7


Namun dalam keadaan begini, Cin Hou-siau tidak bisa mengumbar rasa sedihnya. Tindakan yang utama sekarang adalah dia harus merebut kembali putranya baru bisa melabrak gembong iblis jahat ini. Tanpa buka mulut lagi Cin Hou-siau menghardik terus bergaya hendak menyerang kearah Jing-hou khek berbareng tubuhnya melesat menubruk miring meraih kearah Cin Liong-hwi. Tepat pada saat itu juga Lu Tang-wan berbareng sudah lancarkan serangan dahsyat secara berhadapan dengan Jing-hou khek.
Jing hou khek bergelak tawa, serunya. "Lu Tang-wan, apakah kau masih ingin merasakan pukulan saktiku, baik, mari sekarang kita tentukan siapa jantan siapa betina."
"Blang !" begitu telapak tangan kedua belah pihak beradu, sayang tenaga dalam Lu Tang-wan belum pulih seluruhnya, karena luka lukanya belum sembuh, tanpa kuasa ia tersurut mundur tiga tindak. Tapi tenaga pukulan musuh juga tersusut banyak dibanding dulu, kedua belah pihak mengerahkan tenaga mengadu pukulan secara keras lawan keras, namun pukulan berbisa Jing hou-khek sudah kehilangan keampuhannya sehingga tidak mampu melukai Lu Tang-wan.
Sekali pukul menggetar mundur Lu Tang-wan, Jing-hou-khek lantas menjengek dingin, "Lukamu sembuh begitu cepat. Tapi untuk menang dari aku, betapapun kau harus berlatih beberapa lama lagi, maaf aku tidak bisa tinggal terlalu lama di sini !"
Sementara itu Lu Tang-wan sedang siaga untuk menghadapi rangsekan musuh lebih lanjut, diluar dugaan lawan memutar tubuh, tidak maju lantas tinggal pergi, sebat sekali tangannya meraih kebelakang tindakannya sedikit lebih cepat dari Cin Hou-siau, ia berhasil mencengkeram kuduk Cin Liong-hwi.
Waktu melihat ayahnya menubruk kearah dirinya, Cin Liong hwi menjadi ketakutan, disaat ia tertegun entah harus berbuat apa, sekonyong-konyong terasa kuduknya kesakitan seperti dijepit sepasang kaitan besi, seketika ia tidak mampu bergerak. Kontan Jing hou-khek mengangkatnya tinggi-tinggi terus diputar seperti bandulan, keruan Cin Liong-hwi menjadi ketakutan, serasa arwah meninggalkan badan, teriaknya, "Ayah !"
Kepandaian silat Cin Hou-siau bahwasanya sudah mencapai kesempurnaan yang tulen, di dalam keadaan gawat yang menentukan itu mendadak ia menghardik keras, "wut !" langsung ia lancarkan sebuah pukulan, ternyata kekuatan pukulannya sedikitpun tidak melukai putranya, begitu dahsyat angin pukulannya menerjang ke pergelangan tangan kiri Jing hou-khek.
Namun Jing-hou khek juga tidak kalah tangkasnya, cepat tangannya membalik untuk menangkis. Kontan ia merasa kekuatan pukulan lawan bak gugur gunung dan gelombang samudra yang mendampar pantai tak kenal putus, terasa bercekat hatinya. "Bi-lek-ciang dari keluarga Cin memang bukan nama kosong belaka, bila satu lawan satu, bertempur lama bukan saja pukulanku berbisa tak mampu melukai musuh, mungkin kadar racunnya bisa melukai tubuhku sendiri oleh tekanan gempuran tenaga musuh," Demikian pikirnya.
Bicara lambat kenyataan sangat cepat sekali, gesit sekali Jing-hou khek menggeser kaki pindah kedudukan, tiba tiba ia putar balik terus mengalingkan tubuh Cin Liong-hwi dihadapannya dijadikan tameng menangkis pukulan ayahnya yang dahsyat itu.
"Cin Hou siau," jengek Jing-hou khek dingin. "Bila kau berani melukai putra kesayanganmu, coba silakan hantam saja !"
Mendengar teriakan putranya tadi, luluhlah hati Cin Hou-siau, pukulan selanjutnya mana berani ia turunkan.
"Coba kau tanya putramu sendiri," ejek Jing-hou-khek lagi. "Adalah secara sukarela dia mau angkat guru kepada aku ?"
Saking ketakutan cepat Cin Liong-hwi berteriak, "Ayah, memang anak yang secara sukarela angkat dia sebagai guru, harap ayah tidak bertengkar dengan suhuku."
"Binatang," maki Cin Hou-siau saking murka. "Keparat kau!" tapi putera sendiri ditawan ditangan musuh, ia menjadi mati kutu dibuatnya.
Jing-hou khek terbahak bahak, serunya, "Cin loko, aku bantu kau mendidik puteramu, kutanggung kelak dia menjadi putera yang berguna. Tidak menjadi soal kau tidak nyatakan terima kasihmu, kenapa malah berbalik memaki aku? Hehe, bukan saja kau tidak menghargai kebaikan orang malah mestinya orang lain?"
Saking gusar kepala Cin Hou-siau sampai menguap, makinya, "Puteraku aku bisa mendidiknya sendiri tak perlu kau ikut susah-susah! Hm, kau pancing dia mempelajari ilmu sesat, jelas tujuanmu hendak mencelakai jiwanya!"
Jing hou-khek geleng-geleng kepala, katanya, "Tak heran kau tak mampu mengajar anakmu menjadi orang yang berguna. Berapa banyak kau ketahui ilmu pelajaran perguruanku, berani kau sembarangan buka mulut? Ai, maaf kalau kata-kataku tidak mengenal batas, boleh dikata pandanganmu terlalu cupat, seperti Katak berada didalam sumur!"
"Mana ada manusia pengecut yang memaksa putera orang menjadi murid sendiri?" Lu Tang-wan menimbrung, "Kepandaianmu boleh dianggap sebagai tokoh kelas tinggi dikalangan Kangouw, seorang yang cukup terhormat tapi berbuat sedemikian hina dina, apa kau sendiri tidak merasa malu akan perbuatanmu yang rendah ini?"
Jing hou-khek tertawa loroh-loroh, ujarnya, "Terima kasih akan sanjung pujimu menempel mas dimukaku, sebetulnyalah ucapannya ini rada keliru. Pertama Cin Liong hwi sendiri yang sukarela angkat aku menjadi gurunya, tadi sudah diakui dihadapan kalian, kenapa bilang aku pengecut? Kedua aku angkat dia sebagai murid, tujuanku adalah mencari pewaris ilmu perguruanku, maksudku baik tujuanku benar, kenapa kalian salah paham katakan aku punya maksud yang jahat?"
"Baik, kalau kau bertujuan lurus, coba kau lepas dia agar dia pilih pihak mana yang akan dia ikut," desak Lu Tang-Wan.
Jing hou-khek bergelak tawa lagi, serunya, "Aku bukan orok umur tiga tahun, mana bisa kalian tipu begitu mudah? Kalian bertiga sedang aku sendirian, betapapun aku tidak percaya pada kalian. Maaf cukup sekian saja kata-kataku, selamat bertemu!''
Cin Hou-siau seorang kawakan kangouw yang berpengalaman, timbul rasa curiganya, pikirnya, "Dia menawan puteraku sebagai sandera, sebetulnya bisa tinggal merat dengan leluasa, kenapa dia harus mengobral mulutnya sekian lamanya, apakah masih punya muslihat lainnya?"
Belum lagi rasa curiganya lenyap, benar juga terdengar Jin-hou-khek bergelak tawa, ujarnya, "Puteramu ini kau takkan mampu merebutnya kembali, lekas kau pulang saja melindungi keluargamu."
Belum lenyap suaranya, terdengar suara ledakan dahsyat dari kejauhan, dari arah suaranya terang adalah kampung dimana keluarga Cin dan Ling menetap, suara ledakan keras itu menggema panjang dan lama dialam pegunungan. Sudah tentu kaget Cin Hou-siau bukan main, sekali melejit ia lompat naik keatas batu cadas yang besar, dari ketinggian ini tampak jauh dibawah sana si-jago merah sedang berkobar dengan hebatnya, arahnya memang tepat diujung kampung dimana tempat tinggal keluarga Ling berada.
Sebetulnya Lu Tang-wan dan Sip It-sian hendak mengejar kearah Jing hou-khek, namun melihat keadaan yang gawat dibawah sana, sesaat mereka terlongong di tempatnya.
Kata Cin Hou-siau, "Bocah durhaka itu kelak akan menerima ganjarannya yang setimpal, biarkan dia pergi! Jangan sampai kita kena pancing meninggalkan rumah!"
Lu Tang-wan juga berpikir, Cin Liong-hwi sudah terjatuh ketangan orang, kecuali tanpa memperdulikan jiwanya, kalau tidak seumpama berhasil menyandak juga tidak berguna lagi, terpaksa ia menurut kata-kata Cin Hou-siau cepat cepat memburu pulang kerumah keluarga Ling.
Rumah keluarga Ling ini dibangun menyendiri diujung kampung, penghuni kampung ini hanya beberapa puluh keluarga saja, untung jarak rumah ini rada jauh dari rumah yang lain, mungkin juga karena orang-orang pedesaan bernyali kecil, ditengah malam buta rata lagi, mendadak mendengar ledakan begitu dahsyat, mereka menjadi ketakutan dan tidak berani keluar lagi.
Waktu Cin Hou-siau berlari pulang, si jago merah sudah hampir padam, namun rumah kediaman keluarga Ling itu tinggal puing puingnya saja. Tampak dalam halaman rumah didepan puing puing itu malang-melintang beberapa mayat manusia yang hangus terbakar, jumlahnya tidak kurang puluhan banyaknya.
Keruan kaget dan kebat-kebit jantung ketiga orang, baru saja Cin Hou siau hendak memeriksa mayat-mayat itu, apakah Ling Hou ada diantara mereka, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang sangat dikenalnya berkata, "Apakah keponakan sudah ketemu ?" dari ujung gelap sebelah sana berjalan keluar satu orang, dia tak lain bukan Ling Hou adanya.
Kejut dan girang pula hati Cin Hou siau katanya, "Ling-toako. Kau tidak kurang suatu apa bukan, jangan pedulikan bocah keparat itu. Siapakah mayat-mayat ini?"
"Mereka mampus kena peledak yang kusembunyikan," Ling Hou menjelaskan. "Tak lama setelah kalian pergi rombongan penjahat ini lantas meluruk datang! tiada cara lain terpaksa kukorbankan rumah tuaku ini."
Sip It sian tertawa, katanya, "Ling toako sebagai ahli pembuat peledak, golok kerbau dibuat menggorok leher tikus, ternyata memang hasilnya hebat. Jiwa puluhan penjahat ini untuk menebus sebuah rumahmu, hitung dagang ini cukup setimpal dan berharga."
Kiranya dibawah rumah kediaman Ling Hou ini ada dibangun sebuah kamar rahasia dibawah tanah, biasanya untuk menyimpan perbekalan. Waktu rombongan penjahat menggedor pintu dan menyerbu masuk, segera Ling Hou menyulut peledak di empat penjuru rumahnya dan sekaligus disumat sumbunya lalu sembunyi di kamar rahasia dibawah tanah itu. Tepat pada waktu para penjahat itu menyerbu masuk, meledaklah dinamit yang dipendamnya itu.
"Memang cukup menyenangkan," ujar Ling Hou tertawa getir, "Tapi harus merembet pada Cin toako selanjutnya tidak bisa menetap dikampung ini."
"Kami sebagai sahabat tua selama puluhan tahun, kenapa kau bicara begitu," kata Cin Hou siau, "Tapi aku menjadi heran malah kita sembunyi di kampung ini belum tentu para pejabat kerajaan Kim mengetahui bahwa kita keturunan dari pahlawan gagah gunung Liang san, bila tahu mungkin sejak lama mereka menggebrak kemari. Entah bagaimana asal usul rombongan penjahat ini?"
"Didengar dari pada perkataan Jing hou khek tadi, rombongan penjahat ini terang hendak meluruk kepada aku," dilahirnya Lu Tang wan bicara namun dalam batin ia berpikir, "Entah aku yang merembet mereka, atau mereka yang merembet aku, ai, begitu aku datang kerumah keluarga Ling serentetan lantas terjadi peristiwa diluar dugaan ini, mungkin tempat kediamanku di Ciatkang timur itu juga tidak bisa tentram dan aman lagi."
Kata Cin Hou-siau; "Tak peduli siapa tujuan mereka pendek kata tempat ini sudah tidak bisa untuk menetap lagi. Begitu pun baik memang besok kita harus berangkat menolong Tiat-wi meninggalkan istriku seorang untuk jaga rumah akupun kurang lega lebih baik kita semua meninggalkan kampung."
"Sebetulnya bagaimana keadaan keponakan Liong-hwi?" tanya Ling Hou. "Kenapa begitu bertemu muka dengan aku lantas aku dimakinya?"
"Jangan singgung bocah keparat itu lagi," ujar Cin Hou-siau sedih, "kalau dikatakan cukup menjengkelkan, besok diperjalanan pelan-pelan kujelaskan kepada kau."
Tengah bicara, tampak istri Cin Hou-siau dengan seorang muridnya memburu tiba, murid murid kampungan, hubungannya dengan keluarga gurunya juga paling kental, maka begitu melihat rumah kediaman Ling Hou terbakar, cepat ia menemui kepada sang Subo lalu cepat menyusul kemari.
Begitu tiba Cin hujin lantas bertanya, "Apakah anak Liong sudah kemari, kenapa tidak terlihat?"
Supaya tidak membikin sang istri sedih, Cin Hou siau membuat alasan, katanya, "Sudah kusuruh meninggalkan tempat ini lebih dulu. Kau tak usah banyak tanya, jejak kita sudah konangan musuh, rombongan penjahat ini sudah datang, tentu akan datang pula rombongan yang lain. Lekas kau bebenah dan tinggalkan tempat ini."
"Begitupun baik aku bisa pulang kerumah keluargaku.'' begitulah kata Cin hujin. Rumah sanak kadangnya berada diperkampungan yang lebih pedalaman, kira-kira berjarak tiga ratusan Ii, murid terbesar itu lantas mengajukan untuk mengantar pemberangkatan Subonya. Cin Hou-siau tahu martabat muridnya yang bisa diandalkan, segera ia memberi pesan seperlunya. Saat itu juga suami istri lantas berpisah.
Dalam perjalanan itu Ling Hou berkata, "Lu-toako, kesehatanmu belum sembuh seluruhnya, lebih baik kau langsung pulang dulu, kalau beruntung kami dapat menolong Tiat-wi langsung kami akan berkunjung kerumahmu." Kalau Ling Hou tidak uraikan kata-katanya ini, memang Lu Tang wan ingin pulang dan sudah kangen akan istri dan putrinya. Serta mendengar perkataan Ling Hou ini, dia menjadi sungkan jika tidak berjuang bersama, segera ia menyahut, "Ling-toako, ucapanmu ini kurang pada tempatnya. Jangan kata putramu itu pernah menanam budi terhadap aku, ilmu silat yang kumiliki ini juga mengandalkan bantuan Cin toako dan perawatanmu yang tekun sehingga dipulihkan, sekarang putramu menghadapi kesukaran, mana aku boleh berpeluk tangan sebagai penonton saja?"
Dasar Ling Hou seorang polos dan jujur, mendengar kata kata orang ia menjadi haru, katanya: "Lu toako, begitu baik kau terhadap Tiat-wi, semoga dia bisa lolos dengan selamat. Kelak tentu akan kuminta dia membalas kebaikanmu itu."
Sip It-sian tertawa, timbrungnya, "Bila keponakan Tiat-wi menjadi mantu Lu-toako sudah terhitung setengah putranya sendiri, balasan ini jauh lebih baik dari balasan segalanya."
Memang kesanalah juntrungan kata kata Ling Hou tadi, katanya lagi sembari tertawa, "Sekarang masih pagi untuk membicarakan itu, biarlah setelah anakku itu lolos dari bahaya baru dibicarakan lagi."
Diam diam Lu Tang wan mengeluh dan menyesal dalam hati, dengan tertawa dibuat-buat ia mengiakan saja tanpa memperpanjang percakapan.
Ling Hou menyinggung pertanyaan yang lama, katanya terhadap Cin Hou-siau, "Cin toako, selamanya belum pernah kudengar kau bicara bohong, mungkin baru pertama kali ini kau ngapusi enso (istri Cin Hou-siau)."
Cin Hou-siau tertawa kecut, ujarnya, "Mana aku berani memberitahu urusan bocah keparat itu kepadanya, apa boleh buat terpaksa aku sekali ini bohongi dia."
"Sebetulnya apakah yang telah terjadi? Sekarang boleh kau jelaskan bukan?" desak Ling Hou.
Setelah mendengar cerita Cin Hou-siau, Ling Hou menjadi heran dan was-was, katanya, "Keponakan terlalu mengagulkan kepintarannya sehingga kena ditipu oleh gembong iblis itu. Tapi hanya karena sedikit kecerobohannya saja, kau belum sampai melakukan tindakan yang tercela. Saudara Cin kaupun tidak perlu salahkan dia. Kau harus cari dan seret dia bawa pulang."
"Sekarang baru kecerobohan kecil, kelak dia akan melakukan kesalahan besar. Bicara terus terus aku sudah kecewa dan putus asa membimbingnya, ketemu atau tidak aku tidak ambil perhatian lagi," begitulah ujar Cin Hou-siau murung. Kiranya bukan karena anaknya bohong saja, sehingga Cin Hou siau merasa sedih, yang utama adalah dibawah tekanan Jing hou khek itu dihadapannya dia masih begitu tunduk dan rela menyerah tanpa mau melawan sedikitpun, malah membujuk dirinya supaya tidak bertengkar dengan gurunya, sifatnya yang pengecut ini sungguh berbeda sangat jauh antara bumi dan langit dibanding watak Hong thian lui yang jantan dan perwira itu.
O^~dwkz^hendra~^O Dikempit dibawah ketiak Jing-hou-khek Cin Liong hwi dibawa lari pesat, angin menderu dipinggir kupingnya seperti naik awan mengambang saja rasanya, sungguh hatinya bingung dan gelisah. Entah berapa lama dan berapa jauh sudah Jing hou-khek tiba tiba menurunkan dirinya.
Setelah itu berdiri tegak, dengan muka yang welas asih Jing hou khek menepuk pundaknya, ujarnya, "Liong-hwi membuat kau kaget saja? Apa kau salahkan gurumu?"
"Mana Tecu berani salahkan Suhu," cepat Cin Liong hwi menjura.
"Tindakanku ini demi kebaikanmu juga, rahasia kita sudah konangan oleh ayahmu, selanjutnya pasti dia akan melarang kau berlatih Lwekang perguruanku, bila kau tidak kuseret keluar, bukankah menyia-nyiakan bakatmu ?"
"Tecu paham akan jerih payah Suhu," kata Cin Liong-hwi, jantungnya masih mendebur keras, meski ia mengiakan menurut nada perkataan Jing hou-khek, tapi jelas kelihatan rada terpaksa.
Jing hou khek tertawa loroh loroh, serunya, "Bagus, untuk selanjutnya kita guru dan murid akan lebih leluasa bicara. Aku ingin kau bicara terus terang sesuai dengan isi hatimu, jangan kau kelabui aku. Kali ini aku buat kalian ayah beranak berpisah, apakah kau sendiri tidak merasa kuatir ?"
"Ya, aku kuatir ayah bakal tidak memberi ampun pada aku !"
"Baik, kau mau bicara terus terang, aku senang. Kesukaranmu pasti aku akan bantu membereskan."
Sampai disini Jing-hou khek lantas menepekur seperti berpikir pikir apa, kira-kira sesulutan batang hio baru ia berkata pelan, "Keadaan ayahmu selanjutnya kau tidak perlu kuatir, kelak setelah pelajaran tamat, berhasil angkat nama dan menjunjung tinggi gengsi perguruan, dan lagi tidak mengalami bahaya seperti yang diduganya itu, pasti dia akan maklum akan kesalahan pendapatnya, pasti kau akan dimaafkan. Yang kukuatirkan padamu hanyalah soal lainnya !"
Mendengar uraian orang cukup beralasan Cin Liong hwi jadi berpikir : "Memang urusan sudah terlanjur sedemikian jauh, terpaksa aku harus selesaikan latihanku dulu, nanti bila benar sudah ternama baru pikirkan tindakan selanjutnya." tapi serta mendengar kata kata terakhir Jing-hou khek serta merta hatinya dirundung kekuatiran pula, cepat ia bertanya, "Apa yang Suhu kuatirkan?"
Kata Jing-hou khek, "Lu Tang-wan dengan ayahmu dan Ling Hou merupakan sahabat lama, aku pernah melukai dia, dan kau sekarang adalah muridku, adanya hubungan ini, apalagi ayahmu seorang yang memberati sahabat dan paling menjunjung tinggi gengsi pribadi, mungkin karena alasannya ini ia tidak mau lagi mengakui kau sebagai putranya.''
Dingin perasaan Cin Liong-hwi, katanya, "Lalu cara bagaimana baiknya?''
"Bahwasanya aku tiada permusuhan yang mendalam dengan Lu Tang-wan, tujuanku hanya ingin menjajal kepandaiannya belaka, sedikit lena aku telah melukai dia, akupun sangat menyesal. Ai, pertikaian ini kelak masih mengharap kaulah yang melerainya."
Cin Long hwi tertawa getir, katanya, "Diriku sendiri sukar mendapat pengampunan ayah cara bagaimana bisa melerai permusuhan Suhu?"
Tiba-tiba Jing-hou khek tertawa, tanyanya, "Liong hwi, kau sudah mengikat jodoh belum?"
Cin Liong hwi melengak, katanya, "Belum. Suhu untuk apa kau tanyakan hal ini?"
"Perawan kampungan sudah tentu tidak cocok menjadi pasanganmu," demikian kata Jing hou-khek. "Untung ayahmu belum mengikat jodohmu, kalau tidak aku merasa sayang bagi kau. Ehm, muridku, kau ingin tidak meminang seorang perawan yang cantik jelita dan pintar lagi.''
"Suhu, apakah kau tidak menggoda aku? Kita sedang membicarakan urusan penting."
"Yang kukatakan ini juga cukup penting. Coba kau dengar penjelasanku." kata Jing-hou khek.
"Lu Tang wan punya seorang putri bernama Giok-yau, tahun ini berusia delapan belas. Bukan saja ilmu silatnya sudah mendapat gemblengan langsung dari ayahnya, main kepalan atau gunakan senjata sama lihaynya. Apalagi pintar membaca dan main tetabuhan, semuanya serba pandai. Soal paras dan perawakan, bukan aku memujinya, selama puluhan tahun aku kelana di Kangouw, belum pernah kulihat nona yang jelita dan rupawan seperti dia." sampai disini ia pandang Cin Liong hwi dengan mimik tertawa tidak tertawa serta katanya, "Perempuan begitu cantik dan pintar lagi, seumpama kau menyulut pelita mencari kemana-mana juga sukar didapat. Kau ada maksud tidak?"
"Kalau dia pergi sendiri, bila ketemu Tiat wi, bukankah Tiat-wi bisa memberikan penjelasannya?"
"Waktu dia menuju Yo ka-thong menyirapi berita itu, saat mana Ling Tiat-wi sudah dalam perjalanan menuju ke Mongol bersama In-tiong-yan yang dia tahu melulu Ling Tiat-wi bersama In tiong-yan pernah menginap bersama dirumah keluarga Lu itu. Apalagi masih dapat diduga, dia tidak akan pergi sendiri tentu mengutus keponakannya untuk mencari berita ini. Keponakannya itu jauh lebih benci pada bacot goblok itu dari kau, kalau pulang pasti akan menambahi bumbu dan memutar lidahnya untuk menjelekkan Ling Tiat wi.''
"Kenapa dia bisa berbuat begitu?''
"Sebab keponakan itu juga jatuh hati terhadap Piaumoaynya itu. Tapi kau boleh melegakan hati, bocah ini bukan tandinganmu. Sudah sekian banyak aku memutar lidahku, kau dengar nasehatku saja, tanggung tidak akan salah dan kecewa. Aku selalu membantu kau secara sembunyi."
Akhirnya Cin Liong-hwi kena terbujuk juga secara gegabah ia lantas beranjak menuju ke Ciat-kang timur dikediaman keluarga Lu.
Sejak Hong-thian lui pergi, setiap hari Lu Giok-yau menjadi bersedih selalu murung. Karena hal itu entah berapa kali selalu marah-marah pada ibunya. Hari-hari berlalu dengan cepat siang malam Lu Giok yau berharap ayahnya lekas pulang, membawa berita Hong-thian lui. Ayahnya berkata hendak menyambangi ayah Hong thian-lui, bila Hong-thian lui sudah tiba dirumah dan ayahnya belum lagi pulang, tentu mereka bertemu disana.
Tak duga harap punya harap tanpa terasa tahu tahu sebulan sudah berlalu, namun ayahnya belum juga kunjung pulang.
Selama ini sudah tentu merupakan kesempatan baik bagi Khu Tay-seng untuk unjuk muka dan menjual lagak dihadapan sang Piaumoay, namun Lu Giok-yau selalu acuh tak acuh, tak mau hiraukan dia, kadang kala diajak bicarapun segan dan tinggal pergi malah. Bukan karena sengaja dia hendak menjauhi sang Piauko, soalnya dia tiada minat ditemani orang bermain.
Pada suatu hari kebetulan Khu Tay-seng baru pulang dari main-main diluar, mereka ibu beranak sedang bercakap cakap. Begitu melihat sang keponakan Lu hujin lantas memanggil, "Tay seng, kebetulan aku hendak tanya kau. Bukankah sudah lama kau tidak latihan silat dengan Giok-yau?"
Khu Tay seng tertawa, katanya menekuk jari, "Coba biar kuhitung dulu. Dalam bulan ini tidak lebih Piaumoay berlatih dua kali dengan aku, yang paling belakangan terjadi pada setengah bulan yang lalu."
Kata Lu-hujin sambil mengerut kening, "Giok-yau, bukan aku suka ngomeli kau. Sejak Ling Tiat wi pergi, kau selalu bermuram durja, kelihatannya segan bicara dan berlatih lagi, terhadap aku kaupun tak sudi omong lagi. Soal bicara sih tidak menjadi soal, namun latihan silatmu menjadi terbengkalai, bila ayahmu pulang dan menguji kepandaianmu, mungkin akupun akan ditegurnya karena tidak mengawasi kau."
"Berlatih dengan Piaukopun tidak akan mendapat kemajuan berarti," demikian ujar Giok-yau, "bila ayah pulang, biarlah beliau marahi aku saja. Aku sendiri yang berbuat salah biar aku pula yang menerima makiannya, tiada sangkut pautnya dengan piauko."
Kata-katanya, latihan dengan piaukopun tidak akan mendapat kemajuan bagi pendengaran Khu Tay seng laksana sembilu menusuk ulu hatinya, pikirnya, "Jelas kau mencela ilmu silatku terang tak ungkulan dibanding bocah gendeng itu." batinnya mendelu, namun lahirnya tetap berseri tawa, katanya, "Sayang orang yang punya kepandaian silat tinggi sudah pergi."
Tak tahan lagi segera Lu hujin menegur, "Tay-seng, coba lihat, Piaumoaymu masih merengek padaku, tidak seharusnya Ling Tiat-wi digebah pergi, kan bukan aku yang mengusirnya pergi, coba katakan apakah tuduhannya itu masuk akal dan beralasan ?"
Mendadak Khu Tay seng tersenyum, ujarnya, "Piaumoay, biar kuberitahu padamu sebuah berita baik, selanjutnya boleh kau tidak usah kuatir bagi Ling toako."
Kata Lu Giok-yau, "Dia pulang membawa sakit yang belum sembuh, perjalanan ini begitu jauh, bagaimana aku tidak akan kuatir bagi dirinya. Piauwko, kau selalu menggoda dan tertawakan diriku. Baik, kabar apa yang telah kau dengar, coba beritahu padaku."
"Begitu mendengar kabarnya kau lantas begitu gugup, kemana kau main pura-pura lagi," demikian goda Khu Tay seng. "Tapi, bukan sengaja aku hendak goda kau, soalnya aku sendiri juga prihatin akan kesehatannya."
Lu Giok-yau menjadi sebal mendengar ucapannya ini, katanya merengut, "Sudah tidak usah banyak cerewet, sebetulnya ada berita apa lekas katakana."
Dengan kalem sepatah demi sepatah Khu Tay-seng berkata, "Ling toakomu itu bahwasanya tidak pernah pulang kerumahnya, sekarang dia masih berada di Yo-ka-thong, jarak tempat itu tidak lebih tiga perjalanan." Tersentak hati Giok yau, katanya, "Tidak mungkin dia pasti langsung pulang, di Yo ka-thong tidak punya sanak kadang, buat apa dia kesana?"
O^~dwkz^hendra~^O Jilid 13 "Tiada sanak tiada kadang memang benar, tapi seorang sahabat ada disana." ujar Khu Tay-seng penuh teka-teki.
"Dirumah siapa dia tinggal di Yo-ka-thong ?" Lu-hujin menyela bertanya.
"Dirumah seorang she Lou."
"Apa tinggal dirumah orang she Lou itu ?" teriak Lu Giok-yau terkejut. Ini membuat orang semakin tidak percaya, ternyata Lou Jin cin adalah gembong penjahat besar yang sudah cuci tangan dan menghentikan prakteknya, walaupun keluarga Lu tidak pernah saling hubungan, namun Lu Giok-yau kenal akan orang macam apa adanya orang she Lou ini.
Kata Lu-hujin tawar; "Kejadian didunia ini kadangkala diluar dugaan manusia. Piaukomu berkata begitu tegas dan gamblang, kukira kabar ini bukan kabar angin belaka."
Lu Giok-yau masih sangsi, katanya : "Piauko, darimana kau dengar berita ini ? Siapa pula yang kau maksudkan sahabat Ling Tiat-wi itu?"
Air muka Khu Tay-seng rada aneh, seperti tertawa tidak tertawa, katanya sinis : "Sahabat karibku itu adalah seorang perempuan, she apa dan siapa namanya aku sendiri belum tahu. Yang kutahu hanya julukannya In-tiong-yan !"
Sekarang ganti Lu-hujin yang berjingkrak kaget sambil menepuk paha, katanya : "In-tiong-yan nama ini seperti aku pernah dengar dari penuturan ayahmu, konon adalah maling perempuan terbang yang baru dua tahunan ini menonjol dikalangan Kangouw. Wajahnya ayu jelita, ilmu silatnya tinggi lagi, sayang tiada seorangpun yang tahu asal usulnya."
Lu Giok-yau menjadi gelisah, tanyanya, "Piauko, sebetulnya cara bagaimana kau mendapat kabar ini?"
Kata Khu Thay seng pelan pelan : "Apakah kau masih ingat Siau-seng-cu yang kekar dalam kampung kita itu ? Sekarang dia menjadi pegawai masa panjang dirumah keluarga Lou Jin cin, kemaren kebetulan mendapat perlop dan pulang rumah, tadi aku bertemu dengan dia, menurut katanya dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat Ling Tiat-wi dengan perempuan itu berpasangan keluar masuk di rumah Lou Jin-cin."
Lu-hujin menimbrung : "Siau-seng cu itu seorang bocah jujur, selamanya tidak pernah bohong. Waktu ayahmu berulang tahun tempo hari, diapun ikut membantu dirumah kami, dia kenal siapa Ling Tiat-wi adanya, kukira dia tidak akan salah lagi."
"Piaumoay," kata Khu Tay-seng. "bila kau tidak percaya, boleh panggil Siau-seng-cu kemari untuk kau tanya sendiri."
"Suruhlah Lo-ong pergi panggil Siau-seng-cu kemari supaya Yau ji mengetahui lebih jelas lagi." Lo ong adalah pembantu tua keluarga Lu.
Tak lama Lo ong pergi, diluar sana lantas terdengar ketukan pintu, Lu-hujin menjadi heran, katanya : "Siau seng-cu bertempat tinggal diujung kampung sana, kenapa begitu cepat Lo- ong sudah kembali?"
Kata Khu Thay seng, "Didengar dari derap langkah diluar pintu, nada-nadanya pendatang ini hanya seorang. Apa mungkin Lo-ong tidak berhasil mengundang Siau-seng-cu ?"
Belum lagi rasa heran mereka hilang tampak penjaga pintu diluar sudah masuk menuntun seorang pemuda mendatangi. Laporannya, "Lapor Hujin, Cin-kongcu ini katanya sahabat Ling-kongcu, beliau baru tiba dari Soa-tang !"
Penjaga pintu ini sudah puluhan tahun bekerja dirumah Lu, sejak kecil iapun ikut mengasuh Lu Giok-yau hingga besar, dia tahu akan isi hati nona majikannya maka begitu mendengar Cin Liong-hwi sebagai sahabat Ling Tiat wi dan bisa mengajukan buktinya lagi, lantas dia membawanya masuk tanpa memberi lapor terlebih dahulu.
Dengan laku hormat Cin Liong hwi memberi sembah hormat kepada Lu-hujin, katanya : "Harap maaf atas kunjungan Siau-tit yang mendadak ini. harap Pek-bo (bibi) suka memberi maaf yang sebesar-besarnya."
Sudah lama Lu Giok-yau tahu Cin Liong-hwi adalah sahabat karib Ling Tiat-wi yang paling kental, melihat orang datang keruan bukan kepalang girang hatinya, cepat ia berkata : "Tiat-wi sering bercerita tentang kau, dia adalah murid ayahmu yang terbesar bukan?"
"Benar," sahut Cin Liong-hwi. "Dia adalah Suhengku."
"Waktu kau datang kemari, apakah dia sudah sampai dirumahmu ?" tanya Giok-yau.
Mendengar Cin Liong-hwi sebagai sahabat karib Ling Tiat-wi, Lu-hujin menjadi kurang senang, serta melihat orang berlaku hormat dan tahu sopan santun, lambat laun ia menjadi ketarik juga. Katanya tertawa : "Giok-ji, seharusnya kau tanyakan dulu perihal ayahmu."
Giok-yau seperti sadar, serunya, "Benar, Cin toako, apakah ayahku sudah sampai di-rumah keluarga Ling belum ? Kira-kira dua bulan yang lalu dia sudah berangkat. Kabarnya kedua keluarga kalian tinggal dalam satu kampung, tentu kau tahu, bukan ?"
Cin Liong hwi pandang Lu Giok yau sebentar, dalam hati membatin : "Kiranya Suhu memang tidak ngapusi aku, nona Lu ini benar-benar secantik bidadari dari kahyangan. Baik, akan kucari akal untuk bergaul lebih dekat lagi dengan dia." dalam batin berpikir mulutnya lantas menyahut, "Justru sekarang aku diutus oleh ayah kemari untuk memberi kabar tentang ayahmu. Secara tidak terduga ayahmu telah terluka ditengah jalan saat ini masih merawat luka-lukanya dirumah keluarga Ling."
"Siapakah orangnya yang telah melukainya ?" tanya ibu dan anak bersama.
"Seorang aneh yang tidak diketahui namanya," sahut Cin Liong-hwi. Sudah tentu dia tidak berani menceritakan keadaan peristiwa yang sesungguhnya, dia hanya menceritakan pengalaman Lu Tang wan malam itu. Lu-hujin juga seorang persilatan mendengar ceritanya itu, iapun maklum akan kebenaran ceritanya itu.
Lu-hujin menghela napas lega, ujarnya, "Terima kasih akan bantuan ayahmu membantu dia mengobati luka-lukanya, sekarang sudah sembuh?"
"Sudah banyak baikan, tapi paling tidak harus istirahat satu dua bulan lagi," jawab Cin Liong hwi. "Maka ayah mengutus Siauwtit kemari untuk memberi kabar, harap Pekbo suka mengirim seorang kembali bersama aku untuk menjemputnya pulang. Soalnya ayah dan paman Ling tidak leluasa berkelana di-kalangan kangouw, kepandaian Siautit sendiri kurang becus seorang diri kuatir kurang kuat untuk melindunginya pulang."
Sebetulnya luka-luka Lu Tang wan sudah sembuh tujuh delapan bagian, dia mampu pulang sendiri. Cin Liong-hwi sengaja menggambarkan penyakit Lu Tang wan sedemikian berat dan memerlukan orang menjaga dan mengantarkan pulang tujuannya memang untuk mendekati dan bergaul lebih akrap dengan Lu Giok yau. Menurut jalan pikirannya Lu-hujin perlu menjaga dan mengatur rumah tangga, orang yang perlu diutus satu-satunya hanyalah putrinya sendiri.
Betul juga lantas terdengar Lu-hujin berkata, "Yau ji, bersama Piauko besok kau ikut Ci siheng menyambut pulang ayahmu."
Cin Liong hwi rada kecewa namun hatinya cukup terhibur juga, pikirannya, "Menurut kata Suhu kepandaian silat dan kecerdikan otak bocah ini jauh tidak memadai dibanding aku. Namun dengan adanya nona Lu dalam perjalanan ini, kenapa aku kuatir bocah ini berani menjadi batu penghalang bagi rencanaku?"
Kata Lu Giok yau, "kemana aku tidak dengar kau menyinggung diri Tiat-wi, apakah dia belum pulang kerumah ?"
Cin Liong hwi mengunjuk lagak serba sulit bicara, katanya terpaksa, "Ling suheng telah mengalami suatu kejadian yang benar benar diluar dugaanku. Ini ... ini ."
"Aku anggap Tiat-wi sebagai keponakanku sendiri, tiada kalangannya kau tuturkan kepada kami." demikian ujar Lu hujin. "Tapi bila ayahmu dan paman Lingmu melarang kau bicara, akupun tidak enak memaksa !"
Cin Liong-hwi menghela napas rawan, ujarnya, "Waktu aku kemari paman Ling memang ada berpesan supaya aku tutup mulut. Katanya kejelasan rumah tangga sendiri jangan dibeber keluar. Tapi Pekbo adalah orang sendiri bila akan menutupi rahasia ini rasanya kurang enak malah."
Lu Giok yau terperanjat, tanyanya, "Kejelekan rumah tangga apa ?"
"Ling-suheng kepincut oleh paras cantik, menurut kabar yang diperoleh katanya dia bergaul erat dan keluntang keluntung dengan seorang perempuan siluman yang bernama In-tiong-yan."
"Apakah benar kejadian itu ?" tanya Lu Giok yau menegas.
"Piau-moay," jengek Khu Tay seng dingin, "kali ini kau mau percaya."
Melihat mereka tidak begitu kaget akan heran, Cin Liong hwi lantas meneruskan obrolannya. "Ha, jadi kalian sudah tahu akan berita ini. Jadi siapakah sebenarnya In tiong-yan itu tentu kalian sudah tahu ?"
"Aku hanya tahu bahwa Ling Tiat wi memang benar berada dirumah keluarga Lou di Yo ka-thong bersama siluman perempuan In-tiong-yan itu. Soal asal usulnya aku masih belum jelas," demikian jawab Khu Tay-seng.
Lagi lagi Cin Liong-hwi menghela napas meneruskan sandiwaranya, katanya pelan pelan, "Siluman perempuan yang punya julukan In-tiong-yan ini sebenarnya adalah tuan putri Tartar Mongol !"
Keterangannya ini kontan membuat Lu Giok yau berjingkrak kaget, teriaknya tak tertahan lagi; "Apa, Ling toako kepincut oleh tuan putri bangsa Mongol?"
"Justru hal inilah yang dianggap sebagai kejelekan rumah tangganya oleh paman Ling!" demikian tutur Cin Liong-hwi pula.
Lu Giok-yau geleng-geleng kepala, katanya, "Kejadian ini betapapun aku tidak mau percaya.''
Lu hujin berkata tawar, "Tahu anak hanyalah ayahnya. Ayah Ling Tiat hwi sendiri percaya akan peristiwa ini, kenapa kau masih mau membela dia?"
"Cin-toako,'' ujar Lu Giok-yau tidak mau terima, ''darimana kau peroleh berita ini?"
"Aku punya seorang paman terdekat yaitu simaling sakti nomor satu diseluruh jagat yang terkenal itu, beliau bernama Sip It-sian. Dialah yang membawa berita ini. Beliau pernah menyelidiki sendiri di yo ka thong, dengan perempuan siluman itu.'' Sejenak ia merandek mengunjuk rasa sayang dan gegetun lalu melanjutkan, "Sudah tentu aku sendiri mengharap berita ini tidak benar. Untung Yo-ka thong itu kotanya tidak terlalu juga letaknya; dari sini kalian mengutus seseorang untuk menyirapi kesana.''
Bicara sampai disini kebetulan pembantu tua yang diutus keluar tadi sudah kembali membawa Siau seng-cu yang dicari itu.
Kata Lu hujin, "Tidak perlu jauh-jauh kesana lagi, Siau seng cu ini menjadi pengawal kontrak dirumah Lou Jin-cin, marilah kita mencari tahu lebih jelas dari keterangannya."
Setelah masuk keruang tamu, dengan laku ketakutan dan tergopoh-gopoh Siau-seng cu berlutut kepada Lu hujin, serunya, "Apakah Hujin memanggilku untuk minta keterangan soal Ling siangkong? Apa yang aku tahu sudah kututurkan semua kepada Khu siauya. Besok pagi aku harus segera pulang kerumah keluarga Lou, harap Hujin suka memakluminya.''
"O, jadi kau takut diketahui oleh Lou Jin-cin bahwa kau telah membocorkan rahasianya?" tanya Lu-hujin.
Kata Sian-seng cu, "Meskipun aku belum pernah melihat dia membunuh orang dengan tangannya sendiri, menurut cerita seorang kawan, majikan kami itu ternyata cukup kejam dan telegas, membunuh orang tanpa mata berkedip, tampangnya memang kereng dan menakutkan. Setiap kali melihat tampangnya jantungnya pasti berdebar takut."
"Siau seng-cu," ujar Lu hujin, "apakah kau mau menjadi pengawal kontrak dirumah keluarga Lou selama hidupmu?"
"Siapa yang rela menjadi kuli kontrak seumur hidup. Soalnya keluargaku miskin, kalau tidak mau bagaimana keluargaku masih hidup.''
"Bagus, kau tunggu sebentar," seru Hujin lalu ia mau masuk kekamarnya dan keluar lagi membawa sebuntal uang perak, katanya lagi, "Disini terbungkus seratus tail uang perak, cukup untuk modal dagang kecil-kecilan."
Siau-seng cu terkejut, katanya, "Hujin apa maksudmu ini? Sedikitpun Siau-jin tidak pernah membuat pahala atau jasa betapapun tidak berani terima hadiah besar ini."
"Kau boleh terima uang ini dan pergi jauh jangan pulang lagi," kata Lu hujin, "pergilah kedaerah lain untuk berdagang, dengan kurang seorang pegawai macam kau, Lou Jin-cin tidak akan mengusut lebih lanjut. Sekarang kau boleh ceritakan sejelasnya keadaan Ling siangkong waktu berada dirumah gedung Lou Jin cin bukan?"
"Benar," sela Khu Tay-seng, "kau tiada punya orang tua lagi, saudaramu hanya seorang adik perempuan, dengan adikmu kan bisa pergi jauh dan menghilang, apa pula yang kau kuatirkan dan berati disini?"
Kata Siau-seng cu, ''Begitu baik dan prihatin Hujin terhadap Siaujin, seumpama aku harus ketimpa bencana apapun aku harus membuka mulut sekarang. Harap Hujin tidak salahkan hamba terlalu cerewet. Menurut apa yang kutahu, mungkin Ling-siangkong itu bukan seorang baik."
Bertaut alis Lu Giok-yau, tanyanya kurang senang, "Darimana kau tahu?"
"Siau seng cu," ujar Lu hujin, "kau tidak usah takut atau kuatir, bicara saja sejelasnya."
"Hari itu dia datang bersama seorang perempuan kerumah Lou Jin cin. Kecuali mereka berdua masih ada lagi empat Busu. Hujin coba kau terka orang macam apakah keempat Busu itu?" demikian tutur Siau seng cu.
"Mana aku tahu coba kau jelaskan," sahut Lu Hujin.
"Bermula akupun tidak tahu asal usul mereka. Akhirnya kudengar mereka bicara dengan bahasa asing yang tidak pernah kudengar, sekecappun aku tidak tahu apa yang tengah mereka perbincangkan, menurut seorang kawanku, baru aku tahu bahwa mereka adalah orang-orang Mongol."
Lu Giok yau terkejut bathinnya, "Orang she Cin ini berkata bahwa In tong yan adalah tuan puteri Tartar Mongol, kiranya benar adanya."
Terdengar ibunya sedang bertanya, "Lalu siapa pula perempuan itu? Apakah bangsa Mongol juga?"
Tutur Siau seng cu, "perempuan itu bicara dengan bahasa Han malah. Tapi bila bicara dengan para Busu itu menggunakan bahasa Mongol juga. Mereka kelihatan sangat hormat dan segan kepadanya. Ada pula sebuah berita lain, sebelum rombongan perempuan dan para busu itu datang, sebelumnya ada datang seorang Lama dirumah Lou Jin cin itu, menurut kabarnya adalah Koksu (imam negara) bangsa Mongol. Kalau Koksu ini berani membentak dan bicara kasar terhadap para Busu itu, tapi terhadap perempuan itu ia berlaku sangat sayang dan sopan santun."
"Cin toako," tiba-tiba sela Khu Tay seng, "Beritamu itu tepat dan benar seluruhnya. In tiong yan diiringi dan dilindungi oleh para Busu. Koksu juga lemah lembut terhadapnya, apa pula kedudukannya kalau bukan tuan putri?" sembari bicara dengan sinis ia melirik kearah sang Piaumoay, terlihat Lu Giok-yau tengah tunduk menepekur entah sedang memikir apa. Dalam hati Khu Tay-seng membatin, "Hatinya tentu sangat sedih dan mendelu, tak enak aku menggodanya lagi." Mana dia tahu meskipun Lu Giok yau tahu apa yang dituturkan Siau seng cu itu bukan bualan belaka, namun betapapun juga ia tidak mau percaya bahwa Hong thian-lui sudi bergaul dan kepincut terhadap tuan putri bangsa Mongol itu.
Terdengar Lu hujin tengah berkata lagi, "Bagaimana keadaan dan pergaulan Ling siangkong dengan putri Mongol itu dirumah keluarga Lou ? Menurut apa yang kau lihat atau dengar coba tuturkan seluruhnya kepada kami !"
"Aku hanya seorang pembantu rendahan, bila tiada kepentingan tidak boleh masuk ke ruang dalam. Tapi dari mulut Siau-kan yang suka bercerita itu memang ada kudengar beberapa kejadian."
"Siapa pula Siau-kan yang kau maksudkan itu ?" tanya Lu hujin.
"Siau-kan adalah murid tukang kebun yang berkuasa ditaman rumah Lou, kerjaannya sehari-hari memelihara dan menanam kembang !" sahut Siau-seng-cu.
"Emangnya tukang kebon lantas boleh masuk kedalam ruang besar?" sela Lu Giok-yau dengan mengejek.
"Tidak, Siau kan ini bersahabat kental dengan salah seorang pelayan pribadi istri besar Lou Jin cin yang bernama Siau Cui."
"O, jadi Siau-cui memberitahu Siau kan dan Siau kan memberitahu kau. Apa yang dia katakan ?" tanya Lu-hujin.
"Menurut katanya," demikian tutur Siau-seng-cu lebih lanjut. "Sang bangsawan itu sering seorang diri memasuki kamar Ling-siangkong. Pernah terjadi pada suatu malam, kira-kira tiba kentongan ketiga, dia mendapat perintah dari majikannya masuk dapur memasak bubur kolesom, kebetulan lewat kamar-kamar tamu dipekarangan luar. Dengan mata kepalanya sendiri dia melihat perempuan itu baru saja keluar dari kamar Ling siangkong itu."
Betapa pedih dan pilu hati Lu Giok-yau, namun dalam hati ia membatin, "Cerita mulut orang yang berlidah tidak bertulang, belum tentu dapat dipercaya." dalam batin ia berkeukuh pendapat namun tidak bisa tidak tergerak juga hatinya, pikirannya, "Mungkin benar Ling-tiat-wi telah kena dipincut oleh siluman perempuan itu? Ai, peribahasa mengatakan seorang pahlawanpun akhirnya bakal tekuk lutut dipelukan wanita cantik. Bukan mustahil Ling Tat wipun mengalami kesalahan langkah ini."
"Ada kejadian apa lagi yang diketahuinya?" tanya Lu hujin lebih lanjut.
"Tiada kejadian apa-apa lagi," sahut Siau seng-cu. "Baik, uang itu kau bawa pulang dan lekas bawa adikmu pergi ketempat yang jauh malam ini juga kalian harus berangkat."
Setelah Siau seng cu pergi; segera Lu-hujin membujuk dan menghibur putrinya, "Ling Tiat-wi melakukan kesalahan besar yang memalukan ini kaupun tidak perlu bersedih bagi dia, yang penting besok kau harus pergi menyambut ayahmu pulang. Sekarang masuklah istirahat sekalian bersiap untuk berangkat besok pagi."
Lu Giok-yau mengiakan, katanya, "Mengenai persoalan Tiat wi itu, betapa pun dia adalah penolong keluarga kita."
"Lalu apa kehendakmu atas diriku, kau minta aku menyeretnya kemari? Bukan saja aku tidak bisa kelayapan diluar, seumpama aku benar kesana menggelandangnya pulang paling tidak harus melabrak dulu, siapapun perempuan itu, hubungan mereka sudah begitu mesra, masa dia mau kembali lagi?"
Segera Khu Tay seng ikut menambahi, "Tadi Siau Seng cu sudah menjelaskan seluruhnya. Menyirapi ke Yo-ka-tong, juga tiada membawa manfaat lagi. Piaumoay kunasehatkan kau lupakan saja kejadian memalukan ini."
"Piauko, apa yang kau cerewetkan?" omel Lu Giok yau uring-uringan. "Aku hanya ingin menyelidiki kebenaran berita ini, kau kira aku mementingkan hubungan pribadi melulu. Piauko, jangan kau lupa Ling Tiat-wi juga pernah menolong jiwamu dari renggutan elmaut tahu!"
Merah padam selebar muka Khu Tay seng, ingin dia mendebat, namun dihadapan sang Bibi ia menjadi kuncup nyalinya, pikirannya, "Ling Tiat wi bocah keparat itu tidak mungkin bakal kembali lagi kemari. Cepat atau lambat Piaumoay bakal menjadi istriku, sekarang dia sedang uring-uringan dan jengkel buat apa aku bertengkar mulut dengan dia?" karena pikirannya ini maka dengan menyengir kecut ia berkata, "Piaumoay, aku berkata demi kebaikanmu. Mungkin kata-kataku tadi rada menyakiti hatimu, maafkanlah! Ehm, Ling Tiat-wi sendiri yang melakukan kesalahan yang memalukan ini, seumpama kita harus membantu dia juga menjadi serba runyam!"
"Sungguh, jangan singgung lagi soal Tiat-wi," sela Lu hujin merengut. "Giok-yau, mari kau ikut aku pulang kamar, Tay seng, siapkan sebuah kamar untuk tempat tinggal Cin-siheng ini, hari ini harus istirahat lebih pagi."
Dalam hati Tay seng menepekur, "Orang she Cin ini meski Sute Ling Tiat-wi, kelihatannya iapun membenci perbuatan Suhengnya yang memalukan itu." Karena Cin Liong hwi membawakan berita yang menjelekkan nama baik Ling Tiat-wi, maka Khu Tay seng merasa simpatik terhadapnya. Segera ia layani segala keperluan orang dengan tekun dan ramah tamah, katanya, "Saudara Cin, silahkan kau istirahat. Besok pagi pagi kita berangkat bersama." setelah segala keperluan Cin Liong-hwi diatur beres, ia mengundurkan diri kembali ke ruang dalam menemui bibinya untuk mencari berita lebih lanjut.
Kata Lu-hujin, "Untung Piaumoaymu dapat kubujuk dan putuskan pikirannya terhadap bocah gendeng itu, sekarang dia sudah kembali tidur, jangan kau ganggu dia. Kau sendiri lekas pergi tidur dan tidak usah banyak pikiran."
Tidur seorang diri Cin Liong-hwi gulak-gulik diatas ranjang tidak bisa pulas, hatinya gundah gulana, sampai kentongan ketiga matanya masih belum meram. Sekonyong-konyong didengarnya ketokan lirih dua kali diatas papan jendela kamarnya Cin Liong-hwi tersentak sadar lalu melompat bangun, bentaknya lirih, "Siapa itu?" dari luar terdengar sahutan suara perempuan berkata, "Cin toako, jangan keras keras, akulah adanya. Giok yau!"
Kejut dan girang pula hati Cin Liong-hwi, cepat ia mengenakan pakaian lalu membuka pintu menyilahkan Giok yau masuk, katanya, "Nona Lu tengah malam buta rata kau kemari, entah ada urusan apakah?"
"Cin toako. Sejak kecil kau dibesarkan bersama Ling Tiat wi, apa kau percaya benar bahwa dia bisa kepincut akan paras cantik dan menyerah kepada Tartar Mongol?"
"Iniini" Cin Liong-hwi tersekat, dalam hati ia membatin, "Aku harus mengambil hatinya, jangan sekali-kali aku membicarakan kejelekan Ling Tiat-wi dihadapannya lagi. Aku harus bersabar dan menggunakan akal untuk memeletnya supaya dia berobah hati, akan tiba suatu hari kau harus jatuh hati kepadaku." untuk sesaat ia menjadi tergagap tidak menemukan kata-kata untuk diucapkan.
Lu Giok yau menjadi gugup, katanya mendesak, "Cin-toako, kau harus berkata sejujurmu kepadaku."
"Nona Lu, kau sedemikian percaya kepadaku ! Masa aku berani aku bicara ngelantur pada kau," demikian kata Cin Liong-hwi. "Watak Ling toako aku tahu, menurut adatnya yang polos itu tidak mungkin terjadi hal seperti itu. Tapi dia itu terlalu perasa, entah cara bagaimana siluman perempuan itu menggunakan akalnya untuk melet dia, ai apalagi bila dia dipengaruhi oleh perasaan, sulit dikatakan lagi."
"Menurut apa yang kau katakan ini, jadi kau sendiri juga belum berani memastikan jadi masih ada kecurigaan?"
Cin Liong hwi tahu orang berpikir ke arah yang lurus, ketujuan yang baik, karena sungkan bicara terlalu bebas terbuka, terpaksa ia manggut manggut, sahutnya, "Benar, semoga apa yang dilihat dan didengar oleh Sip lt-sian dan Siau-seng-cu tidak benar semua. Atau mungkin dibelakangnya ada kejadian lain yang belum kita ketahui."
"Baik. Cin toako kalau begitu aku mohon bantuanmu !"
Cin Liong-hwi tercengang, katanya, "Mengenai urusan apa ? Asal aku dapat ..."
"Cin-toako, mari kau ajak aku ke Yo-ka-thong, kita selidiki sendiri kesana," demikian ajak Lu Giok-yau.
Cin Liong-hwi terperanjat, katanya, "Bukankah Siau-seng cu ada bilang ada seorang Koksu bangsa Mongol berada disana ? Kepandaian silat Lou Jin cin juga tidak lemah, apalagi masih ada beberapa Busu Mongol lainnya ..."
Berkerut kening Lu Giok-yau, katanya, "Ling Tiat hwi adalah tuan penolong keluarga kami, seumpama aku harus berkorban juga aku harus mencari tahu duduk perkara sebenarnya. Justru kau sendiri adalah sutenya, apakah kau tidak rela menempuh bahaya demi Suhengmu ?"
Cin Liong-hwi menjadi tersentak sadar, pikirnya, "Benar, demi mengambil hatinya, betapapun aku harus berbuat sedemikian rupa untuk menyenangkan hatinya, terutama jangan sampai diketahui hubunganku dengan Ling Tiat-wi sudah renggang," untung dia seorang licik yang cukup pintar mengikuti situasi, sedikitpun tidak merah mukanya, selanjutnya ia berkata: "Sejak kecil aku dibesarkan bersama Tiat-wi, belajar silat bersama pula seperti saudara kandung sendiri, demi menolong dia masa aku sayang mengorbankan jiwaku sendiri? Ucapanku tadi karena aku tidak ingin merembet kepada nona saja."
"Baik, kami punya maksud dan tujuan yang sama, maka marilah segera berangkat," demikian ajak Lu Giok-yau.
"Entah apakah nona sudah minta ijin kepada ibumu?"
"Aku harus mengelabuinya. Bila sampai diketahui ibu tentu dia melarang aku pergi."
"Jika begitu rasanya kurang enak malah?"
Bertaut pula alis Lu Giok yau, katanya, "Kau ini kenapa plintat plintut? kami berangkat dulu ke Yo ka-thong, biarlah piauko-ku yang menjenguk ayahku kerumahmu."
"Bukan aku cerewet, soalnya masih banyak urusan cukup menguatirkan."
"Soal apa lagi yang menguatirkan ?"
"Berapa lama mereka menetap di Yo-ka thong tidak kami ketahui, bukan mustahil sekarang Ling Tiat-wi dan siluman perempuan itu sudah meninggalkan tempat itu dan tengah menempuh perjalanan ke Holin."
Kata Lu Giok-yau dengan tegas dan kukuh, "Tapi betapapun kami harus meluruk kesana dulu untuk menyaksikan sendiri, seumpama tidak ketemu juga bisa menentramkan pikiran."
Cin Liong-hwi jadi berpikir, "Perjalanan ke Yo-ka-thong ini aku bisa seperjalanan dengan dia, jauh lebih baik bertiga dengan Khu Tay seng pun lebih leluasa. Menurut penuturan Suhu, kebanyakan Ling Tiat wi dan In tiong-yan tentu sudah meninggalkan rumah keluarga Lou. Begitu sampai di Yo-ka thong aku dapat mencari kebenaran berita ini, lantas aku bisa pulang bersama dia. Betapapun aku harus berani menempuh bahaya ini," setelah tetap pikiran hatinya segera ia berkata, "Baiklah aku sendiri juga mengharap dapat menyelidiki secara jelas dan gamblang. Sekarang juga kami berangkat."
O^~dwkz^hendra~^O Cin Liong-hwi menyangka Ling Tiat wi dan In tiong-yan sudah berangkat pulang ke Mongol, diluar tahunya justru mereka masih berdiam dirumah keluarga Lou di Yo ka thong.
Sebetulnya memang Liong-siang Hoatong sudah ajak In tiong-yan pulang ke Holin, dasar pintar dan suka aleman In tiong-yan dapat membujuknya sehingga mereka menetap lebih lama disana.
Kepada Liong siang Hoatong, In tiong yan menceritakan cara bagaimana Sip It-sian berhasil mencuri Pinghoat yang digembolnya, katanya, "Koksu, Sisiok (paman keempat, yang dimaksud Dulai), menyuruh aku merebut Pinghoat itu, meskipun kita berhasil menawan Ling Tiat-wi, kukira juga tidak bakal memperoleh penghargaan yang setimpal, bila pulang bagaimana kita harus menjelaskan kehilangan ini?"
"Aku pernah dengar simaling sakti nomor satu sejagat Sip it sian itu jejaknya tidak menentu kemana lagi kita harus mencarinya," kata Liong siang Hoat-ong.
"Koksu,'' ujar In-tiong-yan tertawa, "Kau seorang cerdik melebihi orang lain, kenapa kau lupa bahwa kita memegang umpan yang berharga, masa kau takut mangsa yang kita incar tidak bakal kepancing datang?"
"Maksudmu Ling Tiat wi bocah itu?"
"Benar Ling Tiat wi menjadi umpan kita. Kepandaian silat Sip It sian tidak becus, sedang guru dan ayah Ling Tiat wi tidak bisa harus meluruk datang untuk menolongnya. Sudah tentu mereka harus datang bersama Sip It sian."
Liong-siang Hoat-ong menjengek dingin, ujarnya, "Tepat mengulur benang untuk mengail ikan besar. Meski caramu ini belum tentu dapat membuat Sip It-sian masuk ke-dalam jaring yang kita pasang paling tidak ada setitik harapan, tak berhasil meringkus Sip It-sian, bila dapat membekuk ayah dan Guru Ling Tiat-wi juga bolehlah. Tapi mengenai Tiat wi bocah itu cara bagaimana kita harus menghadapi dia, cara halus dan kasar tidak mempan meluluhkan tekadnya."
"Aku sudah dapat menyelami wataknya," ujar In-tiong-yan, "Dia memang seorang yang teguh dalam pendirian secara kekerasan mungkin tidak akan berhasil, baiklah kita gunakan ulur waktu jangka panjang untuk meluluhkan imannya."
"Begitupun baik, kuserahkan bocah itu kepada kau. Biar kami berlaku sebagai orang jahat dan kejam, kau boleh menjadi orang baik dan welas-asih menolong dia mungkin usahamu ini bisa sukses."
Hari kedua Liong-siang Hoat-ong suruh Umong menghajar Ling Tiat wi habis-habisan sampai babak belur dan jatuh pingsan, malamnya ia suruh In-tiong-yan membawa obat untuk mengobati luka-lukanya itu. Itulah sebabnya pelayan pribadi istri Lou Jin cin yang bernama Siau-cui pernah melihat In-tiong-yan keluar dari kamar tahanan Ling Tiat-wi.
Tujuan Liong siang Hoat-ong supaya In tiong-yan dapat membujuknya supaya bocah kukuh itu merubah haluan, sesuai dengan keadaan dan kesempatan itu In tiong yan diam-diam berunding mencari cara untuk meloloskan diri, namun pikir punya pikir selama itu mereka belum menemukan cara yang sempurna.
Malam itu In-tiong yan mendatangi kamar tahanan Ling Tiat hwi lagi. Luka-luka Hong-thian lui boleh dikata hampir sembuh seluruhnya, tinggal luka-luka kulit bekas hajaran Umong saja yang memburuk dan berbau busuk, namun dengan tekun In-tiong-yan merawat luka lukanya itu tanpa canggung atau takut akan baunya yang busuk. Hong-thian-lui sendiri akhirnya menjadi risi dan tidak enak, katanya, "Biarlah aku sendiri yang melakukan."
"Luka disebelah depan kau bisa melakukan pengobatan sendiri, luka dipunggungmu ini harus akulah yang bantu membubuhi obat. Sudah tidak usah main sungkan sebentar beres seluruhnya."
"Ai, sebagai seorang tuan putri yang berkedudukan agung masa kau harus merawat aku yang kotor ini. Entah cara bagaimana aku harus membalas kebaikan budimu ini."
In-tiong yan tersenyum lebar, katanya, "Kau masih menyinggung kedudukan agung dan tuan putri apa segala, bukankah karena kedudukanku ini sehingga kau pernah hendak membunuh aku ? Yang kuharap selanjutnya kau tidak maki aku sebagai 'siluman perempuan' lagi."
Hong thian-lui menjadi menyesal, katanya, "Memang akulah yang salah, mataku buta melek, tidak tahu kebaikan hati orang. Bila kau selalu menyinggung soal itu, sungguh membuat aku malu sekali."
"Aku hanya kelakar saja, kenapa kau anggap serius ?" goda In tiong yan.
"Sebetulnya pandangan Hek-swan-hong jauh lebih tajam dari aku. Sayang aku tiada kesempatan jumpa dengan dia, bila ketemu aku akan terima salah padanya."
"Bicara baik-baik kenapa ngelantur kepada Hek swan-hong, untuk soal apa sehingga kau terima salah kepadanya ?"
"Urusan terjadi pada hari pertama aku berkenalan dengan dia itu, hubungan kami begitu akrab seperti sahabat lama saja layaknya." demikian tutur Hong-thian lui. "Waktu pembicaraan berkisar mengenai dirimu, kami masing-masing punya pandangan yang berbeda mengenai dirimu. Tatkala itu belum lama kau membawa lari Pinghoat itu, dia masih begitu percaya kepada kau. Sebaliknya secara langsung dihadapannya aku mengumpat caci padamu, malah kubujuk dia supaya tidak kecantol dan kena tipu muslihatmu."
Sebenarnya Hek-swan-hong sendiri waktu itu juga rada curiga terhadap In-tiong-yan, kata kata Hong thian-lui mengenai sangat percaya, sudah tentu rada berlebihan dan mengumpak belaka.
Namun bagi pendengaran In-tiong-yan hatinya menjadi manis, katanya, "Apakah benar Hek swan hong begitu percaya kepada aku ?"
"Kapan aku pernah membual? Sayang aku terkurung disini tak bisa keluar. Bila aku bisa bertemu dengan dia betapa baiknya. Aku akan ceritakan segala pengalamanku selama ini tuturkan kepadanya, supaya jauh lebih jelas mengenai pribadimu. Maka kekuatirannya yang terakhir itupun bakal tersapu bersih!"
In tiong-yan menghela napas, ujarnya, "Aku sendiri juga ingin bertemu dengan dia, sayang keadaanku sekarang kurang bebas aku kuatir selama hidup ini sukar dapat bertemu lagi dengan dia," ternyata kedatangan Liong siang Hoat-ong kali ini membawa serta perintah Dulai, setelah segala urusan disini dapat dibereskan, diperintahkan supaya In-tiong-yan pulang, tiba-tiba bentaknya, "Siapa itu ?" orang diluar menyahut tertawa dengan suara lirih. "Orang yang ingin kau temui !"
Hampir saja In tiong-yan tidak percaya akan pendengarannya, sejenak ia tertegun, Hong thian lui sudah berjingkrak bangun teriaknya : "Hek swan-hong, benarkah kau telah datang?"
Saking kegirangan Hong-thian-lui lupa akan luka-lukanya yang belum sembuh, begitu meloncat bangun, begitu kedua dengkulnya kesakitan, tanpa kuasa ia terbangkit, roboh lagi. Tak sempat menunggu In-tiong-yan membuka pintu, sekali pukul Hek swan-hong merusak jendela terus menerobos masuk.
In-tiong-yan masih tertegun dan belum tenang pikirannya, cepat berkata, "Hek-swan-hong, kenapa begitu besar nyalimu, lekas pergi, lekas pergi !"
Hek-swan hong menyambut tertawa, "Mari kita merat bersama."
"Tidak, tidak mungkin !" seru In-tiong-yan gugup, "kau tidak tahu Liong-siang Hoa-tong sangat lihay, dengan memanggul seorang betapapun kau tidak bisa mampu lolos. Lekaslah kau lari, jangan sampai konangan mereka, kelak aku masih punya kesempatan membantu Ling toako meloloskan diri."
"Tak mampu lolos juga harus dicoba," Hek-swan-hong berkukuh.
"Hek-swan-hong," Hong-thian-lui menyela bicara, "Dengarlah nasehat nona In! Aku tidak mampu bergerak, akupun tidak sudi kau bawa lari." Lantas dia duduk bersila dan berpeluk tangan supaya Hek-swan-hong tidak kuasa memanggulnya pergi.
Pada saat itulah mendadak terdengar seseorang membentak diluar, "Ada maling, hayo lekas datang, tangkap maling!" Itulah suara Umong.
"Celaka, tidak sempat lagi," Keluh In-tiong-yan. Sekonyong-konyong tergerak hatinya, cepat ia lolos pedangnya "Sret !" ia serang Hek-swan hong dengan sebuah tusukan, sembari berkata lirih, "Lekas ringkus aku!" lalu ia berteriak keras. "Umong lekas datang, malingnya disini!"
Serangan tusukan pedang itu dilancarkan cukup tepat dan sempurna sekali, sekaligus ia membuat lobang beberapa tempat dibaju dada Hek-swan-hong sehingga kelihatan bahwa mereka sudah bergebrak dengan sengit, namun sedikitpun tidak melukai kulitnya.
Sebagai orang cerdik, sejenak melengak Hek-swan hong lantas paham duduknya perkara, cepat ia tarik pergelangan tangan In-tiong-yan terus menjinjingnya menerjang keluar. Kebetulan Umong dan Cohaptoh memburu datang melihat In-tiong-yan teringkus oleh Hek-swan hong; mereka tertegun kaget hingga sesaat mereka menjublek tidak tahu harus berbuat apa.
Hek-swan-hong menjengek dingin, "Kalian menawan sahabatku, apa boleh buat terpaksa akupun ringkus tuan putri kalian sebagai sandera."
Lekas Umong berteriak, "Cepat lepaskan tuan putri, ada urusan apa boleh dirundingkan secara baik baik."
"Untuk melepas dia gampang saja. Terlebih dulu kalian juga harus melepas kawanku itu."


Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Hong In Lui Tian Karya Gan Kh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Umong menjadi mencak-mencak gelisah, katanya, "Untuk hal ini aku tidak berani ambil putusan sendiri."
"Baik, kalau kau tidak berani ambil putusan, terpaksa kutinggal pergi."
Sekonyong-konyong didengarnya seorang menjengek dingin, "Mau pergi masa begitu gampang?"
"Suhu!" teriak Umong kegirangan, "tepat kedatanganmu."
"Koksu lekas tolong aku," In-tiong-yan juga pura-pura berteriak.
Tahu yang dihadapi ini adalah Liong-siang Hoatong Koksu Mongol Hek-swan hong tertawa lebar malah, serunya, "Bukan saja aku harus pergi, malah konon Koksu menyapaikan diri menyediakan kuda tunggangan dan antar pula aku sejauh sepuluh li baru akan kulepas tuan putrimu ini untuk bertukar dengan sahabatku itu."
"O, jadi kau hendak menukar tuan putri kami dengan Hong thian lui bocah gendeng itu, perhitunganmu sungguh sangat muluk!'' Hek-swan hong berkata tawar, "Kalau diperinci hitung dagang ini kami masih kena kerugian malah. Mau tukar atau tidak terserah pada kamu."
"Baik, aku setuju akan jual beli ini, tapi jadi tidak saling tukar, harus ditentukan dulu oleh kepandaianmu."
Bicara sampai ?kepandaianmu' mendadak Liong siang Hoatong mengayun tangan. Semula Hek swan hong menyangka orang menyambitkan senjata rahasia menyerang dirinya, maka ia berteriak, "Baik, kau berani melukai tuan puterimu!" tidak duga bukan senjata rahasia yang menyerang tiba sebaliknya adalah segulung tenaga dalam hebat yang dilancarkan dengan pukulan Bik-khong ciang jarak jauh, sungguh lihay dan aneh sekali gelombang pukulan yang menerpa datang ini seolah-olah sebilah pisau tajam, luar biasa secara kekerasan mengiris langsung di antara In tiong yan dan Hek swan hong, kekuatan pukulan yang dahsyat itu sedikitpun tidak melukai In tiong yan, sebaliknya Hek-swan hong merasa seperti diiris sembilu pergelangan tangannya, tanpa kuasa tangannya kesakitan dan melepas cengkeramannya, kontan In tiong yan meluruk jatuh ditanah.
Keruan bukan kepalang kejut In tiong-yan, dasar cerdik tiba tiba timbul akal cerdiknya, lekas ia mengerahkan hawa murni untuk melukai badan sendiri, kontan mulutnya terpentang terus menyemburkan darah segar.
Begitu melancarkan pukulan yang lihay ini Liong siang Hoatong lantas menerjang maju hendak meringkus Hek swan hong, serta melihat semburan darah In tiong yan itu seketika ia terkejut dan gugup ketakutan, menolong orang lebih penting, tersipu-sipu ia memburu maju memayang bangun In tiong yan dengan sebelah telapak tangannya ia tekan jalan darah penting dipunggungnya terus mengerahkan hawa murni membantu pengobatan luka lukanya.
Dalam pada itu, Umong dan Cohaptoh sudah menyerbu bersama, kontan Hek swan hong sambut mereka dengan dua kali pukulan berat, betapa lihay dan hebat permainan ilmu pukulannya, tahu tahu pundak Cohaptoh kesakitan kena digenjot. Tapi kepandaian Cohaptohpun tidak lemah, lekas ia lancarkan kepandaian gulatnya, begitu mendakkan pundak terus menekuk pinggang, ia cengkeram Hek swan hong terus hendak dibantingnya ketanah. Tapi tenaganya tiba-tiba mandek ditengah jalan tak mampu dikerahkan lebih lanjut. Sekali tendang Hek swan hong menendangnya terjungkal jungkir balik. Kiranya pukulan Hek swan hong tadi sekaligus melancarkan Hun kin joh-kut hoat, itulah ia gunakan cara serangan lawan untuk merobohkan lawan pula. Ilmu gulat Cohaptoh yang lihay itu memang mengandung cara permainan Hun-kun joh-kut yang lihay, namun dibanding kemampuan Hek swan hong masih terpaut jauh sekali.
Dilain pihak begitu adu pukulan dengan Hek swan hong, tubuh Umong tergetar mundur tiga langkah, tapi Ginkang Hek swan-hong jauh lebih tinggi sekali putar tubuh ia mencelat naik melompati tembok terus menghilang dibalik tembok, Umong tidak sempat mengejarnya.
Dengan muka merah malu, Umong putar balik memberi lapor, "Tecu tidak becus, bocah keparat itu berhasil lari."
Pelan pelan Liong siang Hoatong berkata, "Hong-thian-lui masih berada ditangan kita, kerugian yang kita derita tidak terlalu besar."
"Bagaimana luka luka tuan putri....?" tanya Umong kuatir.
"Tidak menjadi soal. Tapi luka tuan putri ini rada janggal dan mengherankan," demikian ujar Ling siang Hoatong curiga.
In-tiong yan pura-pura tidak mengerti, tanyanya, "Koksu, bagaimana cara lukaku ini, kenapa mengherankan ?"
Liong-siang Hoatong menjelaskan, "Liong-siangkang yang kugunakan tadi aku percaya kulancarkan secara tepat dan persis benar, tidak mungkin melukai kau. Bila bocah keparat itu yang turun tangan, dihitung waktunya juga tidak sempat lagi."
"Lalu cara bagaimana aku bisa terluka?"
Liong siang Hoatong geleng-geleng kepala, ujarnya, "Aku sendiri juga heran, tuan putri, cara bagaimana kau terluka semestinya kau sendiri yang coba kau ceritakan perasaanmu tadi ?"
"Diwaktu kau melancarkan Bik khong ciang, mendadak aku rasakan punggungku kesakitan luar biasa, tahu-tahu sudah terbanting ditanah, Koksu, seumpama kau yang melukai aku tanpa sengaja, akupun tidak akan salahkan kau. Tapi bila menurut uraianmu tadi, kemungkinan besar Hek-swan honglah yang turun tangan secara keji. Koksu, mungkin kau terlalu ringan menilai musuh, kepandaian Hek swan-hong bahwasanya jauh lebih tinggi dari penilaianmu semula."
"Suhu," Umong menimbrung bicara, "Kepandaian Hek swan hong bocah itu memang hebat sekali, konon kabarnya diatas karang kepala harimau berturut-turut ia berhasil mengalahkan puluhan jago jago kelas tinggi utusan kerajaan Kim." Karena dia kecundang oleh Hek-swan-hong demi menutupi malunya, sengaja ia katakan kepandaian Hek-swan-hong berkelebihan.
Diam-diam Liong-siang Hoatong juga berpikir, "Bagaimana taraf kepandaian Hek-swan-hong aku dapat merabanya. Tapi bila aku mengukuhi pendapatku bahwa Hek swan hong tidak mungkin dapat melukai Tuan putri bukankah aku sendiri yang harus menanggung dosa melukai Tuan putri ?" harus maklum, meski samar-samar ia curiga, terpikir olehnya bahwa In-tiong yan mungkin melukai dirinya sendiri, tapi siapa yang mau percaya akan keterangan ini, terpaksa ia tekan perasaan curiganya ini didalam sanubarinya.
O^~dwkz^hendra~^O Dalam pada itu, setelah berhasil lolos dari Lou keh ceng, sungguh hati Hek swan-hong sangat menyesal, pikirannya, "Tak nyana kepandaian silat Koksu Mongol ini ternyata begitu lihay. Perbuatanku yang gegabah ini berarti menggebuk rumput mengejutkan ular. Untung In tiong-yan cukup cerdik dan cekatan, semoga tidak membuatnya cidera dan mengalami kesulitan." Menurut anggapannya setelah adanya peristiwa malam ini, untuk menyelundup masuk ke Lou-kee ceng tentu berpuluh kali lebih sulit. Pikir punya pikir, akhirnya ia berkeputusan untuk memberi laporan kepada Guru Hong thian-lui lebih dulu. Tidak diketahui olehnya bahwa Guru Hong-thian-lui saat mana tengah dalam perjalanan kemari.
Tengah ia berjalan kedepan dengan pikiran kusut, kebetulan sebelum ia keluar dari hutan, lapat-lapat didalam hutan pohon siong lebih dalam sana terdengar percakapan dua orang. Salah seorang terdengar berkata, "Betina itu adalah putri Lu Tang-wan ? Apa kau kenal dia? Tidak salah lihat ?" suara seorang yang lain menyahut, "Dalam perayaan ulang tahun Lu Tang wan yang keenam puluh tempo hari aku juga salah seorang tamu undangannya, jelas aku pernah melihat putrinya itu, masa bisa salah ?"
Temannya itu tertawa, katanya, "Kalau benar begitu, putri Lu Tang-wan benar2 sedang diburu sakit rindu kepada Hong-thian-lui bocah gendeng itu. Kalau tidak, tidak mungkin ia memburu datang ke Yo-ka-thong."
Temannya yang lain menyahut, "Benar, maka segera aku lari balik untuk memberi laporan. Mo samko, cara bagaimana Cengcu suruh kau menghadapi betina ayu itu ?"
Orang yang dipanggil Mo samko itu berkata, "Cengcu berkata : Lu Tang-wan merupakan tetangga dekat kami jangan kau terlalu mempersulit dia. Suruh kita jangan menyebut kebesaran nama Lou-keh ceng cukup kalau menggertaknya lari saja. Tapi entah siapakah pemuda yang seperjalanan dengan dia itu. Beliau suruh kami menyelidiki sejelasnya baru turun tangan."
Laki laki itu berkata, "Pemuda itu cukup ganteng, bicara logat daerah lain. Putri Lu Tang-wan itu memanggilnya Cin Toako, entahlah sanak kadang yang mana dari keluarga Lu itu ?"
Mo samko berkata, "Sanak famili Lu Tang-wan kebanyakan kutahu, tapi tiada yang she Cin. Heran, seharusnya genduk ini datang bersama Piaukonya Khu Tay-seng, kenapa ganti bocah she Cin ini ?"
"Iya. Konon kabarnya istri Lu Tang wan sudah merestui perjodohan putrinya dengan Khu Tay seng itu, kenapa dia rela membiarkan putrinya ikut pemuda lain melakukan perjalanan jauh ?"
"Genduk itu aleman dan nakal. Mungkin kepergiannya ini mengelabui ibunya. Tapi, kami tidak usah harus segala tetek bengeknya ini." demikian ujar Ma-samko itu.
Laki-laki yang lain lantas tertawa, kaTanya, "Tidak bisa kau berkata begitu. Bila benar Khu Tay-seng sendiri yang datang, tentu kita tidak bisa main kekerasan terhadap mereka."
"Kenapa . . . ?" tanya Mo-samko, "bocah Khu Tay-seng itu orang macam apa sih . . .?"
"Rahasia ini baru beberapa lama berselang kuketahui," sahut laki laki itu. "Memang Khu Tay-seng bocah itu bukan tokoh kenamaan atau orang yang menakutkan, tapi yang jelas bahwa dia sealiran dan segolongan dalam sumber yang sama dengan kita."
Mo-samko menjadi ketarik, tanyanya, "Sejak kapan ia gabung menjadi orang kita sendiri ?"
"Bicara sesungguhnya belum boleh terhitung orang kita sendiri.'' tutur laki-laki itu, "dedengkot yang mengasuh bocah baru itu punya hubungan yang sangat intim dengan Lou Cengcu, maka bolehlah terhitung segolongan dalam satu sumber dengan kita."
Melihat orang bicara memutar kayun, tahu dia bawa ada sesuatu rahasia dibalik rahasia ini, maka Mo-samko tidak tanya lagi lebih lanjut. Katanya, "Kalau yang datang itu bukan Khu Tay seng, kita tidak usah pusing kepala, bocah she Cin ini sukar diketahui asal usulnya, jangan bunuh dia, cukup ditawan dan bawa pulang saja supaya Cengcu sendiri yang menjatuhi hukumannya, supaya kita tidak kesalahan tangan."
"Benar, begitu saja kita bertindak." kata laki-laki itu. "Mari kita cegat mereka di persimpangan jalan itu menanti bocah itu masuk perangkap."
Ginkang Hek-swan-hong sangat lihay, dengan diam-diam ia menguntit dibelakang mereka tanpa konangan, setelah mendengar percakapan mereka, lapat lapat ia sudah maklum kemana juntrungan sepak terjang mereka yang jahat itu. Dalam hati ia berpikir : "Kiranya kurcaci ini adalah utusan Lou Jin cin. Nona Lu itu meluruk datang karena Hong thian lui, tidak bisa tidak aku harus mencampuri urusan ini. Tapi Lu Tang-wan seorang tokoh silat yang kenamaan dan lihay, putrinya tentu berkepandaian cukup tinggi. Biar kutonton dulu dari samping, bila mereka benar kewalahan baru aku turun tangan membantu."
O^~dwkz^hendra~^O Selama dua hari Cin Liong-hwi menempuh perjalanan bersama Lu Giok-yau, tanpa terasa hari itu mereka sudah memasuki wilayah Yo ka-thong. Cin Liong-hwi berkata : "Nona Lu, adakah orang yang kenal kau di Yo ka-thong ?"
"Aku belum pernah kemari, tapi memang banyak orang-orang sini yang kenal ayahku, atau mungkin juga ada orang yang melihat aku."
"Kalau begitu, kita muncul didaerah ini pasti ada orang segera memberi lapor pada Lou Jin cin. Lebih baik kita jangan memasuki kota dan lewat jalan raya, mari kita sembunyi saja didalam hutan sana, setelah malam nanti baru kita menyelundup kesana untuk menyelidiki, bagaimana ? Bukan aku bernyali kecil, lebih baik berlaku hati hati."
Belum habis ia berkata tiba tiba terdengar orang membentak, "Hm. Kalian mau sembunyi kemana ?"
Cin Liong hwi terperanjat, hardiknya, "Siapa itu ?"
Mo samko bergelak tawa, serunya : "Kau bocah ini apakah jabang bayi yang baru lahir? Sudah lama kita beroperasi disini, emangnya kau kira kita mau menyambut kalian sebagai sanak kadang ?"
Lu Giok-yau sudah punya pengalaman kelana di Kangouw, mendengar obrolan orang ia menjadi sangsi, pikirnya : "Bila benar hanya kepergok bangsa perampok kecil macam mereka, tak perlu melukai jiwa mereka." karena pikirannya ini segera berkata, "Saudara perampok, harap maklum kita tidak membekal uang banyak lho!''
Laki laki yang lain itu pelerak pelerok, katanya menyeringai, "Tak ada hasil yang diperas juga tidak menjadi soal nona kecil, cantik benar kau, kebetulan dapat kupersembahkan kepada Toako kami menjadi gundiknya yang ketiga. Bocah ini berpakaian serba parlente, bila kubelejeti dia, paling tidak pakaiannya itu berharga beberapa tail perak."
"Kentutmu busuk!'' maki Cin liong-hwi gusar, dia pernah dengar soal perampokan dijalan, pikirnya dua begal kecil saja masa punya kepandaian apa, sengaja dia ingin unjuk gagah-gagahan dihadapan Lu Giok-yau, "Wutt !" langsung ia lancarkan pukulan kemuka laki-laki itu.
Tak nyana gerak-gerik laki laki itu ternyata cukup gesit, sedikit miringkan tubuh ia menghindari pukulan Cin Liong-hwi. Belum lagi pukulan Cin Liong-hwi yang lain memberondong tiba, tahu-tahu dia sudah melolos keluar sepasang senjatanya, gamannya adalah sepasang potlot baja, ujung potlotnya berbalik sudah mengancam jalan darah mematikan di tubuh Cin Liong-hwi.
Timbul amarah Lu Giok-yau mendengar perkataan kotor laki-laki itu, bentaknya, "Kalian berani membuka mulut kotor, agaknya memang kalian mencari kematian sendiri.''
"sret!'' sekaligus ia tangkis sepasang potlot laki-laki itu.
Melihat permainan pedang Lu Giok-yau yang lihay, Mo Samko tidak berani berpeluk tangan lagi, seraya memuji tiba-tiba kedua tangannya menjulur maju seperti kera mengulur cakarnya, kelima jarinya seperti cakar besi mencengkeram kearah Lu Giok-yau.
Lu Giok-yau tahu, inilah serangan lihay dari salah satu tipu Hun-kin joh-kut-jiu hoat, kaget ia dibuatnya, hardiknya, "Kalian orang dari Lou-keh-ceng bukan?"
"Nona, kau salah raba." ujar Mo-samko. "tapi Lou-keh ceng tenar diempat penjuru, sedikit seluk beluk keluarga mereka ada sebagian kami ketahui. Dari pertanyaanmu ini nona jelas kau hendak ke Lou-keh-ceng bukan? Kunasehati lebih baik kau jangan ke-sana, dari pada kau diinjak-injak orang Mongol lebih baik ikut kami menjadi gundik Tocu bisa hidup senang.''
Di mulut bicara manis, tapi kaki tangannya bergerak sangat cepat, beruntun ia lancarkan pukulan berantai yang sengit sehingga Lu Giok-yau terdesak mundur berulang ulang, marahnya bukan kepalang.
Lu Giok-yau sendiri terdesak dibawah angin, untuk membela diri saja sangat kerepotan, sudah tentu tiada kesempatan hiraukan keadaan Cin Liong hwi. Sepasang Boan-koan pit laki-laki itu cukup lihay, kedua senjatanya itu bergerak begitu lincah seperti ular hidup selulup timbul disekitar badannya. Dilihat keadaannya kedudukan jauh lebih berbahaya dibanding Lu Giok yau.
Dari tempat sembunyinya diam-diam Hek swan-hong membathin. "Nona Lu itu dapat bertahan lagi beberapa lama, bocah she Cin itu mungkin tidak akan kuat bertahan sepuluh jurus. Aneh, permainan pukulannya itu persis benar dengan Bi-lek-ciang, kenapa begitu buruk permainannya?"
Baru saja ia hendak turun tangan, mendadak terdengar laki-laki itu menggerung keras, sekonyong-konyong tubuhnya roboh kaku seperti tonggak kayu yang keropos, perubahan mendadak yang terjadi ini benar benar di luar dugaan Hek-swan hong.
Ternyata mula2 Cin Liong hwi gunakan kepandaian warisan keluarganya menghadapi rangsekan sepasang senjata musuh, lambat-laun ia terdesak dan terancam bahaya, tanpa sadar tahu tahu ia gunakan ajaran Lwekang yang diajarkan oleh Jing-hou-khek itu, hawa murni dalam tubuhnya berpencar keempat kaki tangannya, laksana kapas tangannya menepuk ringan kearah dada musuh. Laki-laki itu menyangka sudah kehabisan tenaga, maka tidak ambil perhatian sehingga telapak tangan Cin Liong-hwi mengenai dadanya, kontan dadanya tergetar remuk dan roboh binasa.
Sekali pukul membawa hasil yang tidak terduga, keruan bukan kepalang girang hati Cin Liong-hwi, teriaknya: "Nona Lu, jangan takut, biar kuhajar keparat ini!"
Sudah tentu Mo-samko sangat kaget, pikirnya, "Bocah ini jelas bukan tandingan saudara Keh, bagaimana bisa saudara Keh mendadak terpukul mampus olehnya?" dikata lambat kenyataan sangat cepat, sementara itu Cin Liong hwi sudah memburu tiba dengan cepat. Mo samko lantas membentak, "Bocah keparat kau harus menebus nyawanya juga!" seraya berkata ia mengegos kekiri menghindari pukulan Cin Liong hwi, berbareng Ma Samko gunakan dengan cara Hung kin joh-kut, cakarnya berhasil mencengkeram tulang pundak Cin Liong-hwi.
Saking kejutnya Lu Giok-yau cepat tusukan pedangnya, Mo Samko kebutkan lengan bajunya menggubat batang pedang seraya membentak, "Lepaskan!" kontan Lu Giok yau rasakan telapak tangannya tergetar sakit dan panas, segulung tenaga menerjang datang kepergelangan tangannya, jelas Ceng-kong-kiam hampir tak bisa dipegangnya lagi. Mendadak terdengar Mo-Samko menjerit ngeri, gelombang tenaga yang menerjang tiba itu mendadak sirna tanpa bekas, sehingga Lu Giok-yau lebih leluasa membabatkan pedangnya kebawah persis dapat membabat putus kelima jari orang. Dengan bermandikan darah Ma Samko roboh tersungkur.
Kiranya tepat pada saat ia mencengkeram tulang pundak Cin Liong-hwi, pukulan tangan Cin Liong-hwi kebetulan juga mendarat dilambungnya baru saja ia hendak kerahkan tenaga, tahu tahu Lwekangnya sudah hancur berantakan oleh pukulan beracun Cin Liong-hwi.
Untung tulang pundak Cin Liong-hwi tidak sampai teremas hancur tapi rasa sakitnya membuatnya menderita, dengan gusar ia menyeringai, "Nah, baru sekarang kau tahu kelihayan Cin sauyamu bukan?" baru saja ia hendak tambahi sebuah pukulan tiba-tiba Lu Giok-yau berseru mencegah, "Cin toako, jangan bunuh dia, kita kompas keterangannya dulu."
Anggapan Lu Giok yau orang hanya terluka oleh pukulan Cin Liong hwi serta tabasan pedangnya berhasil mengutungi kelima jarinya, hatinya menjadi tidak tega, segera ia keluarkan obat untuk membalut luka luka orang, sembari membubuhi obat ia berkata, "Bila kau mau bicara terus terang kuampuni jiwamu. Kau begundal dari Lou-keh ceng bukan. Ada seorang bernama Ling Tiat wi apakah benar menetap disana?"
Mo Sam coba kerahkan tenaga seketika kepala pusing tujuh keliling, matapun berkunang kunang, yang lebih hebat seluruh badan kesakitan seperti ditusuk ribuan jarum, sebagai seorang ahli silat tahu dia bahwa nyawanya sulit dipertahankan lagi, keruan ia menjadi gegetun dan makinya murka, "Budak busuk, tuan besarmu tidak perlu kebaikanmu yang palsu ini? Ling Tiat-wi sudah berbulan madu dengan In-tiong-yan masa dia sudi gubris perempuan busuk macam kau ini." habis berkata mendadak ia merangkak bangun terus menerjang kesamping sana menumpukkan kepalanya diatas sebuah batu besar kontan kepalanya pecah dan putus nyawanya.
Untuk menghindari yang lebih berat, maka dia nekad bunuh diri, namun sebelum ajal sengaja ia ucapkan kata-katanya yang fitnah itu untuk menjengkelkan Lu Giok-yau.
Saking kaget dan jeri Lu Giok-yau menutup muka dengan kedua tangannya, tak berani melihat keadaan yang mengerikan itu.
Kata Cin Liong-hwi membujuk, "Keparat ini berani bicara kotor, memang setimpal kematiannya. Tadi dia mengatakan Ling Tiat-wi sudah pergi bersama In-tiong-yan, apakah ucapannya dapat dipercaya?"
"Ucapan orang macam begini mana dapat dipercaya?"
"Tapi juga belum tentu, seseorang yang dekat ajal kata-katanya cukup bijaksana dan dapat dipercaya. Buat apa dia harus ngapusi kau?"
"Cin toako, bukankah kau tidak percaya bahwa Tiat wi benar menyerah kepada Tartar Mongol ? Kenapa pula kau begitu gampang percaya obrolan orang ini. Pendek kata bagaimana juga, aku harus berhadapan langsung kepada dia, akan kutanyakan langsung kepadanya duduk perkara sebenarnya. Seumpama benar dia sudah pergi, aku juga harus ke Lou keh ceng. Cin-toako, ilmu silatmu begitu lihay, apakah perlu kau begitu ketakutan ?"
Terbayang oleh Cin Liong-hwi akan adegan yang berbahaya tadi, hampir saja tulang pundaknya hancur dan cacat seumur hidup, untuk beberapa lama ia menjadi sangsi, sulit mengambil keputusan.
Sebetulnya memang Cin Liong-hwi sangat takut. Tapi dihadapan Lu Giok-yau terpaksa dia harus mengeraskan kepalanya, pura-pura sebagai orang gagah, katanya, "Sudah tentu tidak perlu takut kepada mereka. Tapi pukulan Bi lek-ciangku ini begitu kena lantas mampus. Bila Ling Tiat-wi benar sudah berangkat bersama In tiong yan, rasanya tiada harganya kita membuat keributan di Lou-keh ceng, supaya tidak membawa banyak korban, bila sampai terjadi pertikaian bukankah membawa buntut permusuhan keluarga Lu kalian dengan Lou Jing cin ?"
Lu Giok-yau berkata, "Ucapanmu memang benar, tapi bila aku tidak menyelidiki sampai jelas duduknya perkara, aku tidak akan lepas tangan. Begini saja, kita menyelundup masuk ke Lou keh ceng melihat dengan mata kepala sendiri, bila tidak sampai turun tangan itulah baik, seumpama harus berkelahi kuharap kau sedikit mengurangi tenaga pukulanmu supaya tidak membikin jiwa orang melayang, cara demikian akan mengurangi kesukaran nanti."
Cin Liong-hwi tertawa getir, ujarnya, "Bicara memang gampang, sayangnya latihan Bi-lek-ciangku ini belum sempurna, sulit aku dapat mengendalikan tenagaku dalam perkelahian yang cukup sengit."
Lu Giok yau menjadi heran, tanyanya, "Aku pernah saksikan pertempuran Tiat wi melawan Hek Eng Lian tin san, perkelahian itu sungguh sangat mendebarkan dan gesit sekali. Pukulan Bi-lek-ciang yang dia mainkan kelihatannya jauh berbeda dengan permainanmu tadi, meskipun sangat liehay, tapi tidak berisi, melukai orang sampai mati. Apakah sebabnya?"
Cin Liong-hwi pura-pura tertawa sinis, dengan bangga ia berkata, "Nona Lu, banyak hal yang belum kau ketahui. Meskipun Ling Thiat wi terhitung Suhengku, tapi keampuhan latihan Bi-lek-ciangnya masih belum setanding dibanding kemampuanku. Kepandaiannya itu bagus dipandang tapi tidak berisi, maka dengan mudah ia kena dilukai oleh Lian Tin-san. Bila aku sendiri yang menghadapi musuh tanggung Lian Tin-san sudah mampus ditanganku. Ketahuilah latihan Bi-lek-ciang terbagi dalam tiga tingkat, ayahku sendiri sudah tentu sudah mencapai tingkat tertinggi, Lwekangnya dapat dilepas dan ditarik sesuka hatinya. Aku sendiri masih terlalu jauh dibanding kemampuan ayah, sekali turun tangan pasti bikin mampus nyawa. Sebaliknya Ling suheng baru mencapai taraf permulaan dibanding latihanku masih terpaut beberapa jauh lagi."
Cin Liong hwi memang pintar membual tapi Lu Giok yau percaya akan obrolannya, katanya, "O, jadi begitu." dalam hati ia berpiker, "Putra lebih dekat dari murid, guru Ling-toako pilih2 kasih, kejadian yang jamak. Tapi dia mengatakan kepandaian Ling toako cuma kembangan dan tidak berisi, kenapa pula jurus permainannya kelihatannya jauh dibawah kepandaian Ling-toako ? Apakah kepandaian berisi dari pelajaran keluarganya memang lebih jelek dipandang?" Lu Giok-yau menjadi uring-uringan dan kurang senang karena orang merendahkan kepandaian silat Ling Tiat-wi.
O^~dwkz^hendra~^O Jilid 14 Tapi kenyataan memang tenaga pukulan Liong hwi jauh lebih lihay dan jahat dari Ling Tiat wi, Lu Giok-yau tidak tahu seluk beluk intisari panca indra pelajaran Bi-lek ciang, maka iapun segan banyak tanya lagi.
Sebaliknya Hek swan-hong yang sembunyi dan mengintip gerak-gerik mereka menjadi bertanya-tanya dalam hati. Sebagai seorang ahli silat, pandangannya sudah tentu lebih tajam dari Lu Giok yau; apalagi dia sendiri pernah gebrak langsung dengan Ling Tiat wi. Sekali pandang saja lantas dia dapat melihat keganjilan pukulan Bi-lek-ciang yang dilancarkan Cin Liong-hwi. Setelah Lu Giok-yau pergi jauh, diam diam ia keluar dan memeriksa mayat kedua orang itu. Tampak panca indra kedua mayat itu sama mengeluarkan darah, jelas tidak mungkin mampus karena kekuatan pukulan Bi lek ciang yang bersifat keras dan kasar itu, yang benar adalah akibat pukulan jahat yang berbisa.
Hek-swan-hong berpikir, "Cin Hou-siau sebagai tokoh silat, apalagi Bi-lek-ciang merupakan ilmu lurus yang kenamaan, mana bisa melukai orang sampai begitu rupa ? Apakah bocah itu menyamar sebagai putra Cin Hou siau? Tapi keluarga Lu dan keluarga Ling merupakan sahabat kental sejak kakek moyang mereka, bila bocah ini benar samaran masa bisa mengelabui ibu dan anak keluarga Lu ?"
Lantas terpikir pula olehnya, "Seumpama bocah ini benar Sute Ling Tiat-wi, kelihatannya juga bukan orang baik-baik. Dari ucapannya tadi bukan saja berlaku kurang hormat terhadap sang suheng, jelas pula tiada niat hendak menolong Suhengnya. Sayang nona Lu itu terlalu cetek pengalaman sehingga tidak tahu bahwa dirinya diapusi."
Karena rasa kecurigaan inilah maka selanjutnya secara diam-diam Hek swan-hong menguntit dibelakang mereka, pikirnya, "Bila bocah ini benar punya nyali masuklah ke Lou keh ceng, secara diam diam aku harus bantu mereka."
Setelah melampaui hutan ini jalan selanjutnya menjadi lapang, supaya tidak konangan jejaknya, Hek swan hong memperlambat jalannya, entah berapa lama kemudian ia tiba disebuah pengkolan jalan, sekonyong konyong didengarnya suara desiran senjata rahasia, itulah sebutir batu kerikil yang menyambar kearah Hek-swan-hong. Sudah tentu Hek-swan-hong terkejut, batinnya : "Entah siapakah orangnya, belum lagi tampak orangnya senjata rahasianya sudah menyambar tiba kepandaiannya ini tidak lemah, tapi kenapa sasarannya bisa nyeleweng, apakah dia sengaja hendak memancing diriku ?" karena rasa ingin tahunya segera ia melesat kearah datangnya kerikil sana.
Tampak seorang laki laki berjubah hijau berdiri diatas gundukan tanah tinggi dipinggir jalan sana, katanya tertawa, "Hek-swan-hong, bila kau berani mari ikut aku !"
Kelihatannya orang tidak bermaksud jahat, maka Hek-swan hong berpikir. "Mengandal kemampuannya untuk melukai nona Lu dan bocah she Cin itu segampang membalikkan telapak tangan. Dia membiarkan mereka lewat, agaknya hendak membuat perkara padaku saja. Seumpama dia memang hendak mencari perkara masakah aku takut padanya ?"
Mereka sama memiliki Ginkang tingkat tinggi, sekejap saja Jing hou khek sudah membawa Hek-swan hong memasuki hutan lebat.
Kata Hek-swan-hong, "Disini tiada orang. Siapakah tuan ini, ada petunjuk apa, silahkan katakan saja ?"
Jing hou-khek terbahak bahak sambil memutar tubuh, ujarnya, "Hek-swan-hong, kau tidak kenal aku, sebaliknya aku tidak kenal kau. Baru saja kau terusir keluar dari Lou-keh ceng bukan ?"
"Apakah kau dari Lou-keh-ceng ?"
"Lou-keh-ceng tiada sangkut pautnya dengan aku. Tapi aku paling benci melihat orang turut campur urusan orang lain."
Hek-swan hong melengak, jengeknya dingin, "Jadi kau memang hendak membela kepentingan Lou Jin cin ?"
"Sudah kukatakan aku tidak suka turut campur urusan orang lain. Lou Jin-cin juga tidak perlu orang menalangi kepentingannya."
"Lalu apa maksudmu kau ajak aku kemari ?"
"Aku tidak turut campur urusan orang lain. Tapi urusan yang bersangkut paut dengan diriku tidak bisa harus kuurus. Hek-swan hong, katakan, kenapa kau menguntit muridku ?"
"Siapakah muridmu itu ?"
"Cin Liong-hwi yang berjalan sama putri Lu Tang-wan itulah."
Hek swan-hong terkejut, serunya, "Cin Liong-hwi bukankah dia putra Cin Hou-siau?"
"Benar, kau tahu asal usulnya, kenapa pula menguntit dia, jelas kau bermaksud jahat bukan?"
"Nanti dulu, coba kau jelaskan. Putra... Cin Hou-siau bagaimana bisa menjadi muridmu ?"
"Kenapa tidak bisa ? Dia sudah berlutut dan menyembah angkat aku jadi gurunya, sudah tentu dia menjadi muridku."
Hek-swan-hong menjadi sangsi hatinya. Sebagai seorang cikal bakal sebuah aliran silat tersendiri masa Cin Hou-siau rela membiarkan putranya angkat guru pada orang lain. Malah ilmu yang dipelajari adalah pukulan jahat yang berbisa lagi ? namun serta ia melihat ucapan Jing-hou-khek begitu yakin dan sungguh-sungguh, ia menjadi ragu-ragu dan setengah percaya. Maka ia menjengek dingin, "Seumpama Cin Liong-hwi itu benar menjadi muridmu, lantas kau mau apa?"
"Sebagai muridku, aku tidak mudah membiarkan orang lain mencelakai jiwanya."
Hek-swan-hong tertawa besar, serunya, "Kau sendiri belum jelas duduknya perkara, dari mana kau tahu bahwa aku hendak mencelakai jiwanya ?"
"Kau main sembunyi dan menguntit mereka jelas bermaksud jelek."
"Justru kaulah yang mengukur orang lain dengan pribadimu sendiri yang rendah. Bicara terus terang aku ingin melindungi mereka malah."
"Orok umur tiga tahun juga tidak bakal percaya obrolanmu. Masa kau berhati begitu baik. Kenapa tidak terus terang saja bicara dihadapan muridku ?"
Hek-swan-hong segan mengutarakan rasa curiganya terhadap Cin Liong-hwi, katanya, "Kau mau percaya tidak terserah. Aku harus segera menyusul ke Lou keh ceng, selamat tinggal."
"Tak boleh pergi !" tiba-tiba Jing-hou-khek menghardik.
"Memangnya kau mau apa?" jengek Hek-swan hong gusar.
"Justru karena tidak percaya kau masa kubiarkan kau pergi mencelakai muridku. Hm, muridku itupun tidak perlu kau yang melindungi."
Sebagai seorang yang berpengalaman luas dalam kalangan Kangouw, Hek swan hong menjadi sadar, pikirannya, "Keparat tua ini ajak adu mulut disini, mungkin sengaja hendak mengulur waktuku supaya orang-orang Lou-khek ceng meringkus putri Lu Tang wan itu." karena kekuatirannya ini ia menjadi berlaku hati hati. Memang rekaannya tidak jauh meleset. Kiranya Jing-hou-khek sengaja hendak membiarkan Cin Liong-hwi bekerja menurut rencananya semula, supaya Lu Giok yau terjebak kedalam tipu dayanya. Ya tapi tiada maksudnya supaya mereka diringkus oleh orang orang keluarga Lou.
Setelah membongkar tipu daya orang, Hek swan hong lantas tertawa dingin katanya, "Aku Hek swan hong bebas kemana aku suka pergi atau datang. Kalau kau mampu coba rintangi aku !"
Jing hou khek mengenakan kedok muka wajahnya membeku dingin tak berexpresi, jengeknya, "Hek swan hong, dihadapanku tak kubiarkan kau bergerak bebas sesuka hatimu. Tidak percaya cobalah!"
Belum lenyap suaranya tampak Jing hou khek berkelebat, tahu tahu sudah melejit tiba dihadapan Hek swan hong. Dengan jurus Ji liong jing cu kontan Hek swan hong balas dengan serangan ganas, kedua jarinya terangkap untuk mencukil kedua biji mata musuh. Tapi Jing hou khek melintangkan telapak tangannya yang setajam golok itu untuk memapas pergelangan tangannya. Lapat lapat terendus oleh Hek swan hong bau amis yang memualkan perutnya.
Tergetar perasaan Hek swan hong, pikirannya, "Pukulan jahatnya ini sudah tentu jauh lebih lihay dari Cin Liong hwi bocah itu," sebelum menjajaki tinggi rendah ilmu kepandaian lawan, betapapun Hek swan hong harus berlaku sangat hati-hati, segera segesit kera dengan gerak tubuh Hong biau loh hoa, ia menyurut mundur berkelit dari samberan pukulan musuh yang berbisa itu.
Jing hou khek bergelak tawa, serunya, "Kukatakan kau tak akan bisa lari, sekarang percaya tidak ?"
Sekonyong- konyong Hek swan hong merubah permainannya, sebuah pukulan berubah menjadi dua, dua pukulah berubah menjadi empat pukulan, seketika dari delapan penjuru angin kelihatan telapak tangannya menari dan meraba secepat kilat, sasarannya tepat dan mematikan.
Keruan Jing hou khek sangat kaget. Batinnya, "Hek swan hong ternyata tidak bernama kosong, ilmu pukulannya ini benar hebat. Tak heran dia berani mencuri masuk kegedung Wanyen Tiangci menggondol pergi konsep rahasia yang sangat berharga itu. Usianya sekarang baru likuran tahun, kepandaiannya sudah begini hebat, beberapa tahun kemudian pasti aku bukan tandingannya lagi. Bila hari ini tidak kumampuskan dia kelak tentu merupakan perintang yang sangat berat." seketika timbul napsunya membunuh. Jengeknya dingin, "Hek swan hong, meski kepandaianmu lihay, untuk lolos dari tanganku betapapun kau takkan mampu."
Hek swan hong tertawa tantang, ujarnya, ''Sekarang aku jadi percaya bahwa Cin Liong hwi itu memang muridmu. Ternyata kalian guru dan murid sama pandai membual dan suka mengagulkan diri."
Belum lenyap suara tawanya, mendadak terasa bau amis yang berbau busuk menyampok mukanya, meski Lwekang Hek swan hong cukup tinggi tak urung ia rasakan dadanya sesak dan muak. Begitu merupakan ilmu pukulannya kedua telapak tangan Jing hou khek bergerak membundar, bundar membundar bergantian membawa kekuatan pukulan yang dahsyat bagai gelombang samudra yang berderai tak kenal putus. Keruan bercekat hati Hek swan hong. "Kecuali pukulannya berbisa, keparat ini ternyata punya kepandaian sejati. Aku tak boleh pandang rendah lawan."
Segera Hek swan hong kembangkan kehebatan Ginkangnya, ia berputar berlari dan berloncatan mengitari lawan, bertempur secara gerilya, ia berlaku sangat cermat dan hati-hati, selalu ia menghindari bertahan secara kekerasan melawan pukulan berbisa musuh. Sekejap saja lima puluh jurus telah berlalu. Sekonyong konyong Jing hou khek membalikkan tangan memukul dadanya sendiri, kontan darah segar menyembur dari mulutnya, tubuhnya pun sempoyongan hampir roboh.
Permainan aneh yang lucu dan mendadak ini benar-benar sangat mengejutkan Hek swan hong, selama hidup ini belum pernah ia saksikan atau dengar permainan silat macam ini, sesaat ia menjadi melongo dan berpikir, "Mana ada aturan pukul sendiri melukai badan."
Belum lenyap pikirannya, mendadak Jing hou khek membentak. "Kena !" tiba-tiba pukulannya menyelonong tiba dari jurusan yang terduga oleh Hek swan hong.
Sebat sekali Hek swan hong berkelit dan melejit menyingkir dari samping musuh, tiba tiba ia merasakan telapak tangannya kesemutan, seketika ia rasakan darah bergolak di-rongga dadanya. Ternyata meskipun ia berkelit secara cepat, betapapun ia harus melawan secara kekerasan untuk menangkis pukulan musuh yang tidak mungkin dihindari lagi.
Kiranya permainan jurus aneh dari Jing-hou khek ini merupakan ilmu jahat berbisa dari aliran sesat yang dinamakan Tukhiat-cian (panah darah berbisa), dimana setiap kali mulutnya menyemburkan darah, maka telapak tangannya akan mengandung bisa yang berlipat ganda, jurus aneh itu gunanya memang untuk membingungkan pihak lawan.
Untung Hek swan hong cukup berpengalaman, bila ganti orang lain, melihat orang pukul diri melukai sendiri, tentu segera menyerbu dan merangsak lebih hebat, perbuatan ini justru terjebak oleh musuh dan termakan oleh pukulan berbisa musuh malah, seumpama tidak mati pasti terluka berat. Memang tadi Hek swan-hong merasa heran, namun ia cukup cerdik, ia duga tentu lawan mengandung maksud tertentu dalam cara permainan melukai diri sendiri ini maka segera ia siap waspada, sedikitpun ia tidak temukan kemenangan. Begitu pukulan kedua belah pihak saling bentur cepat ia gunakan tenaga 'kisar' untuk memunahkan beberapa bagian kekuatan pukulan lawan, sehingga luka-lukanya berbisa tidak terlalu berat.
Tapi meski tidak terluka berat, gebrak selanjutnya Hek-swan-hong merasa kepalanya semakin pening dan pusing, pertahanannya semakin lemah dan tenagapun terkuras habis.
"Hek-swan-hong," Jing hou khek terkial-kial, "sudah rasakan kelihayanku belum ? Seharusnya kau tahu diri dan tak mungkin dapat lolos dari sepasang tanganku ini. Demi keselamatan jiwamu, lekas kau berlutut angkat aku sebagai guru saja. Setelah kau menjadi muridku, bukan saja jiwamu dapat kuselamatkan, seluruh kepandaianku inipun akan kuturunkan kepada kau."
"Kentutnya busuk," Maki Hek-swan hong gusar, sambil menggertak gigi ia melawan dengan sengit dan nekad, bila perlu biar gugur bersama.
Jing-hou khek menjadi gentar pikirnya, "Untuk membunuhnya tidak sukar, tapi bila aku berhasil membunuh dia, betapapun aku terluka berat pula."
Jing-hou-khek beranggapan bahwa dirinya jelas dapat menang, maka ia bekerja mengulur waktu, pikirnya, "Setelah ia kehabisan tenaga baru aku turun tangan mencabut jiwanya. Buat apa aku harus menghadapinya secara kekerasan sekarang ?"
Karena cara tempur mengulur waktu yang dianggap sempurna oleh Jing-hou-khek ini sehingga Hek-swan-hong dapat melanjutkan perkelahiannya sampai tiga puluhan jurus lagi, namun keadaannya sudah cukup payah. Lambat laun matanya semakin berkunang-kunang kepalanya juga semakin berat, penglihatannya menjadi samar-samar. Dalam keadaan yang gawat ini tiba-tiba didengarnya seseorang membentak, "Ee, kiranya kau bangsat tua jubah hijau ini mengganas lagi di sini."
Waktu Hek-swan-hong pentang matanya dan melihat tegas, tampak dihadapannya tahu-tahu tambah seorang pemuda berpakaian sastrawan bermuka cakap.
Terdengar Jing-hou-khek juga menjengek dingin, "Kau sudah pernah keok ditanganku, untung kau lari menyelamatkan diri, sekarang kau berani datang lagi mencari kematian ?"
Pemuda pelajar itu berkata, "Saudara ini silahkan mundur, biar kulawan keparat tua ini untuk menentukan siapa jantan dan siapa betina." dimana kipas ditangannya berkembang dan dilempit lagi, sembari bicara secepat kilat sekaligus ia sudah lancarkan tujuh serangan kilat, setiap jurus tipunya mengarah tempat berbahaya ditubuh Jing-hou khek.
Begitu tekanan menjadi kendor baru Hek-swan-hong berkesempatan menghirup napas segar, pikirannya, "Pemuda ini sangat cekatan, terang kepandaiannya tidak lemah. Tapi bila seorang diri melawan bangsat tua ini mungkin tak dapat memperoleh kemenangan." Maka segera ia buka suara, "Menghadapi bangsat tua macam iblis ini buat apa menggunakan aturan Kangouw apa segaIa?"
Melihat Hek-swan-hong masih kuat melabrak musuh dengan mati matian pemuda itu terkejut dan heran. Dia menyuruh Hek swan hong mundur bukan karena hendak menurut aturan Kangouw menempur sendiri sibangsat tua ini, soalnya karena ia melihat Hek swan hong sudah terluka.
Latihan Lweekang Hek-swan-hong dari aliran Hian-bun yang halus, ilmu ini sangat aneh dan mustajab sedikit berkesempatan mengatur napas dan memulihkan tenaga meski belum dapat memulihkan Lweekang semula, tapi sudah kuat dan mampu melabrak sibangsat tua keparat ini lagi.
Tipu permainan sipemuda itu ternyata juga aneh dan menakjubkan, bila kipasnya itu dikembangkan dapat dibuat senjata pedang melancarkan Ngo heng-kiam, bila dikatupkan kipasnya dapat digunakan menutuk jalan darah, tunjuk timur menghantam barat, serang selatan menggempur utara, serangannya beraneka ragam dan banyak perubahannya. Jing hou-khek menjadi kerepotan dan terdesak untuk melancarkan serangan yang mematikan merobohkan Hek-swan hong sudah tidak mungkin lagi.
Dalam pertempuran yang sengit itu tiba tiba terdengar suara "brek !" jubah didepan dada Jing-hou-khek berlobang sobek kena tutukan ujung kipas sipemuda, jalan darahnya juga terasa sedikit kesemutan dan sakit. Mau tak mau Jing hou-khek harus berpikir, "Bila melanjutkan pertempuran, mungkin tiada untungnya bagi aku. Lebih baik tinggal lari saja, untung Hek swan-hong sudah terluka masa dia mampu mengejarku. Dalam tempo satu jam takkan mampu dia menyusul ke Lou-keh-ceng." Setelah tetap ambil keputusan tiba-tiba ia memutar tubuh terus menyelinap masuk ke hutan yang gelap dan menghilang.
Hek-swan-hong menenangkan hati, katanya, "Terima kasih akan bantuan saudara ini?"
"Hah," Hek-swan-hong berjingkrak kaget serunya girang, "jadi saudara Geng adalah San-tian jiu dari Kanglam itu, Siaute she Hong bernama Thian-yang. Belum lama ini aku baru dengar nama besar saudara dari Liok-pangcu dari Kaypang."
Geng Tian juga terkejut, serunya. "Ternyata saudara adalah Hek-swan-hong yang kenamaan menggetarkan kangouw itu, sudah lama aku kepingin bertemu."
Hek swan-hong tersenyum kecut, tanyanya, "Entah untuk apakah saudara Geng sampai ditempat ini, secara kebetulan lewat atau sengaja menyusul kemari."
Kata Geng Tian, ''Ada seorang kawan she Ling berjulukan Hong Thian-lui, apakah saudara Hong kenal dia?"
"Maksudmu Ling Tiat-wi bukan justru dia kawan karibku."
Geng Tian terbahak bahak ujarnya, "Justru karena Hong thian-lui itulah aku kemari."
Lalu Geng Tian bercerita cara bagaimana ia berkenalan dengan Hong thian-lui, selanjutnya ia menambahkan, "Sejak aku berpisah dengan Sip it sian sebetulnya hendak memburu kekampung halaman Ling-toako untuk memberi tahu ditengah jalan aku bentrok dengan Jing-bau-lokoay tadi, entah dari golongan mana dia, dia tahu bahwa aku hendak pergi ke rumah keluarga Ling untuk memberi kabar, turun tangan melukai aku, kalau dibicarakan sungguh harus disesalkan, aku kena pukulannya berbisa, untung masih dapat berlari sipat kuping, sehingga jiwa ini tidak berkorban sia-sia."
"Pukulan berbisa Lokoay itu memang hebat dan ganas," demikian ujar Hek-swan-hong. "saudara Geng, kau dapat sembuh demikian cepat, dalam jangka setengah bulan lantas kau mampu menyusul kemari dan melabraknya pula, sungguh Siaute sangat kagum."
"Saudara Hong," kata Geng Tian, "Setelah terluka kau masih mampu bergebrak sekian lama melawannya, Siaute lebih kagum lagi."
"Terhitung aku yang untung, luka lukaku tidak terlalu berat," Hek-swan-hong menjelaskan.
"Aku ada membawa beberapa butir Siau-hoan tan, pemberian dari Hong tiang Siau-lim kepada ayahku. Meski tidak usah kuatir terkena racun jahat itu lebih baik saudara menelan sebutir saja supaya tidak membahayakan kesehatan badan kelak."
Siau hoan tan buatan Siau lim memang obat mustajap nomor satu khusus untuk mengobati penyakit keracunan. Sebagai seorang polos dan jujur setelah mengetahui Geng Tian juga sahabat kental Hong-thian-lui Hek swan-hongpun tidak sungkan lagi menerima pemberian obatnya.
Kata Geng Tian selanjutnya, "Mengandal Siau hoan tan ini aku berobat diri dari pukulan berbisa itu, namun juga memakan dua hari lamanya baru bisa bergerak. Karena ketinggalan dua hari inilah waktu aku memburu kekampung saudara Ling kedatanganku sudah terlambat."
Hek-swan hong menjadi kuatir, tanyanya, "Jadi kau tidak ketemu ayah dan Suhu Ling toako?"
"Entah mengapa rumah keluarga Ling sudah terbakar habis tinggal puing-puingnya. Sedang seluruh kerabat keluarga Cin locianpwe juga sudah mengungsi entah pindah kemana. Menurut kata penduduk setempat, sehari sebelum kedatangan Siaute itu, rumah itu terbakar dan lapat lapat terdengar suara pertempuran, namun karena malam dan bernyali kecil mereka tiada yang berani keluar."
Hek-swan-hong semakin was-was, katanya, "Bila aturan dari kerajaan pasti tak perlu meluruk pada tengah malam dan melepas api. Bila musuh besar dari kaum persilatan, masa mengandal kepandaian silat Cin dan Ling berdua Locianpwe mandah membiarkan mereka mengganas sesuka hatinya."
"Akupun berpikir demikian, semoga mereka lolos dari bahaya dan selamat. Peristiwa ini kelak kita selidiki duduk perkara sebenarnya. Tugas yang terpenting sekarang adalah menolong Ling toako keluar. Saudara Hong apakah kau pernah ke keluarga Lou?"
Hek swan-hong tertawa getir, sahutnya, "Baru kemarin malam aku terusir keluar dari Lou khek Ceng. Sungguh menyesal, aku sudah berjumpa dengan Ling toako, tapi hampir saja jiwaku sendiri amblas direnggut musuh, tiada sempat pula aku menolong keluar.''
Geng Tian terkejut, tanyanya, "Ada tokoh lihay macam apakah dalam Lou keh Ceng?"
"Orang lain sih tidak kukuatirkan. Koksu dari Mongol itu benar-benar lihay luar biasa."
"Bukankah julukan pendeta asing itu adalah Liong siang Hoatong? Bagaimana kepandaiannya jika dibanding Jing bau khek?"
"Hakikatnya tidak bisa disejajarkan." ujar Hek swan hong. "Jing bau khek melulu mengandal pukulan yang berbisa, Lwekangnya memang sedikit lebih unggul dari Siaute."
"Lalu Liong siang Hoatong?''
"Belum lagi aku gebrak dengan dia lantas kena dikalahkan. Menurut hematku mungkin Lwekangnya setingkat masih lebih unggul dibanding Liong pangcu dari Kaypang. Mana bisa Jing-bau khek dibanding dia?" Ialu ia ceritakan pengalaman, dimana dengan sekali pukulan jarak jauh ia berhasil ikut mencelos dan bergeduk jantungnya.
Kata Geng Thian, "Betapapun lihay kepandaian musuh, tetapi harus menerjang ke Lok-keh-ceng."
"Sudah tentu. Seumpama tak berhasil menolong Ling-toako, kami juga harus melindungi nona Lu itu."
Geng Tian jadi terkejut pula, katanya, "Maksudmu putri Lu Tang wan?"
"Ya, dia kesana bersama bocah she Cin. Bocah itu mengaku sebagai Suheng Ling toako, namun menjadi murid Jing-bau khek pula, agaknya bukan seorang baik-baik. Kuharap sebelum mereka memasuki Lou-keh-ceng kita berhasil menyusul mereka dan membongkar kedok pemalsuan bocah keparat itu, supaya nona itu tidak tertipu olehnya."
"Lu Tang wan adalah tuan penolong Siaute," Geng Tian menjelaskan, "Menurut apa yang kutahu, nona Lu ini menaruh simpatik dan mungkin jatuh cinta pada Ling toako, entah bagaimana dia bisa berjalan sama bocah she Cin ? Mari lekas kita susul mereka."
Dalam perjalanan Hek-swan-hong tuturkan apa yang dia cari dengan percakapan Cin Liong-hwi dengan Lu Giok-yau kepada Geng Tian. Baru sekarang Geng Tian jelas duduknya perkara, katanya tertawa, "Jadi bocah itu membual dan mengagulkan diri, sebaliknya menjejakkan Ling-toako, Saudara Hong, waktu dengar bocah keparat itu membual seharusnya kau keluar menghajar adat padanya dan memberi tahu kepada Nona Lu akan kemunafikannya. Seharusnya kau menjelaskan bahwa kaulah justru yang menjadi kekasih tulen In tiong yan. Bukankah bisa meringankan beban pikirannya?"
Merah jengah muka Hek swan hong, katanya, "Saudara Geng, dari mana kau dengar kabar tak genah itu?"
"Kukira ini bukan kabar angin belaka? kupingku sendiri yang dengar dari penuturan In tiong yan."
Kejut dan girang pula perasaan Hek Swan Hong, tanyanya, "Kau pernah bertemu dengan In tiong Yan?" dalam hati ia berpikir, "Tapi masa ln tiong Yan bisa memberi tahu perihal itu kepada kau?"
Kata Geng Tian, "Tepat pada waktu Ling toako kena perkara itulah aku jumpa dengan dia." lalu ia ceritakan pertemuannya dengan ln tiong Yan, "didalam hutan itu akhirnya dia tidak katakan bahwa kau adalah pujaan hatinya, namun dari nada perkataannya aku orang luar inipun merasakan, jelas dia sangat rindu dan perhatian dirimu. Bila tidak buat apa dia mencari tahu keadaan dan jejakmu. Menurut katanya dia hendak menyerahkan sejilid Pinghoat kepada kau."
Melihat orang benar mengatakan rahasia ini, Hek swan hong baru mau percaya, sungguh syur dan hangat hatinya, pikirannya, "Sejak mula sudah kuduga, dia bukan orang jahat. kiranya betul !"
Rahasia Laskar Iblis 1 Wiro Sableng 107 Hantu Tangan Empat Kisah Membunuh Naga 39

Cari Blog Ini