Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Hong In Lui Tian Karya Gan Kh Bagian 8
Kata Geng Tian pula, "Untung ada In tiong Yan di Lou keh ceng mungkin Ling toako dapat memperoleh keuntungan dalam kemalangannya."
"Ya, secara langsung dia sudah berkata padaku, begitu ada kesempatan ia hendak berdaya upaya untuk menolong membebaskan Hong thian lui, tapi aku menjadi kuatir setelah adanya peristiwa semalam paling tidak bakal menimbulkan rasa curiga Liong siang Hoatong terhadap dirinya."
Hek swan hong mengharap sebelum Lou Giok yau sampai memasuki rumah Keluarga Lou dapat menyusul mereka, bila dalam keadaan biasa, mengandal Ginkangnya bersama Geng Tian dapat saja ia mengejar waktu. Sayang baru saja ia terluka oleh pukulan berbisa Jing bau khek, meskipun sudah menelan Siau hoa tan paling tidak Ginkangnya rada berkurang, akhirnya ia menjadi kecewa karena tidak terlaksana keinginannya.
O^~dwkz^hendra~^O Dalam pada itu, dengan perasaan kurang tentram dan was was, malam itu kira kira pada kentongan kedua, akhirnya Cin Liong-hwi dan Lu Giok yau sampai juga di Lou-keh-ceng.
Sama sebagai kaum keroco yang belum punya pengalaman kangouw, dengan diam diam mereka menyelundup masuk ke kebon bunga belakang keluarga Lou. Tampak demikian besar dan luas bangunan gedung dan taman keluarga Lou ini, sedikitnya ada puluhan bangunan petak banyaknya, entah cara bagaimana mereka harus menyelinap kesana menyelidiki.
Betapapun Cin Liong-hwi memang rada pintar dan cerdik, dia menyeret Lu Giok yau sembunyi di belakang sebuah gunung gunungan palsu, dengan suara berbisik ia berkata, ''Kita harus bersabar menanti disini; begitu ada pelayan lewat lantas kita sergap dan dikompas menanyakan dimana letak Hong- thian-lui disekap. Demi jiwanya tentu dia akan mengaku terus terang, Seumpama Hong-thian-lui memang masih berada di Lou keh ceng, meski harus menyerempet bahaya juga harus menolongnya keluar. Sebaliknya bila dia sudah pergi sama siluman perempuan itu, maka kita pun tidak perlu membuat keributan dan mencari kesukaran ditempat ini." kiranya Cin Liong-hwi percaya pada Jing-bau khek yang memberitahu Hong-thian-lui sudah berangkat ke Mongol sama ln tiong yan maka dia berani menempuh bahaya ini. Pikirnya, "Meringkus salah seorang pelayan kiranya tidak sukar, asal dapat mencari kebenaran berita itu saja supaya genduk ini tidak merecoki aku lebih lanjut."
Lu Giok yau hanya menurut saja akan usulnya itu, katanya, "Caramu ini meski rada bodoh bisa dilaksanakan. Seumpama tak berhasil menolongnya keluar, paling tidak dapat jumpa sekalipun bolehlah!" Secara tegas ia masih mengukuhi pendapatnya sendiri bahwa Hong thian lui tidak mungkin pergi ke Mongol sama ln tiong yan, maka caranya berpikir sudah tentu jauh berlainan dengan jalan pikiran Cin Liong hwi.
Beberapa saat kemudian, benar juga dilihatnya sesosok bayangan orang berjalan lewat dari hadapan mereka. Diam-diam Cin Liong hwi menjadi girang. "Thian benar-benar mengabulkan permohonan umatnya, orang ini sendirian, aku mesti dapat membekuknya sebelum dia mengetahui tempat sembunyi kita, cukup dengan sekali tutuk pasti robohlah dia." lalu ia menekan pundak Lu Giok-yau serta berbisik, "Kau jangan bergerak, biar aku turun tangan!"
Diluar dugaannya orang ini bukan pelayan atau kacung dari keluarga Lou tapi adalah salah satu Kim-tiang Busu dari Mongol, dia tak lain tak bukan adalah Cohaptoh yang sama angkat nama bersama Umong itu.
Cohaptoh adalah jago gulat kelas wahid yang berkepandaian tinggi, begitu mendengar kesiur angin dibelakangnya, dengan gaya Cin-kin-sek tiba-tiba kedua tangannya balik kebelakang mencengkeram terus menariknya ke-depan, kontan Cin Liong hwi melayang terbang dari atas kepalanya terus terbanting keras diatas tanah.
"Bocah bernyali besar. Siapa kau?" bentak Cohaptoh.
Dengan gaya ikan gabus melentik Cin Liong-hwi melejit bangun, terasa seluruh tulang dan urat nadinya sakit dan lalu cepat ia kerahkan Lwekang ajaran Jing-bau khek, tanpa banyak bicara ia kirim kepalannya menghantam muka Cohaptoh.
Cohaptoh menggeram gusar, jengkelnya, "Tak kira bocah kau ini berisi juga, hm, bantinganku tidak membikin kau mampus tapi kau berani menyerang apa mau cari mati?" dalam bicara kedua tangannya diulur odot pulang pergi tahu tahu ia sudah cengkeram Cin Liong hwi serta membantingnya sekali lagi. Kali ini gunakan ilmu Han-kin-joh-kut-hoat, maka tangan kiri Cin Liong hwi sampai keseleo dan sakit luar biasa, kali ini ia tidak mampu bangun lagi.
Tapi tak urung lengan kanan Cohaptoh sendiri juga kesemutan dan sakit gatal terkena pukulan berbisanya.
Bersamaan waktu Cohaptoh menjengkelit jatuh Cin Liong-hwi, dalam kejutnya Lu Giok-yau segera menubruk keluar, di mana pedangnya bergerak ''sret", ia menusuk ke lambung lawan. Cohaptoh menyeringai tawar, serunya, "Bagus! Ternyata masih ada genduk jelita berani menyerang aku pula!'' dengan tipu Yu-liong-tam-jiau (naga mengeliat menjulur cakar), ia mengulur tangan orang tujuannya hendak membekuk bocah perempuan ini hidup-hidup. Maka terdengarlah suara "Bret!" yang panjang, lengan baju Lu Giok-yau kena dijambret sobek, untung tidak kena tercengkeram. Keruan kejut dan gusar Lu Gok-yau dibuatnya. Ceng-kong-kiam di-tangannya segera dibolang-balingkan secepat kilat, main bacok dan tikam secara serabutan, cara permainannya menjadi kacau balau karena gugup dan terburu nafsu.
Sementara itu, Cohaptoh merasa sakit linu dan gatal dilengan kanannya semakin merambat naik dan melebar sampai kepundak, keruan bercekat hatinya. Tapi kepandaiannya lipat ganda lebih tinggi dari kemampuan Lu Giok-yau, dalam suatu kesempatan ia mencari lobang kelemahan gerak pedang lawan terus balas merangsak maju, dimana kedua jarinya menjentik bergantian "Creng" tepat sekali menjentik batang pedang lawan, kontan Ceng-kong-kiam Lu Giok-yau tak mampu melawan dan bertahan, kuatir kena dibekuk oleh musuh segera ia putar tubuh terus angkat kaki melarikan diri.
Pertempuran ini meski berlangsung dalam waktu singkat, namun seluruh penghuni keluarga Lou sudah sama mendengar dan memburu keluar. Baru saja Lu Giok-yau lari puluhan langkah, dari berbagai penjuru sudah memburu tiba enam tujuh laki-laki terus mengepungnya ditengah. Demi menjaga gengsi Cohaptoh diam diam saja tak mau maju mengeroyok. Dengan kesempatan ini diam-diam ia kerahkan Lwekangnya melancarkan urat nadinya dan memulihkan jalan darahnya.
Disaat Lu Giok yau hampir kena dibekuk oleh kerubutan beberapa orang itu, mendadak tampil seorang tua membentak, "Berhenti!'' ia maju kedepan Lu Giok-yau dan mengamati dengan seksama, tiba-tiba mengunjuk rasa kejut serunya, "Bukankah kau keponakan Giok yau ?"
Mendengar orang memanggil dirinya keponakan, Lu Giok yau menjadi tercengang malah, tanyanya, "Siapakah paman ini?"
Orang tua itu bergelak tawa, ujarnya, "Akulah Lou Jin-cin majikan disini. Meskipun ayahmu jarang berhubungan dengan aku namun perkenalan kami juga cukup kental. Aku pernah melihat kau tapi kau sendiri yang belum kenal pada aku," Bicara sampai disini segera dia ulapkan tangannya serta bentaknya kepada beberapa laki-laki itu. "Kenapa kalian main kerubut terhadap nona Lu? Hayo lekas bubar!" Kecuali Cohaptoh seorang seluruh hadirin bubar mengundurkan diri.
"Keponakan aku yang baik," Kata Lou-Jin cin, "Siapakah engkoh cilik ini?"
Lu Giok-yau tahu bahwa Lou Jin cin bekas begal tunggal yang sudah cuci tangan dan mengasingkan diri, bila bicara soal pribadinya selalu ayahnya mencerca kebrutalannya. Dalam hati ia berpikir, "Hubungan kental apa dia dengan ayahku. Yang terang kau segan dan takut akan kebesaran nama ayahku, baru kau bicara manis dan menarik simpatikku? Cin Liong-hwi sudah terluka bila aku tidak putar haluan dan mengikuti situasi, betapapun kami berdua takkan bisa lolos dari sini !" karena pikirannya ini segera ia berkata, "Cin toako ini adalah angkatan muda ayahku yang dekat, dia temani aku kemari hanya untuk mencari tahu seseorang. Sebenarnyalah tiada maksud kami mencari perkara pada kalian. Harap Cengcu bermurah hati suka memaafkan kecerobohan kami ini."
Lou Jing cin bergelak tawa pula, ujarnya, "Keponakan main sungkan segala. Masa aku harus main kekerasan dan mempersukar angkatan muda dari kenalan dekat ayahmu. Marilah ikut aku kedalam!"
Lou Jing cin bisa beberapa patah kata bahasa Mongol, mulutnya bicara tanganpun bergerak entah ucapan apa yang dia katakan kepada Cohaptoh, sepatah patahpun Lu Giok yau tidak tahu apa yang sedang mereka perbincangkan. Tapi lambat laun kelihatan rasa gusarnya telah hilang, lalu ia ulapkan tangannya terus tinggal pergi.
Kiranya latihan pukulan berbisa Cin Liong hwi masih terlalu cetek, setelah Cohaptoh berhasil melepaskan otot dan melancarkan jalan darahnya, baru diketahui bahwa dirinya tidak keracunan lagi, baru dia mau ampuni jiwa Cin Liong-hwi. Sudah tentu karena dia menetap dirumah orang sedang Lou Jin-cin sebagai tuan rumahnya, maka ia tidak mengulur panjang persoalan.
Lou Jin-cin unjuk seri tawa, katanya, ''Maaf saudara Cin. Mari silakan istirahat di dalam, nanti Lohu bantu mengobati luka lukamu, keponakan Giok yau kebetulan akan kedatanganmu ketempatku yang bobrok ini, paman Lou harus layani kalian sepuasnya, nanti kupanggil bibimu untuk temani kau ngobrol. Malam ini terpaksa katakan kalian menginap semalam disini."
Kata Giok yau, "Aku hanya ingin mencari seseorang saja. Setelah luka Cin-toako diobati segera kami harus pulang."
Lou Jin cin tertawa lebar, katanya, ''Hari sudah larut malam, mau pulang juga harus besok pagi. Apalagi saudaramu Cin ini terluka, mungkin dia tak kuasa pulang bersama kau. Setelah berada dirumahku anggaplah dirumah sendiri kenapa main sungkan sungkan lagi. Paling tidak kau harus temui dulu bibimu bukan?"
Dengan menebalkan muka Lou Jin cin menarik orang sebagai kenalan kental yang terdekat. Meskipun Lu Giok-yau tidak senang, soalnya orang tadi telah membebaskan dirinya dari keroyokan anak buahnya, apalagi Cin Liong hwi memang terluka, tak mungkin segera melanjutkan perjalanan pulang, dan lagi ia punya keinginan belum tercapai untuk mengetahui kabar berita Hong-thian-lui yang sebenarnya, maka tak enak ia menampik undangan tuan rumah. Terpaksa ia berkata, "Aku berusia muda tidak tahu adat, harap Lou cengcu tidak salah paham." dalam hati ia membatin, ''Malam ini aku harus berlaku hati hati. Dia suruh istrinya menemani aku, mungkin takkan terjadi sesuatu yang merugikan."
Betul juga setelah memasuki sebuah ruang pendopo terlihat seorang perempuan setengah umur yang bersolek berkelebihan menyambut kedatangan mereka, begitu bertemu lantas menarik tangan Giok-yau serta memuji tak habis-habisnya. "Orang sering berkata bahwa nona merupakan perawan tercantik didaerah Ciat-kang timur, Lu-tomoaycu, sudah lama aku ingin melihatmu, namun pamanmu selalu segan kerumahmu, sekarang sungguh beruntung harapanku bisa terkabul melihat kecantikanmu yang tiada tandingannya ini. Toa-moaycu, kau sudah punya calon mertua belum?"
Kapan Lu Giok yau pernah menghadapi keadaan yang runyam ini, keruan merah jengah selebar mukanya mulutpun terkancing tak kuasa bicara.
Lou Jin cin tertawa, katanya, "Coba lihat kau bikin orang menjadi malu. Orang datang dengan tujuan tertentu, kau malah menggodanya. Ei benar, keponakan, tadi kau seperti hendak mencari tahu seseorang, siapakah dia ?"
Kata Lu Giok yau, "Ada seorang pemuda muka hitam beralis tebal berusia likuran tahun. Dia adalah kenal kental ayah, beberapa bulan yang lalu dia datang menyampaikan selamat ulang tahun pada ayah, tinggal beberapa bulan, belum lama ini baru ia tinggalkan rumah kami..."
Belum lagi Lu Giok yau selesai menjelaskan, Lou Jin-cin tertawa lantang, selanya, "Orang yang keponakan maksudnya bukankah pemuda gagah bernama Ling Tiat wi yang pernah mengalahkan Hek ing Lian Tin-san dan sekarang sudah menggetarkan Kangouw itu bukan?"
Sebetulnya Lu Giok-yau rasa benci dan memandang rendah martabat Lou Jin cin, namun mendengar orang begitu mengagulkan dan memuji Ling Tiat-wi mau tak mau kesan buruknya menjadi rada berkurang. Segera ia menjawab, "Benar, yang kumaksudkan memang Ling Tiat-wi adanya. Konon setelah meninggalkan rumahku dia langsung menuju kemari, entah apakah benar berita itu ?"
"Sayang kalian setindak telah terlambat," ujar Lou Jin cin.
Istri Lou Jin-cin sebaliknya berkata, "Suamiku, menurut aku perkataanmu itu harus diralat kembali. Bila aku yang berkata untung Toamoaycu cari keluarga Lu ini tidak datang lebih cepat setindak."
Jantung Lu Giok yau berdebar keras, tanyanya, "Bibi apa maksud perkataanmu ini ?"
Nyonya ini terkekeh genit, katanya, "Toamoaycu, watakku suka bicara blak-blakan, setelah dengar penjelasanku kuharap kau tidak marah lho."
"Kabar kau dengar itu memang salah, bila kemaren kau sampai disini tentu kau bisa jumpa dengan Ling Tiat-wi, baru pagi tadi dia berangkat. Tapi, Loamoaycu, entah benar tidak jalan pikiranku ini, menurut hematku, lebih baik kau tidak melihatnya saja."
"Kenapa?" tanya Lu Giok-yau.
Sahut istri Lou Jin cin, "Waktu datang Tiat-wi bocah itu ditemani seseorang demikian juga waktu ia pergi menggandeng seorang pula. Orang yang digandeng itu seorang perempuan cantik jelita, konon adalah putri bangsawan dari bangsa Mongol. Dia punya nama samaran bahasa Han yaitu In tiong yan. Ai kau tidak melihat jadi kau tidak tahu. Dirumah kami ini hubungan mereka begitu mesra begitu intim sekali, keluar masuk bersama, bak umpama bayangan mengikuti bentuknya, seolah-olah penganten baru saja."
"Bicara secara adil, menurut pandanganku mesti In tiong-yan itu cukup cantik, tapi bila dibanding dengan kau Toamoaycu, masih terpaut terlalu jauh. Ling Tiat wi bocah itu, ai, bicara soal ilmu silat memang lihay dan tinggi, sayang martabatnya terlalu rendah. Toamoaycu jangan kau menjadi sedih dan berduka bagi orang yang rendah budi dan tak mengenal kebaikan itu."
Bila Lu Giok yau hanya mendengar obrolan istri Lou Jin cin saja sudah tentu dia tidak akan mau percaya. Tapi apa yang dia dengar sekarang ternyata tepat dengan uraian Cin Liong hwi dan cerita Siau-seng cu, mau tidak mau ia harus percaya.
Dilain pihak Cin Liong hwi juga merasa terhibur dan senang setelah mendengar obrolan istri Lou Jin cin, timbrungnya : "Kalau Ling toako sudah pergi bersama In-tiong-yan, kami tidak akan dapat mengurungnya kembali. Nona Lu, terhitung kau sudah berbuat sekuat tenaga, batalkan saja niatmu semula. Besok pagi kita harus segera pulang kerumahmu."
"Lou ceng ku," kata Giok yau, "Orang yang bergebrak dengan kami tadi apakah benar orang Mongol ?"
"Keponakanku, kau hendak salahkan aku karena melayani tamu bangsa Mongol ? Ai, aku sendiri terpaksa menyambut kedatangan mereka. Kau tahu riwayat hidupku, dulu obyekku mengerjakan dagang tanpa modal (begal) seluruh harta benda hasil rampasanku di Tionggoan kebanyakan kujual keluar negeri melalui negeri Mongol. Maka aku bisa berkenalan dengan imam negeri Mongol yang bersama Liong siang Hoatong. Kali ini Liong siang Hoatong pimpin anak buahnya meluruk ke Tionggoan sini. Emangnya aku bukan tandingannya, pula betapapun aku harus memberi muka padanya terpaksa kuterima kedatangan mereka."
"Lou cengcu, bukan hal ini yang kumaksud," demikian kata Giok yau, sudah tentu ia tahu bahwa Lou Jin cin ini bukan orang baik baik maka tidaklah perlu dibuat heran bila dia punya hubungan kental dengan bangsa Mongol, yang ingin dia ketahui hanyalah keadaan Hong thian lui dan ln tiong yan sesungguhnya, maka iapun segan mencampuri urusan Lou Jin cin sendiri, jelas sekali dia kurang puas akan hasil yang dia ketahui sekarang.
''Ah, lalu apa maksud keponakan?" ujar Lou jin cin.
"Katamu Ling toako dan ln tiong yan kemaren sudah meninggalkan rumahmu kenapa masih ada orang Mongol yang tetap tinggal disini?" tanya Giok yau.
"Aku sendiri juga tidak tahu kemana hanya mereka berdua saja yang tinggal pergi," demikian sahut Lou Jin cin, lalu ia tertawa dibuat serta katanya pula, "Mungkin In tiong yan hanya ingin Hong thian lui seorang yang temani dia? Sebagai orang Tuan putri dari bangsa Mongol, bila dia hanya ingin pergi bersama Hong thian lui, sudah tentu Liong siang Hoatong tidak enak merintangi keinginannya."
Istri Lou Jin cin berlagak sedih, katanya menghela napas, "Lu toamaoycu kuharap kau tidak bersedih karena laki laki yang tidak kenal budi itu."
Merah muka Lu Giok yau katanya sungguh sungguh, "Harap Cengcu hujin jangan salah paham, Ling Tiat wi adalah tuan penolong keluarga kami, waktu dia meninggalkan rumah kami badannya sedang sakit, terpaksa aku harus mengejar kemari mencari tahu keadaannya saja."
Nyonya bawel itu tertawa lebar menunjukkan giginya yang prongos, katanya, ''Toa-moaycu kau seorang nona yang kenal budi dan kasih, tidak salah bukan ucapanku tadi. Tapi untunglah kau tidak anggap dia sebagai kekasihmu, aku menjadi lega bagi kau. Waktu sudah larut malam, mari kau tidur di kamarku saja. Jin cin malam ini kau temani Cin kongcu tidur diluar kamar saja!"
''Aku harus membubuhi obat sekali lagi pada luka luka Cin kongcu, mungkin malam ini harus sibuk bekerja dan tak sempat tidur lagi."
"Benar," sela Cin Liong hwi. "nona Lu, kau tak usah temani aku lagi, lekaslah kau pergi istirahat saja."
Meskipun merasa sebal bersama sinyonya bawel ini tapi Giok yau lebih benci berada sama Lou Jin cin, akhirnya ia pikir: "Bila mereka mau mencelakai aku, sejak tadi sudah bisa turun tangan, selanjutnya aku harus waspada berlaku hati hati. Nyonya bawel ini kan bukan harimau betina takut apa." terpaksa ia menurut saja ikut sinyonya bawel kembali ke kamarnya.
Sejak tadi Lou Jin cin sudah menyambung tulang lengan Cin Liong hwi yang keseleo. Setelah Lu Giok yau mengundurkan diri, ia mengganti obat baru lagi dengan tekun dan penuh perhatian ia melayani keperluan Cin Liong hwi sehingga pemuda ini merasa risi dan kikuk.
Diam diam Cin Liong hwi membatin: "Kenapa Lou cengcu ini begitu baik terhadapku?" belum lenyap jalan pikirannya tiba-tiba didengarnya Lou Jin cin bertanya padanya, "Siapakah nama ayahmu?"
"Ayah bernama Cin Hou siau," sahut Cin Liong hwi singkat dalam hati ia membatin lagi: "Mungkin dia segan terhadap ayah maka ia layani aku sedemikian telatennya."
Benar juga dilihatnya Lou Jin cin tersenyum lebar katanya: "Kiranya putra Cin tayhiap. Nama besar ayahmu, sudah lama Lohu kenal dan dengar. Tak nyana malam ini aku bisa jumpa dengan Kongcu sungguh sangat beruntung."
Cin Liong hwi mengira dugaannya benar, hatinya menjadi terhibur dan senang baru saja ia hendak mengucapkan sekedar basa-basi Luo Jin cin telah bicara lagi: "Ayahmu seorang tokoh persilatan yang kenamaan meski Lohu tiada jodoh berkenalan dengan ayahmu menjadi heran dan ada persoalan yang belum kuketahui, harap Kongcu suka memberi petunjuk!"
"Silahkan Cengcu katakan saja."
"Kenapa ilmu pukulan yang dilancarkan Kongcu tadi bukan Bi-lek-ciang, mungkinkah Kongcu punya guru lain?"
"Ini ini" Cin Liong hwi tergugup. Maklum Jing bau khek pernah berpesan padanya supaya tidak membocorkan rahasia ini, sekarang rahasia sudah diketahui oleh Lou Jin cin, mengira tak bisa mengelabuhi orang maka sesaat lamanya ia menjadi kememek tak bisa menjawab.
Lou Jin cin tertawa lebar ujarnya, "Apakah gurumu itu Jin bau khek? Jangan sekali-kali kau ceritakan pada orang lain bahwa kau telah angkat beliau sebagai guru. Terhadapku tidaklah menjadi soal."
Cin Liong hwi tercengang katanya, "Dari mana Lou cengcu bisa tahu?"
"Cin kongcu," ujar Lou Jin cin menyeringai. "Apa kau tahu siapa aku sebenarnya?"
Cin Liong hwi tidak tahu kemana justru dengan kata-katanya ini namun tanpa menanti jawabannya, Lou Jin cin sudah menjawab pertanyaan sendiri, "Jing bau khek waktu menyuruh kau datang kemari mungkin beliau tidak memberi tahu padamu. Ketahuilah bahwa dia sebenarnya adalah Suhengku."
Cin Liong hwi tersentak kaget, tersipu-sipu ia berdiri, serunya, "Kiranya Susiok, harap maaf Wanpwe kurang hormat."
Lou Jin cin menekan pundaknya, ujarnya, "Malam ini hampir saja salah paham orang sendiri tidak kenal pada keluarga sendiri. Untung kau bersama putri Lu Tang-wan itu, waktu berkelahi melawan Cohaptoh tadi kau gunakan pula ilmu ajaran Suheng yang tunggal itu, aku baru tahu bahwa kau adalah Sutitku."
Tanpa merasa Cin Liong-hwi menjadi heran dan bertanya-tanya dalam batin, "Tidaklah heran bila dia dapat kenal pukulan yang kulancarkan itu adalah ajaran perguruannya. Namun kenapa pula datangku bersama nona Lu juga merupakan suatu kesalahan pula? Ada apa pula hubungannya soal aku menjadi Sutitnya?''
Agaknya Lou Jin cin seperti dapat meraba jalan pikirannya, katanya tertawa, "Sekarang kita terhitung orang sendiri, ada omongan apa masa kau takut katakan kepada Susiokmu?"
"Entah apakah yang ingin Susiok ketahui?"
Mendadak Lou Jin cin menjadi serius, tanyanya, "Sutit, apakah kau menyukai nona Lu itu?"
Kontan merah jengah selebar muka Cin Liong hwi jawabnya tersendat, "Susiok, kau menggoda Sutit saja."
"Kupercaya mata tuaku ini belum lamur, rasa cintamu terhadap nona Lu itu, sekilas pandang saja lantas dapat kuketahui. He he, kita kan orang sendiri, kenapa kau kelabui aku lagi? Ketahuilah gurumu sudah ceritakan hal ini kepada aku."
Cin Liong-hwi tertegun, katanya, "Jadi Susiok sudah tahu peristiwa yang bakal terjadi malam ini?"
Lou Jin-cin manggut-manggut, sahutnya, "Jing-bau-khek Suheng kemaren pernah kemari, katanya dia baru saja menerima seorang murid, dan diceritakan pula akan kesukaran yang tengah kau hadapi, yaitu harus mempersunting putri Lu Tang-wan sebagai isterimu, supaya dapat merubah rasa permusuhan menjadi hubungan kekeluargaan yang dekat, benarkah?"
Mendengar bicara orang tepat dengan kenyataan terpaksa Cin Liong-hwi mengakui terus terang, katanya, "Suhu memang pernah berpesan demikian, tapi..."
"Gurumu sudah berpikir secara rapi demi kepentinganmu segala urusan pasti akan berjalan dengan lancar dan tak mungkin salah lagi," demikian tegas Lou Jin Cin. Lalu sambungnya, "Katanya cepat atau lambat kau akan berkunjung kemari bersama nona Lou itu, dia minta aku bantu kau. Hehe, sungguh tidak kunyana malam ini kau datang begini cepat. Hahaha, segala urusan sudah bicarakan secara blak-blakan, apa kau ingin aku bantu kau tidak?''
Cin Liong hwi baru sadar akan duduknya perkara, batinnya, "Tak heran begitu melihat aku datang bersama nona Lu lantas dia tahu bahwa aku adalah Sutitnya. Tanpa melihat cara perkelahianku tadi."
"Eh, kenapa tidak bicara?'' goda Lou Jin cin. "Ini kan urusan besar Susiok, kau tidak usah malu malu."
Berdetak jantung Cin Liong-hwi, katanya lirih, "Entah bagaimana rencananya Susiok untuk membantu aku?"
Dengan kerlingan penuh arti Lou Jin cin melirik dirinya, seperti tertawa tidak tertawa ia berkata sepatah demi sepatah, "Cara yang sepele saja yaitu Nasi sudah menjadi bubur."
Cin Liong hwi terperanjat, serunya, "Ini... ini Susiok. apakah maksudmu ini?''
"Kau seorang cerdik pandai, masa belum jelas? Maksudku malam ini juga kau boleh kawin dengan nona Lu itu."
Jengah dan panas pula muka Cin Liong-hwi, jantungnya seperti hendak meloncat keluar saking keras bergoncang, suaranya gemetar, "Dia, apakah dia mau?"
Lou Jin cin terkekeh-kekeh, katanya, "Bibi gurumu seorang ahli menggunakan obat bius, pasti nona Lu itu sekarang sudah tidur pulas tak tahu diri lagi. Peduli dia mau atau tidak, yang terang penganten laki-laki seperti kau sudah pasti jadi."
Betapapun Cin Liong-hwi dari keturunan keluarga baik-baik, hati nuraninya masih lurus dan dapat berpikir secara jernih, rasa malu masih terkandung dalam benaknya, mendengar ucapan yang kotor dan menusuk kuping ini seketika merah jengah seperti kepiting direbus, katanya, "Ini, ini kurang baik bukan?"
"Pepatah ada bilang nyali kecil bukan seorang lelaki, kalau tidak jahat bukan seorang jantan, apalagi apa yang kuajarkan kepadamu ini toh bukan perbuatan jahat, malah menguntungkan bagi kau. Apa kau rela nona secantik bidadari itu dicaplok oleh Hong-thian lui bocah gendeng itu? Asal nasi sudah menjadi bubur, menyesalpun sudah kasep, kutanggung dia akan tunduk dan menurut seperti sapi yang kau cocok hidungnya. Kalian merupakan pasangan yang setimpal, yang pria tampan yang perempuan ayu jelita, coba kau katakan adakah jeleknya akalku ini? Kesempatan ini jangan kau abaikan, lekaslah mari kuantarkan."
Seperti kena sihir Cin Liong-hwi berdiri dengan hambar, ternyata dengan linglung ia ikut berjalan masuk. Lou Jin cin membawanya masuk kedalam sebuah kamar, katanya tertawa, "Silakan kau masuk sendiri, aku tidak bisa temani kau didalam."
Kamar tidur ini cukup lebar, diterangi sebuah pelita kecil, tampak olehnya Lu Giok yau tengah tidur telentang diatas ranjang dengan pakaian lengkap, kelihatannya nyenyak dan tertidur pulas dalam alam mimpi.
Dengan suara lirih Cin Liong-hwi coba memanggil, "Nona Lu..'' sedikitpun ia tidak bergerak atau mendengar.
Jantung Cin Liong-hwi mendebur keras seperti gelombang samudra yang mendampar pantai. "Ai, dapatkah aku melakukan perbuatan yang tercela ini?" demikian sanubarinya tanya pada dirinya, dalam keadaan gawat antara nafsu binatang yang menyesatkan pikiran dan kejernihan pikirannya saling bertentangan ini, seluruh badannya menjadi basah kuyup oleh keringat dingin.
Dikala Lu Giok-yau terbius mabuk dan tidur pulas inilah, Hong thian-lui juga sedang gulak gulik tak bisa tidur dikamar tahanannya. Dalam keheningan malam yang semakin larut ini dari kejauhan ia dengar suara ribut ribut. Hatinya lantas berpikir : "Mungkinkah Hek-swan hong meluruk datang lagi ?" dia tahu bahwa bangunan Lou-keh-ceng ini sangat besar dan Iuas, meski suara itu kedengaran rada jauh, namun pasti masih didalam lingkungan Lou-keh-ceng.
Sekonyong-konyong dilihatnya sesosok bayangan orang berindap indap memasuki kamar tahanannya, Hong-thian-lui kaget, terdengar bayangan itu berkata lirih : "Jangan gugup, inilah aku." Tiba-tiba pandangannya menjadi terang, orang itu sudah menyulut sebuah pelita, kiranya In-tiong-yan adanya.
Hong-thian-lui menjadi heran, tanyanya, "Untuk apa kau datang pada malam begini ?"
"kubawakan obat untuk luka-lukamu. Bagaimana masih sakit tidak lukamu ?"
"Luka luar sih tidak menjadi soal, hanya tenagaku saja yang belum pulih."
"Telanlah pil ini tak lama kemudian tenagamu akan pulih kembali."
"Maksudmu aku telah keracunan ?"
"Ya, mereka mencampurkan Siau-kut-san didalam air minuman. Sebelum aku berhasil mencuri obat pernunahnya, tak berani kuberitahu kepadamu."
"Ha, jadi kau curi obat pemunahnya ini ?"
"Benar kucuri dari kamar Liong-siang Hoa-tong. Sulit mencari kesempatan untuk mencuri obat ini diwaktu ia keluar dari kamarnya."
Hong-thian-lui menjadi kaget, katanya, "Bila konangan, bukankah kau akan kena perkara malah ?"
"Tak peduli lagi. Lekaslah kau telan obat ini, setelah tenagamu pulih, segera kau dapat meloloskan diri."
"Tidak, aku tidak bisa membuat kau kena rembet."
"Jangan bodoh kau, perkara sudah kebacut, obat sudah kucuri, apa kau minta aku menempuh bahaya mengembalikan obat penawar ini lagi ? Legakan, betapapun mereka tidak akan berani mempersukar diriku."
Hong-thian-lui percaya akan kata-katanya terakhir ini, katanya : "Kalau begitu mari kau ikut aku lari."
"Kenapa ? Jangan kau lupa, aku tuan putri dari Mongol."
Mendengar alasan ini Hong thian-lui menjadi tidak enak untuk membujuk, sesaat ia terlongong, lalu tanyanya : "Ada terjadi apakah diluar sana ?"
"Kedengarannya ada orang menyelundup masuk, tapi urusan sudah dapat dibereskan."
"Siapakah yang datang itu ?"
"Katanya dua orang muda mudi. Orang-orang Lou-keh-ceng semula mereka adalah pembunuh gelap, akhirnya baru diketahui bahwa mereka ternyata kenalan dari Cengcu. Sekarang mereka sedang dijamu oleh Ceng-cu, kesempatan ini bisa kaugunakan untuk lari."
"O, kawan Cengcu? tahukah kau siapa-siapa nama mereka ?"
"Kejadian ini cohaptoh yang memberitahu padaku, entahlah siapa nama mereka, Iebih baik kau jangan urus segala tetek bengek."
Perasaan Hong-thian-lui menjadi hambar sahutnya, "Tidak apa apa cuma tanya saja." namun dalam hati ia membatin : "Muda-mudi mungkinkah perempuan muda itu Giok-yau adanya ? Bila benar dia adanya, tentu yang lelaki itu adakah Khu Tay-seng ? Keluarga Lu bertetangga dalam dua daerah yang berlainan dengan keluarga Lou, tidak perlu heran bila Lou Jin cin kenal mereka. Atau mungkin memang dia adanya yang kemari untuk mencari kabar beritaku ? Ai... lebih baik aku tidak usah ribut memikirkan mereka, masa ada kejadian yang begitu kebetulan ? Selamanya ia jarang keluar pintu, mana dia bisa tahu bahwa aku disini mengalami kesukaran ?"
"Eeh, apa yang kau pikirkan ?" goda In-tiong yan.
Selamanya Hong thian-Iui belum pernah bohong namun bagaimana juga jalan pikiran ini tak enak diceritakan pada orang. Keruan merah jengah mukanya, akhirnya ia mengada-ngada, "Obatmu ini mujarab benar, tenagaku sudah pulih kembali. Nona In, aku menjadi tidak tahu cara bagaimana harus membalas bantuan besar yang kau berikan ini ?"
In tiong yan tertawa, katanya: "Jadi kau memikirkan hal itu. Kau adalah kawan Hek swan-hong, sudah semestinya aku bantu kau, cukup asal kelak kau ketemu Hek swan-hong sampaikan padanya bahwa Pinghoat itu sudah kuserahkan kepada Sip It-sian, bantuanmu ini akan kuanggap balas budi yang paling setimpal. Tenagamu sudah pulih lekaslah kau berangkat."
"Aku pasti laksanakan pesanmu. Baik, segera aku berangkat."
Setelah berada dipekarangan luar In-tiong-yan berbisik ditelinganya : "Malam ini giliran Cohaptoh yang jaga malam, baru saja ia berkelahi, melihat tiada kejadian lain, tentu sekarang sudah bermalas-malasan di-dalam kamarnya, legakan hatimu, kau boleh jalan lewat kebon belakang." kiranya watak Cohaptoh itu suka suka menangnya sendiri, ketus dan congkak dia harus bersemedi di-tempat yang sunyi untuk menghilangkan sisa racun yang mengeram dalam tubuhnya sudah tentu kejadian ini ia rahasiakan supaya tidak ditertawai orang, maka ia pun tidak mencari wakil untuk mengganti tugasnya.
"Aku pasti hati-hati silahkan kau kembali . . ." ujar Hong-thian-lui.
Tak duga baru saja ia sampai dikaki tembok, sebelum ia melompat naik tiba-tiba terdengar suara dingin menjengek dibelakangnya, "Tak mungkin lolos kau kembali saja !"
Sungguh kejut Hong thian-lui bukan kepalang. Ternyata orang itu bukan lain adalah Liong siang Hoatong yang ditakutinya itu.
Tampak Liong siang Hoatong berdiri tegak ditengah pekarangan tanpa bergerak atau memburu maju cukup kedua tangannya terangkat kedepan dan dari kejauhan jari jemarinya mencengkram, kontan Hong thian lui rasakan tubuhnya seperti ditarik orang dan tersedot mundur tanpa kuasa.
Beruntun Liong-siang Hoatong mencengkeram tiga kali Hong thian-lui pun tersurut mundur tiga tindak. Saking kaget In-tiong-yan menjadi gugup setengah mati, tak tertahan lagi ia menjerit kejut. Tatkala itu . . . Umong dan Cohaptoh pun sudah memburu keluar.
Baru sekarang Liong siang Hoatong pura-pura melihat kehadiran In-tiong-yan, serunya, "Eh, Pile kongcu, kenapa kaupun berada disini ...? Cohaptoh lekas antar tuan putri kembali." untuk menjaga nama baik In-tiong-yan. Tapi perintahnya itu hakikatnya adalah menyuruh Cohaptoh mengawasi gerak-gerik selanjutnya.
Segera Cohaptoh menjura katanya hormat, "Tuan putri tak usah khawatir, ada Koksu disini, betapapun bocah keparat itu takkan dapat Iolos. Harap Tuan putri kembali kekamar istirahat."
Setelah tersurut mundur tiga tindak lekas-lekas Hong thian-lui kerahkan tenaga berat Jian-kin-tui, yang ia kerahkan memang hebat, seakan-akan kedua kakinya seperti terpaku dan tumbuh akar diatas tanah. Tenaga cengkeraman keempat yang dikerahkan Liong Siang Hoa-tong menjadi tak kuasa menggeser kedudukan kakinya lagi, semula Hong-thian-lui tercengkeram mundur tiga tindak dari kejauhan karena obat pemunah dalam tubuhnya belum menunjukan khasiatnya, paling-paling tenaganya baru pulih enam tujuh bagian saja.
O^~dwkz^hendra~^O Jilid 15 Melihat cengkeraman keempat kalinya tidak menggemingkan tubuh orang, Liong-siang Hoa-tong sendiripun merasa diluar dugaan, batinnya : "Tak heran Umong pernah kecundang olehnya, bila Lwekangnya sudah pulih seluruhnya, Liong-jiau-jiu yang kulancarkan ini betapapun tidak dapat mengapa-apakan dia, kecuali melabraknya tiada jalan lain untuk membekuknya." Segera ia kerahkan beberapa lipat tenaganya, jari-jarinya mencengkram ditengah udara dari jarak jauh. Tubuh Hong-thian-lui hanya bergoyang gontai, sedikitpun kakinya tidak bergeming.
Meski tidak bergeser, namun ia sudah merasa sangat payah, kepalanya basah kuyup oleh keringat.
Terdengar Liong-siang Hoatong tertawa dingin, ejeknya : "Bocah kau ini bila main kekerasan, aku tidak akan segan lagi membuatmu terluka."
Tepat pada saat itu juga sekonyong-konyong seseorang menghardik keras laksana guntur menggelegar : "Siapa berani melukai muridku." terdengar suaranya orangnyapun sudah meneriang tiba, segulung angin pukulan yang keras dan kuat sekali, laksana gugur gunung menerpa kearah Liong-siang Hoatong.
Liong-siang Hoatong merubah cengkeraman tangan menjadi pukulan telapak tangan, kontan ia dorong telapak tangannya menyongsong serangan musuh, kekuatan pukulannya menderu keras, lapat-lapat terdengar gemuruh geluduk. Begitu dua tenaga pukulan saling bentrok, jubah kedodoran Liong-siang Hoatong berkembang seperti layar yang dihembus angin badai, orang yang menjadi lawannya itupun bergoyang gontai, kalau dibanding secara kenyataan, kekuatan pukulan Liong-siang-Hoatong masih setingkat lebih menang.
Liong siang-Hoatong bergelak tawa, serunya : "Bi-lek ciang memang tidak bernama kosong, yang datang ini tentu Cin tayhiap adanya. Lolap sudah lama kagum, sungguh kebetulan kedatangan Cin-tayhiap untuk memberi petunjuk." seiring dengan gelak tawanya ia kerahkan seluruh kekuatan Liong-siang kang sampai tingkat kesembilan.
Liong-siang-kang memang terbagi sembilan tingkat, tingkat demi tingkat lebih lihay berlipat ganda, bila kekuatan dikerahkan sampai tingkat kesembilan boleh dikatakan sudah mengembangkan Liong-siang-kang pada tingkat tertinggi dan hebat sekali perbawanya, seolah-olah gelombang bergelombang, gelombang yang belakang lebih tinggi dan lebih hebat dari gelombang yang duluan, tak kenal putus lagi.
Liong-siang Hoatong percaya bahwa dirinya mampu untuk merobohkan Cin Hou-siau, tak duga tengah ia girang dan bangga akan pertunjukkan kekuatannya, sekonyong-konyong segulung tenaga menerpa pula dari arah lain, rangsangan tenaga kali ini jauh berbeda dengan Bi-lek-ciang Cin Hou-siau yang mengandung tenaga keras dan kasar itu, sebaliknya tenaga ini adalah sedemikian lunak dan empuk, datang secara mendadak dan tanpa suara lagi. Meskipun lunak namun kekuatannya ternyata sangat ganas, sambung menyambung menjadi satu, begitu liat dan tak terputuskan. Begitulah antara keras dan lunak ini masing-masing mempunyai keunggulan dan kehebatannya sendiri-sendiri, sama-sama Lwekang tingkat tinggi yang cukup berkelebihan untuk menghadapi dan melawan Liong-siang-kang yang hebat.
Sungguh kejut dan girang pula Hong-thian-lui dibuatnya, hampir ia tidak mau percaya akan pandangan matanya sendiri. Kiranya dua orang yang beruntun datang dan menghadapi Liong-siang Hoatong ini bukan lain adalah gurunya Cin Hou siau, sedang yang lain adalah ayah Lu Giok-yau yaitu Lu Tang-wan adanya.
"Wi-tit, awas !" tiba-tiba Cin Hou-siau berteriak dalam kesibukan tempurnya.
Bicara lambat kenyataan sangat cepat, tahu-tahu Umong sudah menubruk tiba dari samping merangsak Hong-thian-lui.
Beberapa lama ini Hong-thian-lui sudah kenyang dihina dan dianiaya oleh Umong, kinilah saatnya untuk membalas dendam, dengan gusar dia membentak : "Anjing Tartar...! Berani kau menghina aku...!" begitu membalik tangan ia labrak Umong habis-habisan.
Pukulan tangan Hong-thian-lui ini cukup membuat pergelangan tangan Umong sakit, keruan kagetnya bukan main, tapi terasa olehnya kekuatan pukulan lawan jauh berkurang dibanding dulu, setelah rasa kejutnya hilang nyalinya semakin besar. Dalam hati ia berpikir: "Kiranya tuan putri memang benar telah mencuri obat pemunahnya. Untung Lwekangnya belum pulih seluruhnya, seumpama tidak bisa menang dalam waktu dekatpun takkan bisa terkalahkan olehnya. Nanti setelah Suhu membereskan kedua lawannya yang tua-tua itu, pasti dapat membekut keparat ini pula. . . ." segera ia pusatkan perhatian dan melimpahkan semangatnya untuk menempur Hong-thian-lui dengan sengit, benar juga sekian lama ia bertahan dan bertempur dengan seru sulit dibedakan siapa bakal unggul atau asor.
Menurut anggapan Umong Suhunya pasti bisa, diluar tahunya justru Liong-siang Hoatong sedang mengeluh. Dengan kekuatan gabungan Cin Hou-siau dan Lu Tang-wan, masing-masing mainkan kekerasan dan kelunakan, kekuatannya menjadi berlipat ganda. Meski Liong-siang Hoatong sudah kerahkan Liong-siang-kang sampai tingkat kesembilan toh masih terdesak dibawah angin.
Pengetahuan silat In-tiong-yan sudah cukup tinggi, sekali pandang saja ia tahu, bahwa betapapun Liong-siang Hoatong tidak gampang bisa menang maka dengan lega hati ia memutar tubuh, pikirannya Hong-thian lui malam ini pasti berhasil meloloskan dengan tertawa dingin ia menjengek, "Aku sendiri bisa jalan tak perlu kau jaga aku." ia tinggalkan Cohaptoh dan masuk kedalam seorang diri.
Cohaptoh menjadi melongo ditempatnya, tak tahu ikut masuk kedalam atau harus membantu Umong. Meskipun tadi ia mendapat perintah dari koksu, namun kata-kata Tuan putri masa dia berani membangkang. Tengah ia sangsi dan kebingungan mendadak didengarnya orang berteriak, "Lu toako, putrimu juga ada disini, lekas datang, lekas datang!" disusul seorang lainpun berteriak, "Hayo kemari lekas ada musuh!"
Orang yang berteriak ''Lu-toako" adalah Sip It sian. Seorang yang lain adalah Lou Jin cin. Mendengar suara panggilan Lou Jin-cin ini Cohaptoh jadi punya alasan untuk segera memburu kearah sana.
O^~dwkz^hendra~^O Dalam pada itu Cin Liong hwi seorang diri berada didalam kamar Lou Jin-cin memandangi Lu Giok yau yang terpulas diatas ranjang, tengah hatinya dak dik-duk dan gelisah, disaat batin kemudian ia berperang nafsu kebinatangannya, sekonyong konyong jendela kamar itu terbuka sendiri tanpa ada angin menghembus, segulung pasir ditimpukan masuk kekamar,
Cin Liong hwi terperanjat, "Siapa?" bentaknya.
Orang itu tidak bersuara, sebaliknya Luo Jin-cin membentak keras, "Maling bernyali besar, kemana lari!"
Kiranya Cin Hou siau, Lu Tang-wan, Ling Tin dan Sip It-sian bersama tiba di Lou kehceng, empat orang ini berpencar membuat penyelidikan sendiri-sendiri. Secara kebetulan Sip It-sian menyelundup masuk keruang belakang bagian kamar-kamar tidur secara kebetulan pula ia pergoki perbuatan Cin Liong hwi. Melihat Cin Liong hwi menjublek berdiri didepan ranjang, seakan-akan tidak berani turun tangan berbuat pelanggaran susila, maka iapun tidak membuatnya terlalu runyam, cukup ia taburkan segenggam pasir untuk memberi peringatan saja.
Begitu ia taburkan segenggam pasirnya itu, dua orang didalam dan diluar kamar terkejut. Orang yang didalam kamar adalah Cin Liong hwi sedang yang diluar adalah Lou Jin cin yang berjaga diluar.
Lou Jin cin bekas begal tunggal dari golongan hitam yang sudah punya pengalaman kangouw puluhan tahun, segala permainan kasar halus atau kelicikan dunia persilatan sedikitpun tidak bisa mengelabui matanya, kali ini ternyata sampai digerayangi Sip It-sian sampai kekamar tidurnya tanpa diketahui sebelumnya, keruan kagetnya bukan main, sebab sekali ia menubruk kearah bayangan hitam yang muncul di bawah jendela sana.
Untuk lari lagi Sip It sian adalah segampang membalikkan tangan, namun Lu Giok-Yau masih berada dimulut harimau, dia sendiri tidak tahu apa akibatnya taburan segenggam pasirnya itu, mana dia berani tinggal pergi tanpa kuatir sedikitpun? Apalagi setelah ia melihat jelas adalah Lou Jin cin yang meluruk pada dirinya hatinya semakin curiga dan heran, lapat terasa olehnya bahwa urusan agaknya jauh lebih buruk seperti apa yang dibayangkannya tadi.
Bagaimana mungkin Cin Liong hwi melakukan perbuatan tercela yang memalukan ini? Bagaimana pula Lu Giok yau bisa terpulas diatas ranjang Lou Jin cin? Apakah Cin Liong-hwi bocah ini sudah tersesat dan menyeleweng? Menjadi begundal Lou Jin cin?" belum lenyap jalan pikirannya, terasa angin keras menyampok dating, kiranya Lou Jin cin sudah menubruk tiba sambil kirim pukulan dahsyat, belum lagi orangnya tiba kim khong ciang sudah menggetar mundur tubuhnya. "Biarlah aku melibatnya disini." demikian pikir Sip It-sian, setelah ambil keputusan dengan gaya Ui-ho-cong-sian (bangau terbang menembus langit) kakinya menjejak tanah, tubuhnya lantas melambung tinggi melampa di atas rumah untuk menghindari pukulan Lou Jin-cin ini.
Lou Jin cin membentak lagi, "Maling kecil menggelundunglah!" berbareng tangannya mencomot sebuah genteng terus dicengkeramnya hancur beberapa keping kontan ia sambitkan senjata rahasia cadangan ini ke arah Sip It sian, Ginkang Sip It sian memang hebat, kepandaiannya sejati justru sangat rendah diatas atap ia kembangkan kelincahan tubuhnya meski tidak kena kesambit tak urung kakinya jadi tidak bisa berdiri tegak, akhirnya terpaksa harus loncat ketanah kembali.
Setelah melihat tegas yang dihadapi ini adalah Sip It sian, Lou Jin cin sendiri juga terkejut batinnya, "Keparat ini sangat lihay selulup timbul laksana dewa elmaut kalau tidak ungkulan tinggal lari, mungkin aku tidak mampu meringkus dia, tapi bagaimana juga aku pantang membuatmu lolos meninggalkan rumahku ini."
Sebaliknya Sip It-sian juga sedang berpikir, "Untuk melawan jelas aku bukan tandingannya, siapakah yang harus kupanggil untuk membantu?" betapapun ia masih sayang dan prihatin pada Cin Liong hwi bila sampai diketahui perbuatan puteranya yang tercela ini oleh Cin Hou Siau, mungkin beliau bisa memukulnya sampai mampus. Akhirnya, ia berkeputusan pura-pura hanya menemukan jejak Lu Giok-yau seorang, dan memanggil ayahnya yaitu Lu Tang-wan. Disaat ia berteriak memanggil Lu Tang wan supaya lekas datang itulah bertepatan pula dengan teriakan Lou Jin-cin memanggil orang minta bantuan.
Begitu mendengar suara Sip It-sian yang sedang memanggil Lu Tang-wan, serasa arwah Cin Liong-hwi copot dari badan kasarnya, takutnya bukan main. Pikirnya, "Jangan sampai aku kepergok olehnya ayahnya disini. Apalagi bila sampai mereka ayah beranak bertemu bualanku tentu terbongkar, bagaimanakah baiknya?" sebetulnya otaknya cerdik berpikir, sedikit mengerut kening segera terpikir sebuah akal olehnya. Disaat Lou Jin-cin mengundak dan menempur Sip It sian, dan Lu Tang-wan belum memburu tiba segera ia jinjing tubuh Lu Giok-yau yang masih tertidur pulas itu terus meloncat keluar dari jendela belakang, dengan berindap-indap ia melompat keluar dari kebon belakang terus melarikan diri.
Pekarangan gedung Lou Jin-cin ini sangat luas ada beberapa gunung gunungan palsu yang tersebar dimana-mana dengan lari mengitari gunung-gunungan palsu ini ia ajak Lou Jin cin bermain petak. Sebagai maling sakti nomor satu diseluruh dunia sudah tentu Sip It sian sangat jeli kupingnya tajam luar biasa. Malam ini cuaca sangat gelap anginpun berembus agak keras ada gunungan palsu pula yang mengelilingi pandangan matanya dia tidak melihat bahwa Cin Liong-hwi sudah membolos keluar dan melarikan diri tapi Cin Liong-hwi lari sambil memanggul seorang derap langkahnya yang berat itu jelas terdengar oleh ketajaman kupingnya, tapi dia tidak berani pastikan apakah benar Cin Liong hwi adanya.
Tengah ia berusaha membebaskan diri dari libatan Lou Jin-cin dan mengejar kesana, bantuan pihak Lou Jin-cin sudah keburu tiba. Itulah isyarat Lou Jin cin dan empat dayangnya. Nyonya bawel ini bersama Thio Jay-giok, asalnya seorang begal perempuan pula. Sebelum menikah dan menjadi gundik Lou Jin-cin, pernah satu kali bekerja sama dengan Sip It-sian, melakukan dagang tanpa modal (merampok), yang dirampok adalah penjabat korup.
Begitu melihat Sip It-sian, Thio Jay-giok lantas cekikak cekikik tertawa genit serunya, "Kukira siapa, ternyata kau, ketika sama golongan dan sehaluan kenapa kau malah menggerayangi milik suamiku malah?"
Sip It-sian tertawa dingin, jengeknya, "Aku hanya mencuri harta benda, tak seperti kalian suami istri, bisa mencuri perawan orang lain."
"Jadi kau bukan jadi maling malam ini. Membongkar rahasia maksudmu?"
"Benar, bila kau bicara demi kepentingan golongan, lekas kau serahkan putri Lu Tang-wan padaku ! Hm, kau tahu tidak, lawan sudah datang."
Thio Jay-giok pura kaget dan sesambatan seperti penasaran, serunya, "Sip It sian darimana kau dengar kabar angin ini. Seumpama nyaliku setinggi langit juga tidak berani mencari perkara dengan Lu Tang-wan."
"Kabar angin apa ?" semprot Sip It-sian gusar. "mata kepalaku sendiri yang melihat kenyataan."
Thio Jay-giok menggeleng kepala, sahutnya, "Tak pernah terjadi, mungkin kau salah lihat orang."
Sip It-sian tersentak sadar, pikirnya, "Mungkinkah perempuan bawel ini main ulur waktu untuk memberi kesempatan kaki tangannya menyembunyikan nona Lu serta suruh Cin Liong hwi melarikan diri ?" rekaannya ini memang benar separo.
Cin Liong-hwi melarikan diri menggondol Lu Giok yau meski bukan mendapat petunjuk mereka suami istri, namun memang mendapat bantuan perempuan bawel ini secara diam diam. Dia tahu bahwa Cin Liong-hwi melarikan diri, dan karena ia memberi perintah sehingga Cin Liong-hwi dapat leluasa melarikan diri tanpa mengalami rintangan sedikitpun. Kalau tidak mengandal Ginkang Cin Liong hwi, memanggul seorang lagi, mana mungkin dia berhasil lolos keluar dari Lou keh ceng !
Dapat membongkar kelicikan orang, Sip It sian tertawa dingin, jengeknya, "Baik, kau kata aku salah lihat orang. Kalau begitu ingin aku melihat lebih tegas malah."
Terdengar angin menderu kencang kiranya Thio Jay giok telah mengirim cemeti panjang ditangannya merintangi jalannya, serunya, "Kau tidak percaya ucapanku, jangan salahkan aku tidak bicara mengenal aturan lagi. Hehe, kau sendiri yang tidak menurut aturan, setelah datang kau tidak bertandang secara wajar malah menyelundup mencari perkara. Masa aku harus membiarkan kau seenaknya saja pergi datang? Kalau kau tahu diri silakan turun dan minum arak dan istirahat didalam suka mari bicara secara blak-blakkan." Mulutnya bicara namun tangannya tetap menggerakkan senjata, serangannya semakin gencar malah. Bila hanya menghadapi salah satu diantara suami istri Lou Jin-cin untuk meloloskan diri, dan lari bagi Sip It sian adalah semudah membalikkan tangan namun di bawah kerubutan kedua orang ini dia menjadi kerepotan dan tidak mampu lari lagi.
Namun Sip It-sian pandai mencari kesempatan dan dapat bergerak lincah dalam suatu kesempatan diperolehnya suatu lobang kelemahan musuh, ia berhasil bolos keluar dari celah-celah kelemahan serangan kedua suami istri ini. Tak duga baru saja ia berhasil loncat turun dari gunung-gunungan palsu, tampak bayangan orang berkelebatan, bebareng beberapa buah pecut panjang rnenari-nari disekitar badannya. Menerobos ketimur kebarat keselatan atau ke timur selalu kebentur oleh libatan pecut panjang musuh, suara cemeti saling bersahutan ditengah udara menambah suasana pertempuran semakin riuh rendah. Kiranya keempat dayang Thio Jay giok sejak tadi sudah sembunyi di empat penjuru, memang mereka khusus disiapkan untuk merintangi Sip It-sian bila dia berhasil lolos.
Keempat dayang ini memiliki kepandaian yang lumayan, biasanya mereka terdidik langsung olek suami istri Lou Jin cin, keempat pecut panjang mereka dapat bergerak begitu tapi bekerja sama rapat sekali, tiada sedikit pun lobang kelemahannya. Dalam waktu dekat betapapun tinggi Ginkang Sip It-sian, ia menjadi mati kutu tak mampu melarikan diri lagi.
"Ikan sudah masuk jala, masih ingin lari lagi?" terdengar Lou Jin cin mengejek dari luar kalangan. Cepat mereka suami isteri merabu lagi bersama, keempat dayangnya segera mundur dan berpencar keempat penjuru lagi. Tapi pecut masing-masing masih dimainkan secepat kitaran untuk mengepung jalan keluar Sip It sian seolah-olah mereka sudah membentuk sebuah barisan pecut panjang. Pertempuran kali ini dilakukan ditanah lapang, tak bisa menggunakan alingan gunung-gunungan palsu lagi, sekejap saja kepungan semakin diperketat.
Dilain pihak, dari teriakan Sip It sian itu, tahu Lu Tang-wan bahwa dua orang telah menemukan putrinya disana, keruan kaget dan gugup benar hatinya. Kejutnya bukan karena tidak tahu cara bagaimana putrinya bisa disarang Lou Jin cin, yang dia gugup justru karena musuh ternyata begitu tangguh meski dikeroyok bersama Cin Hou-siau, paling paling mereka baru sedikit diatas angin.
Liong siang Hoatong ini sungguh hebat, bila dirinya tinggal pergi kesana mungkin Cin hou siau tak mampu bertahan lagi.
Tapi Cin Hou-siau tahu akan kegugupan orang, segera ia berkata, "Menolong putrimu lebih penting, lekaslah pergi !" Sekonyong konyong ia gertak gigi beruntun ia melancarkan tiga gelombang pukulan Bi-lek-ciang, sungguh dahsyat perbawa kekuatan pukulan tiga berantai ini, seolah-olah angin topan dari prahara telah memberondong tiba sekaligus, betapapun liehay dan dalam Lwekang Liong siang Hoatong, ia tak kuasa menyambut ketiga pukulan dahsyat ini, beruntun ia tersurut mundur tiga langkah.
Kesempatan tidak boleh disia-siakan, sebat sekali Lu Tang-wan segera melompat mundur dari kalangan pertempuran, tanpa pikir ia berseru, "Saudara Cin, aku pergi sebentar, segera aku kembali!"
Cohaptoh sedang berlari kencang kedepan. Sekonyong-konyong Lu Tang wan memberosot lewat dari sampingnya sembari memukulkan telapak tangannya kebelakang, Cohaptoh mana kuat menahan kekuatan pukulannya, kontan ia terjengkang roboh terguling, untung tenaga dalamnyapun tidak lemah, Lu Tang-wanpun hanya menggunakan Bik-khong-ciang lat, meski bantingannya cukup keras, untung ia tidak terluka berat.
Sementara Cohaptoh merangkak bangun, terdengar Liong siang Hoatong berteriak, "Umong, lekas kalian susul ke sana!" karena melihat Umong kewalahan melawan Hong-thian lui, dia sangka dengan kekuatan dirinya kiranya cukup berkelebihan menghadapi keroyokan Cin Hou-siau dan Hong-thian lui. Sebaliknya belum tentu Lou Jin-cin kuat melawan Lu Tang wan maka segera ia perintahkan Umong menyusul kesana memberi bantuan.
Sebenarnya Umong memang sedang terdesak dan keripuhan, sungguh sangat kebetulan pesan gurunya ini gesit sekali ia mengundurkan diri. Disebelah sana Liong siang Hoatong telah lancarkan pula Liong-siang kang sampai tingkat kesembilan. Cin Hou siau dan Hong-thian lui segera terlibat dalam lingkungan kekuatan angin pukulannya yang hebat itu.
Kedatangan Lu Tang-wan tepat pada waktunya, melihat Sip It sian terkepung dalam barisan pecut musuh segera ia melabrak dengan kedua pukulannya. Bentaknya, "Lou-Jin cin, berani kau aniaya putriku ya?" seiring dengan suaranya angin pukulannyapun memberondong tiba, sekali hantam ia serang kearah Lou Jin-cin.
Lou Jin-cin membalikkan tangan mencengkeram kebelakang. Cengkeramannya ini mengandung delapan macam perobahan termasuk tekan tepuk telikung jelentik cengkeram sobek dan cengkeram, sewaktu-waktu dapat diubah menurut kemauan dan keadaan. Sungguh merupakan Tay-kim-na-jiu hoat dari pecahan Eng-jiau jiu yang sangat lihay sekali.
Waktu pukulan Lu Tang wan mendadak merubah sasaran di tengah jalan, ia ganti pukulan In ciang menjadi pukulan Yang ciang yang kokoh kuat dan kasar, telapak tangannya terarah kedepan dan jari-jari terkembang, seperti menatap laksana mengunci, diam-diam jari tengahnya teracung kedepan, tepat mengarah jalan darah Lou khong hiat ditelapak tangan musuh. Kontan segulung tenaga lunak yang mengandung kekuatan dahsyat mengalir keluar dan menerpa kedepan tanpa bersuara kearah musuh.
Namun Lou Jin-cinpun seorang ahli silat yang cukup punya pengalaman luas, sudah tentu cengkeramannya tidak berani dilanjutkan.
Ternyata Lu Tang wan sudah lancarkan pukulan Ban-ciang yang sudah sempurna latihannya, kelihatannya jurus serangannya itu sepele dan gampang saja seperti main kembangan dibanding cengkeraman Lou Jin cin yang mengandung delapan macam perubahan yang rumit itu. Tapi permainan yang sepele ini justru sangat lihay dan menakjubkan, cukup dengan sejurus tipu yang sederhana ini, berkelebihan untuk mengatasi rangsakan balasan Lou Jin cin yang mengandung delapan perubahan itu.
Pukulan Lan ciang bila dilatih sempurna sampai tingkat yang tertinggi, sekali tepuk saja cukup membuat batu keras menjadi tepung. Lou Jin-cin memaklumi kelihayan ini. Bila adu kekerasan seumpama dirinya kalah tenaga dalam akibatnya justru lebih parah, seumpama tidak tewas juga pasti luka parah. Maka sebat sekali iapun tunjukan permainan pukulan tangannya yang lihay, dengan sodokan sikut dan kebasan lengan bajunya ia punahkan serangan tenaga musuh terus mundur beberapa langkah dan berdiri diam menanti dengan siap siaga.
Melihat orang dapat melayani pukulannya begitu sempurna diam diam Lu Tang wan rada terkejut mau tak mau berpikir, "Bangsat ini dulu malang melintang di Kangouw. Kepandaiannya cukup lihay, aku tidak bisa memandang ringan padanya. Tapi untuk mengalahkan dia, mungkin harus memakan waktu sampai ratusan jurus kemudian." karena pikirannya ini, sekonyong-konyong ia melesat lewat dari samping tubuh Lou Jin-cin!
Gerakan kedua belah pihak sama sama cepat, dalam tempo sekilas kilat berkelebat, dikata lambat terjadinya begitu cepat, melihat orang memberosot lewat kontan istri Lou Jin-cin mengayun cambuknya, "Wut" ujung cambuknya menggulung kearah kaki Lu Tang wan. Tubuh Lu Tang-wan masin terapung di tengah udara segera jumpalitan dan untuk membebaskan diri seraya menjentik jari tengah, "Cras" ujung cambuk kena keselentik mental balik meluncur turun ketanah berbareng kakinya lantas menginjak kebawah, tepat sekali menindih ujung cambuk istri Lou Jin cin.
Lou Jin cin tersipu sipu memburu maju menolong, gerakkan kedua belah sama gesit, begitu kakinya berhasil menginjak cambuk lawan, berbareng tubuh Lu Tang wan terus mendak kebawah sembari mengulur tangan meraih, terdengar suara orang menjerit kesakitan, tulang pundak seseorang telah sekali kena dicengkeram terus menjinjing tinggi-tinggi.
Semula Lou Jin cin terkejut, namun detik lain ia tertawa gelak gelak malah, serunya, "Lu Tang-wan, kenapa kau aniaya dayangku, terhitang orang gagah macam apa kau ini."
Ternyata tujuan Lu Tang-wan hendak membekuk istri Lou Jin cin, namun Thio Jay-giok cukup licin dan licik, cepat ia buang senjata cambuknya sembari melejit kesamping berbareng ia tarik dan dorong seorang dayang disampingnya, sehingga kesayangannya ini, menjadi korban cengkeramannya Lu Tang-wan, keruan dongkol dan gemes pula Lu Tang-wan dibuatnya. "Dimana putriku? Bila tidak kau serahkan, aku orang she Lu akan membuat perhitungan habis habisan pada kau!"
"Yang kau ringkus hanyalah dayangku masa harus kuganti dengan putrimu ? Apakah kau tidak terlalu rendah menilai putrimu sendiri ?"' demikian ejek Lou Jin cin sambil tertawa menyeringai, berbareng ia merangsak maju pula dengan serangan telapak tangan dan tutukan jari yang berbahaya, sedikitpun ia tidak hiraukan mati hidup dayangnya lagi.
Lu Tang wan kuatir melukai sidayang malah, segera ia babatkan tangannya kesamping melemparkan tubuh sidayang keluar kalangan sejauh tiga tombak, bentaknya, "Kau sangka aku tidak mampu meringkus istri bawelmu ini ?" tiba-tiba tubuhnya melejit maju seperti bayangan mengikuti bentuknya, ia kejar kearah Thio Jay-giok. Setelah kehilangan cambuk panjangnya, Thio Jay-giok menjadi bertangan kosong dan tidak mampu melawan. Cepat Lou Jin-cin harus mengudak tiba menolong, beruntun ia melancarkan tujuh pukulan berantai, namun semua terpaut beberapa senti dari sasarannya, ujung baju Lu Tang-wan saja ia tidak mampu menyentuhnya.
Karena kerepotan menghadapi rangsakan Lu Tang-wan, Lou Jin-cin suami istri tak sempat lagi merintangi Sip It-sian. Begitu lepas dari kepungan segera Sip It-sian melesat menuju kekamar Lou Jin-cin.
Seketika timbul akal Lou Jin-cin, bentaknya, "Sip It-sian, betapa tinggi kepandaianmu berani kau menerjang masuk kedalam kamarku ! Hehe, kebetulan aku bisa menjebak sibulus masuk perangkap." Tanpa membantu istrinya mengerubut Lu Tang-wan sebaliknya ia putar tubuh terus mengejar ke arah Sip It-sian.
"Lu Tang-wan," terdengar Thio Jay-giok mengolok dengan suara yang menyebalkan. "Kau selalu mempersukar pada nyonya orang lain, apa kau tidak hiraukan lagi badan suci putrimu?"
Beberapa gebrak lagi pasti Lu Tang-wan berhasil membekuk Thio Jay-giok serta mendengar olok-olok itu ia menjadi terkejut, batinnya, "Sip It sian hendak menerobos masuk kekamar itu, apakah putriku berada di-sana? Mereka hendak menodai kesucian anak Yau ?"
Lou Jin-cin mengejar Sip It-sian hanyalah tipu belaka untuk menolong kebebasan istrinya. Sudah dalam perhitungannya bahwa Lu Tang-wan pasti tidak akan tinggal diam. Betul juga Lu Tang-wan kena digebrak olehnya, segera ia putar balik tanpa perdulikan istrinya lagi.
Sip It-sian sedang mendorong pintu, teriaknya, "Lu toako, kau gebah mereka saja, biar aku yang periksa kedalam." Soalnya ia belum berani memastikan apakah Cin Liong hwi benar sudah melarikan diri, kuatir kepergok oleh Lu Tang-wan, seumpama Lu Tang-wan tidak mencabut nyawanya, mungkin ayahnya sendiri yang akan membunuhnya. Bila ia masuk lebih dulu, tentu berkesempatan menyuruh Cin Liong-hwi sembunyi atau melarikan diri untuk melindungi jiwanya.
Dari sebelah belakang Lou Jin cin berteriak, "Sip It sian akan masuk, sambut dengan senjata rahasia !" Dia sudah tahu bahwa Cin Liong-hwi sudah melarikan diri namun sengaja pura-pura berteriak seolah-olah didalam ada orang, sehingga Lu Tang-wan harus mengudak lebih cepat lagi.
Dengan langkah lebar Lu Tang wan menyusul kedepan, "Wut" kontan ia hantam Lou Jin-cin sampai tergentak mundur tiga tindak, bentaknya, "Seujung rambut saja putriku kena cidera, awas jiwa anjingmu !"
Setelah berada didalam kamar terlihat oleh Sip It-sian jendela sebelah belakang sudah terpentang lebar, kamar itu kosong melompong, baru sekarang ia sadar. "Kiranya suara yang kudengar tadi benar adalah derap lari Cin Liong-hwi yang memanggul Lu Giok-yau!" Belum lagi ia sempat menutup lagi jendela itu, Lu Tang wan sudah memburu masuk.
"Mana putriku ?" tanya Lu Tang-wan. Tergerak hati Sip It-sian, dasar cerdik segera ia menunjuk jendela dan menjelaskan, "Mungkin putrimu sudah lari lewat jendela itu."
"Adakah kau tadi lihat dalam kamar ini... ada orang lain ? Apakah putriku kena dibelenggu ?" demikian tanya Lu Tang-wan lebih tegas.
"Agaknya Lou Jin-cin tidak berani terlalu menyiksa putrimu, dia hanya dikurung dalam kamar ini belaka. Akupun tidak melihat orang lain, mungkin ada orang gagah dari mana yang secara kebetulan telah menolong putrimu." demikian Sip It-sian menjelaskan lebih lanjut dengan mengada ada.
Maklum Sip It-sian punya hubungan kental sejak leluhur mereka dengan keluarga Cin. Apalagi Cin Liong-hwi belum terbukti melakukan perbuatan tercela, demi melindungi nama baik keponakannya; apa boleh buat terpaksa ia berbohong mengarang cerita.
Lu Tang-wan rada lega, pikirnya, "Kiranya Lou Jin-cin hanya menggertak aku belaka. Entah darimana anak Yau mendapat kabar bahwa Hong thian-lui kena disekap di rumah keluarga Lou ini sehingga kemari mencari tahu, dan kena dibekuk oleh mereka, tujuannya tak Iain sebetulnya ingin menjadikan anak Yau sebagai sandera." Belum lenyap pikirannya terdengar suara gelak tawa Lou Jin-cin diluar, serunya, "Lu Tang-wan, putrimu sudah lari, dan jangan harap kau sendiri bisa lari."
Maka terdengarlah suara "Clap clep" berulang diatas dinding papan kamar, dari depan dan belakang luar jendela banyak anak panah melesat serabutan kedalam kamar.
Kiranya Lou Jin cin sudah memendam belasan orang pemanah diluar kamar untuk mengepung dengan rapat.
Betapa tinggi kepandaian Lu Tang wan, masa begitu gampang kena dilukai oleh panah itu ? Seenaknya saja ia meraih kearah ranjang mencopot sehelai selimut terus ditarikan dengan kencang, seketika hujan panah bertaburan diatas lantai, tiada sebatangpun yang mengenai dirinya.
Celaka bagi Sip It sian yang tiada mempunyai kepandaian silat sejati itu terpaksa ia harus berjongkok mepet dinding, dimana tempat sembunyinya tidak sampai kena sambitan panah.
Tanpa sengaja Sip It-sian menjemput sebatang panah tampak ujungnya yarg runcing itu berwarna hitam mengkilap, waktu diendus didepan hidung terasa berbau amis yang cukup keras, tanpa merasa mulutnya lantas berteriak kejut, "Awas ! Panah itu beracun!''
"Benar! Itulah panah beracun!" dengar seorang berseru menanggapi sambil bergelak tawa, itulah Lou Jin cin yang sedang memberi aba aba kepada anak buahnya, serunya pula, "Kalau berani marilah silahkan terjang keluar, kutanggung cukup tertoblos satu batang saja, kalian kontan melayang!"
Mengandal kepandaian Lu Tang-wan yang hebat itu mungkin ia masih mampu menerjang keluar dari hujan panah serangan musuh. Tapi tidak mungkin Sip lt sian bisa lolos. Berapapun cepat dan tinggi Ginkangnya masa bisa melebihi kecepatan anak panah ? Dibawah berondongan puluhan panah sekaligus, bukan mustahil satu diantaranya bisa mengenai dirinya.
Sip It-sian segera berkata, "Lu toako, terjanglah keluar, tak usah kau hiraukan aku!''
Lu Tang-wan tertawa getir, sahutnya, "Dua kepalan susah melawan empat tangan musuh, aku sendiri juga tidak punya pegangan dapat selamat menerjang keluar. Sip heng, bencana ini harus dapat kita tanggulangi bersama, jangan kau bicara begitu sungkan. Sekarang terpaksa kita hanya mampu main ulur waktu saja!"
Dikala Lu Tang wan terkurung dan Sip It-sian terkurung didalam kamar itulah secara kebetulan Hek-swan-hong dan Geng Tianpun sudah menyelundup masuk kedalam rumah Lou Jin cin.
Letak pertempuran Cin Hou siau melawan Liongsiang Hoatong dipekarangan bagian belakang, sedang kamar tidur Lou Jin cin ini terletak di depan rumah bagian barat, bangunan gedung Lou keh ceng ini sangat besar, jarak antara kedua pekarangan ini paling tidak juga ada satu li jauhnya.
Begitu berada dipekarangan Lou-keh ceng segera Hek-swan hong memasang kuping mendengarkan dengan cermat, katanya, "Dibagian timur dan barat sama ada orang sedang bertempur kemana dulu kita harus menuju?"
Tiba tiba Geng Tian berkata tertahan, "Ada orang dating !" belum lagi lenyap suaranya, dari sebelah sana sudah terdengar seorang membentak, "Bocah keparat yang bernyali besar, kiranya kau adanya!'' cepat sekali Geng Tian sudah melompat turun dari atas tembok terus bergebrak dengan orang itu.
Ternyata pendatang ini bukan lain adalah Cohaptoh dan Umong. Mereka datang dari belakang menuju kedepan untuk memberi bantuan kepada Lou Jin-cin dua belah pihak tanpa sengaja bentrok ditengah jalan.
Malam itu waktu Geng Tian berbicara dengan In tiong yan didalam hutan, Cohaptoh dan Umong datang menyambut kedatangan tuan putrinya, maka mereka kenal pada Geng Tian.
Geng Tian berjuluk San-tian-jiu atau si tangan kilat, sudah tentu cara turun tangannya cepat luar biasa, begitu saling gebrak pada babak pertama ia sudah lantas berhasil menutuk Umong. Sementara Cohaptoh keluarkan kepandaian ilmu gulatnya, sekali cengkeram ia jinjing Geng Tian terus hendak disengkelit dengan gaya Kiam-jiu-sek, kejadian adalah begitu cepat, sebelum Geng Tian kena terbanting dan tubuh masih terayun di tengah udara secepat angin lesus Hek swan hong telah menubruk tiba sekali hantam dengan pinggir telapak tangannya membacok leher Cohaptoh.
Tapi belum lagi bacokan telapak tangannya mengenai sasarannya, Cohaptoh sudah tersungkur kedepan. Kiranya bagi pemain gulat yang menggunakan gaya Kiam jiu-sek ini cara geraknya harus cukup ganas telak dan cepat, dengan kombinasi gerak yang sekaligus dilancarkan baru akan berhasil merobohkan musuh, yang penting tidak memberi kesempatan bagi musuh untuk balas menyerang. Tubrukan Hek swan-hong dengan serangan mengerah leher itu betapapun telah mengejutkan hatinya sehingga konsentrasinya terbuyar, secara reflek ia bergerak untuk berkelit, pula disaat itu ia sedang menjinjing tubuh Geng Tian yang punya julukan sebagai si tangan kilat pula, belum lagi ia terbanting ditanah, telunjuk jarinya lebih dulu sudah berhasil menutuk jalan darah Hoan-thiau-hiat didengkul Cohaptoh.
Hek-swan-hong lantas bergelak tawa, serunya, "Saudara Geng, hebat kau, kemana tidak mengalah diberikan satu padaku." belum lenyap suaranya tiba-tiba Geng Tian berteriak, "Awas!"
Kontan Hek-swan hong membalikkan telapak tangannya memukul kebelakang. "Blang !" ia pukul pembokong itu terpental mundur tiga langkah. Orang yang membokong dari belakang ini bukan lain adalah Umong. Kiranya sebagai murid terbesar Liong-siang Hoatong, Umong punya kepandaian yang cukup tinggi terutama Lwekangnya sangat lihay, setelah kena tertutuk oleh Geng Tian lekas-lekas ia berusaha mengerahkan tenaga menjebol dan berhasil membebaskan diri dari pengaruh tutukan yang melemaskan badan itu, secara kebetulan jalan darahnya terbebas diwaktu Hek-swan-hong menubruk datang tadi.
"Bagus !" bentak Hek-swan-hong, "Kemaren malah kau mengandal tenaga banyak orang mengeroyok aku, sekarang marilah kita tentukan siapa jantan dan siapa betina."
Umong sudah pernah merasakan kelihayan Hek-swan-hong, satu lawan satu belum tentu dirinya menang apalagi pihak Hek-swan-hong masih ada Geng Tian, pula Geng Tian yang telah berhasil menutuk jalan darahnya dalam satu gebrak saja, tahu dia bahwa kepandaian Geng Tian tentu tidak lemah, kemungkinan lebih lihay dari Hek swan-hong, karena gentar mana berani ia menentukan antara jantan atau betina lagi ? Tanpa bicara lagi segera ia putar tubuh terus ngacir sambil menjinjing tubuh Cohaptoh, sambil lari segera mulutnya berkaok-kaok memanggil bala bantuan.
Hek-swan-hong dan Geng Tian menguatirkan keselamatan Hong-thian-lui, tiada banyak waktu untuk mengejar lagi. Kata Geng Tian : "Didengar dari suara pertempuran dari arah barat dan timur itu agaknya melulu satu dua orang yang lagi berkelahi. Kuduga mungkin ada orang lain yang datang pula untuk menolong Ling toako."
"Baik, mari sekarang kita berpencar untuk memberi bantuan pada mereka....." segera Hek-swan-hong mengusulkan.
"Begitupun baik. Kau ketimur dan aku ke barat!" demikian sahut Geng Tian.
O^~dwkz^hendra~^O Tatkala itu Lou Jin-cin sedang kesenangan memimpin para pemanahnya untuk mengepung dan menghujani anak panah kearah Lu Tang wan berdua yang terkurung didalam kamar, terdengar ia berseru takabur: "Lu Tang-wan sampai kapan kau mampu bersembunyi. Hehe, apakah selama hidup ini kau ingin menjadi kura kura yang menyurutkan kepala kedalam batoknya?''
Lu Tang-wan menjadi gusar, makinya, "Bangsat tua macam kau pintarmu cuma menggunakan akal licik dan rendah. Berani kau takabur dan mengagulkan diri? kau sangka aku tidak mampu berbuat apa apa atas dirimu ?"
"Ya, kau punya keberanian mari silahkan keluar!" tantang Lou Jin cin.
"Lu toako!" seru Sip It sian gugup. "Jangan kau tertipu olehnya! Coba lihat! Hah ada orang datang!"
Tengah Lou Jin cin kegirangan, mendadak dilihatnya sesosok bayangan hitam laksana seekor burung raksasa langsung menubruk kearah barisan pemanah yang sembunyi diatas gunungan palsu bagian jendela belakang sana, kontan terdengarlah jerit dan pekik kesakitan berulang kali, sekejap mata delapan orang telah terjungkal roboh.
Barisan pemanah bagian jendela belakang sedemikian kacau balau. Sudah tentu bukan kepalang kejut Lou Jin cin, cepat ia berlari maju bersama istrinya untuk menghentikan sepak terjang Geng Tian, Lu Tang-wan dan Sip It sian sudah keburu menerjang keluar dari jendela.
Cambuk panjang Thio Jay-giok melingkar-lingkar panjang dari bawah terus melilit tiba, bentaknya, "Robohlah!"
"Lepas cambuk!" bersamaan Geng Tian-pun membentak seraya melempit kipas dan menyendalnya keatas. Cara turun tangan kedua belah pihak sama teramat cepat, tujuan cambuk adalah hendak melilit sepasang kaki Geng Tian, serta kena tersendal oleh kipas Geng Tian kontan membelit kencang diatas batang kipasnya itu kedua belah pihak lantas sama mengerahkan tenaga dalam dan saling tarik cambuk panjang itu menjadi terentang lempang.
Geng Tian tidak sampai roboh dan cambuk Thio Jay-giok juga tidak terlepas dari tangannya.
Melihat adanya kesempatan ini sebat sekali Lou Jin cin segera menubruk maju, berbareng ia kembangkan ilmu Tay kim-na-jiu-hoat, cakar tangannya mencengkeram Biba-kut atau tulang pundak Geng Tian. Secara kebetulan Lu Tang-wang pun sudah melesat tiba tepat pada waktunya, terdengar ia menjengek dingin, "Orang she Lou mari kita tentukan siapa jantan atau betina!"
Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Hong In Lui Tian Karya Gan Kh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lou Jin cin maklum bahwa ilmu bian ciang lawan sangat liehay dan sudah mencapai tingkat yang dapat menepuk batu keras menjadi tepung, mana ia berani berniat melukai Ceng Tian pula, menyelamatkan diri sendiri ada lebih penting? Gerak-geriknya memang cukup gesit juga, tahu-tahu cengkeraman tangannya sudah menyelonong balik balas menyerang maka gebrak lain mereka sudah saling tubruk dan berloncatan mencari posisi yang lebih menguntungkan, untuk melanjutkan perkelahian yang seru.
Dalam pada itu Thio Jay giok sedang membalikkan pergelangan tangan, cambuk panjang mengikuti gerakan tangannya, mendadak menjentik keatas dan lepas dari lilitan kipas lawan, dengan jurus Giok-tay wi yau (cambuk melibat pinggang) tahu-tahu menukik ke bawah dan menyerang dengan lebih gesit pula. Justru Giok tay wi-yau ini berlainan dari letak dipertengahan sengaja melejit naik menyerang, bagian atas yang diarah adalah melilit leher untuk menyesakkan tenggorokan musuh. Cara permainan ilmu cambuknya yang lincah dan tangkas ini sungguh menakjubkan.
Tapi gerak-gerik Geng Tian betapapun lebih gesit dan cekatan dari lawan. Secara mendadak dua belah pihak mengganti tipu untuk menyerang, keruan cambuk panjang Jay Giok mengenai tempat kosong, sedang kipas Geng Tian mendadak menindih kebawah terus melesat maju memapas kearah jari lawan yang memegang gagang cambuk. Pinggiran kipas Geng Tian ini terbuat dari baja murni dan tipis, bila dikembangkan dapat digunakan sebagai senjata tajam sebangsa pedang pendek.
Keruan Thio Jay-giok tersentak kaget seperti disengat kala, lekas-lekas ia menggeser kaki sambil memutar tubuh berkelit jumpalitan satu setengah tombak jauhnya. Mengandal keuntungan dari panjang cambuknya, ia ayun dan memutar-mutar senjatanya menyerang dari jarak jauh, begitu kencang putaran cambuknya sehingga penjagaannya cukup rapat, umpama hujan airpun tak tertembuskan.
Dilain pihak keempat dayang Thio Jay giokpun sedang mengerubutinya Sip It-sian, empat cambuk panjang mereka ditarikan begitu lincah dan bergulungan naik turun laksana ombak samudra mengalun tinggi rendah, seolah olah Sip It-sian sudah terkurung dalam jala dari taburan empat cambuk panjang musuh. Untung Sip It-sian dapat mengandal kelincahan Ginkangnya main selulup dan terobos kian kemari menyelamatkan diri. Dalam waktu dekat terang ia tidak akan mampu menjebol kepungan musuh untuk meloloskan diri.
Keadaan pertempuran sudah menjadi kalang kabut dan saling berkutat menjadi satu. Para pemanah itu menjadi kerepotan dan was was untuk membidikkan anak panahnya, beramai ramai mereka segera mengundurkan diri, supaya tidak menjadi korban secara konyol terkena senjata nyasar.
Tapi ada beberapa puluh centing Lou Jin cin yang biasanya terdidik ilmu silat segera merubung maju mengepung diluar gelanggang pertempuran. Lu Tang-wan menghardik keras. "Wut" sekaligus ia memberondong tujuh kali pukulan berantai, setombak membundar sekitar gelanggang merasa dada sakit dan sesak napas. Keruan Lou Jin cin dan isterinya termasuk keempat dayangnya merasa pernapasannya menjadi berat, tanpa merasa mereka sama terhuyung mundur.
Dergan kekuatan pukulan Bian ciang yang sudah terlatih sempurna itu Lu Tang wan meIabrak musuhnya dengan sengit, kepungan musuh yang tadi semakin ketat dan mengecil seketika kena disapu mundur oleh kekuatan pukulannya, Sip It-sian menjadi berkesempatan lolos dari kepungan jala taburan cambuk lawan, dan sekarang bergabung menjadi satu bersama Lu Tang-wan dan Geng Tian.
Baru sekarang Lu Tang-wan berkesempatan perhatikan pemuda penolongnya terasa seolah-olah sudah dikenalnya, segera ia bertanya, "Terima kasih Siauhiap, bukankah kau Geng-kongcu adanya?"
Kata Geng Tian, "Wanpwee memang Geng Tian. Terima kasih atas budi pertolongan paman yang melindungi aku tempo dulu, sekarang berkesempatan untuk aku membalas budi kebaikan Cianpwe. Masih ada seorang kawan yang berjuluk Hek-swan hong segerapun akan menyusul tiba."
Kejut dan girang pula hati Lu Tang wan, batinnya, "Siapa akan nyana seorang pelajar yang lemah waktu kecilnya dulu sekarang sudah punya kepandaian silat yang begini lihay. Hek-swan hong itu punya nama tenar dan menggetarkan Kangouw, tentu kepandaian silatnyapun tidaklah lemah." Bahwa girangnya semangat tempurnya semakin berkobar.
Begitu Lu Tang-wan kembangkan kekuatan Bian ciangnya, hawa menjadi bergolak semakin hebat laksana gelombang samudra mendebur tak kenal putus, seputar setombak di sekitar gelanggang yang berkepandaian rendah seketika terdesak mundur pontang panting. Mengandal kegesitan gerak badannya Geng Tian berlincahan kian kemari, begitu ada kesempatan segera ia loncat menyergap musuh dan melukainya. Meskipun Lou Jin-cin serta isterinya tak dapat dilukai, tapi beberapa anak buahnya yang bernyali besar berani merangsak maju banyak yang telah roboh ditangannya.
Lambat laun Lou Jin cin sendiri menjadi gentar dan ciut nyalinya. Nada perkataannya menjadi lembek. "Lu Tang-wan, putrimu kan sudah pergi, buat apa kau main adu jiwa disini? Bicara terus terang, meski kau seorang laki laki gagah betapapun takkan kuat melawan kerubutan sekian banyak anak buahku. Demi keselamatan dan keuntungan dua belah pihak, lebih baik kau menjura mohon maaf saja kepadaku, mengingat kita sebagai tetangga sekian tahun lamanya, setelah kau minta maaf akupun tidak akan mengulur panjang urusan ini. Kalau tidak Hehehe, bila Liong siang Hoatong sempat menyusul kemari beliau takkan begitu murah hati mau melepas kau pergi."
"Kentutmu busuk! Jangan kau mimpi!" demikian maki Lu Tang-wan. "Kiranya kau sangat mengandalkan Koksu dari bangsa Tartar itu. Baik marilah kita tunggu dan lihat ! Hm. Jangan kata baru Hoatong apa segala, dewa malaikatpun tidak akan mampu melindungi jiwamu lagi. Justru kaulah yang harus berlutut dan minta ampun padaku, tapi entahlah apa aku sudi memberi ampun pada kau tua bangka itu !"
Dari perkataan orang Lou Jin-cin berkesimpulan, bahwa seolah-olah Liong-siang Hoatong sendiripun dalam marabahaya, keruan bercekat hatinya, pikirnya : "Pembantu paling lihay Lu Tang-wan sudah kuketahui melulu hanya Cin Hou-siau seorang kepandaian silat Liong-siang Hoatong begitu sakti dan lihay, mana mungkin menghadapi marabahaya ? Mungkinkah ia memanggil pula bantuan tokoh kosen lain yang belum mengunjukkan dirinya?" hatinya setengah percaya, akhirnya ia berkata : "Eh, kau tidak terima suguhan arakku sebaliknya minta digebuk. Jangan kau menyesal bila aku berlaku tidak sungkan lagi terhadap kalian ! Hayo serbu berbareng !" kata-katanya terakhir adalah memberi aba-aba kepada seluruh anak buahnya.
Lu Tang-wan mengempos semangat, dia beradu punggung sama Geng Tian membendung segala serangan dari luar. Betapapun banyak anak buah Lou Jin-cin dalam waktu dekat mereka takkan mampu berbuat apa-apa terhadap Lu Tang-wan bertiga. Sebaliknya untuk menjebol kepungan dan melarikan diri pun bukanlah soal gampang bagi Geng Tian bertiga.
Geng Tian merasa was-was, hatinya kurang tentram, diam-diam ia berpikir, "Liong siang Hoatong adalah jagoan nomor satu diseluruh mongol. Hek-swan-hong sendiri pernah kecundang ditangannya, kenapa paman Lu tadi bicara begitu takabur ? Sayang dalam waktu dekat aku tidak mampu menerjang keluar kurungan untuk membantu mereka. Entahlah bagaimana kepandaian mereka sekarang ?"
O^~dwkz^hendra~^O Sekarang mari ikuti jejak Hek-swan-hong yang memburu kepekarangan belakang, kedatangannya sungguh tepat pada waktunya. Cin Hou-siau dan Hong-thian-lui sudah terdesak hebat kepayahan, kontan Hek-swan-hong menghardik terus menubruk maju melibatkan diri dalam pertempuran yang sengit.
Liong-siang Hoatong tertawa ejek, "Kau adalah bekas kecundangku. Berani benar kau mengantar kematianmu !"
Bagi Hong-thian-lui kedatangan Hek-swan-hong justru sangat mengejutkan dan menggembirakan hatinya, seketika berkobar semangatnya "wut" kontan ia memukul dengan setaker tenaga, begitu gabungan pukulan antar guru dan murid ini memberondong keluar ditambah permainan pukulan Hek-swan-hong yang penuh variasi antara lemah dan kekerasan itu, pukulannya menjadi sulit diraba juntrungannya. Meskipun Liong-siang Hoatong sudah kerahkan Liong-siangkang sampai tingkat kesembilan tak urung badannya tersurut mundur.
Sebetulnya Liong-siang Hoatong mengurut ukuran sudah dapat mengalahkan keroyokan mereka guru dan murid tapi paling paling kepandaiannya cuma setingkat lebih unggul, kini setelah pihak musuh bertambah tenaga baru macam Hek-swan-hong justru Liong siang Hoatong kini dipihak yang terdesak berat.
Daerah pekarangan belakang sebelah timur oleh Lou Jin cin khusus disediakan untuk tempat peristirahatan kawanan tamu dari Mongol ini, seluruh anak buahnya sudah memburu keluar dan menonton dipinggir gelanggang. Soalnya sebagai Koksu yang berkedudukan agung di Mongol merupakan jagoan nomor satu lagi, kecuali mendapat perintahnya langsung seluruh anak buahnya tiada seorang pun yang berani maju membantu. Apalagi sebelum Hek-swan-hong datang tadi keadaan Liong-siang Hoatong berada diatas angin, sudah tentu para pembantunya itu tiada seorang pun yang menunjukkan diri, supaya tidak menyalahi aturannya. (sebagai jagoan nomor satu sudah tentu malu dibantu oleh anak buahnya bukan)
Dengan satu melawan tiga keadaan Liong-siang Hoatong semakin terdesak, beberapa pembantunya yang punya pandangan luas dan cukup berpengalaman segera merasakan firasat jelek, ada dua Kim tiang Busu segera tampil kedepan dan berseru, "Koksu, kedua bangsat cilik ini mana ada harganya bergebrak dengan kau orang tua, berikan pada kami biar kami labrak habis-habisan!"
Liong-siang Hoatong pura-pura gemede, dengusnya, "Bunuh ayam masa perlu gunakan golok kerbau, ya memang benar ucapan kalian. Nah labrak mereka!" dimana lengan bahunya yang gombrong itu dikebutkan laksana golok besar yang memapas turun kontan memisahkan Hong-thian-lui dan Cin Hou-siau, kejadian adalah begitu cepat, dilain kejap para Kim tiang Busu itu sudah saling gebrak dengan Hong thian-lui. Tatkala Cin Hou-siau dengan Bi lek ciangnya berhasil menjebol jurus Thi siu hud bun dari Liong-siang kang yang hebat dari tingkat kesembilan, Hek swan-hong sendiri pun keburu sudah dicegat dan dihalang-halangi oleh beberapa Busu. Kini mereka bisa saling memberi bantuan yang diperlukan.
Lwekang Hong-thian-lui tidak lebih baru pulih enam tujuh bagian, setelah mengalami pertempuran sengit ini lambat laun tenaganya terkuras pula tidak sedikit, dua Kim tiang Busu lawannya ini kepandaiannya tidak terlalu jauh dibanding Umong atau Cohaptoh, dengan menggertak gigi Hong-thian lui terus bertempur mati-matian, sekian lama mereka hanya setanding alias sama kuat.
Justru yang mengerubut Hek-swan hong melulu Busu tingkat rendahan belaka, mereka bukan tingkat Kim tiang Busu (Kim-tiang Busu terdiri dari jagoan yang terpilih diantara para Busu busu yang terpilih jadi Kimtiang Busu oleh Khan agung Mongol cuma delapan belas orang, boleh dikata kepandaian mereka merupakan aliran tingkat tinggi). Dengan ilmu pukulan Hek swan-hong yang menakjubkan dan aneh serba variasi itu ia tempur para pengoroyoknya, keadaannya lebih mending dan berada diatas angin, sekejap saja ia berhasil menutuk dua busu.
Baru saja Hek-swan hong berhasil membobol keluar dan hendak menerjang bergabung dengan Hong-thian-lui, mendadak dilihatnya dua Busu berlari bagai terbang mendatangi, teriak mereka bersama, "Bocah keparat. Mari kita tentukan lagi siapa jantan atau betina !" kedua Busu ini bukan lain adalah Umong dan Cohaptoh yang tadi berhasil telah dirobohkan oleh Geng Tian.
Ternyata tadi Cohaptoh kecundang oleh Geng Tian dan tertutuk jalan darah Hoan-tian-hiat didengkulnya. Umong memanggulnya sembunyi disemak-semak kembang disana membebaskan jalan darahnya lalu melongok pekarangan depan sebelah barat. Melihat Lu Tang-wan, Geng Tian dan Sip It sian sudah terkepung dan kelihatannya tak mampu berkutik lagi, kiranya seluruh kekuatan Lou-keh-ceng sudah berkelebihan untuk menghadapi mereka, dan tak perlu dibantu lagi oleh karena itu segera mereka berlari balik mencari Hek swan-hong menuntut balas. Sekarang dengan mengandal pihak yang banyak, nyali mereka menjadi besar sudah tentu ia menjadi berani menantang untuk bertanding lagi.
"Betina atau jantan yang jelas kalian tadi sudah roboh, tidak malu kau masih berani buka mulut," Demikian jengek Hek-swan-hong, "Hm, kalian hanya mengandal orang banyak, marilah maju sekalian, emangnya aku takut?" seiring dengan tawa dinginnya, telapak tangannya sudah menampar dan jaripun menutuk bergantian menyerang dengan gencar, kontan ia merobohkan dua Busu lagi, kini ia berhasil bergabung pula dengan Hong thian-lui.
"Kalian mundur!" teriak Umong kepada teman temannya yang rendahan, dua Kim tiang Busu yang lain sudah tentu masih jaga gengsi dan melabrak terus bergabung empat mengeroyok dua.
Dengan bahu membahu Hong thian-lui menjadi semakin berkobar daya tempurnya, demikian juga Hek-swan hong semakin gagah, empat Busu lawan mereka sama pernah kecundang, terutama Umong dan Cohaptoh bukan sekali dua mereka pernah dirugikan, oleh karena itu meski pihak mereka berjumlah banyak dan mendesak diatas angin, betapapun mereka rada keder dan was-was, tak berani bergerak terlalu dekat dengan ceroboh.
Pertempuran berkelompok yang terjadi didepan dan dibelakang pekarangan terus berlangsung gegap gempita, bahaya dan kritis justru pihak Cin Hou siau yang melawan mati-matian Liong siang Hoatong.
Tapi daya tempur Cin Hou siau yang ulet dan perwira itu benar benar diluar dugaan Liong-siang Hoatong, tadi waktu bergabung dengan Hong-thian lui, mereka guru dan murid sudah terdesak dibawah angin, kini setelah bertanding satu lawan satu, bicara sejujurnya betapapun ia tidak akan kuat melawan Liong-siang-kang tingkat kesembilan yang dikerahkan. Liong-siang Hoatong beranggapan tanpa banyak mengeluarkan tenaga lagi paling banyak tiga puluh jurus pasti ia berhasil mengalahkan lawannya.
Tak duga sekejap saja empat puluh jurus telah berlalu. Meski pukulan Liong-siang Hoatong laksana gelombang samudra yang bergulung gulung tinggi, tapi Cin Hou siau tak ubahnya laksana selonjor batu padas yang kokoh kuat berdiri ditengah damparan badai, sedikitpun ia tidak bergeming karena gelombang pasang yang hebat itu. Ternyata kekuatan pukulan dari aliran Lwekeh yang dilatihnya itu sudah mencapai puncak tertinggi dan sempurna walau dia tak sebanding Liong-siang kang yang ganas dan hebat itu, tapi bagi perlindungan dan pertahanan, cukup menjaga diri saja tanpa balas menyerang, maka daya tempurnya akan selibat lebih kuat.
Adalah Hong-thian lui yang menguatirkan keadaan gurunya, sedikit perhatian tercurah, Cohaptoh yang cerdik dan awas itu segera mendesak maju, tahu-tahu cakar tangannya sudah berhasil meraih kepundaknya, begitu kerahkan tenaga ia hendak mencengkeram remuk tulang pundak orang. Untung Hong Thian lui bisa berlaku sebat, segera pundak diturunkan berbareng sikutnya bekerja menyodok kedepan. Bersamaan waktunya Hek swan-hong juga memapaskan telapak tangannya ke leher Cohaptoh dari samping. Jurus ini adalah serangan yang membuat lawan harus menyelamatkan diri lebih dulu, betul juga Cohaptoh segera melompat menyingkir sehingga tidak terlaksana usahanya. Bersamaan waktunya Umong dan seorang Busu yang lainpun telah mendorongkan telapak tangan menggempur maju memunahkan serangan-serangan Hek swan-hong itu.
Tapi Cohaptoh adalah jagoan gulat yang kenamaan dari Monggol, mesti cengkeramannya itu tidak berhasil meremas remuk tulang pundak Hong-thian-lui, tak urung bajunya sudah remuk berhamburan.
Disebelah sana Cin Hou-siau berteriak, "Anak Wi jangan gugup, bertahan lagi sebentar, kita akan dapat lolos dari mata bahaya. Kaupun tak perlu kuatir akan keselamatanku . . . !"
Liong-siang Hoatong terbahak bahak, serunya, "Kalian ingin lari ? Cin Hou-siau, meski Bilek ciangmu tidak lemah, tak lebih kau bertempur seperti binatang dalam kerangkeng, sebentar lagi bakal terkurung dalam sangkar. Dengan cara tempurmu yang mati-matian ini, tak lebih seratus jurus pula, tidak mati ya mesti luka parah ! Hm, jiwamu sendiri belum tentu selamat masih ingin melindungi putramu apa segala?"
Hek-swan hong juga bersangsi, ia anggap ucapan Cin Hou-siau melulu untuk menghibur putranya saja, dalam hati ia membatin, "Sudah sekian lama Geng Tian belum lagi datang, mungkin disebelah sana iapun terkurung musuh, bala bantuan dari mana pula yang bakal tiba ?"
Memang dugaan Hek-swan hong tidak salah, Geng Tian dan Lu Tang-wan memang terkepung oleh musuh. Tapi dia tidak tahu kecuali Lu Tang wan masih ada seorang yang justru merupakan lawan terampuh bagi Lou-keh-ceng yang masih belum mengunjukkan diri.
Belum lagi ucapan Liong-siang Hoatong selesai mendadak terdengar seseorang berseru lantang, "Lou Jin cin ! Kau dengar. . . !" orang ini berdiri diatas sebuah gunung-gunungan palsu yang terletak ditengah antara barat dan timur dari kedua pekarangan depan dan belakang itu, semua orang dari kedua belah pihak bisa dengar dan melihat dengan jelas.
Orang yang bicara ini bukan lain adalah ayah Hong-thian-lui, yaitu Ling Hou adanya.
Lou Jin-cin tahu bahwa ilmu silat Ling Hou tidak tinggi, segera ia menjengek tawa, "Main teriak apa kau, aku sudah dengar. Tidak lebih kau menyusul tiba untuk mengantar jenazah putramu, baik akan kukabulkan keinginanmu ! Ayo tangkap orang itu!" dari samping Thio Jay-giok menambah sepatah kata, "Bila tidak bisa diringkus hidup, serang dengan senjata rahasia !"
Tanpa perintah yang kedua kali anak buah Lou Jin cin segera berbondong-bondong memburu kearah tempat sembunyi Ling Hou malah yang lari paling depan sudah menyambitkan senjata rahasianya dari kejauhan.
O^~dwkz^hendra~^O Jilid 16 Tapi dengan adanya alingan gunung-gunungan palsu, sembilan senjata rahasia yang berhamburan itu tiada satupun yang dapat mengenai diri Ling Hou.
Saking gelisahnya entah darimana datangnya kekuatan Hong-thian-lui, mendadak ia menghardik seperti guntur, berbareng telapak tangannya menghantam kedepan, Umong sudah kapok akan kehebatan pukulannya ini, sigap sekali ia mencelat berkelit, justru seorang Kim-tiang Busu yang berada disampingnyalah yang konyol terdampar oleh gelombang pukulan Bi-lek-ciang Hong-thian-lui, kontan tubuhnya terpental jauh tiga tombak.
Begitu meloncat keluar Hong-thian-lui lantas berteriak, "Ayah !"
Ling Hou terkejut, cepat iapun berteriak, "Anak Wi, berhenti, jangan kemari !"
Lou Jin-cin bergelak tawa, serunya : "Kalian ayah dan anak tumbuh sayap pun jangan harap bisa terbang, nantikan waktu untuk mengantar jiwa saja !"
Ternyata Ling Hou juga segera terbahak-bahak suara tawanya malah lebih lantang dan keras, sesaat kemudian terdengar ia berseru : "Lou Jin-cin, berani kau melukai seujung rambut putraku, akan kubuat seluruh Lou-keh-ceng ini hancur lebur rata dengan tanah. Hayo kalian berani melangkah maju puluhan langkah lagi, akan kubuat pula kalian dedel dowel seperti perkedel !"
Lou Jin-cin tertawa dingin, ejeknya : "Kau punya kepandaian apa, berani kau main gertak menakuti orang!" tapi para pembantunya mendengar ancaman Ling Hou serta merta merendahkan kakinya, sangsi dan takut pula hati mereka, lebih baik percaya dari pada menjadi korban secara konyol demikian pikir mereka, tanpa merasa beramai ramai mereka berhenti dan menonton adegan selanjutnya yang akan terjadi.
Terdengar Ling Hou berseru pelan-pelan, "Jadi kau tidak percaya ? Baik, biar kau lihat lebih dulu." Sambil berkata tiba-tiba tangan kanannya diayun, sebatang Coa-yam cian (panah ular berasap) segera melesat keluar. Ujung runcing dari Coa-yam-cian ini kosong dan diisi dengan ramuan bahan peledak, begitu terjilat api lantas menyala dan meledak, umumnya kaum persilatan digunakan untuk memberi isyarat sesama kaum dan disambitkan ketengah udara. Tapi kali ini Liong Hou menyambitkan kearah tanah.
Begitu jilatan api mengenai tanah kontan terdengar ledakan yang gemuruh, sebuah gunungan palsu dipinggir sana seketika runtuh berhamburan, batu pasir beterbangan ke tengah udara. Untung orang-orang itu sudah menghentikan langkah dan berdiri agak jauh dari lingkaran daya ledakan yang hebat itu, meski begitu tak urung mereka merasa muka mereka seperti disampok angin badai yang panas, tak sedikit yang terluka oleh percikan batu-batu.
Terdengar Ling Hou menjengek tawa pula, "Ini baru percobaan belaka ! Lou Jin-cin, ketahuilah, aku sudah memendam puluhan peledak disepuluh tempat yang terpendam dalam daerah lingkungan Lou-keh-cengmu ini. Tempat yang meledak ini hanya kutaruh bahan peledak yang paling sedikit !"
Ternyata keluarga Ling merupakan ahli pembuat bahan peledak yang diwaris dari leluhur mereka. Moyang mereka tidak lain adalah Ling Tin, pahlawan gagah dari gunung Liang-san yang paling terkenal pandai membuat peledak itu. Baru sekarang Ling Hou mengunjukkan diri, karena ia harus memilih tempat yang strategis untuk memendam bahan peledaknya itu.
Keruan Lou Jin-cin ketakutan, dengan mengeraskan kepala ia berseru, "Seumpama kau mampu menghancur leburkan seluruh Lou keh-ceng rata dengan bumi, kalian ayah dan anak serta kawan-kawanmu juga tidak ketinggalan mati bersama !"
"Kita ayah dan anak emangnya sudah tidak ingin hidup lagi," demikian ejek Ling Hou ketus, "Hehe seluruh keluarga Lou-keh-ceng kalian yang berjumlah seratus tiga puluh tujuh jiwa bersama tamu tamu agung kalian ini bakal mengiringi kami gugur bersama. Hitung dagang ini masih menguntungkan pihak kami, Lou Jin-cin, apa kau berani bertaruh bahwa aku sungguh tidak berani melaksanakan ancamanku ?" tampak kedua jari tangannya menjepit pula sebatang Coa-yan-ciau, ujung panahnya berkilauan membiru diarahkan ke arah Lou Jin-cin beramai. Siap untuk disambitkan.
Cepat Lou Jin-cin berseru, "Ling-tayhiap, marilah bicara dulu, buat apa kita harus bertengkar sampai babak belur bersama ? Sebetulnya aku tiada niat mempersukar kalian ayah dan anak !"
"Bagus !" seru Ling Hou, "jadi kau masih ingin berdagang lain obyek dengan aku ini ? Tapi aku kuatir kau tidak kuasa memberi keputusan."
Tatkala itu pertempuran berbagai kelompok itu sudah berhenti, cepat-cepat Lou Jin-cin memburu kepekarangan belakang sebelah barat, katanya lirih kepada Liong-siang Hoatong, "Hoatong, kawanan musuh ini adalah kaum gelandangan yang tidak takut mati. Aku kuatir mereka bakal melaksanakan ancamannya."
Sebetulnya Liong-siang Hoatong sendiri jauh lebih gugup dan gelisah dari Lou Jin-cin, sebagai seorang Koksu, masih ada seorang tuan putri macam In-tiong-yan yang menjadi tanggungannya di Lou-keh-ceng, mana berani ia mempertaruhkan jiwa sendiri dan jiwa tuan putri untuk berjudi dengan maut gugur bersama musuh ?
Terdengar Ling Hou membentak pula, "Aku tidak punya banyak waktu menanti kalian ngobrol bagaimana soal dengan ini? Sebelumnya aku harus bicara di muka harga yang kutetapkan tak bisa ditawar lagi."
Lekas Liong siang Hoa tong berkata, "Beritahu padanya kita turuti kehendak mereka saja!"
"Ling tayhiap," seru Lou Ji cin sambil tertawa kecut, "silahkan kau sebutkan kemauanmu!"
"Harap kau Lou toacengcu mempersiapkan kuda dan mengatur kita keluar perkampungan cukup hanya kau seorang saja. Setelah sepuluh li baru akan kulepas kau pulang dengan selamat!"
"Mana boleh kalian mengambil aku sebagai sandera," bantah Lou Jin cin.
"Kau anggap kita ini bermartabat macam tampangmu itu bicara seperti kentut busuk?"
Liong siang Hoatong segera membujuk, "Lou cengcu silakan kau antar mereka saja!"
Disebelah sana Ling Hou sudah menambahkan, "Sebelum kita keluar dari lingkungan Lou keh ceng, semua orang dilarang sembarangan bergerak! Kalau tidak, hm... cukup aku menggerakkan tangannya pasti bisa membuat kalian hancur lebur tanpa bekas lagi!" ancamannya ini ditujukan pada kawanan Liong siang Hoatong yang mungkin bisa main bokong secara licik. Meski Lou keh ceng meliputi satuan li panjangnya setelah mereka berada diluar seumpama Liong siang Hoa tong ingin mengejarpun takkan mungkin kecandak lagi.
Liong siang Hoatong tertawa dibuat buat serunya: "tayhiap kau terlalu banyak curiga. Masa Lolap bakal membokong kalian?"
"Kuduga kaupun tak akan," demikian jengek Ling Hou, segera ia memberi isyarat mengumpulkan teman temannya dengan mengepit Lou Jin cin di tengah, beruntun mereka beranjak keluar dari Lou keh ceng dengan langkah lebar.
Para centeng sudah mempersiapkan kuda yang diminta, tanpa banyak kata beramai ramai mereka menunggang kuda terus dibedal sekencangnya meninggalkan Lou keh ceng. Setelah puluhan li kemudian sesuai dengan perjanjian mereka melepas Lou Jin cin pulang.
Setelah bayangan punggung Lou Jin cin menghilang dikejauhan baru Ling Hou menengadah tertawa besar.
Hong thian lui bertanya heran, "Ayah, apa yang kau tertawakan?"
Ayah dan anak bertemu kembali sudah tentu sangat menggembirakan tapi dia tahu tabiat ayahnya meskipun sangat senang beliau takkan melepas tawa sepuas itu, oleh karena itu ia mengajukan pertanyaan karena heran.
Tiba tiba muka Ling Hou berubah serius, katanya, "Anak Wi adakah aku pernah berpesan padamu supaya tidak berbohong?"
Hong-thian-lui terkejut, sahutnya, "Anak belum pernah membangkang dari ajaran ayah. Tapi bila para Tartar Mongol itu mengompres keteranganku, aku pun tidak berani bicara secara gamblang, tapi kurasa hal ini tidak terhitung membangkang dari pesan ayah bukan?"
"Sudah tentu tidak terhitung," ujar Ling Hou tertawa, "Justru aku menguatirkan kau terlalu mentah menerima ajaranku itu, maka ingin aku bicara pula padamu, sekarang kau sudah kemukakan lebih dulu apa yang akan kuucapkan."
Untuk sesaat, Hong thian lui menjadi keheranan dan garuk garuk kepala. Maka Ling Hou lantas melanjutkan, "Sebagai manusia kita harus jujur, membual adalah merupakan pantangan berat. Tapi kita harus pandai melihat situasi dan pintar menghadapi keadaan. Ada kalanya untuk menghadapi musuh, tiada halangannya kita berbohong kepada mereka. Kenyataan sudah terjadi baru saja aku sudah menipu seluruh penghuni Lou keh-ceng itu."
Selamanya belum pernah Hong-thian-lui melihat ayahnya bicara begitu lucu dan humor, timbul rasa senang dan ingin tahunya, segera bertanya lebih lanjut, "Cara bagaimana ayah telah menipu mereka?"
"Sebetulnya aku hanya memendam bahan peledak disatu tempat saja," demikian tutur Ling Hou, "yaitu tempat yang meledak tadi. Bahwa kukatakan telah memendam peledak dipuluhan tempat adalah gertakan sambelku belaka untuk menakuti mereka."
Baru sekarang semua orang tahu duduk perkara sebenarnya, tanpa merasa mereka sama tertawa geli. Segera Hek-swan hong menimbrung bicara, "Lou Jin-cin memang kurang cerdik, seharusnya ia bisa berpikir, bila benar dapat memendam peledak dipuluhan tempat masa kau tidak konangan pada orang-orangnya?"
"Ya," ujar Ling Hou, "aku hanya main gertak dan bertaruh dengan mereka, seumpama mereka masih menaruh curiga, betapapun ia tidak akan berani mempertaruhkan jiwa dan seluruh harta bendanya untuk gugur bersama kita."
Hong thian-lui terburu buru ingin tahu satu persoalan, setelah keadaan rada tenang segera ia bicara, "Paman Lu, apakah kau sudah bertemu dengan putrimu?"
Lu Tang-wan mengerut alis dan bermuka kecut, sahutnya, "Dia sudah berhasil melarikan diri. Paman Sipmulah yang telah melihatnya tadi."
"Kudengar ia datang dengan seorang lain, entah siapakah orang itu? Paman Sip, apakah kau melihat orang itu?" tanya Hong thian lui.
Jawab Sip It-sian, "Sebetulnya akupun tidak melihat mereka." demikian Sip It-sian menjelaskan, "Aku hanya tahu bahwa keponakan Yau ada disekap dalam kamar dan kudengar suara teriakannya. Aku tidak keburu menolongnya karena harus melayani labrakan Lou Jin cin," setelah bicara diam-diam ia mengeluh dalam hati, sungguh ia menyesal harus berbohong, pikirannya, "Ling Hou mengajar anaknya supaya cuma berbohong kepada musuh saja, tapi justru aku berbohong terhadap orang sendiri. Ai, keadaanlah yang memaksaku berbuat demikian."
Kata Lu Tang-wan, "Setelah lolos dari Lou-keh ceng tentu putriku itu segara kembali kerumah. Mari kuundang kalian menetap beberapa hari dirumahku untuk istirahat beberapa hari. Keponakan Tiat-wi, luka lukamu belum lagi sembuh, lantas kau sudah menempuh perjalanan kali ini kau harus menetap beberapa hari lagi dirumahku!"
Mendelu perasaan Hong-thian-lui, dalam hati ia mereka-reka, "Sudah tentu aku ingin segera bertemu dengan Giok yau, kuatirnya setelah berada dirumahnya, bibi akan kurang senang terhadap kami!"
Kata Lu Tang wan pula, "Tiat wi, apa yang kau pikirkan, adakah sesuatu yang menyulitkan dirimu?" sebagai seorang yang berpengalaman luas, Lu Tang-wan dapat mengira-ngira, tanpa menanti pulang dirinya, Hong thian lui sudah meninggalkan rumahnya lebih pagi dari dugaannya semula, dalam hati ini tentu ada seluk beluknya. Oleh karena itulah ia ajukan pertanyaannya.
"Paman Lu," kata Hong thian-lui. "apa kau tidak kuatir kita beramai akan melibatkan dirimu?"
Lu Tang wan menjadi kurang senang, katanya, "Apa apaan ucapanmu ini, bila aku takut kena terlibat, tak mungkin aku menyusul kemari menolong kau bersama ayahmu." sebetulnya pertanyaan Hong-thian-lui justru mengenai telak ganjalan hatinya. Waktu pertama kali Hong-thian-lui bertandang kerumahnya memang dia kuatir terlibat urusan, tapi jalan pikirannya sudah jauh berbeda dan banyak berubah sudah.
"Bocah ini tidak pandai bicara, Lu-toako kuharap kau tidak ambil hati," demikian Ling Hou menyela. "Anak Wi, sekarang paman Lu sudah termasuk orang sendiri, kau masih ragu dan menyangsikan apa lagi, ayo maju mohon maaf kepada paman Lu," maksud kata katanya memberi kisikan bahwa Lu Tang wan mungkin sudah mempersetujui soal pernikahannya. Sudah tentu ini hanya anggapan Ling Hou seorang saja.
Cepat Hong thian lui maju menjura mohon maaf, "Paman Lu, aku bicara salah harap kau tidak ambil dihati."
Lu Tang wan tertawa lebar, ujarnya, "Kutahu kau bermaksud baik asal kau mau pulang bersama aku tentu aku akan senang. Bila anak Yau melihat kau pasti dia akan berjingkrak kegirangan."
Sebagai seorang tua yang berpengalaman, setelah mendengar ucapan Hong thian-lui, ia dapat meraba kemana juntrungan ucapannya tadi pikirnya, "Pasti ibu Giok yau yang ingin menjodohkan putrinya kepada Khu Tay seng sehingga bersikap dingin terhadap dia, sekembali dirumah nanti aku harus bicarakan persoalan ini dengan dia baik baik."
Hong thian lui setiba dirumah keluarga Lu pasti dirinya bakal bertemu dengan Giok yau legalah hatinya, katanya, "Saudara Hong, sayang ln tiong yan tidak berani keluar bersama kita."
Sip It-sian punya ganjalan hati, kuatir orang menanyakan soal siapa yang pernah bersama In tiong yan segera ia menyela bicara sambil batuk batuk, "Benar bicara soal In tiong yan, ada sebuah urusan yang harus kuserahkan kepada kau. Nah, inilah Pinghoat peninggalan Go Yong itu, In tiong yan menitipkan padaku untuk diserahkan kepada kau."
Hek swan hong menerima Pinghoat itu, hatinya senang tapi juga rada hambar, dalam hati ia berpikir, "Setelah mengalami peristiwa malam ini mungkin secepat mungkin In-tiong yan akan diseret Liong siang Hoatong kembali ke Holin. Selama hidup ini kapan baru kesempatan pula untuk bertemu. Ai, mungkin sesulit menganggap jarum didasar lautan."
Mana dia tahu meski In tiong yan tidak lari bersama dia tapi iapun tidak ikut Liong siang Hoatong kembali ke Holin. Pada saat terjadi keributan di Lou keh ceng secara diam diam ia sudah lari meninggalkan tempat itu. Jauh setengah jam dimuka ia sudah meninggalkan mereka. Setelah suasana menjadi tentram baru Liong siang Hoatong mengetahui sudah tentu kaget dan dongkol pula hatinya, namun apa boleh buat terpaksa ia tinggalkan empat Kim tiong Busu untuk mencari jejaknya bersama Umong dan lain-lain, ia kembali lebih dulu ke Holin.
Sekarang marilah kita ikuti pengalaman Cin Liong hwi yang melarikan diri sambil memanggul Lu Giok yau, setelah keluar dari Lou keh ceng sekaligus ia berlari lari kencang dua puluhan li, tanpa terasa cuaca sudah terang tanah. Hari masih pagi benar tapi Lu Giok yau masih belum lagi siuman.
Takut dijalan raya dilihat orang segera Cin Liong hwi sembunyi kedalam sebuah hutan, pelan pelan ia meletakkan tubuh Lu Giok yau diatas tanah. Setelah menenangkan pikiran dan mengatur napas ia tunduk mengawasi wajah Lu Giok yau masih tidur nyenyak dengan biji mata meram napasnya teratur nan enteng berbau harum. "Sungguh cantik rupawan!" demikian puji Cin Liong hwi dalam hati. Baru saja lolos dari mara bahaya tapi timbul pula sifat jalangnya, jantungnya berdegup cepat dan tanganpun berkeringat.
Mendadak didengarnya suara keresekan yang mendatangi, Cin Liong hwi terkejut dan berjingkrak bangun, tampak ujung dahan liuk melambai terhembus angin pagi nan sepoi-sepoi mana ada bayangan manusia? Dalam hati Cin Liong hwi tertawa pahit, "Tak heran orang sering berujar sekali pernah tergigit ular melihat rumput bergerak pun ketakutan. Paman Sip dan lain lain sedang terkepung di Lou keh ceng, betapapun tinggi Ginkangnya mungkin takkan dapat lolos. Kenapa aku ketakutan sendiri?" ternyata ia mengira Sip It sian sudah mengejar dan senang saat diketahui bahwa angin mengembus daun daun pohon.
Setelah hilang rasa kecutnya, hati Cin Liong hwi menjadi gundah was was, pikirnya, "Banyak tokoh tokoh kosen berada di Lou keh ceng, betapapun paman Sip takkan berhasil melarikan diri, tapi bila Lu Tang-wan benar juga sudah meluruk tiba di Lou-keh ceng, dengan memandang muka Lu Tang-wan mungkin Lou Jin-cin mau melepasnya pergi." Waktu Cin Liong hwi melarikan diri tadi Lu Tang-wan belum lagi menyusul tiba. Tapi teriakan Sip It Sian yang memanggil Lu Tang-wan supaya datang menolong putrinya dapat didengar dengan jelas oleh Cin Liong-hwi.
"Kejadian semalam sudah kepergok oleh paman Sip, mana bisa aku pulang kerumah? Rumah paman Lu akupun tidak mungkin ke sana pula, kecuali nasi sudah menjadi bubur, Lu Giok-yau sudah secara suka rela mau menjadi istriku, kalau tidak mungkin Lu Tang-wan sendiri pun bakal mencabut jiwaku."
"Ai, disini aku tidak bisa menetap, rumah pun tidak bisa pulang, bagaimana baiknya?" Sekonyong-konyong timbul pikiran jahat Cin Liong-hwi terpikir pula selanjutnya : "Apa boleh buat, terpaksa aku harus menipunya. Akan kukatakan padanya pulang menyambut ayahnya, kukira dia tidak akan tahu jalan mana yang harus ditempuh menuju ke-kampung halamanku. Bersama dia aku akan minggat ketempat nan jauh, entah kemana asal semakin jauh dari tempat kelahiran semakin baik. Laki perempuan melakukan perjalanan jauh bersama, wajahku lebih ganteng lebih cakap dari Hong-thian lui bocah itu, disertai bakat dan kepintaranku masa aku tidak mampu memincut dan mempersunting genduk ayu ini ?"
Saat Saat Seram 1 Dewi Ular 41 Terjebak Bencana Gaib Api Di Bukit Menoreh 22
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama