Ceritasilat Novel Online

Totokan Jari Tunggal 2

Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong Bagian 2


Sementara itu, orang tua aneh berkumpul dengan perempuan tua aneh, mereka berdiri dengan sikap waspada dan memandang sinis kepada keempat orang lawan mereka. Hanya saja, sekarang mereka menyadari, dengan bergabungnya keempat lawan mereka, berarti mereka berdua harus bertempur lebih hebat lagi, karena keempat lawannya akan menjadi hebat lagi, karena keempat lawannya akan menjidi hebat sekali dengan bergabung berempat seperti itu. Dan si kakek tua maupun si nenek tua telah mengawasi gerak gerik lawan mereka. setiap saat siap akan menghadapi terjangan keempat orang itu.
Sedangkan Hweshio yang datang. ternyata memiliki kepala dengan bentuk yang besar, juga daun telinganya besar pula. Mukanya sudah penuh dengan kerut merut kisut. Jenggot dan cambangnya tampak menyeramkan. Memang dia memiliki tampang yang angker sekali.
Setelah berdehem-dehem dengan sikap yang congkak sekali, pendeta ini pun segera memperdengarkan suaranya, yang begitu keras, sampai seperti meledaknya halilintar membelah bumi: "Hok Tian Tong, Tan Jie Bwe, apakah kalian menduga kami ini manusia-manusia goblok yang tidak akan mengetahui kedatangan kalian yang secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi di Kam Liang ini?" Dingin sekali suaranya. matanya juga memandang dengan tatapan yang bengis sambil berkata-kata seperti itu, berulangkali dia menyelipkan juga dengusan tertawa dingin mengejek.
Thio Lam San dengan Souw Cui Seng baru sekarang mengetahui nama kedua orang tua aneh itu. Laki-laki tua aneh itu memang tidak lain dari Hok Tian Tong, di mana tampak dia telah mengangkat kepalanya menengadah, kemudian memperdengarkan suara tertawanya yang bergelak-gelak panjang beruntun dan menggetarkan ruang tersebut. Puas tertawa barulah dia berkata : "Kim Eng Hwesio, sekarang yang terpenting kau tidak perlu terlalu banyak bicara dan rewel lagi .... katakanlah. kalian sesungguhnya menghendaki apa dari kami?"
"Kami jauh-jauh datang kemari, apakah kalian demikian bodoh sehingga tidak mengetahui apa tujuan dan maksud kedatangan kami?" Mengejek si Hweshio dengan suara yang dingin dan memandang rendah kepada kedua lawannya itu
"Hemmm, kalian jangan berpura-pura gila .... kalian tentu sudah mengetahui apa yang kami inginkan dan kalian .... dan tanpa dijelaskan lagi, tentu kalian memang sudah mengetahuinya dengan baik! Bukankah begitu?"
Dan selesai berkata begitu, si pendeta memperdengarkan lagi tertawanya yang keras seperti suara halilintar itu.
Tan Jie Bwee membeliakkan matanya besar-besar, dan matanya itu memancarkan sinar yang biru dan aneh sekali. Malah kemudian perempuan tua aneh itu telah ketawa terkekeh-kekeh keras sekali.
Muka si Hweshio berobah merah.
"Apa yang kau tertawakan?" Tegurnya sengit.
Perempuan tua itu masih tertawa terus terkekeh-kekeh, barulah kemudian dia menyahuti : "Apakah barang itu yang kalian inginkan? Hemmm, kalian Sin Ciu Sie Tok benar benar tidak tahu malu!! Tidak mampu dan tidak mememiliki kesanggupan merampas barang itu, lalu sekarang datang dengan maksud hitam memakan hitam ! Nah!! dengarlah baik baik, bahwa kami di Persia, selama hidup kami belum pernah ada seorang manusia segoblok kalian berempat ini ....!"
Thia Lam San tergerak hatinya mendengar perkataan perempuan tua aneh itu, dia heran sebab perempuan yang hidungnya bengkok bermata biru itu mengaku dirinya sebagai orang Persia. Kini Lam San pun mengetahui bahwa nenek tua itu memang berasal dari Persia. Melihat keadaannya mukanya dan matanya yang biru itu, memang dialah seorang asing. Dia adalah orang Persia. Tapi karena terlalu lama didaratan Tiongkok maka telah mengikuti adat peradatan bukan saja dia bisa menguasai bahasa Han, bahkan sudah mengenakan pakaian menurut orang Han dan juga mempergunakan nama bangsa Han untuk dirinya sendiri.
Sedangkan waktu itu Kim Eng Hweshio yang memang memiliki adat berangasan dan sifatnya pemarah, mendengar makian si nenek tua aneh itu, dia sudah berjingkrak karena mendongkol dan marah. Malah mukanya seketika berobah merah, dia juga telah memandang bengis sekali, kesabarannya telah lenyap seketika. Lalu dia mengeluarkan cambuknya, mengayun-ayunkan cambuknya itu di tengah udara, menjadi bentuk lingkaran dan suara menderu-deru juga sekali-sekali memgeletar nyaring luar biasa.
"Ayo .... Majulah kalian si tua bangka goblok tidak berguna!! Nanti setelah mampus barulah kalian mempersembahkan barang itu.....!" Dia membentak dengan suara yang nyaring sekali, sama seperti sikapnya yang bengis menakutkan.
"Orang yang sudah mati mana bisa mempersembahkan barang lagi!!" Kata Lam San. "Hweshio ini sungguh keterlaluan, dia bicara seenaknya saja, sehingga dia bicara tanpa memakai otak!!" Dan waktu itu Thia Lam San sangat geli sekali, dia merasa lucu. Perkataannya itu diucapkan dengan ilmu Menutup Lobang Pernapasan Membendung Suara, yaitu ilmu tenaga dalam yang sangat tinggi dan langka. Nada suaranya rendah sekali, dikendalikan oleh Iwekangnya, sehingga Souw Cui Seng yang memang berdiri sangat dekat dengannya, dapat mendengar dengan jelas. Tapi orang lain, jelas tidak akan mendengar suara Lam San.
"Benar ! Benar !" Berseru Cui Seng sambil tertawa terbahak-bahak. "Hweshio itu memang sangat dungu dan keterlaluan sekali!!"
Waktu berkata begitu, Cui Seng justeru bicara biasa saja, malah suaranya sangat keras bukan main, sehingga suaranya itu menggema di ruang tersebut.
Baru saja habis perkataan Cui Seng, di hadapan si pemuda telah berkelebat sesosok bayangan hitam, si Hweshio sudah mengulurkan tangan untuk menangkapnya.
"Kamu si bangsat cilik, sungguh berani mampus memaki aku, heh ?" Teriaknya bengis.
Cui Seng tidak jeri, walaupun dia melihat gerakan si Hweshio gesit dan sebat sekali. Cepat bukan main Cui Seng memajukan tangan kanannya, dilonjorkannya, dengan jari telunjuknya akan menotok jalan darah ditubuh Hweshio itu.
Kaget Hweshio tersebut, segera dia telah menarik pulang tenaga serangannya. Batal dia menjambak si pemuda. Mukanya berobah hebat, dia mundur dua langkah.
"It Yang Cie .... ?" Berseru si pendeta seakan juga dia tidak mempercayai apa yang dilihatnya, "Siapa gurumu?"
Cui Seng tertawa dingin, dengan dada di-busungkan dia bilang gagah sekali : "Hemmm, jika memang kau berani pentang mulut besar-besar lagi, aku akan menghajarkan pula dengan It Yang Cie ku! Sekarang tidak perlu kau tanya siapa guru kami.."
Si Hweshio menoleh mengawasi ketiga orang kawannya lalu kepada si Niekouw, seakan juga dia hendak meminta pendapat si niekouw. Walaupun usia Niekouw itu jauh lebih muda, dan usianya, si pendeta tampaknya memang lebih mengandalkan Niekouw itu, yang memang sangat cerdas.
Hok Tiao Tong telah melirik kepada Tan Jie-Bwee, dia memberi isyarat, kemudian keduanya sudah melesat ke pintu.
"Hei, mau lari kemana kau?!!" Teriak Niekouw itu dengan suara bengis. Dia bukan sekedar membentak, melainkan dia melesat mengejar, tangan kanannya meluncur, menikam dengan pedangnya ke punggung Tan Jie Bwee
"Kejar........".
Tapi Hok Tian Tong berdua Tan Jie Bwee yang memang melihat semua perhatian tengah tertumpah pada Cui Seng, ingin mempergunakan kesempatan baik itu untuk meninggalkan tempat tersebut, Mereka memiliki ginkang yang tinggi dan mahir, maka mereka bisa berlari cepat sekali,
Tan Jie Bwee yang merasakan di belakangnya menyambar angin serangan, dia melontarkan sesuatu ke belakangnya, tiga Tie lian-cie telah meluncur menyambar kepada si Niekouw memaksa Niekouw itu harus membatalkan tikamannya. Buat mengelakkan sambaran Tie-lian-Cie itu, senjata rahasia yang berbentuk pelor, dia jumpalitan.
"Celaka ! Celaka !" Berseru si Niekouw sambil membanting-banting kaki. "Kau juga, Hweshio berotak kerbau ! Bukannya menghantam musuh malah mengurusi bocah-bocah cilik !" Menyesali si Niekouw.
Kim Eng Hweshio tampak jadi kaget. Dia tertegun.
"Kejar !" Teriak Niekouw itu tanpa buang waktu lagi. Dia mengejar menerobos keluar diikuti oleh Kim Eng Hweshio dan Tosu serta laki-laki baju merah.
Cui Seng tertawa geli. "Lihat.... mereka seperti tikus dengan kucing, saling kejar !" Katanya,
Lam San juga tersenyum, cuma di dalam hatinya dia berpikir: "Suheng benar-benar terlalu tolol .... coba dia tidak mengacau, tentu kita bisa menyaksikan keramaian yang menarik!" Dia tanpa mengucapkan apa apa, telah duduk kembali di kursinya semula. Pelayan-pelayan yang tadi menyembunyikan diri, kini sudah bermunculan. Dan Lam San minta agar mereka disediakan santapan yang baru.
"Menurut kau Sumoay. sebetulnya kepandaian kedua orang kakek nenek yang aneh itu di bandingkan dengan keempat orang itu mana yang lebih kosen ?" Tanya Cui Seng.
"Sama-sama tangguh" Menyahuti Lam San singkat, karena dia tengah berpikir keras
"Mereka tampaknya jeri terhadap It Yang Cie!!" Kata Cui Seng.
"Ya!! tapi tidak seharusnya kau sembarangan mempergunakan It Yang Cie.... !"
"Kenapa ?" "Benar benar kau tidak mengerti?"
Cui Seng nyengir. "Memang aku terlalu bodoh. Kalau Sumoay tidak keberatan, maukah Sumoay menjelaskan mengapa aku tidak boleh sembarangan mempergunakan It Yang Cie!!"
Lam San tidak segera menyahuti, dia menatap Suhengnya beberapa saat. Di dalam hatinya dia berpikir : "Sayang Suheng terlalu bodoh!! Kalau tidak, hai...hai... dia seorang pemuda yang tampan Sayang!! Sayang ?"
"Sumoay ..... apakah kau tidak bersedia memberitahukan kepadaku sebab sebabnya mengapa aku tidak boleh sembarangan mempergunakan It Yang Cie?"
Lam San tertawa. "Apa pesan Suhu waktu kita akan berangkat turun gunung ?" Tanya Lam Sen
Cui Seng terdiam. Dia seperti tengah berpikir.
"Kalau tidak salah. Suhu bilang, aku tidak boleh sembarangan memperlihatkan kepandaian di depan umum"
"Nah. tahukah kau, mengapa Suhu berpesan begitu ?"
Cui Seng menggeleng. "Benar benar tidak tahu?"
"Ya." "Mengapa dulu kau tidak menanyakan kepada Suhu, kalau memang benar-benar tidak tahu dan belum mengerti?"
Kembali Cui Seng nyengir.
"Malu .... aku malu, Sumoay. Tentu Suhu akan bilang aku terlalu bodoh ...."
Mau rasanya Lam San tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Suhengnya itu.
"Suheng ! Suheng ! Seharusnya kau tidak bersikap begitu!! Kau harus menanyakan apa yang tidak di mengerti olehmu kepada Suhu,.. Suhu tentu tidak akan memaki kau dengan kata-kata sekasar itu!! Nah, sekarang dengarlah, Suhu berpesan agar kau tidak sembarangan mempergunakan kepandaianmu, demi mencegah timbulnya permusuhan. It Yang Cie terlebih lagi tidak boleh dipergunakan sembarangan. Begitu kau mempergunakan It Yang Cie, segera orang mengenali, betapa ilmu totokan Jari tunggal itu merupakan ilmu andalan Suhu"
"Tapi aku membela diri, Sumoay, kalau aku tidak mempergunakan It Yang Cie, mungkin aku tidak sanggup menghadapi serangan Hweshio itu. Kau tidak tahu Sumoay, kepandaian Hweshio itu tinggi sekali. Tenaga serangannya kuat bukan main."
Lam San tertawa. "Sudahlah ..... lain kali kau jangan sembarangan mempergunakan It Yang Cie. Ini pun kalau memang kau mau mematuhi nasehat Suhu dan menghargai pesan Suhu ....!"
"Oh tentu .... tentu. mana berani aku melanggar pesan Suhu?" Menyahut Cui Seng.
Mereka bersantap. Waktu berjalan terus dan kini diruang makan itu telah bertambah tamu-tamu lainnya.
Sambil makan. justeru Lam San berpikir keras: "Tampaknya di dalam kalangan Kang-ouw tengah terjadi kerusuhan. Rupanya akhir-akhir ini memang banyak jago jago Kangouw yang tengah saling cakar ....! Hu ! Sayang aku ditemani oleh Suheng yang tolol ini, kalau tidak, hemmm .... tentu sangat menarik sekali berkelana di dalam kalangan Kangouw."
Sambil berpikir begitu Lam San melirik kepada Cui Seng, yang tengah melahap makanannya. Dia melihat Suhengnya tampan, Tapi sayang dia agak blo'on. Dan tanpa di kehendaki, justeru Lam San menghela napas,
Waktu itu dari luar melangkah masuk seseorang. Dialah seorang bocah berusia delapan atau sembilan tahun. Tubuhnya kurus. Pakaiannya kumal. Dekil sekali, Mukanya juga kotor, walaupun diantara mukanya yang kotor, tampak anak ini seharusnya memiliki muka yang mungil dan tampan,
Pelayan melihat bocah itu, segera menghampiri sambil mengibas-ngibaskan tangannya,
"Ayo pergi .... oooooo, anjing terkutuk, hanya membikin kotor saja!! Ayo pergi sebelum kulemparkan kau ke jalan ! Bagaimana jika nanti tamu-tamu kami menjadi jijik melihat kau yang mesum seperti ini?"
Bocah itu, yang mukanya memperlihatkan minta di kasihani, telah bilang : "Kasihani aku Toya .... sudah satu hari penuh aku tidak makan? ... aku cuma minta sisa makanan saja....."
Pelayan itu mengulurkan tangannya, menjambak punggung si bocah. Tubuh yang kurus kering itu diangkatnya, dia hendak melemparkannya keluar ke jalan raya,
Tapi, tangannya tidak bisa di gerakkan, tergantung saja dengan mencekal baju dipunggung si bocah. Karena waktu itu Cui Seng yang melihat perlakuan si pelayan terhadap bocah itu. segera melesat, dia yang memegang tangan si pelayan mencekalnya kuat sekali.
"Kau jangan menghina yang lemah !" Bentak Cui Seng.
Tentu saja pelayan itu jadi ketakutan, Tadi dia telah menyaksikan juga bahwa Cui Seng bukanlah sebangsa manusia sembarangan. Karena itu cepat-cepat dia bilang dengan muka yang pucat : "Baik, baik Toaya!!"
"Turunkan!!" Bentaknya.
"Ya.. ya .... ya Toaya !"
Bocah itu diturunkan. Si bocah mengawasi Cui Seng sejenak. kemudian merangkapkan kedua tangannya.
"Terima kasih Toaya ....!" Katanya.
Cui Seng merogoh sakunya, mengeluarkan satu tail perak.
"Ambillah uang ini. belilah makanan yang kau inginkan!!" Kata Cui Seng.
Bocah itu mengawasi uang itu, dia menggelengkan kepalanya.
"Terima kasih Toaya." Setelah berkata begitu si bocah memutar tubuhnya dia melangkah keluar.
Cui Seng jadi tertegun. tapi segera dia tersadar, Dia telah melompat menghadang didepan si bocah.
"Eh... mengapa tidak mau menerima uang ini?!" Tegurnya. "Bukankah tadi kau bilang sudah kelaparan? Belum makan satu harian ?!"
Bocah itu mengawasi Cui Seng, kemudian menggeleng.
"Yang saya inginkan bukan uang .... !" Sahutnya kemudian.
"Bukan uang ? Lalu apa ? Makanan?"
Anak itu menggeleng lagi. "Bukan ....!" Jawabnya.
Tentu saja jawaban bocah ini membuat Cui Seng tambah heran, sehingga ia memandang bengong kepada bocah itu. Terlebih lagi memang otak Cui Seng tidak bisa bekerja cepat, sekarang menghadapi sikap si bocah yang aneh ini, Cui Seng jadi heran saja tanpa tahu lagi mengapa bocah ini menolak pemberian uangnya.
"Benar-benar kau tidak mau menerima uang ini?" Tegur Cui Seng kemudian.
Bocah itu merangkapkan kedua tangannya, dia menjura lagi.
"Terima kasih Toaya. Sungguh aku bukan menghendaki uang!!"
"Tapi dengan uang ini kau bisa membeli makanan ...!"
Bocah itu tersenyum. "Juga aku bukan menghendaki makanan..."
Muka Cui Seng berobah, dia jadi merasa seperti dipermainkan bocah ini.
"Tadi yang kau mengatakan sendiri, meminta dan mengemis agar pelayan itu membagi sisa makanan... sekarang kau bilang tidak memerlukan makanan! Juga tidak memerlukan uang, padahal dengan uang ini kau bisa membeli makanan dalam jumlah janyak, tanpa perlu dihina lagi ....!"
Bocah itu menggeleng. "Terima kasih Toaya.....sungguh aku tidak menghendaki uang itu!" Kata si bocah.
Cui Seng jadi geleng-gelengkan kepalanya.
"Aneh ! Di dalam dunia mengapa bisa ada bocah demikian aneh! Seumur hidupku baru kali ini aku melihat ada bocah aneh seperti kau yang menolak uang yang diberikan kepadamu, padahal kau tengah kelaparan...!"
Bocah itu tersenyum, dia melangkah keluar. Cui Seng penasaran. Dia melompat dan menyisipkan uang itu kedalam telapak tangan si bocah.
Tapi bocah itu mengawasi Cui Seng dengan sinar mata tidak senang. Dia berdiam diri sejenak. kemudian menunduk, mengawasi lempengan uang satu tail itu, setelah itu dia mengepal tangannya. Ketika tangan itu dibuka, terbeliaklah lebar lebar mata Cui Seng, karena dia kaget tidak terkira. Uang logam itu telah terkepal jadi gepeng dan rusak.
"Nah, Toaya ... tenmalah uangmu !" Kata bocah itu sambil mengangsurkan uang logam yang telah terkepal rusak itu.
"Kau .... tenagamu kuat sekali ?" Cui Seng takjub sekali.
Lam San waktu itu telah menghampiri. Dia menyaksikan bocah itu mengepal rusak uang logam tersebut. Dia tersenyum.
"Suheng, sudahlah ! Adik kecil itu tidak menghendaki uangmu. mengapa kau menerimanya ?" Sambil berkata begitu. Lam San mengambil uang logam yang telah rusak itu diberikan kepada Suhengnya. Kemudian dia menoleh kepada bocah itu, tanyanya : "Adik kecil, siapa namamu ? Melihat kau bisa mengepal rusak uang logam itu, tentu kau mempelajari ilmu silat. Siapa gurumu?"
Bocah itu mengawasi Lam San sejenak, kemudian memberi hormat.
"Maaf Ciecie ... aku tidak pernah belajar silat. Tentang namaku. sebetulnya Ciecie bisa saja memanggilku dengan sebutan si Mesum."
"Si Mesum ?" "Ya ... panggil saja dengan sebutan itu."
"Aneh sekali namamu ?"
Bocah itu tersenyum. "Tidak ada yang aneh Ciecie ... !" Katanya. "Memang aku selalu dipanggil sebagai si Mesum. Oleh siapa saja. Maka Ciecie pun bisa memanggilku dengan sebutan si Mesum." Setelah berkata begitu, bocah tersebut memutar tubuhnya, dia melangkah keluar.
Cui Seng berdiri takjub. "Aneh!!" Menggerutu Cui Seng kemudian. "Dia sendiri yang tadi mengatakan belum makan satu harian, meminta sisa makanan pada pelayan tadi! Tapi dia menolak diberi uang! Bukankah sifatnya aneh sekali?"
Lam San menoleh kepada si pelayan, "Apakah bocah ini setiap hari mengemis disini ?" Tanyanya,
Pelayan itu menggeleng, "Tidak. Dia baru muncul tiga hari di sini.... dan memang selalu meminta sisa makanan!!" Menjelaskan si pelayan. "Dia memang aneh sekali. Walaupun aku telah berusaha melemparkannya, memukulnya, dia tidak pernah melawan .... ! Tapi dia selalu datang lagi seperti sekarang ini ... dia muncul lagi buat meminta sisa makanan...!"
"Aneh!!" Menggerutu Cui Seng. "Apakah bocah itu memiliki ilmu silat yang tinggi? Namun usianya begitu muda, tidak mungkin dia memiliki kepandaian yang terlalu berarti.....!"
Lam San tersenyum. Dia menarik tangan Suhengnya, untuk duduk di meja mereka,
"Suheng ... nanti kita pergi lihat, siapakah sebetulnya bocah aneh itu! Ayo habiskan dulu santapanmu!"
"Apakah kau melihat ada sesuatu yang aneh pada diri bocah itu ?"
"Ya!! Si Mesum memang menarik sekali untuk diselidiki ! Aku terpikir sesuatu. mungkin bocah itu memiliki sangkut pautnya dengan persoalan itu ... !"
"Persoalan apa?"
"Nanti kau akan mengetahui dengan sendirinya, jika memang sudah tiba waktunya."
Cui Seng masih ingin bertanya, tapi dia melihat Lam San sudah memakan santapannya dan dia tidak berani banyak bertanya lagi, mengikuti perbuatan si gadis, melahap sisa makanannya sampai habis.
Selesai membayar harga makanan yang mereka makan, Lam San mengajak Cui Seng keluar dari rumah penginapan merangkap rumah makan itu, Ketika mereka sampai di luar pekarangan rumah penginapan itu. Lam San bersama Cui Seng segera melihat si bocah tengah duduk di pinggir pintu pekarangan, waktu itu si bocah tengah mengawasi mereka.
Lam San membisiki Cui Seng : "Bersikaplah tidak memperhatikan dia...!"
Cui Seng biarpun heran, tapi dia yakin Sumoaynya memiliki akal yang hebat, dia selalu menurut setiap petunjuk yang diberikan Sumoaynya. maka dia segera membuang pandangannya kearah lain, dia tidak mau memandang kepada bocah cilik itu.
Si Mesum mengawasi mereka yang lewat di depannya. Dia berdiam diri saja.
Tiba-tiba Lam San mengulurkan tangan kanannya waktu lewat di dekat bocah itu. Dia menjambak dada bocah itu.
Si Mesum tidak berkelit, dia diam saja. Maka dadanya kena di jambak,
Cepat cepat Lam San menarik pulang tangannya. Karena si Mesum sama sekali tidak berusaha berkelit atau mengelakkan diri dari jambakan itu.
"Maaf adik kecil ... tadi kulihat ada lalat di bajumu, aku ingin menepuknya !" Kata Lam San sambil tersenyum.
(aaa-dwkz) Jilid 3 SI MESUM tersenyum saja, tidak bilang apa apa.
Lam San dengan Cui Seng melangkah pergi.
Setelah cukup jauh, Lam San menggerutu seorang diri: "Aneh! Aneh!"
Cui Seng yang tengah kebingungan jadi semakin heran dan tidak bisa menahan perasaan ingin tahunya.
"Apakah yang aneh, Sumoay? Si Mesum itu?"
"Ya." "Apanya yang aneh?"
"Aneh segala-galanya!"
"Aneh segala-segalanya?"
"Ya ...!" "Kenapa.?" "Dia tadi bisa mengepal uang logam sampai menjadi gepeng dan rusak. Tapi tadi waktu kujambak baju di dadanya, dia tidak memperlihatkan sedikitpun gerakan untuk mengelak. Tadinya kuduga dia memang memiliki ilmu silat, tapi setelah melihat dia diam saja waktu hendak dijambak, membuat aku jadi bingung juga. Aneh bukan main ... kalau dilihat demikian dia tidak mengerti ilmu silat. Karena seseorang yang telah mempelajari ilmu silat, kalau diserang mendadak seperti itu, otomatis dia akan bergerak untuk menghindarkan atau memberikan perlawanan! Aneh! Aneh! Tapi, mengapa dia bisa mengepal rusak uang logam itu? Lalu apa maksudnya dengan merusak uang logam itu?"
"Ya. Aneh! Anneh!" Kata Cui Sen yang tengah kebingungan karena tidak juga dia bisa menerka siapakah bocah aneh itu sebenarnya. "Apa maksudnya tadi dia merusak uang logam itu? Tenaganya besar sekali, tapi mengapa dia justeru tidak mengerti ilmu silat?"
Lam San melangkah dengan berdiam diri, Cui Seng juga tidak berani banyak bertanya walaupun hatinya ingin sekali bertanya ini dan itu untuk memperoleh keterangan dari Sumoaynya. Dia mengikuti di samping Sumoaynya, melangkah terus dengan menutup mulutnya rapat-rapat, cuma bola matanya yang sebentar-sebentar bergerak, melirik kepada Sumoaynya.
Tiba-tiba Cui Seng kaget, sebab Lam San membanting kakinya sambil berseru. Dia tengah melangkah sambil melamun, sekarang mendadak Sumoaynya membanting kaki dengan berseru, membuat Cui Seng sampai melompat dan memandang heran pada Sumoaynya.
"Ada apa, Sumoay?" Tanyanya kemudian,
"Aku ada akal!" Kata Lam San tersenyum.
"Akal apa?" "Kalau kita ingin mengetahui siapa sebenarnya bocah itu, kita harus mengikutinya.... Mustahil kita tidak mengetahui asal usulnya!"
Cui Seng menepuk-nepuk kepalanya.
"Benar! tepat! Itu jalan yang paling baik!"
"Tapi Suheng, kita harus menyamar!"
"Menyamar? Untuk apa?"
"Agar bocah itu tidak mengenali kita..!"
"Ya. Ya. Benar bagus pikiranmu itu!"
Segera Lam San mengajak Suhengnya kembali ke rumah penginapan. Waktu mereka akan memasuki pintu pekarangan rumah penginapan itu, dilihatnya si bocah yang mengaku bernama si Mesum, masih duduk di pinggiran pintu pekarangan. Terpisah tidak terlalu jauh dua orang pengemis tengah duduk melamun. Lam San bersama Cui Seng segera kembali ke kamar mereka. Dengan segera Lam San menyamar sebagai pria, sedangkan Cui Seng disuruh menyamar sebagai seorang laki-laki tua.
Selesai menyamar, keduanya keluar lagi dari rumah penginapan. Bocah itu masih duduk di tempatnya.
Lam San dengan Cui Seng sabar sekali menantikan, dari tempat yang agak jauh memperhatikan gerak gerik si bocah.
Lewat sebakaran satu batang hio, tampak si mesum bangun dari duduknya. Dia masuk kembali ke dalam rumah penginapan.
Seperti tadi, seorang pelayan segera mengusirnya agar bocah itu keluar dari ruang makan.
Lam San dengan Cui Ssng mendekati pintu rumah makan itu, mereka masih sempat melihat si pelayan menjambak baju si bocah menenteng si bocah keluar, kemudian melemparkannya. Bocah itu jatuh ngusruk.
"Kasihan ...!" Menggumam Cui Seng. "Benar-benar dia tidak mengerti ilmu silat ... Tapi aneh, tenaganya kuat sekali."
Bocah itu sudah merangkak bangun.
"Kalau kau berani masuk lagi, kau akan kami hajar biar babak belur!" Mengancam si pelayan bengis sekali.
Bocah itu tidak meringis kesakitan, malah dia tersenyum.
"Toaya, apakah Toaya tidak kasihan? Apakah tetap Toaya tidak mau memberikan sisa makanan itu kepadaku?!" Tanya si bocah.
"Eh, bocah setan ... benar-benar keras kepala kau!" Teriak si pelayan yang jadi sengit.
Dua orang pengemis yang tadi duduk, sekarang sudah bangun. Kepada pelayan mereka memberi hormat: "Kami juga minta diberikan sisa makanan, Toaya ...!"
Mata pelayan mencilak, tapi kemudian dia bilang: "Untuk kalian berdua, boleh tunggu. Nanti kalau ada sisa makanan, kami tentu akan memberikannya ...! Tapi untuk bocah setan ini, hemmm, hemmm, aku tidak akan memberikannya, walaupun hanya sebutir nasi! Dasar anjing buduk!"
Mendengar dirinya dimaki sebagai anjing buduk, tiba-tiba muka si bocah berobah.
"Toaya, jangan terlalu kasar ...!" Katanya.
"Hemmm kau ingin marah? Ayo marah lah!" Bentak si pelayan.
Si mesum menghampiri si pelayan. Tahu-tahu tangan kanannya melayang ke arah si pelayan.
"Celaka!" Berseru Lam San, kaget menyaksikan kejadian itu.
"Celaka? Kenapa?" Tanya Cui Seng yang jadi sibuk sendirinya.
"Pelayan itu akan celaka!" Jawab Lam San.
Benar saja apa yang dibilang Lam San. Karena segera terdengar teriak kesakitan si pelayan. Tubuhnya terpental, bengulingan di tanah. Ternyata tangan si Mesum sudah menghantam perutnya, pukulan itu kuat sekali, karena si pelayan merasakan perutnya seperti dihantam oleh godam baja sampai dia merasakan perutnya melilit dan dia terjengkang bengulingan Namun pelayan itu sudah bangun berdiri, dia berteriak-teriak memaki: "Anjing kurap, kau berani memukul, heh?! Aku akan hajar babak belur kau!"
Beberapa orang pelayan lainnya sudah keluar untuk membantui teman mereka. Bocah itu menghela napas. "Maafkan Toaya, tadi aku tidak sengaja!" Katanya dengan sikap menyesal.
Namun beberapa orang pelayan itu sudah tidak memperdulikan sikap si Mesum, mereka meluruk, mengayunkan tangan masing masing memukuli si Mesum. Si Mesum menutupi kepalanya dengan kedua tangannya, dia berusaha melindungi dirinya dari hujan pukulan tersebut. Sama sekali dia tidak memberikan perlawanan.
Pelayan itu terus juga memukuli si Mesum
"Berhenti Toaya Ohhh, sakit! Sakit sekali! Hentikan!" Teriak si Mesum.
"Biar mampus kau!" Teriak pelayan-pelayan itu.
Cui Seng meluap darahyya.
"Kurang ajar!" Teriaknya. "Mereka tidak tahu malu menghajari seorang bocah cilik seperti itu!"
Namun Cui Seng tidak bisa melesat menghampiri, karena tangannya di pegangi Lam San. Keras sekali.
"Biarkan!" Kata Lam San.
"Biarkan? "Ya ... kita jangan ikut campur dulu! Kita lihati saja, yang akan dilakukan bocah ini!"
Cui Seng tampak penasaran.
"Bagaimana mungkin kita hanya mengawasi saja? Bukankah bocah itu akan mati dipukuli pelayan-pelayan tidak tahu malu itu?" Kata Cui Seng, Lam San tersenyum.
"Percayalah, bocah itu tidak akan apa apa ... kau diam saja Suheng. Bukankah kita tengah berusaha mengetahui asal-usul bocah itu? Biarkan saja!"
Cui Seng ragu-ragu, dia tampaknya bimbang. Namun akhirnya dia menurut juga. Walaupun hatinya penasaran bukan main menyaksikan bocah itu di pukuli oleh beberapa pelayan itu, namun dia tidak berdaya menolongi. Dia tidak berani membantah perintah Sumoay nya. Terpaksa dia menekan perasaan mendongkolnya. Matanya saja yang bersinar tajam mengawasi si bocah yang tengah dihajari oleh pelayan-pelayan itu.
Bocah itu memang tidak memberikan perlawanan, dengan kedua tangannya dia melindungi kepalanya dari pukulan pelayan pelayan itu. Dan waktu itu pelayan pelayan tersebut masih terus menghujani si Mesum dengan pukulan-pukulan yang keras.
Sampai akhirnya si Mesum rupanya sudah tidak bisa menahan sakit, mukanya telah babak belur oleh pukulan para pelayan itu, dia tahu-tahu berteriak dengan suara yang nyaring sekali dan mementangkan kedua tangannya yang kecil pendek itu.
Perlahan sekali gerakan tangannya, tapi aneh luar biasa. Karena pelayan-pelayan itu menjerit kesakitan. Tubuh mereka terpental melayang seperti layang-layang putus talinya.
Dengan menimbulkan suara bergabrukan nyaring, tubuh para pelayan itu telah ambruk di tanah. Mereka merasakan pinggang masing-masing seperti ingin patah.
Sedangkan si Mesum sudah berlari. Dia meninggalkan tempat itu.
Cui Seng mengawasi bengong. Betapa hebat si Mesum itu. Dengan hanya menyampok mempergunakan kedua tangannya, para pelayan itu dapat dibikin terpental seperti itu.
Sedangkan Lam San mengawasi takjub, dia tidak menyangka bahwa tenaga si bocah benar-benar luar biasa, di samping itu memang dia tampaknya memiliki kepandaian yang tinggi. Lam San jadi semakin penasaran dan ingin mengetahui siapakah sebenarnya si Mesum itu. Segera dia menarik tangan Suhengnya.
"Mari kita ikuti!" Ajak Lam San kepada Cui Seng.
Cui Seng waktu itu tengah memandang tertegun, dia tengah takjub, tahu-tahu tangannya ditarik oleh Sumoaynya, maka dia kaget. Tapi cepat-cepat dia mempergunakan ginkangnya, mengikuti Sumoaynya mengejar bocah itu.
Si Mesum berlari terus dengan cepat. Tampaknya bocah itu kesakitan sekali akibat pukulan-pukulan dari para pelayan itu.
Setelah berlari lari sekian lama, dia baru menghentikan larinya. Dia menoleh ke belakang, dia tidak melihat orang mengejarnya, si Mesum menghela napas dalam-dalam.
"Hemmm, mereka kejam sekali!" Menggerutu si Mesum dengan suara perlahan.
Lam San dengan Cui Seng mengawasi dari balik tembok rumah, mereka memang mengikuti, tapi mereka mengikuti dengan hati-hati agar si Mesum tidak mengetahui dirinya tengah diikuti.
Si bocah telah melangkah lagi, tidak seperti tadi berlari, tapi sekarang dia melangkah perlahan-lahan dengan kepala menunduk.
"Bagaimana ini? Bagaimana nanti aku harus memberikan alasan?" Menggumam bocah itu.
"Aneh sekali sikap bocah itu!" Berbisik Cui Seng kepada Lam San. "Entah apa sebenarnya yang diinginkan! Jika memang benar-benar sisa makanan yang diinginkannya, tapi mengapa dia menolak tadi waktu akan kuberikan uang? Bukankah dengan itu dia bisa membeli sejumlah makanan cukup banyak?"
Sambil berbisik begitu, Cui Seng mengawasi terus si bocah.
Lam San juga heran. Dia melihat si bocah memiliki tenaga yang kuat sekali.
Tadi saja, waktu si bocah menggerakkan sepasang tangannya, membuat para pelayan rumah makan itu terpental, sebetulnya gerakan tangan si bocah mirip mirip dengan ilmu silat yang bernama "Ya Ma Hun Cong" atau Kuda Mengibaskan Ibu Surinya. Anehnya, justeru bocah itu hanya mempergunakan sekali-sekali, dia tidak bisa mengelakkan pukulan pukulan para pelayan itu. Kalau memang dia tidak mengerti ilmu silat, mengapa dia tidak memberikan perlawan. Dia tadi menggerakkan tangannya hanya disebabkan dia kesakitan dan ingin melarikan diri saja. Aneh sekali. Siapakah bocah ini? Mengapa namanya pun aneh luar biasa, sebagai si Mesum? Sebetulnya dia murid siapa? Apakan dia memang benar-benar tidak mengerti ilmu silat? Atau memang si Mesum ini pura-pura saja.
Tentu saja Lam San jadi tambah penasaran, karena teka-teki tentang si Mesum ini tidak bisa dipecabkan nya. Biasanya dia sangat cerdik tapi sekarang dia seperti mati kutu dan daya, tidak bisa mengetahui siapakah sebenarnya bocah itu.
Sedangkan si Mesum melangkah terus, dia menuju ke pintu kota sebelah kanan. Di sebelah Utara. Dia menuju ke pintu kota. Kemudian duduk di tepi jalan. Mendadak sekali si Mesum menundukkan kepalanya, diletakkan di kedua lututnya. Dia menangis terisak-isak.
Kembali Cui Seng dengan Lam San dibuat bingung oleh lagak dan tingkah si bocah.
"Apa yang di lakukan bocah itu sebenarnya?" Tanya Cui Seng berbisik kepada Lam San.
Lam San mengangkat bahunya. "Entahlah! Aku sendiri belum lagi mengetahui! Kita ikuti saja, nanti juga kita mengetahuinya!" Jawab Lam San. Waktu menjawab seperti itu, Lam San menoleh sedikit, hampir saja pipinya beradu bersentuhan dengan pipi Cui Seng, karena Suhengnya berada dekat sesali disampingnya. Lam San sampat mencium baunya lelaki ... pipi si gadis segera berobah memerah, panas sekali. Dia cepat-cepat mengawasi si bocah lagi, untuk menghindarkan perhatian Suhengnya. Diam-diam dihatinya berpikir : "Sayang dia terlalu bloon, sebetulnya .. aku menyukainya ... kalau saja dia tidak bloon " Dan pipi si gadis she Thia semakin memerah. Semakin merasa panas. Tubuhnya agak menggigil sedikit.
Waktu itu ada perobahan yang terjadi pada diri si bocah yang mengaku bernama si Mesum. Karena waktu itu justeru telah berkelebat dua sosok bayangan yang gesit sekali.
Melihat kedua orang yang muncul, Lam San segera menarik tangan Cui Seng.
"Bersembunyi!" Katanya berbisik perlahan.
Cui Seng kaget, tapi dia segera memepetkan tuoubnya pada tembok rumah yang ada di dekatnya.
"Ada apa, Sumoay?" Tanyanya kemudian.
"Kau tidak lihat dua sosok tubuh yang muncul itu?"
"Aku lihat.....memang dua orang."
"Tapi kau tidak melihat siapa mereka adanya!"
"Tentu saja aku lihat!" Jawab Cui Seng.
"Kau lihat?" "Ya ..." "Siapa?" "Kedua orang itu tokh si kakek dan si nenek tua yang aneh, yang tadi di rumah makan telah bertempur dengan Hweshio, si Tosu, si Niekouw dan si baju merah ...."
Lam San mengeluh. "Uhhh dasar bloon!" berpikir si gadis di dalam hatinya. "Sudah tahu mereka, mengapa harus menunggu aku yang perintahkan kau bersembunyi?"
Tapi Lam San tidak bicara apa-apa dia cuma mendongkol dan berdiam diri. Cuma saja, dia jadi kecewa, karena pemuda ini benar-benar terlalu bloon. Dan juga, dia diam-diam jadi melirik, dia melihat betapa sayang sekali pemuda yang tampan seperti Cui Seng ternyata otaknya adalah otak udang, yang tidak bisa bekerja dengan cepat ....
Waktu itu. kedua orang yang baru muncul yang tidak lain adalah Tan Jie Bwee dengan si kakek tua aneh itu, telah berada di depan si bocah. Sedangkan bocah itu tampak kaget.
"Kalian kalian mau apa lagi?" Terdengar bocah itu bertanya dengan tergetar, tampaknya dia kaget bercampur rasa takut, suaranya juga mengandung kekuatiran.
Tan Jie Bwee tertawa tawar.
"Bocah, kau harus ikut dengan kami!" Kata Jie Bwee dengan suara tawar.
"Ikut dengan kalian? Aku harus ikut kalian?" Tanya si bocah dengan suara semakin mengandung kekuatiran. Dia telat menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak! Tidak! Aku tak mau!"
Malah bocah itu telah melompat berdiri, maksudnya ingin berlari.
Tapi tubuh Hok Tian Tong sudah melesat gesit sekali, tangannya sudah menyambar ke pundak si bocah.
Bocah itu memang tampaknya seperti tidak mengerti ilmu silat. Pundaknya kena dicengkeram.
Namun waktu kena dicengkeram seperti itu, dia memutar tangannya, diangkat ke atas, memukul tangan Hok Tian Tong.
"Celaka!" Berseru Cui Seng. "Dia akan celaka!"
Lam San juga kaget melihat sikap dan perlakuan dari si kakek tua terhadap si bocah. Dengan mencengkeram begitu, kemungkinan besar justeru akan membuat tulang piepe si bocah hancur.


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi suatu keajaiban telah terjadi lagi. Karena tiba-tiba terdengar suara jeritan.
Bukan si bocah yang menjerit, melainkan Hok Tian Tong yang menjerit. Karena ketika tangan si bocah memukul tangannya, dia merasa tangannya sakit bukan main, terasa sampai seperti menusuk ke jantungnya. Dia sampai menjerit karena kesakitan. Dan yang luar biasa kuda-kuda kedua kakinya tergempur, dia terhuyung mundur beberapa langkah ke belakang.
Sedangkan si Mesum sudah berlari lagi, dia berlari sekuat tenaga. Ketakutan sekali.
Tan Jie Bwee juga kaget melihat keadaan Hok Tian Tong seperti itu.
"Kenapa kau?" Tegur Tan Jie Bwee kepada Hok Tian Tong. "Apakah ...apakah ada orang menyerang secara menggelap menolongi bocah itu?"
Tan Jie Bwee justeru bertanya begitu, karena dia menduga suaminya yang hampir berhasil mencengkeram pundak si bocah, tahu-tahu diserang oleh seseorang dari tempat yang tidak jauh dari situ, dengan senjata rahasia, sehingga usaha Hak Tian Tong digagalkannya, karena justeru Hek Tian Tong lelah menjerit kesakitan ...
Hok Tian Tong menggeleng.
"Tidak! Tidak ada orang yang menyerangku!" Kata Hok Tian Tong, karena dia melihat Tan Jie Bwee tengah memperhatikan sekelilingnya. "Justeru tangan bocah itu luar biasa, dia menangkis tanganku sakitnya bukan main! Aneh sekali ...! Ayo kejar!"
Sambil berkata begitu, tampak Hok Tian Tong sudah melesat mengejar si bocah.
Tan Jie Bwee jadi tertegun mendengar penjelasan Hok Tian Tong, karena dia seakan tidak mempercayai bahwa Hok Tian Tong tadi menjerit kesakitan dan tubuhnya terhuyung disebabkan tangannya kena ditangkis oleh tangan si Mesum. Dia mengawasi sejenak kepada si bocah yang tengah berlari, kemudian dia menyusul mengejar juga.
Cui Seng jadi sibuk sendirinya.
"Celaka! Celaka bocah itu!" Katanya.
"Jangan ribut-ribut!" Kata Lam San. "Mari kita ikuti! Bocah itu memang luar biasa! Aneh sekali! Entah siapa dia sebenarnya!"
Sambil berkata begitu. Lam San segera mengejar juga. Sedangkan Cui Seng mengikutinya.
"Bocah itu pasti memiliki kepandaian yang tinggi, tapi usianya masih begitu muda belia, apakah mungkin dia sudah memiliki tenaga latihan yang sehebat itu dan ilmu silat yang tangguh? Jika dia seandainya berlatih silat sejak berada di dalam perut ibunya, tidak mungkin dia bisa sekuat seperti sekarang ...!" Memang, sambil mengikuti terus, Lam San berdua Cui Seng masih diliputi tanda tanya keheranan terhadap diri bocah itu.
Si Mesum sendiri telah berlari terus. Dia ketakutan sekali. Sedangkan Hok Tian Tong sudah mengejar semakin dekat. Tan Jie Bwee yang sudah tidak sabar sudah melompat beberapa kali, tahu-tahu sudah berada di depan si bocah.
"Berhenti!" Katanya dengan suara nyaring.
Si bocah kaget. Dia merandek, menahan larinya. Karena kalau dia berlari terus, niscaya dia akan menubruk Tan Jie Bwee, yang sudah menghadang di depannya.
Tan Jie Bwee mengulur tangannya, maksudnya hendak mencengkeram tangan bocah itu.
Bukan main ketakutannya si Meum. Dia menjerit dan memutar tubuhnya untuk berlari lagi. Tapi waktu itu justeru Hok Tian Tong sudah mendatangi.
Muka si Mesum pucat pias, tubuhnya menggigil.
"Kalian jangan mengganggu aku ...!" Teriak si bocah dengan suara mengandung kekuatiran yang sangat.
Hok Tian Tong yang sudah tiba, segera berkata : "Kau harus ikut kami baik-baik ... kalau rewel ... hemmm, berarti kau mencari kesulitan untuk dirimu sendiri!"
Tangan Tan Jie Bwee yang diulurkan sudah mencengkeram lengan si bocah, sedangkan jago-jago Kangouw yang liehay saja jarang yang bisa menghindarkan diri dari tangan Tan Jie Bwee yang liehay itu, apa lagi si bocah yang memang tampaknya tidak memiliki ilmu silat hanya memiliki tenaga yang kuat.
Bocah itu tambah ketakutan, waktu merasakan lengannya dicekal Tan Jie Bwee, dia menjerit sambil mengibaskan tangannya. Tan Jie Bwee sudah bersrap siap, tadi dia mendengar dari Hok Tian Tong bahwa bocah ini memiliki tenaga yang kuat. Maka begitu si bocah mengebaskan tangannya, dia mcogempos semangat dan tenaganya .
Namun tidak urung Tan Jie Bwee terkejut sebab dia merasakan gentakan tangan si bocah memang kuat sekali. Tapi cekalannya tidak sampai terlepas. Belum lagi mengetahui apa apa, si bocah sudah mendorong dengan tangan yang satunya yang masih bebas.
Bukan main. Justeru tubuh Tan Jie Bwee terdorong jauh sekali sampai dia mundur beberapa langkah, Tapi disebabkan dia masih mencekal lengan si bocah, tubuh si bocah juga terseret olehnya ...
Hok Tian Tong membentak bengis : "Bocah setan, apakah kau benar benar tidak mau baik-baik turut dengan kami?"
Sekarang bocah itu tidak melakukan perlawanan lagi, dia berdiam diri. Rupanya dia sudah menyadari bahwa tidak mungkin dia bisa melakukan perlawanan terhadap kedua orang yang liehay ini. Jika memang dia melakukan perlawanan, berarti dia mempersulit dirinya sendiri, akan memperoleh perlakuan tidak baik dari kedua orang ini, sepasang kakek nenek yang tampangnya menyeramkan, "Kalian ... kalian mau apa lagi? Bukankah dulu perintah kalian sudah kulakukan?" Tanya bocah itu kemudian.
Hok Tian Tong tertawa tawar, kemudian dia bilang : "Baiklah! Dulu kau sudah melakukan tugas yang kami berikan dengan baik! Sekarang justeru kami ingin mengajakmu untuk ikut bersama kami!"
"Tapi aku tidak mau ....!"
"Tidak mau?" "Ya ....!" Si Mesum menggeleng gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau mau mampus?"
Bocah itu terdiam. Dia tersentak, karena suara Hok Tian Tong bengis sekali. Malah si Mesum kemudian meringis kesakitan, sebab Tan Jie Bwee sudah meremas lengan si bocah dengan cekalan tangan yang semakin kuat.
"Hemmm kalau memang kau menolak ajakan kami, baiklah! Baiklah! Aku justeru akan membinasakan kau di sini saja!" Mengancam Hok Tian Tong dengan suara tetap bengis.
Bocah itu meringis masih menahan sakit.
"Aduhhh .... jangan mempersakiti aku begini ... pegangnya jangan keras keras begitu...!" Kata si Mesum kepada Tan Jie Bwee.
Tan Jie Bwee tersenyum sinis, "Sekarang katakan dulu kau bersedia ikut dengan kami tidak?"
Si Mesum diam. Dia cuma meringis!
"Cepat jawab! Atau kau menghendaki aku meremas tanganmu sampai hancur?"
Si Mesum menggeleng. "Aku tidak bisa ikut kalian!"
"Kenapa?" "Nanti kalian bisa mati!"
"Bisa mati?" "Ya ...!" Biji mata Hok Tian Tong dengan Tan Jie Bwee memain. Tapi kemudian mereka tertawa tawar.
"Kenapa kami bisa mati jika kau ikut dengan kami?"
Bocah itu masih meringis. Tapi dia kemudian menjawab pula : "Kalau kalian mengajakku, maka kalian akan berurusan dengan pelayanku ...!"
Meledak tertawa Hok Tian Tong.
"Bocah setan seperti kau yang mesum dan dekil ini, masih memiliki pelayan?" Tanya Hok Tian Tong dengan suara yang dingin. "Sudahlah, kau jangan bicara seperti orang gila tidak keruan, lebih baik kau ikut denganku!"
Bocah itu meringis masih menahan sakit.
"Kalian tidak percaya?" Tanyanya kemudian.
"Ya!" Mengangguk Hok Tian Tong.
"Lepaskan dulu pegangan tanganmu ini ...!" Kata si bocah kepada Tan Jie Bwee, "Nanti aku akan menjelaskan!"
Tan Jie Bwee sangsi sebentar, tapi kemudian dia pikir mana mungkin bocah ini bisa melarikan diri biarpun pegangannya dilepaskan. Bukankah kalau bocah itu hendak melarikan diri, dia bisa menawannya lagi dengan mudah? Maka dia pun melepaskan cekalannya.
Si bocah menggosok-gosok lengannya yang tadi dicekal Tan Jie Bwee, dia masih meringis menahan sakitnya.
"Kau kelewatan sekali, keterlaluan ... masa memegang tanganku seperti hendak mematahkan tulang tangan saja, sampai sakit begini!" Mengomel si bocah.
"Ayo jangan rewel! Sekarang jelaskan, siapa pelayanmu yang bisa membunuh kami jika kau ikut dengan aku?"
"Kalian masih tidak percaya? Sayang! Sayang! Sungguh sayang!" Kata si bocah tapi sekarang dia sudah tidak meringis, malah dia sudah memperlihatkan sikap sungguh-sungguh.
"Apanya yang sayang?"
"Jiwa kalian ..."
Hok Tian Tong mendongkol bukan main, tapi saking mendongkolnya dia tertawa terbahak bahak menyeramkan.
"Sekarang kutanya kau : Mau ikut dengan kami tidak?"
Bocah itu menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Tidak mungkin!"
"Kalau begitu, lebih baik kau mampus saja!" Tan Jie Bwee tidak bisa menahan kemarahan hatinya. Dia mengangkat tangannya hendak menghantam batok kepala bocah itu.
Kalau memang telapak tangan, yang disertai dengan tenaga dalam itu, mengenai tepat batok kepala bocah tersebut, niscaya si Mesum akan terbinasa dengan kepala yang hancur pecah.
Tan Jie Bwee memang memiliki hati telengas, dia sudah memutuskan untuk membunuh bocah itu. Dan keputusannya itu tidak main-main, sebab dia benar-benar sudah mengayunkan tangannya itu buat memukul pecah kepala si bocah. Tangan itu meluncur dengan kuat dan cepat ......
"Tahan!" Mendadak terdengar seruan nyaring, disusul dengan berkelebat sesosok tubuh yang mendatangi ke arah mereka.
"Itukah pelayanmu?" Bertanya Hak Tian Tong, yang terkejut sebentar, kemudian puhb ketenangannya. Malah dia bertanya dengan, suara yang sinis.
"Bukan!" Jawab si Mesum, yang tidak mengetahui bahwa bahaya maut tengah menyambar diatas kepalanya.
Tan Jie Bwee yang mendengar cegahan itu, segera menahan meluncur tangannya. Dia mengawasi kearah orang yang tengah mendatangi ke arah mereka.
"Sialan, bocah sialan itu lagi!" Menggerutu Tan Jie Bwee setelah mengenali orang yang tengah mendatangi.
"Ya, bocah sialan itu rupanya ingin mampus bersama dengan bocah ini!" Kata Hok Tian Tong.
Ternyata orang yang mencegah Tan Jie Bwee turunkan tangan mautnya itu tidak lain Cui Ceng. Dia melihat jiwa si bocah terancam kematian, maka dia tidak menahan diri lagi, tahu-tahu dia melompat keluar dari tempat persembunyiannya.
Lam San sebetulnya hendak menahannya, tapi sudah tidak keburu, maka Lam San akhir nya membiarkan saja suhengnya itu memperlihatkan diri.
Cui Seng waktu itu tiba dengan cepat. Dia bilang dengan suara tidak senang : "Kalian keterluan sekali! Kalian tidak tahu malu, mengapa menghina seorang anak kecil tidak berdaya?"
Hok Tian Tong tertawa bergelak.
"Lihat! Lihat! Bocah ini ingin menyamar, disangkanya kita tidak kenal siapa dia?"
Tercekat hati Cui Seng. Dia baru teringat dirinya tengah menyamar.
"Kalian kenal diriku?" Tanyanya tertawa.
"Mengapa tidak? Kau ialah si bocah busuk yang bersama sama si budak hina dina di rumah makan itu! Hu! Hu! Kalau ingin menyamar, menyamarlah yang sempurna ...!"
Cui Seng tertawa geli. "Memang! Memang, aku hanya ingin mengelabui bocah itu saja!" Jawab Cui Seng jujur. "Karena itu, aku menyamar tidak sempurna ....!"
"Lalu sekarang, apa maumu?"
Cui Seng tertegun sejenak ditanya seperti itu.
"Maunya aku?" "Ya!" "Ya, tidak mau apa-apa ... aku cuma tidak setuju melihat kalian tua bangka menghina anak kecil!"
"Jadi kau tidak puas?"
"Ya" "Kalau demikian kau saja yang menggantikan kedudukan bocah itu, kau akan kami bunuh! Kami ingin lihat, apa yang bisa kau lakukan ...!" Sambil berkata begitu, tampak tubuh Hok Tian Tong sudah melesat sangat cepat sekali, tangan kanannya diayunkan, dia menghantam kepada Cui Seng. Hantamannya itu kuat sekali. Hok Tian Tong memang bukan orang sembarangan, dia tokoh rimba persilatan yang kosen, kepandaiannya pun tinggi sekali. Sekarang dia menyerang sungguh sungguh dengan mempergunakan enam bagian tenaga dalamnya, tapi tetap saja tidak di pandang mata oleh Cui Seng yang segera menangkis dengan mengeluarkan jari telunjuknya.
Namun di saat itu berkelebat serupa ingatan di otak Cui Sengt dia berseru : "Oya, aku lupa! Aku tidak boleh sembarangan mempergunakan It Yang Cie!" Dia batal menangkis serangan lawan dengan jari telunjuknya, justeru dia menarik pulang tangannya, tubuhnya tahu-tahu berkelebat ke samping. Dia berhasil mengelakkan serangan lawan.
Bukan main mendongkolnya Hok Tian Tong dia berseru nyaring, bersama dengan itu dia menyusuli dengan tiga serangan berantai.
Keadaan seperti itu tentu saja membuat Cui Seng jadi sibuk menangkis dan menghindarkan diri. Dia pun berteriak-teriak : "Hei, hei, mengapa kau menyerang terus menerus! Aku tidak bermusuhan dengan kau, mengapa mendesak seperti ini?"
Hok Tian Tong cuma tertawa dingin, dia mempergencar serangannya. Bukan main mendongkolnya orang she Hok itu yang empat kali telah gagal dengan serangannya. Apalagi dia teringat bahwa orang yang menjadi lawannya kali ini adalah seorang pemuda yang masih bau kencur ... Tidak mengherankan kalau pukulannya kali ini cepat dan hebat sekali. Dia mempergunakan jurus "Harimau Menerjang Langit" dia menghantam dengan pukulan yang mematikan pada jalan darah Tian-cu hiat Cui Seng.
Cui Seng biarpun agak tolol, namun dia mengerti bahaya tengah menyambar kedirinya. Segera dia mengempos semangatnya.
"Kau terlalu mendesak aku, terpaksa aku menyalahi janji dengan Sumoay, terpaksa juga aku harus mempergunakan It Yang Cie!"
Setelah berkata begitu, dia menyusuli dengan tangan kanannya yang meluncur, dia menotok dengan jari telunjuknya.
"Ihhh!" Hok Tian Tong berseru nyaring kaget, karena dia merasakan seperti ada tenaga sehalus benang yang menyelusup ke dalam kekuatan tenaganya, menggempur hebat serta dingin sekali. Membuat dia menggigil. Dia jadi membatalkan desakannya, tidak berani dia memaksakan diri meneruskan pukulannya, dia bahkan melompat mundur waktu merasakan tenaga halus itu seakan menerobos kedadanya.
"Hahahaha!" Cui Seng tertawa. "Ilmu It Yang Cie ku hebat, bukan?"
Muka Hok Tian Tong berobat merah padam karena mendongkol, tapi matanya mengawasi heran. Kemudian dia menoleh kepada Tan Jie Bwee, dia bilang : "Jie Bwee, mungkinkah dia murid si tua bangka bodoh itu?"
"Kukira memang demikian.....!"
Tan Jie Bwee sejak tadi sudah mengawasi cara Cui Seng melayani Hok Thin Tong. Sekarang justeru melihat Hok Tian Tong gagal dengan serangannya, dia berseru nyaring, tahu-tahu dia sudah menghantam dengan kuat sekait. Tangannya menyambar kearah dada Cui Seng, Cui Seng seperti tadi mengulurkan jari telunjuk tangannya, maksudnya akan menghadapi Tan Jie Bwee dengan It Yang Cienya. Tapi Tan Jie Bwee justeru berpengalaman. Dia tahu lawannya pasti mempergunakan It Yang Cie nya lagi, begitu melihat Cui Seng mengulurkan tangan kanannya dan meluruskan jari telunjuknya, Tan Jie Bwee segera membatalkan hantamannya. Malah sebat bukan main, tahu-tahu di tangannya sudah tercekal belati mustikanya. Belatinya itu sudah menyambar cepat akan menabas telunjuk tangan Cui Seng.
Cui Seng melihat lawannya begitu licik, dia kaget tidak terkira, sampai menjerit dan cepat-cepat menarik tangannya sambil melompat mundur.
Tin Jie Bwee tidak mau melepaskannya, karena tubuhnya segera melompat menyusul. Sedangkan belati mustikanya berkelebat-berkelebat di depan muka Cui Seng.
"Celaka! Celaka! Kau curang!" Teriak Cui Seng berulangkali sambil berkelit.
"Yang terpenting kau harus mampus!" Mengejek Tan Jie Bwee bengis.
Hok Tian Tong pun tidak tinggal diam, tahu-tahu dia sudah menerjang maju.
Kepandaian Cui Seng sesungguhnya masih terpisah dua atau tiga tingkat di bawah kedua orang lawannya. Justeru dia masih bisa menghadapinya, karena tadi dia mempergunakan Ilmu It Yang Cie yang sangat liehay. Sekarang setelah dia di desak oleh Tan Jie Bwee, dia jadi sibuk sendirinya. Terlebih lagi Hok Tian Tong sudah ikut mengeroyoknya, membuat dia jadi kelabakan ....
Hok Tian Tong yang penasaran karena tadi merasa dipermainkan Cui Seng sudah mempergunakan belatinya juga, dia menyerang tidak kalah hebatnya di bandingkan dengan tikam dan tabasan Tan Jie Bwee. Keringat dingin mengucur keluar membasahi tubuh Cui Seng waktu dia berulangkali harus mati-matian mengelakkan setiap serangan senjata lawan nya yang liehay itu.
Lam San melihat Cui Seng terancam bahaya yang tidak bisa diremehkan. Ia tahu, kepandaian Suhengnya masih terbatas. Walaupun Cui Seng sebagai kakak sepenguruan si gadis, namun bicara soal kepandaian, Lam San menang setingkat dari kakak sepenguruannya. Terlebih pula dengan kecerdikan yang dimiliki si gadis, maka Cui Ssng tidak menang dari Sumoaynya tersebut. Tanpa buang waktu lagi Lam San melesat keluar dati tempat persembunyiannya. Tubuhnya lincah sekali. Dia tahu di saat dirinya terpisah cukup jauh seperti itu, tidak dapat ia menyerang Hok Tian Tong atau Tan Jie Bwee, maka dia cuma memperdengarkan tertawa panjang nyaring buat menarik perhatian kedua orang lawan Suhengnya.
Justeru Cui Seng girang melihat Lam San kelur dari tempat persembunyiannya, "Sumoay, mari kita hajar tua bangka ini ....!" Girang sekali suaranya, terbangun semangatnya.
Hok Tian Tong dengan Jie Bwee merandek, merandek menahan pisau belati masing-masing untuk menoleh. Kesempatan ini dipergunakan Cui Seng buat menghantam dengan jari tunggalnya kepengelangan tangan Jie Bwee.
Tentu saja Jie Bwee biarpun tengah menoleh, tidak dapat dibokong seperti itu. Dia cepat mengelakkan tangannya begitu dia mengetahui serangan tersebut. Cepat luar biasa pisau belatinya meluncur akan menabas. Namun Cui Seng kini sudah memperhitungkan benar-benar serangannya, jari telunjuk itu dapat menotok tepat sekali pada pergelangan tangan Jie Bwee. Dengan menjerit kecil, Jie Bwee melompat mundur, pisau belatinya terlepas dari genggamannya, jatuh ke atas tanah.
Hok Tian Tong gusar bukan main, dia membentak : "Bocah busuk, kau ...!"
Belum lagi dia menyelesaikan perkataannya, justeru Lam San sudah tiba, pedangnya berkelebat, membuat Hok Tian Tong tidak bisa mengumbar kemarahannya kepada Cui Seng dia harus mengelakkan diri dari tikaman pedang si gadis. Tiga kali berantai si gadis she Thia menikam dan menabas, memaksa Hok Tian Tong harus berkelit terus menerus. Pada serangan yang ketiga kalinya, dia menangkis.
Terdengar suara benturan pisau belati dengan pedang Lam San, nyaring sekali.
"Siapa kau?" Bentak Hok Tian Tong bengis. "Siapa gurumu?"
Lam San menunda gerakan pedangnya, dia mengawasi Hok Tian Tong sambil tertawa renyah, tampaknya riang sekali.
"Bagaimana? Apakah kau masih ingin mendesak Suhengku?" Katanya.
"Hemmm, kelau demikian kau ini si budak hina yang bersama-sama di rumah makan itu!" Teriak Tan Jie Bwee.
"Benar!" Mengangguk Lam San.
"Serang!" Hok Tian Tong justeru berteriak sambil belatinya menyambar kearah leher Lam San.
Tenang Lam San berkelit. "Tahan dulu!" Bentak Lam San, tetap tenang. Pedangnya dipergunakan menyampok belati Hok Tian Tong.
Tapi Hok Tian Tong mana mau berhenti menyerang, justeru melihat pedang lawannya akan menangkis belatinya dia merobah cara menyerangnya. Beruntun dia menikam dan menabas lima kali. Lam San gesit dia selalu dapat mengelakkannya. Malah dua kali dia bisa mengancam Hok Tian Tong dengan ujung pedang nya.
"Hentikan dulu! Bukankah kau ingin mendengar siapa guru kami?" Teriak Lam San.
Hok Tian Tong berhenti menikam, matanya menatap tajam sekali, mukanya bengis.
"Cepat katakan, siapa guru kalian? Apakah si tua bodoh itu?" Bentaknya.
Baru saja dia nembentak demikian, Hok Tian Tong jadi kaget mendengar jeritan Tan Jie Bwee.
"Kenapa?" Tanyanya sambil menoleh.
Tan Jie Bwee menunjuk kearah belakang Hok Tian Tong.
"Dia .... dia ..."
"Kenapa?" Hok Tian Tong semakin tidak mengerti.
"Dia ... bocah mesum itu telah kabur!" Tan Jie Bwee menyahuti. Dan, Tan Jie Bwee bukan sekedar menyahuti, melainkan sudah menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat seperti terbang buat mengejar si Mesum yang telah melarikan diri.
Rupanya si Mesum melihat kesempatan untuk melarikan diri. Kesempatan itu tidak mau mensia-siakannya, di mana melihat Hok Tian Tong berdua Tan Jie Bwee tengah dilibat Lam San dan Cui Seng, segera dia berusaha melarikan diri.
Hok Tian Tong pun kaget Tanpa memperdulikan Cui Seng dan Lam San, dia pun sudah mementang lebar-lebar kakinya, dia berlari cepat sekali buat menyusul Jie Bwee.
Lam San menoleh kepada Cui Seng, dia bilang : "Bocah itu akan terancam bahaya ditangan sepasang tua bangka aneh itu ....!"
"Aku tahu!" Mengangguk Cui Seng, "Tapi . apakah kita harus mengejar sepasang tua bangka aneh itu?"
"Tentu!" "Tentu? Kita harus bertempur lagi dengannya?"
Lam San tersenyum. "Justeru kita harus melindungi bocah itu.!"
Cui Seng ragu-ragu. "Bocah itu ... sudah pergi jauh ...!"
"Kita harus berusaha mengejarnya dan menolongi jiwanya dari ancaman sepasang tua bangka itu!" Kata Lam San pasti. Malah dia sudah menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya melesat cepat sekali untuk mengejar Hok Tian Tong dan Tan Jie Bwee.
Cui Seng menghela napas dia membanting kakinya, kemudian menggumam : ?"Hemm, celaka! Sungguh celaka! Aku harus bertempur lagi dengan tua bangka itu ...!" Tapi dia terpaksa ikut mengejar juga menyusul Lam San.
Ginkang Lam San berada di atas ilmu meringankan tubuh Cui Seng, karena ingin menolongi si Mesum, maka Lam San mengerahkan tenaganya berlari cepat sekali. Dalam waktu singkat dia sudah neninggalkan Cui Seng jauh dibelakangnya. Cui Seng jadi tambah mendongkol.
"Hemmmm, kalau kau nanti berurusan dengan sepasang tua bangka itu, aku mau lihat, apakah dengan menghadapinya seorang diri. Kau akan bisa melayani mereka dengan baik." Cui Seng menggumam, dia menyusul terus.
Lam San yang sudah mengempos semangatnya, dapat berlari seperti terbang. Dalam waktu singkat dia sudah melihat Hok Tian Tong berdua Tan Jie Bwee berlari di sebeleh depan.
"Hei tunggu!" Panggil Lam San.
Hok Tian Tong berdua Tan Jie Bwee mendengar teriakan tersebut, bukannya menghentikan lari mereka, malah segera mempercepat larinya dengan kecepatan seperti terbang.
Mendadak sekali terdengar bentakan seseorang : "Jangan maju lebih jauh ...!"
Menyusul dengan itu, melompat turun dari atas sebatang pohon sesosok tubuh.
Hok Tian Tong dan Tan Jie Bwee berhenti merandek, mereka mengawasi tajam sekali. Ternyata orang yang menghadang mereka seorang laki-laki tua yang tubuhnya kurus jangkung. Cuma, matanya saja yang tampak bersinar tajam. Kalau melihat keadaan orang tua itu dia seperti seorang penyakitan. Dia pun tidak hentinya batuk batuk.
"Siapa kau?" Bentak Hok Tian Tong dengan suara bengis, "Cepat kau menyingkir!"
Orang tua itu batuk-batuk lagi, sikapnya tenang, tidak tampak jeri melihat sikap Hok Tian Tong dan Tan Jie Bwee yang mengawasinya bengis sekali.
"Apakah kalian melihat seorang anak lelaki kecil berusia sembilan tahun dengan tubuh yang kurus, wajah yang cakap tapi pakaiannya kotor sekali?" Tanya lelaki tua tersebut.
"Hemm, tentu yang kau maksudkan adalah si Mesum!" Kata Tan Jie Bwee suaranya bengis.
Muka lelaki tua kurus itu berobah, tapi rasa kagetnya berganti.
"Ohhh, benar! Tepat! Kalau demikian kalian pernah bertemu dengannya, bukan? Cepat katakan, di mana majikan kecilku itu! Cepat!" Sambil berseru seru begitu, orang tua kurus jangkung ini melangkah mendekati Hok Tian Tong berdua.
"Kalau demikian kaulah si pelayan bocah Mesum itu!" Teriak Hok Tian Tong, tahu-tahu belatinya telah menyambar akan mengancam orang tua jangkung kurus itu.
Tapi orang tua itu seperti tidak memperhatikan menyambarnya pisau belati tersebut, dia telah kegirangan dan ingin memaksa Hok Tian Tong berdua Tan Jie Bwee agar memberitahukan di mana adanya si Mesum. Seperti tidak disengaja, belati Hok Tian Tong disentil dengan jari telunjuknya, belati itu terpental, malah terlepas dari cekalan Hok Tian Tong.
Yang lebih celaka lagi, Hok Tian Tong merasakan telapak tangannya sakit bukan main, karena kulit telapak tangannya itu sudah pecah.
"Kau .. " Hok Tian Tong melompat mundur dengan wajah berobah pucat, Tan Jie Bwee tidak tahu bahwa orang tua itu sangat liehay, dia juga sudah menerjang maju, tapi sama seperti yang dialami Hok Tian Tong, dia harus menelan pil pahit, karena waktu dia menyerbu dengan pisau belatinya justeru orang itu mendorong dengan tangan kanannya ke depan, tidak ampun lagi Tan Jie Bwee merasakan dadanya seperti diterjang oleh tumpukan batu karang yang membuat napasnya jadi sesak. Malah di waktu itu seketika tubuhnya terjengkang. Walaupun Tan Jie Bwee berusaha untuk memperkokoh kuda-kuda kakinya, tidak urung dia terjengkang rubuh. Kuda-kuda kedua kakinya gempur dan dia terjengkang keras sampai menimbulkan suara yang keras sekali. Bersamaan dengan itu tampak juga, dia bukan hanya terjengkang begitu saja, sebab dia pun telah bengulingan. Itulah disebabkan kuatnya tenaga dorongan dari telapak tangan kakek tua jangkung tersebut.
Hok Tian Tong sampai mengawasi kesima. Ia seakan tidak mempercayai apa yang dilihat nya. Dia pun terkejut, sekarang dia menyadari bahwa kakek tua jangkung yang mengaku sebagai pelayan dari bocah mesum itu, seorang yang hebat sekali kepandaiannya, sedangkan dia sendiri seorang yang memiliki kepandaian tinggi namun tadi pisau belatinya disentil oleh kakek tua kurus jangkung itu, genggamannya itu terlepas. Bahkan telapak tangannya telah pecah. Dan sekarang Tan Jie Bwee yang kepandaiannya pun tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya, telah kena di dorong oleh kakek tua kurus itu. Hanya segebrak mereka dirubuhkan.
Setelah tersadar dari kesimanya. Hok Tian Tong berdua Tan Jie Bwee cepat-cepat mengambil pisau belati masing masing seperti telah berjanji mereka memutar tubuh masing masing mementangkan langkah lebar-lebar meninggalkan tempat itu tanpa menoleh lagi.
Lam San sejak tadi sudah tiba disitu. Dia menyaksikan apa yang terjadi pada diri Hok Tian Tong dan Tan Jie Bwee. Dia berdiri tertegun.
Apa yang dilihatnya benar-benar seakan tidak dipercayanya, bayangkan saja, kedua jago yang memiliki kepandaian tinggi seperti Hok Tian Teng dengan Tan Jie Bwee mudah sekali dirubuhkan oleh kakek tua jangkung tersebut, hanya sekali gebrak.
"Pasti kakek tua jangkung ini seorang yang luar biasa sekali!" Pikir Lam San.
Sedangkan kakek tua jangkung yang melihat Hok Tian Tong berdua Tan Jie Bwee bermaksud lari, dia mengejarnya sambil berseru seru : "Hei! Hei ... kalian mau kemana?"
Tapi Hok Tian Tong berdua Tan Jie Bwee udah tidak memperdulikan teriakan tersebut, malah mereka berlari semakin cepat saja.
Sedangkan Lam San berdiri tertegun, ketika orang tua jangkung itu tiba di depannya, dia memaksakan diri tersenyum.
Sebetulnya kakek tua jangkung itu ingin mengejar terus, akan tetapi melibat Lam San, langkah kakinya terhenti.
"Siapa kau?" Tanyanya kemudian.
Cepat-cepat Lam San merangkapkan sepasang tangannya, menjurah memberi hormat.
"Boanpwe she Thia bernama Lam San!" Menjelaskan Lam San, hormat.
Mata orang tua jangkung itu memain beberapa saat memperhatikan Lam San. Sampai akhirnya dia bilang : "Apakah kau melihat seorang anak lelaki berusia sembilan tahun, yang pakaiannya sangat dekil?"
"Boanpwe justeru tengah mencarinya ...." Jawab Lam San.
"Tengah mencarinya?"
"Ya." Mengangguk Lam San. "Justeru tadi anak lelaki itu dikejar-kejar oleh sepasang kakek nenek itu, mereka hendak mencelakai anak itu, maka aku telah mengejarnya untuk menolonginya ....?"
Muka kakek jangkung itu berobah. Tapi kemudian tidak sabar dia bertanya : "Sekarang dimana anak itu?"
"Mana aku tahu?"
"Hemmm .... kau jangan main-main kalau sampai terjadi sesuatu pada diri majikan kecilku, hemmm, kau juga tidak akan ketinggalan memperoleh bagiannya ...!"
Lam San heran. "Jadi ... jadi anak kecil itu majikan kecil Locianpwe?" Tanya Lam San, karena dia ingin mengetahuinya.
Kakek tua itu mengangguk segera.
"Ya ... aku adalah pelayannya. Inilah keteledoranku, sehingga majikanku itu tidak terkawal dengan baik!"
Lam San tambah heran. "Locianpwe, sebetulnya siapakah anak lelaki itu?" Tanyanya.
Orang tua jangkung itu tidak segera menyahuti, dia mengawasi Lam San sejenak.
"Mau apa kau menanyakan hal itu?" Tegurnya kemudian, di dalam nada suaranya terdengar perasaan tidak senang.
Lam San tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa apa Locianpwe, hanya ingin mengetahui."
"Hanya ingin mengetahui?"
"Ya. Karena tampaknya aneh sekali! Anak ini mesum sekali, pakaiannya begitu kotor. Siapa sangka, justeru dia adalah majikan Locianpwe yang memiliki kepandian tinggi luar biasa."
"Hemmm!" Orang tua jangkung itu cuma mendengus.
"Locianpwe ... ada yang Boanpwe tanyakan, apakah Locianpwe bersedia menjelaskan?"
"Apa yang kau ingin tanyakan?"
"Siapa sebenarnya anak lelaki itu ..., kalau dilihat demikian tampaknya dia luar biasa sekali ....!"
"Tidak perlu kau tahu! Sekarang cepat beritahukan kepadaku, dimana anak itu?" Desak si orang tua jangkung tersebut.
"Tadi dia berlari kemari, entah dia terus berlari kemana, aku sendiri ingin mengejarnya untuk melindunginya Locianpwe ....!"
Orang tua itu bimbang sejenak, namun akhirnya dia mengangguk beberapa kali.
"Kalau demikian tampaknya kau ini bukan sebangsa manusia jahat ....!" Katanya.
Lam San nyengir. "Bolehkah Boanpwe mengetahui nama dan gelaran Locianpwe yang mulia?"
"Yang mulia?" Dan kakek tua jangkung itu telah tertawa keras. "Apa itu yang mulia? Aku adalah seorang pelayan, dan berapa tinggikah kedudukan dan pangkat seorang pelayan."
Lam San tidak tersinggung oleh sikap kakek tua itu, dia malah tertawa.
"Justeru Locianpwe hanya merendah saja."
"Tidak! Aku tidak merendah! Justeru aku telah bicara dari hal yang sebenarnya ...!"
"Jika Locianpwe sebagai pelayan sudah memiliki kepandaian yang demikian hebat, tentunya majikan Locianpwe merupakan orang yang jauh lebih hebat lagi, bukan?"
"Tentu!" Mengangguk orang tua itu.
"Jadi, Locianpwe keberatan kalau memperkenalkan diri kepada Boanpwe?"
Kembali oraag tua jangkung itu bimbang, namun setelah berpikir sejenak, dia bilang : "Sebetulnya sudah menjadi peraturan kami, sulit buat kami memperkenalkan diri kepada orang asing. Terlebih lagi orang yang tidak kami ketahui asal usulnya. Tapi terhadapmu, nona, karena tadi kau mengandung maksud baik pada majikan kecilku, nona, aku bersedia memberitahukan siapa diriku sebenarnya ...! Aku biasa dipanggil oleh majikanku dengan sebutan A Gu."
Lam San tercengang. A Gu berarti Kerbau. Sedangkan orang tua ini sangat hebat kepandaiannya. Tadi saja Lam San sudah menyaksikan, hanya segebrak Hok Tian Tong dengan Tan Jie Bwee keduanya memiliki kepandaian yang tinggi sekali, tapi sudah bisa dirubuhkan oleh orang tua jangkung ini.
"Kenapa kau bengong begitu?" Tegur A Gu sambil mengawasi si gadis. "Apakah ada sesuatu yang mengherankan?"
"Ohhh, tidak!" Menyahuti Lam San segera. "Baiklah A Gu Locianpwe .... sampai ketemu lagi!"
"Hei tunggu dulu, kau jangan pergi dulu!" Cegah orang tua jangkung itu. "Kau belum lagi memberitahukan kemana perginya majikan kecilku ...!"
Lam San yang sudah ingin memutar tubuhnya, jadi membatalkan maksudnya, untuk pergi. Dia tertawa.
"Sayang sekali Boanpwe tidak tahu kemana perginya majikan kecil Locianpwe ....!" Menyahuti Lam San.
A Gu menunjuk kearah belakang Lam San. "Mungkin dia tahu ...!" Katanya.
Lam San menoleh. Tengah berlari-lari mendatangi Cui Seng, tampaknya dia letih, napasnya agak memburu sedikit. Dia sudah mengerahkan ginkangnya sekuat tenaga, karena itu napasnya jadi agak memburu. Tadi dia tertinggal jauh sekali karenanva dia pun bermaksud mengejarnya. Dan memang telah berhasil mengejarnya dengan cepat, walaupun dia tetap saja tertinggal cukup jauh. Dia kuatir kalau-kalau nanti Lam San meninggalkannya dan mereka berpisah.
Lan San menghela nafas. "Dia suhengku, Locianpwe ... dia tidak tahu apa-apa!" Menjelaskan si gadis.
"Hemmm, dia Suhengmu? Tentu dia lebih berpengalaman dan bisa memberikan penjelasan yang kuinginkan!" Kata A Gu. Dia menjejak kakinya. Luar biasa . Dua kali lompatan, tahu-tahu dia sudah menghadang berdiri di depan Cui Seng.
Cui Seng yang tengah berlari cepat, jadi kaget karena tahu-tahu di depannya menghadang sesosok tubuh. Dia menahan langkah kakinya. Dia mengawasi.
"Apakah kau tahu kemana perginya majikan kecilku ...?" Tegur A Gu dengan suara tajam, wajahnya juga tampak tawar tidak memperlihatkan persaan apapun juga.
A Gu memang pelayan si mesum, dia tengah mencari jejak majikan kecilnya. Dia memang memiliki tabiat yang aneh sekali, sepak terjangnya juga sekehendak hatinya. Namun bicara soal kesetiaan, dialah pelayan yang paling setia. Karena itu, dia pun kuatir sekali kalau kalau majikan kecilnya itu mengalami sesuatu yang tidak diinginkan.
Cui Seng yang merasa tidak senang ditegur dengan cara demikian, terlebih lagi dia di hadang seperti itu, menyahuti agak kasar : "Mana aku tahu? Siapa majikan kecilmu, aku sendiri tidak tahu, bagaimana mungkin aku bisa tahu kemana perginya majikan kecilmu itu."
"Majikanku itu seorang anak lelaki berusia delapan atau sembilan tahun. Dia memakai baju yang kotor dan mesum sekali!" Menjelaskan kakek jangkung tersebut. "Mungkin tadi kau sudah bertemu dengan seorang anak lelaki seperti itu?"
Cui Seng nyengir tapi kemudian dia menyahuti : "Ya. ..Ya. Memang kami pernah bertemu dengan seorang bocah mesum. Tapi maaf aku tidak bisa memberitahukan kepadamu...!"
"Apa?" Teriak si kakek tua jangkung itu. Suaranya jadi bengis sekali.
Lam San juga terkejut. Dia tahu Suheng nya memang agak tolol. Mungkin maksud Cui Seng sekarang dia ingin mempermainkan kakek tua jangkung tersebut. Tapi ini sangat berbahaya sekali.
"Suheng, jangan bergurau! " Teriaknya memperingati.
Cui Seng seperti tidak mendengar peringatan dari sumoaynya. Dengan sikap seenak nya dia bilang: "Kok galak amat? Apakah kau sungguh-sungguh ingin mencari majikan kecilmu itu?"
A Gu mengangguk "Ya!" Suaranya tawar.
"Apakah bocah yang mukanya tampan dan bajunya kumal dekil sekali. Tinggi tubuhnya sebegini?!" Dan tangan Cui Seng menunjukkan ketinggian dari orang yang dimaksudnya, setinggi batas dadanya.
Muka A Gu berseri sejenak.
"Benar ... memang majikan kecilku cukup jangkung, tubuhnya setinggi itu ...,!" Katanya.
"Hemmm, kalau memang kau ingin mengetahui kemana perginya majikan kecilmu itu, kau harus memberikan hadiah kepadaku, nanti kuberitahukan ...!"
"Memberikan hadiah?"
"Ya ... hadiah apa yang ingin kau berikan kepadaku?"
"Kau minta hadiah?"
"Benar! Kau tentu mengerti, jika kau tidak memberikan hadiah, jangan harap aku akan memberitahukan kemana perginya majikan kecilmu itu ....!"
"Jadi kau mengetahui di mana beradanya majikan kecilku itu?" Tanya A Gu.
"Ya."

Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sungguh?" Muka Cui Seng berobah. "Kalau memang kau tidak percaya, ya sudah! Aku juga tidak mau bicara dengan kau lagi!" Kata Cui Seng kemudian, mendongkol.
Melihat pemuda ini tidak senang, A Gu tertawa.
"Baik! Baik! Aku percaya kau! Lalu, katakanlah, hadiah apa yang kau inginkan?"
"Hadiah apa saja!"
"Tapi setelah kuberikan hadiah, kau benar-benar mengetahui dan bisa memberitahukan kepadaku di mana beradanya majikanku itu bukan?" Menegaskan si kakek tua itu.
Cui Seng mengangguk, "Apakah kau takut aku menipumu?" Menjawab Cui Seng sambil tertawa dingin.
Lam San tambah kuatir. Dia takut kalau-kalau Cui Seng nanti menimbulkan kemarahan A Gu. Maka dia melompat maju mendekati.
"Suheng jangan bergurau!" Dia berseru.
Cui Seng menoleh kepada Sumoaynya.
"Bergurau? Aku bukan bergurau, Sumoay!" Jawab Cui Seng kemudian.
"Jadi Suheng mengetahui di mana adanya anak itu?!"
"Tentu saja! Dia mengaku sebagai pelayan nya, tentu harus dikasihani dan diberitahu di mana adanya anak itu! Kalau dia pulang tanpa anak itu, niscaya dia akan dimaki oleh majikannya!"
A Gu tanpak senang "Ohhh, terima kasih. Terima kasih. Memang demikianlah adanya. Kalau nanti aku pulang tanpa majikan kecilku itu niscaya majikan akan menghukumku ...!"
"Nah ... bukankah harus dikasihani?!" Teriak Cui Seng; "Karena itu kau harus menghadiahkan sesuatu padaku! Nanti aku beritahukan di mana adanya anak itu."
"Jadi ... hadiah apa yang diinginkan olehmu?"
"Hadiah apa saja!"
A Gu berpikir sejenak, kemudian dia merogoh sakunya. Dia mengeluarkan sebuah bungkusan merah. Membuka bungkusan itu, segera terpancar sinar yang berkilauan berwarna hijau. Itulah sebongkah batu Giok yang bagus sekali. Dan ketika diperhatikan, ternyata batu Giok itu berbentuk sebuah patung.
"Patung Dewi Kwan Im yang terbuat dari batu Giok Utara ini, akan kuhadiahkan kepadamu! Nah, ambillah .... sekarang cepat beritahukan di mana majikan kecilku itu!"
Cui Seng jadi tertegun. Kaget dia. Karena dia tidak menyangkanya bahwa orang tua ini memiliki barang berharga seperti itu. Dia juga tidak menduga bahwa orang iklas menghadiahkan benda berhanga itu kepadanya. Seakan tidak mempercayainya, dia pun bertanya: "Apakah ... apakah kau bersungguh-sungguh, kakek?"
A Gu tersenyum. "Kenapa tidak? Bukankah sejak tadi aku bersungguh-sungguh? Dan kalau hanya menghadiahkan barang ini kepadamu, hal ini tidak berarti apa-apa buatku, karena yang terpenting aku harus berhasil mencari majikan kecilku itu ... Naaah, kau ambilah barang ini!"
Sambil berkata begitu A Gu sudah menyodorkan patung Dewi Kwan Im yang terbuat dari batu Giok itu.
Cui Seng yang jadi ragu-ragu. Tadi memang dia hendak mempermainkan orang tua ini. Semula dia menyangka orang hanya main-main dengan perkataannya. Dia pun memang agak lambat pemikirannya. Tapi sekarang, melihat orang tua itu memang sungguh-sungguh dengan tindakannya, dia yang jadi kelabakan.
"Aku aku mana bisa menerima benda berharga itu?" Tanya Cui Seng kemudian.
"Tidak! Tidak! Aku tidak mau hadiah itu!"
"Lalu hadiah apa yang kau inginkan?"
?Hadiah apa saja, asal bukan barang berharga itu!"
"Aku tidak memiliki barang lain ...!"
"Kalau aku disuruh menerima hadiah barang begitu berharga, aku tidak mau ...!" Menolak Cui Seng. Dia sengaja bersikap demikian, karena dia ingin agar orang batal dengar perjanjiannya tadi, dan dia tidak perlu memberitahukan di mana adanya bocah mesum yang dikatakan sebagai majikan kecil orang tua itu.
"Hemmm, jangan main-main, sahabat!" Kata A Gu, matanya jadi menatap tajam sekali. "Cepat beritahukan dimana adanya majikan kecilku. Kau boleh mengambil barang ini ...!" Sambil berkata begitu, A Gu menyodorkan lagi patung Dewi Kwan Im yang terbuat dari batu Giok itu.
Lam San jadi tambah kuatir. Dia melangkah dua tindak mendekati. Dia menjurah kepada A Gu, ujarnya: "Locianpwe, maafkan Suhengku hanya bergurau! Aku sendiri tidak mengetahui dimana adanya majikan kecilmu itu, bagaimana mungkin dia yang datangnya belakangan bisa mengetahui dimana adanya majikan kecilmu itu! Harap Locianpwe tidak ambil hati persoalan ini ... sudi kiranya Locianpwe memaafkan Suhengku itu"
Wajah A Gu berobah. "Main-main? Bergurau? Siapa yang tengah main main dengannya? Siapa yang tengah bergurau dengannya? Hemmm, kami sudah mengadakan perjanjian, perjanjian itu kami buat atas persetujuan kami berdua! Aku memberikan hadiah kepadanya dan dia akan memberitahukan kepadaku di mana adanya majikan kecilku itu! Sekarang aku sudah bersedia memberikan barang hadiah kepadanya, dan dia harus memberitahukan kepadaku dimana adanya majikan kecilku itu! Harus!"
Lam San jadi tambah kuatir.
"Suheng! Cepat kau minta maaf kepada A Gu Locianpwe dan jelaskan bahwa kau tadi hanya bergurau!" Perintah Lam San.
Cui Seng tertegun sejenak. Tapi kemudian dia menggeleng. Di dalam hatinya dia berpikir : "Mengapa aku harus bongkar rahasiaku sendiri? Tanpa mengaku juga kakek itu telah mengetahui bahwa aku telah membohonginya? Bukankah dengan menolak hadiahnya itu, meminta hadiah lain yang tidak bisa di berikannya, persoalan akan habis sampai disiai saja, berarti aku tidak perlu memberitahukan dimana adanya bocah itu?"
Karena berpikir begitu, Cui Seng segera menyahuti : "Tidak! Aku tidak mau meminta maaf, karena aku tidak bersalah! Apakah kau juga menyangka aku tidak mengetahui di mana beradanya bocah mesum itu, Sumoay?"
Lam San tertawa pahit. "Suheng, jangan main gila! Cepat kau jelaskan duduk persoalannya yang sebenar benarnya!"
"Aku akan memberitahukan kepadanya di mana adanya majikan kecilnya, asal dia mau memberikan hadiah kepadaku!"
"Ini kuberikan sebagai hadiah!" Menyahuti kakek tua itu sambil menyodorkan patung Dewi Kwan Im. "Ambillah!"
Cui Seog tertawa. "Sudah kukatakan, aku tidak bisa menerima barang berharga itu ... kalau memang kau memberikan hadiah lainnya, mungkin bisa kuterima! Patung Dewi Kwan Im itu terlalu berharga dan maaf aku tidak bisa menerimanya.!"
"Tapi aku ikhlas memberikan kepadamu!"
"Walaupun kau iklas, tapi justeru aku berat menerimanya. Karena itu, lebih baik kita sudahi saja persoalan ini sampai di sini. Kau tidak bisa memberikan hadiah yang kuinginkan yang pantas buat kuterima, karena itu akupun tidak sudi memberitahukan kepadamu di mana adanya majikan kecilmu itu ....!"
Muka A Gu berobah. "Benar-benar kau tidak mau memberitahukan dimana adanya majikan kecilku itu?" Bertanya, suaranya berobah jadi keras dan juga bengis.
Cui Seng dengan tenang sambil tersenyum menyahuti : "Tentu saja! Bukankah kau tidak bisa memberikan hadiah yang kuminta? Karena itu tidak layak kalau memang kau mendesak agar aku memberitahukan di mana adanya majikan kecilmu itu ....!"
A Gu tiba-tiba melompat. Dia juga berkata bengis : "Aku akan memaksamu untuk memberitahukan kepadaku, dimana adanya majikan kecilku itu ...!" Sambil bilang begitu, tangan kanannya memasukkan kembali Patung Dewi Kwan Im ke dalam sakunya. Tangan kirinya menyampok kepada Cui Seng, yang dikepretnya.
Tidak ampun lagi, tubuh Cui Seng melayang ke tengah udara seperti layangan putus tali.
Malah terdengar jerit kesakitan bercampur kaget dari Cui Seng, dia seperti terkena hantaman yang kuat sekali, walaupun A Gu cuma mengkepretnya perlahan sekali.
Lam San kaget tidak terhingga.
"Locianpwe, tunggu ..." Dia coba mencegahnya.
Waktu itu tubuh Cui Seng ambruk ditanah dengan bantingan yang keras sekali. Juga dia bergulingan. Waktu dia bangun mukanya kotor oleh tanah.
Dengan muka yang bengis, A Gu sudah menghampiri Cui Seng dia pun menatap dengan tajam.
"Kau mau memberitahukan atau tidak?" Cui Seng kesakitan, dia kaget dan juga sekarang dia tahu bahwa orang tua itu memiliki kepandaian tinggi. Sebab dengan hanya mengkepret begitu saja dia bisa membuat tubuh Cui Seng terpental seperti itu. Namun dia pun mendongkol bercampur gusar.
"Kau tidak layak memukulku dan memaksa agar aku memberikan keterangan! Memangnya kau ini guru atau orang tuaku sehingga mau bertindak sewenang wenang terhadap diriku!"
Lam San melompat menghadang di depan A Gu.
"Locianpwe ... tunggu dulu, sabar! Dengarkanlah dulu keterangan Boanpwe ...!" Sambil bilang begitu, Lam San sudah merangkapkan sepasang tangannya, dia menjurah memberi hormat.
Tapi A Gu sudah tidak sabar. Dia mengulurkan tangan kanannya mendorong pundak si gadis.
Lam San merasakan berkesiuran angin yang kuat sekali, si gadis ingin mengelakkan dorongan tangan A Gu, dia mandek dan menurunkan pundaknya.
Namun usaha Lam San gagal, sebab dengan keras pundaknya kena ditepuk oleh A Gu, malah tidak ampun lagi tubuhnya terpental keras sekali. Sampai empat tombak lebih. Untung saja Lam San memang sudah mengetahui sejak tadi bahwa A Gu seorang yang hebat dan liehay tangannya, dia sudah bersiap siap dan berwaspada. Karena itu, biarpun dia terdorong sampai terpental seperti itu, waktu tubuhnya melayang ditengah udara dia telah berpoksay, dengan demikian, dia tidak perlu jatuh terbanting, dia bisa turun meluncur dengan kedua kakinya lebih dulu menginjak tanah.
Walaupun demikian, hati si gadis berdebar keras. Dia kagum sekali buat kehebatan tangan A Gu. "Hebat dia .... kepandaiannya luar biasa ....!" Pikirnya.
Cepat-cepat Lam San merangkapkan kedua tangannya, dia bilang : "Locianpwe ... dengar dulu keteranganku."
"Apa yang ingin kau jelaskan?" Bentak A Gu, sengit dan tampaknya dia gusar sekali kepada Cui Seng, karena berulangkali dia telah melirik kepada Cui Seng.
"Sebetulnya, Suhengku itu .... tidak mengetahui dimana adanya majikan kecil Locianpwe....!"
"Dia tidak mengetahui?"
"Ya, dia cuma bergurau, harap Locianpwe memaafkannya!"
Muka A Gu berobah, "Memaafkannya?"
"Ya!" "Cissss.....kalau memang benar benar dia cuma bergurau, dia tidak dapat dimaafkan, dia harus dihajar!"
Lam San mengeluh, hatinya tercekat. Dia tahu, kalau memang A Gu sudah mengumbar kemarahannya, dengan kepandaiannya yang begitu tinggi, sulit buat Lam San berdua Cui Seng menghadapinya. Sekarang memang Cui Seng sudah terlanjur mempermainkan A Gu, kesalahan berada pada Cui Seng, dan sekarang A Gu tidak bisa dijinakan lagi, karenanya si gadis jadi gelisah.
"Suhengku hanya bergurau dengan Locianpwe ... kami berdua sebetulnya sama seperti Locianpwe, tengah mencari adik kecil itu ... tadi Suhengku pun telah berusaha melindungi adik kecil dari tangan orang jahat ... Suheng ku telah menolong jiwa adik kecil itu dari tangan maut Hok Tian Tong dan Tan Jie Bwee sepasang kakek tua yang aneh tadi ....!"
A Gu jadi agak tenang. Dia mengawasi Lam San setengah percaya setengah tidak. Sampai akhirnya setelah menatap tajam kepada Cui Seng, dia bilang : "Jadi ... tadi dia telah menolong jiwa majikan kecilku itu?"
Lam San girang melihat A Gu mulai dapat ditenangkan, dia mengangguk.
"Benar Locianpwe . kalau memang Suhengku tidak keburu untuk melindungi, mungkin majikan kecilmu sudah menggeletak menjadi mayat dibinasakan oleh sepasang kakek dan nenek aneh ....!"
"Benarkah begitu?" Tanya A Gu kemudian kepada Cui Seng, suaranya dalam sekali.
Cui Seng yang sudah merangkak bangun, tengah menyusut hidungnya yang tadi mengeluarkan darah, dia menyahuti sengit: "Aku tidak mau bicara dengan kau?"
dw(0)kz Jilid 4 A GU mendelik galak pada Cui Seng, kemudian dia membentak bengis : "Baik? Kalau saja nanti terbukti kalian berbohong, aku akan mencari kalian!" Setelah berkata begitu dia menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya cepat sekali melesat pergi seperti terbang.
"Locianpwe ... tunggu dulu!" Panggil Lam San Tapi, A Gu sudah berlari cepat sekali dalam waktu sekejap mata ia sudah berlari puluhan tombak dan akhirnya menghilang dari pandangan mata Lam San dan Cui Seng.
Sepasang muda-mudi ini saling pandang. Mereka tampaknya jadi tidak mengerti menghadapi persoalan seperti ini.
Lam San sendiri telah menggumam perlahan : "Entah siapa bocah yang mengaku sebagai si Mesum itu?!"
Cui Seng menganguk. Dia memandang dengan sorot mata heran.
"Ya, entah siapa bocah itu ...?" Katanya juga. Seakan dia bertanya kepada Lam San.
"A Gu juga sangat liehay sekali, kepandaiannya luar biasa, Hok Tian Tong dan Tan Jie Bwee yang memiliki kepandaian tinggi, mereka dengan sekali gebrak dapat dirubuhkan! Yang aneh, A Gu menyatakan dia hanya seorang pelayan! Entah siapa majikannya! Yang pasti, tentu majikannya itu hebat sekali! Aneh ! Juga, mengapa si Mesum telah mengemis di rumah makan itu, menyatakan ia sudah seharian tidak makan? Inilah aneh... tentu dibalik persoalan ini terdapat sesuatu yang unik."
Cui Seng memang tidak secerdas Lam San tapi juga dia merasa aneh dan menduga duga.
"Bocah itu tampaknya juga memiliki tenaga yang kuat sekali. Kalau memang dia putera seorang tokoh rimba persilatan berkepandaian liehay, dan memiliki pelayan seperti A Gu, niscaya dia tidak akan pernah kelaparan dan tidak perlu mengemis! Inilah yang tidak di mengerti olehku."
Lam San menoleh kepada Suhengnya.
"Ada yang tidak kita perhatikan Suheng ....!" Kata si nona Thia.
Cui Seng mengawasi Lam San penuh perhatian.
"Apakah itu Sumoay?" Tanya Cui Seng.
Lam San mengerutkan keningnya. "Tentang bocah aneh itu ...!"
"Kenapa bocah aneh itu?" Tanya Cui Seng "Apakah Sumoay melihat sesuatu pada dirinya?"
Lam San mengangguk. "Ya. Kau memperhatikan tenaganya tidak!"
"Kenapa tenaganya?"
"Kuat sekali, bukan?"
"Ya. Dia bisa menangkis setiap serangan dari pelayan rumah makan itu."
"Ya, disinilah letak keanehan yang kumaksudkan itu." Kata Lam San.
"Apa itu, Sumoay?!"
Lam San menghela napas. "Suheng, ternyata kau tidak bisa juga menangkap keanehan tersebut...!" Kata adik sepenguruan yang perempuan itu. "Justeru seorang baru bisa memiliki tenaga yang kuat, kalau dia sudah melatih tenaga lwekangnya, bukankah begitu?"
"Benar!" Mengangguk Cui Seng.
"Nah, bocah itu memiliki tenaga yang begitu kuat, sehingga pelayan-pelayan itu tidak dapat melayaninya, juga Hok Tian Tong dan Tan Jie Bwee sendiri, jika mereka memandang remeh pada bocah itu, niscaya mereka akan bercelaka di tangan si bocah! Nah, tidak kah ini aneh? Bukankah berarti si bocah memiliki lwekang yang cukup tinggi?"
"Mungkin dia sudah berlatih ilmu tenaga dalam tersebut, Sumoay!" Kata Cui Seng.
Lam San tertawa. "Tentang hal itu tanpa kau kemukakan akupun sudah menduga begitu. Dengan sendirinya, dengan memiliki lwekang tentu si bocah sudah melatihnya. Tapi yang aneh ...." Lam San tidak meneruskan kata-katanya, dia berpikir keras.
Cui Seng ingin sekali mengetahui, hatinya ketarik bukan main.
"Apanya yang aneh, Sumoay? Maukah kau memberitahukannya kepadaku?"
"Sesungguhnya usia anak itu baru sembilan atau delapan tahun, tapi dengan memiliki lwekang setinggi dan sekuat itu, tidakkah ini aneh?"
"Cui Seng seperti baru tersadar.
"Ya..... tidak mungkin anak sebesar bocah itu bisa memiliki lwekang yang begitu tinggi!" katanya.
"Tepat!" Berseru Lam San girang, karena Suhengnya mulai mengerti duduk persoalannya.
"Lalu, apakah si bocah memang sebetulnya memiliki sesuatu kelainan dari bocah-bocah lainnya, sehingga dia bisa memiliki lwekang dalam usia sembilan tahun seperti itu?"
"Tapi!" Lam San menggeleng. "Bocah itu bukan memiliki kelainan. Tapi justeru yang menjadi tanda tanya, dia sebetulnya anak siapa dan kepandaian apa yang dipelajarinya! Melihat cara A Gu memukul mundur Hok Tian Tong dan Tan Jie Bwee, aku sudah menduga jelas kepandaian majikan A Gu sangat hebat pekali. Bukankah A Gu sendiri hanya seorang pelayan belaka, namun dia begitu liehay .... karenanya tak mustahil bahwa si bocah juga dalam usia sekecil itu sudah memiliki lwekang yang tinggi !"
"Ada yang mengherankan lagi, Sumoay?" Kata Cui Seng.
"Apa?" "Bocah itu seperti tidak mau bertemu dengan A Gu, pelayannya itu ..!"
"Ya.... mengapa dia memisahkan diri dari pelayannya, malah sampai mengemis.....!"
"Yang lebih aneh, dia tidak mau menerima uang yang kuberikan kepadanya!"
"Ya... dia bilang bahwa dia tidak membutuhkan uang itu!" Kata Lam San menimpali, karena dia pun tengah diliputi tanda tanya dan terheran heran.
Mendadak Lam San menepuk pahanya.
"Sekarang aku tahu! Kini aku tahu!" Berseru si gadis gembira, wajahnya berseri-seri.
"Apa yang kau ketahui Sumoay?"
"Bocah itu ... si Mesum ..."
"Kenapa dia?" "Dia seorang Sin Tong (anak luar biasa)!"?
Cui Seng menggeleng. "Tapi .... hal itu belum lagi pasti, Sumoay! Walau pun dia seorang Sin Tong, belum tentu dia bisa melakukan apa yang pernah di lakukannya ... apakah anak berusia sembilan tahun bisa memiliki lwekang seperti dia? Seperti kita-kita saja, waktu yang kita habiskan hampir sepuluh tahun, untuk melatih lwekang dan ini pun setelah kita belajar silat beberapa tahun, sebagai dasarnya. Tanpa memiliki dasar bisa melatih Lwekang.....?"
Sambil berkata begitu, tampak Cui Seng mengawasi Sumoaynya, seakan juga ia ingin meminta pendapat Sumoaynya tentang komentarnya tersebut.
Lam San menggaruk-garuk belakang telinganya, yang sebetulnya tidak gatal.
Apa yang diucapkan Cui Seng memang tidak terlalu salah, karena memang benar jika sejak kecil si Mesum mempelajari lwekang, dia pun tidak akan sekuat itu.
"Sudahlah! Kita masih harus melakukan perjalanan yang jauh, kita jangan terlibat urusan ini ...!" Kata Lam San kemudian. "Mari kita kembali ke rumah penginapan!"
Cui Seng walau pun masih terheran-heran karena tidak bisa memecahkan teka-teki yang mereka hadapi, namun dia tidak berani membantah perkataan Lam San. Dia mengiyakan.
Waktu itu, tampak Lam San sudah memutar tubuhnya untuk kembali kerumah penginapan mereka.
"Ciecie ... tunggu!" Tiba-tiba terdengar seruan seseorang.
Lam San dan Cui Seng terkejut. Mereka menoleh kearah panggilan itu dan batal buat pergi.
Dari gerombolan pohon bunga, melompat keluar sesojok tubuh kecil. Dan orang yang baru muncul ini tidak lain dari si bocah yang menamakan dirinya sebagai si Mesum.
"Kau ...?" Cui Seng kaget bercampur girang melihat si bocah, "Tahukah kau, pelayanmu tadi sibuk mencari-cari mu!"
Bocah itu menggelengkan kepalanya, dia bilang : "Jangan perdulikan dia ... aku tidak mau bertemu dengan dia! Sekarang aku ingin bertanya kepadamu Ciecie, aku ingin ber sama kalian berdua boleh?"
Lam San dan Cui Seng jadi saling pandang. Tapi akhirnya Lam San tersenyum dia mengangguk.
"Tentu saja boleh. Tapi, sebelumnya kami harus mengetahui siapa kau sebenarnya adik kecil.
"Bukankah aku sudah memberitahukan kepada Ciecie panggil saja aku si Mesum ....!"
"Kau anak siapa?"
"Aku tidak tahu......!"
"Tidak tahu?" "Ya ... sungguh, aku tidak tahu."
"Siapa ayah dan ibumu?"
"Oooo, Ciecie, bukankah sudah kukatakan bahwa aku tidak tahu siapa kedua orang tuaku."
Lam San jadi bengong, dia saling pandang dengan Cui Seng sesaat lamanya. Tampaknya mereka berdua jadi bingung dan heran menghadapi sikap si bocah yang aneh ini.
"Bagaimana Ciecie, Koko, apakah aku boleh ikut kalian berdua?" Mendesak si Mesum.
Lam San tersenyum, dia pun telah berpikir keras. "Anak ini aneh sekali. Dia pun seakan juga ingin merahasiakan dirinya. Jika memang dia ikut dengan kami berdua, apakah dia tidak akan membawa kesulitan buat kami? Bukankah kami tengah menjalankan tugas yang diberikan kepada Suhu?!"
"Bagaimana Ciecie?" Tanya si Mesum melihat gadis she Thia cuma mengawasinya dan berdiam diri saja.
Lam San mengangguk. "Boleh! Tentu saja adik kecil boleh ikut dengan kami!" Kata Lam San, "Akan tetapi yang terpenting adik kecil harus menjelaskan dulu asal usul adik ...!"
"Asal usulku?" "Ya." "Maksud Ciecie?"
"Sebetulnya kau berasal dari mana?" Tanya Lam San.
"Tidak tahu. Sungguh, aku tidak tahu, Ciecie?"
Lam San mengawasi tajam padanya.
"Tidak mungkin kau tidak mengetahui tempat asalmu ....!" Kata Lam San.
"Tadi kau bilang tidak tahu tentang kedua orang tua mu, tidak mengetahui siapa ayah dan ibumu. Dan sekarang, kau juga bilang tidak tahu berasal dari mana. Mana mungkin hal ini? Apakah kau ingin merahasiakan asal usulmu? Atau memang kau tengah menghadapi kesulitan."
Si Mesum terdiam. Dia tampak terpaku sejenak. Dia seperti tengah berpkir keras.
"Bagaimana adik kecil, benar-benar kau tidak tahu berasal dari mana?" Tanya Lam San.
Si Mesum mengangguk segera.
"Benar Ciecie ... aku tidak membohongi mu ... aku memang tidak mengetahui dari mana asalku ..!"
"Sungguh?" Si Mesum mengangguk lagi. "Ya ... jika memang aku mengetahui aku berasal dari mana tentu aku akan memberitahukannya!"
Lam San benar-benar terheran-heran terhadap sikap dan kelakuan anak ini, karena si Mesum aneh sekali dan sulit diterka asal usul nya. Melihat dari keadaannya yang masih kecil, seperti itu, memang tidak masuk akal jika dia memiliki lwekang tinggi. Akan tetapi kenyataannya, Lam San dengan Cui Seng sudah menyaksikannya, betapa bocah ini memang memiliki tenaga yang kuat sekali. Tenaga yang kuat jelas bersumber dari lwekang. Karena itu siapakah sebetulnya si Mesum ini? Siapakah ayah ibunya? Siapa gurunya? Dan siapa orang yang mengaku bernama A Gu dan sebagai pelayan bocah ini?
Cui Seng nampaknya sudah tidak sabar, dia membentak : "Bocah, kau tampaknya tidak mengandung maksud baik pada kami! Kau ingin mempermainkan kami, heh?"
Si Mesum menoleh, dia memandang heran, Matanya memancarkan rasa takut.
Lam San menepuk pundak Suhengnya.
"Suheng, jangan menakut-nakutinya ...!" Katanya.
Cui Seng tertawa dingin. "Bocah ini tampaknya tidak benar dia tidak mau menjelaskan ascl usulnya. Setiap kali ditanya, dia selalu menjawab tidak tahu Sumoay, lebih baik kita tinggalkan saja!"
Sambil berkata begitu, tampak Cui Seng sudah memutar tubuhnya, dia bermaksud untuk pergi.
Tapi Lam San sudah menarik tangannya.
"Jangan pergi dulu Suheng ...! Masih ada yang ingin kutanyakan kepada anak itu!"
"Apa yang ingin kau tanyakan kepadanya?" Tanya Suheng itu dengan sikap tidak senang.
"Kalau memang dia benar-benar tidak mengetahui siapa ayah dan ibunya, juga tidak mengetahui dia berasal dari mana, maka jelas ada sesuatu pada diri bocah ini ... kita harus menanyakan hal ini sejelas-jelasnya. Siapa tahu bocah ini tengah menghadapi kesulitan dan perlu kita membantunya ...?"
Mendengar perkataan Sumoaynya seperti itu, dia jadi ragu-ragu, namun akhirnya Cui Seng mengangguk juga.
"Baiklah! Kau tanyalah sekali lagi!" Katanya, Cui Seng diam saja mengawasi tajam kepada bocah itu, sedangkan hatinya tak puas.
"Adik kecil!" Kata Lam San lagi. "Sesungguhnya, kalau saja kau ingin bicara dengan terus terang dan jujur, maka kami akan membantuku untuk memecahkan kesulitanmu, yang tengah kau hadapi. Bagaimana, apakah kau bersedia bicara dengan jujur dan juga menjelaskan apa adanya kepada kami?"
Bocah itu mengangguk. "Tentu saja Ciecie, tentu aku mau bicara jujur ...!" Katanya kemudian.
"Bagus ... sekarang kau jelaskan, siapa kedua orang tuamu? Kau jangan kuatir. kami tentu akan merahasiakan hal ini ... Atau kalau perlu, kami akan mengantarkan kau pulang ke rumah kedua orang tuamu "
Si Mesum menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa saat lamanya, kemudian dia menghela napas. Tampak wajahnya muram dia jadi bersusah hati.
"Ciecie ... tadi aku telah mengatakan apa adanya dan jujur. Aku sungguh-sungguh tidak tahu lagi siapa kedua orang tuaku! Aku selalu berusaha mengingatnya, siapakah diriku? Anak siapa? Dan dari mana asalku ... tapi tetap saja aku tidak berhasil mengetahuinya, aku tidak berhasil mengingatnya !"
"Benarkah begitu?" Tanya Lam San.
"Benar ...!" Mengangguk si Mesum. "Memang apa yang kujelaskan kepada Ciecie dari hal yang sebenarnya ....!"
"Kalau demikian, Siapakah A Gu, pelayanmu itu?"
"Aku tidak tahu!"
"Tidak tahu?" "Ya... memang aku sebenar-benarnya tidak tahu, Ciecie. Aku tidak tahu siapa dia!"
"Mustahil kau tidak mengetahui siapa dia adanya ... bukankah kau mengetahui bahwa kau memiliki seorang pelayan yang bernama A Gu itu dan juga dia pun bilang kau adalah majikan kecilnya? Nah, adik kecil kuminta dengan sangat, kamu jangan memutar-mutar urusan ini berusaha membohongi kami percayalah, jika memang kau bicara terus terang, apa pun kesulitanmu tentu akan kami tolong ...!"
Si Mesum tampak bersusah hati, dia menunduk dan menghela napas.
"Memang setiap orang tidak mempercayai keteranganku ... aku telah bicara dari hal yang sebenarnya...!" Kata si bocah dengan suara seperti menggumam.
"Hemmm, jadi memang sebenar-benarnya bahwa kau ini tidak tahu siapa kedua orang tuamu? Dan juga tidak tahu kau berasal dari mana?"
"Benar Ciecie."
"Jadi kau tidak mengetahui siapa itu A Gu, pelayanmu itu?"
"Benar Ciecie. Dia yang selalu mengaku sebagai pelayanku. Dan aku takut sekali terkadang dia kelihatannya galak kalau menghadapi orang lain maka aku tidak mau dekat-dekat dengannya, aku selalu berusaha menyingkir dari nya ....!"
"Aneh ...!" Menggumam Lam San.
"Apa anehnya Ciecie ...?"
"Kau ini ... A Gu mengaku sebagai pelayanmu tapi kau sendiri tidak mengetahui siapa dia sebenarnya. Bukankah ini aneh sekali? Juga kau sendiri sampai siapa kedua orang tua mu kau juga tidak mengingatnya asal usulmu juga tidak kau tahu! Bukankah ini pun sangat aneh sekali?"
Si Mesum termenung sejenak. Dia pun menggumam: "Ya, memang akhir-akhir ini aku selalu mengalami peristiwa yang aneh."
"Mengalami peristiwa yang aneh?" Tanya Lam San, jadi ketarik hatinya dan ingin mengetahui.
"Ya!" Mengangguk si Mesum"
"Memang belakangan ini aku selalu mengalami berbagai peristiwa yang aneh."
"Apa saja itu? Peristiwa apa yang kau alami?" Mendesak Lam San, semakin tertarik.
"Seperti orang itu yang mengaku bernama A Gu, yang mengaku sebapai pelayanku, sesungguhnya aku tidak pernah merasa kenal dengan orang itu, apa lagi dia mengaku sebagai pelayanku, bukankah ini aneh sekali, seakan juga aku ini seorang anak dari hartawan kaya yang kemana-mana selalu harus dikawal pelayan? !"
Mendengar perkataan si bocah, Lam San semakin heran. Dia mengawasi tajam. Sedangkan Cui Seng rupanya tengah mengawasi tidak sabar. Dia hendak mengajak Lam San agar tidak melayani anak itu lagi, untuk pulang ke rumah penginapan mereka, karena Cui Seng anggap bahwa bocah itu hendak merapermainkan mereka. Bukankah aneh sekali, kalau sampai kedua orang tuanya sendiri tidak diketahui anak itu? Juga aneh sekali, dari mana asalnya dia pun tidak mengetahui? Cui Seng anggap itulah perbuatan yang kurang ajar, seorang bocah cilik ingin mempermainkan mereka berdua. Namun melihat Sumoaynya begitu tertarik buat bercakap cakap dengan bocah itu Cui Seng tidak berani memaksa Sumoaynya untuk meninggalkan anak itu.
Si Mesum telah menghela napas. Dia bilang dengan suara yang perlahan, tapi diliputi kebingungan : "Sesungguhnya siapa aku? Siapa orang tuaku? Siapa A Gu itu? Mengapa dia mengaku sebagai pelayanku?"
Lam San tersenyum melihat lagak anak itu.
"Jadi benar-benar kau tidak ingat lagi sesuatu apa pun masa lalumu?"
Anak itu mengangguk. "Benar Ciecie ... akupun heran waktu ada beberapa orang jahat yang hendak memaksa aku ikut dengan mereka ... mereka galak-galak, menakutkan sekali ...!"
"Siapa mereka?"
"Banyak sekali, seperti sepasang kakek dan nenek tua yang aneh sekali keadaannya maupun wajahnya. Juga empat orang yang ter diri dari Niekouw, Tosu, Hweshio dan seorang berpakaian serba merah. Masih ada lagi, dua orang pengemis pun memaksa agar aku ikut dengan mereka."
"Aneh sekali!" Kata Lam San.
"Nah, Ciecie sendiri bisa bilang bahwa itu aneh? Memang aku sendiri merasa aneh!"
"Kau tidak kenal mereka?!"
"Tidak, Ciecie ... baru bertemu kali ini. Tapi mereka semuanya memaksa agar aku ikut dengan mereka agar aku tidak rewel dan mau begitu saja diajak mereka. Jika aku menolak keinginan mereka umumnya mereka galak sekali ....!"
Lam San tambah heran. Sampai akhirnya setelah berpikir sejenak, dia bertanya : "Apakah kau pernah belajar ilmu silat?"
Anak itu tampak bimbang. Dia berdiam diri sejenak.
"Katakan yang sebenarnya, apakah kau pernah belajar ilmu silat pada seseorang?" Tanya Lam San.
Si Mesum garuk-garuk kepalanya.
"Untuk itu aku tidak ingat sepenuhnya, rasanya memang aku pernah belajar ilmu silat. Akan tetapi .... aku juga tidak tahu ilmu silat apa yang kupelajari ... aku pun merasakan sekarang tidak bisa bersilat ... Inilah yang membuat aku bingung!"
"Tegasnya kau pernah belajar ilmu silat!"
"Tidak bisa dibilang begitu Ciecie, karena aku cuma merasa pernah belajar, tapi aku tidak ingat!"
"Namun tenaga kau sangat besar!"
"Sangat besar tenagaku?!"
Bocah itu membeliakkan matanya.
"Aneh ... aku ... aku tidak tahu hal itu!" Kata si Mesum kemudian.
"Apa yang kau tidak ketahui?"
"Tentang tenagaku yang kuat itu yang sangat besar," Kata si Mesum.
"Lalu apa hubungannya dengan persoalan kau belajar atau tidaknya ilmu silat?!"
"Kalau mendengar pendapat dan perkataan Ciecie, tenagaku sangat besar, maka tentunya aku pernah belajar ilmu silat. Aku memang sering merasa heran, karena setiap kali aku menangkis pukulan seseorang yang bermaksud buruk padaku, aku selalu bisa menangkisnya sampai orang itu rubuh tenguling, terpental karenanya, aku sering bertanya tanya, dari mana asalnya tenagaku yang sangat besar ini? Namun dengan adanya hal ini, aku bisa menduga bahwa aku mungkin pernah belajar ilmu silat, tapi sayangnya aku tak ingat lagi!"
Lam San melihat bocah ini bicara dengan sikap yang sungguh-sungguh, dan wajahnya tidak terpancar kedustaan. Karena itu, mau Lam San mempercayainya, bahwa bocah ini tengah mengalami lupa ingatan. Mungkin terjadi sesuatu pada diri bocah ini, sehingga peristiwa masa lalunya tidak diingatnya sama sekali.
"Apakah anak ini mengalami geger otak?" Pikir Lam San di dalam hatinya.
"Ciecie, bagaimana, boleh aku ikut bersama kalian?" Tanya Si Mesum akhirnya.
Lam San menghela napas. "Boleh ..." Menganggut si gadis, "Boleh!"
"Ya ....!" "Oooooo, terima kasih Ciecie .!" Segera juga bocah itu merangkapkan kedua tangannya, dia menjurah kepada Lam San; Memberi hormat.
"Tunggu dulu!" Kata Lam San sambil mengelakkan pemberian hormat si bocah.
Si Mesum memandang tertegun.


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa Ciecie, apakah kau ingin membatalkan kesanggupanmu tadi? Apakah kau ingin menolakku?"
"Bukan!" Menggeleng Lam San. "Justeru aku ingin menjelaskan jika memang kau sungguh hati ingin ikut bersama kami, maka ada syaratnya yang harus kau penuhi ..."
"Katakanlah, apakah itu Ciecie?"
"Pakaianmu tidak boleh begitu ...!" Kata Lam San sambil menunjuk kepada baju bocah itu.
"Kenapa Ciecie?"
"Terlalu kotor ...!" Menjelaskan Lam San. "Kau harus berpakaian yang rapi jika ingin bersama kami melakukan perjalanan, agar tidak terlalu menarik perhatian orang!"
Si Mesum terdiam sejenak, dia menggumam perlahan sekali ; "Pakaianku terlalu kotor, mesum dan dekil ... tapi dari mana aku bisa memperoleh pakaian yang bersih ...?"
Lam San merasa kasihan melihat keadaan bocah itu, dia mengawasi, kemudian dia bilang ; "Kita beli pakaian untukmu, aku yang akan membayarnya ....!"
Anak itu tampak girang. "Benarkah Ciecie?"
"Aku tidak pernah mendustai orang, karena itu, kau tidak perlu kuatir nanti aku membohongi dirimu!"
"Oooooooo, terima kasih, Ciecie !"
Cui Seng mendengus. "Huuu bocah seperti itu dimanjakan, nanti dia besar kepala ... Sekarang saja dia tidak mau bicara terus terang dengan kita, mengapa kita harus melayani dia dan memanjakannya!"
Lam San mengulapkan tangannya, dia bilang : "Suheng bocah ini memang memerlukan perlindungan... kita harus melindunginya."
"Memerlukan perlindungan, kita harus melindungi dia? Cisss Sumoay, ingatlah, betapa kita tengah menerima tugas Suhu, jika kita mengurusi bocah itu tentu tugas kita akan terlantar. Disamping itu bocah ini tampak tidak jujur !"
"Sudahlah Suheng kita lihat saja beberapa saat lagi, nanti juga kita ketahui siapa anak ini sebenarnya!"
Mendengar perkataan Lam San seperti itu Cui Seng tidak bisa membantah lagi. Cuma saja dia mengawasi tidak senang kepada si bocah.
Si Mesum tidak memperdulikan sikap Cui Seng, dia hanya mengawasi Lam San seakan juga gadis ini adalah tuan penolongnya dari dia yakin Thia Lam San akan melindunginya dari segala macam ancaman bahaya apa pun juga.
"Mari kita berangkat!" Ajak Lam San.
Mereka telah tiba di rumah penginapan.
Lam San perintahkan pelayan membeli seperangkat pakaian anak kecil.
Setelah salin pakaian Si Mesum tampak cakap sekali. Juga dia tampaknya memang senang sekali dengan pakaian barunya itu. Di memuji bajunya itu berulangkali, sehingga Lam San jadi senang. Dia juga berkasihan terhadap si Mesum.
"Kasihan anak ini, dia masih terlalu kecil namun dia hidup terlantar seakan juga seorang anak yatim piatu ... dia tampaknya mengalami geger otak, sehingga dia tidak ingat segala apa pun juga ... entah siapa kedua orang tuanya?"
Cui Seng masih bersikap memusuhi anak itu. Dia tidak pernah mengajak si Mesum bercakap cakap.
Lam San mengajak si Mesum bersantap. Tampaknya anak ini tidak begitu bernafsu, dia makan sedikit sekali. Lam San mengawasinya beberapa saat, kemudian bertanya : "Adik kecil tadi kau pernah mengemis sisa makanan pada rumah makan di rumah penginapan ini, pada pelayan kau bilang bahwa kau belum makan satu harian. Tapi sekarang, mengapa justeru kau makan sedikit sekali?"
Cui Seng yang tidak menyukai anak itu telah nyeletuk : "Dia pura-pura tidak mau makan banyak-banyak pura-pura tidak rakus, tapi nanti diam-diam dia pun akan sikat seluruh sisa makanan ini sampai bersih dan perut nya akan jadi buncit ...!"
Lam San menoleh pada Suhengnya, dia mendelikkan matanya.
"Suheng jangan kasar seperti itu!" Katanya menyesali perbuatan kakak sepenguruannya tersebut.
Si Mesum sendiri sudah menghela napas, dia bilang : "Ciece, kau baik sekali! Memang aku selalu mengemis sisa makanan dengan alasan bahwa aku belum lagi makan satu harian, tapi sesungguhnya ... sisa makanan itu bukan untukku ...."
"Bukan untukmu?" Tanya Lam San.
Si Mesum mengangguk. "Benar Ciecie ....!"
Kembali Lam San jadi heran. Benar-benar aneh si Mesum ini. Dia mengemis sisa makanan, lalu dia pun bilang dirinya belum makan satu harian. Namun sekarang justeru si Mesum bilang sisa makanan yang dimintanya dari pelayan rumah makan itu bukan untuk dirinya. Bukankah itu aneh?
"Untuk siapa adik kecil?"
Si Mesum mengawasi Lam San dan Cui Seng bergantian, kemudian dia menghela napas.
"Sebetulnya aku telah berjanji kepada seseorang, yang akan menerima sisa makanan itu, bahwa aku tidak akan memberitahukan kepada siapa pun juga urusan itu ... karennaya sekarang, aku benar-benar bingung. Ciecie, kalau aku tidak memberitahukan, tentu Ciecie akan menyesali aku sebagai orang tidak kenal budi kebaikan, tapi jika aku menjelaskannya, jelas ini pun akan melanggar janjiku sendiri kepada orang itu ....!"
Lam San terdiam. Sampai akhirnya dia mengangguk.
"Baiklah, kalau memang kau memiliki kesulitan buat menjelaskan siapa orang itu kepada kami, karena kau telah berjanji padanya akan merahasiakan persoalan tersebut, kami pun tidak mendesak untuk mengetahuinya...!"
Si Mesum menghela napas. "Benar-benar aku menyesal, Ciecie, harap Ciecie bisa mengerti dan memaklumi akan kesulitanku ini...!" Kata si Mesum kemudian. Wajahnya benar-benar memperlihatkan penyesalan yang sangat.
Lam San mengangguk mengiyakan. Namun belum lagi dia bicara lebih jauh, justeru Cui Seng telah berkata : "Lihat saja ... sampai urusan yang tidak berarti itu, dia tidak mau memberitahukannya! Sungguh setan kecil yang tidak jujur ...!"
"Suheng, jangan bicara sembarangan ...!" Bentak Lam San perlahan.
Cui Seng diam saja, dia mengawasi si Mesum dmgan hati tidak puas.
Sejak si Mesum ikut dengan mereka, entah sudah berapa kali dia di sesali oleh Sumoaynya. Padahal dulu jarang sekali dia disesali Sumoaynya karena itu semakin dipikirkan dia jadi semakin tidak puas. Dan perasaan tidak senangnya terhadap si Mesum juga semakin besar tertanam dihatinya.
Si Mesum telah berkata lagi: "Ciecie...orang itu sebetulnya seorang pendeta tua yang tengah sakit keras ... tapi tentu saja dia malu kalau nanti tersiar bahwa dia makan sisa makanan yang kuperoleh dengan cara mengemis. Karena itu, aku berjanji akan merahasiakan hal itu, barulah pendeta itu mau memakannya. Ini perlu sekali Ciecie, untuk mempercepat kesehatannya pulih seperti semula !"
"Kau baik sekali, adik kecil! Sudahlah, kau jangan risaukan persoalan itu dengan memegang janji, berarti kau seorang yang baik sekali, yang bisa dipercaya dan juga memiliki sifat-sifat seorang kesatria ...!"
Mendengar pujian Lam San, si Mesum segera mengucapkan terima kasih.
Tapi yang mendelu adalah Cui Seng. Sungguh tidak puas hatinya mendengar Lam San memuji si Mesum.
"Kalau memang demikian," kata Cui Seng di dalam hatinya, "Bisa bisa nanti Sumoay memuji terus dia sebagai seorang kesatria, lalu aku sendiri selalu akan disesali ...!" Karena berpikir begitu, Cui Seng semakin membenci Si Mesum.
Selesai makan, Lam San berkata kepada Suhengnya : "Suheng, kau ajak adik kecil itu tidur di kamarmu ....!"
Cui Seng cuma mengangguk saja.
Waktu berada dalam kamarnya, Cui Seng baru melampiaskan perasaan tidak senangnya.
"Tutup pintunya, dungu!" Bentak Cui Seng waktu melihat si Mesum cuma mengikuti dibelakangnya, sedangkan pintu masih terbuka sedikit. "Jangan seperti Pangeran kecil saja yang selalu harus dilayani... kau harus tahu diri, bahwa kami menolong kau hanya karena kami merasa kasihan kepadamu .!"
"Oooooo, maaf Koko ... aku lupa menutup pintunya." Kata si Mesum yang tidak marah. Dia segera menutup pintu kamar, menguncinya dengan palang pintu.
"Kau tidur disitu, aku tidur di pembaringan!" Kata Cui Seng lagi. "Menyesal sekali, di kamar ini cuma memiliki sebuah pembaringan ...!"
Sumpah Palapa 17 Suro Bodong 10 Jerit Di Pucuk Rembulan Pelarian Istana Hantu 3

Cari Blog Ini