Ceritasilat Novel Online

Totokan Jari Tunggal 3

Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong Bagian 3


Maksud Cui Seng, bahwa si Mesum tidur di ubin ....
Si Mesum mengiyakan tanpa rewel. Dia segera rebah di lantai.
Cui Seng mendongkol bukan main, sambil membuka jubah luarnya, dia mendengus berulangkali sambil melirik kepada si Mesum yang sudah menggeletak di lantai.
"Dasar Sumoay, pengemis cilik ini mau di tolongnya ... membikin repot saja!" Pikir Cui Seng dengan hati tidak puas. "Hemmmm, lihat saja, tidur di ubin pun sebetulnya sudah jauh lebih bagus untuknya, kalau dibandingkan dia harus tidur di udara terbuka....!"
Cui Seng merebahkan tubuhnya dipembaringan. Matanya dipejamkan. Tapi dia tidak bisa tidur. Pikirannya menerawang terus.
Ternyata tanpa disadari Cui Seng, dia telah dipengaruhi oleh perasaan cemburu.
Diam-diam sebetulnya Cui Seng mencintai Sumoaynya. Dia taruh hati pada adik sepenguruannya itu. Cuma saja, disebabkan dia merasa rendah diri, di mana dia merasa dirinya agak tolol, maka dia tidak berani mengemukakan perasaannya itu pada Sumoaynya, walaupun mereka melakukan perjalanan bersama dan kesempatan buat mengemukakan perasaan dan isi hatinya itu kepada Lam San sangat banyak sekali.
Sekarang Cui Seng melihat sikap Lam San pada si Mesum sangat baik sekali, walaupun terhadap seorang lelaki kecil seperti si Mesum timbul perasaan cemburu di hati Cui Seng, membuat Cui Seng tidak menyukai si Mesum. Walaupun si Mesum masih kecil dan tentu saja jika dipikirkan secara wajar, tidak pantas kiranya dicemburui, namun memang cinta buta. Sesuatu apa pun bisa saja menimbulkan cemburu yang membuta. Dan sekarang pun Cui Seng mengalami cemburu buta seperti itu, sehingga dia melampiaskan cemburu membutanya itu kepada si Mesum, yang selalu diperlakukan dengan sikap kurang baik dan selalu dijadikan penumpahan dari perasaan tidak puasnya.......
Si Mesum begitu meringkuk di lantai, segera tertidur nyenyak. Tampaknya dia letih sekali. Dia memperdengarkan gerosnya yang menambah perasaan tidak puasnya Cui Seng.
Semakin dipikir, hati Cui Seng jadi semakin panas. Mendengar suara menggeros si Mesum, dia pun semakin tidak senang. Sampai akhirnya setelah berdiam diri beberapa saat, Cui Seng melompat turun dari pembaringan, dia menggoyang goyangkan pundak si Mesum sehingga si Mesum terbangun dari tidurnya "Ada ... ada apa, Koko?" Tanya si Mesum, heran dan agak kaget.
"Tidurnya jangan menggeros seperti itu, mengganggu tidurku saja, aku sampai tidak bisa tidur .!" Kata Cui Seng kasar.
Si Mesum tertegun. Tapi akhirnya dia mengangguk. Cuma hatinya agak takut, sebab melihat muka Cui Seng yang galak.
"Baik Koko ... maafkan ... aku tidak tahu bahwa tidurku menggeros ...!" Kata si Mesum akhirnya.
"Kalau memang kau tidurnya menggeros lagi akan kusuruh kau tidur di luar saja!" Mengancam Cui Seng, kemudian disusul dengan gumamnya yang tidak jelas. Dia pun telah kembali rebah di pembaringannya, tapi tetap saja tidak bisa tidur.
Memang sejenak lamanya tidak terdengar dengkur Si Mesum. Namun lewat tidak lama lagi, mulai terdengar lagi suara mendengkur Si Mesum, karena dia sudah tertidur nyenyak lagi.
Di waktu itu, tampak Cui Seng tambah mendongkol. Namun akhirnya dia tersadar juga si Mesum tidak bisa mengontrol dirinya yang tengah tidur. Dan memang itu pun dengkur yang tidak begitu keras. Cuma saja disebabkan Cui Seng sudah tidak menyukai bocah itu, maka suara dengkur yang perlahan itupun dirasakannya sangat mengganggu.
Tengah Cui Seng rebah diam dengan hati tidak puas, karena sudah mendengar suara dengkur si Mesum lagi, tiba-tiba dia mendengar suara perlahan di atas genting.
Sebagai seorang yang sudah berlatih belasan tahun, dan memiliki kepandaian yang tinggi, walau pun agak tolol, Cui Seng mengetahui ada tamu yang tidak di undang diataa genting kamarnya. Dia sengaja mengibaskan tangannya, api penerangan dikamarnya segera padam. Keadaan di dalam jadi gelap. Cuma di dengar suara dengkur si Mesum, yang menambah kemendongkolan hati Cui Seng.
Hanya saja, sekarang disebabkan Cui Seng tengah memperhatikan suara di atas genting, dia pun tidak bisa mengumbar kemarahannya kepada si Mesum.
Sunyi ... tapi cuma sebentar. Karena tidak lama kemudian terdengar lagi suara perlahan diatas genting. Menyusul dengan itu terdengar suara orang bicara perlahan. Baru-baru samar samar, namun akhirnya Cui Seng dapat mendengarnya juga : "Kukira bocah itu sudah tidur ... kita bunuh saja bocah busuk yang coba-coba melindungi anak itu !"
"Tunggu dulu bocah itu memiliki kepandaian yang lumayan, kita tidak boleh gegabah karena jika kita bertindak ceroboh niscaya usaha kita akan gagal .!"
"Hemmm, entah bocah itu murid siapa?"
"Kalau saja tidak salah murid si tua bangka bodoh ..." Tapi kemudian tidak terdengar lagi percakapan itu, karena keadaan jadi sunyi pula. Yang terdengar hanyalah suara dengkur si Mesum !
Hati Cui Seng tercekat. Jelas yang dimaksudkan oleh tamu tidak diundang itu dengan sebutan ?si bocah?, bukanlah dimaksudkan si Mesum, tapi justeru dirinya. Bukankah tamu tidak diundang itu telah menyebut-nyebut sebagai murid si tua bangka bodoh, yang berarti gurunya.
Cepat-cepat Cui Seng bersiap-siap untuk menghadapi segala sesuatu yang tidak diinginkan, sesuatu kemungkinan musuh itu menerjang masuk. Tangannya pun sudah merabah gagang pedangnya.
Tidak lama kemudian terdengar suara orang melompat turun. Tepat di dekat jendela kamar.
"Kita terjang saja ..!" Terdengar lagi Suara orang yang perlahan sekali diluar kamar.
"Sabar... kita tunggu sebentar lagi!"
Cui Seng jadi bimbang, dia pikir apakah Lam San sudah mengetahui kedatangan musuh gelap ini? Apakah dia perlu memberitahukan kepada Sumoaynya?
Lalu, siapakah orang-orang itu? Apa maksudnya? Juga, mengapa orang-orang itu tidak segera menerjang masuk? Apakah disebabkan kepandaian mereka belum begitu tinggi, sehingga mereka masih gentar untuk menerjang masuk saja? Namun mendengar suara langkah kaki mereka yang begitu ringan waktu berjalan di atas genting kamar, rupanya ginkang orang-orang itu sangat tinggi. Mereka dapat berjalan diatas genting hampir sama sekali tidak mengeluarkan suara. Jika memang Cui Seng mengetahui, itulah disebabkan Cui Seng telah memiliki latihan yang sangat baik pada telinganya suara yang paling halus pun, tapi tidak wajar dapat di dengarnya dengan baik ....
Cui Seng segera menghampiri jendela kamarnya, dia berdiri di samping jendela dengan pedang siap ditangannya, yang setiap saat dapat dihunusnya dengan segera. Dia segera melihat ada bayangan kepala orang yang mendekati jendela kemudian bayangan itu menjulurkan lidahnya. Maksudnya mungkin hendak merobek kertas jendela dengan ujung lidahnya mempergunakan bantuan ludah, kemudian mengintai kedalam kamar. Melihat ini, Cui Sang tidak bisa menahan diri lagi.
"Sreeennnggg!" Pedangnya segera dihunusnya, malah dia membarenginya buat menikam kearah bayangan di balik kertas jendela.
Sosok bayangan itu terkejut, karena dia merasakan sambaran angin yang tajam. Dan dia cepat sekali menari pulang kepalanya. Ketika mata pedang menikam dan merobek kertas jendela, justeru orang itu telah menarik pulang kepalanya. Tikaman yang dilakukan Cui Seng mengenai tempat kosong, Cui Seng tidak buang waktu, sambil membentak : "Bangsat, kau mencari mampus heh?" Tangan kirinya sudah menghantam jendela itu membuat daun jendela itu terjeblak terbuka.
Gesit bukan main tubuh Cui Seng melompat keluar. Namun dia menerjang keluar tidak dengan melompat begitu saja, sebab pedangnya telah diputar. Dia bersikap seperti itu untuk menjaga segala sesuatu kemungkinan serangan dari lawan.
Waktu kedua kakinya hinggap di atas tanah, segera dalam kegelapan malam Cui Seng melihat dua orang yang berdiri tegak di bahapannya. Kedua orang itu berpakaian penuh tambalan, juga melihat keadaannya, jelas kedua orang itu adalah kaum Kaypang atau pengemis.
"Hemmm, jembel miskin kalian ingin jadi maling heh!" Bentak Cui Seng gusar. Dan si sembrono ini pun sudah membarengi dengan tikamannya.
Kedua pengemis itu mengelak. Salah seorang diantara mereka memperdengarkan suara tertawa mengejek.
"Hemmm, bocah kau ingin jadi pahlawan, heh?!" Tegurnya.
Pedang Cui Sang tengah meluncur cepat sekali menikam pengemis yang seorang, tapi mendengar ejekan itu, Cui Seng jadi heran dia menahan pedangnya, kemudian bertanya : "Aku ingin jadi pahlawan? Siapa bilang?"
Kedua pengemis itu tertawa.
"Ya, kami yang bilang!" Menyahuti pengemis yang seorang, yang berusia diantara empat puluh tahun. Wajahnya biasa-biasa saja, dengan kumis tanpa jenggot. Sedangkan kawan nya, yang usianya sebaya dengan dia, memelihara kumis juga jenggotnya sekalian. Mereka tampak sehat dengan tubuh yang tegap, cuma pakaian mereka saja yang penuh dengan tambalan.
"Kau yang bilang bahwa aku ingin jadi pahlawan? Pahlawan apa?"
"Ya, kami lihat bahwa kau tampaknya ingin sekali jadi pahlawan ....!" Kata pengemis yang seorang. "Dan juga, kami lihat, kesempatan buat jadi pahlawan memang besar sekali ." Dan pengemis itu tertawa lagi.
"Ciss, siapa yang sudi jadi pahlawan? Juga, pahlawan apa yang kalian maksudkan?!" Tanya Cui Seug yang masih tidak mengerti maksud ejekan pengemis itu "Apakah kau tidak mengaku bahwa kau ingin jadi pahlawan?"
"Tidak!" Membantah Cui Seng ... "Aku tidak pernah merasa ingin jadi pahlawan ..."
"Tapi kami yakin bahwa kau ingin jadi pahlawan "
"Tidak!" "Tidak, tidak, apa!" Teriak si pengemis yang seorang, dengan sikap mengejek. "Tentu dan pasti bahwa kau memang ingin jadi pahlawan!"
"Tidak! Sudah kukatakan, aku tidak pernah merasa ingin jadi pahlawan!"
"Tapi tindakan kau justeru memang memperlihatkan kau ingin sekali jadi pahlawan!"
"Kalian cuma menuduh!" Teriak Cui Seng.
Pengemis yang seorang telah menoleh kepada kawannya sambil tertawa. Dia pun bilang perlahan : "Inilah kerbau yang dungu sekali!"
Walaupun tolol, Cui Seng mengerti maksud perkataan itu, yang jelas mengartikan bahwa dia sebagai kerbau dungu. Maka dari itu meluap kemarahannya.
"Apa kalian bilang!" Bentaknya pedangnya dilintangkan dan Cui Seng siap untuk menerjang lagi.
"Sabar, Sabar .!" Pengemis yang seorang telah berkata ; "Kami masih ingin bicara ...!"
"Bicaralah, aku tidak melarang kalian bicara!" Kata Cui Seng.
Jawaban Cui Seng seperti itu jelas membuat kedua pengemis tersebut jadi tertawa bengelak-gelak.
"Kau baik sekali, bocah!" Kata pengemis yang seorang itu. "Kukira, memang bocah ini baik seperti kau cocok jadi pahlawan!"
"Sudah kukatakan, bahwa aku tidak ingin jadi pahlawan!" Teriak Cui Seng sengit. "Apakah kalian tuli?"
"Kalau memang kau tak mau jadi pahlawan, mengapa kau ingin melindungi anak lelaki kecil itu?" Tanya si pengemis. Sekali ini, sikap dan suaranya bersungguh-sungguh, pengemis itu mengawasi tajam-tajam kepada Cui Seng tanpa senyum atau tawa.
Cui Seng tersentak kaget dan heran. Dia tertegun sejenak, dan mengawasi kedua pengemis itu .bengantian.
"Nah . bukankah sekarang kau tidak akan menyangkal lagi bahwa apa yang kami bilang itu memang benar, yaitu kau ingin jadi pahlawan bukan?"
Cui Seng tersadar. "Salah! Kalian menduga salah!" Kata Cui Seng kemudian. "Siapa yang bilang bahwa aku hendak melindungi bocah setan terkutuk itu?"
"Bocah setan terkutuk? Siapa dia?" Tanya Si pengemis seorang sambil pura-pura memperlihatkan sikap heran. Yang seorang lagi menahan tertawanya.
"Bukankah kalian maksudkan bahwa aku melindungi anak lelaki kecil berusia sembilan tahun?!"
"Benar! Tepat! Itu tidak salah!" Kata ke dua pengemis tersebut hampir berbareng.
"Nah, dialah bocah setan terkutuk itu!" Menyahuti Cui Seng kemudian.
Kedua pengemis itu saling pandang, mereka tampaknya heran, kemudian saling tersenyum dan saling mengedipkan mata mereka seakan juga saling memberi isyarat.
Sedangkan Cui Seng sudah tidak sabar.
"Jika kalian tidak punya urusan lagi denganku, aku ingin tidur ... silahkan kalian pergi!"
"Tunggu dulu engko yang baik!" Kata pengemis yang seorang, yang telah merobah panggilan buat Cui Seng dengan engko yang baik, sedangkan tadi dia memanggil dengan sebutan bocah baik saja "Kami masih ingin bicara!"
"Jika mau bicara, bicaralah! Mengapa harus bertele-tele? Apakah mulut kalian dijahit?!"
Pengemis pengemis itu tidak gusar oleh kata Cui Seng, mereka tersenyum. Yang seorang pun telah bilang : "Apakah bocah setan terkutuk itu menjengkelkan hatimu engko yang baik?"
Cui Seng ragu-ragu buat menjawab pertanyaan itu. Namun akhirnya dengan kesal dia membanting kakinya beberapa kali, dia bilang : "Benar....bocah setan terkutuk itu selalu menjengkelkan hati! Dia tidak jujur, juga tidurnya selalu mendengkur, menjengkelkan, sehingga aku tidak bisa tidur! Sedangkan Sumoay telah meminta aku untuk tidur dengannya, mengajak setan terkutuk itu sekamar denganku! Sungguh menjengkelkan sekali!"
"Oooooo, kalau demikian, mengapa kau tidak mencampakkan dan melemparkan saja si bocah setan terkutuk itu keluar dari kamarmu?" Tanya pengemis yang seorang.
Cui Seng ragu-ragu lagi. "Melemparkannya ke luar kamarku?" Tanyanya.
"Benar!" Mengangguk si pengemis. "Mengapa harus di ganggu terus menerus oleh bocah setan terkutuk itu?"
Cui Seng tambah bimbang. "Inilah yang menjengkelkan!" Kata Cui Seng kemudian. "Sumoay yang telah perintahkan agar aku mengajak bocah setan terkutuk itu tidur bersamaku ... aku ..."
"Ooooooo. aku tahu!" Kita pengemis yang seorang sambil tertawa keras.
"Ya, ya, aku juga tahu!" Nimbrung pengemis yang lainnya, juga tertawa.
Cui Seng mengawasi kedua pengemis itu.
"Apa yang kalian ketahui?"
Kedua pengemis itu masih tertawa.
"Apakah kalau kami memberitahukan, engko yang baik tidak marah?" Tanya pengemis yang seorang.
Cui Seng menggeleng. "Tentu saja tidak, kalau kau memberitahukannya hal yang baik baik ...."
"Tentu. Tentu. Memang hal ini yang baik-baik saja ...! Yang kami ketahui ialah bahwa kau ini engko yang baik, kau sangat jeri dan takut serta patuh pada Sumoay mu itu bukan?"
Cui Seng diam. Tapi kemudian dia menggeleng.
"Tidak!" Katanya.
"Tidak? Jangan bohong engko yang baik!"
"Aku tidak berbohong. Aku mengatakan yang sebenarnya. Memang aku tidak takut pada Sumoayku, aku cuma ... cuma ...!"
"Cuma apa?" Muka Cui Seng berobah. "Sudah. Aku tidak mau memberitahukan kepada kalian!" Kata Cui Seng kemudian. "Kalau kalian sudah tidak punya urusan lainnya denganku, silahkan pergi!"
"Ooooooo, tentu saja kalau kau tidak mau memberitahukan kepada kami, maka kami akan menduga bahwa kau benar-benar takut kepada Sumoaymu ...!"
"Ya, tentu engko yang baik ini jeri pada Sumoaynya ...!" Nimbrung pengemis yang seorangnya lagi.
"Tidak! Siapa bilang aku takut? Aku cuma menghormatinya. Aku menyukainya, maka segala apa aku mengalah padanya ...!" Teriak Cui Seng.
Tapi setelah berseru begitu, dia jadi jengah sendirinya, pipinya jadi memerah dan agak panas. Justeru keterlepasannya itu atas pengakuannya dan isi hatinya, dia merasa bahwa dirinya terpancing oleh kedua orang pengemis itu. Dia jadi mendongkol dan gusar sekali.
"Kalau melihat begini, tampaknya kalian dua bukan pengemis baik baik ....!" Kata Cui Seng. "Ayo angkat kaki, atau memang ingin merasakan dulu pedang dan tanganku yang liehay ini?"
Kedua pengemis itu tertawa, mereka membawa sikap yang sabar sekali. Justeru dalam tanya jawab yang berlangsung dan melihat sikap Cui Seng mereka segera mengetahui bahwa Cui Seng walau pun memiliki kepandaian yang tinggi, tapi dia adalah seorang pemuda yang tolol, dialah kerbau yang dungu karena dari itu kedua pengemis itu ingin mempermainkannya.
"Kami ingin mengatakan sesuatu lagi kepadamu, engko yang baik. Entah kau dapat menerima saran kami atau tidak?" Kata pengemis yang memelihara kumis tanpa jenggot "Katakan apa saran kalian?"
"Justeru kami ingin memberitahukan kepadamu, jika memang kau merasa tidak senang kepada bocah setan terkutuk itu, serahkan saja bocah itu kepada kami, nanti kami membawanya pergi, dan dia akan kami bereskan, agar dia tak mengganggu lagi ketenanganmu, engko yang baik. Kami menyesal sekali betapa kau sebagai seorang pemuda yang baik, bisa terganggu begitu oleh si bocah setan terkutuk itu!"
"Tunggu! Tunggu!" Teriak Cui Seng sambil membolang balingkan pedangnya, tampaknya dia jadi kebingungan. "Mana bisa aku menyerahkan bocah setan terkutuk itu kepada kalian? Mana mungkin? Mana mungkin itu? Nanti Sumoayku ...!"
"Akan marah padamu?" Menyambungi pengemis yang seorang. "Ooooo, kalau demikian memang jelas kau jeri dan takut sekali pada Sumoaymu itu! Siapa sih Sumoaymu itu? Tentu kepandaiannya sepuluh kali lipat lebih tinggi dan hebat dari kepandaianmu engko yang baik?"
Cui Seng tampak tidak puas mendengar perkataan si pengemis. Dia segera membanting banting kakinya.
"Siapa bilang aku takut pada Sumoayku?" Teriaknya penasaran.
Pengemis itu tertawa sinis.
"Bukankah dari sikap kau itu, engko yang baik, menunjukkan bahwa kau memang takut pada Sumoaymu?"
"Tidak! Aku tidak takut. Aku cuma menghormati."
"Baiklah kalau demikian. Sekarang tentu kau juga tidak takut pada Samoaymu, Kalau memang menyerahkan bocah yang selalu meng ganggumu itu, bukan?"
Cui Seng tertegun, namun akhirnya sengit sekali dia bilang : "Baik! Baik! Mari kalian ikut denganku!" Katanya dia memutar tubuhnya. "Aku pun memang tidak menyukai bocah setan terkutuk itu .!"
Kedua pengemis itu tampak girang bukan main, mereka saling pandang dan tersenyum. Keduanya segera bergerak mengikuti Cui Seng untuk masuk kedalam kamar pemuda ini.
"Tunggu ...!" Tiba-tiba terdengar bentakan halus.
Cui Seng mau pun kedua pengemis itu menahan langkah kaki mereka, keduanya telah menoleh dan Cui Seng pun sudah memutar tubuhnya lagi, dia melihat kearah dari mana datang suara bentakan itu, depan mereka sudah berdiri seorang gadis, yang tidak lain Lam San.
"Suheng ... bagus sekali perbuatanmu!" Tegur Lam San pada Cui Seng.
Hati Cui Seng tercekat, dia jadi malu sendirinya. Dia ingin menjelaskannya, tapi sikapnya gugup sekali, diliputi kebingungan yang sangat, maka untuk sejenak lamanya dia tidak bisa berkata apa apa, cuma berdiri bengong.
"Kau jangan kena dibakar-bakar hatimu oleh kedua pengemis licik ini!" Kata Lam San lagi kepada Cui Seng. "Mereka hanya ingin memancing kemarahanmu. kemudian mereka ingin memanfaatkan kau untuk kepentingan mereka guna mendapatkan adik kecil itu ...!"
"Sumoay ... aku ... aku bukan bukan ....!" Tidak lancer Cui Seng ingin memberikan penjelasannya, dia kebingungan.
Kedua penpemis itu jadi mendongkol pada Lam San, di saat usaha mereka akan berhasil justeru datang gadis ini sehingga gagallah usaha mereka.
"Itukah Sumoaymu?" Tanya si pengemis yang seorang kepada Cui Seng sambil menunjuk kepada Lam San. "Diakah yang kau takuti?"
"Jangan rewel!" Bentuk Cui Seng jadi mendongkol bukan main. Dia justeru tengah bingung, bagaimana menjelaskan duduk persoalan kepada Lam San, yang tentu telah mendengar percakapannya dengan kedua pengemis itu. Justeru sekarang si pengemis seakan juga ingin membongkar-bongkar lagi persoalan itu, yang tentu tidak disenangi oleh Lam San. "Sumoay .... aku tadi cuma main-main bilang tidak takut kepadamu ... percayalah Sumoay. Kedua pengemis itu sengaja memperdengarkan tertawa mereka yang terbahak-bahak."
"Lihat! Lihat! Betapa dia takut sekali pada Sumoaynya!" Ejek si pengemis yang memelihara kumis dan jenggot.
?"Ya ...ya, betapa pengecutnya dia, terhadap Sumoaynya saja dia bisa takut!"
Bukan main marahnya Cui Seng, dengan cepat pedangnya menikam kepada pengemis yang memelihara kumis dan jenggot itu.
Pengemis itu mengelak. "Suheng.....mari kira hajar kedua pengemis ini. Mereka manusia-manusia licik tidak tahu malu!" Kata Lam San yang sudah mencabut pedangnya. Dengan jurus Bunga Bwee Mulai Mekar, pedangnya sudah meluncur cepat sekali, ujungnya bergetar sehingga berbentuk bulat dan arah sasarannya jadi sulit sekali diterka.
Kedua pengemis itu yang diserang serentak oleh Cui Seng dan Lam San, tampak tidak jeri. Malah mereka segera mengbadapi dengan kedua tangan kosong. Tubuh mereka dengan lincah berkelebat kesana kemari, dan mereka pun sekali sekali balas menyerang.
Cui Seng menikam berulangkali, tapi dia selalu gagal dengan usahanya untuk menikam pada sasarannya. Tapi dia mengulangi terus. Lam San juga mendesak hebat kepada kedua pengemis itu. Kepandaian Lam San memang berada diatas kepandaian Cui Seng, karena itu serangannya lebih hebat dari Cui Seng. Tapi kedua pengemis itu liehay sekali, mereka menghadapi dengan lincah dan gerakan tubuh mereka yang berkelebat kelebat seperti bayangan itu menunjukkan ginkang mereka telah tinggi.
Waktu mereka tengah bertempur seperti itu mendadak terdengar suara tertawa yang nyaring. Menyusul juga tampak berkelebat sesosok bayangan dari dalam kamar. Tangan orang itu mengepit sesuatu.
Tercekat hati Lam San. "Celaka!" Berseru si gadis. Tanpa memperdulikan kedua pengemis itu, dia segera menjejak ke tanah, tubuhnya melesat mengejar sosok tubuh yang keluar dari kamar Cui Seng. Ternyata, orang itu dapat berlari cepat sekali, walaupun tangannya mengempit sesuatu.
Lam San segera dapat melihatnya bahwa yang di kempit orang itu tidak lain si Mesum.
"Suheng... kejar orang itu, adik kecil berada di tangannya!" Berseru Lam San menyadari Cui Seng, yang melihat Lam San meninggalkan kedua pengemis itu, dia jadi berdiri bengong. Karena teriakan Lam San yang menyadarinya, maka dia segera ikut mengejar juga. Kedua pengemis itu pun tampak terkejut.
"Celaka! Kita telah di dahului!" Berseru mereka hampir berbareng. Malah seperti telah berjanji, keduanya segera mengejar ke arah sosok tubuh itu juga.
Rupanya demikian keras keinginan dari ke dua pengemis itu buat mendapatkan si Mesum dan sekarang si Mesum sudah dilarikan orang yang tidak di kenal itu, mereka jadi bingung dan berusaha mengejar dengan mengerahkan seluruh ginkang mereka. Tubuh mereka berkelebat seperti bayangan.
Orang yang melarikan si Mesum dari kamar Cui Seng, ternyata memiliki ginkang yang tinggi sekali. Walaupun para pengejarnya berusaha mengerahkan seluruh ginkang mereka, tapi tetap saja orang itu dapat berlari disebelah depan, tidak berhasil dikejar oleh para pengejarnya itu. Diwaktu itu juga terlihat, betapa orang itu berulangkali mengeluarkan tertawa yang panjang mengalun.
Melihat orang itu berlari ke arah luar kota, Lam San tetap mengejar. Dia sebetulnya ingin melontarkan beberapa macam senjata rahasianya, menyerang punggung orang itu, guna membendung dan mengurangi kecepatan orang itu. Namun justeru Lam San kuatir kalau kalau serangannya itu nanti mengenai si Mesum. Itulah sebabnya mengapa dia telah menunda keinginannya itu, dia cuma mengempos semangatnya mengejar terus dengan cepat.
Setelah berlari belasan lie, orang itu menghentikan larinya, dia memutar tubuhnya dan berdiri tegak menantikan kedatangan para pengejarnya itu.
Lam San yang tiba paling dulu. Pedangnya segera berkelebat, dia menikam. Menyusul dengan tikamannya itu dia pun membentak : "Lepaskan anak itu ....!"
Orang itu tertawa tawar. "Lebih baik kau kembali ke Suhengmu, bermesraan, bercumbu dengannya!" Kata orang itu sambil menghindarkan diri dari serangan padang si gadis.
Lam San kini dapat melihat jelas orang yang melarikan si Mesum. Tidak lain dari A Gu, orang yang mengaku sebagai pelayan si Mesum. Dia jadi kaget, menahan pedangnya dan tidak menyerang lebih jauh.
Cui Seng paling belakang tiba disitu, karena kedua pengemis itu yang tiba lebih dulu darinya. Kedua pengemis itu pun sama seperti Lam San, begitu tiba segera menerjang buat merampas si Mesum. Tapi A Gu tenang saja. Dia mempergunakan tangan kanannya menyampok serangan kedua tangan pengemis itu. Kemudian dengan sebat sekali tangan itu mendorong.
Tidak ampun lagi kedua pengemis itu jungkir balik. Untung saja kedua pengemis itu memang memiliki tenaga lwekang yang tinggi, sehingga mereka tidak sampai terbanting keras. Mereka sudah cepat melompat bangun.
A Gu telah mengawasi tajam. Belum lagi dia berkata-kata, justeru Cui Seng telah tiba, diiringi dengan bentakannya : "Manusia tidak tahu malu! Lepaskan anak itu ... mari bertempar denganku dua ratus jurus ...!"
"Hemmm!? A Gu mendengus dingin. "Ini adalah majikan kecilku .... apakah kalian hendak mengganggu majikan kecilku? Kalau memang kalian tidak mau cepat cepat angkat kaki, jangan mempersalahkan aku kalau memang nanti aku turunkan tangan keras pada kalian!"
Cui Seng merandek, karena dia pun segera mengenali bahwa orang yang menculik si Mesum tidak lain dari A Gu.
"Kau kau yang sudah merampasnya?" Dia bilang, karena seketika Cui Seng jadi bingung.
A Gu mengangguk. "Ya....aku yang menjemput majikan kecilku!" Kata A Gu. "Nah pergilah Kalian....!"
Kedua pengemis itu tidak menerjang lagi, karena mereka mengetahui kini, bahwa A Gu adalah seorang yaug memiliki kepandaian tinggi sekali, yang tidak boleh diremehkan. Karena itu, mereka tidak mau bertidak ceroboh. Selelah mengawasi, barulah pengemis yang tidak memelihara jenggot itu bertanya : "Tuan, siapa anda? Apakah anda ingin mencari urusan dengan kami dari Kaypang ?"
"Aku tidak perduli kalian dari mana, yang terpenting aku menjemput majikan kecilku! Jika memang kalian hendak mengganggunya maka kalian tidak kuampuni, kalian akan kuhajar mampus ...!" Keras sekali jawaban A Gu. "Aku pun tidak tahu apa itu Kaypang, pergilah kalian ... jangan tunggu sampai aku merobah keputusanku!"
Kedua pengemis itu saling pandang sejenak, kemudian mereka mengangguk satu dengan yang lain. Yang memelihara jenggot telah melangkah maju.
"Tuan, tentu yang bernama A Gu, bukan?" Katanva bertanya dengan menatap tajam sekali.
A Gu mengangguk seenaknya.
"Tidak salah!" Jawabnya.
"Bagus! Kalau demikian, kami ingin meminta pengajaran dari tuan, karena telah lama kami mendengar tentang kehebatan tuan!" Kata pengemis itu lagi. Malah dia tanpa menantikan jawaban dari A Gu, tubuhnya sudah melesat menerjang kedepan. Tubuhnya itu seperti bayangan, karena gerakannya sangat cepat. Tadi dia dibuat terpental, dia penasaran bukan main. Itulah disebabkan dia tidak menyangka bahwa A Gu demikian tangguh dan dia tidak bersiap sedia. Sekarang justeru dia berlaku waspada, serangannya itu juga telah di perhitungkannya baik baik.
Kawannya, si pengemis yang satunya, sudah ikut menerjang juga Dia ikut menyerang dengan jurus Matahari Bergeser Menerjang Awan, tangannya dari atas mengincar ke perut, dia ingin menotok, tapi bisa juga jari tangannya itu dipergunakan buat mencengkeram.
Tapi A Gu benar-benar liehay, dia pun memiliki penglihatan yang tajam sekali. Begitu serangan akan tiba, segera dia menghindarkannya dengan gerakan tubuh seperti bayangan, tahu-tahu dia sudah berada di samping kedua orang lawannya. Malah dia pun mempergunakan tangan kanannya buat mendorong.
Tubuh kedua pengemis itu terdorong. Namun tidak sampai terjungkel. Dan di waktu itu A Gu sudah bilang: "Aku tidak punya wak tu buat main-main dengan kalian ... nanti saja ... sekarang aku ingin pergi dulu!"
Tanpa buang waktu sedikitpun juga A Gu sudah menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya ringan sekali melesat pergi, dia berlari seperti bayangan, karena dalam waktu yang singkat dia telah meninggalkan tempat itu puluhan tombak.
Kedua pengemis itu tampak ragu sejenak, namun yang memelihara jenggot segera berseru : "Kejar!" Maka bersama temannya dia melakukan pengejaran.
Lam San dengan Cui Seng saling pandang juga.
"A Gu memang memiliki kepandaian yang tinggi ...!" Menggumam Lam San, "Entah siapa dia sebenarnya? Tentunya majikan A Gu pun seorang yang luar biasa!"
Cui Seng memandang bengong kepada si gadis.
"Sumoay ... ini... ini bagaimana?" Tanya nya dengan suara tidak lancar.
"Ini bagaimana? Apa katamu, Suheng?" Tanya Lam San sambil menoleh dan memandang heran kepada kakak sepenguruan tersebut, "Bocah itu ... dia......dia sudah dibawa pergi oleh A Gu!" Kata Cui Seng akhirnya.
Lam San menghela napas. "Kita tidak bisa bilang apa-apa lagi, bukankah memang A Gu selalu mengakui bahwa adik kecil itu sebagai majikan kecilnya?"
"Tapi Sumoay .... "
"Apa lagi?" Tanya Lam San, yang melihat Suhengnya begitu bimbang.
"Bagaimana kalau memang A Gu ternyata berbohong? Bukankah si Mesum mengatakan dia tidak merasa pernah mempunyai pelayan seperti A Gu?"
Lam San tersenyum. "Sekarang kita berpikir secara wajar!" Kata Lam San. "Memang kemungkinan seperti yang kau katakan tadi bukannya tidak bisa terjadi. Tapi Sebagai seorang yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi seperti A Gu, apakah dia mau begitu saja mengaku-ngaku sebagai pelayan? Bukankah kedudukan seorang pelayan tidak sebagus kedengarannya seperti kedudukan seorang Tiekwan atau lainnya.??
Cui Seng masih tidak mengerti.
"Apa maksudmu, Sumoay? Mengapa membawa-bawa segala Tiekwan dan kedudukan pangkat segala?"
" Justeru jika seseorang mengaku dirinya sebagai Tiekwan, niscaya orang itu akan merasa bangga, karena dia memiliki kedudukan dan wewenang yang tinggi. Sangat terhormat. Tapi, jika memang seseorang mengakui dirinya sebadai pelayan apanya yang bisa dibanggakan Terlebih lagi A Gu memiliki kepandaian begitu tinggi, kedua pengemis Kaypang itu tadi di lumpuhkan dalam satu dua gebrakan dengan mudah sekali. Dia tentu seorang yang luar biasa. Sampai dia mengakui dirinya sebagai pelayan si bocah yang mengakui dirinya sebagai si Mesum, tampaknya memang dia bersungguh-sungguh, didalam hal ini tidak terlihat keinginannya untuk menipu ... Mungkin memang A Gu pelayan si bocah. Tapi, yang aneh, siapakah orang tua si Mesum? Mengapa si Mesum justeru tidak lagi ingat siapa kedua orang tuanya? Juga dia tidak tahu lagi dari mana asalnya? Dan juga, memang bukan mustahil bahwa dia lupa bahwa A Gu adalah pelayannya ...!"
Cui Seng baru mengerti. "Benar! Benar Sumoay! Memang kedudukan sebagai pelayan jelas tak begitu bagus, apalagi A Gu memiliki kepandaian yang begitu tinggi, jika memang dia sudah mengakui sebagai pelayan si Mesum, tentu sebenar-benar nya dia pelayaa si Mesum.... Kalau demikian kita pun tidak perlu mencampuri urusan mereka."
Lam San menghela napas. "Tapi seharusnya kita menolong Si Mesum dulu, untuk bantu menyelidiki siapakah sebenarnya dia dan juga siapa orang tuanya. Dengan demikian tentu kita bisa menghubungi orang tuanya, agar kedua orang tuanya itu nanti yang mengurusnya! Kukira tentu ada sesuatu yacg dialami anak itu, atau dia terjatuh sampai geger otak, membuat ingatannya hilang seperti itu, tidak ingat segala sesuatu apa pun juga, sampai siapa dirinya sebenarnya sudah tidak diingatnya. Bukankah keadaannya seperti itu harus dikasihani ....?"
Cui Seng menunduk diam, dia tidak bilang apa-apa lagi, karena dia ingat semula dia membenci dan tidak menyukai si Mesum. Dia jadi malu sendirinya.
"Suheng .... lain kali kau tidak boleh terbakar dipanas-panasi seperti itu! Kau harus bertindak apa yang sebenarnya harus kau kerjakan, jangan seperti tadi waktu kau dibakar dan dipanasi oleh kedua pengemis itu! Sikapmu seperti itu malah bisa membahayakan dirimu sendiri kelak kalau menghadapi suatu persoalan yang penting!" Kata Lam San, coba menasehati Suhengnya itu.
Cui Seng kaget dia mengangkat kepalanya.
"Sumoay ... maafkan ... aku ... aku bukan bersungguh-sungguh ....!"
Lam San tersenyum, "Sudahlah Suheng, kau tidak perlu menjelaskan lagi aku pun sudah mengetahuinya!"
Melibat sikap Lam San yang tawar, Cui Seng tambah kebingungan.
"Dengar dulu. Sumoay ...!"
"Dengarkan apa lagi?"
"Aku ingin menjelaskan bahwa tadi aku tidak bersungguh-sungguh dengan kedua pengemis itu. Justeru aku sangat menghormatimu. Sumoay ... aku ... aku ...!"
Cui Seng tidak bisa meneruskan kata-kata nya. Sedangkan Lam San mengawasi dengan pipi berobah memerah, karena dia segera menduga apa yang sebenarnya hendak dikatakan Cui Seng. Diam-diam si gadis jadi berpikir. "Hemmm, sebetulnya Suheng tampan sekali, sayang otaknya kurang terang.... sayang sekali"
Waktu itu Cui Seng seperti kelabakan sendirinya, dia melihat Lam San berdiam diri saja. Dia segera bilang lagi : "Sungguh Sumoay aku sangat menghormatimu ...!"
Lam San mengangguk. "Aku tahu hal itu, Suheng. Terima kasih."
Cui Seng melihat dengan mata memencarkan sinar yang aneh. Sebetulnya ada sejuta kata yang hendak diutarakannya, tapi mulutnya seperti kaku, otaknya seperti kosong dan kata kata yang sejuta itu seperti telah meninggalkan otaknya, membuat dia tidak bisa mengatakan suatu apa puu juga. melainkan dia berdiri bengong saja seperti patung.
"Mari kita pulang, Suheng ...!" Ajak Lam San sambil memutar tubuhnya untuk kembali kepenginapan mereka.
Cui Seng mengiyakan. Dia turut pulang ke penginapan dengan hati yang tidak tenang. Di dalam hatinya tengah berkecamuk berbagai perasaan. Dia merasa menyesal karena telah melayani kedua pengemis itu dan mengucapkan bahwa dia tidak takut pada Sumoaynya. Justeru Cui Seng kuatir kalau-kalau Lam San mendengar perkataannya itu dan si gadis akan memperoleh kesan yang kurang manis padanya. Inilah yang di kuatirkannya. Dia memang mencintai Lam San secara diam-diam.
Ketika tiba di kamarnya dalam rumah penginapan itu, Cui Seng rebah di pembaringan dengan pikiran melayang-layang terus, dia terus juga memikiri Lam San. Dia tidak mengerti, mengapa dia bisa mencintai si gadis. Dia juga jadi geregetan, karena dia tidak pandai untuk mengutarakan isi hatinya kepada si gadis. Setiap kali berhadapan dengan si gadis, sering jadi kikuk dan juga bingung untuk mencarikan kata-kata yang sekiranya bisa menjadi awal pembukaan untuk mengutarakan isi hatinya.
(dw^kz) Jilid 5 MALAM semakin larut, Cui Seng masih tidak bisa tidur. Dia menghela napas. Dia memikirkannya, entah apa yang tengah dilakukan Lam San di dalam kamarnya? Apakah si gadis tengah memikiri dia juga? Apakah si gadis mencintainya pula? Atau si gadis sulit mengutarakan isi hatinya seperti yang dialami olehnya? Sebetulnya Cui Seng berpikir juga :"Apakah aku harus nekad menyatakan cintaku padi Sumoay? Akhhh, tapi tidak bagus. Tidak bagus. Tidak bisa dengan cara itu. Tentu Sumoay akan malu dan akhirnya malah membuat aku celaka, dia akan menolaknya....! Habis, bagaimana dong untuk mengutarakan isi hatiku....?" Benar benar Cui Seng jadi bingung. Dia ingat juga tugas yang diberikan guru mereka, untuk melakukan perjalanan yang cukup jauh. Dan selama itu dia bersama-sama dengan Lam San, hanya saja, kesempatan yang begitu luas, tidak bisa di pergunakan Cui Seng, karena dia tidak tahu bagaimana caranya untuk menyampaikan perasaan kalbunya kepada si gadis, bahwa dia sebenarnya sangat cinta Lam San, sangat sayang, sangat memanjakannya.... apa pun Cui Seng akan melakukannya, bersedia dengan hati ikhlas, asal saja Lam San mau membalas cintanya....
Cui Seng merasakan kepalanya pusing sekali memikirkan si gadis. Dia menghela napas. Betapa manisnya Lam San.....akh tentu bahagia sekali, kalau saja Lam San mau membatas cintanya. Karena dari itu, dia pun bertekad, untuk bertindak sebaik mungkin, guna menarik perhatian Lam San.
"Susahnya aku terlalu bodoh.....aku tidak bisa bertindak cepat dan juga tidak bisa untuk mengambil hati Sumoay...bagaimana caranya aku bisa menarik hati Sumoay...agar Sumoay bisa mencintaiku juga?" Begitulah pikiran Cui Seng tidak hentinya berputar. Sampai akhirnya dia tertidur, dalam tidurnya dia masih terbuai oleh mimpi tengah berusaha memperoleh cinta Sumoaynya tersebut,...Cinta memang manis sangat membahagiakan sekali jika seseorang tengah jatuh cinta. Tapi cinta pun dapat berobah menjadi racun, jika saja cinta itu tidak memperoleh tempat yang sepantasnya dan sewajarnya. Karena itu juga Cui Seng sendiri tidak tahu, jalan mana yang bsrus ditempuh agar cintanya itu dspat berjalin langgeng, agar bisa diterima oleh Sumoaynya.....
o dw-kzoaaa o KEDUA pengemis yang mengejar A Gu sesungguhnya bukan sembarangan. Mereka berdua sebetulnya dua pengemis yang memiliki kepandaian tinggi. Mereka pun memiliki nama yang cukup terkenal di dalam kalangan Kang-ouw. Yang memelihara kumis tanpa jenggot terkenal dengan gelarannya Kera Bertangan Empat To Sun Bok. Sedangkan yang memelihara kumis dan jenggot bernama Thang Lung yang bergelar Cicak Berkaki Seribu. Masing-aasing sudah malang melintang dan punya nama yang cukup baik di kalangan Kangouw. Terlebih lagi mereka merupakan anggota di daerah Kang Li, sehingga mereka terhitung sebagai tokoh Kaypang yang disegani. Jika mereka mau, dalam waktu singkat mereka bisa mengerahkan seratus atau dua ratus anggota Kay-Pang.
Justeru belakangan ini mereka tengah melakukan tugas yang cukup penting, yaitu menculik si Mesum yang harus mereka dapati walaupnn dengan cara bagaimana. Karena dari itu, betapa girangnya hati mereka ketika bertemu dengan Cui Seng, si pemuda yang mereka anggap sebagai Kerbau Dungu itu, karena mereka hampir saja berhasil mempengaruhi Cui Seng agar menyerahkan si Mesum kepada mereka. Justeru telah muncul Lam San dan kemudian A Gu, yang akhirnya telah membawa si Mesum meninggalkan tempat itu, dimana membuat mereka penasaran dan melakukan pengejaran.
To Sun Bok bersama Thang Lung tetap melakukan pengejaran walaupun A Gu sudah lenyap dari hadapan mereka. Kaduanya tetap berusaha mencari jejak A Gu dan si Mesum.
Setelah mengejar puluhan lie lagi, akhirnya To Sun Bok bersama Thang Lung tiba disebuah tempat yang sepi tidak berpenduduk. Tidak terlihat sebuah rumah penduduk pun. Penuh dengan pohon dan batu-batu yang bertonjolan. Thang Lung menoleh kepada To Sun Bok, dia bilang : "Kalau memang kita kehilangan jejak orang itu, selanjutnya kita akan lebih sulit lagi untuk mencari si Mesum,..,.!"
Sun Bok mengangguk. "Ya....kita harus mengejarnya terus!"
"Tapi kemana? Dia telah menghilang tanpa meninggalkan jejak!"
"Tadi dia mengambil arah kemari, tentu dia tidak akan pergi jauh.....!" Kata Sun Bok.
"Namun....!" Thang Lung bimbang.
"Kenapa?!" Menoleh Sun Bok.
"Kukira orang itu telah membawa si Mesum bersembunyi di suatu tempat! Perasaan hati kecilku mengatakan dia bersama si Mesum tidak berada disini!"
"Kalau demikian, terpaksa kita mengerahkan anggota Kaypang untuk bantu menyelidiki jejaknya.....!"
"Terlambat.. sekarang sulit mencari jejaknya! Kita memang harus mencarinya terus jejak orang itu dan si Mesum, tapi entah dia sudah pergi kemana? Kita pun tidak akan tahu, apakah setelah menempuh jalan ini, dia berbelok mengambil arah lain?"
Sun Bok diam. Dia mengawasi sekelilingnya.
"Kalau demikian kita hubungi Si Rase Terbang, orang she Bun itu!" Kata Sun Bok. Thang Lung menggeleng.
"Jangan......urusan akan jadi runyam!"
"Kenapa?" "Si Rise Terbang tentu tidak akan bisa mengerti begitu saja, kita akan dihukumnya!"
"Enak saja! Kalau memang dia bertindak sewenang wenang, kau tidak perlu bekerja sama dengannya...!" Kata Thang Lung kurang senang,
Sun Bok menoleh, menatap pada kawannya
"Apakah kau sudah memikirkan kata-katamu itu sebaik-baiknya? Hemmm, kukira kita sekarang tidak semudah itu melepaskan diri dari si Rase Terbang, walau pun kita pergi kemana tentu si Rase Terbang tidak akan mau mengerti juga....kita akan dicarinya terus!"
"Habis bagaimana pendapatmu?"
"Kita harus mencari jejak si Mesum!"
Keduanya terdiam tampaknya mereka jadi bingung.
Mendadak sekali, dari arah depan terdengar suara bentakan dan benturan senjata tajam.
Kedua pengemis itu tertegun sejenak, mereka saling pandang. Kemudian Sun Bok melesat berlari kearah suara itu : "Cepat kita kesana....!"
Thang Lung pun ikut berlari cepat sekali. Dalam waktu yang singkat mereka tiba ditempat itu.
Itulah sebuah tempat yang penuh dengan batu-batu bertonjolan. Tampak tiga orang yang tengah bergerak-gerak mengepung seseorang. Gerakan ketiga orang itu lincah sekali, tubuhnya berkelebat-kelebat seperti bayangan. Mereka masing masing mencekal sebatang pedang dan pedang mereka berkilauan menyilaukan meta, karena bergerak menyambar kesana kemari.
Sedangkan orang yang mereka kepung adalah seorang pendeta tua. Dia duduk bersila, di atas sebungkah batu yang menonjol. Sikapnya tenang sekali. Jenggot dan kumisnya telah memutih. Dia menggerakkan sepasang lengan jubahnya buat memunahkan dan menangkis setiap tikaman dan tabasan pedang lawan-lawannya,
"Sam Kiam Cat!" Berseru Thang Lung.
"Ya, tiga pedang iblis itu tengah mengepung si pendeta, tampaknya kepandaian hwe-shio itu tidak rendah, karena dia bisa menghadapi dengan baik..!"
Sun Bok mengangguk. Mereka berdua menempatkan diri di balik sebungkah batu. mengawasi jalannya pertempuran tersebut dengan teliti.
Sam Kiat Ciat, tiga pedang iblis itu, tengah mengepung terus dengan ketat. Pedang mereka berkelebat kesana kemari dengan cepat sehingga setiap kali pedang itu menyambar seakan juga kilatan petir. Tapi si hweshio dengan kedua lengan bajunya tetap dapat melayani dengan baik, sehingga ketiga lawannya tidak bisa mendesak lebih dekat.
Waktu itu salah seorang Sam Kiam Ciat sudah membentak "Pendeta gundul, apakah kau tetap tidak mau menyerahkan barang itu pada kami?"
"Sabar....sabar...mari kita bicara!" Kata si pendeta dengan sikap tenang.
"Kalau memang kau tidak mau menyerahkan barang itu kepada kami, jangan sesalkan kami turunkan tangan maut!" Mengancam Sam Kiam Ciat yang lainnya yang mengenakan baju hitam.
Si Hweshio tetap tenang. Dia mengibaskan lengan baju kanannya, menyingkirkan sambaran pedang dari Sam Kiam Ciat yang mengenakan baju abu-abu.
"Tenanglah dulu....mari kita bicara!" Kata si Hweshio kemudian.
"Kami cuma mau mendengar apakah kau mau menyerahkan barang itu pada kami atau tidak?"
"Barang apa yang kalian maksudkan?" Tanya si Hweshio, suaranya tenang sekali. Malah tangannya segera diulurkan ke atas, dengan kedua jari tangannya, jari telunjuk dan jari tengah dia menjepit pedang dari si Sam Kiam Ciat yang berbaju hitam yang tengah menabas dari atas ke arah bawah. Dia menjepit keras dengan kedua jari tangannya.
Sam Kiam Ciat yang mengenakan baju hitam itu terkejut, dia mengempos semangatnya lalu menariknya. Tapi jepitan kedua jari tangan si pendeta kuat sekali, pedang itu tidak bergeming. Hanya saja, kedua orang Sam Kiam Ciat lainnya serentak telah menikam dan membabat, membuat hweshio itu harus melepaskan jepitan kedua jari tangannya. Hampir saja Sam Kiam Ciat yang berbaju hitam itu terjungkal, karena dia tengah menarik kuat kuat, mendadak jepitan itu terlepas.
Hweshio itu memusnahkan kedua serangan dari kedua Sam Kiam Ciat lainnya, barulah dia bilang : "Kalau memang Samwie tidak mau menghentikan desakan Samwie, bagaimana mungkin kita bisa bicara decgan baik?"
"Pendeta gundul, kau jangan pura pura pilon...!! Cepat kau serahkan barang itu kepada kami...atau, memang ingin mampus dulu barulah kau ikhlas menyerahkan barang itu kepada kami?"
"Siancai!! Siancai!! Jangan mendesak Lo-lap seperti itu! Percayalah! Lolap akan memberikan apa yang diinginkan Samwie, asal Samwie menjelaskan barang yang diinginkan Samwie dan memang benar-benar ada pada Lolap!"


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

SaM Kiam Ciat berhenti menyerang, masing-masing mencekal pedang mereka Siap untuk menerjang lagi, jika memang pembicaraan gagal.
"Barang itu ada pada kau, pendeta gundul!!" Bentak Sam Kiam Ciat, yang memakai baju hitam.
"Barang apa yang Samwie maksudkan?"
"Kuda Kumala!" "Kuda Kumala?" Mengulangi si pendeta, dia tertegun sejenak.
Sam Kiam Ciat tertawa dingin.
"Bukankah barang itu berada di tanganmu?" Bentak yang memakai baju abu-abu.
Si Hweshio mengangguk. "Siancai! Siancai! Memang benar barang itu ada pada Lolap. Akan tetapi, apa guna dan artinya Kuda Kumala itu bagi Samwie? Itulah sebuah benda mainan belaka!!"
Muka ketiga Sam Kiam Ciat berobah jadi bengis.
"Kau tidak perlu rewel keledai gundul!" Bentak yang memakai baju merah. Sejak tadi dia berdiam diri saja, sekarang rupanya dia tidak bisa menahan diri setelah mendengar bahwa Kuda Kumala yang diinginkan mereka memang berada di tangan si Hwaeshio. "Cepat serahkan barang itu pada kami!!"
"Sabar....Lolap memang memiliki Kuda Kumala. Tapi, barang itu adalah kepunyaan orang lain, yang hanya menitipkan kepada Lolap...karena itu bagaimana mungkin Lolap bisa memberikan barang itu kepada Samwie?"
"Jadi.....kau tidak mau menyerahkannya?"
Si pendeta tersenyum, sabar sekali. Dia merogoh jubahnya, mengeluarkan sesuatu,
Ketika tangannya diangkat, terpancar sinar kemilauan yang hijau.
Thang Lung berdua Sun Bok mementang mata mereka lebar-lebar. Dari tempat bersemsemyi mereka bisa melihat betapa di tangan si Hweshio tercekal sebuah ukiran Kuda kudaan yang di buat dari batu Kumala. Yang luar biasa, kuda kudaan itu memancarkan sinarnya yang cemerlang.
Mata ketiga orang Sam Kiam Ciat bersinar, tampak dari mata mereka sinar rakus.
"Cepat serahkan barang itu kepada kami!" Minta yang memakai baju merah tidak sabar
"Baiklah! Lolap akan menyerahkan barang ini kepada kalian, kalau memang kalian sangat membutuhkannya!! Katakanlah apa kesulitan kalian sehingga membutuhkan Kuda Kumala ini? Terus terang Lolap katakan. Kuda Kumala ini cuma indah, tapi tidak memiliki arti yang lebih dari benda berharga disebabkan harganya yang tiga ribu tail emas saja!!"
"Soal harga, itulah tidak menjadi persoalan buat kami, karena kami tidak kemaruk akan harta. Bahkan, kami bersedia untuk membayar tiga ribu tail emas kalau saja Taisu menginginkinnya!" Kata Sam Kiam Ciat yang berbaju hitam. Dia pun merobah panggilannya, dari keledai gundul atau si pendeta gundul, sekarang jadi Taisu.
Pendeta itu tersenyum. "Lalu, mengapa kalian demikian keras menghendaki barang tadi?"
"Karena kami ingin menolongi jiwa saudara kami! Kalau kami gagal memperoleh Kuda Kumala tersebut, berarti jiwa saudara kami akan melayang....!"
"Oooo, apakah ada kejadian seperti itu?"
"Ya.....kami justeru ingin meminta agar Taisu dapat menolong kami agar menyerahkan Kuda Kumala itu pada kami!"
"Baiklah!" Kata si pendeta kemudian. "Tapi, tidak sekarang Lolap berikan, karena ada orang yang tengah menyaksikan dan mengintai kita....!"
"Apa?" Tanya Sam Kiam Ciat bertiga, tampaknya mereka jadi sengit lagi, karena beranggapan si pendeta hendak mempermainkan mereka dan batal memberikan Kuda Kumala itu.
"Sabar.....!" Kata si Hweshio,
Sedangkan Thang Lung dan Sun Bok jadi tercekat hatinya. Mereka tahu, si pendeta jelas maksudkan mereka sebagai pengintai. Tapi belum lagi mereka mlakbkan sesuatu, justeru tangan si pendeta telah menyentil sesuatu. Segera mendengung dua butir batu meluncur cepat sekali kearah tempat persembunyian Thang Lung dan Sun Bok.
Kedua pengemis itu memiliki kepandaian yang tinggi, walaupun mereka terkejut melihat penyerangan sehebat itu, namun mereka masih bisa berkelit menyingkirkan diri.
Batu kerikil yang ditimpukkan si pendeta menghantam batu yang besar. Terdengar benturan yang nyaring. Lelatu api pun- muncrat. Sempal batu itu.
Thang Lung berdua Sun Bok menggidik melihat hebatnya tenaga sentilan si pendeta. Karena jika tubuh mereka yang jadi sasaran, mereka berdua tidak bisa membayangkannya entah apa yang akan terjadi pada diri mereka.
"Nah itulah mereka!" Kata si pendeta. "Apakah mereka kawan Samwie juga?" Tanya si Hweshio tenang, sabar sekali suaranya.
Thang Lung bersama Sun Bok terpaksa keluar dari persembunyian mereka.
Sam Kiam Ciat terkejut, mereka mengawasi bengis kepada Thang Lung berdua. Malah yang mengenakan baju serba merah sudah melompat kedepan Thang Lung.
"Siapa kalian? Mengapa bersembunyi disitu seperti tikus menyembunyikan ekor?!"
Muka Thang Lung berdua Sun Bok jadi berobah merah, mereka malu karena justeru mereka telah dipergoki. Tapi mereka pun jadi mendongkol.
"Siapa yang bersembunyi? Justeru kami kebetulan lewat di tempat ini dan Kami tengah beristirahat di situ....!" Kata Sun Bok ketus.
Sam Kiam C;at yang mengenakan baju merah hendak menggerakkan pedangnya, buat menyerang, tapi dua orang kawannya telah memanggilnya. Dengan mata mendelik, Sam Kiam Ciat yang baju merah ini sudah kembali ketempatnya, tapi tidak hentinya dia mendeliki Sun Bok dan Thang Lung.
Sedangkan kedua kawannya sudah bilang, dia tidak perlu melayani Sun Bok dan Thang Lung. Yang pakai baju hitam kemudian menoleh kepada si Hweshio.
"Bagaimana Taisu, spakah Taisu mau menyerahkan barang itu?!" Tanyanya.
"Baiklah....sekarang aku mau meminjamkan barang ini. Ingat, Lolap hanya meminjaminya belaka, bukan memberikannya. Nanti jika urusan kalian sudah selesai, Kuda Kumala ini harus dikembalikan kepada Lolap....!"
Bukan kepalang girangnya hati Sam Kiam Ciat. Mereka tidak perdulikan apakah Kuda Kumala itu diberikan mutlak atau memang dipinjami belaka. Segera yang baju merah menghampiri, dia mengulurkan tangannya.
"Bagaimana? Samwie belum lagi menyanggupi syarat Lolap?" Tanya si pendeta.
"Baik! Baik Taisu....jika urusan kami telah selesai, kami akan mengembalikan barang ini kepada Taisu....!"
Pendeta itu memberikan Kuda Kumala itu. Tanpa buang waktu lagi, segera ketiga orang Sam Kiam Ciat menjura dan memutar tubuh mereka untuk berlalu.
Setelah ketiga orang itu pergi, si pendeta menghela napas, "Maausia-manusia rakus....! mereka hanya memikiran kepentingan pribadi masing-masing....!" Dan pendeta itu menghela napas lagi.
Thang Lung dengan Sun Bok tertarik. Mereka saling pandang, kemudian mereka menghampiri si Hweshio
Si pendeta mengawasi kedua orang itu, yang pakaiannya penuh tambalan.
"Jiewie siapa? Melihat dari sinar mata Jiewie, tampaknya Jiewie memang memiliki sinkang yang cukup tinggi.,.. " Kata si pendeta.
Sun Bok berdua Thang Lung merangkapkan tangan mereka memberi hormat.
"Kami berdua mengerti sedikit-dikit ilmu silat!" Kata Sun Bok. Dia pun memperkenalkan nama masing masing. "Dan ada yang kami ingin tanyakan pada Taisu..!"
"Apa yang ingin ditanyakan oleh Thang dan To Siecu?" Tanya si pendeta.
"Tentang Kuda Kumala itu...tampaknya benda itu sangat berharga sekali?"
Si pendeta mengawasi kedua orang di depannya kemudian dia menghela napas.
"Memang, Kuda Kumala itu barang berharga, tapi, tidak terlalu penting untuk diperebutkan. Juga ketiga orang itu hanya meminjamnya saja, nsnti mereka akan datang kemari untuk mengembalikan kepada Lolap!"
Thang Lung berdua temannya tertawa,
"Taisu, kau telah ditipu!" Kata mereka hampir berbareng,
Hweshio itu mengangkat kepalanya, dia pandang Thang Lung berdua dengan sikap yang tenang.
"Ditipu? Oleh siapa?"
"Oleh ketiga orang tadi...Sam Kiam Ciat! Mereka tentu saja menyanggupi bahwa barang itu hanya sebagai pinjaman belaka! Justeru sesungguhnya mereka tidak akan mengembalikan lagi pada Taisu. kami tahu siapa mereka bertiga dan manusia macam apa....! Juga, mereka sebetulnya tidak memerlukan uang, karena mereka sangat kaya. Jika hanya untuk harga Kuda Kumala itu belaka, tentu mereka tidak akan rewel seperti itu. Jelas disini ada sesuatu yang luar biasa, Kuda Kumala itu pasti memiliki rahasia yang luar biasa, yang membuat Sam Kiam Ciat begitu bernafsu untuk memperoleh Kuda Kumala itu.....!"
Si Hweshio menghela napas, tapi bibirnya tersenyum, sabar sekali sikapnya. Tangannya mengusap usap jenggotnya yang panjang telah putih.
"Memang menurut pengamatan Lolap mereka adalah manusia manusia rakus, dan mereka bukan dari jalan putih. Tapi, Lolap tidak mau bentrok dengan mereka, jika memang Lolap bisa membantu, tentu Loiap akan membantu...... Lolap yakin, mereka akan mengembalikan Kuda Kumala itu kepada Lolap....."
Thang Lung berdua Sun Bok saling mengawasi, kemudian Sun Bok bilang lagi : "Apakah Taitu tidak mengetahui tentang rahasia Kuda Kumala itu?!"
Si pendeta menggeleng. "Tidak ada rahasia apa pun pada Kuda Kumala itu!" Sahutnya kemudian. "Jiewie tampaknya dari Kaypang, bagaimana keadaan Kay pang sekarang?!"
Kedua pengemis itu segera menjurah memberi bormat.
"Taisu. terima kasih atas perhatian Taisu. Justeru kami merasa kasihan pada Taisu, kami kuatir ketiga orang Sam Kiam Ciat itu mempermainkan Taisu....!"
"Sudahlah Jiewie....Lolap memang senang jika bisa membantu mereka. Tentang dikembalikan atau tidaknya Kuda Kumala itu kepada Loiap, kita iibat nanti saja....."
"Kalau memang Taisu tidak keberatan, bolehkah kami mengetahui gelaran Taisu yang mulia?" Tanya Sun Bok.
"Lolap pendeta bodoh, sebetulnya malu memperkenalkan gelaran Lolap...tapi jika Lolap tidak memperkenalkan diri, berarti Lolap juga melakukan hai yang kurang penting. Sebetulnya Lolap bergelar Li Put Hweshio."
"Li Put Hweshio?" Berseru Thang Lung dengan Sun Bok hampir berbareng. Tubuh mereka tergetar, hati mereka tergoncang keras. Dan cepat-cepat keduanya menjurah lagi. Sun Bok bilang : "Maaf, kami tidak berani ganggu Taisu lama-lama...kami minta diri!" Si Hweshio cuma mengangguk tenang.
Cepat-cepat Sun Bok dengan Thang Lung memutar tubuh dan berlari meninggalkan tempat itu.
Ternyata, Li Put Hweshio seorang pendeta ternama di dalam kalangan Kangouw. Tapi, walaupun dia sebagai pendeta, malah sikapnya sangat halus lembut, sesungguhnya dia seorang iblis yang paling kejam sekali.
Jika melihat cara bicara dan tutur bahasa Li Put Hweshio, memang tampaknya dia sebagai pendeta yang alim. Namun sepak terjangnya telengas sekali, dia sangat sadis, dan jika dia membinasakan lawannya, caranya sangat kejam sekali.
Karena itu, tidak terlalu mengherankan kalau Thang Lung berdua Sun Bok jadi kaget tidak terhingga waktu mereka mengetahui si pendeta adalah Li Put Hweshio.
Biasanya pendeta itu berkeliaran di daerah Selatan, Jasteru heran bukan main, sekarang Li Put Hweshio bisa muncul di Utara. Tentu terdapat sesuatu yang luar biasa dalam urusan ini.
Yang membuat Sun Bok heran, kalau benar hweshio itu adalah Li Put Hweshio, mengapa dia mengalah pada Sam Kiam Ciat? Apakah Sam Kiam Ciat mengetahui pendeta itu adalah Li Put Hweshio, tokoh iblis yang sangat ditakuti?
Sambil berlari-lari secepat mungkin, Sun Bok berdua Thang Lung membicarakan soal si pendeta yang aneh itu. Mereka tidak mempercayai bahwa Hweshio itu adalah Li Put Hweshio karena menghadapi Sam Kiam Ciat, sikapnya halus sekali, malah dia telah mengalah dan sudah menyerahkan Kuda Kumalanya pada ketiga iblis itu.
"Tapi, mungkin juga caranya untuk membinasakan ketiga orang Sam Kiam Ciat! Bukankah memang tersiar Li Put Hweshio seorang pendeta yang sangat alim, tapi tangannya sangat telengas. disamping itu setiap kali membunuh lawannya, tentu dia mempergunakan caranya sendiri. Dia pun setiap kali melihat seseorang tidak disenanginya, akan membinasakan orang itu dengan cara yang aneh sekali...!"
"Ooooo, inilah hebat! Biasanya dia menguasai daerah Selatan, Mengapa sekarang pendeta iblis itu bisa muncul di Utara? Tentu ada sesuatu!!"
"Apakah menyangkut dengan urusan kita atau si Rase Terbang?" Thang Lung coba menerka.
Sun Bok mengangguk. "Mungkin juga begitu.....kalau demikian, jelas kita harus cepat cepat pergi menemui Si Rase Terbang, untuk melaporkan semua ini padanya, terutama sekali tentang munculnya si Hweshio."
"Sabar....kita jangan terburu-buru!" Kata Thang Lung.
"Bagaimana bisa tenang-tenang saja. Sedangkan urusan tampaknya sudah berkembang semakin tidak baik! Kita sudah kehilangan jejak si Mesum, sekarang muncul tokoh iblis seperti Li Put Hweshio. Semuanya sudah gawat benar!!"
Thang Lung bimbang. "Baiklah!" Katanya kemudian, "Kalau memang demikian keputusanoya, aku pun tidak bisa bilang apa-apa....!"
Baru saja Thang Lung bicara sampai disitu, justeru terdengar suara orang yang berkata-kata, terpisah cukup jauh. Cuma saja masih dapat didengar jelas oleh mereka : "Percayalah Kongcu, betapa aku ini A Gu, pelayanmu...!"
"Tidak! Aku tidak punya pelayan!"
"Ooooo, Kcngcu. ingatlah...aku A Gu.. Kongcu"
"Sudahlah, jangan membohongi aku! Lepaskan aku!"
"Tapi Kongcu...kalau nanti aku pulang tanpa Kongcu, tentu aku akan dihukum Loya!"
"Siapa Loya?" "Ayah Kongcu....!"
"Ayahku...? Siapa ayahku?"
"Oooo, Kongcu apakah sampai orang tuamu sendiri kau tidak ingat lagi?" Mengeluh suara pertama,
Muka Thang Lung berdua Sun Bok seketika berseri. Tanpa mengatakan apa pun juga tubuh mereka melesat kearah suara itu. Dan dibalik batu-batu yang bertonjolan, tampak A Gu tengah memegangi tangan si Mesum, Dia tengah berusaha meyakinknn si Mesum, bahwa dirinya adalah pelayan si bocah. Tapi si Mesum justeru tidak mau mempercayainya.
"Sekarang!" Berseru Thang Lung, tubuhnya melesat menerjang. Malah waktu itu dia telah mengeluarkan sepotong bambu yang ukurannya tidak begitu panjang, juga lingkarannya sebesar jari telunjuk. Dengan bambu itu dia menotok kejalan darah Yang-tu-hiat dipinggang A Gu.
A Gu kaget, tapi cuma sebentar, mudah sekali dia menghindarkan totokan itu. Malah tangan kirinya, entah dengan gerakan bagaimana tahu-tahu telah mengempit pinggang si Mesum dia pun berdiri tegak.
Waktu itu Sun Bok pun sudah tiba. Dia telah menghunus pedangnya dan menikam dua kali ke dada A Gu.
Seperti yang dialami Thang Lung serangan Sun Bok pun dapat dipunahkannya
A Gu mendelik, bentaknya : "Kalian lagi yang mengganggu! Pergi! Ayo pergi!"
Sambil berkata tangan kanannya segera barkelebat-kelebat cepat luar biasa menimbulkan angin yang menderu-deru.
Sun Bok berdua Thang Lung merasakan dada mereka seperti diterjang oleh lempengan baja tanpa bisa dipertahankan lagi kuda-kuda kaki mereka tergempur. Tubuh mereka jungkir balik.
Thang Lung berpikir paling cepat, dia menarik tangan Sun Bok.
"Kita cari Li Put Hweshio!" Katanya,
Seketika Sun Bok tersadar. Mereka berdua segera berlari meninggalkan tempat itu.
Kecua pengemis itu kembali ke tempat Li Put Hweshio.
Sedangkan A Gu menghela napas.
"Lihatlah Kongcu, betapa banyak orang jahat yang hendak merampasmu....!" Kata A Gu. "Apakah Kongcu tidak mau menuruti lagi kata-kata A Gu pelayanmu ini?"
Sambil berkata begitu. A Gu perlahan lahan menurunkan Si Mesum.
Si Mesum mengawasi A Gu. "Sebetulnya apa maksudmu menculikku?!" Tanya si Mesum kemudian, tampaknya dia tenang. "Kau sama saja dengan mereka, ingin membawa aku ikut bersamamu!"
"Kongcu!" Kata A Gu. "Justeru aku ingin mengajak Kongcu pulang menemui ayahmu!"
Si Mesum menggelengkan kepalanya.
"Sebetulnya aku senang sekali ikut dengan Ciecie dan Koko itu, tapi kau ini telah menculikku....! Ayo cepat antarkan aku lagi pada mereka!"
A Gu menghela napas. "Apakah Kongcu tidak kasihan padaku?" Tanya A Gu kemudian.
"Kasihan? Aku kasihan padamu? Kenapa? Apakah kau tengah menghadapi urusan yang berat sehingga kau minta dikasihani?" Tanya si Misum heran.
"Ya...A Gu akan dihukum berat oleh Loya...!" Kata A Gu sedih. "Kalau Kongcu tidak mau pulang bersama A Gu, maka. Loya pasti akan menghukumku...apakah Kongcu tidak kasihan kepada A Gu?"
Si Mesum berdiri tertegun. Dia tampaknya bingung bukan main. Memang belakangan ini dia tidak ingat sesuatu apa pun juga tentang masa silamnya. Yang diketahuinya, justeru banyak orang yang hendak memaksanya agar dia ikut bersama dengan orang-orang itu. Dan inilah yang tidak di senangi si Mesum. Begitu pula dengan A Gu ini, yang telah menculiknya.
"Aku sudah mengatakan berkali-kali, kau ini salah mata, aku bukan majikanmu! Percayalah! Aku seorang anak yang melarat dan miskin, bagaimana mungkin aku bisa menggaji seorang pelayan!"
A Gu menghela napas. Wajahnya muram. "Kongcu....!"
"Sudah jangan banyak bicara!" Kata Si Mesum. "Ayo cepat antarkan aku kepada Cie-cie dan Koko itu...Hai. Hai, mungkin mereka sekarang sudah berangkat! Kalau memang aku tidak bisa bertemu dengan mereka, awas kau!"
A Gu menghela napas pula. "Kongcu...kau harus ikut A Gu pulang dulu! Kalau memang Kongcu ingin pesiar lagi, nanti boleh pesiar pula!"
"Tidak! Aku tidak kenal dengan kau!"
"Kongcu kalau memang Kongcu tidak mau menuruti permintaan A Gu terpaksa A Gu bersikap kurang ajar...!!"
Muka Si Mesum memancarkan rasa takut. "Kau...kau akan menyiksaku?" Tanyanya ragu-ragu.
"A Gu mana berani?" Menyahuti A Gu. "Tapi A Gu akan membawa Kongcu dengan paksa , Nanti setelah dihadapan Loya biar Loya yang menutuskannya apakah A Gu salah atau tidak dengan tindakan tersebut!"
"Kau, kuu hendak memaksa aku? Hendak menculikku dengan cara memaksa?"
"Terpaksa, Kongcu....demi keselamatan Kongcu juga! Keadaan didalam kalangan Kang ouw tengah gawat, bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu pada diri Kongcu? Bagaimana nanti A Gu mempertanggung jawabkannya kepada Loya? Justeru sekarang tentara Ceng tengah kalah perang, keadaan dimana-mana kacau sekali....karena itu Kangcu harus pulang dulu!!"
Si Mesum terdiam. Dia menjatuhkan dirinya. Duduk diatas tumpukan rumput. Dia menyenderkan tubuhnya pada sebungkah batu. Tampaknya dia tengah berpikir keras. Siapa aku? Siapa aku? Siapa aku? Siapa akuuu? Tapi tetap saja si Mesum tidak mengingatnya dengan baik masa silamnya. Dia hanya tahu, bahwa dia bernama si Mesum. Lain dari itu tidak ada yang diingatnya. Siapa namaku? Siapa aku? Siapa orang tuaku? Darimana asalku? Siapa si A Gu ini? Semuanya tidak diingatnya.
Melihat si Mesum terdiam seperti itu, A Gu menghela napas lagi. Tampaknya dia tidak sabar dan gelisah sekali,
"Bagaimana Kongcu, apakah Kongcu bersedia ikut pulang bersama A Gu?" Tanya A Gu.
Si Mesum menoleh dan menggeleng.
"Tidak..... aku tidak merasa punya pelayan seperti kau!!" Kata si Mesum akhirnya, "Kau mau pergi boleh pergi, tapi jangan memaksa diriku ikut bersamamu...!"
"Tapi Kongcu....!"
"Sudah kukatakan berkali kali, aku tidak mau ikut dengan kau! Tapi tunggu dulu! Tadi kau bilang aku ingin dibawa pulang olehmu bukankah begitu?"
A Gu mengangguk. "Benar, Kongcu!"
"Sebetulnya aku berasal dari mana?!"
Mata A Gu tampak di genangi air mata.
"Oooooo, Kongcu, demikian parahnya keadaan kau! Sampai dari mana asalmu, kau tidak bisa mengingatnya!!" Mengeluh A Gu. Tapi setelah menghela napas lagi, dia menyahuti "Sebetulnya Kongcu berasal dari Kanglam,"
"Kanglam? Dimana itu?"
"Di daerah Selatan?"
"Daerah Selatan?"
"Ya.. sekarang Kongcu tentu mau ikut dengan A Gu untuk pulang bukan? Keadaan Kanglam indah sekali!!"
Si Mesum menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Tidak! Aku tidak pernah melihat daerah Kanglsm, aku tidak tahu dimana beradanya daerah Selatan itu, karena itu, jelas kau salah mengenali orang! Kalau memang aku benar benar berasal dari Kanglam, tentu aku akan ingat di mana itu Kanglam dan tempat itu.....!"
"Kongcu.... " "Coba kau sebut, siapa namaku?"
"Nama Kongcu?!"
"Ya.... namaku?"
"Kongcu she Auwyang. Bernama Ya Nan."
"Auwyaug Ya Nan?"
"Benar Kongcu....!"
"Aneh benar namaku.,..!"
"Itulah nama Kongcu...!"
"Benarkah itu namaku?" menggumam si-Mesum. "Setahuku, namaku si Mesum."
"Kongcu, jika Kongcu mau pulang tentu Kongcu akan ingat semuanya dengan baik. Aku tidak mendustai Kongcu, memang aku A Gu pelayan Kongcu...Loya dan Lohujin jelas tengah gelisah dan kuatir menantikan kembalinya Kongcu... ! Maukah Kongcu ikut dengan A Gu untuk pulang?"
Si Mesum terdiam lagi beberapa saat.
"Kongcu, kita tidak boleh membuang-buang waktu lagi!!" Kata A Gu mendesak.
Si Mesum menoleh. : "Jauhkah Kanglam terpisah dari sini?"
"Mungkin memakan waktu perjalanan satu bulan. Jika kita melakukan perjalanan cepat, berarti dua puluh hari kita sudah bisa tiba disana."
"Ooooo, jauh sekali....!" Kata si Mesum. "Inilah aneh sekali! Aku tidak pernah merasakan pernah punya pelayan, juga tidak pernah ingat aku bernama Auwyang Ya Nan. Juga tidak pernah tahu tentang Kanglam. Namun kau tetap memaksa agar aku mengaku sebagai Auwyang Ya Nan. Juga berasal dari Kanglam. Aneh sekali.... Aneh sekali!"
"Justeru sekarang Kongcu tidak ingat semua itu! Nanti jika sudah pulang, tentu Kongcu akan ingat semuanya....!" Membujuk A Gu.
Si Mesum bimbang bukan main.
"Baiklah!" Akhirnya dia mengangguk. "Tapi ada syaratnya baru aku mau ikut dengan kau jika kau bisa memenuhi syaratnya!"
"Apa syaratnya Kongcu?"
"Sekarang aku ikut ke Kanglam. Nanti setelah bertemu dengan majikan kau, maka kau harus mengantarkan aku pulang kemari lagi! Bagaimana kau setuju?"
A Gu girang. Dia segera mengangguk.
"Setuju Kongcu.....!"
Si Mesum bangkit, dia bilang : "Mari,... sekarang aku bersedia ikut denganmu!"
"Apakah tidak lebih baik jika kugendong saja di pundakku sehingga kita bisa melakukan perjalanan dengan cepat?" Tanya A Gu.
Si Mesum menggeleng "Jangan akh,aku tidak enak hati jika mempersulit dirimu! Mana boleh begitu? Bukankah aku masih kecil, masa duduk di pundakmu? Bukankah itu kurang ajar?"
A Gu tidak berdaya buat membujuknya, dia baaya menuntun tangan si bocah yang akan diajaknya berlalu.
Waktu itulah, mendadak sekali A Gu mendengar mendesing suara yane nyaring, disusul dengan angin yang menyambar kuat sekali, karena sebutir batu telah menyambar ke punggungnya. Segera dengan gerakan otomatis, tampak A Gu sudah memutar tangannya kebelakang dia menyampok dengan telapak tangan kanannya, maka sebutir batu tersampok jatuh ketanah.
Tapi A Gu jadi kaget, karena dia merasakan telapak tangannya pedas.
Itulah menunjukkan bahwa penyerangnya memiliki sinkang atau tenaga dalam yang kuat sekali, yang telah menimpuk mempergunakan batu itu disertai sinkangnya.
Cepat-cepat A Gu menoleh. Tampak tengah mendatangi dua pengemis yang tadi. Thang Lung dengan Sun Bok. Di depan mereka melangkah tenang seorang pendeta kepala botak, yang melangkah sambil tersenyum....
"Siancai! Siancai! Memang jelas bahwa penculik ini liehay! Dia bisa menyambuti timpukan Lolap!" Menggumam si pendeta itu. Tahu-tahu dia menjejak kakinya, tubuhnya melesat ketengah udara. Tangan kanan yang dikibaskan kiri menjulur akan menarik tangan si Mesum. Tangan kanannya menyampok kemudian, kuat sekali, dengan tenaga sinkang yang dahsyat.
A Gu kembali kaget. Pendeta ini liehay sekali .Tangannya pun hebat. Karena itu tak berbuang-buang waktu lagi A Gu segera menyambut dengan kuat.
Terjadi benturan tenaga. Waktu itulah A Gu sebat sekali menarik tangan si Mesum, sampai tangan atau tepatnya jambretan si pendeta mengenai tempat kosong.
Tubuh si pendeta yang tidak lain dari Li Put Hweshio, meluncur turun dan kakinya hinggap di tanah, Namun, pendeta ini jadi penasaran. Tadi sudah menduga bahwa ia akan berhasil merampas si Mesum dari tangan A Gu Siapa sangka, dia hanya menangkap angin saja. Dia gagal dengan usahanya.
"Siancai! Siancai' Mengapa Siecu haru menculik seorang anak kecil seperti itu? Bukankah kasihan kalau sampai terjadi sesuatu pada diri anak itu?"
A Gu memandang tajam. "Siapa Taisu?" Geram suaranya. "Mengapa Taisu hendak merintangi jalanku?"
"Hemmm. tidak perlu banyak bicara lagi, Taisu, hajar saja penculik itu!" Teriak Sun Bok, yang kuatir nanti kalau banyak bicara si pendeta akan mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.
Tapi pendeta itu, Li Put Hweshio, tenang sekali. Dia merangkapkan kedua tangannya.
"Siancai!! Siancai! Lolap adalah Li Put Hweshio!" Menjelaskan si pendeta. "Siecu tampaknya hebat sekali, sinkang Siecu tidak berada di bawah Loiap. Inilah hebat...maka dari itu. Lolap jadi merasa aneh, mengapa orang seperti Siecu hendak menculik bocah itu."
"Siapa yang menculik anak ini? Ini adalah majikan kecilku!" Kata A Gu tak senang.
"Apa?" Li Put Hweshio membuka matanya lebar-lebar, "Bocah itu majikan kecil siecu?"
A Gu mengangguk. "Benar." Katanya. "Aku ingin membawa pulang!"
Li Put Hweshio menoleh kepada Thang Lung dan Sun Bok, tanyanya : "Jiewie....?"
"Bohong, Taisu.,..dialah penculiknya! Itu adalah keponakan kami! Tanya saja pada bocah itu!" Kata Sun Bok segera. Tadi waktu melihat si Hweshio bimbang, Sun Bok telah mengasah otak dari dasarnya dia cerdik, segera dia mengingat sesuatu, yaitu percakapan antara A Gu dengan si Mesum. Dia sengaja meminta si pendeta bertanya langsung kepada si Mesum.
Li Put Hweshio mengawasi si Mesum.
"Anak., kau jangan takut! Ada Lolap disini! Kau bicara terus terang, ya?"
Si Mesum ragu ragu, namun akhirnya dia mergangguk.
"Apakah benar orang itu adalah pelayanmu nak?" Tanya si pendeta lagi.
Si Mesum menggeleng. "Jadi dia bukan pelayanmu?"
"Ya...." Li Put Hweshio melirik A Gu.
"Nah, lihatlah....anak itu sendiri yang menyatakan bahwa Siecu bukan pelayannya."
A Gu gusar bukan main, tapi dia bisa menahan diri.
"Taisu, sudah kukatakan bahwa aku adalah pelayannya. Justeru Kongcu ini tengah mengalami sesuatu yang membuat dia tidak ingat suatu apa pun juga....!"
Li Put Hweshio tersenyum sinis. Dia menoleh kepada si Mesum, lalu tanyanya : " Apakah benar pelayanmu ini hendak mengajakmu pulang ke rumah?"
"Tidak! Dia bukan pelayanku! Dia menaksa aku untuk ikut dengannya. Dia bilang.....dia bilang...!"
"Dia bilang apa?"
"Aku bernama Auwyang Ya Nan."
Sebenarnya siapa namamu?"
"Si Mesum." Sepasang alis si pendeta mengkerut.
"Si Mesum?" "Ya.....!" "Aneh sekali namamu, nak?"
"Memang namaku si Mesum, dia memaksa aku untuk ikut dengannya dia menculikku dan memaksa aku mempercayai kata-katanya, bahwa aku ingin diajak pulang ke rumah untuk bertemu dengan ayahku."
"Siapa ayahmu?"
"Tidak tahu " "Tidak tahu?" "Ya." "Aneh..!!" Li Put Hweshio segera melihat tentu di dalam urusan ini ada sesuatu yang luar biasa. Segera dia menoleh kepada Thang Lung dan Sun Bok.
"Jiewie, siapakah anak ini sebenarnya?"
"Taisu tolong bebaskan dulu anak itu dari orang itu, nanti kami jelaskan! Orang itu memiliki tangan telengas sekali!" Kata Sun Bok. Li Put Hweshio menghela napas.
"Baiklah!" Katanya sambil meaoieh kepada A Gu. "Nah, Siecu sekarang jelas bahwa anak itu bukan majikanmu, Lolap harap Siecu tidak terlalu mendesak anak itu. Jika memang anak itu tidak mau ikut denganmu, Siecu tidak bisa memaksanya..!"
A Gu sudah tidak sabar. Tahu tahu dia menyambar pinggang si Mesum. Dia mengempit anak itu.
Tapi, si pendeta cepat sekali, matanya tajam, gerakannya gesit, begitu melihat A Gu menyambar pinggang si Mesum, cegera dia menyambar akan menotok pundak A Gu.
A Gu merasakan dari belakangnya menyambar angin yang kuat. Itulah hantaman yang kuat pada jalan darah Lu-yang- biat. Jika jalan darah itu kena dihantam sampai putus, niscaya akan bahaya sekali keselamatan jiwanya. Terpaksa A Gu memutar tahuhnya menangkis pukulan itu. Karena dia memutar tubuh dan harus mempergunakan tenaga yang kuat, guna menangkis pukulan itu, maka harus melepaskan kempitan tangannya pada si Mesum.
Sepasang tangan saling bentur, Terdengar suara yang keras. Tubuh A Gu terhuyung mundur tiga tindak. Sedangkan si pendeta berdiri tenang di tempatnya tanpa bergeming. Melihat keadaan seperti ini segera bisa diketahui, bahwa kepandaian si pendeta setingkat lebih hebat di atas A Gu,
A Gu sendiri terkejut. Baru kali ini dia bertemu dengan seorang berkepandaian tinggi.
"Kau...?" Suara A Gu tergetar, dia kemudian memuntahkan darah segar.
Walau pun si pendeta tidak tergempur kuda kudanya, di dalam hati sebetulnya dia kaget tidak terkira. Waktu itu tangannya saling bentur dengan tangan A Gu, dia merasakan tekanan tenaga yang kuat sekali. Justeru tenaga dorongan dari A Gu begitu hebat sehingga napas Li Put Hweshio jadi sesak.
Namun sebagai seorang yang telah tinggi sinkangnya, dia cepat cepat bisa mengatur dan mengerahkan sinkangnya. Dia berusaha membendung tekanan itu.
Kesudahannya memang Li Put Hweshio masih berdiri ditempatnya tanpa bergeming, dengan mulut tersenyum tenang, tapi sebetulnya diwaktu itu dia tengah mengerahkan tenaga dalamnya, untuk mengatur pernapasannya, yang tadi sempat tergoncang.
"Hebat orang ini....aku harus hati-hati!" Pikir si pendeta.
Waktu itu A Gu sudah mendelik pada si pendeta.
"Aku tidak kenal dengan kau tapi kau sudah turunkan tangan demikian keras. Ingatlah suatu saat Loyaku akan mencarimu." Kata A Gu getas.
Li Put Hweshio merangkapkan kedua tangannya, dia menghela napas.
"Siancai! Siancai! Siapakah Loyamu itu?"
"Tidak perlu kau tahu, tapi tunggulah! Nanti jika sudah tiba saatnya, maka di waktu itu kau tidak akan terlepas dari kematian ditangan Loyaku!"
Baru saja A Gu berkata sampai disitu, justeru Li Put Hweshio sudah mengeluarkan suara yang nyaring melengking, tahu-tahu tubuhnya melambung ke tengah udara, berputar dan telapak tangannya menghantam pundak A Gu.
A Gu mengempos seluruh sisa tenaganya. Tadi dia sudah terlupa didalam. sebetulnya dia tidak boleh mempergunakan tenaganya berlebihan lagi, sebab kemungkinan besar dia akan terluka lebih parah. Maka dari itu, dia pun seharusnya beristirahat. Namun serangan itu telah datang, terpaksa dia memaksakan diri untuk menangkisnya.
"Bukkkk!" Tubuh A Gu seperti layangan putus, terpental keras sekali, dia pun mengerang menahan sakit, karena A Gu merasakan tulang-tulang iga di dadanya seakan juga hendak bercopotan terlepas. Dia tidak bisa segera bangkit.
Si pendeta berdiri dengan muka yang tidak welas asih seperti tadi sekilas tampak dia sangat kejam dan telengas.
"Hemmm...!" Mendeneis pendeta itu. Tapi tidak lama kemudian wajahnya berobah jadi lunak dan alim lagi, dia masih bilang : "Maaf.... Siecu terluka di dalam! Harus beristirahat, karena Siecu sudah terluka hebat di dalam. Dalam tiga hari kalau tidak memperoleh obat yang tepat tentu Siecu akan berpulang ke alam baka."
Thang Lung bersama Sun Bok berdua jadi menggidik. Mereka memang sudah sering mendengar keganasan Li Put Hweshio yang dapat membunuh dengan sadis sambil tersenyum.


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekarang mereka menyaksikan sikap si pendeta tetap manis tapi dia telah turunkan tangan keras mengandung maut buat A Gu.
Si Mesum sendiri berdiri bingung, dia melihat A Gu terluka seperti itu. Mulutnya berdarah,
"Taisu....kau jangan mempersakiti dia!" Teriak si Mesum.
"Kenapa?" Tanya si pendeta, suaranya telah berobah halus kembali.
"Walaupun dia memaksa agar aku ikut dengannya namun dia bukan orang jahat. Dia tidak memperlakukan aku tidak baik...malah dia selalu memohon saja...!" Menjelaskan si Mesum.
Li Put Hweshio waktu itu berpikir : "Mungkin memang benar bocah ini mendalami sesuatu yang membuat dia tidak ingat sesuatu apa pun lagi...dan mungkin saja orang itu adalah pelayannya! Melihat demikian, tentunya bocah ini luar biasa. Aku mau lihat, siapa sebenarnya bocah ini!"
Karena berpikir begitu, si pendeta mengangguk.
"Baiklah! Aku akan menuruti permintaan kau, nak! Dan juga, Lolap akan melindungimu! Kemarilah kau!" Panggilnya.
Si Mesum segera menghampiri.
"Apa yang ingin Lolap bicarakan dengan kau! bersediakah kau nak?!"
Si Mesum mengangguk. "Baik Taisu. Apa yang ingin Taisu bicarakan."
"Nanti Lolap ingin bicarakannya hanya dengan kau seorang, empat mata." Setelah berkata begitu, Li Put Hweshio menoleh kepada Thang Lung den Sun Bok: "Kalian boleh pergi"
Thang Lung dan Sun Bok jadi kaget.
"Taisu....!!" "Jangan rewel! Pergi menggelinding!"
Sun Bok dan Thang Lung kaget bukan main, mereka merasakan hati mereka jadi dingin. Justeru tadi mereka membohongi si pendeta bahwa keponakan mereka diculik seseorang yang memiliki kepandaian tinggi dan meminta agar pendeta itu menolongi mereka menghadapi si penculik. Li Put Hweshio memang pendeta yang aneh, dia menyanggupi. Itulah sebabnya mengapa dia telah ikut bersama Sun Bok dan Thang Lung dan akhirnya dia menghajar A Gu.
Melihat A Gu sudah terluka di dalam yang parah, girang hati Sun Bok dan Thang Lung. Tapi sekarang mereka melihat justeru si Hweshio seakan juga hendak menguasai si bocah yang mengaku bernama si Mesum. Mereka jadi mengeluarkan keringat dingin.
"Taisu, harap Taisu mau membiarkan kami membawa keponakan kami itu...;!" San Bok masih bicara terus tidak memperdulikan mata si pendeta sudah menatap bengis padanya.
"Pergilah kalian sebelum Lolap menghadiahkan tangan keras pada kalian!" Dingin suara si pendeta.
Sun Bok dan Thang Lung yang mengetahui tabiat si pendeta yang aneh, tidak berani berayal lagi. Mereka segera memutar tubuh dan berlari pergi dengan hati tidak puas.
Setelah Sun Bok berdua Thang lung pergi, si pendeta menuntun tangan si Mesum.
"Mari ketempatku, di sana kita bicara dengan tenang dan tenteram...!" Ajak si pendeta.
A Gu melihat si Mesum hendak diajak, dia memaksakan diri untuk berteriak : "Tunggu dulu!"
Si pendeta menoleh. "Mau lagi merasakan telapak tangan Lolap?" Tanya si pendeta dengan suara yang tawar
"Tinggalkan gelaranmu!" Kata A Gu.
"Tidak pernah Lolap menyembunyikan gelaran...dengar!sh baik-baik, Lolap adalah Li Put Hweshio..,'" Kata si pendeta.
"Baik! Nanti Loyaku akan mencarimu. Itu pasti. Dan kau tunggu saja!" Kata A Gu.
Li Put Hweshio tertawa bergelak.
"Ya, ya, Lolap akan menunggu!" Katanya. Kemudian dia menuntun tangan si Mesum.
A Gu berusaha merangkak, tapi tenaganya seperti habis. Dia kemudian menggeletak lunglai, pingsan tidak sadarkan diri.
Keadaan di tempat itu sunyi...seakan tidak pernah terjadi sesuatu apa pun juga.
Li Put Hweshio sudah mengajak si Mesum ke tempatnya yang semula, di sebungkah batu yang cukup besar dan datar itu. Dia duduk di batu itu, Kemudian katanya kepada si Mesum: "Duduklah nak, istirahatlah, tampaknya kau letih sekali, Oya, kau sudah lapar belum?" Sambil berkata begitu, si pendeta mengeluarkan rangsum kering dari dalam saku bajunya.
"Makanlah dulu!" Katanya sambil menyodorkan rangsum kering itu.
Si Mesum menerima bungkusan rangsum. memakannya perlahan-lahan.
"Nak, benar-benarkah kau tidak ingat siapakah orang tuamu?" Tanya si pendeta.
Si Mesum mengangguk. "Benar Taisu...!"
"Jadi kau tidak tahu siapa orang tuamu?"
"Ya." "Juga kau tidak ingat dari mana asalmu?"
Si Mesum mengantuk lagi. "Ya....!"
Si pendeta mengawasi si Mesum, kemudian dia bilang : "Bolehkah Lolap memeriksa keadaan tubuhmu?"
Si Mesum ragu-ragu. "Tidak ada luka ditubuhku, mengapa harus diperiksa Taisu?" Tanya si Mesum.
"Memang tidak ada luka di tubuhmu, nak tapi siapa tahu justeru ada sesuatu kelainan pada tubuhmu...!" Kata si pendeta sabar.
Si Mesum ragu-ragu sejenak, tapi akhirnya dia mengangguk,
"Baiklah!" "Bukalah bajumu, nak!" Si Mesum menuruti saja. Dia membuka bajunya.
"Berbaringlah disini!" Kata si pendeta lagi. Si Mesum menelungkup di batu yang besar itu. Si pendeta mulai memeriksa keadaan tubuh si Mesum. Tubuh si Mesum dipegang-pegangnya,
Waktu itulah Li Put Hweshio terkejut.
"Aneh! Inilah bakat yang luar biasa,.... anak ini memiliki tulang yang benar-benar sangat bagus! Inilah bibit yang sangat luar biasa baiknya....aneh sekali!!" pikir si pendeta.
Dia masih memegangi terus beberapa bagian anggota tubuh si Mesum, yang di pijit-pijitnya. Sampai akhirnya dia memegang salah satu jalan darah si bocah membuat dia tambah heran.
"Nak, apakah kau pernah belajar ilmu silat? " Tanya Li Put Hweshio kemudian.
"Aku... aku tidak ingat!" Menyahuti si Mesum. "Menurutku, belum pernah belajar ilmu silat. Tapi orang-orang selalu bilang aku pernah belajar ilmu silat. Aku tidak ingat apakah aku pernah belajar ilmu silat. Aku tidak ingat apakah aku belajar silat atau tidak."
Si pendeta mengangguk. "Kau baru berusia paling tidak sembilan tahun!" Kata si pendeta.
"Benar Taisu....!"
"Karena itu, aneh sekali justeru dalam usia seperti kau ini sudah memiliki sinkang terlatih baik!"
"Sinkang? Apa itu Taisu?"
"Tenaga dalam. Justeru seorang akhli silat yang telah berlatih belasan tahun, barulah bisa memiliki sinkang yang cukup baik!" Menjelaskan si pendeta. "Tapi kau ini, dalam usia demikian kecil tampaknya sudah memiliki sinkang yang cukup kuat....!"
Setelah berkata begitu, si pendeta menepuk pundak anak itu.
"Bangunlah!" Kata si pendeta.
Si Mesum melompat bangun.
"Sekarang coba kau pukul batang pohon tu!" Kata si pendeta sambil menunjuk kesebatang pohon yang tidak begitu besar, mungkin lingkarannya hanya setengah mangkok.
"Memukul batang pohon itu Taisu?!"
"Ya!" Mengangguk Li Put Hweshio.
"Nanti...nanti tanganku sakit!" Kata si Mesum.
"Dicoba dulu....!" Kata si pendeta sambil tersenyum "Jika sakit, nanti akan kuobati!"
"Tapi apa gunanya memukul batang pohon itu, Taisu?"
"Nanti Lolap bisa mengetahui, sudah berapa jauh kau mempelajari ilmu silat!" Menjelaskan si pendeta.
Si Mesum ragu-ragu. "Ayo pukul, sekuat tenagamu" Perintah si pendeta.
Akhirnya si Mesum menghampiri pohon itu. Dia memukul.
"Dukkkk!" Dan si Mesum merasakan kepalan tangannnya sakit sekali. Sedangkan batang pohon itu bergoyang sedikit.
Si pendeta tersenyum. "Kau memukulnya setengah hati. Kau tidak bersungguh hati. Pukul lagi.....!" Kata si pendeta.
"Sakit Taisu.. tanganku sakit sekali!" Kata si Mesum meringis menahan sakit.
Si pendeta tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Justeru kau memukuirya setengah hati, sehingga tanganmu yang sakit. Sekarang pukul sekuat tenagamu, kerahkan seluruh perhatianmu dan hantam sepenuh hati!"
Si Mesum bimbang "Ayo......!" Perintah si pendeta lagi.
Si Mesum aschirnya menghampiri batang pohon itu. Tiba-tiba dia memukul dengan kuat sekali. Sepenuh tenaganya.
"Dukkkkk!" Batang pohon itu bergoyang keras, kemudian patah. Pohon itu tumbang.
"Luar biasa bocah ini! Benar-benar didalam dirinya tersembunyi kekuatan luar biasa dan aneh yang tidak dimiliki anak-anak sebaya lainnya!" Pikir Li Put Hweshio.
Setelah berpikir begitu, si pendeta melambaikan tangannya memanggil Si Mesum.
Si Mesum mengusap kepalan tangannya.
"Terluka?" Tanya si pendeta.
"Tidak." "Sakit?" "Sedikit." "Nah, kalau kau memukul sekuat tenaga dan sepenuh hati, bukankah tidak sakit?!." Kata si pendeta.
Si Mesum mengangguk sambil tersenyum.
"Kau hebat nak!" Kata si pendeta. "Lolap lihai, kau ini luar biasa. Kalau kau belajar silat, tentu kau cepat sekali memiliki kepandaian yang tinggi. Dalam sepuluh tahun tentu kau menjadi seorang yang sulit ditandingi oleh sembarang orang.....!"
"Belajar ilmu silat?"
"Ya. bersediakah kau?!"
"Ooooooooo, Taisu.... belajar ilmu silat untuk apa?" Tanya si Mesum.
"Agar kau tidak mudah dihina orang! Bukankah kalau kau bisa dan mengerti ilmu silat yang tinggi, orang-orang yang seperti tadi tidak bisa berbuat sekehendak hati mereka, memaksa agar kau ikut dengan mereka?"
Si Mesum termenung. "Bagaimana? Kau tertarik untuk belajar ilmu silat? Kau memiliki tulang bagus!" Si Meium mengangguk.
"Baiklah Taisu! Tapi entah siapa yang mau mengajari aku ilmu silat?" Tanya si bocah.
"Lolap." "Taisu yang akan mengajarkan aku ilmu silat?" Tanya si Mesum,
"Ya. Lolap yang menjadi gurumu."
"Sungguh?" "Lolap tidak membohongi."
Segera Si Mesum menekuk kedua lututnya dia manggut-manggutkan kepalanya tujuh kali.
"Suhu!" Panggilnya,
"Bangun muridku!" Kata si pendeta. "Sekarang kau resmi menjadi murid Lolap. Seumur Lolap belum pernah angkat murid, dan kau akan menjadi murid Lolap, murid tunggal. Lolap akan wariskan kepandaian Lolap."
Sehabis berkata begitu, tiba-tiba si pendeta tertawa bergelak-gelak. Hebat suara tertawanya itu, karena seperti yang disebut raungan Naga dan geraman Harimau Menggetarkan tempai itu. Si Mesum sampai menutupi kedua kupingnya.
Selesai tertawa puas seperti itu si pendeta kemudian mengawasi si bocah sungguh-sungguh.
"Siapa namamu?"
"Si Mesum" "Baiklah! Namamu tak perlu di ganti. Tapi Lolap akan menjelaskan peraturan rumah tangga dalam pintu perguruan kita!"
"Dengarlah baik-baik!! Pintu perguruan kita adalah yang disebut Tiang San Pay. Ilmu silat Tiang San Kun Hoat maupun Tiang San Kiam Hoat merupakan ilmu silat tangan kosong dan ilmu pedang partai kita yang sangat disegani oleh orang orang Kangouw. Dulu, kita memiliki anggota yang lumayan banyak, namun sekarang ini cuma beberapa orang lagi yang masih hidup. Umumnya mereka tidak bersedia menerima murid, sehingga akhirnya berkurang juga anggota pintu perguruan dan ilmu silat Tiang San Pay, seperti juga lenyap dari dunia persilatan. Siapa siapa yang masih hidup nanti akan kujelaskan, sekarang ingin Lolap jelaskan peraturan rumah tangga pintu perguruan kita. Yang pertama, kita harus dapat mempelajari ilmu silat setinggi mungkin buat angkat nama pintu perguruan. Sekali saja mendatangkan malu, terutama jika dalam pertempuran kita dirubuhkan dan dihina, kita harus mengadu jiwa. Sekali terhina, maka tidak akan diampuni lagi! Mengertikah kau?"
"Mengeni Suhu...Tentu maksud Suhu bahwa kita tidak boleh terhina oleh siapa pun juga, sehingga merusak nama baik pintu perguruan kita?"
"Benar!" Mengangguk si pendeta. "Kau cepat bisa menangkap maksud Lolap! Dan selanjutnya, setiap kali turun tangan kau harus memiliki hati yang tabah, tidak boleh setengah hati. Kau harus membinasakan atau melukai berat lawanmu! Tapi yang terpenting lagi kau harus dapat membawa sikap seakan juga hal itu biasa saja!"
"Harus begitu Suhu?"
"Ya....dengan demikian orang persilatan baru akan menaruh segan dan hormat kepadamu! Kalau kau seorang yang berjiwa lenbek, tentu mereka akan menyepelekan dan juga kuraag perhatian!"
"Baik Suhu, aku akan ingat baik-baik peraturan yang satu itu!!"
"Lalu yang ketiga, yang terakhir, kau harus dapat menciptakan semacam ilmu silat kalau sudah dua puluh tahun menjadi murid Tiang San Pay!"
"Baik Suhu!!" "Bagus!" Kata si pendeta girang. "Sekarang kau mulai belajar dulu dasar-dasar ilmu silat Tiang San Pay. Dengarlah baik-baik."
Si Mesum mengiyakan. Li Put Hweshio segera membacakan kauw-hoat atau teori ilmu silat pintu perguruan Tiang San Pay. Dia membacanya tiga kali beruntun. Kemudian diperintahkannya agar si Mesum mengulangi apa yang pernah dijelaskan.
Si Mesum segera membaca apa yang tadi didengarnya, dia membaca tanpa satu hurufpun kurang atau lebih, dia membaca tidak ragu-ragu, lancar sekali, tanpa salah satu huruf pun juga.
Tentu saja, disamping kagum si pendeta jadi girang.
"Bocah ini benar-benar luar biasa. Jika kelak dia sudah menguasai seluruh ilmu silat Tiang San Pay, niscaya dia merupakan satu-satunya jago yang paling gagah di dalam kalangan Kangouw!" Pikir si pendeta.
"Bagus!" Kata si pendeta kemudian, "Sekarang kau perhatikan gerakan dari setiap jurus."
Si pendeta kemudian memberikan contoh bagaimana harus mengambil posisi kedua kaki, menggerakkan tangan kiri dan kanan, cara letak tubuh dan lain lainnya. Bagaimana cara mengatur pemapasannya.
Si Mesum mempelajati dengan semangat penuh. Dia juga senang memperoleh petunjuk dari si pendeta, yang selalu bisa memberikan keterangan dengan jelas. Apalagi memang si Mesum ternyata sangat cerdas sekali, maka dari itu dia bisa belajar dengan cepat dan lancar.
Waktu dia tengah menggerakkan tangan dan kakinya menjalankan jurus Harimau Menerobos Liang Naga, tiba-tiba si Mesum menghentikan gerakan tangannya, berdiri tegak dengan alis mengkerut dalam-dalam. Seakan juga dia tengah berpikir keras.
Li Put Hweshio mengawasi heran.
"Kenapa?" Tanyanya menegur muridnya,
Si Mesum segera menyahuti : "Waktu menjalankan jurus itu, Tecu (aku, murid) merasa pernah menjalankan gerakan seperti itu, seakan pernah mempelajari ilmu silat itu, Suhu!"
Si pendeta mengawasi tajam muridnya.
"Memang Lolap sudah duga, bahwa kau pernah mempelajari ilmu silat! Tapi....apakah tidak ada sesuatu yang bisa kau ingat-ingat. Sedikit saja, untuk pegangan, guna nanti menyelidiki asal usulmu?!"
Si Mesum menggeleng. "Sudahlah! Sekarang kau berlatih lagi!" Perintah si pendeta.
Si Mesum mengiyakan, dia mulai berlatih lagi. Namun beberapa kali setiap membawakan jurus-jurus ilmu silat yang tengah dilatihnya, Si Mesum selalu merasa bahwa dia dulu pernah berlatih seperti itu. Tapi si Mesum justeru tidak lagi mengetahui, entah di mana dia pernah berlatih dan siapa yang mengajarinya. Dia tidak ingat sedikitpun, walaupun dia berusaha keras untuk mengingatnya.
Semakin berlatih si Mesum semakin merasa pernah mempelajari ilmu silat. Tapi sejauh itu dia masih tidak ingat, entah dimana dan kepada siapa dia pernah memperoleh pelajaran ilmu silat. Karena itu, dia masih terus berlatih sambil berpikir juga, berusaha mengingatnya, siapa sebetulnya dirinya.
Li Put Hweshio mengawasi muridnya tengah berlatih, sampai akhirnya dia bilang: "Cukup!! Sekarang mari kau duduk di sini, aku ingin memberitahukan suatu urusan penting, muridku!"
Si Mesum menghampiri, duduk di depan gurunya.
Li Put Hweshio mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya, dia memperlihatkan benda itu kepada Si Mesum. Itulah seekor kuda-kudaan yang terbuat dari batu Kumala hijau, yang berkilauan terang dan cemerlang sekali.
"Kau lihat, Mesum, apakah ini?!" Tanya Li Put Hweshio.
Si Mesum memperhatikan. "Seekor kuda-kudaan, Suhu! Terbuat dari batu Giok hijau!"
"Tepat! Tapi tahukah kau apa faedah-nya benda ini?!"
Si Mesum menggeleng. "Inilah sebuah mustika yang diperebutkan oleh orang orang rimba persilatan!"
Si Mesum memperhatikan. Tampaknya dia heran.
"Apa kegunaan kuda-kudaan itu, Suhu?!" Tanya si Mesum kemudian.
"Banyak sekali! Inilah mustika yang seharga satu kota! Dan kau dengarlah, banyak sekali orang yang berlomba untuk memperoleh benda ini. Dan mereka selalu bersedia mempertaruhkan jiwa mereka, asal bisa memperoleh kuda-kudaan Kumala ini.....karena itu, kau setelah mendengar ceritaku, tidak boleh menceritakan lagi kepada siapa pun juga. Kau mau berjanji?!"
Si mesum mengangguk. "Tentu Suhu, mana berani Tecu banyak cerita kepada orang lain?!" Kata si bocah.
"Bagus! Belum lama lalu datang menemuiku Sam Kiam Ciat, mereka bertiga mendesak agar aku menyerahkan kuda kudaan mustika ini. Aku sengaja mengalah dan menyerahkannya. Tapi bukan yang asli, melainkan yang palsu..." Bercerita sampai disitu, Li Put Hweshio tertawa bergelak, tampaknya dia merasa geli teringat pengalamannya beberapa saat yang lalu.
Si Mesum mengawasi gurunya, dia tidak mengatakan sesuatu apapun juga. Cuma saja di dalam hatinya justeru dia tengah berpikir keras: "Kuda-kudaan kumala hijau itu seperti pernah kulihat, malah bukan satu melainkan dua...!" Dan yang membuat si Mesum heran, justeru dia tidak ingat lagi, entah di mana dia perneh melihat kuda-kudaan Kumala tersebut.
Waktu itu Li Put Hweshio sudah melanjutkan ceritanya. Dia bilang: "Sesungguhnya, kuda-kudaan Kumala ini memiliki arti yang penting sekali bagi seorang Kangouw, karena di kuda-kudaan Kumala ini tersimpan rahasia yang besar sekali, yaitu tempat penyimpanan pelajaran ilmu silat yang nomor satu dan tidak ada tandingannya. Ilmu silat jari tangan belaka, jari tunggal, yang diberi nama It Yang Cie. Karena dari itu, tidak mengherankan kalau banyak orang Kangouw yang berusaha untuk memperoleh kuda-kudaan Kumala ini, mereka berlomba ingin memiliki ilmu pelajaran It Yang Cie itu, sebab siapa bisa memahami It Yang Cie, maka orang itu akan menjadi jago nomor satu tanpa tandingan lagi..."
Waktu bercerita sampai di situ, si hweshio memperlihatkan sikap puas.
Sedangkan si Mesum mengulangi: "It Yang Cie? It Yang Cie? It Yang Cie?"
Li Put Hweshio melihat muridnya menggumam seperti itu, jadi heran dan tanyanya: "Apakah kau pernah mendengar tentang ilmu jari tunggal It Yang Cie itu, muridku?!"
"Benar Suhu. Tapi aku tidak ingat, di mana aku pernah mendengarnya. Aku serasa pernah mendengar, bahkan sering juga orang menyebut-nyebut tentang It Yang Cie. Hanya saja, justeru Tecu tidak ingat, entah di mana Tecu pernah mendengar tentang It Yang Cie."
"Apa saja yang kau dengar tentang It Yang Cie?!"
"Entahlah Suhu... Tecu tidak ingat lagi! Tapi tadi Suhu menyebut nyebut tentarg It Yang Cie, maka Tecu telah ingat kembali tentang It Yang Cie....!"
"Hemmm, mungkin juga kau pernah mendengarnya dari orang-orang yang membicarakan tentang It Yang Cie, mereka yang tengah berusaha mencari kuda-kudaan kumala ini....! Dengarlah, aku akan menceritakan asal usul ilmu silat kelas satu itu! Yang pertama-tama memiliki It Yang Cie adalah Ong Tiong Yang. Ini terjadi beberapa ratus tahun yang lalu! Dialah yang pertama kali memiliki ilmu hebat tersebut. Dia adalah Ciangbunjin Coan Cin Kauw. Kemudian dia mewarisi kepada Toan Hongya atau yang lebih terkenal sebagai It Teng Taisu. Lalu turun lagi kepada Oey Yok Su. Kemudian Oey Yok Su sebagai orang yang mewarisi ilmu It Yang Cie dari Toan Hongya, segera mencatatnya di dalam sehelai kulit kambing, dia menyimpannya di suatu tempat. Dan letak tempat itu dijelaskannya di kuda-kudaan Kumala ini!"
"Apakah Suhu setelah memperoleh kuda-kudaan Kumala itu berhasil mengetahui letak tempat penyimpanan ilmu It Yang Cie itu?!" Tanya si Mesum.
Li Put Hweshio menggeleng. "Belum...!"
"Kenapa Suhu ?!"
"Aku sudah memeriksa selama setahun lebih kuda-kudaan Kumala ini, tapi aku tidak berhasil menemukan rahasianya...!"
"Apakah rahasia itu berada di dalam tubuh kuda kudaan Kumala itu, Suhu?!" Li Put Hweshio menghela napas. "Justeru untuk merusak kuda kudaan Kumala ini: aku tidak berani, aku kuatir nanti kuda-kudaan ini menjadi rusak."
"Tapi Suhu...jika memana rahasia tempat penyimpanan ilmu It Yang Cie itu berada di dalam perut kuda itu, tanpa Suhu membuka atau membelah kuda-kudaan itu, Bagaimana Suhu bisa mengetahui dan berhasil memperoleh It Yang Cie itu?!"
Li Put Hweshio menghela napas. Dia mengangkat kuda-kudaan itu, memperhatikannya.
"Apa iya di dalam perut kuda ini disimpannya catatan tempat penyimpanan ilmu It Yang Cie itu?!" Menggumam si pendeta,
"Siapa tahu, Suhu?!"
Si pendeta menggeleng. "Tidak mungkin! Menurut dugaanku, tentu catatan itu sedemikian halusnya, sehingga sulit dilihat. Atau memang ada semacam obat yang harus di oleskan pada kuda-kudaan Kumala ini, sehingga huruf huruf yang ada di kuda-kudaan ini baru bisa terbaca. Tapi entah obat apa dan di mana adanya obat itu.... inilah yang tengah kuselidiki!! Muridku kalau memang Lolap sudah memperoleh catatan It Yang Cie itu, berarti Lolap sebagai satu-satunya jago nomor wahid ddalam rimba persilatan!!"
^..dewikz^aaa...^ Jilid 6 SI Mesum menghela napas. "Suhu... kepandaian tidak ada habisnya jika ingin dipelajari. Sekarang Suhu telah berusia lanjut, apakah Suhu masih belum puas dengan kepandaian yang telah dimiliki oleh Suhu?!"
Muka si pendeta berobah. Sikapnya jadi gagah waktu dia berkata: "Walaupun sudah berusia lanjut, tapi Lolap adalah seorang tokoh rimba persilatan yang disegani oleh semua orang. Karena itu, tanpa memiliki It Yang Cie, masih ada beberapa orang yang berimbang dengan Lolap. Tapi jika nanti Lolap sudah memperoleh catatan It Yang Cie itu, maka jangan harap ada orang yang bisa menandingi Lolap lagi...!" Setelah berkata begitu, Li Put Hweshio tertawa bergelak.
Kuda-kudaan Kumala itu dipegangnya dengan sikap sangat sayang sekali. Benar-benar kuda-kudaan Kumala itu sangat berharga bagi Li Put Hweshio.
Sedangkan si Mesum mengawasi saja Sekarang dia tidak bertanya sesuatu apa juga lagi. Dia kuatir nanti dia salah bicara.
"Mulai sekarang kau harus berlatih baik-baik. Nanti jika Lolap sudah memiliki catatan It Yang Cie, kau akan mempelajari ilmu itu juga...!"
Cepat-cepat si Mesum mengucapkan terima kasih.
"Mesum, besok sore kita akan berangkat ke kota Liong-ham-kwan. Di sana ada urusan yang harus Lolap selesaikan. Sekarang terus berlatihlah! Lolap ingin beristirahat..." Sambil berkata begitu, si pendeta memasukkan kuda-kudaan kumala itu kedalam saku bajunya. Dia merebahkan tubuhnya dan memejamkan kedua matanya.
Si Mesum tidak lantas berlatih, dia duduk terpekur. Yang membingungkan dirinya adalah asal usul diriaya. Dia ingin sekali mengetahuinya, siapakah dia sebenarnya. Tapi, sejauh itu tidak pernah juga si Mesum berhasil mengetahui asal usulnya, tidak tahu siapa dirinya. Tidak tahu juga siapa nama yang sebenarnya. Siapa orang tuanya. Di mana rumahnya. Dari mana asalnya? semua itu menjadi tanda tanya.
Terlebih lagi belakangan ini semakin banyak orang yang selalu berusaha memaksa dirinya, agar dia ikut dengan mereka, maka si Mesum sebagai seorang bocah yang cerdas segera dapat menganalisa persoalan tersebut pasti menyangkut dengan asal usul dirinya. Tentunya dia berasal dari keluarga yang tidak sembarangan, bukankah sekarang dia jadi rebutan di antara orang orang Kangouw? Lalu, tentang ingatannya yang begitu samar, sehingga sulit buat dia mengingat kembali urusan di masa lalunya, benar-benar membuat dia heran. Sebetulnya apa yang telah terjadi di dirinya? Mengapa dia lupa segalanya? Sampai namanya sendiri tidak ingat? Apa yang telah terjadi di dirinya? Tidak mungkin dia dilahirkan begitu saja oleh sebungkah batu, tanpa asal usul!
Semakin memikirkan asal usulnys, si Mesum semakin pusing. Sampai akhirnya, karena terlalu pusing, dia menjerit keras, tubuhnya melompat dan membawakan jurus-jurus silat yang tadi diajarkan Li Put Hweshio...Dia bersilat, bersilat dan bersilat terus. Sampai akhirnya dia letih sendirinya, duduk numprah di tanah dengan napas yang memburu keras.....
Walaupun Liong ham-kwan termasuk kota yang cukup ramai, akan tetapi hari itu keramaian yang terjadi di kota tersebut melebihi dari yang sudah-sudah.
Orang yang berlalu lalang di kota itu sangat padat sekali, sehingga boleh dibilang sulit orang berjalan. Harus berhimpit-himpitan. Juga, di saat itu, masih juga mengalir dari berbagai pintu kota orang membanjiri masuk ke dalam kota. Mereka terdiri dari berbagai kalangan. Di lihat dari cara berpakaian mereka, jelas bahwa mereka terdiri dari petani, pedagang, pelajar atau juga orang Kangouw. Juga ada niekouw, Tosu maupun hweshio.
Pedagang-pedagang di kota itu seperti panen, karena banyak barang dagangan mereka yang laku. Terlebih lagi pengusaha rumah makan dan rumah penginapan. Boleh dibilang tidak ada rumah makan atau rumah penginapan yang kosong.
Jika sebelumnya rumah penginapan di kota itu tidak pernah penuh, sekarang justeru banyak orang yang tidak kebagian kamar, sampai mereka pun harus menerima kenyataan untuk berdiam di rumah makan itu, asal tidak kedinginan terserang angin malam.
Setiap rumah makan dan rumah penginapan di kota itu berisik oleh suara tertawa dan teriakan-teriakan dari berbagai orang yang memenuhi tempat itu. Tapi umumnya orang-orang yang berada di rumah penginapan adalah orang orang Kangouw, karena hampir semua orang itu membawa senjata.
Menjelang sore hari, keadaan dikota Liong-ham-kwaa semakin ramai juga. Sedangkan tamu tamu yang berdatangan dari berbagai penjuru ke kota tersebut masih belum juga berhenti, membuat keadaan semakin ramai dan banyak orang yang sudah tidak kebagian tempat di berbagai rumah penginapan, membuat mereka membujuk penduduk agar menyewakan rumah mereka, atau sedikitnya kamar-kamar di rumah mereka, dengan bayaran yang sangat tinggi.
Di rumah penginapan Yang lu louw, yang merangkap juga dengan rumah makan yang cukup besar, penuh sesak. Para pelayan sibuk melayani tamu.
Meja semua telah penuh, bahkan ada orang yang duduk di luar ruang makan, asal mereka bisa bersantap mengisi perut yang lapar.
"Pelayan!" Waktu itu terdengar teriakan dari meja di sebelah Utara. "Siapkan lima kati arak dan dua kati daging...!"
"Baik Toaya....!" Menyahuti si pelayan yang dipanggil itu dengan sikap menghormat.
Orang yang memesan arak dan daging itu adalah seorang laki-laki bertubuh tegap. Dia mengenakan baju sebagai seorang pedagang. Seorang saudagar menengah, yang tidak terlalu mewah. Dia letih sekali. Mukanya pan agak kotor. Ketika pelayan itu mempersiapkan makanan yang dipesannya itu, orang tersebut memegang lengan si pelayan,
"Apakah si Rase Terbang juga akan datang ke kota ini?!" Tanyanya perlahan.
Muka si pelayan berobah. "A...apa Toaya?!" Tanyanya seperti terheran heran.
Orang itu tertawa dingin, dia menjejalkankan lima tail perak ke tangan si pelayan.
"Bicara!" Katanya.
Pelayan itu celingukan. Barulah kemudian dia menandakan kepalanya buat membisiki orang itu.
"Si Rase Terbang sudah datang, dia menginap di rumah penginapan kami... di kamar utara sebelah timur!" membisiki pelayan itu.
"Hemmm!" mendengus orang itu. "Pergilah kau!"
Pelayan itu segera pergi meninggalkan tamunya tersebut dengan girang, karena justeru dia telah memperoleh hadiah sebesar lima tail perak, Itulah peruntungannya yang sangat baik.
Sedangkan orang yang berpakaian sebagai pedagang menengah itu mulai meneguk arak dan memakan daging panggangnya. Dia bersikap tenang sekali, tapi matanya tidak pernah lekang dan keadaan sekelilingnya, yang diawasinya dengan baik-baik. Semua tamu yang berada di-situ diperhatikannya baik-baik.
Waktu orang tersebut tengah makan, tiba-tiba orang duduk di meja seberang sana menggumam perlahan : "Tidak disangka Pai Chui Ong berani mati ingin membentur si Rase Terbang..,.!"
Orang tersebut terkejut, dia melirik ke arah orang yang bicara itu. Dia melihat seorang niekouw bertubuh kurus, tengah perlahan-lahan memakan nasi bersama sayurnya. Sama sekali niekouw itu tidak menoleh kepadanya,.
"Lienie.....siapakah anda?" Tanya orang berpakaian seperti pedagang menengah itu.
Niekouw itu tetap tidak menoleh, cuma mulutnya menggumam: "Pai Chui Ong, apakah kau lupa padaku?"
Orang itu, Pai Chui Ong, memperhatikan niekouw, sampai akhirnya dia bertanya "Apakah Lienie yang bergelar Yang Yan Sianie?"
"Hemmm, otakmu cukup terang... pertemuan kita beberapa waktu yang lalu rupanya masih berkesan bukan?" Menjawab si niekouw dengan suara dingin,
Pai Chui Ong berdiam diri, dia mengawasi niekouw itu dengan mata bersinar tajam. Sampai akhirnya dia berhenti meneguk araknya, dia berdiri dan menghampiri niekouw itn. Dia mengulurkan tangannya mau menepuk pundak si niekouw.
Tapi niekouw itu tanpa menoleh telah memiringkan sedikit pundaknya dia sudah bisa mengelakkan diri dari tepukan tangan Pai Chui Ong.
"Hemmm, mau main keras di sisi?" Tegur si niekouw tanpa menoleh. Sikapnya tetap tenang.
"Apakah kau mau mencari si Rase Terbang juga?!" Tegur Pai Chui Ong, dingin suaranya.
"Apakah kau saja seorang yang berhak mencari dia?" Balik tanya si niekouw.
Pai Chui Ong tertawa dingin.
"Kukira, kau belum lagi pantas membentur si Rase Terbang, karena kau akan membuang jiwa percuma, Lienie....!"
"Itu adalah urusanku!" Kata si niekouw.
"Benar....tapi aku ingin memberikan nasehat kepada kau, agar kau tahu diri, Lienie......!" Kata Pai Chui Ong, perlahan, tapi nada suaranya dalam sekali. "Jika memang kau sengaja membentur si Rase Terbang, hanya akan membuang jiwa percuma. Bukankah itu harus di sayangkan? Kau masih muda. Bukan mustahil masih ada pria yang menaruh hati dan tertarik pada parasmu yang lumayan cantik, sehingga bersedia mengambil kau menjadi isteri piaraannya."
Muka niekouw itu berobah merah. Dia seorang niekouw berusia hampir empat puluh tahun. Sejak tadi dia duduk membelakangi Pai Chui Ong. Justeru sekarang, dalam gusarnya mendengar ejekan Pai Chui Ong, dia segera menoleh. Matanya bersinar merah, menyeramkan! sekali, karena dia murka bukan main.
"Lidahmu jangan asal goyang, aku bisa membuntungkan lidahmu itu!" Bentak si niekouw
"Oya...mengapa kau tidak lakukan, Lienie."
Niekouw itu meluap darahnya.
"Mari kita mencari tempat yang baik agar kita bisa mengukur ilmu lagi.... di sini tentu tidak baik, karena bisa mengejutkan si Rase Terbang, sehingga usahaku bisa terlantar!"
Pai Chui Ong tertawa dingin.
"Kita mau pergi ke mana?"
"Keluar pintu kota sebelah Barat....!" Menyahuti si niekouw. Tanpa menanti jawaban Pai Chui Ong, dia sudah bangun, melangkah pergi.
Pai Chui Ong mengikuti di belakangnya. Dia memang menaruh dendam pada niekouw ini.
Empat tahun yang lalu, justeru dia pernah dihajar babak belur oleh niekouw tersebut. Itulah disebabkan dia sudah dimabokan dahulu oleh arak, dan waktu dalam keadaan mabok seperti itu, dia diserang hebat oleh niekouw tersebut, yang mengakibatkan alisnya yang sebelah kanan dapat tertabas pedang si niekouw.
Sekarang melihat niekouw itu, maka Pai Chui Ong teringat sakit hatinya. Dia ingin membalasnya. Dia yakin, dengan keadaan sadar seperti sekarang, tanpa pengaruh arak, dia akan dapat menundukkan niekouw itu dengan baik.
Niekouw itu berlari lari keluar pintu kota sebelah Barat. Pai Chui Ong pun tidak buang waktu mengikutinya.
Dalam waktu singkat mereka telah berada disebuah padang rumput di samping jalan raya. Mereka memilih tempat itu. Karena tempat itu sepi. Sudah tidak ada orang yang berlalu lalang. Rembulan sudah naik cukup tinggi, memancarkan sinarnya.
Niekouw itu berdiri dengan tubuh tegak, ditangannya berkilau sebatang pedang, dia siap menantikan serangan. Sedangkan Pai Chui Ong pun sudah menghunus senjatanya, yaitu sebatang galok Toa-to.
Yang Yan Sian-nie waktu itu sudah tertawa mengejek : "Hemmmm, apakah kita mulai sekarang?!"
"Boleh!" Menyahuti Pai Chui Ong dengan suara dingin. "Lihatlah senjata! Kita akan main main seribu jenis untuk menentukan siapa yang lebih tinggi dan siapa yang rendah!! Hemmm, kukira kau sekarang tidak perlu mimpi untuk memperoleh kemenangan, karena aku tidak mabok dan belum lagi minum arak,...!" Sambil berkata begitu, cepat bukan main Pai Chui Ong menggerakkan goloknya yang menyambar kearah si niekouw.
Tapi Yang Yan Sian-nie juga tenang sekali, dia tidak gentar dengan ancaman senjata lawan. Pedangnya menangkis, terjadi benturan.
Pai Chui Ong melanjutkan serangannya. Berantai sampai empat kali.
Yang Yan Sian-nie memiliki gerakan yang sebat dan ringan sekali, dia bisa melayani dengan baik.
Waktu itu Pai Chui Ong yakin, dalam waktu lima puluh jurus, dia sudah bisa merubuhkan si pendeta wanita ini.
Namun setelah lewat dua puluh jurus lebih, pendeta wanita itu masih bisa melayani dia dengan baik.
Sedangkan Yang Yan Sian-nie semakin lama semakin gesit, pedangnya berkelebat ke sana kemari.
Pai Chui Ong diam-diam heran.
"Baru empat tahun tidak berjumpa, ternyata niekouw ini sudah memperoleh kemajuan yang pesat!" Karena berpikir begitu, segera Pai Chui Ong tidak berani berlaku ayal, dia mempergencar serangannya, goloknya juga telah menyambar-nyambar dengan dahsyat, dengan tenaga yang kuat sekali.
Yang Yan Sian nie memiliki ginkang yang tinggi, tubuhnya bergerak-gerak seperti bayangan belaka. Dia bisa berkelebat kesana kemari. Setiap kali bergerak, pedangnya mengimbangi juga, mengancam berbagai bagian tubuh lawannya. Karena itu, walaupun Pai Chui Ong semakin gusar dan penasaran, namun dia tidak bisa menerjaag terus.


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di waktu itu tampak Pai Chui Ong berulangkali sudah mengganti cara bertempurnya. Dia sudah mengerahkan tenaganya yang kuat sekali. Setiap kali dia menggerakkan goloknya maka terdengar suara mendengung.
Dalam keadaan seperti ini, Yang Yan Sian-nie membawa sikap waspada, Dia tidak menangkis lagi, melainkan dia hanya mengelakkan kesana kemari, karena dia memang ingin melihat dulu, denpan cara apa dia bisa mengatasi serangan Pai Chui Ong,
Pedang Bengis Sutra Merah 3 Wiro Sableng 166 Kupu Kupu Giok Ngarai Sianok Datuk Muka Hitam 2

Cari Blog Ini