Ceritasilat Novel Online

Totokan Jari Tunggal 5

Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong Bagian 5


"Kenapa?" "Karena dengan memiliki Kuda kudaan Kumala Hijau tersebut bisa di cari tempat penyimpanan kitab ilmu silat terhebat, yaitu It Yang Cie....!"
"Oooo, benarkah begitu?!"
"Ya:....Suhu memang memberitahukannya begitu!" Mengangguk Si Mesum. "Juga.....kalau bisa diperoleh pedang mustika dari tangan si Rase Terbang, akan bertambah hebat saja suhuku itu, karena dia memiliki It Yang Cie, lalu juga pedang mustika yang hebat itu..!"
"Lalu, ada satu lagi pertanyaan kami, tentu kau tidak keberatan memberitahukan kepada kami, adik kecil!" Kata Jie Lie Siannie.
"Pertanyaan apa lagi Siannie?"
"Apakah kau sudah mewarisi seluruh kepandaian gurumu?"
"Oooo, belum!! Aku baru belajar beberapa jurus saja......itupun belum kulatih dengan baik!!"
"Bagaimana kalau kau memperlihatkan kepada kami jurus-jurus yang telah kau pelajari! Tentunya jurus-jurus yang luar biasa dan mengagumkan?!"
Merah muka si Mesum, "Malu Siannie....!" Katanya.
"Jangan malu-malu.....justeru kami sangat kagum sekali padamu yang bisa menjadi murid seorang luar biasa seperti Li Put Hweshio!"
Si Mesum tersenyum malu. "Tapi kalian harus berjanji, nanti setelah melihat ilmu silatku, kalian tidak boleh mentertawakannya!"
"Ya....!" "Kalau memang demikian, baiklah!" Kata si bocah sambil melompat berdiri, dia segera bersilat.
Menyaksikan ilmu pukulan yang diperlihatkan si bocah, ketiga Niekouw itu memperhatikan dengan seksama.
"Hanya beberapa jurus itu saja?" Tanya It Lie Siannie ketika si Mesum sudah selesai menjalankan ilmu pukulan yang pernah diajarkan gurunya.
"Ya...cuma jurus-jurus itu saja. karena aku belum begitu lama diterima menjadi murid...kata guruku kalau bisa berlatih dua tahun, kepandaianku akan cepat sekali memperoleh kemajuan!! Sayangnya, kami sudah terpisah oleh perbuatan Tojin jahat itu!"
o o o^dewi^kz-aaa^o o o Jilid 8 KETIGA Niekouw tersebut mengangguk-angguk.
"Tidurlah adik kecil!" Kata Jie Lie Siannie. "Kau tentu lelah sekali."
"Tidur? Tidak! Aku tidak mengantuk!" Kata si Mesum. "Aku cuma lelah dan ingin beristirahat!"
"Baiklah kau beristirahat! Kami ingin main-main keluar kuil dulu!" Setelah berkata begitu, ketiga Niekouw tersebut keluar dari kuil itu. Di luar kuil, mereka bisik-bisik, entah apa yang mereka bicarakan.
Si Mesum tidak perdulikan sikap ketiga niekouw itu. Dia beristirahat. Dia merasa beruntung juga, akhirnya dia bertemu dengan niekouw-niekouw yang baik hati itu.
Waktu si bocah sedang melamun seperti itu, mendadak sekali di dengarnya suara bentakan di luar kuil.
Cepat-cepat si Mesum melompat berdiri, dia berlari keluar untuk melihat apa yang terjadi.
Ternyata, di luar kuil sudah terjadi pertempuran. Malah, yang tengah bertempur adalah tiga niekouw muda itu. Mereka mempergunakan masing masiag sebatang pedang, mengepung seseorang.
Si Mesum memperhatikan orang yang tengah dikepung ketiga niekouw muda itu.
"Suhu!" Teriak si Mesum ketika melihat jelas orang yang dikepung ketiga niekouw muda itu.
Memang! Orang yang dikepung ketiga niekouw itu tidak lain Li Put Hweshio.
Tapi panggilan si Mesum itu bertepatan dengan terdengarnya suara jerit kesakitan dari tiga orang niekouw itu, karena Li Put Hweshio mengibas dengan lengan bajunya, ketiga niekouw itu terjungkal rubuh bergulingan ditanah.
Si Mesum jadi kaget. Dia berlari menghampiri.
"Suhu...jangan mempersakiti pendeta-pendeta itu!" Teriaknya.
Li Put Hweshio sebetulnya masih hendak menyerang ketiga Niekouw tersebut, tapi mendengar teriakan si Mesum, dia menahan tangannya dan menoleh. Dia mengenali muridnya, hatinya jadi girang.
"Mesum kau, ada di sini?!" Teriaknya sambil melompat dan menghampiri muridnya. "Mengapa kau ada di sini? Kau tidak menungguku di rumah penginapan itu! Sungguh nakal sekali kau! Lolap mencarimu kemana-mana!"
Si Mesum cepat-cepat memberi hormat, dia menceritakan apa yang dialaminya.
Muka Li Put Hweshio berobah.
"Hemmm, jadi si hidung kerbau Yi Am Cinjin berada di sini juga! Jelas, dia mengincar, pedang mustika itu!" Menggumam Li Put Hweshio.
"Suhu kenal dengan Tojin hidung kerbau itu?!" Tanya si Mesum.
"Ya.. apa saja yang dikatakannya kepadamu, Mesum?!" Tanya Li Put Hweshio kemudian.
"Katanya dia ingin membinasakan Suhu...!" Menjelaskan si Mesum.
"Hemmm, dia bicara terlalu terkebur! Walaupun aku belum lagi berhasil menjadi jago nomor satu!, namun manusia seperti Yi Am Cinjin tidak berarti di mata Lolap...!" Tampaknya Li Put Hweshio gusar sekali.
"Apakah Suhu berhasil meminta pedang dari si Rase Terbang?" Tanya si Mesum. Muka Li Put Hweshio tambah guram.
"Belum...!" Katanya.
"Apakah dia terlalu liehay, Suhu?"
Muka si pendeta berobah merah, dia jadi malu sendirinya teringat betapa dalam satu gebrakan saja dia terluka di tangan si Rase Terbang. Untuk mengakui hal itu terus terang, Li Put Hweshio merasa jengah.
"Bukan disebabkan ia terlalu liehay, justeru Loiap belum ingin turun tangan...kalau sudah tiba waktunya, di saat itulah aku akan turun tangan....!"
"Apakah sekarang Suhu hendak mencari Yi Am Cinjin?!" Tanya si Mesum. "Dia bicara terlalu terkebur dan seakan juga dengan mudah dia bisa merubuhkan dan membinasakan Suhu!"
Li Put Hweshio menggeleng. "Persoalan Yi Am Cinjin bisa diurus nanti saja, sekarang Lolap tengah memiliki urusan yang sangat penting!! Kau mengapa bisa berteman dengan niekouw-niekouw itu?!"
Si Mesum segera menceritakan pertemuannya dengan Yang Yan Siannie, kemudian dengan ketiga orang murid Yang Yan Siannie ini.
"Hemmm, kau bilang mereka memperlakukan kau sangat baik, sehingga kau merasa bersyukur sekali!! Tahukah kau, betapa mereka ini sebetulnya merupakan niekouw-niekouw setan yang paling jahat di permukaan dunia!! Justeru mereka ingin memancing segala macam keterangan dari mulutmu...mereka pasti bertanya ini dan itu pada dirimu tentang diri Lolap!?"
Si Mesum terkejut, dia melirik kepada ketiga orang niekouw yang sudah merangkak bangun dan tengah mengibas-ngibaskan jubahnya karena tadi mereka sudah terguling-guling di tanah, membuat jubah mereka kotor.
"Benar Suhu...mereka banyak bertanya tentang pedang mustika dan juga Kuda-kudaan Kumala Hijau!!" Kata si Mesum,
Li Put Hweshio berobah mukanya, dia mendengus.
"Baiklah, Lolap akan menghajar mereka lagi!" Sambil berkata begitu, si pendeta ingin menghampiri ketiga niekouw itu.
"Suhu...!" Si Mesum cepat-cepat menarik tangan baju gurunya; "Tapi mereka tidak jahat, mereka tidak menyiksa atau memukulku. Malah mereka sangsi baik sekali, memberikan makanan dan minuman kepadaku! Sudahlah Suhu, janganlah mempersakiti mereka!"
Li Put Hweshio menahan langkah kakinya. Dia berdiam diri sejenak, barulah kemudian mengangguk.
"Baiklah! Kau yang meminta agar mereka tidak dihajar lebih jauh, aku mau memenuhi permintaanmu. Mesum!" Kata Li Put Hweshio.
Senang hati si bocah, dia menoleh kepada ketiga Niekouw itu sambil tersenyum.
Sedangkan It Lie Siannie bertiga waktu melihat si pendeta Li Put Hweshio hendak menghajar mereka lagi, cepat-cepat bersiap dengan pedang masing-masing. Namun, mereka jadi bernapas lega melihat si pendeta membatalkan maksudnya.
Li Put Hweshio menarik tangan si Mesum,
"Ayo kita berangkat!"
Si Mesum tidak bisa pamitan dari ketiga Niekouw itu, dia hanya bisa melambaikan tangannya.
It Lie Siannie bertiga menyangka si bocah sengaja ingin mengejek mereka, tidak membalas lambaian tangan si bocah, melainkan mata mereka mengawasi mendelik galak pada si Mesum.
Li Put Hweshio mengajak si Mesum masuk ke dalam kota. Tapi pendeta itu tidak memilih rumah penginapan yang kemarin, rumah penginapan yang dipergunakan si Rase Terbang. Li Put Hweshio memilin sebuah rumah penginapan kecil.
Rupanya, dalam satu malaman, setelah berhasil menumpang di sebuah kuil di dekat pintu kota sebelah barat, Li Put Hweshio bisa memulihkan kesehatannya. Dia sudah bisa mengumpulkan sinkangnya, yang semula buyar.
Dia mencari-cari si Mesum, tapi tetap saja tidak berhasil menemukannya. Bahkan ketika itu dia mendengar sepak terjang Yi Am Cinjin, yang ingin menantangnya untuk bertempur.
Waktu itu matahari pagi hampir muncul, Li Put Hweshio tengah keliling di tengah kota untuk mencari si Mesum muridnya. Mendadak sekali dua orang Tojin muncul dihadapan-nya, menyampaikan sepucuk surat, yang menyatakan agar Li Put Hweshio datang ke kuil di sebelah barat utara kota itu. Surat itu menyatakan juga, Yi Am Cinjin ingin mengadu ilmu dengannya dan menantangnya. Kalau Li Put Hweshio tidak memenuhi tantangannya, ke-pengecutannya akan disiarkan dalam rimba persilatan.
Gusar bukan main Li Put Hwesio. segera dia ikut dengan kedua Tojin itu.
Namun, belum tiba di kuil itu sudah terjadi urusan yang tidak disangka-sangkanya. Dua orang Tojin yang akan mengantarkannya ke kuil itu, mendadak menjerit keras dan tubuh mereka terjengkang rubuh. Mata mereka mendelik, napas mereka telah berhenti. Mereka telah mati tidak berkutik.
Mata Li Put Hweshio sangat jeli, dia melihat sesosok bayangan hijau berkelebat berlari diatas genting rumah. Tidak buang waktu lagi, Li Put Hweshio menjejakkan kakinya ke tanah, tnbuhnya melesat ke atas genting. Dia mengejar sosok tubuh hijau itu!!
Tapi ginkang orang yang dikejarnya itu tinggi sekali, berlari terus seperti bayangan. Dilihat dari gerakannya, ginkang orang itu tidak berada disebelah bawah ginkang Li Put Hweshio
Li Put Hweshio semakin penasaran, dia mengeropos semangatnya dan mengejarnya semakin cepat. Tetap saja dia gagal untuk mendekati sosok tubuh itu.
Sedangkan orang yang diburu Li Put Hwe hio berlari ke luar kota. Berlari terus tanpa menoleh.
Selama mengejar, Li Put Hweshio menduga-duga, entah siapa orang itu? Lalu mengapa orang tersebut membunuh kedua Tojin anak buah Yi Am Cinjin? Apa maksudnya?
Melihat cara orang ini berlari, Li Put Hweshio menyadari bahwa dirinya memang tengah dipancing oleh orang tersebut, untuk ikut atau pergi ke suatu tempat.
Dengan kepandaian yang tinggi, jelas Li Put Hweshio tidak merasa gentar. Malah dia mengejar dengan mengempos semangatnya, membuat si pendeta bisa berlari lebih cepat.
Ketika tiba di depan sebuah hutan kecil, Li Put Hweshio kehilangan jejak buruannya.
Setelah mencari kesana kemari, dia tiba di depan kuil di mana si Mesum bersama tiga niekouw itu tengah beristirahat. Seketika Li Put Hweshio menduga bahwa ketiga Niekouw itu adalah teman-temannya orang yang tadi dikejarnya. Segera dia membentak dan terjadi pertengkaran mulut. Malah, ketiga Niekouw itupun sudah mencabut pedang masing-masing, mengurung serta mengepung Li Put Hweshio. Itulah sebabnya, di antara mereka terjadi pertempuran.
o o o^dewi^kz-aaa^o o o LI PUT HWESHIO memesan makanan untuk sarapan pagi mereka. Pelayan cepat sekali menyajikan pesanan sipendeta. Waktu bersantap Li Put Hweshio mengawasi si Mesum. Tiba-tiba hati Li Put Hweshio tercekat. Ia melihat bayangan hitam pada kedua ujung alis si Mesum.
"Iahhh!" Li Put Hweshio berseru tertahan meletakkan sumpitnya kemudian memegang pergelangan tangan si Mesum. Pendeta ini tambah kaget lagi, mukanya sampai berobah hebat.
Si Mesum heran bukan main melihat sikap si pendeta, ia mengawasi perbuatan si pendeta.
"Celaka!" Berseru Li Put Hweshio lewat sejenak lagi.
"Ada apa, Suhu?!"
"Celaka! Kau telah dilukai orang!"
"Dicelakai orang?!"
"Ya...! Jalan darah terpenting di tubuhmu telah dibuka!" Menyahuti si pendeta.
"Jalan darah terpenting ditubuh Tecu telah dibuka orang ?!" Tanya si Mesum tambah tidak mengerti.
"Ya!!" Ternyata, waktu melihat bayangan hitam pada kedua ujung alis si Mesum, Li Put Hweshio menduga muridnya ini dilukai seseorang, luka di dalam. Seseorang yang terluka di dalam, tentu pada kedua ujung alisnya berbayang hitam gelap Itulah sebabnya si pendeta cepat-cepat mencekal pergelangan tangan si Mesum, buat memeriksa keadaan peredaran darahnya. Benar saja. Jalan darah si bocah kalang kabut.
"Coba kau tarik napas dalam-dalam sebanyak tiga kali!" Perintah Li Put Hweshio.
Si Mesum menuruti perintah si pendeta, ia menyedot napas dalam dalam tiga kali.
Muka Li Put Hweshio semakin berobah gelisah. Ia tampaknya agak bingung.
"Celaka...benar-benar kau terluka di dalam!" Berseru si pendeta. Pendeta ini rupanya merasakan jalan darah si Mesum tambah kacau dan kocar-kacir tidak keruan ketika si Mesum menarik napas dalam-dalam tiga kali.
"Siapa yang melukai aku, Suhu?!" Tanya si Mesum.
"Aku mana tahu?!" Menyahuti si pendeta.
Kemudian si pendeta meminta si Mesum membuka bajunya. Ia memeriksa beberapa jalan darah di dada si Mesum. Tambah panik rupanya si pendeta.
Seluruh jalan darah si Mesum memang sudah kacau peredarannya, terbulak balik. Yang seharusnya berjalan ke bawah justeru telah beredar ke atas, begitu juga yang sebaliknya.
Tapi yang membuat si pendeta tambah heran, bocah ini tetap tenang-tenang saja, tidak terlihat ia lesu ataupun menderita kesakitan.
Padahal, seseorang jalan darahnya terbuka seperti itu dan menjadi kacau, orang yang bersangkutan akan lesu dan tidak bersemangat. Di samping itu akan kesakitan di beberapa tempat dianggota tubuhnya,
Li Put Hweshio memijit bagian lengan si Mesum.
"Sakit?!" Tanyanya.
Si Mesum menggeleng. Dia tambah heran melihat sikap si pendeta. Aneh sekali, mengapa dia tampaknya jadi begitu panik; sedangkan dirinya tidak menderita sakit apa-apa.
"Suu....aku tidak merasa sakit apa-apa!" Kata si Mesum lagi kemudian, "Mungkin Suhu salah memijit jalan darahku.....!"
Si pendeta menggelengkan kepalanya, dia berdiam diri dengan sepasang alis mengkerut dalam-dalam, kemudian tangannya merabah-rabah beberapa jalan darah Si Mesum, seakan juga Li Put Hweshio tengah berpikir keras.
Setelah memeriksa jalan darah si Mesum sekian lama, barulah si pendeta mengawasi si Mesum dengan sorot mata sangat tajam.
"Benar-benar kau tidak merasa sakit di beberapa bagian dari anggota tubuhmu?!" Menegasi si pendeta.
Si Mesum menggeleng. "Tidak....!" Sahutnya. "Tidak ada yang sakit sakit, Suhu!"
"Aneh!" Mengeluh si pendeta. Si Mesum mengawasi gurunya. Li Put Hweshio tidak memiliki selera untuk melanjutkan makannya. Dia menghela napas dan termenung sejenak. Barulah kemudian dia bilang : "Kau sudah terluka di dalam yang hebat. Dalam waktu dua atau tiga hari kau akan menderita hebat sekali, muridku!! Kau sudah dicelakai seseorang, yang membuka jalan darah terpenting di tubuhmu, seperti jalan darah Yanglu hiat, Tung-siu-hiat dan Ma-yun-hiat. Jalan darah itu sangat penting sekali. Sekali saja di buka tanpa tujuan untuk melatih sinkang, niscaya akan menyebabkan orang yang bersangkutan menderita hebat.....!"
Si Mesum tambah heran, dia mengawasi tidak mengerti sikap gurunya.
"Entah siapa yang melukaimu?!" Menggumam Li Put Hweshio lagi.
"Apakah niekouw-niekouw itu, Suhu?!" Tanya si Mesum.
Li Put Hweshio menggeleng;
"Tidak mungkin, kepandaian mereka masih rendah!"
"Tapi guru mereka memiliki kepandaian tinggi...!" Menjelaskan si Mesum.
"Yang Yan Siannie, maksudmu?!"
"Ya.....memang niekouw itu pernah memperkenalkan gelarannya sebagai Yang Yan Siannie!"
Li Put Hweshio meng-ulap2kan tangannya.
"Tidak! Tidak mungkin!! Kepandaian Yang Yan Siannie walaupun tinggi, tokh dia tidak memiliki kepandaian yang bisa membuka jalan darah seseorang, tanpa orang yang bersangkutan mengetahui dan menderita seperti yang kau alami sekarang ini...justeru Yang Yan Siannie jika membuka jalan darah seseorang, seketika itu juga orang yang menjadi korbannya menemui ajalnya ataupun terluka parah. Ini justeru mengherankan sekali, walaupun beberapa jalan darah terpenting di tubuhmu sudah dibuka, namun tetap saja kau dalam keadaan sehat segar, tanpa ada perobahan pada dirimu...!" Setelah berkata begitu si pendeta, berpikir keras, sampat akhirnya dia menepuk lututnya.
"Akhhh, Lolap sekarang tahu!" Teriak si pendeta dengan suara girang, tampaknya dia teringat sesuatu.
"Apa yang Suhu ketahui?!" Tanya si Mesum, yang tertarik sekali dan ingin mengetahuinya.
"Pasti yang melukaimu adalah dia...!" Kata si pendeta itu lagi.
"Dia siapa Suhu?!"
"Yi Am Cinjin....!" Kata Li Put Hweshio "Kepandaian Tojin hidung kerbau itu memang sangat tinggi, mungkin sengaja dia memperlakukan kau seperti ini, yaitu memberikan waktu tertentu, barulah akibat dari perbuatannya yang membuka jalan darahmu akan terlibat! Hemmm, dia tentu mengandung maksud tertentu..."
Kaget si Mesum, hatinya tercekat. Memang Yi Am Cinjin dirasakannya bukan sebangsa pendeta baik-baik. Juga, Siauw Lan Ing walaupun sudah menolongnya namun pernah menyiksanya. Dia masih terlalu kecil, tapi sikap dan kelakuan gadis kecil itu terkadang seperti juga kelakuan seorang iblis yang kejam dan bengis sekali. Bukankah setiap perintah gurunya selalu di layani oleh Siauw Lan Ing dengan sebaik-baiknya dan dilaksanakan tanpa mengenal rasa perikemanusiaan, menyiksa si Mesum? Walaupun akhirnya Siauw Lan Ing yang telah menolonginya, namun tetap saja kesan si Mesum terhadap gadis kecil itu tidak baik.
"Kalau demikian," kata Li Put Hweshio Seorang diri. "Lolap harus mencarinya, harus menghajar Tojin hidung kerbau itu!"
Biarpun Li Put Hweshio berkata seperti itu, tetap saja ia tampaknya bingung. Bukan main herannya si Mesum, karena dia sendiri tidak merasakan terjadi sesuatu perobahan pada diriiiya, tokt si pendeta yang jadi gurunya demikian bingung dan berkuatir sekali.
Li Put Hweshio sendiri, sebagai seorang tokoh yang memiliki kepandaian tinggi, segera menyadari keselamatan jiwa si Mesum sangat terancam. Jika nanti telah tiba saatnya dan jalan darahnya sudah tidak teratur lagi, peredarannya tambah kacau, niscaya si Mesum sulit diselamatkan lagi! Sekarang, jika ia mengerahkan Sinkangnya, bisa saja Li Put Hweshio berusaha mengembalikan peredaran jalan darah si Mesum pada keadaan semula. Namun, ini jelas memakan tenaga yang tidak sedikit. Setidaknya, Li Put Hweshio harus mengorbankan lima bagian dari sinkangnya, setelah mengobati si Mesum, ia harus beristirat selama satu tahun untuk memulihkan Iwekangnya. Inilah yang membingungkan Li Put Hweshio, karena dia juga teringat kepada pedang mustika yang ingin direbutnya dari tangan si Rase Terbang. Jelas itu pun memerlukan tenaga yang besar sekali. Jika sekarang dia mengobati si Mesum, mana mungkin dia bisa menghadapi si Rase Terbang? Sedangkan kemarin dengan kepandaian yang penuh dan tenaga sinkang yang tidak berkurang, ia dapat di lukai oleh si Rase Terbang, apa lagi jika dia menghadapi si Rise Terbang dengan tenaga dalam yang berkurang, niscaya ia akan celaka di tangan si Rase Terbang.
Itulah yang membuat hati Li Put Hweshio jadi bingung. Kalau si Mesum tidak segera diobati dan jalan darahnya tidak segera ditutup dan dikembalikan pada posisi yang sebenarnya, niscaya bocah itupun akan celaka. Kalau pengobatannya terlambat, peredaran jalan darah sudah semakin kacau, bocah ini sulit ditolong lagi. Seringan-ringannya si Mesum akan bercacad, lumpuh kaki maupun tangannya. Seberat-beratnya, dalam tiga hari bocah itu akan mati.
Tengah Li Put Hweshio bingung mencari pemecahan persoalan yang tengah dihadapinya, si Mesum tersenyum.
"Sudahlah Suhu, mengapa harus bingung-bingung, bukankah Tecu tidak kurang suatu apa?" Kata si Mesum.
Li Put Hweshio menghela napas. "Kasihan anak ini....!" Pikir Li Put Hweehio di dalam hatinya. Dia jadi terbaru sekali, karena dalam usia sekecil ini tampaknya memang si Mesum harus menerima siksaan dan juga incaran maut di sembarang waktu. Sebetulnya Li Put Hweshio seorang tokoh persilatan yang memiliki sinkang sangat tinggi, dia pun bisa mengendalikan diri dengan tenang, Biarpun menyaksikan suatu pembunuhan yang paling kejam sekalipun juga. Namun sekarang, tidak urung, dia jadi merasa berduka. Dia merasa berkasihan terhadap nasib si Mesum.....
Hari masih pagi, tamu-tamu di rumah makan itu mulai berdatangan untuk bersantap. Tapi, di antara tamu-tamu yang berdatangan itu dan di tengah para pelayan rumah makan mulai sibuk melayani tamu, justeru di saat itu terdengar orang bersenandung:
"Apa artinya hidup? Kelana di antara delapan penjuru bumi, Maut selalu mengincar, Kematian selalu ada...."
Li Put Hweshio menoleh keluar. Di ambang pintu rumah makan itu duduk seorang pengemis berpakaian sangat kotor sekali. Mukanya empat persegi, dengan tandannya tidak hentinya bergerak memainkan seekor ular yang sangat besar, yang melilit tubuh si pengemis.
Menakjubkan sekali!! Ular yang dimainkan oleh pengemis itu yang berusia kurang lebih tiga puluh tahun lebih, merupakan ular yang sangat beracun, yaitu ular belang. Tapi, pengemis itu seenaknya saja menggerak-gerakkan ular tersebut dengan kedua tangannya. Dia bersenandung dengan suara seperti orang menangis sehingga menarik perhatian semua orang.
Tamu-tamu di rumah makan merangkap rumah penginapan itu jadi menggidik melihat kelakuan si pengemis.
Seorang pelayan juga dengan sikap takut-takut, menghampiri.
"Loya....!" Panggilnya. Anehnya dia memanggil dengan sebutan Loya, tuan besar, kepada pengemis itu. "Harap jangan mengacau! Nanti kami bisa bangkrut kalau tamu-tamu menjadi takut!"
Pengemis itu tidak memperdulikan si pelayan, terus juga dia bersenandung dan memainkan ularnya.
"Loya...katakanlah, apa yang diinginkan Loya? Nasi, sayur sayuran atau arak?" Tanya pelayan itu lagi.
Pengemis itu berhenti bersenandung, dia menatap si pelayan dengan sorot mata sangat tajam.
"Nasi? Sayur? Arak?!" Tanyanya seperti orang menggumam.
"Ya, katakanlah Loya, apa kebutuhan Loya....kami akan memberikannya, asal Loya tidak mengacau di sini....!"
Pengemis itu tertawa dingin.
"Hemmm, kau sangka aku datang kemari untuk mengemis?!" Tegurnya.
Muka pelayan itu berobah.
"Maafkanlah Loya... kalau memang Loya tidak mengharapkan sesuatu, harap Loya meninggalkan tempat ini. jangan mengganggu dan mengacaukan rumah makan kami...jika para tamu takut dan meninggalkan tempat ini, niscaya kami bisa bangkrut....!"
"Siapa yang takut padaku?!" Tanya si pengemis.
Pelayan itu jadi gelagapan.
"Engkau sendiri takut padaku?!" Tanya si pengemis kepada si pelayan.
Pelayan itu menelan air liurnya, dia mengangguk.
"Benar, Loya...!"
"Kenapa kau takut padaku?!"
"Ular di tangan Loya...tentu sangat ganas sekali...memang ular itu sangat jinak pada Loya, tapi jika suatu waktu ular itu terlepas dari tangan Loya dan mengamuk di sini...!"
Pengemis itu tertawa dingin, dia mengusap-usap kepala ular itu, katanya: "Ularku, kau menakutkan semua orang di sini...Coba kau pergi lihat sendiri!"
Setelah berkata begitu, si pengemis malah melepaskan ularnya, yang segera menyelusur di lantai, masuk ke dalam rumah makan itu.
Pelayan menjerit kaget dan cepat-cepat berlari masuk ke dalam, dia takut kalau saja ular itu melilit dan menggigitnya!
Tamu-tamu lain juga menjerit karet, mereka menyingkir menjauhi diri ke ruang dalam. Keadaan di rumah makan itu jadi kacau. Ular itu menggeleser terus diatas lantai, malah telah menghampiri seorang tamu.
Tamu itu ketakutan bukan main, tubuhnya gemetar keras sekali. Saking ketakutan di dekat kedua kakinya mengumplang air, karena dia telah terkencing-kencing...
Si pengemis tertawa terbahak bahak. Ular si pengemis ternyata tidak ganas. Dia hanya menyelusuri kaki orang itu, kemudian menggeleser pergi menghampiri tamu lainnya.
Keadaan di ruang makan itu semakin panik dan kacau saja. Tamu-tamu lainnya sudah berlomba menghampiri pintu untuk keluar meninggalkan rumah makan ini.
Tapi di ambang pintu duduk melintang si pengemis, yang tidak membuka jalan untuk tamu-tamu itu keluar. Ketika seorang tamu yang karena ketakutan sekali, telah menerobos untuk keluar, pengemis itu menyentilkan jari telunjuknya.
Seketika terdengar jeritan yang menyayatkan hati. Orang itu terpental. Tubuhnya ambruk di lantai. Berkelejatan dengan mulut berbisa, matanya mendelik, kemudian mati!
Tamu-tamu lainnya jadi ketakutan setengah mati, para pelayan pun sudah melarikan diri ke sudut ruangan, mereka tidak berani menegur si pengemis. Kasir rumah makan itu-pun ketakutan sampai setengah menangis. Tamu tamu lainnya ada yang menjerit-jerit kerena putus asa dan ketakutan sekali.
Li Put Hwesio jadi mengkerutkan alisnya, melihat perbuatan si pengemis.
Melihat cara dia menyentil seorang tamu yang seketika binasa dengan mulut berbusa, menunjukkan bahwa kepandaian si pengemis sangat tinggi. Dia gagah sekali. Sinkangnya juga tidak rendah.
Si Mesum jadi jijik melihat ular yang besar itu menggeleser tengah menghampiri mejanya.
"Suhu....ular itu....?!" Kata si Mesum sambil menunjuk pada ular yang tengah menggeleser menghampiri mereka..,
Li Put Hweshio tertawa dingin, dia mendongkol bukan main. Tangannya mematahkan sebatang sumpit menjadi dua, kemudian patahan sumpit yang satu ditimpukkannya ke arah kepala ular tersebut.
Li Put Hweshio seorang tokoh persilatan yang memiliki ilmu sangat tinggi, timpukan batang sumpit yang dilakukan si pendeta sebetulnya ilmu menimpuk atau melepas senjata rahasia yang sangat liehay. Jago kelas dua atau yang memiliki kepandaian tanggung-tanggung jangan harap bisa mengelakkan diri dari sambaran sumpit yang dilepaskan Li Put Hweshio, Namun, justeru ular itu seperti mengetahui bahaya yang tengah mengancam dirinya, ketika ujung sumpit itu hampir mengenai kepalanya, tahu-tahu ular itu merunduk menurunkan kepalanya menempel pada lantai. Dengan demikian, batang sumpit yang meluncur ditimpuk oleh Li Put Hweshio lewat di atas kepala ular Itu....
Li Put Hweshio jadi kagum juga, di samping makin mendongkol, dia mengambil patahan batang sumpit yang satunya, dia menimpuk lagi. Setelah menimpuk, Li Put Hweshio tidak berdiam diri saja, karena dia telah memarahkan sebatang sumpit lagi menjadi dua, kemudian membarengi menimpuk lagi. Dengan cara menimpuk susul menyusul seperti itu, dia yakin kali ini ular itu tidak bisa menghindarkan diri dari timpukan sumpitnya itu.
Di waktu itu memang ular tersebut tampaknya sulit menghindarkan diri dari sambaran sumpit-surcpit yang ditimpukkan Li put Hweshio, karena patahan sumpit tersebut menyambar dari tiga jurusan.
Pengemis di ambang pintu mendengus dingin, tahu-tahu tangannya mengibas.
Luar biasa!! Tiba-tiba sekali tiga batang sumpit itu telah melejit dan terlempar ke samping, tanpa sempat mengenai sasarannya, yaitu kepala ular itu.
Li Put Hweshio semakin mendongkol. Pengemis itu sudah memperlihatkan kebebatan sinkangnya. Segera si pendeta melompat dari duduknya, tahu-tahu tangannya sudah diulurkan untuk mencengkeram kepala ular itu.
Ular tersebut tahu ancaman bahaya untuk dirinya, dia menggeleser menjauhi.
Li Put Hweshio tidak mau melepaskan ular itu, yang hendak dibinasakannya.
Tapi waktu si pendeta hendak mengulurkan tangannya buat kedua kalinya, justeru si pengemis di ambang pintu sudah melompat menghampiri, dia yang menangkis.
Benturan tangan mereka terjadi cukup keras. Tubuh si pengemis terhuyung satu langkah sedangkan tubuh Li Put Hweshio bergoyang.
Dalam satu gebrakan saja Li Put Hweshio menyadari, kepandaian dan sinkang si pengemis hanya berada sedikit di bawahnya, hanya kalah seurat.
"Siapa kau?!" Tegur Li Put Hweshio dengan suara mendongkol. "Mengapa kau mengacau di sini?!"
Si pengemis tersenyum. "Taisu, tampaknya kau memang memiliki kepandaian yang sangat tinggi, tentunya kau bukan seorang yang tidak ternama. Boleh aku mengetahui gelaran Taisu?!"
"Lolap tanya, siapa kau dan mengapa mengacau di sini!!" Bentak Li Put Hweshio.
"Ooooo," tertawa si pengemis. "Rupanya Taisu merasa takut dan jeri untuk memperkenaikan gelaran Taisu?!" Itulah ejekan yang dilontarkan si pengemis.
"Siapa bilang Lolap takut dan jeri padamu?!" Bentak Li Put Hweshio "Seumur hidup Lolap tidak pernah ganti gelaran! Lolap adalah Li Put Hweshio!"
Si pengemis terkejut mengetahui bahwa pendeta di depannya adalah Li Put Hweshio, tokoh rimba persilatan yang sangat terkenal dan berkepandaian tinggi. Namun pengemis ini cepat sekali bisa mengendalikan diri. ia tidak ragu memperlihatkan perasaan terkejutnya itu. sebab segera ia tertawa.
"Bagus, tidak tahunya Li Put Hweshio!" Katanya kemudian dengan sikap seperti juga tidak memandang sebelah mata. "Apakah Taisu memiliki petunjuk??"
"Sebutkan namamu, karena Lolap memiliki beberapa orang kenalan dekat dengan pihak Kaypang,...kalau memang kau anak buah Kaypang, cepatlah kau angkat kaki!" Kata Li Put Hweshio.
Pengemis itu menggelengkan kepalanya sambit tertawa.
"Aduhhh, menyesal sekali aku bukan orang Kaypang!" Katanya dengan nada mengejek.
"Kau bukan anggota Kaypang?!" Tanya Li Put Hweshio agak heran.
"Benar..! kalau tidak, tentu Taisu tidak akan mengganggu aku, bukan? Hemmm, sayang! Justeru aku adalah seorang anggota terhormat dari Sah Tok Kauw (Perkumpulan Racun Yang Mematikan)!"
"Apa?!" Li Put Hweshio terkejut.
Pengemis itu tersenyum. "Taisu terkejut?!" Tanya pengemis itu mengejek. "Tentunya Taisu tahu, bahwa Sah Tok Kauw tidak bisa untuk diremehkan.....!"
Li Put Hweshio memang kaget. Sah Tok Kauw adalah sebuah perkumpulan yang beberapa puluh tahun lalu merupakan sebuah perkumpulan golongan hitam yang sangat ganas sekali. Semua anggotanya terdiri dari penjahat-penjahat kaliber kelas tinggi dan memiliki kepandaian yang sangat hebat. Jarang ada anggota Sah Tok Kauw yang memiliki kepandaian rendah. Seperti terlihat si pengemis, walaupun usianya baru tiga puluh lima tahun, tokh dia memiliki kepandaian yang sangat tinggi, sinkangnya cuma kalah seurat dari si pendeta.
Ada lagi yang mengejutkan Li Put Hweshio, sudah dua puluh tahun lebih Sah Tok Kauw lenyap dari rimba persilatan, tidak pernah terdengar lagi disebut-sebut oleh orang rimba persilatan. Ada yang mengatakan Sah Tok Kauw sudah bubar karena terjadi kericuhan di dalam perkumpulan itu. Ada yang mengatakan seorang Kiam-khek (seorang akhli pedang) kelas satu telah turun tangan membasmi mereka. Namun, sekarang ini, setelah Sah Tok Kauw lenyap sekian puluh tahun, sekarang terdengar lagi perkumpulan tersebut di depan mata si pendeta. Malah dia tengah berhadapan dengan salah seorang anggotanya,
Yang seketika terpikir oleh Li Put Hweshio, apakah Sah Tok Kauw akan mengambil bagian untuk memperebutkan pedang Mustika dari tangan si Rase Terbang.
"Hemmm, apakah San Tok Kauw belum musnah?!" Tanya Li Put Hwesihio setelah memantapkan hatinya.
Si pengemis tertawa bergelak-gelak keras sekali.
"Sah Tok Kauw tidak pernah lenyap dari permukaan bumi ini! Seperti Taisu lihat, aku adalah salah seorang anggota Sah Tok Kauw!"
"Baiklah! Mengapa kau mengacau di rumah makan ini? Apakah perbuatanmu ini tidak akan membuat Sah Tok Kauw hilang muka, karena seorang anggotanya sungguh tidak tahu malu, hanya mengacau di sebuah rumah makan mengganggu orang-orang yang tidak berdaya?!"
"Apakah itu hilang muka? Apakah itu membuat malu?? Ooooo, Taisu! Bagi kami, semua korban adalah sama statusnya, jika mereka bersalah pada Sah Tok Kauw, mereka harus mampus....Termasuk juga Taisu!!"
Muka Li Put Hweshio berobah, belum lagi sempat si pendeta berkata, pengemis itu telah bilang lagi : "Syukur bahwa Taisu tadi tidak terlalu mendesakku, kalau tidak, kini Taisu tentu sudah terjengkang menjadi mayat! Hem-mmm. Sekarang Taisu hanya cukup mempergunakan waktu setengah bulan guna menyembuhkan luka di tubuhmu!"
"Apa?!" Li Put Hweshio berteriak kaget dia juga telah memandang dengan tajam sekali. Pengemis itu tertawa. "Hemmmm, apakah Taisu tidak menyadari bahwa Taisu telah keracunan? Coba Taisu tarik napas dalam-dalam dan rasakan pergelangan tangan Taisu!"
Si pendeta cepat-cepat menarik napas dalam-dalam, ia tercekat kaget setengah mati. Pergelangan tangannya seketika dirasakan berdenyut sekali. Dia membuka lengan jubahnya, pergelangan tangannya telah berobah biru kehitam-hitaman!
Menggidik si pendeta! Hebat pengemis ini. Hanya satu kali gebrakan saja, pengemis itu sudah bisa melukainya dengan racun. Tadi mereka saling bentur tangan, dan benturan itu justeru membuat si pendeta telah terluka keracunan. Pengemis itu rupanya memiliki tangan yang sangat beracun sekali.
Muka Li Put Hweshio berobah jadi pucat dan merah bergantian karena gusar.
"Kurang ajar.... kau...kau perlu Lolap hajar...!" Sambil berkata tidak lampias seperti itu, tampak Li put Hweshio melangkah ke depan untuk menyerang pengemis itu.
"Tunggu dulu, Taisu...sabar! Jika memang Taisu tidak menginginkan lagi jiwamu, boleh Taisu menyerangku! Begitu Taisu menyerang, maka racun di pergelangan tanganmu akan bergerak mengikuti peredaran darah, masuk ke jantung, di waktu itu walaupun Taisu memiliki obat Dewa, jangan harap Taisu bisa menyembuhkan lagi lukamu itu... lebih baik Taisu cepat cepat pulang ke tempatmu, untuk beristirahat, guna menyembuhkan lukamu itu!"
Li Put Hweshio marandek menahan langkah kakinya. Dia menyadari bahwa perkataan si pengemis memang bukan hanya sekedar gertakan belaka, sebab sebenarnya kalau dia murka, darahnya akan beredar semakin cepat, ini memang percepat sampainya racun ke jantungnya. Juga, jika dia bergerak mempergunakan tenaganya, sama saja dia membunuh diri, karena darah akan beredar cepat membawa racun ke jantung. Namun si pendeta murka sekali, dia jadi nekad.
"Keluarkan obat penawarnya!" Bentak Li Put Hweshio. "Kalau tidak, Lolap akan mengadu jiwa denganmu!"
Sambil berkata begitu, tangan Li Put Hweshio sudah di ulur, dia hendak mencengkeram tulang piepe di pundak si pengemis. Kali ini serangan si pendeta bukan sembarangan. karena dia sudah berlaku nekad dia perlu mengejar waktu, dan tentu saja dalam satu dua jurus harus dapat merubuhkan dan menawan si pengemis, guna memperoleh obat penawar racun yang dipergunakan pengemis itu.
Si pengemis tampak tenang sekali. Dia tergelak. Kemudian katanya diiringi dengan suara tertawa mengejek: "Apakah Taisu benar-benar mencari mati?"
Tahu-tahu kakinya sudah melayang menendang ke arah ketiak Li Put Hweshio, dia melakukan tendangan dengan cepat sekali. Namun, Li Put Hweshio tengah kalap dan nekad, dia pikir, dalam waktu secepatnya harus memperoleh obat penawar racun dari si pengemis, karena itu dia tidak berkelit dari tendangan si pengemis, dia membiarkan ketiaknya ditendang oleh pengemis itu walaupun pada ketiak itu terletak jalan darah mematikan, yaitu Yuan-Sie hiat.
Saat itu kaki si pengemis tiba di ketiaknya, si pendeta malah mencengkeram kaki pengemis tersebut, diremasnya kuat sakali.
Seketika terdengar seruan kaget. Jalan darah di ketiak si pendeta kena di tendang, sedangkan si pergemis terhuyung mundur, dengan muka meringis, karena tulang kakinya telah hancur remuk kena di cengkeram oleh Li Put Hweshio.
Waktu itu Li put Hweshio menarik napas dalam dalam, mengeropos semangatnya. Dia merasakan dadanya sakit berdenyut, namun, pendeta ini tidak msmperdulikan. Melihat cengkeramannya berhasil meremukan tulang kaki pengemis itu, dia tidak mau membuang-buang kesempatan itu. Waktu si pengemis masih meringis kesakitan, dia menerjang lagi. Sepasang tangannya bergerak serentak. Setiap serangannya mengandung maut, benar benar si pendeta ingin mengadu jiwa.
Si pengemis sendiri menyadari bahaya yang mengancam dirinya. Ia berseru nyaring, kemudian membuang diri bergulingan di lantai. Lalu tangannya mengibas. Tampak menyambar beberapa titik terang ke arah dada Li Put Hweshio.
Waktu itu terlihat, Li Put Hweshio tidak mau menarik pulang tangannya, sehingga dadanya terkena sambaran titik terang itu.
Tapi tangan Li Put Hweshio juga sudah menghantam telak sekali dada si pengemis yang waktu itu tengah bergulingan di lantai. Seketika si pengemis memuntahkan darah segar. Dia melompat bangun dan berlari ke luar rumah makan itu.
Li Put Hweshio hendak mengejarnya, namun matanya seketika berkunang-kunang. Dia merasakan kedua lututnya lemas tidak bertenaga. Mati matian Li Put Hweshio mengerahkan sinkangnya, untuk membendung bekerjanya racun yang mengendap di tubuhnya, tapi dia gagal. Pandangan matanya semakin kabur, malah dia telah terguling rubuh di lantai.
Si Mesum melihat gurunya rubuh tergulitg di lantai, cepat cepat menghampiri.
"Suhu...!" Panggilnya dengan suara nyaring dia menggoyang-goyangkan tubuh gurunya.
Tapi Li Put Hweshio sudah tidak sadarkan diri.
Si Mesum jadi bingung. Dia menoleh kepada dua orang pelayan yang mendekat, meminta mereka agar menggotong gurunya ke sebuah kamar.
Setelah Li Put Hweshio direbahkan di ranjang, si Mesum duduk disebelah. Berulangkali dia memanggil-manggil gurunya itu. Namun Li Put Hweshio tetap tidak sadarkan diri. Malah mukanya telah berobah ungu kehitam-hitaman.
Si Mesum kuatir sekali, dia juga jadi panik bukan main. Malah, dia telah mengucurkan air mata. Dia takut, kalau-kalau gurunya ini mati disebabkan racun si pengemis yang sangat jahat.
Tengah si Mesum menangis terisak-isak begitu, mendadak pintu kamar diketuk. Muka si Mesum berobah, dia kaget dan takut sekali, karena menyangka si pengemis atau teman-teman si pengemis datang untuk membalas dendam.
Dia diam beberapa saat dengan muka pucat, melirik kepada gurunya yang masih rebah pingsan tidak sadarkan diri. Kalau memang yang mengetuk pintu kamar itu adalah teman-teman si pengemis, apa yang harus dilakukan si Mesum, sedangkan gurunya tengah keadaan pingsan yang begitu gawat, di mana mukanya semakin hitam, menunjukkan bahwa racun telah bekerja terus...tentu tidak lama lagi, kalau memang Li Put Hweshio tidak memperoleh ooat penawar racun itu, ia akan binasa tidak ampun lagi dengan tubuh yang keracunan rusak.
Ketukan pada pintu terdengar lagi. Akhirnya si Mesum memberanikan diri, bertanya: "Si...siapa?!"
"Engko kecil, bukalah pintu kamar...!"
Terdengar suara yang sabar dari luar kamar.
Agak tenang hati si Mesum mendengar suara yang halus dan sabar seperti itu. Dia memberanikan diri untuk menghampiri pintu dan membukanya.
Di depannya tampak berdiri seorang pelajar dengan pakaian serba putih. Wajahnya cakap sekali, matanya kebiru biruan, dengan jubah putih yang bersih, kopiahnya juga berwarna putih, di samping itu senyumnya sangat ramah. Dengan demikian membuat si Mesum jadi lebih tenang.
"Siapa Kongcu...?!" Tanya si Mesum kemudian dengan sikap yang ragu ragu.
Si pelajar tersenyum. "Engko kecil, tidak perlu kau mengetahui siapa aku! Tapi, sekarang justeru yang perlu ditolong adalah orang tua yang bersama denganmu..bukankah dia dalam keadaan terluka...?!"
Si Mesum jadi girang. "Apakah Kongcu dapat mengobati luka dari Suhuku?!" Tanyanya.
Pelajar berpakaian serba putih dan wajah nya sangat cakap itu tersenyum, dia bilang: "Entahlah, lihat saja dulu...kalau memang nanti lukanya itu tidak terlalu hebat, aku tentu bisa mengobatinya!!"
Si Mesum cepat-cepat memberi hormat kepada pelajar itu, dia bilaag: "Kalau memang Kongcu bisa mengobati luka guruku, bukan main besarnya rasa terima kasih kami!"
Setelah berkata begitu, beberapa kali si Mesum membungkuk menjurah memberi hormat, membuat pelajar itu tersenyum dan memegang lengan si bocah, di angkatnya untuk ditariknya ke samping, dia bilang: "Engko kecil, luka gurumu itu tidak bisa ditunda-tunda dia harus segera memperoleh pengobatan!!"


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah berkata begitu, tanpa dipersilahkan oleh si Mesum, pelajar berpakaian serba putih tersebut telah malangkah masuk ke dalam kamar.
Pelajar itu mengeluarkan suara tertahan ketika melihat muka Li Put Hweshio yang sudah matang biru, sebab racun yang bekerja di tubuhnya sudah mendekati jantung.
"Iiiih!" Berseru si pelajar, kemudian dia menghampiri dan memeriksa tubuh si pendeta. Barulah kemudian dia bilang: "Lukanya sudah parah sesali! Racun yang mengendap di tubuhnya adalah racun yang sangat ganas sekali......!" Setelah berkata begitu, dia menghampiri dan mengambil beberapa butir obat, dimasukkan ke dalam mulut si pendeta.
Si pendeta sudah tidak sadarkan diri, tidak dapat menelan obat itu. Dia dibantu oleh pijitan tangan si pelajar pada rahangnya, membuat obat tersebut tertelan di luar sadar si pendeta yang tetap pingsan.
Si Mesum hanya mengawasi saja, dia melihatnya, betapa gurunya dalam keadaan yang gawat sekali, karena muka dan tubuhnya sudah matang biru.
Di waktu itu si pelajar bekerja cepat sekali. Setelah memberikan beberapa butir obat, dia juga membuka pakaian Li Put Hweshio, kemudian dia menguruti tubuh si pendeta. Urutannya itu tentu saja untuk mengatur jalan darah si pendeta, agar dapat mengeluarkan racun yang mengendap di dalam tubuhnya.
Di saat itu, Li Put Hweshio masih dalam keadaan pingsan tidak sadarkan diri. Dia tetap dalam keadaan menguatirkan, karena wajah maupun tubuhnya tetap biru matang.
Setelah menguruti sekian lama, muka si pelajar memperlihatkan sikap kecewa.
"Menyeeal sekali engko kecil, tampaknya memang tidak mudah memulihkan kesehatan gurumu...dia terkena racun yang sangat ganas sekali. Karena dari itu...gurumu memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengobatinya! Kalau tokh racun bisa dikeluarkan, itupun tidak berarti dia sembuh seluruhnya, karena tentu saja akan membuat sebagian tubuhnya jadi lumpuh.....!"
Kaget si Mesum mendengar keterangan si-pelajar, dia telah mengawasi dengan air mata berlinang. Hatinya sedih sekali. Mana mungkin begitu hebat racun yang di pergunakan si pengemis? Dan....tentu hebat sekali kalau sampai gurunya itu menjadi lumpuh!!.
Di waktu itu, tampak si pelajar menguruti lagi tubuh si pendeta. Dia menguruti pada jalan darah terpenting di tubuh Li Put Hweshio. Malah, kemudian telah berusaha mengerahkan tenaga sinkangnya.
Sedangkan keringat telah membanjir keluar dari sekujur tubuh pelajar itu, badannya jadi basah kuyup.
Muka Li Put Hweshio tetap saja menghitam dan matang biru, tidak ada perobahan. Malah pendeta itu masih tetap pingsan. Hal ini sudah membuat si Mesum tambah berkuatir. Tidak ada perobahan pada diri pendeta itu; Malah, si pelajar sendiri akhirnya putus asa.
"Menyesal sekali, luka gurumu benar-benar parah, dia harus memperoleh Swat Lian......!"
Setelah berkata begitu, Si pelajar berpakaian serba putih itu menyusut keringatnya. Dia pun telah berkata dengan suara mengguman : "Hemmmrn, aneh sekali, racun yang dipergunakan pengemis itu demikian ganas.....!"
Si Mesum melihat si pelajar baju putih ini merogoh sakunya, dia mengeluarkan beberapa macam obat dari sebuah kotak, tapi kemudian menggelengkan kepalanya.
"Sayang sekali persediaan Swat lianku telah habis....dengan demikian, gurumu harus memelihara kesehatannya dalam waktu yang panjang sekali.....sementara ini dia akan kuberikan beberapa macam obat penawar racun, setelah itu, dia harus berusaha memperoleh Swat Lian.....!" Setelah berkata begitu, si pelajar menyingkirkan beberapa macam obat, dia memberikannya kepada si Mesum.
"Nanti kau berikan secara teratur kepada gurumu, seharinya tiga kali... kukira dalam tiga hari dia tidak akan sadarkan diri....!"
Si Mesum manyambuti obat-obat itu, dia berlutut sambil menangis.
"Kongcu, tolonglah guruku... tolonglah jiwanya!" Kata si Mesum sambil sesambatan.
"Sayang sekali aku kehabisan Swat Lian, kalau tidak, niscaya gurumu dapat tertolong seketika! Tapi, aku akan mengusahakannya buat mengambil obat pemunahnya dari tangan si pengemis yang sudah melukai gurumu...aku akan mengejarnya! Kalau memang aku bisa mengambil obat penawar dari tangannya, jiwa gurumu bisa ditolong!! Kau tunggui gurumu, aku akan mencari pengemis itu!!"
Girang hati Si Mesum, agak terhibur mendengar perkataan si pelajar. Jadi pelajar itu memang bukan untuk pergi begitu saja meninggalkan gurunya yang belum berhasil diobati, dia akan mengejar si pengemis. Siapa tahu dia bisa memperoleh obat penawar dari si pengemis.
"Terima kasih Kongcu! Terima kasih!" Kata si Mesum sambil berlutut.
"Bangunlah, jangan menangis geperti itnl"' Kata si pelajar. "Ingat, kalau aku belum kembali, kau berikan obat itu secara teratur kepada gurumu, seharinya tiga kali....!"
Setelah berkata begitu si pelajar baju putih melangkah keluar dari kamar itu.
Si Mesum menghampiri pembaringan, dia melihat Li Put Hweshio masih menggeletak tidak sadarkan diri, dan mukanya masih hitam gelap.
Hal ini menunjukkan bahwa racun yang bekerja di tubuh si pendeta belum lagi dijinakkan, masih terlalu ganas. Tanpa bisa ditahankan lagi, mengaburlah air mata si Mesum. Dia menangis. Bukan main berkuatirnya terhadap keselamatan gurunya. Dia jadi berdoa kepada Thian, agar jiwa dan keselamatan gurunya di lindungi.
Waktu itu, keadaan di kamar tersebut sunyi sekali.... Si Mesum sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukannya, selain menunggui gurunya dan nanti memberikan obat seperti petunjuk si pelajar, sambil menantikan kembalinya si pelajar baju putih.
Namun yang membuat hati Si Mesum ragu-ragu, dia melihat usia pelajar itu masih muda. Dia pun tidak mengetahui, apakah si pelajar memiliki ilmu silat? Kalau dia memiliki ilmu silat, apakah ilmunya itu sangat tinggi sehingga bisa menandingi si pengemis? Tanda-tanya seperti itulah yang selalu menghantui diri dan hati Si Mesum.
Kalau si pelajar tidak memiliki kepandaian; akan sia-sia saja usahanya, karena akan percuma Juga dia pergi menemui si pengemis sebab itu hanya akan membuat si pelajar seperti juga mengantarkan jiwanya untuk binasa di tangan si pengemis.
Waktu itu tampak Si Mesum juga telah berusaha untuk memeriksa tubuh gurunya. Dia melihat tangan Li Put Hweshio membengkak. Dia berpikir; "Kalau memang kusedot racun yang mengendap di tubuhnya, tentu Suhu akan sembuh.....!"
Tapi yang membuat si Mesum kuatir, justeru kalau-kalau nanti dia keracunan disebabkan menyedot racun dari luka di tangan gurunya. Inilah yang membuat si Mesum jadi bimbang dan akhirnya hanya mengawasi saja.
Napas gurunya satu-satu, tampaknya sesak sekali. Rupanya memang keadaan Li Put Hweshio sudah parah sekali, jika tidak cepat-cepat memperoleh pertolongan, niscaya jiwanya terancam kematian....
Tapi, waktu itu, keadaan tidak memungkinkan ia mencari tabib. Menurut si pelajar baju putih, kalau dia mencari tabib, tentu ia cuma bisa menemukan tabib yang biasa saja, dan kepandaian tabib itupun hanya bisa menyembuhkan luka atau penyakit biasa. Jika hal itu dilakukannya, cuma menyebabkan gurunya di pale tabib yang tidak memiliki kemampuan buat menyembuhkan luka keracunan yang hebat dari guruoya. Ini akan sia-sia belaka.
Waktu itu, tampaknya si Mesum sudah mengambil keputusan nekad.
"Biarlah aku mati keracunan, asal Suhu dapat disembuhkan!" Setelah berpikir begitu, dia menunduk, dia membuka lengan jubah gurunya, dia menyedot luka gurunya di lengan. Dia sudah menyedot darah yang hitam. Setelah menyedot cukup banyak, dia membuangnya. Menyedot lagi. Terus dilakukannya.
Setelah beberapa kali menyedot luka di lengan gurunya, dia melihat muka gurunya masih tetap hitam. Ini menunjukkan tidak ada perobahan atas perbuatannya itu.
Si Mesum cepat-cepat berkumur dengan air, dia juga jadi duduk mematung mengawasi gurunya. Usahanya sia-sia saja. Dia memang sering mendengar, jika seseorang yang keracunan dan di sedot lukanya mengeluarkan racunnya, maka orang itu dapat tertolong. Tapi sekarang setelah dia menyedotnya cukup banyak, keadaan gurunya tidak mengalami perobahan, masih tetap hitam gelap. Gurunya juga masih tetap pingsan tidak sadarkan diri. Sedih sekali hati si Mesum.
Setelah lewat sekian lama. Si Mesum menduga waktu untuk memberikan obat kepada gurunya sudah tiba. Dia memasukkan sebutir obat berwarna merah seperti petunjuk yang di berikan si pelajar baju putih.
Mulut Li Put Hweshio telah kaku, si Mesum membukanya perlahan-lahan, kemudian dengan agak susah memasukkan obat berwarna merah tersebut ke dalam mulut gurunya. Ia berusaha meadorong obat agar tertelan oleh gurunya, namun disebabkan mulut Li Put Hweshio memang kaku, obat itu tetap saja tidak tertelan.
Si Mesum jadi bingung. Bagaimana caranya agar obat itu dapat tertelan cleb gurunya. Dia teringat cara si pelajar baju putih tadi, yang telah memijit rahang gurunya, sehingga obat itu dapat tertelan.
Segera juga si Mesum coba memijit rahang gurunya, sehingga mulut Li Put Hweshio terbuka, dan setelah memijit sekian lama, obat itu menggelinding masuk ke dalam tenggorokan gurunya. Si Mesum menunggui sekian lama, obat itu dan akhirnya mencair tercampur air ludah, sehingga obat itu tertelan oleh gurunya. Menurut Si pelajar berbaju putih, obat ini bisa menahan untuk sementara keselamatan gurunya, agar tidak mati. Mencegah sementara waktu bekerjanya racun, agar tidak terlalu ganas.
Baru saja si Mesum menghapus keringat d keningnya, dia mendadak sekali jadi kaget setengah mati.
Li Put Hweshio yang dalam keadaan pingsan tiba-tiba sekali berkelejetan tidak hentinya. Tangan dan kakinya berkelejetan bergerak-gerak tidak hentinya.
Muka Si Mesum jadi pucat. "Suhu...!" Panggilnya gugup. Tapi Li Put Hweshio tetap saja dalam keadaan pingsan tidak sadarkan diri. Cuma tubuhnya yang tetap berkelejetan tidak hentinya.
Si Mesum tambah gugup. Apakah obat yang diberikan kepada gurunya itu salah sehingga menyebabkan gurunya berkelejetan seperti itu?
"Suhu! Suhu! Suhu!" Teriak si Mesum berulangkali dengan suara keras, Gurunya tetap pingsan. Karena kebingungan, si Mesum menangis terisak-isak.
Sedangkan dari luar telah masuk dua orang pelayan. Mereka mendengar teriakan teriakan si Mesum, mereka menyangka pendeta tua yang coba melarang si pengemis mengacau di rumah makan mereka ini telah mati. Mereka jadi ikut bersedih hati.
"Engko kecil.... bagaimana keadaan gurumu?!" Tanya salah seorang pelayan itu. Si Mesum jadi menangis.
"Ooooo, Lopeh (paman)! Tolonglah guruku! Tolonglah!" Teriak si Mesum sambil menggoyang-goyangkan tubuh pelayan itu. "Tolonglah Lopeh... guruku itu...tubuhnya berkelejetan tidak hentinya!"
Kedua pelayan itupun sudah melihat tubuh Li Put Hweshio memang berkelejetan tidak hentinya. Mereka jadi mengawasi bingung tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Yang membuat mereka menggidik, justeru waktu itu tampak muka dan tubuh Li Put Hwes-hio menghitam gelap sekali....
"Apakah harus memanggil tabib?!" Tanya seorang pelayan, dengan suara menggumam karena terlalu bingung.
"Benar engkoh kecil...harus cepat-cepat memanggil tabib! Bukankah gurumu itu keracunan.... racun jahat si pengemis busuk itu? Kami panggilkan tabib, ya?!"
Si Mesum ikut bingung, dia mengangguk saja.
"Apakah tabib bisa menyembuhkan racun di tubuh guruku?!"
"Tentu saja bisa...kita coba saja!" Kata pelayan yang seorang. "Kalau tidak diobati tentu gurumu akan mati...!"
"Tolonglah Lopeh...tolong panggilkan tabib aku tidak tahu di mana rumah tabib...!"
"Baik, biar aku yang pergi memanggil tabib!" Kata pelayan yang seorang, dia berlari keluar.
Tidak lama kemudian pelayan ini kembali bersama seorang laki-laki kurus tinggi. Dialah tabib di kota ini. Segera dia memeriksa keadaan Li Put Hweshio.
Setelah memeriksa sekian lama, wajah si tabib berobah.
"Ihhhh, inilah racun yang hebat sekali...coba berikan obat yang akan kutulis nanti!" Setelah berkata begitu, dia menulis resepnya.
"Pergilah beli obat ini di rumah obat!" Kata si tabib,
"Berapa, Sinshe?!" Tanya si Mesum.
"Aku mana tahu.... cepat kau pergi membeli obat itu!" Kata si tabib.
Si Mesum tambah bingung. Dia meminta pelayan rumah makan itu yang pergi membelinya. Dari saku jubah gurunya dia mengambil dua tail perak, diberikan pada si pelayan.. Namun, obat itu setelah digodok, diberikan pada Li Put Hweshio, yang dicekoki sesendok demi sesendok oleh si Mesum dengan dibantu oleh pelayan itu. keadaan Li Put Hweshio tetap saja tidak berobah, mukanya, tetap hitam, tubuhnya berkelejatan terus.
Si Mesum putus asa. Dia tahu, tidak lama, lagi, kalau keadaan gurunya seperti itu terus, niscaya Li Put Hweshio akan mati, sebab racun sudah menjalar semakin luas, malah kemungkinan sudah merembes ke dalam jantung Li Put Hweshio.
Saking bingung, si Mesum menangis tidak hentinya. Para pelayan lainnya pun sudah berdatangan, mereka merasa kasihan dan ikut bersedih melihat keadaan si pendeta. Mereka mengetahui Li Put Hweshio bentrok dengan pengemis beracun itu hanya untuk membelai mereka, sekarang keadaan si pendeta seperti itu, tentu eaja membuat mereka jadi ikut bersusah hati.
"Lopeh...apa yang harus kulakukan untuk menolongi guruku?!" Tanya si Mesum tambah kelengangan, sebab tubuh gurunya masih berkelojotan, sekarang malah tambah perlahan sekali gerakan-gerakannya. Yang membuat si Mesum tambah bingung dan kuatir, dia melihat dari mulut gurunya keluar busa yang semakin lama semakin banyak.
Para pelayan itupun bingung, mereka memang tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menolongi Li Put Hweshio. Bukankab tadi mereka sudah memanggil tabib, dan tabib itu di luar kamar cuma bilang kepada salah seorang pelayan agar besok membeli peti mati, sebab Li Put Hweshio rupanya sudah tidak bisa ditolong. Pelayan itu tidak menyampaikan pesan tabib itu kepada si Mesum, karena dia merasa tidak sampai hati menyampaikan kabar buruk itu kepada si Mesum.
Keadaan Li Put Hweshio memang semakin parah. Mulutnya mengeluarkan busa semakin banyak, sedangkan waktu itu tunuhnya masih berkelejatan, walaupun sudah semakin perlahan. Mukanya pun hitam gelap... semakin hitam dan menyeramkan.
Si Mesum menyesal sekali tadi memberikan pil obat berwima merah, karena begitu dia memberikan obat itu, tubuh gurunya berkelejatan. Apakah dia salah memberikan obat kepada gurunya? Dia cuma bisa menangis saja dengan berputus asa, dia tahu, jiwa gurunya sulit diselamatkan lagi dari cengkeraman maut! Kematian sudah dekat tampaknya buat pendeta itu, dan ini benar-benar membuat hati si Mesum terasa hancur disayat-sayat.... diapun jadi sakit hati sekali Kepada pengemis beracun yang membuat keadaan gurunya demikian rupa!
o o o^dewi^kz-aaa^o o o MARI kita ikuti sejenak si pelajar berjubah putih yang ingin mencari pengemis yang mengaku sebagai anggota Sah Tok Kauw. Dia keluar dari rumah penginapan merangkap rumah makan itu dengan mata yang mengawasi sekitar tenpat itu, mencari-cari, kalau saja di sekitar tempat tersebut bisa ditemukan si pengemis.
Tapi, keadaan di sana hanya dipenuhi oleh orang orang yang ingin menyaksikan keramaian belaka, tidak tampak lagi batang hidung pengemis dari Sah Tok Kauw.
Tadi, pelajar baju putih itu sebetulnya memang berada di ruang makan rumah penginapan itu, ia sempat menyaksikan keganasan pengemis dari Sah Tok Kauw. Bahkan, pelajar baju putih itu melihat, betapa Li Put Hweshio kena di bokong oleh si pengemis dengan racunnya yang ganas.
Sebetulnya, melihat pengemis itu melarikan diri, pelajar baju putih itu hendak mengikutinyn. Tapi, jnsteru dia melihat Li Put Hweshio rubuh terjungkel disebabkan keracunan. Dia membatalkan niatnya. Kemudian setelah si pendeta dibawa masuk ke dalam kamar, dia mendengar si Mesum menangis sedih sekali, tergerak hatinya. Dia mengetuk pintu kamar itu dan berusaha mengobati.
Cuma saja, kenyataan yang ada memperlihatkan bahwa racun yang dipergunakan si pengemis dari Sah Tok Kauw bukan racun sembarangan, melainkan sejenis racun yang bekerja ganas sekali, maka dia tidak berhasil menyembuhkannya. Pelajar baju putih ini menyadari jika mempergunakan Swat-lian (Teratai Salju), niscaya racun itu bisa di punahkannya, namun justeru persediaan Swat Liannya sudah tidak ada lagi....
Timbul niat di hati si pelajar baju putih buat mencari pengemis itu. Dia akan memaksa si pengemis tersebut mengeluarkan obat penawar dari racun yang dipergunakannya.
Namun pengemis itu telah pergi jauh, Entah sekarang dia berada di mana.
Cuma saja mengingat bahwa tulang kaki si pengemis yang kanan kena dicengkeram remuk oleh Li Put Hweshio, tentu si pengemis dengan lukanya seperti itu tidak akan pergi jauh.
Cepat sekali si pelajar berbaju putih itu mengelilingi kota mencari pengemis dari Sah Tok Kauw. Dia mencari kesana kemari.
Setiap kali bertemu dengan pengemis, pelajar baju putih ini tentu menanyakan tentang pengemis dari Sah Tok Kauw itu dengan menyebutkan tanda-tanda pengemis itu.
Namun tidak ada seorang pengemis di kota itu yang mengetahui siapa pengemis yang di maksud si pelajar baju putih.
Setengah harian pelajar baju putih itu keliling kota mencari jejak pengemis dari Sah Tok Kouw. Wiktu dia tengah berjalan di sebuah lapangan rumput yang cukup luas di sebelah selatan kota itu, mendadak dilihatnya seorang tengah berjongkok sambil mengeluarkan suara aneh tidak hentinya. Orang itu berpakaian sebagai pengemis. Dia tengah menghadapi sebuah lobang yang cukup besar di dekat sebungkah batu. Mulutnya mengeluarkan suara "krokkk, krokkk," tidak hentinya seperti juga suara kodok.
Cepat-cepat pelajar baju putih itu menghampiri pengemis tersebut.
Pengemis itu hampir berusia empat puluh tahun, rambutnya tidak panjang, namun tidak terurus dengan baik, dibiarkan dengan begitu saja, tergantung dipundaknya. Rambutnya itu pun kaku-kaku seperti kawat, tidak pernah tersisir rupanya. Pakaiannya mesum sekali mukanya bengis dan matanya agak meletos besar. Dia tidak memperhatikan kedatangan si pelajar baju putih, karena dia tengah asyik mengawasi lobang di depannya sambil tidak hentinya mengeluarkan suara "Krokkk. krokkk!"
Si pelajar baju putih itu semakin heran, dia mendekati lagi. Setelah terpisah beberapa kaki, dia melihat bahwa tangan pengemis itu tengah menggerak-gerakkan sepotong daging mentah, entah apa yang hendak dipancingnya dari dalam lobang itu.
"Lopeh (paman)!" panggil si pelajar baju putih itu.
Si pengemis melirik. Dia berhenti ber"krok krokan". Tapi kemudian dia asyik lagi dengan lobang di depannys, tidak mengacuhkan si pelajar baju putih. Mulutnya mengeluarkan lagi suara "Krokkkk, krokkkk" tidak hentinya.
Pelajar baju putih itu mengerutkan alisnya. Dia menegur lagi : "Lopeh. ada sesuatu yang hendak kutanyakan kepadamu!!"
Pengemis itu tiba-tiba melompat berdiri, "Bocah celaka! Kau mengganggu saja!! Kim Hok Mo (Kodok Emas) hampir saja keluar, kau telah mengejutkan sehingga dia masuk kembali!! Tahukah kau, aku harus menunggunya setengah tahun lagi agar dia mau keluar."
Waktu membentak begitu, muka si pengemis merah padam, rupanya dia murka.
Si pelajar heran, dia cepat-cepat merangkapkan sepasang tangannya.
"Maaf....aku tidak tahu bahwa Lopeh tengah menangkap kodok....!" Katanya.
"Menangkap kodok?? Cisss, kau kira aku ini manusia apa? Kodok yang akan kutangkap itu adalah kodok yang sangat berharga sekali...,! Hari ini adalah hari pertemuan antara para orang gagah untuk merundingkan pedang mustika yang ada di tangan si Rase Terbang, kalau saja tadi aku berhasil menangkap Kim Hok Mo, niscaya tidak akan ada orang yang bisa menandingi aku lagi, pedang mustika itu akan jatuh di tanganku! Hemmm, bocah, kau sudah merusak semua pekerjaanku, kau perlu dihajar!!"
Melihat si pengemis yang galak seperti itu, sebetulnya tidak senang hati si pelajar baju putih. Tapi mendengar disebutnya pedang mustika dan si Rase Terbang, hati si pelajar baju putih semakin tertarik.
"Lopeh, aku ingin menanyakan kepadamu, Apakah Lopeh kenal dengan seorang pengemis berusia tiga puluh lima tahun dari Sah Tok Kauw?? Juga... apakah Lopeh termasuk salah seorang yang merundingkan pedang mustika di tangan Si Rase Terbang?!"
Mata pengemis itu yang sangat besar meneriak menyeramkan sekali,
"Pengemis dari Sah Tok Kauw?! Kau mencari aku?!" Tanyanya kemudian.
"Ooo,...Lopeh juga cari Sah Tok Kauw?!" Tanya si pelajar baju putih.
"Jadi bukan aku yang kau cari?!"
"Ya, Lopeh...memang bukan Lopeh...,!'"
Pengemis itu mengawasi si pelajar baju putih beberapa saat, sorot matanya aneh sekali.
"Tadi kau menyebut-nyebut tentang pedang mustika dan si Rase Terbang, rupanya kau mengetahui pula urusan itu! Karena itu, aku yakin kau juga pasti memiliki kepandaian yang tidak rendah. Apakah kau pun akan ikut merundingkan pedang mustika itu ?!"
Si pelajar baju putih telah tersenyum.
"Sesungguhnya Lopeh, aku tidak memiliki nasib sebagus itu, sehingga bisa ikut merundingkan pedang mustika itu di antara para Locianpwe,..! Kebetulan sekali, Locianpwe tadi mengatakan bahwa kau adalah pengemis dari Sah Tok Kauw, maka aku ingin menanyakan tentang diri pengemis Sah Tok Kauw, yang seorang itu....Dia memiliki tanda dan ciri-ciri seperti ini!"
Pelajar baju putih itu segera menyebutkan ciri-ciri pengemis dari Sah Tok Kauw yang sudah melukai Li Put Hweshio.
"Hemmm!" Mendengus pengemis itu. "Dia adalah suteku! Apa maumu mencari dia?!" Tanya si pengemis kemudian sambil mengawasi tajam sekali.
Muka si pelajar jadi terang.
"Kebetulan sekali!! Sute Lopeh telah melukai seseorang dengan racunnya, maka dari Itu, kalau memang Lopeh tidak keberatan, aku ingin meminta pertolongan Lopeh, agar mau membagikan obat penawar racun itu,...sebagai Suhengnya, tentu Lopeh mengetahui racun apa yang paling diandalkan sutemu itu bukan?"
Muka si pengemis berobah lagi, jadi semakin menyeramkan, dia mengawasi mendelik kepada si pelajar baju putih.
"Hemmm....kalau demikian, kau rupanya terlalu usil dengan urusan orang! Suteku itu memiliki watak yang cukup baik, ia tidak akan melukai orang yang tidak mengganggu dirinya!! Aku mengetahui benar tabiatnya itu! Karenanya juga, dengan dilukainya orang itu, berarti orang itu telah mengganggu adik seperguruanku itu!! Hemmm, kau juga, tentunya bermaksud tidak baik pada suteku itu?" Setelah berkata begitu, si pengemis memutar tubuhnya, untuk berjongkok di depan lobang tadi.
Tidak senang hati si pelajar baju putih.
"Justru dengan orang yang dilukai sutemu Itu tidak memiliki urusan apapun juga, tapi aku merasa kasihan, karena itu aku ingin mencari Sute Lopeh, untuk meminta padanya membagi obat penawar itu!"
"Sudah kukatakan kau terlalu usil dengan urusan orang lain! Kau tidak tahu penyakit rupanya? Berapa tinggi sih kepandaianmu sehingga berani mencari suteku?!"
Si pelajar membawa sikap yang tenang.
"Menyesal sekali sejak kecil Siauwte tidak pernah mempelajari ilmu silat!!"
Si pengemis melirik. "Aku masih mau berkasihan kepadamu, pergilah menggelinding. Adanya kau disini, tentu Kim Hok Mo tidak mau muncul lagi! Ayo pergi!"
Si pelajar tersenyum. "Lopeh, atau kau saja yang membagi obat penawar itu! Kau bersedia bukan?!"
"Ooooo, kau rewel sekali!" Teriak si pengemis, yang tahu-tahu sudah berdiri lagi. tangannya diulurkan buat menampar batok kepala si pelajar baju putih. Dia mempergunakan empat bagian tenaganya, sebab menduga pelajar baju putih itu memiliki kepandaian yang luar biasa saja;
Pelajar baju putih itu berkelit. Tampaknya mudah sekali dia menghindarkan tamparan telapak tangan si pengemis. Malah, sambil terbilang : "Jangan galak-galak Lopeh....!"
Si pengemis tertegun. Manis dan cepat sekali cara mengelak pelajar baju putih itu. Namun, waktu dia tersadar dari tertegunnya, si pengemis jadi penasaran.
"Hemmm, aku ingin melihat dulu berapa tinggi kepandaianmu, sehingga berani mencari Suteku" Setelah berkata begitu tubuhnya berkelebat-kelebat seperti bayangan mengelilingi si pelajar baju putih.
Pelajar baju putih itu tetap saja bersikap tenang, dia berdiam diri mengawasi cara menyerang si pengemis. Setiap kali si pengemis mengulurkan tangannya buat menyerang, diwaktu itulah dia mengelak. Setiap kali pula, dia bisa menghindarkan diri dari tangan si pengemis dengan mudah.
Si pengemis tambah penasaran. Tiba-tiba dia berseru nyaring tangannya serentak diulurkan panjang-panjang, lain dia mendorongnya.
Pelajar baju putih itu merasakan tubuhnya seperti diterjang oleh kekuatan yang dahsyat. Belum lagi dia mengelakkan dari telapak tangan si pengemis sudah menyambar beberapa titik benda berkilauan.
"Jarum beracun!" Berpikir si pelajar baju putih. Cepat-cepat dia mengelak.
"Lopeh. jangan memaksa atu turun tangan.....!" Kata si pelajar baju putih. "Aku mengajakmu bicara bicara baik-baik tapi tanganmu telengas sekali!!"
Pengemis itu tidak memperdulikan kata-kata si pelajar baju putih. Dia malah semakin gusar dan mendongkol, juga dia penasaran sekali, tiga kali dia menyerang, tiga kali pula dia gagal. Karena dari itu dia berteriak!! "Kau sudah menggangguku, sehingga gagal menangkap Kim Hok Mo! Hemmm, kau tidak akan kulepaskan....!" Tangannya beruntun menyambar kesana kemari.
Tapi pelajar baju putih itu bersikap tenang. Walarpun usianya masih muda, namun kepandaiannya sangat tinggi, Mudah saja dia menghindaikan diri dari setiap sambaran tangan si pengemis. Malah akhirnya dia balas menyerang.
Tenaga sinkang pelajar baju putih itu mengejutkan si pengemis.
"Iiiihh!" Berseru si pengemis yang segera menghindar dengan melompat kebelakang.
Sambil melompat begitu tangannya sudah merogoh saku bajunya, mengeluarkan sebuah kotak.
Si pelajar baju putih berdiam di tempatnya, dia ingin melihat apa yang akan dilakukan pengemis itu.
Segera saja si pengemis membuka tutup kotak itu. Dari dalam kotak mencelat sebuah benda hitam, menyambar kepada si pelajar baju putih.
Semula, si pelajar baju putih menyangka bahwa yang menyambar itu adalah semacam senjata rahasia, dia bersiap-siap akan mengibaskan tangannya.
Tapi setelah benda yang menyambar itu dekat dengannya, si pelajar baju putih ban melihatnya bahwa benda itu tidak lain seekor kalajengking!
o o o^dewi^kz-aaa^o o o Jilid 9 YANG luar biasa, justeru kalajengking itu bisa bergerak begitu cepat melesat seperti terbang.
Si pelajar baju putih batal mempergunakan tangannya menyampok kalajengking itu dia hanya mempergunakan ujung lengan jubahnya untuk menyampok kalajengking itu. Kalajengking itu kena disampoknya terpental kemudian yang luar biasa kalajengking itu melesat lagi ke arah si pelajar baju putih.
Menggidik juga si pelajar baju putih. Rupanya memang pengemis-pengemis dari Sah Tok Kauw menguasai binatang beracun dengan baik sekali. Mereka rupanya selalu mempergunakan racun sebagai andalan mereka.
Sekarang, menghadapi kalajengking yang tentunya beracun itu si pelajar baju putih tidak berani berayal.
Walaupun dia berkepandaian tinggi, namun menghadapi binatang beracun seperti itu. membuat dia tidak berani memandang remeh.
Sekali saja dia tergigit binatang berbisa itu, niscaya dia akan mengalami nasib buruk seperti Li Put Hweshio.
Menyaksikan kalajengking sudah menyambar lagi kepadanya, si pelajar berbaju putih itu melompat menjauhi diri.
Namun kalajengking itu seperti mengerti bahwa yang harus diserangnya adalah si pelajar berbaju putih. Dia sudah melesat lagi melompat ke muka si pelajar.
Terpaksa si pelajar baju putih mengibaskan lengan bajunya. Tapi kalajengking itu tidak terpental, sebab binatang berbisa itu menggigit lengan jubah si pelajar, tubuhnya menggelantung terus.
Buntut dari kalajengking itu menukik naik dan melengkung, akan menancap kepada lengan si palajar. Tentu saja hal ini mengejutkan batin si pelajar. Tidak buang waktu lagi pelajar itu menggunakan jari telunjuknya buat menyentil.
Kuat sentilan itu. Jari telunjuk si pelajar berbaju putih itu memang mengandung sinkang yang kuat. Tidak ampun lagi kalajengking itu terpental. Malah, untuk seterusnya kalajengking itu tidak melompat menyambar, cuma merayap dan kemudian melompat masuk ke dalam kotak di tangan si pengemis.
Muka pengemis dari Sah Tok Kauw itu berobah hebat, dia mengawasi betapa si pelajar baju putih dapat menghadapi kalajengking peliharaannya dengan baik sekali. Juga, dia sudah menarik kesimpulan bahwa kepandaian dan ilmu silat si pelajar baju putih itu memang tidak rendah.
Kotak itu yang mungkin terbuat dari emas, berkilauan terkena sinar matahari, telah dimasukkan ke dalam sakunya, dia menghadapi si pelajar baju putih itu.
"Siapa kau?!" Tegurnya.
Pelajar baju putih itu tersenyum.
"Siauwte murid Thian san!" Menyahuti pelajar baju putih itu.
"Hemmm, kau murid Thian San Pay? Pantas .... !"
"Apanya yang pantas. Lopeh?!" Tanya si pelajar baju putih itu.
"Pantas kau bisa menghadapi kalajengking ku! Baiklah, aku ingin main-main dengan kau!" Sambil berkata begitu, cepat bukan main tubuh si pengemis telah melompat ke dekat si pelajar berpakaian putih itu. Dia bukan sekedar melompat, melainkan sepasang tangannya menyambar ke sana kemari.
Seketika si pelajar baju putih merasakan sambaran angin yang amis menusuk hidung.
"Hemmm tangan si pengemis ini mengandung racun!" Pikir si pelajar baju putih. "Aku harus hati-hati.." Dia mengelak dengan cepat, malah, setelah tiga jurus, dia balas menyerang mendesak si pengemis.
Bicara soal ilmu dan kepandaian, memang si pelajar baju patih itu memiliki latihan yang menang seurat dari si pengemis, cuma saja tangan si pengemis tersebut sangat beracun, membuat si pelajar baju putih tidak bisa terlalu mendesak.
Sekali saja dia terkena racun ganas di tangan si pengemis, niscaya dia akan keracunan dan kemungkinan jiwanya akan binasa seketika itu juga. Karenanya, dia telah bersikap hati-hati sekali, dia telah berusaha menghadapi si pengemis dengan sebaik-baiknya, bahkan dia juga membalas menyerang semakin dahsyat. Tangan pelajar berbaju putih itu telah menyambar ke sana kemari mendesak si pengemis.
Pengemis itu menyadari, kalau saja dia melayani, niscaya dia kalah tenaga. Namun, pengemis itu memang yakin kepada keampuhan racunnya Karenanya, sering dia mencari jalan untuk membenturkan tangannya dengan tangan si pelajar berbaju putih itu. Di samping itu dia memang berusaha untuk mempergunakan senjata rahasianya yang terdiri dari racun-racun yang dibentuk bulat seperti peluru. Dengan demikian, si pelajar berbaju putih bukan hanya menghadapi tangan si pengemis, melainkan juga sambaran dari butir-butir pil racun yang dilontarkan si pengemis, yang setiap kali terkena dan terbentur batu atau batang pohon, atau juga jatuh ke tanah, tentu akan meledak!
Diam-diam si pelajar baju putih mengeluh juga. Uap racun yang menyiarkan bau amis itu sangat mengganggunya. Dia akhirnya memutar kedua tangannya cepat sekali, sehingga ujung lengan jubah pelajar itu berkesiuran keras bukan main, membuat hawa beracun itu terbuyarkan.
Si pengemis tertawa bergelak-gelak, tahu-tahu pengemis itu melompat mundur, memutar tubuhnya, dia berlari meninggalkan lawannya.
Pelajar baju putih itu penasaran.
"Mau lari kemana kau!" Bentaknya, dia mengejarnya. Maksud utamanya ialah memperoleh obat penawar racun dari pengemis ini.
Tentu saja, sebagai suheng dari pengemis yang melukai Li Put Hweshio, pengemis yang seorang ini memiliki obat penawar racun, mengingat dia pun selalu mempergunakan racun.
Waktu itu si pengemis tidak memperdulikan si pelajar dia berlari terus menuju ke luar kota.
Si pelajar mengikuti terus, dia yakin, tidak mungkin pengemis itu bisa meloloskan diri dari dia.
Setelah berlari-lari sekian lama, tibalah mereka di depan bangunan yang aneh.
Bangunan itu semuanya berwarna hijau, sampai gentingnya pun berwarna hijau. Inilah gedung yang sangat aneh sekali. Di empat sekeliling dari bangunan itu terdapat tembok yang tinggi sekali mungkin empat meter.
Si pengemis dengan ringan telah menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat ke atas tembok.
Si pelajar sudah mengejar tiba, melihat pengemis itu menghilang ke dalam bangunan tersebut, dia tidak berani segera ikut melompat ke atas tembok, karena kuatir nanti dia akan dibokong.
Setelah mengawasi sekitar tempat itu, si pelajar jalan mutar ke belakang gedung itu. Dia menuju ke bagian yang tampaknya agak rindang dengan pohon. Ringan sekali tubuhnya melompat ke atas tembok itu maksudnya akan menyelusup masuk ke dalam bangunan tersebut.
Tapi belum lagi kakinya hinggap di tembok, di saat itulah terdengar suara "Srrrrrrr!" yang nyaring, sebatang tongkat telah menyerampang kakinya. Untung saja pelajar itu memiliki kepandaian yang tinggi, karenanya dia telah mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi kakinya. Dia melindungi kakinya dengan sinkangnya, sehingga kakinya itu menjadi sekeras besi. Walaupun tongkat itu menghantam kuat sekali kakinya, kaki si pelajar tidak goyah dan tidak terluka. Malah, dengan ginkangnya yang tinggi, pelajar itu kemudian melompat masuk ke dalam rumah itu. Ternyata, yang menyerang si pelajar berbaju putih itu adalah seorang nenek tua yang tubuhnya agak bongkok. Yang menyeramkan adalah muka nenek tua itu, yang terlalu jelek dan menakutkan. Kulitnya seperti kawah gunung, bolong-bolong.
"Hemmm, bocah. Kau berani masuk ke daerah terlarang?!" Bentak si nenek, tongkatnya sudah menyambar lagi.
"Tahan !" Kata si pelajar.
"Siapa kau?!" Benar-benar si nenek menahan tongkatnya. "Sebutkan namamu !"
"Aku Thio Kiong Yan " Menyahuti si pelajar dengan suara sabar. "Aku mencari seseorang ..."
"Mencari seseorang? Siapa yang kau cari?!"
"Seorang pengemis dari Sah Tok Kauw .. tadi dia lari masuk ke dalam rumah ini!"
"Seorang pengemis dari Sah Tok Kauw?!" Tanya si nenek, tampaknya dia heran.
"Benar !" Mengangguk Thio Kiong Yan
"Hahahaha!" Tiba-tiba saja si nenek tua tertawa keras sekali. "Apakah kau ingin mencari penyakit dari Sah Tok Kauw kami?!"
"Ooooo, jadi kau Popo juga dari Sah Tok Kauw?!" Tanya Thio Kiong Yan,
"Benar !" Mengangguk si nenek. "Dengan datang kemari berarti kau mencari kematian untukmu ...!" Setelah berkata begitu, longkat si nenek menyambar datang.
Thio Kiong Yan menghindar dua kali, jurus ketiga dipergunakan untuk balas menyerang. Tongkat si nenek tua lihay sekali. Kepandaian nenek bermuka jelek ini tampaknya lebih tinngi dari kepandaian si pengemis.
Diam-diam Thio Kiong Yan jadi heran, mengapa di kota ini bisa demikian banyak terdapat orang-orang Sah Tok Kauw? Dan mereka umumnya memiliki kepandaian tinggi. Dia tahu, Sah Tok Kauw sebuah perkumpulan yang diduga telah hancur dan bubar. Tapi sekarang, hari ini, mengapa di kota ini dia bisa menemukan orang-orang Sah Tok Kauw dengan jumlah yang sangat banyak? Apakah memang perkumpulan itu masih ada? Atau memang perkumpulan itu sudah hidup kembali?
Sedang si pelajar she Thio menghindarkan diri ke sana kemari, si nenek berhenti menyerang.
"Wajahmu sangat tampan, sayang kalau harus mampus di tanganku! Nah, aku mengampunimu! Kau memiliki kepandaian yang tidak tercela, aku sudah melihatnya! Pergilah !"
Thio Kiong Yan berdiri mengawasi heran kepada nenek tua itu.
"Popo ... aku akan segera pergi, kalau memang pengemis itu mau memenuhi permintaanku!" Kata Thio Kiong Yan kemudian.
"Apa yang kau kehendaki?!"
"Obat penawar racun !"
"Obat penawar racun? Siapa yang keracunan ?!"
"Seorang sahabatku! Dia telah dilukai oleh pengemis Sah Tok Kauw, yang mempergunakan racun, karena dari itu, aku ingin meminta obat penawarnya!"
"Oooo, siapa pengemis itu? "
"Aku tidak mengetahui namanya !" Dan Thio Kiong Yan memberitahukan tanda-tanda dari pengemis yang melukai Li Put Hweshio.
"Oooo, Sam-yauw!" Kata nenek tua itu, sambil tersenyum. Karena tersenyum, muka si nenek yang memang sudah buruk itu, jadi semakin menyeramkan.
"Apakah popo mau meminta obat dari dia?!" Tanya Thio Kiong Yan.
Si nenek menggeleng. "Kalau begitu kau tidak boleh dilepaskan!," Setelah berkata begitu si nenek bertepuk tangan. Dari balik batu-batu gunung gunungan melompat keluar enam sosok tubuh. Semuanya mengenakan baju warna hijau.
"Tangkap dia!" Kata si nenek.
Thio Kiong Yan mengeluh. Si nenek saja sudah tangguh, sekarang dibantu keenam orang itu, jelas sulit bagi dia untuk melepaskan diri.
Si nenek sendiri menggerakan tongkatnya bertubi tubi dia menyerang si pelajar baju putih itu. Keenam orang yang baru muncul dan semua mengenakan baju hijau, adalah enam orang gadis, yang semuanya berusia antara dua puluh tahun lebih sedikit. Masing-masing mempergunakan sebatang pedang, yang berkelebat-kelebat menyerang Thio Kiong Yan.
Tidak ada jalan lain buat Thio Kiong Yang dia menangkis dan mengibaskan lengan jubahnya, sampai akhirnya dia menghunus pedangnya, menangkis dan balas menikam berulang kali. Setiap kali pedangnya terbentur dengan tongkat si nenek bermuka buruk itu, dia merasakan tangannya tergetar, seakan juga telapak tangannya itu pecah dan perih sekali.
Itu menunjukkan tenaga lwekang si nenek sangat hebat sekali, Thio Kiong Yan semakin berhati-hati.
Waktu pelajar ini dikepung, justeru si nenek mempergunakan tangan kirinya untuk merogoh sakunya. Dia sudah mengibaskan sapu tangan yang menyiarkan harum semerbak ke muka Thio Kiong Yan.
Pelajar she Thio menduga si nenek mempergunakan racun, dia hendak melompat mundur. Namun, waktu dia bergerak mundur, kakinya terasa lemas tidak bertenaga, malah matanya jadi berkunang-kunang pusing. Rupanya dia telah mencium bau dari semacam obat bius yang membuatnya jadi tidak berdaya. Dia tertunduk, malah kemudian, waktu Thio Kiong Yan hendak mengerahkan sinkangnya, dia merasakan tubuhnya sudah terguling rubuh. Semuanya terlambat. Dia tidak tahu akan dikerjakan seperti itu oleh si nenek bermuka buruk, dengan obat bius, karenanya dia terlambat mengerahkan sinkangnya dan menutup pernapasannya. Dia kena diringkus. Seketika Thio Kiong Yan tidak sadarkan diri.
Namun sebelum dia pingsan, justeru Thio Kiong Yan masih sempat mendengar si nenek berteriak:"Bawa dia ke ruang bawah tanah ....!" Kemudian pikiran dan alam sadar Thio Kiong Yan lenyap, dia sudah tidak ingat apa-apa lagi.....!
o o o^dewi^kz-aaa^o o o SEBUAH kamar yang diperlengkapi dengan perabotan yang cukup indah dan mahal, serta kamar yang sangat harum semerbak, menunjukkan itulah kamar seorang wanita. Setidak-tidaknya itulah kamar seorang gadis.
Thio Kiong Yan direbahkan di atas pembaringan yang empuk. Kelambu yang berwarna, merah jambu dan indah sekali dan keadaan kamar yang begitu harum, membuat Thio Kiong Yan waktu tersadar dari pingsannya jadi kaget bukan main.
"Iihhh!," dia berseru tertahan sambil melompat duduk. "Aku berada di mana?!"
Waktu dia duduk, justeru dirasakan kepalanya pening, tubuhnya juga masih lemas sekali.
"Iihhh .... !" Kembali dia berseru kaget setelah melihat sekeliling kamar itu, yang dilihatnya merupakan kamar seorang wanita yang penuh dengan perlengkapan wanita.
Tapi, Thio Kiong Yan tidak perlu heran terlalu lama, sebab didengarnya suara langkah kaki dari dua orang. Malah, dia sempat mendengar suara percakapan dua orang wanita.
"Apakah dia telah siuman?!" Tanya yang seorang. Suara wanita ini halus sekali.
"Tadi belum, tapi sekarang mungkin sudah siuman ... "
"Apakah dia terluka?!"
"Tidak ... dia cuma kena obat bius saja!"
"Kalau begitu, bisa disadarkan lebih cepat ...!"
"Tapi ... kukira lebih baik kau lihat saja dulu, apakah kau penuju dengannya!"
Tidak terdengar lagi suara kedua wanita itu, hanya suara langkah kaki mereka yang semakin dekat dengan pintu kamar.
Thio Kiong Yan cepat-cepat merebahkan tabuhnya dan pura-pura masih pingsan. Dia memejamkan matanya, cuma hatinya yang jadi berdebar.
Waktu itu pintu kamar telah dibuka dan masuklah kedalam kamar itu dua orang wanita.
Wanita yang seorang, yang jalan di sebelah belakang dari wanita yang seorangnya itu, adalah si nenek tua bermuka buruk yang sudah menawan Thio Kiong Yan.
Sedangkan wanita yang jalan di sebelah depan adalah seorang gadis berusia antara delapan atau sembilan belas tahun, yang wajahnya sangat cantik.
"Hemmmm ...!" Terdengar suara wanita yang muda itu menggumam; "Dia memang sangat cakap..!" kelambu sudah disingkap dan wanita muda itu sudah mengawasi Thio Kiong Yan dalam-dalam.
Waktu itu tampak wanita tua bermuka buruk sudah tersenyum.
"Bagaimana?. Bukankah apa yang kuberitahu kan tadi tidak salah?!"
"Ya!" Mengangguk wanita muda itu, "Kau memang benar. Tapi, entah murid Thian San ini murid dari tokoh Thian San yang mana?!"
"Kukira, jika nanti dia telah siuman, kau bisa mengetahui segalanya dengan jelas! Kau harus meminta dia mengeluarkan seluruh ilmu Thian San Pay yang dimilikinya, agar kau bisa melihatnya !"
Wanita muda itu mengangguk. "Kukira, dia seorang pemuda yang keras hati ....!" Menggumam lagi wanita muda itu"
"Tapi aku yakin, kau bisa mengatasinya !"
Wanita muda itu tersenyum.
"Ie-ie bisa saja!" Katanya.
Wanita tua bermuka buruk tersenyum.
"Nah, kau uruslah dia !" Katanya kemudian sambil memutar tubuh dan keluar dari kamar itu.
"Tunggu dulu, Ie-ie , .. !" Panggil wanita muda itu.
Si nenek tua bermuka buruk menahan langkah kakinya, malah dia sudah memutar tubuh dan menghampiri lagi.
"Apa lagi?!" "Kalau memang dia bersikeras dan tidak mau menurut perintahku, apakah kubinasakan saja?!" Tanya wanita muda itu.
Si nenek tua tersenyum. "Terserah kepadamu! Bukankah kau Kauwcu kami?!" Kata si nenek sambil tertawa dan melangkah pergi.
Diam-diam Thio Kiong Yan jadi heran. Entah apa yang dikehendaki kedua wanita ini? Apakah mereka orang orang Sah Tok Kauw?
Dan, wanita muda itu disebut nenek dengan panggilan Kauwcu, apakah dia ketua dari Sah Tok Kauw? Mungkinkah itu? Sedangkan usia wanita muda itu masih terlalu muda, belum lagi dua puluh tahun.


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thio Kiong Yan tetap memejamkan matanya, dia telah terdiam terus seakan masih pingsan. Cuma dadanya tergoncang keras, hatinya berdebar. Waktu kelambu disingkap tadi, dia sudah mencium harum semerbak yang hebat sekali dari wanita muda itu.....
Setelah si nenek tua bermuka buruk itu pergi, wanita muda itu mendehem.
"Bangunlah kau, jangan pura-pura pingsan terus!" Katanya dengan suara yang tawar.
Hati Thio Kiong Yan tercekat, dia kaget dan merasakan pipinya jadi panas sekali, dia merasa malu. Mungkinkah wanita muda ini sudah mengetahui bahwa dia hanya berpura pura pingsan.
Thio Kiong Yan terus memejamkan matanya dengan hati yang semakin berdebar. Dia masih tetap tidak mau membuka matanya, karena dia yakin wanita muda itu cuma memancingnya. Wanita muda itu tertawa dingin.
"Sejak tadi aku sudah mengetahui bahwa kau hanya berpura pura pingsan ! Bangunlah ! Aku ingin bicara dengan kau!" Kata wanita muda itu.
Thio Kiong Yan tetap terdiam
"Apakah kau masih tetap ingin pura-pura pingsan seperti itu? Baiklah !Aku mau lihat, apakah kau masih bisa berpura-pura pingsan?!"
Setelah berkata begitu, tangan wanita muda itu terjulurkan ke dalam kelambu, tahu-tahu dia telah mencubit keras paha Thio Kiong Yan.
Karuan saja Thio Kiong Yan kesakitan, pedih sekali cubitan itu. Dia berusaha bertahan tidak menjerit, tetapi hanya sebentar saja kemudian dia tidak bisa menahan lebih jauh dia sudah melompat duduk.
Waktu itu Thio Kiong Yan melihat wanita muda itu, yang cantik luar biasa, mengawasinya sambil tersenyum.
"Bukankah sudah kukatakan, kau tidak perlu pura-pura pingsan lagi?!" Tanya wanita muda itu dengan suara mengejek.
Thio Kiong Yan merasa malu. Tapi di samping malu, dia juga mendongkol.
"Siapa kau? Mengapa aku di tawan oleh nenek tua bermuka buruk itu? Apa mau kalian? Hemmm, apakah kalian orang-orang Sah Tok Kauw?! " Tanya Thio Kiong Yan dengan beruntun.
Wanita muda itu tersenyum.
"Jangan bertanya bertubi-tubi seperti itu. Satu-satu kalau ingin bertanya, agar aku bisa menjelaskan satu demi satu juga! Bertanya berentet seperti itu, mana mungkin aku menjawabnya dengan serentak?!"
Muka Thio Kiong Yan jadi berobah merah panas lagi.
"Mengapa aku ditawan oleh kalian?!" Tanya Thio Kiong Yan kemudian. "Hemmm, cara si nenek muka jelek itu tidak tahu malu, dia membokong aku dengan obat bius ...!"
"Hemmm; walaupun tanpa mempergunakan obat bius, kau tidak mungkin sanggup menghadapi Ie-ieku itu .. , kepandaiannya berada setingkat di atas kepandaianmu !" Kata wanita muda itu, yang selalu menyebut si wanita tua bermuka buruk dengan panggilan Ie ie (bibi) dan dia juga mengawasi Thio Kiong Yan dengan sorot mata yang tajam Thio Kiang Yan balas menatap, tapi tidak lama, sebab penuda ini akhirnya merasa malu. Memang diakuinya, kepandaian si nenek berada setingkat di atas kepandaiannya. Namun Thio Kiong Yan sangat penasaran sekali. Jika memang si nenek mempergunakan ilmu silatnya merubuhkan dirinya, Thio Kiong Yan tidak akan penasaran. Justeru nenek tua itu mempergunakan sapu tangan yang mengandung obat bius, dengan sendirinya sudah membuat Thio Kiong Yan semakin penasaran saja setiap kali teringat kepada nenek tua bermuka buruk itu.
"Kau penasaran tampaknya?!" Tanya wanita muda itu dengan suara yang perlahan.
"Ya!" mengangguk Thio Kiong Yan. "Dia berbuat curang!"
Wanita muda itu tertawa lagi.
"Nanti akan kuberikan kesempatan kepadamu buat menghilangkan penasaranmu! Aku akan memberikan kesempatan kepadamu buat mengadu ilmu dengan Ie-ieku! Sekarang ini aku justeru ingin bercakap-cakap dulu denganmu!"
"Apa yang ingin kau bicarakan?!" Tanya Thio Kiong Yai dengan penasaran tidak senang.
WANITA muda itu tersenyum.
"Memang aku ingin mengajakmu tercakap-cakap, tentu saja kita bercakap cakap tidak dengan cara ini, di mana kita melakukannya di atas ranjang!"
Mendengar kata-kata wanita muda itu, muka Thio Kiong Yan berobah merah pipinya terasa panas, dia malu sekali. Dia jadi teringat bahwa dirinya masih berada di atas ranjang, segera dia melompat turun dari pembaringan.
Tapi ketika kedua kakinya hinggap di atas lantai, tubuhnya terhuyung. Hal ini disebabkan dia masih lemas, pengaruh obat bius masih bersisa rupanya.
Wanita itu tersenyum. "Duduklah!" Katanya mempersilahkan sambil menunjuk ke kursi yang ada di sudut ruangan.
Thio Kiong Yan mengangguk, dia menghampiri kursi itu, duduk di situ.
Wanita muda itu dengan tenang melangkah menghampiri kursi satunya lagi. Mereka jadi hanya terpisah sebuah meja.
"Kau murid Thian San Pay, bukan?!" Tanya wanita muda tersebut. "Tadi Ie-ieku telah memberitahukan bahwa kau murid Thian San Pay, tentu kepandaianmu hebat sekali! "
"Benar!" mengangguk Thio Kiong Yan. "Memang aku murid Thian San Pay!"
"Siapa namamu ?!"
"Tidak perlu!" "Justeru aku ingin sekali mengetahui "
"Aku tidak mau memberitahukan !!" Ketus Thio Kiong Yan menyahuti. Dia tengah mendongkol.
Wanita muda itu tersenyum.
"Siauwmoay she Yu, nama Siauwmoay adalah Tiang Lie. Yu Tiang Lie. Kau sudah mendengarnya, bukan?!" Memberitahukan wanita muda itu.
"Masabodo Aku tidak mau tahu siapa nama mu!"
"Hemmm, mengapa lagakmu seperti lagak wanita?!" Tanya wanita muda itu lagi. Tertawa seperti ada sesuatu yang lucu.
Thio Kiong Yan jadi tambah penasaran dan mendongkol.
"Cepat kau berikan obat pemunah racun .. ! aku akan segera meninggalkan tempat ini !" Kata Thio Kiong Yan kemudian.
"Obat pemunah racun?!" Tanya Yu Tiang Lie heran.
"Ya." "Untuk siapa?!"
"Untuk temanku!"
"Apa yang terjadi pada temanmu?!"
"Dia dilukai oleh orang Sah Tok Kauw .., kau tadi disebut sebagai Kauwcu, tentunya kau Kauwcu dari Sah Tok Kauw. Karena itu, cepat berikan obat pemunah itu ..!"
"Benar, memang Siauwmoay Kauwcu Sah Tok Kauw, Tapi tunggu dulu, siapa temanmu yang terluka itu?"
"Seorang pendeta ....!"
"Gelarannya?!" "Aku tidak tahu"
"Tidak tahu?!" "Ya.....dia belum pernah memberitahukan gelarannya!"
Yu Tiang Lie tertawa. "Kalau begitu pendeta itu bukan teman dekatmu!" Katanya dengan pasti. "Betul, bukan?!"
Thio Kiong Yan mengangguk.
"Benar ! Tapi dia perlu ditolong ...!"
"Siapa yang melukainya?!"
"Tadi nenek tua barmuka buruk itu menyebut pengemis yang melukai si pendeta dengan panggilan Sam Yauw!"
"Ohhhh, Sam-yauw yang melukainya?!? "
"Aku mana tahu ! Aku hanya tahu dia seorang pengemis dari Sah Tok Kauw! Dan dia juga tadi telah mempergunakan racun yang ganas sekali, aku minta agar kau memberikan obat pemunah racun itu!"
"Aku justeru tidak mengetahui racun apa yang dipergunakannya, bagaimana mungkin aku bisa memberikan sembarangan obat pemunahnya ... kalau nanti salah memberikan, bukankah akan mencelakai temanmu itu?!"
Thio Kiong Yan jadi tertegun.
"Sekarang begini saja! Kau harus menjawab dulu pertanyaan-pertanyaanku, nanti akan kupanggil Sam-yauw, biar dia yang memberikan obat pemunahnya .... dia tentu tidak berani membantah perintahku. Bersedia begitu,?"
Thio Kiong Yan ragu-ragu.
"Apa yang ingin kau tanyakan? !"
"Tidak apa-apa ... bukan soal apa apa ... hanya soal biasa saja ... yang terpenting kau harus menyatakan bersedia atau tidak menjawab pertanyaanku dengan jujur?!"
"Ya, tanyakanlah!" Kata Thio Kiong Yan kemudian.
"Sebetulnya, kau murid Thian San Pay atau bukan?!"
"Aku murid Thian San !"
"Siapa gurumu?!"
"Bu Beng Siansu!"
"Ohhhhh, Bu Beng Siansu?"
"Benar.!" Thio Kiong Yan melihat wanita muda itu, Yu Tiang Lie, tersenyum penuh arti.
"Bu Beng Siansu adalah tokoh Thian San yang paling hebat kepandaiannya ... bukankah begitu?" Tanya Yu Tiang Lie lagi kemudian sambil mengawasi Thio Kiong Yan.
Thio Kiong Yan menganguk.
"Benar .... dia memang merupakan ketua dari orang-orang kami, yaitu Thian San Pay!"
"Bagus ... kau memang bersedia menjawab dengan jujur ! Sekarang ada yang hendak kutanyakan lagi, ilmu apa saja yang telah kau wariskan dari gurumu itu? !"
"Belum ada yang istimewa!" Menyahuti Thio Kiong Yan.
"Hemmm, menyaksikan cara kau bertempur dengan Ie ieku, maka kau sudah warisi lima bagian dari kepandaian gurumu! Sekarang kau! jawab dengan jujur, ilmu apa saja yang telah kau wariskan dari dia? l"
"Tidak bisa kuberitahukan!"
"Kalau memang kau tidak mau memberitahu kan, berarti kau mempersulit dirimu sendiri, Juga, obat pemunah racun tidak akan kau peroleh ....!"
"Tapi ..." "Tapi kenapa?!" Tanya Yu Tiang Lie melihat keragu-raguan Thio Kiong Yan.
"Aku tidak bisa memberitahukan rahasia pintu perguruanku, karena jika terjadi begitu, berarti aku sebagai pengkhianat .... !"
"Hemmm. sebagai pengkhianat? Apa itu pengkhianat? Bukankah kau tidak mengajarkan aku ilmu dari partaimu, hanya memberitahukan ilmu apa saja yang telah kau pelajari dan gurumu?!"
Thio Kiong Yan semakin ragu-ragu, namun dia mengangguk juga.
"Baiklah!" Katanya. "Ilmu yang telah kupelajari dari guruku adalah ilmu ilmu pukulan tangan kosong, juga ilmu pedang dan ilmu totokan .!"
"Bukan itu yang kuinginkan jawaban seperti itu tentu saja tanpa kau sebutkan aku pun sudah bisa mengetahui bahwa kau memiliki ilmu pukulan tangan kosong, ilmu pedang dan juga ilmu totokan! Tapi yang kuinginkan adalah nama dari ilmu ilmu itu !"
"Ilmu pukulan tangan kosongku bernama "ilmu Pukulan Harimau", sedangkan ilmu pedangku adalah Thian San Kiam Hoat !"
"Lalu ilmu totokanmu? "
"Thian San Tiam Hoat !"
"Bagus! Kau menguasai semua ilmu itu?!"
Muka Thio Kiong Yan berobah.
"Hemmm, kau ingin meminta agar aku membawakan jurus jurus ilmu silatku di depanmu? !" Tanya Thio Kiong Yan. sebab dia teringat tadi percakapan antara Yu Tiang Lie dengan nenek tua bermuka buruk itu.
"Bukan! Bukan!." Jawab Yu Tiang Lie sambil menggelengkan kepalanya.
"Bukan?!" "Ya ... aku tidak ingin melihat ilmu silat mu itu ! Tapi, aku tanya kepadamu, apakah engkau sudah menguasai semua ilmu silat yang diajarkan gurumu?!"
"Sudah !" "Cuma latihan yang kurang, bukan?!" Tanya Yu Tiang Lie sambil tersenyum.
"Ya ...!" Mengangguk Thio Kiong Yan terpaksa. "Nah, aku sudah menjawab semua pertanyaanmu. berikan cepat obat penawar racun!"
"Tunggu dulu, sabar ...!" Kata Yu Tiang Lie sambil tersenyum. "Aku justeru ingin memberikan kesempatan kepadamu agar bisa melampiaskan penasaranmu kepada Ie Ieku. Kau mau untuk bertempur dengan Ie ieku itu?!"
"Hemmm, kau licik sekali! Sudah kukatakan, kau memang ingin melihat ilmu silatku itu, maka sengaja kau mengatur segalanya agar aku bertempur dengan Ie iemu ....!"
Yu Tiang Lie tersenyum. "Tidak apa apa, bukan ....?!" Katanya. Dia kemudian menepuk tangannya. Kemudian dia melanjutkan kata katanya: "Nanti obat pemunah racun yang kau kehendaki akan kuberikan!"
Tidak lama kemudian, setelah Yu Tiang Lie bertepuk tangan, si nenek tua bermuka buruk masuk ke dalam kamar dengan menyeringai sehingga bagi Thio Kiong Yan, muka si nenek yang sudah buruk itu tambah menyeramkan.
"Sudah selesai, Kauwcu?!" Tanya nenek tua itu dengan suara yang sember menyeramkan.
Yu Tiang Lie mengangguk. "Ya... sudah selesai! Tapi; dia bilang hatinya penasaran kepada Ie ie, karena katanya tadi Ie-ie merubuhkannya dengan mempergunakan obat bius ....!" |
Nenek bermuka buruk itu tertawa dingin "Dia penasaran?!" Tanyanya mengulangi. "Ya. Dia memang penasaran. Maukah Ie ie menemaninya main-main beberapa jurus?!"
"Tentu saja mau! Aku akan menyerang sepuluh jurus, dalam sepuluh jurus kalau dia tidak rubuh di tanganku, berarti dia menang!" Kata si nenek temberang.
"Bagaimana?" Tanya Yu Tiang Lie sambil menoleh kepada Thio Kiong Yan.
Thio Kiong Yan ragu-ragu, namun akhirnya mengangguk "Baik!" Dia menyambut tantangan si nenek, Di dalam hatinya dia berpikir: "Hemmm, kesempatan ini akan kupergunakan untuk melampiaskan penasaranku!"
Segera juga Thio Kiong Yan menghunus pedangnya.
"Aku tidak akan mempergunakan tongkatku, karena dengan tongkatku kau tidak akan berarti apa-apa buatku !" Kata si nenek sombong, sambil melemparkan tongkatnya ke pinggir ruangan.
Thio Kiong Yan tidak memperdulikan sikap si nenek yang terkebur seperti itu, dia melintangkan pedangnya.
Nenek tua itu memberi hormat kapada Kauwcunya, yaitu Yu Tiang Lie, barulah kemudian dia melompat dengan tangan kanannya hendak menotok jalan darah Thio Kiong Yan. Cara menyerangnya tidak langsung, dia menyerang dengan tangan melingkar, seakan juga dia mengincar dada dan sewaktu waktu bisa mengalami perobahan mengincar bagian muka Thio Kiong Yan.
Thio Kiong Yan bsrsikap hati-hati sekali, pedangnya sudah digerakkan, dia menyambuti tangan si nenek dengan kibasan pedangnya.
Tapi nenek tua itu benar-benar liehay, dia tertawa dingin. Mendadak sekali tangannya seperti bisa menjadi lebih panjang dari ukuran semula, dan jari tangannya sudah menjepit pedang Thio Kiong Yan.
"Lepas!" Bentak nenek tua itu.
Thio KiongYan kaget bukan main, dia berusaha mencekal pedangnya kuat-kuat.
Namun terlambat. Pedangnya terlepas juga. Tarikan jari tangan si nenek kuat sekali. Seketika pedangnya pindah tangan.
Nenek tua itu tertawa tergelak.
Bukan main penasaran Thio Kiong Yan. Cara merampas pedang yang dilakukan si nenek bukan ilmu silat sejati, karena itu hanyalah semacam ilmu yang banyak dikuasai oleh para pencopet ulung, buat mencopet. Segera Thio Kiong Yan membentak keras, menerjang dengan tangan kosong.
Si nenek membuang pedang itu, dia menyambut tangan Thio Kiong Yan dengan kedua tangannya. Tangan mereka bentrok, dan keduanya saling mengerahkan sinkang masing masing.
Thio Kiong Yan diam-diam memang kagum juga pada nenek tua ini, yang ilmunya tidak boleh diremehkan. Dia juga merasa kaget waktu merasakan tenaga dalamnya seperti terdorong oleh kekuatan tenaga si nenek, dan dia mengempos semangatnya. Namun, tidak urung Thio Kiong Yan terhuyung beberapa langkah.
Yu Tiang Lie tertawa, juga dia bertepuk tangan, tampaknya riang sekali.
"Nah, kau sudah dirubuhkan oleh Ie-ieku. Kau mengaku kalah dan menyerah?!" Tanyanya.
Muka Thia Kiong Yan berubah merah, sedangkan si nenek tua sudah berkata : "Kalau aku ingin mencelakaimu, sama mudahnya seperti membalik-telapak tangan! Tapi, karena seperti yang penah kukatakan, kau terlalu tampan, aku tidak mau mencelakaimu!"
Yu Tiang Lie tertawa bergelak.
"Kau tahu, Thio Kongcu, dulu Ie-ieku pernah jatuh cinta pada seorang pria yang sangat tampan, dia sangat mencintai, tapi cintanya dipermainkan.... sampai sekarang, jika dia melihat pemuda tampan, dia tidak tega untuk mencelakainya! Kau termasuk pemuda yang beruntung, Thio Kongcu!"
Maka Thio Kiong Yan berubah memerah lagi. Tapi dia benar-benar penasaran. Setelah berdiam sejenak dan berhasil menguasai diri, Thto Kiong Yan bilang "Baiklah! Aku hanya minta kalian memberikan obat pemunah racun kepadaku, segera aku akan pergi!"
Yu Tiang Lie tersenyum menoleh kepada si nenek tua.
"Ie ie, panggil Sam-yauw datang kemari!" Perintahnya.
Si nenek tua mengangguk, dia pergi cepat sekali, tidak lama kemudian sudah kembali bersama Sam-yauw, pengemis yang telah melukai Li Put Hweshio. Sam yauw (Setan ketiga) adalah pengemis yang bermuka buruk, dia juga merupakan pengemis yang selalu bermain dengan racun, sehingga kulit tangan dan mukanya tidak beres, seakan keracunan. Segera juga Sam-yauw berlutut di hadapan Yu Tiang Lie.
"Ada perintah dari Kauwcu? Sam-yauw segera akan melaksanakannya" Kata Sam-yauw dengan sikap yang patuh sekali.
"Menurut Thio Kongcu kau sudah melukai seorang pendeta. Betulkah itu?!"
"Betul!" jawab Sam-yauw.
"Kau melukai dengan racun?!"
"Benar Kauwcu, dengan racun kalajengking!"
"Berikan obat pemunahnya kepada Thio Kongcu.!"
"Baik, Kauwcu" Jawab Sam-yauw patuh sekali. Dia meroboh sakunya, mengeluarkan sebuah bungkusan dan memberikannya kepada Thio Kiong Yan.
Girang Thio Kiong Yan. Dia tidak menyangka pengemis demikian mudah mau memberikan obat pemunah itu, Sam-yauw berlutut lagi dihadapan Yu Tiang Lie.
"Apakah Kauwcu ada perintah lainnya?" Tanyanya dengan sikap sangat menghormat.
"Tidak. Kau boleh pergi" Kata Yu Tiang Lie.
Sam-yauw memberi hormat dan mengundur kan diri.
"Aku si nenek tua apakah masih diperlukan?!" Tanya nenek tua bermuka buruk itu.
"Kau juga boleh mengundurkan diri, Ie-ie!" Kata Yu Tiang Lie sambil tersenyum.
Nenek tua itu mengundurkan diri setelah memberi hormat kepada Yu Tiang Lie.
Setelah berada berdua saja dengan Thio Kiong Yan, Yu Tiang Lie bilang kepada pemuda she Thio itu :"Hari ini sebetulnya adalah hari perundingan dari orang-orang gagah berbagai daerah, tentang pedang mustika milik si Rase Terbang. Seharusnya aku sudah pergi ke sana, untuk ikut mengambil bagian! Tapi, dengan adanya Thio Kongcu, biarlah aku menangguhkan dulu maksud kepergianku itu, karena anak buahku pun bisa mengurus semuanya itu dengan baik! Aku ingin mengajak Thio Kongcu bercakap-cakap"
Thio Kiong Yan merangkapkan kedua tangannya dia memberi hormat kepada Yu Tiang Lie.
"Terima kasih atas kebaikan hati Yu Kauwcu yang sudah memberikan obat pemunah ini, tapi sungguh menyesal, aku perlu menolong orang, maka dari itu tidak bisa aku membuang waktu terlalu lama.... aku harus segera kembali untuk menolong jiwa pendeta itu!"
Yu Tiang Lie menghela napas.
"Baiklah! Kalau memang demikian kau boleh pergi" Setelah berkata begitu, dia mengibaskan tangannya, menandakan bahwa dia mengijinkan Thio Kiong Yan berlalu.
Thio Kiong Yan yang jadi ragu ragu, namun ingat kepada keselamatan jiwa Lie Put Hweshio, terpaksa dia harus mengeraskan hati untuk meninggalkan tempat itu.
"Baiklah Yu Kauwcu, sampai bertemu di lain kesempatan" Kata Thio Kiong Yan.
Yu Tiang Lie mengangguk. "Ya... kita memang akan bertemu lagi nanti" Kata Kauwcu itu. Sebetulnya Thio Kiong Yan hendak menanyakan apa maksud perkataan Yu Kauwcu itu, namun dia membatalkannya, dia memutar tubuhnya keluar dari kamar itu setelah lebih dulu mengambil pedangnya yang tadi kena dirampas oleh si nenek iua bermuka buruk, memasukkannya kedalam sarungnya.
Dengan ringan dia bisa melewati tembok bangunan itu, berlari pulang ke dalam kota.
Ketika sampat di rumah perginapan, bukan main kagetnya Thio Kiong Yan, melihat Li Put Hwesio sudah dalam keadaan sekarat. Tubuh pendeta itu berkelejatan lemah sekali. Mukanya sudah hitam biru matang geseng.
Si Mesum melibat Thio Kiong Yan sudah kembali, cepat berlutut dan menangis terisak-isak. Ia menceritakan apa yang terjadi.
Thio Kiong Yan menghela napas. "Tabib biasa mana bisa menyembuhkan gurumu?!" Katanya. "Tapi sudahlah...o... aku berhasil meminta obat pemunah dari pengemis itu! Mari kita obati."
Setelah berkata begitu. Thio Kiong Yan bekerja cepat sekali, untuk mencekoki obat pemunah racun yang diperoleh dari Sam yauw kedalam mulut Li Put Hweshio.
Selesai memberikan obat itu, Thio Kiong Yan menguruti lagi sekujur tubuh si pendeta.
Lama juga, sampai akhirnya terdengar suara berkeruyukan dt perut pendeta itu. Malah tidak berselang lama, pendeta ini sudah memuntahkan cairan hitam.
Sejenak itulah Li Put Hweshio tersadar dari pingsannya. Cuma saja keadaannya masih lemah sekali. Dia belum bisa bergerak atau untuk bicara, Cuma matanya saja yang memandang redup kepada muridnya dan Thio Kiong Yan bergantian, seakan-akan bertanya apa yang telah terjadi.
"Locianpwe, tenanglah..., kau akan segera sembuh!" Kata Thio Kiong Yan gembira, dia mulai menguruti lagi tubuh Li Put Hweshio.
Si Mesum girang bukan main melihat guru nya sudah tersadar dari pingsannya. Muka Li Put Hweshio pun sudah tidak sehitam geseng tadi.
Cepat-cepat si Mesum menghampiri, memegang tangan guru.
"Suhu!" Panggilnya, suara tergetar, matanya mengucurkan air mata girang bercampur terharu.
Li Put Hweshio belum bisa berkata-kata, dia hanya diam saja mengawasi muridnya.
Lewat beberapa saat lagi Li Put Hweshio memuntahkan cairan hitam pula. Dan sekarang keadaannya jauh segar. Bibirnya sudah tidak sekaku tadi, bergerak-gerak ingin bicara.
"Locianpwe beristirahat dulu, nanti juga kesehatan Locianpwe akan pulih...." Menghibur Thio Kiong Yan.
Si pendeta mengangguk. Dia memandang dengan sorot mata berterima kasih.
Selesai menguruti sekujur tubuh Li Put Hweshio, Thio Kiong Yan minta pada pelayan untuk mempersiapkan sebuah kamar untuknya, dia ingin beristirahat.
Si Mesum duduk disisi pembaringan Li Put Hweshio, yang menjadi gurunya.
Akhirnya Li Put Hweshio bisa bicara, Suaranya masih perlahan dan lemah.
"Muridku.....!" Panggil Li Put Hweshio kepada si Mesum, suaranya sember sekali.
"Ya, Suhu?!" "Siapakah ... siapakah. pelajar ... baju putih.... tadi? !" Tanya Li Put Hweshio dengan suara belum lancar.
"Dia yang menolongi Suhu.... entah siapa namanya, tapi Teecu belum sempat menanyakan namanya, karena dia terlalu letih dan ingin beristirahat dulu!"
"Nanti kau sampaikan... ucapan terima kasihku!" Pesan Li Put Hweshio lagi. Si Mesum menganggur.
"Suhu, kata penolong kita tadi, bahwa Suhu harus tidur beristirahat dulu, jangan terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak, karena ketenangan perlu sekali untuk menyembuhkan sakit Suhu !" Kata si Mesum.
Li Put Hweshio mengangguk dan memejamkan matanya.
Si Mesum menunggui gurunya dengan setia. Hatinya agak lega dan terhibur melihat berangsur kesehatan gurunya mulai pulih.
Sorenya, Thio Kiong Yan sudah muncul lagi di kamar itu, memeriksa keadaan Li Put Hweshio.
"Racunnya sebagian besar sudah dipunahkan!" Kata Thio Kiong Yan selesai memeriksa sekujur tubuh Li Put Hweshio. "Locianpwe beristirahat yang cukup, nanti kesehatan Locianpwe pulih!"
"Terima kasih, pemuda yang baik hati!" Kata Li Put Hweshio dengan suara yang masih lemah, namun keadaannya jauh lebih segar dari sebelumnya. "Kau telah menyelamatkan jiwa Lolap ....."
"Itu kewajiban kita sebagai orang Kangouw yang berkelana, saling tolong! Sakit dalam perantauan adalah hal yang paling menyedihkan
"Siapa namamu?!" Tanya Li Put Hweshio.
"Thio Kiong Yan."
"Kau murid siapa. Thio Kongcu?!"
"Bu Beng Siansu!"
"Bu Beng Siansu? "
"Ya !" Mengangguk Thio Kiong Yan. "Locianpwe kenal guruku? !"
"Ya, Lolap pernah bertemu satu kali! Bu Beng Siansu seorang yang luar biasa, kepandaiannya sangat tinggi. Kalau demikian kau murid Thian San Pay?!"
"Benar Locianpwe ...!"
"Pantas .... memang murid murid Thian San Pay terkenal sekali sebagai pendekar-pendekar yang arief bijaksana di samping sangat ringan tangan menolongi orang yang tengah dalam kesulitan!"
"Locianpwe terlalu memuji ..."
"Tidak, bukan memuji. Ini kenyataan bahwa Thian San Pay merupakan pintu perguruan yang menghasilkan murid yang sangat baik ...!"
Thio Kiong Yan tersenyum.
"Terima kasih atas pujian Locianpwe, semoga luka Locianpwe cepat cepat sembuh .."
Li Put Hweshio menghela napas.
"Benar, racun di tubuhku sudah dipunahkan tapi rupanya sulit untuk menghindarkan cacad ditubuhku ... !" Kata Li Put Hweshio.
"Cacad di tubuh Locianpwe?!" Tanya Thio Kiong Yan sambil mengawasi Li Put Hweshio.
Li Put Hwashio masih lemah, dia mengangguk perlahan.
"Ya ... biarpun jiwaku tertolong, tapi ilmu silatku punah dan kaki tanganku menjadi lumpuh ....!"
Sepasang alis Thio Kiong Yan mengkerut, dalam-dalam.
"Benarkah itu Lociaopwee?!"
"Benar ...!" Mengangguk Li Put Hweshio.
"Tapi.....!" "Kalau memang beruntung, aku hanya cacad tangan kiri dan kaki kiri, tapi jika memang tidak bisa dielakkan mungkin sekujur tubuh Lolap akan bercacad dan lumpuh . "
"Itu hanya dugaan Locianpwe saja ... tapi jika memperoleh pengobatan yang tepat, tentunya bisa disembuhkan!"
"Lolap tahu, betapapun juga racun yang merusak peredaran darah dan sel-sel syaraf di tubuh Lolap, sudah tidak bisa dipunahkan seluruhnya. Karena itu, Lolap tahu, selanjutnya Lolap akan menjadi manusia tidak berguna...!"
Thio Kiong Yan sendiri sebetulnya sudah mengetahui hal itu. Justeru dia tengah berusaha untuk menyelamatkan Li Put Hweshio dari kelumpuhan, karena itu dia telah menguruti sekujur tubuh Li Put Hweshio, agar peredaran darahnya dapat mengalir dengan lancar.
Tapi sekarang Li Put Hweshio sendiri telah mengatakan begitu, berarti si pendeta sudah menyadari bahaya kelumpuhan yang mengancam dirinya, membuat Thio Kiong Yan tidak bisa membohonginya.
"Kongcu, kau baik sekali! Nanti jika ada kesempatan Lolap ingin menghadiahkan sesuatu kepadamu" Kata Li Put Hweshio kemudian.
"Jangan Locianpwe berkata begitu, semua yang dilakukan ini bukanlah disebabkan Boan-pwe mengharapkan imbalan sesuatu dari Locianpwe. Janganlah Locianpwe terlalu memikirkan hal itu !"
"Bukan hanya untuk membalas kebaikan hatimu saja, Thio Kongcu, justeru untuk keselamatan dunia persilatan ! Kalau memang Lolap sudah lumpuh berarti manusia seperti Lolap tidak pantas lagi untuk melindungi sebuah benda mustika, hanya akan membuat para penjahat mengiler dan juga mengincar terus kepada Lolap. Lolap ingin menghadiahkan kepadamu sebuah kuda-kudaan batu Kumala Hijau ...!"
Muka Thio Kiong Yan berobah.
"Kuda kudaan Kumala Hijau?!" Tanyanya dengan suara dan sikap tidak mempercayainya.
Li Put Hweshio mengangguk.
"Ya ...!" Menyahut si pendeta. "Memang benar Lolap akan menghadiahkan Kuda kudaan Kumala Hijau .... !"
"Jangan Locianpwe berkata begitu, Boanpwe tidak pantas menerima barang berharga itu ...!" Kata Thio Kiong Yan.
Li Put Hweshio menghela napas, dia bilang: "Sebetulnya, Lolap menghendaki agar kau menyimpan barang itu, dan lalu mengajak murid Lolap untuk pergi ke suatu tempat agar kau membimbing murid Lolap itu, supaya kelak dia menjadi orang yang berkepandaian lumayan! Kasihan dia, si Mesum, dia selalu saja mengalami penderitaan! Dan kau tentu bersedia buat mengajari muridku itu?!"
Pendekar Naga Mas 1 Dewi Sungai Kuning Seri Huang Ho Sianli Karya Kho Ping Hoo Imajinatta 1

Cari Blog Ini