Ceritasilat Novel Online

Bayangan Bidadari 8

Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 8


cepat berlari sambil kembali ke Kuil untuk melihat keadaan para murid Bu-Tong-Pai. Bu-Tong-Pai geger!
Bu-Tong Sam-Lo ternyata tewas, juga lima orang murid tewas dan seorang terluka berat oleh Si
Bayangan Hawn berkepala gundul yang tidak tampak jelas mukanya karena cuaca gelap itu. Tiong Hak
Tosu bahkan tidak merasa sungkan untuk mengganggu Suhengnya, Tiong Li Seng-jin, dari samadhinya
dan melaporkan peristiwa hebat itu.
Berkat kepandaian Tiong Li Seng-jin dalam ilmu pengobatan, dia berhasil menyelamatkan murid yang
terluka dalam peristiwa tadi. Setelah keadaannya pulih dan kuat kembali, murid itu menceritakan
betapa dia dan empat orang saudaranya bertugas menjaga ruangan perpustakaan malam itu, tiba-tiba
ada bayangan hitam berkelebat memasuki ruangan perpustakaan. Menduga bahwa bayangan itu tentu
seorang yang hendak mencuri kitab Bu-Tong-Pai, lima orang itu lalu mengepung dan hendak
menangkapnya. Akan tetapi bayangan itu lihai bukan main. Sebentar saja mereka berlima terpelanting,
terkena serangannya yang dahsyat. Juga lima orang murid lain yang datang karena mendengar suara
gaduh, bukan lawan Si Bayangan Hitam. Sebentar saja dua orang di antara mereka roboh dan pada saat
itu muncul Bu-Tong Sam-Lo yang melakukan pengejaran terhadap bayangan hitam yang melarikan diri.
"Siancai...! Setelah kami memeriksa, tidak sebuah pun kitab yang dicuri. Agaknya orang itu sengaja
datang untuk mengacau dan melakukan pembunuhan." kata Tiong Li Seng-jin dan Kakek yang sikapnya
tetap tenang ini lalu bertanya kepada para murid yang berkumpul dalam ruangan di mana sembilan
mayat itu direbahkan di atas bangku berjajar.
"Apakah yang dapat kalian ceritakan ketika kalian melihat perkelahian antara bayangan hitam itu dan
Bu-Tong Sam-Lo?"
"Teecu (murid) mendengar Suhu Tiong Jin Tosu berseru bahwa bayangan hitam itu orang Siauw-LimPai!" kata seorang murid.
"Teecu mendengar bayangan hitam itu menyebut Bu-Tong Sam-Lo, berarti dia mengenal ketiga Suhu!"
kata yang lain.
"Dan Teecu mendengar dia menyebut omitohud yang membuktikan bahwa dia seorang Hwesio. Apalagi
kepalanya memang gundul dan jubahnya seperti jubah seorang Hwesio." kata yang lain. Ketika di tanya
apakah ada yang mengenal wajah Si Bayangan Hitam dan bagaimana bentuk tubuhnya, semua orang
mengatakan bahwa cuaca yang gelap membuat wajah bayangan itu tidak dapat dilihat jelas. Dan
tentang bentuk badannya, terdapat bermacarn pendapat. Ada yang mengatakan kecil, ada yang
mengatakan sedang, dan ada pula yang mengatakan tinggi besar. Hal ini karena gerakan bayangan itu
amat cepat, pula jubah yang longgar itu menyembunyikan bentuk tubuh yang sesungguhnya.
"Kalau Teecu tidak salah duga, dia mempergunakan tendangan Siauw-Cu-Twi sehingga Suhu Tiong Jin
Tosu menduga dia dari Siauw-Lim-Pai." kata seorang murid yang sudah lebih tinggi tingkatnya daripada
yang lain.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 237
:: CerSil KhoPingHoo :
"Siancai...!" Tiong Hak Tosu berseru. "Suheng, saya kira tidak salah lagi. Bayangan hitam yang kejam itu
pastilah murid Siauw-Lim-Pai yang sudah tinggi tingkatnya!"
"Hemm, Tiong Hak Sute, bagaimana engkau dapat begitu yakin bahwa dia orang Siauw-Lim-Pai?" tanya
Sang Ketua, tetap tenang.
"Bukti-bukti menunjukkan dengan jelas, Suheng. Pertama, dia seorang yang berkepala gundul dan
berjubah Hwesio, biarpun warna jubahnya hitam, ini menandakan bahwa dia seorang Hwesio. Ke dua,
dia mengenal Bu-Tong Sam-Lo, dia pandai menggunakan ilmu tendangan Siauw-Cu-Twi dari Siauw-LimPai, dan ketika saya melawannya, saya yakin bahwa dia mempergunakan ilmu Toat-Beng Tiam-HiatHoat, ilmu andalan Siauw-Lim-Pai yang hanya dikuasai mereka yang telah memiliki tingkat tinggi.
Dengan bukti-bukti itu, saya tidak ragu lagi bahwa orang itu tentulah seorang murid tingkat tinggi dari
Siauw-Lim-Pai, Suheng!" kata Tiong Hak Tosu yang berwatak jujur dan keras.
Mendengar ini, para murid Bin-tong-pal mengangguk dan menjadi gaduh karena menyatakan setuju.
Ada pula yang marah-marah dan mengepal tinju, mendendam kepada Siauw-Lim-Pai. Tiong Li Seng-jin
mengangkat tangan kiri ke atas dan semua anggauta Bu-Tong-Pai diam. Suasana menjadi sunyi karena
semua tidak berani bersuara, siap mendengarkan apa yang akan dikatakan ketua mereka.
"Siancai...! Dalam hal seperti ini, jangan sekali-kali membiarkan nafsu amarah menguasai hati kita,
karena nafsu amarah akan membutakan mata mengacaukan akal budi dan pertimbangan kita. Kepala
kita harus dingin agar kita dapat berpikir sehat dan bertindak bijaksana." Tiong Hak Tosu segera
menyadari kesalahannya.
"Harap Suheng maafkan saya. Menurut pendapat Suheng, bagaimana?"
"Sute, semua dugaanmu tadi memang menunjukkan bahwa Si Bayangan Hitam adalah seorang Hwesio
Siauw-Lim-Pai. Akan tetapi yang perlu kita pikirkan, siapakah dia? Kita mengenal semua tokoh SiauwLim-Pai yang tingkatnya sudah setinggi itu! Dan andaikata benar dia itu seorang tokoh Siauw-Lim-Pai,
mungkinkah dia melakukan pembunuhan-pembunuhan ini? Kita mengenal baik para pimpinan SiauwLim-Pai, bahkan mereka adalah saudara-saudara kita dengan aliran sesumber dan sama-sama golongan
yang menentang kejahatan. Nah, kalau dia benar tokoh Siauw-Lim-Pai, lalu apa yang menyebabkan dia
menyerang dan membunuh murid-murid Bu-Tong-Pai?" Tiong Hak Tosu mengangguk-angguk dan
menghela napas panjang.
"Sesungguhnya, Suheng, kalau kupikir secara mendalam, rasanya mustahil kalau ada tokoh Siauw-LimPai yang demikian kejam melakukan pembunuhan terhadap murid-murid Bu-Tong-Pai. Akan tetapi,
karena bukti-bukti menunjukkan bahwa pelakunya orang Siauw-Lim-Pai, lalu kita harus berbuat
bagaimana? Saya dan semua murid tentu saja menyerahkan kepada Suheng untuk mengambil
kebijaksanaan dan keputusan." Tiong Li Seng-jin diam sejenak, menghela napas panjang lalu berkata,
"Sekarang, yang terpenting adalah mengurus pemakaman para korban. Malapetaka yang menimpa kita
ini memang besar sekali, ketiga Sute Bu-Tong Sam-Lo dan enam orang murid tewas. Akan tetapi
malapetaka itu tidak boleh menggoyahkan batin kita. Biarlah Pinto akan merenungkan peristiwa ini dan
setelah semua upacara pemakaman selesai, baru kita bicarakan apa tindakan yang harus kita ambil." BuTong-Pai berkabung dan sembilan jenazah itu diurus sebagaimana lajimnya. Semenjak hari itu, para:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 238
:: CerSil KhoPingHoo :
murid Bu-Tong-Pai ditugaskan untuk siap siaga dan melakukan penjagaan ketat untuk menjaga agar
jangan sampai mereka lengah lagi.
Belasan hari kemudian, sebelum Tiong Li Seng-jin mengambil keputusan, datanglah Yo Kang di markas
Bu-Tong-Pai. Bu-Tong Sin-To (Golok Sakti Bu-Tong) Yo Kang yang menjadi tokoh Bu-Tong-Pai setelah
memperdalam ilmu goloknya di bawah gemblengan Tiong Li Seng-jin sendiri merupakan tokoh atau
pendekar muda Bu-Tong-Pai yang diharapkan akan dapat mengangkat nama besar Bu-Tong-Pai. Maka
kedatangannya disambut dengan gembira oleh para murid Bu-Tong-Pai. Dapat dibayangkan betapa
kaget hati Yo Kang mendengar akan malapetaka yang menimpa, perguruannya. Bu-Tong Sam-Lo dan
enam orang murid Bu-Tong-Pai tewas dibunuh seorang yang diduga adalah seorang tokoh Siauw-Lim-Pai
yang amat lihai! Segera dia menghadap Tiong Li Seng-jin dan Tiong Hak Tosu di ruangan dalam Kuil itu.
"Suhu, banyak terjadi hal-hal yang aneh sekali, sama anehnya dengan peristiwa pembunuhan yang
terjadi di sini. Teecu pernah diserang dan dikeroyok para anggauta Hek I Kaipang yang berpusat di BengSan ketika mereka mengetahui bahwa Teecu adalah murid Bu-Tong-Pai. Mereka memusuhi Bu-Tong-Pai
karena menurut cerita mereka, ada murid Bu-Tong-Pai yang telah membunuh tiga puluh orang anggauta
Hek I Kaipang di An-Hui."
"Siancai...!" Tiong Hak Tosu berseru kaget. "Murid kita yang mana telah melakukan pembunuhan seperti
itu?"
"Mereka juga tidak dapat menggambarkan orang yang membunuhnya, akan tetapi mereka merasa yakin
bahwa pembunuhnya seorang murid Bu-Tong-Pai karena tiga puluh orang anggauta Hek I Kaipang yang
tewas itu terbunuh dengan pukulan Tong-Sim-Ciang."
"Siancai...!" Tiong Li Seng-jin berseru heran. "Murid Bu-Tong-Pai yang menguasai Tong-Sim-Ciang dapat
dihitung dengan jari! Selain Pinto dan Sute Tiong Hak Tosu dan mendiang Bu-Tong Sam-Lo, hanya
engkau, Yo Kang, dan empat lima orang murid Bu-tong yang sudah lama meninggalkan Bu-Tong-San dan
sekarang tinggal berpencar di mana-mana. Akan tetapi Pinto yakin bahwa mereka adalah murid-murid
yang patuh dan setia kepada Bu-Tong-Pai, berjiwa pendekar dan tidak mungkin melakukan pembunuhan
semena-mena itu. Lalu bagaimana, Yo Kang?"
Yo Kang lalu menceritakan betapa dia bersama In Hong mengadakan usaha untuk berunding dengan
pihak Hek I Kaipang, dengan alasan bahwa pembunuh tiga puluh orang anggauta Hek I Kaipang itu
mungkin saja orang lain yang hendak mengadu domba, mengusulkan agar pimpinan tertinggi Hek I
Kaipang mengadakan pertemuan dengan pimpinan Bu-Tong-Pai untuk membicarakan urusan itu untuk
berusaha bersama menangkap pembunuhnya.
"Siancai...! Usaha itu baik sekali, Yo Kang. Siapa In Hong itu?" tanya Tiong Hak Tosu.
"Kwee In Hong adalah adik misan Teecu, Suhu. la dikenal dengan julukan Sian-Li Eng-Cu dan ia adalah
murid... mendiang Hek Moli dan Bhutan Koai-jin."
"Siancai... suami-isteri liar itu...?" Tiong Flak Tosu berseru kaget.
"Akan tetapi In Hong bukan seorang gadis liar, Suhu. Sebaliknya, walaupun wataknya keras, namun
membela keadilan dan kebenaran." Yo Kang membela adik misan yang dicintainya.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 239
:: CerSil KhoPingHoo :
"Yo Kang, lanjutkan ceritamu." kata Tiong Li Seng-jin yang tetap tenang mendengar semua keterangan
Yo Kang.
"Masih terjadi hal yang lebih aneh lagi, Suhu. Ketika Teecu dan In Hong bermalam di sebuah hutan,
Teecu mendapat serangan gelap dari seorang bersembunyi. Teecu nyaris celaka, akan tetapi In Hong
menolong dan membantu Teecu. Penyerang itu melarikan diri dan anehnya, penyerang itu ketika
menyerang Teecu menggunakan ilmu pukulan Pek-Kong-Ciang."
"Ah, Pek-Kong-Ciang dari Kun-Lun-Pai?" Tiong Hak Tosu berseru heran.
"Benar, Suhu. Penyerang itu mahir menggunakan Pek-Kong-Ciang dari Kun-Lun-Pai." kata Yo Kang.
"Hemm, banyak hal yang aneh terjadi! Murid Bu-Tong-Pai dituduh membunuh tiga puluh orang
anggauta Hek I Kaipang, lalu ada orang menyerangmu dengan pukulan Pek-Kong-Ciang dari Kun-Lun-Pai,
dan yang terjadi di sini, pembunuh menggunakan ilmu Siauw-Lim-Pai menewaskan sembilan orang
murid Bu-Tong-Pai! Gejala apa ini? Seolah ada usaha untuk menyalakan permusuhan antara Bu-Tong-Pai
dengan Hek I Kaipang, Siauw-Lim-Pai, dan Kun-Lun-Pai!" kata Tiong Li Seng-jin.
"Semua itu tidak masuk akal. Mustahil ada murid Bu-Tong-Pai membunuh tiga puluh orang Hek I
Kaipang yang terkenal bersih, tidak mungkin pula ada murid Kun-Lun-Pai menyerang dan hendak
membunuh murid Bu-Tong-Pai secara menggelap, dan lebih tidak mungkin lagi ada tokoh Siauw-Lim-Pai
membunuhi murid-murid Bu-Tong-Pai! Pinto mengira ada permainan kotor di sini." kata pula ketua BuTong-Pai itu.
"Akan tetapi, Suheng. Semua ini telah terjadi! Pihak Hek I Kaipang pasti tidak mau sudah begitu saja.
Tiga puluh orang anggautanya dibunuh orang yang menyamar sebagai anggauta Bu-Tong-Pai. Mereka
pasti minta pertangung-jawaban kita. Kita harus melakukan penyelidikan sungguh-sungguh, siapa tahu
ada murid kita yang tersesat. Sernentara itu, sembilan orang kita, bahkan ketiga Sute Bu-Tong Sam-Lo
juga mati penasaran. Sudah sepantasnya kita minta pertanggung-jawaban Siauw-Lim-Pai. Semua ini
demi keadilan, Suheng!" kata Tiong Hak Tosu dengan suara mengandung kedukaan dan penasaran.
"Siancai... memang tidak semestinya kita tinggal diam, Sute. Yo Kang, karena ketiga orang Susiokmu
(Paman Gurumu) Bu-Tong Sam-Lo sudah tidak ada, maka Pinto menyerahkan tugas ini kepadamu.
Engkau pergilah ke Siauw-Lim-Si (Kuil Siauw-Lim) di kaki Pegunungan Sung-San di Propinsi Ho-Nan,
jumpai ketuanya, Bu Kek Tianglo dan serahkan surat Pinto kepadanya. Engkau boleh ceritakan semua
yang terjadi. Dalam surat Pinto itu, Pinto minta pertanggungan jawabnya dan memberi waktu tiga bulan.
Kalau dalam tiga bulan Siauw-Lim-Pai tidak dapat menyerahkan pembunuh sembilan orang murid BuTong-Pai, Pinto sendiri akan membuat perhitungan dengan para pimpinan Siauw-Lim-Pai." Dalam
ucapan Tosu yang biasanya lembut itu kini terdengar suara yang tegas.
"Baik, Suhu. Teecu akan melaksanakan perintah Suhu!" jawab Yo Kang.
"Dan engkau, Tiong Hak Sute, engkau kerahkan murid membuat penjagaan. Engkau Pinto tugaskan
untuk menghadapi pihak Hek I Kaipang kalau mereka datang dan rundingkan urusan yang menyangkut
nama Bu-Tong-Pai itu dengan baik dan hati-hati."
"Baik, Suheng." kata Tiong Hak Tosu. Pada keesokan harinya, Yo Kang meninggalkan Bu-Tong-Pai untuk
pergi ke Siauw-Lim-Si. Sebelurn ia tiba di Bu-Tong-San, dia sudah lebih dulu mengunjungi Bibinya, Yo Cui:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 240
:: CerSil KhoPingHoo :
Hwa ibu kandung In Hong di dusun Hok-Te-Cung. la mendapatkan Bibinya seorang diri di rumah itu.
Seperti juga In Hong, Yo Cui Hwa merasa malu untuk menceritakan kepada Yo Kang bahwa ia telah
menjadi isteri mendiang Ong Tiang Houw, pembunuh Kwee Seng, suaminya yang pertama. Biarpun ia
menjadi isteri Ong Tiang Houw tanpa mengetahui bahwa dia itu pembunuh suaminya, namun ia tetap
merasa malu untuk menceritakan hal itu kepada keponakannya ini.
Apalagi ketika itu, Lian Hong sudah meninggalkan rumah karena Ceng Seng Hwesio, wakil ketua SiauwLim-Pai datang sendiri dan mengajak Lian Hong untuk memperdalam ilmunya di Siauw-Lim-Pai,
mengingat bahwa gadis berusia empat belas tahun itu dianggap memiliki bakat yang amat baik. Lian
Hong senang sekali dengan niat Ceng Seng Hwesio, dan Yo Cui Hwa juga tidak keberatan. Maka ketika Yo
Kang datang, dia mendapatkan Bibinya itu hidup seorang diri. Mendengar bahwa Pamannya, Yo Tang
yang tua itu sakit-sakitan dan selalu menanyakannya, Yo Cui Hwa mau dibawa keponakannya pindah ke
See-Ciu, ke rumah Pamannya dan Kakak misannya, Yo Hang Tek. Demikianlah, dengan membawa surat
Tiong Li Seng-jin untuk Bu Kek Tianglo, Yo Kang melakukan perjalanan secepatnya menuju Siauw-Lim-Pai
di kaki Pegunungan Sung-San.
Biarpun bangsa Mongol bukan bangsa pribumi Tiongkok, melainkan merupakan bangsa nomad berkuda
yang pindah clan satu ke lain daerah di bagian utara, berpindah-pindah memilih daerah yang subur,
Namun harus diakui bahwa tidak ada bangsa sehebat bangsa Mongol yang pernah menguasai seluruh
daratan Cina. Bangsa yang tidak berapa besar jumlahnya ini ternyata merupakan bangsa yang amat gigih
dan pandai berperang. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang tidak memiliki kegagahan dan
keahlian bertempur.
Kuat, ahli menunggang kuda, semangatnya berkobar-kobar, dan terutama sekali liar dan ganas, tidak
pernah memberi ampun kepada musuh-musuhnya sehingga kehebatan bala-tentara Mongol ini tercatat
dalam sejarah bangsa-bangsa dari Asia sampai ke Europa! Tadinya bangsa Mongol tidak begitu terkenal,
bahkan sebagian besar Tanah Mongol dikuasai oleh dua suku nomad lain, yaitu suku Naiman dan Kerait.
Bangsa Mongol juga tunduk kepada suku bangsa Kerait. Akan tetapi sekitar tahun 1170 terjadilah
keajaiban yang membawa perubahan besar pada bangsa Mongol. Dengan munculnya seorang pemuda
Mongol berusia lima belas tahun yang gagah perkasa dan memiliki keberanian seperti seekor singa
jantan. Pemuda Mongol ini bernama Temucin dan dia segera dipilih dan diangkat oleh bangsa Mongol
menjadi pemimpin mereka karena keberaniannya yang amat hebat.
Tahun demi tahun dilalui pemuda Temucin dengan perjuangan mengembangkan dan memperkuat
bangsanya. Satu demi satu para suku nomad lain diperangi dan ditalukkan, bahkan dua suku besar, yaitu
suku Naiman dan terutama suku Kerait, diserang dan ditalukkan. Setelah berjuang selama tiga puluh
tahun lebih, akhirnya seluruh Mongol mengakui kekuasaan Temucin dan pada tahun 1206 Temucin
diangkat menjadi raja seluruh Mongol dengan gelar Jenghis Khan, nama yang sampai kini termashur di
seluruh sejarah dunia. Mulailah dia membawa dan memimpin sendiri bala-tentaranya menyerbu ke
selatan. Pada tahun 1213 dia menduduki Shantung dan Peking yang ketika itu menjadi Ibukota Kerajaan
Cin, dengan nama Yen-Cing.
Setelah memporak-porandakan Kerajaan Cin, Jenghis Khan tidak melanjutkan serangannya ke selatan,
melainkan mengalihkan perhatiannya ke Barat. Bagaikan air bah atau gelombang samudera, balatentara Mongol yang dipimpin sendiri oleh Jenghis Khan yang usianya sudah hampir enam puluh tahun
namun masih gagah perkasa itu membanjir ke Barat dengan dahsyat dan tidak dapat terbendung oleh
apa pun. Sejarah mencatat betapa bala-tentara Mongol di bawah pimpinan Jenghis Khan ini menyerbu
Sin-Kiang, Iran, dan Afganistan, melumatkan kota-kota Bukhara, Samarkhand, Balkh dan membunuh:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 241
:: CerSil KhoPingHoo :
berpuluh-puluh ribu orang. Sebagian dari pasukan Mongol menyerang Iran Utara, lalu terus melewati
pegunungan Kaukasia menyerbu Rusia Selatan.
Pada tahun 1223, ketika Jenghis Khan berusia enam puluh lima tahun, pasukannya menghancurkan
tentara Rusia yang melawan di sebelah utara Laut Azov. Setelah sekian lamanya bertualang dalam
peperangan dan selalu mencapai kemenangan, menghancurkan kota-kota besar dan membinasakan
banyak sekali orang, Jenghis Khan memimpin pasukannya kembali ke Timur. Dia mengambil jalan
melalui Pegunungan Ural di sebelah utara Laut Kaspia dan menggabungkan diri dengan induk pasukan
yang bermarkas di Sin-Kiang. Dari situ bala-tentaranya dipimpin pulang ke Mongol dan tiba di Mongolia
pada tahun 1225. Biarpun pada waktu itu usia Jenghis Khan sudah tujuh puluh tahun, namun
semangatnya masih besar dan wataknya masih keras bagaikan seekor singa!
Ketika pasukannya mengadakan penyerbuan ke Barat, bangsa Hsi-Shia yang dia tundukkan enam belas
tahun yang lalu (tahun 1209) tidak memperlihatkan kesetiaan mereka sebagai bangsa taklukan, dan
tidak mau banyak membantu. Hal ini membuat Jenghis Khan marah dan sekali lagi dia membawa
pasukan menyerbu daerah suku bangsa Hsi-Shia. Akan tetapi di dalam peperangan ini, sebelum Ibukota
Hsi-Shia dapat direbut, Jenghis Khan yang sudah berusia tujuh puluh dua tahun (tahun 1227) meninggal
dunia karena usia tua dan kelelahan. Akan tetapi oleh para putera dan pembantunya, penyerangan itu
dilanjutkan dan beberapa hari kemudian Ibukota Hsi-Shia dapat direbut, dan semua penduduknya yang
pria dibunuh! Hebat bukan main sepak-terjang Jenghis Khan yang di waktu mudanya bernama Temucin
itu. Puluhan tahun dia mengamuk dengan pasukannya, menyerbu ke barat dan tidak pernah ada pasukan
musuh yang dapat menandinginya. Semua dipukul hancur, kota-kota dibasmi dan dibakar, dan jutaan
orang, menurut perkiraan tidak kurang dari sebelas juta orang, dibunuh secara kejam dan tanpa
mengenal ampun! Dunia Barat menjadi geger dan gentar, pasukan Mongol dianggap sebagai pasukan
setan. Daerah yang direbut dan dikuasai Jenghis Khan membentang dari Laut Hitam sampai ke Lautan
Pasifik! Setelah Jenghis Khan meninggal dunia, tidak berarti bahwa kegiatan bala-tentara Mongol yang
merajalela itu terhenti. Puteranya yang bernama Ogudai yang menggantikannya menjadi Raja di Ibukota
Kerajaan Mongol, yaitu Kotaraja Karakorum di Mongolia, melanjutkan politik mendiang Ayahnya, yaitu
memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Mongol.
Biarpun dia tidak seganas dan sekejam Jenghis Khan, namun Ogudai juga seorang, ahli perang yang
mewarisi bakat Ayahnya. Diserbunya Kerajaan Cin pada tahun 1231. Perang terjadi selama tiga tahun
dan akhirnya pada tahun 1234, Kerajaan Cin jatuh ke tangan Kerajaan Mongol. Mulailah Cina bagian
utara menjadi wilayah Kerajaan Mongolia, adapun Cina Selatan tetap berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Sung yang mengungsi ke selatan. Agaknya Ogudai tidak mau kalah oleh sepak terjang
mendiang Ayahnya. Setelah Kerajaan Cin jatuh dan Cina bagian utara menjadi wilayah Mongolia, dia
menghimpun lagi kekuatan. Pasukannya diperbesar dengan perajurit-perajurit dari bangsa Cina Utara
yang telah dikuasai. Kemudian dengan bala-tentara yang besar dia lalu mengadakan lagi penyerbuan ke
barat!
Pada tahun 1236 pasukan Mongol menyerbu ke barat, di sepanjang jalan, seperti dulu, kota-kota
ditundukkan. Yang tidak melawan tidak diganggu, akan tetapi yang melakukan perlawanan dihancurkan
dan kembali pembunuhan-pembunuhan terjadi. Kerajaan-kerajaan Rusia Selatan ditundukkan. Kota-kota
Kiev dan Moskwa direbut dan dibakar dalam tahun 1240. Lalu barisan terus menyerbu ke Polandia,
mengarungi Sungai Weichsel, membakar kota Kra-Kau. Setelah itu, bala-tentara Mongolia yang oleh
orang Europa dinamakan Pasukan Setan itu memasuki Silesia dan merebut Breslau. Para Raja di Jerman:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 242
:: CerSil KhoPingHoo :
bersatu untuk mengadakan perlawanan, namun tentara gabungan ini pun tidak mampu menandingi
bala-tentara Mongolia yang bertempur bagaikan setan. Tentara gabungan Jerman ini dibinasakan dalam
pertempuran di Liegnitz pada tahun 1241!
Pasukan Mongol bagaikan banjir terus menyerbu dan memasuki Hongaria, menghancur-leburkan
tentara Hongaria dan membakar habis kota Pest. Masih saja pasukan Mongolia maju terus sampai ke
depan pintu gerbang kota Wien, di daerah Venezia dan sekitar Laut Adria. Seluruh Europa menggigil
ketakutan. Pasukan Mongol itu datang menyerbu secara tiba-tiba dan cepat sekali. Orang-orang Europa
menamakannya Pasukan Setan, Pasukan Liar, Pasukan Biadab dan sebagainya. Kekuatan mereka tidak
tertandingi di mana-mana. Kekacauan dan ketakutan melanda semua bangsa Europa. Akan tetapi, dalam
puncak kejayaannya itu, dalam tahun 1241, secara tiba-tiba Raja Ogudai meninggal dunia. Otomatis


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semua pasukan ditarik kembali ke timur dan menghilang begitu saja dari Europa.
Pasukan Mongol tidak meninggalkan tentara untuk tetap menguasai daerah-daerah yang telah
ditundukkan itu. Europa terlalu jauh bagi mereka. Mereka menyerbu agaknya hanya untuk pamer
kekuatan dan untuk menjarah-rayah. Setelah Ogudai meninggal, para penggantinya, beberapa orang
pemimpin agaknya tidak begitu bersemangat sehingga Kerajaan Mongol tidak banyak melakukan
gerakan. Namun pada tahun 1250, sembilan tahun setelah Ogudai meninggal, pemimpin Kerajaan
Mongolia jatuh ke tangan Raja Mongka, seorang cucu Jenghis Khan. Di bawah pimpinan Mongka,
kembali bala-tentara Mongolia memperlihatkan keganasannya. Seolah-olah perang merupakan cara
hidup bangsa ini. Mongka kembali memimpin bala-tentara Mongol ke Barat. Kembali mereka berpesta
pora, membunuh dan merampok.
Pada tahun 1258 bala-tentara Mongol membinasakan Khalifah Abassiyah di Bagdad. Adik Mongka yang
bernama Kubilai membawa sebagian pasukan Mongol menyerang Kerajaan Sung di Cina Selatan. Kubilai
memimpin pasukan melanda Cina Selatan dan semua daerah selatan direbut. Bahkan pasukan Mongolia
terus menyerang sampai ke lndo Cina dan merampok Hanoi habis-habisan! Lagi-lagi semua kegiatan
yang dahsyat itu terhenti ketika pada tahun 1259 Raja Mongka meninggal. Kubilai menarik pasukannya
kembali ke Mongolia dan pada tahun 1260 Kubilai diangkat menjadi Raja atau yang disebut menjadi
Khan sehingga gelarnya menjadi Kubilai Khan.
Kubilai Khan agaknya tidaklah sehaus darah dan segila perang seperti Jenghis Khan dan Mongka Khan.
Dia mulai memperhatikan keadaan dalam negeri, berusaha untuk membangun daerah yang sudah
dikuasainya. Yang mutlak berada dalam kekuasaannya di mana kekuasaan itu dapat dipertahankan dan
bangsa Mongol dapat disebar dan membentuk pemerintahan yang teratur adalah Mongol, Cina dan
Tibet. Pada tahun 1264 Kubilai Khan memindahkan Ibukotanya ke Peking dan mendirikan wangsa Cina
baru, yang Wangsa Goan (Yuan). Dari tahun 1264 itulah Wangsa Goan mulai dihitung dan ternyata
Kerajaan Goan ini mampu bertahan sampai seratus tahun lebih (1264-1368). Akan tetapi Kerajaan Goan
belum lengkap ketika didirikan karena di selatan masih ada Kerajaan Sung.
Oleh karena itu, Kubilai Khan lalu mengadakan serangan ke selatan. Namun, Kerajaan Sung di selatan
Sungai Yang-Ce, mengadakan perlawanan gigih, dibantu oleh para pendekar yang berjiwa patriot. Maka
pertahanan mereka cukup kuat sehingga terjadi perang berkepanjangan. Baru pada tahun 1279, setelah
berperang selama belasan tahun, Kerajaan Sung dapat dihancurkan seluruhnya. Tahun 1276 Kotaraja
Hang-Couw direbut, Kaisar Kerajaan Sung ditawan dan dibawa ke Peking. Beberapa orang panglima Sung
tidak juga mau tunduk dan mengangkat seorang keluarga Kaisar menjadi Kaisar baru dan bertahan di
Kanton. Akhirnya, pada tahun 1279 itulah Kanton jatuh pula. Kaisarnya yang masih kecil dilarikan:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 243
:: CerSil KhoPingHoo :
seorang panglima dan setelah dikejar-kejar akhirnya digendong panglima itu lalu terjun ke laut dan
tenggelam.
Maka pada tahun 1279 itu berakhirlah Kerajaan Sung dan seluruh daratan Cina menjadi wilayah
Kerajaan Goan. Kaisar Kubilai Khan mengalihkan perhatiannya kepada pembangunan. Banyak kekayaan
diperoleh dari negara-negara barat yang pernah diserbu dan dirampok. Kaisar ini pun membersihkan
semua pemberontakan dan perlawanan rakyat Han, membangun perdagangan sehingga keadaan mulai
tenang kembali. Bahkan pemerintahannya mengambil sikap lunak. Tibet diperlakukan sebagai pembantu
yang baik. Para Pendeta Lama dirangkul sehingga para Pendeta Lama yang berkuasa di Tibet dengan
senang mau membantu Kerajaan Goan ketika dimintai bantuan untuk mengamankan keadaan di
daratan Cina, di mana dinilai masih banyak pendekar berjiwa patriot yang diam-diam membenci dan
memusuhi pemerintah Mongol.
Juga pemerintah Kubilai Khan mengulurkan tangan kepada para tokoh kang-ouw di Tionggoan
(Tiongkok), memberi kedudukan tinggi dan terhormat kepada orang-orang Han yang pandai asalkan
mereka itu mau membantu pemerintah. Banyak para pendekar dan orang pandai bangsa Han yang
terpikat dan mau membantu. Sebagian adalah orang-orang yang memang tergila-gila oleh kedudukan,
harta dan kesenangan. Sebagian lagi adalah mereka yang sebetulnya berjiwa pendekar dan patriot,
namun mereka merasa percuma untuk dapat melawan dengan kekerasan karena pemerintah Mongol
kuat sekali. Maka dengan menjadi seorang pembesar yang jujur, setidaknya mereka dapat melindungi
rakyat jelata dan menggunakan kekuasaan yang mereka dapat untuk menyejahterakan rakyat.
Demikianlah sekelumit tentang riwayat kebangkitan bangsa Mongol yang hebat itu. Kisah "BAYANGAN
BIDADARI" ini terjadi pada masa pemerintahan Kubilai Khan. Pada waktu itu (sekitar tahun 1290) Kubilai
Khan sudah tiga puluh tahun menjadi Kaisar, dan usianya sudah lebih dari tujuh puluh tahun. Memang,
seperti tercatat dalam sejarah, Kubilai Khan tidaklah sebesar ambisinya untuk merajalela menyerang
negara-negara tetangga seperti Kakeknya. Pernah rnemang dia mencoba untuk menyerang Jepang
(tahun 1281) namun gagal sama sekali. Kemudian pada tahun 1283 pasukannya menyerang Champa,
walaupun berhasil menduduki namun tidak dapat lama dipertahankan. Kerajaan Annam juga dicobanya
untuk diserang antara tahun 1285 dan 1287, namun gagal pula.
Pada tahun itu juga, Birma juga diserbu, namun juga tidak dapat mendudukinya secara sempurna.
Setelah semua kegagalan ini, Kubilai Khan terpaksa harus mencurahkan perhatian keamanan dalam
negeri karena masih ada saja rakyat yang dipimpin para pendekar terkadang melakukan pemberontakan
kecil-kecilan namun yang cukup mengganggu. Oleh karena itu, untuk dapat menumpas para pendekar
yang menentang Kerajaan Goan secara rahasia itu, Kubilai Khan lalu mengangkat dan menugaskan
beberapa orang jenderal untuk memberantas dan menanggulangi gangguan ini. Di antara para panglima
yang diberi tugas itu, yang paling terkenal dan pandai adalah Ogucin yang menggunakan nama pribumi
Ouw Gu Cin atau yang dikenal sebagai Ouw Goanswe (Jenderal Ouw) dan yang tinggal di Kotaraja.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, usaha-usaha membasmi para pejuang rakyat itu antara lain
Jenderal Ouw mendatangkan dan mempergunakan tenaga bantuan Empat Datuk Besar, yaitu Datuk
Utara Pak Lo-kui, Datuk Timur Tung Giam-Lo, Datuk Selatan Lam Sin, dan Datuk Barat See Te-Tok.
Peristiwa terbantainya tiga puluh orang anggauta Hek I Kaipang di An-Hui yang dikabarkan dilakukan
oleh tokoh Bu-Tong-Pai, merupakan berita yang amat menggemparkan dunia kang-ouw. Para pendekar
dan para tokoh kang-ouw (sungai telaga atau dunia persilatan) terkejut, heran dan bertanya-tanya
mengapa ada tokoh Bu-Tong-Pai membunuhi begitu banyak anggauta Hek I Kaipang secara kejam.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 244
:: CerSil KhoPingHoo : :: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 245
:: CerSil KhoPingHoo :
Padahal Hek I Kaipang juga terkenal sebagai sebuah perkumpulan pengemis yang tergolong bersih, anti
kejahatan bahkan juga patriottik, diam-diam tidak suka dengan pemerintah penjajah Mongol. Selagi
peristiwa itu masih menjadi bahan percakapan di dunia kang-ouw, kembali terdengar berita yang lebih
menggemparkan lagi. Sembilan orang anggauta Bu-Tong-Pai, termasuk Bu-Tong Sam-Lo yang termasuk
tokoh besar Bu-Tong-Pai, tewas dibunuh seorang tokoh Siauw-Lim-Pai! Seluruh dunia kang-ouw geger
dan panik. Mereka semua maklum bahwa peristiwa ini merupakan malapetaka dan sudah pasti berekor
panjang. Semua orang yakin bahwa Bu-Tong-Pai pasti tidak akan tinggal diam dan kalau terjadi perang
antara Bu-Tong-Pai dan Siauw-Lim-Pai, akan hebatlah akibatnya.
Ataukah perbuatan tokoh Siauw-Lim-Pai ini ada hubungan dengan berita bahwa ada tokoh Bu-Tong-Pai
membantai tiga puluh orang anggauta Hek I Kaipang? Semua orang bertanya-tanya namun tidak ada
yang dapat memberi jawaban. Orang hanya menduga-duga, mereka-reka tanpa pegangan yang pasti.
Sementara itu, di Kuil Siauw-Lim-Si sendiri, perguruan silat yang juga menjadi pusat penyebaran Agama
Buddha yang dihebohkan dan menjadi bahan pembicaraan orang, keadaannya tenang dan tenteram.
Belum ada seorang pun murid atau anggauta Siauw-Lim-Pai yang mendengar akan peristiwa hebat yang
terjadi di Bu-Tong-Pai itu. Kuil Siauw-Lim-Si yang menjadi pusat dari perguruan silat Siauw-Lim-Pai
merupakan sebuah perumahan besar dan luas dengan berbagai bangunan kuno. Kuilnya juga besar,
berdiri paling depan.
Pusat Siauw-Lim-Pai ini berdiri di kaki Pegunungan Sung-San, di Propinsi Honan, Cina Tengah. Selain
menjadi perguruan silat aliran Siauw-Lim-Pai yang merupakan dasar dari banyak aliran persilatan, juga
Siauw-Lim-Si menjadi pusat penyebaran Agama Buddha. Maka yang menjadi pimpinan dan Guru-Guru
agama maupun silat di situ semua adalah para Hwesio (Pendeta Buddha). Siauw-Lim-Si merupakan Kuil
kuno sekali. Bangunannya masih kuno, tentu saja mengalami beberapa kali perbaikan karena Kuil itu
didirikan pada jaman Dinasti Liang (502-556). Seorang Pendeta Buddha yang terkenal dengan julukan
Tat Mo Couwsu atau dikenal sebagai Budhi Dharma, Pendeta Buddhis Zen dari India yang arif bijaksana
dan sakti, pernah tinggal di Kuil ini. Tat Mo Couwsu ini yang mula-mula mengajarkan semacam senam
yang berdasarkan Yoga kepada para Pendeta.
Senam ini dimaksudkan untuk menjaga kesehatan tubuh para Pendeta Buddha yang lemah. Senam yang
diajarkan Tat Mo Couwsu ini bukan sembarang senam, bukan semata untuk menyehatkan jasmani,
melainkan terutama sekali untuk menyehatkan dan memperkuat rohani. Dari ilmu inilah kemudian
berkembang menjadi ilmu silat, ilmu bela diri yang makin lama semakin dikembangkan. Pada mulanya,
ilmu-ilmu silat Siauw-Lim-Pai dirangkai oleh para Pendeta Buddha (Hwesio) yang pandai dan yang
mendapat petunjuk atau bimbingan langsung dari Thian (Tuhan) dengan melihat gerakan hewan yang
hendak membela diri tanpa menggunakan akal, melainkan digerakkan oleh naluri untuk bertahan hidup.
Mula-mula ilmu silat itu mencontoh gerakan dari Panca Hewan, yaitu gerakan Naga, Harimau, Macan
Tutul, Ular dan Bangau.
Bersama jalannya Sang Waktu, ilmu ini terus dikembangkan sehingga muncul sebagai aliran, disesuaikan
dengan silat manusia setempat, tradisi dan kebudayaan masing-masing. Namun di antara para aliran
perguruan silat, yang paling terkenal adalah aliran Siauw-Lim-Pai yang dapat dikatakan sebagai induk
para aliran yang lain. Pusat Siauw-Lim-Pai di kaki Pegunungan Sung-San ini terletak di tempat yang amat
indah pemandangannya, subur tanahnya, dan sejuk segar hawanya. Lingkungan di hutan-hutan
pegunungan itu belum dirusak dan dikotori manusia. Hawa udaranya jernih dan bersih sehingga tidak
mengherankan kalau para Hwesio dan para murid Siauw-Lim-Pai yang berada di situ tampak sehatsehat, pipi mereka kemerahan, sinar mata mereka bening dan wajah mereka cerah. Tampak benar
bahwa mereka itu sehat jasmani dan rohani.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 246
:: CerSil KhoPingHoo :
Pada waktu itu, ketua Siauw-Lim-Pai masih tetap dipegang oleh Bu Kek Tianglo yang usianya sudah lebih
dari delapan puluh tahun. Tadinya, Siauw-Lim-Pai dipimpin oleh tiga orang bersaudara seperguruan.
Yang tertua adalah mendiang Bu Sek Tianglo, Hwesio yang suka merantau dan kini telah meninggal
dunia, kedua adalah Bu Kek Tianglo yang kini menjadi Ketua Siauw-Lim-Pai dan yang ke tiga adalah Thian
Beng Siansu yang juga merupakan seorang perantau setelah tertarik kepada Agama To dan dari seorang
Hwesio (Pendeta Buddha) kini menjadi seorang Tosu (Pendeta Agama To)... Maka, kini hanya Bu Kek
Tianglo seorang diri yang memimpin Siauw-Lim-Pai. Ketua ini dibantu oleh murid tertua, yaitu Ceng Seng
Hwesio yang berusia sekitar lima puluh tiga tahun, yang mewakili Gurunya untuk melatih ilmu silat
kepada para murid yang sudah tinggi tingkatnya.
Tentu saja Ceng Seng Hwesio mempunyai pembantu-pembantu dan di antara para pembantunya yang
terpenting dan menduduki tingkat tinggi adalah Coan Sim Hwesio, dan yang terkenal dengan sebutan
Ngo-Heng-Tin (Pasukan Lima Unsur). Pasukan yang terdiri dari lima orang Hwesio berusia sekitar empat
puluh tahun dan lima puluh tahun ini memiliki nama julukan yang disesuaikan dengan sebutan lima
unsur itu. Mereka adalah Kim Hwesio, Bhok Hwesio, Sui Hwesio, Ho Hwesio, dan Thou Hwesio, tepat
dengan sebutan Lima Unsur, yaitu Kim (Emas, Logam), Bhok (Kayu, Pohon), Sui (Air), Ho (Api), dan Thou
(Tanah)! Kalau lima orang Hwesio ini maju satu demi satu, tentu saja tingkat kepandaian silat mereka
masih kalah setingkat dibandingkan tingkat Ceng Seng Hwesio sebagai murid tertua.
Akan tetapi kalau lima orang Hwesio itu maju bersama membentuk Ngo-Heng-Tin, biar Ceng Seng
Hwesio sendiri tidak akan mampu menandingi mereka. Perumahan Siauw-Lim-Pai merupakan
bangunan-bangunan yang kokoh kuat, dan di situ terdapat pula tempat-tempat rahasia dan jebakan
yang berbahaya. Para murid dididik secara keras dan ketat sehingga setiap orang murid baru dinyatakan
lulus kalau sudah mampu keluar melampaui lorong-lorong rahasia di mana terdapat alat-alat yang
menguji kemampuan mereka.
Alat-alat ini amat berbahaya dan hanya murid yang sudah benar-benar lihai saja yang akan mampu lolos.
Bahkan pemerintah Kerajaan Mongol saja tidak berani secara kasar mengganggu Siauw-Lim-Pai karena
perguruan ini merupakan pusat penyebaran agama dan tidak tampak memberontak terhadap
pemerintah penjajah. Akan tetapi para Panglima Mongol tentu saja tahu bahwa para murid Siauw-LimPai yang berjiwa pendekar itu tentu saja membenci pemerintah penjajah sehingga Siauw-Lim-Pai tetap
saja merupakan bahaya yang sewaktu-waktu dapat meletus, seperti api dalam sekam, tampaknya saja
dingin, namun di sebelah dalamnya panas dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan kebakaran.
Pagi hari itu udara dingin sekali. Matahari baru saja muncul sehingga cahayanya masih lemah, belum
cukup panas untuk mengusir hawa udara yang dingin. Seperti biasa, para Hwesio di Kuil Siauw-Lim-Si
sejak pagi sekali sudah bangun. Ada yang sedang Liam-Keng (membaca doa), ada yang mengerjakan
pembersihan atau menyapu, ada pula yang sibuk di dapur, memotong kayu bakar, memikul air,
mempersiapkan makanan pagi, menjerang air, dan sebagainya. Para murid juga sibuk membantu para
Hwesio, ada pula yang belajar membaca kitab agama, ada yang berlatih silat. Jauh di tengah kebun yang
luas di belakang perumahan Siauw-Lim-Pai yang dikelilingi dinding tembok tebal dan tinggi, kebun yang
penuh tanaman bunga, sayur-sayuan, dan pohon-pohon buah, tampak seorang gadis yang berlatih silat
seorang diri.
Gadis itu berusia sekitar enam belas tahun, tubuhnya sedang dan ramping, tubuhnya bagaikan kembang
sedang mulai mekar, wajahnya cantik manis. Yang mengagumkan adalah gerakannya ketika bersilat
tangan kosong di bawah pohon besar itu. Demikian tangkas dan gesit. Sepasang matanya yang bening:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 247
:: CerSil KhoPingHoo :
tajam itu seolah tak pernah berkedip, mata seorang ahli silat yang sudah matang. Yang hebat adalah
ketika ia memainkan ilmu silat Ngo-Heng Sin-Kun. Padahal ilmu silat ini amatlah sulit, berubah-ubah
sesuai dengan silat lima unsur. Terkadang ganas dan penuh semangat seperti api, terkadang tenang
namun menyembunyikan tenaga seperti air, terkadang kokoh seperti logam, lentur seperti batang kayu
hidup, dan ada kalanya lamban tenang namun kokoh seperti tanah.
Juga setiap gerakan kaki atau tangan yang menampar atau menendang, mengeluarkan bunyi angin
dahsyat, tanda bahwa ia memiliki sinkang (tenaga sakti) yang sudah mencapai tingkat tinggi. Setelah
bersilat beberapa lamanya, dahi dan lehernya mulai basah oleh keringat padahal hawa udaranya dingin
sekali. Namun pernapasannya masih biasa saja. Tiba-tiba ia menggerakkan kedua tangan ke belakang
punggung dan tampak dua sinar berkelebat ketika kedua tangannya sudah mencabut keluar sepasang
pedang yang tadinya berada di sarung pedang yang tergantung di punggungnya. Mula-mula gadis itu
bergerak lambat dengan gerakan indah, tidak ubahnya seorang penari yang mahir.
Gerakannya lentur, lembut dan sama sekali bukan seperti gerakan silat yang melakukan serangan maut
dan kasar, lebih mirip tarian indah sekali. Gerakan tubuhnya, kaki, tangan, leher, semua itu begitu serasi,
harmonis, indah bagaikan seorang bidadari turun dari kahyangan dan menari-nari dengan kedua ujung
selendangnya. Akan tetapi makin lama gerakan itu menjadi semakin cepat. Kini kedua batang pedang itu
bergerak-gerak cepat sehingga makin lama bentuk pedangnya semakin kabur dan akhirnya yang tampak
hanya dua gulungan sinar pedang menari-nari. Tubuhnya yang ramping juga semakin cepat bergerak
sehingga akhirnya hanya tampak bayangan yang dibungkus dua gulungan sinar pedang! Tiba-tiba
terdengar tepuk tangan dan gadis itu segera menghentikan silat pedangnya.
Di Siauw-Lim-Si terdapat banyak peraturan keras, di antaranya, murid tidak boleh memuji orang secara
berlebihan, dengan sorakan atau tepuk tangan karena pujian berlebihan itu dapat membuat seorang
murid menjadi lupa diri dan sombong, merasa hebat sehingga ketinggian hati ini bahkan mendatangkan
kelengahan! Kini ada yang bertepuk tangan, berarti ada murid yang melanggar larangan itu, maka ia
menghentikan permainannya dan cepat memutar tubuh menghadap ke arah orang yang bertepuk
tangan. Akan tetapi ketika ia memutar tubuh, ia tidak melihat ada seorang pun di situ! ia merasa heran
sekali. Tidak mungkin ada orang dapat bergerak sedemikian cepatnya rnenghilang sehingga ia tidak
sempat melihatnya! Setankah yang bertepuk tangan tadi? Tidak mungkin. Mana ada setan muncul di
waktu matahari sudah bersinar?
"Ciang-Hoat (silat tangan) yang hebat! Kiam-Hoat (silat pedang) yang mengagumkan!" Tiba-tiba
terdengar suara orang memuji. Gadis itu menengadah karena suara itu datangnya dari atas dan ia
melihat seorang pemuda duduk di atas cabang pohon dengan kedua kaki bergantungan dan digerakgerakkan dengan sikap lucu dan ugal-ugalan, seperti seorang kanak-kanak yang nakal.
"Hei! Engkau bukan murid Siauw-Lim-Pai! sungguh berani mati masuk ke tempat ini seperti maling! Kau
maling, ya?" gadis itu membentak marah.
Pemuda itu tersenyum lebar dan sekali tubuhnya bergerak, dia sudah melayang turun dan kedua
kakinya berdiri di atas tanah depan gadis itu dengan ringan seperti sepasang kaki burung yang hinggap
di cabang saja. Mereka saling pandang dan dua pasang mata itu menyinarkan kekaguman. Kalau gadis
itu merupakan seorang dara remaja enam belas tahun yang amat cantik jelita, pemuda itu berusia
sekitar dua puluh tiga tahun, tubuhnya tinggi tegap, wajahnya amat tampan gagah, kulitnya tidak putih
benar, agak gelap seperti kulit yang biasa mandi cahaya matahari. Ketika tersenyum wajah itu tampak:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 248
:: CerSil KhoPingHoo :
manis dan sepasang mata tajam itu penuh pengertian, namun senyumnya, membayangkan bahwa dia
berwatak jenaka dan gembira. Pakaiannya sederhana namun bersih.
"He-heh, Nona!" Dia tersenyum lebar sehingga tampak giginya yang putih berkilau,
"kalau aku maling tentu tidak mau memperlihatkan diri. Mana ada maling pada pagi yang cerah begini
menemui yang punya rumah?"
"Kalau engkau tidak berniat jahat, hayo katakan siapa engkau, mengapa berada di sini dan tidak masuk
sebagai tamu melalui pintu gerbang!"
"Aku orang baik-baik, Nona. Namaku Si Han Lin, dan kalau aku sampai terpaksa masuk ke sini adalah
karena ternyata para murid Siauw-Lim-Si adalah orang-orang yang tidak percaya dan berprasangka
buruk kepada orang lain..."
"Si Han Lin! Kamu sudah melanggar peraturan malah sekarang menjelek-jelekkan murid Siauw-Lim-Pai!
Beraninya kamu!"
"Uh, sabarlah, Nona. Engkau sendiri masih hutang padaku belum juga mau bayar, sudah marahmarah..."
"Hutang apa? Gila kamu barangkali!"
"Hutang nama. Engkau sudah tanya namaku dan sudah kuberitahu, akan tetapi engkau belum membalas
memberitahukan namamu. Bukankah itu hutang namanya?"
"Baik, namaku Ong Lian Hong! Nah, sekarang cepat beri penjelasan mengapa engkau muncul di sini
seperti maling. Kalau bohong aku akan menangkap kamu seperti maling!"
"Hemm, Nona Ong Lian Hong yang terhormat! Dengarlah baik-baik. Tadi pagi-pagi sekali aku sudah
berada di depan pintu gerbang, minta kepada para murid yang berjaga di sana agar aku diantarkan
menghadap Ketua Siauw-Lim-Pai yang bernama Bu Kek Tianglo. Akan tetapi apa kata mereka? Mereka
memaki aku gila dan bilang bahwa orang seperti aku tidak mungkin dapat bertemu dengan Bu Kek
Tianglo dan akan membawaku menghadap Ceng Seng Hwesio atau seorang di antara para Hwesio
pembantu. Tentu saja aku tidak mau karena aku perlu bertemu sendiri dengan Bu Kek Tianglo. Eh,
mereka marah-marah dan aku diusir! Nah, terpaksa aku lalu masuk melalui dinding tembok dan tiba di
kebun ini karena aku hendak mencari Bu Kek Tianglo! Sekarang begini, karena kita sudah saling
berkenalan dan menjadi sahabat, kita baik-baikan saja dan engkau antarkan aku menghadap beliau,
bagaimana?"
"Hidungmu!" Lian Hong memaki, karena di situ para murid dilarang keras memaki, dengan kata kotor,
maka ia pun memaki dengan menyebut hidung dan anggauta badan lain yang sifatnya tidak menghina.
"Siapa yang menjadi sahabat?" Si Han Lin, pemuda itu, meraba hidungnya.
"Hidungku kenapa sih?" Dia memandang ke arah hidung dara itu. "Tentu saja tidak seindah hidungmu,
akan tetapi hidungku tidak cacat, bukan? Atau barangkali kotor karena debu?" Dia menggosok-gosok
hidungnya.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 249
:: CerSil KhoPingHoo :
"Nah, sekarang sudah bersih, bukan?" Geli juga hati Lian Hong, akan tetapi ia tetap cemberut.
"Tolol kamu. Maksudku, kita bukan sahabat."
"Lho! Lian Hong, bukankah kita sudah saling mengenal nama? Aku senang lho bersahabat dengan kamu.
Hayolah, sahabatku, tolong antarkan aku bertemu dengan Bu Kek Tianglo. Aku harus bertemu dan bicara
dengan beliau."
"Enak saja! Orang-orang yang amat penting, yang berkedudukan tinggi saja masih tidak berani
sembarangan minta bertemu dengan Suhuku. Apalagi kamu!" Han Lin terbelalak.


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suhu? Jadi beliau itu Suhumu (Gurumu)? Tidak mungkin!"
"Heh? Kamu tidak percaya? Bu Kek Tianglo adalah Suhuku, tahukah kamu?"
"Kalau Ceng Seng Hwesio atau ke lima Ngo-Heng-Tin, memang murid beliau. Akan tetapi engkau?
Seorang bocah perempuan? Jangan ngawur! Paling-paling engkau ini cucu murid atau buyut murid
beliau!"
"Tolol kamu! Kamu telah melanggar, masuk tanpa ijin. Kamu harus kutangkap dan kuhadapkan Suheng
(Kakak Seperguruan) Ceng Seng Hwesio!"
"Mau tangkap aku? Nah, silakan kalau engkau ingin nanti dimaki-maki Bu Kek Tianglo!" kata Han Lin dan
dia menyodorkan kedua lengannya, menyerah untuk diikat. Lian Hong marah sekali, terutama karena
dianggap bocah perempuan yang menjadi cucu atau buyut murid Bu Kek Tianglo. Ia menganggap
pemuda itu amat menghinanya. Maka ia cepat rnengambil tali dari bambu yang amat kuat dan berada di
situ dan mengikat kedua pergelangan tangan itu, disatukan dan dibelit tali bambu lalu diikat sambil
mengerahkan tenaganya sehingga ikatan itu kuat sekali.
"Nah, sekarang engkau akan kuhadapkan para Suheng! Hayo jalan!" bentak Lian Hong. Han Lin
tersenyum.
"Tali bambu ini menyakitkan lenganku. Kau ikat begini kuat, apakah engkau tak kasihan padaku?"
"Kasihan apa? Kamu melanggar dan harus dihukum!"
"Ah, aku tidak mau kalau diikat dengan ini. Aku minta diikat dengan sabuk pinggangmu itu!" kata Han
Lin dan sekali dia menggerakkan tangan, ikatan tali bambu Itu pun putus-putus! Lian Hong terbelalak,
kedua pipinya yang putih menjadi kemerahan karena marahnya.
"Setan kamu! Anjing, Babi..."
"Ssstt! Aku dengar murid Siauw-Lim-Pai dilarang keras untuk memaki-maki seperti itu!" kata Han Lin.
Lian Hong menggunakan tangan menutup mulutnya dengan kaget.
"Ohhh... aku lupa...! Si Han Lin, jangan main-main, apakah kamu hendak memberontak dan
melawanku?" Ia siap untuk menyerang.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 250
:: CerSil KhoPingHoo :
"Tidak, aku tidak melawan. Aku tidak bersalah, aku hanya ingin bertemu dan bicara dengan Bu Kek
Tianglo!"
"Kamu melanggar! Kamu harus ditangkap dan kuhadapkan para Suhengku!"
"Ya, boleh saja. Akan tetapi jangan diikat pakai tali kasar itu! Kalau pakai ikat pinggangmu dari sutera itu,
baru aku mau."
"Sialan!" Lian Hong berseru. Kalau ia melepaskan ikat pinggangnya, bukankah berarti celananya akan
merosot turun? Akan tetapi ikat pinggangnya dari sutera itu panjang sekali, ujungnya saja sudah cukup
untuk membelenggu kedua pergelangan tangan itu. Maka tanpa bicara lagi, ia melepaskan sebagian ikat
pinggangnya, mengikatkan kembali bagian tengahnya dan sebagian ujungnya yang cukup panjang ia
ikatkan pada kedua pergelangan tangan Han Lin yang menurut saja sambil tersenyum. Kini pemuda itu
terikat oleh ujung ikat pinggang yang masih mengikat pinggang ramping itu!
"Hayo jalan!" bentaknya. Han Lin tersenyum dan berjalan. Karena kedua tangannya diikat sabuk yang
masih mengikat pinggang Lian Hong, Tentu saja mereka harus berjalan berdampingan!
Han Lin berjalan melenggang sambil tersenyum geli, sebaliknya Lian Hong berjalan dan berusaha
menjauh sedapat mungkin dengan mulut cemberut! Tiba-tiba mereka bertemu dengan seorang Hwesio
bertubuh tinggi besar yang mukanya merah. Inilah Ho Hwesio yang berusia empat puluh tahun. Di jubah
Hwesio ini bagian dada terdapat huruf HO (Api) dan Ho Hwesio ini merupakan orang yang paling keras
wataknya dibandingkan empat orang lainnya dari Ngo-Heng-Tin (Pasukan Lima Unsur). Alis Hwesio ini
berkerut dan matanya memandang marah ketika dia melihat Lian Hong berjalan berdampingan rapat
dengan seorang pemuda tampan yang asing, sama sekali bukan murid Siauw-Lim-Pai. Karena kini Ong
Lian Hong menjadi murid Bu Kek Tianglo, berarti gadis remaja itu termasuk adik seperguruannya!
"Sumoi, apa yang terjadi? Siapa pemuda ini?" Ho Hwesio berseru dengan sikap penasaran. Lian Hong
juga memiliki watak yang lincah, manja, dan galak pula. Melihat Ho Hwesio bertanya dengan nada yang
keras, ia pun menjawab dengan cemberut pula.
"Ho Suheng, dia ini bernama Si Han Lin, memasuki kebun kita tanpa ijin, katanya hendak bertemu
dengan Suhu, maka dia kutangkap untuk kuhadapkan Suheng Ceng Seng Hwesio!"
"Omitohud! Enak saja! Orang begini kurang ajar masih kau perlakukan dengan begitu lunak, Sumoi!
Lepaskan dia, biar pinceng (aku) yang membawanya ke dalam!" bentak Ho Hwesio. Karena merasa tidak
enak kalau harus "memperebutkan" tawanan itu, Lian Hong tanpa bicara apa pun ingin melepaskan
belenggu ujung sabuknya pada kedua pergelangan tangan Han Lin, akan tetapi ia terkejut melihat
betapa kedua pergelangan tangan itu ternyata telah terlepas dari ikatan tanpa merusak ujung sabuk
Suteranya. Cepat ia melibatkan lagi ujung sabuk itu pada pinggangnya yang ramping. Kemudian Ho
Hwesio dengan alis berkerut menghampiri Han Lin dan berkata dengan suara keren.
"Hai, orang muda bernama Si Han Lin! Engkau telah berani sekali menghina Siauw-Lim-Pai!" Han Lin
memandang kepada Hwesio tinggi besar itu dengan mata terbelalak heran.
"Menghina? Aku menghina Siauw-Lim-Pai?" Dia memandang ke arah huruf Ho pada dada jubah Hwesio
itu dan maklum bahwa yang berdiri di depannya adalah seorang anggauta dari Ngo-Heng-Tin. "Ho
Hwesio, dalam hal apakah aku menghina Siauw-Lim-Pai?":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 251
:: CerSil KhoPingHoo :
"Engkau telah menghina dua kali! Pertama, engkau masuk tanpa ijin berarti melanggar kedaulatan kami,
dan ke dua engkau memaksa hendak bertemu dengan Suhu Bu Kek Tianglo, ketua kami. Itu penghinaan
namanya!"
"Wah, Ho Hwesio yang terhormat dan baik! Ucapanmu itu menyatakan kebenaran kata-kata bahwa
kesalahan orang lain sekecil semut pun tampak nyata, akan tetapi kesalahan sendiri sebesar gajah tetap
tidak kelihatan! Dengarlah baik-baik. Aku masuk ke sini karena aku telah ditolak dan diusir penjaga pintu
gerbang biarpun aku minta ijin untuk masuk secara baik-baik! Kemudian, apa salahnya aku bertemu
dengan Bu Kek Tianglo? Apakah di Siauw-Lim-Pai masih ada aturan membeda-bedakan manusia diukur
dari golongan, kedudukan, kekayaan, atau kepandaian? Apakah ketua Siauw-Lim-Pai itu bukan manusia
dan terlalu suci sedangkan aku hanya orang biasa yang kotor dan hina?" Mendengar ini, wajah Ho
Hwesio menjadi semakin marah, kini bukan hanya karena marah, melainkan lebih karena merasa ditegur
dan malu.
"Orang muda, tidak perlu engkau banyak bicara. Kami di sini mempunyai peraturan sendiri yang tidak
boleh dilanggar siapapun juga. Kalau engkau mempunyai urusan dengan Siauw-Lim-Pai, engkau cukup
bicara dengan kami sebagai para pengurus Siauw-Lim-Pai. Kalau persoalannya penting, baru kami akan
melaporkan kepada Toa-Suheng (Kakak Seperguruan Tertua) Ceng Seng Hwesio."
"Tidak bisa, aku hanya mau bicara dengan Bu Kek Tianglo sendiri dan tidak bisa diwakilkan orang lain!"
kata Han Lin dengan tegas.
"Omitohud! Kiranya engkau bocah yang besar kepala dan nekat!" Ho Hwesio marah sekali.
"Engkau nekat hendak berjumpa dengan Suhu Bu Kek Tianglo? Baik, untuk dapat bertemu engkau harus
dapat melewati Ngo-Heng-Thia (Ruangan Lima Unsur) lebih dulu. Di sana ruangan itu, silakan masuk dan
coba ingin kami melihat apakah engkau mampu melewatinya!" Ho Hwesio menuding ke arah sebuah
bangunan yang pintunya lebar dan tertutup. Han Lin tersenyum memandang ke arah bangunan itu dan
mengangguk.
"Kebetulan sekali. Sudah lama aku mendengar akan hebatnya Ngo-Heng-Thia yang merupakan ujian
terakhir bagi para murid Siauw-Lim-Pai. Aku ingin mencoba sampai di mana kehebatannya!" Setelah
berkata demikian, dengan langkah lebar dia menghampiri bangunan itu, diikuti oleh Ho Hwesio dan juga
oleh Lian Hong yang merasa khawatir. Murid Siauw-Lim-Pai yang sudah lulus saja masih harus berhatihati melewati lorong ruangan itu yang amat berbahaya. la sendiri memang sudah dapat melewatinya.
Akan tetapi pemuda ini yang tidak tahu sedikit pun tentang Ngo-Heng-Thia, merasa tenang saja dan
berani hendak mencoba melewatinya! Padahal, bukan saja hal itu amat sukar, bahkan juga amat
berbahaya dan salah-salah dapat merenggut nyawanya!
"Si Han Lin, lebih baik engkau menyerah saja dibawa menghadap Suheng Ceng Seng Hwesio daripada
nekat hendak memasuki Ngo-Heng-Thia!" kata Lian Hong yang tidak dapat menahan kekhawatirannya.
Pemuda yang sudah tiba di depan pintu ruangan berbahaya itu, berhenti dan memutar tubuh
menghadapi Lian Hong sambil tersenyum.
"Adik kecil, mengapa engkau menahan aku? Apa engkau khawatir kalau aku tidak mampu melewatinya
dan terluka?" Hati Lian Hong merasa dongkol mendengar dirinya disebut adik kecil. la cemberut dan
menjawab.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 252
:: CerSil KhoPingHoo :
"Aku hanya peringatkan padamu karena aku tidak ingin Ngo-Heng-Thia kami dikotori mayatmu yang
hancur dan darahmu mengalir ke mana-mana!"
"Hemm, terima kasih atas perhatianmu, Adik Ong Lian Hong. Jangan khawatir, kukira aku akan mampu
melewatinya dengan selamat." Kemudian sambil tersenyum Han Lin melangkah memasuki pintu yang
terbuka lebar. Setelah dia masuk ke ruangan itu, ternyata ruangan itu hanya memiliki sebuah lorong
yang lebarnya sekitar dua tombak dan cuacanya remang-remang. Dia melangkah tenang namun
sesungguhnya dia waspada dan seluruh urat syarafnya siap siaga menghadapi bahaya yang
bagaimanapun.
Begitu dia melangkah tidak lebih dari tujuh langkah, tiba-tiba terdengar suara keras di belakangnya. Dia
cepat membalik dan melihat betapa pintu di belakangnya tertutup dari atas dengan daun pintu berlapis
besi yang kokoh kuat! Dia terjebak dan tidak dapat kembali atau keluar dari ruangan itu. Jalan satusatunya hanya maju terus tanpa diketahuinya apa yang akan menghadangnya dalam perjalanan itu.
Sejenak Han Lin berdiri dan mengerahkan tenaga saktinya, membiasakan pandang matanya sehingga
dapat menembus keremangan cuaca di dalam lorong itu. Kemudian dia melangkah maju perlahan-lahan
dengan hati-hati dan waspada. Baru lima langkah dia berjalan, tiba-tiba ada angin dahsyat menyambar
dari sebelah kiri ke arah kepalanya. Han Lin yang sudah siap dengan pengerahan tenaga sinkang, cepat
menangkis dengan tangan kirinya sambil menarik kepalanya ke belakang.
"Dukkk...!!" Lengan kirinya bertemu dengan sebuah lengan baja yang amat kuat! Lengan baja itu begitu
saja mencuat keluar dari dinding dan memukulnya.
Begitu ditangkis, lengan itu meluncur kembali masuk ke dalam dinding. Kini dia maklum bahwa tempat
yang dijadikan tempat untuk menguji kepandaian para murid Siauw-Lim-Pai yang tamat belajar itu
penuh dengan rahasia yang cukup berbahaya. Dia melangkah terus. Tiba-tiba terdengar suara dari atas
dan meluncurlah bandul besi yang beratnya tentu ratusan kati, menimpa kepalanya. Kepala akan remuk
kalau tertimpa besi seberat itu. Han Lin cepat mengelak dengan mencondongkan tubuh ke kiri. Pada
saat itu, dari kiri tampak bayangan orang menubruknya dan besi yang menimpa tadi tertarik kembali ke
atas dan ternyata besi itu tergantung pada sehelai tali baja yang kuat. Han Lin cepat mengelak dengan
menyusup ke bawah sambil menggerakkan tangan kanannya memukul ke arah perut bayangan yang
ternyata merupakan sebuah arca manusia terbuat dari besi.
"Tanggg...!" Perut orang-orangan itu terpukul dan arca itu terpental ke belakang lalu lenyap kembali ke
dalam dinding. Han Lin melompat bangun dengan sigapnya sambil memperhatikan ke sekelilingnya. Dia
melangkah terus dan lorong itu membelok ke kiri. Ketika dia melangkah, tiba-tiba saja sebuah arca besi
yang tinggi besar menubruknya dan menyerangnya dengan gerakan silat yang amat cepat dan kuat!
Tangan kiri arca itu mencengkeram ke arah kepalanya dan tangan kanannya menjotos ke arah perut.
Han Lin cepat menggerakkan kedua tangan menangkis. Akan tetapi begitu ditangkis, arca itu
merendahkan diri dan tiba-tiba kakinya mencuat dengan tendangan maut yang amat kuat.
"Haiiitt!" Han Lin berseru, mengelak dan menggeser kaki lalu menggunakan tangan kiri yang dimiringkan
membacok ke arah kaki yang menendang itu. Karena dia mengerahkan sinkang, kalau yang dia bacok
dengan tangan miring itu kaki manusia, tentu tulang kakinya akan remuk.
"Tanggg!!" Kaki itu terpental akan tetapi tidak rusak. Orang-orangan itu terus menyerangnya dengan
gerakan Ilmu Silat Naga. Han Lin mengenal ilmu silat ini, maka dia dapat melayaninya dengan baik,:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 253
:: CerSil KhoPingHoo : :: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 254
:: CerSil KhoPingHoo :
bahkan beberapa kali sempat memukul tubuh orang-orangan itu. Kemudian arca besi itu mengubah ilmu
silatnya, menjadi ilmu Silat Harimau, lalu berubah-ubah sehingga Ilmu Silat Panca Hewan dia mainkan
semua. Namun Han Lin yang sudah hafal akan semua ilmu silat ini, dapat melawan dengan baik sehingga
akhirnya sebuah tendangannya dengan gaya tendangan terbang mengenai muka arca besi itu sehingga
arca besi terlempar menabrak dinding, mengeluarkan suara berkerontangan dan lenyap kembali ke
dalam dinding! Ketika Han Lin maju terus, dia harus menghadapi pengeroyokan dua orang-orangan besi
yang menyerangnya dengan menggunakan pedang.
Serangan mereka itu bersungguh-sungguh, merupakan serangan maut dan bukan hanya gerakan
ngawur, melainkan gerakan ilmu silat pedang Siauw-Lim-Pai yang amat cepat dan kuat. Namun, Han Lin
segera mengerahkan ginkang (ilmu meringankan tubuh), berkelebatan di antara sambaran pedang,
kemudian dengan pengerahan tenaga sakti yang amat kuat dia mendorong dua arca besi itu sehingga
keduanya terdorong menabrak dinding dan lenyap kembali. Baru saja dua arca berpedang itu lenyap,
muncul tiga arca yang bergolok dan kembali dia menghadapi pengeroyokan dengan ilmu golok yang
amat berbahaya. Namun Han Lin mempercepat gerakannya dan dia berhasil merampas tiga golok
mereka, menendangi arca itu sehingga mereka juga menghilang ke dalam dinding.
Lalu muncullah empat area besi yang bersenjata toya. Barisan empat buah arca ini ternyata paling lihai
dan berbahaya. Ilmu toya dari Siauw-Lim-Pai terkenal di seluruh dunia sebagai ilmu yang amat tangguh.
Namun karena Han Lin sudah mengenal baik ilmu toya Siauw-Lim-Pai, ketika dia dikeroyok empat dan
diserang, dia tidaklah amat kerepotan. Tubuhnya yang dapat bergerak amat lincahnya itu berkelebatan
menghindar sambaran empat batang toya. Yang amat mengagumkan adalah karena pemuda ini sama
sekali tidak menggunakan senjata untuk membela diri. Cukup dengan kedua kaki tangannya saja dia
mampu menangkis, bahkan membalas dengan tidak kalah dahsyatnya. Beberapa kali empat arca besi itu
terpental dan terhuyung.
Kemudian, setelah dapat membuat mereka terpental ke kanan kiri menabrak dinding, dia menerobos
lewat. Dia melihat pintu di ujung sana dalam keadaan terbuka. Hatinya merasa lega karena ternyata
empat buah arca besi bertoya ini agaknya merupakan ujian terakhir. Setelah berhasil menerobos lewat
tanpa terbuka sedikit pun, dia melompat ke depan dan... tiba-tiba kedua kakinya terjeblos ke dalam
sebuah lubang yang tiba-tiba saja terbuka di lantai! Han Lin tidak kehilangan ketenangan dan
kewaspadaannya. Begitu tubuhnya bagian bawah terjerumus ke dalam lubang, cepat kedua tangannya
dipentang dan begitu kedua telapak tangannya menyentuh lantai di tepi lubang, dia mengerahkan
tenaga bertumpu pada kedua telapak tangannya dan tubuhnya sudah melayang ke atas, lalu dia
membuat poksai (salto) meluncur keluar dari pintu lorong ruangan itu!
Namun, ternyata dia belum keluar dari ruangan karena di balik pintu lorong itu terdapat sebuah ruangan
yang luas dan terang, dan di sana telah berdiri menghadang lima orang Hwesio yang semua memegang
masing-masing sebatang toya besi! Dan di jubah bagian dada lima orang Hwesio itu masing-masing
terdapat huruf KIM, BHOK, SUI, HO, dan THOU! Tahu lah dia bahwa mereka adalah apa yang disebut
Ngo-Heng-Tin (Pasukan Lima Unsur). Akan tetapi ketika dia mengamati penuh perhatian, mereka
berlima itu ternyata bukan manusia, melainkan lima buah arca Hwesio yang buatannya sedemikian
halusnya sehingga mirip benar dengan manusia hidup! Han Lin tersenyum dan menggelengkan kepala
kagum,
"Bukan main! Para Hwesio Siauw-Lim-Pai sungguh pandai sekali! Pandai ilmu silat, pandai ilmu agama,
pandai pula seni membuat patung, juga ahli alat-alat rahasia. Sungguh pantas disebut sebagai pusat dan
sumber semua ilmu silat! Kalau Ngo-Heng-Tin palsu ini merupakan ujian terakhir, aku harus:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 255
:: CerSil KhoPingHoo :
menundukkannya!" Setelah berkata demikian, dia melangkah maju. Tiba-tiba terdengar suara "klik" dan
lima arca Ngo-Heng-Tin itu serentak menyerangnya! Diam-diam Han Lin terkejut juga. Gerakan lima arca
Ngo-Heng-Tin itu sama sekall tidak kaku sepertI gerakan arca-arca yang tadi menyerang dan
mengeroyoknya!
Para arca tadi, kalau menyerang dan dapat dia elakkan atau tangkis, otomatis arca itu mundur. Akan
tetapi lima arca Ngo-Heng-Tin ini sama sekali tidak mundur. Setiap kali gagal menyerang, lalu
melanjutkan dengan serangan lain dan semua serangan itu merupakan gerakan jurus silat amat baik,
silat Ngo-Heng Sin-Kun yang aseli. Mereka itu seolah benar-benar hidup, dapat berpikir dan
menggunakan akal! Han Lin terpaksa harus mengerahkan seluruh tenaga saktinya dan mengeluarkan
semua ilmunya karena pengeroyokan Ngo-Heng-Tin palsu itu benar-benar hebat dan berbahaya. Dan
semua itu dia hadapi dengan tangan kosong belaka! Padahal, setiap orang murid tertinggi Siauw-Lim-Pai
yang melewati ujian ini, selalu menggunakan senjata andalannya yang boleh dia pilih. Itu pun jarang ada
murid yang mampu lulus tanpa menderita luka.
Han Lin mengimbangi serangan Ngo-Heng-Tin dengan jurus-jurus yang sama, bahkan jurus-jurus NgoHeng-Tin pilihan telah berubah ketika dia mainkan, bercampur dengan aliran ilmu silat lain yang
membuat gerakannya menjadi ampuh sekali. Sementara itu, sejak tadi Ho Hwesio dan Lian Hong
mengawasi gerak-gerik Han Lin dari luar ruangan, melalui lubang-lubang yang memang diadakan untuk
dipergunakan para pelatih mengamati kemajuan murid yang diuji. Lian Hong terkejut, heran dan kagum
bukan main melihat betapa Han Lin mampu lolos dari serangan para boneka besi itu tanpa lecet sedikit
pun. Sementara itu, begitu melihat betapa Han Lin mampu melawan Ngo-Heng-Tin palsu dengan baik
dan sama sekali tidak terdesak, lalu cepat memanggil para saudaranya sehingga kini kelima Hwesio
anggauta Ngo-Heng-Tin sudah berkumpul di situ.
Karena ingin segera dapat bertemu dengan Bu Kek Tianglo, setelah bertanding melawan Ngo-Heng-Tin
tiruan itu selama empat puluh jurus, tiba-tiba Han Lin mengeluarkan bentakan-bentakan nyaring dan
begitu kedua tangannya mendorong dengan tenaga sakti yang amat kuat dengan merangkap kedua
tangan seperti menyembah, dari depan dada lalu diluncurkan ke depan, lima buah patung besi yang
membentuk Ngo-Heng-Tin itu berpelantingan dan roboh, tak mampu bangkit kembali, agaknya rusak
alat di sebelah dalam patung yang membuat mereka dapat bergerak! Kim Hwesio, Bhok Hwesio, Sui
Hwesio, Ho Hwesio dan Thou Hwesio kini berlompatan ke depan Han Lin dengan toya di tangan. Sikap
mereka berwibawa dan mengancam.
"Omitohud! Engkau merusak. Ngo-Heng-Tin tiruan kami! Sekarang hadapilah Ngo-Heng-Tin yang aseli!"
bentak Kim Hwesio marah. Lalu kelima orang Hwesio itu sudah mengepung dan siap menyerang. Han Lin
juga bersikap waspada karena maklum bahwa Ngo-Heng-Tin yang aseli ini tentu jauh lebih lihai daripada
Ngo-Heng-Tin dari boneka-boneka besi tadi. Dia melihat pula munculnya tidak kurang dari dua puluh
orang laki-laki berjubah Pendeta berkepala gundul, yaitu Hwesio-Hwesio dan di belakang mereka masih
ada pula puluhan orang yang melihat sikap mereka tentulah ahli-ahli silat murid Siauw-Lim-Pai. Mereka
semua itu agaknya siap siaga dan mengepung dari jauh. Namun Han Lin tidak gentar dan tetap bersikap
tenang. Akan tetapi sebelum Ngo-Heng-Tin bergerak, terdengar seruan lembut.
"Omitohud...! Ngo-Heng Sute, jangan berkelahi. Mundurlah, biarkan Pinceng mengurus pemuda ini!"
Ngo-Heng-Tin mendengar suara Ceng Seng Hwesio, segera mundur. Juga Lian Hong dan Coan Sim
Hwesio yang sudah berada pula di situ, mundur menjauh. Coan Sim Hwesio memberi isyarat dengan
tangannya kepada para murid Siauw-Lim-Pai dan mereka semua segera menjauhkan diri sehingga tidak
ada kesan hendak mengeroyok pemuda itu. Kini Ceng Seng Hwesio berhadapan dengan Han Lin. Ceng:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 256
:: CerSil KhoPingHoo :
Seng Hwesio adalah murid tertua Bu Kek Tianglo dan dia pun dapat dibilang sebagai wakil Sang Ketua.
Tentu saja Hwesio yang usianya sudah lima puluh tahun lebih ini memiliki tingkat kepandaian yang
sudah tinggi.
"Omitohud! Orang muda, engkau tadi merobohkan boneka-boneka besi Ngo-Heng-Tin dengan pukulan
Tat-Mo Sin-Kun! Siapakah sesungguhnya engkau dan mengapa engkau datang mengacau di Siauw-LimPai?" Han Lin memandang Hwesio itu dengan alis berkerut dan sepasang matanya bersinar tajam penuh
selidik, mulutnya tersenyum, lalu dia berkata lembut.
"Kalau aku tidak salah sangka, engkau tentulah yang bernama Ceng Seng Hwesio, bukan?"
"Omitohud, agaknya engkau mengenal kami dan ilmu-ilmu Siauw-Lim-Pai! Siapa engkau dan mengapa
engkau mengacau di sini?"
"Maaf, aku sama sekali tidak berniat membuat kekacauan. Aku bernama Si Han Lin dan aku hanya ingin
menghadap, berjumpa dan bicara dengan Bu Kek Tianglo. Akan tetapi para murid Siauw-Lim-Pai
menentangku dan memaksa aku melewati Ngo-Heng-Thia."
"Hemm, Si Han Lin, semua murid Siauw-Lim-Pai menghormati Suhu Bu Kek Tianglo. Kami semua tidak
berani mengganggu ketenangan beliau yang sedang bersamadhi. Kalau engkau mempunyai urusan


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk dibicarakan dengan Siauw-Lim-Pai, bicaralah kepada Pinceng. Semua urusan Siauw-Lim-Pai cukup
dapat diurus oleh Pinceng sebagai wakil Suhu Bu Kek Tianglo!" Han Lin menggelengkan kepala.
"Tidak bisa, Ceng Seng Hwesio. Aku harus bertemu dan bicara sendiri dengan Bu Kek Tianglo, tidak
dengan orang lain." Berkerut sepasang alis tebal Ceng Seng Hwesio.
"Orang muda, agaknya setelah mampu lolos dari Ngo-Heng-Thia dan merobohkan lima boneka NgoHeng-Tin, engkau merasa bahwa di dunia ini engkau orang yang paling lihai. Orang muda, sadarlah
bahwa ketinggian hatimu tidak akan membawamu ke tempat yang membahagiakan, sebaliknya akan
meruntuhkanmu. Untuk yang terakhir kalinya, Pinceng nasihatkan agar engkau segera meninggalkan
tempat ini dan jangan ganggu lagi Siauw-Lim-Pai."
"Aku tidak mengganggu siapa-siapa, aku hanya ingin bertemu dengan Bu Kek Tianglo, itu saja!"
"Engkau sungguh keras hati, Si Han Lin. Tadi Pinceng melihat engkau mempergunakan jurus Tat-Mo SinKun. Sebelum kita lanjutkan pembicaraan tentang engkau hendak menghadap Suhu Bu Kek Tianglo,
Coba sambutlah dulu jurus Tat-Mo Sin-Kun dari Pinceng ini!" Setelah berkata demikian Ceng Seng
Hwesio merangkap kedua tangan ke depan dada seperti menyembah, siap untuk melancarkan serangan.
"Siancai...! Kalau itu yang engkau kehendaki, silakan, Ceng Seng Hwesio. Aku akan mencoba untuk
menyambutnya..." Setelah berkata demikian, Han Lin juga merangkap kedua tangan dalam bentuk
sembah di depan dada.
"Haiiiikkk...!" Ceng Seng Hwesio kini mendorongkan kedua tangan itu ke arah Han Lin. Pemuda itu pun
menyambut dengan dorongan kedua tangannya yang tadi membentuk sembah.
"Wuuuuttt... tassss...!" Dua tenaga sakti yang amat kuat bertemu. Tubuh Han Lin tidak terguncang, akan
tetapi kedua kakinya masuk ke dalam lantai berbatu itu sampai ke mata kaki, sedangkan tubuh Ceng:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 257
:: CerSil KhoPingHoo :
Seng Hwesio terdorong mundur sampai tiga langkah! Ceng Seng Hwesio membelalakkan matanya. Kalau
dia tidak mengalami sendiri, tentu dia tidak mau percaya! Ilmu Tat-Mo Sin-Kun adalah ilmu pusaka
Siauw-Lim-Pai yang hanya diajarkan kepada murid Siauw-Lim-Pai tingkat tertinggi. Ilmu silat Tat-Mo SinKun ini adalah gerakan-gerakan yang memuja dan menyembah Sang Buddha secara sederhana sekali,
akan tetapi di dalamnya terkandung tenaga I-Kin-Keng yang amat sakti.
Di dalam dunia ini, tidak ada lagi manusia yang menguasai Tat-Mo Sin-Kun secara sepenuhnya atau
sempurna. Hanya Bu Kek Tianglo seorang, Guru besar Siauw-Lim-Pai, yang pada waktu itu menguasai
Tat-Mo Sin-Kun dengan tenaga I-Kin-Keng yang mencapai tingkat sembilan bagian! Dia sendiri, sebagai
murid tertua dari Bu Kek Tianglo, hanya memiliki empat bagian saja. Namun, empat bagian itu sudah
amat hebat dan tidak banyak ilmu aliran perguruan lain yang akan mampu menandinginya. Akan tetapi,
tadi jelas terbukti bahwa pemuda yang juga menggunakan Tat-Mo Sin-Kun itu memiliki tenaga yang
lebih kuat daripada dia, berarti tingkat pemuda itu sedikitnya ada lima atau enam bagian! Bagaimana
mungkin hal ini terjadi?
"Si Han Lin, masih ada hubungan apakah engkau dengan Suhu Bu Kek Tianglo?" tanya Ceng Seng Hwesio
heran. Si Han Lin tersenyum.
"Bu Kek Tianglo adalah Supekku (Uwa Guruku) dan aku ingin menghadap kepada Supek untuk urusan
pribadi yang tidak dapat kuceritakan kepada orang lain." Ceng Seng Hwesio terbelalak.
"Supek mu...? Hemm, Suhu Bu Kek Tianglo sudah tidak mempunyai adik seperguruan lagi, mereka telah
meninggal dunia..."
"Masih ada seorang." kata Han Lin.
"Ahh... tapi... tapi Sutenya (Adik Seperguruannya) itu... sudah bukan Sutenya lagi, sudah melepaskan diri
dari Siauw-Lim-Pai, bahkan sudah beralih agama, kalau tidak salah menjadi seorang Tosu..." Han Lin
mengangguk.
"Beliau itulah Suhuku." katanya sederhana.
"Omitohud..." seru Ceng Seng Hwesio sambil mengerutkan alisnya. "Jadi Thian Beng Siansu itu Gurumu?
Pantas engkau begini tidak mengenal aturan! Kiranya Gurumu seorang yang meninggalkan agama kami
dan menyeleweng, menjadi pemeluk Agama To yang menyimpang dari jalan kebenaran!" Si Han Lin
tertawa dan suara tawanya aneh seperti orang yang geli mendengar sesuatu yang lucu. Ong Lian Hong
mengerutkan alisnya mendengar suara tawa ini. Tadinya ia memang sudah marah kepada Han Lin,
bahkan menangkap dan mengikatnya. Lalu muncul Ho Hwesio yang menyuruh pemuda itu melewati
lorong Ngo-Heng-Thia yang membuat ia kagum kepada pemuda itu. Kini mendengar pemuda itu seolah
menertawakan Ceng Seng Hwesio, Suheng yang dihormatinya, ia menjadi marah lagi.
"Hei, kamu cengengesan, memangnya kamu badut? Apa yang kamu tertawakan!" bentaknya sambil
menudingkan telunjuk kirinya ke arah hidung Han Lin.
"Aku tertawa mendengar ucapan Ceng Seng Hwesio yang aneh itu. Semua agama di dunia ini
mengajarkan dan menuntun manusia agar menjauhi kejahatan dan menjadi baik wataknya. Tidak ada
agama yang mengajarkan agar orang menjadi jahat. Mencela dan menjelek-jelekkan agama lain jelas
merupakan sikap yang tidak patut dan orang yang melakukannya berarti tidak menaati pelajaran:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 258
:: CerSil KhoPingHoo :
agamanya karena aku yakin bahwa dalam semua agama terdapat pelajaran yang melarang manusia
merasa benar dan suci sendiri. mencela dan menjelek-jelekkan orang beragama lain. Tidak ada agama
yang saling memburukkan, maka kalau ada orang saling memburukkan agama orang lain, jelas dia itu
menyalahi pelajaran agamanya!"
Wajah Ceng Seng Hwesio berubah merah sekali mendengar ucapan yang mengandung teguran keras
padanya itu. Diam-diam dia harus mengakui bahwa hatinya juga dipengaruhi kebencian antara orangorang beragama lain yang berkecamuk pada waktu itu, terutama sekali semenjak berkuasanya penjajah
Mongol. Dan dia pun menyadari bahwa perasaan membenci agama lain ini jelas berlawanan dengan
pelajaran agamanya sendiri. Tidak ada dalam pelajaran Agama Buddha yang mencela dan memburukkan
agama lain dan baru saja dia kelepasan bicara mengatakan bahwa menjadi pemeluk Agama To berarti
tersesat! Dia menghela napas panjang dan berkata kepada Lian Hong.
"Sudahlah, Sumoi, biarkan Pinceng yang bicara dengan pemuda ini. Si Han Lin, kalau engkau mengaku
sebagai murid keponakan Suhu Bu Kek Tianglo, Pinceng hendak bertanya. Apakah engkau menaati
Supek mu dan apakah engkau berani mengganggunya?"
"Aih, tentu saja aku amat menghormati dan taat kepada Supek Bu Kek Tianglo dan tidak berani
mengganggunya."
"Kalau begitu, ketahuilah. Suhu Bu Kek Tianglo sedang berada dalam ruangan samadhi sejak beberapa
hari yang lalu dan Suhu memesan agar sebelum lewat tujuh hari beliau jangan diganggu siapa pun.
Samadhinya sudah berlangsung lima hari, tinggal dua hari lagi. Setelah lewat besok dan lusa, barulah
engkau boleh menghadap Suhu." Han Lin mengangguk-angguk.
"Baiklah kalau begitu aku akan menanti di luar Ruangan Samadhi sampai Supek Bu Kek Tianglo selesai
bersamadhi dan dapat menerimaku."
"Di belakang ruangan samadhi terdapat sebuah kamar yang biasa ditempati murid yang bertugas
melayani kalau Suhu sudah selesai bersamadhi. Engkau boleh tinggal dalam kamar itu untuk menanti
Suhu." kata Ceng Seng Hwesio. Han Lin menyetujui dan dia lalu diantar ke dalam kamar itu. Sebuah
kamar yang kecil namun cukup perlengkapannya dan kamar itu terletak di belakang ruangan samadhi
yang tidak boleh diganggu itu. Setelah Si Han Lin tinggal di kamar itu, Ceng Seng Hwesio yang merasa
penasaran mengumpulkan para Sute (adik seperguruan) dan beberapa orang muridnya yang sudah
memiliki kepandaian yang cukup tangguh. Dia menegur mereka yang dianggapnya lengah sehingga
pemuda Si Han Lin itu dapat melewati pagar tembok yang mengelilingi perumahan Siauw-Lim-Si tanpa
ada yang mengetahuinya.
"Masih untung bahwa Si Han Lin itu agaknya tidak berniat jahat terhadap Siauw-Lim-Pai." katanya.
"Apakah kalian semua sudah lupa akan peristiwa beberapa waktu yang lalu ketika gadis jahat murid Hek
Moli itu menyerbu ke sini? Hampir saja kitab pusaka I-Kin-Keng dicurinya. Kita belum mengenal betu! Si
Han Lin itu. Kalau dia benar murid Thian Beng Siansu, dia berbahaya sekali. Siapa tahu dia juga
mempunyai niat yang tidak baik terhadap kita."
"Suheng, sebetulnya orang macam apa sih Thian Beng Siansu, Guru Si Han Lin itu?" tanya Lian Hong
yang biarpun masih remaja, sudah mereka akui sebagai saudara seperguruan yang pantas diajak:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 259
:: CerSil KhoPingHoo :
berunding karena gadis itu mendapat gemblengan langsung dari Bu Kek Tianglo dan ilmu silatnya sudah
mencapai tingkat yang lumayan tingginya. Ceng Seng Hwesio menghela napas panjang.
"Omitohud! Hal ini memang seolah dirahasiakan oleh Suhu, tidak pernah diceritakan kepada para murid.
Hanya murid-murid tua seperti Pinceng dan beberapa orang saudara yang kini tinggal di luar Siauw-LimSi yang mengetahui. Dahulu, sekitar tiga puluh tahun yang lalu, Suhu Bu Kek Tianglo mempunyai seorang
Sute yang menggunakan nama Thian Beng Hwesio. Biarpun dalam hal ilmu silat tingkat Thian Beng
Hwesio sebanding dengan Suhu, namun kalau Suhu berwatak lembut dan bijaksana, sebaliknya watak
Susiok (Paman Guru) Thian Beng Siansu itu keras, ugal-ugalan dan agak liar. Maka, seringkali dia
menerima teguran dari Suhu. Akhirnya dia meninggalkan Siauw-Lim-Pai dan berita terakhir yang kami
dapatkan, Susiok Thian Beng Hwesio itu sudah berganti agama, bahkan menjadi seorang tokoh besar
Agama To dan namanya berubah menjadi Thian Beng Siansu. Selama itu dia tidak pernah datang
menghubungi Siauw-Lim-Pai dan tahu-tahu hari ini muridnya yang sikapnya juga ugal-ugalan tanpa
mengenal aturan itu datang ke sini. Karena itu kita tidak boleh lengah dan diam-diam kita harus
mengawasi Si Han Lin itu. Selain itu, mulai sekarang penjagaan harus diperketat agar jangan ada orang
luar mampu mencuri masuk."
Demikianlah, para murid Siauw-Lim-Pai, dipimpin oleh Ceng Seng Hwesio yang dibantu para Sutenya,
yaitu kelima Hwesio anggauta Ngo-Heng-Tin dan Coan Sim Hwesio. Juga dikerahkan puluhan orang
murid untuk melakukan penjagaan ketat secara bergiliran. Pada keesokan harinya, menjelang senja,
seorang murid yang melakukan perondaan di luar perumahan datang berlarian melaporkan kepada
Ceng Seng Hwesio.
"Suhu, dari selatan muncul seorang pemuda yang mencurigakan. Melihat cara dia berjalan cepat, tentu
dia seorang ahli silat pandai. Dia sudah tiba sekitar dua li dari sini." Mendengar laporan ini, Ceng Seng
Hwesio memesan agar para Sute dan murid menjaga dengan waspada.
Dia sendiri lalu membawa toyanya (tongkat panjang) dan menuju ke selatan untuk menyambut pemuda
yang kata muridnya mencurigakan itu. Sekitar satu li jauhnya dari Kuil, dia bertemu dengan pemuda itu.
Seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tiga tahun, tinggi besar, ganteng dan gagah, pakaiannya biru
dari kain yang mahal. Di punggungnya tergantung sebatang golok besar dalam sarung golok dan terhias
emas pada gagangnya. Pemuda ini bukan lain adalah Yo Kang yang menerima perintah Tiong Li Seng-jin
ketua Bu-Tong-Pai untuk berkunjung ke Siauw-Lim-Pai. Melihat seorang Hwesio berusia setengah abad
lebih, tubuhnya tinggi besar, wajahnya berkulit hitam dan tampak angker sekali, berdiri tegak dengan
sebatang toya di tangan, Yo Kang cepat memberi hormat. Dia mengangkat kedua tangan depan dada.
"Selamat sore, Lo-Suhu (Bapak Pendeta)! Apakah Lo-Suhu seorang dari Siauw-Lim-Pai?"
"Benar, Pinceng adalah Ceng Seng Hwesio, wakil pemimpin Siauw-Lim-Pai. Engkau siapakah, orang
muda? Dan ada keperluan apa melakukan perjalanan dekat perumahan kami?"
"Ah, kebetulan sekali!" kata Yo Kang. "Saya bernama Yo Kang, murid Bu-Tong-Pai. Saya membawa pesan
dan surat pribadi dari Suhu Tiong Li Seng-jin untuk disampaikan oleh Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo."
Karena belum pernah mengenal Yo Kang, dan teringat akan munculnya pemuda Si Han Lin yang
mendatangkan keributan, Ceng Seng Hwesio memandang wajah pemuda itu dengan penuh selidik. Dia
harus waspada.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 260
:: CerSil KhoPingHoo :
"Omitohud, kiranya Sicu (orang muda gagah) adalah murid Lo-Cianpwe Tiong Li Seng-jin! Kalau ada
pesan dan surat dari beliau, sampaikan saja kepada Pinceng, Yo-Sicu, karena Pinceng yang mewakili
Suhu." Yo Kang mengerutkan alisnya yang tebal.
"Ah, harap maafkan saya. Suhu memesan kepada saya agar surat ini saya sampaikan sendiri kepada LoCianpwe Bu Kek Tianglo, tidak boleh kepada orang lain. Karena hal itu menyangkut satu hal yang penting
sekali." Juga Ceng Seng Hwesio mengerutkan alisnya. Pemuda ini bersikap seperti Si Han Lin, bersikeras
hendak bertemu dengan ketua Siauw-Lim-Pai seolah tidak percaya kepadanya!
"Hemm, kalau begitu tidak mungkin, Yo-Sicu. Suhu sedang bersamadhi dan tidak boleh diganggu siapa
pun. Mungkin lusa pagi baru dapat dihubungi." Yo Kang menghela napas panjang.
"Saya telah melakukan perjalanan jauh dan lama sekali, menanti dua hari lagi pun tidak mengapa. Saya
akan menunggu, Lo-Suhu." Tiba-tiba kedua orang itu menjadi tegang dan dengan sikap waspada mereka
memandang ke kanan kiri. Pendengaran mereka yang terlatih menangkap. suara yang tidak wajar. Benar
saja, dari kanan kiri muncul dua orang Kakek dan di belakang mereka terdapat dua belas orang perajurit
Mongol! Seorang di antara kedua Kakek itu bertubuh kurus bermuka tengkorak, wajahnya cemberut
seperti orang marah selalu, matanya yang cekung itu bersinar kejam.
Pakaiannya kembang-kembang dari Sutera mahal, wataknya congkak dan tangannya memegang
sebatang tongkat ular. Adapun Kakek ke dua berusia sebaya, kurang lebih enam puluh dua tahun.
Tubuhnya sedang, wajahnya tampan gagah, pakaiannya mewah dari Sutera hitam dan di punggungnya
tergantung sebatang golok besar berselaput emas yang indah. Kakek kurus itu bukan lain adalah Tung
Giam-Lo-Ong (Raja Maut Timur) yang biasa disebut Raja Timur, seorang di antara Empat Datuk Besar.
Adapun Kakek kedua yang gagah tampan adalah See Te-Tok (Racun Bumi Barat) yang biasa disebut
Racun Barat, juga seorang di antara Empat Datuk Besar. Dua orang Kakek dan dua belas orang perajurit
itu segera mengepung Yo Kang dan Ceng Seng Hwesio. Kedua orang Ini saling pandang dengan alis
berkerut. Keduanya saling mencurigai, saling menduga telah bersekongkol dengan pasukan Mongol!
"Heh-heh-heh! Tokoh Siauw-Lim-Pai dan tokoh Bu-Tong-Pai mengadakan pertemuan rahasia di sini,
tentu merundingkan rencana pemberontakan terhadap pemerintah! Hayo, kalian menyerah saja kami
tangkap dan kami seret ke pengadilan!" bentak Racun Barat dengan suara menggelegar. Wajah Ceng
Seng Hwesio yang berkulit hitam itu menjadi semakin hitam karena dia marah sekali mengenal dua
orang Datuk Besar itu.
"Omitohud, kiranya Raja Timur dan Racun Barat yang datang. Kalian ngawur Pinceng adalah wakil
pimpinan Siauw-Lim-Pai dan sama sekali tidak mempunyai niat memberontak!"
"Huh, Hwesio jangan banyak cakap. Menyerah atau harus kami robohkan dulu!" Kini Raja Maut yang
bicara. Si Muka Tengkorak ini nnenjadi semakin mengerikan kalau bicara, mulutnya yang hanya gigi dan
tulang terbungkus kulit itu bergerak-gerak kaku!
"Pinceng tidak bersalah, untuk apa menyerah? Kalau kalian hendak menggunakan kekerasan, silakan!"
"Hwesio sombong, kau bosan hidup!" Tung Giam-Lo atau Raja Timur itu sudah menerjang ke depan,
menggerakkan tongkat ularnya menyerang dengan amat dahsyat ke arah Ceng Seng Hwesio. Hwesio ini
memang sudah siap. Dia menggerakkan toyanya menangkis lalu membalas sehingga kedua orang ini
segera terlibat perkelahian yang seru. Raja Barat menghampiri Yo Kang dan tertawa. engkau ini bocah:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 261
:: CerSil KhoPingHoo : :: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 262
:: CerSil KhoPingHoo :
Bu-Tong-Pai membawa golok bergagang emas! Eh, apa kau berani menyaingi aku? Hayo keluarkan
golokmu itu, apa mampu diadu dengan golokku, ha-ha-ha!" Yo Kang, seperti juga Ceng Seng Hwesio,
merasa lega karena keduanya kini mendapat kenyataan bahwa yang datang itu adalah pasukan Mongol
yang agaknya memusuhi mereka berdua, atau lebih jelasnya lagi, memusuhi Siauw-Lim-Pai dan Bu-TongPai. Mereka berdua memang maklum bahwa Pemerintah Mongol selalu mencurigai perguruan-perguruan
silat atau perkumpulan dan pendekar yang tidak mau diajak membantu Pemerintah Mongol. Memang
Siauw-Lim-Pai dan Bu-Tong-Pai belum pernah dimusuhi secara terang-terangan atau diserang, akan
tetapi sudah sering menerima bukan untuk membantu pemerintah dan selalu ditolak dengan halus. Sore
ini agaknya mereka hendak menangkap dengan tuduhan merencanakan pemberontakan, walaupun
yang dituduh bukan kumpulannya, melainkan diri mereka berdua! Racun Barat sudah mencabut golok
besarnya yang menyeramkan. Yo Kang yang tadi mendengar bahwa calon lawannya ini adalah See TeTok, Racun Barat, Datuk besar yang terkenal lihai, cepat mencabut pula goloknya yang bergagang emas.
Akan tetapi goloknya itu tampak kecil dibandingkan golok besar Racun Barat.
"Heh-heh, orang muda. Menyerah sajalah untuk kutangkap daripada lehermu putus oleh golokku!"
Racun Barat berkata.
"Aku tidak bersalah dan tidak mau menyerah!" See Te-Tok mengeluarkan gerengan dan dia pun
menubruk maju menyerang dengan golok besarnya. Dari samping Yo Kang menangkis.
"Singg... trangggg...!!" Bunga api berpijar dan keduanya mundur beberapa langkah.
Setelah saling serang, kedua pihak terkejut. Ternyata lawan adalah orang yang amat tangguh! Yang lebih
terkejut adalah dua Datuk Besar itu. Biasanya mereka itu memandang rendah lawan. Akan tetapi
sekarang mereka mendapatkan perlawanan yang amat kuat, bahkan balasan serangan lawan juga
berbahaya sekali. Di lain pihak, Yo Kang dan Ceng Seng Hwesio juga harus mengakui bahwa dua orang
lawan itu tidak percuma menjadi dua di antara Empat Datuk Besar karena memang mereka benar-benar
amat lihai! Karena maklum bahwa mengalahkan tokoh Bu-Tong-Pai dan Siauw-Lim-Pai itu bukan hal
mudah, padahal Siauw-Lim-Si tidak terlalu jauh dari situ sehingga kalau para murid Siauw-Lim-Pai
mengetahui dan mengeroyok, mereka akan celaka, maka Racun Barat segera memberi aba-aba kepada
selusin orang perajurit Mongol pilihan itu untuk maju mengeroyok!
Kini keadaan Yo Kang dan Ceng Seng Hwesio menjadi gawat. Ternyata dua belas. orang perajurit itu
merupakan perajurit pilihan yang memiliki ilmu kepandaian yang lumayan tingginya. Tentu saja
keduanya terdesak hebat. Yo Kang menyelingi sambaran goloknya dengan pukulan Lengan kiri,
menggunakan ilmu Tong-Sim-Ciang yang dapat mengguncang jantung lawan. Juga Ceng Seng Hwesio
terkadang menyelingi permainan toyanya dengan pukulan Tat-Mo Sin-Kun dengan pengerahan tenaga IKin-Keng. Namun, pukulan ampuh kedua orang itu disambut oleh Dua Datuk Besar dengan pukulan jarak
jauh yang juga amat kuat sehingga setiap kali pukulan mereka saling bertemu, kedua pihak terdorong ke
belakang.
Selagi keduanya terdesak hebat dan berada di ambang kekalahan yang mungkin mengakibatkan mereka:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 263
:: CerSil KhoPingHoo : :: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 264
:: CerSil KhoPingHoo :
tewas atau setidaknya terluka dan tertawan, tiba-tiba tampak sesosok bayangan berkelebat dalam cuaca
yang sudah mulai agak gelap karena petang telah tiba. Dan begitu bayangan yang ternyata seorang
pemuda tampan bermuka putih itu menerjang, dua belas orang perajurit yang ikut mengeroyok Yo Kang
dan Ceng Seng Hwesio menjadi kocar-kacir! Sepak terjang pemuda ini hebat bukan main. Dia sama sekali
tidak menggunakan pedangnya yang tergantung di punggung, melainkan hanya menampar dan
menendang. Pedang dan golok selusin perajurit itu terpental dan tubuh mereka terpelanting ke kanan
kiri terkena sambaran tamparan atau tendangan pemuda itu.
"Thian-Te-Pangcu... (Ketua Thian-Te-Pang)...!" seorang perajurit berseru. "Pek-Bin-Houw (Harimau Muka
Putih)...!" teriak yang lain. Si Racun Barat dan Si Raja Timur terkejut melihat selusin orang perajurit itu
berpelantingan dan mereka berseru ketakutan. Mereka maklum bahwa yang baru datang merupakan
lawan yang amat lihai pula. Menghadapi Yo Kang dan Ceng Seng Hwesio saja sudah sukar bagi mereka
untuk mengalahkan, apalagi kini muncul pemuda yang lihai itu. Keduanya lalu melompat jauh dan
memberi aba-aba kepada selusin orang perajurit untuk melarikan diri! Yo Kang merasa penasaran dan
hendak mengejar. Akan tetapi Ceng Seng Hwesio cepat mencegahnya.
"Yo-Sicu, harap jangan kejar. Masih untung tidak ada seorang pun di antara mereka yang tewas. Kalau
ada yang tewas, tentu mereka menganggap Siauw-Lim-Pai memberontak dan mengirim pasukan besar
ke sini. Kami tidak ingin bermusuhan dengan mereka." Kemudian Ceng Seng Hwesio memandang
pemuda yang telah menolong tadi.
"Sicu, terima kasih atas pertolonganmu." Ceng Seng Hwesio mengangkat tangan menyembah depan
dada sebagai penghormatan. Yo Kang juga memberi hormat dan memandang kagum penuh selidik.
"Aih, Lo-Suhu harap jangan bersikap sungkan. Apa yang saya lakukan tadi hanya merupakan kewajiban
yang harus dilaksanakan. Para perajurit Mongol itu memang sewenang-wenang, tempat kami sendiri
pernah diganggu sehingga terpaksa kami melawan dan mengusir mereka."
"Pinceng tadi mendengar mereka menyebut Thian-Te-Pangcu. Seingat Pinceng, Thian-Te-Pangcu adalah
Li Bu Kok yang sudah Pinceng kenal. Siapakah Sicu ini? Pinceng Ceng Seng Hwesio wakil pimpinan SiauwLim-Pai dan Sicu ini adaliah Yo Kang, utusan dari Ketua Bu-Tong-Pai." Pemuda muka putih itu cepat
memberi hormat.
"Aih, kiranya Jiwi (Anda Berdua) adalah tokoh-tokoh besar Siauw-Lim-Pai dan Bu-Tong-Pai! Sungguh
saya merasa girang sekali tadi mendapat kesempatan untuk membantu Jiwi. Memang benar ucapan
Ceng Seng Lo-Suhu tadi. Ketua Thian-Te-Pang adalah Li Bu Kok, akan tetapi beberapa bulan yang lalu


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thian-Te-Pang diserbu gerombolan penjahat yang dipimpin Tiga Belas Srigala Gila. Dalam penyerbuan ini
Li Pangcu (Ketua Li) terluka dan tewas. Kebetulan sekali ketika itu saya lewat dan saya segera membantu
para anggauta Thian-Te-Pang yang sudah jatuh banyak korban itu dan saya berhasil membunuh Tiga
Belas Srigala Gila. Begitulah, Lo-Suhu, lalu para anggauta Thian-Te-Pang minta dengan sangat kepada
saya untuk memimpin mereka jadi ketua."
"Saudara sungguh baik budi dan gagah perkasa. Kalau boleh saya bertanya, siapakah nama Saudara yang
mulia?" tanya Yo Kang dengan sikap menghormat. Pemuda itu tersenyum dan menjura.
"Saya yang bodoh bernama Gan Bouw dan... anak-anak Thian-Te-Pang yang menyebut saya dengan
julukan Pek-Bin-Houw.":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 265
:: CerSil KhoPingHoo :
"Omitohud! Gan Pangcu (Ketua Gan) terlalu merendahkan diri. Biarpun masih muda akan tetapi Pinceng
tadi melihat sepak terjang Gan Pangcu demikian dahsyat. Bolehkan Pinceng mengetahui apakah Pangcu
juga murid Thian-Te-Pang?"
"Sama sekali bukan, Lo-Suhu. Saya seorang yatim piatu yang hidup sebatang kara di dunia ini. Sejak kecil
saya merantau sampai jauh ke negara barat, sampai ke Pegunungan Himalaya dan ke Tibet. Nah, di
sanalah saya mempelajari ilmu-ilmu dari para Pertapa di Himalaya dan para Pendeta Lama di Tibet."
"Omitohud...! Pantas Gan Pangcu yang masih muda sudah begitu lihai!"
"Ah, Lo-Suhu, Saudara Yo Kang dari Bu-Tong-Pai ini lebih muda lagi akan tetapi saya lihat tadi ilmu
goloknya amat lihai!" Ceng Seng Hwesio mengangguk-angguk dan tertawa.
"Ha-ha, tentu saja, Gan Pangcu. Karena goloknya yang hebat, maka dia dijuluki Bu-Tong Sin-To (Golok
Sakti Bu-Tong)!"
"Lo-Suhu harap jangan terlalu melebihkan. Saya hanya mempelajari sedikit ilmu, bahkan tadi pun sudah
terdesak lawan. Gan-Twako (Kakak Gan), sungguh kebetulan sekali engkau lewat di sini sehingga dapat
menyelamatkan kami." Mendengar jago muda Bu-Tong-Pai itu menyebutnya Twako, Gan Bouw
tersenyum senang.
"Sesungguhnya bukan kebetulan saja, Yo-Siauwte (Adik Yo). Setelah diangkat menjadi ketua Thian-TePang, aku sengaja mengunjungi partai-partai persilatan besar untuk memperkenalkan diri. Aku sudah
mengunjungi Go-Bi-Pai dan Kun-Lun-Pai, hari ini aku berkunjung ke Siauw-Lim-Pai dan selanjutnya akan
pergi ke Bu-Tong-Pai. Aku sungguh beruntung dapat bertemu Jiwi di sini sehingga aku sempat
memperkenalkan diri."
"Gan Pangcu, Pinceng sudah tahu sejak dulu bahwa Thian-Te-Pai biarpun bukan perguruan besar,
namun sehaluan dengan kami yang mendidik para calon pendekar penegak kebenaran dan keadilan.
Sekarang, marilah singgah di Siauw-Lim-Si dan besok lusa dapat Pangcu menghadap dan bertemu
dengan ketua kami."
"Terima kasih, Lo-Suhu. Saya telah dapat bertemu dengan Lo-Suhu dan memperkenalkan diri. Saya kira
ini sudah cukup karena Lo-Suhu tentu dapat memberitahu kepada ketua Siauw-Lim-Pai dan para
pimpinan di sana. Juga saya tidak perlu lagi berkunjung ke Bu-Tong-Pai setelah berkenalan dengan Adik
Yo Kang. Harap Yo-Siauwte suka melaporkan dan memberitahukan kepada para pimpinan Bu-Tong-Pai
bahwa kini yang menjadi ketua Thian-Te-Pai adalah saya dan sampaikan hormatku kepada beliau
semua." Gan Bouw lalu menjura kepada dua orang itu sebagai penghormatan.
"Ceng Seng Lo-Suhu dan Yo-Siauwte, sekarang saya harus melanjutkan perjalanan saya. Selamat
tinggal!" Setelah berkata demikian Gan Bouw pergi dengan cepat sekali meninggalkan kedua orang.
"Omitohud! Thian-Te-Pang menemukan seorang ketua yang lihai dan bijaksana." kata Ceng Seng Hwesio
sambil memandang ke arah lenyapnya Gan Bouw.
"Gan Pangcu memang baik, lihai dan rendah hati, Lo-Suhu." kata Yo Kang. Ceng Seng Hwesio
memandang kepadanya dan menghela napas panjang.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 266
:: CerSil KhoPingHoo :
"Yo-Sicu, maafkan Pinceng kalau tadi Pinceng mencurigaimu. Seperti engkau lihat sendiri tadi, Dua Datuk
Besar, Raja Timur dan Racun Barat membawa pasukan Mongol menyerang kita. Semenjak tanah air kita
dijajah orang Mongol, kita harus bersikap hati-hati. Sekarang kita berdua sudah saling mengenal dan kita
berdua sebagai wakil Siauw-Lim-Pai dan wakil Bu-Tong-Pai, jelas sehaluan. Oleh karena itu, kalau ada
masalah dengan Siauw-Lim-Pai, sampaikan saja kepadaku, Yo-Sicu. Sesungguhnya, Suhu Bu Kek Tianglo
tidak dapat diganggu, baru lusa nanti beliau dapat ditemui."
"Saya percaya kepada Lo-Suhu. Akan tetapi Suhu Tiong Li Seng-jin menghendaki agar surat beliau itu
diserahkan sendiri kepada Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo. Kalau Suhu ingin tahu apa yang terjadi, baiklah,
saya akan menceritakannya. Telah terjadi malapetaka menimpa Bu-Tong-Pai. Sebetulnya saya sendiri
tidak berari memandang rendah kepada Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo karena bagaimanapun juga BuTong-Pai sealiran dengan Siauw-Lim-Pai. Suhu Tiong Li Seng-jin dahulu di waktu muda juga merupakan
Sute (adik seperguruan) Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo. Akan tetapi karena Suhu memesan dengan
sungguh-sungguh, saya tidak berani melanggar dan harus menyerahkan sendiri surat Suhu kepada LoCianpwe Bu Kek Tianglo."
"Baiklah, ceritakan saja malapetaka apa yang menimpa Bu-Tong-Pai?" Yo Kang adalah seorang pemuda
yang gagah perkasa dan berbatin kuat. Namun, kini teringat akan malapetaka yang harus dia ceritakan,
suaranya menggetar mengandung kedukaan dan penasaran.
"Lo-Suhu, beberapa waktu yang lalu, pada suatu malam, seorang pembunuh yang berilmu tinggi sekali
telah memasuki ruangan perpustakaan kami dan dia membunuh enam orang murid Bu-Tong-Pai yang
berjaga di sana..."
"Omitohud...! Siapa pembunuh kejam itu dan apa maunya?"
"Kami belum tahu, Lo-Suhu. Pembunuh itu dikejar tiga orang Susiok (Paman Guru), yaitu Bu-Tong SamLo sampai ke atas wuwungan. Di sana pembunuh itu melawan, dikeroyok tiga dan... ketiga orang
Susiok... tewas pula."
"Omitohud...! Bu-Tong Sam-Lo juga dibunuhnya? Jahat benar pembunuh itu? Siapa dia, Yo-Sicu?"
"Inilah anehnya, Lo-Suhu. Malam itu gelap dan menurut para murid yang menyaksikan amukan orang itu
tidak dapat melihat dengan jelas wajahnya. Hanya yang jelas adalah bahwa orang itu berkepala gundul
dan berjubah Hwesio!" Yo Kang menutup kalimatnya dengan suara yang keras.
"Omitohud... seorang Hwesio? Tapi... tapi... dia bukan murid Siauw-Lim-Pai tentunya!"
"Sayang sekali, Lo-Suhu. Bukti-bukti menunjukkan bahwa Hwesio pembunuh itu menggunakan
tendangan Siauw-Cu-Twi dan pukulan maut Tiam-Hiat-Hoat dari Siauw-Lim-Pai!"
"Omitohud...! Bagaimana mungkin murid Siauw-Lim-Pai membunuh Bu-Tong Sam-Lo? Dikeroyok tiga
lagi?"
"Memang mengherankan, Lo-Suhu, akan tetapi Susiok Tiong Hak Tosu sendiri yang bertanding melawan
Hwesio itu yakin bahwa pembunuh itu adalah seorang tokoh Siauw-Lim-Pai karena selain menguasai
ilmu tendangan Siauw-Cu-Twi dan ilmu menotok Tiam-Hiat-Hoat yang khas Siauw-Lim-Pai, dia juga
memiliki gerakan ilmu Tat-Mo Sin-Kun dan menguasai I-Kin-Keng.":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 267
:: CerSil KhoPingHoo :
"Tidak mungkin! Mustahil! Yang menguasai I-Kin-Keng, walau rendah tingkatnya, dan dilatih Tat-Mo SinKun hanyalah murid-murid tua dan murid-murid pilihan yang kesemuanya, kalau bukan menjadi Hwesio
yang tekun beribadat. tentu menjadi pendekar yang membela kebenaran dan keadilan. Yang pernah
mempelajari ilmu itu di Kuil kami saja hanya dapat dihitung dengan jari! Pertama tentu saja Suhu Bu Kek
Tianglo sendiri, kemudian murid-murid Suhu yang terpilih dan dipercaya, yaitu Pinceng sendiri, lalu ke
lima Sute Kim, Bhok, Sui, Ho, dan Thou Hwesio, dan Sute Coan Sim Hwesio. O ya, masih ada seorang lagi,
yaitu Sumoi Ong Lian Hong yang menjadi pilihan Suhu sebagai murid istimewa yang masih muda. Kami
semua selama hampir dua tahun ini tidak pernah ada yang keluar dari perumahan Siauw-Lim-Si ini. Jadi,
Pinceng yakin dan berani tanggung bahwa pelaku pembunuhan biadab itu bukan orang Siauw-Lim-Pai."
"Hemm, aku juga tidak berani sembarangan menduga, Lo-Suhu. Akan tetapi bukankah banyak orang
Siauw-Lim-Pai yang kini tidak lagi tinggal di Kuil Siauw-Lim-Si? Tidakkah mungkin seorang di antara
mereka yang melakukan perbuatan itu?" Ceng Seng Hwesio mengerutkan alisnya.
"Biarpun rasanya mustahil, akan tetapi andaikata benar dugaanmu, tentu dia harus memiliki ilmu
kepandaian yang tinggi dan... ahhh...!" Tiba-tiba Ceng Seng Hwesio teringat kepada seorang Paman
Gurunya yang sudah puluhan tahun meninggalkan Siauw-Lim-Pai. Thian Beng Siansu! Sute dari Bu Kek
Tianglo yang telah menyeleweng dan menjadi Tosu. Tentu saja dia ahli dalam semua ilmu simpanan
Siauw-Lim-Pai, bahkan menurut Suhunya, tingkat kepandaian Thian Beng Siansu itu tidak kalah
dibanding tingkat Bu Kek Tianglo sendiri! Mungkinkah... dia itu... atau... tiba-tiba dia teringat kepada
orang muda itu, Si Han Lin, yang mengaku sebagai murid Thian Beng Siansu!
"Ada apakah, Lo-Suhu?" tanya Yo Kang ketika melihat Hwesio itu menahan kata-katanya dan tampak
terkejut dan bingung. Ceng Seng Hwesio tidak ingin membuka rahasia keluarga perguruan Siauw-LimPai, maka dia berkata,
"Omitohud...! Pinceng sungguh masih terkejut dan bingung mendengar berita yang engkau bawa itu, YoSicu. Berita itu sungguh mengejutkan dan membingungkan. Sekarang Pinceng mengerti mengapa
engkau bersikeras untuk menghadap Suhu Bu Kek Tianglo sendiri. Memang surat dari Lo-Cianpwe Tiong
Li Seng-jin itu amat penting dan harus diserahkan kepada Suhu sendiri. Mari, Sicu, mari kita ke SiauwLim-Si dan siapa tahu, nanti Suhu akan suka menerimamu sebelum besok lusa pagi."
Kedua orang itu lalu bergegas menuju ke Siauw-Lim-Si. Karena malam telah tiba, Yo Kang dipersilakan
makan bersama Ceng Seng Hwesio dan dia diberi sebuah kamar untuk tidur malam itu. Yo Kang yang
memang kelelahan karena perjalanan jauh itu segera tertidur dan malam itu semua murid Siauw-Lim-Pai
melakukan penjagaan secara bergilir. Akan tetapi sampai pada keesokan harinya, tidak terjadi sesuatu.
Yo Kang tidur dengan nyenyaknya sehingga semua rasa lelahnya menghilang. Pagi sekali Yo Kang sudah
terbangun, dari tidurnya. Setelah mandi dan bertukar pakaian, dia pergi ke ruangan tengah untuk
mencari Ceng Seng Hwesio. Tiba-tiba dia melihat Ceng Seng Hwesio berlari masuk melalui pintu, tampak
tergesa-gesa dan melihat sikap dan wajahnya, mudah diduga bahwa tentu ada terjadi sesuatu yang
penting.
"Ah, kebetulan engkau sudah bangun dan sudah mandi, Yo-Sicu. Mari kita pergi menghadap Suhu Bu
Kek Tianglo sekarang juga!"
"Akan tetapi, Lo-Suhu kemarin mengatakan bahwa beliau sedang samadhi dan tidak mau diganggu?":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 268
:: CerSil KhoPingHoo :
"Telah terjadi banyak hal penting. Selain untuk menyerahkan surat dari Lo-Cianpwe Tiong Li Seng-jin,
juga Pinceng harus menyampaikan suatu laporan yang tidak kalah pentingnya!" Hwesio itu memberi
isarat dan Yo Kang mengikutinya dari belakang ketika Ceng Seng Hwesio setengah berlari menuju ke
bagian belakang perumahan Siauw-Lim-Si itu.
Mereka berhenti di depan sebuah pintu tertutup. Itulah pintu ruangan samadhi yang selama beberapa
hari ini selalu tertutup dan tidak ada yang berani mengganggu sebelum Bu Kek Tianglo memanggil.
Ketua Siauw-Lim-Pai yang usianya sudah delapan puluh empat tahun itu memang merupakan seorang
Pertapa yang hebat. Kalau dia sedang bertapa dan bersamadhi memesan agar jangan diganggu, dia bisa
bersamadhi selama berhari-hari tanpa makan minum! Terdesak oleh kepentingan yang dianggapnya
amat gawat, Ceng Seng Hwesio menjatuhkan dirinya berlutut di depan daun pintu itu dan berkata
dengan suara yang terdengar lirih saja namun Yo Kang yang berlutut disampingnya maklum bahwa
Hwesio itu bersuara dengan dorongan sinkang (tenaga sakti) sehingga suara lirih itu mampu menembus
daun pintu!
"Suhu yang mulia! Teecu (murid) Ceng Seng mohon beribu ampun dan siap menerima hukuman karena
berani mengganggu... Suhu sebelum Suhu memanggil. Teecu ingin menyampaikan dua peristiwa yang
amat gawat dan penting!"
Terasa hening setelah Ceng Seng Hwesio mengeluarkan kata-kata itu karena tidak terdengar jawaban.
Akan tetapi ada langkah kaki yang ringan sekali di belakang mereka dan tahu-tahu Lian Hong sudah
berada di dekat mereka dan gadis ini pun ikut pula berlutut di dekat Ceng Seng Hwesio. Yo Kang yang
tidak mengenal gadis itu, hanya mengerling sedikit dan merasa heran bagaimana seorang gadis remaja
itu berani berlutut pula di dekat Ceng Seng Hwesio tanpa permisi. Dan anehnya, Ceng Seng Hwesio sama
sekali tidak tampak marah atau terganggu, seolah kehadiran gadis remaja itu sudah semestinya.
Kemudian terdengar suara dari dalam ruangan itu. Suara yang lembut dan lirih, namun jelas terdengar
satu demi satu semua kata itu memasuki telinga Yo Kang.
"Ceng Seng dan Lian Hong, kalian masuklah dan ajak tamu itu masuk ke sini!" Yo Kang dan Ceng Seng
Hwesio memasuki ruangan itu bersama Lian Hong.
Melihat betapa Suhu mereka duduk bersila di atas sebuah bangku bundar, Ceng Seng Hwesio dan Lian
Hong segera maju dan menjatuhkan diri berlutut di depan Guru mereka. Yo Kang juga ikut berlutut di
sebelah Ceng Seng Hwesio. Dan melihat betapa ketua Siauw-Lim-Pai itu sudah tua, lebih tua dari
Suhunya yang berusia sekitar tujuh puluh lima tahun. Bu Kek Tianglo ini tentu sudah berusia lebih dari
delapan puluh tahun. Wajahnya masih tampak cerah kemerahan dan anggun dengan kumis jenggot dan
rambut yang sudah putih semua. Sebuah tongkat panjang bersandar pada bangku itu. Tampak lemah
lembut namun penuh wibawa yang membuat orang merasa tunduk dan hormat. Sejenak Bu Kek Tianglo
memandang kepada Yo Kang dengan penuh perhatian, lalu dia berkata kepada Ceng Seng Hwesio.
"Ceng Seng, sekarang ceritakanlah apa yang engkau maksudkan dengan peristiwa penting itu."
"Suhu, Yo Kang Sicu ini adalah murid dari Lo-Cianpwe Tiong Li Seng-jin, ketua Bu-Tong-Pai yang datang
mohon menghadap Suhu untuk menyampaikan surat dari Suhunya."
"Omitohud, ada berita apakah dari Susiokmu (Paman Gurumu) Tiong Li Seng-jin?" Ceng Seng Hwesio
tentu saja mengetahui bahwa ketua Bu-Tong-Pai itu sebetulnya masih Sute (adik seperguruan) Bu Kek:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 269
:: CerSil KhoPingHoo :
Tianglo, akan tetapi karena Tiong Li Seng-jin kini sudah menjadi Tosu, di dalam hatinya dia enggan
mengakuinya sebagai Paman Gurunya.
"Teecu kira lebih baik kalau Yo-Sicu menceritakan sendiri kepada Suhu." katanya.
"Yo Kang, bagaimana dengan keadaan Gurumu di Bu-Tong-Pai?" tanya Bu Kek Tianglo lembut kepada Yo
Kang.
"Keadaan Suhu sehat-sehat saja, Lo-Cianpwe..."
"Omitohud, engkau menyebut Pinceng Lo-Cianpwe? Apakah engkau tidak tahu bahwa Pinceng Supekmu
(Uwa Gurumu)"
"Teecu tidak berani, Lo-Cianpwe. Teecu adalah murid Bu-Tong-Pai dan ini Teecu diperintah Suhu
menyampaikan surat kepada Lo-Cianpwe." Yo Kang menyodorkan sesampul surat dan diterima oleh Bu
Kek Tianglo sambil tersenyum. Dengan tenang dia membuka surat itu dan membacanya. Dua pasang
mata mereka yang berlutut itu mengamati wajah Bu Kek Tianglo, menduga bahwa Hwesio renta itu akan
menjadi terkejut sekali. Mereka adalah Yo Kang dan Ceng Seng Hwesio. Sedangkan Lian Hong
memandang dengan penuh perhatian, menduga-duga apa isi surat dari ketua Bu-Tong-Pai kepada
Gurunya itu. Akan tetapi wajah Bu Kek Tianglo sama sekali tidak memperlihatkan kekagetan. Dia masih
tenang-tenang saja, bahkan lalu berkata kepada Yo Kang.
"Yo Kang, ceritakanlah sejelasnya apa yang telah terjadi di Bu-Tong-Pai." Yo Kang lalu menceritakan
kembali tentang pembunuhan sembilan orang murid Bu-Tong-Pai, yaitu Bu-Tong Sam-Lo dan enam
orang murid muda, yang dilakukan seorang Hwesio yang tidak dikenal karena mukanya tidak dapat
dilihat jelas, terlindung kegelapan malam. Pihak Bu-Tong-Pai menduga bahwa pembunuh itu seorang
tokoh Siauw-Lim-Pai, bukan hanya karena berkepala gundul dan berjubah Hwesio, melainkan terutama
sekali karena orang itu mempergunakan ilmu-ilmu dari Siauw-Lim-Pai, bahkan menggunakan ilmu simpanan Siauw-Lim-Pai seperti Tat-Mo Sin-Kun dan tenaga sakti I-Kin-Keng. Setelah Yo Kang selesai
bercerita, tiba-tiba Lian Hong berseru lantang.
"Suhu, jangan percaya tuduhan itu...!!" Ceng Seng Hwesio menegur gadis remaja itu. Akan tetapi Bu Kek
Tianglo tersenyum lebar.
"Biarlah, Ceng Seng, biarlah Lian Hong bicara. Lanjutkan, Lian Hong, bagaimana kalau menurut
pendapatmu tentang apa yang diceritakan Yo Kang tadi?"
"Teecu percaya bahwa pihak Bu-Tong-Pai tidak berbohong dan memang terjadi pembunuhan yang
kejam itu. Akan tetapi kalau mereka mengira pembunuhnya murid Siauw-Lim-Pai, maka perkiraan itu
sama sekali salah, bahkan. mereka itu dapat Teecu anggap berbohong dan menghina Siauw-Lim-Pai!"
"Hemm, apa alasanmu, Lian Hong?"
"Teecu yakin tidak ada murid Siauw-Lim-Pai yang melakukan perbuatan seperti itu. Pertama, karena
murid tidak dididik untuk menjadi tukang pukul dan tukang bunuh yang kejam. Ke dua, semua orang
mengetahui bahwa antara Siauw-Lim-Pai dan Bu-Tong-Pai terjalin hubungan baik bahkan masih
sesumber. Selama ini tidak ada perselisihan paham antara kedua perguruan itu, maka mustahil kalau
ada orang Siauw-Lim-Pai membunuhi orang Bu-Tong-Pai!":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 270
:: CerSil KhoPingHoo :
"Omitohud, pendapatmu itu memang benar, akan tetapi kita mesti ingat akan penderitaan Bu-Tong-Pai
yang menjadi korban. Pinceng dapat menerima apa yang dikatakan Tiong Li Seng-jin dalam suratnya ini.
Nah, bacalah yang jelas agar Yo Kang dan Ceng Seng dapat mendengarnya, Lian Hong." Kakek itu
menyerahkan surat kepada Lian Hong dan gadis remaja itu membacanya dengan lantang.
"Oleh karena dalam pembunuhan terhadap sembilan orang murid Bu-Tong-Pai terdapat bukti-bukti
bahwa pelakunya seorang Siauw-Lim-Pai, maka demi keadilan kami menuntut agar Siauw-Lim-Pai
melakukan penyelidikan dan menangkap pelaku pembunuhan itu, baik dia murid ataukah pelempar
fitnah. Pihak kami memberi waktu pada hari Ulang Tahun Siauw-Lim-Pai beberapa bulan lagi. Pada hari
itu kami akan datang untuk minta pertanggungan-jawab Siauw-Lim-Pai." Demikian isi surat dari ketua
Bu-Tong-Pai untuk ketua Siauw-Lim-Pai.
"Omitohud! Tuntutan Bu-Tong-Pai sudah adil. Kami harus dapat menangkap pelaku pembunuhan itu,
baik dia murid Siauw-Lim-Pai maupun bukan, karena peristiwa itu menodai nama dan kehormatan
Siauw-Lim-Pai." kata Bu Kek Tianglo.
"Akan tetapi, Suhu. Kalau tugas menangkap pelaku pembunuhan itu hanya dibebankan kepada kita, itu
namanya sama sekali tidak adil! Bu-Tong-Pai yang terkena musibah itu, seharusnya mereka pun mencari
pembunuhnya, masa mau enak-enak saja menonton kita harus sibuk mencari pembunuh itu? Mereka
yang langsung berkepentingan, bukan kita!" kata Lian Hong lantang sambil memandang kepada Yo Kang
dengan cemberut! Yo Kang merasa mendongkol juga melihat sikap Lian Hong dan mendengar ucapan
gadis remaja itu yang mencela Bu-Tong-Pai. Dia segera memberi hormat kepada Bu Kek Tianglo.
"Lo-Cianpwe, hendaknya diketahui bahwa Suhu Tiong Li Seng-jin sudah memberi tugas kepada Teecu
untuk melakukan penyelidikan dan kalau mungkin menangkap pembunuh itu!"
"Engkau?" Tiba-tiba Lian Hong berseru sambil memandang Yo Kang.
Naga Pembunuh 11 Pendekar Rajawali Sakti 157 Dendam Pendekar Pendekar Gila Anak Pendekar 8

Cari Blog Ini