Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 9
"Sembilan orang murid Bu-Tong-Pai tewas di tangan pembunuh itu, di antaranya malah Bu-Tong Sam-Lo
yang kabarnya merupakan tokoh-tokoh Bu-Tong-Pai yang tingkat kepandaiannya sudah tinggi.
Bagaimana engkau seorang diri akan mampu menangkap pembunuh itu?"
"Siauw-moi...!" Ceng Seng Hwesio kembali membentak Sumoinya karena dianggap tidak sopan terhadap
tamu mereka.
"Heh-heh, biarkan saja orang-orang muda itu bicara, Ceng Seng!" kata Bu Kek Tianglo. Tentu saja Yo
Kang yang wataknya juga keras itu menjadi panas hatinya. Akan tetapi di depan Bu Kek Tianglo dia tidak
berani bersikap kasar. Dia hanya memandang kepada gadis remaja itu dengan mata melotot, lalu
berkata,
"Nona cilik, menghadapi pembunuh itu senjataku bukan ilmu kepandaian, melainkan kebenaran dan
dengan kebenaran di pihakku, aku yakin akan menang."
"Huh, sombong!" kata Lian Hong, mendongkol juga disebut Nona Cilik.
"Suhu, perkenankan Teecu yang akan mewakili Siauw-Lim-Pai melakukan penyelidikan dan menangkap
pembunuh yang menyamar sebagai murid Siauw-Lim-Pai itu!":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 271
:: CerSil KhoPingHoo : :: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 272
:: CerSil KhoPingHoo :
"Lian Hong, kita bicarakan lagi nanti tentang niatmu itu. Sekarang, Yo Kang, kalau engkau kembali ke BuTong-Pai, katakan kepada Gurumu bahwa kami menerima semua permintaannya itu. Kami akan
berusaha mencari pembunuh itu, dan seandainya gagal, besok pada Hari Ulang Tahun Siauw-Lim-Pai,
kami akan menerima semua tuntutannya. Nah, Ceng Seng, ada urusan apalagi yang hendak kau
laporkan?"
"Suhu, ketika Teecu bertemu dengan Yo-Sicu ini di dalam hutan di luar perumahan kita, tiba-tiba kami
berdua diserbu oleh Tung Giam-Lo dan See Te-Tok yang membawa dua belas orang pasukan Mongol.
Mereka hendak membunuh kami dan mengatakan bahwa Siauw-Lim-Pai dan Bu-Tong-Pai hendak
memberontak setelah kami berdua tidak mau dijadikan tawanan untuk diperiksa dan diadili."
"Omitohud! Ini peristiwa gawat. Sebetulnya akan lebih balk kalau kalian berdua menyerah agar setelah
diperiksa dan tidak bersalah kalian dibebaskan kembali. Akan tetapi semua sudah terlanjur, lalu
bagaimana?"
"Kepandaian dua orang di antara Empat Datuk Besar itu lihai sekali, apalagi ditambah dua belas orang
perajurit yang agaknya rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tinggi, Teecu berdua terdesak dan
terancam maut. Akan tetapi tiba-tiba muncul ketua Thian-Te-Pang bernama Gan Bouw yang lihai. Dia
membantu kami sehingga empat belas orang itu dapat diusir pergi."
"Gan Bouw? Seingat Pinceng, ketua Thian-Te-Pang adalah Li Bu Kok."
"Benar, Suhu. Gan Pangcu menceritakan bahwa Thian-Te-Pang diserbu gerombolan Tiga Belas Srigala
Gila sehingga Li Pangcu tewas. Gan Bouw yang kebetulan lewat membantu, membunuh para penjahat
itu dan dia lalu diangkat menjadi ketua Thian-Te-Pang walaupun usianya masih amat muda, sekitar dua
puluh lima tahun."
"Suheng, bagaimana dia begitu kebetulan lewat di sini dan membantu Suheng?" tanya Lian Hong. Gadis
ini memang wataknya terbuka sehingga di depan siapa pun, bahkan di depan Bu Kek Tianglo, ia berani
bersikap wajar. Justeru kewajaran dan keterbukaannya itu yang menarik hati dan mendatangkan
perasaan kagum kepada Bu Kek Tianglo sehingga gadis itu diangkatnya menjadi murid pribadi.
"Menurut keterangannya, sebagai ketua baru Gan Pangcu ingin memperkenalkan diri kepada para
pimpinan partai-partai persilatan besar. Karena sudah bertemu dengan Pinceng, dia hanya memesan
agar Pinceng menyampaikan salam hormatnya kepada Suhu dan para pimpinan Siauw-Lim-Pai. Juga
kepada Yo-Sicu dia memberi pesan yang sama agar disampaikan kepada pimpinan Bu-Tong-Pai."
"Omitohud, sejak dulu Thian-Te-Pang terkenal menjadi perguruan silat yang melahirkan para pendekar.
Kini mendapatkan seorang ketua baru yang masih muda namun lihai, hal itu baik sekali. Sikap Gan
Pangcu yang membantu kalian mengusir pasukan Mongol yang dipimpin dua orang Datuk Besar itu
sudah menunjukkan bahwa dia seorang pendekar yang sehaluan dengan kita."
"Suhu, masih ada sebuah hal yang hendak Teecu sampaikan. Sejak kemarin dulu ada seorang tamu yang
hendak menghadap Suhu. Dia Teecu suruh menanti di kamar pelayan. Akan Teecu panggil ke sini."
Setelah berkata demikian, Ceng Seng Hwesio keluar dari ruangan samadhi dan menuju ke kamar di
mana pemuda bernama Si Han Lin itu tinggal untuk sementara sambil menanti ketua Siauw-Lim-Pai
menyelesaikan Pertapaannya. Akan tetapi ketika dia tiba di kamar itu, ternyata kamar itu kosong! Si Han:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 273
:: CerSil KhoPingHoo :
Lin tidak berada di situ, dan anehnya, ketika Ceng Seng Hwesio bertanya-tanya kepada semua murid,
tidak ada yang melihat pemuda itu keluar dari perumahan Siauw-Lim-Pai yang terjaga ketat! Terpaksa
Ceng Seng, setelah yakin bahwa pemuda itu minggat keluar dari Siauw-Lim-Pai tanpa ada yang
mengetahuinya, segera kembali ke ruangan samadhi di mana Bu Kek Tianglo sedang mendengarkan
keterangan dari Yo Kang tentang keadaan Bu-Tong-Pai pada umumnya.
"Suhu, ternyata pemuda itu telah menghilang tanpa ada yang mengetahui! Suhu, pemuda itu aneh dan
mencurigakan sekali. Dia datang memasuki Siauw-Lim-Pai dengan cara mencuri dan diam-diam, tahutahu berada di taman dan ditangkap Sumoi Lian Hong." Ceng Seng Hwesio dan Lian Hong berdua
menceritakan tentang kemunculan pemuda itu kepada Bu Kek Tianglo.
"Wataknya aneh namun dia lihai sekali, Suhu. Dia mengaku sebagai murid Thian Beng Siansu dan
katanya hendak bertemu dengan Suhu. Dia berkeras hendak bicara dengan Suhu sendiri, tidak mau
memberitahukan Teecu apa kehendaknya maka Teecu suruh dia menunggu di kamar pelayan di
belakang. Tahu-tahu kini dia sudah pergi tanpa pamit." Bu Kek Tianglo tersenyum,
"Omitohud, sudahlah, Ceng Seng, jangan hiraukan lagi anak itu. Lupakan saja. Sute Thian Beng Siansu
berwatak aneh, tentu saja muridnya juga aneh." Karena Yo Kang mohon diberi surat balasan, Bu Kek
Tianglo lalu menulis sepucuk surat balasan untuk Tiong Li Seng-jin. Setelah menerima surat itu, Yo Kang
berpamit dan meninggalkan Siauw-Lim-Si.
Dia sama sekali tidak menyadari bahwa gadis remaja yang dia anggap amat lancang dan ugal-ugalan
tadi, Walaupun amat cantik manis, adalah puteri Bibinya, puteri Yo Cui Hong atau adik tiri Kwee In Hong!
In Hong sama sekali tidak bercerita kepadanya tentang Lian Hong. Bahkan ketika Yo Kang memboyong
Yo Cui Hwa dari dusun Hok-Te-Cung ke See-Ciu sehingga Yo Cui Hwa kini tinggal di rumah Ayahnya dan
dapat merawat Ayahnya yang tua dan sakit-sakitan, Yo Cui Hwa sama sekali tidak menceritakan kepada
semua keluarganya tentang ia menikah dengan mendiang Ong Tiang Houw dan mempunyai seorang
anak puteri bernama Ong Lian Hong. Sebaliknya Lian Hong juga tidak mengenal Yo Kang, tidak tahu
bahwa pemuda itu masih Kakak misannya sendiri, putera dari Kakak ibunya! Setelah Yo Kang pergi, Bu
Kek Tianglo menahan Ceng Seng Hwesio dan Ong Lian Hong, diajak berunding dalam ruangan samadhi
itu. "Kalian dengarkan baik-baik. Peristiwa yang menimpa Bu-Tong-Pai itu sebenarnya amatlah gawat. Bukan
hanya Bu-Tong-Pai yang tertimpa bencana kematian murid-muridnya, akan tetapi bagi kita lebih parah
lagi akibatnya karena nama Siauw-Lim-Pai menjadi tercemar dan mungkin akan dimusuhi Bu-Tong-Pai."
"Akan tetapi jelas bukan pihak kita yang melakukan pembunuhan kejam itu, Suhu!" kata Lian Hong.
"Omitohud, belum tentu Lian Hong."
"Apa maksud Suhu?" Lian Hong dan Ceng Seng Hwesio bertanya kaget.
"Pelaku peristiwa kejam yang penuh rahasia itu memang aneh, dan di sini terdapat banyak sekali
kemungkinan. Bagaimana aneh dan tak masuk akalnya, harus diakui bahwa bukan hal yang mustahil
kalau ada seorang murid Siauw-Lim-Pai yang menaruh dendam kepada Bu-Tong-Pai dan melakukan
pembunuhan ini. Mungkin dendam pribadi, siapa tahu? Jadi bisa saja pembunuhnya memang seorang
murid Siauw-Lim-Pai...":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 274
:: CerSil KhoPingHoo :
"Atau bekas murid." sambung Ceng Seng Hwesio yang tiba-tiba teringat kepada Si Han Lin dan Gurunya.
Bukankah Thian Beng Siansu juga tadinya orang Siauw-Lim-Pai dan kepandaiannya sudah mencapai
tingkat tinggi sekali?
"Hemm, bisa juga. Nah, tersangkanya sudah ada dua. Murid Siauw-Lim-Pai atau bekas murid Siauw-LimPai. Kemudian ada tersangka lain, yaitu orang yang tentu saja berkepandaian tinggi yang menaruh
dendam kepada Bu-Tong-Pai sehingga melakukan pembunuhan itu, seorang dari aliran perguruan silat
lain."
"Suhu, kalau benar ada orang dari perguruan lain, Teecu kira dendamnya bukan hanya kepada Bu-TongPai, akan tetapi juga kepada Siauw-Lim-Pai karena dia hendak merusak nama dengan menyamar sebagai
seorang Hwesio Siauw-Lim-Pai." kata Lian Hong.
"Bagus, alasan itu dapat diterima. Nah, selain tiga golongan itu, bagaimana menurut kalian? Apakah ada
golongan lain?" tanya Bu Kek Tianglo.
"Masih ada, Suhu. Misalnya Empat Datuk Besar yang selalu tidak bersahabat dengan para pendekar.
Sudah jelas dua di antara mereka hendak membunuh Suheng Ceng Seng Hwesio dan Yo Kang murid BuTong-Pai, berarti mereka terang-terangan memusuhi kedua partai persilatan. Apalagi mereka membawa
pasukan Mongol. Bisa saja pembunuhan itu dilakukan oleh seorang dari mereka yang memang
berkepandaian tinggi, dan mereka melakukannya sebagai anjing penjilat atau antek penjajah Mongol!"
kata pula Lian Hong. Bu Kek Tianglo mengangguk-angguk.
"Omitohud, agaknya engkau sudah mulai dewasa dan mampu berpikir cerdik, Lian Hong. Dugaanmu itu
memang mempunyai kemungkinan besar."
"Suhu, Teecu teringat... akan tetapi sebelumnya harap Suhu maafkan... ini hanya pendapat Teecu.
Kemunculan Si Han Lin itu menimbulkan kecurigaan dalam hati Teecu. Bukankah Thian Beng Siansu
memiliki semua ilmu Siauw-Lim-Pai yang tinggi dan beliau meninggalkan Siauw-Lim-Pai... maaf, Suhu."
"Hemm, tidak perlu minta maaf. Pinceng mengerti akan kecurigaanmu dan memang masuk akal pula.
Nah, Lian Hong, kata-kata Suhengmu itu menambah daftar tersangka."
"Kalau begitu Teecu juga dapat mengatakan bahwa Tiong Li Seng-jin sendiri, ketua Bu-Tong-Pai, rasanya
juga tidak mustahil melakukan itu karena beliau juga masih sealiran dengan perguruan kita, bukan?"
"Aih, Sumoii Mana mungkin? Yang terbunuh adalah murid-murid beliau sendiri!" kata Ceng Seng
Hwesio.
"Kita hanya bicara tentang kemungkinan siapa yang dapat melakukan pembunuhan itu, Suheng. Aku
bukan menuduh, akan tetapi kalau ketua Bu-Tong-Pai mau melakukan pembunuhan itu, dia dapat
melakukannya, bukan?" bantah Lian Hong.
"Ha-ha, sekarang engkau mendapatkan banyak bahan untuk penyelidikanmu, Lian Hong. Karena
engkaulah yang Pinceng beri tugas untuk melakukan penyelidikan dan menangkap pembunuh itu untuk
membersihkan nama Siauw-Lim-Pai!"
"Teecu, Suhu...?" Lian Hong terkejut, akan tetapi segera disambungnya.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 275
:: CerSil KhoPingHoo :
"Kalau begitu kebetulan sekali. Teecu juga sudah rindu kepada Ibu! Teecu akan sekalian menjenguk Ibu
di Hok-Te-Cung!"
"Mengapa Sumoi, Suhu? Teecu akui bahwa kepandaiannya sudah meningkat, akan tetapi ia masih amat
muda dan Teecu kira pembunuhnya adalah seorang yang lihai sekali. Amat berbahaya bagi Sumoi.
Apakah tidak sebaiknya Teecu saja yang pergi, Suhu?"
"Suheng, biar pembunuh itu lihai seperti setan, aku tidak takut!" seru Lian Hong.
"Omitohud, jangan berebut. Ceng Seng, engkau amat diperlukan oleh Siauw-Lim-Pai, untuk mengatur
segala sesuatu dan mulai sekarang melakukan penjagaan ketat karena jelas ada yang memusuhi kita.
Dan tentang Lian Hong, jangan khawatir. Sebelum berangkat, Pinceng akan meningkatkan Tenaga Sakti
I-Kin-Keng dalam dirinya."
Demikianlah, selama beberapa hari Bu Kek Tianglo mengoperkan tenaga I-Kin-Keng secara langsung
kepada Lian Hong, disesuaikan dengan ilmu Tat-Mo Sin-Kun. Karena Lian Hong memang berbakat dan
sudah memiliki dasar yang kuat sekali, maka dalam waktu beberapa hari saja tingkatnya sudah naik
pesat. la kini dapat memiliki tingkat ke enam dari Tat-Mo Sin-Kun dengan tenaga sakti I-Kin-Keng.
Suhengnya sendiri, Ceng Seng Hwesio hanya mencapai tingkat empat lebih saja. Setelah mendapat restu
dan ijin Bu Kek Tianglo, berangkatlah Lian Hong meninggalkan Siauw-Lim-Si. Pada waktu itu, usianya
sudah enam betas tahun lebih.
Kun-Lun-Pai adalah sebuah di antara empat perguruan silat yang besar dan terkenal sekali. Memiliki
banyak cabang, akan tetapi murid yang hendak memperdalam ilmu-ilmunya selalu datang ke pusat KunLun-Pai di Pegunungan Kun-Lun yang letaknya di bagian Barat. Seperti juga Go-Bi-San, Himalaya dan
pegunungan-pegunungan besar lain yang sunyi, Kun-Lun-San didatangi banyak Pertapa dari berbagai
penjuru. Para Pertapa ini pada umumnya memiliki kekuatan lahir batin sehingga Kun-Lun-Pai dapat
mengumpulkan banyak ilmu dari para Pertapa itu. Murid-murid yang lulus dari Kun-Lun-Pai menjadi
jago-jago silat atau pendekar-pendekar yang disegani dan gagah perkasa. Sebagai partai persilatan yang
bersih dan berwatak pendekar, seperti tiga partai lain, yaitu Siauw-Lim-Pai, Go-Bi-Pai, dan Bu-Tong-Pai!
Kun-Lun-Pai tentu saja juga membenci pemerintah Mongol yang menjajah tanah air dan bangsa.
Akan tetapi kebencian dan sikap permusuhan mereka pun, seperti tiga partai lainnya, tidak mereka
nyatakan dengan pemberontakan karena mereka tahu bahwa memberontak terhadap Kerajaan Mongol
yang memiliki bala-tentara besar yang amat tangguh, tidak akan ada hasilnya malah seperti bunuh diri
saja. Pemberontakan terhadap Kerajaan Mongol baru akan berhasil kalau didukung seluruh rakyat
sehingga dapat dibentuk bala-tentara yang besar jumlahnya. Menggerakkan rakyat inilah yang tidak
mudah, bahkan amat sukar. Sekarang pun banyak sekali perkumpulan-perkumpulan silat dan orangorang yang memiliki kesaktian, terutama di kalangan kang-ouw yang termasuk golongan hitam, sudah
terbujuk dan membantu Pemerintah Mongol. Kalau Siauw-Lim-Pai terkenal sebagai sebuah perguruan
silat yang memegang peraturan ketat dan keras, maka Kun-Lun-Pai lebih keras lagi.
Apalagi karena ketika itu Kun-Lun-Pai dipimpin oleh ketuanya yang berwatak keras, yaitu Pek Ciang SanLojin (Kakek Gunung Bertangan Putih). Kakek yang usianya sekitar tujuh puluh tahun ini terkenal keras
dan berdisiplin. Mungkin karena tegas, tertib dan berdisiplin inilah yang membuat dia dahulu diangkat
menjadi ketua walaupun dalam hal tingkat ilmu silat, masih ada yang jauh melampauinya, yaitu
Susioknya (Paman Gurunya) yang bernama Siang Te Lokai (Pengemis Tua) yang menjadi tukang sapu di:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 276
:: CerSil KhoPingHoo :
Kuil Kun-Lun-Pai. Bukan diangkat menjadi tukang sapu, melainkan atas kehendak sendiri dan biarpun dia
tukang sapu, semua Tosu dan murid Kun-Lun-Pai menghormatinya. Bahkan Pek Ciang San-Lojin sang
ketua pun menghormati Paman Guru yang merendahkan diri menjadi tukang sapu ini. Beberapa tahun
yang lalu, Kwee In Hong pernah menyerbu Kun-Lun-Pai dan membunuh tiga orang tokoh Kun-Lun-Pai,
Yaitu Kun-Lun Sam Lojin (Tiga Kakek Kun-Lun) yang menjadi murid-murid tertua dan mewakili guru
mereka mengurus Kun-Lun-Pai. Tiga orang tokoh ini dan beberapa orang murid yang mengeroyok Kwee
In Hong tewas oleh gadis itu yang membalas dendam atas kematian men-diang gurunya, Hek Moli (Iblis
Betina Hitam) yang dulu tewas dikeroyok tiga orang tokoh Kun-Lun-Pai itu dan beberapa orang Go-BiPai. Setelah tiga orang pembantu utama itu tewas, Pek Ciang San-Lojin lalu mengangkat lagi dua orang
murid utama yang terkenal dengan sebutan Im Yang Siang Tojin (Sepasang Pendeta Im Yang), dan nama
mereka yang pertama adalah Im Sim Tojin dan yang kedua Yang Sim Tojin. Im Sim Tojin sekitar empat
puluh lima tahun, bertubuh tinggi besar bermuka putih, ahli Im Sinkang (Tenaga Sakti Dingin) dan
senjatanya sehelai sabuk putih.
Yang Sim Tojin bertubuh tinggi besar pula dengan muka merah dan dia adalah seorang ahli silat Yang
Sinkang (Tenaga Sakti Panas). Untuk memperkuat kedudukan dan ketangguhan mereka, maka Pek Ciang
San-Lojin merangkai sebuah ilmu berpasangan untuk mereka sehingga kedua orang Tosu ini kalau maju
bersama menjadi Im-Yang-Tin (Kesatuan Im Yang) dan kelihaian mereka tidak kalah dibandingkan KunLun Sam Lojin, para suheng mereka yang tewas di tangan Kwee In Hong. Apalagi karena mereka berdua
juga mendapat petunjuk dari Siang Te Lokai, Susiok-Couw (Paman Kakek Guru) mereka yang bekerja di
Kun-Lun-Pai sebagai tukang sapu yang pakaiannya seperti pengemis dan usianya sudah sekitar delapan
puluh lima tahun!
Pada suatu malam yang dingin. Bulan sepotong muncul dan biarpun langit bersih, namun cahaya bulan
sepotong hanya memberi penerangan yang remang-remang, namun mendatangkan suasana yang indah,
hening, dan penuh rahasia. Suasana seperti itu membuat mereka yang percaya akan tahyul merasa
seram, seolah pada saat seperti itu, para iblis siluman berkeliaran mencari mangsa. Tiba-tiba ada
bayangan berkelebat. Demikian cepatnya bayangan itu berkelebat sehingga tidak dapat tampak jelas
wajahnya dan kalau ada yang kebetulan melihatnya, hanya akan melihat bayangan berkepala gundul
berjubah longgar seperti yang biasa dipakai para Hwesio. Akan tetapi itu pun hanya bayangan karena
gerakan bayangan itu cepat luar biasa. Sebentar saja bayangan hitam itu telah tiba di luar pintu gerbang
Kun-Lun-Pai yang dijaga oleh dua belas orang murid Kun-Lun-Pai.
Penjagaan di Kun-Lun-Pai memang diperketat. Berita tentang pembunuhan yang terjadi di Bu-Tong-Pai
tersiar cepat sehingga Kun-Lun-Pai sudah mendengarnya. Selain itu, mereka juga mendengar bahwa
pasukan pemerintah Mongol mulai memperhatikan mereka dengan curiga. Beberapa kali ada panglima
membawa pasukan yang lewat tak jauh dari Kun-Lun-Pai. Walaupun pasukan itu tidak melakukan
sesuatu, namun mereka merasa bahwa Kun-Lun-Pai diperhatikan dan Pek Clang San-Lojin yang berwatak
keras ini memerintahkan anak buahnya untuk melakukan penjagaan ketat. Siang malam ada muridmurid yang melakukan penjagaan dan melakukan perondaan di sekeliling perumahan. Bayangan itu kini
berlari cepat dan setelah berada dekat pintu gerbang, beberapa orang murid Kun-Lun-Pai melihatnya.
"Hei, siapa engkau!" bentak seorang murid yang menjadi curiga dan dia cepat melompat menghampiri
bayangan itu sambil membawa goloknya.
Bayangan hitam berkepala gundul itu memperlambat larinya dan ketika pengejarnya sudah dekat, tibatiba dia membalikkan tubuhnya, kakinya mencuat bagaikan kilat menyambar dan murid Kun-Lun-Pai itu:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 277
:: CerSil KhoPingHoo :
roboh tak dapat bangun kembali karena tewas seketika terkena tendangan maut yang menyambar
bawah pusarnya! Tentu saja para murid Kun-Lun-Pai terkejut bukan main. Walaupun cuaca remangremang dan mereka tidak dapat melihat wajah orang asing itu dengan jelas, hanya tampak sesosok
bayangan hitam berkepala gundul, namun mereka melihat betapa seorang saudara mereka tertendang
roboh dan tidak bangkit kembali. Tentu saja mereka menjadi marah dan sebelas orang murid itu, dengan
senjata pedang atau golok terhunus, segera berbondong lari menghampiri bayangan hitam itu.
"Hei, siapa engkau berani membunuh seorang saudara kami? Menyerahlah, atau terpaksa kami akan
membunuhmu!" bentak seorang murid Kun-Lun-Pai yang menjadi kepala jaga. Akan tetapi bayangan itu
tidak menjawab, bahkan dengan gerakan cepat sekali menyerang murid yang menegurnya itu.
Murid Kun-Lun-Pai itu telah memiliki kepandaian yang cukup lumayan. Melihat serangan tangan kiri
bayangan hitam itu mengeluarkan bunyi berdesing dan didahului hawa pukulan dahsyat sekali, dia
maklum bahwa serangan itu merupakan serangan maut. Cepat dia melempar tubuh ke belakang dan
membuat poksai (salto) sehingga terhindar dari serangan lawan. Melihat bayangan hitam itu
menyerang, murid-murid lain segera menerjang maju dan mengeroyok. Golok dan pedang mereka
menyambar-nyambar Si Hitam yang berada dalam kepungan mereka itu. Akan tetapi akibatnya amat
hebat bagi para murid Kun-Lun-Pai. Bayangan hitam itu ternyata dapat bergerak cepat sekali sehingga
tidak dapat diikuti de-gan mata. Apalagi gerakan yang cepat itu dibantu dengan keadaan cuaca yang
remang-remang. Bayangan itu berkelebatan, seolah-olah dapat menghilang.
Bayangan itu berkelebat di antara sambaran senjata-senjata tajam itu, terkadang dia menggunakan
kedua tangan dan kedua kakinya yang menyambar dan menangkis. Setiap kali tangan atau kakinya
bertemu pedang atau golok, senjata itu terlempar dan terlepas dari tangan pemegangnya. Kemudian
susulan serangannya, balk berupa pukulan maupun tendangan, merobohkan mereka dan tidak
memungkinkan mereka bangkit kembali karena semua serangannya mendatangkan maut! Dalam waktu
yang tidak terlalu lama, sepuluh orang murid Kun-Lun-Pai sudah roboh dan tewas. Yang dua orang lagi
tentu akan segera menyusul saudara-saudaranya kalau saja tidak muncul dua orang Tosu. Mereka itu
bukan lain adalah Im Yang Siang Tojin, sepasang Tosu pimpinan Kun-Lun-Pai yang menjadi pembantu
Guru mereka, Pek Ciang San-Lojin.
"Iblis jahat!" bentak Im Sim Tojin.
"Kejam sekali!" bentak pula Yang Sim Tojin dan mereka tidak membuang waktu lagi. Melihat sepuluh
orang murid mereka berserakan di situ menjadi mayat, mereka marah sekali dan cepat mereka
menyerang. Bagaimanapun juga mereka yang melihat bahwa bayangan hitam berkepala gundul itu tidak
memegang senjata, mereka pun menyerang dengan tangan kosong, tidak mencabut pedang yang
menempel di punggung mereka. Karena kedua orang Tosu tokoh Kun-Lun-Pai ini maklum bahwa orang
dalam waktu singkat telah dapat menewaskan sepuluh orang murid mereka pasti memiliki ilmu
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepandaian tinggi, maka begitu menyerang, keduanya telah mengerahkan tenaga Pek-Kong-Ciang
(Tangan Sinar Putih) dan menghantam ke arah bayangan hitam itu. Si Bayangan Hitam agaknya maklum
akan bahaya pukulan ini. Dia mendorongkan kedua tangannya menyambut pukulan kedua orang itu.
"Blaarrr...!" Pertemuan antara dua tenaga sakti itu membuat Im Yang Siang Tojin terhuyung ke
belakang! Mereka terkejut bukan main. Pek-Kong-Ciang adalah ilmu tingkat tinggi Kun-Lun-Pai, didorong
oleh tenaga sakti yang amat kuat. Namun Si Bayangan Hitam itu mampu menangkis dengan tenaga yang
tidak kalah kuatnya!:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 278
:: CerSil KhoPingHoo :
"Keparat! Katakan, siapa engkau!" Im Sim Tojin membentak. Akan tetapi Si Bayangan Hitam itu hanya
mengeluarkan suara tawa lirih seningga sukar untuk dikenali apakah itu suara wanita atau pria, muda
atau tua. Mendengar tawa yang nadanya mengejek ini, Im Sim Tosu dan Yang Sim Tosu menjadi semakin
marah dan mereka berdua lalu mencabut pedang mereka dan memainkan Im Yang Sin-Kiam (Ilmu Pedan Positip/Negatip) yang amat hebat itu. Im Sin-Kiam gerakannya lembut dan mengandung hawa
dingin tenaga saktinya,
Sebaliknya Yang Sin-Kiam gerakannya kasar dan kuat, mengandung hawa panas! Sungguh berbahaya
sekali kalau dua ilmu pedang ini digabung dan jarang ada lawan yang mampu bertahan. Diserang dengan
ilmu pedang yang amat dahsyat ini, bayangan hitam itu melempar tubuh ke belakang lalu bergulingan.
Ketika dia melompat bangun, tangannya sudah memegang sebatang pedang yang dipungutnya dari atas
tanah. Itu adalah pedang milik seorang murid Kun-Lun-Pai yang telah tewas. Kini, ketika sepasang
pedang dari kanan kiri itu menyerangnya, Si Bayangan Hitam menggerakkan pedangnya menangkis
dengan gerakan aneh karena gerakan pedangnya mirip gerakan pedang dua orang lawannya! Im Sim
Tojin dan Yang Sim Tojin terkejut dan merasa heran sekali. Bayangan hitam itu agaknya mengenal ilmu
pedang Im Yang Sin-Kiam!
Mereka bertanding sampai belasan jurus dan kedua orang itu masih belum mampu mendesak lawannya
yang hanya memegang sebatang pedang biasa, bukan pedang-pedang pusaka ampuh seperti pedang
mereka. Tiba-tiba dari pintu gerbang bermunculan murid-murid Kun-Lun-Pai yang memegang obor.
Melihat ini, Si Bayangan Hitam memutar pedangnya sedemikian kuat dan cepatnya sehingga merupakan
sinar bergulung-gulung mengancam kedua orang lawannya. Dua orang Tosu itu terkejut, merasakan
tekanan hawa sakti yang keluar dari gulungan sinar pedang, maka terpaksa mereka berdua berloncatan
ke belakang. Akan tetapi kesempatan itu digunakan oleh Si Bayangan Hitam untuk melompat jauh ke
belakang dan menghilang dalam kegelapan malam. Di bawah pimpinan Im Yang Siang Tojin, hampir
semua murid Kun-Lun-Pai melakukan pengejaran sambil membawa obor.
Mereka tidak berani berpencar dalam kelompok keciI, lalu berpencar dalam kelompok masing-masing
dua puluh orang. Mereka melakukan pencarian sampai keesokan harinya. Namun tidak ada hasilnya. Si
Bayangan Hitam itu seolah lenyap ditelan kegelapan malam dan tidak meninggalkan jejak. Im Yang Siang
Tojin, kedua orang Tosu itu merasa penasaran sekali. Mereka menyuruh semua murid mereka kembali
ke Kun-Lun-Pai untuk memberi laporan kepada Pek Ciang San-Lojin dan merawat para murid yang
tewas. Akan tetapi mereka berdua masih melanjutkan pencarian mereka dengan bertanya-tanya di
dusun-dusun sekitar kaki pegunungan Kun-Lun-San kalau-kalau ada yang melihat seorang Hwesio lewat
di situ. Mereka berdua yakin bahwa pembunuh murid-murid mereka pasti seorang Hwesio yang berilmu
tinggi.
Hanya sayang sekali, mereka tidak dapat melihat wajahnya, bahkan tidak dapat mengatakan apakah
Hwesio itu tua atau muda, bahkan juga tidak yakin apakah orang itu Hwesio (Pendeta pria) ataukah
Nikouw (Pendeta wanita)! Sudah tiga hari tiga malam dua orang yang merasa penasaran, marah, dan
sakit hati itu melacak pembunuh itu, namun tidak ada hasilnya. Tidak ada seorang pun di pedusunan
yang melihat seorang Hwesio lewat di dusun mereka. Pembunuh itu benar-benar seperti telah
menghilang tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Pada hari keempat, mereka terpaksa mengambil
keputusan untuk kembali ke Kuil karena harus memberi laporan kepada Guru mereka, Pek Ciang SanLojin. Pada siang hari itu, mereka mulai tiba di kaki pegunungan dan tiba-tiba terdengar seruan dari arah
belakang mereka.
"Jiwi Toyu (Kedua Sahabat), harap berhenti dulu!" Im Sim Tojin dan Yang Sim Tojin berhenti melangkah:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 279
:: CerSil KhoPingHoo : :: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 280
:: CerSil KhoPingHoo :
dan cepat membalikkan tubuh.
Seorang yang pada pakaiannya dapat diketahui bahwa dia seorang Tosu (Pendeta To) pula, kini berdiri di
depan mereka. Tosu ini berusia sekitar enam puluh dua tahun, tubuhnya tinggi kurus dan jenggotnya
panjang. Biarpun mereka semua adalah Pendeta Agama To, namun dari pakaian Tosu tinggi kurus ini
yang berjubah kelabu, Im Yang Siang Tojin dapat menduga bahwa mereka berhadapan dengan seorang
Tosu dari perguruan Go-Bi-Pai. Dugaan mereka benar karena Tosu itu bukan lain adalah Wu Wi Thaisu,
wakil ketua Go-Bi-Pai. Wu Wi Thaisu juga segera dapat mengenal dua orang Tosu itu bahwa mereka
tentulah tokoh-tokoh Kun-Lun-Pai, dilihat dari pakaian mereka. Maka tadi dia segera memanggil
mereka. Setelah saling berhadapan, Wu Wi Thaisu memberi hormat dan berkata.
"Maafkan Pinto, kalau Pinto tidak salah lihat, Jiwi (Anda Berdua) tentu dari Kun-Lun-Pai, bukan?" Kedua
orang tokoh Kun-Lun-Pai itu mengangkat kedua tangan di depan dada sebagai penghormatan balasan,
kemudian Im Sim Tojin menjawab dengan sikap hormat.
"Siancai, bukankah kami berhadapan dengan seorang tokoh penting Go-Bi-Pai? Bolehkah kami
mengetahui siapa nama Totiang yang terhormat?"
"Pinto adalah Wu Wi Thaisu dart Go-Bi-Pai? Dan Jiwi Toyu siapakah?"
"Ah, kiranya Totiang adalah wakil ketua Go-Bi-Pai! Kami berdua adalah lm Sim Tojin dan Yang Sim Tojin
dari Kun-Lun-Pai."
"Siancai! Tentu Jiwi yang terkenal dengan sebutan Im Yang Siang Tojin. Akan tetapi Pinto melihat betapa
wajah Jiwi tampak pucat dan agaknya menderita kelelahan lahir batin. Pasti telah terjadi sesuatu yang
tidak baik!"
"Dugaan Totiang memang benar, akan tetapi sebaliknya, Totiang hendak pergi ke manakah?"
"Pinto memang sengaja hendak mengunjungi Kun-Lun-Pai dan hendak bicara dengan Lo-Cianpwe Pek
Ciang San-Lojin. Telah terjadi peristiwa yang hebat di Go-Bi-San yang ingin Pinto bicarakan dengan
beliau."
"Kalau begitu kebetulan sekali, Wu Wi Thaisu, kami juga mengalami peristiwa yang hebat. Mari kita
menghadap Suhu, sebaiknya kita bicarakan semua itu di sana karena kami telah meninggalkan Kun-LunPai selama tiga hari tiga malam dan Suhu tentu menanti-nanti kepulangan kami berdua." Akan tetapi
pada saat itu terdengar derap kaki banyak kuda sehingga tiga orang Tosu itu terkejut dan cepat
menghadap ke arah datangnya rombongan berkuda itu. Muncul lima belas orang penunggang kuda,
dipimpin oleh lima orang berpakaian preman akan tetapi yang sepuluh orang di belakang mereka
berpakaian perajurit Mongol! Tiga orang Tosu itu mengerutkan alis. Biarpun tidak bermusuhan secara
terbuka dengan pemerintah penjajah Mongol, namun sebagai pendekar-pendekar gagah perkasa
mereka tidak senang akan penjajahan yang dilakukan bangsa Mongol atas tanah air dan bangsa mereka.
"Siancai, dua di antara lima orang itu adalah Pak Lo-kui Si Setan Utara dan Lam Sian Si Dewa Selatan."
kata Wu Wi Thaisu lirih.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 281
:: CerSil KhoPingHoo :
"Datuk Besar Utara dan Datuk Besar Selatan?" bisik pula Im Sim Tojin. Lima orang itu tiba di depan
mereka dan berlompatan turun dari atas kuda mereka yang segera dituntun oleh para perajurit yang
sudah berlompatan turun pula dari atas kuda masing-masing.
Pak Lo-kui, Kakek berusia enam puluh tahun lebih yang bertubuh kurus bongkok dengan muka tanpa
kumis jenggot, pakaiannya dari sutera putih halus, berjalan menghampiri tiga orang Tosu itu. Di
sampingnya berjalan Lam Sian, Kakek sebaya yang bertubuh gemuk pendek, mukanya penuh tawa
dengan mulut lebar menyeringai sehingga mukanya seperti muka kanak-kanak, pakaiannya serba kuning
dan lehernya dikalungi tasbeh seolah-olah dia seorang Pendeta yang selalu sibuk berdoa. Tiga orang lain
yang bertubuh tinggi besar dengan kulit kehitaman dan punggungnya tergantung golok besar dan berat,
tidak dikenal oleh tiga orang Tosu itu. Akan tetapi dari keadaan mereka, para Tosu itu diam-diam dapat
menduga bahwa mereka itu pastilah tiga orang tokoh besar dunia kang-ouw golongan sesat yang
dikenal dengan julukan Twa-To Sam-Liong (Tiga Naga Golok Besar), yang sudah bertahun-tahun menjadi
Raja-Raja bajak sungai Yang-Ce-Kiang.
"Siancai! Kalau Pinto bertiga tidak salah lihat, agaknya Pak Lo-kui dan Lam Sian ditemani Twa-To SamLiong yang datang menemui kami dengan membawa pasukan. Tidak tahu ada urusan apakah kalian
dengan kami bertiga?"
"Ha-ha-ha-heh-heh!" Lam Sian tertawa bergelak sampai perutnya yang gendut itu bergoyang-goyang.
"Tadinya kami tidak percaya mendengar bahwa Kun-Lun-Pai hendak memberontak terhadap Kerajaan
Goan (Yuan). Ternyata sekarang kami menangkap basah. Wakil ketua Go-Bi-Pai Wu Wi Thaisu
mengadakan pertemuan dengan Im Yang Siang Tojin, tokoh-tokoh besar Kun-Lun-Pai di sini! Apalagi
kalau tidak hendak melakukan persekutuan untuk memberontak?" Mendengar ucapan ini, Wu Wi
Thaisu yang berwatak keras dan pada saat itu memang sedang gelap pikiran dan mengkal hatinya karena
peristiwa yang terjadi di Go-Bi-Pai menjawab dengan suara Iantang.
"Lam Sian, namamu Dewa akan tetapi hatimu Iblis, siapa yang tidak tahu? Mukamu cerah akan tetapi
hatimu gelap, itu pun bukan rahasia lagi! Jangan membuka mulut melempar fitnah dan tuduhan keji
tanpa dasar! Katakan, apa kehendak kalian mengganggu kami bertiga di sini?"
"Hek-hek-hek!" Pak Lo-kui terkekeh.
"Kalian tiga orang Tosu lebih baik menyerah untuk kami bawa kepada jaksa yang akan memeriksa dan
mengadili kalian. Kami mencurigai kalian sedang berunding untuk melakukan pemberontakan!"
"Manusia-manusia sesat!" kata Yang Sim Tojin Tosu bermuka merah yang juga mudah terbakar
perasaannya.
"Kalian jangan macam-macam! Tempat ini termasuk wilayah Kun-Lun-Pai, kalian jangan membuat ulah
dan pergilah dari sini jangan mengganggu Pinto bertiga!"
"Ha-ha-ha, Setan Utara, sikap mereka ini jelas sudah merupakan pemberontakan, berani menentang
kami yang menjadi petugas pemerintah. Niat memberontak mereka sudah tampak dan terbukti!"
Mendengar kata-kata Lam Sian ini, Im Sim Tojin yang lebih sabar melihat bahwa kalau terjadi
perkelahian, pihak mereka yang terancam bahaya. Dia sudah mendengar akan kesaktian Dua Datuk
Besar itu, juga Twa-To Sam-Liong. Apalagi mereka masih membawa sepuluh orang perajurit Mongol.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 282
:: CerSil KhoPingHoo :
Kalau dia berdua bersama Wu Wi Thaisu dibantu oleh banyak murid Kun-Lun-Pai, apalagi oleh Gurunya,
Pek Ciang San-Lojin, tentu saja tidak akan sukar untuk membasmi lima belas orang ini. Maka dia lalu
maju dan berkata kepada dua orang Datuk Besar itu.
"Pak Lo-kui dan Lam Sian, kalau kalian hendak membicarakan urusan pemberontakan, mari silakan ikut
kami ke Kun-Lun-Pai. Di sana kalian dapat membicarakannya dengan ketua kami. Kami sendiri tahu apaapa tentang hal itu."
"Tidak perlu banyak bicara lagi. Menyerahlah atau kami akan menggunakan kekerasan!" bentak Pak Lokui sambil mengacungkan pedangnya ke atas kepala. Juga Lam Sian sudah memutar tasbehnya yang
merupakan senjatanya yang istimewa, sambil memberi aba-aba.
"Tangkap tiga orang Tosu ini!" Twa-To Sam-Liong, tiga orang tinggi besar berkulit hitam itu sudah
mencabut golok besar mereka yang berat dan mereka sudah menerjang ke depan, menyerang tiga
orang Tosu itu dengan golok mereka. Wu Wi Thaisu, Im Sim Tojin dan Yang Sim Tojin sudah mencabut
pedang dan menangkis.
"Trang-trang-trangg...!" Tiga batang golok bertemu tiga batang pedang dan bunga api berpercikan
menyilaukan mata seperti kembang api.
Tiga orang Tosu itu terkejut juga karena ternyata tiga orang Raja Bajak Sungai Yang-Ce ini bukan hanya
memiliki nama kosong belaka. Pertemuan senjata mereka dengan golok tadi membuktikan bahwa
mereka memiliki tenaga yang kuat, mampu mengimbangi tenaga mereka sendiri. Padahal di situ masih
ada Setan Utara dan Dewa Selatan! Pak Lo-kui dan Lam Sian segera maju mengeroyok. Wu Wi Thaisu
bertanding melawan Lam Sian yang merupakan Datuk paling lihal di antara Empat Datuk Besar. Biarpun
senjatanya hanya seuntai tasbeh, namun tasbeh itu kini menjadi segulung sinar hitam yang berputar
cepat sekali dan menyambar dengan serangan maut! Wu Wi Thaisu maklum akan bahayanya serangan
ini. Cepat dia memutar pedangnya sambil mencongkan tubuh ke kiri, lalu pedangnya membacok ke arah
gulungan sinar hitam itu.
"Ttrraakkk-tranggg...!!" Hebat bukan main pertemuan kedua senjata itu dan Wu Wi Thaisu merasakan
betapa tangannya yang memegang gagang pedang tergetar hebat. Juga di lain pihak Lam Sian merasa
betapa lengannya juga terguncang. Keduanya saling memaklumi akan kekuatan lawan dan segera terjadi
perkelahian seru antara dua orang tua sakti ini. Akan tetapi segera ada empat orang perajurit yang
bersenjata tombak panjang datang membantu Lam Sian. Biarpun serangan mereka tidak terlalu
berbahaya bagi Wu Wi Thaisu, akan tetapi karena dikeroyok lima, tentu saja dia menjadi repot dan
terdesak.
Sementara itu, maklum bahwa lawan yang lebih banyak jumlahnya itu merupakan orang-orang yang
berbahaya, Im Yang Siang Tojin segera membentuk Barisan Im-Yang-Kiam terdiri dari dua orang. Dua
orang tokoh Kun-Lun-Pai ini merupakan pasangan yang hebat sekali kalau mereka maju bersama, yang
seorang memainkan ilmu pedang Im-Sin-Kiam dan yang lain memainkan pedang Yang-Sin-Kiam. Kedua
ilmu pedang ini sifatnya berbeda, yang satu lemas, yang lain keras. Akan tetapi mereka saling
mendukung sehingga sulit untuk dapat ditembus lawan, biarpun lawan berjumlah banyak. Twa-To SamLiong, tiga orang tinggi besar berkulit hitam itu sudah menggerakkan golok mereka mencoba untuk
mematahkan pertahanan Im Yang Sin-Kiam, namun golok mereka selalu terbentur perisai yang amat
kuat dari dua batang pedang itu.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 283
:: CerSil KhoPingHoo :
Berulang-ulang mereka mencoba, namun selalu gagal, bahkan mereka bertiga terdesak ketika kedua
orang Tosu Kun-Lun-Pai itu membalas dengan serangan gabungan Im Yang. Akan tetapi enam orang
perajurit Mongol kini juga sudah membantu Twa-To Sam-Liong sehingga Im Yang Siang Tojin kini
terdesak. Pak Lo-kui, Si Iblis Utara yang belum ikut bertanding, berdiri sambil terkekeh girang melihat
betapa tokoh Go-Bi-Pai dan dua orang tokoh Kun-Lun-Pai itu terdesak hebat oleh kawan-kawannya.
Tanpa dia bantu pun agaknya tiga orang Tosu itu akan roboh. Tiba-tiba terdengar suara riuh dan dari
arah Kun-Lun-Pai tampak datang berlarian sekitar dua puluh orang murid Kun-Lun-Pai dan di depan
sendiri berlari seorang pemuda dengan gerakan amat cepat.
Di belakang pemuda ini tampak berlari pula empat orang Tosu setengah tua yang merupakan muridmurid tingkat atas dari Kun-Lun-Pai, dan belasan orang murid yang masih muda berlari di belakang
mereka. Pemuda yang bermuka putih dan tampan itu bukan lain adalah Gan Bouw yang berjuluk PekBin-Houw dan menjadi ketua Thian-Te-Pang. Seperti kita ketahui, Gan Pangcu (Ketua Gan) ini setelah
menjadi ketua Thian-Te-Pang yang baru berjalan beberapa bulan, lalu melakukan perjalanan untuk
mengunjungi partai-partai persilatan besar, untuk memperkenalkan diri sebagai ketua Thian-Te-Pang
yang baru. Secara kebetulan dia bertemu bahkan menolong Yo Kang dan Ceng Seng Hwesio yang
diserang Tung Giam-Lo-Ong dan See Te-Tok dan pasukan Mongol.
Sehingga dua orang Datuk Besar dan pasukannya dapat diusir pergi. Gan Pangcu lalu memperkenalkan
diri kepada Yo Kang yang dianggap mewakili Bu-Tong-Pai dan kepada Ceng Seng Hwesio yang dianggap
mewakili Siauw-Lim-Pai. Karena itu, dia tidak lagi menghadap ketua Siauw-Lim-Pai ataupun ketua BuTong-Pai. Akan tetapi pagi tadi dia naik ke Kun-Lun-Pai, menghadap kepada Ketua Kun-Lun-Pai, diterima
oleh Pek Ciang San-Lojin sendiri. Setelah memberi hormat dan memperkenalkan diri sebagai ketua baru
Thian-Te-Pang dengan sikap sopan, Gan Bouw lalu bertanya mengapa Kun-Lun-Pai berada dalam
suasana berkabung dan di perumahan Kun-Lun-Pai itu dipasang tanda-tanda berkabung. Pek Ciang SanLojin mengerutkan alisnya, menghela napas dan berkata,
"Gan Pangcu, tiga hari yang lalu terjadi malapetaka yang menimpa perguruan kami dan menewaskan
sepuluh orang murid Kun-Lun-Pai..."
"Wah, penasaran sekali!" Gan Bouw terbelalak memandang Ketua Kun-Lun-Pai dan berseru lantang.
"Sungguh sulit untuk dapat dipercaya kalau saya tidak mendengar sendiri Lo-Cianpwe yang bicara.
Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Apakah Kun-Lun-Pai diserbu musuh yang banyak jumlahnya?"
"Siancai... inilah yang membuat Pinto penasaran, bingung dan juga berduka dan sakit di hati. Yang
membunuh mereka hanya seorang saja."
"Tidak mungkin! Tidak mungkin ada seorang membunuh sepuluh orang Kun-Lun-Pai! Lo-Cianpwe,
keterangan itu membuat saya menjadi penasaran sekali dan saya pun ikut berduka dan marah. Saya
berjanji akan membantu Kun-Lun-Pai menangkap pembunuh yang keji itu. Siapakah dia, Lo-Cianpwe?"
tanya Gan Bouw sambil mengepal tinju dan wajahnya yang biasanya putih itu berubah kemerahan
karena hatinya panas. Kembali Kakek itu menghela napas panjang.
"Siancai, sungguh menyedihkan dan menjengkelkan peristiwa ini, Gan Pangcu (Ketua Gan). Pembunuhan
itu terjadi malam dalam gelap sehingga tidak ada murid yang dapat mengenal siapa pembunuh itu. Akan
tetapi yang pasti dia berkepala gundul dan berjubah Hwesio, ilmu silatnya lihai sekali.":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 284
:: CerSil KhoPingHoo :
"Wahh? Hwesio Siauw-Lim-Pai? Ini sama sekali tidak mungkin terjadi, Lo-Cianpwe! Bukankah Siauw-LimPai bersahabat sejak dulu dengan Kun-Lun-Pai?"
"Apa boleh buat, Pinto terpaksa harus mencurigai bahwa pembunuh itu adalah seorang murid SiauwLim-Pai yang pandai sekali. Sepuluh orang anak murid kami itu dibunuh dengan pukulan yang
mengandung tenaga I-Kin-Keng, dan tendangan Siauw-Cu-Twi, jelas merupakan ilmu-ilmu tingkat tinggi
dari Siauw-Lim-Pai."
"Apakah dia tidak dikejar, Lo-Cianpwe?"
"Dua orang murid kepala Pinto, Im Sim Tojin dan Yang Sim Tojin kini belum kembali sejak pembunuhan
terjadi. Mereka yang melakukan pengejaran. Pinto sudah menyuruh para murid untuk menyusul
mereka." Pada saat itu, seorang Tosu setengah tua memasuki ruangan dan berlutut di depan Pek Ciang
San-Lojin.
"Suhu, Teecu melihat kedua Sute Im Yang Siang Tojin dan kalau Teecu tidak salah lihat, Wu Wi Thaisu
dari Go-Bi-Pai sedang dikeroyok pasukan Mongol."
"Siancai...!" Pek Ciang San-Lojin bangkit berdiri, diikuti oleh Gan Bouw. "Kumpulkan para murid, Pinto
sendiri yang akan menghadapi pasukan Mongol!" Akan. tetapi Gan Bouw cepat berkata,
"Lo-Cianpwe, menghadapi pasukan Mongol adalah urusan kecil. Tidak sepantasnya kalau Lo-Cianpwe
sendiri yang turun tangan. Biarlah saya yang akan menghajar anjing-anjing Mongol itu!" Setelah berkata
demikian, Can Bouw lalu melompat keluar. Pek Ciang San-Lojin memerintahkan para muridnya, dan
empat orang Tosu yang merupakan murid-murid kepala yang membantu pekerjaan Im Yang Siang Tojin
untuk membantu tiga orang Tosu yang dikeroyok pasukan Mongol itu.
Demikianlah, rombongan murid Kun-Lun-Pai itu datang ke tempat perkelahian dan Gan Bouw yang
memiliki ilmu ber-lari cepat paling tinggi tingkatnya, dapat datang lebih dulu, diikuti oleh empat orang
Tosu agak jauh di belakangnya dan para murid lain berada lebih jauh lagi. Melihat banyak murid KunLun-Pai mendatangi, Pak Lo-kui yang tadinya hanya menonton saja karena pihaknya berada di pihak
unggul, lalu menerjang dan menyerang Wu Wi Thaisu yang sudah terdesak oleh pengeroyokan Lam Sian
dan empat orang perajurit. Serangan dengan pedang ini amat cepat dan hampir menusuk lambung Wu
Wi Thaisu yang cepat membuang diri ke belakang. Pada saat itu, sebuah tendangan kaki Lam Sian yang
pendek mengenai perutnya.
"Bukk...!!" Tubuh Wu Wi Thaisu terjengkang. Walaupun dia telah melindungi perutnya dengan tenaga
dalam sehingga tidak terluka namun dia terbanting dan sejenak tidak berdaya. Padahal ketika itu, Pak
Lo-kui sudah menubruk dan membacokkan pedangnya ke arah leher wakil ketua Go-Bi-Pai itu!
"Singgg... tranggg...!" Pedang di tangan Pak Lo-kui terpental ketika bertemu dengan sebuah batu yang
menyambar dan tepat mengenai pedang Si Iblis Utara yang tadi membacok ke arah Wu Wi Thaisu.
Melihat dirinya terhindar dari maut, W u Wi Thaisu cepat bergulingan menjauh lalu meloncat berdiri lagi
dan siap melanjutkan perkelahian. Pak Lo-kui marah sekali, akan tetapi juga gentar. Hanya dengan
lontaran batu pemuda muka putih itu mampu membuat pedangnya terpental! Kini empat orang Tosu
murid tingkat atas Kun-Lun-Pai sudah tiba dan mereka segera membantu Im Yang Siang Tojin yang masih
dikeroyok.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 285
:: CerSil KhoPingHoo :
Yang menolong Wu Wi Thaisu tadi adalah Gan Bouw. Kini pemuda itu sudah menyerang Pak Lo-kui
dengan tangan kosong. Walaupun dia bertangan kosong, namun serangannya demikian aneh dan hebat
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sehingga Pak Lo-kui terdesak dan mundur-mundur. Dia mengenal ilmu silat aliran Barat yang didasari
ilmu-ilmu dari para Pendeta Lama di Tibet, dan dia tahu betapa lihainya pemuda itu. Demikian pula Lam
Sian, setelah kini menghadapi Wu Wi Thaisu yang dibantu dua orang Tosu, menjadi repot. Twa-To SamLiong juga kerepotan setelah kini Im Yang Siang Tojin dibantu dua orang Tosu Kun-Lun-Pai yang lain. Gan
Bouw melihat betapa sepuluh orang perajurit Mongol itu masih mengeroyok, segera mengamuk.
Biarpun hanya bertangan kosong, namun tubuhnya berkelebatan menyambar-nyambar dan dalam
waktu singkat, dia tidak meroboh tewaskan empat orang perajurit Mongol!
Kini para murid Kun-Lun-Pai tiba di situ dan sambil berteriak-teriak membantu Wu Wi Thaisu dan para
Tosu pimpinan Kun-Lun-Pai! Melihat ini, Pak Lo-sian dan Lam Sian berseru keras dan mereka
berlompatan menghindar, diikuti oleh Twa-To Sam-Liong yang juga maklum bahwa melawan terus
berarti bunuh diri. Mereka berlima sudah berloncatan ke atas punggung kuda masing-masing dan
melarikan diri meninggalkan tempat itu. Perajurit Mongol yang tinggal enam orang itu juga mencoba
untuk melarikan diri. Akan tetapi gerakan mereka kurang cepat dan mereka segera terkepung banyak
sekali murid Kun-Lun-Pai yang mengeroyok mereka sehingga tak lama kemudian enam orang perajurit
Mongol itu sudah roboh dan tewas dengan tubuh penuh luka. Setelah pertempuran selesai, Wu Wi
Thaisu menghadapi Gan Bouw dan memberi hormat dengan merangkap kedua tangan depan dada.
"Siancai, kalau tidak ada Sicu yang tadi menolong Pinto, tentu sekarang Pinto sudah tewas di tangan Pak
Lo-kui. Sicu, Pinto adalah Wu Wi Thaisu, wakil ketua Go-Bi-Pai. Siapakah nama dan marga Sicu yang
besar dan mulia?"
"Ah, kiranya Lo-Cianpwe adalah wakil ketua Go-Bi-Pai! Senang sekali dapat membantu Lo-Cianpwe!
Kebetulan sekali karena saya tadinya bermaksud berkunjung ke Go-Bi-Pai untuk memperkenalkan diri.
Lo-Cianpwe, saya bernama Gan Bouw dan baru beberapa bulan yang lalu saya dipilih menjadi ketua
Thian-Te-Pang di kaki Pegunungan Beng-San."
"Bukankah Pangcu (Ketua) dari Thian-Te-Pang adalah Li Bu Kok?" tanya Wu Wi Thaisu.
"Benar, Lo-Cianpwe. Li Pangcu terbunuh ketika diserang gerombolan perampok yang dipimpin Tiga Belas
Srigala Gila. Saya membantu Thian-Te-Pang dan berhasil menewaskan para perampok, lalu para
anggauta Thian-Te-Pang mengangkat saya menjadi ketua menggantikan mendiang Li Bu Kok Pangcu
yang telah tewas."
"Siancai, masih begini muda sudah memiliki kepandaian tinggi dan menjadi ketua Thian-Te-Pang.
Sungguh Pinto merasa kagum sekali, Gan Pangcu." Kini Im Yang Siang Tojin juga menghampiri dan Im
Sim Tojin berkata kepada Gan Bouw.
"Gan Pangcu, kami mewakili Kun-Lun-Pai juga amat berterima kasih atas bantuan Pangcu."
"Akan tetapi bagaimana Gan Pangcu dapat datang membantu kami bersama para murid kami ini?"
tanya Yang Sim Tojin.
"Jiwi Totiang (Bapak Pendeta Berdua) tentulah yang terkenal dengan sebutan Im Yang Siang Tojin.
Begini, Totiang. Saya kebetulan menjadi tamu dan menghadap Lo-Cianpwe Pek Ciang San-Lojin untuk
memperkenalkan diri. Selagi kami bercakap-cakap, seorang murid Kun-Lun-Pai datang melapor akan:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 286
:: CerSil KhoPingHoo : :: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 287
:: CerSil KhoPingHoo :
perkelahian keroyokan di sini. Maka saya lalu ikut bersama para murid Kun-Lun-Pai untuk membantu.
Sekarang saya telah memperkenalkan diri kepada pimpinan Kun-Lun-Pai dan juga melalui Lo-Cianpwe
Wu Wi Thaisu sudah memperkenalkan diri kepada pimpinan Go-Bi-Pai. Saya hendak melanjutkan
perjalanan saya, karena saya juga merasa amat penasaran dengan terjadinya pembunuhan para murid
Kun-Lun-Pai oleh seorang Hwesio Siauw-Lim-Pai Saya akan membantu dan mencari pembunuh kejam
itu!"
"Murid-murid Kun-Lun-Pai dibunuh seorang Hwesio Siauw-Lim-Pai?" tanya Wu Wi Thaisu heran.
"Begitulah yang saya dengar dari Lo-Cianpwe Pek Ciang San-Lojin, karena semua korban itu berbekas
pukulan dengan tenaga I-Kin-Keng dan tendangan Siauw-Cu-Twi dari juga katanya bayangan pembunuh
itu berkepala gundul dan berjubah Hwesio."
"Siancai...! Apa artinya sennua ini? Murid Pinto, Wi Tek Tosu juga terbunuh pada suatu malam dengan
pukulan mengandung I-Kin-Keng dari Siauw-Lim-Pai, dan para murid ada yang melihat berkelebatnya
bayangan hitam yang berkepala gundul berjubah Hwesio!" kata Wu Wi Thaisu dengan terkejut dan
heran.
"Penasaran! Penasaran! Tak saLah ini pasti ulah murid Siauw-Lim-Pai! Saya harus menyelidiki perkara ini
sampai dapat menangkap pembunuh keji itu!, Sekarang, maaf, saya harus melanjutkan perjalanan untuk
mulal dengan penyelidikan saya!" Setelah berkata demikian, Gan Bouw memberi hormat kepada mereka
semua lalu pergi meninggalkan tempat itu.
"Wu Wi Thaisu, mari Pinto persilakan Totiang ikut kami dan kita bicarakan urusan ini dengan Suhu Pek
Ciang San-Lojin." ajak Im Sim Tojin. Wakil ketua Go-Bi-Pai itu mengangguk dan mereka semua lalu pergi
ke perkampungan Kun-Lun-Pai, kecuali para murid yang ditugaskan untuk mengubur mayat sepuluh
orang perajurit Mongol itu. Setelah Wu Wi Thaisu dan Im Yang Siang Tojin menghadap Pek Ciang SanLojin dan membicarakan pembunuhan-pembunuhan yang terjadi menimpa sepuluh orang murid KunLun-Pai dan seorang tokoh Go-Bi-Pai. Setelah mendengar laporan yang lengkap tentang pembunuhanpembunuhan terhadap sepuluh orang murid Kun-Lun-Pai dan seorang tokoh Go-Bi-Pai yang agaknya
dilakukan oleh Hwesio Siauw-Lim-Pai, kemudian mendengar tentang penyerangan para Datuk Besar
yang sesat dengan pasukan Mongol, Pek Ciang San-Lojin menghela napas panjang.
"Siancai...! Urusan ini sungguh gawat. Bagaimana mungkin seorang anggauta Siauw-Lim-Pai yang tinggi
ilmunya melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap murid-murid Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai?
Selama puluhan, bahkan ratusan tahun di antara mereka dan kita terjalin persahabatan yang baik. Sulit
untuk dapat dipercaya bahwa Siauw-Lim-Pai kini memusuhi Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai!"
"Pinto sendiri juga telah membicarakan dengan Suhu Pek Eng Thaisu dan kami tidak berani
sembarangan menuduh Siauw-Lim-Pai. Akan tetapi, hendaknya Lo-Cianpwe tidak lupa bahwa biarpun
Siauw-Lim-Pai dan kita mempunyai tujuan yang sama, yaitu mendidik murid-murid menjadi pembela
kebenaran dan keadilan, akan tetapi dalam hal pendidikan agama kita jauh berbeda dengan mereka.
Baik Kun-Lun-Pai maupun Go-Bi-Pai mempelajari Agama To dan Khonghucu yang berakar dari bangsa
sendiri. Sebaliknya, mereka mempelajari Agama Hud-kauw (Buddha) yang berasal dari India. Dalam hal
tata-susila kehidupan jasmani kita mengikuti pelajaran Nabi Khongcu dan soal kerohanian kita mengikuti
pelajaran Nabi Locu. Mungkin perbedaan yang mendasar ini membuat mereka diam-diam membenci
kita, apalagi melihat betapa rakyat semakin banyak yang mengikuti agama yang kita sebarkan." Pek
Ciang San-Lojin menggeleng kepala.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 288
:: CerSil KhoPingHoo :
"Siancai..., Pinto tidak menduga sampai demikian jauhnya, Wu Wi Thaisu. Pinto mempunyai dugaan
begini. Pertama, mungkin memang pelakunya seorang tokoh Siauw-Lim-Pai yang melakukan
pembunuhan tanpa sepengetahuan para pimpinan Siauw-Lim-Pai, melainkan atas kehendak sendiri dan
mungkin juga mempunyai kebencian pribadi yang membuatnya menaruh dendam. Ke dua, melihat
betapa Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai menjadi korban dan Siauw-Lim-Pai menjadi kambing hitamnya,
mungkin ada pihak ke tiga yang sengaja hendak mengadu domba antara kita dengan Siauw-Lim-Pai.
Nah, kita sekarang harus mengingat-ingat dan mencari siapa kiranya orang yang membenci Kun-Lun-Pai,
Go-Bi-Pai, dan juga Siauw-Lim-Pai karena dia membunuh murid Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai, akan tetapi
melemparkan tuduhan kepada Siauw-Lim-Pai."
"Suhu, melihat adanya Pak Lo-kui dan Lam Sian yang membawa pasukan Mongol menyerang Teecu
bertiga Wu Wi Thaisu, Teecu kira pemerintah Mongol yang menjadi biang keladi semua pembunuhan
itu! Kerajaan Mongol memusuhi kita dan hendak mengadu domba di antara kita!" kata Yang Sim Tojin.
"Memang apa yang engkau kemukakan itu masuk akal juga, Yang Sim Tojin, akan tetapi kalau memang
pemerintah Mongol hendak memusuhi kita, mengapa harus mengambil cara yang susah-susah begitu?
Mereka memiliki pasukan yang besar dan kuat, dan kalau mereka hendak membasmi kita semua dengan
kekuatan bala-tentara, kita pun tidak akan mampu melawan mereka yang memiliki ratusan ribu orang
perajurit." kata Pek Ciang San-Lojin.
"Pinto kira pasti ada orang yang memusuhi kita semua. Mungkin saja musuh yang membenci kita itu
bekerja sama dengan pemerintah Mongol, mungkin juga tidak. Akan tetapi siapa orang yang memusuhi
kita, yang memiliki kepandaian sedemikian tingginya?" Hening sejenak, kemudian tiba-tiba Wu Wi
Thaisu berseru.
"Siancai...! Mengapa kita semua lupa? Lo-Cianpwe, orang-orang yang amat membenci kita semua adalah
Hek Moli dan suaminya, Bhutan Koai-jin! Hek Moli tewas oleh pengeroyokan Tiga San Lojin dari Kun-LunPai dan Wi Tek Tosu dari Go-Bi-Pai, sedangkan Bhutan Koai-jin buntung kaki kanannya oleh Bu Kek
Tianglo dari Siauw-Lim-Pai. Setelah mereka berdua tewas, muncul murid mereka yang pernah memusuhi
kita dan murid itu telah membunuh Tiga San Lojin dari Kun-Lun-Pai, juga dulu hendak membunuh Wi Tek
Tosu murid Pinto. Jelas, ialah yang mendendam dan membenci kita semua atas kematian suami-isteri
iblis yang menjadi gurunya itu! Kwee In Hong, Si Bayangan Bidadari! Siapa lagi yang membenci kita
semua sedemikian hebatnya sehingga tega melakukan pembunuhan-pembunuhan keji itu selain Kwee In
Hong? Dan kita semua mengetahui betapa lihainya gadis iblis itu. Agaknya semua ilmu dari Hek Moli dan
Bhutan Koai-jin telah diwariskan kepadanya. Dan dalam keganasan, Pinto sendiri merasakan bahwa ia
bahkan lebih ganas dan lebih kejam daripada Hek Moli sendiri. Dan terus terang saja, Pinto sendiri tidak
mampu mengalahkannya."
"Siancai...! Pinto teringat sekarang! Memang Kwee In Hong itu lihai bukan main, dan ganas melebihi Hek
Moli (Iblis Betina Hitam). Pinto pernah bertanding melawannya sekitar dua tahun yang lalu dan terus
terang Pinto sendiri agak sukar mengalahkannya. Baru setelah Susiok Siang Te Lokai turun tangan, Pinto
hampir dapat membunuh iblis betina itu. Dan kemudian muncul Ong Tiang Houw, pendekar besar murid
Bu Sek Tianglo yang agaknya telah menjadi gila namun masih lihai sekali menyelamatkan Kwee In hong!
Ah, Ong Tiang Houw yang menggunakan nama Bu Jin Ai itu tentu saja menguasai ilmu-ilmu tingkat tinggi
Siauw-Lim-Pai! Sungguh patut dicurigai bahwa semua ini tentu dilakukan oleh Kwee In Hong dan Ong
Tiang Houw!" kata Pek Ciang San-Lojin. Wu WI Thaisu mengerutkan alisnya.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 289
:: CerSil KhoPingHoo :
"Hemm, kalau ternyata benar demikian, Siauw-Lim-Pai tidak dapat melepas tanggung jawabnya.
Bagaimanapun juga, Ong Tiang Houw itu juga termasuk murid Siauw-Lim-Pai, karena mendiang Bu Sek
Tianglo adalah suheng dari Bu Kek Tianglo ketua Siauw-Lim-Pai."
"Benar sekali!" kata Yang Sim Tojin.
"Siauw-Lim-Pai harus bertanggung jawab untuk mencari pembunuh itu. Pembunuh itu melakukan
pembunuhan dengan ciri-ciri seorang Hwesio Siauw-Lim-Pai, dan kita yang menderita dan menjadi
korban. Kalau Siauw-Lim-Pai tidak mau bertanggung jawab, berarti Siauw-Lim-Pai memusuhi kita!"
"Sekarang baiknya begini saja. Engkau mewakili Go-Bi-Pai untuk menyelidiki tentang peristiwa
pembunuhan ini, bukan?" tanya Pek Ciang San-Lojin kepada Wu Wi Thaisu.
"Benar, Lo-Cianpwe. Suhu memang telah menyerahkan kepada Pinto untuk melakukan penyelidikan dan
selanjutnya berkunjung ke Siauw-Lim-Pai untuk minta pertanggungan jawab Siauw-Lim-Pai."
"Bagus, kalau begitu. Pinto akan mewakilkan Kun-Lun-Pai kepada Im Sim Tojin dan Yang Sim Tojin untuk
bersamamu menghadap Bu Kek Tianglo di Siauw-Lim-Pai. Pinto ingin mengetahui apa pendapat Bu Kek
Tianglo dalam peristiwa ini."
Demikianlah, tiga orang Tosu itu, Wu Wi Thaisu wakil Go-Bi-Pai dan Im Yang Siang Tojin, dua orang wakil
ketua Kun-Lun-Pai berangkat menuju ke Siauw-Lim-Pai. Setelah tiba di Siauw-Lim-Pai, mereka bertiga
diterima sendiri oleh Bu Kek Tianglo yang didampingi oleh Ceng Seng Tiga orang Tosu itu bukan hanya
menceritakan tentang terbunuhnya sepuluh orang murid Kun-Lun-Pai dan seorang murid Go-Bi-Pai yang
dilakukan seorang Hwesio dengan menggunakan ilmu-ilmu Siauw-Lim-Pai, akan tetapi mereka bertiga
juga mendengar dari Ceng Seng Hwesio bahwa Bu-Tong-Pai juga kematian sembilan orang murid yang
kabarnya juga terbunuh seorang yang hanya tampak bayangannya sebagai seorang Hwesio dengan
menggunakan ilmu-ilmu Siauw-Lim-Pai. Tentu saja mereka bertiga menjadi sama terkejutnya dengan
dua orang pimpinan Siauw-Lim-Pai itu.
"Omitohud! Keadaannya menjadi semakin gawat sekarang. Bukan hanya murid Bu-Tong-Pai menjadi
korban, akan tetapi juga murid Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai. Dan pembunuhnya sama, tidak tampak jelas
mukanya, akan tetapi bayangannya seperti seorang Hwesio dan dia menggunakan ilmu-ilmu tingkat
tinggi dari Siauw-Lim-Pai! Jelas ini merupakan suatu usaha licik untuk mengadu domba agar Siauw-LimPai dimusuhi tiga partai persilatan besar lainnya! Ada orang yang melakukan fitnah terhadap Siauw-LimPai!" kata Bu Kek Tianglo.
"Nanti dulu, Lo-Cianpwe, belum tentu kalau orang luar yang melakukan ini. Apakah tidak mungkin ada
murid Siauw-Lim-Pai yang telah menyeleweng dan tersesat?"
"Omitohud! Pinceng kira tidak ada murid kami yang tersesat, karena kami selalu mengawasi mereka."
bantah Ceng Seng Hwesio mewakili Suhunya. Yang Sim Tojin tersenyum mengejek, akan tetapi Im Sim
Tojin diam saja. Wu Wi Thaisu yang membantah.
"Yang berada di sini memang dapat engkau awasi, akan tetapi bagaimana dengan murid yang telah
tamat dan berada jauh dari sini, Ceng Seng Hwesio? Apakah pimpinan Siauw-Lim-Pai juga dapat
mengawasi sepak terjang mereka?":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 290
:: CerSil KhoPingHoo :
"Hemm, tentu saja tidak dapat, Toyu (sahabat). Akan tetapi kami berani menjamin bahwa murid kami
tidak akan berani menyeleweng karena sudah mendapat gemblengan yang ketat ketika belajar di sini."
kata Ceng Seng Hwesio.
"He-heh, Ceng Seng Hwesio, apakah pimpinan Siauw-Lim-Pai mengetahui apa yang dilakukan oleh Ong
Tiang Houw?" kata Yang Sim Tojin dengan suara mengejek.
"Omitohud! Ong Tiang Houw bukan murid perguruan Siauw-Lim-Pai." bantah Ceng Seng Hwesio.
"Dia memang murid Bu Sek Tianglo, dan Bu Sek Tianglo adalah Suheng dari Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo,
ketua Siauw-Lim-Pai! Berarti dia masih sealiran dan menguasai ilmu-ilmu dari Siauw-Lim-Pai."
"Andaikata hal itu dibenarkan, tetap saja tidak berarti dia seorang yang tersesat! Nama besar Ong Tiang
Houw sebagai pemimpin Kai-Sin-Tin menentang bangsawan dan hartawan yang sewenang-wenang dan
membela kepentingan rakyat miskin membuktikan bahwa dia berjiwa pendekar." kata Ceng Seng
Hwesio dan kelihatan bangga. Siapa tidak mengenal nama besar Ong Tiang Houw? Kalau dia dianggap
sebagai murid Siauw-Lim-Pai, hal itu malah membanggakan bagi dia.
"Ceng Seng Hwesio dan Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo, apakah para pimpinan Siauw-Lim-Pai tahu
bagaimana keadaan Ong Tiang Houw sekarang dan apa yang telah dia lakukan sekitar dua tahun yang
lalu?" kini Im Sim Tojin membantu saudaranya. Ceng Seng Hwesio menggelengkan kepalanya dan
memandang kepada Gurunya karena dia memang sudah lama sekali tidak pernah mendengar tentang
Ong Tiang Houw sejak Kai-Sin-Tin tidak melakukan kegiatan lagi dan kabarnya sudah dibubarkan.
"Omitohud...!" Bu Kek Tianglo berkata lirih. "Karena Ong Tiang Houw bukan murid di Siauw-Lim-Pai ini,
maka kami tidak tahu bagaimana keadaannya, hanya pinceng yakin sepak terjangnya tetap melalui jalan
kebenaran. Bahkan kedua orang puteranya, Ong Teng San dan Ong Lian Hong, menjadi murid-murid
kami terbaik di sini."
"Kalau begitu dengarlah, hai para pimpinan Siauw-Lim-Pai. Dua tahun lebih yang lalu, murid dari Hek
Moli yang menjadi musuh kita bersama, dan Bhutan Koai-jin yang kaki tangannya Lo-Cianpwe buntungi
dengan bantuan dari Kun-Lun-Pai, Go-Bi-Pai dan Bu-Tong-Pai, murid mereka yang bernama Kwee In
Hong Si Iblis Betina itu mengamuk dan membunuh Sun Sim San Lojin, Kim Sim San Lojin, dan Cu Sim San
Lojin, murid-murid Kun-Lun-Pai!" kata Yang Sim Tojin.
"Omitohud!" Bu Kek Tianglo memotong. "Gadis yang liar itu memang sulit diatur, keganasannya
melebihi Hek Moli. la juga pernah membikin kacau di sini, karena itu, tidak sangat mengejutkan kalau ia
melakukan pembunuhan di mana-mana."
"Bukan itu saja, Lo-Cianpwe. Setelah ia membunuh ketiga San Lojin dari perguruan kami, Kwee In Hong
dihadapi oleh Suhu Pek Ciang San-Lojin dan ia pasti akan dapat ditangkap atau dibinasakan kalau saja
tidak muncul Ong Tiang Houw yang membela dan membawanya lari!" Bu Kek Tianglo dan Ceng Seng
Hwesio saling pandang dengan mata terbelalak.
"Ong Tiang Houw?" kata Ceng Seng Hwesio.
"Benar, dia Ong Tiang Houw, walaupun ketika itu telah menjadi seperti orang gila dan menyebut Kwee
In Hong sebagai isterinya dan dia sendiri disebut Bu Jin Ai oleh gadis iblis itu. Karena Susiok-Couw (Kakek:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 291
:: CerSil KhoPingHoo :
Paman Guru) Siang Te. Lokai mengenalnya sebagai murid Lo-Cianpwe Bu Sek Tianglo, terpaksa Suhu
melepaskan mereka dan mereka berdua lalu pergi entah ke mana."
"Omitohud...! Dan pada saat itu, Pinto mengutus Ong Teng San untuk membayangi adik tirinya itu agar
di luaran jangan melakukan kejahatan seperti Hek Moli." kata Bu Kek Tianglo lirih, seperti bicara kepada
diri sendiri.
"Adik tiri...?" Wu Wi Thaisu bertanya heran. Terpaksa Bu Kek Tianglo mengangguk-angguk.
"Ya, Kwee In Hong itu adalah saudara tiri dari Ong Teng San dan Ong Lian Hong."
"Bagus sekali!" seru Yang Sim Tojin.
"Sekarang jelaslah sudah, Suheng!" dia menoleh kepada Im Sim Tojin.
"Mereka telah berkumpul menjadi satu! Ayahnya seorang ahli ilmu silat tingkat Siauw-Lim-Pai yang telah
menjadi gila, lalu kedua anaknya yang juga murid-murid pilihan Siauw-Lim-Pai, dan Si Iblis Betina yang
menjadi saudara tiri yang amat membenci Empat Partai Persilatan Besar! Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo, tak
dapat diragukan lagi, pasti keluarga setan itu yang melakukan pembunuhan-pembunuhan ini!"
"Pinto kira sangkaan itu benar sekali, Lo-Cianpwe!" Wu Wi Thaisu juga berkata penuh semangat.
"Siauw-Lim-Pai harus menangkap mereka untuk diajukan ke pengadilan bersama!"
"Wu Wi Thaisu!" bentak Ceng Seng Hwesio. "Tidak ada yang bisa memaksa dan mengharuskan SiauwLim-Pai melakukan sesuatu!"
"Hemm, begitukah? Setelah ada dugaan bahwa pelakunya murid-murid Siauw-Lim-Pai, langsung engkau
hendak membela mereka? Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo, sebagai wakil Go-Bi-Pai, Pinto menuntut agar
Siauw-Lim-Pai dapat mempertanggung-jawabkan perbuatan murid-muridnya itu." kata Wu Wi Thaisu.
"Benar! Kami berdua juga menuntut agar Siauw-Lim-Pai bertanggung jawab, menangkap pembunuh itu,
baik dia murid Siauw-Lim-Pai atau bukan karena pembunuh itu meninggalkan ciri-ciri Siauw-Lim-Pai.
Kalau Siauw-Lim-Pai tidak segera bertindak, para pimpinan perguruan kami akan datang dan membuat
perhitungan!" kata Yang Sim Tojin dengan suara dan sikap kasar karena marah.
"Omitohud, pinceng harap para Toyu dapat bersabar. Kemarahan tidak akan membantu memecahkan
persoalan, bahkan akan menggelapkan hati dan pikiran. Pinceng memahami kecurigaan kalian, dan kami
tentu akan menyelidiki keadaan Kwee In Hong, Ong Tiang Houw, dan Ong Teng San. Percayalah, kami
tidak akan melindungi orang yang bersalah, walaupun orang itu murid atau bahkan diri kami sendiri.
Menjunjung kebenaran dan keadilan adalah pedoman hidup yang lebih kami pentingkan daripada diri
kami sendiri. Sekarang harap Sam-wi (Kalian bertiga) pulang dan sampaikan kepada Pek Eng Thaisu
ketua Go-Bi-Pai dan kepada Pek Ciang San-Lojin ketua Kun-Lun-Pai bahwa kami para pimpinan SiauwLim-Pai akan berusaha sekuat tenaga untuk menangkap pelaku pembunuhan itu."
"Sampai kapan?" tanya Wu Wi Thaisu.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 292
:: CerSil KhoPingHoo :
"Ya, kapan batas waktunya? Kalau terlalu lama, semua anggauta Kun-Lun-Pai akan kehilangan
kesabaran!" kata pula Yang Sim Tojin.
"Omitohud! Pinceng sudah mengabarkan kepada Tiong Li Seng-jin ketua Bu-Tong-Pai agar bersabar
sampai pada hari ulang tahun Siauw-Lim-Pai yang akan terjadi sekitar dua setengah bulan yang akan
datang. Karena itu, sampaikan kepada kedua ketua kalian bahwa kalau sampai pada hari ulang tahun
kami, belum juga pembunuh itu dapat kami temukan, mereka boleh datang ke sini untuk membuat
perhitungan. Kami siap untuk mempertanggung-jawabkannya demi menjaga nama baik dan kehormatan
Siauw-Lim-Pai." Wu Wi Thaisu dan Im Yang Siang Tojin terpaksa menerima janji ini dan mereka
meninggalkan Siauw-Lim-Pai dengan wajah tidak puas karena mereka harus menunggu dua setengah
bulan untuk menentukan apakah pembunuh itu dapat tertangkap, ataukah mereka akan melampiaskan
penasaran dan sakit hati mereka kepada Siauw-Lim-Pai!
Sebagai wakil dari perguruan masing-masing, mereka lalu melakukan perjalanan pulang sambil berusaha
untuk melakukan penyelidikan, kalau-kalau mereka akan dapat menangkap pembunuh itu. Peristiwa
pembunuhan berturut-turut itu menggegerkan dunia kang-ouw. Sebentar saja semua tokoh persilatan di
dunia kang-ouw (daerah sungai-telaga, atau dunia persilatan) mendengar tentang peristiwa itu.
Memang amat menggegerkan dan menarik, akan tetapi juga penuh rahasia. Belum pernah terjadi hal
seperti itu. Seorang pembunuh yang sama sekali tidak dikenal, bahkan tidak diketahui siapa orangnya
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena tidak ada yang dapat melihat wajahnya. Semua pembunuhan itu dilakukan dalam keadaan cuaca
remang-remang sehingga selain wajahnya tidak tampak, juga jubahnya yang besar dan longgar
menyembunyikan keadaan tubuhnya.
Tidak ada yang tahu apakah pembunuh itu pria atau wanita, tua atau muda, bahkan gemuk atau kurus.
Yang diketahui hanya bahwa kepalanya gundul dan dia membunuh dengan ilmu-ilmunya yang ampuh
dari Siauw-Lim-Pai! Semua orang bertanya-tanya menduga-duga siapa gerangan pembunuh rahasia itu
dan mengapa dia melakukan pembunuhan-pembunuhan pada murid-murid Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai,
dan mungkin para pembaca juga bertanya dan menduga-duga. Adakah di antara para pembaca yang
dapat ikut membantu mereka yang kini sedang sibuk menyelidiki dan mencari pembunuh misterius itu?
Gadis berusia sekitar delapan belas tahun itu cantik jelita dan tampak gagah perkasa ketika menunggang
seekor kuda besar di dalam hutan itu. Kulitnya sedang, tidak terlalu putih juga tidak terlalu gelap.
Kecoklatan muda dan halus mulus. Wajah yang lembut itu manis sekali ketika di atas kudanya ia dengan
mata waspada memandang ke sekeliling, busur dan anak panah siap di kedua tangannya.
Pakaiannya dari sutera merah muda yang halus walaupun potongannya sederhana sehingga
memudahkan ia bergerak. Rambutnya yang hitam digelung ke atas, diikat kain sutera merah dan dihias
sebuah burung merak dari emas permata. Di punggungnya tergantung sebatang pedang. Gadis itu
adalah Ouw Swi Lan. Kecantikan wajahnya yang dibentuk mata, mulut dan hidung itu adalah kecantikan
wanita Han, akan tetapi kedua pipinya yang agak menonjol di bawah sudut kedua matanya, dan kulitnya
yang agak gelap itu menunjukkan bahwa ada darah Mongol dalam dirinya. Dan memang sesungguhnya,
Ouw Swi Lan adalah seorang gadis cantik berdarah campuran. Ayahnya adalah Jenderal Ouw Gu Cin
yang nama aselinya Ogucin, seorang suku bangsa Mongol aseli.
Akan tetapi Nyonya Ouw, Ibunya adalah seorang wanita peranakan Han/Mongol sehingga dalam darah
Ouw Swi Lan mengalir darah Han dan darah Mongol sehingga ia memiliki kecantikan yang aneh dan
tidak biasa namun amat menarik dan menyenangkan. Sebagai puteri Jenderal Ouw yang memiliki ilmu
perang dan ilmu silat/gulat tinggi, tentu saja sejak kecil Ouw Swi Lan juga mendapat gemblengan ilmu:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 293
:: CerSil KhoPingHoo :
bela diri yang cukup tinggi. Maka tidak anehlah kalau hari ini, sejak pagi tadi, gadis puteri bangsawan
Mongol ini pergi seorang diri berburu binatang dalam hutan, tanpa pengawal seorang pun. Wajah yang
cantik itu kemerahan karena sampai matahari naik tinggi, ia belum mendapatkan binatang yang
diburunya. Beberapa ekor kelinci yang dilihatnya ia diamkan saja karena pagi ini ia hendak mencari
buruan pesanan Ibunya, yaitu seekor kijang.
Ibunya tadi berpesan agar puterinya hanya membunuh seekor kijang karena Ibunya ingin sekali makan
masakan daging kijang. Akan tetapi sial baginya, sejak pagi ia tidak melihat kijang seekor pun. Padahal
biasanya di hutan itu terdapat banyak kijang. Tiba-tiba kudanya meringkik dan mengangkat ke atas
kedua kaki depannya. Hidungnya mendengus-dengus dan tampak ketakutan sekali. Karena kuda itu
mendadak menjadi binal dan agaknya ketakutan sehingga membahayakan dirinya yang dapat saja
terpental jatuh, Ouw Swi Lan melompat turun dari atas pelana kudanya. Begitu gadis itu melompat
turun, kuda itu pun melompat dan kabur membawa perlengkapan bekal yang berada di punggungnya.
"Hei...!" Ouw Swi Lan berseru jengkel. Akan tetapi suara gerengan yang tiba-tiba terdengar di
belakangnya membuat ia terkejut dan cepat membalikkan badannya. Seekor harimau besar telah berdiri
di depannya, memperlihatkan taring, mendesis dan menggereng, kedua kaki depan mencakar-cakar
tanah.
Gadis itu gagah perkasa, namun saat itu wajahnya berubah agak pucat dan jantungnya berdebar keras.
Bagaimanapun juga, belum pernah ia berhadapan seperti itu dengan seekor harimau yang agaknya telah
bertekad untuk membuat ia menjadi santapannya pada siang hari itu! Jarak antara mereka hanya kurang
lebih tiga tombak dan Swi Lan sudah sering mendengar cerita bahwa seekor harimau, apalagi yang
sebesar itu, dengan mudah akan dapat melompati jarak itu dan menerkamnya. Dan sekali dua kaki
depan yang berkuku tajam runcing melengkung dan amat kuat itu mencengkeram tubuhnya, tak
mungkin ia dapat melepaskan diri lagi. Kuku-kuku mengerikan, itu akan mencabik-cabik dagingnya, dan
taring-taring yang mengkilap runcing itu akan meremukkan tulangnya dengan sekali gigit!
Akan tetapi sejak kecil Swi Lan sudah digembleng sehingga ia memiliki keberanian yang luar biasa. Hanya
sebentar ia panik. la sudah dapat menenangkan perasaannya dan kedua tangannya bergerak, siap
memasang anak panah di busurnya. Pada saat itu, harimau itu mengaum, tubuhnya merendah dan tibatiba tubuh yang besar dan berat penuh otot itu sudah melompat ke atas, kedua cakar sudah siap
menerkam daging lunak gadis itu! Swi Lan maklum bahwa melarikan diri dari harimau ini tidak mungkin
lagi. Sialnya, ia berada di tempat yang tidak ada pohonnya yang tinggi, hanya semak-semak dan pohon
kecil. Kalau ada pohon besar dan tinggi di dekatnya, tentu sejak tadi ia sudah melompat naik, bebas dari
jangkauan harimau itu. Mengelak dan lari pun tidak ada gunanya. Harimau memiliki gerakan yang amat
tangkas dan larinya lebih cepat dari seekor kuda.
Maka ia pun menjadi nekat. Ia harus melawan dan harus mampu membunuh binatang ini! Melihat
harimau itu melompat tinggi, cepat sekali Swi Lan lari meluncur ke depan di bawah tubuh harimau itu!
Harimau itu turun ke atas tanah, menggereng marah dan membalik untuk menghadapi calon korbannya
yang secara licik telah menerobos ke arah berlawanan melalui bawah tubuhnya dan kini binatang itu
siap untuk menerkam lagi. Akan tetapi Swi Lan juga sudah siap dengan anak panah telah terpasang di
busurnya. Begitu ia melihat harimau itu mengambil ancang-ancang untuk menubruknya, ia melepaskan
anak panahnya. Ia menduga bahwa kepala binatang itu mungkin terlalu kuat dan keras bagi anak panahnya, maka ia menujukan anak panahnya ke arah leher harimau itu.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 294
:: CerSil KhoPingHoo :
"Wirrrr... cepp!!" Anak panah itu menancap di perut harimau sampai setengahnya lebih. Ketika panah
dilepas, harimau itu melompat untuk menerkam, maka anak panah itu tidak mengenai leher melainkan
menancap di perut. Akan tetapi agaknya harimau itu tidak merasakan hal ini. Terkamannya masih terus
dan Swi Lan terpaksa melempar diri ke kanan dan bergulingan di atas rumput. Ketika ia melompat
bangun, ia telah memegang pedang yang telah di cabut dari punggungnya. Harimau itu ternyata kuat
sekali.
Anak panah yang menancap dalam perutnya itu tidak merobohkannya. Dia hanya menggereng dan
mencoba untuk mencakar-cakar dengan kaki depannya dan kaki belakangnya seolah hendak mencabut
anak panah itu, lalu menggoyang-goyangkan badannya. Man tetapi anak panah itu tentu saja tidak
dapat tercabut. Dia marah sekali, memandang kepada Swi Lan dengan mata merah dan mulut
membusa, lalu dia menerjang dengan tubrukan yang amat kuat. Swi Lan cukup cerdik. la maklum bahwa
tidak mungkin menang melawan binatang yang amat berat dan kuat itu kalau mengadu kekuatan. Maka
ia pun cepat mengelak dengan loncatan ke kanan. Ketika harimau itu memutar tubuhnya ke kiri, pedang
di tangan Swi Lan berkelebat.
"Singg... crottt...!" Ujung pedang membabat leher, akan tetapi karena harimau itu menggunakan kaki
depan kiri untuk menangkis, maka babatan itu hanya mendatangkan luka yang tidak berbahaya, hanya
merobek kulit di dekat leher. Harimau itu semakin marah dan mengamuk kalang-kabut.
Dia mencakar, menubruk dengan gerakan cepat. Namun gerakan Swi Lan lebih cepat lagi. Gadis itu
mengelak dari semua serangan dan setiap mendapat kesempatan, pedangnya menyambar, membacok,
menusuk sehingga tubuh harimau itu, terutama di bagian leher, penuh luka dan berdarah-darah!
Harimau itu mengamuk terus dan memang dia kuat sekali. Swi Lan sudah mulai berkeringat dan merasa
penasaran juga. Sudah belasan kali pedangnya mengenai sasaran, tusukan dan bacokannya membuat
binatang itu mandi darah, akan tetapi harimau itu masih saja mengamuk, tidak mau menerima kalah
atau melarikan diri. Apakah hal ini terjadi karena binatang itu bodoh, ataukah karena angkuh dan tidak
mau mengaku kalah? Swi Lan menjadi penasaran dan ketika harimau itu luput menubruk, dari samping
ia menusukkan pedangnya ke arah dada.
"Blesss...!" Pedang itu memasuki dada dan ketika ia cepat mencabut, darah mengucur keluar. Akan
tetapi harimau itu masih menggereng, membalik dan hendak menyerang lagi. Akan tetapi tiba-tiba dia
tersungkur, terjerembab dan keempat kakinya meregang, lalu terdiam. Mati dengan mata terbuka.
Darah masih menetes-netes dari luka-lukanya, terutama luka terakhir di dada. Tusukan itu agaknya
menembus jantung. Swi Lan menjatuhkan diri duduk di atas rumput, mengeluarkan saputangan dan
menyeka keringatnya sambil memandang ke arah bangkai harimau. Ada sinar kekaguman terpancar di
kedua matanya yang indah.
"Pantas dia disebut Raja Hutan." bisiknya. "Begitu jantan, begitu gagah perkasa, pantang menyerah dan
melawan sampai titik darah penghabisan." Binatang yang memiliki watak seorang pendekar sejati!
Sayang dia harus mati di tanganku, demikian ia berpikir. Kemudian ia terkejut karena teringat bahwa
kudanya sudah kabur ketakutan! la harus pulang berjalan kaki tanpa membawa kijang yang diinginkan
dan dinanti-nanti Ibunya!
"Sialan!" Swi Lan bangkit berdiri sambil membersihkan pedangnya, digosok-gosoknya di rerumputan
sehingga bersih dari darah.
Tiba-tiba ia mendengar gerakan banyak orang. la cepat menggerakkan bola matanya memandang ke:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 295
:: CerSil KhoPingHoo : :: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 296
:: CerSil KhoPingHoo :
sekeliling dengan penuh perhatian dan kewaspadaan. Tak lama kemudian bermunculanlah mereka!
Semua laki-laki berusia antara tiga puluh sampai empat puluh tahun, bertubuh tinggi besar dan
berwajah kasar bengis. Pakaian mereka menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang merasa
dirinya jagoan yang sudah biasa melakukan kejahatan apa saja demi memaksakan kehendak mereka.
Kini mereka memandang kepada Swi Lan dengan mulut menyeringai dan Pandang mata seolah hendak
menelan gadis itu bulat-bulat. Akan tetapi Swi Lan tidak merasa takut, bahkan tidak mempedulikan
mereka yang jumlahnya belasan orang itu.
la lebih memperhatikan seorang Kakek yang usianya sekitar lima puluh tahun yang berdiri paling depan.
Kakek itu tidak memiliki wajah bengis seperti anak buahnya, juga pakaiannya pantas dan terbuat dari
bahan yang mahal. Sepatunya mengkilap dan di punggungnya tergantung sepasang golok besar. Kumis
dan jenggotnya terawat baik, rambutnya diikat kain biru dan Kakek itu memiliki sepasang mata yang
tajam dan penuh wibawa. Swi Lan mengenal Kakek itu. Dia adalah Toat-Beng Siang-To (Sepasang Golok
Pencabut Nyawa) Ciu Kak Le, seorang tokoh sesat dunia kang-ouw yang tadinya bekerja membantu
Ayahnya. Ayahnya, Jenderal Ouw memang mempunyai banyak pembantu dari para jagoan bangsa Han,
dan di antaranya adalah Ciu Kak Le ini. Akan tetapi, sebulan yang lalu tokoh ini diusir pergi oleh Ayahnya,
dan menurut Ayahnya, orang ini melakukan beberapa pelanggaran.
"Paman Ciu Kak Le, mau apa engkau dengan belasan orang liar ini?" Swi Lan menegur, sedikit pun tidak
merasa takut karena ia yakin bahwa orang-orang ini pasti tidak berani mengganggunya. Siapa yang
berani mengganggu puteri Jenderal Ouw? Toat-Beng Siang-To Ciu Kak Le melirik ke arah bangkai
harimau itu dan dia lalu berkata,
"Hebat, Nona Ouw, engkau memang lihai dapat membunuh harimau itu. Akan tetapi, engkau tidak akan
mampu lobos dariku. Engkau akan menjadi tawananku, biar Ayahmu tahu rasa dan menyadari bahwa
dia keliru besar mengesampingkan aku dan memilih Empat Datuk Besar itu!"
"Apa? Engkau berani hendak menawanku? Apakah engkau hendak menjadi pemberontak? Ayahku dan
pasukan Kerajaan akan membinasakan kamu dan gerombolanmu!"
"Heh-heh-heh, aku tidak takut. Jenderal Ouw tidak akan berani melakukan apa-apa terhadap aku selama
engkau menjadi tawananku. Dia akan ketakutan, Ouw Swi Lan, dia takut, he-he-he!" Sepasang mata
indah gadis itu mencorong karena ia marah sekali mendengar ucapan Ciu Kak Le.
"Akan tetapi aku tidak takut padamu, Ciu Kak Le! Sama sekali tidak takut dan engkau akan kubunuh
seperti harimau itu!"
"Benarkah? Ha-ha-ha-ha! Anak-anak, siapkan jala-jala itu!" setelah berkata demikian, Toat-Beng SiangTo Ciu Kak Le mencabut sepasang goloknya dan sambil mengeluarkan suara bentakan nyaring dia
menyerang Ouw Swi Lan. Sepasang golok yang besar, berat dan mengkilap itu diputar-putar,
membentuk dua gulungan sinar dan menyambar ke arah Swi Lan. Gadis itu sudah maklum bahwa
lawannya ini seorang Datuk sesat yang memiliki ilmu silat golok yang tangguh, maka ia pun sudah cepat
mencabut pedangnya. Dengan tenaga kuat Ciu Kak Le mulai menyerang, goloknya menyambar dari
kanan kiri, berkelebatan seolah dua ekor naga mengamuk. Dia menggunakan jurus Siang-Liong Jio-Cu
(Sepasang Naga Berebut Mustika). Sepasang golok itu menyerang dari dua arah berlawanan dan
menyambar-nyambar dahsyat.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 297
:: CerSil KhoPingHoo :
Ouw Swi Lan tidak menjadi gentar. la cepat memutar pedangnya dan mainkan jurus Pek-Kong Koan-Jit
(Pelangi Putih Tutup Matahari) sehingga pedangnya membentuk gulungan sinar putih melingkar-lingkar
dan biarpun sepasang golok lawan berusaha untuk menyerangnya, selalu sepasang golok itu terpental
bertemu dengan sinar pedang yang seolah menjadi perisai yang amat kuat. Setelah gerakan sepasang
golok melemah, Swi Lan membalas dengan serangan kilat. Ia menggunakan jurus Hui-In Ci-Tian (Awan
Terbang Keluarkan Kilat) dan dari gulungan sinar putih itu mencuat sinar yang menuju ke arah Ciu Kak
Le! Laki-laki tinggi besar ini terkejut bukan main. Dia juga sudah tahu bahwa puteri Jenderal Ouw ini
memiliki ilmu silat tinggi karena digembleng oleh Jenderal Ouw sendiri, akan tetapi dia tidak menyangka
akan sehebat itu.
Serangan itu cepat bukan main sehingga kalau Ciu Kak Le tidak cepat-cepat membuang diri ke belakang,
akan sulitlah baginya untuk terhindar dari serangan yang dahsyat itu. Dia membuang diri ke belakang
sampai jatuk telentang di atas tanah. Akan tetapi begitu tubuhnya menyentuh tanah, dia terus
bergulingan dan kedua goloknya itu kini menyambar-nyambar ke arah kaki dan tubuh bawah Swi Lan
ketika dia bergulingan itu. Swi Lan terkejut. Ia tahu bahwa itulah ilmu golok Te-Tong Siang-To (Sepasang
Golok Bergulingan di Atas Tanah) dan amat berbahaya. Biarpun tingkat kepandaian gadis itu
sesungguhnya masih lebih tinggi daripada tingkat kepandaian lawannya, akan tetapi serangan dengan
jurus bergulingan itu membuat ia benar-benar terdesak.
Ia harus berloncatan menghindarkan kedua kakinya dan tubuh bagian bawah terancam sepasang golok
dan ia amat sukar untuk balas menyerang lawan yang bergulingan itu. Tiba-tiba Ciu Kak Le memberi abaaba dan belasan orang anak buah itu segera menggerakkan jala-jala yang berada di tangan mereka,
melemparkan jala-jala itu ke arah Swi Lan! Gadis itu menjadi bingung. Karena seluruh perhatiannya
tertuju ke bawah dari mana serangan sepasang golok itu mengancamnya secara bertubi-tubi, maka Swi
Lan terkejut ketika ada bayangan hitam menyambar dari atas. Ia memutar pedangnya ke atas dan dapat
mencabik-cabik tiga helai jala, akan tetapi beberapa helai jala telah menangkap dan menyelimuti
tubuhnya. Ia meronta-ronta, akan tetapi jala-jala itu semakin kuat mengikat dirinya sehingga ia seperti
seekor ikan dalam jala, hanya mampu meronta, namun tidak mampu melakukan perlawanan lagi.
"He-he-he, puteri Ouw Goanswe (Jenderal Ouw) telah tertangkap seperti seekor ikan yang cantik!" kata
Ciu Kak Le dan semua anak buahnya tertawa.
"Jangan ada yang berani mengganggunya. Ia milikku, menjadi sanderaku yang manis!" kata Toat-Beng
Siang-To sambil menghampiri gadis yang sudah tidak berdaya itu.
"Jahanam pengecut curang!" Ouw Swi Lan memaki.
"Lepaskan aku dan mari kita bertanding sampai mati!"
"He-he-he, aku tidak dapat kau tipu, Nona!" Ciu Kak Le tertawa gembira. Tiba-tiba terdengar suara tawa
dan muncullah seorang pemuda tampan tak jauh dari situ.
"Ha-ha-ha! sungguh lucu melihat belasan orang laki-laki dewasa yang tampak gagah dan kuat
mengeroyok seorang gadis muda remaja! Sungguh pengecut dan licik, rendah melebihi binatang tikustikus pecomberan!" Ouw Swi Lan yang melihat dari dalam jala tidak mengenal pemuda itu. Dia bukan
lain adalah Si Han Lin, pemuda yang pernah berkunjung ke Siauw-Lim-Pai kemudian menghilang lagi
sebelum dapat menghadap Bu Kek Tianglo, ketua Siauw-Lim-Pai! Belasan orang kasar itu marah sekali
melihat munculnya pemuda yang mengeluarkan ucapan menghina dan menyebut mereka seperti tikus:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 298
:: CerSil KhoPingHoo :
comberan. Mereka lalu mencabut golok, sebagian memegang sisa jala untuk menangkap atau
membunuh pemuda itu. Mereka menghampiri dan mengepung pemuda itu.
"Ha-ha, kalian tikus-tikus busuk berani hendak mengganggu aku? Awas, aku adalah kucing sakti yang
akan mencakar mampus kalian semua!" Si Han Lin membuat gerakan seperti seekor kucing mencakarcakar dan mengeluarkan bunyi "meong-meong" dengan sikap lucu mengejek. Tentu saja belasan orang
itu menjadi semakin marah dan mereka lalu menerjang pemuda yang sudah mereka kepung itu.
Akan tetapi setelah banyak golok dan jala menyerang, tiba-tiba pemuda itu bergerak, kaki tangannya
menyambar-nyambar. Jala robek dan golok terlempar, disusul teriakan kesakitan dan Para pengeroyok
itu berpelantingan! Mereka terkejut dan menjadi semakin marah, akan tetapi juga gentar sehingga raguragu untuk menyerang lagi, apalagi mereka semua menderita nyeri, ada yang mukanya biru, kepalanya
benjol, tulang retak atau otot terkilir! Toat-Beng Siang-To Ciu Kak Le terkejut bukan main. Baru dia
menyadari bahwa pemuda itu lihai sekali. Padahal, menghadapi gadis puteri Jenderal Ouw itu saja sudah
berat dan berbahaya. Kalau sampai pemuda itu dapat membebaskan Ouw Swi Lan, pasti celakalah dia.
Maka cepat dia menempelkan sepasang goloknya bersilang di dekat leher gadis itu sambil membentak.
"Bocah kurang ajar! Hentikan perlawananmu atau akan kupenggal leher gadis ini!" Han Lin berhenti
bergerak dan memandang ke arah gadis dalam jala yang lehernya ditempeli dua batang golok itu. Dia
maklum bahwa tak mungkin menolong gadis itu. Sedikit saja orang tinggi besar itu menggerakkan
goloknya, gadis itu pasti akan tewas. Dia pun menjadi ragu.
"Jangan pedulikan dia! Serang terus dan bunuh gerombolan penjahat ini!" Ouw Swi Lan berteriak dari
dalam jala. "Aku tidak takut mati!" Han Lin memandang kagum. Seorang gadis yang hebat, pikirnya.
Sayang kalau sampai tewas.
"Hemm, lalu apa kehendakmu?" tanya Han Lin kepada Ciu Kak Le.
"Menyerahlah untuk kami ikat kedua tanganmu atau kami akan bunuh dulu Ouw Siocia (Nona Ouw) ini!"
"Hemm, aku pun dapat membunuh engkau dan semua anak buahmu ini." kata Han Lin tenang.
"Kalau kami semua terbunuh berikut puteri Jenderal Ouw ini, pasti engkau yang dianggap pembunuh
kami semua dan engkau akan menjadi buronan pemerintah, dikejar laksaan tentara. Jenderal Ouw pasti
tidak akan tinggal diam dan semua kesalahannya ditimpakan padamu!" Han Lin kembali memandang
kepada Ouw Swi Lan dengan penuh perhatian. Puteri Jenderal Ouw? Jenderal Ouw Gu Cin yang amat
terkenal itu?
"Baiklah, aku menyerah, akan tetapi engkau harus berjanji tidak akan membunuh Nona itu."
"Tentu saja, kalau engkau menyerah dan tidak melawan, kami tidak akan membunuhnya." Han Lin
kembali memandang ke arah gadis itu, lalu dia menghela napas panjang dan berkata.
"Baiklah, aku menyerah." Ciu Kak Le menjadi girang sekali.
"Cepat ikat kedua tangannya!" Beberapa orang anak buahnya yang tadinya merasa takut kepada
pemuda itu, lalu maju dan menggunakan tali jala yang amat kuat untuk mengikat kedua pergelangan
tangan Han Lin di sebelah belakang tubuhnya.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 299
:: CerSil KhoPingHoo :
"Ikat yang kuat, jangan sampai dia dapat melepaskan diri!" kembali Ciu Kak Le berseru. Sepuluh orang
anak buah yang tadinya ketakutan dan kesakitan itu, kini tertawa-tawa.
"Jangan khawatir, Twako, seekor gajah pun tidak akan dapat melepaskan dari ikatan kami ini, ha-ha-haha!"
"Sekarang bebaskan Nona itu seperti sudah kujanjikan!" kata Han Lin kepada Ciu Kak Le.
"Bebaskan? Ha-ha-ha, siapa bilang aku berjanji akan membebaskannya? Aku hanya berjanji tidak akan
membunuhnya dan memang aku tidak akan membunuhnya! Sayang kalau ia dibunuh. Engkaulah yang
akan kubunuh! Ha-ha-ha!" Sambil berkata demikian, Toat-Beng Siang-To Ciu Kak Le meninggalkan Swi
Lan yang masih terikat jala, menghampiri Han Lin yang sudah terikat ke belakang kedua tangannya.
"Manusia tolol! Kau percaya omongan iblis jahanam pengecut itu!" Swi Lan memaki dengan gemas
melihat kebodohan pemuda yang hendak menolongnya. Akan tetapi di batik kegemasannya, ia pun
diam-diam merasa terharu dan berterima kasih sekali. Pemuda yang tidak dikenalnya itu rela
membiarkan dirinya dibelenggu dan terancam maut hanya untuk menyelamatkan nyawanya, seorang
gadis yang sama sekali tidak dikenalnya! Kini Ciu Kak Le sudah menghampiri Han Lin dengan sikap
mengancam. Sepuluh orang anak buahnya juga sudah memungut kembali senjata mereka dan kini
dengan wajah bengis mereka mengacung-acungkan senjata mereka seolah hendak berlumba untuk
membacokkan golok mereka kepada pemuda itu! Melihat ini, Ouw Swi Lan berteriak.
"Ciu Kak Le, tunggu dulu! Jangan kau bunuh pemuda itu. Aku berjanji akan minta kepada Ayahku agar
memenuhi semua permintaanmu! Engkau boleh minta pangkat, harta atau apa saja!"
"Ha-ha-ha! bagaimana aku bisa percaya padamu, Nona Ouw?" Ciu Kak Le tertawa mengejek.
"Aku bukan manusia licik curang macam kamu! Aku Ouw Swi Lan, puteri Jenderal Ouw Gu Cin, tidak sudi
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengingkari janjiku sendiri. Aku bersumpah!" Swi Lan berteriak.
"Baiklah, Nona. Hal itu kita bicarakan nanti, yaitu mengenai pembebasan dirimu. Akan tetapi bocah
lancang ini harus kubunuh!" Setelah berkata demikian, Ciu Kak Le menggerakkan sepasang goloknya,
siap untuk membunuh pemuda yang kedua tangannya sudah diikat ke belakang itu.
"Tunggu dulu!" kembali Swi Lan menjerit sehingga Ciu Kak Le menahan serangannya.
"Pemuda, siapakah namamu? Aku akan berterima kasih sekali kepadamu atas budi pengorbananmu.
Namamu tidak akan pernah kulupakan dan aku akan bersembahyang untukmu..." Suara gadis itu
menjadi sumbang dan gemetar karena ia menangis pada akhir kalimatnya.
"Nona Ouw, namaku Si Han Lin. Jangan sembahyangi aku dulu karena aku belum ingin mati. Lihat ini...!"
Han Lin membuat gerakan pada kedua pangkal lengannya dan dalam beberapa detik saja dia sudah
dapat melepaskan kedua tangannya dari ikatan yang amat kuat! Padahal ikatan itu dilakukan dengan tali
jala istimewa yang bukan saja kuat dan ulet, akan tetapi juga dapat lentur sehingga tidak mungkin
dipatahkan atau dibikin putus.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 300
:: CerSil KhoPingHoo :
Ternyata pemuda itu telah menggunakan ilmu Jiu-Kut-Kang (Melemaskan Tulang) sehingga kedua
lengannya bagaikan belut saja, dapat lolos dari ikatan yang kuat itu. Jiu-Kut-Kang adalah sebuah ilmu
tingkat tinggi dari Siauw-Lim-Pai! Bukan main kagetnya Ciu Kak Le dan anak buahnya melihat betapa
pemuda itu telah dapat meloloskan diri dari ikatan secara aneh dan tidak mereka mengerti. Seperti
diberi komando, Cu Kak Le dan sepuluh orang anak buahnya menyerang pemuda itu dengan golok
mereka! Akan tetapi Han Lin bergerak cepat seperti kilat menyambar-nyambar. Pertama dia menyambut
bacokan golok kedua tangan Ciu Kak Le. Dengan tangan kosong, begitu saja dia menyambut dan
menangkap sepasang golok itu, lalu secepat kilat dia mendorong sehingga sepasang golok itu membalik.
"Crapp...!" Sepasang golok itu menancap di tubuh Ciu Kak Le sendiri, sebatang membacok dada, yang
kedua membacok leher! Tubuh kepala gerombolan ini terjengkang mandi darah dan dia tewas seketika.
Kini Si Han Lin menggerakkan tubuh menyambar-nyambar dan sepuluh orang anak buah gerombolan itu
berpelantingan, terkena tendangan atau pukulan dan mereka tewas semua! Han Lin menewaskan
sebelas orang itu tanpa menggunakan senjata dan tidak ada setetes darah musuh mengenai tubuhnya.
Dia lalu menghampiri Swi Lan dan dengan kedua tangannya dia membuka Iibatan jala-jala itu sehingga
Swi Lan dapat terbebas. Gadis itu mengambil pedangnva yang tadi terlepas, lalu menyimpan pedang di
sarungnya dan ia berdiri berhadapan dengan Han Lin.
"Si-Taihiap, sekali lagi terima kasih atas budi pertolonganmu. Aku berhutang nyawa padamu!" kata gadis
itu sambil merangkap kedua tangan depan dada sebagai salam penghormatan. Han Lin membalas
penghormatan itu.
"Ouw Siocia (Nona Ouw), tidak perlu berterima kasih. Aku tidak melepas budi, hanya melaksanakan
tugas menentang kejahatan. Mereka itu orang-orang jahat, sudah sepantasnya dibasmi." Han Lin
melihat ke arah bangkai harimau. "Hemm, engkaukah yang membunuh harimau itu, Nona?"
"Benar, Taihiap (Pendekar Besar), aku diserangnya dan terpaksa membela diri. Kudaku kabur karena
ketakutan melihat harimau. Setelah aku berhasil membunuh harimau, lalu muncul gerombolan itu dan
aku dikeroyok lalu terjebak dan tertangkap dalam jala-jala itu. Mereka sungguh curang!" Ouw Swi Lan
cemberut, gemas. "Kalau mereka tidak menggunakan jala-jala itu, aku tidak akan kalah dan pasti sudah
kubunuh mereka semua!"
"Akan tetapi agaknya kepala gerombolan itu mengenalmu, Nona. Siapakah dia?"
"Namanya Ciu Kak Le, julukannya Toat-Beng Siang-To. Dulu dia pernah bekerja kepada Ayahku, Jenderal
Ouw Gu Cin, akan tetapi dikeluarkan karena melakukan pelanggaran."
"Mengapa dia menangkapmu, Nona?"
"Menurut pengakuannya tadi, dia sakit hati kepada Ayahku karena Ayah memecat dia dan memilih
Empat Datuk Besar untuk melaksanakan tugas yang penting."
"Ah, begitukah? Tugas penting apakah itu?"
"Aku tidak tahu, Taihiap. Itu urusan Ayahku dan aku tidak pernah mencampuri urusan negara. Ah,
sayang kudaku kabur, terpaksa aku harus berjalan kaki...":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 301
:: CerSil KhoPingHoo :
"Jangan khawatir, Nona. Tunggu sebentar!" Pemuda itu lalu berkelebat lenyap di antara semak-semak
dan tak lama kemudian dia muncul lagi menunggang kuda milik Swi Lan yang tadi kabur.
"Hei! itu kudaku! Bagaimana bisa..."
"He-he, Nona Ouw, jangan tuduh aku pencuri kuda! Tadi ketika aku berjalan di luar hutan ini, aku
melihat kuda ini melarikan diri ketakutan. Aku berhasil menangkap dan menenangkannya, kemudian aku
menungganginya dan melacak jejaknya karena aku menduga pasti terjadi sesuatu dengan
penunggangnya. Nah, aku menemukan engkau di sini ditawan gerombolan tadi. Kuda ini tadi sengaja
kutambatkan agak jauh agar tidak ketakutan. Nah, mari, terimalah kembali kudamu. Sekarang engkau
dapat pulang menunggang kuda dan membawa harimau itu yang akan menjadi kebanggaanmu."
"Tidak, aku tidak mau membawa bangkai harimau itu. Aku memang sedang berburu, akan tetapi yang
kuburu hari ini khusus kijang karena Ibuku memesannya. Beliau ingin makan daging kijang. Sialnya, aku
sejak pagi tidak bertemu kijang, bahkan bertemu harimau dan gerombolan!" Han Lin memandang
kagum. Bukan main, pikirnya. Gadis ini selain cantik jelita, puteri bangsawan tinggi, lihai ilmu silatnya
dan pemberani tidak takut mati membuktikan sikap watak yang gagah perkasa, kini ditambah lagi
dengan cinta dan bakti kepada Ibunya! Tiba-tiba dia teringat akan gerombolan kijang yang dilihatnya
pagi tadi.
"Aku tadi melihat banyak kijang di sana. Hayo kita mencarinya dan menangkap seekor untuk Ibumu!"
Swi Lan menjadi girang sekali. Wajahnya berseri sehingga tampak semakin cantik.
"Di mana mereka, Taihiap?"
"Di sana, mari ikuti aku. Engkau menunggang kuda ini!" kata Han Lin sambil berlari ke arah barat. Swi
Lan melompat ke atas punggung kudanya dan mengejar. la tidak lupa untuk mengambil anak panah dan
busurnya yang tercecer di atas tanah. Tidak lama mereka berlari. Di tepi sebuah anak sungai tampak
belasan ekor kijang sedang makan rumput.
Telinga dan ekor mereka bergerak-gerak. Han Lin memberi tanda agar gadis itu menghentikan kudanya.
Kemudian, Swi Lan menyiapkan busur dan anak panah, lalu berindap-indap, menyusup di antara semak
dan pohon, menghampiri ke arah tempat itu. la harus berhati-hati karena pendengaran dan penciuman
kijang itu tajam sekali. Begitu mereka mendengar suara mencurigakan dan mencium bau manusia,
mereka akan kabur dan tidak mungkin lagi mengejar mereka. Beruntung bagi Swi Lan pada saat itu,
angin datang dari arah anak sungai. Setelah mengukur jarak dan merasa cukup dekat, Swi Lan
membidikkan anak panahnya ke arah seekor kijang muda yang mulus. Kemudian anak panah dilepaskan,
meluncur cepat dan menancap di dada kijang itu. Sasarannya tepat. Anak panah itu mengenai jantung
binatang itu sehingga kijang itu roboh, meregang dan mati.
"Bagus! Ternyata ilmu panahmu juga hebat Nona Ouw!" Han Lin memuji. Sejak tadi dia diam saja
menonton dan kini dia melompat ke depan lalu lari menghampiri kijang yang menggeletak ditinggal lari
kawan-kawannya. Dia memondong bangkai kijang itu dan membawanya kepada Swi Lan, lalu diletakkan
melintang di atas punggung kuda, diikat di belakang pelana kuda.
"Sekarang aku harus pulang, Taihiap. Matahari mulai condong ke barat. Aku mohon padamu, sudilah
engkau singgah di rumahku. Aku harus memperkenalkan engkau kepada orang-tuaku. Kalau nanti Ayah:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 302
:: CerSil KhoPingHoo :
mendengar bahwa ada orang yang menyelamatkan nyawaku dan aku tidak membawanya menemui
Ayah-Ibu, Ayah akan marah besar kepadaku." Han Lin tersenyum dan mengangguk.
"Baiklah, Nona, walaupun sesungguhnya apa yang kulakukan tadi tidak perlu dibesar-besarkan."
"Sayang kudanya hanya seekor. Biarlah kita berdua berjalan kaki saja, Si-Taihiap"
"Tidak, Nona. Engkau tunggangi kuda itu, aku akan mengikuti dari belakang. Akan tetapi bagaimana
dengan mayat-mayat itu? Apakah akan dibiarkan membusuk begitu saja?"
"Tentu saja tidak, Taihiap. Sesampainya di rumah aku akan memerintahkan pasukan untuk mengurus
mayat-mayat itu. Maaf, Taihiap, aku menunggang kuda dan engkau berjalan saja."
"Tidak mengapa. Naiklah dan cepat larikan kuda agar tidak sampai kemalaman di jalan." Swi Lian
menunggang kudanya dan melarikannya perlahan-lahan karena ia tidak ingin pemuda itu tertinggal jauh.
Akan tetapi, dari belakang Han Lin mencambuk kuda itu dengan sehelai ranting sehingga kuda itu
melompat dan membalap. Beberapa kali Swi Lan menoleh dan ia melihat betapa pemuda itu tetap
berada di dekat ekor kudanya, biarpun kudanya berlari membalap!
la menjadi semakin kagum. Pemuda itu memiliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) dan ilmu berlari
cepat yang hebat. Timbul keinginannya untuk menguji. la lalu membalapkan kudanya sehingga binatang
itu lari dengan cepat sekali. Akan tetapi setelah agak jauh ia menengok dan melihat Han Lin masih tetap
berada di dekat ekor kuda, berlari dengan kecepatan yang mengimbangi kecepatan kudanya. Pemuda
itu tersenyum kepadanya! Kini Swi Lan yakin bahwa ilmu berlari cepat pemuda ini jauh lebih tinggi
daripada tingkatnya sendiri, padahal Ayahnya pernah mengujinya dan tingkatnya sudah hampir
menyamai tingkat Ayahnya. Jelas bahwa Ayahnya sendiri pun tidak akan dapat menandingi pemuda ini
dalam hal kecepatan berlari! Setelah tiba di pintu gerbang Kotaraja Swi Lan menghentikan kudanya, lalu
ia melompat turun.
"Nona, mengapa berhenti di sini?" tanya Han Lin dan gadis itu memandangnya dengan kagum, melihat
betapa pemuda itu bernapas biasa saja, tidak terengah-engah, hanya wajahnya agak merah dan
berkeringat sedikit.
"Maaf, aku membuat engkau berlari cepat sehingga membuatmu kelelahan." katanya. Han Lin
tersenyum.
"Ah, tidak berapa lelah, Nona Ouw. Dan kukira memang kita tadi perlu bercepat-cepat. Lihat, sekarang
pun sudah hampir senja. Kalau tidak melakukan perjalanan cepat kita tentu akan kemalaman di jalan."
"Engkau benar, Taihiap. Mari kita ke rumah kami."
"Mengapa tidak kau tunggangi kudamu, Nona?"
"Kita jalan kaki saja, tidak begitu jauh dari sini."
"Kalau begitu, biar aku yang tuntun kuda itu." Swi Lan menyerahkan kendali kuda dan mereka lalu
berjalan memasuki Kotaraja. Beberapa orang perajurit Mongol yang sedang berjaga, sigap memberi
hormat kepada Swi Lan dan mereka memandang kepada Han Lin dengan heran. Akan tetapi Swi Lan:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 303
:: CerSil KhoPingHoo :
tidak mempedulikan mereka. Begitu mereka memasuki pekarangan rumah gedung tempat tinggal
Jenderal Ouw, beberapa orang perajurit yang berjaga di gardu menyambut. Swi Lan menyerahkan
kudanya kepada mereka.
"Bawa kijang itu ke dapur dan urus kudaku seperti biasa." perintahnya kepada para perajurit yang
tampaknya senang sekali dapat melayani puteri komandan mereka itu. Swi Lan lalu mengajak Han Lin
berjalan menuju ke pendapa gedung itu. Mula-mula para pembantu yang menyambut dengan hormat.
Setelah mendengar bahwa Ayah-Ibunya berada di ruangan dalam, Swi Lan lalu menarik tangan Han Lin,
diajaknya masuk gedung yang besar dan mewah itu. Para pembantu wanita menyembunyikan senyum
ketika melihat ulah nona mereka itu.
"Ayah! Ibu...!" Gadis itu berseru ketika melihat Ayah dan Ibunya duduk di ruangan keluarga dengan
santai. Dua orang itu menengok dan bangkit berdiri.
"Swi Lan, darimana engkau, begini lambat baru pulang?" Ibunya, wanita cantik yang lembut itu,
bertanya.
"Dan siapa pemuda ini?" tanya pula Jenderal Ouw Gu Cin yang berusia lima puluh tahun dan bertubuh
tinggi besar itu.
"Ayah, Ibu, dia ini adalah Pendekar Si Han Lin. Dia tadi telah menolongku, menyelamatkan nyawaku
yang nyaris celaka di tangan gerombolan orang jahat!" Mendengar ini, Nyonya Ouw terkejut dan
merangkul puterinya.
"Huh, gerombolan mana yang berani mengganggumu? Apa yang telah terjadi? Mari kita duduk di
ruangan tamu dan kita bicara!" kata Jenderal Ouw.
"Maaf, Ayah. Mendengar Ayah-Ibu berada di sini, maka aku tadi mengajak Si-Taihiap langsung ke sini,
bukan ke ruangan tamu." Mereka lalu mengajak Han Lin pindah ke ruangan tamu yang merupakan
ruangan yang luas dan biarpun tidak semewah ruangan dalam, namun cukup menyenangkan untuk
tempat bercakap-cakap.
"Duduklah, Si Han Lin." kata Jenderal Ouw dengan suaranya yang besar sambil menatap wajah Han Lin
dengan sepasang matanya yang lebar. Han Lin sebelum duduk memberi hormat dengan mengangkat
kedua tangan ke depan dada, agak membungkuk kepada suami-isteri itu dan berkata dengan lembut.
"Harap Taijin (Paduka) dan Hujin (Nyonya) memaafkan kalau saya mengganggu."
"Ah, jangan sungkan, orang muda. Engkau telah menolong puteri kami, sudah sepatutnya kami terima
sebagai seorang tamu terhormat. Duduklah!" Dan setelah Han Lin mengambil tempat duduk, Jenderal
Ouw berkata kepada puterinya.
"Swi Lan, sekarang ceritakan dengan jelas apa yang telah terjadi." Sambil duduk dekat Ibunya dan masih
terus dirangkul nyonya itu, Swi Lan mulai bercerita.
"Aku berburu ke hutan sebelah barat Kotaraja seperti biasa. Agaknya aku sedang sial. Sejak pagi sampai
siang aku tidak menemukan kijang, padahal aku tidak mau menangkap binatang lain. Aku ingin:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 304
:: CerSil KhoPingHoo :
memenuhi pesan Ibu untuk mendapatkan kijang. Tiba-tiba seekor harimau yang besar muncul dan
kudaku meringkik lalu kabur ketakutan. Aku terpaksa melompat turun dan harimau itu menyerangku!"
"Ih, engkau memang bandel, Swi Lan. Selalu menolak kalau akan dikawal." tegur Ibunya.
"Harimau itu kuat sekali. Akan tetapi setelah melukainya belasan kali dengan pedangku, akhirnya ia
mati. Selagi aku mengaso, tiba-tiba muncul sebelas orang. Mereka itu ternyata Toat-Beng Siang-To Ciu
Kak Le dan sepuluh orang anak buahnya. Dia bilang merasa sakit hati karena Ayah memecatnya dan
memilih Empat Datuk Besar daripada memilih dia. Lalu dia dan anak buahnya menyerang saya."
"Keparat busuk Si Ciu Kak Le!" Jenderal Ouw membentak marah. "Di mana dia sekarang, akan
kuhancurkan kepalanya!"
"Tenang, Ayah. Dia sudah mati di tangan Si-Taihiap." Jenderal yang tadinya sudah bangkit itu duduk
kembali.
"Oh, begitukah? Lanjutkan ceritamu."
"Sebetulnya aku pasti dapat membunuh mereka semua kalau saja mereka tidak menggunakan cara yang
curang ketika mengeroyokku, Ayah. Mereka menggunakan jala-jala yang menyerang dari atas sedangkan
jahanam Ciu itu menyerang dengan goloknya dari bawah secara bergulingan. Akhirnya aku tertawan
olehnya. Kemudian muncul Si-Taihiap dan dia merobohkan dan menewaskan jahanam itu bersama
sepuluh orang anak buahnya."
"Bagus! Masih begini muda engkau sudah memiliki kepandaian tinggi, Si Han Lin!" Jenderal Ouw
memuji.
"Ayah, dia membunuh mereka semua hanya dengan tangan kosong saja. Dia memang lihai bukan main.
Ketika pulang, aku membalapkan kudaku dan Si-Taihiap yang lari di belakang kuda tidak pernah
ketinggalan." Jenderal Ouw memandang kepada Si Han Lin dengan penuh perhatian dan menganggukangguk.
"Hebat! Si Han Lin, engkau murid perguruan silat manakah? Dari Siauw-Lim-Pai, Bu-Tong-Pai, Go-Bi-Pai,
atau Kun-Lun-Pai? Yang kuketahui, dari empat perguruan besar itu saja dapat muncul seorang murid
yang lihai." Si Han Lin menggelengkan kepalanya.
"Bukan dari perguruan-perguruan itu, Taijin. Guru saya adalah seorang Pertapa yang tidak mau
menyebutkan namanya dan beliau bertapa di Pegunungan Himalaya."
"Swi Lan, bajumu kotor dan lihat rambutmu itu, penuh debu! Mari engkau mandi dulu dan bertukar
pakaian, biar Si-Taihiap bicara dengan Ayahmu." Swi Lan tersenyum, bangkit berdiri dan berkata kepada
Han Lin.
"Si-Taihiap, engkau juga sebaiknya mandi dan bertukar pakaian. Engkau tentu lelah dan perlu mengaso."
"Terima kasih, Nona Ouw. Aku akan segera melanjutkan perjalananku.":: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 305
:: CerSil KhoPingHoo :
"Tidak, Si Han Lin. Engkau tamu kehormatan kami, engkau telah menyelamatkan puteri kami, maka
malam ini engkau harus bermalam di sini dan tinggal di sini beberapa lama. Aku ingin mengajak engkau
bercakap-cakap. Swi Lan, Ibumu benar. Mandilah dulu dan keluarlah bersama Ibumu, biarkan aku
bercakap-cakap dengan Si Han Lin. Jangan lupa, suruh pelayan membereskan kamar tamu untuk tamu
kita, dan suruh menyiapkan makan malam yang enak."
"Jangan khawatir, Ayah. Aku tadi mendapatkan seekor kijang muda. yang gemuk!" Swi Lan tersenyum
manis dan bersama Ibunya meninggalkan Jenderal Ouw dan Han Lin. Setelah dua orang wanita itu pergi,
Jenderal Ouw bercakap-cakap dengan Si Han Lin.
"Si Han Lin, aku senang mendengar bahwa engkau bukan murid dari perguruan-perguruan besar yang
kusebutkan tadi. Karena partai-partai persilatan itu bersikap memusuhi Kerajaan Goan yang jaya!
Kuharap saja engkau bukan berada di pihak yang memusuhi pemerintah kami dan hendak
memberontak, Si Han Lin." Pandang mata Jenderal Ouw memandang penuh selidik.
"Ah, selama ini saya berada di Himalaya dan tidak tahu menahu persoalan politik, Taijin. Guru saya
hanya menekankan agar saya menentang orang-orang yang berbuat jahat, tidak peduli bangsa atau
golongan apa."
"Bagus, begitulah pendirian seorang pendekar sejati! Tidak seperti murid-murid empat perguruan besar
itu, terutama sekali para murid Siauw-Lim-Pai, mereka itu sombong dan merasa benar dan pandai
sendiri!" Han Lin teringat akan sikap beberapa orang tokoh Siauw-Lim-Pai yang berwatak keras dan
tegas sehingga nyaris tinggi hati atau sombong.
"Mendengar cerita Nona Ouw Swi Lan tadi, saya mendengar bahwa Ciu Kak Le tadinya bekerja menjadi
pembantu Taijin. Dia memberontak kepada Taijin karena Taijin memecatnya dan lebih memilih Empat
Datuk Besar daripada dia. Saya pernah mendengar nama besar Empat Datuk Besar, walaupun belum
pernah bertemu dengan mereka. Bukankah mereka itu Pak Lo-kui, Tung Giam-Lo-Ong, Lam Sian, Dan
See Te-Tok?"
"Benar, mereka berempat adalah pembantu-pembantuku, di antara banyak tokoh kang-ouw yang
membantu pemerintah untuk membasmi para pemberontak."
"Jadi Ciu Kak Le merasa iri karena Taijin memberi tugas kepada Empat Datuk Besar. Tugas apakah itu,
Taijin, kalau boleh saya mengetahuinya?"
"Boleh saja karena aku mengharap engkau mau pula membantu kami. Aku akan memberi kedudukan
istimewa kepadamu. Mereka berempat bertugas untuk membujuk Empat Partai Besar, yaitu Siauw-LimPai, Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai agar mau mendukung dan membantu pemerintah kami,
pemerintah Kerajaan Goan."
"Akan tetapi, bagaimana kalau mereka tidak mau, Taijin?"
"Sudah kami beri wewenang kepada Empat Datuk Besar untuk menggunakan pasukan dan memukul
mereka!" Pintu ruangan diketuk dan seorang pelayan masuk dengan sikap hormat, memberitahu kepada
Jenderal Ouw bahwa kamar tamu telah dipersiapkan.:: Bayangan Bidadari (Cerita Lepas) 306
:: CerSil KhoPingHoo :
"Baiklah, sekarang engkau lebih baik mandi membersihkan badan dan bertukar pakaian. Aku yakin
dalam kamarmu sudah tersedia banyak pakaian yang cocok untukmu. Pakailah dan jangan sungkan,
anggap ini sebagai rumahmu sendiri."
Han Lin bangkit dan mengikuti pelayan wanita itu menuju ke belakang dan akhirnya dia masuk ke dalam
sebuah kamar tamu yang mewah. Pelayan mempersilakan dia mandi dalam kamar mandi yang berada
tidak jauh dari kamarnya. Ketika dia memeriksa, benar saja dalam sebuah almari terdapat setumpuk
pakaian yang ukurannya cocok dengan dirinya. Agaknya memang sengaja dipersiapkan untuknya! Dia
menoleh kepada buntalan pakaian yang tadi dibawanya masuk, buntalan pakaian yang terisi beberapa
Bidadari Penyebar Cinta 2 Komplotan Perampok Bank Karya Enid Blyton Sastra Jendra Hayuningrat 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama