Ceritasilat Novel Online

Mencari Busur Kumala 10

Mencari Busur Kumala Karya Batara Bagian 10


lengannyapun tersentuh dan... duk, mendadak
53 seluruh tubuhnya kesemutan dan
tertangkap serta diangkat kakek itu.
tahu-tahu "Heh-heh, kau bocah besar tentu tak suka mainmain dengan aku. Ayo katakan di mana bule itu atau
aku melemparmu ke pecomberan!"
Pak-taihiap mengerahkan tenaga. Sebagai jago
Se-kiang dan amat terkenal dengan Tangan Kilatnya
maka ia mengerahkan sinkang membebaskan diri.
Tentu saja ia tak sudi menyerah, apalagi mentahmentah. Namun ketika dirasanya betapa seluruh
tubuhnya tak dapat digerakkan, betapa sinkangnya
macet total maka terbelalak dan sadarlah dia bahwa
kakek di hadapannya ini seorang manusia luar biasa,
apalagi ketika ia bertemu pandang de ngan sepasang
mata mencorong berkilat-kilat.
"Heh-heh, tak mau bicara? Baik, aku
melemparmu!" namun ketika pendekar itu cepatcepat berseru bahwa ia tak tahu ju ga, bahwa iapun
mencari tawanan itu maka kakek ini memandangnya,
menyeringai
"Kau tidak bohong? Kau tidak menipu ku?"
"Sumpah demi segala dewa. Aku Lui-ciang Pak
Ju bukan orang yang suka ber bohong, orang tua aneh.
54 Siapa kau dan apa perlu mencari orang itu. Kau bukan
penghuni sekitar Ang-bi-to!"
"Lui-ciang Pak Ju? Heh-heh, pantas. Kalau
begitu turunlah dan cari serta bantu aku. Kalau nanti
tertangkap harap berikan padaku dan jangan
dikangkangi sendiri!" kakek itu tak menjawab malah
tertawa lebar mendengar siapa lawannya. Kiranya
jago Se-kiang. Akan tetapi karena ia tak memandang
sebelah mata dan terkekeh serta melontarkan
tawanan maka pendekar itu dilemparnya tinggi sekali
dan tentu berdebuk kalau pendekar ini tidak
mengerahkan ginkangnya berjungkir balik, turun
dengan ringan.
Pak-taihiap mengeluarkan keringat dingin. Tibatiba ia merasa gentar dengan hadirnya kakek ini. Kalau
ada dua orang seperti itu tentu semua orang celaka.
Ah jangan-jangan kakek itu si pelempar daun. Maka
berteriak dan bertanya apakah kakek itu
penyerangnya tadi, sang kakek berhenti sejenak maka
jawabannya membuat Pak-taihiap tertegun.
"Aku menyerangmu dengan daun? Melempar
mu? Heh-heh, sekali tiup saja kau dapat kuterbangkan
keluar pulau ini. Jangan main-main, orang she Pak,
kutendang pantatmu nanti!"
55 Pendekar ini membelalakkan mata di tempat
sementara kakek itu lenyap lagi. Tanpa banyak suara
bayangannya melejit bagai siluman. Dan ketika
terdengar keluhan atau rintihan Cao-ciangkun maka
pendekar ini berkelebat dan dilihatnya rekannya itu
menggeliat.
"Aduh, keparat jahanam kakek itu. Siapa dia,
taihiap... aku dirobohkannya begitu mudah. Ia iblis!"
"Sst, jangan keras-keras. Akupun merasakan
kelihaiannya, ciangkun, akan tetapi kulihat bukan
kakek ganas. Ia hanya aneh dan berkepandaian tinggi
namun sepak terjangnya tidak jahat!"
"Tidak jahat? Ia membantingku di sini, tulangtulangku seakan retak-retak!"
"Sudahlah harap ciangkun bangun dan biar
kuurut. Kalau kakek itu jahat tentu kau dibunuhnya,
akan tetapi tidak. Kita kedatangan orang-orang
berkepandaian tinggi dan jelas bukan lawan kita.
Sebaiknya cari orang-orang muda Liang-san i-tu dan
kita serahkan kepada mereka!"
(Bersambung jilid 17)
56 COVER 1 =0= "MENCARI BUSUR KUMALA" =0=
Karya : Batara
Jilid XVII
*** CAO-CIANGKUN mengangguk dan terpincang
dipapah temannya akan tetapi di dalam hati tentu saja
ia tetap menyumpah-nyumpah. Mana mungkin ia
diam begitu saja meskipun lawan tak membunuhnya.
Kalau saja ia berkepandaian tinggi tentu dihajar dan
dibalasnya lawannya itu. Akan dibuatnya tulangnya
seakan retak-retak pula. Akan tetapi menghela na pas
teringat kepandaian sendiri, betapa ia serasa begitu
bodoh dan lemah di hadapan kakek aneh itu maka ia
bersinar ketika disebut-sebutnya anak muda Liang-san
itu. "Benar, di mana mereka. Kita harus temukan
dan laporkan ini, taihiap. Ingin kulihat kakek keparat
itu dihajar keturunan Dewa Mata Keranjang!"
"Marilah, dan kita lihat keadaaan pula. Memang
agaknya hanya para pendekar muda itu yang mampu
3 menguasai keadaan. Tampaknya Ang-bi-to semakin
runyam setelah datangnya orang-orang seperti kakek
ini!"
Cao-ciangkun meloncat dan agak terhuyung
namun akhirnya dapat berdiri tegak lagi setelah Paktaihiap mengurut-urut punggung dan bagian
tubuhnya yang lain. Perwira ini tiba-tiba menjadi
khawatir oleh kerusuhan yang mendadak terjadi.
Hilangnya si bule Leiker memancing datangnya
siluman-siluman tua seperti kakek itu. Maka ketika ia
mengangguk dan berseru pergi, melihat betapa anak
buahnya berteriak-teriak maka kebakaran yang
melanda tempat itu agaknya harus mendapat
penanganan lebih dulu.
Panglima ini marah sekali. Di empat penjuru
Ang-bi-to langit menjadi merah. Barak-barak
penampungan terbakar hebat dan yang paling
membuatnya gusar adalah teriakan-teriakan tak
berguna para penghuninya. Mereka itu cerai-berai
dan banyak yang berbugil-ria. Sungguh brengsek! Dan
ketika panglima ini menampar dan memaki-maki
mereka serta membentak sana-sini, ia mencari-cari
pula di ma na suami isteri muda itu maka terdengar
laporan bahwa mereka di pantai sebelah barat.
4 "Tuan dan nyonya muda itu di belakang pulau.
Mereka tampaknya menemukan tawanan itu,
ciangkun, dan tiga bersaudara Pak berada di sana!"
"Ah, mereka di belakang?"
"Benar."
"Kalau begitu kuasai api dan kalian di sini!" Caociangkun berdebar girang dan ia meloncat meninggal
kan orang-orangnya yang memadamkan api. Memang
di situ kesibukan tak kalah serunya namun berita di
belakang pulau-tentu lebih penting lagi. Tawanan ada
di sana. Maka berkele bat menuju ke situ ternyata
orang-orang kang-ouw berada di sini dan mereka itu
berteriak-teriak mengejar seseorang.
"Berikan padaku. He, ia milikku!"
"Tidak, ia milikku. Pergilah, tikus cilik. Siapapun
tak boleh menjamahnya dan ia milikku... desss!" dua
orang terbanting bergulingan ketika seorang kulit
putih direbut dan ditarik untuk dikuasai salah satu
pihak. Mereka terpental dan ter banting memaki-maki
namun lelaki bule yang kebingungan ini disambar yang
lain. Ia berteriak dan mengeluarkan kata-kata asing
lalu mencabut sesuatu. Senjata api! Dan ketika senjata
itu diletuskan dan terdengar desing peluru maka
5 orang-orang kang-ouw itu buyar berentakan dan satu
di antaranya menjerit. Kena. "Aduh!"
Orang tinggi besar itu membalik dan tampaklah
wajahnya yang gagah dan tampan. Cao-ciangkun
terbeliak karena pemuda ini kiranya adalah Franky,
bukan Leiker. Dan ketika pemuda itu membentak dan
mengacung-acungkan senjata apinya lagi maka
bayangan merah berkelebat dan Beng Li merah padam
melayang di atas kepala orang-orang kang-ouw ini, ka
ki tangannya bekerja.
"Keparat, tikus-tikus busuk. Itu suamiku dan
kenapa diperebutkan... des-dess!" orang-orang kangouw semakin kacau lagi dan mereka melempar tubuh
bergulingan menjauhkan diri. Kini kagetlah mereka
bahwa orang yang mereka kejar-kejar bu kanlah yang
dimaksud. Pemuda itu adalah cucu-mantu Dewa Mata
Keranjang!
Maka ketika orang-orang ini terbelalak dan
menjauhkan diri tiba-tiba Cao-ciangkun berkelebat
dan berseru, girang menemukan wanita ini.
"Siauw-hujin, ada seorang kakek keparat
merobohkan aku dan Pak-taihiap. A-was dan hati-hati
bila bertemu dengannya. Mana tawanan!"
6 "Ia tadi di sini!" Franky menunjuk. "Ia di dekatku
tapi orang-orang itu menyerang sembarangan,
ciangkun. Aku gemas sekali dan kini hilang. Tangkap
mereka itu dan jangan biarkan berada di Ang-bi-to!"
"Benar!" Beng Li tiba-tiba menerjang dan
melayang serta menyambar-nyambar di antara orangorang ini. "Kalian tikus-tikus busuk hanya mengganggu
dan mengacau saja, orang-orang liar. Robohlah dan
tak ada tempat bagi kalian!"
"Dan kami membantu!" tiga orang mu
da tiba-tiba berseru dan muncul dari mu ka
belakang. "Tadi kami lihat bayangan tawanan, Li-cici.
Akan tetapi orang-orang ini harus dilenyapkan dulu
atau mereka pergi baik-baik!"
Kacaulah keadaan. Orang-orang kang-ouw yang
berpakaian hitam-hitam dan da tang tak diundang
tiba-tiba kalang-kabut diterjang wanita baju merah
dan tiga anak muda itu, apalagi ketika Cao-ciangkun
membentak dan maju pula, disusul bayangan tinggi
besar Pak-taihiap. Dan ketika mereka jatuh bangun
berteriak-teriak, tujuan utama adalah mencari dan
menemukan Leiker maka berhamburanlah orangorang itu melarikan diri. Dan Franky tiba-tiba
membentak.
7 "Dia di sana... dor!"
Letusan senjata api disusul jeritan orang-orang
kang-ouw itu yang tiba-tiba melempar tubuh tiarap.
Mereka takut ke na peluru nyasar akan tetapi pemuda
itu menujukan pistolnya ke lain tempat. Sese orang
mengeluh dan tercebur. Dan ketika sesosok tubuh
terseret dan hanyut oleh ombak maka dua bayangan
berkelebat amat cepatnya seel-an dahulumendahului.
"Heh-heh, dia punyaku!"
"Tidak, punyaku. He, lepaskan, tua bangka. Kau
tak berhak memilikinya... des-dess!" seorang pemuda
menyerang kakek yang terkekeh-kekeh namun ia
terbanting dan terlempar ke air. Tubuhnya mencebur
sementara kakek ini sudah menangkap seorang kulit
putih yang terluka kakinya, terbawa dan hanyut oleh
ombak namun kakek itu menyambarnya berjungkir
balik, turun dan tiba-tiba sudah di atas sebuah perahu
hitam yang tahu-tahu muncul di situ. Seorang pemuda
lain mengemudikannya. Dan ketika kakek ini tertawa
berseru nyaring, pemuda itu mengangguk dan
memutar arah perahu maka dengan cepatnya dua
orang ini menjauhi pulau dan melarikan diri!
8 "Heii,
tawanan!"
tangkap kakek itu. la membawa "Benar, Leiker di sana. Ah, siapa jaha nam tua
bangka itu, Franky. Ia kabur!" Beng Li memaki-maki di
tepi pulau sementara pemuda tinggi besar itu
membelalakkan mata dengan muka berubah, la
melihat tawanannya lolos. Dua orang membawa lari
tawanan sementara ia tak tahu siapa mereka. Sungguh
kurang ajar. Namun ketika ia bingung dan marah
melihat semuanya itu mendadak muncul perahu lain
dikemudikan seorang gadis jelita menyandang busur,
melaju dan cepat sekali mendekati pemuda yang tadi
tercebur menyerang kakek aneh itu.
"Kang Hu, naik dan kita kejar. Jangan sampai
kehilangan jejak!"
Pemuda itu melompat dan berjungkir balik.
Ternyata iapun menyandang busur dan di bawah sinar
bulan yang kuning ke emasan gerakannya memukau
semua orang. Dengan pakaian basah kuyup namun
nampak gagah perkasa pemuda ini melayang dan
turun di atas perahu, tegap dan tampan dan dua
muda-mudi di perahu ini tiba-tiba bagaikan sepasang
dewa-dewi yang turun dari kahyangan. Gadis itu
cantik jelita sementara pemudanya tampan dan gagah
9 sekali, matanya bersinar dan dagunya berlekuk.
Sungguh jantan. Dan ketika semua orang terbengongbengong karena gadis itu seakan muncul dari dasar
samodera saja, entah kapan dan dari mana ia datang
maka perahu diputar dan... klap-klap, pantulan
dayung menyilaukan mata dan tiba-tiba perahu
meluncur dengan amat cepatnya mengejar pera hu
kakek aneh itu. Mereka menuju daratan besar.
"He, lempar perahu dan susul mereka. Kejar,
tangkap!" Cao-ciangkun tiba-tiba sadar dan iapun
memerintahkan para pembantunya dengan kaget dan
terburu-buru. Ia seketika mengenal kakek itu sebagai


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

si kakek yang lihai dan sakti, berseru kepada suami
isteri muda itu dan para orang kang-ouw mendadak
berhamburan ke laut. Mereka tiba-tiba menyong song
perahu-perahu lain yang berdatangan, perahu yang
ternyata merupakan teman-teman sendiri. Dan ketika
mereka berlompatan dan sebentar kemudian
mendayung cepat, menyusul atau mengejar perahu
dua orang itu maka Cao-ciangkun begitu tak sabar
melihat kelambanan para pembantunya sendiri,
berkelebat dan memukul seorang pendayung disusul
Pak-taihiap dan tiga putera-puterinya yang tahu
keadaan. "Berikan perahu dan kalian minggirlah!"
10 Pendayung dan para penumpangnya berteriak.
Mereka terlempar dan tercebur ke laut sementara
Cao-ciangkun sudah memegang kemudi. Pak-taihiap
dan tiga putera-puterinya juga sudah di sini dan tak
mungkin lagi pemilik perahu mempertahankan diri
mereka. Apa boleh buat yang lain melempar tubuh
menyelamatkan diri dan bayangan merah berkelebat,
disusul bayangan tinggi besar dan perahu tiba-tiba
penuh oleh enam orang ini. Beng Li dan Franky sudah
di situ pula. Dan ke tika pemuda kulit putih itu berseru
menyambar dayung, disusul wanita muda itu maka
pukulan ke permukaan air membuat perahu melesat
seakan terbang.
"Plak-plak!"
Pak Han dan Pak Swi terbelalak. Mereka kagum
oleh pukulan dayung akan te tapi Pak Lian lebih kagum
oleh sepasang lengan kokoh pemuda kulit putih itu.
Lengan Franky menonjolkan otot-ototnya yang gagah
dan gadis baju ungu ini terpesona. Ia bakal
melenggong terus kalau a-yahnya tidak berseru dan
melemparkan dayung pula, menyuruhnya membantu
dan jangan berdiri bertopang dagu. Maka ketika gadis
itu terkejut bersemu dadu, ia masih tergetar oleh
kegagahan dan ketampanan lawan jenisnya itu maka
berturut-turut Pak-taihiap melempar dayung pada
11 dua puteranya. Ia sendiri sudah menggerakkan
dayung di tangan kiri membantu Cao-ciangkun dan
suami isteri muda itu.
"Bantu siauw-hujin dan kejar mereka. Semua
bekerja keras!"
Pak Han dan Pak Swi sadar. Tiba-tiba mereka
menerima dan menangkap dayung yang dilempar
ayah mereka. Mengerahkan tenaga dan membantu
Cao-ciangkun keduanya mengayuh cepat, bahkan
memukul permukaan air hingga perahu meloncat dan
terbang mengejar perahu kakek dan muda-mudi itu.
Namun ketika semua terbelalak betapa perahu di
depan tak terkejar dan tetap dalam jarak yang sama,
padahal mereka hanya dua orang sementara mereka
berenam maka Pak Han tak dapat menahan seruannya
lagi terheran-heran.
"Gila, jarak kita tetap. Dan perahu kakek itu juga
masih dalam jarak yang sama dengan sepasang mudamudi itu!"
Semua membelalakkan mata. Memang terasa
mengherankan juga betapa enam orang yang
mengayuh perahu bersamaan tak mampu mengejar
sedikitpun juga perahu lawan. Jangankan perahu
kakek itu, perahu gadis dan pemuda tampan di depan
12 mereka itu tak terpaut sedikitpun. Jarak masih juga
sama. Dan ketika mereka penasaran betapa musuh
seakan seenaknya saja, padahal mereka sudah
berkeringat dan memeras tenaga tiba-tiba siauw-hujin
bangkit berdiri dan menyambar dayung lain di atas
perahu. Di situ terdapat belasan dayung peninggalan
orang-orang kang-ouw tadi.
"Cao-ciangkun, Pak-taihiap, hati-hati. Aku akan
mengerahkan segenap tenagaku dan awas, yang tidak
kuat berpegangan saja pada pinggiran perahu!"
Mendadak perahu terlonjak *!ari terangkat
naik. Begitu wanita itu bangkit dan berseru keras maka
siapapun menjadi kaget. Perahu meloncat dan
terbang ke depan, cepat dan luar biasa hingga Pak Lian
hampir saja terpelanting. Gadis itu menjerit dan
berpegangan pinggiran perahu melempar dayungnya.
Ia sampai pucat. Akan tetapi ketika perahu kakek di
sana itu mencelat dan terbang di atas permukaan air,
begitu pula perahu muda-mudi itu maka wanita muda
ini menjadi melotot karena jarak kembali sama.
"Ha-ha, ada yang sewot. Ayo melaju dan
cepatan sedikit, murid dungu. Di belakang pengejar
kita bertambah!"
13 Cao-ciangkun membelalakkan mata dan kagum
sekali ketika tiba-tiba di bawah sinar bulan perahu
kakek itu terangkat tinggi sampai serumah penduduk.
Perahu itu lebih tinggi dari perahu siauw-hujin, jatuh
dan meloncat tinggi sampai akhirnya jauh meninggal
kan mereka. Bukan main hebatnya. Dan ketika Beng Li
berseru kecewa dan minta suaminya melaku kan hal
yang sama mendadak pemuda gagah kulit putih ini
bangkit pula. Dayung di tangannya dilempar.
"Li-moi (dinda Li), kakek itu jelas i-ngin
mempermainkan kita. Mari kerahkan Pek-in-kang dan
dorong sekuat-kuatnya!"
Beng Li mengangguk, la merah padam melotot
ke depan karena kini kakek itu tertawa-tawa di atas
perahu, membiarkan pemuda yang dipanggilnya
murid dungu itu dan pemuda inilah yang sekarang
bekerja. Kakek itu memondong tawanan sementara
muda-mudi di belakang tak kalah gusar, menghantam
kan dayung dan membuat perahu terbang ke depan
namun pemuda di perahu kakek itu tak kalah hebat. Ia
membentak dan memukulkan dayungnya pula hingga
jarak tetap sama, kecuali perahu Beng Li yang kini
tertinggal jauh. Dan ketika nyonya muda itu memakimaki dan melengking gusar, bersama suaminya tibatiba melempar dayung dan menggerakkan tangan ke
14 belakang maka... des-dess, air muncrat tinggi dan
perahu terlontar ke depan o-leh pukulan dahsyat
mereka ini. Pek-in-kang (Pukulan Awan Putih)
membuat air laut memuncrat dan tenaga tolak yang
besar membuat perahu terlempar bagai didorong
tangan raksasa.
"Byuuurrrr!"
Tiga putera-puteri Pak-taihiap basah kuyup.
Perahu terjatuh dengan hebatnya namun suami isteri
muda ini mengerahkan tenaga lagi. Mereka
mendorong ke belakang membuat perahu terlontar ke
depan. Kembali perahu mencelat dan terbang ke atas.
Akan tetapi ketika tetap saja kakek dan sepasang
muda-mudi itu tak terkejar juga maka wanita muda ini
memaki-maki dan iapun basah kuyup. Pak Han
tergetar bengong betapa tubuh wanita itu melekat
ketat dengan pakaiannya yang serba merah. Tubuh
yang menggairahkan dan indah!
"Pusatkan pikiranmu ke kakek itu, jangan
melotot yang tidak-tidak!"
Pemuda ini sadar dan semburat merah ketika
kakaknya tiba-tiba berbisik. Sang kakak mengingatkan
adiknya dan pemuda itupun membuang pandangan. Ia
hampir terhipnotis oleh tubuh yang basah kuyup ini,
15 padahal adik perempuannya pun tak kalah kuyup dan
tercetak ketat. Pak Lian merah padam betapa ia tak
dapat menyembunyikan dirinya juga, seakan telanjang
dan tercetak ketat namun diam-diam mengakui
bahwa tubuh siauw-hujin itu tak kalah indah dan
menggairahkan di banding dirinya, sebentuk tubuh
yang terawat baik dan harus diakuinya wanita muda
itu seperti gadis remaja saja. Siapa menyangka telah
bersuami. Namun ketika ia tersipu bingung dan tak
tahu harus lari ke mana bila semua pria memandang
nya, sebagai gadis dewasa tentu ia likat dan bakal
jengah mendadak kakaknya menuding dan berseru ke
depan. "Heii, perahu kakek itu terjungkal!" Benar saja,
perahu kakek itu terguling. Entah bagaimana dan
kapan terjadinya mendadak perahu itu terbalik dan
tengkurap tak keruan. Penumpangnya hilang sekejap
namun tiba-tiba muncul. Sang kakek ternyata
meloncat tinggi dan pemuda itu berjungkir balik dan
menendang perahu, masuk dan hinggap lagi setelah
perahu ditendang balik, terapung wajar dan kini kakek
dan pemuda itu memaki-maki. Dan ketika pemuda ini
menoleh ke belakang karena perahu muda-mudi itu
datang mendekat mendadak sebatang panah
16 diluncurkan dan... brakk, perahu muda-mudi itu ganti
terbalik. "Byiurrr!" kini perahu itulah yang terlempar dan
tengkurap. Panah yang dilepaskan pemuda itu
amatlah hebatnya hingga menghantam dahsyat. Dua
muda-mudi ini ganti memaki-maki. Namun ketika
mereka berjungkir balik dan menendang perahu,
hinggap dan berdiri lagi dalam posisi semula maka
kakek itu terkekeh-kekeh dan muda-mudi di atas
perahu itu gusar.
"Heh-heh, satu lawan satu, bagus seka li. Kau
telah memberi pelajaran kepada mereka, Siduw-toh.
Itu bagus akan tetapi jangan berlama-lama di sini.
Hayo kabur dan jangan sampai tawanan kita terlepas
di laut, tua bangka ini tak bisa menyelam!"
Pemuda di atas perahu itu memukulkan
dayungnya dan perahu tiba-tiba kembali meloncat ke
depan. Gerakannya luar biasa dan dua orang itu
melarikan diri. Tawanan tampaknya lemas di atas
pundak kakek ini. Dan ketika mereka terbang dan
mencelat ke depan, Beng Li dan kawan-kawan
tertegun maka wanita itu sadar berseru keras. Mereka
ikut berhenti oleh kejadian mendebarkan tadi.
"Heii, kejar, tangkap kakek itu!"
17 Perahu wanita ini meluncur dan kini melewati
perahu muda-mudi itu. Mereka ini baru saja hinggap
dan menurunkan ka ki di atas perahu yang baru saja
ditendang terbalik, melotot dan memaki gusar kakek
dan pemuda itu. Dan ketika siapa-pun menjadi kagum
oleh dua muda-mudi cantik jelita ini maka Caociangkun berseru merasa sehaluan.
"Sobat, kakek dan muridnya itu benar-benar
kurang ajar. Mari kita kejar lagi dan kalian tentunya
membantu kami!"
Dua muda-mudi itu tak menjawab. Si gadis yang
cantik jelita rupanya paling marah sekali dan ia tibatiba mencabut gendewanya. Perahu kakek di depan
itu telah meluncur jauh namun sebatang anak panah
tiba-tiba dilepaskan. Dalam ja rak seratus tombak
panah itu mendesing, lewat dan mengejutkan Caociangkun dan kawan-kawannya karena anak panah itu
meluncur amat dahsyatnya. Suaranya menyakitkan
telinga. Dan ketika terdengar suara keras dan teriakan
kaget di sana, perahu kakek itu terguncang hebat
maka hampir saja perahu itu terguling dan terbalik.
"Brakkk!"
Dapatlah dibayangkan kerasnya anak panah
yang dilepaskan gadis cantik jelita ini. Jari-jari halus
18 dan lengan yang lembut itu kiranya mampu
mengeluarkan tenaga sedahsyat itu, Beng Li sendiri
terkejut dan tertegun. Dan ketika nyonya muda itu
terbelalak
dengan pandangan bersinar-sinar
mendadak perahu muda-mudi ini melesat di depan
mereka dan terbang mendahului.
"Kang Hu, serang dan robohkan kakek keparat
itu, biar aku menyerang pengemudinya... ser-ser!" dua
panah kembali meluncur dan gadis ini menyerang lagi
dengan muka merah dan mata berapi-api. Ia gagal
merobohkan perahu itu dan kini melepas dua panah
beruntun, yang satu ke badan perahu sedang yang lain
ke pemuda di atas perahu itu. Dan ketika dua panah
mendesing dengan amat cepatnya, masing-masing
menuju sasaran berbeda maka pemuda tampan gagah
yang jantan itu memasang busurnya pula dan...jepjep, tiga panah menjepret sekaligus ke arah si kakek
aneh. "Ha-ha, bocah-bocah cilik main pamer di depan
si tua bangka ini. Uh, sombong dan tak tahu diri!" tiga
panah yang mele sat ditangkis kakek ini dan tiba-tiba
satu di antara anak panah itu menyambar perahu
Beng Li. Wanita ini berseru keras dan kaget
memperingatkan teman-temannya namun terlambat.
Terdengar gedobrak suara keras dan perahu terbalik,
19 semua tercebur. Dan ketika Pak-taihiap dan lain-lain
gelagapan, terlempar dan masuk ke laut maka Beng Li
memaki-maki dan wanita inilah bersama suaminya
menendang perahu kembali ke posisinya semula.
Mereka tak melihat betapa dua panah yang lain
menyambar pemuda gagah tampan itu dan terpental
pula ditangkis busur.
"Tak-tak!" namun pemuda itu terhuyung. Ia
melihat perahu kakek itu meluncur lagi sementara si
kakekpun terkekeh-kekeh. Ia tertinggal dan panah
yang dilepas temannya juga gagal, disampok atau
ditangkis pemuda itu yang kemudian menggerakkan
perahunya dengan cepat. Lalu ketika ia mendesis


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengepal tinju, temannya melengking-lengking maka
iapun menggerakkan dayungnya lagi mengejar.
Beng Li dan Cao-ciangkun memaki-maki di atas
perahu mereka. Enam orang inipun marah kepada
kakek itu dan Beng Li mengerahkan Pek-in-kangnya
lagi. Pukulan itu membuat perahu terlontar ke depan.
Namun karena kakek dan pemuda itu sudah jauh di
depan, begitu pula dua muda-mudi itu maka mereka
bekerja keras mengejar lawan, akhirnya melihat ka kek
itu sudah dekat daratan besar dan tujuh kali diserang
muda-mudi"itu. Anak-anak panah mereka bergantian
menyambar namun kakek dan pemuda itu amat
20 hebat. Si kakek menyampok dan bahkan meniup
dengan mulutnya, bukan main. Dan ketika pemuda itu
menggerakkan dayungnya menangkis dan perahu
hampir menepi maka sebatang panah besar meng
hunjam pantat perahu dan air laut seketika masuk.
"Hei... blub-blub!" perahu menjadi bocor dan
kagetlah kakek dan pemuda itu. Si kakek tertawa-tawa
girang hingga lengah pendengarannya, la tak tahu
betapa pemuda gagah tampan itu menjepretkan
busurnya tanpa suara, sebatang panah besar
menancap dan melubangi perahunya, bocor dan
masuklah air laut dengan deras. Akan tetapi karena
daratan sudah di depan mereka dan Ang-bi-to tampak
kecil di belakang maka kakek ini berjungkir balik dan
tawanan tetap berada di atas pundaknya.
"Kurang ajar, tikus-tikus cilik itu membuat
perahu kita bocor, untung sudah dekat. Haiyaa...!"
"Benar, akan tetapi lihqt siapa di depan itu. Kita
rupanya harus menghadapi banyak musuh, suhu.
Keparat benar mere ka ini tak tahu siapa kita!"
pemuda itu berjungkir balik pula dan ia melotot beta
pa di daratan ini belasan orang berlari menyongsong.
Golok dan pedang berhamburan, juga teriakan.
Orang-orang kang-ouw ini rupanya sebagian sudah di
21 situ dan kini mereka menyerang. Akan tetapi ketika
pemuda dan gurunya itu mengibas, kakek ini
terkekeh-kekeh maka ia mementalkan lawanlawannya dan jari-jarinya mengetuk atau menampar
orang-orang itu.
"Wah, heh-heh. Kalian keroco-keroco busuk
mencari penyakit. Ayo pergi dan jangan banyak
tingkah!"
Sembilan orang terlempar. Mereka menjerit
dan berteriak ketika serangkum angin kuat menerpa
ke depan, mengangkat dan melempar tubuh mereka
dan tak satupun mampu bertahan. Orang-orang kangouw ini terbanting. Akan tetapi karena serangan
mereka telah menghentikan dua orang ini, betapapun
gangguan mereka membuat kakek dan" pemuda itu
tertahan maka dua muda-mudi di atas perahu itu
berjungkir balik dan melayang cepat ke arah guru dan
murid ini. Perahu mereka ditinggalkan dan masih
bebera pa tombak dari pantai.
"Sia-tiauw-eng-jin,
berikan padaku!"
lepaskan tawanan dan "Atau kau dan muridmu ini mampus! gadis di
samping pemuda ini menukik dan menyambar pula
dan tahu-tahu ia telah menyerang pemuda yang
22 menjadi murid kakek itu. "Kaupun tak akan lolos
dariku dan semua hutang kekurangajaranmu harus
dibayar!"
Pemuda yang diserang ini terkejut ber seru
keras dan iapun membalik menangkis pukulan dari
udara itu. Sepasang lengan gadis ini bergetar tanda
penuh tenaga sinkang, matanyapun melotot dan
penuh kemarahan. Akan tetapi ketika lawan
membentak dan menangkisnya, juga bergetar penuh
sinkang maka... dukk, dua orang itu terpental
sementara pemuda ini memaki gusar.
"Kau siluman betina ini kiranya. Bagus, berani
benar kau mengejar-ngejar aku dan suhu, Kui Yang,
siapa takut pada mu akan tetapi bukan saatnya kita
bertanding. Pergilah dan lain kali kita mengadu
kepandaian!"
"Tak perlu banyak mulut. Akupun baru tahu
bahwa kaulah biangnya, Siauw-toh. Tak mungkin kau
lari selama aku di sini!" gadis itu menyerang lagi dan
iapun melengking dan melepas pukulan-pukulan
cepat bertubitubi. Tubuhnya berkelebatan sementara
kakinyapun menyambar-nyambar. Hebat gadis ini.
Tandangnya bagai harimau betina. Dan karena lawan
juga diganggu orang-orang kang-ouw yang berteriak23
teriak, juga saat itu muncullah sepasukan berkuda
berderap riuh maka tepi daratan menjadi gaduh oleh
bentakan dan teriakan.
"Siapa menculik tawanan. Serahkan ke pada
kami atau kalian dicap pemberontak!"
Seorang perwira mengelebatkan goloknya ke
kanan kiri dan pasukan besar itu menerjang siapa saja.
Orang-orang kang-ouw menjadi terkejut dan otomatis
menyi bak, terlihatlah kakek dan pemuda itu. Dan
karena kakek ini memanggul tawanan dan dialah yang
paling menyolok maka perwira itu berderap maju dan
saat itu pemuda yang berkelebatan di depan kakek ini
berseru, suaranya nyaring lantang.
"Sia-tiauw-eng-jin, menyerahlah baik-baik dan
berikan tawanan kepada kami atau kerajaan mencapmu sebagai pembe rontak. Hayo berikan dan serahkan
baik-baik atau semua orang menyerangmu di sini!"
"Heh-heh, bocah ingusan masih bau kencur.
Aku lupa-lupa ingat kepadamu, anak muda. Siapa kau
dan kenapa galak benar memerintah orang tua.
Sebutkan namamu atau nanti kutendang pantatmu!"
"Dia Kang Hu!" pemuda yang bertempur di sana
berseru. "Dia pemuda yang dulu bertemu di Liang-san
itu, suhu, dan ini Kui Yang yang gagal menjadi
24 muridmu dulu itu. Merekalah orang-orang sombong
yang kini rupanya menjilat kerajaan!"
"Uwah, anak-anak itu? Mereka berdua ini
kiranya? Ha-ha, aku ingat, sekarang aku ingat. Betul
kalian kiranya tapi dari mana kalian belajar ilmu
memanah yang hebat. He, tak mungkin kalian menjadi
murid-murid Liang-san karena ilmu panah kalian
menonjol... plak-bress!" kakek itu menangkis dan
mementalkan pemuda ini sementara orang-orang
kang-ouw terbanting bergulingan. Mereka itu hendak
merebut dan merampas tawanan akan tetapi kakek ini
amat lihai. Ia mengibas dan mengebutkan lengan
bajunya dan sia-papun terpelanting. Hanya pemuda
itu yang bergoyang dan terhuyung-huyung. Dan ketika
kakek ini kagum membelalakkan mata, pemuda itu
menyerangnya lagi maka saat itulah pasukan berkuda
dipimpin perwiranya yang memutar-mutar golok
datang dengan cepat.
"Kau kiranya pembawa lari tawanan. Serahkan
kepada kami atau kau mampus, kakek busuk. Kami tak
akan mengampunimu apabila kau berani kurang ajar!"
Akan tetapi perwira ini berteriak. Ka kek itu
seakan tak melihat serangannya dan lebih
menghadapi pemuda lihai yang kemudian
25 berkelebatan itu. Pemuda ini membentak dan
menyerang cepat dan ka kek itu rupanya lebih
memperhatikan. Ma ka ketika goloknya membacok
namun patah bertemu bahu lawan, kakek ini seakan
terkejut dan baru menoleh maka ben takannya disusul
gerakan tangan ke perwira ini. "Kau membokong?
Keparat, pergilah!"
Perwira itu terlempar. Ia berteriak terhembus
dari atas kudanya dan terbanting berguling-guling.
Kakek itu hanya menggerakkan tangan dari jauh akan
teta pi sebuah pukulan kuat menyambar. Angin
sinkangnya mendorongnya dan ia terlempar, bukan
main kagetnya perwira ini. Akan tetapi karena
pasukannya sudah datang dan dari delapan penjuru
muncul pasukan berkuda yang lain, itulah prajurit atau
pasukan Kiang-taijin maka kakek ini membelalakkan
mata dan tampak terkejut. Itu pasukan kota raja yang
langsung dibawa ke sini! Topi dan baju perang mereka
berbeda dengan seragam pasukan Cao-ciangkun!
"He, angkat kaki dan pergi dari sini. Ribuan
orang bisa mengepung kita, Siauw toh, jangan ladeni
musuhmu lagi!" kakek itu berteriak dan tiba-tiba ia
melonjak cepat. Kedua kakinya menggeser ke kiri
kanan lalu lolos. Tiba-tiba ia telah melewati ketiak
lawannya. Dan ketika pemuda itu terkejut dan
26 kehilangan sasaran, kakek itu mendekati temannya
maka Ku Yang, gadis cantik jelita ini mendapat
totokan. "Lepaskan muridku dan lain kali main-main
lagi!"
Gadis ini kaget. Tentu saja ia tak tahu datangnya
kakek ini dan totokan itu pun menyambar. Untung
secepat itu pula ia mengerahkan I-kiong-hoan-hiatnya,
memindah jalan darah. Maka ketika kakek itu juga
terkejut betapa telunjuknya mengenai urat kenyal,
meleset dan tergelincir maka totokanpun gagal akan
tetapi gadis itu melempar tubuh bergulingan memakimaki. Ia harus menyelamatkan diri dari serangan
susulan yang mungkin terjadi.
"Curang, kakek busuk... Sungguh tak tahu malu
membokong gadis!"
Akan tetapi kakek itu tertawa geli. Saat itu
muridnya terbebas sejenak dan Cao-ciangkun serta
lain-lainnya mendarat tiba. Merekapun membentak
dan berkelebatan datang. Namun karena ia telah
mencekal lengan muridnya ini dibawa pergi meloncat
dan terbang di atas kepala orang-orang itu maka baik
pasukan maupun orang-orang kang-ouw dibuat
terhenyak oleh gerakannya yang luar biasa.
27 "Heh-heh, lain kali saja kita bertemu lagi.
Selamat tinggal!"
Tak ada satupun yang mampu mengha langi.
Kakek ini terbang di atas kepala mereka dan ketika
berada di pasukan berkuda itu kakek ini memperguna
kan kepala orang-orang itu untuk pijakan kaki. Cepat
dan lincah sekali ia kabur. Kepala yang diinjak
membuat pemiliknya tertegun. Dan ketika semua
bengong sementara Cao-ciangkun dan temantemannya tiba maka Beng Li melengking gusar.
"Hei, kejar dan tangkap kakek itu. Jangan
sampai lolos!"
Orang-orang ini sadar. Mereka seakan bangun
tidur dan mengeprak kudanya, semua berteriakteriak. Akan tetapi karena kakek itu telah jauh dan
akhirnya melayang turun terkekeh-kekeh, ia telah di lu
ar kepungan maka selanjutnya guru dan murid ini
lenyap memasuki hutan, cepat sekali melarikan diri.
Beng Li memaki dan membanting-banting kaki.
Wanita ini gusar sekali karena tak mampu mengejar
kakek lihai itu. Sejak dari Ang-bi-to sampai daratan sini
tetap juga ia gagal, kakek itu lolos dan tawanan lenyap.
Kurang ajar. Dan ketika ia begitu marah berapi-api,
28 Cao-ciangkun surut tak banyak bicara maka wanita inipun tiba-tiba membalikkan tubuh meloncat pergi.
"Franky, kita tak ada perlunya lagi di sini. Mari
kejar dan tangkap kakek itu dan biar Cao-ciangkun
ataupun pasukan Kiang-taijin menyusul di belakang!"
Pemuda tinggi besar itu mengangguk. Ia tahu
kemarahan isterinya sementara ia pun juga menahan
geram. Lolosnya tawan an adalah malapetaka bagi
orang-orang lain. Sungguh kurang ajar kakek itu dan
siapa dia. Maka berkelebat menyusul isterinya
pemuda inipun meninggalkan tempat itu berseru pada
Cao-ciangkun.
"Ciangkun, maafkan kami berdua. Pertahanan
kita bobol juga. Biarlah kau menyusul di belakang dan
kerahkan semua kekuatan mencari dan menangkap
kembali tawanan!"
Cao-ciangkun mengangguk, muram. Tentu saja
ia merasa sedih dan diam-diam bersalah karena ia dan
pasukannya tak dapat menjaga tawanan. Pak-taihiap
dan putera-puterinya ini ternyata juga ku rang
tangguh. Mereka semua dipermainkan kakek aneh
dan lihai itu. Maka ketika ia murung dan amat sedih,
diri sendiri begitu lemah mendadak pikirannya sea kan
terbaca jago Se iang itu, sahabatnya.
29 "Ciangkun, maaf kir. kami yang ternya ta tak
mampu memberi bantuan memadai. Kami keluarga
Pak ternyata bodoh semua. Maafkan kami tapi semua
ini membuat kami penasaran dan kami juga akan pergi
mencari dan menyusul kakek itu. Kami tak akan
berpeluk tangan dan pulang ke Se-kiang!"
"Ah, taihiap tak perlu meminta maaf. Kalau kau
bodoh apalagi aku. Akulah yang paling bertanggung
jawab dan tentu semua ini akan dilaporkan ke pusat.
Aku juga sedih tapi sebisaku akan kucoba me ngejar
dan menangkap kembali tawanan. Aku juga tak akan
pulang!"
"Kalau begitu mari laksanakan tugas kita
sendiri-sendiri. Aku dan anak-anakku telah bertekad
untuk mencari dan me nemukan kakek itu. Selamat
tinggal, ciangkun, sekali lagi maaf kami tak dapat
menemanimu lagi. Sampai jumpa di tempat lain!" Paktaihiap ternyata benar-benar terpukul dan jago Sekiang itu tak mau lagi bersama sahabatnya. Ia ma lu


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak dapat memberikan bantuan berarti bagi perwira
itu. Ang-bi-to tetap juga di serobot musuh. Maka
berkelebat dan melambai pada putera-puterinya,
berseru pada kusirnya agar kembali ke rumah maka
ayah dan anak inipun meninggalkan tempat itu. Dan
begitu Cao-ciangkun terma-ngu-mangu dan hening di,
30 tempat, ia benar-benar masygul sekali maka dicarinya
sepasang muda-mudi itu akan tetapi ternyata
merekapun hilang entah ke mana!
*** Kakek ini tertawa-tawa membawa tawanan. Ia
begitu gembira dan senang bahwa tawanan akhirnya
jatuh ke tangannya. Bukan tawanan yang dia cari
melainkan busur itu, Busur Kumala. Maka ketika pagi
menjelang tiba dan ia telah jauh sekali meninggalkan
pantai, kini mere ka tiba di daerah berbatu di
perbukitan memanjang akhirnya kakek ini melempar
tawanannya dan membebaskan totokan. Tak ada
orang atau pengejar menyusulnya.
"Heh-heh, sekarang kau telah kuselamatkan.
Apa yang dapat kauberikan kepadaku, bule manis. Kau
tentu lapar dan mari sarapan dulu. Aku membawa roti
kering dan arak!" kakek itu mendorong tawanannya
akan tetapi lelaki kulit putih ini tiba-tiba merintih. Ia
terjatuh dan mengerang, mata kakinya luka. Dan
ketika kakek itu terkejut dan sadar, muridnya
mengusap keringat maka kakek ini teringat bahwa
tawanannya luka tembakan.
"Ah, maaf, aku lupa. Kau terkena peluru!" tanpa
banyak bicara lagi kakek ini menyambar laki-laki itu
31 dan dilihatnya luka menyedihkan di bawah mata-kaki.
Ia melihat sebutir peluru mengeram di situ.
Akan tetapi ketika ia hendak mengobati dan
mencabut peluru itu mendadak muridnya berseru
menahan. "Tunggu, nanti dulu. Dia harus menjawab dulu
pertanyaanmu, suhu. Kalau ia belum menjawab tak
usah kau menambah kebaikan lagi. Ia harus
membayar!"
"Heh-heh, benar, aku lupa. Kau benar Siauwtoh..., kau benar. Uh, aku menjadi linglung dan suka
lupa. He!" tiba-tiba sang kakek memasang wajah
bengis, pura-pura galak. "Apa yang dapat kauberikan
kepadaku apabila mengobati dan merawat lukamu ini.
Apakah semuanya bakal cuma-cuma!"
"Tidak, bukan itu. Ia harus memberi tahu kita
dulu apa yang dapat diberikannya setelah kita
menyelamatkan dia dari Ang-bi-to, suhu. Baru setelah
itu apalagi yang dapat diberikannya jika luka ini kau
sembuhkan!" sang murid memotong.
"Wah, heh-heh, benar lagi. Muridku benar, bule
manis. Nah, katakan apa yang dapat kauberikan
kepada kami setelah semua ini kami berikan padamu.
Hayo jangan pecingas-pecingis!"
32 Laki-laki itu mengeluh, menjatuhkan diri
berlutut. Dan ketika ^\^emn^Tr bercucuran air mata,
guru dan murid tertegun maka kata-katanya
terdengar memelas dan amat mengharukan sekali,
sikap dan tutur katanya menunjukkan seorang pria
halus dan lemah lembut.
"Aku telah kalian selamatkan dan bawa dari
ancaman maut, apalagi yang dapat kuberikan kalau
tidak semua yang ku punyai? Kau seorang kakek gagah
perkasa dan sakti, Sia-tiauw-eng-jin locianpwe, dan
aku telah mendengar namamu ini yang puluhan tahun
lalu malang-melintang di dunia kang-ouw. Aku
seorang asing bodoh, akan tetapi aku memiliki harta
benda cukup jika locianpwe dan anak muda ini
menghendaki. Rasanya aku siap memberikan semua
yang terbaik yang ada padaku. Terima kasih dan
beribu terima kasih untuk pertolongan locianpwe
yang tak mungkin kulupakan seumur hidup ini!"
"Heh-heh-ha-ha-ha! Aku tak butuh harta benda
dan kedudukan. Aku juga tak butuh wanita cantik atau
kekuasaan. Aku butuh Busur Kumala, orang kulit putih.
Itulah yang kuinginkan dan dapatkah kau memberikan
nya kepadaku!"
"Busur... Busur Kumala?"
33 "Ya, itu. Bukankah kau yang bernama Leiker dan
kaulah pembawanya. Aku Inginkan busur itu dan aku
akan menolong mu lebih lanjut jika kau dapat
memberikannya kepadaku!"
"Ampun...!" laki-laki ini menggigil, tiba-tiba
menangis lagi. "Dua kali kau melakukan kesalahan,
locianpwe, dan semua orang juga melakukan hal yang
sama sepertimu ini. Ampun, aku bukan sahabatku
yang curang yang kausebut-sebut itu. Aku Tony!"
"Tony?"
"Benar, locianpwe salah paham. Akan tetapi aku
tahu di mana busur itu dan benar bahwa busur itu di
tangan Leiker. Ia seorang curang dan licik yang
mengorbankan aku hingga dikejar-kejar dan disangka
dirinya. Orang itu, ah... jahat sekali, locianpwe. Ia
sungguh jahat. Akan tetapi ia terkurung di suatu
tempat dan kini tak dapat keluar. Ia menerima getah
dari perbuatannya sendiri, la menipuku dan menipu
semua orang!"
Kakek ini terkejut dan membelalakkan mata dan
Siauw-toh tiba-tiba tertarik. Ia kaget dan heran bahwa
tawanan yang ditangkap ini ternyata orang lain. Katakata dan tangis laki-laki ini sungguh meyakinkan. Maka
ketika ia terkejut namun kecewa bahwa Busur Kumala
34 masih harus dicari di tempat lain lagi maka ia bertanya
dan melompat ke depan.
"Kau bukun pencuri busur itu? Kalau begitu kau
tahu di mana manusia bernama Leiker itu?"
"Tentu, tentu. Ia terjebak dan terkurung di
sebuah tempat. Akan tetapi tempat itu amat
berbahaya dan sukar dikunjungi."
"Hm, tak ada tempat berbahaya bagi suhu
maupun aku. Kalau kami mau maku lautan apipun
bukanlah tempat berbahaya, orang asing. Sebutkan
pada kami di mana manusia itu dan kami akan
mengambil Busur Kumala!"
"Dan meninggalkan aku terluka begini?
Membiarkan aku bakal dikejar-kejar suami isteri lihai
itu dan orang-orang lainnya?"
Siauw-toh tertegun, akan tetapi gurunya tibatiba terkekeh.
"Ha-ha, tentu tidak... tidak kalau kau membantu
dan memberi tahu kami. Kami tak akan
meninggalkanmu dan mem biarkanmu begini, Tony.
Tentu saja kami akan membawamu dan merawat
lukamu sampai sembuh. Kami tak akan membiarkan
siapapun mengejar dan menangkapmu!"
35 "Locianpwe berjanji?"
"Wah, tua bangka ini tak pernah dusta, tapf kau
harus membantu dan menemukan Busur Kumala.
Atau kau kami bunuh jika ternyata bohong dan main
gila!"
"Benar, kami akan membunuh dan me
nyiksamu jika ternyata kau mempermainkan kami.
Aku setuju dan sependapat dengan guruku, orang
asing. Kaukatakanlah di mana tempat itu dan kami
melindungi dan merawat lukamu sampai sembuh!"
Siauw-toh tiba-tiba sadar dan berseru me nimpali
gurunya dan laki-laki asing itu menarik napas dalam. Ia
masih menangis akan tetapi kemudian menghapus air
ma tanya dan berdiri berkaca-kaca. Ancaman atau
kata-kata keras guru dan murid itu rupanya tak
membuatnya takut, buktinya wajah dan sikapnya
biasa-biasa saja. Namun ketika ia mengeelrng dan
tiba-tiba mendesah, pandangannya menerawang ke
depan maka kata-katanya membuat guru dan murid
itu penasaran. Sia-tiauw-eng-jin dan muridnya heran
juga melihat orang ini tak takut ancaman mereka.
"Hm, tak mungkin aku meripu dan membohongi
kalian. Aku orang lemah dan tiada berkepandaian,
locianpwe, sementara kalian adalah orang-orang
36 hebat berke pandaian tinggi. Aku tak mungkin bisa
berbuat apa-apa tanpa sepengetahuan kalian. Akan
tetapi bekas sahabatku yang berbahaya itu amatlah
licik, aku khawatir kalian gagal."
"Gagal karena kami tak mampu memerasnya?
Tak mungkin, aku atau suhu dapat menyiksanya
hingga ia memilih mati daripada hidup. Akan tetapi
kami tak akan membiarkannya mati!" Siauw-toh me
motong pembicaraan lawan namun laki-laki ini
tersenyum. Ia membungkuk halus di depan pemuda
itu dan matanya bersinar. Kekagumannya tak dapat
disembunyi kan di sini. Namun ketika ia menggeleng
dan kembali berkata bahwa bukan itu soalnya maka
pemuda ini tertegun.
"Aku percaya bahwa sobat muda dapat
membuat orang lain tersiksa sehebat-hebatnya. Akan
tetapi tahukah kalian kelicikan dan kelicinan
sahabatku itu? Ia duapuluh tahun berada di Tionggoan, namun baru sekarang diketahui dan dikejarkejar. Tidak, bukan ini yang membuat ku khawatir
melainkan kecerdikannya yang luar biasa. Dan inilah
yang membuat ia tak tertangkap dan hingga saat ini
selamat!"
37 "Kepandaian apa yang dia punyai itu, memang
nya ia dapat terbang ke langit!"
"Hm, muridmu ini terlampau bersemangat,
akan tetapi semangat tanpa kecerdikan bakal tiada
gunanya. Bagaimana menurut pendapat mu,
locianpwe. Apakah kata-kataku nanti masih membuat
kepercayaanmu tegar." laki-laki itu tersenyum dan kali
ini ia memandang Sia-tiauw-eng.
Kakek ini tertawa dan mengangguk-angguk dan
diam-diam ia Sebagai orang berpengalaman dan tahu
gelagat ia dapat mencium keseriusan orang asing ini,
lagi pula ada sesuatu yang didengar yang
menggetarkannya. Maka mengangguk dan bertanya
apakah itu kakek ini lak segan-segan lagi bersikap
mengalah. "Baiklah, apa yang hendak kaukatakan itu. Aku
percaya kepadamu dan tentu keteranganmu sungguhsungguh!"
"Ia pandai menyamar," jawabannya membuat
Siauw-toh terkejut. "Karena itu meskipun tertangkap
dan seringkah dijaga kuat ia selalu lolos, locianpwe.
Dan justeru kepandaiannya yang amat hebat inilah
yang membuat pekerjaan kita menjadi sulit.
38 Sahabatku itu dapat merubah-rubah wajahnya seperti
kalian berdua misalnya, atau aku sendiri!"
Sia-tiauw-eng-jin membelalakkan mata akan
tetapi muridnya berseru tertahan. Tiba-tiba pemuda
ini ngeri kalau lawan menjadi gurunya misalnya, tentu
repot. Maka terkejut tak menyimpan rasa kagetnya ia
berseru, "Menjadi guruku? Ia pandai menyamar? Wah,
kalau ini tentu siluman. Manusia itu iblis!"
"Karena itulah Busur Kumala tak gampang
ditemukan. Ia dapat berubah-ubah ujud, sobat muda,
dan iapun sewaktu-waktu dapat menjadi wanita
cantik atau nenek-nenek buruk. Pendeknya sahabatku
itu memiliki seribu muka dan inilah yang tak gampang
dilacak. Ia bisa menipu semua orang."
Siauw-toh mengumpat-caci sementara Siatiauw-eng-jin mengangguk-angguk. Memang inilah
yang ia dengar dan tiba-tiba dipandanginya tajam lakilaki asing itu. Jangan-jangan laki-laki inipun pandai
menyamar, atau bahkan dia sendirilah si seribu muka
itu dan mengecoh dirinya. Akan tetapi sebelum ia
berbuat sesuatu atau mengeluarkan kata-kata
ternyata pikirannya itu dapat dibaca lawan. Pandang
mata tajam kakek ini menembus ke ulu hati.
39 "Locianpwe tak perlu mencurigai aku sebagai
sahabatku itu. Kalau aku disangka menyamar atau
mengenakan kedok karet biarlah kukerat sedikit
kulitku. Lihatlah, aku tak memakai apa-apa! benar saja
laki-laki ini mengerat kulitnya dan darah mengalir di
pipi. Sia-tiauw-eng. jin tertawa dan menganggukangguk dan tentu saja seketika ia lega. Muridnya baru
mengerti setelah gurunya memberi isyarat. Kiranya
gurunya diam-diam curiga. Dan ketika ia berdesir
kenapa tak curiga juga, untunglah ada gurunya maka
kakek ini bergerak dan melempar sebungkus obat
luka. "Baik, ha-ha. Kau telah menunjukkan iktikad
baikmu. Aku percaya kepadamu, Tony, dan sekarang
taburlah bubuk ini dan jangan hiasai pipimu dengan
luka. Mari kubantu mengobati kakimu dan kuke
luarkan peluru itu. Tentunya kau berjanji mengantar
dan tetap bersama kami mencari sahabatmu itu!"
"Ah, terima kasih. Justeru kalau kau tak minta
maka akulah yang ingin perlin dunganmu, locianpwe.
Berada di tengah-tengah kalian amatlah aman bagiku.
Aku juga ingin membalas kekejaman sahabatku yang
memfitnah dan membuat diriku dikejar-kejar orang!"
40 Sia-tiauw-eng-jin meremas dan selanjutnya lakilaki itu mengaduh ketika luka di kakinya dipegang dan
diobati kakek ini. Ia menghentikan kata-katanya dan
menahan sakit ketika tanpa memperdulikan-nya lagi
peluru itu dikeluarkan. Kakek ini bekerja cepat. Dan
ketika selanjutnya ia membebat dan sudah memboreh
kan obat luka, tak lama kemudian laki-laki ini


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terpincang-pincang maka kakek itu bertanya di mana
Busur Kumala harus dicari.
"Aduh, aku masih sakit. Aku tak dapat berjalan
jauh ke sana, locianpwe. Sebaiknya tak terlalu buruburu!"
"Akan tetapi aku dapat membawamu, atau
bergantian dengan muridku."
"Benar, akan tetapi tempat itu jauh. Sebaik
nya... sebaiknya beristirahat sehari dulu dan biar
kakiku lemas sedikit. Lagi pula aku lapar. Aku, maaf...
aku haus pula!"
"Ha-ha, benar, aku sudah berjanji. Eh kita
memang harus sarapan, Tony, aku lu pa. Uh, mari
duduk dulu dan ceritakan padaku di mana tempat itu.
Seberapa jauhnya!" kakek ini terkekeh kepada murid
nya dan tahu-tahu sebungkus roti kering dan arak
harum dikeluarkan. Ia sendiri sudah bersila dan
41 menyuruh yang lain duduk. Siauw-toh tersenyum dan
menyeringai kepada gurunya dengan pandangan
bersinar. Akan tetapi ketika laki-laki itu mengeluh dan
menyebut Liang-san maka kakek dan muridnya ini
terhenyak.
"Tempat itu jauh, memang jauh. Walaupun
secara bergantian locianpwe berdua memanggul aku
tetap juga harus beristirahat. Sahabatku itu terjebak di
Liang-san."
"Liang-san? Maksudmu tempat Dewa Mata
Keranjang itu?"
"Benar, di sanalah. Berkuda dari sini bisa
delapan hari, locirnpwe. Akan tetapi kalau locianpwe
mengerahkan ilmu lari cepat barangkali bisa tiga atau
empat hari. Kita memang harus ke sana kalau ingin
merampas Busur Kumala!"
Kakek ini tertegun, semenara muridnya juga
berkejap-kejap. Sungguh tak mereka sangka bahwa
Busur Kumala berada di Liang-san. Tempat itu sarang
macan. Tempat keturunan Dewa Mata Keranjang
berkumpul. Akan tetapi tersenyum dan terkekeh riang
kakek ini menenggak arak sebelum bicara.
"Heh-heh, tak perlu kita takut memasuki
tempat itu. Liang-san pernah kukunjungi beberapa
42 tahun yang lalu, Tony, dan aku bisa masuk keluar
dengan bebas. Di mana temanmu bersembunyi itu,
apakah di tempat pertapaan Dewa Mata Keranjang!"
"Aku tak tahu namanya tapi dapat mengantar
atau menunjukkan kepada kalian. Yang jelas di
belakang puncak, di balik sebuah guha."
"Kalau begitu cepat saja ke sana, kita kembali!"
"Hieh-heh, tak lari gunung dikejar. A-da apa
begini terburu-buru, Siauw-toh, lagi pula bukankah
harus mengajak teman kita ini. Kita sudah berjanji
untuk melindungi dan membawanya serta!"
"Hm, benar," pemuda itu duduk lagi, tadi
berseru dan bangkit bersinar-sinar. "Kalau begitu
maumu tentu saja aku ikut, suhu. Tentu saja kita ajak
temai kita ini akan tetapi bagaimana sahabatnya itu
berada di sana. Bukankah Liang-san tak gampang
dimasuki orang luar dan merupakan tempat terjaga!"
"Benar, karena itulah biar kita dengar ceritanya.
Bagaimana kau dan sahabatmu itu berada di sana,
Tony, dari apa pula yang terjadi hingga sahabatmu
terjebak di Liang-san!"
Laki-laki asing ini mengepal tinju dan ia
meneguk secawan arak sebelum menjawab. Wajah
43 dan matanya bersinar-sinar. Kemarahan tak dapat
disembunyikan lagi. Lalu ketika ia batuk-batuk dan
menceritakan itu maka Sia-tiauw-eng-jin mendengar
kan betapa dua sahabat ini bersembunyi di Liang-san
sudah belasan tahun yang lalu. Mengejutkan!
"Waktu itu tak satupun kuketahui selain bahwa
kami berdua ketinggalan kapal. Teman-teman kami
sudah pergi ke negeri seberang. Dan karena kami
tertinggal dan sendirian berdua maka Leiker
mengajakku ke Liang-san dengan pikiran sederhana:
kami akan aman dan tenteram di situ karena siapa
berani mengganggu keluarga Liang-san..."
"Nanti dulu, baimana kau tahu jalan ke sana dan
pergi!" potong Sia-tiauw-eng-jin.
"Kami tahu jalan karena waktu itu rombongan
orang-orang kulit putih sering mengikuti Tuan Smith,
locianpwe, atau anak-anak mereka nona Sylvia dan
para pembantunya. Locianpwe tentu tahu bahwa
antara gadis kulit putih ini dan Fang Fang ada jalinan
asmara. Mereka..."
"Ya-ya, teruskan!" kakek itu memotong dan
pura-pura tahu, padahal mana mungkin ia tahu karena
waktu itu ia di luar Tiong-goan! "Aku tak suka
44 mendengar kisah asmara orang-orang lain, Tony,
ceritakan selanjutnya pada ceritamu itu sendiri!"
"Hm, kami mengenal Liang-san karena
seringnya ajakan pimpinan kami. Dan karena Liangsan akhirnya berhubungan baik dengan pimpinan
kami maka Leiker mengajak kami bersembunyi di situ
sambil menunggu datangnya kapal lagi."
"Dan selama itu kalian tak dipergoki sekalipun?
Tak ada penghuni Liang-san yang tahu keberadaan
kalian?"
"Kami amat berhati-hati sekali, locian pwe,"
lelaki ini waspada. "Dan untungnya bahwa penghuni
sering keluar atau meninggalkan tempat. Tentu
locianpwe tahu jika Fang Fang atau keluarganya
mengadakan acara kunjung-berkunjung."
"Hm-hm, ya. Tapi masa selama itu kalian tak
diketahui sedikitpun. Penghuni Liang-san adalah
orang-orang berkepandaian tinggi!"
"Ini berkat Busur Kumala!" lelaki itu tiba-tiba
berseri. "Di bawah kesaktiannya dan pamornya yang
luar biasa kami seakan tak kelihatan jika bertemu
orang lain, locianpwe. Busur itu sungguh hebat dan
entah dari mana sahabatku itu mendapatkannya!"
45 Sia-tiauw-eng-jin
terkejut, akan tetapi mengangguk-angguk. Diam-diam ia tersenyum dan
percaya bahwa sebuah senjata pusaka dapat
melindungi pemegangnya dan acapkali secara gaib
menolong dan melepaskan segala petaka. Kalau kini
orang ini bicara seperti itu maka ia tak usah heran.
Itulah tuah senjata keramat. Maka mengangguk dan
menyuruh lawan melanjutkan lagi segera laki-laki ini
bercerita betapa ia dan temannya aman-aman saja di
Liang-san, betapa Busur Kumala yang bercahaya dan
terang-benderang itu menyilaukan mata. Cahaya
busur ini mampu menyembunyikan mereka dari pan
dangan orang lain. Akan tetapi ketika malapetaka baru
datang tanpa diduga maka tiba-tiba dua sahabat ini
pecah. Sampai di sini laki-laki ini menggigit bibir dan
matanya berkilat-kilat. Sia-tiauw-eng jin tertegun.
"Waktu itu sungguh tak kusangka bahwa begini
akhirnya persahabatan kami yang bertahun-tahun.
Dia, sahabatku itu tiba-tiba mengganggu seorang
penduduk!"
"Hm, apa yang dia lakukan," kakek ini tertarik
juga. 46 "Dia mengganggu seorang wanita yang sudah
menjadi pilihanku, locianpwe, dan ... dan ia hampir
memperkosanya!"
Sia-tiauw-eng-ji mendadak berkilat. Kakek ini
pun tiba-tiba menjadi marah akan tetapi pandang
mata muridnya menahannya. la sadar dan batukbatuk menyeringai, meskipun sebuah batu tiba-tiba di
remasnya hancur dan membuat laki-laki itu melelet
kan lidah. Alangkah hebatnya daya remas kakek ini.
Akan tetapi sadar akan ceritanya tadi dan melanjutkan
maka ia terbata bicara dan tiba-tiba menangis.
"Aku, kami berdua... ah, itulah awal mula
kuketahui kepandaiannya yang luar biasa, locianpwe.
Betapa setelah siang itu aku menegur dan
menyelamatkan kekasihku ternyata tanpa kusangkasangka malam harinya ia menyamar dan berubah
menjadi diriku dan menggauli kekasihku itu. Ia
melakukan ini berulang-ulang dan baru kuketahui
ketujuh kalinya. Kekasihku histeris dan selanjutnya
kami baku hantam, apalagi ketika wanita yang kucinta
itu membuang malu dengan menjerit dan melempar
tubuh ke dalam jurang!
Kakek dan muridnya ini tergetar namun Siauwtoh menyeringai lebar. Tiba-tiba terbayang di depan
47 nya seorang wanita melompat ke jurang, sementara
dua laki-laki berkelahi dengan sengit memperebutkan
dirinya. Satu perbuatan yang sia-sia karena wanita
yang diperebutkan telah tewas. Akan tetapi tak
mengganggu dan membiarkan lawannya bicara lagi
ma ka lelaki bule ini mengusap air mata. Ceritanya
mengundang keharuan Sia-tiauw-eng-jin.
"Aku kalap dan hampir saja membunuh
sahabatku itu kalau saja ia tidak mengeluh dan minta
ampun. Ia mengingatkan aku bahwa kami sama-sama
pendatang asing. Ia khilaf dan mencium kakiku
berulang-ulang. Dan ketika ia mengingatkan juga
bahwa wanita itu telah meninggalkan kami berdua,
tak ada siapapun yang bakal beruntung maka kami
baik-ba ik lagi dan saat itulah kupikir bahwa sebaiknya
aku turun gunung. Kami sudah lama sekali tak
mendengar kapal datang."
Kakek ini menarik napas panjang dan
mengangguk-angguk. Sampai di situ Sia-tiauw-eng-jin
menaruh simpati dan ia mulai kasihan. Cerita lawan
benar-benar menarik. Dan ketika ia menyodorkan lagi
araknya pembasah tenggorokan, lawannya berkacakaca maka ia menepuk pundak orang berkata
menghibur.
48 "Wanita dan harta memang selalu membuat
orang mabok. Lanjutkan ceritamu lagi, Tony, apa yang
akhirnya kautentui."
Laki-laki ini mengusap air matanya. "Aku
hendak berangkat tapi didahului sahabatku itu. Pagipagi sekali ia meninggalkan pesan dan menyuruhku
tunggu sela ma enam hari."
"Ia mencari berita kapal?"
"Begitulah yang dikatakannya, locianpwe, akan
tetapi semua itu ternyata tipu daya belaka. Ia
menjebak dan kiranya mencelakakan aku!"
"Apa yang ia lakukan."
"Ia memberi tahu penghuni Liang-san bahwa
aku menyembunyikan Busur Kumala. Ia menyebar
berita bahwa di puncak itu aku bersembunyi!"
"Lalu kau tertangkap?"
"Hampir saja, locianpwe, akan tetapi sesuatu
menyelamatkan aku!"
"Hm, apa itu." sang kakek berdebar. "Barangkali
Busur Kumala."
49 "Tidak, busur itu dibawanya. Ia lari dan
membiarkan aku namun sesuatu kutemukandi guha
itu!"
"Hm, apa."
"Terowongan!"
"Terowongan?"
"Ya, sebuah jalan rahasia, locianpwe. Aku tak
tahu bahwa selama ini ada terowongan di situ. Aku
kaget dan melarikan diri ketika di luar guha terdengar
bentakan-bentakan. Aku menggigil dan menyusup
masuk untuk akhirnya menemui te rowongan bawah
gunung itu. Tentu itulah jalan bawah tanah yang biasa
dipergunakan Dewa Mata Keranjang bila ingin
mengunjungi kekasih-kekasihnya yang lain!"
"Hm, Dewa Mata Keranjang memang laki-laki
tak tahu malu. Lalu bagaimana keadaanmu, Tony,
selamatkah dirimu."
"Ya, aku selamat, dan tiba-tiba saja kulihat
sahabatku itu di kaki gunung!"
"Ah, dan langsung kauserang dan cekik dia?"
Siauw-toh kali ini berseru.
50 "Tidak, mana kutahu kebusukannya waktu itu.
Kukira kedatangan penghuni Liang-san hanyalah
secara kebetulan, sobat muda. Waktu Itu aku sama
sekali tak tahu bahwa dialah biang bencana, aku malah
memanggilnya dan membawanya masuk ke dalam
terowongan."
"Bodoh, goblok sekali!"
"Ya, aku memang goblok, bodoh sekali. Akan
tetapi dari situlah semuanya bakal mencelakakan si
jahat itu. Leiker terkurung dan akhirnya terkubur
hidup-hidup di tempat ini!"
"Apa yang terjadi."
"la mencoba menyembunyikan Busur Kumala
tapi terpeleset ke jurang. Ia ber teriak-teriak minta
tolong."
"Dan kau menolongnya?"
"Kami adalah sahabat sejak awal, sobat muda.
Mana aku tega membiarkannya begitu. Lagi pula
waktu itu aku tak tahu bahwa ia bermaksud
menyembunyikan Busur Kumala."
"Hm, jadi selama ini ia tak pernah melepaskan
busur itu."
51

Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar, locianpwe, dan akupun tak ingin
merebutnya. Kupikir untuk apa bagiku. Aku bukan
seorang pemanah. Lagi pu la aku tak berkepandaian
seperti orang-orang persilatan di negerimu ini."
"Dan tak tahukah kau keistimewaan busur itu?"
"Yang kutahu bahwa busur itu indah,
locianpwe, di samping dapat menyembunyikan kami
dari pandangan orang lain. Aku tak tahu yang lain-lain
kecuali ini!"
"Hm, bagus, lanjutkan lagi."
"Ku tolong dia yang menggapai-gapai di bibir
jurang. Dan ketika aku mengangkatnya dan berhasil
menyelamatkannya maka ia tersedu-sedu mengucap
kan terima kasih."
"Lalu kauajak ke dalam terowongan lagi?"
"Benar, dan sejak itu kami rukun lagi. Tapi
anehnya tempat ini mulai tak tenang karena beberapa
bayangan kulihat berkelebatan seolah-olah mencari
kami. Dan sahabatku akhirnya pergi lagi, setelah
semalam aku tidur pulas dan tak menyangka dikerjai
tangannya yang jahat!"
"Apa yang ia lakukan."
52 "Membius diriku, menyulap wajahku menjadi
wajahnya!"
"Hee, kenapa begitu?"
"Aku tak tahu, locianpwe, akan tetapi akhirnya
sadar. Ia ingin meninggalkan jejak tapi akulah
korbannya."
"Maksudmu?"
"Ia telah kepergok dan dikenal penghuni Liangsan. Karena itu agar bebas dan dapat lolos maka
wajahnya dipindahkan ke wajahku. Penghuni Liangsan tentu saja mengejar aku dan kau tahu sendiri be
tapa aku dibawa ke Ang-bi-to dan semalam berada di
tangan suami isteri keturunan Dewa Mata Keranjang
itu!"
"Dan Busur Kumala?" Siauw-toh meloncat dan
bersinar-sinar. "Busur itu masih tetap dipegang
sahabatmu itu? Dan bagaimana ia terjebak dan masih
di Liang san seperti katamu itu?"
"Sabar, sobat muda, ceritaku belum habis.
Sahabatku itu benar-benar licik dan keji hingga semua
salah tangkap. Ia kuwalat oleh kejahatannya sendiri."
Sia-tiauw-eng-jin menarik muridnya dan kakek
ini bersinar-sinar. Cerita demi cerita yang didengarnya
53 tiba-tiba begitu merangsang dan membuat ia gatal. Ia
pun rasanya tak sabar mendengar kisah ini, apa yang
terjadi dan bagaimana penutupnya. Maka menarik
muridnya menyuruh orang ini bicara lagi iapun
berseru dengan mata bersinar-sinar. Busur Kumala itu
harus segera didapatkannya jangan sampai jatuh ke
tangan Liang-san!
"Duduk dan dengarkan ceritanya baik-baik atau
aku menendang pantatmu nanti. Cerita memang
belum habis, Siauw-toh. Ayo duduk dan jangan
menghalangi pandangan gurumu!"
Pemuda ini terhenyak dan menyeringai akan
tetapi ia segera duduk lagi. Gurunya mencekalnya.
Dan ketika ia tersipu dipandang tersenyum maka ia
membuang malu dengan berseru,
"Baiklah, bagaimana dengan busur itu dan
kenapa pula sahabatmu terkurung di Liang-san.
Ceritakanlah kepada kami!"
"Ia gelisah di dalam terowongan itu, akhirnya
minta tolong sesuatu."
"Minta tolong apa?"
"Membuatkan busur palsu, sobat muda.
Menggandakan Busur Kumala agar ada dua."
54 "Celaka, tikus licik. Lalu bagaimana tanggapan
mu dan apakah ia seorang ahli busur hingga dapat
menciptakan gendewa!"
"Sudah kubilang bahwa ia seorang cerdik dan
pandai merobah-robah wajah. Beberapa bulan
belakangan ini ia sering meninggalkan Liang-san, sobat
muda, katanya belajar sesuatu. Dan ketika ia meminta
tolong agar aku membantunya membuatkan busur
maka aku sendiri terheran-heran betapa sebuah
gendewa yang persis sama dapat dibuatnya dan mirip
benar dengan Busur Kumala. Bagai pinang dibelah
dua!"
"Setan, itu tak boleh terjadi!" Siauw-toh
meloncat bangun dan memaki-maki. "Kalau Busur
Kumala ada dua yang sama persis maka yang asli atau
palsu tak dapat dibedakan lagi, orang asing. Kalian dua
orang ini ternyata sama-sama busuk dan tak punya
perasaan!"
"Tenang, duduklah," Sia-tiauw-eng-jin tertawa
dan meraih lagi muridnya. "Kalau orang lain memalsu
panah tentu dapat ditipu, muridku, akan tetapi aku Si
Pemahan Rajawali tak mungkin ditipu. Tuah atau
kekeramatan busur itu pasti berbeda!"
55 "Benar, locianpwe benar," lelaki itu
mengangguk-angguk. "Akan tetapi jangan lupa bahwa
ada orang ketiga yang menyempurnakan pamor busur
tiruan ini. Ia seorang Nepal berdarah campuran, kuat
tapa dan memiliki kekuatan gaib. Tangannya mampu
menyepuh dan membuat busur tiruan secemerlang
aslinya. Aku sampai tak tahu lagi mana yang asli dan
palsu!"
"Hah, ada orang ketiga?"
"Benar, locianpwe, dan campur tangan orang
ketiga inilah yang membuat Busur Kumala menjadi
ramai. Kini busur itu ada dua dan agaknya hanya para
empu istana yang mampu membedakannya dengan
mata batin mereka!"
Sia-tiauw-eng-jin terbelalak dan terheran-heran
dan rasa terkejut tak dapat di sembunyikan lagi pada
pandang matanya. Ia berdesir mendengar disebutnya
seorang Nepal penyepuh gendewa. Maka ketika ia
bertanya siapakah orang itu, suara dan wajahnya
menunjukkan ketegangan maka laki-laki ini tersenyum
dan pandang mata licik tiba-tiba muncul.
"Kupikir locianpwe tak mengenalnya, buat apa
kuceritakan."
56 "Tidak, katakan siapa dia kalau kau benar tak
bohong."
"Namanya Hanlun."
(Bersambung jilid 18)
57 COVER 1 =0= "MENCARI BUSUR KUMALA" =0=
Karya : Batara
Jilid XVIII
*** "HANLUN?" kakek Ini mencelat, tiba-tiba
berseru keras "Kau menyebut pembuat Busur Kumala
itu Hanlun?"
"Benar, locianpwe, akan tetapi hanya Busur
Kumala tiruan. Maksudku..."
"Ya-ya, sebutkan ciri-ciri orang ini dan di mana
ia sekarang berada. Aku kenal orang itu, tidak salah!"
kakek Ini menghentak-hentakkan kaki dan ia nampak
tidak sabar mendengar cerita laki-laki itu. Tiba-tiba
wajah kakek ini berubah begitu girang sementara
muridnya mengkerutkan kening. Ada perasaan kaget
dan tergetar juga di pandang mata pemuda itu. Akan
tetapi kalau guru dan murid kelihatan berdebar,
tegang, adalah pria bule Ini tersenyum dan
mengangguk-angguk.
Pandang matanya kian licik.
3 "Locianpwe tampaknya mengenal penyepuh
gendewa ini, sungguh mengherankan. Padahal ia
mengaku tak pernah keluar dunia selain di
pertapaannya itu."
"Aku tak butuh kau heran atau tidak. Cepat
ceritakan padaku ciri-ciri orang ini, Tony, atau
antarkan aku segera padanya!"
"Mana mungkin, ia sudah meninggalkan kami.
Aku tak tahu di mana sekarang ia berada, locianpwe,
akan tetapi ciri-cirinya adalah seorang berusia empat
puluh limaan tahun yang bertahi lalat di kedua
pipinya. Kulitnya agak sawo kecoklat an dan wajahnya,
eh... mirip-mirip dengan muridmu ini. Mata dan
hidungnya sama!" orang itu malah tercengang
memandang Siauw-toh akan tetapi pemuda ini
tertawa dingin, la berkata bahwa ia seorang yatimpiatu, tak beribu bapak la gi. Dan ketika Sia-tiauw-engjin mengang guk-angguk dan berseru kembali maka
kakek ini memandang pria bule itu.
"Cocok, kalau begitu dialah Hanlun yang
kukenal itu. Dialah muridku pada empatpuluh tahun
yang lalu. Sekarang di mana pertapaannya itu biar
kucari!"
4 "Hm, yang dekat orang ini adalah sahabatku
Leiker, bukan aku. Aku hanya melihat mereka dari
jauh, locianpwe, jarang bercakap-cakap. Yang tahu
lebih ba nyak adalah sahabatku itu, bukan aku!"
Sang kakek tertegun, lalu menghela napas
dalam-dalam. Tiba-tiba ia kecewa namun pandang
matanya masih menaruh harapan. Kakek itu bersinarsinar. Lalu ketika ia mengangguk dan memaklumi ini,
Leiker itulah yang harus dicari akhirnya dia membuang
kecewanya dengan ber kata, "Baiklah, mari sekarang
ke Liang-san dan kau tak perlu berkeberatan lagi. Aku
atau muridku dapat membawamu?" lalu menyambar
dan menotok laki-laki ini, lawan berteriak kaget tibatiba kakek itu berkelebat dan keluar dari daerah ber
batu-batu ini. Mereka telah mengisi perut dan tak ada
alasan lagi membuang-buang waktu di situ. Sia-tiauweng-jin membawa tawanannya ini kembali. Lalu ketika
ia melayang dan mengerahkan ilmu lari cepatnya, sang
murid berkelebat dan menyusul di belakang maka dua
orang itu tak perduli lagi permintaan lawannya untuk
beristirahat sehari. Dan be gitu kakek ini meluncur dan
bergerak amat cepat maka laki-laki bule itu pucat
karena kakek ini harus melewati jalan se malam di
mana mereka meninggalkan mu suh-musuh mereka.
Berarti bakal bertemu dengan sepasang suami isteri
5 muda itu dan mungkin juga yang lain-lain. Celaka.
Akan tetapi karena ia tak berkutik dan ke Liang-san
memang harus melalui tempat itu, tak disangkanya
kakek ini tak mau beristirahat maka iapun mengeluh
dan diam-diam menjadi gelisah. Dan begitu ia
memejamkan mata tak kuat oleh desau angin yang
amat tajam, kakek ini seakan terbang membuat
segalanya berlarian ke belakang maka pria ini
menahan ratap tangisnya dan diam-diam berharap
semoga ia terlepas dan lolos dari cengke raman kakek
ini. Dan untuk itu harus dicari akal! Maka begitu ia
mengerahkan segenap pikirannya melayang-layang
maka sebuah tipu dayapun harus diambil!
Apa yang dikhawatirkan laki-laki ini terjadi.
Karena harus kembali dan melewati jalan yang sama
maka pertemuan dengan Beng Li dan lain-lainnya itu
tak dapat dicegah lagi. Wanita itu bersama suaminya
mengejar dan menyusul kakek ini. Meskipun mereka
kehilangan jejak akan tetapi keduanya terutama Beng
Li amatlah hapal daerah itu. Tak mungkin kakek ini
memasuki kota membawa tawanan. Hanya ke hutan
dan keluar mema suki daerah perbukitan batu kakek
ini menghindar. Maka ketika tak mengenal lelah dan
mengejar terus tiba-tiba saja wanita itu melihat kakek
ini. Dan alangkah herannya betapa kakek itu malah ber
6 lari menyongsong, dan yang membuat ia girang adalah
tawanan tetap di pundak kakek itu.
"He, berhenti. Serahkan tawanan dan kami
bertindak atas nama kerajaan. Berhenti!" nyonya
muda itu langsung membentak dan iapun berdiri
menghadang dengan bertolak pinggang. Franky juga
terkejut betapa kakek ini kembali. Mereka hampir
putus asa semalam. Maka ketika pagi itu ia terbelalak
dan heran serta ka get akan tetapi juga girang kakek
ini me nyongsong mereka, hal yang sungguh tak
disangka-sangka maka pemuda ini langsung mencabut
pistolnya dan mengancam. Kakek selihai ini tak dapat
dibuat main-main lagi.
"Orang tua, bagus sekali kau datang.
Serahkanlah tawanan baik-baik dan kami akan
melupakan semua dosa-dosamu!"
"Heh-heh, kalian anak-anak muda tak layak
mengancam orang tua. Minggirlah, nyonya muda, dan
kaupun tak usah mengacung-acungkan pistol mainan
mu itu... "tak-tak!" kakek ini menendang dua batu kecil
dan tiba-tiba saja dua batu ini menyambar suami isteri
itu. Beng Li maupun Franky tak menyangka. Gerakan
kakek itu amatlah cepat dan juga wajar-wajar saja.
7 Kakinya bergerak berlari-lari akan tetapi siapa
menyangka menendangkan batu kecil segala. Maka
ketika wanita itu menjerit dan membanting tubuh
bergulingan, suaminya berteriak jari-jarinya dihantam
batu keras maka pistol terlepas dan kakek itu
melewati mereka, cepat sekali.
"Heh-heh, aku tak ada waktu untuk main-main
dengan kalian. Pergilah!"
Suami isteri itu terkejut. Franky mem banting


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuh bergulingan sambil menyam bar kembali
senjatanya yang terlempar. Ia kaget sekali oleh
kelihaian kakek ini. Akan tetapi ketika mereka
meloncat bangun dan melotot marah ternyata kakek
itu sudah jauh sekali dan terbang terkekeh-kekeh.
Namun Sia-tiauw-eng-jin tak menghadapi suami
isteri ini saja. Baru puluhan tombak kakek itu
meluncur maka dua ba yangan berkelebat. Itulah Kang
Hu dan Kui Yang. Dan ketika dua muda-mudi ini
membentak menghadang kakek itu maka Kui Yang
melepaskan panah menjepret kakek ini.
"Serahkan tawanan atau kau roboh!"
Kakek itu tertawa. Tentu saja ia menangkis dan
memukul patah anak panah ini. Akan tetapi ketika
gadis itu menyusunnya cepat dengan anak-anak
8 panah la in, mendesing dan menyambar pula tawan an
maka kakek itu menjadi marah karena tawanan tibatiba menjerit.
"Aduh!"
Kakek ini terbelalak. Tony menggelinjang di atas
pundaknya dan bahu kiri ter kena sambaran panah
kecil. Panah ini me mang meluncur di antara panahpanah la in sementara Kang Hu juga berkelebat dan
menyerang kakek itu. Pemuda ini mempergunakan
busurnya pula memukul dan menyabet. Maka marah
betapa ia ke colongan, tawanan mengeluh tiba-tiba ka
kek ini menggerakkan lengan ke depan dan ia telah
melakukan pukulan dengan jurus Eng-hiap-wan-sinhoat (Rajawali Me nyergap Lutung).
"Pergi kalian anak-anak busuk!"
Dua muda-mudi itu terkejut. Serang-kum angin
kuat mendahului mereka sebelum jari-jari kakek itu
tiba. Buku jari ka kek itu berkerotokan. Dan ketika
keduanya menangkis sambil menggerakkan senjata
mereka ternyata busur melengkung dan bakal patah
kalau terus bersikap nekat.
"Plak-aihh!" Kui Yang melempar tubuh
bergulingan sementara tangan kirinya melempar
panah-panah kecil. Ini adalah panah-panah tangan
9 yang biasa ia pergunakan sebagai amgi (senjata
rahasia). Namun ketika pukulan kakek itu menolak
runtuh semua panah tangannya, meloncat bangun
dan ia melihat kakek itu meloncat pergi maka kakek ini
berseru pada muridnya untuk menjaga di belakang.
Pemuda ini memang belum melakukan sesuatu
membantu gurunya.
"Jaga dan jangan sampai tikus-tikus busuk itu
menggangguku lagi. Tawanan terluka!"
Siauw-toh terkejut. Setelah malam terusir
lenyap dan matahari menguasai bumi maka ia melihat
jelas bekas lawan-lawan nya yang cantik dan gagjah
ini. Ia melihat betapa Kui Yang semakin matang se
mentara ia yang sudah tumbuh dewasa berdesir oleh
birahi yang menyala. Dulu ia hanya menganggap gadis
itu cantik saja, tak ada embel-embel. Akan tetapi se
telah ia menjadi seorang pemuda dan ada sesuatu
yang menarik di hatinya maka ia tergetar betapa bekas
musuhnya sejak ke cil ini tampak kian cantik jelita saja,
gagah dengan ujung rambut menjuntai berkibar-kibar.
"Kui Yang, jangan ganggu kami atau aku
merobohkanmu nanti. Jangan sombong!"
"Keparat, siapa yang sombong. Kaulah yang
sombong dan menantang kami, Siau toh, kau Unta
10 Kecil yang licik dan tak tahu malu. Kalian membawa
lari tawanan kerajaan!"
"Tidak, kalian salah," pemuda itu tiba-tiba
teringat. 'Ini bukan orang yang kalian cari-cari, Kui
Yang, kalian tertipu. Itu Tony, bukan Leiker!"
"Siapa bilang!" bayangan merah menyambar
dan menerjang pemuda itu. "Aku lebih tahu dari
siapapun, bocah. Gurumu dan kau ditipunya dan
berikan kepada kami atau kau mampus!"
Siauw-toh terkejut dan menangkis dan ia
membiarkan gurunya lari di depan. Tentu saja ia
memandang rendah siapapun setelah menjadi murid
gurunya. Siapa tak kenal Sia-tiauw-eng-jin. Dan ketika
benar saja wanita itu terpental namun Kui Yang
berseru menyerang maka sikap jumawa membuat ia
terpental kaget mes kipun gadis itu juga tertolak dan
terlempar ke belakang.
"Dukk!"
Pemuda ini berjungkir balik. Tiba-tiba ia
dikepung dari muka belakang oleh Kui Yang dan suami
isteri itu. Kang Hu kini berada di samping kanannya
dan menyerangnya pula. Dan ketika ia menja di marah
dan membentak pemuda ini, ba ru saja menaruh
11 kakinya maka Kang Hu terasa lebih kuat dari Kui Yang,
tenaganya lebih besar.
"Dukk!" Siauw-toh terlempar berjungkir balik
dan iapun terkejut betapa Kui Yang sudah menyusul
dengan serangan-serangan
lagi. Gadis itu berkelebatan dan terdengar seruan agar menangkap
dan merobohkannya. Pemuda ini d&pat ditukar
dengan tawanan. Dan ketika sebentar kemudian ia
menghadapi empat orang itu, suami isteri itu cukup
lihai sementara Kui Yang dan Kang Hu lebih lihai lagi
maka pemuda ini mengeluarkan lengkingan dan
gurunya terkejut menoleh.
Ternyata muridnya terdesak! Entah bagaimana
dan berawal dari apa tiba-tiba muridnya itu seperti
orang bingung. Kakek ini tak tahu betapa bau harum
wanita itu membuat sang murid terbengong. Kui Yang
dan nyonya muda itu menyambar-nyambar. Dan
karena Beng Li mele-dak-ledakkan rambut sebagai
senjata, mengeluarkan Sin-mauw-hoatnya (Silat
Rambut Harum) maka bau wanita ini membuat
pemuda itu terangsang dan kibasan rambut Kui Yang
juga membuat pemuda itu mabok dan sebentar
kemudian seperti orang ling-lung.
12 "Keparat, tidak boleh main keroyokan dan
curang. Hayo minggir!" Sia-tiauw-eng jin berkelebat
datang dan apa boleh buat kakek ini menolong
muridnya dulu. Ia he ran dan marah kenapa muridnya
terdesak, padahal sepengetahuannya tak semes tinya
muridnya begitu lemah. Dan ketika ia turun tangan
dan bantuan gurunya ini tentu saja melegakannya
maka pemuda itu berseru agar menangkap dan
merobohkan Kui Yang. Betapapun ia lebih tertarik
gadis ini daripada nyonya muda itu. Akan tetapi apa
jawab gurunya? Ia malah dimaki-maki!
"Apa, kau mulai gila perempuan? Kau
menyuruh aku menangkapnya? Kurang ajar, bocah
edan. Bukan saatnya bicara seperti ini dan ingatlah
kita masih punya pekerjaan penting yang harus
diselesaikan. Hayo bawa tawanan dan aku menjaga di
belakang... wut!" kakek itu melempar tawanannya
dan sang murid menangkap cepat. Tentu saja pemuda
ini menjadi merah apalagi Kui Yang memaki-maki.
Gadis ini tak tahu bahwa Siauw-toh mulai jatuh cinta.
Sebagai pemuda yang sudah dewasa dan terkena
getar-getar be rahi maka hal itu mengganggu Siauwtoh. Pemuda ini mulai mabok. Akan tetapi ke tika
diingatkan tugas mereka dan betapa semua itu lebih
penting, pemuda ini menahan malu maka ia
13 berkelebat dan akhirnya gurunya itulah yang
melindungi dan mendorong empat lawan ini. Beng Li
dan Franky terpelanting sementara Kang Hu dan Kui
Yang terhuyung-huyung.
Namun Sia-tiauw-eng-jin tak bermaksud
melukai atau bertangan besi terhadap anak-anak
muda ini. Sebagai angkatan tua yang menjaga gengsi
tentu saja ia ha nya memukul mundur dan mendorong
lawan-lawannya itu. Mereka bukanlah tandingannya.
Maka terkekeh dan memutar tubuh ia berkelebat
pergi meninggalkan lawan-lawannya itu, menyusul
muridnya. Akan tetapi Beng Li dan Kui Yang maupun
teman-temannya bukanlah orang-orang yang
gampang menyerah. Mereka membentak dan
menyerang lagi, Beng Li mencabut pedangnya. Akan
tetapi karena kakek itu memang lihai dan tertawatawa menangkis maka oodang wanita ini malah
terlepas dan hanya Kui Yang serta Kang Hu yang
bergoyang dan terhuyung-huyung. Dua muda-mudi ini
membuat kagum kakek itu dan mulai memperhatikan.
Gaya ilmu silat mereka seakan dikenalnya.
"Kalian, he! Murid siapa dan bagaimana
memperoleh ginkang sebagus itu. Rasanya seperti Sin14
ciak-khai-peng (Merak Sakti Membuka Sayap), eh...
seperti Sinho-coan-in (Bangau Sakti Menerjang
Awan)...!"
Dua anak muda itu tak menjawab karena
mereka penasaran dan marah, sekali terhadap kakek
ini. Memang mereka berkelebatan dengan ilmu
meringankan tubuh yang disebut Sin-ho-coan-in,
kadang-kadang dengan Sin-ciak-khai-peng ketika
lengan mereka berkembang dan mengele-pakngelepak seperti sayap. Akan tetapi karena semuanya
itu tak dapat juga merobohkan lawan, bahkan mereka
sering tergetar dan terhuyung-huyung maka dua
muda-mudi ini menggigit bibir dan Kui Yang memakimaki kakek itu.
"Serahkan tawanan tak usah banyak cakap, atau
kau mampus!"
"Heh-heh, bocah tak tahu diri. Kalau aku mau
kau dapat kurobohkan hanya de ngan sebuah jariku,
tikus cilik. Tak usah cuap-cuap dan kau pergilah, desdess!" ga dis itu terpental lagi dan kali ini terbanting
memekik nyaring. Kakek itu menam bah tennganya
dan dari dorongan kelima jarinva keluar angin panas.
Angin itu me niup dan membuatnya kelabakan.
Namun ketika ia membanting diri bergulingan
15 memaki-maki, temannya dan yang lain menghadapi
hal yang sama maka kakek itu meloncat dan lari lagi.
Muridnya di depan membawa tawanan.
Akan tetapi Kui Yang mulai melepaskan anakanak panahnya dari jauh. Ia berseru kepada temannya
agar mengganggu atau paling tidak menahan lari
kakek itu, juga ia mengarahkan panahnya kepada
Siauw-toh. Pemuda itu terkejut ketika anak panah
tiba-tiba mendesing di belakang punggungnya, di saat
gurunya menangkis dan sibuk mengurusi diri sendiri.
Dan ketika ia membalik dan menampar semua panahpanah itu maka gadis itu mulai melepaskan anak-anak
panah yang tanpa suara.
"Ssh-jep!"
Siauw-toh terkejut betapa dengan amat cepat
dan tiba-tiba sebatang panah lewat di sisinya
menghantam sebatang pohon. Ia kebetulan menikung
di sebuah pertigaan jalan, kaget dan berseru keras dan
tentu saja marah sekali. Apa boleh buat harus lebih
berhati-hati dan dikeluarkannya sebatang anak panah
sendiri. Dipasangnya telinga tajam-tajam sementara
gurunya tak tertawa-tawa lagi di belakang. Gurunya
mulai membentak dan marah karena gangguan
panah-panah itu kian lama kian berbahaya, meskipun
16 dapat ditangkis patah akan tetapi yang tak Lersuara
membuat kakek itu terkejut. Ia membelalakkan mata
dan memandang gadis itu dengan berubah, mulutnya
komat-kamit. Akan tetapi karena nyonya muda dan
suaminya itu dapat menyusul lagi, akhirnya empat
orang ini akan mengepung dan mengeroyoknya sengit
maka kakek yang menjadi gemas ini lama-lama dibuat
gusar juga. Celakanya ia tak ingin melukai atau
membunuh empat orang muda itu, gengsi atau
kedudukannya membuatnya tak mungkin melakukan
itu. "Keparat, kalian tak boleh mengejarku terusterusan. Kalian harus tahu bahwa aku banyak
mengalah!"
"Aku tahu, akan tetapi kaupun harus tahu
bahwa tawanan amat penting bagi kami. Serahkan
baik-baik atau kau dan kami roboh, kakek siluman.
Keinginan ka mi di atas segala-galanya dan kami siap
berkorban jiwa!"
"Kalian salah duga, itu Tony!"
"Itupun tak jadi soal dan kenapa kaupun
mempertahankannya. Serahkan kepadaku atau aku
mengadu jiwa dan kau kakek busuk akan dikejar-kejar
pasukan ke-rajaan!" Beng Li melengking di sela-sela
17 bentakan Kui Yang dan nyonya muda itu berkelebat.
Memang harus diakuinya bahwa kakek ini tak bersikap
telengas, kepandaiannya begitu tinggi dan banyak me
ngalah kepada mereka. Akan tetapi karena tawanan
amatlah penting dan apapun dilakukannya maka
nyonya ini menyerang nekat dan kakek itu
mengibasnya terbanting. Nyonya muda ini marah
sekali. "Franky, tembak kakek itu! Tembak!"
Sia-tiauw-eng-jin terkejut. Pemuda tinggi besar
itu ragu-ragu dan setelah tembakan pertama tadi ia
tak mempergunakan senjatanya lagi. Pistol itu malah
disimpannya, bukan apa-apa melainkan semata
betapa kakek ini banyak mengalah terhadap mereka.
Kalau kakek itu bersikap ganas dan berlaku kejam
tentu ia dan kawan-kawannya roboh, paling tidak
terluka atau celaka. Maka mendengar teriakan
isterinya sementara isterinya bergulingan meloncat


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangun maka kakek itu diam-diam meliriknya akan
tetapi pemuda ini tak mencubut senjata apinya.
"Tembak dan robohkan kakek itu, ia akan
menghalangi kita terus-terusan!"
"Tidak, aku tak sampai hati. Ia banyak mengalah
kepada kita, Li-moi, tak seharusnya kita bersikap
18 kejam," pemuda itu menjawab dan kakek itu tiba-tiba
ter kekeh. Tentu saja ia kagum akan jawaban ini dan
ketetapannya untuk tidak melukai orang-orang muda
ini semakin tebal. Dia tentu saja dapat mendahului
pemuda itu jika mencabut pistolnya misalnya,
menimpukkan batu atau menendang kerikil
sebagaimana tadi ia lakukan. Akan tetapi karena
jawaban ini melegakannya dan tak perlu ia menghajar
pemuda itu maka kakek ini meloncat pergi setelah
memukul mundur lawan-Iawannya.
Namun seperti yang terjadi berulang-ulang
maka empat orang muda itu selalu mengejarnya.
Mereka menyusul dan menempel dan Kui Yang serta
Kang Hu ber ada di depan. Panah-panah mereka tetap
berbahaya dan terhadap dua muda-mudi ini kakek itu
memberi perhatian khusus.
la tentu akan berhenti dan mencari tahu lebih
lanjut tentang kepandaian muda-mu di ini, terutama
ilmu pernahnya yang demikian hebat yang membuat
ia berkerut, kening. Ada sesuatu yang membuat ia tak
berani menurunkan tangan keras kepada anak-anak
muda ini, di samping karena mereka pernah menjadi
calon muridnya yang gagal juga karena ginkang atau
ilmu meringankan tubuh mereka yang hebat itu.
Hanya karena urusan tawanan membuat ia tak mau
19 berlama-lama. Ia ingin cepat meninggalkan anak-anak
muda itu akan tetapi muridnya bergerak amat lamban.
Beban di pundak muridnya membuat muridnya tak
dapat bergerak gesit, padahal kalau ia yang
mengambil alih ma ka muridnya ini tak mampu
menghadapi empat orang itu, repot. Dan sementara
kakek ini terus melindungi muridnya menangkis atau
menghalau semua serangan-serangan itu, mereka
sudah hampir di se buah hutan kecil yang lain
mendadak teriakan muridnya membuat kakek ini
kaget. "Suhu, tawanan lenyap!"
Bukan hanya kakek ini yang terkejut melainkan
Kui Yang dan lain-lain juga terkejut. Mereka terus
mengejar dan menyerang kakek ini ketika tiba-tiba
teriak an Siauw-toh mengundang perhatian. Sebu ah
bayangan hitam berkelebat disusul bayangan lain. Kui
Yang melihat itu karena kebetulan ia berada di depan,
kakek itu membalik dan menghadapi mereka dan
dialah yang melihat pertama kali. Akan tetapi karena
bayangan itu amat cepatnya dan bersamaan itu
terdengar teriakan Siauw-toh, gadis ini terbelalak
maka pemuda itu berteriak sekali lagi ketika bayangan
hitam menyambar dan menyerangnya dari atas.
Bayangan kedua entah ke mana dan bayangan hitam
20 inilah yang muncul dan tahu-tahu menghantam petnu
da itu. "Aihh, celaka!" pemuda itu membanting tubuh
bergulingan karena tadi pundak kirinya tahu-tahu
ditepuk seseorang. Bersamaan itu tawanan diserobot
dan ia . lumpuh sejenak. Apa yang terjadi tak ia ketahui
karena kakinya baru saja memasuki mulut hutan.
Maka ketika tiba-tiba bayangan hitam menyambarnya
sementara ia masih kaget oleh tepukan di pundak, tak
tahu dan tak melihat siapa lawannya maka pemuda ini
terbelalak marah ketika seorang wanita cantik jelita
menyerangnya cepat dan dua tamparan di kanan kiri
membuat ia berseru keras dan membentak serta
menangkis.
"Plak-plak!"
Siauw-toh tergetar semen tara lawan berjungkir
balik melayang turun. Dua tenaga bertemu dan
pemuda ini menjadi kaget. Ia merasa kedua lengannya
panas. Dan ketika lawan berdiri berhadapan
sementara iapun sudah tegak kembali, pemuda ini
membelalakkan mata dan berdebar kencang maka
seorang wanita berpakaian serba hitam berdiri
bertolak pinggang menuding padanya, suaranya
21 nyaring galak akan tetapi harus di akui begitu cantik
jelita. Sukmanya seakan terbang bergetar-getar.
"Kau, penculik dan pengecut hina. Kiranya kau
yang telah membawa lari tawanan dan kini
menyerahlah dan ikut baik-baik ke kota raja. Aku tak
akan meng ampunimu bila kau melawan dan bersikap
kurang ajar!
Pemuda ini bengong dan terbelalak di tempat
dan murid Sia-tiauw-eng-jin ini mengucek-ucek
matanya seakan tak percaya. Manusiakah yang
dihadapinya ini, atau seorang peri atau bidadari
kahyangan? Wajahnya begitu cantik jelita dan wajah
maupun telunjuk yang menuding itu begitu halus
menantang. Dan ia telah me rasakan hebatnya jari-jari
mungil itu, jari atau tangan yang membuat ia tergetar
panas. Masa manusia bisa seperti ini! Maka bengong
dan begitu terkesima, wanita yang ini rasanya jauh
lebih cantik daripada nyonya muda itu atau Kui Yang
maka Siauw-toh melotot dan akibatnya tubuh itu
berkelebat dan jari-jari itu me nampar.
"Tikus busuk tak tahu malu, mampuslah kalau
tak bisa bicara!"
Pemuda ini kaget. Otomatis ia mengelak dan
menangkis, menambah tenaga akan tetapi sama juga.
22 Ia terpental dan terbanting. Rasa bengongnya
membuat ia seperti tersihir. Dan ketika ia bergulingan
meloncat bangun berdiri lagi, barulah
ia sadar maka wanita itu berkelebat lagi dan kini
menyerangnya bertubitubi, hendak menangkapnya!
"Kau pengacau dan penculik tawanan. Aku tak
akan mengampunimu dan mampus di sini atau
kutangkap baik-baik!" pe muda ini terkejut dan kaget
sekali betapa seluruh bagian wanita itu menyambar
dan menyerangnya cepat, mulai dari jari-jari lentik
halus itu sampai sepasang kaki dan tangan yang
bergerak amat cepatnya. Ia sampai bingung. Dan
ketika terdengar ledakan dan itulah rambut yang
menyambar cepat, mengingatkannya akan nyonya
muda di sana itu maka seke jap kemudian kesadaran
pemuda ini pulih dan ia membalas serta membentak
marah. Betapapun keganasan dan kegalakan
wanita ini membuat pemuda itu tak senang.
"Plak-duk-plakk!n wanita itu terpental dan
pemuda ini mulai dapat memperbaiki diri setelah ia
menangkis dai? memusatkan pikiran. Rambut itu
meledak-ledak dan bau harum menguasai hidung akan
te tapi murid Sia-tiauw-eng-jin ini tak mabok lagi. Ia telah sadar dan kaget oleh
23 benturan tadi, juga ginkang yang ditunjukkan
lawannya ini yang membuat lawan melayang begitu
cepat dan amat ringannya bagai kapas kering. Tubuh
itu menyambar dan berpindah-pindah amat cepatnya.
Maka ketika ia membentak dan seruannya telah
mengundang gurunya, ia benar-benar kaget tak tahu
di mana dan siapa perampas tawanan maka Kui Yang
dan lain-lain berkelebatan datang dan me rekapun
mengenal wanita berpakaian serba hitam ini.
"Enci Kiok Eng!"
"Eng-cici!"
Siauw-toh terbelalak. Tiba-tiba empat orang itu
menyebut lawannya dan segera pikirannya menuju
Liang-san. Kiok Eng! Ah, ini kiranya wanita gagah
perkasa itu. Ini kiranya puteri Fang Fang cucu murid
Dewa Mata Keranjang. Maka ketika ia tertegun dan
sedikit kelambatan ini dibayar cepat tiba-tiba
tengkuknya bertemu jari-jari wanita itu membuatnya
terpelanting dan berteriak.
"Plak!" pemuda itu melempar tubuh
bergulingan akan tetapi saat itu guruny berkelebat
datang. Sia-tiauw-eng-jin marah betapa muridnya
diserang hebat, lawan baru yang tangguh dan sepak
terjang nya lebih ganas dari empat orang muda itu.
24 Tak aneh, inilah Kiok Eng yang dulu mengobrak-abrik
banyak orang dan membuat geger kota raja. Bekas
wanita yang marah kepada ayahnya sendiri dan
betapa dulu diracuni dendam yang dimasukkan gurugurunya sendiri, sebelas isteri Dewa Mata Keranjang.
Maka ketika wanita itu menyerang dan mendesak
hebat lawan yang tak menjawab pertanyaannya,
marah karena pemuda itu memandangnya melotot
maka Kiok Eng baru terlempar dan berjungkir balik
ketika kakek itu menolong muridnya dengan
berkelebat dan menotok punggungnya.
"Dess!" wanita ini membalikkan tangan akan
tetapi bukan main kagetnya oleh jari-jari dingin sekuat
baja. Ia merasa ngilu dan seakan patah, padahal sudah
mengerahkan sinkangnya oleh totokan lihai itu. Dan
ketika ia meloncat bangun membentak marah, kakek
itu berkilat memandangnya maka Sia-tiauw-eng-jin
bertanya kepada muridnya. Perubahan demikian
cepat dan mendadak sekali.
"Mana tawanan, apa yang terjadi. Siapa
mengambilnya darimu, Siauw-toh. Orang kurang ajar
dari mana berani main-main di depan Sia-tiauw-engjin!"
25 "Aku tak tahu dan tak melihat apa yang terjadi.
Waktu aku memasuki hutan tahu-tahu pundakku
ditotok seseorang, suhu, lumpuh dan saat itulah
tawanan berpindah tangan. Aku tak tahu siapa yang
melakukan akan tetapi jelas bukan wanita ini. Orang
lain atau iblis yang mengambilnya!"
"Tak mungkin, tak ada iblis di sini. Pasti kawankawan mereka ini dan biar kutanya wanita ini, atau
semua akan kuhajar!" dan marah memandang Kiok
Eng kakek itu berseru, "Kau, siapa kau dan mana
tawanan. Kau pasti tahu dan jangan main-main di
depan Sia-tiauw-eng-jin. Nah, katakan padaku atau
aku membekukmu!"
Kiok Eng, wanita ini bersinar-ainar. Sebenarnya
ia datang bersama suaminya dan suaminya itulah yang
merampas. Cit Kong puteranya bersembunyi. Dan
karena kita tahu betapa Tan Hong sekarang bukanlah
Tan Hong beberapa tahun yang la lu maka pendekar
itulah yang menotok Siauw-toh dan gerakannya yang
luar biasa cepat tak mampu diikuti pemuda ini, apalagi
isterinya mengecoh dan mengalihkan perhatian
pemuda itu.
Kini wanita itu dituding dan ditanya. Sebagai
wanita yang keras dan galak tentu saja Kiok Eng
26 marah. Ia dan suaminya telah melihat kejar-kejaran
itu, sang sua mi berbisik dan terheran-heran oleh hadir
nya seorang kakek lihai. Maka membagi tugas dan
girang bahwa Beng Li dan sua minya ada di situ,
mendengar dan melihat semuanya maka suaminya
merampas tawanan dan ia berhadapan dengan pemu
da itu. Akan tetapi kakek ini datang dan menolong
muridnya. "Kau," Kiok Engpun tak mau kalah. "Aku Kiok
Eng enci adikku Beng Li ini, Sia-tiauw-eng-jin. Aku
pernah mendengar namamu tapi tak kenal dan tak
perlu takut. Kalau kau guru pemuda ini berarti kaupun
harus bertanggung jawab. Hayo ikut aku ke kota raja
dan kalian menerima hukuman. Aku tak ingin kalian
membantah dan jangan bikin kemarahanku
bertambah!"
"Hm, heh-heh!" kakek ini tiba-tiba me lepas
marahnya dengan tawa mendongkol. "Kau seperti
ratu tanpa rakyatnya, bocah she Kiok, sombong dan
besar mulut tak tahu siapa aku. Aku bertanya di mana
ta wanan dan tak mungkin ia hilang begitu saja. Jawab
atau aku menghajarmu."
"Aku she Fang, bukan Kiok. Akan tetapi
sekarang aku adalah Tan-hujin (nyonya Tan). Nah,
27 suamiku itulah yang merampasnya dan kau mau apa!"
Kiok Eng berkacak pinggang dan tiba-tiba ia melihat
suaminya muncul di balik sebatang pohon. Akan tetapi
ketika semua menoleh dan kakek itu terkejut
mendadak Tan Hong menghilang lagi dan kakek itu
beru bah. Sekejap ia melihat bayangan putih yang
lenyap amat cepatnya.
"Kau she Fang?" serunya. "Kalau begi tu kau
cucu murid Dewa Mata Keranjang? Wah, Dewa Mata
Keranjangpun tak akan sekurang ajar ini bertemu aku.
Hayo kau menyerah!" kakek itu tiba-tiba berkelebat
dan cepat sekali ia mencengkeram dan menyambar
nyonya ini. Kiok Eng kaget dan melempar tubuh
namun kalah cepat, masih juga ujung lengan bajunya
sobek. Dan ketika ia. bergulingan meloncat bangun
sementara Beng Li membentak dan menerjang kakek
itu maka Kui Yang dan Kang Hupun bergerak cepat.
"Enci Eng, kakek ini berbahaya. Tangkap dan
robohkan dia!"
Kiok Eng berubah pucat. Ia mengeluarkan
keringat dingin setelah lolos dari terkaman cepat yang
dilakukan kakek itu. Sedikit terlambat saja ia benarbenar tertangkap. Maka marah dan melengking


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nyaring mendadak nyonya ini menerjang dan
28 sepasang tangannya tiba-tiba berobah menjadi Kiamciang (Tangan Pedang), berdesing dan bersiutan.
"Jahanam keparat, kau kakek curang tak tahu
malu!"
Sia-tiauw-eng-jin mengelak. Tiba-tiba ia sudah
diserang muda-mudi itu dan juga Beng Li dan
suaminya. Sejenak mereka ini menyambar dan
melayang-layang cepat mengepung dirinya. Akan
tetapi karena dengan mudah ia berkelit dan
menyampok sana-sini, membalas dan mendorong
maka kakek itu menerima hajaran Kiok Eng.
"Plak-plak!" wanita itu terpental. Kiok Eng
berseru kaget betapa ia terpelanting dan hampir
bergulingan lagi. Tangan Pedangnya seakan lumpuh, ia
tergetar hebat dan hampir menjerit. Dan ketika ia
kaget bukan main namun teman-te mannya sudah
mengeroyok dan mengelilingi kakek itu maka Siatiauw-eng-jin marah dan ia membentak muridnya agar
mencari dan menemukan tawanan, la akan menghajar
sendiri lawan-lawannya ini.
"Tak usah membantu dan pergilah cari tawanan
kita. Aku dapat menghadapi anak-anak muda
sombong ini agar tahu rasa!"
29 Pemuda itu mengangguk. Ia tadi hendak
membantu gurunya namun sang guru mengusir,
memang tak perlu gurunya ini dicemaskan dan justeru
tawanan itulah yang penting. Maka berkelebat dan
meninggalkan gurunya akhirnya pemuda ini tak jadi
majw dan kakek itu menghadapi lima orang lawannya
dengan amat cepat dan menangkis serta membentak
mereka. Hebat akibatnya. Beng Li dan Franky menjerit
karena kini kakek itu bersikap bengis. Ia marah oleh
hilangnya tawanan sementara perasaannya berdebar
tak enak oleh bayangan putih yang hilang tadi.
Firasatnya menunjukkan bahwa seseorang menanti
nya segera, seorang lawan berat. Maka ketika ia
memekik dan menggerakkan kaki tangannya tiba-tiba
kakek ini le nyap dan sebagai gantinya dua ujung
lengan bajunya menotok dan menghantam orangorang muda itu di mana Beng Li segera roboh
sementara suaminya juga mengeluh dan terbanting
karena pundak mereka lumpuh dan selanjutnya
mereka bengong melihat kakek itu dikeroyok tiga
orang teman mereka.
"Plak-plak-dukk!"
30 Kang Hu dan Kui Yang mendesis dan gadis ini
malah mengeluh. Mereka mencoba bertahan dari
ujung lengan baju kakek itu namun gagal. Kian lama
ujung lengan baju itu kian keras saja. Kakek ini
menambah sinkangnya. Maka ketika mereka
terhuyung namun kakek itu juga kagum bahwa
mereka tak roboh dan masih dapat bertahan maka
kakek ini bersinar-sinar memandang Kiok Eng dan tibatiba ia ingin menangkap dan menawan wanita ini.
Bukankah tawanan dirampas suami wanita itu dan ia
harus membalasnya. Maka membentak dan tak
perduli Tangan Pedang yang menyambar kembali
kakek itu tiba-tiba berkelebat ke arah nyonya ini
seraya berseru,
"Kau roboh dan kutangkap baik-baik atau
suamimu muncul dan menyerahkan tawanan
kembali!"
Nyonya ini terpekik. Ia sudah menyerang dan
membacok kakek itu akan tetapi selalu mental. Berapa
kali ia menahan jari-jarinya begitu sakit. Maka ketika
kakek ini berkelebat di saat dua muda-mudi itu
terhuyung, ia terbelalak dan marah maka rambutnya
tiba-tiba meledak dan leher kakek ini tahu-tahu terlilit,
namun saat itu juga ia tertangkap dan tangan kakek itu
31 mencengkeram sepasang lengan nya. Padahal ia
sedang menyerang dengan Kiam-ciang.
"Plak-bret-plakk!" nyonya ini menjerit dan
menggerakkan kakinya namun tahu-tahu ia lumpuhKiok Eng menendangkan kaki namun gagal karena
cengkeraman kakek itu tahu-tahu melenyapkan
semua tenaganya. Rambut yang melilit dan ditarik
juga kehilangan kekuatannya, ia lumpuh dan tak
berdaya. Dan ketika selanjutnya kakek itu menyambar
dan menotoknya roboh maka Kui Yang dan Kang Hu
dibentak agar tidak menyerang.
"Berhenti, atau aku membunuh wanita ini!"
Dua muda-mudi itu tertegun. Mereka sedang
terhuyung ketika kakek ini membalik dan merobohkan
Tan-hujin, semuanya berlangsung cepat. Maka ketika
mereka terbelalak dan hanya dapat bersikap bengong,
kemarahan kakek itu bisa berarti bahaya tnaka
keduanya berhenti dan saat itulah terdengar jeritan
tertahan dan seseorang muncul membawa Siauw-toh.
Pemuda inipun ditangkap dan berada dalam
cengkeraman seseorang.
"Suhu!"
Kakek itu terbelalak. Tiba-tiba ia berubah
betapa muridnya menggelantung lemah di tangan
32 seorang pria muda yang gagah tampan. Pria ini
tersenyum-senyum dan itulah bayangan putih yang
tadi dilihatnya. Tan Hong! Dan ketika kakek ini
tertegun dan pemuda itu sudah berada di depannya
maka pemuda ini membungkuk dan berkata, sikap dan
kata-katanya halus.
"Locianpwe tentu tak akan menyusahkan
isteriku sebagaimana akupun tak akan menyusahkan
muridmu ini. Bagaimana kalau kita tukar-menukar dan
setelah itu bicara baik-baik?"
"Hm!" kakek ini penasaran, tiba-tiba tertawa
dan menyerahkan tawanannya. "Kalau begitu tentu
saja boleh anak muda. Marilah serahkan muridku dan
aku menyerahkan wanita ini!"
Tan Hong, pemuda itu tersenyum. Ia tentu saja
menggerakkan lengannya menyerahkan Siauw-toh
namun tiba-tiba secara kilat dan tak terduga kakek itu
menyerangnya. Di balik tubuh tawanan kakek ini
mencengkeram perutnya, sekali kena bisa terburai.
Serangan itu tersembunyi di balik tubuh isterinya.
Akan tetapi karena gerakan itu dilihat dan refleks
kewaspadaannya begitu tinggi, tentu saja iapun tak
bodoh mempercayai kakek ini begitu saja maka di
33 bawah tubuh Siauw-toh tiba-tiba iapun menangkis
dan mengerahkan sinkang menyambut serangan itu.
"Dukk!"
Dua-duanya
tergetar, Sia-tiauw-eng-jin
terdorong mundur. Kakek ini terkejut dan membelalak
kan mata dan ia seakan tak percaya oleh pemuda di
depannya ini. Pemuda itu masih tetap tersenyumsenyum akan tetapi serangannya gagal. Ia terdorong!
Maka melotot dan semakin pe nasaran tiba-tiba kakek
ini maju lagi dan seruannya yang nyaring disusul
gerakan cepat melempar tawanannya.
"Anak muda, kau rupanya tak suka berdekatan
dengan aku. Baiklah terima isterimu ini dan serahkan
muridku!"
Tan Hong waspada, tetap tersenyum. Tentu saja
ia lega melihat isterinya dikembalikan. Akan tetapi
melihat betapa isterinya meluncur lamban dan amat
berat, ia mengerutkan keningnya maka sadarlah dia
bahwa kakek itu mengujinya sekali lagi dan tiba-tiba
iapun melempar tubuh tawanan melakukan hal yang
sama. Ia mengerahkan Ban-kin-kang (Tenaga Seribu
Kati) ke arah kakek itu.
"Locianpwe, terima kasih untuk kebaikanmu.
Namun terimalah pula muridmu!"
34 Kakek itu terbelalak, melihat muridnya
meluncur namun berat dan lamban pula. Seketika ia
sadar bahwa lawan membalas, ia bersinar-sinar. Akan
tetapi menangkap dan menerima muridnya ia sudah
mengembangkan lengan menyambut muridnya itu,
sama seperti lawan yang juga menangkap dan
menerima isterinya.
"Bless!" kakek ini terkejut ketika telapak
kakinya amblas ke tanah ketika menerima muridnya
itu. Ban-kin-kang yang diterima ternyata tak kuat
ditahan, muridnya begitu berat hingga seolah sepuluh
ribu kati pula, ia berseru keras. Dan ketika kakek ini
mencabut kakinya dan terbelalak dengan muka
berubah maka di sana Tan Hongpun mengalami hal
serupa dan kedua kakinyapun amblas ke tanah,
dicabut dan kagum memandang kakek itu.
"Kau siapa, maksudku dari mana dan siapa
gurumu!" Sia-tiauw-eng-jin membebaskan totokan
muridnya dan tentu saja kakek ini terkejut bukan
main. Bahwa ada seorang pemuda begitu hebat dan
mampu menandinginya membuat ia betul-betul
kaget. Baru kali ini hal itu dijumpainya. Akan tetapi,
ketika pemuda itu menjura dan menjawab lembut
maka ia merasa lebih heran lagi.
35 "Aku Tan Hong, murid sekaligus putera ayahku
sendiri mendiang Dewa Mata Keranjang. Karena aku
sudah memperkenalkan diri tentu locianpwe tak
segan menunjukkan nama dan julukan yang
terhormat."
"Kau putera Tan Cing Bhok?" kakek itu tak
perduli pertanyaan lawan. "Kau anaknya dan sehebat
ini? Tak mungkin, kau bohong!" lalu membentak dan
berkelebat ke depan tiba-tiba kakek itu menyerang
dan kedua jarinya menusuk ke depan dengan amat
ganasnya. "Plak!"
Tan Hong menangkis dan kali ini pemuda itu
terhuyung. Ia tak menyangka si kakek bersungguhsungguh dan tenaganya tadi hebat sekali. Akan tetapi
karena ia tak roboh dan kakek itu semakin penasaran
saja maka Sia-tiauw-eng-jin menjadi marah dan kakek
ini lenyap berkelebat dan seruan nyaringnya membuat
siapapun tergetar.
"Bocah she Tan, barangkali ayahmu sudah
menjelma di dalam dirimu. Akan tetapi aku tak
percaya dan mari main-main sebentar!"
Tan Hong terkejut dan mengelak akan tetapi
lawan mengejar dan berkelebatan cepat. Tiba-tiba
36 kakek itu menjadi belasan dan kaki tangannya
menderu-deru. Ujung lengan baju meledak pula dan
kini benda lemas itu menjadi kaku keras bagaikan
toya. Dan ketika Tan Hong menangkis dan suara keras
membuat lengan pemuda itu terpental maka pemuda
ini berseru keras dan iapun tiba-tiba berkelebat
lenyap. Serangan kakek itu mulai ber bahaya dan jari
atau ujung lengan baju itu menyambar dahi atau
kepalanya.
"Locianpwe, kita hanya main-main saja, tak
perlu bersungguh-sungguh!" teriakan Tan Hong
bermaksud mengingatkan akan tetapi kakek itu tak
menjawab. Sia-tiauw-eng-jin semakin penasaran
betapa pemuda itu mampu menolak pukulanpukulannya, ditambah tenaganya namun lawan hanya
tergetar dan terhuyung, tidak roboh. Dan ketika
pemuda itu juga berkelebat dan mampu
mengimbanginya, lenyap beterbangan maka kakek ini
membelalakkan mata betapa gerakan pemuda itu tak
kalah cepat dengannya.
"Uwah, hebat sekali. Kau melebihi bapakmu!"
Tan Hong tak menjawab. Kakek itu memuji akan
tetapi serangan-serangannya kian cepat dan ganas.
Semakin ia mengimbangi kakek itu semakin menggila.
37 Dan ketika pertemuan tenaga memaksa pemuda ini
mengerahkan sinkangnya, membuat kakek itu
tergetar dan terhuyung pula akhirnya kakek ini
tergelak berseri dan tiba-tiba memekik.
"Anak muda, kau terimalah ilmu silat Eng-hiapwan-sin-hoatku (Silat Rajawali Penyergap Lutung)!"
Tan Hong terkejut. Kakek itu mengembangkan
kedua lengannya dan menda dak beterbangan bagai
seekor rajawali menyambar-nyambar. Kedua tangan
nya di tekuk dengan jari-jari melengkung,
mencengkeram dan mematuknya dan dialah lutung
yang dijadikan sasarannya. Dan ketika semua ini masih
ditambah dengan kedua kaki yang mencuat menarinari, cepat dan luar biasa maka kakek ini seakan dua
pasang rajawali ketika ujung bajunya berkibar pula
dan kini mengelepak dan menyerangnya pula bagai
sayap yang hidup.
"Plak-plak-plak!"
Tan Hong mengerahkan Kiam-ciangnya dan
kakek ini terkejut. Lain sang isteri lain pula sang suami.
Tangan Pedang pemuda itu begitu hebatnya,
mendesing dan membacok lengan bajunya hingga
terpental. Kalau ia tak mengerahkan sinkangnya tentu
baju kakek itu robek-robek, bahkan mungkin putus
38 terbabat. Akan tetapi ketika kakek ini semakin
gembira sementara Tan Hong semakin khawatir,
kakek ini terkekeh tergelak-gelak maka kakek itu kian
mempercepat gerakannya dan juga tenaganya.
"Kau membuat gairahku menggebu-gebu. Kau
lawan tanding yang menggembirakan dan mengheran
kan. Ha-ha, kau tak usah banyak bicara membujuk aku,
anak muda. Ketahuilah bahwa inilah kesempatanku
membalas ayahmu yang dulu memalukan aku. Hayo


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

layani aku dan jangan berteriak-teriak seperti
perempuan bawel!"
Tan Hong melindungi diri dengan Kiam-ciang
dan juga ginkangnya. Ia terpaksa mengeluarkan Sinbian-ginkang yang hebat itu, ilmu meringankan tubuh
Kapas Sakti dan kakek itu terkekeh-kekeh. Tentu saja
Sia-tiauw-eng-jin mengenal ini. Dan ketika pemuda itu
berkelebatan cepat di antara bayang-bayang si kakek,
Sia-tiauw-eng-jin lupa diri akhirnya kakek ini
mengerotokkan buku-buku jarinya dan ia mulai
mengerahkan Hoakut-ciang (Tangan Penghancur
Tulang). "Suhu, ingat akan tawanan dan robohkan lawan
mu itu. Ia masih menyembunyikan milik kita!"
39 "Benar, pertandingan ini sekaligus taruhan kita.
Kau harus mengembalikan tawanan dan menyerahkan
nya baik-baik kalau kau roboh, anak muda, sekaligus
pengakuan ayahmu kalau aku menang. Hayo tandingi
aku dan lihat aku bersungguh-sungguh... dess!" jari
kakek itu mencengkeram luput dan sebagai gantinya
batang pohon di belakang Tan Hong hancur. Pemuda
ini terkejut dan berkelit dan tentu saja semakin
khawatir. Kakek ini sudah lupa diri. Dan ketika
serangan kakek itu semakin ganas dan Hoakut-ciang
menyelinap di antara ilmu silat Eng-hiap-wan-sin-hoat
maka pemuda itu mengerahkan Pek-in-kang dan
mainkan Im-bian-kun (Silat Kapas Dingin) untuk
menahan atau menandingi kakek ini.
Akibatnya kakek itu tak tertawa-tawa lagi. Imbian-kun membuat pemuda itu bergerak amat lemas
dan perlahan-lahan hawa dingin menyelimuti lawan
nya. Semacam kabut muncul. Dan ketika Hoakut-ciang
didorong Pek-in-kang (Pukulan Awan Putih) maka
kakek ini melotot betapa ia tak dapat mendesak dan
menekan lawannya ini. Sinkang pemuda itu amat kuat
dan tak kalah dengan mendiang Dewa Mata Keranjang
sendiri. Berarti tak kalah dengan dirinya yang sudah
berlatih puluhan tahun!
Dendam Dukun Jalang 1 Lazie Si Mulut Terkunci Karya Jacqueline Wilson Vladd Game Over 2

Cari Blog Ini