Ceritasilat Novel Online

Prahara Di Gurun Gobi 12

Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara Bagian 12


bersama Hoa-san. Seribu murid menyerbu ke
sana dan Go-bi bakal hancur. Tanya muridmu!"
Beng Kong berubah. Si kakek menekan urat
gagu muridnya dan Chi Koan dapat bicara.
Pemuda itu berteriak bahwa apa yang dikata si
kakek adalah betul. Murid-murid Heng-san
1577 sudah berkepandaian tinggi jauh melampaui
murid-murid Go-bi. Pemuda itu sendiri telah
merasakannya. Tapi ketika Chi Koan hendak
bicara tentang granat yang akan meledakkan
guha maka Siang Kek Cinjin menutup urat
gagunya lagi dan pemuda itu tercekik!
"Nah, dengar. Apa kata muridmu, Beng Kong
Hwesio. Murid-murid Heng-san telah
kugembleng dan kini mereka menyerbu
partaimu. Tanpa kau di sana tak mungkin
mereka bertahan. Go-bi bakal hancur dan
Heng-san serta Hoa-san telah bersatu-padu!"
"Keparat!" Beng Kong terbeliak dan merah
padam. "Kau culas, tua bangka. Kau licik. Jadi
kau menjebakku ke sini agar tempatku kosong.
Kalau begitu.... wut!" hwesio ini berkelebat dan
tak dapat menahan marah, menerjang dan
melepas pukulan sinkangnya dan si kakek
terkejut. Dia berhasil mengejutkan lawannya
1578 tapi lawan yang marah tak perduli lagi kepada
ancamannya, Chi Koan yang ditawan itu. Dan
ketika dia mengelak tapi pukulan mengejar,
apa boleh buat dia menangkis maka kekek ini
mencelat sementara Beng Kong Hwesio
terdorong mundur.
"Dess!"
Angin berhembus dan menghantam dinding
guha dengan amat kuatnya. Lilin yang tadi
menyala bergoyang-goyang mendadak padam.
Guha menjadi gelap gulita! Dan ketika kakek
itu terbahak dan berjungkir balik
menyelamatkan diri, dia lebih hapal daripada
lawan maka kakek ini telah berada di sudut
sementara Beng Kong ada di tengah ruangan.
Guha yang gelap pekat.
"Bagus, kau sekarang kaget, Beng Kong
Hwesio. Tapi barangkali akan lebih kaget lagi
1579 jika kau tahu bahwa kau dan aku akan
mampus bersama-sama. Ketahuilah, aku telah
memasang seratus bahan peledak untuk
menghancurkan guha ini, dan kau atau aku
akan tertimbun. Ha-ha, buktikan, keledai
gundul. Aku akan meledakkan mulut guha....
blarr!"
Beng Kong terkejut dan kaget bukan main. Di
belakangnya terdengar ledakan dahsyat dan
batu penutup guha hancur berkeping-keping.
Dia terpental oleh getaran suara dahsyat itu
dan tawa si kakek lenyap oleh gemuruhnya
mulut guha yang runtuh. Guha menjadi pendek
dan pengap. Debu dan segala batu besar kecil
mencelat, berhamburan. Dan ketika secercah
cahaya sempat dilihat dan ini dipergunakan
hwesio itu untuk melompat ke depan. Siang
Kek Cinjin terlihat di sudut maka dia sudah di
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
dekat kakek itu dan tangan pun siap
menghantam!
Beng Kong Hwesio menggigil. Dia sekarang
mulai membuktikan bahwa apa yang dikata
kakek ini adalah benar. Pertama dia dibuat
kaget oleh berita serbuan ke Go-bi. Bukan
hanya Heng-san melainkan juga Hoa-san. Dan
karena dia sudah bertemu Sin Gwan Tojin dan
memang tosu itu sudah jauh dibanding enam
tahun yang lalu, meskipun baginya masih
bukan tandingan maka dia dibuat kaget dan
pucat oleh berita kedua, yakni bahwa seratus
granat telah disiapkan di situ untuk
menghancurkan guha. Berarti, dia akan
terkubur hidup-hidup dan sebelum dia sempat
keluar batu besar di mulut guha itu sudah
diledakkan, hancur dan mulut guhapun roboh!
Dan ketika dia mendelik namun girang melihat
Siang Kek Cinjin, tadi percikan api menyambar
1581 dan dia melihat kakek ini maka Cui-pek-pokian siap menghantam dan menewaskan kakek
itu. Dia dan Siang Kek Cinjin kini hanya
berjarak dua meter saja. Tapi karena si kakek
memiliki daya dengar yang tajam, matanya
boleh buta tapi telinganya luar biasa tajamnya
maka begitu Beng Kong mendekat kakek
inipun menyingkir, dan itupun bertepatan
dengan hilangnya cercah api yang menyambar,
sehingga Beng Kong tidak tahu. Maka ketika
suara bergemuruh lenyap dan Beng Kong
bergerak mendekati kakek ini, Cui-pek-po-kian
menyambar dan menghantam amat kuat maka
dia membentak dan yakin bahwa si kakek akan
mampus.
"Siang Kek, kau tua bangka jahanam. Matilah!"
Namun si kakek berada di tempat lain. Pukulan
Beng Kong menghantam tempat kosong dan
sebaliknya tiba-tiba menyambar pukulan lain
1582 menghantam punggung hwesio ini. Beng Kong
terkejut dan tentu saja tak menyangka. Dan
ketika dinding guha tergetar dan punggungnya
menerima serangan si kakek, yang tertawa
bergelak maka hwesio itu terlempar dan
mencelat menabrak tembok.
"Dess!"
Lawan berbalik dan malah memukulnya.
Pukulan Cui-pek-po-kian mengenai tempat
kosong sementara pukulan lawan telak
mengenai dirinya sendiri. Untung berkat
kekuatan sinkangnya hwesio ini mampu
bertahan. Kalau tidak tentu dia muntah darah.
Dan ketika hwesio itu bergulingan meloncat
bangun sementara Siang Kek menghilang dan
tak terdengar tawanya lagi maka hwesio ini
merah padam merasa terjebak. Sadar bahwa
Siang Kek Cinjin mengandalkan
pendengarannya.
1583 "Tua bangka, beginikah caramu mengadu ilmu?
Gelap-gelapan. Hayo, mana kegagahanmu
sebagai seorang sesepuh? Kita bertanding dan
mengadu ilmu secara ksatria!"
Namun seruan itu disambut pukulan dahsyat
yang kembali menyambar. Siang Kek Cinjin
benar-benar mengandalkan telinganya dan
begitu lawan berteriak iapun menghantam.
Twi-hong-hok-san (Dorong Angin Robohkan
Gunung), satu dari pukulan-pukulan ampuh
kakek itu yang amat dahsyat menyambar dari
kiri. Siang Kek menyerang lawan dalam
keadaan gelap-gulita. Tapi karena Beng Kong
kali ini waspada dan dia menangkis, telinganya
mendengar sambaran angin pukulan itu maka
Cui-pek-po-kian menyambut dan kakek itu kali
ini terlempar.
"Dess!"
1584 Siang Kek mengeluh dan kali ini Beng Kong
tertawa bergelak. Beberapa detik setelah
membiasakan diri maka, hwesio itupun sudah
dapat mengetahui di dalam gelap, menerjang
dan kakek itu menangkis dan Siang Kek
terkejut karena kembali ia terlempar. Dan
ketika selanjutnya hwesio itu berkelebatan dan
guha yang gelap tak menjadi halangan, hwesio
inipun dapat mendengar dan melihat-bayangbayang lawan maka pukulan demi pukulan
menghantam kakek itu, ganas menderu-deru
dan Siang Kek terbelalak karena sinkang
hwesio itu lebih hebat daripada dulu, dia selalu
terlempar atau terpental kalau menangkis. Dan
ketika selanjutnya ia sibuk dan terbanting atau
mencelat menabrak tembok, guha tergetar dan
sebentar kemudian ia terdesak maka Hok-te
Sin-kun, Silat Penakluk Dunia dikeluarkan
hwesio ini, hebatnya bukan alang-kepalang.
1585 "Ha-ha, kau boleh menantangku, Siang Kek
Cinjin, tapi tak mungkin kau menang. Ha-ha,
enam tahun yang lalu kaupun tak dapat
menghadapi aku, apalagi sekarang. Biarpun
saudaramu masih hidup tak mungkin kau
menang.... blarr!" dan dinding guha yang
ditabrak dan tergetar oleh pukulan Hok-te Sinkun akhirnya membuat si kakek pucat dan ia
gemetar membelalakkan matanya yang buta,
berkedip-kedip, tapi hanya kelopak mata itu
saja yang bergerak naik turun.
"Kau.... kau telah mewarisi Silat Penakluk
Dunia. Gurumu telah menurunkan warisan Butek-cin-keng!"
"Ha-ha, benar. Dan kau segera mampus, tua
bangka. Lihat sebentar lagi kau roboh....
bress!" kakek itu mencelat dan menabrak
dinding lagi, roboh dan bergulingan
menyelamatkan diri dan kakek itu ngeri
1586 melihat dahsyatnya pukulan-pukulan Hok-te
Sin-kun. Beng Kong tidak lagi mengeluarkan
Cui-pek-po-kiannya melainkan langsung Silat
Penakluk Dunia ini. Dan karena tenaganya juga
tenaga Hok-te Sin-kang (Tenaga Sakti
Penakluk Dunia) maka dahsyatnya bukan main
dan kakek itu jatuh bangun menerima ini. Dulu
sedikit dari kehebatan Hok-te Sin-kun telah
dirasainya dari Ji Leng si hwesio sakti. Dan
karena itulah ia dan adiknya kalah. Maka
begitu Beng Kong mempergunakan ilmu ini dan
ia jatuh bangun, ilmu itu dahsyat luar biasa
maka si kakek menggereng dan menjadi marah.
"Beng Kong, kau boleh bunuh aku. Tapi
kaupun akan mampus menyertai aku!" dan si
kakek yang membentak menusukkan jarinya
tiba-tiba mengeluarkan tudingan jari sakti Titci-thian-tung, satu dari sekian ilmunya yang
amat berbahaya. Jari itu berobah menjadi
1587 telunjuk baja dan ketika menyambarpun
mengeluarkan sinar berkeredep yang
gunungpun akan tembus dicoblos jari sakti ini.
Tapi ketika Beng Kong tertawa bergelak dan
membusungkan dadanya, dia tegak menerima
tusukan jari itu maka.... krek, jari kakek itu
patah tertolak oleh Hok-te Sin-kang yang amat
kuatnya.
"Ha-ha, bagaimana, Siang Kek. Masihkah kau
akan mencobanya?"
Si kakek mengeluh. Ia menahan sakit dan
membanting tubuh ke belakang. Tapi ketika
melompat bangun dan mencoba lagi iapun tak
mau sudah dan menusuk dengan jari
tengahnya, membentak,
"Beng Kong, jangan sombong. Aku mati
kaupun akan mampus.... krek!" jari itu lagi-lagi
patah, sang kakek menjerit dan kali ini Beng
1588 Kong berkelebat ke depan. Ia menampar dan
Hok-te Sin-kang menyambar. Ia khawatir juga
oleh ancaman lawan. Tapi ketika si kakek
masih dapat melempar tubuh ke kiri dan
pukulan itu menghantam dinding guha maka
guha ambruk dan Beng Kong terkejut sendiri
karena pukulannya membawa bencana. Dan
saat itu kakek itu memasuki sebuah lubang
sambil memijat sesuatu.
"Buummm....!"
Suara dahsyat ini membuat Beng Kong
terpental. Si kakek yang rupanya tak tahan
untuk membela diri akhirnya mulai memijat
tombol-tombol peledak, masuk ke lubang di
bawah tanah dan mulut guha ambruk lagi.
Siang Kek berlindung sementara Chi Koan
pucat pasi. Ia masih dikempit kakek ini dan
setiap Siang Kek terlempar atau terbanting
oleh pukulan gurunya iapun semakin menderita.
1589 Tiga kali kepalanya terbentur tembok! Dan
ketika kini si kakek tak tahan menghadapi


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gurunya, awal petaka itu datang maka Siang
Kek tertawa bergelak dan amblas meluncur di
lubang semacam sumur itu.
"Ha-ha, selamat tinggal, Beng Kong Hwesio.
Rasakan dan nikmatilah ledakan-ledakan ini.....
buumm-buummmm!" empat lima ledakan
terdengar lagi, Beng Kong terlempar dan
terbanting berjungkir balik dengan amat
marahnya. Dia tak tahu bahwa di tempat itu
ada sumur bawah tanah. Si kakek tentu saja
hapal karena itu tempat tinggalnya. Dan ketika
ia terlempar dan menabrak sana-sini, ledakan
demi ledakan menggetarkan guha itu maka
barulah hwesio ini melihat lubang di bawah
tanah itu. Ledakan atau pecahan dinamit selalu
memercikkan api, dan cahaya atau bunga api
inilah yang membuat dia melihat lubang itu.
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
Kiranya Siang Kek berguling dan masuk ke sini,
kakek itu licik! Dan ketika sebuah batu datang
menimpa kepalanya, hwesio ini berkelit dan
menjejak dinding kuat-kuat maka dia
melempar tubuh ke situ dan batu itu berdebum
dengan amat dahsyatnya, disusul oleh
hamburan pasir dan debu-debu tebal.
"Buummm!"
Beng Kong Hwesio telah berguling memasuki
lubang ini. Ia jatuh dan terus meluncur ke
bawah sementara ledakan demi ledakan terus
terjadi. Suaranya memekakkan telinga dan
amat dahsyat. Guha benar-benar diguncang
den seolah menghadapi malam kiamat. Dan
ketika tubuh hwesio itu terus meluncur dan
jatuh ke bawah, lantai sumur itu rupanya
gerowong dan berlubang di sebelah kanannya
maka tahulah hwesio ini bahwa itu kiranya
jalan bawah tanah atau terowongan rahasia.
1591 Dia terbelalak dan marah sekali dan sempat
dilihatnya bayangan kakek itu meluncur di
depan, agak terbongkok dan terhuyung dan
lenyap di depan. Dia tak tahu ke mana
terowongan ini membawanya tapi tentu saja
dia melompat bangun dan mengejar. Ledakan
dan dentuman di atas amat dahsyat. Ini
kesempatan baginya untuk menyerang kakek
itu. Siang Kek tak mungkin dapat
mendengarnya karena tertutup oleh gemuruh
dan ledakan di atas sana. Dan ketika ia
melesat dan mengejar kakek itu, benar saja si
kakek tak mendengar langkahnya maka tibatiba menerkam dan mencengkeram punggung
kakek ini. Akhirnya ia berhasil mengejar.
"Krek-augh!"
Si kakek terkejut dan roboh. Ia tak menyangka
hwesio itu ada di belakangnya, mencengkeram
dan gerakan atau serangan ini tak didengar.
1592 Pendengarannya menjadi tuli oleh ledakan atau
dentuman-dentuman di atas. Dan karena ia
juga tak dapat melihat, ia mencabut tongkat
dan berkali-kali harus mengetuk atau
menghentikan langkahnya maka kejaran Beng
Kong Hwesio menyusulnya dan dalam gemas
serta marahnya hwesio ini mengerahkan
sinkangnya mencengkeram punggung kakek
itu, yang seketika berkeratak. Tapi karena
Siang Kek juga bukan laki-laki biasa dan
dedengkot Heng-san ini memiliki kepandaian
tinggi, ilmunya sudah mendarah daging maka
begitu dicengkeram otomatis sinkangnyapun
melindungi, meskipun kalah oleh sinkang di
tangan hwesio itu dan tulang punggungnya
retak. Siang Kek mengaduh dan saat itulah Chi
Koan terlepas. Kelumpuhan di punggung
merupakan segala-galanya, kakek itu
menangis. Tapi ketika Beng Kong berkelebat
dan menghantamnya lagi, kali ini kelima
1593 jarinya menampar kepala kakek itu tiba-tiba si
kakek meniup tongkatnya dan.... tujuh sinar
hitam menyambar mata hwesio ini. Beng Kong
tak menduga dan hwesio yang sedang
menubruk ke depan itu tentu saja berteriak. Ia
sedang melancarkan serangan tapi sekonyongkonyong lawanpun menyerangnya. Bukan
sembarang serangan melainkan serangan
gelap. Dan ketika ia mengelak namun dua
jarum mengenai mata kirinya, amblas dan
menimbulkan rasa sakit yang hebat maka
hwesio itu berteriak tapi pukulannyapun
mengenai kepala itu.
"Crep-plak!"
Si hwesio terhuyung sementara si kakek roboh.
Siang Kek tak dapat menahan pukulan ini dan
langsung tewas. Kepalanya pecah! Dan ketika
di sana Chi Koan terbelalak dan ngeri tapi
girang, kakek itu tewas tetapi gurunya buta
1594 sebelah maka Beng Kong menggeram dan
melompat menginjak perut kakek ini.
Kemarahan dan kebenciannya menumpuk.
Perut itu hancur dan disusul lagi oleh injak di
dada dan kaki, juga lengan dan pundak. Dan
ketika suara krak-krek terdengar berulangulang dan Siang Kek Cinjin hancur remuk maka
Chi Koan yang ada di situ menyadarkan hwesio
ini, muridnya ah-uh-ah-uh tak dapat bicara.
Dia mendekap sebelah matanya yang
bercucuran darah dan Chi Koan ditendangnya
bebas. Dan ketika pemuda itu dapat bangun
berdiri tapi terhuyung roboh, ia tak makan
atau minum maka suhunya membentak agar
dia mencabut jarum di mata kiri itu.
"Tua bangka keparat. Bedebah
jahanamBinatang! Heh, cabut jarum di mata
kiriku ini, Chi Koan. Cabut dan cepat ambil.
Aku tak dapat melihat!"
1595 Chi Koan ngeri dan terbelalak. Ia melihat darah
membasahi muka gurunya itu, dua jarum
menancap di manik mata dan dapat
dibayangkannya betapa sakitnya itu. Gurunya
buta. Dan ketika ia menggigil dan mencabut
jarum itu, darah menyemprot lagi maka
suhunya terhuyung dan menggeram menahan
sakit tak tertahankan.
"Kubunuh orang-orang Heng-san semua......
kubunuh mereka!"
"Kita terjebak," Chi Koan lemah bicara, tubuh
dan kepalanya matang biru, tersiksa dan tidak
bisa tidur atau istirahat. "Tempat ini entah ke
mana, suhu. Teecu juga belum pernah tahu.
Dan di atas, ah.... ledakan-ledakan itu masih
terdengar...."
"Ini gara-gara kau!" sang suhu membentak
dan mencengkeram, tangannya bergerak
1596 menggigil siap menghantam kepala pemuda itu.
"Kalau kau tidak datang ke sini tak akan ada
segala macam kejadian begini, Chi Koan.
Kaupun binatang keparat. Jahanam!"
"Ampunkan teecu..." Chi Koan terkejut, tahu
gurunya marah besar. Bukan apa-apa
melainkan justeru oleh sakit hebat di mata kiri
itu. Suhunya picak! Dan maklum bahwa dia
harus pasrah, tak boleh membantah atau
berbuat lain-lain lagi maka dia berlutut dan
mencucurkan air mata di bawah kaki gurunya
itu. "Suhu, teecu mengaku bersalah. Tapi
semua ini sebenarnya untuk mengangkat nama
suhu lebih tinggi lagi. Kalau teecu tak
terampunkan silakan bunuh, suhu. Teecu
menurut."
Lumer hati sang hwesio. Chi Koan adalah
muridnya satu-satunya dan kalau tidak emosi
tak mungkin dia marah-marah begini. Memang
1597 rasa sakit di mata kiri itulah yang membuat ia
mudah meluap. Tapi begitu sang murid
berlutut dan ia sadar, percuma marah-marah
lagi maka ia minta agar muridnya membawa
mayat Siang Kek Cinjin.
"Baik, kau menyadari kesalahanmu. Bawa
mayat itu dan kita keluar!"
"Siang Kek Cinjin? Untuk apa, suhu? Bukankah
sudah mampus?"
"Heh, aku ingin menggantung mayatnya di
markas perkumpulan ini, Chi Koan, menyuruh
murid-murid Heng-san menontonnya sebelum
mereka itu kubunuh satu per satu!"
"Suhu akan membantai mereka?"
"Sebuah biji mataku hilang, dan ini tak
mungkin diganti lagi. Cerewet, jangan banyak
1598 mulut lagi, Chi Koan. Bawa mayat itu dan kita
keluar!"
Beng Kong sudah berkelebat dan marah-marah.
Biji matanya rusak dan hanya dengan sebelah
mata yang lain ia bergerak dan mengikuti
terowongan itu. Tapi ketika terowongan ini naik
turun dan ia tak tahu ke mana mendadak
kakinya menginjak sesuatu dan granat hitam
meledak.
"Blarr!"
Hwesio itu berteriak dan terpekik. Ia tak
menduga ini dan kakinya putus. Chi Koan
kaget dan pucat sekali melihat gurunya
terlempar dan terbanting kembali. Kaki itu
hancur! Dan ketika Beng Kong terbeliak dan
merintih, sinkangnya tak bekerja saat itu maka
ia mengerang dan Chi Koan yang terlempar
1599 oleh suara ledakan tadi ngeri melihat keadaan
gurunya.
"Suhu..!"
Chi Koan digapai. Beng Kong putus kaki
kanannya dan hwesio ini benar-benar sial. Ia
tak tahu bahwa di lorong itupun terpasang
granat-granat berbahaya yang siap meledak.
Siang Kek menanamnya di banyak tempat. Ada
yang di bawah tanah dan ada pula yang di
dinding. Kakek itu benar-benar menghendaki
nyawa lawannya. Dan ketika Beng Kong
terbanting dan jatuh ke tanah, Chi Koan
melempar mayat Siang Kek dan menubruk
gurunya maka pemuda itu menangis dan tak
tahu harus berbuat apa. Diam-diam merasa
beruntung bahwa bukan dia yang menginjak!
"Suhu, bagaimana ini. Apa... apa yang harus
teecu lakukan...!"
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
"Augh... jahanam keparat. Kakiku hancur, Chi
Koan. Aku menginjak ranjau. Binatang
terkutuk, tua bangka Siang Kek Cinjin benarbenar bedebah. Robek bajumu dan balut
lukaku. Bebat kuat-kuat!"
Chi Koan menggigil mengerjakan perintah
gurunya itu. Ia merobek bajunya dan
membebat. Luka di kaki kanan gurunya ini
lebih mengerikan lagi karena tulang dan
dagingnya sobek. Kalau bukan gurunya
barangkali sudah mampus. Dan ketika ia
membebat dan mengikat erat-erat luka itu,
menghentikan darah agar tidak mengucur
maka Beng Kong menekan pundak muridnya
untuk berdiri. Bibir digigit kuat-kuat menahan
sakit. Mata belum sembuh sudah ada luka lagi!
"Ini gara-gara kau...!" ia mengutuk. "Kau
murid pembawa celaka, Chi Koan. Ah, ingin
1601 rasanya aku membunuhmu. Hm, kau pantas
dibunuh dengan membuat gurumu seperti ini!"
"Ampunkan teecu," sang murid sesambat.
"Teecupun tak akan melawan, suhu. Mati
sekarangpun akan teecu jalani. Tapi
bagaimana kalau suhu sendirian di tempat ini.
Dapatkah keluar....?"
"Hm, aku harus keluar mencari murid-murid
Heng-san itu. Mereka harus kubunuh! Kau
sekarang di depan, Chi Koan.Dan pergunakan
sisa bajumu sebagai obor!"


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maksud suhu?"
"Lepas bajumu!"
Bentakan ini tak dapat dibantah. Chi Koan tak
berani banyak omong lagi dan sisa bajunya itu
dilepas. Dan begitu disambar gurunya maka
1602 Beng Kong menggulungnya dan melecutkannya
ke ?inding.
"Tar!"
Api menyala. Chi Koan kagum karena bajunya
tadi sudah diisi dengan Hok-te Sin-kang,
mengeras bagai baja dan memuncratkan
bunga api ketika diledakkan ke dinding. Dan
ketika api menyambar sementara baju itu
sudah lemas kembali, Hok-te Sin-kang ditarik
maka sebuah obor atau semacam obor
terdapat di sini.
"Pegang, dan melangkahlah hati-hati. Lihat ke
bawah dan periksa kalau masih ada ranjauranjau lain!"
Chi Koan baru mengerti. Tadi dia panik disuruh
mendahului gurunya. Tempat itu gelap dan
siapa tahu dia gantian menginjak ranjau. Kalau
1603 kakinya buntung tentu celaka! Tapi begitu
mengerti dan paham ini diapun tak takut lagi
untuk mulai melangkah maju, di depan dan
gurunya terpincang mendesis-desis. Hwesio ini
hebat sekal? dapat berjalan sambil menahan
sakit, padahal kalau orang lain tentu pingsan
dan roboh tak mungkin bangun. Luka itu hanya
dibebat saja, belum diobati. Dan ketika sang
murid berada di depan dan terowongan itu
diikuti maka tampaklah benda hitam-hitam
mencuat atau nongol di permukaan, bukan
hanya di tanah melainkan juga di dinding. Chi
Koan menahan ngeri dengan jantung berdetak.
Tanpa obor tak mungkin dia melihat! Dan
ketika benda-benda itu dihitung dan mereka
melewati tak kurang dari dua puluh tujuh
granat, terpasang dan menancap rapi maka
Chi Koan menarik napas dalam dan mengutuk
dalam hati.
1604 Pantas Siang Kek Cinjin mengetuk-ngetuk dan
menghitung langkahnya. Kiranya kakek itu
mencari tahu di mana alat-alat peledak itu dan
menghindar. Orang lain tentu saja tak tahu.
Dan ketika terowongan mulai naik tapi Chi
Koan tersengal sementara gurunya juga
merintih, ia iba akhirnya ia berhenti dan
meletakkan mayat Siang Kek Cinjin.
"Suhu, rupanya kita perlu beristirahat. Aku
juga capai, bagaimana kalau berhenti
sebentar?"
"Baik, aku juga tak tahan, Chi Koan. Bedebah
jahanam kakek tua bangka itu. Kalau ia masih
hidup tentu kubuntungi kedua kakinya agar
merasakan bagaimana hebatnya kaki putus!"
Chi Koan membantu gurunya duduk. Ia kagum
melihat gurunya ini mampu naik turun melalui
terowongan dengan keadaan seperti itu, kaki
1605 buntung dan mata picak. Dan ketika sang guru
duduk dan memeriksa lukanya maka mereka
bercakap-cakap dan agaknya barisan ranjau
sudah lewat. Tidak ada lagi granat-granat
tangan di sekeliling situ.
"Aku tak tahu di mana kita kini. Tapi ada
cahaya di depan, barangkali sudah dekat
dengan mulut terowongan."
"Benar, aku juga begitu, suhu. Kita sudah
hampir selamat. Terima kasih atas pertolongan
suhu dan nanti akan kucari orang-orang Hengsan itu dan kubasmi. Biar mereka tahu rasa!"
"Hm," sang guru bersinar-sinar, memandang
muridnya ini tak senang. "Kau menjadikan
gurumu seperti ini, Chi Koan. Kau bocah
keparat. Kalau tidak gara-gara kau tak
mungkin aku begini. Beng Kong Hwesio
sekarang menjadi manusia cacad!"
1606 "Ampunkan teecu..." Chi Koan menunduk.
"Teecu bersalah, suhu. Tapi betapapun suhu
masih lihai. Dengan Hok-te Sin-kang tadi suhu
membuat musuh suhu jatuh bangun. Suhu tak
akan direndahkan orang."
"Tapi pinceng cacad! Maukah kau menjadi
manusia cacad?"
Bentakan ini membuat Chi Koan semakin
menunduk. Dia mendengar geram dan
kemarahan di situ, juga malu bahwa gurunya
sekarang cacad. Memang, siapa mau cacad
dan menjadi manusia invalid? Gurunya yang
gagah sekarang tak sempurna lagi, ini garagara dia. Maka ketika dia menangis dan
berlutut mencium kaki gurunya Chi Koan
berkata,
"Suhu, kau boleh ambil nyawa teecu kalau
begitu. Kau boleh buntungi juga teecu untuk
1607 pelampias kemarahanmu. Aku tak dapat
membalasmu dengan segala kebaikanku, suhu.
Kalau kau tetap marah-marah begini biarlah
suhu bunuh teecu!"
"Hm, kau muridku satu-satunya," sang hwesio
sadar dan meredakan kemarahannya. "Aku
marah karena cacadku ini, Chi Koan. Kalau
tidak tentu tidak. Siang Kek benar-benar tua
bangka terkutuk dan kalau tidak ingin anak
muridnya mengetahui mayatnya ini tentu ia
sudah kupotong-potong!"
"Sudahlah, suhu. Kakek itu sudah mati.
Bagaimana kalau kita lanjutkan perjalanan lagi
dan keluar?"
"Hm, kau periksa dulu cahaya di depan itu. Aku
tidak khawatir. Kita rupanya sudah siap keluar
tapi aku ingin beristirahat barang lima menit
lagi. Coba kau lihat itu dan periksa!"
1608 Chi Koan mengangguk. Ia merasa pulih
meskipun belum semua, bangkit dan
terhuyung ke depan. Betapapun ia kelaparan
dan kehausan. Hanya karena ia murid Beng
Kong Hwesio sajalah yang membuat badannya
kuat, tahan meskipun dibanting dan disiksa.
Sama seperti hwesio itu sendiri yang hebat dan
mampu menahan sakit. Beng Kong dan Chi
Koan sesungguhnya memang orang-orang luar
biasa. Mereka itu kuat luar dalam. Tapi ketika
Chi Koan melangkah dan mengingat-ingat
semua itu, kegagahan dan kepandaian gurunya
menguasai Hok-te Sin-kun tiba-tiba pikirannya
mulai berubah. Cahaya di depan semakin
terang dan dia tiba-tiba menjadi girang melihat
bahwa mulut terowongan kiranya berakhir. Dia
mempercepat langkah dan akhirnya berdiri di
mulut terowongan itu, tertegun karena
bawahnya adalah jurang. Kiranya mulut
terowongan itu berada di tengah sebuah jurang
1609 dalam dan dinding jurang terjal yang terdiri
dari batu-batu hitam kokoh menunjukkan
kuatnya tebing itu. Mereka bakal keluar tapi
terhenti di tengah jurang menganga ini,
tergantung di situ dan di atas tampak langit
membiru dan awan putih bersih. Melihat
ketinggiannya tak kurang dari dua ratus meter.
Tapi karena dia dapat memanjat dan tinggal
gurunya yang mungkin mengalami kesukaran,
gurunya sedang terluka dan tak mungkin kaki
yang masih buntung itu dipergunakan maka
Chi Koan membalik dan tiba-tiba jantungnya
berdesir melihat dua benda hitam berada di
bawah kakinya. Peledak!
Chi Koan hampir berteriak dan ngeri melihat ini.
Sepanjang jalan tak dilihatnya lagi bendabenda terkutuk itu dan ini membuat
kewaspadaannya berkurang. Ditambah
kegembiraannya melihat jalan keluar di situ
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
benar-denar melengkapi kelengahannya.
Gurunyapun pasti akan bersikap sama,
menganggap tempat itu aman dan lubang atau
mulut terowongan membuat perasaan girang.
Dan bersyukur bahwa ia tak menginjak benda
hitam itu, yang tentu akan menghancurkan
tubuhnya tiba-tiba Chi Koan yang sudah mulai
berubah pikiran ini menjadi semakin mantap
untuk melakukan sesuatu yang keji.
Hok-te Sin-kun, yang hebat dan amat
mengagumkan itu sekali lagi dilihatnya di
dalam guha. Dengan Hok-te Sin-kun ini
gurunya membuat Siang Kek Cinjin jatuh
bangun. Hok-te Sin-kun benar-benar hebat dan
luar biasa. Kalau saja ia memiliki ilmu itu tak
mungkin ia sampai tertangkap dan ditawan
dedengkot Heng-san. Gurunya tak boleh terusterusan marah kepadanya. Itu kesalahan
gurunya sendiri, kenapa tidak mewariskan!
1611 Dan teringat bahwa Hok-te Sin-kun tak boleh
dimiliki oleh lebih dua orang, inilah
kesempatan baginya untuk mewarisi Hok-te
Sin-kun maka tiba-tiba timbul pikiran keji Chi
Koan untuk membunuh gurunya.
Dia adalah cucu murid Ji Leng Hwesio dan
karena gurunya ini telah diberi Hok-te Sin-kun
maka Ji Leng tak dapat menurunkan ilmu itu
kepada orang lain. Untuk mewarisi Hok-te Sinkun tinggal gurunya atau kakek gurunya itu
saja yang harus lenyap. Hok-te Sin-kun tak
boleh dimiliki oleh lebih dua orang. Dan karena
sekarang kesempatan untuk melenyapkan
pemilik Hok-te Sin-kun nomor dua, berarti
Hok-te Sin-kun kembali dimiliki secara tunggal
oleh Ji Leng Hwesio dan dia berharap kakek itu
memberikan kepadanya, dia adalah penerus
gurunya maka Chi Koan tersenyum dan pikiran
licik atau akal keji ini segera berjalan. Dia akan
1612 membawa gurunya ke situ tapi sebelumnya dia
akan berpura-pura memanjat tebing dulu,
mencari tali atau apa saja yang akan
dipergunakan menarik gurunya. Tentu gurunya
tak akan menyangka perbuatannya yang
kejam. Dia akan mengubur hidup-hidup
gurunya di situ, dan nanti ia dapat bercerita
kepada kakek gurunya bahwa gurunya tewas,
terkubur bersama Siang Kek Cinjin. Dan
karena dia adalah murid satu-satunya dari
gurunya itu, berarti dia berhak mempelajari
Hok-te Sin-kun maka Chi Koan gembira bukan
main membayangkan kekejamannya ini. Dia
sudah kembali dan dengan hati-hati mengambil
daun kering menutupi benda hitam itu. Nanti,
kalau dia di atas biarlah dia berteriak agar
gurunya duduk di atas daun kering itu,
menunggu. Dia akan menolong gurunya
mencari tali panjang atau akar-akaran, inilah
pikiran bagus. Maka ketika Chi Koan membalik
1613 dan melangkah lebar-lebar, bergegas dan
berseri menghadap gurunya maka dia berkata
bahwa jalan keluar sudah didapat, mulut
terowongan itu berakhir.
"Suhu dapat teecu gendong kalau mau. Kita
sudah sampai. Tapi di luar sana terdapat
sebuah jurang dan kita harus memanjat naik!"
"Hm, begitu? Bagus, sudah kuduga. Tapi apa
katamu, Chi Koan? Jurang? Kita berada di
tengah jurang?"
"Benar, suhu. Mulut terowongan ini berakhir di
tengah jurang. Kita harus memanjat atau
merayap naik kalau ingin keluar. Tapi suhu
harap tunggu dulu di situ teecu mencari tali
atau akar-akaran panjang di atas!"
"Bagus, kalau begitu mari pergi. Hm, akupun
sudah ingin keluar dan tak betah di tempat ini.
1614 Baik, aku dapat berjalan sendiri, Chi Koan, kau
bawa mayat itu dan kita berangkat!"
"Suhu tak mau kugendong?"
"Ha-ha, pinceng masih dapat berjalan. Terima
kasih, kau murid baik tapi biar mayat itu saja
yang kau bawa!"


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Chi Koan girang. Dia malah mendapat pujian
gurunya dan Beng Kong memang senang
mendengar kata-kata muridnya tadi. Dia tak
tahu bahwa sesungguhnya Chi Koan lebih baik
menggendong gurunya itu daripada membawa
mayat! Juga agar gurunya tidak terburu-buru
menginjak peledak di mulut guha yang
berbahaya itu. Kalau ini dilanggar tentu celaka.
Mereka semua bisa terkubur hidup-hidup di
situ! Maka waspada dan tentu saja tak
menghendaki ini Chi Koan menyambar mayat
Siang Kek Cinjin dan buru-buru mendahului
1615 sudah mengatur sedemikian rupa agar gurunya
tidak menginjak dinamit itu. Dia berkata agar
gurunya menginjak tempat yang sudah diinjak,
Beng Kong berseri dan senang memuji
muridnya lagi. Chi Koan seolah siap menjadi
ujung tombak baginya. Guru itu bangga. Sang
murid ini demikian berbakti! Dan ketika
langkah demi langkah dilewati mereka, Beng
Kong mengangguk dan menginjak tempattempat yang sudah diinjak muridnya maka
mereka tiba di mulut terowongan itu dan Chi
Koan berdebur keras oleh ketegangan yang
mulai memuncak. Sekarang mereka di daerah
berbahaya!
"Suhu lihat itu," katanya. "Ini jurang yang
kumaksud dan tentu dengan keadaan suhu
yang begini tak dapat suhu memanjat naik.
Bagaimana kalau teecu keluar dulu dan
mencari akar atau tali panjang?"
1616 "Bagus, kau murid berbakti, Chi Koan. Pinceng
memang tak mungkin dapat naik kalau
keadaan masih begini. Pergilah, cari tali atau
akar panjang."
Chi Koan meletakkan mayat Siang Kek Cinjin.
Dia girang bahwa sekarang dia dapat lolos. Ini
kesempatan baginya, kesempatan terakhir.
Dan melompat serta berayun di sebatang
pohon, di luar mulut terowongan terdapat
pohon menjulur maka Chi koan berseri dan
sudah bergerak mencari tempat-tempat
pijakan, berpindah dan naik ke atas dan ajaib
sekali dia seakan mendapat tambahan tenaga
mujijat. Letih dan lelahnya hilang. Dia merayap
dan melompat ke tempat-tempat lebih tinggi
dan sebentar kemudian sudah meninggalkan
gurunya di bawah. Bagi murid Beng Kong
Hwesio ini bukanlah soal untuk mendaki tebing
setinggi dua ratus meter, biarpun tebing itu
1617 tegak lurus. Dan ketika sepuluh menit
kemudian dia berada di tengah, Chi Koan ingin
cepat-cepat sampai ke atas dan di sana dia
akan berseru agar suhunya duduk, di daun
kering yang menutupi ranjau itu mendadak
gurunya berteriak dari bawah dan menahan
larinya.
"Chi Koan, ada peledak di sini!"
Chi Koan tertegun, menengok ke bawah. Dia
otomatis berhenti karena bagaimana gurunya
bisa tiba-tiba tahu. Dia tak tahu bahwa tadi
ketika dia merayap dan melompat-lompat naik
maka Beng Kong ingin duduk dan beristirahat
menunggu. Hwesio itu menoleh dan kebetulan
melihat daun kering di situ, memungutnya dan
ingin memindahnya di mulut terowongan agar
dia dapat melihat muridnya naik. Duduk di atas
daun kering itu kurang leluasa melihat sang
murid, dia ingin lebih ke depan dan di situ
1618 dapat melihat jelas. Maka ketika dia
menyambar tapi benda hitam terlihat, Beng
Kong tidak menekan atau menginjak peledak
ini maka terkejut dan kagetlah hwesio itu
melihat dinamit ini. Dia tertegun dan masih tak
menyangka buruk muridnya. Tapi begitu daun
yang lain dilihat dan tumpukan rapi dedaunan
ini membangkitkan kecurigaannya, menyambar
dan benda hitam kembali terlihat maka jantung
si hwesio berdetak dan tiba-tiba dia menjadi
curiga kepada muridnya.
Betapapun, hwesio ini bukanlah orang biasa.
Otaknya bekerja cepat namun dia masih belum
dapat merangkai maksud Chi Koan. Hanya dia
tiba-tiba curiga kenapa muridnya tidak
memberitahukan itu. Melihat susunan daun
kering itu jelas baru saja dibuat, bukan
peninggalan Siang Kek Cinjin. Jadi muridnya
sudah tahu tapi sengaja tidak
1619 memberitahukannya kepadanya. Dan ingin
menguji maksud baik muridnya, sang hwesio
berdetak maka dua dinamit itu dibongkar hatihati dan dengan kemarahan tapi juga
kekagetannya dia mengangkat dan mengambil
satu di antara dua ranjau itu, meletakkannya di
telapak tangan dan kini dengan suaranya yang
keras dia memanggil sang murid. Chi Koan
belum begitu jauh namun juga tidak terlalu
dekat. Jarak mereka ada tujuh puluh lima
meter, Beng Kong masih dapat melihat wajah
muridnya dengan jelas. Dan ketika dia
menunjukkan itu dan Chi Koan tampak
berubah, pemuda itu pucat maka Beng Kong
menjadi heran sekali ketika tiba-tiba muridnya
malah melompat dan lari naik lagi. Kesannya
hendak meninggalkannya!
"Heii..!" sang hwesio membentak. "Apa artinya
ini, Chi Koan. Kenapa malah lari?"
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
"Ah," Chi Koan berseru, tergesa-gesa. "Kau
memegang benda berbahaya, suhu, aku
khawatir meledak. Buang itu, teecu takut!"
"Kau tahu ini?"
Chi Koan tak menjawab, lari dan naik semakin
cepat.
"Heii, kau tahu ini, Chi Koan? Kau ingin aku
melemparkannya kepadamu?"
Chi Koan pucat. "Suhu, teecu takut itu. Teecu
tak berani berhenti. Kau lemparlah ke bawah
atau nanti kita sama-sama celaka!"
"Tapi kau tadi berani berjalan duluan, kau siap
mempertaruhkan nyawamu bagi suhumu ini!"
"Itu tadi, tapi sekarang tidak... wut!" dan Chi
Koan yang menyambar dan menjentik batu
sebesar kepalan tiba-tiba menyerang suhunya
1621 dengan batu itu, bukan ke tubuh suhunya
melainkan ke telapak tangan gurunya itu. Batu
menyambar dengan kecepatan kilat dan Beng
Kong Hwesio kaget bukan main. Dia masih tak
mengerti perihal Hok-te Sin-kun tapi melihat
betapa muridnya menghantam dinamit itu
kemarahannya tiba-tiba menggelegak.
Muridnya hendak membunuhnya! Maka
membentak dan berseru keras, berkelit dan
melontarkan benda itu tiba-tiba sang guru
menyambit dan Chi Koan kaget bukan ma?n
karena dinamit itu meluncur ke arahnya,
menyambar dan tak mungkin dia mengelak
atau menangkis. Satu-satunya jalan ialah
menjatuhkan diri. Dia harus melepaskan
dinding yang dicengkeram dan jatuh ke bawah.
Ada pohon di bawah sana dan dia menerjunkan
diri ke tempat ini. Dan begitu Chi Koan
melepaskan tebing itu maka dinamit itu
meledak tapi bertepatan dengan itu, beberapa
1622 detik lebih dulu terdengar pula suara
menggelegar di mulut terowongan.
Batu yang dijentikkan Chi Koan tadi luput
mengenai telapak gurunya tapi menyambar
dinamit yang lain. Beng Kong juga tak
menduga ini dan terkejut setengah mati,
menggelegar dan robohlah terowongan itu dan
tubuh sang hwesio terlempar keluar. Beng
Kong meluncur ke bawah jurang dan hwesio
yang tak dapat menguasai diri ini terlempar
bagai dihempas angin dahsyat. Dia berada di
bibir lubang dan inilah yang membuatnya
mudah terlontar, jatuh dan selanjutnya hwesio
itu tak sadarkan diri sementara Chi Koan di
atas juga jatuh ke bawah. Tapi karena pemuda
itu menuju pohon besar di tengah-tengah
jurang, terpelanting dan jatuh ke sini maka
dentuman dahsyat di atas tebing membuat
jurang itu seakan kiamat. Bawah dan atas
1623 sama-sama menggelegar. Chi Koan tak
sadarkan diri dan dahan yang tertimpa
tubuhnya patah, jatuh dan selanjutnya
menimpa dahan di bawahnya lagi, enam kali
berturut-turut. Dan ketika pemuda itu
tergelantung dan tak ingat diri lagi, tebing atau
dinding jurang berguguran dihantam suara
ledakan maka batu dan segala macam
tanaman menimpa ke bawah, terus dan
akhirnya pohon di mana Chi Koan
mengandalkan nyawanya terbenam. Pemuda
itu babak belur namun untunglah tenaga sakti
di dalam tubuhnya melindungi. Dia teruruk
sebatas leher, untung batu-batu yang
berguguran berhenti, kalau tidak tentu dia
terbenam dan tewas terkubur hidup-hidup.
Dan ketika dia siuman dan mengeluh,
perlahan-lahan membuka mata dan bergerak
membebaskan diri ternyata dinding jurang
1624 tinggal separoh dan yang separoh ini selalu
berguguran kalau didaki!
**SF**
(Bersambung jilid 21)
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
1625 PRAHARA DI GURUN GOBI
JILID 21
* * * Hasil Karya :
B A T A R A
Pelukis :
Yanes & Antonius S.
* * * Percetakan & Penerbit
U.P. DHIANANDA
P.O. Box 174
SOLO 57101
1626 PRAHARA DI GURUN GOBI
Karya : Batara
Jilid 21
CHI KOAN terbenam dan naik turun lagi.
Pemuda ini harus berjuang keras keluar dari
tempat itu. Dinding jurang yang terus
berguguran membuatnya repot. Berkali-kali ia
terbenam dan keluar lagi. Ada tempat-tempat
lembut yang begitu dipijak langsung amblong.
Inilah tanah kosong yang tertimbun secara
lunak. Debu atau pas?r lembut yang mengisi
tempat itu membuat tubuhnya berkali-kali
melesak, susah. Dan ketika ia jatuh bangun
dan terus merayap naik, berhasil namun
kelelahan yang sangat membuatnya pingsan
1627 maka dua hari kemudian datanglah kakek
gurunya itu dan menolongnya dari reruntuhan
bebatuan, mendengar keluhannya tadi. Chi
Koan terbenam dan terkubur hidup-hidup.
"Begitulah," pemuda ini mengusap air mata,
bagian pengkhianatan tentu saja tak
diceritakan. "Teecu dan suhu terkubur hiduphidup di tengah jurang itu, sukong. Dan karena
suhu sudah terluka dan hancur kakinya maka
ia tak dapat menyelamatkan diri sementara
teecu berhasil keluar tapi roboh di tempat ini,
kehabisan tenaga."
"Hm, hebat, kau termasuk hebat. Tapi di mana
kira-kira mayat gurumu, Chi Koan. Pinceng


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus mengambilnya."
"Mengambilnya?" pemuda ini terbelalak. "Di
bawah jurang, sukong, jauh di bawah sana.
Mana mungkin mengambilnya!"
1628 "Di situ?" hwesio ini menuding, jurang di
bawah terasa dalam.
"Benar, sukong. Tapi tak mungkin ketemu.
Suhu terkubur sedalam puluhan meter, tak
mungkin diambil!"
"Hm, kau dapat membantuku. Pinceng akan
mencoba!"
Chi Koan terkejut. Kakek gurunya itu tiba-tiba
mengebutkan ujung jubah dan meluncur turun.
Jurang yang dalam itu dimasukinya demikian
mudah dan tahu-tahu sudah di sana, dalam
sekali. Dan ketika hwesio itu mengebut dan
menggerakkan tangannya berulang-ulang, Chi
Koan terbelalak maka batu-batu besar dan
debu terlempar ke kiri kanan. Hwesio itu mulai
menggali!
1629 "Sukong...!" Chi Koan pucat dan kaget. "Kau...
kau hendak menggali tempat ini?"
"Hm, jenasah gurumu harus diambil, Chi Koan.
Seorang tokoh Go-bi tak boleh begitu saja
hilang dan musnah mayatnya. Harus diambil,
dibawa dan disemayamkan di Go-bi!"
Pemuda ini terkejut. Dia menjadi ngeri dan
kaget melihat perbuatan hwesio sakti ini.
Dengan mudah dan ringan batu-batu besar
dilempar ke atas. Tempat yang tertimbun
puluhan meter itu hendak digali. Tak masuk
akal! Tapi karena kesaktian hwesio ini memang
luar biasa dan sebentar kemudian lubang
sedalam empat meter sudah dibuat, hwesio itu
terus bekerja dan melempar-lempar pasir dan
bebatuan maka Chi Koan menjadi pucat kalau
mayat gurunya ditemukan, apalagi kalau masih
hidup. Dan karena bayangan ini membuat dia
takut, gelisah, maka Chi Koan meloncat turun
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
dan terjun memasuki tempat itu. Dia sudah
pulih meskipun tak sekuat biasanya, dapat
membantu kakek gurunya namun bukan
menggali lubang melainkan memindah batu
dan apa saja di situ ke kiri kanan, menumpuk
dan akibatnya tentu saja benda-benda ini
berguguran lagi ke tengah. Ji Leng menggali di
tengah sementara cucu muridnya menimbun
bahan-bahan galian di tepi lubang, tentu saja
sang hwesio tertegun, berhenti. Dan ketika ia
mengerutkan kening dan menoleh kepada
pemuda itu, yang terus menumpuk dan
menimbuni kiri kanan maka hwesio ini berseru,
"Chi Koan, apa yang kau lakukan? Lubang
yang pinceng buat tertutup lagi!"
"Ah," Chi Koan pura-pura kaget, mengangkat
mukanya. "Jadi bagaimana sukong. Teecu
hanya ingin membantu."
1631 "Kau harus melempar batu-batu ini ke atas,
jangan di kiri kanan. Nanti kembali lagi ke
tengah!"
"Ke atas?" pemuda ini menggeleng. "Tak
mungkin, sukong, terlalu tinggi. Teecu tak
kuat!"
"Hm, kalau begitu minggirlah, biar pinceng
sendirian dulu!"
"Sukong hendak menggali tanah ribuan Kubik
ini?"
"Aku harus menemukan mayat gurumu, Chi
Koan, membawanya kembali ke Go-bi. Jasad
seorang tokoh Go-bi harus dimakamkan di Gobi!"
Chi Koan terbelalak. Ia ngeri tapi juga kagum
mendengar tekad ini. Bukan main, reruntuhan
1632 jurang akan digali. Dan ketika dia mundur dan
sang hwesio menyuruhnya mencari sekop, alat
untuk melempar tanah maka ketika benda itu
didapat Chi Koan melihat betapa dengan sekop
ini sang hwesio melempar-lempar tanah ke
atas jurang yang tingginya ada dua puluh
meter di atas. Sekali, dua kali... tiga kali...
tujuh... delapan... sepuluh.... dua puluh... tiga
puluh dan akhirnya Chi Koan tak dapat
menghitung lagi karena dengan gerakannya
yang luar biasa hwesio itu bekerja sendirian
membuka tempat itu untuk mencari mayat
Beng Kong Hwesio. Kakek ini dapat
mengetahui keadaan Chi Koan dan empat jam
itu lubang sedalam dua puluh meter tergali.
Dan ketika Chi Koan terbelalak namun dia
diperintahkan untuk meratakan bahan galian,
yang menggunung dan membukit di atas
jurang maka sehari itu hwesio ini sudah
"menguras" setengah lebih dari ribuan kubik
1633 bahan-bahan ledakan dinamit. Chi Koan pucat.
Untunglah, karena malam t?ba dan sang hwesio
harus beristirahat maka hwesio itu naik dan
seperti tidak berbobot saja dia melayang ke
atas dan menepuk-nepuk jubahnya yang
penuh debu dan kotoran melekat.
"Besok selesai, biar pinceng beristirahat dulu."
Chi Koan takjub tak berkedip. Dia hampir tak
percaya bahwa kakek setua ini masih dapat
bekerja sehebat itu. Seorang diri mampu
memindahkan ribuan kubik tanah dari dalam
jurang. Agaknya, gunung pun mampu dipindah
hwesio ini. Betapa saktinya! Dan ketika malam
itu hwesio ini beristirahat sementara Chi Koan
menjadi cemas dan gelisah maka dalam
percakapan menjelang tidur Chi Koan dibuat
tersentak dan gentar.
1634 "Pinceng menaruh harapan gurumu masih
hidup. Karena itu besok pinceng akan
melihatnya dan harap kau bantu pinceng
menyingkirkan tanah-tanah di atas, jauh dari
tepi jurang. Jangan terlalu dekat dengan
pinceng, Chi Koan. Kalau mendengar apa-apa
jangan melongok ke bawah."
"Sukong... sukong merasa suhu masih hidup?"
"Ya, tak ada tanda-tanda kematian. Getar dari
Hok-te Sin-kun masih kurasa dan gurumu
masih hidup. Pinceng yakin."
Pemuda ini terbelalak. Mendengar gurunya
masih hidup bukan kegembiraan yang ada
melainkan cemas, cemas dan gelisah.
Bagaimana kalau itu benar dan gurunya masih
hidup, tentu dia akan dibunuh! Dan ketika Chi
Koan berubah dan sang kakek memandangnya
1635 heran, wajah pemuda itu pucat maka hwesio
ini bertanya,
"Ada apa dengan kau. Kenapa pucat
mendengar ini."
"Ti... tidak. Teecu.... teecu ngeri melihat
kedahsyatan Hok-te Sin-kun, sukong. Tadi kau
juga mempergunakannya dan alangkah
hebatnya. Suhu juga mempergunakannya dan
hanya dengan ini ia mampu merobohkan Siang
Kek Cinjin!"
"Hm, tentu saja. Tapi jangan bicara tentang
permusuhan, Chi Koan, pinceng tak suka."
"Maaf, teecu tak sengaja, sukong, Tapi.... tapi
bolehkah teecu bertanya sesuatu?"
"Kau mau bertanya apa?"
1636 "Tentang Hok-te Sin-kun itu. Suhu pernah
bicara dan...."
Sang hwesio mengerutkan kening. Chi Koan
menghentikan bicaranya dan menelan ludah,
menangis. Lalu ketika dia menunduk dan
menutupi mukanya maka dia tak jadi
meneruskan pertanyaannya.
"Eh, apa..., ada apa. Apa saja yang kau dengar
dari suhumu?"
"Teecu... teecu... ah, tidak. Teecu tak berani
bicara, sukong. Nanti salah paham. Teecu
menarik pertanyaan teecu!" pemuda itu
mengguguk dan menutupi mukanya dengan
sedih. Chi Koan berguncang-guncang dan Ji
Leng Hwesiopun tentu saja terkejut, berkerut
kening. Namun ketika hwesio ini berdehem dan
mengebutkan jubah maka dia menepuk pundak
pemuda itu dan berseru penasaran,
1637 "Chi Koan, pinceng tak senang melihat laki-laki
menangis. Kau ternyata cengeng. Ada apa dan
apa yang hendak kau bicarakan?"
"Teecu... teecu... ah, tak jadi, sukong. Teecu
tak ingin menyakiti hatimu. Lagi pula suhu
sudah tiada, tak baik membuka omongan lama
yang teecu tidak percaya. Aku tak berani
meneruskan pertanyaanku, kucabut!"
"Hm!" sang hwesio tergelitik, penasarannya
semakin besar, marah. "Kau kuanggap
mengada-ada justeru kalau tidak jadi bicara,
Chi Koan. Mengapa dengan suhumu dan apa
yang pernah dia bilang?"
"Teecu tidak berani..."
"Takut apa? Omongan sudah kau keluarkan,
Chi Koan. Tak usah ditelan!"
1638 Chi Koan mengangkat mukanya. Sekarang ia
mendengar bentakan dan begitu beradu
pandang iapun terkejut. Mata hwesio itu
mencorong, sinarnya menusuk dan tembus
memasuki jantungnya. Ngeri dia. Dan ketika
pemuda ini gemetar dan seperti bingung, sikap
ini malah membangkitkan penasaran maka
pemuda itu menoleh ke kiri kanan, sebelum
menjawab.
"Suhu... roh suhu... tak akan marah? Teecu
takut, sukong, jangan-jangan kena kutuk!"
"Hm, suhumu tak akan marah. Kalau dia
marah aku melindungimu!"
"Benarkah?"
"Kaukira pinceng bohong? Jawab, apa katanya
tentang Hok-te Sin-kun, Chi Koan. Ada apa
dengan ini?"
1639 "Maaf..." pemuda itu memberanikan diri,
menekan rasa takut-takut. "Suhu bilang, eh...
Hok-te Sin-kun, eh... katanya dari curian,
sukong. Tak boleh dimiliki lebih dari dua orang
karena nanti kuwalat pada pemiliknya yang
sah!"
"Apa?"
"Ampun... maaf!" Chi Koan melihat mata itu
mengeluarkan api, terkejut bukan main. Dia
seakan dibakar! "Teecu.... teecu bilang tak
usah saja, sukong. Sekarang kau marah.
Ampun... ini kata suhu!"
Hwesio itu mengebut hancur batu besar di
belakang Chi Koan. Pemuda ini mendengar
suara berdetak dan ketika dia menoleh maka
dia tertegun. Batu besar di belakangnya tak
apa-apa, utuh, padahal baru saja dihantam
pukulan dahsyat. Tapi ketika angin bertiup dan
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
batu bergoyang maka "pyur".... batu itu
menjadi bubuk dan roboh seperti semangkok
tepung. Tepung hitam!
"Omitohud...!" sang hwesio bersuara
menggetarkan udara malam. "Lancang
mulutmu, Chi Koan, tapi busuk mulut suhumu
itu. Ah, pinceng akan menuntut
pertanggungjawabannya kelak!"
"Maaf... ampun..." Chi Koan berlutut dan
menempelkan dahi ke tanah. "Kau akan
berbuat apa, sukong? Kalau kau
mengganggunya harap tidak di depan mataku,
karena jelek-jelek aku tak dapat membiarkan
itu. Teecu tidak percaya namun sikap sukong
mendukung itu!"
"Omitohud, kau menyangka pinceng pencuri?"
Chi Koan berteriak kaget. Tubuhnya tahu-tahu
terangkat ke atas dan tiba-tiba tergantung di


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

1641 udara, meronta dan menendang-nendang
namun tak bisa turun. Ia seakan digantung tali
gaib, tangan iblis! Namun ketika hwesio itu
meniupkan mulutnya dan ia roboh, terjengkang
maka hwesio itu bertanya sikap apa yang
dimaksud anak muda itu, sikap bagaimana
yang dimaksud mendukung itu hingga iapun
dikira mencuri.
"Ampun, teecu... ah, teecu tak usah bicara,
sukong. Kau tahu sendiri. Teecu tak mau
menambah hatimu bertambah sakit lagi!"
"Kau anak muda busuk. Lidahmu tajam dan
menyengat, Chi Koan. Kau membuat
kemarahan pinceng bangkit. Hayo, sikap apa
yang mendukung itu hingga kaupun mencurigai
pinceng. Jawab, atau nanti pinceng
menghajarmu!"
1642 Chi Koan mengusap mulutnya yang berdarah.
Ia tadi terbanting dan terguling-guling dilepas
hwesio itu entah dengan ilmu apa. Sang
hwesio tampak mengangkat jari telunjuknya
dan iapun terbawa naik, itu saja yang
dimengerti. Namun ketika ia duduk dan
gemetar mengusap mulut, sikapnya tiba-tiba
berani maka ia berkata seolah membela
gurunya.
"Sukong selalu menutup dan menyembunyikan
diri. Kalau bukan karena kitab curian kenapa
berbuat begitu? Maaf, omongan suhu kupikir
benar, sukong. Kau tampaknya takut dan
enggan bertemu orang. Bu-tek-cin-keng itu
hasil curian. Kau...... dess!"
Chi Koan mencelat dan terlempar menjerit.
Anak muda ini menerima kibasan angin taufan
dan sang kakekpun mendelik. Wajah yang
biasa sabar dengan mata seakan terpejam itu
1643 sekarang mendelik. Ia dianggap mencuri oleh
murid dan cucu muridnya. Dan ketika ia
membentak dan anak muda itu terlempar, Chi
Koan mengaduh maka ia bangkit berdiri dan
matanya berkilat mencorong ketika berseru,
suaranya ditahan-tahan, dinding dan pohon
berderak-derak,
"Chi Koan, kalau gurumu benar bicara seperti
itu maka ia akan pinceng hukum berat.
Sedangkan kau, yang menuduh dan berani
menyangka begini juga harus menerima
hukuman. Omitohud, siapa takut
menyembunyikan kitab? Pinceng tidak
menyembunyikannya seperti katamu, bocah.
Bu-tek-cin-keng pinceng taruh di bawah batu
hitam tempat pinceng biasa duduk. Dan
masalah pinceng tak pernah keluar, Hmm... itu
karena pinceng akan mengadu ilmu dengan
seseorang. Pinceng mempersiapkan diri.
1644 Pinceng bertaruh akan sesuatu dan kelak
menentukan siapa kalah siapa menang!"
"Ah, sukong... sukong melatih ilmu untuk
bertanding dengan seseorang? Sukong yang
sudah sedemikian hebat masih perlu
mempersiapkan diri menghadapi sebuah pibu
(adu kepandaian silat)? Maaf, siapa orang itu,
sukong. Kenapa demikian hebat kau bertapa
seakan manusia itu dewa!"
Chi Koan sampai lupa kepada pokok
permasalahannya tadi. Ia kaget dan bengong
bahwa hwesio sakti yang sudah demikian hebat
ini ternyata mengurung diri untuk beradu ilmu
dengan seseorang. Kalau begitu dapat
dibayangkan betapa hebatnya orang itu,
karena hwesio ini sudah termasuk paling jago
di dunia dan ilmunya Hok-te Sin-kun itu
membuat gempar. Dedengkot Heng-san saja
roboh, apalagi orang-orang macam Tujuh
1645 Siluman Langit seperti Coa-ong dan kawankawannya itu. Maka ketika ia tertegun dan lupa
kepada sakitnya, ia terlempar dan terbanting
tapi bangun lagi, meringis, maka
pertanyaannya disambut kerut dalam di wajah
hwesio itu. Sang tokoh Go-bi tampak ragu
menjawab, bimbang. Namun karena Chi Koan
telah menuduhnya yang tidak-tidak dan ia
marah kepada anak ini maka kakek itu
mendesis.
"Chi Koan, besok setelah gurumu didapat maka
kau dan dia harus mempertanggungjawabkan
omongan ini. Kalian kurang ajar dengan
menuduh pinceng. Malam ini tak usah bicara
dan kaupun tak usah kemana-mana!"
Chi Koan roboh dan meringkuk. Tiba-tiba dia
ditotok dan pemuda itu mengeluh. Sang kakek
marah dan dia harus menghadapi akibatnya,
inilah resiko. Dan ketika malam itu Ji Leng
1646 Hwesio duduk bersila sementara cucu
muridnya tak mungkin lari, Chi Koan cemas
dan gelisah maka semalam dia tak dapat tidur
dan membayangkan apa yang bakal terjadi
besok.
Tentu saja dia menjual omongan kosong
kepada kakek gurunya itu. Beng Kong Hwesio
tak pernah menuduh tentang curian dan semua
itu hanya buah pikirannya sendiri, hasil
kecurigaannya kepada sang kakek guru
sekaligus ingin tahu tentang kitab amat hebat
itu. Maka ketika Chi Koan berhasil memancing
dan kini dia tahu di mana Bu-tek-cin-keng
berada, di bawah batu hitam di mana biasanya
kakek itu duduk bertapa maka inilah
sebenarnya yang dicari dan Chi Koan girang
tapi sekaligus juga kaget bahwa dia ditotok!
Sesungguhnya sudah ada semacam pikiran
licik di hati pemuda ini. Dia akan kabur begitu
1647 hwesio itu lengah. Kalau perlu, malam itu juga
minggat! Tapi begitu ditotok dan inilah yang
membuat Chi Koan tak berkutik, dia penasaran
tapi juga marah kepada kakek gurunya itu
maka sekarang yang ada ialah akal bagaimana
menghadapi besok.
Kalau benar gurunya masih hidup maka dua
ancaman sekaligus menunggunya, yakni dari
gurunya sendiri dan kakek gur?nya itu. Tentu
gurunya akan marah bukan main difitnah dan
dijelek-jelekkan. Kakek gurunya tentu akan
menanya gurunya itu dan dapat dibayangkan
kemarahan gurunya ini. Betapa gurunya
dianggap menyangka kakek gurunya
menyimpan kitab curian. Masa seorang hwesio,
tokoh Go-bi lagi, mencuri kitab. Chi Koan
mengkirik membayangkan ini. Dan karena dia
juga telah mencelakai gurunya, sengaja ingin
membunuh dan kini gurunya itu teruruk
1648 reruntuhan tebing dan bebatuan besar maka
hukuman yang akan diterima tentu dapat
dibayangkan. Pasti satu: Mati!
Namun Chi Koan ragu. Ji Leng Hwesio berkata
bahwa gurunya masih hidup. Dia setengah
percaya setengah tidak karena mana mungkin
gurunya itu hidup. Ditimbun dan diuruk ribuan
kubik tanah dan batu sukar dipercaya bahwa
gurunya masih hidup. Tapi yang bicara begitu
adalah Ji Leng Hwesio, dedengkot Go-bi. Masa
ia tidak percaya? Maka ketika malam itu dia
dibiarkan kedinginan dan tak dapat tidur,
tubuhnya tertotok dan lumpuh tak berdaya
maka Chi Koan memutar otak bagaimana
melepaskan diri dari semua ancaman ini.
Lepas dari hwesio sakti itu agaknya tak
mungkin, kecuali hwesio itu lengah dan
melepaskannya. Tapi, siapa tahu? Chi Koan
teringat bahwa tadi kakek gurunya itu berkata
1649 bahwa besok dia diminta bantuannya untuk
menjauhkan tanah-tanah galian di atas bibir
jurang sana. Kalau tanah itu terus menumpuk
dan meninggi seperti gunung tentu sukar bagi
hwesio itu melontarkan tanah galian lewat
sekop di tangannya yang dahsyat. Sehebathebatnya hwesio itu tentu ada rasa capai juga,
betapa pun kakek ini adalah manusia biasa.
Maka ketika Chi Koan agak tenang karena
besok tentu dibebaskan, malam itu dia ditotok
agar tidak lari saja maka dengan adanya
harapan ini pemuda itu mencoba tidur tenang.
Dan benar saja, baru dua jam layap-layap tibatiba dia dibangunkan. Ayam hutan berkokok
dan Chi Koan merasa punggungnya dingin.
Jalan darahnya dibebaskan dan angin
tamparan jubah mengebut mukanya. Dia
geragapan, meloncat bangun. Dan ketika dia
terhuyung berdiri tegak maka matahari
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
kemerah-merahan di ufuk timur di balik
puncak gunung.
"Cukup, kau boleh bangun dan bantu pinceng!"
Chi Koan menguap dan masih mengantuk. Dia
baru saja menikmati tidurnya yang sejenak
ketika tiba-tiba kakek gurunya ini
membangunkan. Dia benar, kakek gurunya
membebaskan. Dan ketika pagi itu hwesio ini
meluncur ke bawah jurang dan kembali bekerja,
sekop di tangan menusuk dan mengungkit
berkali-kali maka gumpalan tanah atau
bebatuan melontar dengan kuat ke atas bibir
jurang. Galian semakin dalam dan tempat itu
tentu saja semakin tinggi. Chi Koan bergerak
dan ragu. Tapi ketika sekopnya belum bekerja
dan dia melamun maka terdengar bentakan
agar dia cepat bekerja.
1651 "Pinceng tak ada waktu banyak. Gunakan
sekopmu dan singkirkan batu-batu itu ke
tempat lebih jauh!"
Chi Koan terkejut. Sebenarnya, dalam keadaan
seperti itu adalah kesempatan bagus untuk
melarikan diri. Tapi mungkinkah itu? Hwesio ini
amat sakti, telinganya luar biasa tajam. Bukti
bahwa dia belum bekerja dan diam di tempat
diketahui hwesio itu. Maka ketika Chi Koan
bergerak dan hati-hati menggerakkan sekop,
perlahan dan agak ayal-ayalan bekerja dua kali
dia berhenti tapi dua kali pula mendapat
teguran.
"Jangan berhenti, pinceng juga masih terus
bekerja!"
Chi Koan kagum. Jarak di antara dirinya
dengan kakek itu cukup dalam, tapi tetap juga
hwesio ini tahu. Dan ketika untuk ketiga
1652 kalinya dia berhenti dan sengaja menguji tibatiba segumpal tanah dan batu menyambar dari
bawah menghantam mukanya.
"Crot!"
Pemuda ini terbanting. Dia sudah
berkepandaian tinggi namun tetap juga tak
mampu mengelak. Dari bawah terdengar
gumam kakek itu dan sang hwesio berkata
bahwa kalau dia berhenti maka segumpal
tanah akan menyambar mukanya lagi, sebagai
hukuman. Dan ketika Chi Koan terkejut dan
pucat, jerih, maka apa boleh buat dia
menggerakkan sekopnya sungguh-sungguh
dan menyingkirkan tanah dan batu sesuai
perintah, bekerja dan srak-srok srak-srok
menusuk dan melempar tanah-tanah galian ke
pinggir. Tapi karena dia mendongkol dan
marah kepada hwesio itu, dan juga semakin
takut kalau benar-benar suhunya masih hidup
1653 maka Chi Koan tidak melempar tanah-tanah ini
ke tempat jauh melainkan justeru di bibir
jurang! Ia menumpuk dan menimbuni tempat
itu dengan cepat, membuang dan menyekopi
tanah-tanah galian kakek gurunya tanpa
menoleh. Sepintas seolah tanpa sengaja. Dan
ketika ia terus bekerja dan bekerja sementara
Ji Leng Hwesio juga tidak mendongak ke atas
karena suara sekop di tangan Chi Koan juga
terus terdengar, jadi dia tidak curiga maka


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu-tahu bibir jurang sudah penuh dengan
galian yang dilempar hwesio ini. Hwesio itupun
juga tidak memperhatikan karena tak mungkin
si pemuda berani main gila. Kalau Chi Koan
berhenti umpamanya, atau kabur, tentu dia
tahu dan akan memberi pelajaran. Sama sekali
hwesio ini tak menyangka bahwa pikiran keji
berjalan di benak pemuda itu, apalagi setelah
kian lama kian dalam dan dasar jurang mulai
tampak. Bebatuan keras dan lantai dingin
1654 mulai teraba. Ujung sekop hwesio itu menusuk
tempat liat, keras. Dan ketika ia mulai girang
dan tiba-tiba tertegun melihat adanya
semacam guha di dinding jurang, di lantai
dasar maka saat itulah tumpukan di bibir
jurang setinggi gunung dan roboh!
Chi Koan telah melaksanakan rencana kejinya
dengan perhitungan cermat. Dia membuat
tanah yang digali hwesio itu membukit di tepi
jurang, bergerak dan turun dan akhirnya
dengan satu dorongan kuat tanah dan
bebatuan itu gugur. Suaranya mengejutkan
sang hwesio dan Ji Leng terbelalak,
mendongak tapi pasir dan debu berjatuhan.
Dan ketika dia kaget dan kelilipan, masih tak
tahu apa yang terjadi maka Chi Koan sudah
mendorong semua material di atas jurang
berjatuhan ke bawah.
"Buummm...!"
1655 Batu dan apa saja berdentum dan jatuh
menerbitkan suara keras. Galian yang sudah
digali hwesio itu kembali ke bawah dan Ji Leng
Hwesio tentu saja kaget bukan main. Dia
berteriak namun disambut gugurnya tanah
sebukit itu, ambruk dan tentu saja hwesio ini
marah. Baru sekarang ia sadar bahwa Chi Koan
hendak membunuhnya, mengubur hidup-hidup.
Dan ketika ia mendorong dan mengebutkan
lengan bajunya berulang-ulang, teruruk tapi
meloncat dan teruruk lagi akhirnya hwesio ini
terpendam dan gugurnya bebatuan di atas
jurang yang tak disangkanya itu betul-betul
membuat hwesio ini kaget. Dia terus
menghantam dan melepas pukulan-pukulan
dahsyat tapi dinding jurang malah tak kuat,
runtuh dan menimpa hwesio ini pula dan tentu
saja keadaan itu membahayakan. Dan ketika
hwesio ini terus ditimbuni dan menerima apa
saja dari atas, memekik namun pekikannya
1656 juga membuat dinding yang lain roboh maka
sekejap kemudian hwesio ini sudah terkubur
dan lenyap di balik tumpukan batu dan tanah
serta pasir. Ji Leng Hwesio tak dapat meloncat
karena debu dan pasir menutupi matanya.
Hwesio ini buta sejenak dan waktu itu cukup
buat Chi Koan, yang memang hendak
menguburnya hidup-hidup. Dan ketika geram
atau suara hwesio itu tak terdengar lagi,
pekerjaan dua hari menjadi sia-sia maka
jurang itu tertimbun lagi dan tertawalah Chi
Koan dengan amat gembiranya.
Dia melongok dan tak melihat hwesio itu lagi
dan pemuda ini puas. Kalaupun hwesio itu tak
binasa maka ada waktu cukup baginya ke Gobi. Bu-tek-cin-keng harus diambil dan
dipelajari. Hok-te Sin-kun amat dahsyat dan
dia harus memiliki itu. Maka ketika Chi Koan
meninggalkan Heng-san dan di Go-bi ia
1657 membuat geger, masuk dan mengambil kitab
sakti maka Ji Leng Hwesio yang terlambat dan
mendapat berita itu menahan-nahan geram
yang membuat dadanya serasa meledak.
Hwesio sakti ini masih hidup. Sehari semalam
dia berhasil membebaskan diri dari timbunan
batu dan tanah. Dengan ilmunya yang tinggi
hwesio ini akhirnya menutup jalan pernapasan,
membiarkan diri ditimpa bebatuan itu namun
kakinya menjejak-jejak ke bawah, selalu naik
dan naik meskipun amat perlahan. Dan ketika
dia berhasil keluar bagai hantu dari kubur,
orang tentu merasa ngeri dan seram melihat
keadaannya maka terbanglah hwesio ini pulang
ke Go-bi untuk menerima laporan bahwa Chi
Koan telah mengambil Bu-tek-cin-keng!
Hampir saja sang hwesio mengayun tangan
menghantam Ji-hwesio, murid keponakannya
itu. Tapi karena di situ ada Giok Kee Cinjin dan
1658 ia sadar, kemarahan harus diredam maka
hwesio itu berkelebat dan akhirnya menyuruh
Giok Kee Cinjin untuk datang ke pertapaannya,
bersama Peng Houw.
**SF**
"Demikianlah, baru kali ini pinceng ditipu habis
seorang bocah licin. Pinceng harus malu
kepada diri sendiri, Cinjin, tapi pinceng tak
mau mencarinya, meskipun kitab itu penting.
Pinceng akan menghadapi seseorang dan
untuk ini pinceng harus bertapa di sini.
Bagaimana menurut pendapatmu dengan
semua kejadian ini?"
Begitu sesepuh Go-bi ini mengakhiri ceritanya.
Entahlah dia ingin menumpahkan semua itu
kepada orang lain, bukan kepada murid-murid
Go-bi tetapi kepada orang luar. Giok Kee
adalah sahabatnya dan tosu inipun dapat
1659 dipercaya, jujur, meskipun akhir-akhir ini Giok
Kee merasa tak senang karena sesepuh Go-bi
itu dianggapnya angkuh, kedatangannya dua
kali ditolak. Namun setelah dia mendengar
semua ini dan hwesio itu tak mau menerima
karena tekun mempersiapkan sebuah
pertandingan, entah dengan siapa maka tosu
ini menarik napas dalam-dalam dan di samping
marah kepada pemuda bernama Chi Koan itu
ia menjadi kagum akan lawan atau calon lawan
sesepuh Go-bi ini, yang tampaknya begitu
bersungguh-sungguh.
"Maaf," tosu ini seperti Chi Koan, sejenak
melupakan persoalan Bu-tek-cin-keng. "Pinto
jadi tertarik kepada lawan yang kau ajak
bertanding itu, lo-suhu. Masakah di dunia ini
ada orang lebih hebat lagi darimu. Padahal kau
sudah menguasai Bu-tek-cin-keng!"
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
"Hm, orang ini bukan orang biasa, Cinjin. Lima
tahun yang lalu pinceng masih kalah setingkat.
Dia bukan manusia melainkan dewa. Pinceng
penasaran, tapi ada lagi yang lebih membuat
penasaran, tentang kehidupan. Ah, tak usah
bicara tentang ini karena pinceng ingin
mengajakmu bicara tentang bocah Chi Koan itu.
Bagaimana menurut pendapatmu!"
Giok Kee Cinjin mengerutkan alis. Kalau hwesio
ini penasaran akan seseorang dan lima tahun
yang lalu masih kalah setingkat maka dapat
dibayangkan hebatnya orang atau lawan itu.
Dia tertarik tapi apa boleh buat diputus
pertanyaannya, hwesio ini tak suka bicara itu.
Dan ketika dia menarik napas dalam dan Peng
Houw yang duduk di sebelah kiri gurunya diam
mendengarkan, dia tak tahu apa maksud
hwesio itu memanggilnya maka gurunya
bertanya,
1661 "Pinto tak tahu apa yang harus pinto lakukan.
Pinto kalah jauh dibanding cucu muridmu itu.
Lalu apa yang harus pinto lakukan dan apa
yang dapat pinto lakukan? Chi Koan amat lihai
dan hebat, Ji Leng lo-suhu. Setelah dia
mendapatkan Bu-tek-cin-keng tentu dia
bersembunyi dan kelak muncul kalau sudah
luar biasa. Pinto justeru ingin bertanya apa
yang kau inginkan dan ke mana sebenarnya
kau hendak menuju!"
"Hm, kau dapat membantuku sedikit?"
"Apa yang kau kehendaki?"
"Pinceng kecewa dengan kejadian ini, Cinjin.
Pinceng ingin seseorang menjaga guha ini di
saat pinceng melanjutkan tapa...."
"Maksudmu?" tosu itu memotong.
1662 "Pinceng butuh seorang anak muda menjaga
guha. Kalau boleh, hmm... tinggalkan muridmu
dan berikanlah setahun dua melayani pinceng."
"Ah, bocah ini?" Giok Kee terbelalak. "Peng
Houw, kau diminta sesepuh Go-bi menunggu
guha. Maukah kau dan tidakkah keberatan?"
Peng Houw terkejut. Ternyata tiba-tiba Ji Leng
Hwesio memintanya. Entah nasib baik apa tapi
tentu saja dia girang bukan main. Selama ini,
tak pernah hwesio itu minta ditunggu. Jadi
kehormatan besar kalau dia diminta berjaga di
situ, dekat dengan dedengkot Go-bi ini. Dan
ketika dia terkejut tapi girang, berlutut namun
teringat tosu itu maka Peng Houw berdebar
mengembalikan pertanyaan kepada suhunya,
karena selama ini gurunya itulah yang
menguasai dan membimbing hidupnya.
1663 "Semua terserah kau, suhu. Teecu selama ini
ikut kau. Teecu tak dapat menjawab selain
hanya menurut kehendak suhu."
"Ha-ha, kau murid Go-bi, bekas murid Go-bi.
Aku hanya membawamu karena saat itu kau
diusir paman kakek gurumu Ji Beng Hwesio,
Peng Houw. Betapapun kau masih berbau Gobi, keluarga Go-bi!"
"Tapi sekarang suhu yang menghidupi dan
membimbing teecu. Teecu tak dapat menjawab,
suhu, semuanya terserah kau. Hanya kalau
teecu di sini bagaimana dengan kau, makan
minummu. Teecu tak dapat mencucikan
pakaianmu lagi kalau berpisah."
"Wah, ha-ha... kaukira pinto seperti anak kecil?
Tidak dapat mencuci pakaian dan mengatur diri
sendiri? Weh, jangan rendahkan aku seperti itu,
Peng Houw. Pinto dapat mengurus diri sendiri,
1664 jangan dipikirkan. Sekarang jawab pertanyaan
Ji Leng lo-suhu tadi dan maukah kau menjadi
penjaga guha!"
"Teecu sudah menjawab, terserah suhu. Dan Ji
Leng locianpwepun sudah menujukan
pertanyaannya kepadamu."
"Wah, itu bukan jawaban. Percuma aku
menyuruhmu di sini kalau kau pribadi tidak
senang, Peng Houw. Ayo jawab dan biar
didengar sesepuh Go-bi ini!"
"Teecu senang-senang saja, tapi kalau harus
berpisah dari suhu terus terang teecu juga
berat. Teecu sudah berhutang budi besar
kepada suhu."
"Ha-ha, melingkar-lingkar. Eh, tanya bocah itu,
Ji Leng lo-suhu. Tapi pinto pribadi tidak
keberatan!"
1665 "Hm," Ji Leng Hwesio bersinar, acuh, tapi
hatinya tertarik kepada jawaban-jawaban
pemuda itu. "Gurumu sudah bicara, Peng Houw.
Pinceng juga sekedar meminta. Kalau kau tidak
suka pinceng juga tidak memaksa. Terserah
kau dan pinceng tidak akan mengulang-ulang."
Peng How melihat gurunya mengedip.
Sebenarnya dia girang berdekatan dengan
tokoh Go-bi ini tapi betapapun Giok Kee Cinjin
adalah orang yang paling dekat selama ini, jadi
bagaimana dia bisa begitu saja berpisah. Tapi
ketika gurunya mengedip dan dia harus
menerima, Peng Houw mengangguk maka
diapun berkata lirih,
"Teecu senang, dan tak akan menolak. Tapi
harap diberi kelonggaran apabila suatu ketika
ingin melepas kangen kepada Giok Kee suhu."
1666 "Ha-ha, itu mudah. Aku dapat ke sini dan
menemuimu, Peng Houw. Kalau kau mencari
pinto tentu tak mudah. Pinto suka kelayapan!"
lalu menoleh dan berseri memandang Ji Leng
Hwesio tosu itu berseru, "Lo-suhu, hari ini juga
pinto serahkan Peng Houw kepadamu. Dia


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali kepada keluarga besarnya. Dan pinto,
hmm.... pinto pikir cukup dan akan mencari
kabar tentang bocah Chi Koan itu!"
"Ah, suhu mau pergi?"
"Eh, aku bicara dengan Ji Leng lo-suhu. Jangan
mendahului!"
Peng Houw terkejut. Ia memotong sebelum
sesepuh Go-bi itu bicara, menunduk. Tapi
ketika hwesio itu tersenyum dan mengebutkan
lengan bajunya maka dia berkata,
1667 "Cinjin, terima kasih. Tapi tak usah terlalu
repot. Kau sudah menyerahkan muridmu dan
pinceng tentu saja gembira. Urusan anak itu
barangkali kelak bukan kau yang mengurusnya.
Pergilah kalau ingin pergi."
"Ha-ha, pinto memang penasaran. Baik, pinto
memang harus pergi, lo-suhu. Pinto biasanya
tak betah terlalu lama tinggal di satu tempat.
Hanya karena permintaanmu maka pinto di sini
sampai beberapa hari," lalu membalik dan
memandang muridnya tosu itu berkata, "Dan
kau, jaga dirimu baik-baik, Peng Houw. Layani
lo-suhu seperti yang sudah menjadi
kewajibanmu. Pinto akan sering-sering dolan
(main) kesini kalau pinto kangen!"
"Suhu.... suhu mau pergi sekarang juga? Tidak
nanti atau besok saja?"
1668 "Hah! Buat apa? Pinto tak ingin terkurung dan
bebas di luar, Peng Houw. Kau tahu itu. Besok
atau nanti sama saja. Pinto sudah
menyerahkanmu dan kau bukan milik pinto lagi.
Ha-ha, jagalah guha baik-baik karena upahmu
tentu besar!" dan si tosu yang meloncat dan
berkelebat keluar tiba-tiba tak menoleh lagi
kepada Peng Houw dan lenyap meninggalkan
anak muda itu.
"Suhu...!"
Peng Houw meloncat dan menyusul keluar
guha. Dia melihat gurunya turun ke bawah
bukit dan menoleh sambil tersenyum,
melambaikan tangan. Tapi ketika dia hendak
mengejar dan tangan itu digoyang, si tosu
melarang maka kakek itu tertawa dan terus
meloncat melewati gerbang pintu Go-bi.
1669 "Peng Houw, kau harus belajar sendiri. Kelak
setiap manusia harus sendiri. Ha-ha, kerjakan
baik-baik tugasmu, anak. Sampai ketemu lagi
kalau pinto ke sini!"
Peng Houw tertegun dan mengalirkan air mata.
Gurunya, yang hampir tujuh tahun ini
menggembleng dan bersamanya tiba-tiba saja
begitu mudah meninggalkan dirinya. Semalam
mereka masih berdua dan perpisahan ini tak
disangka-sangka. Kejadian begitu cepat,
alangkah mendadaknya. Dan ketika Peng Houw
menggigit bibir dan bercucuran tanpa suara
maka batuk-batuk di dalam mengingatkannya
bahwa dia sekarang mempunyai "majikan"
baru.
Peng Houw tersuruk dan masuk lagi ke guha.
Ia berlutut di depan hwesio itu menunggu
perintah. Tapi ketika hwesio itu berkata bahwa
tugasnya adalah menjaga guha, tidak lebih
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
maka Peng Houw berdiri karena selanjutnya
hwesio itu duduk diam di atas batu hitamnya,
tak mau diganggu dan kembali tapanya
diteruskan, setelah terganggu oleh peristiwa
Chi Koan. Dan ketika seminggu dua minggu
hwesio itu tak pernah bergerak dan
memejamkan mata, Peng Houw kagum maka
pemuda yang hanya menjadi penjaga ini mulai
bergerak mencari pekerjaan sendiri.
Dia menyapu dan membersihkan guha dari
sarang laba-laba, mengerjakan apa saja yang
bisa dikerjakan dan tiba-tiba saja guha itu
lebih bersih daripada semula. Lantai yang
semula tanah ditutupi susunan batu-batu
persegi, diatur. Dinding guha yang kasar
dilapisi kain-kain bersih untuk penyedap mata.
Dan karena kerjanya memang menunggu guha
dan sewaktu-waktu perintah hwesio sakti itu,
kalau membuka mata maka Peng Houw yang
1671 bekerja dan melakukan apa saja untuk
membuang sepi lalu mulai mencorat-coret
dinding guha dengan syair-syair Dhammapada.
Waktu senggangnya ini diisi dengan tulisan
ayat-ayat suci yang dulu pernah dihapalnya.
Enam tahun mengikuti gurunya Giok Kee Cinjin
juga tak membuatnya lupa akan ayat-ayat itu.
Dulu ketika berkumpul dengan mendiang
gurunya Lu Kong Hwesio pemuda ini setiap hari
disuruh membaca ayat-ayat suci. Maka ketika
kini dia menjadi penjaga guha dan kerjanya
hanya menunggu dan menanti perintah,
herannya hwesio itu tak pernah membuka
mata dan terus bersamadhi maka Peng Houw
yang semula mengira akan disuruh ini-itu
ternyata menganggur dan benar-benar hanya
sebagai penjaga. Hal ini membuat pemuda itu
berkerut kening dan mulai bosan. Untuk
membunuh kebosanan maka mulailah dia
mencorat-coret dinding-dinding guha dengan
1672 isi dari kitab suci itu. Dan ketika dia mulai dari
luar untuk akhirnya terus masuk ke dalam
maka setahun pemuda ini mencoret-coret
dinding hingga guha penuh dengan ayat-ayat
kitab suci Dhammapada. Dan selama itu
hwesio sakti ini hanya dua kali membuka mata,
bicara singkat,
"Aku ingin segelas air putih!" lalu tertegun
melihat coret-coretan di dinding guha, juga
lantai guhe yang bersih dan beralas batu-batu
persegi kakek itu terbelalak sebentar untuk
kemudian... memejamkan mata dan bertapa
lagi. Air yang diminta habis sekali teguk.
Peng Houw tertegun. Dia juga tercengang oleh
kehebatan tapa kakek ini. Enam bulan tak
bergerak dan kemudian diisi segelas air putih,
itu saja. Dan ketika dia menunggu tapi kakek
itu tak pernah bangun lagi, enam bulan berikut
1673 bergerak dan memanggilnya maka dia disuruh
memindah batu hitam tempat kakek itu duduk.
"Apa? Sedangkan locianpwe...?"
"Angkat dan pindah batu ini, Peng Houw.
Duduklah di sana dan pakai!"
Peng Houw terkejut. Dia mau bicara lagi tapi
kakek itu sudah memejamkan mata. Melihat
gelagatnya sudah tak mau bicara lagi dan dia
bingung. Bagaimana mengangkat batu itu
kalau sang hwesio masih di atas, masih duduk.
Tapi karena itu adalah perintah dan baru kali
ini mendapat yang agak berat, juga aneh maka
Peng Houw membungkuk dan mengangkat
batu itu berikut hwesio ini. Tentu saja dia amat
hati-hati dan tak berani sembarangan. Tapi
ketika sang hwesio naik melayang, masih
dalam posisi bersila maka Peng Houw tertegun
dan batu itu lepas dan jatuh ke bawah.
1674 "Bluk!"
Peng Houw terkejut dan mengeluarkan seruan
tertahan. Ji Leng, sang hwesio sakti masih
bersila dalam posisi melayang. Bagian bawah
kakek itu tak menempel batu dan tentu saja
tubuhnya mengambang, persis roh! Dan ketika
Peng Houw terhuyung dan jatuh terduduk,
kakek itu membuka mata namun dipejamkan
kembali maka terdengar suara dari perut
bahwa batu itu harus dipindah dan dipakai
sendiri. Peng Houw disuruh duduk di situ,
menggantikan sang hwesio.
Pemuda ini pucat tak berkedip. Setahun tak
diajak bicara tiba-tiba kini diajak bicara dengan
cara yang amat mengejutkan. Dia
diperintahkan memindahkan batu dan batu itu
disuruh memakainya. Hwesio itu tak lagi duduk
karena bersila mengambang di udara. Tapi
karena perintah adalah perintah dan Peng
1675 Houw bangkit gemetar maka batu hitam
diangkatnya dan begitu disentuh maka hawa
dinginpun menyerangnya. Jari dan telapak
tangannya menjadi beku.
Namun Peng Houw melawan ini dengan
sinkangnya. Ia mengangkat dan membawa
batu itu menuju ke tempat yang dimaksud.
Tempat itu adalah tempat di pintu guha agak
ke dalam sedikit. Dan ketika ia diperintahkan
duduk dan berjaga di situ, tak boleh bergerak
maka tahulah Peng Houw bahwa sesungguhnya
ia juga diminta "bertapa"!
Peng Houw tersentak. Ia tak tahu apa maksud
hwesio ini namun karena ia sudah disuruh
duduk maka iapun duduk. Dan begitu duduk
iapun merasa seperti disengat es dingin,
langsung cess dan ada hawa dingin terserap
bokongnya. Pantat atau bokongnya beku! Tapi
karena ia memiliki sinkang dan dengan sinkang
1676 itu ia melawan, hawa dingin menjadi hangat
maka Peng Houw sudah mendapat pekerjaan
dan "pekerjaan" itu adalah duduk!
Peng Houw tertegun. Sekarang ia berjaga
dengan duduk di batu hitam itu. Selama
berbulan-bulan ini, membuang sepi dan
bosannya ia selalu mengerjakan ini-itu di
dalam guha. Ada-ada saja yang diperbuat.
Kalau tidak membersihkan guha ya mengukir
syair di dinding-dinding, itu caranya
membuang sepi. Tapi begitu disuruh duduk
dan ia duduk, batu hitam bekas Ji Leng Hwesio
ini mengeluarkan hawa dingin dan ia melawan
maka tiba-tiba timbul hawa hangat tapi
berbareng itu Peng Houw tak mampu
melepaskan pantatnya dari batu hitam itu. Ada
semacam tenaga sedot dan kalau ia berdiri
maka batu itupun terangkat naik, akibatnya
lucu karena bokong Peng Houw menjadi besar.
1677 Dan ketika Peng Houw terkejut dan duduk
kembali, terbelalak maka ia sadar bahwa ia
memang disuruh duduk, bersamadhi! Peng
Houw adalah pemuda cerdas dan iapun lalu
mengikuti perasaan hati nuraninya ini, duduk
memejamkan mata dan mulailah ia bersamadhi
seperti hwesio tua itu. Dan karena pekerjaan
ini bukan pekerjaan sukar, sesungguhnya ia
juga sering bersamadhi dan duduk di luar guha
maka pernapasan yang diatur dan keluar
masuk lewat hidungnya sebentar saja sudah
berirama secara teratur dengan lembut namun
kuat.
Namun ada perbedaan di sini. Peng Houw
merasa betapa batu hitam yang diduduki
terus-menerus mengeluarkan hawa dinginnya
itu. Ia juga terus-menerus bertahan dengan
sinkangnya dan dingin serta panas bergantiganti. Peng Houw tak tahu bahwa batu hitam
1678 yang diduduki itu sesungguhnya telah
menyimpan tenaga Ji Leng Hwesio dengan
amat hebatnya. Dua belas bulan duduk terusmenerus telah membuat tenaga sakti hwesio
ini meresap ke bawah, masuk dihisap batu itu.
Maka ketika Peng Houw duduk di atasnya dan
tenaga itu kini bekerja, Peng Houw tak tahu
maka sinkangnya sendiri yang dialirkan untuk
melawan hawa dingin menjadi ambyar dengan
sinkang milik si hwesio sakti yang terkumpul di
batu hitam. Dua tenaga bergerak dan menyatu
secara perlahan-lahan. Peng Houw menjadi
hangat dan dingin berganti-ganti. Dia tak tahu
bahwa berkat kekuatan Ji Leng Hwesio inilah
bokongnya tersedot di batu hitam, dilawan dan
akhirnya sedikit demi sedikit tenaga itu
memasuki tubuhnya. Dan ketika Peng Houw
merasa nikmat namun terus memusatkan
perhatiannya, bersamadhi dan menemani
hwesio itu maka seminggu kemudian dari


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

1679 lubang hidung Peng Houw keluar asap putih
seperti dua naga bermain.
Sin-liong-kang (Tenaga Naga Sakti) telah mulai
bergerak dan timbul di tubuh pemuda ini. Peng
Houw masih tak sadar dan terus duduk diam.
Dia juga tak merasa lapar atau haus. Aneh,
Peng Houw terbawa nikmatnya dan dua asap
itu kian tebal dan kuat saja. Dan ketika
seminggu kembali lewat dan Peng Houw
memasuki dunia asing, ringan dan melayanglayang maka seekor ular memasuki guha dan
tertegun melihat pemuda di atas batu hitam itu.
Ular ini mendesis dan mengeluarmasukkan
lidahnya yang merah bercabang. Ada perasaan
gentar melihat dua "ular putih" keluar masuk di
lubang hidung Peng Houw. Dan karena ular itu
seakan mengejeknya karena masuk dan keluar
dengan cepat di lubang hidung Peng Houw
maka tiba-tiba ia maju dengan cepat mematuk
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
dua ular putih itu, yang sesungguhnya adalah
Tenaga Naga Sakti.
"Tuk!"
Ular ini beku dan tiba-tiba roboh. Ia menggigit
ujung hidung Peng Houw namun seketika itu
juga menggeliat, tubuhnya menjadi putih salju
dan kaku seperti es. Dan ketika ia roboh dan
tepat di pangkuan Peng Houw maka Peng
Houw terkejut dan membuka matanya. Dan
saat itulah samadhinya buyar.
"Ahh..!" Peng Houw terkejut dan
membelalakkan mata. Ia meraba ujung
hidungnya yang sakit tapi tidak berdarah,
tersentak karena dua asap putih masuk keluar
melalui lubang hidungnya. Dan ketika ia
berseru namun asap putih juga keluar dari
mulutnya, bergulung dan masuk seperti ular
1681 maka meloncatlah dia dan ular serta batu
hitam itu tak melekat lagi di bokongnya!
Peng Houw membelalakkan mata lebar-lebar.
Ia tentu saja ngeri melihat ini, berteriak dan
lari menghambur ke dalam. Dan karena ular
sudah dibuang dan ia kaget oleh "ular" di
lubang hidungnya sendiri maka Ji Leng Hwesio
yang bertapa dan masih mengambang di udara
membuka matanya, terkejut.
"Locianpwe, tolong...!"
Pemuda itu jatuh bangun. Peng Houw baru
sadar dari samadhinya dan tidak aneh kalau
dia terkejut setengah mati. Ia menampar ular
itu namun hilang sekejap, muncul dan datang
lagi kalau ia menghembuskan napas. Dan
karena "ular" itu juga masuk lewat hidungnya,
Peng Houw belum pernah mengalami kejadian
ini maka ia menjadi kaget sekaligus ngeri oleh
1682 peristiwa itu, berteriak memanggil sang hwesio
dan ular itu keluar lagi, kini dari mulutnya. Dan
karena tenaga Sin-liong-kang memang dapat
keluar dari mulut atau hidung, tergantung
pemiliknya maka Peng Houw yang tak sadar
akan batu hitam yang terlepas itu jatuh
terpelanting di bawah sang hwesio, terantuk.
"Locianpwe, tolong....!"
Ji Leng bergerak dan tiba-tiba turun ke bumi.
Ia berseri melihat keadaan pemuda itu dan
bukannya rasa kaget yang diperlihatkan
melainkan sebuah tawa lembut. Peng Houw
tersandung dan roboh di depan kaki hwesio ini.
Dan ketika Peng Houw pucat melihat dua naga
keluar masuk lewat hidungnya, juga mulutnya
yang terengah-engah maka pemuda ini
mendapat tepukan girang.
1683 "Omitohud, berhasil, Peng Houw. Kau telah
memiliki tenaga Sin-liong-kang!"
"Ah... hoh... ahh!" Peng Houw tersengal dan
memburu napasnya, bingung, baru saja sadar
dari samadhi. "Apa maksudmu, locianpwe...
ap... apa itu tenaga Sin-liong-kang?"
"Hm, tak usah cemas. Uap yang keluar masuk
melalui hidungmu itu adalah tanda berhasilnya
tenaga sakti mujijat. Kau telah memperoleh
Sin-liong-kang. Lihat batu hitam yang tidak
menempel di pantatmu itu lagi!"
Peng Houw terkejut. Tiba-tiba ia teringat
bahwa dulu batu hitam bekas dudukan hwesio
ini lekat di bokongnya, tak dapat dipisah. Kini
batu itu tiba-tiba lepas dan ia berlari kencang,
tak sadar bahwa tak ada beban lagi di bawah
tubuhnya itu. Dan ketika ia terbelalak tapi
masih bingung, uap tebal yang keluar masuk di
1684 hidungnya juga mengikuti dengan cepat,
sesuai dengus atau napasnya yang memburu
maka hwesio itu tertawa menerangkan,
kegembiraan jelas terpancar di sini.
"Omitohud, kau mendapat berkah, Peng Houw.
Ketahuilah bahwa tenaga sakti pinceng telah
pindah di batu hitam itu dan kau sedot. Dan
karena aliran sinkangmu adalah aliran bersih
dan sedikit demi sedikit kau menarik tenaga itu
maka sinkangku membaur dan kini menjadi
satu di tubuhmu. Itulah Sin-liong Sin-kang
yang amat dahsyat. Dan kau belum mampu
mengendalikannya hingga lubang hidung dan
mulutmu mengeluarkan tenaga itu yang keluar
secara alami, tanpa sadar."
"Ah, teecu.... teecu menyedot sinkang
locianpwe..?"
1685 "Benar, Peng Houw. Dan karena jasad ini
sudah tidak pinceng pergunakan lagi maka
pinceng memberikan tenaga itu lewat batu
hitam. Itulah sebabnya kenapa pinceng
menyuruhmu duduk. Kau berhasil dan kini
tinggal mengendalikan tenaga itu saja.
Omitohud, mulai hari ini kau harus berlatih
mendorong dan memukul!"
Peng Houw tidak mendengarkan lagi kata-kata
terakhir itu. Ia mengeluh dan menjadi girang
luar biasa bahwa ia diberi anugerah demikian
besar. Sinkang yang amat dahsyat diberikan
kepadanya dan tentu saja ia bersyukur. Maka
ketika ia berlutut dan menyembah berulangulang, tangis dan kebahagiaannya menjadi
satu maka ia tak dapat berkata apa-apa
kecuali membentur-benturkan dahinya di tanah.
Ia tak takut lagi kepada dua asap putih yang
keluar masuk di lubang hidungnya itu.
1686 "Bangkitlah," sang hwesio memberi tanda.
"Mulai sekarang kau harus melatih pukulan dan
dorongan, Peng Houw. Sinkangmu sudah lebih
dari cukup untuk menerima Hok-te Sin-kun!"
"Hok-te Sin-kun?"
"Ya, Hok-te Sin-kun, Peng Houw. Karena hanya
dengan pukulan ini kau dapat mencari Chi
Koan. Dia juga melatih Hok-te Sin-kun tapi
tenaga yang dimiliki bukan Sin-liong-kang.
Sedangkan kau, hmm... Sin-liong-kang
membuat Hok-te-kang seusap dibawahnya.
Kau dan dia sama-sama memiliki Hok-te Sinkun tapi dasar tenaganya lain dan inilah yang
hendak pinceng ajarkan!"
Peng Houw serasa mendapat berkah segunung.
Ia tak menyangka bahwa ilmu dahsyat itu
bakal diperolehnya. Tapi teringat bahwa Hok-te
sin-kun tak boleh dimiliki oleh lebih dua orang
1687 maka dia terkejut mengerutkan kening, wajah
kegembiraannya lenyap terganti buram.
"Locianpwe, nanti dulu. Kau pernah bilang
bahwa Hok-te Sin-kun tak boleh dimiliki oleh
lebih dua orang. Bagaimana tiba-tiba kau
sekarang hendak mengajarkannya kepadaku?
Bukankeh melanggar larangan?"
"Omitohud, itu betul, Peng Houw. Tapi
ketahuilah bahwa pinceng telah menebus dosa
larangan ini. Pinceng telah tidak berjasad lagi
dan sesungguhnya tinggal badan halus."
Peng Houw kaget bukan main. Dia terbelalak
dan mencelat mundur dan hwesio itu
diperhatikannya baik-baik. Dia melihat hwesio
ini berdiri seperti biasa kecuali kakinya itu
bergerak-gerak melayang di atas permukaan
tanah. Hal begini dulu juga dilihatnya tapi itu
adalah berkat kesaktian si hwesio. Kini
1688 mendengar hwesio itu tinggal berbadan halus
dan ia tak percaya, terbelalak dengan muka
pucat maka hwesio itu menarik napas dalam
sebelum menjawab.
"Pinceng telah bertapa melewati batas. Pinceng
telah mengosongkan jasad pinceng dari isinya.
Mana mungkin harus berbadan kasar lagi?
Majulah, dan mendekatlah. Pegang dan raba
tubuh pinceng, Peng Houw. Pinceng
sesungguhnya telah meninggal dunia!"
Peng Houw meremang dan berdiri seluruh bulu
tengkuknya. Ia diminta membuktikan tapi
kata-kata itu sendiri saja sudah cukup
membuat bulu di sekujur tubuh terasa berdiri.
Ia dinyatakan berhadapan dengan badan halus
sesepuh Go-bi! Tapi ketika ia tak yakin dan
ingin membuktikan, Peng Houw melangkah
maju maka dengan gemetar ia menyentuh jarijari hwesio itu yang disodorkan kepadanya.
1689 "Sentuhlah, peganglah...!"
Peng Houw memegang telapak hwesio ini. Ia
merasa kaget bukan main karena telapak yang
dipegang ternyata tembus, ia memegang dan
menyambar lagi namun jari-jari atau telapak
itu tak terpegang. Ia benar-benar menangkap
jasad halus! Dan ketika Peng Houw berseru
tertahan dan mundur dengan muka pucat,
jatuh terduduk maka hwesio itu maju
memegangnya dan mengangkatnya bangun.
Jari-jari hwesio itu begitu dingin!
"Nah, sudah kau buktikan," hwesio itu berkata,
"pinceng sesungguhnya telah meninggalkan
jasad pinceng, Peng Houw. Hanya karena
urusan Bu-tek-cin-keng maka pinceng ijin
untuk bersamamu sejenak sampai ini selesai.
Satu permintaan pinceng, jangan beritahukan
ini kepada siapapun demi ketenangan Go-bi."
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
"Ijin?" Peng Houwte terbelalak. "Kau minta ijin
kepada siapa, locianpwe?"
Hwesio ini tersenyum. "Urusan dunia halus tak
perlu diketahui dunia kasar. Kau sekarang
bersiaplah untuk menerima petunjuk-petunjuk
pinceng. Pinceng telah melihat bahwa kaulah
yang tepat untuk mewarisi sepenuhnya Bu-tekcin-keng. Rebut kitab itu dan kelak pelajari
isinya yang lain."
Peng Houw menggigil seperti orang kedinginan.
Baru kali ini dia mengalami peristiwa begitu
luar biasa, menjadi murid dari orang yang
telah meninggal dunia. Seram! Tapi karena dia
tahu siapa hwesio itu dan sesepuh Go-bi ini
bukanlah orang jahat, dia tak takut dan
akhirnya menjadi tenang maka hari itu juga
Peng Houw diajar untuk mengendalikan
"sepasang naga" yang keluar masuk lewat
hidungnya itu.
1691 Ternyata bahwa pemuda ini benar-benar telah
memiliki atau menyimpan tenaga dahsyat. Dia
disuruh memukul dan mendorong dan dinding
guha bergetar-getar oleh angin pukulannya ini.
Dan ketika bersama dengan itu asap atau uap
putih di lubang hidungnya dapat diatur, sedikit
demi sedikit mulai lenyap sesuai perintahnya
maka "sepasang naga" itu tidak seenaknya
saja keluar tanpa perintah Peng Houw.
Dulu uap putih ini keluar secara otomatis.
Ketika Peng Houw bernapas atau membuka
mulut maka tenaga sakti itu keluar. Tapi


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah Ji Leng Hwesio memberi petunjukpetunjuk dan tenaga itu dapat disimpan, hanya
keluar kalau diperintah maka Sin-liong-kang
atau sinkang Naga Sakti ini terpendam dahsyat
di tubuh pemuda ini.
1692 "Kalau dia keluar secara alami maka itu adalah
pemborosan. Maka kendalikan dan atur
kekuatan itu. Simpan di tubuhmu dan latihlah
mendorong dan memukul untuk
mengendalikan mereka. Kalau kau sudah dapat
membentak dan meniup batu hitam itu keluar
guha maka tingkat ilmumu sudah dapat
diandalkan, boleh kau pergi mencari Chi Koan."
"Teecu... teecu meniup batu hitam itu?"
"Ya, kalau kau dapat melemparnya dengan
tiupan mulutmu maka kau lulus menguasai
Hok-te sin-kun, Peng Houw. Kalau tidak maka
jangan keluar dulu."
Peng Houw tertegun. Dia akan dinyatakan lulus
kalau dengan suara bentakannya saja sudah
dapat mengangkat dan melempar batu hitam
itu. Padahal batu hitam itu beratnya tak kurang
dari seribu kati. Mustahil! Tapi karena ia
1693 menaruh harapan dan tak mungkin sesepuh
Go-bi ini mengada-ada maka Peng Houw
mengangguk dan justeru merasa ditantang!
Ia merasa sanggup kalau terus berlatih. Bukti
bahwa angin pukulannya yang menggetargetarkan guha dapat dijadikan pegangan.
Kalau ia mengikuti petunjuk-petunjuk hwesio
itu masa ia tidak mampu? Maka merasa
ditantang dan ingin menunjukkan itu Peng
Houwpun mulai berlatih. Ia tidak diberi banyak
ilmu kecuali Hok-te Sin-kun itu. Ilmu-ilmu silat
Go-bi yang lain seperti Cui-pek-po-kian atau
Thai-san-ap-ting tak dipelajari. Entahlah,
mengapa hwesio itu langsung pada pokok ilmu
silatnya, Hok-te Sin-kun yang dahsyat. Dan
ketika Peng Houw berlatih dan gerak atau
pukulannya mulai menderu dan menyambarnyambar maka guha bukan lagi tergetar
melainkan seakan roboh! Peng Houw sampai
1694 khawatir sendiri tapi Ji Leng Hwesio berseru
mengulang-ulang, berseri dan wajah kakek itu
tampak gembira bahwa kian lama angin
pukulan pemuda itu kian kuat. Dan ketika
enam bulan kemudian Peng Houw diminta
berlatih di luar, guha sudah mulai bergoyanggoyang maka gunung di belakang guha
menjadi sasaran, roboh puncaknya.
"Bagus, kau sekarang berlatih di sini, Peng
Houw. Teruskan latihanmu, atur dan
kendalikan Tenaga Naga Saktimu. Kalau
akhirnya gunung ini dapat kau pukul roboh
maka batu hitam di dalam guha harus dapat
kau lempar dengan suara bentakanmu!"
Maka di belakang Go-bi ini sering terdengar
bentakan-bentakan dan deru pukulan dahsyat.
Angin pukulan Peng Houw sudah mulai
menyambar-nyambar dan kalau pemuda ini
bergerak maka apa saja bisa terangkat naik.
1695 Pohon dan bebatuan bisa terlempar kencang.
Namun karena itu belum apa-apa, Peng Houw
baru dinyatakan lulus kalau dapat meniup batu
hitam dengan bentakan mulutnya maka daerah
di belakang Go-bi ini menjadi daerah angker di
mana anak-anak murid sering terbelalak dan
ngeri dari kejauhan.
Mereka masih yakin bahwa dedengkot mereka
masih ada di situ. Perihal Peng Houw telah
mereka dengar, yakni pemuda itu diambil
sesepuh mereka untuk menjaga guha. Dan
karena sejak itu Go-bi tak pernah diganggu
orang, suara-suara di belakang gunung ini
adalah suara Peng Houw yang mereka kenal,
tak terlihat karena cukup jauh dan hanya
suara-suara itu yang mereka tahu maka anakanak murid menjadi terkejut karena kian hari
suara atau bentakan Peng Houw kian dahsyat.
Terakhir genteng di kuil belakang terbang dan
1696 pecah. Dan ketika di pagi yang tenang mereka
mendengar bentakan dahsyat, gedung tergetar
dan bumi berguncang maka anak-anak murid
yang masih tidur terangkat naik dan terbanting
menjerit-jerit. Mereka menyangka diserang
siluman!
Apa yang terjadi? Kiranya keberhasilan Peng
Houw.
Pagi itu, tepat setahun setelah berlatih tak
kenal lelah maka Peng Houw melatih bentakanbentakan. Angin pukulannya sudah
merobohkan gunung dan bukit atau gunung
setinggi dua ratus kaki itu rata dengan tanah.
Setiap hari Peng Houw menggempur gunung
ini dengan angin pukulannya yang menderuderu. Angin pukulan itulah yang dulu
menerbangkan genteng di tempat para hwesio,
padahal jaraknya ratusan meter. Dan ketika
Peng Houw merasa cukup sementara gurunya
1697 selalu membimbing dan mengawasi maka pagi
itu Peng Houw mencoba suara bentakannya.
Dia diminta meniup batu hitam di dalam guha.
Tujuh hari ini Peng Houw sudah mencoba tapi
batu hitam itu hanya terangkat sedikit, jatuh
dan terangkat lagi namun belum terlempar.
Maka ketika pagi itu dia menjadi penasaran
sekaligus gembira, dia memperkuat tiupannya
maka, hampir tak dapat dipercaya batu itu
terbang dan menyambar keluar guha.
"Wuuttt....!" batu itu melesat secepat
sambaran anak panah. Peng Houw
mengerahkan tenaga saktinya di tan-tian
(pusar) dan alangkah hebatnya hasil tenaga
sakti itu. Tiupan mulut Peng Houw bukan
hanya mengangkat dan mendorong batu itu
melainkan melemparnya, terbang dan
menabrak batu gunung besar di luar guha. Dan
ketika keberhasilan ini disambut bentakan
1698 dahsyat Peng Houw, yang girang dan bangga
bukan main maka bentakan atau suara Peng
Houw itu menjalar ke tempat para anak murid
Go-bi di mana mereka yang sedang tidur
terpental dari tidurnya. Ji-hwesio, yang selama
ini mengamati dari jauh dan duduk bersamadhi
tiba-tiba juga terangkat naik. Hwesio itu
terkejut sekali dan dua sutenya yang lain juga
begitu, terlempar namun mereka berjungkir
balik turun dengan wajah pucat. Dan karena
bentakan kali itu adalah yang paling dahsyat,
hwesio ini berkelebat dan memandang
belakang Go-bi maka dia meloncat dan terbang
menuju tempat itu, kaget mungkin ada bahaya.
"Omitohud, gunung sudah roboh. Ah, ini tentu
perbuatan Peng Houw, suheng. Lihat pukuian
pemuda itu menggempur habis gunung di
belakang guha!"
1699 "Benar, dan tampaknya Peng Houw mewarisi
kepandaian supek. Aih, mari kita lihat dan apa
yang terjadi!"
Dua hwesio lain, adik-adik seperguruan Jihwesio berkelebat dan menyambar keluar pula.
Mereka melihat bayangan suheng mereka itu
dan kebetulan masing-masing juga ingin tahu
apa yang terjadi. Bentakan Peng Houw terakhir
itu amat dahsyat dan paling menggetarkan.
Mereka sendiri sampai terguncang. Dan
sementara tiga hwesio itu berkelebat menuju
guha pertapaan maka Peng Houw sendiri sudah
berlutut dan menghadap Ji Leng Hwesio,
gurunya, orang yang tak mau dipanggil suhu
(guru).
"Pinceng tak mau terikat oleh hubungan guru
dan murid. Pinceng telah cukup memiliki dua
murid pinceng pertama, guru dan paman
gurumu itu, mendiang Lu Kong dan Beng Kong.
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
Kau boleh panggil pinceng seperti biasa, Peng
Houw, tak usah merobah sebutan." begitulah
dulu kakek ini pernah bicara. Karena itu Peng
Houw tetap memanggilnya locianpwe dan
karena iapun hanya mewarisi sebuah ilmu,
sang kakek tak memberinya ilmu-ilmu lain
maka Peng Houw tetap menyebut atau
memanggilnya locianpwe. Aneh juga memang,
tapi itulah yang dikehendaki kakek ini. Dan
ketika pagi itu Peng Houw berhasil meniup
batu hitam, terbang dan menabrak batu besar
di luar guha maka Peng Houw melihat
bayangan gurunya itu dan maju berlutut. Dan
wajah kakek ini tampak berseri-seri.
"Kau telah lulus. Omitohud... kau telah
berhasil!" kakek itu bertepuk tangan. "Hm,
sekarang kau boleh melaksanakan tugasmu,
Peng Houw. Cari dan rebut kembali Bu-tek-cinkeng itu. Tapi sebelum pinceng merestui dirimu
1701 maka ada beberapa hal yang harus kau
perhatikan."
Peng Houw mengangguk-angguk, wajahnya
berseri gembira, kemerah-merahan. Tapi
ketika kakek itu hendak bicara dan bayangan
Ji-hwesio tampak maka kakek itu mengerutkan
alisnya dan berhenti bicara. Peng Houw
menoleh dan melihat bayangan hwesio itu.
"Ada apa dia ke mari. Tanyakan."
Peng Houw bangkit berdiri. Ji-hwesio
berkelebat dan sudah berada di luar pagar
kawat berduri. Sejak pengrusakan yang dulu
dilakukan Chi Koan maka tempat ini sudah
dibetulkan lagi, termasuk kawat berduri itu.
Dan ketika dua bayangan lain juga berkelebat
dan itulah sute dari hwesio ini, Peng Houw
menyambut maka pemuda itu menjura dan
bertanya,
1702 "Susiok, kalian mau apakah? Ji Leng lo-suhu
menanyakan maksud kalian."
Ji-hwesio tertegun. Ia terbelalak memandang
Peng Houw lalu keadaan sekeliling. Sudah ada
peraturan di situ bahwa tak boleh
sembarangan orang masuk. Peng Houw adalah
penjaga pertapaan dan sepantasnya pemuda
itu bertanya. Maka tertegun tak melihat apaapa, kecuali batu besar yang pecah ditabrak
batu hitam maka hwesio ini bertanya, tak
menjawab pertanyaan Peng Houw,
"Supek ada? Ada apa ribut-ribut di sini? Kami
datang karena khawatir sesuatu, Peng Houw.
Misalnya serbuan orang jahat atau kekacauan
lain. Bentakanmu tadi megejutkan kami!"
1703 Peng Houw heran. Supek? Hwesio ini
menanyakan Ji Leng Hwesio? Kakek itu ada di
situ, berdir? memandang mereka, tersenyum!
Maka lupa bahwa kakek itu berujud jasad halus,
Peng Houw menuding maka pemuda ini
berseru,
"Ji-locianpwe ada di situ, masa susiok tidak
melihat!"
Giliran Ji-hwesio yang menjadi heran. Peng
Houw menunjuk ke satu tempat tapi dia tak
melihat apa-apa. Dan ketika dia tertegun dan
memandang dua sutenya yang lain maka dua
sutenya itu juga menggeleng dan merasa
heran.
"Peng Houw, pinceng tak melihat apa-apa!"
1704 "Ah, maaf," Peng Houw sadar. "Ji Leng lo-suhu
mempergunakan kesaktiannya untuk tidak
dilihat kalian, susiok. Maaf bahwa kalian tak
tahu. Tapi biar kalian dengar suaranya kalau
tidak percaya."
Ji Leng Hwesio mengangguk. Murid-murid
keponakannya itu tak boleh tahu dulu bahwa
dia telah "wafat". Peng Houw harus menjaga
pula rahasia itu. Maka tersenyum dan
mengangguk kakek itupun lalu berkata, tentu
saja bersuara tanpa rupa,


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ji Kak, di sini tak ada apa-apa. Kalian
kembalilah dan pulang. Pinceng akan
bercakap-cakap dengan Peng Houw yang
sebentar lagi akan pinceng utus untuk mencari
Chi Koan."
Hwesio itu kaget. Suara itu jelas terdengar dan
arahnyapun adalah arah yang ditunjuk Peng
1705 Houw, jadi pemuda itu benar. Tapi karena
suara itu tanpa rupa dan mereka meremang
seolah menghadapi roh halus, Ji-hwesio
berlutut maka hwesio itu bersama dua adiknya
lalu mengangguk dan minta maaf. Mereka
kemudian berdiri dan bangun lagi. Dan ketika
sekali lagi mereka terbelalak memandang
tempat itu, lalu Peng Houw maka mereka
bergerak dan kembali turun pulang ke tempat
masing-masing. Peng Houw yang dapat
melihat supek mereka itu dianggap seperti
hantu pula yang lebih tinggi dari mereka!
"Peng Houw, pinceng kembali. Syukur kalau
tak ada apa-apa dan biarlah kami berlega
hati."
Peng Houw mengangguk. Ia tersenyum dan
mengantar kepergian tiga orang itu dengan
pandang matanya. Peng Houw masih bersikap
hormat seperti itu. Dan ketika tiga orang itu
1706 pergi sementara Ji-hwesio dan lain-lain kagum
maka Peng Houw kembali berlutut dan siap
mendengarkan kata-kata sesepuh Go-bi ini.
Dia sudah akan menerima tugas untuk mencari
Chi Koan, merebut Bu-tek-cin-keng!
**SF**
(Bersambung jilid 22)
Bantargebang, 14-09-2018,19:51
1707 PRAHARA DI GURUN GOBI
JILID 22
* * * Hasil Karya :
B A T A R A
Pelukis :
Yanes & Antonius S.
* * * Percetakan & Penerbit
U.P. DHIANANDA
P.O. Box 174
SOLO 57101
1708 PRAHARA DI GURUN GOBI
Karya : Batara
Jilid 22
"DENGARLAH," kakek itu bicara, suaranya lirih.
"Ada beberapa hal yang harus kau perhatikan,
Peng Houw. Dan sebelum kau mencari Chi
Koan maka dengarkan baik-baik apa yang
hendak pinceng katakan ini."
"Teecu menunggu perintah," Peng Houw
berlutut.
"Pertama, kau harus merebut dan mengambil
kembali kitab Bu-tek-cin-keng itu. Musnahkan
setelah isinya kau pelajari enam bulan. Kedua,
1709 cari pula susiokmu Beng Kong Hwesio yang
masih ada di bumi.....!"
"Eh, nanti dulu!" Peng Houw memotong.
"Susiok Beng Kong Hwesio, locianpwe?
Bukankah ia tewas di Heng-san? Bukankah
ia...."
"Pinceng tahu," sang hwesio mengulapkan
tangannya, ganti memotong. "Susiokmu
dikabarkan memang tewas di sana, Peng Houw.
Tapi di alam halus ini pinceng sama sekali tak
melihat rohnya. Ia masih hidup, ia masih ada
di bumi!"
Peng Houw terkejut dan meremang. Bicara
tentang roh dan mahluk-mahluk halus begini
membuat dia mengkirik dan merasa seram.
Kalau bukan hwesio ini yang bicara tentu ia
ngeri. Sesungguhnya iapun juga bicara dengan
seorang yang sudah meninggal dunia. Sesepuh
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
Go-bi itu tinggal jasad halusnya saja. Ia bicara
dengan orang mati! Namun karena ia tahu
hwesio ini bukan orang jahat dan sepenuhnya
ia orang baik-baik, Peng Houw merasa tenang
maka hwesio itu melanjutkan lagi.
"Kau cari susiokmu ini dan lihat apa yang
terjadi. Chi Koan rupanya telah menipu
pinceng masalah gurunya ini dan ia benarbenar anak siluman. Kau waspadalah terhadap
guru dan murid ini karena pinceng harus
mengakui bahwa murid pinceng yang nomor
dua ini sesat. Pinceng kalah terhadap
seseorang."
"Seseorang? Ah, benar!" Peng Houw tiba-tiba
teringat. "Kau dulu pernah bicara tentang
musuhmu yang amat hebat, locianpwe.
Siapakah dia dan apakah orang ini yang kau
maksud?"
1711 "Benar, tapi dia bukan musuh. Kami, hmm....
sebenarnya lebih tepat berdebat. Aku dan dia
bukan musuh, Peng Houw, namun sungguh
pinceng harus mengakui bahwa dia betul-betul
hebat, manusia bijaksana. Dan justeru karena
ini pinceng mau bicara juga denganmu!"
Peng Houw berdebar, matanya terbelalak.
"Kau mau dengar?"
"Kalau locianpwe mau menceritakan!"
"Hm, baik. Pinceng ada menyimpan sesuatu di
bawah tempat duduk pinceng itu, batu hitam
itu. Coba kau cari bekasnya dan gali sedalam
setengah meter. Ambil sesuatu di situ, bawa ke
sini."
Peng Houw terkejut. Ia disuruh mencari
sesuatu di bawah batu hitam dan itu berarti di
1712 dalam guha. Ia heran namun cepat bangun
berdiri, mengangguk dan sudah berkelebat di
dalam guha. Dan ketika ia menggali dan
mencari sesuatu itu, di tempat yang sudah
ditemukannya itu maka Peng Houw terbelalak
mendapatkan sebuah peti kecil berlapis emas.
"Locianpwe, inikah?" serunya.
"Bawa ke mari. Keluarlah dan tunjukkan
pinceng di sini, Peng Houw. Kita bicara di sini
dan kau benar."
Peng Houw berkelebat dan keluar lagi. Ia
sudah membawa peti kecil berukuran sepuluh
sentimeter itu, ditaruh di telapak tangannya
dan cahaya emas di sekeliling kotak atau peti
kecil ini terpantul cahaya, menyilaukan mata
namun hwesio itu mengangguk sambil
tersenyum. Dan ketika Peng Houw
menyerahkan namun hwesio itu menyuruh
1713 membukanya maka pemuda ini tertegun dan
berdebar.
"Bukalah, itu untukmu."
Peng Houw tertarik. Ia berlutut dan hati-hati
sekali membuka kotak kecil ini, kagum dan
melihat bahwa bagian dalam peti ini dilapis
kain beludru berwarna merah, lembut dan
halus sekali. Namun ketika ia melihat segulung
kertas di dalam kotak kecil ini, diikat dengan
benang emas maka ia tak dapat menahan rasa
tercengangnya.
"Locianpwe, segulung surat. Rupanya surat!"
"Bukalah, dan baca isinya," kakek itu
tersenyum, mengangguk. "Itu untukmu, Peng
Houw. Dan kalau kelak kau bertemu dengan
pemberi surat ini maka mintalah petunjukpetunjuk berharga tentang hidup!"
1714 "Teecu.... teecu boleh membukanya?"
"Aku memang ingin memberikannya kepadamu,
itu untukmu, boleh kau ambil. Buka dan lihat
isinya."
Peng Houw gemetar membuka gulungan surat
ini. Ia seakan menyentuh sebuah jimat saja
karena melihat betapa sebuah surat ditaruh
dalam sebuah kotak berlapis emas tentu surat
itu amat berharga sekali. Mungkin surat wasiat!
Dan ketika ia melepas ikatan benang emas itu
dan gulungan kertas ini dibuka, dilihat, maka ia
terbelalak karena surat itu bukan surat wasiat ,
hanya sebuah syair terdiri dari dua bait. Aneh!
"Locianpwe, ini.... ini bukan surat. Tidak
ditujukan kepada siapa-siapa. Ini hanya syair!"
"Benar, tapi isinya lebih besar daripada
sekantong harta karun, Peng Houw, apalagi
1715 bagi pinceng. Dan pinceng harus mengaku
kalah dengan pembuat syair ini!"
"Ah, apa yang terjadi? Locianpwe kalah hanya
oleh sebuah syair?"
"Boleh dibilang begitu, tapi juga boleh dibilang
tidak. Hm, coba kau baca isinya. Suaramu kuat
dan lantang kalau membaca ayat-ayat kitab
suci. Pinceng ingin dengar!"
Peng Houw menelan ludah. Ia agak malu dipuji
namun mengangguk. Dan ketika ia heran
namun bersinar-sinar membaca syair itu maka
terdengarlah suaranya yang lantang dan
nyaring kuat:
Merajut benang berwarna-warni
pilih yang putih hitam pun jadi
asal senang diri sendiri
jujur dan budi apalah arti
1716 Gampang ditelan tak gampang hancur
Ada peristiwa di gurun Go-bi
kalau nasib lagi tak mujur
mudah amat bersakit hati!
"Ah," Peng Houw tercengang. "Syair ini bagus,
locianpwe, tapi aku tak mengerti isinya. Dan
tampaknya seperti ramalan terhadap Go-bi!"
"Hm, Go-bi hanya sebagai perantara saja,
sekedar diambil namanya. Inti dari syair itu
dapat terjadi kepada setiap orang, Peng Houw,
dan pinceng telah merasakan ini. Mungkin kau
kelak akan merasakannya juga, seperti
pinceng!"
Peng Houw kagum dan heran. Ia tak mengerti
maksud dan inti syair itu. Sepintas, ada
1717 sesuatu yang indah, tersembunyi. Tapi karena
Go-bi dibawa-bawa dan memang benar telah
ada kejadian di gurun ini, prahara yang tiada
henti-hentinya maka ia mengerutkan kening
dan tak senang juga. Go-bi seakan diramal
harus bernasib buruk!
"Locianpwe, siapakah pembuat syair ini? Orang
macam apakah dia?"
"Dia orang yang hebat, kepandaiannya luar
biasa. Pinceng harus mengaku kalah
kepadanya baik lahir maupun batin. Dia
manusia dewa!"
"Ah, locianpwe memujinya setinggi langit?
Locianpwe yang sudah demikian hebat masih
juga memuji orang lain ada yang lebih hebat?"
"Ha-ha," hwesio itu tiba-tiba tertawa, Peng
Houw terkejut. Belum pernah ia melihat hwesio
1718 ini tertawa. "Kau anak kecil yang tak tahu
tingginya langit dalamnya lautan, Peng Houw.
Gunung yang tinggi masih ada yang lebih
tinggi lagi. Laut yang dalam masih ada yang
lebih dalam. Ah, kau seperti katak dalam
tempurung. Kau polos! Hm, kelak kau akan
membuktikan kata-kata pinceng ini tapi
Kisah Sepasang Rajawali 11 Sunyaruri Karya Risa Saraswati Kemelut Di Majapahit 21

Cari Blog Ini