Tapak Tangan Hantu Karya Batara Bagian 2
dikeroyok. Dan Bhi Li yang pulang menahan gelisah dan air mata akhirnya melapor dan suaminya lalu
mencari tapi guru silat itu menghilang. Sebulan dua bulan lewat tapi guru silat itu tiba-tiba muncul lagi, di
tengah jalan. Dan ketika dia menjerit dan memanggil suaminya, guru silat itu pergi lagi maka Su Tong geram
dan suami ini membanting-banting kaki.
"Orang macam apakah Pang-kauwsu itu. Dan di mana dia tinggal!"
"Aku tak tahu. Dia harus diberi pelajaran berat, suamiku. Atau nanti menggangguku lagi. Aku tak
takut tapi kepandaiannya setingkat di atasku!"
"Hm, kalau begitu mari bersama-sama menyelidiki. Di sana ada kota An-wei dan kita tanya-tanya!"
Suami isteri itu lalu menyelidik. Ternyata Pang-kauwsu memang pernah tinggal di An-wei namun iniKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
28 guru silat itu berpetualang. Dia berpindah-pindah tempat dan hidupnya sebagai duda memang suka
mengganggu wanita, terutama yang berumah tangga. Guru silat ini tak senang melihat kebahagiaan orang
lain dan siapapun rumah tangga yang bahagia akan diganggunya. Ini karena sakit hatinya terhadap rumah
tangganya sendiri yang berantakan, cerai ditinggal isteri dan sebagai pelampiasannya diapun lalu
mengganggu rumah tangga lain. Siapapun yang dilihatnya bahagia akan diganggu isterinya, menghilang dan
mengganggu di tempat lain, begitu berulang-ulang. Dan karena dia main paksa dan banyak ibu-ibu rumah
tangga dihancurkan nasibnya, banyak yang membenci guru silat ini namun kepandaiannya membuat para
suami tak berani melawan guru silat itu maka akhirnya Pang-kauwsu ini malang-melintang di sekitar An-wei
dan suatu hari dia melihat rumah tangga Su-hujin ini. Dia mencegat dan menghadang dan seperti biasa dia
mulai merayu. Kalau tidak berhasil dia siap dengan kepandaiannya, itu yang sudah biasa dilakukannya
bertahun-tahun. Tapi karena Bhi Li adalah wanita gagah dan wanita itu melawan, Pang-kauwsu terkejut dan
kagum maka duda keparat yang justeru semakin tergila-gila dan jatuh hati kepada nyonya ini tak habishabisnya memuji.
Dia tahu siapa keluarga itu tapi yang ingin dimilikinya hanya sang nyonya ini. Asal Su-hujin
membalas cintanya sekali saja dia merasa cukup, begitu pintanya. Tapi Bhi Li yang tentu saja marah dan
gusar lalu menyerang dan memaki-maki. Dan akhirnya guru silat itu menghadapi dan dia ternyata setingkat
lebih tinggi dibanding lawannya, membuat Su-hujin terkejut dan jalan paling selamat adalah lari pulang.
Pang-kauwsu tak berani mengejar dan bekas anak murid Bu-tong yang diusir ini menunggu saat lain, sabar
dan mencari wanita lain lalu ketika saatnya tepat diapun muncul lagi. Pergi dan menghilang ketika suami
nyonya itu berkelebat, tak mau menghadapi dua lawan karena tentu dia kalah. Dari kepandaian nyonya itu
saja dia tahu bahwa sendiri menghadapi keroyokan tentu tak sanggup. Maka menyingkir dan mencari
kesempatan lain segera dia pergi dan hari itu tiba-tiba saja dia melihat Su-hujin itu berlarian sendiri saja. Dia
masih ragu dan menguntit dan diam-diam mencari bayangan suami. Kalau Su-tong ada di situ tentu dia harus
menyingkir, bersabar lagi. Tapi ketika sampai beberapa puluh li dia tak melihat siapapun juga kecuali
nyonya itu, kegirangannya memuncak maka dia tahu ketika sang nyonya berkelebat dan bersembunyi di kuil
tua. Sekarang Bhi Li pucat kenapa dia lupa akan bahaya dari Pang-kauwsu ini.
"Ha-ha," begitu guru silat itu tertawa bergelak. "Kau ternyata menungguku di kuil ini, Su-hujin. Ini
artinya kau menyambut cintaku. Kenapa tidak dari dulu-dulu bilang. Ha-ha, aku lega kau akhirnya menerima
cintaku, hujin, syukur kalau selamanya!"
Pang-kauwsu itu berkelebat dan masuk. Dia sekarang tak perlu menyembunyikan diri lagi setelah
yakin bahwa nyonya itu betul-betul sendirian saja. Dia tak tahu kenapa nyonya itu berlarian dengan pedang
di tangan tapi perkiraannya bahwa sedang terjadi keributan dengan sang suami membuatnya girang.
Biasanya begitulah akhir dari sebuah rumah tangga yang diganggunya. Sang suami mudah cemburu dan
marah-marah. Dan menganggap Su-hujin itu perang mulut dengan suaminya, pergi dan meninggalkan rumah
maka dia masuk dan memanggil nyonya itu. Hatinya gembira, hasrat dan nafsunya berkobar.
"Guru silat keparat!" tapi begitu bentakan diterima. "Kalau laki-laki tak tahu malu dan perusak rumah
tangga, Pang-kauwsu. Siapa menunggumu dan menyambut cintamu. Inilah pedangku, terimalah!" nyonya itu
berkelebat dan keluar, pedangnya menusuk dan Pang-kauwsu tentu saja mengelak. Betapapun dia cukup
hati-hati. Tapi ketika sang nyonya mengejar dan dia melihat kemarahan yang sangat, Su-hujin tak main-main
maka apa boleh buat dia mencabut goloknya dan dengan golok di tangan dia menangkis lagi sambaran
pedang nyonya itu.
"Ehh.... crang!"
Pang-kauwsu menang tenaga. Memang selama ini dia unggul setingkat tapi begitu lawan memekik dan
menerjangnya lagi maka diapun kerepotan. Dia tak tahu bahwa Bhi Li atau Su-hujin ini sedang dilanda
kecewa dan marahnya oleh kematian sang enci. Dia mengira nyonya itu bertengkar dengan suaminya sendiri.
Maka ketika pedang bergulung-gulung dan nyonya itu menerjangnya sengit, segala kepandaian dan tipu
serangan dikeluarkan maka laki-laki inipun kewalahan dan mundur menangkis sana-sini.
"Crang-crangg!"
Sejenak dia terdesak tapi sudah mampu menguasai diri lagi. Tadi, guru silat ini agak ragu mengiraKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
29 sang nyonya tak bersungguh-sungguh. Wanita yang sudah bertengkar dengan suami biasanya sudah goyah
dan kalau ada lelaki datang mendekat biasanya akan disambut, meskipun satu dua diantaranya akan purapura galak dahulu sekedar jaga diri, agar harganya tak melorot jatuh dan lelaki sewenang-wenang
kepadanya. Tapi ketika nyonya itu jelas menusuk dan menikam dengan serangan maut, membentak dan
melengking maka Pang-kauwsu ini sadar bahwa Su-hujin ini tidak sekedar habis bertengkar dengan
suaminya. Malah naga-naganya ada sesuatu yang telah mengguncangkan jiwanya dan membuatnya seperti
kesurupan! Nyonya itu melengking-lengking dan pedangpun menyambar tiada henti. Namun karena dia
mulai kenal gerak dan gaya permainan pedang ini, sekali dua mereka sudah bergebrak maka Pang-kauwsu
yang mainkan silat goloknya dengan baik akhirnya membendung dan perlahan tetapi pasti dia balas menekan
dan menghalau serangan lawan.
"Ha-ha, sudah dua tiga kali kita bergebrak, hujin, dan kau tahu bahwa kau tak dapat mengalahkan aku.
Jangan mulai kehangatan cinta dengan perang tanding sia-sia!"
"Cinta apa! Kehangantan apa! Jaga mulutmu dan jangan asal bercuap, orang she Pang. Aku akan
membunuhmu atau kau boleh membunuhku!"
"Ha-ha, aku tak akan membunuhmu. Aku jatuh cinta padamu. Masa demikian ketus sambutanmu, Suhujin. Kau sudah meninggalkan rumah dan suamimu untuk menantiku di sini. Masa dugaanku salah dan kau
pura-pura..... singg-plak!" sang kauwsu terpaksa menghentian kata-katanya, mengelak dan menangkis dan
golokpun bertemu pedang. Tapi karena dia masih bicara maka gagang goloknya yang kena dan hampir saja
Pang-kauwsu ini terbabat. Dia terbelalak dan menjadi marah karena ternyata lawannya bersungguh-sungguh.
Su-hujin itu memakinya kalang-kabut dan mulailah dia merasa bahwa sia-sia segala bujuk rayunya. Wanita
ini harus ditundukkan dengan kekerasan dan diapun membentak dan bersikap kasar. Dan ketika pedang
kembali mendesing dan dia mengerahkan tangannya maka golok membabat pedang dan nyonya itu berteriak
karena pedangnya hampir saja terlepas. Pang-kauwsu tertawa panjang dan diapun mengejar, ganti
memerangsek dan Su-hujin pucat melihat tekanan. Dan ketika apa boleh buat ia harus mengelak dan
berlompat ke sana ke mari, lari dan berputaran di ruangan itu maka meja kursi yang ada di situ ditendang
pula untuk menghadang jalan maju laki-laki ini.
Namun Pang-kauwsu tertawa bergelak dan semua benda-benda itu dibacoknya putus. Dia marah tapi
juga naik berahinya melihat sikap pantang menyerah dari lawannya ini. Semakin gagah semakin dia suka!
Dan ketika Bhi Li harus keluar masuk ruangan lain dan melengking-lengking, wanita ini menyesal kenapa
tak bersama suaminya maka dia berteriak dan memaki-maki guru silat itu dengan suara sekeras-kerasnya.
Bhi Li bermaksud agar semua kegaduhan itu didengar suaminya. Dia yakin bahwa suaminya pasti datang.
Maka ketika ia coba menggertak lawan dan berseru agar guru silat itu menyingkir, atau sebentar lagi
suaminya datang ternyata guru silat ini terbahak-bahak.
"Ha-ha, suamimu datang? Tak mungkin? Kau meninggalkan rumah dengan marah-marah, Su-hujin,
kau pasti habis bertengkar dengan suamimu. Tentu perkara aku. Bagus, aku senang! Kalau kau sudah
berpisah dengan suamimu dan kita menjadi suami isteri maka jangan khawatir karena akupun tak kalah
dengan suamimu itu. Aku akan lebih mencintai dirimu, marilah dan kita bersenang-senang. Kuil ini sunyi,
tak ada orang tahu!"
Bhi Li merah padam, laki-laki ini seperti gila membujuknya terus-terusan, tak tahu malu dan katakatanyapun mulai kotor, marah ia. Tapi karena guru silat itu memang hebat dan ia mulai merasa telapaknya
pedas, setiap tangkisan tentu lawan menambah tenaganya maka Bhi Li keluar lagi dan kini bermaksud
kembali pulang. Agaknya ia harus memanggil suaminya dulu. Tapi begitu ia melompat dan menerjang pintu
tengah ternyata laki-laki itu menggerakkan goloknya dan kakinyapun diganjal.
"Trangg-bluk!"
Bhi Li terbanting dan roboh melempar tubuh bergulingan. Ia memekik karena ganjalan itu tak
disangka-sangka. Lawan sungguh licik. Tapi ketika ia meraup jarum-jarumnya dan dengan senjata rahasia ini
ia menghambat laju lawan maka ketika Pang-kauwsu itu menangkis jarum-jarumnya iapun meloncat dan
berlari keluar.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
30 Tapi Pang-kauwsu tertawa bergelak. Laki-laki ini sudah yakin sebentar lagi dia akan mendapatkan
lawannya. Su-hujin yang gagah itu semakin menarik hatinya, dia benar-benar tergila-gila. Maka ketika dia
mengejar dan belasan jarum yang tadi ditangkis ada diraupnya cepat, diretour dan menyambar nyonya itu
maka Su-hujin terkejut ketika jarum-jarumnya dikembalikan lawan.
"Aku tak suka jarum-jarummu, terimalah, kukembalikan.... wut-wut!"
Bhi Li melengking dan menangkis jarum-jarumnya sendiri. Ia marah tapi tak mungkin mengelak dan
harus menangkis jarum-jarumnya sendiri. Dan ketika kesempatan itu dipergunakan lawan untuk meloncat
dan mendekati dirinya, golok Pang-kauwsu bergerak dan akan menyelesaikan pertandingan maka saat itulah
guru silat ini melihat bayangan di depan pintu dan tepat ia mengangkat goloknya maka saat itu sebutir batu
hitam menyambar dan menotok pergelangan tangannya.
"Tak!"
Guru silat ini terbelalak. Pergelangan tangannya lumpuh dan otomatis golokpun turun ke bawah.
Seorang laki-laki pendek tegap memandangnya di pintu itu dengan mata bersinar-sinar. Su-ya (tuan Su)! Dan
ketika dia terkejut karena itulah suami wanita ini maka Bhi Li yang baru saja menangkis runtuh semua
jarumnya kini tiba-tiba membentak dan menusukkan pedangnya ke dada Pang-kauwsu itu, orang berada
dekat dengannya.
"Orang she Pang, kini kau mampuslah!" pedang menyambar dan menusuk dada laki-laki itu. Bhi Li
tak tahu bahwa suaminya sudah di belakangnya, baru saja membantu dan melumpuhkan pergelangan tangan
lawan. Maka begitu pedangnya menusuk dan dada yang empuk menjadi korban maka.... crep. Pangkauwsupun roboh dan mendelik menuding-nuding suami wanita itu.
"Kau.... kau curang!"
Bhi Li terkejut dan menoleh. Ia tak tahu siapa yang dituding tapi begitu menengok maka dilihatnya
suaminya itu. Kontan ia berseru girang dan lawanpun ditendang mencelat. Ia telah mencabut pedangnya dan
laki-laki itu roboh dengan darah menyemprot. Pang-kauwsu tewas! Dan ketika Su Tong berkelebat dan
memasuki ruangan itu maka suami inipun menyesali juga sikap isterinya yang kejam.
"Tak perlu dibunuh, seharusnya ditabas atau dikutungi saja daun telinganya. Ah, dia binasa, Li-moi.
Kau telah membunuh!"
"Eh, kau menyalahkan aku? Tidak melihat betapa meja kursi berantakan? Dia pengganggu wanita
baik-baik, Su-ko, sudah sepantasnya dibunuh. Kalau kau tidak cepat datang entah apa jadinya denganku.
Mungkin dia memperkosa isterimu ini!"
"Sudahlah, sudah.... aku mendengar bentakan dan teriakanmu dan untung aku datang. Han-suheng
menyusul dan lihat dia terengah-engah!"
Sang nyonya menoleh dan mengibaskan rambutnya. Ia masih berdiri dengan pedang berlumuran darah
dan saat itu datanglah pria gagah itu. Keng Han, laki-laki ini, tak dapat menyusul sutenya karena masih
belum sembuh dari sakitnya. Tapi begitu dia datang dan melihat ribut-ribut itu, juga mayat Pang-kauwsu
yang membujur kaku maka diapun tertegun dan berdiri menjublak.
"Siapa dia, perampok dari manakah..."
"Bukan rampok," sang nyonya membanting dan melepas jengkelnya. "Dia ini lebih keji daripada
perampok, Han-suheng. Dia perenggut kesucian seorang wanita. Ini Pang-kauwsu yang telah tiga bulan ini
mengejar-ngejar aku!"
"Ah, seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga)? Tapi kenapa jabatannya guru silat?"
"Jabatan tak menunjukkan kepribadiannya, suheng. Banyak yang lebih terhormat tapi sifatnya lebih
bejat. Ini anjing hina-dina dan aku telah membunuhnya!"
"Hm-hmm...!" sang suheng mengangguk-angguk, maklum akan semua itu. "Kau benar, Li-moi. TapiKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
31 bagaimana sekarang. Dia sudah terbunuh."
"Aku akan melanjutkan perjalananku. Masalah mayat ini, hm...biar saja dimakan anjing!" lalu
melompat dan keluar dari ruangan itu Su-hujin inipun berkelebat dan melanjutkan perjalanannya. Ia tak mau
mengurus mayat itu tapi suaminya bergerak dan menyeret mayat ini. Sang suheng memandang dan akhirnya
membantu juga, dan ketika di luar kuil itu mereka mengubur guru silat ini maka Su Tong mengajak
suhengnya berangkat.
"Isteriku terlalau gegabah, selalu ingin mendahului. Mari kita susul, suheng. Dan maaf biar kau
berpegangan tanganku."
"Baik, dan aku juga ingin kembali ke Hutan Iblis itu, sute. Aku ingin membunuh lawan-lawanku di
sana dan kau membantuku!"
"Mari...!" dan begitu dua laki-laki ini bergerak maka merekapun sudah menyusul Bhi Li yang
mendahului di depan. Jarak di antara mereka ada limabelas menit dan diam-diam sang suami ini khawatir.
Kalau saja suhengnya sehat dan tak apa-apa tentu dia berdua dapat menyusul cepat. Tapi karena suhengnya
sakit dan pengejaran inipun dipaksakan maka dia tak enak membiarkan isterinya di sana. Bagaimanakah
rupanya Hutan Iblis itu? Seseram namanyakah? Pria ini menekan debaran hatinya. Kalau benar begitu dia
harus cepat menyusul. Maka menyendal dan menarik suhengnya lebih kuat laki-laki inipun terbang mengejar
ke depan.
Jilid III
TAPI rupanya terlambat. Bhi Li, wanita cantik itu sudah gila menghadapi ratusan srigala di Hutan
Iblis. Gonggong dan raung srigala-srigala itu membuat Keng Han pucat dan melepaskan diri dari lengan
sutenya, berkata agar sutenya lari lebih dulu dan biarlah dia di belakang. Gonggong dan raung itu sudah
dikenal benar oleh laki-laki gagah ini. Mereka masih dua tiga li lagi dari Hutan Iblis itu namun lengking dan
jerit di depan terdengar jelas. Itulah suara Bhi Li bercampur dengan gonggong dan raung srigala, riuh dan
menggetarkan hutan dan sang sute pucat membelalakan mata. Jerit isterinya memang terdengar. Dan ketika
apa boleh buat dia mendahului suhengnya dan berkelebat meminta maaf, jerit dan pekik isterinya di sana
sungguh menggetarkan hati maka laki-laki ini melesat dan mengerahkan semua ilmu lari cepatnya untuk tiba
di hutan. Dan begitu tiba diapun melotot.
Isterinya, Bhi Li, jatuh bangun menghadapi ratusan srigala sambil berteriak-teriak. Pakaiannya robekrobek sementara pedang di tangan sudah patah-patah digigit anjing-anjing itu, luka dan gigitan atau cakaran
binatang-binatang itu membuat isterinya histeris dan menjerit-jerit. Hutan tergetar oleh riuh atau gonggong
srigala dan akhirnya isterinya roboh oleh terkaman seekor di antaranya yang paling besar, hitam bergaris
putih dan rupanya inilah srigala yang amat hebat itu. Limabelas menit terlambat ternyata sudah membuat
isterinya dalam keadaan bahaya. Dan ketika isterinya terjatuh sementara gigi putih mengkilap itu terbuka
menggigit leher Bhi Li, srigala hitam itu menerkam dan amat buas maka laki-laki ini tak dapat menahan diri
dan melompat dengan amat kuatnya menghantam srigala jantan itu.
"Bhi Li, aku datang.... dess!"
Srigala dan wanita itu sama-sama terlempar. Gigitan sudah mengenai leher wanita itu tapi pukulan
juga menghantam tengkuk binatang ini. Melihat dahsyatnya tentu leher binatang itu remuk, paling tidak
patah. Tapi ketika binatang itu terguling-guling dan melompat bangun lagi, menggeram maka laki-laki ini
tertegun tapi dia cepat menyambar isterinya dan menolong. Sang isteri luka-luka dan robek-robek.
"Su-ko..!"
Dua orang itu berpelukan. Bhi Li, wanita ini sudah menangis tersedu-sedu dirangkul suaminya. Ia
lelah dan roboh disamping ngeri. Tadi ia datang dan satu dua srigala mula-mula keluar, dihajar tapi
kemudian yang lain-lain berdatangan. Ia memekik-mekik di mulut hutan itu dan inilah yang membuat srigala
keluar, satu demi satu sampai akhirnya puluhan, cepat sekali. Dan ketika ia dikeroyok namun membacok danKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
32 menusuk, srigala sudah menjadi ratusan maka geram atau munculnya srigala pemimpin membuat wanita itu
tersentak karena apa yang didengar ternyata betul.
Hadirnya srigala ini merobah segala-galanya. Tadi dia enak membabat dan merobohkan lawanlawannya tapi begitu berhadapan dengan srigala hitam berpunggung putih ini ia terkejut. Pedangnya tak
mampu melukai binatang itu dan setiap dibacok tentu mental. Ia berkelebatan namun binatang itu melompatlompat, ringan dan cepat dan gerak kakinya seperti orang bersilat, mampu membayangi ke manapun ia pergi.
Dan karena di situ banyak srigala-srigala lain yang menunggu dan mencari kesempatan maka ia mulai
tergigit dan mula-mula ujung celananya yang robek, disusul kemudian oleh terkaman srigala hitam itu yang
menggigit ujung bajunya. Ia mengelak dan membacok namun srigala itu tak bergeming sama sekali,
menggereng dan memperlihatkan taringnya dan empat bacokan mental semua, ia pucat. Dan ketika ia
melengking-lengking namun kini di semua penjuru sudah penuh dengan srigala-srigala buas, yang melolong
dan riuh-rendah maka iapun menjadi bising sekaligus bingung tak dapat keluar. Lawan amat banyak
sementara ia sendirian saja. Dan ketika srigala hitam menubruk dan kali itu ia tak mungkin mengelak,
membacok dan menyambut gigi srigala itu dengan pedangnya maka srigala ini menggigit dan mulut yang
bertemu pedang mengatup dengan amat cepatnya dan pedangnya dirampas! Dan terdengarlah suara peletak
ketika pedangnya patah. Wanita ini terkejut dan lawan-lawan yang lain menyalak dengan amat riuhnya,
menubruk dan maju berbareng seolah girang melihat wanita itu tak bersenjata dan robeklah kulitnya oleh
cakar dan gigitan srigala-srigala itu. Ia mulai terluka. Rasa takut mulai datang! Dan ketika ia menyesal
kenapa sendirian ke tempat itu, tak menunggu suaminya maka ia menjadi bulan-bulanan gigitan binatang dan
hanya kaki tangannya yang dapat dipakai untuk membela diri. Dan ini membuat luka-lukanya semakin
bertambah. Bhi Li benar-benar kalut dan darah membasahi tubuhnya, memekik dan melengking-lengking
namun ia sudah tak mungkin keluar. Musuh amatlah banyak dan ia di tengah-tengah, tentu saja menjadi
korban empuk namun saat itu suaminya datang, membentak dan menendang srigala-srigala yang lain
sementara srigala hitam dipukul tengkuknya, roboh terguling-guling. Dan ketika lawan terkejut dan mundur
sejenak, menyalak dan melolong-lolong lagi maka pria ini gelisah melihat keadaan isterinya.
"Kau terluka, terlalu banyak darah mengalir. Pegang tanganku dan kita melayang di atas pohon itu!"
Su Tong, laki-laki ini, tak mau membuang tempo. Srigala hitam menyerang lagi dan srigala yang lain
maju menerjang, ikut kalau pemimpinnya masih tegar. Tapi karena isterinya roboh di pelukannya dan tak
mungkin dia melayani srigala-srigala itu, yang penting adalah menyelamatkan isterinya maka laki-laki ini
menjejakkan kaki dan sekali mengayun tubuh diapun sudah terbang ke pohon paling dekat dan menyambar
dahannya. Namun celaka, dahan itu patah. Tak kuat menahan dua beban sekaligus dahan itupun berkeretak,
patah dan tentu saja dua orang ini terpelanting ke bawah. Tapi ketika laki-laki itu berseru keras dan sang
isteri di lempar ke dahan yang lebih tinggi, dia sendiri meluncur turun dan terpaksa menghadapi srigalasrigala di bawah maka dia membentak dan kakinya diputar empat kali ke segala penjuru.
"Des-des-dess!"
Srigala hitam dan teman-temannya terlempar. Mereka mencelat oleh sapuan ini dan laki-laki itu
menyambar dahan yang patah, bergerak dan selanjutnya sudah menerjang sekelompok srigala itu dengan
amat marahnya. Dia menghajar mereka dengan dahan kayu ini, bak-bik-buk dan seketika srigala-srigala itu
tunggang-langgang. Tapi karena pemimpinnya bangkit berdiri dan melolong dengan mulut dibuka lebar
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lebar, aba-aba bagi yang lain untuk maju dan tetap menyerang maka srigala itu meloncat dan menubruk lakilaki ini. Sang isteri mengeluh di atas dan menjerit, laki-laki itu membalik dan menghantam srigala ini dengan
dahan kayu itu. Dan ketika binatang itu terlempar namun bangun lagi, menggeram dan menerjang seperti tadi
maka laki-laki ini terbelalak dan diapun sudah dikeroyok oleh ratusan srigala itu, berkelebat dan berlompatan
namun srigala hitam paling berbahaya. Tujuh kali digebuk tujuh kali itu pula dapat melompat bangun. Dan
ketika dia terbelalak sementara isterinya menonton dan merintih maka suhengnya datang dan dua laki-laki
yang beringas dan marah ini menghajar binatang-binatang itu sementara sang suheng mempergunakan
pedangnya. Pria gagah ini sudah bertanya di aman Bhi Li.
"Ia di atas, luka-luka. Aku menyelamatkan, suheng. Hati-hati dan awas dengan si hitam itu. Ia kebal!"
"Hm, di atas?" laki-laki ini mendongak. "Bagus, jaga dirimu, Li-moi. Aku akan membalas sakit hatiku
dan membasmi binatang-binatang ini... crat!" pedang mengenai seekor srigala, tembus dan disusul tusukanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
33 ke kanan kiri di mana tiga ekor srigala lagi roboh. Keng Han dan sutenya sudah bergerak menghajar
binatang-binatang itu. Tapi ketika tiba-tiba terdengar jerit Bhi Li dan dahan yang diduduki patah, aneh
sekali, maka wanita itu terpelanting dan sang suami kaget untuk kedua kali.
"Su-ko, tolong...!"
Jerit ini membuat laki-laki itu menoleh. Mereka masih di tengah-tengah keroyokan srigala dan jatuh di
tempat itu amatlah berbahaya. Bukan karena sekedar patah tulang melainkan serbuan hewan-hewan ganas
itu. Dan ketika saja isterinya berdebuk dan para srigala menggonggong, lari dan membalik menyerang
isterinya maka pria ini membentak dan dahan di tangannya disapukan amat kuat menghantam anjing-anjing
liar itu.
"Bresss!"
Namun sang isteri roboh pingsan. Jatuh dan kaget disambut lawan-lawan buas membuat Su-hujin itu
pucat. Ia sudah luka-luka dan keadaannya lemah sekali. Maka terbanting dan jatuh di tanah iapun tak kuat
lagi dan pingsan, disambar sang suami dan kini memondong isterinya dengan satu tangan laki-laki itu
menghadapi duaratus srigala. Yang lain menyerang suhengnya dan si hitam melompat lagi, ditampar tapi
bangun lagi. Dan ketika di sana suhengnya mengamuk dan menghajar binatang-binatang itu maka sebutir
batu hitam menyambar dari kiri dan.... tak, laki-laki itu terkejut dan pedangnya terlepas.
"Heii...!"
Pria gagah ini menoleh. Dia melihat asal batu hitam menyambar dan mata setan itu dilihatnya, sedetik
saja karena mata itupun menghilang lagi dan kawanan srigala menubruknya. Dan ketika dia terkejut dan
hendak mengambil pedang, terbelalak karena pedangnya patah maka sebelas srigala menggigitnya dari kiri
kanan dan laki-laki itu berteriak. Teriakan ini mengejutkan sutenya dan sang suheng bergulingan melepaskan
diri, mencengkeram dan menghantam binatang-binatang itu dan lima di antaranya roboh. Tapi karena enam
yang lain masih melekat dan ini berbahaya, sang sute terkejut dan membentak ke sini maka dia
mengayunkan dahan kayunya dan srigala-srigala itu pecah kepalanya. Senjata di tangan langsung diberikan
kepada sang suheng, diri sendiri mencabut pedang.
"Suheng, jangan lepaskan pedangmu. Kenapa dibuang!"
"Ah, siapa yang membuang," sang suheng bergulingan meloncat bangun, pundak dan punggungnya
berdarah, pakaianpun robek. "Aku diserang seseorang itu, sute. Si Mata Iblis. Dia datang dan
menggangguku!"
"Ah, dia? Mana?"
"Tadi disebelah kiri, sekarang lenyap. Terima kasih dan awas lawanmu si hitam itu lagi.... rrtt!" baju
laki-laki itu robek, terkuak disambar srigala hitam dan laki-laki ini marah sekali. Dia memondong isterinya
dan sekarang melindungi suhengnya pula. Kalau saja suhengnya sehat tentu tidak seberapa, tapi karena
suhengnya baru sembuh dan belum pulih betul, ini yang berbahaya maka dia terkejut dan berpikir bagaimana
baiknya, diserang dan mengelak sana-sini dan sekarang sepak terjangnya menjadi ganas. Di tangannya
terdapat sebuah pedang dan dengan pedang itulah dia menyambut dan menusuk lawan-lawannya. Satu demi
satu roboh dan tak kurang tujuhpuluh srigala dibantai. Ini sudah cukup banyak! Tapi ketika dia terbelalak
dan mencari sana-sini si Mata Setan itu, orang atau mahluk penghuni Hutan Iblis maka si hitam meraung dan
membalik serta kembali menggigitnya. Dan laki-laki ini tiba-tiba marah. Dia merunduk dan menyelamatkan
wajah dan mulut si buas ditikam. Tapi ketika si hitam menangkis dan baru kali itu dia melihat gerakan ini,
pedangnya melenceng maka cakar si hitam mengenai perutnya dan.... bret, bajunyapun robek. Cakar dari
kaki bawah binatang itu hampir saja mengenai kulit perutnya. Dia terkejut, tapi juga gusar. Dan ketika dia
membentak dan membalik mengejar lawannya ini, si hitam merunduk dan ganti berkelit maka hewan luar
biasa ini sudah meloncat dan menerkamnya lagi, kawan-kawannya yang lain membantu.
"Keparat, srigala ini binatang siluman, suheng. Kalau aku tak membawa isteriku ingin rasanya aku
memukul dengan Pek-lui-ciang (Tangan Petir)!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
34 "Tak akan mempan," sang suheng berseru. "Srigala itu kebal secara gaib, sute. Agaknya dia diisi
seseorang dengan ilmu hitam. Agaknya paling baik adalah menangkap atau menjeratnya!"
"Benar, dia pemimpin di sini. Tapi bagaimanakah caranya. Aku tak membawa tali!"
"Aku juga tidak. Tapi bajuku ini dapat kulepas, sute. Kau dekatlah ke sini dan kita bahu-membahu.
Atau... augh!" sang suheng berteriak dan menghentikan kata-katanya. Sebutir batu hitam kembali
menyambar dan dahan di tangannya kembali terlepas. Ibu jarinya dihantam dan kagetlah laki-laki itu oleh
serangan gelap. Dan ketika sang sute terkejut dan menoleh maka para srigala melompat dan menerkam lakilaki itu, yang terhuyung dan melotot ke kanan.
"Suheng, awas..!"
Sang suheng sadar. Dia mengelak namun tubrukan dari belakang tak dapat dikelit, mengaduh dan sang
sutepun membentak dengan amat marah, melejit dan menusuk tiga srigala di punggung suhengnya itu. Tapi
ketika si hitam mengejar dan melompat pula, menggigit dan menggeram maka laki-laki ini kaget karena
lengan kanannya tak dapat dilepaskan. Pergelangan dan gagang pedang di cekam kuat-kuat.
"Augh!" laki-laki itu marah dan menendang. Si hitam terangkat tapi mulutnya tetap menggigit,
terayun dan menyalaklah srigala-srigala lain menyerang membantu si hitam. Dan karena gigitan itu amat
kuat dan menyakitkan, laki-laki ini sudah mengerahkan sinkang namun terasa ngilu juga maka serbuan dari
kanan kiri tak dapat dihindarkannya.
"Bret-brett!"
Baju dan celananya robek-robek. Si hitam menempel tak mau lepas dan apa boleh buat pria ini
melepaskan isterinya dan menghantam binatang itu dengan tangan kiri. Pek-lui-ciang menyambar dan
terdengarlah suara berdetak ketika pukulan mengenai kepala anjing liar itu. Tapi ketika srigala itu mencelat
dan terlempar roboh, otomatis gigitannya lepas maka sang isteri menjadi rebutan srigala-srigala itu dan
diseret atau dibawa lari.
"Bedebah!" laki-laki ini marah dan membalik. Dia tak dapat menahan diri lagi melihat semuanya itu,
meloncat dan sekali tangannya diayun enam srigala pecah kepalanya, menguik. Tapi ketika dia mengamuk
dan menyambar isterinya ternyata suhengnya berteriak dan mengeluh di sana, jatuh bangun dan laki-laki ini
menjadi pucat karena sang suheng tak bersenjata lagi. Keadaan berbahaya, mereka rupanya harus mundur.
Maka membentak dan berkelebat ke kiri ia membacok sembilan srigala dan berseru kepada suhengnya,
"Suheng, kita pergi. Kau dan isteriku luka-luka. Keluarlah dari kepungan dan biar kubuka jalan
darah!"
Sang suheng mengangguk. Dalam keadaan seperti itu memang tak ada jalan lain kecuali pergi. Mereka
menghadapi ratusan srigala sementara dua di antara mereka luka-luka. Dia kehilangan senjatanya setelah tadi
sebutir batu hitam kembali menyambar. Benturan di telapak tanggannya tadi terasa pedas dan sakit, pedang
maupun dahan kayunya terlepas dan iapun sudah dikeroyok srigala-srigala jahanam itu. Maka ketika sutenya
membuka jalan darah dan berseru agar mereka pergi, tak mungkin kuat bertahan lama pria inipun
mengangguk dan setuju. Sembilan ekor srigala telah roboh dibabat tapi ketika dia meloncat keluar mendadak
mata iblis itu datang lagi, muncul di belakang sutenya dan ketika ia tertegun tiba-tiba sinar hijau menyambar.
Ia berteriak dan mata setan itupun menghilang. Sang sute menoleh dan melihat apa yang dituding. Dan
ketika sutenya membabat ternyata sehelai daun muda menghantam pedang sutenya itu.
"Crat!"
Daun itu menempel dan lekat di mata pedang. Tidak putus melainkan menancap dan bagaikan
sepasang jepitan baja, sang sute tergetar dan terhuyung dua tindak. Dapat dibayangkan betapa hebatnya
tenaga lontaran itu. Dan ketika dua laki-laki itu terkejut dan tertegun membelalakkan mata maka srigala
hitam menubruk dan menerkam laki-laki ini.
"Awas..!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
35 Sang sute sadar. Dia membalik dan menyambut terkaman ini dengan sabetan kuat, terpental tapi
hewan itupun berdebuk dan gagal menyerang lawannya. Dan ketika dia meloncat bangun dan menyerang
lagi, mengaum dengan amat dahsyat sementara kawan-kawannya menubruk dan menerjang mereka maka
dua laki-laki gagah ini menjadi kewalahan dan terkepung lagi, tak dapat keluar.
"Keparat!" laki-laki itu membentak. "Kau harus cepat keluar dari sini, suheng, jangan perhatikan yang
lain-lain. Ayo, keluar dan kubuat jalan darah lagi.... crat-crat!" pedang membacok dan menusuk tujuh srigala
di kiri kanan, roboh dan selanjutnya diputar lagi membuka kepungan. Para srigala itu mundur sejenak dan ini
kesempatan mereka. Tapi ketika sang suheng meloncat dan keluar dari kepungan ternyata menyambar lagi
sinar hijau itu ke arah sang sute.
"Sute, awas!"
Laki-laki ini bergerak. Dia membalik dan untuk kedua kalinya melihat serangan gelap itu. Sang
suheng tak jadi lari dan berhenti di situ. Dan ketika dia membacok dan berteriak keras, maklum bahwa
serangan inipun tentu hebat maka daun itu terpental tapi.... menyambar isterinya.
"Crep!"
Kejadian itu demikian cepatnya. Laki-laki ini terkejut karena sang isteri yang masih berada di
pondongan tentu saja tak dapat mengelak. Isterinya pingsan dan dialah yang berjuang keras menyelamatkan
isterinya ini. Maka begitu daun terpental dan menancap di tengkuk, amblas setengahnya maka sang isteri
menggeliat dan roboh tewas seketika itu juga, tak bergerak-gerak lagi.
"Jahanam!" laki-laki itu melengking dan menjadi buas. "Kubunuh kau, Mata Iblis. Kubunuh kau dan
anak-anak buahmu ini. Keluarlah...!" dan bentakan serta seruan dahsyat yang menggetarkan hutan itu sudah
disusul oleh loncatannya dan tikamannya ke gerombolan srigala. Sang suheng terkejut karena sang sute kini
justeru menyerbu ke dalam. Tadi barisan srigala sudah dibuat mundur tapi kini sutenya itu mengamuk dan
menerjang, pedang berkelebatan memburu binatang-binatang itu dan tigabelas terbacok kepalanya, putus dan
mengamuklah sutenya itu membabat srigala-srigala yang lain. Dan karena tentu saja tak mungkin dia pergi
kalau sutenya mengamuk di situ, menyerbu dan menyikat binatang-binatang itu maka apa boleh buat Keng
Han, laki-laki ini, masuk dan membantu sutenya menghajar binatang-binatang itu, tak jadi keluar.
"Sute kau terpancing. Kita akan terkepung lagi!"
"Biarlah, aku ingin membalaskan sakit hati isteriku, suheng. Aku ingin bertemu si Mata Iblis. Kau
pergilah dan biarkan aku sendiri!"
"Tidak. Kau gila, sute? Kalau kau di sini akupun juga akan di sini. Baik, mari kita robohkan mereka
dan biar kugunakan batu-batu ini menghajar mereka!" Keng Han menendang dan menyambit binatangbinatang itu dengan batu apa saja, menghantam kepala srigala-srigala itu dan hasilnya boleh juga. Belasan
srigala roboh dan pecah kepalanya. Ternyata laki-laki ini masih gagah juga. Tapi ketika srigala hitam
menubruk dan menggeram kepadanya, disambit tapi tak apa-apa maka dia terjengkang ditubruk dan
diterkam.
"Augh!"
Suara itu membuat sang sute menoleh. Suhengnya terjatuh dan pucat menahan gigitan si hitam. Srigala
amat besar itu membuka mulut lebar-lebar dan menggerakkan kepalanya ke kiri kanan untuk menggigit
dengan buas. Mereka bergulingan dan masing-masing menyerang dan bertahan. Dan ketika suhengnya tak
mampu mempertahankan diri, srigala lain berdatangan dan meloncat untuk menubruk pula maka jeritan
tinggi terdengar ketika leher suhengnya itu tergigit, amat kuatnya.
"Bret!"
Sang suheng sudah menghantam dan memukul kepala binatang ini. Si hitam tak bergeming dan
ditendang tapi terangkat sedikit saja, turun dan memperkuat gigitannya sementara teman-temannya ramai
menggonggong menggigit sana-sini pula. Dan ketika suhengnya menggeliat dan tak kuasa menghadapi
sekian banyak srigala, pria itu kehabisan tenaga maka daging pundaknya tercabut dan darah segarKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
36 menyemprot.
"Suheng!"
Bentakan itu disusul loncatan jauh dari laki-laki ini. Gumpalan daging tercabut lagi dan suhengnya
roboh menjadi korban, digigit dan dicabik-cabik dan si hitam sudah mengerat leher suhengnya hampir putus.
Taring dari srigala hitam itu amat kautnya hingga sang suheng terkulai lemas, roboh dan rupanya tewas oleh
gigitan sekian banyak srigala. Dan ketika laki-laki itu memekik dan mengayun pedangnya, si hitam
terlempar sementara yang lain-lain roboh dan putus menjadi dua maka laki-laki itu terbelalak karena tubuh
suhengnya sudah tidak keruan, perut dan daging serta kulitnya berlubang-lubang, persis bangkai membusuk
yang digerogoti harimau-harimau lapar. Tentu saja dia menjadi marah dan dendam serta sedih. Maka ketika
pekikan kembali terdengar dan laki-laki itu meloncat dan mengamuk lagi, menjadi gila maka semua srigala
ditusuk dan ditikam. Setiap pedang berkelebat tentu dua atau tiga srigala roboh. Hanya srigala hitam yang
kebal dan kuat itu yang mampu bertahan, bangkit dan menyerang lagi dan hewan ini tak kenal takut. Diapun
mengeram-geram melihat kawan-kawanya dibantai. Dan karena memang hanya srigala inilah yang tak dapat
dirobohkan, kuat dan kebal terhadap bacokan senjata tajam maka terhadap binatang yang satu ini laki-laki itu
tak dapat berbuat banyak, menusuk dan menikam sampai akhirnya pedangnya patah. Seratus srigala telah
menjadi bangkai dan mayat mereka yang bertumpuk-tumpuk disusul bau anyir darah yang amis. Tenaga lakilaki itu mulai habis. Akhirnya diapun mulai menjadi lelah, terhuyung dan roboh sementara isterinya juga
terlepas dari pegangan. Rasa letih yang sangat membuat laki-laki itu gemetar. Tapi ketika srigala hitam
mengaum dan melompat, lolongnya mengetarkan hutan maka saat itulah berkelebat dua bayangan lain di
mana mulut si hitam yang terbuka lebar disambar benda putih berkilau yang tepat sekali menghantam langitlangit rongga mulutnya, mengenai sebiji besi pipih yang menempel di telak binatang itu.
"Dar!"
Si hitam tersentak dan roboh. Kepalanya pecah dan binatang yang kebal itu tiba-tiba ambruk. Hal ini
mengejutkan dan lai-laki itu terbelalak. Tapi begitu dua orang berkelebat di dekatnya dan seorang kakek
gagah bersama seorang gadis berusia limabelasan tahun berdiri di situ, laki-laki ini tertegun dan gadis itu
menjerit maka ia menubruk dan langsung mengguguk di dada laki-laki ini.
"Ayah....!"
"Suhu..."
Dua seruan hampir berbareng keluar dari dua mulut. Laki-laki itu terkejut memandang kakek gagah di
depannya sementara gadis cantik itu menubruk dan memanggil namanya. Inilah Pek-lui-kong dan cucu
muridnya, Su Giok, puteri dari laki-laki gagah itu bersama isterinya yang tewas. Tapi begitu ayah dan anak
bertangisan sementara kakek itu bersinar dan merobohkan si hitam mendadak terdengar gelegar dahsyat dan
sisa-sisa srigala melompat, berhamburan.
"Awas...!" kakek itu membalik dan menampar tujuh sinar hitam. Dari dalam hutan terdengar raung
atau lolong menyayat. Gelegar dahsyat itu disusul oleh dentuman memekakkan yang membuat hutan dan
isinya seakan roboh. Pohon-pohon berderak dan tiga di antaranya tumbang. Dan ketika asap hitam mengebul
dan hutan seisinya guncang, saat itulah menyambar tujuh sinar hitam itu maka si kakek yang menangkis dan
menampar tiba-tiba terpelanting dan berseru keras.
"Tak-tak-tak!"
Tujuh batu sebesar kepalan diruntuhkan. Kakek itu melempar tubuh karena kaget dan berubah. Tujuh
batu yang ditamparnya itu tidak pecah, melainkan mental dan menyambar tubuhnya lagi. Dan karena hanya
dengan melempar tubuh saja dia akan selamat maka kakek itu meloncat bangun tapi dua di antara tiga pohon
yang tumbang menimpa murid dan cucu muridnya.
"Su Giok, awas!"
Gadis itu menengok. Dia masih menangisi keadaan ayah dan ibunya ini, terutama ibunya yang telah
menjadi mayat dan kaku di situ. Tapi begitu kakek itu berteriak dan pohon yang menimpanya berkerasakKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
37 dengan amat dahsyat maka dia meloncat dan plak, pohon itu diterimanya dengan tangan kiri, kedua kaki
sudah tegak memasang kuda-kuda dan pohon yang satu lagi diterima dengan tangannya yang lain, ditahan
lalu dilontarkan ke kiri dan berdebumlah pohon-pohon itu dengan amat kuatnya. Dan ketika ia meloncat dan
membersihkan pakaiannya, mengebut dan menyelamatkan kedua orang tuanya maka Su Tong, laki-laki itu,
terbelalak dan kagum.
Namun tak banyak kesempatan bagi mereka untuk berdiam dan berbicara. Sinar-sinar hitam kembali
menyambar dan kakek gagah itu menangkis dan mengebutkan lengannya berulang-ulang. Debu kian tebal
dan asap hitampun kian pekat. Raung atau lolong di dalam hutan itu kian mendirikan bulu roma. Dan karena
kakek ini selalu terdorong dan mundur terhuyung-huyung, sinar-sinar hitam yang berhamburan tak dapat
ditahannya dengan kuat akhirnya ia berteriak dan menyambar muridnya.
"Su Giok, bawa mayat ibumu. Biar aku membawa ayahmu!" dan berjungkir balik menjauhkan diri
dari sinar-sinar hitam kakek itu pergi dan berkelebat meninggalkan Hutan Iblis. Suara bergemuruh dan suarasuara lain terdengar seolah kiamat. Pohon-pohon berjatuhan dan menimpa lagi. Dan karena hutan menjadi
gelap-gulita sementara mereka harus menyelamatkan dua orang di situ, Su Tong dan mayat Bhi Li maka
kakek ini terbang dan Su Giok menangis menyambar mayat ibunya. Belasan sinar hitam sudah ditangkis tapi
kakek gagah itu selalu terpental, tanda betapa hebatnya orang di dalam hutan itu. Dan ketika Su Giok
meluncur dan mengikuti kakek gurunya maka raung atau lolong di dalam hutan itu melemah sampai
akhirnya lenyap tak terdengar lagi. Gadis ini mengguguk sementara ayahnya dipondong gurunya. Dan ketika
mereka terbang dan terus ke timur, membelok dan kembali ke rumah di tepi sungai kecil itu maka gadis ini
tersedu-sedu dan roboh pingsan, tak kuat melihat kematian ibunya. Dan begitu kakek itu berhenti dan
meletakkan muridnya maka kakek itupun menarik napas dalam dan tampak berkerut-kerut.
-0- Malam itu keluarga ini berkabung. Bhi Li, wanita itu telah dimakamkan sementara Su Tong kehabisan
daya di pembaringan. Laki-laki gagah ini terserang demam dan luka-lukanya bernanah. Gigitan dan serangan
srigala sungguh hebat. Sekujur tubuh laki-laki ini luka dan yang membuat kakek itu berkerut adalah liur
beracun yang merembes masuk ke dalam kulit. Racun ini membuat wajah Su Tong kebiru-biruan dan anak
gadisnya menangis tiada henti. Kakek itu khawatir. Dan ketika ia mengerahkan sinkang dan mengusir racun
dengan cara ini, sudah menjejalkan beberapa obat namun kurang membantu maka menjelang tengah malam
terdengar suara-suara aneh di luar rumah.
Kakek itu tertegun dan menoleh. "Coba kau lihat suara-suara apa itu."
Su Giok, yang mendampingi ayahnya ini mengangguk. Ia berdiri dan mengusap air mata dan juga
mendengar suara-suara itu. Seperti daun berkeresekan atau orang menginjak daun kering. Tapi karena suara
itu lenyap dan timbul lagi, kini terdengar dan gurunya berkerut maka ia berdiri dan juga merasa terganggu,
marah. Tapi belum ia keluar pintu mendadak tiga moncong srigala menyembul dan menggeram!
"Suhu...!"
Jerit dan teriakan tertahan ini membuat sang suhu menengok. Su Giok, gadis itu, kaget bukan main.
Itulah srigala-srigala dari Hutan Iblis! Tapi ketika gurunya menoleh mendadak tiga ekor srigala ini
menghilang dan melompat keluar.
Su Giok berdetak. Pek-lui-kong, jago tua ini, juga berdesir dan bangkit berdiri. Konsentrasinya pecah
dan tentu saja tak mungkin menyalurkan sinkang. Srigala Hutan Iblis mendatangi mereka. Dan kaget serta
heran bagaimana srigala itu tahu rumah muridnya, kakek ini berkelebat dan keluar maka di dalam kamar
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tiba-tiba terdengar jerit dan teriakan muridnya lagi.
"Suhu...!"
Pek-lui-kong berkelebat masuk. Ia baru saja menyambar keluar ketika tiba-tiba muridnya menjerit.
Jerit itu lebih hebat daripada tadi. Dan ketika ia masuk dan memandang mendadak jantung kakek iniKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
38 berdetak karena Su Tong, muridnya, tak ada!
"Ayah.... ayah lenyap. Tadi... tadi aku hendak melompat keluar ketika tiba-tiba terdengar desir dan
suara angin. Dan... dan ketika aku menoleh ayah sudah tak ada lagi. Ooh, mana ayah, sukong..... mana
ayah!"
Terdengar gonggong dan raung srigala. Sebagai jawaban dari pertanyaan gadis itu mendadak di luar
rumah riuh-rendah oleh lolong dan salak binatang-binatang jahanam itu. Sang kakek terkejut dan
melompatlah dia menyambar sang cucu. Kakek ini melayang melalui jendela dan tiba-tiba saja Su Giok
maupun kakek gurunya tersirap. Di luar rumah sudah ada ratusan srigala, bukan tiga atau empat melainkan
tigaratus lebih! Dan ketika kakek itu tertegun sementara Su Giok menjerit tertahan, beringas dan menyambut
pedang maka suara tawa sumbang terdengar di belakang mereka, tawa yang menusuk dingin dan tajam,
mengiris jantung. Dan ketika gadis itu membentak dan melompat ke sini tiba-tiba sebuah benda besar
menyambarnya dan kontan ia menusuk.
"Jangan...!" sang kakek berseru dan menahan tangan muridnya. Gadis itu hampir menusuk ketika tibatiba kakek gurunya sudah mencekal pergelangannya, menotok dan melumpuhkan tangan gadis itu sekejap
sementara tangan yang lain menyambut dan menerima benda besar ini. Dan ketika terdengar suara bluk dan
itulah tubuh Su Tong, ayah Su Giok maka gadis itu menjerit dan kakek ini terhuyung serta jatuh terduduk.
"Thian Yang Maha Agung... ah, hebat sekali lawan kita ini!"
Sang kakek berdiri dan tak perduli kepada gonggong dan raung srigala. Ia cepat menerima benda besar
itu karena menyambarnya seperti benda mati, bukan srigala atau semacam itu karena benda ini jelas
dilontarkan orang. Dan ketika itulah tubuh muridnya dan Su Giok menjerit memanggil ayahnya, menubruk
dan memeluk ayahnya, ternyata ayahnya itu sudah membujur kaku dengan leher bekas dicekik!
"Ayah.... ayah...!"
Sang kakek tergetar dan membelalakkan mata. Wajah yang semula biasa dan tenang itu mendadak
menjadi merah, senyum di bibir sudah berubah menjadi kemarahan dan kakek ini membentak ke arah
sebatang pohon di samping rumah. Dan ketika ia berkelebat tapi tujuh srigala menggonggong dan
menyambutnya maka kakek ini mengibas dan srigala-srigala itupun roboh dengan kepala pecah.
"Orang gagah berhati kejam, keluarlah. Aku Pek-lui-kong bukan kanak-kanak yang dapat kau takuttakuti..... des-dess!" dan tujuh srigala mencelat ditendang kakek ini akhirnya terlempar dan membuat riuh
srigala-srigala lain yang tak mau ditimpa teman-temannya. Kakek itu sendiri sudah tiba di balik pohon besar
itu tapi lawan yang di cari tak ada, lenyap, seperti iblis. Dan ketika ia tertegun dan menjadi marah, wajah
semakin merah padam maka terdengarlah lolong panjang merintih yang tiba-tiba menggerakkan semua
srigala untuk bergerak dan menyerang mereka.
"Su Giok, awas!"
Gadis itu terkejut. Ia sedang menangisi kematian ayahnya ketika tiba-tiba puluhan srigala
menyerbunya. Mereka menggonggong dan menyalak-nyalak namun ia justeru menyambutnya dengan
beringas. Pedang di tangan membacok dan sekali ia mengayun robohlah tigabelas srigala dengan tubuh
terbelah. Dan ketika di sana kakek gurunya juga menampar dan mengebutikan lengan bajunya, puluhan
srigala terlempar dan jungkir balik maka cucu dan kakeknya ini bergerak dan menghajar binatang-binatang
itu. Lain kakek ini lain pula cucu muridnya. Ia hanya menghalau dan membuat srigala-srigala itu jatuh
bangun dengan tamparan atau kebutan ujung bajunya. Tapi sang cucu murid yang bergerak dan menebas
sana-sini, menusuk atau membacok yang mengakibatkan srigala-srigala itu roboh dengan kepala putus
membuat tempat itu sebentar saja sudah digenangi darah dan amis. Sang kakek mengerutkan kening tapi
tidak mencegah. Ia tahu kemarahan muridnya itu atas kematian orang tuanya. Ayah dan ibunya sekaligus
tewas terbunuh, hal yang memang membuat darah bergolak. Tapi ketika sinar-sinar hitam mulai menyambar
dan beberapa di antaranya menuju gadis itu maka kakek ini berseru agar muridnya berhati-hati.
"Su Giok, awas. Seseorang menyerang kita dengan senjata gelap... tik-tak!" kakek itu meruntuhkan
lima batu hitam, terdorong dan pucat karena kesekian kalinya lagi ia kalah kuat. Orang di balik bayang-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
39 bayang hitam itu benar-benar lihai. Dan ketika ia melihat bayangan itu kembali berkelebat di belakang
pohon, membungkuk dan menjentikkan lagi sinar-sinar hitam maka kakek ini berseru keras dan secepat kilat
ia menendang seekor srigala yang mencelat ke arah orang itu.
"Dess!"
Orang itu terkejut dan mengelak. Sepasang mata tajam berkilat di bawah bayangan bintang dan Peklui-kong, kakek gagah ini, tersentak. Ia seakan bertemu dengan mata iblis dan tiba-tiba terdorong. Wibawa
atau pengaruh dari mata itu kuat sekali. Ia tak tahan! Dan ketika ia mengeluh dan kembali menampar atau
menendang binatang-binatang itu maka orang itu menghilang lagi tapi tiba-tiba di sana muridnya menjerit.
"Aduh!"
Kiranya Su Giok terlepas pedangnya. Gadis itu menjerit ketika tiba-tiba sebuah batu hitam menyambar
pergelangannya, berdetak dan ia merasa seakan remuk. Dan ketika pedangnya terlepas dan srigala-srigala itu
menubruknya, ia melempar tubuh bergulingan maka kakek gurunya bergerak dan melompat ke tempat ini.
"Berlindung di balik lengan bajuku, jangan berpencar. Tangkap dan bawa lagi pedangmu, Su Giok.
Awas, jangan sampai terlepas!"
Kakek itu mengebut dan menyambar pedang di atas tanah. Ujung bajunya menyambar dan pedang
tahu-tahu terlilit di sini, dibetot dan sekali ayun telah menuju ke cucu muridnya itu. Dan ketika Su Giok
menerima dan menangkap pedangnya, tergetar maka gadis itu bertanya siapakah kiranya penyerang gelap
itu. "Aku juga tak tahu, tapi jelas ia lihai. Hm, agaknya semua binatang ini harus dimusnahkan, Su Giok.
Baru setelah itu tuannya muncul... krak-dess!" kakek inipun menendang dan menambah tenaganya. Dia tidak
lagi sekedar menghalau atau menghajar binatang-binatang itu melainkan sudah mulai membunuh. Sekali
kebut tujuh delapan ekor srigala roboh, pecah kepalanya. Dan ketika cucu muridnya bergerak dan
berkelebatan kembali, mereka sambar-menyambar tapi selalu dalam lingkup yang dekat maka sebentar
kemudian duaratus srigala terbunuh.
"Ggrr!"
Terdengar geram atau aum dahsyat ini. Srigala tiba-tiba mundur dan menyalak menggonggonggonggong. Sejenak mereka tak menyerang tapi lari berputaran. Namun begitu dua orang itu juga berhenti dan
berputaran mengikuti mereka mendadak mereka menerjang lagi dan kali ini yang dituju adalah gadis cantik
itu. "Awas!"
Su Giok mengangguk. Ia tak tahu bahwa dua ekor srigala coklat masuk dalam barisan ini. Mereka
adalah pendatang baru dan tiba-tiba menyerang gadis itu dari depan. Dan ketika Su Giok menyambut
sementara kakinya menendang menghajar yang lain maka pedangnya terpental bertemu dua srigala ini.
"Tak-tak!"
Gadis itu terkejut dan berteriak tertahan. Dua ekor srigala ini menyeringai sekejap namun sudah maju
lagi, menubruk dan tubrukan mereka amat cepat, lain dari yang lain-lain. Dan ketika gadis itu mengelak
namun kalah cepat, bajunya robek maka gadis itu melempar tubuh bergulingan dan kakek gurunya
terbelalak.
"Brett!"
Dua srigala itu menyerang lagi. Mereka membalik dan sudah mengejar gadis ini dan Su Giok menjadi
marah. Ia masih memegang pedangnya tapi begitu membacok tiba-tiba pedangnyapun patah! Dan ketika ia
menjerit dan kakeknya terkejut maka dua srigala itu menggigitnya dari kiri kanan.
"Terkutuk!" kakek ini membentak dan menghantam. "Srigala-srigala itu diisi ilmu hitam, Su Giok.
Cari benda runcing dan tusuk rongga atas mulutnya.... des-dess!" pukulan kakek itu menghantam srigalaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
40 coklat, melempar dan membuat mereka mencelat jauh namun dua ekor srigala itu bangun lagi. Mereka tak
apa-apa, kebal! Dan ketika gadis itu terbeliak dan menyambar patahan pedangnya, yang runcing
dipergunakan menusuk maka terdengar lolong pendek di mana srigala coklat itu menubruk dan tidak lagi
membuka mulutnya.
"Keparat!" kakek ini geram dan berkelebat ke kiri. Lolong pendek itu adalah isyarat bagi srigala coklat
untuk tidak menyerang dengan menggigit. Muridnya sudah menusuk srigala itu lagi tapi karena yang kena
bukan "telak"-nya maka tak apa-apa dan bangkit menyerang lagi, disusul oleh srigala-srigala lain di mana
mereka ini menggonggong dan menyalak riuh rendah. Gadis ini sebenarnya mengagumkan karena ia sama
sekali tak bergeming oleh salak dan riuh gonggongan itu. Yang membuatnya tergetar hanyalah srigala kebal
itu, lain tidak. Dan karena kini srigala itu tak mau membuka mulutnya dan menyerang atau menggigit selalu
ke bawah, berarti Su Giok tak dapat menusuk rongga mulut binatang itu maka gadis ini terpaksa
berkelebatan ke sana-sini menghindar dan menyerang. Ia dapat merobohkan srigala-srigala biasa tapi bukan
srigala coklat itu, gadis ini menjadi gemas, juga gugup. Dan ketika ia menusuk tapi sebutir batu hitam
kembali mengenai pergelangannya, bengkak dan salah urat akhirnya gadis itu berteriak dan pedang patahpun
terlepas. Su Giok melempar tubuh bergulingan dari serbuan srigala-srigala buas.
"Hm!" Pek-lui-kong si kakek gagah menyala. Ia membantu muridnya melepas pukulan sinar putih dan
tiba-tiba sepuluh srigala menjerit kaget. Mereka disengat pukulan Petir dan hawa panas membuat tubuh
mereka gosong. Dan ketika kakek itu berseru dan melepas pukulannya lagi ke kiri kanan, muridnya meloncat
bangun dan disuruh mempergunakan Pek-lui-ciang maka kakek ini membalik dan bayang-bayang hitam di
balik dinding rumah disambar. Sekarang orang atau pemilik srigala itu ada di sana.
"Blarr!"
Kakek ini terguncang dan terhuyung mundur. Ia telah menghantam laki-laki itu dengan tigaperempat
bagian tenaganya namun lawan tak apa-apa, bahkan dia yang tertolak mundur, hampir terjengkang! Namun
ketika ia berhasil memperbaiki posisi tubuhnya dan berdiri tegak, laki-laki itu berada di depannya maka di
bawah cahaya bintang buram kakek ini melihat seorang laki-laki berjubah hitam dengan rambut diikat model
ekor kuda.
"Kau siapa!" kakek itu membentak, mengamati wajah orang yang amat aneh, kaku dan tak bergerak.
Wajah topeng! "Apa maksudmu mengganggu kami, iblis keji. Dan kenapa kau membawa srigala-srigalamu
ke sini!"
"Hm, aku ingin membunuh," suara itu terdengar dingin dan beku, tak berperasaan. "Murid dan cucu
muridmu telah membunuh-bunuhi hewan piaraanku, tua bangka. Bersiaplah untuk mampus dan biarkan
gadis itu menghadapi anak-anakku."
"Kau siapa?"
"Dewa Maut!"
"Sombong, jangan kira aku takut... wut!" dan si kakek yang menyambar dan berkelebat ke depan tibatiba menjadi marah mendengar omongan ini. Ia melepas lagi pukulan Pek-lui-ciangnya tapi lawan
mendengus. Dan ketika pukulan kakek itu diterima dengan tangan kiri, berdetak dan mengeluarkan suara
keras maka kakek itu terlempar dan terbanting.
"Duk!"
Kakek ini kaget bukan main. Pukulan Petirnya membalik dan ia harus bergulingan membuang tenaga
tolakannya sendiri. Dadanya sesak dan bukan main pucatnya kakek itu. Dan ketika ia bergulingan meloncat
bangun sementara cucunya berkelebatan naik turun menghadapi srigala coklat dan teman-temannya maka
kakek itu tergetar dan lawan tertawa di balik topeng karetnya, tawa yang aneh, dingin dan tak berperasaan.
"Bagaimana, orang tua? Kau masih mengandalkan Pek-lui-ciangmu itu? Hm, Petirpun sanggup
kuterima, apalagi hanya tanganmu yang kurus dan ringkih!"
Kakek ini mundur. Dia membentak dan menerjang lagi dan jari tangannya menusuk, dielak danKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
41 mengejar tapi lawan bergerak ke kanan kiri mengelak semua serangannya itu. Namun ketika si kakek
menggerakkan kaki dan melepas tendangan mencuat dari bawah tiba-tiba laki-laki itupun menyambut dan
kaki bertemu dengan kaki.
"Duk!"
Tulang kering kakek itu seakan pecah. Jago tua ini berteriak dan terlempar bergulingan, tadi seakan
menendang sebongkah beton dan hampir dia menangis. Kaki itu amat hebat! Tapi ketika ia meloncat bangun,
terhuyung dan terpincang maka kakek ini mencabut tongkat dan maklum bahwa kaki tangannya tak mampu
menghadapi orang aneh ini.
"Bagus, kau boleh cabut senjatamu. Aku akan menghadapi semua pukulanmu tanpa membalas, tua
bangka, selama tujuh jurus. Tapi setelah itu hati-hatilah karena aku akan membalas!"
Kakek ini membentak. Ia marah sekali namun juga gelisah. Di sana cucunya melengking-lengking dan
rupanya terdesak. Dua srigala kebal itulah yang membuatnya kewalahan dan empat kali Su Giok hampir
tergigit. Ia tak bersenjata lagi kecuali mempergunakan kaki tangannya itu, melepas Pek-lui-ciang tapi dua
srigala itu melompat bangun lagi, menggeram dan menyerang dan inilah yang membuat repot. Kalau saja
dua binatang itu dapat dipukul roboh tentu yang lain-lain akan takut. Su Giok menjadi ngeri dan bingung
juga, gelisah. Tapi karena ia diserang lagi dan kini hanya dengan kaki tangan ia tak dapat merobohkan
srigala-srigala itu, yang coklat ini selalu melindungi dan membentengi teman-temannya maka Su Giok
menjadi pucat dan ketika ia menghantam dengan Pek-lui-ciangnya binatang itu malah tidak bergeming,
rupanya menjadi tahan dan lama-lama semakin kuat.
"Dess!"
Binatang itu menyeringai dan memperlihatkan gigi-giginya yang mengkilap tajam. Gadis ini
terhuyung dan mengeluh, lama-lama ia menjadi takut juga. Dan ketika srigala itu melompat dan mengelak,
diserbu pula oleh srigala yang lain-lain maka ia keserimpet dan jatuh terjengkang.
"Sukong...!"
Sang kakek terkejut. Kakek ini sudah bergerak menyerang lawan dan tongkat serta pukulan-pukulan di
tangan kiri menderu. Ia marah sekali karena lawan berkelit dan mengelak sana-sini, mudah dan berkesan
meremehkan dan tentu saja ia tersinggung. Tapi ketika tujuh serangannya luput, lawan benar-benar menepati
janji untuk tidak membalas maka ketika cucunya berteriak saat itulah tujuh jurusnya habis. Kakek ini
menengok tapi lawan tiba-tiba berkelebat maju, tertawa dan satu pukulan tangan kiri menghantam. Telapak
laki-laki itu membuka dan kakek ini terkesiap. Namun karena mengelak sudah tak mungkin dan apa boleh
buat dia membentak mengerahkan sinkang maka pukulan itu mendarat dan terlemparlah kakek ini dengan
keluhan pendek.
"Dess!" Pek-lui-kong si kakek gagah terjengkang. Kakek itu terdorong dan bagai dihantam martil
besar, terlempar dan sesak napas seakan tercekik. Dan ketika sejenak ia bergulingan dan mendekati sang
cucu, melompat namun jatuh lagi maka Su Giok pucat melihat keadaan kakek gurunya itu, bergulingan
mengelak sana-sini dari tubrukan srigala coklat.
"Kakek, tolong...!"
Kakek ini terbelalak. Sang cucu bergulingan sana-sini diserang puluhan srigala. Yang paling
berbahaya adalah dua srigala coklat itu, yang kebal dan tahan bacokan senjata tajam. Tapi karena ia harus
bertindak karena cucunya tak dapat meloncat bangun, mulai memberebet baju dan celananya maka kakek ini
membentak dan tongkat menyambar dua srigala itu.
"Plak!"
Kakek ini terkejut. Tongkatnya berhenti di tengah jalan karena laki-laki berjubah hitam itu, lawannya,
tahu-tahu ada di situ dan menahan tongkat. Tawa aneh terdengar di situ dan tongkatpun tak dapat
digerakkan, berhenti setengah jalan. Dan ketika kakek itu terkejut namun lawan tertawa dingin, mendorongKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
42 dan mengibas maka kakek ini mencelat dan roboh terlempar lagi.
"Tua bangka, lawanmu adalah aku, anak dengan anak. Kalau kau ingin menolong harus melewati aku
dulu dan biar cucumu menjadi santapan anak-anakku."
"Tidak.... ouhh!" kakek itu bergulingan meloncat bangun, sesak napasnya semakin bertambah. "kau
boleh bunuh aku, manusia iblis. Tapi jangan cucuku!" dan si kakek yang melepas pukulan jarak jauh,
menghantam tapi dikelit akhirnya menjadi bingung karena cucunya masih terus bergulingan di sana, belum
dapat melompat bangun. Dan ketika suara bret-bret kembali terdengar dan Su Giok menjerit maka kakek ini
menerjang tapi sekali ditangkis dan dielak iapun roboh terpental kembali.
"Des-dess!"
Si kakek gagah pucat. Ia mengeluh dan bergulingan dan Su Giok masih berteriak-teriak di sana. Gadis
ini bingung menghadapi kekebalan binatang itu. Tapi ketika ia melihat keadaan kakeknya dan berkali-kali
kakeknya tak dapat membantu, ia ingat petunjuk kakeknya tadi maka ketika srigala menerkam iapun
memberikan tangannya namun secepat itu ia mencabut tusuk sanggulnya di belakang kepala.
"Mampuslah!"
Bentakan dan kemarahan ini menggetarkan tempat itu. Si coklat, yang girang dan menubruk sana-sini
melihat lawan bergulingan akhirnya lengah. Tangan yang diberikan itu digigit, langsung dibuka dan rongga
mulut yang kemerahan tampak. Su Giok berdebar dan girang melihat ini. Ia memberikan lengannya tapi
tentu saja mengerahkan sinkang, membuat lengannya keras dan saat itulah tangannya yang lain bergerak,
menusuk dengan tusuk rambutnya itu dan secepat kilat langit-langit mulut dicoblos. Ia melihat semacam
kepingan besi dan itulah yang dituju, dan begitu tusuk rambutnya mengenai ini tiba-tiba srigala itu meraung
dan roboh, kepalanya meledak.
"Dar!"
Asap hitam dan getaran kuat terjadi di situ. Srigala satunya, yang kebal dan teman srigala yang roboh
ini tersentak. Ia juga menggigit dan mulutpun di buka lebar. Tapi begitu temannya roboh dan Su Giok tak
menyia-nyiakan kesempatan, mencabut dan melontarkan tusuk rambutnya itu pada mulut si binatang tibatiba terdengar ledakan lagi dan srigala itupun terjerembab.
"Dar!"
Suara ini mengguncangkan si jubah hitam. Dia yang sedang menghadapi serangan si kakek tiba-tiba
mengeluh dan terhuyung. Ledakan atau tepatnya robohnya srigala itu membuatnya kehilangan tenaga. Ada
sinar hitam keluar dari tubuhnya dan saat itulah si kakek meloncat bangun. Kakek ini baru saja disambut
tangkisan lawan dan terpelanting, roboh bergulingan menyelamatkan tongkatnya yang patah. Akhirnya
kakek gagah ini ngeri karena setiap lawan menangkis tentu dia terlempar, jatuh dan bangun lagi dan lawan
siap membunuh dengan pandang matanya yang menyeramkan. Tapi ketika terdengar ledakan itu dan
cucunya menewaskan srigala kebal, srigala yang sudah diisi ilmu hitam dan kini pemiliknya terhuyung
menutupi muka maka saat itulah kakek ini menyambar cucunya melompat bangun. Ledakan dan asap hitam
membubung di situ.
"Kita lari, pergi! Pegang tanganku kuat-kuat Su Giok. Jangan layani srigala-srigala itu mumpung
pemiliknya limbung!"
"Ah," si gadis terkejut. "Kenapa lari, sukong. Justeru ini kesempatan bagus. Kita dapat
menyerangnya!"
"Tidak, laki-laki itu memiliki perbawa hitam, Su Giok. Ia penuh hawa siluman. Pergi, kita selamatkan
diri!"
"Tapi ayah...."
"Kelak kita kembali lagi. Ikut perintahku atau nanti tak ada kesempatan lagi..... byurr!" dan si kakekKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
43 membawa cucunya meloncati sungai akhirnya tercebur dan Su Giok berseru tertahan, gelagapan namun
kakek itu berenang menarik cucu muridnya. Mereka harus jauh-jauh meninggalkan tempat itu atau nanti
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tertangkap. Pekik dan lolong srigala menggetarkan jantung. Dan ketika kakek itu tiba di seberang dan
meloncat keluar, gemetar dan basah kuyup maka sang cucu dibawa lari dan Su Giok menangis, terseok-seok.
"Percepat langkahmu, jangan menangis. Diam dan kerahkan Siang-eng Gin-kang!"
Gadis itu mengguguk. Akhirnya ia diseret dan mau tak mau dibawa terbang. Kakek itu mengerahkan
ilmu lari cepatnya dan bagai seekor garuda menyambar ia meluncur naik turun masuk keluar hutan. Tepian
sungai sudah ditinggalkan dan Su Giok tak mendengarkan lagi riuh atau gonggong srigala-srigala itu. Dan
ketika kakeknya terbang ke selatan dan mereka tak tahu betapa api berkobar di rumah mereka, laki-laki
berjubah hitam itu mengamuk dan membakar rumah itu maka Su Tong, murid kakek gagah Pek-lui-kong ini
tambus di dalam api.
Malam itu srigala melolong riuh-rendah, bukan di Hutan Iblis melainkan di tempat tinggal murid
kakek ini. Dan ketika laki-laki jubah hitam menendang dan melempar-lempar srigala yang tewas,
menggeram dan melolong-lolong pula maka orang akan terkejut melihat betapa sambil menggonggong iapun
menggigit dan menghajar srigala-srigala yang masih hidup, cerai-berai dan akhirnya srigala-srigala itu
lintang-pukang kembali ke Hutan Iblis. Laki-laki ini berkelebat dan mencari kakek dan cucunya itu tapi Peklui-kong sudah lenyap. Tadi ketika Su Giok membunuh dua srigala gaib tiba-tiba lelaki itu bagai disambar
petir, tersentak dan menegang dan sebenarnya bagus sekali bagi kakek gagah itu kalau menyerangnya. Ada
semacam kelumpuhan sedetik ketika Su Giok membunuh srigala coklat, ledakan yang menyambar kepala
laki-laki itu hingga membuatnya terhuyung, kaget. Tapi begitu asap hitam membubung dan dia membuang
ludah tiga kali, menggedruk dan pulih maka laki-laki ini kehilangan lawannya sementara srigala
kesayangannya itu disambar dan.... dicucup otaknya.
Selanjutnya laki-laki ini tampak tegar dan kuat lagi. Ia melempar bangkai srigala itu dan suara mirip
rintihan terdengar dari kerongkongannya. Suara itu pendek-pendek namun akhirnya lenyap. Bau amis tibatiba menguar. Dan ketika ia menyulut obor dan membakar rumah itu maka si jago merah mengamuk dan
laki-laki itupun melempar mayat Su Tong ke tengah tumpukan api. Dia mengeluarkan tawa aneh lalu
menyalak, persis anjing atau srigala liar. Tapi ketika ia meloncat dan hilang di kegelapan malam maka lakilaki itupun lenyap dan peristiwa aneh tapi menyeramkan ini menjadi bahan pembicaraan ramai di dusundusun sekitar.
* * * "Kita berhenti di sini...!" Su Giok roboh dan jatuh di pelukan kakeknya. "Kita beristirahat di sini, Su
Giok. Aku lelah dan ingin memulihkan tenaga dulu. Kau jangan menangis dan hapus air matamu itu."
"Ayah..... ayah...."
"Aku tahu. Sudahlah, Su Giok. Ayahmu telah tewas dan betapapun tak mungkin kita selamatkan.
Aku.... aku masih ngeri oleh lawan itu. Dia manusia siluman, iblis!"
"Dan aku akan membalas dendam!" gadis itu mengguguk, mengepal tinju. "Aku akan membunuhnya,
sukong. Aku akan mencari dan kelak membalasnya. Aku bersumpah!"
"Hm, kau bukan tandingan. Kita bukan lawannya. Orang itu dipenuhi ilmu hitam dan dia dapat
menciptakan srigala-srigala kebal yang tahan bacokan senjata tajam. Sebaiknya kita mencari bantuan. Hm,
siapa dia?" kakek itu berkerut-kerut, ngeri dan gemetar tapi juga marah. Dia gemetar mengusap keringat dan
bayangan semalam membuat tengkuk merinding. Dia pernah mendengar sesuatu tentang ini, ilmu jahat amat
aneh, yakni Beng-jong-kwi-kang (Tenaga Setan Penembus Roh) yang biasanya dipergunakan untuk
menembus dan mempengaruhi roh-roh binatang. Sukma atau jiwa dari binatang itu ditembus dan mereka
biasanya dipergunakan untuk maksud-maksud keji, seperti misalnya menyerang orang dari jauh dengan
menyuruh hewan atau binatang yang ditembus rohnya ini, diperalat dan tentu saja amat berbahaya karena
binatang yang disuruh menyerang manusia ini akan menjadi binatang kesetanan. Ilmu itu muncul pada jamanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
44 dongeng Kera Sakti, di mana waktu itu ada seekor kera jahat yang ingin menguasai manusia dan menaklukan
dunia. Kera ini bernama Kera Siluman dan dia amat sakti, turun dari awan kegelapan menyerang manusia.
Ingin menundukkan manusia dan menganggap dirinya sebagai cikal bakal manusia dan karena itu manusia
harus tunduk. Tapi karena hewan itu tentu saja dianggap pengacau, seorang gagah muncul dan bertanding
dengan kera ini maka Jin Sian, manusia turunan dewa ini bertempur dan membela manusia.
Kera Siluman kalah dan melarikan diri. Jin Sian, laki-laki ini ternyata adalah titisan Bu Siang, Dewa
Tak Berujud yang menguasai langit bumi. Tapi karena Kera Siluman juga tak dapat dibunuh dan hanya
melarikan diri, ia telah ditakdirkan untuk hidup sepanjang jagat maka kera itu membalas kekalahannya
dengan berpindah-pindah dari satu binatang ke binatang yang lain, menyerang keluarga laki-laki gagah itu
dan juga manusia-manusia lain. Ia tak dapat ditangkap dan sering berganti rupa. Jin Sian, manusia gagah itu
akhirnya marah dan menjebaknya dengan kerangkeng sakti. Gunung dan lembah-lembah hijau akhirnya
ditaruh di telapak tangannya dan dijadikan satu. Segala binatang terpaksa berkumpul di sini, karena makanan
mereka tak ada ditempat lain. Dan ketika Kera Sakti juga masuk ke sini dan menyelinap di tubuh seekor
belalang, ganas menyerang hewan-hewan lain karena tak mau makanan itu dibagi-bagi akhirnya tertangkap
dan ekornya dijepit pada dua batu gunung yang mengakibatkan Kera Sakti tak dapat bepergian lagi. Belalang
itu sendiri mati dan Kera Sakti muncul seperti aslinya, dibekuk dan dikerangkeng dalam kurungan sapu lidi
yang kuatnya melebihi baja. Kurungan sapu lidi itu bukan sembarang kurungan karena telah diusap dengan
kesaktian Jin Sian, liat melebihi baja-baja pilihan dan tak dapat patah. Ekor Kera Siluman dijepit batu
gunung sementara tubuhnya di dalam kerangkeng itu, seumur hidup kera ini tak dapat keluar. Dan karena
cerita ini lebih mirip dongeng daripada sesungguhnya maka Pek-lui-kong si kakek gagah terkejut dan
tertegun melihat ilmu semacam itu dimiliki pemilik Hutan Iblis.
Yang dipergunakan adalah hewan-hewan srigala dan kemarin ketika dia menolong muridnya secara
kebetulan dia melihat besi pipih di rongga mulut atas binatang itu. Kakek ini terkejut dan seketika tahu
bahwa itulah pengapesan binatang itu, dicoba dan ternyata benar dan tentu saja dia girang. Tapi ketika
pemilik Hutan Iblis mencipta srigala-srigala kebal lain, tadi cucunya bertarung dan jatuh bangun berjuang
mati hidup maka kakek ini ngeri dan amat gelisah. Menghancurkan gerombolan srigala itu adalah sia-sia
selama pemiliknya masih ada. Satu-satunya jalan untuk melenyapkan semua itu adalah membasmi si jubah
hitam, manusia berkedok karet itu. Tapi teringat betapa hebatnya laki-laki itu, Pek-lui-ciangnya mental dan
setiap dipukul tentu membalik maka kakek ini gemetar dan terbelalak.
Siapa sanggup menghadapi pemilik Hutan Iblis itu? Dia tak kuat, jujur saja. Dia akan celaka kalau
sampai bertemu lagi. Tapi karena murid dan murid-menantunya binasa, tentu saja dia tak akan membiarkan
ini maka kakek itu teringat tiga orang gagah di dunia ini. Pertama adalah Pek-jit-kiam Ju-taihiap, jago
pedang amat hebat ketua Hek-yan-pang. Seorang laki-laki berusia sekitar empatpuluh lima tahun yang dulu
bertanding hebat dengan mendiang Si Golok Maut. Lalu puteranya yang amat gagah dan juga luar biasa, Han
Han pemuda murid Im Yang Cinjin yang dapat merobah laut menjadi es. Dahsyat dengan ilmunya Im-yangsin-kun yang dapat menjungkirbalikkan dunia. Sedangkan ketiga.... hm, siapa lagi kalau bukan Si Naga
Pembunuh Giam Liong? Pemuda ini adalah putera mendiang Si Golok Maut Sin Hauw, gagah dengan ilmuilmunya yang hebat dan dari itu dua pemuda ini konon tak ada yang kalah atau menang. Pemuda itu memiliki
ilmu-ilmu dahsyat warisan mendiang ayahnya, digabung dengan warisan ayah angkatnya dan terciptalah
ilmu-ilmu aneh macam Pek-poh-sin-kun (Silat Sakti Seratus Langkah). Lalu Im-kan-to-hoatnya atau Silat
Golok Maut yang kehebatannya amat mengerikan, juga Nui-kang atau Ilmu Mati Semu. Gara-gara ilmu
inilah mendiang Kedok Hitam terkecoh, menyangka lawannya itu tewas padahal tidak. Dan ketika kakek itu
menarik napas dalam-dalam membandingkan orang-orang gagah itu, diri sendiri terasa tidak berarti dan
berguna maka ke situlah sebenarnya dia hendak menuju.
Cucu muridnya, Su Giok, sungguh menyedihkan nasibnya. Hari itu sebenarnya adalah hari ulang
tahun kelimabelas bagi cucu muridnya ini dan karena itulah dia menyuruh dua muridnya laki-laki, Keng Han
dan Su Tong datang menyambut. Dia sudah berjanji untuk berkumpul di rumah ayah gadis ini dan minta agar
dua keluarga itu bertemu. Su Tong mengundang kakak seperguruannya tapi Bhi Pui yang mendengar tentang
keganasan Hutan Iblis membelokkan perjalanannya. Wanita itu ke sana dan suamipun terpaksa mengikuti.
Akibatnya wanita itu tewas sementara suaminya luka-luka. Dan ketika mereka datang di tempat adik
seperguruan tapi Bhi Li akhirnya mengamuk di Hutan Iblis maka sute dan suheng terpaksa turun tangan
membantu, kalah dan akibatnya terlihat di depan. Keng Han akhirnya tewas sementara Su Tong jatuhKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
45 bangun. Dan di saat pria gagah itu di ambang pintu kematian maka datanglah kakek ini dan tentu saja mereka
terkejut dan Su Giok yang melihat kematian ibunya mengamuk dan menghajar binatang-binatang itu.
Tapi pemilik Hutan Iblis campur tangan. Laki-laki berjubah dan berkedok karet itu bukan lawan
mereka. Mereka terpaksa melarikan diri tapi dikejar. Dan teringat betapa ratusan srigala tahu-tahu sudah
mengepung rumah mereka, kakek ini bergidik maka isak tangis cucunya menyadarkannya. Lamunannya
buyar.
"Sukong, hendak mancari siapa?"
"Satu di antara tiga orang gagah. Aku hendak ke Hek-yan-pang."
"Hek-yan-pang? Tempat Si Naga Pembunuh?"
"Tidak, Hek-yan-pang sudah tidak menjadi tempat tinggal laki-laki ini, Su Giok. Si Naga Pembunuh
tidak berada di Hek-yan-pang. Yang ada adalah ketuanya dan puteranya yang gagah perkasa."
"Tapi Si Naga Pembunuh itu adalah anak angkat ketua Hek-yan-pang."
"Benar, tapi sejak anak kandungnya sendiri ditemukan maka pemuda itu tak mau berkumpul dengan
ayah angkatnya lagi dan hidup merantau. Yang ada di sana adalah jago pedang Pek-jit-kiam Ju Beng Tan dan
puteranya, Han Han!"
"Dan sukong akan ke sini? Meminta bantuan dua orang itu?"
"Benar, Su Giok, tapi kupikir tak mungkin kedua-duanya, Mungkin hanya puteranya atau sang ayah,
salah satu. Atau kalau di tengah jalan kita bersua Si Naga Pembunuh Giam Liong tentu kita minta
bantuannya dan pemuda inipun cukup hebat untuk menghadapi pemilik Hutan Iblis!"
"Sukong pernah bertemu?"
"Dengan siapa?"
"Ketiga-tiganya itu, apakah sukong pernah bertemu!"
"Hm, belum. Yang pernah kujumpai adalah Ju-taihiap itu, Si Pedang Matahari yang luar biasa.
Sedangkan anak-anak muda itu, ah... aku sama sekali belum pernah bertemu."
"Tapi sukong mengetahui kepandaian mereka!"
"Hm, ini kata orang, Su Giok, tapi aku percaya. Si jago pedang, Ju-taihiap itu, amat lihai dan hebat
ilmu pedangnya. Dulu hanya mendiang Si Golok Maut yang mampu menandingi. Dan putera-putera mereka,
ah, siapa meragukan lagi? Keturunan jago-jago tanpa tanding itu hebat semua, Su Giok. Entah siapa yang
lebih hebat antara Si Naga Pembunuh itu dan Han Han. Dua pemuda itu sama-sama berkepandaian tinggi!"
"Dan sukong baru mendengar nama dan sepak terjang mereka saja."
"Benar, karena peristiwa kota raja sudah didengar orang di seluruh jagad. Hm, aku selama ini memang
tak pernah turun gunung lagi setelah ayah ibumu menikah. Dulu, ketika mereka belum menikahpun aku
jarang keluar. Aku malas dan enggan berhubungan dengan orang-orang kang-ouw. Mereka biasanya selalu
menciptakan keributan. Dan aku, si tua bangka ini apakah harus ikut-ikutan dan berbaur dengan mereka?
Tidak, aku ingin menikmati masa tuaku, Su Giok. Aku ingin ketenangan. Itulah sebabnya ayah ibumupun
kusuruh tinggal tenang di tempat mereka, tak usah masuk ke dunia kang-ouw. Tapi bibimu Bhi Pui rupanya
melanggar dan ibumupun terseret. Hm, dunia sungguh jahat, penuh kekacauan!"
Gadis ini terbelalak. "Sukong menyalahkan mereka?"
"Benar, Su Giok. Kalau tidak begitu tak mungkin terjadi semuanya ini. Lihat ayah dan ibumu
terbunuh. Bukankah terbukti kata-kataku bahwa masuk ke dunia kang-ouw hanya pertikaian dan bunuhmembunuh belaka yang ada!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
46 Jilid IV
"TAPI mereka bertindak sebagai orang gagah. Bhi Pui membela kebenaran dengan melawan
kejahatan!"
"Kau tidak salah. Tapi ada waktu-waktu di mana kita tidak boleh bertindak ceroboh, Su Giok. Bahwa
tak semua kejahatan harus dilawan secara langsung. Ada hal-hal tidak benar yang harus dilawan secara tidak
langsung, mempersiapkan diri dulu. Bibimu itu umpamanya, dia tahu bahwa musuh terlalu lihai, berbahaya.
Kenapa tidak menyusun kekuatan dulu dan baru maju? Aku sendiri kalau nekat dan melawan kekuatan yang
lebih di atas kekuatanku tentu aku juga hancur. Bukannya takut, tapi mati secara konyol adalah tindakan siasia, bodoh!"
Gadis itu tertegun, mengerutkan kening.
"Kau umpamanya," sang kakek melanjutkan, menarik napas dalam. "Kalau kubiarkan dan tidak
melarikan diri tentu kematianmu juga sia-sia, Su Giok. Tak mungkin kelak membalas dendam. Kejahatan
memang harus ditentang, dilawan. Tapi jangan sembrono dan harus melihat kekuatan sendiri. Orang yang
bijak tentu tahu ini dan tidak main hantam kromo."
Gadis itu mengangguk-angguk, mulai mengerti. Dan teringat betapa ayah ibunya tewas maka dia
terisak lagi sambil mengepal tinju, menggigit bibir. "Kau benar, kong-kong. Aku tak akan sembrono dan
mempersiapkan diri dulu. Tapi, mungkinkah aku membalas dendam?"
"Kematian ayah ibumu adalah soal lain, menentang kejahatan yang dilakukan pemilik Hutan Iblis
adalah soal yang utama. Kalau kau tetap denganku tak mungkin terlaksana cita-citamu, Su Giok. Terus
terang aku si tua bangka ini tak dapat membuatmu lihai. Kau harus mencari guru lagi!"
"Ah," gadis ini terkejut. "Apa katamu, kong-kong? Mencari guru lagi? Kau..?"
"Benar," sang kakek tertawa getir. "Kau lihat kepandaianku sendiri, Su Giok. Nempilkah aku melawan
laki-laki berjubah hitam itu. Aku tak dapat memberimu ilmu-ilmu lebih tinggi lagi, kepandaian utamaku
hanya Pek-lui-ciang. Sedang ilmu itu tak dapat dipakai menghadapi pemilik Hutan Iblis. Apalagi kalau
bukan mencari guru baru? Dan aku sudah merencanakan ini. Nanti di Hek-yan-pang aku akan minta kepada
ketua yang terhormat agar mau mengambilmu murid, atau setidak-tidaknya diberi pelajaran lebih tinggi
daripada kakekmu yang tiada guna ini!"
Su Giok berseru tertahan. Tiba-tiba ia meloncat karena dirinya hendak diserahkan kepada orang lain,
kakeknya tampak sedih dan kecewa akan diri sendiri. Maka kaget dan menggeleng kuat ia berkata, "Tidak,
kalau aku harus berpisah denganmu aku tak mau, kong-kong. Lebih baik begini tapi selalu bersamamu!"
"Berarti kau menanggalkan maksud balas dendammu? Kau tak jadi membela kematian ayah ibumu?
Hm, jangan bodoh. Orang bijak selalu pandai melihat keadaan, Su Giok, pandai menguasai diri sendiri.
Kalau kau ingin membalas dendam maka tiada jalan lain kecuali dengan berguru dan mendapatkan guru
yang lebih baik dari kakekmu ini. Dan kupikir hanya ketua Hek-yan-pang itu yang pantas untukmu. Jangan
seperti anak kecil!"
Gadis ini tersedu-sedu. Tiba-tiba dia menjadi bingung karena betapapun kata-kata kakeknya itu benar.
Mereka sudah membuktikan bahwa laki-laki berjubah itu bukan tandingan mereka. Kakeknya harus
melarikan diri dan lintang-pukang, padahal kakeknya itu sudah mendapat nama di daerah utara sana tapi
tetap juga mengakui keunggulan lawan. Dan ketika dia menubruk dan mengguncang-guncang bahu
kakeknya ini, betapapun tak dapat dia berpisah maka gadis ini berseru,
"Baiklah, kalau begitu boleh aku tinggal di Hek-yan-pang, kong-kong, tapi kaupun harus tinggal di
sana. Aku tak mau berpisah. Aku tak mempunyai siapa-siapa lagi kecuali kau!"
"Hm, benar-benar masih anak kecil," kakek ini tersenyum. "Masa aku harus selalu bersamamu, Su
Giok. Kau sekarang sudah limabelas tahun, sudah besar. Tiga empat tahun lagi kau sudah menjadi gadisKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
47 dewasa dan bagaimana kalau aku selalu mengawalmu. Marah pacarmu nanti!"
"Pacar? Ah, kong-kong main-main! Aku bicara serius, kong-kong, aku tak mau pacaran. Aku mau di
Hek-yan-pang namun kau juga harus tinggal di sana!"
"Baiklah... baiklah..." kakek ini tertawa, diam-diam mempunyai rencana sendiri. "Kalau ketua Hekyan-pang tak keberatan tentu saja aku tinggal di sana, Su Giok. Sekarang marilah kita berangkat dan apakah
letihmu sudah hilang."
Gadis ini girang, berseri. "Kong-kong tak akan meninggalkan aku?"
"Tentu saja, kau cucuku. Hayo berangkat kalau ingin menimba ilmu lebih tinggi lagi!" dan tertawa
dicium sang cucu, gadis itu girang maka dia bergerak dan menyambar lengan kakeknya ini. Orang tua itu
memang seperti kakeknya sendiri selain sebagai guru, kakek guru. Mereka bertahun-tahun tinggal bersama di
utara dan kalau kini tiba-tiba kakek itu hendak menyerahkannya kepada ketua Hek-yan-pang dan mereka
berpisah tentu saja gadis ini tak mau. Boleh saja dia berguru kepada orang pandai tapi jangan berpisah
dengan kakeknya ini. Satu-satunya keluarga adalah kakek itu yang masih tinggal. Su Giok memang masih
terlalu anak-anak. Maka ketika dia merasa girang dan kata-kata kakeknya ini dipegang teguh segera orang
tua itu berdiri dan mereka melanjutkan perjalanan ke Hek-yan-pang.
Sekarang gadis ini menaruh harapan. Di sepanjang jalan kakek itu menceritakan kehebatan ketua Hekyan-pang ini, sifat dan sepak terjangnya yang selalu menjunjung kebenaran. Dan ketika perjalanan dilakukan
tanpa berhenti karena kakek ini ingin cepat-cepat bertemu pria gagah itu maka tiga hari kemudian mereka
sampai di markas Hek-yan-pang.
Sebuah perkampungan mungil mengelilingi markas perkumpulan itu yang terletak di tengah telaga. Su
Giok dan kakeknya tentu saja dihadang penjaga, yakni murid-murid Hek-yan-pang laki-laki yang mendiami
perkampungan di luar telaga itu. Dan ketika mereka berhenti dan ditanya maksudnya, siapa dan dari mana
maka kakek yang menarik napas dalam dan ingin cepat-cepat ketemu ini bicara lembut,
"Aku dan cucuku Su Giok ingin menghadap ketua kalian. Sampaikan bahwa Pek-lui-kong dari utara
ingin bertemu."
"Ah, locianpwe si Dewa Halilintar?"
"Sudahlah, beritahukan kepada ketua kalian bahwa aku ingin bertemu."
Dua murid penjaga itu mengangguk. Mereka sudah memutar tubuh sementara murid-murid yang lain
berjaga, menyuruh kakek itu menunggu sebentar dan dua teman mereka itu sudah mengambil perahu dan
mendayung ke tengah. Dan ketika perahu tiba di seberang dan pengemudinya melompat ke darat, lenyap dan
tak lama kemudian muncul lagi maka perahu itu didayung lagi dan ternyata kakek dan cucunya ini
dipersilahkan masuk.
"Jiwi diterima ketua, mari masuk dan kami antar!"
Kakek dan cucunya ini melompat ke perahu. Mereka sudah dibawa ke tengah telaga itu sementara Su
Giok memegang lengan kakeknya erat-erat. Setelah berada di situ tiba-tiba gadis ini tegang. Dia teringat
kata-kata kakeknya dan memandang kakeknya itu penuh khawatir. Apakah kakeknya ini menepati janji?
Tapi ketika dia ditepuk-tepuk dan kakek itu tertawa menghibur, Pek-lui-kong berbisik bahwa gadis itu tak
perlu takut maka Su Giok mencekal lebih erat lagi lengan kakeknya ini.
"Aku tidak takut, tapi... tapi tak mau ditinggal. Kau harus menepati janjimu, kong-kong, atau aku tak
mau tinggal di sini dan pergi!"
"Ah, bodoh, tolol sekali. Kenapa masih juga picik pikiranmu itu, Su Giok? Jangan kekanak-kanakan,
aku tentu saja di sini kecuali ingin mencari udara segar di luar. Sudahlah, kita sampai dan lihat itu dua suami
isteri gagah itu!"
Ternyata ketua Hek-yan-pang dan isterinya sendiri menyambut. Su Giok menengok dan melihat wajahKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
48 gagah dari seorang laki-laki berusia empatpuluh lima tahunan. Laki-laki itu didampingi seorang wanita
cantik yang usianya lebih muda dua tiga tahun, gagah dan tajam pandangannya tapi begitu melihat mereka
tiba-tiba saja sepasang mata itu berubah lembut, berseri dan ketika ia diajak melompat maka kakeknya buruburu menjura dan menghormat pemilik telaga ini. Dan ketika tuan rumah bergerak dan Su Giok disuruh
membungkuk maka kakeknya berseru gembira melihat suami isteri ini.
"Ah, selamat bertemu. Maafkan aku yang datang mengganggu, Hek-yan-pangcu. Aku datang bersama
cucuku Su Giok. Kalian terlalu repot dengan menyambut kami sendiri di tepi telaga, kami jadi malu!"
"Ha-ha, siapa tidak gembira menerima tamu agung. Kami menerima laporan tentang kedatanganmu,
Pek-lui-kong lo-enghiong, dan kami gembira serta mengucapkan selamat datang di telaga ini!"
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah, aku bukan tamu agung, justeru tamu yang hanya membuat repot tuan rumah. Ha-ha, kau masih
tampak gagah dan muda, Ju-taihiap. Sungguh aku orang tua kagum!"
Mereka saling memberi hormat. Su Giok memandang dan mengamati laki-laki ini dan ia bergetar.
Laki-laki itu benar gagah dengan sepasang matanya yang tajam mencorong. Dalam keadaan tertawapun mata
itu membawa pengaruh dan amat kuat, mata yang membuat ia menunduk dan tak kuat lama-lama beradu.
Dan ketika wanita di sebelah juga tersenyum dan gembira menyambut mereka maka Su Giok malu-malu
diperkenalkan kakeknya.
"Ini cucuku, putera Su Tong. Kami datang karena ada sesuatu yang ingin dibicarakan dengan taihiap."
"Ah-ah, masa terburu-buru. Mari ke dalam dan kita bercakap-cakap di sana, lo-enghiong. Sudah lama
kita tak bertemu dan justeru aku ingin bertanya bagaimana kabar murid-muridmu saudara Keng Han dan Su
Tong."
"Kami..."
"Sudahlah, mari masuk!"
Kakek itu tak diberi kesempatan bicara. Tuan rumah tak ingin bercakap-cakap di luar dan setelah
murid penjaga disuruh pergi iapun membawa tamunya ini masuk. Su Giok digandeng kakeknya dan gadis itu
terisak. Pertanyaan tentang orang tuanya tadi mengingatkan kembali peristiwa buruk. Namun ketika
kakeknya menowel bahunya menyuruh ia diam, jangan membuat tuan rumah terheran maka gadis itu masuk
ke dalam namun sepasang suami isteri ini sudah menangkap isak lirih tadi, melirik namun diam saja dan
diam-diam sepasang suami isteri ini heran. Mereka memang merasa aneh. Ada tamu menangis. Tapi ketika
mereka menyuruh duduk tamu-tamu mereka ini, memanggil pelayan menyiapkan minuman maka kakek itu
menerima pertanyaan gembira tentang kabar murid-muridnya, hal yang lagi-lagi membuat Su Giok terpukul
dan menunduk. Mukanya tiba-tiba menjadi merah. Sedih!
"Tentu lo-enghiong (orang tua gagah) tahu bagaimana kabar dari saudara Keng Han dan Su Tong. Apa
berita mereka, lo-enghiong, kenapa tidak sekalian ke mari? Aku kangen kepada sahabat-sahabat lama,
sepuluh tahun lebih tak pernah bertemu!"
Su Giok tiba-tiba mengguguk. Pertanyaan ini tanpa sengaja untuk kedua kalinya lagi merobek-robek
hatinya, ia tak kuat. Dan ketika ia tersedu dan menubruk kakeknya, membenamkan muka di situ maka Jutaihiap yang bermaksud membuka percakapan dengan gembira tiba-tiba saja dibuat terkejut dan berubah.
"Ah, maaf. Apa yang terjadi, lo-enghiong? Pertanyaanku melukai perasaan cucumu?"
Kakek ini menarik napas dalam, menepuk-nepuk pundak cucunya. Dan karena ia lebih bisa menguasai
diri daripada Su Giok maka ia mengangguk dan berkata, suaranya berat, datar.
"Ju-taihiap, justeru kedatangan kami ini ada hubungannya dengan murid-muridku itu. Mereka... Keng
Han dan Su Tong... mereka tewas, terbunuh!"
"Apa?" namun si jago pedang ini dapat mengendalikan dirinya lagi, sekejap sudah pulih. Matanya
yang tadi terbelalak kini memancarkan keheranan tapi juga marah yang terkendali. "Maaf, kau tidak main-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
49 main, lo-enghiong? Keng Han dan sutenya terbunuh? Siapa yang membunuh?"
"Inilah masalahnya. Kami tahu siapa yang membunuh tapi kami tak dapat melawan si pembunuh itu.
Kami datang untuk minta pertolonganmu. Kami..."
Kakek itu terpaksa berhenti bicara. Su Giok menjerit dan menerkam kakeknya ini dan kematian ayah
ibunya kembali terpampang di depan mata, begitu jelas. Hati yang hendak ditekan-tekan ternyata tak kuat
juga, gadis itu mengguguk. Dan ketika sang kakek menenangkan dan menghibur cucunya, suami isteri itu
saling pandang maka Ju-hujin (nyonya Ju) tiba-tiba bangkit berdiri dan mengusap punggung Su Giok.
"Lo-enghiong, apakah boleh cucumu ini bersamaku ke belakang. Biar aku menghiburnya dan kau
bicaralah bersama suamiku."
Kakek itu mengangguk. Ju-hujin lebih luwes dan sebagai sesama wanita tentu saja nyonya ini lebih
pandai. Su Giok juga lebih cocok. Dan ketika nyonya itu memeluknya lembut dan membawanya ke
belakang, gadis ini tak menolak maka kakek itu mengusap air matanya yang jatuh menitik.
"Hm, kami benar-benar mengganggu. Maafkan cucuku, taihiap, dia tak dapat menahan dirinya."
"Tak apa, aku maklum, lo-enghiong. Silakan bicara dan katakan apa yang terjadi. Bagaimana muridmuridmu terbunuh, dan... hm, mana ibu anak itu? Mana murid-murid mantumu?"
"Mereka juga tewas, taihiap, terbunuh. Dua keluarga habis terbunuh kecuali cucu perempuanku itu.
Bahkan, aku sendiri juga nyaris terbunuh!"
"Hebat, apa yang terjadi. Siapa orang kejam itu!"
Sang pendekar terbelalak dan mengepal tinju. Setelah bertahun-tahun hidup tenteram dan tak ada
pengacau maka tiba-tiba saja hari ini dia mendengar kabar buruk, siapa tidak marah. Namun ketika pelayan
datang menyiapkan minuman dan pembicaraan berhenti sejenak maka pendekar itu minta dilanjutkan lagi
setelah pelayan pergi. Kakek itu dipersilahkan menyegarkan tenggorokan.
"Mari, minumlah. Kita basahi tenggorokan kita dulu."
Kakek itu mendesah. Tuan rumah telah mendahuluinya dan iapun menyambar cangkir di meja,
meneguk isinya. Dan ketika minuman itu menyegarkan tenggorokannya, kakek ini menarik napas dalamdalam maka mulailah dia bercerita.
"Kejadiannya di Hutan Iblis, serentetan peristiwa mengerikan..."
"Nanti dulu, di mana Hutan Iblis itu, lo-enghiong? Aku belum pernah dengar!"
Di dekat kota Ci-bun, beberapa puluh li ke sana."
"Hm, di sana tinggal Wo-taijin..."
"Benar, taihiap, tapi pembesar itu tak dapat berbuat apa-apa. Bahkan dia mengadakan sayembara
untuk membunuh srigala-srigala siluman di sana, tapi gagal."
"Srigala siluman? Ah, lawanmu adalah binatang buas itu?"
"Tadinya begitu, taihiap, tapi sesungguhnya tidak. Coba taihiap dengar dulu," si kakek lalu bercerita,
urut dari awal di mana mula-mula muridnya Keng Han diajak isterinya ke sana. Suami isteri itu tergelitik
oleh kabar di Ci-bun dan mereka menunda perjalanan sendiri ke rumah sute mereka, Su Tong. Tapi ketika di
sana mereka menghadapi srigala-srigala buas, kejam dan kebal maka di sinilah mereka menemui kegagalan
apalagi karena ada seorang berjubah hitam yang menjadi pemilik atau majikan Hutan Iblis.
"Majikan inilah yang sebenarnya merupakan bahaya utama. Dia hebat dan luar biasa sekali. Dialah
pemelihara binatang-binatang itu dan beberapa di antaranya dijadikan kebal. Srigala yang kebal tak mempan
dibacok senjata tajam dan jumlah mereka yang ratusan benar-benar membuat orang bergidik. MerekaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
50 merobek dan memakan daging manusia, termasuk muridku. Ah, ngeri sekali, taihiap. Dan ketika aku datang
bersama cucuku ternyata Su Tong, bersama isterinya menemui ajal menyusul suheng dan kakak iparnya
perempuan. Mereka dicabik-cabik!"
Sang pendekar tertegun dan berubah-ubah. Dia sama sekali belum mendengar berita itu dan karena
tempatnya juga jauh maka tak ada apa-apa yang masuk. Kini kakek itu bercerita tentang Hutan Iblis dan
penghuninya, dia merasa seram tapi juga marah. Dan ketika kakek itu melanjutkan kembali betapa dia
dikejar dan bertarung mati hidup di rumah muridnya nomor dua, bersama cucu perempuannya di mana
mereka hampir binasa maka kakek itu menutup bahwa orang berjubah hitam sekaligus berkedok karet itu
amat luar biasa dan ilmu hitamnya kuat.
"Aku tak tahu siapa dia, tapi kepandaiannya benar-benar tinggi dan aku teringat akan Beng-jong-kwikang seperti dalam cerita dongeng Kera Sakti, yakni ilmu yang menguasai roh-roh binatang buas. Apakah
taihiap pernah dengar?"
"Hm, ilmu hitam itu? Aku juga pernah mendengarnya, lo-enghiong. Tapi Beng-jong-kwi-kang lebih
bersifat dongeng daripada dimiliki sungguh-sungguh oleh orang dunia persilatan."
"Tapi sekarang aku si tua ini menyaksikannya. Ratusan srigala itu begitu penurut dan tunduk kepada
tuannya, taihiap. Dan laki-laki itupun dapat menyalak seperti anak buahnya!"
"Ah, seperti anjing?"
"Benar, dan suaranya lebih menyeramkan kalau dia menggonggong atau menyalak memanggil anak
buahnya itu. Aku juga baru kali ini melihat manusia seperti itu!"
"Apakah da juga berjalan seperti anjing?"
"Tidak, taihiap, jalannya seperti manusia biasa. Tapi ilmunya itu, ah, pukulan-pukulan Petirku tak
satupun mampu merobohkannya apalagi membunuh. Semua pukulanku tertolak. Dan ilmu hitamnya benarbenar jahat. Aku hendak minta pertolongan taihiap menghadapi laki-laki ini. Atau, kalau taihiap repot,
sukalah putera taihiap membantuku dan biarlah bersamaku ke sana!"
"Hm, puteraku sedang bepergian. Di sini hanya aku dan isteriku, lo-enghiong, serta para murid yang
berjaga. Aku tentu menolongmu dan coba kubicarakan dengan isteriku!"
"Terima kasih, taihiap, dan ada lagi satu permintaanku. Apakah taihiap kira-kira tidak keberatan."
"Lo-enghiong mau minta apa?"
Kakek ini menelan ludah. "Begini, taihiap, tentang cucuku perempuan, Su Giok....."
"Ada apa dengan dia?"
"Maksudku, hmm... apakah boleh dia tinggal di sini dan menjadi murid taihiap!"
"Ah!" sang pendekar terkejut. "Kau aneh, lo-enghiong. Bukankah kau dapat mendidiknya. Aku tak
berani menerima. Aku tak mau merendahkanmu!"
"Bukan begitu. Sakit hati cucu perempuanku amat dalam, taihiap. Ayah ibunya tewas di Hutan Iblis.
Dia ingin membalas dendam, tapi kalau hanya mendapat pelajaran silat dariku tentu tak sanggup. Aku si tua
bangka ini harus mencarikannya guru pandai dan pilihanku jatuh kepadamu. Itulah sebenarnya!"
"Hm," sang pendekar mengusap dagu. "Bagaimana ini? Untuk murid aku sudah memiliki banyak, loenghiong, agaknya sukar kuterima. Tapi kalau dia mau tinggal di sini dan tak ingin mengecewakanmu
bolehlah sejurus dua dia belajar ilmu pedangku. Terus terang aku tak berani menerimanya sebagai murid
karena aku sendiri sudah menurunkan semua kepandaianku kepada putera tunggalku. Kalau kau minta semua
ilmuku diwariskan kepada cucumu tentu saja aku tak sanggup. Aku telah letih!"
Kekecewaan besar membayang di wajah kakek ini. Tiba-tiba dia menunduk dan menarik napas dalam-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
51 dalam. Dia lupa bahwa pendekar ini sudah berkeluarga, mempunyai putera dan tentu saja tak mungkin
mengharap ilmunya diturunkan kepada cucunya. Mana mungkin orang lain diberikan begitu saja, apalagi
ilmu simpanan. Maka terpukul dan mengangguk-angguk iapun menarik napas dalam-dalam sambil berkata,
merintih,
"Maaf, taihiap, aku lupa. Kasih dan cintaku yang besar kepada cucuku satu-satunya itu membuat aku
mengharapkannya berlebih kepada orang lain. Aku menyesal, aku keliru..."
Tuan rumah tiba-tiba bangkit berdiri. Pendekar yang tahu bahwa kakek itu sedang kecewa berat tibatiba menjura dan berkata, suaranya sungguh-sungguh dan dalam. "Lo-enghiong, kau tidak bersalah. Tapi
tentu kau tahu bahwa tak mungkin aku diminta menurunkan semua kepandaiaanku seperti keinginanmu.
Bukankah kau masih hidup dan ada bersamanya? Lagi pula meminta ilmuku untuk dipakai membalas
dendam adalah lebih tidak mungkin lagi. Kejahatan memang harus ditentang. Kalau iblis itu benar-benar keji
maka tidak melalui aku bisa saja keinginan hatimu terlaksana, iblis itu dibunuh orang lain. Bagaimana aku
diminta untuk menurunkan ilmu buat membalas dendam? Jahanam itu memang harus dilawan, lo-enghiong.
Dan aku tentu akan ke sana menghadapi orang keji itu. Tapi bukan untuk membalas dendam melainkan
mencegah terjadinya kejahatan serupa dengan membasmi biang penyakitnya. Yang dimusuhi bukanlah
orangnya, melainkan kejahatannya. Nah, kupikir cukup dan lo-enghiong mengerti."
Kakek ini mengangkat muka. Dia mengangguk-angguk dan bangun berdiri membalas hormat orang,
sadar dan tahu bahwa kata-kata itupun betul. Tapi karena dia terlanjur kecewa permintaannya tak terkabul,
pendekar ini hanya mau menurunkan sejurus dua ilmunya saja maka kakek ini merencanakan untuk pergi
dan kembali saja. Dia juga minta maaf dan berkata tak apa-apa, padahal di dalam hatinya dia terpukul dan
kecewa berat. Dan ketika mereka bercakap-cakap lagi dan tuan rumah berusaha menghibur, saat itu nyonya
rumah datang bersama Su Giok maka kakek ini bangkit berdiri dan menyambar lengan cucunya ini.
"Taihiap, kalau begitu cukup. Biarlah kami kembali dan aku minta maaf kalau kedatanganku ini
benar-benar mengganggu."
"Ah," Beng Tan terkejut, berkerut kening. "Kenapa buru-buru, lo-enghiong? Ada isteriku di sini, kita
dapat bercakap-cakap lagi!"
"Tidak, terima kasih, taihiap. Cucuku telah tenang dan biar dia kubawa pergi. Aku.... aku mungkin
akan kembali ke utara."
Bukan hanya Ju-hujin yang heran. Su Giok, sang cucu juga terkejut dan heran mendengar kata-kata
kakeknya itu. Tak di sangkanya bahwa dia diajak kembali lagi, padahal mereka baru datang dan katanya ia
hendak dijadikan murid Ju-taihiap. Tapi karena kakeknya sudah berkata dan tentu saja ia tak menolak,
melihat isyarat kakeknya itu maka iapun mengangguk dan memendam rasa herannya itu.
Sekali lagi kakek ini menjura dan tuan rumahpun tak dapat berkata apa-apa. Beng Tan juga memberi
isyarat kepada isterinya dan sang isteripun tertegun, maklum bahwa ada sesuatu yang telah mengecewakan
kakek itu. Dan ketika kakek itu pergi dan Su Giok disendal kakeknya maka Beng Tan menarik napas dalam
dan bermuka muram.
"Orang tua yang keras hati. Ah, ia kecewa tapi apa boleh buat!"
"Apa yang terjadi? Kalian bertengkarkah?"
"Tidak, ia hendak meninggalkan cucunya di sini, isteriku, tapi aku menolak. Dia hendak menyerahkan
cucunya sebagai murid..."
"Eh, kenapa ditolak? Kalau hanya itu tak usah keberatan!" sang isteri memotong.
"Hm, kakek itu bermaksud supaya aku menurunkan semua ilmu kepadanya. Mana mungkin, apalagi
kalau untuk membalas dendam!"
"Ah, begitukah? Lalu bagaimana?"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
52 "Tidak bagaimana-mana, dia pergi, kecewa. Kalau hanya kuturunkan sejurus dua saja ilmu silat
dianggapnya percuma. Diapun dapat mengajar cucunya. Sudahlah, aku juga tak enak akan ini, isteriku.
Kulihat pandang mata kakek itu menyimpan sesuatu. Aku mau pergi!"
"Pergi? Pergi ke mana?" sang isteri terkejut. "Ah, jangan main-main, suamiku. Di sini tidak ada orang
kecuali kau. Putera kita Han Han sedang pergi!"
"Hm, aku mau ke Hutan Iblis. Aku akan melihat majikan hutan itu dan membuktikan kata-kata Peklui-kong tadi."
"Aku ikut! Kalau kau pergi akupun ikut!"
Sang pendekar mengerutkan kening. "Kau ikut? Untuk apa? Justeru kau harus menjaga rumah!"
"Tidak, tadi aku juga mendengar dari anak perempuan itu akan peristiwa yang dialami, suamiku, dan
aku merasa betapa berbahayanya tempat itu. Aku juga ingin tahu dan menghajar penghuni Hutan Iblis itu!"
"Hm, tak ada yang berjaga di sini, bagaimana dengan Hek-yan-pang..."
"Ada Ki Bi, ada pembantu-pembantu kita yang lain!"
"Kau nekat?"
"Bukan, suamiku, melainkan aku tak ingin membiarkan kau sendirian ke tempat itu. Manusia srigala
itu orang buas, mahluk kejam. Dan aku juga ingin tahu bagaimana rupanya!"
Ju-taihiap menghela napas. Kalau isterinya sudah ngotot begini tak ada jalan lain kecuali mengikuti.
Ditinggalpun tentu menyusul, dia tahu benar watak isterinya ini. Maka ketika dia mengangguk dan sejenak
mereka bicara lagi, sang isteri sudah tahu tentang Hutan Iblis dipanggillah pembantu-pembantu mereka
untuk diserahi tugas mengurus Hek-yan-pang.
Ki Bi, murid terpandai tertegun dan membelalakkan mata. Datangnya Pek-lui-kong tadi juga disambut
bisik-bisik karena dinilai aneh. Masa kenalan yang sudah lama tak bertemu begitu cepat kembali, tentu ada
apa-apa, apalagi ketika tadi kakek itu memperlihatkan wajah murung ketika kembali. Dan ketika kini ketua
mereka tiba-tiba hendak berangkat dan meninggalkan perkumpulan, hanya beberapa saat setelah tamu pergi
maka Ki Bi memberanikan diri bertanya,
"Maaf, pangcu. Ada urusan penting apakah yang membuat jiwi (kalian berdua) tiba-tiba pergi secara
mendadak? Apakah kakek tadi membuat persoalan? Ada barang hilang?"
"Hm, tidak. Kami hendak ke Hutan Iblis, Ki Bi, menghajar seseorang. Ada orang jahat di sana,
membahayakan orang-orang lain. Kakek itu tak mampu menghadapi dan murid serta murid-menantunya
tewas."
"Ah, Keng-enghiong dan Su-enghiong terbunuh? Mereka tewas bersama isteri-isteri mereka?"
"Benar, Ki Bi, karena itu aku hendak ke sana dan isteriku ikut. Jagalah baik-baik tempat ini sampai
kami kembali!"
"Nanti dulu!" Ki Bi tiba-tiba berseru, meloncat ke depan. "Ada aku di sini, pangcu. Ada murid-murid
yang lain pula di sini. Pangcu tak usah turun tangan dulu kalau para murid masih ada. Kami dapat mewakili
pangcu. Apa gunanya kami kalau sedikit-sedikit pangcu harus turun tangan sendiri!"
"Hm," sang jago pedang tertegun. "Kau benar, Ki Bi. Tapi melihat laporan Pek-lui-kong tadi agaknya
lawan benar-benar lihai. Aku ragu..."
"Tak perlu ragu, pangcu. Kalau musuh benar-benar lihai tunjuk saja beberapa orang di antara kami
untuk membasmi musuh. Kami juga menganggur selama bertahun-tahun ini. Asal bukan Golok Maut atau Si
Naga Pembunuh tentu dapat kami hadapi!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
53 Ju-taihiap tersenyum. Inilah semangat dan kegagahan yang ditunjukkan murid utamanya itu. Ki Bi
memang gagah dan berani. Dan ketika dia melirik isterinya dan sang isteri tersenyum maka isterinya berkata,
"Ki Bi, kau betul. Ada adik-adikmu yang lain di sini. Berangkatlah, biar suamiku tak usah terlalu
merendahkan dirinya dengan menghajar manusia iblis itu!"
"Eh, kita tak jadi berangkat?"
"Ki Bi dapat mewakili kita, suamiku. Kita utus saja dia dan empat murid yang lain membasmi orang
itu. Kita tunggu dan nantikan hasilnya."
Sang pendekar menarik napas. Sebenarnya, kalau melihat perbandingan di sini maka dia dapat
mengukur bahwa majikan Hutan Iblis itu benar-benar orang hebat. Pek-lui-kong adalah tokoh utara dan
kepandaiannya cukup tinggi. Ki Bi barangkali seusap di bawah kakek itu, sendirian saja tentu
mengkhawatirkan. Tapi karena empat murid lain dapat diutus dan ini cukup kuat, dia percaya maka
disuruhlah murid utama itu mewakili mereka.
"Baiklah, kau boleh berangkat, Ki Bi. Tapi hati-hati, jangan membunuh kalau tidak perlu. Sebaiknya
tangkap dan seret saja orang itu ke mari, biar aku melihat rupanya."
Ki Bi mengangguk. Lain sang isteri lain pula sang suami. Kalau Ju-hujin jelas menyuruhnya untuk
membasmi dan membunuh majikan Hutan Iblis itu adalah sang ketua menyuruhnya tangkap dan
menyeretnya ke situ. Dia tak diperbolehkan membunuh kalau tidak perlu. Ketua Hek-yan-pang ini memang
berhati lembut, siapa tidak tahu. Maka ketika dia tersenyum dan mundur penuh kepercayaan diri, empat
adiknya dibawa keluar maka ketua dan nyonya ketua itu menunggu hasilnya.
Tapi sungguh mengejutkan. Belum genap seminggu datanglah berita berdarah itu. Ki Bi, dan empat
sumoinya yang diutus ternyata datang dengan tubuh berlumuran darah. Tiga di antara mereka tewas di Hutan
Iblis sementara yang satu tewas di tengah jalan. Ki Bi sendiri muncul dengan satu kaki putus, bersimpah
darah. Dan ketika Hek-yan-pang geger karena wanita itu ambruk dan mengeluh di depan ketua maka hanya
kata-kata pendek yang terdengar.
"Ampun, kami... kami gagal, pangcu... kami... kami semua tak mampu. Para sumoi roboh di tangan
jahanam itu. Tiga tewas di sana, dan... dan Leng-sumoi meninggal di perjalanan. Ampunkan kami.... kami
murid-murid bodoh...!"
Bukan main kagetnya Ju-taihiap. Ketua Hek-yan-pang ini sampai terkesima dan terbelalak lebar-lebar.
Lima murid utamanya terbunuh. Dan ketika dia merasa menyesal mengapa dulu mengutus para murid ini, Ki
Pendekar Kembar 15 Pendekar Rajawali Sakti 132 Misteri Rimba Keramat Sayap Sayap Cinta 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama