Tapak Tangan Hantu Karya Batara Bagian 5
isterinya membentak dan marah besar maka Yu Yin berkelebat dan pedang hitam di tangannya mendesing
menyambar orang-orang itu.
"Percuma bicara. Babat dan robohkan mereka ini, Giam Liong. Dan setelah itu kita ke kota raja!"
Sembilan orang itu menangkis serangan pedang si nyonya. Kwan Tek dan Ceng Ting telah beradu
tenaga dan pedang serta toya mereka menyambut. Dan ketika Yu Yin terpental dan berjungkir balik tinggi
maka Giam Liong marah dan membantu isterinya itu, maju dengan langkah Pek-poh-sin-kun.
"Yu Yin, biar aku saja yang merobohkan cecunguk-cecunguk ini. Kau minggirlah dan biar mereka
merasakan kelihaianku.... plak-dukk!" lengan atau ujung lengan baju si buntung ini membentur pedang dan
toya, bersentuhan dengan tubuh mereka dan Kwan Tek maupun Ceng Ting Hwesio berteriak kaget. Tenaga
Tangan Emas itu dipergunakan lagi dan mereka terlempar. Namun ketika semua bergulingan bangun dan
langkah sakti Giam Liong yang mengejutkan itu membuat mereka terbelalak maka Kwan Tek berseru agar
semua menyatukan diri.
Jilid VIII
"JANGAN sendiri-sendiri. Jangan berpencar. Gabung serangan dan awas Kim-kang-ciang pemuda!"
Semua mengangguk. Mereka terkejut bahwa dengan lengan buntungnya itu pemuda ini mampu
merobohkan mereka. Si Naga Pembunuh itu benar-benar lihai. Tapi karena mereka adalah orang-orang
gagah dan Kim-kang-ciang yang dimiliki pemuda itu sudah dikenal mereka, kini membuktikan dan melihat
betapa hebat pukulan pemuda itu maka mereka yang tidak terlampau keras dihajar Giam Liong bangkit
berdiri lagi dan menyerang. Giam Liong tidak bersikap telengas dan mengatur tenaganya sedemikian rupa,
sayang di terima salah dan dianggap lemah, mungkin disangka bahwa tenaganya hanya sekuat itu saja. Maka
ketika dia mengelak dan langkah saktinya Pek-poh-sin-kun bekerja kembali, semua terkejut karena begitu
cepat dia bergeser dan berpindah tempat maka Giam Liong mendengus dan lengan kirinya yang buntung
mengebut dan menyambar lebih kuat. Ujung lengan baju ini tiba-tiba mengembung dan terisi tenaga begituKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
108 kuat yang seekor gajahpun bakal roboh dipukul.
Kwan Tek, dan kau Ceng Ting. Tanpa pelajaran agaknya kalian masih terus mendesak orang. Baiklah,
maaf aku bersikap keras dan sekarang kalian semua harus roboh!"
Sembilan orang itu menjerit dan berteriak. Toya dan pedang bertemu lengan baju kosong itu tapi
begitu bertemu serentak senjata mereka mencelat. Lengan baju itu mengembung dan hawa sakti yang berada
di dalam inilah yang luar biasa. Hawa sakti itu menghantam mereka dan semua terbanting roboh. Dan ketika
lengan atau pundak mereka patah, semua merintih dan pucat maka Giam Liong berdiri tegak telah
menyelesaikan pertandingan.
"Lihat," pemuda itu menahan marah. "Kalau aku mau kalian bersembilan tak mungkin hidup, Kwan
Tek Sianjin. Buka mata dan otak kalian bahwa aku masih berbaik hati. Nah, kukatakan sekali lagi bahwa
bukan aku yang membunuh orang-orang kalian itu dan katakan kepada ketua bahwa Naga Pembunuh bukan
orang yang akan lari dari tanggung jawab!
Semua bergetar dan ngeri. Kwan Tek dan Ceng Ting Hwesio pucat dan mereka gentar. Nyata, Naga
Pembunuh ini bukan tandingan mereka. Namun karena luka di leher masing-masing murid itu adalah bekas
Golok Maut, dan hanya si buntung itulah yang memiliki maka Kwan Tek maupun Ceng Ting Hwesio tak
mau bergeser. Mereka tetap menuduh namun kali ini disimpan di dalam hati. Betapapun mereka kalah.
Betapapun mereka telah pecundang. Biarlah ketua dan tokoh-tokoh partai yang turun tangan nanti. Maka
ketika mereka tak menjawab namun pandang mata mereka masih tak melepaskan tuduhan, Yu Yin marah
melihat ini maka wanita itu berkelebat dan pedang hitam di tangannya akan menusuk lawan.
"Giam Liong, mata mereka ini seperti anjing tak kenal budi. Mereka masih menyimpan tuduhan
kepadamu. Biarlah kucungkil seorang sebelah dan nanti mereka baru tahu adat!"
Namun Giam Liong menyambar dan menahan isterinya itu. Pemuda buntung ini mencegah, dia tak
mau isterinya berbuat kejam. Dan ketika dia merampas dan menyimpan pedang hitam itu maka Giam Liong
berseru memutar tubuh.
"Yu Yin, tak perlu. Orang benar kelak diketahui juga. Biarlah mereka melotot dan kita pergi!"
Si buntung sudah membawa dan mengajak isterinya keluar. Mereka meninggalkan tempat itu dan
Giam Liong tak mau ribut-ribut lagi. Musuh sudah dirobohkan. Tapi ketika sang isteri meronta dan mereka
keluar hutan ternyata Yu Yin berseru bahwa ia hendak ke kota raja. Bukan jalan itu tujuannya.
"Aku tak mau pulang, aku ingin ke kota raja. Kau tak berhak memaksaku, Giam Liong. Aku akan
mencari anakku Sin Gak!"
"Hm, Giam Liong berkerut, wajahnya memerah. "Kau isteriku, Yu Yin. Kau harus tunduk kepadaku.
Kita ke Lembah Iblis dulu baru setelah itu ke kota raja."
"Tidak. Sekali aku bilang tidak tetap tidak. Kau ayah tak berperasaan. Kau laki-laki yang tak pernah
mengandung dan merasakan bagaimana susahnya seorang ibu. Tidak, nyawapun kupertaruhkan di sini, Giam
Liong. Sin Gak segala-galanya bagiku. Kau bersamaku ke kota raja atau kita sendiri-sendiri di sini!"
"Yu Yin....!"
Wanita itu tersedu-sedu. Yu Yin tak mau dengar kata-kata suaminya lagi karena begitu selesai iapun
membalik dan meloncat pergi. Yu Yin terbang meninggalkan suaminya. Tapi ketika Giam Liong berkelebat
dan membentak isterinya itu maka si buntung ini sudah menghadang di depan. Matanya menyorotkan sinar
garang.
"Yu Yin, berhenti. Selamanya kita belum pernah berpisah dan jangan kau bergerak sendiri-sendiri.
Aku juga sayang anakku Sin Gak, tapi ke Lembah Iblis lebih penting bagi kita untuk menemukan sikap. Kau
turut kata-kataku dan jangan kira aku tak sayang anakku sendiri!"
"Kalau begitu kita ke kota raja dulu. Kau lebih memberatkan sebuah senjata daripada sebuah nyawa,Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
109 Giam Liong. Kau bilang sayang anak tapi buktinya lain! Aku tak mau ke Lembah Iblis kecuali setelah ke
kota raja!"
"Urusan Sin Gak dapat ditunda, anak itu toh sudah lama di tangan orang lain...."
"Bagus, dan karena itu mau memperpanjang lagi? Ah, hati seorang ibu tak kuat membiarkan ini, Giam
Liong. Kau laki-laki tak dapat merasakannya. Bagiku Sin Gak segala-galanya atau kau harus merobohkan
aku!" dan Yu Yin yang berteriak melihat suaminya hendak menangkap tiba-tiba menerjang dan berkelit.
Wanita ini marah besar dan Giam Liong terkejut. Ia memang hendak menangkap dan memaksa isterinya itu.
Tapi ketika sang isteri melawan dan membalasnya, Yu Yin kalap maka pedang dicabut dan wanita ini
memekik.
"Giam Liong, kau atau aku mampus!"
Giam Liong berubah. Kalau isterinya sudah seperti ini maka keadaan benar-benar gawat. Yu Yin akan
nekat melakukan segala-galanya dan pemuda ini tiba-tiba sedih. Tak dapat disangkal bahwa ia amat
mencinta isterinya ini. Tapi kalau sang isteri kini membantah dan bahkan siap membunuhnya, kalau ia
melarang maka Giam Liong melompat mundur dan menangkis pedang hitam itu. Ia tadi menyerahkan
kembali pedang itu kepada isterinya.
"Baik, kau dan aku berbeda pendapat, Yu Yin. Kita berselisih faham. Tapi aku tak mau kau kurang
ajar kepada suami dan pergilah ke kota raja.... plak!" Giam Liong menampar pundak isterinya itu, roboh dan
menjerit namun Yu Yin bergulingan menyambar senjatanya lagi. Pedang ini terlepas tapi disambar lagi. Dan
ketika wanita itu menggigil meloncat bangun, Giam Liong tegak memberi jalan maka Yu Yin mengeluh dan
melompat pergi, lewat di samping suaminya itu, menangis.
"Giam Liong, maafkan aku. Tapi kau tak dapat memaksaku. Kau pergilah ke Lembah Iblis dan
susullah aku di kota raja, kalau kau mau!" dan mengguguk meninggalkan pemuda itu si buntung ini tegak
dengan alis mata berkerut-kerut. Sekian tahun hidup bersama tiba-tiba kini harus berpisah. Naga Pembunuh
yang keras dan tegar ini tiba-tiba menitikkan air mata. Ada keharuan tapi juga kemarahan di situ. Namun
karena dia laki-laki dan harga dirinya tersinggung, Giam Liong tegak sampai isterinya lenyap maka barulah
pemuda itu memutar tubuh dan bergerak ke barat. Ia tak mau menyusul isterinya kalau belum ke Lembah
Iblis dulu. Ia marah bahwa Yu Yin mengajaknya bertengkar. Dan ketika ia berkelebat dan mempergunakan
kepandaiannya menuju Lembah Iblis maka si buntung itu tak perduli lagi isterinya yang menuju utara.
* * * Giam Liong tertegun di sepasang makam tua itu. Di bawah pohon kelengkeng, terkejut mengawasi
galian tanah merah pemuda ini terbelalak melihat apa yang dicari hilang. Golok Maut, benda yang ditanam
dan disembunyikan di antara makam kakek gurunya tak ada. Dulu benda itu disimpan dan ditanam setelah
sebelumnya dibungkus kain merah. Yang tinggal hanyalah kain itu sementara isinya hilang. Dia telah
kembali ke Lembah Iblis untuk membuktikan dugaan. Dan ketika darahnya berdesir karena benda itu hilang,
Golok Maut benar-benar telah dicuri orang maka Giam Liong membalik karena secepat itu juga telinganya
mendengar gerakan beberapa orang. Dan....
"Ini dia!" bentakan dan makian terdengar mengejutkan. "Kau ternyata benar di tempatmu lagi, Naga
Pembunuh. Siancai, pinto datang menuntut tanggung jawab!"
"Dan pinto juga. Omitohud...!" bayangan-bayangan lain berkelebatan, tak kurang dari tujuh puluh
orang. "Pinceng juga menuntut tanggung jawab, Sin-sicu. Kenapa kau membunuh murid-murid kami dan
berlaku telengas!"
Giam Liong dikepung dan tahu-tahu sudah di tengah lingkaran. Tujuhpuluhan orang, terdiri dari para
hwesio dan tosu serta orang-orang gagah lain tampak berdiri dengan wajah tidak bersahabat. Rata-rata muka
mereka gelap dan membayangkan kemarahan. Semua memandangnya penuh benci. Sorot mata itu seperti
sekelompok harimau ganas! Tapi ketika Giam Liong menekan debar hatinya dan hilang kaget, dia sadarKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
110 setelah semua itu berada di makam maka dia membalik dan menghadapi dua orang pertama ini, tosu
bermuka merah dan hwesio gemuk pendek memegang tasbeh.
"Hm, Ceng Tong Hwesio dan Ho Heng Totiang kiranya, ketua-ketua Lu-tong dan Khong-tong yang
terhormat. Ada apa kalian datang dan memasuki Lembah Iblis, jiwi-picu (dua ketua). Dan kenapa pula
banyak kawan kalian bawa. Ada maksud apa!"
"Tak usah berpura-pura!" seorang tosu di belakang ketua, yang pundaknya dibebat membentak, maju
dengan muka marah. "Kau tahu bahwa kami datang untuk menuntut tanggung jawab, Sin Giam Liong. Dan
inilah ketua-ketua kami yang akan bicara sendiri denganmu. Kau sombong, mengandalkan kepandaian.
Sekarang ketua kami menuntut dan tak usah berpura-pura untuk tidak tahu segala!"
"Hm, Kwan Tek Sianjin rupanya, orang tidak tahu diri. Kau datang malah menyebar penyakit, totiang.
Dulu kuampuni tapi sekarang datang membawa lebih banyak kawan. Bagus, aku tak perlu berpura-pura
karena aku baru kali ini berhadapan dengan ketua-ketua Khong-tong atau Lu-tong, dalam persoalan ini. Tak
usah kau banyak mulut karena yang kutanya bukan kau!" Giam Liong mendengus, marah kepada tosu itu
sementara Ceng Ting Hwesio, sute dari Ceng Tong Hwesio juga tampak di situ. Hwesio ini mengkeret dan
menyembunyikan muka di balik suhengnya yang pendek gemuk. Ketua Lu-tong itu memang pendek gemuk.
Maka ketika Giam Liong menghadapi dua orang ini dan tidak memandang lagi tosu kurus itu, Ceng Tong
dan Ho Heng Tojin mengetukkan tongkat maka Ceng Tong Hwesio berseru,
"Naga Pembunuh, kau tahu bahwa kami datang untuk urusan pembunuhan. Kau membantai dan
membunuh-bunuhi murid kami seperti mendiang ayahmu dulu membunuh-bunuhi orang lain. Omitohud,
apakah ini harus dijawab dan dikatakan lagi? Pinceng bersama yang terhormat ketua Khong-tong minta
pertanggungjawabanmu, juga sekalian orang gagah di sini. Mereka minta pertanggungjawabanmu dan
sekarang harus kau pertimbangkan apakah menyerah baik-baik atau melawan dan melepas lagi nafsu
jahatmu itu!"
"Hm, mendiang ayahku tak usah disebut-sebut. Yang mati sudah tidak mengganggu yang hidup lagi,
Ceng Tong lo-suhu. Harap tahu aturan dan tidak menyakiti perasaan. Aku tidak merasa melakukan seperti
yang kalian tuduhkan, dan akupun sudah bicara itu kepada pembantu-pembantu kalian. Heran bahwa kalian
masih dapat dibawa ke mari bagai kerbau dicucuk hidungnya. Apakah Kwan Tek Sianjin dan Ceng Ting
Hwesio tidak memberi tahu!"
"Omitohud, bicara dan bukti tidak sama! Kau menyangkal tapi bukti mengatakan lain, Naga
Pembunuh. Murid-murid kami jelas terbunuh oleh Golok Maut milikmu dan tak usah berkelit!"
"Benar, dan pinto juga merasa yang sama. Luka yang ditimbulkan senjatamu meninggalkan bekas
khusus, Naga Pembunuh, dan di dunia ini hanya kau seorang yang memiliki senjata itu. Kau pemilik Golok
Maut!"
"Hm-hm, itu tak kusangkal," Giam Liong mengangguk-angguk, suara dan makian gaduh di belakang,
kini orang-orang di belakang dua tokoh itu berseru dan menguatkan kata-kata Ho Heng dan Ceng Tong
Hwesio. "Tapi ketahuilah bahwa aku benar-benar tak melakukan itu, jiwi-paicu. Lihat bahwa senjata itu
kukubur tapi telah dicuri orang. Lihat tanah yang kugali ini dan betapa tinggal kain pembungkusnya saja!"
"Jangan gampang dipercaya!" suara di belakang tiba-tiba membakar. "Semua itu bisa dibuat-buat,
jiwi-paicu. Siapa tahu Naga Pembunuh ini takut melihat jumlah kita yang banyak!"
Suara dan pekik lain tiba-tiba membumbung. Seruan orang pertama itu disusul seruan-seruan senada
yang menganggap betul. Giam Liong menunjukkan bekas galian itu tapi orang-orang di belakang tak
percaya. Dua ketua tampak berkerut kening tapi mereka terpengaruh oleh suara-suara ini. Dan karena itu
dinilai betul karena siapa tahu Naga Pembunuh ini berdalih, mencari akal dan hanya ingin menyelamatkan
diri maka Ceng Tong Hwesio mengetrikkan tasbehnya sementara Ho Heng Tojin menancapkan tongkat
semakin dalam. Ribut di belakang mereka itu merangsang emosi.
"Naga Pembunuh, kami tak dapat percaya akan apa yang kau katakan. Bisa saja semua ini hanya
akalmu. Pinceng tak dapat menerima karena jelas kematian anak-anak murid pinceng dikarenakan GolokKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
111 Mautmu!"
"Dan pinto juga. Kalaupun benar golokmu hilang maka kau tetap memikul kesalahan, Naga
Pembunuh. Kenapa golokmu hilang dan kau tidak hati-hati. Senjata bagi seorang laki-laki tiada ubahnya
nyawa!"
Giam Liong berkerut dan mendengar suara-suara gaduh. Orang-orang di belakang dua ketua itu
membetulkan dan tetap saja dia dituntut. Senjata bagi seorang laki-laki adalah nyawa kedua, kalau sampai
hilang maka pemilik pulalah yang salah. Dan ketika ia marah karena tak digubris, semua maju dan bersikap
makin mengancam maka Giam Liong tertawa mengejek mendengar Ceng Tong Hwesio menyuruhnya
menyerah.
"Naga Pembunuh, betul tidaknya senjatamu hilang dapat diketahui nanti. Sekarang menyerahlah dan
biar kami periksa dirimu baik-naik!"
"Benar, menyerahlah, Naga Pembunuh. Atau kau semakin berat kalau melawan kami!"
Si buntung ini tak dapat menahan diri lagi. Tasbeh di tangan ketua Lu-tong-pai itu semakin berketrik
keras ketika mendekatinya. Tongkat di tangan ketua Khong-tong juga bergetar siap menusuk. Dan karena
puluhan orang di belakang ketua itu juga sudah mencabut senjata, mereka berseru dan menggerak-gerakkan
senjata itu maka Giam Liong tak dapat membiarkan jari si hwesio yang tiba-tiba menerkamnya, disusul oleh
gerakan Ho Heng Tojin yang juga meloncat dan menyambar pundaknya.
"Ceng Tong Hwesio, Ho Heng Tojin, kalian benar-benar para ketua yang tak dapat membuka mata
baik-baik. Aku tak sudi ditangkap. Aku tak sudi diadili. Aku tidak bersalah dan jangan kalian kurang ajar....
wush-bret!" dan Giam Liong yang mempergunakan Pek-poh-din-kunnya untuk mengelak dan melepaskan
diri tiba-tiba membuat dua jari ketua itu saling terkam dan mengenai satu dengan yang lain. Ceng Tong dan
Ho Heng Tojin tentu saja terkejut karena begitu cepatnya Giam Liong bergerak. Pemuda itu tahu-tahu lenyap
di depan mereka, terganti tangan rekan yang membentur dan menerkam tangan sendiri. Lalu ketika mereka
membalik dan melihat Giam Liong bersinar ke kiri, menyerang dan bergerak lagi maka bukan hanya jari
tangan yang bekerja melainkan juga tongkat dan tasbeh. Tujuhpuluh orang di belakang mereka juga bersorak
dan menerjang!
"Lu-tong-paicu (ketua Lu-tong), tangkap dan robohkan Naga Pembunuh ini. Jangan biarkan ia lolos!"
"Benar, dan habisi saja di sini, paicu. Lempar mayatnya di lubang galiannya itu!"
Giam Liong marah. Kalau lawan sudah seperti ini maka kesabaranpun benar-benar habis. Ia
dipojokkan dan harus melawan. Maka begitu diserang dan golok atau senjata lain menyambar, yang paling
berbahaya adalah tongkat dan tasbeh di tangan dua ketua maka Giam Liong membentak dan begitu dia
berkelit maka langkah sakti Pek-poh-sin-kunpun bekerja.
"Wut-wut!"
Pemuda inipun menyelinap dan masuk dalam gulungan hujan senjata. Kecepatannya bergerak benarbenar mengagumkan karena begitu dia membentak segala senjata lewat di sisinya dengan cepat. Hanya
tasbeh dan tongkat di tangan dua ketua itulah yang mengejar dan mampu mengikutinya. Tapi ketika Giam
Liong menggerakkan tangan dam mengebut maka dua senjata itu terpental dan ketua Lu-tong maupun
Khong-tong terkejut.
"Plak-plak!"
Kebutan ini panas dan menggetarkan pergelangan. Dua ketua terkejut tapi masing-masing berseru
keras. Giam Liong yang menyelinap dan mengelak hujan senjata dikejar lagi, kini tangan kiri dua ketua itu
bergerak melepas pukulan sinkang. Namun ketika Giam Liong membalik dan menerima itu maka dua ketua
ini terhuyung dan Giam Liong harus melayani hujan senjata yang tiada henti.
Selanjutnya si buntung ini melengking dan jantung para pengeroyok seakan rontok mendengar
pekikannya. Saicu-hokang atau Aum Singa dikeluarkan dan separoh dari pengeroyok terjengkang. DanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
112 ketika mereka menjerit dan berteriak kaget maka sisanya dikebut dan terjungkal bergulingan. Sepak terjang
Giam Liong luar biasa sekali tapi dari semua pengeroyok tak ada yang luka sungguh-sungguh. Lagi-lagi
Giam Liong membuktikan watak besarnya dengan mengalah. Pemuda ini tahu bahwa orang-orang itu salah
paham. Sekarang dia yakin bahwa seseorang mencuri goloknya, membunuh dan melakukan kekejian
sementara dia menerima getah. Dan ketika dia juga mengebut dua ketua Lu-tong dan Khong-tong sampai
terpelanting, mereka ini masih bukan tandingan si Naga Pembunuh maka Giam Liong berseru dan melompat
turun, lari menuruni lembah.
"Ceng Tong, Ho Heng totiang, jangan kalian mendesak dan memaksa aku. Hilangnya senjata ini
memang salahku, dan akan kucari manusia jahanam itu. Biarlah kutangkap maling busuk itu dan kelak
kubuktikan kepada kalian bahwa aku tidak bersalah!"
Semua orang terkejut dan berteriak-teriak. Mereka dapat bangun lagi karena kibasan atau kebutan
Giam Liong tidak membahayakan. Maka ketika mereka mengejar dan Giam Liong menjauh agar mereka tak
mengotori makam, tempat itu adalah peristirahatan bagi kakek dan nenek gurunya maka Giam Liong
melarikan diri dan sengaja menjauh agar tak bertempur di sana. Pemuda ini hanya menyangka bahwa mereka
itu sajalah yang datang. Tapi ketika di bawah lembah muncul bayangan-bayangan lain, tak kurang dari dua
atau tiga ratus orang maka Giam Liong berubah karena seluruh anak murid Khong-tong dan Lu-tong rupanya
berjaga di situ, yakni para tosu dan hwesio yang membiarkan ketuanya berangkat sementara mereka disuruh
menunggu di situ.
"Naga Pembunuh, jangan lari!"
"Naga Pembunuh, hadapi kami dulu dan mana tanggung jawabmu kepada ketua!"
Pedang dan toya berkelebatan ditimpa sinar matahari. Mereka adalah para hwesio atau tosu muda di
mana kini tiba-tiba bergerak dan muncul setelah melihat pemuda itu meninggalkan pertempuran. Giam
Liong sama sekali tak menduga bahwa pengikut dua partai itu dikerahkan di situ, bersembunyi. Maka ketika
mereka berloncatan dan menghambur dari bawah ke atas, membentak dan menyambut larinya maka Giam
Liong menjadi marah namun tetap menjaga pukulan dia mengibas dan merobohkan anak-anak murid itu.
"Kalian juga manusia-manusia bodoh. Enyahlah, dan jangan ganggu aku... plak-plak!" pedang dan
toya mencelat terlempar, tak sanggup bertemu kebutan ujung lengan baju itu namun jumlah mereka yang
banyak menjadi penghalang. Giam Liong tak mungkin lolos kalau tidak menyibak ratusan orang-orang itu.
Dan ketika apa boleh buat dia harus berlaku sedikit kejam dan para murid menjerit dan mengaduh bertemu
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tamparan-tamparan tangannya maka lima puluh orang terlempar ke kiri kanan namun bayangan dua ketua
Lu-tong dan Khong-tong datang.
"Naga Pembunuh, jangan hanya menghadapi anak-anak. Hadapilah kami berdua dan mana
kegagahanmu!"
Giam Liong marah dan menggeram. Ia tersusul dan dua ketua itu melepas pukulan. Ho Heng Tojin
bahkan sudah mencabut pedang di tangan kanan dengan memindahkan tongkat di tangan kiri. Dan ketika
Giam Liong membalik karena dua pukulan itu amat berbahaya, deru angin sambarannya membuat bajunya
tertiup kencang maka Giam Liong mengerahkan Kim-kang-ciang dan lengan baju buntung bagian kirinya itu
mengembung ketika menangkis dan menyambut pukulan dua ketua, lengan kanannya sendiri bergerak jauh
lebih kuat disertai bentakan.
"Haiiittt.......duk-dukk!"
Ho Heng dan Ceng Tong Hwesio berteriak. Mereka terbanting dan terlempar bergulingan oleh Kimkang-ciang yang dahsyat itu. Giam Liong mengerahkan enam bagian tenaganya hingga dua ketua terlempar.
Tapi karena gangguan ini membuat yang lain maju meluruk dan mereka sudah dekat, berteriak dan bersorak
sorai maka Giam Liong tak dapat melarikan diri lagi dan harus menghadapi keroyokan orang-orang marah
ini. Naga Pembunuh itu juga menjadi marah dan sepasang matanya mencorong berkilat-kilat. Kalau sudah
begini pemuda ini tak mungkin mau mengampuni lagi. Lawan mendesak dan terlalu menyudutkannya. Maka
ketika dia membentak dan Saicu-hokang itu dikeluarkan lagi, suaranya bagai aum singa yang dahsyat maka
orang-orang itu tersentak dan ketika mereka terhuyung mundur maka sepasang lengan baju pemuda iniKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
113 meledak menyambar mereka.
"Plak-plakk!"
Teriakan ngeri dan jerit kesakitan terdengar. Tiga puluh orang roboh dan mencelat, mereka terbanting
dengan tangan atau kaki patah-patah. Dan ketika dengan langkah-langkah Pek-poh-sin-kun si buntung itu
bergerak dan berpindah-pindah tempat maka pukulan atau tamparan ujung bajunya tak dapat dihindari lagi.
Murid-murid Khong-tong ataupun Lu-tong jatuh, orang-orang kang-ouw yang juga dikebut terlempar
bergulingan. Dan ketika jalan terbuka lebar karena sisanya menyingkir maka Giam Liong berkelebat dan
meninggalkan lawan. Namun dua ketua maju mencegat.
"Naga Pembunuh, jangan lari. Masih ada kami di sini!"
Giam Liong menggeram. Dua ketua ini benar-benar mengganggu dan memang hanya merekalah yang
patut diperhitungkan. Ujung tasbeh diketrik dan senjata di tangan ketua Lu-tong itu tiba-tiba menyambar.
Tapi ketika Giam Liong mengelak dan menangkis maka tasbeh terpental tapi senjata di tangan ketua Khongtong bergerak. Pedang mendesing sementara tongkat di tangan kiri menderu. Sama-sama dahsyat!
"Hm!" Giam Liong menjadi panas. "Kalian orang-orang tak tahu diri, Ho Heng Tojin. Kalau aku mau
aku dapat membunuh kalian. Dan kalian buta. Baiklah lihat apa yang kulakukan dan mampukah senjatamu
itu melukai aku..... bluk-tak!" tongkat dan pedang diterima Giam Liong, bukan ditangkis melainkan dengan
tubuhnya. Dan ketika tongkat terpental sementara pedangnya patah, Giam Liong mengerahkan sinkang
menunjukkan kekebalan maka ketua Khong-tong itu terkejut dan sementara dia berseru tertahan tahu-tahu
jari Giam liong menotok pundaknya.
"Auh!"
Sang ketua terbanting dan roboh. Ho Heng Tojin tak menyangka bahwa sedemikian hebat pemuda itu.
Pedangnya diterima kekebalan dan kini iapun terguling. Kalau si buntung mau totokan bukan ke pundak
melainkan ulu hati. Dapat dibayangkan kalau jari pemuda itu mengenai ulu hatinya, tentu tembus dan
seketika dia binasa! Dan ketika tosu itu roboh sementara anak murid menjerit, Ceng Tong Hwesio tertegun
dan membelalakkan mata maka Giam Liong mempergunakan Pek-poh-sin-kunnya mendekat.
"Dan kau..., kaupun tak tahu diri, Ceng Tong Hwesio. Kalau aku kejam tentu kalian sudah bertemu
Golok Mautku. Tapi tidak, golok itu tak di tanganku. Aku sudah bicara dan biarlah kau roboh oleh jariku ini
saja.... set-set!" langkah sakti pemuda itu mengejutkan si hwesio, tahu-tahu sudah berada dekat dan si hwesio
mengelak namun jari sudah di depan hidung. Giam Liong agaknya mau mencoblos hidungnya! Dan ketika
hwesio itu berseru keras dan tentu saja menggerakkan tasbehnya, hwesio ini kaget dan marah ternyata jarijari Giam Liong membuat tasbeh itu pecah. Talinya hancur dan biji tasbeh berhamburan. Dan ketika dia
tersentak dan kaget sekali maka jari Giam Liong tetap saja menotok keningnya, naik ke atas hidung.
"Bluk!"
Hwesio itu terjengkang dan mengeluh. Dua pimpinan sekarang roboh dan Giam Liong tertawa dingin.
Deru atau lemparan senjata ditangkis, sebagian dibiarkan mengenai punggung karena murid-murid Khongtong maupun lu-tong membela ketua mereka itu. Dan ketika semua patah-patah dan gentar menjauhkan diri,
jalan terbuka dan bebas maka Giam Liong mempergunakan Pek-poh-sin-kunnya untuk lolos,
"Saudara-saudara, kalian semua salah paham. Aku tidak melakukan pembunuhan-pembunuhan itu dan
percayalah kepadaku. Golok Mautku dicuri orang, dan dia inilah yang memakai namaku. Biar kubekuk dia
dan kelak kubuktikan bahwa aku bersih!"
Giam Liong meluncur dan mempergunakan ilmunya keluar dari lembah. Sekarang orang-orang itu tak
mungkin mencegahnya lagi karena pimpinannya sudah dirobohkan. Mereka berani karena adanya dua ketua
Lu-tong dan Bu-tong itu. Dan ketika sebentar kemudian Giam Liong lenyap dan meninggalkan lembah, tak
ada pertempuran di situ maka mereka menolong teman-teman yang terluka sementara anak murid Khongtong dan Lu-tong menolong ketua mereka.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
114 "Omitohud, Naga Pembunuh itu benar-benar lihai!"
"Siancai, ia benar-benar berkepandaian tinggi. Ah, pinto rasanya harus belajar puluhan tahun untuk
menandingi anak muda itu, Ceng Tong lo-suhu. Sungguh memalukan bahwa setua ini dirobohkan anak
muda!"
"Ya, dan pinceng juga malu. Apalagi dengan bantuan begini banyak orang. Ah, rasanya tak mungkin
menandingi anak itu, Ho Heng totiang. Agaknya paling baik kita minta bantuan seseorang!"
"Siapa?"
"Hek-yan-pangcu, ayah angkatnya itu. Siapa lagi yang dapat menandingi kalau bukan ketua Hek-yanpang!" dan ketika semua terkejut dan mengangguk-angguk, rasa penasaran merobah hati dua orang ketua ini
maka hari itu juga Ho Heng Tojin maupun Ceng Tong Hwesio melanjutkan pengejaran. Mereka tak mau lagi
tahu akan golok yang hilang. Kekalahan mereka di tangan anak muda itu menjadikan penasaran. Kalaupun
Giam Liong tak melakukan semua kejahatan itu maka mereka tetap saja akan mengejar-ngejar anak muda
ini, untuk menebus malu! Maka ketika semua turun bukit dan dua ketua menuju Hek-yan-pang maka tentu
saja Beng Tan kaget sekali akan berita yang didengar ini.
Ceng Tong maupun Ho Heng lebih menitikberatkan pada persoalan hinaan. Bahwa mereka telah
dirobohkan dan dibuat malu anak muda itu. Dan ketika mereka ditanya apa sebab-sebab permusuhan maka
keduanya menjawab bahwa Giam Liong membunuh anak-anak murid kedua partai, bahkan juga orang-orang
lain. Tak menyebut-nyebut bahwa pembunuhan itu dilakukan dengan menggunakan Golok Maut, karena
golok itu telah dinyatakan hilang oleh Giam Liong.
"Tak masuk akal, tak dapat kupercaya! Ah, anak itu baru beberapa waktu yang lalu datang ke sini,
jiwi-paicu, dan sikap atau wataknya baik-baik saja. Tak kulihat kebuasan itu. Barangkali kalian salah dan
keliru menduga orang!"
"Hm, kami mungkin keliru. Tapi apakah orang-orang lain itu juga keliru, taihiap? Apakah ratusan
orang ini keliru juga dan kami bohong? Putera angkatmu itu bukan hanya membunuh-bunuhi murid-murid
dua partai, melainkan juga orang-orang kang-ouw lain seperti mendiang ayahnya dulu. Kami khawatir bahwa
penyakit gila ayahnya dulu turun lagi. Dan taihiap tentu harus turun tangan sebagaimana layaknya kaum
pendekar, tak membela atau melindungi pemuda itu karena ia putera angkatmu!"
"Hm-hm, jiwi-paicu tak usah khawatir. Hubungan kami ayah dan anak tak bakal menggoyahkan rasa
kebenaran, Ho Heng totiang. Biarpun anak sendiri kalau salah harus dihukum. Tapi ini keterangan sepihak,
dan aku tidak yakin. Baiklah jiwi terima janjiku dulu bahwa aku pasti turun tangan. Hek-yan-pang sedang
kosong, puteraku Han Han sedang keluar. Nanti kalau dia kembali tentu aku atau dia akan mencari Giam
Liong!"
Dua ketua itu harus puas. Mereka akhirnya mundur setelah tahu pula bahwa Hek-yan-pang sedang
dirundung duka. Ju-taihiap itu sedang kehilangan isterinya dan musuh yang kuat datang mengganggu. Tapi
karena kepentingan diri sendiri biasanya jauh lebih kuat daripada kepentingan atau memikirkan persoalan
orang lain maka dua ketua itu pamit dan Hek-yan-pang guncang oleh berita ini.
Giam Liong menjadi iblis? Pemuda itu membunuh-bunuhi orang kang-ouw seperti yang dikabarkan
dua ketua Lu-tong dan Khong-tong? Tak masuk akal. Tapi karena mendiang ayah kandungnya Si Golok
Maut Sin Hauw juga pernah membunuh-bunuhi orang, melampiaskan dendam atas sakit hati maka mereka
tergetar jangan-jangan "penyakit turunan" itu kumat. Dan kalau begini tentu bahaya. Dunia kang-ouw bakal
guncang dan orang-orang persilatan geger. Tapi karena Beng Tan tak percaya begitu saja dan pendekar ini
akan pergi menyelidiki maka hamilnya Tang Siu membuat pendekar ini repot.
Dia melepas janjinya dan menunggu dulu di rumah. Menantu perempuannyasedang berbadan dua dan
tak enak kalau meninggalkannya sendirian. Biarlah Han Han datang dan pemuda itu atau dia yang pergi.
Maka ketika dua tosu dan hwesio itu pergi, Hek-yan-pang terguncang oleh berita ini maka Giam Liong
sendiri justeru terkejut dan terguncang berulang-ulang oleh kejadian demi kejadian yang dialami.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
115 Mula-mula dia diganggu murid-murid Khong-tong dan Lu-tong. Lalu ketuanya yang sampai menyusul
ke Lembah Iblis. Dan ketika hari itu dia meninggalkan lawan-lawannya untuk berangkat ke kota raja maka di
sepanjang jalan pemuda ini dihadang banyak orang-orang kang-ouw yang menuntut dan menagih jiwa!
Ternyata puluhan bahkan ratusan orang berjajar menanti. Di sepanjang menuju ke kota raja itu Giam
Liong bertempur dan menghadapi lawan-lawan berat. Di antaranya ketua Hek-liong-pang yang dulu dibabat
dan dibunuh ayahnya, sudah berganti ketua baru dan ketua inilah yang menghadang perjalanannya. Bukan
hanya sekedar ketua melainkan dengan seluruh anggotanya, tak kurang dari empat ratus orang! Dan ketika
Giam Liong nyaris tak dapat melepaskan diri dan untung berkat Pek-poh-sin-kunnya yang luar biasa ia
berhasil lolos dan keluar dari kepungan orang-orang Hek-liong-pang itu maka Giam Liong compangcamping dan menggigil mengerotokkan buku-buku jarinya.
Kalau saja dia tidak tahu bahwa orang-orang itu salah paham dan terhasut tentu tangan besinya bakal
keluar. Tentu dia betul-betul akan melakukan pembunuhan dan orang-orang itu dibasminya. Tapi karena dia
tahu betul bahwa sebuah kesalahpahaman sedang terjadi dan seseorang berwatak iblis mencelakai dirinya,
merusak dan membunuh orang-orang lain dengan Golok Maut curian maka Giam Liong lelah ketika
terhuyung-huyung sampai di kota raja.
Dia terpaksa meninggalkan lawan-lawannya karena teringat isterinya. Di mana-mana muncul musuhmusuh baru dan pemuda ini merasa terjepit. Dia geram dan marah sekali kepada penjahat di balik peristiwa
ini. Apa jadinya kalau dia menurunkan tangan besi dan membunuh orang-orang Hek-liong-pang itu. Tentu
keadaan semakin buruk. Dan ketika dia mempergunakan kesaktiannya dan segala bacokan senjata tajam tak
ada yang mampu melukai, bergerak dengan langkah-langkah sakti Pek-poh-sin-kun untuk menerobos musuh
maka ketika senja mulai tiba dan ia sampai di kota raja dengan keringat membasahi tubuh mendadak sesosok
bayangan berkelebat dan Han Han, saudara sekaligus sahabatnya muncul, tepat di gerbang pintu masuk.
"Hm, dari mana, Giam Liong. Mau ke mana!"
Giam Liong terkejut. Dia menoleh dan kaget tapi seketika girang bahwa itulah Han Han. Pemuda itu
berdiri di pilar tembok dan menghadang, tenang namun wajahnya dingin. Dan ketika Giam Liong tak jadi
memanggil karena di belakang pemuda itu muncul orang-orang lain, dua di antaranya adalah Ceng Tong
Hwesio dan Ho Heng Tojin maka pemuda ini tertegun dan berhenti. Pandang matanya seketika bersinar.
"Hm, kau, Han Han. Ada apa di sini. Dan orang-orang itu, kaukah pembawanya?"
"Benar," Ho Heng Tojin berseru dan mendahului lantang. "Kami bertemu dan minta tolong Jusiauwhiap ini, Naga Pembunuh. Kami telah bertemu ayahnya dan mendapat petunjuk. Sekarang kau tak
dapat lolos karena hari ini pasti tertangkap!"
"Omitohud, pinceng tak usah malu. Kami secara kebetulan bertemu saudaramu ini, sin Giam Liong.
Dan sekarang pinceng ulangi lagi agar kau menyerah baik-baik!"
"Hm," Giam Liong mendengus, tak perduli hwesio itu. :Kau di sini dikemudikan kerbau-kerbau tolol
ini, Han Han? Kau mau menangkap aku atas permintaan mereka?"
Han Han berkerut, wajahnya jelas menampakkan ketidaksenangan. Wajah itu gelap sementara Pedang
Matahari tersembul di punggung. Tak biasanya Han han memasang pedang itu sedemikian rupa kalau tidak
untuk maksud-maksud tertentu. Mungkin untuk penggetar jiwa lawan, karena Giam Liong memang tergetar
dan tak nyaman memandang pedang itu, pedang yang selama ini merupakan tandingan Golok Maut! Hanya
itulah satu-satunya senjata di muka bumi yang dapat mengimbangi Golok Maut. Tapi karena golok itu tak
ada di tangan dan Giam Liong akhirnya menenangkan debaran hatinya maka saudaranya itu berhenti dan
memandang dengan tajam. Han Han melindungi orang-orang itu dengan melangkah empat tindak.
"Giam Liong, tak kusangka bahwa kekejianmu muncul lagi. Kau telengas, kau pembunuh berdarah
dingin. Ada apa kau membunuh-bunuhi murid-murid Khong-tong dan Lu-tong seperti ini? Apa salah mereka
hingga tanpa dosa kau bantai? Aku sudah mendengar sepak terjangmu, Giam Liong, tapi mula-mula tak
percaya. Baru setelah kudengar omongan dua orang ciangbunjin (ketua) ini barulah aku tak usah ragu. Aku
diminta menangkap dan mengadilimu di Khong-tong. Aku meminta tanggung jawabmu kenapa kau sekejiKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
116 ini. Apakah kau tak pernah merasa puas kalau lama tidak menghirup darah orang!"
"Ha-ha....!" Giam Liong tiba-tiba tertawa bergelak, penuh sakit hati tapi juga pedih. "Kau dan orangorang ini sama bodoh, Han Han. Kau kiranya telah menjadi manusia tak berotak yang tidak dapat berpikir
panjang. Ha, dengarlah. Kuulangi sekali lagi bahwa itu bukan perbuatanku. Ada seseorang memfitnahku.
Aku menerima getah busuk. Aku..."
"Bohong!" Ho Heng Tojin membentak dan tiba-tiba mendahului, sudah mencabut pedang dan tongkat
di kedua tangannya. "Muak aku mendengar sangkalanmu, Naga Pembunuh. Dari dulu sampai sekarang sama
saja. Kau berusaha mengelak tapi tak pernah menangkap orang yang kau maksud itu. Terimalah, pinto tak
perlu banyak cakap karena kau harus mati atau pinto yang mampus!" dan pedang yang mendesing serta
tongkat yang menderu membuat Giam Liong marah dan mengelak, dikejar dan pemuda ini menangkis. Dan
karena ia sudah berkali-kali menghajar dan melampiaskan marah pada tosu ini maka begitu menangkis
begitu pula tongkat dan pedang patah!
"Pletak!"
Ho Heng berteriak dan melempar tubuh bergulingan. Ia berani karena ada Han Han di situ. Sudah
diketahui bahwa pemuda ini sama lihai dengan Giam Liong. Tapi ketika pemuda itu tak bergerak
membantunya dan membiarkan pedang serta tongkatnya patah, ketua Khong-tong ini pucat maka dia
bergulingan meloncat bangun dan sudah mencabut pedang dan tongkatnya yang baru, menegur Han Han.
"Ju-siauwhiap, kenapa kau diam dan tak membantu pinto. Apakah hubungan saudara di antara kalian
membuatmu ragu!"
"Hm," Han Han menggeleng, menatap ketua Khong-tong itu penuh sesal. "Kau lancang memotong
pembicaraan, totiang. Betapapun aku masih bicara dengan Giam Liong. Harap mundur dan biarkan aku
menanyainya dulu."
Tosu ini merah padam. Ia melirik kearah temannya Ceng Tong Hwesiopun mengangguk. Hwesio itu
mengetrikkan tasbehnya yang baru dan bersiap-siap. Mereka khawatir dua saudara itu tak segera bertanding.
Jangan-jangan alasan Giam Liong melemahkan putera Ju-taihiap itu. Maka ketika Han Han bergerak dan
menghadapi Giam Liong kembali, hwesio gemuk pendek ini mengikuti maka Ceng Tong Hwesio berseru,
membela temannya.
"Siauwhiap, sudah kau ketahui bahwa Naga Pembunuh ini membunuh orang dimana-mana. Ia bisa
saja menyangkal dan mengelak tuduhan, namun bukti lebih dari cukup. Tangkap saja dan tak usah banyak
bicara!"
"Hm, aku lebih tahu. Mundur dan biar kudengar alasannya, Ceng Tong lo-suhu, betapapun tak
mungkin dia menghindar kalau bersalah. Harap kalian tidak mengganggu kami dan membiarkan kami bicara
dulu."
Hwesio itu mengumpat. Kalau saja ia mampu menghadapi Giam Liong tentu sudah diserang dan
dihajarnya lawannya itu. Namun karena Si Naga Pembunuh ini benar-benar lihai dan bantuan anak muda itu
benar-benar diharapkan, betapapun ia tahu diri maka Ceng Tong Hwesio akhirnya membiarkan dua orang
muda itu bicara.
"Giam Liong, telah kudengar bahwa kau membunuh-bunuhi anak-anak murid Khong-tong dan Lutong, begitu pula orang-orang lain yang membuatku heran. Sekarang kau ada di sini, kebetulan sekali.
Bicaralah dengan jujur dan apa alasanmu membunuh-bunuhi orang itu!"
"Hm, sudah kukatakan bahwa aku tak membunuh-bunuhi orang. Kalau aku membunuh-bunuhi mereka
apakah dua orang ini masih hidup? Aku difitnah, Han han, seseorang merusak namaku. Sudah kubilang
berkali-kali kepada mereka ini bahwa aku tak melakukan perbuatan itu. Mereka tak percaya!"
"Hm, tentu saja tidak. Luka yang ditimbulkan jelas akibat Golok Mautmu, Giam Liong., dan aku juga
melihat begitu. Hanya kaulah yang memiliki golok itu dan kau pula yang menyimpannya!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
117 "Benar, tapi golok itu hilang!"
"Hilang?"
"Bohong!" Ceng Tong Hwesio kali ini bicara. "Tak ada senjata yang hilang dari tuannya, Jusiauwhiap. Senjata adalah nyawa bagi kita. Naga pembunuh ini sengaja mencari-cari dalih agar lepas dari
tuduhan!"
"Tutup mulutmu!" Giam Liong tak dapat menahan marah. "Aku bicara dengan Han Han, hwesio
busuk. Jangan lancang atau kau tak memberi kesempatan membela diri!"
"Hm," Han Han mengangguk, menyuruh hwesio itu mundur. "Apa yang dikatakannya benar, lo-suhu.
Seorang pesakitan berhak membela diri, meskipun menghadapi tuduhan berat. Kau mundurlah dan biar
kudengar bicaranya."
Hwesio itu merah padam. Sama seperti Ho Heng Tojin iapun akhirnya menerima malu. Dan ketika ia
mundur namun sepasang matanya menyorotkan dendam, ia harus membiarkan dua orang muda itu bicara
lagi maka Giam Liong menghadapi Han Han dan bicara dengan suara dingin.
"Kerbau-kerbau tolol ini maunya mencekik orang lain saja, padahal tak memiliki kepandaian berarti.
Hm, kuberitahukan terus terang padamu, Han Han, bahwa golokku memang hilang dan dicuri seseorang.
Aku tak tahu siapa dia tapi kini kuselidiki. Kau tahu bahwa golok itu kusimpan dan kukubur di Lembah Iblis.
Sejak aku membunuh Kedok Hitam senjata itu tak kupergunakan lagi. Kalau kini golok itu mencari darah
maka pemegangnya bukan aku melainkan orang lain itu. Percaya atau tidak terserah, tapi aku bukan manusia
yang lari dari tanggung jawab kalau itu benar kulakukan!"
Han Han tertegun. Sejenak kilatan matanya berseri karena kata-kata dan sikap Giam Liong gagah
sekali. Dia tahu baik siapa Giam Liong ini dan tentu saja segera menoleh pada ketua-ketua Khong-tong dan
Lu-tong itu. Mereka tak memberi tahu sama sekali bahwa Golok Maut dicuri orang. Ini dia tak tahu. Dan
karena Giam Liong sudah memberi tahu dua orang ketua itu tapi mereka menyembunyikan ini, entah untuk
maksud apa maka dia menegur,
"Lo-suhu, dan kau Ho Heng totiang. Ternyata kalian mendapat tahu bahwa Golok Maut dicuri orang.
Seingatku Giam Liong tak mempergunakan lagi senjatanya itu setelah membunuh Kedok Hitam, musuh
besarnya. Kenapa kalian tak memberi tahu ini dan diam-diam saja? Apakah kalian penasaran oleh kekalahan
kalian di Lembah Iblis?"
"Hm, kalah menang suatu hal yang lumrah. Kalau betul golok itu dicuri orang kenapa dibiarkan saja
dan sampai membunuh-bunuhi banyak jiwa tak berdosa? Kalaupun kami tak menuntut bukan dia
pembunuhnya tapi kami berhak menegur dan memeriksanya, siauwhiap, sebab senjata itu adalah miliknya
dan kenapa sampai tercuri. Kami memang telah diberi tahu tapi alasan ini tak dapat kami terima sepenuhnya.
Bukankah bisa saja dia mengelak dan coba melepaskan diri dari tuduhan!"
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar," Ho Heng kini menyambung, penuh semangat. "Senjata hilang setelah memakan banyak jiwa,
Ju-siauwhiap. Kalau tidak begini barangkali tak pernah diketahui orang bahwa Golok Maut itu dicuri. Naga
Pembunuh ini pemiliknya, dan senjata itu telah meminta banyak korban. Kami sebagai yang dirugikan
tentunya ingin memeriksa dan membuktikan apakah benar hilang dicuri. Tapi dia tak mau kami periksa dan
selalu kabur kalau bertemu! Apakah ini bukan alasan yang dicari-cari? Kalau Naga Pembunuh bersih biarlah
ia kami tangkap dan periksa, jangan malah meninggalkan urusan dan lari!"
"Hm, aku lari karena tak mau berurusan dengan orang-orang picik macam kalian!" Giam Liong
membentak. "Aku ada urusan yang lebih penting, Ceng Tong Hwesio, menyusul dan mencari isteriku di kota
raja. Kalau aku tertahan kalian dan melayani penuh emosi jangan-jangan aku benar-benar membunuh kalian
dan memberatkan keadaan!"
Hwesio itu melotot. Tapi ketika ia hendak membalas tiba-tiba dari dalam pintu gerbang berkelebat
seseorang dengan seruan menggigil, jatuh bergulung,Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
118 "Giam Liong, seseorang melukaiku. Aku..... ah, aku hampir mendapatkan Sin Gak....!"
Semua terkejut. Giam Liong yang marah mendamprat hwesio itu tiba-tiba berubah pucat melihat
bayangan ini. Ia ternyata Yu Yin dan isterinya itu mandi darah, roboh dan menggapai-gapai sementara di
tangannya terdapat sobekan kain hitam. Dan ketika Giam Liong berkelebat sementara Han Han berseru
tertahan, bergerak dan menolong wanita itu maka Yu Yin ternyata roboh pingsan dengan tubuh penuh lukaluka. Semuanya bekas bacokan golok!
"Hm, apa yang terjadi," Han Han pucat dan berubah. "Isterimu luka parah, Giam Liong. Ia.... ia kena
babatan Golok Maut!"
Giam Liong melotot dan pandang matanya penuh kegusaran. Ia melihat keadaan isterinya itu dan
sekali lihat saja iapun tahu bahwa isterinya terbabat Golok Maut. Darah yang semula membasahi kulit
daging mendadak mengering sekejap. Bercak dan noda-noda itupun kering dengan cepat, padahal pakaian itu
basah penuh keringat. Dan ketika Giam Liong mengeluarkan gerengan aneh dan dari kerongkongan pemuda
ini muncul suara seperti biruang, wajahnya mengerikan maka tiba-tiba dari balik pintu gerbang sesosok
bayangan berkelebat sembunyi.
"Siapa kau!" Giam Liong menyambar dan mencelat bagai kilat cepatnya, melewati Han Han. "Keluar
kau, tikus busuk. Atau mampus tinggal nama!" dan ketika terdengar jeritan dan teriakan tertahan, seseorang
ditangkap maka Han Han berkelebat dan seorang berpakain perwira menggigil di cengkeraman Giam Liong,
wajahnya pucat pasi.
"Am..... ampun. Ak.... aku hanya dibawa isterimu, Sin-taihiap. Ak.... aku tak tahu apa-apa!"
Giam Liong membanting dan menginjak perwira ini. Dia ternyata adalah Ta-ciangkun komandan kota
Ci-bun. Han Han juga mengenal orang ini karena beberapa perwira adalah kenalan ayahnya juga, ketika dulu
ayahnya masih menjadi pembantu kaisar dan masuk keluar istana. Maka ketika ia terkejut dan terbelalak
memandang perwira itu maka berturut-turut Ceng Tong Hwesio dan Ho Heng Tojin berkelebat menyusul.
Han Han menyambar dan membawa masuk Yu Yin yang luka parah.
"Ada apa kau di sini. Ada apa sembunyi-sembunyi! Katakan apa maksudmu, orang she Ta, dan
bagaimana isteriku luka parah!"
"Ia..... ia bertempur dengan seseorang. Aku.... aku hanya menonton dari jauh. Ohh, lepaskan
cengkeramanmu, Sin-taihiap. Aduh, mati aku....!"
Han Han bergerak dan memegang lengan Giam Liong, menyabarkan.
"Lepaskanlah dia, Giam Liong. Jangan kuat-kuat mencengkeram. Kita tanyai baik-baik dan yakinlah
bahwa perwira ini tak akan bohong."
Giam Liong melepas dan mendorong jatuh perwira itu. Ta-ciangkun merintih dan tampak ketakutan.
Berhadapan dengan si buntung ini membuat ia ngeri. Maklum, Giam Liong terkenal sebagai pemuda keras
yang berwatak dingin. Mata yang mencorong berkilat-kilat itu saja sudah cukup membuat merinding. Kalau
tak ada Han han di situ barangkali perwira ini pingsan. Dan ketika Han Han memegang pundaknya dan
menyuruh ia bercerita maka perwira itu menerangkan.
"Siauw-hujin (nyonya muda) menangkap dan minta aku mengantar mancari Siauw Hong. Kami....
kami masuk istana. Tapi ketika Siauw Hong berhasil ditemukan ternyata seseorang datang dan menyerang
hujin (nyonya). Aku tak tahu siapa dia namun Sin Gak putera siauw-hujin ada di situ. Mereka bertempur
hebat. Tapi karena lawan rupanya lebih lihai dan siauw-hujin tak mampu menandingi maka hujin roboh
dan.... dan Golok Maut itu di tangan orang itu...!"
"Hm, dengar," Giam Liong membalik dan menghadapi orang-orang itu, juga Han Han. "Buka dan
lihat baik-baik mata dan telinga kalian, Ceng Tong Hwesio. Dengar bahwa isteriku sendiripun menjadi
korban Golok Maut. Golok itu di tangan orang lain. Kini golok itu melukai isteriku dan entah dia dapat hidup
atau tidak. Kalian orang-orang tua berotak kerbau dan tidak berperasaan. Lihat isteriku sendiri menjadiKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
119 korban!"
Ceng Tong Hwesio dan Ho Heng Tojin terkesima. Mereka itu melihat keadaan sang nyonya dan
kebetulan saat itu Sin-hujin sadar. Yu Yin mengeluh dan membuka mata. Tapi begitu ia melihat Giam Liong
tiba-tiba iapun menangis tersedu-sedu.
"Giam Liong, aku.... aku tak menurut nasihatmu. Aku.... aku terlampau cemas akan Sin Gak. Orang
itu.... jahanam itu, dia.... dia ada di istana. Dia.... dia membawa golokmu!"
"Sudah kudengar," Giam Liong mendekap dan memeluk isterinya ini, gemetar. "Dan kau.... lukamu
parah sekali, Yu Yin. Aku hendak bercerita bahwa sejak di Lembah Iblis aku sudah dikejar-kejar orang.
Lihat, ini ketua Khong-tong dan Lu-tong. Mereka menuduhku membunuh-bunuhi murid mereka dan
mengeroyok aku sampai habis sabar. Ah, kalau saja orang-orang ini tidak buta....!"
Yu Yin mengguguk dan mengeluh. Ia balas memeluk suaminya namun luka di leher dan punggungnya
terkuak lebar. Sayatan di situ besar dan panjang, bahkan daging pundaknya cuwil. Dan ketika Giam Liong
merebahkan isterinya ini mengambil obat luka ternyata Han han mendahului dan merobek bajunya sendiri
untuk pembebat.
"Giam Liong, maaf. Aku dan orang-orang ini salah kira. Kau ternyata benar. Biar kutolong isterimu,
Giam Liong. Berikan padaku dan lihat betapa lukanya parah!"
Namun Giam Liong tiba-tiba bangkit berdiri. Sebersit ingatan berkelebat. Dan ketika ia menyerahkan
isterinya kepada Han Han tiba-tiba pemuda itu berkelebat menyambar Ta-ciangkun.
"Han Han, kau tolong dulu isteriku ini. Aku akan masuk istana mencari jahanam itu!"
Giam Liong lenyap dan membawa Ta-ciangkun yang berteriak. Perwira ini disambar dan tahu-tahu
diangkat tengkuknya, dibawa terbang memasuki kota raja bagai kelinci disambar burung garuda. Dan ketika
perwira itu menjerit-jerit namun Giam Liong menyuruhnya diam, sang perwira berteriak karena dua jari
pemuda itu panas membakar penuh sinkang maka Giam Liong sadar dan menarik tenaga saktinya itu. Dalam
marah dan beringasnya ia seakan mencengkeram seorang musuh.
"Maaf, jangan berkaok-kaok, Ta-ciangkun. Aku membawamu ke istana untuk menunjukkan di mana
isteriku bertemu jahanam itu. Kau harus tunjukkan tempatnya atau nanti semua tempat kuobrak-abrik!"
Ta-ciangkun mengeluh. Sekarang cengkeraman dikendorkan namun bekas jari-jari pemuda itu
membuatnya sakit juga. Jari si buntung ini seakan tang baja yang menjepit kulit, sakit dan pedih. Tapi ketika
cengkeraman itu dikendorkan dan ia tak seberapa kesakitan maka mereka sudah memasuki istana dan bagai
elang menyambar tahu-tahu Giam Liong telah melayang turun melewati tembok tinggi.
"Katakan, di mana tempat itu. Cepat atau nanti kepalamu kuhancurkan!"
"Di.... di taman margasatwa. Di belakang istana, taihiap.... di tempat kaisar memelihara segala macam
binatang untuk hiburan!"
"Di taman margasatwa? Maksudmu kebun binatang?"
"Beb.... betul. Di sana, taihiap. Di sekumpulan anjing dan hewan-hewan liar!"
Giam Liong menyambar dan melayang naik lagi. Taman margasatwa itu terletak di bagian paling
belakang dan dia heran tapi tak banyak pikir. Kaisar memang membuat semacam taman luas khusus binatang
peliharaan mulai dari tang buas-buas sampai yang jinak. Harimau dan ular sampai gajah ada di situ. Mereka
dikerangkeng dan hanya beberapa saja yang dibiarkan bebas berkeliaran, seperti misalnya itik Ho-nan, itik
berbulu hijau kuning yang indah dan lucu, juga beberapa ayam hutan yang masih liar namun tidak berbahaya
bagi manusia. Dan ketika Giam Liong memasuki ini dan berkelebat melayang turun maka geram dan suarasuara gaduh menyambutnya. Ular mendesis dan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi.
"Di situ..." Ta-ciangkun menunjuk, gemetar. "Di dekat kandang harimau itu, taihiap. Di sebelahKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
120 kumpulan anjing hutan!"
Giam Liong meliar. Ia melihat bekas-bekas pertempuran dan ketika suara-suara binatang semakin riuh
tiba-tiba pintu taman terbuka. Seorang pawang, sekaligus penjaga muncul. Ini adalah Pek-wan yang
bertanggung jawab di situ. Ia datang karena suara riuh binatang-binatang itu. Dan ketika ia tertegun melihat
Giam Liong di situ, juga Ta-ciangkun yang dikenalnya maka ia berseru dan berlari-lari.
"Hei, apa kalian lakukan. Ada apa membuat ribut binatang!"
Giam Liong tak perduli. Ia bertanya kepada Ta-ciangkun di mana kira-kira orang itu sekarang. Tapi
karena Ta-ciangkun tak tahu dan bingung maka Giam Liong menjadi marah kepada petugas kebun binatang
itu, yang sudah mendekat.
"Kau..!" Giam Liong menyambar dan membentak orang ini. "Aku mencari orang yang melukai
isteriku, tikus busuk. Mana dia dan tunjukkan padaku. Atau semua kandang kuobrak-abrik dan kau rasakan
akibatnya!"
"Eh, ini.... eh, bukankah kau adalah Naga Pembunuh Si-taihiap! Eh, ampun, taihiap.... aku tak tahu
apa-apa dan tak mengerti maksudmu. Siapa yang kau cari dan kapan ada di sini. Aku tak tahu!"
Giam Liong melempar orang ini menumbuk dinding macan. Suara berdebuk membuat hewan-hewan
ganas itu meraung dan lari berputar-putar. Mereka terkejut tapi juga marah oleh tindakan ini. Taman
margasatwa itu jadi hingar-bingar. Dan ketika Giam Liong memekik-mekik dan memanggil lawannya itu,
tak tahu siapa dia maka kandang ular tiba-tiba terbuka dan disusul kemudian oleh pintu-pintu kandang lain.
Entah siapa membukanya.
"Heii, celaka! Eh, ular-ularku lepas!"
Si petugas kebun binatang melonjak kaget. Giam Liong sendiri berkelebatan dari satu kandang ke
kandang lain, memekik dan mencari orang yang bertempur dengan isterinya itu. Maka ketika semua binatang
tiba-tiba lepas, ular dan harimau berlarian keluar maka Ta-ciangkun pucat mukanya dan berlari ke pintu di
mana pawang atau penjaga kebun binatang itu masuk. Pintu itu masih terbuka dan dengan beberapa
lompatan lagi dia akan selamat. Tapi ketika seseorang tiba-tiba berkelebat dan suara keras menutup pintu itu,
mengganjal dari luar maka Ta-ciangkun berteriak dan seseorang berkedok hitam sempat dilihatnya sejenak.
"Heii, kau. Ada apa menutup pintunya. Buka..... buka cepat!"
Namun pintu mengganjal rapat. Jeruji besi yang memalang pintu itu amat kokoh. Didobrak-dobrak
tetap saja tak bergeming. Dan ketika perwira ini hendak meloncat naik tiba-tiba belasan ekor monyet
menubruk dirinya, cecowetan. Binatang ini ketakutan dan Ta-ciangkun terkejut. Dia risih dan geli, juga
kaget. Dan ketika dia harus melempar binatang-binatang itu sambil memaki-maki, ada yang menggigit dan
mencakar dirinya maka seekor harimau tiba-tiba mengaum dan melayang terbang menubruk dirinya.
"Aiihhh...!" perwira ini pucat dan ngeri. Dia masih diguncang oleh peristiwa siauw-hujin, lalu sikap
dan kebengisan Giam Liong. Maka ketika tiba-tiba pegangannya pada pintu lepas, jatuh ke bawah maka saat
itulah dia sudah diterkam dan digigit raja hutan ini, bergulingan dan berteriak kaget sementara binatang lain
berteriak gaduh membisingkan suasana. Teriakan atau jeritan Ta-ciangkun tertindih. Celaka sekali. Tapi
ketika sesosok bayangan berkelebat dan Han Han muncul di situ maka pemuda baju putih ini menendang
raja hutan itu sementara tangannya menarik Ta-ciangkun dari pergumulan. Baju dan pakaian perwira ini
robek-robek, pundak dan pipinya juga luka berdarah. Namun ketika Han Han menyelamatkannya berjungkir
balik, keluar dari pintu yang tinggi maka perwira itu roboh dan menggigil.
"Dia.... dia ada di sini. Orang itu menutup pintu besi itu!"
"Dia siapa," Han Han berseru, suaranya keras melawan kegaduhan suara binatang yang menjerit-jerit,
juga aum atau gerengan singa.
"Dia orang yang dicari-cari Naga Pembunuh itu, kongcu. Orang berkeduk hitam itu. Tadi akuKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
121 melihatnya sekilas dan dia tersenyum seperti iblis!"
"Dan di mana Giam Liong!"
"Ada di dalam..."
"Baik, pergi dari sini secepatnya, ciangkun. Kenapa dia harus menbukai pintu kandang melepaskan
semua binatang itu!" Han Han berkelebat dan masuk kembali ke tempat gaduh itu, membuat Ta-ciangkun
terbelalak karena seperti burung saja pemuda ini melayang dan turun melewati puncak pintu yang tinggi.
Pintu itu harus dia panjat naik kalau ingin keluar, tembok sekeliling taman margasatwa inipun tingginya tak
kurang dari lima meter! Maka ketika begitu mudahnya Han Han masuk dan keluar, perwira ini kagum maka
dia segera angkat kaki dan lari terbirit-birit. Cukup bertemu sekali saja dengan peristiwa semacam ini.
Biarlah seumur hidup tak perlu dia jumpai lagi kejadian seperti ini. Tapi ketika dia hampir menabrak
seseorang dalam berlari kencang, hiruk-pikuk di taman margasatwa itu menutup segala-galanya maka Taciangkun berteriak dan otomatis tangannya menahan ke depan.
"Heii..!"
Tapi perwira ini malah jatuh terpelanting. Dia disambut tangan lain dan begitu bersentuhan mendadak
dia kesakitan dan menjerit. Entah bagaimana tahu-tahu dirinya terbanting roboh. Dan ketika perwira ini
meloncat bangun dan terhuyung mau memaki tiba-tiba jantungnya seakan berhenti berdetak karena orang
yang di depannya itu bukan lain si bayangan hitam. Orang yang tadi mengganjal pintu besi!
"Hm, heh-heh...!" tawa itu membuat tengkuk si perwira terasa seram, dingin! "Kau yang membawa
Naga Pembunuh itu ke sini? Kau yang menjadi penunjuk jalan hingga dia mengganggu ketenanganku?
Bagus, lancang benar kau, Ta-ciangkun. Sungguh berani mati. Kau sudah bosan hidup hingga agaknya tak
memikirkan keselamatan dirimu!"
"Si.... siapa kau!" perwira ini akhirnya membentak memberanikan diri, meraba pinggang tapi
senjatanya tak ada di situ, hilang di jalan. Ia lupa! "Kau iblis menakut-nakuti orang, jahanam keparat. Dan
agaknya kau pula yang membuka semua pintu kandang!"
"Heh-heh, benar. Aku ingin melihat Naga Pembunuh itu dikeroyok binatang-binatang buas, Taciangkun. Lebih-lebih kau yang tentu akan lebih cepat mampus. Sayang, kau lolos. Pemuda baju putih itu
menolongmu tapi tak mungkin sekarang kau selamat.... singg!" seberkas cahaya putih menyambar, dicabut
dari punggung dan Ta-ciangkun pucat melihat ini. Itulah Golok Maut, golok penghisap darah! Dan ketika
perwira ini menggigil dan berteriak, sayang teriakannya terpotong oleh sinar putih berkeredep maka tahutahu lengannya putus dibabat senjata tajam itu.
"Heh-heh, kematian harus kau terima perlahan-lahan, Ta-ciangkun. Terlalu enak kalau terlalu cepat.
Nah, berikan tanganmu dan rasakan ini... crat!" tangan perwira itu terbang ketika secara otomatis
menyambut golok. Dia menangkis tapi malah celaka. Dan ketika perwira itu menjerit dan bergulingan,
dibacok dan menangkis lagi maka tangannya kedua menjadi korban. Ta-ciangkun kesakitan hebat dan
menjerit-jerit. Sayang, jeritannya tertutup oleh hiruk-pikuk suara binatang. Pek-wan si pawang masih sibuk
memanggil-manggil piaraannya sambil berlarian ke sana ke mari. Dan ketika suara binatang tak segaduh tadi
lagi maka tubuh perwira ini sudah menjadi empat potong dan masing-masing kaki atau tangannya putus.
Tentu saja tewas!
"Giam Liong, lihat ini!"
Dua bayangan berkelebat. Han Han akhirnya berhasil menemui temannya itu ketika Giam Liong
melengking-lengking memutari delapan penjuru taman. Pemuda ini berkelebatan memanggil-manggil
musuhnya sampai kemudian Han Han datang. Pemuda itu menegur kenapa kawannya membukai pintu
kandang, melepas semua binatang buas dan Giam Liong tentu saja marah. Ia tak membuka pintu-pintu
kandang dan Han Han berkerut kening. Tapi ketika Han Han teringat cerita Ta-ciangkun betapa seseorang
berjubah hitam mengganjal dan mau mencelakai perwira itu maka Giam Liong terbelalak dan mencari di
mana perwira itu.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
122 ?Dia sudah kukeluarkan, hampir saja tewas ditubruk harimau. Orang itu masih ternyata masih di sini,
Giam Liong, tapi jangan merepotkan orang lain dengan membuat gaduh di sini. Mari kita berputar dan cari
dia di kiri kanan. Kita bertemu di pintu masuk!"
Han Han berkelebat dan tak mau banyak bicara lagi. Ia tak ingin temannya bertindak serampangan dan
taman margasatwa itu hancur. Kalau Giam Liong tak dikendalikan emosinya bisa-bisa seluruh istana rusak.
Maka ketika dia membantu dan tiba di pintu besi, Giam Liong juga berkelebat dan menemukan sosok mayat
di situ maka keduanya tertegun karena Ta-ciangkun sudah tak bernyawa!
"Ia tewas, baru saja. Dan.... dan Golok Maut itu yang membantainya! Ah, keji sekali, Giam Liong.
Tak kusangka bahwa orang itu membunuhnya!"
Giam Liong tertegun, tapi mukanya membesi.
"Kau..., di mana kau tinggalkan isteriku, Han Han? Mana Yu Yin?"
Han Han bagai diingatkan. "Ia kutitipkan pada Ho Heng Tojin dan kawan-kawan. Yu Yin menyuruhku
mengejarmu. Ada sesuatu yang hendak disampaikan!"
"Di mana sekarang?"
"Di luar tembok ini, mari!" dan Han Han yang kecut melihat itu tiba-tiba berkelebat dan membawa
Giam Liong keluar. Tembok tinggi dilompati dan tepat bersamaan itu terdengar jerit seseorang. Suaranya
seperti Ho Heng Tojin! Dan ketika mereka mempercepat gerakan dan melayang turun ternyata ketua Khongtong itu roboh disusul oleh Ceng Tong Hwesio dan orang-orang lain, mandi darah!
Jilid IX
"GIAM LIONG.....!"
Si buntung itu mengangguk. Dua ketua merintih dan bersimbah darah sementara yang lain terkapar
dan hilang kaki tangannya. Peristiwa keji terjadi di sini. Han Han berkelebat sementara Naga Pembunuh itu
juga menyusul dengan tak kalah cepatnya. Mereka melihat teman atau bekas teman ini menggeliat. Pundak
Ceng Tong Hwesio terkupas tebal sementara ketua Khong-tong hilang rambutnya. Tosu itu terluka panjang
bagian lengan hingga ke bawah, darah mengalir deras namun kemudian kering. Dua tokoh itu merintihrintih. Namun ketika dua anak muda itu menolong dan menotok perdarahan mereka, Han Han dan Giam
Liong sudah membebat luka dua orang ini maka Han Han bertanya apa yang terjadi sementara Giam Liong
meliar matanya mencari sang isteri.
"Kami..... kami bertemu manusia iblis itu. Golok Maut di tangannya. Ia.... ia hebat. Naga Pembunuh
benar, Han-kongcu. Orang lain mencuri goloknya dan mempergunakan senjata itu!"
"Dia siapa!"
"Manusia berkedok, berjubah hitam... ia.... ia marah kepada kami.... ia...."
"Ia hampir membunuh!" Ho Heng, ketua Khong-tong berseru. Ia menyambung kata-kata temannya ini
tapi tiba-tiba terdengar bentakan Giam Liong di mana isterinya. Han Han terkejut dan menoleh. Dan ketika
Ho Heng maupun Ceng Tong juga terbelalak maka si buntung itu geram memandang mereka. Wajah dan
matanya menyerobotkan nafsu membunuh yang besar.
"Di mana isteriku. Di mana ia. Kalian katanya membawa isteriku, Ho Heng Tojin. Di mana ia dan
katakan cepat!"
"Kami..... kami tadi merawatnya di sini. Isterimu roboh dan pingsan lagi, Giam-siauwhiap. Tapi ia... ia
dibawa manusia iblis itu!"
"Dibawa ke mana?"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
123 "Ke situ...!"
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Belum ucapan itu selesai Giam Liong berkelebat dan lenyap. Ho Heng menunjuk arah kiri dan si
buntung itu bergerak menghilang. Han Han terkejut tapi bangkit berdiri pula, berseru pada dua ketua Khongtong dan Lu-tong itu agar menolong yang lain karena ia mengejar dan menyusul Giam Liong. Yu Yin
ternyata dibawa manusia berkedok itu dan timbul penyesalannya. Tadi dia yang merawat wanita itu tapi
kemudian diserahkannya kepada Ho Heng Tojin. Tosu dan kawan-kawannya itulah yang dititipi. Maka
ketika Yu Yin lenyap dan tentu saja ia ikut merasa bersalah, tuduhannya kepada Giam Liong berbalik
menjadi rasa salah maka pemuda ini menyesal dan ia mendengar gerengan pendek ketika Giam Liong
berkelebat dan menyusup sebuah semak belukar.
"Yu Yin....!"
Han Han berdesir. Ia berkelebat dan sudah meloncat ke sini dan melihat wanita itu tertelungkup.
Kepalanya gundul karena sudah dibabat atau dicukur Golok Maut. Bukan main! Dan ketika pemuda ini
berlutut sementara Giam Liong mengeluarkan erengan-erengan aneh, Naga Pembunuh itu tampak terbakar
mendidih maka Giam Liong menotok isterinya dan wanita itupun sadar. Ternyata wanita ini masih hidup,
biarpun napasnya satu-satu.
"Giam Liong..... kau, oohhh....!"
Giam Liong mendekap kepala isterinya itu. Si buntung mengguguk dan sedu-sedan tak dapat ditahan
lagi. Bendungan air mata itu jebol. Dan ketika Han Han juga menangis dan tak tahan oleh kesedihan ini,
suami isteri itu sungguh mengalami nasib malang maka Yu Yin mengguguk dipeluk suaminya itu. Tangisnya
meledak dan suaranyapun putus-putus.
"Aku.... aku serasa mengenal orang itu. Dia.... dia kerabat istana, Giam Liong. Manusia sinting! Dia....
dia marah kepadaku......"
"Tak usah bicara," si suami mengecup dan mencium kening isterinya, air mata membanjir. "Kau luka
parah, Yu Yin. Kau terbabat Golok Maut. Katakan saja siapa orang itu dan akan kubasmi dia!"
"Aku.... aku belum tahu. Tapi kau harus dengar ceritaku. Aduh.... lambungku sakit, Giam Liong.....
mataku gelap....!" wanita itu roboh dan kejang-kejang. Giam Liong melihat ke bawah dan lambung atau
perut isterinya itu rupanya terkuak lebar. Perut itu sobek! Dan ketika Giam Liong mengguguk namun
pancaran kemarahannya jelas besar sekali, mata pemuda itu rasanya sanggup membakar gunung maka Han
Han maju menolong dan merobek kain bajunya.
"Giam Liong, isterimu tak boleh banyak bicara. Tapi ia rupanya mempunyai sesuatu yang penting
untuk dibicarakan. Ah, coba bebat dulu dengan ini dan kita hentikan pendarahannya...."
Giam Liong memeluk dan menciumi isterinya itu. Kedukaan dan kemarahan menjadi satu. Si buntung
itu sedang menahan perasaan yang meledak-ledak. Tapi ketika Han Han menolong dan ia membiarkan itu,
Yu Yin mengeluh dan membuka mata maka wanita ini menggeliat dan tetap ingin bicara.
"Aku..... aku pasti mati. Lukaku tak mungkin tertolong. Dengar.... dengar ceritaku, Giam Liong.
Rahasia ini ada di istana....!"
Giam Liong mendorong dan melepaskan isterinya itu. Matanya terbelalak sementara Han Han
berdesir. Apa maksud kata-kata itu. Dan ketika dengan susah payah wanita ini coba duduk, roboh dan
akhirnya jatuh di pangkuan si buntung maka Yu Yin menelan ludah dan matanya redup kehilangan cahaya.
Jelas dia sedang mengumpulkan kekuatan.
"Sebaiknya kau tak perlu banyak bicara," Han Han kasihan. "Lukamu amat hebat, Yu Yin. Tidakkah
kau ingin beristirahat dulu."
"Tidak.... tidak. Aku, oohh.... bantu aku menyangga tubuhku, Giam Liong. Biarkan aku rebah di
dadamu. Si Gak, anak kita.... harus ditemukan!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
124 Giam Liong menjepit belakang pundak isterinya itu. Ia menggigit bibir dan menahan segala perasaan
yang bergolak karena sang isteri demikian menderita. Kalau saja tak ada berita penting yang mungkin harus
diketahui iapun tak akan membiarkan isterinya banyak bicara. Luka-luka isterinya parah dan ia tahu bahwa
sang isteri tak mungkin berusia lama. Kemarahannya pada musuh amat hebatnya. Tapi karena ia harus
menekan semuanya itu dan sang isteri benar, sesuatu yang penting harus diketahui sebelum isterinya
menghembuskan napasnya terakhir maka si buntung ini membiarkan saja air matanya mengucur ketika
isterinya mulai bercerita.
-0- Ternyata Yu Yin wanita yang keras hati ini memang benar-benar kembali ke kota raja. Setelah
pertengkarannya yang hebat dengan suami dan ia nekat pergi sendiri, Giam Liong menuju Lembah Iblis
maka wanita itu berkelebat menuju ke kota raja mempergunakan ilmu lari cepatnya. Yu Yin marah kepada
suaminya itu dan tetap bertekad menemukan anaknya dulu. Sin Gak baginya adalah segala-galanya. Mati
hidup anak itu tiada ubahnya mati hidup sendiri. Apapun akan dilawan, termasuk ketika berbeda pendapat
dengan suaminya. Maka ketika ia meninggalkan Giam Liong dan berpisah jalan, ia menuju kota raja maka
tiba-tiba wanita ini teringat Ta-ciangkun. Dan kebetulan bayangan perwira itu baru saja merangkak keluar
semak kerimbunan belukar, tadi di lempar Giam Liong.
"Kau ikut bersamaku!" Yu Yin bergerak dan menyambar laki-laki itu. "Panggil dan jalankan rencana
kita semula, ciangkun. Bawa Siauw Hong kepadaku!"
Perwira itu menjerit. Setelah ia dilempar dan dibebaskan Giam Liong, jatuh tunggang-langgang dan
menghindar dari orang-orang Khong-tong maupun Lu-tong maka perwira ini tak menyangka bakalan ketemu
siauw-hujin (sang nyonya). Ia baru saja mengeluh dan mengumpat Giam Liong ketika tiba-tiba nyonya itu
berkelebat, datang dan menyambarnya dan kontan ia pucat melihat siapa penawannya itu. Ia baru saja
memaki-maki suami nyonya ini. Maka ketika Yu Yin membentaknya dan perwira itu ketakutan, pucat dan
lumpuh maka ia mengeluh panjang pendek meminta ampun, mengira nyonya itu akan menghajarnya karena
ia memaki-maki Giam Liong.
"Ampun..... ampun, hujin. Aku tak akan memaki-maki suamimu lagi. Ampun....!"
"Tak usah cerewet. Aku juga sedang marah kepada suamiku itu, ciangkun. Kau maki-makipun boleh!
Memang dia kejam dan tak kenal perasaan. Nah, maki-makilah kalau kurang. Aku tidak apa-apa!"
Perwira ini membelalak. Ia tentu saja tak mau percaya itu dan menganggap si nyonya main-main.
Mungkin sengaja begitu agar ia dapat dibunuh! Maka ketika ia merintih dan justeru tutup mulut, makiannya
tak terdengar maka Yu Yin membawanya terbang sementara nyonya itu mengomel.
"Heh, kenapa berhenti? Takut? Ayo, maki sepuas-puasmu, cingkun. Maki kalau kurang!"
"Tidak, tidak.... ampun.... aku... aku tak berani lagi, hujin. Aku menyesal. Tapi hendak kau bawa ke
mana aku dan mana suamimu itu....!"
"Ia laki-laki tak punya perasaan. Mau menangnya sendiri saja. Heh, kau ikut aku ke kota raja, cingkun.
Cari dan dapatkan Siauw Hong itu untuk hadapkan padaku!"
"Hujin mau ke sana?"
"Ya, bukankah dirimu di sini karena urusan itu? Aku harus mendapatkan Siauw Hong. Cari dan bawa
banci itu atau lehermu kupatahkan!"
Ta-ciangkun berteriak. Tanpa sengaja lehernya tiba-tiba saja benar hendak dipatahkan. Jari-jari nyonya
itu mencengkeram dan menjepit, bukan main kuatnya. Tapi ketika nyonya itu melepaskan jepitannya dan
ancaman ini cukup, sang perwira tak berani main-main maka Yu Yin meneruskan larinya sambil diam-diam
tersenyum. Marahnya kepada Giam Liong agak berkurang.
"Kau jangan macam-macam atau nanti lehermu benar-benar patah!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
125 Perwira ini mengangguk-angguk. Seperti ayam menotol padi ia mengiyakan setiap omongan nyonya
muda itu. Ia sudah dibawa jauh dari tempat tinggalnya. Dan ketika Yu Yin mulai memasuki kota raja dan
jantung nyonya itu berdebar karena teringat masa lalu, orang-orang yang dibenci dan disuka di kota ini maka
ia melempar perwira itu setelah tiba di kompleks istana.
"Cari dan dapatkan si banci itu. Kutunggu malam nanti di sini!"
Perwira itu mengangguk-angguk. Ia tak berani mengeluh dibanting seperti itu. Cukup baginya berbuat
menyenangkan dan tunduk. Maka ketika ia terhuyung berdiri sementara nyonya itu berkelebat menghilang,
heran dia maka perwira ini tiba-tiba berteriak dan bertanya,
"Heii, tunggu dulu, hujin. Bolehkah kutanya sesuatu!"
Yu Yin berkelebat dan balik lagi. Gerakan si nyonya yang begitu cepat membuat perwira ini
meleletkan lidah. Hilang dan munculnya nyonya ini seperti iblis saja. Namun ketika ia dibentak dan ditanya
mau bertanya apa maka buru-buru ia membungkuk dan menjawab,
"Anu... eh, aku.... eh aku mau bertanya hujin sendiri mau ke mana. Bagaiman kira-kira kalau siang
nanti orang itu sudah kubawa. Bagaimana mencari hujin."
"Hm, usahakan malam saja, ciangkun. Biar tak ada orang tahu. Aku sendiri mau berputar-putar di
seputar sini mencari orang itu juga. Kau cerewet dan banyak omong!"
"Maaf, eh... maaf, hujin. Kalau begitu baiklah kuusahakan seperti kata-katamu dan nanti malam
kutemui kau di sini. Tapi kalau tidak berhasil tentu kau tak marah kepadaku, bukan?"
"Kalau orang itu memang tak ada di sini tentu saja aku tak marah. Tapi kalau ia ada di sini dan kau
main-main, hmm.... jangan tanya akibatnya!"
Ta-ciangkun meleletkan lidahnya lagi. Sang nyonya berkelebat dan lenyap lagi dan bergeraklah dia
memutar tubuh. Berada di istana bukanlah asing baginya. Diapun sering keluar masuk di sini. Namun karena
kali ini ia sedang "bertugas" tidak resmi, kedatangannya bukan dipanggil atasan melainkan atas paksaan
nyonya itu maka ia mengangguk dan menarik napas dalam-dalam untuk kemudian meloncat dan lenyap ke
dalam, mulai menjalankan tugas.
Yu Yin sendiri memang benar berputar-putar tapi tidaklah lama. Istana amat luas dan tiba-tiba ia ingat
akan seseorang. Ada yang dapat dimintainya tolong lagi. Hui Kiok! Ia teringat sahabatnya itu dan tiba-tiba
melayanglah tubuhnya turun ke bawah. Ia tiba di sebuah gedung indah bercat biru, tidak besar namun cukup
sejuk dan segar dengan taman-taman kecil di samping dan depan rumah. Dan ketika ia berkelebat dan masuk
bagai siluman, nyelonong tanpa permisi maka seorang menjerit kecil ketika hampir ditabrak, muncul dari
balik tikungan dengan seorang bocah perempuan mungil di tangan.
"Aih, siapa kau. Jahanam!"
Yu Yin tertegun. Jerit atau suara itu dikenal dan tiba-tiba meledaklah kekehnya. Seorang wanita
cantik, sebaya dengannya tampak terkejut di tikungan itu. Ia wanita berpakaian sutera putih yang halus dan
bertubuh lembut. Wanita ini sedang menyusui bayinya dan spontan menutupi bagian buah dadanya melihat
orang lain di situ. Tapi ketika Yu Yin terkekeh dan wanita ini tertegun, mata yang semula terkejut dan
membelalak itu berobah berseri-seri mendadak wanita ini menghambur dan makian berobah kegembiraan.
"Yu Yin.....!"
"Hui Kiok!"
Dua wanita itu berpeluk-pelukan. Mereka begitu gembira hingga si bayi terhimpit. Yu Yin terkekeh
dan menciumi wanita itu. Tapi ketika si bayi menangis dan mereka sadar, saling melepaskan diri maka
wanita ini mencubit dan memukul Yu Yin gemas.
"Kau kurang ajar benar. Bikin kaget saja! Ah, bagaimana kau tiba-tiba ada di sini, Yu Yin? ManaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
126 suamimu Giam Liong? Apa yang kau lakukan?"
"Hi-hik, memberondong dengan pertanyaan. Eh, bagaimana aku menyebutmu, Hui Kiok. Bibi ataukah
cici. Wah, kau isteri pamanku Yauw-ongya. Bagaimana ini!"
"Hush, sebut saja aku seperti dulu. Aku bukanlah bibimu, Yu Yin, aku sahabatmu. Kau masih sama
seperti dulu dan nakal serta suka membuat kaget orang. Eh, mana suamimu dan apakah kau sendirian. Apa
yang kau lakukan. Tak mungkin kau kangen kepadaku!"
"Hm-hm, aku memang ada perlu. Tapi ini anakmu yang mungil, Hui Kiok. Siapa namanya. Eh, kau
rupanya baru melahirkan beberapa bulan. Ini tentu anak pertama!"
"Tidak, ia anak ketiga. Namanya Yauw Tien, Yu Yin, panggilannya Tien Tien. Kau, eh.... ada apa!"
Wanita itu membalik. Yu Yin memandang belakang punggungnya karena saat itu muncullah seorang
laki-laki muda yang cakap dan halus gerak-geriknya. Laki-laki inilah yang dilihat Yu Yin dan karena itu ia
memandang ke belakang, tak menghiraukan nyonya rumah. Lalu ketika nyonya rumah membalik dan
memandang maka Yu Yin sudah memberi hormat dan berseru, sikapnya tidak main-main.
"Paman Yauw....!"
Laki-laki itu, Yauw-ongya, tersenyum lebar. Ia berada di dalam ketika tiba-tiba adiknya tadi berteriak
dan memaki seseorang. Ia mengira pelayan kurang ajar atau apa. Maka ketika ia muncul dan yang dilihat
adalah Yu Yin, keponakannya yang lenyap tak memberi kabar maka pangeran muda ini tertawa dan maju
menepuk pundak tamunya.
"Ha-ha, kaukah? Pantas, ada kau selalu ramai, Yu Yin. Seperti burung berkicau saja. Hai, selamat
datang. Tapi mana suamimu Giam-siauwhiap!"
Giam Liong memang mendapat panggilan siauwhiap (pendekar muda). Meskipun Yu Yin
keponakannya tapi terhadap Naga Pembunuh itu tentu saja pangeran ini tak berani sembarangan. Yang
keponakan adalah wanita ini, suaminya orang lain. Dan karena Naga Pembunuh bukan orang sembarangan,
rasa hormat harus tetap dijaga maka pangeran itu menengok dan heran tak melihat Giam Liong, terkejut dan
menoleh karena Yu Yin tiba-tiba menangis! Dan ketika nyonya itu mengguguk dan mengejutkan suami isteri
ini, suasana gembira mendadak berubah maka Yauw-ongya yang menarik napas dalam mengira Yu Yin
sedang bertengkar dengan suami cepat-cepat memberi tanda agar tamunya itu dibawa ke dalam.
"Eh-eh, rupanya bertengkar. Rumah tangga memang begitu. Hui Kiok, bawa ia ke dalam dan biar
kuperiksa barangkali suaminya di luar!"
Namun pangeran ini tentu saja tak dapat menemukan Giam Liong. Pemuda itu memang tak ada di situ
karena sedang pergi ke Lembah Iblis. Yu Yin hanya sendiri. Maka ketika pangeran itu masuk lagi ke dalam
dengan alis berkerut, di sana Yu Yin duduk menghapus air mata maka isterinya menghibur dan melepas
kata-kata sareh.
"Yu Yin, kau rupanya meninggalkan suamimu. Kalian agaknya habis bertengkar. Sudahlah, diam dan
tenanglah di sini. Lihat anakku ikut menangis!"
Yu Yin menghentikan tangisnya. Si bocah di pangkuan ibunya memang benar menangis, dua anak lain
muncul dan Yu Yin melihat seorang anak lelaki berusia lima tahun berlari-lari mendahului seorang anak
perempuan lain berusia tiga tahunan, berteriak memanggil ayah ibu mereka dan itu kiranya anak-anak lain
dari pasangan ini. Maka ketika Yu Yin tertegun dan melihat betapa bahagianya suami isteri itu, teringat
keadaan diri sendiri dan seakan teriris tiba-tiba ia tak dapat menahan diri lagi dan menangis. Teringat
anaknya Sin Gak!
"Eh, kalian jangan di sini harap bermain-main di luar. Siong-hwa, bawa anak-anak ini keluar!" Yauwongya, yang kembali mengerutkan kening melihat tangis itu sudah cepat memanggil pelayan dan melepaskan
putera-puterinya. Wanita itu muncul dan membawa pergi majikan-majikan mudanya. Dan ketika semua
pergi dan tinggallah mereka bertiga maka Yauw-ongya bangkit berdiri dan mengedip pada isterinya agarKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
127 isterinya itulah yang menghibur. Rupanya ada urusan berat yang mengganjal.
"Kau temani tamu kita dulu. Biar kubuatkan minuman!"
Tuan rumah pergi dan memberi kesempatan. Yu Yin memang sedih dan perginya sang paman
membuat dia tak merasa canggung. Berhadapan dengan Hui Kiok tentu saja dirasa lebih membebaskan.
Maka ketika Hui Kiok bangkit memegang lengannya, sebagai sesama wanita mereka dapat saling merasakan
maka Yu Yin diminta menceritakan persoalannya dan akan dibantu seberapa bisa.
"Aku tak berani mencampuri urusan rumah tanggamu terlalu dalam. Tapi kalau ada sesuatu yang dapat
kutolong harap kau ceritakan padaku, Yu Yin. Kita sahabat sejak muda da ingat tak perlu ada sungkan di
antara kita."
Yu Yin menghentikan tangisnya, mendongak.
"Kau tentu bertengkar dengan suamimu, bukan? Kau meninggalkannya dan merasa jengkel?"
"Aku.... aku memang bertengkar. Tapi bukan urusan kecil, Hui Kiok. Melainkan urusan besar!"
"Hm, seberapa besarnya," wanita ini tersenyum. "Suami isteri biasa begitu, Yu Yin, tapi tak ada
persoalan yang tak dapat diputuskan. Sudahlah, kalau boleh aku tahu ceritakan padaku dan ringankanlah
perasaan hatimu. Apa yang terjadi dan kenapa kau yang tadi begitu gembira tiba-tiba sekarang begini sedih!"
"Aku kehilangan anakku...."
"Anak? Eh!" wanita ini terkejut. "Kau sudah berputera, Yu Yin. Kalau begitu di mana dia. mana
keponakanku itu!"
"Dia hilang, diculik orang.....!" Yu Yin tiba-tiba menahan perasaan hatinya lagi. "Aku bertengkar soal
ini, Hui Kiok, dan betapa sakit hatiku bahwa Giam Liong lebih memberatkan urusan lain daripada anak!"
Nyonya rumah berubah. Kalau sudah begini maka memang dapat disimpulkan bahwa urusannya besar.
Dia terkejut dan girang bahwa Yu Yin ternyata sudah berputera. Tapi begitu puteranya diculik orang iapun
tiba-tiba diam dan gemetar, duduk. Coba memandang wajah sahabatnya itu tapi Yu Yin benar-benar muram.
Air mata mau mengucur lagi. Maka ketika ia duduk dan mengulurkan lengan, disentuhnya bahu sahabatnya
itu maka Hui Kiok bertanya seolah tak percaya,
"Yu Yin, kau kehilangan anak? Kau bilang bahwa puteramu diculik? Hm, siapa berani melakukan itu,
Yu Yin, dan bagaimana hal itu bisa terjadi. Bukankah kalian suami isteri orang-orang gagah tiada
tandingannya!"
"Hm, musuh ada di mana-mana. Kami boleh jadi suami isteri berkepandaian tinggi, Hui Kiok, tapi
jangan bilang bahwa kami tiada tandingan. Aku dan suamiku nyatanya kehilangan anak. Jahanam itu
memang manusia berani mati!"
"Anakmu itu laki-laki ataukah perempuan?"
"Laki-laki, Sin Gak. Namanya Sin Gak!"
"Hm, tentu persis ayahnya, gagah dan pemberani. Tapi kenapa kau ke sini? Apakah jejaknya di sini?"
"Betul, kau cerdas, Hui Kiok, dari dulu mudah menangkap kesimpulan. Aku datang memang untuk
membekuk jahanam itu. Jejaknya di sini. Tapi barangkali kau dapat menolongku!"
"Aku?" Hui Kiok tiba-tiba tersenyum. "Jangan main-main, Yu Yin. Apa dayaku wanita lemah begini.
Aku tak bisa ilmu silat, aku wanita biasa. Mana mungkin disuruh menangkap atau membekuk orang jahat!"
"Tidak, bukan begitu. Yang kumaksud adalah kau menolongku mencari orang ini, Hui Kiok. Ia orang
istana. Ia berkeliaran keluar tapi tentu kembali ke sini. Nah, kau cari tahulah tentang orang ini sementara aku
juga tidak tinggal diam!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
128 Suara batuk-batuk memotong percakapan.
"Maaf, boleh aku masuk, Yu Yin? Kusiapkan minuman, kau tampaknya haus!"
Dua wanita itu menoleh. Yauw-ongya, tuan rumah, membawa penampan sendiri dengan tiga cangkir
minuman hangat. Ia datang dan melihat keadaan. Rupanya tak berani gegabah. Beginilah sifat pangeran yang
tahu sopan-santun itu. Ia tak akan mengganggu meskipun di rumahnya sendiri. Dan ketika Yu Yin
mengangguk maka masuklah dia meletakkan minuman itu, siap pergi lagi.
"Nanti dulu," sang isteri mencegah. "Ada berita penting, suamiku. Barangkali, eh.... Yu Yin tak
keberatan!"
Nyonya rumah menoleh dan meminta tanda. Ia, sebagaimana suaminya juga orang yang penuh
pengertian. Hui Kiok memandang Yu Yin apakah setuju. Dan ketika Yu Yin mengangguk merasa keluarga
sendiri maka giranglah nyonya rumah menarik lengan suaminya.
"Duduklah.... duduklah, Yu Yin membawa berita penting. Ia bukan sekedar bertengkar. Ia kehilangan
anak!"
"Apa?"
"Benar, duduklah, suamiku. Yu Yin sedang gelisah kehilangan anaknya. Kita diminta bantuannya dan
mungkin dapat menolong!"
Pangeran itu terhenyak. Ia duduk dan akhirnya mencari tahu, mendengarkan dan heran serta kaget
sekali bahwa penculik dinyatakan orang istana. Ia seakan tak percaya. Dan ketika ia bertanya siapa penculik
itu maka Yu Yin bangkit menjawab, mengepal tinju,
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siauw Hong!"
"Siauw Hong...?" sang pangeran terbelalak, mengingat-ingat. "Siauw Hong siapa, Yu Yin? Orang
mana ini?"
"Ia orang istana, orang sinting. Paman barangkali tak ingat karena ia adalah Siauw Hong si banci!"
"Astaga, orang itu? Yang tinggal di belakang istana? Yang sering bersolek dan bergincu tiada ubahnya
wanita!"
"Benar, dia itu, paman. Dan Siauw Hong ini pandai silat. Sedikit banyak ia cukup lihai!"
Pangeran tertegun. Ia segera teringat akan si banci yang memang masih kerabat istana itu, diberi
tempat di belakang karena nyeleneh, lain sendiri. Si banci ini berkumpul dengan banci-banci lain dan para
thaikam (kaum kebiri) muda. Mereka mendapat tempat di belakang agar tidak memalukan istana. Siauw
Hong ini bekas putera seorang selir yang meninggal dunia, masa kecilnya di bawah didikan para thaikam dan
karena ia berkumpul dengan para kebiri itu maka perkembangan jiwanya tumbuh ganjil, laki tidak
perempuanpun bukan. Itulah Siauw Hong. Maka ketika Yu Yin menunjuk orang ini dan aneh benar bahwa si
banci menculik anak kecil maka Yauw-ongya menarik napas dalam-dalam dan penasaran juga.
"Kurang ajar, si banci itu melewati batas. Baik, akan kucari dia, Yu Yin, dan apakah anakmu itu lakilaki atau perempuan!"
"Ia laki-laki, Sin Gak. Namanya Sin Gak!" sang isteri menjawab mendahului.
"Hm, laki-laki? Bagus sekali, tentu seperti ayahnya. Pantas ibu mana yang tidak akan bingung! Baik,
kau tunggu di sini, Yu Yin, sekarang juga kuperintahkan orang mencarinya!"
Namun Yu Yin mencegah. "Tunggu, nanti dulu, paman. Sekarang juga ada orang yang kusuruh
mencari. Ia Ta-ciangkun!"
"Apa? Komandan Ci-bun itu?"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
129 "Benar, ia kupanggil dan kubawa kemari, paman. Aku butuh bantuannya karena sebagai orang dalam
istana tentu gerak-geriknya lebih bebas, jauh lebih bebas daripada aku yang sekarang ini sudah di luar
lingkungan!"
"Hm-hm, kau tidak ingat kepadaku rupanya..."
"Aku lupa. Waktu itu aku sedang bingung dan marah. Aku gelisah."
"Baik, dan omong-omong kenapa kau tak bersama suamimu? Apakah Giam Liong tak sayang anak?"
Yu Yin terisak. "Iapun tentu sayang anak, paman. Hanya waktu itu ada perbedaan pendapat yang
tajam di antara kami. Ia kembali ke Lembah Iblis."
"Kembali ke Lembah Iblis? Jadi sebenarnya kalian sudah seperjalanan?"
"Benar."
"Kalau begitu kenapa kembali?"
"Ada yang hendak diselidiki. Ia mendapat tuduhan membunuh-bunuhi orang dengan Golok Maut."
"Astaga, ada-ada saja persoalan di dunia ini. Bukankah golok itu sudah disimpan dan tak
dipergunakannya?"
"Benar, paman, dan karena itu dia curiga golok itu dicuri orang. Khong-tong dan Lu-tong mengejarngejarnya. Dia penasaran dan kini menyelidiki apakah benar seseorang mencuri golok itu untuk dipakai dan
mempergunakan namanya!"
"Hm-hm, gawat. Kalau suamimu sampai mengamuk dan marah besar tak ada di dunia ini yang dapat
melawannya. Hanya ayah dan saudara angkatnya saja rupanya mampu meredam. Aneh, orang jahat macam
apa yang menjahili kalian ini!"
Yu Yin tak menjawab. Ia masih terisak namun tiba-tiba tuan rumah bangkit lagi. Ia ditahan dan tadi
duduk dicegah. Namun ketika ia bangkit dan bersinar-sinar dengan kening berkerut maka pangeran itu
berkata bahwa tak ada jeleknya untuk mengirim orang dan mencari tahu tentang Siauw Hong ini.
"Aku hanya ingin mengutus orang untuk pergi menyelidiki saja. Kau diamlah di sini, jangan berbuat
apa-apa. Silakan minum dan biar aku membantu sebisaku!"
Yu Yin akhirnya mengangguk. Ia tak mau kalau pamannya ini yang pergi langsung. Tapi kalau
pamannya menyuruh orang tentu saja ia tak keberatan. Hanya ketika pamannya itu berada di luar pintu ia
cepat-cepat berkata,
"Paman, harap orang itu hanya pergi menyelidiki saja. Jangan menangkap. Siauw Hong cukup
berbahaya dan aneh. Aku saja yang membekuk dan nanti menangkapnya!"
"Tahu, aku tahu. Orangku ini hanya pergi menyelidiki saja, Yu Yin, tak akan kusuruh menangkap.
Salah-salah ia celaka dan bakal membawa persoalan baru saja!"
Yu Yin lega dan sang paman sudah menutup pintu. Ia berdua lagi dan hari itu nyonya muda ini
ditemani sahabatnya. Hui Kiok ramah dan pandai menghibur. Mereka memang sahabat sejak kecil. Dan
ketika malam tiba dan Yu Yin teringat perjanjiannya dengan Ta-ciangkun maka nyonya itu berkelebat dan
memberi tahu sahabatnya bahwa ia akan menemui Ta-ciangkun. Kabar dari suruhan Yauw-ongya juga
kebetulan belum kembali.
"Aku tak akan lama, aku hanya menemui dan mencari kabar saja. Tunggu di sini, Hui Kiok. Tak lama
aku tentu kembali!"
Nyonya rumah berdebar. Diam-diam wanita inipun cemas dan gelisah. Bayangan hitam terlihat di
wajahnya. Namun ketika tak lama kemudian Yu Yin kembali dan ia lega ternyata wanita ini gagal karena Ta-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
130 ciangkun belum menemukan jejak.
"Keparat itu tak ada, tampaknya belum pulang. Ta-ciangkun memberi tahu mungkin tiga sampai lima
hari ini si jahanam akan muncul, Hui Kiok. Ia akan menyembahyangi makam ibunya seperti yang ia lakukan
setiap bulannya!"
"Hm, benar," Yauw-ongya muncul, juga mengangguk. "Kabar yang kau terima betul Yu Yin. Orangku
juga berkata begitu karena dalam beberapa hari ini Siauw Hong akan sembahyang di makam ibunya. Ia
melakukan itu setiap bulan, saat bulan purnama penuh!"
Yu Yin menoleh. Ia girang karena Ta-ciangkun tak bohong. Tadinya ia khawatir bahwa jangan-jangan
perwira itu membuat-buat. Siapa tahu ia bohong dan perwira itu mengada-ada. Maka ketika sang paman
muncul dan memberi ketegasan, ia lega maka kepercayaannya terhadap Ta-ciangkun pulih lagi dan dalam
tiga hari ini gerak-gerik lawan terus dimonitor.
Malam itu Yu Yin beristirahat dan ia betul-betul melepas lelah. Capai rasanya seluruh tubuh ini. Dan
ketika hari demi hari dilewatkan sementara hari ketiga lewat dengan cepat, disusul hari keempat namun si
jahanam belum muncul maka Yu Yin was-was juga dan akhirnya tak sabar.
"Ta-ciangkun sudah memberi tahu kepadaku di mana kamar jahanam itu. Biar kutunggu dia di sana
dan kutangkap begitu muncul!"
"Ah, kau mau meninggalkan kami? Kau tak menunggu di sini saja?"
"Habis sabarku, paman. Aku tak mampu menahan diri lagi. Aku akan ke sana dan bersembunyi
menunggu kedatangannya!"
Yauw-ongya menarik napas dalam. Ia dapat memaklumi gelisahnya hati seorang ibu. Wanita mana
yang tak akan panik kalau anaknya hilang. Dan karena penculiknya sudah diketahui tinggal menangkap, ia
mengangguk-angguk maka diberinya nasihat wanita muda itu.
"Baiklah, tapi jangan lupa kami, Yu Yin. Beritahulah kami apa saja yang mengganggumu. Aku akan
datang begitu kau mendapat kesulitan."
Yu Yin mengucap terima kasih. Tiga hari menunggu tak menentu sungguh membuat kesabarannya
habis. Siauw Hong itu jahanam benar. Maka ketika ia berkelebat dan berseru kepada Hui Kiok, berjanji akan
datang lagi begitu selesai maka nyonya itupun lenyap sementara pangeran dan isterinya menahan cemas. Hui
Kiok bahkan terisak.
"Mudah-mudahan ia selamat. Mudah-mudahan tak ada apa-apa. Kau bantulah ia kalau ada kesulitan,
suamiku. Atau pasanglah orang untuk melihat gerak-geriknya."
"Aku akan melakukan itu. Jangan khawatir, isteriku. Tapi betapapun kurasa Yu Yin wanita yang
pandai menjaga diri. Sudahlah, kita berdoa dan semoga anaknya yang hilang ketemu lagi!"
Dua orang itu masuk. Mereka mengambil hio dan bersembahyang sementara Yu Yin sendiri sudah
melayang melewati tembok tinggi untuk kemudian berjungkir balik menuju bangun di belakang istana dekat
kebun binatang. Siauw Hong ditempatkan di situ dan di sanalah ia menyusup. Banci itu akan ditangkap dan
dibekuknya. Sudah terkepal tinjunya untuk memberi hajaran berat. Paling sedikit ia akan mematahkan tangan
lawannya itu. Tangan itulah yang menculik Sin Gak. Dan ketika tak lama kemudian nyonya ini sudah
memasuki daerah belakang istana, sebuah rumah kecil dengan halaman yang suram menyambut dirinya
maka Yu Yin berkelebat dan masuk ke sebuah ruangan gelap berjendela sempit. Dia sudah menyelidiki
bahwa inilah kamar Siauw Hong. Di situlah si banci biasanya tinggal kalau tidak kelayapan. Dan ketika ia
menyelinap dan mendengar kekeh di sebelah ruangan ini, karena rumah itu terdiri dari enam atau tujuh
kamar maka Yu Yin melengos muak melihat dua orang banci lain sedang bercumbu dan bermesraan dengan
dua pengawal istana, yang sedang bebas tugas.
"Ih, hi-hikk! Jangan terburu, Kwa-ko. Jangan terlampau beringas. Pelan-pelan kita bermain cinta duluKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
131 jangan langsung ke sasaran. Ihh, pahaku geli. Jangan nyelonong ke sana dulu!"
Yu Yin membuang muka. Kalau saja tak ada niatan menunggu Siauw Hong tentu ia akan keluar dan
menjauhi tempat ini. Sudah diketahuinya bahwa belakang istana memang untuk orang-orang begitu. Istana
menyimpan pula banci-banci begini hasil produk pangeran-pangeran amburadul, kaum hidung belang yang
tidak saja bercumbu dengan wanita melainkan juga dengan sesama pria. Ada ketidakberesan jiwa pada
orang-orang seperti itu, yang meskipun dibungkus kehormatan oleh pangkat dan gelar namun sesungguhnya
mereka itu orang-orang buangan yang tidak laku di masyarakat. Pelariannya ya sesama jenis. Dan ketika ia
menutup pintu dengan kesal, hampir membanting namun sadar bahwa tak boleh ia menutup pintu dengan
kesal, hampir membanting namun sadar bahwa tak boleh ia mengejutkan penghuni lain maka bulan di atas
sana yang mulai muncul dengan sinarnya yang kuning keemasan membuat nyonya ini tegang karena katanya
begitu bulan sudah penuh Siauw Hongpun akan muncul.
"Dia akan sembahyang di makam ibunya. Kebiasaan begini sudah dilakukannya sejak kecil, setiap
bulan. Maka hati-hatilah kalau dia datang karena tentu ia kaget melihat dirimu di dalam kamar!"
Yu Yin mengangguk tak acuh. Ia tak perlu takut karena dulu si banci itu sudah dihajar dan dikejarnya.
Hanya karena kelicikan banci itulah maka buruannya hilang. Kali ini ia tak akan melepaskan lagi. Dan ketika
Yu Yin bersembunyi di balik sebuah lemari, kamar itu gelap namun untung cahaya bulan di atas sana
menerobos kaca jendela, masuk dan memberikan penerangan remang-remang maka ia menunggu dan
bersabar ketika pelan tetapi pasti bulan naik semakin tinggi dan penuh, bulat seperti roti dadar.
Dan Yu Yin harus menekan jijiknya ketika kekeh dan suara-suara di luar berubah erangan erotis. Dua
mahluk di luar rupanya sudah mencapai klimaks puncak permainan cinta mereka dan erang atau rintihan itu
berubah menjadi suara gaduh yang panjang. Bangku tempat mereka bercumbu rupanya terbalik! Sumpah dan
makian akhirnya meledak. Tapi ketikas di pihak lain terdengar kekeh dan tawa geli, pasangan yang lain
rupanya melihat itu maka Yu Yin muak menahan perut mualnya membayangkan seolah tingkah banci-banci
tidak normal itu. Mereka sungguh bejat!
Namun nyonya ini tiba-tiba mendengar jerit dan pekik tertahan. Seseorang membentak dan dua
pasangan di luar berdebuk. Rupanya mereka dibanting atau ditendang seseorang. Dan ketika suara-suara itu
lenyap terganti rintih minta ampun maka Yu Yin hampir berjingkrak mendengar nama Siauw Hong disebutsebut.
"Ampun.... am... ampun.... kami tidak memakai bangkumu, Siauw Hong. Kami memakai bangku kami
sendiri. Lihat, bangku itu masih utuh!"
"Keparat, tapi kalian mengotori bangku itu. Lihat, pakaian kalian berhamburan di atasnya. Bersihkan,
atau nanti kubunuh!"
"Ampun... jangan, Siauw Hong.... jangan. Baik.... baik kami bersihkan dan lihat sudah kami ambil!"
suara pantat ditendang disusul jerit kecil lagi. Siauw Hong rupanya menendang orang itu karena bangku
panjangnya dikotori. Dia merasa kotor meskipun hanya dilampiri pakaian saja. Bangku itu tidak dipakai
untuk bermain cinta. Dan ketika pakaian diambil sementara banci yang berurusan buru-buru mengenakan
pakaian, pergi bersama temannya mendadak Siauw Hong memanggil dan marahnya terganti senyum dan
tawa lebar.
"Kau.., jangan pergi dulu. Heh-heh, kau Kwa-bun, bukan? Kau pengawal kaputran yang berjaga di
samping gedung? Hei, ke mari dulu, Kwa-bun. Kau sudah bersenang-senang dengan A-him dan sekarang
coba bantu aku mengurus barang-barang!"
"Aku.... aku bisa bantu apa?"
"Heh, bukankah kau dapat membawakan hio dan perlengkapan sembahyang? Aku mau ke makam,
Kwa-bun, tolong bantu aku dan bawakan barang-barang keperluanku!"
Pengawal bersama Kwa-bun itu rupanya ketakutan. Yu Yin mendengar orang mengiyakan berulangulang dan pintupun lalu dibuka. Dua orang masuk. Lalu ketika si banci terkekeh dan mengusap pinggul laki-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
132 laki itu, Kwa-bun berjengit mendadak Siauw Hong berhenti dan tiba-tiba ia memeluk serta menciumi
pengawal muda ini. Terdengar jerit dan pekik tertahan lagi.
"Aku... augh, augh! Aku letih, Siauw Hong. Aku capai! Aku baru digempur A-him!"
"Hi-hik, bohong. Kau kuat dan perkasa, Kwa-bun. Dengus dan degup jantungmu masih memburu.
Hayo, layani aku atau nanti kubunuh!"
Terdengar suara gedobrakan dan Yu Yin melongok. Siauw Hong, orang yang dicarinya itu ternyata
sudah bergumul dengan si pengawal muda. Siauw Hong mendekap dan menggelut kasar. Melihat ini Yu Yin
pucat. Sekarang ia bukan hanya sekedar mendengar melainkan melihat. Adegan cinta sesama lelaki
terpampang jelas. Homo! Dan ketika Siauw Hong terkekeh dan melepas bajunya, merobek dan merenggut
lepas pula pakaian lawan maka si banci bertindak demonstratif dengan menggigiti bagian-bagian tubuh
lawannya.
"Hi-hik... heh-heh.... ayo kau terkam aku, Kwa-bun. Terkam aku! Jadilah laki-laki dan bersikaplah
jantan!"
Yu Yin tak dapat menahan diri lagi. Dua laki-laki yang sudah sama telanjang membuat mukanya
merah padam. Beginilah kiranya banci main cinta. Dan ketika ia keluar dan membentak, dua orang yang
bergulingan itu ditendang dan mencelat maka Siauw Hong yang tak menyangka sama sekali kehadiran
wanita ini pucat berseru keras melempar tubuh keluar.
"Aihh, Giam-hujin (nyonya Giam) ada di sini..... bluk-dess!" dua orang itu menabrak dinding dan
kalang kabut. Yang paling kaget tentu saja adalah Siauw Hong. Banci itu bergulingan meloncat bangun
namun celaka sekali keserimpet celana lawan, jatuh dan meloncat bangun lagi lalu berteriak keras melarikan
diri. Ia lupa bahwa dirinya telanjang bulat. Banci ini tak sadar bahwa ia sama sekali belum berpakaian. Tapi
ketika Yu Yin mengejar dan berkelebat di belakang orang, menendang lutut banci itu hingga terjerembab
maka Yu Yin menyambar pakaian orang itu menutupinya di atas tubuh.
"Siauw Hong, sekarang kau tak dapat melarikan diri. Bangkit dan pakai pakaianmu dan serahkan
anakku Sin Gak!"
Banci itu menggigil. Ia melotot melihat kiri kanan. Ia mengira Giam Liong ada di situ. Tapi melihat
tak ada siapa-siapa kecuali nyonya ini mendadak ia bangkit lagi dan.... lintang-pukang telanjang bulat. Tak
mau atau barangkali tak perduli pakaiannya itu.
"Twa-heng..... twa-heng, tolong.... ada Giam-hujin di sini....!"
Yu Yin terbelalak. Kalau saja ia tak sedang mencari anaknya mau ia terkekeh-kekeh melihat kejadian
itu. Bokong si jahanam ternyata tepos, mirip papan tua yang keropos. Tapi karena ia sedang marah dan
larinya banci itu membuat ia meledak, Yu Yin tak perduli lagi lawan yang berbugil ria tiba-tiba berkelebat
dan jungkir balik di depan laki-laki ini, tangan melancarkan Hek-tok-kang.
"Siauw Hong, berhenti. Atau kau mampus!"
Si banci terkejut. Ia melihat lawan tahu-tahu di depan hidung, si nyonya meluncur dan mendorongkan
tangan kirinya pula. Telapak hitam yang menyambarkan bau amis membuat si banci semakin terkejut lagi.
Dan ketika ia menjerit dan menangkis, mau tak mau memapak pukulan itu maka ia terjengkang dan Yu Yin
harus membuang muka melihat bagian tubuh si banci yang amat menjijikan.
"Dess!"
Siauw Hong terbanting dan bergulingan lagi. Ia mengeluh namun Yu Yin berkelebat melepas totokan.
Pundak si banci kena. Dan ketika si banci menggeliat dan Yu Yin melempar pakaian laki-laki itu maka
dengan bengis sang nyonya membentak,
"Serahkan anakku atau kau mampus kukerat tubuhmu. Mana Sin Gak!"
"Am.... ampun....!" si banci mengeluh. "A... anakmu tak ada di sini, hujin. Dia.... dia dibawa Twa-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
133 heng....!"
"Siapa itu Twa-heng, aku tak perduli Twa-heng! Kau yang membawa dan menculik anakku, Siauw
Hong. Kau pula yang harus mengembalikan. Nah, mana atau lehermu kutusuk!" Yu Yin mencabut pedang
dan menekankan ujungnya ke leher lawan. Si banci merintih dan darah mengucur sedikit, tidak banyak
namun sudah cukup membuat si banci ini meratap. Dan ketika ia meliar ke kiri kanan dan mengucap katakata tak jelas, Yu Yin menjadi tak sabar maka nyonya itu mengiris dan banci ini menjerit seakan nyawanya
terbang dari tubuh.
"Aduh.... ampun, hujin. Ampun. Aku hanya disuruh Twa-heng!"
"Hm, siapa itu Twa-heng. Di mana dia! Kau jangan pura-pura atau nanti pedangku menembus
jantungmu!"
Banci ini menggigil. Ia sudah merasakan kelihaian si nyonya dan berkali-kali mendapat hajaran.
Hanya berkat kecerdikan dan kelicikannya saja ia berhasil lolos. Kali inipun ia harus lolos lagi. Tapi ketika
pedang bergerak dan menekan jantungnya, ia sudah berkali-kali membuat marah nyonya itu maka banci ini
meratap dan tiba-tiba berlutut dengan bokong menungging. Bokong itu masih bugil!
"Hujin, ampun.... aku bersumpah. Anakmu benar tak ada di tanganku karena dibawa Twa-heng. Ia
menyuruhku. Aku boleh dibunuh tapi kau akan sia-sia mendapatkan anakmu. Berilah aku kesempatan
memanggil Twa-heng dan kau boleh bertemu dengannya!"
"Hm, kau mau lari?"
"Tidak... tidak! Sumpah mati aku tak mungkin lari, hujin. Di sini ada kau yang senantiasa
mengancamku. Aku hanya akan menunjukkan di mana anakmu tapi selanjutnya kau sendirilah yang harus
berusaha!"
Yu Yin gemas. Ia menggerakkan pedangnya dan bahu si banci itupun sobek. Segumpal daging
mencelat di udara. Dan ketika si banci berteriak dan mengaduh-aduh, pedang itu siap membabat lagi maka
terdengar suara mirip geram binatang.
"Siauw Hong, bawa wanita itu ke sini. Biarkan ia bertemu aku!"
"Nah, itu.... itu Twa-heng! Ia memanggilmu, hujin. Mari ke sana dan kita lihat anakmu!"
Yu Yin bergerak menotok lagi lawannya ini. Tadi ia membebaskan karena pedang mengganti
kedudukan. Kini seseorang berseru dari jauh dan ia terkejut tak dapat menentukan arah. Seruan itu seperti
dari dalam kubur, atau dalam tanah. Dan ketika ia tersentak namun marah sekali, ia menendang dan
menyuruh banci itu berpakaian maka Siauw Hong buru-buru mengenakan pakaian dengan sebelah tangan
atau tubuh yang lain lumpuh.
"Kali ini kau tak akan dapat meloloskan diri lagi. Bawa aku kepadanya dan tunjukkan jahanam itu.
Kalau anakku kalian ganggu kepalamu lebih dulu putus. Nah, berdiri dan antar aku kepadanya, Siauw Hong.
Cepat dan jangan mengulur-ulur waktu!"
Si banci jatuh bangun. Ia merintih namun secercah kegembiraan terpancar diwajahnya. Yu Yin
mengeluarkan rantai perak dan tahu-tahu melilitkan ini ke leher si banci, melemparkannya bagai orang
melasso seekor kuda. Dan ketika si banci terbelalak namun tak mampu berbuat apa-apa, Yu Yin membentak
agar cepat jalan maka banci ini terbata ingin ke kamarnya dulu.
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku harus mengambil hio dan perlengkapan sembahyang. Kita ke makam membawa itu dulu!"
"Kau cerewet tak mau cepat?"
"Tidak... tidak. Eh, ini syarat menemui Twa-heng, hujin. Ia harus mencium bau dupa atau nanti tak
mau ditemui!"
Yu Yin tertegun. Si banci kelihatan sungguh-sungguh dan iapun mengangguk. Akhirnya ia membawaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
134 tawanan memasuki kamarnya. Dan ketika Siauw Hong mengambil hio dan perlengkapan sembahyang,
tempat abu atau guci-guci kecil maka ia keluar lagi dan kali ini tampak tergesa-gesa, diburu waktu.
"Aku harus menemui Twa-heng. Aku terlambat. Ia bisa marah.... mari, mari hujin. Kita cepat-cepat ke
sana dan biarkan aku bebas sedikit!"
Yu Yin menyentak dan mengendalikan tawanannya itu. Si banci mau lari cepat namun tertahan di
belakang, jatuh dan lari lagi dan nyonya ini melihat kesungguhan lawan. Siauw Hong tampak ketakutan dan
ngeri. Ia melotot ingin cepat-cepat. Dan ketika akhirnya Yu Yin melonggarkan rantai itu dan membiarkan
lawan berlari cepat maka mereka melewati semak gerumbul untuk akhirnya tiba di luar tembok istana di
mana sebuah makam tiba-tiba terdapat.
"Celaka, aku lupa membawa api! Eh, kau bisa membuatkan apinya, hujin? Hio ini harus dibakar.
Bulan di atas sudah purnama!"
Yu Yin menahan gemas. Ia sudah tegang dibawa ke lawan yang lain dan ingin cepat-cepat
mendapatkan anaknya. Melihat gerak-gerik dan kesungguhan si banci ini maka ia mau percaya bahwa
anaknya tak di tangan Siauw Hong. Anaknya di tangan orang lain. Dan ketika ia menabas sebuah batu hitam
sebagai jawaban Siauw Hong, bunga api memuncrat menyambar hio itu maka Siauw Hong girang melihat
hionya terbakar.
"Bagus, terima kasih!" si banci berlari dan berlutut di depan makam itu. Ada bau-bauan tak enak
seperti mayat busuk. Yu Yin mengerutkan kening dan merasa seram. Kalau saja ia tak berurusan dengan si
banci ini tentu ia tak sudi datang malam-malam di sebuah makam tak dikenal. Ia melihat makam itu tak
terurus tapi cukup bagus. Batu marmernya masih mengkilap. Dan ketika si banci menggoyang hio sambil
berkemak-kemik, memutar dan menaikturunkannya ke delapan penjuru maka berserulah banci itu ke tanah.
Hina Kelana 3 Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono Manusia Serigala 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama