Ceritasilat Novel Online

Teka Teki Ganda 2

Nancy Drew Teka Teki Ganda Bagian 2


Setelah menurunkan bibi Eloise di tengah jalan, mereka sampai di
kantor polisi, dan George serta Bess memperkenalkan diri.
"Kami adalah teman-teman Nancy Drew, detektif amatir."Sersan yang bertugas pernah mendengar nama Nancy, lalu
tersenyum. "Apakah kalian membantu dia dalam sebuah perkara?" ia
bertanya.
George mengangguk.
"Karena itulah kami ada di sini. Kalau anda tak berkeberatan,
kami ingin sekali melihat-lihat foto dukomentasi anda. Kami sedang
mencari seseorang yang belum kami kenal namanya."
"Telah berbuat apa dia?" tanya pak Sersan.
"Menyamar menjadi nasabah kami yang tak ingin
disebarluaskan. Kami telah berjanji untuk menemukan orang tersebut
atas tenaga kami sendiri."
"Oh begitu? Nah, silakan. Lihat-lihatlah di berkas-berkas kami.
Ia membawa mereka ke sebuah ruangan dan memberikan
berkas-berkas foto yang mereka inginkan.
"Terimakasih," kata kedua sepupu itu bersama-sama.
"Beritahukanlah kalau kalian mengenali orang itu!" Sersan itu
tertawa kecil.
Untuk beberapa menit, kedua gadis detektif itu meneliti fotofoto, sebentar-sebentar berhenti untuk memandangi wajah yang
dikenal. Beberapa foto agak mirip dengan si orang gadungan ... kepala
memang botak, tetapi matanya lain, misalnya.
"Hee!" seru Bess tiba-tiba, ketika sampai di berkas terakhir.
"Lihat ini!"
Kedua gadis itu memandangi sebuah foto orang laki-laki
berumur tigapuluh lebih, mungkin empatpuluhan. Kedua matanya
bagaikan bersambung oleh alis mata yang tebal lurus. Hidungnyapanjang dan sempit, mulutnya penuh dan wajahnya dibatasi oleh
rambut yang agak pirang.
"Ini Russel Kaiser!" kata George tertahan. " Bukan orang botak
yang membeli medali yang justru kita kira sebagai gadungan! Ini
orang yang mendekati Nancy dan minta kepada kita untuk membantu
dia!"
"Nama sesungguhnya ialah Pete Grover, dan dicari karena
pemalsuan cek di Negara Bagian California," sambung Bess. "Ini
disebut di bawah fotonya."
" Barangkali pak sersan punya informasi yang lebih luas
tentang dia. Mari kita tanyakan," George mengusulkan.
Sersan polisi itu sangat tertarik ketika mendengar bahwa
mereka menemukan orang yang mirip dengan orang yang mereka
jumpai.
"Nah, kalian mengatakan melihat di lelangan," kata sersan itu.
"Apakah ia membeli sesuatu?"
?Tidak," jawab George. "Ia menawar sebuah medali. Tetapi ia
tak memperolehnya."
Sersan itu mengangguk.
"Kami akan menyelidikinya."
"Apa yang akan terjadi menurut pikiranmu?" tanya Bess ketika
mereka meninggalkan kantor polisi.
"Tak tahu. Tetapi aku punya firasat, kita harus lebih banyak
melakukan penyelidikan lagi sebelum kita tahu. Rambut Pete Grover
agak lain, tetapi aku yakin dialah yang kita jumpai tadi malam."
Keduanya menuju ke toko pakaian di East 67 th Street. Toko itu
kecil dan berisi pakaian-pakaian impor yang mahal."Tidak heran kalau Jacqueline sering kemari," kata Bess. Ia
melihat-lihat di gantungan, memandangi sehelai baju Jumpsuit lame
keemasan.
" Celana ini dibuat untuk tulang-tulang melulu."
George tertawa.
"Yah, itu akan menunjukkan bentuk tubuhmu!"
"Tidak lucu," kata Bess yang sudah terbiasa akan olok-olok
sepupunya tentang garis pinggangnya. Ia menggeser baju itu di
raknya.
"Nah, ini ada sesuatu. Wah, aku ingin mencobanya."
Sebelum George sempat mengamatinya, Bess berlari masuk ke
kamar pas di bagian belakang. Dalam beberapa menit seorang
pegawai mengiikutinya, kemudian kembali, ke rak pakaian
mengambil ukuran yang lebih besar.
George duduk pada bantal beledu, menunggu munculnya Bess.
Ia mendengar suara-suara aneh dari dalam kamar pakaian, ... bisikbisik, kemudian tertawa-tawa cekikikan.
"Sudah atau belum," kata Bess akhirnya.
Ia muncul, memandangi mata sepupunya yang terbelalak.
"Engkau suka?" ia bertanya dengan riang.
George menelan napasnya.
Baju terusan itu bertabur perak pada kain hitam yang
melendung pada tubuh Bess dan berakhir dengan bagian sempit ketat
di matakaki. Bess berputar di depan sebuah cermin dan menyeringai
kepada George.
"Lidahmu menjadi kaku?" tanya Bess.
"Mm-hmm," kata George. "Sungguh penampilan yang hebat!""Terimakasih," jawab Bess, jelas bahwa senang hatinya.
"Berapa ini harganya?" ia bertanya kepada pegawai toko.
"Hanya empatratus duapuluh-lima."
"Empatratus duapuluh lima dolar?" Bess tergagap. "Waduhhh,
aku sebenarnya menyukainya."
"Yahh, barangkali engkau dapat menemukan penjahit di River
Heights yang dapat membuat seperti itu," George menghibur.
"Kain seperti ini memang mahal," kata pegawai toko ngotot.
"Aku tahu," jawab George. "Mari kita pergi."
"Aku sungguh kecewa," kata Bess, ketika mereka sudah ada di
luar.
"Pikirkanlah dahulu. Kalau engkau membeli baju itu, Dave
mungkin akan mengira bahwa telah terjadi sesuatu atas Bess yang
manis yang pernah dikenalnya! Lagipula, baju itu lebih cocok untuk
orang yang lebih kurus."
"Bess yang manis. Itulah aku," kata Bess sambil menghela
napas. "Kukira aku tak pernah dapat nampak menyolok."
Ketika mereka sampai di apartemen kembali, mereka masih
mempercakapkan perjalanan mereka. George mempercakapkan baju
hitam-perak yang hendak dibeli Bess, kemudian lalu membicarakan
kunjungan mereka ke kantor polisi. Nancy ternganga ketika
mendengar tentang foto yang mereka lihat.
George menyebutkan sesuatu yang mengganggu pikirannya.
" Kalau Pete Grover menipu dengan menyamar, mengapa ia
dengan terang-terangan memperkenalkan diri kepadamu?" ia bertanya
kepada Nancy.
"Aku juga tak mengerti."" Bagaimana dengan surat-surat yang dikirimkan ayahmu?
Sudah datang?" tanya Bess.
"Belum. Hanya beberapa surat untuk bibi. Hanya itu. Tetapi
kukira ayah tentu mengirimkannya dengan surat tercatat khusus, yang
berarti dapat datang hari ini setiap waktu."
Mereka menyiapkan makan siang yang ringan, dan selesai
makan siang sudah hampir jam dua siang.
"Aku benar-benar harus pergi ke kantor pak Reese," kata
Nancy.
"Kalau engkau ingin kami yang menunggu di sini, kami mau,"
George menawarkan diri.
"Tetapi misalkan saja surat itu datang dan Nancy harus berbuat
sesuatu menurut isi surat itu?" tanya Bess. "Tidak. Kukira sebaiknya
Nancy tetap di sini."
"Aku setuju," kata Nancy. "Tetapi aku kesal harus tinggal
sehari penuh di apartemen bibi, menunggu sesuatu yang mungkin tak
akan datang sama sekali. Mungkin sekretaris ayah dapat mengatakan
di mana ayah berada. Aku memang tak suka mengganggu dia dalam
pertemuan bisnis, tetapi apa yang dapat kuperbuat?"
Ia menelepon kantor pengacara itu, dan hatinya menjadi lega
ketika mengetahui bahwa ayahnya telah kembali lebih awal dari yang
diperkirakan semula.
"Ada apa, sayang?" tanya ayahnya dengan riang.
"Ayah mengirim telegram hari ini?"
"Tidak."
"Atau beberapa pucuk surat?"
"Surat? Ah, tidak!"Dengan sesingkat-singkatnya Nancy memberikan laporan
tentang kejadian-kejadian yang baru terjadi, diakhiri dengan pesan
yang misterius itu.
"Itu telepon gelap, Nancy," kata ayahnya dengan sungguhsungguh. "Rupanya ada seseorang yang tak menginginkan engkau
meninggalkan apartemen untuk suatu alasan!"9
Tuduhan Pencurian Desain
Tetapi siapa? Mengapa ada orang yang mempermainkan aku?
pikir Nancy.
Ketika ayahnya mendengar tentang kejadian-kejadian di
peragaan busana, ia terdengar semakin geram.
"Menurut pikiranku, ada orang yang merasa bahwa engkau
sudah terlalu membahayakan dia."
"Terimakasih atas pujian itu, ayah. Tetapi aku belum merasa
sudah dekat dengan suatu pembongkaran."
"Barangkali engkau hanya belum menyadarinya saja," kata
pengacara itu. "Sebelum engkau tersesat, berjanjilah engkau untuk
menelepon aku setiap hari!"
"Baik, ayah. Aku tak akan hilang. Lihat saja."
Suara ayahnya yang berat dan dalam cukup menambah
kepercayaan diri Nancy.
"Kita harus segera bertindak," katanya kepada kedua temannya.
"Aku sedang memikirkan pembicaraanku dengan Jacqueline pagi
tadi."
"Lalu?" sahut George."Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah ia telah menyampaikan
informasi kepada si pencuri mode, lalu menghendaki agar aku jangan
sampai pergi ke Reese Associates hari ini."
"Maksudmu, Jacqueline terlibat dalam komplotan pencurian
itu?" tanya Bess tak percaya.
"Bukan, tetapi mungkin ia menjadi penghubung yang tak
bersalah."
Teman-temannya menimbang-nimbang gagasan itu sejenak.
" Hanya dia dan Chris yang mengetahui bahwa engkau hendak
membantu pak Reese," kata George.
"Lagipula, baru beberapa saat saja aku berbicara dengannya lalu
telegram itu sudah datang," sambung Nancy.
"Barangkali lebih baik kita berbicara dengan dia lagi," usul
George.
"Mungkin sekarang ia sedang bekerja," kata Bess. "Seorang
peragawati terkenal seperti Jacqueline tentu sangat dicari-cari."
"Bagaimana pun juga aku ingin mengunjungi pak Reese
terlebih dulu," kata Nancy. "Aku tak ingin membuyarkan rencanaku
lagi .... "
"Terutama kepada seorang pencuri!" tukas Bess.
Ketika mereka tiba di kantor perancang mode itu, Nancy
gembira ketika mengetahui bahwa pak Reese telah kembali dari
perjalanannya kemarin. Kini ia sedang melakukan penyelidikan
sendiri!
"Apakah ia meninggalkan pesan bagiku?" Nancy bertanya
kepada penerima tamu, sementara jari-jarinya yang panjang terawat
membalik-balik kertas di keranjang pada mejanya."Aku khawatir tak melihat sesuatu yang ditujukkan kepada
nona Nancy Drew," katanya sambil mengangkat kepalanya dan
tersenyum. "Barangkali anda dapat bicara langsung dengannya. Ia ada
di Zanzibar."
Nama itu belum mereka kenal.
"Sebuah studio foto," kata penerima tamu itu melanjutkan.
"Mereka banyak membuat katalog-katalog bagi toko-toko besar."
"Oke," kata Nancy. "Kalau kebetulan pak Reese telah kembali
sebelum kami sampai di sana, maukah engkau mengatakan bahwa aku
sedang mencarinya?"
"Oh tentu."
Penerima tamu itu menuliskan alamat studio tersebut, yang
terletak di jantung daerah toko-toko pakaian. Gedungnya abu-abu.
Kalau tidak melihat papan nama Zanzibar, mereka tentu akan
melewatinya. Jalan masuknya kecil pula. Ada beberapa iklan
berwarna dari katalog-katalog lama tergantung pada dinding, tetapi
selebihnya tak ada petunjuk apa pun yang terletak di belakang sana.
Nancy mengajak teman-temannya ke meja di ujung serambi, di
mana seorang Nyonya yang kekar sedang duduk. Nyonya itu
menyambut mereka dengan ramah, tetapi ketika Nancy menyebut
nama Reese, ia nampak tegang.
"Ia sedang berbicara dengan salah seorang wartawan foto
kami," katanya. "Aku yakin bahwa mereka tentu tak mau diganggu."
"Tetapi Nancy justru sedang membantu dia menyelidiki
pencurian pakaian di hotel kemarin malam," kata Bess.
Nyonya itu memandangi Nancy dengan ternganga."Engkau tak mirip seorang detektif," katanya. Sementara itu
terdengar teriakan-teriakan dari balik pintu yang agak jauh.
Nancy segera mengenali suara pak Reese. Ia melangkah cepat
melewati Nyonya penerima tamu, diikuti oleh Bess dan George.
"Engkau tak dapat masuk ke sana!" teriak Nyonya kekar itu.
Tetapi gadis-gadis itu telah membuka pintu.
"Gadis-gadis modelku semakin banyak bayarannya semakin
lama," wartawan foto itu membentak pak Reese. "Engkau terlalu
banyak menghabiskan waktuku dan waktu mereka!"
Seorang gadis berambut coklat yang sedang berdiri di depan
sehelai kertas biru panjang, bergerak keluar dari lingkaran cahaya
terang yang menyinarinya.
"Sudah terlalu panas," terdengar oleh para detektif itu dari
mulut si gadis model. Kedua orang laki-laki rupanya tak
mendengarnya.
"Aku akan lapor ke polisi agar engkau ditangkap, saudara
Vinton!" teriak perancang mode itu.
"Bagus! Silakan!"
"Eh, Nancy, mari kita keluar saja," bisik Bess.
"Termasuk pembantumu!" Reese menuding mengancam ke
seorang wanita yang mengenakan celana panjang dan baju luar yang
berdiri di samping gadis model. Pak Reese membentak wanita itu.
"Siapa namamu?" ia menggeram, tangannya mendorong tiang
lampu yang tinggi.
Lampu itu bergoyang, kemudian jatuh pecah berantakan di
lantai."Aaah! pekik wanita itu, ketika sebuah pecahan meluncur dekat
kakinya. "Engkau gila! Awas orang gila!"
Pak Reese mendidih mendengar kata-kata itu.
"Engkau belum melihat!" katanya marah, tangannya
mendorong gadis model itu ke samping lalu merobek-robek kertas
dari bingkainya.
"Pak Reese! Sabar, pak Reese!" seru Nancy dari ambang pintu.
Tetapi orang itu tak memperhatikan. Wajah dan lehernya merah
padam, kembali ia menghadapi wartawan foto yang menangkapnya
kuat-kuat pada pundaknya.
"Aku akan melemparkan engkau keluar!" Vinton berteriak.
"Hentikanlah dia!" Bess gemetar melihat pak Reese
mengayunkan tinjunya kepada Vinton, tetapi meleset.
Pada saat itu suara gaduh memenuhi ruangan studio, di mana di
balik beberapa pintu lainnya sedang dibuat foto. Seorang demi
seorang, mulai memasuki kamar Vinton, dan akhirnya, dua orang
menangkap pak Reese sebelum ia sempat mendaratkan tinjunya lagi.
"Aku akan mengajukan rekening atas kerusakan ini," pak


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Vinton menggerutu keras-keras.
"Dan aku akan menuntut engkau supaya membayar bagi setiap
pakaianku yang kaucuri foto!" tukas perancang mode itu, sementara
Nancy mendekat untuk mencegatnya.
"Pak Reese," kata Nancy tegas, akhirnya ia berhasil menarik
perhatiannya.
"Apa maumu?" pak Reese menggerutu.
"Anda seharusnya hati-hati mengajukan tuduhan tanpa bukti."Orang itu tertawa keras. Ia menggerakkan lengannya, berusaha
untuk melepaskan diri dari tangkapan yang kuat.
"Lucu sekali. Engkau juga seorang ahli hukum?"
Nancy menghela napas dalam-dalam dan Bess serta George
datang mendekati.
"Bukan. Aku bukan ahli hukum," jawab gadis itu tenang.
"Tetapi aku tahu bahwa anda akan menemukan banyak kesulitan kalau
anda tak dapat membuktikan tuduhan-tuduhan anda."
"Hah, aku dapat membuktikannya," ia meradang. "Orang-orang
ini antek-antek murahan. Kalau aku tahu siapa yang menyuruh ia
memotret aku akan menuntutnya!"
Ketiga gadis detektif itu bertanya-tanya dalam hati, apakah
benar bahwa Zanzibar memotret tiruan-tiruan dari desain-desain asli
ciptaan pak Reese yang diterbitkan dalam katalog Millington. Nancy
melihat sehelai sobekan halaman katalog tersebut tersembul di saku
jas pak Reese.
"Apakah itu juga dari buku Millington?" ia bertanya.
"Bukan. Ini dari katalog Chalmers," jawab perancang itu. Ia
maksudkan sebuah toko yang mahal.
Ia mencabut kertas itu dan menyodorkannya di bawah hidung
Nancy. Tangannya masih gemetar karena kemarahannya.
"Ini, lihat sendiri. Lihat kedua gaun itu? Barang yang mahal
sekali, bukan? Sama sekali bukan hasil buatan Millington. Tetapi itu
desainku!"
"Apa yang membuat anda menduga bahwa wartawan foto itu
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pencurian?" tanya
Nancy."Karena ia tak mengatakan siapa yang menyuruh dia! Ia
menutup-nutupi seseorang, aku yakin sekali!"10
Penemuan Baru
Nancy memandangi gambar-gambar dalam katalog Chalmers.
Kedua gaun indah yang dimaksudkan pak Reese, di situ tertulis atas
nama Arnaud Hans, seorang saingan!
Benak gadis itu penuh dengan pertanyaan-pertanyaan, tetapi ia
menunggu hingga mereka keluar dari studio untuk mengajukannya.
"Kukira lebih baik kita pergi," katanya kepada pak Reese. Tak
ada lagi yang dapat kita lakukan di sini."
Rupa-rupanya perancang mode yang pemarah itu
menyetujuinya, sebab ia segera melangkah menuju ke pintu.
" Engkau akan segera mendengar dari pengacaraku!" ia
berteriak kembali ke Vinton.
"Engkau pun akan mendengar dari pengacara kami!" jawab
wartawan foto itu dengan dingin, sementara ketiga gadis itu mengikuti
pak Reese keluar dari pintu.
Mereka mengikuti pak Reese ke kantornya, melewati penerima
tamu masuk ke kamar yang berdinding berlapis kayu oak. Di sana pak
Reese mempersilakan mereka duduk.
"Pak Reese?" tanya Nancy. "Siapa saja yang telah melihat
koleksi musim semi anda sebelum terjadi peristiwa-peristiwa ini?""Hanya sedikit sekali," jawabnya.
"Apakah anda berkeberatan menyebutkan nama mereka?"
"Salah satunya ialah Chris Chavez."
"Chris Chavez wartawan foto itu?" tanya Nancy terhenyak.
"Kukira suatu koleksi tidak boleh dipotret dulu sebelum dipamerkan."
"Ah, Chris tidak memotret seluruhnya. Dan ia adalah seorang
teman baik, karena itu sering kuperlihatkan beberapa kepadanya."
"Siapa lagi yang dapat menjamah desain-desain itu?" tanya
George.
"Hanya tiga orang, barangkali empat orang lagi dari stafku,
tetapi mereka dapat dipercaya. Nah, kalau sekarang kalian izinkan,
aku masih perlu memenuhi beberapa perjanjian."
Ia mendahului ke pintu, menunjukkan bahwa ia tak ingin
melanjutkan pembicaraan.
" Kukira ia tersinggung ketika kautanyakan, siapa saja yang
telah melihat koleksinya," kata George kepada Nancy.
"Kukira ia hanya jengkel tentang segala yang telah terjadi," kata
Bess.
"Yah, ia tak banyak membantu perkaranya sendiri," kata
Nancy. "Itu berarti masing-masing dari kita harus berpikir untuk dua
orang!"
"Aku bisa berpikir untuk tiga orang. Tetapi aku sangsi apakah
Bess bisa!" George tertawa. Ia melirik ke tumpukan keriting rambut
sepupunya yang sekarang disibakkan ke belakang setelah ia mencoba
pakaian pagi tadi.
Bess membetulkan beberapa untai rambut yang menjurai sambil
berkata:"Biarlah kuanggap engkau tak pernah mengeluarkan kata-kata
itu, George Fayne."
Beberapa godaan sudah siap diucapkan lagi, tetapi Nancy
memotongnya:
"Aku punya pilihan," katanya.
"Pilihan? jawab Bess sambil bertanya.
"Ya. Aku bisa mencoba minta pekerjaan kepada Millington
Company atau kepada Chalmers."
"Engkau bergurau?" tanya George. "Engkau belum pernah
bekerja pada orang lain selama ini ... selain pada ayahmu sendiri."
"Ya," jawab Nancy. "Tetapi permulaan selalu ada. Di samping
itu, bagaimana aku dapat memperoleh informasi dari dalam?"
Kedua sepupu itu mengakui, bahwa gagasan Nancy memang
masuk akal.
"Engkau bisa mengetik?" tanya Bess.
" Sedikit."
"Steno?" tanya George.
Nancy menggeleng.
"Tetapi kalau terpaksa aku bisa mengepel lantai." Ia tertawa
cekikikan. "Bagaimana kalian berdua?"
"Maksudmu, kami juga harus mencari pekerjaan?" tanya Bess.
"Yah, aku kan tidak dapat bekerja di dua tempat sekaligus,"
kata Nancy.
"Oke, oke," kata Bess. "Aku tentu akan berusaha. Tetapi
bagaimana kalau mencari makan dulu? Aku lapar sekali."
Mereka pergi ke rumah makan yang terdekat. Di sana Nancy
menemukan sebuah buku petunjuk telepon dari Manhattan. Ia segeramencari alamat-alamat Millington dan Chalmers, mencatatnya di buku
catatannya, lalu menyusul Bess dan George di ruang makan yang
sudah memegangi menu.
"Makan siang sudah dihidangkan sejam yang lalu," kata Nancy.
"Kalau begitu kita makan makanan kecil," kata Bess. "Aku
tidak dapat bekerja dengan perut kosong."
"Kalau dapat pekerjaan," kata George. "Bagaimana kalau
tidak?"
" Bagaimana pula kalau tak ada yang mau menemui kita,"
sambung Bess.
"Bila demikian kuingin kalian melacak Jacqueline dan carilah
siapa yang mungkin telah diajak berbicara mengenai penyelidikan pak
Reese."
Kedua sepupu itu setuju dan Bess menutup kartu menunya,
seperti telah mendapatkan pilihan.
"Kalau dipikir-pikir lagi," katanya sambil menghela napas,
"Aku masih tetap memikirkan baju dan celana hitam-perak yang hebat
itu. Kalau saja aku turun beberapa kilo."
"Dan menemukan uang empatratus duapuluh lima dolar,"
sambung George.
"Aku dapat membeli ukuran yang lebih kecil kalau yang itu
sudah terjual," Bess mengakhiri.
"Pada saat kau punya uang dan kurus, pakaian itu sudah
ketinggalan model," kata Nancy. "Mari, kita pergi."
Ia berdiri dan melangkah melewati tempat kasir, saat itu
seseorang membukakan pintu untuk seorang Nyonya pada kursi roda.Melalui pintu yang terbuka itu Nancy mendengar seorang lakilaki di jalan menyalami orang lain.
"Lho, bukankah kau Chris Chavez? Bagaimana keadaanmu,
Bung?"
"Ah, baik-baik saja, Sam," jawab orang lain itu. "Maaf aku
tidak punya waktu untuk omong-omong aku sedang tergesa-gesa."
Nancy memandanginya dengan tercengang. Orang itu
berpotongan rambut pendek, berkumis tipis. Jelas itu bukan wartawan
foto yang telah dijumpainya!
Orang itu melambai kepada temannya lalu memanggil taksi.
Sementara itu pintu masih terhalang oleh kursi roda hingga mereka
harus menunggu. Nancy menggigit bibirnya, berharap dapat keluar
pada waktunya untuk dapat berbicara dengan wartawan foto itu.
Apakah ia benar-benar Chris Chavez? Kalau benar, siapa orang yang
berpura-pura menjadi wartawan foto itu?"
Bess dan George juga menyaksikan percakapan itu, dan George
menepuk-nepuk lengan Nancy.
"Sungguh sulit dipercaya!" ia berbisik. "Sekarang ada dua
orang gadungan dalam perkara kita!"
Nancy mengangguk.
"Kalau aku tahu bagaimana cara memecahkan teka-teki ini," ia
menggumam. "Tepatnya, teka-teki ganda ini!"
Akhirnya Nyonya berkursi roda itu telah melewati pintu. Ketiga
gadis itu bergegas keluar, tetapi pada saat itu pula Chris Chavez naik
ke sebuah taksi yang berhenti di pinggir jalan. Sebelum ketiga gadis
itu sampai, taksi telah berangkat!
"Nah, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Bess mengeluh."Teruskan rencana kita semula," kata Nancy. "Kita undi dengan
uang logam. Kalau kepala, kalian ke Chalmers, kalau buntut aku yang
ke sana."
Sesaat kemudian, ketika Nancy seorang diri hendak menangani
tugas di Millington Company, Bess dan George naik bis ke gedung
Chalmers. Setelah mereka tiba di sana, mereka membandingkan
lobbynya dengan studio Zanzibar. Sampul-sampul buku katalog
tergantung rendah pada kerangka-kerangka yang diterangi lampu
sorot. Dinding-dindingnya ditempel kertas berwarna coklat kulit yang
menciptakan suasana mewah.
"Aku gugup," Bess mengaku, ketika mereka berdua memasuki
ruang urusan pegawai.
Seorang wanita menarik yang mengenakan kacamata berbingkai
emas menyambut mereka dengan tersenyum.
" Apakah kalian akan melamar untuk sekretaris?" ia bertanya.
"Yang dimuat dalam iklan di suratkabar?" jawab George
dengan penuh percaya diri.
"Ya."
" Itulah yang menarik bagi kami," kata George, hingga Bess
harus menahan napas.
"Bagus. Mari ikuti aku," wanita itu menanggapi.
Ia memberi isyarat kepada mereka ke sebuah meja dan mereka
diminta mengisi surat lamaran. Kemudian, sambil melirik sebentar ke
formulir-formulir tersebut, mengajak mereka ke ruangan yang berisi
sebuah meja dengan sebuah mesin tulis.
"Ada berapa bahan untuk kauketik," katanya. "Kulihat dari
surat lamaran, kalian belum pernah mempunyai pengalaman."" Belum sama sekali," Bess menggumam sendiri.
"Biarpun demikian aku tak mau mengabaikan bakat anak
muda," penerima lamaran itu melanjutkan. "Kalau kalian lulus, kita
akan melanjutkan ke ujian berikutnya."
Ujian berikutnya! Kedua saudara sepupu itu mengeluh. Berapa
rintangan harus mereka lalui sebelum perusahaan itu mau menerima
mereka?
"Nah, siapa yang mau mencoba lebih dulu?" tanya wanita itu.
George segera mengajukan diri, tetapi kepercayaan dirinya tak
berlangsung lama ketika dilihatnya sebuah pengumuman yang harus
diketiknya dengan susunan yang teratur.
"Aku akan menutup pintu," kata wanita itu, "agar tidak ada
orang yang mengganggu kalian."
Untuk sejenak George terpaku di depan mesin tulis. Ia
meletakkan jari-jarinya pada tuts, menekan-nekan membentuk
beberapa kata dengan perlahan-lahan, hingga kemudian dapat cepat
dan lancar. Tetapi ketika kata demi kata dengan cepat tertuang di
kertas, perhatiannya mulai mengendor. Baru setelah ia menyelesaikan
satu halaman ia sadar atas kesalahannya. Ia telah mengetik dengan
huruf besar semua!
"Yaaa, ampuuun!" Ia tergagap ketakutan. "Hancur sama
sekali."
Ia menarik keluar kertasnya, lalu memasang kertas lagi,
mengebut mengejar waktu yang hilang. Tetapi tuts-tuts menjadi
macet.
"Tak ada gunanya!" seru George ketika pintu terbuka.
"Bagaimana?" pegawai wanita itu bertanya."Jelek sekali," gadis itu mengaku sambil mendorong mundur
kursinya.
"Engkau belum putus asa, bukan?"
George tak pernah senang dikatakan putus asa, tetapi ia sadar
tak memenuhi syarat bagi seorang sekretaris. Demikian pula Bess,
yang sementara itu hanya membalik-balik majalah, termasuk katalog
Charmers yang terbaru.
Teringat akan halaman yang disobek oleh pak Reese, ia segera
mencarinya dan sekali lagi ia mengamati gaun-gaun yang indah.
Ketika ia melihat Nyonya urusan pegawai itu keluar bersama George,
ia mendapat firasat dengan mendadak.
"Gambar-gambar ini sungguh indah," katanya kepada Nyonya
itu. "Apakah anda tahu siapa yang memotretnya?"
Nyonya itu melihat katalog itu.
"Sebagian besar dari koleksi ini, termasuk pakaian-pakaian itu,
dipotret itu oleh Chris Chaves," jawabnya. "Bukankah ia mempunyai
selera yang hebat?"
Bess mengangguk. Ia sama tercengangnya dengan George.
Apakah Chris Chaves, teman pribadi pak Reese, terlibat dalam
pencurian?11
Nancy Dijebak
Sementara itu, Nancy sedang mengisi surat lamaran di
Millington. Ketika manajer yang menurut papan nama di mejanya
bernama T. Iannone membacanya, ia mengamati Nancy dengan teliti.
"Ha, jadi engkau membutuhkan pekerjaan, ya? Nona Drew,
tentunya engkau kemari untuk menyelidik!"
Kata-kata yang tajam itu menusuk Nancy secara tak terduga.
Maka ia mengambil keputusan untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Apakah kita dapat bercakap-cakap secara pribadi?" ia
mengusulkan. Matanya melirik ke seorang sekretaris yang pura-pura
tak mendengarkan. Tetapi Nancy dapat melihat, bahwa sekretaris itu
sangat tertarik akan percakapan itu.
"Mari," kata manajer itu, membawa Nancy ke sebuah kamar di
dalam. "Kebetulan aku tahu, bahwa engkau menjadi pengganti
Jacqueline Henri pada peragaan busana di malam itu... juga Richard
Reese telah meminta engkau untuk melacak pencuri pakaian itu.
Berita-berita sangat cepat menjalar dalam bisnis semacam ini."
"Ya, aku dapat melihatnya," Nancy sadar, tak ada gunanya ia
menyamar masuk ke perusahaan Millington, jadi ia harus berterus
terang. "Bagaimana penjelasan anda mengenai kenyataan, bahwabeberapa kopi dari pakaian pak Reese muncul dalam katalog musim
semi anda sebelum yang asli dipamerkan di depan umum?"


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak tahu."
" Tetapi anda mengakui bahwa pakaian-pakaian Millington
adalah kopi ciptaan pak Reese?" Nancy mengulangi pertanyaannya.
"Aku tak dapat mengakui hal itu. Kami menjalankan usaha
yang sangat bersih di sini. Bagaimana pun juga, nama Reese tak
pernah tercantum dalam salah satu dagangan kami. Jadi sudah jelas
kami tak mencari untung dengan nama tersebut."
"Ini petunjuk yang sangat menarik," pikir Nancy. Tanpa nama
penciptanya, pakaian-pakaian itu tidak begitu berharga. Mungkin
pencuri tersebut tidak terlalu memikirkan desain-desain itu sendiri,
melainkan lebih cenderung untuk menghancurkan usaha pak Reese!
"Pak Reese sangat bingung," Nancy melanjutkan. "Ia
berkeputusan akan membongkar sampai ke akar-akarnya, dan akan
menuntut siapa pun yang terlibat dalam hal ini."
Orang itu bersikap ragu-ragu.
"Apa yang dapat kulakukan untukmu?" ia bertanya.
"Aku ingin anda menerimaku sebagai pegawai, agar dapat
mengenal beberapa orang yang bekerja di sini."
Hening sejenak lagi.
"Katakan, pekerjaan macam apa yang dapat kaulakukan," kata
pak Iannone sambil menghela napas.
Sementara mereka bercakap-cakap, Nancy melihat ada
seseorang yang mencuri dengar di luar pintu. Tetapi orang itu segera
pergi ketika sadar bahwa manajernya sedang menerima tamu."Aku akan senang menerima pekerjaan apa saja, yang dapat
memberi kesempatan untuk berhubungan dengan pegawai-pegawai
anda."
"Kalau begitu, kuusulkan saja engkau sebagai ahli penata
pakaian," katanya. "Engkau dapat memulai besok. Sementara itu
engkau akan kuperkenalkan kepada orang yang akan memberi
penjelasan kepadamu apa yang harus kaulakukan."
Ia membawa gadis itu ke sebuah ruang kerja yang tak
berjendela, berisi sebuah meja besar, cermin-cermin untuk berdandan,
sebuah meja setrika dan rak-rak yang digantungi pakaian-pakaian
yang berlabel. Pada sebuah sudut berdiri sebuah mejatulis kecil.
"Tunggu sebentar di sini," kata manajer itu, lalu menutup pintu.
"Terimakasih," kata Nancy.
Ia melihat-lihat pakaian-pakaian itu, semuanya terbuat dari
bahan katun kasar dan jahitan-jahitannya pun tidak rata. Tidak seperti
pakaian-pakaian yang ada pada buku Chalmers, pakaian-pakaian ini
nampak murah.
Nancy pergi ke sebuah kursi di ujung kamar lalu duduk. Tibatiba lampu mati, dan ia berada di kegelapan yang pekat!
Sesaat kemudian ia mendengar teriakan-teriakan di serambi.
Pintu-pintu dibanting, orang-orang berteriak-teriak, dan Nancy
mengira orang-orang sedang panik.
Listrik itu tentu telah mati di seluruh kantor-kantor, pikir
Nancy. Lebih baik ia keluar saja!
Ia merayap melintas kamar, berhati-hati menghindari rak
pakaian. Tetapi tak urung ia membentur sudut meja."Aduh!" Nancy terkejut dan meraba-raba pinggangnya. "Sakit
juga!" Sejak itu ia agak ragu-ragu untuk melangkahkan kakinya lebih
lanjut. Akhirnya ia sampai di pintu lalu meraba-raba mencari
tombolnya. Ketika ia memutarnya, perasaan takut menusuk dirinya.
Pintu itu terkunci!
Nancy berhenti sejenak, pikirannya berputar. Apakah ada orang
yang sengaja mengunci dia? Pak Iannone, barangkali? Itu tentu terjadi
setelah lampu mati, ketika suara-suara mulai menjadi gaduh. Kalau
tidak ia tentu mendengar suara keretak kunci diputar.
"Siapa lagi yang tahu aku ada di sini? Apakah pak Iannone
menceritakannya kepada orang yang harus melatih aku?" Nancy
bertanya pada diri sendiri.
Ia memukul-mukul pintu dan berteriak memanggil-manggil,
tetapi tak seorang pun mendengarnya.
Sementara itu, Bess sedang berjuang untuk melewati ujian
mengetik. Ia bekerja lebih lambat dari pada George, hati-hati agar
jangan membuat kesalahan. Tetapi ia baru selesai setengah halaman
ketika Nyonya urusan pegawai itu menghentikan dia.
"Waktu sudah habis, sayang," katanya. "Coba lihat apa yang
telah kaukerjakan."
Senyumnya segera pudar ketika ia melihat bahwa Bess hanya
mengetik kurang dari satu halaman.
"Memang rapi sekali," katanya. "Tetapi engkau harus berlatih
agar dapat lebih cepat kalau ingin bekerja di sini."
"Ya, Nyonya," jawab Bess. Ia bertanya dengan penuh harapan.
"Apa lagi yang dapat kucoba?" George juga mengajukan
pertanyaan yang sama."Kukira tak ada yang perlu kalian coba lagi," kata Nyonya itu.
"Tetapi biarlah aku melihat-lihat berkasku dulu."
Ia pergi sebentar, membiarkan kedua gadis itu mengobrol
sendiri. Bess segera mengatakan kepada George, bahwa Chris Chavez
yang membuat foto-foto untuk katalog perusahaan ini.
Nyonya urusan pegawai segera datang lagi dengan membawa
sebuah map. "Apakah salah satu dari kalian pernah melakukan tatabuku?" ia bertanya.
"Sedikit pun belum," jawab Bess segera.
"Ya, menyesal sekali. Tak ada pekerjaan apa-apa lagi bagi
kalian."
Tetapi sebelum kedua sepupu itu pergi, George menanyakan
perihal Chris Chavez.
"Kami pernah bertemu dia di peragaan busana mencari dana
dua malam yang lalu," ia menjelaskan.
"Di New York sini?" kata wanita itu heran. "Engkau yakin dia
Chris?"
"Ya. Mengapa?"
"Sebab ia sedang bertugas untuk kami di Eropa. Ia baru kembali
ke New York kemarin!" Kedua gadis itu tercengang, tetapi tak mau
memaksakan percakapan lebih jauh. Lamaran kerja mereka telah
gagal dan mereka tak ingin menimbulkan kecurigaan terhadap diri
mereka secara tak perlu. Karena itu, setelah mengucapkan terimakasih
kepada Nyonya itu, mereka berpamitan dan menuju ke apartemen
Jacqueline Henri.
"Sayang sekali tak dapat pekerjaan di Chalmers," kata George."Aku merasa hancur sama sekali," sepupunya menggumam.
Taksi mereka berhenti di depan sebuah gedung bertanda ?l5?.
"Ah, jangan begitu. Lihatlah dari sudut lain," kata George.
"Kita berhasil mendapat informasi yang penting tentang Chris
Chavez."
"Itu belum membuktikan apa-apa."
"Biarpun begitu, ini menambah suatu aspek yang sangat
menggelitik."
Mereka berhenti berbicara ketika membuka pintu apartemen. Di
sebelah kanan mereka terdapat sederetan kotak-kotak surat dan sebuah
layar TV kecil. Di depan mereka ada sebuah pintu lagi yang terkunci.
"Mereka terlalu mementingkan keamanan, ya?" kata Bess. Ia
menekan tombol pintu yang berpapan nama Henri.
Beberapa menit berlalu. Tak terjadi apa pun, dan kedua gadis
itu beranggapan bahwa gadis model itu sedang tak ada di rumahnya.
"Biar kucoba lagi," kata Bess. Kali ini ia memencet bel sedetik
lebih lama, dan terdengar suara dari dalam.
"Siapa?" Suara itu agak rusak terdengar pada pengeras suara.
"Jacqueline? Engkaukah itu?" jawab Bess.
"Siapa?"
"Kami mencari Jacqueline Henri," Bess melanjutkan.
"Tak ada nama itu di sini," kata suara itu, lalu mati.
George sekali lagi memeriksa buku alamatnya. Betul! Mereka
mengamati daftar nama di dinding, dan ternyata hanya ada satu nama
Henri.
"Barangkali ada kerusakan sedikit pada sistem belnya," kata
Bess.George agak meragukan hal itu, tetapi ia berkeputusan tidak
akan meninggalkan gedung itu tanpa mengunjungi kamar 3-C. Ketika
ada sepasang suami-isteri keluar dari pintu yang terkunci, ia segera
menyelinap masuk dan menahan pintu agar terbuka bagi Bess.
Mereka menaiki elevator ke lantai tiga lalu membelok ke kiri di
sudut. Tidak ada nama pada setiap pintu, hanya pengetuk pintu dari
kuningan. George baru saja hendak menjamah pengetuk pintu di
kamar 3-C ketika terdengar suara orang laki-laki dari dalam.
"Tugasmulah agar Nancy selalu sibuk," kata suara itu,
mendekat ke arah pintu.
"Ia mau keluar!" bisik George. "Ayo kita keluar dari sini."
Dengan cepat kedua gadis itu menyelinap kembali ke elevator.
Mereka mendengar suara pintu tertutup dan Bess cepat menangkap
lengan George.
"Ia tentu akan melihat kita kalau sudah menikung di sudut.
Bagaimana selanjutnya?"
"Kita sembunyi di sisi sana," George menahan napas, lalu
menarik sepupunya ke arah yang berlawanan dari apartemen 3-C.
Mereka menikung di sudut berikutnya dan merapatkan diri pada
dinding.
Langkah-langkah kaki orang itu terdengar mendekati elevator.
"Aku akan mengintip sebentar," kata George, lalu
menjengukkan kepalanya sedetik dari sudut. Ia menarik kembali
kepalanya dengan terengah-engah, tangannya menutup mulut untuk
menahan suaranya.
Bess menarik-narik tangan sepupunya dengan tidak sabar.
"Eh, siapa sih?""Chris Chavez!"
"Yang pertama atau yang belakangan?"
"Yang pertama!"
Mereka mendengar pintu elevator terbuka. Orang itu masuk,
kemudian semua menjadi hening ketika elevator mulai turun.
"Ah, aku ingin sekali mengikutinya!" kata Bess menggumam.
"Bisa! Ayo, kita turun dari tangga!"
George mendahului menuruni tangga. Mereka turun dua
anaktangga sekaligus, berharap semoga elevator berhenti dulu di
lantai berikut agar Chavez sedikit terhambat. Namun, ketika mereka
sampai di lobby, elevator sudah ada di sana, kosong. Tak ada jejak
dari wartawan foto itu. Dengan cepat kedua gadis itu berlari ke jalan
dan menengok ke sana kemari. Tak seorang pun nampak!12
Penjahat
"Kita kehilangan jejak!" seru George marah sambil terengahengah, sesak napas.
Bess mengangkat bahu.
"Yah, kita telah berusaha. Mari kita pulang ke apartemen bibi
Eloise, dan menceritakan segalanya kepada Nancy."
George mengangguk.
"Itu ada bis berhenti di sudut. Kita harus lari kalau mau naik."
George langsung berlari ke arah bis, dan Bess terpaksa
mengikutinya. Mereka sempat mendesak masuk ketika pintu segera
menutup.
"Bagaimana engkau tahu ini bis yang benar?" kata Bess
terengah-engah.
"Aku juga tak tahu. Moga-moga saja benar."
Tetapi segera mereka menjadi kecewa, setelah mereka tahu
bahwa bis itu menuju ke arah yang menjauhi apartemen bibi Eloise.
Hari sudah mulai menjadi gelap, dan rasa dingin meresap masuk ke
dalam bis."Kita turun di perhentian berikutnya," kata George. Tetapi
ternyata berupa sudut jalan yang sepi. Mereka terpaksa turun di
perhentian berikutnya lagi yang nampak lebih ramai.
Di sana mereka memanggil taksi dan tiba di rumah kurang dari
limabelas menit. Mereka tercengang ketika mengetahui Nancy belum
pulang.
"Di mana dia?" bibi Eloise menanyai keduanya, ketika
dilihatnya kemenakannya tak bersama kedua temannya. "Seharusnya
ia tidak boleh pergi seorang diri di waktu malam."
Bess menjelaskan bagaimana mereka telah berundi,
menyebabkan Nancy harus pergi ke Millington Company.
"Nah, aku yakin kantor itu sudah tutup sekarang," kata bibi
dengan takut. "George, maukah engkau menelepon?"
George segera melakukannya, tetapi tak ada jawaban.
"Operator switchboard tentu sudah pulang," katanya.
"Engkau memutar nomor yang benar?" tanya Bess, melihat
wajah bibi Eloise yang khawatir.
"Tentu," jawab George. Ia memutar nomor itu kembali untuk
memuaskan mereka, tetapi sekali lagi tak ada jawaban.
***********
Nancy telah memukul-mukul daun pintu di kantor Millington,
dengan harapan akan ada orang yang membebaskannya. Tetapi dalam
kegaduhan di luar, rupanya tak ada orang yang mendengar. Setelah
beberapa saat, segala teriakan dan langkah-langkah kaki tak terdengar
lagi, menandakan bahwa kantor telah kosong. Nancy tertinggal
seorang diri di ruangan itu!Ia meraba-raba di kegelapan, membentur kaki meja setrika
ketika mencari tempat di mana meja tulis berdiri.
"Aku harus menemukan sesuatu yang pipih, sebatang pembuka
surat atau semacam itu, untuk membuka pintu!" pikirnya.
Ia membuka sebuah laci dan jari-jarinya meraba pensil-pensil
dan penjepit kertas. Akhirnya jari-jarinya menyentuh sebuah dos
berisi kartu-kartu label atau semacam itu. Nancy mengambil selembar,
lalu kembali ke pintu. Ia memasukkan kartu yang kaku itu antara daun
pintu dengan kerangkanya. Ia mendorongnya perlahan-lahan, berusaha
menyelipkan di antara pasaknya. Ternyata diam saja. Dengan matimatian ia mengulanginya. Akhirnya kunci terlepas.
Ia membuang kartu label dan membuka pintu, meraba-raba
mencari jalan ke ruang gudang pakaian di sebelahnya. Ia meraba-raba
di dinding mencari tombol lampu. Ia menemukan sebuah lalu
memutarnya, tetapi lampu tetap padam. Melalui jendela ia melihat
bahwa lampu-lampu menyala di gedung-gedung yang lain. Cahayanya
masuk samar-samar melalui kaca jendela yang buram.
"Rupa-rupanya listrik yang mati hanya terbatas pada gedung
ini," pikir Nancy. "Nah, lebih baik aku menelepon bibi Eloise."
Ia meraba-raba mencari jalan ke kantor pusat, tangannya
meraba-raba di atas meja hingga akhirnya merasa menyentuh telepon.
Namun ia kecewa, ia tak mendapat sambungan. Rupanya setiap
pesawat harus melalui switchboard yang sekarang sudah tutup.
Dengan berusaha agar tetap tenang, Nancy menuju ke pintu
ruang penerima tamu. Hatinya lega, ternyata pintu tidak terkunci!
"Elevator ada di kanan, harus melintas serambi dari sini," pikir
Nancy. "Kuharap saja ia masih berjalan."Ketika kedua tangannya yang terbentang menyentuh pintu
logam, ia meraba-raba mencari tombol lalu memencetnya. Suara
mendesah lembut menunjukkan bahwa elevator itu masih tetap
bekerja!
"Syukurlah," gadis detektif itu menggumam, lalu masuk ke
dalamnya.
Setiba di lantai bawah, pintu depan ternyata juga tidak terkunci.
Dengan segera ia lari keluar dan memanggil taksi. Sopir berusaha
mengajak berbicara dengan Nancy. Tetapi Nancy merasa demikian
lelahnya, hingga ia hanya cukup kuat untuk menahan mulut menguap.
Sesaat sebelum sampai di apartemen, ia tertidur.
"Nancy!" seru bibi Eloise, melihat kemenakannya datang. "Dari
mana saja engkau?"
Hujan pertanyaan dari Bess dan George pun segera
mengikutinya, membuat Nancy sadar sepenuhnya.
"Kami baru akan menelepon polisi!" seru George.
"Untunglah belum," kata Nancy sambil duduk ke dalam sebuah
kursi.


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia bercerita secepatnya, kemudian mendengarkan cerita yang
lain-lainnya. Bess dan George telah mendapatkan penemuanpenemuan yang mengagumkan, katanya kepada mereka.
"Jadi rupa-rupanya orang yang kita lihat di rumahmakan tadi
adalah Chris Chavez yang sebenarnya," kata Bess.
"Sedangkan orang yang memperkenalkan diri kepadaku di
peragaan busana itu adalah orang lain," sambung Nancy. "Tetapi siapa
dia itu?""Ya. Tetapi kita tahu bahwa dia adalah teman Jacqueline, dan ia
mengenal kakaknya," kata George.
"Aku belum pernah mendengar nama Ted Henri, seorang
wartawan penyelidik," kata Nancy, "Kukira hanya isapan jempol dari
Jackie."
"Mungkin Jacqueline memang terlibat dalam pencurianpencurian desain, dan setelah mendengar bahwa engkau datang
kemari ia lalu hendak menutup-nutupi," kata Bess.
"Tetapi dengan menyembunyikan diri sebelum peragaan
berlangsung dan meninggalkan bibi Eloise dalam kesulitan hanya
akan semakin membuat dirinya menarik perhatian," jawab Nancy.
"Itu sudah jelas," kata George. "Hal itu membuat siapa pun
menjadi curiga."
"Kita terutama," Bess menimpali. Ia bergulat melawan
kebingungannya sendiri. "Sikap Jackie benar-benar tidak masuk akal."
"Tepat," Nancy menanggapi. "Tetapi aku terlalu lelah untuk
memikirkannya malam ini. Kita coba memikirkannya besok pagi
saja."
Tetapi sebelum pergi tidur, bibi Eloise berbicara dengannya di
bawah empat mata.
"Apa yang hendak kaulakukan mengenai pekerjaanmu di
Millington?"
"Ah, aku akan kembali ke sana besok pagi."
"Setelah kejadian tadi itu? Kukira itu bukan pikiran yang baik,"
kata bibi Eloise tak setuju. "Tentunya engkau sadar, bahwa dengan
sengaja engkau dikurung di kamar kerja itu!"
Nancy mengangguk."Tetapi aku akan mencari tahu siapa yang melakukannya, dan
apa alasannya!"
Bibi Eloise tetap nampak ragu-ragu.
"Setidak-tidaknya, berjanjilah agar engkau berbicara dengan
ayahmu terlebih dulu."
"Aku akan menelepon ayah besok pagi, dan bibi jangan risau."
Meskipun sangat lelah, Nancy tak dapat tidur nyenyak. Ketika
ia bangun, esok paginya, kelopak matanya agak bengap dan ia merasa
sukar untuk membukanya.
"Engkau tidak tidur?" tanya George.
"Tak begitu nyenyak." Ia menguap.
"Ini akan membangunkanmu," kata Bess. Ia meletakkan segelas
air jeruk dan koran pagi di depannya.
Nancy menghirup air jeruknya, dan matanya jatuh pada kepala
berita. Bess dan George melihat kedua mata Nancy menjadi lebar!
Menurut koran itu, apartemen Russel Kaiser telah dimasuki
pencuri malam itu! Barang-barang yang dicuri tidak disebutkan, tetapi
Nancy bertanya-tanya dalam hati tentang medalinya. Apakah medali
itu tercuri? Dan apakah ada hubungannya antara Kaiser gadungan
dengan pencurian?
"Untung kami ikut engkau kali ini," kata George. "Kalau tidak,
Nancy, engkau harus bekerja sendiri empatpuluh delapan jam setiap
hari menangani misteri-misteri ini!"
Nancy tertawa, tangannya memasukkan sepotong roti ke dalam
panggangan.
"Engkau betul sekali," katanya, "dan aku mendapat firasat, aku
harus menggunakan banyak tenaga lagi hari ini.""Engkau akan ke Millington lagi?" tanya Bess.
"Sudah jelas. Pertama-tama, aku ingin menemui pak Iannone."
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya George.
"Bagaimana kalau mengunjungi Russel Kaiser?" kata Nancy.
"Yang mana?" kata Bess sambil tertawa cekikikan.
"Hal itu yang harus menentukannya. Mungkin engkau harus
mengunjungi apartemen yang disebut dalam koran ini."
Bibi Eloise, yang tidur lebih lambat dari biasanya, berdiri di
ambang pintu. Kehadirannya mengingatkan Nancy akan percakapan
tadi malam. Karena itu ia segera menelepon ayahnya. Ayahnya setuju
bahwa ia kembali ke tempat Millington. Tetapi ia harus sangat
berhati-hati.
"Aku akan berhati-hati," ia berjanji. Kemudian ia mengundang
Bess dan George untuk makan siang di dekat kantor Millington.
"Dengan demikian kita saling mengecek," kata Nancy sambil
tersenyum kepada bibinya.
Setengah jam kemudian ia sudah berada di meja penerima tamu
perusahaan Millington. Namun ketika ia menanyakan pak Iannone,
dikatakan kepadanya bahwa pak Iannone tidak masuk.
"Tetapi ia telah menerima aku sebagai pegawai kemarin," kata
Nancy kepada petugas itu.
Dari sudut matanya ia melihat seorang wanita berambut coklat
lewat cepat-cepat melalui sebuah pintu. Nancy berpaling, sempat
melihat wajahnya sebelum ia menghilang. Nancy yakin bahwa itu
adalah Rosalind, penata pakaian yang telah dipecat oleh pak Reese
pada malam peragaan busana.Penerima tamu memencet bel, memanggil seseorang agar
keluar.
Tak lama kemudian, seorang wanita berpakaian serba hijau
yang nampak tidak ramah muncul.
"Ini adalah Nancy Drew," kata penerima tamu
memperkenalkan.
Sekali lagi Nancy menanyakan pak Iannone.
"Ia sudah tak bekerja di sini lagi," kata wanita itu. "Ia telah
mengundurkan diri kemarin."
"Mengundurkan diri!" Nancy menahan napas.
"Ya. Apakah engkau teman baiknya? Kalau aku boleh
bertanya?"
"Bukan. Tetapi ia menawarkan pekerjaan kepadaku di sini."
"Ah, ia tak berwewenang untuk itu. Aku yang kini
berwewenang."
Nadanya yang tajam menunjukkan kepada Nancy, bahwa
wanita ini tak mudah dibujuk untuk meneruskan keputusan pak
Iannone. Karena itu Nancy mengambil cara lain. Ia menceritakan
pengalamannya yang tak enak di kamar kerja serta kecurigaannya
bahwa entah bagaimana seperti ada hubungannya dengan pencurian
pada koleksi pak Reese.
"Wah, engkau mempunyai daya khayal yang hebat," kata
wanita itu. "Aku merasa pasti, bahwa kesulitan yang kaualami
kemarin hanyalah suatu kecelakaan. Aku menyesal sekali tentang hal
itu, tetapi aku tak akan menerima engkau sebagai pegawai, kalau
dihubungkan dengan itu!"Tak ada lagi yang dapat dikatakan, karena itu Nancy minta diri.
Dengan kecewa ia masuk ke elevator menuju ke lobby. Ia tak banyak
menaruh perhatian terhadap seseorang, hingga pandangannya jatuh ke
pintu putar di depannya, di mana ada seorang laki-laki yang sedang
berjalan mendekati.
Wajahnya seperti dia kenal, tetapi kepalanya menunduk,
tertutup kain syal yang dililitkan tinggi pada lehernya. Nancy
menyelinap ke dalam sebuah kios majalah, mengawasi orang tersebut
mengendorkan syalnya sambil menunggu elevator.
Nancy memungut sebuah majalah, menutupi wajahnya sampai
ia mendengar suara pintu terbuka. Kemudian, setelah orang tersebut
bersama orang-orang lainnya masuk ke elevator dan menoleh
menghadap ke lorong serambi, Nancy mengangkat matanya. Orang itu
adalah teman Jacqueline yang mengaku sebagai Chris Chavez!
Nancy mundur sedikit menghilang dari pandangan sementara
pintu elevator masih terbuka menunggu penumpang terakhir.
Kemudian pintu itu tertutup dan Nancy memandangi nomor-nomor
yang menyala sementara elevator itu naik perlahan-lahan. Elevator itu
naik dua kali, salah satunya pada lantai tempat Millington!
Kalau orang itu bukan wartawan foto yang sebenarnya, untuk
apa ia datang ke sana? Apakah dia orangnya, yang mencuri desaindesain itu?13
Jejak yang Aneh
Sementara pengungkapan Nancy itu membuatnya terpukau
sejenak, Bess dan George sedang mempersiapkan diri untuk
melakukan penyelidikan mereka sendiri.
" Untunglah bahwa kedua orang gadungan itu mengira telah
berhasil menipu kita!" kata Bess kepada sepupunya.
"Kita usahakan agar mereka jangan sampai mengetahuinya,"
kata George.
Ketika kedua gadis itu tiba di apartemen yang disebut sebagai
milik Russel Kaiser dalam suratkabar, penjaga pintu mengatakan,
bahwa ia menerima perintah untuk tidak memperbolehkan siapa pun
masuk, sementara polisi masih bekerja di sana.
"Apakah mereka sudah lama berada di sini?" tanya George.
Penjaga pintu itu melirik ke arlojinya.
"Kira-kira setengah jam," katanya. "Tetapi mereka dapat berada
di sini sepanjang hari, menurut pengetahuanku."
"Mari kita pergi," kata George dan menarik Bess keluar dari
pintu.
"Ke mana kita sekarang?" tanya sepupunya."Ke suatu tempat, dari mana kita dapat mengawasi gedung ini,"
George berkata.
Mereka menuju ke warung kopi kecil di seberang jalan. Bess
tertawa.
"Kalau aku harus mengawasi sesuatu, tak ada tempat lain yang
lebih kusenangi daripada warung kopi!"
"Dasar, kau!" jawab George. Dengan hati-hati ia menghindari
lapisan-lapisan yang membeku di kaki lima dan berusaha
membersihkan butir-butir es berjatuhan dari langit ke baju luarnya.
"Cuacanya jelek benar," ia mengeluh. "Bagaimana kita dapat
menyelidik dengan baik kalau kita harus terpeleset dan meluncur ke
arah yang justru jauh dari tujuan kita?"
"Jangan gelisah, mungkin kita harus duduk di sini sepanjang
hari," kata Bess, ketika mereka memasuki warung tersebut.
George menggeleng.
"Aku malah ragu-ragu apakah pak Kaiser ada di rumah. Kukira
lebih baik aku menelepon apartemen itu dulu, mencoba mencari
informasi."
Ia meninggalkan Bess di dalam bilik makan dekat jendela. Ia
kembali sesaat kemudian dalam keadaan penuh gairah.
"Pelayannya yang menjawab," kata George. "Pak Kaiser justru
sedang akan berangkat waktu ini."
Mereka meletakkan uang pada meja pembayaran dan bergegas
keluar. Kaki lima itu sangat licin sekali, hingga mereka hanya dapat
merayap perlahan-lahan. Bess merayap merapat pada dinding tokotoko, mencari tempat-tempat, yang tak berlapisan es.
"Cepat!" seru George sambil melintas menyeberangi jalan.Bess berusaha cepat, tetapi merasakan sol sepatunya terpeleset
maju.
"Engkau jalan lebih dulu!" serunya, memandangi George yang
hampir tergelincir ke sudut apartemen pak Kaiser.
Untung ia berhasil hingga tak sampai jatuh, lalu memasuki
jalanan masuk. Seorang laki-laki berkepala botak sedang melangkah
naik ke sebuah mobil patroli yang diparkir di depan.
"Itu dia yang telah membeli medali!" ia hampir saja berteriak.
Bess tiba di sampingnya ketika pintu mobil ditutup dan George
berpaling ke sepupunya.
"Cocok sekali!" ia berseru. "Russel Kaiser yang lain, yang
meminta bantuan Nancy sudah pasti seorang gadungan! Meskipun
rambutnya lain dengan potret yang ada di kantor polisi, aku yakin
dialah Pete Grover!"
"Ia menawar medali itu seperti kesetanan," kata Bess. "Ia tentu
sangat membutuhkannya."
"Tetapi kalau dia pencurinya, mengapa ia berani
memperkenalkan diri kepada kita?" tanya George.
Bess tak dapat menjawab, dan berapa banyak pun mereka
memperbincangkannya, tak ada yang memuaskan hati mereka.
Sementara itu, Nancy memasuki rumahmakan di seberang
kantor Millington. Masih terlalu dini untuk mengharap dapat menemui
Bess dan George di sana, Nancy sadar; namun ia menunggu, ingin
tahu apakah teman Jacqueline yang pernah mereka lihat di elevator
akan muncul lagi.
Lalulintas merayap di jalan yang berlapis es. Sebuah bis
menutup pandangan Nancy."Wah, bagaimana kalau aku tak melihatnya?" pikir Nancy
khawatir, sementara bis itu merayap perlahan-lahan maju.
Ia merapatkan kepalanya pada kaca jendela, memandangi
kakilima. Tetapi ia tak melihat siapa pun yang mirip dengan Chris
Chavez gadungan. Menit-menit berlalu dengan lambat, tetapi tiba-tiba
orang itu muncul! Ia berhenti di luar apartemen dan menoleh ke segala
jurusan, seperti sedang mencari seseorang.
"Aku ingin tahu, apakah Jacqueline yang ditunggu," pikir
Nancy. Tetapi pada waktu itu, sebuah bis lain berhenti tepat di depan
Nancy.
"Yaah, jalan dong!" ia memohon diam-diam. "Aku tak boleh
kehilangan dia kali ini!"
Tak lama kemudian kendaraan itu bergerak maju, dan Nancy
merasa lega melihat orang bersyal itu masih ada di sana, bercakapcakap dengan orang lain. Nancy terbelalak ketika mengenalinya.
"Itu Pete Grover, orang yang mengaku sebagai Russel Kaiser,"
katanya dalam hati. "Mau ke mana mereka?"
Dengan memperkirakan bahwa Bess dan George terhambat
karena cuaca buruk, ia memutuskan untuk meninggalkan pesan untuk
mereka melalui pemilik rumahmakan, lalu mengikuti kedua orang itu.
"Tolong sampaikan kepada teman-temanku agar menunggu
aku," kata Nancy kepada wanita tersebut. Kemudian ia meninggikan
leher baju luarnya dan dengan hati-hati melangkah di kakilima yang
membeku. Ia mengikuti kedua orang itu mengitari blok, di mana
mereka bergegas memasuki sebuah toko kain cita yang bernama
Belini yang memajang berbagai macam bahan pakaian dan alat-alat
jahit.Melalui kaca jendela, gadis detektif itu melihat kedua orang
menuruni tangga di bagian belakang. Nancy memasuki toko itu,
memandang sekilas ke bahan-bahan poliester dan katun yang
diletakkan pada rak-rak.
Sebuah tanda di bagian belakang, menunjukkan bahwa gudang
bahan-bahan jahitan dan kantor-kantor ada di bawah. Nancy
mengikuti tanda panah, memandangi para langganan di bawah sambil
menuruni tangga. Kedua orang itu tak nampak. Rupa-rupanya mereka
telah masuk ke dalam kantor.
Nancy menuju ke sebuah meja besar dengan buku-buku pola
yang besar-besar. Ia membalik-balikkan halaman salah sebuah buku
sambil melirik sewaktu-waktu, mencari kedua orang yang
dibuntutinya.
"Maaf," kata seorang Nyonya tiba-tiba. Nancy tak sadar ada
langganan yang berdiri di sampingnya, yang juga ingin melihat-lihat
buku pola yang ada di tangannya. "Apakah engkau sudah selesai
dengan buku ini?"
"O, ya," jawab Nancy. Sementara itu terdengar suara-suara
orang laki-laki, terbawa angin melalui laci-laci yang terbuka dan
tertutup.
Nancy segera mengetahui, bahwa kantor itu bertempat di balik
sudut dinding. Di sebelahnya ada sebuah kabinet kecil bertumpuk
tinggi berisi berbagai kancing. Tanpa menarik perhatian Nancy


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menempatkan diri di belakangnya. Sekarang ia dapat mendengar lebih
jelas.
"Pak Belini," Nancy mendengar teman Jacqueline berkata.
"Aku hanya ingin mengajukan beberapa pertanyaan."Gadis detektif itu memiringkan tubuhnya ke depan, tetapi
seseorang datang dan membuka salah satu laci. Tangannya
menggeratak mencari-cari kancing. Nancy segera berpura-pura sibuk
melihat-lihat bahan-bahan pakaian yang tergantung di belakangnya.
Kemudian, ketika laci besi itu terdengar ditutup, ia kembali ke
tempatnya semula.
Kali ini orang lain yang berbicara. Nancy seperti mendengar
disebutnya nama Rosalind. Tetapi suara orang itu menurun menjadi
serentetan kata-kata yang tak dapat dimengerti.
"Sungguh mengecewakan," pikir Nancy. Ia tergoda untuk
meninggalkan tempat persembunyiannya dan maju lebih dekat lagi.
Tetapi bagaimana kalau kepergok?
"Aku tak bisa mengambil risiko itu," pikirnya.
Ia menyandarkan tangannya pada tumpukan kabinet, lalu
melongokkan kepalanya dari sebelah sisi. Tekanan tangannya
mendorong tumpukan kabinet yang goyah itu ke depan, dan beberapa
laci menggelincir terbuka. Beratus-ratus kancing jatuh berhamburan!
Kancing-kancing itu terus berjatuhan ke lantai, meskipun Nancy
berusaha agar tumpukan kabinet itu tegak kembali. Apa lacur,
pegangannya terlepas, dan seluruh tumpukan itu tumbang
berkontrangan ke lantai!14
Liku-liku Pelacakan
Sementara ratusan kancing berhamburan jatuh, Nancy bergegas
ke balik tembok. Ia merasa ada sesuatu mengganjal di
kerongkongannya ketika tiga orang menghambur keluar dari kantor.
"Lagi-lagi roboh diterjang orang, kabinet ini," Bellini
mengeluh. "Mengapa orang-orang itu tak melihat jalan kalau lewat?"
Dua orang pembantu nampak muncul entah dari mana.
"Perkakas ini memang sangat menjengkelkan," kata yang
seorang. "Kita harus mempunyai kabinet jenis lain. Yang ini selalu
goyah, dan paling tidak seminggu sekali pasti roboh!"
Sementara Belini menggerutu, kedua pembantu itu memunguti
kancing-kancing, memilihinya untuk setiap laci. Tak lama kemudian
ketiga orang itu kembali masuk ke kantor Belini. Setelah para
pembantu selesai mengurusi kancing, mereka segera bergegas ke atas,
memberikan kesempatan kepada Nancy untuk kembali ke tempat
persembunyiannya. Kali ini ia berhati-hati agar jangan menyentuh
kabinet.
"Seberapa jauh engkau mengenal nyonya Jenner?" Nancy
mendengar Chris Chavez gadungan bertanya.Belini menjawab sesuatu yang tak dapat ditangkap oleh Nancy.
Kemudian suaranya menjadi lebih keras, melanjutkan:
"Nyonya Jenner terkenal kasar. Tetapi ia pekerja yang baik,
saudara Henri, penata pakaian yang terbaik di sekitar sini."
Henri! Nancy tak percaya akan pendengarannya. Mungkinkah
Chris Chavez gadungan ini sebenarnya si wartawan itu? Ted Henri?
Serentetan pikiran berputar di benak Nancy.
"Untuk apa segala pura-pura itu?" pikirnya. Lalu apa
hubungannya antara Ted Henri dengan Russel Kaiser gadungan, alias
Pete Grover?
Apakah Henri juga menyelidiki perkara pencurian yang sama
seperti Nancy? Apakah semua itu ada hubungannya dengan masalah
lelang palsu yang dia ungkapkan kepada Nancy?
Atau, mungkinkah ia menyodorkan peristiwa pelelangan atas
keuntungan Nancy, dengan harapan agar mengalihkan perhatian
Nancy ke suatu misteri lain?
Sementara ia terus mendengar-dengarkan, semakin banyak
pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh kedua orang. Mereka
ingin mengetahui apa hubungan kerja Belini dengan Millington!
Gadis detektif itu tak dapat mendengar jawaban Belini, karena
sejumlah langganan masuk dari tangga. Mereka mengobrol
membicarakan pilihan warna, tetapi kemudian mereka berhenti
berbincang cukup lama, hingga Nancy sempat menangkap beberapa
kata-kata di antara ketiga orang di dalam kantor.
" Engkau menyediakan bahan bagi Millington?" tanya Henri.
Belini menggumam, tak dapat ditangkap maksudnya oleh
Nancy.Kemudian Nancy mendengar Henri bertanya, apakah Belini
menjual bahan-bahan kepada nyonya Jenner.
"Tentu. Lalu mengapa? Ia suka menjahit!"
Jelas, orang itu membela diri. Tetapi sebelum terucapkan katakata selanjutnya, wartawan itu bersama Grover melangkah keluar dari
kantor. Nancy tetap bersembunyi sampai mereka menaiki tangga.
Kemudian ia mendengar suara Belini lagi.
"Henri akan berada di Crystal Party besok malam," katanya.
Kemudian ia mendengar suara telepon diletakkan.
Rupa-rupanya ia telah menelepon seseorang. Nancy berdiri
diam, berharap mendengar lebih jauh, tetapi orang itu tak menelepon
lagi. Ia berpendapat lebih baik mengikuti kedua orang itu daripada
mencuri dengar Belini. Ia bergegas menaiki tangga dan keluar dari
pintu.
Matanya menyapu jalan, tetapi kedua orang itu tak nampak di
mana pun. Mereka tentu belum pergi terlalu jauh dengan jalan penuh
lapisan es. Atau mereka sudah pergi menggunakan taksi.
Dengan kecewa ia kembali ke rumahmakan. Tumit sepatunya
ditekankan kuat-kuat di tanah agar jangan tergelincir di lapisan es. Di
tengah jalan ia membeli suratkabar. Ketika tiba di rumahmakan, Bess
dan George tak ada di sana.
*********
Setelah kedua gadis itu melihat Russel Kaiser naik ke mobil
polisi, mereka memperkirakan bahwa ia tentu pergi ke kantor polisi.
"Mari kita ke sana," George mengusulkan. "Mungkin kita
mendapat kesempatan untuk berbicara dengannya."Mereka bertanya kepada penjaga pintu meminta alamatnya.
Orang itu memberikan alamat yang diminta, tetapi berkata:
"Aku harap kalian tidak mengganggu pak Kaiser untuk
sementara waktu ini. Ia sangat bingung. Tentunya kalian dapat
memakluminya."
"Jangan khawatir," kata George. "Kami hanya ingin berbicara
dengan dia, sebab kami mungkin dapat membantunya."
Penjaga pintu itu mengangkat alis matanya. Ia hendak
menanyakan bagaimana caranya, tetapi kedua gadis itu hanya
tersenyum manis dan pergi.
Ketika mereka tiba di kantor polisi, mereka tak melihat orang
yang botak itu. Dengan bertanya di meja jaga, mereka menjadi tahu
bahwa ia sedang menghadap pak kapten, tetapi akan selesai dalam
beberapa menit. Bess dan George duduk menunggu.
"Aku berani bertaruh, Nancy tentu sudah menghabiskan
makanan yang untuk kita," Bess menggerutu kepada sepupunya.
"Aku hanya berharap semoga ia masih ada di sana," kata
George. "Tentu saja Millington hanya memberi waktu istirahat
setengah jam, dan itulah yang dipergunakan Nancy."
Percakapan mereka mendadak terhenti ketika pak Kaiser
muncul. Mereka berdiri dengan segera.
"Pak Kaiser," kata George, ketika orang itu melangkah ke arah
mereka.
Orang itu berhenti.
" Ingat kami? Kami bertemu anda di rumah lelang Speer pada
malam itu," kata Bess."Ah, ya," kata orang itu. "Kalian bersama Nona yang ikut
menawar medali."
"Betul. Kami membaca berita tentang pencurian itu, dan kami
ingin tahu apakah medali itu juga ikut tercuri."
"Kalian mengikuti aku kemari hanya untuk menanyakan itu?" ia
berkata seperti tak percaya.
"Kami adalah detektif," kata Bess.
"Detektif amatir," sambung George. "Dapatkah kami berbicara
dengan anda sebentar? Kami mempunyai informasi yang mungkin
berguna bagi anda."
Kaiser mengangkat bahu.
"Mengapa tidak?"
Tanpa mengungkap terlalu banyak tentang misteri yang mereka
tangani bersama Nancy, George menjelaskan perhatian mereka secara
khusus pada medali itu.
"Mungkin sekali," kata George, "bahwa orang yang ikut
menawar itulah pencuri yang anda cari. Ia memperkenalkan diri
dengan nama anda."
"Bukan hanya itu," Bess menimpali. "Ia rupanya sangat
menginginkan medali itu."
" Sedemikian ngotot hingga ingin mencurinya, kukira," kata
pak Kaiser dengan nada kesal.
"Tepat sekali," kata Bess.
"Nah, anak-anak, aku sangat menghargai petunjuk-petunjukmu,
tetapi aku khawatir kalian mengikuti jejak yang salah. Harap kalian
ketahui, pencuri itu tak tertarik sama sekali dengan medali itu. Aku
telah menyimpannya di lemari besi, bersama-sama dengan beberapabarang yang justru telah dicuri. Tetapi ia meninggalkan medali itu,
mungkin mengira bahwa medali itu hanya perhiasan tak bernilai."
Kedua gadis itu kecewa.
"Kalau begitu rupa-rupanya pencuri itu bukan orang yang
bersaing dengan anda di lelangan," kata George. "Tetapi mengapa ia
memperkenalkan kepada kami sebagai Russel Kaiser?"
Pak Kaiser mengangkat bahu.
"Aku tak tahu. Dengan sejujurnya, aku tak memperdulikannya.
Nah, aku masih harus mengurusi banyak hal; permisi."
Ia bergegas pergi, dan kedua gadis detektif itu lalu
meninggalkan kantor polisi menuju ke rumahmakan. Mereka merasa
lega, melihat Nancy masih ada di sana menghadapi sepiring racikan
slada.
"Kami sudah mengira engkau tentu sudah pergi," kata Bess dan
George bersama lalu duduk. "Bagaimana pekerjaanmu di Millington?"
"Aku tak punya pekerjaan," jawab Nancy sambil menusuk
sehelai daun slada dengan garpunya. "Tetapi aku memperoleh banyak
berita."
Ia lalu menceritakan pengalamannya, percakapan yang telah
didengarnya serta kecurigaan-kecurigaannya yang baru.
"Aku merasa pasti bahwa Ted Henri dengan sengaja
mengarahkan aku ke misteri yang lain " kata Nancy.
"Muslihat di lelangan," sambung George.
"Betul ... sebab ia tak tahu dengan perkara yang melibatkan pak
Reese."
"Dan Jacqueline telah membantu kakaknya," kata Bess."Kalau begitu cerita tentang penculikan itu bohong," George
menduga.
"Aku belum pasti tentang hal itu," kata Nancy. "Mungkin ia
percaya benar-benar bahwa kakaknya telah hilang. Kalau tidak, untuk
apa ia tak muncul di peragaan busana? Yang membuat semakin tak
masuk akal ialah bahwa ia muncul di hotel sesudah itu."
"Lagipula, kita tak pernah melihat dia bersama-sama dengan
Ted sepanjang sore itu," sambung George.
"Betul sekali. Jadi, mungkin sekali ada orang yang
menghendaki agar ia percaya bahwa kakaknya diculik," Nancy
menyimpulkan. "Seseorang yang menghendaki agar dia cukup lama
tak ada di tempat, hingga orang tersebut dapat mencuri pakaianpakaian yang mahal itu!"
Setelah gagasan Nancy itu berakar di benak kedua temannya,
mereka lalu berganti menceritakan pengalaman mereka pagi itu.
"Aku gembira, medali itu tak tercuri, demi kebaikan pak
Kaiser," kata Nancy. "Lagipula ini membuktikan bahwa Pete Grover
bukanlah pencurinya."
George mengangguk.
"Kalau Grover bekerjasama dengan Ted Henri, dan kita cukup
mempunyai bukti tentang hal ini, maka aku yakin bahwa ia bukanlah
pencurinya. Tetapi, ia punya latar belakang kriminal .... ia dicari polisi
atas tuduhan pemalsuan cek. Aku tak dapat mengira-ngirakannya."
"Aku juga tidak," Nancy mengaku.
"Untuk apa ia mengaku menjadi Russel Kaiser?" tanya Bess.
"Yah, kalau tugasnya di lelangan ialah memang untuk
menyediakan suatu misteri palsu bagiku, mungkin ia juga sedangmelakukan penyelidikan sendiri. Mengetahui sesuatu tentang keluarga
Kaiser, simbol kepala singa mereka, dan nama-nama anggauta
keluarga yang masih hidup, yang ia kumpulkan dari berita kematian
Galen Kaiser," kata Nancy.
"Jadi, dia dan Henri yang menulis surat kepada Jacqueline,
menggunakan kepala singa itu sebagai lambang," sambung Bess.
"Tetapi, untuk apa saja segala macam lelang palsu itu?" tanya
George.
" Hanya suatu siasat agar pengumuman tentang penjualan milik
Kaiser di suratkabar itu semakin menggiurkan," jawab Nancy.
"Dan semuanya itu agar kita menjauhi perkara mereka," George
menghela napas. "Aku yakin, kalau kita persatukan segala tenaga kita,
perkara itu sudah terungkap sekarang!"
"Apa pun yang kita lakukan," kata Nancy, "Kukira sebaiknya
jangan disampaikan kepada Jacqueline atau Ted bahwa kita sudah
mengetahui apa yang sedang terjadi."
" Dengan bertiga lebih mudah berpura-pura daripada berdua,"
kata George. Ia berusaha agar kedengaran tak begitu bernafsu.
" Besok malam kita akan mendapatkan kesempatan," jawab
Nancy.15
Kericuhan Penata Pakaian
Kata-kata Nancy membuat Bess dan George memandanginya
dengan tercengang.
"Apa maksudmu?" tanya Bess.
"Kita pergi ke Cristal Party, pesta yang meriah," jawab Nancy.
"Pesta apa?"
Nancy tertawa, kemudian mengulang percakapan telepon pak
Belini. "Ted Henri akan ada di sana. Tentu ada sesuatu yang penting.
Kukira kita akan dapat memperoleh petunjuk-petunjuk di sana."
"Di mana itu?" tanya George.
"Aku membeli koran sewaktu pulang dari gudang bahan
pakaian, sebab kukira tentu akan ada berita mengenai hal itu." Nancy
membalik ke halaman yang memuat kegiatan-kegiatan sosial lalu
menyodorkannya kepada kedua temannya.
"Crystal, Party," Bess membacanya keras-keras. "Puncak tahun
busana. Semua perancang besar ikut serta. Karcis duaratus limapuluh
dolar. Hanya untuk pesanan."
"Wah, aku tak termasuk," George menggumam. "Siapa yang
dapat membayar?"
Nancy tertawa."Banyak," katanya.
"Hanya cabang atas golongan atas," kata Bess, lalu
menyambung: "dan nona Nancy Drew, barangkali."
"Aaah," kata gadis detektif itu. "Aku mendapat firasat, bahwa
kita semua bisa ke pesta itu tanpa membayar sesen pun."
"Ah tentu, kalau kita menyelinap diam-diam," kata Bess. Aku
dapat menyamar sebagai Lady Macaroni dan engkau dapat menjadi
Baronness von Hootenanny!"
"Meskipun kita dapat memperoleh undangan, misalnya, kita
harus memakai pakaian seperti yang kita gunakan pada waktu
peragaan busana itu," kata George. "Padahal gaunku terkena kuah
slada."
"Dengar? Jelas tak ada harapan," kata Bess.
"Sebaliknya," Nancy tersenyum. "Kita akan menjadi nona-nona
yang sangat terpandang di sana, dan memakai gaun-gaun yang paling
indah! Ayo!"


Nancy Drew Teka Teki Ganda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka membayar makanan lalu keluar satu demi satu,
membiarkan Nancy berjalan paling depan. Truk-truk penabur garam
menaburkan butiran-butiran pencair es di jalan dan di kaki lima.
Karena itu Bess dapat mengikuti kecepatan jalan teman-temannya.
"Ke mana kita?" ia bertanya kepada Nancy.
"Ke kantor Reese Associates, tentu saja."
"Yaaah. Kuharap pak Reese sedang tidak marah-marah," kata
George.
"Kuharap juga begitu, sebab aku ingin membujuk dia agar mau
membawa kita ke Crystal Party."Mereka merasa lega, ketika melihat pak Reese sedang tenang.
Ia bahkan nampak gembira luar biasa, kalau dilihat dari sambutannya
yang hangat.
"Aku baru saja menerima berita yang menggembirakan! Mari
masuk ke kantorku," katanya. Setelah mereka duduk ia melanjutkan.
"Zoe Babbitt telah mengambil keputusan untuk membeli
seluruh pakaian yang kauperagakan malam itu, Nancy. Bayangkanlah!
Seluruhnya!"
"Selamat! " tamu-tamu itu berucap bersama-sama.
"Katanya, ia tak peduli bahwa banyak dari pola-pola itu sudah
diterbitkan dulu oleh perusahaan pakaian lain," kata pak Reese. "Tak
ada yang lebih baik dari Reese asli, katanya kepadaku."
"Jadi anda telah gelisah tanpa alasan," kata George.
"Wah, tetapi aku masih belum tahu bagaimana tanggapan
langganan-langgananku yang lain. Tetapi sungguh lumayan aku tak
kehilangan nyonya Babbitt sebagai langganan."
"Apakah ia akan datang di Crystal Party?" tanya Nancy.
"Hampir dapat dipastikan, dan akan, memakai salah satu
ciptaanku untuk musim dingin, kukira."
"Berbicara tentang pakaian musim dingin," kata Nancy,
"Kedatangan kami ini juga untuk sesuatu."
Pak Reese memasang telinga baik-baik.
"Apakah kini giliranku untuk menanyakan apa yang kalian
temukan?"
Nancy tersenyum.
"Yah, kami telah mengungkap beberapa kenyataan, tetapi
sebenarnya masih terlalu pagi untuk dibicarakan." Ia khawatir bahwaperancang pakaian yang berwatak keras itu akan membocorkannya
kepada orang-orang yang bukan pada tempatnya.
Namun bagaimanapun juga keinginan tahu pak Reese telah
tergugah.
"Nah, apa sebenarnya yang telah kalian ketahui?" ia mendesak
ketiga gadis itu.
"Seperti yang sudah kukatakan, aku belum dapat
mengatakannya."
"Tak dapat mengatakannya kepadaku?" ia mulai bersitegang.
"Akulah orangnya yang ...."
"Pak Reese," George menyela. "Sangat penting untuk
merahasiakan hal-hal itu, paling tidak sekarang!"
" Besok malam mungkin akan muncul babak terakhir,"
sambung Bess.
Dengan mengambil kesempatan ini, Nancy dengan singkat
mengungkapkan bagaimana sulitnya mereka dapat mengunjungi
Crystal Party.
"Ah, aku dapat mengaturnya dengan mudah. Tetapi dengan satu
syarat," kata pak Reese meminta perjanjian. "Yaitu bahwa kalian mau
menceritakan segalanya kepadaku."
"Aku berjanji," kata Nancy dengan tersenyum. "Setelah pesta
itu."
Pak Reese menggerutu, tetapi akhirnya setuju untuk
Samurai Pengembara 4 2 Pendekar Naga Putih 27 Sengketa Jago Jago Pedang Kemuning 1

Cari Blog Ini