Ceritasilat Novel Online

Benteng Pahlawan 1

Benteng Pahlawan Karya Opa Bagian 1


TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
BENTENG PAHLAWAN
Karya : OPA
Scan Djvu : Mukhdan, editor : Hendra
Final Edit & Ebook oleh : Mukhdan
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ & http://kang-zusi.info/TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"SAHABAT, setiap rumah tangga mempunyai peraturan rumah tangga sendiri-sendiri. Setiap
negara mempunyai undang-undang negara sendiri-sendiri. Kau tiba dipelabuhan kota kecil
seperti ini, tahukah kau, apa yang pertama-tama kau harus lakukan?" demikian seorang
pengemis kecil telah menghadang di tengah jalan terhadap seorang pemuda yang pakaiannya lebih robek dan lebih kumal dari pakaian yang dipakainya sendiri.
Berbeda dari sikap biasanya, yang selalu mengulurkan tangan kepada setiap orang yang
lewat di hadapannya, untuk mendapat sedekah dari orang-orang yang lewat, tetapi hari
itu ia menunjukkan sikap garang galak terhadap pemuda asing yang baru tiba dikota kecil
itu. Pemuda itu menunjukkan sikap gugup, mukanya yang semula putih, seketika menjadi
merah, ia tidak tahu bagaimana harus berbuat. Lama sekali, baru dapat mengeluarkan
beberapa patah kata: "Saudara kecil . . . aku . . . aku . . ."
Karena pemuda itu berani menyebut dirinya 'saudara kecil', pengemis kecil itu berjingkrakjingkrak, dadanya seolah-olah dirasakan mau meledak. Dengan mengangkat kantong
tempat beras yang kotor dan mesum, disodorkan kehadapan mata pemuda itu seraya
berkata:
"Tengoklah, apakah ini? Apakah matamu sudah buta? Sebutan saudara kecil itu apakah
seorang semacam kau yang bentuknya seperti lobak, pantas kau ucapkan?"
Pemuda itu terpaksa mundur tiga langkah, setelah terpisah agak jauh, ia baru lihat tegas
bahwa kantong tempat beras itu terdapat tanda setengah ikatan.
Tanda setengah ikatan, dalam golongan pengemis, termasuk anggota-anggota yang baru
mempunyai kedudukan setengah resmi.
Pemuda itu kini telah mengerti segala-galanya, apa maksud kata-kata pengemis kecil itu
tadi. Tetapi oleh karena ia sendiri keadaannya juga tidak beda dengan satu pengemis
maka lalu menjawab sambil menggelengkan kepala dan tersenyum pahit: "Saudara kecil,
kau keliru, aku bukan orang dari golongan pengemis kalian."
Pengemis kecil itu menarik kembali kantongnya, dengan kecepatan bagaikan kilat
menyerang pemuda itu, hingga pemuda itu terpaksa mundur lagi tiga langkah.
Pengemis kecil itu kembali pentang bacotnya, ia berkata sambil menuding hidung si
pemuda:
"Keliru? Dengan sepasang mata tuan mudamu, yang sudah kenyang melihat segala apa
diseluruh daerah utara dan selatan sungai Tiang-kang, bagaimana bisa salah melihat? Hm!
Hm! Tidak salah lagi, kau pasti manusia busuk yang sudah meninggalkan atau murtad
terhadap perguruanmu!"
Begitu menutup mulut, kakinya segera bergerak maju, dengan lima jari tangan yang
dipentang, ia menyambar pergelangan tangan si pemuda, kemudian berkata lagi dengan
suara bengis:
"Pergi! Mari ikut tuan mudamu menemui ketua kita daerah ini."
Sepasang alis pemuda itu nampak berdiri, dari dua matanya memancarkan sinar tajam,
dengan menyalurkan kekuatan tenaga dalam kepada sepasang kakinya, kaki itu seolah-olah
berakar menancap dengan kokohnya di atas tanah.
Pengemis kecil itu meski berhasil menekan pergelangan tangannya, juga anggap sudah
menguasainya, tetapi beberapa kali ia menariknya, selalu tidak berhasil. Pemuda itu masihTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
berdiri tegak tanpa bergeming.
Pengemis kecil itu kini keadaannya sudah seperti orang yang berada di atas punggung
harimau, turun salah, tetap di atas punggungpun salah. Terpaksa ia mengerahkan seluruh
kekuatan tenaganya, ia membentak dengan suara keras:
"Kau tidak mau ikut tuan mudamu?"
Meskipun seluruh kekuatan tenaganya sudah dikerahkan, tetapi pemuda itu masih tidak
mau dengar perintahnya, sebaliknya ia sendiri yang jungkir balik dan bergelindingan
ditanah.
Pemuda itu hanya mengibaskan tangannya yang ditarik oleh pengemis kecil itu, dan
pengemis kecil itu lalu terlontar jatuh.
Setelah bergelindingan ditanah, dengan susah payah baru bisa merayap bangun. Pada
waktu itu, orang banyak sudah datang mengerumuni mereka, hingga pengemis kecil itu
sudah tidak dapat melarikan diri.
Selagi pengemis kecil itu berputaran biji matanya untuk mencari akal, supaya bisa
menutupi malunya, seorang laki-laki tua berpakaian panjang mendadak muncul dari antara
banyak penonton, dengan muka berseri-seri laki-laki tua itu berkata kepada pengemis
kecil:
"Dengan cara demikian kau perlakukan orang dari luar kota, itu tidak benar. Apa kau
sekarang masih tidak mau pergi?''
Melihat ada orang turun tangan, pengemis kecil itu lantas mengeluarkan akal bangsatnya.
Dengan mata melotot ia berkata:
"Ini ada urusan dalam golongan kami sendiri, kau mengerti apa? Siapa yang coba-coba
hendak campur tangan, jangan menyesal kalau sampai tuan mudamu tidak kenal orang."
Laki-laki tua itu tertawa terbahak-bahak, kemudian berkata:
"Kau hendak berbuat apa terhadap seorang tua seperti aku ini?"
Pengemis kecil itu memang sudah pikir hendak undurkan diri dengan menggunakan siasat
demikian, tetapi ia tidak menyangka bahwa orang tua itu ternyata lebih cerdik, ucapannya
itu telah membuatnya tidak berdaya.
Di hadapan orang banyak, siapa berani berlaku kurang ajar terhadap orang tua? Kalau ia
berlaku nekad, akibatnya pasti akan dipukuli oleh orang banyak.
Ia benar-benar sudah tidak berdaya, maka sekian lamanya diam saja.
Orang tua itu memandangnya sejenak, lalu tersenyum dan berkata dengan ramah tamah.
"Kali ini kau telah mendapat suatu pelajaran baik sekali, asal kau tidak lupakan seumur
hidupmu, sangat berguna bagi hidupmu selanjutnya. Pergilah!"
Pengemis kecil itu tidak berani sombongkan diri lagi, maka lalu angkat kaki dan lari
terbirit-birit.
Orang banyak yang menonton itu, setelah pada tertawa riuh, juga lantas bubar.
Pemuda itu menarik napas dalam-dalam, selagi hendak memutar tubuh, tiba-tiba
terdengar suara orang tua itu yang berkata padanya: "Saudara kecil, sukakah kau bicaraTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
sebentar dengan aku si orang tua?"
Pemuda itu mempunyai kesan baik terhadap orang tua yang belum dikenalnya itu, maka
lalu membatalkan maksudnya hendak pergi, ia membalikkan badannya lagi dan menyahut
sambil menjura: "Bapak ingin bicara apa?"
Sikap pemuda itu santun, menunjukkan bahwa ia seorang baik.
Orang tua itu memandangnya sambil menganggukkan kepalanya berulang-ulang, kemudian
berkata sambil tertawa.
"Jikalau mataku si orang tua tidak lamur, saudara kecil ini tentunya bukan orang dari
golongan pengemis. Tetapi mengapa keadaanmu demikian rupa?"
Pemuda itu mengawasi pakaiannya sendiri yang sudah terdapat banyak lobang, lalu
menarik napas panjang dan berkata dengan kemalu-maluan: "Aih! Sungguh panjang
ceritanya."
Orang tua itu menunjukkan sikap simpatik, ia berkata sambil menepok-nepok bahu anak
muda:
"Kau denganku meski baru saja berkenalan, tetapi rasanya seperti sahabat-sahabat lama.
Gubukku tidak jauh dari sini, jikalau kau tidak memandang rendah, aku undang kau
kerumahku untuk minum beberapa cawan arak, bagaimana?"
Pemuda itu juga seorang polos, tanpa ragu-ragu ia menerima baik undangan orang tua itu.
Saat itu, ia baru ingat bahwa ia belum menanyakan nama orang tua itu, maka lalu
menanyanya.
"Namaku Tan Cie Tong, dan kau sendiri.....?" demikian jawabnya orang tua itu.
"Boanpwee Pok Cun Gie." sahut pemuda itu.
"Saudara kecil, silakan! Maaf aku akan jalan dimuka untuk menunjuk jalan," kata Tan Cie
Tong, yang berjalan lebih dulu menuju keluar kota.
Pok Cun Gie yang mengikuti di belakang Tan Cie Tong, telah merasakan bahwa gerakan
kaki orang tua itu tenang-tenang saja, tetapi semakin lama jalannya semakin cepat.
Ia tersenyum, terus mengikuti di belakangnya tetap terpisah jaraknya kira-kira selangkah.
Dua orang itu berjalan terus, setelah melalui dua buah bukit kecil, tiba di hadapan sebuah
rimba bambu.
Keduanya lalu memasuki rimba bambu yang lebat itu, tak lama kemudian, terdengar suara
mengalirnya air gunung.
Berjalan lagi kira-kira duapuluh tombak, baru keluar dari rimba bambu, di depan mata
terbentang sebuah bukit. Di bawah kaki bukit, ada sebuah perkampungan yang tidak luas,
tetapi juga tidak kecil.
Sebuah sungai yang airnya mengalir turun dari atas bukit, membentang di hadapan
perkampungan itu, mengalirkan airnya ke arah barat.
Sungai itu kira-kira dua tombak lebarnya, dengan mudah Tan Cie Tong melayang
melompatinya, tetapi napasnya sudah agak memburu. Ternyata dalam perjalanannya itu,
ia sudah mengeluarkan seluruh kekuatan tenaganya, dan jalannya terlalu cepat.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ia tidak dapat meninggalkan Pok Cun Gie, diam-diam ia sudah merasa heran. Begitu
menyeberang sungai, lalu menoleh, segera tampak olehnya Pok Cun Gie sudah berada di
belakang dirinya dengan sikap sangat tenang, seolah-olah tidak melakukan perjalanan
jauh.
Dengan pandangan mata aneh, ditatapnya wajah Pok Cun Gie, kemudian berkata sambil
tertawa terbahak-bahak:
"Pengemis kecil itu tadi tidak tahu diri, sekalipun pemimpinnya sendiri, barangkali juga
tidak berdaya menghadapi kau."
Muka Pok Cun Gie merah seketika, sahutnya:
"Bapak terlalu memuji. Kalau dibandingkan dengan bapak...boanpwee masih kalah jauh"
Tan Cie Tong tersenyum, tersenyum aneh, suatu tanda ketika mendengar pujian Pok Cun
Gie, masih meragukan pujiannya. Tetapi ia sedikit-pun tidak perlu merasa cemas, cepat
atau lambat ia akan mengetahui jelas keadaan pemuda itu.
Ia ulurkan tangannya, menggandeng tangan Pok Cun Gie, diajaknya masuk ke
perkampungan.
Dalam perkampungan itu terdapat bangunan rumah kira-kira tiga empatratus petak, tetapi
Tan Cie Tong ajak ia menuju ke sebuah rumah besar. Di depan pintu rumah, ia menampak
seorang tua bongkok sebagai penjaga pintu dan dua pelayan kecil berpakaian hijau.
Tiba di ruang tamu, Tan Cie Tong memerintahkan pelayannya supaya menyediakan barang
hidangan dan minuman. Selain itu ia minta Pok Cun Gie mandi lebih dulu dan diberikan
sesetel pakaian biru.
Sehabis mandi dan tukar pakaian, keadaan Pok Cun Gie sudah berlainan, ia kini tampak
gagah dan tampan.
Pada waktu itu, barang hidangan dan minuman juga sudah siap menantikan padanya.
Tan Cie Tong ini bukan saja pandai bergaul dan banyak bicara, bahkan dapat menyelami
maksud orang.
Bagi seorang muda seperti Pok Cun Gie yang belum mempunyai banyak pengalaman,
tidaklah heran kalau dalam waktu sangat singkat, sudah pandang ia sebagai seorang baik
dan suka bersahabat dengannya.
Sikap ramah dan perlakuan manis Tan Cie Tong, oleh Pok Cun Gie dianggap sebagai
seorang tua yang jujur dan baik hati, maka dengan terus terang diceriterakannya semua
pengalamannya.
Tentang Pok Cun Gie, ternyata mempunyai kisah yang sangat unik.
Ketika dalam usia kira-kira sepuluh tahun, oleh karena suatu peristiwa yang tidak didugaduga, pada suatu hari ia telah terjatuh kedalam goa di bawah tanah disebuah kelenteng
tua. Ia tidak dapat keluar dari goa itu, hingga terus berada dalam goa, beberapa tahun
lamanya, sehingga pada beberapa hari berselang baru dapat keluar.
Selama terkurung dalam goa itu, ia bisa pertahankan jiwanya dengan mengandalkan air
minum dari air mancur dan buah-buah serta makanan kering yang terdapat dalam goa itu.
Disamping barang-barang keperluan untuk menyambung nyawanya itu, dalam goa itu jugaTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
terdapat banyak simpanan kitab, yang semua terdiri dari kitab pelajaran ilmu silat.
Didalam goa itu, Pok Cun Gie lewatkan harinya dengan membaca kitab-kitab tersebut,
hingga tanpa disadarinya, semua pelajaran ilmu silat itu semua sudah masuk kedalam
otaknya.
Hampir sepuluh tahun ia berada dalam goa itu, Pok Cun Gie yang sudah memiliki
kepandaian ilmu surat, juga sudah berhasil mempelajari ilmu silat yang didapat dari kitabkitab tersebut.
Dalam suatu tindakannya yang tidak disengaja, ia telah menyentuh pesawat rahasia dalam
goa, hingga menemukan jalan keluar. Demikianlah ia bisa keluar dari tempat 'hukumannya'
selama sepuluh tahun.
Tan Cie Tong setelah mendengarkan kisah yang diceriterakan oleh Pok Cun Gie, lalu
bertanya dengan nada hambar: "Apa namanya kitab yang kau pelajari itu?"
"San hian-kui-goan-lok." jawabnya dengan terus terang.
Kali ini tergeraklah hati Tan Cie Tong, dengan nada setengah menjerit ia berkata:
"Apa? Kau sudah mempelajari kitab San-hian-kui goan lok?"
"Bapak tahu kitab itu?" balas tanya Pok Cun Gie sambil tertawa.
"Tahu sih tahu, tetapi hanya namanya saja. Alangkah baiknya jika aku dapat mempelajari
isinya," kata Tan Cie Tong sambil menarik napas.
Kitab San hian kui-goan lok ditulis dan disusun oleh jago silat San-hian-cu Sim Goan Tong
pada beberapa ratus tahun berselang, ketika jago silat itu dalam usia lanjut dan sudah
berhasil mempelajarinya dengan hasilnya yang gilang gemilang.
Ilmu silat ciptaannya yang kemudian ditulis dalam kitabnya itu, merupakan ilmu silat
gabungan yang diambil dari inti sarinya pelajaran golongan cerdik pandai, agama Buddha
dan Taoisme. Ilmu silat ini kemudian menjadi ilmu silat terhebat pada masa itu, kitabnya
dianggap sebagai barang pusaka yang tidak ternilai harganya dari jaman ke jaman sehingga
waktu ini.
Namun kitab itu sebetulnya belum pernah muncul dikalangan Kangouw, hanya disebarkan
oleh orang-orang rimba persilatan dari mulut ke mulut. Tak seorangpun tahu kalau kitab
itu benar-benar ada, bahkan sudah dipelajari oleh Pok Cun Gie. Tidaklah heran kalau
orang banyak pengetahuan tentang ilmu silat seperti Tan Cie Tong, juga sampai terheranheran.
"Paman, dimana tempat tinggal ayah, sudikah paman beritahukan kepada siaotit?"
Diluar dugaannya, Tan Cie Tong ternyata telah menggelengkan kepala dan menjawab
sambil menghela napas:
"Menyesal sekali aku sendiri juga tidak tahu alamat ayahmu."
Harapan Pok Cun Gie telah buyar, maka kembali ia menarik napas dan berkata: "Yah, apa
boleh buat."
Tan Cie Tong turut merasa menyesal, dengan mendadak angkat muka dan berkata:
"Hiantit jangan putus harapan, mungkin kita masih dapat memikirkan suatu daya upaya
untuk mencari alamat ayahmu."TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Perkataan 'mungkin? hanya sekedar untuk memberikan sedikit harapan bagi Pok Cun Gie
yang sudah tidak berdaya. Dan benar saja, nada yang penuh simpatik dari seorang yang
mengaku sebagai sahabat karib ayahnya itu, telah merupakan setitik terang dalam
kegelapannya. Maka ia lalu berkata dengan suara girang:
"Paman, paman mempunyai daya upaya apa, tolong lekas beritahukan kepada siaotit
supaya siaotit mencobanya."
Tan Cie Tong tidak menerangkan secara langsung daya upayanya itu, ia sengaja
mengalihkan pembicaraan kelain soal:
"Apakah kau masih ingat, apa sebabnya ayahmu dahulu harus meninggalkan kota Kim
leng?"
Pok Cun Gie sebetulnya tidak suka untuk membicarakan peristiwa yang menimpa
keluarganya dimasa yang lampau, tetapi dalam keadaan demikian, terpaksa ia harus
menjawab.
"Siaotit waktu itu masih terlalu muda, tidak begitu jelas sebab musabab yang mendorong
ayah pindah ke daerah selatan."
"Aku tahu sedikit sebabnya, apakah kau ingin tahu?"
"Kalau paman suka menceritakan, siaotit ucapkan banyak-banyak terima kasih."
"Ayahmu dahulu sebetulnya karena terdesak oleh musuhnya, hingga meninggalkan kota
Kim leng. Sebab-sebabnya permusuhan itu kabarnya terlalu banyak tetapi menurut
keterangan yang kukumpulkan setelah ayahmu menyingkir, pokok pangkalnya sebetulnya
karena ayahmu berani menentang menteri Ho Khun yang korup, sehingga ia tidak bisa
tancap kaki dikota Kim-leng. Dan selanjutnya, ia juga harus menyingkir untuk
menyembunyikan diri dengan mengganti nama. Oleh karenanya, maka kita juga susah
untuk menemukannya."
"Apa sebabnya Ho Khun menyusahkan ayah?"
"Sebab ayahmu tidak suka bekerja sama dengan Ho Khun yang segala sepak terjangnya
selalu menindas rakyat untuk keuntungan diri sendiri."
"Kalau begitu, jadi siaotit tidak akan menemukan ayah lagi?"
"Juga belum tentu!" jawabnya sambil menatap wajah Pok Cun Gie.
Hati Pok Cun Gie tergerak, katanya sambil tertawa:
"Paman, apakah paman tega hati menyaksikan keponakanmu begini gelisah?"
Tan Cie Tong tertawa terbahak-bahak dan berkata: "Baiklah! Aku nanti ceritakan padamu.
Dalam keadaan seperti ini, kalau kita mencari ayahmu, itu seperti orang mencari jarum di
tengah lautan, tidak mudah diketemukan. Tetapi jika dibalik, biar ayahmu yang mencari
kita, bukankah sangat sederhana?"
"Bagaimanapun juga, diluaran mereka mendapat nama baik, sedang tindakan kita ini
sesungguhnya tidak mempunyai dasar yang cukup kuat."
"Heheh! Siapa kata tidak mempunyai dasar cukup kuat? Banyak kesalahan mereka berada
dalam tanganku, sekalipun tidak bersamamu, aku juga akan mengambil tindakan terhadap
mereka."TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com


Benteng Pahlawan Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kejahatan apa yang berada dalam tangan paman? Janganlah lupa paman, kita harus
mempunyai bukti yang kuat, baru bisa menutup mulut orang banyak, sehingga tidak
menyalahkan tindakan kita."
"Sudah tentu aku mempunyai bukti," kata Tan Cie Tong tegas.
"Apa buktinya?"
"Aku telah mendapat keterangan positip bahwa batu giok lm Yang milik ayahmu, telah
terjatuh dalam tangan mereka."
Pok Cun Gie terkejut mendengar ucapan itu, tanpa disadari telah meraba dadanya sendiri
seraya berkata:
"Apa? Batu giok Im Yang milik ayah berada dalam tangan mereka?"
"Batu giok Im Yang adalah barang pusaka keturunan keluargamu, semua ini telah diketahui
oleh sahabat-sahabat ayahmu. Maka beradanya benda pusaka itu ditangan persaudaraan
Sim, mau tidak mau telah menimbulkan kecurigaan banyak orang."
''Apakah paman mempunyai prasangka bahwa mereka merampas benda itu dari tangan
ayah?"
"Batu giok Im Yang berada ditangan dua saudara itu, ini sudah merupakan suatu kenyataan
yang tidak dapat dibantah oleh siapapun juga, hingga tidak perlu kita sangsikan
kebenarannya. Aku hanya merasa curiga bahwa mereka mendapat perintah dari Ho Khun
untuk mencelakakan ayah-bundamu."
Mendengar keterangan itu, darah Pok Cun Gie bergolak, dengan tiba-tiba tangannya
mengeprak meja dan berkata:
"Kalau begitu, sekalipun siaotit tiada maksud untuk mendapat nama, juga harus menuntut
balas dendam kematian ayah bundaku, sehingga perlu bertindak."
Tan Cie Tong juga berkata dengan keras:
"Persahabatanku dengan ayahmu sudah seperti saudara sendiri, meskipun sudah lama
hendak membuat perhitungan dengan dua saudara Sim, tetapi karena hanya seorang diri,
maka aku tidak berani bertindak sembarangan. Sekarang dengan adanya kau mempunyai
alasan cukup kuat untuk bertindak, maka aku juga bersedia dengan tulang-tulangku yang
sudah bangkotan, untuk membantu kau, membuka rahasia mereka. Dengan demikian,
tidaklah kecewa aku menjadi sahabat ayahmu."
Kata-kata yang penuh semangat dari Tan Cie Tong ini, telah sangat mengharukan Pok Cun
Gie, dianggapnya seorang sangat baik yang patut dihargainya. Maka ia telah bertekad
hendak bertindak menurut anjurannya.
Tan Cie Tong juga lalu membuat rencana lebih lanjut untuk Pok Cun Gie.
NAMA BENTENG Pahlawan pada waktu belakangan ini sangat terkenal dalam rimba
persilatan, dalam waktu sepuluh tahun, sudah merendengi enam partay besar dikalangan
Kang Ouw. Nama besar itu didapatkan bukan semata-mata karena tingginya kepandaian
ilmu silat dua saudara Sim, yang menjadi penghuni dan pemimpin dalam benteng itu,
factor utama ialah karena kebijaksanaan dua saudara itu, yang suka mengulurkan tangan
untuk membantu pihak yang lemah, yang ditindas oleh pihak yang kuat. Mereka sangat
gigih membela keadilan dan kebenaran. Oleh karena itu, maka setiap orang rimba
persilatan, asal menyebut nama dua saudara itu, dengan sepontan memberikan pujiannyaTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
sambil mengacungkan jari jempolnya.
Sim Kun, mempunyai gelar naga terbang, usianya baru tigapuluhan, belum cukup
empatpuluh tahun. Yang muda Sim Pek, mempunyai gelar Naga Sakti, usianya belum cukup
tigapuluh tahun. Setiap tahun dua saudara itu pergi merantau untuk melakukan perbuatan
baik dikalangan Kang-ouw dengan bergiliran. Jadi kalau yang satu merantau, yang lain
harus berada dibenteng.
Sebab perbuatan mereka yang mulia, dalam kalangan Kang-ouw mempunyai banyak
kawan.
Kebiasaan merantau dengan cara bergiliran itu dilakukan setiap tahun tanpa absen.
Sungguhpun agak mengherankan banyak orang, namun tak seorangpun yang mengetahui
sebab-sebabnya.
Benteng pahlawan terletak dibagian selatan kaki bukit Gak-lok-san, disitu dibangun sebuah
kampungan yang sangat luas, yang dinamakan Lian-in chung. Karena sekitar kampungan itu
dikurung oleh bentengan yang kokoh kuat, maka dikenai oleh banyak orang sebagai
Benteng pahlawan.
Kalau orang memasuki pintu benteng, tampaklah sebidang tanah lapang yang luasnya
hampir seratus tombak persegi. Setelah melalui tanah lapang itu, orang harus melalui
jalanan-jalanan tangga yang dibuat dari batu pualam putih, baru tiba di ruangan tamu
Benteng pahlawan.
Di atas pintu ruangan tamu itu, terpancang sebuah papan merek Benteng pahlawan yang
ditulis dengan huruf emas.
Pada suatu pagi, baru saja terang tanah, di-bawah huruf emas itu mendadak terdapat
sehelai kertas yang menempel disitu.
Orang pertama yang membuka pintu pada pagi hari itu adalah seorang pelayan wanita
berpakaian warna merah.
Pelayan perempuan yang masih muda itu lari turun melalui jalan tangga batu, terus
menuju ke kamar penjaga pintu yang berada dibagian bawah.
Setelah membangunkan penjaga pintu, seorang tua she Ciok, lalu membalikkan diri dengan
lompat-lompatan bagaikan kelakuannya kanak-kanak, pelayan itu naik ke tangga batu lagi.
Selagi hendak memasuki pintu, matanya mendadak tertumbuk dengan kertas yang
menempel di bawah papan merek.
Semula ia mengeluarkan seruan terkejut, kemudian disusul oleh suara menggerutunya:
"Sialan, pagi-pagi buta sudah ada orang berani main gila, untung tidak diketahui oleh Ie
Congkoan, kalau tidak, pasti diputar sampai patah batang lehernya!"
Setelah itu, tubuhnya yang ceking langsing, mendadak melesat ke atas papan merek untuk
mengambil kertas tersebut.
Ketika ia turun kembali, dalam tangannya ternyata bukan cuma kertas saja yang
diambilnya, disamping kertas itu, masih ada sebuah panji kecil berbentuk segitiga warna
hitam yang dihias dengan lima bintang dan sebuah plat tanda suatu golongan yang terbuat
entah dari bahan besi atau kuningan.
Pertama-tama ia memperhatikan plat logam dan panji kecil itu, kemudian membaca
tulisan yang terdapat di atas kertas. Dibacanya tulisan itu yang bunyinya: "Serahkan jiwa
kalian!"TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Baru saja habis membaca, sekujur badannya mendadak kejang, hingga mulutnya menjerit
dan benda yang dipegang dalam tangannya terlepas, orangnya juga lantas jauh terlentang.
"Siao Hong, kau kenapa?" demikian dari dalam terdengar suara orang menegur, dan sesosok
bayangan hijau sudah berada disamping Siao Hong.
Ia juga salah seorang pelayan wanita dalam benteng itu, hanya warna pakaiannya yang
berlainan.
Pelayan baju hijau itu berdiri tertegun, selagi hendak membimbing bangun Siao Hong,
penjaga pintu si orang tua she Ciok juga sudah tiba. Wajah orang tua itu berubah seketika,
mulutnya berseru:
"Ia terkena racun, jangan ganggu, lekas undang Toa-pocu datang!"
Pelayan baju hijau itu buru-buru menarik kembali tangannya dan undur dua langkah.
Setelah itu dengan terbirit-birit lari kedalam sambil berseru : "Celaka! Siao Hong entah
dibokong oleh siapa, badannya terkena racun."
Karena lari terbirit-birit tanpa melihat orang, hingga kepalanya sudah menumbuk badan
orang. Ia hampir jatuh terpelanting, selagi hendak memaki, tiba-tiba melihat bahwa orang
yang ia tubruk itu tadi adalah toa pocunya sendiri.
Toa-pocu Sim Kun dengan tenang menegur pelayannya:"Diluar ada kejadian apa?"
Setelah menenangkan pikirannya, pelayan itu baru menjawab: "Toa-pocu, celaka, Siao
Hong telah dibokong orang, kini terkena racun."
Sim Kun terkejut, katanya: "Lekas panggil nyonya, minta ia bawa batu giok."
Pada waktu itu, di depan pintu sudah berkerumun banyak orang, ketika menampak
kedatangan toa-pocu, lantas memberi jalan.
Sim Kun menghampiri Siao Hong, pertama-tama ia tampak potongan kertas, panji kecil
segitiga dan plat logam, yang berceceran disamping Siao Hong. Sambil mengerutkan
keningnya, ia mengeluarkan saputangan dan mengambil tiga barang itu, kemudian
dimasukkan kedalam sakunya.
Pada saat itu nyonya toa-pocu Ie Swie Lian juga sudah datang dengan membawa segelas
air, dalam air terletak sebuah batu giok warna hijau.
Ia mengambil batu gioknya, airnya diminumkan kepada Siao Hong, dan sisanya disiramkan
ke atas tubuh Siao Hong, setelah itu tubuh Siao Hong dibungkus dengan selimut dan
dibawa masuk kedalam rumah.
"Minta semua kepala-kepala pengurus bagian datang berkumpul dalam ruangan Beng-jin
tong untuk berunding." demikian toa-pocu Sim Kun memberikan perintahnya.
Selagi hendak masuk, dari atas genteng tiba-tiba terdengar suara siulan panjang,
kemudian disusul oleh melayang turunnya dua sosok bayangan orang.
Dua orang yang berada di hadapan matanya itu adalah seorang laki-laki tua dan seorang
muda. Wajah mereka nampak dingin kaku, sungguh tak enak dipandangnya.
Toa-pocu Sim Kun yang sipatnya ramah-tamah dan suka berlaku merendah, dengan
kedudukannya sebagai tuan rumah, ia menyapa sambil memberi hormat:
"Tuan-tuan . . ."TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Laki-laki tua yang mengenakan pakaian warna hitam itu segera berkata kepada pemuda
disampingnya sambil menunjuk Sim Kun:
"Dia adalah toa-pocu Benteng pahlawan, si Naga Terbang Sim Kun, batu giok dalam air
yang diminumkan pada pelayan tadi, untuk memunahkan racun dalam tubuhnya, adalah
salah satu dari batu giok Im Yang. Jadi perkataanku padamu toch tidak salah! Sekarang
kau hendak bertanya apa lagi boleh menanyanya kepada Sim Kun sendiri."
Pemuda yang mengenakan baju putih itu menatap wajah Sim Kun dengan sinar mata
tajam, agaknya hendak menyelami hati pocu yang namanya sangat kesohor itu.
Kelakuan pemuda itu sebetulnya kurang sopan, karena toa-pocu telah perlakukan padanya
dengan sikap sangat menghormat, tetapi telah dibalas dengan sikap dingin demikian rupa,
sudah tentu merasa tidak senang.
"Siapakah tuan-tuan sebetulnya? Jikalau tuan-tuan tidak suka memberitahukan nama,
karena aku masih ada urusan, terpaksa tidak dapat melayani tuan-tuan." demikian ia
berkata dengan tak senang.
Orang tua berbaju hitam itu perdengarkan suara tertawa menghina, kemudian berkata:
"Siapa aku si orang tua, kau seharusnya sudah tahu!" kemudian ia menunjuk pemuda
disampingnya: "Ini adalah sahabat karibku Lie-hwee Lengcu, Pek-bin Siankhek Pek Cun
Ngo."
Nama, gelar dan julukan yang disebutkan oleh orang tua itu adalah ia sendiri yang
memberikan kepada Pok Cun Gie. Menurut katanya, dengan menggunakan nama palsu,
apabila mengalami kekalahan tidak sampai membawa akibat buruk bagi namanya. Bahkan
dikemudian hari masih dapat mencari kesempatan untuk kembali lagi. Tetapi apabila
berhasil, nanti baru menggunakan nama aslinya.
Pok Cun Gie sudah percaya sepenuhnya, sedikitpun tidak menaruh curiga kalau orang tua
itu ada mengandung maksud lain.
Sim Kun sangat terkejut setelah mendengar perkataan orang tua itu.
"Ow, kiranya tuan-tuan adalah Hek-sat Lengcu dan Lie-hwee Lengcu!" demikian ia berkata.
Kemudian berkata pula: "Benteng pahlawan meskipun hanya suatu tempat yang tidak
berarti, namun demikian, kalau tuan-tuan memang ada keperluan, kami juga akan
perlakukan sebagaimana biasa."
Hek sat Lengcu Tan Cie Tong tertawa dingin, ia berkata sambil menganggukkan kepala
kepada Pok Cun Gie:"Bagaimana? Kau lihat sendiri, alangkah congkaknya orang ini!"
"Sim toa-pocu, aku hendak menanyakan padamu suatu hal, darimana kau dapatkan
sepasang batu giok Im Yang itu?" tanya Pok Cun Gie.
Sejenak Sim Kun nampak tertegun, oleh karena sepasang batu giok itu ada mengandung
rahasia sangat besar, bagaimana dapat diberitahukan sembarangan. Maka ia hanya
menjawab: "Ini.." lalu tidak dapat melanjutkan lagi.
"Menurut apa yang aku tahu, batu giok itu sebetulnya milik sepasang pendekar Liong dan
Hong, maka kalau kau tidak dapat menerangkan, barangkali kau sendiri juga tidak tahu
asal-usulnya!"
"Seandainya tidak terang asal-usulnya, lalu mau apa?" balas menanya Sim Kun sambil
tertawa terbahak-bahak.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Aku berhasrat hendak mengadakan penertiban rimba persilatan, mungkin aku perlu minta
sepasang batu giok itu, hendak kukembalikan kepada pemiliknya, sepasang pendekar Liong
dan Hong." kata Pok Cun Gie.
Sim Kun seolah-olah baru sadar mengenai maksud kedatangan dua tamu itu, ia berkata:
"Aaa! Kiranya kedatangan kalian ini ialah karena sepasang batu giok itu! Baik! Baik! Kapan
kalian hendak mengambil, aku bersedia menyerahkan."
Pok Cun Gie bertekad hendak bertindak menurut rencana Tan Cie Tong, ketika mendengar
jawaban Sim Kun, lalu tertawa dan berkata:
"Mengambil? Lucu! Aku menghendaki batu giokmu, juga tidak akan mengambil begitu saja,
karena perbuatan seperti itu tidak ubahnya dengan perbuatan perampok. Maka kau harus
menyerahkan barang itu pada tahun baru yang akan datang, di hadapan para tokoh rimba
persilatan, supaya diketahui dan disaksikan oleh banyak orang."
Tindakan itu sebetulnya sangat keterlaluan, bagaimanapun sabarnya toa-pocu itu, ketika
mendengar perkataan itu juga sudah tidak dapat kendalikan perasaannya lagi.
"Kau menghendaki aku berbuat demikian tidaklah susah, tetapi kau harus menunjukkan
kepandaianmu dulu!" katanya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Ini sudah tentu, tetapi aku tidak tahu kepandaian apa yang kau ingin lihat?"
"Terserah padamu."
Pok Cun Gie memandang keadaan disekitarnya, ia melihat sepasang singa batu yang berdiri
di dua samping pintu, lalu berjalan menghampirinya kepada singa batu yang berdiri
disebelah kiri. Dipegangnya bagian kakinya, lalu diangkat perlahan-lahan dan diletakkan
kesisi singa batu yang berada disebelah kanan sehingga berdiri berendeng. Kemudian dua
tangannya diletakkan di atas kepala dua singa batu itu dan memejamkan matanya. Tak
lama kemudian di atas kepalanya keluar asap putih. Bersamaan dengan itu, dua singa batu
yang berdiri berendeng itu juga mengeluarkan asap berwarna biru.
Setelah itu Pok Cun Gie menarik kembali tangannya dan berkata sambil tertawa:
"Bagaimana dengan kepandaian semacam ini?"
Hek-sat-leng Tan Cie Tong yang menyaksikan pertunjukan itu segera mengerutkan alisnya,
sedang dalam hatinya berpikir: "kau pertunjukkan kepandaian semacam ini, barangkali
tidak mengherankan toa-pocu. Mengapa tidak mau mempertunjukkan kepandaian yang
lebih hebat?"
Sementara itu, Toa-pocu Sim Kun sudah tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Hebat! Hebat! Sangat mengagumkan! Cuma sayang sepasang singaku itu tanpa sebab
sudah menjadi korban."
Sehabis berkata, dengan tenang mengebutkan lengan bajunya ke atas dua singa batu,
hingga menimbulkan hembusan angin yang lewat di atas dua singa batu itu. Diluar
dugaannya, dua singa yang seharusnya hancur berarakan itu ternyata masih utuh
sedikitpun tidak rusak.
Kenapa? Apakah kekuatan tenaga Pok Cun Gie belum cukup sempurna? Apakah
perbuatannya tadi hanya untuk jual lagak saja?
Benteng pahlawan terdapat banyak orang berkepandaian tinggi, semua segera mengerti
bahwa perbuatan Pok Cun Gie sudah tidak membawa hasil, maka lalu tertawa riuh.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Tan Cie Tong juga merasa malu, dalam mendongkolnya, ia sudah mengutuk Pok Cun Gie.
Hanya Pok Cun Gie sendiri yang tetap tenang, ia masih tetap dengan sikapnya yang dingin
dan jumawa, seolah-olah tidak menghiraukan semua hinaan itu.
Toa-pocu Sim Kun meskipun tidak tertawa tetapi diam-diam menarik napas lega.
Setelah suara tertawa sirap, Sim Kun berkata pada tamunya sambil memberi hormat:
"Aku yang rendah seorang yang tidak berguna, juga ingin memberi sedikit pertunjukan di
hadapan Pek Lengcu. Kalau kiranya kurang baik, harap supaya Pek Lengcu memberi sedikit
petunjuk."
Sehabis berkata demikian, dengan langkah lebar ia berjalan menghampri dua singa batu
itu. Pok Cun Gie mendadak tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Toa-pocu hendak berbuat apa?"
"Aku hendak menghancurkan dua singa batu itu, apabila terdapat sepotong kepingan batu
saja, aku bersedia menyerah kalah dan batu giok Im Yang akan menjadi milikmu."
Pok Cun Gie mendadak tertawa terbahak-bahak, kemudian berkata: "Tidak perlu kau
coba, kau sudah kalah."
Sim Kun diam-diam terperanjat, setelah tertegun sejenak, baru berkata:
"Bagaimana kau tahu kalau aku sudah kalah? Apa kau tadi juga tidak kesalahan tangan?"
Dengan mata mendelik Pok Cun Gie berkata: "Siapa kata aku kesalahan tangan? Apakah
matamu sudah buta?"
Ucapan Pok Cun Gie ini mengejutkan semua orang, juga berarti mengabaikan mata orang
banyak.
Sedangkan Tan Cie Tong sendiri juga terkejut, ia pentang lebar dua matanya,
memperhatikan keadaan sepasang singa batu itu. Namun demikian, ia masih belum
mengerti apa yang dimaksudkan oleh ucapan pemuda itu.
Sim Kun merasa sangat penasaran, dengan satu tangan ia mendorong badan singa batu itu.
Sungguh aneh, dua singa itu lantas bergerak berbareng. Mengapa begitu? Sebab dua singa
batu itu sudah tergandeng menjadi satu.
Dua singa batu tergandeng menjadi satu, dengan menggunakan ilmu kepandaian apa Pok
Cun Gie dapat melakukannya? Sekalipun orang yang sudah banyak pengetahuan tentang
berbagai ilmu silat seperti Sim Kun juga tidak tahu.
Kini tergeraklah hatinya. Tetapi ia masih belum mau percaya orang she Pek yang usianya
masih demikian muda, memiliki kekuatan dan kepandaian demikian tinggi, sementara itu
ia sudah mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya dikedua tangannya dan melemparkan
dua singa batu itu.
Dua singa batu itu terlempar sejauh satu tombak lebih, tetapi masih tetap menjadi satu,
tidak mau terpisah.
Saat itu, barulah Sim Kun percaya ucapan Pok Cun Gie, hingga wajahnya menjadi pucat
pasi, lama berdiri tertegun.
Tan Cie Tong juga berdiri kesima, ia memandang Pok Cun Gie sejenak, baru berkataTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
dengan suara nyaring:"Bagus! Orang she Sim, sekarang kalian sudah membuka mata
belum?"


Benteng Pahlawan Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebelum Sim Kun menjawab, Pok Cun Gie sudah berkata:
"Menghancurkan benda keras dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam, itu merupakan
ilmu yang sudah usang. Sedang kepandaian yang kutunjukkan tadi, tahukah kau apa
namanya?"
Sim Kun meskipun namanya sangat terkenal tetapi ia adalah seorang kesatria berjiwa
besar dan seorang berhati jujur, tidak suka menyombongkan diri, juga tidak suka jual
lagak atau omong besar. Maka waktu itu lantas menggelengkan kepala sambil menghela
napas, kemudian berkata:
"Aku seorang yang belum banyak pengalaman, bagaikan kodok dalam sumur, maka tidak
berani menebak sembarangan. Baiklah aku akan menerima usulmu, pada waktunya aku
bersedia menyerahkan batu giok yang kau minta."
Pok Cun Gie agaknya tidak menduga Sim Kun demikian jujur dan berjiwa besar, berani
mengakui kekalahannya dengan terus terang. Kedatangannya yang semula dengan hati
panas, seketika telah lenyap. Dengan nada suara sangat lunak ia berkata:
"Baik! Pada waktunya aku bersedia memberikan kesempatan lagi padamu, kau boleh
mengundang sahabat-sahabatmu untuk memberi bantuan tenaga!" Sehabis berkata
demikian, ia adjak Tan Cie Tong berlalu. Tetapi sebelum meninggalkan tempat tersebut,
dari luar mendadak tampak muncul lima pengemis tua.
Pada saat itu telinga Pok Cun Gie mendadak mendapat kisikan Tan Cie Tong: "Itu dia ketua
golongan pengemis Song Khun, yang anak buahnya hari itu pernah menghina kau di
hadapan umum. Empat pengemis tua di belakangnya itu adalah pelindung hukumnya, Kim,
Gin, Tang dan Tiat."
Mendengar disebutnya ketua golongan pengemis, hati Pok Cun Gie panas lagi. Kejadian
ditempat umum hari itu, dimana Pok Cun Gie dihina oleh pengemis kecil, hal itu telah
digunakan oleh Tan Cie Tong untuk mengobarkan rasa benci Pok Cun Gie kepada golongan
pengemis. Maksud Tan Cie Tong memperingatkan Pok Cun Gie, justru supaya Pok Cun Gie
naik darah dan memberi hajaran kepada mereka.
Dengan mengeluarkan suara dari hidung, Pok Cun Gie menatap wajah Song Khun.
Song Khun yang sudah menjelajah hampir seluruh negeri, dalam hal melihat sikap orang,
boleh dikata sudah banyak pengalaman. Maka sikap Pok Cun Gie yang tidak simpatik,
segera dapat dilihat dari mukanya. Ia diam-diam merasa heran juga merasa mendongkol.
Golongan pengemis sangat besar pengaruhnya dikalangan kang-ouw, juga merupakan satu
partai persilatan yang terkenal diantara pelbagai partai besar. Maka orang-orang dari
golongan pengemis banyak disegani oleh lawan-lawannya.
Ketua golongan pengemis Song Khun, ketika tiba ditempat itu tadi sudah menyaksikan apa
yang terjadi dengan singa batu itu dan sikap Sim Kun yang berdiri dengan muka asam,
maka segera mengetahui bahwa dua orang tamunya itu datang dengan maksud tidak baik,
bahkan nampaknya tidak menguntungkan bagi pihak tuan rumah.
Ketua golongan pengemis itu adatnya juga keras, tetapi terhadap sahabatnya sangat
mengutamakan kesetiaan kawan. Dengan sifatnya demikian itu, maka ia tak memikirkan
lagi siapa yang dihadapinya, juga tidak menanyakan sebab musababnya terlebih dahulu,
sudah menetapkan pendiriannya. Sepasang matanya berputaran kepada Tan Cie Tong danTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Pok Cun Gie, kemudian berkata kepada tuan rumah: "Sim Tay Hiap, apakah perlu dengan
bantuanku sipengemis tua ini."
Sebagai tuan rumah yang bijaksana Sim Kun tidak suka menyusahkan sahabatnya, maka
segera menjawab sambil tertawa.
"Tidak ada urusan apa-apa! Silakan Song Pangcu duduk didalam, sebentar setelah siauwtee
mengantar dua sahabat ini, akan menemanimu minum secawan dua cawan arak."
Sementara itu Tan Cie Tong sudah melihat gelagat bahwa Pok Cun Gie ada maksud hendak
mencari stori dengan golongan pengemis, tetapi karena belum cukup pengalaman, hingga
tidak tahu bagaimana harus memulai. Apabila ia sendiri tidak turun tangan, maka kejadian
itu mungkin dapat digagalkan oleh tuan rumah. Oleh karena itu, maka ia segera berkata
sambil tertawa: "Toa-Pocu, kau keliru, kami sudah datang hampir setengah hari,
jangankan arak, sedangkan air the saja kau tidak persilakan kami minum, sebaliknya
seorang pengemis saja kau telah perlakukan sebagai tamu yang terhormat."
Orang-orang golongan pengemis, sebetulnja tidak menghiraukan kalau dirinya disebut
pengemis, hanya nada suara Tan Cie Tong itu, sesungguhnya tidak menyenangkan bagi
orang yang mendengarkan. Ketua golongan pengemis Song Khun seketika itu mendelikkan
matanya dan berkata: "Kau manusia macam apa berani main gila denganku?"
Sim Kun sementara itu diam-diam mengeluh ketika ia hendak mencegah ketua golongan
pengemis, tetapi sebelum membuka mulut, Pok Cun Gie sudah berkata sambil tertawa
dingin: "Sudah tentu, kami tak dapat dibandingkan dengan kalian bangsa pengemis yang
biasanya suka meminta-minta dan bergelimpangan tanah."
Song Khun tertawa ter-bahak-bahak dan berkata: "Kawan, apakah kau ingin belajar mintaminta, aku boleh mengajari kau cara-caranya."
Sim Kun tidak bisa tinggal diam lagi, ia maju di hadapan ketua golongan pengemis itu
seraya berkata: "Song Pangcu, silakan masuk kedalam!"
Oleh karena posisinya ketika ia mencegah pengemis tua itu justeru berdiri membelakangi
Tan Cie Tong dan Pok Cun Gie, maka ia dapat memberi saran kepada pengemis tua dengan
tangan dan mata untuk mencegah supaya pengemis tua itu berlaku sabar dan lekas masuk
kedalam.
Song Kun yang selama itu menganggap bahwa kepandaiannya sendiri belum setaraf dengan
kepandaian Sim Kun, ketika menyaksikan sikap Sim Khun demikian panik, juga segera
dapat menduga bahwa dua tamunya itu bukanlah orang-orang sembarangan. Jikalau tidak,
bagaimana Sim Kun takut kepada mereka.
Meskipun ia sudah tahu, tetapi sifatnya yang keras kepala dan tidak mau mengalah begitu
saja telah mendorong padanya berlaku nekad, sedikitpun tidak memikirkan akibatnya. Ia
tidak menghiraukan maksud baik dari tuan rumah, sebaliknya malah mendorongnya, dan ia
sendiri lalu menghampiri Po Cun Gie seraya berkata:"Kawan, sudah siap atau belum?"
Sim Kun mengetahui usahanya mencegah pengemis tua itu tidak berhasil, lalu berpaling
kepada empat pelindung hukum golongan pengemis dan memberi isyarat kepada mereka
supaya lekas bertindak, jangan sampai ketuanya kehilangan muka. Reaksi empat pelindung
hukum itu cukup cepat, baru saja mereka hendak bertindak, namun ketuanya sudah
terlempar ketengah lapangan. Setelah itu terdengar suara Pok Cun Gie yang berkata: "Kau
mana bisa mengajar orang? Mungkin hanya bisa berlaku seperti anjing yang memakan
kotoran, pantas matamu tidak pandang mata orang."
Dengan cara bagaimana ketua golongan pengemis itu dapat dilemparkan ketengahTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
lapangan, tiada seorangpun yang tahu. Sekalipun Song Khun sendiri juga tidak mengerti,
entah dengan ilmu apa Pok Cun Gie melemparkan dirinja demikian mudah?
Empat pelindung hukum sudah tentu terheran-heran, oleh karena perbuatan itu sangat
keterlaluan, maka berempat mereka segera maju berbareng menyerang Pok Cun Gie.
Pok Cun Gie dengan sikap tetap tenang berkata kepada mereka:
"Kalian golongan pengemis selamanya cuma bisa menghina orang, hari ini kalian jatuh
dalam tanganku, juga boleh merasakan bagaimana rasanya orang dihina. Sekarang kalian
boleh coba pertunjukan bagaimana caranya bergelimpangan."
Empat pelindung golongan pengemis itu hanya tampak berkelebatnya bayangan orang,
sebelum mereka bertindak, suatu kekuatan tenaga yang besar sekali telah mendorong
mereka turun kebawah anak tangga.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba terdengar suara jeritan, seorang pembantu rumah tangga
tuan rumah telah jatuh ditanah. Kejadian diluar dugaan ini mengejutkan Pok Cun Gie,
dalam hati anak muda itu berpikir: apakah ini perbuatan tangan paman Tan?
Ketika ia berpaling kepada orang tua itu, Tan Cie Tong balas memandangnya sambil
tersenyum. Setelah itu disusul lagi oleh suara jeritan berulang-ulang, dalam waktu singkat
sudah ada sepuluh orang lebih yang jatuh ditanah. Keadaan menjadi kalut, apa mau, selagi
dalam keadaan demikian, terdengarlah suara nyaring yang timbul di tengah lapangan,
ternyata tiang bendera di tengah lapangan yang tingginya empat tombak lebih, telah
patah dan jatuh ditanah, ketika semua mata sedang beralih kepada kejadian itu, Tan Cie
Tong dan Pok Cun Gie sudah berlalu tanpa diketahuinya.
Orang-orangnya Sim Kun yang jatuh ditanah menunjukkan keadaan sangat aneh, dan yang
lebih aneh lagi kejadian itu hanya berlangsung didalam waktu sekejap mata saja.
Sementara itu ketua golongan pengemis dan empat pelindung hukumnya sudah merayap
bangun tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menarik napas mengelenggelengkan kepala.
Dengan tiba-tiba tuan rumah berkata dengan suara nyaring:
"Semasa aku masih bisa bernapas, aku pasti akan membasmi kalian sepasang iblis, untuk
membalas dendam sakit hatiku hari ini."
Ketua golongan pengemis dengan cepat menyambungnya: "Bagaimanapun juga aku akan
ambil bagian."
"Ada kedjadian apa toh? Sim toako, jangan lupa masih ada aku adikmu!" Demikian tiba-tiba
suara orang menyelak dan disitu muncul lagi dua orang.
Yang berjalan dimuka seorang gadis cantik berpakaian warna ungu, berusia kira-kira
tujuhbelas tahun, di belakangnya diikuti oleh seorang perempuan tua kira-kira enampuluh
tahun.
Sim Kun ketika melihat kedatangan gadis itu, alisnya segera dikerutkan dan dalam hatinya
berpikir: kembali seorang yang suka mencari onar telah datang kemari.
Selagi hendak menegor adiknya itu, ketua golongan pengemis sudah tertawa terbahakbahak dan berkata: "Nona Sim, kedatanganmu sangat kebetulan, kita baru saja mengalami
penghinaan hebat dan mendapat malu besar!"
Gadis itu memandang keadaan disekitarnya sejenak, lalu berkata kepada perempuan tuaTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
jang ada di belakangnya: "Semua ini karena kau, sepanjang jalan kau berjalan ayal-ayalan,
kau lihat, kita datang telah terlambat, sehingga tidak dapat menyaksikan keramaian ini."
"Nonaku yang manis, kau cuma bisa menyalahkan orang tua saja, sedang kau sendiri tidak
mau berpikir, seandainya dalam perjalanan tadi kita tidak mencampuri urusan orang lain,
barangkali tidak sampai tiga hari kita sudah tiba disini!" menjawab perempuan itu sambil
tertawa.
"Ya sudahlah! Jangan dibicarakan lagi, semua adalah salahku sendiri." berkata Nona Sim
sambil tertawa.
Mereka tampak seperti majikan dengan pelayan dan memang demikianlah sebetulnya.
Hanya perhubungan antara majikan dengan pelayan itu agak istimewa, maka kelakuan
mereka agak sangat bebas.
Sim Kun sementara itu telah berkata: "Adik Teng, kali ini engkomu tidak merasa gembira
menyambut kedatanganmu!"
"Hem, kau berani, aku nanti akan obrak-abrik benteng pahlawanmu ini!" Berkata Sim Teng
Teng sambil tertawa.
Perempuan tua itu juga berkata sambil tertawa:
"Toa pocu, jangan begitu dong, jikalau tidak suka menyambut kedatangan nonaku, orang
yang pertama dibikin susah adalah aku si nenek tua ini."
Sementara itu dari dalam muncul serombongan kaum wanita yang mengajak Sim Teng
Teng dan pelajannya masuk kedalam.
Setelah adiknya berlalu, Sim Kun baru mendapat kesempatan untuk memeriksa orangorangnya yang terluka.
Masih untung, orang-orang itu hanya terkena racun yang tidak begitu berat, setelah
masing-masing diberi minum rendaman air batu giok Im Yang lantas sembuh lagi.
Setelah menyembuhkan semua orang-orangnya, Sim Kun bersama ketua golongan pengemis
dan empat pelindung hukumnya berjalan menuju ke sebuah kupel yang berada ditaman
bunga, untuk membicarakan peristiwa tadi yang ditimbulkan Tan Cie Tong dan Pok Cun
Gie. "Kau kata orang tua berpakaian hitam itu tadi adalah Hek-sat Lengcu, Tan Cie Tong,
bagaimana aku tidak mengenalinya?" Berkata ketua golongan pengemis.
"Iblis itu sudah sepuluh tahun lebih tidak muncul dikalangan Kang-ouw, sekalipun pangcu
dahulu pernah melihatnya, barangkali juga hanya sepintas lalu saja. Sedangkan aku sendiri
yang dahulu pernah melihatnya beberapa puluh kali, tetapi hari ini setelah bertemu
kembali, jikalau ia tidak memperkenalkan diri lebih dulu, aku juga tidak ingat lagi, karena
ia dahulu tidak ada kumis dan jenggotnya, sedang sekarang sudah tumbuh lebat, dengan
sendirinya tidak dapat dikenali lagi," Berkata Sim Kun.
"Munculnya iblis tua itu benar-benar memusingkan kepala. Aku hanya tidak mengerti,
dengan cara bagaimana ia tahu dalam benteng ini ada menyimpan batu giok Im Yang milik
sepasang pendekar Liong dan Hong dahulu? Sedangkan aku sendiri, yang sudah lama kenal
dengan pocu, jikalau bukan secara kebetulan hari ini aku menyaksikan kejadian itu, juga
tidak tahu kalau batu giok pusaka itu berada didalam bentengmu."
Sim Kun hanya tersenyum saja, tidak menjawab perkataan itu.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ketua golongan pengemis segera mengerti bahwa Sim Kun mungkin ada rahasia apa-apa
yang tidak ingin diketahui oleh orang luar, maka juga tidak menanyakan. Dialihkan
pembicaraannya ke soal lain: "Sekarang bagaimana kita harus mempersiapkan diri untuk
menghadapi mereka pada hari tahun baru tahun depan?''
"Bagaimana pikiran pangcu?"
"Aku pikir kecuali mencari kawan untuk memberi bantuan, sesungguhnya sudah tidak ada
rencana lain yang lebih baik. Jangankan untuk menghadapi Tan Cie Tong, sedang untuk
menghadapi pemuda she Pok itu saja kita sudah kewalahan."
Sim Kun berpikir lama akhirnya berkata sambil menarik napas: "Aku lihat jalan satusatunya mungkin hanya itu saja."
Demikianlah mereka telah mengadakan pilihan terhadap kawan-kawan mereka yang akan
diundang untuk memberi bantuan, setelah mengambil keputusan, ketua golongan
pengemis lalu berkata sambil menepuk dada: "Tugas untuk mengundang kawan-kawan ini,
biarlah kau serahkan kepada golongan pengemis, kau diam dirumah saja bersedia
menyambut kedatangan mereka!"
Tanpa membuang waktu lagi ketua golongan pengemis itu segera minta diri bersama
empat pelindung hukumnya.
Setelah mengantarkan tamunya pergi, Sim Kun baru masuk kedalam.
Pada waktu itu isterinya sedang membicarakan soal Tan Cie Tong yang datang mencari
onar. Sim Teng Teng yang mendengarkan cerita itu nampaknya gemas, ia sesalkan
kedatangannya sendiri yang terlambat sehingga tidak dapat membantu kakaknya.
Sim Kun yang menyaksikan kelakuan adiknya, diam-diam berpikir: jikalau kau tidak diberi
sedikit pelajaran, mungkin selamanya tidak akan tahu bahwa orang yang pandai masih ada
yang lebih pandai, orang kuat masih ada yang lebih kuat.
Meskipun ia sebagai kepala rumah tangga benteng pahlawan, tetapi masih agak takut
menghadapi adik perempuannya itu, maka ia tidak mau mencampuri pembicaraan mereka
dan berlalu menuju ke taman bunga.
Setelah melalui taman bunga, tiba di hadapan sebuah dinding tembok yang tinggi sekali, ia
memungut sebuah batu kecil dan dilemparkan ke atas dinding tembok. Batu itu setelah
berada di tengah udara, tiba tiba meledak dan menjadi lima keping yang meluncur turun
kebalik dinding tembok.
Setelah itu Sim Kun berjalan dan berdiri di atas sebuah batu hijau yang berada di bawah
dinding tembok itu.
Tak lama kemudian, dibalik tembok dari bawah tanah terdengar suara gemuruh, dengan
tiba-tiba batu hijau ambles kebawah tanah bersama Sim Kun.
Di bawah tanah itu terdapat sebuah lorong yang menuju ke sebuah kamar indah di bawah
tanah.
Dalam kamar indah bawah tanah itu, duduk sepasang suami isteri yang berkerudung muka.
Sim Kun berjalan kehadapan suami-istri itu, setelah memberi hormat lebih dulu lalu
berkata: "Anak menghadap ayah dan ibu."
Ternyata pemimpin benteng pahlawan Sim kun masih mempunyai ayah dan ibu, tetapi
entah apa sebabnya ayah bundanya itu berdiam disebuah kamar di bawah tanah danTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
dikitari oleh tembok tinggi? Yang lebih mengherankan ialah dua orang tua itu di hadapan
anak sendiri, mengapa masih berkerudung?
Sang ayah hanya menganggukkan kepala tak membuka suara.
Sebaliknya dengan sang ibu yang segera berkata dengan suara yang lemah-lembut.
"Jikalau tidak ada urusan jangan suka datang, kau lihat, kemarin kau sudah datang, dan
hari ini kau datang lagi, apa kau tidak tahu bahwa kedatanganmu ini akan mengganggu
ayahmu yang sedang melatih ilmu?"
Sim Kun berkata dengan sikap menghormat: "Ibu! Anak tahu, tetapi anak terpaksa datang
kemari karena hari ini didalam benteng telah terjadi peristiwa besar, maka anak terpaksa
datang lagi untuk minta keputusan ayah dan ibu."
Kedua orang tua itu tahu benar sifat anaknya yang tertua itu yang sangat berhati-hati
menghadapi segala urusan, jikalau bukan urusan penting sekali, tidak nanti ia tidak tahu
bagaimana ia harus bertindak. Maka ketika mendengar ucapan itu dua-duanya terkejut dan
bertanya hampir berbareng:"Peristiwa apa?"
"Hek-sat-leng Tan Cie Tong telah muncul lagi dikalangan Kang ouw, belum lama berselang
ia datang kemari."
Walaupun ia sudah berlaku sangat hati-hati dan suaranya dibuat demikian lunak agar tidak
menimbulkan terkejutnya dua orang tua itu, tetap tidak urung kedua orang tuanya itu
masih berubah demikian rupa.
"Ternyata ia sudah berhasil memulihkan kekuatan tenaganya lebih dulu daripada kita."
Demikian mereka berkata.
"Ia datang bersama seorang pemuda she Pek, kepandaian dan kekuatan pemuda itu
tampaknya jauh lebih tinggi daripada Tan Cie Tong, bahkan ia berani menggunakan nama
julukan Lie-hwe leng..."
Dua orang tuanya ketika mendengar disebutnya nama julukan Lie hwe leng, bukan
kepalang terkejutnya, katanya dengan serentak: "Apa? Lie hwe-leng juga mencari onar pada kita?"
Dengan tenang Sim Kun menceritakan semua apa yang telah terjadi didalam bentengnya,
akhirnya ia berkata: "Menurut pandangan anak, Lie hwe-leng Pek Cun Ngo itu agaknya
belum tahu keadaan rumah tangga kita yang sebenarnya, barangkali ia hanya diperalat
saja oleh Tan Cie Tong."
"Dugaanmu ini memang sangat beralasan, tetapi dengan cara bagaimana kita dapat
memberi pengertian padanya?" berkata sang ayah sambil menganggukkan kepalanya.
Sang ibu lalu berkata sambil tertawa: "Apa kau tidak merasa malu mendapat nama julukan
pendekar Liong dan Hong yang namanya pernah menggetarkan dunia? Bagaimana kau
mengucapkan perkataan demikian? Banyak jalan yang bisa kita tempuh, salah satu ialah
dengan jalan mencari tahu asal usulnya pemuda itu."


Benteng Pahlawan Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dua suami istri berkerudung itu ternyata adalah sepasang pendekar Liong dan Hong yang
dahulu namanya pernah menggetarkan rimba persilatan.
"Dahulu mereka tidak setuju kita terjun kedunia kang ouw, seandai dalam maksud baik
kita mencari mereka, tentunya tidak akan mengalamkan penderitaan seperti ini." Berkata
sang suami sambil menghela napas.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Ah! Adatmu yang keras kepala ini, sudah hampir masuk ke lubang kubur juga masih belum
bisa berubah." Berkata sang istri sambil menghela napas.
Sim Kun berkata pula:
"Pada waktu yang orang she Pek itu telah janjikan, anak juga sudah siap sedia dan
mengundang beberapa kawan untuk memberi bantuan tenaga, hanya anak belum tahu
apakah ilmu ayah dan ibu bisa pulih pada waktunya?"
"Ayahmu belakangan ini mendapat kemajuan pesat, barangkali tidak susah untuk keluar
dari sini pada waktunja, mungkin aku dapat menghadapi sendiri bangsat Tan Cie Tong itu,
kau sebetulnya jangan dengar usul Song Khun, yang perlu mengundang banyak kawan
untuk jual jiwa kepada kita." Berkata sang ayah.
"Anak pikir hendak menggunakan kesempatan ini untuk menyingkirkan bahaya besar bagi
dunia kang ouw."
"Kalau demikian halnya, ayah juga tidak menyesalkan kau. Baiklah kau boleh mengadakan
persiapan baik-baik! Sebelum tahun baru tahun depan kau jangan datang kemari lagi,
supaya tidak ketahui oleh Tan Cie Tong. Jikalau diketahui olehnya, bisa menggagalkan
usaha ayahmu sendiri."
"Baik anak mengerti." Berkata Sim Kun yang kemudian memberi hormat dan minta diri.
Terdengar suara langkah kaki di belakang dirinya, kemudian terdengar suara ibunya:
"Biarlah aku yang menutup pintunya!"
Sim Kun merasa dirinya telah didorong oleh ibunya, sementara itu sang ibu diam-diam
memberikannya sebuah tusuk konde berukiran burung hong.
Sim Kun menerima pemberian itu tidak berani membuka suara, karena ia takut diketahui
oleh ayahnya yang beradat keras, sehingga akan menyulitkan dirinya sendiri dan ibunya. Ia
buru-buru lari ke jalan keluar melalui lorong untuk kembali ke benteng, kemudian
mengutus orang untuk membawa keluar tusuk konde itu.
Mari kita sekarang balik kepada Tan Cie Tong dan Pok Cun Gie, setelah mereka kembali ke
rumahnya, Pok Cun Gie bertanya kepada Tan Cie Tong: "Paman, bagaimana paman lihat
tindakanku yang menghadapi urusan itu tadi, betul atau tidak?"
Tan Cie Tong menganggukkan kepala dan berkata sambil memuji:
"Hiantit, kau benar-benar tidak kecewa menjadi keturunannya Pok Keng Sian, cukup
berwibawa, juga cukup berani, sungguh tidak tercela tindakanmu."
"Dan tindakan apa selanjutnya kita lakukan?"
Tan Cie Tong berpikir dulu, baru menjawab:
"Sekarang sudah tidak ada urusanmu lagi, tunggu saja sampai tanggal satu tahun depan,
namamu nanti akan tersiar luas, dan kau boleh menunggu utusan-utusan ayahmu yang
akan mencari kau."
"Terima kasih atas bantuan paman yang memikirkan rencana sebagus itu."
"Kau benar-benar berterima kasih kepadaku?"
"Nenek moyang kita di jaman dahulu ada yang pernah menerima setetes air, kemudian
membalasnya budi itu dengan seguci air mancur. Budi paman sebesar itu, bagaimanaTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
anaknda tidak akan balas?"
"Ah! Sudahlah."
"Paman jangan sungkan, jikalau paman memerlukan tenaga anaknda, beritahukanlah terus
terang."
"Aku sebenarnya agak berat untuk menceritakan, dalam hidupku sampai begini tua, tidak
mempunyai kesukaan apa-apa, hanya terhadap ilmu silat, aku gemar sekali sehingga
sekarang. Jikalau kau benar-benar ingin membalas budi padaku, aku hanya mengharap
padamu supaya suka memberitahukan satu dua rupa ilmu kepandaian yang ditulis dalam
kitab San-hian Kwi goan lok, aku sudah merasa puas."
"Hal ini tidak susah, isi kitab itu seluruhnya sudah kuingat dengan baik, anaknda boleh
menuliskan sejilid lagi untuk paman."
Pok Cun Gie yang mendapatkan ilmu kepandaiannya secara kebetulan, dan latihan ilmu
silatnya yang luar biasa sudah dilakukan hanya untuk melewati waktu, justru karena
kepandaiannya itu didapatkan secara sangat mudah, maka tidak tahu merasa sayang.
Tanpa dipikir lagi telah menerima baik permintaan Tan Cie Tong, hal itu sesungguhnya
diluar dugaan Tan Cie Tong sendiri.
Dengan menggunakan waktu sepuluh hari lebih, kitab salinan yang ditulis oleh Pok Cun Gie
telah selesai dan diberikan kepada Tan Cie Tong.
Setelah mendapatkan salinan kitab itu, dalam hati Tan Cie Tong kembali timbul maksud
lain.
"Sekarang, telah timbul suatu urusan lagi." demikian ia berkata.
"Urusan apa?"
"Beberapa hari berselang, dengan diam-diam aku coba memasuki benteng pahlawan, aku
telah mengetahui bahwa didalam benteng itu ternyata ada orang yang sangat lihay sekali
yang menunjang segala gerakan dua saudara Sim itu."
"Itu bukankah lebih baik? Kalau orang itu semakin kesohor namanya, nanti telah
kukalahkan, bukankah namaku akan makin kesohor?"
"Bukan begitu, bagaimana seandainya kau yang kalah? Bukankan akan sia-sia semua usaha
kita? Tujuanmu hanya ingin supaya bisa berkumpul kembali dengan orang tuamu, maka
sebaiknya kau menghindarkan terjadinya banyak persoalan lain, mengertikah kau?"
"Dan bagaimana seharusnya?"
"Satu-satunya jalan ialah menyusup lebih dahulu ke benteng pahlawan."
"Maksudmu? Apakah aku harus membunuh mereka lebih dulu?"
Tan Cie Tong mengerutkan alisnya, karena ia tahu pemuda itu masih putih bersih, belum
mengenal kejahatan, sehingga belum waktunya menjadi seorang ganas yang dapat
membunuh orang tanpa berkedip. Maka ia tidak berani bertindak buru-buru, sambil
tertawa terbahak-bahak ia berkata:
"Bukan itu maksudku, dalam hal ini kau tidak boleh sembarangan membunuh orang, kita
hanya perlu bertindak memusnahkan kepandaiannya saja supaja ia tidak dapat membantu
dua saudara Sim."TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Baiklah, nanti malam aku hendak pergi menengoknya."
"Kau hendak pergi seorang diri?"
"Paman jangan khawatir ananda tidak akan menimbulkan onar!"
Malam itu kira-kira jam tiga menjelang pagi hari, ketika alam berada dalam kesunyian,
hanya rembulan sabit yang menyinari bumi, Pok Cun Gie keluar dari kamarnya, dengan
menggunakan ilmunya meringankan tubuh, ia dapat memasuki benteng pahlawan tanpa
rintangan.
Tempat kediaman buat suami istri yang dikitari oleh dinding tembok itu letaknya di
belakang taman bunga benteng pahlawan, berada di tengah rimba, terpisah dengan
benteng pahlawan kira-kira limapuluh tombak jauhnya.
Tempat itu tidak seberapa luas dinding temboknya yang mengitari tempat itu setinggi kirakira enam tembok, kalau orang berdiri di atasnya dan memandang kebawah se-olah-olah
berdiri di atas bukit.
Pok Cun Gie yang tiba ditempat tersebut, telah berjalan mengitari tembok, kemudian
mengerahkan kekuatan tenaganya, dengan tiba-tiba tubuhnya pelahan-lahan naik ke atas
tembok bagaikan balon, tak lama kemudian ia sudah berdiri di atas tembok.
Ketika kakinya berdiri di atas tembok, ia rasa seperti menginjak tempat yang licin, dalam
terkejutnya diam-diam ia mengeluh sendiri. Mau tidak mau ia harus menenangkan
pikirannya dan mengerahkan tenaga dalamnya untuk mempertahankan dirinya.
Diluar dugaannya, ketika ia mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, suatu kekuatan
hebat yang tidak berwujut menyambar dirinya dengan mendadak, sehingga ia terjatuh
ketanah.
Dengan penasaran ia melompat naik ke atas tembok lagi.
Kali ini ia sudah perhitungkan baik-baik supaya kalau ada serangan dari tenaga yang
tersembunyi itu, ia hendak menggunakan ilmunya memutar dan melompat masuk kedalam.
Benar saja, ketika kakinya baru saja menginjak tembok, kekuatan tersembunyi itu kembali
menolak dirinya. Dengan tiba-tiba ujung kakinya menginjak tumit kaki kanan sendiri,
dengan demikian ia telah melakukan gerakan memutar dan menurun kebawah, kemudian
ia melompat lagi dengan tangan dipentang hingga seluruh badannya melesat melalui
tembok tinggi itu.
Dalam perhitungannya, kali ini ia pasti berhasil memasuki tempat yang terkurung ini, maka
sepasang matanya sudah ditujukan kedalam. Tetapi keadaan dalam tembok dinding itu
ternyata gelap gulita, dengan pandangan matanya yang tajam, juga hanya dapat
menyaksikan bentuknya sebuah rumah kecil, dari dalam rumah itu tampak keluar sinar
lampu.
Selagi ia tujukan perhatiannya kerumah itu dan milih-milih tempat untuk menginjakkan
kakinya mendadak badannya terpental lagi kemudian disusul oleh suara keras, kembali ada
sebuah benda yang mempunyai daya kuat menolak ia kembali keluar dinding lagi.
Begitu tiba ditanah, tanpa banyak pikir lagi, Pok Cun Gie lari keluar benteng.
Ia tidak takut kepada siapapun juga, tetapi ia anggap dengan tidak berhasilnya melompati
tembok tinggi itu, ia tidak ingin berjumpa dengan orang-orang dari benteng pahlawan,
karena hal ini berarti memalukan dirinya sendiri.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Benar saja, belum selang berapa lama ia keluar dari benteng pahlawan, dari dalam
benteng tampak keluar banyak orang dengan membawa obor untuk mengadakan
penyelidikan.
Pok Cun Gie yang pulang kerumah dengan tangan kosong, bukan saja tidak menemukan
Tan Cie Tong, juga orang tua bongkok yang menjaga pintupun sudah tidak tampak batang
hidungnya.
Ia hanya menemukan sepotong kertas tulisan Tan Cie Tong yang diletakkan di atas meja,
tulisan itu kira-kira begini: Malam itu tiba-tiba diketahui oleh sang paman bahwa benteng
pahlawan ada mempunyai rencana lain, maka ia perlu mengadakan penyelidikan, untuk
sementara barangkali tidak bisa pulang, sebelum sang paman kembali, dipesannya supaya
berlaku hati-hati jangan sampai gagal . . .
Di atas meja itu juga terdapat sebuah bungkusan yang berisi uang perak, suatu tanda
bahwa sang paman itu juga memperhatikan kepentingannya, maka meskipun dalam
keadaan repot, toh masih ingat soal penghidupannya.
Pok Cun Gie yang sudah tinggal lama dengan Tan Cie Tong, selama itu kesannya terhadap
Tan Cie Tong cukup baik, ia anggap Tan Cie Tong sebagai orang tua yang baik budi dan
patut dihormati. Orang tua itu bukan saja sudah memberi pelajaran padanya berbagai
pengalaman dalam persoalan dunia kang ouw, tetapi juga memerlukan pergi kesana
kemari untuk mengurus kepentingannya. Maka perginya secara mendadak itu dirasakan
seperti kehilangan orang tua sendiri.
Ia membereskan semua barang-barangnya, selagi hendak masuk tidur, mendadak
pikirannya tergerak, pikirnya: Menurut catatan dibuku dalam gua, di-dalam dunia ini ada
sejenis bambu hitam yang hanya tumbuh digunung Thian San, yang bisa mencapai usia
ribuan tahun dan sejenis sutera alam. Dua benda pusaka ini kini sudah hampir tidak ada.
Dan benda yang kujumpai tadi sifatnya mirip sekali dengan dua benda pusaka itu.
Mungkinkah benteng pahlawan memiliki dua macam benda pusaka itu . . .?
Ia memejamkan mata memikirkan persoalan itu, mendadak melompat dan berkata kepada
diri sendiri: "Benar! Pastilah dua benda pusaka itu, tidak bisa salah lagi. Hanya dua jenis
benda itu yang memiliki kekuatan tenaga istimewa, juga hanya sutera alam yang
dipentang di tengah udara baru dapat mengelabui sepasang mataku."
Ia percaya dan yakin benar pada kepandaian diri sendiri, maka ia tidak percaya dua benda
pusaka itu dapat menyulitkan dirinya.
Oleh karena itu ia lalu bangkit lagi, dengan melalui lobang jendela ia balik lagi ke benteng
pahlawan.
Orang-orang didalam benteng pahlawan setelah dikejutkan oleh kedatangan Pok Cun Gie
dan repot mengadakan penyelidikan, ternyata tidak menemukan apa yang dicari, hingga
keadaan menjadi sunyi kembali.
Pok Cun Gie sudah menduga keadaan itu, maka ia berani kembali.
Kali ini ia mengerahkan seluruh kepandaiannya, dengan ilmunya meringankan tubuh yang
luar biasa, ia melesat setinggi sembilan tombak lebih, kemudian dengan suatu cara
jumpalitan di tengah udara, lalu melayang turun melewati jaringan sutera alam.
Dengan perbuatannya itu, seandai waktu itu ada orang yang menyaksikan, mungkin juga
tidak akan percaya oleh pandangan matanya sendiri.
Oleh karena pekarangan itu tidak luas, maka ia harus berlaku hati-hati supaya tidakTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
menimbulkan suara.
Namun demikian, kedatangannya itu agaknya sudah diketahui oleh orang yang berada
didalam rumah, karena begitu kakinya menginjak tanah, dari dalam rumah terdengar suara
orang tua yang berkata: ''Kau dengar, diluar itu suara apa? Apakah ada orang masuk?"
Terdengar pula suara jawaban dari seorang perempuan tua: "Kau ini benar-benar sangat
mengherankan, makin tinggi kepandaianmu semakin takut saja. Tembok setinggi enam
tombak ditambah dengan setombak jaring sutera alam, jadi seluruhnya ada tujuh tombak.
Apakah kau pernah dengar, dimana ada orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh
demikian tinggi yang dapat melewati rintangan setinggi itu?"
Pok Cun Gie mengerti bahwa ia telah berhadapan dengan orang berkepandaian sangat
tinggi sekali, maka ia semakin waspada sehingga bernapaspun hampir tidak berani.
Tak lama kemudian, terdengar pula suara orang tua itu: ''Heran, apakah pendengaranku
tadi salah?"
Lalu terdengar jawaban dari perempuan tua: "Sudah tentu kau salah dengar, tadi habis
ribut-ribut, sekalipun ada orang yang datang hendak mengintai, tentunya juga akan
ketakutan sendiri."
Setelah hening sejenak, tiba-tiba terdengar suara perempuan tua itu: "Aduh celaka!
Selama beberapa hari ini karena aku menggunakan tenaga terlalu banyak, nampaknya aku
benar-benar akan mendapat kecelakaan. Ah! Tuhan benar-benar tidak adil, diwaktu gawat
seperti ini mala-petaka telah menimpa diriku. Apakah dosa kita terlalu banyak, sehingga
mendapat pembalasan seperti ini?"
Terdengar suara orang tua yang berkata: "Istriku, kau duduklah dengan tenang, masih
untung bahaya ini belum terlalu dalam, aku tidak percaya tidak dapat menyembuhkan.
Hari ini sekalipun kita harus mati bersama, aku juga akan menolong menyembuhkan kedua
kakimu."
Perempuan tua itu agaknya tidak bersedia menerima bantuan suaminya, dari mulutnya
terdengar suara kata-katanya: "Tidak, bahaya sudah menimpa diriku, seandai kau juga
terbawa-bawa, bukankah akan menyesatkan usaha besar? Siapa lagi nanti yang harus
menghadapi bangsat tua Tan Cie Tong itu?"
Orang tua itu menjawab dengan suara tegas:
"Kalau kita sudah ditakdirkan harus menghadapi bahaya atau bencana, sekalipun kita
sembunyi ke ujung langit juga tak akan terhindar. Apabila kita berdua tidak bisa bekerja
sama untuk menghadapi musuh, dengan hanya aku seorang diri, memang sudah cukup
untuk menghadapi Tan Cie Tong, tetapi tidak dapat menghadapi kawannya yang
menamakan diri Pek Cun Ngo itu. Kecuali jikalau kau bisa disembuhkan, kita serumah
tangga baru ada harapan, jikalau tidak, bukan hanya serumah saja, kita semua akan
hancur lebur!"
Perempuan tua itu agaknya digerakkan hatinya oleh ucapan suaminya, hingga tidak kukuh
lagi dan menerima baik usul suaminya.
Sementara itu Pok Cun Gie yang berada diluar rumah dan sudah mendengarkan semua
pembicaraan mereka, mulai membayangkan keadaan suami isteri yang sedang terancam
bahaya itu. Sang suami pasti sedang berusaha menyembuhkan isterinya yang berada dalam
keadaan bahaya.
Tak lama kemudian, dari dalam rumah itu terdengar suara napas memburu, kemudianTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
disusul oleh suara orang menggigil.
Pok Cun Gie mengerutkan alisnya, sedang otaknya berpikir: Ini suatu kesempatan baik,
dua-duanya akan habis ditanganku.
Tetapi kemudian ia menarik napas dan berkata kepada diri sendiri: Tidak, ini tidak adil!
Bahkan merupakan suatu perbuatan pengecut.
Secepat kilat ia gerakkan kakinya masuk ke dalam rumah.
Keadaan dalam rumah itu sangat bersih dan indah. Ditanah tampak dua orang tua
meringkuk menjadi satu tanpa bergerak.
Semua itu telah terjadi oleh karena kelalaian, tetapi lebih tepat dikatakan terburu
nafsunya orang tua itu sendiri, yang hendak menyembuhkan penyakit lama yang kambuh
dari sang isteri dan akhirnya ia sendiri ikut-ikutan terancam bahaya.
Pok Cun Gie ketika menyaksikan keadaan dua orang tua itu, sejenak nampak terkejut,
sementara dalam hatinya berpikir: Heran, dua orang tua ini berdiam disuatu tempat yang
terkurung rapat dan tidak mudah dimasuki orang, mengapa harus memakai kerudung
muka?
Tertarik oleh perasaan ingin tahu ia lalu menghampiri dan membuka kerudung muka si
orang tua, dari sinar lampu didalam kamar ia dapat menyaksikan keadaan sebenarnya
orang tua itu.
Dan apa yang disaksikannya? Ia hampir melompat mundur karena terkejutnya.
Ternyata muka orang tua itu sudah tidak keruan macam sehingga tidak mirip muka
manusia lagi. Oleh karena itu ia juga tidak berani membuka kerudungnya siperempuan tua
itu lagi.
Ia memisahkan dua orang tua itu, kemudian ia sendiri mengerahkan kekuatan tenaga
dalamnya, tangan kirinya diletakkan dipunggung si laki-laki tua, dan tangan kanannya
diletakkan pada bagian jalan-darah pek hwee-hiat, setelah itu ia menyalurkan kekuatan
tenaga dalamnya kedalam tubuh mereka.
Dengan menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya yang betul-betul sempurna, meskipun
menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya ketubuh orang lain dengan berbareng, tetapi
tidak menyulitkan baginya. Dalam waktu kira-kira satu jam, lelaki tua itu sadar lebih
dahulu dan tak lama kemudian, sudah disusul oleh yang perempuan.
Tetapi keadaan Pok Cun Gie sendiri waktu itu sudah letih sekali, sekujur badannya sudah
mandi keringat, napasnya mulai memburu.
Pemuda itu telah menunjukkan jiwa besarnya, meski maksud kedatangan semula hendak
menyingkirkan dua orang tua yang dianggapnya sebagai orang kuat yang akan membantu
pihak benteng pahlawan, tetapi ketika menyaksikan dua orang tua itu dalam keadaan


Benteng Pahlawan Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

payah, ia telah batalkan maksudnya. Ia bertekad hendak membantu mereka memulihkan
kekuatan tenaganya, kemudian memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan
suatu pertandingan yang adil, supaya tidak menjadi celaan orang.
Oleh karena itu maka meskipun ia tahu bahwa orang tua itu sudah sadar, tetapi ia masih
tetap menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya sendiri ke tubuh mereka, sehingga sembuh
betul-betul.
Dua suami istri tua itu telah sembuh kembali, lalu lompat bangun, ketika menyaksikanTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
orang yang menolong diri mereka ternyata adalah seorang muda yang usianya kira-kira
duapuluh tahun, seketiak itu ada berdiri tertegun. Disamping itu, mereka juga merasa
malu sehingga menundukkan kepala.
Mata perempuan itu pelan-pelan dialihkan ke wajah Pok Cun Gie, dengan tiba-tiba sekujur
badannya menggigil, kemudian disusul oleh suaranya yang berkata pada diri sendiri sambil
menggeleng-gelengkan kepala: "Tidak mungkin, tidak mungkin dia. Jikalau salah mengenali
orang nanti akan dipandang rendah orang dan menganggap kita mengandung maksud lain!"
la menarik napas dalam, menindas perasaannya sendiri, dengan tenang menunggu
disamping Pok Cun Gie.
Pok Cun Gie yang sudah sempurna latihan kekuatan tenaga dalamnya, tidak lama sudah
sadar kembali. Ketika ia membuka matanya, pandangannya ditujukan kepada wajah orang
tua itu.
Dua orang tua itu buru-buru memberi hormat seraya berkata: "Terima kasih kami ucapkan
atas pertolongan siaohiap."
Tetapi Pok Cun Gie menolak dan berkata: "Bapak berdua tidak perlu mengucapkan terima
kasih, kita bukan sahabat."
Dua orang tua itu terkejut, katanya: "Siaohiap, kau . . ."
"Lie-hwe lengcu Pek Cun Ngo itu adalah aku sendiri. Entah bagaimana sebutan bapak
berdua?"
Dua suami istri itu terkejut dan saling memandang sejenak, mereka makin tidak berani
memberitahukan nama aslinya, maka menjawab secara sembarangan: "Sim Kun dan Sim
Pek adalah anak-anak kami."
Pok Cun Gie memperdengarkan suara tertawa dingin, kemudian berkata: "O... kiranya
adalah poocu tua, terimalah hormatku."
Setelah berdiam sejenak, ia berkata pula : "Tahukah bapak berdua apa sebabnya aku
membantu memulihkan tenaga kalian?"
"Ingin menunjukkan kebesaran jiwa siaohiap." jawab mereka dengan berbareng.
Pok Cun Gie tertawa terbahak-bahak dan berkata: "Bapak berdua jangan mengikat aku
dengan perkataan, dengan terus terang, maksudku menolong kalian berdua, hanya ingin
memberi kesempatan supaya aku bisa belajar kenal dengan kepandaian kalian berdua!"
Perbuatan Pok Cun Gie tadi bukan saja sudah bertentangan dengan maksud Tan Cie Tong,
tetapi setelah menolong mereka, ia juga tidak suka mengikat tali persahabatan dengan
dua orang tua itu, ini disebabkan karena apabila sampai terjadi pertempuran dikemudian
hari akan menyulitkan dirinya sendiri, maka terpaksa ia menolak maksud baik dua orang
tua itu.
Tetapi dua suami istri itu, yang bukan lain daripada sepasang pendekar Liong dan Hong,
sebagai pendekar kenamaan, sudah tentu memiliki jiwa besar dan pandangan bijaksana.
Meskipun ia merasakan betapa tajam ucapan Pok Cun Gie dan tidak mudah didekati, tetapi
sifat baik dan jujur pemuda itu, sudah diketahui oleh mereka. Bersamaan dengan itu
mereka juga sudah menduga bahwa pemuda itu mungkin sudah diperalat oleh Tan Cie
Tong. Oleh karena anggapan demikian, maka mereka diam-diam dapat menarik napas
lega.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dua suami istri itu saling berpandangan lagi sejenak, sang suami masih tetap dengan nada
suaranya yang ramah, berkata kepada Pok Cun Gie:
"Kami suami istri telah menerima budi sangat besar darimu, sebagai manusia yang kenal
budi, meski kami tidak berani menyatakan hendak membalas budi, tapi sekedar untuk
menyatakan, rasanya toh pantas. Kemarin anakku sudah membawa kemari batu giok "Im",
bagaimana kalau batu itu sekarang kuserahkan kepadamu untuk menghindarkan
penumpahan darah yang tak ada gunanya?"
"Batu giok "Im" memang kuhendaki, tetap bukan sekarang. Apalagi aku juga tidak suka
mendapatkannya secara mudah, maka sebaiknya bapak berdua simpan baik-baik." berkata
Pok Cun Gie sambil tertawa, setelah itu ia membalikkan badan dan berjalan keluar.
Pendekar Liong tiba-tiba mendongakkan kepala dan bersiul panjang kemudian bergerak
menyusul keluar.
Pok Cun Gie merandek dan bertanya: "Apakah bapak hendak menahan aku?"
Pendekar Liong menjawab dengan suara nyaring:
"Siaohiap keliru, kau yang melepas budi dengan tidak mengharap balas, bagaimana aku
dapat mengabaikan keluhuranmu ini? Bagaimana juga kami suami istri tidak dapat
melupakan budimu itu. Harap siaohiap tunggu sebentar, nanti aku akan menyingkirkan
dulu rintangan jaring alam dan bambu hitam, kemudian kuantar siaohiap keluar dengan
selamat sebagai tanda hormatku."
Pok Cun Gie sungguh tidak menduga bahwa orang tua itu demikian jujur dan besar
jiwanja, apabila dibandingkan dengan Tan Cie Tong, sesungguhnya jauh sekali bedanya.
Maka saat itu tergeraklah hatinya, diam-diam ia berpikir: Orang ini tidak mirip dengan
orang jahat.
Maka juga ia tidak menolak usulnya, dengan tenang menunggu sehingga dua suami istri itu
menyingkirkan semua rintangan.
Tak lama kemudian selesailah pekerjaan dua suami istri itu, mereka menghampiri Pok Cun
Gie dan dengan sikap sangat menghormat mengantar keluar tetamunya itu.
Dalam keadaan demikian Pok Cun Gie terpaksa harus membalas hormat, setelah itu baru
meninggalkan mereka dengan melalui tembok tinggi.
Pendekar Liong mengikuti di belakang Pok Cun Gie dan tangannya melemparkan tiga buah
batu ketengah udara, tiga buah batu itu ketika saling beradu di tengah udara menimbulkan
suara sembilan kali dengan beruntun.
Pada waktu itu, baru saja kaki Pok Cun Gie menginjak tanah, ketika mendengar suara batu
itu, tidak mengerti apa maksud perbuatan orang tua itu, selagi dalam keadaan mendugaduga, tampak olehnya disekitar tempat ia berdiri ada bayangan orang bergerak.
Serombongan orang di bawah pimpinan Sim Kun sendiri telah maju mengurung.
Pok Cun Gie diam-diam memaki: Bagus!! Kau pura-pura berlaku baik hati, kiranya hendak
mengeluarkan tanda rahasia guna menahan aku.
Oleh karena beranggapan demikian, maka hawa amarahnya timbul seketika, ia berdiri
tegak menantikan kedatangan mereka.
Sim Kun dengan cepat sudah berada di hadapannya. Ketika Pok Cun Gie berhadapan
dengannya, pocu itu mengeluarkan suara terkejut : "Eh! Kiranya Pek Tayhiap!"TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Pok Cun Gie yang masih mendongkol lalu menjawab sambil tertawa dingin: "Ya, kau mau
apa?"
Diluar dugaannya sikap Sim Kun mendadak berubah, dengan sangat menghormat ia
berkata: "Ayah ada perintah untuk mengantarkan Pek Tay-hiap keluar dari benteng."
Pok Cun Gie melongo, ia telah salah sangka. Orang-orang benteng pahlawan ternyata
bukan orang-orang jahat seperti apa yang dikatakan oleh Tan Cie Tong.
Dalam keadaan demikian sungguh tidak enak bagi dirinya, maka ia hanya dapat berkata
dengan suara agak gelagapan: "Terimakasih toa pocu, aku masih mengenal jalan."
Setelah itu ia buru-buru meninggalkan benteng pahlawan.
Keluar dari benteng pahlawan, ia mengingat-ingat kembali apa yang terjadi didalam
benteng tadi, dalam otaknya agaknya dapat memahami apa-apa, tetapi juga seolah-olah
kehilangan akal, dalam keadaan tanpa sadar ia sudah salah jalan. Hal ini tidak
mengherankan, sebab sebagai seorang yang sudah hidup lama didalam gua, begitu keluar
dari dalam gua, lebih dulu telah bertemu dengan seorang pengemis kecil yang kurang ajar
dan memperlakukan dirinya secara tidak pantas sehingga hatinya sangat mendongkol,
selanjutnya ia telah berkawan dengan seorang jahat kelas satu seperti Tan Cie Tong
sehingga sudah dipengaruhi olehnya. Betapapun pintarnya, untuk sesaat juga tidak dapat
menduga bahwa Tan Cie Tong hendak memperalat dirinya. Ia hanya merasa ada beberapa
hal susah dimengerti sebab musababnya.
Dengan pikiran bimbang ia berjalan dan berjalan terus, dengan tiba-tiba sesosok bayangan
orang berkelebat di hadapan matanya dan kemudian disusul dengan seruannya: "stop! Aku
hendak tanya kepadamu, kau ini orang yang bernama Pek Cun Ngo atau bukan?"
Pok Cun Gie baru sadar bahwa dirinya ditegor, dan orang yang menegor itu ternyata
adalah seorang gadis cantik berpakaian warna ungu.
Gadis itu nampaknya sedang marah, tetapi dimata orang lain kemarahan gadis itu
menimbulkan kesan sikapnya seorang anak nakal, dan tidak memberikan kesan bahwa ia
ada memiliki kepandaian tinggi.
Pok Cun Gie sudah tentu tidak memandang mata, maka segera menjawab sambil
tersenyum: "Nona, kau kenal denganku?"
Pertanyaan itu berarti sudah mengakui bahwa dirinya adalah Pek Cun Ngo.
Tetapi gadis cantik berpakaian ungu itu tidak berpikir demikian. Kembali ia berkata
dengan suara merdu: "Kau sebetulnya Pek Cun Ngo atau bukan? Jawablah yang jelas."
"Kalau iya, mau apa? Dan kalau bukan bagaimana?" kata Pok Cun Gie sambil tersenyum.
"Kalau engkau benar Pek Cun Ngo, Nonamu hendak memberi pelajaran padamu, kau tidak
boleh lagi mencari onar dibenteng pahlawan." kata gadis itu dingin.
"Kalau begitu, jika tidak mengaku sebagai Pek Cun Ngo, bukankah suatu tanda aku takut
padamu?"
''Asal kau tidak mengaku sebagai Pek Cun Ngo, sekalipun kau Pek Cun Ngo, Nonamu tetap
akan melepaskan kau pergi."
"Kenapa?"
"Sebab ini sudah menunjukkan bahwa takut pada Nonamu. Dan Nonamu selamanya takTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
suka menghina orang yang sudah takut."
Pok Cun Gie tertawa terbahak-bahak dan berkata: "Cuma sayang, aku justeru tidak takut
kepadamu. Sekalipun aku bukan Pek Cun Ngo, aku juga akan mengakui sebagai Pek Cun
Ngo."
"Kau sudah pernah dengar nama anak perempuan Naga berbaju ungu atau belum?"
Pertanyaan itu sesungguhnya amat lucu, juga menunjukkan bahwa gadis itu sipatnya masih
kekanak-anakan dan belum mempunyai pengalaman.
"Belum!" jawab Pok Cun Gie sambil menggelengkan kepala.
"Baik, kalau begitu sekarang Nonamu hendak memperkenalkan kau dengan
ketangkasannya anak perempuan Naga berbaju ungu."
Habis berkata demikian, tangannya lalu bergerak menyerang muka Pok Cun Gie.
Serangan tangan gadis itu menimbulkan bayangan ungu, tetapi tanpa suara.
Pok Cun Gie yang diserang demikian, dengan mata terbuka lebar dan menganggukkan
kepala ia berkata: "Tampaknya Nona benar-benar memiliki ilmu kepandaian yang berarti,
sayang kali ini kau ternyata sudah salah alamat."
Sementara itu kakinya digeser mundur beberapa langkah, kemudian mengeluarkan ilmu
kepandaiannya, bagaikan seekor ikan yang sedang berenang di lautan bebas, badannya
bergerak diantara berkelebatnya bayangan ungu gadis itu. Betapapun hebatnya serangan
gadis itu, juga tidak berhasil menyentuh ujung bajunya.
Dengan beruntun gadis itu melancarkan serangan sehingga enampuluh empat kali, tetapi
Pok Cun Gie satu kalipun tidak pernah membalas.
Pada saat itu serangan sigadis mendadak dihentikan dan bertanya:"Mengapa kau tidak mau
balas menyerang?"
Didalam mata Pok Cun Gie kelakuan gadis itu dianggapnya sangat lucu, maka ia lantas
tertawa geli dan kemudian menyahut: "Aku seorang laki-laki, bagaimana bertempur
dengan kau seorang gadis remaja, sekalipun aku berhasil melukai kau juga tidak ada
untungnya."
"Apakah kau tidak pandang mata diriku? Dan kau kira dengan satu kali pukul dapat melukai
aku? Hmm! Kau tidak menengok dirimu sendiri, dengan orang semacam kau juga berani
anggap bisa mengalahkan aku."
Pok Cun Gie tertawa terbahak-bahak dan berkata: "Kalau demikian katamu, nanti kalau
aku sampai kesalahan tangan melukai dirimu kau jangan kata bahwa aku sebagai seorang
laki-laki bisanya cuma menghina orang perempuan saja."
Pada saat itu tangan si gadis sudah mengeluarkan sehelai selendang sutera yang berwarnawarni, dua ujung selendang itu masing-masing diikatkan sebuah keliningan emas, sehingga
menimbulkan suara berisik dan memancarkan sinar berkilauan.
Ia putar sebentar selendang istimewa itu di atas kepalanya kemudian berkata: "Kau
hendak menggunakan senjata apa? Lekas keluarkan, supaya nanti jangan mati konyol."
"Kau denganku toch tidak ada permusuhan apa-apa, mengapa kau menghendaki jiwaku?"
"Dan kau sendiri ada permusuhan apa dengan orang-orang benteng pahlawan? Mengapa kauTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
minta mereka menyerahkan batu giok pusakanya di hadapan tokoh rimba persilatan?"
Pok Cun Gie baru sadar bahwa gadis itu juga orang dari benteng pahlawan.
"Apa Nona dari benteng pahlawan?"
Gadis itu memang benar orang dari benteng pahlawan, ia bukan lain daripada Sim Teng
Teng. Didalam benteng pahlawan ia tidak bertemu dengan Pok Cun Gie, maka ketika Pok
Cun Gie keluar dari benteng pahlawan, diam-diam telah dibuntutinya, sudah tentu tidak
mau melepaskan dirinya begitu saja.
"Kau tidak perlu tanya aku darimana, lekas keluarkan senjatamu." Demikian si Sim Teng
Teng berkata.
"Senjataku ada disini, Nona boleh turun tangan." Berkata Pok Cun Gie sambil menunjukkan
dua tangannya.
Gadis itu tidak banyak bicara lagi, senjata selendang istimewanya diputar, selain
menimbulkan bunyi keliningan nyaring juga menimbulkan warna warninya yang dapat
mengaburkan pandangan mata lawannya. Dengan senjatanya yang istimewa itulah ia
menyerang hebat Pok Cun Gie.
Pok Cun Gie ketika mendengar suara keliningan itu, mendadak timbul perasaan tidak enak,
hingga diam-diam ia terkejut. Ia segera mengerti bahwa keliningan emas di dua ujung
selendang sutera itu ternyata bukan sembarang keliningan.
Oleh karena itu ia kini tidak berani berlaku sembrono lagi dan tidak membiarkan gadis itu
melancarkan serangannya lebih lama.
Ia telah berusaha menenangkan pikirannya yang tergoncang, kemudian dengan kecepatan
bagaikan kilat ia menerobos serangan gadis itu, dengan menggunakan ilmunya membelah
sinar, ia telah berhasil menyambar selendang gadis itu dan kemudian dirampasnya.
Sepasang keliningan gadis itu memang mengandung kekuatan sangat ajaib yang dapat
merisaukan pikiran orang, jikalau ia berhasil memainkan senjatanya itu, betapapun tinggi
kepandaian lawannya, juga akan terpedaya. Oleh karena itu, maka selama ia muncul
dikalangan kang ouw, banyak orang-orang kuat ternama yang dijatuhkan oleh senjata itu,
dan oleh karena itu pula, maka ia akhirnya pandang ringan orang-orang kuat rimba
persilatan.
Pok Cun Gie walaupun merupakan seorang "anak bawang" yang baru unjukkan diri
dikalangan kang-ouw, tetapi berkat bacaan kitab-kitab ilmu silat yang terdapat didalam
gua dan berkat latihannya sendiri selama sepuluh tahun, pengetahuannya dalam berbagai
ilmu silat sangat luas, maka begitu melihat gelagat tidak baik lantas merebut kesempatan
lebih dulu.
Dengan kepandaiannya yang sangat tinggi itu, sudah tentu dengan sangat mudah ia
berhasil menyambar selendang gadis itu, ia kira senjata itu dengan mudah dapat
dirampasnya.
Diluar dugaannya ilmu kepandaian gadis itu ternyata hebat juga, ketika mengetahui
senjatanya hendak direbut, lalu pasang kuda-kuda, dan sambil mengeluarkan suara
bentakan keras, dia menarik kembali senjatanya.
Pok Cun Gie sementara itu juga memandang ringan kekuatan tenaga gadis itu, sehingga
tidak menyalurkan kekuatan tenaga dalam ke selendangnya, maka setelah selendang itu
ditarik oleh kedua belah pihak, lantas putus.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Selendang sutera yang panjangnya hanya satu tombak lebih itu, yang berada ditangan
gadis itu hanya tinggal kira-kira dua kaki saja.
Gadis itu berdiri terpaku sambil memegangi selendang yang ada ditangan kanannya,
kemudian dengan mendadak ia berteriak: "Kau...kau...kau telah menghina aku, aku..."
Ia sebetulnya hendak mengatakan: "Aku hendak mencari ibu!"
Tetapi kata-kata itu tidak sampai dikeluarkan karena merasa malu sendiri.
Dengan tidak banyak bicara lagi ia lantas berlalu sambil membawa selendangnya yang
tinggal sepotong.
Pok Cun Gie juga tidak menyangka gadis itu demikian cepat meninggalkan dirinya, maka
seketika itu ia berdiri tertegun dengan sepotong selendang ditangannya.
Pada saat itu, dalam hatinya timbul perasaan seperti apa yang ia katakan sendiri, memang
betul-betul kemenangannya itu sedikitpun tidak berarti baginya. Mengalahkan seorang
anak perempuan itu bukanlah suatu kemenangan yang patut dibanggakan.
Selagi ia mentertawai dirinya sendiri, pemimpin benteng pahlawan Sim Kun telah tiba
dengan mendadak bersama seorang perempuan tua.
Perempuan tua itu ketika melihat sepotong selendang sutera milik gadis berbaju ungu
berada didalam tangan Pok Cun Gie, lantas menegur dengan suara keras: "Bocah, kau
perlakukan bagaimana dengan Nonaku?"
Tanpa menunggu keterangan Pok Cun Gie, ia sudah menyerbu bagaikan harimau
kelaparan.
Pok Cun Gie lompat minggir selangkah, tetapi nenek itu sudah seperti orang kalap, masih
terus mengejar.
Pok Cun Gie yang terdesak demikian rupa, terpaksa memberikan perlawanan menahan
serangan nenek itu.
Serangan nenek itu sungguh hebat, tetapi toh masih tertahan oleh gerakan Pok Cun Gie
yang luar biasa, sehingga tidak dapat menyerang lagi. Ia sangat marah dan cemas,
kemudian berkata kepada Sim Kun: "Toapocu, mengapa kau tidak lekas bereskan bocah ini,
untuk minta keterangannya dimana Nona kita berada?"
Pemimpin benteng pahlawan itu agaknya tidak biasa melakukan perbuatan mengeroyok
pada lawannya, sejenak ia nampak ragu-ragu, lama tidak turun tangan.
Nenek itu berkata lagi dengan suara yang keras: "Terhadap manusia jahat seperti ini, perlu
apa kita harus memakai peraturan rimba persilatan? Lekaslah bertindak!"
Pok Cun Gie yang mendengar dirinya dikatakan manusia jahat, seketika itu lantas naik
pitam. Ia berkata dengan nada suara dingin: "Siapa yang kau maksudkan manusia jahat?
Mulutmu bersihkan dulu sedikit!"


Benteng Pahlawan Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam marahnya ia menggunakan telapakan dan jari tangan, dengan beruntun
melancarkan tujuh kali serangan, hingga nenek itu terpaksa mundur terus menerus,
kemudian ia berkata kepada Sim Kun sambil tertawa dingin: "Majulah! Apa aku perlu harus
mengeluarkan tenaga juga?"
"Pada waktu sekarang ini aku tidak bersedia bertempur denganmu." Berkata Sim Kun
sambil tertawa getir.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Kau ternyata tahu diri." kata Pok Cun Gie dingin.
Nenek itu nampak semakin cemas, ia meratap-ratap kepada Sim Kun: "Toapocu,
kau...kau... kau..."
"Nenek yang baik, jangan cemas, marilah kita bicara dengan pikiran sehat," berkata Sim
Kun sambil menggoyang-goyangkan tangan.
Nenek itu agaknya juga menyadari perbuatannya yang terlalu gegabah, dengan hati
mendongkol berdiri disamping seraya berkata: "Katakanlah!"
Sim Kun mengawasi potongan selendang sutera yang berada ditangan Pok Cun Gie,
kemudian berkata sambil tertawa: "Siaohiap, apa kau tadi pernah bertempur dengan
seorang gadis remaja yang memakai pakaian warna ungu?"
Pok Cun Gie yang memang bukan seorang jahat, maka ketika orang menanya dengan sikap
sopan santun, sikapnya juga mulai berubah lunak.
"Benar, tadi ada seorang gadis berpakaian warna ungu yang merintangi perjalananku dan
memaksa aku bertempur dengannya."
Nenek itu dengan cepat bertanya: "Kemana sekarang gadis itu pergi?"
"Dia sudah kabur!" jawab Pok Cun Gie sambil memandangnya sejenak.
Nenek itu ketika mendengar keterangan bahwa Sim Teng Teng sudah kabur, kembali naik
pitam. Katanya dengan suara keras: "Kau...kau...berani menghina Nona kami? Sekarang
aku hendak adu jiwa denganmu."
Setelah itu, ia kembali menyergap Pok Cun Gie dengan sikap yang kalap.
Sim Kun buru-buru menahannya dan berkata: ''Nenek yang baik, sekarang bagi kita yang
penting ialah mencari Teng Teng."
Setelah itu ia berkata kepada Pok Cun Gie: "Siaohiap . . . ."
Dengan cepat Pok Cun Gie memotong: "Dia kabur ke arah Timur."
"Bocah, ingat baik-baik! Lain kali jangan sampai kau bertemu lagi denganku." Berkata nenek itu dengan mata melotot. Dan setelah itu kabur tergesa-gesa ke arah Timur.
Setelah nenek itu pergi jauh, Sim Kun lalu mengucapkan terima kasih kepada Pok Cun Gie
dan hendak mengejar.
"Tunggu dulu!" Demikian Pok Cun Gie mendadak berseru.
Sim Kun terkejut, terpaksa membatalkan maksudnya untuk memburu. Sepotong sutera
berwarna yang berada ditangannya itu lalu dilemparkan pada Sim Kun seraya berkata:
"Benda ini, tolong kau kembalikan pada Nona baju ungu itu."
Pok Cun Gie setelah melemparkan selendang suteranya kepada Sim Kun, secepat kilat
sudah lompat pergi ke arah yang berlawanan.
Dengan demikian hingga ia lebih dahulu daripada Sim Kun meninggalkan tempat itu.
Oleh karena Pok Cun Ge masih belum kenal jalanan, maka arahnya semakin keliru, tanpa
disadarinya, dia sudah berada di-tengah-tengah gunung dan tidak tahu arahnya lagi.
Ia sesalkan dirinya sendiri, selagi hendak mencari jalan keluar, dengan tiba-tiba telinganyaTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
menangkap suara orang bicara yang tertiup oleh angin gunung.
la mulai pasang telinga. Tiba-tiba ia berseru kaget dan berkata: "Eh! Kiranya paman Tan
juga berada didalam gunung ini!"
Selanjutnya, ia lalu enjot kakinya dan kaburkan dirinya ke arah datangnya suara orang
bicara tadi.
Angin gunung sebentar meniup kencang, sebentar kecil, hingga suara pembicaraan orang
itu kadang-kadang terdengar nyata, kadang-kadang tidak kedengaran. Dalam keadaan lari
di atas gunung, ia hanya dapat menangkap suara itu dengan samar-samar "... Segalanya,
semua sudah diatur. . . beres atau belum?"
Kemudian disusul oleh jawaban suara: "Berkat rejeki besar Su Cun, semua partai besar
sehingga pada saat ini masih belum tahu. Kita semua menunggu perintah akan
pelaksanaannya. Semoga berhasillah dengan sukses besar usaha kita itu!"
Oleh karena jawaban itu diucapkan banyak orang, hingga suaranya terdengar nyata dan
semuanya masuk ke telinga Pok Cun Gie.
Pok Cun Gie merasa heran, ia bertanya pada diri sendiri: "Apa? Dia mempunyai demikian
banyak murid, mengapa tidak berkata terus terang denganku?"
Dalam benaknya lalu timbul perasaan curiga, maka ia juga batalkan maksudnya untuk
menjumpai, sebaliknya malah sembunyikan diri ketempat gelap untuk menyaksikan
keadaan yang sebenarnya.
Pada saat itu, terdengar pula suara Tan Cie Tong: "Tengah malam ... turun tangan
berbareng...benda pusaka...lekas kabar..."
Kemudian terdengar suara jawabannya : "Baik!" Lalu terdengar pula suara Tan Cie Tong:
"Baiklah sekarang kalian boleh pergi!"
Kaki Pok Cun Gie bergerak, tetapi ternyata sudah agak lambat, selanjutnya ia
mempercepat langkahnya, ia telah bertekad hendak menjumpal mereka lebih dulu, nanti
baru bicara lagi.
Akan tetapi ia masih terlambat, tempat sejauh seratus tombak lebih di hadapannya,
tampak berkelebat duabelas sosok bayangan orang yang lari menuju keempat penjuru,
karena menyaksikan mereka sudah berlalu, ia anggap disusulpun tidak ada gunanya, maka
ia lalu berhenti lagi.
Baru saja ia berhenti, di depannya kembali terdengar suara orang tertawa terbahak-bahak,
kemudian disusul oleh munculnya bayangan sesosok manusia dengan kata-katanya yang
sudah seperti lupa daratan: "Haha! Sungguh tidak kusangka nasibku begini baik, ditambah
lagi dengan adanya bocah she Pok yang datang mengantarkan diri sendiri, ini berarti akan
mempercepat suksesku."
Bocah she Pok? Bukankah orang yang dimaksudkan itu adalah dirinya sendiri? Saat itu Pok
Cun Gie mendadak merasa seperti jatuh terpeleset dari tempat tinggi, sesaat berdiri
terpaku dengan mulut kememek.
Lama sekali, ia baru menarik napas panjang dan berkata sendiri sambil tertawa getir:
"Tidak peduli yang kau maksud itu diriku atau bukan, aku sudah tidak mau berbuat seperti
dahulu lagi yang mempercayaimu sepenuhnya. Kita berjalan masing-masing sambil melihat
apa yang akan terjadi!"TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Karena berpikiran demikian, maka ia lalu bergerak dan mengintai jejak Tan Cie Tong. Ia
telah bertekad hendak melihat dari dekat, bagaimana sebetulnya manusia semacam Tan
Cie Tong itu.
Meskipun ia berusaha mengintai jejak Tan Cie Tong tetapi karena ia mengambil keputusan
agak terlambat, lagi pula keadaan sangat gelap, sehingga tidak berhasil menyandak.
Sehingga terang tanah, ia terpaksa turun ke jalan raya lagi. Jalan raya itu sudah banyak
kaum pedagang yang pergi hendak mendagangkan barang dagangannya. Ia mencari salah
seorang diantara orang banyak dan menanyakan keterangan tempat itu, ia baru tahu
bahwa ia sedang berada di atas jalan raya yang menuju ke kota Gak-Yang.
Ia lalu mengerahkan ilmu lari cepatnya, dalam waktu singkat ia sudah mencapai jalan
sejarak duaratus pal lebih dan sudah tidak jauh lagi dengan kota Pek-Lo.
Tepat pada waktunya orang santapan pagi, ia tiba dikota Pek Lo, maka ia lantas memasuki
sebuah rumah makan untuk menangsel perut.
Karena mukanya tampan dan bentuk tubuhnya tegap, ditambah lagi dengan pakaiannya
yang bagus, maka oleh pelayan rumah makan itu dianggapnya sebagai tetamu dari
golongan atas.
Ia segera memperlakukan tamunya yang masih muda itu dengan sikap yang hormat sekali
dan dipersilakan mengambil tempat bagian loteng, yang biasanya diperuntukkan bagi
tamu-tamu beruang.
Pok Cun Gie yang belum banyak pengalaman, sudah tentu menurut saja. la sungguh tidak
nyana bahwa ruangan atas rumah makan itu diperlengkapi dengan indah, para tamunya
juga tampaknya sopan-sopan, tidak seperti orang dari golongan kasar.
la memilih meja dekat jendela yang menghadap ke sungai, lalu memilih beberapa rupa
hidangan kecil dan seekor ikan-emas yang beratnya tidak lebih dari setengah kilo.
Pelayan itu nampaknya sangat kecewa, karena hidangan yang dimintanya ternyata sangat
sederhana, bukan seperti hidangan orang beruang. Tetapi karena takut dengan
pengaruhnya, perasaan kecewanya tidak berani diutarakan.
Diseberang meja Pok Cun Gie, duduk seorang bermuka putih, berpakaian pelajar warna
biru, yang usianya kira-kira 30 tahun.
Lelaki bermuka putih bersih itu mengawasi dirinya dan menganggukkan kepala sambil
tersenyum.
Ini adalah suatu adat istiadat yang biasa dilakukan oleh orang-orang golongan pelajar yang
mengerti ilmu silat, maka Pok Cun Gie diam-diam juga terkejut, ia tidak menyangka
bahwa ditempat ini akan menjumpai seorang berkepandaian tinggi dalam ilmu surat dan
ilmu silat. Oleh karenanya ia juga membalas hormat sambil bangkit membungkukkan diri.
Barang hidangan yang dipesan sudah dibawa semua, tetapi Pok Cun Gie dahar seenaknya
hingga sangat lambat. Karena ia tidak minum arak, sekalipun terlambat, juga lebih cepat
daripada tamu yang minum arak. Tak lama kemudian ia sudah selesai dahar dan
memanggil pelayan.
Pelayan itu dengan sikap ogah-ogahan menghampirinya, Pok Cun Gie masukkan tangannya
kedalam saku, nampaknya hendak mengambil uang. Mendadak ia terperanjat, mukanya
merah, dan tangannya tidak bisa ditarik keluar lagi.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Apa sebetulnya yang telah terjadi? Ternyata ia sudah lupa membawa uang, sehingga tidak
bisa membayar uang makan.
Bagaimana rasanya orang dihina, ia sudah pernah merasakan dari pengemis kecil, sudah
tentu sekarang ia tidak suka lagi mendapat pengalaman tidak enak itu. Namun ia harus
berusaha untuk menghindarkan hinaan itu, dan jikalau terpaksa, ya apa boleh buat kabur
saja, jangan sampai dihina di hadapan orang lain.
Dalam keadaan cemas, mendadak ia mendapat suatu akal. Ia duduk lagi ditempatnya dan
berkata kepada pelayan: "Aku minta disediakan lagi seekor bebek panggang, setengah kati
daging sapi dan setengah kati arak putih."
Mendengar pesanan barang itu, pelayan itu menunjukkan muka berseri-seri, tanpa banyak
The Iron King 3 Sang Penggeli Hati Karya Mb. Rahimsyah Pendekar Latah 6

Cari Blog Ini