Ceritasilat Novel Online

Dendam Seorang Jantan 1

Ratu Ayu 02 Dendam Seorang Jantan Bagian 1


https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
TOPENG PANJI
DAN CAMBUK IBLIS
SERI RATU AYU II
DENDAM SEORANG JANTAN
Karya : Dyah Palupi
BAGIAN I
PEDANGNYA masih mematuk-matuk walaupun belum mengenai sasaran yang
diarahnya, ujung pedang itu cukup berbahaya.
"Tidak sepantasnya kalian mengerubut aku!" Suara itu terdengar sangat lembut
dengan masih meloncat ke kiri dan ke kanan menghindari serangan lawan.
"Itu bukan urusanku nona. Cara apapun yang kulakukan dalam usaha
membekukmu adalah urusanku sendiri!"
"Ya, tetapi kalian orang yang tak tahu harga diri!"
Salah seorang yang bertubuh besar berkumis tebal tertawa terbahak-bahak sampai
tubuhnya bergoyangan, waktu tawanya mereda ia berkata "Apa itu harga diri nona?
Orang akan kehilangan harga dirinya pada saat ia membutuhkan sesuatu untuk dirinya.
Kami berlima ini kehilangan harga diri karena kami akan membawamu menghadap lurah
kami. Apa pun caraku asal mendapatkan kau!"
"Kalau saja kau akan menghadapi aku, tak perlu dengan cara seperti akan
menangkap seorang penjahat!"
Mendengar jawaban gadis itu, kembali orang berkumis tebal itu tertawa keras.
"Bagus. Kalau begitu mari ikut aku"
"Apa salahku?"
Orang berkumis tebal itu memandang teman-temannya untuk mencari jawaban
yang masuk akal. Sedang gadis itu diam-diam merasa bersukur, pertanyaannya tidak
terjawab.
Tetapi tengah mereka didamba angan-angan dalam benaknya, tiba-tiba seorang
yang bertubuh pendek kekar meloncat memutar tangan gadis itu ke belakang, disusul yang
lain.
Gadis itu meronta, tetapi ia kalah tenaga. Tiga orang laki-laki berotot telah
mengerubutnya. Dan dalam soal tenaga memang gadis itu tak mungkin mengalahkan. Ituhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
pulalah sebabnya waktu mengadakan perlawanan gadis itu menggunakan kelincahannya
untuk menghindari serangan serangan yang mematikan.
"Bandotan tak tahu diri!" Bentak gadis itu.
"Bandotan atau tidak apa urusanmu?" Jawab si pendek dengan mengikat gadis itu
dan mendorongnya sehingga jatuh tertiarap. Orang yang bertubuh besar memberi isyarat
agar jangan berbuat kasar. Mereka memberi kesempatan gadis itu berdiri.
Gadis itu berdiri, dengan pandang tajam ia mengawasi lawan-lawannya dengan
pandang meremehkan.
"Ikut aku!" Perintah yang berkumis tebal
Gadis itu tidak menjawab. Dengan tangan terikat ia mengikuti lima orang laki laki
yang umurnya rata-rata hampir mencapai setengah abad.
Hari itu matahari baru sepenggalah di atas bukit yang membatasi desa, di seberang
sana sebuah hutan lebat yang dinamakan alas purwa. Di sanalah dahulu orang yang
menamakan diri Samber Nyawa alas tuwa memukimi ilmunya sampai ia mengangkat
dirinya menjadi adipati Sadeng dengan terlebih dahulu membunuh kakaknya secara licik.
Dan sekarang walaupun Sadeng telah menyatukan diri dalam kekuasaan
Majapahit, tetapi masih menjadi teka teki apakah ia telah menemui ajalnya dalam
mempertahankan kekuasaannya, ataukah ia lari bersama adik-adik seperguruannya
kembali ke alas purwa tempat bermukim gurunya.
Bukit megah yang membatasi kekuasaan liar alas purwa itu, seakan-akan menjadi
saksi berkembangnya keserakahan, di samping itu juga menjadi saksi setiap yang melalui
daerah itu untuk dihabisi nyawanya atau disiksa karena tidak mau memberikan hasil
buminya untuk mereka.
Pada hari itu seorang gadis melalui tanah tandus bukit itu dengan dikawal lima
orang. Walaupun dengan tangan terikat ke belakang, tetapi sikap gadis itu tenang berjalan
dengan penuh keyakinan. Gadis itu telah mengetahui dengan pasti apa yang akan
dilakukan mereka itu atas dirinya.
Karena itu pulalah semua kejadian yang menimpa dirinya, diserahkannya bulatbulat kepada kekuasaan yang menciptakan Alam Semesta.
Sampailah perjalanan mereka pada sebuah gundukan, samping menyampingnya
hutan belukar yang berbatu sebesar kerbau. Sebuah pohon tua, dengan sebuah cabangnya
yang kokoh berjuntai seutas tali sebesar ibu jari.
"Berhenti!" Perintah orang berkumis tebal itu. Waktu itu matahari sudah mencapai
tengah bulatan bumi. Gadis itu memandangi sekitar dimana ia berada, waktuhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
pandangannya tertumbuk pada tali yang menjuntai, hatinya bergetar keras, dadanya naik
turun. Tampak ditengah wajahnya yang tenang itu, darahnya bergolak menahan marah.
Orang yang bertubuh besar dan berkumis tebal itu, membunyikan cambuknya.
Gadis itu memandang dengan sudut matanya. Tampak olehnya seorang bertopeng panji
dengan sebuah cambuk besar melekat pada tangannya.
Dilayangkan pandang, bermunculan beberapa sosok tubuh semuanya berjumlah
tujuh orang dengan menggunakan topeng panji, sedang empat orang diantara lima orang
yang mengawalnya dengan wajah terbuka.
Enam orang yang baru datang merentangkan tangannya dan masing-masing
memegang cambuk di tangan kanan sedang tangan kirinya memegang belati pendek yang
melekat pada pinggangnya.
Di belakangnya beberapa orang menggiring dua orang pemuda dengan mata
tertutup dan tangan terikat ke belakang menuju ke tempat itu dengan didorong-orong.
Tubuh kedua pemuda itu belur-belur bekas siksaan dengan cambuk, sedang pada
mukanya tampak luka-luka dan biru-biru yang matang,
Uadis itu menarik napas panjang.
"Tidak ada gunanya melawan mereka yang banyak jumlahnya." Pikir gadis itu.
"Kau telah berhasil adi?" Tanya seorang perkasa kepada orang yang bertubuh
besar.
"Kakang telah melihatnya bukan."
"Bagus!" Dengan sikap lega ia dapat menjaksikan permainan kita.
Orang yang bertubuh besar itu mengisyarati kepada yang bertubuh pendek kekar.
Dan meloncatlah orang ini kemudian membuka ikatan. Gadis itu setenang air danau yang
cukup dalam, hanya dadanya tampak naik turun melihat kedatangan mereka yang disiksa.
Pemuda yang matanya tertutup itu didorong ke arah pohon tua keduanya
kehilangan keseimbangan karena matanya tertutup.
"Mari kita mulai." Perintah seorang perkasa bertopeng.
Tali yang berjuntai itu diturunkan, kemudian diikatkan padi pinggang kedua
pemuda itu, ujungnya dililitkan pada pangkal bahunya dan ujungnya diikatkan menjadi
satu tepat di belakang tengkuknya. Setelah itu dibukalah tutup mata kedua pemuda itu.
"Angkat ke atas!" Terdengar ulangan perintah.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
Dan terangkatlah kedua pemuda itu. demi sedikit kakinya mulai tidak menginjak
tanah dan sampailah pada setinggi lutut.
Beberapa orang yang lain berlarian, memasakkan mata tombaknya di bawah dua
pemuda yang bergantungan itu. Waktu pemuda itu menundukkan kepalanya, ia
memejamkan mata, terbuka kembali dengan bersinar ia memandang satu persatu yang
menyiksanya dan akhirnya bertemu pandang dengan gadis itu.
"Kau menyiksa aku untuk menakuti gadis itu?"Tanya salah seorang pemuda yang
bergantungan.
"Dia masih bisa mengoceh adi."
"Sebentar lagi bungkam untuk selamanya."
"Cecunguk seharusnya tak bermulut usil." Teriak mereka yang bergantungan.
"Rasakan nasibmu yang membangkang perintah Ki Lurah."
"Buset, mukamu yang seperti babi hutan itu yang mengoceh sehingga aku menjadi
seperti ini."
"Salahmu mengapa kau berlaku serong dengan selir Ki Lurah. Dan aku merasa
berkewajiban karena aku anak buah yang setia terhadap pekerjaanku"
"Bukan aku yang mengajak selir Ki Lurah sendiri yang memulai." Jawab pemuda
itu dengan memandang tajam.
"Itu aku tidak tahu, tetapi kau tertangkap basah."
"Karena monyongmu seperti babi hutan itulah sehingga Nyi Lurah memilih aku."
Pemuda itu mencoba menggeliatkan tubuhnya karena ternyata talinya dikendurkan dan
kakinya mulai mencium ujung tombak.
"Bangsat." Serta merta orang yang pendek bertubuh kekar itu berlari akan
menghajar pemuda yang digantung.
Baru saja beberapa langkah, sebuah belati melayang sejengkal di depannya. Orang
itu terkejut, berhenti. Ia mengetahui bahwa yang melempar belati adalah lurahnya sebagai
larangan perbuatannya. Orang itu tidak berani menoleh, karena salah-salah bisa dihajar
dianggap menantang.
"Ambilkan belatiku." Perintah orang perkasa yang ternyata lurahnya yang
mempunyai banyak selir.
Orang pendek kekar itu berjalan mengarah sebuah belati yang tertancap dalam
pada sebuah ponon muda. Bulu kuduknya berdiri, betapa ngerinya kalau pisau itu sengajahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
oleh lurahnya dilempar tertancap pada tubuhnya. Seketika itu tubuhnya menjadi lunglai.
Diraihnya belati itu, ia berjalan kembali dan memberikan kepada lurahnya.
Sesaat Lurahnya menerima belati itu, hampir tidak terlihat oleh mata biasa, sebuah
tendangan mengenai dadanya. Orang pendek kekar itu terpental surut beberapa langkah
disertai jerit yang mengerikan. Ia menggeletak dengan napas kembang kempis. Dicobanya
bangun, berjongkok menyembah, tetapi tiba-tiba darah segar terlontak dari mulutnya.
"Rupa-rupanya kaupun bersekongkol dengan mereka. Kalau selirku mau melayani
kau, maka kaulah yang memakannya." Orang perkasa itu diam sejenak, kemudian
mcnyambung "Berbahagialah kau yang mempunyai muka seperti babi hutan,
monyongmu panjang sehingga kau tidak bernasib seperti dia." Kata Lurah itu.
Sekali lagi si pendek kekar menyembah dengan menyapu darah yang mengalir dari
mulutnya.
"Hai Bibis Kuning, benarkah dia juga mengganggu selirku?" Tanya Lurah itu
kepada yang digantung.
"Benar Ki Lurah, adi Bibis Ijopun mendengar waktu ia membujuk Nyi Lurah,
bahkan mengancam sewaktu Nyi Lurah mencari aku digardu belakang, karena Nyi Lurah
me-nolaknya, maka ia lalu mengadukan aku kepada Ki Lurah, Dan terjadilah seperu
kejadian yang kemarin kualami."
"Hemmm."
"Dan Nyi Lurah bernasib sial, belati Ki Lurah yang seharusnya tertancap pada
dadaku mengenai punggung Nyi Lurah. Sebenarnya Nyi Lurah seorang yang berbudi
tetapi karena selalu dikejar-kejar oleh si moncong babi itu, maka Nyi Lurah mencari jalan
penyelesaian. Dan ia ingin menyelesaikan dirinya dengan ditandai perbuatan mesum
bersama seorang pemuda, dan pemuda itu aku. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan
kepada si moncong babi yang tak tahu diri itu, bahwa Nyi Lurah masih mempunyai
pilihan."
"Bangsat, kenapa kau tidak berkata sejak dahulu."
"Aku merasa tidak berhak melaporkannya Ki Lurah."
"Ya, karena perbuatan itu bukan wewenangmu."
"Demikian Ki Lurah."
"Baik, baik. Melakukan serong dengan saling mencintai adalah lebih baik dari
pada memaksa seseorang." Kata Lurahnya.
Orang perkasa itu memandang si pendek kekar.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Benar apa yang dikatakannya?"
"Ampuni aku Ki Lurah."
"Ha, ternyata kau lebih bangsat dari pada kedua bibis itu."
"Ampuni Ki Lurah,"
"Ini yang kau minta." Habis berkata demikian, diayunkannya cambuknya yang
cukup besar itu mengarah leher, demikian cambuk itu mengenai sasarannya, ditariknya
dengan sekuat tenaga, sehinga si pendek kekar terseret dan kepalanya menumbuk batu
yang sebesar kerbau itu. Ia tidak berkutik lagi.
Melihat kejadian di depan matanya, gadis itu menggigil tubuhnya basah oleh
keringat dingin, darahnya bergolak keras, tetapi ia berusaha menekannya, sampai giginya
terkatup.
"Turunkan mereka!" Perintah orang perkasa.
Cepat yang lain menurunkan, menyeretnya ke lain tempat agar tubuh kedua
pemuda itu tidak terkena ujung tombak yang menganga ke atas.
"Gila." Pikir gadis itu, "Semuanya berjalan menurut kehendaknya sendiri. ..."
Gadis itu tunduk.
Ternyata di kalangan mereka mempunyai cara hidup sendiri-sendiri. Mereka
menganggap tidak bersalah seseorang berbuat serong dengan orang lain apabila dilakukan
atas sukarela keduanya, bahkan mereka menganggap perbuatan ini masih lebih baik
daripada berbohong atau mencuri. Bahkan melacurkan diri masih dianggap perbuatan
yang tidak terhina, sebab perbuatan itu dilakukan atas jual beli yang syah dan tidak
mengganggu orang lain.
Sedang mencuri dan berbohong langsung merugikan orang lain.
Demikian keterangan Lurah yang bertopeng panji itu.
Mendengar ucapan ini gadis itu menggigil. Bagi gadis itu kehormatan adalah
hartanya yang paling berharga. Dan bagi gadis itu akibat dari perbuatan itu sama saja,
keduanya baik menjual kehormatan ataupun mencuri sama-sama merugikan, sama-sama
merusak martabat hidup manusia.
Berfikir demikian, gadis itu diam bersamadi, ia menyatukan segenap permohonan
perlindungan kepada Yang Maha Kuasa.
Matahari sudah condong di sebelah barat. Tiba-tiba di kejauhan terdengar bunyi
cambuk bertautan.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Guru datang." Kata orang perkasa itu setengah berteriak.
Suara itu masih sangat jauh mengumandang menurut pendengaran orang biasa,
tetapi betapa herannya tiba-tiba saja muncullah dari sebuah belukar seorang yang
meloncat cepat sekali dan bertengger pada batu sebesar gajah itu. Orang itupun bertopeng,
tubuhnya semampai. Ia melihat sekitar tempat itu.
"Apa yang terjadi?" Tanya guru itu.
"Ternyata bukan kedua bibis yang memaksa selirku guru, tetapi si pendek kekar
yang mengejarnya selalu, dan ia terpaksa mengalami nasib sial."
"Bagus, bagus. Dan pemuda itu?"
"Ia telah kuistirahatkan sebab ternyata keduanya hanya alat."
"Dan selirmu, pisaumu sendiri yang menunjamnya."
"Karena pakartinya sendiri guru."
"Hemmm."
"Ia melindungi kedua pemuda itu.
"Karena merasa bersalah?"
"Mungkin demikian."
"Bagus. Itu namanya perempuan sejati."
"Perempuan sejati? Mengapa demikian guru?"
"Ia mewadahi kesalahannya."
"Oh. Demikian."
"Ya, dia seorang isteri yang mengetahui hati suaminya, dan mengetahui pula
akibat daripada perbuatannya. Bukankah itu baik?"
Semuanya diam.
"Tetapi ia telah menghina aku guru," Tanya Lurah itu.
"Hmmm. Barangkali begitu. Sebaliknya barangkali juga ia berpendapat seperti
pendapatmu. Masih kau pelihara dengan baik semua selirmu? Atau sudah ada pula orang
lain yang kau beri hadiah."
Lurah bertopeng panji itu meneguk liurnya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Kadang-kadang ia menghadiahi sendiri guru." Habis berkata demikian Lurah
bertopeng panji itu tertawa terbahak-bahak. Tawa itu sangat memuakkan terdengar dari
balik topengnya.
"Kalau begitu sebaiknya kau bebaskan kedua bibis itu."
"Aku telah memberinya. Dan si pendek ini justru yang bernasib sial, kepalanya
terpaksa membentur batu."
"Adakah sudah mati?"
"Karena lehernya terjerat cambukku, dan kelihatannya ia sudah tidak berkutik
lagi."
"Coba kau lihat."
"Adi kebo Kuntet, coba kau periksa.,"
Yang bernama Kebo Kuntet segera berlari menemui si pendek kekar. Kebo Kuntet
mengangkatnya, ternyata si pendek Kekar masih hidup, nyawanya sudah sampai di ubunubun.
"Kau jangan menyiksanya." Kata gurunya.
"Maksud guru?"
"Jika kau menghendaki kematiannya, cepat matikan. Tetapi jangan kau siksa."
Gurunya memberi penjelasan. "Atau kau salurkan kekuatanmu agar ia dapat kembali
baik."


Ratu Ayu 02 Dendam Seorang Jantan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba saja Lurah bertopeng Panji itu teringat akan jasa-jasa si pendek kekar
Suracere, sewaktu membantu lurahnya melarikan gadis seorang Demang di ujung kulon.
Hampir saja celaka kalau tidak Suracere mengetahui bahwa makanan yang disuguhkan
itu mengandung bisa ular yang sengaja ditaruh untuk membunuh orang yang disegani
oleh seluruh padesan di sekitar Alas Purwa.
"Angkat dia ke dekatku Kuntet."
Pada sebuah batu yang menyerupai meja diletakkan Suracere yang napasnya
tinggal di ubun-ubun itu. Lurah perkasa itu segera menempelkan tangannya pada tangan
Suracere dan menyalurkan kekuatannya. Suracere menggeliat dan mengaduh.
"Terus menyatukan tenaga sampai sepenginang." Perintah gurunya dengan
tersenyum "Lurahmu teringat akan jasa Suracere ketika melamar anak demang ujung
kulon." Sambung gurunya. Sedang lurah bertopeng Panji itu mengangguk, walaupun
senyumnya tidak tampak di balik topengnya, tetapi topeng itu bergerak-gerak, seperti juga
topeng gurunya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
Suracere menarik napas panjang dan merintih.
"Lepaskan perlahan. Dan bawa kembali!" Guru itu memerintah.
Lurah topeng Panji menuruti semua nasehat gurunya, Suracere membuka
matanya, kemudian memandang sekitar dan memejamkan kembali. Beberapa temannya
diperintahkan membawa pulang si pendek kekar yang hampir saja kehilangan nyawa.
"Oh, hampir lupa bukankah kita mempunyai tamu." Kata Lurah itu dengan
memandang gadis yang masih berdiri dikitari anak buahnya yang berjumlah empat orang
dipimpin oleh seorang yang bertubuh besar berkumis tebal, yang sekarang mengenakan
topeng Panji diantara tujuh orang lainnya. Dia adalah murid termuda dari perguruan Alas
Purwa.
Semula muridnya berjumlah sembilan orang. Dua orang terpaksa menemui
ajalnya pada pemberontakan Sadeng karena keserakahan yang menguasai dirinya. Tetapi
adalah diluar pikiran anak buah mereka, adakah sambernyawa Alas tua yang mati,
ataukah yang lain tiada seorangpun yang mengetahuinya, kecuali sang guru.
Bagi anak buahnya, bahkan bagi seluruh penduduk alas purwa, tiadapun seorang
yang mengenal wajah lurahnya sebab diantara mereka hampir mempunyai bentuk badan
yang bersamaan, kalau toh mereka berbeda hampir tiada yang menyolok. Yang menandai
tingkatan ilmu yang dimilikinya tidak tergantung kepada banyaknya umur, sebab mereka
diterima sebagai murid pada perguruannya tidak pula tergantung kepada banyaknya umur
untuk dinyatakan sebagai muridnya tertua. Dia yang diberi nama Lurah Topeng Panji
dibanding yang lain mereka masih tergolong muda, tetapi mempunyai ilmu tertua
diantara saudara seperguruannya yang lain.
Gurunya sangat mencintainya setelah kehilangan dua orang muridnya yang lain,
hampir seluruh ilmu yang dipunyai telah diwariskan dalam tataran mencapai
kesempurnaan. Hanya saja Lurah Topeng Panji ini masih belum dapat mengendapkan
dirinya, sehingga ilmu yang dimilikinya tidak pula atas hasil pengendapan diri. Untunglah
pada dirinya terdapat kekuatan jasmani yang membantu, sehingga dalam mengolah
ilmunya ia mempunyai tenaga yang cukup.
Gurunya mengetahui sifat muridnya ini, karenanya ia berusaha membimbing agar
murid yang diharapkan menggantikan kedudukannya itu benar-benar menguasai warisan
ilmunya dengan pengendapan.
"Nona telah melihat hampir semua permainan kami. Bagaimana kesan nona
selama melihat itu? Adakah menggembirakan?" Tanya lurah itu.
Gadis itu belum menjawab. Matanya memandang tajam.
"Nona jangan melihat aku dengan pandangan seperti itu. Pandangan demikian
mengingatkan aku kepada kejadian masa lampau waktu aku melamar isteriku yanghttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
pertama!" Orang perkasa itu tertawa kemudian melanjutkan, "Tetapi nona sejak isteriku
mati, pandang demikian tidak lagi meruntuhkan hatiku."
"Tak ada yang menarik tuan, kecuali tingkah lakumu yang mau menang sendiri."
Jawab gadis itu memberanikan diri.
Lurah topeng panji itu tertawa dengan menutupkan tangannya pada mulut
topengnya.
"Bagus, bagus nona. Itu pengakuan yang tidak cocok. Tetapi aku merasa mendapat
penghargaan atas makian nona. Sebab baru sekali ini aku mendengar suara lembut yang
berani mengumpat di depan mataku."
Gadis itu merasa tiada artinya melayani kata-kata lurah itu.
Ia diam dalam seribu basa.
"Nona, adakah nona akan selalu diam tidak menjawab apa yang kutanyakan? Atau
aku akan membungkam mulutmu untuk selama lamanya? Barangkali demikian yang kau
kehendaki?"
"Adakah berharga aku menjawab pertanyaanmu.?"
"Terserah. Atau barangkali kau sudah bosan melihat matahari? Nah kalau
memang bosan sebaiknya sekarang. Matahari sudah hampir bersembunyi di baliknya
gerumbul itu."
"Itu urusanmu, kau memegang kekuasaan. Kau berhak menggunakan kekuasaan
itu, seperti terhadap si pendek dan kedua bibis."
"Benar-benar nona, kau mengingatkan aku bahwa aku mempunyai kekuasaan
tertinggi atas daerah ini dengan seluruh isinya, termasuk semut-semut yang berkeliaran
dalam liangnya."
Gadis itu tunduk.
"Tetapi terhadapmu nona, aku ingin mengetahui dan berbuat adil, kalau kau
ternyata tidak bersalah dan tidak membungkam seperti tadi, aku bersedia mengantarmu
dan memasrahkan kepada orang tuamu!" Lurah itu tertawa lirih lalu menyambung
"Bahkan aku bermaksud melamarmu, andaikata kau bersedia."
"Tutup mulutmu tuan." Bentak gadis itu. Semuanya termasuk gurunya tiada dapat
menahan tawanya, mereka hampir bersamaan tertawa terpingkal-pingkal. Mereka
mengetahui bahwa kakak seperguruannya sedang jatuh cinta kepada seseorang gadis
manis yang sekarang di hadapannya. Kalau saja ia menghendaki ia dapat berbuat apapun,
tetapi kalau saja ia melihat mata gadis itu yang bersinar dan bundar, hatinya menjadihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
runtuh. Karenanya untuk menutupi hatinya, ia berbuat sebaliknya dan mengatakan yang
tidak sebenarnya.
Sebenarnyalah demikian, ia memerintahkan menangkap gadis itu tiada sebab lain,
kecuali hatinya tertambat setiap ia melalui jalan menuju pasar. Tak seorangpun yang
mengenal wajah lurah itu pada saat ia mengenakan topengnya, sehingga tiada pula
mengetahui kalau kebetulan ia melepaskan topengnya dan berjalan pada tempat-tempat
ramai. Dan kepada gadis desa seberang bukit itu ia jatuh cinta.
Lurah topeng panji itu kelihatan gelisah, kalau saja wajahnya tidak di balik
topengnya tentu semua akan melihat bahwa wajahnya semerah dadu karena hatinya
tersinggung.
"Nyalakan obor kita buat permainan yang kedua kalinya."
"Permainan apa itu kakang?" Tanya adik seperguruannya.
"Permainan yang barangkali bapa guru tidak setuju,"
"Mengapa demikian?"
"Karena membangkitkan masa muda guru."
"Ah!" Kemudian mereka kembali tertawa sampai mendongak.
Satu-satu obor telah dinyalakan, mereka yang bertopeng tampak si wajah tak
pernah berubah. Wajah bening berkumis indah itulah topeng-topeng panji yang mereka
kenakan.
"Ikat perempuan itu." Perintah Lurahnya keras. Beberapa orang yang berdiri
disamping gadis itu segera mendorongnya dan digelandang ke tempat gantungan yang
talinya masih terjuntai. Dua orang pemuda yang sejak siang mendapat siksaan dengan
tubuh yang tidak berdaya matanya masih dapat melihat gadis itu berjalan tunduk
menantikan nasibnya.
Lurah itu tertawa lirih sangat memuakkan, ia mulai mendekati tiang gantungan
dan dengan belatinya ia menggores kemben gadis itu tepat pada ujungnya. Kembennya
terbuka untunglah kemben itu berlapis dua sehingga dadanya yang terhias dua benda
montok itu tidak terlibat oleh mereka yang sedang didambakan gairah dan nafsunya.
Namun teriakan gadis itu, mengejutkan mereka yang sedang mengerumuni daerah
permainan, lebih-lebih gurunya benar-benar hatinya tercekat, ia sama sekali tidak
menyangka bahwa muridnya sampai hati berbuat demikian karena cintanya tidak
terbalas.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
Bagi guru perguruan topeng panji atau perguruan alas purwa memaksa seseorang
dalam bercinta adalah patung. Mereka masih bisa menghormati bahwa cinta itu perasaan
seseorang yang dicurahkan dengan tulus.
Tetapi perbuatan itu sudah berlalu, apapun yang sudah berlalu tak akan dapat
kembali seperti semula. Itulah sebabnya maka guru itu tidak berbuat sesuatu. Saat itu
dirasakan bahwa ia sudah tidak lagi mampu menguasai muridnya.
"Nah. Ini pertunjukan pertama." Terdengar riuh tawa yang memekakkan.
"Nah, mengakulah. Kalau tidak aku akan melanjutkan permainanku untuk
menyenangkan hati saudara-saudaraku." Gadis itu hanya memandang dengan tajam.
"Akan kutarik kainmu, kemudian kugantung dalam keadaan telanjang, agar
mereka semua tergetar hatinya melihat tubuhnya yang tak tertutup sehelai rambutpun."
Kata lurah itu dengan serak.
Gadis itu tidak menjawab. Lurah itu menjadi mendongkol.
"Ki Lurah adakah ia harus diikat?" Tanya seorang anak buahnya, yang bermaksud
mencari hati.
Yang terjadi sama sekali diluar dugaan, belati yang dipakai menggores kemben itu,
cepat bergerak menggores kening anak buahnya. Terdengarlah jerit yang mengejutkan dan
darah segar bercucuran lewat jari-jari tangan yang memegang dahi. Belum lagi puas,
waktu orang itu berbalik dengan menahan sakit sebuah tendangan menghajar
punggungnya. Keruan saja orang itu terjerembab dengan merintih tak keruan.
Malam itu hati lurah topeng panji itu sedang direnggut oleh gelonjak nafsunya,
sebenarnya ia tidak rela kalau gadis itu sampai dijamah orang lain, bahkan kalau saja
gurunya berani melarangnya maka ia akan berontak. Nafsunya memang sudah tidak lagi
dapat dikendalikan.
Untung bagi gadis itu, bahwa guru dan lima orang saudara seperguruan lurah itu
dengan tingkatnya masing-masing masih menunggui permainan yang menggetarkan hati.
Sehingga lurah itupun agak sungkan. Kalau saja mereka itu tidak ada barangkali gadis itu
telah reot direnggut oleh nafsu yang bergelonjak tak terkendalikan. Barangkali gadis itu
sudah dibawanya seorang diri, atau barangkali seluruh tubuhnya telah penuh gigitangigitan atau barangkali sudah tidak lagi sadarkan diri karena kehabisan napas.
Terdengar napas lurah itu terengah-engah tak ubahnya seorang yang sehabis lari
karena dikejar harimau, giginya gemertak. Tangannya bergetar, sebab biasanya tangan itu
selalu usil kalau melihat seorang gadis yang bertubuh padat, tetapi kalau ini di depan guru
dan saudara-saudara seperguruannya mana bisa ia berbuat demikian, mana bisa ia berbuat
menuruti kehendak hatinya. Tubuhnya menggigil. Untunglah obor yang menerangihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
malam itu tidak sampai menerangi seluruh gelanggang itu, sehingga kegelisahan yang
menimpa lurah topeng panji itu tidak demikian tampak di mata anak buahnya.
Sebaliknya guru yang selalu memperhatikan semua gerak gerik muridnya menjadi
berbelas. Guru itu pernah mengalami masa muda pernah pula menderita karena ditolak
seorang gadis, pernah pula hatinya bergolak dan berontak minta dipenuhi pening
kepalanya karena melihat seorang gadis yang memakan hati, seorang gadis yang pernah
menggodanya semasa muda dan menemui kematian di pangkuannya karena diterkam
harimau. Tetapi waktu itu ia masih seorarg jejaka. Lain halnya murid yang sekarang
dihadapinya, murid ini mempunyai hampir selusin selirnya.
Karena perbedaan inilah maka ia tidak akan berbuat sesuatu kalau ia dahulu
karena cinta yang tulus, sebaliknya muridnya karena nafsu yang tidak terkendalikan.
Tiba-tiba saja lurah itu dengan bergetar memegang kepalanya, ia berbalik
meninggalkan gadis itu. Beberapa langkah kemudian, dengan secepat kilat melemparkan
belatinya.
Betapa terkejutnya gurunya yang memperhatikan tingkah laku muridnya yang
sedang dirundung asmara. Secepat pula guru itu mengibaskan tangannya mengarah belati
yang mengancam jiwa gadis yang sudah tidak berdaya lagi. Tiada terasa belati itu
melayang ke arah lain. Semua yang di tempat itu ternganga-nganga.
Dengan cepat guru itu menemui muridnya, memeluknya dengan membisiki
"Bukankah kau harus berlaku sabar untuk memetik bunga seindah itu? Perlakuan yang
kasar tidak akan meluluhkan hatinya. Kau adalah muridku, tentu dapat melakukannya.
Endapkan dirimu, dan jangan kau lakukan sekarang. Tidak tepat. Tunggulah pada saat
gadis itu berlega hati. Kau mengerti maksudku?"
Lurah topeng panji itu memandang dengan sayu. Kembali ia masih beruntung
karena mukanya di balik topeng, tetapi sikapnya dapat ditangkap oleh seorang guru yang
berpengalaman.
"Seorang yang bercita-cita pantang berputus asa, apalagi hanya sekedar seorang
gadis gunung." Bisik gurunya, kemudian menyambung, "Bukankah cita-citamu untuk
membalaskan dendam dua saudaramu yang mati karena tombak Majapahit?"
Dia adalah seorang yang perkasa, hatinya tergugah. Ia sadar akan kedudukan dan
kepercayaan gurunya yang selama ini mencurahkan segenap ilmu untuk persiapan
mengembalikan nama perguruannya. Kepercayaan yang dipikulkan atas pundaknya
bukanlah sekedar kepercayaan orang dengan orang, tapi kepercayaan perguruannya yang
dipertahankan sampai ajalnya.
Lurah itu bersujud di depan gurunya. Guru itu cepat mengangkatnya dengan
berkata pelan, "Anakku padamulah kupercayakan nama perguruan."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Terima kasih guru dan maafkan aku."
Lurah itu mengambil belatinya dan kemudian melecutkan cambuknya dengan
berteriak, "Hukum dia. Bumi kita perlu darahnya."
Gadis yang sama sekali tidak bergerak dari tempatnya mulai dilingkari tali pada
kedua lengannya. Tiada tersebit penyesalan pada wajah gadis itu, dengan tenang
dihadapinya segala yang terjadi. Hal ini membuat mereka menjadi heran. Tidak seperti
kebanyakan gadis-gadis lain yang apabila menemui kesulitan tangisnyalah yang
merupakan senjata. Pada gadis ini hal itu sama sekali tidak terjadi. Mereka kagum akan
hal itu, dan diam-diam mereka menjadi terharu dan menghargai sikap gadis yang belum
dikenalnya.
"Tarik perlahan-lahan tali gantungan itu." Perintah Lurahnya.
Dan tergantunglah tubuh gadis itu yang kadang-kadang kakinya menggapai mata
tombak.
Lurah itu tertawa keras.
"Maafkan guru, bukankah permainan ini tidak disetujui guru?" Tanyanya dengan
menoleh ke arah gurunya yang masih berdiri tegak pada tempatnya.
"Permainan ini hanya sebentar guru."
Ya. cinta membuat manusia lupa segalanya, lupa pada diri sendiri. Manusia dapat
berbuat kasih sayang karena cintanya. Tetapi juga ia dapat berbuat kejam sekejam srigala
terhadap mangsanya apabila cinta yang dicurahkannya tidak terbalas. Demikianlah lurah
itu, seluruh dirinya dicekam ingin memiliki bunga gunung pandan yang sekarang dalam
tangannya. Ia ingin berbuat diluar kemanusiaan, tetapi semua itu tak dapat dilakukannya.
Ia maju selangkah, dipandangnya gadis yang bergantung dengan tali membelit di
kedua pangkal lengannya. Belati di tangan tampak bergetar. Ia makin maju, belatinya
semakin teracung.
Tak seorangpun yang berkutik dari tempatnya. Tiba tiba saja lurah itu tertawa
keras.
"Terlalu bodoh, bodoh sekali mengapa aku hanya dipermainkan oleh perempuan
yang sudah dijamah orang lain, seorang perempuan yang mengintai dan akan
membunuhku!" Kembali terdengar tawa di balik topengnya.
"Biarkan bergantung sampai besok!" Perintah lurah itu. Ia memberi isyarat untuk
meninggalkan tempat itu. Belum lagi beberapa langkah jauhnya diperintahkannya
beberapa anak buahnya menunggui tempat itu. Dan ketujuh orang bertopeng
meninggalkan gelanggang tempat menyiksa dengan pendirian masing masing. Merekahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
hilang ditelan gelap malam di balik batu besar. Di kejauhan terdengar bunyi lecutan
cambuk, suaranya berkumandang memenuhi hutan.
Empat orang yang siang tadi membawa gadis itu mendapat tugas menjaganya,
dengan gelonjak perasaan masing-masing keempat orang itu melihat seorang gadis dengan
kembennya tersangkut menyingkap dadanya yang montok itu. Hati mereka menjadi
berdesir, dan darahnya bergolak dengan cepat. Hampir bersamaan waktunya keempat
orang itu memegang keningnya, kemudian saling memandang. Muka mereka menjadi
lucu, seorang menyengir memandang yang lain yang matanya tiba-tiba menjadi redup.
Untunglah dadanya yang padat berisi itu menahan kembennya dari keruntuhan,
dada gadis itu semakin tampak indah dimata laki-laki.
Diam-diam keempat penjaga itu berkali-kali menelan liurnya.
Dingin malam menelusuri tubuh. Karena dibawa oleh perasaan, mereka tidak
sadar bahwa di tempat itu ada dua sosok bayangan mengikuti kejadian yang memuakkan
itu dari atas bukit di belakang sebuah batu yang cukup besar untuk berlindung.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
BAGIAN II.
DUA ORANG yang mencari jejak. Mereka telah mendengar seorang gadis dari
Gunung Pandan dilarikan anak buah perguruan Alas purwa, karena dituduh membantu
Majapahit. Dan dari penduduk kedua orang itu mendapatkan petunjuk dimna tempat
mereka yang menamakan brandal Topeng panji, atau orang-orang desa sekitar tempat itu
menamakan si Cambuk Iblis.
Bunyi cambuk mereka sebagai tanda, bahwa desa yang dikitari oleh lecutan
cambuk yang menggeletar itu akan tertimpa malapetaka perbuatan brandal itu.


Ratu Ayu 02 Dendam Seorang Jantan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebenarnya penduduk sekitar tempat itu muak dengan perbuatan keji yang mereka
lakukan. Tetapi penduduk sama sekali tidak dapat berbuat sesuatu, jumlah mereka lebih
banyak daripada penduduk yang bertani apalagi tidak terlatih berolah senjata.
Dahulu banyak orang bertempat tinggal di sekitar Alas purwa tetapi sedikit demi
sedikit mereka pergi mencari daerah yang lebih aman yang dapat memberikan kedamaian
bekerja, mereka pergi ke desa-desa yang dekat dengan pusat pemerintahan. Mereka pergi
ke Dhaha atau Kahuripan. Daerah subur yang ditinggalkan demi hidupnya. Dan yang
masih mau di tempat itu harus menyerahkan sebagian hasil pertaniannya sebagai tanda
berada dalam naungan perguruan Alas purwa.
Dan seorang tua yang sudah lanjut usianya bermukim di sebuah lereng bukit
Pandan, dengan dua orang muridnya seorang laki-laki dan seorang perempuan. Orangorang daerah itu memanggilnya Ki Pandan Kuning. Mereka hidup bertani. Pada saat
panen orang tua itu menyediakan secukupnja hasil, panennya untuk brandal Alas purwa.
Orang tua dimata penduduk hidupnya mengherankan, rambutnya yang
seluruhnya sudah putih, kerut keningnya yang menandai umurnya, keringsut kulitnya
yang termakan pengalaman dalam kehidupan, tidak menjadi rintangan dalam berolah
tani. Ia masih sanggup mencangkul mulai pagi sampai matahari hampir mencapai bulatan
langit, masih pula trampil memanjat, bahkan kadang-kadang mencari kayu ke hutan Alas
purwa.
Gerombolan Topeng Panji memberikan keleluasaan karena orang tua itu adalah
penduduk yang setia.
Tetapi kali ini ia mengalami penderitaan yang tiada tandingnya. Anak gadisnya
dilarikan, saat ia berada diladang.
Kedua bayangan yang mencari jejak dengan hati-hati sekali mendekati tempat
mereka yang sedang bergumul dengan perasaannya karena kemben yang hampir lepas.
Dari balik sebuah batu mereka mengintip. Tiba-tiba saja sebuah cubitan serta merta
menyengat paha. Hampir saja yang dicubit berteriak, tetapi yang lain menyadari dengan
cepat menutup mulut temannya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Mengapa kau mencubit?" Tanya yang satu.
"Mengapa kau melihat yang tergantung itu dengan melotot?"
"Aku tidak melihatnya."
"Tengkukmu kulihat naik turun."
"Ah, kau ada-ada saja."
"Memang perempuanpun cemburu kalau melihat pandangan seperti itu, dan lakilaki matanya akan bersinar hijau."
Yang lain tidak menjawab.
"Untung kain itu tersangkut."
"Tersangkut apa?"
"Aku akan menggores pahamu kalau kau teruskan kakang."
Keduanya menjadi geli. Kedua orang itu tidak mungkin goyah hatinya, mereka
telah dapat mengerti isi hati masing-masing dan memahami pekerjaan mereka.
"Bagaimana cara kita menolongnya. Di bawah kakinya terdapat mata tombak
yang menganga." Tanya seorang.
"Kalau diputus talinya, gadis itu akan tertunjam. Pertolongan kita tiada artinya."
"Dan kalau hal itu terjadi, berarti mempercepat. Akan kau lakukan?"
"Tidak kakang, aku tidak melakukannya, selama kau tidak bermata hijau."
"Tidak adikku manis, tubuhmu sebaya dengan dia. Bahkan terdapat kelebihan
padamu."
"Apa itu kakang?"
"Kau lebih cantik dan mempunyai keberanian"
"Idih, kau sangka aku bangga dengan pujian itu."
"Aku tidak akan memuji kalau tidak melihat kenyataan."
Tangan yang nakal sudah bergerak menuju sasaran, dengan cepat yang lain
menghindar dengan menyanggakan tangannya, sehingga tubuh yang bergerak itu
tersangga oleh tangan tepat mengenai dada.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Nah, hampir saja aku kehilangan keseimbangan." Yang tersentuh dadanya
tersipu sipu dan mukanya menjadi merah jambu. Untunglah cahaya obor tidak menerangi
daerah itu.
"Kakang, tugas kita masih banyak. Perhatikan percakapan mereka. Kelihatan
sungguh sungguh." Kata yang tersentuh dadanya menutupi gejolak hatinya.
Yang mendengar ucapan itu menoleh dengan tersenyum. Mata mereka bertemu
pada satu pandang di bawah sinar obor yang digoyangkan angin malam. Keduanya
menghela napas panjang dan menghempaskan dengan cepat.
Tiba-tiba keduanya dikejutkan, salah seorang dari keempat penjaga itu berlari
menuju tempat gadis yang tergantung itu. Secepat yang lain menyusul dan menangkap
kaki yang mendahuluinya. Yang ditangkap kakinya jatuh tertiarap, meronta dan mencoba
mendepak lawannya. Terjadilah pergumulan.
"Biar mereka mati, dengan begitu gadis yang menjengkelkan untuk kita berdua!"
"Mereka terlampau banyak minum."
"Dan peningnya menguasai kepala."
Kedua orang yang bergumul saling berganti menghantam dengan kekuatan
masing-masmg, dengan terhuyung-huyung saling mencari lawannya. Kadang-kadang
kedua orang itu terpelanting tanpa sebab, berdiri terhuyung-huyung dan menghantam
angin, kehilangan keseimbangan dan terjerembab di tanah.
Dua yang lain tertawa cekakakan.
"Untung kita tidak terlalu banyak minum."
"Sebaiknya kita hantam, kemudian kita mulai pekerjaan kita."
"Usul baik."
"Dua orang yang saling bersepakat itu tidak lain Arya Sulung yang bertubuh
semampai tinggi seperti egrang, yang seorang lainnya Gemak Paron yang bertubuh
pendek gemuk ototnya menjorok.
Dengan gerakan yang mematikan dipukulnya kedua temannya yang bergumul
dengan setengah sadar. Yang kena pukul tidak sadarkan diri kemudian diangkat
diletakkan di bawah batu besar yang siang tadi ditumbukkan kepala Suracere.
"Beristirahatlah Buntet dan Cere agar tidak menggangguku." Mereka saling
berpandangan dan tertawa terbahak-bahak.
"Nasib mujur tidaklah seperti nasib manusia."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Kita yang membawa kemari, sebaiknya kitalah yang memiliki." Kata Gemak
Paron, dipandangnya Arya Sulung dengan jeling matanya ia mencibirkan bibirnya yang
tebal.
"Sulung, kita tentukan siapa yang mendahului."
"Tak usah begitu kakang, antara kita tidak berbeda."
"Hemmm!" Memandang dengan melotot, keningnya berkerut kemudian berkata
dengan ragu-ragu "Masa begitu?"
"Itu kita rundingkan nanti kakang."
"Benar bunga itu belum di tangan kita. Siapa tahu kita sudah bersusah payah, tibatiba ada orang lain yang menghantam kita?" Kata Gemak Paron dengan menggelenggeleng
Sebenarnya tidak demikian dalam hati Arya Sulung. Dia mengetahui bahwa
Gemak Paron seorang yang tinggi hati, kalau dipuji-puji ia akan berbangga setengah mati.
Dan terhadap Gemak Paron, walaupun ia belum mempergunakan topeng panji karena
dianggap belum cukup ilmunya, Arya Sulung merasa segan.
"Demikian kira-kira kakang, kita akan bertengkar tetapi bunga di tangan sudah
lepas. Dan terhadap kakang masa aku bermain sembrono, kakang seorang yang cekatan.
Hanya aku khawatir bagaimana kalau salah seorang lurah kita yang menggunakan topeng
juga kepengin memilikinya." Arya Sulung yang cerdik bicara mencoba menggagapi hati
Gemak Paron.
"Itu kan hanya soal topeng. Kalau saja aku belum diperkenankan memakai, kan
tinggal soal waktu. Guru telah mengerti sampai dimana ilmu yang kumiliki sekarang."
"Aku percaya kakang."
"Mari kita mulai." Ajak Gemak Paron.
"Kakang, sebaiknya gadis itu untuk kakang, aku hanya membantu agar usaha
kakang berhasil.
"Kau sudah mulai takut dengan topeng panji?"
"Bukan begitu kakang, ini penghargaan seorang yang lebih muda terhadap seorang
yang sepatutnya dihargai."
"Hem. Sudahlah, kita pikirkan setelah pekerjaan selesai."
"Malam sangat dingin kakang."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Ha, kau mulai khawatir. Sedang pekerjaan belum dimulai."
"Tidak kakang. Bersama kakang masa aku pantas demikian."
"Kalau mereka datang aku tandingnya." Kata-kata itulah yang diharapkan Arya
Sulung. Dengan begitu ia tidak akan merasa berat melakukan perbuatannya. Kedua orang
itu menuju ke tempat gantungan, dicabutinya mata-mata tombak itu. Arya Sulung
mengendurkan talinya, dan gadis itu dapat menjejak tanah kembali. Tetapi gadis telah
lemas. Cepat Gemak Paron menolongnya denean membimbingnya, Arya Sulung hatinya
bergolak keras. Untunglah ia masih dapat menahan diri.
"Mengapa kau menolong aku?" Tanya gadis itu lemah.
"Aku tak sampai hati melihatmu nona. "Sebaiknya kau membiarkan seperti perintah lurahmu."
"Perasaanku ini nona, akupun manusia."
"Hem. Terima kasih kalau begitu." Kata gadis itu. Hati Arya Sulung semakin
terbakar mendengar percakapan Gemak Paron dengan gadis itu. Kalau saja ia hanya
menuruti perasaannya, belati di pinggangnya sudah melayang.
"Tak usah kau berterima kasih nona."
"Kalau lurahmu datang kau akan dihukumnya."
"Aku sudah bersedia menjalani nona."
"Mengapa?"
"Tentu nona mengetahui maksudku."
Tentu saja gadis itu tidak akan melayani Gemak Paron, tetapi untuk melawannya
tidak mungkin sebab tubuhnya sangat lemah, karena itu ia berusaha memelihara
hubungan itu sebaik mungkin sampai saat matahari terbit, dan ia sendiri akan berusaha
sedapat mungkin menggunakan sikapnya agar kedua orang itu memberi kasempatan
kepadanya melarikan diri. Ia berusaha bersikap manis.
Sikap gadis itu justru membuat Arya Sulung tergetar hatinya untuk mulai
melakukan sikap yang sebenarnya. Ia mencoba mengendapkan gelonjak darahnya,
berusaha menenangkan semua indranya. Dengan pelahan dicabut belati yang terselip di
pinggangnya. Dengan kekuatan yang luar biasa dilemparnya belati itu mengarah
punggung Gemak Paron yang mulai lupa diri.
Tetapi aneh belati itu melayang tinggi. Arya Sulung terkejut bukan kepalang.
Demikian pula Gemak Paron dan gadis itu.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Kurangajar!" Teriak Gemak Paron.
"Aku hanya bermain-main kakang. Sekedar peringatan."
"Kau akan berkhianat."
"Hem Kalau aku berkhianat masakan belati itu terlempar melambung" Kata Arya
Sulung.
"Bodoh. Bodoh! Itu semua karena kekuatan lontaranku."
Arya Sulung berfikir, sebab ia merasa melempar tepat, ia sendiri menjadi heran
mengapa lemparannya melambung. Ia menjadi khawatir adakah Gemak Paron telah
mendapatkan tambahan ilmu lontaran yang secara dengan sendirinya dapat menolak
bahaya.
"Kau harus berterus terang, akan berkhianat terhadapku."
"Tidak kakang, sama sekali tidak!"
"Bohong!" Bentaknya.
Tiba tiba saja dari balik batu melompatlah sesosok bayangan ke atas sebuah
gundukan dengan tertawa keras.
Ketiga orang itu terkejut dan cepat bergerak siaga. Arya Sulung meloncat
mendekati Gemak Paron. Keduanya menyatukan tenaga menghadapi lawan yang baru
saja datatag tanpa suara.
"Siapa kau." Tanya Gemak Paron setengah membentak.
Bayangan itu tidak menjawab, tetapi tertawa mengejek.
"Kau menghina kami."
"Kau bukan orang-orang yang pantas dihargai, mengerti!"
"Busyet!"
Bayangan itu tertawa mengejek, lalu berkata, "Apa perlu aku menghargai kepada
orang-orang yang berkhianat kepada atasannya."
Gemak Paron dan Arya Sulung terkejut. Sebentar ia berfikir, mereka sama sekali
tidak mengenal wajah ketujuh kakak seperguruannya, keduanya menjadi ragu-ragu
adakah pendatang baru kakak seperguruannya yang membuka tepengnya dan sengaja
menjajaki kesetiaan mereka.
"Berikan anak perempuan itu kepadaku."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Bagaimana kakang Gemak Paron, adakah akan kau serahkan?"
"Aku belum mengenal orang itu. Akan kucoba mempertahankan." Bisik Gemak
Paron kepada Arya Sulung.
"Tak usah berbisik bisik. Ajo layani aku!" Habis berkata demikian bayangan itu
langsung menyerang dan menyerang.
Arya Sulung dan Gemak Paron mempertahankan diri dengan mengelak dan
melontarkan serangan balasan. Tetapi lawannya meloncat mundur beberapa langkah,
kemudian dari jarak jauh bayangan itu melontarkan pukulan dengan mengibaskan
tangannya, dengan sepertiga tenaga lontaran. Kedua orang itu terlontar ke belakang
karena kesiur angin. Beberapa langkah surut dengan sempoyongan keduanya
mempertahankan tegaknya tubuh. Keduanya dengan belati di tangan selangkah demi
selangkah mendekati lawannya.
"Siapa kau sebenarnya?" Tanya Gemak Paron.
"Seperti kukatakan adakah berharga kau kulayani?" Kedua orang itu meloncat
berbareng. Gemak Paron melontarkan pukulan mengarah dada, sedang Arya Sulung melayangkan kakinya mengarah punggung.
"Kesatria seharusnya berkelahi dengan berkerubut bukan?" Bayangan itu
membakar kedua lawannya.
"Apa perlunya memakai peraturan segala."
"Hem. Dengan memukul dua orang temanmu untuk memiliki sesuatu?
Perbuatanmu sungguh-sungguh rendah."
"Apa pedulimu?"
"Apa pedulimu? Dia kekasihku mengerti!"
"Bohong! Kau adalah seperti juga aku. Lepas dari buaya yang satu berpindah
kepada serigala." Kata Gemak Paron.
Tengah berbicara itu dengan sebat hampir tidak terlihat oleh mata biasa tangan
bayangan itu bergerak menyambar ikat kepala kedua lawannya dengan sekali gerak.
Keduanya terkejut tak karuan. Bagi laki-laki jaman itu ikat kepala sampai berpindah
tangan adalah satu penghinaan. Karena itu keduanya dengan gigi gemertak meloncat
menyerang dengan membabi buta. Kesempatan inilah yang diharapkan bayangan itu.
Dikibaskan tangan dengan meloncat tinggi, kedua lawannya ternganga memandang ke
atas.
Kesempatan ini dipergunakan menghajar punggung kedua lawannya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
Sudah barang tentu keduanya seperti dilontarkan dan tertiarap beberapa langkah
jauhnya. Dengan langkah cepat bayangan itu mengejar dan memutuskan ikat pinggang
kedua lawannya.
"Berdiri." Perintah bayangan itu.
Keduanya tidak merasa kalau ikat pinggangnya sudah terputus dengan satu
gerakan. Mereka akan berdiri, tetapi tiba-tiba menjadi kalang kabut karena celana dan
kainnya beruntuhan Tentu saja mereka tidak hendak dimalukan di depan gadis yang akan
dijadikan mangsa. Arya Sulung dan Gemak Paron dengan masih memegang belati juga
memegangi kainnya yang akan runtuh.
Bayangan itu menjadi geli melihat muka kedua orang itu. Demikian pula gadis itu
memalingkan mukanya.
"Pergi pada temanmu yang kau pingsankan itu." Sudah barang tentu kedua orang
itu tidak akan membangkang.
Malam sudah larut, hampir menjelang pagi. Bintang panjer-esok dengan
cemerlang memancarkan sinarnya, semakin pagi semakin terang karena sinar matahari
belum dapat mengalahkannya.
"Kau ikut aku nona." Kata bayangan itu dengan membungkuk.
Gadis itu membalas menghormat.
Ternyata bayangan itu seorang pemuda yang tampan. Pada pinggangnya terselip
sebuah keris indah yang jarang dipunyai orang pada dijaman itu. Diam-diam gadis itu
berfikir dengan memperhatikan.
"Jangan nona memperhatikan aku." Kata bayangan itu.
Betapa malunya gadis itu, ia sama sekali tidak menyangka apa yang dilakukannya
dengan sangat hati-hati itu dapat diketahui bayangan yang menolongnya dari
cengkeraman manusia-manusia berhati buaya.
"Namaku Danang Seta." Kata bayangan itu memperkenalkan.
"Terima kasih tuan. Aku bernama Pandansari."
"Nona penduduk di sini? ."
"Benar tuan."
"Apa sebab nona dibawa mereka ke tempat ini?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/


Ratu Ayu 02 Dendam Seorang Jantan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mukhdan
"Aku tidak mengerti tuan. Mereka memaksa aku mengaku, padahal aku tidak
mengetahui apa yang harus kuakui."
"Hem."
"Barulah aku tahu pada akhirnya setelah mereka akan meninggalkan tempat ini
karena nasehat gurunya, aku didakwa mengintai dan akan membunuh mereka."
Danang Seta menghela napas panjang.
"Atau barangkali mereka jatuh cinta pada nona."
"Aku tidak mengerti tuan."
"Aku melihat dari sikap mereka yang tidak sampai hati menyiksa nona."
"Adakah masih lama aku harus menanti tuan?" Seberkas suara mengejutkan gadis
yang sedang merenungi nasibnya.
"Oh, siapa dia?" Tanya gadis itu.
"Temanku."
Danang Seta menarik tangan gadis itu dan mengajak nja pergi.
Tiba-tiba saja Danang Seta berbalik kemudian menghormat kepada Arya Sulung
dan Gemak Paron. Mereka masih duduk dengan mendekap kainnya.
"Sampaikan salamku kepada lurah-lurahmu. Katakan bahwa gadisnya terpaksa
kuambil. Katakan bahwa namaku Danang Seta."
"Adakah aku berharga menyampaikan salammu kepada lurahku."
"Kalau kau tidak menyampaikan, aku akan menemuimu kembali, dan rasakan kau
akan kuhajar duapuluh lecutan cambuk."
Gemak Paron dan Arya Sulung terperanjat dan hatinya menjadi tersekat. Tersebit
bermacam-macam pertanyaan dalam benaknya. Mereka menjadi ternganga-nganga tak
keruan. Barulah keduanya sadar setelah sebuah kerikil mengenai kepalanya. Kerikil
sebesar biji salak, dilontarkan kekuatan tenaga dalam mengenai kepala. Tak ayal lagi
keduanya lalu terkulai dan rebah bersama dua orang temannya yang lain.
Danang Seta dan Pandansari menemui teman yang berdiri di balik batu besar.
"Kau kenalkan Sari, teman ini bernama Tantri." Tantri berpakaian tak ubahnya
seorang laki laki, ia menyandang sebilah belati dan tergantung sebilah pedang pada sisi
pinggangnya sebelah yang lain. Pedang itu seperti juga keris Danang Seta sangat
mengagumkan yang melihatnya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Perkenalkan tuan, namaku Pandansari."
"Hem, aku telah mendengar sejak percakapan kalian tadi."
"Kau kenal daerah ini nona?"
"Di hutan ini tidak tuan."
"Baiklah kita menuju ke tepian hutan. Bukankah begitu Tantri?" Tanya Danang
Seta.
"Begitu sebaiknya kakang. Untuk menghindari bahaya." Mereka bertiga menuju
pinggiran hutan pada sebuah bukit. Jalan mereka dengan kecepatan sedang. Diam diam
kedua orang pendatang menjadi heran kepada gadis yang berjalan di sampingnya dengan
gerak yang lincah, napasnya teratur walaupun masih kedengaran dengan jelas. Tentu saja
gadis ini pernah mendapat pelajaran oieh jayakawijayan.
"Kau tidak lelah?" Tanya Tantri.
"Bersama tuan tuan mana bisa aku lelah." Danang Seta dan Tantri merasa geli.
"Rasa muak dan takut membuat aku dapat berjalan secepat tuan-tuan." Kata gadis
itu. "Aku tidak akan meninggalkanmu." Sahut Tantri. Gadis itu tersenyum dengan
melemparkan lirikan matanya.
Tetapi malam yang hanya diterangi oleh cahaya bintang yang gemerlapan tidak
mungkin dapat menembus daun-daun yang lebat di pinggiran hutan alas tuwa.
Waktu mereka sampai pada jalan yang limit yang biasanya dilalui penduduk dan
di pinggiran sebuah sungai yang berbatu, Danang Seta melihat daerah itu lempar dalam
pandangan dan aman serta mudah mempersiapkan diri apabila ada bahaya yang
mengancam
"Kita beristirahat di sini." Kata Danang Seta.
"Tidakkah sebaiknya kita terus dan beristirahat setelah menjelang pagi?"
"Kau lihat Tantri daerah timur telah mulai berembun." Tantri memandang arah
timur.
"Ya, sinar matahari telah mulai menghisap embun."
"Bukankah itu akan menjelang siang tuan?" Tanya gadis itu kepada Tantri.
"Nona biasa melihatnya?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Ya, saat demikian untuk orang-orang di desa kami dipergunakan tanda waktu
apabila akan pergi ke pasar." sahut gadis itu.
Danang Seta sudah merebahkan dirinya pada sebuah batu. Batu-batu sungai itu
masih terasa hangat karena tekanan-tekanan panas pada siang hari. Ketiganya memang
cukup payah, lebih-lebih gadis itu yang sehari penuh tidak memakan sesuatu, Danang
Seta teringat hal itu. Ia mengeluarkan bekalnya. Tanpa ditawari Dyah Tantri yang
perutnya terasa lapar mendekat dengan mengajak gadis itu.
"Baru sekarang terasa perutku bernyanyi." Kata Tantri, ia diam sejenak melihat
tanggapan gadis itu. "Adakah kau juga terasa?"
Gadis itu tidak menjawab karena mulutnya penuh dan lagi mengunyah, ia hanya
mengangguk. Selesai makan dengan bersama sama mereka bersamadi menyampaikan
terima kasihnya atas kurnia Yang Maha Kuasa bahwa mereka terhindar dari bahaya.
Maha Kuasa, bahwa mereka terhindar dari bahaya. Kembali ketiganya
merebahkan diri.
Tiba tiba saja rasa kantuknya mencekam. Danang Seta merasakan sesuatu yang
tidak wajar. Ia mencoba mengumpulkan segenap tenaga dan pancaindranya untuk
membendung rasa, kantuk itu. Tetapi benar benar dirasanya berat.
Bersamaan dengan cahaya kuning emas di batas bumi, Danang Seta terbangun. Ia
melihat sekelilingnya. Hampir saja menjerit dan tubuhnya menggigil.
Dyah Tantri dan Pandansari tidak lagi berada di tempat itu.
Ditebarkannya pandangan ke segenap penjuru, tiada suatu tanda yang
mengesankan adanya pendatang. Danang Seta berfikir barangkali kedua orang itu sedang
pergi ke sungai. Ia mengerti walaupun Tantri berpakaian tak ubahnya seorang laki-laki,
hatinya tidak mungkin membohongi dirinya, ia seorang gadis sehingga apabila bertemu
dengrn gadis lainnya ia akan teringat kepada daerah permainannya. Danang Seta mengendapkan gelonjak hatinya, dengan sangat pelahan dengan maksud jangan sampai
mengejutkan, ia pergi ke gerumbul tidak berapa jauh dari tempat itu. Di tempat itu tiada
sesuatu yang tampak. Dipandangnya sungai yang membujur, ia mencoba meneliti tiada
tampak kedua orang itu.
Dengan benak bertanya ia kembali ke tempatnya semula. Sukar baginya karena
tempat itu daerah tandus yang banyak batu-batu. Tak mungkin ia meneliti bekas-bekas
yang menandai jejak mereka.
Betapa terkejutnya, tiba-tiba ia ditegur seseorang dari arah belakang tanpa
diketahui langkahnya. Cepat ia berbalik dengan bersiaga, ia menghela napas panjang,
karena yang menegur itu seorang laki-laki tua yang seluruh rambut alisnya sudah
memutih, orang tua itu tertatih-tatih mendekati Danang Seta. Sebenarnya ia mendongkolhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
sebab ia kehilangan sesuatu yang paling berharga pada dirinya. Dyah Tantri seorang gadis
yang menghiasi lubuk hatinya, seorang gadis yang bersedia berkorban. Tetapi
mengecewakan seseorang tidaklah sepantasnya, apalagi orang tua itu sama sekali tidak
mempunyai sangkut paut dengan persoalannya.
"Maaf kalau aku mengganggu anakmas."
"Oh, tidak paman. Sama sekali tidak!"
"Anakmas mencari sesuatu?"
"Mencari dua orang temanku."
Orang tua itu mengerutkan keningnya, kemudian berkata setengah berbisik
"Teman-teman anakmas. Mereka hilang?" Danang Seta mengangguk dengan
memperhatikan sikap orangtua itu.
"Di sini memang banyak bahkan terlalu banyak orang-orang yang suka melarikan
orang, lebih-lebih kalau seorang gadis." Orangtua itu menyambung.
Danang Seta menghela napas panjang.
"Barangkali aku dapat menolong anakmas." Kembali Danang Seta
memperhatikan apa yang dikatakan orangtua yang dengan tiba tiba saja tanpa bersuara
sudah berdiri di dekatnya. Orangtua itu merasakan kalau ia sedang diperhatikan, kembali
orangtua itu berkata "Aku penduduk daerah ini, dan barangkali anakmas masih asing."
"Benar apa yang paman katakan."
"Di daerah sana itulah gadis-gadis sering dibawa." Orangtua itu berkata dengan
menunjuk sebuah tempat.
"Di dekat lembah itu?"
Orang tua itu mengangguk. Sinar matanya memancari tubuh Danang Seta yang
membelakanginya memperhatikan tempat yang ditunjukkannya. Punggung pemuda itu
ditandai bekas luka cambuk beracun yang membujur dari atas bahu sampai ke pinggang.
Orang tua itu memejamkan matanya. Dibayangkan ketinggian ilmu seorang yang masih
segar bugar kena hajar cambuk iblis. Ia kenal dengan baik siapa yang memiliki cambuk
itu. Diam-diam orang tua itu mulai menebak siapa sebenarnya pemuda yang sekarang
berhadapan dengan dia.
"Paman, daerah itu tampaknya singup."
"Tetapi tidak sesingup hati orang yang sedang resah anakmas." Orang tua itu
berkata dengan senyum menghias bibirnya yang sudah keringsut, Danang Seta tunduk, ia
merasa malu, hatinya ditebak oleh seseorang yang belum dikenal namanya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Paman telah memberitakan sesuatu. Tetapi belum juga berkenalan."
"Oh. Kalau anakmas sudi, aku yang tua dan tidak berharga ini bernama Ki Pudak
Kuning."
Danang Seta mengangguk.
"Terima kasih paman."
Orang tua itu menanti kalau-kalau pemuda itu akan memberitahukan namanya,
tetapi telah sekian lama belum juga memperkenalkan nama, cepat orang tua berkata
"Kalau karena suatu keberatan, anakmas tak perlu memberitahukan nama anakmas.
Sebab nama itu hanyalah sekedar alat untuk membedakan seseorang. Cukup aku
menyebut dengan panggilan anakmas. Bukankah begitu anakmas?"
"Tidak paman Tidak. Tiada keberatan. Namaku Danang Seta." Sahut Danang
Seta merasa didahului. Danang Seta sendiri mulai bertanya-tanya siapa sebenarnya orang
tua ini. Ia menghubung-hubungkan, kata-kata pamanda Arya Tadah yang dengan cepat
dan tepat menerka kejadian-kejadian yang dialaminya, sampai kepada lolosnya beberapa
anak murid perguruan Alas Purwa, sebelum ia melaporkan semuanya. Karena
pertimbangan-pertimbangan demikian, maka Danang Seta berterus terang agar supaya
tidak ada terkaan atas dirinya.
"Anakmas dari daerah jauh?" Tanya orang tua itu.
"Benar paman!"
"Daerah ini agak aman untuk beristirahat anakmas. Tentu anakmas payah bekerja
keras semalam panjang."
Kembali Danang Seta terperanjat. Untunglah orang tua itu mengalihkan
pandangnya pada sebuah pohon randu alas yang daunnya berguguran.
"Daun-daun kering berguguran. Pupuknya tumbuh yang muda sebagai pelanjut
hidupnya pohon itu." Kata orang tua itu dengan pandang jauh
Danang Seta tercekat, ia mengerti kemana arah perkataan orang tua yang sekarang
duduk pada sebuah batu di hadapannya. Tetapi Danang Seta berpura-pura tidak memperhatikan ucapan orang tua itu.
"Maaf anakmas. Bolehkah aku meminjam suling yang terselip pada pinggang
anakmas. Pagi ini demikian cerah."
Danang Seta meraba pinggangnya. Betapa terkejutnya karena yang sejak tadi
mengganjal pinggangnya bukan keris, tetapi benda bulat sebesar ibu jari kaki. Diambilnya
benda itu. Hampir matanya keluar dari kelopak, diraba sekali lagi pinggangnya tiadahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
apapun, ia memandang orang tua itu dengan muka merah giginya terkatup. Keringat pada
keningnya menetes, dan disapunya.
"Apa yang anakmas cari?" Tanya orang tua itu.
"Oh. Tidak paman, suling ini dua buah, aku mencari yang sebuah lainnya."
Danang Seta menutupi kenyataan.
"Oh!"
"Dengan begitu bukankah kita dapat bersama sama menikmati pagi yang indah ini
paman." Walaupun jantungnya berdetak keras. Danang Seta mencoba berbuat seriang
mungkin. Sebab memang sudah tergegap bahwa orang tua ini sengaja menemuinya
dengan maksud tertentu.
"Kusangka keris atau belati anakmas." Danang Seia mencoba tersenyum.
"Tidak paman. Masakan seorang pengelana seperti aku memerlukan senjata."
"Ya, aku lupa anakmas. Tetapi setidaknya pelancong membawa sesuatu yang
menarik, keris berpendok emas umpamanya sebagai perhiasan dan pameran agar
pelancong yang lain terlarik dan mau membelinya dengan harga mahal."
Desakan hatinya tiada terbendung lagi.
"Paman! Sebaiknya paman tidak menerka-nerka." Orang tua itu terperanjat, ia
mengetahui bahwa anak muda itu lagi tertekan perasaannya. Ia kehilangan seorang yang
menjadi mutiara dalam hatinya, di samping itu ia kehilangan pusaka pemberian ayahnya
sebagai sifat kandel yang menyertainya. Pemuda itu tidak berpendapat bahwa keris selalu
memberikan perlindungan terhadap dirinya, perlindungan itu hanya ada pada Yang Maha
Kuasa, hanya saja kalau terselip sebuah kens pemberian ayahnya itu, dalam menghadapi
pekerjaan ia mempunyai kemantapan dan selalu ingat kepada peringatan peringatan
ayahnya, seorang yang mempunyai kewibawaan dan kekuasaan dalam pemerintahan
Majapahit.
Cepat Danang Seta kembali ke tempat dimana ia merebahkan dirinya, matanya
merayapi tempat itu, kakinya merayapi tempat-tempat yang dikiranya tersembunyi benda
kepunyaannya.
Sepotong bambu yang dipegangnya, dengan marah akan dipatah, tetapi tiba-tiba
saja bambu itu tercabut dan di dalamnya sebuah belati pendek. Ukiran pamornya sangat
indah dan memantulkan sinar matahari pagi yang cerah itu. Danang Seta tidak habishabisnya berfikir, dari masalah satu yang belum terpecahkan tiba-tiba disusul masalah lain
yang tidak kurang mencekat hatinya "Adakah sebuah permainan?" Demikian ia berfikir.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
Waktu ia mendongak pada batu d i mana orang tua itu duduk, tiada lagi orang tua
itu di tempatnya. Dengan masih memegang senjata berhulu bambu itu, ia meloncat. Kalau
saja orang tua itu masih didapatinya di tempat itu akan di cekiknya, dan dituduhkan
bahwa semua kejadian ini adalah perbuatannya yang justru akan mempermainkan.
Danang Seta mengendap dari batu satu ke batu yang lain, kadang-kadang dari balik batu
yang mencurigakan ia meneliti dengan menguatkan pendengarannya, tetapi tidak juga
didapat suatu. "Kurang-ajar." Gumamnya dengan mendesah.
Belati itu disatukan kembali pada tutupnya, diselipkan pada pinggangnya, ia
berjalan menuju tempat yang ditunjukkan orang tua. Lembah yang cukup curam.
Waktu tinggal beberapa langkah dari lembah yang membentang di hadapannya,
segera bersiaga, diambilnya senjata berbulu bambu itu, kalau-kalau berguna. Ia bersiaga
dan menelusuri setiap penjuru dan gerumbul-gerumbul kecil yang terpencar.
Telah terlintas dalam benak Danang Seta, ia tidak akan mau melibatkan diri dalam
perkelahian. Kalau saja terjadi bentrokan, ia akan berusaha sedapat mungkin
menghindari.
Sebuah pohon sebesar paha digapainya dengan belatinya. Betapa terkejutnya
pohon itu terpenggal dan roboh seketika. Mata Danang Seta terbelalak. Sama sekali tidak
disangkanya kalau belati yang dianggapnya tidak berarti itu mempunyai kehebatan yang
luar biasa. Ia masih ingin meyakinkan, sebab perbuatannya tadi adalah tidak disengaja.
Dengan kekuatan lumrah, sekali lagi dikikisnya pohon yang terpenggal itu.
"Clang!" Pohon sisa yang masih masih berdiri itu terpenggal menjadi dua. Berkalikali dilakukannya sampai pangkal pohon yang melekat di tanah habis terpenggal.
"Hebat. Hebat sekali. Tetapi apa maksudnya memberikan senjata ini? Dan kerisku
hilang?" Danang Seta berfikir sejenak, tiba-tiba ia tersenyum. "Penghinaan." Suara desah
dari rongga dadanya.
"Anakmas," suara lembut dari belakangnya. Danang Seta cepat berbalik. Belum
lagi ia berdiri tegak di tempatnya, didengarnya kembali suara orang tua itu disertai
pemunculannya dari balik sebuah pohon yang besar.
"Jangan untuk permainan senjata seampuh itu."
"Paman sengaja mempermainkan aku." Jawab Danang Seta.
"Aku? Mana aku mampu anakmas."
"Tidak ada gunanya paman mempertahankan diri."
"Di sini aku sedang mencari kayu bakar."
"Bohong!" Bentak Danang Seta.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Hai, mengapa anakmas berbuat demikian. Setua ini aku tak pernah berbohong.
Kalau ada orang yang menuduhku, baru sekali inilah, dan kebetulan tuduhan itu
datangnya dari anakmas yang kusangka seorang ksatria sejati." Orang tua itu tertawa
terkekeh kekeh.
"Jangan mengoceh!" Habis berkata demikian Danang Seta maju melangkah
mendekati orang tua itu.
Tampak orang tua itu takut setengah mati, tubuhnya menggigil ia mundur mundur
dengan berjongkok, tangannya menggapai tanah dengan berkali-kali mengaturkan
sembahnya, "Ampuni aku anakmas. Bukan maksudku menghina anakmas."
"Nah. Itu pengakuan paman. Jelas semua ini perbuatan paman. Kerisku hilang.
Dan senjata ini?" Danang Seta terus melangkah mendekati orang tua itu. Dan setelah
dekat, sewaktu tangan Danang Seta akan menjangkau rambut orang tua yang menggigil


Ratu Ayu 02 Dendam Seorang Jantan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersujud itu. Dari arah belakang terdengar tawa berbarengan.
"Ada apa Ki Pudak Kuning?" Tanya seseorang. Danang Seta cepat membalikkan
diri. Kesempatan ini dipergunakan oleh orang tua itu untuk meloncat menghindar dengan
berkata bersembah, "Orang ini berani melanggar daerah tuanku, dan aku dituduhnya
mencuri barang kepunyaannya."
Ternyata mereka yang datang adalah tujuh orang bertopeng.
"Hai, anak muda siapa yang mengijinkan kau menginjakkan kakimu di daerah
ini?"
Danang Seta menatap wajah mereka yang datang, juga kemudian berpaling
mengawasi orang tua yang sudah berada beberapa langkah jauh dari padanya.
"Orang tua tidak berharga itu penduduk daerah ini. Ia seorang yang setia, jujur.
Tidak seperti kau seorang anak muda sudah berani melanggar wewenang orang lain,
wewenangku."
Danang Seta masih belum juga menjawab.
"Bangsat! Kau rupanya tak punya mulut ya?" Habis berkata demikian orang
bertopeng itu maju mendekat.
"Kelinci yang sudah bosan hidup rupanya." Danang Seta sudah memutuskan
bahwa ia tidak akan melayani ketujuh topeng panji itu. Waktu ia menoleh ke belakang,
ternyata di belakangnya sebuah lembah yang cukup dalam. Kalau saja ia melayani belum
tentu dapat mengalahkan mereka.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Mukhdan
"Maaf tuanku, walaupun ia menuduh aku mencuri, tetapi masih berbuat jasa
terhadap orang tua yang tidak berharga ini sewaktu aku akan tergelincir di sebelah sana."
Kata orang tua itu dengan menyembah.
"Kau tahu apa maksudnya datang kemari?" Orang tua itu menggelengkan kepala.
"Jangan-jangan ia seorang sandi?" Berkata demikian dengan meminta
pertimbangan saudara saudara seperguruannya, lalu berkata menyambung, "Seperti yang
kudengar dari seorang penjabat Majapahit."
Jantung Danang Seta bergetar keras, waktu ia melihat enam orang bertopeng
lainnya mengangguk.
"Kalian sependapat dengan yang kukatakan?"
"Tentu kakang."
Diantara mereka terdapat seorang yang tinggi semampai bentuk tubuhnya indah.
Ia tampak lebih tenang diantara mereka. Pada ikat pinggangnya yang kuning indah itu
bergambar dua ekor semut yang menganga dengan sungutnya menjeling.
Danang Seta mengetahui itulah guru mereka.
"Kakang sebaiknya kita tangkap orang ini."
"Hemm, Sebaiknya demikian."
Serta merta lima orang maju mengepung Danang Seta. Danang Seta menyadari
datangnya bahaya. Ia meloncat mendekati orang tua yang berjongkok di tepian lembah.
Mereka mengetahui bahwa Danang Seta akan menggunakan orang tua itu sebagai perisai,
"Hai anak muda, orang tua itu tiada artinya bagi kami. Kalau perlu kau berdua akan
kubunuh sekaligus seperti dua ekor kelinci yang akan kami bakar." Kata yang bertimang
perak dengan sebuah cambuk di tangannya. Diayunkannya cambuk itu dan terdengarlah
Pendekar Cacad 16 Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto Kisah Para Pendekar Pulau Es 18

Cari Blog Ini