Pedang Iblis Langit Karya O K L Bagian 1
yoza collection
Seruling Haus Darah - Halaman 0
0 Pedang Iblis Langit
Oleh : O.K.L
Penerbit : Djaja Raya - Djakarta (1960)
Pustaka Koleksi : Gunawan Aj
Image Source : Awie Dermawan
Edited & Ebook by : yoza
Thian-mo-kim
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para
pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan di
pasaran dari kepunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih media
diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,
maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari
kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesuai kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari
buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor E-Book
PEDANG IBLIS LANGIT
(Thian Mo Kiam)
oleh : O.K.L
Pustaka Koleksi : Gunawan Aj.
Image Sources : Awie Dermawan
Rewrite/Edited : yoza
? Oct, 2018, Kolektor E-Book
Djaja Raya - Djakarta
1960 Penerbit:Pedang Iblis Langit - 1 0Pedang Iblis Langit - 1 1
PEDANG IBLIS LANGIT
(Thian Mo Kiam)
Oleh : O.K.L
Jilid ke 1
MUSIM dingin dibarat-daya propinsi Sin-kiang hebat
sekali Angin santar menghembus dan menerbangkan
salju yang seperti kapas. Lembah Thian-mo-kok yang
terletak didaerah pegunungan propinsi tersebut sudah tertutup oleh
benda putih yang dingin itu.
Didalam hutan purba dalam lembah itu terdapat sebuah kuburan
tua. Dari tulisan yang tertera diatas batu nisan kuburan itu, orang
segera mengetahui bahwa kuburan itu bernama Ban-kiap-ku-mo
atau Kuburan beribu beneana.
Badai telah mereda dan saljupun tidak turun lagi. Dari kejauhan
tampak seorang pemuda tampan yang gagah perkasa dan berusia
lebih kurang 18 tahun, tengah berjalan menghampiri kuburan
tersebut.
Pemuda itu mengenakan pakaian yang terbuat dari kulit macan
dengan sebilah pedang tersoren di pinggangnya. Sambil
menghadapi batu nisan itu, terdengar ia berkata:
"Akhirnya aku Song Lim berhasil juga meneari Kuburan beribu
beneana! Tetapi apakah kitab Pek yok-gie-ci betul-betul tersimpan
dalam kuburan ini?"
Ia jadi ragu-ragu sejenak, karena memang kedatangannya disitu
melulu untuk meneari kitab catatan ilmu silat sakti yang berjudul
Pek-yok-gie-ci. Ia bermaksud mempelajari ilmu-ilmu yang tertera
dalam kitab itu untuk dibuat bekal mencari gurunya yang telah
lenyap secara misterius selama beberapa tahun yang lalu. Dalam
keraguannya, tiba-tiba ia mendengar suara tertawa yang lebihPedang Iblis Langit - 1 2
banyak mirip suara tertawa hantu! Suara yang mengejutkan itu
membuat ia yakin bahwa dia tidak berada seorang diri saja di
daerah kuburan itu.
Dengan hati bereekat dipalingkan pandangannya kesekeliling
tempat itu, namun tidak terlihat aiapapun.
Hampir pada saat yang sama, dari belakang sebuah pohon yang
besar dengan cabang-cabangnya tertutup salju, melompat keluar se
orang yang berjubah kain kasar, berwajah kurus-pucat dan bermata
satu dengan sebatang tongkat ditangan kanannya.
Tanpa terasa Song Lim melangkah mundur melihat makhluk
yang membangkitkan bulu tengkuk itu. Seumur hidupnya belum
pernah ia melihat manusia seseram itu.
Dengan matanya yang hanya satu dan yang dibuka lebar-lebar,
orang itu perlahan-lahan berjalan menghampiri seraya berkata
dengan suaran ia yang agak serak: "Bocah, kau datang untuk
mendermakan jantungmu"
Jika suara tertawanya membikin bulu tengkuk berdiri, nada
suaranya yang sember itu membuat Song Lim bergidik. Namun ia
menyahut juga:
"Aku tidak mengerti kata-katamu itu. Mengapa aku harus
mendermakan jantungku?"
Orang itu memperdengarkan lagi suara tertawanya yang
menusuk telinga.
"Upacara menyembahyang pedang di pegunungan Thiansan
kelak akan ditesenggarakan, dan kedatanganmu hari ini adalah
tepat betul!"
". ? ? ?..!"
"Jantungmu akan diambil untuk menyembahyangkan pedang
itu! Hee, hee, hee!" kata lagi orang itu.Pedang Iblis Langit - 1 3
"Upacara yang tolol itu tidak ada sangkut pautnya dengan aku,
maka aku minta kau tidak mengganggu!" kata Song Lim ketus.
"Siapa bilang tidak ada sangkut pautnya?!" tanya orang itu yang
mulai menjadi murka "Kau harus disembelih!"
"Apa dosaku sehingga aku harus disembelih?"
"Ho. ho! Kau rupanya belum mengetahui samasekali adat
istiadat daerah ini. Ban-kiap Mo-kun. pemilik kuburan tua ini akan
keluar untuk menghadiri upacara menyembahyangkan pedang
diatas puneak Ban-mo-hong dipegunungan Thian-san, nanti pada
tanggal 10 bulan 12"
"Persetan dengan urusan itu! Aku tengah sibuk dengan urusanku
sendiri!"
"Sabar dulu, bocah! Mungkin kau akan puas jika mengetahui
untuk apa jantugmu diambil! Nah, dengarlah Ban-kiap Mo-kun
telah mengundang hampir semua tokoh persilatan untuk
menghadiri upacara penyembahan tersebut yang memerlukan
seekor singa, dua ekor harimau dan 5 buah jantung boch-bocah
sebayamu"
"Perbuatan orang edan!!"
"Hee. hee, hee! Anggapan apa saja yang ingin kau lontarkan itu
terserah padamu! Tetapi ketahuilah bahwa untuk maksud diatas
Ban-kiap Mo-kun telah mengadakan persiapan selama tidak kurang
daripada 12 tahun lamanya, dan justru yang masih diperlukannya
adalah satu jantung manusia lagi. Kau telah datang disini, itu berarti
bahwa kehadiranmu disini adalah jodoh! Hee, hee, hee!"
Song Lim sudah menyekal keras gagang pedangnya dan bersiapsiap menempur orang itu, tetapi orang itu sendiri telah berkata lagi:
"Kau tentu tidak mengetahui mengapa pedang itu harus
disembahyangkan, bukan? Karena pedang itu adalah Thian-mo
kiam atau Pedang iblis langit yang ampuh tidak kepalang!"Pedang Iblis Langit - 1 4
Song Lim diam-diam mengertak gigi dan mengutuk perbuatan
gila tersebut.
"Jika perbuatan yang ganas ini tidak dibasmi, maka banyak orang
akan menjadi korban perbuatan edan ini!" pikirnya gemas.
"Bocah! Kau kini tentu rela mati umuk kepentingan
penyembahan itu, bukan?" kata lagi orang itu.
Song Lim tidak menyahut. Ia baru saja berkecimpung dikalangan
Bu-lim dengan maksud mengambil kitab Pek-yok-gie-ci yang
katanya tersimpan didalam kuburan Ban-kiap ku-mo dilembah
Thian-mo-kok. Dan tanpa menghiraukan jarak yang jauh dan segala
bahayanya, ia sampai-sampai memerlukan meneari kuburan tua
tersebut. Tetapi setelah kuburan itu diketemukan, ia diberitahukan
bahwa jantungnya harus diambil untuk keperluan persembahan
yang sinting itu. Menginsyafi jiwanya kini teraneam, serta merta ia
jadi nekad.
"Jika Ban-kiap Mo kun memerlukan jantungku aku rela untuk
mendermakunnya" akhiraya ia berkata, namun belum lagi
selesai orang itu sudah memotong dengan berkata:
"Kau tidak takut mati?!"
"Aku akan mendermakan jantungku kepada Ban-kiap Mo-kun,
tetapi dengan syarat!"
"Apa syaratmu? Aku sebagai pesuruh Ban-kiap Mo-kun akan
menyampaikan syaratmu itu padanya"
"Syaratku sangat sederhana, ialah aku mendengar bahwa kitab
Pek-yok-gie-ci tersimpan dalam kuburan ini. Aku minta melihat
kitab tersebut!"
"Haa. haa, haa! Kau betul-betul tolol! Jika kitab yang kau maksud
itu tersimpan dalam kuburan ini, apu perlunya Ban-kiap Mo-kun
membuat pedang Thian-mo-kiam selama 13 tahun?"
"Kitab itu tidak tersimpan disini?!"Pedang Iblis Langit - 1 5
"Tidak! Berita itu sengaja disiarkan untuk menarik para jagojago muda belia seperti kau datang disini, lalu jantung mereka akan
diambil untuk menyembahyangkan Pedang Iblis langit! Haa. haa,
haa! Kau sudah tertipu dengan mempereayai saja berita dusta itu!"
"Aku tidak pereaya keteranganmu itu! Kitab tersebut pasti
tersimpan dalam kuburan ini!"
"Bocah! Kau akan segera mati, apa perlunya melihat kitab itu?"
"Itu urusaaku, kau tidak perlu singgung! Aku ingin melihat kitab
itu, titik!"
Orang ganjii yang pandir itu menghela napas panjang.
"Sayang ...... sayang sekalil" sahutnya. "Kitab Pek-yok-gie ci telah
direbut oleh seekor burung rajawali raksasa ketika kuburan tua ini
digali, dan burung itu telah menjatuhkan kitab itu kedalam telaga
Thian-tie didekat pegunungan Kun-lun-san. Mungkin tiada seorang
akan beruntung melihat kitab itu lagi .... sayang.."
"Baiklah, jika demikian halnya, akupun harus lekas-lekas berlalu
dari sini!"
Berkata begitu, Song Lim segera berjalan pergi, tetapi dengan
lineahnya orang itu meloneat menghadang dihadapannya.
"Bocah, kau telah datang dan kau tidak dapat pergi lagi!" aneam
orang itu.
Perlu dijelaskan disini bahwa Song Lim adalah ahliwaris satusatunya dari Hian-thian-kiam-sin, si Dewa pedang, ketua daripada
ketiga belas jago-jago nomor wahid dikalangan Bu lim pada dewasa
itu. Hian-thian Kiam-sin sangat dihormati oleh kawan-kawannya
karena wataknya yang luhur dan dia sangat ditakuti oleh lawannya
karena ilmu permainan pedangnya yang sangat dahsyat. Ia telah
mengambil Song Lim sebagai murid karena tertarik oleh kecerdasan
serta semangat pemuda she Song yang tidak terpatahkan itu.Pedang Iblis Langit - 1 6
Pada suatu hari si Dewa pedang telah pergi dari rumahnya dan
tidak kembali. Beberapa tahun telah lewat dan atas permintaan ibu
gurunya, Song Lim lalu pergi kepegunungan Kauw-hoa-san untuk
memecahkan teka-teki tentang hilangnya si Dewa pedang yang
sangat misterius itu.
Diteogah perjalanan ia kebetulan mendengar berita tentang kitab
Pek-yok-gie-ci yang katanya tersimpan dikuburan tua Ban-kiap kumo dilembah Thian-mo-kok. Karena berpendapat bahwa jika
beruntung memperoleh kitab tersebut ia dapat memperhebat ilmuilmu silatnya yang bermanfaat sekali bagi usahanya meneari
gurunya, maka ia kini jadi beradapkan dengan salah seorang
pesuruh Ban-kiap Mo-kun. Tetapi ia jadi kecewa, karena bukan
hanya kitab itu tidak berhasil diperolehnya, bahkan jantungnya
dimaui!
"Bocah!" bentak lagi orang itu. "Jantungmu diperlukan untuk
menyembah Thian-mo-kiam, tetapi kematianmu tidak cuma-cuma,
kau pasti akan menjadi dewa!"
"Mungkin kau sendiri terlalu luhur untuk menjadi dewa
sehingga kau menolak memberikan jantungmu sendiri?!" Song Lim
mengejek.
"Bocah! Aku Kauw-hun Sie-cu, si Perengut nyawa merasa perlu
mengajar adat padamu agar kau bicara lebih sopan sedikit!"
Song Lim memang sudah siap dan ketika melihat Kauw-hun Siecu tidak membawa senjata, iapun tidak menghunus pedangnya.
Dengan tenang saja ia mengegos terkaman 10 jari tangan lawannya
yang berkuku tajam seperti pusut itu.
"Kau ternyata cukup gesit, ya? Nah, jagalah jotosau Tok-hunciang ini!" seru Kauw-hun Sie-cu yang sudah menyerangnya lagi.
Dari gurunya Song Lim pernah mendengar betapa hebat jotosan
Tok-hun-ciang atau Tinju beracun yang umumnya dimiliki oleh
jago-jago silat didaerah barat-daya propinsi Sin-kiang itu. Maka
tidak berani ia sembarang menangkis. Cepat dijejak kakinya danPedang Iblis Langit - 1 7
meloneat jauh kebelakang, tetapi setelah itu ia meloneat kedepan
lagi sambil mengayun sebelah kakinya.
Kauw-hun Sie-cu yang memandang remeh jadi terkesiap. Ia
tidak menduga jika bocah itu bisa mengegoskan kedua serangannya
dan balas menyerang dengan satu tendangan geledek, lekas-lekas ia
meloneat mundur dan berhasil mengelakkan tendangan sekeras
sepakan kuda itu dengan hati berdebar.
Pertarungan satu gebrakan itu tiba-tiba berhenti. Kedua belah
pihak tidak lagi berani melanearkan serangan-serangan yang
membabi-buta.
"Setan tua!" teriak Song Lim. "Aku harus mengakui
kelihayanmu!"
"Kau baru mengetahui?" seru Kauw-hun Sie-cu girang
mendengar dirinya mendapat pujian. "Oleh karena itu, lebih baik
kau tidak melawan!"
Serentak, dengan itu, secepat kilat tahu-tahu ia sudah menerkam
lagi sipemuda she Song.
Sekalipun mulutnya memuji, namun Sang Lim tidak pernah
bersikap lengah menghadapi seorang macam Kauw-hun Sie-cu.
Begitu melihat lawannya sudah menerkam, diputar tubuhnya
demikian rupa sehingga terkaman itu gagal. Bersamaan dengan itu
kakinya lagi-lagi digerakkan yang kemudian dibarengi dengan
jotosan Keng-tauw-pa-gan atau Ombak besar menerjang pantai
salah satu jurus keistimewaan Hian-thian Kiam-sin. Maka tidak
ampun lagi Kauw-hun Sie-cu yang tengah terjerumus tiba-tiba
terhempas diatas es!
Song Lim mengawasi sejenak. Ketika melihat Kauw hun Sie-cu
sudah tidak berkutik lagi, ia segera berbalik, Namun dihadapannya
kini sudah berdiri banyak orang Ban-kiap Mo-kun. Suara terkekeh
seram terdengar. Dari rombongan orang-orang tiba-tiba melangkah
Pedang Iblis Langit Karya O K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang kakek yang mengenakan jubah hitam dengan gambar
tengkorak manusia didada jubahnya. Wajahnya demikian kecil sertaPedang Iblis Langit - 1 8
tidak berdaging sehingga ia lebih banyak mirip tengkorak daripada
manusia.
"Bocah! Siapa kau?!? bentak kakek itu sambil membentangkan
kedua matanya.
Karena merasa tidak menpunyai salah, Song Lim tidak gentar.
"Aku Song Lim!" sahutoya tegas.
"Tahukah kau peraturan Ban-kiap Mo-kun?"
"Tidak perlu aku mengatahui hal itu!"
"Kau sudah datang di Kuburan beribu bencana, oleh karena itu
kau tidak lagi mungkin meninggalkan tempat ini! Disamping itu,
kau sudah melukai Kauw-hun Sie-cu, maka dosamu tidak dapat
diberi ampun lagi!"
"Aku telah melukai anjing tua itu demi keselamatan diriku
senediri. Apakah aku harus mandah saja dibunuh?!"
"Ya, kau harus menyusul gurumu diakherat!"
Seketika Song Lim berdiri terdiam mendengar kata ?gurumu?.
"Apa yang kau ketahui tentang guruku?" tanyanya sambil
berusaha menenangkan dirinya.
Sikakek tertawa terkekeh panjang.
"Gurumu telah datang disini tiga bulan yang lalu," sahutnya
congkak. "Dan dia kini ditugaskan menjaga kuburan Coa Mo Ciok!"
Bukan main terkejut Song Lim. Gurunya yang diketahuinya
sangat lihay, ditugaskan memjaga kuburan orang lain. Ia berpikir
sebentar dan kemudian berkala:
"Aku ingin menjenguk guruku, bolehkah?"
Sikakek melirik-lirik liar mendengar permintaan itu.
"Kau ingin melihat gurumu?" tanyanya kemudian.
"Ya!"Pedang Iblis Langit - 1 9
"Untuk membuktikan bahwa kau betul-betul murid Hian thian
Kiam-sin, cioba katakan apa gunanya jurus Cit-cit-sie-cap-kauwsut?"
"Jurus ilmu pedang tersebut yang terdiri dari pada 7 x 7 = 49
dimaksud untuk menembusi 7 x 7 lapisan lawan!"
"Ho, ho, ho! Jawaban itu membuktikan bahwa kau betul-betul
murid Kian-thian Kiam-sin. Tetapi gurumu telah mempunyai lawan
yang menggunakan pedang Cit-kiam-mo-kiam atau Pedang tujuh
langkah menerkam mangsa sehingga ia tidak dapat lagi meloloskan
diri dari ujung pedang Thian-mo-kiam dan akhirnya harus dikirim
ke akherat! Ho, ho, ho!"
"Aku tidak mengerti!"
"Kau tidak mengerti?! Bukankah aku tadi telah bilang bahwa
gurumu ditugaskan menjaga kuburan Coa Mo Ciok? Kami
menunggu sampai semua tiga belas kawan-kawannya datang, lalu
kami akan menyelenggarakan upacara penyembahan pedang. Ho.
ho ho !"
Bukan main mencelos hati Song Lim mendengar keterangan itu,
yang merupakan juga sebagai pemberitahuan bahwa gurunya Hian
thian Kiam-sin telah dibunuh! Tiba-tiba saja kedua matanya jadi
berkaca-kaca. Lalu dengan suara parau ia menanya lagi:
"Siapa yang telah membunuh guruku?"
"Kau tanyakan saja pada orang yang berkepentingan di . . .
akhirat !" sahut yang ditanya mengejek.
"Dimana beliau dikubur?"
Sikakek mengangkat tangan kanannya, tetapi belum lagi ia
menunjuk kesuatu arah tertentu, tiba-tiba terdengar suara genta
dipalu dengan gencar sekali .....Pedang Iblis Langit - 1 10
SUARA genta belum berhenti ketika disekitar tempat itu terlihat
bendera-bendera kuning berkibar-kibar di-13 tempat.
Sikakek lalu meneruskan menunjuk kearah satu diantara
le:babelas bendera itu dan berkata.
"Bocah, cobalah kau lihat kesemua bendera-bendera disekeliling
tempat ini. Tiap pemegang bendera berdiri diatas sebuah kuburan
dan disebelah timur laut adalah kuburan gurumu!"
Tanpa pikir panjang lagi Song Lim segera memburu ke tempat
yang ditunjuk itu. Diatas batu nisan terukir tiga huruf yang
berbunyi:
"Kuburan Coa Mo Ciok si Iblis ular."
Ditelitinya kuburan itu, tetapi ia tidak melihat tandaa-tanda yang
menunjukkan bahwa kuburan itu adalah kuburan gurunya.
"Siaohiap," tiba-tiba orang yang memegang bendera berkata.
"Kau dapat membuka batu nisan itu untuk masuk kedalam kamarkamar yang terdapat dibawah."
Song Lim yang sudah beringas memandang orang itu sejenak,
lalu tanpa ragu-ragu diangkatnya batu nisan itu dan betul saja,
setelah batu itu dipindahkan tampak satu lorong gelap yang
menjurus kebawah tanah.
"Kau masuklah siaohiap!" kata lagi orang yang memegang
bendera.
Entah mengapa, Song Lim menuruti saja kata-kata orang itu dan
berjalan masuk kedalam lorong itu. Ia berjalan terus untuk akhirnya
tiba di suatu ruangan terbuka dengan kamar batu disekelilingnya.
Ruangan itu merupakan satu lembah gunung yang dalam dan
luasnya lebih kurang 100 meter persegi. Pada saat itu, ialah pada
musim dingin, lembah atau ruangan itu juga tertutup oleh salju.Pedang Iblis Langit - 1 11
Didekatinya jendela salah satu kamar-kamar itu yang berterali
besi dan melongok kedalam. Maka tampaklah seorang dengan
rambut terurai dengan pakaiannya yang serba hitam sedang
tertidur. Yang mengejutkannya ialah, disekeliling orang itu tampak
ular-ular dari segala ukuran, jenis serta warna. Diatas pintu kamar
itu tertulis huruf-huruf yang berbunyi:
"Long-coa Siansu." yang berarti Dewa ular.
Ia lalu melongok kekamar kedua yang diatas pintu kamarnya
tertulis kata-kata yang mengejutkan hatinya:
"Hian-thian Kiam-sin, si Dewa pedang."
Dalam kamar itu tidak terlihat ada orang, hanya diatas tembok
tampak tergantung benda yang membuat tubuhnya menggigil
kedinginan. Batok kepala gurunya!
"Suhu!" teriaknya kalap dengan kedua matanya terbuka lebarlebar. Sejurus kemudian, tiba-tiba tubuhnya terkulai dan roboh
pingsan! Entah berapa lama ia menggeletak tidak sadarkan diri,
ketika lamat-lamat kupingnya mendengar suara orang bercakapcakap
"Jantung bocah ini cocok betul untuk keperluan upacara
penyembahan pedang Thian-mo kiam"
"Betul, kita akan membawa bocah ini kepuncak Ban-mo ong di
pegunungan Thian-san nanti pada tanggal 10 bulan 12. Tetapi
kemana perginya penjaga markas kita, Ngo-ouw taiswee yang harus
menjaga bocah ini?"
Lalu terdengar tindakan-timdakan kaki yang makin menjauh
meninggalkan tempat itu dan keadaan dilembah atau ruangan itu
menjadi sunyi lagi. Yang terdengar hanya suara desisan-desiran
ular-ular yang beradu didalam kamar disebelah.
Song Lim berbangkit dan tiba-tiba mendengar suara bentakan
Long coa Sian-su:Pedang Iblis Langit - 1 12
"Hei, Tok kok-ang lin! Jangan berisik! Sebentar jika aku sudah
hilang mabukku, kau akan kuberikan makan sehingga kenyang!"
Song Lim tidak menghiraukan kata-kata yang ditujukan kepada
seekor ular bersisik merah itu (Ang-lin). Ditatap batok kepala
gurunya dengan hati tersayat-sayat.
"Apakah akupun akan tewas dalam perangkap ini?" tanyanya
cemas. "Tidak! Aku tidak boleh mati! Jahanam yang membunuh
guruku harus dibasmi!"
Dengan pikiran itu ia segera mencari jalan keluar, tetapi seekor
ular merah tiba-tiba muncul dihadapannya. Cepat ia merogo dua
batang jarum Hian pik-kiat-tin yang segera dilontarkan kearah ular
itu. "S s s s t t . . ." ular itu mendesis, dan setelah berkelejat sekali,
ular itu tidak berkutik lagi. Kepalanya sudah tertancap dua batang
jarum yang sangat beracun itu.
Serentak dengan itu, pintu disebelah terdengar terbuka. Dilain
saat, Long-coa Sian-su dengan wajahnya yang beringas sudah
berdiri dihadapan sipemuda she Song. Dipungutnya bangkai ular itu
dan membentak:
"Kau berani membunuh Tok-kok-ang-lin?!"
"Kaupun akan mengalami nasib yang sama jika berani
menyerang aku!" sahut Song Lim ketus.
"Ha, ha. ha! Aku sudah dipaksa hidup dalam lembah yang sempit
dan terkurung dengan ular-ular. Aku sebetulnya sudah dibunuh
semenjak dijebloskan kedalam lembah ini!" kata Long-coa Siansu
acuh tak acuh.
"Hei, Long-coa Sian-su! Kau sangat teledor! Beberapa ekor ular
telah melata keluar selmu. Kau mungkin sudah lupa akan hukuman
Ban kiap ku-mo yang dapat menimpa atas keteledoranmu ini "
demikianlah terdengar suara yang dikenali oleh Song Litu sebagai
suara sikakek yang berwajah seperti tengkorak dari luar lorong itu.Pedang Iblis Langit - 1 13
Dengan wajah ketakutan Lung-coa Sian-su lalu meninggalkan
Song Lim dan lekas-lekas menangkap ular-ular yang memang
sudah berkeliaran dalam lorong itu.
Song Lim lagi memandang batok kepala gurunya, pada saat itu,
ia seolah-olah mendengar suara bisikan yang berbunyi:
"Anak, kau harus hidup! Jangan lupa kepada pedang yang
tergantung dipinggangmu!"
Seketika semangat sipemuda terbangun. Dihunus pedangnya
dan berjalan menuju kearah lorong yang telah ditempuhnya tadi.
Ketika hampir tiba didekat batu nisan kuburan Coa Mo Ciok ia
mendengar suara orang bercakap-cakap:
"Cianpwee, Long-coa Sian-su sudah tidak berhasil menangkap
seekor Tok-kok-ang-lin. Ular tersebut telah pergi ke kaki puncak
Tong-hong. Disamping itu, beberapa ekor ular berbisapun sudah
terlepas Aku khawatir ular-ular itu akan mengambil korban!"
"Urusan ular-ular kita serahkan saja kepada Long-coa Sian-su
dialah yang bertanggung jawab atas keteledorannya sendiri itu yang
harus diperhatikan ialah, jagalah sehingga sibocah tidak bisa
melarikan diri!"
Song Lim lekas-lekas menyelinap ketempat gelap dan
menantikan. Tidak lama, tiba-tiba dari dalam lorong terdengar
suara orang:
"Cu Lo Ji! Mana sibocah? Tadi aku masih melihat dia pingsan
didepan kamar ini!"
"Ha..ha..ha Han Lo Kong! Kau yang mempunyai banyak
pengalaman masih gelisah tidak keruan? Bocah itu tidak mungkin
dapat melarikan diri dari sini! Tenang saja!"
"Cu Lo Jil Awas ular berbisa!"
Serentak dengan peringatan itu, tiba-tiba terdengar orang yang
dipanggil Cu Lo Ji menjerit seram. Dia telah dipagut ular!Pedang Iblis Langit - 1 14
Han Lo Kong jadi ketakutan melihat rekannya itu sudah tidak
berkutik lagi. Cepat digerakkan kedua kakinya dan mabur kearah
tempat Song Lim bersembunyi, dan kesempatan yang baik itu tidak
disia-siakan oleh sipemuda she Song, yang segera menguntit dari
kejauhan.
Tanpa mengetahui dirinya sedang dibayangi, Han Lo Kong
mendekati tembok dan menekan satu tombol, maka terbukalah satu
pintu yang semula tidak tampak.
Song Lim berlaku gesit, ia meloncat dan menyerang punggung
Han Lo Kong yang sekonyong-konyong roboh tersungkur, ia
meloncat melangkahi tubuh orang she Han itu, dan menerobos
masuk kedalam pintu yang sudah terbentang lebar dan lekas-lekas
menutupnya lagi. Dihadapannya kini tampak segundukan tanah
yaug merupakan satu kuburan besar. Diatas batu nisan terukir tiga
huruf:
"Thian-lang-ciok."
Dua orang berseragam hitam yang menjaga kuburan itu jadi
terkejut melihat kedatangan Song Lim yang secara tiba-tiba itu.
"Hei, bocah!" salah satu diantara kedua orang itu menegur, "Dari
mana kau?!"
Song Lim mengacungkan pedangnya dan mengancam:
"Ajak aku keluar dari sini atau kalian akan mati konyol!"
"Ho, ho, ho! Justru kau sendiri yang akan mati konyol dengan
menjadi hidang srigala-srigala!"
Selesai berkata, orang itu segera meloncat dan membuka batu
nisan bukuran itu, maka pada saat yang sama pula, tiga ekor srigala
menerkam kearah Song Lim.
"Jahanam!" teriak sipemuda she Song terkejut. Disabetkan
pedangnya dan satu srigala meraung hebat. Tubulnya tertabas
putus!Pedang Iblis Langit - 1 15
Song Lim meloncat-loncat mengelakkan cakaran-cakaran atau
terkaman kedua srigala yang ganas itu. Tetapi belum lagi bisa
menyingkirkan kedua binatang itu, beberapa belas srigala sudah
dilepaskan lagi. Ia berhasil membunuh beberapa ekor, namun lamalama kewalahan juga ia dibuatnya. Beberapa cakaran telah merobek
bahunya dan mengeluarkan darah banyak sekali.
Pada saat yang sama tiba-tiba sikakek yang berwajah seperti
tengkorak muncul disitu dan menghardik ketiga orang yang
menjaga kuburan:
"Hai tolol! Kalian ingin membunuh bocah ini?! Tanggal 10 bulan
12 belum tiba, jika bocah ini dibunuh sekarang, jantungnya tidak
bisa dipakai untuk upacara menyembah Thian-mo-kiam!"
Dengan tergopoh-gopoh ketiga penjaga kuburan itu lalu
mengusir srigala itu masuk lagi kedalam kuburan dengan
menggunakan lampu yang memancarkun sinar menyilaukan. Dan
sungguh mengheraukan, seolah-olah sudah mengenal orang-orang
dari Ban-kiap-ku-mo, srigala-srigala itu tidak melawan dan
menuruti saja perintah ketiga penjaga kuburan itu.
Dengan napas tersengal-sengal dan bahu masih terus
mengeluarkan darah, Song Lim mengawasi sikakek berwajah
seperti tengkorak. Tetapi ia jadi terkejut ketika tubuhnya
terhuyung, pandangannya pudar. Ia berusaha keras menghilangkan
gejala yang mencemaskan itu, namun tidak berhasil, ia lagi-lagi
roboh pingsan!
MUSIM dingin didaerah barat-daya propinsi Sin-kiang
merupakan sesuatu yang menakutkan. Karena bukan saja salju yang
turun di daerah itu tampaknya lebih banyak, bahkan angin utara
yang terkenal ganas senantiasa meniup menderu-deru.Pedang Iblis Langit - 1 16
Song Lim membuka matanya dan mendapatkan dirinya
tergoncang-goncang dengan hebat. Segala sesuatu yang dilihatnya
kabur. Diperhatikaanya sejenak, dan bukan main kagetnya. Ia
ternyata terikat di atas punggung seekor kuda yang tengah berlari
dengan keras. Derap kaki kuda yang ramai membuatnya menduga
bahwa dibelakangnya masih ada beberapa puluh orang penunggang
kuda yang mengiring kuda tunggangannya itu.
Dengan terikat erat diatas pelana kuda, ia tidak dapat
mengetahui kemana ia akan dibawa. Ia hanya merasa jalan yang
ditempuh itu berliku-liku, turun naik jalan pegunungan yang
diliputi oleh salju dan melalui hutan purba dilemhah Thian-mo-kok.
Kuda dilarat terus, kemudian terdengar suara seorarg berkata
dari belakang rombongan itu :
"Dihadapan kita terletak puncak Tok-hong, lembah Kwi-kian dan
telaga Tiauw-tam. Kita masih harus menempuh perjalanan sehari
Pedang Iblis Langit Karya O K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk tiba dipunca Ban-mo-hong, sedangkan esok hari tanggal 10,
aku khawatir kita akan terlambat!"
"Maka dari itu." sahut salah satu diantara kedua orang yang
berada didepan. "Kita harus mempercepat perjalanan kita ini!
Ay ohlah H o o o ......"
Bersamaan dengan tendengarnya seruan paling belakang itu,
orang yang baru saja berkata segera menggemuk tali kekang
kudanya.
"Hei. Long coa Sian-su!" seru orang kedua yang berada di barisan
depan. "Tenang!"
Orang itu yang bukan lain daripada Long-coa Sian-su dari
perangkap kuburan Cao Mo Ciok, tiba-tiba menahan tali kekangnya
lagi dan berkata dengan sengit:
"Tiat Long, mengapa kau bersikap demikian tenang? Apakah kau
tidak mengetahui akibatnya jika kita terlambat?"Pedang Iblis Langit - 1 17
Tiat Long dari perangkap Thian Lang Ciok jadi jengkel ditegur
demikian.
"Murid Hian-thian Kiam-sin akan mati terkocok-kocok jika kita
melarat kuda kita terlalu cepat. Beranikah kau bertanggung jawab
jika bocah ini mati diperjalanan?"
Long-coa Sian-su harus memperhitungkan kemungkinan yang
telah dinyatanya itu, memang jika Song Lim sampai mati
diperjalanan mereka harus bertanggung jawab, tetapi jika terlambat
tiba dipuncak Ban-mo-hong, mereka pun akan dihukum! Begitulah
dengan perasaan cemas diikuti saja kehendak atau pendapat Tiat
Long.
Pada tengah hari, rombongan itu telah tiba dikaki puncak Tok
hong. Untuk mendaki puncak yang curam dan diliputi oleh salju itu,
betul-betul merupukan satu tantangan hebat!
Long-coa Sian-su mengangkat tangan memberi isyarat agar
orang-orangnya berhenti. Lalu ia menengadah keatas dan meneliti
sejenak.
"Kita terpaksa harus berjalan kaki untuk mendaki lereng gunung
ini!" serunya lantang. "Sayang sekali kita telah lupa membawa
tambang, tanpa tali yang panjang serta kuat, tak mungkin kita daki
lereng curam ini"
"Hm! Kau yang ditunjuk sebagai pemimpin rombongan
seharusnya sudah membikin persiapan yang baik .... ini lupa, itupun
tidak ingat!" ejek Tiat Long yang selalu bersikap bermusuhan
terhadap rekannya itu.
"Tiat Long! Aku tidak, dapat menerima celaanmu ini!"
"Lalu kau mau apa?!"
"Aku akan membikin perhitungan setelah upacara persembahan
pedang selesai!"
"Hm! Mengapa menunggu sampai upacara itu selesai?! Kita
dapat membikin perhitungan disini dan sekarang juga!"Pedang Iblis Langit - 1 18
Semua orang yang berada dibelakang tidak satupun ada yang
berani campur mulut melihat percekcokan kedua orang yang
memimpin mereka itu.
Long-coa Sian-su yang takut dihukum oleh Ban-kiap mo-kun jika
gagal melaksanakan tugas yang dibebankan diatas pundaknya itu,
terpaksa harus menangguhkan tantangan rekannya itu.
"Aku tidak mau berselisih disini, kita harus meneruskan
perjalanan ini selekas mungkin!" teriaknya gusar.
Berkata begitu, ia segera mengeluarkan seekor ular hijau dari
dalam sakunya. Lalu dirobek sehelai kain dari bajunya dan menulis
beberapa huruf diatas kain itu, yang kemudian diikatnya ke leher
ular itu seraya berkata:
"Hei, Cong-jie ! Kau pulang ke Ban-kiap-ku-mo dan cari Hu-moci-su (pengurus kuburan). Nah, kau pergilah!"
Begitu dilepaskan diatas salju, ular hijau itu segera merayap
kearah tempat yang dimaksud. Sementara itu rombongan tersebut
lalu beristirahat disitu. Satu jam telah lewat dan tampak Tiat Long
sebentar-sebentar menghela napas sambil mulutnya mengeluarkan
gerutuan. Satu jam lewat lagi dan tampaklah seorang yang berkuda
kuning mendatangi sambil membedal kudunya. Ternyata ia
membawa seguluug tali dan sebilah kapak.
Begitu datang dekat, orang itu segera meloncat kehadapan Long
coa Sian-su dan berkata dengan lantang:
"Hu-mo-ci-su telah diberitahukan oleh Ban-kiap Mo-kun bahwa
upacara penyembahan pedang Thian-mo-kiam akan diselenggarakan sebentar jam 12 tepat tengah malam. Murid Hian-thian Kiamsin harus diantar keluar puncak Ban-mo-hong dalam keadaan sehat.
Bila terjadi sesuatu yang tidak diingini sehingga upacara
penyembahan itu juga gagal, maka kalianlah yang harus
bertangganggung jawab!"Pedang Iblis Langit - 1 19
Long-coa Sian-su tidak mengatakan apa-apa. Namun diam-diam
hatinya memukul keras mendengar perubahan rencana itu.
Diterimanya sgulung tali dan sebilah kapak dari orang itu dan
mengangguk. Lalu ia berjalan mendekati sebuah batu gunung
tertentu. Segera diayun kapaknya menghajar batu tersebut
sehingga jadi terbelah. Serentak dengan robohnya batu besar itu,
tampak sebuah lorong gua yang lebar serta tingginya kira-kira tiga
meter.
Tiat Long tidak mengatakan apa-apa, meskipin ia merasa heran
dibelakang batu besar itu terdapat sebuah jalan rahasia sehingga
rombongan itu tidak perlu lagi mendaki lereng yang curam itu.
Dengan sikap hormat Long-coa Sian-su lalu mengembalikan kapak
kepada orang yang membawanya tadi. Diangkat tangannya
memberi isyarar agar orang-orangnya mengikuti jejaknya masuk
kedalam lorong itu.
Begitulah, rombongan yang terdiri dari 8 orang itu dengan cepat
saja sudah hilang dalam lorong itu. Setelah berjalan hampir
setengah jam, akhirnya mereka keluar dan tiba dilembah Kwi-kian.
Tidak beberapa jauh tampak telaga Thiauw-tam dengan airnya yang
sudah membeku.
Keadaan di lembah itu sangat sunyi dan seram. Suara derap kaki
kuda bergema diatas salju yang sudah keras itu. Tiba-tiba, entah
dari mana merayap keluar beberapa puluh ekor ular yang besar dan
panjang.
Long-coa Sian-su bersikap tenang. Dikeluarkan seruling besinya
dan meniup dengan maksud menenangkan binatang-binatang
melata yang sangat mengancam itu.
Lagu yang diciptakin oleh alunan seruling besi ilu, biasanya bisa
menjinakkan ular-ular didalam kuburan Cao Mo Ciok, tetapi
kenyataan dilembah Kwi-kian sungguh sangat berlainan. Ular-ular
yang besar itu tiba-tiba jadi beringas mendengar alunan serulingPedang Iblis Langit - 1 20
Long-coa Sian-siu. Mereka mendesis-desis dan merayap mendekati
rombongan orang-orang itu.
Kuda-kuda sudah meringkik ketakutan dan membuat Song Lim
yang terikat dipunggung salah satu binatang itu kaget sekali.
Long-coa Sian-su yang memiliki julukan sebagai si Dewa ular
tidak merasa gentar. Ditiup terus serulingnya tanpa menghiraukan
ular-ular yang sudah semakin mendekat itu. Namun tiba-tiba.
"S S s t t t t! !"
Serentak dengan itu, seekor ular mengangkat tubuhnya dan
menyambar. Suara seruling berhenti yang dibarengi dengan
terbanting,nya si Dewa Ular. Jeritan yang menyeramkan terdengar.
Kuda-kuda meringkik dan berdiri diatas kedua kaki belakangnya.
Suasana tiba-tiba jadi panik. Orang-orang Long coa Sian-su
berusaha keras mempertahankan binatang-binatang tunggangan
mereka itu, tetapi semua terbetot ketika kuda-kuda itu meloncat
dan kabur kearah telaga. Justru pada saat mereka roboh dan tertarik
itulah, ular-ular dengan ganas sekali menyambut kedatangan
mereka!
Tiat Long yang cerdik lekas-lekas mengambil langkah seribu
tanpa menghiraukan rekannya yang semuanya sudah dibelit oleh
ular-ular besar itu. Sedangkan Song Lim yang sudah memejamkan
kedua matanya beruntung dibawa mabur sehingga nyaris ditelan
binatang-binatang melata yang tampak sudah kelaparan sekali itu.
Kuda-kuda jadi liar dan berlari tumpang tenggang ke segala
penjuru sambil salah satu diantara mereka membawa Song Lim
dipunggungnya. Kuda itu berlari terus dan baru berhenti ketika
berada jauh dari ular-ular tersebut.
Song Lim memperhatikan sejenak. Ia mendengar burung
berkicau, tetapi hatinya tiba-tiba memukul keras ketika mendengar
suara teriakan-teriakan aneh. Dengan susah-payah dipalingkanPedang Iblis Langit - 1 21
pandangannya dan menjadi kaget sekali melihat empat ekor gorila
yang berbulu putih sedang menggotong sebuah joli.
Sambil bertiarap tidak berdaya diatas punggung kuda itu, ia
mengawasi keempat binatang raksasa itu. Semenjak dilahirkan, ia
hanya memperoleh kasih sayang guru dan ibu gurunya, karena ia
adalah seorang anak piatu tanpa saudara laki-laki atau perempuan.
Tekadnya untuk hidup agar dapat membikin pembalasan atas
dibunuh gurunya, selalu mendesaknya berikhtiar mencari jalan
keluar dari bahaya atau malapetaka yang selalu mengancam
jiwanya.
Joli yang digotong itu sekonyong-konyong berhenti
dihadapannya, dan suara yang merdu terdengar menegur:
"Siapa kau? Mengapa diikat diatas punggung kuda?"
Suara itu demikian lembut dan membuat Song Lim terpesona
sehingga tidak bisa menyahut.
"Mengapa tidak menyahut?" tanya lagi suara itu.
Song Lim berusaha menganggkat kepalanya, tetapi tidak
berhasil. Karena bukan saja tubuhnya tetapi lehernyapun terikat
dengan erat diatas pelana kuda itu.
"Kau masih tidak mau menyahut.?!" tanya lagi suara merdu itu
yang kini sudah berubah agak ketus. "Ayoh, katakan mengapa kau
diikat diatas punggung kuda itu?"
Song Lim baru saja terlolos dari tangan orang2 Ban-kiap Mo-kun
dan ia tidak mau berurusan dengan orang yang berada dalam joli
itu. Ia mengerahkan tenaganya dan berusaha melepaskan diri dari
ikatan, tetapi hasilnya nihil! Dari dalam joli tiba-tiba terdengar
suara beberapa ucapan, serentak seekor gorila menghampiri Song
Lim dan melepaskan tali pengikatnya. Lalu dipeluknya pemuda itu
smbil berjingkrak-jingkrak.Pedang Iblis Langit - 1 22
Bahu Song Lim bekas cakaran srigala masih mengeluarkan
darah, maka ketika dipeluk oleh lengan gorila yang sangat kuat itu
dan digoncangkan, ia jatuh pingsan!
Entah berapa lama ia tidak sadarkan diri, ketika siuman dan
membuka matanya, ia melihat seorang gadis cantik dengan pakaian
yang mewah serta indah sedang menatapnya. Ternyata bahunya
yang terluka sudah dibalurkan semacam bubuk obat.
Gadis itu bersenyum lembut seraya berkata:
"Siapa kau?"
"Aku Song Lim!" sahut yang ditanya ketus.
Sigadis bersikap lembut. Kemudian sambil tetap bersenyum
manis ia menanya lagi:
"Mengapa kau diikat diatas punggung kuda?"
"Mengapa kau selalu menanyakan tentang itu?"
"Hii, hii, hii! Kau agaknya bersikap bermusuhan terhadap
siapapun. Aku tidak bermaksud jahat."
Song Lim berpikir sebentar. Bahunya yang terluka sudah tidak
mengeluarkan darah lagi atau menimbulkan rasa sakit setelah
dibalurkan obat. Dan ketika melihat gadis itu bersikap lemahlembut terhadap dirinya, sekonyong-konyong ia merasa malu
sendiri dengan sikapnya yang demikian tidak mengenal budi.
"Aku dikat oleh orang-orang Ban-kiap ku-mo dan akan dibawa
keatas puncak Ban-mo-hong dipegunungan Thian-san." akhirnya ia
menyahut juga.
"Mengapa kau ditangkap?"
"Jantungku diperlukan untuk menyembah pedang Thian-mokiam."
Sigadis mengerutkan dahinya. Agaknya terkejut ia mendengar
keterangan itu.Pedang Iblis Langit - 1 23
"Aku sangat berterima kasih Cici telah sudi menolong aku," kata
lagi Song Lim. "Aku tidak akan melupakan budi yang besar ini.
Bolehkah aku mengetahui nama Cici?"
Sigadis bersenyum lebar dipanggil Cici.
"Aku terkenal dengan nama Kim-gin Kongcu atau si Puteri
mutiara dari propinsi Yun-lam" sahutnya lembut. "Aku suka sekali
dengan orang yang berterus terang."
Song Lim belum lama berkecimpung dikalangan Bu lim, ia tidak
berpengalaman dan tidak mengetahui adat istiadat yang berlaku
diberbagai daerah. Iapun belum bergaul dengan banyak orang,
sehingga tiba-tiba saja sikapnya jadi tanggung menghadapi seorang
gadis cantik seperti Kim-gin Kongcu yang memperlakukannya
demikian baik hati.
Siapakah si Puteri mutiara yang menggiurkan ini?
Kim-gin Kongcu terkenal belum lama dikalangan persilatan.
Ay ahnya yang bernana Ouw Hai Ong adalah Seorang raja muda
yang sangat lihay dan pernah menggemparkan rimba persilatan
pada beberapa puluh tahun yang lampau.
Ia telah berhasil mewarisi ilmu-ilmu ayahnya itu dan telah
menjadi murid kesayangan Puti Tapan seorang pendeta sakti dari
daerah Tibet, maka tingkat kepandaiannya dapatlah digolongkan
dengan ketiga belas orang yang terkenal sebagai tokoh-tokoh
persilatan yang terkuat pada masa itu.
Adapun senjata yang telah membuat namanya menjulang tinggi
ialah sebatang cambuk sepanjang dua meter yang senantiasa
tergantung dipinggangnya dimanapun terletak satu kantong
berisikan biji-biji besi beracun yang telah merenggut banyak jiwa
orang-orang yang berlaku sewenang-wenang dikalangan Bu-lim.Pedang Iblis Langit - 1 24
SI PUTERI MUTIARA adalah pembela keadilan yang gigih. Ia
selalu siap sedia membantu atau menolong orang yang dianiaya dan
menggempur manusia-manusia lalim yang bermaksud
memperbudak sikaum lemah.
Empat ekor gorila yang menggotong jolinya adalah hewanhewan peliharaan ayahnya. Keempat orang utan itu sangat cerdik.
Mereka sangat taat kepada puteri majikan mereka itu dan selalu
berhasil melaksanakan perintah-perintahnya.
"Adik," kata lagi si Puteri mutiara. "Coba katakan penganiayaanpenganiayaan yang telah kau derita diri orang-orang Ban kiap-kumo itu"
Song Lim lalu menceritakan segala sesuatu yang telah terjad atas
dirinya sehingga akhirnya ia ditangkap dan diikat diatas punggung
kuda, ia lalu meneruskan dengan berkata:
"Cici, tahukah kau siapa yang memiliki peiang Cit-kim-mo
kiam?"
Setelah melihat wajah Song Lim, si Puteri mutiara sudah
bersimpati terhadap pemuda itu dia setelah mendengar kisahnya
yang dituturkan dengan setulus hati, maka dalam hatinya segera
timbul rasa sayang.
"Adik," katanya lembut. "Dalam usia semuda ini kau sudah
menderita. Anggaplah aku sebagai Cicimu aku akan mengganyang
jahanam-jahanam yang telah menganiayamu itu!"
"Tetapi Cici belum memberitahukan siapa sipemilik pedang Citkim-mo-kiam...."
Pedang Iblis Langit Karya O K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oh menyesal sekali. Aku tidak mengetahui siapa sipemilik
pedang yang kau maksud itu. Mungkin ayahku mengetahui, nanti
jika aku pulang ke propinsi Yun-lam aku akan berusaha
menanyakan tentang pedang tersebut. Mengapa kau menanyakan
hal itu?"Pedang Iblis Langit - 1 25
"Aku berpendapat pemilik pedang itu adalah Ban-kiap Mokun
dan jahanam itulah yarg mungkin telah membunuh guruku!"
"Kalau begitu, kita tanyakan saja kepada Ban-kiap Mo-kun.
Ay ohlah, naik dalam joliku?"
Song Lim merasa girang sekali. Diam-diam dikagumi gadis itu
yang tampaknya tidak gentar terhadap Ban-kiap Mo-kun. Tetapi ia
tidak bisa menerima ajakan agar ia duduk didalam joli bersamasama gadis itu. Gemblengan yang telah diterimanya dari Hian-thian
Kiam-sin gurunya, telah membuatnya mengetahui perbedaan
antara pria dan wanita. Digeleng-gelengkan kepalanya dan berkata:
"Cici, pakaianku kotor serta dekil, aku merasa jijik didekati
orang, maka biarlah aku berjalan mengikuti diluar joli saja"
Si Puteri mutiara tertawa gelak-gelak dan berkata:
"Empat gorilaku ini dapat berjalan 1000 lie sehaei, mungkin
kaupun dapat berjalan sejauh itu, oh Ayohlah, tidak usah kau
merasa malu-malu lagi terhadap aku, Cicimu!"
Dengan sangat terpaksa Song Lim harus menuruti kehendak
gadis itu. Dilangkahkan kakinya mengikuti jejak gadis itu lalu duduk
disampingnya. Hawa harum semerbak menyerang hidungnya dan
seketika ia merasa seolah-olah dirinya kini berada di suatu dunia
baru, lain dan yang lain!
Si Puteri mutiara yang terlahir dipropinsi Yun-lam dan menjadi
besar ditanah dataran tinggi didaerah Tibet, selalu melihat orang
disekelilingnya beralis tebal, bermata sipit berhidung besar dengan
tubuhnya yang pendek seperti gorila.
Kini disampingnya duduk seorang pemuda tampan dan
bertubuh tinggi besar ia merasa sangat tertarik. Untuk
menunjukkan rasa simpatinya, segera dikeluarkan dua butir pil
Soat-leng-hiong-cui dan berkata lagi:
"Adik, kau telanlah pil obat ini. Maaf, tadi karena merasa sengit
aku telah memerintahkan gorilaku mencengkram tubuhmu.."Pedang Iblis Langit - 1 26
Memang bekas pelukan gorila yang kuat itu masih dirasakan oleh
Song Lim. Maka tanpa malu-malu lagi segera diterimanya dua butir
pil obat itu yang segera dimasukkan ke dalam mulutnya.
"Laparkah kau?" tanya lagi si Puteri mutiara.
"Terima kasih, Cici aku. . . ."
Puteri mutiara yang mengetahui pemuda itu merasa malu, tibatiba membungkukkan tubuhnya. Dilain saat tangannya sudah
memegang semacam buah yang berwarna merah sebesar buah apel.
"Nah, makanlah buah ini untuk sekedar mengurangi rasa
laparmu." katanya sambil mengangsurkan buah yang dimaksud.
Kedua mata Song Lim jadi berkaca-kaca karena terharu. Ia
merasa betul-betul diperlakukan seperti anak kandung gadis itu.
Sambil mengucapkan terima kasih diterimanya buah itu.
Si Puteri mutiara mengeluarkan satu seruan, seretak joli terasa
diangkat untuk kemudian bergerak meninggalkan tempat itu.
Keempat gorila betul-betul bertenaga raksasa, karena sedari
lohor hingga suasana berubah menjadi malam, mereka tidak pernah
mengeluh ataupun mengeluarkan suatu apa-apa. Dibawah desiran
angin santar mereka mendaki sebuah puncak, tidak lama kemudian
mereka sudah tiba di puncak Ban-mo-hong.
Si Puteri mutiara memerintahkan agar joli diturunkan. Lalu
disingkapnya kain jendela joli dan melongok keluar. Dari kejauhan
sudah tampak banyak lilin besar yang menyala dan menerangi
tempat itu. Disampng itu, tampak juga sebuah panggung yang
khusus dibangun untuk maksud penyembahan pedang Thian-mokiam. Disekitar panggung itu sudah berkumpul banyak orang.
Mereka adalah jago-jago silat dan pemimpin-pemimpin besar partai
silat dari berbagai cabang yang telah dalang disitu atas undangan
Ban-kiap Mo-kun. Jumlah mereka meliputi tidak kurang daripada
30 orang.Pedang Iblis Langit - 1 27
Di bawah sinar rembulan yang lemah, orang-orang itu
menantikan jam 12 tengah malam sambil menatap sebilah pedang
yang tergantung diatas sebuah pendupaan besar diatas panggung
tersebut. Itulah pedang yang ingin disembah pada malam itu, ialah
pedang Thian-mo-kiam atau Pedang iblis langit.
Puncak Ban-mo-hong sangat tinggi, menjulang melewati awan,
an diselubungi salju sepanjang tahun. Puncak itu sukar didaki
karena ditumbuhi oleh banyak pohon rotan dan pohon berduri
lainnya. Namun pada malam itu, rintangan-rintangan tersebut
tidak lagi dihiraukan oleh orang banyak demi untuk melihat
upacara persembahan edan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Si Puteri mutiara memberikan perintah lagi agar keempat gorila
yang menggotong jolinya kedepan orang banyak itu. Maka tidak
lama kemudian joli sudah diturunkan tepat dihadapan panggung
dan membuat semua orang terkejut melihat keempat gorila itu.
Si Puteri mutiara meloncat keluar diikuti oleh Song Lim,
sedangkan keempat gorila itu lalu berdiri berbaris dibelakang
majikan muda mereka itu. Mereka lalu memperhatikan bahwa
disamping pendupaan terdapat sebuah tahang yang dibuat dari
porselen yang berisikan cairan berwarna hijau.
Tiba-tiba terdengar genta dipalu satu kali serentak muncul lima
orang kakek yang masing-masing berjubah merah, kuning, biru,
putih dan hitam dengan gambar batok kepala manusia didada jubah
mereka masing-masing.
Salah satu kakek itu melepaskan pedang dari gantungan yang
lalu dicelupnya kedalam cairan dalam tahang porslen. Lalu
dimasukkannya ujung pedang itu kedalam api pendupaan yang
berkobar-kobar. Setelah semua kakek-kakek itu secara bergiliran
melakukan hal yang sama, maka sikakek yang berjubah merah
segera berkata dengan lantang:
"Bunuh singa untuk diambil darahnya guna upacara
persembahan ini!"Pedang Iblis Langit - 1 28
Hampir bersamaan dengan seruan itu, dua orang yang bertubuh
tinggi besar segera menggotong seekor singa yang terikat keempat
kakinya dan diletakkan diatas panggung.
Sikakek berjubah merah lalu menjura sambil memegang Thianmo-kiam kearah rembulan diangkasa dan berseru :
"Atas izin Ban-kiap Mo-kun, pedang Thian-mo-kiam digunakan
untuk membunuh singa!" berkata begitu, tiba-tiba diacungkan
pedang yang digengam di tangannya dan mendekati singa yang
menggeletak dilantai panggung. Dengan satu sabetan saja maka
putuslah kepala hewan yang malang itu sambil melepaskan raungan
seram. Darah yang mengucur keluar dari leher hewan itu segera
ditampung dalam tahang porslen.
Bukan main terkejut si Puteri mutiara dan Song Lim
menyaksikan perbuatan yang ganas itu. Tetapi mereka tidak
mengatakan apa-apa dan melihati saja apa yang akan dilakukan
selanjutnya.
Sikakek berjubah merah mencelup pedang Thian-mo-kiam
kedalam tahang porslen yang sudah mengandung cairan hijau dan
darah singa, lalu ia menggantungkan lagi pedang itu diatas
pendupaannya.
Kakek yang berjubah kuning melangkah maju dan mengambil
pedang itu. Justeru pada saat yang sama meloncat keatas panggung
seorang yang segera berlutut dihadapan sikakek yang berjubah
merah seraya berkata:
"Mohon melaporkan kepada Heng-hoat ci-su (pemimpin
upacara)! Aku Tiat Long dari perangkap Thian Lang Ciok ingin
melaporkan kepada Ban-kiap Mo-kun!"
Song Lim merasa cemas sekali melihat Tiat Long juga sudah tiba
disitu. Ia khawatir kalau rekan Long-coa Sian-su itu mengenalinya.
Tetapi ia mendengari terus apa yang hendak dilaporkan oleh Tiat
Long.Pedang Iblis Langit - 1 29
"Ban-kiap Mo-kun sedang berada ditempat bersemedinya. Beliau
tidak dapat diganggu!" sahut sikakek berjubah merah "Apa yang
hendak kau laporkan?"
"Aku dan Long-coa Sian-su telah diperintahkan membawa murid
Hian-thian Kiam-sin yang bernama Song Lim kesini. Tetapi Longcoa Sian-su menyuruh aku datang diam-diam lebih dulu untuk
memberitahukan bahwa ia dan rombongannya akan segera
menyusul!"
Sikakek berjubah merah tiba-tiba jadi gusar.
"Hm! Kamu ditugaskan membawa murid si Dewa pedang kesini
untuk diambil jantungnya, jika terlambat Long-coa Sian-su harus
dihukum! Enyah kau!"
Tiat Long lekas-lekas turun dari panggung itu, namun baru saja
kakinya menyentuh tanah yang bersalju, tiba-tiba ia dipanggil lagi
oleh sikakek berjubah merah. Maka dengan ketakutan ia naik lagi
keatas panggung seraya berkata:
"Apa yang hendak diperintahkan oleh Heng-hoat-ci-su?"
"Mengapa si Penjaga kuburan tidak membawa sendiri murid si
Dewa pedang itu?" tanya sikakek berjubah merah keras. "Apakah
dia tidak mengetahui urusan ini penting sekali?"
"Karena dia sedang mencari kitab Pek yok-gi-ci yang dibawa
pergi oleh burung rajawali." sahut Tiat Long.
"Pergi kemana dia?!"
"Entahlah, sehingga saat ini beliau belum kembali!"
Sikakek berjubah merah tiba-tiba membanting kakinya "Jantung
murid si Dewa pedang dalam waktu setengah hari sudah harus
diambil!" teriaknya. Ia menoleh kearah Tiat Long dan berkata lagi:
"Apakah rombongon yang membawa murid si Dewa pedang bisa
datang tepat pada waktunya?"Pedang Iblis Langit - 1 30
Pertanyaan itu membuat Tiat Long jadi gemetar, ia sudah
mengetahui bahwa semua anggota rombongan yang membawa
Sony Lim telah tewas dimakan ular, dan yang berhasil lolos adalah
dia sendiri. Maka dibuatlah sebuah cerita untuk menolong jiwanya
dengan melemparkan tanggung jawab kepada semua orang yang
dipimpin oleh Long-coa Sian-su.
"Aku yakin mereka akan lekas tiba disini. . . ." sahutnya gagap.
"Aku memisahkan diri dari rombongan didekat telapa Tiauw-tam .
. . ."
"Ban-kiap Mo-kun akan keluar pada tepat jam 12 tengah malam,
jika pada saat itu rombongan itu belum juga tiba ..... Kau tahu
sendiri. Pergi!" bentak sikakek berjubah merah.
Tiat Long merasakan jantungnya sendiri copot mendengar
ancaman itu. Lekas-lekas ia memberi hormat dan meloncat turun
dari panggung itu.
Sementara si Puteri mutiara yang berdiri tidak jauh dari
panggung di bawah sinar bulan dan api lilin sangat menarik
perhatian orang-orang yang berada disitu Tetapi tanpa
menghiraukan itu semua, ia lalu berbisik kepada Song Lim:
"Adik, mungkin kau tidak kenal orang-orang yang berada disini.
Dua orang hweesio yang berada diseberang kita terkenal dengan
julukan Tok-tauw-ji-ceng atau si Sepasang hweeshio gundul. Itu
tiga manusia yang mirip monyet-monyet terkenal dengan julukan
Thian-goan-sam-hiong, si Tiga iblis neraka. Mereka semua adalah
orang-orang yang lihay, tetapi sangat disayangkan perbuatan
mereka terkutuk!"
Song Lim memperhatikan orang yang berada diseberangnya.
dan apa yang dilihatnya membuat ia bergidik karena orang-orang
yang berada disitu umumnya berwajah seram sekali. Ada yang
juling matanya, bengkok hidungnya seperti parah burung rajawali.
Kurus seperti tengkorak hidup dan lain sebagainya.Pedang Iblis Langit - 1 31
"Mereka kesemuanya berturut-turut adalah: Tok-touw-ji-ceng,
s1 Sepasang hweeshio gundul, Thian goan-sam-hiong, si Tiga iblis
neraka, Ban-biauw-lie-nie, si Rahib jendil, Ceng-yo Pao-cu si
Penghuni puri Ceng-yo, Ciang-yun-cin-jin, si Manusia gaib, Cit
susin-cek. Si Mayat merah, Biauw-ciang-siang-koay, si Sepasang
iblis dari suku Biauw dan Tiat-tam-sinpian si Nyali besi!" bisik si
Puteri mutiara lagi.
"Bunuh harimau untuk keperluan sembarang!" tiba-tiba sikakek
berjubah merah berteriak lagi.
Serentak dengan komando itu, dua ekor harimau yang digotong
oleh empat orang tinggi besar diangkat diatas panggung dan
diletakan dihadapan sikakek berjubah merah. Dan seperti halnya
dengan singa, dengan satu tabasan pedang Thian-mo-kiam masingmasing kepala kedua hewan buas itu sudah terlepas dari badannya,
dan darahnya pun dikucurkan kedalam tahang porslen.
Sikakek berjubah merah mencelup pedang kedalam tahang dan
membakar ujung pedang kedalam bara pendupaan seraya berseru:
"Panggil Tiat Long!"
Tiat Long tiba-tiba menggigil mendengar dirinya dipanggil.
Dengan wajah pucat pasi perlahan-lahan ia merayap naik keatas
panggung dan berlutut dihadapan sikakek berjubah merah.
"Tiat Long! Seperempat jam lagi tepat jam 12 tengah malam
Tahukah kau apa hukumannya jika pada jam tersebut murid si
Dewa pedang belum tiba disini ?" tanya sikakek berjubah merah
beringas.
"Hukumannya . . . ." sahut Tiat Long gemetar "Tubuh diiris
menjadi 1000 irisan!"
Sikakek berjubah merah menyeringai "Bagus!" teriaknya. Lalu ia
menoleh kepada orang-orangnya yang berada disamping panggung
dan melanjutkan:
"Sediakan pisau!"Pedang Iblis Langit - 1 32
Tiba-tiba genta dipalu lagi tiga kali, lalu lima orang berseragam
hitam meloncat naik keatas panggung dan berdiri dibelakang si
kakek berjubah merah dengan golok ditangan mereka masingmasing"
Sementara semua orang menunggu dalam suasana ketegangan,
salah satu dari si Tiga iblis neraka yang bernama Im Kiat, si Iblis
hitam telah menggunakan kesempatan itu untuk menghampiri si
Puteri mutiara yang sudah diincarnya semenjak gadis cantik itu
keluar dari jolinya iadi. Ia memperlihatkan senyumannya yang pasti
tidak menyenangkan siapapun, seraya berkata:
"Jika aku tidak keliru, siocia adalah Kim gin Kongcu, puteri Ouw
Hai Ong dari propinsi Yun-lam yang telah menggemparkan dunia
persilatan, bukankah?"
Melihat sikap kakek yang ceriwis itu, si Puteri mutiara jadi
tersinggung.
"Apa perlunya kau menanyakan hal itu?" sahutnya ketus.
"Ho .. . . ho! Ternyata aku sudah tidak keliru melihat. Tidak heran
jika aku situa bangka tidak digubris, karena disampingmu ada
seorang pemuda yang tampan, ya? Hee, hee hee!" Im Kiat
melontarkan kata-katanya yang sangat menghina.
Menjilak mata Song Lim melihat kekurang ajaran si kakek
ceriwis itu. Tanpa terasa tiba-tiba iapun membentak:
"Enyah kau, jahanam!"
"Siocia, siapakah pemuda ini?" tanya Im Kiat dengan wajah
merah padam.
"Dia adikku, yang terkenal dengan julukan Kauw-hoa-kiam kek,
si Ahli pedang dari pegunungan Kauw-hoa-san" sahut si Puteri
mutiara tenang.
"Aku tidak mengetahui jika dikalangan Kang-ouw sudah muncul
Pedang Iblis Langit Karya O K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang ahli pedang Kauw-hoa-san. Aku situa bangka betul-betul
tolol. Aku sudah berkecimpung dikalangan tersebut selamaPedang Iblis Langit - 1 33
beberapa puluh tahun terpaksa harus mundur teratur menghadapi
jago muda ini!"
Sindiran yang sengaja diucapkan dengan lantang itu sangqt
menarik perhatian orang-orang yang berada dibawah panggung
sembahyang.
"Hei, bocah!" teriak Im Kiat lagi. "Si Dewa pedang dari
pegunungan Kauw-hoa-san sama tingkatnya dengan aku, maka aku
seharusnya kau panggil paman. Hee, hee, hee!"
"Bocah itu memang pantas memanggil Im Kiat paman." salah
seorang yang berkumpul disitu bantu mengejek. "Tetapi ia akan
mengalami sedikit rintangan mempunyai paman seperti Im Kiat.
Ha. ha, ha!"
Soog Lim jadi kalap. Tidak tahan ia digoda demikian rupa.
"Tua bangka gila!" bentaknya "Kau enyahlah!"
"Eee, boiyah! aku bermaksud menjadi pamanmu, tetapi kau
bersikap sangat kurang ajar!" seru Im Kiat sambil melotot, "Jika
tidak memandang kepada si Puteri mutiara, kau pasti sudah
kukremus!"
"Aku tahu apa yang terkandung dalam hati binatangmu. Aku
memang bermaksud membasmi BINATANG-BINATANG semacam
itu!" bentak Song Lim.
Saudara-saudara Im Kiat, ialah Yo Kiat dan Hwee Kiat segera
mendekati kakak tertua mereka.
"Siocia," kata Yo Kiat. "Kami datang untuk melihat upacara
sembahyang. Mengapa kita harus berkelahi karena urusan sekecil
ini?"
"Mengapa kau tidak tanyakan saja kepada saudaramu itu?"sahut
si Puteri mutiara gemas. "Dialah yang selalu mencari setori"
Im Kiat mengawasi kedua saudaranya itu dan membentak:Pedang Iblis Langit - 1 34
"Kalian mundur! Aku akan membereskan kedua orang ini!? Si
Puteri mutiara mengajak Song Lim melangkah mundur ketika
melihat Im Kiat menghampiri mereka dengan sikap mengancam.
"Upacara menyembah pedang sudah hampir dimulai, maka aku
akan mendermakan jantungmu untuk maksud itu!" serunya. Dan
tanpa dilihat oleh siapapun ia lalu mengeluarkan sebuah senjata
rahasianya yang merupakan biji besi. Begitu melihat Im Kiat
menerkam, tangannya digerakkan, maka terdengarlah jeritan
seram yang disusul dengan robohnya Im Kiat.
Teriakan-teriakan yang lantang itu membuat Tiat Long yang
sudah menyerahkan nasibnya kepada sikakek berjubah merah, tibatiba terkejut. Dialihkan pandangannya kearah orang-orang dibawah
panggung dan wajahnya berubah terang ketika dapat melihat Song
Lim. "Heng-hoat-ci-su!" katanya kepada sikakek berjubah merah,
"Murid si Dewa pedang sudah tiba disini. Dia tengah berdiri
disamping gadis itu!"
"Sudah tidak keburu!" sahut sikakek berjubah merah. "Usung
orang yang baru dirohohkan itu untuk diambil jantungnya !"
Lima orang berseragam hitam segera meloncat turun dari atas
panggung dan menghampiri Im Kiat yang sudah tidak berkutik lagi
dadanya terkena senjata rahasia si Puteri mutiara.
Karena terpesonanya, Yo Kian dan Hwee Kiat tidak mencegah
perbuatan lima orang itu. Mereka mengawasi saja mayat Im Kiat
diusung naik keatas panggung. Baru beberapa saat kemudian
mereka tersadar dan loncat menyusul, tetapi mereka dihadang oleh
kelima orang yang berseragam hitam tadi.
Pertarungan segera terjadi dan dalam beberapa jurus saja kelima
orang itu sudah dipukul mundur sambil meninggalkan dua kawan
mereka yang sudah dilukai oleh Yo Kiat dan Hwee Kiat.Pedang Iblis Langit - 1 35
"Berbenti!" tiba-tiba sikakek berjubah merah membentak
lantang. Dituding Yo Kiat dan Hwee Kiat sambil melanjutkan :
"Kalian harus rela menyerahkan jantung Im Kiat, atau jantung
kalian sendiri yang akan diambil!"
Yo Kiat dan Hwee Kiat semula ingin menerjang kakek berjubah
merah itu, tetapi ketika dapat melihat dibelakang punggung itu
sudah berdiri tidak kurang dari beberapa puluh jago Ban-kiap Mokun, mereka terpaksa harus menekan hawa amarah mereka.
Kemudian sambil dituntun oleh si Sepasang Hweeshio gundul,
mereka segera meninggalkan tempat itu.
Jantung Im Kiat sudah diambil dan ditaruh dalam tahang yang
berisikan cairan hijau, darah seekor singa, dan darah dua ekor
harimau. Tetapi sikakek berjubah merah tampaknya belum puas.
"Tiat Long!" serunya sambil menunjuk kearah Song Lim. "Kita
masih memerlukan jantung bocah itu!"
Sekalipun merasa jeri melihat Song Lim didampingi oleh si
Puteri mutiara yang diketahuinya sangat lihay, tetapi karena
didesak oleh sikakek berjubah merah yang galak itu, ia terpaksa
mentaati perintah itu. Dilepaskan cambuk dari pinggungnya dan
menghampiri kearah sipemuda she Song.
Si Puteri mutiara segera memberi isyarat kepada salah satu
gorilanya yang tiba-tiba berjingkrak dan menerkam Tiat Long. Satu
cengkraman kuat dileher membuat siorang she Tiat tidak berkutik
lagi.
TIBA-TIBA terdengar genta dipalu tiga kali yang disertai dengan
seruan lantang:
"Pemimpin besar Bin-kiap-ku-mo sudah tiba!"
Hampir pada saat yang sama, sesosok bayangan hitam
berkelebat yang dengan cepat saja sudah berdiri diatas panggung.Pedang Iblis Langit - 1 36
Dialah seorang kakek yang berwajah seram, bertubuh kurus
jangkung dengan kedua matanya yang bersinar tajam.
"Aku Ban-kiap Mo-kun" serunya mengguntur. "Aku telah
bersemayam diatas puncak Ban-mo-bong dipegunungan Thian-san
ini selama 13 tahun. Malam ini, tanggal 9 bulan 12, aku akan
menyembah pedang buatanku sendiri. Thian-mo-kiam, yang kelak
akan dipakai untuk mengamankan kalangan persilatan!" ia berhenti
sejenak dan menoleh kepada kelima kakek.
"Marilah kita mulai dengan upacara ini!" sambungnya.
Serentak kelima kakek yang mengenakan jubah merah, kuning,
biru, putih dan hitam segera berdiri didepan tahang poslen, laiu
satu persatu mereka menggores lengan mereka dengan pedang
Thian-mo-kiam dan meneteskan darah mereka kedalam tahang
tersebut. Setelah itu selesai dikerjakan, mereka lalu menghadap
kepada Ban-kiap Mo-kun.
Sebagai kesetiaan mereka terhadap pemimpin besar mereka itu,
Ban-kiap Mo-kun menghadiahkan Eng-kiam (pedang burung
garuda) kepada sikakek berjubah merah. Jiauw-kiam (pedang
burung elang) kepada kakek berjubah kuning, dan Jauw-kiam
(pedang burung nasar) kepada sikakek berjubah putih. Sedangkan
kedua kakek yang masing-masing berjubah biru dan hitam hanya
dicatat namanya dalam Buku Jasa Ban-kiap ku-mo sebagai
penghargaan terhadap jasa-jasa mereka.
Ban-kiap Mo-kun lalu berdiri didepan tahang dan tiba-tiba saja
ia tampak terkejut. Ia menoleh kepada aikakek berjubah merah dan
menegur:
"Mangapa jantung manusia didalam baskom ini berwarna
hitam?"
"Itu itu jantung Im Kiat salah satu dari ketiga Iblis dari
neraka.." sahut sikakek berjubah merah gugup.Pedang Iblis Langit - 1 37
"Tolol!" bentak Ban-kiap Mo-kun gusar. "Pedang Thian-mokiam tidak boleh dimandikan dengan darah orang yang berwatak
tidak luhuri. Untuk kelalaianmu ini, kau harus dihukum!"
"Mo-cu (pemimpin besar), aku tidak tahu akan hal itu, harap
diberi maaf. Tetapi berilah waktu padaku 2 menit saja, dan aku akan
memperoleh jantung murid si Dewa pendang"
"Baik, dua menit atau kau mati!"
Secepat kilat sikakek berjubah merah menerkam Song Lin yang
berada dibawah panggung dengan jurus Ok-eng-pu-ciu atau
Burung elang menerkam anak ayam.
Song Lim senantiasa bersiap sedia, maka begitu melihat
bayangan merah berkelebat, ia segera meloncat dan berhasil
mengelakkan. Setelah mana ia lalu mengirim jotosannya.
Sikakek tidak berusaha mengelakkan serangan itu. Diangkat
kedua tangannya dan menangkap tinju Song Lim, lalu cepat ia
bergerak kedepan dan berhasil menerkam lawannya itu yang segera
dihimpit dan meloncat keatas panggung lagi.
"Mo-cu," katanya. "Inilah murid si Dewa pedang. Mo-cu dapat
mengambil jantungnyn dengan tangan Mo-cu sendiri!"
Tetapi baru saja berkata demikian, tiba-tiba ia melepaskan
jeritan seram dan roboh terjengkang. Dadanya sudah tertancap
sebatang jarum beracun Hian-pik-kiat-tin sipemuda she Song!
Si Puteri mutiara tencengang melihat kenyataan itu. Iapun
segera meloncat keatas panggung dan menghajar sikakek berjubah
hitam yang sedang memegang Buku Jasa Ban-kiap-ku-mo, sehingga
kakek itu terpental sambil melepaskan buku yang dipegangnya itu.
Ban-kiap Mo-kun sudah ingin merebut buku itu, ketika satu
bayangan hitam yang besar menerkam dari atas. Cepat ia meloncat
mundur lagi, maka dengan mudah saja bayangan itu mencengkram
buku itu yang segera dibawa terbang keatas.Pedang Iblis Langit - 1 38
"Haai! Itu pasti Thiat-ji-sin-tiauw (Burung rajawali bersayap
besi)!" kata Ban-kiap Mo-kun dalam hati terkejut. "Mengapa
burunng itu tiba-tiba muncul di puncak Ban-mo-hong ini? Apakah
hewan itu tidak tenang melihat tindak-tandukku ini?"
Song Lim pun mengawasi burung rajawali yang sudah terbang
di awang-awang itu. Tetapi sejenak saja ia sudah mengalihkan
pandangannya ke arah Ban-kiap Mo-kun dan membentak:
"Hei, apakah guruku, si Dewa pedang dibunuh oleh pedang Citkim-mo kiam?!"
Diam-diam Ban-kiap Mo-kun terperanjat melihat keberanian
bocah yang berani membenlaknya itu. Namun ia menyahut juga.
"Aku sudah membunuh banyak orang!" katanya sambil tertawa
berkakakan panjang.
"Jahanam!" Song Lim membentak lagi dan sekonyong-konyong
saja ia sudah menjotos pemimpin besar partai Ban-kiap-ku-mo itu.
Ban-kiap Mo kun tidak berusaha menangkis serangan itu seperti
sikakek herjubah merah, diangkat kedua tangannya dan
menangkap tinju Song Lim.
Sipemuda she Song cukup lincah. Cepat ditarik kembali
serangannya itu dan menendang, tetapi sepakannya itu dibentur
dengan lengan lawannya, maka keseimbangan tubuhnya tiba-tiba
lenyap. Tengah ia terhuyung-huyung, satu terjangan tinju
menghajar dadanya sehingga ia terpental jatug dari atas panggung
itu. Ban-kiap Mo-kun tidak bergerak hingga disitu saja. Ia meloncat
mengejar. Dipanggulnya tubuh Song Lim yang kemudian
dilemparkannya kebawah jurang tidak beberapa jauh dari tempat
itu! Bukan main terkejut si Puteri mutiara. Ia segera mengajak
keempat gorilanya turun kebawah jurang untuk menolong Song
Lim.Pedang Iblis Langit - 1 39
Ban-kiap Mo-kun mengawasi saja dan sudah ingin meneruskan
upacara menyembah pedang buatannya sendiri. Justru pada saat ia
hendak meloncat keatas panggung lagi, sekonyong-konyong seekor
ular yang panjangnya hampir 10 meter, tertubuh sebesar batang
pohon kelapa merayap menghampirinya.
Semua orang yang berada dibawah panggung segera bubar
simpang siur, sehingga sekejap saja keadaan disitu menjadi sepi,
hanya tertinggal Ban-kiap Mo-kun saja seorang.
Tiba-tiba seekor ular lain yang sama besarnya merayap
mendekati panggung. Hewan itu mendesis sambil mengangkat
badannya ke atas. Sejurus kemudian, hewan raksasa itu sudah
berada diatas panggung sambil mendesis-desis terus dan mendekati
pedang Thian-mo-kiam.
Ban-kiap Mo-kun terkejut sekali, telapi ia tidak bisa berbuat apaapa. Ular yang berada dibawah panggung merayap terus
mendekatnya, sedangkan ular yang berada diatas panggung sudah
berdiri diatas ekornya dan mengendus-endus pedang Thian-mokiam.
Setelah dijilatnya beberapa kali, pedang itu lalu dicaploknya?
Ular yang berada dibawah panggung tidak merayap lagi. Ia
terdiam sambil mengawasi kawannya yang sudah mulai bergerak
turun, maka tidak lama kemudian mereka berdua sudah merayap
pergi kebawah jurang!
Dengau mulut ternganga Ban-kiap Mo-kun hanya dapat
melihatnya saja perginya kedua ular raksasa itu. Pedang Thian-mokiam yang telah dibuatnya selama 13 tahun untuk kemudian
dirawat serta dipuja dengan susah payah kini telah ditelan oleh ular
yang dikenalinya sebagai ular Tok-kok-ang-lin (sisik merah).
Ia tidak berani mengejar ular itu yang terkenal bisa
menyemburkan uap putih yang sangat beracun. Hatinya dirasakan
sedih sambil berdiri mengawasi panggung untuk menyembah
pedangnya. Tanpa terasa ia menghela napas panjang, dan dalamPedang Iblis Langit - 1 40
suasana yang sunyi serta dingin lagi itu, ia seolah-olah mendengar
suara mengejek.
"Malu! Sungguh memalukan jika seorang yang pernah menyapu
jagad masih bisa putus asa! Betul-betul sangat memalukan!"
Setetika ia mendongak dan samar-samar dapat melihat sesuatu
yang bergerak-gerak dengan pesat diudara bebas.
"Hm! Lagi-lagi Thiat-ji-sin-tiauw!" katanya dalam hati. "Pada
suatu hari aku pasti akan membunuh burung yang sudah membawa
lari Buku Jasa Ban-kiap-ku-mo itu!"
Pikirannya jadi cemas sekali. Salah satu orangnya, sipenjaga
kuburan yang berjulukan Ngo-ouw-tai-swee sudah pergi mencari
kitab Pek-yok-gie-ci, 5 tahun yang lalu tetapi hingga kini orang itu
belum juga kembali.
Ia merasa cemas kalau-kalau Ngo-ouw-tai-swee sudah berhasil
memperoleh kitab catatan ilmu silat itu dan mempelajari ilmu yang
tertera dalam kitab tersebut lalu berlaku sewenang-wenang
dikalangan Kang-ouw.
"Aku harus mencari Ngo-ouw-tai-swee dan berusaha mengambil
pulang pedang Thian-mo-kiam" demikian katanya dalam hati
sambil lekas-lekas meninggalkan tempat itu.
Marilah kita tengok Song Lim yang lelah dilemparkan kedalam
jurang. Ketika terjatuh dari atas panggung, tubuhnya sudah
pingsan, maka ketika tubuhnya dilemparkan kedalam jurang ia
sudah tidak lagi mengetahui bahwa tubuhnya bergelindingan dari
atas jurang kebawah. Entah berapa lama kemudian, seperti sedang
bermimpi lapat-lapat ia mendengar percakapan seperti berikut:
"Ayah, ia berkali-kali memanggil aku Cici, padahal aku tidak
lebih tua daripadanya"
"Dia sangat letih sehingga berbicara dalam tidurnya. Jangan
ganggu padanya, biarlah dia tidur terus"Pedang Iblis Langit - 1 41
Song Lim belum tersadar sepenuhnya. Perlahan-lahan
tangannya meraba tempat tubuhnya terbaring, ternyaia ia sedang
menggeletak diatas pembaringan dengan kasurnya yang empuk.
Sekalipun merasakan tububnya nyeri dan sakit, tetapi
dipaksakan juga untuk melirik keadaan disekitarnya dan melihat
seorang anak perempuan berpakaian baju ungu tengah duduk dekat
pembaringan itu. Seorang gadis yang lebih muda daripada dirinya,
Pedang Iblis Langit Karya O K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertubuh sehat serta berparas cantik.
"Ayah, dia sudah siuman!" seru sigadis.
Song Lim terpesona mendengar suara gadis itu yang merdu
sekali terdengarnya. Ia menatap tajam sehingga paras sigadis tibatiba jadi bersemu merah.
"Mengapa kau menatap aku begitu?" tanya sigadis canggung.
"Aku . . aku tidak bermaksud apa-apa" sahut Song Lim juga
gugup.
Pada saat itu tampak ayah sigadis melangkah masuk kedalam
kamar itu. Wajah maupun gerak-gerik orang itu sangat simpatik.
Dengan tersipu-sipu Song Lim bermaksud berbangkit, tetapi
satu tangan yang besar serta kuat menahannya seraya berkata:
"Anak, didalam hutan ini, kita tidak perlu menjalankan adat
peradatan. Kau telah diketemukan oleh Ceng Ji dekat kaki gunung
Thian-san dalam keadaan terluka parah dan pingsan. Aku kira kau
masih perlu beristirahat sekira 10 hari lagi."
Suara yang lembut serta penuh kasih sayang itu membuat Song
Lim merasa seolah-olah berada dirumah mendiang gurunya. Ia
merasa cemas memikirkan nasib si Puteri mutiara yang telah
membantunya menggempur Ban-kiap Mo-kun.
"Anak." kata lagi ayah sigadis. "Kau beruntung telah nyaris dari
kehancuran terjatuh dari atas jurang. Tetapi biasanya setelah
kecelakaan lewat, keberuntungan pasti datang maka
bergembiralah, jangan bersedih hati"Pedang Iblis Langit - 1 42
Justru kata-kata menghibur itu membuat Soag Lim tiba-tiba
menangis tersedu-sedu.
"Ceng Ji, ayolah kita keluar...." kata lagi siayah.
Sigadis bangkit dari duduknya. Setelah mengawasi Song Lim
sejurus, lalu dikeluarkan sapu tangannya yang segera diserahkan
kepada pemuda itu seraya berkata:
"Pakailah ini" Berkata begitu, ia segera berjalan mengikuti
ay ahnya yang sudah berjalan keluar dari kamar itu.
"Ayah, ia tidak dapat menggempur Ban-kiap Mo-kun dan
membalas dendam, maka ia bersedih hati." terdengar sigadis
berkata kepada ayahnya.
"Sssst lain kali kau tidak boleh mengatakan begitu lagi!" sahut
siayah. "Aku tidak suka orang saling bunuh membunuh membalas
dendam! Kau tidak mengetahui jika Ban.."
Song Lim memperhatikan percakupan itu, tetapi si ayah dan
puterinya sudah berada jauh dari kamarnya sehingga ia tidak bisa
mendengar kata selanjutnya. Dirapatkan lagi matanya dan tidak
lama kemudian ia sudah tertidur.
Ketika terjaga keesokan harinya, hidangan lezat sudah tersedia
dan setiap malam ayah sigadis pasti datang sambil membawa
semangkok sari Po-hiat-bit-ci, suatu minuman untuk menambah
darah serra semangat yang dibuat daripada sejenis buah-buahan
yang hanya berbuah 1000 tahun sekali dipegunungan Han-san.
DEMIKIANLAH Song Lim tertira dirumah orang tua yang
budiman itu. Ia betul-betul telah memperoleh rezeki setelah
mengalami kejelekan-kejelekan. Karena bukan saja ia telah
diberikan minuman sari Po-hiat-bit-ci yang sangat sukar diperoleh
buahnya, tetapi persahabatannya dengan sigadis agaknya sudah
berubah menjadi suatu jalinan asmara yang suci dan luhur!Pedang Iblis Langit - 1 43
Orang tua yang berbudi luhur itu ternyata bernama Yan Leng.
Namanya sudah tidak lagi terkenal di kalangan persilatan, namun
orang-orang seperti Oei-ji Lam-ma, Kam-hai It-cun dan lain
sebagainya yang merupakan tokoh-tokoh persilatan dari angkatan
yang terlebih tua pasti mengetahui siapa itu Yan Leng.
Yan Leng adalah seorang yang berilmu tinggi sekali, pernah ia
menggoncangkan kalangan persilatan pada beberapa puluh tahun
yang lalu. Tetapi wataknya yang luhur dan suka-damai telah
memaksanya untuk mengasingkan diri dari kalangan tersebut dan
menikmati penghidupan yang tentram serta tenang di suatu hutan
terpencil sehingga ia terlupakan sama sekali.
Pada kira-kira 12 tahun yang lalu, keluarga Yen yang terdiri dari
36 jiwa telah dibunuh entah oleh siapa dan mengapa. Pada suatu
hari Yan Leng kebetulan melalui pegunungan Oey-san dan
menemui seorang bayi perempuan di desa dimana keluarga Yen
telah dijagal. Dari selembar kain yang tercantum dipakaian bayi itu,
segera diketahui bahwa bayi perempuan itu bernama Yen Giok
Ceng.
Karena merasa kasihan, Yan Leng lalu membawa bayi itu
ketempatnya bersemayam. 16 tahun dengan cepat berlalu, dan si
bayi sudah menjadi seorang gadis remaja yang bertubuh sehat serta
memiliki ilmu-ilmu silat tinggi.
Yen Giok Ceng telah diberitahukan bahwa ayah bundanya
beserta seluruh keluarganya sudah dibuuuh orang, tetapi ia masih
tetap memanggil dan mengakui Yan Leng sebagai ayahnya sendiri.
Sigadis she Yen ini sangat lincah bahkan terlalu nakal. Ia sangat
gemar menunggang burung rajawali raksata peliharaan ayahnya,
ialah Thiat-ji sin-tiauw yang telah merebut Buku Jasa Ban-kiap-kumo milik Ban-kiap Mo-kun.
Ketika si Puteri mutiara dan Song Lim tiba di puncak Ban-mohong, Yen Giok Ceng dan burung rajawalinya pun sudah berada
disitu, dan dapat melihat bagaimana Song Lim telah dilemparPedang Iblis Langit - 1 44
kedalam jurang. Bagaimana si Puteri mutiara bersama keempat
gorilanya sudah tidak berhasil mencari sipemuda dan
meninggalkan tempat itu dengan paras masgul.
Tanpa pikir panjang lagi Yen Giok Ceng segera mengajak
burungnya turun ke dalam jurang dan berhasil mencari Song Lim
yang terluka parah dan pingsan tersangkut di cabang-cabang pohon
rotan. Diikatnya tubuh pemuda itu dipunggung burungnya,
kemudian sambil menunggangi burung itu, ia sudah melayang di
angkasa menuju kearah gunung Han-san, tempat tinggal ayahnya.
Setelah mendapat rawatan teliti dan penuh kasih sayang dari
Yan Leng dan puteri pungutnya itu, secara berangsur-angsur
kesehatan Song Lim pulih kembali.
"Ceng Moy," kata Song Lim ketika pada suatu hari ia diajak ke
taman bunga oleh gadis penolongnya itu. "Sudah berapa lamakah
aku tinggal dirumahmu ini?"
"Baru dua bulan ..." sahut Yen Giok Ceng sambil bersenyum
manis.
"Sudah dua bulan?!"
"Ya. Sekarang adalah musim semi, maka kita dapat menikmati
bunga-bunga yang harum dan beraneka warna disini."
"Ceng Moy, aku sudah terlalu lama tinggal disini, Aku harus
lekas-lekas pergi"
Ucapan yang tidak diduga-duga itu sangat mengejutkan Yen
Giok Ceng. Parasnya tiba-tiba jadi pucat, jantungnya berdebardebar dan tanpa dapat ditahan lagi, air matanya jatuh berlinang.
"Ceng Moy, mengapa kau menangis?" tanya Song Lim sambil
memegang tangan gadis itu.
"Aku..,, aku mau kau selamanya tinggal disini bersama-sama aku
dan ayah...."
"Akupun berkehendak demikian, tetapi"Pedang Iblis Langit - 1 45
"Tetapi kau harus pulang kepada ibu gurumu dan memberi
laporan, bukankah?"
Song Lim agak ragu-ragu mengangguk.
"Bukankah kaupun ingin mencari Ban-kiap Mo-kun?" tanya lagi
Yen Giok Ceng.
Song Lim menghela napas panjang. Sedih ia tampaknya ditanya
demikian.
"Ilmu silatku sangat terbatas. Aku belum mampu melawan
jahanam itu." sahutnya gemas. "Namun aku takkan lupa membalas
dendam setelah memiliki ilmu tinggi. Tetapi dimanakah aku harus
mencari seorang guru?"
"Lim ko ingin memperdalam ilmu silat?"
"Ya. Dapatkah kau memberitahukan orang pandai yang sudi
menerima aku sebagal muridnya?"
Yen Giok Ceng berpikir sebentar, ia mengetahui bahwa ayah
pungutnya adalah seorang yang berilmu tinggi, jika ayahnya itu sudi
mengajar Song Lim, bukankah ia bisa berada bersama-sama
pemuda pujaan hatinya itu terlebih lama pula?
"Aku akan membujuk ayah untuk memperlambat pelajaranpelajarannya ." demikian pikirnya. Ia bersenyum dan berkata:
"Lim-ko, aku akan berusaha meyakinkan ayah agar beliau sudi
menerimamu sebagai muridnya."
Song Lim yang tidak mengetahui riwayat Yan Leng merasa agak
ragu akan kepandaian orang tua itu sekalipun ia sudah melihat dari
gerak-geriknya bahwa ayah gadis itu mengerti juga tentang ilmu
silat. Tetapi agar tidak menyinggung perasaan gadis itu sendiri, ia
menyahut juga.
"Aku merasa girang sekali jika Yan Locianpwee sudi menerimaku
sebagai murid"Pedang Iblis Langit - 1 46
Yen Giok Ceng segera membetot tangan Song Lim dan lekas
berlari pulang. Setibanya mereka didepan rumah, dengan wajah
berseri-seri Yan Leng lalu berkata kepada puteri pungutnya:
"Ceng ji, sudah lupakah kau hari ini hari apa?"
"Aku ingat! Hari ini adalah hari terbunuhnya ibu dan ayahku!"
sahut Yen Giok Ceng.
Berkata begitu, ia segera mengajak Song Lim masuk kedalam
rumahnya. Diruangan depan, sebuah meja sembahyang sudah siap
dengan lilin yang sudah dinyalakan dan hio yang mengepulkan asap
harum.
Tanpa diminta Song Lim turut berlutut dan bersembahyang di
depan meja itu. Setelah Yen Giok Ceng selesai bersembahyang, ia
lalu berkata kepada Yan Leng:
"Locianpwee, aku sangat berterima kasih atas semua
pertolongan yang telah kuterima selama dua bulan ini. Budi yang
besar itu takkan dapat aku lupakan."
Yan Leng tertawa terkekeh. Diletakkan sebelah tangaanya di
pundak pemuda itu seraya berkata:
"Anak, apa yang telah aku lalukan terhadapmu tidak berarti apaapa. Aku hanya minta kau akan terus memperhatikan dan menjaga
Ceng ji. Dia seorang yatim piatu ...."
Song Lim segera mengetahui apa yang dimaksud oleh kakek itu.
Dengan wajah bersemu merah ia lalu menyahut.
"Locianpwee, aku seorang bodoh dan sebatang kara. Aku
khawatir tidak mampu memikul beban seberat itu ..."
Yan Leng hanya mengganda tertawa dan tidak mengatakan apaapa lagi. Ia mengetahui bahwa jawaban yang telah diberikan itu
adalah tanda setuju sipemuda mengambil puteri pungutnya itu
sebagai kawan hidupnya.Pedang Iblis Langit - 1 47
Yen Giok Ceng lalu mendekati telinga ayahnya dan berbisik.
Sambil mendengarkan dengan penuh perhatian, Yan Leng
menganggukkan kepalanya.
Begitulah, tanpa syarat apa-apa, Song Lim telah diterima
menjadi murid oleh Yan Leng. Dalam lembah yang terpencil
didaerah pegunungan Han-san, ia berlatih dengan tekun.
Seperti telah dikatakan bahwa Song Lim masih meragukan
kepandaian kakek itu, tetapi setelah melihat dengan mata kepalanya
sendiri jurus-jurus yang telah diturunkan kepadanya, baru ia
menginsyafi bahwa Yan Leng bukan saja mengerti ilmu silat tetapi
ternyata bahwa gurunya itu adalah seorang yang berilmu sakti.
Justru kenyataan inilah yang telah membakarnya untuk berlatih
terlebih giat lagi.
Musim semi sudah lama lewat dan musim rontok dengan
anginnya yang menggigilkan tubuh telah datang lagi.
Yan Leng mewariskan ilmu-ilmunya dengan teliti, karena ia
menaruh harapan besar atas pemuda yang kelak akan menjadi
pelindung puteri pungutnya itu jika dia sendiri pada suatu hari
meninggal dunia.
Ia menjadi girang sekali melihat kemajuan-kemajuan yang telah
dicapai oleh muridnya itu, sehingga sampai-sampai ia perlu
memberikan jurus ilmu yang paling dahsyat, ialah ilmu pukulan
Gin-kong-ciang-hoat atu Tinju geledek dengan pesanan agar
muridnya itu baru menggunakan jurus yang selalu membawa maut
ini jika betul-betul sudah terdesak dan mati daya!
Banyak hari telah dilewati dengan penuh kegembiraan. Bila Song
Lim tidak berlatih, ia selalu didampingi oleh Yen Giok Ceng pesiar
disekitar lembah yang permai itu atau bersama-sama melayang
diangkasa diatas punggung Thiat-ji-sin-tiauw.
"Lim ji," kata Yan Leng ketika mereka berkumpul diruangan
tengah, "Ilmu silatmu kini sudah sampai di suatu taraf yang dapat
diandalkan. Besok aku akan mengajak Ceng ji pergi keatas puncakPedang Iblis Langit - 1 48
Cap-yun-hong dan akan berdiam disana selama tiga bulan.
Berlatihlah disini, setelah itu kau dapat berkelana di kalangan kangouw. Aku akan menantikan kedatanganmu disini lain tahun di
musim panas atau musim rontok, pada waktu itu, aku akan
mengajarimu ilmu-ilmu pengobatan."
Yen Giok Ceng terkejut sekali mendengar ucapan ayahnya itu.
"Ayah," katanya. "Bukankah lebih baik jika Lim-ko mempunyai
kawan berkecimpung dikalang Kang-ouw?"
"Ceng ji, mengapa kau masih seperti kanak-kanak? Lim-komu
akan kembali disini lain tahun dan pada waktu itu kau dapat
bersama-sama lagi!" kata lagi Yan Leng agak jengkel.
Song Lim tidak berani berbantahan. Ia telah mendengar gurunya
memandang dirinya ?Lim ji? yang berani anak Lim, maka dengan
terharu ia lalu berlutut dan berkata; "Suhu," katanya. "Aku akan
berkelana dan aku pasti kembali disini lain tahun."
Malam itu Song Lim tidak bisa tidur sekejappun. Saat-saat manis
yang telah dinikmati bersama Yan Leng dan Yen Giok Ceng
senantiasa terbayang didepan matanya. Dibalikkan tubuhnya
kekanan kekiri diatas kasur, namun rasa mengantuk tidak kunjung
datang. Dilain saat, fajar pun sudah menyingsing.
Ia berbangkit dan segera berkemas. Ia bermaksud meninggalkan
pegunungan Han-san itu waktu itu juga. Tiba-tiba pintu kamar
terdengar diketuk, sesaat kemudian Yen Giok Ceng sudah berada
disitu dengan matanya yang tampak jelas betul bahwa gadis itupun
sudah tidak tidur malam yang lalu.
"Lim ko," kata gadis itu parau. "Kau selalu harus waspada
dikalangan persilatan."
"Ceng Moy, jangan bersedihhati. Aku pasti kembali dalam satu
tahun."
Pada saat yang sama, Yan Leng pun sudah melangkah masuk
kedalam kamar ilu.Pedang Iblis Langit - 1 49
"Lim Ji," katanya dengan suara berat. Aku tidak bisa memberikan
apa-apa. Ingatlah baik-baik bahwa dikalangan persilatan banyak
bahaya dan rintangan, kau harus senantiasa bersikap berani serta
berwatak luhur. Jika kebetulan lewat dipegunungan Oei-san, jangan
lupa untuk menjenguk bekas rumah keluarganya Yen, bekas rumah
Ceng Ji yang menjadi juga sarangku!"
Song Lim agak tidak mengerti dengan kata sang guru, tetapi ia
segera berlutut dihadapan gurunya itu.
"Kau pergilah, nak! Dan ingatlah selalu pesanku!" kata lagi Yan
Leng.
Song Lim membungkukkan tubuhnya, kenudian secepat kilat ia
meloncat pergi tanpa menoleh lagi kepada Yan Leng ataupun Yen
Giok Ceng.
Pedang Iblis Langit Karya O K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
DEMIKIANLAH dengan perasaan berat Song Lim harus
meninggalkan kekasih serta gurunya itu. Daerah pegunungan Hansan sudah dilaluinya dan ia kini harus melewati telaga Lok-yan-kok
yang sekitarnya dikelilingi oleh semak belukar. Baru ia melangkah
masuk kedalam semak-semak itu, ketika tampak ia meloncat keluar
lagi.
"Ular bersisik merah!" serunya dalam hati kaget. "Mengapa ular
itu berada disini?"
"Ai! Ditepi telaga ini rupanya ada orang! Ular tadi mungkin
sudah merayap masuk kedalam telaga." demikianlah terdengar
suara keluhan seseorang dalam semak belukar.
Song Lim melangkah masuk lagi kedalam semak-semak itu, di
kaki jurang ia melihat sebuah gua, ditepi telaga tampak seorang
yang berpakaian seperti pertapa tengah berdiri celingukan seolaholah tengah mencari-cari sesuatu.Pedang Iblis Langit - 1 50
"Siapakah gerangan pertapa itu? Mengapa iapun berada di telaga
yang terpencil ini?" tanyanya lagi dalam hati Sipertapa tiba-tiba
tertawa gelak-gelak. Lalu cepat dibalikkan tubuhnya dan
bersembunyi didalam semak belukar.
Teraling oleh semak-semak Song Lim memperhatikan keadaan
di tepi telaga. Sejurus kemudian, disitu sudah muncul dua orang
yang berusia lebih kurang 50 tahun. Yang berada di depan bermuka
hitam, berjenggot panjang dengan matanya bersinar. Sedangkan
orang yang satunya lagi bertubuh agak pendek bermuka seperti
singa.
"Hei, Penghuni puri Ceng-yo!" tiba-tiba simuka hitam berseru
"Mengapa kau bersembunyi? Apakah kau tidak khawatir dikatakan
pengecut??"
Ucapan itu membuat sipertapa muncul lagi ke tepi telaga dan
berkata kepada kedua orang yang baru datang itu:
"Kalian mengejek aku."
Simuka hitam tertawa berkakakan.
"Kau telah mengusir ular bersisik merah dan menyembunyikan
ular tersebut, betul tidak?!"
"Betul! Dan kalian tidak usah turut campur dalam urusan ini.
Jika orang-orang duri Ban-kiap-ku-mo datang mencari ular itu,
katakan saja bahwa aku yang sudah mencurinya!" sahut si Penghuni
puri Ceng-yo tenang.
Simuka singa tiba-tiba jadi gusar mendengar kata-kata itu "Aku
Wee Ceng Cu merasa beruntung dapat menjumpai si Penghuni puri
Ceng-yo yang termashur, aku memang ingin sekali belajar beberapa
jurus ilmu silai darimu!"
"O.. . kedatangan kalian disini untuk bertarung dengan aku?"
ejek si Penghuni puri Ceng-yo. "Tempat ini memang baik sekali
untuk kita berlatih silat. Ayolah, kalian ingin menggempur aku satuPedang Iblis Langit - 1 51
lawan satu atau kalian datang sekaligus berbareng pun tidak ada
bedanya sama sekali!".
Ketiga orang yaug sedang berteriak-teriak itu merandek ketika
dapat melihat seorangg biarawati yang muda belia tiba-tiba muncul
disitu.
"Ee, eh! Mengapa kalian mengganggu tempat keramat ini?"
tanya sibiarawati, "Aku Ban-biauw Lie-ni ingin mengetahui
alasannya."
"Kau jangan pura-pura, Rahib jendil!" bentak Wee Ceng Cu
"Pedang Thian-mo-kiam sudah tercemplung kedalam telaga ini,
kedatanganmu disini juga untuk merebut pedang itu. bukan?!"
"O.. . . mungkin Ban-biauw Lie-ni datang disini untuk mengadu
ilmu silat." kata simuka hitam. "Nah, begini saja. Kita akan mengadu
silat, siapa yang jadi juara dialah yang akan memiliki pedarg Thianmo-kiam!"
Ban-biauw Lie-ni diam-diam sudah mengeluarkan serupa benda
yang tanpa diketahui oleh siapapun telah disentilkan kearah simuka
hitam.
Song Lim memasang mata terus. Ia dapat melihat suatu benda
berkelebat dari tangan si Rabib jendil dan langsung mengenakan
hidung simuka hitam yang tiba-tiba bersiul beberapa kali untuk
kemudian roboh tersungkur!
"Hei, Rahib jendil!" bentak Wee Ceng Cu kalap. "Kau mencari
mati berani membius kawanku ini!"
Bentakan itu disertai dengan satu jotosan kearah Ban-biauw Lieni yang tiba-tiba meloncat jauh kebelakang seraya mengancam:
"Wee Ceng Cu! Nyawa Ouw Hu Cu kawanmu itu berada dalam
tanganmu!"
"Tanganku?!"
"Betul! Jika kau berani menyerang aku lagi, maka aku takkan
menolong kawanmu itu. Dia pasti akan mati setelah lewat 10 hari!"Pedang Iblis Langit - 1 52
"Baik, aku tidak menyerang lagi. Ayohlah berikan obat
pemunahnyal"
"Ho. ... ho. . . . tidak demikian mudah, sahabat!"
"Apa maksudmu?!"
"Aku akan berikan 10 butir pil obat pemunah racun senjataku itu,
tiap-tiap hari dia harus menelan satu butir. Tetapi setelah aku
menyerahkan pil-pil obatku itu, kau harus lekas membawa
kawanmu itu dan jangan coba merebut pedang Thian-mo-kiam
yang masih tergeletak didalam telaga ini!"
Wee Ceng Cu menelan ludah mendengar syarat itu. Ia tidak mau
kawannya, Ouw Hu Cu, mati karena sesangan racun senjata rahasia
biarawati cantik, jendil serta kejam itu.
"Bagaimana?" tanya lagi Ban-biauw Lie-ni.
"Baik...." sahut Wee Ceng Cu terpaksa. Ia segera menerima
kesepuluh pil obat dari tangan biarawati itu lalu memanggul tubuh
Ouw Hu Cu dan meninggalkan tempat itu.
Bau biauw Lie-ni mengawasi perginya kedua orang itu. Ia
bersenyum dan mendekati si Penghuni puri Ceng-yo seraya berkata
"Pao-cu, tempat ini sangat sepi dan indah, mengapa kita berdua
tidak mencari tempat yang sentosa untuk menantikan munculnya
siular, lalu kita akan bersama-sama menangkapnya?"
"Hmm.... aku lebih suka kita bersembunyi sendiri-sendiri saja"
sahut si Penghuni puri Ceng-yo ketus. "Bila ular itu muncul baru
kita akan menangkapnya bersama-sama."
"Tetapi jika aku menunggu seorang diri saja, aku merasa
kesepian jika kita bersama-sama disatu tempat, bukankah kita bisa
bercakap-cakap uniuk melewati waktu yang tidak ketentuan itu?"
"Tidak! Kau tunggulah disini, aku akan keluar dari lembah ini
sekarang juga!"
Berkata begitu, si Penghuni puri Cerig-yo segera berjalan pergi.Pedang Iblis Langit - 1 53
"Pao-cu!" bentak Ban-biauw Lie-ni gusar. "Aku mengajakmu
dengan maksud baik tetapi kau bersikap demikian dingin. Hm..
pada suatu hari kau akan menjumpai aku lagi dan mengetahui
betapa lihay aku sebenarnya!"
Si Penghuni puri Ceng-yo mendengus dan melanjutkan
langkahnya. Tetapi tiba-tiba ia berhenti dan menoleh kesuatu
jurusan sejenak lalu ia menggerakkan kedua kakinya mengejar ke
semak belukar.
Ban-biauw Lie-ni yang bertelinga tajam, segera meloncat ke
semak belukar dan bersembunyi.
Song Lim tidak berani bergerak. Sambil mengatur napasnya agar
tidak mengeluarkan suara ia bersembunyi terus. Jarak si Rahib
jendil dan dirinya hanya beberapa merer saja jauhnya.
Tidak lama kemudian, dari luar lembah tampak berlari-lari
mendatangi dua orang kakek. Satu mengenakan jubah hitam sedang
kawannya bertubuh pendek dan mengenakan jubah abu-abu. Satu
diantara mereka ternyata adalah orang Ban-kiap Mo-kun.
Setelah berada dekat tepi telaga, sikakek yang berjubah hitam
lalu berkata:
"Jika hari ini pedang Thian-mo-kiam tidak berhasil dicari, maka
Mo-cu akan bersemayam di gua Mo-im-tong untuk berlatih ilmu
Bu-im-mo-kang atau ilmu uniuk melenyap tubuh!" Sikakek yang
bertubuh pendek adalah Peng Po Tang cu, si Iblis air yang baru
diundang oleh orang-orang Ban-kiap ku-mo khusus untuk mencari
pedang Thian-mo-kiam didalam telaga, karena ia katanya pandai
menyelam dalam air untuk jangka waktu yang lama seperti seekor
kura-kura.
"Ilmu silat Ban-kiap Mo-kun dapat dikatakan nomor wahid
dikalangan Kang-ouw, namun seluk-beluk permainan didalam air
ia tidak mengerti sedikitpun!" kata si Iblis air. "Tetapi Mo-cu-mu itu
terlalu kejam!"Pedang Iblis Langit - 1 54
"Mengapa kau mengatakan demikian?"
"Ha, ha, ha! Apakah kau sudah buta? Aku banyak mengetahui
peristiwa-peristiwa dikalangan persilatan. Misalnya pengawalpengawal dari puncak Ban-mo-hong, mereka semua adalah jagojago kelas berat dan setia benar pada pemimpin besarmu, tetapi apa
yang mereka peroleh?. Ha, Ha, ha, coba lihat kepada lenganmu yang
telah digores oleh Thian-mo-kiam, lenganmu itu pasti makin lama
akan jadi semakin kecil untuk kemudian copot dari pundakmu! Ha,
ha. ha! Kalian berlima betul-betul tolol!"
Sikakek berjubah hitam jadi berdiri menjublek. Memang pedang
Thian-mo-kiam yang telah berkali-kali dicelup kedalam cairan
berwarna hijau (racun), tidak mustahil akan menimbulkan suatu
reaksi gawat kepada luka yang ditimbulkan oleh pedang tersebut. Ia
mulai menginsyafi akan ketololannya telah membela pemimpin
besarnya dengan setia dengan menggores lengannya yang hingga
pada saat itu masih mengeluarkan darah dan dirasakan sakit sekali!
"Haai!" keluhnya sedih. "Jika pedang itu tidak diketemukan hari
ini, maka celakalah aku!"
"Pemimpin besarmu bukan manusia, dia adalah satu iblis yang
terganas! Betapapun kau membelanya, pada suatu hari kau pasti
dibunuh olehnya!" kata lagi Peng Po Tang-cu. "Tetapi masih terbuka
satu jalan untuk kau tetap hidup...."
"..???!!..."
"Dengan menggabungkan diri dengan partaiku, Ceng-goanpang. Untuk itu aku dapat membantu agar kau diterima oleh Pangcu-ku!"
Sikakek berjubah hitam berpikir sebentar. Tetapi akhirnya
sambil menghela napas ia lalu berkata:
"Haai... . sudahlah! Aku minta kau lekas-lekas menyelam
kedalam telaga dan mencari pedang Thian-mo-kiam yang entah
disembunyikan dimana oleh siular Boa yang jahil itu!"Pedang Iblis Langit - 1 55
Sambil menyeringai, Peng Po Tang-cu mengeluaorkan pakaian
yang dibuat daripada kulit anjing air. Segera dikenakannya pakaian
itu dan meloncat kedalam telaga.
Sementara itu, Ban-biauw Lie-ni tiba-tiba jadi terperanjat sekali.
Ia sudah melihat Song Lim yang sedang bersembunyi tidak jauh dari
tempat ia sedang bersembunyi. Melihat ketampanan pemuda itu,
tiba-tiba wataknya yang jendil membuat ia terlupa bahwa
kedatangannya disitu adalah untuk merebut pedang Thian-mokiam.
Dilain pihak, Song Lim yang tengah memperhatikan Peng Po
Tang-cu, tidak menyadari sedikitpun bahwa dirinya sedang diinati
oleh si Rahib jendil yang menggiurkan itu.
"Jika pedang Thian-mo-kiam berhasil diketemukan oleh orang
itu" katanya dalam kati. "Maka malapetaka pasti akan menimpa
kalangan persilatan!"
Begitu melihat si Iblis air sudah meloncat kedalam telaga, iapun
segera meloncat keluar untuk langsung menceburkan diri kedalam
telaga itu.
Ban-biauw Lie-ni, si Penghuni puri Ceng-yo dan sikakek
berjubah hitam terkejut sekali melihat kenekatan pemuda itu.
"AihBocah yang tampan itu mungkin akan tewas didalam telaga
yang airnya dingin seperti es itu!" pikir Ban-biauw Lie-ni cemas.
Sikakek berjubah hitam khawatir sekali kalau-kalau pedang
Thian-mo-kiam akan direbut oleh orang lain, maka ia segera
mengeluarkan dari dalam jubahnya seekor burung merpati yang
segera dilepaskan. Merpati itu agaknya sudah terlatih baik sekali,
karena begitu berada di angkasa, setelah berputar beberapa kali
diatas daerah telaga itu, ia segera terbang kearah daerah Ban-kiapku-mo.
Sementara Song Lim yang sudah menyelam kedalam telaga,
lekas mengerahkan tenaga Hian-thian-sin-kang untuk melindungiPedang Iblis Langit - 1 56
tubuhnya dari serangan dingin air telaga yang seperti es itu. Dengan
cepat saja ia sudah tiba didasar telaga dan dapat melihat Peng Po
Tang-cu.
Hampir bersamaan dengan itu, lamat-lamat terdengar suara
kerincingan. Itulah isyarat untuk Peng Po Tang cu yang diberikan
oleh sikakek berjubah hitam tentang telah datangnya Song Lim
kedalam telaga itu.
Tanpa menghiraukan isyarat itu, Peng Po Tang cu lalu berenang
mendekati sebuah lorong gua. Ia meneliti sejenak, lalu berjalan
masuk kedalam gua tersebut.
"Mungkin pedang Thian-mo-kiam disembunyikan dalam gua
itu." pikir Song Lim.
Setelah menantikan sebentar, ia lalu bererang dan masuk
kedalam lorong gua itu. Teryata keadaan dalam gua itu merupakan
lorong yang tidak berair, sebagaimana gua-gua di darat, sehingga ia
bisa bernapas lagi. Dilihatnya juga Peng Po Tang-cu sudah berdiri
di dalam gua itu dengan sebilah kapak ditangannya.
Justru pada saat itu terdengar suara desisan-desisan yang
menyeramkan. Serentak tampak dari ruangan dalam gua itu
merayap keluar seekor ular besar yang bersisik merah atau Tokkok-ang-lin.
Peng Po Tang-cu terkejut sekali. Segera diputar tubuhnya sambil
mengayun kapaknya. Tetapi siular raksasa bergerak lebih cepat lagi.
Dengan satu terkaman saja si Iblis air sudah roboh tidak berkutik
dalam libatannya.
Song Lim bergidik. Perlahan-lahan ia melangkah mundur
kesamping sambil bersiap-siap dengan pedangnya.
Sambil membawa tubuh Peng Po Tang-cu yang remuk dalam
libatannya, ular bersisik merah itu merayap keluar gua dan
melemparkan mangsanya itu ke air telaga. Lalu ia merayap
mendekati Song Lim.Pedang Iblis Langit - 1 57
Song Lim jadi ketakutan sekali. Ia bergerak mundur dan
mengebas-ngebaskan pedangnya. Tetapi siular terdiam sejenak dan
menggoyang-goyangkan kepalanya, seolah-olah memberi isyarat
agar ia tidak bersikap bermusuhan.
"Apakah ular ini yang merayap keluar dari perangkap Coa Mo
Ciok?" pikirnya.
Siular perlahan-lahan melata mendekati, tetapi Song Lim yang
sudah melihat bagaimana Peng Po Tang-cu telah ditewaskan oleh
hewan melata raksasa itu, tidak mau mengambil risiko terlalu besar.
Segera diayun pedangnya dan menyerang.
Dengan tenang saja ular itu menarik badannya kebelakang dan
berhasil mengelakkan tabasan pedang itu. Kemudian secepat kilat
dimajukan kepalanya dan membentur tubuh Song Lim yang tibatiba terpental dan roboh terguling!
"S s s s t t." demiklan ular itu mendesis. Kemudian tanpa
menghiraukan Song Lim yang sudah bangun lagi dan siap
mempertahankan dirinya, ia melingkar badannya.
Sekalipun sangat terkesiap. Song Lim tidak terluka. Cepat ia
bangun dan hendak memungut pedangnya lagi, tetapi tampak ia
merandek. Diujung lorong gua itu ia melihat tergeletak dua bilah
Pedang Iblis Langit Karya O K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pedang. Satu miliknya, sedangkan satunya lagi adalah pedang
Thian-mo-kiam!
Diputar tubuhnya dan mengawasi siular yang tidak bergerak
dari tempatnya semula. Ular itu mendesis lalu berdiri diatas
ekornya sambil kepalanya diangsur-angsurkan, seperti
menganjurkan agar mengambil kedua pedang tersebut.
(Bersambung Jilid ke 2)Pedang Iblis Langit - 2 0Pedang Iblis Langit - 2 1
PEDANG IBLIS LANGIT
(Thian Mo Kiam)
Oleh : O.K.L
Jilid ke 2
PAKAH ular ini Yang merayap keluar dari kuburan Coa
Mo-Ciok?" pikirnya.
Setelah ditimbang-timbangnya sejurus, ia lalu memungut
kedua pedang itu dan berjalan keluar lorong gua dimana siular
bersisik merah tengah menantikan dengan sikapnya yang jinak
sekali.
SEMENTARA ITU beberapa puluh orang Ban-kiap-ku-mo sudah
datang di telaga itu begitu mereka menerima kabar dari burung
merpati yang telah dilepaskan oleh sikakek berjubah hitam. Dengan
hati berdebar-debar mereka mengawasi air telaga yang tiba-tiba
bergolak dan timbullah mayat Peng Po Tang-cu yang disusul dengan
suara gemuruh. Kemudian tampak suatu adegan yang
mempesonakan.
Seorang pemuda dengan pakaian basah kuyup, menyoren
sebilah pedang dengan lain pedang ditangan kanannya, sambil
menunggangi seekor ular raksasa timbul dipermukaan air telaga
yang bergolak-golak itu!. Apakah itu suatu adegan dalam mimpi?
Ataukah suatu fata morgana?
Tidak! Mereka tidak melihat khayalan. Mereka menyaksikan
suatu kenyataan! Karena sipemuda yang menunggang ular raksasa
itu adalah Song Lim!
Siular pun tampak gembira, begitu membawa tunggangannya
kedarat, ia lalu menyemburkan banyak air keudara sehingga untukPedang Iblis Langit - 2 2
beberapa detik, lembah yang luas itu seolah-olah disiram oleh hujan
yang lebat! Sejurus kemudian, ia sudah merayap lagi dan
menghilang ke dalam dasar telaga.
"Pedang Thian-mo-kiam telah memenggal kepala singa dan
macan!" teriak Song Lim sambil mengacungkan pedang yang
dimaksud. "Barangsiapa yang ingin mencoba-coba tajamnya
pedang ini, dipersilahkan tampil kemuka!"
Sikakek berjubah hitam tidak bisa menerima digertak begitu
saja, karena jika ia tidak berhasil merebut pedang itu, Ban-kiap Mokun pasti akan membunuhnya. Ditudingkan tangannya kearah Song
Lim dan membentak :
"Hei, bocah! Lebih baik kau kembalikan saja pedang itu kepada
pemimpinku, atau. ..." tiba-tiba ia berhenti dan meneliti Song Lim.
"Bocah! Bukankah kau murid si Dewa pedang yang mau
disembelih diatas puncak Ban-mo-hong setahun yang lalu?"
sambungnya terperanjat.
"Tidak salah!" sahut Song Lim tenang.
"Kau. .. kau tidak mati dilemparkan kedalam jurang?"
"Aku berharap pada suatu waktu dapat membalas perbuatan
pemimpin besarmu yang keji itu!"
"Itu urusanmu sendiri! Aku hanya minta kau menyerahkan
Pedang iblis langit padaku!"
"Kau ambillah jika mampu!"
Sikakek berjubah hitam mendengus mendengar ucapan yang
merupakan tantangan itu. Diangkat tangannya memberi isyarat
kepada orang-orang yang segera mengambil posisi masing-masing
dan membentuk perangkap Cap-pwee-kian-su-cui-ceng atau
Perangkap 18 iblis perenggut nyawa.
Song Lim dengan cepat saja sudah dikurung rapat oleh orangorang Ban kiap-ku-mo, tetapi ia bertekad mempertahankan pedangPedang Iblis Langit - 2 3
yang telah direbutnya dengan susah payah itu. Sekonyong-konyong
ia meloncat kesamping mengegoskan jotosan sijubah hitam, setelah
itu seperti gerak ular yang bersisik merah, ia memutar pedang
Thian-mo-kiam menyabet serta menusuk lawannya itu.
Ban-biauw Lie-ni dan si Penghuni puri Ceng-yo merasa khawatir
jlka pemuda itu tidak bisa melawan kesembilan belas orang itu.
Tanpa berjanji terlebih dulu, serentak mereka meloncat keluar dari
tempat bersembunyi dan mengamati jalannya pertarungan itu.
Perangkap 18 iblis-iblis perenggut nyawa itu ternyata
membingungkan juga sipemuda she Song. Berseling ganti
dipergunakannya jurus-jurus si Dewa pedang dan Yan Leng untuk
menerobos kurungan yang rapat itu. Dalam lima jurus saja ia sudah
berhasil merobohkan beberapa lawannya, tetapi kurungan yang
seperti pagar itu tetap belum tertobloskan.
Si Penghuni puri Ceng-yo merasa simpati sekali terhadap Song
Lim yang dikhawatirkannya tidak bisa melawan orang-orang Bankiap-ku-mo itu. Maka tanpa diminta ia segera melontarkan senjatasenjata rahasianya bantu mengeempur orang-orang partai tersebut.
Suasana tiba-tiba berubah, Song Lim yang semula sudah agak
terdesak, kini hanya melayani tidak lebih daripada 10 orang saja. Ia
mengamuk terus, sekalipun diam-diam merasa heran melihat si
Penghuni puri Ceng-yo sudi membantunya.
Sekonyong-konyong terdengar teriakan-teriakan dari luar
lembah. Sejenak kemudian beberapa puluh orang sudah muncul
didekat gelanggang pertarungan. Mereka ternyata adalah orangorang si Penghuni puri Ceng-yo, orang-orang si Rahib jendil dan
orang-orang dari partai silat Ceng-goan-pang yang dipimpin oleh
seorang yang berjubah biru.
"Berhenti!" bentak sijubah biru.
Sikakek berjubah hitam melirik dan tiba-tiba saja wajahnya
berubah. Cepat ia memberi isyarat kepada orang-orangnya untuk
berhenti mengerubuti Song Lim.Pedang Iblis Langit - 2 4
Dengan wajahnya yang kejam sijubah biru mengawasi semua
orang. Kemudian ditelitinya pedang Thian-mo-kiam sambil
menyeringai penuh arti.
Song Lim jadi jengkel sekali. Dilihat dari gerak-geriknya, sijubah
biru itupun bermaksud merebut pedang Thian-mo-kiam.
"Hei, siapa kau?" bentaknya sengit "Apakah kaupun ingi merebut
pedang Thian-mo-kiam?"
Sijubah biru tertawa berkakakan panjang ditegur demikian "Kau
belum tahu aku siapa?" tanyanya mecgejek. "Tidak heran jika kau
jadi demikian berani membuka mulut besar' Aku adalah Sin soan
Cu-kat, si Iblis cendakiawan, pemimpin ke-3 dari partai Ceng-goan
pang!" ia berhenti sejenak sambil mengalihkan pandangannya
kearah sikakek berjubah hitam dan orang-orangnya.
"Kau pergi!" bentaknya ketus kepada sijubah hitam itu.
Sungguh diluar dugaan semua orang, begitu mendengar
bentakan itu, sikakek berjubah hitam tanpa menggerutu atau
mengeluarkan ucapan apa-apa, segera mengajak sisa orangorangnya dan meninggalkan tempat itu.
Kenyataan itu membuat Song Lim bisa meraba hingga dimana
kepandaian kakek yang baru datang itu. Tetapi ia tidak gentar,
mengetahui kakek itu bermaksud merebut pedang Thian-mo-kiam,
ia bertekad melawan hingga titik darah yang terakhir!
"Locianpwee," katanya tiba-tiba. "Rekanmu telah tewas diserang
ular bersisik merah, apakah kedatanganmu disini untuk mengarah
jenazah rekanmu itu?"
Sijubah biru melirik, sekilas saja ia sudah melihat mayat Peng Po
Tang-cu yang tadi diangkat dari telaga oleh orang-orang Ban-kiap
ku-mo. Tetapi wajahnya yang terkaget itu sejenak saja sudah
berubah tenang lagi "Bocah" katanya keras. "Kau betul-betul
masih hijau. Semua orang yang datang dilembah Lok yan-kok iniPedang Iblis Langit - 2 5
bermaksud merebut pedang yang kini berada dalam genggamanmu
itu!"
"Kalau begitu, aku yang masih hijau ini terpaksa harus minta
diajari beberapa jurus ilmu silat!"
"Hei, bocah! Aku tidak sudi menggempur seorang anak kecil.
Lagipula, bukankah lebih baik tetap tinggal hidup daripada tidak
memiliki pedang itu sama sekali di.... akherat!"
Song Lim tidak lantas menyahut. Ditelitinya keadaan sekitar
tempat itu. Dibelakangnya nampak si Penghuni puri Ceng-yo dari
daerah sebelah selatan propinsi Kan-su, dengan 24 orang-orangnya.
Agak jauh tampak berdiri Ban-biauw Lie-ni dari kuil Cie-pie-Yan di
pegunungan Beng-san bersama kelima kawannya yang semua
bersenjata pedang. Sedangkan dihadapannya tampak Sin-soan Cukat dari partai silat Ceng-goan-pang dari sebelah selatan sungai
Yocu bersama kelima pembantunya yang semua berwajah seperti
monyet, kccuali satu, yang tertua, seperti burung hantu.
Tiba-tiba terdengar Ban-biauw Lie-ni tertawa terbahak-bahak
seraya berkata:
"Jika Sin-soan Cu-kat dan si Penghuni puri Ceng-yo ngotot juga
ingin merebut pedang Thian-mo kiam, baiklah, aku Ban-biauw Lieni akan mengajak orang-orangku meninggalkan tempat ini. Tetapi
janganlah kalian lukai pemuda itu!" Berkata begitu, sibiarawati
betul-betul mengajak kelima kawannya keluar dari tepi telaga itu.
"Sin-soan Cu-kat," seru si Penghuni puri Ceng-yo. "Apakah
kaupun akan meninggalkan tempat ini tanpa bertarung lagi?"
"Jika aku membiarkan kau yang mengambil pedang Thian-mokiam, apa kata orang-orang dikalangan Bu-lim nanti?" sahut Sinsoan Cu-kat mengejek.
"Dengan lain perkataan kau ingin bertarung?!"
"Betul !"Pedang Iblis Langit - 2 6
Sahutan itu disertai dengan satu terkaman dengan jurus Ngo-tok
ceng-cit atau Cakaran jari beracun.
Sipenghuni puri Ceng-yo menotol ujung kakinya dan meloncat
kesamping mengelakkan serangan tiba-tiba itu. Setelah mana ia
balas menyerang dengan tinjunya.
Begitulah, pertarungan antara dua tokoh persilatan segera
berlangsung dengan seru. Meskipun mereka bergerak-gerak
dengan tenang dan penuh perhitungan, namun tiap-tiap detik
ketegangan meningkat.
Sin-soan Cu-kat, sebagaimana dilihatnya menunjukkan si iblis
cendakiawan.. berlaku cerdik. Ia berusaha keras menekan tempo
pertarungan yang senantiasa ditingkatkan oleh lawannya yang gesit
itu. "Hei, bocah!" teriak si Penghuni puri Ceng yo kepada Song Lim
yang tengah berdiri terbengong mengawasi jalan pertarungan itu.
"Apa yang masih hendak kau tunggu? Lekas pergi!"
Mendengar pemimpin mereka telah menganjurkan pemuda itu
pergi, orang-orang si Penghuni puri Ceng-yo serentak menghampiri
kelima pembantu Sin soan Cu-kat, maka pertarungan antara kedua
kelompok itu tidak lagi bisa dihindarkan.
Kesempatan yang baik itu tidak disia-siakan oleh Song Lim.
Setelah mengucapkan terima kasih kepada si Penghuni puri Cengyo, ia segera melarikan diri keluar dari daerah telaga itu.
Tanpa mengalami rintangan apa-apa dengan cepat saja 100 lie
sudah dilalui dan tiba di sebuah desa, dimana ia berjumpa dengan
Ban-biauw Lie-ni dan kelima kawannya.
Sibiarauati bersenyum manis dan sudah hendak menegur
pemuda itu, ketika terdengar suara orang berlari-lari mendatangi.
Ternyata orang itu adalah Ban-siauw Lie-ni, si Rahib sepuluh ribu
paras, adik seperguruan Ban-biauw Lie-ni.
"Suci," kata biarawati yang baru datang.Pedang Iblis Langit - 2 7
"Mengapa kau datang tanpa memberi kabar lebih dulu?" tanya
Ban-biauw Lie-ni dingin. "Apakah guru kita baik-baik saja?"
"Kesehatan Suhu sudab makin payab saja. Beliau minta SuO
pulang menjenguknya."
Ban-biauw Lie-ni yang hendak memiliki Song Lim tiba-tiba jadi
gelisah. Ia tidak mau meninggalkan pemuda yang tampan itu.
"Sumoy, aku masih mempunyai urusan yang sangat mendesak"
sahutnya sambil menghela napas "Aku akan segera menjenguk
Suhu setelah urusanku itu beres"
"Tetapi Suhu sangat mengharapkan kedatangan Suci sekarang
juga. Beliau bermaksud mewariskan sejilid kitab luar biasa."
"Kau pulang saja dan beri tahukan kepada Suhu bahwa aku akan
pulang dua hari lagi!"
"Baiklah, aku minta diri saja sekarang" sahut Ban-siauw Lie-ni
kecewa. Ia merogo sakunya dan mengeluarkan sepucuk surat seraya
melanjutkan:
"Suhu pun minta aku menyerahkan surat mi padamu. Nah
sampai jumpa pula."
Ban-biauw Lie-ni menerima surat itu. Ia baru ingin membaca
ketika lagi-lagi diganggu oleh datangnya siorang yang berjubah
biru, ialah Sin-soan Cu-kat, pemimpin ke-3 dari partai Ceng-goanpang.
"Hei, iblis!" bentak sibiarawati beringas. "Kau lagi-lagi hendak
mengganggu aku?!"
"Hee, hee, hee! Jika kau sudi menyerahkan pedang Thian-mokiam, akupun akan lekas-lekas berlalu. Aku tidak bermaksud
menggangu kesenanganmu" sahut Sin-soan Cu-kat tenang.
Ban biauw Lie-ni bersenyum manis sambil menolak
pinggangnya yang ramping, justru gerakannya yang tidak
menunjukkan sesuatu keluar-biasaan itu adalah suatu gerakanPedang Iblis Langit - 2 8
untuk mengeluarkan semacam bubuk obat bius yang disebut Cuihong-toan-hun-san. Tiba-tiba tangan kanannya dikebas kearah Sinsoan Cu-kacang lalu diteruskan kearah Song Lim.
Sin-soan Cu-kat yang lebih berpengalaman lekas-lekas menutup
jalan pernapasannya, namun terlambat, mendadak tampak ia
berdiri seolah-olah orang terlena dengan kedua matanya tidak
berkesip! Tidak demikian dengan Song Lim yang tidak menyadari
akan tangan gelap biarawati itu, ia bernapas terus seperti biasa
untuk kemudian roboh telungkup!
Ban-biauw Lie-ni harus bergerak cepat. Begitu melihat kedua
orang itu telah terkena pengaruh obat biusnya, segera ia meloncat
kearah Song Lim. Dilain saat, tubuh pemuda itu sudah dibawa kabur
kedalam semak belukar diikuti oleh kelima kawannya.
MEREKA terus melarikan diri dan baru berhenti setelah hari
sudah menjelang senja. Suasana di pegunugan itu sangat sunyi.
Tidak lama kemudian, bulan dan bintang-bintang pun sudah
memperlihatkan dirinya.
Ban-biauw Lie-ni memberi isyarat kepada kawan-kawannya
untuk beristirabat sambil meletakan Song Lim yang masih belum
menyadarkan diri. Baru saja mereka berduduk ditanah, maka
terdengarlah suara hembusan angin santar yang dibarengi dengan
berkelebatnya sesosok bayangan hitam raksasa.
Serentak mereka menengadah dan melihat seekor burung
raksasa lewat diatas kepala mereka.
"Thiat-ji-sin-tiauw!" seru Ban-biauw Lie-ni terkejut sambil
lekas-lekas memindahkan tubuh Song Lim kebalik sebuah batu
besar dan bersembunyi.
Memang itulah burung raksasa Thiat-ji-sin-tiauw. Selelah
terbang berputar beberapa kali diatas daerah itu, ia lalu menukikPedang Iblis Langit - 2 9
dan menyambar kelima kawan si Rahib jendil yang terdengar
menjerit-jerit kesakitan dan bubar meninggalkan tempat itu tanpa
minta permisi terlebih dulu dari pemimpin mereka.
Burung raksasa itu agaknya belum puas. Dengan beberapa
Pedang Iblis Langit Karya O K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kebasan sayapnya, tubuhnya yang besar itu sudah terapung
diangkat lagi untuk kemudian lagi-lagi menukik dan menyambar
Ban-biauw Lie-ni yang berada dibalik sebuah batu besar sambil
melepaskan suaranya yang serak serta melengking tinggi.
Ban-biauw Lie-ni tiba-tiba jadi sengit. Dihunus pedangnya dan
meloncat keluar dengan maksud membunuh burung itu, tetapi
Thiat-ji-sin tiauw sudah melayang-layang di angkasa lagi.
"Hei, burung jahanam!" teriak Ban-biauw Lie-ni kalap. "Ayohlah,
terjang aku lagi!"
Thiat-ji-sin-tiauw terbang berputar beberapa kali sambil
sebentar-sebentar melihat kebawah seolah-olah ia mengerti suara
tantangan yang telah dilontarkan tadi. Satu pekikan dilepaskan,
seketika kepalanya ditundukkan dan menukik dengan kecepatan
penuh!
Ban-biauw Lie-ni sudah siap mengayun pedang, tetapi
hembusan angin yang keluar dari kedua sayap Thiat-ji-sin-tiauw
membuat rambutnya terurai dan mengganggu pandangan matanya.
Cepat ia meloncat kesamping dan secara terburu-buru menabaskan
pedangnya.
"B r e t t ! !"
Demikianlah terdengar suara yang cukup keras dan tampak si
biarawati terpental terpukul dadanya oleh kebasan dari sayap
burung raksasa itu. Sambil meringis menahan sakit ia bangun dan
memungut pedangnya ditanah, justru ketika tubuhnya
dibungkukan, satu cakar raksasa mencengkram punggungnya
untuk kemudian dilontarkan dan beradu dengan batu besar dimana
Song Lim sedang menggeletak pingsan. Maka diluar kehendaknya
sendiri, iapun menggeletak semaput!Pedang Iblis Langit - 2 10
Thiat ji-sin-iiauw tidak menyerang lagi. Ia menoleh kearah
pohon yang berada dibelakangnya dan memekik beberapa kali.
Serentak dengan itu, sesosok bayangan ramping meloncat keluar
dan berlari menghampiri kebalik batu besar.
"Lim ko ..." terdengar bayangan itu berbisik dan ketika melihat
Song Lim masih belum sadarkan diri, ia lalu mengikat tubuh
pemuda itu keatas panggung burung raksasa dan memberi iyarat
dengan tangannya. Sejurus kemudian Thiat-ji-sin-tiauw sudah
berada di awang-awang lagi.
Pengaruh obat bius Ban biauw Lie-ni perlahan-lahan hilang
kekuatannya dan pada keesokan harinya, pagi-pagi benar Song
Limpun siuman. Tubuhnya dirasakan amat dingin karena ternyata
ia kini terbaring diatas tanah di suatu puncak yang diliputi oleh
awan tebal, ia berbangkit dan melihat secarik kertas diletakkan
tidak jauh dari tempatnya terbaring tadi. Diambilnya kertas itu yang
berisikan kata-kata seperti berikut:
"Lim-ko Yth., Kau kini berada diatas puncak pegunungan Oeysan. Maaf aku tidak dapat menulis banyak-banyak disini.
Tingkatkanlah kewaspadaanmu, karena setelah memiliki pedang
Thian-mo-kiam, maka kau kini tengah diincar-incar orang
banyak."
Sekian dulu.
Ceng Moy-mu
Tangan Song Lim menggetar sambil memegang surat itu, karena
ia merasa lapar serta haus sekali. Ia merasa heran mengapa Yen
Giok Ceng tidak menunggu hingga ia siuman, tetapi meninggalkan
secarik kertas itu dan lekas-lekas pergi.
Setelah memikir sebentar dan belum dapat memecahkan
pertanyaannya itu, ia lalu membungkus pedang Thian-mo-kiam
untuk menghindari perhatian orang banyak dan berjalan turun dari
puncak itu.Pedang Iblis Langit - 2 11
Ia lalu menuju ke jalan raya dan tiba dikota Tang-kou.. suatu
kota yang ramai disebelah barat propinsi An-hwie, dimana terdapat
sebuah kedai nasi yang memakai merek:
"Hin Liong Kek Can."
Tanpa pikir lagi bahwa bajunya sudah agak kotor, ia segera
masuk kekedai tersebut dan mengambil tempat disuatu sudut.
Kepada pelayan ia menanyakan di mana letak desa Yen-kia-cun
tempat dimana keluarga Yen telah dijagal, dan mendapat
keterangan bahwa desa tersebut berada dipegunungan Cui-yunleng tidak beberapa jauh lagi dari situ.
Selesai makan ia lalu menghadap kepada kasir, tetapi sipemilik
kedai nasi itu menolak untuk menerima bayavan dengan alasan
bahwa tiap-tiap orang yang hendak pergi kedeta Yen-kia-cun tidak
perlu membayar hidangan yang dimakan dikedai nasi itu, tanpa
memberitahukan sebab-sebabnya.
Setelah mendesak dan sipemilik kedai nasi itu masih juga tidak
mau menerima bayaran, maka sambil mengucapkan terima kasih
Song Lim lalu berjalan keluar. Di depan sebuah kuil ia melihat orang
banyak tengah mengerumuni seorang kakek bungkuk yang
berambut panjang dan putih. Pakaiannya kotor dekil dan hanya
bermata sebelah saja.
Ia menghampiri dan turut menonton. Satu diantara orang
banyak itu tiba-tiba berteriak mengejek kepada kakek picek itu;
"Pengemis picek. serangka pedang itu mengapa mau kau jual
demikian mahal? Berikan saja benda itu padaku dan aku akan
mengajakmu makan-makan sampai kenyang dikedai nasi!"
"Serangka pedang ini sudah beberapa ribu tahun usianya." sahut
kakek picek sambil mengawasi orang yang mengeeknya. "Maka aku
harus menjual dengan harga mahal."
Sahutan itu membuat suasana tiba-tiba jadi gemuruh oleh gelak
tertawa orang-orang yang berkumpul disitu. Tidak demikianPedang Iblis Langit - 2 12
dengan Song Lim, ia sangat tertarik dengan serangka pedang itu
untuk menyarungi pedang Thian-mo-kiam, maka ia lalu bertanya:
"Orang tua, berapa ingin kau jual serangka pedang itu?"
Suara Song Lim yang penuh kesungguhan hati itu membuat
sikakek picek agak terkejut. Ditatapnya pemuda itu sejenak dan
menyahut,
"1000 tail mas!"
Lagi-lagi suara gelak tertawa terdengar. Tetapi Song Lim tidak
menghiraukan itu, ia menanti sebentar dan bertanya lagi:
"Apakah bisa kurang dari harga itu?"
"Hm.. .. serangka pedang Cun-ciu yang kuno ini sukar ditaksir
harganya. 1000 tail mas pun sebetulnya belum mencapai nilai
sebenarnya" sahut sikakek picek.
"1000 tail mas tidak merupakan harga yang tinggi, hanya sayang
aku tidak mempunyai emas sebanyak itu." kata Song Lim
sejujurnya.
Serta merta sikakek picek menatap Song Lim mendengar katakata itu. Agaknya ia merasa kagum melihat pemuda itu.
"Hai" katanya lagi. "Dari tempat jauh aku berkelana, dan
aku belum menjumpai orang yang menghargai serangka pedang ini.
Kau merasa tertarik dengan benda ini?"
"Betul, dapatkah kakek menjualnya dengan harga yang kuat
dibayar olehku?"
Sikakek bersenyum lebar melibat sikap pemuda yang simpatik
serta hormat itu.
"Baik, kau ajak saja aku si Pengemis picek pergi minum arak dan
serangka pedang kuno ini akan menjadi milikmu Ha, ha, ha! Bagus,
bagus!" kata si kakek sambil berusaha berbangkit.
Song Lim lekas-lekas membantu kakek itu untuk kemudian
keluar dari kurungan orang banyak dan menuju kesebuah rumahPedang Iblis Langit - 2 13
makan yang berloteng. Tetapi kedatangan mereka dirumah makan
itu tidak disambut sebagaimana mestinya. Sipemilik rumah makan
khawatir kalau-kalau tamu-tamu lain akan tergauggu dengan
datangnya kakek yang kotor serta menyiarkan bau kurang sedap
itu. Ia melangkah maju dan berkata agak kaku:
"Tempat diatas loteng sudah terisi penuh, aku minta kalian
mengambil tempat dibawah saja!" sambil menunjuk kearah sebuah
kamar didekat dapur.
Song Lim tidak mengatakan apa-apa, ia hendak menuruti saja
permintaan pemilik rumah makan itu, tetapi tidak demikian dengan
sikakek yang tiba-tiba membentak gusar:
"Apakah kau kira aku tidak membayar?! Mengapa aku disuruh
duduk dikamar yang demikian mesum? Aku mau naik keatas
loteng!"
Berkata begitu, sikakek betul-betul melangkah keatas dan
mengambil tempat duduk yang ternyata masih banyak yang
lowong. Semua orang yang sedang menikmati barang hidangan
lekas-lekas makan untuk kemudian berturut-turut turun dan keluar
dari rumah makan itu. Mereka tidak bisa menahan bau memuakkan
yang dikeluarkan oleh pakaian kakek yang baru datang bersama
seorang pemuda tampan itu, disamping mereka juga merasa jijik
melihat wajah yang jelek serta menyeramkan itu.
Song Lim jadi serba-salah, tetapi ia lekas-lekas memesan
makanan agar kakek itu lekas-lekas makan dan berlalu dari situ.
Sikakek tidak berlaku sungkan-sungkan lagi, begitu barang
hidangan diletakkan diatas meja, segera ia menggasaknya dengan
lahap sekali tanpa menghiraukan sipemiiik rumah makan yang
sedang memperhatikannya dari kejauhan.
Hampir pada saat itu juga, tiba-tiba lima orang yang bertubuh
besar, berwajah seram naik keatas loteng itu dan mengambil tempat
duduk tidak jauh dari tempat Song Lim.Pedang Iblis Langit - 2 14
Sipemilik rumah makan jadi tambah gelisah, karena orang itu
pernah minum arak seharga 200 tail mas, dan belum
membayarnya. Tetapi untuk mengusir atau mencegah kedatangan
kelima orang itu ia merasa gentar.
"Coba lihat," tiba-tiba terdengar salah seorang dari kelima orang
itu berkata keras: "Pakaian pengemis itu demikian kotor serta
memuakkan. Ia hanya melenyapkan napsu makan kita saja!"
Berkata begitu, ia lalu berbangkit mendekati sikakek picek dan
membentak:
"Hei, pengemis! Apakah kau kira kedai arak ini untuk pengemis
serupamu?! Ayoh lekas keluar dari sinil"
Sikakek dengan tenang saja menatap orang itu sejenak.
Kemudian dialihkan pandangannya kepada Song Lim dan berkata:
"Anak, rupanya orang ini sudah bosan hidup!"
Sipemilik rumah makan jadi terkejut sekali. Ia khawatir terjadi
perkelahian yang akan membawa kerusakan kepada alat-alat
rumah makannya. Cepat ia menghampiri dan berkata, kepada orang
itu: "Toaya (tuan besar)! Jangan ganggu kakek itu. Mereka akan lekas
berlalu dari sini setelah makan."
"Tutup mulutmu! ini adalah urusanku. Ayoh, lekas keluarkan
hidangan serta arak untuk kami!" sahut orang itu ketus sambil
menentang sipemilik rumah makan.
Song Lim tidak lagi bisa menahan sabar. Ia berbangkit menegur
orang itu:
"Hei, mengapa kalian bersikap demikian kasar? Kenallah aturan
sedikit!"
Orang itu tertawa terbahak-bahak.Pedang Iblis Langit - 2 15
"Bocah!" bentaknya. "Kau mungkin belum pernah mendengar
tentang penjaga cabang partai Ceng-goan-pang didekat pegunung n
Cui-yun-leng, ya?"
"Oh! Kalian anak buah Sin-soan Cu-kat?" tanya Song Lim penuh
ejek.
"Apa hubunganmu dengan angkatan tua kami itu?"
"Kau beritahukan saja dimana letak markas besar Ceng-goanpangd an selesai. Tidak usah kau menanyakan tentang hubunganku
dengan pemimpin ke-3 mu itu!"
"Siapa kau?"
"Aku adalah Kauw-hoa-kiam-kek dari pegunungan Kauw hoa
san!"
Sahutan itu membuat sikakek picek mengawasi Song Lim
sejenak. Ia belum sempat mengatakan apa-apa, ketika orang yang
sedang bertengkar dengan Song Lim tadi sudah berkata lagi:
Wanita Gagah Perkasa 6 Kristal Karya Wina Natalia Sayap Bidadari 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama