Ceritasilat Novel Online

Tiga Naga Dari Angkasa 2

Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


Hingga ketika Tihu itu datang minta pertolongannya untuk menghalau penjahat yang mengacau kota Ankian, ia mengeluarkan ucapan mengandung sindiran itu. Kemudian, pada malam hari itu, Pek I Nikouw
menggunakan kepandaiannya untuk membangkitkan semangat Yu Tek agar pemuda ini tidak
bersembunyi saja dan suka turun tangan membasmi penjahat yang mengacau kota An-kian dan yang
membuat kepala ayahnya menjadi pusing. Sebenarnya, Yu Tek sudah mendengar tentang gangguan
penjahat itu, akan tetapi oleh karena taat akan perintah suhunya untuk menyimpan rahasia, maka ia
tidak berani keluar. Hanya didalam hatinya ia mengharapkan kedatangan penjahat itu untuk mencoba
mengganggu gedung ayahnya, hingga ia mendapat ketika untuk berhadapan dan menyerang penjahat
itu! Setelah membaca surat Pek I Nikouw itu, Yu Tek termenung. Apakah suhunya takkan marah? Suhunya
dulu berpesan agar ia tidak membuka rahasia, kalau ia keluar dengan diamdidalam gelap untuk
menjelidiki dan mencari penjahat itu, bukan berarti bahwa ia membuka rahasia! Ia akan bertindak
dengan diam," diluar tahunya semua orang! Apalagi Pek I Nikouw sudah menanggung bahwa apabila
suhunya marah, Nikouw itu yang akan bertanggung-jawab, sedangkan ia maklum bahwa suhunya amat
mengindahi pendeta wanita itu. Setelah membolak-balikkan pikirannya, akhirnya Yu Tek lalu berganti
pakaian yang ringkas dan melompat keluar dari jendela kamarnya. Ia naik keatas genteng dengan
gerakan yang amat ringan, kemudian berlari-lari diatas genteng rumah orang sambil memasang mata.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 38
:: CerSil KhoPingHoo :
Menjelang tengah malam, ia melihat bayangan orang diatas rumah seorang hartawan disebelah barat.
Hatinya berdebar dan ia lalu melompat sambil bersembunji, mengintai orang itu. Ternyata bayangan itu
adalah bayangan seorang laki tinggi besar yang gerakannya cepat dan ringan sekali, menandakan bahwa
ia memiliki ilmu kepandaian yang cukup tinggi. Ketika Yu Tek melihat bentuk tubuh orang itu dan
melihat pula sepasang golok diselipkan dipunggungnya, ia maklum bahwa inilah penjahat yang
mengganggu keamanan kota An-kian, karena ia telah mendengar bahwa penjahat itu memang
bersenjata sepasang golok dan tubuhnya tinggi besar. Melihat betapa penjahat itu sedang membuka
genteng untuk mengintai kedalam, ia lalu melompat kedekatnya sambil membentak,
"Hei, bangsat rendah jangan kau mengacau dikota kami!" Penjahat itu terkejut sekali oleh karena ia
tidak mendengar tindakan kaki orang yang tiba membentaknya itu. Ia maklum bahwa ia menghadapi
lawan tangguh, maka tanpa banyak cakap lagi, ia lalu mencabut sepasang goloknya dan menerjang Yu
Tek dengan gerakan yang cepat dan berbahaya. Yu Tek yang bertangan kosong lalu memperlihatkan
kelincahannya dan menghadapi penjahat itu dengan ilmu silat tangan kosong Pek-houw jiauw-kang,
Semacam ilmu silat yang mempergunakan kedua tangan dibuka untuk menangkap dan mencenkeram
lawan, ilmu silat yang khusus diciptakan untuk menghadapi lawan yang bersenjata dengan tangan
kosong, Yu Tek mempergunakan kelincahan dan keringanan tubuhnya untuk mengelak dari setiap
sambaran golok dan balas menyerang dengan cengkeraman dicampur totokan yang tidak kurang
hebatnya. Akan tetapi, ternyata permainan siang-to atau sebatang golok dari penjahat itu sangat
mengagetkannya, hingga diam-diam Yu Tek merasa menjesal mengapa ia tadi tidak mempersiapkan
senjata, Gurunya adalah seorang tokoh dari Tiongsan yang telah menciptakan semacam ilmu tongkat
yang luar biasa hingga dengan sebatang tongkat bambunya,
Tiongsan Lokai itu telah berkeliling negeri, dan dengan tongkat bambunya itu ia telah menjatuhkan
entah berapa banyak lawan yang bersenjata tajam. Yu Tek juga diberi pelajaran Tiongsan Tung-hwat
atau ilmu tongkat dari Tiongsan ini, maka kini ia merasa kecewa mengapa tadi ia tidak mencari sebatang
kayu atau bambu untuk digunakan menghadapi lawan yang tangguh ini. Dengan bertangan kosong,
biarpun ia dapat mempergunakan kegesitannya untuk menjaga diri, namun ia tidak diberi banyak
kesempatan untuk balas menyerang dan keadaannya lambat-laun menjadi terdesak! Yu Tek lalu mencari
akal. Jika pertempuran diatas genteng ini dilanjutkan, tak mungkin baginya untuk mencari sebatang kayu
ranting untuk digunakan sebagai senjata tongkat, maka ia lalu mencari kesempatan dan kemudian
melompat turun kebawah sambil berseru,
"Penjahat rendah! Kalau kau memang jantan, mari kita lanjutkan pertempuran diatas tanah!"
Penjahat itu tertawa mengejek oleh karena ia maklum bahwa pemuda itu hebat sekali ilmu ginkangnya
hingga menghadapinya diatas genteng memang tidak menguntungkan baginya, maka ia cepat mengejar
dan melompat turun sambil menyerang dengan goloknya semakin hebat pula! Pertempuran dilanjutkan
diatas tanah, diterangi oleh bulan sabit yang cukup terang. Sayang sekali bahwa tempat dimana mereka
melompat turun adalah semacam pelataran yang bersih dan tidak kelihatan ada ranting atau kayu
sepotongpun! Sedangkan penjahat itu setelah berada diatas tanah, makin hebat serangannya hingga Yu
Tek semakin terdesak olehnya! Kemudian, tiba-tiba penjahat itu merobah ilmu goloknya dan kini ia
memainkan ilmu golok Tee-tong-too, yakni ilmu golok yang dimainkan dengan bergulingan cepat dan
kedua goloknya menyambar kearah kaki Yu Tek!
Yu Tek merasa terkejut sekali dan kemana saja ia melompat, selalu tubuh lawannya yang bergulingan itu
telah datang pula dan goloknya menyambar hebat. Menghadapi serangan dari bawah itu, Yu Tek sama:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 39
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 40
:: CerSil KhoPingHoo :
sekali tidak mendapat kesempatan untuk melakukan serangan balasan, maka ia menjadi gugup sekali.
Sebetulnya, dalam hal ilmu silat dan kegesitan, ia tak usah kalah oleh penjahat itu, akan tetapi oleh
karena selama hidupnya ia belum pernah menghadapi lawan dan belum pernah bertempur, maka ia
kalah pengalaman. Apalagi kini ia harus menghadapi lawannya yang tangguh itu dengan tangan kosong,
maka tentu saja keadaannya menjadi berbahaya sekali. Tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan
terdengar bentakan halus dan merdu,
"Penjahat kurang-ajar, jangan kau memperlihatkan kesombongan di An-kian!" Dan bersamaan dengan
lenj?pnya bentakan itu, sebatang pedang dengan gerakan luar biasa telah datang menyambar dan
menyerang kearah leher penjahat itu! Penjahat yang sedang menyerang Yu Tek dengan ilmu golok Teetong-too itu, menjadi sangat terkejut karena melihat betapa pedang yang menyambarnya luar biasa
cepatnya,
Maka ia lalu menggulingkan dirinya dan memutar goloknya dikanan-kiri untuk melindungi tubuh,
kemudian ia melompat bangun dan memandang. Alangkah heran dan terkejutnya ketika melihat bahwa
yang menyerangnya tadi adalah seorang gadis remaja berusia paling banyak lima belas tahun! Maka ia
menjadi marah sekali dan memandang rendah. Dengan seruan marah ia menjerbu gadis itu yang tak lain
ialah Beng Lian yang menjalankan perintah gurunya untuk mencari sipenjahat pengganggu kota An-kian.
Melihat datangnya serangan yang hebat itu, Beng Lian lalu memutar pedangnya dan memainkan ilmu
pedangnya yang cepat dan kuat. Gadis ini ternyata memiliki kelincahan tubuh yang bahkan lebih lincah
daripada pemuda tadi,
Maka sipenjahat tak berani memandang rendah lagi dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk
mendesak. Sementara itu, Yu Tek yang melihat bahwa gadis itu cukup tangguh, lalu mencari sebatang
ranting kayu. Setelah mendapat sebatang ranting kayu yang sudah kering sebesar lengan tangan, ia lalu
melompat maju lagi dan kini ia merupakan seekor harimau tumbuh sajap! Rantingnya bergerako
bagaikan seekor ular hidup dan menyerang penjahat itu mengarah jalan darahnya! Bukan main sibuknya
penjahat itu ketika dikerojok oleh dua anak-muda yang gesittangkas ini, hingga ia segera mengambil
keputusan untuk melarikan diri. Akan tetapi, pedang Beng Lian dan ranting ditangan Yu Tek
mencegahnya dan tidak memungkinkannya untuk melarikan diri hingga akhirnya ia melawan dengan
nekad!
Sementara itu, mendengar suara senjata beradu, tuan rumah dan sekalian penghuni rumah itu telah
terbangun dan segera membawa obor dan memburu ketempat itu. Mereka terkejut sekali melihat
bahwa didekat rumah itu terjadi pertempuran yang hebat antara seorang laki tinggi besar dengan
sepasang anak muda. yang lebih mengherankan mereka ketika mengenal bahwa sepasang pemuda itu
adalah putera Yap-Tihu dan anak perempuan yang berdiam dikelenteng Kwan-Im-Bio! Tak mereka
sangka-sangka bahwa kedua orang muda itu ternyata pandai ilmu silat, maka terdengar seruan-seruan
kagum disana-sini. Seorang diantara mereka lalu berlari kerumah Tihu yang tidak jauh dari situ untuk
memberi laporan. Bukan main terkejutnya Yap-Tihu ketika mendengar ini. Ia tidak percaya dan segera
lari kekamar anaknya, dan benar saja Yu Tek tidak berada didalam kamarnya.
Maka Tihu itu lalu berlari-lari mengikuti orang itu, diikuti pula oleh banyak penjaga, menuju kerumah
hartawan dimana sedang berlangsung pertempuran hebat itu. Ketika Yap Tihu tiba ditempat itu, ia
hampir tidak percaya kepada kedua matanya sendiri melihat betapa puteranya dengan gagah sedang
mendesak penjahat dengan sebatang ranting kayu, bersama gadis kelenteng yang nampak lemah
lembut itu! Pada saat itu, Yu Tek dan Beng Lian sedang mengurung penjahat itu dengan senjata mereka
dan tiba dengan gerakan menempel dan menggait, ranting kayu ditangan Yu Tek berhasil membetot dan:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 41
:: CerSil KhoPingHoo :
merampas sebatang golok ditangan kiri penjahat itu, hingga tak dapat dicegah pula golok itu terlepas
dari pegangan. Sipenjahat terkejut dan sebelum ia dapat mengelak, pedang Beng Lian telah menusuk
lengan kanannya hingga golok ditangan kanannya terlepas pula.
Yu Tek melepaskan tendangan kilat kearah sambungan lututnya hingga tanpa ampun lagi penjahat itu
roboh, Yap-Tihu segera memberi perintah kepada para penjaga dan beberapa orang penjaga lalu
menubruk dan mengikat kaki tangan penjahat itu dan mengiringnya ketempat tahanan. Yu Tek merasa
terkejut dan takut melihat ayahnya telah berada disitu, akan tetapi ayahnya tidak marah, bahkan lalu
memeluknya tanpa dapat mengucapkan sepatah katapun. Ah, ia seperti buta saja, tidak melihat bahwa
putera tunggalnya memiliki ilmu kepandaian tinggi! Pantas saja Pek I Nikouw mencelanya sebagai
seorang yang kurang memperhatikan keluarganya. Semua orang mengeluarkan pujian kepada Yu Tek,
dan ketika pemuda ini teringat akan Beng Lian yang tadi datang membantunya, ia segera berpaling
sambil berkata kepada ayahnya,
"...Ayah, nona inilah yang berjasa besar dalam menangkap penjahat itu." Akan tetapi alangkah herannya
ketika ia melihat bahwa ditempat itu telah kosong dan gadis itu entah telah pergi kemana! Yap-Tihu
tersenjum dan berkata,
"Aku tahu, Tek-ji, nona tadi adalah murid dari Pek I Nikouw yang memang kumintai pertolongannya."
Pulanglah mereka dengan hati girang dan berita tentang penangkapan penjahat yang ditakuti dan
dibenci itu oleh putera Yap-Tihu segera menjalar luas. Yu Tek sendiri semenjak pertempuran dan
pertemuannya dengan Beng Lian, lalu sering keluar pintu mengunjungi Kuil Kwan-Im-Bio, tidak saja
untuk menemui Pek I Nikouw dan minta petunjuk dan nasehat, akan tetapi yang terutama sekali ialah
untuk bertemu dengan Beng Lian! Ketika Tiongsan Lokai datang dan mendengar tentang penangkapan
penjahat itu, ia tidak menjadi marah, apalagi setelah Yap Yu Tek menceritakan kepada suhunya bahwa ia
baru turun tangan mengeluarkan kepandaian setelah mendapat anjuran dari Pek I Nikouw.
"Betapapun juga, suhu, teecu tidak menyebut nama suhu dihadapan siapapun juga, bahkan ketika ayah
bertanya tentang suhu, teecu berkata terus terang bahwa teecu tidak berani menyebut nama suhu
sebelum mendapat perkenan dari suhu sendiri," kata Yu Tek kepada gurunya, ketika pada malam hari
gurunya datang mengunjungi kamarnya seperti biasa.
"Syukurlah kalau begitu, muridku. Kukatakan terus terang kepadamu bahwa apabila orang luar
mendengar bahwa kau adalah murid Tiongsan Lokai, berarti kau telah menarik datangnya bahaya yang
mengancammu. Sekarang lebih baik kuceritakan terus terang kepadamu bahwa aku dimusuhi oleh
banyak orang-orang jahat yang dulu telah roboh ditanganku. Mereka ini senantiasa berusaha untuk
membalas dendam hingga boleh dibilang bahwa aku selalu diintai bencana. Hal ini sama sekali tidak
kutakutkan karena sebagai seorang gagah, sudah seharusnya orang yang berani berbuat harus berani
bertanggung-jawab atas segala akibat perbuatannya itu. Akan tetapi, kalau sampai mereka itu tahu
bahwa kau adalah seorang muridku, aku kuatir kalau-kalau mereka itu datang dan mengganggu serta
memusuhi kau dan keluargamu. Inilah sebabnya maka aku minta kepadamu supaya merahasiakan hal
ini."
Mendengar ucapan gurunya ini, Yu Tek teringat akan kata-kata dan larangan ayahnya bahwa orang yang
mempelajari ilmu silat itu tak lain hanya mendatangkan musuh dan memupuk dendam dan sakit-hati
dalam dada orang yang dikalahkannya! Kini ucapan itu terbukti pada diri gurunya! Akan tetapi, ia merasa
menyesal dan tidak setuju dengan pendirian suhunya ini, maka jawabnya,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 42
:: CerSil KhoPingHoo :
"Maafkan teecu, suhu, dan harap suhu anggap ucapan yang hendak teecu sampaikan ini sebagai
pendirian seorang yang masih bodoh. Teecu yakin bahwa orang yang dulu suhu robohkan adalah orangorang jahat yang memang patut dibasmi dan perbuatan suhu itu memang adil dan benar. Mengapa
harus ditakuti segala usaha pembalasan dendam mereka? Teecu sebagai murid suhu berkewajiban
untuk menjunjung tinggi nama suhu, dan sudah selayaknya pula apabila teecu membantu suhu sekuat
tenaga untuk menghadapi mereka yang datang hendak menuntut balas itu. Kalau suhu minta kepada
teecu supaya merahasiakan kenyataan bahwa teecu adalah murid suhu bukankah ini berarti bahwa suhu
hendak membikin teecu menjadi seorang penakut dan pengecut? Maaf, teecu mohon petunjuk, suhu,
karena teecu masih belum mengerti benar." Suhunya menghela napas panjang.
"Memang tidak keliru pendirianmu itu, muridku. Akan tetapi ketahuilah bahwa sukar sekali bagi seorang
manusia untuk mengetahui dan menginsyafi akan kesalahan diri sendiri demikianpun halnya dengan
orang yang pernah kukalahkan itu. Kita boleh menyebut mereka sebagai orang-orang jahat, akan tetapi
belum tentu mereka menganggap dirinya sendiri jahat! Bahkan sebaliknya, mereka itulah menganggap
aku seorang jahat dan yang suka mencampuri urusan mereka. Dan mereka itu mempunyai kawankawan, murid-murid, dan saudara-saudara yang tentu saja membela mereka, memusuhi aku tanpa
mengetahui duduknya persoalan dan otomatis menganggap aku jahat pula, seperti halmu sendiri yang
biarpun tak menyaksikan sendiri kejahatan musuh-musuhku, telah percaya penuh bahwa tentu mereka
yang berada difihak salah dan mereka yang jahat! Inilah sebabnya, muridku, maka aku tidak mau
menarik-narik kau terjerumus dalam jurang balas-membalas ini. Harus kuakui bahwa biarpun aku yakin
bahwa orang yang pernah kujatuhkan itu memang orang jahat akan tetapi kawan mereka atau saudara
mereka yang sekarang ikut memusuhi aku belum tentu terdiri dari orang jahat."
"Ah, kalau begitu betul juga kata-kata ayah...," tanpa disengaja terlompat kata-kata ini dari mulut Yu
Tek. "Maksudmu?," tanya gurunya. Karena sudah terlanjur mengucapkan kata itu, terpaksa Yu Tek lalu
menceritakan betapa dulu ayahnya melarang dia belajar ilmu silat oleh karena katanya orang yang
memiliki ilmu kepandaian ini, hanya akan melibatkan dirinya dalam ikatan balas-membalas yang tiada
habisnya. Tiongsan Lokai menarik napas panjang.
"Memang ada benarnya juga kata-kata ayahmu itu. Akan tetapi kalau semua orang berpendirian seperti
ayahmu itu, habis siapakah yang akan menghadapi orang-orang jahat yang menggunakan kepandaian
mereka untuk berlaku sewenang-wenang. Siapakah yang akan membela orang lemah yang tertindas?
Memang harus kita insyafi bahwa segala apa didunia ini selalu bermuka atau bersifat dua, ada baiknya
pun ada buruknya, ada untungnya tentu ada pula ruginya. Akan tetapi, asalkan kita dapat mengatur
langkah, memilih jalan yang benar, kita takkan tersesat."
Beberapa hari kemudian, Tiongsan Lokai yang tergerak hatinya oleh segala pembicaraan yang dilakukan
dengan muridnya, diam-diam diluar setahu muridnya, lalu menemui Yap-Tihu dan memperkenalkan
dirinya. Bukan main tercengang dan herannya hati pembesar itu ketika melihat bahwa orang yang
memberi pelajaran ilmu kepandaian silat kepada puteranya adalah seorang kakek jembel! Kedua orangtua ini lalu mengadakan percakapan dan setelah bercakap-cakap, barulah timbul rasa kagum dalam hati
Yap-Tihu oleh karena biarpun diluarnya mengenakan pakaian tambal-tambalan, namun didalam tubuh
kakek jembel itu terdapat batin yang luhur dan semangat yang gagah serta pengetahuan yang tinggi dan
luas.
Mereka lalu merundingkan tentang Yu Tek dan ketika Tiongsan Lokai mengusulkan agar pemuda itu:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 43
:: CerSil KhoPingHoo :
dijodohkan dengan Beng Lian murid Pek I Nikouw yang tangkas dan yang telah memperlihatkan
kegagahannya ketika menangkap penjahat itu, Yap-Tihu menyatakan persetujuannya. Memang
semenjak mengetahui bahwa nona baju putih yang berpedang dan membantu puteranya menangkap
penjahat itu adalah murid kepala Nikouw di Kwan-Im-Bio, seringkali ia mengadakan kunjungan ke Bio itu
dan melihat betapa gadis itu dalam hidupnya sehari merupakan seorang gadis remaja yang selain cantik,
juga lemah-lembut, halus dan sopan-santun. Pula Beng Lian mempunyai pengertian dalam hal
kepandaian membaca-menulis yang cukup baik, serta mempelajari pekerjaan tangan dan kepandaiankepandaian puteri lainnya.
Demikianlah, setelah menanyakan pendapat Yu Tek dan pemuda ini hanya menyerahkan hal
perjodohannya kepada ayahnya, yang berarti bahwa pemuda itu tidak menolaknya, Yap-Tihu lalu
mengajukan pinangan kepada Siok Thian Nikouw, ibu Beng Lian, yang diterima dengan penuh
kebahagiaan. Siapakah yang takkan merasa bahagia dan girang kalau puterinya dipinang oleh seorang
Tihu untuk dijodohkan dengan putera tunggalnya yang selain cakap dan tampan, juga memiliki
kepandaian Bun dan Bu (kesusasteraan dan keperwiraan) yang tinggi? Juga Beng Lian sendiri diam-diam
merasa bahagia, karena memang semenjak pertemuannya dengan pemuda itu ketika mengerojok dan
menangkap penjahat, bayangan pemuda yang gagah dan tampan itu jarang meninggalkan ruangan
matanya!
Semenjak penangkapan penjahat itu, baik Yu Tek maupun Beng Lian mempergiat latihan mereka dari
guru masing, bahkan kini Tiongsan Lokai mengajar Yu Tek dengan terang-terangan, menurunkan ilmu
tongkat Tiongsan tung-hwat yang aneh. Adapun Pek I Nikouw juga menurunkan ilmu pedang Lima
Kembang Teratai atau Ngo-lian Kiam-hwat. Setahun kemudian semenjak peristiwa penangkapan
penjahat yang mengganggu kota An-kian, kepandaian kedua orang muda itu telah maju pesat. Tiongsan
Lokai lalu meninggalkan An-kian untuk melakukan perjalanannya merantau seperti biasa dengan berjanji
bahwa dua tahun kemudian, apabila hendak dilangsungkan pernikahan antara muridnya dengan Beng
Lian, ia akan datang menghadiri upacara pernikahan itu, Semenjak bertunangan, atas nasehat Pek I
Nikouw, tidak jarang Yu Tek dan Beng Lian berlatih silat bersama untuk memperdalam ilmu silat mereka.
"Ilmu silat tidak saja membutuhkan pemikiran yang mendalam, akan tetapi juga latihan kaki, tangan,
mata dan pendengaran hingga ilmu itu mendarah-daging, seakan-akan menjadi satu dan meresap dalam
seluruh urat-urat ditubuh hingga dalam segala keadaan, kepandaian itu telah tersedia dan siap untuk
digunakan sebagai penjaga keselamatan dari serangan lawan. Maka, apabila ilmu ini lama tidak
dipergunakan, maka akan berkuranglah daja kegunaannya. Berlatih seorang diri dan berlatih
menghadapi seorang lawan mempunyai perbedaan yang besar sekali, maka ada baiknya apabila kalian
rajin berlatih, karena dengan demikian, selain kalian membuat gerakan kaki dan tangan menjadi lincah,
juga kalian dapat menambah pengalaman dari serangan masing," kata Nikouw tua ini.
Sebagai sepasang orang muda yang saling mencinta, tentu saja hal ini mendatangkan kegembiraan dan
kebahagiaan. Seringkali Yu Tek datang berkunjung ke Kwan-Im-Bio dimana mereka berdua berlatih
dibawah pengawasan dan petunjuk Pek I Nikouw. Juga kini Beng Lian tidak merasa malu lagi untuk
datang kegedung Tihu dan berlatih bersama tunangannya di lian-bu-thia (ruang belajar silat) yang
sengaja diadakan oleh Yap-Tihu untuk puteranya.
Pada suatu senja, ketika Beng Lian dan Yu Tek sedang berlatih silat di lian-bu-thia, yang letaknya
dibelakang rumah dekat taman bunga, seperti biasa Yu Tek memainkan sebatang tongkat bambu dan
Beng Lian menggunakan pedangnya. Sukar diukur mana yang lebih tinggi kepandaiannya antara
sepasang anak-muda ini karena pedang Beng Lian yang dimainkan dalam ilmu pedang Ngo-lian Kiam-:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 44
:: CerSil KhoPingHoo :
hwat itu bergerak cepat hingga pedangnya sendiri lenyap tak kelihatan, yang nampak hanyalah gulungan
sinar pedang yang mengeluarkan bunji bersiutan dan berwarna putih. Sedangkan tongkat bambu yang
berwarna hijau ditangan Yu Tek juga bergerak secara luar biasa sekali, menyambar-nyambar menjadi
sinar hijau yang panjang dan tak terduga gerakannya.
Dulu, ketika mereka untuk pertama kali berlatih bersama, keduanya merasa terkejut dan bingung
menghadapi senjata masing-masing hingga mereka bersilat dengan hati-hati dan tidak berani
memainkan senjata secara sembarangan karena kuatir kalau-kalau senjata mereka melukai kekasihnya.
Akan tetapi, setelah seringkali mengadakan latihan bersama, mereka telah kenal ilmu silat masing dan
berani memutar senjata lebih cepat, hingga kini kalau mereka berlatih, tubuh mereka keduanya lenyap
dalam gulungan sinar senjata mereka yang seakan saling membelit dan menjadi satu! Pada saat itu, tibatiba mereka mendengar suara wanita yang lantang dan nyaring. seakan-akan seorang wanita sedang
marah dan membentak-bentak seorang lain. Yu Tek dan Beng Lian menjadi heran dan segera menunda
latihan mereka. Kini terdengar suara itu dari tempat mereka,
"...Sebagai seorang Tihu seharusnya kau melindungi rakyat dan mencegah tindakan para kepala


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kampung yang memeras rakyat jelata!," suara wanita itu berkata lantang. "Tidak tahukah kau betapa
rakyat amat miskin dan sengsara? Apakah kau hendak mempertahankan kedudukanmu untuk mencekik
leher mereka? Para petani yang lemah boleh menerima dengan keluh-kesah tak berdaya, akan tetapi
kami takkan membiarkan saja para pembesar berlaku sewenang-wenang!"
Bukan-main terkejut hati Yu Tek dan Beng Lian mendengar ucapan yang keluar dari mulut seorang yang
mereka tidak kenal suaranya, maka cepat mereka lalu melompat keluar dari lian-bu-thia dan berlari
menuju keruang depan. Mereka melihat beberapa orang penjaga telah rebah dalam keadaan tertotok
tidak berdaya, sedangkan Yap-Tihu berdiri terpaku sambil memandang kepada tiga orang muda yang
berdiri dihadapannya dengan mata terbelalak heran. Yu Tek melihat bahwa tiga orang itu terdiri dari dua
orang pemuda tampan dan gagah dan seorang gadis yang cantik jelita. Gadis inilah yang sedang berdiri
sambil menuding kearah muka ayahnya sambil membentak marah!
"Kalau kau tidak mencabut kembali peraturan pemungutan pajak yang mencekik leher petani itu, jangan
menjesal kalau kami akan turun tangan memberi pengajaran kepadamu!" Seorang diantara pemuda itu
berkata sambil meraba-raba gagang pedangnya. Bukan main marah hati Yu Tek dan Beng Lian melihat
sikap ketiga orang-muda itu.
"Orang-orang kurang ajar jangan menjual lagak disini!." teriaknya dengan kedua matanya berapi-api,
sedangkan Beng Lian dengan pedang ditangan telah bersiap-sedia pula. Ketiga orang-muda itu adalah
Kui Eng, Bun Hong dan Beng Han. Mereka segera memutar tubuh memandang karena menyangka
bahwa yang membentak tentulah seorang penjaga pula, akan tetapi alangkah heran hati mereka ketika
melihat bahwa yang datang adalah seorang pemuda berpakaian seperti seorang pelajar dan seorang
gadis berbaju putih yang berpotongan sederhana seperti pakaian pendeta!
"Eh, dua bocah janganlah kalian ikut mencampuri urusan orang besar!," kata Kui Eng menyindir.
Merahlah wajah Beng Lian mendengar ini.
"Kau wanila sombong, apakah kau kira hanya kau seorang yang memiliki kepandaian?." teriaknya dan ia
maju menyerang dengan pedangnya! Kui Eng tertawa nyaring dan mencabut pedangnya pula hingga
sebentar saja dua orang dara ini saling serang dengan sengit Bun Hong dan Beng Han tercengang
menyaksikan ilmu pedang gadis itu yang luar biasa dan tak boleh dipandang ringan, maka merekapun:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 45
:: CerSil KhoPingHoo :
segera mencabut pedang masing karena dari luar telah mendatangi serombongan penjaga dengan golok
atau pedang ditangan!
"Kalian mencari penyakit!," bentak Yu Tek dan segera ia maju menyerang dengan tongkat bambunya
kepada Bun Hong dan Beng Han. Kembali kedua orang pemuda ini tertegun karena tak disangkanya
bahwa pemuda yang berpakaian sebagai seorang pelajar ini ternyata memiliki ilmu tongkat yang
demikian hebatnya. Hampir saja pundak Bun Hong tertotok tongkat karena ketika Yu Tek menyerang
tadi, tongkatnya menyambar dengan sabetan kearah pinggang mereka berdua.
Beng Han melompat dan mengelak akan tetapi Bun Hong mengangkat pedangnya untuk membacok
tongkat bambu yang menyambar itu dan alangkah kagetnya ketika sebelum tongkat itu beradu dengan
pedang, tiba-tiba tongkat itu membuat gerakan membalik dan langsung menotok jalan darah
dipundaknya! Baiknya Bun Hong memiliki kegesitan yang luar biasa, maka cepat sekali ia dapat
mengelak sambil merendahkan tubuhnya, kemudian ia membalas dengan tusukan kilat yang dapat
ditangkis dengan baiknya oleh Yu Tek! Bun Hong merasa sangat kesal sekali dan ia merasa seakan ia
dipandang rendah karena pemuda itu hanya menghadapinya dengan sebatang bambu kuning! Ia tidak
tahu bahwa senjata ini memang senjata teristimewa dari Yu Tek. Mereka segera bertempur dengan seru
diruangan itu. Yap-Tihu beberapa kali mengangkat tangan mencegah dan berteriak,
"Tahan, tahan... jangan bertempur..." akan tetapi anak muda yang sudah "naik darah" itu mana mau
mendengar cegahannya,
Terutama sekali Bun Hong dan Kui Eng yang merasa amat masygul tak dapat segera menjatuhkan Yu Tek
dan Beng Lian. Sementara itu, rombongan penjaga yang terdiri dari belasan orang itu tadinya tidak
berani turun tangan karena merasa takut-takut cemas melihat kelihayan ketiga orang muda. yang tadi
telah merobohkan beberapa orang penjaga dengan mudahnya, akan tetapi setelah melihat bahwa Yap
Yu Tek dan Beng Lian turun tangan mereka menjadi tabah dan segera maju mengerojok. Pertempuran
hebat terjadi diruang depan gedung Tihu itu dan ketiga anak-muda itu terkurung di tengah. Akan tetapi
pedang mereka bergerak dan menyambar bagaikan tiga ekor naga mengamuk hingga para
pengeroyoknya yang terdiri dari para penjaga itu tak berani mengepung terlalu dekat.
Kalau hanya menghadapi semua pengeroyok, Kui Eng. Bun Hong dan Beng Han sama sekali tak merasa
cemas, akan tetapi kedua anak muda yang menahan serbuan mereka itu benar gagah, sedangkan para
penjaga kini makin banyak mendatangi dari luar hingga ruangan itu penuh dengan para pengeroyok, Kui
Eng maklum bahwa untuk mencapai kemenangan ia harus menurunkan tangan kejam, maka ia merasa
serba salah. Gadis baju putih yang menghadapinya itu benar-benar tangguh dan agaknya takkan mudah
baginya untuk mengalahkan gadis baju putih itu, karena selain harus menghadapi ilmu pedangnya yang
cukup kesigapan, ia pun menghadapi keroyokan para penjaga yang menyerangnya dari belakang, kanan
dan kiri.
"Perempuan sombong, menyerahlah saja sebelum kau terluka!," kata Beng Lian dengan suara
mengandung sindiran. Kui Eng menjadi marah.
"Pengecut! Kalau benar kalian gagah, marilah kita bertempur seorang lawan seorang, jangan main
keroyokan!"
Beng Lian hanya tersenjum dan tiba-tiba tangan kirinya bergerak dan tiga batang jarum yang
mengeluarkan sinar putih menyambar kearah kedua lengan Kui Eng dan serangan senjata rahasia yang:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 46
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 47
:: CerSil KhoPingHoo :
ajaib ini disusul dengan tusukan pedangnya kearah leher lawan dengan gerak tipu Dewi Petik Kembang
Teratai! Kui Eng benar terkejut melihat sambaran jarum itu dan ia tak mungkin lagi untuk menangkis
dengan pedangnya oleh karena jarum itu dengan cepatnya menyambar kearah kedua lengannya. Maka
sambil berseru keras ia mengajunkan tubuhnya keatas dengan gerakan cepat laksana burung walet, lalu
berjungkir-balik beberapa kali diudara sebelum tubuhnya melayang turun kembali dan mengirim
serangan hebat kepada Beng Lian! Bukan main kagum hati Beng Lian melihat gerakan ini dan ia maklum
bahwa dalam hal ilmu ginkang, ia kalah terhadap gadis cantik itu.
Akan tetapi, dengan hati tetap tabah ia menghadapi Kui Eng dan kembali bertempur seru. Sementara
itu, Bun Hong juga bertempur dengan ramai sekali melawan Yu Tek, hingga Beng Han segera maju
membantu karena selain Yu Tek yang tinggi ilmu silatnya, juga terdapat beberapa orang penjaga yang
cukup pandai. Bun Hong dan Beng Han segera dikepung dan dikeroyok oleh belasan orang penjaga yang
membantu Yu Tek. Adanya dua orang anak muda yang muncul dengan tiba-tiba itu menggagalkan
rencana ketiga penyerang itu, karena mereka tak pernah menyangka bahwa dirumah Tihu itu terdapat
dua orang anak muda yang demikian tinggi kepandaiannya.
https://www.facebook.com/groups/KhoPingHoo
Beng Han berpikir bahwa kalau
pertempuran dilanjutkan, tentu mereka terpaksa harus menjatuhkan banyak kurban, maka ia lalu
berseru keras kepada Bun Hong dan Kui Eng,
"Sute, sumoi! Mari kita pergi dulu, jangan sembarangan melukai orang!" Biarpun hati mereka merasa
belum puas dan marah, namun Bun Hong dan Kui Eng tak dapat menyangkal keputusan suheng mereka
ini, karena merekapun maklum akan kehebatan keroyokan ini. Mereka lalu memutar senjata mereka
dengan cepat dan beberapa batang golok para penjaga terpental dan terlepas dari pegangan, kemudian
mereka mempergunakan kesempatan ini untuk melompat keluar dari ruangan itu.
"Orang sombong hendak lari kemana?," teriak Beng Lian sambil melompat mengejar, diikuti oleh Yu Tek.
Kui Eng marah sekali dan menunda larinya.
"Pengecut yang hanya berani mengerojok beramai-ramai!!" ia memaki.
"...Siapa yang takut pada kau?," Beng Lian balas membentak. "Kalau kau belum puas dengan kekalahan
ini, datanglah dikelenteng Kwan-Im-Bio, aku akan menanti disana dan kita boleh bertempur sampai
seribu jurus!"
"Bagus!," jawab Kui Eng. "Besok pagi aku datang kesana untuk memaksa kau berlutut minta ampun
padaku!" Kemudian ia melompat keatas genteng menjusul kedua suhengnya.
"Ah, sumoi, mengapa kau mencari perkara?" Beng Han menegurnya setelah mereka keluar dari kota itu
dan masuk kedalam sebuah Bio tua yang kosong karena setelah membuat kekacauan digedung Tihu,
mereka tidak berani bermalam disebuah hotel.
"Dia sombong sekali!," jawab Kui Eng menggerutu.
"Sebetulnya bukan gadis itu yang sombong, adalah kita yang terlalu memandang rendah. Tak kusangka
bahwa gadis itu demikian tinggi ilmu silatnya, juga pemuda bersenjata bambu itu juga sangat hebat!,"
kata Bun Hong sejujurnya.
"Kau sudah menerima tantangannya, sumoi, tak dapat tiada kita akan menghadapi lawan tangguh! Baru
saja turun gunung kita sudah menanam bibit permusuhan dengan orang gagah.":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 48
:: CerSil KhoPingHoo :
"Twa-suheng dan ji-suheng kalau kiranya merasa takut menghadapi gadis baju putih itu, biarlah aku
sendiri yang akan datang kesana memenuhi tantangannya!," kata Kui Eng sambil merengut hingga kedua
suhengnya lalu saling pandang dan tertawa.
"Sumoi, mengapa kau berkata demikian?," seru Beng Han sambil tersenyum. "Kau cukup mengerti
bahwa aku bersedia membelamu dengan seluruh jiwaku."
"Memang kau tidak adil, sumoi," kata Bun Hong sambil memandang tajam, akupun takkan membiarkan
kau menghadapi lawan seorang diri!" Kui Eng memandang kepada kedua orang kakak seperguruannya
itu berganti-ganti dan tiba-tiba saja wajah gadis itu memerah dan sambil menujukan pandangan
matanya kebawah, ia bertanya dengan suara perlahan,
"Kalian baik sekali kepadaku dan bahkan bersedia membelaku dengan taruhan nyawa, mengapakah?"
Melihat sikap Kui Eng dan mendengar pertanyaan ini, kedua pemuda itu tertegun, saling pandang dan
untuk sejenak mereka tak dapat menyawab. Kemudian mereka tiba-tiba menginsyafi akan arti keadaan
mereka bertiga itu dan tak terasa lagi wajah keduanyapun menjadi merah! Baru saat itulah terpikir oleh
mereka apa yang sebenarnya terkandung dalam hati sanubari masing. Tanpa disadarinya, baik Bun Hong
maupun Beng Han mengandung perasaan cinta kasih yang besar terhadap Kui Eng, bukan cinta kasih
yang terasa oleh hati sanubari seorang kakak terhadap seorang adiknya, akan tetapi perasaan cinta kasih
seorang pria terhadap seorang wanita! Kesadaran dan keinsyafan inilah yang membuat Bun Hong
membungkam dan hanya memandang kepada Kui Eng dengan mata tajam, sedangkan Beng Han yang
lebih kuat imannya dan yang dapat menetapkan gelora hatinya, segera mengeluarkan ucapan untuk
melenyapkan suasana yang menekan perasaan mereka itu,
"Ah, sumoi, kita adalah saudara seperguruan, kalau kita tidak saling membela, habis siapa yang akan
membela kita? Kalau misalnya kau melihat aku atau sute berkelahi dengan orang lain, apakah kau juga
tidak akan segera membantu tanpa dipinta lagi?" Kui Eng dan Bun Hong merasa lega mendengar ucapan
ini yang sekaligus mengusir pergi rasa malu yang tadi menekan hati mereka. Kini barulah mereka berani
mengangkat muka dan saling pandang tanpa merasa ragu-ragu dan malu.
"Betapapun juga, kita tidak mempunyai sesuatu permusuhan dengan gadis baju putih itu," kata Bun
Hong, maka kalau kita besok pergi ke Kuil Kwan-Im-Bio, kita harus mendasarkan kedatangan kita untuk
berpibu (mengadu kepandaian) belaka."
"Yang kuherankan ialah mengapa kedua orang itu mati-matian membela Yap-Tihu? Mereka berdua
agaknya juga orang-orang gagah, maka kalau Tihu itu jahat, tak mungkin ia dibela oleh dua orang muda
yang demikian pandainya," kata Beng Han.
"Siapa tahu kalau pemuda itu adalah putera Tihu sendiri. Kulihat wajahnya hampir sama dengan wajah
Yap-Tihu," kata Kui Eng.
"Hal ini harus kita selidiki. Besok setelah kita mengunjungi Kwan-Im-Bio, lebih baik kita menjumpai Tihu
itu lagi dan mencari penjelasan secara baik. Kalau memang ia seorang jahat yang tidak mau menginsyafi
kekeliruannya dan hendak menggunakan kekerasan, baru kita turun tangan dan jangan memberi ia
ampun lagi," kata Beng Han pula mengutarakan pikirannya yang disetujui pula oleh kedua adikseperguruannya. Sementara itu, setelah ketiga orang penyerang muda itu lari pergi, Yap-Tihu lalu
mengadakan perundingan dengan Yu Tek dan Beng Lian.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 49
:: CerSil KhoPingHoo :
"Aku merasa heran sekali siapakah mereka bertiga itu," kata Yap Tihu sambil menggelengkan kepalanya,
terang bahwa mereka itu bukan datang dengan maksud merampok atau maksud buruk dan sebagainya."
"Ayah, mungkin mereka itu adalah anak atau kawan orang jahat yang merasa sakit hati kepada ayah dan
hendak membalas dendam," kata Yu Tek.
"Entahlah, akan tetapi sikap mereka tidak seperti orang jahat, bahkan menurut pendapatku, mereka itu
adalah pendekar-pendekar muda yang membela rakyat, karena ketika gadis itu mengeluarkan kata-kata,
ia menegurku yang dituduh memeras rakyat dengan pajak yang berat!"
"Betapapun juga, mereka itu telah berlaku keliru dan bertindak terlampau sembrono seolah-olah
membanggakan ilmu kepandaian mereka, menghina kita tanpa menyelidiki lebih dulu. Ayah adalah
seorang pejabat yang jujur dan memegang teguh peraturan serta menjalankan tugas dengan baik,
sedikitpun tak pernah memeras rakyat. Mengapa mereka berani berlancang mulut dan menuduh yang
bukan-bukan?," kata Yu Tek dengan gusarnya.
"Juga mereka amat sombong, seakan-akan hanya mereka yang memiliki kepandaian, sungguh
merendahkan orang An-kian. Karena itu aku menantang mereka untuk datang mengadu kepandaian
besok pagi dikelenteng," kata Beng Lian. "Kalau benar? kita sampai kalah, biarlah subo yang turun
tangan memberi pelajaran kepada mereka."
"Hal ini harus kita beritahukan kepada gurumu, moi-moi." kata Yu Tek kepada tunangannya "Agar kita
jangan sampai salah tangan dan bermusuhan dengan pendekar-pendekar kang-ouw." Demikianlah,
mereka lalu mengadakan perundingan dan malam hari itu juga, Yu Tek ikut pergi bersama tunangannya
kekelenteng Kwan-Im-Bio dan menceritakan segala peristiwa tadi kepada Pek I Nikouw. Nikouw tua ini
menarik napas panyang dan berkata kepada Yu Tek,
"Telah kuatir hati pinni semenyak dulu bahwa sewaktu-waktu pasti akan terjadi hal ini. Hanya kita yang
mempunyai hubungan dekat dengan ayahmu mengetahui bahwa ayahmu adalah seorang pembesar
yang jujur dan baik, akan tetapi orang luar belum tentu akan menganggapnya demikian, oleh karena
ayahmu menguasai seluruh dusun diwilayah ini dan ayahmulah yang memberi perintah langsung kepada
semua kepala kampung. Pada hal, kita semua tahu bahwa perintah yang disampaikan oleh ayahmu
tentang pemungutan pajak tani itu, yang datangnya dari kotaraja, adalah peraturan yang tidak adil dan
mencekik leher para petani. Tentu saja orang-orang gagah akan menyangka bahwa ayahmulah yang
bersalah dalam hal ini."
"Akan tetapi, Suthai, orang yang disebut pendekar harus melakukan sesuatu dengan teliti dan diselidiki
dengan seksama terlebih dulu sebelum bertindak. Tidak seperti mereka itu yang bertindak secara
sembrono sekali," kata Yu Tek dengan jengkel.
"Kalian berdua tadi menceritakan bahwa mereka adalah orang yang masih muda sekali, sebaya dengan
kalian, mana mereka itu dapat berlaku sabar dan teliti? Orang-orang muda selalu terdorong oleh darah
panas. Biarlah, kalau besok mereka datang kesini, pinni yang akan menyambut mereka dan
membereskan kesalah-fahaman ini."
"Akan tetapi, sebelum itu, biarkanlah teecu mencoba kepandaian mereka dulu," kata Beng Lian. Pek I
Nikouw tersenyum mendengar kata-kata muridnya ini.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 50
:: CerSil KhoPingHoo :
"Apa kataku? Anak muda selalu terpengaruh oleh darah panas!" Ketika Siok Thian Nikouw, ibu Beng
Lian, mendengar penuturan anaknya tentang peristiwa itu, hatinya menjadi gelisah dan ia lalu berkata,
"Beng Lian, jangan kau berlaku angkuh karena kepandaianmu. Kau harus menurut kata-kata gurumu dan
menyerahkan hal ini kepada gurumu yang bijaksana." Semua Nikouw didalam Kuil Kwan-Im-Bio telah
mendengar tentang peristiwa itu dan ramailah mereka membicarakan hal itu serta merasa tertarik
ketika mendengar bahwa besok pagi datang tiga orang gagah untuk mengadu ilmu silat dengan Beng
Lian dan Yu Tek dikelenteng. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Yu Tek telah datang diKuil KwanIm-Bio bersama ayahnya. Yap-Tihu juga ingin sekali bertemu dengan para penyerbu itu untuk
mengadakan pembicaraan secara mendalam dan kalau perlu mengadakan perundingan untuk
menghindarkan salah-faham.
Setelah hari sudah menjadi terang, datanglah tiga orang muda yang ditunggu-tunggu itu. Kui Eng dengan
langkah lebar dan gagah berjalan didepan. Dengan pakaiannya yang berwarna hijau, gadis ini nampak
cantik dan gagah hingga menimbulkan kekaguman pada para Nikouw yang berdiri dikanan-kiri jalan
masuk kelenteng itu. Sementara itu, ketika melihat banyak Nikouw berdiri memenuhi halaman Kuil dan
semua Nikouw itu memandang kearah mereka, Kui Eng, Bun Hong dan Beng Han merasa agak malu juga,
karena para pendeta wanita itu mengingatkan mereka bahwa mereka berada ditempat suci. Bahkan
Beng Han mulai merasa tidak enak karena tak mungkin orang yang hendak menjadi lawan itu adalah
seorang jahat. Mungkinkah seorang jahat dapat tinggal ditempat yang suci itu? Maka ia lalu berbisik
kepada Kui Eng,
"Sumoi, harap kau suka menahan kesabaranmu, tak baik berlaku kurang pantas kepada orang didalam
tempat suci ini." Kui Eng mengangguk dan mereka dengan langkah tetap memasuki ruang depan
kelenteng itu, Beng Lian dengan pakaiannya warna putih yang amat sederhana berdiri disitu disebelah
Yu Tek. Kedua anak muda ini lalu menjura menyambut datangnya Kui Eng dan kawan-kawannya,
kemudian Beng Lian berkata kepada Kui Eng,
"...Sahabat yang gagah ternyata memenuhi janji. Marilah kita menuju ke lian-bu-thia dimana kita boleh
bermain-main tanpa kuatir dikeroyok!" Didalam kata-kata ini terkandung tantangan hingga tanpa
banyak cakap Kui Eng mengangguk dan mengikuti Beng Lian dan Yu Tek menuju ke lian-bu-thia yang
berada diruang sebelah kanan. Ruang tempat bermain silat ini luas dan ketika mereka masuk ketempat
itu, ternyata disitu telah menanti Yap-Tihu, Pek I Nikouw dan Siok Thian Nikouw yang duduk disudut
dengan diam karena memang mereka telah memberi perkenan kepada Beng Lian dan Yu Tek untuk
mengadakan penyambutan terlebih dahulu dan menguji ilmu kepandaian para tamunya. Ketiga orang
muda itu merasa terkejut melihat Yap-Tihu berada disitu pula, akan tetapi oleh karena Tihu itupun
hanya duduk diam saja, mereka juga tidak mau menegurnya.
"Nah, ditempat ini kita bisa main seorang demi seorang, mencoba ilmu kepandaian," kata Beng Lian
sambil tersenyum kepada para tamunya,
"Silahkan seorang diantara Samwi Enghiong maju untuk main sebentar!" Kui Eng segera melangkah
maju dan menyawab,
"Biarlah aku yang bodoh memperlihatkan kebodohanku," Bun Hong dan Beng Han segera
mengundurkan diri dan berdiri dengan kaki terbentang disudut lian-bu-thia itu.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 51
:: CerSil KhoPingHoo :
"Kalau kau yang maju, biarlah aku yang melajanimu," jawab Beng Lian dengan masih tersenyum. Kedua
orang gadis ini mencabut pedang mereka dengan berbareng. Sementara itu, Siok Thian Nikouw ketika
melihat Beng Han, tiba-tiba merasa dadanya berdebar keras. Wajah pemuda itu, dan tahi lalat ditengah
jidatnya mengingatkan ia kepada puteranya yang dulu binasa didalam kekacauan ketika terjadi
pemberontakan. Alangkah sama wajah pemuda itu dengan puteranya. Hampir saja Nikouw ini membuka
mulut untuk bertanya, akan tetapi oleh karena pada saat itu puterinya telah mencabut pedang dan
berhadapan dengan gadis gagah berbaju hijau yang memegang pedang pula, terpaksa ia mengalihkan
pandangan mata dan perhatiannya kepada Beng Lian dengan hati cemas.
"Nah, silahkan, sahabat yang manis," kata Beng Lian dengan tabah. Kini setelah bertemu dengan gadis
baju putih itu disiang hari, kemarahan Kui Eng malam kemarin banyak berkurang. Ia melihat betapa
wajah gadis baju putih itu amat manis dan sikapnya lemah-lembut, hingga menimbulkan rasa suka
dihatinya. Sebaliknya, melihat kecantikan Kui Eng, Beng Lian juga merasa kagum dan suka, hingga ketika
mereka berhadapan, mereka mendapat perasaan seakan sedang menghadapi seorang kawan yang
hendak mengajak berlatih silat! Kui Eng lalu berseru,
"Lihat pedang!" dan ia mulai menyerang dengan gerakan indah dan kuat. Beng Lian menangkis dengan
baik dan balas menyerang. Oleh karena kedua orang gadis ini ternyata memiliki kelincahan yang
seimbang, maka gerakan mereka yang cepat segera membuat tubuh mereka lenyap terbungkus gerakan
pedang masing-masing! Para Nikouw, terutama sekali Siok Thian Nikouw, menjadi cemas melihat
pertempuran hebat ini, akan tetapi, Pek I Nikouw, Yu Tek dan kedua orang suheng Kui Eng menonton
dengan wajah tenang saja, bahkan Pek I Nikouw nampak tersenyum karena mereka ini dapat melihat


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

betapa kedua orang dara yang sedang bertempur itu dengan mengherankan sekali telah saling
mengalah dan tidak menyerang dengan sungguh-sungguh!
Benar mereka itu seperti sedang berlatih saja! Kui Eng maklum bahwa kalau pertempuran ini dilakukan
sungguh, ia tak usah merasa kuatir karena ia masih menang dalam hal ginkang dan gerakan pedangnya
lebih ganas. Akan tetapi, oleh karena malam tadi ia melihat betapa gesitnya gadis baju putih itu
menggunakan jarum-jarum halus sebagai senjata rahasia, kalau lawannya ini mempergunakan jarumjarumnya, ia harus berlaku hati-hati sekali. Kini melihat lawannya sama sekali tidak mau
mempergunakan jarumnya, iapun tahu bahwa gadis itu tidak bermaksud buruk, maka ia sendiripun tidak
terlalu mendesak, sungguhpun kalau ia mau, mungkin lawannya sudah dapat didesaknya dengan ilmu
pedangnya. Beng Lian juga maklum pula akan hal ini, maka setelah bertempur hampir seratus jurus, ia
lalu melompat kebelakang sambil berseru,
"Sahabat yang cantik, kepandaianmu benar lain dari yang lain! Aku Gan Beng Lian mengaku kalah!" Tibatiba Beng Han menahan seruannya dan memandang kepada Beng Lian dengan wajah pucat. Tak terasa
lagi ia melompat kedepan gadis baju putih itu dan berkata sambil memandang tajam,
"Coba kau sebutkan namamu lagi!"
"Aku adalah Gan Beng Lian dan... kau mengingatkan daku akan wajah seorang yang pernah kukenal."
Beng Lian balas memandang dengan tajam dan mengingat-ingat.
"Beng Lian, kalau tidak keliru dia itu kakakmu sendiri!" Tiba-tiba terdengar suara wanita berseru dan
Beng Han menengok. Ketika ia bertemu pandang dengan Siok Thian Nikouw, tiba-tiba seluruh tubuhnya
menggigil. Ia kenal baik wajah Nikouw yang gundul ini! Selagi ia memandang dengan ragu, Nikouw itu
berkata dengan halus,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 52
:: CerSil KhoPingHoo :
"Bukankah kau anakku Beng Han...?" Bukan-main terkejut hati Beng Han. Lenyap segala keraguan
hatinya, sedangkan Beng Lian melangkah mundur dua tindak sambil memandangnya dengan mata
terbelalak. Ketika mereka berpisah, Beng Lian baru berusia empat tahun, akan tetapi oleh karena ibunya
seringkali membicarakan tentang kakaknya ini, ia masih ingat dengan baik. Melihat pemuda itu
memandang kepada ibunya dengan airmata menitik-nitik laksana permata terlepas dari untaiannya.
Beng Lian lalu menjerit,
"Kau benar-benar Beng Han kakakku...!," lalu ditubruknya pemuda itu dan dipeluknya sambil menangis.
Beng Han balas memeluk adiknya dan keduanya lalu berjalan kearah Siok Thian Nikouw yang telah
berdiri dan yang kini bertindak perlahan menghampiri Beng Han dengan airmata bercucuran dan kedua
lengan dibuka kedepan.
"Beng Han... anakku... kau masih hidup...?!"
"Ibu...!" Beng Han menjatuhkan diri berlutut didepan ibunya. Siok Thian Nikouw mendekap kepala
puteranya dan kedua orang anak dan ibu itu berpeluk-pelukan sambil menangis karena terharu dan
girang! Pertemuan yang tak disangka-sangka. Melihat hal itu, tak terasa pula Kui Eng ikut mengucurkan
air matanya, teringat akan keluarganya sendiri, teringat pula akan ibunya yang dilarikan penjahat dan
ayahnya yang terbunuh mati. Juga Bun Hong berdiri bagaikan patung, memandang kearah ketiga orang
yang sedang saling rangkul itu dengan bingung karena iapun teringat akan kedua orang-tuanya yang
telah tewas oleh kaum pemberontak. Setelah keharuan hati mereka agak reda, Siok Thian Nikouw lalu
berkata kepada puteranya,
"Beng Han, mengapa kau datang memusuhi adikmu sendiri dan siapakah kedua orang kawanmu itu?"
"Ibu, mereka adalah adik seperguruanku, Bun Hong dan Kui Eng." Beng Han memperkenalkan dan kedua
orang muda itu lalu menjura sebagai pemberian hormat kepada Nikouw itu, sedangkan Beng Lian lalu
memegang tangan Kui Eng dan berkata,
"Aih, pantas saja kau lincah sekali, cici! Aku sungguh merasa girang berkenalan dengan kau yang cantik
jelita dan gagah ini." Kui Eng tersenyum dan berkata,
"Kaupun pandai sekali dan manis, adik Beng Lian. Kalau saja kuketahui bahwa kau adalah adik
perempuan suhengku, tentu aku tak berani berlaku kurang ajar. Maafkan saja kekasaranku
terhadapmu." Beng Lian lalu memperkenalkan subonya kepada ketiga anak muda itu,
"Ini adalah guruku, Pek I Nikouw, ketua dari Kwan-Im-Bio ini." Terkejutlah Kui Eng ketika ia memandang
kepada Pek I Nikouw yang duduk sambil tersenyum sabar. Kalau Beng Lian memiliki ilmu pedang yang
sudah hebat itu, apalagi gurunya! Untung bahwa pertempuran itu tidak menjadi permusuhan hebat,
kalau demikian halnya, tentu ia dan kedua suhengnya akan menghadapi musuh yang luar biasa
tangguhnya. Kui Eng, Bun Hong dan Beng Han lalu menjura kepada Pek I Nikouw dan Beng Han berkata,
"Suthai yang mulia, maafkan teecu bertiga yang telah berlaku kurang ajar ditempat Suthai yang suci ini."
Pek I Nikouw tersenyum dan berkata,
"Anak-anak muda yang gagah! Sungguh benar sebutan bahwa Thian itu adil dan murah hati, karena
pinni memang telah menyangka bahwa kalian tentulah orang gagah pembela rakyat. Tidak tahunya:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 53
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 54
:: CerSil KhoPingHoo :
seorang diantara kalian bahkan masih kakak muridku sendiri.!" Siok Thian Nikouw lalu berkata kepada
Beng Han.
"Anakku, biarpun aku merasa girang dan mengucap syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa, akan tetapi
terus terang saja aku merasa tidak puas melihat sepak terjangmu kali ini. Kau dan kedua saudara
seperguruanmu ternyata terlampau menurutkan hati yang terburu nafsu dengan memusuhi Yap-Tihu.
Tahukah kau siapa adanya pemuda ini? Dia adalah Yap Yu Tek, putera Yap-Tihu dan dia ini adalah calon
iparmu atau tunangan adikmu Beng Lian! Dan Yap-Tihu adalah seorang pembesar yang budiman dan
bijaksana serta adil." Beng Han dan dua orang kawannya benar-benar tercengang. Beng Han merasa
girang sekali mendengar bahwa adiknya telah bertunangan dengan seorang pemuda tampan yang telah
ia kenal kelihaiannya itu maka ketika Yu Tek menjura dan memberi hormat kepadanya, ia lalu membalas
penghormatan itu dan berkata,
"Ah, saudaraku yang baik, harap kau yang banyak memaafkan aku yang ceroboh!"
"...Sebaliknya, twako," kata Yu Tek sambil tersenyum, "Aku merasa kagum sekali melihat kau dan kedua
kawanmu ini." Kemudian Kui Eng yang merasa penasaran mendengar bahwa Tihu itu disebut seorang
pembesar yang bijaksana, tak tahan pula untuk tidak bertanya,
"Kalau memang betul Yap-Tihu adil dan bijaksana, mengapa ia mengadakan peraturan pemungutan
pajak yang mencekik leher rakyat tani?" Sambil berkata demikian, ia lalu memandang kearah Tihu itu
yang berdiri dan tersenyum sedih.
"Samwi Enghiong," kata Yap-Tihu dengan suara halus, "Memang, dipandang sepintas lalu, aku tak lain
adalah seorang pembesar yang berlaku sewenang-wenang. Ini sudah menjadi nasib burukku yang
bekerja pada pemerintah yang kurang memperhatikan keadaan rakyatnya." Ia lalu duduk kembali
dengan wajah berduka.
"Anak muda, dengarlah pinni memberi penjelasan. Yap-Tihu adalah seorang pejabat yang setia dan
memegang peraturan dengan keras. Hal ini tidak boleh disalahkan, bahkan patut dipuji oleh karena
memang seharusnya demikianlah sikap seorang pembesar yang bijaksana. Peraturan yang ia
perintahkan kepada semua kepala kampung adalah peraturan yang datangnya dari kotaraja, dan sebagai
seorang pejabat, tentu saja Yap-Tihu tidak berani menentangnya. Adapun dia sendiri, pinni yang cukup
tahu bahwa dia adalah seorang pembesar yang adil dan bijaksana. Peraturan yang amat menekan rakyat
petani bukanlah peraturan yang dibuat oleh Yap-Tihu sendiri dan dia hanyalah seorang pelaksana yang
setia pada tugasnya. Hal ini harus kalian mengerti baik-baik." Mendengar ini, insyaflah ketiga orang
muda itu, maka mereka lalu menjura kepada Tihu itu dan Beng Han mewakili kawan-kawannya berkata,
"Ah, kalau demikian halnya, Taijin, mohon maaf sebanyak-banyaknya karena kami bertiga orang muda
yang bodoh dan ceroboh telah mendatangkan kegoncangan dan berlaku kurang ajar kepada Taijin."
"Tidak apa, tidak apa! Bahkan aku merasa malu sekali karena ternyata bahwa kalian orang muda
mempunyai semangat dan peribudi yang lebih tinggi daripada aku. Percajalah bahwa besok hari aku
akan mengajukan permohonan berhenti dari pekerjaanku." Pek I Nikouw terkejut mendengar ini dan
buru berkata,
"Yap-Taijin, janganlah kau berkata demikian! Ingatlah bahwa kalau orang lain yang menjadi pembesar
dikota ini, tentu keadaan rakyat bahkan makin tertindas, karena selain menjalankan peraturan yang:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 55
:: CerSil KhoPingHoo :
datang dari kotaraja, pembesar itu tentu akan melakukan penindasan lain yang timbul dari nafsu ingin
menimbun harta untuk kepentingannya sendiri. Kasihanilah rakyat di An-kian dan daerahnya." Yap-Tihu
menghela napas panyang dan berkata,
"Ah, Suthai, memang hal itulah yang membuat aku sehingga sekarang masih menguatkan hati untuk
memegang jabatan ini. Izinkanlah aku pulang dulu karena hal ini benar mendukakan hatiku dan
membingungkan pikiranku." Yap-Tihu lalu menjura kepada semua orang dan berjalan pulang, diikuti
oleh Yu Tek yang juga merasa berduka melihat keadaan ayahnya. Sekarang terbukalah mata Kui Eng,
Bun Hong, dan Beng Han dan diam-diam mereka merasa menyesal telah salah tangan menuduh seorang
yang bijaksana sebagai seorang jahat. Kegemasan mereka kini beralih ke kotaraja dan diam mereka
mengambil keputusan untuk sewaktu-waktu pergi ke kotaraja melihat keadaan dan menyaksikan
keburukan mereka yang menjadi pembesar-pembesar tinggi.
"Anak muda, sebenarnya siapakah guru kalian? Permainan pedang nona ini mengingatkan pinni kepada
seorang kenalanku, Lui Sian Lojin," kata Pek I Nikouw.
"Memang teecu adalah murid Lui Sian Lojin!." kata Kui Eng dengan girang.
"Omitohud! Syukurlah, Syukurlah! Suhunya lihai tentu murid-muridnya gagah pula!" Demikianlah, ketiga
anak muda itu bermalam didalam kelenteng karena Siok Thian Nikouw memaksa puteranya untuk
bermalam disitu agar dapat mereka melepas rindu dan bercakap-cakap. Kalau bukan putera Siok Thian
Nikouw dan murid Lui Sian Lojin, tak mungkin seorang pria diperbolehkan bermalam disitu, akan tetapi
sekarang Pek I Nikouw membuat pengecualian dan ia menyuruh seorang Nikouw mempersiapkan
sebuah kamar untuk Beng Han dan Bun Hong, sedangkan Kui Eng mendapat kamar bersama Beng Lian
yang telah menjadi kawan baiknya. Malam hari itu, Beng Han berada diruang belakang. bercakap-cakap
dengan ibunya, menuturkan semua pengalamannya hingga ibunya merasa girang sekali.
"Anakku, tadinya aku telah menganggap bahwa kau juga menjadi korban keganasan para pemberontak
liar itu. Syukurlah bahwa Tuhan masih melindungimu dan dapat mempertemukan kita kembali. Bagiku
kau seakan-akan seorang anak yang baru bangkit kembali dari kuburan...," ia menjusut air matanya.
"Beng Han, karena tadinya menyangka bahwa kau telah tewas, maka aku pertunangkan adikmu dengan
putera. Yap-Tihu." Beng Han tersenyum girang.
"Aku girang sekali melihat hal ini, ibu, karena menurut pendapatku, Yu Tek adalah seorang pemuda yang
cukup baik dan pantas menjadi suami adikku."
"Akan tetapi, Beng Han, menurut kebiasaan dan adat kita, seorang saudara muda tidak boleh
dikawinkan sebelum kakaknya menikah. Kau sekarang telah berusia hampir sembilan belas tahun, dan
semenyak aku masuk menjadi Nikouw, tidak ada kebahagiaan lain yang kuharapkan selain melihat kau
dan adikmu hidup bahagia dan mendapat jodoh yang cocok. Kau senangkanlah hati ibumu, anakku, dan
janganlah adikmu itu menanti terlalu lama. Kau harus menikah dulu sebelum ia menjadi isteri Yu Tek."
Merahlah wajah Beng Han mendengar ucapan ibunya ini.
"Aku masih belum mempunyai pikiran tentang hal itu sama sekali, ibu," jawabnya sambil menundukkan
kepalanya.
"Beng Han, kulihat sumoimu Kui Eng itu adalah seorang gadis yang cantik dan berilmu tinggi. Menurut
pandanganku. dia memiliki wajah yang menunjukkan keluhuran budi dan kesucian jiwa. Kalau saja kau:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 56
:: CerSil KhoPingHoo :
suka... dan kalau saja ada harapan, aku akan merasa girang sekali mempunyai menantu seperti dia..."
Bukan main malunya Beng Han mendengar ini. Memang ia amat mencintai gadis yang menjadi sumoinya
itu dan akan berbahagialah hidupnya kalau ia dapat memperisteri gadis yang menjadi kenangannya itu.
Ia telah bergaul dengan Kui Eng semenjak mereka masih kanak, telah tahu betul isi hati dan perangai Kui
Eng. Akan tetapi ia merasa ragu-ragu apakah gadis itu akan suka menjadi isterinya.
"...Dia memang seorang yang berbudi mulia dan bersemangat gagah, ibu," hanya demikian jawabnya.
"Dan kau suka padanya, bukan?" Beng Han tidak menyawab, hanya menundukkan kepalanya.
"Jawablah, anakku, kau mencintai gadis yang menjadi sumoimu itu, bukan?"
"Bagaimana aku berani menyatakan cintaku kepadanya kalau aku belum mengetahui perasaan hatinya,
ibu?"
"Ah, kalau begitu kau mencintai dia! Bagus, anakku, aku akan menjuruh adikmu untuk bertanya hal ini
kepadanya."
"Jangan, ibu!," kata Beng Han dengan ragu-ragu karena ia kuatir sekali kalau? Kui Eng akan menolaknya.
Betapa akan malunya kalau sumoinya itu menolaknya!
"Beng Han, daripada menyimpan rahasia hati dan menanggung rindu seorang diri yang berarti menyiksa
batin sendiri pula, lebih baik berterus-terang. Berlakulah sebagai seorang laki-laki yang jentelmen dan
bersedialah untuk menerima pukulan yang bagaimanapun hebatnya! Aku tahu bahwa kau kuatir kalau
pinanganmu ditolaknya, bukan? Akan tetapi, kurasa sumoimu takkan menolaknya. Lagi pula, andaikata
dia menolak, lebih baik bagimu untuk mengetahui bahwa harapan dan kandungan hatimu itu tak
mendapat balasan dan dengan pengetahuan ini kau takkan menderita karena mengharapkan hal yang
tak mungkin terjadi! Lebih baik kau mendengar penolakannya hingga kau dapat melenyapkan kerinduan
hatimu daripada kau menyimpannya saja menjadi semacam penyakit didalam hatimu!" Setelah berdiam
untuk beberapa saat, akhirnia Beng Han berkata,
"Memang benar, ibu. Aku menyajangi dan mencintai sumoi semenyak kami masih kecil. Ketika aku
pertama kali bertemu dengan suhu dan kami dibawa kepuncak gunung, kuanggap sumoi sebagai
pengganti adikku. Akan tetapi, setelah kami menjadi dewasa, aku... aku mempunyai perasaan lain, aku...
mencintainya, bu."
"Baiklah, Han-ji, besok akan kubicarakan hal ini dengan dia agar hatiku menjadi puas dan tenteram."
Ucapan Siok Thian Nikouw ini membuat muka Beng Han menjadi kemerah-merahan dan ia girang sekali,
akan tetapi membuat muka orang lain yang berdiri mendengarkan percakapan itu dengan diam menjadi
pucat sekali dan hatinya berduka. Orang itu adalah Bun Hong yang keluar dari kamar hendak mencari
Beng Han dan tidak sengaja ikut mendengar pengakuan Beng Han akan cintanya kepada Kui Eng dan
janji ibu kawannya itu untuk meminang Kui Eng. Selain rasa duka yang memenuhi hatinya, iapun merasa
penasaran dan marah. Ia menaruh hati cinta terhadap sumoinya itu yang timbul semenyak mereka
menjadi dewasa, dan kini mendengar pengakuan suhengnya akan cintanya terhadap Kui Eng dan
mendengar bahwa suhengnya itu hendak dijodohkan dengan Kui Eng, ia merasa betapa hatinya menjadi
perih dan hancur.
Dengan tindakan kaki lemas Bun Hong kembali kekamarnya. Ia segera berkemas dan setelah:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 57
:: CerSil KhoPingHoo :
menggunakan pit dan kertas yang tersedia dikamar itu untuk mencorat-coret sepucuk surat yang
ditinggalkannya diatas meja, ia lalu diam-diam meninggalkan kamar itu sambil membawa semua
bungkusan pakaiannya, melompat keatas genteng dan menghilang dimalam gelap! Dengan hati rianggembira dan penuh harapan, Beng Han kembali kedalam kamarnya setelah mengadakan pembicaraan
dengan ibunya. Ia merasa heran ketika melihat kamar itu kosong. Kemana perginya Bun Hong? Ia
mencari dengan matanya, akan tetapi disekitar tempat itu tidak tampak bayangan Bun Hong, maka ia
lalu memasuki kamar dan tampaklah olehnya sehelai surat yang ditinggalkan oleh Bun Hong diatas meja
tadi. Didekatinya surat itu, diambil lalu dibacanya.
Gan Beng Han, suhengku yang baik!
Maaf, tanpa kusengaja aku telah mendengar tentang pertunanganmu dengan sumoi. Kionghi
(selamat!), suheng, kudoakan semoga kau hidup bahagia dengan sumoi. Tidak ada pemuda lain yang
lebih berharga untuk menjadi suami sumoi selain daripada kau!
Aku hendak pergi ke kotaraja, membasmi para pembesar jahat dan kalau perlu kaisarnya sekali demi
keselamatan rakyat petani yang tertindas!
Sutemu yang sebatangkara,
Tan Bun Hong.
Beng Han termenung sambil memegang surat itu dan membacanya sampai berkali-kali. Seakan-akan ia
mendengar kata-kata yang dituliskan itu dari mulut sutenya sendiri, diucapkan dengan suara sedih dan
mengharukan. Terbayanglah didepan matanya segala sikap Bun Hong terhadap Kui Eng dan kepahitan
hebat mengganggu hatinya. Tiba-tiba sadarlah ia. bahwa sangat boleh jadi bahwa sutenya itu juga
mencintai Kui Eng! Ia merasa terharu sekali, karena kalau memang demikian halnya, maka ternyata
bahwa sutenya itu telah berlaku mengalah dan pergi dengan hati patah! Peristiwa ini sekaligus
melenyapkan perasaan gembira yang tadi memenuhi hatinya. Dimasukkannya surat itu kedalam saku
bajunya dan semalam itu ia tidak dapat memejamkan kedua matanya.
Pada keesokan harinya, Beng Han tidak berani keluar dari kamarnya, oleh karena ia maklum bahwa pagi
hari itu ibunya dan adiknya akan berbicara dengan Kui Eng untuk mengajukan pinangan terhadap gadis
itu. Ia merasa malu untuk bertemu muka dengan Kui Eng, maka ia berdiam saja didalam kamarnya
dengan jantung berdegap-degup kuatir, kuatir kalau pinangan itu ditolak. Kalau sampai ditolak, alangkah
akan sedih dan malunya. Sementara itu, benar saja seperti dugaannya, Siok Thian Nikouw menyuruh
anak gadisnya mengajak Kui Eng memasuki kamarnya dan setelah mereka berhadapan, Siok Thian
Nikouw lalu mengajukan pinangannya dengan suara yang halus,
"Nona Kui Eng, sebelum pinni melanjutkan pembicaraan ini harap..."
"Nona Kui Eng, sebelum pinni melanjutkan pembicaraan ini harap kau suka memaafkan kami. Pinni telah
mengadakan pembicaraan yangg sungguh-sungguh dengan puteraku Beng Han dan karenanya pinni
mengetahui sampai jelas hubunganmu yang amat baik dengan dia sebagai saudara seperguruan. Setelah
mendengar semua itu dan melihat kau, nona, timbullah keinginan dalam hati pinni untuk lebih
mempererat hubungan itu menjadi hubungan keluarga. Terus terang saya, nona, Kui Eng, pinni ingin
sekali menjodohkan Beng Han dengan kau, dan apabila kau tidak merasa keberatan, pinni akan merasa
amat berbahagia dan bersukur kepada Thian yang Maha Agung untuk mempunyai seorang menantu
seperti kau!":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 58
:: CerSil KhoPingHoo :
Mendengar ucapan itu, sejak tadi seluruh muka Kui Eng telah berobah merah dan ia menundukkan
kepalanya. Tak terasa pula air mata mengalir turun membasahi pipinya dan Beng Lian yang duduk
didekatnya, lalu memeluknya dengan mesra. Sampai lama Kui Eng tak dapat mengucapkan jawaban, dan
ia berusaha keras untuk menekan gelora hatinya yang membuat dadanya naik-turun dan napasnya
tersengal. Kemudian sambil mengeringkan air matanya dengan saputangannya, ia menyawab dengan
perlahan,
"Suthai, mohon dimaafkan sebanyaknya. Saya merasa terharu sekali dan menghaturkan banyak
terimakasih atas budi kecintaan hati Suthai yang telah memberi penghormatan besar sekali kepada saya
yang bodoh dan tak berharga. Akan tetapi, pada waktu ini, selain saya belum mempunyai pikiran sama
sekali tentang persoalan kawin, juga saya harus terlebih dulu mencari ibu saya dan kemudian tentang
soal perjodohan, terserah kepada orang-tua itu." Biarpun hatinya merasa kecewa, namun Siok Thian
Nikou mengangguk sambil tersenyum ramah dan berkata,
"Memang seharusnya demikian, nona. Pinni juga telah mendengar dari Beng Han tentang peristiwa dan
malapetaka yang menimpa keluargamu, seperti juga yang telah menimpa keluarga kami. Biarlah kau
mencari ibumu lebih dulu, kemudian pinni hendak mengulangi pinangan ini kepada ibumu."
"Maafkan saya, Suthai. Bukan sekali-kali saya menolak kehendak Suthai yang mengandung maksud baik
itu, akan tetapi harap saja hal ini dilupakan dulu. Saya tidak berani menerima atau mengadakan janji
sesuatu oleh karena sesungguhnya saya belum ingin mengikat diri dengan perjodohan. Maaf, Suthai..."
Siok Thian Nikou menarik napas panjang. Kasihan Beng Han pikirnya oleh karena dari jawaban ini
walaupun tidak secara langsung merupakan penolakan, namun sedikitnya membayangkan perasaan
gadis itu yang masih ragu dan tidak meyakinkan orang, yang berarti bahwa pada saat sekarang gadis itu
belum mempunyai perasaan cinta terhadap Beng Han!
"Kalau begitu, lupakanlah saja semua ucapanku tadi, nona. Dan kalau kelak kau telah bertemu kembali
dengan ibumu, baru kita bicarakan hal ini lebih lanjut" Kui Eng lalu mengundurkan diri dari hadapan Siok
Thian Nikou dan ia duduk termenung didalam kamarnya. Beng Lian masuk dan segera memegang
tangannya.
"Cici, jangan kau menyesal. Maafkan ibuku kalau kau anggap dia terlalu lancang."
"Ah, tidak, adik Lian. Sama sekali tidak! Bahkan aku merasa menyesal sekali bahwa terpaksa aku belum
dapat memberi keputusan hingga setidaknya aku telah membuat kalian kecewa!" Betapapun juga


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai adik Beng Han, ada sedikit rasa tak puas dan kecewa yang mengandung penasaran dalam hati
Beng Lian karena iapun dapat merasa bahwa jawaban Kui Eng terhadap pinangan ibunya merupakan
penolakan halus. Maka, tanpa disengaja, terdorong oleh rasa kecewanya, ia berkata,
"Cici Eng, cinta hati seseorang tak dapat dipaksakan. Aku tahu bahwa kau tidak mencintai kakakku kalau
dibandingkan, engko Han kalah tampan." Kui Eng terkejut dan merenggutkan lengannya yang dipegang
Beng Lian sambil memandang dengan mata terbelalak.
"Apa...? Apa maksudmu...?" Beng Lian merasa bahwa ia telah kesalahan bicara, dan berusaha hendak
memperbaiki kesalahannya, akan tetapi karena gugupnya, ia bahkan menambahkan,
"Maksudku... eh, dibandingkan dengan saudara Bun Hong, kakakku itu memang kalah tampan!":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 59
:: CerSil KhoPingHoo :
Pucatlah wajah Kui Eng mendengar ini dan sebentar kemudian muka yang pucat itu berobah merah
karena marahnya.
"Beng Lian!," katanya dengan ketus. "Kau anggap aku ini orang apakah? Dengarlah baik, aku tidak
mencintai kakakmu dan juga tidak mencintai ji-suheng! Aku telah menolak pinangan ibumu, dan habis
perkara, jangan kau hubungkan dengan lain hal dan jangan kau menyangka yang bukan-bukan!" Melihat
kemarahan Kui Eng, Beng Lian merasa terkejut dan menyesal mengapa ia telah berlancang mulut. Selagi
ia hendak minta maaf, Kui Eng telah menyambar buntalannya dan berlari keluar dari kamar itu dengan
mata merah menahan tangis! Ketika tiba diruang depan, ia bertemu dengan Beng Han yang menanti
berita dari ibunya dengan hati berdebar. Pertemuan yang tak tersangka-sangka ini membuat Beng Han
merasa malu dan sungkan sekali, akan tetapi ia dapat menetapkan hatinya dan bertanya,
"Sumoi, apakah malam tadi kau dapat enak tidur?" Akan tetapi, ia terkejut sekali ketika melihat wajah
Kui Eng yang nampak marah. "Eh, sumoi, kenapakah kau...?" Hatinya menjadi kecut dan perasaannya
tak enak sekali.
"Twa-suheng," kata Kui Eng sambil cepat menghapus dua butir air mata yang memaksa turun dari
pelupuk matanya. "Aku pergi dulu, hendak mencari ibuku. Maafkan bahwa terpaksa aku memisahkan
diri dari kau dan ji-suheng." Bukan-main terkejut hati Beng Han mendengar ucapan ini. Kedua matanya
terbelalak dan ia berkata gagap,
"Akan tetapi... sumoi, kemana kau hendak pergi...?"
"Entahlah, kemana saya kedua kakiku membawaku. Pokoknya, aku hendak mencari ibuku." Beng Han
menghela napas panjang.
"Sumoi... kalau keputusanmu memisahkan diri ini karena... karena pinangan ibuku kepadamu,
maafkanlah aku, sumoi. Kelancanganku mengajukan pinangan ini telah kutebus mahal. Sute telah
meninggalkan aku, apakah sekarang kaupun hendak meninggalkan aku pula?" Kui Eng mengangkat
muka memandang.
"Ji-suheng meninggalkan kau? Kemanakah perginya?," tanyanya heran. Beng Han hanya menarik napas
panjang lalu menyerahkan surat Bun Hong itu kepada sumoinya. Merahlah wajah Kui Eng membaca
pemberian selamat Bun Hong kepada Beng Han atas pertunangannya dengan dia! Timbul rasa kasihan
didalam hatinya kepada twa-suhengnya ini, maka katanya perlahan,
"Suheng, percayalah bahwa aku tetap menghormati dan menganggap kau sebagai kakak sendiri. Biarlah
kita bertemu lagi dilain waktu!" Setelah berkata demikian, ia lalu mengembalikan surat itu, menjura
kepada suhengnya, dan berlari dari kelenteng Kwan-Im-Bio dengan cepat. Beng Han segera lari masuk
menjumpai ibunya dengan hati tidak enak. Ketika ibunya menceritakan kepadanya tentang jawaban
sumoinya, pemuda ini hanya menundukkan mukanya dengan kedukaan yang disembunyikan. Dari
jawaban ini dan juga dari ucapan sumoinya ketika hendak pergi, ia maklum bahwa perasaan cinta
kasihnya tidak terbalas! Siok Thian Nikou dan Beng Lian juga merasa heran ketika mendengar bahwa
diam-diam Bun Hong telah pergi. Beng Han tidak memperlihatkan surat itu kepada ibu dan adiknya,
hanya berkata,
"Memang Bun Hong sute mempunyai adat yang aneh. Aku amat menguatirkan keadaannya, karena ia
memiliki watak yang keras. Kalau ia dibiarkan seorang diri di kotaraja, ia tentu akan menemui bahaya.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 60
:: CerSil KhoPingHoo :
Maka, sekarang juga aku harus menyusulnya, ibu, untuk membantu dan membelanya kalau ada bahaya
mengancam dirinya." Siok Thian Nikou tak dapat mencegah maksud puteranya itu karena ia juga
menganggap bahwa sudah seharusnya Beng Han menjaga dan membantu sutenya.
"Beng Han, pergilah dan lakukan tugasmu sebagai seorang ksatria, akan tetapi, tentang urusanmu
dengan Kui Eng, janganlah kiranya hal ini mematahkan hatimu, nak. Bersabarlah sampai gadis itu
bertemu dengan ibunya, baru aku hendak mengajukan pinangan pula. Alangkah baiknya kalau kau juga
bantu mencarikan ibunya dan mempertemukan gadis itu dengan ibunya," demikianlah pesan Siok Thian
Nikou kepada puteranya. Beng Han menyatakan hendak mentaati pesan ibunya itu. Kemudian ia
berkemas dan berangkat meninggalkan Kuil Kwan-Im-Bio. Ketika ia tiba diluar kota An-kian, tiba
terdengar suara panggilan dibelakangnya. Ketika ia berpaling, ternyata adiknya, Beng Lian, mendatangi
dengan berlari cepat sekali. Setelah berhadapan, Beng Han memandang dengan heran, karena ternyata
bahwa adiknya itu menangis dengan sedihnya!
"Eh, eh, Lian-moi, mengapakah kau? Apakah kau menangis karena kepergianku ini? Ah, jangan menjadi
anak kecil, adikku!" Beng Lian menggelengkan kepalanya sebagai sangkalan atas dugaan kakaknya ini,
dan tangisnya makin mengeras. Beng Han memegang pundak adiknya.
"Lian-moi, berlakulah tenang, adikku. Sebenarnya, apakah yang terjadi dengan dirimu?"
"Han-ko, aku... aku telah berdosa kepadamu..."
"Eh, apa kau mengigau? Dosa apa yang kau lakukan?," tanya Beng Han sambil tersenyum dan
memandang heran.
"Aku... akulah yang telah membuat enci Eng marah dan pergi meninggalkan kau!"
"Hm, apakah yang telah kau lakukan?"
"Aku... aku merasa kecewa dan menyesal karena ia menolak pinangan ibu, lalu... lalu kukatakan
kepadanya bahwa ia tidak mencinta padamu dan... dan... kubayangkan bahwa ia mencintai... jisuhengnya..." Kemudian dengan suara terputus-putus. Beng Lian menceritakan semua pembicaraan
yang dilakukannya dengan Kui Eng. Beng Han menggelengkan kepalanya dan menarik napas panjang.
"Adikku, kau memang telah berlaku keterlaluan dan lancang. Akan tetapi, dugaanmu bahwa dia tidak
mencinta padaku itu memang tepat. Dan dugaanmu bahwa dia mencinta kepada Bun Hong itupun
beralasan, karena aku sendiri tadinyapun menyangka demikian. Akan tetapi, tidak seharusnya hal itu
diucapkan kepadanya, tentu saja hatinya menjadi tersinggung. Biarlah, yang sudah terjadi biarlah
berlalu, nanti kalau aku dapat bertemu dengan dia, aku yang akan memintakan maaf untukmu. Dan
harap pengalaman ini menjadi pelajaran bagimu agar lain kali kau tidak berlancang mulut lagi."
"Han-ko, kau... mau memaafkan aku...?" Beng Han menggunakan tangan kanannya untuk memegang
dagu adiknya dan mengangkat muka yang manis itu sehingga mereka saling berpandangan.
"Adikku yang baik, tentu saya aku maafkan kau! Senyumlah, kalau tunanganmu melihat kau bermuramdurja, ia akan ikut bersedih! Jagalah ibu dengan baik, adikku." Setelah berkata demikian, Beng Han lalu
melanjutkan perjalanannya dengan cepat dan Beng Lian berdiri memandang dengan air mata berlinang
sampai kakaknya itu lenyap dari pandangan matanya.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 61
:: CerSil KhoPingHoo :
Ketika tiba di kotaraja, Bun Hong lalu mencari keterangan tentang keadaan pemerintah. Ia melihat
betapa keadaan di kotaraja jauh berbeda dengan keadaan di dusun . Kalau di dusun ia melihat segala
macam penderitaan dan kemiskinan, tetapi di kotaraja penuh dengan kemewahan dan kesenangan.
Rumah gedung yang tinggi besar dan megah mendatangkan pemandangan yang amat jauh bedanya
dengan pondok-pondok bobrok didusun-dusun. Pakaian orang di kotaraja indah-indah beraneka warna,
berbeda sekali dengan pakaian para petani yang compang-camping dan tambalan dibanyak tempat.
Kalau di dusun ia telah merupakan seorang pemuda yang gagah dan berpakaian indah, hingga banyak
mata memandangnya dengan kagum dan iri, setelah tiba di kotaraja, Bun Hong merasa betapa
pakaiannya terburuk dan tak seorang pun memperhatikannya.
Ia melihat banyak pemuda-pemuda yang berpakaian indah hilir-mudik disepanjang jalan raya kotaraja
yang lebar. Sebagai seorang putera hartawan diwaktu kecilnya, Bun Hong suka sekali akan kemewahan
dan keindahan pakaian. Model pakaian yang dipakai oleh pemuda kota itu, terutama pakaian para
pelajar yang indah dan mewah, membuat ia mengilar dan ingin sekali mempunyai pakaian seperti itu.
Maka pada malam hari pertama, ketika seluruh penghuni kota telah tidur, diatas genteng rumah gedung
seorang hartawan besar berkelebat bayangan hitam yang gesit sekali gerakannya. Bayangan itu
memasuki gedung tanpa terlihat oleh seorangpun, dan tak lama kemudian ia keluar lagi sambil
membawa sebuah kantong yang penuh berisi uang emas! Orang ini bukan lain ialah Bun Hong yang
melakukan pencurian dalam sebuah rumah gedung seorang hartawan untuk pengisi bekalnya yang telah
kosong!
Memang sudah menjadi kebiasaan orang-orang kang-ouw untuk mencuri uang para hartawan yang
disebutnya "meminjam." Akan tetapi, biasanya seorang kang-ouw hanya mengambil uang sekadar bekal
saja, yakni untuk biaya perjalanannya melakukan tugas menolong orang-orang yang dilanda kesusahan.
Apabila peminjaman uang itu dilakukan dengan maksud diluar daripada sekadar penggunaan biaya
perjalanan dan terdapat maksud lain untuk menyenangkan diri, maka perbuatan itu dianggap
menyimpang atau menyeleweng daripada kebiasaan para pendekar kang-ouw dan dianggap rendah.
Biarpun Bun Hong maklum pula akan peraturan ini yang didengarnya dari suhunya, akan tetapi hati
mudanya dan sifat pesoleknya membuat ia diam-diam melakukan pelanggaran. Ia telah melakukan
pencurian yang didasarkan kepada keinginannya membeli pakaian indah.
Dengan mudah saja ia berhasil mengambil sekantong uang emas dari tumpukan harta orang kaya itu.
Agaknya sikaya itu takkan merasa bahwa tumpukan kantong-kantong uangnya telah berkurang satu.
Demikian banyaknya kantong-kantong uang yang berada dalam kamarnya! Pada keesokan harinya, Bun
Hong telah bersalin rupa. Ia telah berobah menjadi seorang pemuda pelajar yang berpakaian indah,
terbuat dari sutera berwarna biru bersulamkan benang emas dan renda-renda berwarna kuning
dilehernya! Wajahnya yang memang tampan itu bertambah cakap. Ia menyembunyikan pedangnya
dibawah jubahnya yang lebar dan sebagai gantinya, tangan kirinya memegang sebuah kipas bulu yang
indah dan mahal! Biarpun hatinya terpikat oleh kemewahan dan keindahan di kotaraja yang besar dan
ramai itu, namun Bun Hong masih belum melupakan maksudnya semula datang di kotaraja itu.
Ia meninggalkan Beng Han dan Kui Eng dengan hati hancur dan sedih, karena cinta kasihnya terpaksa
direnggutkannya dan dicobanya untuk melupakan Kui Eng karena ia tidak kuasa membenci Beng Han
atau menghalangi perjodohan Kui Eng dengan Beng Han, suhengnya yang amat dikasihinya dan yang
dianggapnya sebagai kakak sendiri itu. Maka untuk melupakan kesedihan dan kekecewaan hatinya, ia
mengambil keputusan untuk melanjutkan usaha mereka bertiga semula, yakni hendak membasmi
kekejaman peraturan pemungutan pajak bagi para petani itu. Kini, setelah berada di kotaraja, tiada:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 62
:: CerSil KhoPingHoo :
hentinya ia mencari keterangan tentang hal itu. Jawaban yang didapat dari penyelidikannya ini
bersimpang-siur. Ada yang mengatakan bahwa peraturan itu datang dari Kaisar sendiri,
Ada pula yang menyatakan bahwa yang mengeluarkan peraturan itu adalah Thio-Thaikam yang berkuasa
besar, dan ada pula yang berkata bahwa peraturan itu berada didalam kekuasaan pangeran Song,
bendahara kerajaan yang berhak menerima semua penyetoran hasil pajak. Bun Hong tidak berani
bertindak dengan sembrono, karena telah dilihatnya betapa penjagaan yang dilakukan ditiap gedung
pembesar tinggi di kotaraja amat kuatnya. Juga, dari sikap para perwira yang banyak terdapat di
kotaraja, ia maklum bahwa banyak diantara mereka yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Ia harus
bersabar, mempelajari keadaan dengan baik dan berlaku hati-hati, agar jangan sampai usahanya gagal
sebelum dimulai! Apalagi ia merasa suka dan betah tinggal di kotaraja yang ramai dan banyak
pemandangannya itu. Setiap hari ia keluar dari kamar hotelnya dan berjalan-jalan.
Pada suatu hari ia mendengar bahwa Pangeran Song Hai Ling, pembesar yang menjadi bendahara di
kerajaan, hendak mengadakan kunjungan ke Kuil Bhok-Thian-Si yang besar, karena pangeran ini pernah
menderita sakit dan ia telah mengucapkan janji bahwa apabila penyakitnya sembuh, ia hendak
melakukan sembahyang besar di Kuil itu bersama seluruh keluarganya, Dan karena yang hendak
melakukan sembahyang adalah seorang pembesar yang berkedudukan tinggi dan kaya raya pula, maka
tentu saja semenjak dua hari sebelumnya, para Hwesio Kuil itu telah melakukan persiapan besar. Lantai
Kuil dipel sampai mengkilat, semua tiang digosok dan yang sudah luntur catnya lalu dicat kembali, dan
semua alat sembahyang diganti dengan yang baru! Semenjak dua hari sebelumnya, Kuil itu ditutup
untuk umum yang hendak bersembahyang.
Untuk meramaikan perayaan ini, Pangeran Song Hai Ling mendatangkan serombongan pemain
sandiwara klasik yang memainkan cerita tentang Bu Ong, Raja besar yang amat dipuja diseluruh
Tiongkok oleh karena kebijaksanaannya, bahkan didalam Kuil itupun terdapat patung Rraja besar ini.
Memang Pangeran Song sengaja mengadakan pertunjukan itu yang maksudnya selain untuk
meramaikan, juga untuk memberi penghormatan serta peringatan bagi Bu Ong. Maka tidak heran
apabila semenjak pagi sebelum sembahyang besar dimulai, orang telah memenuhi halaman Kuil yang
lebar untuk menonton sandiwara, dan sebagian pula untuk menonton keluarga orang besar itu, karena
mereka telah mendengar bahwa selain mempunyai banyak selir yang cantik?, Pangeran Song juga
mempunyai dua orang anak perempuan yang telah remaja puteri.
Dan yang kabarnya luar biasa cantiknya, tak kalah oleh kecantikan bidadari dari Sorga ketujuh!
Mendengar tentang kunjungan Pangeran Song yang merupakan seorang diantara mereka yang hendak
diselidikinya, Bun Hong segera ikut datang ke Kuil itu dan mencampurkan diri dengan para penonton
yang berjubelan diluar Kuil. Dengan sepasang lengannya yang kuat, dengan mudah Bun Hong mencari
jalan dan sebentar saya ia telah berhasil menerobos kesebelah depan dan berdiri dibaris terdepan,
dekat pagar yang mengelilingi ruang depan Kuil itu, dimana telah dipasang meja sembahyang yang besar
dan yang bertilamkan sutera bersulam benang emas! Tak lama kemudian terdengarlah bentakan dan
beberapa orang penjaga yang memegang cambuk telah mencari jalan dan mencambuki para penonton
yang menghadang dijalan.
"Minggir, minggir! Buka jalan untuk rombongan Song-Taijin!" Kelompok orang yang menonton terkuak
kekanan-kiri dan dengan cepat jalan yang menuju kepintu masuk Kuil itu terbuka. Barisan pengawal
dengan golok telanjang, terdiri dari belasan orang tinggi besar, dengan tindakan gagah mendahului dan
masuk kedalam halaman depan, lalu terpecah menjadi dua rombongan yang berdiri berderet menjaga
dikanan-kiri jalan. Bunyi roda kendaraan terdengar berhenti didepan Kuil dan turunlah rombongan:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 63
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 64
:: CerSil KhoPingHoo :
orang besar itu.
Semua orang segera membungkukkan tubuh untuk menghormati seorang laki-laki berusia kurang lebih
empat puluh lima tahun yang berjalan dengan tenang dan mengebut-ngebutkan kipasnya. Ia
memandang kekanan-kiri sambil menganggukkan kepala sebagai pembalasan hormat yang diberikan
kepadanya oleh para penonton itu. Bun Hong membuka mata lebar dan dengan penuh perhatian ia
memandang kepada pembesar itu. Ia melihat muka pembesar itu menandakan bahwa ia adalah seorang
yang peramah dan tidak kejam, bahkan selalu memandang dengan mata berseri dan mulut tersenyum.
Sorot matanya menunjukkan bahwa ia telah memiliki banyak pengalaman hidup dan dari pandang
matanya orang mendapat perasaan bahwa Pangeran ini selalu menganggap bahwa ia memiliki
pengalaman dan pengertian yang lebih tinggi daripada orang lain.
Tubuhnya sedang agak pendek dan langkah kakinya tenang dan pendek. Timbul keraguan didalam hati
Bun Hong karena ia tidak melihat sinar kekejaman diwajah orang ini. Kemudian menyusul serombongan
wanita yang cantik, mengikuti seorang wanita setengah tua yang juga menerima penghormatan dari
semua orang. Ini adalah Song-hujin dan para selir yang masih muda dan cantik. Nyonya Song ini sikapnya
lemah-lembut dan jelas memperlihatkan keagungannya sebagai seorang bangsawan tinggi, sedangkan
para selir berpakaian indah dan bersikap gembira, akan tetapi jelas nampak kegenitan mata mereka
ketika sambil melewat mereka melemparkan kerling mata yang liar dan tajam kekanan-kiri, dimana
banyak terdapat pemuda-pemuda yang tampan dan gagah!
Kemudian, datanglah orang yang dinanti oleh sekalian pemuda yang memerlukan datang hanya untuk
memandang kepada dua orang ini. Mereka adalah dua orang gadis remaja yang berusia paling banyak
antara lima belas sampai tujuh belas tahun. Keduanya sama cantik jelita, berjalan dengan lemah-lembut.
Berbeda dengan para selir ayah mereka kedua anak perempuan ini berjalan dengan malu ketika mereka
merasa betapa banyak mata ditujukan kearah mereka. Mereka berbisik dan berjalan dengan muka
ditundukkan. Gadis yang lebih tua bertubuh tinggi ramping dengan muka berdagu tajam dan sepasang
matanya lebar dan tajam bagaikan mata burung Hong. Kulit mukanya halus putih kemerahan, bedak dan
gincunya tipis dan sepasang alisnya melengkung dengan ujung yang tajam dan berwarna hitam sekali,
menambahkan kemanisannya.
Yang lebih muda. juga cantik jelita, akan tetapi mukanya bundar dan sepasang matanya kocak
sedangkan bibirnya yang berbentuk indah itu selalu tersenyum riang, menandakan bahwa ia adalah
seorang gadis yang berwatak gembira. Setelah semua rombongan masuk kedalam kelenteng, maka meja
sembahyang lalu diatur dengan baiknya oleh para Hwesio, Ayam dan bebek yang masih utuh dan sudah
matang, ditaruh diatas piring dan diatur diatas meja sembahyang. Melihat ayam dan bebek yang tak
berbulu lagi dan yang kulitnya nampak kekuningan dan gemuk itu, membuat para penonton menjadi
mengilar. Segala macam makanan yang lezat-lezat diatur diatas meja sembahyang yang lebar itu dan
lilin lalu dinyalakan. Baru saja sembahyang dimulai, tiba-tiba seorang laki-laki yang tinggi besar dan
berpakaian sebagai seorang petani melompat dengan sebatang senjata cangkul ditangan dan berteriak,
"...Pembesar jahat! Kau hidup mewah dari perasan keringat kami!" Petani itu berusia kurang lebih tiga
puluh tahun dan dengan nekad ia menyerang Pangeran Song yang sedang memegang hio untuk mulai
bersembahyang!
Akan tetapi, berbareng pada saat itu juga, seorang perwira yang mengepalai barisan penjaga, cepat
mendorong tubuh Pangeran Song kekiri hingga pacul yang diajunkan kearah kepala pangeran itu
mengenai tempat kosong terus menghantam meja, hingga ujung meja terbelah oleh pacul itu! Ributlah:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 65
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 66
:: CerSil KhoPingHoo :
keadaan disitu, terdengar jerit para selir yang ketakutan, dan beberapa orang penjaga lalu maju
mengeroyok dan akhirnya perwira itu berhasil menendang lutut penyerang yang nekad tadi hingga
cangkulnya terlepas dan tubuhnya roboh terguling! Beberapa batang golok yang berkilauan karena
tajamnya terayun hendak mencacah tubuh pengacau itu, akan tetapi tiba-tiba berkelebat bayangan biru
dan tahu-tahu Bun Hong sudah berada ditengah-tengah para penjaga dan ketika kaki tangannya
bergerak, beberapa batang golok terlempar!
"Tahan semua, jangan bunuh dia!," teriak Bun Hong yang segera membangunkan petani tadi. Perwira
yang menjatuhkan petani tadi dengan geram lalu menusuk dengan pedangnya kearah dada Bun Hong
hingga terdengar lagi pekik beberapa orang wanita yang merasa ngeri. Akan tetapi dengan gerakan
lincah, Bun Hong memiringkan tubuhnya dan sekali saja jari tangannya menyentil kearah pergelangan
lengan perwira itu, pedangnya telah terlepas dari pegangan dan terampas oleh Bun Hong! Perwira itu
terkejut dan marah sekali,
"Pemberontak! Apakah kau tidak takut mati?" Bun Hong tersenyum.
"Sabar, kawan! Siapa yang memberontak? Aku hanya mencegah terjadinya pembunuhan disini."
"Tidak kau lihatkah betapa petani yang memberontak ini menyerang Taijin? Apakah kau hendak
membela pemberontak?"
"Orang ini tidak gila, dan tentu ada alasannya mengapa ia sampai berani menyerang seorang pembesar,
Penyerangannya gagal, maka tak perlu dia dibunuh, Kau yang tidak tahu aturan, karena kalau kau
membunuh dia ditempat ini, apakah itu bukan berarti bahwa kau mengotori tempat yang suci ini dan
membuat sembahyang ini tiada gunanya lagi? Atau, apakah disini terdapat model lain hingga untuk
bersembahyang harus menggunakan kurban seorang manusia?" Perwira itu hendak menyiapkan kawankawannya untuk mengeroyok, akan tetapi tiba terdengar Pangeran Song memberi perintah,
"Semua penjaga mundur! Biarkan petani itu pulang dan jangan diganggu!" Petani itu memandang
dengan heran kearah Pangeran Song karena tak pernah disangkanya bahwa pangeran itu begitu murah
hati, mengampuni seorang yang tadi hendak membunuhnya! Bahkan Bun Hong sendiri merasa tertegun
mendengar perintah ini. Ia lalu menganggukkan kepala kepada petani itu yang segera keluar sambil
membawa paculnya dan segera lari menghilang diantara orang banyak yang menjadi panik itu. Pangeran
Song lalu menjura kepada Bun Hong sambil berkata,
"Enghiong yang gagah. Ucapanmu tadi berkesan didalam hatiku. Silahkan kau duduk didalam dan


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah sembahyang ini selesai, marilah kita bercakap-cakap." Bun Hong juga maklum bahwa apabila ia
berada diluar, tentu ia akan menjadi perhatian semua orang, maka ia lalu melangkah masuk kedalam
kelenteng itu. Ketika kedua puteri pangeran itu memandangnya, tak disengaja ia bertemu pandang
dengan puteri yang terbesar, dan berdeguplah hatinya. Darahnya tersirap dan ia merasa betapa
mukanya menjadi panas karena darahnya memenuhi urat diseluruh mukanya. Pandangan mata yang
indah seperti mata burung Hong yang ditujukan kepadanya penuh kekaguman itu membuat ia merasa
bingung. Setelah selesai bersembahyang, Pangeran Song lalu menghampiri Bun Hong dan berkata,
"Hiante yang gagah perkasa, aku merasa suka sekali kepadamu yang selain gagah, juga bijaksana. ini.
Kalau kau sudi mengikat persahabatan dengan aku, marilah kau ikut kegedungku agar kita dapat bicara
dengan leluasa." Bun Hong memang ingin sekali mengadakan hubungan dengan pembesar ini untuk
menyelidiki tentang pemerasan-pemerasan yang dilakukan kepada para petani, maka sambil:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 67
:: CerSil KhoPingHoo :
membungkukkan tubuh sebagai penghormatan, ia menghaturkan terimakasih dan menerima ajakan ini.
"Taijin sungguh memberi penghormatan besar sekali kepada siauwte yang bodoh," katanya.
Demikianlah, ketika rombongan pembesar itu kembali kegedungnya, Bun Hong ikut diantara mereka,
berjalan disamping Pangeran Song, diikuti pandang kagum dan iri dari para pemuda yang masih berdiri
diluar Kuil. Sementara itu, pemain sandiwara lalu melanjutkan permainannya, ditonton oleh orang yang
suka akan tontonan ini.
"Ia gagah sekali, pantas mendapat penghormatan Pangeran Song," terdengar orang berkata.
"Akan tetapi ia tadi membela petani yang hendak membunuh Pangeran!," kata orang lain.
"Ah, ia beruntung sekali. Mungkin ia akan dipungut menantu!" Kata terakhir ini membuat banyak
pemuda termenung dengan hati penuh iri. Alangkah bahagianya orang yang menjadi suami puteri Song
yang cantik jelita itu, baik yang sulung maupun yang bungsu!
Sementara itu Bun Hong berjalan memasuki gedung besar itu bersama Pangeran Song dengan penuh
kekaguman dalam hatinya melihat gedung yang mewah penuh perabot rumah yang indah itu. Lukisanlukisan yang ditempel didinding adalah lukisan indah yang jarang terlihat diluar gedung dan yang pasti
amat mahal harganya. Akan tetapi, Bun Hong pandai menekan perasaan kagumnya hingga ia berjalan
dengan langkah biasa dan tetap, seakan pemandangan didalam gedung indah itu bukan apa-apa
baginya. Sebetulnya, kalau saja tidak melihat Bun Hong yang selain tampan dan gagah, tapi juga dalam
segebrakan saja dapat merampas pedang perwira yang melindungi keselamatannya, mungkin Pangeran
Song akan membiarkan saja petani yang tadi menyerangnya itu dibunuh oleh para penjaga, oleh karena
memang hal itu sudah sepatutnya.
Akan tetapi, ketika melihat Bun Hong, ia merasa amat kagum dan tertarik serta timbul didalam hatinya
suatu maksud yang amat baik. Ia maklum bahwa pada dewasa itu, terdapat gejala akan timbulnya
pemberontakan, maka sebagai seorang pembesar tinggi, tentu terdapat banyak bahaya dari orang yang
hendak membunuhnya karena menganggap ia kejam dan sewenang-wenang. Sekarang terdapat seorang
pemuda yang demikian gagahnya, maka kalau saja ia dapat menarik tangan Bun Hong untuk berdiri
difihaknya, setidaknya keselamatannya akan lebih terjamin! Memang Pangeran Song ini terkenal amat
cerdiknya. Tentu saja ia tidak tahu bahwa justeru pemuda ini mempunyai maksud untuk membasmi
para penindas petani! Setelah mempersilahkan pemuda itu duduk diatas sebual kursi berukir yang indah
dan memerintahkan para pelayan untuk menghidangkan masakan lezat dan arak wangi, Ia lalu bertanya,
"Hiante, kau datang dari manakah dan siapa namamu yang terhormat?"
"Siauwte bernama Tan Bun Hong, berasal dari dusun Hong-yan." Kemudian dengan singkat Bun Hong
menceritakan betapa seluruh keluarganya habis binasa oleh gerombolan pengacau yang memberontak
ketika ia masih kecil.
"Aah, memang tahun yang lalu itu adalah tahun celaka yang merupakan bencana besar, tidak saja bagi
keluarga kerajaan, bahkan juga bagi rakyat jelata," kata Pangeran Song sambil menghela napas.
"Mudah-mudahan saja jangan sampai terulang lagi peristiwa pemberontakan yang hanya mendatangkan
malapetaka.":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 68
:: CerSil KhoPingHoo :
"Taijin keamanan hidup yang penuh damai tidak saja diidamkan oleh Kaisar dan keluarga kerajaan, akan
tetapi bahkan menjadi cita-cita tiap orang manusia dinegara kita ini," kata Bun Hong sambil memandang
tajam. Namun ternyata bahwa nasib rakyat jelata memang amat buruk. Setelah mengalami penderitaan
dari gangguan para pemberontak, lalu tiba musim kering yang membuat bahaya kelaparan merajalela,
kini ditambah lagi dengan peraturan pemerintah sendiri yang mencekik leher para petani miskin!
Hampir seluruh hasil sawah para petani diharuskan untuk dibayarkan pajak yang luar biasa beratnya
hingga bagi para petani sendiri tidak ketinggalan sisa untuk mengisi perut! Taijin adalah seorang
pembesar tinggi di kotaraja. sudah tentu lebih mengetahui akan hal ini daripada siauwte yang bodoh
dan tidak tahu apa?!" Pangeran itu menarik napas dalam-dalam dan untuk beberapa lama tidak
menyawab hingga Bun Hong lebih bernafsu untuk melanjutkan ucapannya dan mengeluarkan isi
hatinya.
"Setiap pemberontakan yang timbulnya dari golongan jahat tentu akan hancur karena rakyat selalu
menentang dan membela pemerintah, akan tetapi kalau rakyat terlampau ditindas hingga rakyat sendiri
yang memberontak, akan rusaklah nama harum pemerintah. Peristiwa tadi, ketika petani itu menyerang
Taijin, merupakan tanda yang buruk sekali bagi pemerintah sekarang. Mengapa seorang petani sampai
berani melakukan penyerangan terhadap seorang pembesar? Hubungan antara rakyat jelata dengan
para pemimpin adalah seperti anak terhadap orang-tuanya, kalau anak itu sampai berani melawan
orang-tua, tentu ada apa-apa yang tidak beres dengan orang-tua itu. Terus terang saja, Taijin, kuakui
bahwa siauwte sendiri tidak dapat terlalu menyalahkan petani tadi yang melakukan perbuatan karena
tidak tahan lagi melihat betapa anak-isterinya kelaparan karena semua gandum habis dibayarkan pajak!
Siauwtepun takkan ragu untuk membasmi para pembesar yang mencekik batang leher rakyat yang
sudah miskin dan sengsara itu!" Untuk sesaat Pangeran Song memandang tajam kepada anak muda itu,
kemudian katanya,
"Hiante, katamu itu memang benar, biarpun kalau terdengar oleh lain pembesar, tidak salah lagi kau
pasti akan ditangkap dan dituduh pemberontak! Ketahuilah bahwa memang aku bertugas menerima
dan mengumpulkan hasil pajak dari para petani dan rakyat, akan tetapi peraturan yang menetapkan
adalah Kaisar sendiri. Aku adalah seorang keluarga kerajaan dan sudah lama aku merasa sedih sekali
melihat betapa Kaisar kini berada dalam kekuasaan para Thaikam, Orang seperti aku ini menpunyai
pengaruh apakah? Tak lain aku hanya menjalankan tugas. Kaisar sendiri tidak berani menentang para
Thaikam apalagi aku, seorang Pangeran yang hanya berpangkat bendahara."
Kemudian dengan panjang lebar Pangeran Song lalu menceritakan tentang kekuasaan para Thaikam,
terutama sekali Thio-Thaikam yang mempunyai pengaruh besar sekali. Pangeran Song, seperti juga
pembesar lain merasa benci kepada Thio-Thaikam walaupun mereka tidak berani memperlihatkan
kebencian ini, oleh karena Thin-Thaikam yang menduduki tempat tinggi itu memandang rendah kepada
semua pembesar dan pengaruhnya luas sekali Akan tetapi, Thio-Thaikam mempunyai kekuasaan
terhadap Kaisar yang selalu menuruti kehendaknya,
Dan disamping itu, Thio-Thaikam juga mempunyai banyak kaki tangan yang berilmu tinggi. Sebenarnya
diluar tahunya orang lain, adanya Kaisar amat takut dan tunduk kepada Thio-Thaikam ialah karena
pembesar kebiri ini telah mempunyai hubungan dengan pemerintah Turki barat yang disebut bangsa
Shato. Thio-Thaikam merupakan tangan kanan dari pemerintah ini yang mengadakan hubungan baik
dengan Kaisar, dan mengingat akan kelemahannya sendiri, terpaksa Kaisar selalu menuruti kehendak
Thio-Thaikam hingga boleh dibilang bahwa pada dewasa itu, pengaruh Thio-Thaikam lebih besar
daripada Kaisar sendiri! Mendengar akan pengaruh jahat berupa pembesar kebiri ini yang menguasai
kerajaan, Bun Hong merasa marah sekali. Kini tahulah dia siapa orangnya yang harus dibasmi untuk:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 69
:: CerSil KhoPingHoo :
membalaskan sakit hati rakyat itu. Ia harus dapat membunuh Thio-Thaikam!
"Kalau begitu, biarlah siauwte pergi memenggal kepala keparat itu!," katanya dengan mengepal tinju.
Pucatlah wajah Pangeran Song mendengar ucapan ini. Setelah memandang kekanan-kiri dan mendapat
kenyataan bahwa ucapan pemuda itu tadi tidak terdengar oleh orang lain, baru legalah hatinya.
"Tan-hiante, harap kau jangan terlalu sembrono mengucapkan kata seperti itu, Ketahuilah bahwa
pengaruh Thio-Thaikam besar sekali hingga boleh dibilang bahwa disetiap tempat terdapat kaki
tangannya. Berlakulah hati-hati, hiante, dan kalau bisa, buanglah jauh-jauh niatmu itu, oleh karena
maksud itu sukarnya melebihi kalau kau hendak mencari buah tho ditaman surga! Selain penjagaan yang
keras sekali juga rumah gedung Thio-Thaikam penuh dengan perwira-perwira yang berilmu tinggi sekali.
Sebelum kau melewati pintu pertama kau tentu akan tertangkap atau terbinasa." Pangeran ini memang
sengaja memanaskan hati Bun Hong, karena sesungguhnya, tidak ada kegembiraan yang lebih besar
baginya selain mendengar bahwa orang kebiri itu terbunuh mati oleh orang lain!
"Terimakasih, Taijin. Tentu saya siauwte akan berlaku hati sekali. Sebenarnya, siauwte hanya
menjalankan tugas sebagai seorang yang menjunjung tinggi keadilan, karena mengandalkan bantuan
pembesar lain, agaknya takkan ada gunanya karena semua pembesar ternyata lebih mementingkan
kesenangan mereka daripada memperhatikan penderitaan rakyat jelata."
Merahlah wajah Pangeran Song mendengar ini. Anak muda, janganlah kau terlalu memandang rendah
kepada kami. Terus terang saya, pernah aku mengajukan protes dan minta pengurangan tentang
pemungutan pajak ini, akan tetapi apa hasilnya? Hampir saya aku mendapat bencana dari Thio-Thaikam
kalau saya aku tidak mempergunakan banyak sekali uang emas untuk menyogok. Kalau tidak ada dia
disamping Kaisar, percayalah, orang seperti aku ini tentu takkan membiarkan rakyat tercekik, dan pasti
kami akan mengajukan surat permohonan agar peraturan itu dirobah." Berserilah wajah Bun Hong
mendengar ini.
"Kalau begitu, izinkanlah siauwte mengundurkan diri, Taijin dan dengarkan saja, tak lama lagi Thaikam
itu tentu takkan berada disamping Kaisar lagi!" Pangeran Song berdiri dan mengantar tamunya keluar.
"Terserah kepadamu, hiante, akan tetapi ingat bahwa aku tidak ikut-ikut dalam urusan ini! Betapapun
juga, setiap saat kau memerlukan bantuan, asalkan tidak berada diluar kemampuanku, pasti aku akan
membantumu." Bun Hong merasa girang sekali bahwa akhirnya ia bisa mendapat tahu siapa biang
keladinya yang menelurkan peraturan pajak yang demikian mencekik leher para petani. Akhirnya ia akan
dapat melakukan perbuatan gagah sebagaimana yang diidamkan oleh suhunya. Ia takkan merasa kalah
terhadap suhengnya dan kalau ia berhasil memusnahkan Thaikam itu dan kemudian berkat bantuan
Pangeran Song dan pembesar lain peraturan pajak yang berat itu dapat dirobah hingga menjadi ringan
bagi para petani, maka itu berarti bahwa ia telah dapat menolong jiwa puluhan ribu para petani miskin!
Untuk usaha seperti itu, biarpun harus mengurbankan nyawa, ia akan rela! Istana Thio-Thaikam
menyambung dengan istana Kaisar dan letaknya disebelah belakang istana Kaisar itu. Istana itu tinggi
dan besar serta dikelilingi oleh tembok yang tinggi pula. Disetiap pintu gerbangnya terdapat penjagapenjaga yang siang-malam menjaga dengan tertib dan keras. Bun Hong sudah menyelidiki tempat itu
diwaktu siangnya. dengan berjalan-jalan seakan-akan mengagumi keindahan gedung itu dari luar. Maka
ia maklum bahwa untuk masuk kegedung melalui pintu gerbang adalah hal yang tidak mungkin. Untuk
melompati pagar tembok juga sukar sekali karena tembok itu tinggi sekali dan diatasnya dipasangi
tombak-tombak tajam yang menghalangi setiap orang yang hendak melompat dari bawah.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 70
:: CerSil KhoPingHoo :
Selain itu diatas tembok dipasangi penerangan hingga setiap orang yang melompati tembok itu akan
kelihatan oleh para penjaga dipintu gerbang. Malam gelap gulita. Bulan sedikitpun tak nampak dan
langit yang tertutup mendung itupun menyembunyikan semua bintang dari pandangan mata manusia.
Didalam gelap, sesosok bayangan orang yang gesit gerakannya mendekati tembok yang mengelilingi
istana Thio-Thaikam. Bayangan itu adalah Bun Hong. Pemuda ini maklum bahwa diujung barat terdapat
sebagian tembok yang gelap oleh karena didekat tempat itu terdapat sebatang pohon besar yang
menghalangi penerangan dan bayangannya menggelapkan tembok. Sudah direncanakan semenjak siang
hari tadi bagaimana ia harus memasuki istana itu.
Dengan hati sekali ia melompat dan bersembunyi dibelakang batang pohon yang besar itu sambil
mengintai kearah pintu gerbang yang berada agak jauh dari situ. Dilihatnya bayangan beberapa orang
penjaga berdiri dan berjalan hilir-mudik dengan tombak ditangan. Setelah dilihatnya penjaga-penjaga itu
berjalan menuju ketimur hingga menjauhi pohon itu, secepat gerakan monyet, ia memanjat pohon itu
Lapangan Golf Maut 2 Aneh Tapi Nyata Spooky Kids Karya Bruce Nash And Allan Dewi Kaki Tunggal 2

Cari Blog Ini