Ceritasilat Novel Online

Tiga Naga Dari Angkasa 3

Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


dan sebentar saya sudah berada diatas cabang, bersembunyi dibalik daun pohon yang lebat. Ia menanti
beberapa lama karena para penjaga itu sudah membalikkan tubuh dan kini berjalan kembali kearah
barat sampai didekat pohon. Ia mendengar mereka bercakap-cakap perlahan, kemudian membalikkan
tubuh dan berjalan kembali ketimur. Kesempatan ini dipergunakannya untuk melontarkan sehelai tali
kearah ujung tombak yang berada diatas pagar tembok,
Lalu dengan sigap sekali ia lalu berjalan diatas tali itu bagaikan seorang pemain atau penari tali yang ahli.
Kemudian ia menarik tali itu terlepas dari pohon. Sebetulnya ia bukannya ngeri dan takut terhadap
beberapa orang penjaga itu, akan tetapi kalau sampai ia ketahuan, biarpun ia akan sanggup merobohkan
mereka dengan mudah, akan tetapi kalau mereka berteriak membuat gaduh, tentu para penjaga dan
perwira didalam gedung itu akan mendengarnya dan mereka akan berlari keluar hingga sebelum masuk
kedalam istana ia akan mengalami pengeroyokan hebat yang berarti menggagalkan usahanya! Oleh
karena inilah, maka ia masuk dengan jalan mencuri. Ujung tali lalu diikatkannya kepada sebatang
tombak yang dipasang diatas tembok, lalu melemparkan tali itu bergantungan dibawah.
Setelah melihat bahwa didalam sunyi, ia lalu meluncur turun kesebelah dalam melalui tali yang panjang
itu. Sambil bersembunyi didalam bayangan tembok yang gelap, ia bergerak maju dengan cepat,
meninggalkan tali ditempat tadi untuk persediaan kalau hendak keluar nanti. Benar saja sebagaimana
diucapkan oleh Pangeran Song, penjagaan diistana itu kuat sekali dan dimana-mana dipasangi teng atau
lampu penerangan yang menerangi seluruh tempat. Bun Hong merasa gemas sekali melihat bahwa
biarpun terdapat sebuah pintu yang nampak sunyi, namun diatasnya terdapat sebuah lentera yang
besar dan bernyala terang, hingga kalau ia berlari dibawahnya, tentu ia akan terlihat oleh para penjaga
yang banyak terdapat disekitar tempat itu dan yang suaranya terdengar olehnya kalau mereka bercakap.
Untuk melompat naik keatas genteng, terlalu banyak bahaya karena ia masih berada diluar halaman
gedung hingga akan mudah terlihat. Bun Hong lalu mencari akal. Kemudian ia mendapat akal yang baik,
Dipungutnya sepotong batu kecil dan setelah ia membidik, lalu disambitkannya batu kecil itu kearah
lentera. Batu itu sengaja dilontarkan hingga masuk kedalam lentera melalui lubang diatasnya dan tepat
jatuh menimpa sumbu lampu hingga sumbu yang bernyala itu ketika tertutup batu, apinya lalu menjadi
padam. Ia cepat mempergunakan kesempatan selagi keadaan menjadi gelap itu untuk berlari cepat dan
ringan masuk kedalam pintu itu. Baiknya, ia berlaku cepat, karena segera ia mendengar suara orang
berkata,
"Leng-ko, lentera diatas pintu kiri itu padam!":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 71
:: CerSil KhoPingHoo :
"Biarkan sajalah, tempat itu sudah cukup mendapat penerangan dari lentera lain," terdengar jawaban
suara lain. Bun Hong tidak memperdulikan semua itu dan cepat menuju kedekat gedung, kemudian ia
mengenjot tubuhnya keatas genteng dengan mempergunakan keringanan tubuhnya hingga kakinya
tidak mengeluarkan suara ketika menginjak genteng. Untuk beberapa lama ia mendekam dibelakang
wuwungan yang gelap dan memandang kekanan-kiri. Ternyata suasana diatas istana itu sunyi sekali,
maka ia lalu bergerak maju dengan perlahan. Ia mulai menjadi bingung karena ternyata bahwa
bangunan itu besar sekali hingga ia tidak tahu harus menyelidiki dibagian mana. Akhirnya ia melompat
kearah genteng yang paling tinggi karena dibawah genteng itu kelihatan yang paling terang.
Dengan amat hati-hati ia membuka genteng dibagian ini dan mengintai kebawah. Dilihatnya ada
beberapa orang laki-laki yang berpakaian sebagai pembesar-pembesar tinggi duduk disebuah ruangan
yang luas dan amat terang. Empat orang berpakaian sebagai pembesar tinggi, tiga orang berpakaian
sebagai perwira-perwira, dan ada dua orang lain lagi yang menurut potongan wajah dan pakaiannya,
tentu orang asing adanya. Ia tidak tahu siapa mereka itu dan tidak tahu pula yang mana adanya ThioThaikam, karena sungguhpun ia telah mendapat keterangan dari Song Hai Ling, Pangeran itu, tentang
bentuk muka Thio-Thaikam, akan tetapi dipandang dari atas, muka pembesar itu hampir sama! Tiba-tiba
ia melihat seorang diantara kedua orang asing itu berkata dalam bahasa Han yang kaku sambil
mengangguk kepada seorang pembesar yang bertubuh gemuk,
"Pendapat Thio-Taijin benar sekali dan kami merasa setuju sepenuhnya." Bukan main girangnya hati Bun
Hong mendengar ini karena kini tahulah ia bahwa yang bertubuh gemuk dan bermuka merah itu adalah
Thio-Thaikam. Dengan dada berdebar tegang ia lalu mencabut keluar pisau belati yang sudah
disiapkannya sebelumnya, lalu mengeluarkan pula sehelai kertas putih yang sudah ditulisnya dengan
huruf besar,
"MELALUI PAJAK MEMERAS RAKYAT. PEMBESAR KEPARAT HARUS MATI DIUJUNG PEDANG!"
Kertas itu ia tusuk dengan pisau tadi lalu memegang pisau itu dengan tangan kiri. Kemudian ia mencabut
pula pedangnya dan dengan cepat menyabet kearah genteng beberapa kali hingga terbukalah lubang
yang cukup besar,
"Pembesar jahat rasakan pembalasan rakyat tertindas!" teriaknya sambil melompat turun dengan
gerakan Naga Hitam Terjun Kelaut. Ketika ia tadi menyabet genteng dengan pedang, orang disebelah
bawah sudah merasa terkejut dan heran kini melihat seorang pemuda berbaju hitam dan yang memakai
kedok saputangan pada muka sebelah bawah melompat turun dengan cepat dan dengan pedang
ditangan, mereka makin terkejut. Tiga orang perwira tadi segera mencabut senjata masing-masing,
bahkan dua orang asing yang duduk disitu juga mencabut golok mereka yang melengkung bentuknya.
Ketika tubuh Bun Hong sudah tiba dibawah, segera tiga orang perwira dan dua orang asing itu
menerjangnya sambil memutar senjata mereka. Seorang perwira berseru,
"Bangsat kecil, kau mengantarkan kematianmu sendiri!" Bun Hong tidak gentar menghadapi mereka dan
ia segera menggerakkan pedangnya dengan hebat. Akan tetapi, kagetlah ia ketika merasa betapa tenaga
lawan-lawannya itu besar sekali dan ilmu silat mereka juga hebat! Terutama sekali seorang perwira yang
telah tua dan bertubuh tinggi kurus, ilmu pedang perwira ini luar biasa. lihainya hingga tahulah dia
bahwa ia takkan dapat memenangkan mereka. Dengan nekad ia lalu memutar pedangnya dan tiba-tiba
diayunkannya tangan kirinya kearah pembesar gemuk tadi. Melihat datangnya pisau yang cepat sekali
menuju kedadanya, pebesar itu mencoba berkelit, akan tetapi terlambat, karena datangnya pisau itu:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 72
:: CerSil KhoPingHoo :
memang cepat dan tidak terduga hingga pisau itu masih berhasil menancap dilengan tangannya dekat
pundak. Pembesar itu berteriak kesakitan lalu memaki-maki,
"Bangsat kurang-ajar! Tangkap dia! Tangkap hidup-hidup, jangan lepaskan dia!" Pembesar ini selain
merasa marah, juga ingin tahu siapakah orang yang berani menyerangnya ini dan siapa pula yang
menyuruhnya. Memang benar dugaan Bun Hong bahwa pembesar itu bukan lain ialah Thio-Thaikam
sendiri yang sedang menemui dua orang utusan dari Turki. Bun Hong segera dikurung rapat. Ketika
melihat betapa beberapa orang perwira mendatangi lagi dari jurusan luar, ia betul merasa gelisah dan
putus asa. Untuk menghadapi lima orang ini saja ia sudah merasa kewalahan, apalagi kalau datang
pembantu lain lagi.
Benar keterangan Pangeran Song bahwa perwira disitu memang lihai-lihai sekali. Sambil mengeram
diputar-putarnya pedangnya dan memainkan jurus ilmu pedang Swi-hoa Kiam-hwat yang lihai. Bun Hong
memang memiliki ginkang yang sempurna dan kegesitannya banyak menolongnya dalam pertempuran
ini, ia dapat bergerak lincah dan selalu berlompatan kesana-kemari hingga sukar bagi lawan-lawannya
untuk mengurungnya. Bun Hong menggunakan batu-batu tiang yang banyak terdapat diruang itu untuk
berlindung, lari ketiang sana, melompat kebelakang tiang sini, dan selalu mencari kesempatan untuk
melarikan diri! Karena gerakannya lincah sekali dan ilmu pedangnya juga tinggi hingga kalau hanya
menghadapi mereka seorang lawan seorang ia takkan kalah, maka semua lawan yang mengeroyoknya
menjadi gemas dan kewalahan.
"Panggil bala bantuan, kepung tempat ini! Jangan biarkan ia melepaskan diri!," teriak Thio-Thaikam pula
yang sudah ditolong oleh orang-orangnya dan kini duduk disebuah kursi dan dibalut lengannya,
sedangkan dua orang pengawal pribadinya telah menjaga didepannya dengan golok terhunus, Bun Hong
maklum bahwa keadaannya berbahaya sekali, maka tiba-tiba ia menggerakkan tangan kirinya dan
berseru,
"Awas pisau!"
Kelima orang pengeroyoknya tadi telah melihat betapa lihainya pemuda ini menyambit dengan pisau
hingga melukai Thio-Thaikam, maka gertakan ini membuat mereka berlaku hati dan melompat mundur.
Akan tetapi, Bun Hong hanya menggertak belaka dan mempergunakan kesempatan selagi mereka
mundur, lalu melompat cepat keluar dari ruangan itu dan terus melompat keatas genteng! Para
pengeroyoknya dan beberapa orang perwira lain yang sudah datang memburu, mengejarnya dan
mereka ini juga pandai sekali melompat dan berlari diatas genteng. Bun Hong mengerahkan tenaganya
untuk berlari secepat mungkin hingga ia dapat mendahului pengejar-pengejarnya, akan tetapi
kemanakah ia harus lari? Tempat disekitar istana itu dikelilingi tembok tinggi dan apabila ia lari
ketembok dimana tergantung talinya tadi, sebelum ia dapat memanjat naik, tentu ia telah dapat disusul.
Maka ia lalu berlari kejurusan lain agar para pengejarnya tidak melihat tali yang masih tergantung
disebelah dalam tembok tadi. Sambil berlari ia mencari akal. Tiba-tiba ia teringat bahwa para penjaga
disebelah dalam dan luar tembok memakai semacam mantel warna biru yang panjang dan sebuah topi
yang khusus. Ia mendapat akal baik dan ketika mendengar teriakan pengejarnya dibelakang, ia lalu
melompat kekanan dan segera turun dari atas genteng. Akan tetapi, dibawahpun sudah banyak terdapat
penjaga-penjaga yang ketika melihat ia melompat turun, segera mengeroyoknya sambil berteriak-teriak!
Dengan mudah Bun Hong menjatuhkan beberapa orang pengeroyok yang terdiri dari penjaga biasa ini.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 73
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 74
:: CerSil KhoPingHoo :
Akan tetapi, para perwira yang tadi mengejarnya telah sampai pula ketempat itu dan mereka menyerbu
sambil berteriak,
"Kurung dan tangkap dia hidup!! Ini perintah Thio-Taijin!" Hal ini menguntungkan Bun Hong. Nafsu ThioThaikam yang ingin melihatnya tertangkap hidup, memeriksa dan menyiksanya, telah menolong jiwa
Bun Hong. Kalau semua pengeroyok itu bermaksud membunuhnya dan menyerbu dengan mati-matian,
tentu ia takkan dapat mempertahankan diri. Akan tetapi oleh karena mereka hanya berusaha merampas
senjatanya, sampai sekian lamanya Bun Hong masih dapat melawan dengan baik, bahkan telah banyak
pengeroyok, yaitu para penjaga yang tidak begitu tinggi kepandaiannya, dirobohkannya dengan
pedangnya! Diantara perwira-perwira pelindung Thio-Thaikam, yang terkenal gagah perkasa dan
memiliki ilmu silat tinggi ada tiga orang.
Yang pertama adalah seorang tosu yang telah dapat "dibeli" nya, dan bernama Tek Po Tosu, seorang
tokoh dari Thaisan yang lihai sekali permainan siangkiam (pedang sepasang) dan juga lweekangnya. Tosu
ini merupakan pelindung dan penasehatnya dan mendapat tempat dalam sebuah kamar besar dalam
istana itu, yang kedua adalah seorang perwira tinggi besar bernama Bong Kak Im, yang lihai sekali
permainan ilmu kapaknya. Sepasang kapak besar dikedua tangannya sukar dilawan oleh karena
digerakkan dengan tenaga besar serta ganas sekali. Orang ketiga adalah adik Bong Kak Im yang bernama
Bong Kak Liong, ahli permainan golok tunggal. Pada saat itu, kebetulan sekali Tek Po Tosu dan Bong Kak
Im tidak berada didalam istana, sedang menjalankan tugas diluar kota, menjadi utusan Thio-Thaikam.
Hal ini amat menguntungkan Bun Hong oleh karena apabila seorang diantara kedua orang kosen ini
berada di istana Thaikam, tentu dengan mudah pemuda itu akan dirobohkan dan ditangkap. Kini yang
menyerangnya dengan hebat hanya Bong Kak Liong, perwira tinggi kurus yang memainkan golok secara
luar biasa sekali. Diantara semua pengeroyoknya, hanya perwira tinggi kurus ini yang merepotkan Bun
Hong, karena gerakan goloknya memang hebat sekali dan pemuda itu terpaksa mengerahkan seluruh
tenaga dan kepandaiannya untuk menjaga diri. Kalau dia bertempur melawan Bong Kak Liong seorang,
belum tentu ia akan kalah, akan tetapi oleh karena selain perwira itu, masih banyak pula perwira lain
yang juga memiliki ilmu kepandaian cukup tinggi, maka keadaan Bun Hong benar terjepit.
Pada saat ia mengerahkan tenaga menyerang Bong Kak Liong yang mengurungnya dengan sinar
goloknya yang bergulung, tiba-tiba perwira itu mengeluarkan suara bentakan keras dan menggunakan
goloknya untuk menangkis dengan sekerasnya, dibarengi dengan tendangan soan-hong-twi yakni
tendangan angin berputaran yang berbahaya sekali. Bun Hong menjadi terkejut sekali oleh karena pada
saat itu, dua batang pedang perwira lain sedang membacok kearah kakinya! Ia dapat mengelakkan diri
dari tendangan kaki Bong Kak Liong dan bacokan pedang pada kakinya, akan tetapi tangkisan golok yang
keras itu membuat pedangnya terlepas dan terlempar dari pegangannya! Ternyata bahwa karena
bertempur terlalu lama dan lelah sekali menghadapi sekian banyak pengeroyok, telapak tangan Bun
Hong mengeluarkan peluh hingga gagang pedangnya yang basah menjadi licin sekali!
Ketika pedangnya terlepas, Bun Hong menghadapi tendangan soa-hong-twi yang masih diluncurkan.
Tendangan ini dilakukan oleh kedua kaki yang susul-menyusul, hingga pemuda itu segera menggerakkan
tubuhnya dalam gerakan Jiau-pouw poan-soan, yakni bertindak berputar-putar dengan gesitnya
menghindarkan diri dari tendangan lawan itu! Gerakannya cepat dan indah hingga perwira tinggi kurus
itu mengeluarkan seruan kagum. Melihat bahwa kalau terus mengadakan perlawanan, ia pasti akan
tertawan, maka Bun Hong lalu berseru keras dan berhasil menangkap seorang perwira yang diputar dan
digunakan sebagai perisai! Tentu saja para pengeroyoknya cepat menarik kembali senjata mereka agar
tidak melukai kawan sendiri! Bun Hong mempergunakan kesempatan itu untuk mundur dan ia lalu:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 75
:: CerSil KhoPingHoo :
melemparkan tubuh perwira itu kearah pengeroyoknya.
Setelah itu, ia lalu melompat naik keatas genteng pula, yang segera dikejar oleh para perwira, dikepalai
oleh Bong Kak Liong. Kembali terjadi kejar-mengejar diatas genteng dan Bun Hong mulai merasa amat
lelah. Dengan cepat ia menuju kesebelah kiri istana itu sambil memutar otaknya dengan cepat. Ketika
melihat banyak penjaga yang bermantel biru dan bertopi lebar berkumpul dibawah genteng sambil
berteriak memandang kepadanya, ia lalu melompat turun ditengah mereka! Cepat sekali kaki tangannya
bergerak dan beberapa orang penjaga terjungkal! Ia bermaksud merampas sebuah pedang, akan tetapi
tiba-tiba ia terikat akan akal yang hendak dipergunakannya, maka ia lalu menangkap seorang penjaga,
menotok, iganya hingga tubuh penjaga itu menjadi lemas dan sambil memutar tubuh itu ia membuka
jalan dan segera berlari menuju kebagian barat gedung itu!
Sambil berlari ia mengambil beberapa potong batu dan ketika lewat dibawah lentera, ia menyambit
hingga kaca lentera menjadi pecah dan apinya padam. Beberapa kali ia memadamkan lentera hingga
keadaan menjadi gelap. Cepat ia membawa tubuh penjaga itu ketempat gelap, melepaskan mantel dan
topi penjaga itu dan memakainya. Lalu ia berlari lagi menuju tembok dimana tergantung talinya tadi. Ia
menarik napas lega melihat bahwa talinya masih berada disitu, dan cepat ia melompat dan memanjat
tali itu naik keatas! Sementara itu, para perwira yang mengejarnya sampai pula ketempat para penjaga
yang mengeroyoknya tadi dan mereka lalu beramai-ramai lari kebagian barat. Ketika mereka melihat
seorang penjaga memanjat tali, mereka berteriak-teriak,
"Mana bangsat itu?" Bun Hong tidak menyawab, bahkan memanjat makin cepat lagi. Seorang perwira
memegang tali itu dan menggoyang-goyangnya hingga tubuh Bun Hong juga tergoyang-goyang diatas!
"He, dimana penjahat tadi?," teriak perwira itu. Pada saat itu, tubuh Bun Hong sudah sampai diatas,
tinggal beberapa kaki saja dari tombak yang terpasang diatas tembok, maka ia memberanikan hati dan
menyawab,
https://www.facebook.com/groups/KhoPingHoo
"Dia lari melalui tali ini! Aku akan mengejarnya!" Untung sekali bahwa tempat itu agak gelap, tertutup
oleh bayangan pohon yang menjulang tinggi datas tembok, hingga orang dibawah tidak melihat bahwa
pakaiannya berbeda dengan pakaian penjaga yang tidak berapa kentara karena tertutup oleh mantel
penjaga warna biru dan topi lebar yang dipakainya tadi. Para penjaga lalu menyerbu kearah pintu
hendak mencari penjahat itu diluar tembok. Sementara itu, Bun Hong sudah sampai diatas tembok dan
cepat ia melompat kecabang pohon, karena untuk menggunakan tali, hanya akan membuang waktu
belaka. Gerak lompatannya ini mendatangkan curiga bagi para perwira. Bong Kak Liong yang melihat
gerakan itu, tahu bahwa mereka telah tertipu oleh karena tak mungkin ada seorang penjaga yang
memiliki ginkang demikian tinggi!
"Kejar!," serunya sambil berlari kearah pintu gerbang. "Dialah penjahatnya!" Ketika rombongan perwira
telah keluar dari pintu gerbang, Bun Hong telah berhasil melompat turun dari pohon dan setelah
membuang mantel dan topi pinjaman itu, ia lalu melarikan diri secepatnya!
Para perwira tetap mengejarnya, dan ketika Bun Hong melompat naik keatas genteng, para perwira
yang dikepalai oleh Bong Kak Liong juga melompat naik dan terus mengejarnya! Pada waktu itu, bulan
sudah muncul dan mendung sudah pergi tertiup angin hingga bayangan pemuda itu dapat terlihat
menghitam diatas genteng, memudahkan para perwira untuk mengikuti jejaknya, Bur Hong menjadi
gelisah sekali. Biarpun ia telah dapat meninggalkan para pengejarnya jauh dibelakang, namun ia telah
merasa lelah sekali. Kedua kakinya telah menjadi lemas dan kini ia tidak bersenjata lagi. Kalau ia kernbali:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 76
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 77
:: CerSil KhoPingHoo :
kehotelnya, tentu mereka akan mengejar pula, dan untuk berlari keluar dari kotaraja, adalah hal yang
tak mungkin karena pintu-gerbang kota terjaga keras!
Dalam berlari-lari ini, tak terasa lagi ia telah tiba diatas genteng gedung besar Pangeran Song Hai Ling!
Tiba-tiba timbul sebuah pikiran dalam otaknya. Pangeran itu adalah seorang yang baik hati dan juga
mempunyai pengaruh, mengapa ia tidak menggunakan kesempatan itu untuk minta perlindungan
kepadanya? Bukankah Pangeran itu pernah menyatakan bahwa pembesar itu bersedia membantunya?
Tanpa pikir panjang lagi karena ia benar telah merasa lelah, Bun Hong lalu melayang turun kedalam
gedung itu dan menggunakan tenaganya untuk membuka jendela kamar lalu melompat masuk kedalam!
Beberapa orang penjaga yang melihatnya lalu maju menubruk, akan tetapi ketika melihat Bun Hong
yang dikenalnya sebagai sahabat Pangeran Song, mereka menjadi ragu-ragu. Dan pada saat itu
muncullah Pangeran Song Hai Ling sendiri dari dalam
"Kau, Tan-hiante?," tanyanya dengan kaget.
"Taijin, sekaranglah waktunya kau harus menolongku!" kata Bun Hong dengan napas terengah-engah
karena lelahnya Dengan isarat tangannya, Pangeran itu menyuruh pergi penjaganya, kemudian ia
bertanya dengan kuatir,
"Apakah yang terjadi, hiante?"
"Celaka, aku gagal membunuh keparat she Thio itu, hanya berhasil melukainya. Sekarang perwiraperwiranya mengejar-ngejarku, sedangkan pedangku telah lenyap dan tubuhku amat lelah... Tolonglah
aku, Taijin." Pangeran Song kelihatan gugup dan wajahnya menjadi pucat.
"Celaka! Kalau mereka tahu kau bersembunyi disini, celakalah kami! Bersembunyilah ditempat lain,
hiante. Tak mungkin aku dapat menolongmu tanpa membahayakan keluargaku sendiri!," katanya
dengan suara mengandung ketakutan." Bun Hong tercengang dan juga bingung.
"Jadi kau tidak mau menolongku, Taijin?," tanyanya heran.
"Bukan tidak mau, akan tetapi..." Pada saat itu, terdengar teriakan diluar gedung, dibarengi dengan
ketukan pada pintu yang dilakukan keras sekali,
"Celaka!," tubuh pangeran Song menjadi gementar karena takut dan kuatir. Tiba-tiba ia memegang
tangan Bun Hong dan ditariknya kedalam, Ayoh cepat ikut aku kedalam!" Bun Hong menurut saja dan
keduanya lalu berlari keruang dalam, bahkan pangeran itu terus membawanya kebagian kamar wanita!
Ia mengetuk pintu sebuah kamar dan ketika pintu dibuka, ternyata bahwa kamar itu adalah kamar tidur
Song Kim Bwee dan Song Kim Hwa, kedua puteri remaja dari pangeran itu. Bukan main terkejut dan
heran kedua orang gadis remaja itu ketika melihat ayahnya datang bersama seorang pemuda yang
berpeluh pada jidatnya dan yang berpakaian ringkas warna hitam. Lebih heran lagi ketika mereka
mengenal pemuda ini sebagai pemuda yang kemarin mendatangkan rasa kagum mereka ketika terjadi
keributan dikelenteng Bhok-Thian-Si!
"Ada... ada apakah, ayah...?," tanya Kim Bwee dengan mata terbelalak.
"Lekas, kau sembunyikan Tan-hiante ini. Lekas, kalau mereka tahu dia berada dirumah kita, binasalah
kita semua!," kata Pangeran Song dengan cepat dan tubuh menggigil.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 78
:: CerSil KhoPingHoo :
"Kau berpura-pura sakit dan suruh adikmu menjagamu. Sembunyikan Tan-hiante. Cepat!!" Kemudian
pangeran itu lalu berlari keluar untuk membuka pintu. Tidak ada orang lain kecuali ketiga orang
panglima Thio-Thaikam yang akan berani menggedor gedung Pangeran Song ditengah malam buta!
Akan tetapi, Bong Kak Liong adalah seorang panglima yang menjadi kepercayaan dan tangan kanan ThioThaikam, maka dengan berani ia menggedor-gedor pintu pangeran itu oleh karena ia merasa yakin
bahwa penjahat yang mengacau diistana Thio-Thaikam tadi masuk dan bersembunyi digedung ini. Ketika
pintu dibuka dan melihat bahwa yang menyambutnya adalah Pangeran Song sendiri, Bong Kak Liong lalu
membungkukkan diri dalam sebagai penghormatan, lalu berkata,


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mohon maaf sebanyaknya apabila hamba berani mengganggu Taijin, karena hamba menggedor pintu
semata-mata untuk keselamatan Taijin sekeluarga," kata Bong Kak Liong dengan hati dan penuh
hormat."
"Eh, Bong-Ciangkun, ada perlu apakah malam kau menggedor pintu? Aku merasa kaget sekal?!"
"Sekali lagi maaf, Taijin. Didalam rumah Taijin bersembunyi seorang penjahat berbahaya yang tadi sudah
menyerang dan mengacau diistana Thio-Taijin." Pangeran Song tak perlu lagi bermain sandiwara
berpura-pura kaget, oleh karena memang ia telah merasa cemas dan kaget sekali hingga tubuhnya telah
menggigil.
"Apa...? Peng... penjahat...? Bagaimana dia bisa masuk kegedungku? Tak mungkin, Ciangkun, mungkin
kau keliru."
"Jangan kuatir, Taijin. Kami akan mencarinya sampai dapat dan menggusurnya keluar dari gedung ini!,"
jawab Bong Kak Liong.
"Silahkan, silahkan! Carilah ia sampai dapat!," katanya akan tetapi wajahnya menjadi makin pucat. Bong
Kak Liong lalu memimpin anak buahnya menggeledah gedung itu. Biarpun tadi ia menyatakan hendak
menolong pangeran itu dan hendak mencari penjahat, akan tetapi sebenarnya ia melakukan
penggeledahan, seolah-olah menduga bahwa pangeran itu sengaja menyembunyikan penjahat tadi! Ia
mencari diseluruh kamar, bahkan kamar pangeran Song dan kamar para selirpun tidak dilewatinya!
Bukan main mendongkol hati pangeran itu melihat kekurang-ajaran ini akan tetapi ia tidak berani
menegur karena kuatir kalauo Bun Hong akan terdapat dan ia takkan bisa menyangkal pula. Akhirnya,
Bong Kak Liong tiba didepan kamar Kim Bwee.
"Kamar siapakah ini?," tanyanya,
"Ciangkun!" Pangeran Song memperotes. "Ini adalah kamar puteriku, jangan kau ganggu dia!"
"Maaf, Taijin. Hamba hanya melakukan tugas yang diperintahkan oleh Thio-Taijin. Penjahat itu harus
didapatkan. Bagaimana kalau ia menyerbu masuk kekamar ini dan bersembunyi didalam?" Pangeran
Song memperlihatkan muka marah.
"Bong Ciangkun! Berani benar kau mengeluarkan kata-kata yang bukan-bukan! Kamar ini adalah kamar
kedua orang puteriku, bahkan yang sulung sedang kurang enak badan, apakah kau begitu tidak percaya
kepada kami?" Bong Kak Liong merasa ragu-ragu, karena ia merasa kuatir kalau pangeran ini akan
marah, akan tetapi ia harus melakukan tugasnya dan ketakutan terhadap pangeran ini tidak ada artinya:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 79
:: CerSil KhoPingHoo :
apabila dibandingkan dengan rasa takut dan taatnya kepada Thio-Thaikam.
"Maaf, Taijin, betapapun juga, hamba harus mendapat kepastian dan menyaksikan dengan kedua mata
sendiri bahwa penjahat itu tidak bersembunyi didalam kamar ini!" Pada saat itu, daun pintu terbuka dari
dalam dan muncullah Kim Hwa diambang pintu.
"Ayah, ada apakah ramai-ramai ini? Mengapa begini banyak orang berada disini? Cici sedang sakit,
mengapa kau biarkan saja orang membuat gaduh, ayah?" Bong Kak Liong cepat memberi hormat dan
menjura.
"Maafkan hamba, Siocia. Hamba kuatir kalau penjahat yang kami kejar-kejar bersembunyi dikamar ini!"
Pucatlah muka Kim Hwa karena kuatir, dan hal ini baik sekali karena Bong Kak Liong menyangka bahwa
gadis remaja yang cantik ini merasa terkejut dan takut.
"Penjahat? Ah, lekaslah kau tangkap dia, Ciangkun! Benar-benarkah dia berada digedung kami!"
"Kami sedang mencari-carinya," kata Pangeran Song yang merasa lega, karena ia melihat bahwa kamar
itu kosong, tidak nampak bayangan Bun Hong sedangkan Kim Bwee nampak berbaring diatas
pembaringan sambil berkerudung selimut.
"Apakah betul? tidak ada siapa dikamarmu?" Kim Hwa memandang kepada ayahnya.
"Yang ada hanyalah cici yang mulai panas lagi tubuhnya, ayah." Sambil berkata demikian ia membuka
daun pintu itu agak lebar hingga Bong Kak Liong dapat melihat betapa kamar itu benar-benar kosong,
hanya terdapat Kim Bwee yang sedang berbaring diatas pembaringan sambil menutupi tubuhnya
dengan selimut dan nampak pucat sekali seperti sedang menderita sakit.
"Maaf, maaf," kata panglima itu sambil menjura. "Siocia, tutuplah pintu kamarmu kembali, tak baik bagi
saudaramu kalau terkena angin. Maafkanlah kami!" Kim Hwa menutup daun pintunya kembali dan Bong
Kak Liong lalu memimpin anak buahnya untuk mencari dilain bagian. Akan tetapi, didalam gedung itu
Sama sekali tidak terdapat bayangan Bun Hong hingga dengan amat penasaran, Bong Kak Liong terpaksa
meninggalkan gedung itu setelah minta maaf kepada Pangeran Song. Setelah melihat bahwa pemuda itu
tak dapat ditemukan didalam gedungnya, barulah Pangeran Song berani memperlihatkan giginya,
"Bong-Ciangkun, kelakuanmu tadi sungguh tak patut! Apa kau kira aku menyembunyikan seorang
penjahat? Bagus bagus! Dimanakah adanya aturan lama? Sampaipun seorang perwira biasa sajya berani
menghinaku!"
"Maafkan hamba banyak, Taijin, Hamba hanyalah menjalankan perintah Thio-Taijin," jawab Bong Kak
Liong yang merasa menyesal dan kuatir,
"Apakah Thio-Taijin juga memberi perintah kepadamu untuk memeriksa semua kamarku dan kamar
puteriku, seakan kami menyembunyikan penjahat didalam kamar kami dengan sengaja?"
"Tidak... tidak..., tapi..., tapi..." Baru menyawab sampai disitu, Pangeran Song sudah membanting daun
pintu dimuka hidung perwira itu yang segera pergi dengan mendongkol sekali. Ia memaki-maki semua
anak buahnya yang disebut "bodoh dan tolol" hingga mengejar seorang penjahat saja sampai tidak
dapat tertangkap. Iapun merasa heran sekali karena ketika ia mengadakan penggeledahan, perwira lain:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 80
:: CerSil KhoPingHoo :
menjaga disekitar gedung itu, bahkan diatas genteng dilakukan penjagaan hingga penjahat itu tak
mungkin keluar dan kabur dari gedung itu.
Maka ia lalu memerintahkan beberapa orang anak buahnya untuk mengadakan pengintaian disekeliling
gedung itu sambil bersembunyi, sementara ia pulang dengan cepat memberi laporan kepada ThioThaikam. Setelah para penggeledah itu pergi, selimut yang menutup tubuh Kim Bwee segera terbuka
dan didekat tubuh gadis itu nampak Bun Hong sedang meringkuk dan ditutupi selimut! Ia segera
melompat turun dan menjura didepan Kim Bwee yang juga sudah duduk dengan muka merah dan air
mata mengalir turun disepanjang pipinya. Ketika tadi Pangeran Song minta kepada kedua orang
puterinya untuk menyembunyikan Bun Hong, Kim Bwee dan Kim Hwa menjadi bingung sekali dan
setelah ayah mereka pergi kedua orang gadis itu hanya saling pandang dengan muka merah dan sama
sekali tidak berani memandang muka Bun Hong. Juga pemuda itu merasa malu sekali dan berkata,
"Jiwi Siocia (nona berdua), harap jiwi sudi memberi maaf kepadaku. Sesungguhnya bukan kehendakku
untuk mengganggu jiwi dan untuk bersembunyi dikamar jiwi," kata Bun Hong dengan muka merah
"Mengapa kau dikejar-kejar, taihiap?," tanya Kim Hwa. "Kami mendengar dari ayah bahwa kau adalah
seorang pendekar besar, mengapa sekarang harus bersembunyi?" Bun Hong lalu menceritakan
pengalamannya dan betapa ia dikejar-kejar oleh para perwira Thio-Thaikam,
"Kalau begitu, apabila mereka itu mendapatkan kau berada disini, tentu kami sekeluarga akan mendapat
celaka!" kata Kim Hwa pula dengan cemas.
"Itulah sebabnya maka ayahmu menyuruh aku masuk kedalam kamar ini agar para pengejar tidak akan
menyangkanya dan tidak mendapatkan aku berada digedungmu ini, nona." Oleh karena merasa kikuk
dan canggung menghadapi dua orang gadis yang cantik jelita didalam kamar mereka yang berhiaskan
perabot serba indah dan mengeluarkan keharuman yang sedap itu,
Bun Hong menjadi seakan-akan gagu dan tak dapat mengeluarkan kata-kata. Ia berdiri seperti patung
dan hanya kadang-kadang saya melirik kearah Kim Bwee dengan dada berdebar. Nona itu nampak lebih
cantik jelita daripada dulu ketika ia lihat dikelenteng. Tiba-tiba terdengar suara para penggeledah diluar
pintu dan suara Pangeran Song mencegah mereka membuka pintu itu. Kedua orang gadis itu menjadi
pucat sekali dan tubuh mereka menggigil sedangkan Bun Hong telah bersiap-sedia untuk menerjang
keluar! Tiba-tiba Kim Bwee yang semenjak tadi diam saya, hanya duduk ditepi pembaringan sambil
bermain-main dengan ujung lengan bajunya yang panjang dan menundukkan kepala, melompat berdiri
dan mendekati Bun Hong lalu berbisik,
"Taihiap, lekas! Lekas kau naik kepembaringanku!" Dalam keadaan seperti itu, Bun Hong tak dapat
merasa ragu-ragu atau malu lagi. Ia segera naik kepembaringan dan menurut saya ketika Kim Bwee
menutupi tubuhnya dengan selimut yang harum baunya! Bun Hong meringkuk dibawah selimut dan
memasang telinga, siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Akan tetapi tiba-tiba ia merasa sesuatu
yang halus dan lunak menyentuh tubuhnya dan keharuman yang dibauinya tadi makin mengeras.
Karena tadinya ia memejamkan mata, maka segera ia membuka matanya dan dadanya berdenjut hebat
ketika ia mendapat kenyataan bahwa tubuh Kim Bwee sudah berada dibawah selimut pula, hanya
kepala gadis itu saya yang keluar dari selimut! Ternyata tanpa ragu-ragu lagi gadis itu telah berpura-pura
sakit dan menyembunyikan tubuh Bun Hong dibawah selimutnya!
Tentu saya Bun Hong merasa malu dan jengah sekali ia tidak berani berkutik, bahkan bernapaspun tak:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 81
:: CerSil KhoPingHoo :
berani! Bun Hong mendengarkan percakapan yang terjadi ketika Kim Hwa membuka pintu. Gadis remaja
itu ternyata cerdik sekali dan setelah melihat encinya berbaring dan berselimut dan pemuda itu telah
bersembunyi dengan baik didalam selimut, lalu membuka pintu dan menjalankan aksinya dengan
sempurna hingga tidak saja para pengejar dapat ditipunya, bahkan ayahnya sendiripun merasa heran
sekali. Sesungguhnya Pangeran Song sendiri tidak pernah mengira bahwa Bun Hong disembunyikan
didalam selimut, dan disangkanya bahwa pemuda itu sudah pergi dari kamar atau bersembunyi dilain
tempat. Setelah para penggeledah pergi jauh, Bun Hong segera melompat turun dan Kim Bwee bangun
duduk dengan air mata mengalir turun disepanjang pipinya.
"Siocia," kata Bun Hong dengan suara menggetar, "Banyak terimakasih kuhaturkan atas budi
pertolonganmu, dan berilah maaf sebanyaknya karena gangguanku ini!" Sambil terisak dan air matanya
mengucur makin deras, Kim Bwee menyawab,
"Taihiap... kau tentu memandang aku sebagai seorang gadis tak tahu malu dan rendah sekali... ah,
apakah kata orang kalau mendengar tentang peristiwa ini...? Taihiap, kau harus tahu bahwa aku
melakukan hal yang melanggar kesopanan itu semata-mata untuk menolong leher kami sekeluarga dari
ancaman pedang hukuman, bukan karena hendak menolongmu!" Bun Hong sadar bahwa ia telah salah
bicara.
"Tentu, tentu, Siocia. Kau cerdik dan bijaksana sekali." Song-Taijin membuka pintu dan masuk kedalam
kamar itu dengan muka masih pucat. Melihat betapa Bun Hong telah berdiri dan menundukkan kepala,
ia merasa heran sekali. Kim Bwee segera lari dan menjatuhkan diri didepan kaki ayahnya sambil
menangis tersedu-sedu.
"Eh, eh... kau kenapakah...?," tanyanya heran melihat betapa puterinya menangis demikian sedihnya.
Pada saat itu, Song-hujin juga berlari masuk kedalam kamar itu. Ketika terjadi penggeledahan tadi,
nyonya ini berdiam didalam kamarnya dengan ketakutan. Nyonya ini Sama sekali tidak tahu apakah yang
sedang terjadi. Kini melihat betapa puterinya menangis dan berlutut didepan kaki suaminya dan melihat
seorang pemuda berdiri dikamar puterinya, ia menjadi kuatir dan heran sekali.
"Apa... apa yang telah terdiadi...?" Dengan singkat Kim Hwa lalu menuturkan segala peristiwa itu kepada
ibunya, betapa untuk menolong keluarga mereka dari bencana, terpaksa Kim Bwee telah
menyembunyikan Bun Hong dalam... selimutnya sendiri! Mendengar ini, nyonya Song juga menangis
sedih dan menegur suaminya,
"Dasar kau yang tidak dapat menjaga nama! Bergaul dengan segala pembunuh! Kalau sudah terjadi
demikian bukankah kau telah mencemarkan nama dan kehormatan anakmu sendiri?" Tadinya Bun Hong
merasa heran sekali mengapa Kim Bwee menangis demikian sedihnya, akan tetapi setelah mendengar
ucapan nyonya ini, maklumlah dia bahwa sesungguhnya adalah hal yang amat memalukan dan menodai
nama kehormatan gadis itu yang telah menyembunyikan seorang pemuda asing didalam selimut dan
berbaring bersama diatas satu pembaringan! Pangeran Song membanting kakinya dan memegang
lengan Bun Hong yang segera ditariknya keluar dari kamar itu,
"Hiburlah hatinya dan jaga jangan sampai ia melakukan hal yang bukan-bukan!," katanya kepada
isterinya, dan makin bercekatlah hati Bun Hong ketika ia dapat menduga maksud kata-kata pangeran itu.
Mungkinkah gadis yang telah menolongnya itu akan membunuh diri karena malu? Ah, celakalah kalau
sampai terjadi hal demilian! Ketika pangeran itu bertanya, ia lalu menuturkan dengan panjang lebar
tentang percobaannya membunuh Thio-Thaikam yang gagal karena penjagaannya yang memang amat:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 82
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 83
:: CerSil KhoPingHoo :
kuat itu.
"Kau masih untung, hiante. Kalau malam ini Tek Po Tosu dan Bong Kak Im-Ciangkun berada disana,
sukarlah bagimu untuk dapat melepaskan diri dari kepungan mereka!" Ia lalu menceritakan tentang
kegagahan kedua orang itu yang dalam hal ilmu silat masih jauh lebih lihai daripada Bong Kak Liong.
"Akan tetapi, sukurlah bahwa bahaya telah lewat hingga tidak saja kau masih selamat, bahkan kami
sekeluargapun terlepas daripada bencana hebat!," sambungnya sambil menarik napas lega. Akan tetapi,
Song Hai Ling ternyata memandang terlampau rendah terhadap kecerdikan Thio-Thaikam. Ia tidak tahu
bahwa orang kebiri itu selain berpengaruh, juga mempunyai pembantu yang cerdik sekali hingga ketika
meninggalkan gedung itu, Bong Kak Liong diam telah menaruh beberapa orang penjaga mengintai
disekeliling rumah itu, melihat kalau pemuda yang mereka kejar-kejar keluar dari gedung. Baiknya
Pangeran Song berlaku hati sekali dan mencegah ketika Bun Hong berpamit hendak meninggalkan
gedung itu.
"Jangan pergi sekarang, Tan-hiante. Setelah adanya peristiwa tadi, tentu terdapat banyak penjaga yang
berkeliaran didalam kota, dan kalau mereka itu melihat kau keluar dari gedung ini malam, tentu kau
akan dicurigai dan kembali keluarga kami akan dicurigai pula. Tadi kau katakan bahwa ketika kau
menyerbu ke istana Thio-Thaikam kau telah menutupi mukamu dengan sapu tangan. Hal ini baik dan
cerdik sekali, karena dengan demikian, tidak ada orang yang mengenal mukamu. Besok saja, dengan
terangan kau boleh keluar dari rumah kami dan keluar kota tanpa menimbulkan kecurigaan."
Dengan demikian, Bun Hong tinggal didalam gedung itu semalam suntuk, dan selama itu ia mengadakan
percakapan dengan Song Hai Ling. Mereka telah merasa lega dan menyangka bahaya benar-benar telah
lewat, Sama sekali tidak pernah menduga bahwa Thio-Thaikam yang cerdik itu masih mempunyai
sebuah langkah yang hendak dilakukan untuk menyelidiki keadaan Pangeran Song! Pada keesokan
harinya, pagi-pagi sekali, Pangeran Song yang sedang duduk bercakap-cakap dengan Bun Hong diruang
tengah, dikejutkan oleh laporan penjaga pintu bahwa telah datang berkunjung dipagi buta itu... ThioThaikam sendiri, diiringi oleh Bong Kak Liong dan Tek Po Tosu yang datang malam tadi! Bukan main
terkejut dan takutnya hati Pangeran Song mendengar ini, hingga untuk beberapa lama ia berdiri dari
kursinya dan memandang kepada Bun Hong dengan muka pucat dan diam seperti patung!
"Apakah siauwte harus pergi bersembunyi lagi, Taijin?," tanya Bun Hong dengan tenang karena pemuda
ini sedikitpun tidak merasa takut.
"Jangan, tidak ada gunanya!," jawab Pangeran Song, Setelah orang-tua yang cerdik ini memutar otak,
"Kau duduklah saja dengan tenang dan jangan kau heran apabila nanti kau kuperkenalkan sebagai calon
menantuku!"
Lalu la meninggalkan pemuda itu yang duduk dengan bengong untuk membuka pintu dan menyambut
kedatangan tamu agung itu. Sementara itu, Bun Hong merasa terkejut sekali mendengar pernyataan
Pangeran Song tadi. Ia diperkenalkan sebagai calon menantu? Sebagai tunangan... Kim Bwee Siocia yang
cantik jelita? Ah, tak boleh jadi! Mana Siocia itu sudi menjadi isterinya? Dan pula... tiba-tiba ia teringat
kepada Kui Eng, sumoinya yang amat dicintainya itu. Lalu terbayang pula bahwa Kui Eng tentu telah
menjadi tunangan suhengnya hingga tak perlu ia mengenangkan gadis itu lebih lama lagi. Betapapun
juga, ia harus menolak pertunangan yang hanya dilakukan dengan pura-pura dan hanya untuk menipu
Thio-Thaikam belaka ini! Ia tidak sudi berlaku pengecut dihadapan Thio-Thaikam. Lebih baik ia:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 84
:: CerSil KhoPingHoo :
melakukan perlawanan.
Ia tidak takut, biarpun harus menghadapi Tek Po Tosu yang katanya berilmu sangat tinggi itu! Lebih baik
mati sebagai seekor harimau daripada hidup seperti babi! Akan tetapi, tiba-tiba ia teringat bahwa kalau
ia memberontak, tentu seluruh keluarga Song akan tertimpa bencana hebat. Mereka sekeluarga akan
ditangkap dan dihukum, mungkin dihukum mati karena dituduh membantu pemberontak dan menjadi
pengkhianat! Dan kalau hal itu terjadi, semata-mata adalah karena kesalahannya. Sedangkan keluarga
Pangeran itu telah begitu baik terhadapnya, telah menolongnya, bahkan nona Kim Bwee yang cantik
jelita itu telah menolongnya dengan cara yang sukar dapat dilakukan oleh gadis lain! Ia tak sempat
berpikir lebih lanjut lagi oleh karena pada saat itu, para tamu telah masuk dengan tindakan lebar. Bun
Hong melihat bahwa yang datang benar adalah Thio-Thaikam sendiri yang masih dibalut lengannya,
Diiringkan oleh seorang tosu yang tinggi kurus berusia sedikitnya lima puluh tahun bersama perwira
yang malam tadi menyerangnya dengan golok secara hebat itu, yakni Bong Kak Liong! Baiknya Pangeran
Song yang cerdik dan hati, malam tadi telah menyuruh Bun Hong berganti pakaian dan memberi
pinjaman sestel pakaian pelajar hingga ketika para tamu itu tiba disitu, mereka melihat seorang pemuda
pelajar yang tampan dan halus duduk diatas sebuah bangku diruang tengah itu. Ingin sekali Bun Hong
melompat dan menerkam Thaikam itu dan membunuhnya dengan sekali pukul, akan tetapi ia dapat
menekan kemarahannya, bahkan ketika diperkenalkan, ia lalu menjatuhkan diri berlutut sebagaimana
layaknya seorang siucai (pelajar) memberi hormat kepada seorang yang berpangkat demikian tinggi
seperti Thio-Thaikam.
"Song-Taijin, siapakah pemuda tampan ini, belum pernah aku melihatnya," kata Thio-Thaikam,
sedangkan Bong Kak Liong memandang dengan mata tajam.
"Dia adalah calon menantuku tunangan puteriku yang sulung, bernama Tan Bun Hong," jawab Pangeran
Song sambil tersenyum memperkenalkan.
"Heran, mengapa malam tadi hamba tidak melihat Kongcu ini!," tiba-tiba Bong Kak Liong berkata hingga
Thio-Thaikam cepat memandang kepada Bun Hong dengan mata tajam. Baiknya Pangeran Song masih
dapat menetapkan hatinya hingga wajahnya tidak menjadi pucat, akan tetapi ia tidak tahu harus
menyawab bagaimana! Bun Hong cepat menolong Pangeran Song dengan bersenyum dan berkata,
"Bong-Ciangkun," katanya dengan suara tetap dalam keadaan seperti itu, mana Ciangkun dapat
memperhatikan siauwte yang tak berguna ini? Terus terang saya, siauwte melihat semua kejadian itu
karena malam tadi siauwte juga ikut melakukan penjagaan bersama sekalian penjaga dan karena
siauwte mengenakan pakaian penjaga, tentu saya Ciangkun tidak melihat siauwte."
Pangeran Song adalah seorang yang hati-hati dan semua penjaganya terdiri dari orang yang dipercaya
penuh dan setia, maka ketika mendengar ucapan Bun Hong ini, seorang penjaga segera diam-diam pergi
keluar dan memberitahu kepada semua kawannya agar mereka mengaku bahwa Bun Hong benar-benar
ikut menjaga dengan mereka malam tadi! Sementara itu, biarpun masih curiga, akan tetapi mendengar
jawaban ini, Bong Kak Liong hanya menganggukkan kepala. Sementara itu, tiba-tiba Tek Po Tosu lalu
melangkah maju menghadapi Bun Hong dan berkata,
"Tan-Kongcu, mendengar bahwa kau adalah calon menantu Song-Taijin, sudah sepantasnya pinto
mengucapkan kionghi (selamat)?" Sambil berkata demikian, pertapa itu lalu menjura dan mengangkat
kedua tangannya memberi hormat. Angin pukulan yang hebat menyambar kearah dada Bun Hong yang:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 85
:: CerSil KhoPingHoo :
juga membalas hormat itu dengan menjura. Melihat datangnya serangan gelap ini, kaget sekali hati Bun
Hong.
Ia hendak menolak angin pukulan itu atau mengelak, akan tetapi karena iapun mempunyai kecerdikan
dan ketajaman otak, cepat ia maklum bahwa ini adalah ujian yang amat berbahaya dari tosu itu! Kalau ia
mengelak atau menolak serangan itu, tentu rahasianya akan terbuka dan akan mereka ketahui bahwa ia
adalah seorang berilmu tinggi, maka ia lalu menyimpan kembali tenaganya dan menjura dengan biasa
saya, membiarkan serangan itu memukul dadanya! Akan tetapi, Tek Po Tosu yang lihai dan licin itu
setelah melihat pemuda itu tidak memperlihatkan reaksi sesuatu, cepat menarik kembali pukulannya
dan hal ini amat mengagumkan hati Bun Hong oleh karena tidak sembarangan orang dapat menarik
kembali pukulan lweekang yang sudah dilakukan untuk menyerang orang dari jauh! Tek Po Tosu tertawa
gelak dan berkata kepada Bong Kak Liong,
"Ciangkun, jangan kau terlalu curiga. Tan-Kongcu adalah seorang terpelajar, mana ia dapat
dipersamakan dengan seorang penjahat yang lihai?" Baik Bong Kak Liong, maupun Thio-Thaikam,
maklum bahwa tosu ini telah menguji, karena memang mereka tahu akan kecerdikan dan kelihaian tosu
tua ini. Maka hati Thio-Thaikam menjadi lega. Sementara itu, Pangeran Song lalu mempersilahkan tamutamunya mengambil tempat duduk.
"...Agak mengherankan hatiku mengapa Thio-Taijin pagi sekali datang mengunjungi rumahku. Apakah


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

artinya penghormatan besar ini?," kata Pangeran Song yang tidak terlalu banyak menggunakan
peradatan terhadap Thaikam itu oleh karena selain ia masih keluarga Kaisar juga ia memang mempunyai
adat yang tinggi dan tidak mau merendahkan diri terhadap Thaikam yang amat berpengaruh itu. ThioThaikam menarik napas dan setelah membanting dirinya yang gemuk itu diatas kursi, ia berkata,
"Aku datang hendak meminta maaf atas kelancangan Bong-Ciangkun malam tadi, yang dilakukannya
atas perintahku. Seorang penjahat keji telah datang menyerbu dan melukai aku, dan ketika dikejar,
penjahat itu menurut keterangan para pengejar, lari dan melompat keatas genteng rumahmu."
"Ah, tidak apa, Thio-Taijin. Aku sudah mendengar hal itu dari Bong-Ciangkun, hanya lain kali saya harap
Bong-Ciangkun lebih percaya terhadap orang sendiri!," jawab Song Hai Ling sambil memandang tajam
kepada perwira itu yang menundukkan muka dengan muka merah Kembali Thio-Thaikam menarik napas
panjang. "Yang amat mengherankan hatiku, Song-Taijin, ialah persamaan pendapat antara penjahat
yang mengacau itu dengan kau!" Pangeran Song bangun dari tempat duduknya dengan penasaran,
"Thio-Taijin, apakah maksud perkataanmu itu?" Thio-Thaikam mengeluarkan surat yang dilempar
dengan pisau oleh penyerang malam tadi. "Lihatlah ini, penyerangannya itu didasarkan rasa penasaran
karena pajak, sama benar dengan permohonan dan protesmu kepada Kaisar dulu mengenai pajak pula!
Pangeran Song membaca surat itu yang berbunyi,
"MELALUI PAJAK MEMERAS RAKYAT, PEMBESAR KEPARAT HARUS MATI DIUJUNG PEDANG!"
"Thio-Taijin, aku tidak melihat persamaan yang kau sebutkan itu aku mengajukan permohonan dengan
maksud baik, bukan menggunakan pedang!"
"Tenanglah, Song-Taijin. Karena kau tidak campur tangan dalam urusan ini, akupun takkan berpanjanglebar. Akan tetapi, kita sama adalah orang yang menghadapi langsung tentang urusan pajak itu, dan kau
bahkan bertugas menerima dan mengumpulkan hasil pemungutan pajak. Sekarang timbul gejala:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 86
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 87
:: CerSil KhoPingHoo :
pemberontakan tentang pajak ini, sudah sepatutnya kalau kita merundingkan dan mengatur langkah
bagaimana baiknya. Kalau menurut pendapatmu bagaimanakah, Song-Taijin?!"
"Aku adalah seorang bendahara kerajaan yang tidak berwenang mengatur hal ini," jawab Pangeran Song
dengan hati-hati, "Bagaimana aku berani menyatakan pendapat? Pendapat seorang seperti aku hanya
akan menimbulkan kecurigaan orang belaka!" Kata-kata yang mengandung sindiran ini diterima oleh
Thio-Thaikam dengan senyum.
"Lupakanlah hal yang sudah lalu, Song-Taijin. Baiklah, kalau kau tidak mau menyatakan pendapat,
dengarlah pendapatku. Orang yang tidak setuju dengan peraturan pajak itu, hanyalah orang yang jahat
dan malas, yang memang sengaja ingin menyelundupkan pajak kekantong sendiri. Memang sifat mereka
itu selalu tidak puas dengan peraturan pemerintah, diberi sedikit ingin banyak, diberi banyak masih
belum puas. Oleh karena itu, jalan satu?nya ialah menggunakan tangan-besi. Mulai sekarang, setiap kali
pembesar-pembesar didaerah-daerah menyetor pajak, harus diberi peringatan bahwa siapa saya yang
tidak mau menyetorkan pajak dengan lengkap dan cukup tidak dihukum cambuk lagi, akan tetapi
dihukum mati!"
"Thio-Taijin!," seru Pangeran Song, "akan tetapi, rakyat sudah cukup menderita!"
"Kau maksudkan kami yang mendatangkan penderitaan itu?" tanya Thio-Thaikam dengan suara
mengancam.
"Bukan, bukan!," jawab Pangeran Song cepat. "Maksudku, mereka cukup menderita yang didatangkan
oleh musim kering. Hasil sawah mereka tidak mencukupi."
"Aah, alasan kosong belaka! Hanya untuk penutup kemalasan mereka!" Kemudian Thio-Thaikam setelah
menegaskan sekali lagi bahwa peraturan baru ini harus selekasnya dikerjakan, lalu pergi meninggalkan
gedung itu. Pangeran Song dan Bun Hong mengantar sampai dipintu dan Thaikam itu berkata lagi sambil
tersenyum kepada Bun Hong,
"Tak kusangka bahwa kaulah yang kejatuhan bintang dan mendapat kebahagiaan menjadi calon suami
Song-Siocia. Kionghi, kionghi! Harap saja upacara pernikahan takkan ditunda hingga aku dapat
menikmati arak pengantin!" Lalu ia tertawa terbahak-bahak dan meninggalkan tempat itu, diiringkan
oleh kedua orang panglimanya dan para perwira yang menjaga diluar gedung. Setelah Thaikam itu pergi
dan mereka kembali kedalam gedung, Bun Hong mengerutkan giginya dan berkata dengan gemas,
"Ingin sekali aku mencekik batang leher keparat busuk itu!" Kemudian ia teringat akan tipu muslihat
Pangeran Song tadi, maka dengan muka merah ia berkata,
"Taijin, mengapa kau mempergunakan alasan yang demikian menyulitkan?" Pangeran Song menghela
napas.
"Tan-hiante, aku memang tidak main-main dan setelah apa yang terjadi, kau harus menolong kami dan
suka menerima Kim Bwee sebagai calon isterimu. Ketahuilah bahwa Kim Bwee adalah seorang anak
yang keras hati dan pegang teguh kehormatan dan nama, maka setelah apa yang terjadi didalam
kamarnya, kalau kau tidak menerimanya sebagai isteri, aku kuatir sekali kalau ia akan membunuh diri
untuk penebus rasa malu! Itu hal pertama, kedua, kalau kita tidak menggunakan alasan seperti itu, tentu
akan terbuka rahasiamu dan kita semua akan mendapat celaka. Ketiga, terus terang saja, aku suka:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 88
:: CerSil KhoPingHoo :
kepadamu, hiante, dan aku akan merasa puas dan beruntung mendapat seorang menantu seperti
engkau."
"...Akan tetapi...," kata Bun Horg.
"Akan tetapi apakah? Apakah kau sudah beristeri?" Bun Hong menggelengkan kepalanya. "...Sudah
bertunangan dengan gadis lain?" Kembali Bun Hong menggelengkan kepala..
"Kalau begitu, apakah lagi halangannya? Atau barangkali.... kau anggap puteriku kurang pandai dan
kurang cantik?"
"Ah, bukan demikian, Song-Taijin. Song-Siocia adalah seorang puteri yang amat cantik dan bijaksana,
akan tetapi..." ia teringat kembali kepada Kui Eng yang segera diusirnya dengan ingatan bahwa gadis itu
telah bertunangan dengan suhengnya.
"Apakah kau tidak mencintai puteriku?" Bun Hong menjadi gagap.
"Aku... siauwte.... bagaimana berani mencintai seorang begitu mulia seperti Song-Siocia...?" Pangeran
Song tertawa geli dengan hati girang. Jawaban ini cukup memaklumkannya bahwa pemuda ini pada
hakekatnya tidak menolak.
"Sudahlah, hiansai (menantu), kau memang berjodoh untuk menjadi suami Kim Bwee. Aku
menyerahkan anakku itu dengan tulus-ikhlas dan biarlah sekarang juga aku mengumumkan hal ini dan
memberitahukan kepada gakbomu (ibu mertuamu) dan kepada Kim Bwee sendiri!" Betapapun juga, Bun
Hong harus mengakui bahwa Kim Bwee adalah seorang dara yang jelita dan dalam hal kecantikan tidak
kalah oleh Kui Eng, dan hatinya memang amat tertarik oleh kejelitaan gadis itu maka kini demi
menolong keluarga Song yang sudah memberitahukan pertunangan itu kepada Thio-Thaikam hingga hal
itu tak dapat dan tak mungkin dibatalkan lagi, lalu menjatuhkan diri berlutut didepan Pangeran Song dan
berkata perlahan,
"Apakah yang dapat siauwte ucapkan selain terimakasih Kau telah melimpahkan budi yang sebesar
gunung dan yang tak mungkin dapat dibalas, Taijin."
"Hai, mengapa kau masih menjebut Taijin? Berlakulah yang pantas, hiansai!" Dengan muka merah Bun
Hong lalu menjebut perlahan,
"Gakhu... (ayah mertua)....." Kembali Pangeran Song tertawa gelak dengan hati girang, kemudian orangtua ini berjalan masuk keruang tempat tinggal puterinya untuk menyampaikan berita girang ini kepada
Kim Bwee dan ibunya. Sekarang kita mengikuti perjalanan Kui Eng, gadis yang meninggalkan Kuil KwanIm-Bio dengan marah.
Selain merasa marah, ia juga merasa kasihan kepada Beng Han, karena tak pernah disangkanya bahwa
twa-suhengnya itu ternyata menaruh hati mencinta kepadanya. Ia memang suka sekali kepada Beng Han
yang dapat dipercaya dan dapat pula diandalkan, akan tetapi rasa sukanya ini adalah rasa suka seorang
adik terhadap seorang kakaknya, dan sekali-kali tak pernah terlintas dalam pikirannya untuk mendengar
pinangan yang datangnya dari Beng Han. Demikianpun terhadap Bun Hong, ia mempunyai perasaan
yang sama dan menganggap Bun Hong sebagai kakaknya kedua. Ia tak pernah mengira bahwa Beng Han
menaruh hati mencinta karena pemuda yang alim ini selalu kelihatan pendiam, dan bahkan kalau ada:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 89
:: CerSil KhoPingHoo :
persangkaan, maka persangkaan hatinya itu ditujukan kepada Bun Hong yang seringkali belakangan ini
memandangnya dengan sinar mata ganjil dan kagum seperti yang ia lihat pada mata pemuda lain.
Biarpun ia merasa sunyi sekali melakukan perjalanan seorang diri akan tetapi hatinya merasa lega oleh
karena kini ia tak usah memusingkan urusan itu. Kalau ia harus mengadakan perjalanan bersama Beng
Han yang telah diketahuinya mencintainya sebagai seorang pemuda mencintai seorang dara, tentu ia
akan merasa jengah dan sungkan serta tidak leluasa lagi. Sebagai seorang pendekar wanita, tiap kali
terjadi sesuatu hal yang memerlukan pertolongannya. Kui Eng tidak ragu untuk mengulurkan tangan dan
melakukan pertolongan hingga tidak sedikit ia telah menolong orang yang sengsara dan membasmi
orang jahat yang mengandalkan kekuasaan dan kepandaian untuk menghina dan menindas orang lain.
Seperti yang telah dikatakannya kepada Beng Han dulu ketika ia mau berangkat merantau, ia hanya
mengandalkan kedua kakinya dan pergi kemana saya membawa dirinya.
Ia tidak mempunyai tujuan tertentu oleh karena ia tidak tahu kemana ibunya telah pergi waktu
kekacauan terjadi. Pada suatu pagi, beberapa bulan kemudian semenjak ia merantau, Kui Eng tiba
disebuah dusun yang dilalui oleh jalan besar yang menuju ke kotaraja. Ketika ia berjalan memasuki
dusun itu tiba-tiba telinganya mendengar suara ribut didalam dusun itu. Kui Eng mempercepat tindakan
kakinya dan sebentar saja ia melihat tiga orang pemuda pelajar sedang dikelilingi oleh banyak orang dan
diejek dengan kata menghina. Sebagian besar orang yang mengelilinginya itu adalah petani? biasa yang
merupakan penonton-penonton belaka, akan tetapi yang betul sedang mengejek dan menghina ketiga
orang muda itu adalah seorang laki-laki bermuka hitam yang dibantu oleh kawan-kawannya berjumlah
delapan orang.
"Ha, ha, tiga orang cacing buku yang bisanya hanya mencoret-coret diatas kertas! Apakah
kepandaianmu sebenarnya? Kalian paling? hanya mengikuti ujian dan setelah mendapat pangkat lalu
menjadi kepala besar dan menggunakan kedudukan untuk menindas kami! Apakah kau bisa
menggunakan cangkul dan menanam gandum? Ha, ha! Kalau tidak ada orang kasar seperti kami, apa
kau kira kau akan dapat hidup? Kurasa memegangpun kau takkan kuat!," kata seorang diantara mereka.
"Orang-orang macam inilah yang menjadi calon pemeras dan penindas kita!" si muka hitam berkata
sambil menunjuk kearah hidung ketiga pemuda itu. "Orang-orang macam ini harus dibikin mampus agar
kita tidak ditambahi penindasan dari tiga orang calon pembesar ini!"
Mendengar anjuran si muka hitam, kawan-kawannya lalu maju mengurung dengan sikap amat
mengancam. Sementara itu, para petani yang sudah terlalu kenyang mengalami penindasan dan
pemerasan dari petugas pemerintah, hanya memandang dengan tersenyum seakan-akan ketiga orang
pelajar itu adalah badut-badut yang sedang menjual lagak. Kui Eng memperhatikan tiga orang muda itu.
Mereka itu berpakaian pantas, seperti biasa anak pelajar, dan usia mereka rata-rata kurang lebih enam
belas tahun. Wajah mereka tampan dan sikap mereka lemah-lembut dan halus. Seorang diantara ketiga
orang pemuda itu, yang bermuka tampan sekali dan bermata tajam bagaikan bintang dilindungi alis yang
tebal dan panjang menghitam berbentuk golok, nampak tenang dan tabah menghadapi ejekan ini,
sedangkan kedua orang kawannya telah menjadi pucat mendengar ancaman mereka itu.
"Cuwi sekalian," kata pemuda yang tabah itu dan suaranya ternyata nyaring dan halus hingga menarik
perhatian Kui Eng, "kami bertiga adalah pelajar-pelajar yang hendak menempuh ujian di kotaraja dan
sama sekali kami tidak mengerti tentang pemerasan dan penindasan. Melihat sikap cuwi, barangkali
telah terjadi penindasan, akan tetapi, kami tidak mempunyai sangkut-paut dengan hal itu. Harap cuwi
suka berpikir dengan matang dan jangan memandang orang dengan sama rata saja." Si muka hitam:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 90
:: CerSil KhoPingHoo :
meludah keatas tanah.
"Cih! Begitulah lagak kutu? buku yang busuk dan jahat Pandainya memutar pena-bulu dan lidah. Coba
kau jawab, untuk apa kau mempelajari semua kepintaran bicara dan menulis itu? Apakah gunanya itu
bagi kami? Akan tetapi sebaliknya. kami mengayun cangkul menghasilkan gandum dan padi bukan untuk
mengenyangkan perut kami sendiri, bahkan perut kalian bertiga ini kalau tidak diisi oleh hasil tanaman
dan cangkulan kami mau diisi dengan apakah?"
"Cuwi," kata pelajar itu pula dengan senyum ramah, "Kami dapat mengetahui dan menghargai jasa
kalian sebagai petani. Akan tetapi hendaknya diingat bahwa masing-masing orang memiliki bakat dan
lapangan kerja sendiri? melayani bidang masing-masing untuk memajukan negara dan bangsa. Kalau
semua orang harus menjadi petani, siapakah yang akan mengerjakan dan membuat barang kebutuhan
lain? Kita harus hidup bersama saling menolong dan saling mengisi kebutuhan masing, baru kita bisa
hidup dengan tenteram dan damai, penuh kebahagiaan."
"Cih, pandainya memutar lidah! Pendeknya orang macam kalian ini tidak berguna. Bisanya hanya
memeras rakyat petani! Kalian harus ditumpas, dibunuh semuanya!," kata si muka hitam sambil
melangkah maju. "Lihat, muka kalian sudah pucat karena takut. Cih! Pengecut, penakut, laki-laki lemah!"
Pemuda itu menjadi marah.
"Laki-laki kasar yang tidak tahu akan sopan-santun! Apakah kesalahan kami maka kau berlaku sekasar ini
dan tanpa alasan memaki orang?"
"Eh, eh, kau hendak melawan? Beranikah kau melawan aku si macan hitam? Lihatlah, saudara," lihatlah
baik?! Kutu-buku ini hendak bertanding melawan aku!," kata si muka hitam sambil tertawa gelak, dan
semua orang ikut mentertawakan pemuda pelajar itu.
"Hek-houw-ko! (macan hitam). Aku bukanlah seorang yang pandai berkelahi dan tenagakupun lemah
tidak seperti tenagamu yang terlatih, akan tetapi aku cukup jantan dan aku tidak takut kepada siapapun
juga apabila aku bersalah. Kuharap kau tidak menghina kami karena bukan maksud kami meninggalkan
rumah melakukan perjalanan jauh untuk mencari permusuhan!"
"Ha, ha, ha, pintarnya ia mencari alasan untuk menyembunyikan rasa takutnya! Ayoh, majulah kau,
hendak kuhancurkan kepalamu! Lawanlah kalau kau benar-benar seorang laki-laki!" Sambil berkata
demikian, Hek-houw melangkah maju dan sekali ia menggerakkan tangan, baju pemuda pelajar itu
ditariknya hingga robek dibagian dada dan nampaklah kulit dadanya yang putih. "Ha, ha! Ayoh kau
lawanlah aku!" Betapapun juga, pemuda itu Sama sekali tidak kelihatan takut dan dengan senyum sindir
ia berkata,
"Baik busuknya hati orang bukan dilihat dari pekerjaannya, akan tetapi dari perbuatan dan sikapnya.
Sikapmu ini menunjukkan bahwa kau tidak patut menjadi petani yang baik dan paling tepat orang
seperti engkau ini disebut penjahat yang kasar dan rendah!"
"Ang-heng... sudahlah jangan kau menyawab, biarkan saja!," mencegah seorang pelajar lain yang
kelihatannya takut sekali.
"Mengapa kita harus takut, Lie-te? Kita tidak bersalah apa-apa, dan orang yang tidak bersalah takkan
takut mati, karena biarpun sampai terbunuh, kematiannya adalah kematian yang mulia!," jawab:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 91
:: CerSil KhoPingHoo :
pemuda itu dengan suara gagah. Sementara itu, si muka hitam yang disebut penjahat kasar dan rendah,
menjadi marah sekali dan berseru keras lalu mengajun tangan memukul kearah muka pemuda itu yang
Sama sekali tidak mundur ketakutan, bahkan memandang dengan tajam. Akan tetapi, sebelum pukulan
si muka hitam itu mengenai muka pemuda itu, tiba-tiba si muka hitam berseru kaget karena tubuhnya
ditarik orang dari belakang yang membuatnya terguling roboh. Ketika ia melompat bangun dengan
cepat, ternyata bahwa yang menariknya roboh itu adalah seorang gadis berpakaian warna hijau yang
cantik dan gagah sekali sikapnya.
"Eh, muka hitam, kau memang jahat, kasar dan rendah!," kata Kui Eng sambil bertolak pinggang
menghadapi si muka hitam itu. Bukan main marahnya Hek-houw.
"Siluman perempuan! Siapakah kau yang berani berlancang tangan membela kutu-buku ini? Apakah kau
tunangan atau kekasih mereka?" Merahlah wajah Kui Eng mendengar hinaan ini.
"Bangsat bermulut kotor. Apa kau ingin mampus?" Sambil berkata demikian, tangan kanannya melayang
kearah mata si muka hitam yang segera mengelak, akan tetapi tangan kanan itu sebetulnya hanya
merupakan ancaman belaka, karena segera disusul dengan tamparan tangan kiri yang melayang kepipi si
muka hitam.
"Plok!!" dan mengaduhlah si muka hitam. Dua buah giginya copot dan bibirnya berdarah!
"Bangsat perempuan!," bentaknya sambil mencabut golok dan dengan marah sekali ia menyerang
dengan goloknya, membacok kearah leher Kui Eng. Dara itu cepat mengelak dan ketujuh orang kawan si
muka hitam lalu maju pula mengeroyok. Akan tetapi, segera terdengar teriakan kesakitan dan seruan
kaget dari semua penonton ketika tubuh Kui Eng tiba-tiba lenyap berobah menjadi bayangan hijau yang
berkelebatan dan dimana saja tubuhnya berkelebat, pasti seorang pengeroyok roboh terpelanting dan
senjatanya terpental jauh! Si muka hitam sendiri terkena tendangan Kui Eng pada dadanya hingga ia
terlempar jauh dan jatuh pingsan! Sebentar saja, delapan orang pengeroyok itu telah rebah malangmelintang sambil merintih-rintih! Sambil bertolak pinggang, Kui Eng lalu menuding kearah si muka hitam
dan berkata,
"Orang macam kau ini memang jahat dan kejam! Kau berpura-pura dan mengaku sebagai petani, akan
tetapi aku tidak percaya bahwa kau adalah seorang petani tulen! Petani biasanya berwatak jujur dan
baik, sedangkan watakmu adalah watak bajingan atau perampok jahat. Tidak semua pembesar berhati
buruk dan tidak semua pelajar menjadi calon pembesar jahat! Ketiga orang Kongcu ini hanya lewat disini
dan tidak mempunyai dosa apa-apa, mengapa kalian mengganggu mereka? Tidak tahu malu!" Si muka
hitam yang sudah siuman kembali lalu merangkak-rangkak pergi diikuti oleh kawan-kawannya.
"Awas, akan kubunuh kalian kalau kita bertemu lagi!," katanya. Mendengar ancaman ini, Kui Eng
tertawa dan menyawab,
"Orang macam kau hendak mengancam aku? Betul kau tak tahu diri!" Para penduduk dusun yang
menyaksikan kegagahan Kui Eng, lalu memuji dengan kagum. Mereka memberitahu bahwa delapan
orang itu adalah orang gelandangan yang pekerjaannya hanya mengganggu penduduk minta makan.
minta uang dan lain. Mereka adalah penjudi yang tak tentu tempat tinggalnya, hingga mereka
merupakan penambah beban bagi orang dusun yang sudah menderita.
"Mengapa cuwi sekalian diam saja melihat mereka berbuat sewenang-wenang?," tanya Kui Eng.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 92
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 93
:: CerSil KhoPingHoo :
"Apakah yang dapat kami lakukan? Mereka itu kuat dan tangguh, dan pula...," petani itu memandang
kearah tiga pelajar tadi, "Memang ada betulnya ketika ia mengatakan bahwa pembesar sekarang
hanyalah memeras dan menindas orang-orang tani!" Pemuda pelajar yang tabah tadi lalu menarik napas
panjang dan berkata,
"Hal ini telah kami dengar, mudah-mudahan saja kaum muda kami kalau sudah mendapat kedudukan
akan dapat merobah suasana ini." Kemudian ia memandang kepada Kui Eng dengan kagum sekali dan
menjura, diturut oleh kedua orang kawannya,
"Siocia, kau sungguh gagah perkasa dan berbudi tinggi. Terimalah hormat dan ucapan terimakasih dari
siauwte Ang Min Tek, dan kedua orang kawanku ini Lie Kang Coan dan Lie Kang Po. Kalau tidak keburu
Siocia yang gagah perkasa datang, entah bagaimana nasib kami bertiga."
Merahlah wajah Kui Eng mendengar ucapan yang halus dan sikap yang sopan-santun ini. Ia merasa
girang sekali disebut "Siocia," karena ia sudah merasa bosan mendengar sebutan "Lihiap," dan
menganggap bahwa sebutan Siocia lebih halus dan lebih mengesankannya sebagai seorang wanita yang
berperasaan halus. Cepat ia membalas dengan pemberian hormat, mengangkat kedua tangannya dan
membungkukkan tubuh dengan gerakan yang lemah-lembut. Sedapat mungkin Kui Eng hendak
menghilangkan tanda kegagahannya dan alangkah girangnya kalau pada saat itu ia mengenakan pakaian
seorang wanita biasa seperti yang dipakai oleh gadis biasa, bukan pakaian perantau yang ringkas seperti
yang dipakainya itu.
"Samwi Kongcu, harap jangan terlalu membesarkan hal yang tak berarti. Sebagai seorang yang sopan,
aku yang bodoh tak dapat tinggal diam saja melihat kekasaran si muka hitam itu."
"Ang-heng," tiba-tiba Lie Kang Po, pemuda yang nampak gembira dan yang paling muda diantara
mereka, paling banyak berusia lima belas atau empat belas tahun, "Kalau perjalanan kita selanjutnya
dapat bersama dengan Siocia yang gagah perkasa ini, kita tak usah takut akan gangguan segala orang
kurang ajar!" Min Tek memandang kepada kawannya itu dengan cemberut, lalu berkata kepadanya,
"Kang Po! Jangan kau bicara sembarangan saja!" Kemudian ia berpaling kepada Kui Eng dan berkata lagi,
"Maafkanlah kawanku yang muda ini, Siocia, karena ia masih belum tahu benar akan kekurang-ajaran


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ucapannya tadi. Mana bisa seorang Siocia seperti kau dapat melakukan perjalanan bersama tiga orang
pemuda?" Kui Eng tersenyum manis dan ia makin tertarik hatinya kepada pemuda she Ang yang tampan
dan sopan-santun itu.
"Tidak apa, Ang-Kongcu, karena kawanmu itu tidak sengaja. Pula, memang perjalanan ke kotaraja
melalui tempat berbahaya. Kebetulan sekali akupun sedang menuju kesana maka biarpun tidak
melakukan perjalanan berbareng, akan tetapi dapat kiranya aku mengamat-amati hingga tidak ada
orang yang akan mengganggu kalian." Berserilah wajah Min Tek yang tampan itu. Ia segera menjura dan
berkata girang,
"Bagaikan kejatuhan bulan rasa hati kami mendengar ini. Kau sungguh seorang nona yang amat berbudi
dan mulia, nona..." Kui Eng tersenyum lagi.
"Namaku Kui Eng.":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 94
:: CerSil KhoPingHoo :
"Terimakasih sekali lagi kami ucapkan, nona Kui Eng" kata Min Tek pula. Demikianlah ketika ketiga orang
muda itu melanjutkan perjalanannya, Kui Eng mengikuti mereka dari jauh. Entah bagaimana, ada
sesuatu yang menarik hatinya dan yang membuat ia merasa bahwa ia tak dapat meninggalkan tiga orang
muda itu. Ia harus melindungi mereka sampai ke kotaraja. Biasanya ia melakukan perjalanan dengan
cepat akan tetapi sekarang. Oleh karena harus mengikuti ketiga orang muda yang melakukan perjalanan
dengan perlahan, ia harus berjalan perlahan pula. Akan tetapi aneh sekali, ia tidak merasa kesal, bahkan
kini melakukan perjalanan dengan hati gembira. Sikap lemah-lembut dan sopan-santun dari Min Tek
telah membetot hatinya, telah merampas sanubarinya hingga ia merasa tertarik sekali.
Sekaligus hatinya yang keras menjadi cair dan lunak dan ia merasa bahwa ia telah "jatuh hati" terhadap
pemuda pelajar yang biarpun lemah, akan tetapi bersifat gagah berani ketika menghadapi bahaya itu!
Ketabahan hati seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian silat tinggi seperti kedua suhengnya tak
sangat membuatnya kagum, akan tetapi melihat betapa seorang pemuda pelajar yang lemah dan tidak
memiliki ilmu kepandaian silat seperti Min Tek berani menghadapi bahaya maut dengan mata tak
berkedip dan semangat tetap berkobar, benar-benar membuat ia tunduk dan kagum. Dalam
pandangannya, Min Tek merupakan seorang laki-laki yang memenuhi syarat kejantanan dan hatinya
runtuh oleh sikap yang lemah-lembut, terutama oleh kesopanan pemuda itu!
Sementara itu, ketiga orang muda sasterawan itu melanjutkan perjalanan mereka dengan gembira pula.
Biarpun mereka tidak berani menengok kebelakang oleh karena dilarang oleh Min Tek, namun mereka
maklum bahwa nona pendekar yang cantik jelita dan gagah perkasa itu juga melakukan perjalanan
dibelakang mereka! Hanya satu kali Min Tek menengok dan memandang kearah Kui Eng sambil
tersenyum, dan ini saja sudah cukup mendebarkan hati Kui Eng. Kekuatiran hati Kui Eng bahwa pemuda
itu akan mendapat gangguan ternyata berbukti. Hek Houw si muka hitam yang merasa dibikin malu dan
menjadi sakit hati itu telah mengadakan hubungan dengan beberapa orang kawannya yang menjadi
perampok dan sengaja mencegat perjalanan Min Tek dan kawan-kawannya!
Ketika Min Tek dan kawan-kawannya berjalan sampai disebuah tempat yang sunyi, tiba-tiba dari
belakang batu karang yang besar muncul belasan orang tinggi besar yang bercambang bauk dan
memegang golok. Diantara mereka nampak Hek Houw dan beberapa orang kawannya yang telah
mendapat ajaran dari Kui Eng. Melihat sikap para perampok yang berdiri ditengah jalan dengan sikap
mengancam itu, Min Tek dan kedua orang kawannya berhenti tiba-tiba dan mereka maklum bahwa
mereka dicegat oleh serombongan orang jahat karena melihat Hek Houw berada diantara mereka. Juga
Kui Eng telah melihat rombongan itu maka dengan cepat gadis itu lalu lari mengejar dan sebentar saya ia
telah berdiri dihadapan Min Tek, menghadapi para perampok itu dengan wajah dan sikap tenang.
"Kalian ini menghadang perjalanan orang mempunyai maksud apakah?," tanyanya dengan suara
nyaring.
"Inilah perempuan setan itu!," kata Hek-houw kepada kepala rampok yang tinggi besar dan bersenjata
golok. Melihat Kui Eng, kepala rampok itu tertawa gelak-gelak dan berkata kepada Hek-Houw dengan
lagak sombong,
"Saudaraku yang baik! Apakah benar kau dan kawan mu kalah oleh gadis yang cantik manis ini? Ha ha,
ha! Sukar untuk dipercaya!" Kemudian ia menghadapi Kui Eng dan berkata dengan suaranya yang besar
dan parau,
"Eh, nona manis. Benarkah kau telah berani berlancang tangan mengganggu saudara-saudaraku ini?":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 95
:: CerSil KhoPingHoo :
"Mereka itu orang-orang jahat yang bertindak sewenang-wenang Tidak kubikin mampuspun mereka
masih untung sekali, dan kau ini siapakah dan apa maksudmu menghadang kami? Apakah kau hendak
membalas kekalahan bajingan kecil itu?" Kembali kepala rampok itu tertawa.
"Nona manis, jangan kau begitu galak! Ketahuilah bahwa daerah ini berada dalam kekuasaanku dan
setiap orang yang lewat harus membayar uang jalan! Bagi kau dan kawan-kawanmu ini, asalkan kalian
berempat tinggalkan semua barang bawaanmu, juga semua pakaian yang menempel ditubuhmu kau
berikan kepada kami barulah kalian mendapat ampun dan boleh melanjutkan perjalanan!" Kepala
rampok ini sengaja mengucapkan kata menghina itu untuk membalaskan penghinaan yang telah dirasai
oleh Hek-houw dan kawan-kawannya.
"Bangsat bermulut kotor!" Kui Eng membentak marah. "Ternyata kau adalah perampok hina. Menjadi
perampok belum terhitung dosa yang besar akan tetapi kau telah berani menghina aku, inilah dosa yang
tak dapat diampuni lagi." Tadi ketika kepala rampok mengucapkan penghinaannya, yakni meminta
pakaian yang dipakai oleh Kui Eng dan ketiga orang pemuda pelajar, kawanan perampok telah tertawa
geli dan menyeringai menyebalkan. Sekarang mendengar ancaman Kui Eng, mereka tertawa makin keras
lagi.
"Nona manis, agaknya kau belum tahu siapa adanya orang gagah yang berada didepanmu! Ketahuilah,
aku adalah Tiat-touw Koai-to (Golok Setan Kepala Besi) yang tidak biasa membunuh orang lemah, akan
tetapi aku paling suka membikin jinak kuda betina liar seperti kau ini. Ha, ha, ha! Kalau kau dan kawankawanmu tanpa banyak membantah menanggalkan semua pakaian yang kau bawa dan yang kau pakai
lalu pergi dengan aman, aku bersumpah tak hendak mengganggumu! Akan tetapi, kalau kau berani
melawan, tidak saya ketiga orang kekasihmu yang cakap ini harus mampus, bahkan kaupun harus ikut
padaku selama satu bulan penuh!"
"Bangsat besar, kalau benar-benar kau seorang jantan, marilah kita bertempur dengan jujur dan jangan
mengandalkan keroyokan! Kalau aku sampai kalah, aku akan mengangkat guru kepadamu!," kata Kui
Eng sambil mencabut keluar pedangnya. Ia merasa kuatir kalau-kalau para perampok itu melakukan
pengeroyokan hingga ketiga orang pemuda pelajar itu akan mendapat gangguan tanpa ia dapat
membelanya. Oleh karena ini, ia menahan marah dan melakukan tantangan untuk bertempur seorang
lawan seorang.
"...Siocia adat perampok selalu main keroyokan secara pengecut! Orang ini hanya besar mulut belaka,
mana ia berani menghadapi kau seorang diri?," tiba-tiba Ang Min Tek menyindir, Pemuda ini cerdik
sekali dan ia dapat menangkap maksud Kui Eng menantang kepala rampok itu maka ia sengaja
mengeluarkan kata itu untuk membakar hati kepala rampok. Benar saja, Tiat-touw Koai-to menjadi
marah sekali hingga ia memutar-mutar goloknya sambil menghampiri Min Tek yang tetap tenang saya
dan tidak berkisar dari tempatnya berdiri.
"Cacing tanah!," kepala rampok itu membentak. Kalau pelindungmu itu kalah olehku, kau harus merangkak didepanku dengan telanjang bulat seperti seekor anjing!"
"Sudahlah jangan banyak mengobral omongan yang tak berharga," jawab Min Tek dengan tabah.
"Kalau kau memang berani menghadapi dia, lawanlah dengan golokmu, bukan dengan mulutmu yang
kotor!" Makin marahlah kepala rampok itu dan sekali ia mengajunkan tangan, goloknya bersiutan:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 96
:: CerSil KhoPingHoo :
menyan?bar kearah leher Min Tek! Akan tetapi, tiba" sebatang pedang meluncur cepat dan menangkis
goloknya.
"Traang!" dan bunga api memercik keluar ketika dua senjata itu beradu.
"Tiat-touw Koaihiap, lawanmu berada disini!," kata Kui Eng yang menangkis golok itu sambil
memandang penuh Ejekan.
"Baik, baik! Agaknya kaupun memiliki sedikit ilmu kepandaian! Biarlah kujatuhkan kau dulu sebelum
menjembelih kambing ini!" Setelah berkata demikian, kepala rampok itu lalu melompat sambil berseru
keras dan menyerang Kui Eng dengan goloknya yang mempunyai gerakan cepat dan berat, tanda bahwa
tenaga kepala rampok ini besar sekali.
Akan tetapi, Kui Eng mengelak cepat dan membalas dengan tusukan kearah perut lawan yang segera
menangkisnya. Mereka lalu bertempur dengan seru dan ramai. Setelah bertempur belasan jurus, Kui Eng
maklum bahwa kepandaian kepala rampok ini tidak berapa tinggi, hanya lagaknya saja yang sombong
dan tenaganya yang besar. Akan tetapi gadis ini memang cerdik sekali. Kalau ia mengeluarkan
kepandaiannya dan mendesak kepala rampok itu, tentu kaki tangan kepala rampok itu akan maju
mengeroyok, dan bukan tak mungkin ketiga orang pelajar itu akan diserang oleh anggauta perampok
pula. Maka ia lalu berkelahi dengan lambat dan sengaja membiarkan dirinya diserang bertubi-tubi dan
kelihatan terdesak! Kepala rampok itu tertawa terkekeh-kekeh sambil menghujani tubuh Kui Eng dengan
serangan-serangannya, sedangkan kawan-kawannya bersorak girang.
"Tai-Ong (sebutan kepala rampok), jangan bunuh simanis itu, sayang kecantikannya!," teriak seorang
perampok dengan suara kurang ajar sekali. Kui Eng tak dapat menahan kemarahannya lagi, apabila
ketika ia mengerling kearah Min Tek dan kawan-kawannya dan melihat betapa pemuda itu nampak
kuatir sekali, kemarahannya memuncak. Tiba-tiba terdengar Min Tek berseru keras,
"Tai-Ong, kau boleh ganggu kami dan boleh rampas semua barang kami. akan tetapi janganlah kau
berani ganggu nona itu! Bukan perbuatan seorang laki gagah untuk mengganggu dan menghina seorang
wanita!" Kui Eng merasa terharu sekali mendengar ucapan Min Tek ini karena ternyata bahwa dalam
keadaan yang tidak berdaya karena kelemahannya, pemuda itu masih berusaha menolongnya dan
mengurbankan diri sendiri dengan gagah dan tak kenal takut!
Tiba-tiba kepala rampok itu berseru dengan heran dan terkejut karena tiba-tiba tubuh lawannya lenyap
dan pedangnya menjadi segulung sinar yang berkeredipan menyambar kearah dada dan mukanya! Ia
menjadi bingung dan tahu ia merasa pipinya perih sekali dan sebelum ia tahu apa yang terjadi, tangan
kiri Kui Eng telah menotok pergelangan lengannya hingga goloknya terpental jauh dan ia terhujung
kebelakang. Ketika ia meraba pipinya, ia mengaduh karena ternyata bahwa pinggir mulutnya telah
terobek pedang sampai kepipinya! Dalam kegemasannya, Kui Eng telah merobek mulut kepala rampok
itu dengan ujung pedangnya! Kawanan perampok itu menjadi marah dan hendak maju mengeroyok,
akan tetapi Kui Eng telah melompat didepan ketiga orang pemuda itu dan berdiri dengan gagah sambil
melintangkan pedang didepan dada.
"Siapa sudah bosan hidup, boleh mencoba, maju!." bentaknya. Kawanan perampok menjadi ragu-ragu,
empat orang yang agak tabah melompat maju berbareng, akan tetapi dengan gerak tipu Halilintar
Menyambar Pohon, Kui Eng mendahului mereka menerjang dan terdengar mereka menjerit sambil
melepaskan senjata karena pedang Kui Eng telah melukai lengan mereka dengan gerakan yang cepat:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 97
:: CerSil KhoPingHoo :
sekali dan yang tak dapat dilihat datangnya! Perampok-perampok yang lain menjadi terkejut sekali dan
mereka segera mundur sambil membawa kawan-kawan mereka yang terluka. Ang Min Tek dan kedua
kawannya merasa kagum sekali. Untuk kedua kalinya gadis pendekar itu telah menolong jiwa mereka
dengan gagah berani. Saking girang dan terharunya, Min Tek lalu menjatuhkan diri berlutut didepan Kui
Eng ,
"Telah dua kali Siocia menolong kami hingga kami berhutang nyawa kepadamu. Dengan apakah kami
harus membalas budi yang tak terkira besarnya ini?" Sambil tersenyum manis Kui Eng memegang kedua
pundak Min Tek dan mengangkatnya bangun sambil berkata,
"Kongcu, sudah selayaknya bagi manusia untuk saling tolong-menolong. Untuk apakah aku belajar silat
kalau aku tidak mempergunakan ilmu kepandaian itu untuk menolong sesama hidup dan membasmi
kejahatan?? Sebaliknya kau, Ang koncu, yang tidak memiliki ilmu kepandaian silat, namun kau memiliki
ketabahan yang mengagumkanku. bahkan kau telah berani mencoba membelaku. Dalam hal kegagahan
kau tidak kalah oleh pendekar lain yang berilmu tinggi!"
Sambil berkata demikian, sepasang mata Kui Eng yang indah itu memandang tajam justeru pada saat
Min Tek menatap wajahnya hingga warna merah menjalar pada wajah kedua orang muda itu dan Min
Tek sendiri merasa heran mengapa pada saat itu hatinya tiba-tiba menjadi berdebar keras! Karena hari
menjelang senja, mereka lalu melanjutkan perjalanan dengan cepat karena diluar hutan itu terdapat
sebuah kota dimana mereka dapat bermalam. Kini hubungan mereka agak lebih rapat dan Kui Eng tidak
merasa sungkan lagi untuk melakukan perjalanan bersama, sungguhpun sambil berjalan mereka
berdiam diri saya,
Mereka lalu bermalam disebuah hotel. Lie Kang Coan dan adiknya dalam sebuah kamar, Ang Min Tek
dikamar sebelahnya, sedangkan Kui Eng menyewa kamar agak jauh dari situ, yakni disebelah belakang.
Semenjak masuk kedalam hotel, mereka tidak saling bertemu lagi oleh karena Min Tek dan kawankawannya menjaga agar jangan sampai orang luar menyangka yang bukan terhadap Kui Eng. Menurut
anggapan ketiga orang muda ini, tidak selayaknya didepan umum mereka mendekati Kui Eng dan
menganggap bahwa hal itu akan merendahkan nama gadis itu. Memang, pada masa itu, orang yang
mendapat didikan kesopanan dari orang tua yang kukuh, terutama para keturunan bangsawan,
perhubungan antara wanita dan laki amat jauh, dan merupakan pantangan besar. Kui Eng tidak tahu
akan hal ini,
Maka sikap Min Tek ini menimbulkan geli dalam hatinya yang menyangka bahwa pemuda itu luar biasa
"pemalu" dan canggungnya dalam hubungan dengan seorang kawan wanita! Akan tetapi biarpun ia
gagah dan jujur, sebagai seorang wanita, tentu saya ia tidak mau mendesak dan mendekati mereka.
Akan tetapi hal inilah yang menimbulkan bencana. Kalau saya Min Tek tidak demikian mempergunakan
adat kesopanan yang berlebihan, tentu Kui Eng akan berlaku waspada karena lebih dekat. Kini, gadis itu
yang juga merasa lelah, mengeram diri didalam kamarnya saja dan malam itu ia tidur dengan njenyak
dan enaknya. Akan tetapi, pagi harinya ia menjadi terkejut sekali ketika pintu kamarnya diketok orang
dengan keras. Ketika ia membuka daun pintu, ternyata bahwa yang mengetok pinlu itu adalah Lie Kang
Coan dan adiknya, kedua kawan Min Tek, dan kedua pemuda ini menangis!
"Eh, jiwi Kongcu, pagi mengetok pintu sambil menangis, apakah yang terjadi?" Sambil berkata demikian
Kui Eng mencari-cari Min Tek dengan matanya dan ketidak-hadiran pemuda itu membuat ia merasa
kuatir sekali.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 98
:: CerSil KhoPingHoo :
"Dia... dia diculik orang...," kata Kang Coan sambil mengusap air matanya yang mengalir turun dikedua
pipinya. Kui Eng melompat keluar kamar lalu berlari kekamar Min Tek dimana telah berkumpul pengurus
hotel dan tamu lain yang telah mendengar tentang nasib pemuda yang diculik orang itu! Melihat
seorang gadis yang cantik jelita dan gagah datang kekamar itu, mereka lalu memberi jalan dan Kui Eng
segera masuk kedalam kamar dimana pengurus hotel sedang memeriksa keadaan kamar dan ketika Kui
Eng masuk, ia berkata,
"Siocia, apakah kau sahabat Kongcu yang diculik orang ini?" Kui Eng hanya mengangguk dan ketika
pengurus hotel itu menuding kearah dinding, gadis itu lalu menengok dan ternyata bahwa diatas dinding
yang putih itu terdapat tulisan yang berbunyi demikian,
Kalau hendak menyusul pemuda tampan,
Datanglah ditempat kemarin kau menghina orang!
Kui Eng mengerti bahwa tulisan itu ditujukan kepadanya dan tentu dilakukan oleh kawan-kawan Tiattouw Koai-to yang membalas dendam. Maka ia lalu berkata kepada kedua kawan Min Tek,
"Jiwi harap jangan terlalu kuatir. Tunggulah saja disini, aku yang akan menyusul dan menolong AngKongcu!"
Setelah berkata demikian sambil membawa pedangnya, Kui Eng lalu berlari cepat menuju kehutan
dimana kemarin ia memberi ajaran kepada Tiat-touw Koai-to dan kawan-kawannya. Orang didalam
hotel ketika melihat semua ini, lalu beramai-ramai mengajukan pertanyaan kepada kedua saudara Lie itu
siapa adanya gadis yang cantik dan gagah itu, hingga terpaksa Lie Kang Coan dan adiknya lalu
menceritakan pengalaman mereka, betapa dengan amat gagahnya Kui Eng menolong mereka dari
gangguan para perampok. Tentu saja hal ini membuat semua orang menjadi kagum sekali dan sebentar
saya nama Kui Eng menjadi buah-tutur orang dikota itu. Kui Eng yang berlari cepat sekali dengan hati
penuh kecemasan memikirkan nasib Min Tek, sebentar saja sudah tiba dihutan yang kemarin dan tepat
sebagaimana dugaannya disitu telah menanti Tiat-touw Koai-to dan kawan-kawannya.
Didepan sekali berdiri seorang laki-laki tua yang bertubuh tinggi besar, bermata lebar dan bersikap
gagah sekali. Laki-laki ini usianya sudah lima puluh tahun lebih dan yang mengherankan ialah bahwa
alisnya telah berwarna putih seluruhnya, padahal rambut dikepalanya masih hitam. Jenggotnya yang
tipis panjang itupun masih berwarna hitam. Karena keanehan pada alisnya inilah yang membuat ia
disebut orang Pek Bi Lojin (Kakek Alis Putih). Kakek ini adalah seorang tokoh persilatan yang terkenal
sekali karena kelihaiannya dan Tiat-touw Koai-to adalah seorang diantara murid-muridnya yang banyak
jumlahnya. Kemarin, ketika dilukai pipinya oleh Kui Eng, dengan hati mengandung penasaran, malu dan
terhina, Tiat-touw Koai-to lalu lari ketempat tinggal suhunya yang tidak jauh dari situ letaknya.
Sambil menangis dan memperlihatkan luka pada mukanya, kepala rampok ini menceritakan kepada
suhunya betapa ia telah diserang dan dikalahkan oleh seorang wanita ketika ia sedang berusaha
merampok tiga orang sasterawan muda. Memang bagi Pek Bi Lojin tidak ada salahnya kalau muridnya
menjadi orang-orang liok-lim. Pada dewasa itu, memang keadaan negara sedang kacau-kacaunya, dan
orang yang merasa penasaran dan tidak suka kepada Kaisar dan kaki tangannya, banyak yang
menceburkan diri menjadi perampok. Pek Bi Lojin adalah seorang tua yang gagah dan jujur, maka ia
telah memberi peringatan dan petaruh keras kepada semua muridnya yang menjadi anggauta liok-lim
agar supaya melakukan perampokan dengan memilih dan beraturan.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 99
:: CerSil KhoPingHoo :
Karena pelajar-pelajar yang hendak melakukan ujian di kotaraja juga dianggap sebagai keluarga
pembesar atau calon pembesar, maka ketika ia mendengar betapa muridnya terluka hebat dan
mendapat penghinaan ketika sedang merampok tiga orang pelajar yang menuju ke kotaraja, Pek Bi Lojin
menjadi marah sekali. Malam hari tadi ia mempergunakan kepandaiannya mendatangi hotel dimana
Min Tek dan kawan-kawannya bermalam. Ia menculik pemuda she Ang itu dan sengaja meninggalkan
tulisan didinding untuk menantang Kui Eng. Setelah berhadapan dengan rombongan perampok itu,
dengan marah Kui Eng lalu mencabut pedangnya yang digunakan untuk menuding muka Tiat-touw Koaito sambil membentak,
"Tiat-touw Koai-to! Percuma saja kau mau berpura-pura menjadi orang gagah, karena perbuatanmu
hanya menunjukkan bahwa kau adalah seorang pengecut besar! Kau hanya berani mengganggu orang
lemah tak berdaya. Ayoh kau lepaskan Ang-Kongcu dengan baik-baik, kalau tidak jangan kau sesalkan
apabila aku menggunakan pedang untuk membasmi habis semua penjahat yang berada disini!"
"Gagah benar!," tiba-tiba kakek beralis putih itu berseru. "Nona, ketahuilah, yang menculik Ang-Kongcu
bukan lain orang akan tetapi aku sendiri. Aku takkan mengganggu Ang-Kongcu karena maksudku tak lain
hanya hendak mengundang kau datang kesini!" Kui Eng memandang kakek itu dan melihat sikapnya. ia
maklum bahwa kakek ini bukanlah orang sembarangan. Maka ia lalu menjura dan berkata,
"Dengan siapakah aku yang muda berhadapan?"
"Nona-muda yang gagah perkasa! Dengarlah, aku orangtua yang lemah tiada guna disebut orang Pek Bi
Lojin dan Tiat-touw Koai-to ini adalah seorang muridku. Kau yang gagah ini mengapa telah berlaku
kejam melukai muridku secara menghina sekali dan mengapa pula kau memusuhi golongan liok-lim?
Apakah kau menganggap dirimu yang paling pandai dikolong langit ini?" Kui Eng yang baru saja
menerjunkan diri dikalangan kang-ouw, belum pernah mendengar nama Pek Bi Lojin, maka katanya
dengan geram,
"Lo-Enghiong, kalau kepala rampok ini benar-benar muridmu, maka kaupun ikut bertanggungjawab!
Kalau saja ia melakukan perampokan dengan menggunakan aturan, minta sumbangan sekadar biaya
hidup anak buahnya, aku tentu tidak berani mengganggu dan bahkan dengan senang hati akan
membantunya. Akan tetapi, dia membuka mulut besar, berlaku sewenang-wenang kepada tiga orang
pelajar yang lemah, bahkan dia telah berani mengeluarkan ucapan kasar dan kotor untuk menghinaku!
Memang aku sengaja merobek mulutnya karena mulutnyalah yang amat jahat dan kotor!"
Pek Bi Lojin terkenal mempunyai adat yang keras akan tetapi adil dan jujur sekali. Ketika ia menculik Min
Tek dan membawa pemuda itu kehutan. Min Tek menjelaskan kepadanya tentang kejahatan Tiat-touw
Koai-to yang berlaku sewenang-wenang menghina orang. Melihat sikap Min Tek yang biarpun lemah


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan tetapi gagah berani dan sedikitpun tidak memperlihatkan rasa takut itu. Pek Bi Lojin sudah merasa
tertarik dan kagum, akan tetapi ia belum mempercayai penuh kata-kata pemuda itu. Betapapun juga, ia
melarang keras muridnya. untuk mengganggu Min Tek dan menahan pemuda itu dalam sebuah pondok
didalam hutan. Kini mendengar ucapan Kui Eng yang gagah, ia lalu memandang kepada muridnya dan
membentak,
"Apakah kau masih hendak menyangkal pula?" Tiat-touw Koai-to memang amat takut kepada suhunya,
maka, sambil menjatuhkan diri berlutut didepan orangtua itu, ia berkata lemah,
"Teecu masih belum tahu kesalahan apakah yang teecu telah lakukan. Mohon diberi penjelasan, suhu,":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 100
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 101
:: CerSil KhoPingHoo :
ia membela diri.
"Hm, hm, bagus sekali, Tiat-touw Koai-to! Kulihat kau masih menghormat dan menghargai suhumu,"
kata Kui Eng sambil tersenyum sindir. "Kau masih belum mau menerima salah? Kau telah
memerintahkan aku meninggalkan semua barang, bahkan pakaian yang kupakai baru boleh melanjutkan
perjalanan bukankah itu berarti bahwa kau amat menghinaku sebagai seorang wanita? Kemudian,
bukankah mulutmu pula yang mengatakan bahwa kalau aku kalah bertanding, ketiga pemuda itu akan
kau bunuh dan aku harus ikut kau selama satu bulan? Dan mulutmu yang kotor pula yang memaki aku
sebagai kekasih ketiga pemuda itu! Tiat-touw Koai-to, kalau aku ingat lagi akan ucapan-ucapanmu yang
kotor itu, mau rasanya aku menambah sebuah tusukan lagi pada mulutmu!"
"Betulkah itu??," Pek Bi Lojin membentak muridnya dengan mata berapi. Tiat-touw Koai-to tidak berani
menyawab, hanya menundukkan kepalanya.
"Betul atau tidak, Ajoh jawab!," kakek itu kembali membentak dengan suara menggeledek hingga tidak
saya Tiat-touw Koai-to menjadi pucat, bahkan kawan-kawan kepala rampok itupun berdiri sambil
menundukkan kepala dengan kedua kaki menggigil.
"Teecu mohon ampun, suhu, Ucapan itu teecu keluarkan karena sedang marah."
"Plak!!." tangan Pek Bi Lojin menyambar dan tubuh Tiat-touw Koai-to terlempar jauh dan bergulingan.
Kepala rampok itu merintih-rintih dan ternyata bahwa pipi kanannya yang tidak terluka pedang Kui Eng
telah ditampar dan kini membengkak matang biru, sedangkan dari mulutnya mengalir darah!
"Sekali lagi kau lakukan perbuatan keji dan pengecut mencemarkan nama orang yang menjadi gurumu,
pasti akan kucabut nyawamu!," kata kakek alis putih itu dengan geram.
"Muridmu kena bujukan seorang penjahat rendah bernama Hek-houw, maka maafkanlah dia, LoEnghiong," kata Kui Eng yang merasa ngeri dan kasihan juga melihat nasib kepala rampok itu.
"Nona, kalau begitu aku sudah melakukan kekeliruan dengan menculik pemuda itu, karena ternyata
bahwa kau bukanlah seorang sombong sebagaimana yang kukira semula. Akan tetapi bagaimanapun
juga, aku mempunyal semacam penyakit, yakni apabila bertemu dengan orang gagah, tua maupun
muda, sebelum mencoba ilmu kepandaiannya, hatiku selalu akan merasa penasaran dan tidak bisa tidur!
Maka, janganlah sia-siakan kedatanganmu ini, nona, dan berilah sedikit pengajaran kepada orang-tua
yang tak tahu diri ini!"
"Lo-Enghiong, kalau hanya ingin mengajak pibu, mengapa tidak langsung saja mendatangi aku?
Mengapa harus mengganggu seorang pemuda pelajar yang melakukan perjalanannya hendak
menempuh ujian di kotaraja?," Kui Eng mencela dengan tegurannya.
"Ang-Kongcu telah menceritakan kepadaku bahwa kau dan ketiga pemuda itu tidak mempunyai
hubungan apa-apa, maka bukan main heranku mengapa kau demikian memperhatikan nasibnya!," kata
Pek Bi Lojin hingga wajah Kui Eng berubah menjadi merah. Orang-tua itu lalu menyuruh seorang
anggauta perampok untuk menjemput Ang-Kongcu. Setelah Min Tek muncul dalam keadaan selamat,
Kui Eng merasa lega sementara itu, pemuda itu memandang kepada Kui Eng dengan perasaan penuh
keharuan dan kekaguman. Kembali gadis pendekar itu yang menolongnya, bahkan berani mendatangi
sarang perampok dan bertaruh keselamatan diri sendiri untuk menolongnya. Akan tetapi, didepan para:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 102
:: CerSil KhoPingHoo :
perampok itu, Kui Eng tidak sudi memperlihatkan perasaannya terhadap pemuda pelajar itu, maka ia
hanya memandang sekilas dan kemudian kepada Pek Bi Lojin,
"Lo-Enghiong, setelah kau membebaskan kembali Ang-Kongcu, maka perkenankanlah kami
meninggalkan tempat ini."
"Eh eh nanti dulu, nona. Sudah kukatakan tadi bahwa sebelum mengukur kepandaian seorang gagah
yang kebetulan bertemu dengan aku maka aku akan merasa penasaran. Marilah kita main sebentar
untuk menambah pengalaman, kemudian baru kau boleh pulang bersama Ang-Kongcu!" Kui Eng merasa
ragu karena kuatir kalau ini hanya merupakan tipu muslihat belaka, akan tetapi Min Tek berkata dengan
suaranya yang nyaring,
"Pek Bi Lojin adalah seorang Enghiong sejati, maka ia pasti akan memegang teguh janjinya!" Mendengar
ini, Pek Bi Lojin tersenyum dan berkata,
"Nona Kui Eng, aku mendengar bahwa ilmu pedangmu hebat sekali Aku orang-tua yang bodoh pernah
mempelajari sedikit ilmu kepandaian golok, maka ingin sekali aku mencoba ilmu pedangmu yang lihai
itu. Marilah, dan jangan kau berlaku sungkan!" Sambil berkata demikian, tangan kanan kakek itu
bergerak kearah punggung dan tahu-tahu ia telah mencabut keluar sebilah golok tipis yang ringan akan
tetapi tajam sekali. Melihat gerakan ini, diam-diam Kui Eng merasa terkejut karena maklum akan
kelihaian kakek ini, maka ia berlaku hati-hati sekali dan tidak mau menyerang lebih dulu.
"Silahkanlah, Lo-Enghiong," katanya sambil membelintangkan pedang didadanya.
"Ha, ha, kau terlalu sungkan!," kata Pek Bi Lojin yang lalu melangkah maju dan mulai menyerang sambil
berseru, "Awas golok!" Ilmu golok Pek Bi Lojin adalah semacam Ilmu golok lihai yang berdasarkan Lohan To-hwat, yakni Ilmu golok dari cabang Siauwlim yang telah dirobah dan ditambah dengan gerakan
dari lain-lain cabang.
Gerakan goloknya cepat dan kuat, bagaikan seekor naga sakti, menyambar mengeluarkan angin dan
suara bersiutan. Memang benar kata orang bahwa golok yang dimainkan oleh tangan seorang ahli
merupakan Raja senjata yang berbahaya sekali. Golok yang tipis dan lebar itu setelah dimainkan oleh
Pek Bi Lojin, lenyap bentuk goloknya dan berubah menjadi sinar putih yang bergulungan dan
mengeluarkan sinar berkeredipan. Tidak hanya para perampok, akan tetapi juga Min Tek yang tidak
mengerti ilmu silat, menjadi kagum sekali melihat permainan golok yang benar indah itu. Dalam hati
pemuda ini lalu timbul kekuatiran bagi keselamatan Kui Eng. Sanggupkah gadis itu menghadapi
permainan golok sehebat ini? Akan tetapi, Kui Eng adalah seorang gadis berbakat yang telah mendapat
gemblengan dari suhunya.
Permainan pedangnya hebat, ginkangnya sudah mencapai tingkat tinggi. Ia berhati tabah dan tenang,
bagaikan seekor naga betina muda yang baru turun dari langit dan bersemangat besar berhati tabah.
Biarpun ia maklum bahwa kakek ini hebat sekali permainan goloknya namun sedikitpun ia tidak merasa
ngeri atau gentar. Ia memainkan pedangnia dengan sama cepatnya dan mempergunakan ginkangnya
untuk berkelebat kesana-kemari dengan lompatan gesit sekali menghindarkan diri dari sambaran sinar
golok dan membalas dengan serangan-serangan cukup kuat dan cepat. Makin lama, pertempuran itu
berjalan makin cepat hingga akhirnya semua mata yang menyaksikan pertempuran itu menjadi
berkunang dan kabur karena tubuh kedua orang itu telah lenyap terbungkus gulungan sinar golok dan
pedang yang diputar luar biasa cepatnya.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 103
:: CerSil KhoPingHoo :
Hanya bunyi golok beradu dengan pedang yang nyaring serta bunga api yang berhamburan setiap kali
kedua senjata itu beradu menyatakan kepada mereka bahwa didalam gundukan sinar pedang dan golok
itu terdapat orang yang sedang mengadu kepandaian! Hanya kedua orang yang sedang bertempur itu
saja yang maklum bahwa dalam hal kepandaian silat, bahwa ilmu kepandaian Pek Bi Lojin lebih tinggi
setingkat dan lebih matang permainan goloknya, akan tetapi kakek ini harus mengakui bahwa dalam hal
ilmu meringankan tubuh, gadis itu masih lebih menang! Maka tak terkira rasa kagumnya melihat
kegagahan gadis muda itu karena selama ini belum pernah ia menyaksikan kelihaian seorang muda
seperti gadis ini.
Ia memperhebat gerakan goloknya hingga Kui Eng terpaksa mundur dan melindungi dirinya dengan
putaran pedangnya dan mempergunakan ginkangnya. Tiba-tiba Pek Bi Lojin merobah gerakan goloknya
dan memainkan Tee-tong-to, yakni permainan golok sambil bergulingan diatas tanah. Sambil
bergulingan, goloknya membabat kearah kaki lawan! Menghadapi serangan yang cepat dan berbahaya
ini, Kui Eng terkejut sekali. hingga terpaksa melompat tinggi dengan maksud membalas serangan dari
atas dengan kaki diatas kepala dibawah. Akan tetapi, tidak tahunya Pek Bi Lojin memiliki kegesitan yang
hebat, hingga sebelum gadis itu dapat berjungkir-balik diudara, kakek itu telah melompat berdiri dan
menggunakan gagang golok untuk memukul kaki Kui Eng. Akan tetapi, dalam keadaan terdesak hebat
itu, Kui Eng memperlihatkan ginkangnya yang benar-benar lihai.
Ketika ia dulu mempelajari ginkang, suhunya menyuruhnya berlompatan diatas ujung bambu runcing
yang dipasang diatas tanah, bahkan setelah kepandaiannya itu menjadi matang, suhunya memegang
dua batang bambu runcing dan menyuruh Kui Eng melompat keatas dan berdiri diatas bambu yang
dipegangnya itu sambil melompat lagi dan bermain-main diatas kedua bambu runcing yang
dipegangnya. Kini, melihat serangan golok kearah kakinya sedangkan tubuhnya masih terkatung
diudara, Kui Eng lalu menggunakan ujung kaki untuk menginjak gagang golok dan sekali ia enjot
tubuhnya, maka tubuhnya mencelat lagi keatas dan segera melayang ketempat yang jauhnya tidak
kurang dari lima tombak! Bukan main kagumnya Pek Bi Lojin melihat ginkang yang hebat ini, maka ia
segera menghampiri setelah menyelipkan goloknya dipunggung. Kui Eng juga menyimpan pedangnya
dan menjura.
"Lo-Enghiong sungguh lihai, aku menyerah kalah."
"Ah, nona Kui Eng, kau terlampau merendahkan diri. Ginkangmu sungguh membuat mataku yang tua
menjadi lebar. Kau benar-benar patut dipuji. Tidak tahu, siapakah suhumu yang mulia?"
"Suhuku bernama Lui Sian Lojin dari Swi-hoa-san," jawab Kui Eng. Tak tersangka-sangka olehnya ketika
mendengar jawaban ini, Pek Bi Lojin segera menjura dengan amat hormatnya, bahkan Tiat-touw Koai-to
lalu menjatuhkan dirinya berlutut.
"Ah, maaf, maaf tidak tahunya Lihiap adalah murid inkong (tuan penolong) kami...," kata Pek Bi Lojin
sambil menarik napas panjang kemudian berkata kepada Tiat-touw Koai-to,
"Hm, kalau hal ini terdengar oleh inkong, dimana harus menyembunyikan muka kami?"
"Lihiap, maafkan aku yang bermata buta dan mohon jangan sampaikan kekurang-ajaranku kepada Lui
Sian Locianpwee...," kata Tiat-touw Koai-to dengan suara meratap. Kui Eng menjadi heran sekali
mengapa mereka demikian takut dan segan mendengar nama suhunya. Pek Bi Lojin lalu menuturkan:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 104
:: CerSil KhoPingHoo :
bahwa dulu dia dan muridnya ini pernah mendapat pertolongan dari Lui Sian Lojin ketika mereka
dikeroyok oleh musuh-musuh mereka, yakni orang dari perkumpulan Kipas Hitam. Kalau tidak ada Lui
Sian Lojin yang datang menolong, tentu Pek Bi Lojin, Tiat-touw Koai-to dan beberapa orang anak murid
kakek ini telah binasa semua oleh anggauta Kipas Hitam! Setelah mengetahui bahwa gadis pendekar itu
adalah murid Lui Sian Lojin sikap Tiat-touw Koai-to menjadi berobah Sama sekali, Ia amat menghormat
bahkan setelah menjura dan minta maaf kepada Ang Min Tek, ia lalu berkata,
"Ang-Kongcu, perjalanan dari sini ke kotaraja melalui tempat berbahaya, maka biarlah siauwte dengan
beberapa orang kawan mengawalmu dijalan." Tentu saya Ang Min Tek merasa girang sekali, bahkan
Tiat-touw Koai-to lalu menyediakan tiga ekor kuda untuk Ang Min Tek dan kedua orang kawannya.
Sementara itu, mendengar disebutnya kawanan Kipas Hitam, Kui Eng menjadi tertarik sekali dan minta
penjelasan lebih jauh dari Pek Bi Lojin. Pek Bi Lojin berkata dengan wajah sungguh-sungguh,
"Lihiap, sebetulnya, ketika menyaksikan kepandaianmu tadi, timbul niatku untuk minta pertolongan
Lihiap, yaitu untuk mengawaniku menyerbu kesarang mereka, karena dengan tenaga kita berdua, kurasa
kita cukup kuat untuk menghadapi tiga orang ketua Kipas Hitam yang kuat itu. Akan tetapi, karena Lihiap
sedang melakukan perjalanan ke kotaraja, tentu saja aku tidak berani menghalangi dan mengganggu
maksud perjalanan Lihiap." Kui Eng memandang kepada Min Tek yang masih berada disitu. Sebetulnya,
ia tidak mempunyai kepentingan sesuatu di kotaraja, dan kepergiannya ke kotaraja sesungguhnya hanya
karena ingin melindungi pemuda itu, ia lalu menyawab,
"Aku tidak mempunyai tujuan tertentu dalam perjalananku, dan aku hanya pergi kemana saja kedua
kakiku membawa diriku." Dari pandang mata gadis itu, Ang Min Tek maklum bahwa gadis ini bermaksud
minta persetujuannya, maka ia lalu berkata cepat-cepat,
"Siauwte bertiga mana berani berlaku keterlaluan dan mengganggu Kui-Siocia. Sekarang setelah ada
saudara ini yang berlaku demikian baik hati untuk mengawal. siauwte sama sekali tidak berani membikin
lelah kepada Kui-Siocia. Hanya pengharapan siauwte, apabila Siocia mengunjungi kotaraja, dan ada
waktu, hendaknya sudi mampir dipondok pamanku yang buruk, yakni di toko obat Yok-goan-tong. Atas
bantuan dan pembelaan Kui-Siocia yang sudah, siauwte bertiga sampai matipun takkan dapat
melupakannya." Ia lalu menjura dengan penuh hormat kepada. Kui Eng yang memandangnya dengan
Bende Mataram 19 Lima Sekawan 01 Di Pulau Harta Senja Jatuh Di Pajajaran 13

Cari Blog Ini