Ceritasilat Novel Online

Tiga Naga Dari Angkasa 4

Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


penuh perasaan terharu, Ia merasa kecewa juga harus berpisah dengan pemuda yang amat menarik
hatinya itu, maka jawabannya,
"Ang-Kongcu, tidak ada budi dan terimakasih antara kita. Lupakanlah saja hal yang sudah lewat. Siapa
tahu, lain kali akulah yang harus mendapat bantuanmu! Apabila aku pergi ke kotaraja, pasti akan kucari
toko obat itu."
Kemudian, setelah memandang sekali lagi dengan penuh pernyataan terimakasih memancar keluar dari
sepasang matanya yang tajam, Min Tek lalu meninggalkan tempat itu sambil naik kuda, dikawal oleh
Tiat-touw Koai-to dan lima orang kawannya sambil menuntun dua ekor kuda untuk Lie Kang Coan dan
Lie Kang Po. Sementara itu, Kui Eng yang ditinggal berdua saja dengan Pek Bi Lojin, lalu duduk dibawah
pohon dan mendengar cerita kakek itu tentang perkumpulan Kipas Hitam yang jahat itu. Perkumpulan
Kipas Hitam ini sebetulnya adalah segerombolan orang jahat yang berorganisasi dan bersarang diatas
bukit Ma-kun-san. Mereka tidak saja menjalankan pekerjaan sebagai perampok," akan tetapi juga ada
bagian yang melakukan pemerasan di dusun,"
Mengancam kepala kampung untuk memberi sumbangan dengan jumlah besar yang telah ditentukan,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 105
:: CerSil KhoPingHoo :
juga merampas hasil-hasil sawah untuk ransum mereka. Jumlah pengikut mereka cukup banyak, kurang
lebih ada seratus orang. Mereka ini berkedudukan kuat sekali oleh karena dipimpin oleh tiga orang
bersaudara yang bernama Can Kok, Can An, dan Can Sam, tiga orang jagoan yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi. Dulu, beberapa belas tahun yang lalu, ketika perkumpulan ini masih dipimpin oleh
susiok dari ketiga orang itu yang bernama Lauw Pit Hwesio, perkumpulan ini merajalela dengan buasnya
hingga membuat Pek Bi Lojin merasa marah dan membawa anak muridnya menyerbu kesarang mereka
yang dulu berada disebuah hutan besar. Akan tetapi, kekuatan perkumpulan Kipas Hitam demikian
besar.
https://www.facebook.com/groups/KhoPingHoo
Hingga hampir saya Pek Bi Lojin dan semua muridnya terbunuh mati dalam pertempuran kalau saya
tidak datang Lui Sian Lojin yang kebetulan melakukan perjalanan merantau. Berkat pertolongan Lui Sian
Lojin, Lauw Pit Hwesio dapat dibinasakan dan perkumpulan itu diobrak-abrik hingga menjadi bubar.
Akan tetapi, diam-diam ketiga saudara Can itu melatih diri dan mengumpulkan kekuatan lagi, lalu
mendirikan perkumpulan itu kembali yang kini bersarang dipuncak bukit Ma-kun-san. Kedudukan
mereka bahkan lebih kuat daripada dulu. Pek Bi Lojin yang merasa benci kepada mereka yang
menjalankan pekerjaan jahat, beberapa kali mencoba untuk menyerbu, akan tetapi selalu ia terpukul
mundur, bahkan banyak anak muridnya yang tewas dalam penyerbuan itu. Oleh karena ini, diantara Pek
Bi Lojin dan perkumpulan Kipas Hitam terdapat permusuhan yang mendalam.
"Beberapa hari yang lalu," demikian Pek Bi Lojin melanjutkan ceritanya, "Dengan kurang ajar dan berani
sekali mereka mengirim surat tantangan kepadaku." Ia lalu Imengeluarkan sehelai kertas yang berisi
surat tantangan itu kepada Kui Eng. Ternyata didalam surat yang ditandatangani oleh Can Kok, Can An,
dan Can Sam, ketiga orang ketua Kipas Hitam itu menantang kepada Pek Bi Lojin untuk berpibu dan
memutuskan siapa yang terkuat diantara mereka.
"Aku masih merasa ragu," oleh karena terus terang saja, apabila harus menghadapi mereka bertiga
seorang diri saja, aku takkan dapat memperoleh kemenangan. Menghadapi mereka seorang demi
seorang aku tidak akan kalah, akan tetapi mereka itu curang sekali dan aku masih merasa bingung
bagaimana aku harus menyambut tantangan ini. Kebetulan sekali kau muncul, Lihiap, maka kalau kau
sudi menolong, dengan kekuatan kita berdua, kukira kita takkan dapat mereka kalahkan. Tentu saja aku
tidak memaksamu, Lihiap, dan terserah kepadamu saya. untuk mengambil keputusan."
Perkumpulan Kipas Hitam memang amat berpengaruh dan hampir semua dusun pernah mendengar
nama ini yang mereka anggap sebagai nama setan yang amat jahat, maka dalam perjalanannya yang
pendek itu, Kui Eng pernah mendengar tentang nama ini. Inilah yang membuatnya merasa tertarik tadi.
Kini mendengar permintaan Pek Bi Lojin, ia tidak berani segera menyanggupi, oleh karena ia belum yakin
betul tentang keadaan dan kejahatan perkumpulan Kipas Hitam itu. Ia tahu bahwa Pek Bi Lojin biarpun
gagah dan jujur, akan tetapi orang-tua ini berdekatan dengan perampok, bahkan muridnya juga menjadi
perampok. Apabila permusuhan antara dia dan perkumpulan Kipas Hitam merupakan permusuhan
pribadi, ia tak hendak campur-tangan. Akan tetapi kalau betul-betul Kipas Hitam adalah segerombolan
orang jahat yang mengganggu penduduk dusun, ia harus membasmi mereka!
"Lo-Enghiong, aku bersedia untuk ikut dengan kau menyambut tantangan mereka itu. Akan tetapi aku
tidak bersedia bertempur melawan mereka sebelum yakin betul akan kejahatan mereka itu." Pek Bi
Lojin maklum akan isi hati gadis ini, maka ia mengangguk dan berkata,
"Memang seharusnya dalam segala hal kita berlaku hati dan teliti. Baiklah, Lihiap. Kau hanya ikut saja
dan melihat keadaan mereka terlebih dulu." Mereka lalu berangkat menuju ke Ma-kun-san,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 106
:: CerSil KhoPingHoo :
menunggang kuda yang disediakan oleh anak buah Tiat-touw Koai-to. Biarpun mereka melarikan kuda
mereka dengan cepat namun bukit itu tak dapat dicapai dalam satu hari. Terpaksa mereka harus
bermalam dijalan. Akan tetapi, Pek Bi Lojin adalah seorang tokoh tua yang amat terkenal didaerah itu,
maka mudah saja baginya untuk mencari tempat penginapan dihutan.
Semua kaum liok-lim didaerah itu menganggapnya sebagai "Ketua" yang disegani, maka ketika melihat
Pek Bi Lojin datang bersama seorang gadis yang cantik jelita dan gagah, mereka menyambutnya dengan
penuh kehormatan dan kedua orang yang dianggap sebagai tamu agung itu diberi tempat bermalam
yang layak dan disugui hidangan yang istimewa pula. Diam-diam Kui Eng merasa kagum melihat
kebesaran pengaruh kakek itu dikalangan liok-lim. Pada keesokan harinya, Pek Bi Lojin dan Kui Eng
melanjutkan perjalanan mereka dan pada tengah hari, sampailah mereka dikaki bukit Ma-kun-san. TibaTiba dari atas bukit turunlah serombongan orang berkuda dan setelah dekat ternyata mereka adalah
anggauta Kipas Hitam, terbukti dari lukisan Kipas Hitam pada baju mereka dibagian dada. Pemimpin
rombongan itu lalu turun dari kuda, menjura kepada Pek Bi Lojin dan berkata,
"Ketua kami telah tahu akan kunjungan jiwi, maka mengutus kami untuk menyambut dan mengantar
jiwi keatas gunung." Kui Eng terkejut juga melihat kelihaian gerombolan itu yang telah tahu sebelumnya
bahwa mereka berdua hendak naik kebukit itu.
Memang gerombolan Kipas Hitam mempunyai penyelidik yang disebar dimana-mana, maka sehari
sesudah Pek Bi Lojin dan Kui Eng berangkat ketua Kipas Hitam telah menerima laporan dan sengaja
mengadakan penyambutan untuk memamerkan kelihaian mereka. Dengan sikap gagah Pek B? Lojin dan
Kui Eng mengikuti para penyambut itu mendaki bukit Ma-kun-san yang tak berapa tinggi. Diatas lereng
didekat puncak terlihat beberapa buah bangunan dari kayu yang kokoh kuat dan didepan bangunan itu
kelihatan orang berkelompok sambil melihat kedatangan kedua orang tamu. Setelah tiba dekat, ternyata
bahwa ketiga orang ketua Kipas Hitam sendiri berdiri menyambut kedatangan Pek Bi Lojin. Kakek ini
segera melompat turun dari kuda, diturut oleh Kui Eng, kemudian mereka melangkah maju sementara
kuda mereka diurus oleh beberapa orang pelayan.
"Pek Bi Lojin, ternyata betul-betul kau orang-tua datang memenuhi undangan kami!," kata Can Kok,
saudara tertua dari ketiga orang ketua Kipas Hitam, yang bertubuh kate dan bermuka hitam. Orang ini
bicara sambil menggunakan kipasnya yang lebar dan berwarna hitam untuk mengebut-ngebut
tubuhnya. Kui Eng memperhatikan ketiga orang ketua itu.
Usia mereka rata-rata sudah empat puluh tahun lebih, akan tetapi mereka masih nampak gagah. Can
Kok bermuka hitam bertubuh pendek dan kepalanya besar. Sepasang lengannya yang pendek itu
nampak kuat dan berisi, sedangkan matanya yang tajam mengerling kearah Kui Eng membayangkan
kecabulan hingga gadis itu segera mengalihkan pandang matanya kepada dua orang ketua yang lain. Can
An ketua kedua, juga pendek dan kate, akan tetapi mukanya putih dan kedua matanya bersinar-sinar
menunjukkan kecerdasan otaknya. Bibirnya selalu tersenyum dan sikapnya angkuh sekali. Juga ketua
kedua ini memegang sebuah Kipas Hitam yang lebar. Ketua ketiga berbeda dengan kedua kakaknya,
ketua yang bernama Can Sam ini bertubuh tinggi kurus dan wajahnya membayangkan kesabaran besar,
akan tetapi sepasang matanya berpengaruh sekali, sungguhpun ada tanda kebodohan pada wajahnya.
Cara ketua ketiga ini membawa kipasnya membuat hati Kui Eng bercekat karena kipas itu tertutup dan
dijepit pada gagangnya oleh kedua jaritangannya, bagaikan orang menjepit sumpit. Dari pegangan ini
dapat diduga bahwa ia adalah seorang ahli totok jalan darah yang berbahaya. Memang sebetulnya orang
ketiga ini bukanlah adik kandung Can Kok dan Can An. Dia hanyalah seorang anak pungut dari orang-tua:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 107
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 108
:: CerSil KhoPingHoo :
kedua saudara Can itu dan akhirnya dinamakan Sam dan memakai nama keturunan Can pula. Ilmu silat
Can Sam memang lihai dan bahkan tidak berada dibawah tingkat kepandaian kedua kakaknya. Ia
berwatak pendiam dan agak bodoh dan dalam segala hal, ia hanya mengekor kepada kedua orang
kakaknya saja. Pek Bi Lojin setelah mendapat sambutan dari Can Kok, lalu balas menjura dan menyawab,
"Samwi, kalau aku yang tua tidak memenuhi undangan kalian, tentu aku akan disebut pengecut. Samwi
dengan jujur dan secara laki-laki telah mengadakan tantangan untuk berpibu, tanpa mengikutcampurkan kawan atau arak-buah kita maka tentu saja aku tidak dapat menolak ajakan yang jujur ini."
Dalam jawaban ini, sekaligus Pek Bi Lojin menyindirkan bahwa ia tidak menghendaki keroyokan atau
lain, perbuatan yang curang dalam pertempuran yang hendak diadakan ini. Tiba-tiba Can Kok tertawa ria
dan berkata sambil menundiuk kebawah bukit,
"Pek Bi Lojin! Kau pandai menyindir, akan tetapi kau sendiri juga tidak jujur! Mengapa kau membawa
anak buah sebanyak itu menyerbu keatas?" Pek Bi Lojin terkejut dan menengok, juga Kui Eng lalu
memandang kekaki gunung, dimana nampak serombongan orang yang memegang senjata sedang
mendaki bukit itu sambil berteriak-teriak.
"Jangan menyangka yang bukan-bukan, mereka itu tidak ada hubungannya dengan aku," kata Pek Bi
Lojin setelah memperhatikan mereka itu. Dan pada saat itu, seorang anggauta Kipas Hitam datang
memberi laporan kepada ketiga orang ketuanya bahwa penduduk dusun Sam-lin-khung telah datang
menyerbu, Can Kok tertawa sinis dan berkata,
"Biarkan mereka naik! Hendak kulihat mereka itu menghendaki apa!" Rombongan orang kampung itu
dipimpin oleh seorang laki-laki tua yang memegang tombak, akan tetapi melihat dari napasnya yang
terengah-engah ketika mendaki bukit itu, dapat diduga bahwa ia adalah seorang biasa saja yang tidak
memiliki ilmu kepandaian silat. Maka Kui Eng merasa heran sekali mengapa orang itu demikian
beraninya naik dan menyerbu kesarang Kipas Hitam yang terkenal ganas dan kejam.
"Kawanan Kipas Hitam! Ajoh kembalikan puteriku!," teriak orang-tua itu sambil mengacungkan
tombaknya keatas, diikuti oleh teriakan orang dusun yang menuntut dikembalikan puteri Khungcu
(kepala kampung) mereka. Can Kok mengeluarkan seruan menghina.
"Gakhu (ayah mertua) mengapa bersikap seperti ini? Puterimu telah menjadi isteriku yang sah, mengapa
sekarang mendadak menimbulkan keributan? Tidak malukah kalau terdengar orang lain? Kami sedang
menerima tamu, maka harap gakhu suka kembali kekampung. Besok aku akan mengirim emas-kawin
yang telah kujanjikan!"
"Perampok rendah! Siapa sudi menjadi mertuamu? Ajoh kau kembalikan puteriku. Apa kau kira didunia
ini tidak ada pengadilan lagi maka kau berani menculik anak gadis orang disiang hari?," teriak kepala
kampung itu pula.
"Sekali lagi, kuminta supaya kau pulang dan membawa kembali orang-orangmu ini!," kata Can Kok
dengan suara mengancam, sedangkan tangannya yang memegang kipas mulai bergerak-gerak.
"Anjing rendah! Manusia berhati iblis! Kembalikan anakku... kembalikan...!," kepala kampung itu tetap
berteriak-teriak" dan memaki-maki. Tiba-tiba tubuh Can Kok melayang dan kipasnya dikebutkan kearah
kepala orang-tua itu. Kalau kipasnya mengenai kepala kakek itu, tentu kepala itu akan hancur
berantakan! Akan tetapi pada saat itu, terdengar bentakan halus,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 109
:: CerSil KhoPingHoo :
"Orang kejam! Lepas tanganmu!" Dan tahu-tahu kipas yang menyerang kepala kampung itu terpental
ketika sebatang pedang menangkisnya dengan tepat,
Can Kok melompat mundur dengan muka marah sekali, karena ternyata bahwa yang menangkis
serangannya tadi adalah Kui Eng, gadis yang datang bersama Pek Bi Lojin. Kui Eng tadinya merasa ragu
untuk membantu Pek Bi Lojin, oleh karena ia masih belum yakin betul akan kejahatan gerombolan Kipas
Hitam, akan tetapi ketika rombongan orang dusun itu datang menyerbu dan mendengarkan percakapan
yang terjadi antara Can Kok dan kepala kampung mengertilah ia bahwa gerombolan Kipas Hitam benarbenar merupakan gerombolan penjahat yang kejam dan ganas. Mereka telah menculik dan memaksa
puteri kepala kampung itu untuk menjadi isteri Can Kok! Bukan main marah hati gadis itu dan ketika ia
melihat gerakan tangan Can Kok, ia telah bersiap sedia hingga dapat menangkis dan menolong jiwa
kepala kampung ketika diserang oleh Can Kok yang berhati kejam itu.
"Aha, jadi Pek Bi Lojin membawa seorang pembantu yang boleh juga kepandaiannya. Bagus, bagus!,"
kata Can Kok.
"Orang she Can," kata Kui Eng, "tadinya aku masih ragu mendengar dari Pek Bi Lo-Enghiong bahwa
kalian adalah orang-orang jahat yang berhati busuk. Tidak tahunya kau benar-benar berbatin rendah,
hingga tidak merasa malu untuk menculik anak gadis orang. Sekarang tidak saja aku datang untuk
membantu Pek Bi Lo-Enghiong, akan tetapi juga untuk mewakili Khungcu ini minta kembali anak
gadisnya!" Can Kok membelalakkan matanya dengan marah sekali.
"Gadis itu sudah menjadi isteriku, orang lain tak boleh mencampuri urusan ini!"
"Keparat mesum! Kalau begitu aku harus memampuskanmu!." teriak Kui Eng yang segera menggerakkan
pedangnya menyerang dengan hebat. Can Kok menutup kipasnya dan kini ia menggunakan kipas itu
sebagai senjata.
Kipas itu bukanlah kipas biasa, akan tetapi gagangnya terbuat daripada baja dan ujungnya runcing
hingga kalau ditutup merupakan dua batang senjata runcing yang dimainkan secara luar biasa. Inilah
kelihaian ketiga ketua dari perkumpulan Kipas Hitam, yakni memainkan kipas sebagai senjata yang
ampuh. Kepandaian tunggal ini mereka pelajari dari suhu mereka dan selama mereka menjagoi
dikalangan liok-lim, jarang mereka menemui tandingan. Akan tetapi kini Can Kok bertemu dengan Kui
Eng, murid Lui Sian Lojin yang dulu mengobrak-abrik sarang mereka bahkan yang dulu membunuh
susiok mereka. Setelah bertempur dua puluh jurus lebih, Kui Eng mulai dapat menekan permainan kipas
lawannya dengan gerakan pedangnya. Can An dan Can Sam malihat hal ini lalu maju mengeroyok, akan
tetapi Pek Bi Lojin berkata,
"Masih ada aku disini, apakah kalian hendak bertempur secara keroyokan?" Can Sam merasa ragu, akan
tetapi Can An lalu mengebutkan kipasnya menyerang Pek Bi Lojin dengan hebat, yang disambut oleh
golok jago tua itu. Sebentar saja mereka berdua bertempur dengan sengit dan ramai. Can Sam lalu maju
membantu kakaknya ini dan mengepung Pek Bi Lojin yang tidak merasa gentar, bahkan lalu memutar
goloknya dengan cepat dan hebat sekali.
Sementara itu, kepala kampung dan para penduduk dusun yang menyerbu keatas bukit, ketika melihat
betapa tiba-tiba seorang gadis muda yang cantik jelita membantu kepala kampung dan kini bahkan
bertempur melawan Can Kok yang menculik puteri kepala kampung itu, lalu berdiri menonton sambil:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 110
:: CerSil KhoPingHoo :
memuji kelihaian gadis itu. Mereka bersiap sedia untuk membantu dan berkelahi mati-matian apabila
anggauta Kipas Hitam turun tangan dan mengeroyok. Menghadapi pertempuran ketiga orang kepala
gerombolan yang berkelahi melawan Pek Bi Lojin dan Kui Eng, orang kampung itu merasa tak berdaya
untuk menolong oleh karena setelah bertempur, bayangan mereka berlima lenyap dan menjadi suram
tertutup oleh berkelebatnya senjata mereka hingga sukar dibedakan mana kawan mana lawan.
Oleh karena itu, mereka hanya menonton saja dengan mata terbelalak kagum. Biarpun ilmu
kepandaiannya tinggi, namun Can Kok tak kuat menghadapi ilmu pedang dan kegesitan tubuh Kui Eng
yang sengaja melompat kesana-kemari mempermainkan lawannya yang menjadi pusing. Tiba-tiba Can
Kok berseru keras sambil membuka kipasnya. Ketika ia mengebut, tiba-tiba dari ujung kipasnya itu
menyambar keluar tiga batang jarum hitam kearah dada Kui Eng. Namun gadis ini telah mendengar dari
Pek Bi Lojin tentang kelihaian dan kecurangan ketua Kipas Hitam itu mempergunakan jarum rahasia
yang disembunyikan didalam kipas, maka begitu ia melihat benda hitam kecil menyambar ia cepat
mempergunakan pedangnya untuk menyampok.
Can Kok berseru lagi dan kini terbang menyambar enam batang jarum, tiga meluncur kearah leher dan
tiga pula kearah paha Kui Eng. Serangan ini demikian cepatnya, lalu disusul dengan pukulan kipas kearah
dada gadis itu hingga Kui Eng tak sempat pula menangkis semua serangan ini. Ia lalu berseru nyaring dan
tiba-tiba tubuhnya mencelat keatas dengan cepat sekali bagaikan burung walet menyambar keatas.
Sambil melompat, digerakkannya kakinya hingga tubuhnya melayang dan melewati kepala Cang Kok dan
semua serangan itu dapat dielakkannya sekaligus. Ketika Can Kok cepat memutar tubuhnya, Kui Eng
membalas dan mendahuluinya dengan serangan pedangnya bertubi-tubi. Dalam gemasnya karena
lawannya menggunakan senjata rahasia, Kui Eng mengeluarkan serangan ilmu pedangnya yang paling
berbahaya. Can Kok mencoba menangkis dan,
"Brett!" pedang Kui Eng membabat ditengah kipas diantara dua gagang hingga kain hitam yang
terpasang pada gagang itu pecah dan ujung pedang terus membacok tangan Can Kok! Kepala
gerombolan yang pendek ini menjerit kesakitan, kipasnya terlempar dan tangan kanannya terbacok
pedang hampir putus! Can Kok hendak melompat mundur, akan tetapi sebuah tendangan kaki kiri Kui
Eng dengan cepat mengenai dadanya hingga ia roboh terguling tak sadarkan diri! Dalam gemasnya, Kui
Eng melompat maju hendak membunuh orang jahat itu, akan tetapi tiba-tiba dari samping menyambar
pukulan yang hebat hingga terpaksa ia membuang diri untuk menghindarkan diri sambil memutar
pedangnya kearah penyerangnya.
"Traaang!" Pedangnya beradu dengan gagang kipas yang digunakan oleh Can Sam untuk menyerangnya
tadi ketika ketua ketiga ini berusaha menolong kakaknya. Biarpun Can Sam tidak berhasil menyerang Kui
Eng, akan tetapi ia telah menolong nyawa kakaknya dengan serangan itu. Ternyata bahwa dengan
keroyokan mereka berdua. Tian An dan Can Sam berhasil mendesak Pek Bi Lojin hingga kakek yang
gagah ini merasa kewalahan juga. Ia hanya memutar goloknya untuk melindungi dirinya tanpa kuasa
membalas sedikitpun juga. Namun berkat Ilmu goloknya yang lihai, kedua saudara Can itu belum
mendapat kesempatan untuk merobohkannya karena golok yang diputar itu merupakan dinding baja
yang luar biasa teguhnya. Kemudian mereka mendengar jeritan Can Kok hingga Can Sam segera
memburu dan berhasil menghindarkan Can Kok dari bahaya maut.
Kini Kui Eng bertempur melawan Can Sam yang tidak kalah tangguhnya dari Can Kok, bahkan tenaga
lweekang sitinggi kurus ini sangat luar biasa. Setelah ditinggalkan oleh Can Sam dan hanya menghadapi
seorang lawan saya, Pek Bi Lojin memperlihatkan keunggulannya. Goloknya menyambar-nyambar
bagaikan halilintar diatas kepala Can An hingga sikate ini menjadi bingung dan terdesak hebat.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 111
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 112
:: CerSil KhoPingHoo :
Pertempuran seorang lawan seorang ini terjadi dengan lebih ramai lagi karena mereka melakukan
serangan mati-matian dan mengerahkan tenaga dan kepandaian untuk merobohkan lawan. Tiba-tiba
Can An menjerit dan paha kirinya hampir putus terkena sabatan Pek Bi Lojin, akan tetapi jago tua itupun
mengeluarkan pekik kesakitan karena dalam robohnya, Can An menyambitkan kipasnya yang dengan
tepat menancap pada pundak kakek itu!
Inilah ilmu kepandaian yang hebat dari Can An. Sambitannya dilakukan pada saat ia terpelanting roboh
hingga tidak diduga oleh lawan dan tenaga sambitannya ini kuat sekali. Berbareng dengan robohnya Can
An dan Pek B? Lojin, kawanan Kipas Hitam menyerbu dan Can Sam yang sudah merasa bingung
menghadapi pedang Kui Eng yang lihai, cepat melompat mundur. Melihat majunya kawanan Kipas
Hitam, orang-orang dusun dengan nekad dan bersorak-sorak gemuruh, maju sambil mengangkat senjata
mereka! Kui Eng maklum bahwa orang dusun itu bukanlah lawan kawanan Kipas Hitam yang pandai ilmu
silat, maka ia segera melompat kearah Can An, menjeret tubuh ketua kedua itu dan melemparkannya
kedekat tubuh Can Kok, lalu berseru nyaring,
"Tahan semua senjata! Can Sam, kalau kau tidak perintahkan anak buahmu mundur, kedua kakakmu ini
akan kubunuh lebih dulu!" Sambil berkata demikian, Kui Eng menodongkan pedangnya pada Can Kok
dan Can An yang belum mati dan yang masih merintih-rintih kesakitan. Can Sam menjadi terkejut dan
berseru,
"Jangan bunuh mereka!," lalu ia memberi tanda dengan bersuit nyaring hingga semua anak buahnya lalu
mengundurkan diri dan memandang kepada ketua mereka dengan bingung dan kuatir.
"Can Sam, kita sudah berjanji untuk berkelahi dengan jujur tanpa ada pengeroyokan. Kalau kau memang
laki yang gagah, apabila kau masih penasaran, marilah maju dan lawan aku sampai penentuan terakhir!


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akan tetapi kalau kau hendak melakukan pengeroyokan dengan anak buahmu, aku akan mampuskan
kedua saudaramu ini, kemudian aku akan membasmi semua anak buahmu!" Ucapan ini dikeluarkan
dengan suara keras dan nyaring serta sikap yang gagah hingga semua kawanan Kipas Hitam menjadi
ketakutan.
"Dengarlah kalian, aku adalah murid dari Lui Sian Lojin yang dulu pernah memberi pengajaran kepada
kalian. Setelah mendapat ampun dari suhu, ternyata sekarang kalian melakukan kejahatan lagi! Maka,
sekali lagi sekarang aku memberi ampun kepada kalian, asalkan kalian suka melepaskan puteri kepala
kampung ini dan membubarkan perkumpulanmu yang jahat ini. Berjanjilah!" Tian Sam sebetulnya
adalah seorang yang tidak jahat dan ia hanya terbawa-bawa oleh kedua kakak angkatnya, Kini melihat
kedua kakaknya telah dirobohkan dan tidak berdaya, maka habislah daja lawannya dan ia tidak tahu
harus berbuat apa. Melihat kegagahan Kui Eng dan mendengar bahwa Kui Eng adalah murid Lui Sian
Lojin, ia dan kawan-kawannya menjadi gentar, maka ia lalu menyawab,
"Baiklah, Lihiap. Kami menurut dan harap kau ampunkan jiwa kedua kakakku."
"Lepaskanlah puteri kepala kampung ini!," perintah Kui Eng dan beberapa orang anak buah Kipas Hitam
lalu masuk kedalam pondok dan tak lama kemudian ia mengiringkan seorang wanita muda yang cantik
dan ketika wanita itu melihat ayahnya, ia lari menubruk dan mereka bertangis-tangisan.
"Sekarang kalian semua harus bubar dan tinggalkan bukit ini! Kalau lain kali aku bertemu dengan
seorang diantara kalian dan melihat kalian melakukan kejahatan lagi jangan menyesal apabila aku
terpaksa berlaku kejam!" Can Sam lalu memberi perintah dan semua anak buah Kipas Hitam lalu turun:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 113
:: CerSil KhoPingHoo :
gunung, cerai-berai dan lari mencari tempat baru.
Sementara itu, beberapa orang kampung lalu menolong Pek Bi Lojin yang baiknya hanya terluka kulit
dan dagingnya saya dibagian pundak dan tidak membahayakan keselamatannya.Kemudian, Kui Eng lalu
melepaskan Can Kok dan Can An, dan membiarkan Can Sam dan beberapa orang kawannya menolong
mereka itu dan membawanya turun gunung. Orang-orang dusun dengan dikepalai oleh kepala kampung,
lalu naik keatas dan membakar semua pondok gerombolan yang telah ditinggalkan oleh penghuninya.
Kemudian mereka lalu turun gunurg, kembali ke dusun mengiringkan Kui Eng dan memanggul tubuh Pek
Bi LOjin. Kui Eng dipuji dan dihormati sebagai seorang pahlawan namanya menjadi buah pujian setiap
orang. Oleh karena sepak-terjangnya yang gagah perkasa dan pakaiannya yang berwarna hijau, maka
orang kampung memberi nama julukan Nona Naga Hijau kepadanya!
Pek Bi Lojin menghaturkn banyak terimakasih kepada Kui Eng yang dijawab dengan merendahkan diri
oleh gadis itu. Juga Pek Bi Lojin mendapat penghormatan dan perawatan dari para penduduk dusun
hingga Kui Eng dapat meninggalkannya dengan hati tenteram. Gadis ini lalu melanjutkan perjalanannya.
Ia merasa bimbang harus pergi kemana. Menurutkan keinginannya, ia hendak menyusul Ang Min Tek ke
kotaraja karena bayangan pemuda pelajar itu selalu terbayang didepan matanya. Akan tetapi, ia menjadi
sedih kalau mengingat bahwa sampai sedemikian lamanya ia merantau, belum juga ia dapat mencari
jejak ibunya. Maka ia lalu mengambil keputusan untuk menuju ke kotaraja dengan jalan memutar dari
barat. dengan pengharapan akan dapat bertemu dengan ibunya. dan juga untuk meluaskan
pengalamannya.
Kita tunda dulu perjalanan Ki Eng yang gagah perkasa dan mari kita tinyau pengalaman Beng Han, murid
pertama dari Lui Sian Lojin. Pemuda ini setelah ditinggalkan kedua adik seperguruannya, yakni Bun Hong
dan Kui Eng, merasa sedih sekali. Ia merasa sedih oleh karena sikap Kui Eng yang ternyata tidak
mencintainya seperti yang ia dengar dari Beng Lian, dan merasa kuatir karena Bun Hong pergi seorang
diri ke kotaraja.
Ia maklum akan kesembronoan dan keberanian Bun Hong yang memungkinkan pemuda itu terancam
bahaya. Oleh karena itu, ia lalu mengambil keputusan untuk menyusul Bun Hong ke kotaraja.
Disepanjang jalan ia teringat kepada Kui Eng dan dengan segala kekuatan batinnya ia menindas
perasaan sedih dan kecewa didalam hatinya, Juga ia diam-diam merasa kasihan kepada Bun Hong
karena menurut cerita Beng Lian, ternyata bahwa Kui Eng juga tidak menaruh hati cinta kepada sutenya
itu, padahal ia maklum bahwa sutenya itu ternyata juga mencintai Kui Eng seperti dia sendiri. Ia merasa
kasihan dan juga terharu mengingat akan pengurbanan sutenya itu yang sengaja menjauhkan diri dan
mengalah terhadapnya, dan ia maklum betapa hancur dan kecewa hati sutenya itu.
Beng Han tersenyum seorang diri dengan sedih kalau teringat betapa ia dan sutenya, kedua-duanya
menjadi kurban asmara, dan orang yang membuat mereka kecewa dan berduka itu bukan lain ialah
sumoi mereka sendiri! Alangkah lucunya! Ia teringat kepada adiknya, Beng Lian dan merasa girang
bahwa adiknya itu telah mendapat seorang calon suami seperti Yu Tek yang gagah perkasa, Diam-Diam
ia berdoa semoga nasib adiknya itu lebih baik daripada nasibnya dan semoga pertunangan adiknya itu
takkan mengalami gangguan. Akan tetapi, mengingat akan semua ini teringat pula ia akan ucapan
ibunya bahwa pernikahan adiknya itu takkan dapat dilangsungkan sebelum ia yang menjadi kakaknya
menikah lebih dahulu!
Beng Han menghela napas berat. Selain Kui Eng, gadis manakah yang akan dapat menawan hatinya?
Pada suatu pagi, ia tiba-tiba disebuah dusun yang besar dan ramai. Dusun ini bernama Kiong-nam-teng:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 114
:: CerSil KhoPingHoo :
dan sawah ladang disekeliling dusun itu amat suburnya. Ketika Beng Han masuk kedalam dusun, ia
merasa heran mengapa hari itu tidak nampak seorangpun disawah dan ketika ia lewat didepan rumahrumah dusun itu, ia melihat para petani duduk berkelompok-kelompok didepan rumah seakan-akan
membicarakan sesuatu dengan wajah penuh kekuatiran dan kemarahan. Beng Han menjadi heran dan
ingin tahu sekali, akan tetapi ia merasa kurang sopan untuk bertanya karena tak baik mencampuri
urusan orang lain.
Oleh karena menduga bahwa tentu terjadi sesuatu yang hebat hingga orango dusun itu tidak pergi
kesawah pada hari itu, maka ia mengambil keputusan untuk berdiam didusun itu dan melihat apakah
gerangan yang terjadi. Setelah matahari naik tinggi, tiba-tiba orang dusun keluar dari rumah dan menuju
kesebuah tempat terbuka dan berkumpul disitu. Tak lama kemudian, dari jurusan timur datang
serombongan orang yang terikat tangannya dan dua orang mengiringkan mereka. Dua orang ini, yang
seorang berpakaian seperti seorang tosu dan seorang lagi berpakaian seperti seorang perwira tinggi.
Beng Han tak dapat menahan sabarnya lagi karena ingin tahu. Maka ia lalu berbisik dan bertanya kepada
seorang petani tua yang berdiri ditempat itu dengan diam tak berkata seperti orang lain.
"Lopek, sebetulnya apakah yang terjadi? Siapakah mereka yang dibelenggu dan digiring kesini itu? Dan
siapa pula yang menggiring mereka?" Tanyanya karena menduga bahwa orang itu mungkin penjahat
yang tertangkap. Kakek petani itu menarik napas berat dan menjawab dalam bisikan pula,
"Siangkong, agaknya kau orang datang dari jauh maka tidak tahu akan arti semuanya ini. Kedua orang
itu, perwira dan tosu itu adalah utusan dari kerajaan dan mereka datang untuk memberi hukuman
kepada kepala kampung kami beserta semua petugas yang memerintah kampung kami." Beng Han
menduga bahwa kepala kampung beserta pembantu-pembantunya itu tentu telah melakukan semacam
kejahatan, akan tetapi kalau demikian halnya, tentu orang dusun tidak menjadi berduka, bahkan
seharusnya bergirang.
"Kejahatan apakah yang telah mereka lakukan?," tanyanya.
"Kejahatan?" kakek itu mengulang perkataannya dengan muka sedih, "Bukan kejahatan yang mereka
lakukan! Bahkan karena mereka melakukan kebaikan, maka mereka terhukum." Bukan main herannya
hati Beng Han mendengar ini hingga ia memandang kakek itu dengan mata terbelalak.
"Aneh sekali!" katanya dengan agak keras hingga semua orang memandangnya, "Bagaimana orang yang
melakukan kebaikan dijatuhi hukuman?"
"Stt, jangan keras, siangkong, kalau terdengar oleh mereka kita akan dihukum pula, Kepala kampung
kami adalah seorang mulia yang membela kami dan dengan diam-diam ia mengurangi pemungutan
pajak dan didalam laporannya ia memperkecil jumlah dan luasnya sawah-ladang kami. Akan tetapi
celaka, perbuatannya yang hendak menolong kami itu diketahui oleh pembesar? tinggi hingga sekarang
datang dua orang utusan dari kotaraja untuk menjatuhi hukuman!" Beng Han merasa penasaran dan
marah sekali.
"Apakah hukuman yang hendak dijatuhkan kepada mereka?"
"Entahlah, akan tetapi kami mendengar bahwa kepala kampung akan dijatuhi hukuman lima puluh kali
cambukan sedangkan para pembantunya tiga puluh kali!" Sementara itu, rombongan orang yang
dibelenggu itu telah sampai ditengah lapangan. Mereka terdiri dari tujuh orang laki yang sudah berusia:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 115
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 116
:: CerSil KhoPingHoo :
empat puluh tahun lebih, dan semua menundukkan kepala. Perwira yang tadi menggiring mereka lalu
memandang kepada semua orang dusun yang berkumpul dan mengelilingi tempat itu, lalu berkata
dengan suaranya yang besar,
"Kalian semua lihatlah baik?! Tujuh orang ini tidak melakukan tugas mereka dengan jujur dan telah
mencatut hasil pajak negara! Menurut patut, mereka harus dihukum mati, akan tetapi Thio-Taijin yang
berwewenang dalam urusan ini telah memperlihatkan kebaikan hatinya dan hanya menjatuhi hukuman
rangket saja. Biarlah hukuman ini menjadi contoh bagi semua orang yang berani membangkang dan
melakukan kecurangan dalam hal pembayaran pajak."
Setelah berkata demikian, perwira itu lalu memberi tanda kepada seorang yang berpakaian tentara
untuk melakukan tugasnya. Baju kepala kampung dan pembantunya ditanggalkan hingga tubuh atas
mereka menjadi telanyang. Terdengar cambuk berdetak dan rintihan orang kesakitan. Mana orang tua
itu dapat menahan hukuman itu? Baru sepuluh kali saja cambuk yang panjang dan berat itu
menghantam punggung, seorang tua yang menjadi kurban pertama telah lemas dan pingsan! Beng Han
tak dapat mengendalikan perasaan hatinya lagi. Sekali tubuhnya melompat ia telah berada didepan
tentara yang menjadi algojo itu dan dengan cepat ia merampas cambuk.
Ketika algojo itu hendak memukulnya, tangan kirinya menampar kepala algojo itu yang segera
terpelanting dan bergulingan diatas tanah sambil memegangi kepalanya dan meraung-raung karena
kepalanya terasa sakit bagaikan terpukul besi! Perwira yang tinggi besar itu bukan lain ialah Bong Kak
Im, perwira atau jago nomor satu dari Thio-Thaikam yang sedang menjalankan tugas memeriksa dan
menghukum kepala kampung didusun Kiong-nam-teng karena terlalu membela rakyat dusun! Adapun
tosu yang mengawaninya adalah Tek Po Tosu, pendeta yang lihai dan yang menjadi pelindung utama
dari Thio-Thaikam. Tentu saja Bong Kak Im merasa marah sekali melihat munculnya seorang muda yang
gagah dan cakap, dan yang berani berlancang-tangan menyerang algojo yang sedang menjalankan
pekerjaannya.
"Bangsat rendah, apakah kau hendak memberontak?," bentaknya.
"...Perwira kejam, jangan kau menggunakan kedudukan untuk menyiksa orang baik!," Beng Han balas
membentak. Terputar kedua mata Bong Kak Im yang besar mendengar ucapan ini.
"Eh, bocah gila! Tak tahukah bahwa kau sedang berhadapan dengan seorang perwira kepercayaan ThioTaijin? Kau tidak tahu siapa aku?"
"Tentu saja aku tahu. Kau adalah seorang perwira bayaran yang kejam dan ganas, yang menganggap
bahwa didunia ini tidak ada orang yang akan berani menentangmu! Akan tetapi aku Gan Beng Han,
sama sekali tidak takut kepada seorang manusia iblis seperti kau!"
"Kurang ajar!" Bong Kak Im membentak dan memukul dengan tangan kanannya dengan keras dan
cepat. Beng Han segera mengelak dan membalas dengan serangan yang cepat pula hingga diam-diam
Bong Kak Im terkejut dan segera menangkis. Tadinya ia menyangka bahwa pemuda ini adalah seorang
muda dari dusun itu yang masih terhitung keluarga lurah yang dihukum itu dan yang merasa sakit-hati
melihat keluarganya dihukum. Tidak tahunya pemuda ini memiliki ilmu silat yang cukup hebat, karena
kalau tidak memiliki ilmu silat tinggi, tak mungkin akan dapat mengelak dari serangan tadi sedemikian
mudahnya. Maka ia lalu berseru keras dan tiba-tiba ia telah mencabut keluar sepasang senjatanya yang
luar biasa dahsyatnya dan yang mengerikan setiap orang yang melihatnya,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 117
:: CerSil KhoPingHoo :
Yakni sepasang kapak yang besar dan tajam sekali hingga ketika ia gerakkan dikedua tangannya, kapak
itu berkilauan tertimpa sinar matahari! Orang-orang dusun melihat perwira itu memainkan sepasang
senjata yang demikian mengerikan, tak terasa lagi menjerit dan mundur menjauhi, akan tetapi dengan
tersenyum tenang Beng Han lalu mencabut pedangnya dan menghadapi serangan lawannya dengan
tenang. Bong Kak Im mengeluarkan seruan keras dan menyerang sambil mengobat-abitkan kedua
kapaknya, menyerang kearah kepala dan pinggang Beng Han. Sekali saja terbacok oleh kapak yang lebar
dan tajam itu, kepala pasti akan terbelah dua dan pinggang akan putus! Akan tetapi, Beng Han yang
memiliki ketenangan dan kewaspadaan besar, tidak menjadi gentar menghadapi serangan sepasang
senjata yang kuat dan teguh bagaikan seekor naga sakti keluar dari samudera.
Bong Kak Im merasa heran sekali oleh karena setiap kali kapaknya kena tertangkis, ia merasa tangannya
tergetar. Bukan main hebatnya tenaga pemuda yang mampu nenggetarkan tangannya ini, maka ia
menjadi penasaran dan malu sekali. Sambil mengeluarkan geraman hebat bagaikan seekor harimau
marah perwira yang menjadi jago nomor satu dari Thio-Thaikam itu lalu mengeluarkan seluruh
kepandaiannya untuk merobohkan pemuda ini. Beng Han merasa terkejut juga menyaksikan kelihaian
lawannya. Ia tak pernah menduga bahwa perwira yang menjadi utusan Thio-Taijin itu demikian
tangguhnya maka diam ia mengeluh oleh karena kalau di kotaraja banyak terdapat perwira setangguh
ini, pasti Bun Hong akan mengalami bencana besar.
Maka ia lalu teguhkan batinnya dan mengerahkan segala kepandaiannya untuk segera mengakhiri
pertempuran ini. Untuk dapat menjatuhkan seorang lawan yang memiliki ilmu kepandaian tidak
disebelah bawah tingkat kepandaiannya sendiri tidak ada lain jalan kecuali menyerangnya dengan
serangan maut dan kalau perlu menewaskannya! Maka ia merobah gerakan pedangnya yang kini
menyambar bagaikan naga mengamuk. Sinar pedangnya berkelebat bagaikan kilat menyambar dan
mencari lowongan diantara gulungan dua batang kapak itu, hingga Bong Kak Im terpaksa harus berlaku
hati dan melakukan perlawanan sambil mundur karena ujung pedang lawannya itu beberapa kali hampir
saja menusuk lehernya!
Tek Po Tosu hilang sabarnya melihat betapa Bong Kak Im belum juga dapat merobohkan pengacau itu,
bahkan nampak terdesak. Tosu ini lalu melompat dan mengirim serangan dengan kebutan ujung lengan
bajunya kearah Beng Han. Pemuda itu terkejut karena kebutan lengan baju itu mengandung tenaga
lweekang yang besar, maka iapun lalu menangkis dengan sampokan tangan kiri yang dikerahkan dengan
tenaga lweekang hingga kebutan lengan baju itu tertangkis. Tek Po Tosu menjadi terkejut dan tahulah ia
mengapa Bong Kak Im terdesak oleh karena memang pemuda itu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Ia terheran, karena dari manakah datangnya seorang pemuda yang demikian lihainya?
"Tahan dulu!," seru Tek Po Tosu dengan keras sambil mencabut siangkiamnya (sepasang pedang) dan
memisah ditengah-tengah pertempuran. Bong Kak Im melompat kebelakang dan Beng Han juga tidak
mau mengejar. Ia berdiri melintangkan pedang didada dan memandang tajam kepada tosu yang lihai itu.
"Anak muda, sebetulnya apakah kehendakmu membuat kekacauan ini?," tanya Tek Po Tosu dengan
suara halus.
"Totiang," kata Beng Han dengan suara tetap, "Kau adalah seorang pendeta, maka tentu kau tahu betul
tentang prikemanusiaan. Aku datang mencampuri urusan ini tak lain karena terdorong oleh rasa
prikemanusiaan. Pembesar atasan telah melakukan pemerasan terhadap para petani dan memasang
tarip pajak yang mencekik leher, itu namanya perbuatan yang melanggar prikemanusiaan. Kemudian,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 118
:: CerSil KhoPingHoo :
kepala kampung ini dan para pembantunya yang menurutkan dorongan prikemanusiaan pula,
membantu para petani miskin dan meringankan beban pajaknya, akan tetapi perbuatan yang baik ini
bahkan mendapat hukuman kejam dari perwira ini. Apakah aku yang dididik untuk mengabdi
prikemanusiaan dan membela keadilan harus mendiamkan saja hal ini terjadi?" Tek Po Tosu tersenyum
mengejek.
"Anak muda, jangan kau mencoba memberi pelajaran kepada pinto tentang prikemanusiaan yang palsu!
Ketahuilah bahwa setiap negara mempunyai peraturan masing-masing dan rakyat jelata harus
mentaatinya. Kalau ada yang tidak mentaati undang-undang itu berarti bahwa rakyat memberontak!
Kau yang digerakkan oleh hatimu yang lemah, kalau kau membela kepala kampung ini dan melawan
kami, berarti pula bahwa kaupun memberontak! Apakah kau ingin dianggap pemberontak oleh
pemerintah?" Beng Han tersenyum juga.
"Lagu lama bagiku! Memang inilah senjata para petugas dalam melakukan kekejaman mereka,
Memberontak! Orang lemah diinjak, orang miskin diperas, dicekik lehernya, orang baik-baik dicambuki
dan disiksa, dan kalau mereka melawan? Mudah saja, lalu dicap pemberontak! Hm bagus, bagus! Akan
tetapi aku tidak takut dicap pemberontak dan selama aku masih hidup, kekejaman macam ini tidak
boleh berjalan tanpa kucegah!."
"Kau mencari mampus!"
Bong Kak Im membentak dan menyerang lagi dengan sepasang kapaknya. Beng Han segera menangkis
dan balas menyerang. Akan tetapi kini Tek Po Tosu yang maklum akan kelihaian pemuda itu, tidak
tinggal diam dan menggunakan siangkiamnya mengeroyok. Ilmu kepandaian tosu ini masih lebih tinggi
daripada kepandaian Bong Kak Im, maka tentu saja Beng Han merasa berat dan terdesak sekali ketika
mereka berdua menyerang dan mengeroyoknya dengan sengit. Akan tetapi, tidak percuma Lui Sian Lojin
menggembleng pemuda ini dengan ilmu silat tinggi. Kakek sakti itu telah pula. mempersiapkan semacam
ilmu pedang yang khusus dicipta untuk menghadapi desakan lawan yang tangguh atau keroyokan orang
bersenjata, Beng Han lalu memainkan ilmu silat itu yang disebut ilmu gerakan Dewa Berpajung Dibawah
Hujan.
Pedangnya berputar cepat merupakan dinding baja yang melindungi seluruh tubuhnya dari serangan
kedua lawannya yang amat tangguh itu. Betapapun juga, ilmu silat Tek Po Tosu dan Bong Kak Im sudah
mencapai tingkat yang tinggi, maka berkat kerja-sama mereka, empat buah senjata dikedua tangan
mareka merupakan bahaya maut yang mengancam jiwa Beng Han oleh karena, biarpun ia dapat
mempergunakan ilmu pedangnya untuk mempertahankan diri, sampai berapa lamakah ia akan sanggup
mempertahankan diri tanpa dapat membalas sedikitpun juga? Sepasang kapak ditangan Bong Kak Im
menyambar dengan kekuatan besar sekali, sedangkan sepasang pedang Tek Po Tosu selalu mencoba
untuk menerobos pertahanan pedangnya dengan gerakan gesit dan tenaga lweekang yang kadang
menggetarkan pedangnya.
Tek Po Tosu merasa penasaran dan malu karena dengan mengeroyok dua, belum juga ia dan Bong Kak
Im merobohkan pemuda itu padahal mereka telah bertempur hampir seratus jurus lamanya! Jarang ia
menjumpai lawan yang dapat bertahan bertempur melawannya sampai sedemikian lama, apalagi kalau
dikeroyok dua dengan Bong Kak Im yang bukan orang sembarangan pula karena Bong-Ciangkun ini
merupakan jago silat kepercayaan Thio-Thaikam yang nomor satu! Maka dengan marah sekali Tek Po
Tosu mendesak makin hebat dengan pedang ditangan kanannya, sedangkan tangan kirinya lalu
memasukkan pedangnya disarung pedang sambil mengeluarkan senjata rahasianya yang amat terkenal:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 119
:: CerSil KhoPingHoo :
karena kelihaiannya.
Senjata ini merupakan sehelai saputangan yang kedua ujungnya disatukan hingga merupakan
bandringan, didalamnya diisi dengan jarum dan apabila dikebutkan maka jarum itu terbang menyambar
kearah lawan. Kelihaian senjata ini ialah bahwa sambitan dengan saputangan yang merupakan
bandringan ini sukar sekali diduga oleh lawan kemana arah jarum? itu menyerang. Apabila jarum itu
disambitkan biasa dengan tangan, maka gerakan tangan akan dapat dilihat dan diduga kemana jarum
hendak disambitkan, sedangkan saputangan ini digerakkan oleh pergelangan tangan yang sukar diikuti
oleh mata lawan. Ben Han masih belum tahu senjata apakah yang dikeluarkan oleh lawannya itu dan
tahu-tahu tosu itu membentak,
"Robohlah kau!" Saputangannya dikebutkan dan pedang ditangan kanan mendahului dengan serangan
hebat hingga Beng Ha yang pada saat itu sedang mengelak cepat dari sambaran kapak Bong Kak Im,
terpaksa harus menangkis pedang yang menyambar kearah dadanya itu. Tangkisan inilah yang membuat
ia tidak sempat untuk menangkis sinar-sinar hijau yang tiba-tiba keluar dari saputangan yang dikebutkan
itu dan cepat ia berseru sambil menggulingkan tubuhnya kebelakang untuk menghindarkan diri dari
serangan senjata-rahasia itu Akan tetapi terlambat sebuah diantara jarum-jarum itu telah menancap
kepundak kirinya dan karena tepat menusuk urat besar. Beng Han merasa betapa seluruh lengan kirinya
menjadi lumpuh! Sedangkan pada saat itu, sepasang kapak Bong Kak Im menyambar kearah kepala dan
dadanya dibarengi bentakan menyeramkan dari perwira itu!
Pemuda itu sedang telentang diatas tanah dan karena serangan kedua kapak itu datangnya amat hebat
dan cepat, agaknya pemuda itu takkan tertolong lagi, kalau tidak kepalanya akan pecah, tentu dadanya


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan terbelah! Akan tetapi Beng Han mempunyai ketabahan dan ketenangan yang luar biasa hingga
biarpun nyawanya telah tergantung kepada sehelai rambut dan keadaannya berbahaya sekali, ia tidak
kehilangan akal. Kalau ia merasa takut atau bingung, akan hilanglah nyawanya. Namun, murid pertama
dari Lui Sian Lojin ini ketika melihat datangnya serangan, melihat betapa kapak itu datangnya tidak
berbareng, yakni yang ditangan kanan Bong Kak Im datang lebih dulu menghantam kepalanya dan kapak
kedua menyusul kearah dada. Cepat sekali pemuda itu memiringkan kepala hingga dengan suara keras
kapak itu lewat dekat sekali dengan telinganya dan menancap ditanah,
Sedangkan pada saat itu juga ia melakukan gerakan yang nekad dan berhasil, yakni dengan pedangnya ia
menyambut tangan kiri Bong Kak Im dengan sebuah tusukan kearah pergelangan tangan perwira itu!
Bog Kak Im lihai sekali, dan ketika ia melihat serangan balasan kearah pergelangan tangannya, ia segera
menarik tangannya akan tetapi ia melepaskan kapaknya itu yang terus meluncur kebawah, kearah dada
Beng Han! Kali ini Beng Han amat terkejut karena serangan lawan ini tak pernah disangka-sangkanya.
Tadinya ia mempunyai perhitungan bahwa dengan serangan balasan itu, tentu lawannya akan menarik
kembali kapaknya, tidak tahunya perwira itu meneruskan serangan dengan membantingkan kapak itu
terus kearah dadanya setelah melepaskan gagang kapak dan menyelamatkan tangan dari tusukan
pedangnya!
Beng Han berseru keras dan menggulingkan tubuhnya, akan tetapi tak cukup cepat untuk dapat
menghindarkan tubuhnya sama sekali dari serangan itu, karena ketika tubuhnya bergulingan, kapak itu
masih berhasil menjerempet dan melukai bahu kanannya yang segera mengucurkan darah banyak
sekali! Beng Han melompat berdiri dan biarpun ia merasa betapa bahu kanannya perih dan sakit sekali,
akan tetapi ia tidak mau melepaskan pedangnya dan cepat menyerang Tek Po Tosu yang berada
didekatnya. Tangan kiri Beng Han tak dapat digerakkan dan masih lumpuh, sedangkan darah tiada
hentinya mengucur dari bahu kanannya, hingga para penduduk dusun yang menyaksikan pertempuran:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 120
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 121
:: CerSil KhoPingHoo :
itu dan yang tadi sudah meramkan mata ketika melihat Beng Han diserang oleh kapak perwira, kini
merasa terharu dan kasihan sekali. Tek Po Tosu tertawa gelak?.
"Anak muda, bersiaplah untuk binasa!" Setelah berkata demikian, pendeta itu menyerang makin ganas,
sedangkan Bong Kak Im telah mengambil kembali kapaknya dari atas tanah. Melihat hal ini, Beng Han
maklum bahwa ia tak mungkin dapat melawan terus, karena kalau ia terus melawan, berarti ia mencari
mati. Biarpun andaikata ia masih akan dapat mempertahankan diri terhadap serangan dua orang lawan
tangguh itu, tetap saja ia akan roboh karena kehabisan darah. Tubuhnya mulai terasa lemas dan
kepalanya terasa pening
"Maaf, saudara-saudara petani, kali ini siauwte tak dapat membelamu!," serunya dengan hati kecewa
dan ia lalu melompat jauh. Kedua orang itu tidak mengejar, hanya tertawa gelak karena mereka merasa
gentar untuk mengejar pemuda yang lihai itu, apalagi karena mereka menyaksikan betapa ilmu lompat
jauh pemuda itu tinggi sekali dan sebentar saja Beng Han telah lenyap dari pandangan mata mereka.
Bong Kak Im dan Tek Po Tosu lalu melanjutkan pelaksanaan hukuman yang tertunda itu dan cepat-cepat
meninggalkan kampung Kiong-nam-teng karena kuatir kalau-kalau pemuda kosen tadi datang lagi
membawa kawan!
Dengan kepala terasa nanar tubuh lemas, dan bahu-kanannya sakit dan panas sekali, Beng Han terus
berlari masuk kedalam hutan diluar kampung itu. Larinya mulai terhuyung-huyung dan akhirnya ia roboh
diatas tanah bertilamkan rumput hijau. Ia rebah tak sadarkan diri dan sampai lama ia pingsan, yang
memberatkannya bukanlah luka dibahu kanan itu, karena biarpun banyak mengeluarkan darah akan
tetapi tidak berbahaya dan tubuh Beng Han kuat sekali hingga banyak darah yang keluar dari lukanya itu
tidak mempengaruhinya terlalu hebat.
Akan tetapi, ternyata bahwa jarum rahasia yang menancap dipundak kiri dan yang membuat seluruh
lengan kirinya menjadi lumpuh itu mengandung bisa yang jahat. Dan inilah yang membuat kepalanya
menjadi pusing dan tubuhnya lemas sekali. Ketika Beng Han membuka matanya, ia menjadi bingung.
Serasa dalam mimpi ketika ia melihat seorang gadis berpakaian serba putih berlutut didekatnya. Beng
Lian kah gadis ini? Ia membuka mata dan memandang penuh perhatian. Kepusingannya masih menekan
berat pada kepalanya, membuat pandangan matanya kurang terang. Bukan, bukan adiknya, akan tetapi
seorang gadis yang sama cantiknya dan yang asing sama sekali baginya. Bidadarikah? Sudah matikah dia
maka bertemu dengan bidadari?
"Bidadari yang mulia, sudah matikah aku?" tanyanya dengan suara bisikan, hingga wanita cantik itu
harus mendekatkan kepalanya untuk dapat mendengar gerakan bibirnya, Tercium oleh Beng Han
keharuman rambut yang panjang itu. Wajah gadis itu memerah karena jengah mendengar bisikan Beng
Han yang menyebutnya bidadari itu.
"Taihiap, kau terluka hebat. Mari kuantar kepondok suhu, supaja kau mendapat perawatan yang baik,"
kata gadis itu. Beng Han tersadar bahwa ia bukan sedang mimpi, juga bukan telah mati, dan bahwa gadis
ini bukanlah seorang bidadari, akan tetapi seorang manusia yang cantik dan yang hendak menolongnya!
Ia tersenyum dan bangun lalu duduk sambil memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut.
"Mari, Taihiap, kalau terlambat, aku takut mereka itu akan datang kesini." Beng Han maklum akan
kekuatiran gadis ini, maka ia lalu bangun dan berdiri, akan tetapi hampir saja ia terguling lagi kalau tidak
gadis itu cepat memegang lengannya. Kepalanya berdenyut-denyut dan tanah yang dipijaknya seakan
berubah menjadi gelombang laut dan berputaran disekelilingnya.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 122
:: CerSil KhoPingHoo :
"Mari kubantu Taihiap. Tidak jauh pondok suhu dari sini," kata suara gadis yang merdu itu.
"Terimakasih... terimakasih...," bisik Beng Han dan dengan tersaruk-saruk ia melangkah lagi beberapa
tindak, akan tetapi kembali ia menahan langkahnya dan menjatuhkan diri duduk diatas tanah. Gadis itu
berlutut disebelahnya.
"Bagaimana, Taihiap, tidak kuatkah kau?," tanyanya dengan penuh kecemasan.
"Kepalaku... kepalaku..." Beng Han mengeluh sambil memejamkan matanya karena kalau mata itu
dibukanya, ia merasa pusing sekali melihat segala apa berputar-putar didepan matanya. Bahkan wajah
gadis yang berdaya menolongnya itupun tak dapat ia lihat dengan jelas dan hal ini mengesalkan hatinya
benar. tiba-tiba ia merasa betapa jari tangan yang halus dan lunak memijit kepalanya, Sentuhan ini
mengurangi denyutan didalam kepalanya.
"Enak... enak dan nyaman sekali..." bisiknya dan makin asyiklah kedua tangan gadis itu memijit-mijit
kepalanya.
"Taihiap, kita harus lekas pergi dari sini. Kalau kedua keparat itu liwat disini, kau akan mendapat
celaka!," bisik gadis itu. Teringatlah Beng Han kepada kedua orang lawannya yang tangguh. Maka ia lalu
berdiri lagi dan berkata perlahan,
"Marilah, bawalah aku kemana saja, aku percaya kepadamu..." Dan ia lalu memaksa dirinya melangkah
maju, berpegang pada tangan dan pundak orang yang menolongnya itu, tidak ingat sama sekali bahwa
orang itu adalah seorang gadis, gadis yang muda dan cantik!
"Kasihan... lenganmu penuh darah...," ia mendengar gadis itu berkata perlahan dan menahan isak. Beng
Han diam saja, hanya berjalan terhuyung-huyung terus sambil memejamkan matanya, menurut saja
kemana ia dibawa oleh penolongnya.
"Kasihan, pemuda gagah perkasa yang malang...," kata gadis itu pula perlahan.
"Apa katamu?," Beng Han bertanya sambil mencoba memandang wajah orang yang berjalan didekatnya
itu, akan tetapi ia hanya melihat bayang-bayang saja.
"Wajahmu pucat sekali...," kata gadis itu, akan tetapi Beng Han tak dapat mendengarnya lagi lanjutan
kata-kata ini karena tiba-tiba ia mengeluh dan pingsan dalam pelukan gadis itu! Ia tidak tahu betapa
gadis itu dengan sigapnya lalu memondong tubuhnya dan berlari menuju kesebuah pondok kecil
ditengah hutan! Melihat tenaga dan kegesitan gadis itu, dapat diduga bahwa ia sedikitnya memiliki ilmu
kepandaian silat yang lumajan juga. Beng Han siuman kembali dari pingsannya. Panca inderanya bekerja
kembali pikirannya yang tadinya melayang entah kemana itu sekarang mulai berkumpul kembali. Ia tidak
membuka matanya, dan tetap rebah telentang mengumpulkan ingatannya. Ia masih merasa bingung.
Tiba-tiba suara yang tadinya hanya merupakan bisikan dari jauh itu makin terdengar nyata.
"Jarum itu tepat mengenai urat darah dan bisa dari jarum itu telah mengotorkan darahnya. Untung
sekali tubuhnya kuat hingga didalam tubuhnya cukup terdapat daya yang menolak bahaya racun itu,"
demikian terdengar suara orang yang diucapkan dengan lemah-lembut, seperti biasa suara orang yang
telah lanjut usianya.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 123
:: CerSil KhoPingHoo :
"Dia memang gagah dan berbudi, patut kita rawat dan tolong sampai sembuh betul. Harap saja totiang
suka menolongnya sedapat mungkin," kata suara orang lain.
"Pinto akan berdaya sedapat mungkin, dan pinto yakin bahwa ia akan sembuh kembali, walaupun akan
makan waktu agak lama," kata suara yang lemah-lembut tadi. Beng Han membuka matanya dengan
perlahan.
"Ia siuman kembali," tiba-tiba terdengar suara yang merdu dan halus, suara yang membuat Beng Han
teringat akan segala peristiwa yang dialaminya, karena suara inilah yang tadinya merupakan teka-teki
baginya. Ia seakan-akan selalu mendengar suara yang halus ini ketika ia siuman, akan tetapi setelah
diputar ingatannya, tak juga ia dapat mengingat siapa orang itu atau suara siapakah yang menggema
ditelinganya itu. Kini setelah suara itu terdengar oleh telinganya, teringatlah ia bahwa itulah suara orang
yang dulu menolongnya! Ia membuka matanya dan pertama yang dilihatnya adalah wajah seorang tua
yang berpakaian seperti seorang tosu. Pendeta ini sudah tua sekali, rambut dan jenggotnya sudah putih
semua dan wajahnya membayangkan kesabaran dan kebijaksanaan. Beng Han mengalihkan pandang
matanya dan kini ia mulai mencari dengan matanya.
Ia melihat wajah kepala kampung yang mendapat hukuman dari dua orang utusan Thio-Thaikam dan
yang telah dibelanya itu, akan tetapi ia tidak perdulikan pandangan penuh kagum dan terimakasih dari
orang-tua itu, dan segera melayangkan pandang matanya kearah lain, mencari-cari. Beberapa buah
wajah orang yang dikenalnya sebagai pembantu kepala kampung dilewatinya saja dan akhirnya
bertemulah ia dengan wajah yang dicari-carinya. Wajah seorang dara muda dengan sepasang mata yang
membayangkan kemesraan dan kehalusan wajah yang manis dan bersih, wajah seorang bidadari.
Pandang mata Beng Han menatap wajah ini dan perlahan-lahan, bibirnya tersenyum. Tiba-tiba wajah itu
menjadi merah sampai ketelinganya dan mata yang halus lembut sinarnya itu menunduk, memandang
kebawah, akan tetapi mulut yang kecil itu tersenyum manis.
"Terimakasih...," Beng Han berbisik.
"...Taihiap," kata kepala kampung itu dengan suara menghormat, "Kami merasa bersukur sekali melihat
bahwa kau dapat disembuhkan kembali. Kegagahanmu yang telah berani mengurbankan diri demi
pembelaanmu kepada kami, sungguh mengagumkan hati dan kami berterima kasih sekali kepadamu."
Beng Han menarik napas panjang.
"Siauwte yang harus menghaturkan terimakasih..., bukan siauwte yang menolong cuwi, akan tetapi
bahkan sebaliknya..." Pemuda ini merasa kecewa sekali. Tadinya ia hendak menolong penduduk
kampung dari perbuatan sewenang-wenang, akan tetapi sebaliknya kini ia terluka dan bahkan penduduk
kampunglah yang menolongnya!
"Jangan kau kecewa, Taihiap," kata tosu tua itu dengan halus, kau tidak tahu bahwa dua orang yang kau
lawan itu adalah jago-jago nomor satu dari Thio-Thaikam. Tosu itu adalah Tek Po Tosu yang menjadi
penasihat dan pengawal pribadi Thio-Thaikam, sedangkan perwira itu adalah jago nomor satu dari
pembesar Thio, yang bernama Bong Kak Im. Kepandaian mereka lihai sekali, akan tetapi, dengan
seorang diri saja kau dapat bertahan menghadapi mereka, sungguh kegagahan yang jarang terdapat!"
"Totiang, siapakah kau orang-tua yang menolongku?" Tosu itu tersenyum ramah.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 124
:: CerSil KhoPingHoo :
"Tidak ada sebutan menolong dalam hal ini, Taihiap. Pinto adalah seorang ahli pengobatan, sudah
seharusnya pinto merawat setiap orang yang menderita sakit. Pinto adalah Bin Ho Tojin dan yang
mendapatkanmu didalam hutan dan membawamu kesini adalah muridku bernama Giok Hong atau juga
puteri kepala kampung Yo ini." Terkejutlah Beng Han mendengar ini. Tidak tahunya gadis yang seperti
bidadari, yang telah menolongnya, membawanya ketempat tosu ini, adalah murid seorang berilmu dan
puteri dari kepala kampung itu sendiri!
"Ah, kalau begitu siauwte telah menerima budi kalian..." Ia hendak bangkit duduk dan menghaturkan
terimakasih, akan tetapi tubuhnya terasa lemas sekali hingga ia urungkan niatnya.
"Jangan banyak bergerak, Taihiap," kata Bin Ho Tojin. "Ketahuilah bahwa kau telah berbaring dan
pingsan selama lima hari. Kau harus banyak beristirahat dan minum obat yang kusediakan untuk
membersihkan darahmu daripada racun." Beng Han hanya dapat mengangguk dan sambil mengerling
kearah Giok Hong yang masih berdiri disudut, ia berbisik lagi,
"Terimakasih...," setelah itu, ia meramkan mata lagi karena merasa pandang matanya berkunangkunang. Kemudian ia jatuh pulas tanpa terasa, karena pengaruh obat yang didekatkan dibawah
hidungnya oleh Bin Ho Tojin. Ketika pada keesokan harinya ia terjaga dari tidurnya, ia merasa heran
sekali melihat Giok Hong telah berada dikamar itu dan duduk diatas sebuah bangku dekat
pembaringannya.
"Kau..., nona...?," Beng Han berkata heran dan tercengang. Giok Hong mengangguk sambil tersenyum
manis.
"Kau sudah berangsur sembuh, Taihiap, akan tetapi belum boleh banyak bergerak." Suara itu!
"Ah, kaulah orangnya yang menolongku dulu...," katanya. Kulit muka yang putih halus itu berobah
merah.
"Taihiap, harap kau jangan sebut lagi hal itu, hanya membuat aku merasa malu dan jengah saja." Beng
Han diam saja dan memandang tajam kepada wajah yang manis itu. Ia merasa heran sekali mengapa
seorang gadis muda yang demikian cantik, puteri kepala kampung, mengawaninya seorang diri didalam
kamar! Bukankah hal ini amat janggal dan tidak sopan?
"Siocia, siapakah yang menyuruh kau menjagaku disini?!" Gadis itu memandang dengan sepasang
matanya yang bersorot halus, lalu menjawab perlahan,
"Mengapa? Aku sendiri yang menghendakinya."
"Kau...?"
"Ajah dan suhu sudah memperkenankan." Beng Han terdiam. Aneh sekali, mengapa kepala kampung itu
membiarkan anak gadisnya berjaga seorang diri disitu?
"Nona, kau berbudi sekali dan kau membuat aku merasa tidak enak saja."
"Mengapa? Tak sukakah kau kujaga?":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 125
:: CerSil KhoPingHoo :
"Bukan, bukan demikian, Siocia. Akan tetapi, aku menjadi berhutang budi kepadamu. Kau sudah
menolongku, menolong jiwaku dan sekarang kau menjagaiku pula..."
"Apakah artinya ini dibandingkan dengan pertolonganmu kepada kami sedusun?"
"Aku tidak menolong apa-apa, nona bahkan usahaku untuk menghindarkan mereka dari hukuman saja
telah gagal!"
"Akan tetapi kau telah memperlihatkan kegagahan, memperlihatkan pengurbanan besar. Kami
sekampung takkan melupakan perbuatanmu yang gagah dan mulia itu."
"Kalian telah terlalu melebih-lebihkan...," kata Beng Han. Kemudian ia teringat bahwa dulu ketika gadis
ini menolongnya, ia berjalan dengan bantuan nona ini yang dirangkulnya, maka tiba-tiba Beng Han
merasa malu kepada diri sendiri. Ia ingin sekali tahu apakah yang terjadi selanjutnya setelah ia pingsan,
maka ia lalu minta kepada Giok Hong untuk menceritakannya. Gadis itu adalah seorang yang terpelajar,
berwatak halus, dan jujur. Maka kini mendengar pertanyaan pemuda itu, wajahnya menjadi merah
sekali dan ia tidak berani memandang mata Beng Han, Dengan terpaksa dan suara gagap, ia menjawab,
"Kau pingsan dan ketika itu... aku kuatir kalau mereka datang, maka... terpaksa... aku memondongmu
dan membawa lari kesini!" Terbelalak kedua mata Beng Han memandangnya, bukan terheran karena
perbuatan itu yang agaknya kurang patut dilakukan oleh seorang gadis, akan tetapi terheran karena
bagaimana seorang gadis lemah-lembut seperti Giok Hong ini kuat memondong tubuhnya, bahkan
membawa lari? Kemudian ia teringat akan kata-kata Bin Ho Tojin bahwa gadis ini adalah murid tojin itu,
maka ia lalu bertanya,
"Siocia, sebagai murid Bin Ho Tosiang, tentu lihai sekali ilmu silatmu." Giok Hong menarik napas
panjang.
"Kalau ilmu silatku selihai kepandaianmu, masa akan kudiamkan saja dua orang keparat itu melakukan
keganasan didusunku?" Gadis itu lalu menceritakan riwayatnya. Ternyata bahwa Yo Giok Hong adalah
puteri tunggal dari Yo-Khungcu, kepala kampung didusun Kiong-nam-teng itu.
Yo-Khungcu memang terkenal sebagai seorang kepala kampung yang budiman dan ia berlaku sebagai
seorang ayah terhadap orang kampung hingga ia amat dihormat dan dikasihi oleh penduduk dusun itu.
Pada kurang lebih lima tahun yang lalu, dusun itu diserang wabah penyakit yang mengerikan hingga
banyak jatuh kurban. Yo-Khungcu amat bingung melihat keadaan ini, terutama sekali ketika isterinya
sendiri menjadi kurban dan meninggal karena terserang penyakit, bahkan anak tunggalnya, Yo Giok
Hong yang ketika itu berusia sebelas tahun, terserang penyakit pula. Kebetulan sekali, seorang ahli
pengobatan yang menjalankan perantauan melakukan dharma-bakti menolong sesama manusia yang
menderita penyakit, yakni Bin Ho Tojin, sampai didusun itu dan tosu ini segera menggulung lengan baju
dan melakukan pertolongan.
Ia adalah seorang murid ahli pengobatan di Gobisan, maka kepandaiannya dalam hal pengobatan amat
tinggi. Semenjak ia datang, orang yang menderita sakit dapat disembuhkan dan setelah ia membagi obat
kepada mereka yang belum terserang penyakit, wabah itu lenyap dan pergi dari kampung itu. Diantara
mereka yang tertolong olehnya, juga Giok Hong mendapat pertolongan dan sembuh. Untuk menyatakan
terimakasihnya, Yo-Khungcu lalu menyerahkan puteri tunggalnya menjadi murid kakek pendeta itu,
Perbuatan kepala kampung ini sebetulnya bukan semata memikirkan kepentingan sendiri, akan tetapi:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 126
:: CerSil KhoPingHoo :
terutama sekali karena bermaksud mengikat tosu itu supaja tinggal didusunnya hingga keselamatan
penduduk dusun Kiong-nam-teng terjamin!
Demikianlah, maka Giok Hong menjadi murid Bin Ho Tojin yang merasa suka kepada anak yang memiliki
dasar kehalusan budi itu. Ia melatih ilmu pengobatan dan ilmu silat kepada gadis itu dan biarpun Giok
Hong telah memiliki ilmu silat, namun ia tetap bersikap lemah-lembut dan halus. Akan tetapi,
sesungguhnya Bin Ho Tojin lebih pandai dalam hal ilmu pengobatan daripada ilmu silat, sungguhpun
kepandaiannya sudah cukup tinggi kalau hanya untuk menghadapi penjahat biasa saja, Racun yang
terbawa oleh jarum Tek Po Tosu yang menancap tepat diurat pundak Beng Han amat berbahaya dan
kalau saja ia tidak memiliki tubuh yang kuat dan tidak keburu tertolong oleh Bin Ho Tojin yang lihai,
tentu pemuda ini akan tewas atau setidaknya menjadi lumpuh seluruh lengan kirinya.
Betapapun juga, ia harus mengalami perawatan yang amat teliti dari Bin Ho Tojin dan Giok Hong sampai
beberapa bulan lamanya, barulah racun itu lambat-laun dapat dibersihkan dari tubuhnya. Hubungannya
dengan Giok Hong baik sekali dan seringkali orango dusun Kiong-nam-teng yang merasa berterimakasih
dan kagum kepadanya, datang berkunjung kepondok Bin Ho Tojin untuk menengoknya. Perawatan Beng
Han dipondok tosu itu amat dirahasiakan oleh karena kalau sampai terdengar dan diketahui oleh ThioThaikam, pasti pembesar itu takkan mendiamkannya saja, dan ini pula yang menyebabkan Beng Han
tidak berani keluar dari pondok. Pada suatu hari, Yo-Khungcu mengunjunginya dan pada wajah kepala
kampung ini terlihat tanda bahwa ia mempunyai maksud tertentu yang hendak dibicarakan.
"Gan-Taihiap," katanya setelah mengambil tempat duduk, "Aku hendak menyampaikan maksud hatiku
yang telah lama terpendam dihati. Harap saja kau suka maafkan apabila kau merasa terhina dengan
maksud yang keluar dari ketulusan hati ini," Beng Han merasa tidak enak mendengar ini. Kesehatannya
telah pulih kembali dan dalam beberapa hari lagi ia sudah akan dapat melanjutkan perjalanannya oleh
karena ia amat menguatirkan keadaan sutenya yang telah lama mendahuluinya ke kotaraja itu.
"Yo-Lopek, janganlah berlaku sungkan dan katakanlah apa gerangan maksud mulia itu."
"Gan-Taihiap, kau maklum bahwa aku dan seluruh penduduk dusun Kiong-nam-teng amat
berterimakasih kepadamu dan bahwa kami suka sekali kepada kau yang gagah ini. Apabila kau tidak
merasa terhina dan dapat menerima, aku akan merasa berbahagia sekali untuk menjodohkan puteri
tunggalku kepadamu." Beng Han tercengang bukan kepalang.
"Nona Giok Hong...?"
"Ya, puteriku Giok Hong biarpun bodoh dan buruk rupa, akan tetapi aku yakin ia akan menjadi seorang
isteri yang baik oleh karena ia kagum dan suka kepadamu, Taihiap." Untuk beberapa lama Beng Han tak
dapat mengeluarkan kata untuk menjawab pernyataan Yo-Khungcu itu. Ia menjadi bingung karena


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesungguhnya, ia tak pernah menyangka akan hal ini. Ia merasa suka sekali kepada Giok Hong yang
lemah-lembut dan halus serta memiliki budi yang luhur, akan tetapi tentang perjodohan dengan gadis
itu, ia sama sekali belum pernah mengharapkan atau memikirkannya, Terbayang wajah Kui Eng
dipelupuk matanya dan hatinya menjadi sedih. Ia mencintai Kui Eng, dan terhadap Giok Hong, biarpun
gadis ini manis jelita, dan berbudi luhur, namun ia hanya suka dan mengindahi saja. Benarkah gadis itu
menyukainya?
"Lopek, mohon maafkan, karena dalam hal ini siauwte sama sekali belum pernah memikirkannya." Jelas
nampak perubahan pada muka Yo-Khungcu yang menjadi kecewa.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 127
:: CerSil KhoPingHoo :
"Taihiap, apakah barangkali Taihiap telah mempunyai isteri atau tunangan?," tanyanya. Beng Han
menggelengkan kepala menyangkal.
"Kalau begitu, mungkin Taihiap tidak suka kepada puteri ku."
"Jangan terburu nafsu, lopek, Perjodohan bukanlah hal yang remeh dan sederhana, yang dapat
diputuskan dengan tiba-tiba tanpa dipikir masak." Terus terang saja, lopek, jarang siauwte menjumpai
seorang gadis sebaik puterimu. Bahkan, siauwte merasa terlalu rendah dan tidak pantas untuk menjadi
jodohnya."
"Jangan kau terlampau merendahkan diri, Taihiap," kata Yo-Khungcu yang menjadi bersinar kembali
wajahnya, seakan-akan timbul harapan baru mendengar kata pemuda itu.
"Sebenarnya, Yo-Lopek, dalam hal ini aku tidak mempunyai kekuasaan, karena urusan perjodohan
adalah urusan orang-tua. Maka, harap lopek suka memaafkan. Sesungguhnya siauwte tidak berani
memutuskan dan siauwte hanya menyerahkan urusan perjodohan didalam tangan ibuku." Setelah
berpikir beberapa lama, Yo-Khungcu berkata sambil menarik napas,
"Benar sekali pendapatmu, Taihiap. Biarlah, kita tunda dulu urusan ini. Ada urusan lain yang lebih
penting, Taihiap. Ketahuilah bahwa dibeberapa daerah telah timbul gejala pemberontakan dari kaum
tani terhadap peraturan pajak yang sewenang-wenang itu. Kami didusun Kiong-nam-teng juga telah
siap-sedia, menanti saatnya tiba. Memang keadaan pemerintah yang dikuasai oleh Thio-Thaikam dan
orang kebiri lainnya sungguh buruk dan menggencat rakyat. Kami hanya mengharapkan bantuan orang
gagah seperti Taihiap. Alangkah baiknya apabila Taihiap dapat mencari bala-bantuan dan sokongan
daripada semua orang gagah didunia, sebagaimana yang diharapkan oleh Bin Ho Totiang pula."
Mendengar ini, Beng Han menjadi terkejut. Hal yang dikuatirkannya kini telah mulai nampak. Pemerasan
dan penggencatan yang dilakukan oleh pembesar membuat rakyat menjadi marah. Hal ini sedapat
mungkin harus dicegah. Perang saudara harus diberantas, karena Beng Han sudah cukup menderita
karena perang. Menurut anggapannya, yang perlu dibasmi ialah biang-keladi kekacauan ini, agar
keadaan yang buruk tak sampai meluas dan memburuk. Ia teringat kepada Bun Hong dan timbul
keinginannya untuk melihat keadaan kotaraja dan mencari tahu siapakah biang-keladi pemerasan para
rakyat ini. Siapa saja yang menjadi biang-keladinya, baik Kaisar sendiri, patut di basmi! Akan tetapi
urusan ini tidak patut dibicarakan dengan orang lain, maka untuk menjenangkan hati Yo-Khungcu, ia lalu
menjawab,
"Baiklah, Yo-Lopek, memang siauwte juga sudah ingin melanjutkan perantauanku dan tentu hal ini akan
menjadi perhatian bagiku. Akan siauwte usahakan untuk mencari kawan sefaham." Beng Han lalu
menghadap Bin Ho Tojin dan menghaturkan terimakasihnya atas pertolongan dan pengobatan pendeta
itu hingga ia terhindar dari bahaya maut. Ketika ia berpamit kepada Giok Hong, gadis itu memandangnya
dengan mata basah, akan tetapi sambil memaksa keluarnya sebuah senyum, Giok Hong berkata
perlahan,
"Gan-Taihiap, semoga kau takkan melupakan sama sekali kepada dusun Kiong-nam-teng yang pernah
menerima budimu!" Beng Han lalu meninggalkan hutan itu dan melanjutkan perjalanan menuju ke
kotaraja. Apabila teringat akan kebaikan orang didusun Kiong-nam-teng, terutama sekali kebaikan Giok
Hong yang telah merawat dan menjaganya ketika ia menderita sakit dengan sangat telaten dan penuh:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 128
:: CerSil KhoPingHoo :
perhatian, ia merasa terharu sekali. Ia mencatat nama Giok Hong sebagai wanita kedua didalam hatinya
gadis kedua sesudah Kui Eng yang telah menundukkan hatinya. Akan tetapi, kenangan ini segera
berganti dgn rasa kuatir apabila ia teringat kepada Bun Hong dan Kui Eng. Telah berbulan-bulan Bun
Hong mendahuluinya pergi ke kotaraja dengan maksud mencari dan membasmi pembesar jahat yang
memerintahkan para kepala kampung memeras rakyat dengan pajak berat.
Bagaimanakah nasib sutenya itu? Kalau sampai terjadi sesuatu atas diri sutenya, bagaimana ia akan
mempertanggung-jawabkannya terhadap suhunya? Sebagai saudara tertua, ia berkewajiban menjaga
sute dan sumoinya, akan tetapi sekarang, sutenya itu bahkan pergi karena patah hati dan karena hendak
mengalah terhadapnya dalam soal perjodohan Kui Eng! Dan kemana pula perginya Kui Eng? Beng Han
menjadi kuatir sekali dan ia mengambil keputusan untuk mencari Bun Hong dan apabila sudah bertemu,
sutenya itu hendak diajak mencari Kui Eng. Betapapun juga, ia harus meyakinkan keduanya bahwa
biarpun pinangannya ditolak oleh Kui Eng, namun ia tidak menaruh ganjalan dihatinya, dan menganggap
mereka berdua tetap sebagai adik sendiri.
Setelah bersama Pek Bi Lojin menyerbu kesarang gerombolan Kipas Hitam dan berhasil mengobrak-abrik
sarang penjahat itu, Kui Eng lalu pergi menuju ke kotaraja, hendak menyusul Ang Min Tek, pemuda
pelajar yang tampan dan halus itu, yang telah menarik hatinya dan menjatuhkan keangkuhannya.
Seperti juga Bun Hong, begitu masuk di kotaraja, Kui Eng merasa kagum sekali melihat betapa bangunan
raksasa yang indah dan megah itu memenuhi kota. Belum pernah seumur-hidupnya ia menyaksikan
gedung yang demikian indah dan toko-toko yang demikian banyak memperdagangkan segala macam
barang. Ia berjalan-jalan mengagumi semua keindahan itu dan berpikir alangkah sukarnya mencari
orang didalam kota yang besar dan banyak penduduknya ini.
Diam-diam ia memikirkan keadaan Bun Hong. Dimanakah adanya suhengnya itu sekarang? Untuk
mencari Min Tek, ia tidak kuatir karena dulu pemuda itu telah memberitahukan bahwa selama tinggal di
kotaraja, pemuda she Ang ini akan tinggal dirumah seorang pamannya yang membuka toko obat Yokgoan-tong. Kui Eng lalu mencari sebuah kamar didalam hotel dan setelah berganti pakaian yang terbaik,
ia lalu pergi mencari toko obat itu. Dengan mudah ia mendapat keterangan dari orang-orang dimana
letak toko itu dan segera menuju kesitu dengan hati berdebar. Dan kebetulan sekali ketika ia tiba ditoko
obat Yok-goan-tong yang cukup besar, ia melihat Min Tek sendiri beserta kedua orang kawannya
bercakap-cakap diruang depan. Pemuda itu segera melihatnya dan dengan girang sekali ia berdiri dan
lari keluar.
"Kui-Lihiap!," tegurnya dengan wajah berseri, sedangkan Lie Kang Coan dan Lie Kang Po juga memburu
keluar ketika mengenal gadis pendekar penolong mereka itu. Kui Eng cepat menjura membalas
pemberian hormat mereka,
"Samwi-Kongcu apakah banyak baik dan sudan berhasilkah ujian yang samwi tempuh?"
"Silakan masuk kedalam dan duduk, Lihiap, disana kita dapat bercakap-cakap dengan leluasa.," kata Min
Tek dengan suaranya yang halus dan sopan. Kui Eng menyatakan terimakasihnya dan mereka lalu masuk
kedalam toko obat itu dimana mereka disambut oleh paman Min Tek, seorang setengah tua yang
peramah dan yang memandang kepada Kui Eng dengan heran dan kagum.
"Siokhu (paman), inilah Kui Eng Lihiap yang gagah perkasa, penolong kami yang sering kuceritakan
kepadamu." Orang-tua itu segera mengangkat kedua tangan memberi hormat.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 129
:: CerSil KhoPingHoo :
"Ah, kiranya Kui-Lihiap yang datang. Sudah lama aku mendengar namamu yang gagah dari keponakanku.
Silakan duduk, Lihiap!" katanya dan Kui Eng cepat membalas penghormatannya sambil berkata,
"Ah, keponakanmu hanya melebihkannya saja." Setelah mengambil tempat duduk, Min Tek dengan
gembira menceritakan bahwa ia telah lulus dengan baik dan mendapat gelar siucai. Mendengar hal ini,
Kui Eng segera menyatakan kegembiraannya sambil berkata,
"Kionghi, Ang-Kongcu. Memang aku sudah menduga bahwa kau tentu akan lulus." Akan tetapi, ia
mendengar bahwa kedua saudara Lie tidak lulus, dan kedua anak muda ini mengambil keputusan untuk
tinggal beberapa lama lagi di kotaraja, dimana mereka mempunyai seorang bibi yang menikah dengan
seorang pembesar, hingga mereka dapat melanjutkan pelajaran mereka dan mengulangi menempuh
ujian tahun depan. Adapun Min Tek menyatakan bahwa pemuda ini besok pagi akan kembali
kedusunnya. Mendengar penuturan ini, tanpa ragu lagi Kui Eng menjawab,
"Ang-Kongcu kalau begitu kebetulan sekali. Aku sendiripun tidak mempunyai keperluan sesuatu di
kotaraja ini, dan hendak melanjutkan perjalananku. Kalau kiranya kau tidak berkeberatan, kita boleh
mengadakan perjalanan bersama." Sebagai seorang gadis yang gagah dan berhati polos, Kui Eng tidak
bisa berpura-pura lagi dan mengucapkan kata yang keluar dari hatinya. Tidak demikian dengan Min Tek,
seorang pemuda pelajar yang menjaga teguh kesopanan. Wajahnya menjadi merah mendengar ajakan
ini, dan biarpun hatinya merasa girang sekali karena melakukan perjalanan dengan gadis pendekar ini, ia
tak usah takut akan segala rintangan dijalan, namun pada lahirnya ia hanya tersenyum dan menjura,
"Terimakasih banyak, Lihiap. Aku hanya akan mengganggumu saja."
"Kita sudah menjadi kawan baik, mengapa harus berlaku sungkan lagi?," kata Kui Eng, dan kedua
saudara Lie juga membenarkan ucapan ini.
"Terus terang saja, Lihiap," kata Kang Coan, "Sebelum kau muncul tadi, kami bertiga sedang
membicarakan tentang kau, Ang-heng menyatakan kekuatirannya tentang perjalanannya besok hari,
dan tadi ia berkata kalau saja ada seorang kawan seperjalanan seperti Kui-Lihiap, maka akan amanlah
perasaan hatinya. Nah, Ang-heng, sekarang Kui-Lihiap telah muncul dan kebetulan sekali besok juga
hendak melanjutkan perjalanan keluar dari kotaraja, bukankah hal ini suatu jodoh namanya? Maksudku,
jodoh untuk melakukan perjalanan bersama."
Kedua saudara Lie itu tertawa dan Min Tek bersama Kui Eng juga tersenyum untuk menghilangkan rasa
jengah yang timbul dalam hati mereka karena godaan ini. Pada keesokan harinya, Min Tek dan Kui Eng
berangkat meninggalkan kotaraja untuk menuju ke Kiciu, tempat tinggal Ang Min Tek. Mereka naik kuda
yang disediakan oleh paman Min Tek dan menjalankan kuda mereka dengan perlahan keluar dari
kotaraja. Baru saja mereka keluar dari kotaraja, tiba-tiba dari jauh mendatangi seorang penunggang
kuda yang membalapkan kudanya cepat sekali, Orang itu berbaju biru dan masih muda, akan tetapi oleh
karena ia melarikan kudanya dengan cepat hingga debu mengebul dikanan-kirinya, maka wajahnya tak
terlihat nyata ketika orang itu lewat didekat Kui Eng dan Min Tek.
Akan tetapi Kui Eng yang bermata tajam melihat betapa orang itu memandang kearahnya dan ia merasa
kenal pada orang itu. Akan tetapi oleh karena ia tidak terlalu memperhatikan, sedangkan wajah orang
yang tertutup debu mengebul itupun hanya dilihatnya sekelebatan saja, maka ia tidak memikirkannya
lagi dan melanjutkan perjalanannya dengan Min Tek. Kui Eng tentu takkan bersikap demikian apabila ia
tahu bahwa penunggang kuda yang membalapkan kudanya itu bukan lain ialah Bun Hong! Pemuda ini:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 130
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 131
:: CerSil KhoPingHoo :
untuk menolong keluarga Pangeran Song, telah dinikahkan dengan puteri Pangeran Song, yakni Song
Kim Bwee yang cantik jelita. Bahkan sebulan yang lalu, Song Kim Bwee telah melahirkan seorang anak
laki-laki." Akan tetapi Bun Hong tidak merasa berbahagia hidupnya. Benar bahwa menurut patut, ia
harus berbahagia, karena isterinya cantik dan mencintainya,
Sedangkan setelah menjadi menantu pangeran Song, boleh dibilang ia berenang diatas lautan harta.
Akan tetapi, betapapun cantik dan setia isterinya yang amat mencintainya itu, ia tak dapat melupakan
Kui Eng dan tidak ada rasa cinta dalam hatinya terhadap Kim Bwee. Sedangkan setelah menjadi suami
Kim Bwee, sebagai menantu bendahara Kaisar, ia merasa seakan-akan kaki tangannya diikat. Rasa
bencinya kepada Thio-Thaikam terpaksa harus ia kubur didalam lubuk hatinya, bahkan ia dipaksa oleh
keadaan untuk mengadakan pertemuan dan perkenalan dengan semua pembesar! yang tak disukainya.
Ia merasa kecewa sekali dan merasa betapa hidup tidak berguna. Tadinya ia menuju ke kotaraja dengan
maksud membasmi pembesar yang kejam dan yang memeras rakyat dan berlaku sewenang-wenang,
hendak menyelidik siapa orangnya yang berdiri dibelakang layar dan yang memegang gagang cambuk
yang menyiksa rakyat.
Setelah ia tahu bahwa orang itu ialah Thio-Thaikam, kini ia tidak berdaya untuk menunaikan tugasnya,
bahkan ia mengikat diri dengan pernikahannya, menjadi menantu Pangeran Song. Ia tidak berani
bertindak oleh karena hal itu tentu akan membahayakan sekeluarga ayah-mertuanya. Seringkali Bun
Hong termenung dan hatinya rindu sekali untuk pergi merantau dan melakukan perjalanan sebagai
seorang hiapkek menolong orang yang menderita sebagaimana diwejangkan oleh suhunya. Juga ia
merasa rindu sekali kepada Kui Eng dan Beng Han yang diduganya tentu telah menjadi suami isteri atau
setidaknya telah bertunangan. Akan tetapi ketika ia mengutarakan keinginannya ini, Pangeran Song
berkata dengan suara halus,
"Hiansai, pikirlah baik-baik. Kau telah menjadi suami Kim Bwee bahkan telah mendapat kurnia seorang
putera, mengapa kau masih hendak melakukan perantauan seperti seorang yang masih belum
berkeluarga saja? Hidup merantau banyak bahayanya, bagaimana kalau terjadi sesuatu denganmu
dirantau? Apakah kau tidak akan membuat isterimu berduka? Juga, kalau sampai terlihat orang bahwa
menantu bendahara Kaisar hidup sebagai seorang perantau, apakah akan kata orang? Hiansai, demi
kebaikan kita sekeluarga, urungkan niatmu itu dan apabila kau ingin sekali melakukan perjalanan keluar
kota, kau boleh saja menunggang kuda keluar kota, asal jangan menimbulkan keributan."
Demikianlah, untuk menghibur hatinya, seringkali Bun Hong menunggang kuda keluar dari kotaraja.
Isterinya tahu akan hal ini dan maklum pula bahwa suaminya tidak mencintainya, akan tetapi isteri ini
tak dapat menyatakan apa-apa, karena ia pun maklum bahwa pernikahannya dengan Bun Hong terjadi
oleh karena terpaksa, dan untuk menolong keselamatannya, menghilangkan kecurigaan Thio-Thaikam
yang selalu mengincar kesalahan pembesar lain untuk jerumuskan kedalam jurang kehancuran.
Apalagi Pangeran Song merupakan pembesar yang paling berani menentang kehendak Thio-Thaikam.
Pada pagi hari itu, ketika Bun Hoag baru saja pulang dari melancong dan membalapkan kudanya, tibatiba ia melihat Kui Eng bersama seorang pemuda cakap, naik kuda berdua dan bercakap-cakap. Bun
Hong merasa girang sekali akan tetapi juga heran mengapa gadis itu melakukan perjalanan dengan
seorang pemuda yang sama sekali tak dikenalnya. Kalau saja ia melihat Kui Eng melakukan
perjalanannya dengan Beng Han, tentu ia akan segera melompat turun dan menghampiri mereka
dengan hati girang sekali. Akan tetapi, kini ia melihat Kui Eng bersama seorang pemuda lain, maka ia
menjadi heran dan pura-pura tidak melihat mereka, bahkan mempercepat lari kudanya.:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 132
:: CerSil KhoPingHoo :
Setelah jauh, ia lalu menghentikan kudanya dengan hati berdebar. Pertemuan dengan Kui Eng
menimbulkan kegembiraan dan perasaannya terhadap sumoinya itu makin mengganggu hati dan
pikirannya. Sementara itu, Min Tek dan Kui Eng melanjutkan perjalanannya dengan gembira. Min Tek
merasa gembira oleh karena gadis yang gagah itu berlaku ramah-tamah hingga ia merasa seakan-akan
gadis itu seperti seorang kawa lama yang amat baik atau bahkan seperti saudaranya sendiri, sedangkan
Kui Eng merasa senang sekali dapat melakukan perjalanan dengan pemuda yang telah merebut hatinya
itu. Min Tek mempunyai pengetahuan yang luas dengan tempat yang dilaluinya karena pemuda ini telah
mempelajari ilmu bumi dan tahu akan sejarah yang ada hubungannya dengan gunung dan tempat yang
bersejarah.
Tiada hentinya ia menceritakan sesuatu tentang tempat yang mereka lalui hingga Kui Eng merasa
gembira sekali mendengarkan ceritanya. Sore hari itu mereka bermalam disebuah dusun, menjewa dua
buah kamar dalam rumah penginapan yang hanya ada sebuah dan karena malam itu terang bulan, maka
Min Tek dan Kui Eng keluar berjalan-jalan dan melihat kearah sebuah bukit dimana terdapat menara
yang tinggi. Min Tek dan Kui Eng duduk dipinggir sawah, memandang kearah bukit itu dan Min Tek lalu
menceritakan sebuah kisah kuna tentang menara itu dimana menurut dongeng. dulu pernah seorang
puteri dikurung disitu oleh karena menolak untuk dikawinkan dengan seorang pangeran, Kui Eng
mendengarkan dengan terharu sekali.
"Ada sebuah lagu yang menceritakan tentang peristiwa sedih itu," kata Min Tek sambil mengeluarkan
sebuah suling kecil.
"Eh, Ang-Kongcu, kau pandai pula bermain suling," tanya Kui Eng sambil memandang dengan senyum
manis.
"Pandai pun tidak, tapi biarlah aku mencoba memainkan lagu itu untukmu, Kui-Siocia," jawabnya
merendah dan tak lama kemudian dibawah penerangan bulan, suasana yang sunyi itu terisi oleh suara
tiupan suling yang merdu. Lagu yang dimainkan oleh Min Tek itu terdengar sedih sekali. Setelah lagu itu
habis, Min Tek lalu menyanyikan lagu itu, dan ternyata pemuda ini memang pandai sekali bersuling dan
bernyanyi. Lagunya sedih dan menceritakan betapa puteri yang tidak mau dipaksa kawin itu dikeram
dimenara hingga akhirnya meninggal karena sedih. Setelah Min Tek selesai bernyanyi Kui Eng
memandangnya dengan mata basah dan berkata,
"Ah, Ang-Kongcu, tak kunyana bahwa kau sepandai ini."
"Kau memuji saja, Kui-Siocia. Kepandaianku adalah kepandaian kampungan yang tak ada harganya.
Hanya karena kegembiraanku saja maka aku sampai berani melupakan kebodohanku dan meniup suling
serta bernyanyi. Kalau ada orang lain disini pasti aku takkan berani melakukannya."
"Ang-Kongcu, mengapa kau menjadi gembira?," tiba-tiba Kui Eng bertanya sambil menundukkan
kepalanya. Ang Min Tek memandangnya dan menjawab,
"Siocia, kau adalah seorang yang amat baik budi dan aku merasa berbahagia sekali mendapat seorang
kawan seperti kau. Kau mengingatkan aku akan seorang..." Kui Eng mengangkat muka memandang.
"Mengingatkan akan siapakah, Kongcu?"
" Akan... akan seorang yang amat dekat dihatiku.":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 133
:: CerSil KhoPingHoo :
"Siapakah dia?" Akan tetapi Min Tek tidak menjawab, hanya menjimpangkan pembicaraan itu dengan
berkata perlahan,
"Kalau saja kau seorang laki-laki, tentu kau akan kuajak mengangkat saudara. Kau baik seperti seorang
saudara sendiri bagiku." Kui Eng diam saja dan hatinya berdebar. Apakah pemuda ini juga mencintainya?
Akan tetapi kalau mencintai, mengapa pemuda ini ingin mengangkat saudara dengannya?
"Kui-Siocia, hari telah larut malam, mari kita kembali, besok kita melanjutkan perjalanan pagi" agar
dapat sampai di Kiciu dalam tiga hari. Kui Eng yang sedang termenung, lalu menjawab,
"AngKongcu, kau kembalilah dulu. Aku ingin duduk seorang diri disini untuk beberapa lama lagi."
"Baiklah, akan tetapi jangan terlalu lama, Siocia, Biarpun udara terang dan hawa sejuk, akan tetapi lama
berada diluar, kau akan terkena angin dan kurang-baik bagi kesehatanmu."
Pemuda itu lalu berjalan seorang diri kembali kerumah penginapan yang tidak berapa jauh letaknya dari
tempat itu. Kui Eng duduk termenung dan bermacam-macam pikiran timbul dikepalanya. Tak dapat
diragukan lagi, ia merasa jatuh hati terhadap pemuda yang halus dan sopan itu. Ingin sekali ia bertanya
tentang riwayat pemuda itu, untuk mengetahui keadaannya akan tetapi ia merasa sangsi apakah
pertanyaan macam ini tidak akan melanggar batas kesopanan, Kepada seorang pemuda seperti kedua
suhengnya, ia takkan merasa ragu lagi, akan tetapi Ang Min Tek adalah seorang pemuda yang lain lagi. Ia
seorang terpelajar tinggi dan sopan santun, hingga ia tidak berani berlaku sembarangan dan selalu
menjaga diri agar jangan sampai dianggap sebagai gadis liar oleh Min Tek! tiba-tiba ia mendengar suara
kaki disebelah belakangnya dan terdengar suara memanggil,
"Sumoi...!" Kui Eng cepat melompat dan berdiri membalikkan tubuh. Ternyata bahwa Bun Hong telah
berdiri dihadapannya!
"Ji-suheng...!," Kui Eng berseru dengan girang sekali. "Ah, kalau begitu, tentu kaulah penunggang-kuda
yang membalap tadi, bukan?"
"Benar, sumoi. Dan dimanakah adanya tunanganmu?" Terbelalak mata Kui Eng mendengar pertanyaan
ini, akan tetapi oleh karena semenyak dahulu sudah seringkali dan sudah biasa Bun Hong berkelakar dan
menggodanya, maka ia menjawab sambil tertawa,
"Suheng, masa datang kau hendak menggoda aku? Tunangan mana yang kau maksudkan?"
"Aku tidak menggoda dan juga tidak berkelakar, sumoi. Bukankah kau sudah bertunangan dengan
suheng?"
"Twa-Suheng maksudmu? Ah, janganlah kau bicara yang bukan-bukan, Ji-Suheng!," kata Kui Eng dengan
wajah merah.
"Apa? Betul kau tidak bertunangan dengan suheng?," tanya Bun Hong sambil melangkah maju, dan
mendengar betapa suara Bun Hong gementar, Kui Eng memandang heran.
"Ji-Suheng, siapakah yang bertunangan? Aku tidak bertunangan dengan siapa-siapa!":: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 134
:: CerSil KhoPingHoo :
"Betulkah...? Bukankah suheng dulu meminangmu?"


Tiga Naga Dari Angkasa Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Memang ibunya meminangku, akan tetapi..."
"Kau menolaknya...? Sumoi, jawablah, kau... kau menolaknya?" Kui Eng memandang heran.
"Eh, kenapakah kau, Ji-Suheng? Memang aku menolaknya."
"Kau tidak mencintainya, sumoi?" Kini merahlah wajah Kui Eng.
"Ji-Suheng, ingatlah, kau mengajukan pertanyaan yang bukan?!" Akan tetapi, dengan wajah pucat dan
bibir gementar Bun Hong melangkah maju dan mendesaknya,
"Jawablah, sumoi... jawablah apakah kau tidak mencintai Twa-Suheng?" Kui Eng menggelengkan kepala
dan menarik napas panjang. Tiba-tiba Bun Hong menjatuhkan dirinya berlutut didepan Kui Eng hingga
gadis itu mundur dengan kaget dan heran.
"...Sumoi... sumoi... kalau aku ketahui hal itu... ah, kalau aku tahu bahwa kau menolak pinangan suheng,
bahwa kau tidak cinta kepadanya..." Karena semenyak kecil telah hidup didekat Bun Hong, maka timbul
kekuatiran dihati Kui Eng. Gadis ini lalu melangkah maju dan memegang pundak Bun Hong yang
ditariknya berdiri lagi, lalu gadis itu memandang tajam.
"Ji-Suheng, kenapakah kau? Kurang lebih setahun kita tak bertemu dan kau sudah berubah sekali...
mengapa kau begini pucat dan gelisah?"
"Sumoi, kalau aku tahu... ai, biarlah sekarang saja kuakui, sama saja. Sumoi, dengarlah, sudah semenyak
kita berada dipuncak Swi-hoa-san, aku... mencinta padamu, sumoi! Aku mencintaimu dan selalu
merindukanmu, mengharapkan setiap saat untuk melihat api cinta terbayang dari matamu,
mengharapkan kau akan membalas perasaanku. Kemudian... kemudian aku mendengar percakapan
antara suheng dan ibunya, mendengar pengakuan suheng bahwa dia mencintaimu, bahwa ibunya
hendak menjodohkan dia dengan engkau. Aku lalu mengalah, aku pergi, karena takkan tahan hatiku
melihat kau bertunangan dengan suheng.
https://www.facebook.com/groups/KhoPingHoo
Akan tetapi, aku tela, rela mengundurkan diri dan mengalah,
aku terlalu mencintai kau dan suheng, tak kuasa menghilangi kebahagiaan kalian. Akan tetapi sekarang...
ternyata kau tidak membalas cintanya, kalian tidak bertunangan! Ya Thian yang Maha Agung, kalau aku
tahu... aku yang mencintamu dengan seluruh jiwaku, aku kini telah terikat erat?! Akan tetapi, sumoi, aku
akan melepaskan belenggu sekarang juga, aku mencinta padamu, marilah kita pergi berdua kealam
bebas, menikmati hidup berdua. Sumoi... aku mencinta padamu..."
Kembali Bun Hong menjatuhkan diri berlutut didepan Kui Eng! Kini gadis itu tidak membangunkannya,
bahkan semenyak tadi gadis itu mendengarkan pengakuan Bun Hong dengan wajah pucat dan tubuh
menggigil, kini ia melangkah mundur dua tindak dengan kaki terasa lemas.
"Ji-suheng...," katanya dengan suara menggigil, "jangan... jangan kau bersikap demikian!"
"Aku cinta padamu, sumoi!," kata Bun Hong, laki-laki yang telah merasa kecewa dalam hidupnya itu.
"Tidak, suheng. Kau tidak cinta kepadaku! Hubungan kita adalah sebagai saudara sendiri, aku tidak bisa:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 135
:: CerSil KhoPingHoo : :: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 136
:: CerSil KhoPingHoo :
membalas cintamu dan tak mungkin menjadi jodohmu!" jawaban ini diucapkan dengan suara tetap
karena gadis ini teringat kepada Min Tek pemuda yang benar-benar dicintainya itu. Bun Hong
mengangkat mukanya yang pucat dan memandang tajam. tiba-tiba ia melompat berdiri dan sikapnya
menakutkan.
"Sumoi, kau... kau mencintai pemuda kutu-buku itu...??" Marahlah hati Kui Eng mendengar Min Tek
yang tak bersalah apa-apa dimaki kutu-buku.
"Andaikata betul, kau perduli apakah?," jawabnya sambil membalas pandangan tajam suhengnya.
"Apa...? Ha, ha, ha! Tak mungkin. Kau, adikku yang gagah perkasa ini mencintai seorang kutu-buku yang
mengangkat pena saja sudah menggigil tangannya? Tak mungkin dan tak boleh! Aku akan melarangnya,
lebih baik kubunuh cacing buku itu!"
"Ji-Suheng...!!," Kui Eng menegur dengan sebal.
"Sumoi, aku cinta padamu. Kalau kau menikah dengan suheng aku akan mengalah dengan rela, aku akan
menghibur hatiku yang luka dengan kenangan betapa bahagia hidupmu dengan suheng. Akan tetapi,
aku tidak tahan melihat seorang laki lain berdiri disampingmu, menjadi suamimu! Akan kubunuh dia!"
"Ji-Suheng! Kau gila! Agaknya kau telah kemasukan iblis!!!" Bun Hong tertawa masam,
"Memang, memang aku telah dimasuki iblis. Untuk menolong keluarga baik, aku terpaksa harus
menikah dengan seorang yang tak kucintai! Aku terbelenggu seumur hidup, dan tidak ada kekuatan yang
dapat mematahkan belenggu ini, kecuali kau, sumoi Apabila kau sudi membalas cintaku, sekarang juga
kupatahkan belenggu itu, dan biarpun dihadapan kita ada lautan api menghalang, akan kuterjang
bersamamu!"
"Ji-Suheng, cinta tak dapat dipaksakan. Kau telah tersesat!" Bun Hong tertawa lagi, kemudian ia
melompat pergi dari situ dan terdengar suaranya mengancam,
"Kau harus tinggalkan dia, kutu-buku itu! Kalau kau melanjutkan hubunganmu dengan dia, akan
kubunuh dia itu!"
Kui Eng berdiri bagaikan patung ditempat itu. Masih belum lenyap keheranan dan terkejutnya melihat
betapa Bun Hong muncul dalam keadaan macam itu, Tiba-tiba keluarlah airmatanya. Semenyak dulu ia
suka kepada Ji-Suhengnya ini yang pandai berkelakar dan suka menggodanya. Bahkan, semenyak kecil,
seperti juga Twa-Suhengnya, Bun Hong seringkali menolongnya, mencarikan buah yang lezat,
mencarikan bunga yang indah. Bun Hong melarang ia bergaul dengan Min Tek?? Tiba-tiba merahlah
wajah Kui Eng karena marah. Siapa berhak melarangnya? Ia tidak takut akan ancaman Bun Hong. Kalau
Ji-Suhengnya itu benar-benar telah gila dan hendak membunuh atau menyerang Min Tek ialah yang
akan membelanya! Ia tidak takut sedikitpun juga, sungguhpun ia maklum akan kelihaian Ji-Suhengnya
itu. Dengan perlahan Kui Eng lalu kembali kehotelnya. Pada keesokan harinya, ketika Min Tek menegurnya
dengan senyum manis mengapa wajahnya agak muram, Kui Eng hanya tertawa saja dan tidak
menceritakan sesuatu tentang pertemuannya dengan Bun Hong. Mereka lalu bersantap pagi, kemudian
menunggang kuda melanjutkan perjalanan mereka. Kui Eng selalu berlaku waspada dan hatinya:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 137
:: CerSil KhoPingHoo :
berdebar menjaga segala kemungkinan yang timbul dari ancaman Ji-Suhengnya malam tadi. Ketika
mereka tiba disebuah hutan yang sunyi, terbuktilah ancaman Bun Hong malam tadi, karena nampak
pemuda itu sedang berdiri ditengah jalan dengan pedang ditangan! Pakaian Bun Hong gagah sekali,
seperti pakaian seorang pangeran muda dan hal ini baru kelihatan oleh Kui Eng karena malam tadi ia
kurang memperhatikan.
"Ji-Suheng, mengapa kau menghadang perjalanan kami?." tanya Kui Eng dengan tenang. Sementara itu,
ketika Min Tek mendengar sebutan itu, ia menjadi terkejut dan buru ia turun dari kuda dan menjura
kepada Bun Hong,
"Maafkan, siauwte tidak kuketahui lebih dulu bahwa enghiong yang didepan adalah suheng dari KuiSiocia. Terimalah hormatku." Akan tetapi Bun Hong tidak memperdulikan pemuda itu, bahkan lalu
berkata kepada Kui Eng,
"Sumoi, sekali lagi. Kau tinggalkan dia ini dan pergi bersamaku atau aku harus penggal dulu batang
lehernya?" Kui Eng menjadi marah dan cepat ia mencabut pedangnya,
"Suheng, suhu mengutus aku turun gunung untuk membasmi kejahatan! Biarpun kau sendiri, kalau
berlaku sewenang, terpaksa harus kuhalangi!"
"Bagus, kalau begitu, terpaksa aku bunuh cacing ini!!" Secepat kilat Bun Hong menggerakkan pedangnya
menyerang Min Tek yang berdiri bengong karena tidak tahu mengapa kedua saudara seperguruan ini
begitu bertemu lalu bertengkar, dan tidak tahu pula mengapa pemuda yang gagah itu datang hendak
membunuhnya! Akan tetapi sebelum pedang Bun Hong mengenai sasaran, Kui Eng sudah menyambar
turun dan menangkis dengan pedangnya. Bun Hong tidak memperdulikan Kui E terus mengulangi
serangannya kearah Min Tek. Tiga kali ia menyerang Min Tek dan tiga kali pula Kui Eng menangkis.
"Ji-Suheng! Kalau kau tidak tarik kembali pedangmu, terpaksa aku akan menyerangmu!" Akan tetapi,
sambil tertawa-tawa Bun Hong melompat dan kembali menerkam dada Min Tek yang mundur dengan
kaget. Kali ini Kui Eng tak dapat menahan sabarnya lagi, dan segera ia menangkis dan balas menyerang!
Kini Bun Hong terpaksa mencurahkan perhatiannya kepada pedang Kui Eng yang maju menyerang
dengan hebat hingga sebentar saja kedua saudara seperguruan itu telah bertempur seru! Akan tetapi,
Bun Hong tak pernah balas menyerang. hanya mengelak dan menangkis saja.
"Sumoi, aku tak dapat mengganggumu, hanya ingin membunuh cacing itu saja," kata Bun Hong pula.
"Kau bisa membunuhnya setelah kau merobohkan aku!." teriak Kui Eng dengan marah.
"Bagus! Kalau kau sudah begitu nekad, terpaksa aku harus bunuh kalian berdua! Lebih baik melihat kau
mati diujung pedangku daripada melihat kau digandeng laki-laki lain!" seru Bun Hong dan kini ia balas
menyerang dengan hebat. Ramailah pertempuran antara kedua saudara seperguruan ini dan
sungguhpun Bun Hong menang tenaga dan keuletan, namun Kui Eng telah mendapat pengalaman
berkelahi dan ginkangnya yang tinggi membuat ia dapat melakukan perlawanan sama hebatnya. Min
Tek menjadi bingung sekali. Mendengar percakapan kedua orang itu, maklumlah ia bahwa gara-gara
perkelahian itu adalah dirinya sendiri! Agaknya Kui Eng mencintainya dan suhengnya itu merasa
cemburu! Celaka! Ia harus mencegah pertempuran ini. Ia berteriak berkali-kali,
"Taihiap, Lihiap, berhentilah... dengarlah keteranganku..." Akan tetapi, Kui Eng dan Bun Hong memiliki:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 138
:: CerSil KhoPingHoo :
adat yang keras dan pantang undur, maka seruan ini tidak mereka dengarkan dan mereka bahkan
bertempur makin seru dan hebat! Pada saat itu, dari jauh mendatang seorang laki dengan jalan
perlahan, akan tetapi ketika melihat pertempuran itu, ia lalu berlari cepat menghampiri. Setelah dekat,
orang itu berseru keras,
"Sute...! Sumoi...! Apakah kalian sudah menjadi gila?? Tahan...!," teriak orang itu yang bukan lain ialah
Beng Han! Setelah sembuh dari pengaruh bisa dalam jarum yang dilepas oleh Tek Po Tosu, Beng Han lalu
menyusul ke kotaraja untuk mencari Bun Hong. Tak disangkanya sama sekali bahwa ia akan bertemu
dengan sute dan sumoinya ditempat ini dalam keadaan saling serang mati-matian! Melihat betapa
kedua orang itu tidak mau berhenti, Beng Han lalu mencabut pedangnya dan melompat ketengah
pertempuran dan menahan senjata mereka dengan gerakan pedangnya.
"...Berhenti... berhenti... kalian orang bodoh! Mengapa saling serang seperti orang gila?" Kui Eng berdiri
dengan napas terengah-engah dan pedang dipegang erat, sedangkan Bun Hong berdiri dengan jidat
penuh keringat, juga memegang pedang sambil memandang dengan tajam.
".... dia hendak membunuh Ang-Kongcu...," kata Kui Eng. Beng Han memandang kearah pemuda pelajar
itu yang berdiri bengong.
"Siapakah dia, sumoi?," tanya Beng Han.
"Dia adalah... adalah sahabatku," jawab Kui Eng. Beng Han memandang tajam kearah Bun Hong.
"Sute, mengapa kau hendak membunuh dia?" Bun Hong cemberut, marahnya masih menggelora.
"Suheng, mengapa kau tidak jadi bertunangan dengan sumoi?," balasnya dengan pertanyaan yang
diucapkan keras seakan-akan mencela dan menegur hingga wajah Beng Han menjadi merah.
"Sute, omonganmu ini sungguh tidak patut!," bentaknya.
"Tidak patut katamu?" dada Bun Hong terengah-engah karena menahan gelora hatinya yang marah.
"Suheng, kau tahu betapa perasaan hatiku terhadap sumoi, kita bertiga semenyak kecil bersama-sama
senasib-sependeritaan. Kalau sumoi menjadi jodohmu, aku rela... aku mengalah, akan tetapi kalau
sumoi memilih laki-laki lain, aku tidak rela! Sumoi mencintai pemuda itu, maka ia harus kubunuh! Kalau
sumoi menghalangi, biar kubunuh semuanya!"
"Sute, kau gila!" Kui Eng menangis.
"Bun Hong, kau manusia kejam! Kau membikin malu padaku. Mari kita bertempur mengadu jiwa!," Kui
Eng melompat maju dan menyerang, akan tetapi Beng Han mencegahnya.
"Sumoi, sabarlah dan serahkan urusan ini padaku. Sebetulnya apakah yang terjadi?" Kui Eng
memandang kepada Beng Han dengan airmata mengalir membasahi pipinya.
"Suheng, aku tidak bersalah apa. Aku hanya mengantar Ang-Kongcu yang hendak kembali
kekampungnya. Tahu-tahu Ji-Suheng menghadang disini dan hendak membunuh kami." Beng Han
berpaling kepada Bun Hong dan membentak,:: Tiga Naga Dari Angkasa/Sam Liong Shia Thian (Cerita Lepas) 139
:: CerSil KhoPingHoo :
"Sute, jangan kau lanjutkan kesesatanmu itu. Hubungan kita dengan sumoi hanyalah sebagai saudara
seperguruan dan urusan pribadinya tak boleh kita mencampurinya."
"Aah kau tidak tahu hatiku. kau tidak tahu penderitaanku. Pendeknya, sumoi hanya boleh memilih
antara kau atau aku, tidak boleh memilih orang lain! Biar kubunuh pemuda pucat itu!," teriak Bun Hong
marah.
"Kalau kau membelanya, suheng, terpaksa aku melawanmu pula!"
"Manusia sesat!" Beng Han membentak marah.
"Sumoi, kau lanjutkanlah perjalananmu dengan Kongcu itu, biar aku yang menghadapi sute!" Sementara
itu, Min Tek yang mendengar semua ini, menjadi pucat dan tubuhnya menggigil. Bukan karena takut,
akan tetapi karena terharu. Baru ia ketahui bahwa ketiga orang ini adalah saudara seperguruan yang
tinggi ilmu kepandaiannya, dan karena kini mereka bertengkar karena dia maka sudah tentu ia merasa
bingung sekali.
"Kui-Siocia, biarlah kujelaskan kepada suhengmu..." katanya. Akan tetapi Kui Eng lalu melompat keatas
kudanya dan berkata,
"Ang-Kongcu, marilah kita pergi!" Terpaksa Min Tek naik keatas punggung kudanya pula dan ikut pergi
dengan cepat menyusul Kui Eng yang telah mendahuluinya, Bun Hong marah sekali.
"Suheng, kau tidak tahu betapa besar cintaku terhadap sumoi. Lebih baik aku mati ditanganmu daripada
melihat sumoi menjadi isteri pemuda lemah dan pucat itu! Kalau kau susul dia dan mengambil sumoi
Memanah Burung Rajawali 9 Akar Asap Neraka Karya Arswendo Atmowiloto Cahaya Di Langit Eropa 3

Cari Blog Ini