Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Ilmu Ulat Sutra 2

Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying Bagian 2


"Siapkan senjata rahasia!" bentak Tong Ling.
Murid-murid Tong-bun bersiap siaga, senjata rahasia
sudah berada di tangan:
"Siapa yang menghina Tong-bun dan mencari kesalahan
Tong-bun, kami akan bertarung mati-matian menjaga nama
baik Tong-bun!"
Ci-liong-ong tertawa:
"Setelah kami pulang, kami akan memberi tahu muridmurid kami supaya jangan mengucapkan kata Tong-bun agar
tidak mendapat musibah."
"O-mi-to-hud..." dari Siauw-lim-pai, Pek-jin Taysu
sekarang baru keluar suara.
Tong Ling tidak peduli, dia melihat Wan Fei-yang:
"Tadi aku sudah mengemukakan apa yang kuinginkan,
Tong-bun siap melayani!"
Dia segera membalikkan tubuh dan keluar dari sana.
Melihat Tong Ling, Wan Fei-yang teringat pada Tokko
Hong. Pertama kali saat bertemu Tokko Hong, dia juga
seperti sebongkah api besar, bersifat keras dan meledakledak.
Tapi Wan Fei-yang percaya setelah Tong Ling
mendapatkan pelajaran beberapa kali pasti akan berubah,93
dia hanya berharap Tong Ling saat diberi pelajaran jangan
terlalu keras.
Memang Tong Ling sama sekali tidak memberi
kesempatan padanya untuk menjelaskan, tapi Wan Fei-yang
tetap tidak merasa membencinya Paling sedikit Tong Ling
bicara terus terang, membuatnya tahu apa yang Tong Ling
inginkan, harus dengan cara apa mengatasi sifat keras Tong
Ling.
Tapi Kiam-sianseng memberikan kesan bahwa jahe
semakin tua semakin pedas. Dia harus berhati-hati
menghadapinya.
Melihat Tong Ling dan sekelompok murid-murid Tongbun menghilang, Kiam-sianseng baru berkata:
"Sekarang kita bisa membicarakan dengan tenang!"
"Apakah masih akan membicarakan topik tadi?" tanya
Wan Fei-yang.
"Mungkin masalah ini tidak ada hubungannya
denganmu, tapi tidak bisa kau sangkal bahwa orang-orang
ini mati karena Thian-can-sin-kang," jelas Kiam-sianseng.
"Paling sedikit ini sejenis ilmu silat yang mirip Thian-cansin-kang. Sebenarnya aku bisa membuktikan perbedaannya
dengan Thian-can-sin-kang tidak jauh, maka aku tidak
percaya diri untuk menjelaskannya kepada kalian!" kata Wan
Fei-yang"Kalau kau bisa membuat kami percaya itu bukan Thiancan-sin-kang, kami bisa terima, tapi kau tidak menyangkal
mempunyai hubungan dengan Bu-tong-pai."94
"Sebenarnya sampai sekarang ini pertama kalinya kami
melihat ada ilmu lweekang seperti itu!"
"Kalau dikatakan ilmu itu keluar dari Bu-tong-pai, itu juga
bisa!"
"Mungkin kalian akan curiga bahwa aku yang
mengajarkannya bukan?" Wan Fei-yang tertawa kecut,
"singkat kata, aku tidak bisa terlepas dari kecurigaan kalian!"
Kiam-sianseng tersenyum:
"Kami percaya pada seorang Wan Fei-yang, kami
bertemu dengan keadaan seperti ini."
"Tapi kalian..."
"Mungkin itu rencana busuk dunia persilatan, mereka
berusaha membuat orang dunia persilatan yang lurus saling
membunuh, lebih baik kita berhati-hati dan mencari tahu
apakah ini ada hubungan dengan Bu-tong-pai, apakah ada
hubungan dengan Thian-can-sin-kang."
"Yang pasti harus oleh orang yang mengerti Thian-cansin-kang baru bisa jelas," kata Wan Fei-yang.
"Betul, hanya kau yang bisa menjelaskan semuanya
kepada kami!" kata Kiam-sianseng.
"Berikan waktu kepadaku!"
"Apakah 3 bulan cukup?"
"Baiklah, 3 bulan lagi harap kalian datang ke mari lagi,
yang pasti jika 3 bulan belum tiba dan aku sudah selesai
menyelidikinya, aku akan memberi tahui kalian."
"Kami berjanji..." Kiam-sianseng sangat jujur dan terus
terang.95
Dari tadi Pek-ciok Tojin selalu berkata sungkan, setelah
Kiam-sianseng dan lain-lainnya pergi, dia baru berkata
dengan serius.
"Sute, apakah kali ini kau tertipu!"
"Apa boleh buat!"
Pek-ciok Tojin mengangguk:
"Terus terang saja, luka mereka sama dengan luka
karena Thian-can-sin-kang! Aku tidak melihat ada perbedaan
sedikit pun!"
"Ilmu lweekang yang sangat jarang ada, tapi setelah
menelitinya akan terlihat perbedaannya!"
"Maksudmu, benda seperti benang sutra itu?"
"Betul, walaupun disebut Thian-can-sin-kang,
sebenarnya tidak ada hubungan dengan ulat sutra!"
"Dulu Tokko Bu-ti kalah di tangan Sute, keadaannya
dengan mayat yang datang hari ini tidak berbeda!"
"Perbedaannya sulit dijelaskan, juga sulit membuat
orang yang belum pernah berlatih Thian-can-sin-kang akan
percaya di mana perbedaannya."
"Apakah karena benangnya?" tanya Pek-ciok Tojin.
"Benang itu berwarna abu keputihan, tampak benang itu
beracun, dan benang Thian-can-sin-kang berwarna putih
keperakan hampir transparan, kalau tidak diteliti secara
jelas, tidak akan bisa membedakannya, apakah itu beracun
atau tidak, sulit dibuktikan!"96
Dengan aneh Pek-ciok Tojin melihat Wan Fei-yang.
Sebenarnya dia tidak memperhatikan keistimewaan benang
sutra itu. Wan Fei-yang menghela nafas lagi.
"Orang dunia persilatan hanya tahu Thian-can-sin-kang,
hanya tahu Thian-can-sin-kang bisa mengeluarkan benang
sutra, bisa dan menembus masuk ke kulit, bisa menutup
jalan darah manusia juga bisa melilit jalan darah lawan dan
mencegah tenaga dalam lawan sampai ke jantung."
"Jika kau bisa tahu sebegitu banyak memang tidak
gampang," kata Pek-ciok Tojin.
"Semua ini keistimewaan juga kedahsyatan Thian-cansin-kang, semua orang memperhatikan hal pertama."
Pek-ciok Tojin mengangguk:
"Malah yang paling mudah dilihat tidak mereka
perhatikan seperti warna sutra dan kualitasnya..."
"Mungkin karena tidak ada gunanya!"
"Tapi apa yang telah terjadi ke dua tenaga dalam itu
memang ada kemiripan!" kata Wan Fei-yang.
"Kulihat sama persis dengan Thian-can-sin-kang!" kata
Pek-ciok Tojin.
"Aku duga jika kedua macam lweekang ini digunakan
pasti ada perbedaannya!" Wan Fei-yang tertawa kecut.
"Tapi kau tidak melihat dengan mata kepala sendiri
mana mungkin bisa menyatakan hal seperti itu, mungkin ke
dua lweekang ini saat digunakan bisa sama!"
"Apakah Suheng curiga bahwa ilmu itu adalah Thian-cansin-kang?"97
"Ilmu lweekang berbeda-beda tapi fungsinya sama,
seperti Iweekang ini, mana mungkin bisa disebut sama,"
ucap Pek-ciok Tojin.
"Aku bisa menguasai Thian-can-sin-kang karena orang
Bu-tong membantunya, aku curiga apakah Thian-can-sinkang.."
Wan Fei-yang tidak meneruskan kata-katanya tapi Pekciok Tojin menyambung:
"Apakah gurumu pernah mengajarkan Thian-can-sinkang kepada orang lain?"
"Tidak ada!" Wan Fei-yang menggelengkan kepala.
"Yan-supek selalu berada di Bu-tong-san!" Pek-ciok Tojin
terus berpikir.
Wan Fei-yang terdiam, Pek-ciok Tojin berkata lagi:
"Apakah selain mereka berdua, masih ada yang lain..."
"Apakah ada orang yang bisa menjawab pertanyaan ini?"
tannya Wan Fei-yang.
Tiba-tiba Pek-ciok Tojin teringat sesuatu dan berkata:
"Ada satu orang, tapi apakah dia masih hidup atau
meninggal aku tidak tahu."
"Siapa?
"Kouw-bok..."
Di Bu-tong-pai generasi Bok berada di atas generasi
'Siong'. Kouw-bok adalah Susioknya Ci-siong dan Yan Congthian, katanya ilmu silatnya berada di atas generasi Bok.
Liang-bok Cinjin yang mengasingkan diri juga orang yang
eksentrik, karena Kouw-bok tidak disukai oleh gurunya yang98
juga ketua Bu-tong-pai saat itu, maka posisi ketua diberikan
kepada Liang-bok Cinjin, karena marah maka Kouw-bok
bersembunyi di Gunung Sam-cong, lama dia tidak pernah
muncul. Kebanyakan murid Bu-tong-pai tidak tahu menahu
soal orang ini. Pek-ciok Tojin bisa tahu karena sewaktu dia
membereskan barang-barang ketua Bu-tong-pai setelah
beliau meninggal dia menemukan buku itu.
Dalam buku catatan Liang-bok Cinjin, beliau selalu
memuji Kouw-bok adalah orang yang pintar dan berbakat,
serta mempunyai ingatan yang kuat, dalam beberapa
generasi murid Bu-tong yang pernah ada dia adalah orang
yang paling berbakat dan berhasil.
Ilmu silatnya telah mencapai pada tahap mana? Apakah
beliau mengusai Thian-can-sin-kang atau tidak hal itu tidak
tercatat di dalam buku itu.
Pek-ciok Tojin dan Wan Fei-yang merasa aneh.
Sewaktu Yan Cong-thian masih muda dulu mengapa
tidak pernah mencari orang itu dan minta petunjuk?
Ci-siong Tojin dan Yan Cong-thian tidak pemah
menceritakan orang ini. Apakah orang itu masih hidup atau
sudah meninggal, mereka tidak tahu, tapi jika ingin tahu
harus mencari dan bertanya-tanya.
Ini satu-satunya harapan mereka.
Berjalan ke Sam-cong-hong semakin berjalan semakin
menanjak, juga semakin berbahaya, tapi semua ini tidak
membuat Pek-ciok Tojin dan Wan Fei-yang gentar, sampai di
gunung terakhir Pek-ciok Tojin benar-benar merasa kecewa99
karena jurangnya terjal seperti ditepis oleh pedang. Dia
melihat ke bawah, tampak penuh dengan kabut, entah
berapa ketinggian gunung ini, yang membuatnya mengeluh
adalah karena di jurang itu tidak tumbuh sebatang pohon
maupun rumput, maka tidak benda untuk pegangan saat
meluncur turun.
"Kalau mengatakan di dasar jurang ini ada yang tinggal,
benar-benar sulit dipercaya!" Pek-ciok Tojin menarik nafas.
"Aku juga merasa curiga tapi kita sudah datang kemari
kita harus turun untuk melihat keadaan sebenarnya, Ciangbun Suheng..."
Pek-ciok Tojin memotong:
"Aku merasa tidak sanggup!"
Dia berkata jujur dan apa adanya, itu adalah alasan
mengapa dia disukai oleh angkatan yang lebih tua.
Wan Fei-yang juga orang seperti itu, maka mereka bisa
mengobrol dengan akrab:
"Tempat ini memang berbahaya, Ciang-bun Suheng
masih mempunyai banyak tanggung jawab, jangan
menghadapi bahaya seperti ini."
"Sute sudah menguasai Thian-can-sin-kang, jika ingin
turun, tidak masalah, hanya saja kau tetap harus berhatihati!"
"Aku akan berhati-hati, hanya saja di tempat seperti ini
mencari seseorang membutuhkan waktu lama, jadi Suheng
tidak perlu menunggu di sini!"100
"Betul juga, setelah Kiam-sianseng dan lain-lain
membuat keributan, murid-murid Bu-tong akan merasa waswas, aku memang tidak bisa berlama-lama meninggalkan Butong-san."
Dia terus menasihati Wan Fei-yang agar berhati-hati
setelah itu baru meninggalkan tepi jurang itu. Setelah
Suhengnya jauh, Wan Fei-yang baru menelungkup untuk
melihat dengan teliti dasar jurang itu, juga memilih tempat
yang cocok untuk meluncur turun ke dasar, dia memang
orang yang sangat berhati-hati, bukan karena sudah terkenal
dan penting dia menjadi sok, semua itu dilakukannya karena
nyawanya seringkali terancam akibat tidak berhati-hati.
Karena tidak berhati-hati dia hampir mati, walaupun
tidak sampai mati tapi cukup membuatnya merasa menyesal
seumur hidup.
Setelah berpikir selama 15 menit, dia baru mencopot
sepatunya, kaki dan tangan digunakan untuk merambat
turun. Tempat yang cocok di-tambah dengan berhati-hati
dan berilmu tinggi membuatnya berhasil dengan selamat
sampai di dasar jurang.
Dia tidak terus merambat turun, dengan pandangan
matanya yang jeli, dia bisa tahu di sana ada yang
bersembunyi atau ada tempat untuk bersembunyi. Dia tidak
akan melepaskan hal itu tapi selama dia meluncur turun dari
atas tidak ada seorang pun yang dilihatnya.
Semakin turun kabut semakin tebal, pandangan pun
semakin pendek, tapi kakinya semakin bisa digeser.101
Setelah turun sejauh 20 tombak, tidak ada orang yang
dicarinya, tapi kabut semakin tipis di sana, membuatnya
merasa semakin tenang, di dinding jurang terlihat
tumbuhan, kemudian dia mencium wewangian.
Wewangian masuk ke hidungnya, dia hampir menaruh
curiga dengan penciumannya, kemudian dia merasa
gembira, kaki dan tangan semakin cepat bergerak dan
meluncur ke bawah.
Tidak lama kemudian dia berhasil melewati kabut dan
apa yang muncul di depannya dia tidak hanya melihat dasar
jurang, dia juga melihat cahaya yang menancar dari langit.
Di dasar jurang ada sebuah kolam besar, ke dua sisi
kolam adalah dinding jurang, di sebelah air terjun adalah
dinding jurang, dari sini air kolam mengalir turun.


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Air terjun ini sangat unik, air memancar keluar dari selasela batu, kemudian masuk ke dalam kolam.
Walaupun terdengar suara air tapi suara itu seperti suara
musik, membuat orang merasa nyaman saat mendengarnya.
Di tengah-tengah kolam ada beberapa batu-batuan
besar, di atas batu-batuan itu ada sebuah rumah kecil.
Seorang orang tua kurus sedang duduk di depan rumah
kecil itu, di atas sebuah batu sedang memanggang ikan.
Wewangian itu ternyata berasal dari ikan panggang yang
sedang dipanggang.
Tempat ini benar-benar seperti tempat dewa-dewi.102
Setelah Wan Fei-yang meluncur turun ke bawah dia
merasa lebih nyaman lagi. Setelah melihat sekeliling, dia
baru melangkah menuju orang tua itu.
Orang tua itu seperti tidak merasa ada yang datang, dia
masih terus membakar ikan.
Sederetan batu yang bermunculan dari dasar kolam
menyambung ke batu besar yang ada di rumah kecil itu.
Wan Fei-yang berjalan ke rumah itu dengan meloncati
bebatuan.
Orang tua itu tidak bereaksi tapi setelah Wan Fei-yang
tiba di depan rumah, dia baru bertanya:
"Apakah kau murid Bu-tong?"
Nada bicaranya tidak begitu tinggi tapi sangat jelas.
"Boanpwee murid Bu-tong-pai!" Wan Fei-yang menjawab dengan sikap hormat.
Orang tua itu menoleh, kepalanya hampir botak, hanya
tersisa beberapa helai rambut berwarna abu keputihan,
wajahnya penuh dengan keriput, tapi tidak memberikan
kesan bahwa dia sudah tua, hanya terlihat dia seperti malasmalasan.
Saat Wan Fei-yang melihat ke arahnya, dia jadi benarbenar ingin berbaring di atas batu itu, melempar semua
kepusingannya lalu dengan nyaman tidur dulu di sana.
"Kau masih muda!" kata orang tua itu sambil tertawa,
"dengan usiamu yang masih begitu muda bisa berlatih
hingga mencapai tahap seperti ini benar-benar jarang ada!"
Setelah itu tiba-tiba saja dia tertawa:103
"Aku masih saja bicara seperti itu!"
"Boanpwee tidak mengerti!" Wan Fei-yang terpaku.
Orang tua itu seperti teringat sesuatu yang membuatnya
gembira, lalu dengan riang berkata:
"Aku tinggal di sini selama puluhan tahun dan terisolasi
dengan dunia luar, tapi pola pikirku dengan saat baru pindah
ke mari tidak ada bedanya, sampai sekarang aku baru
mengerti apa yang disebut dengan istilah mendarah daging,
jika ingin berubah, tidak gampang."
"Maksud Lo-cianpwee tinggal di sini adalah untuk
menghindar dari keramaian dan hidup sendiri, hidup dengan
banyak orang sebenarnya sama!"
"Awalnya memang terasa berbeda!" kata orang tua itu
lantas tertawa.
"Awalnya karena sifatku yang keras, aku benci dengan
sifat manusia yang egois, maka aku ke mari, terakhir Yan
Cong-thian meluncur turun kemari, aku baru sadar kalau aku
juga mempunyai banyak kekurangan dan membuat orang
jadi benci kepadaku, kemudian aku melihat semua orang
sama. Asalkan kebaikannya lebih banyak dari sifat buruknya, itu sudah cukup!"
"Kapan Yan-supek ke mari?" tanya Wan Fei-yang.
"Kau memanggilnya Supek? Kalau begitu kau harus
memanggilku Susiok-kong!"
Sewaktu Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu, tibatiba orang tua itu bertanya:
"Sekarang kau pasti tahu siapa aku?..."104
Wan Fei-yang mengangguk, orang tua itu
menggelengkan kepala:
"Kayu yang sudah lapuk, tidak bisa diukir, Kouw-bok
(kayu yang lapuk) juga seperti itu."
Tidak diragukan lagi maksud Kouw-bok adalah dirinya,
dia berkata lagi:
"Jika dihitung-hitung saat Yan Cong-thian datang kemari
sudah ada 30 tahun yang lalu, apakah hatinya masih
dipenuhi dengan kebencian?"
"Dia tidak pernah membicarakan tempat ini, aku baru
tahu tempat ini tadi pagi!"
"Dia memberitahumu tapi mengapa dia sendiri tidak
turun bersamamu?"
"Bukan dia yang memberitahu!" Wan Fei-yang akhirnya
menjawab, "setahun yang lalu Yan-supek sudah..."
"Meninggal?" potong Kouw-bok.
Wan Fei-yang hanya mengangguk.
Kouw-bok terpaku, lama baru bicara:
"Yang pantas mati tidak mati, yang tidak pantas mati
malah meninggal terlebih dulu!"
"Siapa yang pantas mati?
"Tentu saja aku!" Kouw-bok menatap Wan Fei-yang,
"otakmu seperti tidak berputar, bisa dikata kan kau bodoh,
tapi itu pun belum tentu tidak baik, manusia kalau terlalu
sempurna malah akan cepat meninggal!"
Kouw-bok bertanya lagi:105
"Saat aku masih muda dulu, aku benci pada masyarakat
dan adat istiadat, aku juga orang yang fanatik, jiwaku
sempit, banyak hal yang tidak aku setujui, bahasaku pun
tidak sopan. Setelah turun ke mari dan hidup beberapa
puluh tahun di sini, aku baru bisa menjadi seperti ini, tulang
dan ototku menjadi malas, aku tidak tertarik untuk
meninggalkan tempat ini, katakan saja orang seperti diriku
ini apa ada gunanya, lebih baik aku cepat mati!"
Kouw-bok melanjutkan lagi:
"Tapi aku jarang sakit, mungkin aku bisa hidup sampai
seratus tahun lebih!"
"Di Bu-tong-pai banyak murid berbakat, setelah kau
dekat denganku, aku baru tahu?"
"Tecu sudah bersalah!"
"Apa kesalahanmu?" tanya Kouw-bok, dia tertawa lagi,
"dulu sewaktu Yan Cong-thian ke mari masih di dinding
jurang saja aku sudah merasakan kehadirannya."
"Sekarang kalau bukan karena ilmu silatku yang sudah
mundur pasti karena ilmu silatmu lebih tinggi dari Yan Congthian!"
"Yan-supek..."
"Kau bukan orang yang senang bicara sungkan, jika ada
yang ingin kau sampaikan, katakan saja!"
"Tecu datang demi Thian-can-sin-kang!"
"Aku sudah menduganya, dulu Yan Cong-thian turun ke
mari pun karena hal itu, sekarang kau turun kemari pun
dengan keinginan sama, sudah berapa tahun berlalu tapi106
mengenai Thian-can-sin-kang kalian masih tidak bisa
melupakannya. Apakah kalau tidak ada Thian-can-sin-kang,
di dunia persilatan Bu-tong-pai tidak bisa berdiri dengan
kepala tegak?"
"Kali ini Tecu mengalami kesulitan tersendiri maka
dengan terpaksa datang ke mari!"
"Kalau begitu, kau turun ke mari bukan karena ingin
bertanya kepadaku bagaimana cara berlatih Thian-can-sinkang?"
"Tecu sudah menguasainya!"
"Apa? Kau sudah menguasai ilmu itu? Kau sudah tahu
rahasia yang ada di dalamnya?"
"Tecu..." kata-kata Wan Fei-yang belum selesai, Kouwbok sudah menyambung:
"Pantas gerakan tubuhmu begitu ringan, bagaimana
dengan Yan Cong-thian?"
"Yan-supek juga sudah berhasil!"
"Dengan cara apa kalian bisa berhasil?"
"Karena terluka parah ilmu silat Yan-supek musnah,
dalam keadaan mati suri lalu dimasukkan ke dalam peti mati
dan dikubur, akhirnya dia bisa hidup kembali..."
"Itulah jurus ulat sutra membuat kepompong untuk
mengikat diri, dan berubah membentuk nyawa baru, ini pun
cara berlatih Thian-can-sin-kang!" kata Kouw-bok lagi,
"apakah kau juga seperti itu?"107
"Tecu berhasil menguasai Thian-can-sin-kang karena ada
seseorang yang gagal berlatih ilmu ini lantas dia mengalirkan
tenaga dalamnya kepadaku, tidak sengaja malah berhasil."
"Mengupas kepompong mengambil sutranya untuk
kebaikan dan bekerja keras tapi sama sekali tidak ada
hasilnya, melihat orang lain baru melihat ada hasil. Perasaan
setelah menang malah tidak enak, kau bisa bertemu dengan
orang seperti itu, itulah nasib baikmu!"
Wan Fei-yang mengangguk, Kouw-bok berkata lagi:
"Bermacam-macam cara bisa dilakukan akhir nya bisa
mendapat hasil yang sama, dua cara ini adalah cara lurus
dan bisa berhasil, pantas untuk diberi selamat!"
"Apakah ada cara lain?"Wan Fei-yang bertanya kepada
Kouw-bok dengan penuh rasa curiga.
"Setahuku paling sedikit masih ada satu cara lagi, tapi
semua cara itu sulit untuk berhasil." Dia balik bertanya,
"apakah kalian hanya tahu dua cara ini?"
Wan Fei-yang mengangguk, tiba-tiba Kouw-bok berkata
sambil tertawa sendiri:
"Kedua cara ini terlihat seperti cara lurus, gurumu benarbenar bersusah payah!"
Tiba-tiba dia seperti tersadar dan bertanya:
"Setelah berhasil menguasai Thian-can-sin-kang, apakah
ada hal-hal aneh yang muncul?"
"Pada bagian mana?" tanya Wan Fei-yang.
"Apakah ada orang yang memaksa ingin tahu mengenai
Thian-can sin-kang?"108
"Apakah Thian-can-sin-kang aslinya bukan milik Butong?"
Kouw-bok tertawa, tawanya mengandung nada misterius
dan sedih:
"Kalau Thian-can-sin-kang milik Bu-tong, aku tidak akan
bersembunyi di sini."
Wan Fei-yang melihat Kouw-bok, dia tahu apa yang
Kouw-bok katakan adalah kenyataan, sewaktu dia ingin
bertanya lagi, Kouw-bok sudah menyela:
"Apakah ada masalah yang muncul dan ada
hubungannya dengan Thian-can-sin-kang?"
"Sebenarnya itu adalah masalah pribadi, tapi karena
Tecu murid Bu-tong dan Thian-can-sin-kang adalah milik Butong..
"Katakan lebih jelas!" Kouw-bok menyela lagi.
Wan Fei-yang menceritakan semua kejadian nya dengan
teliti dan detail, Kouw-bok juga mendengar dengan hati-hati
dan seksama. Tawa di sudut mulutnya semakin terlihat
kecut.
Setelah selesai bercerita, dia menarik nafas panjang:
"Inilah kehendak Langit..
Wan Fei-yang masih menunggu kata-kata berikutnya,
tapi dia masih terus terdiam. Lama... baru menarik nafas
lagi:
"Rahasia dunia tidak bisa ditutupi selamanya!"
"Rahasia apa?"109
"Rahasia Thian-can-sin-kang! Rahasia ini sudah lama
tertutup akhirnya tetap harus dibongkar, sekarang kau
terpaksa harus mencari tahu sendiri, kalau tidak, kau tidak
akan bisa memberikan penjelasan yang pantas kepada
mereka. Tapi yang pasti ada cara lain, kalau kau mau lepas
tangan pada persoalan ini kau harus mencari tempat seperti
ini untuk bersembunyi."
"Tapi Tecu adalah murid Bu-tong, aku sudah berhutang
banyak pada Bu-tong..."
"Tidak perlu berkata seperti itu, aku telah melihat sendiri
kau orang seperti apa," Kouw-bok melayangkan tangan, dia
menarik nafas lagi.
"Rencana Langit terus bergulir, kalau Thian-can-sin-kang
memang bisa membuat Bu-tong-pai berjaya di dunia
persilatan, Thian-can-sin-kang akan tenggelam dari dunia
persilatan, aku rasa itu sangat wajar!"
"Kalau Thian-can-sin-kang milik perguruan lain,
mengapa..."
"Sekarang bukan hanya sudah muncul, dari ceritamu tadi
keinginan lawan sangat besar. Kalau kau tidak mencari tahu,
aku percaya lawan akan berhasil melakukan kejahatannya di
dunia persilatan, waktu itu apa yang menimpa dirimu akan
jadi jelas dan ilmu lweekang yang dicuri Bu-tong-pai dari
aliran lain, juga akan terbongkar!" Kouw-bok
menggelengkan kepala dan tertawa kecut.110
"Dulu aku kabur dan bersembunyi di sini karena aku
tidak ingin menghadapi masalah ini, aku lari dari kenyataan,
tidak disangka sampai sekarang tetap saja harus"
"Tecu yang salah..." Wan Fei-yang dengan jujur dan
takut-takut berkata.
"Ini adalah kehendak Langit, kita tidak bisa
menghindarinya, aku adalah murid Bu-tong, yang pasti aku
akan memberikan apa yang terbaik untuk Bu-tong!"
"Sekarang apa yang harus Tecu lakukan?" dengan
hormat Wan Fei-yang pun bertanya.
"Kau harus tahu duduk permasalahannya maka kau akan
tahu bagaimana cara menghadapinya, apakah bisa
diselesaikan atau tidak, tergantung jodohmu dengan Butong-pai!"
"Tecu mengerti!" Wan Fei-yang mulai tahu bahwa Butong-pai telah melakukan kesalahan.
Lama... Kouw-bok mulai bercerita lagi:
"Asal Thian-can-sin-kang sebenarnya adalah ilmu
lweekang dari Mo-kauw ditambah dengan ilmu dukun dari
suku Biauw!"
Wan Fei-yang terpaku, Kouw-bok seperti bicara sendiri:
"Apa yang telah terjadi sepertinya guruku baru mengerti,
aliran gaib ini masuk ke Tionggoan, ketika dunia persilatan
Tionggoan sedang lesu, kacau, dan lemah, banyak pesilatpesilat melarikan diri ke tempat terpencil. Salah satunya ada
yang lari ke perbatasan suku Biauw, di sana orang itu
menemukan rahasia ilmu gaib dan dia menggabungkan ilmu111
gaib itu dengan ilmu lweekang Mo-kauw, menjadikannya
sebuah ilmu lweekang yang aneh, tapi waktu itu dia sudah


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terlalu tua dan umurnya sudah di ujung tanduk, terpaksa dia
mengukir ilmu itu di sebuah dinding batu dengan bahasa
India. Orang-orang suku Biauw melihat ilmu lweekang ini
sangat tinggi mereka jadi menganggap dirinya dewa, tapi
karena keterbatasan bakatnya, dia hanya menguasai ilmu ini
saja. Saat dia mengukir ilmunya, dia sedang dalam kecewa
berat, dia berharap kelak akan ada orang menemukan
rahasia ini dan bisa mengembangkan ilmu ini"
"Waktu itu orang-orang Biauw belum bisa menerima
kebudayaan Tionggoan, apa lagi bahasa India! Maksudnya
adalah.." kata Wan Fei-yang.
"Pengetahuan orang itu akan kebudayaan Tionggoan pun
terbatas, ilmu lweekangnya begitu hebat, kalau dia tidak
mengukir menggunakan bahasa yang paling dia kuasai, mana
mungkin bisa mengungkapkannya? Maka setelah dia mati
selama beberapa tahun, suku Biauw masih tidak tahu apa
arti tulisan yang terukir di dinding. Sampai guru-ku..."
"Apakah dia orang Biauw?"
"Mana mungkin!" Kouw-bok tertawa, "kau harus tahu
dalam memilih murid, Bu-tong-pai sangat ketat!"
Tentu saja Wan Fei-yang pun tahu hal ini, kalau tidak
ketat, dulu dia tidak perlu belajar secara bersembunyi di
malam yang larut.
Kouw-bok berkata lagi:112
"Kebetulan Suhu menolong seorang ketua dari suku
Biauw, maka di suku Biauw, Suhu dianggap sebagai tamu
terhormat, suatu kali tidak sengaja dia menemukan dinding
batu itu, walaupun dia seorang tosu dan ketua Bu-tong-pai
yang terhormat, tapi dia tetap seorang manusia. Dia juga
seorang pesilat, hati seorang pesilat jika menemukan sebuah
ilmu silat hebat, dia pasti tidak akan bisa menguasai diri
lagi."
"Apakah diam-diam Sucouw belajar ilmu itu?" tanya Wan
Fei-yang.
"Awalnya dia diam-diam belajar ilmu silat ini, belakangan
dia mengetahui bahwa orang-orang Biauw tidak tahu
pentingnya huruf yang terukir di dinding, berarti tidak ada
seorang pun yang mengenal bahasa India. Dia baru merasa
tenang, tapi demi menghindari orang-orang Biauw menaruh
curiga kepadanya, diam-diam dia menuliskan kembali apa
yang ada di dinding itu kemudian mencari alasan
meninggalkan perbatasan Biauw."
"Tidak bertanya dulu langsung mengambil ilmu itu, apa
bedanya dengan perampok? Seumur hidup Suhu bersifat
jujur, setia, dan lurus, hanya karena masalah ini...."
Dia tidak meneruskan kata-katanya tapi Wan Fei-yang
mengerti pikiran Kouw-bok, dia bertanya:
"Susiok-kong menganggap apa yang dilakukannya
benar?"
"Seharusnya dia memberitahu suku Biauw, paling sedikit
kepada ketua sukunya tapi dipikir-pikir, lebih baik dia tidak113
memberitahukannya, kalau tidak, di antara orang-orang
Biauw akan ada yang menguasai ilmu itu..." tiba-tiba dia
menarik nafas dan merundukkan kepalanya.
"Sebenarnya ini pola berpikir yang sangat egois!"
Wan Fei-yang melihat Kouw-bok. Akhirnya dia melihat
walaupun sudah lama dan tinggal bersembunyi di tempat
begini sepi dan terpencil tapi hati Kouw-bok masih belum
bisa merasa tenang, tetap terlihat begitu bergejolak!
Kouw-bok pelan-pelan berkata sendiri:
"Suhu setiap hari hidupnya tidak tenang karena merasa
telah mencuri barang milik orang lain. Suatu hari, karena
mabuk dia membocorkan rahasia ini dan diketahui olehku,
karena itu aku benar-benar merasa kecewa atas perilaku
Suhu, aku juga menasihatinya dan membuang diriku sendiri
ke mari selama beberapa puluh tahun!"
"Ternyata seperti itu!" Wan Fei-yang kelepasan bicara.
"Aku lahir dari keluarga miskin, aku sudah kenyang
merasakan kehidupan dingin dan hangat, Suhu adalah dewa
dalam hatiku, coba kau bayangkan setelah mendengar
rahasia ini apakah aku tidak merasa kecewa dan kehilangan
jati diri!"
Wan Fei-yang mengangguk tanpa suara.
Kouw-bok berkata lagi:
"Kita kesampingkan mengenai permasalahan pencurian,
terhadap ilmu lweekang itu, Suhu sudah mencurahkan
banyak jerih payahnya, cara berlatih ilmu ini adalah dengan
cara sesat dan gaib, setelah diubah oleh Suhu, ilmu ini114
hampir mendekati ilmu ortodok, paling sedikit aliran Mokauw dan gaibnya, jadi tidak terlihat ada cara gaib dan
dukun di perbatasan Biauw, juga tidak ditemukan di
dalamnya ada ilmu gaib."
Wan Fei-yang mengangguk:
"Sebenarnya sampai sekarang pun tidak ada yang tahu!"
"Tapi tetap merupakan ilmu hasil curian!" kata Kouwbok. "Rahasia ini..."
"Yang tahu hanya Suhu dan aku, hari kedua setelah Suhu
mabuk, dia segera tersadar, aku menuntut penjelasan
kepadanya, Suhu baru tahu saat dia mabuk rahasianya telah
bocor, tapi dengan begitu dia malah mendapatkan orang
yang bisa membuatnya melampiaskan kerisauan hatinya.
Paling sedikit dia mempunyai 10 alasan untuk menjelaskan
mengapa dia mencurinya. Singkat kata, dia tidak rela
melepaskan ilmu lweekang ini, aku percaya Suhu pun tidak
akan menggunakan ilmu ini secara sembarangan, dia juga
akan berhati-hati dalam memilih orang untuk diwariskan
ilmu lweekang ini, tapi aku selalu menganggap Suhu tetap
harus memberikan penjelasan."
"Bagaimana dengan murid-murid Bu-tong?"
"Masih ada tetua Biauw yang tinggal di perbatasan
Biauw, tentang teman dunia persilatan," Kouw-bok
menggelengkan kepala, "sebenarnya aku sedikit keras
kepala juga terlalu emosi, aku harus memikirkan akibat dari
rahasia ini jika sampai bocor. Bukan hanya nama Suhu dan115
perguruan Bu-tong yang tercemar, juga akan mengakibatkan
terjadinya musibah besar. Selama beberapa tahun ini aku
berpikir sangat banyak, ilmu gaib dan ilmu Mo-kauw bukan
ilmu lurus, tapi kalau bisa dibawa ke jalan lurus dan
digunakan dengan benar, mengapa kita tidak
melakukannya?"
"Maksud Tecu juga seperti itu," kata Wan Fei-yang.
"Mungkin Mo-kauw tidak berniat baik, ilmu lweekang
dari Mo-kauw dan ilmu gaib adalah ilmu miring, jika
dicampur menjadi satu akan menjadi sangat jahat. Kalau
diketahui oleh orang sesat dan mereka ikut berlatih,
akibatnya sulit dibayangkan! Kouw-bok tertawa kecut.
"Kadang-kadang aku berpikir seharusnya Suhu
menghancurkan dinding batu berukir ilmu lweekang itu!"
Wan Fei-yang mengangguk, tapi Kouw-bok tertawa
kecut:
"Tapi kalau Suhu bisa melakukan hal seperti itu, dia tidak
akan belajar secara diam-diam ilmu lweekang itu, dan tidak
akan merasa itu menjadi sesuatu yang menjadi pikiran di
dalam hatinya!"
Wan Fei-yang menyela:
"Ilmu lweekang Mo-kauw itu dengan cara apa
dipelajarinya?"
"Katanya Suhu harus mengumpulkan 5 jenis serangga
yang paling beracun, kemudian membiarkan mereka saling
membunuh, yang tersisa dan hidup dan yang paling beracun116
disimpan untuk melatih ilmu itu, sebenarnya seperti apa aku
tidak tahu jelas!"
"Sepertinya ada yang berhasil berlatih ilmu ini di
perbatasan Biauw!"
"Kalau berhasil dia tidak akan bersembunyi, dia
membunuh pesilat-pesilat tangguh dan menculik ketua
Tong-bun, mungkin semua itu untuk melatih ilmu sesat ini!"
"Dia sanggup membunuh pesilat-pesilat tang guh, berarti
dia sudah menguasai ilmu silatnya
lumayan tinggi..." kata Wan Fei-yang.
"Kalau dia masih belum merasa puas, berarti dia adalah
orang yang sangat berambisi, kalau dia tidak muncul,
mungkin kita bisa tenang kalau tidak, akan menjadi sebuah
musibah besar!
"Dibandingkan rahasia Thian-can-sin-kang, nama baik
Bu-tong lebih penting!" kata Wan Fei-yang, "ada
kemungkinan dia mempunyai tujuan lain, mungkin untuk
mengetahui rahasia Thian-can-sin-kang."
"Ini satu-satunya yang bisa kita jelaskan!"
"Mungkin dia tidak tahu bahwa Susiok-kong mengetahui
rahasia ini!"
"Seperti apa cara melatih Thian-can-sin-kang?"
"Pada bagian akhir biasanya dituturkan dari mulut ketua
dan tidak tercatat di dalam buku!"
"Ini adalah cara yang baik!"
"Tapi Sucouw diserang diam-diam oleh musuh sebelum
beliau sempat menjelaskan, beliau sudah menghembuskan117
nafas terakhirnya, maka Thian-can-sin-kang bisa dikatakan
sudah tidak ada pewarisnya lagi!"
"Pantas Yan Cong-thian datang kemari dan meminta aku
mengajarkan rumus Thian-can-sin-kang kepadanya!
Seharusnya aku memberikan kesempatan kepadanya dan
menjelaskan, tapi waktu itu, begitu mendengar kata-kata
Thian-can-sin-kang aku jadi marah, tanpa basa-basi aku
mengusirnya!"
"Karena rumus terakhir sudah hilang, maka setelah
Sucouw tidak ada yang menguasai Thian-can-sin-kang, Yansupek menabrak kesana kemari akhirnya berjodoh dan
memiliki kesempatan, dia berhasil menguasainya."
"Mungkin ini kehendak Langit, dia tahu musibah akan
datang, dan mengutuk Bu-tong-pai bertangung jawab untuk
menolong!"
"Kehendak Langit sulit diduga!" kata Wan Fei-yang.
"Betul, aku begitu kukuh bukan untuk hari ini saja,"
Kouw-bok menarik nafas panjang.
"Kalau bukan karena bertemu secara tidak sengaja
dengan Susiok-kong, Tecu tidak akan tahu banyak tentang
hal ini dan sulit mengambil keputusan!"
"Apakah kau akan berangkat ke perbatasan suku
Biauw?"
"Sebelum lawan muncul, inilah satu-satunya cara,
bagaimana pendapat Susiok-kong..."
"Hanya ada jalan ini! Bagaimana keadaan Bu-tong-pai
sekarang ini?"118
"Butuh waktu panjang untuk memulihkan keadaan Butong-pai!"
"Pohon besar mengundang angin besar, punya nama
besar di dunia persilatan menarik banyak perhatian sehingga
menimbulkan keruwetan, ini bukan hal yang baik!" kata
Kouw-bok.
"Salah satu alasannya adalah Thian-can-sin-kang!"
"Inilah kenyataan sebenarnya, kalau bukan karena Thiancan-sin-kang, Bu-tong-pai dan Bu-ti-bun tidak akan
bermusuhan. Siau-yau-kok dan Bu-tong-pai juga tidak akan
terjadi permusuhan. Tapi mengapa Bu-tong-pai bisa menjadi
perguruan pertama yang diserang oleh Mo-kauw?" tanya
Wan Fei-yang.
"Itu benar-benar kehendak Langit!"
"Tecu berharap masalah kali ini langsung ditujukan
kepadaku dan tidak ada hubungannya dengan Bu-tong!"
kata Wan Fei-yang.
"Yang mati dan yang menghilang adalah orang-orang
dari perkumpulan lurus, kalau tidak, kau sulit untuk
menjelaskannya, mungkin Bu-tong-pai akan menghadapi
masalah lagi!"
"Dari sini kita bisa menduga, musuh adalah orang dari
Mo-kauw, tapi Tecu curiga dia sudah tahu rahasia Thian-cansin-kang!" kata Wan Fei-yang.
"Kau curiga kalau dia akan memancingmu datang ke
perbatasan suku Biauw?"119
"Mungkin hanya ingin membuat Tecu meninggalkan Butong-san!" jawab Wan Fei-yang.
"Tapi kau harus pergi ke perbatasan Biauw! Apakah di
Bu-tong-pai tidak ada yang bisa diandalkan?"
"Masih ada satu orang lagi!" Wan Fei-yang segera
berlutut di depan Kouw-bok.
"Apakah tulang lapuk ini masih bisa digunakan?" tanya
Kouw-bok sambil tertawa.
"Tecu tidak akan salah lihat, ilmu lweekang Susiok-kong
sudah berada di puncaknya!"
"Ilmu lweekang perguruan sendiri tidak sulit untuk
dikuasai, kalau tidak menguasai dengan benar, hidup ini
percuma saja!"
Wan Fei-yang tahu kekerasan kepalanya, dia tetap tidak
mengakui Thian-can-sin-kang adalah ilmu lweekang Bu-tongpai, tapi dia pun tahu kalau ini bukan hal jelek, maka dia
hanya berkata:
"Murid-murid Bu-tong butuh petunjuk dari Susiok-kong!"
Kouw-bok melihat rumah kecilnya:
"Aku juga murid Bu-tong, juga pernah menerima
kebaikan Bu-tong. Tadinya aku tidak tahu keadaan Bu-tong,
sekarang aku sudah jelas, mana mungkin aku akan
berpangku tangan hanya melihat saja?"
Wan Fei-yang berlutut lagi, Kouw-bok segera
memapahnya berdiri:
"Aku paling tidak suka dengan aturan ini!"120
Wan Fei-yang bisa menangkap sinyal dari Kouw-bok. Dia
berdiri, Kouw-bok melihat rumah batu kecilnya. Kemudian
dia bersiul, seperti seekor burung terbang keluar dan turun
di atas rumah kecil itu.
Rumah kecil itu segera roboh. Kouw-bok lalu terbang
kembali ke depan Wan Fei-yang.
"Susiok-kong..." Wan Fei-yang merasa aneh.
"Apakah kau menyangka kalau aku akan kembali lagi ke
mari?"
Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu tapi Kouw-bok
sudah menggelengkan kepala:
"Begitu masuk dunia persilatan, kita sudah tidak bisa
menguasai diri kita lagi!"


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tecu..." Wan Fci-yang terkejut. Kata-kata berikutnya
belum terucap, Kouw-bok sudah memotong:
"Manusia harus menghadapi kenyataan, aku sudah
terlalu lama lari dari kenyataan, apa lagi sekarang aku sudah
tua, tidak ada hal yang membuatku merasa menyesal!"
Dia mengambil ikan panggang lalu mengigit-nya dan dia
pun tertawa:
"Di dunia ini tidak ada ikan bakar seenak disini!"
Wan Fei-yang mengambil ikan bakar lainnya:
"Hanya mencium aromanya saja tecu sudah tahu!"
"Tidak penting juga," Kouw-bok berkata sendiri.
Katanya kalau orang tua perasaannya makin bertambah,
barang yang membuatnya rindu juga makin banyak!121
Sepanjang jalan Kouw-bok terus menghela nafas, dia
turun ke dasar jurang sudah puluhan tahun, maka
menghadapi permasalahan pun pasti sudah tidak sama.
Setelah terjadi kebakaran besar-besaran Sam-goan-kong
sekarang sudah dibangun kembali, yang pasti tidak bisa
kembali ke wajah semula. Murid-murid Bu-tong-pai yang
ditemuinya semua terasa asing.
Sorot mata murid-murid Bu-tong-pai saat melihat Kouwbok terlihat asing dan heran, hanya sorot Pek-ciok Tojin yang
berbeda.
Pek-ciok Tojin terkejut sekaligus senang, dia benar-benar
tidak menyangka Kouw-bok masih hidup dan terlihat sehat,
juga bisa datang karena diundang Wan Fei-yang.
"Menjadi ketua perguruan harus mempunyai ilmu silat
yang bagus!" ini kata-kata Kouw-bok kepada Pek-ciok Tojin.
Dia sudah melihat ilmu silat Pek-ciok Tojin tidak begitu
bagus.
Murid-murid Bu-tong yang lain malah lebih bagus dari
Pek-ciok Tojin, tapi tidak berbeda jauh, hanya Wan Fei-yang
yang bisa dikatakan bagus.
Dia mulai mengerti ucapan Wan Fei-yang dan merasa
lega, tidak salah mengambil keputusan ikut dengan Wan Feiyang.
Hal pertama yang dia lakukan adalah mengatur kembali
latihan-latihan murid-murid Bu-tong, setelah puluhan tahun
memperdalam ilmu silat Bu-tong, murid Bu-tong mana yang
bisa dibandingkan dengannya.122
Maka dengan tenang Wan Fei-yang pergi ke perbatasan
Biauw.
Masuk gunung masuk kepegunungan.
keluar hutan, masuk kota
Setelah hari ke-3, sekarang Wan Fei-yang berada di
sebuah jembatan yang terbuat dari tali besi yang
menghubungkan 2 jurang.
Jurang terjal seperti ditepis, di dasar jurang ada air yang
mengalir dengan deras, begitu menginjak jembatan tali itu
terasa getarannya.
Wan Fei-yang mempunyai perasaan lain, setiap kali
berada dalam bahaya perasaan seperti ini akan muncul.
Kali ini perasaan yang memperingatkannya datang
terlambat, sesudah berada di dalam tengah-tengah
jembatan tali besi itu. Di depan dan belakangnya, jarak
dengan jurang terjal satunya lagi adalah 14 tombak lagi.
Dia berhenti melangkah, melihat ke depan dan belakang,
seseorang sudah muncul, mereka seperti murid-murid Tongbun. Muncul pula Tong Ling berbaju merah dan ditambah
dengan jubah merah seperti api.
"Wan Fei-yang, kau kira diam-diam bisa meninggalkan
tempat ini dan akan menyelesaikan masalah?" nada bicara
Tong Ling keras seperti api.
Wan Fei-yang menggelengkan kepala:123
"Nona Tong, aku meninggalkan tempat ini untuk mencari
kebenaran mengenai masalah ini!"
"Kalau kau mau menghadapi masalah ini dan mengaku
telah membunuh serta mau melepaskan Kongkongku,
semua kuanggap beres!"
"Kukira Tong-bun akan memberi kesempatan
kepadaku?"
"Memberi kesempatan padamu untuk kabur, apakah kau
kira kami bodoh seperti perkumpulan-perkumpulan yang
katanya perkumpulan lurus?"
Wan Fei-yang tertawa, Tong Ling menatapnya, dan
terlihat marah:
"Apa yang kau tertawakan?"
"Aku sudah pernah bertemu dengan orang yang lebih
keras kepala dari Nona, tidak disangka aku tetap saja merasa
aneh!"
"Dalam keadaan seperti ini kau masih bisa tertawa, aku
benar-benar kagum padamu!"
"Dengan cara apa Nona akan menghadapi-ku?" Wan Feiyang balik bertanya.
"Kami akan memotong tali jembatan ini kemudian akan
memanahmu, membiarkan kau di tengah udara dan tidak
bisa menghindar, dengan cara apa kau akan mengatasi
serangan kami?"
"Dengan jarak sejauh ini jika dipanah pun panahnya tidak
akan bertenaga, apa lagi jembatan ini akan jatuh, apa
gunanya dipanah?"124
"Jika kau jatuh ke jurang di dasar jurang terdapat air
yang mengalir deras. Tapi jika tali besi dan jembatan ini
jatuh, jembatan tidak akan tenggelam, berarti aku sudah
tepat memilih tempat!"
Wan Fei-yang tertawa:
"Jika tempat ini cocok bagi kalian supaya bisa
membunuhku pun apa gunanya?"
"Aku tidak percaya orang seperti dirimu menganggap
kematian hanya masalah kecil, jadi menjelang mati lebih
baik kau bicara jujur!"
"Sepertinya apa yang kau katakan tidak akan ada
gunanya, terserah apa yang ingin Nona lakukan!"
Tong Ling tidak banyak bicara lagi, tangannya melambai,
murid-murid Tong-bun sudah mendekat.
Wan Fei-yang berputar tapi tidak bergeser, sebab dia
melihat di atas jembatan ini kemana pun bergeser tidak ada
bedanya, lebih baik melihat dulu situasi yang berlangsung
baru mengambil keputusan!
Dia juga bersiap jika ada murid Tong-bun yang akan
memotong jembatan hingga putus.
Tong Ling sekali lagi melayangkan tangan, Wan Fei-yang
melihat dengan jelas, dia segera mengumpulkan tenaga
dalamnya dan bersamaan waktu panah melesat dari ke dua
sisi jembatan. Dengan kekuatan penuh panah tiba di depan
Wan Fei-yang, dan masih mengandung tenaga besar, jika dia
tidak bergerak mungkin dia akan menjadi seekor landak.125
Wan Fei-yang bergerak seperti kelinci, lalu berputar ke
bawah jembatan, mengambil semua papan dan meloncat
lagi ke tengah udara.
Panah terus berdatangan tapi sama sekali tidak menjadi
ancaman bagi Wan Fei-yang.
Tong Ling tidak menyangka sama sekali Wan Fei-yang
bisa menggunakan cara seperti itu mengatasi serangan
panah. Waktu itu Tong Ling tidak tahu harus berbuat apa,
tapi panah sudah dipersiapkan lagi, panah serangan pertama
sudah dilepaskan, panah kedua langsung bersiap. Melihat
Wan Fei-yang tidak ada di atas jembatan, tidak perlu
diperintah lagi, mereka bersiap-siap menyerang.
Wan Fei-yang tidak kembali ke atas, dia membawa
papan-papan jembatan itu dengan kedua tangannya,
berjalan ke arah Tong Ling. Semua murid Tong-bun
melihatnya dan mereka menjadi panik. Murid-murid Tongbun yang ada di sebelah Tong Ling terus melihat Tong Ling.
Tong Ling segera mengambil keputusan, sekali lagi
tangannya diayunkan, lalu dia berlari seperti burung walet
ke atas jembatan.
Murid-murid Tong-bun segera mengikutinya dari
belakang, mereka tetap membawa panah, saat tiba di
tengah jembatan, mereka segera mencengkeram tali besi
jembatan untuk melihat ke bawah.
Gerakan Wan Fei-yang memang cepat, tapi belum
separuh jalan dia sudah dicegat, panah seperti, hujan126
dilepaskan ke arahnya, dia menggantung di bawah
jembatan, keadaannya tambah berbahaya.
Tapi reaksinya sangat cepat, dia seperti kincir angin naik
kembali ke atas jembatan, karena kembali ke atas membuat
tali jembatan terus bergoyang-goyang.
Sebelah tangan murid-murid Tong-bun memegang tali
besi dan sebelah lagi membawa anak panah, goyangan tali
besi tidak mengganggu gerakan mereka.
Tong Ling tidak sama dengan mereka, dia seperti bisa
memperhitungkan semuanya, Saat Wan Fei-yang akan
kembali ke atas jembatan, ke dua tangannya sudah
menggenggam banyak senjata rahasia dan siap dilemparkan.
Saat Wan Fei-yang kembali dari bawah jembatan, senjata
rahasianya segera dilemparkan, tubuhnya mengikuti arah
lemparan terus bergerak seperti seekor kupu-kupu yang
sedang menari.
Wan Fei-yang dari awal sudah melakukan persiapan, ke
dua tangannya terus mencakar sebenarnya tepat
menyambut semua senjata rahasia yang menyerangnya.
Yang tidak bisa disambut, dikelitnya.
Setelah senjata rahasia Tong Ling habis baru dia turun,
dia sudah memperhitungkan akan mendarat di atas papan
jembatan, tapi karena jembatan terus bergoyang-goyang
perhitungannya meleset.
Setelah kakinya menginjak tali besi, tubuhnya tidak
seimbang dan langsung terjatuh.127
Di bawah jembatan adalah jurang yang sangat dalam,
jika jatuh akan masuk ke dalam arus air sungai yang deras.
Sebenarnya Tong Ling tidak salah memilih tempat, tapi tidak
menyangka yang jatuh bukan Wan Fei-yang melainkan
dirinya.
Tali besi masih terus bergoyang-goyang, kakinya
menginjak tempat kosong. Tangannya ingin mencengkeram
sesuatu tapi tidak kena, sudut matanya terus melihat kalau
di bawah adalah air sungai yang sangat deras, dia segera
berteriak, waktu itu dia merasa tangannya dicengkeram
seseorang.
Pikirannya kosong, begitu merasa ada yang
mencengkeram, otomatis dia balas mencengkeram tangan
itu. Dia baru melihat ternyata yang mencengkeram adalah
Wan Fei-yang.
Wan Fei-yang hanya menggunakan sebelah kaki mengait
ke tali besi itu, tapi dia bisa pada waktu yang tepat
mencengkeram tangan Tong Ling, dia menghembuskan
nafas lega.
"Kau..." hanya kata itu yang keluar dan dia sudah
diangkat ke atas jembatan.
Murid-murid Tong-bun melihat semua itu dan terpaku.
Tong Ling pun terpaku dan bertanya:
"Mengapa kau melakukan semua ini?"
"Nona bisa jatuh ke dasar jurang karena aku, mana bisa
aku akan berpangku tangan melihat semua ini!"128
"Kita adalah lawan!"
"Kita hanya salah paham saja, kalau di antara dua pihak
terjadi luka atau mati hanya akan menambah
kesalahpahaman!"
"Kau mengira kalau kau melakukan semua ini maka kami
akan percaya kepadamu begitu saja?"
"Aku tidak pernah berharap orang akan percaya
kepadaku, aku hanya percaya kalau kesalah pahaman ini
suatu hari akan terjawab dengan jelas!"
Mungkin ini pertama kali Tong Ling mendengar dengan
hatinya, akhirnya dia bisa menangkap nada bicara Wan Feiyang, dan tidak ada pilihan lain.
Di benak Tong Ling, Wan Fei-yang adalah orang terkenal,
walaupun tidak tinggi hati atau sulit dijangkau, tapi pasti
memiliki pembawaan orang terkenal tapi begitu bertemu
dengan Wan Fei-yang, kecuali ilmu silatnya yang tinggi, tidak
ada bedanya dengan orang biasa. Kalau orang tidak
mengenalnya sulit percaya dia adalah orang terkenal di
dunia persilatan, bahkan nomor satu di dunia persilatan.
Dia melihat Wan Fei-yang lagi, Tong Ling tidak merasa
Wan Fei-yang sedang berbohong, dia bisa melihat kejujuran
yang keluar dari lubuk hati-nya. Dulu dia selalu bertindak
kelewatan, anehnya mengapa sekarang dia mempunyai
pikiran seperti itu.
Tapi sikapnya tetap keras dan kaku:
"Kau bilang ini hanya salah paham, apa buktinya?"129
"Kalau ada bukti, masalah ini pasti sudah beres dan aku
tidak perlu meninggalkan..."
"Kau ingin bersembunyi di mana?"
"Bukan bersembunyi melainkan mencari bukti!"
"Bukti apa?"
"Bukan aku yang membunuh mereka dan bukan dengan
Thian-can-sin-kang!"
"Apakah memang bukan dengan Thian-can-sin-kang?"
walaupun mata Tong Ling penuh dengan rasa curiga, tapi
paling sedikit dia sudah terlihat lebih lemah dibandingkan
saat di awal.
"Itu memang benar tapi tidak ada bukti orang maupun
barang, tetap saja sulit untuk membuat orang percaya!"
"Kalau kau tidak memberitahu, ke mana kita harus
mencari orang itu? Kalau sudah bertemu dengannya,
bukankah semuanya bisa menjadi jelas dan bisa
dimengerti!"
"Kalau orang itu berniat muncul, dia tidak akan
memindahkan malapetaka ini ke tangan orang lain, kalau
bukan karena ilmu silatnya belum berhasil, pasti masih ada
alasan lain yang harus dia pikirkan!"
"Siapakah dia?"
"Aku tidak tahu!"
"Tapi kau tahu di mana bisa mencarinya bukan?" Tong
Ling mulai menaruh curiga lagi.
"Belum tentu aku bisa bertemu dengannya di sana, aku
hanya ingin mengadu nasib, kalau aku bernasib baik130


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semuanya akan cepat selesai, kalau tidak, dunia persilatan
akan mengalami malapetaka besar!"
Tong Ling mengangguk:
"Dia mencari masalah dengan orang-orang perkumpulan
lurus, berarti dia bukan orang baik-baik!"
"Kami juga berpendapat seperti itu!"
"Kau mau ke mana?"
"Biar aku yang membereskan masalah ini!"
"Mengapa seperti itu, kau bicara ragu-ragu dan tidak
terus terang!"
"Kalau orang itu bermaksud memindahkan malapetaka
ke tanganku, dia pasti akan berpikir aku akan mencarinya ke
sana, dan dia akan memasang perangkap!"
"Untuk apa kau berkata seperti itu, kau kira aku takut?"
Tong Ling membereskan rambutnya, "walaupun harus pergi
ke liang naga atau gua harimau, aku tidak takut!"
"Apakah kau benar-benar ingin pergi bersamaku? " tanya
Wan Fei-yang.
"Keberadaan kakekku belum diketahui apakah dia masih
hidup atau sudah mati, sekarang kau sudah tahu di mana
tempatnya, mana mungkin aku tidak ikut?"
"Kalau kakekmu benar berada di sana, aku pasti akan
berusaha menolong beliau!"
"Kalau kau tidak bisa menolongnya, bagaimana?" baru
saja kata-katanya keluar, tiba-tiba saja Tong Ling teringat
sesuatu, dia menggelengkan kepala, "kalau kau saja tidak131
sanggup, apa lagi aku, tapi jika aku di sisimu, mungkin aku
bisa sedikit membantumu!"
"Memang senjata rahasiamu sangat hebat..."
"Mungkin tidak ada gunanya bagimu, paling sedikit aku
bisa menjaga diriku sendiri dan tidak akan membuatmu..."
"Aku tidak bermaksud seperti itu, hanya saja..." dia
menarik nafas lagi.
"Hanya saja apa?" tanya Tong Ling.
"Hal ini berhubungan erat dengan Bu-tong-pai sebisabisanya dibereskan oleh murid Bu-tong sendiri!"
"Apakah kau bisa menjelaskannya?"
"Ini menyangkut nama baik Bu-tong! Aku hanya bisa
mengatakan itu saja."
Wan Fei-yang pelan-pelan membalikkan tubuh dan mulai
melangkah, mata Tong Ling berkedip, dia segera berteriak:
"Apakah kau tidak bisa melihat aku orang seperti apa?"
"Aku tahu Nona pasti bisa menjaga rahasia ini demi
diriku..."
"Kalau begitu, apa yang masih kau khawatirkan?"
"Hal ini dimulai dari Bu-tong-pai maka harus murid Butong yang bertanggung jawab, jangan melibatkan orang lain
dalam perkara ini!"
"Kalau terjadi hal yang tidak diinginkan..." dia berhenti
bicara dengan nada penuh penyesalan dia berkata, "aku
tidak sengaja..."
Wan Fei-yang tertawa:132
"Jika waktu yang ditentukan telah tiba dan aku tidak
pulang, ketua kami akan mengemukakan masalah ini ke
khalayak ramai agar kalangan persilatan bisa waspada.
Waktu itu aku percaya orang itu akan muncul ke
permukaan!"
"Sebenarnya kau tidak percaya diri kalau kau bisa
menang bukan!"
"Kalau tidak untuk apa dengan menempuh bahaya ke
sana?"
"Lalu aku bagaimana!"
"Itu bukan masalah percaya tidak percaya!" langkah Wan
Fei-yang tidak berhenti.133
BAB 4
Tong Ling mengikuti Wan Fei-yang murid-murid Tongbun menghindar ke kiri dan ke kanan. Wan Fei-yang
menolong Tong Ling saja sudah cukup membuat mereka
terkejut, perubahan sikap Tong Ling dianggap wajar-wajar
saja.
Karena kesabaran Wn Fei-yang lah membuat sikap
mereka kepada Wan Fei-yang tidak ada perasaan benci.
Sebagian malah curiga kalau masalah ini tidak ada hubungan
dengannya.
Tong Ling curiga masalah sudah membesar dan dia tidak
punya alasan yang tepat dan dia tidak bisa menurunkan
gengsinya.
"Aku tidak mau tahu masalah apa pun, ke mana kau
pergi aku pasti akan ikut!"
"Apakah kau masih menaruh curiga kepadaku?"
Tong Ling menggelengkan kepala:
"Kongkongku sudah hilang selama beberapa hari, sulit
mendapatkan petunjuk, mana mungkin aku berhenti
mencarinya?"
"Tapi kali ini kita ke sana..."
"Aku tahu keadaan sangat berbahaya, tapi aku tidak
takut, dan kau tidak perlu menanggung tanggung jawab apa
pun kepadaku!"
Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu tapi ditelannya
kembali.134
"Apa pun mengenai Bu-tong-pai, aku tidak akan
sembarangan membocorkan rahasia kalian, kau bisa
tenang!"
"Aku tahu kau pasti bisa menjaga rahasia!"
"Kalau begitu, tunggu apa lagi?"
"Kadang-kadang aku juga seperti itu, walau pun
masalahnya tidak penting tapi aku tetap akan menjaga
rahasia!"
Tong Ling ke lepasan bicara:
"Kalau kau mati...." setelah kata-katanya terucap keluar,
dia baru sadar bahwa itu tidak pantas, dengan perasaan
menyesal dia berkata lagi, "maafkan aku, sebenarnya aku
tidak bermaksud seperti itu!"
"Semua rahasia tidak bisa selamanya menjadi rahasia,
mungkin belum sempat tiba di sana, tapi aku sudah..."
"Lebih baik kau katakan saja."
"Kalau ada yang mencari tahu rahasia Tong-bun, apa
yang akan kau lakukan?"
"Pastinya aku tidak akan membicarakannya!"
Tong Ling adalah gadis yang tidak banyak berpikir,
setelah menjawab itu dia baru sadar tapi kata-katanya tidak
bisa ditarik kembali.
"Ya, seperti itulah!" Wan Fei-yang sudah melesat seperti
anak panah.
"Wan Fei-yang..." Tong Ling berusaha mencengkeram,
tapi hanya mencengkeram tempat kosong, saat dia akan
mengejar, Wan Fei-yang sudah berlari sejauh 15 tombak.135
Mata Tong Ling tampak berputar, dia ingin melarang
murid-murid Tong-bun mengejar Wan Fei-yang, tapi katakatanya yang sudah ada di depan mulutnya segera ditelan
kembali.
Melihat Tong Ling terdiam, mereka membiar kan Wan
Fei-yang meninggalkan mereka.
Wan Fei-yang dengan cepat sudah berada di atas sebuah
batu, setelah menoleh dia kembali berlari.
Tong Ling tidak bergerak, 2 orang murid Tong-bun yang
berusia separo baya segera mendekat:
"Ketua, mereka menunggu petunjuk Anda."
"Apakah murid-murid Tong-bun yang mengawasi Wan
Fei-yang sudah ditarik?" dia malah balik bertanya.
"Mereka mengirim kabar melalui burung merpati."
"Pengawasan terhadap Wan Fei-yang dilanjutkan, tapi
jangan sampai mengganggunya, lihat dia akan pergi kemana!
Ingat itu!" perintah Tong Ling.
Murid Tong-bun tidak ingin mengecewakan Tong Ling,
mereka bergiliran mengawasi Wan Fei-yang. Walaupun Wan
Fei-yang berilmu sangat tinggi, tapi dia bukan orang
berpikiran negatif, dia pun tidak bisa menghindar.
Dia hanya pura-pura tidak tahu tapi diam-diam berusaha
menghindari mereka.
Dengan kehebatan ilmu silatnya dia berusaha
melepaskan diri dari murid-murid Tong-bun yang
mengawasinya.
i136 Sampai terakhir hanya tinggal satu orang yang sanggup
membuntutinya, dia adalah murid Tong-bun generasi muda
juga mempunyai ilmu meringankan tubuh terbaik, ketua
Tong-bun termuda... Tong Ling!
7 hari sudah berlalu.
Siang hari itu!
Sinar matahari bersinar menembus sela-sela daun di
hutan tapi tetap membuat orang merasa dingin.
Pohon besar tumbuh di mana-mana, sebuah jalan kecil
berada di sana, katanya itu adalah satu-satunya jalan untuk
melewati hutan itu, tapi Tong Ling tidak menyukai jalan ini
juga tidak menyukai suasana di sana, tapi dia tidak ada
pilihan.
Wan Fei-yang pasti akan berjalan melalui jalan kecil itu,
dia harus terus mengawasi Wan Fei-yang, dia harus berada
di depannya.
Selama dua hari ini keadaan Tong Ling seperti itu, berada
di depan Wan Fei-yang untuk mengawasinya. Jika Wan Feiyang menanyakan jalan kepada pejalan kaki lainnya, dia akan
segera bertanya kepada orang yang sama, kemudian melalui
jalan pintas menunggu Wan Fei-yang di depan.
Dia berusaha untuk berhati-hati, dia juga berusaha agar
tidak putus kontak dengan murid-murid Tong-bun lainnya
semua mengandalkan kerja kerasnya seorang diri.
Di bawah ada air, saat menginjak air itu, dia seperti
masuk ke dalam perangkap, kakinya seperti tidak menginjak
bumi. Tong Ling tidak senang dengan perasaan seperti ini.137
Di depan sedikit genangan air, di atasnya ada sepotong
pohon yang sudah layu. Tong Ling melihat pohon itu dia
segera dia berlari ke sana.
Dia ingin mendarat di atas pohon itu, kemudian dengan
bantuan batang pohon yang layu, dia bisa melewati
genangan air yang banyak itu, tapi baru saja mendarat di
atas batang pohon layu itu, pohonnya malah tenggelam.
Ternyata genangan air itu adalah rawa-rawa, Tong Ling
segera terjerumus ke dalam rawa-rawa itu, semakin dia
berteriak dan memberontak tubuhnya semakin terhisap ke
dalam genangan lumpur.
Dia sadar kalau terus memberontak dan meronta,
lumpur akan menutupi hingga ke kepalanya, maka dia pun
melemaskan tubuhnya walaupun merasa masih terus
tenggelam dia pasrah tapi semua itu agak terlambat.
Waktu itu ada seekor ular sanca keluar dari balik semaksemak, dan berenang ke arahnya.
Anehnya ular itu bisa merayap di atas lumpur itu, ular itu
tidak tenggelam malah dengan cepat berusaha
mendekatinya.
Tong Ling terkejut, ular besar itu sudah membuka
mulutnya yang besar, semakin mendekatinya, tiba-tiba
terdengar suara dari atas. Sebuah ranting sepanjang 6-7 kaki
sudah melesat dan masuk ke dalam mulut ular besar itu,
membuat ular itu terbang ke atas permukaan air dan
terpaku di atas pohon.138
Ular itu memuntahkan darah, dan terus memberontak,
membuat siapa pun terkejut. Tong Ling pun terkejut sorot
matanya segera mencari-cari lalu dengan senang berteriak.
"Wan Fei-yang!"
Wan Fei-yang sedang berdiri di sana, dia berteriak:
"Sambut..." kemudian dia melempar rotan ke arah Tong
Ling.
Setelah rotan berada di tangannya dia ditarik oleh Wan
Fei-yang, dia bisa terbang ke arah Wan Fei-yang.
Wan Fei-yang mengulurkan tangannya untuk memegang
pundak Tong Ling. Begitu Tong Ling bisa berdiri tegak, dia
segera jatuh ke dalam pelukan Wan Fei-yang dan menangis
sejadi-jadinya.
Dia memang bersifat keras, tapi baru pertama kalinya dia
berkelana di dunia persilatan. Di Tong-bun dia seperti
seorang putri, belum pernah mendapat peristiwa
mengejutkan seperti ini, apa lagi dia hanya seorang gadis,
dia pasti sangat takut kepada ular besar!
Wan Fei-yang mengerti apa yang ada dalam pikiran Tong
Ling, Tong Ling tiba-tiba menjatuhkan diri ke dalam
pelukannya dan menangis, Wan Fei-yang ikut terkejut,
dengan terpaksa dia memeluknya supaya Tong Ling bisa
tenang.
Lama... Tong Ling baru berhenti menangis, dia menatap
Wan Fei-yang:
"Mengapa kau bisa berada di sini?"139
"Aku harus melewati jalan ini!"
"Aku tahu..."Tong Ling seperti baru tersadar.
"Aku malah baru tahu kau sudah mengejarku sampai ke
mari!"
"Aku berjalan di depanmu!"
"Sebelumnya aku mengira bisa terlepas dari pengawasan
kalian!"
"Mana mungkin akan segampang itu?"
"Apakah kalian masih mencurigaiku?"
"Aku yakin kau bukan orang itu, kalau tidak, kau tidak
akan terus menolongku!"
Kata-katanya baru terucap, Tong Ling sadar dia sudah
salah bicara lagi.
Tapi Wan Fei-yang seperti tidak mendengar ucapannya,
dia hanya menjawab:
"Memang seperti itu!"
"Seharusnya aku tidak mencurigaimu lagi, sewaktu orang
itu menculik Kongkong, dia memang tidak melukai orangorang Tong-bun dan hanya mengatakan akan meminjam
Kongkong tapi tampak nya tidak sama perlakuannya kepada
perkumpulan lain, sudah pasti dia yang melakukannya tetapi
kau tidak mirip dengan orang yang kejam dan jahat!"
"Sebelum mencariku, seharusnya kalian mencari tahu
dulu di daerah Bu-tong-san!"
"Kami sudah mencari tahu bahwa kau tidak pernah
meninggalkan Bu-tong-san, kau mengobati orang-orang
miskin, tapi kami juga berpikir mungkin kau sudah tahu kalau140


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kami akan datang mencarimu maka kau bersekongkol
dengan orang-orang miskin itu..."
"Kalian benar-benar penuh rasa curiga."
"Bukankah sekarang kami sudah mempercayaimu!"
"Kalau begitu, aku bisa tenang!"
"Tapi aku masih khawatir."
"Karena kakekmu.."
"Jika tidak terjadi sesuatu padanya aku baru merasa
tenang, jadi.."
"Jika terjadi sesuatu percuma kau merasa khawatir juga,
jika tidak terjadi apa-apa, dia akan mengembalikan kakekmu
dengan selamat, bukankah orang itu mengatakan hanya
meminjam, jika sudah selesai, dia akan mengantarkan
kakekmu pulang dengan selamat."
"Maksudmu, aku harus menunggu di-rumah?"
"Dunia persilatan sangat berbahaya..." kata Wan Feiyang.
"Apa lagi di perbatasan suku Biauw lebih berbahaya lagi,
apa benar?"
"Apakah kau tahu kalau aku akan pergi ke perbatasan
suku Biauw?" Wan Fei-yang tertawa.
"Sudah pasti, karena ini adalah satu-satunya jalan
menuju ke perbatasan suku Biauw."
"Aku tidak mengerti mengapa semua ini berhubungan
dengan perbatasan suku Biauw, apakah Thian-can-sin-kemg
dari Bu-tong-pai berasal dari perbatasan suku Biauw?"
Wan Fei-yang tidak menjawab.141
Tong Ling berkata lagi:
"Kalau benar, semua benar-benar di luar dugaan!" dia
bicara sendiri, "ini benar-benar rahasia besar, pantas kau
tidak mau menceritakannya, tapi tenanglah, aku tidak akan
membocorkan rahasia ini!"
Wan Fei-yang tertawa kecut.
"Aku tahu di perbatasan suku Biauw tidak ada pesilat
tangguh!" kata Tong Ling.
"Aku juga berpikir demikian!"
"Thian-can-sin-kang milik Bu-tong-pai sudah ada selama
puluhan tahun, aku tidak mengerti! Apakah tidak boleh
memberitahu kepada siapa pun?"
"Jika sudah tiba waktunya aku akan memberi tahu
padamu!"
"Kau setuju untuk tidak membocorkan rahasia bukan?"
tanya Wan Fei-yang.
Tong Ling mengangguk.
"Seharusnya memang begitu, rahasia Tong-bun sudah
pasti tidak akan kubocorkan!"
"Kalau kau sudah mengerti itu paling bagus."
"Sekarang aku percaya kepadamu!" kata Tong Ling, "aku
tidak akan memaksamu menceritakan rahasia ini!"
"Kalau begitu, kau setuju untuk kembali ke Tong-bun?"
"Kembali ke Tong-bun?" Tong Ling berteriak, "apa pun
yang terjadi, ke mana pun kau pergi aku harus ikut
denganmu!"
"Perbatasan suku Biauw..."142
"Aku tahu di sana berbahaya, tapi jika bersamamu, aku
tidak akan merasa takut, aku mempunyai kemampuan
mengurus diriku sendiri." dia melihat rawa-rawa tadi, "tadi
bisa terjadi seperti itu karena aku tidak mempunyai
pengalaman, nanti tidak akan terjadi hal seperti itu lagi."
Wan Fei-yang tertawa kecut.
"Apa pun yang terjadi nanti, masalah Bu-tong-pai tidak
akan kubocorkan, jika aku sudah berjanji, aku akan berusaha
untuk menepatinya, apakah kau percaya?..."
"Aku tahu kau bukan orang seperti itu..."
"Kalau begitu, kau setuju aku ikut denganmu!" Tong Ling
berteriak senang sambil tertawa.
Wan Fei-yang merasa kepalanya hampir terbelah
menjadi dua. Gadis yang ada di depan matanya tidak
berbedanya dengan dia saat baru berkelana di dunia
persilatan. Mungkin gadis ini lebih emosi. Pergi ke
perbatasan Biauw pasti sangat berbahaya, mengurus dirinya
saja sudah sulit, jika Tong Ling berada di sisinya, benar-benar
tidak terbayangkan.
"Lebih baik kau..."
"Aku tidak mau kau tiggalkan!"
Dia segera merapat ke Wan Fei-yang, tapi begitu sadar
dia masih berada dalam pelukan Wan Fei-yang, dia segera
beringsut mundur.
"Ada apa?" tanya Wan Fei-yang terkejut.143
Wajah Tong Ling menjadi merah, setelah Wan Fei-yang
melihat ke arahnya dia baru mengerti, dia mengalihkan topik
pembicaraan:
"Aku lupa kalau tubuhmu penuh dengan lumpur, pasti
terasa tidak nyaman..."
Tong Ling menatap Wan Fei-yang, wajahnya semakin
merah, Wan Fei-yang baru melihatnya sebab Tong Ling tadi
berada dalam pelukannya sehingga bajunya pun penuh
dengan lumpur.
Tapi dia pura-pura tidak tahu dan berkata:
"Di sana ada sebuah sungai kecil..."
"Kau belum menjawab pertanyaanku..."
"Aku sedang berpikir jika sudah selesai, aku akan
menjawab pertanyaanmu''
Dengan tenang Tong Ling berendam di dalam air. Dia
sangat percaya Wan Fei-yang bukan orang yang teori dan
praktiknya tidak sama, dia juga percaya walaupun Wan Feiyang tidak setuju tapi jika dia terus merengek, pada akhirnya
dia akan membawanya ke perbatasan.
Wan Fei-yang memang ingin menepati janji, setelah
berpikir dia pun menuliskan jawabannya di tanah setelah itu
dia pun pergi!
Jawabannya berada di atas permukaan tanah, semua ini
di luar dugaan Tong Ling, sewaktu dia melihat huruf-huruf
yang tertulis di tanah, Wan Fei-yang sudah tidak ada di sana.
Tong Ling terpaku, tapi dia tetap berusaha mengejar ke
dalam hutan, itu pun di luar dugaan Wan Fei-yang.144
Sebab dia melihat setelah Tong Ling bersih dari lumpur,
dia akan ketakutan dan menangis, dia menduga setelah
mengalami kegagalan tidak akan mencoba rintangan
berikutnya, dia tidak tabu Tong Ling menangis karena
dirinya, hanya ada dirinya dan tidak ada orang yang pantas
buat dia mengadu, air matanya belum tentu akan menetes.
Kalau Tong Ling tidak begitu keras kepala, dia tidak akan
mengejar Wan Fei-yang sampai kemari. Jika sudah di sini,
mana mungkin setelah mengalami kegagalan akan mundur
begitu saja!
Setelah masuk hutan, suasana begitu menyeramkan dan
gelap, Tong Ling sangat berhati-hati dalam melangkah.
Setelah mengalami kegagalan dia mulai mengerti bahwa dia
harus berhati-hati dan berwaspada. Setelah melewati hutan
dan masuk gunung, terlihat pemandangannya sangat indah,
tidak ada yang membuatnya takut.
Sepanjang jalan tidak dia bertemu dengan seorang pun.
Selama 10 hari lebih Wan Fei-yang selalu berburu ayam
hutan dan kelinci untuk mengisi perut. Selama perjalanan
keadaan yang lebih buruk pun sudah pernah dia alami, dia
tidak mempunyai perasaan takut pada kesulitan.
Wan Fei-yang hanya merasa aneh, mengapa di sini tidak
ada seorang pun yang tinggal, karena dia tidak tahu bahwa
dia sudah memasuki tempat di mana suku Biauw tinggal.
Tempat itu adalah tempat terlarang bagi suku Biauw, hutan
itu adalah hutan pelindung alam.145
Pesilat tangguh seperti Tong Ling pun hampir terjebak ke
dalam lumpur, orang biasa mana mungkin bisa melewati
hutan ini?
Wan Fei-yang lupa kalau dia adalah seorang pesilat
tangguh. Tapi dia tetap berhenti di sebuah danau!
Danau itu sangat luas, dari ujung ini tidak bisa melihat ke
ujung sana, hanya bisa melihat gunung-gunung yang
berderet.
Hari hampir sore, Wan Fei-yang sedang membuat rakit
dari batang rotan.
Paginya Wan Fei-yang telah mendayung rakit untuk
menyeberangi danau, sampai ke seberang.
Air danau tampak jernih, tenang, dan bersih. Rakit
meluncur melewat riak danau, sampai-sampai saat
mendayung pun terdengar merdu.
Semakin mendekati seberang, keadaan di sana semakin
aneh. Di depan terdapat jurang, dinding batu menghalangi di
tengah-tengah air, seperti sebuah sekat.
Di antara sekat itu terdapat sebuah celah, melihat ke
dalam celah selain ada air juga terlihat cahaya dari langit,
Wan Fei-yang tidak sengaja mendayung rakit hingga masuk
ke dalam celah.
Celah ini sangat besar, dari luar terlihat tidak begitu
dalam, tapi setelah masuk baru terasa. Setelah rakit
melewati celah itu pemandangan di depan berbeda sekali
dengan di luar.146
Tempat di sana seperti sebuah gayung, gagang gayung
berupa air terjun. Air bercipratan kecuali itu ada sebuah
kolam, airnya tampak bening hingga bisa melihat ke dasar.
Sewaktu Wan Fei-yang berlatih ilmu silat di Bu-tong-san,
keadaan di sana hampir sama dengan di sini, hanya saja
tempat ini lebih tenang, sampai air terjun pun tidak mengalir
sederas di Bu-tong-san.
Walaupun begitu, dia tetap merasa tempat itu ramah.
Kegembiraan hatinya sulit dilukiskan, saat tertawa atau
senyumnya baru terlihat dari mulutnya, rakit yang
didayungnya tiba-tiba terguling.
Ini benar-benar di luar dugaannya, walaupun ilmu
silatnya tinggi dan refleknya cepat, dia tetap terguling dan
masuk ke dalam air.
Dalam cipratan air, dia seperti melihat seorang gadis
telanjang, dia berenang cepat seperti seekor ikan datang ke
arahnya, dia juga merasa telah dipeluk oleh gadis itu.
Dia seperti terbius, dia mendorong tangannya keluar,
tempat di mana dia mendorong terasa empuk dan lembut.
Dia sadar benda apa itu maka jantungnya segera
berdebar-debar kencang, dengan cepat tangannya ditarik
kembali, itulah perasaan yang mendera sebelum dia pingsan.
Kemudian jalan darah di beberapa tempat sudah ditotok.
Sewaktu Wan Fei-yang tersadar kembali, dia sudah
berada di dalam sebuah gua.147
Tanpa diragukan lagi gua itu sudah ditata oleh tangan
manusia, sangat indah, juga terlihat sedikit bersifat kekanakkanakan.
Seorang gadis duduk di pinggir ranjang. Suasana yang
terasa begitu kekanak-kanakan membuat semuanya
bertambah lucu.
Gadis itu sudah mengenakan baju, tapi Wan Fei-yang
masih merasa dia melihat tubuh telanjangnya sebab
sebelum pingsan pikirannya berhenti saat dia masih berada
di dalam air, sekarang setelah dia tersadar kembali, baru
merasa kalau dia sedang berbaring di atas sebuah ranjang
batu, kaki dan tangannya diikat dengan tali.
Tubuhnya digerakkan, dia ingin berdiri, tapi melihat tali
yang menyambung dengan ranjang batu itu menempel ke
dalam tanah. Walaupun tenaganya besar, sulit untuk
menggesernya.
Karena tidak bisa bangun, maka Wan Fei-yang melihat
keadaan di sekelilingnya, kemudian dia menarik nafas
panjang.
"Kau sudah sadar?" tanya gadis itu.
Dia berbaju suku Biauw tapi berbahasa Han dengan
sangat lancar, hal ini membuat Wan Fei-yang merasa aneh
dan bertanya:
"Apakah kau suku Han?"
Gadis itu menggelengkan kepala, dia balik bertanya:
"Apakah aku mirip orang suku Han?"
"Kau menguasai bahasa Han dengan baik!"148
Gadis itu terlihat benar-benar senang.
"Untung kau menguasai bahasa Han, kalau tidak, aku
tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang?" kata Wan
Fei-yang.
"Aku tidak akan melukaimu!"
"Tapi kau..."
"Namaku Pei-pei, namaku tidak begitu indah tapi aku
menyukainya!"
"Aku juga suka!" Wan Fei-yang memang merasa nama
itu bagus.
Pei-pei tertawa:
"Aku tahu kau pasti menyukainya, kalau tidak, kau tidak
akan datang kemari, ini yang disebut 'jodoh' yang sering
dikatakan kalian suku Han."
"Oh!"
"Siapa namamu?" tanya Pei-pei.
"Wan Fei-yang!"
"Waktu Wan (Awan) sedang Fei-yang, bukan kah udara
yang bagus!" (artinya waktu awan sedang terbang).
Kata-kata seperti ini baru pertama kali Wan Fei-yang
mendengar, tapi mengingat pengalamannya yang
menyedihkan, dia hanya tertawa kecut.
Pei-pei merasa aneh:
"Apakah aku sudah salah bicara hingga membuatmu
marah?"
Wan Fei-yang menggelengkan kepala:
"Tempat apa ini?"149
"Tempat di mana aku tinggal!"
"Oooo."
"Apakah kau tahu mengapa aku membawamu kemari?"
"Mengapa?" Wan Fei-yang balik bertanya.
"Apakah kau tidak tahu adat istiadat suku Biauw?"
"Aku baru pertama kali datang ke wilayah suku Biauw,
aku tidak tahu dengan jelas, apakah aku sudah berbuat
kesalahan?..."
"Apakah kau sama sekali tidak tahu?"
"Jika Nona ingin menyampaikan sesuatu, katakan saja!"
"Menurut aturan suku Biauw bila seorang gadis telanjang
sudah dilihat oleh lelaki dan dia menyukai orang itu maka
orang itu harus menikah dengannya!"


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wan Fei-yang terpaku, Pei-pei menatapnya dan berkata
lagi:
"Aku memang tidak pernah melihatmu, tapi hingga saat
ini aku tidak membencimu, berarti aku menyukaimu!"
Wan Fei-yang ingin membela diri, tapi tidak tahu harus
bagaimana membela diri.
"Kau juga pasti menyukaiku bukan?" Tanya Pei-pei.
Wan Fei-yang tertawa kecut.
"Itu sudah pasti, kita baru bertemu untuk pertama
kalinya, walaupun kau menyukaiku belum tentu sudah
mencapai pada tahap ingin memperistriku!" kata Pei-pei.
"Nona adalah gadis yang sangat pengertian!" kata Wan
Fei-yang.150
"Kalau kau tidak ingin menikahi denganku, dipaksa pun
tidak akan ada artinya tapi kalau kau tidak mau menikahiku,
aku akan mati!"
"Apakah ini aturan suku Biauw?"
Pei-pei mengangguk:
"Seorang gadis jika tubuhnya sudah dilihat oleh orang
yang dia sukai, tapi dia tidak bisa menikah dengan orang
yang dia sukai, selain mati apa yang bisa dia lakukan?"
Wan Fei-yang tidak bisa menjawab. Dia mengerti saat
rakit memasuki kolam itu, dia memang tidak melihat Pei-pei,
tapi Pei-pei sudah melihat-nya, dia mengira Wan Fei-yang
juga sudah melihat-nya, maka terjadilah kesalahpahaman
seperti ini.
Tapi walau bagaimanapun dia sudah melihat tubuh Peipei dan kalau hanya dengan alasan ini akan membuat gadis
itu mati, mana dia tega melakukannya.
Dia jadi bingung, sebelumnya dia mengira Tong Ling saja
sudah cukup sulit, sekarang ditambah yang satu ini,
tampaknya dia lebih sulit diurus lagi.
Tong Ling hanya berbelit-belit dan sukar dinasihati,
sedangkan Pei-pei menyangkut masalah hidup dan mati.
Apakah semua gadis di dunia ini sulit diatur? Wan Feiyang hanya bisa tertawa kecut.
Pei-pei menatapnya dan berkata:
Aku mengerti kalau perasaan harus dibina, aku bisa
menunggu!"151
Wan Fei-yang menghembuskan nafas.
"Kalau kau sadar dan langsung marah-marah kepadaku,
berarti kau tidak menyukaiku, tapi kau tidak melakukannya,
berarti kau tidak membenciku, setelah lewat beberapa hari
kau pasti akan menyukai ku dan akan menikahiku!"
"Setelah lewat beberapa hari..."
Tiba-tiba Pei-pei berteriak:
"Masih ada satu cara lagi!"
"Oh ya?" Wan Fei-yang melihat Pei-pei, dia tidak merasa
Pei-pei memmpunyai cara yang lebih baik.
Pei-pei segera berjalan mendekati meja batu dan
mengambil benda seperti kulit kerang, setelah itu dia
kembali ke sisi ranjang segera meniup benda itu.
Suara yang keluar sangat indah tapi juga aneh. Setelah
Wan Fei-yang mendengarnya, hatinya merasa nyaman. Apa
pun yang dilihatnya sepertinya berubah menjadi indah, apa
lagi perasaannya kepada Pei-pei, tidak perlu diucapkan lagi.
Pei-pei menatap Wan Fei-yang, dia meniup kulit kerang
itu dengan penuh konsentrasi, di mata Wan Fei-yang, Pei-pei
pelan-pelan berubah menjadi seperti dewi khayangan.
Tentu saja Wan Fei-yang belum pernah melihat dewi,
tapi di matanya, Pei-pei seperti sedang menari di atas langit,
seperti seorang dewi.
Tidak lama kemudian tiba-tiba ada suatu perasaan
merayap ke tangannya, begitu dilihat dia menghembuskan
nafas dingin, sebab di tangannya banyak ulat-ulat yang
berkilauan sedang merayap ke bagian atas tubuhnya.152
Seekor demi seekor menempel menjadi satu, menjadi
benda aneh yang berkilau, seperti benda cair yang sedang
bergerak, Wan Fei-yang melihat lagi. Benda-benda itu
sedang datang dari segala penjuru dengan cepat menutupi
bagian bawah tubuhnya.
"Apa ini?" Wan Fei-yang berteriak.
Pei-pei seperti mabuk terus meniup benda seperti kulit
kerang itu, teriakan Wan Fei-yang telah membuatnya
tersadar kembali dan pelan-pelan meletakkan kulit kerang
itu ke atas meja. Benda-benda yang merayap itu adalah ulat
sutra emas.
Bersamaan waktu ulat sutra emas itu pun berhenti
merayap.
"Ulat sutra emas?" Wan Fei-yang segera ingat pada
Thian-can-sin-kang.
Pei-pei menjelaskan bahwa itu adalah salah satu 'Ku'.
"Ku..hati Wan Fei-yang terasa dingin:
"Kau bisa memakai Ku?" (ilmu guna-guna).
Pei-pei seperti tidak merasa bersalah dan menjawab:
"Suhu mengajariku banyak hal, tapi kali ini untuk
pertama kalinya aku menggunakan Ku, aku yakin tidak salah
menggunakannya."
"Mengapa kau menggunakan Ku kepadaku?"
"Ketika Suhu mengajariku menggunakan ulat sutra emas
beliau pernah mengatakan Kim-can-ku bisa membuat lakilaki yang kusukai akan setia selamanya dan terus berada di
sisiku, dia tidak akan berpaling kepada orang lain!" kata Pei-153
pei berkata dengan jujur, sikapnya terlihat manja, sepertinya
tidak ada perasaan jahat sedikit pun.
Wan Fei-yang menarik nafas:
"Memelihara guna-guna, berlatih ilmu guna-guna, itu
pendapat masing-masing, aku tidak berani mengatakan
kalau itu salah, tapi tujuan menggunakan guna-guna sudah
sangat jelas!"
"Maksudmu, aku bersalah?"
"Gurumu tidak pantas mengajari hal seperti itu
kepadamu!" jawab Wan Fei-yang sambil menarik nafas,
"seorang laki-laki karena takut kepada Ku akan menyukaimu,
hanya karena dia takut racun, maka pikiran, dan gerakan
mereka akan dikuasai oleh Kim-can-ku (Guna-guna ulat sutra
emas). Dengan terpaksa mereka akan tunduk kepada
kehendakmu, dia akan menjadi seperti mayat hidup, rasa
suka dan sayangnya bukan berasal dari lubuk hatinya."
"Kim-can-ku yang kau maksud tadi terlalu menakutkan!"
kata Pei-pei menggelengkan kepala.
"Apakah orang yang telah terkena guna-guna jika
meninggalkan tempat ini akan sering kambuh dan
keadaannya sangat teisiksa?"
"Tapi dia tidak akan mati!"
"Perasaan itu pasti akan membuat siapa pun dengan
cepat mengubah keputusan awalnya!" kata Wan Fei-yang.
Pei-pei tidak mengaku juga tidak membantah, dia hanya
menjawab:154
"Sebenarnya aku juga tidak tahu jelas, tapi Suhu
mengatakan seperti itu!"
"Kalau orang yang sudah terkena guna-guna
menyukaimu hanya karena pengaruh guna-guna, aku yakin
nilainya akan berkurang!"
"Aku tidak pernah mendengar orang berkata seperti itu!"
"Mungkin orang yang terkena guna-guna tidak berani
bicara terus terang supaya dia tidak akan mendapat
kesulitan yang tidak diharapkan," kata Wan Fei-yang.
"Apa yang harus kulakukan sekarang?" Tanya Pei-pei.
"Semua berjalan secara alami, jangan dipaksa, jika
berjodoh tentunya mereka akan bersatu!"
"Apakah jodoh ditentukan oleh Langit?" Tanya Pei-pei.
Wan Fei-yang segera teringat pada masa lalunya, dengan
terpaksa dia menjawab:
"Manusia tidak bisa melawan kehendak Langit, kalau
Langit sudah menentukan mereka tidak bisa bersatu, pada
akhirnya mereka pun akan terpisah!"
Sambil mendengar perkataan Wan Fei-yang, terlihat Peipei mengangguk, tiba-tiba dia bertanya:
"Menurutmu, akhirnya kita akan seperti apa?"
Wan Fei-yang tertawa kecut:
''Kalau bisa tahu tentu akan baik, jika aku mempunyai
kepandaian seperti ini, walaupun hidup ku sangat hambar,
aku bisa menghindari banyak masalah yang memusingkan
kepala!"155
Masa lalu yang terpikir oleh Wan Fei-yang terlalu banyak,
sebenarnya rasa pusingnya lebih banyak dari pada
kesenangan, walaupun dia tidak peduli terhadap hidup
dengan senang tapi banyak kesedihan yang menyakitkan
yang tidak ingin dia temui lagi!
Tentu saja Pei-pei tidak merasakan apa yang Wan Feiyang rasakan, dia juga tidak bisa membaca pikiran dan hati
Wan Fei-yang. Melihat sikap Pei-pei yang tidak menentu,
bisa terlihat akibat yang bisa dia bayangkan adalah hari
indah dan baik!
Wan Fei-yang tiba-tiba memperhatikan Pei-pei, dia
terpaku di sana, walaupun penglihatannya bukan
penglihatan sangat khusus, begitu melihatnya dia sudah
tahu diaa jenis orang seperti apa. Tapi sampai sekarang
kesan yang diberikan Pei-pei adalah dia begitu naif dan
bersih!
Dia tidak ingin menipu Pei-pei, memang dari awal dia
tidak berniat menipu Pei-pei. Yang membuatnya bingung
adalah hubungan ini sudah dimulai tentu saja harus diakhiri
dengan cara yang baik pula.
Lama Pei-pei baru membuka suara:
"Kata-katamu memang masuk akal, perasaan harus
dibina, mulai sekarang aku akan selalu berada di sampingmu
dan tidak akan meninggalkanmu!"
Wan Fei-yang tertawa kecut, kata-kata seperti ini belum
lama didengar dari mulut Tong Ling. Waktu itu dia merasa,156
Tong Ling saja sulit dilayani tapi jika dibandingkan sekarang
dengan Pei-pei, Tong Ling lebih mudah dilayani.
Karena Tong Ling hanya berniat ikut ke perbatasan suku
Biauw, sedangkan Pei-pei ingin menjadi istrinya.
Setelah berhasil menolong Tong Pek-coan, masalah Tong
Ling tentu saja akan ikut beres, tapi masalahnya dengan Peipei entah kapan bisa selesai!
Gadis suku Biauw mudah jatuh cinta, dia sudah sering
mendengar tentang hal itu. Gadis seperti Pei-pei harus ada
yang bertanggung jawab.
Pei-pei mengambil cangkang kulit kerang dan mulai
meniup lagi, suara yang keluar kali ini tidak ada bedanya bagi
Wan Fei-yang dengan suara tadi, perasaan nyaman muncul
lagi, tapi Kim-can (ulat sutra emas) malah pelan-pelan
mundur dan menghilang karena suara itu.
Wan Fei-yang melihat semua itu, tidak ada perasaan
enteng di hatinya berubah semuanya terasa lebih berat.
Akhirnya Pei-pei meletakkan benda seperti cangkang
kerang itu dan membuka tali yang mengikat Wan Fei-yang.
Tali itu disimpul hidup maka dengan mudah Pei-pei
membuka talinya tapi Wan Fei-yang malah merasa
kepalanya pusing.
Pei-pei memapah Wan Fei-yang duduk dan bertanya:
"Apakah perasaanmu tidak nyaman?"
"Tidak, aku baik-baik saja..." Wan Fei-yang memang baikbaik saja, hanya perasaannya waktu itu sangat aneh, dia
seperti tidak bertenaga.157
"Apakah kau mau makan?" tawar Pei-pei.
"Aku tidak lapar!" Wan Fei-yang melihat sekelilingnya,
"apakah kau hanya tinggal sendiri di sini?"
"Orang lain tidak boleh masuk!" angguk Pei-pei.
"Oh...?" Wan Fei-yang merasa aneh.
"Ini adalah tempat terlarang bagi suku kami!" Wan Feiyang berpikir sebentar dan bertanya lagi:
"Kedudukan Nona di suku kalian pasti tidak biasa!"'
Dengan manja Pei-pei berkata:
"Coba kau tebak!"
"Apakah Nona seorang putri?" Wan Fei-yang
sembarangan menebak.
"Dari mana kau bisa tahu?" Pei-pei berteriak. "Sebelum
masuk ke mari aku pernah bertanya dan tahu di sini adalah
tempat tinggal raja suku Biauw..."
Pei-pei menggelengkan kepala:
"Ayahku tidak tinggal di sini, dia sibuk dan banyak
masalah yang harus dibereskan, dia harus terus bersama
dengan orang-orangnya."
"Lalu tempat terlarang ini..."
"Tempat ini adalah tempat di mana kakekku dan gurunya
berlatih silat, aku senang berlatih silat, maka aku tinggal di
sini."
Wan Fei-yang membereskan bajunya:
"Kau bisa menotok..."
"Kau masih ingat?" Pei-pei merasa bersalah, "selain hal
ini aku tidak tahu harus dengan cara apa menahanmu!"158
"Aku hanya berpikir gurumu tentu bukan berasal dari
suku yang sama denganmu!" kata Wan Fei-yang.
"Dia bukan dari suku Biauw juga bukan dari suku Han."
Tiba-tiba Pei-pei bertanya:
"Apakah Seng-cu-hai berada di Tionggoan?"
"Mungkin tidak ada di Tionggoan, aku tidak pernah
mendengar di Tionggoan ada tempat seperti ini, apakah
gurumu dari Seng-cu-hai?"
"Benar, beliau bernama Sat Kao..." itu bukan nama orang
Han. Wan Fei-yang tertawa:
"Caranya mengajar menotok, aku lihat itu bukan cara
dari perkumpulan di Tionggoan!"
"Apakah di Tionggoan banyak perkumpulan silat?"
"Memang banyak, di setiap gunung, di setiap propinsi
selalu ada perkumpulan!"
"Menarik sekali, di perbatasan suku Biauw tidak ada
yang seperti itu! Apa tujuanmu ke perbatasan suku Biauw,
apa untuk melancong?"
"Untuk mencari seseorang!"
"Itu hal yang mudah, kalau orang itu berada di sini
sangat mudah untuk ditemukan."
Wan Fei-yang tidak meragukan kata-kata Pei-pei, karena
ayahnya adalah raja di sini, di bawah perintah ayahnya
semua orang suku Biauw akan mencari dan menemukan


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang itu.
"Siapa yang kau cari?" tanya Pei-pei.159
"Aku sendiri tidak tahu siapa sebenarnya dia, hanya tahu
kalau dari sepasang tangannya bisa keluar sesuatu mirip
serat sutra dari ulat sutra!"
Dari gendongannya dikeluarkan sebuah bungkusan dan
dibukanya, di dalam bungkusan berisi segumpal serat dari
ulat sutra.
Benda itu diambil dari mayat-mayat orang dunia
persilatan yang dibawa ke Bu-tong-pai.
Begitu Pei-pei melihat gumplana itu, sikap-nya terlihat
aneh. Dia melihat ke sana-kemari, akhir-nya dia pun
bertanya:
"Kau datang untuk mencari kakakku?"
Wan Fei-yang terpaku, dia benar-benar merasa aneh,
bisa tepat dan kebetulan.
"Selain kakakmu apakah ada orang yang menguasai ilmu
ini?"
Kemudian dia balik bertanya:
"Ada apa kau mencarinya?"
"Pertama, aku harus yakin apakah dia adalah orang yang
sedang kucari, kalau bukan, tidak ada masalah apa pun!"
"Dia berada di sini!"
"Apakah kau bisa membawaku menemuinya?"
"Mengapa tidak?" tangan Pei-pei masuk ke dalam
genggaman tangan Wan Fei-yang, "setelah bertemu dengan
kakakku lalu bertemu dengan ayahku, masalah kita ini harus
diberitahukan kepada mereka!"160
Wan Fei-yang selain ingin tertawa dia juga merasa
bersalah, karena dia sedang memperalat Pei-pei.
Akhirnya dia mengambil keputusan, setelah yakin orang
itu adalah orang yang dicarinya, dia akan menjelaskan
semuanya kepada Pei-pei.
Tempat di mana Beng To tinggal di daerah ini juga, tidak
banyak barang tapi kulit binatang banyak tergantung di
dinding gua.
Gua ini memberi kesan kasar dan terbuka, sampai dia
melihat ada laba-laba.
Semua laba-laba itu bersembunyi di bawah kulit-kulit
binatang itu, setiap ekor besarnya sebesar kepalan tangan
manusia. Wan Fei-yang tidak sengaja melihat ke bawah kulit
binatang itu, hatinya terus bergetar. Dia menyibak kulit
binatang itu dan di bawahnya ternyata banyak laba-laba.
Dia tidak memegang labah-labah itu maka tidak ada
reaksi apa pun, tapi hatinya terasa dingin.
Pei-pei seperti sudah tahu ada laba-laba di sana dan
tidak terlihat heran. Pei-pei malah merasa aneh dengan
reaksi Wan Fei-yang.
"Apa ini?" tentu saja Wan Fei-yang bukan tidak pernah
melihat laba-laba tapi dia tetap bertanya.
"Apakah di Tionggoan tidak ada laba-laba?"
Wan Fei-yang terpaku:
"Bukan tidak ada hanya saja tidak sebesar ini, apakah
memang ada laba-laba sebesar ini?"
Pei-pei menggelengkan kepala:161
"Mereka sengaja dipilih sebagai bibit Ku, diberi makan
Kim-can (ulat sutra emas) dan kaki seribu, maka mereka
tumbuh menjadi besar seperti ini!
"Bibit Ku?" Wan Fei-yang teringat apa yang dikatakan
Kouw-bok.
"Apakah kau tahu apa itu bibit Ku?"
"Aku pernah mendengarnya, apakah kakakmu
memelihara guna-guna dan bisa menaruh guna-guna juga?"
"Dia tidak begitu mengerti. Laba-laba ini dipelihara oleh
Suhu, ini benda yang harus dipakai saat sedang berlatih
ilmu!" Pei-pei seperti tidak tahu ada bahaya.
Wan Fei-yang tidak merasa aneh, dia percaya pada Peipei karena dia masih polos dan tidak berniat jahat, dia juga
mengerti Pei-pei tumbuh di lingkungan seperti ini maka
memelihara guna-guna atau membubuhkan guna-guna
adalah hal wajar bukan sesuatu yang jahat, maka dia tidak
menyangka bahwa bibit guna-guna itu menakutkan.
Wan Fei-yang melihat sekeliling, di dalam gua itu tidak
ada seorang pun. Mata Pei-pei berputar, dia segera berkata:
"Dia tidak ada di sini pasti ada di sana!"
"Di mana?" tanya Wan Fei-yang.
"Tempat di mana dia berlatih silat! Tapi lebih baik kita
tunggu di sini sampai dia pulang!"
"Apakah tempat itu sangat jauh?"
"Tidak, hanya saja Suhu melarang siapa pun masuk ke
sana, aku pun dilarang ke sana, apa lagi kau!"162
"Apakah kau bisa mempersilahkan kakakmu keluar untuk
bertemu denganku!"
"Mungkin saja bisa, tidak disangka kau juga orang yang
tergesa-gesa!"
"Masalah kalau bisa lebih cepat dibereskan itu akan lebih
baik!"
"Kau belum memberitahuku apa permasalahannya."
"Sampai waktunya nanti kau akan tahu!" setelah katakatanya terucap keluar, Wan Fei-yang merasa bersalah dan
berdosa.
Pei-pei tidak memperhatikan sikap Wan Fei-yang, dia
juga tidak bertanya lebih jauh, dia hanya terus mendekati
Wan Fei-yang. Di dalam hatinya dia sudah menganggap Wan
Fei-yang adalah suaminya.
Setelah keluar dari gua di mana Beng To tinggal, Pei-pei
segera menuntun Wan Fei-yang naik gunung.
Di luar gunung ada gunung, gunung-gunung di sana
berbentuk aneh, disebut indah bisa,disebut misterius pun
tidak salah.
Setelah melewati dua gunung, terlihat ada sebuah danau
di antara dua gunung, di depan danau ada sebuah gunung
yang tampak ditumpuk oleh papan dari batu.
Papan batu itu ada yang panjang ada yang pendek, ada
yang tebal ada yang tipis, dengan posisi tidak teratur
ditumpuk menjadi satu, memberi kesan berbahaya dan
misterius, di tengah-tengahnya terdapat pintu.
"Apakah kakakmu berada di sana?"163
Pei-pei mengangguk, dia meloncat ke atas sebuah
sampan yang berlabuh di sisi danau.
0-0-0
Beng To sedang duduk bersila di dalam gua di atas
sebuah batu, tubuhnya penuh dengan benda seperti benang
tenun seperti serat sutra laba-laba, dia duduk dengan posisi
seperti dalam sebuah kepompong. Kali ini bukan benang
berwarna abu keputih-an tapi hitam keunguan.
Di depan Beng To, duduklah Tong Pek-coan seperti
sebuah patung batu, kedua matanya terpejam dan dia tidak
bergerak.
Sikapnya tetap terlihat keras, kesedihan dan rasa sakit
terlihat dari kerutan di antara kedua alisnya, kulit di seluruh
tubuhnya sudah berubah menjadi putih, sepertinya dalam
waktu dekat ini, dia sudah banyak menelan rasa sakit.
Suara gemuruh masih berbunyi di dalam gua, sekali demi
sekali bercampur dengan kejahatan. Suara itu seperti suara
orang melafalkan mantera.
Laba-laba beroman manusia karena suara itu melalui
benangnya merayap ke tubuh Beng To. Setiap benang sutra
itu dimulai dari Tong Pek-coan.
Setiap helai benang sutra itu seperti ditarik keluar dari
tubuh Tong Pek-coan. Setelah dilihat dengan teliti, dari
telinga dan hidung Tong Pek-coan terlihat ada laba-laba164
beroman manusia berbentuk kecil, mereka keluar masuk
dari sana.
Laba-laba beroman manusia itu benar-benar sangat
kecil, dengan laba-laba yang merayap ke tubuh Beng To
berbeda 2%,
Tentu saja dengan keluar masuknya laba-laba itu
membuat Tong Pek-coan merasa tidak nyaman, terlihat dari
otot wajahnya terus gemetar untuk menahan rasa sakit.
Dalam desisan suara seperti melafalkan mantra tiba-tiba
terdengar dentang lonceng, suara lafalan mantera semakin
mengecil.
Dentang lonceng semakin mendekat, terlihat ada
seorang orang tua berambut putih dan panjangnya hingga
mencapai tanah memasuki gua. Telinganya lebar, di pahanya
tergantung penuh lonceng besar dan kecil berwarna besi,
ternyata suara mantera itu keluar dari mulutnya.
Dia berhenti di sisi kolam, suara lafalan mantera pun
berhenti, sambil tertawa dia berkata kepada Tong Pek-coan:
"Hei marga Tong, kau masih bisa bertahan berapa
lama?"
Akhirnya Tong Pek-coan membuka matanya, matanya
terlihat penuh dengan syaraf merah, dia berteriak:
"Sat Kao, dengan ilmu guna-guna melukai orang, itu
bukan perbuatan seorang laki-laki sejati bukan tindakan
seorang pahlawan!"165
"Kalau kau dengan baik-baik memberikan tenaga
dalammu kepada muridku ini, kau tidak perlu merasa
tersiksa seperti ini!" kata Sat kao tertawa.
"Kalian juga sama-sama dari kalangan persilatan, kalian
bisa-bisanya menggunakan cara seperti ini?" Tong Pek-coan
marah.
Sat Kao menggelengkan kepala:
"Ilmu lweekang muridku harus meminjam tenaga dalam
dari para pesilat tangguh baru ilmunya bisa mencapai
puncak, menjadi pesilat nomor satu di dunia ini, hal yang
begitu berarti harus kau dukung dengan sepenuh hati!"
"Ilmu sesat..." dari dahi Tong Pek-coan terlihat keluar
keringat besar-besar.
"Kau masih bisa bertahan berapa lama?"
Tong Pek-coan terdiam, dia tahu dia tidak akan bisa
bertahan lama. Laba-laba yang keluar masuk membuat
tenaga dalamnya berkumpul tanpa sadar.
Jika tenaga dalamnya bisa terkumpul, Beng To dengan
gampang akan memancing tenaga dalamnya keluar dari
tubuhnya.
Tong Pek-coan tahu laba-laba itu adalah salah satu
bentuk guna-guna, keluar masuknya laba-laba kecil itu
memang membuatnya sulit untuk bertahan, kalau ingin
merasa lebih nyaman dia harus menggunakan tenaga
dalamnya untuk menahan rasa sakit, jika tenaga dalamnya
sudah digunakan sulit ditarik kembali, dia akan dikait dan
dikumpulkan seperti benang laba-laba.166
Laba-laba itu sepertinya hanya bertanggung jawab
memancing keluar tenaga dalamnya. Setelah itu pekerjaan
selanjutnya akan di ambil alihkan pada laba-laba besar. Tong
Pek-coan punya perasaan seperti itu.
Sampai-sampai dia berperasaan serat sutra dari labalaba besar itu sebenarnya bertujuan memancing tenaga
dalamnya keluar ke arah Beng To, dia tahu sebagaimana
berbahayanya tapi dia tidak bisa mencegat.
Sat Kao tidak berkata apa-apa, dia mundur seperti setan
gentayangan, sewaktu dia mundur suara lafal mantera
keluar lagi.
Keringat Tong Pek-coan keluar lebih banyak lagi. Labalaba kecil yang keluar dari mulut, karena lantunan mantera
itu bertambah aktif dan gerakan laba-laba besar pun
bertambah cepat.
Suara seperti guntur mulai terdengar di dalam gua itu.
Akhirnya mereka berhenti di luar gua, sikap Pei-pei
terlihat selalu santai, tapi begitu mendengar suara seperti
guntur itu dia terlihat sangat tegang.
Suara itu terdengar dari luar gua tidak terlalu besar tapi
tetap saja membuat orang merasa geger.
Wan Fei-yang mulai memperhatikan:
"Suara apa itu?"
"Suhu sedang menaruh serangga!"
Wan Fei-yang bergetar:
"Apakah serangga itu lebih lihai dari Kim-can-cong?"
"Itu sudah pasti! Dari suaranya saja bisa kita bayangkan!"167
"Apakah dia tahu kalau ada orang mau masuk?" Wan
Fei-yang menaruh curiga.
"Kau kira beliau meletakkan guna-guna untuk
menghadapimu? Antara kau dan dia tidak ada perselisihan,
dia tidak akan melakukannya!"
"Katanya orang yang sangat pandai menaruh guna-guna
jika ada yang mencarinya, dia sudah tahu sebelumnya..."
"Kecuali kalau di tubuh orang yang akan datang sudah
ada guna-guna yang pernah dia taruh maka dia akan tahu!
Apakah ini pertama kalinya kau datang kemari?"
"Betul, ini pertama kalinya aku ke mari, sampai sekarang
aku tidak tahu seperti apa wujud gurumu?"
Pei-pei melihat ke dalam gua:
"Hari ini kau tidak akan bisa bertemu dengan mereka!"
"Apakah kakakmu juga tidak bisa kutemui?"
"Dia sedang berlatih ilmu silat dan tidak bisa dialihkan
perhatiannya, Suhu tidak suka di saat seperti sekarang ini
ada yang mengganggunya!"
"Apakah berlatih ilmu silat ada hubungannya dengan
menaruh guna-guna?"
Pei-pei mengangguk:
"Suhu menaruh guna-guna untuk membantu Kokoku
berlatih ilmu silat, seperti apa detailnya aku juga tidak tahu
dengan jelas!"
"Sekali berlatih ilmu silat butuh berapa lama."168
"Tidak tentu, 3-4 bulan sudah biasa!" Pei-pei memegang
tangan Wan Fei-yang, "lebih baik kita cari ayah dulu, di sana
lebih ramai dan sehari-hari bisa berlalu dengan cepat!"
"Kau senang dengan keramaian?"
"Tidak terlalu senang, tapi mungkin karena tinggal di sini
terlalu lama maka aku merasa pergi ke tempat ramai tidak
akan merasa tidak suka!"
"Kadang-kadang aku pun seperti itu!" angguk Wan Feiyang.
"Dari awal aku sudah tahu sifat kita memang mirip, kita
adalah sepasang kekasih ideal."
Perkataan ini keluar dari mulutnya tapi seperti tidak
keterlaluan, karena perasaan ini keluar dari hatinya yang
terdalam!


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagaimana menangani perasaan seperti ini? Wan Feiyang termangu melihat Pei-pei, sulit untuk memberi
komentar.169
BAB 5
"Kami adalah..." Pei-pei segera memutar tubuhnya,
waktu itu terdengar suara jeritan memilukan keluar dari
dalam gua. Wan Fei-yang dan Pei-pei tampak terkejut.
Jeritan itu terus terdengar, semakin lama terdengar
semakin menyedihkan.
Wan Fei-yang melihat Pei-pei:
"Siapa yang berteriak itu?"
"Bukan mereka!" dengan yakin Pei-pei menjawab, "aku
tidak akan salah dengar!"
"Apakah sebelumnya pernah terjadi seperti ini?"
"Tidak... siapa yang berteriak?"
"Aku akan coba masuk untuk melihat apa yang terjadi!"
kata Wan Fei-yang di segera berlari ke arah gua, "di dalam
gua mungkin terjadi bahaya kau tunggu di sini!"
Pei-pei tertawa kecut:
"Di dalam gua pasti ada bahaya yang berada di sini
seharusnya kau bukan aku!" dia juga berteriak, "hati-hati
dengan laba-laba beroman manusia." Wan Fei-yang sudah
melihat laba-laba itu sedang merayap ke arah mereka!
Di bawah batu-batu stalaktit terdapat banyak sarang
laba-laba besar dan kecil, yang kecil pun ternyata lebih besar
dibandingkan dengan laba-laba yang biasa terlihat,
bagaimana dengan yang besar, tidak bisa dibayangkan.
Walaupun laba-laba itu tidak bergerak dan berada di
sarangnya, tapi tetap saja membuat bulu kuduk merinding.170
Sewaktu Wan Fei-yang melewati sarang laba-laba
dengan sorot mata tajam dan keputusan yang tepat, dia
sama sekali tidak mau menyentuh sarang-sarang itu.
Ada 2 ekor laba-laba hampir jatuh ke atas tubuhnya, tapi
sebelum laba-laba itu jatuh, dia sudah tahu dan dengan
tenaga dalamnya, dia mengantarkan laba-laba itu kembali ke
sarangnya.
Jalan yang benar-benar sulit dilewati, berlapis-lapis batu
stalaktit harus dilewatinya, akhirnya dia tiba di depan
sebuah kolam, keadaan di sana aneh, membuat hatinya
dingin dan langkahnya berhenti.
Yang berteriak memilukan tadi bukan Beng To atau Sat
Kao. Melainkan orang ketiga yang berada di sana... Tong
Pek-coan.
Dia tetap duduk di depan Beng To, di antara mereka
tersambung oleh benang-benang sarang laba-laba yang
tampak berkilauan, di atas benang laba-laba itu ada sesuatu
yang terus merayap.
Laba-laba kecil terus keluar dari mulut dan hidung Tong
Pek-coan, kali ini hanya keluar tidak ada yang masuk.
Rambut putihnya setiap helai berdiri satu persatu, tidak
ada angin tapi rambut itu bergoyang sendiri, hanya seperti
itu saja sudah membuat orang merasa dingin.
Keringat sudah berhenti mengalir, otot-otot di wajahnya
mulai keriput dan menciut, kulitnya sedang mengalami
perubahan dan warnanya menjadi seputih lilin.171
Tapi Beng To yang ada di belakangnya tidak mengalami
perubahan, dia tetap bersembunyi di dalam kepompongnya.
Melihat kepompong itu Wan Fei-yang terlihat lebih terkejut
lagi dari pada saat melihat keadaan Tong Pek-coan.
"Thian-can-sin-kang..." Wan Fei-yang berteriak.
Sebenarnya dia tahu bahwa itu bukan Thian-can-sin-kang,
tapi tiba-tiba saja dia merasa memang seperti itu.
Tong Pek-coan masih terus berteriak memilukan, setelah
mendengar teriakan Wan Fei-yang tadi teriakannya pun
berhenti dan dia berkata:
"Ilmunya bukan Thian-can-sin-kang, orang ini pun bukan
Wan Fei-yang!"
"Lo-pek..." Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu tapi
dia segera terdiam karena dia tidak tahu apa yang harus
diucapkan.
Mata Tong Pek-coan terlihat seperti akan pecah, dari
sudut matanya sudah keluar darah, dia memelototi Wan Feiyang:
"Aku rasa kau pasti bukan orang jahat, kalau kau orang
dunia persilatan yang menjaga keadilan, aku lihat kau
mempunyai ilmu tinggi, jadi cepatlah tinggalkan tempat ini,
tempat ini bukan tempat yang bagus, dan kau bukan lawan
orang ini!"
"Orang ini..."
"Ilmunya juga bukan Thian-can-sin-kang tapi tidak
seperti ilmu silat biasa, kita sama-sama orang dunia
persilatan, tinggalkan tempat ini segera, memberitahu172
kepada teman-teman dunia persilatan, jangan menaruh
prasangka kepada Wan Fei-yang..."
"Lo-cianpwee adalah..."
"Tong-bun, Tong Pek-coan!" suara Tong Pek-coan
semakin melemah, suaranya baru selesai kemudian dia
berteriak memilukan lagi.
Hati Wan Fei-yang bergetar, dia berlari mendekati Tong
Pek-coan, dia melihatnya terlihat cemas juga marah, dia
berteriak dengan histeris:
"Cepat pergi..." suara orang mengutuk semakin
mendekat. Sat Kao muncul dari antara batu-batuan stalaktit,
dia menggelengkan kepala:
"Kemana kau menyuruhnya pergi?"
Mata Tong Pek-coan tampak berputar, lalu melihat Wan
Fei-yang, dia menarik nafas dengan sedih:
"Anak ini..."
Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu tapi Sat Kao
sudah tertawa:
"Kau benar-benar berani datang kemari!"
"Apakah kau Sat Kao?" Wan Fei-yang mencoba mencari
tahu.
Sat Kao terpaku:
"Kau tahu namaku? Tampaknya kau bukan orang biasa,"
"Orang yang ada di dalam kepompong apakah Beng To?"
"Siapa kau?" Sat Kao balik bertanya.
"Wan Fei-yang..."
Sat Kao terpaku, dia berteriak:173
"Kau Wan Fei-yang, orang yang menguasai Thian-can-sinkang... Wan Fei-yang itu?"
Beng To yang berada di dalam kepompong hitam seperti
mendengar percakapan mereka, sebab terlihat tubuhnya
bergetar. Apa lagi Tong Pek-coan, terlihat dia terpaku, rasa
sakitnya pun seperti sudah terlupakan, dengan termangu dia
menatap Wan Fei-yang, mulutnya menganga tapi tidak ada
suara yang keluar dari mulutnya.
"Kalian memindahkan petaka kepada orang lain dan aku
adalah orang lain itu!"
"Awalnya kami tidak tahu di mana keberadaanmu, maka
kami tidak berniat untuk memindahkan petaka ini
kepadamu, orang lain sudah salah sangka, itu tidak ada
hubungannya dengan kami!"
"Apakah benar?" Wan Fei-yang setengah percaya.
"Kalau kau sudah menguasai Thian-can-sin-kang, kau
pasti terkenal di dunia persilatan, tapi 5 tahun yang lalu kau
tidak begitu terkenal!"
"Apakah 5 tahun yang lalu, Tuan sudah mundur dari
dunia persilatan?" Wan Fei-yang balik bertanya.
"Saat itu aku sedang mengajarkan ilmu silat kepada Beng
To, dia adalah orang yang berbakat, dia tidak
mengecewakanku dia cocok dengan apa yang kuharapkan!"
"Sederetan pembunuhan terjadi di dunia persilatan,
apakah pelakunya Beng To?"
Tong Pek-coan menyela:174
Dengan ilmu Ih-hoa-ciap-bok (Geser bunga sambung
kayu) dia mengambil tenaga dalam orang lain untuk
dijadikan miliknya dan berlatih ilmu sesat ini!
"Apakah ini cara ketiga untuk berlatih Thian-can-sinkang?" tanya Wan Fei-yang.
"Apakah karena kau tidak tahu maka bisa berkata seperti
itu?" tanya Sat Kao dengan dingin.
Ini bukan Thian-can-sin-kang!, Wan Fei-yang terpaku dan
menarik nafas.
"Apakah kau tahu apa sebenarnya Thian-can-sin-kang
itu?"
Wan Fei-yang mengangguk.
Sat Kao dengan dingin berkata lagi:
"Tidak bertanya lebih dulu langsung mengambil, dan
menjadikannya milik sendiri, apakah ini adalah gaya dunia
persilatan Tionggoan yang biasa kalian sebut perkumpulan
lurus?
"Tapi walau bagaimana Bu-tong-pai belum pernah
berbuat sewenang-wenang dengan Thian-can-sin-kang!"
"Maling tetap maling, Bu-tong-pai tidak berani
mengungkapkan rahasia ini, berarti takut ketahuan, Sat Kao
tertawa dingin.
"Benar atau salah, aku adalah angkatan muda Bu-tongpai, aku tidak bisa memastikannya, tapi Thian-can-kang,
Thian-can-sin-kang dengan alasan apapun tidak perlu sampai
mengambil nyawa orang lain!"175
"Kalau begitu, mengapa kau langsung berteriak Thiancan-sin-kang!"
"Tuan jangan memakai alasan yang tidak masuk akal, aku
tidak bisa mengatakan apa-apa!" kata Wan Fei-yang.
"Kalau begitu, tinggalkan Thian-can-sin-kang mu, aku
akan melepaskan dan membiarkan kau hidup!" kata Sat Kao.
Wan Fei-yang belum menjawab, Tong Pek-coan sudah
berteriak histeris:
"Di dunia ini mana ada orang bodoh seperti itu, Wan Feiyang... jangan begong lagi, cepat maju dan bunuh 2 iblis ini!"
"Lo-cianpwee..." kata-kata ini baru terucap keluar segera
dipotong.
"Bunuh mereka..." walaupun Tong Pek-coan sudah
tersiksa berat tapi sifatnya tetap keras.
Wan Fei-yang melihat Sat Kao.
"Anak muda, kau menginginkan apa?" kata Sat Kao
sambil tertawa.
Wan Fei-yang menunjuk Tong Pek-coan:
"Aku harus membawa dia pergi, tentang kebajikan dan
dendam di antara kita baru kita buat perhitungan di lain
waktu!"
"Apakah kau sanggup membawanya pergi?"
"Maaf...." Wan Fei-yang berjalan ke arah Tong Pek-coan
tapi tangan Sat Kao sudah melayang, asap dan kabut muncul
dan menghampiri Wan Fei-yang.176
Asap itu berwarna-warni dan sedap dipandang mata.
Tong Pek-coan berteriak:
"Hati-hati itu racun!"
Tangan Wan Fei-yang segera dikebutkan keluar, tenaga
dalam yang kuat menyambut asap berwarna-warni itu. Asap
dan kabut tidak bisa maju, dan menggulung kembali, tapi Sat
Kao tidak menghindar dia membiarkan asap itu menutupi
tubuhnya. Kemudian kedua tangannya tampak melayang,
dua cahaya berwarna emas keluar dari lengan baju dan
melesat ke arah Wan Fei-yang.
Tampaknya itu adalah 2 buah senjata rahasia,
sebenarnya adalah 2 ekor ular emas. Mata Wan Fei-yang
melihat sangat cepat, awalnya dia berniat menyambut tapi
tiba-tiba berubah menjadi 2 kekuatan yang menggulung ke
depan. Dua ekor ular emas itu seperti menabrak sebuah
dinding yang tidak terlihat. Di tengah-tengah udara 2 ekor
ular itu terus meloncat dan bersalto kemudian jatuh ke
bawah. Sebelum sampai di tanah, mereka sudah digulung
lagi oleh tenaga dalam Wan Fei-yang dan dilempar ke
sebuah batu.
Sat Kao melihatnya, dia segera bersiul, tapi dua ekor ular
itu tidak bereaksi. Setelah menabrak batu ular itu hancur
lebur.
"Kau berani membunuh Kim-li (Budak emas) milikku?"
wajah Sat Kao benar-benar terlihat marah, suaranya pun
menjadi tajam.177
"Maaf!" baru saja Wan Fei-yang berkata itu tampak
beberapa ekor laba-laba beroman manusia sebesar kepalan
tangan sudah datang dari udara, dia sangat mengerti labalaba itu sangat beracun, dia pun menyentil dengan jarinya,
tenaga besar datang mengenai laba-laba itu.
Laba-laba itu satu per satu disentil ke atas udara
kemudian terjatuh, setelah meronta sesaat mereka segera
mati. Sat Kao melihat jelas semua itu, wajahnya terus
berubah, dari mulutnya keluar suara aneh dan laba-laba
semakin banyak yang muncul, mereka menyerang dari
semua penjuru.
Dua telapak tangan Wan Fei-yang berputar, baju dan
rambut tampak berkibar, membuat laba-laba itu kembali
kepada Sat Kao.
Sat Kao tampak marah, dia seperti kelelahan, Wan Feiyang sekali lagi menyerang, setelah berhasil menghindar Sat
Kao menggunakan batu stalaktit sebagai tameng. Sewaktu
dia ingin menyerang lagi, terdengar Tong Pek-coan berteriak
lagi, suaranya terdengar sangat menyedihkan membuat
suaranya bergema di dalam gua, bulu kuduk pun berdiri.
Terlihat tubuh Tong Pek-coan terus menciut, kedua
matanya pun sepertinya akan meloncat keluar karena daging
di wajahnya terus menciut.
Melihat reaksinya bisa dibayangkan bagaimana rasa sakit
yang dialaminya sangat hebat, bibirnya pun tampak
bergetar, dia seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tidak
ada kata-kata yang bisa keluar.178
Mata Wan Fei-yang tampak berputar, dia segera
menyerang Beng To. Bersamaan waktu kabut berwarnawarni menggulung datang ke arahnya, asap berkilau
mengandung racun sangat kental.
Suara Sat Kao melantunkan mantera seperti ujung jarum
terus menusuk telinga Wan Fei-yang. Wan Fei-yang segera
mengatur nafas, kedua telapak tangannya menepis.
Dalam lantunan mantera yang keras tampak kabut
datang kembali, Sat Kao keluar dari dalam kabut, kedua
tangannya terlihat bersinar terang ternyata dia sudah
mengeluarkan senjatanya, lalu tangannya direntangkan


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebar-lebar dan diayunkan kepada Wan Fei-yang.
Pisau beroda terus melesat, tempat di mana senjata itu
lewat tampak batu stalaktit terpotong seperti tahu, terlihat
bagaimana tajamnya pisau beroda itu.
Wan Fei-yang terus berkelebat ke sana-ke mari
menghindari pisau beroda dan berusaha mendekati kolam,
kemudian dia menepuk Beng To.
Tiba-tiba terdengar suara perempuan:
"Jangan lukai Kokoku..." telapak tangan Wan Fei-yang
berhenti di tengah-tengah udara. Dia bersalto turun di
bawah Tong Pek-coan lalu telapak tangannya terayun,
benang-benang sutra dari sarang laba-laba segera terputus.
Sat Kao mengambil kesempatan ini untuk menepis. Peipei berteriak:
"Suhu, semua hanya salah paham, jangan bertarung
lagi!"179
"Salah paham apa?" Sat Kao terpaku.
"Dia hanya mendengar ada teriakan memilukan, maka
dia masuk untuk melihatnya!"
"Apakah kau yang membawanya masuk?"
Pei-pei mengangguk, wajahnya memerah:
"Dia... dia.." kata-kata berikutnya tidak di teruskan.
Sat Kao segera mengerti apa yang terjadi, kedua alisnya
berkerut, tangan yang sedang meme-gang pisau beroda
tampak berdiri tidak bergerak.
Wan Fei-yang mengangkat Tong Pek-coan berjalan
melewati kolam dan turun di sisi Pei-pei.
Sat Kao hanya melihat, dari sudut mulutnya terlihat tawa
sinis, dia sudah melihat ilmu lweekang Tong Pek-coan
tersedot hingga kering, dia sudah menjadi orang tidak
berguna.
Tampaknya Pei-pei baru pertama kali tahu hal ini, dia
melihat Tong Pek-coan, dengan aneh bertanya:
"Lo-pek ini ada keperluan apa di sini?"
"Orang ini adalah musuh kita, mereka datang dan
membuat repot, maka dia kami tangkap!"
Tampaknya Pei-pei tidak curiga dengan ucapan Sat Kao,
dia bertanya:
"Suhu memberi guna-guna apa hingga membuatnya
menjadi seperti ini?"
"Ini bukan guna-guna!"
"Lalu apa?"180
"Anak perempuan jangan banyak bertanya, bukankah
aku sudah berpesan tidak boleh ada yang kemari?"
"Tapi..."
"Cepat keluar!" Sat Kao membentak.
Pei-pei melihat Wan Fei-yang, dia ingin mengatakan
sesuatu tapi Beng To yang berada dalam kepompong sudah
membuka suara:
"Biarkan mereka berada di sini!"
Alis Sat Kao yang berkerut segera terlihat rata, alis Wan
Fei-yang malah yang pelan-pelan berkerut.
Kata-katanya baru selesai serat benang laba-laba yang
ada di tubuh Beng To mengelupas, Laba-laba yang di atas
tubuhnya satu per satu terjatuh. Tadinya berwarna hitam
sekarang menjadi warna gelap tidak terlihat bercahaya.
Begitu serat sutra laba-laba itu terkelupas, wajah Beng
To sekarang terlihat jelas, kulit yang tadinya berwarna abu
keputihan sekarang berubah menjadi putih keperakan dan
tampak licin seperti sutra.
Pei-pei melihatnya dia berteriak terkejut:
"Koko, bagaimana keadaanmu?"
"Baik...." jawab Beng To.
"Apakah benar kau baik-baik saja?" tanya Sat Kao.
"Aku baik-baik!"
"Kau sungguh tidak menyia-nyiakan usaha gurumu!" Sat
Kao tertawa aneh.
"Kalian sedang membicarakan apa?" Tanya Pei-pei.181
"Koko berlatih dari dulu sekarang baru bisa berhasil, di
dunia yang begitu luas ini tidak ada seorang pun yang bisa
melawanku." kata Beng To.
"Selamat, Koko!"
Beng To tertawa:
"Aku harus berterima kasih kepadamu, Dik! Kalau bukan
karena kau yang mencegah pukulan Wan Fei-yang, mungkin
aku akan gagal total."
Pei-pei melihat Wan Fei-yang:
"Dia tidak akan melukaimu, di antara kalian terjadi
kesalahpahaman!"
"Tidak..." Beng To tertawa kepada Wan Fei-yang
"Apakah benar, Lo-te?"
"Banyak pesilat-pesilat tangguh di Tionggoan yang mati,
apakah kau yang telah membunuh mereka?"
"Sekarang sudah seperti itu, aku tidak perlu
membohongimu lagi!"
Sat Kao menyela:
"Dia bisa mencarimu sampai kemari, banyak hal yang
sudah dia tahu dengan jelas!"
"Tentang apa?" tanya Pei-pei lagi.
Sat Kao menatap Beng To, Beng To tertawa:
"Biar saja dia tahu, itu akan lebih baik dari pada mencaricari alasan untuk menjelaskannya!"
"Masuk akal!" jawab Sat Kao.
Beng To berkata kepada Pei-pei:182
"Tenaga dalam yang kulatih jika hanya mengandalkan
usaha sendiri membutuhkan waktu 20-30 tahun, tapi kalau
melalui jalan pintas dengan ilmu Ih-hoa-ciap-bok aku bisa
menyedot tenaga dalam orang lain, lalu memakainya seperti
tenaga dalam sendiri, bukan hanya bisa mempersingkat
waktu, kekuatan-nya pun bisa lebih dahsyat!"
Sat Kao menyela:
"Inilah perbedaan orang tua dan anak muda, anak muda
terlihat penuh semangat, mudah dikembangkan, maka
walau pun Suhu mendapatkan jalan menuju ke sana, tapi
Suhu tidak memaksamu harus berlatih."
"Apa yang disebut dengan meminjam tenaga dalam
orang lain?" tanya Pei-pei.
"Dengan guna-guna langsung atau tidak langsung dan
memancing tenaga dalam lawan keluar, kemudian tenaga itu
disedot dan diubah menjadi tenaga dalam sendiri!" jelas
Dendam Iblis Seribu Wajah 17 Pendekar Slebor 22 Manusia Pemuja Bulan Ksatria Seribu Syair 1

Cari Blog Ini