Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Ilmu Ulat Sutra 5

Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying Bagian 5


bentuknya sangat aneh.
Semua genderang di sisinya tidak ada yang terkecuali
semua pecah karena terkena serangan senjata rahasia Tong
Ling. Ini benar-benar di luar dugaannya, akhirnya terpaksa
dia mengeluarkan sebuah genderang dari balik baju bagian
dadanya, genderang itu bernama 'Beng-ku' (Genderang
nyawa).
Bagi orang yang menguasai ilmu guna-guna, setiap
dukun pasti mempunyai sebuah benda yang menyangkut
nyawanya, dan ada hubungannya dengan cara dukun itu
menguasai ilmu guna-guna, seperti Sat Kao dengan
genderangnya dia bisa menguasai serangga. Benda yang70
menyangkut nyawanya adalah genderang kecil itu, biasanya
genderang itu disebut jimat.
Bahan pembuat genderang ini berbeda dengan
genderang lainnya. Genderang kecil itu terbuat dari air liur
beracun yang keluar dari berbagai macam jenis ulat dan
serangga yang dipeliharanya. Kemudian ditambah dengan
berbagai jenis serangga dan ulat yang dimasak kemudian
dijadikan kulit genderang,
lebih tebal dan kuat untuk membuat rangka genderang,
pembuatannya sangat rumit, ukuran genderang yang besar
maupun yang kecil sesuai keinginannya.
Biasanya hanya sebesar kuku jari, karena hanya memakai
beberapa jenis serangga untuk membuat genderang, tapi
genderang yang sebesar milik Sat Kao sangat jarang. Karena
dia berlatih ilmu lweekang dari Mo-kauw dia terpaksa harus
memelihara banyak ulat dan serangga.
Saat 'Beng-ku' dipukul mengeluarkan suara sangat aneh,
itu bukan genderang biasa yang bisa mengeluarkan semua
serangga dan ulat, tapi semua serangga dan ulat itu harus
mengikuti alunan genderang Beng-ku, yang pasti saat ini
kondisi Sat Kao terjepit dan nyawanya sedang terancam,
biasanya dia jarang memakai Beng-ku, tapi jika sudah dipakai
pasti akan berhasil. Tapi saat ini keadaan sangat berbahaya.
Karena Beng-ku tidak sekuat genderang biasa, kalau tidak
berhati-hati memukul, Beng-ku bisa pecah dan semua akan
sia-sia. Maka biasanya dukun selalu membungkusnya
dengan benda yang keras agar tidak rusak.
Sat Kao pun seperti itu, membuat genderang agak besar
mengeluarkan macam-macam suara untuk menguasai
serangga-serangga dan ulat yang dipeliharanya.71
Di kamar rahasia itu hanya laba-laba yang dipakai oleh
Sat Kao, tapi laba-labanya terdapat banyak jenis dan terlihat
begitu aneh, maka Sat Kao harus memukul berjenis-jenis
genderang, dengan cara seperti itu dia baru bisa menguasai
berbagai jenis laba-laba itu.
Yang bernama 'Ku' adalah berbagai macam ulat beracun
yang saling membunuh kemudian menyedot sarinya, yang
paling kuatlah yang akan tersisa, yang paling sederhana pun
hanya ada sekitar 2-3 macam jenis ulat dan serangga yang
disatukan dan disedot sari-sarinya.
Seperti laba-laba itu sangat rumit, apalagi laba-laba
beroman manusia. Itu adalah serangga beracun yang jarang
ada, karena dia sudah menyedot banyak sari dari serangga
dan ulat lainnya.
Jika genderang pecah, laba-laba itu tidak bisa dikuasai
lagi, walaupun tidak akan mencelaki Beng To tapi tenaga
untuk menyedot tenaga dalam Wan Fei-yang pun akan
hilang. Di saat penting seperti ini, jika kurang sedikit ilmunya
pun Beng To akan mengalami kegagalan total, pukulan ini
mana mungkin bisa ditahan oleh Sat Kao!
Maka tanpa ragu-ragu dia mengeluarkan 'Beng-ku'.
Beng-ku disimpan di sebuah tempat yang terbuat dari besi
berbentuk seperti pipa. Setelah kedua tangan Sat Kao
menekan tombol, tutup dari wadah berbentuk pipa itu pun
terbuka.
Sat Kao mengambil Beng-ku yang muncul dia segera
menepuk Beng-ku itu, walaupun dalam keadaan terburuburu tapi tenaga yang dikeluarkan untuk menabuh sangat
pas.72
Suara genderang aneh segera memenuhi ruangan
rahasia itu, laba-laba yang masih menempel di tubuh Wan
Fei-yang terlihat bertambah gesit.
Tapi hanya sekejap 'Beng-ku' sudah pecah lagi oleh
senjata rahasia Tong Ling, sebenarnya Tong Ling tidak tahu
kegunaan Beng-ku itu. Hanya saja dari sikap Sat Kao dia tahu
kegunaan Beng-ku itu bagi Sat Kao, itu adalah jimat bagi Sat
Kao. Maka pertama yang dipikirkan Tong Ling adalah itu
pasti suatu senjata sakti atau senjata yang sangat lihai, dan
harus segera dihancurkan, maka senjata rahasianya segera
melayang.
Tapi dia pun teringat janjinya kepada Pei-pei, tidak akan
mencabut nyawa Sat Kao dan Beng To. Maka dia
mengarahkan senjata rahasianya ke arah Beng-ku, dia sangat
percaya diri.
Reaksi lamban dari Sat Kao tidak bisa menipu Tong Ling,
maka dengan keputusan jeli dan kecepatan yang tepat,
semua senjata rahasia itu ditembakkan ke arah Beng-ku.
Sat Kao boleh tidak terluka, tapi Beng-ku baginya adalah
benda penting. Maka waktu itu tangannya diangkat untuk
melindungi Beng-ku, dan senjata rahasia itu segera
menembus telapak tangannya.
Lima buah senjata rahasia menembus telapak tangan
kanannya dan senjata rahasia itu terus melesat ke arah
Beng-ku. Selain 5 senjata rahasia itu masih ada 20 senjata
rahasia yang ditembakkan dari sudut berbeda.
25 butir senjata ditembakkan menuju satu sasaran yang
sama, yaitu Beng-ku, mana mungkin Beng-ku tidak akan
hancur?
Sat Kao segera berteriak histeris, tangan kirinya menekan
luka di tangan kanannya, dia seperti ingin menghentikan73
darah yang keluar dari luka itu. Kali ini reaksinya sangat
cepat tapi tetap kalah cepat dengan darah yang mengalir
keluar, darah yang keluar seperti air yang menyembur.
Bersamaan waktu itu, laba-laba yang ada di tubuh Wan
Fei-yang dan Beng To terlepas. Dengan cepat mereka
merayap ke arah Sat Kao, menyambut darah Sat Kao yang
menyembur keluar. Sepertinya laba-laba berwarna-warni itu
adalah serangga yang menjadi parasit dan hidup di tubuh
laba-laba itu, semua menyambung ke tangan kanan Sat Kao
yang terluka, hanya sekejap darah sudah menghilang.
Darah merah dengan cepat berubah menjadi ungu
kehitaman, laba-laba bergerak dengan cepat kembali ke
tubuh Sat Kao.
Kejadian aneh berlangsung, waktu seperti berbalik,
darah yang keluar seperti kembali lagi masuk ke tubuh Sat
Kao. Itulah darah Sat Kao, di sekeliling sana tidak terjadi
perubahan.
Sebenarnya itu bukan darah, melainkan sekelompok ulat,
setelah menyedot habis darah yang mengalir, mereka masuk
secara berdesak-desakan ke dalam tubuh Sat Kao.
Sat Kao berteriak, semakin lama teriakannya semakin
kencang dan memilukan, kedua tangannya terus menggapaigapai, dia mencoba berdiri tapi lalu ambruk, di seluruh
bagian tubuhnya seperti keluar asap, mata Tong Ling pun
terlihat bingung.
"Suhu..." teriak Pei-pei.
Tapi Sat Kao tidak menjawab, dia sedang sangat
kesakitan, tangan kanannya mulai membusuk.
Begitu pun daging di seluruh tubuhnya tidak terkecuali.
Bajunya mulai berlubang dan lubangnya semakin lama
semakin membesar, terlihatlah tulang yang berwarna putih.74
Tong Ling bukan seorang yang penakut, tapi dia tetap
merinding saat melihat kejadian di depan matanya.
Bagaimana dengan Pei-pei, apakah dia tidak tega melihat
kejadian yang menimpa gurunya? Dia membalikkan tubuh
dan tampak gemetar.
Baju Sat Kao dengan cepat sudah hancur. Di balik
bajunya terlihat tulang berwarna putih bukan hanya daging,
organ bagian dalamnya pun sudah habis dimakan oleh
serangga dan ulat-ulat.
Suara teriakan memilukan dari besar menjadi kecil,
kemudian teriakan itu menghilang. Tapi Tong Ling seperti
mendengar bahwa hati Sat Kao menjadi tenang, akhirnya
tubuh Sat Kao hanya tersisa tulang belulang. Tulangnya
berwarna ungu kehitaman.
Setelah agak tenang Tong Ling bertanya kepada Pei-pei:
"Apa yang terjadi?"
Pei-pei melihat tulang belulang gurunya kemudian
merinding baru menjawab:
"Kau sudah menghancurkan Beng-ku yang merupakan
jimatnya, maka serangga dan ulat-ulat itu terlepas kontrol
sehingga mereka berbalik menyerang tuannya!"
"Beng-ku? Apakah itu genderang kecil yang terakhir dia
keluarkan?"
Pei-pei mengangguk, Tong Ling tertawa dingin:
"Ternyata kalian yang sering memakai guna-guna ada
kelemahan yang bisa membuat nyawa melayang!"
"Kalau keadaan tidak darurat, kami tidak akan
menggunakan Beng-ku, demi Kokoku, guru sudah
mengorbankan nyawanya, walau bagaiamana pun dia adalah
guru yang baik!"75
"Apakah kau menyesal?" tanya Tong Ling. Pei-pei
menundukkan kepala:
"Aku tidak menyangka akan berakhir seperti ini!"
"Tidak perlu menyayangi kematian orang seperti dia, tapi
bagi kalian yang menjadi muridnya, kalian benar-benar telah
kehilangan seorang guru yang baik!"
Hatinya lurus mulutnya bergerak cepat, apa pun yang
mengganjal selalu diungkapkannya secara blak-blakan, dia
membenci kelakuan Sat Kao, tapi dia juga mengakui Sat Kao
adalah seorang guru yang baik! Kemudian dia berkata lagi:
"Orang yang mahir berenang mati di dalam air, gurumu
juga seperti itu! Apakah kau yang menjadi muridnya masih
berani memelihara serangga dan ulat untuk guna-guna?"
Pei-pei tertawa kecut:
"Jika sudah memeliharanya, tidak akan bisa berhenti,
kecuali ada orang yang mau menerima mereka secara
sukarela dan serangga-serangga itu bisa menerima
pengganti tuannya juga harus melihat apakah orang itu
sanggup menggantikan majikannya yang dulu, kalau tidak,
semua hanya sia-sia saja!"
"Kalau begitu, kau akan menunggu serangga dan ulat
yang kau pelihara berbalik menggigitmu, seperti yang terjadi
pada gurumu?"
Pei-pei terdiam, mata Tong Ling berputar:
"Mengapa masih bengong saja? Cepat ke sana, lihat
keadaan Wan-toako!"
Dia sendiri pun berjalan ke arah sana, Pei-pei
mengikutinya. Dia berjalan dulu di depan tapi baru beberapa
langkah dia langsung terpaku.
Wan Fei-yang sudah berubah, semua serat dari laba-laba
itu sudah terlepas, dan dia muncul dengan wajah aslinya,76
karena sudah tidak ada serat laba-laba maka wajahnya
menjadi abu dan keriput, setiap saat seperti bisa
mengelupas.
Sampai sekarang Pei-pei belum tahu apa yang telah
terjadi. Tong Ling pun bukan gadis bodoh, dia berteriak:
"Ini bukan awal..."
"Apakah kita sudah terlambat datang?" tanya Pei-pei.
"Wan-toako!" teriaknya
Dia berteriak sambil berlari, tapi Tong Ling tiba-tiba
membalikkan tubuh, bersamaan waktu senjata rahasianya
sudah dikeluarkan, dia melempar kan ke arah Beng To,
setiap butir senjata rahasianya penuh dengan tenaga dalam,
lebih kuat dari saat dia melemparkan kepada Sat Kao, suara
yang timbul di udara begitu besar hingga siapa pun jadi
bergetar.
Walaupun Pei-pei dalam keadaan gugup dan gelisah, dia
masih bisa melihat ke belakang dan berteriak:
"Jangan..." teriakannya belum selesai senjata rahasia
dilemparkan ke arah benang dari sarang laba-laba yang
melilit tubuh Beng To, seharusnya berhasil tapi benang labalaba itu ternyata sangat liat, senjata rahasia yang begitu
tajam tidak mampu menembusnya, malah berbalik mental
ke arah Tong Ling kembali.
Kata 'jangan' baru diteriakkan Pei-pei, lalu dia melihat
hasil dari senjata rahasia yang dilemparnya, dia tampak
terpaku lagi.
Tong Ling memang merasa aneh tapi dia tidak kecewa,
sebutir senjata rahasia yang berada di tangannya, segera
dilemparnya, senjata rahasia itu sangat sederhana, tapi
paling bermanfaat. Karena tidak ada yang dipikirkan dan
tenaga dalamnya terkumpul di dalam senjata rahasia ini,77
sehingga saat dilempar bisa membuat sebongkah batu
hancur.
Tubuh Beng To adalah tubuh yang dialiri darah dan
terdiri dari daging serta otot, mana mungkin bisa menahan
serangan senjata rahasia yang begitu tajam? Tapi dia seperti
tidak merasakan dan tidak bergerak sama sekali.
Senjata rahasia sudah sampai, terlebih dulu menyentuh
benang laba-laba sepertinya akan tembus, tapi malah
berbalik mental dan terjatuh ke bawah.
ooo * ooo78
BAB 10
Akhirnya Tong Ling jadi merasa terkejut, karena tenaga
lemparannya sangat jelas tapi sedikit pun tidak berguna,
bagaimana mungkin tidak membuatnya terkejut.
Tiba-tiba Pei-pei teringat sesuatu, dia berlari ke arah
Tong Ling sambil berteriak:
"Tong Ling, cepat pergi dari sini... kalau tidak, tidak akan
keburu!"
Mata Tong Ling tampak berputar:
"Apa yang kau katakan?"
"Tidak diragukan lagi, mereka berhasil sudah menghisap
tenaga dalam Wan-toako, kita terlambat kemari!"
"Kalau kita terlambat, mengapa gurumu bisa mati karena
senjata rahasiaku?"


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pei-pei menggelengkan kepala:
"Maksudku adalah, kakakku sudah menyelesaikan tahap
terakhir, dia harus menunggu waktu yang tepat untuk
memecahkan kepompong..."
"Kalau begitu sebelum dia memecahkan kepompongnya,
aku akan membunuh dia terlebih dulu!" sepasang tangan
Tong Leng-bolai memegang senjata rahasia dan berjalan ke
arah Beng To.
Sambil berlari Pei-pei berteriak:
"Lebih baik kau cepat pergi dari sini, kalau Kokoku sudah
memecahkan kepompongnya..."
"Jangan banyak bicara..." dalam bentakannya Tong Ling
tetap melemparkan senjata rahasia ke arah Beng To.
Tabir senjata rahasia sudah dilemparkan dari semua
penjuru, kalau Beng To masih duduk di sana dan tidak
bergerak, dia akan terkena oleh senjata rahasia Tong Ling.79
Setiap senjata rahasia menyerang tempat-tempat
penting, tidak ada satupun yang meleset, dia benar-benar
jago senjata rahasia yang tangguh, melihat bentuk tubuh
Beng To, dia bisa menghitung dengan tepat tempat-tempat
penting itu.
Kata-kata Pei-pei tertelan kembali, dia melihat Beng To,
menurut perkiraannya, senjata rahasianya akan terpental
kembali dan terjatuh ke bawah, tapi kali ini yang terjadi
malah sebaliknya. Semua senjata rahasia itu masuk ke dalam
benang laba-laba, tidak ada satu pun yang terpental kembali.
Tong Ling yang memiliki penglihatan tajam dam bereaksi
cepat, dia segera meloncat:
"Lihat, bukankah aku sudah berhasil!"
Pei-pei terpaku, hal ini terjadi begitu tiba-tiba,
membuatnya tidak ada persiapan. Sekarang dia hanya bisa
terpaku dan bengong.
Tong Ling membalikkan tubuh:
"Aku pernah berjanji tidak akan melukai mereka, tapi kau
sendiri sudah melihatnya, aku sudah berusaha, terpaksa..."
Dia belum selesai berkata, dia melihat sinar ketakutan di
mata Pei-pei dan dari bola mata Pei-pei dia bisa melihat
Beng To yang tadinya duduk sekarang mulai berdiri pelanpelan.
Hal ini tidak mungkin terjadi, Tong Ling dengan perlahan
menoleh ke belakang, Beng To memang sudah berdiri.
Senjata rahasianya masih menancap di benang laba-laba,
di bawah sorotan lampu tampak terus bercahaya. Apakah
senjata itu hanya menancap di benang laba-laba dan tidak
membuat benang laba-laba itu hancur?
Belum lagi habisa berpikirannya, benang laba-laba yang
menempel di tubuh Beng To berubah lagi, tadinya bercahaya80
perak, bersih, dan tembus pandang, pelan-pelan berubah
menjadi abu, kemudian mengelupas. Senjata yang
menancap di benang laba-laba yang menempel di tubuh
Beng To semua terjatuh ke bawah.
Tubuh Beng To tampak bersih, tidak terlihat ada bekas
luka, berarti senjata rahasia itu memang hanya menancap di
atas benang laba-laba, tidak ada ekspresi kesakitan, terlihat
dari sudut mulutnya seringai, dan senyum senang, masih
mengandung cemoohan.
Lama... Tong Ling baru tersadar dan merasa terkejut.
Senjata rahasianya disiapkan di tangannya dan akan
dilemparkan lagi.
Pei-pei yang berada di pinggir masih tampak terkejut dan
tidak bersuara sedikit pun.
Pelan-pelan Beng To membuka matanya, saat itu di
ruang rahasia seperti lebih terang dari sebelumnya, untuk
pertama kalinya Tong Ling melihat sorot mata yang tampak
begitu bercahaya, tanpa sengaja dia pun mundur selangkah.
Pei-pei seperti tersadar oleh sorot mata itu, dia
berteriak:
"Tong Ling... cepat pergi..."
"Diam..." sampai sekarang terlihat dia masih keras
kepala.
Beng To tidak melihat ke arah mereka, dia memutar
tubuhnya, dia melihat tulang belulang Sat Kao, kemudian dia
merangkapkan kedua tanganya dan melakukan Pai.
"Terima kasih, Suhu, karena telah membantu muridmu
mencapai tujuan, seumur hidup murid akan terus merasa
berterima kasih!"
Dia pun melakukan Pai lagi lalu bersujud di tanah
sebanyak 3 kali, sekarang Tong Ling baru melepaskan senjata81
rahasianya berturut-turut, senjata rahasia datang seperti
hujan, seperti ada jala besar yang berkilauan, menutupi Beng
To. Beng To seperti tidak merasakan serangannya, dia
berdiri, benang laba-laba yang terlepas dari tubuhnya, tibatiba melayang dan menganyam kembali, membuatnya
berada di dalam jala dan dengan tepat bisa menahan
serangan senjata rahasia yang dilepaskan Tong Ling.
Semua senjata rahasia yang dilemparkan tersangkut oleh
benang laba-laba, seperti ditelan oleh sarang laba-laba itu
tanpa bersuara.
Tong Ling melemparkan lagi senjata rahasianya,
bersamaan waktu Beng To tampak berputar, sarang labalaba mengikuti putarannya, terlihat seperti secarik jala terus
melayang dan berputar, menyambut senjata rahasia Tong
Ling.
"Kalau kau tidak pergi sekarang, tidak akan keburu lagi!"
Tidak menunggu Tong Ling menjawab, sambil berlari Peipei berteriak lagi:
"Kau bukan lawannya, tinggal terus di sini pun tidak akan
ada gunanya, cepat tinggalkan tempat ini. Dan beritahu yang
lain..."
Sebenarnya Tong Ling sudah tidak berani melemparkan
senjata rahasianya lagi setelah mendengar teriakan Pei-pei,
dia berpikir semua masuk akal, maka dia pun bersalto,
berlari ke depan pintu.
Beng To tertawa, dia membawa sarang laba-laba itu dan
terbang di udara, dia ingin menggulung Tong Ling yang
masih berada di tengah udara, sarang laba-laba begitu kuat,
tidak ada satu pun benang yang putus, benangnya seperti
secarik kain sutera begitu lembut dan halus.82
Terlihat Tong Ling akan tergulung, tiba-tiba Pei-pei
meloncat tinggi menyambut sarang laba-laba itu, dalam
teriakannya dia pun tergulung oleh sarang laba-laba itu.
Tong Ling menoleh, dia mengerti maksud Pei-pei,
tujuannya adalah agar dia mengambil kesempatan kabur
dari tempat ini. Maka dia segera menarik pintu rahasia.
Waktu itu terdengar suara kencang di udara, banyak
senjata tajam dilemparkan ke atas pintu rahasia. Semua
senjata itu ternyata senjata yang terjatuh yang tadi
dilemparkan oleh Tong Ling kepada Beng To.
Reaksi Beng To sangat cepat, melihat Pei-pei meloncat
ke atas, dia tahu apa maksud Pei-pei, maka dia segera
menggulung kembali tubuhnya, dia mengambil senjata
rahasia yang terjatuh ke bawah dan melemparkan ke arah
pintu rahasia, terlihat dia seperti tidak menggunakan tenaga
besar tapi suara senjata yang terbang terdengar lebih besar
dari pada yang dilemparkan Tong Ling.
Tong Ling melihat dari sudut matanya, terlihat senjata
rahasia itu seperti bola api, terus terbang ke arahnya,
kemudian menghantam ke arah pintu.
Karena tertumbuk senjata rahasia yang ber-bentuk bola
api pintu rahasia segera menutup kembali.
Yang pasti lemparan senjata rahasia dari Beng To tidak
sehebat Tong Ling, tapi karena tenaga dalamnya sangat kuat.
Maka senjata rahasianya sudah seperti sebuah bola besi,
menghantam ke atas pintu, semua tidak sanggup ditahan
oleh Tong Ling.
Pintu rahasia itu cukup kuat karena itu tidak sampai
hancur. Kalau tidak, dia bisa keluar melalui lubang dan kabur
dari sana, tapi sekarang ini dia terkurung lagi di dalam ruang
rahasia.83
Tentu saja dia terkejut, tubuhnya ikut meluncur
menabrak pintu ruang rahasia.
Meski tidak sampai terluka, dia sudah tahu sampai di
mana dan seperti apa kekuatan tenaga dalam Beng To
sekarang, melihat senjata rahasianya yang terpaku di atas
pintu dia tampak terkejut.
Karena senjata rahasia itu sudah berubah bentuk.
Mereka saling menempel dan berubah menjadi bola dari
logam, separuh menancap di pintu, separuhnya lagi di atas
pintu terlihat bersinar dan tidak satu pun yang terjatuh.
Tapi ada untung juga, senjata rahasia itu tidak terjatuh
maka Tong Ling tidak sampai terluka karena senjata itu.
Setelah agak tenang, dia berusaha membuka pintu itu,
kali ini pintu tidak bergeser sedikit pun, bukan karena telah
terhantam senjata rahasia ber-bentuk bola melainkan
sebelah tangan Beng To menahan pintu itu.
Tong Ling memang melihat kedatangan Beng To tapi dia
datang begitu cepat, benar-benar di luar dugaannya.
Reaksinya bukan reaksi lamban, sebuah senjata rahasia
masih berada di tangannya, diayunkan senjata itu
memotong leher Beng To.
Beng To tertawa, dia melayangkan tangannya mengambil
senjata rahasia itu dan mengayunkannya. Tong Ling segera
ikut bersalto dan terjatuh di tempat tadi di mana Beng To
duduk bersemedi.
Pei-pei sudah berhasil keluar dari lilitan sarang laba-laba,
dia segera menghadang di depan Tong Ling dan berteriak:
"Kau tidak boleh melukainya..."
Beng To melihat Pei-pei:
"Adikku yang baik, kalau aku mau melukainya, dia tidak
akan hidup sampai sekarang?"84
Pei-pei tampak berpikir, benar juga dia segera berkata:
"Kalau begitu minggirlah, biarkan dia pergi dari sini!"
"Jika begitu, bukankah akan membuat semua kalangan
persilatan tahu apa yang terjadi, dan mereka akan
bergabung untuk melawanku?"
"Asal kau tidak pergi ke Tionggoan, mereka tidak akan
mau jauh-jauh datang mencari ke daerah Biauw..."
"Kalau mereka tahu aku sudah membunuh banyak
orang, mereka pasti akan datang kemari mencariku!"
kemudian dia tertawa dan melanjutkan, "walaupun mereka
tidak mencariku, aku yang akan mencari mereka, lebih baik
aku yang ke sana mencari mereka agar mereka tidak ada
persiapan sedikit pun, dengan cara itu baru bisa menang!"
"Apakah benar kau ingin berbuat ulah di kalangan
persilatan Tionggoan?" tanya Pei-pei.
"Pesan terakhir Suhu seperti itu mana mungkin aku
sebagai murid tidak melakukannya, kalau tidak
melaksanakannya mungkin Suhu tidak bisa tenang di alam
sana?"
"Aku yakin tidak ada kebaikan apa pun yang bisa
diperoleh!"
"Kalau kau tahu ada kebaikannya, kau tidak akan
bergabung dengan orang luar untuk melawanku," Beng To
menggelengkan kepala, "tapi kau adalah adikku. Aku tidak
bisa menekanmu..."
"Tong Ling adalah teman baikku..."
"Walau bagaimanapun tidak seakrab kau dan Wan Feiyang!"
Pei-pei terpaku, dia menatap Wan Fei-yang, waktu itu
juga Tong Ling berteriak:
"Kau tidak perlu memohon-mohon kepadanya!"85
Mata Pei-pei tampak berputar, tepat beradu pandang
dengan Tong Ling, Tong Ling melambaikan tangannya:
"Jangan mengurusi masalahku!"
"Dia tidak bisa ikut campur!" Beng To melangkah ke arah
Tong Ling sambil tertawa.
Pei-pei menghalanginya, dia berteriak:
"Biarkan dia pergi dari sini..."
Langkah Beng To masih belum berhenti, dia mendekati
Pei-pei:
"Mengapa kau tidak melihat Wan-toako mu saja!"
"Bagaimana keadaannya?"
"Tenaga dan ilmu lweekangnya sudah berpindah ke
dalam tubuhku, dia sudah berubah menjadi orang cacat!"
Memang semua itu berada dalam perkiraan Pei-pei, tapi
setelah mendengar jawaban Beng To dia tetap terlihat
terkejut.
Beng To berkata lagi:
"Tapi kau bisa tenang, dia tidak mengalami bahaya yang
pasti dia membutuhkan orang untuk mengurusinya, jadi
kalian berdua selamanya bisa daerah Biauw dan tidak perlu
khawatir dia akan meninggalkanmu!"
Pei-pei tidak bisa menjawab apa pun, dia hanya merasa
terkejut melihat Beng To, Tong Ling yang di sisinya masih
terus tertawa dingin:
"Lihatlah, karena kau, Wan Fei-yang yang kuat berubah
menjadi seperti apa!"
Pei-pei berbalik melihat Wan Fei-yang, wajah nya terlihat
pucat, Pei-pei benar-benar sedih.
Waktu itu Wan Fei-yang tiba-tiba menarik nafas, dia
membuka kedua matanya melihat ke arah mereka, matanya
tidak bercahaya, tapi sekarang tatapannya sudah tidak86
kosong dan mulai terlihat ada perasaan, terlihat ada
kesedihan, tapi tidak ada pilihan lain.
Beng To menoleh, dia tertawa:
"Suhu sudah meninggal, induk serangga yang berada di
dalam tubuhnya pasti akan kehilangan kendali, dia tidak
akan tinggal di tempat yang dulu, dia akan menjadi benda
tidak bertuan, kalau kau tahu bagaimana cara menguasai
induk serangga yang ada di dalam tubuh Wan Fei-yang, kau
akan tetap membuat Wan Fei-yang hidup dengan senang
dan tidak akan jauh-jauh meninggalkanmu!"
Pei-pei menggelengkan kepala:
"Aku tidak akan melakukan hal seperti itu!"
"Apa yang kau sukai terserah padamu, tapi kau harus
berhati-hati, induk serangga yang ada di dalam tubuhnya
kalau tidak diatur dengan baik akan mendatangkan
bencana!"
Pei-pei berkata sendiri:


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suhu pernah memberitahu banyak rahasia induk
serangga itu tapi juga menutupi banyak hal tentang ini!"
"Jangan salahkan Suhu, kalau memberi tahu banyak
mengenai induk serangga itu, bagaimana dengan
keselamatannya?" Beng To tertawa.
"Dan dia juga melihat kita tidak berbakat dalam ilmu
guna-guna, dan tidak sanggup memelihara induk serangga,
banyak bicara pun percuma saja!"
Pei-pei menundukkan kepala:
"Seharusnya aku mengetahui banyak hal, ternyata tidak
sederhana seperti yang kuperkirakan selama ini, tapi katakata Suhu seperti itu..."
"Jangan salahkan Suhu, dia melakukan itu karena aku.
Walaupun kita kakak beradik muridnya, tapi kita juga harus87
mempunyai pilihan, terkadang dengan terpaksa harus
mengorbankan orang lain!"
Pei-pei menarik nafas:
"Kau adalah Kokoku, kalau harus memilih, walaupun
kemampuanku berada di atasmu, aku tetap akan memberi
kesempatan kepadamu!"
"Adik yang baik, kata-katamu tadi membuat kakakmu
tidak bisa bersikap galak kepadamu!" Beng To tertawa.
Pei-pei berteriak dengan senang:
"Kalau begitu, kau setuju untuk membiarkan Tong Ling
pergi dari sini?"
Pei-pei benar-benar jujur dalam memohon, yang pasti
Tong Ling mendengarnya, maka walau pun dia sangat keras
kepala, waktu itu dia tidak sanggup berkata apa-apa.
Beng To kembali melihat Tong Ling, dia menggelengkan
kepala:
"Tadi aku sudah menjelaskan, aku tidak akan
membiarkan dia meninggalkan tempat ini!" dia mulai
melangkah lagi.
"Koko..." Pei-pei terburu-buru menghadang kakaknya.
"Seharusnya kau pergi ke sana untuk melihat keadaan
Wan Fei-yang, dia sudah berubah seperti apa!"
"Dia..." kedua tangan Beng To sudah menekan pundak
Pei-pei terlihat dia tidak menggunakan tenaga yang berarti,
tapi tubuh Pei-pei seperti terlempar, dia tidak terlempar ke
mana-mana dia jatuh tepat di samping Wan Fei-yang.
Wan Fei-yang menatapnya, kesadarannya sudah kembali
seperti semula, dia segera tahu apa yang telah terjadi, dia
merasa sedih atas kemalangannya, tapi dia lebih
mengkhawatirkan keselamatan Tong Ling. Karena dia
melihat Beng To tidak berniat baik.88
Dia melihat Pei-pei, dengan terengah-engah dia berkata
dengan cepat:
"Bujuk kakakmu..."
Kata-katanya singkat, Wan Fei-yang membutuhkan
waktu 3 kali lipat lebih banyak dari orang biasa baru bisa
selesai bicara dan tubuhnya terasa lemas dan suaranya
makin mengecil, Pei-pei harus menempelkan telinganya agar
bisa mendengar dengan jelas. Sewaktu Pei-pei akan
menjawab, Wan Fei-yang tampak seperti kesakitan dan
terguling ke bawah.
"Wan-toako..." teriak Pei-pei sambil mencengkeram
pundak Wan Fei-yang.
Wan Fei-yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu,
wajahnya terlihat lebih muram lagi, keringat besar-besar
keluar dari dahinya.
"Seharusnya dia tidak berbicara dulu, induk serangga itu
sudah tidak memiliki tuan, suara kecil akan membuat
serangga itu bergetar, kalau dia mati di dalam tubuhmu
racunnya akan keluar, waktu itu nyawamu tidak akan
tertolong lagi!"
Air mata Pei-pei terus mengalir, Beng To tidak
meneruskan kata-katanya, tangannya terayun, 3 buah
senjata rahasia disambutnya.
Ternyata diam-diam Tong Ling menyerangnya, tidak
disangka walaupun Beng To sedang bicara dengan Pei-pei
reaksinya begitu cepat dan lincah, tapi dia tetap tidak putus
harapan, 3 buah senjata rahasia yang ada di tangan satunya
sekali lagi dilemparkannya.
Mata Beng To tampak berputar, 3 senjata rahasia sudah
berputar keluar, tapi bukan melesat kearah Tong Ling
melainkan ke arah dinding di sebelah kiri. Tapi 3 butir89
senjata rahasia Tong Ling tetap terbawa berputar terbang ke
arah sana dan menancap ke dalam dinding.
Ini benar-benar seperti sihir, sebenarnya Tong Ling tahu
tenaga dalam Beng To akan maju setahap, tapi dia sama
sekali tidak menyangka akan maju seperti ini, karena itu dia
terkejut.
Beng To tertawa:
"Aku tidak berniat jahat kepadamu, untuk apa kau
melakukan hal seperti tadi kepadaku?"
Ucapan Tong Ling belum keluar, Beng To sudah berkata
lagi:
"Dulu senjata rahasia dari Tong-bun tidak membuatku
merasa terancam, apalagi sekarang! Apakah kau sudah lupa
hal-hal yang terjadi di Tong-bun?"
"Menyedot tenaga dalam milik orang lain ke tubuhmu,
apakah kau tidak merasa malu?"
"Aku anggota Mo-kauw, tentu tidak akan merasa malu!"
jawab Beng To dengan santai.
Tong Ling terpaku, Beng To berkata lagi:
"Aku tidak akan melukaimu, jadi kau bisa tenang, sebab
aku belum pernah melihat gadis secantik dan semanis
dirimu!"
Tong Ling merasa merinding dan bersamaan waktu Tong
Ling mulai merasakan keanehan dari diri Beng To.
Beng To dengan bernafsu melihat tubuh Tong Ling dari
atas sampai ke bawah, lalu dari bawah ke atas lagi. Semua
tempat dilihatnya walaupun Tong Ling tidak berpengalaman
dan tidak mengerti, tapi dia merasakan niat Beng To yang
tidak baik.
"Sejak bertemu denganmu malam itu, aku tidak bisa
melupakanmu, dan terus terpikir mencari waktu untuk ke90
Tong-bun lagi untuk menemuimu!" sambil bicara Beng To
mendekatinya, nada bicaranya aneh, seperti sedang
bermimpi dan mengigau.
Tong Ling terus melangkah mundur, dia jadi mengerti
apa yang akan terjadi, ketakutan mulai menghantuinya, dia
marah:
"Kau orang sesat, mau apa sekarang!"
"Aku ingin kau tinggal di daerah Biauw!"
"Tidak..." jawab Tong Ling singkat.
"Aku tahu untuk membuatmu tinggal di daerah Biauw
hanya dengan satu cara!" dengan serius Beng To berkata
lagi, "aku akan memper-istrimu!"
Dengan terkejut Tong Ling menatap Beng To, dia sama
sekali tidak menyangka kalau Beng To akan berkata seperti
itu. Beng To berkata lagi:
"Menurut aturan suku Biauw, pertama kau harus orang
Biauw, tapi aku tidak peduli..."
"Tapi aku peduli!" teriak Tong Ling.
"Kau khawatir orang tuaku akan marah kalau aku
menikahimu? Aku tidak peduli pada mereka!"
Mendengar kata-katanya, rasa marah Tong Ling
bertambah besar:
"Aku hanya mempunyai seorang kakek, tapi dia sudah
meninggal karenamu!"
Beng To seperti tidak merasa bersalah:
"Kelak aku akan mengurusmu dengan baik, biar kakekmu
di alam sana bisa merasa tenang!"
"Kau sembarangan bicara!"
"Apakah kau tidak menyukaiku?"
"Tidak perlu dibahas!"91
"Ilmu silatku sangat tinggi, sekarang sudah menjadi
nomor satu du dunia ini!" Beng To membusungkan dadanya.
"Ilmu lweekangmu hasil mencuri dari Wan Fei-yang. Ilmu
silat hebat pun tidak menjadi kebanggaan, maka tidak perlu
di besar-besarkan!"
"Di dunia ini siapa yang tahu rahasia ini?"
"Aku tahu! Bukankah itu sudah cukup!" Tong Ling
berkata dengan sikap meremehkan, "kau adalah siluman
sesat, kau masih bisa hidup berapa lama lagi... ingat di luar
langit sana masih ada langit yang lebih tinggi lagi!"
Beng To menggelengkan kepala:
"Kelak, kalau kau sudah melihatku berjaya, secara
otomatis kau akan lupa..."
"Kau bisa lihat!" Beng To tertawa tergelak-gelak lagi.
"Ambil keputusan biarkan aku pergi dari sini!" kata Tong
Ling.
"Tinggallah di sampingku, kau akan melihat seperti apa
aku dengan jelas!"
Tong Ling tertawa dingin, 3 buah senjata rahasia sudah
dilemparkan ke wajah Beng To, tangan
Beng To terangkat menyambut, senjata itu, dengan
tenang dan tanpa ragu-ragu berkata:
"Ilmu senjata rahasiamu sudah mencapai taraf tinggi tapi
semua itu tidak membuatku merasa terancam!"
Tong Ling melemparkan lagi senjata rahasianya, Beng To
tertawa:
"Apa yang telah kuputuskan tidak akan berubah, orang
seperti diriku..."
"Aku benci!" teriak Tong Ling menyela.
"Tapi kau bisa menyesuaikan diri!" Beng To terdengar
sangat percaya diri.92
"Walau bagaimanapun di mataku kau adalah orang
picik!" Tong Ling tertawa dingin, "mungkin kau adalah orang
Biauw dan tidak mengerti bahasa Han apa yang disebut
picik, karena itu kau bisa merasa bangga!"
Alis Beng To tampak berkerut:
"Aku tahu artinya tapi aku tidak menganggap katakatamu!"
Tong Ling menggelengkan kepaka:
"Orang seperti dirimu tidak banyak, tapi begitu tahu kau
adalah orang Biauw, aku tidak merasa aneh!"
"Suku bangsa Han selalu menghina suku Biauw, tidak
disangka kau juga orang seperti itu!"
"Karena kau adalah orang Biauw jenis seperti itu!"
"Seperti apa!"
"Paling tidak tahu malu dan paling picik!"
"Apakah kau tahu di mataku kau seperti apa?" kata Tong
Ling lagi.
"Seperti apa?" Beng To tahu pasti jawaban-nya bukan
kata-kata yang enak didengar, tapi dia tetap penasaran.
"Binatang!" Tong Ling tidak ragu-ragu menjawabnya.
Beng To terpaku, sepasang matanya menjadi terang,
tidak diragukan lagi dia mulai marah.
"Kau tahu pasti apa artinya binatang, kalau binatang di
mana pun tetap binatang, maka sampai kapan pun aku tidak
akan memandangmu!" kata Tong Ling dengan marah.
Dengan bengong Beng To menatapnya, lama baru
bertanya:
"Seharusnya kau tidak berkata seperti itu, paling sedikit
kau harus berpikir dulu, mungkin saat sedang berpikir, kau
masih memiliki kesempatan untuk melarikan diri!"93
Tong Ling berpikir, semua kata-kata Beng To masuk akal
juga, dia berpikir lagi, rasa dingin muncul dari hatinya. Dia
melihat Beng To lagi, akhirnya dia menatap mata Beng To
yang dipenuhi dengan nafsu birahi dan terlihat sifat
binatangnya, dia membentak:
"Kau..."
"Aku adalah binatang, jadi apa yang akan kulakukan tidak
aneh!"
Tong Ling mundur selangkah, tiba-tiba dia bersiul,
sejumlah senjata rahasia dilemparkan ke arah Beng To,
tubuhnya pun menggulung, melewati bagian atas kepala
Beng To, kemudian dia berlari ke arah pintu rahasia, kedua
tangan Beng To tampak berputar, dengan tenang
menyambut senjata rahasia, tapi tubuhnya bergerak
bersamaan, dia mengejar Tong Ling dari belakang.
Tong Ling berhenti di depan pintu rahasia dan menarik
pintu itu lalu berlari keluar.
Kali ini Beng To tidak melemparkan senjata rahasia tapi
dia cepat-cepat berlari ke depan pintu rahasia dan menahan
pintu rahasia itu dengan tangannya.
Tong Ling sudah melemparkan senjata rahasia nya, Beng
To bersembunyi di balik pintu, dengan cara seperti itu dia
bisa terhindar dari serangan senjata rahasia.
Pei-pei segera datang ke sana, baru saja dia
mencengkeram tangan Beng To, Beng To sudah
mengibaskan tangannya, Pei-pei melayang dan terjatuh
kembali di sisi Wan Fei-yang.
Wan Fei-yang melihatnya, dia berniat memapah Pei-pei
tapi tidak ada tenaga, tubuhnya lemas dan langsung ambruk.
Pei-pei bangun lagi dan sekali lagi berlari ke arah pintu
rahasia itu, tapi Beng To sudah keluar dari pintu itu dan94
menutupnya kembali. Dia mencengkeram pegangan pintu,
dari celah dia memencet gagang pintu.
Beng To tahu pegangan pintu itu sudah rusak tapi dia
tetap bisa selamanya membendung Pei-pei di dalam ruang
rahasia, tentu saja dia tidak ber-maksud seperti itu. Dia
hanya tidak ingin Pei-pei mengganggu dan merusak
hubungannya dengan Tong Ling.
Jika Pei-pei berniat membuka pintu itu dia harus
menghabiskan waktu sekitar 2-3 jam, baginya waktu itu
cukup untuk mengejar Tong Ling.
Pei-pei mendengar suara pegangan pintu ditekuk,
walaupun tidak bisa melihat apa yang Beng To lakukan di
balik sana, tapi dia bisa menebak apa yang terjadi.
Dia tahu apa yang diinginkan Beng To, dia juga tahu
bahwa sifat Tong Ling yang keras, kelak apa yang akan
terjadi?
Terpikir akan masalah ini, Pei-pei merasa cemas dan
hanya bisa menangis.
Semakin cemas semakin tidak tahu bagaimana
mengatasi masalah ini maka dia terus menggerak-gerakkan


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menggedor-gedor pintu itu, tentu saja semua itu tidak
ada gunanya.
Kemudian dengan kepalan tangannya yang kecil dia
memukul-mukul pintu, tapi tetap saja tidak ada gunanyna.
Wan Fei-yang tampak telungkup di bawah, dengan sulit
dia berusaha membalikkan tubuh, dia melihat Pei-pei seperti
itu, dia menarik nafas di dalam hati, dia sadar apa yang akan
terjadi, tapi dia benar-benar tidak bisa berbuat apa pun.
Pei-pei tidak sengaja melihat ke arahnya, kemudian
dengan cepat berlari ke sisi Wan Fei-yang, sambil
meneteskan air mata dia berkata:95
"Wan-toako, apa yang harus kulakukan sekarang?"
Wan Fei-yang menggelengkan kepala:
"Tong Ling bersifat keras, itu sudah pasti..."
Nafas Wan Fei-yang terengah-engah:
"Walaupun kau pergi ke sana, kau tetap tidak akan bisa
berbuat apa-apa."
Kata-katanya belum selesai, rasa sakit membuat daging
di seluruh tubuhnya menjadi kram, air mata dan keringat
dingin terus mengali, dia berguling-guling di bawah, suara
gulingannya seperti mengganggu induk serangga itu maka
induk serangga itu terus bergerak-gerak di dalam tubuhnya.
Pei-pei memeluk Wan Fei-yang sambil menangis berkata:
"Wan-toako, jangan bicara lagi, semua... semua garagara diriku..."
Wan Fei-yang tidak bicara lagi boleh dikatakan tidak ada
reaksi apa pun, tubuhnya kaku, Pei-pei segera melihat Wan
Fei-yang, terlihat kedua mata Wan Fei-yang terpejam, dia
pingsan.
Dia mencoba meletakkan tangannya di depan hidung
Wan Fei-yang, nafasnya terasa sangat lemah, tubuhnya pun
dingin. Kalau bukan karena masih ada sedikit nafas, siapa
pun pasti akan mengira kalau dia sudah meninggal. Kedua
tangan Pei-pei mencengkeram Wan Fei-yang dan terus
memanggil-manggil, tapi Wan Fei-yang sudah seperti orang
mati.
Pei-pei berusaha menenangkan diri, sepa-sang matanya
tampak terang seperti batu, sorot matanya melihat Wan Feiyang, dia putus asa dan tidak bisa berbuat apa-apa.
0-0-096
Perasaan Tong Ling tidak berbeda jauh dengan Pei-pei. Di
belakangnya adalah dinding, di kiri dan kanan tidak ada
jalan, tidak seorang pun yang bisa membantunya, jaraknya
dengan Beng To tidak ada 10 depa, Beng To masih terus
mendekatinya.
Tong Ling adalah seorang gadis yang teliti, sewaktu
masuk kemari dia dibawa oleh Pei-pei, karena itu dia tidak
memperhatikan keadaan sekeliling, sewaktu akan masuk
Pei-pei sudah menggambar sebuah peta dengan sangat jelas,
sekarang dia kehilangan arah, dia masuk ke jalan buntu.
Sebenarnya Beng To mengejar Tong Ling dengan buruburu, membuat Tong Ling tidak bisa berhenti untuk melihat
arah dan jalan.
Sekalipun dia mempunyai waktu, tapi Beng To sangat
hafal dengan situasi di sana, dan dia menguasai ilmu sangat
tinggi, Tong Ling tetap tidak akan lolos dari tangan Beng To.
Sepanjang jalan terdengar Beng To selalu tertawa,
sekarang tawanya semakin terdengar, saat jarak mereka
tinggal 7 langkah lagi dia pun berhenti. Kedua tangan Tong
Ling penuh dengan senjata rahasia, dia melotot melihat
Beng To dan siap melemparkan senjatanya.
Walaupun senjata-senjata itu sama sekali tidak bisa
membuat Beng To merasa terancam, tapi ini adalah satusatunya harapannya.
Setelah Beng To melihatnya, dia tertawa lagi:
"Kalau aku menjadi dirimu, aku tidak akan menaruh
harapan pada senjata rahasia ini!"
"Kalau kau mendekat lagi, senjata rahasiaku..."
"Senjata rahasiamu sudah beberapa kali membuktikan
tidak bisa membuatku merasa terancam, kau adalah gadis97
pintar, mengapa selalu melakukan hal yang tidak berguna
dan berulang-ulang?"
Tong Ling tertawa dingin:
"Senjata rahasia ini hanya tidak berguna untukmu saja!"
"Di sini hanya ada aku saja!"
"Benar, hanya ada kau seorang saja, tapi kau hanya
seekor binatang!"
Kedua alis Beng To tampak berkerut:
"Apakah kau ingin dengan senjata rahasia itu
menghadapiku seorang diri?"
"Dulu di Tong-bun, kau juga berjalan melalui jalan
kematian!"
"Itu bukan jalan kematian!" kata Beng To tertawa,
"dengan kemampuan ilmu silatku, di dunia ini tidak ada jalan
kematian bagiku!"
"Aku tidak tahu jelas, aku hanya tahu ada jalan kematian,
jalan itu pasti jalan kematian!"
Beng To mengangguk:
"Seseorang kalau akan berjalan menuju jalan kematian,
itu memang ada, aku pun tidak terkecuali."
"Kau masih muda, mengapa tidak menyayangi nyawamu
sendiri?"
Tong Ling belum menjawab, Beng To sudah bertanya
lagi:
"Apa yang tidak baik dariku? Apakah aku kalah dari Wan
Fei-yang?"
Tong Ling tertawa:
"Tentu saja kau kalah, kau tanyakan kepada Pei-pei maka
jawabannya pasti akan sama!"
"MaNa mungkin dibandingkan dengan jawaban Pei-pei,
dia mempunyai hubungan yang akrab dengan Wan Fei-98
yang," tiba-tiba Beng To bertanya, "apakah kau juga
mempunyai hubungan yang akrab dengan Wan Fei-yang?"
"Jangan sembarangan bicara!" wajah Tong Ling menjadi
merah.
"Untung saja tidak ada!" Beng To menghembuskan nafas
lega, "aku mengira Wan Fei-yang mempunyai jimat apa
sehingga semua perempuan menyukainya..."
"Hanya orang picik dan tidak tahu malu dan pikirannya
selalu kotor," tangan Tong Ling terayun semua senjata
rahasia dilemparkan keluar.
Tangan Beng To kiri dan kanan terulur untuk menyambut
senjata rahasia itu:
"Akhirnya kau menganggap aku manusia juga."
"Di dunia ini tidak ada orang seperti dirimu, dimarahi
picik dan tidak tahu malu tapi kau masih bisa tertawa dan
malah merasa bangga!"
"Ku kira kau akan mengerti isi hatiku!"
Tiba-tiba Tong Ling teringat sesuatu, wajahnya menjadi
merah lagi, tangan terayun, senjata rahasia dilemparkan lagi.
Beng To membentak, kemudian kedua tangannya
bergerak secara horisontal, semua senjata rahasia berganti
arah, seperti bertemu dengan batu magnet yang sangat
besar, semua masuk ke tangan Beng To, Tong Ling
melihatnya, perasaan kecewanya bertambah lagi, tapi kedua
tangannya tetap memegang senjata rahasia.
Kedua tangan Beng To dibalik, senjata rahasia yang tadi
disambutnya dilemparkan kembali ke arah Tong Ling, teknik
perubahanya walau tidak seperti Tong Ling tapi tenaganya
stabil, kecepatan tiap senjata rahasia sama, hanya dari arah
sudut yang berbeda.99
Senjata rahasia di tangan Tong Ling dilempar kan sangat
tepat menuju senjata rahasia yang datang, sebutir pun tidak
meleset.
Karena setiap kali senjata rahasia yang dilemparkan
jumlah selalu sama, maka tidak ada yang meleset, terlihat
kalau penglihatannya sangat tajam, caranya pun sangat
tepat.
Kalau dia tidak mempunyai penglihatan atau cara yang
tepat, dia tidak akan berani melemparkan senjata rahasia
yang datang menyerangnya. Kalau bukan karena latihan
yang ketat, dia tidak akan berani menghadapi Beng To. Dia
sangat mengenal senjata rahasia, maka suara senjata rahasia
yang menyerangnya terdengar oleh telinganya dan sadar dia
telah tertipu.
Waktu itu Beng To sudah seperti seekor burung besar
terbang melewati senjata rahasia dengan posisi kepala di
bawah dan kaki di atas, dia menyerang Tong Ling, dia sudah
tahu kelemahan Tong Ling. Dia juga memperhitungkan
reaksi Tong Ling maka dia menyerang di saat yang tepat.
Orang itu benar-benar mempunyai otak encer dan
berbakat, Sat Kao mempunyai mata sangat lihai, dia tidak
salah memilih penerusnya.
Dengan cepat kedua tangan Tong Ling sudah
mencengkeram senjata rahasia lagi, reaksinya boleh
dikatakan sangat cepat tapi jika dibandingkan dengan Beng
To, gerakan Tong Ling masih lambat sedikit.
Dia melempar jatuh satu per satu senjata rahasia yang
dilemparkan Beng To, butuh waktu dan pikiran maka reaksi
Tong Ling bisa terlambat sedikit itulah alasannya.
Ingin menggunakan waktu begitu singkat juga tidak
mudah, kalau tidak mempunyai tenaga dalam dan tenaga100
yang kuat, walaupun waktu bisa dikuasai dengan tepat, dia
akan sulit mendarat di depan Tong Ling untuk
mencengkeram tangan Tong Ling.
Tong Ling berteriak, kemudian menundukkan kepala, 3
panah sudah dilepaskan dari arah bajunya, tiga panah itu
datang tiba-tiba, tapi Beng To sudah turun dengan posisi kaki
di bawah, ke tiga panah itu meleset meninggalkannya,
begitu Beng To sudah berpijak ke tanah, seringainya semakin
terlihat jarak wajahnya dengan wajah Tong Ling tidak lebih
dari 1 kaki.
"Lepaskan tanganku..." Tong Ling meronta.
Beng To tertawa dan menggelengkan kepala:
"Mana mungkin aku melepaskanmu!"
"Dengan cara licik itu bukan..."
"Bukankah tadi kau mengatakan kalau aku adalah orang
picik?"
"Jatuh ke tangan orang picik mungkin bisa dinasihati
dengan bahasa manusia, tapi jatuh ke tangan binatang, apa
yang kau katakan tidak aku mengerti!" setelah itu Beng To
mendekatkan bibir-nya.
Kepala Tong Ling terus bergerak dari kiri ke kanan, dia
berteriak:
"Binatang! Binatang..."
Beng To tidak marah, dia malah tertawa, dia memegang
tubuh Tong Ling dan memutarnya, tubuhnya menekan
dinding yang ada di belakangnya, Beng To tertawa senang
dan membentak, dinding di belakangnya segera berlubang
berbentuk seperti tubuh manusia.
Di balik dinding itu ternyata ada sebuah kamar rahasia
lainnya, sepertinya itu adalah sebuah kamar tidur. Karena di
tengah kamar itu ada sebuah ranjang yang terbuat dari batu.101
Beng To mencengkeram kedua tangan Tong Ling
kemudian mengangkat tubuh Tong Ling masuk melalui
lubang berbentuk manusia itu.
Tong Ling merasa kedua tangannya dipasang borgol,
dengan cara apa pun meronta dia tidak bisa terlepas dari
cengkeraman Beng To. Dia ingin menggunakan tenaga
dalamnya yang bernama 'Cian-kin-jiu' (Berat seribu kati),
dengan kedua kaki berpijak ke tanah, tapi sama sekali tidak
bisa dilakukan. Sekalipun bisa tetapi tetap tidak bisa terlepas
dari cengkeraman Beng To.
Melihat ranjang batu itu Tong Ling menjadi ketakutan
luar biasa, rasa itu terus menyerang hatinya, dia berteriak
histeris.
Beng To tertawa senang:
"Percuma saja berteriak, jika Pei-pei ingin membuka
pintu rahasia itu, harus membutuhkan waktu 2-3 jam, jika
dia berhasil keluar pun dia tidak sanggup menghalangiku,
lebih baik kau bekerja sama denganku, paling sedikit itu akan
membuat kita senang!"
"Binatang..." Tong Ling berteriak.
"Kalau kau hanya bisa marah-marah, lebih baik hentikan
dulu, ini sama sekali tidak berguna!" Beng To mengangkat
Tong Ling tinggi-tinggi dan berjalan menuju ranjang itu, mata
Tong Ling berlinangan air mata, sekarang dia benar-benar
tidak mempunyai cara untuk melepaskan diri lagi. Dia sudah
putus asa.
Setelah menotok nadi di kedua tangan Tong Ling, Beng
To baru meletakkan Tong Ling di atas ranjang dan menarik
nafas:102
"Menotok nadi di kedua tanganmu membuat masalah
menjadi tidak enak, tapi sepasang tangan-mu terlalu lihai
dan kau masih mengancam akan bunuh diri!"
"Aku bisa melakukannya!"
"Setelah kau menjadi istriku, aku percaya kau akan
berubah pikiran!" Beng To segera membuka ikat pinggang
Tong Ling.
"Kau berani..." teriak Tong Ling.
"Di dunia ini tidak ada yang tidak berani kulakukan!"
kedua tangannya mulai membuka kancing baju Tong Ling.
Tong Ling tidak bisa melawan lagi, air matanya
memenuhi wajahnya.
Beng To melihat itu dia malah bertambah senang, sifat
binatang yang sudah menempel pada dirinya segera
meledak, dia tertawa terbahak-bahak, kemudian menyobek
baju bagian dada Tong Ling.
"Hentikan..." tiba-tiba Tong Ling berteriak, teriakannya
hampir membuat tenggorokannya sobek.
Beng To terpaku, suara tawanya segera berhenti:
"Akhirnya kau mau bekerja sama juga!"
Tong Ling menatapnya, bola matanya dilumuri dengan
kebencian, pertama kalinya Beng To melihat sorot mata
seperti itu dan mengerti isi hati Tong Ling dia pun tertawa:
"Kau yang memaksaku bertindak seperti ini!"
Tong Ling tidak bersuara, sewaktu Beng To akan
bergerak lagi, tiba-tiba dia mendengar suara aneh keluar dari
mulut Tong Ling, Beng To segera teringat sesuatu, dia
menekan mulut Tong Ling.


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beberapa titik terang keluar dari mulut Tong Ling, reaksi
Beng To sangat cepat. Tangannya yang menekan mulut Tong
Ling segera diangkat, semua kelebatan sinar itu melesat ke103
tangannya, dia melepaskan tangannya dan melihatnya, di
sana tertancap 6 titik benda berbentuk segi delapan
berwarna biru kehijauan.
"Senjata rahasia yang sangat beracun!" dia
mengencangkan telapaknya, 6 titik benda berwarna biru
kehijauan itu segera melayang ke arah dinding dan
menghilang.
Dari 6 lubang bekas 6 titik itu terlihat keluar darah,
berwarna hijau keunguan, tapi segera berubah menjadi
merah, kemudian luka itu pun tertutup dan menghilang.
Luka kecil memang merupakan hal penting untuk
disembuhkan tapi kekuatan otot dan daging Beng To benarbenar hebat.
"Tidak ada gunanya..." Beng To menggeleng kan kepala,
"racun apa yang bisa dibandingkan dengan racun laba-laba
beroman manusia yang diberi makan serangga atau ulat
beracun?"
Meminjam kekuatan laba-laba beroman manusia, dia
telah menguasai ilmu lweekang Mo-kauw, kecuali racun
yang lebih hebat dari racun laba-laba itu, Racun apapun
tidak akan mempan kepadanya, walaupun ada racun
seganas racun laba-laba efeknya pun tidak akan terlalu
besar, tidak diragukan lagi Beng To mempunyai kekuatan
untuk menyesuaikan semua racun.
Tong Ling tidak menjawab, dia hanya bisa melotot,
kebenciannya begitu pekat seperti akan membeku.
Wajah cantik itu terlihat menjadi merah, membuatnya
bertambah menarik, tapi tawa Beng To segera menghilang,
dia mengulurkan tangannya untuk membuka mulut Tong
Ling, di dalam mulut sudah berubah warna menjadi ungu
kehitaman.104
Senjata rahasia yang ada di dalam mulut Tong Ling tidak
diragukan lagi segera dilepaskan keluar, karena Beng To
menekan mulutnya maka senjata itu keluar dari mulutnya.
Racun itu tidak berefek bagi Beng To, tapi bagi Tong Ling
bisa membuatnya mati, setelah melepaskan senjata rahasia
itu dia bisa mengakhiri hidupnya.
Dalam kesulitan seperti ini Tong Ling hanya bisa mati,
sebelum melepaskan senjata rahasia dari mulutnya Tong
Ling pasti sudah memikirkan dalam-dalam hal ini, kalau tidak
dengan sifatnya yang keras dia tidak akan menunggu sampai
sekarang.
Terakhir dia lebih memilih mati, Beng To melihat
wajahnya berubah dari merah menjadi ungu. Otot di sudut
mulut Beng To terus bergerak-gerak, tiba-tiba dia bertanya:
"Apakah benar aku tidak sebaik Wan Fei-yang?"
Tentu saja Tong Ling tidak bisa menjawab lagi.
"Baiklah, mulai saat ini dan seterusnya aku akan melihat
apakah dia lebih melihat Wan Fei-yang atau aku yang lebih
banyak!" akhirnya Beng To berdiri, dia bersiul panjang, dan
berlari ke arah lubang dinding yang berbentuk manusia itu.
Dia tidak keluar melalui lubang itu tapi dinding yang
menghalangi jalannya.
Dinding hancur berantakan karena tubrukan yang sangat
hebat ini, benar-benar menggetarkan langit juga membuat
bumi bergoncang.
Dia keluar dari lorong bawah tanah dan terus berjalan,
apa yang menghalangi di depan matanya semua hancur
lebur, termasuk pintu lorong.
Sejak lahir kemudian dididik oleh Sat Kao, sifatnya
menjadi ekstrim dan keras. Dia senang melalui jalan pintas,
berlatih ilmu silat pun seperti itu, begitu pula dengan hal105
lainnya. Yang pasti kali ini dia pun akan menggunakan jalan
pintas, sederhana dan cepat agar dia bisa terkenal di dunia
persilatan Tionggoan.
Di dalam hatinya dia pun menganggap hanya dengan
cara demikian baru bisa dengan cepat menggantikan posisi
Wan Fei-yang menjadi orang nomor satu di dunia persilatan.
Jalan pintas berarti menggunakan segala cara. Bagi dunia
persilatan Tionggoan, kepergian Beng To dari daerah Biauw
merupakan bencana besar.
Dinding hancur, bumi bergetar, tapi Pei-pei tidak peduli,
dia hanya mengawasi Wan Fei-yang.
Nafas Wan Fei-yang memang melemah, dia pun tidak
sadarkan diri, wajahnya sangat pucat.
Semua ini berada dalam perkiraan Pei-pei, yang dia
perhatikan adalah perubahan di bibir Wan Fei-yang.
Bibir Wan Fei-yang sepucat kertas, entah sejak kapan
bibirnya mulai gemetar, Pei-pei tampak bengong, dia tidak
memperhatikannya, sewaktu dia lebih meneliti, bibir Wan
Fei-yang telah terbuka kemudia tertutup, saat dari membuka
dan menutup selalu ada asap yang keluar dari mulutnya,
membuat orang merasa dingin, seperti pedang dingin yang
menusuk tulang. Hal ini membuat pikiran Pei-pei kembali
normal.
Akhirnya Pei-pei bisa memperhatikan induk serangga
yang bertubuh transparan sedang bergerak gerak di dalam
mulut Wan Fei-yang.
Asalkan dia bisa membuat induk serangga itu keluar,
Wan Fei-yang pasti bisa terselamatkan. Mengingat Wan Feiyang bisa tertolong Pei-pei mulai merasa senang, mengenai
Wan Fei-yang jika bisa diselamatkan akan menjadi apa, Peipei sama sekali tidak memikirkannya.106
Sat Kao dan Beng To pernah memberitahu kepadanya,
induk serangga itu tidak akan melukai nyawa Wan Fei-yang,
tapi untuk bicara pun Wan Fei-yang sudah tidak sanggup,
bukankah dia sudah menjadi seperti mayat hidup? Apa yang
dimaksud dengan hidup dan apa yang dimaksud dengan
kesenangan di dalam kehidupan ini?
Apalagi sekarang Wan Fei-yang terlihat begitu lemah,
apakah dia bisa bertahan dari siksaan induk serangga itu?
Induk serangga itu sepertinya merasakan perubahan fisik
Wan Fei-yang dan itu tidak membuatnya tenang, maka dia
pun terus bergerak-gerak.
Pikiran Pei-pei sekarang menjadi lamban, setelah lama
baru terpikir, kulit kerangnya bisa digunakan untuk mengusir
serangga, maka dia pun terburu-buru mengeluarkan dan
segera meniupnya.
Di kamar rahasia kecil itu suara kerang yang ditiup Peipei terdengar sangat sedih, keadaan hati Pei-pei saat itu
memang seperti itu.
Waktu itu mulut Wan Fei-yang sudah terbuka dengan
jelas, Pei-pei melihat induk serangga itu berbaring di atas
lidah Wan Fei-yang, tapi masih bergerak-gerak, Pei-pei
benar-benar merasa senang, dia bertambah kencang meniup
kulit kerang itu, dia berharap induk serangga itu bisa
terpancing keluar.
Induk serangga itu setiap saat seperti bisa meloncat
keluar dari mulut Wan Fei-yang, tapi sampai Pei-pei hampir
kehabisan nafas meniup, induk serangga itu masih tetap
bercokol di dalam mulut Wan Fei-yang, sepertinya serang
menikmati alunan musik kulit kerang yang ditiup Pei-pei.
Pei-pei tidak tahan lagi, dia mengeluarkan tangannya
ingin menangkap induk serangga itu.107
Induk serangga itu seperti tidak merasakannya, tapi
sewaktu tangan Pei-pei mendekati bibir Wan Fei-yang,
serangga itu malah mundur dan masuk lagi ke dalam
tenggorokan Wan Fei-yang.
Pei-pei dengan cepat menarik tangannya, induk serangga
itu masih berada di dalam tubuh Wan Fei-yang, itu
merepotkan, dengan terpaksa Pei-pei meniup kulit
kerangnya lagi, induk serangga itu kembali ke tempat tadi.
Pei-pei melihatnya, air mata Pei-pei terus menetes. Alunan
musik yang keluar dari kulit kerang itu terdengar bertambah
sedih.
Setelah pikiran Pei-pei agak tenang. Suara alunan dari
kulit kerang itu dari nada tinggi turun menjadi rendah, dari
pelan hingga berhenti karena Pei-pei tidak ada tenaga untuk
meniupnya lagi.
Di dalam ruangan itu tidak bisa melihat matahari atau
rembulan, maka dia tidak tahu sudah berapa lama waktu
berlalu, sebenarnya sudah melewati waktu yang sangat
panjang. Dia sudah tidak mempunyai tenaga lagi, maka dia
berhenti meniup kulit kerangnya.
Tenggorokan Pei-pei terasa kering juga sakit. Serta ada
perasaan seperti akan terbelah, tapi kulit kerang itu masih di
depan mulutnya, lama baru diletakannya, mata yang tadinya
bersinar putus asa mulai keluar cahaya harapan.
Akhirnya dia mendapatkan sebuah cara.
Satu-satunya cara yang terpikir olehnya dan bisa dia
lakukan adalah meletakkan kulit kerang di bawah, kemudian
memeluk Wan Fei-yang, dia mendekati bibirnya ke bibir Wan
Fei-yang.108
Waktu itu di sekeliling bibirnya tiba-tiba keluar banyak
ulat. Begitu mulut Pei-pei dibuka, ulat ulat itu segera
merayap masuk ke dalam mulut Wan Fei-yang.
Sat Kao memberi makan induk serangga itu ulat dan
serangga lainnya. Sekarang induk serangga itu memang tidak
membutuhkannya, tapi masih tertarik terhadap seranggaserangga lain dan ulat-ulat, mungkin dia mau keluar
karenanya, kalau induk serangga itu senang hidup di dalam
tubuh manusia, tubuh Pei-pei menjadi sebuah daya tarik,
seseorang yang senang memelihara ulat-ulat dan seranggaserangga, lebih cocok buat induk serangga itu dibandingkan
dengan orang yang tidak pernah memelihara serangga.
Kalau bukan karena terjadi perubahan fisik pada diri Wan
Fei-yang, sehingga membuat induk serangga itu merasa
tidak nyaman, dia tidak akan merayap keluar, semua terjadi
karena perubahan keadaan, sebenarnya Pei-pei harus
berpikir akan hal itu tapi karena pikiran Pei-pei sangat kacau
dan bingung, semua tidak terpikir olehnya.
Memang ini bukan cara yang baik, tenaga dalam Wan
Fei-yang sudah tersedot habis oleh Beng To, dia tidak seperti
orang biasa, sekarang dia seperti orang lumpuh, sedangkan
Pei-pei masih dalam keadaan normal dan sehat, jika induk
serangga itu masuk ke dalam tubuhnya, akan membuatnya
jadi tidak normal dan tidak sehat. Bagi Wan Fei-yang ini
bukan hal baik, bukan membebaskannya dari induk dari
serangga tapi hanya mengalihkannya.
Pei-pei tidak peduli akan hal ini, asalkan Wan Fei-yang
bisa hidup nyaman, ditukar dengan nyawanya pun dia tidak
peduli.109
Di dunia ini banyak hal tidak masuk akal, seseorang jika
ingin melakukan sesuatu dia tidak akan memikirkan jauhjauh masalah ini.
Jika setiap orang setiap hal yang masuk akal, maka di
dunia ini tidak akan ada perasaan dan semua orang tidak
akan diatur oleh perasaan.
Akhirnya bibir Pei-pei dan bibir Wan Fei-yang menempel
menjadi satu, ini bukan pertama kalinya mereka berciuman,
dulu mereka berciuman dilakukan dengan penuh
kegembiraan, sekarang Wan Fei-yang telah kehilangan
perasaannya, sedang-kan pikiran Pei-pei sedang sangat
sedih.
Dia mulai merasakan induk serangga itu bergerak-gerak
di mulutnya. Dia juga merasakan ketakutan dari serangga
dan ulat-ulatnya, maka dia merasa tegang sekaligus senang.
Ulat-ulat dan serangga-serangga itu mulai merasakan
keberadaan induk serangga, mereka mulai merasa ada
bahaya.
Yang pasti induk serangga itu tertarik pada serangga dan
ulat-ulat itu, dia siap bergerak, dia adalah induk serangga
ulat-ulat itu bukan tandingannya, karena kekuatan mereka
berbeda jauh. Maka ulat-ulat dan serangga-serangga itu
hanya menunggu dibunuh atau dimakan.
Pei-pei merasakan kesedihan dan rasa terpaksa dari ulatulatnya.
Dia tidak peduli dengan waktu yang berlalu lama, dia
sudah ada persiapan di dalam hatinya dan mengambil
keputusan untuk menunggu.
Dia selalu bersabar.
Setelah beberapa berlalu dia tidak bisa memperkirakan
waktu juga tidak dapat menghitungnya, sampai akhirnya dia110
merasa bibirnya mati rasa, ulat-ulat dan serangga- serangga
itu masih terus bergerak gerak. Perasaannya sudah hilang.
Dia sudah terbiasa maka begitu induk serangga itu mulai
masuk ke dalam mulutnya, dia segera merasakannya.
Sebenarnya induk serangga itu berupa segumpal rasa
dingin, maka tidak sulit dirasakan tapi tidak mudah untuk
ditahan.
Pei-pei sadar dia harus bertahan, maka dia tidak berani
bergerak, dari luar tubuh dan bagian dalam tubuhnya dia
berusaha agar tidak sampai mengejutkan induk serangga itu,
kalau tidak semuanya akan gagal total.
Dia merasakan induk serangga itu sedang menyedot sarisari dari ulat dan serangga-serangganya, dia juga merasakan
induk serangga itu semakin masuk dan masuk ke dalam
tubuhnya.
Kemudian dia mulai menghitung seberapa dalam induk
serangga itu masuk ke dalam tubuhnya, dia tetap berhatihati mengatur perubahan pikiran dan beban pikirannya, bisa
dikatakan ini adalah hal terberat dalam hidupnya.
Induk serangga itu masih berjalan-jalan di dalam
mulutnya, kemudian mulai masuk sedikit demi sedikit, tapi
mundur kembali ke tempatnya tadi. Sepertinya dia sangat
berhati-hati dan terus mencari tahu, akhirnya Pei-pei
kehilangan posisi induk serangga itu.
Tapi sewaktu induk serangga itu masuk, dia bisa
merasakannya lagi.
Mulut dan bibirnya dikatupkan dengan rapat.
Gerakan Pei-pei sangat cepat, tapi induk serangga itu
belum masuk, bolak-baliknya induk serangga membuat Peipei merasa bersalah.111
Sewaktu bibirnya ditutup, induk serangga itu dengan
cepat mundur, Pei-pei bisa merasakannya, maka secara
reflek dia mengatupkan giginya, kemudian Pei-pei
merasakan giginya dengan tepat menggigit tubuh induk


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serangga itu, dia juga merasakan induk serangga itu
meluncur melewati sela-sela giginya.
Reflek dia mengetatkan giginya bibirnya ditutup dengan
rapat, wajahnya dengan cepat digeser. Rasa kaku di
mulutnya mulai terasa, dia membuka mulutnya, dan tercium
bau harum seperti wangi madu, dia juga melihat beberapa
tetes cairan berwarna hijau tampak berkilau yang muncrat
keluar dari mulutnya.
Tapi dia malah merasa senang, karena dia sudah
mengambil keputusan mengorbankan segala-galanya.
Beberapa tetes cairan berwarna hijau muncrat ke bawah dan
segera merembes masuk ke dalam papan batu yang ada di
bawah.
Pei-pei melihat itu hatinya terasa dingin sekaligus benci,
dia segera merasa cairan itu melewati sela giginya dan
masuk ke dalam daging, kulit, dada, dan bagian tubuh
lainnya.
Dia mengira ini semua hanya perasaannya, dia menyeka
dahinya, dia melihat cairan hijau lagi, cairan itu segera
menghilang dari tangannya, bukan menguap melainkan
masuk ke dalam tubuh-nya.
Dia mulai merasa daging di seluruh tubuh serta syarafsyarafnya kalah perang, lalu cairan itu menetes keluar dari
tangannya.
Pei-pei melihat semua itu dengan jelas, dan itu bukan
perasaan! Melainkan kenyataan sebenarnya, ketakutan
mulai menyerangnya, apa yang dikatakan Beng To muncul di112
benaknya, dia tertawa kecut, kemudian menoleh melihat
Wan Fei-yang, dia merasa senang dan mulai merasa daging
di kepalanya mati rasa, tapi dia masih berusaha menggeser
tubuhnya.
Akhirnya dia bisa melihat wajah Wan Fei-yang, wajah
Wan Fei-yang begitu jelas terlihat, tapi hanya sebentar,
kemudian pandangannya menjadi buram.
"Wan-toako..." dia berteriak di dalam hati. Ini adalah
reaksi terakhirnya lalu dia roboh dan tidak bangun lagi.
Mata Pei-pei tampak melotot, bola matanya berubah
menjadi seperti bola es sebelum meninggal terlihat sinar
kesedihan terkumpul di sana.
Wan Fei-yang melihat kesedihan dan rasa senangnya,
setelah induk serangga itu keluar dari mulutnya, dia mulai
sadar, keadaan yang tadinya terlihat buram sekarang
menjadi terang dan jelas. Akhirnya dia bisa melihat perasaan
Pei-pei yang terakhir kepadanya.
Dia tidak mendengar teriakan di dalam hati Pei-pei, tapi
dia bisa merasakan kesedihan yang luar biasa dari Pei-pei,
sayang dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Kalau dia bisa melarang Pei-pei melakukan semua itu dia
akan melakukannya tapi dia sendiri tidak mempunyai tenaga
untuk melakukannya.
"Pei-pei..." Wan Fei-yang tetap tidak bertenaga, Pei-pei
tidak bereaksi, kalau dia masih punya perasaan, tentu akan
senang.
Wan Fei-yang mulai mengerti, dia ingin menggeser
tubuhnya untuk memeluk Pei-pei, tapi tubuhnya terasa
lemas dan tidak bertenaga. Bukan hanya kaki dan
tangannya, jarinya pun tidak sanggup bergerak.113
BAB 11
Sekarang suaranya sudah bisa keluar, tubuhnya mulai
terasa nyaman, dia bisa memastikan induk serangga itu
sudah meninggalkan tubuhnya.
Di sini selain Pei-pei, siapa lagi yang bisa membantu dia
mengeluarkan induk serangga itu, dia tidak tahu dengan cara
apa Pei-pei mengeluarkan induk serangga dan mengganti
dengan nyawanya.
Masalah ini muncul karena Pei-pei yang memulai, yang
menyelesaikannya juga Pei-pei, tidak tampak ada yang salah,
terlihat seperti iseng.
Di dunia ini yang terjadi karena keisengan sangat banyak.
Masalah seperti ini terjadi karena banyak alasan.
Wan Fei-yang berkali-kali mencoba bangun tapi dia
belum punya tenaga, terpaksa dia berdiam menenangkan
diri, setelah hatinya terasa tenang, dia mulai merasakan
tenaga yang hilang mulai terkumpul kembali.
Ternyata sisa tenaga yang ada sudah tidak terlalu
banyak, ketika Tong Ling dan Pei-pei datang menolong dan
mengganggu, Beng To sedang menyedot tenaga dalamnya,
saat itu penyedotannya sudah mencapai tahap terakhir,
tenaga dalam yang tersisa sudah tidak menarik lagi bagi
laba-laba itu, maka dia bisa merasakan masih punya sedikit
tenaga dalam.
Dia sangat tahu siapa Tong Ling, kenapa dia datang dia
juga bisa menduganya?
Kalau bukan karena ingin menolongnya, Tong Ling tidak
akan mau kembali kemari.114
Ketika itu pikirannya terus bergejolak, dia berusaha
mengumpulkan kembali sisa tenaga yang masih ada, tapi
induk serangga yang masih ada di dalam tubuhnya menjadi
halangan besar, apalagi pikiran yang bergejolak semakin
membuatnya sedih, tentu saja pikiran ini membuat dia
bertambah tidak tenang, sekarang setelah tidak ada yang
menghalanginya, dia bisa berpikir tenang sehingga dia mulai
bisa mengumpulkan sisa tenaganya
Saat ini perasaan yang ada adalah perasaan yang sangat
jauh, dia sadar lukanya akan sembuh.
Dia memiliki perasaan hidup kembali.
Dia juga sadar bahwa Thian-can-sin-kang yang telah
dilatihnya sekali lagi mengeluarkan reaksi yang kuat, dan dia
akan masuk pada tahap hibemasi (Tidur panjang di musim
dingin).
Kali ini entah butuh waktu berapa lama? Dia tidak tahu
dan tidak ada waktu untuk menciptakan kepompong. Kalau
tidak bisa menciptakan kepompong, apakah dia akan dilukai
sehingga akan mati? Kali ini dia sangat peduli tapi dia tidak
punya kekuatan, karena untuk bergerak pun dia tidak bisa.
Apalagi meninggalkan tempat ini, mencari tempat aman
untuk bersembunyi.
Rasa lemas semakin terasa, bukan hanya tubuhnya yang
terkuras tenaga dalamnya, semangatnya pun tidak ada,
akhirnya dia hanya bisa memejamkan mata, tidak mau
melihat Pei-pei supaya bisa menghilangkan bayangan dari
benaknya.
Pikirannya kosong, begitu pun dengan otaknya.
Karena tenaga dalamnya sudah disedot maka semua
gerakannya menjadi lamban, kulitnya kehilangan cahaya
seperti daun layu.115
Tapi lambat laun kulitnya mulai terlihat bercahaya lagi,
seperti ada minyak yang keluar dari dagingnya.
Perubahan ini tidak terlalu kentara.
Ulat sutra sudah mengeluarkan seratnya membuat
kepompong, sampai keluar lagi dari dalam kepompong
membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Bila terjadi
perubahan Thian-can-sin-kang di dalam tubuh, manusia
membutuhkan waktu cukup lama, dulu Wan Fei-yang pernah
mengalaminya.
Kali ini mungkin waktunya bisa lebih pendek, karena
sudah ada jalan karena bukan pertama kali, tapi seberapa
pendek waktunya Wan Fei-yang tidak tahu.
Yang pasti hal ini tidak bisa diatur Wan Fei-yang sendiri.
Saat hibernasi pikirannya akan kosong, dia tidak akan
bisa menghalangi kalau Beng To datang dan bertindak.
Ulat sutera mulai berubah lagi! Apakah bisa melawan
ilmu lweekang aliran Mo-kauw yang Beng To cangkokkan ke
dalam tubuhnya? Tidak ada yang tahu, orang-orang
persilatan pun tidak ada yang mengetahui masalah ini.
Hanya kalau bencana sudah datang baru akan membuat
mereka tahu bahwa Wan Fei-yang telah tewas pada saat
bencana ini datang. Dulu mereka telah salah paham kepada
Wan Fei-yang, sekarang mereka akan tahu, semua itu ulah
Beng To.
Tapi mereka tidak akan bisa membendung Beng To.
Yang akan terkena masalah ini pertama kali adalah Kiamsianseng (Tuan Kiam) dari Hoa-san-pai.
Beng To tidak akan secara diam-diam masuk ke Hoa-san.
Sekarang keadaaannya sudah tidak seperti dulu lagi, dia
cukup percaya diri, dia tidak akan mau melakukan perbuatan
secara sembunyi-sembunyi lagi, Dia pun tidak akan datang116
sendirian, dia akan membawa sekelompok orang yang
bertubuh tegap dari suku Biauw. Di mata orang-orangnya dia
bukan lagi seorang 'manusia' melainkan seorang 'dewa'.
Mo-kauw dengan ilmu sesat yang dikatakan hampir
ajaib, di mata orang-orang, punya anggapan yang berbedabeda.
Ilmu silat Beng To bagi orang awam seperti mereka
seperti sebuah ilmu sihir, bisa dikatakan ajaib. Orang-orang
suku Biauw belum pernah melihatnya, mereka percaya dia
akan membuat mereka berjaya di Tionggoan apalagi dia
adalah pangeran mereka, dari dulu mereka sangat percaya,
menjunjung tinggi dan mencintai pangeran mereka.
Mereka mempersiapkan sebuah selendang yang disulam
dengan sangat indah, mereka mengangkat Beng To dengan
selendang ini.
Baju mereka pun disulam dengan benang berwarnawarni dan tampak bercahaya. Semua ini seperti yang
diinginkan Beng To.
Sekelompok orang itu datang berbondong-bondong ke
Hoa-san, murid-murid Hoa-san yang menjaga Hoa-san sudah
melapor, murid-murid lainnya dengan cepat berkumpul di
depan Ceng-kong mereka dibagi menjadi dua baris.
Hoa-san-pai adalah perkumpulan terkenal, orang yang
datang berniat tidak baik tapi masih ada kesopanan. Setelah
menanyakan maksud mereka, murid yang menjaga gunung
selain memberi kabar kepada murid-murid lainnya yang di
atas gunung, semua menunggu di sana, tidak ada seorang
pun yang membawa rombongan itu ke depan Ceng-kong.
Kiam-sianseng sudah menunggu di sana, melihat
kedatangan orang-orang Biauw bersama Beng To, hatinya
tetap saja bergetar.117
Dia tidak pernah pergi ke daerah Biauw juga belum
pernah mendengar ada pesilat tangguh dari suku Biauw yang
bernama Beng To. Tapi dia sama sekali tidak merasa curiga
bahwa lawannya adalah seorang pangeran.
Kalau dia bukan seorang pangeran sulit bisa
memperlihatkan keangkeran seperti ini. Walaupun uku
Biauw tahu sehebat apa pun identitas seseorang, tetap tidak
berpengaruh di Tionggoan, jadi tidak perlu memalsukan
identitasnya.
Dalam ingatan Kiam-sianseng, Hoa-san-pai belum pernah
berermusuhan dengan orang-orang Biauw, pangeran dari
suku Biauw ini menantang Hoa-san-pai, apa tujuannya?
Kiam-sianseng tidak mengerti dia juga tidak terburu-buru
ingin bertanya, cara lawan datang seperti ini akan memberi
penjelasan kepadanya.
Suara ribut sudah berhenti, sikap orang-orang suku
Biauw terlihat cerah dan bersemangat, dari bola matanya
terlihat mereka penuh dengan rasa percaya diri.
Murid-murid Hoa-san saling berbisik, sampai akhirnya
Beng To membuka suara:
"Kiam-sianseng..." sorot mata Beng To meng awasi Kiamsianseng, suaranya tidak begitu besar, tapi masuk ke telinga
setiap orang di sana.
"Ilmu lweekang teman sungguh hebat!"
Kiam-sianseng mengira Beng To sedang memamerkan
tenaga dalamnya, dan dia harus mengakui lweekang Beng To
memang sangat kuat.
"Bukan teman!" sanggah Beng To.
"Kalau begitu kalian adalah musuh?" Kiam-sianseng
tertawa.118
"Bukan musuh juga!" Beng To menjawab dengan serius,
"asal kau mau tunduk kepadaku, maka hubungan kita adalah
tuan dan pesuruh!"
"Selain itu?" tanya Kiam-sianseng sambil tertawa.
"Tidak ada!" Beng To tidak perlu berpikir jauh.
"Yang menurut akan hidup, yang melawan akan mati?"
kata Kiam-sianseng.
Beng To dengan senang mengangguk:
"Benar, yang menurut kepadaku akan hidup yang
membangkang harus mati..."
Katanya lagi:
"Aku tidak mengerti budaya Tionggoan, kata-kata tegas
membuatku lebih sensitif dan lebih mudah menerima."
"Tapi sayang, di sini bukan wilayah suku Biauw, kau tidak
perlu berkata seperti itu!"
"Walaupun di sini bukan wilayah Biauw tapi aku harus
mengatakan kata-kata ini!"
"Berarti kali ini kau datang kemari bukan dengan ilmu
silat mencari kawan dan tidak akan berdiskusi tentang ilmu
silat, melainkan ingin menaklukkan Hoa-san-pai?"
"Ini harus melihat dulu, apakah kalian akan patuh atau
tidak!"
"Kalau kami tidak patuh?"
"Terpaksa aku harus membunuh kalian!" kata Beng To
tidak terlihat bercanda.
"Sekarang aku curiga kau bukan orang dari Biauw!"
"Apa maksudmu?" tanya Beng To aneh.
"Hanya orang gila yang bisa berkata demikian dan orang
seperti kalian terlihat seperti orang gila!"
Kata-kata Kiam-sianseng membuat murid-murid Hoasan-pai yang ada di sana tertawa keras.119
Orang-orang Biauw yang datang tidak semua mengerti
bahasa Han, yang mengerti langsung memberikan reaksi,
yang tidak mengerti setelah mendengar murid-murid Hoasan tertawa dan melihat reaksi dari teman-temannya,
mereka bisa langsung menebak apa yang dikatakan Kiamsianseng, terlihat mereka marah besar.
Beng To malah terlihat sangat tenang, dengan pelan dia
berkata:
"Kata-katamu tidak ada kebaikannya untuk Hoa-sanpai!"
Tentu saja Kiam-sianseng mengerti maksud Beng To,


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam hati dia mulai merasa tidak nyaman, dia adalah orang
yang sangat berhati-hati dan tahu aturan, otaknya bisa
berpikir cepat dan encer, maka dari dulu dia selalu diundang
oleh semua perkumpulan untuk menunjukkan jalan kepada
Bu-tong-pai, tapi sekarang dia malah berkata seperti itu.
Dia segera tahu apa alasannya, karena itu adalah pikiran
semua orang, dia menganggap suku Biauw adalah suku
terbelakang, tidak ada sesuatu yang bisa mereka lakukan.
Kalau merasa tidak yakin apakah mereka akan berani
datang ke Hoa-san? Terpikirkan hal ini Kiam-sianseng jadi
bertambah khawatir.
Kata-kata yang sudah terucap keluar seperti air yang
tersiram keluar, dengan terpaksa dia berkata: Belum tentu
ada kejelekannya!"
"Yang menurut padaku akan hidup yang membangkang
harus mati!" Beng To berulang kali mengatakannya, dia baru
mempelajari kedua kalimat ini.
"Anak muda..." Kiam-sianseng mengerutkan alis, "kau
terlalu sombong!"
Beng To bereaksi lebih gila lagi:120
"Kalian mau bertarung secara keroyokan atau satu per
satu!"
Dua pemuda yang ada di sisi Kiam-sianseng segera
mencabut pedang mereka, dan berbarengan berkata:
"Kami datang untuk meminta petunjuk!"
Usia mereka sama, wajah mereka pun mirip, mereka
bukan hanya bersaudara kandung juga bersaudara kembar.
Mereka adalah murid Hoa-san-pai yang berhasil melatih ilmu
'Cai-tiap-siang-hui' (Sepasang kupu-kupu pelangi terbang).
Cai-tiap-siang-hui adalah ilmu pedang Hoa-san-pai yang
paling sulit dipelajari, untuk mempelajari ilmu pedang ini
harus ada dua orang yang secara bersama-sama memainkan
ilmu ini, selain itu salah seorang harus memegang pedang
dengan tangan kiri dan seorang lagi dengan tangan kanan,
tenaga dalamnya harus sama tinggi baru bisa dipadukan
dengan tepat, sehingga perubahan jurusnya menjadi sangat
dahsyat.
Mencari dua orang dengan tenaga dalam yang sama
tinggi tidak sulit tapi menggunakan pedang dengan tangan
kiri dan kanan secara bersamaan itu sangat sulit, kebetulan
dua saudara kembar ini adalah pasangan kembar sejak lahir,
yang satu terbiasa menggunakan tangan kiri sedangkan yang
satu lagi terbiasa menggunakan tangan kanan, mereka
bermarga Hiang, di Hoa-san-pai nama mereka adalah Hiang
Co (kiri) dan Hiang Yu (kanan), sedangkan nama asli mereka
sudah terlupa-kan.
Cai-tiap-siang-hui sebenarnya bisa dipelajari oleh satu
orang, menggunakan tangan kiri dan kanan memegang
pedang, tapi orang itu harus bisa membagi perhatiannya
menjadi 2, kalau tidak, maka jurus yang keluar tidak akan
sempurna, tidak sehebat kalau dijalankan oleh dua orang.121
Semenjak menemukan dua saudara kembar ini, Kiamsianseng seperti mendapatkan benda mustika, dia mendidik
mereka dengan teliti, akhir-nya dua bersaudara Hiang
berhasil menguasai ilmu Cai-tiap-siang-hui dan bisa
menjalankan dengan sempurna.
Di depan orang-orang Kiam-sianseng selalu memuji dua
bersaudara Hiang ini, karena jika dua bersaudara ini
bergabung, di Hoa-san-pai tidak ada seorang pun yang
sanggup mengalahkan mereka sampai-sampai dia sendiri
pun tidak terkecuali.
Apakah benar, tidak ada seorang pun yang tahu, tapi
saat dua bersaudara Hiang ini maju dan melihat sikap Kiamsianseng yang tenang, tampak dia sangat percaya pada dua
bersaudara kembar ini.
Kiam-sianseng tersenyum dan mengangguk:
"Orang yang datang dari jauh adalah tamu, jika
bertarung paling sedikit harus ada rasa sungkan, jangan
biarkan tamunya merasa tidak enak!"
Kata-kata ini seperti memvonis bahwa Beng To akan
kalah oleh dua bersaudara Hiang dan dia ingin dua
bersaudara ini jangan membunuh Beng To.
"Tenanglah, Suhu!" dua bersaudara itu sama-sama
menjawab.
Katanya kalau saudara kembar tentu mempunyai hati
dan perasaan yang sama, dua saudara Hiang ini pun tidak
terkecuali, bila mereka bicara selalu bersamaan, mereka
segera memberi hormat kepada Beng To:
"Murid Hoa-san-pai Hiang Co dan Hiang Yu memberi
hormat!"
"Apakah hanya kalian berdua?" tanya Beng To.
Hiang Co dan Hiang Yu menjawab:122
"Menghadapi satu orang kami melawan berdua,
menghadapi 100 orang pun kami tetap berdua!"
Beng To tertawa, lalu membalas:
"Kalian menyerang dengan berapa orang pun aku tetap
sendiri!"
Hiang Co dan Hiang Yu saling berpandangan, lalu mereka
tertawa dingin:
"Cabut pedang..." yang satu menggunakan tangan kiri,
yang satu menggunakan tangan kanan, masing-masing
mencabut pedangnya.
"Aku tidak perlu pedang!" Beng To menunjukkan kedua
tangannya.
Hiang Co dan Hiang Yu sudah mencabut pedang mereka,
saat itu juga Beng To meloncat beberapa depa ke atas,
kemudian bersalto di tengah udara sebanyak beberapa kali,
gerakannya indah dan kecepatannya bisa menyaingi seekor
burung.
Murid-murid Hoa-san-pai melihat semua itu, hati mereka
mencelos dan bergetar, wajah Kiam-sianseng memang tidak
terjadi perubahan tapi di dalam hati dia pun tergetar.
Orang-orang suku Biauw terus bersorak, ilmu silat Beng
To di mata mereka begitu hebat.
Beng To memang sengaja memamerkan ilmu silatnya di
depan orang-orangnya, dia hanya mempe ragakan secara
asal-asalan, tapi sudah cukup membuat orang-orangnya
merasa kagum. Sekarang menghadapi pesilat tangguh
Tionggoan dia harus berusaha lebih keras.
Dia turun tepat di hadapan Hiang Co dan Hiang Yu.
Hiang Co dan Hiang Yu segera mengguna-kan sepasang
pedang mereka menunjuk kepadanya, Beng To memutar
tubuhnya:123
"Kalau kalian masih terus seperti itu, aku akan mengaku
kalah!"
Hiang Co tertawa dingin:
"Kita bukan sedang bermain topeng monyet, untuk apa
meloncat ke sana-kemari?"
"Kalau Tuan tertarik, Tuan boleh terus memperagakannya, murid-murid Hoa-san tidak akan pelit
memberikan uang kecil, kalau peragaan Tuan berhasil
mungkin Tuan bisa mendapatkan banyak uang untuk dibawa
pulang!" kata Hiang Yu.
Beng To menggelengkan kepala:
"Kalian orang-orang Tionggoan bila membicarakan
seseorang selalu menggunakan keahlian untuk menghina,
yang tua seperti itu, yang muda pun tidak berbeda!"
"Kami dua bersaudara ingin melihat ilmu silatmu yang
sebenarnya!" pedang Hiang Co segera menyerang Beng To.
Hiang Yu pun bersama-sama menyerang Beng To,
dengan kecepatan tinggi sepasang pedang bersama-sama
menyerang Beng To, yang satu dari kiri yang satu lagi dari
kanan, perubahan tubuh mereka juga cepat dan rumit,
sepasang pedang mengeluarkan kelebatan hawa dingin,
mengurung Beng To dari dalam, jurus yang di lancarkan
seperti jurus kosong, tapi dalam kekosongan seperti ada isi!
Melihat dan merasakan kelebatan hawa dingin itu saja
sudah membuat mata menjadi silau, bagaimana bisa
membedakan mana yang kosong dan mana yang isi!
Tapi bagi Beng To hal ini tidak membuatnya kesulitan!
Begitu kedua tangannya dikebutkan ke arah cahaya itu maka
cahaya itu menghilang, kecepatan kedua pedang jadi
menurun, seperti tertarik oleh sesuatu, ilmu pedang mereka
seperti terhambat. Dari kelebatan pedang yang menyilaukan124
lalu terlihat bayangan pedang, dan gerakan pedang jadi
terlihat jelas.
Terakhir di tubuh pedang terlihat menempel banyak
benang seperti serat sutera juga seperti sarang laba-laba,
karena benang itu terus mengikuti gerakan ke dua
bersaudara maka gerakan mereka pun menjadi terhambat
dan lambat
Dua saudara kembar ini merasa aneh, saat mereka
bersiap-siap ingin membabat putus benang itu, ke dua
tangan Beng To sudah menekan sepasang pedangnya.
Ini adalah hal yang tidak mungkin terjadi, tapi Beng To
bisa melakukannya, Hiang Co dan Hiang Yu benar-benar
terkejut, mereka segera mengerahkan tenaga dalamnya dan
menyalurkan ke batang pedang. Mereka siap membalikkan
pedang dan menyapu Beng To, tapi tenaga dalam yang
disalurkan seperti air sungai mengalir dan bermuara di laut
dan tertelan gelombang laut. Tenaga dalam mereka tidak
bisa terkumpul di batang pedang malah seperti dihisap oleh
tenaga tidak terlihat.
Wajah mereka segera berubah dari merah menjadi putih
lalu hijau. Timbul keringat sebesar biji jagung, nafas mereka
pun jadi memburu.
Hiang Yu tertawa kecut, Hiang Co pun mempunyai
perasaan seperti itu, dia merasa di pegangan pedang ada
sesuatu yang membuat tangannya menempel terus dan
tidak bisa lepas.
Hiang Co pun pasti demikian, karena itu dia tidak
berteriak.
Mata jeli Kiam-sianseng melihat semua itu, dia melihat
pedang mereka penuh oleh serat seperti benang sutera atau125
sarang laba-laba, wajahnya segera berubah, dia segera
berteriak:
"Berhenti..."
Hiang Co tertawa kecut, jelas mereka tidak bisa memilih,
waktu itupun mereka merasa pedang mereka bisa bergerak
lagi, maka pedang mereka segera menusuk ke depan!
Tapi Beng To sudah tidak berada di depan mereka, posisi
Hiang Co dan Hiang Yu jadi saling berhadapan, pedang
mereka saling menusuk ke arah mereka sendiri.
Waktu itu mereka melihat Beng To melepaskan kedua
tangannya, kemudian mundur, mereka juga melihat sikap
menghina dari mata Beng To.
Yang pasti mereka tahu apa yang bakal terjadi dan apa
akibatnya. Tapi mereka sudah tidak bisa menguasai diri.
Kiam-sianseng tidak sempat menghalangi, reaksinya
hanya bisa membuat kedua alisnya terangkat.
Memang hanya itu yang bisa dilakukan, sebab sekejap
pedang Hiang Co dan Hiang Yu sudah menusuk ke masingmasing jantungnya.
Pedang masuk sampai ke ujung pegangan, tubuh mereka
secara bersamaan roboh. Di mata mereka ada sekilas rasa
malu dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Murid-murid Hoa-san berteriak terkejut, mereka segera
mencabut pedangnya, kedua tangan
Kiam-sianseng terulur, dia membentak murid-murid Hoasan supaya tenang, lalu melihat Beng To:
"Tuan ternyata murid Bu-tong Bai!"
Beng To tertawa dingin, katanya:
"Apakah Bu-tong-pai pantas punya murid seperti diriku?"
"Apa hubunganmu dengan Wan Fei-yang?"126
"Dia sudah mengalahkanku, tapi sekarang aku bisa
memecahkan jurus Thian-can-sin-kang nya dan sekarang dia
sudah menjadi cacat!"
Kiam-sianseng tertawa dingin:
"Jadi kau diam-diam telah belajar Thian-can-sin-kang
miliknya!"
"Tidak juga!" Beng To menatap langit, "kali ini aku
datang ke Tionggoan karena misi penting, aku ingin
membuat kalian mengerti bahwa Thian-can-sin-kang bukan
milik Bu-tong-pai, tapi milik Mo-kauw, mereka telah mencuri
ilmu lweekang Mo-kauw, lalu menambahkannya dengan
ilmu mereka sendiri!"
"Oh ya?" Kiam-sianseng terpaku, baginya ini merupakan
sebuah rahasia.
"Kali ini murid-murid dari Mo-kauw bukan hanya akan
mengambil kembali ilmu lweekang yang telah dicuri, juga
masih ingin memberitahu orang-orang Tionggoan bahwa
ilmu silat Mo-kauw tiada tandingannya!"
Kiam-sianseng baru mengerti:
"jadi kau murid dari Mo-kauw, sudah beberapa kali Mokauw ingin menguasai Tionggoan tapi selalu gagal, kali ini
kalian ingin menggunakan cara licik apalagi?"
Beng To balik bertanya:
"Tadi di depan mata kalian semua, aku telah membunuh
dua pesilat tangguh Hoa-san, apakah aku memakai cara
licik?"
Kedua alis Kiam-sianseng terangkat:
"Kelihatannya kami telah salah paham pada Wan Feiyang, dulu yang membunuh mereka adalah..."127
"Benar, semua itu aku yang melakukannya, tapi kalau
kalian mengira aku ingin memindahkan malapetaka itu
kepada orang lain, itu salah besar!"
"Mengapa waktu itu kau tidak datang secara terangterangan? Tapi sekarang..."
"Nanti kau akan mengerti sendiri, apakah kau sudah
melihat ilmu silatku dengan jelas?"
"Ilmu siluman dan iblis bukan ilmu yang bersih, dan itu
bukan kemampuan!"
"Sampai sekarang dunia persilatan Tiong-goan tetap saja
bersikap seperti ini, pantas kalian tidak maju-maju, malah
mundur!"
"Apakah kau mengira kami harus belajar kepada Mokauw... seperti Bu-tong-pai?"
"Walau bagaimanapun Thian-can-sin-kang adalah ilmu
dari Mo-kauw yang telah dirobah, tidak merusak aturan
langit, memang belajar mencuri itu tidak benar, tapi


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semangat istimewa ini memang baik dan tidak salah!"
Kali ini Beng To berkata dengan sungguh-sungguh.
"Bu-tong-pai telah banyak mendapat kebaikan tapi
mereka malah merahasiakannya..."
"Itulah keburukan dunia persilatan Tionggoan, tidak mau
saling menukar ilmu, mengambil kelebihan orang lain,
memperbaiki kekurangan sendiri," Beng To menggoyangkan
kepalanya.
Kiam-sianseng menyambung:
"Benar, seperti Thian-can-sin-kang, kalau bisa diajarkan
kepada khalayak ramai dan lebih banyak orang yang
mempelajarinya, akan bertambah pesilat seperti Wan Feiyang, kita tidak perlu takut kepada siluman dan iblis yang
datang menyerang Tionggoan..."128
"Bukan hanya Thian-can-sin-kang, Bahkan ilmu pedang
dari Hoa-san-pai..."
Kiam-sianseng segera memotong:
"Ilmu pedang Hoa-san-pai adalah inti sari dari ilmu silat
yang didapat hasil jerih payah selama beberapa generasi dari
pemimpin Hoa-san-pai, mana mungkin disebarluaskan!"
Begitu kata-katanya terucap keluar, Kiam-sianseng
melihat sikap mencemooh Beng To, dia segera mengerti dan
berkata:
"Ilmu kami tidak seperti Thian-can-sin-kang, yang
didapatkan tanpa melalui kerja keras dan tidak perlu
memikirkan generasi atas yang telah bersusah payah
menciptakannya!"
Kata Beng To sambil tertawa:
"Kata-kata guruku memang tidak salah, dunia persilatan
Tionggoan selama ratusan tahun tetap seperti ini, tidak ada
kemajuan sedikit pun, benar-benar tidak ada obat untuk
menyembuh-kannya!"
"Siapa gurumu?"
"Sat Kao..."
Beng To menarik senyumannya, perubahan ini
membuktikan dia menghormati gurunya, Sat Kao.
"Aku tidak pernah mendengar nama ini, apakah dia
adalah anggota Mo-kauw?"
"Orang-orang dunia persilatan Tionggoan akan segera
tahu siapa dia dan tahu kalau aku adalah muridnya!"
"Apakah kau mengira kau bisa bertahan di Tionggoan?"
Dengan santai Beng To menjawab:
"Di dunia persilatan Tionggoan banyak orang seperti
dirimu, ingin bertahan di Tionggoan bukan hal sulit bagiku!"
"Kau benar-benar sombong, anak muda..."129
"Aku selalu bersikap terang-terangan dan langsung,
begitu Hoa-san-pai musnah, orang-orang persilatan
Tionggoan akan mengenal siapa aku!"
"Siapa yang menyuruhmu memilih Hoa-san-pai menjadi
target pertama?" rasa curiga Kiam-sianseng mulai timbul.
"Aku membuat undian untuk menentukan, Hoa-san-pai
menjadi sasaran nomor satu, berarti nasib kalian sudah
berada di ujung tanduk!"
"Kurang ajar!" Kiam-sianseng tampak marah.
"Hal yang lebih kurang ajar telah kulakukan!" Beng To
menatap mayat Hiang Co dan Hiang Yu, "ini adalah
kesempatan terakhir bagi Hoa-san-pai..."
Pedang Kiam-sianseng sudah dikeluarkan dari sarungnya,
dia memotong kata-kata Beng To, murid-murid Hoa-san-pai
semua berkumpul.
"Tidak ada perintahku, siapa pun tidak boleh
menyerang!" Kiam-sianseng memutar tubuhnya, dia
membentak murid-murid Hoa-san-pai.
"Kalau mereka tunduk kepadaku, aku tidak akan
membuat mereka kesulitan."
Murid-murid Hoa-san-pai menjadi gaduh, mereka
kebanyakan anak muda, robohnya dua saudara kembar
Hiang Co dan Hiang Yu, tidak membuat mereka takut.
Begitu pedang Kiam-sianseng dikeluarkan, dan melarang
mereka bergerak, sorot mata mereka terlihat mereka
mempercayai Kiam-sianseng.
Kiam-sianseng sudah malang melintang di dunia
persilatan cukup lama, dia selalu bersikap kokoh tidak
pernah terjatuh, di Hoa-san-pai tingkatannya adakah yang
tertua.130
Sebenarnya sampai di mana kemampuan ilmu silatnya
tidak ada seorang pun yang tahu, tapi di mata orang-orang
Hoa-san-pai walaupun dia bukan nomor satu di dunia ini,
tapi posisinya sudah mendekati posisi itu.
Dia sendiri pun sebenarnya tidak tahu jelas, tapi dia
sangat percaya diri, kalau tidak, biasanya sikapnya tidak akan
begitu mendewakan.
Dia sangat mengerti Hoa-san-pai sangat mem
butuhkannya, jadi kalau tidak percaya diri dia tidak akan
berkelana di dunia persilatan.
Memang dia tidak tahu siapa yang bisa mengalahkannya,
tapi dia tidak menaruh curiga kalau di dunia persilatan ini
ada pesilat tangguh seperti Beng To, dia juga pernah terpikir
ada jebakan dan cara licik yang dipasang, kalau tidak berhatihati akan membuatnya hancur.
Tidak apa-apa kalau dia sampai roboh, tapi Hoa-san-pai
akan hancur karenanya. Apakah dia begitu penting bagi Hoasan-pai? Dia tidak berani dan tidak begitu yakin. Tapi dia
sangat tahu, di antara anggota Hoa-san-pai tidak ada yang
seperti dirinya, kalau tidak dari awal dia tidak akan diserahi
beban seperti ini.
Saat terjadi peristiwa Wan Fei-yang membunuh orang
walau tidak ada hubungannya dengan Hoa-san-pai tapi
semua perkumpulan datang ke Bu-tong-pai untuk
menanyainya, waktu itu dia diundang untuk menegakan
keadilan.
Dia terpilih menjadi ketua kelompok, dan itu sangat
mengikuti aturan, juga hal yang sangat dia sukai. Walaupun
ada Tong Ling yang tidak berpengalaman dan selalu
merintanginya, tapi dia bisa mengurus semua dengan tepat
dan tidak mengecewa kan semua orang.131
Apakah Wan Fei-yang adalah korban karena kesalahan
orang lain? Dia sama sekali tidak peduli asalkan masalahnya
cepat selesai dan tidak sampai menimbulkan pertumpahan
darah. Semua tidak perlu dia yang bertindak.
Bila masalah tidak berjalan sesuai dengan keinginannya,
dia tidak akan merasa semua ini di luar dugaannya, karena
berdasarkan pengalamannya hal yang terjadi jika bisa sesuai
dengan harapan sangat minim, hanya saja dia tidak
menyangka kalau dulu yang membunuh para pesilat tangguh
bukan Wan Fei-yang. Sekarang pembunuh sebenarnya baru
muncul dan mencarinya ke Hoa-san-pai.
Dulu Beng To memang secara tidak sengaja
memindahkan malapetaka itu kepada Wan Fei-yang tapi dia
masih merasa sedikit khawatir, maka dia tidak berani
menampilkan diri secara terang-terangan, sekarang dalam
hati dia sudah punya rencana, kalau kata-katanya benar,
Wan Fei-yang sudah kalah di tangannya, setinggi apa ilmu
silatnya?
Kiam-sianseng tidak mengenal Wan Fei-yang tapi dia
tahu Bu-ti-bun, Tokko Bu-ti.
Tokko Bu-ti telah tiga kali mengalahkan ketua Bu-tongpai, Ci-siong Tojin. Bu-ti-bun di bawah pimpinannya sangat
berjaya dan bisa menguasai seluruh Tionggoan, tapi akhirnya
kalah di tangan Thian-can-sin-kang milik Wan Fei-yang.
Setelah Wan Fei-yang tidak menyepi, pesilat berbakat
yang muncul sekarang-sekarang ini adalah Beng To. Dengan
cara apa dia bisa mengalahkan Wan Fei-yang tidak ada
seorang pun yang tahu. Tapi kemunculannya sekarang pasti
ada yang membuat orang menjadi takut kepadanya.
Melihat cara dia mengalahkan Hiang Co dan Hiang Yu,
rasa percaya diri Kiam-sianseng mulai goyah. Kemampuan132
ilmu silat Hiang Co dan Hiang Yu sangat diketahui oleh Kiamsianseng, seperti tahu bentuk tangan dan jari tangannya
sendiri.
Tapi pertarungan ini tidak bisa dihindari lagi.
Beng To melihat pedang Kiam-sianseng:
"Kau harus menjelaskan dulu!"
"Tenanglah, bila kau roboh, aku tidak akan membiarkan
muridku merepotkan orang yang kau bawa!"
Beng To tertawa, karena tawanya bajunya tampak
berkibar membuat orang yang melihatnya merasa hati
mereka bergetar.
Kiam-sianseng membentak, untuk menutupi tawa Beng
To, tapi dia malah bergetar, maka pedang segera digerakan,
akhirnya suara pedangnya bisa menutup tawa Beng To.
Begitu tawa Beng To berhenti, tubuhnya segera maju,
tangannya ikut bergerak, sambil berkata:
"Lihat pukulan..."
Kiam-sianseng mendorong pedangnya membabat tangan
Beng To, tapi baru saja di tengah jalan dia merasa ada
gelombang kuat datang melanda, lalu melilit ke arah
pedangnya, dia membentak, tenaga dalamnya dikerahkan
menahan gelombang yang datang dan melilit pedangnya ke
samping, dia tetap meneruskan membabat, telapak tangan
Beng To.
Pedang bergerak dengan cepat, keras, juga ganas!
Tapi Beng To seperti tidak mengalami kesulitan, waktu
itu telapak tangannya sudah berubah menjadi putih
keperakan dan di sekelilingnya seperti ada asap dan kabut
yang sedang mengepul.
Kiam-sianseng merasakan tekanan semakin kuat. Dia
semakin sulit mendorong pedangnya, di depan mata banyak133
orang dia jadi merasa malu. Maka tenaga dalamnya
dikerahkan sepenuhnya, disalurkan ke pedangnya.
Tapi pedangnya tetap tidak bisa maju, setelah bertahan
lama malah menjadi melengkung, dan tiba-tiba saja
pedangnya lurus kembali seperti masuk ke dalam telapak
tangan Beng To, ternyata telapak Beng To sudah
mencengkram punggung pedangnya sedalam 3 inchi. Kiamsianseng mengira dengan tenaga dalamnya yang kuat, ujung
pedangnya akan menusuk ketiak Beng To tapi tenaga dalam
yang dikerahkan sepenuhnya, seperti masuk ke dalam lautan
dan hanya sekejap menghilang.
Pedang masih berada dalam posisi semula, tapi
setumpuk benda seperti sarang laba-laba juga seperti serat
benang ulat sutera pelan-pelan keluar dari telapak tangan
Beng To, kemudian melilit pedang Kiam-sianseng, semakin
Kiam-sianseng mengerahkan tenaga dalamnya, benang itu
pun semakin bertambah banyak.
Melihat ini, Kiam-sianseng segera menarik kembali
pedangnya, tapi pedangnya sama sekali tidak bisa
digerakkan, dia mulai merasa tenaga dalam yang dia
kerahkan terus keluar dan tidak bisa dihentikan.
Dia juga merasa tenaga dalamnya seperti terus tersedot,
awalnya dia masih merasa tidak yakin, akhirnya dia benarbenar merasakannya.
Bisa dikatakan dia mengetahui hal ini dalam waktu
sekejap. Tapi saat ingin menarik kembali tenaga dalamnya,
ternyata bukan hal yang mudah. Seperti kaki yang sudah
masuk ke dalam lumpur untuk menarik kembali akan sangat
sulit.
Untung itu hanya lumpur bukan pasir penghisap.134
Akhirnya Kiam-sianseng bisa memaksa tenaga yang
melilit pedangnya digeser ke samping, sehingga dia bisa
menarik kembali tenaga dalam yang dia keluarkan, tapi
kekuatannya sudah berkurang banyak, memang tujuannya
hanya ingin melepaskan diri dari tenaga yang melilitnya.
Kesannya terhadap sarang laba-laba dan serat benang
sutera adalah sama, seperti ada ratusan helai benang yang
terus masuk dan hampir melilit dengan rapat dan liat.
Saat Kiam-sianseng terlepas dari tenaga itu, dia melihat
ada kabut dan asap mengelilingi telapak tangan Beng To dan
terus mengepul. Seperti ada ribuan sampai puluhan ribu
ekor ulat sebesar rambut mengejar dan ingin melilit
pedangnya lagi.
Kiam-sianseng mulai merasa tertekan lagi oleh tindakan
Beng To.
Walaupun tahu tenaga dalam lawannya sangat hebat
dan aneh, tapi sebelum merasakan dan melihat dengan
mata kepala sendiri Kiam-sianseng tidak percaya begitu saja,
maka telapak tangan kirinya segera menyerang lagi.
Tangan kiri Beng To yang kosong segera dibalik, dia
menyambut serangan tangan kiri Kiam-sianseng, seluruh
telapaknya sudah menjadi putih keperakan, seperti ada
segumpal asap dan kabut.
Asap dan kabut itu seperti ular beracun yang jumlahnya
ribuan, sedang masuk dan keluar, setiap saat siap mematuk
telapak tangan kiri Kiam-sianseng.
Kiam-sianseng gemetar, telapaknya yang menghantam
dirubah jadi menotok, asap dan kabut masih membungkus
tangan kiri Beng To, kabut yang menyebar segera berkumpul
kembali. Jari Kiam-sianseng terasa seperti tenggelam di laut,135
dia membentak 3 kali, menyentil dengan jarinya, tapi
reaksinya tidak mengubah keadaan.
Perubahan terjadi sangat cepat, saat jari kirinya
mendekat, tangan kanan mengikuti gerakan tangan kiri
meluncur ke depan.
Sekali lagi Kiam-sianseng membentak dan meloncat ke
atas, kali ini tekanan sedikit mengendor, mula-mula Kiamsianseng merasa senang, tapi perasaan itu hanya sebentar
lalu menghilang, hatinya kembali terasa tenggelam, di
tengah udara dia malah terpaku dengan posisi kaki di atas.
Karena tangan kanan Beng To masih menempel di
pedangnya, dia hanya bisa mengangkat tangan kanannya,
tapi pedang Kiam-sianseng tidak bisa terlepas dari
genggaman Beng To karena itu posisi tubuhnya seperti
capung terbalik.
Kalau dalam keadaan posisi terbalik di tengah udara,
tenaga dalamnya pasti sulit untuk dikeluarkan, sebab jika
dipaksakan akan menimbulkan masalah lain dan tenggelam
dalam berbagai kesulitan. Hati Kiam-sianseng benar-benar
terasa berat.
Murid-murid Hoa-san-pai tidak bisa melihat isi hati Kiamsianseng tapi mereka bisa melihat jelas tangan kanan Beng


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

To selalu menempel di pedang Kiam-sianseng, mereka
seperti bermain akrobat.
Mereka juga melihat Kiam-sianseng berusaha
melepaskan pedangnya dari genggaman tangan kanan Beng
To, tapi tidak berhasil, dalam hati mereka masih yakin Kiamsianseng pasti mempunyai cara untuk mengatasinya.
Tangannya tidak berhasil menarik pedangnya, dia sudah
memikirkan akibatnya kalau terus mengeluarkan tenaga
dalam.136
Beng To seperti tidak merasakan apa pun, dia tetap
tersenyum, terlihat tenang dan santai, melihat keadaan itu
hati murid-murid Hoa-san-pai menjadi goyah.
Kemudian telapak tangan Beng To mulai diangkat dan
disatukan, menjadi sikap seperti 'Tong-cu-pai-kwan-im'
(anak kecil menghormat dewi Kwan-im), pedang jadi terjepit
diantara kedua telapaknya, ujung pedang itu menunjuk ke
arah kepala Beng To asal tidak berhati-hati ujung pedang
nisa menancap ke dalam otaknya dan dia akan segera mati.
Sorot mata Kiam-sianseng menatap kepala Beng To, dia
sangat percaya dia bisa menancapkan pedangnya kepada
kepala Beng To, dia juga melihat jelas kedua tangan Beng To
tampak terus menerus bercahaya, asap yang membungkus
kedua tangan Beng To mulai terlihat lagi, dalam waktu yang
bersamaan ada hawa dingin menyerang wajahnya.
Tangan kiri Kiam-sianseng segera memegang pegangan
pedangnya, diiringi bentakan tenaga dalam nya dikerahkan.
Pedangnya seperti bersinar, tenaga dalam Kiam-sianseng
yang di salurkan ke pedang itu, tampak bergerak turun tapi
tidak sampai 1 inchi sudah berhenti.
Kiam-sianseng merasa ada gelombang kuat yang
menahan gerakannya, tapi dia sudah melakukan persiapan,
dia masih mempunyai tenaga simpanannya, dia sedang
menunggu kesempatan yang tepat.
Tapi dia tidak mempunyai kesempatan, sebab tenaga
dalamnya terasa lagi seperti masuk ke dalam laut. Dalam
waktu yang bersamaan telapak tangan Beng To terlihat lebih
terang, telapak tangannya seperti bergetar sampai ke
pegangan pedang.
Tanpa terasa tenaga dalam Kiam-sianseng sudah
dikerahkan seluruhnya bahkan hingga tenaga simpanannya,137
sebenarnya dia sendiri pun tidak merasa, ketika tenaga
dalamnya seperti dililit oleh Beng To, dia baru tersadar.
Cadangan tenaga dalamnya sudah di kerahkan, tapi tidak
ada hasilnya.
Pedangnya menjadi seperti jembatan penghubung
tenaga dalam yang masuk dan keluar, bukan senjata untuk
membunuh lagi. Bagi Beng To bukan merupakan ancaman
lagi.
Belum selesai rasa terkejutnya, Kiam-sianseng mulai
merasakan tenaga dalam terus mengalir, kedua tangannya
seperti ditempel sesuatu, dia melihat tangan Beng To seperti
ada asap yang keluar melewati pegangan pedang dan
sampai di kedua telapak tangannya.
Terlihat seperti kabut tapi Kiam-sianseng seperti
merasakan ada sesuatu, begitu dia melihat lagi ternyata kulit
di kedua tangannya sudah ada sarang laba-laba dan benang
sutera.
Sarang laba-laba dan benang sutera itu bukan terkumpul
di permukaan kulit melainkan seperti masuk ke dalam kulit.
Kiam-sianseng segera mengerti, saat kedua tangannya
sudah ditempel benda seperti itu, otomatis dia terkejut dan
rasa terkejutnya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Tenaga dalam yang tidak berbentuk menjadi berbentuk,
kalau bukan karena melihat dengan mata kepala sendiri,
siapa yang akan percaya? Akhirnya keringat Kiam-sianseng
keluar dan menetes ke bawah, tapi di tengah jalan keringat
itu sudah menguap dan terbang ke udara.
Tenaga dalamnya segera dipaksakan berkumpul di kedua
tangannya, dia berusaha memaksa tenaga dalam lawan yang
masuk bisa keluar dari tubuhnya, tapi baru saja tenaga
dalam sampai di kedua tangannya, dia segera sadar telah138
berbuat salah, sebab tenaga dalam Beng To yang masuk
bukan hanya tidak bisa dikeluarkan malah melilit tenaga
dalamnya, kemudian bersama-sama melesak maju, dalam
waktu yang bersamaan menyedot tenaga dalamnya agar
keluar dari tubuhnya.
Dia benar-benar terkejut dan ingin melepaskan diri dari
lilitan tenaga dalam itu, sampai tidak terpikirkan lagi untuk
membalas serangan Beng To.
Semakin ingin melepaskan diri, dia semakin terlilit
kencang. Tenaga dalam Beng To semakin masuk ke dalam
tubuhnya dan menyedot tenaga dalamnya.
Keringat di dahinya semakin banyak, tubuhnya yang
terbalik terasa membeku dan menjadi keras, bajunya pun
berkibar ke atas.
Baju Beng To pun berkibar sepasang tangannya menjadi
semakin terang.
Asap dan kabut dari tenaga dalam Beng To sudah
membungkus setengah tubuh Kiam-sianseng, akhirnya Kiamsianseng menarik nafas.
"Aku sudah mengerti..."
"Akhirnya kau mengerti, tujuanku adalah membunuh
pesilat-pesilat tangguh Tionggoan!"
"Kau menyedot tenaga dalam mereka!" Kiam sianseng
tertawa dingin, "pantas kau selalu bergerak secara rahasia,
tenaga dalam mereka membuatmu bisa mencapai hingga
tahap seperti sekarang ini!"
"Salah..." Beng To tertawa senang, "semua ini karena
jasa Wan Fei-yang!"
"Semua karena Wan Fei-yang?" kata Kiam-sianseng tidak
percaya.139
"Ilmu lweekang yang kami latih berbeda tapi berasal dari
sumber yang sama, maka aku menyedot semua tenaga
dalamnya dan membuat ilmu silatku meningkat setingkat
demi setingkat!"
"Wan Fei-yang bisa salah perhitungan..."
"Siapa pun ada kekurangan, apalagi Wan Fei-yang hanya
manusia biasa."
"Apakah kau tidak...?"
"Aku sangat berhati-hati, kalau tidak, mana mungkin aku
bisa begitu mudah mengalahkanmu?"
"Aku belum tentu akan kalah!" suara Kiam-sianseng
terdengar gemetar karena tenaga dalamnya benar-benar
sudah terkuras banyak.
Dengan santai Beng To berkata lagi:
"Tenaga dalammu hampir tersedot habis, apakah kau
mau menjadi seorang pahlawan?"
"Dari semula seharusnya aku berhati-hati terhadap ilmu
Ih-hoa-ciap-bok (Geser bunga sambung kayu) dari Mokauw!"
"Kau juga mengerti tentang jurus Ih-hoa-ciap-bok?"
"Mo-kauw sudah beberapa kali menyerang Tionggoan,
mereka mengandalkan Ih-hoa-ciap-bok," Kiam-sianseng
tertawa dingin.
"Berusaha menyedot ilmu lweekang orang lain,
membuat dirinya maju walaupun hebat tetapi tetap saja itu
seperti pencuri!"
"Ini adalah cara tercepat orang yang tidak mau
menjalankan jurus itu adalah orang bodoh!" kemudian Beng
To menghembuskan nafas panjang.
Kiam-sianseng segera merasakan ada tenaga yang sangat
kuat menarik. Tenaga dalam dari dalam tubuhnya terus di140
tarik keluar dia membentak berusaha menarik kembali
tenaga dalamnya, tenaga yang menariknya segera
menghilang, tenaga yang datang dari tangan pun sama-sama
menghilang.
Kedua tangan Beng To yang menjepit pedang Kiamsianseng akhirnya dilepaskan.
Begitu tenaga mengikat pedang terlepas, saat itu tenaga
dalam Kiam-sianseng tertarik kembali, tubuhnya seperti
anak panah melesat ke atas.
Beng To segera memutar kencang tubuhnya, kedua
tangannya dirapatkan, timbul angin berputar yang sangat
keras lalu pasir dan tanah ikut berputar naik ke atas, pusaran
angin itu seperti topan.
Orang-orang suku Biauw berteriak terkejut. Murid-murid
Hoa-san-pai pun tidak ketinggalan ikut berteriak mereka
tidak tahu bagaimana keadaan Kiam-sianseng, tapi mereka
mengakui ilmu silat Beng To berada di atas Kiam-sianseng.
Kiam-sianseng melihat angin keras yang datang tapi dia
sudah tidak bisa menghindar, karena tenaganya sudah habis.
Saat tubuhnya terpental ke atas, tubuhnya sudah tidak bisa
di tahan, ingin menetapkan tubuh pun sudah tidak sanggup,
apalagi angin keras sudah tiba, maka tubuhnya mengikuti
Pusaran angin dan berputar-putar, terus naik ke atas,
hingga kedua tangan Beng To dibalik kembali.
Suara yang keluar sangat besar, sewaktu telapak
tangannya dibuka udara yang berputar seperti dibom dan
pecah berantakan.
Tubuh Beng To yang sedang berputar pun berhenti, dia
seperti seekor burung berturut-turut berubah dengan gaya
terbang sebanyak 7-8 kali baru mendarat.141
Gaya Kiam-sianseng pun beraneka ragam, tapi tidak
seindah Beng To, kaki dan tangannya seperti terlempar
kesana dan kemari di tengah-tengah udara. Karena tidak bisa
menguasai diri, dia hanya bisa mengikuti putaran udara.
Akhirnya dia berhasil mendarat ke bawah, yang pasti dia
sadar begitu turun kakinya yang akan mendarat dulu, tapi
setelah menapak bumi tiba-tiba dia terhuyung-huyung
seperti akan jatuh. Pedang yang masih dipegangnya segera
ditancapkan ke dalam tanah, akhirnya dengan pedang dia
bisa menahan tubuhnya, membuatnya tidak terjatuh.
Beng To berdiri di depannya, berkata sambil tersenyum:
"Baikkah!"
"Aku kagum..." baru saja kata-katanya habis, dari mulut
Kiam-sianseng menyembur darah.
Beng To menatap langit:
"Walaupun ilmu silatku adalah ilmu sesat, tapi
kekuatannya sangat dahsyat cukup membuatku merasa
bangga!"
"Aku salut dengan keberhasilanmu dalam ilmu silat!"
Kiam-sianseng menarik nafas, "tapi sayang pikiranmu tidak
lurus!"
"Siapa pun kalau sudah punya ilmu setinggi aku, selalu
ingin memperlihatkan dengan rasa bangga, ilmu yang tinggi
merupakan manifestasi yang bernilai!"
Kiam-sianseng memuntahkan darah kembali, tiba-tiba
pedang yang menahan bobot tubuhnya patah jadi dua
bagian. Dia segera kehilangan keseimbangan dan jatuh
dengan posisi telentang.
Murid-murid Hoa-san-pai segera menghampirinya
dengan berteriakan, Kiam-sianseng dengan suara terpatahpatah, berkata:142
"Aku wanti-wanti jangan..." darah muncrat lagi dari
mulutnya, tanpa sempat melanjutkan dia mengghembuskan
nafas terakhir. Organ dalamnya sudah hancur karena
tergetar tenaga dalam Beng To. Dia bisa bertahan sampai
saat ini bukan hal yang mudah.
Dia tersiksa seperti ini mana mungkin tidak tahu bahwa
semua murid Hoa-san-pai bukan tandingan Beng To. Tapi
saat dia ingin menurunkan perintah agar tunduk kepada
Beng To merupakan hal yang memalukan, tapi kata-katanya
sangat sulit terucap keluar. Dia sudah tidak sempat untuk
bicara lagi.
'Aku wanti-wanti, jangan...' kata-katanya sudah tertutup
oleh teriakan murid-murid Hoa-san-pai apalagi suaranya
sudah sangat lemah.
Melihat murid-murid Hoa-san-pai datang
mengepungnya, Beng To terlihat sangat tenang dan berkata:
"Pesan terakhir Kiam-sianseng dia wanti-wanti agar
jangan..." suara Beng To menang tidak besar tapi muridmurid Hoa-san-pai bisa mendengar dengan jelas tapi mereka
tidak peduli dan mulai mengayunkan senjata mereka.
Orang-orang Biauw terus berteriak, tapi tangan Beng To
diangkat, mereka segera berhenti, kemudian Beng To
membentak:
"Yang menurut kepadaku akan hidup yang melawan
harus mati..." teriakannya baru selesai, dua pedang sudah
sampai di depannya, tapi dua orang murid Hoa-san-pai
segera berputar dan terpelanting, yang satu ke kiri yang satu
ke kanan. Kemudian beng To menarik murid-murid yang
datang belakangan.
Suara tulang hancur dan patah terus terdengar, puluhan
murid Hoa-san-pai terguling karena tertabrak oleh dua143
murid Hoa-san-pai yang terpelanting setelah semua terhenti,
seorang murid Hoa-san-pai sudah meninggal.
Beng To seperti seekor kelelawar terbang, bertemu satu
murid langsung mencengkeram satu, lalu dilempar ke
sebuah tempat, setelah puluhan murid terlempar, terlihat
bertumpuk seperti sebuah gunung manusia, mereka terus
merintih kesakitan, murid-murid Hoa-san-pai lainnya terlihat
terkejut, tentu saja semangat juang mereka pun ikut hancur.
Mereka mulai mundur, waktu itu Beng To tampak
bersalto menuju gunung manusia, dia berdiri dengan satu
kaki menginjak tubuh salah satu murid Hoa-san-pai dan
membentak:
"Apakah kalian akan tunduk kepadaku?"
Salah seorang murid Hoa-san-pai yang berada dalam
tumpukan itu segera berteriak:
"Sampai mati pun kami tidak akan tunduk!"
"Aku akan membantu kalian!" salah satu kakinya
diturunkan, tenaga dalamnya pun dikerahkan.
Gunung manusia itu segera mengeluarkan suara
teriakan, suara tulang patah dan berderak terus terdengar,
murid-murid Hoa-san-pai yang ada di dalam gunung manusia
itu memuntahkan darah, terakhir yang ada di bawah kaki
Beng To segera dibunuhnya.
Dalam waktu bersamaan Beng To sekali lagi meloncat
dan menari-nari di udara, kedua lengan bajunya dilebarkan
kemudian berputar dan kembali ke tempat di mana dia


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang dengan cara digotong.
Para prajurit Biauw berteriak gembira, mereka
mengangkat golok dan tombak tinggi-tinggi, Beng To melihat
dari atas, sisa murid-murid Hoa-san-pai sudah melemparkan
senjatanya dan melarikan diri dari sana.144
Beng To tidak memerintahkan orang-orangnya mengejar,
dia hanya tertawa, orang-orangnya terus bersorak,
membuat gunung itu bergetar.
Murid-murid Hoa-san-pai tahu dalam pertarungan ini
mereka telah kalah dan Hoa-san-pai sulit untuk berdiri tegak
lagi di dunia persilatan.
Miss Pesimis 3 Golok Bulan Sabit Karya Khu Lung Terdampar Di Pulau Hitam 1

Cari Blog Ini