Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Ilmu Ulat Sutra 7

Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying Bagian 7


bisa kukuasai dengan baik, ilmu pedangku jauh dari Giokkoan To-heng, tendanganku tidak bisa menyaingi Pek-jin
Taysu, ilmu meringankan tubuhku tidak seperti Thi Gan, kau
masih punya tenaga dalam yang bisa diperagakan,
sedangkan aku tidak tahu harus memperagakan ilmu apa."
"Sifatmu tetap seperti itu tidak mau melakukan jika tidak
yakin." Kata Ci-liong-ong tersenyum.
"Kali ini aku tidak punya keyakinan!"
"Kalau begitu aku tidak enak memaksamu bertarung!"
Ci-liong-ong dengan sikap malas-malasan berjalan ke depan
Bok Touw-toh:
"Bagaimana denganmu?"
Bok Touw-toh tertawa kecut:
"Yang aku pelajari adalah ilmu lweekang, tapi tenaga
dalam Toa-suheng jauh lebih baik dariku!"
Ci-liong-ong tertawa dan berjalan lagi, dia adalah orang
Bu-tai-pai, di kalangan persilatan itu sudah bukan rahasia
lagi.
Beng To menatapnya lalu bertanya:220
"Apakah kau adalah orang yang paling kuat tenaga
dalamnya?"
"Tidak juga"
"Lawanku yang paling kuat dalam mengadu tenaga
dalam adalah Wan Fei-yang, apakah kau pernah bertarung
dengannya?"
"Belum pernah, karena itu aku berani keluar."
"Kau lebih tenang dibandingkan yang lain!"
"Berlatih ilmu lweekang membutuhkan kesabaran,
semakin sabar maka tenaga dalamnya akan semakin bagus
jika tenaga dalam bagus kesabaran pun akan baik, dengan
kesabaran yang baik, maka orang pun akan semakin tenang,"
Ci-liong-ong tertawa, "kalau berlatih tenaga dalam tidak
tenang maka akan tersesat!"
"Apakah benar seperti itu?"
"Inilah teori dari perkumpulan lurus, kau dari Mo-kauw
tidak akan mengerti, kalau kami menamakannya berlatih
hingga tersesat kalian menamakannya apa?"
Beng To terpaku.
"Kau tidak mengerti!" kata Ci-liong-ong.
"Apa yang perlu dimengerti?"
"Tidak juga..."
"Ku rasa itu hanya sebuah prinsip sederhana, orang
sepertimu yang memiliki ilmu lweekang tentunya harus
mengerti!"
"Aku tidak mengerti dan kesabaranku pun kurang
bagus!"
"Kalau begitu, aku harus curiga bahwa tenaga dalammu
tidak didapat karena berlatih sendiri!"
Ci-liong-ong bertanya lagi:221
"Apakah benar kau bisa mendapatkan tenaga dalam
melalui Ilmu Ih-hoa-ciap-bok yang kau peroleh dari Mokauw? Memindahkan tenaga dalam orang lain yang didapat
dengan susah payah dengan mudah kau masukkan ke dalam
tubuhmu sendiri?"
"Apakah kau tertarik?"
"Sebenarnya kesabaranku kalah dari Pek-jin Taysu, sifat
dan pembawaanku sejak lahir sudah malas. Aku tidak senang
menendang-nendang atau pukul memukul, maka aku
memilih berlatih tenaga dalam yang dalam tidur pun bisa
dilakukan. Orang yang malas bila memiliki cara berlatih
begitu ringan, mana mungkin tidak tertarik?"
"Kau melihat dengan teliti!" Beng To mengangkat tangan
kanannya menghadap ke arah Ci-liong-ong.
Kulitnya sudah kembali normal, yang di maksud dengan
normal tetap saja tidak senormal orang biasa.
Ci-liong-ong ikut mengangkat tangan kanannya, telapak
tangannya lebih besar dan lebar dibandingkan orang biasa
dan berwarna merah tua. Begitu melihat telapaknya sudah
terlihat ilmu luar dan dalam orang ini sudah ada dasarnya
dan sudah berhasil.
Beng To melihatnya, tapi dia seperti tidak
mempermasalahkan. Secara berturut-turut dia sudah
mengalahkan begitu banyak pesilat tangguh, kalau tidak
percaya diri, itu baru aneh. Ilmu lweekangnya mulai
dikerahkan, awalnya di tengah-tengah telapak tangannya
muncul warna perak, kemudian dengan cepat meluas,
seperti di dalam telapak tapi juga seperti di luar telapak, di
bawah siraman sinar matahari terlihat sangat menarik
perhatian. Ci-liong-ong melihat semua itu dengan jelas. Dia
hanya menaruh sedikit curiga dengan penglihatan matanya,222
dia tidak begitu mengerti tentang tenaga dalamnya. Tapi dia
tidak pernah melihat atau mendengar jenis tenaga dalam
seperti ini.
Tenaga dalam Beng To bisa dipaksa keluar dari tubuhnya
dan menjadi sebuah benda berbentuk.
Tadi Ci-liong-ong mengira dia sudah melihat dengan
jelas, sekarang dia baru merasa walaupun sudah dekat
dengan Beng To tapi dia belum bisa melihat dengan jelas.
Perubahan tenaga dalam Beng To sangat cepat, maka Ciliong-ong mengerti mengapa Pek-jin Taysu dan Giok-koan
Tojin tidak bisa mendekati Beng To.
Tenaga dalamnya sangat aneh, dia bisa membuat Pek-jin
Taysu dan Giok-koan Tojin dalam jarak 3 depa tidak bisa
mendekatinya. Beng To memang bertarung dengan tangan
kosong, tapi sebenarnya dia seperti sedang mencengkeram
sebuah senjata yang bisa memanjang atau memendek, bisa
berbentuk bulat atau pun persegi, bisa menyerang juga bisa
bertahan.
Mo-kauw bisa melatih muridnya hingga menjadi seperti
ini, apakah perkumpulan lurus Tionggoan sudah waktunya
harus musnah?
Ci-liong-ong sedang menaruh curiga waktu itu telapak
tangan Beng To sudah berubah warna menjadi perak, di
dalam telapaknya terlihat titik berwarna perak itu semakin
membesar dan terus berputar-putar di tengah. Pelan-pelan
bergeser ke depan, bersamaan waktu Ci-liong-ong merasa
tertekan. Dia menarik nafas, lalu menghembuskannya.
Menarik nafas lagi, tangan kanannya semakin lama terlihat
semakin merah dia menyambut tangan kanan Beng To.223
Masih berjarak satu kaki Ci-liong-ong semakin mulai
merasakan terkena sesuatu, dia membentak dan
menendang, tangan kiri dan kanannya bergerak.
Tapi titik berwarna abu itu tidak memudar, malah terus
berputar, akhirnya tangan kanan Ci-liong-ong bisa mendekat
dan mengenai cahaya perak itu dan cahaya perak itu segera
menjadi terang. Hal ini membuat Ci-liong-ong terpaku, dia
merasa pusing, walaupun dia tidak mundur tapi dia merasa
harus mundur.
Mulutnya menganga karena terkejut, cahaya abu itu
tidak memudar, malah meledak menjadi benang dengan
pelan menyebar, dan menyebar membentuk lingkaran dan
menutupi Ci-liong-ong.
Dengan sekuat tenaga Ci-liong-ong memaksa tenaga
dalam mengalir ke tangan kanannya karena tenaga dalam
mengalir, bajunya tampak berkibar dan mengeluarkan suara.
Tenaga Beng To yang mengeluar kan ribuan atau puluhan
ribu benang seperti terhalang oleh tenaga dalam Ci-liongong. Gerakan maju untuk menutupi Ci-liong-ong terhenti
dan benang-benang itu pun bergetar.
Ci-liong-ong merasa kepalanya bertambah pusing,
benang-benang berwarna perak mulai menganyam dan
dengan pelan membentuk sarang laba-laba.
Apakah semua nusi atau Kenyataan' Ci-liong-ong sedang
menaruh curiga dan bersamaan waktu tenaga dalamnya
terus mengalir ke telapak tangan kanannya.
Jala perak sudah berhenti dianyam, tapi tidak bisa
hancur oleh tenaga dalamnya, berarti bila tenaga dalamnya
tidak menyambung, jala itu akan menghampirinya.
Karena jala perak berhenti menganyam dia akan segera
menyebar ke seluruh penjuru, kemudian menutupi tangan224
kanan Ci-liong-ong semakin kecil dan mengecil lalu
menghilang.
Ci-liong-ong mengerti itu bukan menghilang melainkan
karena mata tidak bisa melihat walaupun tenaga dalam
sebagaimana kerap dan kuat tapi tetap tidak akan bisa
melawan benang-benang yang ribuan jumlahnya dan lebih
kecil dari jarum dan lebih kuat untuk menyerang.
Hatinya mulai terasa dingin, segera muncul pikiran untuk
mundur, tapi saat itu dia mulai merasakan tangan kanannya
seperti dilem.
Apakah ini ilusi atau kenyataan? Dia sendiri pun tidak
yakin, tapi dia tidak akan mundur, kalah pun dia akan
menerimanya. Tenaga dalamnya masih keluar, ilmu
Iweekang 'It-tiauw-liong' (seekor naga) nya dikeluarkannya
dengan sempurna dan habis-habisan.
Tapi itu hanya berlangsung sebentar, dia mulai
merasakan tenaga dalam Beng To membentuk benang
ribuan bahkan ratusan ribu helai di tubuhnya, perasaan yang
paling keras adalah di tangan kanannya, tenaga yang keluar
segera dililit kemudian dibagi menjadi ribuan helai.
Tenaga dalam Beng To masuk ke dalam tubuhnya,
membuat tenaga dalamnya menjadi lamban dan tidak
mengalir dengan lancar. Bisa dikatakan hampir berhenti,
sebaliknya tenaga dalam Beng To semakin melilit semakin
kencang, lalu mulai menyebar ke bagian atas tangan.
Ci-liong-ong benar-benar terkejut, dia mencegah tenaga
dalam yang mengalir ke tangannya dan mengumpulkannya
di tubuhnya.
Tapi walau bagaimanapun dia berusaha tetap tidak bisa
membendung masuk tenaga dalam Beng To yang seperti225
ribuan helai benang dan bersamaan waktu dia melihat tawa
Beng To seakan-akan sedang mengoloknya.
"Kau sudah tidak punya tenaga untuk menahan tenaga
dalamku!"
Nada bicara Beng To tidak terjadi perubahan walaupun
tenaga dalamnya keluar dan berubah-rubah. Baginya tidak
terjadi gangguan apa pun, dia sudah mencapai pada taraf
apa yang selama ini dia inginkan, inilah tahap tertinggi.
"Benarkah..." Ci-liong-ong hanya bisa mengucapkan katakata ini, selebihnya dia mulai merasakan sulit meneruskan
kalimatnya.
"Tenaga dalamku masih terus berubah, apakah kau mau
tahu perubahannya seperti apa?"
"Oh..." Ci-liong-ong terlihat curiga tapi dia ingin tahu dan
perubahan seperti apa pada Beng To.
Beng To menatap Ci-liong-ong dan melihat keinginannya:
"Perubahan berikutnya adalah menghisap tenaga dalam,
mungkin itu hal yang paling membuatmu tertarik!"
"Apakah... harus... menerima... menerima nasihat...
tersebut..." ucapan Ci-liong-ong terpatah-patah tapi masih
terdengar gagah, sebenarnya dia terpaksa bicara seperti itu.
Semua pesilat tidak bisa mendengar, mereka merasa Ciliong-ong penuh wibawa dan gagah perkasa, tapi Pek-jin
Taysu menggelengkan kepala:
"Dia sudah kalah!"
Dengan penuh rasa curiga Liu Sian-ciu berkata:
"Dia bicara dengan penuh wibawa, aku melihat dia masih
bisa bertahan!"
"Bicara pun sudah terpatah-patah, dia masih bisa
bertahan berapa lama?"
Liu Sian-ciu terpaku dan berkata:226
"Aku tidak berharap akan ada mujizat yang muncul, tapi
dia adalah harapan kita satu-satunya..."
Dia tidak meneruskan kata-katanya karena dia mulai
melihat wajah Ci-liong-ong terus berubah, keringat terus
menetes dari dahinya.
*** BAB 14
Tenaga dalam Ci-liong-ong sudah dililit keluar oleh
tenaga dalam Beng To. Sisa tenaga dalamnya berkumpul
untuk menyelamatkan tangan kanannya tapi tenaga ini
terlilit kembali dan seperti sedang ditarik oleh benang yang
jumlahnya ribuan helai.
Bila tenaga dalamnya sudah dililit keluar dari tubuhnya
Ci-liong-ong akan mengalami luka dalam atau kehabisan
tenaga, butuh waktu lama untuk pulih kembali. Yang
membuatnya terkejut adalah sisa tenaga dalamnya pun akan
terhisap hingga bersih.
Selain hal ini, muncul perasaan bersalah, kalau tidak, dia
tidak bisa membayangkan akan menjadi orang cacat.
Bila dasarnya hancur butuh waktu lama baru bisa pulih
kembali. Ci-liong-ong benar-benar tidak bisa
membayangkannya, dia meronta ingin keluar dari jeratan
benang yang jumlahnya ribuan helai, tetapi semakin dia
meronta semakin dililit dengan kuat. Sekarang malah
menjalar ke tangan kiri.
Tawa Beng To terdengar semakin jahat, tiba-tiba dia
bertanya:
"Sekarang kau tahu memang ada tenaga dalam seperti
ini!"227
Beng To berkata lagi:
"Dulu selain Wan Fei-yang, kau adalah orang yang
mempunyai tenaga dalam paling kuat, bila aku mengambil
tenaga dalammu, maka aku akan bertambah kuat!"
"Oh...." Ci-liong-ong berkeringat.
"Tapi sekarang walaupun tenaga dalammu tidak ada,
tenaga dalamku akan terus mengalir karena dia bisa
bertumbuh sendiri. Tahap penghisapan sudah berlalu,
berarti tenaga dalammu tidak akan ada gunanya lagi bagiku,
selain itu aku juga sudah tidak tertarik!"
"Apa maumu sekarang?" tanya Ci-liong-ong sambil
menarik nafas.
"Apa mauku..." Beng To tertawa, "kalau kau berteriak di
depan semua orang bahwa kau telah kalah, aku akan
melepaskanmu!"
Wajah Ci-liong-ong memucat. Beng To berkata lagi:
"Kali ini aku datang ke Bu-tong-san hanya untuk
menebar kekuatan, tidak ada rencana lainnya!"
"Marga Beng..." Ci-liong-ong sangat marah.


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kesabaranku ada batasnya, kau tahu itu, kalau kau diam
saja aku tidak akan menunggu lebih lama lagi!"
Dada Ci-liong-ong berdebar kencang, pikirannya kacau,
dia mulai merasa tenaga di tangan kanannya mulai keluar.
"Aku terima kekalahan..." kata-kata ini baru terucap
keluar, wajah Ci-liong-ong segera berubah menjadi ungu
kemerahan. Dia sangat berpengalaman, kalah atau menang
adalah hal biasa, hanya saja selama 20 tahun ini dia tidak
pernah kalah. Dia adalah ketua Tong-teng-ouw yang
mempunyai 36 cabang. Menginginkan dia tunduk dan bicara
dengan nada memohon sungguh tidak mudah, apa lagi228
berteriak di depan banyak orang, 'aku terima kalah!'
sungguh hal yang sulit.
Orang-orang Biauw dan golongan sesat bersorak-sorak.
Suara mereka memenuhi lembah dan naik hingga
menembus awan.
Beng To segera melepaskan cengkeramannya, dan
perasaan tenaga yang ditarik berhelai-helai benang
menghilang sangat cepat.
Ci-liong-ong segera merasa terlepas dari segala beban,
sisa tenaganya yang sedikit ditarik kembali ke dalam
tubuhnya, dengan cepat membesar dan masuk ke tempat
semula.
Semua perubahan terjadi begitu cepat dan alami. Ciliong-ong tidak perlu mengatur nafas bisa merasa sudah
pulih kembali.
Dia menarik nafas, kembali ke posisi semula, terdengar
Beng To tertawa terbahak-bahak.
Orang-orang suku Biauw dan golongan sesat Tionggoan
terus bersorak, mereka bersama-sama menghampiri Beng
To. Orang-orang suku Biauw menganggap Beng To seperti
dewa. Sedikit pun tidak merasa semua terjadi di luar dugaan,
golongan sesat Tionggoan tadinya masih ragu, mereka
datang hanya untuk melihat keramaian, bila terjadi peristiwa
tidak sesuai dengan harapan mereka, maka setiap saat
mereka bisa kabur, sekarang mereka merasa senang, lebih
senang dari orang-orang Biauw bahkan sudah mencapai
tahap gila.
Tentu saja Ci-liong-ong dan yang lainnya jadi
menundukkan kepala, mereka seperti ayam jago yang kalah229
adu. Hanya Pek-jin Taysu yang masih bisa menjaga
ketenangannya:
"Kali ini Mo-kauw benar-benar senang dan lega."
Giok-koan Tojin melihat Pek-jin Taysu lalu diam. Pek-jin
Taysu berkata lagi:
"Kalah atau menang itu hal biasa, kesempatan ini bisa
kita ambil untuk mawas diri."
"Apakah kau tahu kalau kekalahan kita kali ini
berdampak apa?" tanya Giok-koan Tojin.
"Kalau Beng To hanya memamerkan kekuatan dan
wibawa perkumpulannya, seharusnya tidak berdampak
jelek!" jawab Pek-jin Taysu.
"Bagaimana dengan nasib dunia persilatan Tionggoan
nantinya..." kata Giok-koan Tojin.
Tiba-tiba Ci-liong-ong memotong:
"Aku setuju dengan pendapat Pek-jin heng, ada saingan
baru akan mengalami kemajuan, apa lagi tampaknya Beng
To bukan orang yang sangat jahat!"
Giok-koan Tojin mengangguk:
"Melihat keadaan sementara, memang seperti itu!"
"Maksudmu, kau khawatir golongan sesat Tionggoan
akan berbuat kejahatan?"
"Sifat-sifat orang seperti itu harus dimengerti!" kata
Giok-koan Tojin.
"Percuma saja kita khawatir, apakah kita harus masuk
Mo-kauw lalu menasehati Beng To agar menjadi orang
baik?"
Liu Sian-ciu tidak bisa berkata apa pun.
"Inilah cara yang baik!" kata Pek-jin Taysu.
Ci-liong-ong menggelengkan kepala:230
"Apakah kalian tidak melihat Beng To bersifat iblis dan
sesat, tidak diobok-obok oleh golongan sesat Tionggoan pun
tetap tidak akan menjadi lurus!"
Pek-jin Taysu terdiam, tentu saja dia sudah melihat
kenyataannya.
"Melihat keadaan dunia persilatan Tionggoan saat ini aku
rasa sulit mencari orang yang bisa mengalahkan Beng To,
tapi semua ilmu silat pasti ada kelemahannya..."
"Maksudmu adalah..." Thi Gan dengan cepat memotong.
"Beritahu semua pesilat tangguh dari semua
perkumpulan seperti apa keadaan hari ini, apakah kita bisa
mencari kelemahannya, kemudian bersama-sama mencari
cara untuk memecahkannya!" kata Ci-liong-ong.
"Terpaksa kita harus menggunakan cara ini!" kata Giokkoan Tojin.
"Kalau tidak mendapatkannya?" tanya Liu Sian-ciu.
"Harus melihat seberapa besar bencana yang akan dia
lakukan, bila mencapai taraf di mana semua orang sudah
tidak tahan lagi, waktu itu semua orang harus berkumpul
dan dengan sekuat tenaga mengusirnya dari Tionggoan!"
kata Ci-liong-ong.
"Apakah sekarang semua orang bisa bertahan atas
kegagalan ini?" Tiba-tiba Giok-koan Tojin bertanya.
"Ilmu silat kita di bawahnya, hanya saja dia bukan orang
Tionggoan!" kata Ci-liong-ong.
Hati Giok-koan Tojin bergetar, dia merasa di balik katakata Ci-liong-ong ada maksud lain, dia segera melafalkan "Omo-to-hud!"
Mata Ci-liong-ong berputar:231
"Sekarang kita dengarkan dulu apa yang diinginkan orang
Mo-kauw yang tidak terkalahkan itu, mereka ingin kita
melakukan apa?"
Beng To sudah kembali ke atas kain yang ada di pundak
orang-orang suku Biauw, kedua tangannya melayang,
sorakan riuh segera berhenti. Pelan-pelan dia berkata:
"Aku sudah memilih tempat, aku akan meninggalkan
gambar kemudian aku akan mengunjungi beberapa
perkumpulan besar di Tionggoan, aku harap setelah
membereskan pekerjaanku, kalian harus bersiap-siap
membangun!"
"Tenanglah, apa yang sudah kami janjikan akan kami
melaksanakan!" kata Ci-liong-ong.
"Dengan kondisi tenaga dan dana perkumpulan
Tionggoan sekarang, itu hal yang mudah didapat!" kata Beng
To. "Tenanglah!" kata Ci-liong-ong.
"Apa yang harus kukatakan?" Beng To berpikir sebentar
baru berkata lagi, "Terima kasih!"
Kemudian dia tertawa terbahak-bahak. Kata-katanya
terdengar sangat sungkan tapi tawanya penuh penghinaan.
Semua pesilat golongan putih marah mendengar
tawanya itu tapi apa boleh buat, keahlian mereka di bawah
orang yang menertawakan mereka.
Lukisan gedung yang akan dibangun diterima oleh Ciliong-ong, setelah Beng To dan lain-lain turun gunung
mereka baru membuka lukisan itu. Begitu melihat lukisan itu
mereka terkejut dan berseru:
"Astaga!"
Giok-koan Tojin dan lain-lainnya segera mendekat,
setelah melihat lukisan itu mereka benar-benar terkejut.232
Lukisan itu sangat bagus dan teliti, sampai-bahan-bahan dan
campuran bangunan pun tertulis semua, termuat terhitung
dengan jelas, dan cara membangun pun tertulis jelas di sana.
Itu bukan bangunan ala Tionggoan, hanya melihat
denahnya sudah dapat dirasakan kemegahan gedung ini.
Ci-liong-ong melihat lukisan itu sekilas dan berkata
pelan-pelan:
"Denah bangunan ini dibuat dengan teliti juga
menghabiskan waktu yang sangat panjang, orang yang
merancang bangunan ini pasti bukan orang Tionggoan!"
"Apakah kau menduga Beng To orang Biauw itu bisa
merancang rumah?" tanya Thi Gan.
"Dia tidak terlihat seperti orang yang bisa merancang
dan menggambar bangunan!" kata Ci-liong-ong.
"Dia dari suku bangsa Biauw, dia juga murid Mo-kauw
dari negeri barat."
"Apakah ini bangunan dari negeri barat?" tanya Thi Gan.
"Sepertinya begitu!" sorot mata Ci-liong-ong tampak
berputar, "aku merasa aneh, sampai sekarang Mo-kauw dari
barat belum muncul hingga saat ini!"
"Mungkin sesudah beberapa kali dipukul kalah oleh
dunia persilatan Tionggoan, maka mereka tidak percaya
diri!" jelas Giok-koan Tojin.
"Atau mereka mempunyai rencana busuk, diam-diam
menyiapkan segalanya, bila Beng To kalah mereka akan
segera bertindak!" kata Liu Sian-ciu.
"Aku juga merasa seperti itu!" kata Ci-liong-ong, "setelah
mengalami beberapa kali kegagalan, mereka pasti akan lebih
berhati-hati!"
"Pantas kau selalu melarang kita bergabung untuk
menghantam Beng To!" kata Giok-koan Tojin.233
Dengan santai Ci-liong-ong berkata:
"Aku menentang karena Beng To selalu bertarung
sendirian!"
"Apakah orang-orang Mo-kauw diam-diam.."
"Ini hanya dugaan, sebab gaya Mo-kauw selalu seperti
itu, kalau mereka tetap seperti itu berarti mereka tidak
percaya kepada Beng To, kalau Beng To sampai kalah
mereka diam-diam akan mundur dan menunggu
kesempatan datang lagi."
Tiba-tiba Ci-Liong-ong
"Kita tidak perlu sembarangan menduga-duga, orangorang Mo-kauw muncul atau tidak sekarang apa bedanya,
bukankah Beng To sudah mendapat kemenangan dari kita
semua?
Giok-koan Tojin terdiam, Liu Sian-ciu bertanya:
"Apa yang harus kita lakukan sekarang, apakah benar
kita harus pergi ke Kiu-hoa-san untuk membangun gedung
yang dimintanya?"
"Kita sudah berjanji untuk melakukannya!" kata Ci-liongong sambil tertawa, "apakah kita melakukan hal yang
salah?"
Liu Sian-ciu terpaku, Pek-jin Taysu menyela:
"Walau bagaimana semua ini bagi kita merupakan
semacam tenaga untuk membangitkan tekad berjuang!"
Ci-liong-ong menatap langit dan tertawa, dia setuju
dengan apa yang dikatakan Pek-jin Taysu, membangitkan
semangat juang, apakah akan berhasil?
Beng To bukan hanya sudah mengalahkan dia, juga
memukul hancur kepercayaan dirinya.
Bagaimana dengan yang lain?234
Saat Wan Fei-yang kembali ke Bu-tong-san, Beng To
sudah meninggalkan Bu-tong-san hampir sebulan lamanya.
Bersamaan waktu Ci-liong-ong dan lain-lainnya juga telah
meninggalkan Bu-tong-san. Murid-murid Bu-tong-pai yang
pergi ke Kiu-hoa-san untuk membantu membangun gedung
itu pada hari ke-3 baru berangkat.
Ruangan utama gedung itu sudah ditentukan. Berarti
hari itulah hari di mana Mo-kauw dari negeri barat masuk ke
Tionggoan.
Tampak semua tindakan Beng To sudah direncanakan
dan diatur dengan rapi, pastinya semua itu adalah ide Sat
Kao. Walau pun sekarang Sat Kao sudah mati tapi Beng To
tetap mengikuti rencana semula, apakah karena dia
menghormati gurunya ataukah masih ada rencana lainnya,
hanya dia sendiri yang tahu.
Orang-orang dunia persilatan Tionggoan atau pesilat
golongan sesat semua mengira di belakang Beng To ada
banyak pesilat tangguh dari Mo-kauw, mereka menunggu
waktu yang tepat untuk bertindak, setelah beberapa kali
gagal mereka bisa menyembunyi kan kekuatan mereka.
Bila kemunculan Beng To adalah gerakan awal dari Mokauw, apa gerakan berikutnya? Semua orang dunia
persilatan mengkhawatirkan keadaan ini. Tidak terkecuali
golongan sesat.
Di pagi hari angin masih berhembus dingin, siang dan
malam Wan Fei-yang terus melakukan perjalanan, akhirnya
dia sampai juga di Bu-tong-san, hatinya terasa agak tenang.
Sepanjang jalan banyak berita yang sudah didengarnya.
Semua mengatakan Beng To telah membawa banyak orangorang golongan sesat naik ke Bu-tong-san, mereka membuka
puasa tidak membunuh, sampai ayam dan anjing pun tidak235
ketinggalan. Awalnya dia curiga kalau gosip itu hanya
dibesar-besarkan, tapi setelah beberapa kali mendengar,
rasa percaya dirinya mulai goyah karena kesan Beng To
terlalu buruk untuknya.
Setibanya di daerah dekat Bu-tong-san, gosip seperti itu
tidak terdengar lagi dan di sana terlihat sangat tenang,
walaupun mereka hanya rakyat kecil tapi bila di Bu-tong-san
telah terjadi sesuatu mereka pasti akan terganggu
karenanya.
Setelah masuk wilayah Bu-tong-pai, suasana memang
tenang tapi ketenangan ini bukan ketenangan biasanya.
Setelah sampai di dekat batu Kie-kiam-yan (batu tempat
melepas pedang) tidak ada seorang pun murid Bu-tong-pai
yang berjaga, untuk pertama kalinya Wan Fei-yang melihat
keadaan seperti ini, dia menjadi sangat khawatir.
Sesudah lama melakukan perjalanan dan tidak
beristirahat, sebenarnya dia sudah merasa sangat lelah, dia
sadar bila sudah terjadi sesuatu pun, cepat-cepat ke sana
percuma saja, tapi dia tetap ingin cepat-cepat tiba di Butong-san.
Sesampainya di Sam-goan-kong, hati Wan Fei-yang yang
dingin mulai terasa hangat, begitu melihat murid-murid Butong-pai sedang berlatih ilmu silat, hatinya baru merasa agak
tenang.
Pek-ciok Tojin sendiri yang mengawasi murid-murid Butong-pai berlatih, karena Wan Fei-yang datang dari arah
yang memunggunginya maka dia tidak tahu bahwa Wan Fei

Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang sudah berjalan mendekatinya, tapi dia melihat muridmurid Bu-tong-pai satu per satu melotot dan berhenti
bergerak, lalu bengong di tempat mereka masing-masing.236
Hatinya bergetar, dia segera menoleh tadinya dia
mengira ada musuh kuat yang akan menyerang Bu-tong-pai,
setelah melihat yang datang adalah Wan Fei-yang, dia pun
segera terpaku.
"Wan Fei-yang..." murid-murid Bu-tong-pai di saat yang
sama tiba-tiba berteriak, kemudian berlari ke arahnya.
Pek-ciok Tojin pun tidak terkecuali, pertama dia berlari
ke hadapan Wan Fei-yang, mencengkeram pundaknya, rasa
haru membuatnya tidak bisa bicara.
Murid-murid Bu-tong-pai mengelilingi Wan Fei-yang, ada
yang matanya berkaca-kaca, ada yang tidak bisa berkata
apa-apa, sebab Wan Fei-yang adalah satu-satunya harapan
mereka, tadinya mereka sudah putus asa.
"Ciang-bun Suheng..." panggil Wan Fei-yang.
Pek-ciok Tojin tertawa, tadinya dia ingin menangis tapi
yang keluar malah tawa, tawa terharu bukan menangis.
Tawanya malah memancing murid-murid Bu-tong-pai
lainnya menangis.
Wan Fei-yang melihat mereka, dia pun ikut terharu tapi
dia berusaha menguasai diri, sampai semua sudah tenang,
baru berkata:
"Aku sudah tahu masalah Beng To!"
"Semua sudah berusaha!" jelas Pek-ciok Tojin pelanpelan.
Wan Fei-yang mengangguk:
"Dengan kemampuan ilmu silatnya sulit ada orang yang
bisa mengalahkan dia!" kemudian dia bertanya, "mengapa
aku tidak melihat...
Pek-ciok Tojin tahu dia menanyakan Kouw-bok, dengan
sedih dia menjawab:
"Dia sudah roboh di tangan Beng To!"237
"Seharusnya aku tidak mengganggunya, biar dia hidup
tenang di dasar lembah itu!"
"Yang paling membuatnya sedih adalah kau kalah di
tangan Beng To..."
Wan Fei-yang menarik nafas, teringat pada percakapan
mereka sebelum Kouw-bok kemari.
Orang persilatan akan mati! Dia menarik nafas dan
berkata:
"Tenaga dalam dan kemampuanku sudah diambil Beng
To, tapi aku masih bisa bertahan hidup, perubahan Thiancan-sin-kang memang ajaib, tapi boleh dikatakan aku belum
waktunya harus mati."
"Thian-can-sin-kang membuat orang mati bisa hidup
kembali, apakah kau sudah menguasai..."
"Selama masih ada sedikit kesempatan hidup, perubahan
itu akan terjadi!" Wan Fei-yang melihat langit, Pek-ciok Tojin
ikut melihat ke atas:
"Langit melindungi Bu-tong!"
Wan Fei-yang tertawa kecut, Pek-ciok Tojin bertanya:
"Mengenai membangun gedung, apakah kau sudah
mendengarnya?"
"Katanya semua orang setuju membangun gedung
untuknya?"
Pek-ciok Tojin mengangguk:
"Ilmu silat kita berada di bawalinya, mau tidak mau harus
menyetujui keinginannya, murid-murid Bu-tong-pai mulai
berangkat ke sana!"
"Ternyata begitu, tadi aku masih merasa khawatir
mengapa murid-murid Bu-tong-pai hanya sedikit..."238
"Apakah kau merasa aneh murid-murid Bu-tong-pai yang
menjaga Kie-kiam-gan sudah ditarik? Aku melakukan semua
ini karena ada tujuan."
"Aku hanya berpikir dari pada bertahan di sana lebih baik
kembali ke kuil untuk berlatih ilmu silat."
Wan Fei-yang mengangguk:
"Menurunkan pedang di sana hanyalah satu formalitas,
bila Bu-tong-pai ingin dihormati harus punya kekuatan
sendiri, jangan melihat angkatan tua kita yang dulu
membuatnya. Suheng bisa mengerti, aku yakin Bu-tong-pai
pasti akan punya hari baik."
"Apakah Beng To tahu Sute hidup kembali?" dia bertanya
tapi menjawab sendiri, "tampaknya dia tidak tahu, kalau
tidak, dia akan menunggumu di sini."
"Sekarang kemana dia?"
"Mungkin ke Kai-pang, apakah kau ingin mengejar dan
mengajaknya bertarung?"
Wan Fei-yang menggelengkan kepala:
"Aku akan menunggunya di gedung baru yang dia
bangun!"
"Apakah kau tidak yakin bisa mengalahkannya?"
"Tidak..." Wan Fei-yang sedikit mengeluh.
"Dengan Ih-hoa-ciap-bok dia menghisap tenaga dalam
orang lain, maka kemampuannya terus bertambah, apakah
ada batas tertentu, aku pun tidak tahu jelas, kalau tidak..."
"Kau harus segera mencarinya, kalau tidak, jarak antara
ilmu silat kalian akan semakin jauh!"
"Kalau begitu mungkin ilmu silatnya sudah berada di
atasku?"
"Kalau kau bisa segera menemukannya, kau bisa menang
dengan mantap!"239
"Aku hanya ingin bertarung dengannya secara adil!
Hanya dengan cara begitu baru bisa mencuci bersih nama
jelek Bu-tong-pai yang dikatakan sudah mencuri ilmu
lweekang Mo-kauw. Karena ulah seorang murid Bu-tong-pai
maka murid Mo-kauw bisa menguasai ilmu iblisnya,
sebenarnya hutang ini sudah bisa diperhitungkan dengan
jelas."
Pek-ciok Tojin mengangguk, tanya Wan Fei-yang:
"Setelah Hoa-san-pai, apakah Beng To masih
sembarangan membunuh?"
"Tidak, karena itu pula semua orang tidak bergabung
untuk melawannya!" jawab Pek-ciok Tojin dingin, "inilah
salah satu kepintarannya."
Wan Fei-yang bertanya:
"Dia memilih Kiu-hoa-san untuk membangun gedung,
apa tujuannya?"
"Ci-liong-ong menduga, mungkin Kiu-hoa-san adalah
tempat di mana suku asing tinggal, di sana dibangun gedung
agar lebih terasa ramah."
Wan Fei-yang tidak bertanya lagi karena rasa lelah sudah
menyerang hatinya.
Pek-ciok Tojin segera bertanya:
"Apakah kau sudah melakukan perjalanan jarak jauh?"
"Tidak jauh juga! Tapi aku ingin pergi ke suatu tempat".
Pek-ciok Tojin tahu Wan Fei-yang ingin pergi ke mana,
karena dia tahu Wan Fei-yang seperti apa karena mereka
sudah lama bergaul.
Kuburan baru, kuburan baru atau lama tetap
melambangkan kematian.
Wajah dan suara Kouw-bok masih terngiang dengan
jelas, walaupun saat mereka berkumpul tidak lama tapi240
kesan orang tua itu kepada Wan Fei-yang begitu mendalam,
apa lagi saat dia merasa berada di dunia persilatan tapi tidak
bisa berbuat apa-apa, sekarang Wan Fei-yang juga seperti
itu. Kalau Kouw-bok masih tinggal di lembah itu tidak
diragukan lagi dia akan melewati masa tuanya dengan
tenang, itu jelas hidupnya tidak ada artinya, paling sedikit
Kouw-bok sudah mempunyai perasaan seperti itu.
Mungkin dia sendiri sudah bosan hidup di dasar lembah
yang tenang itu. Hanya saja bila Wan Fei-yang tidak muncul,
mungkin dia tidak akan naik dan mengabdikan dirinya
kepada Bu-tong-pai.
Walaupun dia berhak untuk memilih, tidak ada seorang
pun yang akan memaksanya, tapi saat melihat kuburannya,
Wan Fei-yang tetap merasa bersalah. Saat Kouw-bok
kembali ke Bu-tong untuk memimpin Bu-tong, Wan Fei-yang
sama sekali tidak menyangka bahwa kematian akan begitu
cepat menjemput Kouw-bok.
Sambil berjalan Pek-ciok Tojin menceritakan tentang
pertarungan sengit saat itu, Wan Fei-yang bisa mengerti apa
yang dipikirkan Kouw-bok waktu itu.
Di depan batu nisan Kouw-bok dia pun berlutut,
menyembah 3 kali, hatinya benar-benar terasa kacau.
Pek-ciok Tojin melihatnya:
"Orang yang sudah meninggal tidak akan bisa hidup
kembali, Sute tidak perlu merasa terlalu sedih!"
"Memang Susiok-kong juga sangat kukuh, kematian
kadang-kadang tidak bisa membereskan masalah!"
Pek-ciok Tojin menarik nafas:
"Kalau dia sudah menentukan jalan hidupnya, tidak ada
seorang pun yang bisa menghalanginya bukan?"241
"Bu-tong-pai benar-benar membutuhkan tetua seperti
dia," Wan Fei-yang teringat pada Yan Cong-thian dan
ayahnya Ci-siong Tojin.
Pek-ciok Tojin mengangguk:
"Karena Kouw-bok, semua orang jadi bersemangat, dia
sangat menguasai ilmu silat Bu-tong-pai, setelah memberi
pengertian semua masalah ilmu silat yang sulit bisa diatasi,
karena itu ilmu silat murid-murid Bu-tong-pai maju pesat."
"Susiok-kong tinggal di dasar lembah selama puluhan
tahun, tidak ada seorang pun yang mengerti jelas ilmu silat
perguruannya sebaik dia."
"Susiok-kong tidak bosan-bosannya mengajar dan tidak
membedakan murid-murid Bu-tong!" Pek-ciok Tojin masih
terus bercerita, "aku percaya inilah cita-citanya, dia
berharap murid-murid Bu-tong-pai dari atas sampai bawah
bisa kompak berlatih dan bisa mengembangkannya!"
"Bu-tong-pai sudah beberapa kali mengalami musibah,
banyak pesilat tangguh menunjuk ke Bu-tong-pai, kita harus
ulet dan kuat baru bisa berdiri di dunia persilatan!" Wan Feiyang menarik nafas.
"Semua murid Bu-tong-pai mengerti, mereka tidak bisa
hidup karena nama besar orang yang sudah terkenal di Butong-pai!" kata Pek-ciok Tojin.
Sebenarnya Bu-tong-pai sudah beberapa kali kalah oleh
Bu-ti-bun, karena Tokko Bu-ti menguasai dunia persilatan
maka Bu-tong-pai telah dianggap kalah di mata semua
orang, itu wajar dan sudah biasa, tidak ada yang peduli!
Yang pasti selain Bu-tong-pai, perkumpulan lainnya tidak
ada yang berani melawan Bu-ti-bun. Bu-tong-pai yang
beberapa kali kalah malah jadi lambang kebenaran, paling
sedikit golongan sesat dan siluman menganggapnya seperti242
itu, perkumpulan lurus lain tidak mengaku juga tidak
membantahnya.
Bu-ti-bun sangat kuat, kalau hanya menunjuk Bu-tongpai, perkumpulan mana yang mau ikut campur, mereka
takut akan terkena imbasnya, karena Wan Fei-yang telah
mengalahkan Tokko Bu-ti maka Bu-tong-pai secara otomatis
menggantikan posisi Bu-ti-bun.
Kekuatan Bu-tong-pai seperti apa? Murid-murid Bu-tongpai sangat mengerti hal ini, sebenarnya mereka hanya
mengandalkan Wan Fei-yang seorang.
Kemunculan Kouw-bok benar-benar membuat mereka
senang, mereka benar-benar membutuhkan seorang tetua
untuk bertahan dari badai dunia persilatan, maka di bawah
petunjuk Kouw-bok murid-muird Bu-tong-pai berubah
menjadi rajin.
Beng To naik Bu-tong-san dan memberi tahu Wan Feiyang sudah kalah di tangannya, bagi murid Bu-tong-pai itu
adalah pukulan besar, tapi mereka masih mempunyai Kouwbok. Tapi Kouw-bok pun akhirnya roboh, tentu saja muridmurid Bu-tong jadi sangat sedih, tapi mereka tidak loyo,
seperti perkataan Pek-ciok Tojin mereka mengerti semangat
tetap harus ada.
"Itulah kata-kata Susiok-kong!" kata Pek-ciok Tojin.
Apa karena ini maka Susiok-kong memilih bertarung
mati-matian dengan Beng To?"
"Bagaimanapun juga, semua orang terharu dengan
semangat Susiok-kong!" kata Pek-ciok Tojin menarik nafas.
"Mungkin kau tidak tahu, semua orang datang dengan
sukarela kemari untuk berlatih!"
"Baik sekali...."243
"Yang ingin pergi dari awal sudah pergi, yang tidak pergi
tidak merasa ragu lagi, mereka rela hidup atau mati bersama
Bu-tong-pai, walau tidak ada yang bisa diandalkan, tapi
semangat harus bangkit, hanya kita yang harus mempunyai
harapan ke depan. Untung kau pulang dengan bersemangat,
membuat semua orang bertambah percaya diri!" kata Pekciok Tojin. Dia menyambung lagi, "Beng To secara berturut
turut mengalahkan pesilat dari semua perkumpulan yang
ilmu silatnya sudah sangat tinggi, mungkin hanya kau yang
sanggup mengalahkan dia!"
Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu, tapi Pek-ciok
Tojin sudah berkata lagi:
"Di sini hanya ada kita berdua, jadi kau tidak perlu
merasa sungkan!"
"Di luar langit masih ada langit lain, masih ada orang
yang berilmu lebih tinggi lagi, aku belum tentu bisa
mengalahkan Beng To, orang yang bisa mengalah kan Beng
To tentu masih banyak..."
"Tapi pesilat tangguh seperti yang kau katakan sampai
sekarang belum muncul!"
"Apakah kau punya rasa percaya diri bisa mengalahkan
Beng To?"
"Ada atau tidak, aku tetap akan mencobanya!"
"Sute..."
"Suheng harus tahu aku bukan orang yang senang bicara
sungkan!"
"Walaupun di sini hanya ada kita berdua..."
Kata-katanya belum selesai dari balik semak-semak kiri
muncul 2 orang laki-laki separo baya, mereka mengenakan
baju hitam dan wajah mereka terlihat mirip.
Pek-ciok Tojin melihat wajah kedua orang itu:244
"Kalian berdua adalah..."


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dua bersaudara Co dan Yu dari Tong-bun terpaksa
masuk ke tempat terlarang Bu-tong-pai, harap maafkan
kami!" kata sepasang laki-laki berbaju hitam itu.
"Apakah kalian menerima kabar dari sesama murid Tongbun dan datang kemari?"
"Apakah Wan-tayhiap melihat orang-orang kami?" tanya
Tong Thian-co.
"Hanya orang kalian yang berjalan dengan jarak
denganku, aku buru-buru kemari..." Wan Fei-yang
mengangguk.
"Kami mengerti, di tengah perjalanan murid-murid Tongbun tidak berani mengambil keputusan!" kata Tong Thianyu. "Kalian ingin tahu..."
"Mengenai beradaan ketua Tong-bun!"
Tong Thian-yu menarik nafas:
"Tetua kami telah dibunuh oleh Sat Kao dan Beng To,
sudah dikuburkan di daerah Biauw, kami sudah menerima
kabar ini dari ketua kami melalui surat yang diantar burung
merpati. Seharusnya ketua kami sudah berada di Tionggoan,
tapi setelah kami menunggu lama tidak terdengar kabar
beritanya."
"Demi menolongku, dia kembali ke daerah suku Biauw..."
jelas Wan Fei-yang.
"Sekarang dia ada di..."
"Dia sudah meninggal," suara Wan Fei-yang terdengar
sangat berat.
"Apakah Beng To yang membunuhnya? tanya dua
bersaudara Tong Thian-co dan Tong Thian-yu.245
"Dia kalah bertarung dengan Beng To dan akhirnya
tertangkap, lalu dengan senjata rahasianya dia berusaha
bunuh diri!" jawab Wan Fei-yang jujur.
Walaupun 2 bersaudara ini telah menduganya tapi reaksi
mereka terlihat sangat terharu. Kesetiaan murid-murid
Tong-bun sangat terkenal di dunia persilatan. Sebelumnya
mereka sudah berusaha mencari keberadaan tetua mereka
dan Tong Ling.
"Aku mengebumikan Tong Ling di daerah Biauw!" jelas
Wan Fei-yang.
"Terima kasih atas bantuan Wan-tayhiap..." Tong Thianyu dan Tong Thian-co pun berlutut.
"Dia meninggal gara-gara aku, aku harus melakukan
sesuatu untuknya, aku harus membuat perhitungan dengan
Beng To!"
"Murid Tong-bun rela membantu!"
"Kata-kata kalian terlalu berat!" dengan bersungguhsungguh Wan Fei-yang berkata lagi, "aku mengerti isi hati
murid-murid Tong-bun, aku juga tidak memandang remeh
murid-murid Tong-bun, tapi ilmu silat Beng To berbeda
dengan yang lain, semakin banyak orang semakin
menguntungkan baginya!"
Tiba-tiba Tong Thian-yu bertanya:
"Apakah ilmu silat orang itu mirip dengan Wan-tayhiap?"
"Thian-can-sin-kang berasal dari perkumpulannya, itu
sudah bukan rahasia lagi!"
"Memang senjata rahasia kami tidak bisa membantu
Thian-can-sin-kang milik Wan-tayhiap, tentu juga bagi Beng
To, kami yang tadinya ingin membantu malah akan
membuat Wan-tayhiap terganggu!" kata Tong Thian-co.246
"Tapi bila membutuhkan bantuan, kami tetap akan ikut
membantu!" kata Tong Thian-yu.
Wan Fei-yang menggelengkan kepala:
"Bila aku mati, semua orang harus bertoleransi, senjata
rahasia Tong-bun memang dibutuhkan, mungkin
perubahannya akan membuat kalian menang."
"Kami sudah tahu apa yang harus kami lakukan!" ucap
Tong Thian-yu.
"Apakah ketua kami meninggalkan pesan?" tanya Tong
Thian-co.
"Kalian harus kompak dan bersatu, sama-sama
memuliakan kejayaan perkumpulan!" ini adalah isi hati Wan
Fei-yang, tapi dia mengucapkannya dengan sungguhsungguh seperti pesan Tong Ling saja.
Tong Thian-yu dan Tong Thian-co tidak menaruh curiga,
setelah mengucapkan terima kasih mereka pun
meninggalkan tempat itu, kedudukan mereka berdua di atas
Tong Ling, dari kecil mereka melihat Tong Ling tumbuh
dewasa dan mereka sangat hafal dengan sifatnya, mereka
juga tahu Tong Ling menyukai Wan Fei-yang.
Mereka tidak bisa melarang tindakan Tong Ling,
belakangan mereka mengikuti jejak Tong Ling, mereka
berharap Wan Fei-yang bisa melindungi Tong Ling.
Sebelum bertemu dengan Wan Fei-yang mereka masih
terus berharap.
Setelah melihat Tong Thian-co dan Tong Thian-yu pergi,
Wan Fei-yang bertambah sedih lagi. Pek-ciok Tojin baru
bertanya:
"Menurut perkiraan Sute, tindakan apa yang akan
mereka ambil?"247
"Berlatih ilmu senjata rahasia membutuhkan kesabaran
luar biasa, ilmu senjata rahasia mereka tingkatnya lebih
tinggi dari Tong Ling, mereka pasti orang-orang yang sangat
tenang dan tidak akan bertindak gegabah!"
"Pasti akan ada suatu tindakan!"
"Berharap sesudah aku mati!"
"Berharap?" kata Pek-ciok Tojin, dengan aneh melihat
Wan Fei-yang.
"Aku tidak bisa melarang atau menguasai tindakan orang
lain, kalau bisa, banyak hal tidak akan terjadi!" kata Wan Feiyang sambil menundukkan kepala.
Pek-ciok Tojin juga ikut menundukkan kepala, kemudian
Wan Fei-yang dengan suara serak berkata: "Aku percaya
pada nasib!"
Nasib menentukan semuanya bukan manusia yang bisa
mengubahnya.
Pek-ciok Tojin merasakan nada bicara Wan Fei-yang yang
tidak berdaya juga merasakan hati Wan Fei-yang yang galau,
seakan lebih tua darinya yang menjadi Suheng nya.
Tidak lama kemudian Wan Fei-yang baru bicara:
"Tapi aku percaya bantuan yang maha kuasa dan
kekuatan sendiri, kalimat ini terus meronta-ronta di dalam
hatiku."
"Meronta?" Pek-ciok Tojin tertawa kecut. Sebenarnya
dia juga punya perasaan seperti itu, hanya saja tidak setajam
Wan Fei-yang, dan kehidupannya tidak berliku-liku seperti
Wan Fei-yang, bisa dikatakan hidupnya sangat datar.
Perlahan Wan Fei-yang mengangkat kepala:
"Kadang-kadang aku merasa bahwa aku hanya sebuah
mainan, karena ini pula maka masalah yang tadinya tenang
berubah menjadi beraneka warna dan beraneka ragam..."248
"Bagaimanapun hidupmu lebih berarti dibandingkan
orang lain!" kata Pek-ciok Tojin.
"Tapi aku lebih rela hidup tenang dan hidup wajar!" kata
Wan Fei-yang sambil tertawa.
"Kalau kau percaya pada nasib, kau harus berterima
kasih karena ingin berusaha, kau harus berusaha sampai
akhir dan semampu yang kau bisa!"
"Maksudku memang seperti itu!" kata Wan Fei-yang
sambil berdiri.
Angin kencang meniup bajunya, seperti ingin meniupnya
ke atas langit, dia mempunyai perasaan seperti itu, tapi
kedua kakinya dengan mantap menapak di sana.
Pastinya angin tidak akan meniupnya, Pek-ciok Tojin
melihat Wan Fei-yang, dia menarik nafas:
"Kau benar-benar percaya pada nasib!"
"Aku merasa takut pada nasib," Wan Fei-yang menatap
langit, "aku hanya bisa meronta demi diriku sendiri."
"Apakah kau bisa?"
"Tidak bisa," Wan Fei-yang menggelengkan kepala,
"kalau tidak, aku tidak akan merasa seperti sebuah mainan,
tapi kalau tidak percaya diri, hidup ini tidak ada artinya."
"Kalau kehidupanku seperti dirimu, mungkin aku bisa
lebih mengerti jalan pikiranmu."
"Kehendak Langit sulit diduga, perasaan tidak bisa diapaapakan, benar-benar sulit diterima!"
"Hati ingin melakukannya tapi tenaga tidak sampai, itu
juga salah satu jenisnya!" kata Pek-ciok Tojin.
Wan Fei-yang terdiam dan menarik nafas.
Angin kencang terus berhembus, daun yang berjatuhan
tampak beterbangan. Sekarang sudah musim gugur, dalam
suasana seperti ini hati siapa pun semakin sedih.249
Wan Fei-yang mencengkeran sebuah daun yang gugur
sambil menarik nafas:
"Hidup manusia di alam ini banyak waktu yang tidak bisa
diatur olehnya sendiri!"
Pek-ciok Tojin menatapnya seperti sedang melihat orang
asing, kata-kata seperti ini biasanya bukan kata-kata dari
seorang Wan Fei-yang.
Wan Fei-yang melepaskan cengkeramannya, angin
meniup daun itu hingga terbang dalam pusaran angin.
Bersambung Jilid 3
Pustaka Koleksi : Bpk. Gunawan Aj.
Image Source : Koh Awie Dermawan
Firt Share in : Kolektor Ebook
Pringsewu 1 Desember 2018
16:35 PM12
Judul : KEMBALINYA ILMU ULAT SUTRA
Karangan : Huang Ying
Terjemahan : Liang Y L
Di edit/ sadur : Adhi H
Penerbit : Tunas Mandiri Jaya
Edisi Pertama : Juli 2010
I S B N / K D T : 978-979-1489-50-8
JILID KE TIGA
Di larang mengutip, tokopi, memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit
HAK CIPTA DI LINDUNGI UNDANG-UNDANG3
KEMBALINYA
ILMU ULAT SUTRA
PERSEMBAHAN : SEE YAN TJIN DJIN4
KATA-KATA PENULIS
Nama, asal usul Wan Fei-yang diambil dari lagu "Tai-hongke" yang diciptakan oleh Raja Han-cau-cu, Liu Pang.
Tai-hong-ke, Wan-fei-yang artinya Angin topan
berhembus, awan beterbangan.
Nama yang tidak biasa, orang yang tidak biasa, dan
kehidupan yang menyedihkan dan tidak biasa.
Cerita legendaris mengenai orang ini sudah 3 kali aku
menulisnya.
"Thian-can-pian" lahir dan tumbuh dalam diri Wan Feiyang, 3 kali bertarung dengan Tokko Bu-ti, akhirnya menjadi
seorang pesilat tidak terkalahkan.
"Thian-can-cai-pian" menceritakan asal-usul Thian-cansin-kang dan cerita mengenai kehidupan Wan Fei-yang.
Masih ada cerita "Thian-liong-koat" (Irama naga langit),
menceritakan tentang kematian Wan Fei-yang sebagai
penerus Thian-can-pian.
Cerita ini seharusnya sudah lama ditulis, tapi sampai
sekarang baru bisa ditulis.
Perasaan hati yang sedang kacau membuat huruf-huruf
dan kata-katanya banyak berpengaruh.
Kalau bukan karena perasaan hati menjadi baik, aku tidak
akan menulis cerita ini lagi.
Bagaimana perasaan hatiku sekarang ini?
Kacau dan sulit diungkapkan, merasa sepi dan sunyi, dan
tidak bisa berbuat apa-apa.
Pengetahuan dan pengalaman selama beberapa tahun
ini, bagi pemuda seperti aku sudah terlalu banyak juga
terlalu kejam, tapi aku bisa menyesuaikannya, sehingga aku5
tidak melepaskan niat menulis, akhirnya aku mengangkat
pensil dan menulis lagi bagian terakhir roman Wan Fei-yang.
0-0-06
KEMBALINYA
ILMU ULAT SUTRA
JILID KE TIGA
BAB 15
Di kabupaten Ceng-yang di bagian selatan ada sebuah
gunung bernama Kiu-d-san, tinggi gunung mencapai ratusan
tombak, di sana ada sembilan gunung yang berdiri
berdempetan, seperti sebuah bunga teratai.
Sewaktu penyair terkenal melancong ke Kiu-hoa-san,
bersama penyair satunya lagi yang bernama Sang-bun,
mereka menciptakan sebuah puisi.
Puisi itu sebuah puisi biasa, tapi Li-pek adalah seorang
penyair yang sangat terkenal, hal ini tidak ada seorang pun
yang memungkirinya, gunung Kiu-ci-san yang tidak terkenal
setelah dibuatkan puisi oleh seorang penyair terkenal
gunung itu pun ikut menjadi terkenal. Yang pasti gunung itu
sendiri memang mempunyai keistimewaan tersendiri.
Lekukan sungai mencapai Ta-tong, dari Ta-tong berjalan
darat ke Ceng-yang, dari Ceng-yang menuju utara, mulai
masuk ke Kiu-hoa-san.7
Kiu-hoa-san terkenal karena penyair Li-Pek,
mendapatkan nama itu karena Kim Jiau-ku.
Kim Jiau-ku adalah dewa tanah.
Empat gunung terkenal di Tiongkok, Bu-tai-san adalah
tempat dewa Si Bun-su, Go-bi-san adalah tempat dewa Polam, Po-tuo -san adalah tempat dewi Kwan-im, dan Kiu-hoasan adalah tempat dewa tanah.
Kim Jiau-ku adalah seorang hweesio tinggi dari barat,
beliau juga pangeran Sin-lok, pada zaman dinasti Tong, dia
bertapa selama 10 tahun lebih, dan pada akhirnya menjadi
dewa bumi.
Kim Jiau-ku sebenarnya juga seorang penyair, dia bisa
membuat puisi Tionggoan.
Pada zaman dinasti Tong, Cukat Ku membangunkan
untuknya sebuah rumah, muridnya pun semakin banyak, dia
meninggal saat sedang duduk, setelah meninggal rohnya
berbeda dengan orang lain, wajahnya terlihat sangat mirip
dengan dewa bumi yang terdapat dalam kitab suci Budha,


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maka orang-orang percaya kalau beliau adalah dewa bumi
yang terlahir kembali.
Karena itu kerajaan Tong memberi nama kuil nya 'Kota
Hoa' sejak dinasti Tong, Kiu-hoa-san sudah menjadi tempat
suci bagi dewa bumi.
Kim Jiau-ku adalah dewa bumi yang terlahir kembali,
dewa bumi adalah dewa yang bagaimana?
Menurut catatan dalam kitab suci Budha, dewa itu
adalah dewa Sakyamuni, menolong semua orang yang ada di
dunia ini dan sering muncul di neraka untuk menolong orang
yang disiksa. Orang menyebutnya penanggung jawab roh
halus di bawah tanah.8
Catatan dewa bumi dalam kitab suci adalah seorang
dewa dengan pembawaan tenang dan tidak bergerak seperti
bumi, diam berpikir dalam-dalam, dan teliti seperti
khazanah, maka dia disebut sebagai dewa bumi.
Mo-kauw pertama kali masuk ke Tionggoan bertekad
harus menang, maka tempat yang mereka inginkan menjadi
landasan di mana mereka sangat teliti memilih, golongan
sesat menganjurkan Kiu-hoa-san.
Sekelompok pesilat sesat ini adalah kelompok orang
yang tidak mempunyai pengetahuan dan ingin membuat
dunia kacau, mereka hanya tahu kalau Kim Jiau-ku adalah
hweesio dari negeri barat dan dari suku berbeda. Tentang
Sin-lok berada di barat atau timur mereka tidak peduli.
Hweesio suku lain dari barat tinggal di Tionggoan dan
berkembang menjadi besar, ini sangat cocok dengan
keinginan Mo-kauw dari barat. Kata-kata Mo-kauw barat
datang dari neraka, Kim Jiau-ku merupakan sebutan sebagai
penanggung jawab roh halus.
Tapi Mo-kauw barat tidak banyak mengetahui tentang
budaya Tionggoan juga tidak terpikir kalau itu semua adalah
embel-embel golongan sesat di Tionggoan. Begitu
mendengar nama itu mereka menganggap Kiu-hoa-san
adalah tempat yang paling cocok, maka mereka pun mulai
membangun. Para pesilat Tionggoan dari aliran lurus mulai
merasa aneh, awalnya mereka mengira yang datang adalah
hweesio Budha, tapi dengan cepat mereka mengerti
ternyata bukan seperti itu.
Sewaktu membangun Kiu-hoa-san, Mo-kauw mulai
bergerak, mereka berharap begitu bangunan selesai mereka
pun bisa menguasai Tionggoan, dan perkumpulan besar di9
Tionggoan harus ada yang datang untuk mengunjungi dan
memberi mereka selamat.
Tapi keinginan mereka semua gagal, seperti pepatah,
"Pohon besar roboh, kera-kera pun bubar." Akhirnya rumah
istimewa itu tidak selesai dibangun.
Ini adalah cerita lama, setelah itu Mo-kauw dari negeri
barat beberapa kali menyerang Tiong-goan ingin menguasai
dunia persilatan Tionggoan, tapi selalu gagal, maka istana
yang dibangun di Kiu-hoa-san tidak pernah disentuh lagi.
Tapi sekarang cita-cita ini bisa dilaksanakan oleh seorang
suku Biauw yang bernama Beng To. Beng To adalah murid
Mo-kauw, tapi dia tidak pernah mempunyai hubungan
dengan orang-orang dari Mo-kauw, dia juga tidak tahu cara
menghubungi mereka, ini adalah salah satu kegagalan
gurunya, Sat Kao.
Sat Kao tinggal di daerah perbatasan suku Biauw untuk
meneliti ilmu lweekang Mo-kauw, dia tidak tahu kapan baru
bisa berhasil, maka dia tidak pernah menghubungi sesama
anggota Mo-kauw lainnya.
Selain itu dua tempat itu berjarak sangat jauh, lalu lintas
ke daerah Biauw pun tidak leluasa. Walaupun masalah ini
bisa beres, menghubungi temannya pun menjadi masalah.
Yang penting adalah kepercayaan diri. Sat Kao
sebenarnya adalah orang berbakat, tapi dia tidak
mempunyai bahan berlatih ilmu lweekang Mo-kauw.
Dia heran dengan kemunculan Beng To, keberhasilan
Beng To juga membuatnya terkejut, dalam kegembiraannya
dia ingat harus menghubungi murid-murid satu
perkumpulan dengannya, hanya satu hal yang belum
terpikirkan olehnya.
... kematiannya begitu cepat menjemput.10
Kalau dia tahu, dia akan cepat mengatur semuanya
dengan baik tapi walau bagaimanapun dia tidak salah
memilih murid. Karena kematiannya Beng To tidak
mengalami perubahan, dia tetap muncul membawa nama
Mo-kauw.
Orang-orang dunia persilatan Tionggoan tidak tahumenahu tentang hal ini. Mereka mengira di balik Beng To
ada banyak pesilat tangguh dari Mo-kauw, mereka sedang
menunggu kedatangan anggota Mo-kauw dan siap
bertindak.
Kalau sampai bangunan utama istana Beng To sudah jadi
dan akan diadakan upacara, apakah para pesilat tangguh
dari Mokauw akan muncul?
Banyak orang yang menaruh curiga.
Istana dibangun di gunung Thian-tai, di sana merupakan
tempat dengan pemandangan paling indah di Kiu-hoa-san,
sebuah sungai yang jernih mengalir melewati gunung.
Gunung bertumpuk, air sungai mengalir dengan deras, dan
tanah hitam pekat menandakan subur, jurang pun terjal
seperti ditepis pisau, dengan kedalaman mencapai ratusan
tombak. Semua ini seperti diukir oleh tangan manusia, yang
paling aneh, pohon-pohon cemara hijau tumbuh di sela-sela
bebatuan, tampak indah seperti bonsai.
Di atas gunung ada sebuah jurang, di sana tertulis,
"Bukan dunia nyata." artinya adalah di sana merupakan
lingkungan dewa, tapi di mata orang-orang persilatan, di
sana adalah tempat iblis.
Istana Beng To sudah selesai dibangun, bisa dikatakan
istananya sangat megah, sayang tidak cocok dengan
pemandangan sekitar seperti terbang menembus masuk dari
langit.11
Bangunan model barat terlihat di gunung terkenal di
Tionggoan benar-benar terasa aneh. Semua sudah berada
dalam dugaan Ci-liong-ong, tapi bila sudah berada dalam
bangunan itu tidak hanya merasa aneh juga akan terasa
tertekan.
Kai-pang dan perkumpulan lainnya ada yang datang,
Beng To sudah mengelilingi Tionggoan, dia memang tidak
terkalahkan.
Setelah istana selesai dibangun semua merasa sedih, Ciliong-ong malah tertawa.
Dengan sorot mata heran semua orang menatapnya.
Giok-koan Tojin yang pertama tidak tahan:
"Aku tidak melihat ada yang pantas mem-buat kita
senang?"
Kata Ci-liong-ong tertawa:
"Kita membangun istana ini mengikuti denah, bahan
yang dipakai pun tidak jauh dengan yang ada di catatan,
waktunya pun selesai sesuai perkiraan, perhitungannya
sangat tepat, rencananya sangat sempurna, pertama kalinya
aku mengalami hal ini juga melihat sendiri, benar-benar
mengagumkan!"
"Dari sini terlihat bahwa sesuatu yang disiapkan
sempurna dan dilakukan dengan betul, hasilnya akan terasa
lebih besar, dari sini kita bisa banyak belajar."
"Inilah hal yang mengerikan dari Mo-kauw!" kata Pek-jin
Taysu.
Ci-liong-ong mengangguk:
"Gerakan Mo-kauw sangat teliti dan rahasia, kalau
dikatakan tindakan Beng To tepat sesuai rencana, aku tidak
percaya!"12
"Tapi sampai sekarang orang-orang dari Mo-kauw belum
ada seorang pun yang muncul, bukankah ini aneh?" tanya
Pek-jin Taysu.
"Apa yang sedang mereka tunggu? Apakah keberhasilan
Beng To belum cukup untuk membuat mereka tenang?"
tanya Ci-liong-ong.
"Berarti ilmu silat Beng To masih mempunyai titik
kelemahan yang belum kita lihat!' kata Giok-koan Tojin.
"Mungkin seperti itu!" Ci-liong-ong berkata, "tapi kalau
begitu, orang-orang Mo-kauw harus melindunginya dari
samping, apakah mereka tidak sanggup melakukannya?"
"Mungkin juga!" kata Giok-koan Tojin.
Pek-jin Taysu menyela:
"Kita kembali ke topik tadi, dengan gaya Mo-kauw kalau
ada hal seperti ini seharusnya menghapus semua tindakan
menunggu kesempatan ini!"
Ci-liong-ong melambaikan tangan:
"Kita tidak perlu berdebat, kecuali kalau kita menemukan
kelemahan Beng To, kalau tidak, apa pun tindakan Mo-kauw,
bagi kita sama saja, tidak ada bedanya!"
Pek-jin Taysu menundukkan kepala, Giok-koan Tojin
seperti ingin menyampaikan sesuatu tapi tidak jadi. Seorang
anak buah Ci-liong-ong berlari ke arah mereka.
"Apa yang terjadi di sana?" tanya Ci-liong-ong.
"Apakah bangunan ada masalah, tapi semua itu tidak ada
hubungannya dengan kita, apakah bagus atau tidak kuat apa
peduli kita, apakah istana itu sudah ambruk?" tanya Liu Sianciu sambil tertawa.
"Tidak ada hubungannya dengan kita, kita sudah
membangun istana sesuai dengan denah, kita tidak
mengurangi bahan atau yang lain-lain!" kata Ci-liong-ong.13
Anah buah Ci-liong-ong sudah berada di depan mereka,
dengan tegang dia melapor:
"Sekelompok orang dengan identitas tidak jelas sedang
masuk ke dalam istana."
"Mereka dari mana?" tanya Ci-liong-ong.
"Mereka datang secara tiba-tiba dan bergerak cepat,
jumlah mereka 20-30 orang, begitu melihatnya mereka
sudah masuk melewati tembok dan langsung masuk ke
dalam!"
"Apakah tidak ada yang mengenali mereka?" tanya Ciliong-ong.
"Mereka memakai mantel dan bertopi, wajah mereka
terbenam di dalam topi itu, kami tidak melihat bentuk wajah
mereka tapi mereka sangat hafal jalan masuk ke istana!"
"Apa anehnya?" Ci-liong-ong tertawa.
"Maksudmu, mereka adalah orang-orang Mo-kauw?"
tanya Giok-koan Tojin.
"Selain mereka siapa yang bisa masuk ke dalam?" Ciliong-ong balik bertanya.
"Seharusnya memang seperti itu!" kata Giok-koan Tojin,
"hanya mereka yang bertindak mencuri-curi, pura-pura
misterius dan berlagak!"
Dia tidak berkesan baik terhadap Mo-kauw karena di
depan banyak orang dia dikalahkan oleh Beng To, dia tidak
bisa menerima kekalahannya. Ci-liong-ong dan lain-lain baru
mengetahau bahwa orang yang biasanya tenang seperti
seekor bangau liar. Pendeta yang dianggap mengetahui
semuanya dengan jelas, ternyata tidak seperti itu. Dia yang
dianggap sangat penting kedudukannya, ternyata jiwanya
sempit hingga di luar dugaan mereka.14
Mereka kalah oleh Beng To, menerimanya dengan jiwa
yang besar, mereka hanya ingin setelah itu menganalisis
kembali kekalahan mereka untuk meningkatkan ilmu
silatnya, bila ada waktu bertarung lagi dengan Beng To, tapi
Giok-koan Tojin seperti tidak tertarik, dia hanya bicara terus,
begitu ada kesempatan pasti akan menyerang Beng To. hati
Giok-koan Tojin begitu sempit, dia tidak akan merasa temanteman menunjuknya.
Pek-jin Taysu adalah orang yang bisa diajak mengobrol
oleh Giok-koan Tojin, melihat sikap Giok-koan Tojin seperti
itu dia merasa terkejut, tapi dia telah terbiasa, maka dia
hanya berkata:
"Akhirnya orang-orang Mo-kauw muncul
juga!"
"Apa pun yang terjadi, semua masalah sudah jelas, kita
tidak perlu khawatir lagi!"
Pek-jin Taysu mengangguk:
"Bila mereka masih bersembunyi dan tidak muncul, kita
yang rugi, karena dikhawatirkan mereka mempunyai tujuan
lain, kita akan cukup pusing!"
"Sekarang mereka pasti mempunyai tujuan lain!" kata
Giok-koan Tojin dengan dingin.
"Senjata terang lebih mudah ditahan!" kata Ci-liong-ong
sambil tertawa.
"Kali ini mereka benar-benar datang secara terangterangan, kalah atau menang menggunakan kepandaian
sendiri!" kata Pek-jin Taysu.
"Setahuku, dari awal mereka selalu seperti itu, bila kalah
mereka akan naik darah karena malu mereka akan bertarung
dengan kacau dan berharap akan ada mujizat yang muncul,
supaya mereka bisa tenang kembali!" kata Ci-liong-ong.15
"Sekarang lebih baik kita tunggu mereka muncul,
sesudah tenang..."
Ci-liong-ong tidak membantah, dia hanya tertawa, yang
pasti dia tidak tahu bahwa orang Mo-kauw itu tidak seperti
yang dia pikirkan, begitu terus terang dan terbuka, seperti
Sat Kao tidak hanya perutnya yang dipenuhi dengan rencana
busuk, dia pun mengerti kegunaan ilmu guna-guna untuk
mencelakai Wan Fei-yang.
Apakah karena tinggal di daerah suku Biauw maka Sat
Kao berubah menjadi seperti itu atau sewaktu berada di
negeri barat dia memang sudah seperti itu? Yang pasti hanya
Beng To yang tahu, apakah sifat Mo-kauw dari barat sudah
berubah, yang pasti kemunculan mereka bagi dunia
persilatan Tionggoan hanya ada kesan buruk dan tidak baik,
satu Beng To saja sudah cukup merepotkan.
Pek-jin Taysu tidak melayani Giok-koan Tojin, dia melihat
Ci-liong-ong, tiba-tiba menarik nafas:
"Jujur saja, aku tidak mengkhawatirkan Beng To atau
orang-orang Mo-kauw."
"Bagaimana dengan para pesilat Tionggoan golongan
sesat?" tanya Ci-liong-ong.
Pek-jin Taysu mengangguk:
"Beng To tidak berbeda dengan suku Biauw biasa,
mereka pemberani dan senang bertarung, bila bersatu


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan pesilat Tionggoan yang beraliran sesat, lambat laun
dia akan melakukan kejahatan!"
"Apakah sampai waktunya tiba kita baru akan
bertindak?" tanya Giok-koan Tojin.
Ci-liong-ong tertawa:
"Sayang kita kalah bertarung dan tidak cepat naik
pitam!"16
"Kita lahir di tempat yang ada sopan santunnya, berbeda
dengan orang biadab dan kurang ajar," kata Giok-koan Tojin.
Ci-liong-ong tertawa dan bertanya kepada anak buahnya:
"Apakah ada orang di dalam istana itu?"
"Tidak ada..."
"Baiklah, paling sedikit bisa mengurangi pertarungan
yang tidak diperlukan," kata Ci-liong-ong.
"Begitu Beng To sampai, kita akan tahu lebih
jelas!"
Tiba-tiba Thi Gan bertanya:
"Mengapa orang Bu-tong-pai belum ada yang muncul?"
"Murid-murid Bu-tong-pai ada yang datang kemari
membangun istana Beng To, berarti dalam masalah ini, tidak
ada yang tidak sependapat!" kata Ci-liong-ong.
"Apakah akan terjadi musibah lagi?"
"Nasib Bu-tong-pai memang tidak baik!" Ci-liong-ong
melihat murid-murid Bu-tong-pai yang berkumpul di depan
istana. Tidak diragukan lagi, mereka terlihat ketakutan,
karena pemimpin mereka, Pek-ciok Tojin sampai saat ini
belum muncul. Waktu itu ada kabar berita yang mengatakan
bahwa Beng To berada di kaki gunung.
Beng To duduk di atas kain di pundak orang-orang
Biauw, yang pasti kain itu sudah diganti menjadi lebih
mewah, bersamaan waktu baju orang-orang Biauw pun
sudah diganti, mungkin karena nasihat pendekar-pendekar
Tionggoan beraliran sesat, selain itu tidak ada perubahan
lain. Terlihat sejak pertarungan di Bu-tong-san, dia hanya
bertekad menaklukkan semua perkumpulan besar
Tionggoan. Pesilat-pesilat golongan sesat itu mengikuti
kehendak Beng To juga tidak ada waktu memancing
melakukan kejahatan.17
Orang-orang suku Biauw yang mengikutinya, tidak ada
yang gugur, berarti tindakannya selama ini sangat berhasil,
dia menjadi inti dan dia pun tidak membuat pengikutnya
kecewa.
Yang membuatnya merasa menyesal adalah dunia
persilatan Tionggoan terpencar di mana-mana.
Jalan lurus yang ditempuhnya terlalu jauh, sampai di
istana yang sudah selesai dibangun, dia belum menaklukkan
semua pesilat tangguh di Tionggoan.
Walaupun begitu, semua orang sudah mengakui bahwa
dia orang nomor satu, yang pasti sebutan ini datang dari
para pesilat beraliran sesat.
Awalnya mereka hanya ingin menonton keramaian,
sekarang malah merasa cocok dengan Beng To, mereka
sepenuhnya mendukung Beng To, juga meren canakan
semua hal untuk Beng To, yang merencanakan semakin
banyak macamnya.
Semua tidak ditolak oleh Beng To, memang dia tidak
merasa ada keburukan. Karena mereka mem buatnya lebih
hafal dengan keadaan dunia persilatan Tionggoan, sehingga
semua tindakannya lebih lancar dan lebih berjaya.
Dia hanya menutupi satu hal, mengapa orang-orang
persilatan Mo-kauw sampai sekarang belum muncul.
Sebenarnya dia juga ingin menghubungi orang orang
Mo-kauw, hanya saja Sat Kao tidak meninggalkan cara
bagaimana menghubungi mereka. Begitu masuk Tionggoan
dia merasa bekerja sendiri merupakan hal yang sangat sulit.
Memang orang-orang suku Biauw sangat banyak,
sebenarnya pun mereka tidak ada gunanya, maka dari awal
dia sudah merasa bimbang sampai orang-orang golong-an
sesat datang bergabung.18
Dia bisa melihat kesungguhan orang-orang golongan
sesat terhadap Mo-kauw, dia tetap men-jaga rahasia ini, dia
adalah orang pintar dan punya seorang guru yang pintar
juga.
Orang-orang berbondong-bondong melewati semua
pesilat golongan lurus, Beng To melambaikan tangan untuk
menyapanya. Dia tertawa, pesilat golongan lurus
melihatnya, hati mereka terasa tidak nyaman, merasa di
balik tawa itu penuh dengan kesombongan dan penghinaan
kepada mereka.
Yang pasti mereka juga tidak betah melihat orang-orang
golongan sesat.
Kain terus digotong hingga ke ruangan utama, upacara
akan dilaksanakan di siang hari, masih ada waktu satu jam
lagi, maka digunakan oleh Beng To untuk bersiap-siap, dia
segera masuk, dia sudah mengerti dengan cara apa bisa
mengeluarkan wibawa nya yang tinggi.
Sekarang Beng To sekarang merasa sangat senang sebab
istananya sudah selesai dibangun tepat pada waktunya dan
para pendekar golongan putih tepat waktunya berkumpul di
sini, semua seperti yang dia inginkan, dia benar-benar
senang. Bangun-an sudah jadi walaupun perkumpulan
Tionggoan tidak tunduk, tapi untuk sementara mereka tidak
bisa berbuat apa-apa. Tidak ada seorang pun yang bisa
mengalahkan Beng To. Apa yang bisa mereka banggakan
lagi.
Saat Bu-ti-bun berjaya pun tidak ada wibawa seperti ini.
Apa lagi para pesilat dari Mo-kauw belum muncul, bila
mereka muncul, posisi Mo-kauw di Tionggoan akan lebih
mantap seperti pagoda besi.19
Mereka melihat Beng To tidak begitu hafal dengan
keadaan dunia persilatan Tionggoan, jika dia mau menerima
bantuannya pasti akan banyak keuntungannya.
Baru saja memasuki ruang utama, tawa di wajah Beng To
segera menghilang, dia terlihat tidak senang. Pesilat
golongan sesat atau orang-orang suku Biauw semua melihat
ke arahnya, mereka mengira dia sedang berpura-pura, hanya
ingin mengeluarkan wibawa seorang pemimpin dunia
persilatan, juga mengira Beng To mulai belajar berwibawa,
maka mereka terdiam.
Dalam suasana serius Beng To turun dari kain yang
menggotongnya dan naik ke singgasananya, dia mulai
membuka suara:
"Siapa saja yang datang?"
Semua orang tampak terkejut, bersamaan itu 28 orang
berbaju hitam seperti kelelawar menggantung telah turun.
Semua orang mulai bereaksi, wajah Beng To mulai
tersenyum lagi:
"Ternyata ada orang-orang Tong-bun!"
Tong Thian-co dan Tong Thian-yu turun di depan
singgasana itu. Ketika orang-orang suku Biauw dan pesilat
golongan sesat bersiap-siap ber-tindak, Tong Thian-co sudah
mengeluarkan perintah:
"Siapkan senjata rahasia!"
Pesilat golongan sesat di sana ada yang mengenal
mereka segera berteriak:
"Hati-hati, mereka adalah Tong-bun-ji-pwe-siu!" (28
bintang Tong-bun) keluarkan semua senjata dari sarung.
Waktu itu Beng To melambaikan tangan: "Tidak perlu
kalian yang bertindak!" tanpa melihat reaksi pesilat20
golongan sesat, dia langsung bertanya kepada Tong Thian-co
dan Tong Thian-yu:
"Apakah kalian datang untuk membuat perhitungan?"
Tong Thian-co balik bertanya:
"Tetua perkumpulan kami, apakah beliau mati di
tanganmu?"
"Benar!" Beng To mengaku.
"Kalau ketua perkumpulan kami..."
"Walaupun dia bunuh diri itupun karena dia jatuh ke
tanganku, kalau kalian menuduh pelakunya adalah aku, tidak
apa-apa!" Beng To seperti tidak terjadian apa-apa, "Kalian
masih ingin tahu apa lagi?"
"Tong-bun-ji-pwe-siu ingin mencoba ilmu lweekang iblis
milik Tuan!" jawab Tong Thian-co.
"Bagaimana kalau kalian kalah?"
"Kedatangan kami kemari dengan tekad siap mati!"
"Baik..." Beng To tertawa, "tapi aku tidak mau
membunuh, kalau kalian kalah, kalian harus mengaku, itu
sudah cukup!"
Tanpa menunggu jawaban Tong Thian-co, Beng To
segera berkata kepada orang-orang yang berada di bawah
singgasananya:
"Senjata rahasia akan berhamburan di sini, harap kalian
menunggu di luar!"
Dia tertawa lagi:
"Untung masih ada 1 jam lagi baru tengah hari!"
Tong-bun-ji-pwe-siu sangat terkenal di dunia persilatan,
bila jalanya sudah dibuka burung pun sulit lewat. Pesilat
golongan sesat sangat takut, mereka tidak menyangka Beng
To berulah kepada Tong-bun, tapi mereka sangat percaya
pada ilmu silat Beng To, maka mereka pun keluar.21
"Apakah ada yang ingin kalian sampaikan lagi?" tanya
Beng To kepada Tong Thian-co dan Tong Thian-yu.
Dua kepalan tangan yang berisi senjata rahasia mulai
dilepaskan dari tangan Tong Thian-co dan Tong Thian-yu,
mereka meloncat dan kembali bergantung di atas balkon.
Kedua tangan Beng To seperti tidak sengaja terulur,
semua senjata rahasia terbang ke arah kedua tangannya dan
menempel di tangannya. Seperti sebuah jala, yang menjala
senjata rahasia itu, tapi Tong Thian-co dan Tong Thian-yu
tidak melihat ada jala di sana.
Mereka tahu itu adalah kehebatan tenaga dalam Beng To
karena itu mereka tidak merasa aneh. Dulu mereka pernah
bersama Tong Ling mencari Wan Fei-yang untuk membalas
dendam, juga pernah melihat hal seperti itu. Tapi sekarang
mereka melihat tenaga dalam Beng To berada di atas Wan
Fei-yang.
...Pantas Wan Fei-yang kalah di tangan orang ini,
bagaimana keadaan Wan Fei-yang sekarang? Apakah ilmu
silat Wan Fei-yang ada kemajuan? Apakah dia bisa
mengalahkan Beng To?
Mereka merasa sangsi tapi bukan karena itu maka
mereka menjadi kecewa. Isyarat sudah diberikan, 28 orang
itu mulai bertindak dari atas atap, satu per satu seperti
kelelawar menggantung tapi bukan karena itu membuat
kecepatan mereka menjadi lamban, yang pasti hanya terlihat
sedikit aneh.
Walaupun posisi mereka terus berganti tapi tidak
bergeser secara sembarangan terlihat sangat teratur,
jaraknya tidak berubah.
Asal ada yang mengerti pasti akan tahu pergeseran
mereka menuruti geseran rasi bintang. Tapi Beng To sama22
sekali tidak mengerti dan merasa tidak ada
keistimewaannya. Sebenarnya perubahan Tong-bun ji-pwesiu tidak menbuatnya terganggu, dia tidak merasa bingung.
Sampai posisi duduknya pun tidak berubah, dia menaruh
senjata rahasia di sisi meja, kemudian menunggu tanpa
bergerak datangnya senjata rahasia yang lain. Tong Thian-co
dan Tong Thian-yu melihat dengan jelas tapi mereka tidak
menjadi goyah, mereka datang kali ini memang tidak yakin
bisa menang dari Beng To.
Mereka hanya berharap bisa melukai atau menguras
tenaga dalam Beng To, dengan cara itu mungkin mereka bisa
membantu sedikit pada Wan Fei-yang. Senjata rahasia itu
akhirnya keluar dari 28 arah yang berbeda, gerakan mereka
terus berubah-rubah, senjata pun dilepaskan terus menerus.
Senjata berkelebatan menganyam menjadi jala senjata
rahasia yang sangat rapat, setiap senjata rahasia
mengandung tenaga yang tidak sama, tapi pengaturannya
sangat baik.
Beng To tepat berada di tengah-tengah menjadi sasaran
setiap senjata rahasia yang melesat, seseorang walaupun
mempunyai banyak tangan dan kaki, juga bermata jeli, serta
gerakan lincah, ingin dalam waktu bersamaan menyambut
semua senjata rahasia bukan hal yang gampang.
Beng To hanya mempunyai sepasang tangan, tapi karena
dia mempunyai tenaga dalam yang tinggi dan perubahan
yang aneh, sepasang tangan-nya seperti menjadi ratusan
bahkan ribuan pasang tangan.
Tenaga dalamnya seperti berhelai-helai benang muncul
lagi, untuk melindungi dirinya, dia menjalin jala yang lebih
rapat dibandingkan jala senjata rahasia. Begitu senjata
rahasia mendekat, segera terikat oleh tenaga dalamnya,23
tidak ada satu pun yang lolos, bahkan dia masih mempunyai
waktu meletakkan senjata rahasia yang diterimanya di meja
yang ada di sampingnya.
Tong Thian-co dan Tong Thian-yu juga murid-murid
Tong-bun lainnya dari awal sudah tahu tidak gampang jika
ingin merobohkan Beng To dengan senjata rahasianya.
Hanya saja mereka tidak menduga Beng To bisa begitu
tenang, sampai mereka pun tidak bisa memaksa dia
meninggalkan kursi kebesarannya. Semua di luar dugaan
mereka, gerakan Beng To begitu sederhana, mereka sangsi
apakah yang mereka lemparkan tadi bukan senjata rahasia
melainkan ilusi, mereka seperti sedang bermain-main bukan
sedang bertarung antara hidup dan mati.
Gerakan mereka tidak berhenti, terus berubah rubah
dari posisi horisontal hingga vertikal atau sebaliknya. Mereka
terus melepaskan senjata rahasia, sampai tas untuk
menyimpan senjata rahasia pun kosong, baru berhenti
karena terpaksa.
Bersamaan waktu gerakan Beng To pun berhenti, meja
yang ada di sampingnya yang ada senjata rahasia tampak
menumpuk seperti sebuah gunung, tapi dia tetap tidak
terluka sedikit pun, juga tidak melemparkan kembali senjata
itu kepada murid-murid Tong-bun.
Senjata rahasia terakhir sudah disambutnya dia malah
bertanya:
"Apakah sudah selesai?"
Lama Tong Thian-co baru keluar suara:
"Ilmu yang hebat..."


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beng To tersenyum:
"Kalau tidak mempunyai ilmu hebat, aku tidak akan
berani membangun istana ini!"24
"Walaupun kami tidak sudi menerimanya tapi kami
mengakui kami telah gagal total..." kata Tong Thian-yu.
"Baik, yang aku takutkan adalah orang yang tidak mau
menerima kekalahannya dan selalu berbelit belit, kalian
tenang saja, kalau bukan terpaksa aku tidak akan
membunuh, apa lagi terhadap orang-orang Tong-bun."
"Tapi hutang ini tetap harus diperhitungkan..." kata Tong
Thian-co.
"Setiap saat kalian boleh datang membuat perhitungan,
aku selalu siap, yang pasti harus ada keyakinan terlebih dulu,
kalah bukanlah semacam penghinaan, aku tidak mau orangorang Tong-bun menjadi malu untuk berdiri di dunia
persilatan."
Tong Thian-co marah, dia berteriak:
"BengTo..."
Beng To tertawa, memotong:
"Kalian datang jauh-jauh mengantarkan begitu banyak
senjata rahasia sebagai hadiah, seharusnya kita bersulang
dulu, tapi sayang waktunya tidak tepat, sebab aku masih
sibuk!" lalu dia melambaikan tangan, "kalau kalian masih
ingin melihat-lihat, boleh menunggu di luar, aku tidak akan
lama!"
Tong Thian-co tidak bersuara, semua murid Tong-bun
menatapnya, mereka sudah bertekad untuk mati di sini!
Tidak siap meninggalkan tempat ini dalam keadaan
hidup. Melihat ilmu Beng To seperti itu mereka merasa
kecewa berat.
Tapi mereka sudah berusaha semaksimal mungkin.
Tong Thian-co mengerti pikiran anak buahnya, dia
menarik nafas:
"Kita pergi..." dia meloncat turun.25
Tong TTuan-yu dan 27 orang lainnya segera turun dari
atap, mengikuti Tong Thian-co keluar dari sana. Langkah kaki
dan pikirannya terlihat sama-sama berat.
Akhirnya Beng To tertawa terbahak-bahak.
Awalnya melihat pesilat golongan sesat keluar dari
ruangan, Ci-liong-ong dan lain-lain merasa aneh, sampai
terdengar suara bertarung mereka segera mengerti apa yang
telah terjadi, hanya tidak mengerti siapa yang datang kemari
mencari Beng To untuk bertarung dan memilih waktu
sekarang.
"Yang tadi masuk ternyata bukan datang dari Mo-kauw,"
nada bicara Ci-liong-ong terdengar aneh, begitu juga
pikirannya.
"Berarti mereka sahabat dunia persilatan, mereka
memilih saat sekarang ini, berarti mereka juga mempunyai
maksud tertentu!" kata Giok-koan Tojin.
"Ada maksud atau tidak, sama saja!" kata Ci-liong-ong
dengan nada malas-malasan, "Beng To mengusir golongan
sesat keluar dari ruangan, pasti dia sudah yakin dan tidak
dianggap berat!"
"Apakah kita hanya akan berpangku tangan melihat
tontonan?" tanya Giok-koan Tojin.
"Jika kita ingin masuk harus melewati pesilat golongan
sesat dan orang-orang suku Biauw," kata Ci-liong-ong.
"Siapa mereka?"
"Mereka bukan siapa-siapa, kalau kita melakukan hal
seperti itu untuk apa membangun istana ini, tidak perlu
menunggu sampai hari ini!"
Giok-koan Tojin mendengar kata-kata Ci-liong-ong
seperti mengandung arti lain, maka dia terdiam.
Tapi Pek-jin Taysu segera bertanya:26
"Beng To sudah yakin akan menang, walau pun pesilat
golongan sesat tidak menghalangi kita masuk tapi aku yakin
pertarungannya sudah selesai!"
Ci-liong-ong tertawa:
"Pembicaraan kita terlalu berlebihan..." dia berhenti
bicara matanya berputar.
Seorang anak buahnya datang melapor dengan meriah:
"Orang Bu-tong-pai sudah datang!"
"Sudah datang?" Ci-liong-ong masih bernada tidak ada
perhatian.
"Kecuali Pek-ciok Tojin, masih ada Wan Fei-yang!"
Begitu nama Wan Fei-yang disebut, terdengar nada
perkataan anak buahnya berubah menjadi senang dan
terharu.
"Apa?"
Bukan hanya Ci-liong-ong, yang lainnya pun merasa
sangsi dengan pendengaran mereka maka semua orang
menatap anak buah Ci-liong-ong itu.
"Apa yang kukatakan itu kenyataan."
Anak buah Ci-liong-ong ini adalah orang pintar, melihat
semua orang melihatnya dia segera menjawab seperti itu.
"Maksudmu, kau benar-benar melihat sendiri sosok Wan
Fei-yang?" tanya Ci-liong-ong.
"Aku tidak akan salah lihat, bila aku bohong aku rela
dihukum!" anak buahnya bersumpah.
Ci-liong-ong menepuk-nepuk pundaknya:
"Kau sudah lama ikut denganku, aku tahu jelas sifatmu!"
"Tapi kenyataan ini membuat siapa pun tidak akan
percaya!" kata Ci-liong-ong.
Anah buahnya ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi Giokkoan Tojin sudah menyela:27
"Apakah ini permainan Bu-tong-pai?"
Pek-jin Taysu melafalkan bacaan Budha:
"O-mi-to-hud, apakah kematian ketua Kouw-bok belum
cukup bukti, bisa di buat main-main?"
Giok-koan Tojin terpaku dan menundukkan kepala, dia
terdiam, akhirnya dia merasa kata-katanya sudah
keterlaluan, apa lagi Kouw-bok sudah berbudi kepadanya!
Ci-liong-ong berkata:
"Apakah Beng To juga bisa salah perhitungan sebenarnya
Wan Fei-yang belum mati?"
Kata Pek-jin Taysu:
"Dia hanya mengatakan kalau Wan Fei-yang kalah di
tangannya, ilmu silatnya sudah menyebar di kalangan dunia
persilatan Tionggoan kalau Wan Fei-yang sudah seperti
orang cacat tidak mungkin bisa bertahan hidup lagi, dia tidak
mengatakan kalau Wan Fei-yang sudah mati!"
"Katanya ada seekor induk serangga yang masuk ke
dalam tubuhnya dan menggerogoti roh Wan Fei-yang!" kata
Liu Sian-ciu.
"Dia belum bisa membuat Wan Fei-yang mati, kabarnya
perubahan ilmu Thian-can-sin-kang sangat ajaib..." kata Pekjin Taysu.
"Itu hanya gosip, walau bagaimanapun Wan Fei-yang
hidup kembali, karena perubahan Thian-can-sin-kang, jadi
tidak perlu merasa aneh," Ci-liong-ong tertawa, lalu berkata
lagi, "ilmu lweekang Beng To berasal dari ilmu lweekang Mokauw asalnya sama dengan Thian-can-sin-kang, lweekangnya
terus menerus mengalir seperti tidak ada habisnya, terlihat
ilmu yang sangat ajaib ini, maka Wan Fei-yang tidak
gampang mati begitu saja!"28
"Tapi," Pek-jin Taysu berkata lalu berhenti lagi, sikapnya
menjadi aneh, tidak usah diragukan lagi, dia ingin
mengajukan pertanyaan.
"Apa yang ingin Taysu katakan?" Ci-liong-ong bertanya
dengan heran.
"Mengenai ilmu menghitung nasib, aku hanya tahu
sedikit bagian kulitnya, seharusnya aku tidak merasa begitu
yakin," kata Pek-jin Taysu.
Ci-liong-ong baru mengerti:
"Maksudmu, dari raut wajahnya mengatakan dia orang
yang pendek umur?"
Pek-jin Taysu ingin mengatakan sesuatu, tapi dia
berhenti bicara, sorot mata Ci-liong-ong melihat Liu Sian-ciu,
karena dia tahu Liu Sian-ciu juga orang yang mengerti urusan
perhitungan nasib, dengan melihat wajah bisa
memperkirakannya.
Liu Sian-ciu tertawa kecut:
"Pek-jin Taysu hanya mengerti sedikit maka dia tidak bisa
melihat juga memperkirakan."
Kata Liu Sian-ciu lagi:
"Mati dan hidup kembali, apakah bisa dianggap sudah
mati satu kali lalu hidup kembali, apakah sama dengan
mengubahnya menjadi orang dalam sosok lain, aku tidak
mengerti!"
Kata Pek-jin Taysu:
"Melihat wajah dan memperkirakannya, melihat wajah
seperti apa muncul dari dalam hati, nasib seseorang tidak
akan berubah karena dia sudah melakukan sesuatu!"
Tiba-tiba Ci-liong-ong tertawa:29
"Terlihat kalian berdua berbobot setengah kati dan 500
liang, mengenai perhitungan wajah dan perkiraannya tetap
saja masih merasa ragu!"
Liu Sian-ciu tertawa kecut.
"Aku hanya merasa perubahan nasib Wan Fei-yang
sangat besar, bila terjadi perubahan lagi itu tidak aneh!" kata
Ci-liong-ong.
Baru saja kata-katanya habis, Wan Fei-yang, Pek-ciok
Tojin dan sekelompok murid Bu-tong-pai sudah muncul.
Terlihat Pek-ciok Tojin dan murid-murid Bu-tong-pai sangat
senang, hanya Wan Fei-yang yang terlihat sangat biasa,
seperti tidak memiliki perasaan apa pun.
Pesilat golongan sesat dan orang-orang suku Biauw tidak
memperhatikan perubahan ini. Tong-bun-ji-pwe-siu yang
baru keluar dari istana dengan kecewa dan murung juga
merasa kurang bernafsu.
Melihat sikap mereka Wan Fei-yang sudah tahu, Beng To
sudah memenangkan pertarungan lagi. Memang semua
sudah berada dalam dugaannya tapi pesilat golongan sesat
dan orang-orang suku Biauw tetap bersorak.
Dengan diam Tong-bun ji-pwe-siu melewati mereka
tanpa reaksi, mereka tidak peduli sikap orang-orang itu,
mereka sudah sekuat tenaga berjuang tapi tetap tidak
sanggup membantu Wan Fei-yang.
Mereka harus mengakui ilmu silat Beng To berada pada
taraf seperti dewa dan khawatir, apakah Wan Fei-yang
sanggup mengalahkan Beng To. Dulu ketika mereka ikut
Tong Ling ke Bu-tong-san untuk mencari Wan Fei-yang,
mereka sudah menyaksikan seperti apa ilmu silat Wan Feiyang.30
Di benak mereka, ilmu silat Wan Fei-yang dengan Beng
To masih berbeda jauh tingkatnya.
Tapi Wan Fei-yang adalah satu-satunya harapan mereka,
maka dengan berat hati mereka bisa membayangkan
semuanya. Dari jauh mereka melihat Wan Fei-yang datang,
mereka tidak merasa senang malah terasa semakin berat.
Pesilat golongan sesat mengikuti pandangan mata orangorang melihat ke arah yang dituju, akhirnya mereka melihat
sosok Wan Fei-yang, di antara mereka ada yang mengenali
Wan Fei-yang, maka tawanya pun segera berhenti dan
membeku. Yang tidak mengenali Wan Fei-yang masih
menertawakan Tong-bun-ji-pwe-siu, sampai melihat
temannya yang berdiri di sisi mereka bersikap lain, mereka
baru tersadar.
Wan Fei-yang tidak menyalami Giok-koan Tojin dan lainlain, dia terus berjalan ke depan murid-murid Tong-bun,
dalam hati Wan Fei-yang, keselamat an murid-murid Tongbun lebih penting dari pada menyapa Giok-koan Tojin dan
lain-lain.
"Apa kabar kalian?"
Wan Fei-yang tidak tahu ada berapa murid Tong-bun
yang datang, hanya berharap semua bisa selamat, tidak ada
masalah berat yang terjadi.
Tong Thian-co tertawa kecut:
"Kabar kami baik, kami sudah berusaha, tapi tetap tidak
berdaya."
"Sebenarnya kalau dia berniat membunuh kami,
gampang seperti membalikkan telapak tangan, tapi dia tidak
melakukannya, mungkin karena terlalu gampang atau hari
ini karena dia naik tahta," kata Tong Thian-yu.31
"Sekarang orang itu lebih dewasa dibandingkan dulu
ketika aku baru bertemu dengannya!" kata Wan Fei-yang.
"Ada sebuah pertanyaan, apakah kami boleh bertanya.."
kata Tong Thian-yu dengan cepat.
"Kalian harus percaya pertarungan kali ini terjadi antara
aku dan dia!"
"Kalau kau tidak percaya diri, kau tidak akan datang!"
jawab Tong Thian-co.
"Walau pun tidak yakin, aku tetap harus datang!"
"Maaf..angguk Tong Thian-yu.
"Yang minta maaf itu seharusnya aku!" kata Wan Feiyang, dia segera melangkah.
Murid Tong-bun segera menyingkir ke kiri juga ke kanan,
Ci-liong-ong terdiam, hanya Pek-jin Taysu yang masih
melantunkan O-mi-to-hud.
Pesilat golongan sesat terdiam, mereka segera memberi
jalan untuk Wan Fei-yang.
Dengan tenang Wan Fei-yang melewatinya, bumi dan
langit seperti ikut membeku.
Beng To merasakan kesepian luar biasa juga berfirasat
buruk, dia tahu akan terjadi sesuatu di istana ini, dia tidak
tahan lalu berdiri dan berteriak:
"Wan Fei-yang!"
Suaranya serak tidak seperti suara biasanya, dia melihat
Wan Fei-yang seperti melihat makhluk aneh.
"Sudah lama kita tidak bertemu!" suara Wan Fei-yang
tetap terdengar tenang, sikapnya pun seperti itu, bukan
karena Beng To mengalami perubahan.
Akhirnya Beng To tenang kembali dan duduk:
"Aku sudah bersalah!"32
"Ilmu silatku sudah di ketahui secara luas, apa lagi di
dalam tubuhku ada seekor induk serangga, kalau bukan
karena Pei-pei mengorbankan nyawanya memancing induk
serangga itu keluar, walaupun Thian-can-sin-kang bisa
berubah secara ajaib tenaga dalamku tatap akan terganggu


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh induk serangga, tidak bisa dialirkan dengan sempurna,
semua percuma saja."
"Pei-pei?" Beng To tertawa dingin, "aku lalai tentang ini,
Pei-pei benar-benar murahan, sampai-sampai nyawanya
sendiri pun dikorbankan."
Wan Fei-yang terdiam, dia hanya memberi tahu bahwa
Pei-pei sudah meninggal.
"Seharusnya aku terpikirkan akan hal ini, tapi aku tidak
percaya perempuan mana pun yang kau kenal selalu siap
berkorban untukmu!" Beng To tertawa dingin.
Api cemburu naik ke kepala Beng To, dia tidak lupa
dengan kata-kata Tong Ling sebelum meninggal. Tong Ling
mengatakan bahwa dia lebih memilih mati karena tidak mau
dihina dan diucapkannya dengan mantap, dia tidak bisa
melindungi Wan Fei-yang, ilmu Wan Fei-yang seperti apa
pun dia tidak tahu dengan jelas, tapi Beng To sudah bertekad
mengambil posisi Wan Fei-yang di Tionggoan dan harus
menguasai dunia persilatan, sekarang cita-citanya hampir
tercapai.
Bila bertanya kepada siapa pun semua akan menjawab
bahwa ilmu silat Wan Fei-yang berada di bawah Beng To,
tapi ketika dia akan naik tahta dan menerima sembahan
orang-orang, Wan Fei-yang muncul.
Apakah dia akan kalah di tangan Wan Fei-yang?
Walaupun dia telah mengalahkan puluhan pesilat tangguh
dari puluhan perkumpulan silat, dia juga sadar bahwa ilmu33
lweekangnya berada di atas Wan Fei-yang, tapi setelah
berhadapan langsung dengan Wan Fei-yang, dia tidak yakin
bisa menang dengan Wan Fei-yang.
Tenaga dalam Wan Fei-yang yang sudah terlatih adalah
sejenis dengannya, dengan mudah dia bisa menyedot tenaga
dalam Wan Fei-yang dan menggunakannya dengan baik, tapi
perubahan ajaib dari Thian-can-sin-kang, membuat Wan Feiyang seperti terlahir kembali, dia bisa memulihkan tenaga
dalamnya, entah sampai pada tahap seperti apa, dia tidak
tahu. Tapi dia tahu dulu ilmu silat Wan Fei-yang seperti apa.
Orang seperti Kiam-sianseng dan Ci-liong-ong bukan
lawannya. Walaupun sekarang dia bisa mengalahkan Wan
Fei-yang, tampaknya dia harus membayarnya dengan harga
tinggi.
Bila pertarungan ini bisa dihindari, ini lebih baik, tapi
Beng To sadar dia tidak akan bisa menghindar, dia juga tidak
berkompromi lagi dengan Wan Fei-yang, dia juga tahu
pendekar-pendekar di luar sana, baik dari aliran lurus
maupun yang sesat sedang menunggu hasil akhir
pertarungan ini.
Pertarungan ini dikatakan lebih penting dari pertarungan
mana pun. Bukan hanya karena Wan Fei-yang hidup kembali
merupakan suatu mukjizat, asal bisa mengalahkan Wan Feiyang berarti bisa memukul hancur rasa percaya diri
perkumpulan lurus, membuat mereka kecewa dan harus
menjaga nama baik mereka.
Dulu dia pernah mengatakan bahwa Wan Fei-yang kalah
di tangannya dan sudah kehilangan semua ilmu silatnya.
Sekarang Wan Fei-yang secara sehat walafiat muncul di
depan semua orang. Hal ini sedikit banyak memberikan34
kesan bahwa dia telah berbohong, dia tidak tahu apakah
pesilat golongan sesat juga akan berpikir seperti itu.
Setelah dipikir-pikir, dia benar-benar merasa semua ini
sangat buruk, tentu saja dia sangat membenci Wan Fei-yang,
tapi Wan Fei-yang seperti tidak tahu perubahan perasaan
Beng To, dia seperti tenggelam dalam kenangan, lama baru
berkata:
"Mereka adalah gadis-gadis baik, masih muda, tapi
sayang aku tidak bisa menghalangimu...
"Apakah ketika Pei-pei memancing induk serangga keluar
dari tubuhmu, kau tidak tahu? Beng To tertawa dingin.
"Ketika induk serangga meninggalkan tubuhku, aku baru
sadar!"
Beng To memang tahu Wan Fei-yang tidak akan
berbohong, tapi dia tetap tertawa dingin:
"Begitu cepat waktu berlalu bukan?"
"Hal yang terjadi di dunia ini memang benar-benar
cepat!"
"Kau begitu cepat datang kemari, tidak terlalu awal dan
tidak terlalu terlambat!"
"Mungkin aku sudah bosan berkelana di dunia persilatan,
walaupun tahu keberadaanmu tapi aku tidak akan
mencarimu ke sana!"
"Kau sengaja menunggu aku mengalahkan semua pesilat
dari semua perkumpulan, dan ketika aku akan naik tahta kau
baru datang?"
Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu tapi tidak jadi.
"Alasan yang sangat sederhana, kedudukan Bu-tong-pai
dunia persilatan sebenarnya tidak tinggi, setelah bertarung
dengan Bu-ti-bun mati-matian, pesilat tangguh Bu-tong
banyak yang gugur dan selalu ada berita tidak enak35
mengenai Bu-tong, saat kau menggunakan Thian-can-sinkang mengalahkan Tokko Bu-ti, kalian baru bisa tenang,
sekarang rahasia terkuak lagi, ternyata ilmu Thian-can-sinkang kalian di dapat dari mencuri dari ilmu lweekang Mokauw, ingin mengambil kembali yang sudah menghilang
bukan hal yang gampang, karena itu kau menungguku
setelah mengalahkan semua pesilat dari semua
perkumpulan, dengan lagak menolong kau baru muncul."
Wan Fei-yang menggelengkan kepala, Beng To berkata
lagi:
"Kau tidak perlu membantah, kau bisa menipu siapa pun
tapi tidak akan bisa menipuku."
"Kau..."
"Apakah aku sudah menguak rahasiamu, tapi memang
kenyataannya seperti itu, siapa yang tidak ingin menjadi
orang nomor satu di dunia persilatan!"
"Itu hanya cita-citamu saja!" jawab Wan Fei-yang.
"Aku tidak akan membantahnya kau juga tidak akan
membantah, jangankan hanya ada kau dan aku, walaupun
semua orang yang ada di luar masuk dan tahu semuanya,
aku tidak peduli!" Beng To berkata sambil tertawa, "menurut
Tong Ling, aku adalah orang picik, sebenarnya kau pun tidak
berbeda jauh, sayang umurnya pendek tidak menunggu
hingga saat ini, kalau tidak, apa yang akan dia pikirkan ya?"
Wan Fei-yang terdiam, Beng To berkata lagi:
"Kau tidak hanya menunggu dengan santai, kau masih
memperalat murid-murid Tong-bun untuk menghabiskan
tenaga dalamku terlebih dulu, tapi sayang, ilmu silat mereka
terbatas, mereka tidak banyak membantumu!"
"Murid Tong-bun datang kemari untuk bertarung
denganmu, itu bukan ideku, memang mereka muncul pikiran36
seperti itu, itu pun aku baru mengetahuinya mengapa
sampai sekarang aku baru datang mencarimu, penjelasannya
adalah karena aku membutuhkan waktu untuk beristirahat
terlebih dulu juga membutuhkan waktu untuk menerangkan
semua kejadian kepada Bu-tong-pai!"
"Menerangkan apa yang terjadi setelah kau mati?" Beng
To berkata dengan dingin.
Sebenarnya dia hanya berkata tanpa rasa tanggung
jawab, tidak disangka Wan Fei-yang malah mengangguk
membenarkan.
"Jika karena kematianku ilmu silat Bu-tong-pai menjadi
musnah, aku akan menjadi orang yang berdosa kepada Butong-pai, di alam baka sana aku akan malu menghadapi para
tetua Bu-tong-pai!" suara Wan Fei-yang terdengar sangat
tenang, perasaannya begitu jauh seperti datang dari alam
baka.
Beng To merasa tidak nyaman mendengarnya, entah
mengapa tiba-tiba dia mempunyai perasaan kematian akan
menjemputnya dan berkata:
"Selain Thian-can-sin-kang yang pantas diwariskan
kepada Bu-tong-pai, masih ada ilmu apa lagi? apa lagi Thiancan-sin-kang kalian dapat mencuri dari perkumpulan kami!"
"Ini memang kenyataan, tapi aku sudah mengembalikan
Thian-can-sin-kang kepada Mo-kauw, karena itu pula kau
bisa menguasai dunia persilatan!"
Beng To mengerti, itu memang keinginan Sat Kao yang
menghisapkan tenaga dalam Wan Fei-yang kepadanya, dia
ingin mengatakan sesuatu.
Wan Fei-yang sudah menyambung:
"Kami dari Bu-tong-pai mengubah lweekang dari Mokauw menjadi Thian-can-sin-kang, kami sudah bekerja37
dengan susah payah, tapi kalian hanya tinggal duduk
memetiknya, aku rasa kita sudah impas dan tidak saling
berhutang!"
"Enak saja..."
"Aku tidak ingin banyak bicara lagi!" Wan Fei-yang
memotong perkataan Beng To.
"Yang mana yang salah yang mana yang benar, biar
orang dunia persilatan yang memutuskannya. Thian-can-sinkang dari Bu-tong-pai tidak pernah membunuh, maka murid
Bu-tong-pai tidak perlu merasa ada ganjalan di hati, aku pun
seperti itu!"
"Kali ini kau datang mencariku, apakah kau sudah siap
untuk mati?"
"Aku mengaku belum tentu bisa mengalahkanmu, kalau
aku hidup dan bisa meninggalkan tempat ini, aku tetap akan
mencarimu lagi, kau harus mengerti itu!"
"Ingin menguasai dunia persilatan harus membayar
dengan harga yang pantas!"
"Kau tetap belum mengerti!" kata Wan Fei-yang.
"Aku hanya mengerti pertarungan kali ini menyangkut
hidup dan mati dan tidak bisa memilih, itu saja sudah
cukup!" Beng To menjulurkan tangannya, "Silakan..."
"Silakan kau dulu..." jawab Wan Fei-yang. Kedua tangan
Beng To segera berubah menjadi putih keperakan, wajahnya
pun seperti memakai topeng berwarna perak keputihan,
perubahannya sangat cepat. Wan Fei-yang pun menjulurkan
sepasang tangannya, tapi tubuhnya tidak terjadi perubahan,
kulit wajahnya pun masih sama seperti sebuah giok bersih
dan cemerlang, sangat enak dipandang, siapa pun yang
melihat akan merasa sangat nyaman.38
Beng To pun merasa seperti itu, dia tidak melihat Wan
Fei-yang berubah.
Perubahan ini bagi Wan Fei-yang sangat kentara, dia
sendiri merasakannya, orang lain mungkin tidak
merasakannya, dari yang biasa berubah menjadi indah.
Semua melihat perubahan Beng To, tapi perubahan yang
terjadi pada Wan Fei-yang tidak segampang yang terlihat.
Tenaga dalam Beng To dan pengalamannya sudah maju
pesat, sebaliknya dia merasa Wan Fei-yang bukan saja tidak
mengalami kemajuan malah kelihatan mundur.
Maka dia mulai tersenyum dan berkata:
"Biar aku mengalah 3 jurus dulu!"
"Tidak perlu!" Wan Fei-yang menggelengkan kepala.
"Baiklah..." Beng To mencengkeram senjata rahasia yang
ada di atas meja, tangannya belum sampai senjata itu sudah
terbang menempel ke tangannya, sekarang tangannya
menjadi seperti sebuah bola senjata rahasia... bola
bercahaya!
Bola bercahaya itu segera meledak dan menghasilkan
cahaya yang berwarna-warni, lalu dilempar kan ke arah Wan
Fei-yang dari seluruh penjuru.
Cahaya pelangi yang dihasilkan dari senjata rahasia,
sebutir demi sebutir seperti disambung oleh benang tidak
terlihat.
Wan Fei-yang melihat cahaya pelangi datang
menghampirinya dengan tenang dia membalikkan tubuh dan
melambaikan tangannya, cahaya pelangi yang terpancar
begitu tiba di depannya berkumpul kembali, berubah
menjadi sebuah bola bercahaya lagi. Dia melayangkan
tangan, bola bercahaya itu terbang ke arah dinding sebelah
sana.39
Senjata rahasia itu pelan-pelan melesat dari sana, begitu
menurut dan lembut, sama sekali tidak mengandung
perasaan keras, sampai-sampai suara jatuhnya pun
terdengar nyaring dan enak didengar, seperti sebuah alunan
musik.
Wajah Beng To segera tenggelam, tapi dia meloncat ke
atas, di udara dia membalikkan tubuh, dengan telapaknya
dia menepuk Wan Fei-yang, Wan Fei-yang tidak menghindar,
dia malah menjulurkan tangannya menyambut. Telapak
mereka belum saling bersentuhan, tapi sudah keluar
sederetan suara juga muncul uap seperti asap dan kabut,
tapi begitu dilihat dengan jelas, asap dan kabut seperti
kepompong. Ribuan bahkan ratusan ribu helai benang tidak
terlihat membelit menjadi satu, kedua telapak semakin
dekat benang tidak terlihat terasa semakin tebal.
Tadinya Beng To ingin meledakkan seperti guntur tapi
setelah sampai di atas kepala Wan Fei-yang berubah menjadi
lamban, sedangkan bajunya tetap mengeluarkan suara dan
terbang.
Dua telapak semakin mendekat, jaraknya tinggal 3 kaki
lagi, asap dan kabut seperti sebuah bola kepompong,
ratusan ribu helai benang transparan masih menganyam dan
berputar, mengeluarkan cahaya putih yang membuat hati
ikut terasa dingin.
Baju Wan Fei-yang mulai berkibar, begitu ringan dan
lambat, dengan serunya Beng To berbalik.
Bulatan kepompong mengikuti gerakan sepasang
telapak, semakin dekat semakin menciut, juga semakin
terang lalu berputar semakin kencang.
Waktu Beng To berputar, Wan Fei-yang pun ikut
berputar, tapi arahnya berlawanan.40
Bulatan kepompong menciut dan pecah tanpa
mengeluarkan suara. Berhelai-helai tulang terlihat di
angkasa, dalam sekejap menghilang.
Beng To meloncat lagi, jarinya menempel di tiang
bangunan, tubuhnya dalam posisi menggantung.
Wan Fei-yang berputar dengan arah berlawanan, dia
naik dengan miring, lalu menempel di dinding bergeser
mengikuti dinding. Gerakannya dengan ilmu cecak tidak
berbeda jauh, seperti punya kekuatan untuk menempel.


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tubuh bagian mana pun begitu mendekat segera menempel,
tubuhnya terlihat seringan kapas, dengan cepat naik ke atas.
Beng To mengikuti bentuk tiang horisontal terus
bergeser, dia bergeser ke tengah ruangan dan melambaikan
tangan:
"Datanglah..."
Wan Fei-yang melayang ke tempat Beng To, setelah
dekat Beng To baru menyerang, setiap jurusnya
mengandung tenaga dalam penuh, Wan Fei-yang pun seperti
itu. Di dunia persilatan mungkin hanya mereka berdua yang
sanggup mengumpulkan tenaga dalam menjadi senjata.
Hanya mereka berdua yang punya tenaga dalam yang
sangat tinggi bisa bertarung di tengah-tengah udara. Asal
mereka mengenai tiang atau balkon, tubuh mereka pasti
bisa menggantung atau bergeser dengan ringan, benarbenar seperti dewa yang sedang melayang terbang.
Serangan mereka sangat cepat, tubuhnya pun bergeser
dengan cepat, segera menyerang dan setelah itu langsung
mundur. Perubahan yang terjadi seperti ilusi.
Tenaga dalam mereka tidak ada habis-habisnya dipakai,
melihat baju mereka yang berkibar dapat diketahui bahwa41
mereka sangat kuat. Tenaga yang kuat sesudah keluar tidak
bisa ditarik kembali.
Udara di sekitar sana pun seperti sedang hancur dan
mengeluarkan suara seperti guntur.
Mereka tidak seperti sedang bertarung, kalau dibagi
antara aliran lurus dan sesat, mereka seperti dewa dan
siluman yang sedang bertarung!
Di luar istana pesilat-pesilat beraliran lurus maupun
sesat, walaupun tidak bisa melihat pertarungan yang terjadi
di dalam, tapi dari suara yang keluar mereka bisa menebak
pertarungan itu berlangsung dengan seru, maka mereka
hanya diam mendengarkan, semua terpaku seperti orang
tolol.
Begitu banyak orang berkumpul tidak ada satu pun suara
yang keluar, benar-benar jarang terjadi.
Ci-liong-ong adalah orang yang mempunyai ilmu
lweekang paling tinggi, mendengar pertarungan antara Wan
Fei-yang dan Beng To, dia sangat memperhatikan, terlihat
alisnya naik sebelah, ekspresi nya terlihat lebih banyak
berubah dibandingkan dengan orang lain.
Dia yang pertama membuka suara, kemudian menarik
nafas:
"Sayang!"
Pek-ciok Tojin gemetar dengan cemas bertanya:
"Apa yang terjadi?"
Dia mengira, Ci-liong-ong telah mendengar Wan Fei-yang
mengalami kesulitan. Ci-liong-ong segera mengerti
maksudnya dan menggelengkan kepala.
"Aku hanya menyayangkan orang yang berada di tempat
pertarungan, tapi tidak bisa melihat pertarungan yang seru!"
"Apa yang Suheng dengar?" tanya Bok Touw-toh.42
Ci-liong-ong tertawa kecut:
"Kalau bisa mendengar buat apa aku menarik nafas?"
Bok Touw-toh mengangguk:
"Pertarungan itu walaupun tidak bisa dilihat tapi bisa
dibayangkan sangat seru!"
Ci-liong-ong menggelengkan kepala:
"Tampaknya menjadi seorang hweesio pun ada
kebaikannya, bisa membuat dirinya menjadi kosong dan bisa
berpikir kosong, dan tidak tahu kalau pertarungan itu sangat
seru!"
Bok Touw-toh terdiam, Ci-liong-ong melihat ke dalam
ruangan dan berkata lagi:
"Sayang..."
"Sayang kenapa?" Thi Gan bertanya dengan aneh.
"Istana ini dibangun begitu indah tapi setelah bertarung
mungkin akan ambruk!"
"Sayang apa, istana ini merupakan penghinaan kepada
dunia persilatan Tionggoan, kalau roboh bukankah itu lebih
bagus!"
"Masuk akal juga!" kata Ci-liong-ong, "lebih baik seperti
itu, setelah pertarungan ini selesai kita butuh waktu untuk
berpikir!"
"Di luar gunung sana masih ada gunung lagi, di atas
orang masih ada orang yang lebih hebat!" Pek-jin Taysu
melafalkan kitab suci: "O-mi-to-hud..."
Baru saja ucapannya berhenti, terlihat istana itu sudah
ambruk, dari keempat sisinya ambruk ke tengah, debu dan
tanah beterbangan. Beng To dan Wan Fei-yang keluar dari
dalam istana.
Semua orang berteriak, teriakannya terjadi begitu alami,
tidak ada alasan apa pun.43
Wan Fei-yang dan Beng To tidak bereaksi, kedua tangan
menempel, begitu keluar dari istana itu mereka berputar
seperti kincir air, melewati kepala semua orang. Pohonpohon yang menghalangi semua tampak patah dan
tumbang.
Gerakan mereka masih belum berhenti, malah
bertambah cepat, mereka melewati gunung dan jurang yang
bertuliskan:
"Bukan dunia nyata."
Dari luar terlihat belum ada yang menang atau kalah,
tapi sebenarnya sudah terlihat jelas. Wan Fei-yang sudah
mengantongi tiket kemenangan, tenaganya masih terus
mengalir tiada henti-hentinya, tidak ada perbedaan dengan
waktu pertama bertarung, tetap lancar, sedangkan Beng To
tidak. Walaupun tenaganya masih terus mengalir tapi mulai
terasa tersendat dan mulai terlihat kulit di tubuhnya muncul
selapis benda seperti sarang laba-laba.
Itu karena tenaga dalamnya baru keluar, lantas dipaksa
masuk oleh tenaga dalam Wan Fei-yang, maka tenaga itu
membeku di kulit tubuhnya, dia tidak tahu apakah Wan Feiyang juga merasa seperti itu? Tapi kulit tubuh Wan Fei-yang
licin dan bersih, terlihat dia tidak merasakan apa-apa, hati
Beng To mulai gelisah. Bersamaan waktu perasaan tidak
nyaman bertambah, sarang laba-laba yang menempel di
kulit tampak semakin banyak dan semakin jelas terlihat.
Kalau keadaan seperti ini terus berlanjut, tubuhnya akan
terbungkus oleh kepompong, dia akan mati karena tidak bisa
bernafas.
Semakin berpikir dia semakin kacau, semua alasan dan
rasa tidak tenangnya akan mengganggu pertarungan, dia
akan kalah dalam pertarungan ini, apa lagi tenaga dalamnya44
masih selapis di bawah Wan Fei-yang. Sarang laba-laba
semakin menebal, kulit tubuhnya yang berwarna abu terang
sekarang menjadi gelap.
Setelah turun di atas jurang, mereka mulai berhenti
bertarung, akhirnya berhenti total, tapi kedua tangan
mereka masih menempel.
Cahaya matahari menyinari tubuh mereka berdua, di
mata orang-orang, mereka terlihat sama-sama berhasil dan
sama-sama kuat. Tapi di mata Beng To sinar matahari hanya
menyinari Wan Fei-yang, dia sama sekali tidak merasakan
sinar matahari yang hangat, hanya terasa dingin.
Kemudian dia merasa kesepian dan kesendirian yang
belum pernah dia rasakan.
Kalau sekarang ada orang yang bisa membantu, alangkah
baiknya. Tiba-tiba Beng To bisa berpikir seperti itu.
Akhirnya dia sendiri pun merasa aneh. Dia tahu ini hanya
mimpi, dia melihat orang-orang suku Biauw yang dibawanya,
mereka begitu perhatian dan berharap jiwa berjuangnya
segera muncul kembali. Dia membentak, tenaga dalam
dikerahkan lagi dan terus mengalir ke tangan.
Sarang laba-laba yang telah menempel di tubuhnya
hancur lebur menjadi berkeping-keping, cahaya perak sekali
lagi berkelip-kelip muncul.
Wan Fei-yang tidak terkejut, dia tetap tenang seperti
tadi, ini sangat berbeda dengan dulu.
Suara Beng To lebih kuat dan lihai, tapi di mata semua
orang dia sudah kalah dari Wan Fei-yang, walaupun cahaya
perak muncul lagi, tapi tetap kalah indah dengan cahaya
Wan Fei-yang.45
Ci-liong-ong adalah ahli tenaga dalam, dia bisa melihat
lebih jelas dari siapa pun, dengan tenang dia
menghembuskan nafas tenang.
Waktu itu bayangan seseorang muncul dari hutan. Angin
keras meniup kain yang membungkus kepalanya. Muncullah
seorang berambut kuning emas, matanya biru dan
hidungnya mancung, walaupun umurnya sudah tua tapi
tetap terkesan dia tampan dan gagah.
Orang ini membawa pipa yang terlihat sangat aneh, dia
mendekat Wan Fei-yang. Liu Sian-ciu yang lebih
berpengalaman segera berteriak.
"Senjata api..." teriakannya belum habis terdengar suara
seperti petasan, cahaya terang keluar dari senjata api yang
dibawa orang itu. Kecepatan-nya di luar kemampuan
manusia, mata orang biasa tidak bisa melihatnya.
Tong Thian-co dan Tong Thian-yu dengan cepat keluar,
mereka ingin menghalangi benda itu melesat dengan senjata
rahasia mereka, tapi waktu itu mereka baru ingat mereka
sudah tidak punya senjata rahasia lagi.
Ci-liong-ong dan Pek-jin Taysu bersama-sama lari,
mereka tetap tidak keburu mencegat. Kekuatan untuk
menyelamatkan diri sendiri muncul. Tiba-tiba Wan Fei-yang
dan Beng To berputar lagi, semua karena tenaga dalamnya.
Kelebatan cahaya sudah sampai ke arah Wan Fei-yang,
tapi karena dia sedang berputar maka cahaya itu mengenai
kepala bagian kiri Beng To dan menembus keluar dari
sebelah kanan!
Tenaganya segera buyar, Beng To berteriak memilukan,
tubuhnya terlempar, darah keluar dari kepalanya, wajahnya
menjadi pucat.46
Perubahan seperti ini di luar dugaan Wan Fei-yang.
Tubuhnya berhenti berputar sorot matanya dengan cepat
melihat orang tua berambut pirang yang berada di atas
pohon. Kedua tangannya masih memegang senjata api, dia
terpaku melihat Beng To dan tiba-tiba berteriak:
"Mengapa bisa terjadi seperti ini..." bahasa yang dipakai
adalah bahasa Han-ie, tapi logatnya aneh. Dia segera
berputar kembali ke arah Wan Fei-yang, kedua tangannya
bergerak dengan cepat. Suara letusan terdengar lagi dan
cahaya keluar dari ujung senjata api itu.
WaN Fei-yang melihat jelas peluru ditembakkan ke
arahnya, kecepatannya di luar dugaan, dia tidak berani
menyambut hanya bisa menghindar.
Cara menghindarnya tidak bisa sembarangan dilakukan,
walaupun peluru meluncur dengan cepat, dia sanggup
menghindar.
Orang tua berambut pirang itu seperti tahu dia tidak
akan berhasil, karena itu dia pergi dengan cara terbang.
Wan Fei-yang mengikuti dari belakang, Ci-liong-ong dan
lain-lain juga sudah tiba.
Pesilat aliran sesat tidak ikut juga tidak tinggal. Mereka
tidak berjanji tapi tujuan mereka sama, lalu turun gunung.
Pohon besar roboh, kera-kera pun bubar. Mereka datang
bersama Beng To, begitu Beng To roboh mereka pun bubar.
Di depan istana yang sudah ambruk itu hanya tersisa
orang-orang suku Biauw, dengan bengong mereka melihat
Beng To yang sudah roboh. Semua terjadi begitu tiba-tiba,
membuat orang-orang yang bersifat polos sulit menerima
dalam waktu yang singkat.
Beng To merangkak bangun, matanya penuh rasa sedih.
Walaupun dia harus kalah dari Wan Fei-yang, tapi kalahnya47
harus seperti seorang pahlawan, sekarang dia akan mati,
mati tanpa kebanggaan.
Dia mengerti orang tua berambut pirang tadi ingin
membantunya, dia juga tahu orang tua itu pasti dari Mokauw barat, dia menerima bantuan dari orang tua itu, hanya
saja peristiwa itu terjadi tidak seperti keinginan manusia, hal
yang terjadi benar-benar di luar dugaan.
Sekarang dia harus mengaku bahwa kemampuan Wan
Fei-yang masih berada di atasnya, ilmu silat atau pun nasib
baiknya.
Orang-orang suku Biauw datang mengelilinginya.
"Angkat aku ke atas kain, kita segera pulang ke
perbatasan Biauw!"
Nada bicara Beng To penuh dengan rasa putus asa, sorot
mata juga seperti itu.
Itu adalah kata-katanya yang terakhir.
0-0-0
Wan Fei-yang terus mengejar, Ci-liong-ong dan yang lain
berada di belakang. Jalan yang dilalui orang tua berambut
pirang tadi adalah jalan buntu, asap putih keluar di
belakangnya dengan cepat menyebar. Asap itu menghalangi
pandangan Wan Fei-yang dan lain-lain, membuat mereka
tidak bisa melihat apa-apa.
Suara angin menderu seperti guntur, walau pun
pendengaran Wan Fei-yang sangat tajam, tapi tetap
terganggu oleh suara itu. Suara angin seperti guntur cukup
menutupi suara orang tua berambut pirang ketika bergeser.48
Ci-liong-ong, Pek-jin Taysu, dan Giok-koan Tojin sudah
tiba dan melihat situasi. Mereka segera mengerti mengapa
Wan Fei-yang berhenti mengejar.
"Tidak diragukan lagi orang itu dari Mo-kauw barat,
mereka seringkali menggunakan cara seperti ini!" kata Giokkoan Tojin dengan marah.
"Aku mengerti mengapa orang-orang Mo-kauw barat
tidak muncul!" kata Ci-liong-ong sambil tersenyum.
"Apakah mereka merasa tidak yakin maka menyerang
dengan mencuri-curi?" tanya Giok-koan Tojin.
"Salah..." Ci-liong-ong menggelengkan kepala.
"Karena Beng To tidak menghubungi mereka sama sekali,
setelah orang tua berambut pirang itu mendapat kabar baru
datang terburu-buru untuk melihat situasi yaitu bila Beng To
kalah maka akan menggunakan cara seperti tadi!"
"Kalah atau menang belum terlihat, dia terlalu tergesagesa!" kata Giok-koan Tojin.
"Beng To sudah kalah!" kata Ci-liong-ong. Dia melihat
Wan Fei-yang lalu tertawa, "maaf sudah merepotkanmu..."


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Awalnya semua ini karena aku, jadi harus aku yang
membereskannya!" kata Wan Fei-yang dengan tenang.
Tiba-tiba Ci-liong-ong terpaku dan bersuara:
"O..."
Pek-jin Taysu seperti mengerti lalu melantunkan bacaan
Budha.
Giok-koan Tojin tidak mengerti, dia bertanya:
"Apa yang sedang kalian bicarakan?"
Ci-liong-ong baru akan menjawab, Tong Thian-co dan
Tong Thian-yu sudah datang. Melihat Wan Fei-yang tidak
mengalami sesuatu apa pun, dia segera bertanya:
"Wan-tayhiap, senjata rahasia itu?"49
Liu Sian-du menyela:
"Itu adalah senjata rahasia dibuat dari mesin dan bahan
peledak!"
"Bukan senjata rahasia?" tanya Tong Thian-co.
"Boleh dikatakan senjata rahasia, tapi kekuatannya di
atas senjata rahasia biasa!" Jelas Liu Sian-du.
"Maafkan kami yang kurang pengetahuan!" kata Tong
Thian-co.
"Kalian harus waspada, aku berani menyambut senjata
rahasia kalian, tapi senjata rahasia jenis ini aku tidak percaya
bisa menyambutnya sebab gerakannya terlalu cepat!"
"Terima kasih atas pemberitahuannya!" Tong Thian-co
mengangguk.
"Tidak perlu khawatir terhadap masalah Mo-kauw barat
ini," Giok-koan Tojin menyela dengan dingin.
Wan Fei-yang menatap Giok-koan Tojin, dia seperti ingin
menyampaikan sesuatu, tapi enggan meneruskan.
"Senjata itu seperti gampang digunakan, kalau
diproduksi banyak..." Ci-liong-ong menyambung.
"Apakah Suheng takut dengan senjata itu mereka akan
mengacaukan dunia persilatan Tiong-goan?" tanya Bok
Touw-toh.
"Sekarang dunia persilatan masuk dalam hitungan apa?"
Ci-liong-ong balik bertanya.
Bok Touw-toh terpaku tapi hati Wan Fei-yang tergetar,
dia melihat Ci-liong-ong:
"Harap setiap orang bisa sepengertian tetua ini!"
Tidak ada orang yang menjawab, ada yang tidak tahu,
ada yang tidak mengerti maksudnya.
Ketua Bu-tong-pai, Pek-ciok Tojin juga datang, setelah
melihat situasi sekeliling, dengan senang dia mengucapkan:50
"Selamat, Sute!"
Wan Fei-yang tertawa kecut, dia hanya bisa tertawa. Ciliong-ong melihat dia dan menghela nafas:
"Aku baru mengerti kau orang seperti apa, aku kagum
kepadamu..."
"Lo-cianpwee terlalu memuji!"
Wan Fei-yang sekarang baru melihat tetua dunia
persilatan ini tidak berpandangan bobrok, malah
mempunyai pandangan bagus.
"Masih ada pekerjaan yang belum beres, mengapa tidak
dibereskannya sekarang juga?" tanya Ci-liong-ong.
Wan Fei-yang membalikkan tubuh lalu melangkah pergi,
Pek-ciok Tojin buru-buru bertanya:
"Sute, kau mau ke mana?"
"Ke tempat di mana dia harus pergi!" jawab Ci-liong-ong,
"kau boleh khawatir pada orang lain, tapi tidak perlu
mengkhawatirkan Sutemu!"
Pek-ciok Tojin melihat Ci-liong-ong, entah apa yang harus
dijawab.
"Selamat, selamat..." tiba-tiba Pek-jin Taysu berseru.
"Selamat apa?" Ci-liong-ong bertanya.
"Pinceng sudah lama belajar agama Budha, tetap belum
bisa merasa terbebas, sekarang melihat Tuan sedikit berhati
Budha dan pengertian, apakah tidak pantas diberi ucapan
selamat?" tanya Pek-jin Taysu.
Raja Barbar Momok Romawi 4 Kasus Terakhir Miss Marple Miss Marples Final Cases Karya Agatha Christie Bocah Berdarah Hitam 1

Cari Blog Ini