Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Seruling Sakti 10

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong Bagian 10


berwarna hitam. Tentunya itulah jarum yang beracun dan berbahaya.
Sambil menimpuk seperti itu, Yang Ie memutar tubuhnya, dia bermaksud
hendak melarikan diri.
Tapi Kim Lo mana bisa diperlakukan seperti itu? Walaupun jarum-jarum
tersebut menyambar deras sekali ke arahnya, tokh dia dengan mudah
menghindarkan diri. Dan telah mengibas dengan lengan bajunya, maka jarumjarum itu terlempar ke arah lain.
Kini Kim Lo juga sudah menjejak. Dia meluncur dengan pesat menerjang Yang
Ie. Yang Ie baru saja berlari beberapa tombak. Dia memang bermaksud hendak
melarikan diri. Tahu-tahu dia merasakan dari arah belakangnya menyambar
angin pukulan yang kuat.
Cepat-cepat Yang Ie memutar tubuhnya, terpaksa dia membatalkan maksudnya
hendak melarikan diri. Dia juga telah menangkisnya dengan kuat ke
belakang.
Tapi, dia menangkis angin kosong karena Kim Lo menarik pulang tangannya.
Hanya tubuhnya yang telah meluncur terus. Dan barulah kemudian dia
mengulurkan tangannya buat mencengkeram pundak Yang Ie.
Walaupun Yang Ie jeri pada Kim Lo tokh dia adalah pahlawan kerajaan yang
memiliki kepandaian tidak rendah. Dalam keadaan terdesak seperti itu, diatidak mau manda berdiam diri saja untuk dicengkeram. Karena dari itu, dia
telah membalas menyerang setelah berkelit. Tiga kali beruntun.
Dalam keadaan nekad seperti itu, setiap serangannya seperti juga pukulan
yang hendak mengadu jiwa.
Lincah sekali Kim Lo menghindarkan diri dari setiap serangan tersebut.
Sedangkan Yang Ie mempergunakan kesempatan itu telah mencabut pedangnya.
Justeru Yang Ie mencabut pedangnya, berarti dia telah mencari penyakitnya
sendiri. Kim Lo juga tidak ayal telah mengeluarkan serulingnya.
Waktu itu Yang Ie menikam dua kali, tokh cepat sekali Kim Lo mengeluarkan
serulingnya dan tahu-tahu telah menotok jalan darah Mang-su-hiat di dada
si pahlawan istana kaisar itu.
Pahlawan Kaisar itu terkejut, dia berusaha berkelit. Namun gerakan
seruling Kim Lo aneh sekali. Mata ujung seruling seperti bisa berobah
menjadi beberapa batang, dan menyambar berbagai tempat, membuat Yang Ie
belum tahu apa-apa dia telah tertotok, seketika tubuhnya jadi lemas,
tenaganya berkurang banyak.
Hampir saja dia jatuh terduduk lemas, untung saja dia memiliki latihan
lwekang yang kuat, maka dia masih bisa mengempos seluruh sisa tenaga yang
ada padanya buat mempertahankan kuda-kuda sepasang kakinya.
Kim Lo tidak membiarkan sampai di situ,
"Terimalah serangan!" Berseru Kim Lo, dan pesat sekali serulingnya
menyambar lagi.
"Tukkk!" Jalan darah Yang Ie tertotok lagi.
Dia tubuh terjengkang dengan muka pucat. Dia beringsut hendak melarikan
diri, dan menimpukkan pedangnya kepada Kim Lo.
Namun Kim Lo bisa mengelakan sambaran pedang yang ditimpukkan Yang Ie.
"Hemmm, kau mau bicara atau tidak, Taijin? Atau memang memaksa aku
mempergunakan kekerasan buat memaksa dirimu?" Tanya Kim Lo kemudian.
Muka Yang Ie pucat pias.
Bie Lan mengawasi semua itu dengan penuh kagum. Ia tidak menyangka si
pemuda yang mukanya selalu ditutupi oleh kain putih itu, yang mengaku
sebagai cucu Oey Yok Su, benar-benar memang memiliki kepandaian yang
tinggi sekali.
Bie Lan sudah menyaksikan, dalam beberapa gebrakan saja, Kim Lo sudah
dapat merubuhkan Yang Ie dengan mudah sekali. Itulah kepandaian yang
tinggi, karena Yang Ie memang memiliki kepandaian tidak rendah.
Sedangkan Wang Chia Tat, yang tengah bertempur dengan si pengemis Kim Cie
Sin-kay, mengalami kesulitan juga, dia tengah terdesak hebat.
Karena waktu itu Wang Chia Tat sudah tidak memiliki kesempatan buat
membalas menyerang kepada Kim Cie Sin-kay, dia repot menghindarkan diri
dari sambaran tangan si pengemis.Sedangkan menyusul dia mendengar teriakkan Yang Ie membuat hati Wang Chia
Tat tergetar. Dia melirik dan melihat kawannya rubuh terjungkel karena
tertotok jalan darahnya.
Dia putus asa, dan waktu dia melirik begitu di saat perhatiannya
terpecahkan, Kim Cie Sin-kay justru telah menyambar gesit sekali,
tangannya mencengkeram tulang pie-penya, sehingga terpaksa dia menyerah.
Tenaganya jadi lenyap, dia tidak bisa meronta lagi.
"Jika kau berpikir masih hendak melawan maka aku akan meremas lebih kuat
lagi agar tulang pie-pemu ini hancur dan kepandaianmu semuanya musnah."
Ancaman Kim Cie Sin-kay.
Menggigil tubuh Wang Chia Tat, kini hancurlah nyalinya, lenyap pula
keberanian dan keangkuhannya.
"Apa....... apa yang kau inginkan dariku?" tanya Wang Chia Tat kemudian.
"Hemm....... sekarang kau katakan, apakah kau yang selama ini bekerja
sebagai Jay-hoa-cat mengganggu wanita-wanita di dalam kota ini?" Tanya
Kim Cie Sin-kay dengan suara bengis.
"Bu....... bukan!"
"Jangan dusta!"
"Sungguh....... bukan aku!"
"Hemm, kalau kau tak mau bicara terus terang, baiklah! Aku akan meremas
hancur tulang pie-pemu!" ancam Kim Cie Sin-kay.
"Jangan.!" teriak Wang Chia Tat, ia mengerti apa artinya kalau sampai
tulang pie-penya itu kena diremas hancur oleh Kim Cie Sin-kay, berarti
seluruh kepandaiannya yang dilatihnya selama puluhan tahun, akan musnah.
"Kau mau bicara.!"
"Aku bicara.......!"
"Ayo cepat beritahukan, siapa-siapa saja yang bekerja sebagai penjahat
pemetik bunga?"
"Sebenarnya. sebenarnya Pu San Hoat-ong.... yang.. yang.......!"
"Pu San Hoat-ong? Jadi seorang pendeta?"
"Be. benar!"
Wang Chia Tat melirik.
"Hemmm, kalau begitu memang dia!" Kata Kim Cie Sin-kay kemudian menggumam
seorang dari.
"Apakah.. apakah kau sudah bertemu muka dengan Pu San Hoat-ong?"
sengaja dia bertanya seperti itu, seakan juga dia tidak mengetahui apa
yang pernah dialami Pu San Hoat-ong.
Sebenarnya, dia memang telah mendengar dari Pu San Hoat-ong, bahwa
kepandaian si pengemis dan orang yang mukanya berselubung kain putih itu
sangat tinggi. Dan sekarang dia telah membuktikan.Namun dia tengah berusaha mencuci tangan. Dia ingin menimpahkan seluruh
kesalahan pada Pu San Hoat-ong, maka dari itu, dia bersikap seperti itu.
Kim Cie Sin-kay melirik tajam sekali, sinar matanya bengis, karena
pengemis ini yakin bahwa Wang Chia Tat memang salah satu Jay-hoa-cat yang
mengganggu keamanan kota ini.
"Hemmm, kau juga terus bersahabat baik sekali dengan pendeta itu, bukan?
Tentunya kau sendiri pun sering mengganggu gadis-gadis dan wanita lainnya
di kota ini?"
"Ti. tidak.."
"Jangan dusta!" Bentak Kim Cie Sin-kay sambil meremas lebih kuat.
Tulang pie-pe itu diremas lebih kuat, jelas mendatangkan rasa sakit yang
hebat buat Wang Chia Tat.
"Aduh.. aduh.. jangan..!" Dia berseru dengan tubuh lemas tidak
bertenaga, kesakitan dan juga bercampur rasa ketakutan yang sangat.
"Kau bicara yang jujur!" Bentak Kim Cie Sin-kay!
"Aku akan bicara!"
"Ayo jelaskan yang jujur!"
"Aku.. aku memang pernah satu-dua kali ikut melakukan, tapi atas
bujukan dari Pu San Hoat-ong."
"Hemmmm, tepat kalau begitu! Kau lah si Jay-hoa-cat itu! Dan sekarang kau
beritahukan di mana kawan-kawanmu berdiam dan juga si pendeta busuk
itu?!"
"Aku. aku.!"
"Cepat katakan dan tunjukkan kepada kami!" bentak Kim Cie Sin-kay, dia
meremas lebih keras lagi.
"Aduh lepaskan dulu, aku akan memberitahukannya!" Kata Wang Chia Tat
teraduh-aduh.
"Cepat katakan atau memang kau hendak mengalami hancurnya tulang piepemu?"
"Aku akan membawa kalian ke sana!" Kata Wang Chia Tat saking mati kutu
dan tidak berdaya, juga memang dia ketakutan sekali kalau sampai tulang
pie-penya itu diremas hancur. Selanjutnya seluruh ilmunya yang telah
dilatih puluhan tahun jadi lenyap dan dia menjadi manusia bercacad.
"Baik! Jika kau bersedia mengantarkan kami, nanti kami akan
mempertimbangkan, jika memang kau insaf tentu kau akan kami ampuni."
Setelah berkata begitu, tangan Kim Cie Sin-kay menotok salah satu jalan
darah di dekat bawah dada, di atas perut. Dia menotok cukup keras.
Wang Chia Tat merasa sakit bukan main sedangkan Kim Cie Sin-kay sudah
melepaskan cengkeraman tulang pie-pe orang ini. Dia bilang:"Jalan darah telah kutotok. Jangan harap ada orang yang bisa membuka
jalan darah itu! Hemm siapapun tentu tidak akan sanggup membebaskan kau
dari totokan itu selain diriku! Memang sekarang ini totokan tersebut
belum terpengaruh apa-apa tapi setelah lewat seminggu kau akan mampus
perlahan-lahan!"
Wang Chia Tat memang mengerti apa artinya jika jalan darah Hua-lun-hiat
kena ditotok maka ia akan sengsara jika tidak cepat-cepat jalan darah
dibuka. Tadi dia memang merasa jalan darahnya tertotok, mendatangkan rasa
sakit yang hebat. Karenanya dia percaya bahwa si pengemis bukan sekedar
mengancam saja.
Waktu itu Kim Cie Sin-kay menoleh pada Kim Lo, yang tengah mendesak Yang
Ie. "Mereka ini memang kaum Jay-hoa-cat, dan kita akan pergi ke sarang
mereka!" teriaknya.
"Ya, kawannya inipun telah mengakuinya."
Dengan tubuh lesu, Wang Chia Tat dan Yang Ie melangkah akan mengajak Kim
Cie Sin-kay bertiga ke gedung Wie-sung Taijin, untuk di pertemukan dengan
Pu San Hoat-ong dan kawan-kawan mereka.
Di hati Wang Chia Tat memang sudah berpikir, ia tidak memiliki jalan
lain. Mau atau tidak dia harus membawa ketiga orang itu kepada Pu San
Hoat-ong, karena dia bermaksud Pu San Hoat-ong menolonginya.
Bukankah di sana bukan hanya Pu San Hoat-ong saja seorang? Masih ada
belasan kawan mereka, yang memiliki kepandaian tinggi.
Mustahil dengan jumlah yang demikian banyak mereka tidak bisa membekuk
Kim Cie Sin-kay, Kim Lo dan Bie Lan bertiga? Dan juga mereka bisa meminta
bantuan dari anak buah Wie-sung Taijin si walikota itu, yang tentunya
bisa saja mengerahkan tentaranya dan juga para jago-jagonya buat
menghadapi Kim Cie Sin-kay bertiga.
Setelah berjalan beberapa saat, Kim Cie Sin-kay membentak pada Wang Chia
Tat, "Nah sekarang kau katakan juga pada kami, apa maksud kalian, para
pahlawan istana Kaisar, bisa berada di kota ini, yang sesunggunya
terpisah jauh sekali dari kotaraja?!"
"Kami kami tidak mengetahui! Karena Pu San Hoat-ong adalah komandan
kami dia yang mengetahuinya!
"Kami semua tidak diberitahukan, apa maksud keberangkatan kami ini, yang
perlu kami taati adalah melaksanakan perintah tanpa banyak bicara!
Menurut Pu San Hoat-ong, jika sudah tiba di tempat tujuan barulah kami
akan diberitahukan apa-apa saja tugas kami!"
Kim Cie Sin-kay tertawa dingin.
"Hem, kembali kau main gila!" Bentak Kim Cie Sin-kay. "Tentu hendak
memutar-mutar lidahmu itu....... atau memang kau hendak aku Si pengemis
tua yang melarat menghajar kau dulu, baru engkau mau bicara dengan
jujur?"
Muka Wang Chia Tat, berobah pucat, ia mengerti bahaya yang sewaktu-waktu
bisa menimpah dirinya. Dia dalam keadaan tidak berdaya, jika sampai KimCie Sin-kay menyiksa dirinya, berarti dia tidak bisa memberikan
perlawanan.
Dia akan tersiksa dan menderita sekali. Dia telah melihatnya betapa Kim
Cie Sin-kay memang tidak segan-segan menurunkan tangan bengis kepadanya.
"Tapi tapi aku telah bicara dari hal yang sebenarnya." Dia membela
diri.
Kim Cie Sin-kay tersenyum mengejek. Dia menoleh kepada Kim Lo.
"Siauwhiap, tindakan apa yang harus kita lakukan terhadap manusia
berkepala batu ini?" Tanyanya.
Kim Lo tidak segera menyahuti, dia melirik kepada Yang Ie. Dilihatnya
Yang Ie berjalan dengan kepala tertunduk. Tapi jelas dia tengah ketakutan
juga, dia kini berpura-pura tidak mendengar tanya jawab itu, sebab ia
kuatir nanti Kim Cie Sin-kay mengalihkan pertanyaan padanya, mukanya
pucat sekali.
"Hemm, bagaimana nona Yo?" Tanya Kim Lo akhirnya pada si gadis
"Jika memang mulut mereka terkancing dan sulit dibuka, kita pakai tangan
besi saja buat merobek mulut mereka!" menyahuti Bie Lan dengan tenang.
Karuan saja hati Wang Chia Tat dan Yang Ie tambah ketakutan karena mereka
menyadari, berarti mereka akan menghadapi kesulitan tidak kecil.
Diam-diam mereka mengharapkan agar cepat-cepat bisa tiba di gedung Wiesung Taijin.
Atau juga, mereka mengharapkan dalam perjalanan ini mereka bisa berjumpa
dengan kawan-kawan mereka, atau memang Pu San Hoat-ong, setidak-tidaknya.
Merekapun berharap bisa bertemu dengan rombongan anak buah Wie-sung
Taijin.
Akan tetapi, sepanjang jalan hanya penduduk kota itu yang mengawasi
mereka dengan hati bertanya-tanya.
Kim Cie Sin-kay telah bilang lagi: "Baiklah, karena kau tidak mau bicara
jelas, maka biarlah kalian akan kami pukuli dulu biar dilihat oleh
penduduk kota ini, bahwa pahlawan Kaisar telah dihajar babak belur si
pengemis tua yang sudah mau mampus ini!"
Bukan main kecut hati Wang Chia Tat dan Yang Ie. Apa lagi mereka melihat
Kim Cie Sin-kay dan Kim Lo telah melangkah lebih lebar semakin mendekati
mereka, dengan sikap siap untuk menghajar mereka.
"Tahan!" Teriak Wang Chia Tat yang sudah tidak bisa menahan rasa
takutnya. "Aku akan bicara!"
"Nah, begitu baru jadi anak baik!" Kata Kim Cie Sin-kay mengejek. "Ayo
cepat beritahukan apa maksud kedatangan kalian ke kota ini?"Wang Chia Tat ragu-ragu. Ia melirik kepada Yang Ie. Kawannya itu pun
melirik dia dengan sikap bimbang. Namun akhirnya Yang Ie mengangguk.
"Kami kami diperintahkan Hong-siang (kaisar)!" kata Wang Chia Tat pada
akhirnya.
"Hemmm, kau tidak perlu menggertak kami dengan membawa-bawa nama raja
buntutmu itu!" bentak Kim Cie Sin-kay sengit. "Ayo cepat katakan, apa
maksud tujuan kalian yang sebenarnya?"
"Ya, kami memang diperintahkan Hong-siang untuk.. untuk pergi ke Yangcung!"
"Pergi ke Yang-cung?" Tanya Kim Cie Sin-kay, tampaknya si pengemis
terkejut sekali.
Kim Lo dan Bie Lan pun tampaknya terkejut. Tentu saja rasa terkejut
ketiga orang itu tidak lepas dari mata Wang Chia Tat dan Yang Ie.
Seketika mereka terpikir: "Hemm, tentu kalian adalah orang-orang yang
hendak berkumpul di Yang-cung!"
Karenanya Wang Chia Tat segera juga bilang: "Hong-siang perintahkan kami
buat jago-jago yang akan berkumpul di sana, untuk mengundang mereka
datang ke kota raja, untuk memberikan kedudukan serta pangkat yang
tinggi, karena Hong-siang ingin sekali mengikat tali persahabatan dengan
mereka!"
"Plak!" Tiba-tiba tangan Kim Cie Sin-kay melayang menempiling muka Wang
Chia Tat, dan disusul oleh jerit kesakitan, "Aduuhh!" dari pahlawan
istana Kaisar tersebut.
"Hemmmm!" Mendengus Kim Cie Sin-kay dengan muka bengis. "Kau jangan
ngibul di depan aku si pengemis tua! Aku tahu, kau ngibul dan hendak
mendustai kami! Katakan yang sebenarnya! Apa maksud raja bututmu
perintahkan kalian ke Yang-cung?"
Wang Chia Tat merasakan pipinya masih sakit bukan main. Dia juga kaget
bercampur kesakitan, karenanya, hatinya jadi ciut. Dia jadi tergagap
waktu menyahuti!
"Sebenarnya....... sebenarnya kami diperintahkan Hongsiang.!"
Dia ragu-ragu lagi buat meneruskan kata-katanya. Sebab dia sendiri telah


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menduga bahwa Kim Cie Sin-kay bertiga dengan Kim Lo dan Bie Lan adalah
orang-orang yang akan berkumpul di Yang-cung!
"Apa? Cepat katakan? Atau memang engkau mau dihajar dulu baru mau
bicara!" Bentak Kim Cie Sin-kay. "Kau lihatlah, penduduk mulai banyak
menonton, atau kau hendak kami hajar babak belur untuk jadi tontonan
mereka?"
Wang Chia Tat jadi mati kutu. Dia ketakutan sekali kalau saja pengemis
itu membuktikan ancamannya.
"Sebetulnya kami. kami diperintahkan buat mengacaukan pertemuan para
orang gagah itu!" akhirnya Wang Chia Tat bisa juga menjawab dengan hati
yang berdebar, karena dia kuatir kena dihajar lagi oleh si pengemis yang
tangannya enteng itu.Kim Lo dan Bie Lan saling pandang kemudian telah mendengus dengan muka
merah sebab marah.
"Hemmm, rupanya memang manusia-manusia busuk, yang bukan main jahatnya!"
Menggumam Kim Lo. "Justeru, mereka disaat tengah melakukan tugas seperti
itu, merekapun mengganggu penduduk yang tidak berdaya!
"Pantas saja kejahatan di kota ini merajalela tanpa bisa dikendalikan
oleh walikota maupun Tie-kwan (hakim) di kota ini. Karena merekalah
orang-orang Kaisar! Kasihan adalah penduduk yang tidak berdaya, yang
menjadi korban keganasan mereka!"
Waktu berkata begitu, Kim Lo murka bukan main. Jika memang menuruti hati
kecilnya tentu dia sudah menghajar hancur bagian batok kepala Yang Ie.
Namun dia masih bisa menahan diri. Dia menoleh kepada Kim Cie Sin-kay.
"Locianpwe, apa yang harus kita lakukan terhadap manusia-manusia iblis
yang ganas ini?"
Kim Cie Sin-kay tidak segera menyahuti, karena ia tengah berpikir keras,
untuk menentukan sikap. Ia pun tengah berpikir, bahwa apa yang terjadi
sekarang ini merupakan suatu persoalan yang cukup penting.
Ia bersyukur juga bahwa justeru hari ini berhasil membekuk Wang Chia Tat
maupun Yang Ie, kedua anak buah Pu San Hoat-ong, dua orang pahlawan
istana Kaisar. Dengan demikian ia bisa mengetahui ancaman yang bisa saja
terjadi buat orang-orang gagah yang akan berkumpul di Yang-cung.
"Baiklah!" Kata Kim Cie Sin-kay kemudian, ia berpikir jauh. Ia tidak jadi
menghajar Yang Ie maupun Wang Chia Tat. "Kita akan menentukan nanti
setelah bertemu dengan teman-teman ke dua manusia busuk ini!"
Kim Lo dan Bie Lan mengangguk, mereka bisa menangkap apa maksud Kim Cie
Sin-kay.
Sedangkan Wang Chia Tat dan Yang Ie jadi bersyukur. Mereka lega, karena
mereka berdua tidak jadi dihajar oleh tiga orang ini. Sebelumnya mereka
sangat kuatir sekali, mereka ketakutan, bahwa mereka akan di hajar di
sini juga.
Begitulah, Wang Chia Tat dan Yang Ie digiring Kim Cie Sin-kay berdua Kim
Lo dan Yo Bie Lan, ke gedung Wie-sung Taijin.
Pu San Hoat-ong kaget menerima laporan dan beberapa orang anak buah Wiesung Taijin, tentang digiringnya Wang Chia Tat bersama Yang Ie dengan
tiga orang yang tampaknya memang telah menguasai kedua anak buah Pu San
Hoat-ong tersebut, segera ia keluar melihat.
Waktu melihat Kim Cie Sin-kay, Kim Lo dan Bie Lan, ia segera mengenali
tiga orang yang pernah mempermainkannya. Kemarahannya jadi meluap. Ia pun
berpikir bahwa ini adalah kesempatannya, buat menghajar ke tiga orang
itu. Bukankah di sarangnya ini ia memiliki jumlah tenaga yang besar,
belum lagi dibantu oleh para jagonya Wie-sung Taijin.
Melihat munculnya Pu San Hoat-ong, tampak Kim Cie Sin-kay tertawa dingin.
"Hemmm, ternyata kau biang keladi dari kerusuhan yang terjadi kota
ini..!" mendengus si pengemis.Sedangkan Pu San Hoat-ong yang telah naik darahpun berkata dengan suara
yang dingin, mengandung hawa pembunuhan: "Bagus! Kalian rupanya ingin
mengantarkan jiwa.! Bagus! Bagus!"
"Apanya yang bagus?" Tegur Bie Lan dengan suara mengejek, "Hemm, ternyata
kau memang pendeta busuk yang perlu dimampusi. Hanya mengganggu dan
mencelakai rakyat!"
Muka Pu San Hoat-ong merah padam. Ia membentak nyaring sambil melompat
maju ke depan:
"Kau bocah busuk, kau pun harus mampus!"
Kim Lo tertawa tawar: "Jangan bicara takbur, mungkin kau bersama anak
buahmu yang akan kami basmi!"
Yang Ie dan Wang Chia Tat memandang dengan sikap seperti memohon bantuan
Pu San Hoat-ong.
Sedangkan anak buah Pu San Hoat-ong lainnya, telah keluar pula. Mereka
mengambil sikap mengepung.
Demikian juga dengan belasan orang anak buah Wie-sung Taijin, mereka ikut
mengepung.
Kim Cie Sin-kay menoleh kepada Kim Lo dan Bie Lan, ia berbisik perlahan,
"Kepandaian mereka tidak rendah, kalian hati-hati menghadapi mereka!"
Kim Lo dan Bie Lan cuma mengangguk. Merekapun sudah bersiap-siap untuk
menghadapi Pu San Hoat-ong dengan orang-orangnya itu.
Waktu Pu San Hoat-ong sudah memberikan isyarat kepada anak buahnya, empat
orang pahlawan Kaisar segera melompat buat menyerang Bie Lan.
Mereka tahu di antara tiga orang itu Bie Lan lah yang kepandaian paling
lemah. Dan karena dari itu, mereka telah mengincar si gadis.
Tapi Kim Lo tidak mau berdiam diri. Melihat Bie Lan diserang, ia yang
mewakilinya.
Tubuhnya berkelebat, dengan serulingnya di tangan berkelebat, maka
keempat orang itu terhuyung mundur dengan terkejut. Karena mereka
merasakan sambaran angin yang tajam. Dan jika tadi mereka tidak cepatcepat menghindarkan diri, niscaya akan membuat mereka tertotok oleh
seruling si pemuda.
Pu San Hoat-ong memang sudah mengetahui bahwa Kim Lo, Kim Cie Sin-kay
merupakan orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi dan tidak mudah
untuk merubuhkannya. Sengaja dia tidak mau turun tangan dulu.
Ia ingin mengerahkan anak buahnya buat mengepung tiga orang tersebut,
menunggu sampai mereka lelah, barulah Pu San Hoat-ong akan turun tangan
sendiri. Dengan cara demikian niscaya dia akan lebih mudah merebut
kemenangan.
Kim Cie Sin-kay sendiri sudah dapat, membaca pikiran si pendeta. Barulah
ia tertawa mengejek ketika diserbu oleh anak buah Pu San Hoat-ong.
Karena yang menyerbu itu bukan bukan tentara biasa, melainkan pahlawan
Kaisar yang memiliki kepandaian tinggi, maka Kim Cie Sin-kay pun tak bisacepat-cepat merubuhkan mereka. Iapun terlibat dalam pertempuran yang tak
berkesudahan, karena tak mudah juga Kim Cie Sin-kay melepaskan diri dari
libatan orang-orang itu.
Bie Lan sudah mencabut pedangnya, ia melesat ke sana ke mari untuk
menghadapi orang-orangnya Pu San Hoat-ong.
Kim Lo sambil menghadapi anak buah Pu San Hoat-ong, selalu berusaha
menggeser kedudukan dirinya buat mendekati si pendeta.
Ketika merasa jaraknya dengan si Pendeta terpisah tidak terlalu jauh
lagi, segera ia mengeluarkan suara bentakan nyaring. Tubuhnya melesat ke
tengah udara dan sepasang tangannya bergerak menghantam pada Pu San Hoatong. Sebetulnya Pu San Hoat-ong tengah berdiri tak bersiap sedia, karena ia
tak menyangka sama sekali Kim Lo bisa mendadak saja meninggalkan lawanlawannya, dan tahu-tahu telah melesat begitu cepat padanya, sambil
menghantam.
Dengan demikian, jelas membuat si pendeta kaget dan segera mengadakan
penyambutan yang mendadak sekali. Ia menangkis dengan mengerahkan tujuh
bagian tenaganya.
Menangkis pukulan, dia tidak berani buat mengerahkan tenaganya tanggungtanggung, karena dia tahu Kim Lo memiliki kepandaian yang tinggi. Dan
tangan mereka saling bentrok keras sekali.
Tubuh Kim Lo yang terapung di tengah udara, segera berputar, tahu-tahu
sudah hinggap di belakang si pendeta. Dia menyusuli lagi hantamannya.
Pu San Hoat-ong kaget bercampur kagum atas kegesitan orang yang mukanya
terselubung kain putih itu. Dan cepat-cepat menghindar lagi.
Tiga orang anak buah Pu San Hoat-ong segera melompat menerjang kepada Kim
Lo, buat membantui Pu San Hoat-ong. Mereka terdiri dari dua orang lakilaki kurus dan seorang bertumbuh sedang.
Yang bertumbuh sedang ini bersenjata tombak pendek bercagak, sedangkan
kedua kawannya bersenjata pedang. Mereka melihat Kim Lo dengan serangan
berbahaya. Memang tiga orang kawan Pu San Hoat-ong memiliki kepandaian
cuma satu tingkat di bawah Pu San Hoat-ong.
Kepandaian mereka tinggi dan sekarang mereka sekaligus maju bertiga buat
mengepung Kim Lo, maka Kim Lo tidak bisa cepat-cepat merubuhkan mereka.
Terlihat lagi Pu San Hoat-ong sudah mulai menerjang maju memukul dahsyat
sekali pada Kim Lo.
Tapi Kim Lo besar hatinya dan juga sangat berani. Dia menghadapi dengan
baik sekali. Memang pemuda ini memiliki gin-kang yang mahir melesat ke
sana ke mari.
Sementara waktu dia menghindarkan serangan lawan-lawannya karena ia
hendak melihat kelemahan dari lawan-lawannya itu. Setelah lewat beberapa
jurus, barulah Kim Lo memutar serulingnya.
Dia telah mengelak ke sana ke mari mengancam lawan-lawannya. Setiap
totokannya selalu mengincar bagian yang mematikan, membuat lawannya tidak
dapat mendesak terlalu dekat padanya.Kim Lo berseru nyaring, tahu-tahu tubuhnya seperti bayangan, telah berada
di belakang kawan Pu San Hoat-ong yang bertubuh sedang. Serulingnya
menotok telak sekali pada punggung orang itu, tubuh lawannya terhuyung
sambil menjerit kaget, tubuhnya tergoncang, namun ia tak sampai rubuh.
Melihat kawannya terancam, Pu San Hoat-ong menerjang dengan pukulan yang
dahsyat. Namun Kim Lo bisa menghindarkan diri, malah serulingnya telah
mengibas, membentur tulang pergelangan tangan Pu San Hoat-ong.
Walaupun kepandaian Pu San Hoat-ong tinggi, tokh terbentur dengan
seruling Kim Lo, membuat lengannya itu sangat sakit. Ia mundur beberapa
langkah. Hatinya kagum sekali buat kelihayan orang yang mukanya
terselubung kain putih ini.
Waktu Kim Lo hendak mendesak Pu San Hoat-ong dan yang lainnya, mendadak
ia mendengar jeritan Bie Lan. Nona Yo kena terserempet pedang pada
pundaknya. Tebasan pedang lawannya yang menyerang membokong dari
belakangnya.
Kim Lo batal buat mendesak Pu San Hoat-ong, ia mendesak ke dekat si
gadis.
"Kenapa kau nona?" tegurnya dengan kuatir.
Si gadis mengeleng perlahan.
"Tidak apa-apa.......!" Katanya sambil memutar pedangnya buat menghadapi
terus lawannya.
Tapi Kim Lo tahu dengan keadaan terluka seperti itu niscaya si gadis
tidak leluasa lagi menghadapi lawan-lawannya. Dia jadi tidak mau berada
jauh dari si gadis. Serulingnya telah mengancam biji mata salah seorang
lawannya.
Waktu dia mengelak, tangan kiri Kim Lo cepat sekali menyambar,
mencengkeram baju di dekat ketiak orang itu. Begitu Kim Lo mengerahkan
tenaganya, seketika orang tersebut terlontar ke tengah udara.......
"Mari kugendong!" Kata Kim Lo.
Dan dia tidak menunggu persetujuan si gadis. Tangannya menyambar pinggang
si gadis, sedangkan tangan kanannya telah memutar serulingnya.
Dia menjejakkan kakinya, mengempit si gadis keluar dari kepungan orangorang itu. Waktu itu tampak Kim Cie Sin-kay pun tengah dikepung oleh
lawan-lawannya, dan mendengar jerit kesakitan Bie Lan.
Sebetulnya si pengemis berusaha menerjang keluar dari kepungan. Cuma saja
ia tidak berhasil, ia telah merubuhkan tiga orang lawannya tapi jumlah
lawan yang mengepungnya sangat banyak sekali.
Karena dari itu, ia telah berusaha merubuhkan lawan-lawannya lagi. Ia
berusaha menerjang keluar dari kepungan.Melihat Kim Lo berhasil membawa Bie Lan menyingkir keluar kalangan
pertempuran itu hatinya jadi agak lega.
"Siauwhiap, kau bawalah nona Yo ke tempat yang yang aman!" berseru Kim
Cie Sin-kay, "biarlah aku yang menghadapi mereka!"
"Baik!" berseru Kim Lo. Dia memang menguatirkan keselamatan Bie Lan. Ia
ingin membawa dulu si gadis ke tempat yang aman, kemudian kembali buat
membantu Kim Cie Sin-kay.
Belum lagi Kim Lo menjejakkan kakinya, Pu San Hoat-ong bersama enam orang
pahlawan Kaisar lainnya, telah datang mengepungnya lagi. Mereka semuanya
memiliki kepandaian yang liehay.
Juga Pu San Hoat-ong dalam keadaan murka, bernafsu sekali hendak membunuh
Kim Lo. Serangannya selalu mengandung maut. Dan kepungan yang dilakukan
memang ketat sekali.
Dalam keadaan seperti itu, untuk sementara waktu Kim Lo tidak bisa
membawa menyingkir Bie Lan, malah keadaannya terancam. Sebab dia dengan
tangan kiri mengempit pinggang si gadis dan cuma mengandalkan tangan
kanannya, membuat gerakannya tidak leluasa dan ia terkepung rapat sekali.
Kim Cie Sin-kay melihat keadaan kawan-kawannya, jadi mengeluh juga,
Dengan gusar ia menghantam pada salah seorang lawannya di sebelah kanan.
Orang itu terjengkang, Kim Cie Sin-kay berusaha menerobos terus.
Tapi kepungan lawan lawannya sangat rapat sekali. Dan pengemis ini
kembali terlibat dalam kepungan itu.
Lawan-lawannya sekarang pun berlaku licik, mereka tidak beradu, dan
tangan mereka hanya mengepung dan mengancam, dan selalu mundur jika
didesak oleh si pengemis. Dengan demikian, Kim Cie Sin-kay gusar tanpa
dapat melampiaskannya, diapun tidak melepaskan diri dari kepungan lawanlawannya itu.
Kim Lo sendiri mengeluh, karena Pu San Hoat-ong dengan enam orang
kawannya mengepung rapat sekali. Dia tengah membawa-bawa Bie Lan, membuat
dia tidak leluasa. Juga telah datang belasan orang jago Wie-sung Taijin
yang bersiap-siap hendak menerjang maju.
Jika keadaan seperti itu berlangsung lebih lama, tentu aku merugikan
pihaknya.
Bie Lan sendiri melihat ancaman yang ada. Dia segera bilang: "Turunkan
aku.. lukaku tidak terlalu berat!" Katanya.
Tapi Kim Lo mana mau memenuhi permintaan si gadis, karena dia tahu, jika
si gadis dikepung rapat seperti dia, tentu si gadis akan celaka. Bukankah
kepandaian si gadis memang berada di sebelah bawah kepandaian Kim Lo?
Juga, bukankah dia tengah terluka?
Begitulah pertempuran tersebut, suatu pertempuran yang pincang. Karena
pengeroyokan dengan jumlah yang jauh lebih besar, berlangsung terus.
Pu San Hoat-ong girang, dia yakin, akhirnya dia akan berhasil merubuhkan
Kim Lo menawan Bie Lan. Berulang kali ia berseru memberikan semangat,
kepada kawan-kawannya, agar menyerang jauh lebih hebat lagi.Dalam keadaan seperti itulah, mendadak sekali di tengah udara terdengar
suara pekik burung. Kim Lo melirik. Dia melihat seekor burung rajawali
putih tengah terbang melayang-layang di tengah udara.
Waktu Kim Lo melirik ke atas. Tangan Pu San Hoat-ong meluncur pesat
sekali ke arah pundaknya. Kim Lo terkejut. Untung dia masih bisa
mengelakkan hantaman itu.
Dan membarengi dengan mengelakkan diri seperti itu, serulingnya segera
menghantam tengkuk salah seorang lawan yang ada didekatnya. Hantaman itu
telak sekali, orang itu terhuyung kesakitan dan memuntahkan darah segar!
Kim Lo tidak memecahkan perhatiannya, dia mengempos semangatnya, dia juga
menghadapi lawannya dengan penuh perhatian lagi. Dia mengamuk ke sana ke
mari.
Burung rajawali yang tengah terbang di tengah udara memekik nyaring,
kemudian meluncur turun. Burung rajawali itu berbulu putih serta
berukuran besar. Sepasang sayapnya yang dikibas-kibaskan mendatangkan
desau angin yang keras.
Malah begitu turun, segera sayap kanannya telah menghantam kuat sekali
kepada dua orang lawan Kim Lo. Orang itu memiliki tenaga yang kuat, tapi
disampok oleh sayap burung rajawali putih tersebut, mereka terpelanting,
terpental seperti kapas saja.
Pu San Hoat-ong kaget, tapi belum lagi dia mengetahui apa yang harus
dilakukannya, sayap burung rajawali itu menyampok kepadanya. Melihat tadi
hebatnya tenaga sampokan burung rajawali ini, Pu San Hoat-ong menjejakkan
kakinya buat melompat ke belakang, menghindarkan diri.
Tapi terlambat. Sayap burung itu telah tiba dan tubuh Pu San Hoat-ong
terhantam dengan dahsyat, sehingga diapun terpelanting. Cuma saja,
disebabkan gin-kang Pu San Hoat-ong lebih tangguh lagi dari kawankawannya maka ia bisa mangendalikan dirinya, tidak sampai terpelanting
hebat.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedangkan Kim Lo sendiri jadi girang bukan main. Dia segera menjejakkan
kakinya, tubuhnya melesat ke atas punggung burung rajawali itu.
Karena gin-kang Kim Lo memang telah mahir, maka dia bisa hinggap di
punggung rajawali tersebut dengan baik. Kemudian dia telah meletakkan si
gadis she Yo di punggung burung itu, sehingga si gadis dapat duduk di
situ.
Kim Lo telah menepuk leher burung rajawali itu. "Sin Tiauw (burung
Rajawali Sakti) aku titipkan nona Yo kepadamu! Kau lindungilah!" Dan Kim
Lo sendiri melompat turun lagi ke tanah, karena ia hendak membantu Kim
Cie Sin-kay.
Burung rajawali putih itu seperti mengerti apa yang dikatakan Kim Lo,
karena ia telah mengibas-ngibaskan sepasang sayapnya yang lebar. Tubuhnya
segera naik membubung di tengah udara, terbang tinggi sekali.
Dengan duduk di punggung burung rajawali itu, jelas keselamatan Bie Lan
terjamin.
Sedangkan Kim Lo sekarang bisa dengan tenang menghadapi lawan-lawannya.
"Locianpwe, kita hajar babak belur mereka ini!" teriak Kim Lo.Kim Cie Sin-kay pun girang.
"Ya, rupanya telah datang Sin-tiauw Tayhiap teriak si pengemis sambil
mengempos semangatnya, Diwaktu itu semangatnya terbangun, setiap
serangannya jadi lebih hebat dari sebelumnya. Dan juga, memang kini ia
tak perlu dikuatirkan lagi keselamatan Bie Lan, ia bisa bertempur dengan
tenang.
Iapun menduga dengan datangnya burung rajawali putih itu, maka jelas Ko
Tie dan Giok Hoa, dua orang tokoh rimba persilatan, yang diketahuinya
memiliki seekor burung rajawali putih yang besar, telah datang ke tempat
itu juga. Karenanya hati si pengemis bertambah besar juga.
Kim Lo telah mengamuk dengan serulingnya. Lawan-lawannya walaupun
berjumlah banyak, namun tidak berani untuk mendesak terlalu rapat.
Demikianlah, mereka bertempur beberapa lamanya, sampai akhirnya burung
rajawali putih yang membawa Bie Lan terbang di punggungnya, telah memekik
dengan suara yang nyaring
Menyusul dengan suara pekikan itu, tampak meluncur dua sosok tubuh yang
gesit sekali gerakannya sangat lincah. Mereka mendatangi ke tempat
pertempuran tersebut.
Dalam waktu singkat, mereka telah berada di situ.
Burung rajawali tersebut segera meluncur turun dan hinggap di samping
mereka.
Kedua orang yang baru datang itu tidak lain sepasang lelaki dan wanita
setengah baya. Mereka tampaknya seperti sepasang suami isteri.
Dan melihat rajawali itu hinggap di samping mereka, juga sikap rajawali
tersebut, tampaknya ke dua orang ini adalah majikan burung itu.
Kim Cie Sin-kay walaupun tengah sibuk menghadapi lawan-lawannya, namun
dia sempat melirik.
Melihat kedua orang yang baru datang tersebut, ia jadi girang, "Ko Tie
taihiap dan Giok Hoa Liehiap!" Berseru Kim Cie Sin-kay dengan suara
gembira, kegirangan yang meluap-luap.
Kedua orang itu memang tidak lain dari Ko Tie dan Giok Hoa. Burung
rajawali putih itu, memang burung rajawali peliharaan mereka. Dan justeru
karena burung rajawali tersebut terbang di tengah udara lebih dulu dari
mereka, dengan sendirinya burung rajawali itu tiba di tempat pertempuran
tersebut lebih dulu dari mereka.
Mereka segera mengetahui ada sesuatu yang tidak beres waktu melihat
burung rajawali mereka membawa seseorang di punggungnya. Karena itu juga,
maka mereka telah berlari lebih cepat lagi untuk tiba di tempat itu.
Setelah tiba di tempat pertempuran yang tengah berlangsung dan rajawali
itu telah hinggap turun disamping mereka, Giok Hoa segera bisa mengenali
bahwa gadis yang berada dipunggung rajawali tersebut tidak lain Yo Bie
Lan. "Yo Kouwnio, kenapa kau?" Tanya Giok Hoa dengan kuatir, karena melihat
pundak si gadis berlumuran darah.Bie Lan juga jadi girang, dia mengenali Ko Tie dan Giok Hoa, "Peh-hu,
Peh-bo. keponakanmu dihina manusia jahat!" Kata Bie Lan sambil melompat
turun dari punggung burung rajawali tersebut.
Ia memanggil Ko Tie dan Giok Hoa dengan sebuan Peh-hu atau Peh-bo, yaitu
paman dan bibi. Dan memang Ko Tie serta Giok Hoa, isterinya, sering
mengunjungi Yo Him dan Sasana. Mereka juga kenal baik Bie Lan.
Pertemuan yang terjadi ini terus saja mengembirakan mereka. Giok Hoa
segera memeriksa luka di pundak si gadis, iapun segera membalut luka
tersebut!
"Siapa yang melukaimu?" Tanya Giok Hoa dengan suara yang halus.
"Pendeta cabul itu, dia hendak mencelakai dan menghina keponakanmu Pehbo!"
Sambil berkata begitu Bie Lan menunjuk kepada Pu San Hoat-ong.
Darah Giok Hoa meluap.
"Kurang ajar sekali pendeta busuk itu!" Menggumam dia.
Dan segera tubuhnya melesat meninggalkan Bie Lan. Giok Hoa sudah
menerjunkan dirinya dalam kancah pertempuran itu. Pedangnya segera
berkelebat ke sana ke mari.
Karena kepandaian Giok Hoa sudah mencapai tingkat tinggi, seketika lawanlawan Kim Lo dan Kim Cie Sin-kay jungkir balik banyak di antara mereka
yang sudah terluka.
Ko Tie tidak turun tangan. Dia melihatnya dengan isterinya turun tangan,
orang-orang itu telah dapat dibikin kucar kacir.
Pu San Hoat-ong murka bukan main dia melompat mendekati Giok Hoa.
Kemudian dengan segera ia menyerang beruntun tiga kali pada Giok Hoa.
Apa yang dilakukannya sangat cepat dan kuat sekali, tapi dia mana bisa
menandingi Giok Hoa yang kepandaiannya sudah mencapai tingkat yang tinggi
dan selama ini telah memperoleh kemajuan yang sangat pesat?
Mudah sekali Giok Hoa menghindarkan diri dari serangan si pendeta,
kemudian dia telah menghantam dengan telapak tangan kirinya. Dia telah
menikam juga dengan pedangnya beruntun sampai beberapa kali, ke bagian
yang mematikan, di tubuh lawannya.
Pu San Hoat-ong kaget tidak terkira, ia mengeluarkan jeritan kaget,
tubuhnya segera melompat ke belakang, dan dia segera juga meneriaki
kawan-kawannya, buat membantui dia.
Empat orang anak buahnya segera menyerbu kepada Giok Hoa. Mereka
menyerang dengan gencar.Dalam keadaan seperti itu Giok Hoa memutar pedangnya, dia telah mengamuk
hebat sekali. Setiap gerakan pedangnya, selalu mengancam lawannya dengan
hebat.
Kim Lo dan Kim Cie Sin-kay jadi girang melihat datangnya Ko Tie dengan
Giok Hoa.
Kim Lo masih mengenali kedua orang itu, malah ia masih ingat, betapa
senjata yang dipergunakannya sekarang ini, yaitu seruling, adalah hadiah
pemberian Ko Tie, karena dari itu, ia bilang berseru: "Ko Tie Peh-hu!
Giok Hoa Peh-bo!"
Giok Hoa heran, ia menoleh. Ia melihat orang yang berseru itu adalah
seorang yang mukanya ditutup oleh sehelai kain putih. Ia tidak tahu entah
siapa orang itu.
Tapi mata Giok Hoa tajam sekali, segera ia melihat senjata yang ada di
tangan orang yaitu sebatang seruling yang berkilauan kuning, indah
sekali.
Seketika Giok Hoa teringat kepada seseorang.
"Apakah dia.?" pikir Giok Hoa.
Karena tengah berpikir begitu, perhatiannya jadi terpecah. Pu San Hoatong melihat kesempatan tersebut, sambil membentak nyaring sekali tubuhnya
telah melesat akan menghantam dada Giok Hoa.
Angin pukulan itu sangat cepat dan kuat sekali tiba, dan hampir saja
menghantam telak pada dada Giok Hoa, kalau saja Giok Hoa tidak cepatcepat menghindarkan diri. Dia telah terkejut waktu tersadar akan
keadaannya, namun dia tidak gugup. Dia telah menjengkangkan tubuhnya,
dengan demikian dia tidak sampai terserang.
Malah dalam keadaan terjengkang seperti itu Giok Hoa tidak berdiri saja,
melainkan pedangnya telah menikam.
"Cepppp!" Tepat sekali mata pedang itu menancap di paha si pendeta.
Pu San Hoat-ong kesakitan. Dia melesat ke belakang dengan muka yang
pucat.
Dia tidak menyangka bahwa kepandaian yang dimiliki Giok Hoa demikian
tinggi, malah diapun tidak berani sembarangan buat menyerbu lagi. Dia
malah telah membiarkan anak buahnya yang menghadapi. Dia sendiri telah
memutar tubuh, untuk menghilang di dalam gedung Wie-sung Taijin.
Sekarang dalam keadaan kakinya terluka seperti itu, jelas semakin sulit
buat menghadapi Giok Hoa, karena tadi saja dalam keadaan tidak terluka,
dia sudah tidak berdaya apa-apa. Dan sebagai seorang yang licik, dia
berpikir untuk menyelamatkan dirinya dulu, barulah dia nanti akan
mengadakan perhitungan.
Diwaktu itu, Kim Cie Sin-kay telah berseru nyaring. Ia berhasil
merubuhkan dua orang lawannya. Dan segera Kim Cie Sin-kay mengamuk terus.
Kim Lo juga jadi terbangun semangatnya, tidak hentinya dia menyerang
lawannya dengan serulingnya itu. Apa yang dilakukannya membuat lawannya
jadi kalang kabut, karena seruling Kim Lo jadi berobah seakan juga
semakin liehay.Demikianlah, pihak Pu San Hoat-ong telah dibikin kucar kacir.
Akhirnya, sisanya yang belum terluka atau terluka ringan, cepat-cepat
memutar tubuh, untuk menyembunyikan ekor di dalam gedung Wie-sung Taijin.
Kim Lo ingin mengejar, namun Giok Hoa telah menahannya.
"Jangan!" cegahnya.
Kim Cie Sin-kay juga membatalkan maksudnya untuk menerobos masuk ke dalam
gedung itu.
"Mari kita lihat keadaan temanmu itu!" Kata Giok Hoa kepada Kim Lo.
Kim Lo cepat-cepat menghampiri, ia memberi hormat: "Peh-bo! Apakah Peh-bo
dalam keadaan sehat-sehat saja selama ini? Kim Lo memberi hormat!"
"Hemmm, anak........ engkaulah yang dibawa oleh Oey Yok Su locianpwe
beberapa waktu yang lalu?" Tanya Giok Hoa.
Kim Lo mengangguk,
"Benar, Peh-bo, dari mana Peh-bo bisa mengetahui?!"
"Seruling itu..!"
Kim Lo menunduk melihat serulingnya. "Ya, seruling ini memang diberikan
oleh Peh-hu, telah dihadiahkan kepadaku.!"
Giok Hoa tertawa senang.
"Ternyata sekarang kau telah besar dan gagah sekali! Tidak kecewa Oey Yok
Su Locianpwe telah mendidikmu!?"
"Terima kasih Peh-bo!"
Kim Cie Sin-kay juga merangkapkan kedua tangannya memberi hormat kepada
Giok Hoa.
"Bagaimana kesehatan Liehiap? Aku si pengemis tua yang melarat Kim Cie
Sin-kay menanyakan kesehatanmu!"
Giok Hoa membuka matanya lebar-lebar, dia tidak mau menerima hormat si
pengemis. Malah dia sendiri yang telah memberi hormat.
"Locianpwe, siapa kira bisa bertemu di sini? Inilah pertemuan yang
menyenangkan sekali." Kata Giok Hoa.
Sedangkan Ko Tie bersama Bie Lan telah datang menghampiri. Ko Tie
mendahului memberi hormat kepada Kim Cie Sin-kay. Tanyanya, "Kim Cie Sinkay locianpwe, apakah kau sehat-sehat saja? Terimalah hormat Ko Tie!"
Ko Tie mengetahui bahwa pengemis itu adalah Kim Cie Sin-kay dari Bie Lan,
itu yang telah memberitahukannya.
Kemudian Ko Tie melirik pada Kim Lo.
Kim Lo tidak berayal lagi segera menekuk kedua kakinya berlutut memberi
hormat pada Ko Tie."Peh-hu, apakah sehat-sehat saja? Kim Lo memberi hormat!" Katanya.
"Bangunlah nak. Kau ternyata sudah besar dan gagah sekali! Bagaimana
kesehatan Oey locianpwe?"
"Baik-baik saja!"
"Siapa sangka, kita telah bertemu di sini!"
"Ya Boanpwe memang hendak pergi ke Yang-cung untuk menemui Peh-hu dan
para orang gagah lainnya!"
"Hemm, pendeta busuk itu jangan kita layani lagi! Pertemuan di Yang-cun
tinggal satu hari lagi, pertemuan itu akan dibuka.
"Jika memang kita datang terlambat, tentu tak akan menyenangkan hati
orang-orang gagah, dan kita pun tentunya kurang enak hati pada mereka!
Mari kita pergi dulu biarkan saja pendeta cabul itu kita urus nanti
setelah pertemuan itu selesai!"
"Tapi Peh-hu.!" Kata Kim Lo ragu-ragu.
"Kenapa?"
Mereka justeru orang-orangnya Kaisar busuk itu!"
"Pahlawan istana Kaisar?"
"Ya, mereka diperintahkan buat mengacaukan pertemuan itu!"
"Hemmm!" mendengus Ko Tie. "Jangan bermimpi. Sekarang saja menghadapi
kita mereka tidak sanggup, apa lagi ingin mengacaukan pertemuan orang
gagah! Mari kita berangkat!"
Kim Lo dan yang lainnya tidak berani menentang keputusan Ko Tie. Mereka
pun segera berangkat meninggalkan kota itu, buat pergi ke Yangcung.......
?Y? Yang-cung merupakan sebuah dusun kecil tapi pada waktu itu dusun tersebut
sangat ramai sekali. Banyak orang-orang rimba persilatan dari semua
penjuru berdatangan ke kampung ini, karena mereka mendengar di Yang-cung
akan berkumpul para pendekar gagah.
Dan juga, dalam kesempatan ini akan muncul seorang pemuda yang mereka
canangkan sebagai jago yang mereka gembleng, dan kelak sebagai jago yang
hebat tanpa tanding. Karena tujuan dari pertemuan para orang gagah itu
tidak lain ialah buat membantu mendidik anak tersebut, yang konon
kabarnya merupakan "cucu" Oey Yok Su.
Katanya pemuda yang akan mereka didik itu adalah seorang yang luar biasa,
seseorang yang sebetulnya banyak memiliki keluar biasaan!
Tentu saja orang-orang Kang-ouw yang mendengar hal itu, jadi tertarik,
dan mereka telah berdatangan ke Yang-cung. Hal ini menyebabkan Yang-cung
jadi sangat ramai sekali.Pagi itu tampak banyak sekali orang-orang Kang-ouw, dengan bermacam-macam
cara berpakaian mereka, telah berkumpul di Yang-cung. Ada yang berusia
masih muda, ada yang telah lanjut usia, juga ada yang wanitanya.
Tapi semuanya di antara mereka, rata-rata membawa senjata dan mereka
tampak jelas sebagai orang Kang-ouw, yang hidupnya senang berkelana.
Banyak sekali orang dari Kay-pang, pengemis-pengemis yang berkeliaran,
juga orang-orang dari berbagai pintu perguruan ternama.
Cuma satu yang belum lagi mereka ketahui, yaitu pertemuan yang ingin
mereka saksikan itu akan dibuka di bagian mana dari kampung Yang-cung
ini. Karena dari itu, mereka cuma berkumpul di kampung tersebut. Mereka masih
menduga-duga entah di bagian mana dari kampung tersebut akan berkumpul
jago-jago perkasa itu. Dan mereka telah berusaha menyelidikinya.
Di rumah makan "Tu-yung", sebuah rumah makan yang tidak begitu besar,
yang biasanya tidak pernah penuh dan tidak pernah terlalu ramai, karena
letaknya di sebuah kampung kecil seperti Yang-cung, justeru hari itu
tampak penuh sesak.
Bahkan pemilik rumah makan tersebut telah menambah puluhan kursi panjang,
untuk menampung tamu-tamu yang membanjir berdatangan. Karena dari itu
juga, telah membuat majikan rumah makan ini bersama beberapa orang
pelayannya, telah bekerja sejak pagi-pagi buta melayani para tamunya.
Tamu yang berkumpul di rumah makan tersebut terdiri dari orang Kang-ouw
bermacam golongan. Ada yang berpakaian sebagai pendeta, yang mukanya alim
sabar, tapi ada juga yang mukanya berewokan dan garang sekali.
Ada juga yang alim dan tenang, dengan berpakaian sebagai seorang pelajar.
Dan juga ada wanita-wanitanya, yang semuanya tampak gagah sekali,
menunjukkan mereka pun pendekar wanita dari kalangan Kang-ouw!
Tapi di antara tamu-tamu yang berkumpul di rumah makan tersebut, terdapat
seorang yang berpakaian sebagai seorang pelajar. Tubuhnya cukup gemuk,
tinggi besar.
Mukanya pun agak bulat. Sepasang alisnya tebal. Usianya mungkin baru
tigapuluh tahun lebih. Dia tengah duduk termenung.
Di sampingnya, duduk seorang Tojin, dia mengibas-ngibaskan hud-timmya
menggumam tidak hentinya.
"Hemmm, pertemuan bang-pak! Pertemuan ini belum lagi kepastian, tapi
semua orang sudah berkumpul di sini!" Selalu saja Tojin itu, imam telah
menggumam juntrungannya.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedangkan si pemuda yang berpakaian sebagai pelajar, telah berdiam diri
saja. Cuma sekali-sekali dia melirik, memperlihatkan sikap tidak simpatik
pada Tojin itu, yang dirasakannya sangat mengganggu ketenangannya.
Dia merasa sebal sekali pada imam itu. Jika bisa malah dia akan menyuruh
si imam menggelinding pergi dari tempatnya itu.
Imam itu sering melirik kepada si pemuda pelajar, sampai akhirnya imam
itu menegur, "Hai Kongcu, apakah engkaupun memang ingin menyaksikan
keramaian?"Pemuda itu menghela napas, segan sekali dia menyahuti pertanyaan Tojin
itu. "Ya, sekarangpun sudah ramai?" Katanya.
"Bukan itu yang Pinto maksudkan!"
"Lalu apa yang Cinjin maksudkan?"
"Pertemuan para orang gagah!"
"Apakah yang berkumpul di rumah makan ini semuanya bukan orang gagah?
Atau mereka ingin diartikan oleh Cinjin sebagai manusia-manusia rendah?"
Tojin itu tertegun sejenak, tapi kemudian dia tertawa dengan hati
mendongkol.
"Tajam sekali lidahmu, Kongcu!" Katanya. "Hemmm, mengapa tampaknya kau
tidak senang pada pinto?"
"Tidak senang pada Cinjin? Siapa yang mengatakan?" Tanya si pemuda.
"Tidak ada yang mengatakannya, tadi aku telah melihat dari sikapmu itu!"
Pemuda itu tertawa tawar.
"Cinjin ternyata sangat halus sekali memiliki perasaan. Perasaan Cinjin
itu justeru merupakan hal yang sangat keliru, yang selalu membawa Cinjin
pada hal-hal yang tidak benar!"
"Hemmm, tapi merasakannya!"
"Terserah pada Cinjin, aku tidak mengatakan tidak menyukai Cinjin!"
Tojin itu mendongkol. Dia mengawasi tajam pada si pemuda pelajar
tersebut.
"Kau tampaknya angkuh sekali!"
"Jika memang aku angkuh, tentu aku tidak akan melayani Cinjin buat
berbicara!"
"Anak muda, kau terlalu sekali!" kata si Tojin habis sabar.
Pelajar itu melirik.
"Keterlaluan kenapa?" tanyanya.
"Hemmm, aku mengajak kau bicara baik-baik tapi kau malah melayani aku
bicara dengan sikap acuh tak acuh dan malah kata-katamu itu seakan juga
akan hendak mempermainkan diriku!"
"Itu sudah kukatakan, hanya perasaan Cinjin saja!""Bukan!"
"Bukan bagaimana?"
"Aku merasakannya kau memang tak memandang sebelah mata padaku!"
"Oya? Kukira tidak! Aku setiap kali melihat pada Cinjin tentu akan
mempergunakan sepasang mataku!"
Dada si Tojin jadi tergoncang karena menahan marah, tapi rupanya ia belum
lagi menjatuhi alasan tepat buat mencari ribut. Ia mendengus, kemudian
katanya:
"Siapa namamu? Dan kau dari perguruan mana?" tanyanya kemudian.
Pelajar itu menggeleng perlahan.
"Tidak perlu Cinjin mengetahuinya." Katanya. "Jika memang aku
memberitahukannya tokh akan percuma juga, karena Cinjin tidak memiliki
hubungan apapun juga denganku!"
"Oh, itulah jawaban yang kurang ajar sekali!" kata si imam dengan
mendongkol, "Sikapmu sangat kurang ajar begitu. Apakah kau tahu tengah
berhadapan dengan siapa?"
Pelajar itu melirik.
"Ya, memang aku tengah berhadapan dengan Cinjin, bukan?" Tanyanya dingin.
Tojin itu semakin mendongkol, karena dia merasakan dirinya benar-benar
tengah dipermainkan.
"Hemm, kau benar-benar tidak kenal dan tidak mengetahui siapa diriku?"
"Kukira memang aku tidak memerlukan untuk mengetahui siapa adanya Tojin
itu!"
Mendengar jawaban si pelajar yang ketus seperti itu si Tojin jadi semakin
sengit.
"Belum pernah seumur hidupku di dalam kalangan Kang-ouw menerima
perlakuan sekasar ini!"
"Itu hanya perasaan Cinjin saja!"
"Perasaan bagaimana?" bentak si Tojin.
"Ya, aku tak merasa memperlakukan Cinjin dengan kasar!" kata si pelajar
itu. Tojin itu benar-benar mendongkol, ia sudah tak bisa mempertahankan
kemendongkolan hatinya, dengan sengit hud-tim di tangannya dikebutkan
kemuka si pelajar.
Pelajar itu merasakan sambaran angin hud-tim, ia jadi gusar ia berkelit.
"Tojin kau, mengapa kau menyerangku?" makinya. Malah tangannya segera
menotok ke biji mata Tojin itu.
Tojin itu berkelit."Hai! Hai! Hai! Jangan berkelahi!" teriak beberapa orang di dekat mereka.
Tojin itu memang tak menyerang lagi.
"Untung ada yang memisahkan, sehingga aku tidak jadi menghantam batok
kepalamu sampai pecah!" kata si Tojin lagi.
"Hemmm, seharusnya kau bersyukur, ada yang memisahkan, sehingga kau tidak
perlu kuhajar!" menyahuti si pelajar juga jadi sengit bukan main.
Tojin itu meluap lagi darahnya.
"Mulutmu memang benar-benar kurang ajar!"
"Kok mempersalahkan mulutku? Kau sendiri yang tidak bisa membawa diri!
Tua-tua tidak tahu diri!"
Benar-benar si Tojin tidak bisa membendung perasaan sengitnya, Hud-timnya
menyambar lagi.
Pelajar itu juga tidak mengelakkan, dia telah menyambuti untuk bertempur
dengan Tojin itu.
Beberapa orang di dekat mereka segera memisahkan.
Tapi Tojin itu dengan si pelajar terlibat dalam pertempuran yang rapat,
mereka sudah tidak bisa dipisahkan lagi.
Pelajar itu melihat Tojin ini memang memiliki kepandaian yang cukup
tinggi, serangannya juga selalu mengincar bagian yang bisa mematikan.
Namun pelajar tidak jeri, diapun tidak rendah kepandaiannya. Mereka
bertempur terus.
Seorang laki-laki tua mungkin manusia enampuluh tahun, tiba-tiba melompat
di tengah-tengah ke dua orang yang sedang bertempur itu, tangannya
dikibasnya.
Tojin dengan si pelajar jadi terhuyung mundur terpisah satu dengan yang
lainnya. Itulah disebabkan karena kibasan tangan si orang tua sangat
kuat.
"Mie An Tojin, tampaknya kau selalu mencari keributan di mana saja!"
Tegur orang tua itu.
Tojin itu yang disebut Mie An Tojin bilang sengit: "Tua bangka she Kouw,
mengapa kau selalu mencampuri urusanku selalu?"
"Hemmm, sudah kukatakan kau selalu mau mencari keributan saja tidak
peduli kau berada dimana?" Menyahuti orang tua she Kouw yang memisahkan
mereka.
Kemudian menoleh kepada si pelajar katanya: "Kongcu, kau tidak perlu
melayani Tojin sinting itu."
Meluap darah Mie An Tojin, sambil membentak Hud-timnya menyambar ke alis
orang tua itu.Tapi mudah sekali orang she Kouw bergerak mengelakkan diri. Malah tangan
kanannya tahu-tahu bergerak dengan sebat sekali, sulit buat diikuti oleh
pandangan mata. Tahu-tahu hud-tim si Tojin telah pindah tangan kena
dirampasnya.
Disaat itu juga tampak si Tojin berdiri mematung. Dia kaget dan heran,
dia tidak mengerti bagaimana orang tua she Kouw itu merebut hud-timnya.
Justeru disaat itu, orang tua she Kouw itu telah memainkan hud-tim yang
kena dirampasnya.
"Hemmm, sudah kubilang, kepandaianmu sangat bengkok dan buruk, tapi
terlalu keras kepala dan selalu berusaha mencari keributan saja! Nih,
kukembalikan hud-timmu!"
Sambil bilang begitu, orang tua she Kouw tersebut melemparkan hud-tim
itu, bukan melemparkan kepada Tojin, melainkan dia melemparkan ke atas
meja.
Ujung kepala hud-tim itu menyambar keras permukaan meja, menancap dalam
sekali.
Tojin itu mengawasi dengan ragu-ragu, dia sendiri jadi tidak tahu harus
melakukan apa. Berdiri diam saja juga salah, menerjang maju dia sudah
tidak berani, karena dia tahu akan menelan pil pahit lagi.
Waktu itu orang tua she Kouw telah bilang kepada si pelajar: "Kongcu,
pergilah pindah ke tempat lain!"
Pelajar itu merangkapkan kedua tangannya.
"Terima kasih Lopeh. Boanpwe Ting Pu mengucapkan terima kasih!" Setelah
bilang begitu, si pelajar yang mengaku bernama Ting Pu, pindah ke meja
lain. Setelah pergi, dia mendelik pada si Tojin.
Tojin itu juga memang tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya
terhadap si pelajar, apakah dia menerjang lagi atau memang membiarkan
pelajar itu pergi.
Keadaan jadi tenang lagi. Dengan muka masih diliputi kemendongkolan dan
penasaran Tojin tersebut telah mengambil Hud-timnya. Dia telah mengibasngibaskan jubahnya, lalu duduk dengan muka muram.
Waktu itu tampak beberapa orang di antara jago-jago yang berkumpul di
situ telah mengawasi dengan sikap tidak menyukai si Tojin.
Sedangkan Tojin itu telah bilang dengan suara menggumam: "Hemm, pertemuan
bang-pak hanya membikin jengkel hati belaka!"
Orang tua she Kouw sudah kembali ke mejanya, kepada teman-temannya, dia
telah bilang: "Kembali Tojin bau tidak tahu diri berada di sini!"
"Tojin goblok!" memaki kawannya.
"Ya, Tojin bodoh!"
Mereka tertawa.
Tojin itu melirik dengan mata mendelik, dia mengetahui tentu dirinya yang
tengah ditertawai mereka. Tapi dia tidak memiliki keberanian buatmenerjang dan menghantam mereka. Sedangkan menghadapi orang tua she Kouw
itu saja, dia sudah tidak sanggup.
Rumah makan itu tambah ramai, dan tamu-tamu yang berdatangan semakin
banyak.
Tiba-tiba ada yang memukul meja dengan keras sekali, disusul teriakan:
"Pelayan.!"
Pelayan rumah penginapan itu tengah sibuk melayani tamu lainnya, tapi
pukulan orang itu pada meja demikian kerasnya. Teriakannya pun nyaring
bukan main, bengis sekali. Pelayan itu jadi tidak berani berayal, segera
manghampiri.
Orang yang memanggil pelayan dengan memukul meja adalah seorang laki-laki
bertubuh besar. Dia telah mengawasi si pelayan dengan mata mendelik.
"Sejak tadi aku telah tiba di situ, mengapa sekian lama tidak dilayani?
Atau memang kalian anggap aku akan makan nganglap dan tidak membayar,
heh?"
"Bu bukan begitu, Toaya?! Kata si pelayan yang jadi gugup dan salah
tingkah. Dia jeri melihat orang itu yang mendelik bangun.
"Hemm, bukan begitu, bukan begitu bagaimana?" bentak orang itu.
Diapun bukan sekedar membentak, sebab tangan kanannya mendorong. Kuat
tenaganya.
Tubuh si pelayan seperti sehelai daun kering, terjengkang ke belakang,
bergulingan di lantai berteriak-teriak kesakitan. Dia segera merayap
bangun, dia jadi marah dan penasaran karena orang itu mau pukul seperti
itu. "Kau.. kau kau berani main pukul, hehe?!" Katanya sengit.
"Hei, kau berani meng?kau'kau?kan aku, heh?" Dan tangan orang itu
menyambar lagi.
"Plakkk!" Muka si pelayan kena ditampar.
Tamparan orang itu kuat sekali, karena dia menukul dengan tenaga penuh.
Tubuh si pelayan jadi terputar seperti gansing sambil menjerit kesakitan,
kemudian rubuh terguling di lantai lagi.
Tamu-tamu banyak yang menertawai si pelayan.
Kasir rumah makan itu cepat-cepat menghampiri dengan tubuh terbungkukbungkuk.
"Maaf, Maaf Toaya, mungkin pelayanannya kurang baik! Lohu akan segera
mempersiapkan pesanan Toaya!" Kata kasir itu.
"Hemm!" Orang bertubuh tinggi besar itu mendengus. "Kalian anggap apa aku
ini. Hek-sim-houw (Harimau Berhati Hitam), heh?"
"Maafkan Toaya, mungkin tadi tidak terlihat olehnya!" Kata kasir itu
sambil memberi hormat.Tapi rupanya Hek-sim-houw masih tidak puas, dia melayangkan tangannya.
Dan bermaksud hendak menampar si kasir!
Kasir itu kaget. Matanya terbeliak lebar-lebar namun dia tidak mengerti
ilmu silat. Dia tidak tahu dengan cara apa harus mengelakkan tangan Heksim-houw tersebut.
Tangan Hek-sim-houw meluncur cepat sekali, dia ingin melampiaskan
kemendongkolan hatinya dengan menampar si kasir. Tapi tangan itu belum
lagi mengenai si pipi si kasir, tangan Hek-sim-houw tiba-tiba tercekal
kuat sekali oleh seseorang dan tangan itu merandek di tengah udara tidak
bisa meluncur lebih jauh.
Hek-sim-houw murka bukan main, dia menoleh, Ternyata orang yang mencekal
tangannya adalah seorang wanita berusia tigapuluh tahun lebih, memakai
baju warna merah.
"Hei, kau mau mencampuri urusanku, heh?" Bentaknya sambil menarik tangan
kanannya itu disusul dengan tangan kirinya menyambar ke dada perempuan
itu. "Laki-laki ceriwis, kurang ajar!" Mengejek perempuan tersebut, tahu-tahu
dia meremas pergelangan tangan Hek-sim-houw, membuat dia kesakitan
setengah mati, karena rasa sakit itu sampai menusuk ke ulu hatinya. Malah
tangan kirinya yang dipakai menyerang dada perempuan itu jadi batal
sebelum tiba pada sasaran.
Malah lebih celakanya, ketika wanita itu menggentak tangannya, maka
seketika tubuh orang itu terpental keras, diiringi oleh teriakan kaget
Hek-sim-houw. Tubuhnya ambruk di sebuah meja, sehingga meja itu hancur
berikut mangkok dan piringnya.
Mata Hek-sim-houw berkunang-kunang. Dia memandang ke arah wanita itu
dengan hati dibakar kemarahan. Cuma saja matanya berkunang-kunang membuat
pandangannya kabur, bayangan perempuan itu bergoyang-goyang tidak
hentinya.
"Hemmm tidak memiliki kepandaian, tapi terlalu bertingkah!" Mengejek
perempuan itu.
Hek-sim-houw melompat bangun.
"Sebutkan namamu! Hek-sim-houw pantang menghina perempuan!" Teriak Heksim-houw.
"Apa kau bilang?"
"Aku pantang menghina wanita!"
"Hemm, jika memang kau bermaksud menghinaku apakah kau bisa
melakukannya?"
Disamping begitu Hek-sim-houw tergagap."Aku justeru memang harus memberikan hajaran keras kepadamu, perempuan
iblis!"
"Hemm, dalam waktu beberapa detik saja pendirianmu telah berobah!
Bukankah tadi kau bilang tidak mau menghina perempuan!"
"Sebutkan namamu?"
"Oh tidak perlu ya," kata perempuan itu. "Memang kau kekasihku, sehingga
perlu diberitahukan namaku?"
Semua orang yang berada di ruang makan tersebut jadi tertawa bergelak.
Mereka anggap apa yang dilakukan wanita itu dan kelakuan Hek-sim-houw
lucu sekali.
"Baik aku ingin meminta pengajaran dari kau!"
"Syukur jika memang demikian! Mari! Mari! Tapi aku harap kau tidak
menjadi murid yang terlalu bodoh, aku memang ingin sekali memberikan
pengajaran padamu!" Dan setelah berkata begitu, tangan si wanita
melambai, dia seperti memanggil Hek-sim-houw.
Hek-sim-houw merasakan dadanya seperti mau meledak karena murka bukan
kepalang.
"Hemm, perempuan iblis.......!" Dia memaki. Dan cepat sekali tubuhnya
melesat, dia telah menerjang kepada perempuan itu, sepasang tangannya
bergerak dengan menggunakan seluruh tenaga dalamnya.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi perempuan itu yang dilihat dari cara berpakaiannya memperlihatkan
dia seorang wanita pengelana, tidak gentar. Dia sama sekali tidak
bermaksud berkelit dari serangan Hek-sim-houw. Dia menantikan di
tempatnya.
Waktu pukulan Hek-sim-houw akan tiba, tahu-tahu tangan perempuan itu
diulurkan ke depan.
"Bukk!" Telak sekali kedua tangan perempuan itu menghantam dada Hek-simhouw.
Gagal keinginan Hek-sim-houw buat menyerang perempuan tersebut.
Malah celakanya buat dia, tubuhnya seketika terpental ke tengah udara,
ambruk lagi dengan mengeluarkan suara bantingan yang keras dan juga dia
pingsan tidak sadarkan diri.
Semua orang yang melihatnya jadi tertawa sedangkan perempuan itu dengan
sikap gagah berdiri tegak, ia mengangkat kepalanya.
"Saudara-saudara sekalian!" Katanya dengan suara yang nyaring tentunya,
"kedatangan saudara-saudara sekalian di desa ini memiliki tujuan yang
sama denganku, yaitu ingin menghadiri pertemuan para pendekar gagah,
bukan?"
Di tanya begitu, banyak orang-orang di dalam ruang rumah makan itu
mengiyakan."Bagus!" Kata perempuan itu lagi. "Aku adalah Ang Hoa Liehiap, akupun
ingin menyaksikan pertemuan itu! Tahukah kalian pertemuan itu akan
diselenggarakan di sebelah mana dari dusun Yang-cung ini?"
"Tidak!" Jawab orang-orang itu serentak,
Mereka terkejut, mendengar wanita itu adalah Ang Hoa Liehiap, seorang
pendekar wanita yang sangat terkenal di dalam rimba persilatan pada waktu
di belakang ini. Pendekar wanita Bunga Merah, yang liehay tangannya
maupun pedangnya.
"Baiklah! Jika memang sahabat-sahabat tidak mengetahui, aku akan
memberitahukannya! Kebetulan aku mengetahuinya!" Kata Ang Hoa Liehiap
lagi.
Semua orang jadi memandang ke arahnya.
"Di mana? Di mana?" suara mereka jadi ribut dan berisik lagi. "Ayo
beritahukan pada kami....... ayo beritahukan!"
Ang Hoa Liehiap tersenyum, ia menyapu semua orang dengan sorot mata yang
tajam.
"Pertemuan para orang gagah akan diselenggarakan malam ini di sebuah
lembah kecil. Di mana letak lembah itu berada di pintu sebelah selatan
kampung ini!"
"Ohh, benarkah itu?"
"Ayo kita pergi ke sana!"
"Mari kita berangkat, nanti terlambat!"
Begitulah terdengar ramai sekali suara-suara orang yang berada di rumah
makan itu.
Ang Hoa Liehiap tersenyum.
"Tenang, sabar." Katanya.
Suasana jadi hening, semuanya mengawasi Pendekar Wanita Bunga Merah itu.
"Dengarlah dulu kata-kataku," Kata Ang Hoa Liehiap kemudian. "Seperti
kalian ketahui yang akan berkumpui di tempat itu adalah jago-jago
ternama, selama pertemuan itu berlangsung kalian semua harus pandai
mengekang diri dan tidak menimbulkan keributan. Sekali saja kalian
menimbulkan keributan niscaya kalian tidak akan diberi hati, dibajar oleh
mereka."
"Kami mengerti." Menyahuti orang-orang itu.
Ang Hoa Liehiap tersenyum.
"Baiklah, mari kita berangkat!" Ajak pendekar wanita ini kemudian.
Ramailah suara orang-orang itu, mereka segera berbondong-bondong
meninggalkan rumah makan itu.
Dengan dipimpin Pendekar Wanita Bunga Merah itu, mereka pergi ke tempat
tujuan.Benar saja sepanjang jalan mereka menemui banyak sekali pengemis. Semakin
mendekati lembah kecil itu, pengemis yang berjajar di pinggir jalan
semakin banyak.
Pengemis-pengemis itu bukan pengemis sembarangan, Mereka adalah orangorang Kay-pang yang melakukan penjagaan untuk keamanan di sekitar tempat
ini. Sengaja mereka melakukan penjagaan. Sebab pihak pimpinan Kay-pang telah
menyanggupi untuk menjaga keamanan di daerah ini!
Semua orang mengangguk mengiakan. Mereka terus juga memasuki lembah itu.
Benar saja, waktu itu di dalam lembah sudah berkumpul cukup banyak orang
dari segala aliran dan golongan.
Di tengah-tengah lapangan rumput terbuka duduk cukup banyak orang-orang
yang tampaknya semua memiliki kepandaian sangat tinggi.
Di antara mereka muncul Ko Tie, Giok Hoa, Kim Cie Sin-kay, Bie Lan dan
lain-lainnya. Mereka telah berkumpul.
Orang-orang yang baru datang ini pun melihat di antara orang-orang yang
berkumpul di tengah lapangan rumput itu terdapat seseorang yang mukanya
tertutup kain putih.
Mereka tidak mengetahui, entah siapa orang tersebut yang mukanya
bersulubung kain putih itu.
Sesungguhnya orang tersebut tidak lain dari Kim Lo, si pendekar aneh
berseruling sakti.
Rupanya pertemuan itu belum lagi dibuka karena menantikan tibanya sang
malam.
Dan orang-orang yang hanya datang buat menyaksikan belaka, sebagai
peninjau, telah duduk agak jauh dari lingkaran di lapangan rumput itu.
Justeru selain dari orang yang disebutkan di atas, masih banyak jago
lainnya yang berkumpul disitu. Banyak yang mereka kenali sebagai tokoh
rimba persilatan. Ada yang berasal dari Siauw-lim-sie maupun dari pintu
perguruan lainnya.
Kim Cie Sin-kay yang sejak tadi mengawasi betapa orang-orang yang
berdatangan semakin banyak juga, diam-diam jadi berbisik di telinga Kim
Lo. "Siauwhiap. tampaknya memang semakin banyak juga orang yang datang buat
menyaksikan pertemuan ini! Rupanya rencana berkumpul telah tersiar
demikian luasnya........
"Mereka datang untuk menyaksikan pertemuan ini? Mereka terdiri dari
orang-orang berbagai macam golongan, juga mereka memang memiliki
kepandaian ilmu silat yang berbeda-beda tingkatnya. Kalau memang nanti
terjadi kerusuhan, jelas mereka pun hanya menimbulkan dan menambah
ketegangan dan juga menambah keributan belaka!""Ya, mengapa pertemuan ini tidak dirahasiakan?! Mengapa semua orang dari
segala macam golongan bisa mengetahuinya?" Kata Kim Lo dengan berbisik
juga.
Kim Cie Sin-kay mengangkat bahunya.
"Entahlah......., aku sendiri heran. Apakah pertemuan kali ini memang
akan berlangsung dengan disaksikan orang-orang Kang-ouw itu?" Kata Kim
Cie Sin-kay.
Sedangkan Kim Lo menghela napas. Dia tahu, justeru jago-jago atau
pendekar gagah perkasa yang akan berkumpul di tempat ini semuanya berkat
untuk kepentingan Kim Lo.
Dan karena itu dia merupakan pokok persoalannya. Dia jadi canggung
sendirinya, melihat yang hadir demikian banyak.
Hari merangkak terus, dan mendekati malam......., sedangkan orang-orang
yang berdatangan semakin banyak.
Ko Tie waktu itu menoleh kepada Kim Cie Sin-kay, dia bilang: "Locianpwe,
apakah pertemuan ini sudah boleh dibuka?"
"Tunggu dulu, mungkin masih ada sahabat-sahabat yang belum datang.!"
Ko Tie mengangguk.
Benar saja, masih saja datang orang-orang dari berbagai penjuru. Jumlah
mereka sangat banyak sekali.
Tak lama kemudian Kim Cie Sin-kay memberitahukan isyarat kepada Ko Tie,
bahwa pertemuan itu boleh dibuka. Padahal, masih ada beberapa orang
sahabat mereka yang belum lagi hadir.
Ko Tie kagum sendiri.
"Sahabat-sahabat!" kata Ko Tie kemudian dengan suara yang nyaring,
membuka pertemuan itu. "Tahukah mengapa kami mengadakan pertemuan?"
Semua orang membungkam.
"Silahkan sahabat-sahabat mengemukakan dugaan kalian!"
"Untuk mencari siapa tertinggi kepandaiannya, buat mengadu ilmu!"
menyahuti beberapa orang di antara mereka.
"Untuk menentukan siapa yang Tee It Enghiong!"
"Untuk mengukur ilmu!"
"Semuanya meleset!" kata Ko Tie kemudian dengan suara nyaring.
"Sebenarnya, kami berkumpul di sini buat menyambut kedatangan seseorang."
Mendengar kata-kata Ko Tie seperti itu, orang-orang itu jadi bisik-bisik.
Lalu ada diantara mereka yang bertanya,
"Apakah orang yang kita nanti-nantikan itu seorang yang sangat liehay
sekali, dari tingkat golongan tua yang sakti? Siapakah orang itu?
Bolehkah kami mengetahui?"Ko Tie tersenyum, ia mengangkat ke dua tangannya, memberikan isyarat agar
semua orang tenang dan tak gaduh. Setelah keadaan menjadi sepi dan
tenang, Ko Tie baru berkata dengan suara yang nyaring:
"Sahabat-sahabat, sebetulnya orang yang tengah kita nantikan dan akan
disambut itu telah berada di sini! Dialah seorang pemuda, yang
kepandaiannya sangat tinggi.
Justeru kita akan memilih dia sebagai orang yang dapat kita andalkan
kelak, untuk memimpin para pendekar gagah mengadakan perlawanan pada
pemerintah Boan-ciu penjajah itu!"
16 Juni jam 8:26am
Karnehlingti 19.091
Seketika ramai suara tamu-tamu di luar kalangan, mereka segera dapat
menduga tentunya pertemuan ini diselenggarakan buat mengadakan pertemuan
dan menghimpun kekuatan guna mengadakan perlawanan pada Kaisar Kublai
Khan yang tengah berkuasa disaat itu, bangsa Mongolia dan mengusirnya.
Setelah keadaan tenang kembali, Ko Tie bilang lagi: "Tahukah sahabatsahabat, siapakah orang yang tengah kita nantikan itu?"
"Kami tidak tahu! Silahkan sebutkan!" Teriak beberapa orang.
"Hemmmm, orang itu adalah cucu dari Oey Yok Su Locianpwe, Tong-shia atau
tocu dari pulau Tho-hoa-to!"
"Apa?" terdengar seruan dari orang-orang itu.
"Dia cucu si sesat?"
"Dia cucu Oey Yok Su?"
Begitulah ramai dengan pertanyaan-pertanyaan orang-orang itu, tampaknya
sulit buat mereka mempercayai keterangan Ko Tie.
Oey Yok Su merupakan tokoh sakti yang dihormati seluruh rimba persilatan.
Walaupun Oey Yok Su terkenal sebagai si sesat, tapi tokh dia memang
sangat dihormati. Setiap perbuatannya sangat aneh dan di luar dugaan, dia
digelari Tong-shia, tapi diapun seorang yang kepandaiannya tidak ada
duanya dijaman itu.
Mereka semua sudah mengetahui siapa itu Oey Yok Su. Mereka tidak
menyangka, justeru pertemuan di mana mereka juga hadir ternyata buat
menyambut cucu Oey Yok Su.
Hati mereka jadi tertarik dan menduga-duga entah bagaimana muka dan
kepandaian cucu Oey Yok Su itu, tentunya dia telah mewarisi seluruh
kepandaian Oey Yok Su.Sedangkan Kim Lo mengawasi semua orang itu dengan hati yang berdebar.
Bukankah nanti dia harus muncul memperkenalkan diri? Baru kali ini Kim Lo
berurusan dengan masa dalam jumlah demikian banyak.
Ko Tie telah bilang: "Ada lagi yang terpenting dalam pertemuan ini!
Sesungguhnya penyambutan pada cucu Oey Yok Su sangat penting tokh ada
yang lebih penting, yang harus kita bicarakan. Urusan yang Siauwte
katakan itu adalah urusan yang menyangkut dengan perkara lenyapnya cap
kerajaan, Giok-sie yang sekarang tengah jadi rebutan.
"Karena pihak kerajaan Mongolia berusaha memperoleh Giok-sie Yang telah
dibuang ke laut Lam-hay oleh kaisar lama.. Kudengar, seorang nelayan
telah berhasil memperoleh Giok-sie itu....... dan juga Giok-sie ini kini
tengah menjadi rebutan dari orang-orang rimba persilatan.
"Dengan Giok-sie kita bisa menggerakkan rakyat dan dengan demikian juga,
orang yang berhasil memperoleh Giok-sie berarti orang itu, memiliki
kesempatan untuk menjadi raja! Dia akan memperoleh tahta dan negeri!"
Ramailah segera suara orang-orang itu saling berbisik-bisik.
"Dengarkanlah baik-baik!" kata Ko Tie lagi.
"Tunggu dulu!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang berseru nyaring.
"Ya."
"Dapatkah kami diberitahukan, mengapa justeru cucu Oey Yok Su yang akan
kita sambut?"
"Karena dia mewarisi seluruh kepandaian Oey Yok Su, dan iapun telah
dididik dengan baik sekali, dimana Oey Yok Su menghendaki agar cucunya
itu kelak dapat membangun negeri.!"
"Apakah tidak ada yang lebih pantas lagi orang yang memiliki pengetahuan
luas dan kepandaian tinggi? Bukankah kita bisa mencari seorang pendekar
gagah buat diserahi Giok-sie kelak buat memimpin kita!"
"Kini Giok-sie belum lagi kita peroleh maka dari itu berarti kita masih
harus bekerja memperoleh Giok-sie itu dengan jalan apa pun juga! Nanti
setelah Giok-sie diperoleh, barulah kita membicarakannya lebih jauh!"
"Nah, inilah urusan yang saling memancing keributan!" Kata beberapa orang
di antara orang-orang yang berkumpul di situ.
Seketika di sekitar tempat tersebut ribut oleh suara bisik-bisik di
antara mereka.
Ko Tie mengangkat tangannya.
"Dengarlah dulu kawan-kawan.!" Katanya. "Harap tenang!"
Keadaan jadi tenang lagi. Ko Tie mengawasi orang-orang ini dengan tajam.
"Sekarang aku minta agar orang yang tadi mengatakan urusan ini, bisa
memancing kerusuhan, agar menjelaskan alasannya!"
Dari rombongan tamu itu melompat berdiri seorang laki-laki tua."Dengarlah!" Katanya dengan suara gagah dan nyaring, "Justeru tadi Kongcu
mengatakan kita belum lagi memperoleh Giok-sie dan kita tidak perlu
terlalu membicarakan kepada siapa Giok-sie itu kelak akan kita berikan.
"Inilah yang akan memancing kerusuhan, karena nanti setelah Giok-sie itu
berhasil kita peroleh tentu akan terjadi perebutan di antara kita, pasti
akan terdapat paham-paham yang berlainan
"Bukankah itu merupakan suatu keributan? Dan kerusuhan akan muncul di
dalam kalangan Kang-ouw!"
Ko Tie tersenyum.
"Maksud siauwte adalah Giok-sie itu tetap saja nanti akan diserahkan pada
cucu Oey Yok Su Locianpwee....... Tapi yang siauwte maksudkan dengan
membicarakannya nanti, kita bisa melihatnya. Bagaimana hebatnya perangai
cucu Oey Yok Su Locianpwe itu, bagaimana liehay kepandaiannya! Karena ia
telah menerima didikan yang sepenuhnya dari Oey locianpwee!"
"Kami tak percaya!" teriak beberapa orang di antara tamu-tamu itu.
"Apa yang tak dipercayai oleh kalian?"
"Mengapa seorang pemuda yang masih bau kencur bisa diserahi tugas begitu
berat? Walaupun ia terlatih sejak di dalam kandungan, tidak nantinya ia
bisa memiliki kepandaian yang luar biasa sekali!"
"Tapi, memang ini membutuhkan dukungan kita!" kata Ko Tie kemudian.
"Dukungan bagaimana?"
"Kita mendukungnya, agar anak itu benar-benar kelak menjadi seorang yang
berkepandaian tinggi!"
"Jadi kita yang harus mendukungnya?"
"Ya!"
"Hemmm, mengapa kita tidak memilih seorang pendekar gagah perkasa saja,
seorang pendekar sejati, buat diserahi tugas yang berat itu? Mengapa kita
tidak berusaha untuk mencari seseorang yang memiliki pengetahuan luas
untuk ketatanegaraan?
"Mengapa kita tidak mengambil salah seorang keturunan raja Sung? Mengapa
sekarang justeru kita harus menyerahkan Giok-sie itu kepada cucu Oey Yok
Su, jika memang nanti cap kerajaan berhasil kita peroleh!"
Ko Tie menghela napas.
"Dengarkanlah dulu. Aku belum lagi bicara habis!" Kata Ko Tie kemudian.
Kembali sunyi.
"Dengarlah, aku hendak memberitahukan dulu pada sahabat-sahabat,
betapapun tugas kita adalah mendukung cucu Oey locianpwe dan ini memang
penting sekali! Kita akan mengangkat cucu Oey Locianpwe calon terkuat
pemilik Giok-sie bukanlah demikian.
"Dengan adanya pengaruh Oey locianpwe, juga puterinya, Oey Yong maupun


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kwee Ceng, dan jago-jago lainnya, maka akan besar sekali manfaatnya untukkepatuhan orang-orang Kang-ouw, guna bekerja membangun negeri. Kita
sudah bisa melihatnya dengan jelas, bahwa usaha kita ini adalah usaha
yang besar yang akan dapat membangun negara dan mengusir penjajah!"
"Tapi bukan cara seperti itu, kita dimana harus mendukung dan memberikan
Giok-sie kepada cucu Oey Yok Su sedangkan kita sendiri belum lagi pernah
bertemu dengannya. Bagaimana mungkin kita bisa menyetujuinya?!"
Bie Lan sudah tidak bisa tahan sabar. dia melompat berdiri. Dengan suara
lantang dia bilang, "Walaupun cucu Oey Yok Su berusia masih muda, belum
tentu kepandaiannya lebih lemah dari kalian!"
Muka jago-jago tua yang berumpul di baris depan jadi berobah merah padam.
Mereka tampaknya jadi gusar bukan main.
"Hemm, bocah bau pupuk! Mengapa kau ikut bicara! Atau memang kalian sudah
tidak menganggap lagi kami-kami ini, dan membiarkan seorang bocah bau
pupuk itu buat bicara demikian dihadapan kami."
Ko Tie jadi salah tingkah. Memang apa yang ditegur jago-jago itu benar
adanya. Bie Lan tidak berhak ikut bicara. Dia dari golongan muda.
Tapi gadis itu terlanjur sudah bicara maka tidak bisa untuk ditarik
kembali kata-katanya.
Giok Hoa melihat kesulitan suaminya, dia melompat berdiri. Dirangkapkan
sepasang tangannya.
"Maafkan atas kelancangan keponakan kami!" kata Giok Hoa kemudian. Dia
menoleh kepada Bie Lan, katanya: "Bie Lan, duduklah."
Bie Lan mendongkol. Sebetulnya ia ingin membawa adatnya. Tapi melihat
mata Giok Hoa yang bersinar, dia jadi menuruti juga perintah Giok Hoa.
Setelah Bie Lan duduk, Giok Hoa segera bertanya kepada orang-orang yang
berkumpul di situ, "Sahabat-sahabat, tahu kalian, siapa sebenarnya gadis
itu, keponakan kami itu?"
Semua orang berdiam diri. Memang mereka tidak mengetahuinya dan mereka
jadi mengawasi Giok Hoa.
"Itulah puteri Sin-tiauw Thian-lam Yo Him, cucu Sin-tiauw Tay-hiap Yo Ko!
Kalian tentu telah mendengar nama kedua pendekar gagah perkasa itu,
bukan? Yo Him adalah ayah dari gadis itu, dan Sin-tiauw Tay-hiap Yo Ko
adalah kakek dari Yo Bie Lan!
"Karena dari itu kalian jangan memandang remeh padanya! Walaupun benar
dia dari tingkatan muda akan tetapi kepandaiannya sudah mencapai tingkat
yang tinggi sekali!"
Setelah berkata begitu, Giok Hoa merangkapkan tangannya memberi hormat,
dan dia duduk kembali.
Sedangkan orang-orang yang berkumpul di tempat itu setelah mengetahui Bie
Lan adalah puteri Yo Him dan cucunya Yo Ko, mereka jadi tidak berani
banyak bicara lagi.Sedangkan Ko Tie telah berkata lagi: "Dengan bantuan dari sahabat-sahabat
sekalian, tentu dengan mudah kita bisa mengerahkan kembali rakyat, agar
bangun dan mengadakan perlawanan kepada penjajah!"
Sunyi keadaan di sekitar tempat itu
Tiba-tiba terdengar seseorang berkata: "Pinto ingin bicara!"
Segera tampak dari rombongan para tamu itu seorang Tojin berdiri tegak.
Tubuhnya tegak dan tinggi besar. Diapun memiliki mata yang bersinar
sangat tajam sekali.
Ko Tie dan yang lainnya jadi menoleh memandang kepadanya.
"Silahkan!" Kata Ko Tie.
"Ada sesuatu yang hendak pinto tanyakan, bolehkah?"
"Silahkan Cinjin. apa yang akan Cinjin tanyakan?" Tanya Ko Tie.
"Mengenai cucu Oey Yok Su!"
"Ya, ada apa dengan cucu Oey locianpwe?" Tanya Ko Tie.
"Apakah orangnya sudah ada di sini?"
Ko Tie mengangguk.
"Mengapa dia tidak keluar memperlihatkan diri?!"
"Sebentar lagi ia akan keluar untuk berkenalan dengan sahabat-sahabat
yang berada di sini!"
"Mengapa tidak sekarang?!"
"Justeru Siauwte hendak menyampaikan dulu tujuan dari berkumpulnya kita
di sini!"
Tojin itu menggangguk.
"Pinto justeru ingin melihatnya dulu sekarang, karena sebelum kita
membicarakan lebih jauh, tanpa kenal dengan orangnya bukankah kita sulit
untuk menyatakan pendapat kita?"
Ko Tie terdiam sejenak.
Sedangkan Kim Lo sendiri sejak tadi duduk gelisah sekali. Dia kuatir jika
memang Ko Tie nanti meminta dia maju untuk memperlihatkan diri.
Dia sama sekali tidak menyangka, bahwa tujuan dari berkumpulnya para
pendekar gagah di tempat ini, di Yang-cung, ternyata mengandung tujuan
dan maksud besar dan sangat penting yaitu bermaksud menghimpun kekuatan
baru untuk mengadakan perlawanan kepada penjajah. Tadinya, ia hanya
menerima perintah dari Oey Yok Su untuk menemui para pendekar gagah.Karnehlingti 19.092
Semula Kim Lo menduga dia hanya diperintahkan buat meminta petunjuk
belaka. Siapa sangka, justeru sekarang ini memang Ko Tie telah membeber
semua tujuan pertemuan itu.
Kim Lo jadi kuatir dan bimbang. Dia kuatir bahwa dia tidak akan sanggup
untuk mengemban dan menerima tugas yang begitu berat.
Tapi, disebabkan berada di tempat tersebut, berkumpul demikian banyak
orang, dia tidak bisa menyampaikan perasaannya itu pada Ko Tie.
Dan sekarang ada Tojin itu yang ingin memintanya keluar memperlihatkan
diri. Ini membuat Kim Lo tambah gelisah.
Setelah berdiam diri sejenak, Ko Tie mengangguk.
"Baiklah! Segera siauwte akan meminta cucu Oey locianpwe keluar,
memperlihatkan diri."
Berkata sampai disitu, Ko Tie menoleh kepada Kim Lo, katanya: "Hiantit,
silahkan kau keluar memperkenalkan diri!"
Kim Lo ragu-ragu. Tapi Ko Tie telab perintahkan padanya untuk keluar
memperkenalkan diri. Ia bangun berdiri. Melangkah perlahan-lahan
mendekati Ko Tie.
Setelah berada disamping Ko Tie, Kim Lo semakin gelisah. Ia melihat semua
orang mengawasinya. Terpaksa dia merangkapkan tangannya memberi hormat.
"Boanpwe Kim Lo memberi hormat kepada Cianpwe sekalian!" Kata Kim Lo pada
akhirnya.
Seketika di tempat itu ramai oleh bisik-bisik.
Tojin yang tadi meminta agar Kim Lo keluar memperlihatkan diri telah
mengawasi Kim Lo dengan tajam. Tidak senang hatinya melihat muka Kim Lo
ditutupi oleh kain putih.
"Mengapa muka cucu Oey Yok Su harus memakai penutup seperti itu?"
Tegurnya. "Sedangkan kami diminta mendukung, dan cucu Oey Yok Su main
kucing-kucingan dengan kami. Apakah urusan ini bisa selesai dengan baik?"
Muka Ko Tie berobah. Dia sendiri memang belum pernah melihat muka Kim Lo.
Dulu memang waktu ia menghadiahkan serulingnya pada Kim Lo, waktu Kim Lo
masih kecil dia telah melihat muka anak ini tidak begitu baik.
Dan sekarang setelah dia melihat Kim Lo dewasa, dengan kain penutup muka,
dia menduga paling tidak muka Kim Lo memang kurang baik bentuknya.
Justeru pendeta itu mendesaknya begitu dia terpojok.
"Baiklah Hiantit, kau bukalah penutup mukamu!" Katanya memerintahkan Kim
Lo agar dia membuka tutup mukanya itu.
Kim Lo jadi serba salah.
Dia merangkapkan kedua tangannya ke segala penjuru dan jurusan, dia
bilang. "Maaf Boanpwe sekarang ini memiliki kesulitan yang belum lagibisa Boanpwe ceritakan. Nanti jika memang sudah tiba saatnya, tentu
Boanpwe akan membuka tutup muka ini."
Tojin itu tertawa dingin.
"Bocah kurang ajar! Hemmm kau anggap aku ini apa? Hemmm pinto adalah
ketua Khong-tong-pay Ciangbunjin sebuah pintu perguruan yang tidak
kecil!!
"Pinto diminta datang untuk memberikan dukungan. Tapi seorang yang hendak
didukung itu seorang yang main kucing-kucingan. Sampai soal mukanya saja
tidak mau memperlihatkannya! Baiklah jika memang demikian lebih baik
Pinto mengundurkan diri."
Setelah berkata begitu, dia mengibaskan hud-timnya, dan dia memutar
tubuhnya untuk berlalu. Bersamaan dengan itu, bangun belasan orang Tojin,
yang ingin pergi, siapanya murid-murid si Tojin.
Ko Tie jadi kaget.
"Tunggu dulu locianpwe.!"
Namun ketua Khong-tong-pay itu sudah tidak memperdulikan cegahan Ko Tie.
Dia melangkah terus diikuti oleh murid-muridnya buat berlalu.
Banyak tamu-tamu lainnya yang berdiri dan kemudian memutar tubuh untuk
berlalu.
Sisanya tetap duduk berdiam diri di situ.
Ko Tie jadi salah tingkah, dia merangkapkan sepasang tangannya dan
bilang, "Maafkan sesungguhnya memang keponakan kami ini memiliki
kesulitan yang belum lagi bisa diceritakan. Harap sahabat-sahabat mau
memakluminya.
Tapi waktu itu justeru telah bangun lagi beberapa orang, yang segera
memutar tubuh untuk meninggalkan tempat tersebut, dengan hati
tersinggung.
Mereka justeru merasa mendongkol, karena Kim Lo tidak mau membuka tutup
mukanya. Dengan begitu mereka merasakan bahwa Kim Lo tidak menghargai
mereka.
Sedangkan kedatangan mereka ke tempat itu justeru hendak memberikan
dukungan pada Kim Lo, dan dengan adanya sebutan para pendekar sejati,
mereka juga hendak membangunkan diri. Siapa tahu mereka dikecewakan
seperti itu.
Malah di antara tamu-tamu yang masih berada di tempat itu tertawa keras,
mereka tampaknya mengejek. Dan ada yang nyetetuk bilang, "Ya untuk apa
kita mendukung seseorang yang demikian pengecut, sampai wajahnya saja
tidak berani diperlihatkan?!"
Begitulah, seorang demi seorang telah pergi meninggalkan tempat itu, maka
sebentar saja keadaan di tempat itu jadi sepi. Dan yang tinggal jago-jago
yang datang dari berbagai penjuru yang duduk di situ sebagai peninjau
belaka.
Ko Tie menghela napas."Memang untuk menghimpun para orang gagah dibutuhkan Giok-sie. Dengan
Giok-sie kita bisa menggerakkan rakyat sekarang ini. Jika tanpa Giok-sie,
kita sulit mempersatukan orang-orang gagah."
Walaupun tamu-tamu itu meninggalkan tempat tersebut dengan cara mereka,
tokh Ko Tie tidak tersinggung.
Giok Hoa juga cuma menghela napas.
Bie Lan mengawasi Kim Lo. Dia heran sekali, mengapa Kim Lo keberatan
membuka tutup mukanya.
"Mengapa kau tidak membuka tutup mukamu itu agar mereka tidak mencapmu
sebagai manusia pengecut?" tanya Yo Bie Lan setelah Kim Lo duduk di
sisinya.
Kim Lo menghela napas.
"Aku memiliki kesukaran nona Yo...!" katanya dengan nada suara
mengandung penyesalan.
Bie Lan menghela napas.
"Dengan keberatan kau membuka tutup muka, itu merupakan suatu penghinaan
bagi mereka."
"Tapi....... kakekku tak pernah memberitahukan bahwa aku akan diserahi
tugas seberat itu!" menggumam Kim Lo kemudian, seperti menyesali dirinya
sendiri.
Bie Lan tak bilang apa-apa lagi, ia berdiam diri dengan wajah yang muram.
Sedangkan Giok Hoa sudah menoleh pada Kim Lo, ia bilang, "Hiantit
sebetulnya apakah ada sesuatu yang tak beres pada mukamu?!"
Kim Lo tidak menyetujui, ia menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Jawablah Hiantit, jika memang benar begitu, kami juga tidak akan
mendesakmu!"
Kim Lo mengangkat kepalanya. Ia mengawasi Giok Hoa, kemudian Bie Lan lalu
Kim Cie Sin-kay dan Ko Tie barulah ia mengangguk,
"Wajahku terlalu buruk buat diperlihatkan kepada orang ramai!" Katanya
dengan suara tersendat seakan juga dia sedih bukan main.
Ko Tie teringat kepada wajah Kim Lo waktu masih kecil. Demikian juga Giok
Hoa. Mereka menduga apakah wajah Kim Lo masih sejelek itu? Dan mereka
jadi menghela napas.
"Kita telah gagal buat menghimpun orang-orang gagah, agar memberikan
dukungannya." Dan suara Ko Tie sedih
"Sudahlah!" Kata Giok Hoa, "Nanti kita bisa mengusahakan dulu buat
memperoleh Giok-sie. Dengan adanya Giok-sie di tangan tentu kita bisa
mengerahkan orang gagah untuk menentang penjajah!"
Ko Tie kemudian berdiri, dia memberi hormat kepada tamu-tamu lainnya."Maafkan atas ketidak lancaran pertemuan ini. Harap sahabat-sababat mau
memaafkan!" Katanya dengan penuh penyesalan. Itulah suatu cara halus
untuk membubarkan orang-orang itu
Tiba-tiba di antara orang-orang itu ada yang tertawa dan melontarkan
kata-kata ejekan.
Dan mata Kim Cie Sin-kay yang tajam segera melihat orang-orang yang
melontarkan kata-kata ejekan itu adalah orang-orangnya Pu San Hoat-ong.
Sebetulnya jika memang menurut hati kecilnya, dia akan melompat buat
membekuk mereka. Namun akhirnya dia teringat kalau memang dia membekuk
orang itu, niscaya orang-orang yang lainnya akan menduga lain dan salah
paham. Tentu akan timbul kerusuhan.
Karenanya Kim Lo telah membiarkan saja. Dia cuma mendelik kepada orangorang itu!
Orang-orang lainnya mendengar caci yang dilontarkan oleh beberapa orang
anak buah Pu San Hoat-ong yang memang telah menyelusup ke dalam pertemuan
tersebut, jadi ikut menggerutu tidak senang. Mereka jadi ikut memaki dan
menyesali akan pertemuan yang gagal ini! Malah ada di antara mereka, yang
tidak segan-segan melontarkan makian untuk Oey Yok Su maupun Yo Ko.
Begitulah orang-orang itu telah bubar! Keadaan di tempat itu jadi sunyi.
Tiba-tiba Kim Cie Sin-kay menepuk lututnya.
"Hai!" Teriaknya sambil melompat berdiri, seakan-akan ia teringat
sesuatu.
"Ada apa, locianpwe?" Tanya Ko Tie sambil mengawasi si pengemis.
"Sekarang aku baru ingat! Pasti ada sesuatu yang tak beres pada diri
orang-orang Khong-tong-pay itu!"
"Kenapa?"
"Mereka tentu telah dihasut oleh si keledai gundul Pu San Hoat-ong.
Mereka justeru diperalat untuk menggagalkan pertemuan ini!" Dan setelah
berkata begitu, kembali Kim Cie Sin-kay berjingkrak karena gusar.
Ko Tie juga terkejut.
"Kemungkinan itu memang bisa saja terjadi!" kata Giok Hoa dengan wajah
yang muram.
"Ya, tentu dengan segala cara Pu San Hoat-ong berusaha menggagalkan
pertemuan ini!" kata Ko Tie.
"Hemm, memang kita telah salah!"
"Salah?"
"Ya salah! Kita melakukan kesalahan!"
"Maksud locianpwe?"
"Mengapa kita tidak membasmi mereka waktu beberapa hari yang lalu?!""Tapi, inilah resikonya untuk menghimpun suatu kekuatan, sayangnya pihak
Khong-tong-pay itu tak memiliki pengertian sedikitpun juga sehingga
membuat yang lainnya ikut-ikutan!"
"Justeru mereka yang telah diperalat oleh Pu San Hoat-ong. dengan cara
seperti itu, memang mereka berhasil untuk mengacaukan dan menggagalkan
pertemuan ini!"
"Hemm, tapi itu hanya dugaan kita, tentunya belum pasti bukan?"
"Jika memang nanti terbukti, hem, hem, aku akan mencari si keledai gundul
itu. Aku Kim Cie Sin-kay si pengemis tua yang melarat, niscaya akan
mengadakan perhitungan dengannya!"
Waktu itu Kim Lo telah maju, ia merangkapkan sepasang tangannya memberi
hormat pada semua orang itu, Kim Cie Sin-kay, Giok Hoa, Ko Tie maupun Bie
Lan. "Maafkanlah aku yang telah menyebabkan para paman dan Locianpwe menerima
kesulitan seperti ini!" Katanya dengan penuh penyesalan,
Ko Tie menghela napas dalam-dalam.
"Ini bukan gara-garamu Kim Lo!" katanya kemudian sambil menepuk-nepuk
pundak si pemuda. "Nanti kita akan berhasil untuk menghimpun orang-orang
gagah. Yang terpenting sekarang ialah kita harus berusaha memperoleh
Giok-sie.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jika memang Giok-sie berhasil kita peroleh, niscaya kita bisa
menggerakkan rakyat dan menghimpun para orang gagah untuk mengadakan
perlawanan terhadap penjajah!"
Setelah berkata begitu Ko Tie menoleh pada Bie Lan, ia bertanya, "Apakah
ayah dan ibumu akan datang kemari juga?"
"Menurut ayah dan ibu, mereka akan menyusul datang ke mari! Tapi aneh,
mereka masih belum juga tiba di sini?"
"Bagus! Jika memang mereka nanti datang kita minta pendapatnya dan
nasehat mereka!" kata Ko Tie.
Karnehlingti 19.093 . . . . . . .
Karnehlingti 19.093
Giok Hoa kemudian menyarankan agar mereka beristirahat dulu. yang lainnya
menyetujui.
Begitulah mereka telah pulang ke rumah seorang penduduk yang tidak jauh
terpisah dari lembah tersebut. Memang kemarin mereka telah menginap di
rumah penduduk itu. Mereka memberikan hadiah uang yang cukup besar.Tapi biarpun mereka merebahkan diri di pembaringan, masing-masing tidak
bisa tidur. Mereka merasakan, betapa hati mereka diganggu oleh berbagai
macam kemelut yang merisaukan dan menggelisahkan hati.
Terlebih lagi Ko Tie.
Bukankah rencananya telah gagal, untuk menghimpun suatu kekuatan? Oey Yok
Su telah mempercayai sepenuhnya pada Ko Tie, buat menghimpun kekuatan,
guna mengadakan perjuangan dan juga perlawanan kepada penjajah.
Disamping itu, Oey Yok Su yakin, Ko Tie akan berhasil dengan usahanya
itu. Karenanya Oey Yok Su pun telah menjanjikan mengirim Kim Lo ke tempat
ini yaitu, Yang-cung tempat pertemuan orang gagah. Tapi pertemuan itu
telah macet di tengah telah mengalami kegagalan. Dengan sendirinya
membuat Ko Tie menyesal bukan main.
Ko Tie menyadari, jika memang waktu diselenggarakan pertemuan itu ia
mempergunakan kekerasan, niscaya hanya menimbulkan kesan buruk belaka.
Karena dari itu, dia tidak mau mengambil tindakan kekerasan. Walaupun
para pendeta Khong-tong-pay itu bersikap kurang ajar dan agak menghina,
tokh Ko Tie tidak mengambil tindakan apapun juga.
Giok Hoa yang melihat keadaan suaminya seperti itu, segera menghiburnya.
Dia bisa merasakan apa yang tengah dirasakan oleh suaminya tersebut yaitu
kekecewaan.
Besoknya mereka berunding, apa yang akan mereka lakukan.
"'Yang pertama-tama harus kita usahakan, ialah harus berusaha memperoleh
Giok-sie cap kerajaan!" Kata Ko Tie.
"Tapi kita tidak mengetahui dimana sekarang Giok-sie berada!" Kata Giok
Hoa. "Bukankah kita telah mendengarnya bahwa seorang nelayan di Lam-hay
berhasil menemukan Giok-sie. kita bisa menyelidiki di Lam-hay untuk
mengetahui apakah berita itu benar adanya! Jika benar, kita harus
berusaha buat memperoleh Giok-sie itu!"
Kim Lo cuma mendengarkan saja. Demikian juga halnya dengan Bie Lan.
Giok Hoa menghela napas.
"Untuk memperoleh Giok-sie pun bukan pekerjaan yang mudah!" Kata Giok
Hoa. "Kita harus menantikan dulu Yo Pe-peh dan Sasana Peh-bo. Kepada
mereka kita bisa jelaskan semua duduk persoalan, dan kita bisa meminta
pendapat mereka!"
Ko Tie mengangguk beberapa kali.
Demikianlah, mereka menetap selama beberapa hari di rumah penduduk itu.
Pihak Kay-pang banyak melakukan sesuatu untuk mereka seperti menyelidiki
dan mencarikan berita buat mereka, termasuk barang makanan dan kebutuhan
uang.
Kim Cie Sin-kay adalah Tianglo nomor empat di Kay-pang kekuasaannya
sangat besar. Karena dari itu, dia bisa perintahkan ketua daerah Kay-pang
di Yang-cung untuk mengerahkan seluruh kekuatan Kay-pang, untuk
mengumpulkan berita, yang hendak mereka ketahui adalah tentang Yo Him dan
Sasana, apakah ke dua orang itu telah datang.Bie Lan sendiri, selama beberapa hari itu selalu riang bermain dengan
rajawali putih yang mengajak dia terbang ke tengah udara untuk
berkeliling dengan asyik sekali. Di mana memang tampaknya Bie Lan belum
lagi kurang sifat kekanak-kanakkannya. Dia masih saja bermain dengan
gembira sekali.
Terlebih lagi memang burung rajawali putih itu sangat jinak. Selalu
menurut apa yang dikehendaki oleh Bie Lan karena burung itu seperti
mengerti apa yang diucapkan oleh Bie Ian.
Giok Hoa tidak melarang Bie Lan bermain-main dengan burung rajawalinya
itu. Dan juga Ko Tie sepanjang hari berunding dengan Kim Cie Sin-kay
serta Kim Lo, apa yang mereka lakukan.
Namun setelah lewat sepuluh hari mereka menanti sia-sia belaka, Yo Him
dan Sasana tak juga muncul.
Bie Lan pun heran.
"Ayah dan ibu mengatakan akan segera menyusulku ke Yang-cung. Mereka
memintaku melakukan perjalanan dulu. Tapi aneh sekali, mereka masih belum
juga tiba. Apakah mereka bertemu rintangan?"
Diwaktu itu tampak Bin Lan gelisah juga.
Akhirnya setelah menunggu dua hari lagi dan setelah merundingkan diambil
keputusan bahwa mereka akan melakukan perjalanan ke Lam-hay untuk
menyelidiki tentang Giok-sie cap kerajaan itu.
Demikianlah, rombongan itu akhirnya meninggalkan Yang-cung, mereka
bermaksud pergi ke laut selatan yaitu Lam-hay.
Memang selama ini tersiar berita, Giok-sie telah diperoleh seorang
nelayan di Lam-hay dan mereka ingin menyelidiki apakah berita itu benar
atau hanya sekedar berita burung belaka.
Kim Cie Sin-kay sendiri telah memberitahukan kepada Ko Tie dan yang
lainnya, nanti di Lam-hay dia akan mengerahkan pengemis-pengemis di sana
buat menyelidiki dengan ketat.
Jika memang berita yang tersiar itu benar maka dengan mudah pengemispengemis Kay-pang akan dapat mengetahuinya dengan pasti.
Begitulah, Kim Lo bersama-sama dengan Ko Tie, Giok Hoa, Kim Cie Sin-kay
dan Bie Lan melakukan perjalanan ke Lam-hay. Selama itulah mereka bilang
kepadanya, sementara waktu Kim Lo tidak usah memikirkan yang tidak-tidak,
sampai nanti Giok-sie diperoleh.
Sebelumnya Kim Lo sangat murung. Dia jarang sekali bicara dengan mereka
akhir-akhir itu. Karena pemuda ini memang tampaknya jadi bingung, sebab
sekarang dia baru mengetahui di pundaknya terdapat tugas yang berat.
Cuma saja yang naembuat Kim Lo jadi heran serta tidak mengerti, mengapa
justeru dia yang dipilih, mengapa bukan orang lain atau dipilihnya
seorang pendekar gagah perkasa seorang gagah sejati?
Justeru disebabkan Ko Tie telah memberitahukan padanya, agar dia tidak
terlalu murung dan telah membuat dia berlapang hati. Karena janji Ko Tiesetelah diperoleh Giok-sie, barulah dia akan mempertimbangkan lagi,
tindakan apa yang akan mereka lakukan.
Perjalanan ke Lam-hay memang tidak terlalu sulit. Cuma saja, untuk
mencapai tempat tujuan, mereka memerlukan waktu sampai dua bulan
<>
Angin tenggara di selat Lay-ciu, di daerah propinsi Shoatang, berhembus
cukup keras. Di dekat teluk Put-hay, teluk Chili tampak seorang
penunggang kuda tengah melarikan kuda tanggangannya dengan cepat.
Kuda itu tampak sehat sekali, karena binatang tunggangan ini dapat
berlari dengan pesat, dimana memang kuda itupun memiliki tenaga yang
sangat kuat. Kuda itu tinggi besar, berbulu coklat tua, dengan kombinasi
bulu putih di bagian perutnya. Tampaknya kuda dari Arab atau memang juga
kuda dari Mongolia dan lari kuda secepat angin.
Penunggang kuda itupun memiliki tubuh yang sehat, walaupun sikapnya
tampak ia lesu bukan main. Ia melarikan kudanya itu seperti juga tengah
mengejar sesuatu.
Pada wajahnya terlihat perasaan kuatir. Ia berusia empatpuluh tahun lebih
mengenakan baju warna biru langit dan celananya yang cukup ketat berwarna
coklat muda.
Dia pandai sekali mengendalikan kuda tunggangannya, walaupun kuda itu
berlari sangat pesat, namun tubuhnya sama sekali tidak terguncang terlalu
hebat. Dia dapat duduk dengan posisi yang baik.
Setelah melarikan kuda tunggangannya itu sekian lama, dia melewati daerah
yang termasuk teluk Put-hay tersebut karena ia sudah mulai memasuki
daerah daratan-daratan yang penuh dengan rumput-rumput yang hijau. Hanya
saja sejauh mata memandang, tidak terlihat sebuah rumah penduduk pun.
Jika tadi, dia memang melihat di teluk Put-hay banyak sekali rumah
penduduk yang umumnya adalah nelayan. Dan dia tidak bermaksud untuk
singgah.
Dia memang ingin melakukan perjalanannya itu cepat-cepat, agar lebih
segera bisa tiba di tempat tujuannya. Setelah tiba di lapangan rumput
itu, orang tersebut menarik tali kendali kudanya. Binatang tunggangan itu
berhenti berlari. Orang itu memandang sekelilingnya.
Sejauh mata memandang lepas, hanya tampak lapangan rumput yang sangat
luas, juga rumput-rumput yang tumbuh di situ subur sekali. Tidak terlihat
sebuah rumah penduduk atau seseorang lainnya. Sepi dan langgeng.
Laki-laki itu menghela napas.
"Untuk mencapai Kiu-ciu, mungkin masih memerlukan waktu tiga hari entah
masih keburu atau tidak, aku memberitahukan urusan yang sangat penting
itu kepada mereka?" Menggumam laki-laki tersebut.
Dia menghela napas dan kemudian menggumam pula, "Jika memang terlambat,
tentu banjir darah sulit untuk dielakkan.!"
Setelah beristirahat sejenak seperti itu, tanpa turun dari atas kudanya.
Laki-laki ini membedal lagi kudanya, yang segera berlari pesat sekali di
atas lapangan rumput yang luas itu.Rupanya kuda ini berselera sekali melihat rumput yang tebal, ia berhenti
sejenak ketika berlari sekian jauhnya, dia memakan rumput itu. Dan
penunggangnya tidak memaksa dia berlari terus. Membiarkan kuda
tunggangannya itu menikmati rumput itu. Lewat kurang lebih sepasangan
satu batang hio, dia mengendut lagi tali kendali kuda itu, melarikan kuda
tunggangannya pula.
Kuda itu sudah makan cukup banyak, semangatnya juga telah kumpul. Dia
berlari jauh lebih cepat dibandingkan dengan tadi karena kuda itu seperti
juga anak panah yang dilepas dari busurnya, melesat seperti kilat.
Laki-laki di punggung kuda itu membedal terus kudanya. Dia yakin sebelum
dua hari dia sudah bisa tiba di tempat tujuannya, kalau saja kudanya bisa
berlari terus menerus seperti sekarang.
Sayangnya, binatang tunggangannya ini tidak mungkin dilarikan terus
menerus selama dua hari tanpa beristirahat sedikitpun, dan walaupun
bagaimana memang kuda itu memerlukan waktu buat beristirahat, dan tentu
waktu perjalanan akan lebih lama lagi. Dia merencanakan dalam tiga hari
sudah bisa tiba di tempat tujuannya.
Walaupun demikian laki-laki itu mengusahakan agar kudanya dapat berlari
lebih cepat lagi, karena semakin cepat ia tiba di tempat tujuannya, akan
menjadi semakin baik lagi.
Tengah laki-laki itu membandel kudanya seperti kerasukan setan, tapi
dengan posisi tubuh duduk dengan sikap yang baik sekali, tiba-tiba dari
sebelah depannya, di kejauhan, juga tampak tengah berlari seekor kuda.
Cepat pula, semakin lama semakin dekat dan semakin jelas.
Kuda yang tengah mendatangi itu berbulu hitam, dan juga penunggangnya
juga mengenakan pakaian warna hitam. Malah di pundak penunggang kuda yang
tengah mendatangi itu tergemblok sebatang pedang.
Dia memiliki muka yang empat persegi, tubuhnya tegap dan kuat sekali
kelihatan tenaganya. Dia duduk mantap di atas punggung kudanya. Dan sama
seperti penunggang kuda yang pertama itu, diapun melarikan kuda
tunggangannya sangat cepat.
Karena kedua kuda masing-masing berlari cepat seperti itu, dalam waktu
singkat kedua kuda itu menghampiri semakin dekat.
Hati laki-laki pertama, yang mengenakan baju warna biru langit itu
tercekat.
"Hemmm, tentu ini penyakit lainnya yang berusaha menggagalkan tugasku!
Tadi aku baru saja melewati dua macam penyakit!"
Walaupun dia berpikir begitu dan memiliki dugaan bahwa orang yang
berpakaian serba hitam yang tengah mendatangi itu bukan sebangsa manusia
baik-baik, dia tetap membawa sikap yang tenang. Dia tetap melarikan kuda
tunggangannya.
Akhirnya kedua kuda itu saling berpapasan. Namun kuda hitam itu berlari
seakan juga hendak menerjang dan menubruk kuda si orang berbaju biru.
Menghindarkan tabrakan, orang berpakaian baju biru itu menarik tali
kendali kudanya. Kuda tunggangannya yang tengah berlari cepat, jadi kagetwaktu tali kendali di mulutnya tertarik kuat-kuat, dia meringkik sambil
menarik ke dua kaki depannya naik ke atas.
Kuda hitam itupun berhenti. Penunggang kuda hitam itu, seorang berusia
hampir limapuluh tahun. Cuma saja matanya bengis, mengawasi orang berbaju
biru. Dia memperdengarkan suara tertawa dingin.
"Bukankah kau Hui-houw-to?!" Tegurnya. Dia menyebut Hui-houw-to atau
Golok Harimau Terbang.
Orang berbaju biru itu tercengang sejenak, dia berpikir, "Aneh, dia
mengetahui siapa aku!"
"Benar!" Walaupun dia berpikir begitu, tokh dia menyahuti juga. "Memang
tidak salah, aku Hui-houw-to Kang Lam Cu!"
"Hemmm....... jika memang kau ingin melanjutkan perjalanan dengan tubuh
yang utuh, surat yang tengah kau bawa harus diserahkan kepadaku......"
Karnehlingti 19.094 . . . . . . .
Karnehlingti 19.094
Muka Hui-houw-to berobah. Orang bicara dengan sikap yang bengis, terus
dia memang bermaksud tidak baik. Terlebih sekarang sudah diketahui, apa
maksud orang itu yang menghadangnya, yaitu meminta surat yang tengah di
bawanya.
"Hemm, siapa kau?" Tanya Hui-houw-to tanpa menjawab perkataan orang itu.
"Tidak perlu, kau ketahui siapa aku! Tapi sudah kuberitahukan, jika
memang engkau hendak melanjutkan perjalanan dengan selamat dan tubuh
tetap utuh, surat yang tengah kau bawa itu harus diserahkan kepadaku!"
Tiba-tiba orang berbaju biru itu, Hui-houw-to, mengangkat kepalanya,
menengadah mengawasi langit. Mulutnya dibuka lebar-lebar, terdengar suara
tertawanya yang bergelak-gelak, keras dan nyaring sekali.
"Apakah demikian mudah?!" Tanya Hui-houw-to dengan suara dingin: "Apakah
kau kira akan sedemikian mudah untuk mengambil surat yang ada padaku?!"
"Itu terserah kepadamu! Aku memberikan dua pilihan, kau boleh memilihnya!
Yang pertama adalah jalan kehidupan, di mana kau bisa hidup terus dengan
tubuh yang utuh, asal kau menyerahkan surat itu kepadaku.
"Tapi jika memang tidak mau menyerahkan surat itu berarti kau memilih
jalan kedua yaitu engkau akan terbinasa dengan tubuh tidak utuh.
Sedangkan surat di tanganmu akan terjatuh juga ke tanganku. Mengerti
kau?"
Hui-houw-to tidak hanyak bicara lagi. Tahu-tahu tubuhnya melesat turun
dari punggung kudanya. Tubuhnya bergerak lincah sekali.Sepasang kakinya hinggap di tanah berumput itu dengan ringan tanpa
mengeluarkan suara sedikitpun juga. Itulah gin-kang yang sangat mahir
sehingga bisa membuat tubuh jadi begitu ringan.
"Bagus!" Berseru Hui-houw-to ketika ke dua kakinya sudah hinggap di tanah
berumput itu. "Aku justeru ingin melihat, jika aku memilih jalan
kematian, apa yang engkau bisa lakukan?"
Sambil berkata begitu, Hui-houw-to mengambil sikap bersiap-siap untuk
menghadapi setiap terjangan dan serangan orang berpakaian hitam itu, yang
tidak mau menyebutkan dan memperkenalkan namanya. Dengan sikapnya seperti
itu, Hui-houw-to memang menantang orang-orang itu buat segera turun
tangan, karena dia bermaksud akan melayaninya dengan cara keras di lawan
keras.
Orang berpakaian baju hitam yang duduk di puuggung kuda hitam itu
memperdengarkan suara tawanya yang dingin menyeramkan. Sikapnya tenang
sekali.
Dia memang mendongkol ditantang seperti itu oleh Hui-houw-to, namun dia
bisa menguasai diri. Dia masih tetap duduk di punggung kudanya.
"Apakah benar-benar engkau tidak mau mendengar kata-kata baik dariku?"
Tegurnya.
Hui-houw-to menggeleng.
"Silahkan!" Tanyanya lagi.
Orang berbaju hitam itu tertawa.
"Baiklah. Rupanya memang engkau sudah tidak sabar ingin cepat-cepat pergi
ke Giam-lo-ong!"
Setelah berkata begitu, tubuh orang berbaju hitam itu melompat dari


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

punggung kudanya. Tapi dia melompat bukan buat hinggap di atas tanah
berumput, melainkan tubuhnya seperti anak panah yang lepas dari busurnya,
tampak telah melesat menerjang kepada Hui-houw-to. Tangannya berkelebat
akan menghantam batok kepala Hui-houw-to.
Pukulan yang dilakukan orang berbaju hitam itu kuat sekali, karena Huihouw-to merasakan, belum lagi tangan orang itu tiba dekat, justeru angin
pukulannya sudah berkesiuran menerjang ke arah batok kepalanya.
Ccpat-cepat Hui-houw-to mengelakkannya dengan melompat dua tombak ke
samping kanan.
Tapi, waktu itu justeru tubuh orang berbaju hitam itu hinggap di tanah
berumput sambil tangannya sudah menghunus pedangnya dan tangannya itu
tidak tinggal diam saja, karena dia telah menabas.
Dia rupanya hendak memanfaatkan kesempatan yang ada, yaitu waktu sepasang
kakinya hinggap tangannya menghunus pedang sambil diayunkan menabasnya.
Dara Segara Kidul 1 Pendekar Rajawali Sakti 213 Gadis Serigala Klub Horor 2

Cari Blog Ini