Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Seruling Sakti 2

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong Bagian 2


Segera juga dengan mempergunakan gin-kangnya yang sempurna Oey Yok Su
berlari ke sana ke mari mengitari sekitar tempat itu, tapi ia tidak
berhasil menemukan jejak Kim Lo.Tiba-tiba dalam kegelapan malam Oey Yok Su melihat sesosok tubuh yang
berkelebat dengan gesit sekali, sehingga bayangan itu bagaikan terbang
saja. Tidak membuang waktu Oey Yok Su mencelat mengejarnya. Dan dalam
sekejap waktu saja, ia sudah berada di dekat orang itu. Sebat luar biasa
tangan kanan Oey Yok Su manyambar mencengkeram punggung orang itu.
Sosok tubuh itu memang mengetahui dirinya tengah dikejar-kejar orang, dan
ia merasakan sambaran angin serangan di belakangnya. Cepat sekali
berkelit. Sambaran tangan Oey Yok Su jatuh di tempat kosong. Namun
majikan pulau Tho-hoa-to mana bisa gagal dengan serangannya?
Begitu melihat sasarannya melesat dan orang itu berhasil mengelakan
tangan, segera juga Oey Yok Su membarengi dengan sentilan jari
telunjuknya. Ia menyentil bukan sembarangan menyentil, sebab Oey Yok Su
menyentil dengan mempergunakan It-yang-cie, yaitu jari tunggal yang
sakti.
Sosok bayangan itu mengeluarkan seruan tertahan, karena heran dan takjub.
Dia masih berhasil mengelakkan diri tak urung membuat dia jadi kaku pada
pundak kanannya, karena dia terserempet angin sentilan jari sakti itu.
Ternyata sosok tubuh itu, seorang gadis. Oey Yok Su yang telah melihat
orang itu segera membatalkan keinginannya untuk menyerang lagi. Ia
mengawasi tajam sekali, tegurnya: "Mengapa di malam buta seperti ini kau
berlari-lari?"
Gadis itu yang pakaiannya compang-camping, namun bahan pakaiannya terbuat
dari bahan sutera mahal, tertawa sambil menggosok hidungnya dengan
mempergunakan punggung tangannya.
"Hei, tua bangka, kau bertanya mengapa aku malam-malam selarut ini
berlari-lar? Lalu kau sendiri? Apa yang tengah kau lakukan?" Tanya gadis
itu, yang bukannya menjawab pertanyaan Oey Yok Su, malah memperlihatkan
sikap menantang.
Oey Yok Su tertegun, segera ia menyadarinya gadis yang bajunya compangcamping seperti pakaian seorang pengemis dan mukanya juga kotor, pasti
tidak mengetahui siapa orang tua dihadapannya ini. Setelah berdiam
sejenak, Oey Yok Su bilang suaranya dingin: "Hmm, aku tengah mencari
penculik cucuku."
Gadis itu mementang matanya lebar-lebar.
"Kau menyerangku mungkin kau mencurigai aku sebagai penculik cucumu itu
bukan? Hemm, apakah kau anggap aku ini sudah gila anak sehingga perlu
menculik cucu orang lain? Jangan sembarangan menuduh, karena jika nona
besarmu tidak senang niscaya aku dapat membunuhmu!"
Oey Yok Su memiliki adat ku-koay, walau pun usianya telah lanjut, adatnya
yang ku-koay itu belum juga lenyap. Tiba-tiba mukanya jadi tambah dingin.
"Baiklah! Jika kau dapat meloloskan diri dari tanganku, maka aku bersedia
mengampuni kurang ajarmu dan membiarkan kau pergi!" kata majikan pulau
Thu-hoa-to.
Si gadis tampaknya jadi mendongkol juga.
"Apa sulitnya angkat kaki dari depanmu! Hemm, Ha Mo Giok tak pernah dapat
diperhina orang!" Dan sambil berkata begitu, seenaknya gadis itu, yang
tidak lain dari Ha Mo Giok melangkah untuk pergi melewati Oey Yok Su.Tapi Oey Yok Su diam saja. Ia tidak menghalanginya, karena jika gadis itu
sudah lebih dekat, barulah dia akan menghantamnya dengan jurus yang akan
memaksa gadis itu melompat mundur. Namun belum lagi Oey Yok Su sempat
untuk menyerang, tiba-tiba gadis itu memegang perutnya.
"Aduh!" ia merintih
Oey Yok Su heran, ia tertegun, sampai akhirnya tanyanya dengan heran:
"Kenapa kau?"
"Aku....... aduhhh, perutku.......!" Merintih gadis itu lagi.
"Apakah kau sakit perut?"
"Aku....... aduhlah, perutku..!" Merintih gadis itu lagi
Oey Yok Su menghampiri. Namun di waktu itulah gadis ini tiba-tiba
mengulurkah tangan kanannya ingin menotok jalan darah Ma-tung-hiat di
dekat tulang iga ketiga di tubuh Oey Yok Su.
Oey Yok Su tertawa dingin, dia telah berkelit. Dan jari tangan gadis itu
menotok telak sekali. Membarengi itu si gadis melesat akan melarikan
diri.
Tapi betapa kagetnya Ha Mo Giok ketika merasakan punggungnya kena
dicengkeram, disusul tubuhnya melambung di tengah udara, kemudian
meluncurkan akan terbanting di tanah. Untung saja ia memiliki gin-kang
yang terlatih dengan baik, sehingga dia tidak sampai terbanting dan
kemudian bisa hinggap di atas tanah dengan kedua kakinya.
Waktu Ha Mo Giok menoleh dengan muka merah karena murka dan kaget yang
bercampur menjadi satu, dia sudah tidak melihat Oey Yok Su, jago tua yang
sakti itu seperti lenyap begitu saja dari hadapannya.
"Baik-baiklah kau mengembara, karena kelak akan bertemu banyak rintangan!
Sampaikan salamku Tong-shia kepada ayahmu!" Suara itu terdengar seperti
dari tempat yang jauhnya puluhan lie dan terdengar jelas.
Rupanya Oey Yok Su setelah melontarkan tubuh Ha Mo Giok sebat sekali ia
meninggalkan tempat itu, dalam waktu sekejap mata saja, ia sudah
meninggalkan jauh sekali si gadis.
Ha Mo Giok berdiri tertegun di tempatnya, ia kagum dan heran melihat
orang tua itu yang benar-benar lihay, dan ia menggidik ketika mengetahui
bahwa orang tua itu adalah Tong-shia Oey Yok Su, karenanya ia bersyukur
ia tak terlanjur melakukan sesuatu kesalahan.
Apa alasannya juga, mengapa Oey Yok Su tidak jadi mempermainkan gadis
itu, karena ia mendengar gadis itu menyebutkan namanya yang aneh itu, Ha
Mo Giok, dan Oey Yok Su teringat kepada seorang sahabatnya. Ia memang
segera mengetahui siapa ayahnya gadis itu, karenanya ia telah
meninggalkannya.
Dikala itu terlihat juga Ha Mo Giok telah membanting-banting kakinya,
karena ia tersadar, betapa pedangnya yang tadinya tergantung di
pundaknya, sekarang menancap di kepalanya, di rambutnya, yang bergoyanggoyang. Ia menggidik lagi orang seperti Oey Yok Su memang hebat,
seandainya Oey Yok Su itu adalah musuh bukankah si gadis telah menerima
kematiannya, karena memang ia dapat dibunuh dengan mudah sekali?Bukankah pedang itu dihunus dari sarungnya dan kemudian ditikamkan pada
rambutnya yang bergulung itu, ia sama sekali tak merasakannya? Dan yang
lebih hebat lagi dia pun tak mengetahui kapan dicabutnya pedang dari
sarung dan kapan ditikamkan padanya, jika saja tikaman itu pada lehernya,
bukankah berarti ia seketika terbinasa?
Setelah menghela napas beberapa kali. Ha Mo Giok menjejakan kakinya,
lagi. Ia sebenarnya tengah menuju ke rumah penginapannya, dan bermaksud
untuk tidur, setelah mempermainkan Ang Kwang dan kawan-kawannya itu, tapi
siapa sangka ia justeru bertemu dengan Oey Yok Su.
Ia berlari-lari lagi sambil berpikir tak hentinya tentang jago tua yang
baru saja ditemuinya itu, dimana ia melihat Oey Yok Su yang namanya
menggetarkan rimba persilatan sebagai tokoh sakti, ternyata seorang tua
yang nampak lemah dan tidak bertenaga. Ha Mo Giok memang sering mendengar
kehebatan Oey Yok Su, namun baru ini ia melihat orangnya, dengan diamdiam, ia juga menyesal sekali, karena ia tidak teringat untuk membujuk
orang tua itu, guna mengajarkan padanya satu atau dua jurus ilmu
pukulan.
?Y? Sekarang marilah kita melihat Kim Lo. Sebenarnya kemanakah perginya Kim
Lo? Diculikkah dia oleh orang lain?
Ternyata anak itu mengalami sesuatu apapun juga, ia bukan diculik tapi
justeru Kim Lo meninggalkan kamarnya sendiri.
Begitu melihat Oey Yok Su keluar meninggalkan kamar tersebut Oey Yok Su
menduga anak itu telah tidur tapi sebenarnya Kim Lo pura-pura memejamkan
matanya rapat-rapat seakan tidur nyenyak, justeru dia tidak tidur.
Melihat Kong-kongnya melompat keluar dari jendela, Kim Lo juga turun dari
pembaringannya, kemudian keluar juga lewat jendela. Daun jendela ditutup
rapat.
Jika Oey Yok Su waktu pulang melihat daun jendela terbuka, itulah
disebabkan tiupan angin. Kim Lo memandang sekelilingnya. Gelap. Sepi.
Tidak ada seorang manusiapun juga. Ia ragu-ragu sejenak.
Dan anak ini juga heran mengapa kakeknya itu keluar meninggalkan rumah
penginapan di tengah malam seperti itu? Ada urusan apakah? Lagi pula,
mengapa Kong-kongnya pergi diam-diam tidak mau mengajaknya? Bermacammacam dugaan dan pertanyaan bercampur aduk menjadi satu di hati Kim Lo.
Tapi akhirnya Kim Lo menjejakkan kakinya, tubuhnya ringan melompat ke
atas tembok. Selama bertahun-tahun ia dididik oleh Oey Yok Su, maka untuk
melompati tembok pekarangan rumah penginapan itu bukanlah pekerjaan yang
sulit baginya. Ia melompat keluar dari tembok pekarangan rumah penginapan
itu dengan mudah.
Keadaan di sekitar tempat itu sepi sekali, tidak ada siapapun juga, malah
angin berhembus cukup dingin. Kim Lo menggigil sejenak, kemudian mendugaduga, entah ke arah manakah kakeknya itu pergi. Ia mengambil arah ke
utara.
Tengah Kim Lo berlari-lari, angin berhembus semakin dingin menusuk
tulang, dan keadaan tempat yang dilaluinya sepi sekali, semua penduduk
kota itu telah tertidur nyenyak, dan Kim Lo pun melihat keadaan di luarpintu kota semakin sepi juga, jarang sekali terdapat rumah penduduk. Kim
Lo berdiri ragu-ragu setelah berlari-lari sekian lama di luar pintu kota,
dan baru kemudian dia berlari lagi. Entah kakeknya itu pergi kemana?
Waktu Kim Lo tengah herlari seperti itu, mendadak ia mendengar suara
rintihan dari sebelah depannya. Kim Lo menahan langkah kakinya, dia
mementang matanya lebar-lebar untuk meneliti keadaan di depannya. Ia
mendengar semakin jelas suara rintihan itu, rintih kesakitan.
Waktu Kim Lo tengah ragu-ragu, mendadak saja dari sebelah depannya ada
orang berlari dengan langkah yang dingkluk, yaitu agak pincang, dan orang
itupun mengeluarkan suara rintih kesakitan, tengah mendatangi ke arah Kim
Lo. Orang itu seorang laki-laki berusia limapuluh tahun lebih, iapun
tampaknya kaget waktu melihat Kim Lo, hanya sejenak saja, kemudian ia
telah tenang kembali dan meneruskan larinya menghampiri bocah tersebut,
ia malah telah bilang, "Anak, aku ingin minta pertolonganmu, bersediakah
kau?"
Kim Lo ragu-ragu sejenak, namun melihat sekujur tubuh orang itu terluka
dan berlumuran darah, ia merasa kesakitan, segera ia menyahuti: "Baik
paman.. apa yang bisa kulakukan untuk menolongmu?"
Laki-laki itu merogoh sakunya, dia mengeluarkan sesuatu dari dalam
sakunya, disesapkan ke dalam tangan Kim Lo, katanya kemudian: "Kau
simpanlah barang ini aku titipkan padamu dan kau jangan memberikan kepada
orang lain! Nanti suatu saat aku akan mencarimu untuk mengambil barang
ini! Kau bersedia untuk menolongku, bukan?"
Kim Lo kaget, benda itu dingin sekali. Dia pun bingung, karena orang itu
tidak dikenalnya, sedangkan orang tersebut juga tidak mengetahui siapa
Kim Lo dan tinggal di mana, lalu bagaimana kelak ia ingin mencarinya
untuk mengambil kembali barangnya ini.?
"Paman!" Kata Kim Lo ingin menjelaskan.
"Jangan banyak bicara, waktu tinggal sedikit dan mendesak sekali, kau
kantongilah barang itu!" Kata orang tua tersebut.
Kim Lo tidak bisa-bilang apa-apa, dia memasukkan benda itu, yang dingin
dan lengket oleh sesuatu cairan, ke dalam sakunya.
"Jika nanti tidak lama lagi kau bertemu dengan serombongan orang, dan
menanyakan apakah kau melihat seseorang yang lari dengan kaki yang
pincang, kau memberitahukan bahwa aku mengambil arah selatan. Mengertikah
kau?"
Dengan ragu-ragu Kim Lo mengiyakan. Dan orang tua itu tidak membuang
waktu telah melarikan diri pula ke arah barat.
Lama Kim Lo berdiri tertegun di tempatnya sampai akhirnya ia merogoh
sakunya untuk mengeluarkan benda itu. Namun belum lagi ia mengeluarkan
barang tersebut, justeru dari sebelah depan, dari arah di mana tadi orang
tua itu mendatangi terlihat beberapa sosok tubuh.Mereka adalah laki-laki semuanya, yang mengenakan pakaian seragam sebagai
pahlawan kerajaan. Dan juga mereka semuanya memiliki tubuh yang tinggi
besar dengan wajah yang sangat bengis.
Waktu itu salah seorang telah berseru: "Lihat, di sana ada mahluk ajaib!"
Kim Lo membatalkan keinginannya untuk mengeluarkan benda yang dingin itu
dari dalam sakunya dan dia berdiri diam saja. Cuma saja hatinya jadi
tidak senang mendengar dia disebut sebagai makhluk ajaib. Karena itu dia
mengawasi saja kepada orang-orang itu cepat sekali telah tiba di dekat
Kim Lo.
Salah seorang di antara mereka, yang mukanya bengis dan penuh berewok
telah membentak: "Bocah, apakah kau melihat orang terluka parah tubuhnya,
larinya pincang, lewat tempat ini?"
Kim Lo mengangguk.
"Benar, orang inilah yang dimaksudkan si pemilik barang itu!" berpikir
Kim Lo Dan dia pun segera menyahutinya: "Ya, aku melihatnya tadi orang
itu mengambil arah ke selatan!"
Orang-orang itu saling pandang, tampaknya mereka ragu-ragu. Sejenak
mereka pun mengawasi sekitar tempat itu, kemudian kepada tetes darah
dekat kaki Kim Lo. Muka mereka seketika berobah.
"Bocah kau jangan coba-coba main gila di hadapan kami! Dimana orang tua
itu bersembunyi?" bentak salah seorang di antara mereka.
Kim Lo tercekat hatinya waktu melihat orang-orang itu memperhatikan tetes
darah di dekat kakinya, di atas tanah. Ia segera menduga tentu orangorang itu akan curiga padanya. Dan dugaannya memang benar, sebab orangorang itu segera mencurigainya.
"Aku tidak tahu apa-apa....... tadi aku cuma melihat orang itu berlari
terpincang-pincang menuju ke selatan....... entah dia mau pergi ke mana?"
Kim Lo masih berusaha untuk mendustai orang-orang itu.
Tapi orang yang satu itu, yang rupanya jadi pimpinan rombongan dari
pahlawan kerajaan itu, tidak sabar lagi menjambak dada Kim Lo.
Dengan sendirinya melihat tangan orang itu diulurkan untuk menjambak
dadanya, Kim Lo berkelit ke samping. Gerakannya sangat cepat sekali, jari
tangan orang itu cuma menyerempet bajunya, tapi tidak berhasil untuk
menjambaknya.
"Ihhh!" Orang tersebut mengeluarkan seruan heran. Namun wajahnya tampak
kian menyeramkan, iapun membentak: "Bagus! Rupanya kau memiliki
kepandaian juga! Hemmmm, tentu kau orangnya si pemberontak itu!"
Sambil berkata begitu, kembali orang itu mengulurkan tangannya untuk
menjambak. Jika tadi dia menjambak dengan tidak sesungguhnya hanya
sembarangan saja tapi sekarang justeru dia menjambak dengan mempergunakan
jurus "Sepasang Naga Keluar Goa", di mana tangannya itu bergerak
serentak, seperti juga ada di kiri dan kanan sulit diterka arah sasaran
yang sebenarnya, dan tenaga menjambaknya itu kuat sekali.
Kim Lo walaupun masih kecil, tapi ia sejak bayi telah digembleng oleh Oey
Yok Su. Karena dari itu melihat tangan orang itu ingin menjambak dadanya
lagi, Kim Lo cepat-cepat menekuk tangan kanannya, dia memiringkantubuhnya, tangan orang itu jatuh di tempat kosong, dan kemudian Kim Lo
menggerakkan sikut tangannya.
"Plakkk!" Telak sekali menghantam mata orang tersebut, sampai dia
menjerit kaget dan melompat mundur.
Diapun sebelum bisa membuka matanya untuk melihat dengan baik telah
berseru kepada kawan-kawannya: "Tangkap setan kecil itu, dia tentu anak
buahnya si pemberontak."
Serentak belasan orang pahlawan kerajaan telah menyerbu kepada Kim Lo.
Mereka semuanya memiliki kepandaian yang tinggi. Walaupun Kim Lo adalah
"cucu" Oey Yok Su, yang sejak kecil telah digembleng dan dididik oleh Oey
Yok Su, akan tetepi dikeroyok seperti itu, jelas ia tidak bisa memberikan
perlawanan, terlebih lagi memang diapun tidak berpengalaman.
Mati-matian memberikan perlawanan tapi hanya sekejap mata ia telah kena di
bekuk oleh belasan orang pahlawan kerajaan itu. Malah pemimpin rombongan
itu, sengit sekali, karena tadi matanya kena disikut dan sakit bukan
main, telah menghampiri di saat Kim Lo telah diringkus, dan dia
menghantam dengan jitakan yang kuat sekali ke kepalanya kemudian
menamparnya juga, diiringi bentakannya:
"Bagus? Rupanya memang kau mata-mata si pemberontak."
Kim Lo sangat mendongkol, Kong-kongnya belum pernah memperlakukan kasar
seperti itu padanya. Segera juga ia mementang mulutnya, "Kalian akan
memperoleh hajaran dari Kong-kong! Lihat saja nanti!"
Orang-orang itu tertawa mengejek, sedangkan salah seorang di antara
mereka telah berteriak, "Lihat! Tangannya berlumuran darah!"


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemimpin rombongan itu juga segera melihat telapak tangan Kim Lo
berlumuran darah. Mukanya seketika berobah.
"Geledah tubuhnya!" perintahnya.
Seketika Kim Lo diperiksa dan digeladah. Dan dari sakunya telah
dikeluarkan barang yang tadi dititipkan orang tua pincang yang sudah
melarikan diri.
Seketika terdengar orang-orang itu berseru kegirangan, karena mereka
melihat barang yang mereka keluarkan adalah benda yang tengah mereka
cari-cari. Dan diwaktu itu juga, yang memimpin rombongan itu telah
bekata: "Lihatlah, akhirnya kita berhasil memperoleh barang ini!!"
Kim Lo melihat, barang yang tadi dititipkan padanya adalah semacam batu
Giok berwarna putih. Dan diwaktu itu, ia juga melihat jelas, batu itu
berlumuran darah.
Dan dia baru teringat, mengapa tadi waktu barang itu disesapkan ke
tangannya terasa lengket-lengket, dan juga Kim Lo melihat, bentuk dari
batu tersebut sangat aneh sekali. Batu itu membuat orang-orang tersebut
jadi kegirangan, entah batu itu barang pusaka apa?!
Tengah Kim Lo terheran-heran, menduga entah benda pusaka apa batu itu,
justeru tubuhnya telah didorong oleh salah seorang pahlawan kerajaan,
diiringi dengan suara bentakan: "Ayo jalan!"
"Kita bawa ke markas!" berseru seorang lainnya."Ya, kita bisa mengorek keterangan dari mulutnya!" kata pimpinan
rombongan tersebut.
Kim Lo berusaha meronta, namun ia mana bisa menandingi tenaga dari
belasan orang yang meringkusnya itu? Dengan sendirinya, dia tidak
berkutik waktu dikempit oleh salah seorang dan dibawa lari.
Kim Lo berusaha meronta dan memaksa kalang kabutan.
"Jika Kong-kongku datang, tentu kalian akan dihajar mampus semuanya!"
Mengomel Kim Lo kalang kabutan.
Tapi orang-orang itu tidak mau mempedulikan makiannya. Hanya pemimpin
rombongan tersebut yang menyahuti dengan suara dingin.
"Biar kakekmu datang karena memang kami ingin membekuknya juga! Lebih
baik lagi jika dia datang ke markas kami....... Hahaha!"
Dan sambil tertawa bergelak-gelak, pemimpin rombongan itu telah
melontarkan batu berlumuran darah itu, ke tengah udara kemudian
ditampinnya lagi,
"Ohhhh, Giok-sie! Giok-sie! Sekarang akhirnya kau berada di tangan kami!
Tentu kami akan menerima hadiah yang sangat besar dari Hong-siang."
Kim Lo terkejut mendengar kata-kata orang itu. Apakah batu putih itu yang
berlumuran darah adalah Giok-sie, cap kerajaan, yang sering didengarnya
belakangan ini sejak ia ikut dengan Kong-kongnya datang ke tempat ini?
Entah apa artinya Giok-sie itu bagi kerajaan, dan juga mengapa sampai
demikian gembiranya orang-orang itu seakan juga segumpal batu putih itu
benar-benar merupakan barang yang sangat berharga.
Setelah dikempit dibawa lari beberapa saat lamanya, akhirnya mereka
sampai di sebuah gedung yang sangat besar dan terang benderang oleh lampu
pelita yang dipasang di berbagai tempat.
Kim Lo dibawa ke ruang dalam, kemudian oleh orang yang mengempitnya si
bocah dilemparkannya ke lantai, tubuh terbanting di lantai. Anak lelaki
ini merasakan tubuhnya sakit sekali, tapi ia tidak menjerit.
Di ruang tersebut berdiri seorang laki-laki berusia hampir enampuluh
tahun, ia memakai baju kebesaran, seperti juga seorang pembesar kerajaan.
Rambutnya ditao-cang sangat panjang. Dialah pembesar Boan, yang tampak
berdiri angkuh sekali.
Belasan orang yang yang menangkap Kim Lo segera menjatuhkan diri
berlutut. Pemimpin rombongan orang itu segera juga berkata dengan suara
yang nyaring!
"Tayjin. Kami berhasil menangkap bocah ini yang kami duga mata-mata si
pemberontak! Juga dari sakunya kami telah berhasil menemui Gioksie......."
Sambil berkata begitu, pemimpin rombongan tersebut mengangkat batu putih
itu dengan kedua tangannya, dipersembahkan kepada pembesar itu dengan
sikap menghormati sekali.
"Hemmm," hanya itu saja dengus pembesar Boan tersebut, kemudian
menyambuti batu putih itu. Ia membalik-balikan beberapa saat wajahnyaberangsur jadi terang yang berseri-seri. Malah, sambil menimang-nimang
batu putih itu, ia bilang: "Apakah ini sebenarnya Giok- sie yang asli?"
Pemimpin rombongan tersebut cepat-cepat mengangguk.
"Hamba kira memang itulah Giok-sie yang sesungguhnya, yang asli!" Katanya
dengan suara yang nyaring, "Dan Tayjin tentunya dapat mengujinya untuk
mengetahui apakah Giok-sie itu asli atau tidak....... karena memang kita
harus mengingat, betapapun juga pemberomntak itu sangat licin dan licik.
Siapa tahu justeru dia sengaja membuat Giok-sie yang palsu!"
Pembesar Boan itu mengangguk-angguk beberapa kali sambil matanya tidak
lepas-lepas memperhatikan Giok-sie.
"Kalian telah mendirikan jasa yang sangat besar, tentu Hong-siang sangat
bersyukur atas kerja keras kalian yang herhasil memperoleh Giok-sie.
Karena dari itu, jika memang nanti telah dilaporkan kepada Hong-siang,
niscaya kalian akan dianugrahi hadiah yang tidak sedikit!"
"Kami memang memohon kemurahan hati Tayjin untuk menyampaikan sedikit
jerih payah kami kepada Hong-siang?" Kata orang-orang itu hampir
berbareng.
Kemudian dengan mata yang tajam, Pembesar Boan itu menoleh kepada Kim Lo.
"Bawa anak itu kemari!" katanya.
Pemimpin rombongan pahlawan kerajaan, segera juga menyeret Kim Lo ke
dekat pembesar Boan tersebut.
Dengan wajah yang bengis dan suara yang dingin, pembesar Boan itu bilang:
"Aneh, mukanya demikian buruk, dan ia lebih mirip sebagai seorang anak
kera dibandingkan sebagai manusia!"
Muka Kim Lo jadi merah padam dan marah bukan main, karena ia tahu dirinya
dihina.
Tapi belum lagi Kim Lo sempat memaki pembesar itu, didengarnya pembesar
Boan tersebut, membentak dingin sekali. "Siapa namamu dan masih ada
hubungan apa kau dengan Liok Kie Bun?"
Kim Lo mementang matanya lebar-lebar.
"Jangan mendelik begitu!" Bentak pembesar Boan tersebut. "Atau memang kau
menginginkan sepasang matamu itu dicongkel?"
Kim Lo membalas membentak: "Hemmm, jika memang nanti Kong-kongku itu
datang niscaya kalian akan dihajar mampus!"
Pembesar Boan itu tertawa, ia bilang: "Apakah Liok Kie Bun itu adalah
kakek mu?'
"Aku tak kenal siapa itu Liok Kie Bun," menyahuti Kim Lo ketus.
"Lalu siapa kakekmu.......?" tanya pembesar Boan itu dengan menyeringai
dingin.Kim Lo Baru saja ingin menyebutkan nama Oey Yok Su, tapi tiba-tiba ia
merobah pikirannya, karena segera juga ia bilang,
"Hemmm, aku tidak mau memberitahukan pada kalian siapa kakekku!"
Pembesar Boan tersebut tertawa dingin, tangannya menimang-nimang batu
putih yang disebutnya sebagai Giok-sie.
"Hemmm, walaupun kau tak mau memberitahukannya kami sudah tahu siapa itu
kakekmu!"
"Siapa?" tanya Kim Lo dasar masih kanak-kanak.
"Liok Kie Bun!" Menyahuti pembesar Boan itu.
"Bukan! Kau manusia bodoh! Sudah kukatakan aku tidak kenal siapa itu Liok
Kie Bun! Hemmm, kakekku itu orang hebat, dan jika memang dia datang,
tentu kalian akan menggigil dan ketakutan dan terkencing-kencing, memohon
pengampunan!"
Tapi pembesar Boan itu tidak marah, dia menyeringai, dengan tawar
tanyanya: "Apakah kakekmu itu yang memberikan batu Giok-sie ini
kepadamu?"
Kim Lo melirik kepada Giok -sie yang berada di tangan pembesar Boan
tersebut.
"Bukan!" sahutnya kemudian.
Diamnya Kim Lo diduga oleh orang-orang itu sebagai sikap ragu-ragu,
demikian juga pembesar Boan itu. Dia menyeringai lagi, kemudian katanya:
"Kau jangan coba-coba mendustai kami! Sudah jelas kau cucu Liok Kie Bun!
Nah, siapa namamu?"
"Aku tidak mau memberitahukan!" kata Kim Lo.
"Apakah namamu jelek dan tidak enak didengar?"
Mendengar ejekan pembesar Boan itu bukan main gusarnya Kim Lo. Dasar
memang masih kanak-kanak, dibakar dengan pancingan seperti itu, segera
termakan.
"Bukan! Aku memang tak mau memberitahukan namaku padamu," kata Kim Lo
berteriak.
"Hemmm kami tahu, tentu namamu itu sama buruknya dengan rupa dan
tampangmu yang seperti kera, karena dari itu kau malu buat memberitahukan
namamu kepada kami!" kata pembesar Boan tersebut dengan sikap mengejek.
Kim Lo jadi semakin gusar, ia membentak dengan suara galak karena belum
pernah anak ini marah seperti itu. "Jika memang nanti Kong-kongku datang,
akan kuberitahukan padanya bahwa kalian telah menghinaku, aku akan minta
agar kalian dihajar setengah mati.!"
"Kukira, kakekmu itu tentu tidak berani datang kemari!" Kata pembesar
Boan tersebut. "Hemmm, jika memang dia berani datang kemari, itu berarti
dia membuang jiwa. Kami justeru hendak menangkap dan dia selalu melarikan
diri, mencari tempat persembuyian! Mana mungkin dia berani datang kemari
untuk mengantarkan jiwanya?"Kim Lo tertegun sejenak.
"Kalian tahu siapa kakekku itu?" tanyanya kemudian.
"Kami sudah tahu!" menyahuti pembesar Boan tersebut menyeringai.
"Hemmm, ayo kau sebutkan namanya kakekku itu jika memang benar-benar
kalian mengetahui!" tantang Kim Lo.
"Apa sulit!? Kami memang telah mengetahuinya! Tidak perlu kami
beritahukan lagi kepadamu! Tetapi sekarang yang kami ingin ketahui,
dimana bersembunyi kakekmu itu?" Dingin sekali suara dan sikap pembesar
Boan itu.
"Bersembunyi? Kakekku tidak pernah bersembunyi!" bentak Kim Lo jadi
mendongkol dan marah. "Atau memang kalian anggap kakekku seorang
pengecut?"
"Hemmm, memang kami lihat kakekmu itu seorang pengecut!" kata pembesar
Boan itu.
"Jangan kau bicara sembarangan!" Meledak kemarahan Kim Lo. Bocah itu
hendak meronta, tapi tenaganya tidak cukup untuk melepaskan diri dari
cekalan orang-orang itu.
"Hemmm, kami telah bisa membuktikan bahwa kakekmu itu pengecut!" Kata
pembesar Boan tersebut. Jika memang dia bukan seorang pengecut, tentu dia
telah datang kemari untuk menolongmu! Buktinya? Sekarang ini bayangannya
saja tidak terlihat! walaupun cucunya telah kami tawan!"
Tubuh Kim Lo gemetaran karena menahan marahnya. Teriaknya: "Aku pergi
tanpa diketahui kakek.......!"
"Kau pergi tanpa diketahui kakekmu?" Tanya pembesar Boan itu dengan
suara. "Hemm, kau jangan bermimpi bocah! Kau tidak bisa mendustai kami!
Jika kau pergi diam-diam tanpa diketahui kakekmu, tentu kau tidak akan
menyimpan Giok-sie ini di sakumu!"
"Aku diberi oleh orang tua yang tidak ku kenal!" menyahuti Kim Lo sengit.
"Dia minta tolong kepadaku untuk menyimpan Giok-sie itu! Aku tidak tahu
barang apa itu, namun akhirnya kalian menyebut-nyebut sebagai Giok-sie!"
Muka pembesar Boan itu berobah, tapi kemudian sikapnya pulih sebagaimana
biasa lagi, dengan sikap dingin mengejak dia bilang: "Jika memang benarbenar orang itu bukan kakekmu, orang yang memberikan kepadamu batu kumala
putih ini, maka kau bisa menyebutkan ciri-cirinya kepada kami!"
Kim Lo segera memberitahukan ciri-ciri orang itu, yang larinya pincang
juga tubuhnya terluka parah.
Pembesar Boan itu bersama para pahlawannya saling pandang. Kemudian
pembesar Boan tersebut tertawa bergelak-gelak, katanya lagi, "Dan
sekarang orang itu bersembunyi di mana?"
"Mana aku tahu! Dia cuma bilang, jika nami kalian tanya beritahukan saja
dia pergi ke selatan!" Menyahuti Kim Lo sengit.
"Lalu sesungguhnya dia melarikan diri ke arah mana?" tanya pembesar Boan
itu."Ke.......!" Tapi berkata sampai di situ, Kim Lo ragu-ragu, dan ia
tersadar, tidak bisa memberitahukan kepada pembesar Boan itu, ke arah
mana orang tua pincang itu pergi. Bukankah dia telah menyanggupi akan
menolongnya dan berjanji akan menuruti apa yang dipesankan orang tua itu?
Melihat sikap dan kelakuan para pembesar kerajaan ini, tampaknya mereka
bukan manusia baik-baik dan Kim Lo juga teringat orang tua pincang itu
dalam keadaan terluka parah. Jika dia memberitahukan ke arah mana orang
tua itu pergi, bukankah para pahlawan kerajaan ini akan mengejar dan
menawannya, lalu menyiksanya sampai mati?
Karena berpikir seperti itu, jadi bungkam.
"Ayo kau beritahukan, ke arah mana orang itu melarikan diri? Jika memang
kau memberitahukan dengan jujur, maka kau akan kami bebaskan," kata
pembesar Boan itu.
"Hemmm, tentu saja ke Selatan. Bukankah tadi telah kukatakan bahwa orang
itu berpesan dia akan pergi ke selatan?" menjawab Kim Lo pada akhirnya.
"Jangan dusta!" bentak pembesar Boan itu bengis, "Kau jangan main-main
dengan kami, Setan cilik!"
Kim Lo tidak melayani, dia tertawa dingin dan bungkam saja.
Pembesar Boan itu melirik kepada pemimpin rombongan pahlawan kerajaan.
Rupanya pemimpin dari rombongan pahlawan kerajaan mengetahui arti isyarat
pembesar Boan, dia melangkah mendekati Kim Lo, mengulurkan tangannya yang
kanan, dan,
"Plakkk, plakkk!" Dua kali Kim Lo ditempelengnya, sampai anak itu
merasakan matanya berkunang-kunang sebab kepalanya pusing.
"Ayo bicara yang benar dan jujur!" bentak pembesar Boan itu bengis, "Jika
memang kau keras kepala dan mau berdusta terus, hemmm, tentu kau akan
menderita sendirinya!"
Kim Lo mementang matanya lebar-lebar kemudian katanya: "Baiklah aku akan
bicara yang jujur!"
"Nah, begitulah, baru anak manis!" kata pembesar Boan tersebut. "Jika
memang kau bicara jujur, bukan saja kau akan kami bebaskan dan boleh
pergi ke mana kau suka, maka kami juga akan menghadiahkan kau limapuluh
tail emas!"
"Baik! Dengarlah baik-baik! Orang yang kakinya pincang dan tubuhnya
berlumuran darah penuh luka itu, telah mengambil ke arah selatan untuk
melarikan diri....... dan memang begitulah pesannya!"
Bukan main gusarnya pembesar Boan karena mengetahui bahwa Kim Lo memang
sengaja hendak mempermainkan dirinya. Maka ia memberi isyarat lagi kepada
pemimpin rombongan pahlawan yang wajahnya berewokan bengis, ia melompat
dan mencekal tangan Kim Lo, di telikung ke belakang.
Kim Lo kesakitan tapi anak itu tidak menjerit. Dan ia merasakan tangannya
seperti akan patah.
"Plakkk! Plooookkk!" Kembali muka Kim Lo di tempeleng."Ingat, jika Kong-kongku datang, semua ini akan dibalasnya dengan berikut
bunganya!" kata Kim Lo saking marah tanpa tidak berdaya.
Pembesar Boan itu memberikan isyarat lagi kepada pimpinan pahlawan itu,
yang menyiksa Kim Lo dengan ditekan pundaknya, bocah itu terjerunuk
terjerembab di lantai. Kemudian punggungnya diinjak.
"Jika kau tidak mau bicara yang jujur dan sebenarnya, aku akan menginjak
punggungmu sampai tulang dadamu remuk!" mengancam si berewok dengan suara
yang bengis.
Kim Lo kesakitan, tapi ia tidak takut, katanya: "Hemmm, kalian cuma
pandai menghina anak kecil!"
Si berewok jadi tertegun, teriaknya kemudian: "Baiklah! Aku Bun Siu Thang
akan melayani kakekmu! Dimana kakekmu?"
"Jangan bicara sombong! Jangankan ingin melawan kakekku melihat saja kau
akan gemetar!" Menjawab Kim Lo.
Dia memang sering mendengar cerita ibunya tentang kakeknya merupakan
tokoh sakti rimba persilatan, dan dihormati oleh seluruh orang Kang-ouw.
Bahkan orang-orang yang mengambil jalan hitam semuanya menggigil
ketakutan begitu mendengar nama Oey Yok Su.
"Hemmm, baik! Nanti kita lihat saja! Apakah kakekmu benar-benar seorang
yang luar biasa, sehingga aku harus jeri padanya! Kau beritahukan di mana
tempat bersembunyinya?"
Sambil membentak-bentak begitu, Bun Siu Thang menginjak lebih keras.
Kakinya menekan pundak Kim Lo. Dan anak itu merasakan dadanya yang
menekan batu lantai jadi sakit bukan main. Dia merasakan tulang dadanya


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti hendak patah.
Karena menahan sakit yang hebat Kim Lo jadi mengucurkan keringat, mukanya
pias. Tapi luar biasa, anak ini biarpun mukanya jelek seperti muka kera,
tapi berkat bimbingan Oey Yok Su yang merupakan seorang tokoh sakti,
tabiat anak ini juga jadi agak luar biasa kerasnya.
Ia sama sekali tidak menjerit. Malah ia telah berseru nyaring: "Baik, aku
akan memberitahukan kepada kalian siapa adanya orang tuaku!"
Kim Lo mengambil keputusan itu, karena ia berpikir di dalam hatinya:
"Orang-orang ini jahat sekali tentu mereka akan takut sekali mendengar
nama Kong-kong. Bukankah Mama, selalu menceritakan, banyak orang-orang
rimba persilatan begitu mendengar nama Kong-kong saja akan pingsan
ketakutan. Siapa tahu begitu aku menyebut nama Kong-kong mereka akan
ketakutan dan cepat-cepat membebaskan aku?"
Bun Siu Thang mengangkat kakinya, bentaknya: "Ayo sebutkan, siapa nama
kakekmu yang kau agul-agulkan itu?!"
Kim Lo merangkak untuk berdiri, tapi Bun Siu Thang menyepak pinggulnya,
sampai anak itu bergulingan."Cepat katakan!" bentak Bun Siu Thang lagi.
"Kakekku she Oey!" kata Kim Lo nyaring, "Dan namanya Yok Su. Kukira
kalian telah mendengar! Dialah majikan pulau Tho-hoa-to!"
Sambil berkata begitu Kim Lo telah sempat bangun, sebab Bun Siu Thang dan
yang lainnya jadi berdiri tertegun seperti kaget dan hanya bengong takjub
mengawasi Kim Lo. Mereka seperti patung-patung belaka, sempat Kim Lo
melihatnya, betapa orang-orang itu memandangnya dengan muka yang pucat
pias.
Di dalam hati Kim Lo sangat girang, iapun berpikir. "Hemmm, memang apa
yang diceritakan Mama tidak bohong, mereka ketakutan bukan main, muka
mereka pucat! Sekarang baru rasa kalian."
"Kong-kongmu bernama Oey.......0ey .......Oey Yok Su?" tanya pembesar
Boan itu kemudian suaranya tidak lampias dan juga tidak lancar.
"Tidak salah?" Mengangguk Kim Lo sambil tertawa dingin, wajahnya
memancarkan perasaan bangga.
Tiba-tiba pembesar Boan itu berseru: "Tangkap! Bekuk dia!"
Belasan orang pahlawan kerajaanpun segera melesat mengepungnya dan
meringkusnya.
Kim Lo kaget semangatnya terbang.
"Celaka!" Dia berseru perlahan karena seketika ia jadi putus asa, melihat
bahwa orang-orang itu hendak menawannya lagi, pasti ia akan disiksa lagi.
"Hemm," Bun Siu Thang si berewok juga telah berkata nyaring dan bengis.
"Kita harus menebas rumput menghilangkan jejak! Anak ini tidak boleh
dibiarkan hidup"
Ternyata karena Kim Lo mengakui dirinya sebagai cucu Oey Yok Su, Bun Siu
Thang dan yang lainnya memang kaget tidak terkira. Mereka juga jadi
ketakutan. Bukankah tadi mereka telah menyiksa Kim Lo?
Dan jika memang anak ini mengadu kepada Oey Yok Su, bukankah mereka akan
celaka, sebab Oey Yok Su akan mencari mereka? Tidak mungkin mereka bisa
menghadapi dan melawan majikan pulau Tho-hoa-to itu.
Karenanya segera juga yang terpikir oleh mereka adalah membunuh Kim Lo,
agar mereka bisa lolos dari Oey Yok Su. Kim Lo dibinasakan, berarti jejak
mereka telah lenyap dan Oey Yok Su tidak akan mengetahui siapa yang telah
membunuh cucunya tersebut.
Waktu itu tampak Kim Lo dengan mudah telah diringkus oleh belasan orang
pahlawan kerajaan, karena bocah itu biarpun memiliki ilmu silat kelas
wahid yang luar biasa dari Oey Yok Su, namun memiliki tenaga yang kecil
dan juga pengalaman yang cetek. Karena itu, dalam usia seperti itu, Kim
Lo tidak bisa menghadapi belasan orang pahlawan kerajaan. Dia kena
ditawan lagi.
Bun Siu Thang menoleh kepada pembesar Boan itu,
"Ong-ya, apakah kita binasakan saja bocah ini?" tanyanya.Ong-ya itu yang bernama Khuluk Khan, tertawa dingin. Tapi dia tidak
segera menyahuti, karena dia ragu-ragu dan tengah berpikir keras.
Tangannya menimang-nimang Giok-sie yang berlumuran darah, ia mengawasi
sejenak.
"Ya. Kita harus membunuh dan melenyapkan bocah itu! Tapi yang kita
perhatikan adalah cara bagaimana sebaik-baiknya menghilangkan jejak dari
Oey Yok Su!
"Jika sekarang kita membinasakannya, kemudian Oey Yok Su mengetahui kita
yang membunuh cucunya itu, jelas kitapun tidak akan lolos dari kematian!
Karena dari itu, kita harus memikirkan cara yang sebaik-baiknya untuk
menghilangkan jejak kita sedangkan bocah itu kita binasakan.......
"Adanya bocah ini di sini, berarti Oey Yok Su pun berada di sekitar
tempat ini! Selanjutnya kita harus hati-hati."
Setelah berkata begitu, ia mengawasi belasan orang pahlawan kerajaan,
kemudian katanya lagi, "Untuk sementara bocah itu kita tahan saja dulu,
nanti kupikirkan dengan cara bagaimana sebaiknya menyingkirkan bocah itu
yang pasti, bocah itu sudah tidak bisa kita lepaskan dalam keadaan hidup.
"Sebab jika ia sampai lolos dari tangan kita, celakalah kita. Sekali saja
ia mengadu kepada Oey Yok Su, maka habislah kita, tidak mungkin
seorangpun di antara kita yang sanggup menghadapi tua bangka sesat
itu!"
Belasan pahlawan kerajaan itu mengiyakan dan kemudian mereka menanyakan
juga Kim Lo hendak ditahan di mana. Oleh pembesar Khuluk Khan, ia
perintahkan Kim Lo dikurung di dalam salah sebuah kamar di gedungnya itu.
Di pintu kamar harus dijaga empat orang pahlawan kerajaan.
Begitulah Kim Lo diseret ke sebuah kamar. Dia didorong kasar sekali
dengan tubuh terikat. Dan kemudian pintu dikunci dari luar. Kim Lo merasa
kesakitan, waktu ia didorong ke dalam kamar itu ia terjerembab dan
mukanya membentur lantai. Pintu kamar itu tertutup dan keadaan di dalam
kamar gelap sekali.
Kim Lo memandang sekelilingnya. Gelap. Tidak ada sesuatu yang bisa di
lihatnya.
Setelah berdiam sejenak, Kim Lo berusaha mengerahkan tenaganya, dia
bermaksud ingin membuka ikatan tali di tangannya. Tapi tali yang mengikat
tangannya bukan tali sembarangan, sebab itulah tali yang dibuat dari urat
harimau, alot dan kuat, walanpun tipis dan kecil.
Malah Kim Lo mengerahkan tenaganya untuk meronta, tali itu jadi semakin
mengikat kencang, seakan menekan, dan masuk ke dalam dagingnya, menjepit
dan mengikat keras sekali, sakit bukan main. Sampai akhirnya Kim Lo
berhenti untuk meronta.
Entah berapa lama, Kim Lo berada di kamar yang gelap itu, sampai akhirnya
matanya menjadi bisa untuk melihat di tempat gelap. Samar-samar ia
melihat kamar itu adalah sebuah kamar tidur, yang cukup mewah cuma saja
tidak berpenghuni.
Kim Lo berpikir keras untuk berusaha melepaskan dan meloloskan diri dari
tangan pembesar Boan dan orang-orangnya. Ia tidak tahu dengan cara
bagaimana bisa meloloskan diri. Untuk meloloskan diri tidak mudah, ia pun
melihat kamar itu tidak memiliki jendela, tentu saja tidak mudah buat diameloloskan diri dari situ, pasti jendela itu akan dijaga oleh orang-orang
Khuluk Khan.
Diam-diam Kim Lo pun jadi menyesal, telah meninggalkan kamar di rumah
penginapan tanpa setahu kong-kongnya, tentu sekarang ini kong-kongnya
tengah sibuk mencarinya berkuatir sekali. Tanpa diinginkan, dua butir air
mata menitik berlinang di pipinya.
Sebenarnya hati Kim Lo sangat keras dan tabah. Walaupun ia tadi telah
disiksa hebat oleh Bun Siu Thang, tokh tetap saja ia tidak menjerit
walaupun ia kesakitan. Ia juga tidak menangis. Tapi sekarang teringat
kepada Kong-kongnya yang sangat memanjakan dan sayang padanya, membuat
dia benar-benar jadi sedih dan menyesal, sampai menitikkan air mata.
<>
Di luar kamar itu, Khuluk Khan dengan orang-orangrya justeru tengah
gembira. Mereka telah membersihkan Giok-sie dari noda darah. Mereka
memperhatikan. Dan Giok-sie itu memang benda yang luar biasa.
Dibuat dari batu kumala putih pusaka, yang jarang sekali bisa diperoleh.
Dan waktu Giok-sie itu dibuat, memang Kaisar Cin dulu mencarikan Giok
putih itu dari benda-benda pusaka miliknya.
Dengan demikian Giok-sie bukanlah benda yang sembarangan. Terlebih lagi
arti dari Giok-sie itu, yang setiap raja yang berkuasa di daratan Tionggoan, selalu menginginkan Giok-sie sebagai lambang kebesarannya atas
kekuasaan yang ada di tangannya.
Demikian juga halnya Kublai Khan menginginkan sekali Giok-sie. Telah
bertahun tahun dikerahkan para pahlawannya mencari Giok-sie, sejauh itu
belum juga diperoleh kabar berita tentang cap kerajaan tersebut.
Siapa tahu sekarang justeru cap kerajaan itu jatuh di tangannya tentu
saja hal ini menyenangkan benar hati Khuluk Khan. Dan ia tidak hentinya
mengawasi Giok-sie.
Bun Siu Thang dan kawan-kawannya juga mengawasi Giok-sie dengan mata
bersinar-sinar tajam, mereka berkumpul di ruang tengah gedung pembesar
Boan tersebut.
Di atas batu kumala putih itu terukir delapan huruf model Toan-jie yang
berbunyi:
"Siu Beng Ie Thian, Kie Tay Eng Ciang"
yang berarti:
Menerima Firman Tuhan, Makmur Untuk Selama-lamanya.
Demikian angker huruf-huruf ukiran di batu Giok putih tersebut, dan
benar?benar benda ini merupakan barang yang sangat kuat daya tariknya.
Dan entah sudah berapa banyak darah membanjiri daratan Tiongkok hanya
disebabkan perebutan Giok-sie itu.
Giok-sie yang diperoleh dalam keadaan berlumuran darah, walaupun telah
dibersihkan tokh dari Giok-sie seakan juga terpancar sesuatu yang
menyeramkan, hawa yang dingin dan seakan meminta korban jiwa yang lebih
banyak disamping pancaran keagungan dan keangkeran cap kerajaan itu.Akhirnya Khuluk Khan menghela napas dalam-dalam, wajahnya berseri-seri.
"Sungguh tak sangka bahwa akhirnya aku memiliki rejeki demikian besar,
sehingga bisa memperoleh Giok-sie. Dan jika kelak telah dipersembahkan
kepada Hong-siang, niscaya aku akan dianugrahi pangkat sebagai Raja Muda
ataupun setingkat dengan itu! Jelas akupun tak akan melupakan budi dan
jasa kalian, yang telah bekerja demikian baik, sehingga Giok-sie berhasil
jatuh di tangan kita.......!"
Bun Siu Thang mengangguk-angguk, demikian juga yang lainnya.
"Ya, semoga saja Ong-ya lebih jaya, tentu kami akan kecipratan juga
rejeki yang lumayan, kami hanya turut dengan Ong-ya," kata mereka. "Nasib
kami berada di tangan Ong-ya."
Khuluk Khan tertawa, dia meletakkan Giok-sie di atas meja kayu cendana.
Katanya,
"Kalian jangan berkata seperti itu, tanpa adanya kalian tokh Giok-sie tak
akan berada di tanganku! Maka jasa kalianpun sangat besar. Nanti akan
kubicarakan kepada Hong-siang agar kalian sedikitnya dinaikkan tingkat,
dan kedudukkan empat tingkat. Mungkin kalian akan menjadi Gubernur di
sebuah kota. Dan jika demikian, hidup kalian tentu senang, bukan?"
Senang hati Bun Siu Thang dan kawan-kawannya, mereka menjura dalam-dalam
menyatakan terima kasihnya.
"Sekarang yang terpenting ialah kita harus mengatur pengiriman Giok-sie
ke kota raja sebaik mungkin, agar hal ini tidak tersiar di dalam rimba
persilatan! Sekali saja tersiar, berarti kita akan menghadapi rintangan,
yang tidak kecil, tentu banyak tokoh rimba persilatan yang akan turut
memperebutkan Giok-sie, mereka berusaha merampas Giok-sie, dan kita pasti
harus berusaha lebih giat lagi melindunginya.
"Karenanya, jalan yang terbaik ialah merahasiakan rapat-rapat perihal
jatuhnya Giok-sie ke tangan kita. Nah, Bun Siu Thang, apakah kau memiliki
usul untuk rencana pengiriman Giok-sie ke kota raja?"
Bun Siu Thang segera menjura: "Percayalah pada hamba, Ong-ya, tentu hamba
dengan kawan-kawan lainnya berusaha untuk membawa Giok-sie tiba di kota
raja dengan selamat! Walaupun harus mengorbankan jiwa, hamha sekalian
tentu akan mempertahankan Giok-sie dari incaran Hei!"
Belum lagi Bun Siu Thang selesai berkata-kata, ia telah berseru kaget,
dibarengi dengan tangan kanannya bergerak menghantam ke atas langitlangit.
"Bukk!" Terdengar tenaga dalam Bun Siu Thang menghantam langit-langit
ruangan tersebut, menyusul dengan mana juga terdengar suara orang-orang
tertawa geli, seperti juga mengejek.
Khuluk Khan terkejut mengetahui ada musuh, dan ia kagum untuk tajamnya
pendengaran Bun Siu Thang, karena ia mengetahui kedatangan tamu tak
diundang itu. Segera juga tangannya meraih Giok-sie, dan memasukkan ke
dalam sakunya.Beberapa orang pahlawan kerajaan juga telah melompat ke samping Khuluk
Khan, untuk melindunginya dari segala kemungkinan.
"Tikus mana yang berani lancang datang ke mari? Cepat perlihatkan diri!"
bentak Bun Siu Thang sambil menjejakkan kakinya, tubuhnya ingin melompat
ke langit-langit ruangan yang telah berlobang akibat hantamannya itu.
Tapi waktu tubuhnya baru melayang dua tombak lebih dari lantai, dari atas
telah meluncur turun sesosok tubuh. Gerakan orang itu lincah dan
tangannya sebat. Sinar kuning berkelebat menyambar ke arah muka Bun Siu
Thang.
Terkesiap Bun Siu Thang menerima serangan seperti itu, tidak berayal lagi
ia mencabut pedangnya, mengibaskan untuk menangkis sambatan senjata
lawan.
"Tranggg.!" terdengar benturan dua senjata itu, Bun Siu Thang
mempergunakan kesempatan tersebut buat meluncur turun, dan lalu hinggap
di lantai tanpa kurang sesuatu.
Masih bagus Bun Siu Thang memiliki kepandaian yang tinggi, jika memang
tidak, jangan harap ia bisa meloloskan diri dari serangan setengah
membongkong dari orang yang tengah meluncur turun itu. Diam-diam Bun Siu
Thang mengucurkan keringat dingin, sebab ia membentur pedangnya dengan
senjata lawan, menyebab kan telapak tangannya pedih dan sakit.
Orang yang meluncur turun dari atas langkan itu, telah hinggap ringan di
lantai tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Itulah gin-kang yang terlatih
mahir. Menyusul dengan orang itu segera melompat turun dua orang lainnya.
Ternyata orang yang turun pertama adalah seorang lelaki berusia hampir
enampuluh tahun, di tangannya tercekal seruling emas dan digerakgerakannya berulang kali, sikapnya angkuh sekali. Ia memiliki potongan
muka kuaci, dan matanya sipit seperti mata tikus. Dan telinganya lebar
sebelah kanan, dibandingkan dengan sebelah kirinya. Lebarnya daun telinga
yang kanan melebihi dari daun telinga yang wajar.
Dua orang kawannya itu adalah seorang laki-laki berpakaian seperti
petani, dengan senjatanya sebatang cangkul terbuat dari perak.
Kelihatannya berat cangkul orang yang berpakaian seperti petani itu
sedikitnya tigaratus kati.
Mukanya empat persegi, dadanya bidang dan kekar, matanya besar dan
seperti tengah mendelik tampaknya bengis sekali. Kumisnya tumbuh kasar
dan jarang- jarang. Tampaknya memang ia seorang yang berperangai kasar.
Yang seorang lagi adalah seorang laki-laki yang kurus tinggi. Mukanya
panjang seperti potongan labuh. Dan ia memakai jubah seperti siucai
(pelajar) dengan kipas terbuat dari emas digoyangkan tidak hentinya.
Mukanya biasa saja, cuma di lihat dari bibirnya yang tipis, jelas dia
seorang yang licik sekali.
"Hahaha," Tertawa orang yang potongan mukanya seperti kuaci. "Tidak di
sangka Bun Siu Thang telah memperoleh kemajuan yang mengagumkan?"
Bun Siu Thang dan kawan-kawannyapun merobah mukanya karena terkejut
sekali. Melihat orang tua berpotongan muka seperti kuaci itu seketika
mereka mengenalinya.
"Kong-yang Sun. Rupanya kau?" suara Bun Siu Thang agak tergetar.Orang tua itu, tidak menanti Bun Siu Thang menjelaskan kata-katanya,
telah memotongnya: "Benar! Tepat sekali. Memang kami berkunjung untuk
main-main kemari dan juga kami ingin ikut merasakan keberuntungan
menyaksikan Giok-sie.......!" Dingin sekali suara Kong-yang Sun.
Walaupun ia berkata-kata dengan sabar, tapi di dalam nada suaranya
terdapat sesuatu yang mengerikan. Ia mengibaskan seruling di tangan
kanannya itu dua kali, kemudian katanya:
"Telah lama aku kehilangan kegembiraan untuk meniup serulingku, karena
selama itu aku rindu kepada Giok-sie. Siapa tahu, justeru kini aku
memiliki keberuntungan buat ikut menyaksikan betapa agung dan angkernya
Giok-sie!"
Muka Bun Siu Thang berobah jadi tidak sedap dilihat, dia menyadari bahwa
kedatangan Kong-yang Sun bukanlah dengan maksud baik. Dan ia telah
mengerling kepada rekan-rekannya agar mereka bersiap-siap, karena Bun Siu
Thang menyadari akan terjadi pertempuran yang sulit dihindarkan.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Khuluk Khan juga waktu itu bersiap-siap untuk mengundurkan diri ke ruang
lain. Ia telah menggeser kedua kakinya pelahan-lahan dengan maksud
mempergunakan kesempatan tamu-tamu tidak diundang itu tidak
memperhatikannya, dan tengah sibuk bicara dengan Bun Siu Thang.
Ia ingin menyingkirkan diri karena bahaya tengah mengancam Giok-sie yang
telah berada di sakunya, dipegangnya dengan tangannya, seakan juga ia
kuatir kalau saja memang Giok-sie itu dapat terbang sendiri keluar dari
sakunya.
Hanya saja, dua langkah dia menggeser kakinya, mendadak di dengarnya
Kong-yang Sun bilang dengan suara yang dingin: "Selangkah lagi anda akan
melangkah, maka jiwa anda sulit untuk dilindungi!"
Dingin luar biasa nada itu, mengandung hawa pembunuhan. Dan Kong-yang Sun
bukan tengah bergurau, ia tengah mengawasi dengan tatapan mata yang tajam
pada Khuluk Khan.
Semangat Khuluk Khan serasa terbang. Dia merupakan putera dari pangeran
Doluk dan karena itu ia masih berdarah bangsawan Boan-ciu, dan ia
dipangil dengan sebutan Ong-ya. Tapi walaupun memiliki kedudukan tinggi,
ia sama sekali tidak mengerti ilmu silat.
Jika memang ilmu memanah dan juga menunggang kuda seperti orang-orang
Mongol lainnya, memang ia mahir, namun jelas menghadapi orang-orang rimba
persilatan dia tidak akan berdaya. Sekarang datang musuh yang
menginginkan Giok-sie, jelas ini berbahaya sekali untuk dirinya.
Namun jika ia tetap ingin menyingkir, jelas orang-orang yang mengincar
Giok-sie itu akan menerjang dan menyerangnya, kalau memang Bun Siu Thang
berhasil melindunginya, jika tidak? Maka dengan sendirinya ia telah
menahan langkah kakinya, dia berdiam diri dengan gelisah sekali.
Bun Siu Thang cepat-cepat merangkapkan sepasang tangannya menjura kepada
Kong-yang Sun katanya: "Kong-yang Sun taihiap, telah lama memang kami
mendengar nama besar Tayhiap. Hanya saja kami belum memiliki kesempatan
untuk pergi menjenguk Tayhiap dan menunjukkan hormat, untuk itu kami
memohon maaf."Tapi, sekarang ini disebabkan kesehatan Ong-ya kurang baik, biarlah kami
yang melayani Tayhiap bertiga, dan Ong-ya akan mengundurkan diri dulu
untuk beristirahat."
Kong-yang Sun tertawa gelak-gelak mendengar perkataan Bun Siu Thang
seperti itu. "Hem memang kami bertiga yang tidak tahu diri, disaat Ong-ya
kalian tengah kurang enak badan dan sakit, kami datang mengganggu.
Sebetulnya kami ini juga menyesali sekali waktu yang tidak bertepatan
ini. "Namun kami memiliki satu urusan yang penting, yang ingin kami sampaikan
kepada Ong-ya kalian, dan karena itu kami meminta, jika kami memohon,
agar Ong-ya kalian tidak meninggalkan tempat ini dulu! Oh ya, jika memang
tidak salah, Ong-ya kalian itu yang bernama Khuluk Khan, bukan? Keponakan
dari Kaisar sendiri?"
Bun Siu Thang jadi salah tingkah. Ia memang sering mendengar akan
kehebatan Kong-yang Sun. Iapun mengetahui kepandaian Kong-yang Sun sangat
tinggi. Iapun seorang yang berperangai sangat aneh sekali, dan sulit
sekali untuk didekati maupun juga untuk dilawan.
Pertama, ia paling sulit diajak berunding jika tengah menghadapi suatu
persoalan. Tapi, untuk mengambil jalan kekerasan dengannya pun sulit
karena kepandaiannya yang memang tinggi. Karena dari itu, tidak
mengherankan jika Bun Siu Thang jadi salah tingkah.
Memang Kong-yang Sun terkenal sekali di daerah propinsi Ciat-kang,
sebagai perampok tunggal. Sebagai orang yang berkepandaian tinggi ia
disegani, dan terlebih lagi dengan pekerjaannya sebagai begal tunggal
yang acap sekali menurunkan tangan telengas dan kejam. Dan juga, iapun
tak pernah mengampuni orang-orang yang jatuh ke dalam tangannya.
Duapuluh tahun Kong-yang Sun malang melintang, selama itu boleh dibilang
ia tidak pernah memperoleh tandingan. Cuma saja, lima tahun terakhir
sejak peperangan dan kerajaan Song selatan jatuh dalam tangan Kublai
Khan, maka Kong-yang Sun telah lenyap dan ia seperti yang tidak pernah
muncul dalam rimba persilatan. Tidak ada seorangpun yang mengetahui
dimana ia sekarang berada.
Namun tidak disangka-sangka, justeru ia telah muncul di gedung Khuluk
Khan. Sebelumnya banyak orang rimba persilatah menduga begal tunggal yang
tangannya telengas itu, telah menghembuskan napasnya yang terakhir oleh
serangan penyakit yang ganas. Tapi kini ia berdiri segar bugar dihadapan
Bun Siu Thang.
Setelah menenangkan goncangan hatinya, Bun Siu Thang berpikir: "Hemmm,
mustahil kami belasan orang tidak bisa menghadapi, kalian bertiga!
Kepandaian kalian boleh tinggi, tapi kami akan mengantarkan jiwa untuk
melindungi Giok-sie."
Berpikir seperti itu, cepat-cepat Bun Siu Thang menjura lagi kepada Kongyang Sun, katanya: "Kong-yang Tayhiap, sebetulnya ada kata-kata apakah
yang hendak disampaikan Tayhiap buat Ong-ya kami?"
Kong-yang Sun mengibaskan seruling emasnya. ia tertawa, yang lebih mirip
dengan menyeringai, melirik kepada kawannya yang kurus kerempeng
berpakaian sebagai pelayan yang tak hentinya tengah mengibas-ngibaskan
kipas emasnya. Katanya: "Adikku, apa yang ingin kita katakan kepada Ongya dari Bun Tayjin."Muka Bun Siu Thang berobah merah, karena ia disebut Bun Tayjin, pembesar
Bun. Ia tahu dirinya tengah diejek, walaupun ia sebagai pahlawan
kerajaan, tapi jika orang mengejek dengan sebutan Bun Tayjin, jelas ia
tersinggung.
Ada sebabnya, ia orang Han. Dan hanya bertekuk lutut pada kerajaan
penjajah bekerja untuk bangsa Boan. Dan jika ada orang yang sengaja
memperolok-olok sebutannya dengan Bun-tayjin ia jadi malu bercampur
murka.
Sedangkan kawan Kong-yang Sun, yang berpakaian sebagai pelajar sambil
mengibas-ngibaskan kipasnya telah tertawa. Aneh sekali suara tertawanya,
tidak sedap didengar, dan seperti suara wanita, perlahan dan juga suara
tertawanya itu mengandung nada maupun hawa pembunuhan.
"Ya, memang kita memiliki persoalan yang penting dengan Ong-ya dari Bun
Tayjin," katanya kemudian setetah tertawa panjang, sambil berkata begitu
tampak ia melangkah perlahan-lahan mendekati Bun Siu Thang.
Malah waktu masih terpisah beberapa tombak, dengan gerakan yang perlahan
ia mengerakkan kipas emasnya. Luar biasa, dari kipasnya menyambar angin
yang menyampok kuat sekali kepada Bun Siu Thang.
Waktu itu memang Bun Siu Thang telah bersiap-siap untuk menghadapi segala
kemungkinan, namun tidak urung ia kaget juga waktu serangkum angin yang
kuat sekali menerjang kakinya. Dan juga diwaktu itu kuda-kudanya telah
tergempur.
Ketika Bun Siu Thang cepat-cepat memperbaiki kuda-kuda sepasang kakinya
justeru sudah terlambat. Karena kawan Kong-yang Sun mengibaskan kipasnya
lagi, seketika tubuh Bun Siu Thang terjengkang, bergulingan di lantai
diiringi teriakan kaget bercampur kesakitan.
Kong-yang Sun tertawa bergelak-gelak menyaksikan semua itu, dan ia telah
melangkah maju juga.
"Khuluk Khan!" katanya dengan suaranya nyaring dan bengis. "Kau silahkan
memilih menyerahkan Giok-sie pada kami atau memang kalian semua akan
binasa!" Setelah berkata begitu Kong-yang Sun tertawa bergelak-gelak.
Belasan orang kawan Bun Siu Thang, para pahlawan kerajaan segera melompat
maju untuk mengepung Kong-yang Sun dan dua orang kawannya itu, mereka
menyadari bahwa bahaya tengah mengancam mereka.
Tapi, kawan Kong-yang Sun yang berpakaian sebagai pelajar telah
mengibaskan kipas emasnya. Seketika bergemuruh suara menderunya angin
yang kuat.
Tiga orang pahlawan kerajaan terjungkel bergulingan. Mereka merasakan
tulang-tulang mereka seakan juga hendak terlepas.
Khuluk Khan waktu itu tidak berani membuang-buang waktu, ia memutar
tubuhnya, segera berlari akan menyingkirkan diri. Namun Kong-yang Sun
mana mau membiarkan Khuluk Khan pergi begitu saja. Bukanlah Giok-sie
berada di saku Khuluk Khan?Karena itu, segera juga ia menjejakan kakinya, tubuhnya melesat pesat
sekali, dia pun telah membentak bengis: "Khuluk Khan, kau jangan bermimpi
untuk pergi dari tempat ini dengan selamat jika tidak mau menyerahkan
Giok-sie kepada kami. Terimalah ini!"
Ia menggerakkan serulingnya, dan berkesiuran angin yang kuat sekali ke
punggung Khuluk Khan, malah, ujung seruling itu bermaksud akan menotok
jalan darah Yan-hu-hiat di punggung Khuluk Khan. Dan serangan itu bukan
totokan sembarangan, itulah totokan yang bisa mematikan korban totokan
itu. Khuluk Khan memang tidak memiliki ilmu silat yang berarti, dia cuma mahir
menunggang kuda dan melepaskan panah. Karena itu biarpun ia merasakan di
belakang pungungnya menyambar angin serangan yang begitu kuat, akan
tetapi tetap saja dia tidak berdaya untuk menghindari diri.
Malah di waktu itu terlihat, dia hampir saja tertotok. Jika memang tidak
ada seorang pahlawan kerajaan, yang telah melesat pesat dan menggerakkan
pedangnya, menangkis dengan kuat, sehingga membuat seruling dari Kongyang Sun melesat ke samping, tidak berhasil menotok tepat pada
sasarannya.
Khuluk Khan walaupun tidak memiliki ilmu silat, namun sebagai seorang
yang cerdik segera juga dia membuang dirinya ke samping bergulingan di
lantai. Barulah kemudiam dia melompat berdiri lagi.
Celakanya justeru dia berdiri, Khuluk Khan segera mengetahui bahwa Gioksie yang tadi telah keluar dan terjatuh menggeletak di lantai. Mengetahui
itu, cepat-cepat Khuluk Khan memutar tubuhnya. Dia bermaksud berjongkok
untuk mengambil Giok-sie itu.
Cuma saja Kong-yang Sun yang juga melihat Giok-sie jatuh ke lantai dan
menggeletak di situ, tidak mensia-siakan waktu lagi, ia melesat cepat
sekali. Tubuhnya bagaikan seekor elang, melompat menubruk Giok-sie.
Gerakan Khuluk Khan mana bisa menyamai kecepatan gerakan tubuh Kong-yang
Sun karena itu, Kong-yang Sun yang tampak akan menguasai Giok-sie.
Kong-yang Sun gembira bukan main melihat sebentar lagi Giok-sie akan
terjatuh di dalam tangannya, dan untuk selanjutnya tidak begitu sulit ia
mempertahankannya, karena kepandaiannya yang memang tinggi sekali.
Tapi dikala tangan Kong-yang Sun yang terulur tinggal satu tombak lagi,
justeru diwaktu itu terlihat betapa sesosok tubuh menerjang nekad sekali,
sengaja sosok tubuh itu membenturkan tubuhnya kepada tubuh Kong-yang Sun
kemudian ia telah mengulurkan tangannya bermaksud akan mengambil Gioksie. Bukan main murkanya Kong-yang Sun, karena dengan dibentur tubuhnya orang
itu gagallah usaha Kong-yang Sun untuk memperoleh Giok-sie, tubuhnya
sampai terdorong beberapa tombak. Orang itu tidak lain Bun Siu Thang.
Rupanya tadi setelah terpelanting, Bun Siu Thang cepat sekali melompat
berdiri. Betapa kagetnya Bun Siu Thang ketika menyaksikan bahwa Giok-sie
tengah terancam dirampas oleh Kong-yang Sun, diwaktu mana tubuh Kong-yang
Sun tengah melayang di tengah udara.
Sedangkan Khuluk Khan yang memang tidak memiliki ilmu silat tentu tidak
bisa untuk mempertahankan Giok-sie dari sambaran Kong-yan Sun dengan
segera tanpa berpikir dua kali lagi, Bun Siu Thang segera melompat untukmenerjang tubuh Kong-yang Sun. Usahanya memang berhasil, benturan yang
dilakukannya dengan sekuat tenaga, membuat tubuh Kong-yang Sun oleng dan
uluran tangannya hendak merampas Giok-sie jatuh di tempat kosong.
Mempergunakan kesempatan Bun Siu Thang sendiri yang telah menyambar Gioksie. Ia berhasil, Giok-sie dicekalnya sangat kuat. Malah melesat ke
tengah udara, dia bermaksud melarikan diri dari ruangan.
Kong-yang Sun yang tengah murka segera membentak: "Mau kabur ke mana
kau?" Membarengi itu serulingnya telah bekerja, dia melompat sambil
menotok.
Bun Siu Thang merasakan sambaran angin serangan seruling lawan, dia
mempergunakan tangan kirinya buat menangkis ke belakang, tapi tubuhnya
tetap meluncur, dan ketika tangannya saling bentur dengan seruling Kongyang Sun, justeru tubuhnya itu telah terpental semakin kuat, sebab di
saat itu tubuhnya seperti didorong oleh kekuatan yang hebat berasal dari
seruling lawan.
Bun Siu Thang gembira sekali, ia yakin akan dapat melarikan diri keluar.
Di dalam beberapa detik itu ia sudah memutuskan, begitu ia tiba di luar,
maka dia akan melarikan diri sekuat tenaganya, dia akan menyembunyikan
diri dan jika telah aman dia akan langsung melakukan perjalanan ke kota
raja, untuk menyerahkan langsung Giok-sie kepada Kaisar Kublai Khan!
Dengan demikian sudah terbayang betapa hadiah yang akan diterimanya. Dan
juga sedikitnya Kublai Khan akan memberikan pangkat yang tidak rendah!
Dan sudah tidak mau memikirkan lagi, keselamatan Khuluk Khan.
Tapi disaat dia tengah gembira seperti itu, justeru tiba-tiba dadanya
seperti dihantam palu yang besar sekali, matanya menjadi gelap dan
tubuhnya seperti menubruk sesuatu yang keras melebihi baja. Terpental
balik, jatuh ambruk di lantai dan kemudian pingsan.
Rupanya, di kala Bun Siu Thang menangkis serangan seruling Kong-yang Sun,
ia segera menggerakan tangan kirinya ke belakang dengan kepalanya menoleh
ke belakang dan juga melirik. Namun tidak diketahuinya bahwa kawan Kongyang Sun yang seorangnya lagi yang tubuhnya tinggi besar dengan muka
empat persegi yang berpakaian sebagai petani dan membawa senjata pacul
yang terbuat baja hitam itu, tetah diayunkannya dengan kuat.
Tentu saja dada Bun Siu Thang seperti memapak pacul itu, dan seketika dia
telah kena dihantam kuat sekali. Itulah sebabnya mengapa tubuh Bun Siu
Thang terpental dan bergulingan ke belakang, terbanting di lantai dan
pingsan tidak sadarkan diri.
Kong-yang Sun berdua dengan kawannya yang berpakaian seperti petani itu
serentak melompat kepada Bun Siu Thang, mereka mengambil Giok-sie.
Namun enam orang pahlawan kerajaan segera mengepung mereka, menghalangi
mereka mengambil Giok-sie yang masih tercekal di tangan Bun Siu Thang.
Ternyata, Kong-yang Sun memang benar-benar lihay, sebab dia bisa
mempergunakan serulingnya dengan cepat sekali, setiap serangannya tentu
berhasil merubuhkan seorang lawan. Setelah menggetakkan serulingnya
beberapa saat, tampak empat orang kawan Bun Siu Thang rubuh tidak
bergerak, sebab tertotok.Sedangkan kawan Kong-yang Sun juga telah berhasil menotok jalan darah
seorang pahlawan kerajaan, menghantam punggung seorang pahlawan kerajaan
yang lainnya dengan paculnya. Seketika orang itu pingsan.
Tapi waktu itu telah datang empat orang pahlawan kerajaan yang lainnya.
Ke dua orang itu, Kong-yang Sun berdua dengan kawannya yang berpakaian
sebagai petani itu, telah menghadapi empat orang pahlawan kerajaan. Kali
ini tidak mudah Kong-yang Sun berdua kawannya merubuhkan empat orang
pahlawan ini, karena ke empat orang pahlawan kerajaan ini justeru
memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang
lainnya.
Tidak sabar lagi Kong-yang Sun menyerang semakin hebat, dan dia ingin
cepat-cepat bisa merubuhkan empat orang pahlawan itu, karena memang ia
sudah tidak sabar ingin merampas Giok-sie.
Dikala Kong-yang Sun dan kawannya yang berpakaian sebagai petani sibuk
menghadapi empat orang pahlawan kerajaan itu, pertempuran yang melibatkan
mereka pada keadaan yang tidak memungkinkan memecah perhatian, justeru
kawan Kong-yang Sun yang seorang itu, yang berpakaian sebagai pelajar,
telah melompat ke samping tubuh Bun Siu Thang yang masih pingsan.
Sambil tertawa dengan nada yang nyaring melengking seperti tertawa
seorang wanita dia telah mengambil Giok-sie dan menjejakkan kakinya,
tubuhnya melesat keluar ingin meninggalkan gedung itu.
Kong-yang Sun berdua kawannya yang berpakaian sebagai petani jadi girang,
mereka yakin, begitu kawan mereka dapat mangambil Giok-sie dan bisa
melarikan diri, niscaya Giok-sie sudah jatuh ke dalam tangan mereka.
Jika sebelum tadi Kong-yang Sun berdua kawannya mati-matian buat
merubuhkan empat orang pahlawan itu, sekarang mereka justeru hanya
melihat ke empat orang pahlawan kerajaan itu, agar tidak sempat mengejar
kawannya yang berpakaian sebagai pelajar.
Empat orang pahlawan itu segera juga kelabakan dan bingung, mereka sempat
menyaksikan betapa Giok-sie telah kena diambil oleh kawannya Kong-yang
Sun, karena itu mereka herusaha memisahkan diri dari dua orang lawan
mereka, untuk mengejar kawan Kong-yang Sun yang seorang itu.
Akan tetapi mereka tidak berhasil, karena usaha mereka selalu gagal,
dimana Kong-yang Sun berdua kawannya yang bersenjata pacul selalu
merintanginya.
Dengan gerakan "Naga Melompat ke Mega", tampak salah seorang pahlawan
kerajaan yang berusia limapuluh tahun, rupanya nekad hendak mengejar
orang yang melarikan Giok-sie. Dia tidak membiarkan totokan seruling


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Poan-koan-pitnya dan tubuhnya melesat hendak keluar dari kalangan.
"Tranggg!" Senjata Kong-yang Sun saling bentur keras sekali dengan
senjata orang itu.
Dan tubuh orang itu, dengan meminjam tenaga serangan seruling Kong-yang
Sun, melesat ke arah pintu. Pahlawan kerajaan ini memang nekad dan kalap,
walaupun bagaimana ia hendak mencegah dirampasnya Giok-sie.
Kong-yang Sun tertawa dingin: "Hem mau kemana kau?" membarengi dengan itu
tubuhnya juga telah mengejar dengan pesat, seruling dua kali bergerak
akan menotok. Dia mempergunakan jurus "Capung Mematuk air Tiga Kali"Dan dia juga telah menghantam lagi dengan jurus berikutnya: "Harimau
Menggoyangkan Ekornya" dimana serulingnya telah menyambar ke jalan darah
yang mematikan di punggung pahlawan kerajaan tersebut, karena yang
diincarnya adalah jalan darah "Wie-tiong-hiat"!
Kali ini pahlawan kerajaan tersebut tidak berani berlaku ayal, ia
menangkis. tapi, itulah serangan menggertak belaka karena Kong-yang Sun
segera menarik pulang serulingnya, disusul kemudian dengan totokan
sesungguhnya mempergunakan jurus "Yang Liu Bergoyang Dihembus Angin"
dimana serulingnya digentakan dan tidak diketahui arah dan sasaran mana
yang dipilihnya, karena serulingnya itu seperti juga mengincar delapan
jalan darah di tubuh pahlawan kerajaan yang seorang itu.
Karena tengah bingung dan pikirannya juga kalut melihat Giok-sie
dilarikan musuh maka pahlawan kerajaan itu tambah panik melihat datangnya
serangan aneh seperti itu. Ia berusaha menyampok dengan Poan-koan-pitnya
cuma saja dia gagal.
Totokan dari lawannya, yang disangka akan menotok lengannya ternyata
menyambar ke perutnya, Tidak ampun lagi seketika ia rubuh terguling tidak
bisa bergerak lagi.
Malah diwaktu itu juga terlihat, betapa seruling dari Kong-yang Sun tidak
diam saja setelah berhasil menotok salah satu jalan darah di tubuh
pahlawan kerajaan itu. Dia mengemplang kepala pahlawan kerajaan itu.
"Tukk!" batok kepala dari pahlawan kerajaan itu telah kena dihantam dan
seketika remuk! Napasnya juga seketika melayang meninggalkan raganya!
Itulah ketelengasan dari Kong-yang Sun, dia tidak mau rewel lagi, kalaukalau nanti pahlawan kerajaan itu, yang berhasil membebaskan diri dari
totokan akan mempersulit lagi, dan ia lebih baik memilih membunuh mati
saja pahlawan kerajaan tersebut.
Sedangkan si petani yang bersenjata pacul itu telah menyerang hebat
kepada sisa tiga orang pahlawan kerajaan. Dia menggerakkan paculnya yang
diputarnya dengan cepat, angin menderu-deru dengan dahsyatnya.
Segera tiga pahlawan kerajaan itu berhasil menenangkan hati mereka,
karena mereka menyadari, jika mereka tidak bisa tenang berarti mereka
akan rubuh dan terbinasa di tangan lawan mereka yang telengas itu. Mereka
tidak mau memikirkan Giok-sie lagi, mereka bertiga segera menggabung
tenaga dan pikiran menjadi satu, mereka menyerang dengan kerja sama yang
baik, dan setiap serangan mereka juga mengandung maut bagi lawan.
Begitulah, mereka melakukan pertempuran dengan seru, mati-matian seakan
juga mempertaruhkan jiwa masing-masing.
Kong-yang Sun segera berseru pada kawannya: "Anak kambing dibawa
harimau." Dan ia sendiri telah melesat keluar untuk berlalu.Dengan kata-kata sandi itu ia ingin menganjurkan pada kawannya agar
meninggalkan tiga orang pahlawan kerajaan itu, karena Giok-sie telah
dibawa pergi oleh kawan mereka.
Petani yang bersenjata pacul tidak membuang waktu lagi mendesak dengan
paculnya yang menyambar dengan hebat sekali, dia memutarnya ke sana ke
mari dengan tenaga serangan yang mendatangkan angin menderu-deru. Dan
diwaktu lawan-lawannya mengelak mundur, ia mempergunakan kesempatan itu
buat menjejakkan kakinya, tubuhnya seketika melambung ke dekat pintu, dia
menyusul Kong-yang Sun untuk melarikan diri.
Tapi baru saja tubuhnya hinggap di lantai dekat pintu, mendadak sekali
mendengar jeritan.
"Aduh.......!" Disusul dengan suara "Bukk! bukk!" Beberapa kali, dan
sosok tubuh melayang menyambar kepada dirinya, maka dengan terkejut,
dengan mengeluarkan seruan heran dan kaget, tampak si petani yang
bersenjata pacul itu mengayunkan paculnya, dia ingin memacul sosok tubuh
yang tengah melayang menyambar ke dirinya.
Tapi waktu paculnya digerakan, dia bisa melihat jelas bahwa sosok tubuh
yang tengah menyambar ke dirinya tidak lain dari kawannya sendiri, yaitu
Kong-yang Sun!
Bukan main terkesiap hati si petani, dia segera mati-matian, menarik
pulang paculnya agar paculnya itu tidak menyerang kawannya sendiri. Tapi
karena menyambarnya sosok tubuh itu cepat sekali, dia pun terpaksa harus
membuang dirinya sendiri bergulingan di lantai. Jika tidak tubuhnya akan
kena diterjang oleh Kong-yang Sun dan paculnya akan menghantam Kong-yang
Sun! Dan baru saja dia ingin bangkit didengarnya suara bantingan yang keras
sekali, karena Kong-yang Sun terbanting di lantai. Demikian juga
terdengar suara jeritan tertahan, yang seperti tidak bisa keluar dari
lehernya.
Belum lagi berkurang rasa kaget dan herannya, si petani melihat keadaan
kawannya itu, tahu-tahu berkesiuran angin lagi yang menyambar kepada
dirinya. Dia kaget tidak terkira, bersiap-siap dengan paculnya dia
memutar tubuhnya. Kembali hatinya tercekat, terkesiap melihat yang
menyambar ke dirinya tidak lain dua kawannya juga yang berpakaian sebagai
pelajar.
Dia melompat berkelit ke samping kanan, dan berusaha mengeluarkan tangan
kirinya buat menjambret tubuh kawannya. Tapi gagal, tubuh kawannya
terbanting di lantai, mengeluarkan suara jeritan tertahan, seperti
suaranya juga itu menyumbat tenggorokannya. Paculnya untung saja bisa
disingkirkan sehingga tidak memacul kawannya yang berpakaian sasterawan
tersebut.
Di waktu itu, segera juga dilihatnya, tepat di ambang pintu, melintang
untuk menghalangi mereka keluar, sesosok tubuh berpakaian panjang, thungshia, yang berwarna hijau, berdiri dengan tubuh yang tegak. Merekalah
seorang laki-laki tua yang jenggotnya telah memutih panjang dan muka
dingin.
Hati petani itu tambah terkesiap lagi setelah melihat jelas orang itu.
Dia sampai mundur dua langkah ke belakang, dengan tubuh agak tergetar.
Jantungnya tergoncang keras, matanya terbeliak lebar-lebar, samar-samar
terdengar dia mengucapkan:"Oey....... Oey....... Locianpwe....... Oey. Yok.. Su..?!" Seakan juga
tidak mempercayainya apa yang dilihatnya.
Sosok tubuh berbaju hijau tersebut tertawa dingin, katanya dengan tawar:
"Hemmm, kalian ternyata bermaksud memiliki Giok-sie, sungguh suatu citacita yang terlalu melambung tinggi dan.. tahukah kalian, jika memang
kalian menginginkan Giok-sie, berarti kalian harus mempersembahkan jiwa
kalian?!"
Kata orang itu dibarengi dengan tangannya yang digerak-gerakkan untuk
menimang-nimang Giok-sie yang telah dirampasnya dari tangan kawannya
Kong-yang Sun. Orang itu memang tidak lain Oey Yok Su, majikan pulau Thohoa-to.
Tubuh si petani jadi tergoncang keras sekali, dan dia mencelos setelah
yakin babwa orang yang berdiri di ambang pintu memang tidak lain dari Oey
Yok Su. Dengan demikian kandaslah cita-citanya.
Ia mengetahui manusia apa Oey Yok Su. Dan walaupun sekarang ini dia
tumbuh sepasang sayap dan punya enam tangan tiga kepala, jangan harap dia
bisa menghadapi tokoh rimba persilatan yang sakti itu!
Kepandaian Oey Yok Su yang sempurna itu memang sukar dijajaki, dan ia
meyakinkan dirinya sendiri, begitu ia menyerang Oey Yok Su justeru ia
sendiri yang akan terbinasa. Lututnya juga seketika jadi lemas. Tanpa
disadarinya, dia telah menekuk kedua kakinya, berlutut, dan memanggutmanggutkan kepalanya.
"Ampunilah, ampunilah Siauw-jin (hamba yang rendah)....... Harap Oey
locianpwe mengampuni kami.......!" Dia sesambatan.
Oey Yok Su berdiri tegak dengan muka yang dingin, tidak terlihat perasaan
apapun juga pada mukanya itu, sehingga mukanya yang dingin itu bagaikan
muka mayat. Pucat dingin dan tidak ada senyumnya. Tangannya masih juga
menimang-nimang Giok-sie.
Demikian juga halnya dengan tiga orang pahlawan kerajaan, yang jadi
ketakutan setelah mengetahui yang muncul itu Oey Yok Su, tokoh sakti,
majikan Pulau Tho-hoa-to. Merekapun menggigil dan berlutut.
Mereka tahu perangai Oey Yok Su, yang bisa turunkan tangan telengas
disamping memang kepandaiannya yang sangat tinggi dan sulit untuk
dihadapi. Karena dari itu merekapun cepat-cepat memanggut-manggutkan
kepala berulang kali sambil memohon pengampunan.
Demikian takutnya orang-orang tersebut, malah sikap mereka memuakan hati
Oey Yok Su, ia berdiam diri saja, sampai akhirnya ia bertanya dengan
suara yang dingin. "Apakah kalian melihat seorang, anak laki-laki berusia
sepuluh tahun lebih. Ia memiliki tubuh yang berbulu." Suara Oey Yok Su
terdengar perlahan sekali, sambil bertanya ia menyapu sekeliling ruangan
tersebut.
Salah seorang dari tiga orang kerajaan itu telah mengangkat kepala. Ia
segera dapat menduga, tentu yang dicari Oey Yok Su adalah Kim Lo.
Bukankah Kim Lo memang sudah mengakui bahwa kong-kongnya adalah Oey Yok
Su. Dan rupanya pernyataan anak itu memang tidak salah. Rasa takut
semakin hebat mengusai hatinya.Untuk bermuka-mukaan pada Oey Yok Su, segera juga pahlawan kerajaan yang
seorang itu berkata.
"Apakah....... apakah Oey Locianpwe, mencari seorang anak bermuka seperti
kera, yang mengakui dirinya sebagai cucu Oey Locianpwe?"
Baru selesai orang tersebut bertanya seperti itu, berkelebat bayangan
hijau, disusul dengan jeritan orang itu, yang tubuhnya terpental keras.
Oey Yok Su yang mendengar cucunya disebut bermuka kera jadi murka bukan
main, wajahnya dingin sekali ketika ia berkelebat melompat ke dekat orang
itu. Demikian cepatnya ia bergerak, sehingga yang terlihat cuma bayangan hijau
belaka, dan tangannya bekerja mengibas membuat tubuh orang itu terpental.
Tapi tenaga kibasan itu demikian hebat, menghantam dada pahlawan kerajaan
yang seorang itu, membuat dia sesak napas, pandangan matanya gelap dan
pingsan menggeletak di lantai tidak sadarkan diri setelah memuntahkan
darah segar dua kali.
Masih untung Oey Yok Su turunkan tangan tidak terlalu keras dan memang
tidak bermaksud mengambil jiwanya. Jika saja Oey Yok Su menambahkan
tenaganya sedikit lagi pada kibasan tangannya itu niscaya akan membuat
pahlawan kerajaan itu terbinasa di saat itu juga.
Dan Oey Yok Su sendiri menyesal telah membuat orang itu rubuh pingsan,
bukankah justeru orang itu yang mengetahui di mana adanya Kim Lo? Tapi
seketika ia teringat masih ada beberapa orang pahlawan kerajaan yang
lainnya, segera juga ia memutar tubuhnya.
Kebetulan dilihatnya dua orang pahlawan kerajaan dan si petani
bersenjatakan pacul itu tengah melesat akan melarikan diri ke dekat
pintu. Rupanya mereka hendak mempergunakan kesempatan Oey Yok Su
meninggalkan pintu, mereka mau melarikan diri.
"Mau kemana kalian?" tegur Oey Yok Su dengan suara yang dingin, malah
tubuh Oey Yok Su telah melesat sangat cepat sekali, tangannya digerakkan,
maka terdengar seruan kaget tiga orang itu, tubuh mereka terpelanting
kembali ke dalam ruangan. Begitu cepat Oey Yok Su menyusuI mereka dan
juga serangannya membuat tiga orang itu tidak keburu melangkah ke luar
dari pintu.
Malah si petani yang bersenjata pacul tersebut, tadi waktu Oey Yok Su
ingin mengulurkan tangannya hendak menjambak punggungnya buat
melemparkannya, dia berusaha menyapu dengan paculnya. Dia bermaksud
mencegah agar dirinya tidak kena dicengkeram, tentu jelas ia masih
memiliki kesempatan buat melarikan diri keluar dari pintu itu.
Cuma saja, justeru yang dihadapinya adalah tokoh sakti yang kepandaiannya
sulit untuk dijajaki lagi, karenanya ayunan paculnya itu seperti
menghantam tempat kosong, dan tubuhnya yang terjerunuk. Waktu dia
berusaha memperkuat dan memperbaiki kuda-kuda sepasang kakinya, justeru
diwaktu itu Oey Yok Su menghantam dengan telapak tangannya pada punggung
orang itu, sehingga dia merasakan tulang punggungnya seperti juga hendak
patah hancur, dia terjerunuk dan terguling di lantai! Kemudian, untuk
sejenak lamanya dia tidak bisa bangun, dia merintih kesakitan.
"Manusia-manusia tidak tahu malu!" menggumam Oey Yok Su dengan suara yang
dingin menyeramkan. "Kalian merupakan manusia rendah yang tidak perlu
dibiarkan hidup lebih lama lagi. Sekarang aku yakin, pasti kalian yang
telah mengganggu cucuku.......!" Setelah berkata begitu, Oey Yok Su yangtelah berdiri tegak kembali diambang pintu mengawasi dengan sorot mata
yang sangat tajam.
Dua orang pahlawan kerajaan dan si petani bersenjata pacul itu menggigil
ketakutan. Malah si petani telah bilang dengan suara gemetar:
"Oey locianpwe, sungguh........ sungguh kami tidak tahu menahu perihal
cucu Oey locianpwe, kami datang kemari untuk mencari Khuluk Khan, dan
kami tak pernah melihat seorang anak lelaki yang locianpwe
maksudkan...!"
Tapi Oey Yok Su tak melayani kata-kata orang itu, ia menoleh mengawasi
tajam kepada dua orang pahlawan kerajaan itu, katanya bengis: "Cepat
beritahukan, di mana cucuku?"
Dua orang pahlawan itu menyadari, sulit sekali mereka berharap bisa hidup
terus, karena usaha mereka untuk melarikan diri telah gagal, berarti Oey
Yok Su tidak akan mengampuni mereka.
"Kami kami cuma mengurungnya....... mengurungnya!" kata salah seorang
diantara mereka dengan suara yang tidak lancar.
Oey Yok Su tidak sabar, tubuhnya berkelebat. Belum lagi pahlawan kerajaan
yang seorang itu menyadari apa yang terjadi, justeru bajunya telah
dicengkeram oleh Oey Yok Su yang mengangkat tubuhnya. "Di mana cucuku?!"
Bengis sekali suaranya.
Pahlawan kerajaan itu ketakutan, tubuhnya menggigil. Diapun telah
menunjuk ke arah dalam ruang itu.
"Di kamar itu!" katanya tergagap.
"Baiklah!" Oey Yok Su membanting rubuh orang itu ke lantai. "Sekarang
kalian masing-masing masih mau hidup atau tidak?"
Pahlawan kerajaan itu yang telah merangkak untuk berlutut, segera
mengangguk-anggukkan kepalanya, tubuhnya menggigil, begitu juga dengan
kawannya, dan si petani bersenjata pacul.
Mereka melihatnya, betapa lihaynya Oey Yok Su karena mereka yang biasanya
garang dengan kepandaian yang lumayan, kini di hadapan Oey Yok Su seperti
juga mereka anak-anak kecil yang tidak berdaya apa-apa. Mereka dapat
diperlakukan sekehendak hati oleh Oey Yok Su.
Bahkan setiap kali Oey Yok Su menyerang mereka, sama sekali mereka tidak
memiliki kesempatan buat menghindarkan diri. Karena dari itu, mereka jadi
tambah ketakutan, mereka mengangguk-anggukkan kepala mereka.
"Kami memang ingin memohon kemurahan hati Oey locianpwe!" menyahuti
mereka serentak.
"Hemmm," mendengus Oey Yok Su. "Baik! Kalian akan diampuni dan cukup jika
kalian menghadiahkan dua daun telingamu masing-masing! Ayo potong dua
daun telinga kalian masing-masing!"Rupanya mereka menyadari itulah hukuman yang paling ringan buat mereka,
sama sekali tak berani berayal, karena mereka kuatir kalau saja Oey Yok
Su merobah pendiriannya lagi. Cepat-cepat dua orang pahlawan kerajaan
menggerakkan pedang mereka.
"Bles! Bles!" Sepasang daun telinga mereka masing-masing telah ditebas
putus. Darah seketika mengucur deras sekali. Tapi mereka sambil menahan
sakit, telah berlutut lagi: "Apakah........., apakah sekarang kami boleh
pergi Oey locianpwe?"
"Hemmm!" dingin sekali wajah Oey Yok Su. "Menggelindinglah kalian!"
Dua orang pahlawan kerajaan itu tidak berani berayal. Mereka segera
menganggukkan kepala mereka satu kali dan hendak berlalu.
"Tunggu dulu!" Bentak Oey Yok Su, "Kalian baru boleh pergi jika cucuku
telah di bawa ke mari!"
Muka kedua pahlawan kerajaan itu berobah pucat. Mereka memutar tubuh,
setelah saling lirik, akhirnya cepat-cepat mereka berlari ke dalam.
Oey Yok Su mengawasi si petani yang bersenjata pacul itu.
"Kau rupanya lebih sayang daun telingamu dari jiwamu?" tanyanya tawar.
Muka petani itu pucat pias. Dia ragu-ragu tapi tubuhnya semakin
menggigil, tapi akhirnya dia jadi nekad tahu-tahu dia telah menerjang
pada Oey Yok Su mengayunkan paculnya. Dia memang biasanya mengandalkan
kepandaiannya malang melintang di dalam kalangan Kang-aow, sekarang


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berhadapan dengan Oey Yok Su dia mati kutu.
Memang dia mendengarnya bahwa Oey Yok Su merupakan seorang tokoh sakti,
tapi dia tak yakin kalau memang melakukan perlawanan nekad, bisa
terbinasa dengan mudah. Dia menyerang karena dia tidak rela daun
telinganya dikutungkan. Dan paculnya itu menyambar cepat sekali pada Oey
Loshia!
Oey Yok Su semakin dingin mukanya, dia mengawasi pacul itu menyambar
semakin dekat padanya. Tapi sama sekali Oey Yok Su tidak bergerak dari
tempatnya berdiri, cuma matanya saja yang bersinar semakin tajam
dibandingkan dengan tadi.
Terdengar suara jeritan yang menyayatkan hati, tubuh si petani yang
tengah meluncur di tengah udara, mendadak merandek karena kena dikibas
oleh lengan baju Oey Yok Su, malah mukanya seketika pucat pias seperti
putihnya kertas, dan tubuhnya terapung di tengah udara, di mana belum
lagi tubuhnya meluncur turun terbanting di lantai, justeru mulutnya telah
terpentang menyusuli jeritannya itu dengan memuntahkan darah segar berapa
kali.
Tubuhnya segera ambruk di lantai tidak bergerak lagi, karena waktu
tubuhnya tengah meluncur turun, napasnyapun telah berhenti. Rupanya Oey
Yok Su telah turunkan kematian buatnya.
Lama juga Oey Yok Su berdiri disitu, dia mengawasi banyak orang yang
pingsan, termasuk Khuluk Khan dan pahlawan kerajaan lainnya. Dan dua
orang pahlawan kerajaan yang tadi diperintahkannya membawa Kim Lo belum
lagi muncul, dia jadi curiga.Segera tubuhnya berkelebat ke ruang dalam, ia melihat dua orang pahlawan
kerajaan itu tengah berdiri mematung di depan kamar yang pintunya telah
dibuka lebar.
Tubuhnya menggigil keras terlebih lagi waktu mereka melihat Oey Yok Su
mendatangi, mereka kebingungan sekali. Muka mereka pucat pias. Malah
mereka cepat-cepat berlutut memanggut-manggutkan kepala, sampai kening
mereka membentur lantai dengan keras.
"Ampuni kami Locianpwe......... Ampuni kami..!" Meratap mereka.
Hati Oey Yok Su tercekat, dia segera membentak: "Mana cucuku?"
"Telah telah diculik orang, Oey Locianpwe.......!" menyahuti dua orang
pahlawan kerajaan itu dengan suara gemetar, tubuh mereka menggigil.
Oey Yok Su melompat masuk ke dalam kamar. Diapun jadi tertegun, matanya
terpentang lebar.
Kamar itu kosong, Tapi pada dinding sebelah kanan tampak tembok telah
berlobang besar sekali. Rupanya telah dihantam oleh sesuatu kekuatan yang
sangat kuat dan di atas tembok, yang tepat di bagian dekat lobang yang
besar itu, terlihat tulisan-tulisan dari tenaga yang sangat kuat, karena
tampaknya huruf-huruf di tembok itu ditulis dengan mempergunakan jari
telunjuk, tembok itu telah melesak dan lekuk-lekuk membentuk huruf, dan
juga bunyinya agak luar biasa:
"Aku membutuhkan darah Sin-tong (anak ajaib) ini, karena itu aku
mengambilnya. Harap kalian mengetahuinya! Aku Mo-in-kim-kun (Iblis Awan
Pukulan Emas) sangat berterima kasih sekali pada kalian."
Menggigil tubuh Oey Yok Su karena menahan murka. Tidak perduli iblis mana
atau setan dari neraka sekalipun, tentu Oey Yok Su akan membinasakannya,
jika berani mengganggu cucunya. Terlebih lagi ditembok itu ditulis dengan
kata:
"Aku membutuhkan darah Sin-tong ini......."
bahwa itu merupakan sesuatu yang sangat menyakitkan hati Oey Yok Su.
Karena berarti orang itu, yang menyebut dirinya sebagai Mo-in-kim-kun,
akan membunuh Kim Lo dan mengambil darahnya!
Tanpa memperdulikan lagi dua orang pahlawan kerajaan itu, yang masih
ketakutan menggigil berlutut, karena mereka menduga Oey Yok Su pasti
murka dan menurunkan tangan kematian padanya.
Oey Yok Su setelah melompat keluar dari lobang di tembok itu, ternyata
tembok itu menghubungi dengan di luar dekat pekarangan gedung Khuluk
Khan. Dan setelah melesat ke atas tembok, maka terlihat jalan raya.
Rupanya Mo-in-kim-kun mengambil jalan raya itu, sebab tidak ada jalan
lainnya. Dilihat dari debu pada tembok itu, yang masih mengepul di dalam
ruangan, maka Oey Yok Su yang memang berpengalaman, dapat menduganya
bahwa Mo-in-kim-kun tentu belum pergi jauh.
Ia mementangkan gin-kangnya, tubuhnya secepat angin telah melesat
menyusuri jalan itu. Berlari belasan lie, tiba di pinggiran kota, dia
terus berlari.Ada dua jalur jalan ke kiri ke kanan, Oey Yok Su ragu-ragu sejenak, namun
matanya yang tajam melihat di atas tanah ada tanda bekas tapak kaki,
walaupun tidak begitu jelas, namun dia segera menduga tentunya Mo-in-kimkun telah menempuh jalan yang ke kanan itu. Dia segera mengempos
semangatnya, dan mengejarnya.
Benar saja, setelah berlari beberapa lie, dia melihat sesosok bayangan di
depannya. Dia pun mendengar suara tertawa bergelak-gelak di depannya itu:
"Hi-hi-hi-hi! Oey Loshia mari kita adu lari.! Mengapa sejak tadi kau
seperti orang bingung saja."
Oey Yok Su tersadar. Rupanya Mo-in-kim-kun itu mengetahui perihal
dirinya, juga mengetahui tentang kedatangannya di gedung Khuluk Khan. Dan
memang Mo-in-kim-kun itu, yang rupanya memiliki kepandaian tinggi,
bermaksud hendak mempermainkan dirinya.
Maka dari itu, Oey Yok Su tidak membuang waktu lagi, melesat berlari
semakin cepat, sehingga saking cepatnya dia berlari, tidak dapat dilihat
jelas wajah dan tubuhnya, cuma merupakan segulungan warna hijau dari
warna bajunya.
Mo-in-kim-kun rupanya mengetahui Oey Yok Su mengejar lagi, dia berlari
dengan di tangannya mengempit Kim Lo. Dia tidak jeri, malah dia tertawa
dan berlari lagi.
Sekarang larinya semakin cepat. Ginkangnya rupanya mahir sekali. Jika
tadi ia berlari tidak terlalu cepat, sehingga dia kena disusul Oey Yok Su
itulah disebabkan Mo-in-kim-kun memang sengaja hendak mempermainkan Oey
Yok Su, sengaja hendak menunggu sampai Oey Yok Su datang dekat padanya,
dan baru akan diajaknya lomba lari.
Oey Yok Su jadi berpikir di dalam hatinya, entah siapa adanya orang itu,
yang bergelar Mo-in-kim-kun tersebut? Dilihat gin-kangnya, tampaknya dia
pun seorang tokoh sakti. Tapi Oey Yok Su mana mau memperdulikan hal itu.
Dia memang memiliki tabiat yang ku-koay dan sekarang dia telah ditantang
oleh Mo-in-kim-kun, karenanya dia mengerahkan tenaganya, untuk berlari
lebih cepat. Malah dihatinya telah timbul tekad, jika saja sampai
terkejar, Mo-in-kim-kun itu akan dihajarnya sampai binasa. Terutama
sekali untuk menyelamatkan Kim Lo dan juga untuk melampiaskan penasaran
hatinya.
Mo-in-kim-kun memang memiliki gin-kang yang terlatih mahir sekali, karena
dia bisa berlari begitu cepat sekali. Jarak mereka, antara Mo-in-kim-kun
dengan Oey Yok Su, tidak semakin dekat, tetap saja Mo-in-kim-kun bisa
menjaga jarak mereka itu seperti juga terpisah tetapi sejauh tiga tombak
lebih.
Dan Mo-in-kim-kun sendiri berlari seperti bayangan saja, saking cepatnya
sepasang kakinya seperti sudah menginjak tanah. Walaupun tangannya
mengempit Kim Lo, rupanya tidak menjadi rintangan dan halangan buat dia
berlari cepat.
Oey Yok Su semakin penasaran! Dia mengetahui siapa-siapa di dalam rimba
persilatan yang memiliki gin-kang hampir berimbang dengannya tapi tidak
pernah dia mengetahui ada seorang Mo-in-kim-kun yang memiliki gin-kang
yang berimbang dengannya. Benar-benar dia sangat penasaran, karena sejauh
itu ia mengejar masih juga belum berhasil untuk menyandak dan
memperpendek jarak antara dia dengan Mo-in-kim-kun.Dengan segera Oey Yok Su mengerahkan tenaganya lagi, mengemposnya, dia
mengeluarkan suara siulan yang nyaring, tubuhnya mencelat semakin cepat.
Malah untuk memperlambat larinya Mo-in-kim-kun, dia telah menyentil
dengan jari telunjuknya! Ternyata dalam keadaan seperti itu, Oey Yok Su
terpaksa harus mempergunakan ilmu sakti It-cie-sin-kang, yaitu Jari
Tunggal yang sakti.
Hebat memang angin serangan itu, walaupun mereka berpisah beberapa
tombak, telah menderu menyambar punggung dari Mo-in-kim-kun, dan membuat
Mo-in-kim-kun harus cepat-cepat mengibaskan tangan ke belakang.
"Hahaha........ hanya sebegini sajakah kepandaian daii Oey Loshia yang
begitu terkenal menggetarkan rimba persilatan?" Tertawa Mo-in-kim-kun.
Di waktu itu, Oey Yok Su semakin penasaran, dia telah menghantam lagi
dengan sentilan jari sakti It-cie-sin-kang, dari tenaga yang
dipergunakannya kali ini jauh lebih kuat, karena dia mempergunakan
delapan bagian tenaga dalamnya. Di dalam hatinya juga berpikir:
"Hem entah siapakah orang ini dia memang sengaja untuk mempemainkan
diriku! Belum pernah aku bertemu dengan dia.......?"
Tapi karena penasarannya itu, membuat Oey Yok Su tidak segan-segan untuk
mempergunakan ilmunya yang setinggi dan telengas, jika memang serangan
seperti itu mengenai lawannya pada sasaran yang tepat, tidak perduli
lawannya itu memiliki kepandaian yang tinggi, dia pasti akan celaka!
Tapi kali ini Mo-in-kim-kun tidak menangkis, dia cuma menggelak. Cara
mengelakan serangan itu dilakukannya memang agak luar biasa, karena
tubuhnya telah melesat ke depan lebih cepat tiga langkah, dengan begitu
dia terhindar dari sentilan jari sakti Oey Yok Su. Dan juga telah membuat
Oey Yok Su tertinggal semakin jauh juga.
Karenanya Oey Yok Su kembali harus mengempos semangatnya, dia berusaha
dan larinya Mo-in-kim-kun, jika memang dia tidak mau tertinggal lebih
jauh.
Di waktu itu Mo-in-kim-kun telah berkata lagi, dingin suaranya: "Oey
Loshia, mari kita berlomba berlari! Mengapa engkau begitu pengecut main
serang belakang? Ayo kerahkan tenagamu, mari kita berlomba
berlari.......!"
Sambil berkata begitu, tampak Mo-in-kim-kun telah mengerahkan tenaganya
dan berlari terus semakin cepat, diiringi dengan suara tertawanya yang
semakin nyaring. Dia memang sengaja hendak memerintahkan Oey Yok Su.
Diwaktu itu terlihat Oey Yok Su benar-benar sudah naik darah, ia bersiul
satu kali lagi seketika dia berlari dengan pesat sekali, jauh lebih cepat
dari tadi. Malah ketika tangan kanannya digetakan, dia telah membentak:
"Berhenti!""Apakah kau kira aku seekor kuda yang mudah untuk diperintahkan berhenti!
Jika memang kau memiliki kepandaian, kejarlah aku, dan susullah aku,
barulah aku akan berhenti berlari!" Mengejek Mo-in-kim-kun.
Tidak kepalang marahnya Oey Yok Su, dia mendelu sekali, sampai dia
merasakan dadanya seakan-akan hendak meledak. Diwaktu itu dia telah
mengeluarkan seluruh kekuatannya.
Tanpa mereka sadari, kedua orang yang tengah saling kejar itu, hanya di
dalam waktu yang sangat singkat, telah duapuluh lie lebih yang mereka
lalui.
Tapi setelah berlari sepuluh lie lagi, Oey Yok Su masih belum bisa
mengimbangi lari dari orang itu. Mereka memang tampaknya seimbang ginkangnya, sebab mereka itu berlari terus dengan jarak pisah yang tidak
pernah berobah, tidak semakin jauh dan tidak menjadi semakin dekat.
"Hemmm, jika saja kau terkejar, aku akan membuat engkau menjadi manusia
tidak bisa menjadi setanpun tidak dapat!" Berpikir di hati Oey Yok Su
karena murka bukan main. Diam-diam dia juga menguatirkan sekali
keselamatan jiwa Kim Lo.
Setelah mengempos lagi semangatnya, barulah Oey Yok Su memperpendek
setengah tombak. Tapi kini dia sudah berusia lanjut, walaupun memang ginkangnya sangat mahir dan ilmu silatnya sempurna, tokh faktor usia
memegang peranan tidak kecil. Napasnya mulai memburu, dan napasnya itu
juga agak pendek karena dadanya mulai sesak. Diam-diam Oey Yok Su
mengeluh.
Kalau saja sepuluh tahun yang lalu, niscaya sampai di mana pun Mo-in-kimkun melarikan diri, ia akan mengejarnya terus. Dan karena sudah
menyadarinya bahwa tidak mungkin dia meneruskan cara mengejar seperti
itu, dia mengeluark an tiga butir biji catur, dan melontarkannya.
Tiga butir biji catur itu menyambar ke kiri dan kanan kemudian yang
sebutir lagi ke arah pinggang Mo-in-kim-kun.
Cara menyerang Oey Yok Su adalah menutup jalan larinya Mo-in-kim-kun
lebih jauh. Dan benar saja, menerima serangan aneh seperti itu, Mo-inkim-kun tidak berani main-main, dia telah mengibaskan tangannya yang satu
untuk meruntuhkan biji catur yang menyambar ke pinggangnya, dia juga
menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat ke udara, dia telah menghindarkan
diri dari dua biji catur yang lainnya.
Dengan demikian, dia telah berhasil menghindarkan diri dari ancaman
bahaya maut. Kalau saja salah satu dari biji catur itu mengenai
sasarannya, niscaya lawan ini akan terbinasa diincar oleh biji catur itu
adalah jalan darah yang mematikan!
Membarengi dengan biji catur tersebut justeru Oey Yok Su telah menghantam
dengan mempergunakan telapak tangannya. Seketika tanah di bawah kaki dari
Mo-in-kim-kun telah berhamburan seperti juga adanya ledakan yang
memekakkan anak telinga!
Dan di waktu itulah, tampak tubuh Mo-in-kim-kun telah melesat ke tengah
udara, dan hinggap di puncak sebatang pohon! Jika tidak, tentu ia akan
terhantam oleh pukulan telapak tangan Oey Yok Su dan biji caturnya.
Oey Yok Su tidak membuang waktu sedikit pun juga, karena tubuhnya pun
telah melambung ke tengah udara, kedua kakinya ringan sekali hinggap dipuncak pohon yang satunya lagi. Dan tingginya pohon itu kurang lebih
sembilan tombak, tapi juga merupakan tempat yang paling lunak dan alot,
sehingga tubuh mereka jika tidak memiliki keseimbangan sempurna, niscaya
akan jatuh oleh goyangan pucuk pohon tersebut.
Diam-diam Oey Yok Su heran dan bercampur kagum, dia tidak tahu entah
siapa adanya Mo-in-kim-kun yang begitu hebat ilmu silatnya, dan rupanya
tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya. Karena dengan mengempit Kim
Lo di tangannya, dia masih bisa menghadapi dan mengimbangi Oey Yok Su,
itulah bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Dengan, muka yang dingin tidak mengandung perasaan apa pun juga, Oey Yok
Su membentak: "Jika selembar rambut saja dari cucuku itu terganggu
walaupun kau melarikan diri ke ujung langit, tidak nantinya akan
kubiarkan!"
Mo-in-kim-kun tertawa bergelak-gelak, suara tertawanya menggema di
sekitar tempat itu.
"Jika aku hendak menghilangkan jejak, mengapa tadi aku harus menungguimu?
Bukankah aku bisa saja membawa anak ini begitu saja dan kau akan
kehilangan jejak?" Setelah berkata begitu, dia mengangkat tubuh Kim Lo.
Bocah itu dalam keadaan tertotok tidak bisa bergerak, cuma matanya belaka
yang memandang pada Oey Yok Su dengan sorot seperti hendak meminta
pertolongan Kong-kongnya. Oey Yok Su jadi semakin gusar kepada Mo-in-kimkun, bengis sekali dia melesat menerjang kepada Mo-in-kim-kun.
Namun Mo-in-kim-kun telah mengelakannya, dia menggerakkan tubuhnya ke
samping doyong di puncak pohon itu dan serangan Oey Yok Su gagal dan
tubuhnya melayang tidak memiliki tempat berpijak, tapi dia lihay, maka
dia mengeluarkan sebutir biji caturnya, dia segera melepaskan biji
caturnya di dekat kakinya dan menjejak menotok biji catur itu, tubuhnya
melesat lagi dan kembali ke puncak pohon di mana tadi dia berada.
"Hati-hati! Kau jangan menganggap rendah kepadaku! Memang selama ini kau
merasakan dirimu sebagai jago nomor wahid dan tidak memiliki tandingan
lagi! Jadi jika terhadapku kau memandang rendah, hem hem, tentu engkau
sendiri yang akan rugi!" Dan setelah berkata begitu, kembali Mo-in-kimkun tertawa bergelak-gelak,
Oey Yok Su mengawasi orang itu tajam sekali, dia melihat tubuh Mo-in-kimkun tinggi besar. Dan wajahnya menyeramkan, mukanya itu tidak wajar
sebagai muka manusia, banyak sekali bekas-bekas luka di mukanya.
Dan matanya mendelik lebar sekali pada sebelah kiri, mata kirinya itu
memiliki biji mata yang seperti akan meletos, sedangkan mata kanannya
biasa seperti mata yang wajar dan normal. Pada pipinya tampak goresangoresan bekas luka yang mungkin saja puluhan goresan-goresan. Keningnya
lebar. Sekali melihat saja, maka orang akan menduga ialah seorang iblis.
"Siapa kau? Dan jelaskan asal usulmu yang jelas!" Bentak Oey Yok Su
sengit.
"Sabar! Kau tidak bisa main perintah seperti itu kepadaku! Sedangkan
untuk mengejar diriku saja kau tidak sanggup, bagaimana kau masih membawa
lagak seperti tingkah menghadapi orang dari tingkatan muda?"
Mendengar perkataan Mo-in-kim-kun, semakin meledak kemarahan Oey Yok Su.
Waktu itu angin berhembus cukup keras, sehingga puncak pohon itubergerak-gerak. Memang gin-kang Oey Yok Su maupun Mo-in-kim-kun telah
mencapai tingkat yang paling mahir, maka mereka masih sanggup berdiri di
puncak pohon tersebut, malah mereka berhadapan saling pandang.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mo-in-kim-kun telah bilang, "Aku ada syarat. Jika memang kau bisa penuhi,
maka anak ini, yang semula ingin kuambil darahnya akan kuserahkan kembali
kepadamu.......!"
"Syarat apa?" tanya Oey Yok Su menindih kemurkaan hatinya, dia mengawasi
tajam sekali.
"Hem, bukankah Giok-sie ada padamu?" tanya Mo-in-kim-kun dengan suara
yang dingin.
Oey Yok Su segera menyadari apa maunya Mo-in-kim-kun.
"Kau hendak meminta Giok-sie itu sebagai ganti cucuku itu?" tanya Oey Yok
Su. "Tidak salah! tapi ingat bukan sebagai pengganti! Justeru sebagai
penebus! Kau tentu mengetahui, anak ini adalah seorang Sin-tong, anak
mujijat, ajaib, yang memiliki darah yang luar biasa.
"Jika kita mengelolahnya dengan beberapa ramuan Hemmm! Jika memang aku
bisa memperoleh darah bocah ini, niscaya tenaga dalamku akan bertambah
beberapa lipat!
"Kau lihat saja, muka anak ini tidak mirip-miripnya manusia, hemm, tentu
dia memiliki sesuatu kemujijatan sehingga bisa hidup sampai saat sekarang
ini! Bagaimana tawaranku itu, kukira Giok-sie tidak berharga buat dirimu.
Dan anak ini jauh lebih penting, bukan?"
Ditanya begitu, Oey Yok Su tidak ragu-ragu segera mengangguk, hatinya
berpikir: "Biarlah, setelah Kim Lo dibebaskan aku akan berusaha merampas
Giok-sie dari tangannya!" sambil berpikir begitu Oey Yok Su merogoh
sakunya dia menimang-nimang Giok-sie itu.
"Inikah yang kau kehendaki?" tanya Oey Yok Su.
Mata Mo-in-kim-kun yang sebelah kiri yang memang meletos itu, tampak
terbuka dan menonjol semakin ke depan, seakan juga memang biji matanya
itu akan meletos. Dia tampaknya girang sekali.
"Benar! Nah, kau lemparkanlah! Anak ini segera akan kubebaskan Oey
Loshia!"
"Tunggu!" Kata Oey Yok Su, "Tidak semudah itu kau meminta Giok-sie. Hemm,
sekarang kau bebaskan dulu cucuku, baru nanti aku akan memberikan Gioksie ini, kalau saja memang tidak ada sesuatu yang terjadi pada diri
cucuku! Jika memang terganggu seujung rambutnya saja, hemm.. hemm aku
terus akan mengadakan perhitungan dengan kau!"
Mo-in-kim-kun tertawa mengejek.
"Kau mau menukarnya atau tidak?!" Tanyanya mendadak.
Mendengar nada suara yang mengancam seperti itu, Oey Yok Su tergerak
hatinya."Kau lemparkan cucuku padaku, dan aku akan melemparkan Giok-sie
kepadamu.......!" Katanya.
Mo-in-kim-kun ragu-ragu, namun akhirnya ia mengangguk.
"Kau lemparkan Giok-sie, begitu Giok-sie meluncur di tengah udara, cucumu
ini akan segera kulemparkan! Siapa tahu, tua-tua kau semakin licik, Oey
Loshia, begitu aku melemparkan cucumu, kau justeru malah tidak
melemparkan Giok-sie."
Karena memang berada dalam keadaan tertekan memikirkan dan menguatirkan
keselamatan Kim Lo, untuk sejenak itu Oey Yok Su mau mengalah, jago tua
yang sakti itu mengangguk.
"Baiklah!" Sambil berkata begitu, dia melontarkan Giok-sie. Benda itu
meluncur pesat sekali pada Mo-in-kim-kun.
Melihat Oey Yok Su sudah melontarkan Giok-sie, Mo-in-kim-kun juga
melontarkan Kim Lo. Tubuh bocah itu meluncur cepat sekali kepada Oey Yok
Su. Majikan pulau Tho-hoa-to itu telah menyanggapi tubuh Kim Lo. Anak itu
masih dalam keadaan tertotok, dan sepasang tangan maupun kakinya masih
terikat oleh tali urat harimau. Karena itu, Oey Yok Su melompat turun ke
tanah, ia membuka totokan pada diri anak itu, dia juga telah membuka
ikatan tambang urat harimau.
Waktu itu ia melirik, dilihatnya Mo-in-kim-kun baru saja menyanggapi dan
memasukan Giok-sie ke dalam sakunya, malah tubuh Mo-in-kim-kun segera
melayang untuk menjauhi diri meninggalkan tempat tersebut.
"Terima kasih, Oey-loshia, nanti kita bertemu lagi kalau memang ada
jodoh! Atau jika memang kau hendak mencariku, kau boleh datang ke lembah
Pit-mo-gay (lembah iblis) di gunung Song-san!"
Dan dalam sekejap mata tubuh Mo-in-kim-kun telah lenyap dari pandangan
mata Oey Yok Su.
Bukan main mendelunya Oey Yok Su, seumur hidup, mungkin baru kali ini ia
mengalami peristiwa seperti itu di mana dia seperti tak berdaya buat
menghajar mampus orang yang dibencinya.
Biasanya, setiap orang rimba persilatan akan menggigil ketakutan kalau
berhadapan dengannya. Dan jika ada seseorang yang dibenci Oey Yok Su,
niscaya dengan mudah ia menghadiahkan kematian, atau sedikitnya membuat
bercacad orang yang tidak disenanginya itu.
Tapi sekarang ini, justeru Oey Yok Su merasakan dirinya sendiri yang
seakan-akan dipermainkan oleh Mo-in-kim-kun, yang belum lagi
diketahuinya, entah siapa sebenarnya Mo-in-kim-kun itu.
Kim Lo setelah dibebaskan totokan di tubuhnya, segera bangun, dia bilang
pada Kong-kongnya. "Kong-kong, pembesar Boan itu jahat sekali! Dia
bekerja sama dengan para pahlawan kerajaan itu berusaha menyiksa
diriku.!"Oey Yok Su menanyakan apakah ada sesuatu yang dirasakan oleh bocah itu,
dia juga menyuruh duduk dulu buat bersemedhi kemudian majikan pulau Thohoa-to ini memeriksa nadi tangan bocah tersebut. Dan ia memperoleh
kenyataan memang tidak ada perobahan pada jalan darah Kim Lo, yang lurus
dan lancar.
Jadi bocah ini tidak mengalami sesuatu yang bisa mengancam kesehatan
tubuhnya. Cuma saja, wajah Kim Lo yang sembam karena telah ditempeleng
berulang kali oleh Bun Siu Thang dan juga telah diperlakukannya kasar
oleh para pahlawan kerajaan itu.
"Sudahlah! Aku telah menghajar mereka!" Kata Oey Yok Su kemudian,
suaranya perlahan sedangkan hatinya masih panas dan penasaran memikirkan
Mo-in-kim-kun. "Dan mengapa engkau bisa jatuh ke dalam tangan mereka, Kim
Lo?"
Kim Lo segera menceritakan ketika ia oleh seseorang diminta pertolongan
untuk menyimpan Giok-sie lalu orang itu melarikan diri. Giok-sie berdarah
itu juga telah dimasukkan ke dalam sakunya, namun telah diketahui oleh
Bun Siu Thang waktu bocah tersebut ditangkap mereka.
Malah kemudian ketika ia memberitahukan, dirinya adalah cucu dari Oey Yok
Su, dia hendak dibunuh, untuk menghilangkan jejak. Khuluk Khan sendiri
kegirangan memperoleh Giok-sie sampai akhirnya Kim Lo menceritakan dia
dikurung di dalam kamar itu, dan telah datang orang luar biasa yang
mukanya menyeramkan, dia yang menotok Kim Lo.
Cara datangnya luar biasa. Tembok telah dipukul hancur berlobang besar
dan membawa Kim Lo keluar lagi dari lobang yang dibuatnya di tembok.
Malah sebelum pergi, dengan jari telunjuknya dia menulis sesuatu di
tembok.
Oey Yok Su menghela napas mendengar cerita Kim Lo. Hatinya tergerak, Moin-kim-kun memang lihay, dan sekarang tampaknya Giok-sie akan memancing
kekeruhan di dalam rimba persilatan.
Entah Mo-in-kim-kun itu berdiri di pihak mana. Apakah dia berdiri di
pihak kerajaan atau memang bekerja untuk orang-orang yang cinta negara,
para pahlawan yang hendak mengusir kerajaan Tay Goan? Atau memang Mo-inkim-kun bermaksud memiliki Giok-sie untuk kepentingan pribadinya sendiri?
Dan semua itu masih belum lagi diketahui oleh Oey Yok Su. Bahkan dia pun
belum mengetahui, entah Mo-in-kim-kun itu berasal dari aliran mana, tidak
tahu juga Oey Yok Su sebetulnya Mo-in-kim-kun penduduk Tiong-goan atau
memang orang asing datang ke Tiong-goan.
"Hemmm tampaknya memang urusan Giok-sie akan memancing kekeruhan yang
hebat di hari mendatang kelak!" Menggumam Oey Yok Su perlahan sekali,
sambil mengerutkan alisnya.
Dia teringat kepada usianya yang lanjut benar, kalau tentu dia pun akan
mati- matian melibatkan diri untuk memiliki Giok-sie, yang akan
Rahasia Hiolo Kumala 2 Goosebumps - Kisah-kisah Hantu Goosebumps 1 Wanita Gagah Perkasa 9

Cari Blog Ini